KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah swt. yang tidak henti-hentinya mencurahkan karunianya kepada hambanya sehingga segala aktifitas dapat dijalankan. Selanjutnya, tak lupa senantiasa kita bersalawat kepada Nabi Allah yang terakhir Muhammad saw. yang telah bertugas membimbing manusia ke jalan yang benar dan diridahi oleh Allah swt. Saya selaku akademisi mempersembahkan sebuah karya tulis ilmiah berupa buku ke hadapan para pembaca budiman, semoga buku yang sangat sederhana ini menambah wawasan keilmuan yang berguna untuk agama, bangsa dan Negara. Buku yang ada di hadapan pembaca ini diselesaikan dengan menggunakan refrensi ilmiah sehingga segala isinya dapat dilacak pada sumber pengambilannya, dan yang lebih penting, sajian buku ini disertai dengan analisis yang benar-benar murni dari penulis, seingga segala keritikan yang membangun terhadap isi buku ini sangat berarti. Disadari dengan sungguh-sungguh bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan akibat segala keterbatasan yang ada, terutama kitab-kitab referensi yang dibutuhkan dalam penulisan buku ini. Apapun tanggapan pembaca terhadap buku ini patut diapresiasi selama konsruktif dan tidak tendensius. Semoga buku yang saya persembahkan ini dapat menjadi inspirasi pengembangan ilmu-ilmu keislaman sesuai dengan perkembangan peradaban. Dengan demikian, khazanah ilmu-ilmu keislaman tetap memberikan kontribusinya kepada umat dari waktu ke waktu untuk mencerdaskan anak bangsa. Akhirnya, semoga buku yang sederhana ini memberi manfaat kepada para pembacanya, dan segala kekurangannya saya serahkan kepada Allah swt, hanya Dialah pemilik segala kesempurnaan. Terima kasih yang tak terhingga kepada segala pihak yang telah membantu penulisan dan penerbitan buku saya ini. Watampone, 18 Agustus 2015 Penulis i
PEDOMAN TRANSLITERASI 1. Konsonan
= اa = بb = تt = ثs\ =جj = حh} = خkh ‘= ء
= دd = ذz\ = رr = زz\ = سs = شsy = صs}
=ضd = طt} = ظz\ `= ع = غg = فf = قq
= كk = لl = مm = نn = وw = هh = يy
2. Vokal Fathah Kasrah Dhammah
a I U
3. Maddah Fathah Kasrah Dhammah 4. Singkatan swt.= سبحانه وتعالى saw.= صلى هللا عليه وسلم
a> i> u>
DAFTAR ISI Halaman
Kata Pengantar Daftar isi Pedoman Transliterasi
i ii iii
Bab.I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Ruang lingkup penulisan buku C. Tujuan dan kegunaan penulisan buku D. Metode penulisan buku Bab II. Negara dan Pemerintahan Dalam Islam
1 1 3 4 4 6
Bab III. Eksistensi Bait al-Mal dalam pemerintahan Islam
11
Bab.IV. Sumber-sumber keuangn publik dalam pemerintahan Islam A. Zakat B. Ganimah C. Al-Fai’ D. Jizyah E. Kharaj F. Usyuriy G. Harta pennggalan yang tak berahli waris H. Wakaf
15 15 23 24 25 26 30 33 34
Bab.V. Tata Kelola Zakat dan Wakaf menurut perundang-undangan A. Zakat B. Wakaf
38 38 70
DAFTAR PUSTAKA
Ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Bagi umat Islam, baik perorangan maupun kelompok, berislam haruslah berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah serta peraktek pengamalan orang terdahulu. Zakat, infaq, sedekah dan wakaf adalah pengamalan ajaran Islam yang hidup di tengah-tengah mastarakat sejak masa Nabi saw hingga sekarang. Seiring dengan perkembangan masyarakat Islam, pengamalan zakat dan wakaf ternyata mengalami pasang surut. Sejak ditasyri`kannya wakaf di zaman Nabi saw dan pengamalannya pada pemerintahan Islam yang lalu, zakat dan wakaf mengalami perkembangan yang pesat. Gairah umat Islam berzakat dan berwakaf sangat tinggi, sehingga zakat dan wakaf benar-benar berperan nyata menyejahterakan umat yang miskin dan yang berhajat akan financial. Saat ini ternyata umat Islam di banyak negara kembali melihat potensi tersebut secara saksama di tengah-tengah keterpurukan dan keterbelakngan umat Islam. Dengan iman dan taqwa sebagian umat Islam menjadi penggagas dan pelopor tentang perlunya revitalisasi zakat dan wakaf. Bagi negara sekawasan di Asia Tenggara, potensi ini digerakkan dengan ikon ZISWA (zakat, infaq, sadaqah dan wakaf). Dalam agama Islam, Zakat adalah sebuah perintah Tuhan untuk kesejahteraan orang-orang yang telah dinyatakan berhak menerima zakat (mustahiq) sesuai dengan pesan ayat 60 surat At-Taubah (9). Begitu juga ketentuan tentang otoritas pemerintah dalam pengelolaan zakat, baik pengumpulan, distribusi maupun produktivitasnya. Hasilnya, zakat benar-benar mampu berperan menyejahterakan umat yang kurang mampu dan yang membutuhkan. Inilah tujuan gerakan zakat dewasa ini, mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu sebagai formulasi efektif dalam memperbaiki kesejahteraan umat.
1
2
Akan halnya zakat, wakaf juga diperintahkan dalam Islam untuk membantu kaum muslim yang tidak beruntung dari segi materi. Berbeda dengan zakat, wakaf adalah ajaran Islam yang bersifat tentatif (sunat), namun cukup berarti perannya. Hal ini disebabkan, wakaf adalah suatu bentuk infaq yang berkesinambungan dan terjaga modalnya. Harta wakaf tak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan, sehingga ibadah maliyah yang satu ini berbeda dengan ibadah maliyah lainnya. Fakta sejarah menunjukkan, banyak sekali kekayaan wakaf umat ditemukan sebagai warisan masa lalu seiring dengan meluasnya wilayah pemerintahan Islam dahulu kala, dan semakin bertambahnya jumlah umat Islam. Satu Implikasi buruk yang muncul
adalah terjadinya banyak penyimpangan pengamalan wakaf, baik
asetnya, maupun peruntukannya. Faktor tersebut mendorong pemerintah Islam menertibkan dan menata kelola harta wakaf. Dengan keterlibatan pemerintah dalam penatakelolaan ibadah zakat dan wakaf dalam sejarah pemerintahan Islam, orang kemudian bercermin akan potensi financial kedua jenis ibadah ini. Terbitlah berbagai regulasi pemerintah dari waktu kewaktu. Dampak positifnya yang diraskan adalah berperannya harta wakaf yang telah ada sejak lama untuk memenuhi berbagai kebutuhan umat, misalnya harta-harta wakaf di sekitar masjid Nabawi dan harta wakaf yang mendanai Universitas al-Azahar di Mesir, dan banyak lagi lainnya. Keterlibatan pemerintah dalam merevitalisasi zakat dan wakaf melalui sejumlah perundang-undangan, misalnya di Indonesia, ternyata masih menyisakan banyak masalah. Yang dimaksud adalah zakat tidak optimal penanganannya oleh Badan Amil Zakat, sehingga wakaf belum dirasakan oleh umat manfaatnya. Padahal semuanya telah diatur pengelolaannya sedemikian rupa. Apakah formulasi tatakelolanya lemah? Di Indonesia tidak ditemukan kementrian zakat dan wakaf sebagaimana halnya di berbagai negara Islam. Kendati demikian zakat dan wakaf sudah memiliki organisasi tentang pengelolaannya, yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), dan BWI (Badan Wakaf Indonesia).Dengan demikian, pengelolaan zakat dan wakaf
3
adalah semi pemerintah. Dana wakaf belum menganut sistem satu pintu dengan diperhitungkannya sebagai pendapatan dan anggaran belanja negara. B. Ruang Lingkup Penulisan buku Buku ini menyajikan sumber-sumber keuangan negara dalam pemerintahan Islam, zakat, wakaf, jizyah, kharaj dan lainnya. Sumber-sumber keuangan tersebut ada yang ditasyri`kan langsung oleh Allah swt. dan ada juga dietapkan oleh pemerintah Islam (ulil amri). Sumber keuangan semacam ini sudah terang menjadi keuangan publik karena telah diperaktekkan dalam pemerintahan berupa anggaran pendapatan dan belanja negara. Berbeda halnya dengan zakat dan wakaf. Keduanya adalah ibadah maliyah sekaligus berkonribusi membantu umat yang miskin dan yang membutuhkan. Di masa lalu zakat menjadi sumber pendapatan pemerintah sesuai dengan ayat 60 surat At-Taubah (9). Hanya saja, harus dipastikan bahwa dana zakat ini tidak dibenarkan bercampur dengan sumber pendapatan negara lainnya. Dana zakat adalah dari umat ke umat. Karena itu, pembahasan zakat dalam buku ini tidak mengurainya dari sisi normatif fikihnya, melainkan zakat tersebut dilihat lebih banyak dalam kedudukannya sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Dengan demikian, buku ini akan menjelaskan bagaimana penempatan dana zakat dalam tata kelola keuangan negara, dan bagaimana pemakaiannya yang dianggap sesuai dengan ketentuan syariah. Wakaf di era pemerintahan Islam tempo dulu, juga ditempatkan sebagai salah satu sumber pendapatan negara, walaupun di awalnya wakaf adalah ibadah maliyah perseorangan yang sasaran penggunaannya hampir sama dengan zakat. Hanya saja wakaf adalah bersifat sunat, bukan wajib. Tidak ada kondisi yang menjadikan wakaf sebagai keharusan seperti halnya zakat. Karena itu, dalam buku ini wakaf diurai dalam posisinya sebagai pendapatan dan pengeluaran negara. Buku ini tidak banyak memuat informasi tentang hukum-hukum wakaf dalam kaitannya dengan ibadah.
4
C. Tujuan dan Kegunaan penulisan buku 1. Buku ini dapat melahirkan keyakinan tentang politik dalam Islam, yang pada gilirannya membantu memahami bentuk pemerintahan Islam, terutama menyangkut sumber-sumber pendapatan negara dan pengeluaran negara menurut Al-Qur’an dan sunnah serta ijtihad ulil amri (pemerintah). 2. Buku ini setidaknya memberikan gambaran dasar pengelolaan keuangan negara secara profesional melalui bait al-mal. Dengan sendirinya, buku ini memuat informasi tentang eksistensi dan peran bait al-mal itu sendiri sebagai cerminan pengelolaan keuangan negara yang islami. 3. Buku ini dapat menginspirasi pemerhati zakat dan wakaf dengan teori taqnin untuk menghindari pemahaman yang keliru bahwa zakat dan wakaf bukanlah otoritas pemerintah, karena ia adalah semata-mata ibadah, tak perlu diregulasi dengan perindang-undangan. 4. Buku ini dapat menginspirasi mencari formulasi yang efektif tentang lembaga zakat dan wakaf. Bagaimana pun manfaat zakat dan wakaf belum signifikan dirasakan oleh umat dewasa ini. D. Metode Penulisan Buku Buku ini menyajikan informasi dari sejumlah refrensi tertulis berupa kitabkitab fikih, kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadis dan buku-buku
ilmiah. Dalam
menyajikan informasi secara ilmiah, beberapa pendekatan digunakan sebagai berikut: 1. Pendekatan teologis normatif dengan menelusuri kitab-kitab klasik dan kontemporer guna keperluan penjelasan materi buku ini ( keuangan islam publik) menurut Al-Qur’an dan sunnah. 2. Pendekatan Filosofis dengan melakukan analisis terhadap ayat-ayat, hadishadis dan pendapat fuqaha sehingga penyajian informasi buku ini memiliki urgensi dan nilai tambah bagi pembacanya.
5
3. Pendekatan Yuridis dengan menampilkan informasi kontemporer tentang sumber-sumber keuangan Islam, khususnya zakat dan wakaf. Di banyak negara Islam dan atau negara yang mayoritas penduduknya muslim, zakat dan wakaf telah diatur dalam perundang-undangan. 4. Pendekatan sosiologis dengan menggunakan teori perubahan sosial dalam menjelaskan perkembangan pemikiran tentang keuangan Islam publik dewasa ini, sehingga pemikiran baru tersebut tidak serta merta dinilai sebagai bentuk penyimpangan syariat Islam. D. Sistematika Pembahasan Pembahasan buku ini diawali dengan bab tentang Negara dan Pemerintahan dalam Islam. Negara/Pemerintahan adalah organisasi yang berperan dan berfungsi mengurus rakyat (publik). Untuk mengurus publik tersebut, Negara sebagai badan hukum publik memerlukan dana dalam operasionalnya. Untuk tertibnya keuangan negara, maka dalam pemerintahan Islam muncul sebuah kreatifitas dengan membentuk lembaga bait al-mal. Bait al-mal adalah sebuah ikon penting pemerintahan Islam dalam hal pengelolaan keuangan publik, baik pemasukannya maupun pembelanjaannya. Bab berikutnya buku ini menerangkan tentang sumber-sumber keuangan bagi bait al-mal. Secara rinci, beberapa sumber keuangan penting negara/ pemerintahan Islam disebutkan dalam bab ini. Sumber-sumber keuangan publik dimaksud adalah zakat, ganimah, kharaj, jizyah, usyury dan wakaf. Sumbersumber keuangan Negara Islam tersebut adalah sesuai dengan model Negara Islam, yang sebagiannya berdasarkan nash Al-Qur’an dan sunnah, dan selainnya berdasarkan hasil ijtihad. Bab terakhir buku ini mengetengahkan tata kelola zakat dan wakaf di era saat ini hal mana keduanya telah diatur oleh Negara. Ternyata sumber-sumber keuangan Negara/ Pemerintahan Islam sebagiannya sudah tak eksis lagi, kecuali zakat dan wakaf. Hal tersebut menyebabkan, zakat dan wakaf diyakini mampu meningkatkan kesejahteraan umat yang tidak beruntung. Gerakan zakat dan
6
wakaf di Negara-Negara Asia Tenggara dapat dipandang sebagai kebangkitan Islam dalam ekonomi keumatan. Akhirnya buku ini juga mengemukakan perbandingan pengelolaan zakat dan wakaf di Indonesia dengan Malaysia.
BAB II NEGARA DAN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
Menurut hasil penemuan ilmu pengetahuan, manusia adalah makhluk sosial dan makhluk ekonomi. Sebagai makhluk sosial manusia tak dapat hidup melainkan dengan interaksi sesamanya, bahkan dengan lingkungan alam sekitarnya. Sebagai makhluk ekonomi tiap manusia harus memenuhi kebutuhan hidupnya agar ia dapat bertahan hidup secara layak. Kedua aksioma ilmiah tersebut, pada gilirannya mengharuskan manusia hidup secara berkelompok demi memudahkan terjadinya interaksi di antara mereka. Islam sudah menetapkan jauh-jauh hari sebelumnya bahwa Allah swt. telah menegaskan, hubungan sosial manusia (hablun min al-nas) adalah sebuah keharusan. Hidup berkelompok bagi manusia semakin hari semakin besar jumlahnya, Mereka mendiami wilayah geografis tertentu, sehingga ditemukan banyak kelompok mausia yang lazim disebut masyarakat. Masyarakat tersebut pada akhirnya membangun kelompok yang senasib dan sepenanggungan yang biasa disebut dengan bangsa. Untuk mengelola bangsa dibutuhkan perangkat kekuasaan yang disebut dengan negara. Apapun namanya, manusia semakin hari semakin banyak yang disebabkan oleh adanya proses regenerasi (kawin mawin) pada akhirnya membutuhkan sebuah penanganan agar ketertiban hidup dapat terwujud sekaligus menghindari kanibalisme. Manusia adalah tetap manusia, yang membawa hak asasi sejak dari lahir. Manusia tidak boleh hidup dengan saling memangsa, yang kuat menang dan yang lemah kalah dan tertindas. Sebagai makhluk yang beradab manusia menciptakan sebuah bentuk peradaban yang urgen dalam kehidupan, yaitu menyepakati adanya pemerintahan dalam sebuah masyarakat. Negara dan pemerintahan adalah dua terma yang saling berkelindan. Dengan demikian dapat dikatakan, pemerintahan adalah penjabaran
7
8
aktivitas sebuah negara. Dalam hukum ketatanegaraan modern, negara biasanya diartikan sebagai masyarakat/bangsa yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki konstitusi. Kedua unsur dasar tersebut melahirkan sebuah pemerintahan. Pemerintahan adalah sebuah hal yang sudah dikenal oleh seluruh manusia saat ini. Inti pemerintahan adalah mengurus kepentingan dan kebutuhan masyarakat luas (publik). Karena itu, dalam pemerintahan ada pemerintah dan ada rakyat yang saling berhadapan, masing-masing memiliki hak dan tanggungjawab. Bagaimana menurut Islam? Semua ulama/ ahli hukum Islam menunjuk ayat 59 surat An-Nisa’ sebagai dalil keharusan adanya pemerintahan dalam masyarakat muslim.
Menurut Ibnu
Kasir, ayat “ ” أولى األمرmenunjuk kepada para penguasa dan ulama.1 Dalam hadis Nabi saw, pemerintahan disebut dengan “ ”اإلمارة. Karena itu, orang yang memangku jabatan sebagai penguasa di kalangan orang-orang Islam disebut amir al-mukminin. Dalam berbagai riwayat, kata al-imarah, memang sering disinggung oleh Nabi saw. Dalam kitab “al-Amwal” dijumpai sebuah riwayat yang menyatakan bahwa ada seseorang berkata di sisi Nabi saw: pemerintahan (al-imarah) itu adalah seburuk-buruk sesuatu. Kata Nabi saw sebaik-baik sesuatu adalah pemerintahan bagi yang mengambil haknya secara halal, dan sebutuk-buruk sesuatu adalah pemerintahan yang menuai penyesalan di hari kemudian.2 Untuk menunjuuk pemerintahan, imam Al-Mawardi memakai terma alimamah () اإلمامة. Menurutnya, al-imamah adalah terma yang menunjuk pada penggantian khilafah kenabian dalam menjaga agama dan urusan dunia. 3 Menurutnya lagi, imamah (pemerintahan Islam) wajib adanya.4 Lebih lanjut, imam al-Mawardi menerangkan
bahwa
terjadi
perbedaan
pemahaman,
apakah
kewajiban
bepemerintahan itu perintah syara’ atau menurut penemuan akal semata? 1
Ibnu Kas\ir, Tafsir al-Qur’a>n al-Az}im, Jilid 1, (Beirut-Libanon: Dar al-fikr, 1992), h. 641 Lihat Abdul Qasim bin Salam, Kita>b al-Amwa>l,(Beirut-Libanon: Dar al-fikr, 1988), h, 11 3 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m al-Sult}aniyah wa al-Wala>yat al-Di>niyah, (Cetakan ke 2, Mesir: Must}afa al-Ba>bi al-h}alabi, 1973), h. 5 4 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m. . ., h.5 2
9
Sebagian berpendapat, kewajiban berpemerintahan itu adalah berdasarkan akal agar manusia tidak saling menganiaya, dan adanya penguasa dapat menetralisir kasus-kasus sengketa. Jika sekiranya tidak ada pemerintah/ penguasa, tentulah kedua hal ini tidak terwujud.5 Dalam pada itu sebagian golongan berpendapat, berpemerintahan adalah perintah syara’ sesuai dengan ayat 59 surat An-Nisa’ (4). Karenanya wajiblah tiap mslim taat kepada amir (penguasa).6 Dalam perakteknya, pemeintah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dalam mengurus umat memerlukan sumber-umber penghasilan. Umat atau publik adalah wajib diurus kemaslahatannya oleh penguasa. Menurut Islam, penguasa dalam sebuah keamiran hakikatnya adalah pelayan publik. Dalam kitab “al-Amwal” disebutkan bahwa secara garis besar sumber-sumber keuangan pemerintahan islam ada tiga yaitu: al-fai`, khumus dan zakat.7 Al-Fai’ adalah pungutan atas penduduk zimmi berupa jizyah (pajak jiwa) dan kharaj (pajak bumi) sebagai perimbangan kewajiban penguasa Islam melindungi jiwa dan harta mereka. Adapun khumus adalah bersumber dari ganimah, harta rampasan perang suci/ sabil. Peruntukan harta ganimah adalah ketentuan syariat berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa seperlima ganimah tersebut dibagi lima, empat bagian (4/5) diberikan kepada lasykar muslim yang berperang. Sedangkan seperlimanya adalah untuk 4 golongan, masing-masing: (1) Allah dan RasulNya beserta kerabatnya, (2) anak yatim, (3) orang-orang miskin, (4) Ibnu sabil.8 Secara detail, pendistribusian harta khumus yang dilakukan oleh Nabi saw berdasarkan ayat adalah satu bagian untuk Ka’bah sebagai hak Allah, satu bagian untuknya, satu bagian untuk keluarganya, satu bagian untuk anak-anak yatim, satu bagian untuk orang-orang miskin, dan satu bagian untuk ibnu sabil.9 5
Al-Mawardi, Al-Ahkam . . ., h.5 Al-Mawardi, Al-Ahkam . . ., h. 5 7 Abdul qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 24 8 Abdul Qasim bin Salam, Kitab . . , h.21 9 Abdul Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 21 6
10
Sumber keuangan pemerintahan Islam yang ketiga adalah zakat. Zakat dipungut dari orang-orang Islam berupa logam mulia emas. perak, ternak unta, sapi, kambing, hasil-hasil pertanian berupa buah-buahan tamar (kurma kering), kismis (anggur kering) dan biji-bijian berupa gandum dan sya`ir (padi Belanda). Peruntukannya adalah untuk golongan delapan ( )األصناف الثمانيةsebagaimana diterangkan oleh Allah swt. (ayat 60 surat At-Taubah). Kendati demikian Khalifah Umar bin Khattab tidak memberikan bagian muallaf karena menurutnya, Allah swt. telah membuat agama Islam kuat.10 Ketiga sumber utama keuangan pemerintahan Islam tampak dengan nyata bahwa rakyat pemerintahan Islam memiliki hak untuk disejahterakan oleh penguasa. Penguasa tak lebih sebagai pengelola keuangan, sebagian untuk haknya seperti gaji mereka, dan sebagian besar untuk kepentingan publik (rakyat banyak). Publik meliputi orang-orang yang tersebut dalam golongan delapan padada zakat kecuali amil, dan golongan lima dalam khumus, kecuali Allah dan Rasulnya saw. Mengapa keuangan publik dalam Islam begitu penting? Kalau diperhatikan secara saksama, sebuah hukum yang tegas ditemukan bahwa membayar zakat kepada pemerintah bagi umat Islam, dan membayar jizyah serta kaharaj bagi zimmi (non muslim). Dana-dana tersebut dipakai oleh pemerintah dalam menyejahterakan rakyatnya tanpa diskriminasi agama dan ras. Dana-dana pemerintahan Islam tersebut harus dikelola secaa bertanggungjawab, haram dikorup. Pada hakikatnya uang itu adalah hak rakyat, dan hanya sedikit untuk gaji pemerintah. Islam telah menggariskan pendapatan dan belanja pemerintah yang kesemuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Dari sinilah muncul terma keuangan publik Islam. Menurut Abdul Qasim bin Salam, keuangan publik yang paling nyata adalah al-fai` yaitu jizyah, kharaj dan usyuri (cukai dagang) bagi orang zimmi dan orang-orang harbi jika memasuki wilayah pemerintah Islam. Abul Qasin bin Salam berkata:
10
Abdul Qasin bin Salam, Kitab . . , h. 24
11
, فيكون ىف أعطية املقاتلة. غنيهم وفقريهم: وهو الذى يعم املسلمني.فكل هذا من الفيء 11 وما ينوب اإلمام من أمور الناس حبسن النظرلإلسالم وأهله,وأرزاق الذرية “ Semua ini adalah harta fai’ yang diperuntukkan untuk seluruh kaum muslim, baik yang kaya maupun miskin dalam bentuk pemberian honorarium tentara, tunjangan anak-anak, dan apa-apa yang menjadi tanggungjawab pemerintah terhadap kebutuhan-kebutuhan
manusia
dengan
(pemerintahan) dan warganya.
11
Abdul Qasim bin Salam, Kitab . . ., h.24
sebai-baik
kebijakan
untuk
Islam
BAB III EKSISTENSI BAIT AL-MAL DALAM PEMERINTAHAN ISLAM
Bait al-mal adalah sebutan bagi kantor perbendaharaan negara dalam pemerintahan Islam. Fungsi utamanya tidak berbeda ketika cikal bakalnya di masa Nabi SAW dan di masa khalifah Abu Bakar al-Shiddieq. Yang membedakan adalah kalau di masa Nabi SAW, lembaga bait al-mal
belum terbentuk secara formal
ketatanegaraan. Sumber-sumbr pemasukan bagi pemerintah yang digunakan untuk kemaslahatan kaum muslim dan seluruh penduduk negeri langsung didstribusi oleh Nabi SAW sendiri atau oleh orang yang direkomendasikan untuk itu. Inilah cikal bakal keungan publik yang semakin ditertibkan pada masa-masa pemerintahan Islam kemudian. Sejarah Islam mencatat bahwa masa kejayaan Islam dimulai pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Implikasi yang ditimbulkan adalah semakin meluasnya wilayah pemerintahan Islam dan semakin kompleksnya kebutuhan masyarakat muslim yang harus ditangani oleh Amir al-mukminin dan pembantupembantunya. Sekaitan dengan kondisi umat Islam seperti tersebut, adalah Umar bin Khattab dinyatakan sebaai orang yang pertama membentuk lembaga bait al-mal atas usul Walid bin Hisyam di masanya.Kantor pemberndaharaan tersebut bekedudukan di Madinah, dan juga didirikan di daerah-daerah wilayah Islam1 Khalifah Umar bin Khattab mengangkat Abdurahman bin `Ubaidi al-Qari, dan Mu`aiqib sebagai pembantunya.2 Pembentukan bait al-mal oleh Umar bin Khattab tersebut ditentang keras oleh Ali bin Abi Thalib.3
1
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Cetakan ke 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1995), h. 222 2 Dewan Redaksi, Ensiklopedi . . ., h. 222
12
13
Kehadiran lembaga bait al-mal adalah semakin menampakkan eksistensi keuangan publik. Keuangan publik Islam adalah ketentuan pemeliharaan dana publik dari pemerintah. Penghasilan, pembiayaan oleh otoritas publik , administrasi keuangan (finansial) merupakan tiga divisi utama dari fungsi-fungsi publik.4 Lembaga bait al-mal bentukan Khalifah Umar bin Khattab tetap menjalankan fungsi penyejahteraan umat melalui sumber-sumber keuangan negar, disertai dengan perubahan dan penambahan sumber-sumber kaeuangan Islam lainnya. Disebutkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab tidak mendistribusikan tanah yang dikuasai pasukan Islam di Irak maupun di wilayah lainnya.5 Selain itu, Umar bin Khattab menggunakan dana dari bait al-mal untuk dana pensiun kepada yang telah berjasa bagi Islam, 6 Lembaga bait al-mal berkembang seiring dengan perkembangan pemerintahan Islam dari waktu ke waktu. Pada masa Ibnu Taimiyah, masa dinasti mamluk, kantor perbendaharaan negara semakin ditertibkan dan disempurnkan. Untuk pengurusan administrasi keuangan, sejumlah departemen bait al-mal didirikan. Untuk pembayaran gaji anggota militer dan pejabatnya dikelola oleh diwan al-rawatib. Pajak jizyah dan harta peninggalan yang tak berahli waris dikelola oleh diwan al-jawali wa al-mawaris al-hashriyah. Untuk mengelola hasil pungutan kharaj dibentuk diwan alkharaj, sedang pajak bulanan dikelola oleh diwan al-hilali.7 Sebagaimana diketahui wilayah Islam mulai berkembang pesat di masa Khalifah Umar bin khattab. Kontak dagang secara regional dan internasional telah terjadi. Sebagai contoh, cukai dagang yang disebut usyuri di masa Umar bin Khattab adalah adopsi sistem perdagangan Romawi. Begitu juga halnya model-model penyempurnaan bait al-mal.
4 A.A.Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, (cetakan pertama, Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1997), h. 249 5 A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 256 6 A.A.Islahi, Konsepsi. . ., h. 256 7 A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 259
14
A.A.Islahi menerangkan bahwa di akhir abad pertama hijriyah, administrasi keuangan publik sangat berkembang dengan pesat sebagai sebuah sistem, yang oleh khalifah dilengkapi dengan model-model yang diketahui para pembantunya di Persia maupun Roma.8 Dengan penyempurnan administrasi keuangan negara/ pemerintah melalui lembaga bait al-mal, pencatatan uang pemasukan publik, uang pengeluaran publik, dan pengembangan sumber-sumber penerimaan negara berjalan dengan baik. Secara garis besar, sumber-sumber penerimaan bait al-mal ada tiga, yaitu: zakat, ganimah dan al-fai’. Di antara keuangan publuk yang tiga itu, fai’lah yang mengalami perkembangan sangat pesat karena ia merupakan otoritas penuh pemerintah Islam dalam menetapkan jenis-jenisnya dan pembelanjaannya. Keungan publik Islam yang masuk kategori al-fai’ adalah: 1. Jizyah. 2. Upeti yang dibayar oleh musuh. 3. Hadiah yang dipersembahkan kepada kepala negara. 4. Bea cukai yang dikenakan pada pedagang dari negeri musuh. 5. Denda berupa uang 6. Kharaj 7. Harta benda tak bertuan 8. Harta benda yang tak memiliki ahli waris 9. Simpanan, utang atau barang yang pemiliknya tak diketahui lagi sehingga tidak bisa dikembalikan kepada pemiliknya. 10. Berbagai sumber pendapatan lain.9 Tentang sasaran pembelanjaan bait al-mal, Ibnu Taimiyah menerangkannya sebagai berikut: 1. Orang-orang miskin dan melarat 8
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 256 A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h.269-70
9
15
2. Pertahanan keamanan 3. Hukum dan tatanan dalam negeri 4. Pensiun dan gaji pejabat 5. Pendidikan 6. Pengembangan infra struktur
BAB IV SUMBER-SUMBER KEUANGAN PUBLIK DALAM PEMERINTAHAN ISLAM
A.Zakat Bagi umat Islam zakat adalah sebuah ajaran yang sangat familiar karena ia adalah salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan. Dalam Al-Qur’an, ibadah maliyah ini diungkapkan dengan beberapa nama yaitu zakat, sadaqah, haq. Secara normatif, ketentuan zakat telah diterangkan oleh nash dan juga pemahaman fuqaha dalam bentuk fikih zakat. Setelah di Madinah, Rasul saw. telah merinci jenis harta zakat berupa hasil-hasil bumi, ternak, kekayaan emas dan perak (logam mulia), dan zakat barang dagangan. Syarat-syarat pembayaran zakat juga telah dijelaskan oleh Rasul saw. berupa ketentuan nisab harta subyek zakat, haul, dan harga zakat jenis-jenis kekayaan subyek zakat. Menurut Al-Qur’an dan sunnah, otoritas zakat ada di tangan pemerintah. Dalam ayat 103 surat At-Taubah (9) Allah SWT berfirman: . . . خذ من أمواهلم صدقة تطهرهم زتزكيهم هبا “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka . . .” Penjabaran ayat tersebut, Rasul saw. telah menugaskan sahabat-sahabatnya sebagai penguasa di daerah dengan salah satu tugasnya memungut zakat dari orangorang kaya dan mendistribusikannya kepada orang-orang miskin mereka. Tampak dengan jelas bahwa kewenangan mengumpul dan mendistribusikan dana zakat kepada mustahiqnya ada di tangan pemerintah. Secara teknis, pemerintah membentuk amil zakat. Dengan demikian, zakat tidak dapat dilihat hanya sebagai ibadah semata, melainkan sebagai sebuah sumber daya. Bagaimana pun, zakat diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya untuk kepentingan umat yang di dalamnya ada orang-orang yang memerlukan bantuan dana. Sudah barang tentu mewujudkan
16
17
substansi zakat diperlukan administrasi dan manajemen agar zakat berdayaguna dengan efektif. Sejarah umat Islam dengan pemerintahan khilafah telah terbentuk kantor pemrbendaharaan negara, bait al-mal. Dengan bait al-mal, otoritas pemerintah di bidang perzakatan semakin kuat. Dengan kehadiran bait al-mal, negara dan pemerintahan Islam memiliki sumber-sumber keuangan negara. Uang negara telah dicatat berapa banyak yang masuk, dan berapa banyak yang dibelanjakan untuk kebutuhan rakyat. Di awal pemerintahan Islam, zakat merupakan sumber penerimaan negara yang terpenting. Sumber penerimaan lain adalah ghanimah (rampasan perang), , fai’ (barang rampasan), kharaj dan jizyah. Patut dicatat bahwa zakat bukanlah sumber penerimaan biasa bagi negara-negara di dunia, karena itu tak dianggap sebagai sumber pembiayaan utama. Negara bertanggungjawab dalam penghimpunan dan menggunakannya secara jelas dan layak. Pnghasilan negara berupa zakat tak boleh dicampur dengan penerimaan publik lainnya.1 Fuqaha sangat hati-hati tentang hukum membelanjakan harta zakat. Peruntukan zakat telah ditetapkan oleh Allah swt. sendiri yaitu hanya kepada delapan golongan sesuai ayat 60 surat At-Taubah (9). Mustahiq zakat tersebut adalah: (1) Fakir, (2) Miskin, (3) Amil, (4) Muallaf, (5) Riqab, (6) orang yang terlilit hutang, (7) Ibnu sabil, (8) Sabilullah. Menatakelola pemasukan negara dari zakat mau tak mau menggunakan dual sistem pembukuan keuangan. Untuk zakat harus dicatat tersendiri tentang berapa besar jumlahnya, dan berapa banyak yang dibelanjakan sesuai dengan mustahiqnya menurut ketentuan sayara’. Berkenaan dengan hal tersebut, pemasukan dan pembelanjaan harta zakat oleh negara terkonekasi dengan kebijakan fiskal. Sebagai kebijakan fiskal, Negara dapat menatakelola zakat sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya bagaimana memosisikan zakat dan pajak bagi umat
1
A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 250
18
Islam, bagaimana menentukan gugus mustahiq. Tentang hal yang terakhir ini telah terjadi perubahan dalam pembelanjaan dana zakat oleh negara/pemerintah. Umar bin Khattab tidak lagi memberikan bagian golongan muallaf sehubungan dengan semakin kuat dan banyaknya umat Islam. Menurut Al-Mawardi, yang dimaksud dengan Muallaf adalah : (1) orang yang diyakini dapat membantu umat Islam, (2) orang-orang yang dapat dicegah kejahatannya terhadap umat Islam, (3) orang yang digembirakan dengan Islam, (4) orang yang dipercaya menggembirakan kaumnya dengan Islam.2 Menurut Almawardi, Semua muallaf yang empat ini dapat diberikan dana zakat jika mereka muslim.3 Fuqaha telah banyak mengemukakan pendapat tentang status golongan delapan mustahiq zakat. Pendapat ini, mau tak mau Negara harus mengadopsinya mana yang relevan dengan zaman. Tampaknya sudah saatnya mempertimbangkan beberapa golongan dalam ayat 60 surat At-Taubah tersebut untuk tidak diperhitungkan lagi dalam pendistribusian zakat. Golongan-golongan yang dimaksud adalah muallaf, riqab, dan sabilullah (perang suci). Ketiga golongan mustahiq zakat tersebut berkaitan dengan zaman tertentu. Muallaf terkait dengan kondisi umat Islam di awal. Di zaman Nabi saw. dakwah Islam dimaksudkan untuk menyusun kekuatan jumlah umat. Di zaman kekhalifahan Abu Bakar, sistem pembagian zakat kepada muallaf masih dilanjutkan, namun di masa Umar bin Khattab, golongan ini tidak dimasukkan lagi sebagai penerima dana zakat dari pemerintah. Ijtihad Umar tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai amir al-mukminin. Shinif Sabilullah dan Riqab adalah dua golngan mustahiq yang berkelindan dalam bentuk sebuah sebab akibat. Riqab ada karena Sabilullah. Menurut fuqaha, yang dimaksud perang suci Islam (Sabilullah) adalah pembagian harta rampasan perang, ganimah, ketetapan syariat tentang kharaj (pajak bumi). Yang pertama adalah 2 3
Almawardi,Al- Ahkam . . ., h. 123 Al-Mawardi, Al- Ahkam, . . ., h. 123
19
barang bergerak, dan yang kedua adalah barang tidak bergerak. Selain ini, resiko perang suci adalah tawanan perang dari orang-orang kafir yang kalah. Dari sinilah munculnya hukum tentang riqab (budak syar’i). Menurut Islam, budak yang dimiliki oleh kaum muslim idealnya dimerdekakan. Untuk terwujudnya harapan syara’ tersebut, Allah swt. menetapkan sejumlah sanksi atas pelanggaran hukum syara’ dengan memerdekakan budak mukmin. Selain itu budak yang sudah mendapat peluang merdeka dari tuannya harus dibantu secara finansial, satu sumbernya adalah perintah Tuhan agar ia diberi dana dari zakat sebagai sebuah hak. Sebagai wahyu, ayat 60 surat At-Taubah tak boleh dihapus, walau hukumnya tidak sempurna lagi sebagaimana ketika ayat ini diturunkan. Maksudnya, ada beberapa golongan yang sudah tidak masuk dalam perhitungan pembagian zakat akibat masanya sudah beralalu, Karena itu golongan yang masih efektif menerima zakat adalah: orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, orang yang terlilit hutang, dan Ibnu sabil. Dengan berdasar pada analisis tersebut, zakat yang ada di tangan pemerintah dapat lebih menyejahterakan umat. Hal ini disebabkan, pendistribusian zakat tidak lagi dibagi delapan, melainkan dengan dibagi lima saja, sehingga porsi masingmasing golongan yang ada bisa lebih besar sehingga mereka lebih seahtera. Teknik pembagian hak dana zakat tidak diterangkan secara detail oleh Allah swt. Secara normatif, fuqaha memberi penjelasan tentang cara pembagian dana zakat yang terkumpul kepada mustahiq. Al-Mawardi menerangkan:
فواجب على,وىف تسوية هللا تعاىل بينهم ىف أية الصدقات ما مينع من اإلقتصار على بعضهم عامل الصدقات بعد تكا ملها ووجود مجيع من مسى هلا أن يقسمها على مثانية أسهم 4 ابلتسوية
4
Al-Mawardi, . . ., h. 122
20
" Dalam hal Allah menyamakan kdudukan (mustahiq) sebagaimana terdapat dalam ayat zakat tidak menghalangi untuk menguranginya.Amil zakat wajib membagi sama rata setelah nyata bahwa semua kelompok ada secara sempurna.. Kemungkinan salah salah satu golongan mustahiq zakat tidak ada telah menjadi pembahasan fuqaha. Al-Mawardi menerangkan sebagai berikut:
وال ينقل,وإذا عدم بعد األصناف الثما نية قسمت الزكاة على من يوجد منهم ولو كان صنفا واحد ألهنم يسكنون, سهم من عدم منهم ىف جريان املال إال سهم سبيل هللا ىف الغزاة فإنه ينقل إليهم 5 الثغورىف األغلب “ Jika sebagian golongan mustahiq tidak ada, dana zakat dibagi ke golongan yang ada walau hanya satu golongan, dan tidak boleh bagian orang yang tidak ada dialihkan ke daerah tetangga kecuali bagian Sabilullah karena mereka biasanya berada di daerah konflik “. Mencermati teks kutipan di atas, ada indikasi menunjukkan bahwa yang dimaksud tidak ada sebagian golongan mustahiq zakat adalah ketika diadakan pembagian dana zakat, bukan ketiadaan yang tetap seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada tiga golongan yaitu Muallaf, Riqab dan Sabilullah. Karena itu, ketiadaan sebagian golongan mustahiq secara tetap perlu analisis yang cermat. Teoriteori hukum Islam yang berkaitan dengan alasan pembenar hukum ( )العلة, perkembangan peradaban manusia, tradisi masyarakat sangat penting menjadi dasar analisis dalam masalah tersebu. Mengenai mustahiq zakat delapan golongan telah diterangkan oleh Allah swt. sebagaimana tersebut dalam surat At-Taubah. Telah banyak kalangan berpendapat bahwa seyogianya tidak terlalu kaku akan penjelasan fuqaha klasik mengenai mustahiq dengan formulasi ashnaf delapan sehubungan dengan banyak bencana alam misalnya. Karena itu pengungsi boleh diberi bantuan dari dana zakat karena
5
Al-Mawardi, Al-Ahkam . . ., h. 124
21
disamakan dnngan orang miskin dan fakir, walaupun sebelunya ia adalah orang kaya.6 Pemberian dana zakat bagi pengungsi, bukan hanya diskursus, melainkan sudah diperaktekkan oleh sejumlah lembaga amil zakat yang sudah ada. Menurut KH. Ali Musthafa Ya’kub, apapun alasannya penting untuk membantu pengungsi itu karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, Menurutnya, meski dalam fikih ada perbedaan pendapat, saya tetap berpendapat penting membantu pengungsi melalui zakat.7 Dengan pemikiran terebut, penggunaan dana zakat dewasa ini cenderung tidak hanya khusus bagi umat islam, tetapi lebih pada kemanusiaan. Berbicara tentang kasus pengungsi tentu meliputi seluruh lapisan masyarakat tanpa jarak, tidak terkecuali perbedaan keyakinan agama. Dengan demikian,
banyak kalangan
memandang dana zakat sebagai dana publik dan kemanusiaan dalam kondisi tertentu, misalnya musibah bencana alam banjir, sunami, letusan gunung merapi dan bencana alam lainnya. Dahulu, pemikiran seperti ini dipastikan tidak ada karena ketika itu masih berlangsung perang suci. Perang suci itu sendiri sudah pasti mengelompokkan perbedaan keyakinan secara tajam. Dalam konteks fikih siyasah, wilayah teritorial dibagi secara ekstrim kepada dar al-harbi dan dar al-salam. Pemikiran fikih semacam ini akan berdampak pada ketegasan bahwa dana zakat tidak dapat diberikan kepada orang-orang kafir karena sama artinya menolong mereka memusuhi Islam. Selain itu, memberi dana kepada orang-orang kafir dengan alasan kemanusiaan pun menyalahi ketentuan mustahiq zakat dalam ayat 60 surat At-taubah (9). Zakat Dan Kebijakan Fiskal Dalam Islam Sebagaimana telah dijelaskan dalam nash, baik oleh ayat maupun sunnah, otoritas zakat ada di tangan pemerintah. Sejak keberadaan baitl mal sebagai faktor pendukung dalam pemerintahan Islam. Negara telah memiliki sumber-sumber pendapatan yang 6 7
Noor Aflah, Arsiektur Zakat Indonesia, (cetkan pertama, Jakarta: UI-Press, 2009), h. 179 Noor Aflah, Arsitektur . . ., h. 182
22
jelas dan selanjutnya dibelanjakan demi kepentingan warga negara (publik). Dalam pemerintahan Islam ada dua dasar penetapan keuangan publik yaitu wahyu (syariat), dan kebijakan uli al-amri (pemerintah) yang dikategorikan sebagai siyasah syar`iyah/ politik Islam. Seluruh uang pemasukan bait al-mal adalah untuk kepentingan publik. Hanya saja, dana zakat dibelanjakan untuk kepentingan umat Islam. Imam Al-Mawardi sudah menegaskan: ( ال يجوز دفع الزكاة إلى كا فرtidak boleh membagikan zakat kepada orang kafir).8 Sedangkan sumber-sumber lainnya diperuntukkan secara umum, muslim maupun non muslim. Sudah merupakan ketetapan syara’ bahwa yang diwajibkan berzakat hanyalah warga Negara yang Muslim. Sedangkan warga Negara Non Muslim diwajibkan membayar jizyah/ pajak jiwa dan kharaj/ pajak tanah. Ketetapan hukum tersebut melahirkan pemahaman bahwa warga Negara yang Muslim hanya diwajibkan membayar zakat, sedangkan
pajak tidak dibebankan atasnya, Secara konseptual
(pemikiran fikih) demikian adanya, namun dalam perakteknya seorang muslim membayar zakat dan juga membayar pajak. Hal ini disebabkan, zakat dimaknai sebagai ibadah yang bersifat personal di satu sisi, sedangkan pajak adalah ketentuan negara di sisi lain. Tidak ada kewajiban ganda berupa membayar zakat dan membayar pajak. Pendapat demikian didasarkan pada peraktek penatakelolaan keuangan Negara dalam pemerintahan Islam. Peraktek tersebut didasarkan pada sebuah riwayat sebagai berikut:
تعىن النيب صلى هللا عليه وسلم يقول ليس ىف املال حق,عن فاطمة بنت قيس أهنا مسعته 9 رواه ابن ماجه.سوى الزكاة “ Dari Fatimah binti Qais, sesungguhnya ia telah mendengar Nabi saw. mengatakan bahwa tidak ada kewajiban atas harta selain zakat “.
9
Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah, Juz. 1, (t.t: Dar al-Fikr, t.th), h. 570
23
Dalam peraktek ketatanegaraan, asas seperti tersebut juga diterapkan. Dalam sebuah riwayat disebutkan:
عن العالء بن احلضرمى قال بعثين رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إىل البحرين أو إىل ومن, فأخذ من املسلم العشر, يسلم أحدهم,هجرفكنت أتى احلائط يكون بني اإلخوة 10 رواه ابن ماجه. املشرك اخلراج “ Dari al-`Ala’ bin al-Hadrami, ia berkata: saya telah diutus oleh Rasul saw. ke Bahrain atau ke Hajar dan saya telah sampai di perbatasan dengan bertemu beberapa orang, salah satunya masuk Islam. Saya mengambil atasnya al-usyr (zakat), dan kharaj/ pajak tanah kepada yang non muslim. Tampak dalam riwayat adanya otoritas Negara dalam penatakelolaan zakat. Zakat tidak hanya dipahami sebagai ibadah yang diperintahkan oleh sayra’ dan atau sekadar memahaminya sebagai salah satu rukun Islam. Dalam hal pemerintah mengurus umat, zakat telah diorganisir ke dalam institusi bait al-mal. Di samping itu, zakat diformulasi sebagai pendapatan tetap yang penting bagi Negara untuk kepentingan umat secara berksinambungan. Dalam sejarah, Umar bin Khattab dalam kedudukannya sebagai amir almukminin banyak melakukan formulasi hukum fikih mengenai keuangan publik. Disebutkan bahwa tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya pada daerah yang ditaklukkan, ia menjadikannya sebagai wakaf (dana abadi) bagi kaum muslim. Kemudian menetapkan pemiliknya dari penduduk dan mewajibkannya membayar kharaj tiap tahun. Sebagai wakaf, Umar melarang memperjualbelikannya.11Di masanyalah mulai diberlakukan pemberian dana pensiun bagi orang yang telah dipandang berjasa bagi Negara, Kebijakan fiskal adalah pendapatan dan pengeluaran negara. Tujuannya adalah: (1)mengatasi masalah-masalah pokok ekonomi makro yang selalu timbul, misalnya 10
Ibnu Majah, Sunan . . ., h. 586 Muhammad Rawwas Qal`ajiy, Mausu>`at Fiqh Umar bin al-Khattab, (Cetakan pertama, t.t: tp, 1981), h. 296 11
24
pengangguran, inflasi, (2) menjamin agar faktor-faktor produksi digunakan dan dialokasikan ke berbagai kegiatan ekonomi secara efisien, (3)memperbaiki distibusi pendapatan yang tidak merata untuk masyarakat yang menganut prinsip pasar bebas.12 B.Ganimah (rampasan perang) Rampasan perang adalah konsekuensi atas kalahnya musuh dalam sebuah perang suci ( )سبيل هللا. Ketetapan hukum rampasan perang adalah berdasarkan wahyu AlQur’an. Ada dua ayat yang menerangkan kedudukan dan hukum rampasan perang, yaitu ayat 1 dan 41 surat Al-Anfal (8). Kedua ayat ini mengatur hukum rampasan perang yang berbeda. Ayat 1 menerangkan bahwa rampasan perang adalah hak Allah dan Rasulnya. Ayat ini belum menegaskan bahwa rampasan perang adalah khumus sebagaimana diterangkan dalam ayat 41. Menurut ayat ini, rampasan perang dibagi lima, yaitu seperlima untuk Allah dan Rasulnya, seperlima untuk kerabat Rasul (Bani Hasyim dan Bani Mutthalib), seperlima untuk anak yatim, seperlima untuk orangorang miskin, dan seperlima untuk ibnu sabil. Menurut ulama penganut teori nasakh, ayat 41 membatalkan ketetapan hukum rampasan perang pada ayat 1 surat Al- Anfal tersebut.13 Menurut sejarah, penerapan hukum rampasan perang sebagai khumus sesuai dengan ayat 41 surat al-anfal adalah ketika perang Badar pada daerah Bani Qainuqa’.14 Harta rampasan perang itu meliputi seluruh harta musuh yang bergerak seperti pakaian, pedang, kuda dari musuh yang terbunuh. Pembagianya adalah setelah perang benar-benar usai, baik dibagi di tempat perang maupun setelah kembali dari perang. Hingga di sini, ganimah (rampasan perang) belum teroganisir sebagai pemasukan Negara sebagai dana publik, karena dibagi langsung kepada pasukan yang ikut bertempur. Namun potensi ganimah menjadi keuangan publik adalah adanya bagian 12
Balai Pustaka, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Cetakan ketiga, Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997), h. 329 13 Abd al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 384 14 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m, . . ., h. 139
25
sperlima untuk Allah dan Rasulnya saw. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa dalam distribusi ganimah di sana ada hak Allah dan Rasulnya sebanyak seperlima tak berarti untuk menjadi kekayaan pribadi bagi Nabi, tetapi sebagai bagian yang bisa dibelanjakan untuk kepentingan publik.15 Khalifah Umar bin Khattab adalah orang petama yang tidak membagi lagi tanah milik musuh yang kalah perang kepada tentara mslim, melainkan dijadikannya sebagai wakaf bagi kaum muslim, dan penghasilan tanah tersebut dimasukkan ke bait al-mal. Sebagai wakaf, tentu tanah ini menjadi sumber pendapatan Negara yang utama karena dananya masuk secara berkelanjutan tiap tahunnya. C. Al-Fai’ Dalam surat al-Hasyr (59) ayat 7 Allah swt. berfirman:
ما أفاء هللا على رسوله من أهل القرى فلله وللرسول ولذى القرىب واليتمى واملسكني وابن . . . السبيل Terjemahnya: Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada rasulNya, maka itu untuk Allah, Rasulnya, kerabatnya, anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil . . .16 Al-Fai’ adalah harta perolehan umat islam dari orang-kafir dan musyrik tanpa perang. Menurut al-Mawardi,17 masuk ke dalam jenis harta ini adalah jizyah, kharaj dan cukai dagang. Peruntukan harta fai’ menurut ayat tersebut adalah dibagikan kepada 5 pihak, yaitu Rasul, keluarganya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil. Harta fai’ dibagikan kepada mereka secara merata. Akan halnya ganimah, dalam harta fai’ ditemukan bagian khusus untuk Rasul dan keluarganya, serta kerabatnya. Menurut ulama, ketika Rasul saw wafat gugurlah hak tersebut, dan tidak dapat diwarisi. Demikian pendapat Imam Abu Hanifah. Menurut imam Abu Tsaur dan Al-Syafi’i,18 bagian rasul tersebut jatuh di tangan 15
A.A.Islahi, Konsepsi, . . ., h. 274 Al-Hadim al-Haramain al-Syarifain, Al-Qur/an . . ., h. 916 17 Al-Mawardi, Al-Ah{ka>m . . ., h. 126 18 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 127 16
26
pemerintah untuk kepentingan publik seperti gaji tentara, pembelian dan pemeliharaan senjata, gaji hakim dan pemimpin/pejabat Negara. D.Jizyah Ketetapan syara’ tentang jizyah terdapat dalam surah At-Taubah (9) ayat 29. Jizyah adalah pajak jiwa yang dibebankan kepada kafir zimmi yang bermukim di wilayah pemerintahan Islam. Pembayaran tersebut hanya dibebankan kepada kaum laki-laki merdeka dan dewasa, tidak bagi perempuan, anak-anak, hamba, pendeta dan khunsa. Jizyah adalah kompensasi yang ditetapkan oleh pemerintah Islam terhadap jaminan keselamatan jiwa dan harta warga non muslim yang tinggal di wilayah pemerintahan Islam dengan tetap menganut agama mereka. Tentang jizyah ini tidak sepenuhnya syariat karena Allah hanya menyebut kebolehan memungutnya secara gelobal, tidak seperti ganimah misalnya. Ghanimah lebih rinci hingga ke pembagiannya kepada yang berhak. Oleh karena itu, fuqaha menyatakan bahwa jizyah
tersebut
adalah
otoritas
pemerintah/Negara
dalam
memungut
dan
mengalokasikan peruntukannya. Karena domain pemerintah, terdapat perbedaan pendapat ulama (ijtihad) tentang kisarannya. Abu Hanifah mengatakan, bagi zimmi yang kaya dipungut 48 dirham, bagi yang mapan sebesar 24 dirham, dan yang miskin sebesar 12 dirham. Di sini terdapat batas minimal dan maksimal. Imam Malik berpendapat bahwa tidak boleh ditetapkan batas minimal dan maksimalnya, semuanya diserahkan pada kebijakan pemerintah. Ia dapat memungut dengan sama rata dan bisa juga berlebih kurang sesuai dengan keadaan mereka.19 Menurut penjelasan fuqaha, jizyah dipungut dari kafir zimmi selama ia tetap dalam keadaannya tidak muslim. Ketika seorang zimmi masuk Islam, maka gugurlah kewajibannya membayar jizyah, dan beralih membayar zakat sesuai ketentuan hukumnya.
19
Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m, . . ., h. 144
27
Jizyah dalam konteks keuangan publik adalah sejak dahulu merupakan otoritas pemerintah, terutama mengenai pemanfaatannya. Dapat dipastikan sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, jizyah masuk dalam kas Negara bait almal. Pada saat itu, jizyah potensial karena banyak daerah baru yang ditaklukkan oleh Islam dalam berbagai peristiwa perang suci. Pendudukan daerah taklukan yang tadinya sebagai dar al-harbi membuat tidak serta merta semuanya penduduknya masuk Islam, dan juga tidak serta merta meninggalkan daerahnya. Dengan kondisi tersebut menjadilah status hukum mereka kafir zimmi, menetap dalam wilayah pemerintahan Islam secara sukarela. Kompensasinya adalah membayar jizyah kepada pemerintah Islam. Pemanfaatan jizyah meliputi kepentingan publik muslim dan non muslim sesuai dengan kebijakan pemerintah. Berbeda dengan zakat yang hanya diberikan untuk umat Islam yang berhak menerimanya. Fuqaha telah menegaskan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir dan non muslim pada umumnya. Hal ini dikarenakan, distribusi zakat sangat rinci dalam ayat 60 surat At-Taubah yang lebih dikenal dengan mustahiq golongan delapan. E.Kharaj Akan halnya jizyah, kaharaj adalah koneskuensi syar’i bagi orang-orang kafir yang kalah perang. Harta mereka diambil berdasarkan ketentuan hukum ganimah sesuai yang telah diwahyukan oleh Allah kepada Nabinya Muhammad saw. Bagi mereka yang tetap di wilayah
taklukan Islam, diwajibkan membayar jzyah.
Bagaimana dengan tanah milik orang-orang kafir yang kalah perang? Tentang tanah musuh yang kalah perang, pada awalnya tunduk pada hukum ganimah (rampasan peran), tanah tersebut dibagi-bagikan kepada tentara muslim yang berperang. Demikian yang dilakukan oleh Nabi saw. terhadap tentara muslim sebagaimana terjadi pada perang Khaibar. Ibnu Hajar al-`Asqalani mnyebutkan dalam
28
kitabnya,20 bahwa Nabi saw. telah membagikan 100 bagian tanah di Khaibar kepada yang ikut berperang di Khaibar. Dalam pada itu didapatkan informasi bahwa kharaj pertama kali diberlakukan dalam Islam setelah perang khaibar yang ketika itu Nabi saw. membolehkan orangorang Yahudi Khaibar kembali ke tanah milik mereka dengan syarat mau membayar separuh dari hasil panennya kepada pemerintah Islam, sebagai kharaj. 21 Tersebut dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas:
قال,افتتح رسول هللا صلى هللا غليه وسلم خيرب واشرتط أن له األرض وكل صفراء وبيضاء فزعم, حنن أعلم ابألرض منكم فأعطناها على أن لكم نصف الثمرة ولنا نصف:أهل خري 22 . . . أنه أعطاهم على ذلك “ Rasul saw. telah menaklukkan Khaibar dan memberi syarat kepada penduduknya (Yahudi Khaibar) untuk tetap memiliki tanah mereka dengan syarat membayar sejumlah dunar dan dirham. Penduduk Khaibar berkata: kami lebih tahu masalah tanah dari pada kalian, maka berilah kami bagian dengan perbandingan separuh dari hasilnya untuk kamu dan separuh untuk kami. Dipastikan bahwa Nabi memenuhi permintaan mereka”. Berdasar pada riwayat yang memuat informasi tentang sebuah kebijakan Rasul saw. terhadap tanah warga non Muslim yang kalah pada perang sabil, fuqaha kemudian memberi pengertian al-kharaj tersebut sebagai sebuah ketetapan hukum khusus atas tanah milik musuh berupa kewajiban membayar sejumlah hasil tanah dan atau sejumlah uang kepada pemerintah Islam. Kharaj telah menjadi kewenangan pemerintah dalam hal pungutan dan pemanfaatannya. Menurut fuqaha, kharaj yang ditarik pemerintah pada hakikatnya adalah jizyah. Akibat hukum yang terjadi adalah jika ia masuk Islam, maka gugurlah pembayaran kharaj itu sehubungan gugurnya kewajiban membayar jizyah. Tanah milik yang 20
Lihat Ibnu Hajar al-`Asqalani, Fath}u al-Ba>riy Syarh}u S\ahih al-Bukhari, Juz 5(Cetakan pertama, t.t: Maktabah Mishr, 2001), h. 562-563 21 A.A.Islahi, Konsepsi . . ., h. 252 22 Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz 3, (Cetakan pertama, t.t: Dar al-fikr, 1990), h. 126
29
tadinya berbeban kharaj, menjadi milik sempurna dan penuh, sehingga ia bisa menjualnya kepada siapa saja.23Namun jika ia jual kepada orang kafir, maka tetap tanah itu tetap berbeban kharaj, tetapi jika dijual kepada orang Islam, maka gugurlah beban kharaj tersebut.24 Tentang tanah milik musuh yang kalah perang, fuqaha memilahanya dengan tiga kategori. Tujuannya adalah agar hukum yang diberlakukan tepat, misalnya apakah tanah tersebut dikenakan kharaj, zakat atau menjadi wakaf kaum muslim oleh Negara. Bagi masyarakat muslim tanah-tanah di tengah mereka dapat dibedakan kepada 4 kategoti, yaitu: 1. Tanah yang diusahakan oleh kaum muslim sejak awal, sehingga tanah berstatus tanah usyer, bukan tanah kharaj. 2. Tanah yang pemilknya non muslim telah masuk Islam, sehingga menjadi tanah usyer, bukan tanah kharaj. 3. Tanah yang dirampas dari tangan non muslim lewat perang sabil menjadi ganimah yang dibagi kepada orang-orang yang ikut berperang, sehingga menjadi tanah usyer. 4. Tanah yang diambil oleh kaum muslim dengan perdamaian dari kaum musyrik dan ditetapkan atasnya kharaj.25 Tanah kharaj dalam Islam ada dua kategori, yaitu: 1. Tanah yang lepas kepemilikannya dari orang-orang musyrik, di mana tanah tersebut menjadi wakaf bagi kaum muslim. Kharaj yang dibayarkan atas tanah tersebut hakikatnya adalah sewa. 2. Tanah yang tetap dimilki oleh kaum musyrikin setelah kalah perang. Atasnya dibebankan kharaj. Hakikat kharaj ini adalah jizyah sehingga pajak tanah tersebut gugur ketika pemiliknya masuk Islam.26
23
Lihat Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147 Lihat Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147-148 25 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147 26 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 147 24
30
Ada hal yang perlu diperhatikan dalam keuangan Islam publik yaitu asas tidak adanya kewajiban rangkap bagi warga negara. Karena itu, kewajiban seorang muslim kepada Negara adalah membayar zakat, kafir Zimmi yang tidak memiliki tanah adalah membayar jizyah, sedangkan yang memiliki tanah adalah membayar kharaj dengan tidak membayar jizyah. Pembayaran kharaj bagi non muslim itu sudah dinyatakan memenuhi pembayaran jizyahnya. Kharaj dan Kebijakan Fiskal Dalam Islam. Penaklukan wailayah-wilayah di masa Khalifah Umar bin Khattab semakin gencar seperti Irak dan Syam (Syiria). Dipastikan banyak tanah-tanah diperoleh yang harus tunduk pada hukum ganimah dengan membagikannya kepada laskar Islam. Adalah Umar bin Khattab berpendapat lain. Imam Abu Yusuf menerangkan bahwa ia diberitakan oleh sebagian guru-gurunya, dari Yazid bin Abi Habib seungguhnya Umar menulis surat kepada Saad ketika penaklukan Irak yang berbunyi: telah sampai suratmu kepadaku tentang permintaan laskar agar aku membagikan ganimah (rampasan perang) dan barang rampasan (fai’). Karena itu jika suratku telah sampai kepadamu, cermatilah apa yang lebih baik terhadap laskar. Bagilah harta rampasan perang tersebut kepada yang berperang, namun tinggalkan tanah, sungaisungai kepada yang mengerjakannya agar menjadi dana honor dan kesejahteraan kaum mslim. Jika kamu bagi tanah itu, maka tidak akan ada tersisa lagi.27 Keputusan dan kebijakan Khalifah Umar bin Khattab dengan tegas ia mengatakan ini adalah ijtihadku yang berbeda dengan hukum sebelumnya. Adalah Abdurahman bin Auf orang yang tidak sependapat dengannya, namun Usman, Ali, Thalhah dan Ibnu Umar mendukung pendapat dan kebijakan khalifah Umar tersebut. Alasan Umar telah dikemukakan pada tokoh-tokoh sahabat dari kalangan Anshar dan Khazraj dengan katanya: bagaimana tetap dibagi menurut hukum ganimah seperti dahulu, dari mana dana untuk mengurus barak-barak yang harus dijaga oleh petugas,
27
Lihat Abu Yusuf, Kita>b al-Khara>j, (Beirut-Libanon: Da>r al-Ma`rifah, 1979), h. 24
31
bagaimana mengurus kota seperti Syam, al-Jazirah, Kufah, Bashrah dan Mesir, bagaimana, dari mana tentara digaji.28 Khalifah Umar bin Khattab menjadikan tanah rampasan perang bergesar ke hukum al-kharaj. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai sumber dana bagi orangorang yang tidak ikut berperang sebagai tanggung jawab publik bagi Negara/ Pemerintah. Tanah tersebut menjadi sumber pendapatan tetap bait al-mal berupa pajak yang dipungut pemerintah. Tanah tersebut adalah wakaf bagi kaum muslim, menjadi milik Allah sehingga modalnya tidak boleh diperjualbelikan. Jelas kiranya bahwa di masa Umar bin Khattab dan pemerintahan Islam sesudahnya, Negara/ Pemerintah telah memiliki sumber-sumber keuangan menurut ketentuan syariat dengan membelanjakannya dalam rangka menjalankan tugas-tugas Negara untuk kemaslahatan publik. F.USYURIY Terma usyuriy diambil dari kata al-`usyer ( )العشرyang lebih populer ditujukan pada zakat. Yang dimaksudkan usyuriy adalah kewajiban keuangan yang dibebankan kepada pedagang oleh pemerintah Islam yang masuk ke wilayahnya. Ahli keuangan Islam menyatakan bahwa yang pertama kali melakukan ini adalah khalifah Umar bin Khattab. Ahli keuangan Islam menyatakan bahwa pemungutan usyuriy sebagai pendapatan negara dan pemerintah adalah murni ijtihad Umar bin Khattab. Pungutan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, baik di masa Nabi SAW maupun di Masa khalifah Abu Bakar al-Siddieq. Menelusuri sejarah usyuriy dalam Islam diperoleh informasi bahwa hal itu terjadi akibat telah lama terjadi kontak dagang lintas negara di masa lalu. Hal ini sangat logis, karena di jazirah Arab, pekerjaan orang-orang pada waktu itu adalah berdagang. Dapat dibayangkan bahwa lalu litas perdagangan antarNnegara pada
28
Abu Yusuf, Kitab . . ., h. 25
32
zaman Khalifah Umar bin Khattab sangat ramai sudah begitu maju hal mana kafir harbi banyak berdagang di wilyah pemerintahan Islam. Dalam sebuah riwayat, awal mula usyuri ini adalah ketika penduduk Manbij dan penduduk sekitar teluk Aden mengirim surat ke Khalifah Umar bin Khattab tentang keinginan mereka memasukkan barangnya ke wilayah Arab dengan pajak 10 %. Ketika itu Khalifah Umar bin Khattab bermusyawarah dengan sahabat-sahabat Nabi saw yang pada akhirnya menyatakan setuju dengan hal tersebut.29 Mengapa bertarif 10%? Kahalifah Umar bin Khattab telah menetapkan tarif dasar dan normal sebesar 10% untuk barang dagangan yang masuk ke wilayah Islam sebagai hasil adopsi dari tarif cukai yang dilakkan oleh Negara-Negara tetangga. Mereka memberlakukan cukai dagang bagi pedagang muslim tiap memasuki daerah mereka. Semua informasi yang disasar Umar bin Khattab tentang besaran cukai dagang ini menunjukkan 10%. Sehubungan dengan tarif cukai dagang yang akan dipungut oleh pemerintah Islam, maka bagi pedagang yang mengangkut barangnya ke wilayah pemerintahan Islam di mana saja dikenakan cukai sebesar 10%. Dalam riwayat disebutkan, Umar bin Khattab bertanya kepada pedagang-pedagang muslim yang ke Habsyi (Ethiopia), begitu juga ketika ia bertanya kepada Usman bin Hanif, semuanya menjawab 10%.30 Dalam perakteknya, penarikan usyuriy tidak selamanya 10%, tergantng status keagamaan dan hak-hak politik pedagang. Diperoleh inforrmasi bahwa kebijakan Umar bin khatatab adalah 2.5% bagi pedagang muslim, 5% bagi pedagang kafir zimmiy dan 10 % bagi pedagang kafir harbi.31 Usyuriy sebagai pajak impor barang dalam pemerintahan Islam adalah salah satu sumber pendapatan Negara dalam Islam. Hal ini dikarenakan usyriy adalah murni kebijakan pemerintah hal mana Umar bin Khattab menugaskan kepada pejabatnya
29
Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . , h. 506. Muhammad Rawad Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 506 31 Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 508 30
33
untuk memungut usyuriy. Ziyad bin Hadir dan bapaknya,32 Zurayq33 Anas bin Malik,34 adalah petugas-petugas pajak perdagangan di kala itu. Berapa banyak nilai barang dagangan yang dikenakan pajak dan cukai? Menurut riwayat Zurayq, Umar memerintahkan kepadanya untuk memungut tiap 20 dinar sebanyak 1 dinar, dan minimal 10 dinar , jika kurang 3 dinar, maka jangan memungut sedikit pun.35 Riwayat lain mengatakan bahwa nilai barang adalah 200 dirham dengan pajak sebesar 2.5% ( )نصف العشر.36 Berapa kali dipungut? Terjadi perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, sebagian dari mereka menyatakan bahwa hanya dipungut sekali dalam setahun. Menurut imam Malik tiap kali melakukan kafilah dagang.37 Pendapatan Negara dari usyuriy adalah masuk kategori keuangan
fai’ yang
penggunaanya untuk segala kepentingan publik sesuai dengan kebijakan pemerintah. Fai’ adalah pendapatan Negara yang diperuntukkan untuk segala pos pengeluaran Negara untuk kemaslahatan seluruh warga Negara. Dalam pemerintahan Islam, usyuriy tidak dipungut pada barang dagangan yang haram, misalnya khamar. Inilah karakeristik pemerintahan Islam yang menegakkan amar makruf (kemaslahatan) yang tidak mencampur aduk antara sesuatu yang halal dengan yang haram, tidak terkecuali pendapatan Negara. Pada saat ini, pendapatan Negara yang tidak berdasarkan agama sangat sulit
menghindari
percampuran
pendapatan Negara yang halal dengan yang haram, apalagi jika pendapatan sebuah Negara lebih banyak bersumber dari pajak. Menurut teori pemerintahan Islam, pajak merupakan kewenangan penuh Negara. Kebersihan pendapatan sebuah Negara sangat tergantung pada pemerintahnya. Fakta sejarah menunjukkan, banyak penguasa Islam menyalahgnakan wewenangnya dalam
32
Abu al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 640 dan 646 Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 507 34 Muhammad Rawas Qal`aji , Mausu>`at . ., h. 508 35 Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 507 36 Muhammad Rawas Qal`aji, Mausu>`at . . ., h. 642 37 Abu al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 643 33
34
pengelolaan keuangan Negara. Misalnya penyalahgunaan harta wakaf dan penyalahgunaan pemanfaatan dana zakat. G.Harta Peninggalan Yang Tak Berahli Waris Kondisi ahli waris yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia tidak semuanya sama, ada yang memiliki ahli waris lengkap, dan ada juga yang tidak memiliki ahli waris sama sekali. Jika keadaan yang terakhir ini terjadi, fuqaha telah membincangkannya karena pentingnya harta itu untuk tidak dibiarkan begitu saja,dan diambil oleh orang yang tidak berhak. Menurt fuqaha, salah satu yang berhak menerima harta warisan adalah bait al-mal (Kantor Perbendaharaan Negara). Menurut fuqaha, jika seseorang meninggal dunia secara punah, atau ada sisa dari pembagian warisan, maka harta peninggalan tersebut dimasukkan ke bait al-mal untuk kepentingan publik. Dengan demikian salah satu sumber pendapatan Negara dari harta peninggalan masuk ke dalam kategori fai’.38 Dalam sebuah riwayat disebutkan:
أان أوىل بكل مؤمن من: عن جابر بن عبد هللا عن النيب صلى هللا عليه وسلم كان يقول 39 ومن ترك ماال تلورثته,نفسه فأميا رجل مات وترك دينا فإيل “ Dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi saw. Yang bersabda: saya lebih utama atas tiap orang mukmin dari dirinya, maka barang siapa yang meninggal dalam keadaan berutang, maka saya yang menanggungnya, dan barang siapa yang meninggal likmudian meninggalkan harta, maka harta terebut untuk ahli warisnya”. Menurut fuqaha, Nabi saw. dalam kedudukannya sebagai ahli waris bagi yang tidak meninggalkan ahli waris ketika meninggal, bukan untuk dirinya, melainkan harta tersebut diperuntukkan untuk kaum muslim. Bait al-mal adalah kantor perbendaharaan Negara yang membayar diyat bagi yang tidak memiliki orang yang
38
Lihat Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ah}ka>m al-Mawa>ris\ fi> al-Syari>`at alIsla>miyat `Ala Maz\a>hib al-Araba`ah, (Cetakan pertama, t.t: Dar al-kitab al-`Arabi, 1984), h. 32 39 Abu Da>wud,Ssunan Abi> Dawud, Juz 3, (Cetakan pertama, t.t: Da>r al-Fikr, 1990), h. 19
35
dapat membayarkan diyatnya, sebagaimana juga Negara menyerahkan diyat itu kepada keluarga dekat korban (ashabah) jika ada.40 Sebagian fuqaha berpenapat bahwa harta peninggalan seseorang yang meninggal karena ketiadaan ahli waris pada saat meninggalnya tetap menjadi harta yang dikeluarkan dengan koridor hukum waris nantinya. Misalnya, sekiranya ada ahli waris terhalang mendapat warisan pada saat seseorang meninggal, maka ketika ia memeluk Islam kemudian, maka ia harus diberikan hak warisnya dari harta si mayit yang telah dimasukkan ke bait al-mal tersebut. Begitu juga halnya anaknya yang baru lahir beberapa waktu kemudian, atau hambanya yang merdeka kemudian, mereka harus diberikan hak warisnya dari harta peninggalan si mayit yang telah dimasukkan ke bait al-mal.41 Terjadi perbedaan pendapat fuqaha tentang status harta peninggalan yang tidak ada ahli warisnya, apakah masuk kategori keuangan publik yang peruntukannya untuk kemaslahatan rakyat banyak, atau tetap menjadi harta warisan yang dititip sesuai dengan hukum waris dalam kondisi tertentu. Namun pendapat yang banyak menunjukkan bahwa harta bait al-mal semcam itu masuk pada keuangan publik. Demikian pendapat mazhab Hanafiyah dan Hanabilah.42 H.Wakaf Wakaf adalah sebuah pranata dalam masyarakat Islam sejak dahulu hingga sekarang. Wakaf adalah bagian dari pengamalan infak dari sebagian harta yang diberikan oleh Allah swt kepada seseorang. Wakaf adalah menjadikan sebagian manfaat harta milik untuk kesejahteraan kaum muslim yang membutuhkan. Imam al-Syafi`i, menyebut wakaf sebagai “ ”الصدقة المحرمةadalah jenis sedekah yang prestisius. Karenanaya, sedekah jenis ini harus terpelihara dengan baik. Sangat boleh jadi imam al-Syafi`i menyebutnya demikian karena wakaf disebut juga oleh Nabi saw. sebagai “ “صدقة جارية, sedekah yang pahalanya mengalir terus menerus. 40
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ahkam . . ., h. 34 Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ah}ka>m . . ., h. 34 42 Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ah}ka>m . . ., h. 35 41
36
Harta dan kekayaan wakaf semakin signifikan tatakelolanya ketika Islam telah banyak menaklukkan wilayah-wilayah baru. Di awal Islam, di masa Nabi SAW dan al-Khulafa’ al-Rasyidun, banyak sahabat mewakafkan hartanya semata-mata dengan motif ibadah. Karena itu tak heran jika para sahabat seperti Umar bin Khattab, Thalhah dan Usman bin Affan mewakafkan (mentasbilkan) hartanya yang paling bagus dan paling ia cintai. Sumur “Raumah” yang diwakafkan Usman bin Affan masih dapat dijumpai di Madinah. Pengamalan wakaf di awal Islam masih dalam bentuknya yang sangat sederhana, dilakukan secara perorangan tanpa keterlibatan Negara/ Pemerintah. Adalah Umar bin Khattab mewakafkan hartanya sendiri sekaligus mengawasinya. Demikianlah pengamalan wakaf di kalangan para sahabat. Konsekuensi logis yang muncul adalah sasaran pemanfaatan harta wakaf hanya untuk umat, bukan untuk seluruh lapisan masyarakat. Salah satu keunikan lembaga wakaf ini adalah adanya berlangsung sepanjang masa. Wakaf berkembang seiring dengan perjalanan sejarah umat Islam. Para ahli telah menjelaskan sejarah perkembangan wakaf mulai dari zaman Nabi saw, zaman dinasti Islam, dan zaman modern. Yang menarik dijelaskan adalah posisi wakaf sebagai salah satu sumber penting pendapatan Negara. Kapan terjadinya? Informasi yang diperoleh dalam refrensi tentang wakaf menunjukkan bahwa wakaf sebagai sumber pendapatan Negara mulai terjadi pada zaman dinasti Islam, Bani Ayubiah dan Mamluk di Mesir. Pada masa pemerintahan Bani Umaiyah, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik membentuk lembaga wakaf di bawah pengawasan hakim. Adalah hakim Taubah bin Gar al-Khadrami di Mesir menindaklanjuti perintah Hisyam bin Abdul Malik tersebut. Inilah lembaga wakaf pertama kali, dan selanjutnya Taubah mendirikan lembaga wakaf serupa di Bashrah. Sejak itu pengelolaan lembaga wakaf berada di
37
bawah departemen kehakiman. Hasil-hasil wakaf digunakan kepada yang berhak dan yang membutuhkan.43 Pada masa Bani Abbasiyah berkuasa menggantikan dinasti Bani Umaiyah, wakaf dikelola oleh Bait al-Mal.44 Lembaga wakaf pada waktu itu bernama s}adr al-wuqu>f yang menangani administrasi wakaf. Banyak bait al-mal memiliki kekayaan wakaf. Ketika sultan Salahuddin al-Ayubi berkuasa ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik Negara kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial.Tercatat dalam sejarah Islam bahwa orang yang pertama kali mewakafkan tanah milik Negara kepada yayasan keagamaan dan sosial adalah raja Nuruddin al-Syahid berdasarkan fatwa yang dikeluarkan seorang ulama yang brnama Ibnu Ishrun.45 Sultan Salahuddin alAyubi banyak mewakafkan tanah Negara untuk kegiatan pendidikan. Disebutkan bahwa pada abad kedua hijriyah diduga institusi harta wakaf mendapat bentuk hukum yang kuat dan sempurna.46 Pada masa dinasti Fatimiyah, didirikan kantor pelayanan wakaf yang disebut dengan diwan al-ahbas.47 Satu bentuk penatakelolaan pada waktu itu (363H/974 M) adanya Al-Muiz memerintahkan semua harta wakaf mencapai 1.500 dirham tiap tahunnya dibayarkan kepada mauquf `alaih (penerima wakaf) dan selebihnya diterukan ke kas negara, Bait al-Mal.48 Keterangan tersebut menunjukkan bahwa kekayaan harta wakaf produktif telah menjadi salah satu sumber penting pendapatan Negara. Ibnu Taimiyah tidak menjelaskan wakaf sebagai sumber penerimaan dan pembelanjaan Negara untuk publik. Sejumlah pos pembelajaan Negara dari dana harta wakaf adalah pembayaran
43
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Cetakan ke 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 316-317 44 Nirul Huda, Lembaga . . ., h. 316 45 Nurul Huda dan Heykal, Lembaga . . ., h. 317 46 Naziroeddin Rachmat, Harta Wakaf, (Cetakan pertama, Jakarta: Bulan Bintang, 1964), h. 48 47 NazroddinRachmat, Harta . . ., h. 50 48 Naziroeddin Rachmat, Harta . . , h. 50
38
gaji para pegawai/ pelayan masjid, guru-guru madrasah, biaya perbaikan gedung sekolah, biaya perpustakaan dan sebagainya.49 Sejak abad XV kerajaan Turki Usmani menguasai banyak wilayah dan mempermudah penerapan syariat Islam, di antaranya adalah peraturan tentang wakaf. Pada saat itu kerajaan Turki Usmani mengeluarkan undang-undang tentang pembukuan harta wakaf (akhir tahun 1280 hijriyah). Undang-undang tersebut mengatur tentang pencatatan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf.50 Pada abad XIX, di Turki telah berdiri kantor administrasi wakaf (1840). Pada saat itu harta-harta wakaf diadmintrasikan berdasarkan tiga kategori yaitu: ewqaf mazbuthah, yaitu harta wakaf yang diurus oleh kementrian ewqaf. Di samping itu ada yang bebas sama sekali dari kementrian wakaf berupa yayasan dan kepunyaan agama kristen.51 Ia kemudian menerbitkan undang-undang yang berdasar paham sekuler yaitu undang-undang nomor 429 tahun 1924, kementrian ewqaf dihapuskan dan harta-harta wakaf berupa perkebunan diperintahkan untuk dijual dan dijadikan dana untuk kepentingan publik (orang banyak).52 Kendatipun tanah-tanah wakaf telah dihapus oleh Kemal Attaturk dari tradisi wakaf orang-orang muslim Turki, kini Turki bangkit kembali dengan hadirnya Bank wakaf pemerintah di bawah kekuasaan Perdana Menteri dengan 300 cabang yang tersebar di seluruh wilayah Turki.53 Dapat dipastikan, dana wakaf yang ditanamkan pada bank wakaf tersebut benar-benar dapat menjadi sumber dana kesejahteraan umat dengan laba yang diperoleh secara halal.
49
Naziroeddin Rachmat, Harta . . ., h. 55 Nurul Huda dan Heykal, Lembaga . . ., h. 319 51 Naziroeddin Rachmat, Harta . . ., h. 71 52 Naziroeddin Rachmat, Harta . . ., h. 71 53 Lihat Nurul Huda, Mohamad Heykal, Lembaga . . ., h. 322 50
BAB V. TATA KELOLA ZAKAT DAN WAKAF MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN
1.ZAKAT Zakat adalah kewajiban yang melekat pada diri seorang muslim yang telah memenuhi syarat berzakat. Tidak semua muslim wajib berzakat kecuali yang telah kaya, namn pada dasarnya, semua muslim berpotensi untuk menjadi muzakki (wajib zakat). Salah satu karakeristik zakat yang telah diimplementasikan di masa pemerintahan Islam dahulu adalah adanya zakat menjadi kewenangan pemerintah dalam menagih, mengumpul dan mendistribusikan kepada para mustahiq (yang berhak menerima zakat). Dalam pada itu zakat tetap menjadi potensi dana umat hingga hari ini di mana saja umat islam berada. Fakta yang tak terbantahkan bahwa tidak semua Negara memberlakukan perintah zakat karena konstitusi Negara tersebut bukan berdasarkan Islam. Inilah sebuah problem mengenai ajaran zakat bagi umat masa ini akibat hendak diadopsinya peraktek pembayaran zakat bagi warga Negara Muslim di masa pemerintahan Islam. Sebuah aksioma bagi sebagian muslim bahwa umat Islam dalam sebuah Negara hanya wajib membayar zakat. Umat Islam tidak boleh memiliki beban ganda, yaitu membayar zakat dan pajak sekaligus. Di Indonesia, kegelisahan umat Islam selama ini sepertinya telah terjawab dengan lahirnya undang-undang tentang pengelolaan zakat. Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang ini telah direvisi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Dalam merealisasikan pengelolaan zakat menurut undang-undang tersebut, pemerintah telah membentuk struktur pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di Jakarta. Perpanjangan tangannya adalah
39
40
Pembentukan BAZNAS di Propinsi, BAZNAS di Kabupaten/ kota. Semua ini adalah bentukan pemerintah. Dalam undang-undang zakat tersebut, juga diperkenankan pengelola zakat dari masyarakat yang disebut dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan ada juga yang bersifat teknis yaitu Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang tersebar di kantor-kantor pemerintah dan di perusahaan. Dalam pasal 22 undang-undang nomor 23 tahun 2011 disebutkan “ Zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada BAZNAS dikurangkan dari penghasilan kena pajak”. Zakat apa saja? Zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak bagi seorang muslim adalah zakat mal yang berkaegori zakat penghasilan. Menurut Undang-undang PPh tahun 2000 sebuah pengecualian atas pembayaran zakat yang berkenaan dengan penghasilan yang menjadi obyek pajak penghasilan hal mana zakat penghasilan ini dapat diakui sebagai pengurang pajak bagi pihak yang membayar zakat penghasilan dan tidak dikenakan pajak bagi pihak yang menerima zakat penghasilan.1 Mengapa pemerintah hanya membuat pengecualian atas zakat penghasilan saja dan tidak berlaku bagi jenis kekayaan kebendaan lainnya? Hal ini terkait dengan perhitungan pajak penghasilan itu sendiri, hal mana hanya pembayaran atau pengeluaran yang berhubungan dengan usaha mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan kena pajak yang diakui sebagai pengurang pajak. Sedang zakat mal/ harta yang lain atau zakat fitrah tidak terkait dengan penghasilan, melainkan terkait dengan kekayaan atau harta yang dimiliki seorang muslim.2 Bagaimana peraktek dan prosedurnya? Sasaran pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah muslim wajib pajak perseorangan dan badan/ persahaan dalam negeri milik Muslim. Pada dasarnya
1
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.
2
Sudirman, Zakat . . ., h. 126
126
41
semua penghasilan harus dibayarkan pajaknya. Karena itu, pada prinsipnya semua warga negara adalah wajib pajak, tidak terkecuali orang-orang muslim. Menurut Undang-undanf Nomor 17 tentang PPh, zakat, hibah dan waris tidak termasuk obyek pajak. Karena itu, bagi muzakki, zakat yang telah dibayarkannya kepada BAZNAS atau LAZ dapat dikurangkan dari pajak terhutangnya. Syaratnya adalah ia telah memiliki Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) yang dikeluatkan oleh BAZNAS dan atau LAZ. Pembayaran zakat penghasilan muzakki dibuktikan dengan surat setoran pembayaran zakat. Gunanya adalah di samping memenuhi syarat yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 17 tentang PPh berupa keharusan zakat telah nyatanyata dibayar kepada penerima zakat bentukan pemerintah, BAZNAS dan LAZ. Zakat penghsilan hanya dapat dikurangkan sebagai pengurang pajak penghasilan pada tahun zakat penghasilan tersebut dibayarkan.3 Namun menurut Dirjen Pajak, zakat bisa mengurangi penghasilan kena pajak (PKP) pada tahun berikutnya jika memang pada tahun tersebut belum dikurangkan.4 Nama Badan/ Lembaga penerima zakat yang dibentuk oleh pemerintah adalah sebagai berikut: 1.Badan Amil Zakat Nasional berdasarkan keputusan Presien Nonor 8 Tahun 2001 tangal 17 Januari 2001. 2. Lembaga amil Zakat: a. LAZ Dompet Dhuafa Republika berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 439 Tahun 2001 Tanggal 8 Oktober 2001. b. LAZ Yayasan Amanah Takaful berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 440 Tahun 2001 Tanggal 8 Oktober 2001. c. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 441 Tahun 2001 Tanggal 8 Oktober 2001
3 4
Sudirman, Zakat . . ., h. 128 Sudirman, Zakat . . ., h. 128
42
d. LAZ Yayasan Baitulmal Muamalat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 481 Tahun 2001 Tanggal 7 November 2001. e. LAZ Yayasan Dana Sosial Al-Falah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 523 Tahun 2001 Tanggal 7 November 2001. f. LAZ Baitulmal Hidayatullah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 538 Tahun 2001 Tanggal 27 Desember 2001. g. LAZ Persatuan Islam berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 552 Tahun 2001 Tanggal 31 Desember 2001. h. LAZ Yayasan Baitulmal Umat Islam PT. Bank Negara Indonesia berdasarkan Keputisan Muenteri Agama Nomor 330 Tahun 2002 Tanggal 20 Juni 2002 i. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 406 Tahun 2002 Tanggal 7 September 2002. j. LAZ Dewan Dakwah Islamaiyah Indonesia berdasarakan Keputusan Menteri Agama Nomor 407 Tahun 2002 Tanggal 17 Sepetember 2002. k. LAZ Yayasan Baitulmal Bank Rakyat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 445 Tahun 2002 Tanggal 6 November 2002. l. LAZ Baitul Wat Tamwil berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 468 Tahun 2002 Tanggal 28 November 2002. m. LAZ Baituzzakah Pertamina berdasarkan keputusan Menteri Agama Nonor 313 Tahun 2004 Tanggal 24 Mei 2004. n. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 410 Tahun 2004 Tangga 13 oktober 2004. o. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia berdasarkan Keputusan Meneri Agama Nonor 42 Tahun 2007 Tanggal 7 Mei 2007. 3. Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (LAZIS): a. LAZIZ Muhammadiyah berdasarkan Keputusan Meneteri Agama Nomor 457 Tahun 2002 Tanggal 21 November 2002. b. LAZIS Nahdatululama berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 65 Tahun 2005 Tanggal 16 Februai 2006.
43
c. LAZIZ Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia berdasarkan Keputusan Meneri Agama Keberadaan data lembaga Amil Zakat seperti tesebut di atas sangat penting bagi kantor pelayanan pajak. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya surat edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-80/Pj/2010 yang memuat penegasan tentang perlakuan zakat dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Ketentuan tersebut adalah: 1.Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan / atau pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. 2. Apabila zakat tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. 3. Wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat atas penghasilan kena pajak, wajib melampirkan fotocopy bukti pembayaran zakat dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagai penerima pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut. Filosofi Formulasi Pembayaran Zakat Dalam Yurisdiksi Pajak Penghasilan. Adanya formulasi baru pembayaran zakat yang dipaketkan dengan pembayaran pajak penghasilan bagi seorang muslim sebenarnya adalah upaya untuk menjalankan kewajiban agama dan kewajiban sebagai warga negara dengan benar. Sebelum terbitnya undang-undang tentang pengelolaan zakat, Muslim Indonesia menunaikan dua kewajiban berbarengan, yaitu membayar zakat dan membayar pajak sekaligus. Kenyataan seperti tersebut dinilai tak sesuai dengan perakek ketatnegaraan dalam Islam. Di masa pemerintahan Islam, seorang Muslim hanya menanggung satu kewajiban, yaitu membayar zakat jika ia memenuhi syarat sesuai dengaj ketentuan
44
syara’. Dalam pada itu, dalam pemerintahan Islam telah dikenal kewajiban pajak, baik terhadap jiwa maupun tanah. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada orang-orang kafir zimmi sebagai imbalan menjaga jiwa dan harta bendanya dari segala ancaman oleh penguasa Islam. Selain peraktek ketatanegaraan Islam tersebut, perbedaan riwayat tentang kewajiban muslim akan kedua hal tersebut, sebagai seorang hamba dan sebagai seorang warga Negara, juga tak kalah pengaruhnya terhadap masalah ini. Ada dua riwayat yang dapat ditampilkan bagi pendapat yang mengatakan umat Islam tak boleh memikul beban ganda yaitu:
فقد قضيت ما, إذا أديت زكاة مالك:عن أىب هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال 5 عليك " Dari Abu Hurairah, sesunggunya Rasul saw. telah bersabda: jika kamu telah menunaikan zakat hartamu, maka gugurlah semua kewajiban kamu atasnya”.
ليس ىف املال حق:عن فا طمة بنت قيس أهنا مسعته تعىن النيب صلى هللا عليه وسلم يقول 6 سوى الزكاة “ Dari Fatimah binti Qais, sesungguhnya ia telah mendengar Nabi saw. bersabda: tidak ada hak bagi harta selain zakat. Selain riwayat tersebut, ditemukan juga riwayat yang menjelaskan bahwa masih ada kewajiban lain atas harta kekayaan seorang Muslim selain zakat. Riwayat yang dimaksud adalah:
" "ىف مالك حق سوى الزكاة: قال ابن عمر,عن قزعة قال
7
“ Dari Qaz`ah ia berkata: Ibnu Umar telah berkata “ terhadap hartamu masih ada hak selain zakat”.
5
Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah, Juz 1, (t.t: Dar al-Fikr, t.th), h. 570 Ibnu Majah, Sunan . . ., h. 570 7 Abu Abdil Qasim bin Salam, Kitab .. ., h. 445 6
45
Kedua riwayat yang tampak berseberangan tersebut berakibat munculnya perbedaan pendapat di kalangan Intelektual Muslim saat ini, sehingga memunculkan kembali agar orang-orang Islam mengamalkan peraktek ketatanegaraan Islam tentang hal yang menyangkut siapa yang wajib berzakat dan siapa yang wajib membayar pajak. Hal yang pasti, umat Islam wajib membayar zakat karena ia adalah perintah langsung dari Allah swt. (wahyu), sedangkan pajak adalah keputusan dan kebijakan ulil amri (pemerintah), sehingga bagi seorang muslim, tidak menjadi kewajiban yang mutlak. Apatah lagi, jika sejarah telah menunjukkan bahwa dalam pemerintahan Islam di masa lalu, kewajiban jizyah dan kharaj adalah khusus untuk orang-orang kafir zimmi. Kewajiban seorang Muslim tentang zakat dan pajak telah melahirkan sikap kompromistik di Indonesia. Yang dimaksud adalah zakat yang telah dibayarkan kepada BAZNAS menjadi pengurang pada pajak terhutangnya sesuai dengan pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Ketentuan ini bertolak pada prinsip bahwa pajak adalah kewajiban warga negara yang tak dapat digantikan oleh zakat. Dari segi kualitas hadis, ternyata hadis riwayat Fatimah binti Qais dinyatakan dhaif oleh imam Al-Sayut}i.8 Sedangkan riwayat Ibnu Umar telah dinyatakan sebagai pendapat pribadinya Ibnu Umar, dan dinilai oleh Abu Abd. Al-Qasim bin Salam bukan hadis dari Nabi saw.9 Tentang perbedaan pendapat ulama tentang pembayaran zakat dan pajak bagi umat Islam saat ini, dan sehubungan dengan terdapatnya beberapa riwayat yang berkaitan dengan hal tersebut, oleh ulama kontemporer telah menghasilkan dua formulasi, yaitu zakat sebagai pengurang pajak, dan zakat sebagai rabat terhadap pajak.
8 9
Jalal al-din al-Sayuthi, Al-Jami` al-Shagir, Juz 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), h. 460 Abu Abd al-Qasim bin Salam, Kitab . . ., h. 445
46
Jika dibandingkan kedua model/ formulasi pembayaran zakat dan pajak umat Islam kini, bahwa apa yang ditempuh oleh Negara Malaysia dapat dinilai lebih sejalan dengan hadis riwayat Abu Hurairah yang telah disebutkan terdahulu. Artinya, zakat dapat mewakili pajak terhutang jika ternyata besaran zakat impas dengan pajak terhutang. Itulah yang dimaksud oleh Nabi saw. bahwa jika harta seorang muslim telah dibayarkan zakatnya, maka tak perlu lagi membayar pajak yang ditetapkan oleh pemerintah. Formulasi ini menunjukkan langkah yang tegas tentang keharusan merujuk pada riwayat dan peraktek ketatanegaraan Islam di masa lalu. Terlepas dari perbedaan riwayat dan penilaian kualitas hadis tentang kewajiban seorang Muslim membayar zakat dan pajak atas hartanya, dalam peraktek ketatanegaraan Islam tidak ditemukan kewajiban ganda bagi umat Islam, yakin membayar zakat bersamaan dengan pajak. Meurut Abu Hanifah,10 zakat dan pajak mempunyai obyek yang sama, yaitu harta. Oleh karena itu, jika sebuah harta samasama menjadi obyek pajak, jika telah ditunaikan zakatnya, maka tak dikenakan pajak.Demikian juga sebuah harta yang sama telah dibayarkan pajaknya, maka tak perlu lagi dibayarkan zakatnya. Zakat dan pajak dapat saling menggugurkan. Ada tiga alasan yang mendukung pendapat imam Abu Hanifah tersebut, yaitu: 1.Hadis riwayat Ibnu Mas`ud
ال جيتمع عشر وخراج ىف أرض مسلم “ Kewajiban zakat dan kharaj (pajak) tidak dapat dikenakan secara bersamaan pada tanah seorang muslim”. 2.Riwayat tentang Dhiqan yang baru masuk Islam, lalu Umar memberikan tanah yang semula dikuasai oleh umat Islam dan mewajibkannya membayar pajak. Umar tidak menyuruh Dhiqan membayar zakat. Jikalau dalam kasus ini zakat masih diwajibkan, tentulah Umar menyuruh Dhiqan membayar zakat juga atas tanah tersebut.
10
Sudirman, Zakat . . ., h.117
47
3.Kewajiban pajak pada dasarnya memiliki kesamaan dengan zakat dalam hal memanfaatkan tanah garapan. Jika tanah tidak digarap, maka tidak ada kewajiban apapun, baik pajak maupun zakat. Jika tanah digarap, maka cukup hanya melunasi salah satu, pajak atau zakat, sebagai perwakilannya. Menurut Jumhur ulama: Al-Syafi’i, Umar bin Abdul Aziz, Rabiah, Al-Zuhri, Yahya al-Anshari, Malik, Al-Auza`i, al-Hasan bin S{a>hil, Ibnu Abi> laila, al-Lais\, Ibnu al-Mubarak, Abu `Ubaid dan Dawud, zakat dan pajak harus dibayar bersama. Alasannya adalah: 1.Zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang berbeda. Kewajiban zakat didasarkan kepada nash, sedangkan pajak diundangkan oleh pemerintah dan ketaatan merupakan kewajiban. Keduanya harus dikerjakan tanpa menggugurkan salah satunya. 2. Zakat dan pajak merupakan kewajiban yang dilaksanakan dengan sebab yang berbeda dan penyalurannya pun tidak sama sehingga tidak bisa saling menghalangi.11 Formulasi pembayaran zakat dan pajak yang dianut oleh Indonesia pada hakikatnya adalah ijtihad kompromistis dari dua riwayat dan pendapat fuqaha yang tampak berseberangan, yaitu hadis riwayat Fatimah binti Qais dan riwayat Ibnu Umar, antara jumhur dan Abu Hanifah. Hasilnya adalah zakat dapat menjadi pengurang terhadap pajak terhutang, namun tidak dapat menggugurkan pajak. Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi Muslim di Indonesia, pajak penghasilan terhutangnya dapat dikurangi oleh zakat yang telah ia bayar. Aturan hukum ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang pajak PPh. Karena itu sebuah keharusan adalah mengetahui tarif pajak menurut undang-undang tersebut. Pajak penghasilan yang terhutang adalah sebesar jumlah penghasilan kena pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh berdasarkan pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 yaitu:
11
Sudirman, Zakat . . ., h. 116-117
48
1. Orang pribadi PKP s/d 25.000.000
5%
25.000.000 s/d 50.000.000
10%
50.000.000 s/d 100.000.000
15%
100.000.000 s/d 200.000.000
25%
Di atas 200.000.000
35%
2. Badan PKP s/d 50.000.000
10%
50.000.000s/d 100.000.000
15%
Di atas 100.000.000
30%
Adapun Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan pasal 7 yang menerangkan bahwa orang yang berpenghasilan tidak kena pajak adalah orang yang penghasilannya seperti berikut: 1. Rp. 2.880.000 untuk wajib pajak pribadi 2. Rp.1.440.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin. 3. Rp. 2.880.000 tambahan untuk isteri yang penghasilannya digabung dengan suami. 4. Rp. 1.440.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Dengan rumus Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) memudahkan perhitungan pembayaran zakat menurut formulasi/ model Negara Indonesia. Di Indonesia, zakat telah dimasukkan dalam yurisdikasi pajak penghasilan. Dengan demikian langkah-langkah yang harus dipahami dan ditmpuh adalah: 1. Wajib pajak orang pribadi muslim -
Penghasilan bruto
Rp.
-
Biaya jabatan
Rp. -
49
-
Penghasilan netto sebelum zakat
-
Zakat penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan ke BAZNAS atau LAZ
Rp.
Rp.
-
Penghasilan tidak kena pajak
Rp.
-
Penghasilan kena pajak
Rp.
-
PPh terhutang
Rp.
2. Wajib pajak badan yang dimiliki oleh orang-orang Islam -
Penghasilan bruto
Rp.
-
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan Memelihara penghasilan
-
Rp.
Zakat penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan kepada BAZNAS atau LAZ
Rp.
-
Jumlah pengurang (a+b)
Rp.
-
Penghasilan kena pajak
Rp.
-
PPh terhutang
Rp
Contoh 1: Saudara Arif seorang karyawan Muslim dengan gaji Rp. 800.000/ bulan. Akuntansinya adalah: No.
Unsur-unsur perhitungan
Hasil
1
Penghasilan bruto Rp. 880.000 x 12
Rp. 9.600.000.00
2
Biaya jabatan 5% x 9.600.000
Rp. 480.000.00
3
Penghasilan
netto
(bersih)
9.600.000- Rp. 9.120.000/00
480.000 4
Zakat yang dapat dikurangkan adalah Rp. 228.000.00 2.5% x Rp. 9.120.000
5
Penghasilan netto setelah zakat adalah Rp. Rp. 8.892.000.00 9.120.000- 228.000
6
PTKP K3
Rp. 8.640.000.00
50
7
PKP adalah 8.892.000-8.640.000
Rp. 252.000.00
8
PPh terhutang adalah 5% x 252.000
Rp. 12.600.00
Contoh 2 PT. Yusra adalah perusahaan dagang dengan penghasilan tahun 1998 sebesar Rp. 70.000.000.00. Harga pokok penjualan Rp. 50.000.000.00. Laba bruto Rp. 20.000.000.00. Biaya umum dan administrasi adalah Rp. 15.000.000.00. Akuntasinya adalah seperti berikut: No
Unsur perhitungan
Hasil
1
Penghasilan bruto
Rp. 70.000.000.00
2
Harga pokok penjualan
Rp. 50.000.000.00 -
3
Laba bruto usaha
Rp. 20.000.000.00
4
Biaya umum dan administrasi
Rp. 15.000.000.00 -
5
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp.5.000.000.00
6
Zakat yang dibayar 2.5% x Rp.5.000.000
Rp. 125.000.00
7
PKP Rp.5.000.000-125.000
Rp. 4.875.000.00
8
PPh 10% x 4.875.000
Rp. 387.500.00
Terkait dengan perhitungan tersebut, ternyata ada hal yang perlu disesuaikan yaitu perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana tertera dalam buku petunjuk pengisian SPT Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi yang dikeluarkan oleh Direktorat Pajak Tahun 2005.12 Pada angka 10 disebutkan bahwa PTKP adalah sebagai berikut: a. Rp. 12.000.000 untuk wajib pajak b. Rp. 1.200.000 tambahan untuk wajb pajak yang kawin c. Rp.12.000.000 tambahan untuk seorang isteri yang diberikan apabila ada penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami. 12
Sudirman, Zakat . . ., h. 145
51
d. Rp. 1.200.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misalnya ayah, ibu, atau anak kandung), dan semenda (misalnya mertua atau anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungannya, paling banyak tiga orang untuk tiap keluarga.13 Contoh perhitngannya sebagai berikut: Saudara Abu Hasan adalah seorang pegawai dengan penghasilan Rp.3000.000/ bulan. Ia memiliki seorang isteri dan dua orang anak (K2). Cara menghitungnya adalah: No. Unsur-unsur perhitungan
Hasil
1
Penghasilan beruto 12 x Rp. 3000.000
Rp. 36.000.000.00
2
Biaya jabatan 5% x Rp.36.000.000
Rp. 11.800.000.00 -
3
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp. 34.200.000.00
4
Zakat yang dapat dikurangkan adalah 2.5% x Rp.
855.000.00 -
34.200.000 5
Penghasilan netto setelah zakat
Rp. 33.345.000.00
6
PTKP (K2) 12.000.000+1.200.000+2.400.000
Rp. 15.600.000.00
7
PKP Rp.33.345.000-15.600.000.00
Rp 17.745.000.00
8
PPh 5% x 17.745.000.00
Rp. 887.250.
Sesuai dengan buku petunjuk pengisian formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Tahun 2014, tarif PTKP mengalami perubahan dan penyesuaian sebagai berikut: a. Rp. 24.300.000 untuk wajib pajak b. Rp .2.025.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
13
Sudirman, Zakat . . ., h. 145
52
c. Rp.2.025.000 untik setiap anggota keluarga sedarah (ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri).14 Sedangkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut: a. Sampai dengan Rp. 50.000.000 dengan tarif 5% b. Di atas Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000 dengan tarif 15% c. Di atas Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 dengan tarif 25% d. Di atas Rp. 500.000.000 dengan tarif 30%15 Contoh: Seorang wajib pajak Muslim menerima atau memperoleh penghasilan neto dari pekerjaan bebas Tahun pajak 2014 sebesar Rp. 96.000.000. Wajib pajak berstatus kawin dengan 3 0rang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Perhitungan pajaknya dengan penerapan tarif tersebut di atas dan penerapan pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan zakat dilakukan sebagai berikut: No
Penghasilan neto sebelum zakat
Hasil
1
Penghasilan neto
Rp.96.000.000.
2
Zakat Rp.96.000.000 x 2.5%
Rp. 2.400.000.
3
Penghasilan neto setelah zakat Rp. 96.000.000- Rp. 93.600.000 Rp.2.400.000
4
Penghasilan
Tidak
Kena
Pajak
(K3)= Rp.32.000.000
24.300.000+2.025.000 + 3 x 2.025.000 5
Penghasilan
Kena
Pajak
Rp.
93.600.000- Rp. 61.600.000
Rp.32.000.000 6
Pajak terhutang Rp. 61.600.000 x 15%
14
Rp. 9.240.000.
Kementrian Keuangan, Petunjuk Pengisian Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, (Jakarta: Diektorat Jenderal Paak, 2014), 44 15 Kementrian Keuangan, Petunjuk . . ., h. 45
53
Penghitungan pajak terhutang dengan menjadikan zakat sebagai pengurang pajak, pengaruhnya tamapak kurang signifikan pada kasus di atas. Pajak seharusnya sebelum dikurangkan dengan zakat adalah Rp.11.640.000. Dengan formulasi zakat dapat menjadi pengurang pajak, akhirnya pajak terhutang hanya menjadi Rp. 9.240.000. Seorang yang berpenghasilan tetap seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan juga ia memiliki penghasilan lain, misalnya sdr. Ahmad adalah seorang Pegawai Negri Sipil dengan gaji Rp. 1.000.000/ bulan. Di samping itu dia mempunyai usaha dengan peredaran bruto setahun Rp. 7.000.000 (peredaran bruto tahun sebelumnya sebesar Rp. 5.000.000) dengan mempekerjakan 2 orang karyawan dan digaji masing-masing Rp. 250.000/bulan, dan membayar biaya listrik Rp. 25.000/ bulan. Perhitungan zakatnya adalah sebaai berikut Penghasilan bruto
Penghasilan
sebagai sebagai
pegawai
Penghasilan
Zakat
atas Jumlah
netto
penghasilan
pengusaha
Rp. 12.000.000 Rp.7.000.000
Rp. 19.000.000
Rp.12.000.000-
Rp.12.000.000- Rp.11.400.000
600.000 (biaya
600.000
x 2.5%= Rp
jabatan)
=11.400.000
285.000.
Rp. 7.000.000- Rp.7000.000-
Rp.700.000 x Rp.285.000 +
6.300.000
6.300.000=
2.5%
700.000.
17.500.
=
Rp. 17.500= 302.500.
Penjelasan/ catatan: Zakat yang dapat dijadikan pengurang adalah sebesar Rp. 285.000, sedangkan zakat sebesar Rp. 17.500. tidak dapat dijadikan pengurang karena atas penghasilan dari usaha dikenai pajak yang bersifat final berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 46
54
Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atau penghasilan dari usaha yang diterima/ diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Mencermati pola perhitungan tersebut pada contoh-contoh yang disajikan tampaknya kurang sesuai dengan hukum zakat dalam Islam yang semestinya, kecuali yang dikenakan zakat adalah penghasilan neto. Menurut Islam, harta/penghasilan yang dapat dizakati adalah yang telah mencapai nisab. Khusus untuk zakat profesi seperti contoh yang disajikan, penghasilan yang dapat dikurangkan dari pajak adalah yang senilai dengan harga 85 g emas murni. Sekiranya harga emas murni pergramnya adalah Rp. 500.000, maka pengahsilan yang senisab adalah 85 x Rp. 500.000 = Rp. 42.500.000 setelah seluruh kebutuhan pokok dipenuhi termasuk hutang jikalau ada. Contoh-contoh yang tersajikan merupakan pengamalan pasal 22 Undang-Undang Zakat Nomor 23 Tahun 2011 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 Tentang PPh berakibat terabaikannya ketentuan-ketentuan zakat dalam Islam. Akibatnya, seluruh yang berpenghasilan tetap, seperti Pegawai negeri sipil wajib semuanya berzakat. Pengertian zakat menurut undang-undang pajak penghasilan identik dengan prosentase, yaiu sebesar 2.5%. Pengertian dan kesan seperti tersebut menyimpang dari ketentuan zakat dalam Islam hal mana hanya orang kaya saja yang diwajibkan berzakat. Orang kaya itu adalah oang yang memiliki harta senisab setelah seluruh kebutuhan pokoknya terpenuhi, dan harta senisab tersebut telah mengendap 12 bulan (haul). Menurut Wahbah al-Zuhailiy, nisab bagi jenis harta tertentu adalah indikator “ kaya” bagi pemiliknya. Karena itu seorang Muslim wajib berzakat jka ia telah memliki harta sekurang-kurangnya satu nisab, karena dengan jumlah tersebut ia telah dipandang kaya menurut syara’.16 Lebih lanjut ia berpendapat bahwa nisab menjadi tolok ukur kaya tidaknya seseorang karena harta senisab itu adalah penghasilan bersih setelah penghasilan dibelanjakan untuk seluruh kebutuhan pokok. Dalam kitabnya ia terangkan: 16
Wahbah al-Zuh}ailiy, Al-Fiqh al-Isla>miy Wa Adillatuh, Juz. 2, (Cetakan ketiga, Damaskus: Da>r al-fikr, 1989), h. 741
55
ومن الفقهاء من أضاف إىل شرط النماء ىف املال – أن يكون النصاب فاضال عن احلاحة 17 األصلية ملالكه – كما قرذلك احلنفية ىف عامة كتبهم – ألن به يتحقق الغىن ومعىن النعمة “ Fuqaha mensyaratkan adanya sifat produktivitas harta yang menjadi subyek zakat, sehingga nisab itu dimaknai sebagai kelebihan dari pemenuhan kebutuhan pokok bagi peiliknya, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab mazhab Hanafiyah pada umumnya. Dengan pemahaman seperti tersebut, nisab menjadi indikator “kaya” dan “kesejahteraan”. Untuk saat ini, segala harta baru yang dinilai layak menjadi subyek zakat, acuan nisabnya adalah emas sebesar 20 dinar atau setara dengan 85 g emas murni menurut pendapat jumhur fuqaha. Ketentuan nisab ini tidak boleh diabaikan dalam perhitungan zakat mal/ kekayaan, tidak terkecuali zakat pengahasilan bagi pegawai negeri sipil yang masih kontroversi dalam pandangan fuqaha kontemporer. Nisab adalah hal yang prinsip dalam zakat harta kekayaan. Nisab itu sendiri adalah ketentuan syara' tentang jumlah minimal harta yang menjadikan pemiliknya wajib menunaikan zakat jika tercapai. Dengan demikian, nisab sekaligus menjadi tolok ukur untuk menentukan apakah seorang muslim tergolong kaya atau tidak. Hanya yang kaya sajalah, yaitu yang memilki harta senisab, wajib berzakat setelah seluruh kebutuhan pokoknya terpenuhi secara normal. Dalam kitab-kitab fikih klasik, para fuqaha telah membahas secara detail tentang nisab zakat tersebut. Walau demikian, harta kekayaan yang menjadi sumber (subyek zakat) ternyata masih sangat terbatas sebagaimana yang ditetapkan oleh Rasul saw. Harta-harta yang dimaksud meliputi hasil-hasil bumi, binatang ternak, emas dan perak, dan barang dagangan. Dalam hadisnya, Rasul saw. telah menetapkan nisab harta kekayaan tersebut, yaitu: hasil-hasil bumi (gandum, biji gandum/syair, kurma, kismis) sebanyak 5 wasaq, ternak unta sebanyak 5 ekor, ternak kambing/domba sebanyak 40 ekor, sapi
17
Wahbah al-Zuh}ailiy, Al-Fiqh . . ., h. 741
56
sebanyak 30 ekor18. Inilah ketetapan nisab yang dipahami oleh sebagian umat Islam apa adanya, tanpa disertai analisis yang memadai menurut sistem moneter. Seiring dengan perjalanan waktu dan peradaban manusia, ahli hukum Islam telah ada di antaranya memiliki pemikiran yang mendorong mereka untuk berkesimpulan bahwa sudah saatnya pemahaman tentang nisab zakat secara tekstual ditinjau ulang. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy misalnya, ia telah menyatakan dalam bukunya dengan lugas bahwa " mengenai nisab ini perlu diadakan peninjauan kembali agar orang-orang yang dikenakan pungutan zakat, benar-benar memenuhi persyaratan sebagai orang yang termasuk golongan kaya "19 Dalam pada itu, Joesoef Sou'yb menyatakan pendapatnya tentang nisab-nisab kekayaan yang ditetapkan oleh Rasul saw. di masanya itu bahwa jikalau angka-angka jumlah tertentu di dalam penetapan Nabi Muhammad mengenai hewan dan tanaman itu dinyatakan mengikat bagi tiap masa dan tempat, akibatnya akan menimbulkan ketidakadilan yang dapat dinyatakan zhalim di dalam sistem pungutan zakat itu.20 Kedua ilmuan muslim Indonesia tersebut sependapat bahwa untuk saat ini, penetapan nisab haruslah dengan emas, sehingga segala yang berharga dipakai ukuran standar 20 misqal.21 Menurut Joesoef Sou'yb, dasar hitung yang lebih mantap dan pasti bagi standar nisab pada masa ini dan masa selajutnya adalah 20 denarii.22 Dahulu, di masa awal Islam, 20 dinar setara dengan 200 dirham. Kesetaraan tersebut dipahami dari penetapan Nabi saw tentang nisab perak dan emas sebagaimana tersebut dalam riwayat:
18
Mengenai nisab ternak sapi terdapat beberapa versi sesuai dengan riwayat yang diterima oleh para fuqaha, sehingga di antara mereka ada yang menyatakan, nishab sapi sama dengan nishab unta, 5 ekor, ada yang menyatakan 10 ekor, bahkan ada yang menyatakan 50 ekor. 19
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Beberapa Permasalahan Zakat, (Cetakan ke 1, Jakarta: Tintamas, 1976). h. 31 20
Joesoef Sou'yb, Masalah Zakat Dan Sistem Moneter, (Cetakan pertama, Medan: Rimbow, 1987), h. 29. 21 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Beberapa . . ., h. 31 22 Joesoef Sou'yb, Masalah . . . , h. 35
57
من, هاتوا ربع العشر: أحسبه عن النيب صلى هللا عليه وسلم أنه قال: قال زهري,عن علي رضي هللا عنه فإذا كانت مئىت درهم ففيها مخسة, وليس عليكم شيء حىت تتم مائىت درهم, كل أربعني درمها درهم 23
دراهم
Artinya: Dari Ali r.a, Zuhair berkata, saya menilai ahwa ini dari Nabi saw yang berkata: Tunaikan/ bayar 1/40 dari tiap 40 dirham dengan 1 dirham. Tidak ada kewajiban zakat atas kalian hingga sempurna dirham itu mencapai 200. Jika dirham itu telah berjumlah 200, maka zakatnya adalah 5 dirham (2,5%). Adapun nisab emas adalah berdasarkan riwayat:
. . : ببعض أول هذا احلديث قال, عن النيب صلى هللا عليه وسلم,عن علي رضي هللا عنه حىت يكون لك عسرون دينارا وحال عليها احلول ففيها- وليس عليك شيء – ىف الذهب. 24 . . . نصف دينار Artinya: Dari Ali ra, dari Nabi saw, dengan sebagian awal hadis ini, Nabi saw berkata: Tidak ada kewajiban zakat atasmu terhadap kekayaan emas hingga engkau memilikinya sebanyak 20 dinar dan telah berhaul, maka zakatnya yang harus dibayar adalah 0,5 dinar. Ketetapan Nabi saw tentang harga zakat 20 dinar sebanyak 0,5 dinar, berdasarkan hitungan matematik adalah 2,5% atau 1/40 (rub`u al-usyr). Dengan demikian, kesetaraan kurs dinar dengan dirham adalah 1:1025. Artinya 1 dinar setara dengan 10 dirham (1 x 10 ), dengan kata lain 10 dirham sama dengan 0,1 dinar (1:10). Kegunaan mengetahui kurs dinar dengan dirham terutama dalam hal pembayaran transaksi dan kewajiban agama seperti zakat. Artinya pembayaran dapat dilakukan dengan campuran, sebagian dinar dan sebagiannya dirham. Hal ini dapat
23
Abu> Da>wu>d, Sunan Abi> Da>wu>d, Juz 1, (Cetakan pertama, t.t: Dar al-Fikr, 1990, h.
352 24
Abu> Da>wu>d, Sunan . . ., h. 353 Lihat Ahmad Hassan, Al-Aura>q al-Naqdiyah fi Al-Iqtis}a>d al-Isla>miy, diterjemahkan oleh Saifurrahman dan Zulfikar Ali dengan judul “ Mata Uang Islam “, (jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), h. 38 25
58
dibenarkan karena dinar dapat mewakili dirham, begitu juga dirham dapat mewakili dinar. Dinar adalah mata uang cetak yang terbuat dari emas, dan dirham adalah mata uang cetak yang terbuat dari perak. Mata uang yang diberlakukan di awal Islam tersebut bukan milik pemerintahan Islam, melainkan akomodasi uang asing, yaitu dinar berasal dari mata uang cetak Byzantum Romawi, dan dirham adalah mata uang cetak dari Persia (Dinasti Sasanid Irak)26 Mata uang dinar dan dirham dalam masyarakat islam adalah mata uang Romawi dan Persia hingg masa dinasti Umaiyah. Adalah Abdul Malik bin Marwan orang yang pertama mencetak dinar dan dirham dalam model Islam tersendiri pada tahun 76 H. Mata uang dinar dan dirham Islami sudah tidak memakai simbul-simbol Romawi dan Persia.27 Kedua mata uang tersebut sifatnya uang metal/ logam mulia yang bersifat intrinsik, sehingga perlu diketahui berapa beratnya untuk ukuran kita. Menurut suatu pendapat dengan 7 dinar.28 Ini berarti berat dirham syar`i adalah 4,25 x 7: 10 = 2,975 g. Dengan demikian, 20 dinar adalah 4.25 x 20 = 85 g, dan 200 dirham adalah 2,975 x 200 = 595g. Kegunaan mengetahui perbandingan nilai intrinsik dinar dengan dirham terutama untuk mengetahui nilai mata uang ini dengan mata uang lain, misalnya rupiah. Hal ini sesuai dengan fungsi uang, salah satunya adalah menyimpan nilai. Berapa nilai 20 dinar? Jawabannya adalah 4.25 x 20x Rp.500.000 = Rp. 42.500.000.00 (uang kertas). Dengan demikian mudah untuk menerjemahkan 20 dinar dan 200 dirham dalam menerapkan hukum zakat saat ini, khususnya di Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu, keseimbangan daya beli dinar dan dirham dalam konteks nisab sebagaimansa ditetapkan oleh Nabi saw. tidak lagi dapat 26
Ahmad Hasan, Al-Aura>q . . ., h. 31 Ahamad Hasan, Al-Aura>q . . ., h. 34 28 Al-Mawardi, Al-Ah}ka>m . . ., h. 273 27
59
dipertahankan. Mata uang kertas sebagai subyek zakat baru saat ini harus ditetapkan nisabnya dengan emas (dinar), bukan lagi perak (dirham). Secara matematik, Ahmad Hasan menggambarkan bahwa untuk mengetahui nisab uang kertas terlebih dahulu harus mengetahui harga emas dan perak, kemudian menjumlahnya berdasarkan jumlah gram.29 Ia memberi contoh nisab uang kertas Syria pertanggal 21/10/1996 sebagai berikut: -
Harga emas sekarang = Ls 545/g
-
Hara perak sekarang = Ls 12/g
diperoleh hasil sebagai berikut: -
Dengan emas 545 x 85= Ls 46.325
-
Dengan perak 12 x 595 = Ls 7.140
Dengan demikian tampak jelas bahwa teraan nisab dengan emas sebesar 85 g adalah lebih tepat. Alasannya adalah terjadinya depresi harga perak dewasa ini. Dengan nisab perak sebanyak 200 dirham yang setara dengan 595 gram perak dengan hasil perhitungan sekarang hanya senilai dengan Ls 7.140. Jumlah sebanyak ini mudah ditemukan di kalangan orang-orang fakir miskin. Sementara mewajibkan zakat kepada fakir miskin bertolak belakang dengan tujuan syariat Islam.30 Oleh sebab itu, menurut Ahmd Hasan, nisab adalah jumlah minimal batas seseorang dapat diktegorikan kaya. Lalu apakah orang yang memiliki mata uang kertas sebesar Ls 7.140 dapat dikategorikan kaya?31 Di kalangan ulama ditemukan perbedaan pendapat tentang berapa berat (gram) satu dinar dan satu dirham. Menurut Mahmud al-Khalidi, 1 dinar syar`i adalah 4.45 g. Dengn perbandingan berat dinar dan dirham 7/10, sehingga berat dirham syar`i adalah 4.45 x7 : 10 = 3,115 g. Dengan demikian 20 dinar adalah 4.45x20= 89g,
29
Ahmad Hasan, Al-Auraq . . ., h. 236 Ahmad Hasan, Al-Auraq . . ., h. 236 31 Ahmad Hasan, Al-Auraq . . ., h. 237 30
60
dan 200 dirham adalah 200 x 3,115= 623 g.32 Untuk menguji kesetaraan berat antara dinar dengan dirham, maka perhitungannya adalah:33 1 dirham = 4,45 x 7 :10 = 3,115 g. 1 dinar = 3,115 x 10 : 7 = 4.45 g Dengan demikian jika dilakukan perhitungan nisab uang kertas Syria seperti yang dicontohkan oleh Ahmad Hasan, maka hasilnya adalah: -
Dengan emas, 89 x 545 = Ls 48.505.
-
Dirham, 623 x 12 = Ls 7.476
Bersamaan dengan meningkatnya level kehidupan dan depresi nilai perak, maka nisab emaslah yang lebih cocok dan bijaksana untuk masa sekarang. Sebab hal tersebut sesuai dengan maqashid (tujuan) syariat Islam.34 Nisab zakat yang telah ditetapkan oleh Rasul saw. terhadap berbagai jenis kekayaan di masanya tidak dapat dilepaskan dari nilai (harga). Sebagian fuqaha di masa lalu telah melakukan penalaran terhadap nisab-nisab tersebut. Indikator yang digunakan, misalnya kewajiban membayar zakat dengan benda sejenis kekayaannya yang seharusnya menurut petunjuk Rasul saw. boleh dibayar dengan harga jika ia tidak memiliki benda pembayar zakat tersebut baginya. Misalnya, jika muzakki berkewajiban membayar zakat untanya dengan bintu makhad}, namun ia tak memilikinya, maka ia boleh membayarnya dengan ibnu makhad dan 10 dirham dan atau 2 ekor kambing.35 Begitu juga, jika unta yang dibayarkan muzakki lebih tua dari semestinya, petugas zakat harus mengembalikan nilai harga yang sesuai, maka dikembalikan 10 dirham atau 1 dinar.36 Misalnya lagi,
32
Mahmud al-Khalidi, Zaka>t al-Nuqu>d al-waraqiyat al-Mu`as}irah, (Cetakan 1, Oman: Maktabah al-hadisah, 1985), h. 157 33 Mahmud al-Khalidi, Zakat . . ., h. 257 34 Ahamd Hadan, Al-Auraq . . ., h. 237 Abu 'Ubaid bin Salam, Kitãb Al-Amwãl, (Cetakan kedua, Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1988),
35
h. 456. 36
Harga unta yang menjadi pembayar zakat muzakki semuanya berbeda 10 dirham, yaitu bintu makhadh ( umur 1 tahun masuk tahun ke 2) seharga 40 dirham, bintu labun (umur 2 tahun
61
jika muzakki berkwajiban membayar zakat untanya bintu makhadh, namun yang ada padanya hanya bintu labun, maka boleh membayar dengannya dengan menerima uang kembali sebesar 10 dirham. Demikianlah seterusnya, muzakki dapat membayar zakatnya dengan mudah. Hal ini hanya dapat terjadi jika angka-angka (jumlah) nisab itu diketahui harga dan nilainya. Imam Al-Auza'i menegaskan, jika muzakki peternak tidak mempunyai unta pembayar zakat menurut seharusnya, maka ia dapat membayarnya dengan harga.37 Berdasarkan pemikiran fuqaha di atas, dapat dinyatakan bahwa mempelajari nisab zakat seyogianya tidak melepaskan diri dari kewajiban menganalisisnya berdasarkan hitungan ekonomi (nilai/ harga). Berkaitan hal ini menarik untuk dijelaskan pemikiran ulama tentang teori standard dan kesatuan nisab tersebut. Menurut Al-Sarkhasi, harga 5 wasaq (nisab hasil bumi) adalah 200 dirham,38 5 ekor unta seharga 200 dirham,39 40 ekor kambing seharga 200 dirham karena harga seekor kambing adalah 5 dirham,40 10 ekor sapi seharga 200 dirham, karena harga 1 ekor sapi di masa Nabi adalah 20 dirham,41 20 miskal/ 20 dinar senilai dengan 200 dirham, karena Rasul SAW menyatakan zakat terendah emas adalah 0,5 dinar dan zakat terendah perak adalah 5 dirham,42 yang berarti 1 dinar dihargai dengan 10 dirham (1: 10) sebagai perbandingan (kurs) resmi,43 Melihat penjelasan fuqaha dan Intelektual muslim tentang harga/ nilai nisab harta kekayaan yang telah ditetapkan oleh Rasul saw. tersebut, dapat disimpulkan bahwa semuanya berada pada satu standar, yaitu 200 dirham. Dari sini diketahui pula bahwa daya beli para golongan wajib zakat sesuai dengan ketentuan nisab yang telah masuk tahun ke3) seharga 50 dirham, hiqah (umur 3 tahun masuk tahun ke 4) seharga 60 dirham, dan jaz'ah (umur 4 tahun masuk tahun ke 5) seharga 70 dirham. 37 Abu 'Ubaid, Kitab . . ., h. 456 38 Al-Sarkhasi, al-Mabsût}, Juz. 3, (Beirut: Dar al-Ma'rifat, 1989), h. 3 39 Al-Sarkhasi, al-Mabsu>t}, h. 150 40 Al-Sarkhasi, al-Mabsu>t}, h. 150 41 Josoef Sou'yb, Masalah . . ., h. 22 42 Abu 'Ubaid, Kitab . . ., h. 515 43
Ismail Syahhatih, Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern, (Cetakan pertama, Jakarta: Pustaka Dian & Antar Kota, 1987), h.170
62
ditetapkan oleh Rasul saw. adalah sama kuatnya (adil dan proporsional). Dalam pada itu, di sini belum tampak standar nisab dengan emas, karena pada masa Nabi saw, uang yang banyak berdar di kalangan masyarakat muslim adalah dirham. Perak lebih banyak suplai tambangnya jika dibandingkan dengan emas, dan hal tersebut memudahkan masyarkat muslim bertransaksi, tidak terkecuali dengan zakat harta mereka. Memahami nisab dengan konteks nilai dan harga mendorong ahli hukum Islam melakukan analisis secara konversi sehingga tampak suatu peralihan bentuk zakat dari konvensional ke konversi. Zakat konversi itu sendiri adalah melakukan pehitungan nisab-nisab klasik ke dalam bentuk dirham (harga). Berdasarkan database harga satuan ternak unta, kambing/domba, sapi/kerbau, zakat konversi dapat diterangkan dengan mudah. Sebagai contoh, nishab konversi ternak unta dapat dijelaskan sebagai berikut: Nisab
Nisab konversi
Zakat konversi
Harga tertinggi
konvensional
dengan dirham
dengan dirham
(%)
200-360
1 kambing =
5-9 ekor
Harga sebenarnya (%)
2,50%
1,38%
2,50%
1,78%
2,50%
1,97%
5 dirham 10-14 ekor
400-560
2 kambing = 10 dirham
15-19 ekor
600-760
3 kambing = 15 dirham
Pada contoh tabel di atas tampak jelas peralihan bentuk zakat konvensional ke zakat konversi, baik pada nisab maupun satuan (harga) zakat yang harus dibayar. Begitu juga, pada tabel tersebut tampak harga tertinggi dan harga sebenarnya karena dalam zakat unta ada bilangan-bilangan interval nisab kelipatan yang terbebas dari
63
zakat yang disebut al-auqa>s}. Dari Yahya bin Hakam bahwasanya Rasul saw. menyatakan tidak wajibnya zakat pada al-auqa>s} tersebut.44 Zakat konversi ternak unta tersebut mengacu pada harga unta bintu makhadh sebesar 40 dirham/ ekor, dan harga kambing sebesar 5 dirham/ekor. Dengan rumus mengalikan angka nisab konvensional dengan harga unta tersebut diperolehlah nisab konversi. Begitu juga dengan mengalikan satuan zakat dengan harga kambing, diperoleh pula harga zakat konversi. Untuk harga tertinggi, rumus yang dipakai adalah harga (dirham) satuan zakat konversi dibagi dengan nisab konversi, dan harga sebenarnya adalah satuan zakat konversi dibagi dengan satuan konversi angka maksimal al-auqãs}. Dalam kitab fikih dijelaskan, untuk zakat ternak sapi/ lembu dan kerbau berlaku ketetapan Rasul saw. tiap 30 ekor, zakatnya 1 sapi tabi'i (2 th), dan tiap 40 ekor, zakatnya 1 sapi musinnah (3 th). Dengan mengacu pada penjelasan Josoef Sou'yb dimana harga sapi tabi'i di masa Nabi saw. sebesar 20 dirham, maka zakat konversi ternak sapi/ kerbau dapat diterangkan sebagai berikut:45
Nisab
Nisab konversi
Zakat konversi
konvensional
dengan dirham
dengan dirham
10-29
200-580
1 kambing = 5
Harga tertinggi
Harga sebenarnya
2,50%
0,86 %
3,33%
2,56%
dirham 30- 39
600-780
1 sapi tabi'i= 20 dirham
40-59
800-1.180
1 musinnah= 40 5 %
3,38 %
dirham
Sesuai dengan ketetapan Rasul saw, zakat konversi ternak kambing dapat pula
44 45
Abu Ubaid, Kita>b . . ., h. 474 Ibnu Rusyd, Bida>yat al-Mujtahid, Juz.1,(Semarang: Usaha Keluarga, t.th) h. 190-191
64
Nisab
Nisab konversi
Zakat konversi Harga tertinggi
konvensional dengan dirham
dengan dirham
40 – 120
1 kambing =
200 – 600
Harga
(%)
sebenarnya(%)
2,50%
0,83%
1,65%
1%
1,49%
1%
5 dirham 121-200
605 – 1000
2 kambing = 10 dirham
201 – 300
1,005- 1500
3 kambing = 15 dirham
Zakat konversi ternak kambing, baik mengenai nishabnya maupun zakatnya dapat diketahui berdasarkan harga kambing di masa Nabi saw. adalah sebesar 5 dirham. Dengan mengalikannya harga tersebut dengan angka-angka nisab konvensional, serta satuan zakat, maka tampaklah hasil perhitungan zakat konversi seperti tersebut di atas. Adapun harga tertinggi dan harga sebenarnya diperoleh karena ternak kambing pun memiliki al-auqa>s}. Rumus yang dipakai sama dengan ketika menghitung harga tertinggi dan harga sebenarnya pada ternak unta. Standar nisab (kesatuan nisab) versi fuqaha klasik, sepengetahuan penulis, baru menggambarkan pada standar dirham (perak) sebagaimana yang telah diuraikan. Penulis belum menemukan secara detail perhitungan zakat konversi dengan dinar (emas). Dalam pada itu, ahli hukum Islam seperti TM.Hasbi Ash-Shiddieqy dan Joesoef Sou'yb telah berpendapat bahwa untuk nisab zakat saat ini dan masa-masa yang akan datang, mestilah mengacu pada emas. Dirham (perak) sudah mengalami depresi perimbangan harganya dengan dinar (emas) pada saat ini ditambah dengan inflasi kebutuhan pokok sehingga perlu peninjauan ulang nishab zakat konvensional, dan standar nishab konversi dengan 20 dinar/ 20 misqal
untuk seluruh jenis
kekayaan. Sub bahasan berikut ini akan menjelaskan kesahihan pemikiran tentang standar nishab dengan emas, bukan lagi perak. Dalam konteks moneter, istilah dinar dan dirham adalah mata uang yang menjadi alat bayar untuk keperluan berbagai transaksi pada masyarakat muslim di
65
masa Nabi saw. dan beberapa masa sesudahnya. Menurut Josoef Sou'yb,46 istilah dinar dan dirham adalah pinjaman dari nama mata uang kerajaan Romawi berupa denarii dan drachma. Islam tak membuat mata uang sendiri, kecuali di masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abbasiyah, namun penamaannya tetap memakai sebutan dirham dan dinar. Dua mata uang yang berlaku di masa Nabi saw. itu telah bersinggungan dengan sejumlah ketentuan hukum, baik itu pada bidang jinayat (pidana), maupun perdata dan ibadah seperti zakat. Secara resmi, kurs perbandingan nilai antara dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) adalah 1: 10.47 Secara syar'I, kurs ini adalah sesuai dengan ketetapan Nabi saw. yaitu tiap 20 dinar, dibayarkan zakatnya sebesar 0,50 dinar, dan tiap 200 dirham, dibayarkan zakatnya sebesar 5.00 dirham.48 Dengan melakukan pembulatan kurs dari ketetapan Nabi saw. tersebut demi memudahkan perhitungan, maka satuan kadar zakat dinar dan dirham masing-masing dikalikan dengan dua, sehingga muncullah kurs antara keduanya 1: 10. Menurut ketetapan Rasul saw, nisab emas adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan perak adalah 5 uqiyah (1 ûqiyah= 40 dirham) atau setara dengan 200 dirham. Untuk mengetahui perhitungan standar nisab dengan emas, maka harus pula dilakukan konversi dirham (perak) ke dalam dinar (emas) sesuai dengan kursnya. Caranya adalah nisab dan kadar zakat konversi dibagi dengan angka 10. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel zakat konversi pada ternak unta yang telah disebutkan terdahulu sebagai berikut:
Nisab konversi
Kadar zakat konversi
Harga tertinggi
Harga sebenarnya
2,50 %
1,38%
dirham 200 – 360 =
5 dirham= 0,50 dinar
20 – 36 dinar 46
Josoef Sou'yb, Zakat . . ., h.22 Josoef Sou’yb, Zakat . . .,h. 23 48 Lihat Ibnu Rusyd, Bida>yat . . ., h. 187 47
66
400 – 560 =
10 dirham= 1 dinar
2,50%
1,78%
15 dirham= 1,50 dinar
2,50%
1,97%
40 – 56 dinar 600 – 760 = 60 – 76 dinar Pada tabel di atas, terlihat nilai konversi dirham ke dinar dengan angka yang lebih sedikit. Hal ini dikarenakan, nilai tukar dinar lebih tinggi dari dirham (1:10). 10 uang dirham hanya dapat ditukar dengan 1 uang dinar. Ternyata perhitungan menunjukkan bahwa harga tertinggi dan harga sebenarnya sama. Kesimpulan ini menujukkan kesahihan perbandingan kurs dinar dengan dirham itu sendiri 1:10, yang berarti pula 20 dinar/20 misqal setara dengan 200 dirham. Oleh sebab itu, pemikiran fikih tentang standar nisab dengan emas dapat diterima. Selanjutnya, zakat konversi ternak sapi/kerbau dari dirham ke dinar dapat pula dijelaskan sebagai berikut: Nisab konversi
Zakat konversi
200 – 580 dirham = 20
5 dirham =
– 58 dinar
0,50 dinar
600 – 780 dirham = 60
20 dirham =
– 78 dinar
2 dinar
800 - 1.180 dirham =
40 dirham =
80 – 118 dinar
4 dinar
Harga tertinggi
Harga sebenarnya
2,50%
0,86 %
3,33 %
2,56 %
5%
3.38 %
Perhitungan secara konversi zakat ternak sapi tersebut di atas mengacu pada harga sapi tabi'i dan musinnah masing-masing 20 dirham dan 40 dirham, sebagaimana dijelaskan oleh syekh Muhammad Syarbi>ni al-Kha>t}ib bahwa 1 ekor musinnah dapat digantikan dengan 2 ekor sapi tabi'i49 Muhammad Syarbi>ni al-Kha>t}ib, Al-Iqna>' Fi H{alli Alfaz} Abî Syuja', ( Beirut: D±r alFikr, 1995), h. 216 49
67
Sebagai pengayaan perbandingan, ada baiknya kita lakukan juga konversi pada nisab ternak kambing dari dirham ke dinar sebagai berikut:
Nisab konversi
Zakat konversi
200 - 600 dirham = 20 - 60
5 dirham - 0,50
dinar
dinar
605 - 1000 dirham = 60,5 -
Harga
Harga
tertinggi
sebenarnya
2,50%
0,83%
10 dirham = 1 dinar
1,65%
1%
1005 – 1.500 dirham = 100,5
15 dirham = 1,50
1,49%
1%
-150 dinar
dinar
100 dinar
Dengan rumus yang sama, hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga tertinggi dan harga sebenarnya sama pada zakat konversi dirham. Ini membuktikan pemikiran fikih "standar nisab dengan acuan emas (dinar)" dapat diterima. Ia hanya berbeda bentuk/ angka, namun secara substansial sama. Dengan demikian terbukti pula kebenaran ketetapan Rasul saw bahwa nishab-nishab harta kekaayaan berada pada ekuivalensi, dan menjadikan dirham ( perak) sebagai standar nisab di kala itu. Saat ini, menurut sebagian ahli hukum Islam kontemporer, tak ada jalan lain kecuali menganut standar nisab dengan emas, karena emas adalah barang yang oleh ahli ekonomi zero inflasi. Dengan begitu, yang berzakat adalah benar-benar memenuhi syarat sebagai orang kaya. Menurutnya, perimbangan nishab-nishab konvensional kekayaan ada di antaranya telah terkoreksi dengan tajam. Sebagai contoh, nisab-nisab kekayaan konvensional sesuai dengan kondisi kekayaan yang populer di kalangan masyarakat Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:
68
Jenis
Nisab
Kekayaan
konvensional
Hasil-hasil
5 wasaq
bumi (padi)
Ternak
Setara
Nilai kekayaan
653 kg beras
Rp. 7000/ kg
Rp. 4.571.000
atau 1306 kg
beras, atau Rp.
Atau
gabah
4000/kg gabah
5.224.000
Rp. 1000.000/
Rp.40.000.000.
40 ekor
kambing Ternak sapi
Harga satuan
ekor 10 ekor
Rp.3.000.000./
Rp.30.000.000.
ekor Kekayaan
20 misqal/ 20
85 g emas
emas
dinar
murni (sebuah
Rp. 450.000/g
Rp.38.250.000.
versi) Kekayaan
200 dirham
perak
600 g perak
Rp. 7.000/g
Rp. 4.200.000..
(sebuah versi) Pada matrik di atas tampak nisab konvensional yang terkoreksi tajam adalah
nisab hasil-hasil bumi. Dengan demikian tidak layak mengenakan kekayaan-kekayaan baru/ modern dengan berdasar pada petani yang sedikit penghasilannya, sudah terkena zakat. Sudah saatnya, petani harus diangkat daya beli penghasilannya dengan standar nisab 20 misqal/ 20 dinar. Begitu juga, pada matrik yang sama, nisab kekayaan dinar (emas) dan dirham (perak) telah terekoreksi tajam, sehingga standar nisab bagi seluruh kekayaan tidak lagi mengacu pada perak (dirham), melainkan dengan emas sebesar 20 misqal/ 20 dinar. Ini adalah ketentuan syara' yang tak dapat diubah. Standar kesatuan nisab menunjukkan bahwa semua jenis kekayaan pada hakikatnya memiliki perhitungan nisab yang sama, yang telah ditetapkan oleh Nabi saw. Standar nisab muncul karena adanya data tentang harga satuan-satuan harta yang telah ditetapkan nisabnya oleh syara'. Oleh karena itu, pemikiran standar kesatuan
69
nisab adalah ijtihad yang memandang zakat itu sebagai hukum syara' yang dapat diketahui rasionalitasnya ( ma'qûlat al-ma'nã). Setelah dilakukan analisis perhitungan, diperoleh kesimpulan bahwa standar kesatuan nisab dengan emas (misqal/ dinar), bukan lagi perak (dirham), dapat dipertanggungjawabkan. Dari segi perhitungan, konversi dirham
ke dinar
menunjukkan hasil yang sama dengan indikator hitungan harga tertinggi dan harga sebenarnya pada nisab-nisab yang memiliki al-auqãsh tetap berada satuan angka prosentase yang sama. Akan halnya di Indonesia, di Malaysia juga terjadi pengintegrasian pembayaran zakat dengan cukai (pajak). Pada tahun 1978, kerajaan mulai menerapkan nilai-nilai Islam dalam sistem percukaian Negara melalui Akta Cukai Pendapatan (ACP) tahun 1967.50 Dengan demikia zakat telah menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi Negara Malaysia mengintegrasikan zakat ke dalam perhitungan pajak, yaitu berkembangnya kekayaan masyarakat berdasarkan penghasilan profesinya, di samping berkembangnya pemahaman tentang jenis-jenis harta sumber zakat zaat ini. Selain itu adalah untuk menggairahkan warga muslim Malaysia membayar zakat kekayaan dan pendapatannya dengan memberinya rebet zakat.51 Di Malaysia, zakat yang telah terbayarkan dapat dikreditkan pada jumlah pajak terhutang. Pendapat
ini
telah diaplikasikan di
Malaysia.52
Contoh
perhitungannya adalah sebagai berikut:53 -
Jumlah pendapatan
-
Tolak: potongan sendiri
50
RM 48.000. RM 8.000
M.Arifin Purwakananta, Noor Aflah (editor), South east Asia Zakat Moevement, (Cetakan pertama, Padang: FOZ, 2008), h. 26 51 Lihat Hamizul Abdul Hamid, Eksklusif Zakat,( Cetakan pertama, Selangor: Galeri Ilmu Sdn.Bhd, 2012), h. 230 52 Sudirman, Zakat . . ., h. 123 53 M.Arifin Purwakananta, Noor Aflah, Southeast Asia . . ., h. 28
70
Potongan isteri
RM 3.000
Potongan anak
RM 4.000
-
Pendapatan bercukai
-
Cukai atas
RM 20.000
-
Cukai baki
RM 13.000 @ 7%
-
Jumlah cukai
-
Tolak : rebet diri
RM 350.00 +
Rebet isteri
RM 350.00 +
Rebet zakat
RM1.2.00.00 +
RM 33.000 RM 475.00 RM 910.00 RM 1.385.00
(2.5% x 48.000) -
RM 15.000.
Cukai yang dikenakan
=RM. 1.900.00 RM 0 (tiada)
Di Malaysia ditemukan juga zakat perniagaan yang diintegrasikan dengan cukai hal mana zakat tersebut menjadi pengurang sebagaimana halnya di Indonesia. Penjelasannya dapat dilihat pada contoh perhitungan sebagai berikut:54 -
Pendapatan statutori perniagaan
RM 50.000
-
Tolak: rugi bawa hadapan
RM 10.000 -
-
Pendapatan agregat
RM 40.000
-
Tolak: potongan zakat perniagaan (2.5% x RM 40.000
-
Jumlah pendapatan
RM 39.000
-
Pendapatan bercukai
RM 39.000
-
Cukai atas RM 39.000 x 28%
RM 10,920
-
Cukai yang dikenakan
RM 10,920
RM 1000.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran penulis di lapangan, pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia, di berbagai daerah di Indonesia sebagaimana yang diharapkan. Di kabupaten Bone propinsi Sulawesi Selatan, sesuai dengan hasil penelusuran yang dilakukan di Kantor
54
M.Arifin Purwakananta, Noor Afalah, Southeast Asia . . ., h.29
71
Pajak Peratama Watampone, dan juga hasil wawancara dengan pemilik toko swalayan Surya Indah Watampone menunjukkan hasil yang demikian. Menurut penjelasan Kantor Pajak Pratama watampne, pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 hanya ada dua pengusaha muslim yang memanfaatkannya hal mana zakat yang telah dibayarkan sebagai pengurang pajak terhutangnya. Kemana pengusaha Muslim lainnya? Pemilik toko swalayan Surya Indah mengatakan, saya tahu ada ketentuan di pasal 22 Undang-Undang Nomor 23Tahun 2011 tersebut, namun saya tidak pernah memanfaatkan. Pemilik swalayan terbesar di kabupaten Bone tersebut lebih memilih cara menyalurkan zakatnya secara langsung kepada orang-orang Muslim yang membutuhkan, baik dari keluarga dan pihak-pihak lainnya yang bukan keluarga. Pemilik toko swlayan Surya Indah hanya sekali membayar zakatnya di BAZDA kabupaten Bone. Ada beberapa alasan sehingga terjadi pembayaran zakat demikian. Banyak pengusaha Muslim tak tahu keberadaan BAZ karena tidak tampak tempat/ kantornya. Begitu juga tidak aktif bekerja menangani zakat dari masyarakat, terutama pengusaha Muslim. Selain itu penyaluran zakat oleh BAZDA juga diragukan akibat tidak teraksesnya laporan penyaluran zakat kepada mustahik. Penjabaran pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 cenderung mandul karena harus memenuhi Prosedure Tetap (PROTAP). Prosedure yang dimaksud adalah bahwa pengusaha Muslim yang dapat memperoleh fasilitas pengurangan pajak terhutang dari zakat yang ia bayarkan harus: a. Nyata-nyata telah membayar kepada BAZ bentukan pemerintah atau kepada Lembaga Amil Zakat bentukan masyarakat yang telah diakui oleh pemerintah. b. Muzakki harus memiliki Nomor Pokok Wajib Zakat (NMPWZ) yang dikeluarkan oleh BAZ dan atau LAZ. c. .Muzakki harus membawa bukti pembayaran zakat ketika hendak membayar pajak terhutangnya di kantor pelayanan pajak.
72
Muzakki dari kalangan Muslim yang membayar langsung pajak penghasilann usahanya kepada mustahiq tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan amanat pasal 22 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, kendatipun zakat di Indonesia telah masuk dalam yurisdiksi pajak sebagaimana telah dijelaskan contoh-contoh perhitungannya dalam buku ini. Sehubunugan diengarainya sebagian BAZNAS Daerah tidak berfungsi maksimal, Nomor pokok Wajib Zakat sebagai produk dari organisasi pengumpul dan penyalur zakat ditengarai juga tiak berjalan maksimal. Sosialisasinya jarang terdengar, sehingga kemungkinan besar ada pengusaha Muslim membayar zakatnya kepada BAZDA atau LAZ namn tak memiliki NPWZ sebagai pengakuan atas Muzakki yang telah membayar zakat kepadanya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan zakat. B. Wakaf Wakaf adalah sebuah institusi Islam yang diberdayakan oleh Negara-Negara Islam dan Negara yang mayoritas penduduknya Muslim dalam mengatasi krisis sosial dan finansial umat Islam dan kepentingan umum lainnya. Tak pelak lagi, banyak negara tidak memandang lagi wakaf sebagai ajaran Islam semata (ibadah), melainkan dengan dimensi hukum, sosial, dan dimensi ekonomi. Dalam pemberdayaan institusi wakaf, banyak negara kalau tidak dikatakan seluruhnya telah meletakkan wakaf ke dalam regulasi perundang-undangan. Ternyata undang-undang wakaf di banyak negara memuat bentuk-bentuk pembaruan pemikiran prihal wakaf. Di Indonesia dan Malaysia misalnya, berwakaf sudah mengacu pada hukum dan perundang-undangan. Idealnya tak ada lagi wakaf yang dilakukan oleh umat Islam secara personal, melainkan harus
dengan regulasi Negara yang berlaku. Di
Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dinilai sebagai regulasi wakaf yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dewasa ini.
73
Misalnya, pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf telah menggambarkan arti wakaf yang kekinian yaitu: “ wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kepentingan umum menurut syariah. Secara konsepsional, yang dimaksud wakaf adalah menyerahkan sebagian harta milik untuk selamanya, juga dapat untuk jangka waktu tertentu. Ini adalah pembaharuan arti wakaf selama ini hal mana sebelumnya wakaf dinyatakan berlaku untuk selamanya sebagaimana tersebut dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, peruntukan wakaf adalah untuk kepentingan ibadah umat Islam, dan juga untuk kesejahteraan umum. Dengan demikian dana wakaf pada saat ini dimanfaatkan untuk segala kebajikan, baik untuk kepentingan umat Islam maupun kepentingan kemanusiaan. Menurut ahli hukum Islam kontemporer, dana wakaf lebih cenderung dikategorikan sebagai dana publik. Majelis Agama Islam Kelantan (MAIK) telah mengeluarkan fatwa bahwa wakaf dapat dilakukan oleh orang-orang non Muslim, karena orang Islam dan bukan Islam perlu melaksanakan hukum-hukum berkaitan muamalat yang sama di dalam Negara Islam, kecuali dalam masalah tertentu seperti haram meminum khamar dan memakan daging khinzir bagi umat Islam.55 Menurut ulama fikih kontemporer, mereka cenderung membolehkan wakaf kepada non Muslim terutama wakaf umum seperti rumah sakit, sekolah, rumah orang tua dan lainnya. Hal tersebut dipandang tidak bertentangan dengan maqashid al-syariah.56 Cara memanfaatkan dana wakaf adalah sesuatu yang fleksibel sesuai dengan keperluan suatu masa selama sesuai dengan maqashid al-syariah. Kecenderungan kekinian, berdasarkan hasil ijtihad, dana wakaf dapat digunakan untuk kepentingan 55
Muhammad Akram Laldin, Mek Wok Mahmud, Mohd. Fuad Sawari, Maqashid al-Syariah dalam Pelaksanaan Wakaf (kertas kerja), h. 13 56 Muhammad Akram laldin, Mek Wok Mahmud, Mohd. Fuad Sawari, Maqashid . . ., h. 13
74
publik sesuai dengan kebutuhan. Wahbah al-Zuhaili dalam kertas kerjanya mengatakan: Apa yang penting bagi kita dalam situasi masyarakat semasa ialah membolehkan wakaf dibelanjakan di dalam sektor umum sesuai keperluan seperti pendidikan, penelitian ilmiah, menyelesaikan masalah belia untuk menyelesaiakan rumah tangga, masalah kemiskinan, maslalah anak-anak jalanan dan hal lain yang serupa, yang memerlukan tindakan segera.57 Wakaf yang terkemas dalam perundang-undangan memiliki substansi berupa produktivitas harta wakaf, jenis wakaf yang dianut adalah wakaf khairi (umum). Hal tersebut dapat dilihat dalam undang-undang wakaf di Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, jenis-jenis harta yang dapt diwakafkan sesuai dengan pasal 16 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2014 meliputi:58 a. Uang b. Logam mulia c. Surat berharga d. Kendaraan e. Hak atas kekayaan intelektual dan peraturan perundang-undangan yang beralaku. f. Hak sewa g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah Baik di Indonesia maupun Malaysia, wakaf telah mendapat perhatian serius tentang pemberdayaannya. Di Indonesia berkembang wakaf uang (cash waqf) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014, yang sebelumnya tidak dikenal. Undang-undang ini telah mengatur wakaf uang dalam pasal-pasal khusus, yaitu pasal 28, 29, 30, 31. Bentuk wakaf uang adalah diterbitkannya setifikat wakaf uang oleh bank syariah yang ditunjuk, sekaligus bank syariah menjadi nazhir.
57
Mohamad Akram Laldin, Mek Wok Mahmud, MoHD Fuad Sawari, Maqashid . . ., h. 11 Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang wakaf, ( Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), h. 11-12 58
75
Di Malaysia, wakaf cukup berkembang juga hal mana dananya digunakan untuk kepentingan umum. Salah satu bentuk pembedayaan institusi wakaf adalah dengan melakukan wakaf saham. Majlis Agama Islam Negeri tiap Negara bagian melakukannya dengan ciri khasnya masing-masing. Dalam kerangka undang-undang wakaf yang ada, sebenarnya harta wakaf boleh dikembangkan melalui pelaburan yang menguntungkan. Ini karena enakmenenakmen pentadbiran agama Islam negeri-negeri telah memberikan kuasa kepada Majlis Agama Islam masing-masing untuk mentadbir harta wakaf. Negri Selangor telah mendahului negeri-negeri lain dengan perubahan enakmen wakaf 1999. Seksyen 17 secara rinci memperuntukkan mengenai saham wakaf : 1. Majlis boleh menawarkan saham wakaf terhadap harta yang diperolehnya atau yang akan diperolehnya kepada mana-mana orang untuk membeli saham itu dan kemudian diwakafkan kepada Majlis. 2. Apa-apa harta yang dibangunkan dari apa-apa hasil di bawah sub seksyen (1), hendaklah menjadi wakaf `am. Tabel Saham Wakaf (SW) di Malaysia Nama
Matlamat
Konsep
Saham
1.Melaksanakan
1.Satu
Wakaf
tuntutan Islam supaya jariyah melalui wakaf saham wakaf Johor
Johor
beramal jariyah.
(SWJ)
2.Lambang
di
Agihan skim
mana
sedekah 1.Pembinaan bagunan
individu/ setinggi 6 tingkat di
penyatuan organiasi membeli SWJ tampol Johor Baru
umat islam berasaskan dengan nilai minimum 2.Agihan
hasil
kepada konsep ukhuwah RM.10.00 seunit dan bangunan digunakan islamiyah
tiada had maksimal.
untuk
3.Melaksanakan strategi 2.Pembeli mewakafkan penyelenggaraan pembangunan
ekonomi sijil
secara bersepadu 4.Untuk
Majlis
saham Agama
meluaskan Negeri Johor
kepada bangunan di samping Islam kebajika-kebajikan `am seperti:
76
saluran kebajikan secaa 3.Tujuan lebih bersistematik.
saham jariyah karena
pembelian -pembelian
untk
sebuah
sedekah van dakwah
semata-mata -bantuan Allah
pembinaan
buat masjid dan madrasah
selama-lamanya.
di Kamboja
4.Tiada bentuk deviden -pembelian
pakaian
atau keuntungan saham sembahyang diberi kepada pewakif.
orang
miskin di Kamboja.
Saham
1.Melaksanakan ibadah 1.Saham wakaf Melaka 1.Hasil saham wakaf
Wakaf
wakaf
Melaka
berkelompok
Majlis
(SWM)
2.Melambangkan
Melaka (MAIM)
secara di bawah pentadbiran akan dikumpulkan ke
penyatuan
Agama
berteraskan
3.Para
pembangunan
secara
akan
tukarkan
dengan kepada harta kekal (istibdal). Harta kekal
penyumbang yang
3.Melaksanakan strategi mewakafkan
dimaksudkan
sijil meliputi:
harta- saham tersebut kepada -Pembangunan
wakaf
ekonomi
dan
ukhuwah harga RM 10.00 seunit.
islamiyah
tabung
Amanah saham wakaf
dana 2.Saham-saham
kerjasama umat Islam ditawarkan
harta
Islam dalam
dan MAIM untik selama- hartanah
umat
Islam lamanya
dinamik
dan kepentingan
bersepadu.
bagi -Pembangunan tanah dan wakaf sediakala
kebajikan umat Islam.
-Pembinaan
4.Meluaskan
saluran
bangunan,
pejabat
kebajikan
dengan
kedai & sekolah
sistematik dan berkesan.
-Pembelian
kuota
5.
bumiputra
bagi
Memberi
alternatif
kepada semua golongan
proyek
umat Islam untk turut
swasta.
perumahan
77
menyumbang ke arah
-Pembangunan
pembangunan
perladangan,
sosioekonomi
ternakan
masyarakat Islam.
perkilangan.
6.Melahirkan
-Pembangunan
pembangunan wakaf
institusi
dengan
berwibawa
&
sosioekonomi
lebih
umat
Islam.
dan
produktif. Saham
1.Menghidupsuburkan
Wakaf
semula
amalan
saham 1.Dimasukkan ke dalam
wakaf ditawarkan oleh Majlis dana kumpulan wang
merupakan Agama Islam Selangor wakaf untuk diagihkan
Selangor yang (SWS)
1.Unit-unit
sedekah
jariah
sangat
dituntut
yang (MAIS)
sebagai ke
oleh pemegang amanah.
Islam.
2.Pembeli
2.Menyediakan
mewakafkan
kemudahan dan alernatif lamanya
dalam
pembangunan saham masyarakat
karena
Allah -Pembangunan tanah-
untuk menyertai ibadah kepentingan walaupun
melibatkan wakaf berentuk aset kekal.
wakaf
dan berpotnsi
tanpa kebajikan umat Islam. yang 3.Penyertaan
Islam
selama- seperti:
kepada masyarakat Islam swt. dengan tujuan demi tanah
wakaf
program
yang untuk
dibangunkan.
adalah -Pembiayaan
terbuka kepada semua pembinaan
institusi
3.Memperluas
dan umat Islam dan syarikat- agama
memperbanyak
lagi syarikat perniagaan yang mesjid.surau, sekolah
pegangan
harta
umat dimiliki
oleh
Islam, hasil jualan lot-lot Islam. saham dijadikan
wakaf modal
akan 4.Penyertaan
seperti
orang agama
kemudahan
umum
masyarakat
dengan islam,
untuk nilai minimum RM 10 penyelenggaraan
78
membangunkan harta
harta- seunit dan tiada kadar bangunan
wakaf
membelikan
atau maksimum ditetapkan.
institusi agama dan
hartanah 5.Setiap penyertaan akan sebagainya.
yang sedang dibangunkan menerima serta
institusi-
manfaatnya
sijil
saham -Sumber
pembiayaan
akan wakaf yang akan diantar bantuan sosial
disalurkan
untuk kepada pewakaf.
kebajikan
dan 6.Setiap
peserta
pembangunan masyarakat menerima Islam
bentuk
4.Usaha
masyarakat tidak bantuan
untuk seperti
anak
yatim,
sebarann fakir miskin, bantuan deviden
atau pendidikan,
program
untuk keuntungan karena ianya pembangunan
insan,
menggalakkan masyarakat besifat wkaf.
pembiayaan
untuk mengiktiraf sebagai
pemulihan akhlak dan
sistem
sebagainya.
yang
diyakini
berpotensi
untuk
-Sumber
rawatan,
pembiayaan
menggerakkan
untuk
pembangunan sosial dan
pembangunan
ekonomi
komersial
masyarakat
program
seperti
Islam.
pembangunan hartanah
5.Menanam dan mendidik
untuk
semangat
bekerjasama
pembelian lot hartanah
antara umat Islam yang
yang berpotensi untuk
berteraskan
proyek-proyek
ta`awun
dan
konsep ukhuwah
perniagaan,
perumahan
atau
islamiah karena dengan
pertanian
dan
konsep persepakatan ini
sebagainya.
dapat
-Pembelian
lot-lot
menggerakkan sosial dan
hartanah
kuota
ekonomi umat Islam.
bumiputra bagi proyek
membantu
79
perumahan swasta atau kerajaan. Pembangunan perladangan,
ternakan
dan perkilangan.
Kalau diperhatikan amalan wakaf uang di Indonesia dan amalan saham wakaf di Malaysia pada hakikatnya sama, hanya alur dan teknik yang berbeda. Pada prinsipnya kedua Negara ini telah menganut wakaf uang sebagai bentuk wakaf produktif yang ideal dwasa ini. Di Malaysia disebut dengan “saham wakaf”, di Indonesia disebut dengan “dana abadi” yang dibuktikan dengan surat setifikat wakaf uang dari lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang yang telah ditunjik oleh pemerintah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Jika wakaf tunai dapat diimplementasikan, maka ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat. Jika saja terdapat 1 juta masyarakat Muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp.100.000, maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar 100 miliyar perbulan dan 1.2 triliun pertahun. Jika diinvestasikan dengan return 10% pertahun, maka akan diperoleh penambahan dana wakaf sebesar 10 miliyar perbulan atau 120 miliyar pertahun. Model wakaf semacam ini sangat realistik dan potensial.59 Wakaf uang memudahkan masyarakat, termasuk masyarakat yang kecil bisa menikmati pahala abadi wakaf. Mereka tidak harus menunggu menjadi tuan tanah. Potensi juga didukung oleh hasil survey tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia yang hasilnya menunjukkan cukup tinggi.60 Di Indonesia efektifitas dan pengembangan wakaf sangat ditentukan oleh nazir, tidak terkecuali wakaf uang. Dalam hal ini, dana wakaf tunai yang dihimpun dapat diinvestasikan dalam portofolio investasi. Misalnya, menginvestasikannya pada 59 60
Ismail A.Said, Indonesia Zakat &development Report 2009, (Ciputat, tp, 2008), h. 128 Ismail A.Said, Indonesia . . ., h. 129
80
produk bank syariah domestik dan luar negeri, membiayai bisnis yang halal dan layak, mendirikan bisnis baru yang prospektif, membiayai usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Bagaimana peruntukan hasil dana wakaf tunai? Hasil dana wakaf tunai lebih fleksibel penggunaannya. Return dana wakaf yang terkumpul dapat digunakan: (1) rehabilitasi keluarga miskin, (2) pembangunan pendidikan dan budaya, (3) sanitasi dan kesehatan, (4) pembangunan sarana pelayanan sosial, (5) pembangunan sarana ibadah. Dengan demikian dana wakaf akan dapat mendorong penyediaan fasilitas publik sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.61 Berdasar pada teori dan pemikiran wakaf uang dan saham wakaf di Indonesia dan Malaysia dapat dinyatakan bahwa keduanya memiliki tujuan yang sama. Yang dimaksud adalah pemberdayaan ajaran wakaf sebagai filantropi yang khas dan potensial, pemberdayaan wakaf yang sampai hari ini belum maksimal dirasakan manfaatnya oleh umat Islam, memudahkan orang-orang Islam berwakaf tanpa menunggu kaya. Di Malaysia, prinsip ini sudah benar-benar dirancang sedemikian rupa di mana orang Muslim dapat berwakaf dengan sedikit dana yang ada. Harga satu unit saham wakaf yang ditawarkan oleh Majlis Agama Islam Negeri minimal RM 10.00. Sekiranya RM 1.00 setara dengan Rp. 3.000,00, maka orang Malaysia yang memiliki uang senilai Rp. 30.000.00 sudah dapat berwakaf. Di Indonesia, ancangancang besarannya wakaf tunai minimal Rp.100.000. adalah lebih mahal. Dari segi bentuk wakaf, Indonesia dan Malaysia cenderung menyukai wakaf khairi jika dibanding dengan wakaf ahli. Keduanya mengelola wakaf semi pemerintah. Di Indonesia oleh Badan Wakaf Indonesia, dan di Malaysia oleh Majlis Agama Islam Negeri, semacam tingkat Majlis Ulama di Indonesia. Secara hukum, Indonesia tampak konsisten membedakan dana zakat dan dana wakaf. Dana zakat lebih bersifat eksklusif, sedang dana wakaf lebih fleksibel. Sangat boleh jadi inilah
61
Ismail A.Said, Zakat . . ., h. 129
81
yang menyebabkan Indonesia memilah penanganan harta zakat dengan harta wakaf, walaupun sasarannya menurut sunnah Rasul hamipr sama dengan sasaran zakat. Di Indonesia dan Malaysia, dana wakaf cenderung dijadikan sebagai dana publik, bukan khusus dana umat. Karena itu wakaf dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas sosial, pelayanan sosial seperti rumah sakit, bank wakaf, sekolah, bantuan bencana alam dan lainnya. Wakaf yang kini tengah diakui signifikansinya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya umat Islam, tengah dikembangkan potensinya sesuai dengan tasyri` wakaf. Saat ini muncullah pemikiran tentang wakaf tunai/ uang sebagaiaman telah diperaktekkan di Malaysia dengan konsep wakaf saham. Selain itu, kini muncul lagi pemberdayaan wakaf dengan reoptimalisasi aset wakaf tak bergerak yang jumlahnya sangat banyak, baik berupa tanah maupun masjid. Masjid adalah asset wakaf yang selama ini telah dimanfaatkan sebatas tempat menunaikan ibadah salat. Kini muncul pemikiran untuk melakukan reoptimalisasi masjid. Reoptimalisasi dapat mengambil contoh yang telah dikembangkan di beberapa kota di Timur Tengah seperti Mekah, Kairo dan Damaskus atas wakaf masjid mereka. Dengan memanfaatkan kemajuan di bidang teknologi bangunan, memungkinkan perluasan gedung secara vertikal. Akhirnya muncul kebijakan untuk meningkatkan sejumlah wakaf tetap masjid yang pada waktu diwakafkan hanya terdiri dari satu lantai. Masjid-masjid tersebut kemudian banyak yang dibongkar dan dibangun kembali beberapa lantai di atas tanah yang sama. Lantai satu digunakan untuk masjid, lantai dua digunakan untuk ruang bimbingan belajar bagi anak-anak sekolah, lantai tiga untuk balai pengobatan, lantai empat untuk ruang pertemuan serbaguna, dan begitulah seterusnya.62 Adapun reoptimalisasi asset tanah wakaf adalah dengan memaksimalkan fungsi tanah sesuai dengan kondisinya di mana ia berada. Berikut ini diperlihatkan konsep tanah wakaf produktif sebagai berikut:
62
Ismail A.Said, Zakat . . ., h. 129
82
Kategoriasi Tanah Wakaf Produktif Strategis dan Jenis Usaha Potensial63 Kategori tanah
Jenis lokasi tanah
Jenis usaha
Pedesaan
-Tanah persawahan
-Pertanian
agrobisnis,
tambak ikan -Tanah perkebunan
-Perkebunan,
home
industri, kebun wisata dll - Tanah ladang
-Palawija, realestate, home industri, peternakan.
-Tanah rawah
-Perikanan,
tanaman
sayuran -Tanah bukit
-Perkebunan,
tempat
wisata, penyulingan air Perkotaan
-Tanah dekat jalan protokol
-Perkantoran,
pusat
perbelanjaan,
apartemen,
gedung pertemuan dll -Dekat jalan utama
-Pertokoan,
rumah
sakit,rumah makan, sarana pendidikan, pom bensin, apotik,
wartel,
warnet,bengkel mobil. - Dekat keramaian
-BPRS/BMT,
rumah
makan,
klinik,
warung,
bengkel, apotik, catering, jasa penitipan dll.
Tepi pantai
Pinggir laut dan rawa
Tambak
ikan,
wisata, kerajinan dll. 63
Ismail A.Said, Zakat . . ., h. 130
obyek
83
Tingkat efektifitas keberhasilan pemberdayaan wakaf sangat ditentukan oleh penglolaannya. Indonesia maupun Malaysia cederung menganut wakaf khairi (wakaf umum). Konsep perintukan harta wakaf selalu ditekankan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan karenanya asset dan dana wakaf yang terkelola cenderung juga dinyatakan sebagai dana publik. Di Indonesia telah berlangsung gerakan perwakafan nasional. Hal tersebut ditandai dengan ditentukan secara undang-undang tentang kehadiran lembaga independen dalam pemberdayaan dan pengawasan harta wakaf. Lembaga independen yang dimaksud adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang berkedudukan di Jakarta, ibu kota Negara. Untuk pertama kalinya, anggota Badan Wakaf Indonesia diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden untuk diangkat. Dengan masa tugas 3 tahun. Setelah itu, anggota BWI dipilih oleh anggota dan selanjutnya diangkat oleh Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia, selain berkedudukan di Jakarta, juga dapat dibentuk BWI tingkat propinsi dan kabupaten secara khirarkis sesuai dengan kebutuhan. Anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri atas berbagai unsur dari masyarakat sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Selain Badan Wakaf Indonsia yang memiliki posisi sentral dalam perwakafan sesuai dengan tugas dan kewenangannya menurut perundang-undangan yang berlaku, yang tak kalah penting peranannya adalah nazir. Nazir adalah pihak yang harus ada tiap ikrar wakaf dan namanya harus terdaftar pada Badan Wakaf Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazir adalah memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: 1. Wakif 2. Nazhir 3. Harta benda wakaf 4. Ikrar wakaf
84
5. Peruntukan harta benda wakaf 6. Jangka waktu wakaf.64 Rukun/ unsur wakaf seperti tersebut tidak seperti yang ditemukan dalam fikih wakaf. Rukun wakaf dalam fikih adalah wakif (yang berwakaf), penerima wakaf (almauquf `alaih), harta yang diwakafkan (al-mauquf), dan sigat. Namun jika memahami sighat dalam wakaf, maka ikrar wakaf, peruntukan harta wakaf dan jangka waktunya dapat diakomodir di dalamnya. Mengenai nazhir, lebih pada penekanan saja, karena sebenarnya pengelola harta wakaf ada sejak disyariatkan wkaf itu sendiri. Dalam hadis disebutkan bahwa bagi orang yang mengelola harta wakaf tiada mengapa mengambil ongkos/ biaya nafkah dari harta wakaf. Riwayat yang menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut:
ال حناح على من وليها أن أيكل ابملعروف ويطعم غري متمول. . .
65
Artinya: . . . tiada mengapa bagi orang yang mengurus harta wakaf untuk mengambil makan dari padanya, dan atau memberi makan dengan tidak memperkaya diri. Di awal tasyri` wakaf, peraktik wakaf belum begitu detail pengamalannya sebagaimana dikenal saat ini. Hal ini dikarenakan, ajaran Islam yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya lebih menekankan pada realisasi perintah dari pada teori (fikih). Namun seiring dengan jalannya waktu, lambat laun perintah dan larangan syara’ dipahami berdasarkan ijtihad, tidak terkecuali wakaf. Dalam hukum perwakafan kontemporer, fikih wakaf lebih menonjol, tidak terkecuali maslah nazhir. Dahulu, nazhir disebut tidak terlalu tegas, kecuali sekadar memelihara harta wakaf secara tradisional. Bahkan, nazhir secara berdiri sendiri dalam perwakafan belum merupakan sesuatu yang eksplisit sebagai bagian wakaf (rukun). Fakta menunjukkan bahwa umumnya wakaf ditangani langsung oleh wakif, misalnya wakaf Umar bin Khattab sebagaimana terebut dalam riwayat.
64 65
Depeartemen Agama, Undang-Undang . . ., h. 5-6 Al-Bukha>ri, S{ah}ih} al-Bukha>ri, Juz 3, (t.t: Da>r al-Fikr, 1980), h. 185
85
Dalam hukum perwakafan Indonesia, nazir wakaf menempati posisi penting dan strategis. Dalam paal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa tugas Nazhir adalah: a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. b. Fungsi dan peruntukannya. c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. Selanjutnya, pasal 12 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen). Pasal tersebut sangat sesuai dengan hadis Nabi saw. bahwa pengelola harta wakaf dapat memperoleh kesejahteraan dari harta wakaf. Pembatasan 10 % adalah sejalan dengan larangan mengambil imbalan dari harta wakaf untuk memperkaya diri. Kendatipun harta benda wakaf memiliki korelasi dengan ekonomi, namun harta wakaf itu tetap hal yang transendental, sehingga harus ada pengabdian/ ibadah dalam pengelolaannya.
DAFTAR PUSTAKA Al-`Asqala>niy, Ibnu H{a>jar. Fath}u al-Ba>riy Syarh}u S{ah}ih} al-Bukha>riy. Juz 5. Cetakan 1. T.t: Maktabah Mesir, 2001 Abdul Hamid, Muhammad Muhyiddin. Ah}ka>m al-Mawa>ris\ fi al-Syari`at alIsla>miyyat `Ala> Maz\a>hib al-Arba`ah. Cetakan 1. t.t: Da>r al-Kita>b al`Arabiy, 1984 A.A.Islahi. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Cetakan 1. Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1997 A.Said, Ismail. Indonesia Zakat & develpment Report. Ciputat: t.p, 2009 Balai Pustaka. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Cetakan 3.Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997 Al-Bukha>riy. S{ah}ih} al-Bukha>riy. Juz 3. t.t: Da>r al-Fikr, 1980 Depeartemen Agama. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Wakaf. Jakata: Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam, 2007 Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Cetakan 3. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1995 Da>\wud, Abu\. Sunan Abi> Da>\wud. Juz 3. Cetakan 1. t.t: Da>r al-Fikr, 1990 Hassan, Ahmad. Al-Aura>q al-Naqdiyyat fi al-Iqtis}a>d al-Isla>miy. Diterjemahkan oleh Saifurrahman dan Zulfikar Ali dengan judul “ Mata Uang Islam Telaah Konprehensif sistem Keuangan Islam. Jakarta: PT.Persada, 2005 Huda, Nurul; Muhammad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Peraktis. Cetakan 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010 Al-Khalidi, Mahmud. Zaka>t al-Nuqu>d al-wa>qi`iyyat al-Mu`a>s}irah. Cetakan 1. Oman: Maktabah al-Hadi>s\ah, 1985 Kas\i>r, Ibnu. Tafsi>r al-Qur’an al-`Az}i>m.jilid 1. Beirut: Da>r al-Fikr, 1992 Al-Kha>tib, Muhammad Syarbini. Al-Iqna` Fi> H{alli Alfa>z} Abi> Syuja>’. Beirut-Libanon: Da>r al-fikr, 1995 Laldin, Muhammad Ikram dkk. Maqasid al-Syariah dalam Pelaksanaan Wakaf (kertas kerja). Al-Mawardi. Al-Ah}ka>m al-Sult}a>niyyat wa al-Wala>yat al-Di>niyyah. Cetakan 2. Mesir: Mustafa al-Ba>bi al-Halabi, 1973 Ma>jah, Ibnu. Sunan Ibni Ma>jah. Juz 1. t.t: Da>r al-Fikr, t.th. Salam, Abu> `Ubaid bin. Kita>b al-Amwa>l. Cetakan 2. Beirut: Da>r al-Fikr, 1988 Ruyd, Ibnu. Bida>yat al-Mujtahid. Juz 1. Semarang: Usaha Keluarga, t.th Rachmat, Naziroeddin. Harta Wakaf. Cetakan 1. Jakarta: Bulan Bintang, 1964 Sudirman. Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN Malang Press, 2007 Al-Sayuti, Jala>luddin. Al-Ja>mi` al-S{agi>r. Juz 2. Beirut: Da>r al-Fikr,1981 Al-Syarifain, al-Hadim al-Haramain. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Madinah alMunawarah: Mujamma’ Malik Fahd, 1412 H Ash-Shiddieqy, TM. Beberapa Permasalahan Zakat. Cetakan 1.Jakarta: Tinta Mas, s Souy’b, Joesosef. Masalah Zakat dan Sistem Moneter. Cetakan 1. Medan: Rinbow, 1987
84
85
Al-Sarkhasiy. Al-Mabsu>t}. Juz 3. Beirut: Da>r al-Ma`rifah, 1989 Syahhatih, Ismail. Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern. Cetakan 1. Jakarta: Pustaka Dian & Antar Kota , 1987 Yusuf, Abu. Kita>b al-Khara>j. Beirut-Libanon: Da>r al-Ma’rifah, 1979 Qal`ajiy, Muhammad Rawwa>s.Mausu>`at Fiqh Umar bin al-Khat}t}a>b. Cetakan 1. t.t: tp. 1981 Al-Zuhailiy. Wahbah. Al-fiqh al-Isla>miy Wa Adillatuh. Juz 2. Ceakan 3. Damaskus: Da>r al-Fikr, 1989.