KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU
Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected] ABSTRACT This study aimed to identify and to measure the frequency of ectoparasites attendance on lizard in Pekanbaru, Riau. The study was conducted from July to October 2014. As many as 20 of lizard were collected from six districts in Pekanbaru, Riau. Each lizard was examined its ectoparasites. The result indicated that 19 out of 20 lizard were infected by ectoparasite. Frequency of ectoparasites attendance in this study was 95% and intensity was 12,84. Ectoparasites found in this study were Amblyomma sp. and Aponomma sp. Frequency of attendance of ectoparasites found in monitored lizard from six districts in Pekanbaru were range between 50%-100% and the intensity of ectoparasites were range between 5-18. The highest frequency of ectoparasites attendance based on the body part were found on legs (90%) and the lowest frequency were found on tail (45%). Frequency of ectoparasites attendance on monitored lizard in this research were categorized always. Keywords: Ectoparasites of Varanus salvator’s, Amblyomma sp., Aponomma sp. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menghitung frekuensi kehadiran ektoparasit yang terdapat pada biawak yang ada di kota Pekanbaru, Riau. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli - Oktober 2014. Sebanyak 20 ekor biawak dikumpulkan dari enam kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru, Riau. Masing-masing biawak diperiksa untuk mendapatkan ektoparasit. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari 20 ekor biawak yang diperiksa 19 ekor diantaranya terinfeksi ektoparasit. Frekuensi kehadiran ektoparasit dalam penelitian ini adalah 95% dengan intensitas mencapai 12,84. Ektoparasit yang ditemukan adalah Amblyomma sp. dan Aponomma sp. Frekuensi kehadiran ektoparasit pada biawak yang berasal dari enam kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru berkisar antara 50%-100%. Sedangkan intensitas ektoparasitnya berkisar antara 5-18 pada masing-masing sampel. Frekuensi kehadiran ektoparasit yang tertinggi pada organ tubuh ditemukan pada bagian kaki 90% dan terendah pada bagian
Repository FMIPA
1
ekor 45%. Frekuensi kehadiran ektoparasit pada biawak dalam penelitian ini dikategorikan kedalam Always (selalu). Kata kunci : Ektoparasit pada Varanus salvator, Amblyomma sp. , Aponomma sp.
PENDAHULUAN Kota Pekanbaru merupakan daerah beriklim tropis basah yang memiliki keanekaragaman satwa liar yang tinggi. Keanekaragaman satwa liar di kota Pekanbaru dapat dilihat dari beranekaragamnya spesies satwa liar yang dapat dijumpai di seluruh wilayah Pekanbaru Satwa liar yang biasanya banyak ditemukan di kota Pekanbaru adalah burung, mamalia, dan reptil. Jenis reptil yang masih sering ditemukan di Kota Pekanbaru adalah biawak. Biawak merupakan jenis reptil yang masuk kedalam golongan kadal besar suku Varanidae. Biawak memiliki berbagai macam jenis, salah satu jenisnya adalah Varanus salvator, yaitu biawak yang sering ditemukan di desa dan perkotaan. Biawak banyak dimanfaatkan oleh manusia dan memiliki nilai jual tinggi. Biawak dapat di konsumsi dan dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit. Selain daging, kulit biawak juga banyak dimanfaatkan dan diekspor sehingga biawak mulai banyak diburu oleh manusia. Biawak di daerah Riau, terutama di kota Pekanbaru dapat dijumpai di pinggiran sungai atau saluran air, rawa-rawa, dan di daerah semak. Penyakit pada biawak meliputi penyakit-penyakit yang umum terjadi pada reptil. Biawak dapat mengalami gangguan kesehatan atau penyakit
Repository FMIPA
(Wilson 2010). Biawak sering terserang penyakit kulit yang di sebabkan oleh parasit. Penyakit pada biawak juga dapat diakibatkan oleh parasit internal diantaranya protozoa, nematoda dan trematoda. Penelitian ini dilakukan karena informasi tentang keanekaragaman ektoparasit pada biawak di kota Pekanbaru belum ada dilaporkan sebelumnya. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 – Oktober 2014. Sampel berasal dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Tampan, Kecamatan Marpoyan damai, Kecamatan Rumbai, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Sail dan Kecamatan Payung sekaki kota Pekanbaru, Riau. Jumlah biawak yang ditangkap sebanyak 20 ekor yang ditangkap menggunakan alat berupa pancing dan jebakan. Pengamatan dan identifikasi ektoparasit dilakukan di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Pengambilan ektoparasit dilakukan secara manual, dengan mengambil dari beberapa bagian tubuh (daerah pengambilan spesimen) yang dibagi menjadi lima, yaitu kepala (leher hingga kepala), kaki (sepasang kaki depan dan kaki belakang), badan bagian
2
punggung (dorsal), perut (ventral) dan ekor. Ektoparasit yang telah diambil dimasukkan ke dalam tabung spesimen yang telah diisi dengan alkohol 70% dan di beri label sesuai dengan nomor urut tubuhnya untuk diawetkan. Buku identifikasi yang digunakan adalah Levine (1990). Identifikasi dilakukan dengan pemberian identitas pada spesimen sesuai urutan taksonominya, kemudian dilakukan penentuan pengelompokan berdasarkan subordo, famili, genus dan spesies. Analisis data perhitungan frekuensi kehadiran dan intensitas parasit dengan menggunakan rumus berikut ini (Effendie 1979). FK = Jumlah individu yang terinfeksix100% / Jumlah individu yang diperiksa dan intensitas parasit dihitung dengan menggunakan rumus : Intensitas = Jumlah parasit yang menginfeksi/Jumlah biawak yang terinfeksi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Ektoparasit pada biawak (Varanus salvator)
Dalam penelitian ini jumlah biawak yang diperiksa sebanyak 20 ekor, terdiri dari 6 ekor jantan dan 14 ekor betina yang diambil dari 6 kecamatan di kota Pekanbaru. Biawak yang telah diperiksa memiliki ukuran panjang total berkisar antara 62 cm-140 cm. Ektoparasit yang didapat dari 20 ekor biawak adalah 244 ektoparasit. Hasil ektoparasit yang diperiksa dari 244 ektoparasit didapatkan 84 dari genus Aponomma dan 160 dari Amblyomma.
Repository FMIPA
Tabel 1. Jumlah biawak yang diperiksa Kecamatan Rumbai
Jumlah Biawak 4
Jenis Kelamin Jantan Betina 1 3
Tampan
6
2
4
Damai
4
2
2
Bukit Raya
3
-
3
Sail
2
1
1
1
-
1
Marpoyan
Payung Sekaki
20
2.
Frekuensi Intensitas Biawak
6
Kehadiran Ektoparasit
14
dan pada
Presentase biawak yang terinfeksi ektoparasit dilakukan dengan cara menghitung kehadiran ektoparasit pada 20 ekor biawak. Hasil pemeriksaan menunjukkan 19 ekor diantaranya terinfeksi ektoparasit dengan frekuensi kehadiran 95%. Berdasarkan kategori kehadiran parasit oleh Williams dan Bunkley-Williams (1996) apabila presentase infeksi parasit terjadi dari 98-90% maka dapat dikatakan bahwa infeksi parasit berada dalam kategori Almost always (hampir selalu) ditemukan parasit pada setiap individu biawak. Sedangkan intensitas ektoparasit pada biawak yang terinfeksi oleh parasit mencapai 12,84 pada setiap individu biawak. Pemeriksaan ektoparasit pada biawak yang berasal dari 6 Kecamatan yang ada di kota Pekanbaru yaitu Kecamatan Rumbai (100%), Marpoyan
3
pada biawak di 6 kecamatan tersebut Damai (100%), Bukit Raya (100%), Tampan (100%), Payung Sekaki (100%) dan Kecamatan Sail (50%) menunjukkan bahwa kehadiran ektoparasit antara 50%-100%.
Tabel
2.
NO
3. Frekuensi Kehadiran Parasit dan Intensitas pada Masing-masing Organ Tubuh Biawak (Varanus salvator) Frekuensi kehadiran parasit pada kelima organ tubuh biawak berkisar antara 45%-90%.
Frekuensi kehadiran dan intensitas kecamatan di kota Pekanbaru Kecamatan
FK(%) I
n
14,2
ektoparasit
pada
enam
(6)
Jenis Parasit
FK(%)
I
Amblyomma Aponomma
100 100
9 5,2
1
Rumbai
4
100
2
Tampan
6
100 12,8
Amblyomma Aponomma
100 100
8 4,8
3
Marpoyan Damai
4
100 15,5
Amblyomma Aponomma
100 100
10,7 4,7
4
Bukit Raya
3
100 5
Amblyomma Aponomma
100 100
6 0,6
5
Sail
2
50 10
Amblyomma Aponomma
50 50
3 7
6
Payung Sekaki
1
100 18
Amblyomma Aponomma
100 100
12 6
Keterangan: n= jumlah biawak yang diperiksa, FK = frekuensi kehadiran, dan I = intensitas Sedangkan intensitas ektoparasit pada biawak yang ada di 6 kecamatan tersebut berkisar antara 5-18. Frekuensi kehadiran parasit Amblyomma dan Aponomma pada Kecamatan Rumbai, Tampan, Marpoyan Damai, Bukit Raya, Payung Sekaki dan Kecamatan Sail berkisar antara 50%100%. Sedangkan intensitas parasit Amblyomma sp. berkisar antara 3-12 dan Aponomma sp. 0,6-7.
Repository FMIPA
Berdasarkan dari kelima organ tubuh biawak yang terinfeksi ektoparasit frekuensi kehadiran dan intensitas tertinggi terdapat pada bagian kaki sedangkan frekuensi terendah pada bagian ekor. Faktor yang menyebabkan kaki biawak memiliki intensitas tertinggi terserang ektoparasit adalah faktor lingkungan dan faktor pada tubuh biawak itu sendiri. Menurut Subronto (2006) daerah tropis yang memiliki kelembaban tinggi dan sinar matahari 4
yang kurang mampu menembus pepohonan, merupakan faktor yang sangat cocok bagi perkembangan larva berbagai binatang termasuk parasit. Tabel 3. Frekuensi kehadiran dan intensitas parasit pada organ tubuh biawak n=20 Organ biawak
tubuh FK%
I
Kepala
65
2,7
Kaki
90
6,2
Perut
55
3,3
Punggung
65
3
Ekor
45
2,5
Keterangan: n= jumlah biawak yang diperiksa, FK = frekuensi kehadiran, dan I = intensitas Kaki merupakan bagian paling bawah pada tubuh biawak yang bersentuhan langsung dengan tanah, selain itu juga bagian kaki memiliki banyak lipatan yang mempermudah parasit untuk menginfeksi karena parasit menyukai bagian yang tersembunyi atau bagian yang jarang terpapar sinar Menurut matahari secara langsung. Purba (2008) caplak cenderung menghindari sinar matahari. Hal ini karena tubuhnya yang cepat kering. Terdapat kemungkinan perilaku berjemur membantu biawak untuk mengurangi infestasi caplak yang ada di tubuhnya. Sedangkan bagian ekor merupakan bagian tubuh biawak yang mudah terpapar sinar matahari karena bentuknya yang pipih sehingga parasit tidak banyak ditemukan pada bagian ekor.Tanah berperan penting untuk proses reproduksi caplak karena daur Repository FMIPA
hidupnya diawali dari bentuk telur yang diletakkan induknya di tanah. Kondisi lingkungan yang berbeda pada 6 kecamatan yang diperiksa dapat dijadikan salah satu faktor penyebab tinggi rendahnya frekuensi kehadiran dan intensitas ektoparasit pada biawak yang ada di kota Pekanbaru. Pada 6 kecamatan yang diperiksa beberapa kecamatan masih memiliki habitat rawa dan semak yaitu pada daerah pinggiran kota. Habitat rawa dan semak disukai oleh biawak karena selain kondisi lingkungannya yang lembab pada daerah ini biawak mudah menemukan mangsanya. KESIMPULAN Ektoparasit yang ditemukan pada biawak (Varanus salvator, Ziegleri 1999) di Kota Pekanbaru berasal dari Famili ixodidae (caplak keras) yaitu Amblyomma dan Aponomma. Nilai frekuensi kehadiran dan intensitas ektoparasit pada biawak adalah 95% dan 12,84.Nilai frekuensi kehadiran dan intensitas ektoparasit pada biawak dari enam (6) kecamatan yang ada di kota Pekanbaru berkisar antara 50-100% dengan intensitas mencapai 5-18. DAFTAR PUSTAKA Effendi. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Levine, N.D. (1990). Parasitologi Veteriner. Terjemahan Gatut Ashadi. Gajah Mada University Press.
5
Purba P. 2008. Studi perilaku harian biawak komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) pada berbagai kelas umur di pulau Rinca, Taman Nasional Komodo [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian. Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) 1. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Subronto.2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Repository FMIPA
Wilson K. A., McBride M. F., Bode M., and Possigham H. P. (2006), “Prioritizing global conservation efforts,”Nature, 440, 337 – 340. Williams EH, Bunkley-Williams. 1996. Parasites of Offsore Big Gam Fishes of Puerto Rico and the Western Atlantic.Puerto Rico Departement of Natural and Envinronmental Resources, San Juan.The University of Puerto Rico, Mayaguez
6