1.1. Latar Belakang
Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan, sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi di suatu perairan. MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan bahwa populasi ikan adalah subjek yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena tekanan penangkapan terhadap stok ikan dewasa serta kondisi lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hdup dari larva dm juvenil ikan. Dengan demikian maka pengaturan pemanfaatannya hams sedemikian rupa, sehingga antara upaya penangkapan, mortalitas alami clan daya dukung sumberdaya, berjalan dengan seimbang. Disisi lain untuk usaha pengembangan pengelolaan sumberdaya ikan, maka informasi mengenai sebaran, kelirnpahan stok ikan di suatu perairan dan besarnya stok yang dapat dimanfaatkan secara lestari sangat diperlukan. Fenomena distribusi vertikal populasi ikan berdasarkan hail pengamatan dari beberapa penelitian terdahulu, menggarnbarkan adanya pergerakkan pola migrasi yang diduga akibat pengaruh perbedaan kondisi lingkungan. Scallabrin dan Masse (1993) dalam Hammel(1999) menyatakan bahwa tingkah laku kelompok ikan dan distribusi
spasialnya berhubungan secara signifikan dengan kondisi cuaca dan oseanografi. Kondisi ini juga dinyatakan oleh Maravelias et a1 (1996) bahwa spesies ikan sering terkonsentrasi dalam merespons sifat-sifat khas lingkungan laut yang menonjol, baik sifat fisik maupun kimia, dan mereka condong terorganisir dalam struktur, sehingga distribusinya tidak random baik dalam ruang maupun waktu.
Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan bahwa perubahan suhu perairan yang lebih kecil dari 0,1° C dapat dirasakan oleh ikan clan dapat menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di perairan tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa ikan-ikan pelagis akan bergerak menghmdari suhu yang lebih tinggi, atau mencari daerah yang kondisi suhunya lebih rendah. Perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan merupakan perairan yang termasuk dalaii 9 wilayah pengelolaan perikanan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan. Potensi yang dimiliki untuk Selat Malaka sekitar 0,24 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 135 %, sedangkan untuk Laut Cina Selatan potensi per tahunnya sekitar 1,25 juta ton, dengan tingkat pemanfaatan sebesar 20 % (Boer et al., 2001). Perairan Selat Malaka (bagian dari Paparan Sunda) relatif dangkal dengan salinitas yang rendah dibandingkan dengan perairan Laut Cina Selatan, dimana salinitasnya relatif lebih tinggi dan homogen. Perairan bagian selatan Laut Cina Selatan dikategorikan sebagai perairan neritik yang tergolong dangkalan benua dengan kedalaman rata-rata 70 m dan merupakan salah satu daerah potensi perikanan laut. (Atmaja, et al., 2001). Ditinjau dari sirkulasi masa air, di perairan Indonesia masa airnya sangat tergantung oleh adanya iklim muson. Wyrtki (1961) mengatakan bahwa perairan Indonesia pada bulan Juni-September mengalami Muson Tenggara (Musim Timur) dan pada bulan Desember-Maret terjadi Muson Barat Laut (Musim Barat). Perubahan musim tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pula pada pola arus permukaan perairan Indonesia, dimana pada Musim Timur, arus terutarna bergerak ke arah barat
dan Musim Barat, arus terutama bergerak ke arah timur (Gambar 1). Hal ini pula mengakibatkan perubahan kondisi suatu perairan antara lain mempengaruhi kepadatan dan distribusi plankton serta produktivitas perairan tersebut, dan akhimya mempengaruhi distribusi ikan. Tisch et a1 (1992) mengatakan bahwa perubahan kondisi suatu masa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat air meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan kandungan nutrien. Seperti halnya dengan perairan Indonesia pada umwnnya, perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka juga mengalami perubahan yang diakibatkan oleh adanya Musim yang berlaku di Indonesia. Perubahan-perubahan ini menyangkut beberapa hal, seperti bagaimana sebaran faktor-faktor fisik-kimia perairan antara lain; suhu, salinitas, oksigen terlarut, nutrien (nitrat, fosfat dan silikat) secara vertikal dan horizontal pada kedua musim, sirkulasi masa air, arus dan produktivitas primer, serta perubahan organisme atau sumberdaya ikan yang berada pada daerah tersebut. Hasil kajian KOMNAS KAJISKANLAUT tahun 2001, untuk kedua wilayah pengelolaan di atas, terdapat perbedaan antara potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan serta peluang pengembangan wilayah tersebut. Khususnya untuk tingkat pemanfaatan, Selat Malaka merupakan wilayah yang mempunyai tingkat pemanfaatan terbesar dibandingkan dengan kedelapan wilayah pengelolaan lainnya yaitu sebesar 135 %, sedangkan wilayah Laut Cina Selatan tingkat pemanfaatannya hanya sebesar
20 %. Dengan kata lain, wilayah ini masih besar sekali peluangnya dalam
pengembangan kelautan khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan laut.
Salah satu ciri khas ekosistem (perikanan) laut adalah fluktuasinya yang tidak pernah berhenti atau dinamis. Permasalahan inilah yang selalu dihadapi dalam kaitannya dengan pemanfaatan swnberdaya ikan di suatu perairan yaitu keberadaan daerah penangkapan yang bersifat dinamis dan selalu berpindah atau berubah mengikuti pergerakan ruaya ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai baginya, sedangkan habitat tersebut dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan haruslah dapat diduga dan ditentukan terlebih dahidu, sebelum armada penangkapanan ikan dioperasikan
menuju lokasi tangkap. Pengetahuan tentang kelimpahan dan pola distribusi kelompok ikan di suatu perairan terutama kaitannya dengan perubahan musim dan kondisi oseanografi sangatlah penting untuk diketahui, sebab pendugaan dan pengkajian stok merupakan komponen dasar &lam pengelolaan sumberdaya perikanan. Selain itu pula pola distribusi ikan dapat diamati melalui penelitian dengan menggunakan metoda akustik secara langsung (in situ), maupun melalui pengamatan terhadap perubahan kondisi fisik oseanografi perairan, dalam ha1 ini perubahan suhu permukaan, arus pola arus, dan konsentrasi klorofil melalui analisis citra satelit yang telah dikembangkan dan mulai digunakan. Dengan demikian penting sekali untuk mempelajari hubung antara sejumlah besar parameter yang diperoleh dari survei oseanografi, teknik penginderaan jauh ataupun akustik dengan distribusi ikan. Laut Cina Selatan dan Selat Malaka merupakan dua perairan yang potensial, namun berbeda tingkat pemanfaatannya. Dalam upaya pemanfaatan sumberdaya secara optimal pada kedua perairan ini, sehingga tidak terjadi kelebihan tangkap ataupun tidak optimalnya usaha pemanfaatan potensi yang ada, maka diperlukan
informasi yang akurat mengenai keadaan perairan ini. Hal ini penting agar upaya pemanfaatan dan pengelolaan kedua perairan tersebut dapat dilakukan secara optimal. Sehingga pengamatan atau penelitian guna mendapatkan informasi yang jelas tentang kondisi oseanografi perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka dalam hubungannya dengan distribusi ikan perlu dilakukan. Pengamatan dm pengkuan parameter oseanografi ini, difokuskan pada karakteristik fisik perairan, yang dibatasi pada suhu, salinitas dan densitas perairan. 1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis karakteristik oseanografi fisik masa air perairan Laut Cina Selatan
dan Selat Malaka yang meliputi suhu, salinitas dan densitas perairan. (2) Mengetahui distribusi dan kelimpahan ikan pada perairan Laut Cina Selatan dan
Selat Malaka. (3) Menganalisis hubungan antara distribusi dan kelimpahan ikan pada perairan Laut
Cina Selatan dan Selat Malaka dengan karakteristik oseanografi fisik masa air perairan tersebut khususnya suhu dan salinitas. 1.3. Manfaat
Penelitian ini diharapkan &pat memberikan informasi yang bermanfaat dalam dunia perikanan, antara lain menyangkut kondisi oseanografi khususnya suhu dan salinitas serta distribusi ikan di perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. Disamping itu juga sebagai informasi ataupun bahan acuan untuk penelitian lanjutan dan sebagai masukkan guna menentukan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan surnberdaya ikan, misalnya menyangkut penentuan daerah tangkap yang optimal.