1
KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET
RISNAWATY HUSAIN1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB, S.H., M.HUM2 Pembimbing II. ISMAIL TOMU, SH.,MH3
JURUSAN ILMU HUKUM
ABSTRAK Perjanjian adalah suatu hubungan hukum dilapangan harta kekayaan, dalam hal ini seseorang (salah satu pihak) berjanji atau dianggap berjanji kepada seseorang (salah satu pihak) yang lain atau kedua orang (pihak) saling berjanji melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu. Salah satu hal penting dalam suatu perjanjian adalah prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan, kesepakatan tersebut seringkali disebut sebagai Memorandum Of Understanding (selanjutnya disingkat dengan MoU). Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang lain atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Memorandum Of Understanding (MOU) dapat juga merupakan perjanjian/kontrak yang digunakan untuk memaparkan prinsip-prinsip dasar dan pedoman-pedoman yang mana para pihak yang akan bekerja sama untuk mencapai apa yang menjadi tujuan mereka. Pada dasarnya pembuatan MoU adalah bentuk dari asas kebebasan berkontrak. Pembuatan MoU adalah sebagai dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun secara lisan. Kata kunci; Kekuatan, Hukum, Memorandum of Understanding
1
Penulis:Risnawaty Husain Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, 2 Hj. Mutia Ch. Thalib, SH.,M.Hum, 3Ismail H. Tomu, SH.,MH
2
Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri (zelfstandige rechtssubjecten), yang menyebabkan pihak yang satu terhadap pihak lainnya berhak atas suatu prestasi, prestasi adalah menjadi kewajiban pihak terakhir terhadap pihak pertama.2 Hubungan hukum tersebut menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihaknya, yaitu pihak yang berhak atas prestasi (kreditur) dan pihak yang wajib memenuhi prestasi (debitur). Para pihak yang saling memenuhi hak dan kewajibannya saling mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Perjanjian tidak terlepas dari syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW yang menyatakan bahwa: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:(1)Sepakat mereka yang
mengikatkan
dirinya;(2)
Kecakapan
untuk
membuat
suatu
perikatan;(3)Suatu hal tertentu;(4) Suatu sebab yang halal. Pasal 1338 ayat (1) BW tentang asas kebebasan berkontrak, yang menegaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Tujuan dibentuknya perjanjian baku adalah untuk memberikan kemudahan bagi para pihak yang bersangkutan. Dewasa ini sebelum membuat suatu perjanjian para pihak yang akan memberi prestasi akan membuat nota kesepahaman. Nota kesepahaman tersebut adalah Memorandum Of Understanding (selanjutnya disebut MoU). Sebuah nota kesepahaman (MoU) dapat digunakan sebagai konfirmasi kesepakatan sebelum kontrak atau perjanjian secara lisan dibuat untuk membuat kontrak formal. Hal ini juga dapat digunakan sebagai kontrak untuk menetapkan prinsip-prinsip dasar dan pedoman dimana para pihak akan bekerjasama untuk mencapai tujuan mereka)
Berdasarkan definisi tersebut,
tampak bahwa MoU atau Nota Kesepakatan/Kesepahaman digunakan sebagai pernyataan kesepakatan atas persyaratan-persyaratan ketika perjanjian lisan belum dibuat dalam bentuk perjanjian formal. Memorandum
Of
Understanding
(MOU)
dapat
juga
merupakan
perjanjian/kontrak yang digunakan untuk memaparkan prinsip-prinsip dasar dan pedoman-pedoman yang mana para pihak yang akan bekerja sama untuk 2
Purwosujipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm 4
3
mencapai apa yang menjadi tujuan mereka. Pada dasarnya pembuatan MoU adalah bentuk dari asas kebebasan berkontrak. Pembuatan MoU adalah sebagai dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun secara lisan. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka para pihak diberi kebebasan untuk menentukan materi muatan atau substansi memorandum of understanding akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, serta sepanjang penyusunan memorandum of understanding itu memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Memorandum of understanding sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai memorandum of understanding. Adapun dasar berlakunya memorandum of understanding di Indonesia adalah didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Selain asas kebebasan berkontrak, salah satu asas yang menjadi dasar berlakunya memorandum of understanding di Indonesia adalah asas kebiasaan. Yang dimaksud dengan asas kebiasaan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. Dewasa ini memorandum of understanding sering dipraktekkan dengan meniru atau mengadopsi apa yang dipraktekkan secara internasional.
Sebagai lembaga Pemerintah Non Departemen yang berdasarkan Undangundang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Gorontalo selain melakukan penuntutan dalam perkara pidana, juga dapat melakukan kegiatan dalam bidang hukum perdata yang meliputi bantuan hukum, pertimbangan hukum dengan tujuan melakukan penyelamatan atas keuangan atau asset Negara. Dalam tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana tertuang dalam pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 yang berbunyi
“
Dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah”. Salah satu bentuk kerjasama dalam bidang hukum perdata yakni 4
Kejaksaan Tinggi Gorontalo melakukan kesepakatan bersama dengan PT. Bank Sulawesi Utara Cabang Gorontalo untuk menangani permasalahan kredit macet pada Bank Sulut Cabang Gorontalo. Untuk melaksanakan kegiatan berupa pemberian pertimbangan hukum, maupun tindakan hukum lainnya pihak Bank Sulut Cabang Gorontalo mengajukan permohonan secara tertulis beserta dokumen-dokumen yang memerlukan pertimbangan hukum kepada pihak Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Dari kesepakatan bersama tersebut ditindaklanjuti dengan penyerahan 13 Surat Kuasa Khusus ( SKK) dari Bank Sulut Cabang Gorontalo dan memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada Kejaksaan Tinggi Gorontalo bertindak untuk dan atas nama serta mewakili pemberi kuasa dalam melakukan penyelesaian kredit macet dari debitur PT. Bank Sulut Cabang Gorontalo. Dalam kurun waktu tahun 2012 Kejaksaan Tinggi Gorontalo telah mewakili pihak kreditur melalui MOU antara kedua belah pihak melakukan penyelesain kredit macet dari Debitur PT. Bank Sulut Cabang Gorontalo sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan masa berlaku yang tertuang di dalam kesepakatan bersama. Kejaksaan Tinggi Gorontalo sedikitnya telah melakukan pemanggilan kepada ke 13 orang debitur yang mempunyai hutang untuk melakukan penyelesaian tunggakan kredit sesuai dengan prosedur yang telah disepakati.
METODE PENULISAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.3 Dan untuk mendapatkan data maka Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh. Sebagai sumber data dalam penelitian ini hanyalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder atau data tersier.4 Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah 3 4
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 118. Amiruddin, Ibid,hlm. 118.
5
dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. PEMBAHASAN Kekuatan
Hukum
Memorandum
Of
Understanding
antara
Kejaksaan Tinggi Gorontalo dan PT. Bank Sulawesi Utara Cabang Gorontalo Dalam Penyelesain Kredit Macet. Pengaturan MoU pada ketentuan buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang sifatnya terbuka membawa konsekuensi pada materi muatan atau substansi dari MoU yang terbuka pula. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk menentukan materi muatan MoU akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, dan norma kepatutan, kehati-hatian dan susila yang hidup dan diakui dalam masyarakat, serta sepanjang penyusunan MoU itu memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Perdata. Subtansi dari memorandum of understanding (MoU) berisi kesepakatan para pihak untuk melakukan kerjasama dalam bidang hukum, bidang ekonomi, pendidikan, pasar modal dan lain sebagainya. Apabila antara para pihak telah sepakat dengan persesuaian pernyataan kehendak maka MoU tersebut dapat dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. MoU tersebut telah mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan, artinya MoU tersebut telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang telah menandatangani nota kesepahaman itu. Memorandum Of Understanding mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, karena MoU itu dibuat oleh para pihak yang telah menyetujui klausula-klausula yang ada di dalam MoU tersebut. Kekuatan mengikat Memorandum of Understanding terdapat dua pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa Mou kekuatan mengikat dan memaksa sama halnya dengan perjanjian itu sendiri. Walaupun secara khusus tidak ada pengaturan tentang Mou dan materi muatan Mou itu diserahkan kepada para pihak yang mebuatnya serta mou merupakan perjanjian pendahuluan, bukan berarti Mou tersebut tidak mempunyai kekuatan
6
mengikat dan memaksa bagi para pihak untuk mentaatinya dan/atau melaksanakannya. Ketentuan pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi dasar hukum bagi kekuatan mengikat Mou itu. Menurut pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata setiap perjanjian yang dibuat secara sah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka kedudukan atau berlakunya Mou bagi para pihak dapat disamakan dengan sebuah Undang-Undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Tentu saja pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam Mou. Para pihak dalam MoU harus mempunyai kecakapan maksudnya kecakapan hukum, yaitu para pihak yang melakukan kesepakatan dalam MoU harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu perbuatan perundang-undang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Suatu MoU yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh sesuai dengan asas pacta sunt servanda (janji itu mengikat para pihak). Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik, dalam pembuatan MoU pihak-pihak harus mempunyai itikad baik dan harus melaksanakan substansi MoU berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh dan kemauan baik dari para pihak. Memorandum of understanding juga harus dibuat dengan sebab yang halal, Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Suatu MoU yang dibuat oleh para pihak harus dengan sebab yang halal yang mecerminkan sikap moral baik harus menjadi motivasi bagi para pihak yang membuat dan melaksanakan isi perjanjian. Kedua, pendapat yang menyatakan dengan menitik beratkan Mou sebagai sebuah perjanjian pendahuluan sebagai bukti awal suatu kesepakatan yang memuat hal-hal pokok, serta yang harus diikuti oleh perjanjian lain, maka
7
walaupun pengaturan Mou hanya sebatas moral saja dengan kata lain pula Mou merupakan gentlemen agreement. 5 Selain syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, masih terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan agar
perjanjian
tersebut
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat,
yaitu
sebagaimana diatur dalam Pasal 1335 dan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1335 ditegaskan bahwa, “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang. Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dengan demikian para pihak yang telah sepakat dengan MoU telah mengikatkan dirinya terhadap pihak lain, dan harus menjalankan isi dari MoU. Kesepakatan tersebut mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing. Asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi dasar untuk membuat MoU, mengadakan perjanjian pendahuluan dengan pihak mana pun, menentukan isi MoU, pelaksanaan MoU, persyaratan MoU dan menentukan bentuk dari MoU yaitu secara tertulis. Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyebutkan setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi para pihak yang membuatnya. Para pihak dalam MoU harus mempunyai kecakapan maksudnya kecakapan hukum, yaitu para pihak yang melakukan kesepakatan dalam MoU harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu perbuatan perundang-undang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Suatu MoU yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh sesuai dengan asas pacta sunt servanda (janji itu mengikat para pihak). Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang 5
Salim HS, ibid, hlm 55.
8
menegaskan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik, dalam pembuatan MoU pihak-pihak harus mempunyai itikad baik dan harus melaksanakan substansi MoU berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh dan kemauan baik dari para pihak. Memorandum of understanding juga harus dibuat dengan sebab yang halal, Pasal 1335 KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Suatu MoU yang dibuat oleh para pihak harus dengan sebab yang halal yang mecerminkan sikap moral baik harus menjadi motivasi bagi para pihak yang membuat dan melaksanakan isi perjanjian. Memorandum of understanding merupakan suatu bukti awal telah terjadinya atau tercapainya saling pengertian masalah-masalah
pokok
yang
harus
ditindaklanjuti
dengan
perjanjian.
Kesepakatan dalam MoU bersifat ikatan moral dan juga ikatan hukum apabila ditindaklanjuti dengan perjanjian. MoU mengatur hal-hal pokok saja, maka mengikatnya pun hanya terhadap hal-hal yang pokok tersebut dan berlakunya menurut jangka waktu tertentu sesuai dengan klausula dalam MoU tersebut. Para pihak tidak dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih rinci dari memorandum of understanding. MoU yang dibuat oleh para pihak telah ditentukan jangka waktu berlakunya kerjasama itu dilakukan. Jangka waktu berlakunya MoU tergantung kesepakatan para pihak, dan jangka waktu tersebut dapat diperpanjang. Apabila jangka waktu MoU telah habis, maka MoU tersebut telah berakhir dan kekuatan mengikatnya pun telah hilang pada diri para pihak. Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain asas kebebasan berkontrak, berlakunya memorandum of understanding di Indonesia juga didasarkan pada kebiasaan hukum. kebiasaan hukum mengandung makna bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
Memorandum of understanding merupakan nota kesepakatan dan termasuk perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak yang berkepentingan yakni PT Bank
9
Sulawesi Utara Cabang Gorontalo dengan Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Dengan demikian MoU yang dibuat 2 (dua) oleh kedua belah pihak akan mengikat kedua belah pihak tersebut, kedua belah pihak tersebut harus mematuhi semua ketentuan-ketentuan sebagaimana yang dinyatakan dalam klausula-klausula yang terdapat dalam MoU tersebut dan telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum, maka kedudukan dan berlakunya MoU dapat disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa, tetapi hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang terdapat dalam MoU. Memorandum of understanding pada praktiknya jarang dibuat secara akta notaris, yang dapat dijadikan akta otentik bagi para pihak, karena MOU yang telah dibuat antara PT. bank Sulut Cabang Gorontalo dengan Kejaksaan Tinggi Gorontalo merupakan suatu akta otentik. MoU secara hukum merupakan perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat seperti layaknya suatu perjanjian sehingga seluruh ketentuan tentang perjanjian telah dapat diterapkan kepada para pihak. Dengan demikian apabila salah satu pihak dalam MoU tersebut tidak melaksanakan substansi memorandum of understanding, maka salah satu pihak dapat
membawa
persoalan
itu
ke
pengadilan,
dan
pengadilan
dapat
memerintahkan salah satu pihak untuk melaksanakan substansi memorandum of understanding secara konsisten akan tetapi apabila para pihak mencantumkan penyelesaian perselisihan di dalam MOU maka cara tersebutlah yang akan ditempu seperti musyawarah untuk mencapai mufakat antara kedua belah pihak. Memorandum of understanding dapat dijadikan alat bukti dalam peradilan, karena MoU mempunyai sifat pembuktian formal dan materiil. Sifat pembuktian tersebut adalah:(1)Kekuatan pembuktian formal MoU itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar, dan dilaksanakan, dalam arti formal terjamin :(a) Kebenaran tanggal MoU tersebut;(b)Kebenaran yang terdapat dalam MoU tersebut;(c)Kebenaran identitas dari orang-orang yang hadir; dan(d) Kebenaran tempat di mana MoU dibuat.(2) Kekuatan pembuktian materiil Isi dari MoU dianggap sebagai yang benar terhadap setiap orang. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 Kitab
10
Undang-Undang Hukum Perdata. Isi keterangan yang termuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar di antara para pihak. Kekuatan hukum MoU dengan perjanjian adalah sama, karena MoU dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang akan mengikatkan dirinya pada isi memorandum of understanding, dan dibuat dengan memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Akibat Hukum Yang Timbul Apabila Terjadi Sengketa Antara Para Pihak Dalam Memorandum Of Understanding. Sebagai agreement is agreement, apabila ada pihak yang melakukan pengingkaran terhadap memorandum of understanding maka dapat dilihat terlebih dahulu dalam klausul MoU nya apakah terdapat pengaturan mengenai cara penyelesaiannya sengketanya atau tidak, atau dimungkinkan juga pihak yang lainnya dapat mengajukan upaya hukum ke pengadilan dengan gugatan wanprestasi, namun hal ini (gugatan ke pengadilan) tidak dapat dilakukan jika sudah diatur dalam MoU bahwa MoU ini akan berakhir secara otomatis jika dalam jangka waktu tertentu MoU tersebut tidak ditindak lanjuti / tidak ada tindak lanjutnya.
Sebagai gentlement agreement memorandum of understanding tidak mengikat secara hukum dan pihak yang melakukan pengingkaran terhadap memorandum of understanding tidak dapat digugat ke pengadilan. Kekuatan mengikatnya suatu memorandum of understanding sebagai gentlement agreement tidak dapat disejajarkan dengan perjanjian pada umumnya, walaupun memorandum of understanding dibuat dalam bentuk yang paling kuat seperti dengan akta notaris sekalipun. Para pihak dalam suatu perjanjian telah mengikatkan dirinya pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku, dan para pihak pun wajib saling percaya akan kerjasama yang diperjanjikan tersebut. Memorandum of understanding (MoU) dibuat sebagai nota kesepahaman antara para pihak yang mempunyai asas kepastian hukum yang berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya, dan para pihak harus bisa melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Salah satu pihak apabila dalam melaksanakan substansi kontrak melakukan wanprestasi, dapat membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang
11
dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Pihak yang melakukan wanprestasi dalam suatu MoU karena pihak tersebut dinilai sama sekali tidak memenuhi prestasi, atau tidak tunai memenuhi prestasi, atau terlambat memenuhi prestasi, atau keliru memenuhi prestasi. Berdasarkan Pasal 1246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa pihak yang melakukan wanprestasi wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang memenuhi dua syarat, yaitu(1) Kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya diduga pada waktu perjanjian dibuat;(2) Kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta daripada ingkar janji. Pihak yang merasa dirugikan dengan demikian dapat melakukan gugatan ganti rugi, yaitu sejumlah kehilangan keuntungan yang diharapkan. Akibat umumnya adalah pemberian ganti rugi dengan perhitungan-perhitungan tertentu , kecuali tidak dilaksanakan perjanjian tersebut karena alasan force majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi. Setiap memorandum of understanding yang dibuat oleh para pihak selalu dicantumkan tentang pola penyelesaian sengketa. Pola sengketa merupakan bentuk atau pola untuk mengakhiri sengketa atau pertentangan yang timbul antara para pihak. Sebelum mengetahui pola penyelesaian sengketa yang ditempuh, terlebih dahulu harus memahami bahwa penggunaan istilah MOU dibedakan dari segi teori dan praktis. Secara teori dokumen MOU bukan merupakan dokumen yang mengikat para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus ditindak lanjuti dengan perjanjian. Kesepakatan dalam MOU hanya bersifat ikatan moral. Secara praktis MOU disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral saja, tetapi juga hukum.6 Pelanggaran terhadap MOU jika kita salah satu pihak menganut pendapat yang pertama, yang menyatakan bahwa kekuatan mengikat MOU sama dengan perjanjian bersifat memaksa bagi para pihak, maka dalam hal jika terjadi
6
Hikmahanto Juana, dalam Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm 55.
12
wanprestasi atau kelalaian dari para pihak atas kesepakatan mengenai hal-hal pokok tadi, pihak yang lain dapat melakukan upaya hukum perdata atas dasar gugatan wanprestasi atau ingkar janji. Sedangkan jika para pihak menganut pendapat kedua, dimana kekuatan mengikat MOU hanya sebatas moral obligation saja, maka para pihak cenderung akan menghindari melakukan upaya hukum. Semua diserahkan pada masing-masing pihak. Sengketa yang timbul biasanya disebabkan salah satu pihak melakukan wanprestasi, yang mana salah satu pihak tidak sepenuhnya melaksanakan isi dari memorandum of understanding sehingga pihak yang lain merasa dirugikan. Beradasarkan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pihak yang merasa dirugikan atas wanprestasi tersebut dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi dengan menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian, menuntut pemenuhan perjanjian, menuntut penggantian kerugian, menuntut pembatalan dan penggantian kerugian, menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian. Memorandum Of Understanding yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak sesuai dengan asas konsensualisme juga termasuk salah satu jenis perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk terikat pada isi MoU tersebut. Pihak yang merasa dirugikan apabila terjadi wanprestasi dalam MoU juga dapat melakukan penuntutan sesuai dengan Pasal 1267 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, biasanya dalam MoU telah mengatur secara singkat akibat-akibat apabila terjadi sengketa oleh para pihak. Berdasarkan hasil wawancara yang dikemukakan oleh Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Gorontalo yang menerangkan bahwa: “ memorandum of understanding yang dibuat oleh PT. Bank Sulawesi Utara Cabang Gorontalo dengan Kejaksaan Tinggi Gorontalo telah ditentukan hal-hal pokok yang disepakati dan masa berlakunya telah ditentukan yakni selama 2 tahun sejak ditanda tanganinya Mou tersebut.
13
PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan analisa dan uraian pada bab-bab sebelumnya maka diperoleh simpulan sebagai berikut: (1)Memorandum of understanding adalah perjanjian pendahuluan yang mengatur hal-hal pokok saja, dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, maksudnya subtansi dari memorandum of understanding hanya berkaitan dengan hal-hal yang sangat prinsip. ada dua pandangan yang membahas mengenai kekuatan hukum dari memorandum of understanding, yaitu memorandum of understanding sebagai suatu gentlement agreement dan memorandum of understanding sebagai suatu agreement is agreement. (2)Apabila salah satu pihak dalam memorandum of understanding tidak memenuhi prestasi atau kewajiban sesuai isi memorandum of understanding, maka dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi sesuai dengan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, pihak yang dirugikan tersebut dapat melakukan penuntutan pemenuhan perjanjian dan penuntutan penggantian kerugian. SARAN (1)Perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas khusus mengatur mengenai kedudukan dan kekuatan hukum memorandum of understanding di Indonesia. Hal tersebut perlu untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum bagi para pihak yang membuat memorandum of understanding. Oleh karena itu DPR RI dengan Pemerintah agar segera membuat Undang-undang mengenai Memorandum of understanding sebagai payung hukum agar kekuatan hukum dari Memorandum of understanding menjadi jelas.(2) Perlu kecermatan dan ketelitian para pihak dalam membuat memorandum of understanding, karena apa yang ia buat dan tandatangani dapat saja memiliki kekuatan hukum mengikat layaknya suatu perjanjian sehingga jika salah satu pihak melakukan pengingkaran terhadap memorandum of understanding tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA Purwosujipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm 4 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 118. Hikmahanto Juana, dalam Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm 55.
15