KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA BERAS PADA PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional
suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang. Ketahanan pangan sendiri
menurut literatur memiliki 5 unsur yang harus
dipenuhi : 1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu, 2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, 3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial, 4. Berorientasi pada pemenuhan gizi, 5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif. Salah satu target yang akan dicapai kementrian pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan swasembada beras. Indonesia
merupakan
negara
dengan
jumlah
penduduk
dengan
tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 241 juta jiwa 1 . Pada tahun 2011, data BPS menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras mencapai 139kg/kapita lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65kg - 70kg perkapita pertahun. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi
1
“BKKBN: Jumlah Penduduk Indonesia 241 Juta”, www.gatra.com
diversifikasi konsumsi sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950 Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% Bandingkan dengan tahun 2011 yang telah mencapai sekitar 95%. Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian menempatkan beras, sebagai satu
dari
lima
komoditas
pangan
utama.
Kementerian
Pertanian
mentargetkan
pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan pada tahun 2010-2014 yakni padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar Karena padi sudah pada posisi swasembada mulai 2007, maka target pencapaian selama 2010-2014 adalah swasembada berkelanjutan dengan sasaran produksi padi sebesar 75,7 juta ton GKG (Gabah Kering Giling). Terkait dengan swasembada beras capaian produksi komoditas pertanian selama tahun 2005-2009 telah menunjukan prestasi sangat baik, antara lain: peningkatan produksi padi dari 57,16 juta ton tahun 2007 menjadi 60,33 juta ton pada tahun 2008, atau meningkat 3,69 %, sehingga terjadi surplus 3,17 juta ton GKG, dan mendorong beberapa perusahaan untuk mengekspor beras kelas premium. Target produksi padi 2009 sebesar 63,5 juta ton, sementara berdasarkan ARAM III (Juni 2009) produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton atau mencapai 100,5 % dari target tahun 2009. Peningkatan
produksi
ini
telah
menempatkan
Indonesia
meraih
kembali
status
swasembada beras sejak tahun 2007. Pada tahun 2011, APBN untuk Kementerian Pertanian ditetapkan sebanyak Rp17,6 triliun naik cukup signifikan dibanding pada tahun 2009 sebesar Rp8,2 triliun. Jumlah itu, menurut Menteri Pertanian Suswono, belum berdampak pada peningkatan produktivitas. Hal tersebut dikarenakan periode 2010-2014 ini sektor pertanian bergerak stagnan. Pertumbuhan produksi pangan pokok masyarakat Indonesia ini tak lebih dari 3%. Produksi tanaman pangan padi lebih rendah dari target yang ditetapkan yakni hanya mencapai 65,39 juta ton GKG di banding yang ditargetkan yakni sebanyak 70,06 juta ton GKG. Kinerja Kementrian Pertanian terkait dengan pelaksanaan program Ketahanan Pangan dipertanyakan selama tahun 2011, dimana pada semester 1. Prof Dr Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA, Ekonom INDEF-Jakarta mengatakan, dengan metode estimasi yang digunakan Pemerintah dan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki “surplus beras” sekitar 6 juta ton. Produksi padi sampai 1 Juli 2011 diramalkan mencapai 68 juta ton gabah kering giling (GKG) (atau setara 39,2 juta ton beras dengan laju konversi 0,57. Konsumsi beras 139,15 kg per kapita, maka total konsumsi beras 237,6 juta penduduk Indonesia seharusnya 33 juta ton, sehingga ”selisih” produksi dengan konsumsi mencapai 6 juta ton. 2 Meski secara hitungan matematis dan ramalan Indonesia mengalami surplus beras namun disisi lain Badan
2
Arifin, Bustanul, “Anekdot Kebijakan Surplus Beras 10 Juta Ton”, www.metrotvnews.com
Pusat Statistik mencatat sejak januari hingga
Agustus 2011 Bulog sebagai badan
stabilisator telah melakukan impor beras dengan jumlah impor beras yang masuk ke Indoensia mencapai 1,62 juta ton dengan nilai US$ 861,23 juta. Impor tertinggi pada periode Januari hingga Agustus 2011 berasal dari vietnam yang mencapai 905.930 ton atau 55,83%. 3 Kebijakan ini menuai kritik dari beberapa kalangan termasuk sejumlah ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang menyebutkan bahwa kebijakan ini anomali, karena pemerintah dalam hal ini BULOG melakukan impor beras disaat terjadi panen raya (surplus beras). 4 Ketua Komisi IV DPR Rohmahurmuziy mengatakan terjadi ketidaksingkronan data produski dan konsumsi yang dimiliki masingmasing stakeholders pengambil keputusan dengan kebijakan perberasan nasional. Atas ketidaksingkronan kebijakan ini Ketua Komisi IV DPR Rohmahurmuziy, meminta untuk dilakukan audit. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan pemeriksaan eksternal Pemerintah berdasarkan Peraturan BPK No. 1 tahun 1997 memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dimana jenis pemeriksaan yang dilakukan salahsatunya adalah Pemeriksaan Kinerja. Pemeriksaan kinerja dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut.
3 4
“Agustus 2011, impor beras capai 1,62 juta ton”, www.Kontan.co.id. “surplus Beras 4,3 Juta Ton”, 2011, www.bkp.deptan.go.id ,
II.
PERMASALAHAN a. Apakah yang di maksud dengan Ketahanan Pangan? b. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan dengan target swasembada beras? c. Apa
dasar
hukum
swasembada beras?
program
Nasional
ketahanan
pangan
melalui
III. PEMBAHASAN A.
Definisi Ketahanan Pangan Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) dalam kebijakan
pangan dunia pertama kali digunakan tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara-negara berkembang dari krisis produksi dan suply maknan pokok. Jadi dapat dikatakan bahwa munculnya ketahanan pangan karena terjadi krisis pangan dan kelaparan.
5
Fokus ketahanan pada masa itu menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan
daerah dari krisis pangan yang nampak pada definisi
ketahanan pangan oleh PBB sebagai berikut: “food security is availability to avoid acute food shortage in the even of wide spread coop vailure or other disaster” (syarif, Hidayat, Hardinsyah dan Sumali, 1999) 6 . Selanjutnya definisi tersebut disempurnakan pada International Conference of Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB sebagai berikut: Ketahanan pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setip saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Di Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah kebijakan dan program ketahanan pangan di adop sejak 1992 (Repelita VI) yang definisi formalnya dicantumkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa “Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena (Maleha dan Susanto): 1.
akses terhadap pangan dengan gizi seimbang merupakan hak yang paling azasi bagi manusia
2.
keberhasilan
dalam
pengembangan
kualitas
sumber
daya
manusia
sangat
ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dan gizi 3.
ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Dapat dikatakan ketahanan pangan merupakan konsentrasi untuk mewujudkan
akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi. Dalam ketahanan pangan terdapat 3 (tiga) komponen penting pembentukan ketahanan pangan yaitu: produksi
5
Maleha dan Susanto,”Kajian Konsep Ketahanan Pangan”, Jurnal Protein , www.ejournal.ac.id Syarief, Hidatar, Hardinsyah dan Sumali, 1999, “Membenahi Konsep Ketahanan Pangan Indonesia: Pembangunan Gizi dan Pangan dari Perspektif Kemandirian Lokal”., Thaha, Hardnsyah dan Ala (Editor),. Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia dan Center For Regional Resource Development dan community Empowerment, Jakarta.
6
dan ketersediaan pangan, jaminan akses terhadap pangan, serta mutu dan keamanan pangan. 7 Berdasarkan definisi ketahanan pangan dalam UU RI No. 7 tahun 1996 yang mengadopsi FAO (Food Association Organization) , didapat 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahan pangan yaitu: 1.
kecukupan ketersediaan pangan
2.
stabilitas ketersediaan pangan
3.
fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun
4.
aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
5.
kualitas/keamanan pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/ atau pembuatan makanan atau minuman. B.
Program Ketahanan Pangan Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu yang strategis bagi Indonesia
mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan memiliki dimensi yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik. Dengan demikian diperlukan penyelarasan peningkatan produksi disatu pihak. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem, subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut. 8 1.
subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu.
2.
subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia disemua lokasi yang membutuhkan tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan
7
Tupan, “Wujud Ketahanan Pangan dengan Kearifan Lokal”, Bidang informasi, Pusat dokumentasi dan Informasi Ilmiah‐Lembaga Ilmu Pengetahuan (PDII‐LIPI), www.pdii.lipi.go.id 8 Maleha dan Susanto,”Kajian Konsep Ketahanan Pangan”, Jurnal Protein , www.ejournal.ac.id
pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimasl dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk. 3.
subsistem pangan menyangkut upaya peningktan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik. Sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Ketahanan pangan merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan
Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014. Kebijakan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 berkaitan dengan pembangunan ketahanan pangan yaitu : 1.
melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT);
2.
melanjutkan
dan
memperkuat
kegiatan
yang
berorientasi
pemberdayaan
masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan; 3.
pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;
4.
pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;
5.
peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;
6.
peningkatan
kualitas
dan
kuantitas
public
goods
melalui
perbaikan
dan
pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; 7.
jaminan penguasaan lahan produktif;
8.
pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;
9.
penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;
10.
pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan;
11.
penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;
12.
mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;
13.
pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional;
14.
pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;
15.
pengembangan
diversifikasi
pangan
dan
pembangunan
lumbung
pangan
masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi; 16.
peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu;
17.
peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional.
18.
penguatan sistem perkarantinaan pertanian;
19.
penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;
20.
pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan
kerja,
mengurangi
kemiskinan,
dan
meningkatkan
keseimbangan
ekonomi desa-kota; 21.
berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;
22.
peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis;
23.
peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian selama periode 2010-2014,
strategi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian dilakukan melalui
penerapan
Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir. Ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian tersebut, menjadi acuan pada strategi Badan Ketahanan Pangan dalam memfasilitasi program ketahanan pangan tahun 2010-2014.
pembangunan
C.
Arah Kebijakan Ketahanan Pangan Oleh Badan Ketahanan Pangan Kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan Badan
Ketahanan Pangan mengacu pada arah kebijakan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 tersebut yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tahun 2011 merupakan tahun kedua pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan tahap II sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014. Arah pembangunan ketahanan pangan juga mengacu pada hasil KTT Pangan 2009, yang antara lain menyepakati untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah yang mendesak pada tingkat nasional, regional dan global untuk merealisasikan secara penuh komitmen Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2000 dan Deklarasi World Food Summit (WFS) 1996, untuk mengurangi penduduk dunia yang menderita lapar dan malnutrisi hingga setengahnya pada tahun 2015 Dengan mengacu pada RPJMN dan kesepakatan KTT pangan, arah kebijakan umum pembangunan ketahanan pangan nasional 2010-2014 adalah untuk: (1) meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (2) meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, serta (3) meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan. Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan yang merupakan Badan Eselon 1 pada Departemen Pertanian yang menangani secara khusus Program Ketahanan Pangan ditentukan bahwa Pembangunan ketahanan pangan periode 20102014 lingkup Badan Ketahanan Pangan, sesuai tugas pokok dan fungsinya memiliki 1 (satu ) program yaitu “Program Peningkatan Diversifikasi dan Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat” sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Ketahanan
Pangan
yang
tercantum
61/Permentan/OT.140/10/2010 Pertanian.
dalam
tentang:
Peraturan
Organisasi
dan
Menteri Tata
Pertanian Kerja
nomor:
Kementerian
Program tersebut mencakup 4(empat) Sasaran program (outcome) yang
hendak dicapai yani : (1) pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan; (3) pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; dan (4) dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Khusus
untuk
yang
terkait
dengan
target
kementrian
pertanian
yakni
swasembada beras adalah yang pertama yakni “meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan”. Indikator sasaran kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan daerah rawan pangan tersebut pada tahun 2014 adalah (a) pengembangan desa mandiri pangan sebanyak 3.300 desa; (b) pemberdayaan lumbung masyarakat sebanyak 1000 lumbung; (c) penanganan daerah rawan pangan di 450 kabupaten/kota; (d) data dan
informasi ketersediaan, cadangan dan rawan pangan di 33 provinsi; serta (e) terlaksananya pemantauan dan pemantapan ketersediaan dan kerawanan pangan di 33 provinsi. a.
Keluaran/Output Sasaran Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan Dan Penanganan Daerah Rawan Pangan Sasaran kegiatan (output) adalah meningkatnya pemantapan ketersediaan
pangan dan penanganan kerawanan pangan. Kegiatan prioritas
terdiri dari 4 sub
kegiatan yaitu: i.
Pengembangan Desa Mandiri Pangan, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan
penguatan
kelembagaan
masyarakat,
pengembangan
ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat
sistem
tahun secara
berkesinambungan. Untuk desa yang telah dibina selam 4 tahun dan telah mandiri dilakukan replikasi untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya melalui gerakan Sekolah Lapangan (SL) desa mandiri pangan; Peraturan Kepala Badan Ketahanan Pangan No. 006/Kpts/Ot.140/K/01/2011 Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. ii.
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan dengan mengembangkan cadangan pangan masyarakat untuk antisipasi masa panen/masa paceklik, selama 3 tahun. Selain itu dalam mempercepat fungsinya cadangan pangan tersebut, diusulkan adanya dukungan pembangunan/rehabilitasi fisik lumbung dari APBN, serta dipadukan dengan pemanfaatn Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian;
iii.
Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP), adalah kegiatan untuk membangun komitmen dan memfasilitasi pemerintah daerah di daerah rawan pangan, agar secara cepat dapat mengantisipasi apabila terjadi bencana rawan pangan kronis dan
transien.
Kegiatan
dipadukan
dengan
penerapan
instrumen
Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), melalui tahap pengumpulan data, analisis, pemetaan, peramalan dan intervensi melalui penyediaan dana bansos; iv.
Koordinasi analisis dan perumusan kebijakan ketersediaan dan penanganan rawan pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersedian dan kerawanan pangan, antara lain : Neraca Bahan Makanan
(NBM), peta ketahanan pangan dan kerentanan pangan serta data kemiskinan dan rawan pangan.
b.
Capaian/Outcome Program Badan Ketahanan Pangan Seperti disebutkan diatas bahwa Program Badan Ketahanan Pangan tersebut
memiliki 4(empat) Sasaran program (outcome) yang hendak dicapai yani : (1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi
dan
Stabilisasi
Harga
Pangan;
(3)
Pengembangan
Penganekaragaman
Konsumsi dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; dan (4) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. c.
Indikator Capaian/Outcome Adapun
indikator
program
(outcome)
yaitu:
(1)
Prosentase
realisasi
pengembangan desa mandiri pangan dalam mengurangi jumlah penduduk rawan pangan; (2) Prosentase realisasi penguatan kelembagaan distribusi pangan masyarakat dalam stabilisasi harga dan cadangan pangan masyarakat; (3) Prosentase realisasi gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi dan keamanan dalam peningkatan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang, serta (4) Prosentase realisasi koordinasi analisis dan rumusan kebijakan ketahanan pangan. Seperti telah disinggung sebelumnya, Swasembada pangan
berarti kita mampu
untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi dan
konsistensi
kebijakan
tersebut.
Sehingga
swasembada
pangan
umumnya
merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional. D.
Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri
dan/atau sumber lain. Pasal 2 PP No. 68 tahun 2002 Pasal 2 Penyediaan pangan diselenggarakan untuk mewujudkan penyediaan pangan dilakukan dengan : a. mengembangkan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal; b. mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan; c. mengembangkan teknologi produksi pangan; d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan; e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Pada tahap I pelaksanaan RPJMN yakni periode 2005-2009 pertumbuhan ketersediaan komoditas pangan nabati mengalami peningkatan. Capaian produksi komoditas pertanian selama tahun 2005-2008 telah menunjukan prestasi sangat baik,
antara lain: peningkatan produksi padi dari 54,15 juta ton GKG tahun 2005 menjadi 60,33 juta ton GKG pada tahun 2008, atau meningkat rata-rata 3,69% setiap tahun. Target produksi padi 2009 sebesar 63,5 juta ton GKG, sementara berdasarkan ARAM III (Oktober 2009) produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton GKG atau mencapai 100,5 % dari target tahun 2009. Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih kembali status swasembada beras sejak tahun 2007. 1.
Sumber Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan menurut PP No.68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
tersebut harus diutamakan bersumber dari dalam negeri. Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut menyatakan bahwa Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan, dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam negeri. Penyediaan produksi pangan dalam negeri untuk makanan pokok umumnya dilakukan dengan melakukan swasembada pangan. Cadangan
Pangan
pada
PP
No.
68
tahun
2002
didefinisikan
sebagai
berikut:Cadangan pangan nasional adalah persediaan pangan di seluruh wilayah untuk konsumsi manusia, bahan baku industri dan untuk menghadapi keadaan darurat. Cadangan pangan nasional terdiri atas: a.
Cadangan pangan pemerintah desa
b.
Cadangan pangan pemerintah kabupaten/kota
c.
Cadangan pemerintah propinsi
d.
Cadangan pemerintah pusat. Cadangan pangan pemerintah adalah cadangan pangan tertentu bersifat pokok di
tingkat nasional sebagai persediaan pangan pokok tertentu, misalnya beras, sedangkan di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan pemerintah pusat dijadikan sebagai stok beras nasional dan dikelola oleh PERUM Bulog. Telah disebutkan di atas bahwa sumber penyediaan pangan selaian produksi dalam negeri dan cadangan nasional juga terkait dengan pemasukkan pangan, Untuk melakukan pemasukkan pangan wajib mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di antaranya: 1.
Peraturan Menteri Keuangan No.13/PMK.011/2011 tentang perubahan kelima atas PMK No.110/PMK010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
2.
Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 tentang perubahan keempat atas PMK No.110/PMK010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
3.
Surat Menteri Perdagangan No.47/M-DAG/1/2011 Penyesuaian terhadap tarif Bea Masuk Impor dan Beberapa Produk Pangan dan Bahan Pangan. Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan
diarahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis. 2.
Strategi Badan Ketahanan Pangan Terkait Ketersediaan Pangan Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014, diimplementasikan dalam
langkah operasional untuk: (a) pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan; (b) pemantapan sistem distribusi pangan yang efeisien dan efektif; (c) pembinaan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang pada masyarakat; (d) pembinaan keamanan pangan segar; (e) penguatan
kelembagaan ketahanan pangan
secara efisien dan efektif; serta (f) peningkatan manajemen ketahanan pangan. Langkah operasional untuk pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yaitu:
a. Mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi);
b. Meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah;
c. Pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan melalui pengembangan desa mandiri pangan;
d. Pemberdayaan lumbung pangan masyarakat di daerah rawan pangan; e. Penanganan
Daerah
Rawan
Pangan
(PDRP)
melalui
Revitalisasi
Sistem
Kewaspadaan Pangan Gizi (SKPG) untuk penanganan kerawanan pangan kronis dan transien. 3.
Swasembada Pangan Untuk mencapai Program Ketahanan Pangan ada 2 pilihan yaitu dengan cara
swasembada pangan atau kecukupan pangan 9 . Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan. Dilain pihak konsep
9
Maleha dan Susanto,”Kajian Konsep Ketahanan Pangan”, Jurnal Protein , www.ejournal.ac.id
kecukupan pangan dalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memupuk ketahanan pangan dan stabilitas harga. Ketahanan
pangan
nasional
selama
ini
dicapai
melalui
kebijaksanaan
swasembada pangan dan stabilitas harga. Oleh sebab itu pemantapan swasembada beras merupakan salah satu fokus dalan terwujudnya ketahanan pangan. Hal ini dalam rangka mewujudkan Visi, Misi dan Tujuan dari Kementrian Pertanian yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. Berikut merupakan beberapa Visi, misi dan tujuan kementrian pertanian yang terkait penetapan target pelaksanaan swasembada beras sebagai penunjang terwujudnya swasembada beras adalah: Visi
:“Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis Sumberdaya
Lokal
Untuk
Meningkatkan
Kemandirian
Pangan,
Nilai
Tambah, Daya Saing, Ekspor dan Kesejahteraan Petani.” Misi
:a. mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis. b. menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan
peningkatan
produksi
dan
produktivitas
untuk
meningkatkan kemandirian pangan. c. menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi. Tujuan
:1. Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal. 2. Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan
Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025,
Indonesia
saat
ini
memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 (2010-2014), setelah periode RPJMN tahap ke-1 (2005-2009) berakhir. Pada Periode tahap ke-1 PJMN yakni 2005-2009 untuk produksi padi departemen Pertanian telah mencapai hasil yang positif yakni telah berhasil mencapai swasembada. Swasembada pangan merupakan target utama kementrian Pertanian dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan.
Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Pertanian No. 15/Permentan/Rc.110/1/2010 selama lima tahun ke depan (2010-2014), dalam membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu:
1. pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. 2. peningkatan Diversifikasi Pangan. 3. peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor. 4. peningkatan Kesejahteraan Petani. 4.
Swasembada Beras Swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas pangan utama yaitu: kedelai, gula
dan daging sapi. Agar tercapai swasembada, sasaran produksi kedelai, gula dan daging sapi pada tahun 2014 adalah kedelai sebesar 2,70 juta ton biji kering, gula 5,7 juta ton dan daging sapi 546 ribu ton; atau masing-masing meningkat rata-rata 20,05 persen per tahun (kedelai), 17,63 persen per tahun (gula) dan 7,30 persen per tahun (daging sapi). Adapun swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung. Agar posisi swasembada padi dan jagung dapat berkelanjutan, maka sasaran peningkatan produksinya harus dipertahankan minimal sama dengan peningkatan permintaan dalam negeri. Dengan memperhitungkan proyeksi laju pertumbuhan penduduk nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dan peluang ekspor, maka sasaran produksi padi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton gabah kering giling (GKG) dan jagung 29 juta ton pipilan kering atau masing-masing tumbuh 3,22 persen per tahun (padi) dan 10,02 persen per tahun (jagung). Untuk target Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan 1.
Swasembada a.
Kedelai: Produksi 2,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05% per tahun)
b.
Gula: produksi 5,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 17,63% per tahun)
c. 2.
Daging sapi: produksi 0,55 juta ton di tahun 2014
Swasembada Berkelanjutan a.
Padi: Produksi 75,70 ton di tahu 2014 (kenaikan rata-rata 3,22% per tahun)
b.
Jagung: Produksi 29 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02% per tahun
Target, sasaran produksi dan rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 20102014 untuk lima komoditas pangan utama sebagaimana Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 sasaran produksi dan rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010-2014 Komoditas
Target
Produksi Tahun
Sasaran
2009
(juta ton)
(2
juta
Produksi
pertumbuhan per tahun
ton) 1
Padi
Swasembada
Rata-rata
63,844)
66,68
75,70
3,22
17,664)
19,80
29,00
10,02
1,004)
1,30
2,70
20,05
2,855)
2,99
5,7
17.63
0,405)
0,41
0,55
7,30
berkelanjutan 2
Jangung
Swasembada berkelanjutan
3
Kedelai
Swasembada 2014
4
Gula
Swasembada 2014
5
Daging
Swasembada
Sapi
2014
Keterangan : 1) GKG, 2) Pipilan Kering (PK), 3) Karkas, 4)Angka Ramalan III, 5) Angka Target
Sedangkan strategi untuk mencapai swasembada berkelanjutan padi, yaitu akan dilakukan
melalui:
(1)
percepatan
peningkatan
rawa/lebak dan padi gogo dengan fokus
pada
produktivitas
padi
sawah,
lokasi yang masih
padi
mempunyai
produktivitas dibawah rata-rata nasional/propinsi/kabupaten, dan (2) perluasan areal tanam terutama untuk padi gogo dan padi rawa/lebak melalui pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani maupun pembukaan lahan/cetak sawah. Wilayah Sebaran Produksi Padi di wilayah Indonesia: -
NAD
-
Sumatera Utara
-
Sumatera Barat
-
Sumatera Selatan
-
Lampung
-
Banten
-
Jawa Barat
-
Jawa Tengah
-
DIY
-
Jaw Timur
-
Bali
-
NTB
-
Kalimantan Barat
-
Kalimantan Selatan
-
Sulawesi Tengah
-
Sulawesi Selatan
Pendekatan yang dilakukan dalam pencapaian sasaran produksi padi, jagung dan kedelai selama 2010-2014 tetap akan dilakukan melalui penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang diikuti upaya pengamanan produksi dengan mengantisipasi peningkatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) melalui pengawalan ketat, pemberdayaan petugas, koordinasi dengan instansi terkait, gerakan pengendalian, peningkatan kewaspadaan, dan penyiapan sarana dan prasarana. SL-PTT diharapkan akan tetap mendapat dukungan benih melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dan Cadangan Benih Nasional (CBN) dan dukungan pupuk melalui Bantuan Langsung Pupuk (BLP) yang akan difokuskan di lokasi-lokasi yang Sebaran sentra produksi padi, jagung, dan kedelai. Secara keseluruhan, sasaran produksi komoditas tanaman pangan dan pertumbuhannya selama 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 sasaran produksi komoditas tanaman pangan dan pertumbuhannya selama 2010-2014 KOMODITAS
2010
2011
2012
2013
2014
PERTUMBUHAN (%/TAHUN)
(Ribu Ton)
1
Padi¹
66.680
68.800
71.000
73.300
75.700
3,22
2
Jagung²
19.800
22.000
24.000
26.000
29.000
10,02
3
Kedelai²
1.300
1.560
1.900
2.250
2.700
20,05
4
Kacang Tanah
882
970
1.100
1.200
1.300
10,20
5
Kacang Hijau
360
370
390
410
430
4,55
6
Ubi Kayu
22.248
22.400
25.000
26.300
27.600
5,54
7
Ubi Jalar
2.000
2.150
2.300
2.450
2.600
6,78
Ket: 1) GKG (gabah kering giling); 2)pipilan Kering
Terkait dengan pelaksanaan swasembada beras dalam rangka menunjang Ketahanan Pangan pada tahun 2011 diterbitkan Instruksi Presiden No. 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim yang mengamanatkan kepada menteri terkait untuk melakukan upaya pengamanan produksi beras/gabah nasional dalam rangka menghadapi kondisi iklim ekstrim. Kementrian Pertanian dalam hal ini diinstruksikan oleh presiden untuk mengambil langkah-langkah berikut: a.
Melakukan analisa risiko dampak iklim ekstrim terhadap produksi dan distribusi gabah/beras serta mendeskriminasikan informasi kepada petani
b.
Meningkatkan luas lahan dan pengelolaan air irigasi untuk pertanian padi dalam mengantisipasi dan menghadapi kondisi iklim ekstrim
c.
Meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi dan jumlah
d.
Meningkatkan
tata
kelola
usaha
tani,
pengendalian
organisme
penganggu
tumbuhan, penanganan bencana banjir, dan kekeringan pada lahan pertanian padi. e.
Menyediakan dan menyalurkan bantuan benih, pupuk dan pestisida secara cepat serta bantuan biaya usaha tani, bagi daerah yang mengalami puso dan terkena bencana
f.
Meningkatkan alat dan mesin pertanian, baik dalam jumlah maupun mutu untuk mempercepat pengelolaan usaha tani padi.
g.
Meningkatkan alat dan mesin pertanian baik dalam jumlah maupun mutu untuk mempercepat pengelolaan usaha tani padi
h.
Meningkatkan kegiatan pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil dan penurunan mutu gabah/beras pemerintah.
i.
Meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan cadangan pangan, terutama dengan memanfaatkan sumber pangan lokal.
5.
Dukungan utama Dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 15/Permentan/Rc.110/1/2010 disebutkan
dukungan utama untuk menunjang keberhasilan pencapaian target swasembada Beras yakni: a) Penyediaan pupuk (subsidi dan non-subsidi): urea 35,15 juta ton, SP-36 22,23 juta ton, ZA 6,29 juta ton, KCL 13,18 juta ton, NPK 45,99 juta, dan organik 53,09 ton. b) Subsidi: pupuk, benih/bibit dan kredit/bunga. c) Perluasan lahan baru-baru 2 juta ha untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan makanan ternak dan padang penggebalaan d) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian Dukungan Kementrian/Lembaga lain. a.
Kebutuhan Pupuk Peraturan Menteri Pertanian No.15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang Rencana
Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 menyebutkan dalam mendukung upaya peningkatan produksi untuk pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan diperlukan dukungan sarana produksi baik benih, pupuk, obat-obatan, alat dan mesin pertanian. Khusus untuk pupuk selama 5 tahun (2010-2014) diperkirakan kebutuhan urea 35,15 juta ton, SP-36 22,23 juta ton, ZA 6,29 juta ton, KCL 13,18 juta ton, NPK 45,99 juta ton dan Organik 53,09 juta ton.
Tabel 3.2 Perkiraan Kebutuhan Pupuk Bersubsidi 2010-2014 2010
Jenis
2011
Pupuk
2012
2013
2014
Total
Juta (Ton)
Urea
7,1
7,07
7,03
7
6,96
35,16
SP-36
4,53
4,53
4,44
4,39
4,34
22,23
ZA
1,21
1,23
1,26
1,28
1,31
6,29
KCL
2,82
2,73
2,64
2,55
2,45
13,19
NPK
8,07
8,63
9,2
9,74
10,35
45,99
10,42
10,51
10,61
10,72
10,82
53,08
Organik
Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 b.
Subsidi Pupuk Fasilitasi pemberian subsidi pupuk disebutkan dalam Peraturan Menteri Pertanian
No.15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 disebutkan skim subsidi pupuk adalah subsidi harga yang penyalurannya dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Dalam rangka perbaikan sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang saat ini dilaksanakan
dengan
pola
tertutup
menggunakan
Rencana
Defenitif
Kebutuhan
Kelompok (RDKK), maka peran aktif Pemerintah Daerah sangat diharapkan yaitu melalui: 1.
Penerbitan Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota tentang aloksi kebutuhan pupuk
bersubsidi
sebagai
penjabaran
Peraturan
Menteri
Pertanian
tentang
Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian, 2.
Pengawalan dan pendampingan serta validasi data RDKK,
3.
Optimalisasi
peran
Komisi
Pengawasan
Pupuk
dan
Pestisida
(KP3)
dalam
pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di masing-masing wilayahnya. Peraturan terkait dukungan Subsidi Pupuk terhadap target Swasembada Beras: •
Peraturan Presiden No. 15 tahun 2011 tentang perubahan Peraturan Presiden No. 77 tahun 2005 tentang penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan.
•
Peraturan Menteri keuangan No. 94/PMK.02/2011 tentang Tata cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk.
•
Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian.
•
Peraturan Menteri Pertanian No.22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang perubahan Peraturan
Menteri
pertanian
No.
06/Permentan/SR.130/2/2011
tentang
kebutuhan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian TA 2011 •
Surat Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/1/2011 Usul Penurunan Tarif Bea Masuk Bahan Baku Pupuk.
c.
Subsidi Benih Sebagaimana pupuk, benih juga merupakan sarana produksi penting yang
penggunaannya perlu terus didorong agar petani menggunakan benih unggul dalam usahataninya. Salah satu insentif bagi petani agar menggunakan benih unggul adalah dengan memberikan subsidi benih unggul, benih subsidi langsung maupun tidak langsung. Subsidi tidak langsung seperti yang telah berjalan selama ini yaitu melalui subsidi harga terhadap produksi benih yang dihasilkan oleh BUMN benih PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani. Peraturan terkait dukungan Subsidi Benih terhadap target Swasembada Beras: •
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indoneisa No. 562 KMK.02/2004 tentang Subsidi Benih Padi, Kedelai, Jagung Hibrida, dan Jagung Komposit Bersertifikat Hasil Produksi PT. Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero) dan Penangkar Swasta TA 2004
•
Peraturan Menteri Keuangan No.129/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dan Subsidi Benih Padi Non Hibrida, Jagung Komposit, Jagung Hibrida, dan Kedelai Bersertifikat.
•
Peraturan Menteri Keuagan No. 167/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Benih Nasional dan Bantuan Langsung Benih Unggul.
•
Peraturan Menteri Pertanian No.24/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Pedoman Umum Bantuan Langsung Benih Ungguk TA 2010
•
Peraturan Menteri Pertanian NO. 48/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Cadangan Benih Nasional.
•
Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 44/KPA/SK.310/C/3/2011
Perubahan
Lampiran
Keputusan
Kuasa
Pengguna
Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 36/KPA/SK.310/C/3/2011 tentang Pengangkatan Tim Penyususun Refernesi Harga Kegiatan Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Dirjen Tanaman Pangan TA 2011.
d.
Subsidi Bunga/Kredit Subsidi bunga kredit adalah selisih bunga antara bunga yang diterima perbankan
dengan bunga yang dibayar petani. Subsidi bunga merupakan salah satu insentif bagi petani/peternak yang ada pada skim kredit program. Setidaknya ada tiga skim kredit program yang mendapat subsidi bunga saat ini, Tiga skim kredit program saat ini adalah: 1. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) 3. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) KKP-E adalah kredit modal kerja dan atau investasi yang diberikan oleh Perbankan kepada petani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan (tebu), peternakan, koperasi dalam rangka pengadaan pangan dan kelompok tani dalam rangka pengadaan alat dan mesin pertanian. Lahan yang dibaiayai sampai 4 Ha dengan plafon maksimum Rp. 50 juta per debitur. Suku bunga kepada petani tebu 7 persen dan kepada petani non tebu 6 persen per tahun. KPEN-RP merupakan kredit investasi yang diberikan oleh Perbankan kepada petani sawit, kakao, dan karet. KUPS merupakan kredit yang diberikan oleh Perbankan kepada pelaku usaha peternakan e.
Sasaran Perluasan Lahan Pertanian Dalam
Rencana
Strategis
Badan
Ketahanan
Pangan
uraikan
bahwaUntuk
mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan sebagaimana diuraikan di atas, juga diupayakan melalui perluasan areal lahan pertanian baru seluas 2 (dua) juta hektar, dengan rincian selama lima tahun ke depan (2010-2014) adalah sebagai berikut: 250.000 ha cetak sawah, 400.000 ha pembukaan lahan kering, 400.000 ha perluasan areal hortikultura, 585.430 ha perluasan areal perkebunan rakyat, 351.000 ha pengembangan areal Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan padang pengembalaan seluas 13.570 ha. E.
Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Program Nasional Ketahanan Pangan Pasal 45 UU N. 4 tahun 1996 menyatakanan Pemerintah bersama masyarakat
bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan, yakni pemerintah Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pasal 3 UU No. 4/ 1996 menyatakan bahwa Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah: (i) tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia; (ii) terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan (iii) terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah dengan cara: a. menyelenggarakan, membina, dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan untuk mewujudkan cadangan
pangan
nasional;
b.
menyelenggarakan,
mengatur,
dan
atau
mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan dalam rangka penyediaan, pengadaan, dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok; c. menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan; d. mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan darurat, dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan. Dalam kerangka mendorong dan mensinkronkan pembangunan
ketahanan
pangan, Badan Ketahanan Pangan sebagai salah satu Unit eselon I pada Kementerian Pertanian,
mempunyai
tugas
dan
fungsi
untuk
melaksanakan
pengkajian,
pengembangan dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, bersama-sama instansi terkait lainnya dalam memantapkan ketahanan pangan terutama dalam meningkatkan percepatan diversifikasi pangan dan memantapkan ketahanan pangan masyarakat. Peranserta Badan Ketahanan Pangan dalam mendorong pemantapan ketahanan pangan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi perumusan kebijakan dan langkah-langkah implementasi pemantapan ketahanan pangan masyarakat dengan kegiatan pengembangan desa mandiri pangan, penanganan daerah rawan pangan, pemberdayaan lumbung pangan masyarakat, penguatan lembaga ekonomi pedesaan (LUEP), diversifikasi konsumsi pangan serta dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan anggaran pembangunan serta berkembangnya peran kelembagaan yang mengelola kegiatan-kegiatan ketahanan pangan berdasarkan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Provinsi dan kabupaten/kota semakin optimal. Selain itu Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dilakukan perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan. Pasal 17 PP No. 68 tahun 2002 mengamanatkan bahwa perumusan kebijakan evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan dilakukan dengan berkoordinasi dengan dewan ketahanan pangan.
Dalam Peraturan Presiden No. 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan disebutkan bahwa Dewan mempunyai tugas membantu Presiden dalam: a.
Merumuskan Kebijakan dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional
b.
Melaksanakan evaluasi dan Pengendalian dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Tugas Dewan tersebut meliputi kegiatan dibidang penyediaan pangan, distribusi
pangan,
cadangan
pangan,
penganekaragaman
pangan,
pencegahan
dan
penanggulangan masalah pangan dan gizi. Dalam pasal 4 Perpres 83 tahun 2006 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas, Dewan di bantu oleh Sekretariat Dewan, dimana Sekretariat Dewan tersebut secara ex-officio dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan yang merupakan unit kerja struktural di Lingkungan Departemen Pertanian. Untuk membantu mewujudkan Ketahanan Pangan Nasioanal maka pada tingkat provinsi dibentukDewan Ketahanan Pangan Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Pasal 3 ayat (3) Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 menyatakan bahwa Evaluasi dan Pengendalian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan Dewan ketahanan Pangan. F.
Peran Pemerintah Daerah Melalui berbagai kesepakatan internasional dan nasional, Indonesia
telah
menyatakan komitmen dan berperan aktif dalam berbagai program yang terkait dengan ketahanan pangan dan kemiskinan, antara lain melalui deklarasi Roma Tahun 1996 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia, Deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2000, International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICOSOC) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, Regional ASEAN pada Sidang ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) di Ha Noi pada bulan Oktober 2008. Di dalam negeri telah terwujud
melalui
kesepakatan Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi dan Bupati/Walikota selaku Ketua DKP Kabupaten/Kota dalam Konferensi dan Sidang Regional DKP pada bulan Nopember 2008. Dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, peran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mewujudkan ketahanan pangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 adalah melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masingmasing dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, dilakukan dengan: (a) memberikan informasi dan pendidikan ketahanan
pangan;
(b)
meningkatkan
motivasi
masyarakat;
(c)
membantu
kelancaran
penyelenggaraan ketahanan pangan; (d) meningkatkan kemandirian ketahanan pangan. Mengingat pentingnya ketahanan pangan, pemerintah mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan (a) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, (b) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan
Informasi
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
Kepada
Masyarakat, dan (c) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Dalam pasal 2 ayat 3 PP No. 38 Tahun 2007 yang mengatur mengenai pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Urusan pemerintahan daerah ditentukan bahwa bidang urusan pertanian dan ketahanan pangan merupakan urusan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut juga menentukan bahwa tiap urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan saran dan prasarana serta keegawaian. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 huruf m, Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun
2007
bahwa
Ketahanan
Pangan
sebagai
urusan
wajib
dalam
penyelenggaraan pemerintahan, berpedoman kepada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan dilaksanakan secara bertahap oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota. Perwujudan ketahanan pangan harus dilaksanakan secara sinergis seluruh sektor dan pemangku kepentingan dengan koordinasi secara terpadu antara pemerintah dan pemerintah daerah. Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), merupakan wadah forum koordinasi. Di tingkat pusat Presiden RI sebagai Ketua DKP, Menteri Pertanian RI sebagai Ketua Harian DKP dan Badan Ketahanan Pangan sebagai ex-officio Sekretariat DKP. Ketua DKP di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah Gubenur dan Bupati/Walikota. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2009 telah dibentuk 33 DKP Provinsi dan 450 DKP Kabupaten/Kota. G. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Swasembada Beras 1. Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan 2. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 3. Peraturan
Pemerintah
No.
38
tahun
2007
tentang
Pembagian
Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
4. Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan 5. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah
Kepada
Pemerintah,
laporan
Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat. 6. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 7. Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan 8. Peraturan
Menteri
Pertanian
No.
06/Permentan/SR.130/2/2011
tentang
Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi 9. Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kemnetrian Negara 10. Peraturan Presiden No. 47 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementrian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementrian Pertanian. 11. InInstruksi Presiden No. 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim 12. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan 13. Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan No. 05/Permentan/PP.200/2/2011 tentang Pedoman Harga Pembelian Pemerintah Untuk Gabah dan Beras di Luar Kualitas 14. Peraturan Menteri Keuangan No. 94/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk. 15. Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.010/2006 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor 16. Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota 17. Peraturan Menteri Pertanian No. 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 18. Peraturan Presiden No. 15 tahun 2011 tentang perubahan Peraturan Presiden No. 77 tahun 2005 tentang penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan. 19. Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. 20. Peraturan perubahan
Menteri Peraturan
Pertanian Menteri
No.22/Permentan/SR.130/4/2011 pertanian
No.
tentang
06/Permentan/SR.130/2/2011
tentang kebutuhan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian TA 2011 21. Peraturan
Menteri
Keuangan
No.129/PMK.02/2010
tentang
Tata
Cara
Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dan Subsidi Benih Padi Non Hibrida, Jagung Komposit, Jagung Hibrida, dan Kedelai Bersertifikat. 22. Peraturan
Menteri
Keuagan
No.
167/PMK.02/2010
tentang
Tata
Cara
Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Benih Nasional dan Bantuan Langsung Benih Unggul. 23. Peraturan Menteri Pertanian No.16/Permentan/SR.130/3/2011 tentang Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk 2011 24. Surat Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/1/2011 Usul Penurunan Tarif Bea Masuk Bahan Baku Pupuk. 25. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 44/KPA/SK.310/C/3/2011 Perubahan Lampiran Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 36/KPA/SK.310/C/3/2011 tentang Pengangkatan Tim Penyususun Refernesi Harga Kegiatan Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Dirjen Tanaman Pangan TA 2011. 26. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 44/KPA/SK.310/C/3/2011
Perubahan Lampiran Keputusan Kuasa Pengguna
Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 36/KPA/SK.310/C/3/2011 tentang Pengangkatan Tim Penyususun Referensi Harga Kegiatan Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional (CBN), dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Direktorat Jenderal Tahun Anggaran 2011 27. Rencana Strategis Badan ketahanan Pangan 2010-2014
H.
PENUTUP Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam wewujudkan ketahanan ekonomi
dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Hingga saat ini upaya pemerintah dalam mencapai tujuan ketahanan pangan melalui swasembada beras terus digalakkan, hal ini mengingat ketergantuangan masyarakat Indonesia yang besar terhadap beras sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada tahun 1950 Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% sedangkan tahun 2011 yang mencapai sekitar 95%.
Upaya pemerintah sendiri dalam pencapaian swasembada pada RPJMN 2005-2025 yakni periode I (2005-2009) melalui Kementrian Pertanian menunjukan prestasi yang sangat baik, antara lain: peningkatan produksi padi dari 57,16 juta ton tahun 2007 menjadi 60,33 juta ton pada tahun 2008, atau meningkat 3,69 %, sehingga terjadi surplus 3,17 juta ton GKG, dan mendorong beberapa perusahaan untuk mengekspor beras kelas premium. Target produksi padi 2009 sebesar 63,5 juta ton, sementara berdasarkan ARAM III (Juni 2009) produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton atau mencapai 100,5 % dari target tahun 2009. Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih kembali status swasembada beras sejak tahun 2007. Namun pada periode tahap II RPJMN yakni 2010-2014 berbagai kalangan menganggap kinerja kementrian pertanian dalam mewujudkan swasembada beras sebagai upaya peningkatan terhadap Ketahanan Pangan belum menunjukkan prestasi yang baik, mengingat anggaran APBN %. Pada tahun 2011, APBN Kementerian Pertanian sebanyak Rp17,6 triliun naik cukup signifikan dibanding pada tahun 2009 sebesar
pemerintah memberikan alokasi APBN sebanyak Rp8,2 triliun, namun target capaian produksi padi sebanyak 70,06 juta ton GKG hanya berhasil dicapai sebanyak 65,39 juta ton GKG. Sehingga kebiajakan impor beras masih dilakukan BULOG. Pengembangan ketahanan pangan seperti di ulas di atas mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena: 1. akses terhadap pangan dengan gizi seimbang merupakan hak yang paling azasi bagi manusia 2. keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dan gizi 3. ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Oleh sebab itu swasembada pangan pada khususnya swasembada beras merupakan target utama kementrian Pertanian dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan.
Seperti
yang
tercantum
15/Permentan/Rc.110/1/2010
selama
dalam lima
Peraturan
tahun
ke
Menteri
depan
Pertanian
(2010-2014),
No.
dalam
membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu: 1. pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. 2. peningkatan Diversifikasi Pangan. 3. peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor. 4. peningkatan Kesejahteraan Petani. Pada
akhirnya
dapat
disimpulkan
bahwa
pencapaian
ketahanan
pangan
merupakan program yang sangat penting diwujudkan agar Indonesia terhindar dari ancaman kerawanan pangan yang saat ini sedang mengancam dunia secara global.
Upaya mencapai keberhasilan swasembada dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan sebagai salah target mencapai ketahanan pangan yang ditetapkan penting untuk mendapat dukungan seluruh pihak karena Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi,
keamanan, politik dan sosial. Maka dari itu upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan merupakan tantangan yang tidak mudah dan harus mendapatkan prioritas. I.
SUMBER ¾ Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 ¾ Rencana Strategis Badan Ketahanan pangan 2010-2014 ¾ Tupan, Wujud Ketahanan Pangan dengan Kerifan Lokal,Jakarta, PDII-LIPI ¾ Puslitbangtan, Peluang Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. ¾ Rakkyat Merdeka, Data BPS di Raguka: DPR Minta audit Produksi Beras, www.rakyat merdekaonline.com 2011 ¾ Badan Ketahanan Pangan, Surplus Beras 4,3 Juta Ton, www.bkp.deptan.go.id ¾ Posman Sibuea, Ketergantuangan Indonesia Pada Beras, 2012.