KEBIJAKAN FISKAL MELALUI REFORMULASI DAK PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL UNTUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR Bambang Juanda Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
[email protected] Ina Marlina Alumni Jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
[email protected]
Abstract The purpose of this study is to investigate the effectiveness of DAKallocation reformulation for infrastructure development in Indonesia, and to assess the policy implications of the research results. The formula and indicators of DAK-MSS (MinimumServiceStandards)are based on Focus Group Discussion at the center government and in 5 provinces, and data from a questionnaire sent by email to 33 provinces and 2 regencies/cities for each selected province. The DAK-MSS formula had been simulated for infrastructure development in education and health sectors, because data onMSS achievement in public works sector is not yet available. While the short-term alternative formula (based on law 33/2004) using a sequence of technical criteria first, then specific criteria, and general criteria. The DAK calculation results of the two alternatives are analyzed and compared to the results of existing DAK formula. The results show that the reformulation of DAK allocation mechanisms produce more DAK receiver regions and it is appropriate with national priorities, and also very helpful for regions that still provide the services below MSS.
1
The reformulation of DAK allocation mechanism will contribute towards the infrastructure provision in Indonesia, especially to connect economic activity among regions. In addition, this condition will affect the development ofindustry, and also affect the welfare of society, because each region will provide the services, minimum based on the service standards that have been determined by the center government, called MSS. Keyword : Fiscal, reformulation, DAK, SPM, infrastructure
Abstrak Tujuan studi ini adalah mengkaji efektivitas reformulasi pengalokasian DAK untuk pengembangan infrastruktur di Indonesia,serta mengkaji implikasi kebijakan dari hasil penelitian. Formula dan indikator DAK-SPM diperoleh dari hasil FGD di pusat dan FGD di 5 provinsi, serta data dari kuesioner yang dikirim melalui email ke 33 provinsi dan 2 kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi. Formula DAK-SPM ini sudah disimulasikan untuk pengembangan infrastruktur di bidang Pendidikan dan Kesehatan, karena data pencapaian SPM di bidang pekerjaan umum belum tersedia.
Sedangkan formula alternatif jangka pendek (berdasarkan UU 33/2004)
menggunakan urutan kriteria teknis dulu, kemudian kriteria khusus, dan kriteria umum. Hasil perhitungan DAK kedua formula alternatif tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan hasil DAK existing Hasil penelitian menunjukkan bahwa reformulasi mekanisme pengalokasian DAK menghasilkan daerah penerima lebih banyak dan sesuai prioritas nasional serta sangat membantu daerah-daerah yang memberikan pelayanannya masih dibawah SPM. Reformulasi mekanisme pengalokasian DAK akan berdampak terhadap penyediaan infrastruktur di Indonesia, terutama untuk menghubungkan aktivitas ekonomi antar daerah. Kondisi tersebut selain akan berpengaruh terhadap perkembangan industri juga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat, karena tiap daerah akan menyediakan pelayanan, minimal pada standar pelayanan yang sudah ditentukan oleh pusat, yaitu SPM.
Kata kunci : Fiskal, reformulasi, DAK, SPM, infrastruktur 2
Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun cenderung menurun. Ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2015 tumbuh 4.67 % melambat dibanding capaian pada Triwulan II-2014 yang tumbuh 5.03 % ( BPS, 2015). Sementara itu, harapan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh di atas tahun sebelumnya kemungkinan cukup sulit karenapertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2015 juga lebih rendah dibandingkan pada Triwulan I-2015 yang hanya mampu mencapai 4.72 %. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat tersebut merupakan xsebuah tantangan bagi Indonesia dalam menemukan solusi agar dapat meningkatkan kembali pertumbuhan ekonominya.Salah satunya adalah dengan mengembangkan sektor industri manufaktur yang menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Sektor industri manufaktur merupakan sektor utama perekenomian Indonesia karena dalam beberapa tahun terakhir sektor tersebut memiliki kotribusi yang cukup besar terhadap struktur PDB Indonesia. Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa selama beberapa tahun terakhir sektor Industri Manufaktur memiliki kontribusi terhadap PDB yang sangat tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya, akan tetapi dapat dilihat juga bahwadari tahun ke tahun kontribusinya
DISTRIBUSI PERSENTASE PDB TRIWULANAN ADHB
cenderung semakin menurun. 30.00 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHU TANAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI MANUFAKTUR
25.00 20.00
LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH
15.00
BANGUNAN
10.00 5.00 0.00 2010
2011
2012 TAHUN
2013
2014
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA
Sumber : BPS 2015 (diolah) Gambar 1Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2010-2014 (Persen)
3
Salahsatu
hambatan
utama
dalam
perkembangan
industri
Indonesia
adalahketersediaan infrastruktur.Ghosh dan De (2005) menunjukkan dalam penelitiannya di negara-negara Asia Selatan bahwa infrastruktur memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan aktivitas ekonomi. Penyediaan infrastruktur yang baik akan menunjang peningkatan output dan pada akhirnya akan menurunkan kesenjangan wilayah (Sary, 2012). Dampak lebih jauhnya, peningkatan penyediaan infrastruktur (jalan dan listrik) akan memiliki efek multiplier yang lebih besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di tingkat ekonomi makro (Delis, 2008). Oleh karena itu, ketika sektor indutri Indonesia diharapkan tumbuh dan berkembang maka harus didukung pula dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Penyediaan infrastruktur yang memadai ini dapat dicapai, salah satunya melalui kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK atau spesific grant merupakan salah satu bentuk transfer ke daerah untuk mendanai kegiatan khusus (Shah, 2006). Kegiatan khusus yang dimaksud adalah kegiatan yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional yang digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan prasarana dan sarana fisik. Selain perannya dalam penyediaan infrastruktur, karena sifatnya yang spesific yaitu penggunaan dana tersebut sudah ditentukan dan diarahkan oleh pemerintah pusat, DAK juga dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk membantu mewujudkan akselerasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di Indonesia.Akselerasi pertumbuhan dapat dicapai karena DAK merupakan pembangunan sarana fisik yang sifatnya investasi jangka panjang (misalnya jalan, energi, air minum dan sanitasi, kesehatan) sehingga akan berdampak tidak hanya terhadap kesejahteraan masyarakat tetapi juga terhadap sektor-sektor perekonomian, salah satunya sektor industri manufaktur. Selain akselerasi pertumbuhan, pemerataan pembangunan juga perlu untuk dicapai karena ketimpangan pendapatan yang cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir
4
akan menjadi kendala bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia (tentunya tidak diharapkan bahwa pertumbuhan yang tinggi nantinya akan diikuti pula oleh ketimpangan yang tinggi). Pemerataan pembangunan dapat dicapai karena DAK diprioritaskan untuk daerah-daerah miskin yang memiliki kebutuhan yang sangat tinggi terhadap pembangunan sehingga diharapkan DAK tersebut akan menghasilkan pemerataan. Selain infrastruktur, pengembangan industri juga perlu didukung dengan adanya demandterhadapprodukindustridari masyarakat. Sementara itu, demanddari masyarakat akan terbentuk manakala masyarakat itu mampu (memiliki pendapatan/sejahtera). Agar masyarakat mampu maka infrastruktur harus tersedia dan memadai untuk memudahkan segala aktivitas dan kebutuhan masyarakat. Ketersediaan infrastuktur yang baik akan mendorong investor untuk menanamkan modalnya karena infrastruktur merupakan salah satu pertimbangan dalam keputusan berinvestasi (Straub et al. 2008). Dengan meningkatnya aliran modal maka diharapkan akan berkontribusi terhadap industri Indonesia. Kebijakan alokasi DAK sudah diterapkan lebih dari 15 tahun di Indonesia akan tetapi dalam implementasinya terdapat beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan masalah administrasi, penyaluran, dan pelaksanaannya (Juanda dalam Kemenkeu, 2014), diantaranya: a. Perkembangan penyerapan DAK di beberapa daerah masih lambat disebabkan adanya mistargetting penetapan daerah penerima DAK atau karena ketidakjelasan dari petunjuk teknis kegiatan DAK, yang sering berubah tiap tahun. b. Kegiatan DAK lebih diutamakan untuk kegiatan fisik saja (sejalan dengan UU No.33/2004 dan PP 55/2005). Dalam pelaksanaannya, peraturan ini mempersulit penyaluran dan pemanfaatan DAK di daerah karena terdapat beberapa program non-fisik yang masih sangat dibutuhkan di daerah. c. DAK tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh daerah karena mekanisme alokasi DAK yang bersifat top-down .
5
d. Alokasi DAK dengan menggunakan formula saat ini seringkali tidak menyentuh daerah prioritas (secara teknis) karena kemampuan keuangan daerah (KKD) tinggi atau tidak memiliki karakteristik wilayah. Misalnya adalah daerah-daerah prioritas dalam pembangunan irigasi tahun 2015-2019 dalam rangka membangun swasembada pangan tahun 2017 terdiri dari 11 Provinsi berdasarkan arahan Kementerian PU dan Kementerian Pertanian. Namun, karena kriteria yang digunakan saat ini, dua provinsi yang menjadi daerah prioritas tersebut tidak mendapat alokasi DAK di bidang irigasi karena secara fiskal tidak layak yaitu Jawa Barat dan Kalimantan Timur. e. Kegiatan DAK di bidang pendidikan yang ditujukan untuk kegiatan fisik saja kurang sesuai dengan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dicapai oleh pemerintah daerah yang umumnya lebih membutuhkan pada peningkatan sumber daya dan kualitas pengajaran. f. Beberapa daerah yang konektivitasnya sangat rendah dan sangat membutuhkan DAK bidang jalan, sering mendapat DAK yang kurang memadai karena indikator teknis yang digunakan adalah persentasi jalan yang tidak mantap (tidak baik). Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan di atas perlu dilakukan reformulasi terhadap mekanisme pengalokasian DAK saat ini agar dapat mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan di Indonesia. Dalam jangka panjang, reformulasi DAK dilakukan dengan merevisi UU No.33/2004, dimana pada revisi tersebut tujuan pemberian DAK diberikan untuk mendanai kegiatan khusus : 1. Kegiatan dalam rangka mendorong pencapaian SPM pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan/atau infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi, dan air minum 2. Kegiatan dalam rangka pencapaian prioritas nasional 3. Kegiatan dalam rangka kebijakan tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
6
Pada Pasal 41 draf XX revisi UU No. 33 Tahun 2004, pemerintah berencana mendorong pencapaian SPM melalui kebijakan fiskal. Rencana ini kemudian mengusulkan penggunaan DAK yang di prioritaskan untuk mendanai pencapaian SPM (DAK-SPM). DAK-SPM ini digunakan untuk mencapai SPM pelayanan dasar di daerah. Selain itu, DAKSPM dapat digunakan untuk kegiatan fisik dan non fisik sehingga memberikan fleksibilitas kepada daerah untuk mengatur sendiri kebutuhannya, kemudian DAK-SPM bersifat performance based dimana berorientasi pada tujuan (outputatau outcome). DAK-SPM ini ditujukan untuk membiayai SPM pada tiga pelayanan dasar, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Pada pelaksanaannya, merevisi undang-undang bukanlah suatu perkara yang mudah karena membutuhkan proses dan waktu yang lama. Oleh karena itu, dalam jangka pendek reformulasi tersebut dilakukan dengan tetap menggunakan UU No.33/2004 akan tetapi urutan kriteria penentuan daerah penerimanya dibalik menjadi kriteria teknis, kriteria khusus, dan terakhir adalah kriteria umum. Dengan mekanisme formula seperti ini maka DAK akan tetap teralokasikan ke daerah dengan KKD yang rendah dan juga daerah-daerah yang menjadi prioritas secara teknis. Kebijakan reformulasi DAK ini tidak hanya akan berpengaruh terhadap sektor industri saja, tetapi juga terhadap sektor-sektor lainnya karena infrastruktur yang baik akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat misalnya melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan juga. Pada akhirnya, penyediaan infrastruktur ini tidak hanya akan membantu pengembangan industri Indonesia akan tetapi juga sektor-sektor lainnya sehinggapercepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih cepat tercapai. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini yaitu:
7
1. Mengkaji
efektivitas
reformulasi
pengalokasian
DAKuntuk pengembangan
infrastruktur di Indonesiayang dibandingkan dengan formula existing (yang berlaku
sekarang). Revisi
Ada dua alternatif formulasi DAK, yaitu DAK-SPM berdasarkan
UU No.33/2004 (jangka
panjang) dan DAK berdasarkan UU
No.33/2004(jangka pendek) dengan urutan kriteria teknis lebih dulu kemudian kriteria khusus dan kriteria umum. 2. Mengkaji implikasi kebijakan dari hasil penelitian.
Metode Penelitian Reformulasi Jangka Pendek Perbedaan antara formula existing dan alternatif jangka pendek (masih menggunakan UU 33/2004) terdapat pada urutan kriteria dalam penentuan alokasi DAK. Pada formula existing menggunakan urutan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, sedangkan pada formula alternatif jangka pendek menggunakan urutan kriteria teknis, khusus, dan yang terakhir kriteria umum. Penghitungan alokasi DAK tersebut menggunakan Microsfot Excel 2010. Selanjutnya, hasil perhitungan DAK formula alternatif tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan hasil DAK existing. o Penentuan Daerah Penerima Berikut merupakan kriteria kondisi daerah yang layak menerima DAK berdasarkan formula alternatif, yaitu: Daerah yang memiliki indeks teknis(IT) sedang atau tinggi, layak menerima DAK apapun kondisi wilayahnya kecuali daerah yang memiliki Indeks Fiskal Neto (IFN) yang tinggi. Daerah dengan IFN yang tinggi dipastikan tidak akan mendapat alokasi DAK karena sudah termasuk ke dalam kelompok daerah yang kaya.
8
1) IT Rendah
IT ≤ α
2) IT Sedang
α < IT ≤ β
3) IT Tinggi
IT > β
Keterangan: α = Nilai kuartil 1dari IT seluruh daerah β = Nilai kuartil 3 dari IT seluruh daerah Daerah yang secara teknis tidak layak menjadi layak, jika indeks kewilayahannya tinggi yaitu IKW>1, kecuali daerah yang memiliki IFN tinggi. Daerah dengan IT rendah dan kondisi wilayah rendah, layak menerima DAK jika memiliki IFN rendah sekali. 1) IFN Rendah Sekali
IFN ≤ 1
2) IFN Rendah
1 < IFN ≤ α1
3) IFN Sedang
α1< IFN ≤ α2
4) IFN Tinggi IFN > α2 Keterangan: α2 = Median atau rata-rata dari dua data, yaitu 1 dan IFN tertinggi α1 = Median atau rata-ratadari dua data, yaitu1 dan α2 Beberapa kondisi daerah yang tidak layak menerima DAK berdasarkan formula alternatif yaitu: Daerah dengan IT < 0 Daerah dengan kondisi IFN tinggi. o Penentuan Besaran Alokasi Penghitungan besaran alokasi DAK formula alternatif sama dengan existing hanya berbeda pada penghitungan bobot DAK nya.Bobot DAK yang telah dihitung tersebut selanjutnya dikalikan dengan pagu masing-masing bidang untuk menghasilkan jumlah
9
alokasi DAK bagi suatu daerah. Jumlah total alokasi DAK bagi suatu daerah merupakan penjumlahan dari DAK per bidang yang diperoleh daerah tersebut.
Reformulasi Jangka Panjang Dalam jangka panjang, draft revisi UU 33/2004 membagi kegiatan khusus DAK menjadi tiga kelompok yaitu DAK-SPM, DAK Prioritas Nasional, dan DAK kebijakan tertentu. DAK-SPM merupakan jenis bantuan spesifik digunakan oleh pemerintah pusat untuk pencapaian SPM, misalnya untuk bidang pelayanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Urusan tersebut telah didesentralisasikan ke daerah, sehingga salah satu tujuan DAK ini adalah untuk mempengaruhi pola belanja daerah agar menunjang pencapaian SPM tersebut, misalnya penggunaan yang spesifik dan mensyaratkan dana pendamping (Juanda, 2013).DAK-SPM saat ini dikhususkan untuk mendanai tiga bidang yaitu pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum khususnya infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi dan air minum. Formula dan indikator DAK-SPM ini didapatkan berdasarkan hasil penelitian Juanda et al.(2014) dan telah melalui FGD di Pusat dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan,
Kementerian
Pekerjaan
Umum,
KementerianDalam
Negeri,
KementerianKeuangan dan Bappenas. Selain FGD dengan pusat, FGD juga dilakukan di 5 Provinsi dengan mengundang 3 Pemda di masing-masing provinsi. Disamping itu, data juga dikumpulkan dengan instrumen kuesioner yang dikirim melalui email ke semua 33 provinsi dan 2 kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi. Pembahasan dan sosialisasi hasil penelitian tersebutjuga telah dilakukan di Jakarta dengan mengundang beberapa representasi pemerintah daerah di Indonesia, dan Tim Asistensi menteri keuangan dalam bidang Desentralisasi Fiskal (TADF)serta representasidari Kementerian Pendidikan, Kementerian
10
Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Bappenas. Juanda et al. (2013) dalam laporan penelitian mengenai mekanisme DAK untuk pembiayaan SPM, disamping memberikan rekomendasi mekanisme penyaluran DAK-SPM, juga memberikan gambaran umum mengenai perhitungan alokasi DAK-SPM. Formulasi tersebut disarikan sebagai berikut. 1) Alokasi ditentukan oleh Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKKD) dan Indeks Celah Pencapaian SPM (IPSPM). Suatu daerah layak mendapatkan alokasi bila IKKD dibawah rata-rata nasional (IKKD<1) dan IPSPM dibawah target yang ditetapkan (IPSPM<SPM). 2) IKKD dihitung dan menggunakan rumus :
Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) = Penerimaan Umum APBD – Belanja PNSD
Penerimaan Umum Daerah APBD = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)
IKKDi =
𝐾𝐾𝐷𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎 ℎ𝑖 𝐾𝐾𝐷𝑅𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 ℎ𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎 ℎ
3) Indeks Celah Pencapaian SPM bidang ke-i ditentukan dengan menggunakan rumus : 𝑛𝑖
𝐼𝐶𝑃𝑆𝑃𝑀 𝑖 =
𝑤𝑖𝑗 ( 𝑆𝑃𝑀𝑖𝑗
− 𝐼𝑃𝑆𝑃𝑀 𝑖𝑗 )
𝑗 =1
4) Adapun indeks DAK-SPM bidang ke-i ditentukan dengan rumus : 𝐼_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀 𝑖 = 𝑎1 (𝐼𝐾𝐾𝐷)−1 + 𝑎2 𝐼𝐶𝑃𝑆𝑃𝑀 𝑖
5) Penentuan alokasi DAK-SPM bidang ke-i untuk daerah ke-k adalah :
11
𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀 𝑖𝑘 =
𝐼_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀 𝑖𝑘 𝑁 𝑘=1 𝐼_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀 𝑖𝑘
𝑃_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀 𝑖
Keterangan : SPMij :
Nilai indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Teknis.
IPSPMij :
Indeks Pencapaian SPM untuk indikator ke-j dalam bidang ke-i oleh daerah.
ICPSPMij : Indeks Celah Pencapaian SPM untuk indikator ke-j dalam bidang ke-i oleh daerah. I_DAKSPMik : Indeks DAK-SPM bidang ke-i untuk daerah ke-k. P_DAKSPMi : Pagu DAK-SPM untuk bidang ke-i. wij :
Bobot untuk indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Teknis.
a1:
bobot untuk IKKD.
a2:
bobot untuk IPSPMi.
ni:
banyaknya indikator SPM untuk bidang ke-i yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Teknis. Kedua formula alternatif tersebut (reformulasi DAK dalam jangka pendek dan DAK-
SPM dalam jangka panjang), telah disimulasikan oleh 4 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Juandapada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. Reformulasi jangka pendek dibagi menjadi dua kelompok sesuai RAPBN 2015 yaitu kelompok pelayanan dasar dan kelompok non pelayanan dasar. Sementara itu, DAK SPM terdiri dari bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk DAK SPM bidang pekerjaan umum belum dapat disimulasikan dikarenakan keterbatasan data yang dibutuhkan. Proksi indikator SPM yang digunakan dalam formulasi (karena banyaknya indikator SPM) adalah Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN) yang berorientasi output-outcome. Pemilihan indikator output-outcomekarena relatif sederhana, valid dan reliabel serta 12
memberikan fleksibilitas dalam melakukan intervensi indikator SPM mana yang diprioritaskan untuk dicapai dan sangat terkait dengan indikator output-outcome di masingmasing daerah.
Hasil dan Pembahasan Hasil Alokasi DAK Reformulasi Jangka Pendek Berdasarkan hasil penelitian tentang perhitungan alokasi DAK reformulasi jangka pendek untuk kelompok pelayanan dasar dan untuk kelompok pelayanan non dasar, menunjukkan bahwa secara alokasi lebih efektif karena lebih menyentuh daerah prioritas teknis dan lebih teralokasikan sesuai dengan kebutuhan teknis daerah dan tentunya disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah tersebut. Jumlah daerah penerima DAK reformulasi jangka pendek dibandingkan existing mengalami peningkatan yang sangat signifikan, karena daerah yang pada formula existing tidak mendapat DAK, menjadi layak (karena memiliki indeks teknis yang memenuhi meskipun secara fiskal dan kewilayahan seharusnya tidak layak). Reformulasi jangka pendek mengalokasikan DAK dengan jumlah daerah yang lebih banyak karena indeks teknis merupakan indikator utama penentuan alokasi DAK ke daerah. Selain secara jumlah daerah lebih banyak, formula alternatif akan menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif karena disesuaikan dengan kebutuhan teknis dan kemampuan keuangan masing-masing daerah. Hasil alokasi DAK formula alternatif jangka pendek menghasilkan jumlah alokasi DAK ke sebagian besar daerah yang lebih tinggi dibandingkan existing. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Garis berwarna merah yang membagi dua grafik pada Gambar 2 menunjukkan jumlah alokasi DAK untuk kabupaten atau kota tertentu yang memiliki jumlah yang sama baik formula existing maupun forpmula alternatif. Daerah di atas garis tersebut 13
menunjukkan daerah yang menerima DAK formula alternatif yang lebih tinggi dari formula existing, sedangkan daerah di bawah garis menunjukkan sebaliknya.
DAK Alternatif (Rp Juta)
180000 150000 120000 90000 60000 30000
0 0
30000
60000
90000
120000
150000
180000
DAK Existing (Rp Juta)
Gambar 2 Perbandingan Alokasi DAK kab/kota antara Formula Alternatif Jangka Pendek dengan Existing Berdasarkan gambar tersebut, formula alternatif menghasilkan alokasi DAK yang lebih tinggi bagi 301 kabupaten/kota dan lebih rendah bagi 199kabupaten/kota. Jadi, selain menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif formula baru juga mengalokasikan DAK yang lebih tinggi dari sebelumnya terutama bagi daerah-daerah yang secara teknis dan kemampuan keuangan layak. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara alokasi DAK dengan PDRB per kapita, alokasi DAK dengan reformulasi jangka pendek memiliki korelasi yang lebih erat dan signifikan dibandingkan formula existing. Hasil analisis korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.Meskipunkoefisien korelasi dengan tingkat kemiskinan (sebenarnya terlalu jauh untuk mengkaitkan dengan kemiskinan) lebih tinggi untuk DAK existing, namun berdasarkan distribusi alokasinya, reformulasi jangka pendek juga lebih baik dibandingkan existing karena lebih menyentuh daerah prioritas.
14
Tabel 1Perbandingan hasil analisis korelasi DAK existing -reformulasi jangka pendek terhadap PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan No 1.a 1.b 2.a 2.b 3.a 3.b
Variabel DAK Existing-PDRB Per Kapita DAK Reformulasi Jangka Pendek-PDRB Per Kapita DAK Existing-IPM DAK Reformulasi Jangka Pendek-IPM DAK Existing-Tingkat Kemiskinan DAK Reformulasi Jangka Pendek-Tingkat Kemiskinan
Koefisien Korelasi -0.225 -0.318 -0.022 -0.021 0.471 0.311
P-Value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Hasil Alokasi DAK Reformulasi Jangka Panjang (SPM) Hasil pengalokasian DAK reformulasi jangka panjang atau DAK-SPM bidang pendidikan menunjukkan bahwa DAK-SPM lebih baik. Berdasarkan distribusi alokasinya, Formula DAK-SPM mengalokasikan DAK terbesar dominanke daerah-daerah bagian timur Indonesia yang tentunya memiliki celah pencapaian SPM yang besar, sedangkan formula DAK existing, alokasi terbesarnya dominanke daerah-daerah di Pulau Jawa yang rata-rata daerah tersebut telah mencapai SPM atau memiliki kemampuan fiskal di atas rata-rata. Seperti halnya pada formula alternatif jangka pendek, untuk membandingkan DAK alternatif jangka panjang dengan DAK existing menggunakan Scatter Diagram.Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa daerah yang berada di atas garis memiliki pencapaian SPM yang rendah, sedangkan daerah yang berada dibawah garis adalah daerah dengan pencapaian tinggi. Artinya, daerah yang berada diatas garis menunjukan bahwa daerah tersebut mendapatkan lebih besar DAK-SPM dibandingkan DAK existing, begitu pula sebaliknya, daerah yang berada dibawah garis maka menunjukan bahwa daerah tersebut lebih besar mendapatkan DAK existing dibandingkan DAK-SPM. Sebanyak 198 daerah berada diatas garis (pencapaian rendah) dan sebanyak 154 daerah berada dibawah garis (pencapaian tinggi). Tidak jauh berbeda dengan pendidikan, hasil alokasi formula DAK-SPM kesehatan juga menunjukkan 189 daerah berada diatas garis persamaan dan 144 daerah berada dibawah
15
garis persamaan. Artinya, selaras dengan bidang pendidikan di bidang kesehatan juga
DAK SPM Pendidikan SD&SMP 2015 (Juta Rp)
menghasilkan alokasi yang lebih besar ke lebih banyak daerah. 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
DAK Existing Pendidikan SD&SMP 2015 (Juta Rp)
Gambar 3 Perbandingan Alokasi Formula DAK Pendidikan SPM (Jangka Panjang) dengan Formula Existing Berdasarkan hasil analisis korelasi antara formula DAK-SPM (dan juga DAK existing) bidang pendidikan dengan PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan, menunjukkan bahwa dalam jangka panjang alokasi formula DAK-SPM memiliki korelasi atau hubungan yang lebih erat dengan ketiga variabel tersebut dibandingkan dengan DAK formulaexisting. Hasil analisis korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan hasil analisis korelasi berdasarkan DAK Pendidikan existing dan berdasarkanDAK-SPM No 1.a 1.b 2.a 2.b 3.a 3.b
Variabel DAK Existing-PDRB Per Kapita DAK SPM-PDRB Per Kapita DAK Existing-IPM DAK SPM-IPM DAK Existing-Tingkat Kemiskinan DAK SPM-Tingkat Kemiskinan
Koefisien Korelasi -0.088 -0.196 -0.175 -0.757 0.126 0.479
P-Value 0.065 0.000 0.000 0.000 0.008 0.000
Sementara itu, Hasil analisis korelasi DAK dengan indikator yang sama menunjukkan bahwa formula DAK-SPM kesehatan memiliki hubungan yang lebih baik dan lebih erat dengan PDRB per kapita dan IPM dibandingkan formula DAK existing,sementara korelasi dengan kemiskinan lebih baik DAK existing.
16
Tabel 3PerbandinganHasilAnalisisKorelasi DAK KesehatanBerdasarkanFormula ExistingdanBerdasarkanFormula DAK-SPM No 1.a 1.b 2.a 2.b 3.a 3.b
Variabel DAK Existing - PDRB per Kapita DAK SPM - PDRB per Kapita DAK Existing - IPM DAK SPM - IPM DAK Existing - Tingkat Kemiskinan DAK SPM - Tingkat Kemiskinan
Koefisien Korelasi -0,033 -0,179 -0,610 -0,619 0,557 0,305
P-value 0,491 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000
Implikasi Kebijakan Berdasarkan hasil simulasi, alokasi DAK dengan formula alternatif jangka pendek dan jangka panjang, keduanya menunjukkan hasil alokasi yang lebih baik dan lebih efektif, meskipun berdasarkan hasil analisis korelasi dalam jangka pendek untuk variabel tertentu lebih baik formula existing,akan tetapi dalam jangka panjang lebih baik formula DAK-SPM. Reformulasi DAK jangka pendek dan jangka panjang ini menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif, karena pembangunan infrastruktur di Indonesia akan lebih baik, dan pada akhirnya akan membantu ketersediaan infrastruktur yang memadai di Indonesia dan juga akhirnya akan membantu dan mendorong pembangunan industri di Indonesia. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keberadaan infrastruktur dan adanya demand terhadap produk industri dari masyarakat merupakan dua hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sektor industri Indonesia. Dengan adanya reformulasi DAK ini akan membantu tercapainya keduafaktortersebut karena sesuai dengan hasil penelitian Sary (2012) menunjukkan bahwa peningkatan investasi pemerintah, pembangunan infrastruktur jalan, listrik, kesehatan, dan pendidikan akan meningkatkan pertumbuhan PDRB per kapita. Ketersediaan infrastruktur yang baik akan menunjang keberadaan industri, dan dengan adanya peningkatan PDRB per kapita maka masyarakat akan lebih mampu sehingga demand terhadap produk industri juga akan meningkat. Akan tetapi, karena porsi alokasi DAK relatif lebih kecil dibandingkan dengan dana transfer lainnya maka agar DAK efektif dalam 17
pengembangan infrastruktur maka tentunya jumlah pagu alokasi DAK juga harus lebih ditingkatkan. Selain itu, DAK-SPM ini sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (Mid Term Expenditure Framework) sehingga petunjuk teknis tidak berubah selama minimal 3 tahun.
Simpulan dan Rekomendasi Simpulan Untuk mengatasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekarang ini melambat, perlu menggerakkan kembali sektor industri manufaktur (yang cenderung menurun juga)karena kontribusinya sangat besar terhadap PDB. Strategi untuk mengerakkan kembali sektor industri, harus didukung oleh berbagai faktor seperti kualitas sumberdaya manusia, dukungan riset dan pengembangan, aspek kelembagaan, sarana infrastruktur yang memadai, serta dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter. Hasil penelitian kebijakan fiskal melalui reformulasi DAK dalam jangka pendek dan jangka panjang, menunjukkan bahwa reformulasi mekanisme pengalokasian DAK menghasilkan lebih banyak daerah yang dapat DAK dan sesuai prioritas nasional serta sangat membantu daerah-daerah yang memberikan pelayanannya masih dibawah SPM (Standar pelayanan Minimal). Reformulasi mekanisme pengalokasian DAK akan berdampak baik terhadap penyediaan infrastruktur di Indonesia khususnya daerah-daerah yang terbelakang, terutama untuk menghubungkan aktivitas ekonomi antar daerah. Kondisi tersebut selain akan berpengaruh terhadap perkembangan industri manufaktur juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Reformulasi DAK ini juga merupakan salah satu bentuk dukungan kebijakan fiskal terhadap akselerasi sektor industri manufaktur
18
yang berdaya saing karena tiap daerah akan menyediakan pelayanan, minimal pada standar pelayanan yang sudah ditentukan oleh pusat, yaitu SPM (Standar pelayanan Minimal).
Rekomendasi Alternatif formula dalam jangka pendek, yang masih mengacu pada UU 33/2004, menggunakan indeks-indeks yang ditentukan oleh kementerian teknis. Oleh karena itu, efektivitas pengalokasian DAK dengan alternatif formula jangka pendek sangat tergantung dari validitas indeks-indeks yang digunakan, sehingga indeks teknis dan indeks fiskal neto harus valid dan bisa menggambarkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Selain itu, jumlah pagu alokasi DAK relatif kecil dibandingkan dana transfer lainnya, sehingga pagunya juga harus ditingkatkan agar lebih besar dan signifikan dampaknya. Dalam jangka panjang, perlu dokumentasi pencapaian SPM untuk seluruh daerah yang ada di Indonesia sehingga dapat memberikan hasil alokasi yang lebih baik lagi sesuai dengan kebutuhan daerah. Jika revisi UU 33/2004 sudah ditetapkan DPR, formula dalam paper ini siap digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS].
Badan
Pusat
Statistik.
(2015).
Berita
Resmi
Statistik.
http://www.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd-20150805111616.pdf [BPS].
Badan
Pusat
Statistik.
(2015).
Indikator
Ekonomi
Juni
2015.
http://www.bps.go.id/Publikasi/view/id/1055 Delis, Arman. (2008). Pengaruh Investasi Pemerintah terhadap Kesenjangan PDRB Per Kapita Indonesia, [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
19
Ghosh, Buddhadeb, dan De (2005). Effect of Infrastructure on Regional Income in the Era of Globalization: New Evidence From South Asia. Asia-Pasific Development Journal. 40(2): 81-107 Juanda, Bambang, Paddu, Abdul Hamid, Robiani, Bernadette, Kaiwai, Hans Z, Heriwibowo,Dedy. (2014). Penyusunan Mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM). DJPK kemenkeu RI. --------. (2014). Reformulasi Instrumen DAK Untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi IndonesiaKementerian. dalam Kementerian Keuangan. Policy Brief. Jakarta: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal: hal 95-108 --------, Handra, Hefrizal, Sitepu, Budi, Marthaleta, Nathalia. (2013). Penyusunan Mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM). DJPK Kemenkeu RI. Republik Indonesia. Rencana Revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 draf ke-XX. Sary, Desy Wulan. 2012. Peran Infrastruktur Sebagai Pendorong Dinamika Ekonomi Sektoral dan Regional Berbasis Pertanian, [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Shah Anwar. 2006. A Practicioner’s Guide to Intergovernmental Fiscal Transfers. World Bank Policy Research Working Paper 4039. http://siteresources.worldbank.org/INTDEBTDEPT/Resources/.../WPS4039.pdf Straub, S., C. Vellutini, and M. Warlters. 2008. Infrastructure and Economic Growth in East Asia. Policy Research Working Paper 4589, World Bank, Washington, DC
20