PengeJDbangan Tekoologi Pangan untuk MeJDbangun
Ke_andirian Pangan
~I S
bogasari
FLOUR liLtS
TURUT l\1EMBANGUN GlZI BANGSA
Diselenggarakan oleh: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangari Indonesia bekerjasama dengan Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian • Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Pangan dan Gizi • Universitas Gadjah Mada didukung oleh PT. ISM Bogasari Flour Mills
ISBN: 979-95554-3-41
PROSIDING Seminar Nasional PATPI Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
Pengelnbangan 11eknologi Pangan untuk Membangun Kemandirian Pangan Kelompok Sosial dan Ekonomi Pangan
. Diselenggarakan oleh: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia . bekerjasama dengan . Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Pangan dan Gizi • Universitas Gadjah Mada didukung oleh PT. ISM Bogasari Flour Mills
Tim Editor:
I
Zaki Utama Yudi Pranoto Muhammad Nur Cahyanto Suparmo Umar Santoso Sutardi Eni Harmayani
Seminar Nasional PATPI-Yogyakarta. 2-3 Agustus 2006
· I I .J
1---"
I
Proslding Sosial dan E)wllomi Pangan PATPI
Daftar lsi Makalah No.
Judul Makalah
1
Pemilihan Produk Unggulan Agroindustri Perikanan Laut: Studi Kasus di Provinsi JaWa Tengah
Agus Heri Purnomo dan Giyatmi
51-10
2
Pemanfaatan Jamur Konsumsi Sebagal Substltusl Bahan Pangan Untuk Penlngkatan Kandungan Gizi
Netty Wldyastuti dan Donowatl Tjokrokusumo
511-18
3
Studi Kelayakan Usaha Pengolahan Makanan Tradisional "Geblek" Dltlnjau dari Aspek Teknis dan Finansial
WahyuSupartono, Adl Djoko Guritno dan Tri Retno Sutrisnaningsih
519-28
4
Kajlan Teknologi Pengolahan Keju Rakyat dl Jawa Barat
Yusman Taufik, Yudl Garnlda dan Asep DedySutrisno
529-39
5
Penanganan dan Penerimaan Produk Kedelai pada Rumah Tangga dl Perkotaan dan PedesaanPulau Jawa Indonesia
Deddy Muchtadl, Yuliana dan Rina Yenrina
540-51
6
Identlflkasl Analisis Sikap Konsumen terhadap Makanan Tradlslcinal Setempat yang Dlpasarkan dl Yogyakarta
Fica Utarl Sartika, Murdljatl Gardjito dan Oidlk Purwadl
552-63
7
Oaya Terlma dan Pol a konsumsl Produk Kedelai serta Hubungannya dengan Status Gizl Remaja di Perkotaan dan Pedesaan Pulau Jawa
Yuliana, Deddy Muchtadi dan Rina Yenrina
564-75
8
Aktlvltas Antioksidan Senyawa Fenolik dan Aspeknva pada Pengolahan Pangan
Rindlt Pambayun
576-83
9
Potensl Gelatin Ikan untuk Menggantikan Gelatin Mamalia di Bldang Pangan
Yudi Pranoto
S84-96
10
Penetapan CCP (Critical ControlPolnt)Proses Pemotongan Ayam dl RPA Tradislonal untuk Menlngkatkan Mutu dan Keamanan Pangan Karkas Ayam
Abubakar dan Widanlngrum
597-110
11
Establishment of Food Sanitation: An InitialStep for tiACCP Implementation in Small and/or Less Developed Businesses
Fifi Sutanto-Darmadi dan Ita Suilstyawati
5111-115
12
Keamanan Pangan Produk Perlkanan
Harl Eko Irlanto dan Murdinah
5116-126
13
Sistem Manajemen Keamanan Pangan Modern Berbasls Rlslko
Ratlh Dewantl-Harlyadl
5127-132
14
Industrl Pangan Haial: Prospek dan Kendalakendalanya
Umar Santoso dan Trldjoko Wisnu Murti
S133-139
15
Konsep Model Sistem Jaminan Halal dengan HrACCP (Haram Analysis Critical Control Point) di Rumah Potong Ayam
Wlwit Estuti
5140-149
16
Penambahan Dextrometorfan pada Teh Instan sebagal Mlnuman Fungsional PenghambatBatuk
Nira Puspa Hanurwanti dan M. Hlndun Puiungan
5150-158
Penulis
Seminar Nasional PATPI-Yogyakarta. 2-3 Agustus 2006
Halaman
I
Sosialdan Ekonomi Pangan Daftar lsi·Makalah Penults
Judul Makalah
Halaman Abubakar
5159-169
Donowatl S. Tjokrokusumo, Noor Lally dan Netty Wldyastutl
5170-175
Zuralda Zukl
5176-178
Pemasaran Jamur PanganHasllBudldaya Petanl dl Wltayah Bandung dan Sekltarnya
Donowatl Tjokrokusumo dan Netty Wldyastutl
5179-186
Pora Konsumsl Prod uk Kedelal oleh Rumah Tangga Per'kotaan dan Pedesaan Pulau Jawalndonesla
Rina Yenrlna, Yullana dan Deddy Muchtadl
5187-199
dan Keamanan Pangan Produk dan Olahan Unggas Aklbat Flu Burung (Avian Jamur Tlram (Pleurotus sp.) sebagal Bahan , .Pangan Fungslonal Ide.ntlflkasl Proses dan Mutu Tiga Jenls Produk Pangan Tradlslonal Sumatera Barat
Nasional PATPI-Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
Prosiding PATPI
I
50sial dan E1wnomi Pangan
Sistem Manajemen Keamanan Pangan Modern Berbasis Risiko RATIH DEWANll-HARIYADI·
IDepartemen IImu dan Teknologl Pangan. SEAFAST (Southeast Asian Food &Agrlc. ScI&Technol.) Center. Institut Pertanlan Bogor, e-mail:
[email protected] ABSTRAK . 5istem manajemen keamanan pangan mulal dikembangkan dl beberapa negara kira-kira seratus tahun yang lalu terutama untuk menghindarl penipuan (fraud). Dalam perkembangannya, sistem manajemen keamanan pangan terutama dimaksudkan untuk melindungi kesehatan masyarakat dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor produksi melalui penjaminan perdagangan yang adj(, pengembangan sektor pangan secara IImlah dan profesional, pencegahan loss dan kerusakan sumberdaya alam serta promosi ekspor pangan dalam dunia perdagangan yang global yang tidak boleh diskrimlnatif, dikembangkan slstem manajemen keamanan pangan modern yang leblh dapat memberikan dasar i1miah, transparansi dan keluwesan. Pendekatan yang dlanggap sesuai adalah yang berbaslskan rlsiko (risk), - bukan bahaya (hazard)-, dimana rlslko adalah fungsi dari peluang terjadinya dan ke~arahan yang ditlmbulkan oleh suatu bahaya. Pendekatan Ini juga menyadari bahwa tidak ada sistem yang tidak mengandung rlsiko
(zero risk). Manajemen keamananpangan di tingkat negara umumnya dituangkan dalam bentuk kebijakan, peraturan perundangan, standar maupun panduan (guidelines). Mesklpun World Trade Organization (WTO) tidak secara speslfik mengatur slstem manajemen keamanan pangan di tingkat negara, tetapi klausul-klausul dalam Sanitary and Phyto Sanitary (SPS) Agrreement mengikat negara untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, mengharmonisasikan standar-standar atau persyaratan-persyaratan di negClra-negara melalui Codex dan menjalin kerangka kerja untuk meminlmalkan dampak perjanjian SPS. WTO menggunakan Istilah ALOP (appropriate level of protection) sebagal tujuan kesehatan masyarakat, sehlnggga pangan-pangan yang tldak memberlkan tlngkat perlindungan yang tepat) bagi kesehatan dapat ditolak di perbatasan. Saat Inl Codex telah mengembangkan kerangka pikir Analisls Risiko (Risk Analysis) yang terdiri dart kajian risiko, manajemen risiko, komunikasi risiko untuk menetapkan kebijakan-kebijakan di bldang keamanan pangan termasuk penetapan AlOP. Berdasarkan AlOP yang dikehendaki, maka sistem manajemen di tingkat negara dapat digunakan sebagal rujukan dalam menetapkan suatu FSO (Food Safety Objective) yang diterjemahkan ke dalam standar. Bagi industri, adanya FSO dapat digunakan dalam acuan bagl proses produksl, penetapan PO (Performance Objective), PC (Performance Citeria), serta penetapan batas kritis (Critical Limit) dalam penyusunan rencana HACCP.
·~atih
Dewanti-Hariyadi juga konsultan regional Asia Tenggara untuk ICMSF (2004, 2006)
Seminar Nasional PATPI-Yogyakarta. 2-3 Agustus 2006
S 127
Prosiding I·Sosial (Ian E1wnomi Pangan PATPI PENDAI-IULUAN
Keamanan pangan yang didefinisikan sebagai kondisi ·dimana bahaya fisik, kimia dan (mikro)biologi tidak terdapat atau terkcndali dalam suatu bahan atau produk pangan. Kondisi pangan yang am an penting untuk mcmelihara dan meningkatkan keschatan manusia dan oleh karenanya menjadi tuntutan bagi industri pangan untuk memcnuhinya. Perkembangan i1mu, tcknologi dan informasi bahkan tclah mcnjadikan kcamanan pangan menjadi bahasa pcrdagangan pangan internasionaL Pangan yang tidak aman tidak hanya membahayakan kesehatan masyarakat tetapi juga tcrancam tidak dapat diperdagangkan, khususnya di dunia internasional. Sistem manajemen keamanan pangan telah dil11ulai dikembangkan di bcbcrapa negara kira-kira 100 tahun yang lalu yang pada ul11ul11nya disusun untuk mcnjamin pcrdagangan yang adil (fair trade), mcnccgah pcnipuan (adulteration), bahkan lIntuk memperi protcksi pada pcrdagangan dalam suatu dacrah, ncgara bagian atallpunncgara. Dalam dunia perdagangan yang global yang tidak l11embolehkan diberlakukannya peraturan yang berbeda bagi konsumen yang bcrbcda, bcrkcmbanglah bcrbagai pcndekatan yang dianggap Icbih dapat I11cmberikan dasar ilmiah, trallsparansi dan kcluwesan dalam pengembangan sistem manajemen keamanan pangan. Sistem manajemen keamanan pangan dengan paradigma baru ini berbasiskan risiko (risk) dan bllkan bahaya (hazard), dimana risiko adalah fungsi dari peluang terjadinya dan keparahan yang ditimbulkan oleh suatu bahaya (Codex). Sistem ini juga menyadari bahwa tidak ada sistem yang tanpa risiko (zero risk) SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN DI TINGKAT NEGARA
Manajemen keamanan pangan di tingkat negara umumnya dituangkan dalam bentuk kebijakan, peraluran perundangan', standar l1'1aupun panduall (guidelines). Sistem manajemen keamanan pangan suatu negara disusun terulama untuk mclindungi kesehatan rakyat, disamping untuk bisa menjamin keberlangsungan sektor produksi melalui penjaminan perdagangan yang adil, pengcmbangan sektor pangan secara ilmiah dan profesional, pencegahan "loss" dan kerusakan sumbcrdaya alam serta promosi ekspor pangan . . Perkembangan perdagangan yang makin mengglobal, telah menuntut negara untuk lebih proaktif dan bekerja secara ilmiah serta transparan dalam menyusun kebijakan, pcraturan, standar maupun panduannya yang tcrkait dcngan pcnycdiaan pangan yang aman. Meskipun WTO (world trade organization) tidak secara spesifik mengatur suistem manajemcn keamanan pangan di tingkat negara, tetapi klausul-klausul dalam SPS (Sanitary and Phyto Sanitary) Agrrccmcnt mcngikat ncgara untuk mcningkatkan kcschatan masyarakat, mengharmonisasikan slandar-standar atau pcrsyaralnn-persynrntan di negnranegara melalui Codex Alimentarius Commission, dan menjalin kerangka kerja untuk meminimalkan dampak akibat perjanjian SPS. WTO menggunakan istilah ALOP (appropriate level of protection) scbagai tujuan kesehatan masyarakat, sehinggga panganpangan yang tidak memberikan tingkat perlindungan yang tepat (appropriate level of protection) bagi keschntan dapat ditolak di perbntasan. Scsungguhnya ban yak kcbijakan di bidang kcamanan pangan yang secara empiris dilakukan berdasarkan pcrtimbangan risiko. Di Indonesia, misalnya, pelarangan pcmbuatan tempe bongkrck terjadi karen a sering terjadinya kcmatian karena mengkonsumsi produk.yang ternyata mungkin mengandung toksin bongrek tersebut. Akan tctapi, pertimbangan bcrdasarkan risiko di atas belum terstruktur dcngan baik. Saat ini Seminar Naslonal PATPI-Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
S 128
Prosiding PATPI
I
Sosial dan El(()t1omi Pallgan
Codex telah mengembangkan kerangka pikir Analisis Risiko (Risk Analysis) untuk membuat kebijakan-kebijakan di bidang kcamanan pangan termasuk ALOr. Kcrangka anal isis risiko terdiri dari proses (I) kajian risiko (risk assessment) yangbersifat ilmiah, (2) manajemen risiko (risk management) yang bersifat kcbijakan berbasis kajian risiko, serta (3) komunikasi risiko (risk communication) yang dilakukan di setiap tahap kajian atau penyusunan kebijakan sehingga aspek transparansi terjadi (Gambar I). Kajian risiko akan menghasilkan kesimpulan tentang karakteristik bahaya tcrtentu dalam pangan tertcntu yang dapat dituliskan sebagai jumlah orang yang jatuh sakit karena penyakit akibat bahaya yang diisentifikasi dalam · 100,000 populasi dsb. Berdasarkan kajian-kajian risiko yang dilakukan, negara menetapkan suatu manajcmcn risiko yang dapat berupa suatu FSO (Food Safety Objective), kriteria mikrobiologi untuk patogen dalam pangan tertentu, kriteria proses bagi tahap pengolahan kunci/kritis, pelarangan pemasaran produk panga tertcntu, pcnsyaratan sertifikat impor ataupun pelaksanaan program cdukasi konsumcn.
• Identifikasi bahaya • .Karakterisasi bahay • Kajian paparan
• Option Assessment • Option Implementation
• Karakterisasi risiko
Komunikasi Risiko Pertukaran informasi tentang risiko secara interaktif
Gambar I. Kerangka pikir analisis risiko (CAC) Konsep FSO diformulasikan oleh The International Commission for Mikcrobiological Specification of Foods (ICMSF), suatu organisasi pakar indepcnden dunia, sebagai suatu acuan untuk menjamin suatu tingkat keamanan tertentu. ICMSF mendefinisikan FSO sebagai frekuensi dan/atau konsentrasi maksimum suatu bahaya of dalam suatu pangan pada sa at dikonsumsi yang memberikan atau berkontribusi memberikan tingkat perlindlmgan yang tepat (ALOP). Nilai FSO ini spesifik dengan menyatakan jenis pangannya, batas maksimal cemaran yang boleh ada serta serta pada Seminar Naslonal PATPI-Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
S 129
Prosiding PATPI
I
Sosial dan mwnomi Pangan
tahap mana dalam rantai pangan nilai tersebut diterapkan. Beberapa contoh hipotetis FSO yang diusulkan olch ICMSr antara lain: jumlah maksimal cntcrotoksin Staphy/ococcm' aurells dalam keju adalah I ~lg per 100 g, konscntrasi aflatoksin dalam kacang tanah tidak mel\!bihi 15 ~g per kg, jumlah Salmonella maksimal dalam susu bubuk adalah I CFU pcr 100 kg (ICMSr, 2002). Sctiap ncgara dupat mcnyusun rso bcrdasarkan ALOP ynng diinginkan atau yang mampu dicapai. Buchanan dalam Gorris (2004) menggambarkan hubungan antma FSO dnn ALOP scpcrti disajiknn dnlam Gnmbar 2. Dalam gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika suatu ncgara mcnghcndaki tingkat perlindungall yang tinggi (10. 7 atau I dari 10,000,000 populasi yang tcrjangkit penyakit karena cemaran tertentu dalam pangan tertentu) akan memerlukan FSO yang lebih ketat pula (dalam hal ini I CFU per takaran saji). Dellgall demikiall suatu negara dapat menyususn target FSO untuk mcncapai tingkat kcsehatan masyarakat yang diinginkan dalam suatu kurun waktu tertcntu, seperti dicontohkan pada Tabcl I (l3uchanan dalam Gorris(2004).Untuk mcncapai tingkat yang diinginkan, dilakukan berbagai upaya di scpanjang rantai pangan. 10000000 1000000 100000 FSO 10000 1000 100 10 1 +--+~.-----~----~----~----~----~--~ ~
#
~6S
~\
#()
~
"~
ALOP Gambar 2. Contoh hipotetis hubungan antara ALOP dan FSO TabcII Conto I1 P. enetnpnn Target ALOP'" Jcnis mikroba dalam pnngnn tcrtcntu JUllliah kasus keracunan per 100,000 populasi
Baseline (1997)
Target (20 I0)
Campylobacler jejllni
23.6
12.3
Listeria monocytogenes
0.5
0.25
Escherichia coli O157:H7
2.1
1.0
Salmol/ell" -'1'1'
13.7
6.8
·Ouchanan dalam Gorns ( 2004)
Seminar Nasional PATPI-Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
S 130
Prosiding PATPI
I"Sosial
dan Elwnomi Pangan
SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN DI TINGKAT INDUSTIU
Dibandingkan dengan negara, industri telah terlebih dahulu mengenal manajemcn keamanan pangan berbasis risiko yakni melalui sistem Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP). Dalam I11cnyusun rcncana HACCP l11aka industri (dalam hal ini tim HACCP) selalu melakukan anal isis bahaya dan penetapan risikonya. Akan tetapi, penyusunan dan implcmcntasi rcncana HACCP mcmcrlukan fondasi yang kuat yakni good practices (Good Hygienic Practices, Good Agricultural Practices, Good Framing " Practices, Good Manufacturing Practices, Good Distribution Practices). Dalam kasus industri pangan di Indonesia yang sebagian besar bcrupa industri rumah tangga maupun industri kecil yang beleum I11cmenuhi good practices maka system manajemen keamanan berbasis risiko di tingkat industri baru dapat dilaksanakan olch scgclintir industri menengah besar. Manajemcn keamanan pangan berbasis I-IACCP mengharuskan industri (I) mengidentifikasi titik-titik dimana terdapat bahaya berisiko tinggi dan tindakan pengendaliannya (CM=control measures), (2) menetapkan dari titik-titik tersebut yang mcrupakan CCP (critical control points), (3) mcnctapkan balas kritis (critical limit =:= CL) bagi CCP, (4) menetapkan prosedur pemantauan eL, (5) menetapkan tidakan koreksi jika hasil pemantauan tidak sesuai dengan CL, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi. Dalam penyususnan rencana HACCP, anal isis bahaya dilakukan dengan mengekploitasi semuya bahaya (fisika, kimia, biologi) dan menetapkan risikonya baik dengan cara menetapkan kategori risiko (0, I sampai dengan VI), dengan menggunakan matriks peluang dan kepiuahan ataupun dengan matriks peluang, keparahan dan kemungkinan tidak terdeteksi). CCP ditetapkan baik dengan common sense ataupun decision tree yang dikembangkan olelt Codex. Sementara ilu batas kritis yang mcrupakan elaborasi atau kuantifikasi dari tindakan pcngendalian ditetapkandengan mcngacu pada standar, protocol, persyaratan dsb. HUBUNGAN ANTARA FSO DAN MANAJEMEN KEAMANAN PANG AN DI T1NGKAT INDUSTIU
Konscp PSO dapat digunakan sebagai acuan dalam pcnctapan standar olch pemerintah. Sari FSO tersebut, setiap industri pangan dapat melakukan perhitunganperhitungan yang secara opcrasional dapal ditctapkan dalam tindakan pcngcndalian yang kemudian diterjemahkan sebagai batas kritis (critical limit) dalum suatu rencana HACCP. Dalam menetapkan batas kritis, industri dapat menggunakan acuan yang lebih sahih daripada pustaka atau hasil; publikasi yang dasar perhitungannya mungkin tidak sama. Scbagai contoh, proses pasteurisasi susu yang ditctapkan oleh industri dapat mengacu pada --~--I'----··-- ----KOllS€[)~I-bJ-a€ll!!a.n-[)F0iS€allr-stanclar-low temperature long time (66°C selama 30 men it) at au high temperature short time (72°C selama 15 detik). Akan tetapi dengan FSO yang ditetapkan dan pengetahuan mutu mikrobiologi yang tersedia, industri dapat menetapkan stan dar prosesnya dengan lebih tepat, yang mungkin tidak lagi mengacu pada konsep 50.
Seminar Nasional PATPI-Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
S 131
Prosiding PATPI
I
Sosial dan E\wllomi Pallgan
KESIMPULAN
Sistem manajemen keamanana pangan terus berkembang dengan makin meningkatnya keinginan masyarakat dan tllntlltan perdagangan dllnia. Untllk darat mengkaji bahaya yang sesunggllhnya dihadapi maka pendekatan risiko, dan bukan bahaya, lebih dianggap tepat. Pada intinya, sistem manajemen keamanan pangan modern menuntut pendekatan _ ilmiah dalarn menekan risiko yang mllngkin terjadi, tentu saja dengan pengertian bahwa sistem tersebut tidak mungkin bersifat zero risk. I
PUSTAKA
ICMSF, 2002. Microbiological Testing in Food Safety Management. Kluwer Academic, New York Gorris, L. 2004. Modern Food Safety Management. Presented at the First China Institute of Food Technologist-ICMSF Meeting, October 2004. Beijing, China
Seminar Nasional PATPI-Yogyakarta, 2-3 Agustus 2006
S 132