KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN WISATA ALAM TAMAN EDEN KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh SITI RAHMAH LUBIS 077030021/BIO
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN WISATA ALAM TAMAN EDEN KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh SITI RAHMAH LUBIS 077030021/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN WISATA ALAM TAMAN EDEN KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA : Siti Rahmah Lubis : 077030021 : Biologi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc) Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus: 30 Juni 2009
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Telah diuji pada Tanggal 30 Juni 2009 __________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc
Anggota
: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D 3. Dr. Budi Utomo, SP, MP
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ABSTRAK
Penelitian tentang Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009. Lokasi penelitian ditentukan secara Purposive Sampling dan dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan ketinggian. Ketinggian I berada pada 1100 – 1300 m dpl; ketinggian II berada pada 1300 – 1500 m dpl; dan ketinggian III berada pada 1500 – 1750 m dpl. Area penelitian seluas 0.15 ha (5m x 5m x 20 x 3), tiap plot berukur 5m x 5m, dengan jumlah subplot 60. Dari hasil penelitian diperoleh 57 jenis Pteridophyta dengan jumlah 3898 individu yang termasuk ke dalam 3 kelas, 5 ordo, 23 famili dan 36 genera. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl didominasi oleh Gleichenia truncata dan Vittaria angustifolia, ketinggian 1300-1500 m dpl dengan Gleichenia linearis dan Vittaria angustifolia dan ketinggian 1500-1750 m dpl dengan Dipteris conjugata dan Phymatopteris triloba. Nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1100-1300 m dpl yaitu sebesar 2.95989, sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat antara ketinggian 1100-1300 m dpl dan ketinggian 1300-1500 m dpl sebesar 60.13%. Pola distribusi tumbuhan paku di lokasi penelitian adalah berkelompok (clumped). Suhu udara, kelembaban, intensistas cahaya, dan pH berkorelasi searah pada keanekaragaman tumbuhan paku. Kata Kunci: Paku, Distribusi, Keanekaragaman, Hutan Taman Eden, Toba Samosir.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ABSTRACT
A research about Diversity and Distribution Type Pterydophyte in Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir North Sumatra Province were conducted in December 2008 to February 2009. Sampling area was settled by using Purposive Sampling Method and divided to three location based on altitude. Altitude I was 1100 – 1300 m above sea level; altitude II was 1300 – 1500 m above sea level and the altitude III was 1500 – 1750 m above sea level. Areas size of observation was 0,15 ha (5 m x 5 m x 20 x 3), were observed in size 5 m x 5 m with 60 subplot. The result showed that the location have 57 species Pteridophyta of 3 class, 5 ordo, 23 family and 36 genera. Altitude I has dominated with Gleichenia truncata and Vittaria angustifolia, altitude II with Gleichenia linearis and Vittaria angustifolia, altitude III with Dipteris conjugata and Phymatopteris triloba. Altitude 1100-1300 m dpl have the highest of Indeks Diversity is 2.95989. The altitude 1300-1500 m dpl and altitude 1300-1750 m dpl has the highest of Indeks Similarity is 60.13%. Distribution Pterydophyta in the observation located are grouping (clumped). Founded the correlation line between Indeks Diversity with air temperature, moisture, light of sun intencity and pH.
Keywords: Fern, Distribution, Diversity, Eden Park Forest, Toba Samosir.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata′ala dengan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian “Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara”, dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan tesis ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D dan Dr. Budi Utomo, SP, MP, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan tesis ini. 2. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda yang telah memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sampai menyelesaikan studi S-2. 3. Ayahanda (H.M. Ridhwan Yahya Lubis) dan Ibunda (Hj. Habibah Matondang) yang teramat besar jasa dan do´anya. 4. Suami tercinta (Imran Doni Fauzi, SE) yang telah memberikan motivasi dan do´a serta anak-anakku tersayang (M. Rado Fauzi dan Ibrahim Ahmad) yang telah memberikan energi paling terbesar buat penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Akhir kata semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-Nya dalam menuntut ilmu dan semoga tesis ini bermanfaat. Terima kasih.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
RIWAYAT HIDUP
Siti Rahmah Lubis, dilahirkan di Medan 6 Agustus 1975 dari pasangan Ayahanda H.M. Ridhwan Yahya Lubis dan Ibunda Hj. Habibah Matondang. Menikah dengan Imran Doni Fauzi, SE pada tanggal 5 Maret 2000. Penulis mempunyai dua orang putra yaitu M. Rado Fauzi (8 tahun), Ibrahim Ahmad (3 bu l a n). RIWAYAT PENDIDIKAN – Tahun 1987 Lulus dari SD Negeri No. 060848 Medan. –
Tahun 1990 Lulus dari SMP Negeri 6 Medan.
– Tahun 1993 Lulus dari SMA Negeri 16 Medan. – Tahun 1997 Lulus dari Fakultas Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi IKIP Medan. – Tahun 2007 Terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana USU Medan. RIWAYAT PEKERJAAN Sejak tahun 1997
sebagai Guru SMA Negeri 1 Balaraja–Tangerang (Jawa
Barat). Sejak tahun 1998
sampai sekarang sebagai Guru SMA Negeri 6 Medan.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK.................................................................................................... ABSTRACT.................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................... RIWAYAT HIDUP....................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i ii iii iv v vii viii xi
I . PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1.2. Permasalahan ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..............................................................
1 1 2 2 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku ............................................ 2.2. Klasifikasi Tumbuhan Paku ................................................ 2.3. Ekologi Tumbuhan Paku .................................................... 2.4. Distribusi Tumbuhan Paku ................................................. 2.5. Manfaat Tumbuhan Paku ....................................................
4 4 8 11 12 14
III. METODA PENELITIAN ....................................................................... 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 3.2. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................ 3.2.1. Topografi ................................................................ 3.2.2. Iklim ........................................................................ 3.2.3. Jenis Tanah ............................................................. 3.2.4. Vegetasi .................................................................. 3.3. Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 3.3.1. Alat dan Bahan ........................................................ 3.3.2. Di Lapangan ............................................................ 3.3.3. Di Laboratorium ...................................................... 3.4. Analisis Data ...................................................................... 3.4.1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku .......................... 3.4.2. Pola Distribusi ......................................................... 3.4.3. Analisis Korelasi .....................................................
15 15 15 16 16 16 16 17 17 17 19 20 20 21 22
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 4.1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden .............................................................. 4.2. Komposisi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden......................................................................... 4.3. Tumbuhan Paku Dominan di Hutan Wisata Alam Taman Eden ................................................................................. 4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden................................ 4.5. Indeks Similaritas (IS)......................................................... 4.6. Distribusi dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku ................... 4.6.1. Distribusi Tumbuhan Paku ....................................... 4.6.2. Pola Distribusi.......................................................... 4.7. Analisis Korelasi ................................................................. 4.8. Habitat Tumbuhan Paku Teresterial di Hutan Wisata Alam Taman Eden......................................................................... 4.9. Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden ................... 4.10. Deskripsi Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden ........................................................................
23 23 30 37 42 45 47 47 52 55 57 59 62
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 119 5.1. Kesimpulan ......................................................................... 119 5.2. Saran ................................................................................. 120 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 121
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
1.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden ................................................................................... 24
2
Jumlah Famili, Jenis dan Individu Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden .................................................................................... 27
3.
Nilai Rata-rata Faktor Fisik pada Tiga Ketinggian di HWA Taman Eden ................................................................................... 29
4.
Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden ........................................... 43
5.
Nilai Indeks Similaritas (IS) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden 45
6.
Nilai Indeks Morisita (Id) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden.. 52
7.
Nilai Analisis Korelasi Pearson terhadap H’ dengan Metode Komputerisasi SPSS ver. 12.00....................................................... 55
8.
Analisis Tanah di Hutan Wisata Taman Eden ................................. 57
9.
Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden............................... 59
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
1.
Berbagai Letak Sorus pada Daun Tumbuhan Paku ...................... 6
2.
Jalur dan Plot Pengamatan .......................................................... 18
3.
Pengambilan Sampel Tanah Sistem Diagonal .............................. 19
4.
Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden ................................... 32
5.
Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden ................................... 34
6.
Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1500 – 1750 m dpl di HWA Taman Eden ................................... 36
7.
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden ................. 38
8.
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden ................. 40
9.
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1500 – 1700 m dpl di HWA Taman Eden ................. 41
10.
Distribusi Tumbuhan Paku pada Tiga Ketinggian ....................... 51
11.
Permukaan Bawah Ental Angiopteris angustifolia ...................... 62
12.
Permukaan Bawah Ental dan Spora Antrophyum semicostatum ... 63
13.
Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides haniffii .................... 64
14.
Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides hasseltii................... 65
15.
Permukaan Bawah dan Spora Asplenium macrophyllum.............. 66
16.
Permukaan Bawah dan Spora Asplenium nidus............................ 67
17.
Permukaan Bawah dan Spora Asplenium unilateral..................... 68
18.
Permukaan Bawah Ental dan Spora Athryum procumbens .......... 69
19.
A. Belvisia revoluta, B. Spora Terdapat pada Ujung Ental Fertil. 70
20.
Permukaan Bawah dan Spora Blechnum indicum......................... 71
21.
A. Blechnum orientale, B. Permukaan Bawah dan Spora ............ 72
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
22.
A. Cibotium barometz, B. Permukaan Bawah dan Spora ............. 73
23
Permukaan Bawah dan Spora Coryphopteris sp........................... 74
24
A. Crypsinus stenophyllus, B. Permukaan Bawah dan Spora ....... 75
25
Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris alata .......................... 76
26
Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris contigua..................... 77
27
Permukaan Bawah dan Spora Cyathea boornensis....................... 78
28
A. Cyathea glabra, B. Permukaan Bawah dan Spora ................... 79
29
Permukaan Bawah dan Spora Cyathea latebrosa ......................... 80
30
Permukaan Bawah dan Spora Cyathea obscura ........................... 81
31
Permukaan Bawah dan Spora Dicranopteris curanii ................... 82
32
Dicranopteris linearis var montana ............................................. 83
33
Dicranopteris linearis var subspeciosa........................................ 84
34
Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium accedens ............ 85
35
Spora Diplazium subintegrum ...................................................... 86
36
Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium velutinum............ 87
37
A. Dipteris conjugata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora .. 88
38
A. Elaphoglossum blumeanum, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora ........................................................................................... 89
39
A. Elaphoglossum robinsonii, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora ........................................................................................... 90
40
Spora dan Permukaan Bawah Ental Gleichenia linearis .............. 91
41
Gleichenia longissima ................................................................. 92
42
A. Permukaan Bawah Ental dan Spora, B. Gleichenia truncata .. 93
43
Permukaan Bawah Ental dan Spora Goniophlebium persicifolium 94
44
Spora Histiopteris incisa ............................................................. 95
45
A. Humata pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora ..... 96
46
Hymenophyllum exsertum ........................................................... 97
47
Hymenophyllum imbricatum ....................................................... 98
48
Lycopodium cernuum dan strobilinya ......................................... 99
49
Lycopodium sp1. .......................................................................... 100
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
50
Lycopodium sp2. .......................................................................... 101
51
A. Matonia pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora .... 102
52
Permukaan Bawah Ental dan Spora Nephrolepis dicksonioides . 103
53
Oleandra pistillaris ..................................................................... 104
54
A. Phymatopteris triloba, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora 105
55
Phymatosorus longissima ............................................................ 106
56
Pneumatopteris ecallosa ............................................................. 107
57
Pneumatopteris truncata ............................................................. 108
58
Permukaan Bawah Ental dan Spora Pronephrium triphyllum ..... 109
59
Psilotum sp ................................................................................. 110
60
Pteridium sp ................................................................................ 111
61
Pyrrosia stigmosa ....................................................................... 112
62
Scleroglossum pusillum ............................................................... 113
63
Selaginella ornata ....................................................................... 114
64
Selaginella wildenowii ................................................................ 115
65
A. Sphenomeris chinensis, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora 116
66
Tectaria grandidentata ............................................................... 117
67
Vittaria angustifolia .................................................................... 118
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Halaman
1
Peta HWA Taman Eden Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.................................................... 126
2
Foto Penelitian ............................................................................... 127
3
Tabel Hasil Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Paku Teresterial Dan Epifit pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden .................................................................................... 129 Tabel Hasil Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Paku Teresterial Dan Epifit pada ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden 130 Tabel Hasil Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Paku Teresterial Dan Epifit pada ketinggian1500–1750 m dp ldi HWA Taman Eden............... 131
4
Contoh Perhitungan (K, KR, F, FR, INP, H’ dan IS) ...................... 132
5
Tabel Jenis Paku yang diperoleh pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl di Hutan Wisata Alam Taman Eden ................................................ 134 Tabel Jenis Paku yang diperoleh pada ketinggian 1300 – 1500 m dpl di Hutan Wisata Alam Taman Eden .......................................... 135 Tabel Jenis Paku yang diperoleh pada ketinggian 1500 – 1750 m dpl di Hutan Wisata Alam Taman Eden .......................................... 136
6
Hasil Analisis Korelasi Pearson SPSS ver. 12.00 ........................... 137
7
Hasil Identifikasi Spesimen ........................................................... 138
8
Surat Hasil Analisis Tanah Hutan Wisata Alam Taman Eden ......... 140
9.
Tabel data faktor fisik-kimia HWA Taman Eden ........................... 141
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tumbuhan paku (Pteridophyta) tersebar di seluruh bagian dunia,
sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab kecuali daerah bersalju abadi dan kering (gurun). Menurut Tjitrosomo et al. (1983), Pteridophyta hidup tersebar luas dari tropika yang lembab sampai melampaui lingkaran Arktika. Jumlah yang teramat besar dijumpai di hutan-hutan hujan tropika dan juga tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan, padang rumput yang lembab, sepanjang sisi jalan dan sungai. Jones dan Luchsinger (1986) melaporkan di muka bumi ini terdapat 13.000 jenis Pteridophyta. Di kawasan Malesia yang terdiri dari hampir sebagian besar kepulauan Indonesia, Philipina, Guinea, dan Australia Utara diperkirakan terdapat 4000 jenis paku yang mayoritasnya Filicinae (Whitten dan Whitten, 1995). Menurut Loveless (1999), paku diwakili oleh kurang dari 10.000 jenis yang hidup, tetapi karena ukurannya yang besar dan penampilannya yang khas, tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi yang menonjol. Total spesies yang diketahui hampir 10.000, diperkirakan 3.000 diantaranya tumbuh di Indonesia. Jumlah tumbuhan paku yang berlimpah karena iklim yang mendukung pertumbuhannya. Paku yang menyukai sinar matahari yang hidup di tempat
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
terbuka,
terdistribusi dengan luas. Paku di daerah terbuka ada yang hidup
berkelompok,
soliter dan memanjat. Beberapa jenis paku di daerah ini
membentuk belukar yang menutupi tanah-tanah kosong. Di hutan tertutup ditandai dengan intensitas cahaya yang kurang dan kelembaban udara yang tinggi. Paku di hutan umumnya merupakan paku yang menyukai naungan. Paku di hutan terlindung dari panas dan angin kencang. Kebanyakan hidup soliter dan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan paku di daerah terbuka (LIPI, 1980). Hutan Wisata Alam (HWA) Taman Eden Kabupaten Toba Samosir, Provinsi
Sumatera
Utara,
diperkirakan
memiliki
jenis
tumbuhan
paku
(Pteridophyta) yang dapat hidup khusus pada ketinggian tertentu. Data mengenai keberadaan paku berdasarkan ketinggian di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku.
1.2.
Permasalahan Bagaimanakah keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku
(Pteridophyta)
yang
menyusun
komunitas
vegetasi
di
HWA
Taman
Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui komposisi tumbuhan paku (Pteridophyta) pada tiga ketinggian yang berbeda di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. 2. Mengetahui tumbuhan paku (Pteridophyta) yang mendominasi di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. 3. Mengetahui distribusi dan pola distribusi tumbuhan paku (Pteridophyta) di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. 4. Mengetahui korelasi sifat fisik-kimia dengan Indeks Keanekaragaman tumbuhan paku di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. 5. Mengetahui habitat
tumbuhan paku teresterial yang terdapat di HWA
Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku (Pteridophyta) yang menyusun vegetasi di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. 2. Memberikan gambaran data tumbuhan paku untuk penelitian lanjutan, aplikasinya pada ilmu murni dan terapan, serta memberikan masukan bagi masyarakat, pemerintah dan instansi atau lembaga terkait pengelolaan dan
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
pengembangan serta konservasi selanjutnya sekaligus menyelamatkan plasma nutfah tumbuhan paku.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Tumbuhan Paku Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar
atau Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992). Menurut Tjitrosoepomo (1994), tumbuhan paku merupakan divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok, yaitu akar, batang dan daun namun belum menghasilkan biji. Selanjutnya menurut Tjitrosoepomo, et al, (1983), akar tumbuhan paku pada awalnya berasal dari embrio kemudian lenyap digantikan akar-akar seperti kawat atau rambut, berwarna gelap dan dalam jumlah besar yang berasal dari batangnya. Kebanyakan paku memiliki perawakan yang khas yaitu adanya daun muda yang bergelung yang akan membuka jika dewasa, ciri yang hampir unik ini disebut vernasi bergelung, sebagai akibat lebih lambatnya pertumbuhan permukaan daun sebelah atas daripada sebelah bawah pada perkembangan awalnya (Loveless, 1989).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Menurut Hasairin (2003), organ paku-pakuan terdiri atas dua bagian, yaitu: 1. Organ vegetatif; yang terdiri dari akar, batang, dan daun (organum nutritivum). a. Akar Akar paku adalah serabut. Pada bagian ujungnya terdapat tudung akar atau kaliptra. Di belakang tudung akar terdapat titik tumbuh akar berbentuk bidang empat, yang aktivitasnya adalah: 1) ke luar menghasilkan kaliptra, dan 2) ke dalam membentuk sel-sel akar. b. Batang Umumnya batang tumbuhan paku berupa akar tongkat atau rhizoma, ada juga yang berupa batang sesungguhnya, misalnya batang paku tiang. Bila dibuat sayatan melintang, maka akan tampak jaringan batang urut dari luar ke dalam adalah sebagai berikut: 1) Epidermis atau kulit luar. Umumnya keras karena mempunyai jaringan penguat yang terdiri atas sel-sel batu atau skelerenkim. 2) Korteks atau kulit pertama. Bagian ini banyak mengandung ruang-ruang sel yang berbentuk lubang-lubang besar. 3) Stele atau silinder pusat. Terdiri atas jaringan parenkim dan mengandung berkas pembuluh pengangkut, yaitu xylem dan floem dan bertipe kosentris. c. Daun Menurut Smith (1979), berdasarkan bentuk dan sifat daunnya dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu:
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
1) Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah dibedakan atas batang dan daun, misalnya pada Asplenium. 2) Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki daun kecil dan umumnya berupa sisik sehingga sukar dibedakan bagian-bagiannya, misalnya pada Lycopodium. Berdasarkan fungsinya daun paku menurut Tjitrosoepomo (1994), membagi paku megaphyllus atas 2 kelompok yaitu tropofil dan sporofil. 1. Tropofil, yaitu daun berwarna hijau yang berfungsi sebagai penyelenggara asimilasi. 2. Sporofil, yaitu daun yang berfungsi sebagai penghasil spora. Pada permukaan sebelah bawah sehelai daun dewasa pada hampir semua paku yang umum, terdapat semacam bercak berbentuk bulat atau memanjang, yang sewaktu muda ditutupi berwarna karat, yang sewaktu muda biasanya tertutup oleh jaringan penutup yang disebut indusium. Bercak berwarna karat itu terdiri atas berbagai sporangium dan disebut sorus (Loveless, 1989), dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Fern of Malaya in Colour, (Piggott 1964)
Gambar 1. Berbagai Letak Sorus pada Daun Tumbuhan Paku
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
2. Organ generatif (organum reproduktivum). Paku berkembangbiak dengan spora. Setiap kotak spora dikelilingi oleh sederetan sel yang melingkar membentuk bangunan seperti cincin dan disebut annulus. Annulus ini berfungsi untuk mengatur pengeluaran spora. Aktivitas annulus dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Di dalam sel-sel annulus penuh berisi air. Bila dalam keadaan basah sel-sel annulus akan mengembang, namun bila dalam keadaan kering sel annulus mengisut, maka sel-sel annulus mengerut dan memendek menyebabkan dinding kotak spora menjadi retak. Kotak spora pecah, spora dihembuskan ke luar melalui celah yang terjadi pada waktu sel annulus mengerut. Perkembangbiakan pada tumbuhan paku terjadi secara “gametofit” bersifat seksual dengan menghasilkan sel-sel gamet (gamet ♂ dan gamet ♀); “sporofit” bersifat aseksual dengan menghasilkan spora (Hasairin, 2003). Daun pada tumbuhan paku mengandung sporangia yang berkembang dalam bentuk kelompok yang disebut sori. Sporangia yang pecah akan menghasilkan spora.
Dengan spora inilah tumbuhan paku berkembang biak
(Cranbrook dan Edward,
1994). Setelah pembuahan, sel telur tumbuh
menjadi tumbuhan paku-pakuan, pertumbuhannya akan berlangsung sampai saat pematangan untuk membentuk spora lagi (Tjitrosoepomo, et al., 1983). Dalam udara kering, spora mampu mempertahankan viabilitasnya selama beberapa bulan, tetapi jika dibasahi pada suhu yang cocok, spora akan berkecambah (Loveless, 1989). Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Akar tumbuhan paku awalnya berasal dari embrio kemudian lenyap dan digantikan akar-akar seperti kawat atau rambut, berwarna gelap dan dalam jumlah besar yang berasal dari batangnya (Tjitrosoepomo, et al., 1983). Menurut Loveless (1989), daun biasanya terdiri dari dua bagian yaitu tangkai daun dan helaian daun. Jika anak daun tersusun seperti sehelai daun, daun (ental) disebut bersirip (pinnate), tiap anak daun disebut sirip (pinna) dan poros tempat sirip berada disebut rakis (rachis). Umumnya pertumbuhan batang tidak nyata. Tetapi pada paku pohon, batangnya tumbuh menyerupai batang pinang (Sastrapradja, et al., 1980). Batang tumbuh dari tahun ke tahun dan membentuk seperangkat daun baru pada setiap masa tumbuh (Tjitrosoepomo, et al., 1983).
2.2.
Klasifikasi Tumbuhan Paku Menurut
Stern
(1992)
dan
Tjitrosoepomo
(1994),
Pteridophyta
diklasifikasikan dalam beberapa kelas termasuk yang telah punah, yaitu: 1. Kelas Psilophytinae (Paku Purba) Kelas Psilophytinae terdiri dari 2 ordo, yaitu: a. Ordo Psilophytales a. Ordo Psilotales 2. Kelas Lycopodinae (Paku Rambut atau Paku Kawat) Kelas Lycopodinae terdiri dari 4 ordo, yaitu: a. Ordo Lycopodiales Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
b. Ordo Selaginellales (Paku Rane, Paku Lumut) c. Ordo Lepidodendrales d. Ordo Isoetales 3. Kelas Equisetinae (Paku Ekor Kuda) Kelas Equisetinae terdiri dari 3 ordo, yaitu: a. Ordo Equisetales b. Ordo Sphenophyllales c. Ordo Protoarticulatales 4. Kelas Filicinae (Paku Sejati) Kelas Filicinae terdiri dari 3 Anak Kelas, yaitu a. Anak kelas Eusporangiatae, terdiri atas 2 Ordo yaitu (1) Ordo Ophoglossales (2) Ordo Marattiales b. Anak kelas Leptosporongiatae (Filices), terdiri atas 10 Ordo, yaitu: (1) Ordo Osmundales (2) Ordo Shizacales (3) Ordo Gleicheniales (4) Ordo Matoniales (5) Ordo Loxomales (6) Ordo Hymenophyllales (7) Ordo Dicksoniales (8) Ordo Thyrsopteridales Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
(9) Ordo Chyatheales (10) Ordo Polipodiales c. Anak kelas Hydropterides (Paku Air). Menurut Stern (1992), divisi ini disebut pula dengan nama Tracheophyta yang berarti tumbuhan yang berjaringan buluh. Jaringan buluh ini terdiri atas dua jenis buluh, yaitu: 1. Buluh kayu (Xylem), berfungsi mengangkut air dan garam-garam tanah dari akar ke bagian atas hingga daun. 2. Buluh tapis (Floem), berfungsi mengangkat hasil asimilasi dari daun ke seluruh bagian organ termasuk akar. Kedua pembuluh tersebut dimiliki pula oleh tumbuhan berkeping dua. Tracheophyta tidak mempunyai kambium tetapi memiliki hijau daun (klorofil) yang membuatnya bisa mandiri dalam pembentukan zat-zat yang mengandung energi matahari (karbohidrat, lemak, dan protein). Untuk berkembang biak Tracheophyta membentuk spora dengan peralatan kelamin yang lengkap, yaitu: 1. Arkegonium; dapat disamakan dengan putik dari tumbuhan dikotiledon dan mengandung semacam sel telur. 2. Anteridium; dapat disamakan dengan benang sari yang menghasilkan tepung sari mengandung semacam sperma (Tjitrosoepomo, 2001). Tumbuhan Tracheophyta mengadakan perkawinan dengan menghasilkan spora dan dapat tumbuh menjadi tumbuhan paku. Ciri khas dari paku-pakuan yang khas adalah: Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
a. Membentuk sporangia yang sangat besar jumlahnya. b. Sporangia dibentuk di bagian bawah sporofil. c. Sperma masuk ke dalam telur (arkegonium) dengan persarian berlangsung dalam media basah (Tjitrosoepomo, 2001).
2.3.
Ekologi Tumbuhan Paku Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak
jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda kebutuhannya juga akan berbeda terhadap cahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian pada tempat tertutup (Wiesner (1907), Went (1940) dalam Hasar dan Kaban, (1997). Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari (Holttum, 1967). Paku yang menyenangi sinar matahari “sun-fern” selain ada yang membentuk belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil “sun-fern” Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
tumbuh di tempat yang benar-benar terbuka. Namun demikan memerlukan juga lindungan dari sinar matahari. Sehingga sering ditemukan tumbuh di antara tumbuhan lain, tidak terisolasi. Paku yang berbentuk belukar membuat sendiri naungannya dengan cara membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan (Richard, 1952).
2.4.
Distribusi Tumbuhan Paku Hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur
dan penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di gunung yang rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi atau di bagian yang tengah suatu jajaran pegunungan, zona itu lebih luas (Mackinnon, 2000). Namun dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon semakin pendek, kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah (Anwar, et al., 1987). Hal ini juga dinyatakan oleh Sastrapradja, et al. (1980), bahwa umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh. Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempattempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai, Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi bahkan sampai di sungai-sungai. Melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup beragam, ada yang menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung. Masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri (Sastrapradja & Afriastini, 1985). Menurut Faizah (2002), suhu udara, suhu tanah dan intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman Cyathea spp di hutan Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara. Di lokasi terbuka beberapa epifit berhasil tumbuh di tanah. Namun di hutan mereka sangat tergantung pada inangnya, untuk tempat hidup bukan sebagai sumber makanan. Epifit tidak membutuhkan makanan organik dari tumbuhan lain. Epifit memainkan peranan yang penting dalam ekosistem hutan hujan sebagai habitat bagi beberapa hewan (Richard, 1952). Menurut LIPI (1980) menyatakan bahwa paku epifit ikut membantu dalam mempertahankan kelembaban lapisan vegetasi dasar karena mampu beradaptasi terhadap kekeringan. Vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda. Suhu secara teratur sejalan dengan ketinggian yang meningkat (Ewusie, 1990). Selanjutnya Anwar, et al, (1987), menyatakan bahwa laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6° C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 m. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya. Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
2.5.
Manfaat Tumbuhan Paku Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai
bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dijadikan sebagai tanaman hias. Selain sebagai tanaman hias, paku dapat pula dimanfaatkan sebagai sayuran berupa pucuk-pucuk paku. Dari segi obat-obatan tradisional, paku pun tidak luput dari kehidupan manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk ramuan obat, ada pula yang rhizomanya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras, diperuntukan untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, paku dipakai untuk pengganti kayu, batang paku diukir untuk dijadikan patung-patung yang dapat ditempatkan di taman. Kadang-kadang dipotong-potong untuk tempat bunga, misalnya tanaman anggrek (Sastrapradja, 1979). Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat (Amoroso, 1990). Nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman holtikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga, sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung (Polunin, 1994).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
III. METODA PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Desember 2008
sampai Februari 2009 di Hutan Wisata Alam Taman Eden Desa Lumban Rang Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
3.2.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Hutan Wisata Alam Taman Eden secara administratif termasuk ke dalam
Desa Lumban Rang Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. Dari Medan berjarak lebih kurang 122 km. Secara geografis terletak pada 02º 39’ 00” BT sampai 02º 42’ 00” BT dan 099º 62’ 00” LU sampai 099º 64’ 00” LU pada ketinggian 1100 – 1750 m dpl. Lokasi ini berjarak lebih kurang 16 km dari Parapat sebagai kota wisata andalan Sumatera Utara dan 55 km dari kota Balige. HWA Taman Eden memiliki luas area secara administrasi ± 1.980 ha, lebih dari 1.800 ha merupakan hutan alami (hutan primer) yang berbatasan dengan: Sebelah Utara
: Kecamatan Ajibata Kabupaten Simalungun.
Sebelah Selatan : Kecamatan Uluan dan Kecamatan Porsea. Sebelah Barat
: Danau Toba dan Kecamatan Ajibata.
Sebelah Timur
: Kecamatan Asahan (BKSDA 1 SUMUT, 2003).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
3.2.1. Topografi Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara berada pada ketinggian 1100 – 1750 m dpl. Menurut Leas Sirait yang merupakan pemilik ± 40 ha hutan yang berada di Taman Eden, daerah hutan ini terdiri dari tebing-tebing tinggi, jurang yang terjal, sungai yang deras dan terjal, sehingga separuh dari luas wilayah hutan ini praktis tidak tersentuh tangan manusia. 3.2.2. Iklim Keadaan iklim di lokasi HWA Taman Eden dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim. Faktor iklim tersebut antara lain kelembaban relatif berkisar 72 – 92%, intensitas cahaya 180 – 600 Luxmeter, suhu udara siang 17 – 27°C, dan kecepatan angin berkisar 1 – 4 Knot (BKSDA 1 SUMUT, 2003). 3.2.3. Jenis Tanah Keadaan tanah di lokasi HWA Taman Eden sangat bervariasi. Jenis-jenis variasi tanah tersebut antara lain tanah bertekstur berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat, berlempung halus, liat berdebu, lempung liat berdebu dan berdebu halus, dengan pH tanah 5,4 – 6,8 serta suhu tanah berkisar 16º – 24°C (BKSDA 1 SUMUT, 2003). 3.2.4. Vegetasi Berdasarkan pengamatan pada penelitian awal, di sekitar area penelitian dijumpai vegetasi tumbuhan paku yang umumnya ditemukan yaitu Gleichenia,
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Dipteris, Dipladium, Adiantum. Di mana jenis-jenis tersebut tersebar mulai dari ketinggian 1100 m dpl sampai dengan ketinggian 1750 m dpl. 3.3.
Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Alat dan Bahan Alat-alat Meteran, tali rafia, alat tulis dan buku lapangan (Buku Identifikasi), parang/pisau/gunting, sasak kayu (alat press), koran bekas, kantong plastik, label spesimen, lakban, Soil tester, Loupe, Lux meter, Camera (dokumentasi), Altimeter, pH meter, GPS, Hygrometer, Termometer udara, Termometer tanah. Bahan-bahan Alkohol 70%, akuades, kantung plastik ukuran 40 x 60 cm, kertas koran bekas, label gantung, tally sheet dan bagian-bagian tumbuhan paku teresterial dan epifit hasil koleksi pada seluruh transek penelitian. 3.3.2. Di Lapangan Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan keberadaan tumbuhan paku yang dianggap mewakili tempat tersebut. Pengamatan dan pengambilan koleksi tumbuhan paku dilakukan
dengan
menggunakan
petak
contoh
berbentuk
kuadrat
dan
penempatannya secara petak berganda. Pada setiap lokasi dibuat petak tunggal berukuran 100 m x 5 m yang dibagi menjadi 20 subplot dengan ukuran 5 m x 5 m. Total subplot dari tiga petak tunggal seluruhnya adalah 60. Menentukan plot berdasarkan topografi atau
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ketinggian dari 1100 – 1300 m dpl; 1300 – 1500 m dpl; dan 1500 – 1750 m dpl di sepanjang jalur perjalanan (track) kiri dan kanan secara Purposive Sampling, dapat dilihat pada Gambar 2. Dilakukan pengkoleksian spesimen dari seluruh jenis tumbuhan paku dan tumbuhan paku yang tidak dikenal diberi label gantung bernomor. Setiap sampel yang diambil diusahakan yang mengandung spora dan dicatat deskripsi setiap tumbuhan paku yang dikoleksi.
Gambar 2. Jalur dan Plot Pengamatan Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah sampai kedalaman 1-20 cm dengan sistem diagonal (Gambar 3) yang dilakukan sebanyak 3 kali pengambilan pada setiap lokasi pengamatan. Tanah yang diambil dihomogenkan kemudian diambil cuplikannya sebanyak 500 gr untuk dianalisis di laboratorium. Untuk analisis tanah, sampel tanah dibawa ke laboratorium tanah Fakultas Pertanian
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
USU, selanjutnya diukur tekstur, unsur hara dan komposisi penyusun tanah yang terkandung di dalamnya.
Gambar 3. Pengambilan Sampel Tanah Sistem Diagonal Pada lokasi pengamatan, dilakukan pengukuran faktor abiotik yang meliputi ketinggian dengan menggunakan Altimeter, intensitas cahaya dengan Luxmeter, suhu udara dengan Termometer, suhu tanah dengan Soil Termometer, kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah dengan Soil Tester, posisi dengan GPS dengan pengulangan tiga kali. 3.3.3. Di Laboratorium Setelah pengamatan di lapangan berakhir, tumbuhan paku yang telah dikoleksi dibuka kembali dan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven pengering dengan temperatur + 600 C selama 24 jam. Spesimen yang telah benar-benar kering diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan MEDANENSE (MEDA) Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
acuan antara lain: Taxonomy of Vascular Plants (Lawrence, 1958), Comparative Morphology of Vascular Plants (Foster and Gifford, 1967), Jenis Paku Indonesia (Sastrapradja et al, 1980), Flora (Steenis, 1981), Kerabat Paku (Sastrapradja & Afriastini, 1985), Ferns of Malaysia in Colour (Piggott, 1964). 3.4.
Analisis Data
3.4.1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku Untuk menganalisis keanekaragaman tumbuhan paku, data yang diperoleh dihitung nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H′), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Kesamaan (IS) dengan menggunakan rumus Soerianegara & Indrawan (1988) sebagai berikut: a. Kerapatan (K) K suatu jenis =
Jumlah individu dalam petak contoh Total luas area petak contoh
b. Kerapatan Relatif (KR) KR suatu jenis =
Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis
c. Frekuensi (F) F suatu jenis =
Jumlah subplot yang berisi suatu jenis Jumlah semua subplot yang diamati
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
d. Frekuensi Relatif (FR) FR suatu jenis =
Frekuensi suatu jenis x 100% Jumlah frekuensi semua jenis
e. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR f. Indeks Keanekaragaman (H’) S
H’ = − ∑ Pi ln Pi i=I
Keterangan: H’
= Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Pi
= ni/N
ni
= Jumlah individu suatu jenis
N
= Jumlah total individu
S
= Jumlah jenis
g. Indeks Keseragaman (E) E =
H' H max
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H max = ln S ; S = jumlah jenis h. Indeks Kesamaan (IS) IS =
2C x 100% (A + B)
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Keterangan: A = Jumlah jenis yang ada pada lokasi A B = Jumlah jenis yang ada pada lokasi B C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang dibandingkan.
3.4.2. Pola Distribusi
Pola distribusi individu suatu jenis pada setiap tingkat pertumbuhan dihitung menggunakan rumus Indeks Penyebaran Morista sebagai berikut: ⎡⎛ n 2 ⎞ ⎤ n ⎢⎜⎜ ∑ xi ⎟⎟ − N ⎥ ⎢⎝ ⎥⎦ ⎠ .................................................... (Suin, 2002) Id = ⎣ N ( N − 1) Keterangan: Id = indeks penyebaran dispersi n = jumlah unit pengambilan contoh xi = jumlah individu setiap petak contoh N = jumlah individu total yang diperoleh Kriteria pola distribusi dikelompokkan sebagai berikut: Id < 1 : penyebaran spesies seragam Id = 1 : penyebaran spesies secara acak Id > 1 : penyebaran berkelompok
3.4.3. Analisis Korelasi
Mengukur faktor fisik-kimia tumbuhan paku dikorelasikan dengan Indeks Keanekaragaman (H’) menggunakan analisis korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver. 12.00.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Hasil penelitian di Hutan Wisata Alam Taman Eden berdasarkan ketinggian ditemukan 57 jenis tumbuhan paku yang yang terdiri dari 43 jenis tumbuhan paku teresterial dan 14 jenis tumbuhan paku epifit. Tumbuhan paku tersebut termasuk ke dalam 3 kelas, yaitu Lycopodinae, Psilophytinae, Filicinae dan 5 ordo, 23 famili serta 36 genera (Tabel 1). Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa HWA Taman Eden memiliki jumlah jenis cukup tinggi, hal ini dapat dibandingkan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Widhiastuti, et al, (2006), yang melaporkan di kawasan hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo ditemukan 44 jenis tumbuhan paku yang termasuk ke dalam 2 kelas, 23 famili dan 32 genera, juga hasil inventarisasi paku di hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang oleh Aminah (2002), menemukan 49 jenis, 2 kelas, 2 ordo, 16 famili dan 22 genera dan Sibayak II oleh Lasmaria (1999), menemukan 20 jenis paku, 7 famili dan 19 genera. Di luar pulau Sumatera Sunarmi dan Sarwono (2004), menginventarisasi paku di daerah Coban Rondo dan sekitar kampus UM Malang menemukan 50 jenis tumbuhan paku. Dijelaskan oleh Barbour et al. (1987), Krebs (1989), Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
sama. Odum (1996), juga menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka semakin tinggi keanekaragamannya. Diperoleh Kelas Lycopodinae yang terdiri dari 2 ordo yaitu Lycopodiales dengan 1 famili Lycopodiaceae, dan Sellaginales dengan 1 famili juga yaitu Sellaginellaceae. Kelas Psilophytinae terdiri atas 1 ordo yaitu Psilotales dan 1 famili yaitu Psilotaceae, sedangkan Kelas Filicinae terdiri atas 2 ordo yaitu Marratiales dengan 1 famili Marattiaceae dan Filicinales dengan 19 famili yaitu Cyatheaceae, Gleicheniaceae, Matoniaceae, Hypolepidaceae, Oleandraceae, Nephrolepidaceae, Athyriaceae, Davalliaceae, Blechnaceae, Lindsaeaceae, Polypodiaceae, Grammitidaceae, Lomariopsidaceae, Vittariaceae, Aspleniaceae, Aspidiaceae, Thelypteridaceae, Hymenophyllaceae dan Pteridaceae (Tabel 1). Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kelas Lycopodinae
Psilophytinae Filicinae
Ordo
Famili
Lycopodiales
Lycopodiaceae
Selaginalles
Selaginaceae
Psilotales Maratiales Filicinales
Psilotaceae Marattiaceae Cyatheaceae
Gleicheniaceae
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Matoniaceae Hypolepidaceae Oleandraceae Nephrolepidaceae Athyriaceae
Davalliaceae
Jenis Lycopodium cernuum# Lycopodium sp1. # Lycopodium sp2.# Selaginella ornate # Selaginella wildenowii # Psilotum sp. # Angiopteris angustifolia # Cibotium barometz # Cyathea boornensis # Cyathea glabra # Cyathea latebrosa# Cyathea obscura # Dicranopteris curanii# Dicranopteris linearis var montana # Dicranopteris linearis var subspeciosa # Gleichenia linearis # Gleichenia longissima # Gleichenia truncate# Matonia pectinata# Histiopteris incise # Oleandra pistillaris # Nephrolepis dicksonioides # Athryum procumbens # Diplazium accedens # Diplazium subintegrum# Diplazium velutinum# Humata pectinata#
Ketinggian I + + + + + + + + + + +
II + + + + + -
III + -
-
+
-
+ + + + + +
+ + + + +
+ + + +
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 1 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. Keterangan :
Blechnum indicum# Blechnum orientale # Lindsaeaceae Sphenomeris chinensis # Polypodiaceae Belvisia revolute ## Phymatopteris triloba## Phymatosorus longissima # Dipteris conjugate# Pyrrosia stigmosa# Goniophlebium persicifolium# Crypsinus stenophyllus ## Lomariopsidaceae Elaphoglossum blumeanum## Elaphoglossum robinsonii## Vittariaceae Antrophyum semicostatum# Vittaria angustifolia ## Aspleniaceae Asplenium macrophyllum # Asplenium nidus ## Asplenium unilateral ## Aspidiaceae Arachnioides haniffii # Arachnioides hasseltii # Tectaria grandidentata ## Thelypteridaceae Pneumatopteris ecallosa # Pneumatopteris truncate # Pronephrium triphyllum# Coryphopteris sp # Hymenophyllaceae Hymenophyllum exsertum## Hymenophyllum imbricatum## Pteridaceae Pteridium sp. # Grammitidaceae Ctenopteris alata ## Ctenopteris contigua ## Scleroglossum pusillum## + = ditemukan; – = tidak ditemukan; # = teresterial; ## = epifit I : 1100-1300 m dpl II : 1300-1500 m dpl III : 1500-1700 m dpl Blechnaceae
+ + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + -
Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa jenis tumbuhan paku yang ditemukan pada ketinggian 1100-1300 m dpl sebanyak 31 jenis terdiri dari 26 jenis paku teresterial dan 5 jenis paku epifit. Pada ketinggian 1300-1500 m dpl ditemukan 27 jenis tumbuhan paku yang terdiri dari 17 jenis paku teresterial dan 10 paku epifit, sedangkan pada lokasi 1500-1750 m dpl ditemukan 17 jenis yang terdiri dari 15 jenis paku teresterial dan 2 jenis paku epifit. Pada ketinggian 11001300 m dpl diperoleh jenis yang tertinggi dan jenis terendah pada ketinggian 1500-1750 m dpl (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang sesuai dengan kehidupan berbagai jenis paku, di mana pada ketinggian 1100-1300 m dpl
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
intensitas cahaya 297.80 Lux dengan kelembaban udara rata-rata 95.08% dan pada ketinggian 1500-1750 m dpl intensitas cahaya 189.10 Lux, kelembaban udara sekitar 86.5% dan naungan pohon juga sudah jauh berkurang. Menurut LIPI (1980), paku di hutan umumnya merupakan paku yang menyukai naungan. Paku di hutan terlindung dari panas dan angin kencang. Di hutan tertutup ditandai dengan intensitas cahaya yang kurang dan kelembaban yang tinggi. Selanjutnya Sastrapradja, et al, (1980), menyatakan bahwa umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh. Famili tumbuhan paku yang memiliki jumlah jenis tertinggi adalah dari famili Polypodiaceae yaitu ada 7 jenis. Banyaknya jenis dari famili Polypodiaceae yang terdapat pada lokasi penelitian disebabkan kondisi faktor abiotik di lokasi penelitian yang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan jenis tersebut. Menurut Lawrence (1958), famili Polypodiaceae merupakan famili dari tumbuhan paku yang paling banyak jumlahnya, yaitu sekitar 170 genus dan 7000 jenis yang tersebar di seluruh dunia. Selanjutnya Holttum (1968), menambahkan bahwa famili Polypodiaceae mempunyai jumlah anggota terbesar di kawasan Malesiana, yang sebagian besar terdapat di kepulauan Indonesia. Keanekaragaman paku yang terdapat di HWA Taman Eden berdasarkan jumlah famili, jumlah jenis dan jumlah individu yang ditemukan pada setiap ketinggian, jumlah jenis mengalami penurunan seiring dengan penambahan Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ketinggian, sedangkan jumlah individu mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Anwar, et al, (1984), bahwa kelimpahan dari vegetasi di pegunungan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya ketinggian. Selanjutnya Kusrinawati (2005), juga telah membuktikan bahwa dengan bertambahnya ketinggian maka jumlah jenis semakin berkurang tetapi diikuti dengan peningkatan jumlah individu. Jumlah famili, jenis dan individu tumbuhan paku di HWA Taman Eden dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Famili, Jenis dan Individu Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden No.
Keterangan
1. 2. 3.
Famili Jenis Individu
1100-1300
Ketinggian (m dpl) 1300-1500
1500-1750
14 31 952
14 27 1274
10 17 1672
Jumlah famili dan jenis yang tertinggi dijumpai pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl, sedangkan di ketinggian 1500 – 1750 m dpl memiliki jumlah jenis yang terendah. Tingginya jumlah jenis pada ketinggian 1100-1300 m dpl tidak terlepas dari pengaruh faktor fisik dan lingkungannya, yaitu dengan suhu udara 22.08oC, kelembaban 95.08%, intensitas cahaya 297.80 Lux, suhu tanah 22oC dan pH tanah 6.14 (Tabel 3). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketinggian 11001300 m dpl memiliki kelembaban yang tinggi, di mana menurut Sastrapradja, et al, (1979), umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak daripada dataran rendah disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Pada ketinggian 1500-1750 m dpl terjadi pengurangan jenis yang sangat mencolok. Hal ini disebabkan karena kurangnya pepohonan sebagai tempat naungan sehingga mengakibatkan intensitas cahaya matahari dan tiupan angin semakin tinggi. Keadaan ini menyebabkan hanya paku jenis tertentu saja yang dapat beradaptasi. Menurut Holdridge (1969) dalam Ewusie (1990), menjelaskan bahwa berkurangnya keanekaragaman dalam jumlah jenis dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang berkurang. Selanjutnya Raven, et al, (1992), menjelaskan tumbuhan paku terdapat di dalam semua zona iklim mulai dari tanah tropik hingga subtropik. Mereka membentuk tempat yang lembab. Hanya sedikit spesies yang toleran terhadap iklim kering, namun bukan di daerah yang sama sekali tidak ada air. Menurut Holttum (1968), lingkungan tumbuhan paku mencakup tanah untuk akarnya, sinar matahari yang sampai ke daun, hujan, angin, perubahan suhu, termasuk tumbuhan lain yang tumbuh di sekitarnya. Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari. Berikutnya ditambahkan oleh Ewusie (1990), bahwa vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda. Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Kondisi suhu udara yang diukur dengan termometer air raksa cenderung menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian lokasi penelitian. Penurunan berkisar antara 1.07oC – 2.76oC, penurunan terjadi pada setiap kenaikan 200 m dpl. Hal ini tergantung pada faktor lain seperti angin, awan, intensitas cahaya, tempat, dan waktu pengukuran (Tabel 3). Menurut Anwar, et al, (1984), laju penurunan suhu umumnya sekitar 0.60C setiap penambahan ketinggian 100 m dpl. Tapi hal ini berbeda-beda, tergantung pada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dan sifat fisik lainnya. Tabel 3. Nilai Rata-Rata Faktor Fisik Pada Tiga Ketinggian di HWA Taman Eden Ketinggian (m dpl)
Suhu Udara (oC)
Suhu Tanah (oC)
Intensitas Cahaya (x 10 Lux)
Kelembaban (%)
pH Tanah
1100-1300 1300-1500 1500-1750
22.08 21.01 18.25
22 20.63 19.70
297.80 283.20 189.10
95.08 97.45 86.75
6.14 6.55 5.26
Intensitas cahaya mengalami penurunan dari ketinggian 1100-1300 m dpl sampai ketinggian 1500-1750 m dpl yakni 297.80 Lux menjadi 189.10 Lux. Rendahnya intensitas cahaya dipengaruhi oleh ada atau tidaknya tutupan tajuk dan awan. Kondisi ini sesuai dengan habitat tumbuhan paku yang suka akan kelembaban. Di mana tumbuhan paku yang terdapat di ketinggian 1100-1300 m dpl banyak terdapat di bawah naungan pohon yang kondisinya lebih lembab. Pohon-pohon yang terdapat di ketinggian 1500-1750 m dpl lebih pendek dibandingkan dengan pohon di ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Sesuai dengan Raven, et al, (1992), tumbuhan paku terdapat di dalam semua zona iklim mulai dari tanah tropik hingga subtropik. Mereka membentuk tempat yang lembab. Hanya sedikit spesies yang toleran terhadap iklim kering, namun bukan di daerah yang sama sekali tidak ada air. Anwar, et al, (1994), menyatakan dengan naiknya ketinggian, terjadi perubahan vegetasi yang mencolok, di mana tajuk pohon semakin rata dan pohon semakin pendek. Gusmalyana (1983), menambahkan pada komunitas hutan hujan tropis, intensitas cahaya yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit dan hal ini disebabkan terhalangnya cahaya oleh lapisan tajuk pohon di sekitarnya. Kelembaban udara (kejenuhan suatu massa di udara), mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan semakin bertambahnya ketinggian lokasi penelitian. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl kelembaban sebesar 95.08% dan di ketinggian 1500-1750 m dpl sebesar 86.75%. Kelembaban ini sangat dipengaruhi oleh suhu udara, karena suhu udara menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian. Menurut Anwar, et al, (1994), persentase kejenuhan suatu massa udara akan bertambah dengan menurunnya suhu. Begitu juga yang dikemukakan Sastrapradja, et al, (1980), bahwa umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4.2.
Komposisi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Komposisi tumbuhan paku merupakan penyusun suatu tegakan yang meliputi jumlah jenis spesies/famili ataupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan paku. Pada ketiga ketinggian ditemukan 3 kelas, 5 ordo dan 23 famili serta 36 genera. Famili-famili yang terdapat pada ketiga ketinggian relatif berubah. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu tiap jenis memiliki adaptasi yang tinggi terhadap kondisi fisik lingkungan ketinggian tersebut, sehingga dapat dijumpai pada ketiga ketinggian. Kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban dan cahaya. Menurut Syahbudin (1987), bahwa organisme, baik dalam tingkatan individu maupun komunitas selalu didukung oleh kondisi lingkungan, seperti cahaya. Anwar, et al, (1987), menambahkan bahwa komposisi jenis sangat ditentukan terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan bibit dan pada daerah tertentu, komposisi jenis berkaitan erat dengan ciri-ciri habitat seperti tanah dan topografi. Menurut Suin (2002), pada suatu komunitas dapat dilihat adanya perbedaan jenis penyusunnya secara vertikal, seperti perbedaan bentuk hidup serta tingkatannya. Untuk mengetahui komposisi tumbuhan paku, dapat dilihat berdasarkan keberadaan dan jumlah individu suatu jenis yang menempati kawasan di Hutan Wisata Alam Taman Eden (Gambar 4). Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1100-1300 m dpl diperoleh 26 jenis dengan jumlah individu sebanyak 842 individu/ha dan tumbuhan paku epifit terdiri atas 5 jenis dengan Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
jumlah individu sebanyak 110 individu/ha. Komposisi tumbuhan paku teresterial tertinggi pada ketinggian 1100-1300 m dpl adalah Gleichenia truncata dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 18.53%. Nilai komposisi paku teresterial terendah terdapat pada jenis Antrophyum semicostatum, Blechnum orientale dan Cyathea glabra dengan nilai yang sama yaitu 0.36%.
KR (%) Gleichenia truncata, 18.53 dan lain-lain, 33.15
Pneumatopteris truncata, 11.88
Pyrrosia stigmosa, 11.28
Goniophlebium persicifolium, 5.58 Phymatosorus longissima, 6.41
Gleichenia linearis, 6.53
Pneumatopteris ecallosa, 6.65
a. Paku teresterial KR (%) Tectaria grandidentata , 1.82 Asplenium unilateral , 7.27 Vittaria angustifolia , 44.55
Asplenium nidus , 12.73
Ctenopteris alata , 33.64
b. Paku epifit
Gambar 4. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit Pada Ketinggian 1100 - 1300 m dpl di HWA Taman Eden
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tinggi dan rendahnya nilai ini disebabkan oleh banyaknya individu dari jenis ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada ketinggian yang lain. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan oleh faktor abiotik yang sesuai, di mana terdapat banyak pohon yang mempunyai tajuk yang cukup luas, sehingga kelembaban tinggi sebesar 95.08%, juga kondisi di ketinggian ini memiliki banyak lereng-lereng bukit. Hal ini dapat menyokong pertumbuhan jenis paku ini untuk dapat tumbuh dan berkembang. Menurut Sastrapradja (1980), menyatakan bahwa pada lereng-lereng terbuka di kepulauan Hawaii akan dengan cepat tertutup oleh Gleichenia. Dihubungkan dengan intenistas cahaya pada ketinggian ini setelah dirata-ratakan didapat sebesar 297.80 Lux. Hal ini menunjukkan bahwa HWA Taman Eden di ketinggian 1100-1300 m dpl ada sebagian tempat yang terbuka, sehingga jenis Gleichinea dapat mendominasi di ketinggian tersebut. Pada Gambar 4 diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku epifit tertinggi pada ketinggian 1100-1300 m dpl terdapat pada jenis Vittaria Angustifolia dengan nilai Kerapatan Relatif sebesar 44.55% dan jenis tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai Kerapatan Relatif terendah adalah Tectaria grandidentata dengan 1.82%. Hal ini disebabkan karena pohon-pohon yang besar sehingga dapat menjadi tempat hidup tumbuhan paku epifit jenis ini. Menurut Tjitrosoepomo (2001), di mana tumbuhan paku Vittaria dari segi ekologi termasuk higrofit, banyak tumbuh di tempat-tempat yang teduh dan lembab.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Komposisi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1300-1500 m dpl yang terdiri atas 17 jenis dengan jumlah individu sebanyak 874 individu/ha dan tumbuhan paku epifit terdiri dari 10 jenis dengan jumlah individu sebanyak 400 individu/ha (Gambar 5). Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku teresterial tertinggi pada ketinggian 1300-1500 m dpl adalah Gleichenia linearis dengan nilai Kerapatan Relatif sebesar 39.47%. Pada beberapa tempat di ketinggian ini banyak ditemukan daerah yang terbuka sehingga cocok dengan habitat Gleichenia linearis. Menurut Sastrapradja (1980), Gleichenia linearis seperti alang-alang yang akan dengan cepat menutupi tempat-tempat yang terbuka dan ditambah lagi sporanya tidak mempunyai indusia sehingga penyebaran dengan spora sangat mudah dilakukan. Nilai Kerapatan Relatif paku teresterial terendah terdapat pada jenis Angiopteris angustifolia dan Pneumatopteris truncata dengan 0.23%.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KR (%) Blechnum orientale, 2.63
dan lain-lain, 13.74
Pronephrium triphyllum, 3.78
Gleichenia linearis, 39.47
Blechnum indicum, 3.89 Goniophlebium persicifolium, 6.64 Phymatopteris triloba, 9.15
Gleichenia longissima, 20.71
a. Paku teresterial KR (%) dan lain-lain, 7.50 Hymenophyllum exsertum , 4.00
Vittaria angustifolia , 23.25
Asplenium nidus , 5.00 Hymenophyllum imbricatum , 12.75
Belvisia revoluta , 17.50 Elaphoglossum blumeanum , 13.75
Ctenopteris contigua , 16.25
b. Paku epifit
Gambar 5. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300- 1500 m dpl di HWA Taman Eden Komposisi tumbuhan paku epifit tertinggi pada ketinggian 1300-1500 m dpl terdapat pada jenis Vittaria Angustifolia dengan nilai Kerapatan Relatif sebesar 23.25%. Tingginya nilai ini disebabkan oleh banyaknya individu dari jenis ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada ketinggian yang lain. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan oleh faktor abiotik yang sesuai untuk dapat tumbuh dan hidup. Jenis yang memiliki
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
nilai Kerapatan Relatif terendah pada ketinggian 1300-1500 m dpl terdapat pada jenis Elaphoglossum robinsonii dengan nilai 1 % (Gambar 5). Komposisi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1500-1750 m dpl yang terdiri atas 15 jenis dengan jumlah individu sebanyak 1514 individu/ha dan tumbuhan paku epifit terdiri atas 2 jenis dengan jumlah individu sebanyak 158 individu/ha (Gambar 6). Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku teresterial tertinggi pada ketinggian 1500-1750 m dpl adalah Dipteris conjugata dengan nilai Kerapatan Relatif sebesar 27.74%. Jenis paku teresterial yang memiliki nilai Kerapatan Relatif terendah terdapat pada jenis Cyathea obscura dengan 0.26%. Hal ini disebabkan faktor abiotik yang berubah di mana rata-rata suhu udara 18.25%, suhu tanah 19.70%, intensitas cahaya 189.10 Lux dan kelembaban 86.75%. Menurut Daniel, et al, (1992), bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh zatzat organik yang tersedia, kelembaban, sinar matahari, tersedianya air di dalam tanah dan proses fisiologi tumbuhan tersebut. Menurut Anwar, et al, (1987), dengan naiknya ketinggian tempat pohon-pohon semakin pendek, kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah. Dengan naiknya ketinggian lagi pohonpohon akan lebih pendek, batang dan cabang berlekuk-lekuk, daun-daunnya tebal dan tajuk pohon menjadi rata.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KR (%)
Dicranopteris linearis var montana , 5.55
dan lain-lain, 11.61 Dipteris conjugata , 27.74
Histiopteris incisa , 6.47
Dicranopteris curanii , 6.87 Dicranopteris linearis var subspeciosa , 10.37 Matonia pectinata , 13.54
Gleichenia truncata , 17.83
a. Paku teresterial KR (%)
Humata pectinata , 38.61
Phymatopteris triloba, 61.39
b. Paku epifit
Gambar 6. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1500 – 1750 m dpl di HWA Taman Eden Komposisi paku epifit tertinggi pada ketinggian 1500-1750 m dpl terdapat pada jenis Phymatopteris triloba dengan nilai Kerapatan Relatif sebesar 61.39% dan Kerapatan Relatif terendah terdapat pada jenis Humata pectinata yaitu 38.61% (Gambar 6). Tingginya nilai ini disebabkan oleh banyaknya individu dari jenis paku ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada lokasi penelitian. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
oleh faktor abiotik yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Mackinnon, et al, (2000), pada umumnya semakin ekstrim kondisi lingkungan, baik karena iklim, tanah atau ketinggian tempat yang bertambah, semakin kurang keragaman komposisi jenis vegetasi dan satu atau dua jenis semakin dominan. Menurut Sastrapradja dan Afriastini (1985), melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup beragam ada yang menempel di batang pohon, batu, atau tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung, masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri.
4.3.
Tumbuhan Paku Dominan di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Untuk mengetahui jenis tumbuhan paku yang dominan di dapat dari nilai Indeks Nilai Penting. Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas, di mana nilai penting
itu
diperoleh
dari
hasil
penjumlahan
dan Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting
Kerapatan
Relatif
(KR)
(INP), dapat dilihat pada
Lampiran 3. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl jenis tumbuhan paku teresterial yang memiliki INP tertinggi adalah Gleichenia truncata yaitu sebesar 23% dan terendah adalah Antrophyum semicostatum, Blechnum orientale, dan Cyathea glabra, dengan nilai yang sama yaitu 1.85% (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa faktor fisik lingkungan berpengaruh terhadap jenis paku ini, di mana suhu
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
udara 22.08ºC, suhu tanah 22ºC, intensitas cahaya 297.80 Lux, kelembaban 95.08% dan pH 6.14. INP (%) Gleichenia truncata , 23.00 Pneumatopteris truncata , 22.32 dan lain-lain, 92.23 Pyrrosia stigmosa , 15.76
Sphenomeris chinensis , 8.52
Pneumatopteris ecallosa , 11.13
Gleichenia linearis , 13.99 Goniophlebium persicifolium , 13.04
a. Paku teresterial INP (%) Tectaria grandidentata , 18.48 Vittaria angustifolia , 61.21
Asplenium unilateral , 23.94
Ctenopteris alata , 41.97 Asplenium nidus , 54.39
b. Paku epifit
Gambar 7. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden Menurut Ewusie (1990), bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting. Selanjutnya Setiadi (1989) dalam Sofyan (1991), menyatakan jenis tumbuhan yang mempunyai Indeks Nilai Penting
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
di antara vegetasi sesamanya disebut jenis yang dominan. Hal ini mencerminkan tingginya kemampuan jenis tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya. Selanjutnya Odum (1996), menjelaskan bahwa umumnya jenis yang dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu
komunitas
dengan
produktivitas
yang
besar
dan
sebagian
besar
mengendalikan arus energi. Tumbuhan paku epifit INP tertinggi dimiliki oleh Vittaria angustifolia dengan nilai 61.21% dan terendah adalah Tectaria grandidentata yaitu 18.48% (Gambar 7). Menurut Sastrapradja & Afriastini (1985), melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup beragam ada yang menempel di batang pohon, batu, atau tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung, masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri. INP tertinggi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1300-1500 m dpl terdapat pada jenis Gleichenia linearis yaitu 58.34% dan yang terendah pada jenis Angiopteris angustifolia dan Pneumatopteris truncata dengan nilai yang sama yaitu 2.12%. INP tertinggi pada tumbuhan paku epifit dimiliki oleh Vittaria angustifolia yaitu sebesar 36.58% dan terendah pada jenis Elaphoglossum robinsonii yaitu 4.33% (Gambar 8). Tingginya nilai penting pada jenis paku disebabkan oleh rendahnya keberadaan jenis paku yang lain dan tingginya kerapatan relatif jenis Gleichenia linearis untuk paku teresterial dan Vittaria angustifolia untuk paku epifit, juga Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
karena faktor abiotik lingkungan yang mendukung untuk tumbuh, di mana suhu 21ºC, intensitas cahaya 283.20 Lux dan kelembaban 97.45%. Pada ketinggian ini mulai terbuka sehingga cahaya masuk ke lantai hutan dan jenis paku yang ada hanya paku yang toleran terhadap intensitas cahaya yang tinggi. Menurut Pramono (1992), pertumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan. Pengaruh lingkungan terdiri dari faktor tanah, iklim, mikroorganisme, kompetisi dengan organisme lain. INP (%)
Gleichenia linearis , 58.34
dan lain-lain, 43.01 Lycopodium sp2. , 7.26 Pronephrium triphyllum , 9.44 Phymatopteri s triloba , Nephrolepis dicksonioides , 13.38
Goniophlebium persicifolium , 19.84
Gleichenia longissima , 35.80
a. Paku teresterial INP (%)
Vittaria angustifolia , 36.58
dan lain-lain, 25.42 Crypsinus stenophyllus , 16.08
Asplenium nidus , 21.67 Hymenophyllum imbricatum , 22.75
Belvisia revoluta , 30.83
Ctenopteris contigua , 22.92
Elaphoglossum blumeanum , 23.75
b. Paku epifit
Gambar 8. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Nilai INP tertinggi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1500-1750 m dpl dimiliki oleh Dipteris conjugata yaitu sebesar 43.13% dan jenis yang terendah terdapat pada Oleandra pistillaris dengan 1.61% (Gambar 9). INP (%)
Dipteris conjugata , 43.13
dan lain-lain, 47.60
Dicranopteris linearis var montana , 13.24
Gleichenia truncata , 24.24
Dicranopteris linearis var subspeciosa , 15.50 Matonia pectinata , 17.39
Dicranopteris curanii , 20.97 Psilotum sp. , 17.93
a. Paku teresterial INP (%)
Humata pectinata , Paku epifit 71.94
Phymatopteris triloba , 128.06
b. Paku epifit
Gambar 9. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1500 – 1750 m dpl di HWA Taman Eden Menurut Indriyanto (2006), keberhasilan jenis-jenis ini untuk tumbuh dan bertambah banyak tidak lepas dari daya mempertahankan diri pada kondisi
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
lingkungan. Dan juga jenis-jenis yang lain yang memiliki nilai tertinggi merupakan kelompok jenis yang mempunyai frekuensi dan kerapatan yang tinggi pada ketinggian atau lokasi tersebut. Pada tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai INP tertinggi pada jenis Phymatopteris triloba yaitu 128.06% dan INP terendah tumbuhan paku epifit pada jenis Humata pectinata yaitu 71.94%. Hal ini menunjukkan bahwa Dipteris dominan pada lokasi tersebut, hal ini disebabkan kemampuan jenis tersebut untuk bertoleransi dengan keadaan sekitarnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. Menurut Indrawan (1978), bahwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai adaptasi tinggilah yang bisa hidup sukses di suatu daerah. Selain itu juga dipengaruhi oleh pertumbuhan dari bibit atau kecambah dari suatu jenis. Selanjutnya Resosedarmo, et al, (1989), juga menyatakan bahwa dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu atau beberapa jenis tertentu atau dapat pula sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian tidak ada batas yang nyata antara keduanya sebab keduanya dapat saja beroperasi secara bersamaan atau saling mempengaruhi, misalnya saja kondisi tanah, topografi, elevasi dan iklim.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4.4.
Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
Dari hasil perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa lokasi yang mempunyai nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1100-1300 m dpl sebesar 2.95989, dan nilai Indeks Keanekaragaman terendah terdapat pada ketinggian 1500-1750 m dpl sebesar 2.328337. Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku HWA Taman Eden Ketinggian (m dpl)
Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks Keseragaman (E)
1100-1300
2.95989
0.86194
1300-1500
2.62862
0.79756
1500-1750
2.32834
0.83977
Nilai H’ pada ketinggian 1100-1300 m dpl tertinggi dan terendah pada ketinggian 1500-1750 m dpl, namun dilihat dari nilai H’ yang dihitung dari ketinggian 1100-1300 m dpl sampai dengan ketinggian 1500-1750 m dpl menunjukkan Indeks Keanekaragaman adalah sedang. Hal ini menunjukkan jumlah jenis di antara jumlah total individu seluruh jenis yang ada sedang, artinya ratio jumlah individu suatu jenis dengan jumlah total individu seluruh jenis adalah sedang. Menurut Mason (1980), jika nilai H’ lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika 1 – 3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Perubahan nilai yang berangsur-angsur menjadi lebih rendah dari ketinggian 1100-1300 m dpl ke Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ketinggian 1500-1750 m dpl seiring dengan perubahan komposisi jenis juga sejalan dengan kenaikan ketinggian. Menurut Odum (1996), bahwa semakin banyak jumlah spesies maka semakin tinggi keanekaragamannya. Sebaliknya jika nilainya kecil maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya, tetapi bila penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis rendah. Selanjutnya
Soeriaatmadja
(1997),
menyatakan
bahwa
dengan
memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran tentang
kedewasaan
organisasi
komunitas
tersebut.
Biasanya
makin
beranekaragam suatu komunitas, makin tinggi organisasi di dalam komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaannya, sehingga keadaannya lebih mantap. Dari Tabel 4 juga dapat dilihat nilai Indeks Keseragaman. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl diperoleh nilai Indeks Keseragaman (E) sebesar 0.86194, pada ketinggian 1300-1500 m dpl sebesar 0.797557 dan 0.83977 pada ketinggian 15001750 m dpl. Menurut Krebs (1985), keseragaman dikatakan rendah apabila 0<E<0.5
dan
keseragaman
tinggi
apabila
0.5<E<1.
Hasil
perhitungan
menunjukkan bahwa keseragaman jenis pada ketinggian 1100-1300 m dpl lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian 1300-1500 m dpl dan 1500-1750 m dpl walaupun dari tiga ketinggian tersebut memiliki nilai Indeks keseragaman 0.5<E<1. Tetapi keseluruhan ketinggian di HWA Taman Eden memiliki Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
keseragaman yang tinggi. Menurut Sastrawidjaya (1991), ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan indeks keseragaman bervariasi. Selanjutnya Holttum (1967), menyatakan bahwa kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari
4.5.
Indeks Similaritas (IS)
Indeks Kesamaan berguna untuk mengetahui seberapa besar kesamaan organisme yang dapat hidup di dua tempat yang berbeda, dan juga dapat digunakan untuk mengetahui penyebarannya. Semakin besar IS maka jenis yang sama pada lokasi yang berbeda semakin banyak (Krebs, 1985). Indeks similaritas pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Nilai Indeks Similaritas (IS) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden IS
1100-1300 mdpl
1300-1500 m dpl
1500-1750 m dpl
1100-1300 m dpl
-
60.13%
25.62%
1300-1500 m dpl
-
-
19.39%
1500-1750 m dpl
-
-
-
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Pengelompokan nilai IS oleh Suin (2003), sebagai berikut: a. b. c. d.
Kesamaan ≤ 25% Kesamaan 25%-50% Kesamaan 50%-75% Kesamaan ≥ 75%
: sangat tidak mirip : tidak mirip : mirip : sangat mirip
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa Indeks Similaritas tertinggi terdapat antara ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl, yaitu 60.13 %, nilai ini menurut pengelompokan IS oleh Suin (2003) adalah menunjukkan bahwa jenis paku yang ada di antara kedua ketinggian adalah mirip. Hal ini disebabkan suhu dan kelembaban tidak berbeda jauh pada ketinggian 1100-1300 m dpl dan 13001500 m dpl yaitu berkisar antara 22.08ºC - 21.01ºC dan kelembaban juga berkisar antara 95.08%-97.45%, sedangkan nilai terendah terdapat di antara ketinggian 1300-1500 m dpl dan 1500-1750 m dpl yaitu 19.39 %, nilai ini menunjukkan bahwa jenis paku yang ada di antara ketinggian 1500-1750 m dpl sangat tidak mirip dengan jenis paku yang terdapat di ketinggian 1500-1750 m dpl. Keadaan ini disebabkan suhu dan kelembaban berbeda jauh yaitu berkisar antara 21.01ºC – 18.25ºC dan kelembaban 97.45%-86.75%. Nilai IS bila dihubungkan dengan altitude bahwa dari ketinggian 1100-1400 m dpl masih merupakan submontane forest (hutan pegunungan bagian bawah), di mana fisiognominya hampir serupa. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Irwan (1992), bahwa hutan pegunungan bagian bawah (submontane forest) merupakan ekosistem yang terdapat pada ketinggian 600-1400 m dpl. Fisiognomi menyerupai hutan hujan, hanya pohon-
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
pohonnya yang tumbuh kecil. Begitu pula komposisi agak berbeda. Ekosistem ini biasanya kaya dengan jenis Pteridophyta dan Orchidaceae. Swan, et al, (1978) dalam Lumban Tobing (1980), menyatakan bahwa nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100, maka makin dekat ke 100 maka dua contoh yang dibandingkan semakin sama dan semakin dekat ke 0, maka kedua contoh yang dibandingkan semakin berlainan. Hal ini semakin menjelaskan adanya perbedaan jenis tumbuhan yang terdapat di hutan pegunungan berdasarkan zonasi ketinggian.
4.6.
Distribusi dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku
4.6.1. Distribusi Tumbuhan Paku
Untuk mengetahui distribusi tumbuhan paku di lokasi penelitian, dapat dilihat pada Gambar 10. Beragamnya jenis yang ditemukan pada tiap lokasi penelitian di HWA Taman Eden mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada hutan pegunungan. Pada hutan ini terjadi perubahan faktorfaktor lingkungan seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat, seperti keadaan tanah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Edward, et al, (1990) dalam Monk, et al, (2000), bahwa distribusi jenis-jenis tumbuhan manurut ketinggian tempat berkaitan dengan perubahan jenis tanah. Begitu juga Arief (1994), mengemukakan bahwa daerah pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang berbeda-beda menurut ketinggiannya.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Menurut Krebs (1985), kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi kandungan/ ketersediaan air tanah di mana hubungan dengan suhu dapat mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Tingginya nilai frekuensi relatif menunjukkan banyaknya jumlah jenis tersebut pada masing-masing lokasi. Jenisjenis tersebut mampu bertahan hidup dan berkembang serta memiliki penyebaran yang luas. Menurut Loveless (1989), tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung berkembang luas. Jenis tumbuhan paku yang memiliki frekuensi relatif tertinggi pada tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1100-1300 m dpl terdapat pada Pneumatopteris truncata yaitu 10.45%, sedangkan frekuensi relatif yang paling rendah adalah Antrophyum semicostatum, Arachnioides hasseltii, Blechnum orientale, Cyathea glabra, Diplazium accedens, Diplazium subintegrum dengan nilai 1.49%. Paku epifit frekuensi relatif tertinggi adalah Asplenium nidus yaitu 41.67% dan terendah 8.33% terdapat pada Ctenopteris alata. Hal ini menunjukkan bahwa Pneumatopteris truncata tersebar merata pada tumbuhan paku teresterial dan Asplenium nidus tersebar merata pada paku epifit di lokasi penelitian, sedangkan jenis yang memiliki frekuensi relatif rendah tidak tersebar merata. Menurut Syahbudin (1987), bahwa frekuensi relatif masing-masing jenis merupakan gambaran persentase penyebaran suatu jenis tumbuhan pada suatu areal, dan juga disebabkan oleh faktor penyebaran, daya tumbuh biji dan faktor Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
lingkungan. Dengan demikian jenis tersebut cenderung tersebar dengan merata pada lokasi tersebut. Karena nilai frekuensi relatif menunjukkan oleh kehadiran suatu jenis di dalam plot penelitian. Menurut Ewusie (1990), bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting. Selanjutnya Suin (2002), menjelaskan faktor lingkungan abiotik sangat menentukan penyebaran dan pertumbuhan suatu organisme dan tiap jenis hanya dapat hidup pada kondisi abiotik tertentu yang berada dalam kisaran toleransi tertentu yang cocok bagi organisme tersebut. Pada ketinggian 1300-1500 m dpl Gleichenia linearis merupakan jenis tumbuhan paku teresterial yang memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi yaitu 18.87%, sedangkan jenis yang memiliki nilai terendah adalah Angiopteris angustifolia, Dipteris conjugata, Gleichenia truncata, Humata pectinata, Pneumatopteris truncata dengan nilai 1.89%. Paku epifit frekuensi relatif tertinggi pada Asplenium nidus yaitu 16.67% dan terendah 3.33% pada Scleroglossum pusillum, Elaphoglossum robinsonii. Menurut Whitmore (1984), tingginya nilai frekuensi relatif suatu jenis menunjukkan bahwa hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung jenis ini untuk dapat bertahan dan berkembang. Faktor lingkungan di ketinggian ini ditemukan lereng-lereng bukit sehingga rata-rata intensitas cahaya dapat masuk lebih banyak sebesar 283.20 Lux dan rata-rata kelembaban 97.45%, di mana kondisi ini sesuai dengan Glichenia. Menurut Anwar, et al, (1987), sifat-sifat lingkungan fisik berubah sepanjang lereng gunung dan perubahan flora dapat diikuti melalui perubahan fisik tersebut. Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Pada ketinggian 1500-1750 m dpl frekuensi relatif tertinggi pada paku teresterial terdapat pada jenis Dipteris conjugata dengan nilai 15.38%, sedangkan jenis dengan nilai terendah adalah Olendra pistilaris dengan nilai 1.28%. Paku epifit
frekuensi relatif tertinggi terdapat pada Phymatopteris triloba sebesar
66.67% dan terendah pada Humata pectinata dengan nilai 33.33% (Lampiran 3). Menurut Suin (2002), frekuensi kehadiran suatu jenis organisme di suatu habitat menunjukkan keseringhadiran jenis tersebut di habitat itu. Dari frekuensi kehadiran dapat tergambar penyebaran jenis tersebut pada habitat. Frekuensi relatif suatu jenis adalah proporsi frekuensi jenis tersebut dari frekuensi semua jenis. Selanjutnya Holttum (1967), menjelaskan bahwa paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari. Menurut LIPI (1976), penyebaran paku pada relung-relung tebing yang curam, bisa didapatkan jenis-jenis paku yang menyukai tempat-tempat yang lembab. Bahkan di sumber-sumber yang panas ataupun di kawah-kawah gunung, ada jenis-jenis paku yang dapat tumbuh. Paku menghasilkan spora yang sangat lembut. Spora ini dihasilkan oleh kotak spora dan tersimpan rapat didalamnya, bila masak maka akan berhamburanlah sporanya. Apalagi dengan adanya hembusan angin. Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tjondronegoro (1979), menyatakan bahwa penyebaran tumbuhan di dunia selain karena sebab-sebab yang terjadi secara alami yaitu perubahan geologis dan iklim dari zaman dahulu sampai sekarang, juga dipengaruhi oleh kegiatankegiatan manusia. 4.6.2. Pola Distribusi
Untuk mengetahui pola distribusi setiap spesies tumbuhan paku yang terdapat di HWA Taman Eden, digunakan Indeks Morisita (Id). Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh nilai yang sangat bervariasi. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa Indeks distribusi untuk setiap spesies di seluruh lokasi penelitian memiliki nilai > 1 dan < 1. Nilai indeks distribusi untuk spesies yang bernilai 0 hanya Tectaria grandidentata, dikategorikan ke dalam distribusi seragam (uniform) karena lebih kecil dari 1, sedangkan spesies yang lainnya memiliki nilai lebih besar dari 1, dikategorikan ke dalam distribusi spesies secara berkelompok (clumped). Menurut Krebs (1985), bahwa bila didapatkan Indeks distribusi (Id) bernilai sama dengan 1, maka distribusi spesies tersebut adalah acak, bila Id > 1, maka distribusi spesies tersebut berkelompok, dan bila Id < 1, maka distribusi spesies tersebut seragam.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tabel 6. Nilai Indeks Morisita (Id) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden No.
Nama Jenis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Antrophyum semicostatum Arachnioides hasseltii Ctenopteris alata Cyathea glabra Diplazium accedens Diplazium subintegrum Elaphoglossum robinsonii Oleandra pistillaris Phymatosorus longissima Scleroglossum pusillum Athryum procumbens Asplenium unilateral Pronephrium triphyllum Asplenium macrophyllum Blechnum orientale Cibotium barometz Pteridium sp. Ctenopteris contigua Cyathea obscura Hymenophyllum imbricatum Selaginella wildenowii Matonia pectinata Cyathea latebrosa Cyathea boornensis Diplazium velutinum Pyrrosia stigmosa Selaginella ornate Blechnum indicum Histiopteris incise Hymenophyllum exsertum Arachnioides haniffii Pneumatopteris ecallosa Belvisia revolute Humata pectinata
Indeks Morista
Keterangan
60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 54.55 45.00 43.64 36.92 36.18 33.53 31.43 31.15 30.00 29.51 29.24 28.51 28.24 26.67 26.67 26.59 25.38 24.96 24.68 24.50 23.16 21.62 21.04 20.19
Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 6 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57.
Elaphoglossum blumeanum Coryphopteris sp. Lycopodium sp2. Crypsinus stenophyllus Angiopteris angustifolia Sphenomeris chinensis Dicranopteris linearis var Montana Dicranopteris curanii Lycopodium cernuum Phymatopteris triloba Gleichenia truncate Dicranopteris linearis var subspeciosa Gleichenia longissima Asplenium nidus Vittaria angustifolia Lycopodium sp1. Goniophlebium persicifolium Dipteris conjugate Psilotum sp. Pneumatopteris truncate Gleichenia linearis Nephrolepis dicksonioides Tectaria grandidentata
19.64 15.82 15.44 15.27 13.33 12.50 12.25 10.45 10.43 9.88 8.86 7.56 7.52 6.52 6.46 6.17 5.47 5.00 3.97 3.48 2.95 2.55 0.00
Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Seragam
Berdasarkan kriteria tersebut dapat dilihat bahwa pada ketinggian 11001750 m dpl hampir keseluruhan pola penyebaran tumbuhan paku adalah berkelompok (clumped). Hal ini menunjukkan bahwa tipe pola distribusi di lokasi penelitian mencerminkan heterogen, mode reproduktif, behavior berkelompok, dan lain-lain. Pernyataan ini dibenarkan oleh Kusmana (1995), bahwa ada tiga tipe pola distribusi yaitu: (1). random (acak), pola ini mencerminkan homogenitas habitat dan pola behavior yang tidak selektif, (2). berkelompok (clumped), pola ini
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
mencerminkan habitat yang heterogen, mode reproduktif, behavior berkelompok, dan lain-lain, (3). beraturan (uniform), mencerminkan adanya interaksi negatif antara individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur hara atau cahaya. Tumbuhan paku di HWA Taman Eden memiliki tipe pola distribusi berkelompok (clumped), ini disebabkan iklim yang mendukung distribusi di ketiga ketinggian, di mana rata-rata suhu udara 20.50ºC, intensitas cahaya 214.68 Lux, kelembaban 93.10% dan tekstur tanah pasir berlempung, sedangkan komposisi tanah adalah pasir, debu, tanah liat juga pH tanah rata-rata 5.98, suhu tanah 20.78 ºC. Kondisi ini mendukung distribusi jenis tumbuhan paku membentuk tipe pola distribusi berkelompok (clumped). Anwar, et al, (1984), juga menyatakan bahwa pola penyebaran suatu organisme bergantung pada sifat fitokimia lingkungan yang berupa nutrisi, substrat atau berupa faktor fisik kimia perairan tersebut. Suatu struktur komunitas alami tergantung pada cara organisme itu tersebar atau terpencar. Selanjutnya Whitmore (1984), menyatakan bahwa penyebaran jenis sangat luas jika dibandingkan dengan jenis lain menunjukkan nilai frekuensi relatif tinggi.
4.7.
Analisis Korelasi
Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia lingkungan yang telah dilakukan pada setiap lokasi penelitian dan dikorelasikan dengan Indeks Keanekaragaman (H’), maka diperoleh nilai Indeks Korelasi seperti pada Tabel 7.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tabel 7. Nilai Analisis Korelasi Pearson terhadap H’ dengan Metode Komputerisasi SPSS Ver.12.00 Korelasi Pearson
Kelembaban
Suhu Udara
Suhu Tanah
Intensitas Cahaya
pH
H’
0.722
0.962
0.997(*)
0.910
0.646
Keterangan: Nilai (+) Nilai (-) Tanda (*)
= Arah Korelasi searah = Arah Korelasi berlawanan = Berpengaruh sangat nyata
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil uji analisa korelasi Pearson antara beberapa faktor fisik kimia lingkungan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan Indeks Keanekaragaman (H’). Nilai positif (+) menunjukkan semakin besar nilai salah satu faktor fisik kimia maka nilai Indeks Keanekaragaman akan semakin besar pula, begitu juga sebaliknya, sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia lingkungan dengan nilai H’, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia lingkungan maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin besar. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil analisis korelasi Pearson dengan beberapa faktor fisik kimia korelasinya searah terhadap Indeks Keanekaragaman (H′), hanya pada suhu tanah yang berpengaruh nyata terhadap Indeks Keanekaragaman. Hal serupa juga dikemukakan oleh Faizah (2002), suhu tanah, suhu udara dan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap H′ Cyathea spp di hutan Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara. Begitu juga yang
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
dinyatakan Heddy dan Kurniati (1994), bahwa komunitas pada wilayah sangat mungkin dipengaruhi penyusunnya oleh ada pengaruh temperatur. Menurut Krebs (1985), kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi kandungan/ ketersediaan air tanah di mana hubungan dengan suhu dapat mempengaruhi
keseimbangan
air
tumbuhan.
Selanjutnya
Smith
(1992),
keanekaragaman jenis di dalam dan di antara berbagai komunitas melibatkan tiga komponen yaitu ruang, waktu, dan makanan.
4.8.
Habitat Tumbuhan Paku Teresterial di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Tumbuhan paku teresterial yang akarnya tumbuh dan berkembang di dalam tanah memerlukan unsur hara yang cukup dan sesuai untuk keberlangsungan pertumbuhannya. Selain itu, tekstur, unsur hara tanah dan komposisi penyusun tanah juga mempengaruhinya, seperti tercantum pada Tabel 8 berikut ini: Tabel 8. Analisis Tanah di Hutan Wisata Alam Taman Eden No
Ketinggian (m dpl)
Unit 1100-1300
1300-1500
1500-1750
1
Pasir (%)
82.56
84.56
87.56
2
Debu (%)
8.00
6.00
5.00
3
Tanah liat (%)
9.44
9.44
7.44
4
Tekstur
Pasir berlempung
Pasir berlempung
Pasir berlempung
5
pH air
5.22
5.17
4.89
6
pH KCl
4.04
3.90
3.87
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 8 7
C-organik (ppm)
7.43
12.42
12.25
8
N-organik (ppm)
0.35
0.66
0.74
9
K-exch (ppm)
0.303
0.454
0.448
10
Na-exch (ppm)
0.055
0.040
0.038
11
Ca-exch (ppm)
0.759
1.598
0.034
12
Mg-exch (ppm)
0.821
1.606
0.544
Sumber: Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian USU, Medan (20 Januari 2009)
Berdasarkan Tabel 4.8. diketahui bahwa komposisi penyusun tanah di HWA Taman Eden adalah pasir, debu dan tanah liat dengan tekstur tanah pasir berlempung. Pada ketinggian 1500-1750 m dpl memiliki kandungan pasir yang tinggi yaitu sebesar 87.56% dibandingkan dengan dua ketinggian yang lain, sedangkan kandungan debu yang tinggi terdapat pada ketinggian 1100-1300 m dpl yaitu sebesar 8% dibandingkan dengan dua ketinggian yang lain. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl tanah liat yang terkandung di dalam tanah memiliki nilai yang sama. Begitu juga dengan tekstur tanah pada ketiga ketinggian adalah sama yaitu pasir berlempung. Selanjutnya unsur tanah di HWA Taman Eden terdiri dari Karbon (C), Nitrogen (N), Kalium (K), Natrium (Na), kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Unsurunsur
tersebut
diperlukan
oleh
tumbuhan
paku
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya. Menurut LIPI (1980), paku membutuhkan unsur-unsur nutrisi yang diambil melalui akar dan daun untuk hidup dan berkembang. Nilai pH air di kawasan HWA Taman Eden adalah masam. Kemasaman ini menggambarkan kondisi kimiawi, proses kimia yang mungkin terjadi serta akibatnya terhadap keadaan tanah dan pertumbuhan paku. Manurut Hanafiah (2005), kisaran pH
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4-7, di mana idealnya adalah 5.5-5.6, sedangkan kisaran pH optimum adalah 4.0-5.0 dan pH idealnya adalah 6.5. Menurut Edward, et al, (1990) dalam Monk, et al, (2000), bahwa perubahan penting pada tanah karena perubahan ketinggian adalah penurunan pH; peningkatan karbon organik dan penurunan kedalaman perakaran. Selanjutnya LIPI (1980), mengemukakan
angka
kemasaman
tanah
kadang-kadang
dipengaruhi
oleh
kelembaban tanah. Tanah yang basah cenderung menunjukkan pH yang rendah, sedangkan tanah yang kering pH nya agak tinggi. Selain itu, kemasaman tanah juga dipengaruhi oleh kadar bahan organik, mineral dan kapur yang terkandung di dalamnya.
4.9.
Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
Keanekaragaman jenis paku yang ditemukan di HWA Taman Eden memiliki berbagai macam potensi yaitu selain sebagai tanaman hias ada yang dimanfaatkan sebagai sayuran, obat, ramuan jamu, bahan baku kerajinan tangan, bahan pengisi bantal, tiang rumah dan sebagainya, dapat dilihat pada Tabel 9. Menurut Amoroso (1990), sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tabel 9. Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
31.
Nama Jenis Angiopteris angustifolia Antrophyum semicostatum Arachnioides haniffii Arachnioides hasseltii Asplenium macrophyllum Asplenium nidus Asplenium unilateral Athryum procumbens Belvisia revoluta Blechnum indicum Blechnum orientale Cibotium barometz Coryphopteris sp. Crypsinus stenophyllus Ctenopteris alata Ctenopteris contigua Cyathea boornensis Cyathea glabra Cyathea latebrosa Cyathea obscura Dicranopteris curanii Dicranopteris linearis var Montana Dicranopteris linearis var subspeciosa Diplazium accedens Diplazium subintegrum Diplazium velutinum Dipteris conjugata Elaphoglossum blumeanum Elaphoglossum robinsonii Gleichenia linearis
Gleichenia longissima
Potensi Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias dan sayuran Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias dan sayuran Tanaman hias dan obat, bahan pembuat topi Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman obat dan sayuran Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias dan obat Tanaman hias Tanaman hias Tanaman obat dan bahan baku kerajinan tangan serta kopiah Tanaman hias
Gambar 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
41
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 9 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Gleichenia truncata Goniophlebium persicifolium Histiopteris incisa Humata pectinata Hymenophyllum exsertum Hymenophyllum imbricatum Lycopodium cernuum
39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
Lycopodium sp1. Lycopodium sp2. Matonia pectinata Nephrolepis dicksonioides Oleandra pistillaris Phymatopteris triloba Phymatosorus longissima Pneumatopteris ecallosa Pneumatopteris truncata Pronephrium triphyllum Psilotum sp. Pteris sp. Pyrrosia stigmosa Scleroglossum pusillum Selaginella ornata Selaginella wildenowii
55. 56. 57.
Sphenomeris chinensis Tectaria grandidentata Vittaria angustifolia
Tanaman hias dan konservasi lahan Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias dan obat, bahan pengisi bantal Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman obat dan ramuan jamu Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias dan obat
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
Menurut Polunin (1994), bahwa nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman holtikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga,
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung. Selanjutnya LIPI (1976), menjelaskan bahwa banyaknya jenis paku yang mempunyai kemampuan yang berbeda untuk hidup di berbagai keadaan, memungkinkan orang untuk memilih jenis-jenis yang baik untuk tanaman hias dalam rumah, tanaman hias taman, ataupun tanaman hias jalan. Biasanya untuk keperluan ini paku tanahlah yang dipilih. Paku epifit, bagus untuk tanaman hias halaman dengan cara menanamnya di pot gantung ataupun ditempelkan pada pohon yang memang sudah tumbuh di situ.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4.10. Deskripsi Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden 1. Angiopteris angustifolia
Ental bersirip ganda, panjang ental 2 – 3 m, lebar 1.5 – 2 m. Tangkai ental berwarna hijau, bersisik tipis, permukaan ental bagian bawah berwarna putih. Sori terdapat di sepanjang tepi ental bagian bawah. Dalam 1 sori terdapat beberapa sporangia, letak sori sangat berdekatan sehingga sori seolah-olah memanjang di tepi ental. Spora berwarna coklat. Spesimen
: SR 16, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1100 m dpl sampai dengan ketinggian 1500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya, Filipina dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 11. Permukaan Bawah Ental Angiopteris angustifolia
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
2. Antrophyum semicostatum
Epifit, ental tebal, berwarna hijau di permukaan atas dan berwarna hijau pucat di bagian bawah, panjang ental 5 – 12 cm dengan lebar 3 – 5 cm. Sori terdapat di urat-urat ental sejajar dengan pertulangan ental, berwarna hijau keputihan saat muda dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 29, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1100 m dpl sampai dengan 1300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya, Malaysia dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 12. Permukaan Bawah Ental dan Spora Antrophyum semicostatum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
3. Arachnioides haniffii
Teresterial, helaian ental licin, berwarna hijau gelap, terkadang terlihat kebiruan, permukaan bagian bawah berwarna hijau pucat, anak daun saling berdekatan di bagian ujung dari anak daun hanya terlihat seperti gigi. Sori terdapat di bagian ujung anak tulang daun, berwarna coklat kehitaman. Rimpang panjang, menjalar, berbulu kaku, berwarna coklat, panjang ental keseluruhan 35 – 65 cm dengan lebar 15 – 22 cm. Spesimen
: SR 19, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah tropik, Sumatera Utara dan subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 13. Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides haniffii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4. Arachnioides hasseltii
Tangkai ental dan dan rimpang bersisik, berwarna coklat. Helaian ental licin, berwarna hijau gelap, bagian permukaan bawah hijau keputihan, anak daun bergigi, hampir sama dengan Arachnioides haniffii, bedanya hanya pada pinggiran daunnya saja yang bergigi setengah bagian, tidak sedalam Arachnioides haniffii. Sori terdapat di setiap ujung anak-anak urat daun, berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 27, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya, Sumatera Utara dan subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 14. Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides hasseltii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
5. Asplenium macrophyllum
Ental majemuk, berhadapan, pinggiran ental bergigi, panjang ental 25 – 45 cm, warna ental hijau mengkilat. Sori terdapat pada urat-urat ental, memanjang sampai ujung ental, berwarna hijau kekuningan saat matang dan berwarna coklat tua saat matang. Tekstur ental seperti perkamen. Spesimen
: SR 22, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Pulau Mascaren sampai Polynesia, Bagian Utara sampai Tonkin, Malaya, Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 15. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium macrophyllum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
6. Asplenium nidus
Ental tunggal, panjang ental 15 – 1,2 m, lebar 5 – 15 cm, tepinya rata dengan permukaan berombak, warna ental bagian bawah hijau pucat, tangkai ental sangat pendek, hampir tidak kelihatan, berwarna coklat, berbulu jarang berwarna coklat. Sori terletak di pertulangan ental bagian bawah, berwarna coklat tua, tersusun menyirip. Spesimen
: SR 17, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan ketinggian 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah tropik, Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 16. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium nidus
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
7. Asplenium unilateral
Rhizom ramping, menjalar. Batang berwarna hitam, licin. Ental berbentuk seperti trapesium, berwarna hijau muda, panjang ental 5 – 8 cm dan lebar 2 – 4 cm. Sori membentuk garis sepanjang guratan ental, berwarna coklat kehitaman. Spesimen
: SR 13, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Afrika Timur sampai Pasifik, India Timur, Jepang dan Cina, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 17. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium unilateral
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
8. Athryum procumbens
Teresterial, batang berwarna hijau gelap, licin. Ental bersirip ganda, anak daunnya bundar tumpul, dengan tulang daun yang membentuk lekukan, anak daun yang terujung mempunyai ujung yang lancip, pucuk muda ditutupi bulu-bulu halus berwarna coklat keputihan, ental berwarna hijau licin, sori tersebar hanya di sepanjang anak-anak tulang daun, bentuknya memanjang sampai pinggir daun. Sori muda berwarna hijau keputihan dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 15, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 18. Permukaan Bawah Ental dan Spora Athryum procumbens
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
9. Belvisia revoluta
Rhizome bersisik runcing, berwarna coklat gelap. Memiliki dua jenis ental, ental steril memiliki panjang 10 – 12 cm, berbentuk lanset, ental fertil dengan panjang 15 – 20 cm, lebar 3 – 5 cm. Sori tersusun di pinggir ental bagian bawah berwarna coklat. Spesimen
: SR 31, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Sumatera termasuk Sumatera Utara sampai ke Tahiti (Holttum, 1968)
B.
A.
B.
Gambar 19. A. Belvisia revoluta, B. Spora Terdapat pada Ujung Ental Fertil
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
10. Blechnum indicum
Rimpang pendek dan tebal, ditutupi bulu-bulu kaku. Memiliki dua macam ental, fertile dan steril. Kedua ental tersebut tersusun oleh anak daun yang letaknya menyirip, panjang ental 40 – 55 cm, yang fertile memiliki daun yang lebih sempit, jika dibandingkan dengan ental fertile, ental muda berwarna hijau kemerahan. Sori terdapat di seluruh permukaan bawah ental fertile, berwarna coklat gelap. Spesimen
: SR 01, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaysia sampai Australia Sumatera Utara, Malaya, Sumatera Utara, Jawa (Holttum, 1968)
Gambar 20. Permukaan Bawah dan Spora Blechnum indicum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
11. Blechnum orientale
Rhizome pendek, tangkai ental berwarna coklat, panjang ental 100 – 150 cm, dengan lebar 25 – 40 cm. ental muda berwarna merah kehijauan. Sori tersusun di sepanjang anak tulang daun, berwarna hijau kecoklatan saat muda dan berwarna coklat tua saat matang. Spesimen
: SR 08, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Asia, Australia, Malaya, Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A.
B.
Gambar 21. A. Blechnum orientale, B. Permukaan Bawah dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
12. Cibotium barometz
Ental bersirip ganda, panjang ental 1 – 1,8 m, lebar 30 – 100 m, tekstur kaku. Bagian batang muda ditutupi bulu-bulu halus, tebal dan mengkilat, berwarna coklat keemasan. Sori terdapat dekat pangkal ental, spora berwarna coklat. Spesimen
: SR 48, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Bagian Selatan India, Bagian Barat Malaysia, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 22. A. Cibotium barometz, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
13. Coryphopteris sp
Rhizome tegak, membentuk seperti batang dengan ental yang tersusun meroset di bagian ujungnya. Ental kasap, berwarna hijau, panjang 30 – 40 cm dengan lebar 15 – 25 cm. sori terdapat berpasangan pada setiap anak daun, berwarna coklat kemerahan saat matang. Spesimen
: SR 24, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 23. Permukaan Bawah dan Spora Coryphopteris sp
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
14. Crypsinus stenophyllus
Rhizome panjang, menjalar, jarak antara ental 1 – 2 cm, pucuk muda ditutupi sisik berwarna coklat kemerahan. Memiliki dua jenis ental, ental fertil berbentuk pita, sedangkan ental steril berbentuk lanset. Sori terdapat di dekat pertulangan daun, sejajar, berhadapan, berwarna coklat tua. Spesimen
: SR 37, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Filipina, Sumatera dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 24. Permukaan Bawah dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
15. Ctenopteris alata
Rimpang pendek, permukaan atas ental berwarna hijau gelap, licin, bagian bawah ental berwarna hijau pucat. Sori tersusun di pinggir ental, memiliki 10 – 11 sorus pada setiap pertulangan ental, berwarna coklat gelap. Spesimen
: SR 33, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Ceylon dan India Selatan, Sumatera dan Sumatera Utara, sampai Polynesia tetapi tidak termasuk Jawa Timur dan Kepulauan Sunda (Holttum, 1968)
Gambar 25. Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris alata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
16. Ctenopteris contigua
Rhizome pendek, ental saling berdekatan, rhizome berbulu dan bersisik berwarna coklat. Panjang ental 15 – 20 cm dengan lebar 5 – 7 cm. Sori pada pinggiran ental dan agak menonjol, dan pada bagian ujung pertulangan ental, biasanya pada pertulangan paling ujung, berwarna coklat gelap. Spesimen
: SR 32, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Ceylon dan India Selatan, Sumatera, Sumatera Utara sampai Polynesia (Holttum, 1968)
Gambar 26. Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris contigua
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
17. Cyathea boornensis
Pohon, batang berdiri berwarna coklat gelap, tangkai ental berbulu pendek dan berwarna coklat keputihan. Ental licin berwarna hijau pucat pada permukaan bawah. Sori terdapat sejajar dengan anak tulang daun, masing-masing 5 – 6 pasang, berwarna coklat. Spesimen
: SR 45, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 27. Permukaan Bawah dan Spora Cyathea boornensis
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
18. Cyathea glabra
Pohon, batang berwarna coklat, tinggi batang 1 – 2 m, ental licin berwarna hijau di bagian permukaan atas dan berwarna hijau pucat di bagian bawahnya. Sori terdapat pada anak tulang daun, berwarna kuning kehijauan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Pinggiran ental yang hanya bertoreh sedikit merupakan ciri khasnya. Spesimen
: SR 21, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 28. A. Cyathea glabra, B. Permukaan Bawah dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
19. Cyathea latebrosa
Duri berwarna coklat gelap, pendek, bersisik, kecuali pada ental muda, berwarna coklat terang, anak tulang daun berwarna coklat muda, memiliki rambut jarang berwarna coklat, ental berwarna hijau mengkilat pada permukaan atas dan berwarna hijau pucat pada permukaan bagian bawah, anak tulang daun berbulu coklat. Sori terdapat pada kanan kiri anak tulang daun, berhadapan, berwarna coklat kekuningan. Spesimen
: SR 42, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Bagian Selatan dan Utara India, Malaysia, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 29. Permukaan Bawah dan Spora Cyathea latebrosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
20. Cyathea obscura
Rhizome ramping, batang hitam ditutupi akar-akar kasar, rapat dan tebal, pada batang terdapat lekukan bekas tangkai daun melekat. Batang memiliki tinggi 3 – 6 cm. panjang ibu tangkai daun mencapai 2 – 3 m, berwarna coklat dan bersisik coklat halus, ental majemuk, menyirip, berwarna hijau. Sori terletak di antara anak tulang daun, berjumlah 4 – 6 sorus berwarna kuning kehijauan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Spesimen
: SR 49, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya, Sumatera dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 30. Permukaan Bawah dan Spora Cyathea obscura
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
21. Dicranopteris curanii
Rhizome panjang, menjalar, pucuk berwarna hijau pucat, ditutupi bulu-bulu hitam, batang licin berwarna coklat kehitaman, tangkai ental berwarna hijau kekuningan, ental berwarna hijau, tiap-tiap cabang bercabang dua, masing-masing cabang bercabang lagi. Sori terdapat pada setiap anak daun dan penyebarannya terbatas di sepanjang tulang daunnya, berwarna hijau keputihan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Spesimen
: SR 55, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah tropik dan Sumatera Utara, Daerah subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 31. Permukaan Bawah dan Spora Dicranopteris curanii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
22. Dicranopteris linearis var montana
Rhizome panjang, menjalar, pucuk muda memiliki bulu-bulu halus, berwarna coklat kemerahan. Batang licin berwarna coklat kehitaman. Ental berwarna hijau kekuningan, bagian bawah berbulu warna coklat. Permukaan atas berwarna hijau kekuningan, bagian bawah berwarna hijau pucat. Sori terdapat pada pertulangan anak daun berwarna kuning kecoklatan, terdapat 7 – 10 sorus. Spesimen
: SR 52, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah tropik dan Sumatera Utara, Daerah subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 32. Dicranopteris linearis var montana
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
23. Dicranopteris linearis var subspeciosa
Rhizome panjang, menjalar, pucuk muda memiliki bulu-bulu halus, batang licin berwarna coklat kehitaman, tangkai ental berwarna hijau kekuningan, ental bagian bawah berwarna hijau pucat. Sori terdapat pada pertulangan anak daun, berwarna hijau kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Permukaan bawah ental ditutupi bulu-bulu halus yang kusut berwarna coklat kemerahan, terdapat 7 – 10 sorus. Spesimen
: SR 50, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah tropik dan Sumatera Utara, Daerah subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 33. Dicranopteris linearis var subspeciosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
24. Diplazium accedens
Teresterial, batang berwarna hijau, rhizome kadang berasal dari tangkai ental. Panjang ental 0,4 – 1,5 m dengan lebar 30 – 50 cm, bagian permukaan atas ental berwarna hijau gelap, licin, bagian permukaan bawah hijau keputihan, memiliki beberapa papilla kecil. Pada ental dan ental memiliki cuping, terkadang tumbuh calon individu baru pada ketiak anak daun. Sori tersusun di antara anak tulang daun, memanjang sampai pinggiran ental, berwarna putih kehujanan saat muda dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 14, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 34. Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium accedens
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
25. Diplazium subintegrum
Teresterial, batang berwarna coklat kehitaman. Ental mirip dengan Diplazium pallidum, tetapi anak daun lebih gelap hijaunya dan bertangkai panjang dengan pinggiran bergigi dan lebih sempit di bagian dasar daunnya. Anak tulang daun yang paling bawah memiliki cuping. Sori terdapat sepanjang ana-anak urat ental, berwarna coklat. Spesimen
: SR 12, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 35. Spora Diplazium subintegrum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
26. Diplazium velutinum
Batang tegak, pangkal tangkai dan anak tulang ental bersisik, berwarna coklat kemerahan, permukaan bawah ditutupi bulu-bulu halus berwarna putih kehijauan, tekstur agak kaku, sori tersusun sepanjang anak-anak urat daun, berwarna kuning kehijauan saat muda dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 26, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 36. Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium velutinum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
27. Dipteris conjugata
Rimpang panjang, menjalar, berbulu kaku yang berwarna hitam mengkilat. Panjang tangkai ental mencapai 1 – 1,8 cm, yang terbagi menjadi dua dibagian ujung, masing-masing bagian membentuk lekukan seperti kipas, permukaan bawah ental berwarna keputihan. Pada ental muda permukaannya ditutupi bulu coklat pendek. Sori menyebar tak beraturan di permukaan bawah ental. Spesimen
: SR 03, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Thailand sampai Cina Selatan, Sumatera dan Sumatera Utara sampai Selandia Baru, Malaysia (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 37. A. Dipteris conjugata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
28. Elaphoglossum blumeanum
Rimpang pendek, ental tunggal dengan pinggiran rata, ental ditutupi bulu halus berwarna kuning keemasan, memiliki 2 jenis ental, ental fertil lebih sempit jika dibandingkan dengan ental steril. Sori terdapat di seluruh permukaan bawah ental, berwarna coklat tua saat matang dan berwarna hijau kekuningan saat muda. Spesimen
: SR 34, berspora
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 38. A. Elaphoglossum blumeanum, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
29. Elaphoglossum robinsonii
Epifit, rhizome bersisik, berwarna coklat, kaku, memiliki 2 jenis ental, ental steril lebih lebar jika dibandingkan dengan ental fertile, tangkai ental juga lebih panjang dengan dasar runcing, ental fertile tangkainya panjang dan dasarnya tumpul. Seluruh permukaan bawah ental fertile ditutupi oleh spora yang berwarna hitam saat matang, dan berwarna kuning saat muda. Spesimen
: SR 40, berspora
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 39. A. Elaphoglossum robinsonii, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
30. Gleichenia linearis
Teresterial, batang berwarna hijau kekuningan, kaku, rimpang menjalar, ental dikotom, berwarna hijau terang, pucuk muda ditutupi bulu halus berwarna coklat, panjang ental 10 – 30 cm dengan lebar 5 – 8 cm. Sori terdapat pada setiap anak daun dan di sepanjang tulang daun berwarna coklat saat matang. Spesimen
: SR 02, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 40. Spora dan Permukaan Bawah Ental Gleichenia linearis
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
31. Gleichenia longissima
Rimpang panjang, menjalar berwarna coklat, ental dikotom, panjang 100 – 150 cm dan lebar 15 – 35 cm, anak ental 10 – 20 cm dan lebar 2 – 3 cm, pada pangkal dikotom terdapat beberapa ental kecil yang berkelompok dengan panjang 3 – 5 cm, pucuk muda berwarna hijau dan berbulu coklat. Sori terdapat di kanan dan kiri anak tulang daun, berwarna hijau saat muda dan coklat tua saat matang, tersusun atas 4 – 6 cm. Spesimen
: SR 04, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 41. Gleichenia longissima
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
32. Gleichenia truncata
Rhizome menjalar, tangkai dan rhizome berwarna coklat. Ental dikotom, panjang 15– 30 cm, ental baru muncul dari ujung batang dan ujung ental sebelumnya, berwarna hijau kekuningan dan ditutupi bulu halus berwarna coklat saat muda dan berwarna hijau saat tua. Sori terdapat diantara anak tulang daun, berwarna hijau kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat tua, tersusun atas 3 – 5 sporangia. Spesimen
: SR 06, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 42. A. Gleichenia truncata B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
33. Goniophlebium persicifolium
Epifit, rimpang menjalar berwarna hitam, tangkai ental berwarna hitam licin. Ental majemuk dengan pinggiran bergelombang, berwarna hijau, licin, panjang ental 80 – 100 cm. Sori terdapat di antara anak-anak tulang daun, sejajar berwarna hijau kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Spesimen
: SR 23, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Indocina, Filipina sampai Sumatera dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 43. Permukaan Bawah Ental dan Spora Goniophlebium persicifolium
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
34. Histiopteris incisa
Rimpang menjalar, tangkai ental hanya 0,5 cm dengan permukaan yang licin serta mengkilat. Warna ungu gelap kehitaman. Bulu-bulu tumbuh di bagian pengkal saja, tersusun berhadapan tanpa bantalan pada rimpangnya. Ental tipis dan kaku, warna hijau keputihan, permukaan bawah entalnya berwarna putih keabu-abuan. Sori terdapat di sepanjang lekuk-lekuk helaian bawah daunnya. Spesimen
: SR 56, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 44. Spora Histiopteris incisa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
35. Humata pectinata
Epifit, rimpang tumbuh menjalar, bersisik warna coklat, terdapat akar-akar halus. Ental tunggal, kaku, permukaan atas mengkilat. Sorus pada setiap gigi ental yang keluar, dilengkapi indusia yang berbentuk bulat, atau agak lonjong. Spesimen
: SR 38, berspora
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Sumatera dan Sumatera Utara sampai Papua Nugini (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 45. A. Humata pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
36. Hymenophyllum exsertum
Epifit pada batu dan tumbuhan, rhizome panjang, menjalar, tertutup bulu jarang berwarna coklat tua. Ental 7 – 15 cm, lebar 5 – 8 cm, berbulu, rachis berbulu sedikit jika dibandingkan dengan permukaan bawah ental. Sori banyak di bagian atas (dekat bagian ujung ental), dekat dengan ibu tulang daun, bagian ujung indusia biasanya runcing, berwarna hijau kehitaman. Spesimen
: SR 36, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Himalaya selatan sampai Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 46. Hymenophyllum exsertum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
37. Hymenophyllum imbricatum
Epifit, rhizome panjang, menjalar, ental berdekatan, tekstur sperti membran, tipis. Berwarna hijau gelap. Sori terdapat di setiap anak daun, pada pangkal ental berwarna coklat, indusia berwarna hijau kecoklatan. Spesimen
: SR 35, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Sumatera dan Sumatera Utara sampai ke Tahiti (Holttum, 1968)
Gambar 47. Hymenophyllum imbricatum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
38. Lycopodium cernuum
Batang menjalar, kaku seperti kawat, bercabang-cabang tak beraturan. Ental kecil dan tumbuh rapat menutupi batang. Strobili tumbuh pada akhir percabangan, letaknya tegak, berbentuk seperti bumbung. Spesimen
: SR 54, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 48. Lycopodium cernuum dan Strobilinya
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
39. Lycopodium sp1
Menjalar pada pohon, daun kecil seperti jarum dan lembut. Spora terletak pada daun-daun subur yang tersusun dalam bentuk bulir, di ujung percabangan batangnya, daun-daun subur memiliki ujung yang lancip menyerupai daun lainnya. Hanya saja ukuran dan warnanya berbeda, yaitu berwarna hijau pucat. Spesimen
: SR 09
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 – 1.300 m dpl serta 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 49. Lycopodium sp1
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
40. Lycopodium sp2
Menjalar di tanah dan pohon, daunnya berukuran kecil, ujung daunnya runcing dan agak kaku, tumbuh melingkari batang, batang bercabang dua, dan setiap cabang bercabang dua lagi, begitu seterusnya. Strobili tersusun berkarang, letaknya di ujung percabangan. Spesimen
: SR 46, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
\
Gambar 50. Lycopodium sp2
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
41. Matonia pectinata
Rimpang menjalar, ditutupi bulu-bulu halus berwarna coklat mengkilat. Ental sangat kaku, berwarna hijau dipermukaan atas dan hijau pucat di permukaan bawah. Sori terdapat di kiri dan kanan anak tulang ental dekat dengan ibu tulang daun, berwarna kuning kecoklatan. Spesimen
: SR 47, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 51. A. Matonia pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
42. Nephrolepis dicksonioides
Rhizome pendek, berbulu dan bersisik berwarna coklat. Ental saling berdekatan, panjangnya 15 – 20 cm, lebarnya 5 – 7 cm. Sori terdapat pada pinggiran daun dan agak menonjol, dan pada bagian ujung pertulangan daun, biasanya pada 6 pertulangan paling ujung, berwarna coklat gelap. Spesimen
: SR 43, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya, Malaysia dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 52. Permukaan Bawah Ental dan Spora Nephrolepis dicksonioides
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
43. Oleandra pistillaris
Batang tegak, kaku dan bercabang pada buku-buku batang atau ranting, tumbuh kelompok ental yang jumlahnya antara 4 – 15 helai. Ental tunggal agak kaku, panjang 25 – 30 cm, lebar 5 – 8 cm, mempunyai dua jenis ental, ental yang mandul berbentuk lanset, sori bulat, tersusun sejajar dan hampir rapat dengan ibu tulang ental, spora berwarna coklat tua. Spesimen
: SR 57
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 53. Oleandra pistillaris
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
44. Phymatopteris triloba
Rhizome panjang, berbulu halus, jarang. Tangkai ental berwarna hitam, licin. Ada 2 jenis ental, ental fertile memiliki bidang yang lebih sempit, ental steril berbentuk seperti segitiga. Sori terletak sejajar tulang daun, saling berhadapan, berwarna kuning kecoklatan. Spesimen
: SR 39, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 54. A. Phymatopteris triloba, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
45. Phymatosorus longissima
Epifit dan teresterial, ental memiliki panjang 50 – 100 cm dengan lebar 20 – 25 cm, berwarna hijau mengkilat bertoreh dalam. Sori terdapat di kanan dan kiri pertulangan ental, berada pada cekungan yang dalam, sekitar 1 – 1,5 mm, spora muda berwarna kuning kehijauan dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 28, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 55. Phymatosorus longissima
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
46. Pneumatopteris ecallosa
Teresterial, betang berwarna hijau kecoklatan, terdapat garis putih jaringan udara. Ental berwarna hijau di bagian permukaan dan berwarna hijau pucat di bagian bawah, kasap, panjang ental antara 100 – 120 cm dengan lebar 30 – 60 cm, memiliki aurikel di bagian paling bawah sebelum anak daun, mengelilingi batang. Sori tersusun di bagian kanan dan kiri anak tulang daun dan berada di bagian tengahnya, berwarna putih kehijauan saat muda dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 11, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 56. Pneumatopteris ecallosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
47. Pneumatopteris truncata
Teresterial, batang berwarna hijau kecoklatan. Ental berwarna hijau gelap dan mengkilat di bagian bawah. Panjang ental 90 – 120 cm dengan lebar 25 – 50 cm. pada bagian bawah anak daun tereduksi. Sori tersusun di bagian kanan dan kiri anak tulang daun dan berada di bagian tengahnya, berwarna putih kehijauan saat muda dan berwarna coklat gelap saat matang. Spesimen
: SR 10, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 57. Pneumatopteris truncata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
48. Pronephrium triphyllum
Rimpang panjang, kaku, berbulu jarang, berwarna hitam. Memiliki 2 jenis daun, fertile dan steril. Ental berbentuk trifoliatus dan dimorphus, ental fertile lebih panjang jika dibandingkan dengan yang steril. Sori terdapat di antara tulang daun, berwarna hitam. Spesimen
: SR 44, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 58. Permukaan Bawah Ental dan Spora Pronephrium triphyllum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
49. Psilotum sp
Epifit, batang pipih, berwarna hijau kebiruan. Percabangannya membentuk garpu berjari dua, yang ujungnya bercabang dua lagi dan begitu seterusnya. Daundaunnya berukuran kecil sekali. Daun-daun dan sporangia terletak dalam dua jajar, tiap spora tumbuh pada ketiak daun subur, bentuknya selalu berlekuk tiga. Spesimen
: SR 53
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Kepulauan Indonesia, Sumatera Utara dan Malaya (Holttum, 1968)
Gambar 59. Psilotum sp
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
50. Pteridium sp
Rimpang menjalar, panjang tangkai 1,5 – 2 m, licin, warna hijau dan hijau kecoklatan pada batang muda, bulu-bulu halus tumbuh di bagian pangkal, berwarna putih, ental tersusun berhadapan, panjang ental 50 – 70 cm, bersirip ganda tiga, tekstur tipis dan agak kaku, berwarna hijau pucat. Spesimen
: SR 07
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 60. Pteridium sp
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
51. Pyrrosia stigmosa
Epifit, rhizome menjalar, bersisik, berwarna coklat, ujung rhizome berwarna agak keemasan, tangkai ental sangat pendek, seluruh permukaan ental ditutupi bulubulu halus berwarna coklat kemerahan, panjang ental 25 – 45 cm dengan lebar 3 – 6 cm, apex ental tumpul. Ada 2 jenis ental, pada permukaan bawah ental steril ditutupi bulu-bulu halus yang rapat seperti sisik, berwarna coklat kemerahan, sedangkan ental fertile ditutupi oleh sori yang tersusun antara urat-urat daun. Sori berwarna kuning saat muda, dan berwarna coklat saat matang, sori hanya terdapat pada duapertiga bagian apex ental. Spesimen
: SR, 25
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: India Utara dan Indocina, Sumatera dan Sumatera Utara sampai Papua Nugini (Holttum, 1968)
Gambar 61. Pyrrosia stigmosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
52. Scleroglossum pusillum
Rhizome bersisik coklat, pendek. Ental panjangnya 5 – 15 cm, lebar 1 – 2 cm. Sori sepertiga dari bagian apikal, berwarna coklat tua, sejajar dengan pertulangan ental. Terdapat di bagian kiri dan kanan tulang ental. Spesimen
: SR 41
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Sumatera dan Sumatera Utara sampai Papua Nugini (Holttum, 1968)
Gambar 62. Scleroglossum pusillum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
53. Selaginella ornata
Batang menjalar, ental kecil, tipis berseling pada batang, bercabang dua, kemudian cabangnya bercabang dua lagi, begitu seterusnya. Ental-ental subur tersusun di dalam karangan menyerupai bulir, disebut strobili. Strobili terletak di ujung percabangan berwarna hijau keputihan. Spesimen
: SR 51
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Daerah Tropis dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 63. Selaginella ornata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
54. Selaginella wildenowii
Batang tegak dan bersisik halus, percabangan menyirip. Ental berwarna hijau, bulat lonjong, licin dan agak kaku. Ental subur dalam bentuk strobili berbentuk tabung. Spesimen
: SR 30, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaya, Filipina dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 64. Selaginella wildenowii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
55. Sphenomeris chinensis
Rimpang pendek, berwarna hitam, tangkai ental berwarna coklat, panjang ental keseluruhan 25 – 60 cm, ental sangat sempit, berwarna hijau kekuningan saat muda dan berwarna hijau gelap saat tua, sori terdapat pada setiap ujung ental, berwarna coklat kehijauan. Spesimen
: SR 05, berspora
Habitat
: Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Madagascar sampai Polynesia, Jepang, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A.
(MEDA USU)
B.
Gambar 65. A. Sphenomeris chinensis, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
56. Tectaria grandidentata
Rimpang pendek, ental tunggal dengan torehan yang dalam, setiap tulang daun dihubungkan oleh torehan ental, pada ental muda torehan belum terlihat, permukaan ental di bagian atas dan agak kasap di bagian bawah, panjang ental 85 – 125 cm dan dengan lebar 30 – 50 cm. sori tersebar di bawah permukaan ental, di antara urat-urat ental, berwarna coklat. Spesimen
: SR 20, berspora
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Borneo, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 66. Tectaria grandidentata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
57. Vittaria angustifolia
Epifit, ental sederhana tidak bertangkai, sesil berbentuk garis, helaian ental makin ke ujung semakin sempit, rhizome menjalar pendek berwarna coklat gelap, sori terdapat di sepanjang pinggir ental, sori berwarna hijau kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Spesimen
: SR 18
(MEDA USU)
Habitat
: Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah
: -
Distribusi
: Malaysia, Selandia Baru, Malaya, Sumatera dan Sumatera Utara, Borneo Jawa (Holttum, 1968)
Gambar 67. Vittaria angustifolia
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Hutan Wisata Alam Taman Eden dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Ditemukan 57 jenis tumbuhan paku yang terdiri dari 43 paku teresterial dan 14 paku epifit. Tumbuhan paku tersebut termasuk dalam 3 kelas, 5 ordo dan 23 famili dan 36 genera yang tersebar mulai ketinggian 1100 – 1750 m dpl. b. Polypodiaceae merupakan famili tumbuhan paku dengan jumlah jenis terbanyak. Pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl ditemukan jumlah jenis tertinggi, sedangkan jumlah individu tertinggi terdapat pada ketinggian 1500 – 1750 m dpl. c. Tumbuhan paku teresterial yang mendominasi pada ketinggian 1100 – 1300 mdpl adalah Gleichenia truncata dan yang mendominasi pada ketinggian 1300 – 1500 m dpl adalah Gleichenia linearis, sedangkan yang mendominasi pada ketinggian 1500 – 1750 m dpl adalah Dipteris conjugata.
Tumbuhan paku epifit yang mendominasi pada ketinggian
1100 – 1300 m dpl dan 1300 – 1500 m dpl adalah Vittaria angustifolia, di ketinggian 1500 – 1750 m dpl adalah Phymanopteris triloba. d. Indeks Keanekaragaman terdapat pada setiap ketinggian adalah sedang. Nilai tertinggi terdapat pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl dan Indeks Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Keseragaman pada setiap ketinggian adalah tinggi. Nilai yang tertinggi pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl. Indeks Kesamaan tumbuhan paku pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl dan 1300 – 1500 m dpl termasuk kategori mirip, sedangkan ketinggian 1300 – 1500 m dpl dan 1500 – 1750 m dpl sangat tidak mirip. e. Distribusi tumbuhan paku berbeda pada setiap ketinggian dan pola penyebarannya dominan berkelompok (clumped). f. Suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban dan pH berkorelasi searah dengan keanekaragaman tumbuhan paku. g. Komposisi penyusun tanah di Hutan Wisata Alam Taman Eden adalah pasir, debu dan tanah liat dengan tekstur tanah pasir berlempung. Kandungan pasir tertinggi terdapat pada ketinggian 1500 – 1750 m dpl, sedangkan kandungan debu dan tanah liat tertinggi terdapat pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl. Unsur tanah di Hutan Wisata Alam Taman Eden terdiri dari Karbon (C), Nitrogen (N), Kalium (K), Natrium (Na), kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).
5.2.
Saran
Diharapkan kepada instansi/lembaga terkait dan masyarakat agar dapat menjaga kelestarian Hutan Wisata Alam Taman Eden yang merupakan habitat alami bagi tumbuhan paku (Pteridophyta) agar tetap terjaga dan terpelihara di alam.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Aminah. 2002. Inventarisasi Paku-pakuan di Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA USU. Amoroso, V.B. 1990. Ten Edible Economic Ferns of Mindanao. The Philippine Journal of Science. Anwar, J.S., Damanik, N. Hisyam & A.J. Whitten. 1987. Ekologi Ekosistem Sumatera. UGM Press. Yogyakarta. Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Ed. I. Cet. I. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Balai Konservasi Sumber Daya Alam I SUMUT. 2003. Informasi Kawasan Konservasi di Sumut. BKSDA I SUMUT. Medan. Barbour, M.G., J.H.Burk., W.D.Pitts. 1987. Terresterial Plant Ecology. The Benjamin/Cumming Publishing Company. Inc. California. Cranbrook, E. and Edward. 1994. A Tropical Rain Forest The Nature of Biodiversity in Borneo at Belalong Brunai. The Royal Geographical Society UK and Sun Tree Publishing, Singapore. Daniel, T.W., J.A. Helms dan F.S. Baker. 1992. Prinsip-prinsip Silvinatural. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung. Faizah, F. 2002. Keanekaragaman dan Penyebaran Cythea spp (Paku Tiang) di Hutan Tangkoh Kawasan Tahura Bukit Barisan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. Medan. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Cetakan I. Edisi 1. PT Grafindo Persada. Jakarta. Hasairin, A. 2003 Taksonomi Tumbuhan Rendah (Thalophyta dan Kormophyta Berspora). Bahan Ajar Biologi. FMIPA UNIMED. Medan.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Hasar, A. & B. Kaban. 1997. Analisis Jenis Paku Epifit Pada Kelapa Sawit (Elais gunensis) di PTP Tanjung Garbus, Lubuk Pakam, Deli Serdang. Laporan Penelitian FPMIPA IKIP. Medan. Heddy, S. dan M. Kurniati. 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Holttum, R.E. 1968. A Rivised Flora of Malaya, Fern of Malaya. Government Printing Office. Singapore. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Cetakan Pertama. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisme Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Jones, S. B. and Luchsinger, A. E. 1986. Plant Sistematics. Mc Graw-Hill Book Company. Inc. New York. Krebs, C. Z. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper and Row Publisher Inc. Kusrinawati, S. 2005. Studi Ekotaksonomi Vegetasi Bawah pada Jalur Pendakian Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Skripsi. Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA Universitas Sumatera Utara. Kusmana, C. dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Bahan Kuliah Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. LIPI. 1980. Jenis-jenis Paku di Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor. ________. 1976. Jenis Paku Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Lasmaria, R.1999. Analisa Vegetasi Pakis pada Hutan Sibayak II kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Skripsi. Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA USU. Lawrence, G. H. M. 1958. Taxonomy of Vacuar Plants. The Macmillan Company: New York. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. PT Gramedia. Jakarta.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Loveless, A.R. 1999. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. PT Gramedia. Jakarta. Ludwig, J.A. dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. John Wiley & Sons. New York. Lumban Tobing, T. 1980. Struktur & Komposisi Jenis pada Komunitas Hutan Primer di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Kalimantan Timur. Tesis. Sarjana Kehutanan. Universitas Mulawarman Samarinda (tidak dipublikasi). Mason, C.F. 1980. Ecology. Second edition. Longman Inc. USA. New York. Mackinnon, K.G. Hatta, H. Halim. & A. Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Buku III. Prenhallindo. Jakarta. Monk, K.A., Y, De Fretes., R.G.-Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Prenhall Indo. Jakarta. Odum, P.E. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Tjahyono Samingan, M.Sc Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Piggot, A. G. 1964. Fern of Malaya in Colour. University of Singapore Press. Singapore. Pramono, H.A. 1992. Tataguna Lahan dan Deforestasi di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Raven, P.H., R.F. Evert dan S.E. Eichhorn. 1992. Biology of Plants. Worth Publishers. New York. Resosoedarmo, S., K. Kartawinata & A. Soegiarto. 1989. Pengantar Ekologi. Penerbit Ramadja Karya. Bandung. Richard, P. W. 1952. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. At The Crambrige University Press. Crambrige. Sastrapradja, S., J.J. Afriastini, D. Darnaedi dan Elizabeth. 1980. Jenis Paku Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. Bogor.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Sastrapradja, S. dan J.J. Afriastini. 1985. Kerabat Paku Herbarium Bogoriense. Bogor. Soeriaatmadja, R.E. 1997. Ilmu Lingkungan. ITB. Bandung. Soerianegara, I. dan Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Bogor. Sofyan, M. Z. 1991. Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Saloguna. Tesis. Sarjana Biologi Padang: FMIPA UNAND (tidak dipublikasi). Smith, R.L. 1992. Elements of Ecology, Third edition. Harper Collins Publishers Inc, New York. Stern, K.R. 1992. Introductory Plant Biology. Wm. C Brown Publishers Bubuque. Iowa. Sugianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya. Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang. ________. 2003. Ekologi Populasi. Andalas University Press. Padang. Sunarmi dan Sarwono. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Paku di Daerah Malang. Jurnal Penelitian Hayati. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Malang. Syahbudin. 1987. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Padang: Universitas Andalas. Tjitrosomo, Siti Sutarmi, H. Sudarnadi dan A. Zakaria. 1983. Botani Umum 3. Angkasa. Bandung. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. ________. 2001. Taksonomi Yogyakarta.
Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Tjondronegoro, P.D.1979. Pengantar Ekologi Tumbuhan. IPB Bogor Press. Bogor.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Whitmore, T. C. 1991. Hutan Tropika di Timur Jauh. Penerjemah Dr. Noraini & M. Tamin. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. Whitten, T. and Whitten, J. 1995. Indonesian Heritage Plants. Grolier Int. Inc. Singapore. Widhiastuti, R., T. Alief Aththorick, dan Wina Dyah Puspita Sari. 2006. Struktur dan Komposisi Tumbuhan Paku-Pakuan di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Jurnal Biologi Sumatera Vol. 1, No. 2. Departemen Biologi FMIPA USU. Medan.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009