KEEFEKTIFAN KITOSAN DALAM MENGENDALIKAN Botryodiplodia sp. PADA JABON (Anthocephalus cadamba) SECARA IN VITRO
DESI NURAFIDA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektifan Kitosan dalam Mengendalikan Botryodiplodia sp. pada Jabon (Anthocephalus cadamba) secara in Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Desi Nuafida NIM E44100071
ABSTRAK DESI NURAFIDA. Keefektifan Kitosan dalam Mengendalikan Botryodiplodia sp. pada jabon (Anthocephalus cadamba) secara in Vitro. Dibimbing oleh ACHMAD. Permasalahan yang sering muncul dalam pembangunan hutan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) yaitu adanya serangan Botryodiplodia sp. yang menyebabkan mati pucuk. Pengendalian hayati merupakan aspek yang menarik untuk dikaji khususnya penggunaan kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur keefektifan kitosan sebagai alternatif pengendalian penyakit pada tanaman jabon (A. cadamba) yang disebabkan oleh Botryodiplodia sp. secara in vitro. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dan RAL in time. Perlakuan berupa pemberian larutan kitosan pada tiga media yaitu potato dextrose agar (PDA), czapex, dan potato dextrose broth (PDB) dengan taraf konsentrasi larutan kitosan 0.0 %, 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan kitosan berpengaruh nyata dalam menghambat pertumbuhan Botryodiplodia sp. Nilai hambatan relatif terbaik pada media PDA diperoleh dengan penambahan larutan kitosan 1.0 % yaitu 79 %, sedangkan pada media czapex dan PDB diperoleh dengan penambahan larutan kitosan 1.5 % yaitu 73 % dan 58 %. Kata kunci: Anthocephalus cadamba, Botryodiplodia sp., hambatan relatif, kitosan
ABSTRACT DESI NURAFIDA, Chitosan’s Effectiveness in Controlling The Growth of Botryodiplodia sp. on jabon (Anthocephalus cadamba) in Vitro Way. Supervised by ACHMAD. The problem that frequently occurred in jabon forest plantation is the attack of Botryodiplodia sp. leading to dieback. Biological control is a fascinating subject to study especially the usage of chitosan. this research aims to measure chitosan’s effectiveness as an alternative disease control for jabon (A. cadamba) caused by Botryodiplodia sp. in vitro way. The experiment model used are completely randomize design and in time completely randomize design. Treatment consist of adding chitosan liquid to three medias, which is poteto dextrose agar (PDA), czapex, and poteto dextrose broth (PDB) with chitosan’s concentration level of 0.0 %, 0.5 %, 1.0 %, and 1.5 %. the Result of the experiment indicated that chitosan addition have significant effect to prevent the growth of Botryodiplodia sp. The best relative prevention score at PDA is 79 %, gained by addition of liquid chitosan 1.0 %, while on czapex and PDB the best score are 73 % and 58 % respectively with addition of 1.5 % liquid chitosan. Keywords: Anthocephalus cadamba, Botryodiplodia sp., chitosan, relative prevention
KEEFEKTIFAN KITOSAN DALAM MENGENDALIKAN Botryodiplodia sp. PADA JABON (Anthocephalus cadamba) SECARA IN VITRO
DESI NURAFIDA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Keefektifan Kitosan dalam Mengendalikan Botryodiplodia sp. pada Jabon (Anthocephalus cadamba) secara in Vitro Nama : Desi Nurafida NIM : E44100071
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Achmad, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah pengendalian penyakit hutan, dengan judul Keefektifan Kitosan dalam Mengendalikan Botryodiplodia sp. pada jabon (Anthocephalus cadamba) secara in Vitro. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Achmad, MS selaku pembimbing serta Ai Rosah SHut, MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Patologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada kepada keluarga besar Departemen Silvikultur, TGC (Tree Grower Community), Silvikultur 47, sahabat tercinta (Arie, Hani, Intan, Mira, Mala, Dinah, Nanda), keluarga Chatralaya, keluarga besar RIMPALA khususnya R-XVI, dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Magelang (IKMM) atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Desi Nurafida
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Kerja
3
Tahap Persiapan
3
Prosedur Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN
7 7 13 17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
5
Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA Hasil uji Duncan pengaruh konsentrasi larutan kitosan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA Hasil uji Duncan pengaruh waktu pengamatan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex Hasil uji Duncan pengaruh beberapa konsentrasi larutan kitosan pengamatan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex Hasil uji Duncan pengaruh konsentrasi larutan kitosan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media PDB
9 9 11
11 13
DAFTAR GAMBAR 1 Pengamatan Botryodiplodia sp. (a) koloni Botyodiplodia sp. (b) miselia Botryodiplodia sp. (c) konidia Botryodiplodia sp. 2 Pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan 3 Pertumbuhan miselium Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah 72 jam: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5%, (c) konsentrasi 1.1 %, (d) konsentrasi 1.5 % 4 Penghambatan beberapa tingkat konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. dalam media PDA 5 Pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan 6 Pertumbuhan miselium Botryodiplodia sp. pada media czapex dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah 72 jam: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5%, (c) konsentrasi 1.0 %, (d) konsentrasi 1.5 % 7 Penghambatan beberapa tingkat konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. dalam media czapex 8 Biomassa Botryodiplodia sp. pada media PDB dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah tujuh hari: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5 %, (c) konsentrasi 1.0 %, (d) konsentrasi 1.5 % 9 Biomassa Botryodiplodia sp. pada media PDB dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah 7 hari: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5 %, (c) konsentrasi 1.0 %, (d) konsentrasi 1.5 % 10 Penghambatan beberapa tingkat konsentrasi kitosan terhadap biomassa Botryodiplodia sp. dalam media PDB
7 8
8 9 10
10 11
12
12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil sidik ragam
20
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri setiap tahun meningkat dengan meningkatnya populasi manusia. Pasokan bahan baku industri yang mulanya berasal dari hutan alam berkurang karena laju degradasi hutan tinggi. Hal ini mendorong perindustrian kayu beralih pada kayu hasil budidaya yang berasal dari hutan tanaman dan hutan rakyat. Kebutuhan kayu Nasional Indonesia yang tinggi membuka peluang kepada perusahaan hutan tanaman maupun petani untuk mencari jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) dan jenis intoleran yang dapat tumbuh di ruang terbuka dalam meningkatkan produktivitasnya. Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan dapat hidup pada ruang terbuka sehingga cocok dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman. Pohon ini tergolong dalam family Rubiaceae (suku kopi-kopian). Berbagai sumber ilmiah mengatakan bahwa jabon berasal dari India, Malaysia, dan Indonesia (Warisno et al. 2011). Pada masa yang akan datang, jabon akan memiliki peranan yang begitu penting ketika terjadi penurunan pasokan kayu industri dan pertukangan dari hutan alam mulai menurun (Pratiwi 2010). Menurut Mulyana et al. (2010), jabon berpotensi untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman, hutan rakyat, maupun tujuan lainnya seperti: penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang, dan pohon peneduh. Kayu jabon baik digunakan untuk pembuatan peti, papan tipis, korek api, pensil, vinir dan kayu lapis serta untuk pulp dan kertas (Wahyudi 2012). Permasalahan yang sering muncul dalam pembangunan hutan tanaman jabon dan hutan rakyat yang umumnya ditanam secara monokultur yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Serangan dapat terjadi ketika masih berada di persemaian maupun setelah ditanam di lapangan. Ini menjadi faktor penghambat peningkatan produksi kayu jabon sebagai bahan baku industri. Salah satu penyakit yang menyerang jabon adalah mati pucuk yang disebabkan oleh fungi yaitu Botryodiplodia sp. Penyakit mati pucuk dapat mengancam usaha produksi kayu karena berpotensi menyebabkan kematian pada tanaman, baik pada fase semai maupun pohon. Anderson et al. (2002) melaporkan bahwa kejadian penyakit mati pucuk pada tanaman akasia di Mauna Loa, Hawaii berkisar antara 66 sampai 86 %. Botryodiplodia sp. merupakan jenis cendawan yang hidup secara saprofit. Miselium Botryodiplodia sp. berkembang dengan cepat. Pada mulanya miselium berwarna putih menyerupai salju, kemudian dalam jangka waktu tiga sampai empat minggu akan berubah menjadi hitam. Cendawan ini biasanya membutuhkan jaringan yang luka pada tanaman untuk melakukan penetrasi. Isolat Botryodiplodia spp. yang diinokulasikan pada bibit jabon dapat berkembang dengan cepat di dalam jaringan tanaman. Cendawan ini sangat virulen dan dapat menyebabkan batang jabon menjadi menyusut dan kering serta daun menjadi berwarna kecoklatan dan menggulung (Aisah 2014). Pengendalian terhadap serangan Botryodiplodia sp. yang menyarang jabon penting dilakukan untuk menekan kerugian produksi bibit maupun penurunan produktivitas pohon. Pengendalian yang sering dilakukan yaitu menggunakan
2 fungisida sintetik tetapi akan memberikan dampak terhadap lingkungan, sehingga pengendalian secara alami sangat dibutuhkan agar kerusakan lingkungan akibat penggunaan fungisida dapat ditekan. Pengendalian hayati menjadi alternatif yang lebih aman terhadap manusia dan juga lingkungan (Sharma et al. 2009). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis penyakit tanaman dapat dikendalikan secara alami dengan menggunakan kitosan. Kitosan adalah poli–(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n (Sugita et al. 2009). Kitosan dapat diperoleh dari destilasi kitin cangkang krustasea laut yang banyak dimanfaatkan di berbagai bidang seperti medis dan farmasi, kosmetik dan makanan. Kitosan juga merupakan senyawa alami yang potensial untuk mengendalikan penyakit prapanen dan pascapanen komoditas hortikultura. Kitosan memperoleh banyak perhatian di bidang pertanian karena bentuk dan sifatnya yang khas dalam menghambat pertumbuhan banyak cendawan patogen dan kemampuannya sebagai ketahanan tanaman (El Ghaouth et al. 1992). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan kitosan dengan konsentrasi 1.0 ̶ 1.5 % pada buah apel, kiwi, pir, stroberi, dan raspberry juga efektif mengendalikan busuk pascapanen pada saat penyimpanan (Banos et al. 2004). Selain itu, penyakit busuk buah kakao, kerdil hampa pada padi, busuk akar Fusarium pada tomat, Alfalfa Mosaic Virus, Potato Spindle Tuber Viroid pada daun tomat, dan antraknosa buah pepaya juga dapat dikendalikan dengan kitosan (Nawar 2005). Liu et al. (2006) juga telah menunjukkan bahwa kitosan dapat menghambat perkecambahan spora cendawan patogen penyebab kapang biru pada buah tomat, Penicillium expansum dan Botrytis cinerea secara signifikan.
Perumusan Masalah Penggunaan fungisida sintetis sebagai pengendali berbagai macam penyakit tanaman akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia sehingga pengendalian secara alami sangat diperlukan untuk mengurangi dampak tersebut. Penggunaan kitosan merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi. Oleh karena itu, permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut adalah berapa konsentrasi kitosan yang efektif dalam mengendalikan pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada jabon secara in vitro.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur keefektifan kitosan sebagai alternatif pengendalian penyakit pada tanaman jabon yang disebabkan oleh Botryodiplodia sp. secara in vitro.
3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi tentang potensi kitosan sebagai alternatif pengendalian penyakit jabon (A. cadamba) khususnya yang disebabkan oleh cendawan patogen Botryodiplodia spb.
METODE Waktu dan Tempat Metode penelitian berupa percobaaan yang dilakukan di Laboratorium Patologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari 2014 sampai dengan Bulan Mei 2014. Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah isolat Botryodiplodia sp. yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, kitosan yang diperoleh dari Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, aquades, media potato dextrose agar (PDA), media czapex, media potato dextrose broth (PDB), chloramphenicol, dan alkohol. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor, panci, gelas ukur 1000 ml, gelas ukur 10 ml, bor gabus, spatula, cawan petri, labu erlenmeyer, sprayer, pipet tetes, autoclave, laminair flow, cork borer, mikroskop, pisau, alat tulis, kamera, timbangan digital, oven, dan lampu bunsen.
Prosedur Kerja Tahap Persiapan Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) Satu liter PDA memerlukan 200 gram kentang yang telah dipotong dadu dan 1 liter aquades, kemudian direbus hingga lunak. Air ekstrak kentang dipisahkan dan ditambahkan aquades hingga menjadi 1 liter larutan. Larutan dituang ke dalam wadah yang berisi dextrose 20 gram dan agar sebanyak 15 gram. Sebelum larutan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan chloramphenicol dan diaduk hingga merata. Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 0C selama 15 menit.
4
Pembuatan Media PDB (Potato Dextrose Broth) Satu liter PDB memerlukan 200 gram kentang yang telah dipotong dadu dan 1 liter aquades kemudian direbus hingga lunak. Air ekstrak kentang dipisahkan dan ditambahkan aquades hingga menjadi 1 liter larutan. Larutan dituang ke dalam wadah yang berisi dextrose 20 gram. Sebelum larutan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan chloramphenicol dan diaduk hingga merata. Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 0C selama 15 menit. Pembuatan Media Czapex Satu liter czapex memerlukan 45.4 gram agar czapex, kemudian ditambahkan aquades hingga menjadi 1 liter larutan. Larutan czapex tersebut direbus hingga mendidih. Sebelum larutan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan chloramphenichol dan diaduk hingga merata. Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 0C selama 15 menit. Penyediaan Isolat Patogen Isolat yang digunakan adalah isolat murni Botryodiplodia sp. yang diisolasi dari batang bibit jabon umur empat bulan yang menunjukkan gejala penyakit. Isolat merupakan koleksi Laboratorium Patologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Tahap Pelaksanaan Uji Pertumbuhan in Vitro Diameter Koloni Botryodiplodia sp. pada Media PDA dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan pengamatan berulang (RAL in time) empat kali pengulangan. Rancangan ini digunakan karena dapat mengetahui respon pada setiap percobaan yang dilakukan lebih dari satu kali pada waktu yang berbeda. Tujuan RAL in time adalah untuk mengetahui perubahan respon dari suatu periode waktu ke periode waktu lainnya (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Satuan percobaan berupa biakan Botryodiplodia sp. dalam cawan petri dan perlakuannya berupa pemberian larutan kitosan pada media PDA. Koloni Botryodiplodia sp. dipotong dalam laminar air flow menggunakan cork borer (0.6 cm) ditanam tepat di tengah cawan petri yang berdiameter 9.0 cm berisi media PDA dengan empat tingkat konsentrasi kitosan yaitu kontrol (0 %), 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 %. Perhitungan pertumbuhan diameter miselia Botryodiplodia sp. dilakukan dengan cara mengukur diameter arah radial. Rumus perhitungan sebagai berikut: 𝐷= Keterangan: D = diameter koloni ⌽x = diameter sumbu x ⌽y = diameter sumbu y
⌽x+⌽y 2
5 Uji Pertumbuhan in Vitro Diameter Koloni Botryodiplodia sp. pada Media Czapex dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan pengamatan berulang (RAL in time) dengan empat kali pengulangan. Satuan percobaan berupa biakan Botryodiplodia sp. dalam cawan petri dan perlakuannya berupa pemberian larutan kitosan pada media czapex. Koloni Botryodiplodia sp. dipotong dalam laminar air flow menggunakan cork borer (0.6 cm) ditanam tepat di tengah cawan petri yang berdiameter 9.0 cm berisi media czapex dengan empat tingkat konsentrasi kitosan yaitu kontrol (0 %), 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 %. Perhitungan pertumbuhan diameter miselia Botryodiplodia sp. dilakukan dengan cara mengukur diameter arah radial. Rumus perhitungan sebagai berikut: 𝐷=
⌽x+⌽y 2
Keterangan: D = diameter koloni ⌽x = diameter sumbu x ⌽y = diameter sumbu y Uji Pertumbuhan in Vitro Biomassa Botryodiplodia sp. pada Media PDB dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali pengulangan. Satuan percobaan berupa biakan Botryodiplodia sp. dalam botol selai dan perlakuannya berupa pemberian larutan kitosan pada media PDB. Koloni Botryodiplodia sp. dipotong dalam laminar air flow menggunakan cork borer (0.6 cm) kemudian dimasukkan ke dalam botol jam berisi media PDB dengan empat tingkat konsentrasi kitosan yaitu kontrol (0 %), 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 %. Setelah tujuh hari, miselia Botyodiplodia sp. dipisahkan dari media PDB dengan menyaring miselia dari media tumbuhnya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring yang telah di oven selama 24 jam pada suhu 60 0C dan telah diketahui berat keringnya. Miselia Botryodiplodia sp. pada kertas saring dioven selama 24 jam pada suhu 60 0C, sehingga akan didapatkan bobot kering miselia Botyodiplodia sp. dan kertas saring. Biomassa miselia dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Biomassa miselia = BK kertas saring + BK miselia − BK kertas saring Keterangan: BK = berat kering (gram) Uji Penghambatan In Vitro Uji penghambatan in vitro dilakukan dengan menggunakan metode makanan beracun pada tiga media yaitu PDA dan czapex di dalam cawan petri serta media PDB di dalam botol jam. Isolat Botryodiplodia sp. yang berumur tujuh hari diambil dengan menggunakan chock borer lalu ditanam di tengah
6 media. Diameter awal yang digunakan ialah 0,6 cm. Pengamatan pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. dilakukan setiap hari sampai koloni pada kontrol memenuhi cawan. Tingkat hambatan relatif (HR) dari perlakuan pada media PDA dapat dihitung dengan menggunakan rumus: D1 – D2 HR =
100% D1
Rumus tingkat HR pada media PDB: B1 – B2 HR =
100% B1
Keterangan: HR = hambatan relatif D1 = diameter koloni kontrol (mm) D2 = diameter koloni perlakuan (mm) B1 = biomassa koloni kontol (g) B2 = biomassa koloni perlakuan (g) Prosedur Analisis Data Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis data menggunakan software SAS 9.1.3. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Uji pertumbuhan in vitro diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA dan czapex dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan dilakukan dalam pola RAL in time menggunakan model linier sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2000): 𝑌𝑖𝑗𝑘 = µ + 𝜌𝑖(𝑗 ) + 𝛼𝑗 + 𝛽𝑘 + (𝛼𝛽)𝑗𝑘 + 𝜀(𝑖𝑗𝑘 ) Keterangan: Y ijk : nilai respon pertumbuhan diameter Botryodiplodia sp. pada ulangan ke-i, perlakuan ke-j, dan waktu pengamatan ke-k µ : rataan umum ρi(j) : pengeruh acak dari ulangan ke-i pada teraf k-j αj : pengaruh perlakuan pada taraf k-j βk : pengaruh waktu ke-k (αβ)jk : pengaruh interaksi perlakuan ke-j dan waktu ke-k ε(ijk) : pengaruh acak dari interaksi perlakuan dan waktu yang menyebar normal
7 Uji pertumbuhan in vitro biomassa Botryodiplodia sp. pada media PDB dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan dilakukan dalam pola RAL menggunakan model linier sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2000): 𝑌𝑖𝑗 = µ + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝜀𝑖𝑗 Keterangan: Y ij : nilai respon biomassa Botryodiplodia sp. pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : rataan umum αi : pengaruh perlakuan ke-i ε(ijk) : pengaruh acak dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Botryodiplodia sp. Pengamatan Botryodiplodia sp. dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik. Koloni Botryodiplodia sp. mula-mula berwarna putih kemudian akan berubah warna menjadi abu-abu kehitaman setelah umur 3 – 4 minggu setelah isolasi (Gambar 1a). Miselia Botryodiplodia sp. yang diamati memiliki sekat dan berdiameter ± 4.7 µm (Gambar 1b), sedangkan konidianya berukuran 20 – 30 µm. Konidia muda Botryodiplodia sp. berwarna hialin sedangkan konidia tuanya berwarna hitam dan memiliki sekat melintang (Gambar 1c).
Sumber Gambar 1(c): Aisah (2014)
Gambar 1
Pengamatan Botryodiplodia sp. (a) koloni Botyodiplodia sp. (b) miselia Botryodiplodia sp. (c) konidia Botryodiplodia sp.
Pertumbuhan In Vitro Diameter Koloni Botryodiplodia sp. pada Media PDA dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Hasil pertumbuhan in vitro Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan tingkat konsentrasi kitosan 0.0 %, 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % yang diamati setiap periode waktu 12 jam menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0.0 % (kontrol) miselia tumbuh paling cepat. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan diameter miselia fungi terbesar (Gambar 2). Pertumbuhan miselium Botryodiplodia sp. kontrol memenuhi cawan petri pada 72 JSI, sedangkan pertumbuhan miselia pada
8 konsentrasi larutan kitosan 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % belum memenuhi cawan petri sampai akhir pengamatan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Diameter (mm)
100 80 0.0
60
0.5 %
40
1.0 %
20
1.5 %
00 12
24
36 48 Jam ke-
60
72
Gambar 2 Pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan Pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. setiap konsentrasi larutan kitosan yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pula. Konsentrasi larutan kitosan yang dicampurkan pada media PDA memberikan respon berbanding terbalik terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. Pertumbuahan koloni Botryodiplodia sp. pada akhir pengamatan dengan konsentrasi larutan kitosan 0.5 % , 1.0 %, dan 1.5 % masing-masing sebesar 7.8 mm, 20.3 mm, dan 27.1 mm. Secara visual pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp. dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Pertumbuhan miselium Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah 72 jam: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5%, (c) konsentrasi 1.1 %, (d) konsentrasi 1.5 % Hasil analisis ragam pertumbuhan in vitro diameter Botryodiplodia sp. di media PDA menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi larutan kitosan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter koloni miselia Botryodiplodia sp. sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Tabel 1). Berdasarkan hasil uji statistik (P<0.05) waktu memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan koloni miselia Botryodiplodia sp. sehingga uji lanjut Duncan juga dilakukan terhadap pengaruh waktu (Tabel 2).
9 Tabel 1 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA JSI 12 24 36 48 60 72
Rata-rata diameter (mm) 8.2a 15.1b 27.3c 39.9d 49.7e 54.0f
JSI : jam setelah isolasi
Pada tingkat konsentrasi 0.0 % (kontrol) memberikan pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. tertinggi yaitu 55.6 mm, sedangkan untuk tingkat konsentrasi 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % memberikan hasil masing-masing sebesar 43.6 mm, 15.1 mm, dan 15.7 mm (Tabel 2). Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh konsentrasi larutan kitosan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA Konsentrasi Kitosan (%) 0.0 0.5 1.0 1.5
Rata-rata diameter (mm) 55.6a 43.6b 15.1c 15.7c
Penghambatan (%)
Hasil uji penghambatan in vitro berbanding terbalik dengan pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. Data tersebut menunjukkan bahwa penghambatan tertinggi dalam media PDA yaitu pada tingkat konsentrasi larutan kitosan 1.5% pada jam ke-0 sampai dengan jam ke-48 kemudian menurun pada jam berikutnya. Konsentrasi larutan kitosan 1.0% menunjukkan penghambatan meningkat setiap periode waktu pengamatan. Penghambatan menurun juga terlihat dalam konsentrasi kitosan 0.5% setelah jam ke-24. Tingkat hambatan diakhir periode pengamatan dalam konsentrasi 0.0 %, 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % secara berturut-turut yaitu 0.0 %, 12.50 %, 77.50 %, 67.86 % 90 80 70 60 50 40 30 20 10 00
0.0 % 0,50% 1.1 % 1,50%
12
24
36
48
60
72
Jam ke-
Gambar 4 Penghambatan beberapa tingkat konsentrasi kitosan pertumbuhan Botryodiplodia sp. dalam media PDA
terhadap
10 Pertumbuhan In Vitro Diameter Koloni Botryodiplodia sp. pada Media Czapex dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Pengamatan pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada media czapex dilakukan setiap 12 jam secara berkala selama 96 jam. Hasil pengukuran pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter koloni kontrol memberikan hasil tertinggi dan berhasil memenuhi cawan petri setelah pengamatan pada jam ke-96. Hasil pertumbuhan diameter Botryodiplodia sp. pada media czapex di akhir pengamatan pada konsentrasi 0.0 % (kontrol), 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % secara berturut-turut yaitu 90.0 mm, 79.5 mm, 44.1 mm, dan 31.1 mm (Gambar 5). 100 90 Diameter (mm)
80 70 60
0.0 %
50
0.5 %
40 30
1.1 %
20
1,5 %
10
00 12
24
36
48
60
72
84
96
Jam ke-
Gambar 5 Pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan Pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex pada beberapa tingkat konsentrasi larutan kitosan secara visual lebih baik pada tingkat konsentrasi 0.0 % (kontrol) (Gambar 6).
Gambar 6 Pertumbuhan miselium Botryodiplodia sp. pada media czapex dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah 72 jam: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5%, (c) konsentrasi 1.0 %, (d) konsentrasi 1.5 % Hasil analisis ragam pertumbuhan in vitro diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi larutan kitosan pada media memberikan pengaruh yang berbeda pada respon pertumbuhan diameter. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
11 Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh waktu pengamatan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex Rata-rata diameter (mm)1 7.2g 9.7g 18.1f 26.7e 36.8d 46.5c 55.3b 61.3a
JS1 12 24 36 48 60 72 84 96 JSI: jam setelah isolasi
Secara berturut-turut hasil rata-rata pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. dalam media czapex pada pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, 72 jam, 84 jam dan 96 jam yaitu 7.2 mm, 9.7 mm, 18.1 mm, 26.7 mm, 36.8 mm, 46.5 mm, 55.3 mm, dan 61.3 mm. Berdasarkan uji statistik (P<0.05) konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp. pada media czapex sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Konsentrasi larutan kitosan 0.0%, 0.5%, 1.0%, dan 1.5% menghasilkan rata-rata biomassa Botryodiplodia sp. secara berturut-turut yaitu 51.10 mm, 39.56 mm, 23.78 mm, dan 16.28 mm (Tabel 4). Tabel 4
Hasil uji Duncan pengaruh beberapa konsentrasi larutan kitosan pengamatan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex Konsentrasi larutan kitosan (%) Rata-rata diameter (mm) 0.0% 51.10a 0.5% 39.56b 1.0% 23.78c 1.5% 16.28d
Hambatan (%)
Hasil uji penghambatan in vitro dalam media czapex dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan dapat dilihat pada Gambar 7: 80 70 60 50 40 30 20 10 00
0.0 % 0.5 % 1.0 % 1.5 % 12
24
36
48
60
72
84
96
Jam ke-
Gambar 7 Penghambatan beberapa tingkat konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. dalam media czapex
12 Hasil uji penghambatan in vitro pada media czapex tertinggi dalam konsentrasi larutan kitosan 1.5 % yaitu sebesar 65.42 % diakhir pengamatan. Sedangkan dalam konsentrasi 0.5 % dan 1.0 % secara berturut-turut yaitu 11.67%, dan 50.97%. Hampir semua penghambatan menurun setelah pengamatan jam ke24. Pertumbuhan In Vitro Biomassa Botryodiplodia sp. pada Media PDB dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Hasil analisis biomassa miselia Botryodiplodia sp. pada media PDB dalam beberapa tingkat konsentrasi larutan kitosan menunjukkan bahwa pertumbuhan biomassa miselia tertinggi terdapat pada tingkat konsentrasi larutan kitosan 0.0 % (kontrol) yaitu sebesar 0.292 g. Berbeda halnya dengan pertumbuhan biomassa miselia pada tingkat konsentrasi larutan kitosan 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % secara berturut-turut yaitu 0.202 g, 0.172 g, dan 0.124 g. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8. 0,35 0,30 biomassa (g)
0,25 0,20 0,15
biomasa
0,10 0,05 0,00 0.0
0.5 1.0 Konsentrasi (%)
1.5
Gambar 8 Biomassa Botryodiplodia sp. pada media PDB dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah tujuh hari: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5 %, (c) konsentrasi 1.0 %, (d) konsentrasi 1.5 % Secara visual hasil pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp. setelah tujuh hari dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan miselia Botryodiplodia sp. setelah dioven selama satu hari dengan suhu 60 0C.
Gambar 9 Biomassa Botryodiplodia sp. pada media PDB dengan berbagai tingkat konsentrasi larutan kitosan setelah 7 hari: (a) konsentrasi 0.0 % (kontrol), (b) konsentrasi 0.5 %, (c) konsentrasi 1.0 %, (d) konsentrasi 1.5 %
13 Berdasarkan uji statistik (P<0.05) konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap biomassa Botryodiplodia sp. Konsentrasi larutan kitosan 0.0%, 0.5%, 1.0%, dan 1.5% memberikan rata-rata biomassa Botryodiplodia sp. secara berturut-turut yaitu 0.292 g, 0.202 g, 0.172 g, dan 0.124 g (Tabel 5). Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh konsentrasi larutan kitosan terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada media PDB Konsentrasi larutan kitosan (%) Biomassa Botryodiplodia sp. (g) 0.0% 0.292a 0.5% 0.202b 1.0% 0.172b 1.5% 0.124c Uji penghambatan in vitro yang dilakukan dalam media PDB pada beberapa tingkat konsentrasi larutan kitosan dapat dilihat dalam Gambar 10. Hasil tersebut menunjukkan penghambatan yang meningkat setiap penambahan konsentrasi larutan kitosan. Penghambatan yang terjadi pada konsentrasi larutan kitosan 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % secara berturut-turut yaitu 30.86 %, 41.03 %, dan 57.60 %. 70
hambatan (%)
60 50 40 30 hambatan
20 10 00 0.0
0.5
1.0
1.5
Konsentrasi (%)
Gambar 10 Penghambatan beberapa tingkat konsentrasi kitosan biomassa Botryodiplodia sp. dalam media PDB
terhadap
Pembahasan Pengamatan Botryodiplodia sp. Pengamatan makroskopis menunjukkan koloni isolat Botryodiplodia sp. memiliki warna putih pada permukaan atas yang selanjutnya berubah menjadi abu-abu, sedangkan koloni pada bagian bawah media dalam cawan petri memiliki warna abu-abu hingga hitam. Miselia Botryodiplodia sp. memiliki tekstur seperti benang halus dengan miselium udara yang tebal dan menyebar (Gambar 1a). Ciriciri tersebut sesuai dengan pernyataan Gandjar et al. (1999) yang menyebutkan bahwa koloni Botryodiplodia sp. tumbuh cepat pada media PDA dengan membentuk miselia aerial yang lebat dan berwarna coklat kehitaman. Pertumbuhan radial isolat cepat dan dapat memenuhi cawan petri dengan diameter
14 9 cm selama 3 - 4 hari setelah isolasi atau setara dengan 72 - 96 JSI. Hasil ini sesuai dengan penelitian Aisah (2014) , yaitu isolat Botryodiplodia sp. yang diisolasi pada media kaya dalam cawan petri berukuran diameter 9 cm penuh setelah 2 - 4 hari setelah isolasi. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, Botryodiplodia sp. memiliki hifa bersekat. Hifa muda hialin sedangkan hifa tua berwarna coklat kehitaman dengan ukuran diameter ± 4.7 µm (Gambar 1b). Konidia pada awalnya hialin dan tidak bersekat, kemudian berubah menjadi berwarna kecoklatan dan bersekat satu atau bersel dua. Arshinta (2013) menerangkan bahwa Botryodiplodia sp. memiliki konidia yang terpencar secara tunggal dengan ciri-ciri berbentuk jorong dan memiliki sekat. Konidia berbentuk ellips dengan ukuran 13 µm sampai 26 µm (Gambar 1c). Gandjar et al. (1999) menerangkan bahwa pematangan konidia berjalan lambat sehingga sangat besar kemungkinan untuk menemukan konidia bersel satu dan berwarna hialin. Pertumbuhan In Vitro Diameter Koloni Botryodiplodia sp. pada Media PDA dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Tingkat konsentrasi larutan kitosan pada media PDA memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. Pertumbuhan miselia pada media PDA terbaik terdapat pada konsentrasi larutan kitosan 0 % (kontrol) diikuti dengan konsentrasi 0.5 %, 1.5 %, dan 1.0 %. Pengamatan terbaik untuk pertumbuhan diamater miselia dilihat dari diameter isolat yang memenuhi cawan petri terlebih dahulu (Arshinta 2013). Jangka waktu yang dibutuhkan miselia Botryodiplodia sp. untuk dapat tumbuh memenuhi cawan petri dengan media PDA berdasar pengamatan adalah selama 72 jam atau setara dengan 3 hari. Pertumbuhan Botryodiplodia sp. tergolong cepat karena dalam waktu 3 hari telah memenuhi cawan petri (Arshinta 2013). Menurut Gandjar et al. (1999), koloni Botryodiplodia sp. akan tumbuh dengan cepat pada media PDA. Pertumbuhan koloni pada media PDA yang diberi perlakuan dengan menambahkan larutan kitosan dalam beberapa konsentrasi lebih lambat dibanding dengan kontrol. Pengamatan ini secara visual dapat dilihat pada Gambar 3. Secara kuantitatif pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan pemberian kitosan lebih lambat. Tabel 2 menyajikan rata-rata pertumbuhan diameter koloni miselia yang menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % memberikan pengaruh nyata terdadap pertumbuhan miselia dengan diameter yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya hambatan yang dilakukan oleh kitosan terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. Hambatan relatif terbaik yaitu pada larutan kitosan dengan konsentrasi 1.0 % pada pengamatan jam ke-60 dengan nilai hambatan relatif mencapai 79 % (Gambar 4). Media PDA merupakan media yang efektif untuk melakukan pengamatan penghambatan kitosan tehadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada media PDA dan czapex. Tabel 2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada tingkat konsentrasi kitosan 1.0 % di media PDA yaitu 15.10 mm, sedangkan dengan konsentrasi larutan kitosan yang sama pada media czapex pertumbuhan Botryodiplodia sp. masih relatif lebih besar yaitu 23.78 mm (Tabel 4). Menurut Restuati (2008), terhambatnya pertumbuhan
15 cendawan dapat disebabkan karena kitosan mempunyai kemampuan sebagai antimikroba. Senyawa antimikroba menurut Yuliana (2011) merupakan senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Senyawa ini memiliki gugus asam amino yaitu dalam bentuk asetil amino (HCOCH3) dan glukosamin (C6H9NH2) yang dapat berikatan dengan bagian makromolekul yang bermuatan negatif pada permukaan sel cendawan. Adanya gugus amino menjadikan kitosan bermuatan positif sangat kuat. Muatan tersebut menyebabkan kitosan dapat menarik molekul-molekul bermuatan negatif seperti lemak, minyak, dan protein. Mekanisme kitosan dalam menghambat pertumbuhan cendawan adalah dengan cara berikatan dengan dinding sel sehingga menghambat pertumbuhan cendawan. Selain itu kitosan juga menghambat pertumbuhan konidia (Nawar 2005). Penambahan kitosan dapat menghambat pertumbuhan kapang baik secara vegetatif maupun reproduktif (Rogis et al. 2007). Pemberian kitosan akan menghambat pertumbuhan miselia dan spora perkecambahan cendawan patogen dengan adanya akitivitas kitinase. Aktivitas kitinase dapat menghidrolisis berbagai bentuk kitin pada dinding sel yang dimanfaatkan mikoba sebagai sumber karbon (Yanai et al. 1992). Secara umum, mekanisme penghambatan kitosan sebagai senyawa antimikroba belum diketahui secara pasti. Namun beberapa peneliti mengklasifikasikan menjadi 3, meliputi (1) interaksi dengan membran sel, yaitu kitosan merupakan polikation yang bermuatan positif yang dapat berikatan dengan muatan negatif dari membran sel mikroba sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bahan-bahan intraseluler seperti enzim, protein, materi genetik, dan lain-lain; (2) inaktivasi enzim-enzim penting, yaitu kitosan berinteraksi dengan DNA dan menghambat mRNA dalam sintesis protein; dan (3) perusakan bahan-bahan genetik mikroba (Goy et al. 2009). Chen et al. (2005) melaporkan bahwa perubahan pada properti dinding sel memprovokasi ketidakseimbangan osmotik internal dan akibatnya menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan In Vitro Diameter Koloni Botryodiplodia sp. pada Media Czapex dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Pengamatan pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada media czapex dilakukan setiap 12 jam secara berkala selama 96 jam. Waktu pengamatan yang dibutuhkan lebih lama jika dibanding dengan media PDA. Menurut Balitbang Pertanian (2009) menyayakan bahwa pertumbuhan pada media czapex kurang baik dibandingkan dengan media PDA. Selain itu, menurut Arshinta (2013), Botryodiplodia sp. akan tumbuh optimal pada pH 6.0, sedangkan czapex memilki pH 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi kitosan dalam media czapex memberikan pengaruh nyata terhap pertumbuhan diameter koloni miselia Botryodiplodia sp. (Gambar 5). Aktivitas antijamur kitosan tergantung pada jenis, konsentrasi dan organisme (Badawy et al. 2011). Pertumbuhan miselia terbaik terdapat pada media dengan konsentrasi larutan 0.0 % (kontrol) dengan nilai rata-rata 51.10 mm sedangkan pada media yang dilakukan penambahan larutan kitosan tingkat pertumbuhan miselianya lebih rendah.
16 Secara visual pertumbuahan miselia Botryodiplodia sp. pada media czapex dengan beberapa tingkat konsentrasi kitosan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar tersebut menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi kitosan mempengaruhi besar diameter koloni Botryodiplodia sp. Gambar 5a merupakan pertumbuhan miselia paling besar dibandingkan dengan Gambar 5b, 5c, dan 5d. Pengamatan secara visual ini juga memberikan informasi bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan yang digunakan maka semakin tinggi pula hambatan terhadap pertumbuhan miselia pada media czapex. Hal ini menunjukkan bahwa larutan kitosan dalam media czapex memberikan hambatan terhadap pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp. Tingkat hambatan tertinggi terdapat pada media czapex dengan konsentrasi larutan kitosan 1.5 % pada 36 JSI yaitu sebesar 73 %. Semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan maka semakin besar pertumbuhan diameter koloni miselia (Gambar 4). El Ghaouth (1992), menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi kitosan mengakibatkan penurunan pertumbuhan Alternaria alternate, Botrytis cinera, Colletotrichum gleosporiodes, dan Rhizopus stolonife. Hal ini. berbanding terbalik dengan tingkat hambatan relatif (THR), semakin tinggi tingkat konsentrasi larutan kitosan maka semakin tinggi pula hambatan relatifnya. Pertumbuhan In Vitro Biomassa Botryodiplodia sp. pada Media PDB dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Kitosan Hasil analisis ragam uji pertumbuhan in vitro biomassa miselia Botryodiplodia sp. pada 7 HSI menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering miselia. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan 0.0 % menghasilkan bobot kering miselia terbesar. Sedangkan pada konsentrasi larutan kitosan 0.5 %, 1.0 %, dan 1.5 % menghasilkan bobot kering miselia lebih ringan (Gambar 8). Hambatan terbesar yaitu pada tingkat konsentrasi larutan kitosan 1.5 % dengan nilai THR sebesar 58 % (Gambar 10). Gambar tersebut menunjukkan bahwa penghambatan terhadap pertumbuhan miselia meningkat setiap peningkatan konsentrasi larutan kitosan. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penlitian Hamdayanty et al. (2012), bahwa tingkat hambatan relatif kitosan terhadap Colletotrichum gleosporiodes meningkat dengan meningkatnya konsentrasi kitosan yang digunakan. Namun dalam Gambar 10 juga terlihat bahwa grafik yang menghubungkan hambatan dalam tingkat konsentrasi larutan kitosan 0.5 % dan 1.0 % persen landai. Ini mengindikasikan bahwa kedua tingkat konsentrasi tersebut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot kering miselia. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil uji Duncan biomassa Botryodiplodia sp. yang diuji pada taraf 0.05 (Tabel 5). Secara visual hasil miselia yang tumbuh pada media PDB dengan beberapa konsentrasi larutan kitosan setelah dioven dengan suhu 60 0C selama satu hari dapat dilihat pada Gambar 9. Miselia yang terdapat pada Gambar 9a marupakan hasil yang diperoleh pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada media dengan konsentrasi 0.0% (kontrol) kebih besar dibandingkan dengan dengan Gambar 8b, 8c, dan 8d. Gambar tersebut juga menunjukkan adanya miselia yang tidak menyatu dengan koloni yang ditanam berwarna kuning kecoklatan yang menempel pada kertas saring di sekitarnya. Menurut Roosheroe (2014) menerangkan bahwa pertumbuhan miselia pada media cair biasanya membentuk
17 lapisan yang berada di bagian atas media yang biasanya berwarna putih dan semakin lama menebal, sedangkan di bagian dalam media tumbuh miselia vegetatif seperti akar-akar yang bercabang sehingga mempengaruhi warna media menjadi lebih keruh.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian larutan kitosan pada media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan efektif menghambat pertumbuhan koloni miselia Botryodiplodia sp. sehingga dapat digunakan sebagai pengendalian penyakit pada tanaman Jabon khususnya yang disebabkan oleh Botryodiplodia sp. Tingkat konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh berbeda nyata dengan konsentrasi terbaik yang dapat menghambat pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp. yaitu 1.5 % . Waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. maupun penghambatannya. Waktu yang efektif dalam menghambat pertumbuhan miselia yaitu antara 12 - 24 jam setelah isolasi.
Saran Perlu adanya penelitian dengan menggunakan selang konsentrasi larutan kitosan lebih kecil serta dengan konsentrasi larutan kitosan lebih besar dari 1.5 %. Perlu pula dilakukan penelitian mengenai mekanisme penghambatan kitosan terhadap Botryodiplodia sp. dan cara efektif dalam aplikasi penggunaan kitosan sebagai pengendali penyakit pada jabon secara in vivo.
DAFTAR PUSTAKA Aisah AR. 2014. Identifikasi dan patogenitas cendawan penyebab primer penyakit mati pucuk pada bibit jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anderson RC, Gardner DE, Daehler CC, Meinzer FC. 2002. Dieback of Acacia koa in Hawaii: ecological and pathological characteristics of affected stands. Forest Ecology and Management [internet]. [diunduh 2013 Apr 11]; 162:273-286. Tersedia pada: www.agriculture.purdue.edu/fnr/htirc tropical/pdf/Pubs/Anderson 2002 dieback of Acacia koa FEM.pdf. Arshinta P. 2013. Pengaruh pH dan penggoyangan media terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. dan uji patogenitas Botryodiplodia sp. pada bibit jabon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
18 Badawy MEI, Rabea EI. 2011. A biopolymer chitosan its derivatives as promising antimicrobial agents against pathogens and their aplications in crop protection. Internatioal Journal of Carbohydrate Chemistry 2011:1-29. Banos SB, Lauzardoa ANH, Vallea MHL, Barkab EA, Molinac EB, Wilsond CL. 2004. Chitosan as a potential natural compound to control pre and postharvest diseases of horticultural commodities. Crop Prot. [Internet]. [diunduh 2012 Sept 14];25(2006):108-118. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0261219405001110. Chen KST, Ku Ya, Lee CH, Lin HR, Chen TM. 2005. Immobilization of chitosan gel with cross-linking reagent on PNIPAAm gel/PP nonwoven comosite survace. Materials Science and Engineering C 25:472-478. El Ghaouth A, Ponnampalam R, Castaigne F, Arul J. 1992. Chitosan coating to extend the storage life of tomatoes. Hort Sci. [Internet]. [diunduh 2012 Desember 17];27(9):1016-1018. Tersedia pada: http://hortsci. ashspublications.org/content/27/9/1016.abstract. Gandjar I, Samson RA, Van K, Oetari A, Santoso I. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Goy RC, Douglas B,Odilio BGA. 2009. A review antimicrobial activity of chitosan. J Polymer 19:1-7. Hamdayanti, Yunita R, Amin N, Damayanti TA. 2012. Pemanfaatan kitosan untuk mengendalikan antraknosa pada pepaya (Colletotrichum gloeosporoides) dan peningkatan daya simpan buah. Jurnal Fitopatologi Indonesia 8(4)97-102. Liu J, Tian S, Meng X, Xu Y. 2006. Effects of chitosan on control of postharvest diseases and physiological responses of tomato fruit. Postharv Biol Tech. [Internet]. [diunduh 2012 Sept 14];44(2007):300-306. Tersedia pada: http://tianlab.ibcas.ac.cn/04fbwz/2007/liujia-2007-PBT.pdf. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press. Mulyana D, Asmarahman C, Fahmi I. 2010. Bertanam Jabon. Jakarta: Agromedia Pustaka Nawar LS. 2005. Chitosan and three Trichoderma spp. to control Fusarium crown and root rot of tomato in Jeddah, Kingdom Saudi Arabia. Egypt J Phytopathol. [Internet]. [diunduh 2012 Sept 14];33(2005): 45-58. Tersedia pada: http://www.onasseef.kau.edu.sa/Files/195/Researches/5620026534.pdf. Pratiwi. 2003. Prospek Pohon Jabon untuk Pengembangan Hutan Tanaman. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 4(1):62-66. Restuati M. 2008. Perbandingan chitosan kulit udang dan kulit kepiting dalam menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus flavus. Di dalam: Prisiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi; 2008 Nov 17; Lampung (ID):Satek. hlm 582-590. Rogis A, Pamekas T, Mucharromah. 2007. Karakteristik dan uji efikasi bahan senyawa alami kitosan terhadap patogen pascapanen antraknosa. J Ilmu Ilmu Pertanian Indonesia 9(1):58-63. Roosheroe IG, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2014. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
19 Sharma RR, Dinesh S, Rajbir S. 2009. Biological control of postharvest diseases of fruits and vegetables by microbial antagonists: A review. Biol Contr. [Internet]. [diunduh 2012 Desember 17];50(2009): 205–221. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S10499644090012-36. Sugita P, Sjahtiza TWA, Wahyono D. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor(ID): IPB Press. Wahyudi. 2012. Analisis pertumbuhan dan hasil tanaman jabob (Anthocephalus cadamba). Jurnal Pertanian 8(1):19-24. Warisno, Dahana K. 2011. Peluang Investasi: Jabon Tanaman Kayu Masa Depan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Yanai K, Takaya N, Kojima N, Horiouchi H, Okta A, Takagi M. 1992. Purification of two chitinases from Rhizopus oligosporus and isolation and sequensing of the encoding genes. J Bacteriol 57:7398-7406. Yuliana IK. 2011. Aktivitas antibakteri kitosan berdasarkan perbedaan derajat deasetilasi dan bobot molekul [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil sidik ragam Hasil sidik ragam pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media PDA Source Db JK KT F hitung Pr > F Kitosan 24 694.6140333 28.9422514 105.85 <.0001 Galat 71 19.4132167 0.2734256 Total 95 714.0272500 Hasil sidik ragam pertumbuhan diameter koloni Botryodiplodia sp. pada media czapex Source Db JK KT F hitung Pr > F Kitosan 31 794.7774805 25.6379832 156.20 <.0001 Galat 96 15.7568750 0.1641341 Total 127 810.5343555 Hasil sidik ragam pertumbuhan biomassa koloni Botryodiplodia sp. pada media PDB Source Db JK KT F hitung Pr > F Kitosan 3 0.04495825 0.0149860 23.67 0.0002 Galat 8 0.00506600 0.00063325 Total 11 0.05002425
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 25 Desember 1991. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Suryanto SPd dan Ismiyati SPd. Pendidikan formal yang ditempuh di SMP Negeri 2 Magelang (2004), SMA Negeri 2 Magelang (2007) dan pada tahun 2010 Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama masa kuliah, Penulis aktif sebagai anggota koperasi mahasiswa IPB (Kopma IPB) biro kewirausahaan, anggota RIMPALA (Rimbawan Pecinta Alam) biro logistik, dan himpunan profesi TGC (Tree grower community) sebagai ketua grup patologi dan divisi Scientific Improvement (SI), serta organisasi mahasiswa daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Magelang (IKMM). Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) tahun 2012 di Baturaden-Cilacap, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2013, serta melakukan Praktik Kerja Profesi (PKP) tahun 2014 di Persemaian Permanen BPDAS Citarum-Ciliwung.