1 Oleh Hengki Wijaya
KEABSAHAN PERJANJIAN LAMA Pendahuluan Apakah anda memercayai Alkitab secara keseluruhan yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru? Apakah dapat dipercaya keabsahan Perjanjian Lama?. Banyak pertanyaan akan muncul kemudian, namun kami mencoba menjelaskannya dalam makalah ini mengenai keabsahan Perjanjian Lama. Untuk membuktkan keabsahan Perjanjian Lama maka digunakan sumber bacaan dan tentunya Alkitab sendiri sebagai sumber dan biarlah Alkitab juga menjawab pertanyaan yang ada. Kita membutuhkan setidaknya empat hal yaitu menjelaskan tentang otoritas Perjanjian Lama, kanon Perjanjian Lama, Penulisan naskah Perjanjian Lama dan dukungan Arkeologi untuk membuktikan Perjanjian Lama bukanlah suatu mitos atau cerita khayalan saja. Otoritas Perjanjian Lama Yesus dan para penulis Perjanjian Baru menunjukkan bahwa Perjanjian Lama adalah perkataan Tuhan. Kadang-kadang mereka berbicara mengenai Perjanjian Lama secara keseluruhan, dalam kesempatan lain mereka berbicara mengenai bagian tertentu bahkan mengenai kata tertentu, tata bahasa, atau bagian dari kata yang memiliki otoritas Tuhan.1 Dalam 2 Timotius 3:16 menyatakan 'Segala tulisan yang diilhamkan Allah' yang mengacu kepada keseluruhan Perjanjian Lama.
Perjanjian Baru juga menyebut
Perjanjian Lama sebagai Kitab Suci, misal Yesus mengatakan 'Kitab Suci tidak dapat dibatalkan' (Yohanes 10:35), 'kamu tidak mengerti Kitab Suci' (Matius 22:29). Paulus menyebut Perjanjian Lama sebagai firman Allah (Roma 3:2). Perjanjian Lama disebut sebagai hukum Taurat yang berotoritas (Yohanes 10:34; Yohanes 12:34). Kalimat 'Apa yang tertulis dalam hukum Taurat harus digenapi' (Matius 5:17; Lukas 24:44) menunjukkan otoritas Tuhan dari Perjanjian Lama.2 Biasanya Perjanjian Lama dibagi menjadi 2 : Hukum Taurat dan kitab nabi-nabi. Hukum Taurat adalah 5 buku pertama yang ditulis Musa . Hukum Taurat ini disebut oleh Perjanjian Baru sebagai perkataan Allah (2 Korintus 3:15; Kisah Para Rasul 13:39; Markus 12:26). Perkataan nabi-nabi dimasukkan sebagai bagian selanjutnya Perjanjian 1
Lasor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, 25-33. 2 Ibid
2 Oleh Hengki Wijaya
Lama (Yohanes 1:45; Lukas 18:31). Dalam 2 Petrus 1:21 sangat jelas menyatakan bahwa tulisan nubuat berasal dari Tuhan, "sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah". 3 Kutipan-kutipan ada yang didahului "tertulis", "supaya digenapi", "hingga bumi dan langit berlalu" (Matius 5:18), "kamu salah, jika kamu tidak percaya" (Matius 22:29), bahkan "Tuhan berfirman" (Matius 15:4). Pendek kata apa yang tertulis di Perjanjian Lama diperlakukan sebagai perkataan-perkataan Tuhan.4 Yesus dan penulis-penulis Perjanjian Baru tidak hanya mengutip Perjanjian Lama sebagai tulisan yang diwahyukan, tetapi juga mengajarkan kebenaran peristiwaperistiwa yang dituliskan di dalam Perjanjian Lama. Yesus sendiri mengajarkan penciptaan Adam dan Hawa (Matius 19), banjir zaman Nuh (Lukas 17:27), Yunus dan ikan besar (Matius 12:40), Mujizat Elia (Lukas 4:25), dan mujizat Musa di padang gurun (Yohanes 3:14, Yohanes 6:32).5 Kanon Dalam pembentukan kanon Perjanjian Lama,6 ada empat langkah yang berkaitan erat tetapi dapat dibedakan dengan mudah, yakni: ucapan-ucapan, tulisan-tulisan, kumpulan kitab-kitab dan kanon yang baku. a. Ucapan-ucapan berwibawa Israel mulai mengenal konsep kanon ketika mereka menerima hukum Taurat dengan perantaraan Musa di Gunung Sinai. Allah memberikan firman-Nya, Israel berikrar untuk menaatinya dan Musa mencatatnya dalam bentuk tulisan (Kel 24:3-4). Benih-benih kanon telah ada lebih awal daripada itu, yaitu ketika orangorang Israel semakin menyadari peranan mereka yang khusus dalam rencana keselamatan Allah. Mereka harus menjunjung tinggi perintah-perintah dan janjijanji Allah yang dikukuhkan kepada bapak-bapak leluhur Israel sebagai firman Allah yang kudus yang dapat memberikan kekuatan dan penghiburan.
3
Lasor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, p. 25-33. 4 Ibid 5 Ibid 6 Ibid p. 45-51.
3 Oleh Hengki Wijaya
b. Tulisan-tulisan berwibawa Menurut Ulangan 31:24-26, Musa “selesai menuliskan perkataan hukum Taurat itu dalam sebuah kitab” dan memerintahkan orang-orang Lewi, “letakkanlah di samping tabut perjanjian ….. supaya menjadi saksi di situ terhadap engkau. Otoritas yang mengikat dari kitab itu ditegaskan kembali kepada Yosua, 'Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu Siang dan malam . . .” (Yos 1:8). c. Kumpulan kitab-kitab berwibawa Secara tradisional, kitab-kitab suci Yahudi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Taurat, Nabi-nabi dan Kitab-kitab. Mungkin sekali pembagian itu tidak hanya menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam isi, tetapi juga memperlihatkan tahaptahap dalam pembentukan kanon. Kelima kitab Taurat (Ibr. tora), yang disebut juga “kitab-kitab Musa” atau “Pentateukh”, mungkin sekali mencapai bentuknya yang dikenal sekarang kirakira pada zaman Raja Daud (sekitar 1000 sM). Diperkirakan sejumlah kecil revisi berlangsung selama abad-abad berikutnya hingga zaman Ezra (kira-kira 400 sM). Kitab Nabi-nabi (Ibr. nevi'im) biasanya dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama disebut “Nabi-nabi Terdahulu” dan merupakan kitab-kitab sejarah, yaitu Kitab Yosua, Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja. Kelompok kedua disebut “Nabi-nabi Kemudian” yang merupakan kitab para pemberita firman Allah, yaitu Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan kedua belas nabi kecil. Istilah “nabi kecil” dipakai karena tulisan-tulisannya singkat dan kedua belas kitab itu acapkali ditempatkan dalam satu gulungan. Persoalan dengan “Kitab-kitab” (Ibr. ketuvim) lebih rumit lagi karena sifat kitab-kitabnya yang beraneka ragam. Kitab Mazmur, Amsal dan Ayub berisi syair dan doa. Lima dari kitab-kitab itu, yang tertulis dalam gulungan-gulungan tersendiri, dibacakan secara terpisah pada hari-hari raya tertentu: Kitab Kidung Agung pada pesta Paskah; Kitab Rut pada pesta Pentakosta; Kitab Ratapan pada tanggal Sembilan bulan Ab (hari ketika Yerusalem dihancurkan pada tahun 586 sM); Kitab Pengkhotbah pada pesta Pondok Daun; dan Kitab Ester pada hari raya Purim. Kitab Daniel adalah satu-satunya tulisan nabi dalam bagian “Kitab-kitab” dan bagian ini dalam Alkitab Ibrani diakhiri dengan beberapa kitab sejarah, yakni Ezra, Nehemia dan Tawarikh.
4 Oleh Hengki Wijaya
d. Kanon yang baku Kanon Ibrani Dalam Perjanjian Baru, Yesus pernah menyebut “kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (Luk 24:44). Namun Perjanjian Lama lebih sering disebut “hukum Taurat dan kitab para nabi” (misalnya Mat 5:17; Luk 16:16) yang agaknya memuat Kitab-kitab dalam bagian “Nabi-nabi”. Penulispenulis Perjanjian Baru tidak menyebutkan tulisan-tulisan Apokrifa secara langsung. Mungkin saja kanon Perjanjian Lama yang mereka pergunakan sama dengan yang dikenal pada masa kini. Demikian pula, meskipun kita tidak dapat memastikan isi kanon mereka secara tepat, namun tidak ada bukti yang mengatakan bahwa Filo (On the Contemplative Life ii. 475) atau Yosefus (Contra Apionem i.8) - keduanya sezaman dengan Perjanjian Baru - mencantumkan kitabkitab yang tidak terdapat dalam Perjanjian Lama yang ada sekarang ini. Kanon Samaria Tentu saja ada pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap kanon pada zaman dulu. Orang Samaria yang putus hubungan dengan orang Yahudi sejak zaman Nehemia (kira-kira 450 sM) dan mempunyai upacara-upacara keagamaan sendiri, hanya menerima kitab-kitab Taurat. Kumpulan kitab Nabi-nabi yang acapkali mengkritik kerajaan utara yang beribukotakan Samaria, dan Kitab-kitab yang sangat erat kaitannya dengan Rumah Allah di Yerusalem, tidak diikutsertakan. Kanon Yahudi dan kanon Kristen Spekulasi Yahudi tentang kanon itu berlanjut sampai zaman Kristen. Namun spekulasi itu agaknya terbatas pada persoalan mengenai apakah kitab-kitab tertentu seharusnya dipertahankan dalam kanon. Antara lain, pernah dipersoalkan tentang Kitab Ester (yang tidak menyebut Allah), Kitab Pengkhotbah (yang sarat dengan skeptisisme dan tanda-tanda medonisme), Kitab Kidung Agung (yang berisikan pengungkapan cinta yang penuh gairah), Kitab Amsal (yang dianggap berisi kontradiksi) dan Kitab Yehezkiel (yang oleh sebagian orang dianggap bertentangan dengan Taurat). Masalahnya bukan apakah kitab-kitab baru harus diikutsertakan, tetapi apakah semua kitab yang sudah diakui itu cukup suci untuk tetap diikutsertakan.
5 Oleh Hengki Wijaya
Penulisan Perjajian Lama Para penulis zaman Talmud begitu yakin bahwa setelah mereka selesai menyalin sebuah naskah Alkitab mereka memunyai sebuah duplikat yang sama persis, sehingga mereka akan memberikan otoritas yang sama kepada salinan yang baru.7 Frederick Kenyon dalam Our Bible and the Ancient Manuscript mengupas lebih jauh mengenai hal di atas dan pemusnahan naskah yang lebih kuno: “Sikap ekstrim yang sama yang yang dicurahkan dalam penyalinan askah Alkitab juga menjadi alasan bagi lenyapnya naskah-naskah yang lebih tua. Bila sebuah naskah telah disalin dengan ketelitian sebagaimana yang digariskan oleh Talmud, dan telah diperiksa kebenarannya, maka ia dipandang sebagai naskah asli dan memunyai nilai yang sama dengan naskahnaskah lainnya. Bila semuanya sama persis, maka usia tidak aka nada artinya bagi suatu naskah; sebaliknya, usia justru merupakan faktor yang merugikan, karena sebuah naskah cenderung rusak atau rapuh dengan berjalannya waktu. Sebuah naskah yang rusak atau tidak lengkap akan dipandang tidak layak untuk digunakan.8 Kaum Masoret (dari kata massora, “Tradisi”) mengembang tugas yang sangat melelahkan untuk mengedit teks dan menstandarisasikannya. Kantor pusat mereka berada di Tiberias. Teks yang digeluti oleh para Masoret itu disebut “ Teks Masoret.” Teks yang dihasilkan menunjukkan penambahan vocal untuk membantu pengucapan yang benar. Teks Masoret inilah yang menjadi teks Alkitab standar yang sekarang.9 Sir Frederick Kenyon mengatakan: “Di samping mencatat berbagai variasi perbedaan penulisan, tradisi, atau perkiraan, kaum Masoret juga melakukan sejumlah penghitungan yang sepertinya tidak ada hubungan dengan penelitan teks. Mereka menomori ayat, kata dan huruf dari setiap kitab. Mereka memperhitungkan kata tengah dan huruf tengahnya masing-masing. Mereka menandai ayat-ayat yang mengandung semua huruf dalam alphabet, atau suatu jumlah tertentu daripadanya dan seterusnya. Mungkin kita menganggap semuanya itu tidak perlu, namun sesungguhnya ia membantu memberikan perhatian ekstra ketat kepada penyalinan teks secara tepat; dan
7
Mcdowell, Josh. Aplogetika Bukti yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab, Jilid I. Malang: Gandum Mas, 2007, p. 96. 8 Ibid p. 98. 9 Ibid. p. 99.
6 Oleh Hengki Wijaya
tidak lain menunjukkan penghormatan yang berlebihan pada Kitab Suci yang kudus, yang mau tidak mau harus kita puji. Kaum Masoret memangsangat bersemangat agar tidak ada satu iota atau titik, atau huruf atau bagian huruf yang terkecil, dari Taurat akan terlewatkan atau hilang.10 Arkeologi Gleason Archer, ketika membandingkan penyimpangan naskah teks Kitab suci Ibrani dengan kesusastraan sebelum Kristus seperti Kitab Kematian Mesir, menyatakan bahwa adalah sangat mengangumkan bahwa teks Ibrani tidak mengalami kerusakan atau perubahan teks seperti karya satra lain pada zamannya. Dia menulis:11 “Meskipun dua buah salinan kitab Yesaya yang diketemukan di Gua Kumran I dekat Laut Mati pada tahun 1947 berusia seribu tahun lebih tua daripada naskah tertua yang pernah diketemukan sebelumnya (980 M), mereka ternyata menunjukkan ketepatan kata demi kata dengan Alkitab Ibrani standar kita sampai lebih dari 95 persen dari seluruh teks. Lima persen penyimpangannya sebagian besar terdiri dari salah tulis dan variasi dalam pengejaan. Bahkan fragmenfragmen naskah Laut Mati dari Ulangan dan Samuel yang tampaknya berasal dari naskah induk yang berbeda dengan yang menurunkan Alkitab Ibrani kita tidak menunjukkan suatu perbedaan doktrin atau ajaran. Mereka sama sekali tidak memengaruhi pesan-pesan pernyataan Allah. William F. Albright (terkenal karena nama baiknya sebagai salah satu arkeolog besar)12 “Tidak mungkin ada keragu-raguan lagi bahwa arkeologi telah mengokohkan kebenaran historis yang sangat kuat tentang tradisi Perjanjian Lama… Sikap curiga secara berlebihan terhadap Alkitab –yang ditunjukkan oleh kelompokkelompok berpengaruh peneliti aspek historis Alkitab dari abad delapan belas dan sembilan belas– telah makin disangsikan, walaupun tahap-tahap tertentu daripadanya secara berkala masih muncul. Penemuan demi penemuan telah meneguhkan ketepatan hal-hal rinci yang tidak terhingga banyaknya, dan telah menyebabkan pengakuan yang makin bertambah-tambah terhadap nilai Alkitab sebagai sumber sejarah.”
10 11 12
Ibid. p. 99. Ibid. p. 97. Ibid. p. 111.