1
PENDAHULUAN
Era globalisasi sudah semakin dekat dimana semua negara akan mengacu kepada perjanjian perjanjian multilateral. Indonesia akan masuk ke dalam pasar bebas ASEAN, APEC dan Dunia. Semua produk barang, modal dan jasa dari negara manapun dapat dengan bebas masuk ke Indonesia begitupun sebaliknya. Kesempatan mengisi peluang kerja di dunia semakin besar, persaingan berdasarkan profesionalisme melalui kualitas kerja yang dapat dipertanggung jawabkan serta persaingan harga yang kompetitif. Situasi ini memungkinkan terjadinya keterpurukan produk barang dan jasa dalam negeri yang berkualitas rendah kalah dalam persaingan global termasuk juga dengan persaingan dibidang jasa kesehatan lingkungan/Sanitarian. Jumlah tenaga kesehatan lingkungan saat ini diperkirakan lebih dari 20 ribu orang yang melakukan pengabdian diseluruh wilayah NKRI. Sayangnya sampai sekarang HAKLI belum pernah melakukan registrasi secara tuntas, sehingga jumlahnya yang pasti belum diperoleh. Variasi keahlian antara yang satu dengan yang lainnya cukup besar. Menyadari hal ini, harus dilakukan upaya agar tenaga kesehatan lingkungan/ sanitarian berkualitas dan dapat bersaing dengan tenaga kesehatan lingkungan luar negeri. Upaya ini bisa dilakukan melalui proses penyadaran akan pentingnya kualitas dalam bekerja (jasa) secara profesional. Kebijakan Pemerintah melalui UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian dan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pasal 12 ayat (2) berbunyi Untuk menjamin tanggung jawab dan akuntabilitas profesionalisme, 1
organisasi profesi wajib menentukan standar, persyaratan, dan sertifikasi keahlian, serta kode etik profesi. Pada Pasal 25 ayat (2) berbunyi Masyarakat ilmu pengetahuan dan teknologi bertanggung jawab untuk berperan serta mengembangkan profesionalisme dan etika profesi melalui organisasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada ayat (3) berbunyi Setiap organisasi profesi wajib membentuk dewan kehormatan kode etik sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (2). Senada dengan UU nomor 18 tahun 2002, kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 23, ayat (1) berbunyi Tenaga Kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Kemudian ayat (2) berbunyi Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Selanjutnya pada ayat (3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah Pasal 24, ayat (1) berbunyi Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kebijakan dalam UU 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 13, ayat (2) berbunyi Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya ayat (3) berbunyi Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam PP 32 thn 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 4 Nakes hanya dapat melakukan 2
upaya kesehatan setelah memiliki izin dari menteri kesehatan. Pasal 21 Setiap Nakes dalam melakukan tugasnya wajib memenuhi standar profesi. Pada Pasal 24 Perlindungan hukum diberikan kepada Nakes yg melakukan tugasnya sesuai standar profesi. Menyambut baik pelaksanaan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang mengatur peran organisasi Profesi tersebut, khususnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/MENKES/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan dan Permenkes Nomor 317/MENKES/PER/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia, maka HAKLI sebagai organisasi profesi sanitarian/ ahli kesehatan lingkungan merasa perlu mengatur pokok-pokok strategi organisasi agar dalam pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan keprofesian Sanitarian dapat efektif dan efisien. Dalam rangka mensukseskan program Pemerintah dalam registrasi Tenaga Kesehatan maka HAKLI bermaksud memberikan bantuan seoptimal mungkin kepada sanitarian (anggota HAKLI) dalam berperan sesuai profesinya terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam sertifikasi kompetensi, registrasi sanitarian dan perijinan kerja yang diperlukan. Maksud tersebut dapat dicapai oleh komitmen dan kesiapan Pengurus HAKLI di berbagai level management (PP, Pengda Provinsi dan Pengcab Kabupaten/Kota). Apa yang seyogyanya dilakukan Pengurus dalam memberikan pelayanan cepat dan tepat (saat dibutuhkan) kepada anggota HAKLI (sanitarian) yang melakukan registrasi untuk memperoleh surat ijin kerja keprofesian sanitarian merupakan tujuan dari penulisan buku ini.
3
2
ANALISIS SITUASI
“Untuk bisa memperoleh SIK Sanitarian harus resmi terdaftar atau memiliki STR, untuk memperoleh STR sanitarian harus kompeten atau memiliki Sertifikat Kompetensi”. Nantinya tatanan kebijakan ini akan diberlakukan di Negeri kita ini. Pemberlakuan tatanan kebijakan ini berpengaruh langsung pada perubahan yang cukup mendasar pada profesionalisme sanitarian. Secara umum gambaran pengaruh tatanan kebijakan pada organisasi profesi HAKLI sebagai berikut: 2.1.
Sertifikasi Kompetensi Sanitarian
Sertifikasi adalah proses pemberian Sertifikat Kompetensi kepada Sanitarian yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Standar Kompetensi Sanitarian. Standar Kompetensi Sanitarian merupakan bagian dari Standar Profesi Sanitarian. Menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 24 ayat (2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi. Sebagai referensi antara lain Kepmenkes 373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian. Sebelumnya Naskah Standar Profesi Sanitarian yang disusun HAKLI bulan Oktober 2005 telah disyahkan melalui keputusan nomor 03/Munas/V/2005. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi tenaga Kesehatan, mendefinisikan Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh MTKP. 4
Sampai saat ini masih sangat sedikit Sertifikat Kompetensi yang diberikan terhadap lebih dari 20.000 Sanitarian yang tempat bekerjanya tersebar di seluruh wilayah nusantara. Hal ini terjadi karena baru beberapa provinsi yang menyelenggarakan Uji Kompetensi dan menggunakan bahan uji local.. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi tenaga Kesehatan, juga mendefinisikan Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap tenaga kesehatan sesuai standar profesi. MTKP menetapkan jadual penyelenggaraan Uji Kompetensi, tim penguji kompetensi sanitarian (asesor) dan tempat pelaksanaan uji kompetensi sanitarian di wilayah kerjanya. Bahan uji berstandar nasional harus disusun sesuai dengan SOP, mulai dari penyusunan blue print sampai dengan validasi soal atau penyempurnaan setelah uji coba. Referensi internasional sangat disarankan untuk digunakan, agar proses globalisasi dapat membawa sanitarian (tenaga kesehatan lingkungan) Indonesia go international. Menjadi tuan rumah yang disegani di Indonesia dan menjadi tamu yang dihormati keprofesionalannya di Negara lain. Banyak metode menulis soal ujian, namun agar soal yang disusun memenuhi standar kualitas nasional yang ditetapkan. Mengacu pada best practis Konsorsium Kedokteran Indonesia (KKI) dalam perjalanannya menetapkan metode absolut (modifikasi Angoff) yang dipilih dari lesson learn LPUKM. Karenanya penyusun soal harus menggunakan metode yang direkomendasikan LPUKM. Untuk keperluan tersebut HAKLI harus menyiapkan anggotanya untuk dilatih oleh LPUKM menjadi item developer (penyusun soal), sekurang-kurangnya memiliki 10 orang penyusun soal. Selanjutnya HAKLI juga harus memiliki item reviewer (penilai soal). HAKLI harus mengirimkan anggotanya untuk ikut pelatihan penilai soal sekurangkurangnya 5 orang. Penilai soal bertanggung jawab untuk 5
melakukan validasi soal, sebelum soal digunakan atau disimpan di Bank Soal. Untuk melakukan Uji Kompetensi diperlukan Penguji (asesor) yaitu sekelompok orang yang telah mengikuti pelatihan penguji dan teruji kompetensinya serta telah memiliki sertifikat dari MTKI. MTKP menunjuk asesor sanitarian yang memiliki Sertifikat MTKI untuk melakukan Uji Kompetensi terhadap asesi sanitarian di wilayahnya. Pada saat ini Asesor Sanitarian masih sangat terbatas jumlahnya baru 54 orang, dan penyebarannya belum meliputi seluruh provinsi di Indonesia (baru di 5 provinsi). Kebutuhan asesor Sanitarian untuk setiap provinsi memerlukan 5 asesor sanitarian, maka sekurangkurangnya diperlukan 165 orang. Jadi masih diperlukan sebanyak 140 anggota HAKLI untuk dilatih menjadi asesor sanitarian bersertifikat MTKI. Tempat Uji Kompetensi adalah wadah / sarana yang digunakan untuk pelaksanaan uji kompetensi baik disarana pendidikan maupun sarana pelayanan yang telah terakreditasi atau tempat lain yang ditunjuk oleh MTKI. Jurusan Kesehatan Lingkungan (JKL) Poltekkes merupakan pilihan terbaik sebagai tempat penyelenggaraan uji kompetensi apalagi kalau pendekatan yang digunakan exit examination. Permasalahannya Provinsi yang Poltekkesnya memiliki JKL baru 18 provinsi, bagaimana yang belum ada JKL? Sebanyak 15 provinsi belum memiliki JKL. Di provinsi-provinsi tersebut Pengda HAKLI harus memberikan informasi sebagai masukan kepada MTKP berkaitan dengan persyaratan yang bisa dipertanggung jawabkan mengenai tempat uji kompetensi asesi sanitarian. Permasalahan menjadi lebih rumit apabila di daerah tersebut belum memiliki Pengda HAKLI dan juga belum ada Pengcab HAKLI?
6
Pemilihan metode uji juga menjadi penting terkait dengan perbedaan tahun kelulusan asesesi sanitarian. Untuk asesi yang baru (beberapa tahun) meninggalkan bangku kuliah metode uji tulis merupakan pilihan paling tepat. Akan tetapi bagi asesi yang sudah agak lama meninggalkan bangku kuliah metode uji tulis mungkin kurang diminati, dan metode portofolio (pemeriksaan rekam jejak kegiatan/ dokumen) merupakan pilihan yang sesuai. Portofolio memerlukan rumusan yang cermat tentang criteria penilaian, persyaratan asesi dan proses pelaksanaan yang tidak memberatkan anggota namun tidak menimbulkan dampak negative atau dampak negatifnya mudah dieliminasi. Metode portofolio memerlukan sejumlah staf administrasi yang dilatih trampil melekukan pemeriksaan dokumen. Banyak factor yang menjadi pertimbangan pada tahap awal penyelenggaraan (masa berlakunya aturan peralihan) sertifikasi kompetensi profesi sanitarian.
2.2.
Registrasi Sanitarian
Registrasi adalah pencatatan resmi (oleh MTKI) terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya. STR didefinisikan sebagai bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi (Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan). Dalam nomenklatur internasional Sanitarian yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi disebut Registered Sanitarian (RS). Seorang Sanitarian Indonesia apabila telah memiliki Sertifikat Kompetensi dari MTKP, bisa mengajukan permohonan kepada MTKI untuk memperoleh STR. dengan melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan lainnya. Untuk Sanitarian dari luar Indonesia, disamping persyaratan diatas ybs juga harus telah lulus 7
masa adaptasi dan memiliki rekomendasi dari HAKLI (Permenkes Nomor 317/MENKES/PER/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia). Nomor registrasi bersifat nasional dan diberikan kepada seorang sanitarian yang memenuhi syarat oleh MTKI melalui MTKP. Mencegah kemungkinan terjadinya kesimpang-siuran, seyogyanya system penomoran register keanggotaan HAKLI disesuaikan atau compatible dengan system penomoran yang digunakan oleh MTKI. Nomor Register melekat pada setiap individu sanitarian, dimanapun sanitarian berdomisili ataupun bekerja. Mekanisme ini melibatkan sepenuhnya PP HAKLI, Pengda HAKLI dan Pengcab HAKLI. Permasalahannya adalah bagaimana dengan provinsi yang belum memiliki Pengda HAKLI dan Kabupaten/ Kota yang belum memiliki Pengcab HAKLI? Atau bagaimana dengan Kepengurusan yang “lesu darah” / “mati suri”? Standar Profesi Sanitarian, Standar Kompetensi Sanitarian dan instrument (soal) Uji Kompetensi bisa dirancang mengacu pada standar internasional atau standar Negara maju. Apabila ini dilakukan maka sanitarian yang lulus dan memiliki STR, akan diakui secara internasional Registered Sanitarian (RS). Orientasi standar internasional perlu dilakukan menyongsong era globalisasi mendatang. Kemitraan dan jejaring internasional dengan organisasi/ asosiasi profesi sanitasi/kesehatan lingkungan negara lain menjadi penting digalang dan diaktifkan. Bentuk-bentuk komunikasi regional (ASEAN) maupun internasional menjadi penting untuk dilakukan, misalnya melalui international conference on environmental health/ sanitarian. Hubungan yang intent dengan lembaga internasional yang bergerak dibidang sanitasi (WHO, SEARO, NEHA) bisa sangat berperan dalam percepatan pertumbuhan HAKLI. Tampilnya HAKLI secara regional dan internasional akan membawa para sanitarian profesional (Registered Sanitarian) Indonesia meningkat 8
performance-nya dalam era globalisasi. HAKLI harus memperjuangkan pengakuan internasional sehingga RS Indonesia setara dengan RS Negara lain.
2.3.
Surat Ijin Kerja Sanitarian
Lisensi Sanitarian adalah proses pemberian surat ijin kerja (SIK) kepada Sanitarian. SIK Sanitarian adalah kendali yang dimiliki Pemerintah untuk menjamin mutu Sanitarian dalam memberikan jasa kepada yang membutuhkannya. Menurut PP 32 thn 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 4 Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah memiliki izin dari Menteri Kesehatan Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, mengatur tentang bagaimana memperoleh STR. Sampai saat ini ketetapan khusus yang mengatur SIK Sanitarian belum ada. Untuk itu HAKLI perlu mengambil inisiatif (membuat rancangan) dan mengusulkan kepada Pemerintah adanya peraturan yang mesyaratkan kepemilikan SIK Sanitarian bagi tenaga kesehatan yang mengerjakan pekerjaan sanitasi. Persyaratan ini harus diatur dalam peraturan perundangan yang mengikat setiap warganegara dan memiliki konsekuensi hokum. Peraturan ini bisa berupa Surat Keputusan Menteri, atau Peraturan Menteri, tergantung tingkat kepentingannya. Dalam peraturan (rancangan) tersebut bisa diatur apa persyaratan memperoleh SIK, bagaimana prosedur memperoleh SIK dan apa konsekuensi hokum atas pelanggarannya. Misalnya dipersyaratkan seorang Sanitarian harus memiliki STR, memiliki Rekomendasi Organisasi Profesi (HAKLI) dan melengkapi persyaratan administrasi untuk dapat memperoleh SIK Sanitarian. Konsekuensi hukumnya adalah bagi yang tidak memenuhi persyaratan tidak memiliki SIK artinya tidak berwenang mengerjakan pekerjaan 9
Sanitarian. Pelanggaran bisa dikenakan hukuman kurungan atau denda sejumlah uang. Rekomendasi HAKLI merupakan pernyataan/ jaminan bahwa HAKLI bertanggung jawab atas Sanitarian tersebut agar benarbenar mematuhi dan menjaga kehormatan etik profesi sanitarian. Dalam posisi ini HAKLI berperan sebagai moral judgement karenanya HAKLI harus memberikan pembinaan terus menerus kepada anggotanya/ sanitarian dimanapun dia berada. Rekomendasi ini diberikan kepada setiap Sanitarian lima tahun sekali. Siklus ini bisa diselaraskan dengan upaya pembinaan anggota secara terus menerus dan berkala, termasuk kewajiban anggota membayar uang iuran bulanan.
2.4.
Kepengurusan HAKLI
Situai sebagaimana telah diuraikan terkait kebijakan Pemerintah dalam registrasi tenaga kesehatan termasuk sanitarian, nampak peran nyata dari organisasi profesi HAKLI yang mewadahi profesi Sanitarian/ ahli kesehatan lingkungan. AD dan ART HAKLI menyebutkan HAKLI memiliki jajaran kepengurusan dari PP HAKLI, Pengda HAKLI Provinsi dan Pengcab HAKLI Kabupaten/Kota yang tersebar di seluruh wilayah NKRI. AD ART menjelaskan peran Pengurus HAKLI terbagi secara proporsional pada setiap tingkat kepengurusan. Analisis terdahulu menunjukkan fakta bahwa HAKLI bukan terdepan dijajaran OP. Oleh karena itu secara umum dapat ditarik benang merah bahwa Pengurus HAKLI harus memiliki visi kejuangan, future oriented, mengejar ketertinggalan bahkan mendahului. Terkait dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi sanitarian diperlukan peran yang berbeda antara masing-masing kepengurusan HAKLI dari Pengcab, Pengda sampai PP, namun demikian haruslah saling komplementer. 10
Terkait dengan proses pelaksanaan kebijakan Pemerintah dalam sertifikasi, registrasi dan lisensi kepada sanitarian (Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Sertifikasi Tenaga Kesehatan dan Kepmenkes nomor 1134/MENKES/ /MENKES/SK/VIII/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Neg Negara Asing di Indonesia), peran PP HAKLI dapat digambarkan melalui diagram alir gb. 2.1 berikut
Gb. 2.1 Peran PP HAKLI Nampak bahwa hubungan langsung PP HAKLI dengan Badan PPSDM berkaitan dengan pengusulan anggota HAKLI untuk duduk dalam MTKI. PP HAKLI menempatkan wakil tetap tetapnya di MTKI. Dilain fihak gb.2.1 juga menunjukkan hubungan kemitraan yang sangat dekat antara PP HAKLI dengan MTKI dalam bentuk kelompok kerja atau tim ad-hoc. bentuk oleh MTKI Tim ad hoc akan banyak diperlukan dan sering dibentuk yang sepenuhnya harus bersinergi dengan PP HAKLI, terutama berkaitan dengan substansi keprofesian. 11
Soliditas kepengurusan di lingkungan PP HAKLI dan kesiapan sangat dibutuhkan untuk bisa berperan sebagaimana diagram alir gb.2.1. Fungsi-fungsi fungsi organisasi harus bisa mengimbangi tuntutan anggota, tuntutan mitra organisasi dan tuntutan stakeholder stakeholder. Setiap fungsi yang ada dalam organisasi harus bisa berjalan dengan mantap dan serasi menuju visi, misi dan tujuan yang telah diamanatkan oleh Ketetapan Munas HAKLI. Ditingkat provinsi peran Pengda HAKLI terkait dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi dapat dilihat melalui diagram alir gb. 2.2 berikut:
Gb. 2.2 Peran Pengda HAKLI Nampak bahwa hubungan Pengda HAKLI dengan mitranya Dinas Kesehatan Provinsi berkaitan dengan pengusulan anggota HAKLI untuk duduk dalam MTKP. Pengda HAKLI menempatkan wakil tetapnya di MTKP. Dilain fihak gb. 2.2 juga menunjukkan 12
hubungan Pengda HAKLI yang sangat dekat dengan MTKP. Banyak kegiatan yang harus dilakukan oleh Pengda untuk kepentingan anggota HAKLI,, yang berkaitan dengan keberadan MTKP, msalnya diklat keprofesian. Peran penting ini tidaklah merisaukan PP HAKLI bila semua Pengda HAKLI berjalan dinamis. Permasalahan menjadi besar dan serius apabila daerah provinsi, Pengda gda HAKLI nya tidak siap (dengan bermacam alasan). Apalagi bila di daerah provinsi belum terbentuk Pengda HAKLI? Ditingkat Pemerintah Otonom Kabupaten/Kota yang telah menerapkan desentralisasi Peran Pengcab HAKLI dalam sertifikasi, registrasi gistrasi dan lisensi sanitarian, dapat dilihat melalui diagram alir gb. 2.3 berikut:
Gb. 2.3 Peran Pengcab HAKLI 13
Hubungan Pengcab HAKLI dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota nampak dengan jelas berkaitan dengan pemberian surat ijin kerja kepada seorang sanitarian. Pengcab HAKLI harus memberikan rekomendasi bahwa sanitarian tersebut adalah anggota HAKLI, dan direkomendasikan untuk bekerja di wilayah Kabupaten/Kota. Sebagaimana permasalahan di tingkat provinsi, peran penting ini tidaklah merisaukan bila semua Pengcab HAKLI berjalan dinamis. Permasalahan menjadi besar dan serius bila di Kabupaten atau Kota Pengcab HAKLI nya tidak siap (dengan berbagai macam alasan)? Apalagi bila di kabupaten atau kota yang berdekatan juga belum terbentuk Pengcab HAKLI?
14
3
ISUE STRATEGIS REGISTRASI SANITARIAN
Dilingkungan organisasi profesi sanitarian/ ahli Kesehatan Lingkungan HAKLI, sertifikasi, registrasi dan lisensi merupakan sesuatu hal yang “baru”. Padahal globalisasi praktek tenaga kesehatan dalam implementasi MRA ditingkat Asean dimulai 2015, dan berlakunya free flow of goods, services and investment for Asean 2020. Keadaan ini menimbulkan respon dari internal maupun eksternal organisasi HAKLI yang sangat berbeda satu sama lain. Berdasarkan analisis situasi, permasalahan, hambatan dan tantangan yang dihadapi HAKLI selama ini, dapat diidentifikasi 4 (empat) isue strategis sebagai berikut: 3.1.
Lemahnya komitmen Pengurus dan Anggota.
Dalam upaya, registrasi anggota dibutuhkan komitmen yang kuat antar semua fihak baik pengurus, anggota maupun mitra HAKLI. Komitmen kuat harus terjadi pada seluruh tahapan proses, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi. Komitmen kuat mendasari keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang memerlukan sinergi antar berbagai fihak terkait. Komitmen kuat ini yang belum terbangun di lingkungan HAKLI. Lemahnya komitmen ini bisa dilihat pada: a. Pemahaman yang berbeda antar pengurus dan anggota tentang sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi Sanitarian. b. Belum dirasakan citra dan manfaat pelayanan sanitasi/ kesehatan lingkungan bagi masyarakat. 15
c. Belum nampak adanya kesamaan langkah untuk melaksanakan sertifikasi, registrasi dan lisensi dengan sebaik-baiknya.
3.2.
Rapuhnya simpul jejaring organisasi.
Persebaran anggota HAKLI di seluruh wilayah NKRI, membutuhkan penanganan pelaksanaan registrasi registrasi anggota yang mantap. Keberhasilan program juga dipengaruhi oleh kesiapan organisasi profesi HAKLI, di berbagai wilayah dan level management, baik PP, Pengda Provinnsi dan Pengcab Kabupaten/ Kota. Kesenjangan antar hierarchi kepengurusan bisa dilihat pada keadaan HAKLI sebagai berikut: a. Masih ada daerah provinsi dan kabupaten/kota yang belum memiliki Pengda HAKLI Provinsi dan Pengcab HAKLI Kabupaten/ Kota, meskipun jumlah sanitarian di wilayah tersebut cukup banyak. b. Belum terealisasikannya amanat AD ART, terkait dengan dengan pembagian kewenangan (sentralisasi/ desentralisasi) antara PP, Pengda dan Pengcab. c. Belum tersusunnya mekanisme dan tatahubungan kerja untuk pembinaan Pengda HAKLI dan Pengcab HAKLI yang applicable.
3.3.
Masih dijumpai kualitas dan kuantitas Sanitarian yang belum memadai
Ketersediaan Sanitarian professional dalam berbagai tingkat pendidikan (diploma, strata, profesi, spesiaplis, pasca sarjana) masih belum memadai. Unsur penting yang diperlukan dalam 16
memberikan jaminan kualitas professional sanitarian juga belum berjalan dengan baik. Keadaan ini nampak dalam hal-hal berikut: a. Kebijakan pemerintah (Kemenkes, Kemdiknas) tentang penyelenggaraan pendidikan Sanitasi/ Kesehatan lingkungan baik diploma, strata, profesi, spesialis, pasca sarjana belum bisa mengakomodir kebutuhan anggota HAKLI. b. Ketersediaan dukungan akademik di Ditjen Dikti, Kemdiknas, belum memberikan peluang kepada berkembangnya IPTEK Sanitasi/ kesehatan lingkungan, ini menyebabkan jenjang pendidikan “in line” bagi sanitarian untuk mengembangkan profesionalismenya. c. Belum adanya pemikiran kemungkinan pemanfaatan pendekatan alternative melalui pendidikan terbuka (Open and Distance Education), dan juga bentuk pembelajaran jarak jauh (Distance Learning) sebagai alternative produksi dan peningkatan Sanitarian Profesional.
3.4.
Tersendatnya program pembangunan Lingkungan Sehat
“Paradigma sehat” belum sepenuhnya diacu oleh para pengambil keputusan di berbagai tingkat manajemen. Dalam pelaksanaan registrasi anggota Hakli juga tidak terlepas dari keberhasilan pembangunan sanitasi/ kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh user (pengguna jasa Sanitarian). Pelaksanaan program kegiatan kesehatan lingkungan/ sanitasi yang dilakukan oleh tenaga NON-SANITARIAN menjadi penyebab utama ketidak berhasilan program. Global warming merupakan salah satu permasalahan yang sangat penting bagi kesehatan lingkungan/ sanitasi, karena itu seharusnya HAKLI merasa berkewajiban untuk berperan serta. Program kebersihan lingkungan, program SAMIJAGA, program penyehatan 17
lingkungan, program kali bersih, program langit biru, program STBM/ CLTS, program SANIMAS, program AMPL merupakan programprogram strategis dimana seharusnya HAKLI secara organisatoris tidak boleh ketinggalan. Keadaan ini nampak pada adanya hal-hal sebagai berikut: a. Belum adanya kesamaan pemahaman “paradigm sehat” dari stakeholder terkait dengan sanitarian b. Orientasi kebijakan program masih belum mengedepankan program-program “preventive & promotive”. c. Belum optimalnya pemberdayaan Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan sesuai dengan profesi yang dimiliki. d. Masih lemahnya sinergi dibidang kesehatan lingkungan/ sanitasi antar user. e. Minimnya sumberdaya untuk sanitasi/ kesehatan lingkungan.
18
4
TUJUAN STRATEGIS DAN LANGKAH KEGIATAN
Guna mencapai keberhasilan optimal dalam proses registrasi profesi sanitarian (anggota HAKLI), sejalan dengan pelaksanaan kebijakan Pemerintah sesuai ketentuan Permenkes nomor 161/MENKES/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, dan setelah melakukan analisis situasi dan menetapkan isu strategis organisasi, maka HAKLI menetapkan tujuan strategis yang digunakan sebagai acuan segenap Pengurus HAKLI.
4.1.
Tujuan Strategis
Memadukan hasil analisis dengan butir-butir sidang kelompok RAKERNAS HAKLI di Ciloto 11-12 April 2011 dan berbagai masukan RAKER PP HAKLI di Cilandak 2 Mei 2011, maka HAKLI menetapkan 4 (empat) tujuan strategis, yaitu: a. Upaya membangun Komitmen Pengurus dan Anggota. b. Upaya memantapkan dan memperluas simpul Jejaring Organisasi c. Upaya menjamin keikutsertaan HAKLI dalam system registrasi tenaga kesehatan Pemerintah. d. Upaya professional menggalang pembiayaan organisasi.
19
4.2.
Langkah-langkah kegiatan
Setiap tujuan strategis dijabarkan kedalam langkah kegiatan yang wajib dilakukan oleh Pengurus HAKLI (Pusat, Daerah maupun Cabang) secara proporsional sesuai dengan peran, fungsi dan kewenangan masing-masing berdasarkan AD ART HAKLI. Selanjutnya keempat tujuan strategis dijabarkan kedalam 17 (tujuh belas) langkah kegiatan. Tujuan strategis a 5, yaitu langkah kegiatan 1-5; tujuan strategis b 5, yaitu langkah kegiatan 6-10; tujuan strategis c 5, yaitu langkah kegiatan 11-15; dan tujuan strategis d 2 yaitu langkah kegiatan 16 dan 17.
Tujuan Strategis a: Upaya membangun Komitmen Pengurus dan Anggota. Sasaran tujuan strategis ini adalah memastikan adanya komitmen perlunya registrasi Sanitarian dari seluruh jajaran pengurus HAKLI baik PP (Lampiran 1), Pengda maupun Pengcab dan anggota HAKLI yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Tidaklah mudah menggalang komitmen pada organisasi besar yang anggotanya tersebar di seluruh wilayah NKRI seperti HAKLI. Namun hal ini mutlak diperlukan sehingga komitmen tidak hanya sebatas pernyataan tanggang jawab sebagai pengurus saja, akan tetapi bertanggung jawab sampai dengan komit melaksanakan registrasi sanitarian. Langkah kegiatan: 1. Menyusun dan mensosialisasikan langkah Strategi Registrasi Sanitarian. 2. Menyusun dan mensosialisasikan berbagai Juknis yang diperlukan 20
3. Menyelenggarakan Mukernas untuk mengambil keputusan penting. 4. Menyelenggarakan pertemuan berkala terkait dengan pelaksanaan registrasi Sanitarian. 5. Memanfaatkan jaringan internet dan situs Web, untuk sharing informasi dan diskusi.
Tujuan Strategis b: Upaya memantapkan dan memperluas simpul Jejaring Organisasi. Sasaran tujuan strategis ini adalah memastikan kesiapan jajaran kepengurusan HAKLI dalam memberikan pelayanan kepada anggota HAKLI yang memerlukan Sertifikat Kompetensi, STR dan SIK. Sinergi yang terbentuk antar Pengurus, antara Pengurus dengan user, antara Pengurus dengan Produser dan antara pengurus dengan anggota akan mejadikan HAKLI sebagai organisasi profesi yang mantap. Kesiapan Pengurus HAKLI dapat menjamin pemenuhan hak anggota dimanapun domisili dan tempat pengabdiannya. Jejaring kemitraan dengan asosiasi sanitarian di negara lain juga dengan stakeholder bisa diwujudkan dalam bentuk pembuatan nota kesefahaman MoU ataupun pembuatan MRA. Langkah kegiatan 6. Membentuk Pengda HAKLI di Provinsi yang belum memiliki Pengda HAKLI. 7. Membentuk Pengcab HAKLI di kabupaten/Kota yang belum memiliki Pengcab HAKLI. 8. Melakukan revitalisasi Pengda dan Pengcab yang “mati suri” dan pembinaan seluruh jajaran Pengda dan Pengcab HAKLI di seluruh Wilayah NKRI. 21
9. Memantapkan jejaring kemitraan dengan stakeholder di berbagai tingkat management. 10. Membangun jejaring regional ASEAN dan international dalam keprofesian Sanitarian/Kesehatan Lingkungan.
Tujuan Strategis c: Upaya menjamin keikutsertaan HAKLI dalam system registrasi tenaga kesehatan Pemerintah. Sasaran tujuan strategis ini adalah memastikan kesiapan HAKLI dalam mengambil peran sebagai salah satu sub-sistem penting dalam system registrasi tenaga kesehatan Pemerintah (Permenkes Nomor 161/MENKES/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan dan Permenkes Nomor 317/MENKES/PER/III/ 2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia). HAKLI berperan aktif dalam penerapan kebijakan pengembangan kualitas anggota (Sanitarian/ Ahli Kesehatan Lingkungan) dengan cara continuing quality improvement for sanitarian ataupun CPD. Menggunakan strategi CPD para anggota HAKLI termasuk pengurus akan terus-menerus meningkatkan profesionalitasnya, termasuk didalamnya berupaya terus-menerus menyempurnakan blue print, instrument uji kompetensi dan batas kelulusan. Sehingga akan semakin mempersempit/menghilangkan kesenjangan antara RS Indonesia (STR Sanitarian) dengan RS di Negara maju. Bandingkan dengan uji kompetensi di Texas dan New York (lihat Lampiran 2: Uji Kompetensi di Texas & Lampiran 3: Uji Kompetensi di New York). Langkah kegiatan: 11. Menugaskan anggota HAKLI sebagai wakil tetap di MTKI dan MTKP, asesor (penguji kompetensi), item developers (penyusun 22
soal), item reviewers (validator soal) maupun sebagai panel experts. 12. Menggunakan STR sebagai persyaratan utama keanggotaan HAKLI, karenanya portofolio merupakan metode alternative dalam pemberian RS. 13. Membentuk Majelis Kollegium Sanitarian/ Kesehatan Lingkungan 14. Mendorong terbentuknya asosiasi institusi pendidikan yang meluluskan tenaga sanitarian/ kesehatan lingkungan. 15. Mendorong terbentuknya asosiasi institusi pengguna tenaga professional sanitarian/ kesehatan lingkungan.
Tujuan Strategis d: Upaya professional menggalang pembiayaan organisasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap bentuk kegiatan memerlukan sumberdaya baik tenaga, sarana maupun biaya. Kebutuhan akan sumberdaya bervariasi, tidak mudah diukur dan sangat relative. Strategi penyediaan sumberdaya seyogyanya lebih mengedepankan prinsip membantu anggota HAKLI (sanitarian) dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan lainnya. Aktif ambil bagian dalam pelaksanaan program-program nasional dan programprogram internasional bisa merupakan sumberdana (donor) yang sangat potensial. Langkah kegiatan: 16. Menggali sumberdana dari Donor 17. Mengaktifkan iuran anggota.
23
5
PENUTUP
Keberhasilan registrasi sanitarian bukanlah semata-mata bergantung pada Pemerintah (Kemenkes) dan Pemerintah Daerah (Dinas Kesehatan), tetapi juga peran aktif, inovatif dan kesungguhan organisasi profesi HAKLI khususnya Pengurus. Pemilihan strategi sertifikasi, registrasi dan lisensi sanitarian, perlu didukung dengan sosialisasi kepada seluruh pengurus HAKLI dan advokasi kepada stakeholder (para pemangku kepentingan). Kesamaan pengertian, efektifitas kerjasama atau kemitraan dan sinergi antara berbagai fihak terkait menjadi penting sebagai indicator keberhasilan HAKLI. Meskipun keberhasilan registrasi Sanitarian tergantung banyak fihak terkait termasuk anggota HAKLI, namun sebagai organisasi profesi tempat bernaung para professional Sanitarian seharusnyalah HAKLI merasa paling bertanggung jawab.
24
Daftar Kepustakaan: 1. Kepmunas HAKLI, nomor 05/Munas/V/2005 tentang Anggaran Dasar Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2. Kepmunas HAKLI, nomor 06/Munas/V/2005 tentang Anggaran Rumah Tangga Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia. 3. Kepmenkes nomor 373/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian 4. Kepmunas HAKLI nomor 03/Munas/V/2005 tentang Standar Profesi Sanitarian/ Ahli Kesehatan Lingkungan 5. Permenkes nomor 161/MENKES/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan 6. Permenkes nomor 317/MENKES/PER/III/2010 tentang Keanggotaan, Organisasi dan Tata Kerja Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia 7. Kepmenkes nomor 1134/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia 8. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 9. Undang-undang nomor 18 tahun 2002 tentang System Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 10. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
25
Lampiran 1 HIMPUNAN AHLI KESEHATAN LINGKUNGAN INDONESIA
HAKLI Sekretariat: Gd. Jur. Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
Jln. Hang Jebat III/F3 KelGunung Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12120 Telp.:021 7231826 Fax:021 7222387 email:
[email protected] Daftar Susunan Pengurus Pusat HAKLI Periode eriode 2011 – 2015 Dewan Pertimbangan Ketua : Drs. Sulistiono, SKM, M.Sc Sekretaris : Sugiharto, M.Sc Anggota: 1. Ahmad Djohari, SKM, MM 2. Mudjiharto, SKM, MM 3. Dede Anwar Musadat, SKM, M.Kes. 4. Raizeki, SKM 5. DR. Margani, Dipl. SE. M.Sc 6. Imran Muchtar, MBA 7. Drs. Zulkarnain Kasim, SKM, MBA Ketua Umum : DR. Wisnu Hidayat, M.Kes - Ketua I : Subardan Rochmat, M.Si, Dipl. EST - Ketua II : Hari Purwanto, SKM, M.Kes Sekretaris Jenderal: Kusrini Wulandari SKM.,MKes - Wakil SekJend : Syamsul Ariffin, SKM, M. Epid Bendahara: Siti Kusumawati SKM.,MIS - Wakil Bendahara : Ir Catur Puspawati MKM Departemen Pengembangan Profesi dan Organisasi [ DPPO ] - Ketua : Soedjono Soenhaji SKM., Dipl Est - Sekretaris: Tugiyo SKM.,MKes - Anggota : 26
1. 2. 3. 4.
Indariwati SKM.,MM Moch Ichsan Sujarno, SKM, M.Epid Eko Budi Santoso, SKM, M.Kes Wakhyono Budianto, SKM, M.Si
Departemen Pengembangan Kemitraan, Hukum, Humas [ DPKHH ] - Ketua : Drs Mukhlis Adenan MSc - Sekretaris: Sidin Haryanto, SKM, M.Kes - Anggota : 1. Dirman Siswoyo, SKM, MM 2. Nurbaety Yuliana SKM.,MKes 3. DR. Bambang Setiaji SKM.,MKes 4. Zaenal Nambira, SKM, M.Kes Departemen Kewirausahaan dan Pemberdayaan Masyarakat [ DKPM ] - Ketua : Bambang Lukisworo, SKM - Sekretaris: Sugito, SKM, MM - Anggota : 1. Sujono, SKM, M.SPH 2. Abie Wiwoho MSc 3. Ir Sofyan 4. Sri Eko Ananingsih SKM 5. Deshy Prihatiwi Mutiara Majelis Kolegium Kesehatan Lingkungan [ MKKL ] - Ketua : DR. Hening Darpito, SKM, Dipl.SE - Sekretaris: Nuniq Suwarni, SKM, WQM - Anggota : 1. Kuat Prabowo,SKM, M.Kes 2. Murtjahyo, SKM, M.Kes 3. DR. Ida Bagus Indra Goutama, SKM, M.Si 4. DR. Alih Germas, SKM, MARS Majelis Kehormatan Etika Profesi Kesehatan Lingkungan [ MKEPKL ] - Ketua : DR. Riris Nainggolan, SKM, M.Kes - Sekretaris: Purwani, SKM, M.Kes, MQIH - Anggota : 27
1. 2. 3. 4. 5.
DR. Hadi Siswanto, MPH DR. Bambang Hartono., SKM,MPH Chaerudin Hasyim .,SKM,MSi Fitri Handayani, SKM, MSc.PH Nurul Qomariah, SKM, M.Psi
Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian [ MPPK ] - Ketua : Soemini AR MSc - Sekretaris: Lisa Triyanti SKM.,MKes - Anggota : 1. Budi Pramono, SKM, M.Kes 2. Beben Syaeful Bachri SKM.,MKM 3. Ir Mohamad Nasir, M.Kes 4. Heru Wicaksono, SKM, M.Kes 5. Sri Ani, SKM, MKM 6. Sukowidodo, SKM, MPH Jakarta 26 April 2011 Ketua Umum Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
[ DR Wisnu Hidayat MKes ]
28
Lampiran 2 Komposisi soal Uji Kompetensi di Negara Bagian Texas, USA
Jumlah soal uji kompetensi 100 soal dengan waktu uji tulis 2 jam.
29
Lampiran 3 Komposisi soal Uji Kompetensi di Negara Bagian New York, USA
the Professional Examination Service (PES) Environmental Health Proficiency Examination New York (jumlah 250 soal, lama ujian kompetensi 4 jam dengan waktu istirahat 45’). Domains of Examination Knowledge/Skill Areas 1.
Food Protection
14%
2.
Water and Waste Water
21%
3.
Air Quality
5%
4.
Vector and Pest Control
7%
5.
Hazardous Materials Management
7%
6.
Waste Management
7%
7.
Radiation
4.5%
8.
Recreation
3%
9.
Housing and Institutions
3%
10.
Occupational Health and Safety
5%
11.
General Environmental Health and Scientific Concepts
16%
12.
Program Planning and Legal Aspects
7.5%
30