L A P OR A NK I NE R J A T A HU N2 0 1 5
KEMENTERIAN pekerjaan umum dan perumahan RAKYAT
KEMENTERIAN pekerjaan umum dan perumahan RAKYAT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkah
dan
hidayahNya
sehingga
Laporan
Kinerja
Kementerian PUPR telah dapat diselesaikan pada waktunya. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian PUPR wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Kinerja Tahunan Tingkat Entitas Akuntabilitas Kinerja Kementerian/Lembaga paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kementerian PUPR terdiri dari atas 11 unit organisasi Eselon I yang melaksanakan 12 program dengan 15 sasaran strategis, sehingga laporan kinerja ini merupakan konsolidasi pencapaian sasaran program yang telah dilaksanakan selama TA 2015. Laporan Kinerja yang menggambarkan dinamika Kementerian PUPR sejak awal sampai dengan berakhirnya TA 2015 dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban terhadap penggunaan seluruh sumber daya, memuat upaya, dan metode yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PUPR sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun awal Rencana Strategis Kementerian dan RPJMN 2015-2019. Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat kendali dan penilaian kualitas kinerja secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan kinerja demi terwujudnya pemerintahan yang akuntabel di lingkungan Kementerian PUPR. Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah bekerja keras melakukan segala daya dan upaya terselesaikannya laporan kinerja ini. Jakarta, 26 Februari 2016
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
M. Basuki Hadimuljono
Ringkasan Eksekutif Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Infrastruktur utama yang dibangun oleh kementerian PUPR antara lain jalan dan jembatan, bendungan, irigasi, perumahan, penyediaan air minum, sanitasi, dan revitalisasi kawasan. Dari output pembangunan infrastruktur terbangun tersebut diharapkan dapat tercapai outcome yang berkelanjutan dan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan pelayanan infrastruktur dasar. Laporan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2015 merupakan tahun pertama pengukuran dan evaluasi capaian kinerja Kementerian PUPR untuk masa RPJMN III dan Renstra 2015-2019. Pada tahun 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapatkan alokasi anggaran sebesar 119,65 Triliun untuk mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pengembangan wilayah, penguatan konektivitas nasional, perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan termasuk pengusahaan penyediaan rumah dan pembiayaannya, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien dan akuntabel. Hal tersebut didukung dengan perwujudan 15 sasaran strategis melalui pelaksanaan 12 program oleh 11 unit organisasi. Kinerja Kementerian PUPR sebesar 114,50% diukur berdasarkan 15 indikator kinerja yang mendukung 15 (lima belas) sasaran strategis. Dengan 11 diantaranya dapat memenuhi target bahkan sebagian lagi melampaui target yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun 2015, dengan rincian sebagai berikut: Tingkat dukungan kedaulatan pangan dan ketahanan energi, dengan realisasi 52,66 dan kinerja 114,90%; Tingkat konektivitas jalan nasional, dengan realisasi 74,50 dan kinerja 102,05%; Tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan bidang PUPR , dengan realisasi 80 dan kinerja 100%; Tingkat dukungan ketahanan air nasional, dengan realisasi 39,74 dan kinerja 137,27%; Tingkat kemantapan jalan nasional, dengan realisasi 89,36 dan kinerja 103,90%; Tingkat pengendalian pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang PUPR, dengan realisasi 91,09 dan kinerja 178,82%; Tingkat pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional, dengan realisasi 80,87 dan kinerja 107,82%; Persentase sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas, dengan realisasi 18,00 dan kinerja 180%;
ii
Tingkat kinerja dan integritas Kementerian PUPR, dengan realisasi 95,66 dan kinerja 132,40%; Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR, dengan realisasi 85,49 dan kinerja 127,59%; Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana, dengan realisasi 76,96 dan kinerja 134,28%. san Eksekutif Terdapat 4 (empat) indikator kinerja lainnya yang capaian kinerjanya kurang dari 100%, indikator tersebut adalah: Indeks rasio dukungan infrastruktur PUPR terhadap keterpaduan pengembangan kawasan dengan capaian 96,25%; Tingkat layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan dengan capaian 99,33%; Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman dengan capaian 97,02%; Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dengan capaian 99,67%; Kinerja realisasi anggaran/keuangan Kementerian PUPR pada tahun 2015 berhasil diiwujudkan sebesar Rp 110,023 triliun dari alokasi pagu sebesar Rp 119,65 triliun. Dengan Progres fisik 95,51% Realisasi tersebut secara efektif dilaksanakan hanya dalam jangka waktu sekitar 8 bulan dikarenakan revisi DIPA disampaikan pada akhir Mei yang diakibatkan adanya perubahan nomenklatur. Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB, tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di Kementerian PUPR sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa catatan penting yang perlu diperbaiki. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan pada tahun 2015 oleh Kementerian PUPR dalam peningkatan akuntabilitas kinerja:
Penyempurnaan Indikator Kinerja; Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Kinerja; Penyempurnaan system aplikasi informasi kinerja dan keuangan serta evaluasi akuntabilitas; Penjabaran IKU unit kerja ke dalam ukuran kinerja individu pegawai.
Adapun hal-hal yang harus menjadi perhatian kedepan dalam rangka peningkatan kinerja organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
Reviu Rencana Strategis Kementerian PUPR; Penetapan indikator kinerja utama (IKU) bidang PUPR; Standarisasi metode pengukuran indikator; Penetapan pedoman SAKIP; iii
Peningkatan implementasi penyusunan sasaran kinerja pegawai (SKP) yang diturunkan berdasarkan beban kerja unit organisasi; Pencapaian outcome yang perlu disandingkan dengan Standar internasional atau negarlain yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sama/setara; Penyempurnaan sistem informasi kinerja yang dilakukan melalui sistem aplikasi ePerformance.
iv
DAFTAR ISI Hal. Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Daftar Isi BAB 1
................................................................................ ................................................................................ ................................................................................
i ii v
PENDAHULUAN ..................................................................................................... I-1 1.1
LATAR BELAKANG ........................................................................................ I-1
1.2
TUGAS DAN FUNGSI .................................................................................... I-2
1.3
STRUKTUR ORGANISASI .............................................................................. I-3
1.4
ASPEK STRATEGIS ORGANISASI .................................................................. I-7 1.4.1 Pengelolaan Sumber Daya Air .......................................................... I-7 1.4.2 Penyelenggaraan Jalan ..................................................................... I-7 1.4.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman ........... I-8 1.4.4 Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman ................... I-8 1.4.5 Pengembangan Wilayah ................................................................... I-9 1.4.6 Pembinaan Konstruksi ...................................................................... I-9 1.4.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur .................. I-10 1.4.8 Dukungan Manajemen, Sarana dan Prasarana .............................. I-11 1.4.9 Sumber Daya Manusia Aparatur .................................................... I-11 1.4.10 Penelitian dan Pengembangan ...................................................... I-11
1.5
ISU STRATEGIS ........................................................................................... I-12 1.5.1 Pengelolaan Sumber Daya Air ........................................................ I-13 1.5.2 Penyelenggaraan Jalan ................................................................... I-14 1.5.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman ......... I-19 1.5.4 Pembiayaan Perumahan ................................................................ I-20 1.5.5 Penyediaan Perumahan ................................................................. I-21 1.5.6 Pembinaan Konstruksi Nasional ..................................................... I-22 1.5.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur .................. I-22 1.5.8 Pengembangan Infrastruktur Wilayah ........................................... I-23 1.5.9 Penelitian dan Pengembangan ...................................................... I-26 1.5.10 Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................... I-29 1.5.11 Peningkatan Dukungan Manajemen serta Sarana dan Prasarana . I-29
v
BAB 2
PERENCANAAN KINERJA ...................................................................................... II-1 2.1
URAIAN SINGKAT RENCANA STRATEGIS ................................................... II-1 2.1.1 Visi dan Misi..................................................................................... II-1 2.1.2 Tujuan dan Sasaran ......................................................................... II-2 2.1.3 Sasaran Strategis ............................................................................. II-4 2.1.4 Kebijakan dan Program ................................................................... II-6
2.2
PERJANJIAN KINERJA .................................................................................. II-9
2.3
METODE PENGUKURAN ........................................................................... II-11 2.3.1 Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan ........ II-11 2.3.2 Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi .. II-13 2.3.3 Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing ...................................................................................... II-13 2.3.4 Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan ............................................................................. II-14 2.3.5 Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran ................................................................................ II-14 2.3.6 Meningkatnya ketahanan air ........................................................ II-16 2.3.7 Meningkatnya kemantapan jalan nasional ................................... II-16 2.3.8 Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman .................................................................................. II-18 2.3.9 Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan ............ II-19 2.3.10 Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR .................................................................................. II-19 2.3.11 Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional ........... II-20 2.3.12 Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas ................ II-21 2.3.13 Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas .................................................................................. II-21 2.3.14 Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR ..................... II-25 2.3.15 Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana ............................... II-26
2.4
TARGET TAHUN INI MENURUT RENSTRA ................................................ II-30
vi
BAB 3
KAPASITAS ORGANISASI ..................................................................................... III-1 3.1
SUMBER DAYA MANUSIA ......................................................................... III-1
3.2
SARANA DAN PRASARANA ....................................................................... III-5 3.2.1 Aset Tetap....................................................................................... III-5 3.2.2 Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................................................ III-6
3.3
DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) ................................ III-10 3.3.1 Pagu Anggaran.............................................................................. III-10 3.3.2 Realisasi Anggaran........................................................................ III-12
BAB 4
AKUNTABILITAS KINERJA .................................................................................... IV-1 4.1
CAPAIAN KINERJA ORGANISASI ................................................................ IV-1 4.1.1 Customer/Stakeholder Expectation................................................IV-3 4.1.1.1 Meningkatnya Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR Antardaerah, Antar Sektor, dan Antar Tingkat Pemerintahan ....................................................................IV-3 4.1.1.2 Meningkatnya Dukungan untuk Kedaulatan Pangan dan Energi ................................................................................. IV-7 4.1.1.3 Meningkatnya Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing..........................................................................IV-9 4.1.1.4 Meningkatnya Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan ..........................................IV-11 4.1.2 Internal Process ............................................................................IV-12 4.1.2.1 Meningkatnya Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran ...........................................................IV-13 4.1.2.2 Meningkatnya Ketahanan Air ...........................................IV-15 4.1.2.3 Meningkatnya Kemantapan Jalan Nasional .....................IV-17 4.1.2.4 Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman ................................................IV-18 4.1.2.5 Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan .......................................................................IV-21 4.1.2.6 Meningkatnya Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan dan Rencana Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR............................IV-23
vii
4.1.2.7 Meningkatnya Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional ...........................................................................IV-26 4.1.3 Learning and Growth ....................................................................IV-32 4.1.3.1 Meningkatnya SDM yang Kompeten dan Berintegritas ...IV-33 4.1.3.2 Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas .............................................................IV-35 4.1.3.3 Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR .......IV-38 4.1.3.4 Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan Prasarana .........................................................................IV-44 4.2
PERBANDINGAN KINERJA ORGANISASI ..................................................IV-49 4.2.1 Subbidang Sumber Daya Air .........................................................IV-49 4.2.2 Subbidang Jalan dan Jembatan ....................................................IV-51 4.2.3 Subbidang Cipta Karya..................................................................IV-52 4.2.4 Subbidang Perumahan .................................................................IV-53
4.3
ANALISIS KINERJA ORGANISASI ..............................................................IV-54 4.3.1 Subbidang Sumber Daya Air .........................................................IV-56 4.3.2 Subbidang Jalan dan Jembatan ....................................................IV-63 4.3.3 Subbidang Cipta Karya..................................................................IV-72 4.3.4 Subbidang Perumahan .................................................................IV-75 4.3.5 Program Prioritas Infrastruktur PUPR ..........................................IV-84
4.4
ANALISIS EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN MANFAAT ................................IV-88 4.4.1 Efisiensi dan Efektivitas Pembangunan Infrastruktur PUPR ........IV-88 4.4.2 Manfaat Pembangunan Infrastruktur PUPR ................................IV-91
BAB 5
4.5
UPAYA PENINGKATAN AKUNTABILITAS .................................................IV-94
4.6
PENGHARGAAN BAGI KEMENTERIAN PUPR .........................................IV-100
PENUTUP ..............................................................................................................V-1
LAMPIRAN I PERJANJIAN KINERJA LAMPIRAN II PENGHARGAAN PIHAK KETIGA
viii
DAFTAR TABEL Hal. Tabel II.1 : Perjanjian Kinerja ........................................................................................... II-10 Tabel II.2 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi ........................................................................................... II-13 Tabel II.3 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan ........................................................................ II-14 Tabel II.4 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional ............ II-16 Tabel II.5 : Capaian Tingkat Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman .................................................................................................. II-18 Tabel II.6 : Komponen Pengukuran Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan .............. II-19 Tabel II.7 : Komponen Pengukuran Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi Nasional ......................................................................................................... II-21 Tabel II.8 : Pengukuran Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah .............................. II-22 Tabel II.9 : Pengukuran Indikator Transparansi Pelaksanaan Program ........................... II-24 Tabel II.10 : Pengukuran Indikator Tingkat Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai .......................................................................................................... II-24 Tabel II.11 : Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja ........................... II-27 Tabel II.12 : Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Layanan Informasi Publik .................... II-28 Tabel III.1 Tabel III.2 Tabel III.3 Tabel III.4 Tabel III.5
: : : : :
Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan ............................................................ III-3 Jumlah Kekurangan Pegawai Berdasarkan Analisis Beban Kerja.................... III-4 Aset Tetap Kementerian PUPR ....................................................................... III-5 Pagu Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015 .......................................... III-11 Realisasi Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015 .................................... III-13
Tabel IV.1 Tabel IV.2 Tabel IV.3 Tabel IV.4 Tabel IV.5 Tabel IV.6
: : : : : :
Capaian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 ...........................................IV-2 Capaian Kinerja dari Perspektif Customer/Stakeholder .................................IV-3 Capaian Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur .......................................IV-4 Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR ............................................IV-5 Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan Energi ........................................IV-7 Outcome Pendukung Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi ............................................................................................ IV-7 Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing......................... IV-9 Outcome Pendukung Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing ..............................................................................................................IV-10 Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan ....................................................................................................IV-11 Outcome Pendukung Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan .......................................................................IV-11
Tabel IV.7 : Tabel IV.8 : Tabel IV.9 : Tabel IV.10 :
ix
Tabel IV.11 : Capaian Kinerja dari Perspektif Internal Process ..........................................IV-12 Tabel IV.12 : Capaian Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran ....IV-13 Tabel IV.13 : Perhitungan Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran ...............................................................................................IV-13 Tabel IV.14 : Capaian Ketahanan Air..................................................................................IV-15 Tabel IV.15 : Outcome Pendukung Capaian Ketahanan Air ..............................................IV-16 Tabel IV.16 : Capaian Kemantapan Jalan Nasional ............................................................IV-17 Tabel IV.17 : Outcome Pendukung Capaian Kemantapan Jalan Nasional .........................IV-17 Tabel IV.18 : Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman .........IV-18 Tabel IV.19 : Outcome Pendukung Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman ..................................................................................................IV-19 Tabel IV.20: Capaian Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan ..........................IV-20 Tabel IV.21 : Outcome Pendukung Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan .....IV-20 Tabel IV.22 : Capaian Rumah Layak Huni Bagi MBR Melalui Belanja APBN ......................IV-22 Tabel IV.23 : Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran .......................IV-23 Tabel IV.24 : Outcome Pendukung Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran .......................................................................................................IV-23 Tabel IV.25 : Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional ....................................IV-26 Tabel IV.26 : Outcome Pendukung Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional ........................................................................................................IV-27 Tabel IV.27 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 1 .....................................................IV-28 Tabel IV.28 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 2 .....................................................IV-29 Tabel IV.29 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 3 .....................................................IV-29 Tabel IV.30 : Jumlah SDM Berkompeten Tahun 2014 dan 2015 .......................................IV-30 Tabel IV.31 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 4 .....................................................IV-31 Tabel IV.32 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 5 .....................................................IV-31 Tabel IV.33 : Capaian Kinerja dari Perspektif Learning and Growth .................................IV-32 Tabel IV.34 : Capaian SDM yang Kompeten dan Berintegritas..........................................IV-34 Tabel IV.35 : Capaian Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas .........IV-35 Tabel IV.36 : Capaian Indikator Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai ...............IV-37 Tabel IV.37 : Capaian Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR ..............................................IV-38 Tabel IV.38 : Capaian Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR..................................................................................................IV-38 Tabel IV.39 : Capaian Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan Prasarana ..............................................................IV-44 Tabel IV.40 : Capaian Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan Hukum ...........................................................................................................IV-45 Tabel IV.41 : Capaian Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja ..........................................IV-46 Tabel IV.42 : Perbandingan kinerja dengan Renstra Subbidang Sumber Daya Air ...........IV-50 Tabel IV.43 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Sumber Daya Air ............IV-51 x
Tabel IV.44 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Jalan dan Jembatan ......IV-52 Tabel IV.45 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Jalan dan Jembatan ........IV-52 Tabel IV.46 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Cipta Karya ....................IV-53 Tabel IV.47 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Cipta Karya .....................IV-53 Tabel IV.48 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Perumahan ....................IV-54 Tabel IV.49 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Perumahan .....................IV-54 Tabel IV.50 : Realisasi Pembangunan Rumah Susun Tahun 2015......................................IV-77 Tabel IV.51 : Daftar Program Prioritas Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015 ....................................................................IV-84 Tabel IV.52 : Perbandingan Indikator Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015 .....................IV-95
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7
Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14
: Struktur Organisasi ..................................................................................... I-6 : Tahap Penguatan Sistem Logistik Nasional 2011-2025 ........................... I-15 : Lima Koridor Ekonomi IMT-GT ................................................................. I-16 : Peta Strategi Kementerian PUPR .............................................................. II-6 : Pengukuran Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan Hukum ..................................................................................................... II-26 : Komposisi PNS Berdasarkan Data Pendidikan (%) ................................... III-2 : Kompisisi Pegawai Bedasarkan Unit Organisasi (%) ............................... III-2 : PNS Berdasarkan Kelamin ........................................................................ III-3 : Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan .................................................. III-4 : Sistem Manajemen Pelaksanaan Kegiatan .............................................. III-6 : Beranda Sistem e-Monitoring .................................................................. III-7 : Skema Integrasi Aplikasi Emonitoring+SIRUP+SPSE ................................ III-9 : Perbandingan Pagu Anggaran ................................................................ III-11 : Penyerapan Per Bulan 2012-2015.......................................................... III-13 : Grafik Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja ............................ III-14 : Peta Strategi Kementerian PUPR ............................................................. IV-2 : Lokasi Pembangunan 16 Bendungan Baru...............................................IV-9 : Logistics Performance Index ..................................................................IV-55 : Cakupan Pelayanan Akses Air Minum Tahun 2011-2015 ......................IV-56 : Dukungan Jalan Terhadap KSPN Prioritas ..............................................IV-65 : Rumah Susun Pekerja di Rawabebek, Jakarta Barat ..............................IV-78 : Skema Penyaluran BSPS Tahun 2015 sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ...............................................................IV-79 : Contoh Fasilitasi BSPS di Provinsi Sumatera Selatan .............................IV-80 : Rencana dan Realisasi Pembangunan Baru Tahun 2015 .......................IV-80 : Rencana dan Realisasi Peningkatan Kualitas Tahun 2015 .....................IV-81 : Alur Pengiputan Laporan yang Dipantau Presiden ................................IV-86 : Tingkat Penyerapan Anggaran Tahun 2010-2015 ..................................IV-89 : Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2014 ................................................IV-90 : Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2015 ................................................IV-90
LAMPIRAN: LAMPIRAN 1. : Perjanjian Kinerja LAMPIRAN 2. : Penghargaan Pihak Ketiga
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam rangka mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya, diperlukan penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang mengintegrasikan dari sistem perencanaan, pemrograman, penganggaran, serta pelaksanaan program dan kegiatan yang kemudian dituangkan dalam laporan kinerja instansi pemerintah (LaKIP). LaKIP disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah diamanahkan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan seluruh sumber dayanya, meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta anggaran (DIPA). Untuk itu, di dalam LaKIP akan diuraikan mengenai history suatu instansi sampai dengan habis berlakunya tahun anggaran. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkewajiban menyusun LaKIP Tahun 2015 dan menyerahkan kepada Kementerian PAN dan RB selambat-lambatnya dua bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014, LaKIP Kementerian ini berisi ikhtisar pencapaian sasaran strategis sebagaimana telah ditetapkan di dalam Perjanjian Kinerja. Pencapaian sasaran tersebut menjelaskan mengenai visi dan misi Kementerian PUPR, capaian kinerja tahun ini, capaian kinerja tahun berjalan dibandingkan dengan target kinerja lima tahunan yang direncanakan, serta analisis penyebab keberhasilan dan kegagalan programnya. Pada tahun 2015 ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapatkan alokasi anggaran sebesar 119,65 Triliun untuk mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pengembangan wilayah, penguatan konektivitas nasional, perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan termasuk pengusahaan penyediaan rumah dan pembiayaannya, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien dan akuntabel. Hal tersebut didukung dengan perwujudan 15 sasaran strategis melalui pelaksanaan 12 program oleh 11 unit organisasi.
I-1
Pencapaian sasaran strategis tersebut tentunya tidak mudah, karena kebijakan, program, dan kegiatan yang disusun harus mampu menjawab permasalahan mendasar dan isu strategis pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Namun berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian PUPR untuk mencapai sasaran strategis tersebut dalam rangka mendukung visi pembangunan nasional, yang akan dituangkan di dalam laporan kinerja ini.
1.2 Tugas dan Fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air, penyelenggaraan jalan, penyediaan perumahan dan pengembangan kawasan permukiman, pembiayaan perumahan, penataan bangunan gedung, sistem penyediaan air minum, sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan, dan pembinaan jasa konstruksi; b. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di daerah; I-2
f. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan pengembangan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat; g. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; h. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; dan i. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
1.3 Struktur Organisasi Kementerian PUPR terdiri atas 11 unit organisasi eselon IA, 5 staf ahli Menteri, dan 4 pusat dengan rincian sebagai berikut: 1.
Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3.
Direktorat Jenderal Bina Marga
Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4.
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Direktorat Jenderal Cipta Karya mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
I-3
5.
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6.
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7.
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembiayaan perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 8.
Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 9.
Badan Pengembangan Insfrastruktur Wilayah
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. 10. Badan Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. 11. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sumber daya manusia pekerjaan umum dan perumahan rakyat. 12. Staf Ahli Menteri Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal. a. Staf Ahli Bidang Keterpaduan Pembangunan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang keterpaduan pembangunan.
I-4
b. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Investasi mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang ekonomi dan investasi. c. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang sosial budaya dan peran masyarakat. d. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang hubungan antar lembaga. e. Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang teknologi, industri, dan lingkungan. 13. Pusat-Pusat a. Pusat di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui Sekretaris Jenderal, antara lain: Pusat Data dan Teknologi Informasi serta Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan. b. Pusat di bawah koordinasi Ditjen Sumber Daya Air Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui Direktur Jenderal Sumber Daya Air, antara lain: Pusat Bendungan serta Pusat Air Baku dan Air Tanah.
I-5
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Staf Ahli Menteri Inspektorat Jenderal
Ditjen Sumber Ditjen Cipta Daya Air Karya
Sekretariat Jenderal
Ditjen Bina Marga
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Pusat Air Tanah dan Air Baku
Pusat Bendungan
Ditjen Penyediaan Perumahan
Ditjen Pembiayaan Perumahan
Ditjen Bina Konstruksi
Badan Penelitian dan Badan Pengembangan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pusat Data dan Teknologi Informasi
Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan
Gambar 1.1. Struktur Organisasi
I-6
1.4 Aspek Strategis Organisasi Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian PUPR berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan, dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan kembali dalam rencana dan strategi berikutnya. Meskipun terdapat kekurangan pegawai di Kementerian PUPR dibandingkan dengan beban kerja dan anggaran yang diberikan, terdapat pegawai potensial yang dapat diandalkan untuk ke depannya yaitu sebanyak 67 pegawai yang telah memiliki gelar doctor (S3). 1.4.1 Pengelolaan Sumber Daya Air Selama periode tahun 2010-2015, capaian pembangunan infrastruktur sumber daya air diarahkan untuk mendukung ketahanan air nasional yang diharapkan dapat mendukung ketahanan/kedaulatan pangan untuk peningkatan produksi padi serta ketahanan energi nasional melalui pengembangan potensi PLTA pada waduk-waduk yang ada saat ini. Selama periode tahun 2010-2015, capaian pembangunan infrastruktur sumber daya air diarahkan untuk mendukung ketahanan air nasional yang diharapkan dapat mendukung ketahanan/kedaulatan pangan untuk peningkatan produksi padi serta ketahanan energi nasional melalui pengembangan potensi PLTA pada waduk-waduk yang ada saat ini. 1.4.2 Penyelenggaraan Jalan Dalam rangka dukungan terhadap konektivitas nasional untuk penguatan daya saing pada periode tahun 2010-2015 telah dilakukan pembangunan jalan nasional sepanjang 1.780 km, jalan bebas hambatan sepanjang 66,59 km, dan jembatan sepanjang 48.583 m. Untuk capaian hasil pembangunan jembatan/flyover/underpass/ terowongan sampai tahun 2015 sepanjang 64.427 m. Sebagai ilustrasi salah satu pencapaian pembangunan jembatan adalah Jembatan Kelok 9, yang terdiri dari enam jembatan dengan total panjang 943 m dan jalan sepanjang 2,089 km. Sebagai ilustrasi, capaian pembangunan jalan bebas hambatan periode tahun 2010-2015 diantaranya yaitu ruas Kanci-Pejagan, Semarang-Ungaran, Nusa Dua-Benoa, JORR W1 (Kebon Jeruk-Penjaringan), Cinere-Jagorawi, Surabaya-Mojokerto, dan Bogor Ring Road. Selanjutnya pembangunan/pelebaran jalan dan jembatan untuk kawasan strategis, perbatasan serta wilayah terluar dan terdepan pada tahun 2010-2015 adalah sepanjang 3.434 km (Jalan: 3.434 km dan Jembatan: 5.358 m). Untuk kawasan perbatasan, antara lain telah dilakukan I-7
pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan (Tamajuk–Sei Ular Malinau) dan telah tersambung sepanjang 42.07 km dari rencana sepanjang 1.755 km, Jalan Perbatasan NTT-RDTL telah dilakukan penanganan sepanjang 54,2 km dari rencana sepanjang 877 km dan percepatan pembangungan Papua dan Papua Barat termasuk Jalan perbatasan Papua sepanjang 102 km. 1.4.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman Capaian pada periode 2010-2015 pembangunan infrastruktur dasar untuk kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan dilakukan melalui peningkatan cakupan pelayanan air minum, peningkatan jumlah pelayanan sanitasi, serta pembinaan Pemda/PDAM. Peningkatan kualitas layanan air minum dilakukan melalui pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di lebih dari 2.853 Kawasan yang dapat meningkatkan persentase cakupan pelayanan air minum sampai tahun 2015 menjadi 70,31% dengan kapasitas 167.784 l/det atau setara dengan lebih dari 160 juta jiwa yang tertangani. Selain itu peningkatan jumlah layanan air minum juga dilakukan melalui pembinaan kemampuan pemerintah daerah/PDAM yaitu status kinerja PDAM hingga saat ini sebanyak 182 PDAM sehat, 103 PDAM kurang sehat, dan 74 PDAM tidak sehat. Dalam upaya peningkatan cakupan pelayanan sanitasi, hingga tahun 2015 terjadi peningkatan prosentase cakupan pelayanan akses sanitasi menjadi 63. 1.4.4 Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman Sementara itu, untuk capaian pembangunan perumahan 2015 dalam mendukung penyediaan dan pembiayaan perumahan telah dilakukan upaya-upaya antara lain; (1) Pengembangan regulasi dan kebijakan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman (ditetapkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan Permukiman, UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, PP No. 88/2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan 88 Peraturan Menteri Perumahan Rakyat); (2) Penyediaan rumah layak huni yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas umum (meliputi: Pembangunan rusun sebanyak 220 Twin Block/Tower Block atau 10.497 unit, Fasilitasi pembangunan rumah khusus sebanyak 6.713 unit, yang mencakup rumah khusus untuk pekerja, nelayan, kawasan perbatasan, warga baru di perbatasan NTT-Timor Leste, relokasi penduduk Jatigede dan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat; (3) Perluasan Program Pro-Rakyat Klaster 4 melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (meliputi: Pembangunan Baru Perumahan Swadaya dengan sebanyak 20.756 unit, Peningkatan Kualitas Perumahan Swadaya dengan capaian sebanyak 61.489 unit, PSU Swadaya dengan capaian sebanyak 29.956 unit; dan (4) Pengembangan sistem pembiayaan perumahan jangka panjang melalui: Penyaluran kredit pembiayaan perumahan dengan capaian sebesar 76.489 unit melalui pola Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan melalui pola subsidi selisih bunga/uang muka. Sampai tahun 2015 tersisa backlog sebanyak 7,5 juta unit rumah. I-8
1.4.5 Pengembangan Wilayah Sebagai upaya untuk mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO dan sebagai bentuk implementasi RTRW yang konsisten pada tema-tema budaya/pusaka berbasis penataan ruang, telah difasilitasi kota/kawasan perkotaan di kabupaten melalui Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Melalui program ini diharapkan Pemda akan menyusun rencana aksi P3KP dan mengimplementasikannya sehingga kota yang bersangkutan dapat mempertahankan atau mengembalikan identitas maupun ciri khas sesuatu secara berkelanjutan yang pada gilirannya dapat di promosikan pada tingkat internasional sebagai World Heritage City. Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan, yang ditandai dengan terkonsentrasinya berbagai program pembangunan di perkotaan, pada tahun 2013 telah diinisiasi Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB) yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sampai tahun 2015 telah dilakukan fasilitasi melalui Penguatan Kelembagaan dan Kebijakan, fasilitasi Penyusunan RPI2JM Pengembangan Kawasan Perdesaan, Bimtek Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan, Penguatan Peran Pemangku Kepentingan, Penyusunan Road Map, Pemantauan Pelaksanaan P2KPB, dan Pembangunan/Pengembangan Fisik yang dominan.
1.4.6 Pembinaan Konstruksi Sektor konstruksi adalah salah satu sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan selalu dituntut untuk tetap meningkatkan kontribusinya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa sejarah kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB terus meningkat dari hanya sebesar 3,9% di tahun 1973 hingga sebesar 9,99% dari PDB tahun 2013 dan memberikan kontribusi lapangan kerja kepada 5,67% dari total angkatan kerja. Walaupun mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan dan kemajuan bangsa, sektor konstruksi nasional berada pada kondisi yang kurang menggembirakan. Keterbatasan infrastruktur menjadi salah satu penghambat investasi konstruksi di Indonesia - disamping kualitas birokrasi pemerintahan dan pengaturan tenaga kerja untuk mendorong pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu daya saing sektor konstruksi baik produktiftas dan efsiensi maupun kreatiftas dan inovasi masih terbatas. Berbagai indikator daya saing yang berhubungan dengan ketersediaan dan kondisi infrastruktur, baik yang bersifat makro seperti Indeks Daya Saing Global maupun yang bersifat mikro seperti perbandingan keuntungan bersih (net profit) dan nilai penjualan (annual sales) atau nilai penjualan dengan total biaya pegawai kontraktor nasional menunjukkan kinerja produktivitas dan efisiensi yang belum menggembirakan.
I-9
Melihat strategisnya peran sektor konstruksi bagi perekonomian dan tantangan-tantangan kedepan yang harus dihadapi, pembinaan menjadi kunci utama untuk meningkatkan daya saing jasa konstruksi nasional agar mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri melalui berbagai upaya pembinaan, mulai dari aspek pengat pengaturan, pemberdayaan, sampai dengan pengawasan.
1.4.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Dalam aspek penyelenggaraan negara, pada era reformasi birokrasi ini, publik beropini bahwa penyelenggara negara melakukan pemborosan, pelayanannya buruk, KKN dan pengawasannya mandul. Selain itu hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada instansi pusat menunjukan adanya upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat yang merupakan sub indikator yang nilainya masih rendah dibawah 6. Namun demikian, kondisi sumber daya manusia Auditor Kementerian PUPR saat ini secara kualitas kompetensinya di bidang pengawasan infrastruktur masih belum sesuai dengan yang diharapkan sehingga diperlukan terobosan diklat keteknikan dan non keteknikan dengan bekerja sama dengan BPKP dan YPIA maupun lembaga lainnya dan sekaligus melakukan assessment untuk masing-masing bidang. Pengendalian dan pengawasan pada Kementerian Perumahan Rakyat dilakukan secara bersinergi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku pembina penyelenggaraan SPIP yang telah mengembangkan penerapan SPIP dengan menyusun peta risiko melalui kegiatan penilaian risiko (risk assessment) di 3 unit kerja, yaitu: Deputi Bidang Pembiayaan, Deputi Bidang Perumahan Swadaya dan Deputi Bidang Pengembangan Kawasan. I-10
1.4.8 Dukungan Manajemen, Sarana dan Prasarana Pada tahun 2014, Kementerian PU berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit atas LK TA 2013. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam pengelolaan, penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan di Kementerian PU dibandingkan periode-periode sebelumnya. Yang artinya pembinaan, pendampingan dan fasilitasi penatausahaan dan pelaporan keuangan serta penataan BMN cukup berhasil. Sebagai perbandingan, opini hasil audit dari BPK-RI terhadap LK Kementerian PU pada tahun tahun 2009-2011 telah naik dari “Disclaimer “ menjadi ”Wajar Dengan Pengecualian (WDP)”, dan tahun 2012 naik menjadi “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) – Dengan Paragraf Penjelasan”. Berdasarkan nilai indeks kepuasan masyarakat terhadap Pelayanan Informasi Publik Kementerian PUPR tahun 2015 sebesar 67,91 yang menunjukkan nilai mutu pelayanan baik (B). Selain itu juga dapat dikatakan bahwa penyebarluasan informasi maupun pelayanan informasi publik sudah termasuk kategori baik dan respon media pun sangat baik dalam memberitakan isu-isu yang berhubungan dengan infrastruktur PUPR. 1.4.9 Sumber Daya Manusia Aparatur Sumber daya manusia merupakan aset pembangunan yang merupakan subyek yang akan merencanakan, melaksanakan dan mengawasi dan juga sekaligus sebagai objek untuk dikembangkan kapasitasnya. Berdasarkan pengalaman, hingga saat ini perhatian terhadap sumber daya manusia bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat masih sangat kecil apabila dilihat dari segi investasi penganggaran dan kelembagaannya. Investasi pengembangan SDM dalam 5 tahun rata-rata hanya 2 permil dari anggaran pembangunan infrastruktur. Apabila dilihat dari pencapaian target hanya sebanyak 18% pegawai yang memiliki Kompetensi Sumber Daya Manusia Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sesuai dengan persyaratan jabatan. Sementara itu pengembangan SDM tidak berada dalam satu koordinasi yang utuh mulai dari pengembangan karir, evaluasi kompetensi dan pemantauan kinerja sampai dengan pengembangan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan. 1.4.10 Penelitian dan Pengembangan Pencapaian kinerja penelitian dan pengembangan pada tahun 2015 antara lain: (1) Menghasilkan teknologi litbang yang termanfaatkan sebanyak 26 teknologi, dan 12 rekomendasi yang termanfaatkan. Rincian output yang telah tercapai antara lain 141 komponen teknologi, 36 proseding DSP, 1 model dukungan NCID, 1 dokumen penerapan standar, 8 naskah kebijakan, 45 dokumen rekomendasi teknis, 55 naskah R-3, 14 laporan layanan pengujian laboratorium, 19 rekomendasi kebijakan, 1 dokumen R-3 yang ditetapkan, dan 1 dokumen Pembinaan Laboratorium Pusat Litbang dan Daerah. I-11
1.5 Isu Strategis Secara umum potensi dan permasalahan yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat diantaranya meliputi: pertama, pembangunan infrastruktur dipandang dapat memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan jika dilakukan secara sistemik. Sebagai ilustrasi, persentase penduduk miskin dapat diturunkan hingga 11,37% (2013), walaupun Indeks Gini perlu mendapatkan perhatian, mengingat perbedaan masih relatif lebar yaitu menunjuk pada angka 0,413 pada tahun 2013. Kedua, pertumbuhan penduduk Indonesia yang akan terus meningkat yaitu mencapai 271 juta jiwa di tahun 2020, McKinsey memprediksi bahwa jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori “consuming class” akan meningkat ke angka 85 juta jiwa pada tahun 2020 sebagai golongan menengah. Hal ini berimplikasi terhadap tuntutan pelayanan publik yang jauh lebih baik. Disamping itu, pertumbuhan penduduk juga berpengaruh terhadap eksploitasi sumber daya alam yang cenderung tidak terkendali, dan pada ahirnya dapat menurunkan daya dukung. Ketiga, arus urbanisasi yang tinggi diikuti dengan berbagai persoalan klasik perkotaan, seperti: kemacetan, kekumuhan, banjir, degradasi kualitas lingkungan (udara dan air), minimnya ruang terbuka hijau, kurangnya air bersih, kesenjangan pendapatan, meningkatnya sektor informal, dan terjadinya perkembangan perkotaan horizontal (urban sprawl). Sebagai ilustrasi, dalam kurun 4 dekade terakhir (1970 – 2010) telah terjadi kenaikan populasi perkotaan di Indonesia sebanyak 6 kali lipat yang membawa implikasi pada belum terpenuhinya berbagai tuntutan kebutuhan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, padahal perkotaan merupakan mesin pertumbuhan dan ujung tombak daya saing. Keempat, perubahan iklim yang terjadi saat ini juga mengancam kehidupan. Sebagai contoh, perkotaan khususnya kota-kota di kawasan pesisir terancam rob akibat fenomena kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah seperti di Jakarta dan Semarang. Hal ini terutama disebabkan juga oleh pengambilan air tanah secara berlebihan.Kelima, secara geografis Indonesia terletak di kawasan “ring of fre” yang memiliki banyak gunung api yang aktif hingga mencapai 130 gunung. Indonesia juga terletak pada titik pertemuan empat I-12
lempeng tektonik dunia yang menyebabkan tingginya tingkat kejadian gempa bumi. Sebagai contoh, pada tahun 2012 terjadi 363 gempa di atas 5 skala Richter. Hal ini berpengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, operasionalisasi serta pemeliharaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Keenam, kesenjangan wilayah timur dan barat, Bappenas 2012 mencatat fakta bahwa beberapa wilayah bahkan bertumbuh di atas pertumbuhan rata-rata nasional. Sementara itu, KTI yang begitu kaya akan sumber daya alam, kelautan, mineral, dan hutan selama puluhan tahun hanya menyumbang 18% dari perekonomian nasional. Hal ini bisa diakibatkan wilayah di bagian timur Indonesia sangat kurang pembangunan infrastrukturnya. Ketujuh, pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga berimplikasi pada kerusakan alam. Sebagai contoh, terjadinya sedimentasi pada badan-badan air, terjadinya longsor, dan daya tampung reservoir yang menurun secara signifkan. Kedelapan, permasalahan utama di bidang maritim adalah kurang terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan penyeberangan, maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR, terutama jalan dan sumber daya air. Kesembilan, sinergi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang tercermin pada pola pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan. Sinergi tersebut masih perlu terus dilakukan perbaikan dan penataan yang intensif mengingat infrastruktur merupakan urusan pemerintahan yang bersifat concurrent (dilaksanakan bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah) sesuai dengan batasan kewenangan pusat dan daerah. Sebagai ilustrasi, kemampuan Pemda, terutama dalam aspek pendanaan untuk melakukan operasi dan pemeliharaan infrastruktur serta komitmen (political will) masih harus ditingkatkan. Terkait hal ini, berdasarkan data Kementerian Keuangan pada tahun 2010 dari seluruh kabupaten dan kota, realisasi belanja untuk urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang hanya mencapai rata-rata 14,24 persen dari seluruh total belanja Pemerintah Daerah, dan pada tahun 2012 justru menurun hanya mencapai 13,95 persen, bahkan 38,57 persen diantaranya di bawah 10 persen.
1.5.1 Pengelolaan Sumber Daya Air Potensi sumber air Indonesia sangat besar yaitu 3.9 triliun m3 namun yang dimanfaatkan baru mencapai ± 13,8 milyar m3 atau ± 58 m3 perkapita yang dapat dikelola melalui reservoir. Angka ini jauh lebih rendah dari Thailand 1.277 m3 perkapita dan satu tingkat di atas Ethiopia (38 m3/Kapita). Dalam aspek ketahanan energi, tahun 2019 diperkirakan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia mencapai 298 GWh (Sumber: RUKN 2010-2029). Total kapasitas terpasang pembangkit nasional hingga Juni 2012 adalah sebesar 40.438 MW, yang mana 4.655 MW diantaranya terdiri I-13
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA, PLTM dan PLTMH). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional dalam rangka ketahanan energi tersebut, beberapa waduk direncanakan akan dikembangkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), diantaranya: Waduk Karian, Jatigede, Jatibarang, Bajulmati, Bendo, Lolak, Kuwil, Karalloe, Tugu, Titab, Marangkayu. Selanjutnya, kontribusi sektor irigasi terhadap produksi padi relatif besar, pada tahun 2015 peningkatan layanan jaringan irigasi sebesar 182.017 H yang akan lebih meningkatkan kontribusi irigasi terhadap produksi padi tersebut. Namun demikian, ke depan masih terdapat permasalahan-permasalahan seperti: pertama, dampak negatif perubahan iklim terhadap ketersediaan dan kualitas sumber daya air yang terjadi diantaranya karena dinamika masyarakat. Dengan demikian, perlu adanya upaya mitigasi dan adaptasi. Perubahan iklim global yang disebabkan emisi gas rumah kaca juga telah mengubah pola dan intensitas hujan dan menaikan permukaan laut sehingga meningkatkan kerawanan kekeringan dan banjir. Kedua, masih terjadinya kerusakan pada catchment area, perubahan pola hujan, erosi dan sedimentasi sangat tinggi, peningkatan kejadian banjir dan kekeringan, tingginya pencemaran dan rendahnya kualitas air, serta dampak perubahan iklim yang memerlukan mitigasi dan adaptasi. Sebagai ilustrasi, pengaruh perubahan iklim, seperti peningkatan muka air laut akan membawa perubahan pada garis pantai yang akan menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan perlindungan sarana dan prasarana sepanjang pantai dan batas wilayah Negara. Ketiga, jaringan irigasi masih mengalami kerusakan, sehingga perlu optimalisasi penurunan daerah irigasi dalam kondisi rusak kewenangan Pemerintah Pusat dan dorongan kepada daerah untuk menurunkan daerah irigasi dalam kondisi rusak kewenangan Pemerintah Daerah. Keempat, pembangunan waduk dan embung sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber-sumber air masih menghadapi banyak hambatan, terutama disamping anggaran juga terkait dengan penanganan dampak sosial dan pengadaan tanah.
1.5.2 Penyelenggaraan Jalan Kualitas infrastruktur jalan di Indonesia dalam mendukung konektivitas dan daya saing saat ini berada pada tren yang cukup positif. Berdasarkan penilaian Global Competitiveness Index (GCI), kualitas infrastruktur jalan menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Infrastruktur jalan mengalami peningkatan dari nilai 3,4 pada tahun 2012-2013 menjadi 3,7 pada tahun 2013-2014 dan berada pada urutan ke 78 dari 148 negara. Perlu adanya terobosan dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan untuk menjaga tren positif tersebut. Lebih lanjut kualitas infrastruktur jalan juga berdampak pada kinerja logistik nasional. Sebanyak 82% logistik nasional masih menggunakan moda transportasi jalan darat, maka perbaikan kualitas infrastruktur jalan darat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi nasional. Demi I-14
meningkatkan kinerja logistik nasional, telah ditetapkan tahapan penguatan sistem logistik nasional 2011-2025. Pada akhir periode 2015-2020 biaya logistik nasional direncanakan turun 4% dari tahun 2015.
Sumber: Sislognas, 2012
Gambar 1.2. Tahap Penguatan Sistem Logistik Nasional 2011-2025
Dalam rangka peningkatan kualitas infrastruktur jalan untuk mendukung penguatan Sistem Logistik Nasional, terdapat isu strategis terkait program penyelenggaraan jalan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR, antara lain: 1) Dukungan Global dan Regional terhadap Pembangunan Jalan Dalam rangka memperkuat kerjasama ASEAN, pada tahun 2015 negara anggota ASEAN sepakat untuk mewujudkan ASEAN Community dengan 3 (tiga) pilar yaitu: (i) Komunitas PolitikKeamanan ASEAN; (ii) Komunitas Ekonomi ASEAN; dan (iii) Komunitas Sosial-Budaya ASEAN. Dalam konteks ini, konektivitas merupakan salah satu aspek terpenting dalam rangka mewujudkan visi dari Komunitas ASEAN tersebut, yang diterjemahkan dalam bentuk proyek Trans Asia – ASEAN highways. Disamping kerjasama pada tingkat ASEAN, kerjasama pada skala yang lebih sempit yang tidak kalah pentingnya bagi Indonesia adalah antara Indonesia, Malaysia dan Thailand yang dikenal sebagai Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei-Indonesia-MalaysiaPhilippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). Ditinjau dari perspektif transportasi, kerjasama ini pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan konektivitas antar negara-negara yang menjadi anggotanya khususnya terkait dengan infrastruktur jalan. Hal ini diwujudkan dengan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek pengembangan jalan pada wilayah-wilayah yang menjadi bagian dari koridor yang dikembangkan.
I-15
Gambar 1.3. Lima Koridor Ekonomi IMT-GT
Lima koridor ekonomi IMT-GT terdiri atas koridor Songkhla – Penang – Medan, Selat Malaka, Banda Aceh – Medan – Pekanbaru – Palembang, Melaka – Dumai dan Ranong – Phuket – Aceh. Dukungan Ditjen Bina Marga pada kelima koridor ini terutama pada pengembangan Jalan Tol Trans Sumatera guna meningkatkan konektivitas bagian utara dan selatan Pulau Sumatera. Sama halnya dengan IMT-GT, tiga koridor ekonomi prioritas dicanangkan guna mendukung interaksi mobilitas lintas batas antar negara anggota BIMP EAGA yaitu West Borneo Economic Corridor, East Borneo Economic Corridor, dan Greater Sulu Sulawesi Corridor. Dukungan Ditjen Bina Marga pada ketiga koridor ekonomi tersebut terutama difokuskan pada peningkatan kualitas jalan perbatasan Tanjung Selor, ruas jalan Tayan – Serawak, dan pembangunan jalan tol Manado – Bitung. I-16
2) Peningkatan Konektivitas Nasional Potensi pembangunan infrastruktur jalan masih sangat tinggi karena Indonesia masih membutuhkan jaringan konektivitas transportasi yang handal. Tumbuhnya pusat – pusat pertumbuhan ekonomi baru memerlukan konektivitas yang memadai untuk mengoptimalkan potensi masing – masing kawasan serta mempermudah pemerataan kesejahteraan. Infrastruktur jalan membuka koridor-koridor ekonomi dan menghubungkan berbagai pusat kegiatan ekonomi dan logistik nasional sehingga pembangunan infrastruktur jalan selalu menjadi prioritas pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan jaringan jalan nasional harus menyatukan dan menghubungkan berbagai titik Kawasan Ekonomi Nasional, Kawasan Ekonomi Wilayah dan Kawasan Ekonomi Lokal sehingga arus bahan baku, bahan jadi, dan hasil produksi dapat dengan mudah menjangkau lokasi terminal, bandara maupun dermaga sebagai kelanjutan sistem logistik nasional. Hingga akhir tahun 2015, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan peningkatan konektivitas nasional. Pembangunan jalan masih terfokus pada kawasan Barat. Sedangkan pusat-pusat ekonomi di kawasan Indonesia Timur masih belum seluruhnya terhubung. Pembangunan jalan perlu difokuskan untuk mendorong pertumbuhan di kawasan Indonesia Timur, dengan memberi dukungan dan layanan jalan terhadap pusat ekonomi sehingga dapat meningkatkan interaksi ekonomi antar wilayah. Selain itu, aksesibilitas untuk kawasan terisolir, perbatasan dan terluar juga menjadi salah satu isu yang strategis terkait Negara Kesatuan Republik Indonesia. Infrastruktur jalan mampu memfasilitasi pemerataan pembangunan, membuka akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan fasilitas sosial lain seperti pasar, administrasi pemerintahan serta penyeimbang ekonomi untuk daerah perbatasan. 3) Kemantapan Jalan Nasional dan Jalan Daerah Kemantapan jalan merupakan kunci dalam menjamin kelancaran mobilitas orang dan barang yang akan berpengaruh terhadap efisiensi waktu dan biaya, kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan. Kondisi jalan nasional di Indonesia saat ini cukup baik dengan kemantapan 94%. Meskipun begitu, perlu sedikit upaya agar mencapai 98% mantap pada tahun 2019. Disamping itu, diperlukan pemeliharaan secara berkala agar kemantapan jalan nasional tetap terjaga. Akan tetapi, kondisi ini belum dirasakan pada jalan daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Jalan merupakan sebuah sistem jaringan yang terstruktur dan terintegrasi satu sama lain. Kemantapan jalan daerah penting untuk mendukung fungsi jalan nasional dengan menghubungkan daerah-daerah Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan daerah Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
I-17
Antisipasi kerusakan jalan sudah harus dipertimbangkan pada saat perencanaan dan konstruksi. Pembangunan jalan baru harus mempertimbangkan umur rencana (design life) yang lebih lama serta mampu menahan beban dan pengaruh cuaca. Design life jalan selama ini relatif pendek, yaitu hanya pada kisaran 10 tahun. Antisipasi sejak masa konstruksi dapat mengurangi resiko kerusakan jalan dalam jangka pendek. Kegiatan perbaikan jalan yang dilakukan terus menerus akibat rusaknya jalan dalam jangka waktu pendek akan memakan biaya yang lebih besar sehingga antisipasi terhadap kerusakan jalan sejak proses konstruksi dapat menghemat biaya perawatan jalan. 4) Pembangunan Jalan Berwawasan Lingkungan Proses konstruksi jalan merupakan salah satu sumber polusi. Omri Dahlan dan Alex Goykham dalam artikelnya “The Importance of Green Roads” mengatakan bahwa pembangunan 1 mil jalan akan menghasilkan polusi sebesar 1.200 ton, setara dengan polusi dari 210 mobil dalam setahun. Oleh karena itu, pembangunan jalan harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 5 sudah “mengisyaratkan” agar pembangunan jalan Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan. Salah satu upaya pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan adalah menerapkan konsep “Green Roads” atau jalan ramah lingkungan yang memperhatikan tiga aspek yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Konteks green road ini mencakup tahap pembiayaan, perencanaan, desain, konstruksi, dan pemeliharaan jalan, serta penanganan dampak perubahan iklim. Dalam pembangunan green roads dikenal beberapa prinsip penting yaitu meminimalkan pemanfaatan energi dan air, mengurangi penggunaan sumber daya alam tak terbarukan, desain dan material yang meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan dan pengoperasian jalan (polusi udara, suara, getaran, dan limbah), serta lansekap jalan membaur dengan lingkungan sekitar. Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi pembangunan jalan seperti alat berat, teknik desain, material bahkan teknologi kelengkapan jalan seperti dinding peredam kebisingan, teknologi pembatas jalan, dan lain-lain. Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan teknologi yang berkaitan dengan kriteria green roads. Namun pada kenyataannya, penerapan teknologi masih sangat minim dilakukan. Yang seharusnya dilakukan adalah mendorong penerapannya dalam pembangunan jalan di Indonesia, selain untuk pelestarian lingkungan, teknologi-teknologi tersebut diciptakan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur jalan serta meningkatkan keselamatan pengendara.
I-18
1.5.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mengamanatkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat melalui penyediaan akses air minum sebesar 100%, terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh, serta pemenuhan sanitasi layak, pada tahun 2020. Selain itu, pengembangan permukiman tidak sekedar sebagai pendukung sarana kebutuhan kehidupan, tetapi merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, menampakkan jati diri, memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan karena memiliki multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta penciptaan lapangan kerja. Peran dan partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah dalam hal pendataan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, masih bisa dioptimalkan. Sebagai contoh, dukungan Pemerintah Daerah dalam pembangunan khususnya sarana dan prasarana dasar terkait pembebasan tanah sangat besar, sehingga berpotensi untuk diberdayakan dan ditingkatkan dalam kerangka sinergi pusat daerah. Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan, seperti 70% emisi gas rumah kaca berasal dari kawasan perkotaan, salah satunya berasal TPA Open Dumping yang menghasilkan gas metana (CH4). Bangunan gedung menggunakan 40% dari energi global, dan menghasilkan emisi pada tahap konstruksi dan operasi. Selain itu, dalam aspek akses air minum, masih perlunya peningkatan cakupan layanan yang saat ini secara nasional sekitar 70 persen, penurunan kehilangan air, peningkatan kualitas air minum, optimalisasi potensi pendanaan swasta, penerapan tarif full cost recovery; optimalisasi penerapan Good Corporate Governance; peningkatan kualitas dan kuantitas air baku, optimalisasi potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangan SPAM serta pengembangan teknologi pengolahan air. Selanjutnya terkait sanitasi, tantangan/permasalahan antara lain: (1) cakupan layanan sanitasi nasional saat ini masih rendah yaitu sekitar 59,7 persen; (2) belum seluruh masyarakat dapat menikmati akses sanitasi yang layak (sekitar 70 juta jiwa penduduk Indonesia buang air besar sembarangan); (3) rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; daerah belum memiliki dokumen perencanaan sanitasi berkualitas; (4) perlunya peningkatan peran daerah terkait pengelolaan sanitasi; (5) kesulitan penyediaan lahan yang layak dan sesuai dengan ketentuan teknis pembangunan infrastruktur; dan (6) perlunya peningkatan manajemen aset.
I-19
Dalam penanganan permukiman kumuh ada beberapa tantangan/permasalahan antara lain; (1) hasil identifikasi kawasan kumuh pada tahun 2015 mencapai 35.003 Ha; (2) perlunya peningkatan peran daerah dalam pengentasan kawasan kumuh, saat ini sekitar 53 persen belum memiliki Perda bangunan gedung; dan (3) peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni belum seluruhnya didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, sehingga memicu meluasnya permukiman kumuh.
1.5.4 Pembiayaan Perumahan Beberapa peluang untuk pembiayaan perumahan antara lain: (1) sumber-sumber pembiayaan yang dapat digalang dan dimanfaatkan melalui pelembagaan yang terintegrasi masih terbuka (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, Tabungan Perumahan, Dana Jangka Panjang); (2) Bank BTN sebagai bank untuk pembiayaan perumahan; (3) Lembaga Keuangan Bank/ Lembaga Keuangan Bukan Bank (Koperasi/ Multifinance); (4) PT. SMF sebagai lembaga pembiayaan sekunder perumahan; (5) penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) pembiayaan perumahan; (6) pemanfaatan sumber dana di luar APBN/APBD; dan (7) perumahan menjadi urusan wajib pemerintahan provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten. Namun demikian terdapat beberapa permasalahan diantaranya adalah: (1) masih terbatasnya bantuan pembiayaan perumahan bagi MBR untuk memiliki Rumah Sejahtera, termasuk masih terbatasnya skema/pola bantuan pembiayaan perumahan (availability) bagi masyarakat berpenghasilan rendah; (2) masih rendahnya daya beli atau kemampuan (affordability) MBR pada sektor perumahan, baik untuk membeli rumah yang disediakan oleh pengembang maupun untuk meningkatkan kualitas rumah yang sudah tidak layak huni; (3) relatif masih terbatasnya akses MBR ke lembaga keuangan untuk mendapatkan KPR (accessibility); dan 4) terjadinya mismatch dalam pembiayaan perumahan, akibat relatif sedikitnya ketersediaan dana murah jangka pajang dalam pembiayaan perumahan (sustainability).
I-20
1.5.5 Penyediaan Perumahan Peran dan partisipasi aktif Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat penting. Peran tersebut, yang meliputi pendataan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, perlu dioptimalkan. Sebagai contoh, pemerintah daerah perlu memberikan dukungan dalam bentuk kesiapan sarana dan prasarana serta pembebasan tanah bagi pembangunan perumahan. Dukungan Pemerintah Daerah tersebut perlu ditingkatkan dalam kerangka sinergi pusat dan daerah. Di samping Pemerintah Daerah, pelaku yang juga perlu diberdayakan adalah masyarakat dan dunia usaha, termasuk BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman yang selama ini belum didorong secara maksimal. Peran dunia usaha seharusnya dikembalikan sebagai investor yang efektif dan sebagai generator pengembangan kawasan. BUMN harus didorong untuk dapat melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sekaligus membantu Pemerintah untuk menyelesaikan target-target yang telah ditetapkan. Sedangkan masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, perlu diberdayakan secara terorganisir dan ditempatkan sebagai aktor penting pembangunan. Disisi lain, terdapat tantangan dan permasalahan yaitu; (1) dukungan kebijakan bidang perumahan dan kawasan permukiman belum memadai; (2 koordinasi dan kelembagaan pembangunan perumahan kurang optimal; (3) peran kontrol Pemerintah terhadap harga lahan dan harga perumahan belum optimal; (4) efisiensi proses dan mahalnya biaya perizinan untuk pembangunan perumahan kurang maksimal; (5) terbatasnya dan mahalnya harga bahan bangunan untuk pembangunan perumahan; (6) pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan masih kurang maksimal; (7) masih tingginya backlog kepemilikan rumah; dan (8) pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk pembangunan perumahan perlu dikembangkan. Kementerian PUPR memiliki tanggung jawab cukup besar untuk menyediakan tempat tinggal yang layak huni sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28H bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Hingga saat ini, masih terdapat backlog kepenghunian rumah sebesar 7,5 juta. Sementara setiap tahun kebutuhan rumah rata-rata adalah 800 ribu unit berdasarkan asumsi bahwa setiap pasangan menikah akan membutuhkan satu rumah. Jika hanya melalui penyediaan program pemerintah maka hanya akan tercukupi kebutuhan 400 ribu unit per tahun. Untuk itu, perlu dilakukan program Pembangunan Sejuta Rumah setiap tahun hingga 2019 yang ikut melibatkan Perumnas dan Developer.
I-21
1.5.6 Pembinaan Konstruksi Nasional Jasa konstruksi dikenal sebagai kegiatan yang sangat terfragmentasi. Fragmentasi vertikal terjadi dalam rantai produksi antara produsen material, pemasok, manufaktur, kontraktor spesialis, dan kontraktor general, sementara fragmentasi horizontal terjadi dalam siklus proyek yaitu gagasan, konseptual desain, studi kelayakan, perencanaan detail, pengadaan, konstruksi, penyerahan pekerjaan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Selain itu, rendahnya mutu masih mewarnai penyelenggaraan konstruksi di Indonesia. Di bidang jalan misalnya, terjadi kerusakan struktural jalan sebelum umur rencana berakhir. Kegagalan konstruksi juga masih terjadi dalam pengelolaan bendung dan jembatan, contohnya runtuhnya Bendung Situ Gintung tahun 2009 dan Jembatan Kutai Kartanegara pada tahun 2011. Walaupun terdapat beberapa kontraktor nasional terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai kemampuan tinggi, daya saing kontraktor nasional secara umum masih rendah. BUJK didominasi oleh BUJK generalis sehingga kemitraan antar kualifikasi dan klasifikasi belum terwujud. Lemahnya kemampuan tenaga ahli dan konsultan nasional di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat juga sangat dirasakan. Pada saat ini hanya terdapat beberapa konsultan nasional yang bereputasi tinggi dan umumnya tidak bekerja di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Luputnya perhatian pemerintah dan terbatasnya kemampuan asosiasi profesi mengawal billing rate tenaga ahli yang pantas berakibat langsung pada kemampuan perusahaan konsultan untuk mempertahankan dan membina tenaga ahli serta mengembangkan usahaserta terjadinya praktek-prakter yang kurang professional. Mutu sumber daya manusia sektor konstruksi tidak kurang memprihatinkan. Dari 6,9 juta pekerja, 60% adalah tenaga kasar, 30% tenaga terampil, dan hanya 10% tenaga ahli. Dari total tenaga kerja tersebut, kurang dari 10% yang telah bersertifikat.
1.5.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Saat ini terdapat tuntutan masyarakat untuk menghapuskan praktik KKN yang telah berlangsung lama, membuat pemerintah bertekad untuk melakukan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di segala bidang pemerintahan agar tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Penghapusan KKN tersebut apabila terpenuhi maka akan berpotensi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel. Selain itu adanya keinginan mengurangi kebocoran, meningkatkan kualitas infrastruktur, dan mengayomi pelaksana yang telah bekerja dengan baik dan benar. Juga adanya dukungan Sistem Akuntansi dan IT Based System dalam mendukung pengawasan dan pengendalian di lingkungan Kementerian PU. I-22
Beberapa tantangan dan permasalahan dalam aspek pengendalian dan pengawasan, diantaranya; (1) pembangunan sarana dan prasarana bidang PU dan perumahan rakyat perlu untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; (2) koordinasi penyelenggaraan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih lemah yang berdampak pada ketidakjelasan status aset; (3) belum maksimalnya pelaporan gratifikasi sebagai tindak lanjut atas komitmen penerapan gratifikasi; dan (4) perlunya seluruh unit kerja menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) melalui Manajemen Resiko sesuai Instruksi Menteri PU No. 2/IN/M/2011.
1.5.8 Pengembangan Infrastruktur Wilayah Pembangunan infrastruktur memiliki kontribusi yang besar dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan daya saing global. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) memiliki kontribusi besar dalam pembangunan wilayah karena menjadi tulang punggung dari suatu wilayah. Oleh karena itu, aktualisasi dari pembangunan infrastruktur PUPR harus menjadi pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan selalu memperhatikan daya dukung agar hasil pembangunan dapat dimanfaatkan olehgenerasi sekarang dan diwariskan pada generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan menjadi dasar keterpaduan pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah. Pembangunan infrastruktur bidang PUPR perlu diarahkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayahdan bersinergi dengan kelestarian lingkungan. Pembangunan infrastruktur merupakan pemicu terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru. Kota-kota atau pusat permukiman baru dapat menjadi penyeimbang pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi disparitas antarwilayah. Selain itu, pembangunan infrastruktur diarahkan untuk mengurangi laju urbanisasi, meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat, serta menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Untuk dapat memenuhi hal tersebut, pembangunan bidang PUPR harus berlandaskan pada pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor. Poin penting dari keterpaduan tersebut adalah adanya sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang juga melibatkan badan usaha dan masyarakat. Sinergi tersebut juga perlu mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah, atau dengan kata lain pembangunan wilayah. Meskipun keterpaduan sektor-sektor di bawah Kementerian PUPR maupun di luar Kementerian PUPR telah tertuang dalam Rencana-rencana Strategis sebelumnya, tetapi perencanaan belum terpadu terhadap pengembangan wilayah. Parameter penyaringan program masih didasarkan pada kriteria kesiapan pembangunan masing-masing sektor. Selain itu, penganggarannya pun I-23
masih dengan kriteria sektor. Perencanaan, pemrograman, dan penganggaran pembangunan belum spesifik kepada keterpaduan pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah antarsektor, antardaerah, dan antarpemerintahan. Konsekuensinya, capaian secara spesifik belum dapat disajikan. Kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur PUPR sebelumnya masih belum terpadu dengan pengembangan wilayah yang memperhatikan rencana tata ruang. Isu pengentasan kemiskinan dan rendahnya laju pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh dikotomi dan disparitas antara Kawasan Barat Indonesi (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan kendala yang masih harus dihadapi dalam mewujudkan target-target nasional. Salah satu penyebabnya adalah intervensi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi lebih besar di Kawasan Barat Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Bali) dibandingkan KawasanTimur Indonesia. Akibatnya, disparitas pembangunan infrastruktur sangat besar. Kontribusi Kawasan Barat Indonesia terhadap PDB nasional lebih besar daripada Kawasan Timur Indonesia yang kayasumber daya alam, laut, dan mineral. Selain itu, penyelengaraan pembangunan infrastruktur PUPR juga menghadapi beberapa tantangan terutama dalam menyeimbangkan pertumbuhan dan pembangunan. Pengukuran kinerja keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah pada perwakilan kawasan dari 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) telah mulai dilakukan untuk menentukan dasar pengukuran kinerja berkala setiap tahun. Dalam pengukuran tersebut, beberapa kendala ditemui dan akan terus diperbaiki. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keterpaduan infrastruktur baik di dalam kawasan, antar kawasan, dan antar WPS masih rendah. Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengombinasikan faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupasumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi. Sementara, faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain. Konsep pengembangan wilayah dapat memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pengembangan wilayahmemberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik serta menciptakan pusatpusat produksi. Sedangkan dalam konteks jangka panjang, pengembangan wilayah dapat mendorong pemanfaatanpotensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal. Lebih lanjut, pengembangan wilayah mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala pembangunan di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Potensi dan keunggulan kawasan dapat memberikan nilai tambah dan kapasitas produksi unggulan di kawasan. Pemberdayaan masyarakat, yang berpotensi mendorong akselerasi investasi industri melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan penyangga, dapat lebih memperoleh dukungan. Selama ini, masyarakat petani, nelayan, peternak, pengrajin kesulitan memasarkan produknya serta kuantitas produk relatif rendah. I-24
Namun demikian, masih terdapat permasalahan yang mengemuka pada konsep pengembangan wilayah, di antaranya: 1)
Kebijakan, peraturan, standar dan manual dalam perencanaan, pemrograman dan penganggaran pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah masih belum terpadu dan sinergis dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi, sosial dan keberlanjutan lingkungan serta kearifan lokal sebagai keunggulan kompetitif;
2)
Kepadatan penduduk di Pulau Jawa-Bali merupakan yang tertinggi dengan kepadatan ratarata diatas 500 Jiwa/Km2;
3)
Secara spasial, wilayah dengan proporsi penduduk miskin yang tinggi terdapat di wilayah Papua dan Nusa Tenggara (diatas 30%) sementara terendah di Kalimantan (dibawah 10%);
4)
Distribusi ekonomi wilayah Jawa dan Bali mendominasi hingga mencapi 58,8% terhadap nasional, Sumatera 23%, dan Kalimantan 9,3% sisanya kurang dari 10%;
5)
Keterpaduan antarprogram/antarsektor yang berbeda sumber pendanaan masih belum optimal;
6)
Minimnya akses serta anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk pembangunan pada kawasan yang baru bertumbuh terutama pada kawasan perbatasan/terpencil/tertinggal;
7)
Belum efektifnya pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai basis pembangunan wilayah;
8)
Belum ada penetapan kawasan yang akan dikembangkan dan dukungan fungsi yang dibutuhkan dikaitkan dengan daya dukung, daya tampung, dan lingkungan fisik pendukung fungsi;
9)
Belum terbangunnya sistem pendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi kawasan baik industri maupun perdagangan yang berbasis potensi sumber daya kawasan serta pemberdayaan masyarakat;
10) Belum terpadunya pengelolaan dan pembangunan kawasan baik dalam perencanaan, pemrograman, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan; 11) Kurangnya dukungan lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pemerintahan terkait kompleksitas kawasan dari berbagai dimensi baik sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan; dan 12) Kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan yang tinggi dengan indikasi hampir seluruh fasilitas terakumulasi di kawasan perkotaan, sehingga cenderung menimbulkan arus urbanisasi.
I-25
1.5.9 Penelitian dan Pengembangan Pada periode 2015-2019, Badan Litbang PUPR dituntut untuk meningkatkan kinerja dari lima tahun sebelumnya. Hal tersebut berarti bahwa karya-karya yang dihasilkan, baik dari segi kuantitas, maupun kualitas, harus lebih baik dari sebelumnya. Untuk mendukung pencapaian target tersebut dibutuhkan peningkatan kualitas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan manajemen sumber daya litbang untuk acuan perencanaan strategis kedepan. Dalam rangka mendukung terciptanya mutu penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal, Badan Litbang PUPR telah diarahkan untuk berperan sebagai the technostructure atau scientific backbone, yaitu memberikan saran dan masukan maupun pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan Kementerian. Beberapa kegiatan litbang yang menonjol meliputi layanan konsultasi pada kasus-kasus strategis dan kegiatan advis teknis yang dilakukan kepada pemerintah daerah maupun kepada direktorat jenderal terkait. Kegiatan prioritas lainnya adalah melakukan pembinaan aparat pelaksana di daerah terkait dengan standar yang diperlukan, baik melalui TOT, maupun upaya pemenuhan permintaan advis teknis, dan pendampingan teknis yang semakin bertambah. Sebagai pelopor di bidang penelitian dan pengembangan teknologi, Badan Litbang berperan dalam mencari terobosan-terobosan baru dalam pengembangan teknologi untuk diaplikasikan dalam pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat. Badan Litbang secara tidak langsung berperan dalam mengedukasi masyarakat agar mampu menjaga infrastruktur terbangun dengan cara, antara lain melakukan pelatihan kepada masyarakat dalam mencari modul pembangunan partisipatif, pelatihan terhadap tenaga-tenaga laboran di laboratorium daerah, dan perkuatan SDM ke-litbang-an. Tersedianya pilihan IPTEK siap pakai, peningkatan akses pemangku kepentingan terhadap keberadaannya, serta layanan administrasi dan manajemen untuk meningkatkan kualitas layanan publik merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan pemberian dukungan Badan Litbang PUPR terhadap penyediaan infrastruktur berkualitas. Ketidakmerataan atau disparitas ketersediaan infrastruktur kawasan/wilayah, penurunan kualitas lingkungan permukiman, kekuranghandalan jaringan infrastruktur, dan faktor kesiapan masyarakat untuk menerima dan mengelola infrastruktur PUPR, menjadi tantangan pengembangan inovasi IPTEK PUPR di masa datang. Tantangan penelitian dan pengembangan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (Litbangrap IPTEK) bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke depan berhubungan dengan aspek-aspek antara lain: 1) Kualitas perencanaan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat, dan pengendalian pemanfaatan ruang bagi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan (termasuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim); 2) Keandalan sistem (jaringan) infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, dan daya saing; 3) Kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan (dasar) infrastruktur pekerjaan umum dan I-26
permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 4) Pembangunan kawasan strategis, wilayah tertinggal dan perbatasan, dan penanganan kawasan rawan bencana untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah; dan 5) Optimalisasi peran (koordinasi, sistem informasi, data, SDM, kelembagaan dan administrasi) dan akuntabilitas kinerja aparatur untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan publik infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Berdasarkan aspek aspek litbang tersebut, maka tantangan dan isu-isu strategis pelaksanaan kegiatan Litbangrap IPTEK lima tahun kedepan adalah sebagai berikut: 1) Tantangan bidang Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Litbangrap) IPTEK Menyediakan IPTEK siap pakai untuk (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana, (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi, (iii) mengurangi kelangkaan air baku, (iv) memperbaiki kualitas air baku, (v) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan), (vii) meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, (viii) meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU Permukiman, UU Sampah), (ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah; 2) Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain. 3) Memperluas simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, assosiasi, dan media informasi dalam proses pelaksanaannya. 4) Memanfaatkan peluang riset insentif untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat kebijakan zero growth. 5) Melakukan kerjasama dengan lembaga lembaga litbang internasional dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman. 6) Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang meliputi (i) perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran, (ii) perbaikan proses kerja untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK (termasuk SOP verifikasi kualitas teknologi bidang PU dan Permukiman), dan (iii) memperbaiki sistem manajemen SDM untuk meningkatkan kompetensi peneliti dan perekayasa Bidang PU dan permukiman. (iv) keseimbangan antara beban, tanggungjawab, dan insentif masih perlu diperbaiki. (v) pelaksanaan pengarusutamaan gender. I-27
Selain itu, terdapat beberapa tantangan/permasalahan, diantaranya adanya tuntutan penyediaan IPTEK siap pakai untuk: 1)
Meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana;
2)
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan sumber daya air;
3)
Mengurangi kelangkaan air baku;
4)
Memperbaiki kualitas air baku;
5)
Menurunkan biaya operasional Kendaran (Aplikasi UU Jalan);
6)
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman;
7)
Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU Permukiman, UU Sampah);
8)
Pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;
9)
Perlunya mempercepat proses standarisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil, untuk mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;
10) Perlunya memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU dan Perumahan Rakyat, standar bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil, termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, asosiasi dan media informasi; 11) Perlunya memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa, sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat zero growth; 12) Tuntutan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaga maupun sumber daya manusia litbang dalam mengantisipasi dampak pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; 13) Tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK; 14) Percepatan pembangunan sejuta rumah (rumah tapak dan rumah susun) dan 15) Jaminan mutu penyelenggaraan infrastruktur PUPR.
I-28
1.5.10 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia aparatur merupakan bagian dari administrasi publik yang berperan sangat strategis dan kritikal dalam pencapaian target-target pembangunan infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kondisi ideal yang diharapkan dari SDM aparatur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah: independen dan netral; berkompeten; produktif; berintegritas; berkesejahteraan; berorientasi pelayanan dan kinerja; dan akuntabel. Ke depan perlu ada perubahan pola pikir (mindset) dari ASN, yaitu: dari dilayani menjadi melayani; dari orientasi proses menjadi orientasi outcome; dari menunggu menjadi menjemput; dari inkompeten menjadi kompeten; dari rumit dan tidak fleksibel menjadi sederhana; serta dari koruptif menjadi bersih. Disisi lain, terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia, diantaranya: 1)
Tuntutan pencapaian visi pembangunan nasional tinggal 10 tahun ke depan, sementara Kementerian PUPR belum banyak menyentuh TURBINWAS penyelenggaraan pembangunan infrastruktur PUPR, masih berkonsentrasi pada BANG yang notabene hanya 25% dari kewajiban sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan infrastruktur PUPR nasional.
2)
Dukungan SDM PUPR semakin melemah, baik dari kuantitas maupun kompetensi dan kualitas, termasuk SDM PUPR Daerah yang akan menjadi kepanjangan tangan Kementerian PUPR dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur (misalnya untuk jalan, 90,5% dari bagian tanggungjawab Kementerian PUPR yang harus ditangani dalam bentuk TURBINWAS, pelaksananya adalah aparat daerah), sementara anggaran semakin meningkat bahkan hingga 3 kali lipat dari anggaran 5 tahun yang lalu.
3)
Diperlukan komitmen kuat dalam Pengembangan SDM, menyangkut pembinaan, kesinambungan dan konsistensi penyelenggaraan, hingga profesionalisme pengelolaannya.
4)
Diperlukan kebijakan, strategi, perencanaan pengembangan dan manajemen SDM PUPR yang konsepsual, sistemik, serta berkesinambungan.
1.5.11 Peningkatan Dukungan Manajemen serta Sarana dan Prasarana Selama periode 2010-2015 Kementerian PUPR terus melakukan pembenahan dalam aspek dukungan manajemen serta sarana dan prasarana. Beberapa prestasi berhasil diraih di antaranya adalah: 1) peningkatan transparansi pelaksanaan program melalui penerapan eMonitoring dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pembangunan bahkan eMonitoring ini digunakan oleh Kementerian/Lembaga lain (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Sekretariat Negara, dan Kejaksaan Agung), I-29
pembinaan perencanaan program dan administrasi kerjasama luar negeri, publikasi program dan kegiatan Dana Alokasi Khusus pada website Kementerian PUPR yang merupakan salah satu program Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (RAN PPAK), serta penyusunan dokumen program dan anggaran berbasis kinerja; 2) Pengelolaan dan pengadministrasian pegawai secara sistematis dan transparan, termasuk perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) melalui Computer Assisted Test (CAT); 3) Perolehan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan; 4) Penyelesaian produk hukum dan fasilitasi bantuan hukum; 5) Penyelenggaraan data dan teknologi informasi melalui pembuatan peta profil infrastruktur dan integrasi Local Area Network (LAN); 6) Peningkatan citra positif Kementerian PUPR melalui berbagai media seperti pemberitaan, rangkaian peresmian, program TV/radio berupa Iklan Layanan Masyarakat dan talkshow, advertorial di media cetak, pameran hasil pembangunan infrastruktur, media sosial (Youtube, Facebook, twitter, Instagram), dan media online (meluncurkan Microsite Ayo Mudik dan pemanfaatan situs-situs berita yang terpercaya); 7) Perolehan predikat ”Platinum” untuk green construction dan eco building di lingkungan kampus Kementerian PUPR. Tantangan Kementerian PUPR ke depan adalah mempertahankan bahkan semakin meningkatkan capaian yang telah diperoleh tersebut. Dalam rangka peningkatan dukungan manajemen serta sarana dan prasarana Kementerian PUPR, masih terdapat beberapa permasalahan dan tantangan untuk mewujudkan budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas di antaranya: 1) Tantangan perolehan nilai Laporan Kinerja Instansi Pemerintah skor > 75 atau kategori A (sangat memuaskan) dengan menyusun indikator kinerja yang SMART dan dilengkapi cascading, dengan menjabarkan indikator kinerja ke dalam SKP, dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas, serta dengan menyempurnakan sistem aplikasi informasi kinerja (ePerformance); 2) Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk infrastruktur PUPR daerah semakin besar, namun belum didukung oleh adanya basis data yang lengkap dan terbaru terkait kondisi eksisting infrastruktur PUPR di daerah; 3) Perlunya optimalisasi clean and good governance, optimalisasi penerapan sistem akuntansi berbasis “full accrual”, peningkatan tertib administrasi keuangan serta peningkatan keseragaman pelaporan keuangan; 4) Perlunya optimalisasi pengendalian disiplin pegawai, peningkatan reformasi birokrasi oleh setiap pegawai, fasilitasi pengelolaan laporan harta kekayaan pejabat negara, optimalisasi proses mutasi pegawai serta master plan organisasi dan tata laksana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang ideal agar stabil.
I-30
Selain itu, terdapat beberapa permasalahan dan tantangan untuk meningkatkan pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana, antara lain: 1) Perlunya peningkatan kesadaran pegawai terkait penghematan energi dan kualitas lingkungan kerja, peningkatan kuantitas sarana dan prasarana kerja, dan peningkatan kualitas pengelolaan arsip; 2) Perlunya peningkatan UU no. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), peningkatan pemanfaatan media sosial dan online dalam pembentukan opini publik yang positif terhadap capaian pembangunan infrastruktur PUPR, dan perlunya dukungan strategi komunikasi publik yang tepat terkait penyebarluasan informasi; 3) Perlunya optimalisasi sistem informasi geografis yang terpadu dalam pendataan infrastruktur PUPR, optimalisasi penggunaan TIK dalam pelaksanaan tugas, peningkatan integrasi basis data setiap unit organisasi ke dalam satu basis data, dan peningkatan kompetensi SDM terkait TIK; dan 4) Perlunya optimalisasi pembinaan sistem dan tertib peraturan dan per-UU-an serta bantuan hukum, percepatan penyelesaian peraturan bidang PUPR melalui dukungan koordinasi, harmonisasi serta peningkatan kompetensi SDM dalam pembahasan dengan pihak-pihak terkait, peningkatan tertib dokumen sebagai alat bukti pendukung dalam penanganan perkara, peningkatan penanganan rumah negara, serta pembuatan jaringan dokumentasi informasi hukum terpusat.
I-31
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA
2.1 Uraian Singkat Rencana Strategis 2.1.1 Visi dan Misi Untuk mewujudkan pembangunan visi pembangunan nasional tahun 2015-2019 menjadi Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong melalui pembangunan nasional yang lebih cepat, kuat, inklusif serta berkelanjutan, maka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjabarkan visi pembangunan nasional tersebut ke dalam visi, misi, tujuan, dan sasaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya serta dengan mempertimbangkan pencapaian pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat periode tahun 2010-2014, potensi dan permasalahan, tantangan utama pembangunan yang dihadapi lima tahun ke depan serta sasaran utama dan arah kebijakan pembangunan nasional dalam RPJMN tahun 2015. Oleh karena itu visi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2015-2019 adalah: “TERWUJUDNYA INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT YANG HANDAL DALAM MENDUKUNG INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG”
Infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan kondisi ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang produktif dan cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat yang lebih sejahtera. Infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang handal secara lebih rinci diperlukan untuk mendukung agenda prioritas nasional antara lain untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; membangun Indonesia dari pinggiran dengan II-1
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; serta untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. Misi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang merupakan rumusan upayaupaya yang akan dilaksanakan selama periode Renstra 2015 – 2019 dalam rangka mencapai visi serta mendukung upaya pencapaian target pembangunan nasional, berdasarkan mandat yang diemban oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat sebagaimana yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, amanat RPJMN tahap ketiga serta perubahan kondisi lingkungan strategis yang dinamis sebagai berikut: 1. Mempercepat pembangunan infrastruktur sumberdaya air termasuk sumber daya maritim untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi, guna menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi; 2. Mempercepat pembangunan infrastruktur jalan untuk mendukung konektivitas guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim; 3. Mempercepat pembangunan infrastruktur permukiman dan perumahan rakyat untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak dalam rangka mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk semua’; 4. Mempercepat pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat secara terpadu dari pinggiran didukung industri konstruksi yang berkualitas untuk keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan perdesaan, dalam kerangka NKRI; 5. Meningkatkan tata kelola sumber daya organisasi bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang meliputi sumber daya manusia, pengendalian dan pengawasan, kesekretariatan serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung fungsi manajemen meliputi perencanaan terpadu, pengorganisasian yang efisien, pelaksanaan yang tepat, dan pengawasan yang ketat. 2.1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan rumusan kondisi yang hendak dituju di akhir periode perencanaan. Tujuan ini merupakan penjabaran dari visi serta dilengkapi dengan rencana sasaran strategis yang hendak dicapai dalam rangka mencapai II-2
sasaran nasional yang tertuang dalam RPJMN tahun 2015-2019. Tujuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat secara umum adalah menyelenggarakan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tingkat dan kondisi ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan yang produktif dan cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat yang lebih sejahtera. Lebih lanjut, tujuan tersebut di jabarkan sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang terpadu dan berkelanjutan didukung industri konstruksi yang berkualitas untuk keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan perdesaan; 2. Menyelenggarakan pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi, guna menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi; 3. Menyelenggarakan pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim; 4. Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip “infrastruktur untuk semua”; 5. Menyelenggarakan tata kelola sumber daya organisasi bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang meliputi sumber daya manusia, pengendalian dan pengawasan, kesekretariatan serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
II-3
2.1.3 Sasaran Strategis Untuk mewujudkan upaya pencapaian tujuan dan peningkatan kehandalan infrastrukur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang berkelanjutan, maka ditetapkan sasaran strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Penetapan sasaran strategis ini merupakan penjabaran dari tujuan yang dapat diukur secara spesifik untuk menggambarkan tahapan dalam pencapaian tujuan. Keterkaitan antara tujuan dan sasaran strategis adalah sebagai berikut: 1. Tujuan 1: Menyelenggarakan pembangunan pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang terpadu dan berkelanjutan didukung industri konstruksi yang berkualitas untuk keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan perdesaan. Tujuan 1 ini akan dicapai melalui sasaran strategis, yaitu: a. Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan; b. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran; c. Meningkatnya kapasitas dan pengendalian kualitas konstruksi nasional. 2. Tujuan 2: Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi, guna menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi. Tujuan 2 ini akan dicapai melalui sasaran strategis, yaitu: a. Meningkatnya dukungan kedaulatan pangan dan energi; dan b. Meningkatnya ketahanan air. 3. Tujuan 3: Menyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim. Tujuan 3 ini akan dicapai melalui sasaran strategis, yaitu: a. Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing; dan b. Meningkatnya kemantapan jalan nasional. 4. Tujuan 4: Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip “infrastruktur untuk semua”, akan dicapai melalui sasaran strategis: II-4
a. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan; b. Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman; dan c. Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan.
5. Tujuan 5: Menyelenggarakan tata kelola sumber daya organisasi bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang meliputi sumber daya manusia, pengendalian dan pengawasan, kesekretariatan serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang efektif, efiesien, transparan dan akuntabel. Tujuan 5 ini akan dicapai melalui sasaran srategis, yaitu: a. Meningkatnya pengendalian dan pengawasan; b. Meningkatnya sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas; c. Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas; d. Meningkatnya kualitas inovasi teknologi terapan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; e. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana.
Upaya pencapaian tujuan dan sasaran strategis diwujudkan melalui strategi yang terbagi atas perspektif customer/stakeholder expectation, internal process dan learning growth. Kerangka perwujudan harapan customer dan stakeholder yang merupakan bagan alir strategi tersebut dipetakan sebagaimana Gambar 2.1. Perspektif harapan customer/stakeholder didukung oleh empat sasaran strategis yakni meningkatnya keterpaduan infrastruktur, meningkatnya dukungan kedaulatan pengan dan kedaulatan energi, meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing, dan meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan. Dalam upaya pemenuhan terhadap harapan customer/stakeholder tersebut dilakukan melalui internal proses dalam keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran, pelaksanaan kebijakan dan pengawasan serta pengendalian yang didukung oleh tujuh sasaran strategis. Kemudian untuk melaksanakan internal proses maka diperlukan peningkatan Sumber Daya Manusia, budaya organisasi berkinerja tinggi dan berintegritas, peningkatan inovasi teknis terapan, serta pengelolaan regulasi, data dan informasi, serta sarana dan prasarana. Sebagaimana tertulis bahwa sasaran strategis merupakan sesuatu yang terukur dan spesifik, maka untuk mengetahui pencapaian tujuan dengan mengukur kinerja Kementerian PUPR didapatkan dari capaian sasaran strategis sesuai dengan strategi berdasarkan pengelompokan tiga perspektif.
II-5
Harapan Stakeholders dan customer yang harus dipenuhi
Meningkatnya kehandalan infrastruktur PUPR dalam mewujudkan: ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi; konektivitas bagi penguatan daya saing; layanan infrastruktur dasar; dan keterpaduan pembangunan antardaerah antar sektor dan antar tingkat pemerintahan untuk mensejahterakan masyarakat SS1. Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor, dan antar tingkat pemerintahan
SS2. Meningkatnya dukungan kedaulatan pangan dan kedaulatan energi
SS3. Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing
SS4. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
Harapan stakeholders dan customers dapat dipenuhi melalui internal proses : PELAKSANAAN KEBIJKAN
KETERPADUAN PERENCANAAN, PEMROGRAMAN DAN PENGANGGARAN
SS7. Meningkatnya kemantapanjalan nasional
SS6. Meningkatnya Ketahanan air
SS5. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran
SS9. Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan
SS8. Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
SS10. Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran
SS11. Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional
Untuk melaksanakan internal proses diperlukan : SS12. Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas
SS13. Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas
SS14. Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR
SS15. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
Gambar 2.1. Peta Strategi Kementerian PUPR
2.1.4 Kebijakan dan Program Pembangunan infrastruktur ke depan perlu diarahkan tidak hanya dititikberatkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah (engine of growth), namun perlu lebih bersinergi dengan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan. Hal ini mengingat pembangunan infrastruktur merupakan pemicu (trigger) terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru (new emerging growth center) yang menjadi cikal bakal lahirnya kota-kota baru/pusat permukiman baru yang dapat menjadi penyeimbang pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Selain itu pembangunan infrastruktur disamping diarahkan untuk mendukung pengurangan disparitas antar wilayah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan), juga untuk pengurangan urbanisasi dan urban sprawl, peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar, serta peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang pada ahirnya untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional.
II-6
Oleh karena itu pembangunan infrastruktur perlu berlandaskan pada pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor yang bertitik tolak dari sebuah rencana yang sinergi dan mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah. Dengan kata lain pembangunan wilayah perlu didukung kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan melibatkan pihak swasta, mengingat pada kenyataanya kawasan yang sudah berkembang akan lebih menarik banyak investor daripada kawasan yang belum berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka, arah kebijakan pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat tahun 2015-2019 secara umum adalah untuk mewujudkan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang handal dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan air, kedaulatan energi, konektivitas bagi penguatan daya saing, dan layanan infrastruktur dasar melalui keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan yang didukung dengan industri konstruksi nasional yang berkualitas dan sumber daya organisasi yang kompeten dan akuntabel. Arah kebijakan tersebut lebih jauh meliputi: 1) untuk meningkatkan ketahanan air, kedaulatan pangan dan kedaulatan energi guna menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi, akan dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan air baku untuk segala kebutuhan peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa, peningkatan pengendalian daya rusak air, peningkatan upaya konservasi sumber daya air, peningkatan kinerja operasi dan pemeliharaan sarana prasarana sumber daya air, 2) untuk dukungan terhadap konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim, akan dilakukan melalui penurunan waktu tempuh pada koridor utama, peningkatan pelayanan jalan nasional, dan peningkatan fasilitasi terhadap jalan daerah untuk mendukung pengembangan kawasan; dan 3) untuk dukungan terhadap peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar permukiman di perkotaan dan perdesaan akan dilakukan melalui peningkatan pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat, peningkatan pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak, peningkatan pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, penurunan kekurangan tempat tinggal (backlog) baik melalui penyediaan perumahan maupun melalui bantuan pendanaan dan pembiayaan perumahan, serta peningkatan rumah tangga masyarakat berpenghasilan rendah yang menghuni rumah layak melalui bantuan fasilitas pendanaan dan pembiayaan perumahan. Selain arah kebijakan tersebut juga ditetapkan arah kebijakan yang bersifat manajerial yaitu: 1) untuk meningkatkan keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan perdesaan, akan dilakukan melalui peningkatan keterpaduan perencanaan dan pemrograman infrastruktur PUPR dengan pengembangan II-7
Kawasan Strategis baik di perkotaan, kluster industri maupun perdesaan, peningkatan keterpaduan infrastruktur PUPR dengan pengembangan Kawasan Strategis baik di perkotaan, kluster industri maupun perdesaan; serta peningkatan kapasitas dan pengendalian kualitas konstruksi nasional; dan 2) untuk meneningkatkan pengendalian dan pengawasan internal, sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas, budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan akuntabel, regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, sarana dan prasarana serta kualitas inovasi teknologi terapan bidang PUPR guna mendukung penyelenggaraan pembangunan bidang PUPR yang efektif, efiesien, transparan dan akuntabel akan dilakukan melalui peningkatan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, peningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, peningkatan kompetensi sumber daya manusia PUPR sesuai dengan persyaratan jabatan, peningkatan pemanfaatan IPTEK bidang PUPR oleh stakeholders, dan peningkatan kualitas layanan teknis bidang PUPR kepada stakeholders, peningkatan kualitas dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya, peningkatan kualitas dukungan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Berdasarkan arah kebijakan tersebut di atas, dapat dirumuskan program-program sebagai berikut: 1. Program Teknis, merupakan program-program Kementerian PU dan Perumahan Rakyat yang menghasilkan pelayanan kepada kelompok sasaran/masyarakat (pelayanan eksternal), yaitu: a. Program Pengelolaan Sumber Daya Air (Ditjen Sumber Daya Air); b. Program Penyelenggaraan Jalan (Ditjen Bina Marga); c. Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman (Ditjen Cipta Karya); d. Program Pembinaan Konstruksi dan Fasilitasi Pengusahaan Infrastruktur (Ditjen Bina Konstruksi); e. Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan (Ditjen Pembiayaan Perumahan); f. Program Pengembangan Perumahan (Ditjen Penyediaan Perumahan); g. Program Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah). 2. Program Generik, merupakan program-program kementerian PU dan Perumahan Rakyat yang bersifat pelayanan internal untuk mendukung pelayanan aparatur dan atau administrasi pemerintahan (pelayanan internal), yaitu: a. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Lainnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Sekretariat Jenderal); b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Sekretariat Jenderal);
II-8
c. Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Badan Penelitian dan Pengembangan); d. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Inspektorat Jenderal); e. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia).
2.2 Perjanjian Kinerja Perjanjian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 mencakup 15 sasaran strategis yang didukung oleh 26 sasaran program. Program Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Pengelolaan Sumber Daya Air, Penyelenggaraan Jalan, serta Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman dilaksanakan untuk mendukung masing-masing dua sasaran strategis. Sebaliknya Program Perumahan dan Pengembangan Pembiayaan Perumahan dilaksanakan untuk mewujudkan satu sasaran strategis. Enam program lainnya, yaitu Program Pembinaan Konstruksi, Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya, Peningkatan Sarana dan Prasarana Kementerian PUPR, Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian PUPR, Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang PUPR, serta Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR dilaksanakan untuk mendukung masing-masing satu sasaran strategis. Secara garis besar terdapat tiga pengelompokan berdasarkan perspektif dalam sasaran strategis untuk memudahkan pengukuran pencapaian tujuan, yakni perspektif customer/stakeholder expectation, internal process, dan learning and growth. Pengelompokan perspektif ini didukung oleh sasaran strategis yang kemudian dijabarkan dalam sasaran program. Dengan demikian untuk pengukuran kinerja dapat dilakukan dari target dan sasaran yang tercantum di dalam Perjanjian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 berdasarkan pengelompokan sasaran strategis dengan indikator kinerja dari setiap sasaran program sebagaimana tabel II.1.
II-9
Tabel II.1. Perjanjian Kinerja NO 1
SASARAN STRATEGIS Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi
INDIKATOR KINERJA Indeks rasio dukungan infrastruktur PUPR terhadap keterpaduan pengembangan kawasan
3
Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing
Tingkat konektivitas jalan nasional
4
Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
Tingkat layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
2
Tingkat dukungan kedaulatan pangan dan ketahanan energi
CUSTOMER/STAKEHOLDER EXPECTATION 5
Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran
Tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan bidang PUPR Tingkat dukungan ketahanan air nasional
6
Meningkatnya ketahanan air
7
Meningkatnya kemantapan jalan nasional
Tingkat kemantapan jalan nasional
8
Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
9
Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan
Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah Tingkat pengendalian pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang PUPR
10
11
Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional
Tingkat pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional
INTERNAL PROCESS 12 13
14
15
Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
Prosentase sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas Tingkat kinerja dan integritas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
LEARNING AND GROWTH
TARGET 80,00%
45,83% 73,00% 81,00% 69,96% 80,00%
28,95% 86,00% 77,00% 84,00%
51,00%
75,00% 68,85% 10,00% 72,25%
67,00%
80,00% 57,31%
II-10
2.3 Metode Pengukuran Pengukuran 15 (lima belas) sasaran strategis Kementerian PUPR tahun 2015 dilakukan melalui survei tersendiri dan pengukuran berbasis outcome (outcome based), dengan rincian cara pengukuran sebagai berikut: 2.3.1 Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan Kementerian PUPR menjadikan konsep tiga pilar utama kerangka pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi yang berdaya saing, pembangunan sosial yang inklusif, dan pelestarian lingkungan hidup melalui ketepaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan sebagai fokus bagi sasaran program dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019,yaitu : 1. Meningkatnya keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan. 2. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran. Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah yang menjamin keterpaduan antar sektor, antardaerah,dan antarpemerintahan untuk mengurangi disparitas dan meningkatkan pertumbuhan dengan cara: 1. Menyusun kebijakan dan strategi dan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah. 2. Mengembangkan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah / kawasan strategis baik perkotaan maupun non perkotaan. 3. Menterpadukan dan mensinkronkan program Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah. 4. Melaksanakan Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah. Sehingga dengan prinsip keterpaduan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan seluruh masyarakat diberi ruang yang seluas-luasnya dalam proses menterpadukan,maupun meningkatkan kualitas hasil keterpaduan pembangunan. Hasil Keterpaduan infrastruktur PUPR dengan Pengembangan Wilayah adalah berkurangnya disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawasan proporsional yang dirasakan oleh masyarakat secara terus menerus, berkelanjutan, dan global untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan Keterpaduan infrastruktur PUPR diperlukan
II-11
sinergitas dan efisiensi baik dalam proses perencanaan, pemrograman maupun pelaksanaan dan terukurnya dampak ekonomi keterpaduan perlu perbaikan berkelanjutan dalam: 1. 2. 3. 4.
Peningkatan kapasitas kelembagaan (pembagian kewenangan dan peran). Penyediaan skema dan sumber pembiayaan (non APBN) dan investasi. Harmonisasi Regulasi (kerangka regulasi untuk menterpadukan). Evaluasi dampak manfaat infrastruktur yang telah terpadu.
Sasaran Pengukuran: Dengan mengukur keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan, maka akan diketahui efektifitas program-program Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan Infrastruktur masingmasing sektor di bidang PUPR di dalam kawasan, antar kawasan maupun antar WPS sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan serta fungsional lingkungan fisik terbangun yang terpadu dalam lokasi, besaran dan waktu. Cara Pengukuran: Membandingkan infrastruktur PUPR yang berhasil diterpadukan di dalam kawasan di tahun 2015 dibandingkan total infrastruktur PUPR di dalam Kawasan yang telah dibangun sebelumnya hingga akhir tahun 2015, serta dikombinasikan melalui pembobotan dengan faktor-faktor non fisik antara lain aspek keterpaduan perencanaan (termasuk regulasi, kesinkronan pemrograman, keterpaduan pelaksanaan serta manfaat ekonomi (berkurangnya disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawasan). Target
: 80% (pada 35 WPS)
Periode Pengukuran : setiap tahun Lead / Lag?
: Lag
Data Source
:
Data dari masing-masing Kawasan Strategis baik perkotaan maupun non perkotaan pada 35 WPS yang diterpadukan (dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah) Asumsi
:
Ketersediaan data eksiting infrastruktur bidang PUPR yang telah terbangun lengkap baik dari direktorat Jenderal di bawah Kementerian PUPR maupun pemerintah daerah terkait bidang PUPR
II-12
Contoh
:
Di dalam kawasan/kluster industri yang diterpadukan pembangunan infrastrukturnya berdasarkan daya tampung dan potensi kawasan, Ditjen Bina Marga melakukan preservasi jalan lintas timur di Sumsel sepanjang 50KM, total (dari 200KM yang diperlukan) dan berhasil memperpendek waktu tempuh menjadi 2.5 H/100KM.dari 2.7H/100KM), sementara itu Ditjen SDA membangun sarana prasarana air baku 250 m3/det, suplai air baku dan Ditjen CK membangun SPAM kota untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan meningkatkan aksesibilitas pada kawasan pelabuhan dan industri. Ditjen Penyediaan Perumahan menyediakan 200 rumah khusus untuk di urban area, dll, kemudian dijumlahkan dengan pembobotan 17 variabel sehingga diperoleh angka 78%. 2.3.2 Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi Sasaran strategis meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi dengan Indikator kinerja Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi diukur dari ratarata capaian outcome yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Layanan Irigasi dan 2) Peningkatan Potensi Sumber Energi. Komponen pengukuran tersebut dijabarkan sebagai berikut: Tabel II.2. Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi No 1)
Outcome/Indikator Kinerja
Baseline 2014
Target 2015
a. Peningkatan layanan jaringan irigasi
1.844.066 Ha
182.017 Ha
b. Pengembalian fungsi dan layanan
5.141.407 Ha
480.533,57 Ha
8.706 MW
113,19 MW
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk layanan irigasi
jaringan irigasi 2)
Peningkatan potensi sumber energi
2.3.3 Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing Konektivitas nasional merupakan salah satu kunci dalam penguatan daya saing. Kegiatan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari peran infrastruktur jalan sebagai prasarana yang melayani pergerakan baik orang maupun barang. Peningkatan cakupan pelayanan maupun kualitas pelayanan jalan merupakan salah satu upaya dalam memperkuat daya saing nasional. Konektivitas Jalan Nasional diukur melalui persentase simpul-simpul yang dapat terhubung yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan jalan nasional terutama pada Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. II-13
2.3.4 Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan Sasaran strategis ini merupakan penjumlahan capaian subbidang cipta karya (penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan dan peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi) dan subbidang perumahan rakyat (pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah. Tabel II.3. Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan No 1)
2)
Outcome/Indikator Kinerja
Target
Keterangan
Subbidang Cipta Karya
78,00%
a. Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
92,00%
b. Peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
64,00%
Subbidang Perumahan Rakyat
84,00%
a. Pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah
84,00%
Rata-rata outcome penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan dan peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi Capaian outcome subbidang perumahan rakyat yang merupakan gabungan capaian penyediaan dan pembiayaan perumahan
2.3.5 Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran Kementerian PUPR menjadikan konsep tiga pilar kerangka keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dengan pengembangan wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan yaitu keterpaduan perencanaan, keterpaduan dan kesinkronan program dan keterpaduan pelaksanaan sebagai fokus bagi sasaran program dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019, yaitu: 1. Meningkatnya keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan. 2. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran. Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah yang menjamin keterpaduan antar sektor, antardaerah,dan antarpemerintahan untuk mengurangi disparitas dan meningkatkan pertumbuhan dengan cara : 1. Menyusun kebijakan dan strategi dan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah. 2. Mengembangkan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah / kawasan strategis baik perkotaan maupun non perkotaan. 3. Menterpadukan dan mensinkronkan program Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah. II-14
4. Melaksanakan Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR Pengembangan Wilayah.
dengan
Sehingga dengan prinsip keterpaduan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan seluruh masyarakat diberi ruang yang seluas-luasnya dalam proses menterpadukan, maupun meningkatkan kualitas hasil keterpaduan pembangunan. Hasil keterpaduan infrastruktur PUPR dengan Pengembangan Wilayah adalah berkurangnya disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawsan proporsional yang dirasakan oleh masyarakat secara terus menerus, berkelanjutan, dan global untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan Keterpaduan infrastruktur PUPR diperlukan sinergitas dan efisiensi baik dalam proses perencanaan, pemrograman maupun pelaksanaan dan terukurnya dampak ekonomi, yang meliputi : 1. 2. 3. 4.
Keterpaduan kebijakan Keterpaduan perencanaan Kesinkronan pemrograman dan Kesinkronan penganggaran
Baik di dalam Kawasan, antar Kawasan, maupun antar WPS. Sasaran Pengukuran: Dengan mengukur tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan Infrastruktur bidang PUPR yang terpadu dalam kawasan, antar kawasan dan antar WPS, maka akan diketahui efektivitas perencanaan pengembangan pada 35 WPS dan antar WPS Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan Infrastruktur masing-masing sektor di bidang PUPR sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta fungsional lingkungan fisik terbangun yang terpadu dalam lokasi, besaran, dan waktu. Cara Pengukuran: Mengukur rasio (deviasi) dengan membandingkan kebijakan, rencana dan program pembangunan infrastruktur PUPR yang terpadu dalam kawasan, antar kawasan, dan antar WPS dan rencana pengembangan 35 WPS untuk tahun 2015 dengan penganggaran pembangunan sektor yang telah disusun unit kerja eselon 1 atau daerah tahun 2015 (pembobotan dengan faktor-faktor non fisik antara lain aspek keterpaduan perencanaan (termasuk regulasi, kesinkronan pemrograman, keterpaduan pelaksanaan serta manfaat ekonomi ( berkurangnya disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawasan). Target
: 80%
Periode Pengukuran : setiap tahun Lead / Lag?
: Lag II-15
Data Source
:
Data RPJMN, Renstra Kemen PUPR, Rencana Pengembangan 35 WPS baik perkotaan maupun non perkotaan dan antar WPS pada 35 WPS, Rencana Tahun 2015, Program tahun 2015; serta data sektor dari masing-masing Kawasan Strategis baik perkotaan maupun non perkotaan pada 35 WPS dan antar WPS yang diterpadukan (dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah). Asumsi
:
Ketersediaan data eksisting infrastruktur bidang PUPR yang telah terbangun lengkap baik dari direktorat Jenderal di bawah Kementerian PUPR maupun pemerintah daerah terkait bidang PUPR.
2.3.6 Meningkatnya ketahanan air Sasaran strategis meningkatnya ketahanan air dengan indikator kinerja Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional diukur dari rata-rata capaian outcome yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku; 2) Meningkatnya kapasitas tamping sumber-sumber air; dan 3) Meningkatnya kapasitas pengendalian daya rusak air. Komponen pengukuran tersebut dijabarkan sebagai berikut: Tabel II.4. Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional No
Outcome/Indikator Kinerja
Baseline 2014
Target 2015
1)
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk kehidupan sehari-hari
51,44 m3/det
8,74 m3/det
2)
Peningkatan kapasitas tampung sumber air
12.679 juta m3
1.025 juta m3
3)
Peningkatan layanan infrastruktur pengendali daya rusak air
36.199 Ha
10.903 Ha
2.3.7 Meningkatnya kemantapan jalan nasional Kondisi kemantapan jalan merupakan hal penting dalam memperlancar pergerakan kendaraan. Kemantapan jalan juga memungkinkan kendaraan untuk mencapai kecepatan yang optimal sehingga perjalanan dapat ditempuh dengan sesingkat-singkatnya. Jalan dikategorikan dalam kondisi mantap jika kondisi jalan tersebut dalam kondisi Baik dan Sedang, dan dikategorikan dalam kondisi yang tidak mantap jika kondisi jalan tersebut dalam kondisi Rusak Ringan dan Rusak Berat. Konsep Kemantapan Jalan Nasioanal Direktorat Jenderal Bina Marga adalah pelayanan (performance), dimana pengguna jalan bisa merasakan nyaman, aman dan dapat memanfaatkan kecepatan secara optimum sehingga jalan dapat berfungsi secara fungsional. II-16
Parameter dalam menentukan kondisi jalan di Indonesia didasarkan pada : Kondisi Berdasarkan Pelayanan
Kondisi Berdasarkan Struktural
Kondisi Mantap : Kondisi Baik+Kondisi Sedang
a. Kemantapan Berdasarkan Pelayanan (IRI : International Roughness Index) adalah : Kondisi baik dan sedang berdasarkan hasil pengukuran survey kondisi ketidakrataan permukaan jalan (IRI), dimana nilai IRI <=4 adalah kategori kondisi baik dan nilai IRI <=8 untuk kategori kondisi sedang. Mengukur nilai ketidakrataan permukaan jalan (IRI) dapat dilakukan melalui 2(dua) metode, melalui penggunaan alat dan cara visual. 1)
Penggunaan Alat Survey : • NAASRA meter adalah alat untuk mendapatkan nilai goncangan (bumping) kendaraan dan disebut sebagai nilai Bump Integrator (BI). Nilai BI tersebut akan dikorelasikan dengan nilai IRI absolut yang didapat dari survey alat dipstik melalui persamaan korelasi BI terhadap IRI. • Roughmeter merupakan pengembangan dari alat ukur NAASRA yang menggabungkan secara automatic korelasi antara nilai BI dan IRI secara integrasi, sehingga keluarannya dapat langsung mendapatkan nilai IRI • Alat Hawkeye merupakan alat survey yang berteknologi laser yang secara real time dapat langsung memperoleh nilai IRI serta kemampuan lainya adalah mendapatkan kondisi pavement perkerasan jalan. 2) Penggunaan Cara Visual : Survey kondisi dengan cara visual dilakukan dengan menggunakan Tabel RCI (Road Condition Index) dengan ketentuan sebagai berikut : • Bila menggunakan alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan (Naasra/ Roughmeter) hasilnya tidak feasible (nilai count/BI > 400) • Kalau situasi lapangan tidak memungkinkan menggunakan kendaraan survey, maka disarankan menggunakan metoda RCI. • Jika mempunyai kendaraan dan alat survey, maka disarankan menggunakan metoda visual ini. II-17
b. Kemantapan Berdasarkan Struktural (SDI : Surface Distress Index) adalah: Kondisi baik dan sedang berdasarkan hasil pengukuran (survey kondisi) struktur perkeraan jalan jalan (SDI), dimana nilai SDI <=50 adalah kategori kondisi baik dan nilai SDI <=100 untuk kategori kondisi sedang. Mengukur nilai struktur kondisi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan menggukan formulir Survey Kondisi Jalan (SKJ), dimana secara spesifik berdasarkan data yang diperoleh dapat dihitung nilai SDI-nya berdasarkan data lebar retak, luasan retak, jumlah lubang dan bekas roda.
2.3.8 Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman Sasaran strategis Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman diukur dari perhitungan hasil sasaran program (outcome based), di antaranya: 1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; 2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak; 3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat. Tabel II.5. Capaian Tingkat Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman No
Sasaran Strategis/Program
Indikator Kinerja
1)
Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat
Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum
b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak
Persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
c. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat
Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
Baseline
Target
Ket
-
77%
68,11
76
-
10
2
Baseline permukiman layak (tidak kumuh) adalah 90%
61,06
64
-
Rata-rata sasaran program
II-18
2.3.9 Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan Sasaran strategis Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan diukur dengan indikator kinerja Tingkat Pemenuhan Perumahan yang Layak Huni bagi Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah. Pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh dua program yaitu Program Pengembangan Perumahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Penyediaan Perumahan dan Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan oleh Ditjen Pembiayaan Perumahan. Tabel II.6. Komponen Pengukuran Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan SASARAN/ INDIKATOR KINERJA
SATUAN
BASELINE 2014
TARGET 2015
%
-
84,00%
Kebutuhan Rumah
66.000.000
66.000.000
Rumah Layak yang Tersedia
55.085.000
55.312.820
KETERANGAN
SASARAN STRATEGIS Tingkat penyediaan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah Pengukuran Capaian Kinerja: Rumah Layak yang Tersedia/Kebutuhan Rumah
Total Output strategis
227.820
Realisasi rumah layak yang tersedia dibagi kebutuhan rumah Baseline ditambah total output strategis Output Ditjen Penyediaan Perumahan dan Pembiayaan Perumahan
OUTPUT STRATEGIS Rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui belanja APBN Rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui pembiayaan lainnya
Rumah
Rumah
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan
97.820
Realisasi 2015
130.000
Realisasi 2015
2.3.10 Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR Metode pengukuran berasal dari perhitungan terhadap realisasi sesuai dengan indikator kinerja yang dimaksud kemudian memperbandingkan antara pencapaian realisasi dengan target yang ditetapkan. Sumber data berasal dari SP2D, SIMAK-BMN, SAIBA, laporan kegiatan, database Sistem Informasi Laporan Hasil Audit dan Tindak Lanjut.
II-19
Untuk indikator kinerja 1 yaitu “Prosentase Rekomendasi Hasil Pengawasan yang ditindak lanjuti dan tuntas serta tepat waktu” menggunakan data kuantitas sekunder yang setiap bulan langsung berasal dari Sistem Informasi Laporan Hasil Audit dan Tindak Lanjut tanpa proses pengolahan tertentu. Variabel yang terlibat dalam pengukuran indikator ini adalah jumlah temuan yang ditindaklanjuti dengan tepat waktu (batas maksimal 60 hari kerja terhitung sejak 10 kerja pengiriman Laporan Hasil Audit ke satker – satker/auditi) dan telah tuntas ditindaklanjuti dibandingkan dengan total temuan yang ada pada triwulan terkait. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Untuk indikator kinerja 2 yaitu “Prosentase Jumlah Unit Kerja/Satker yang bersih dari penyimpangan materiil” menggunakan data kuantitas sekunder yang setiap bulan langsung berasal dari Sistem Informasi Laporan Hasil Audit dan Tindak Lanjut tanpa proses pengolahan tertentu. Variabel yang terlibat dalam pengukuran indikator ini adalah jumlah satuan kerja bersih yang terperiksa pada triwulan terkait dibandingkan dengan jumlah keseluruhan satuan kerja yang terperiksa pada triwulan terkait. Satuan kerja yang bersih kriterianya adalah satuan kerja terperiksa yang dalam Laporan Hasil Audit nya tidak memiliki temuan kebocoran dan atau keborosan keuangan negara. Untuk indikator kinerja 3 merupakan hasil penilaian atau asesmen pihak ketiga dalam hal ini Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap kinerja Inspektorat Jenderal yaitu Tingkat IACM (Internal Audit Capability Model) Aparat Pengendali Internal Pemerintah. Sasaran strategis meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR diukur berdasarkan capaian ketiga indikator kinerja tersebut di atas. 2.3.11 Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional Sasaran strategis “Meningkatnya Kapasitas dan Pengendalian Kualitas Konstruksi Nasional” diukur dengan indikator kinerja tingkat pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional yang terdiri atas lima komponen penilaian dengan bobot yang berbeda-beda. Bobot tertinggi berada pada indikator Persentase SDM konstruksi yang kompeten. Hal ini dikarenakan banyaknya sumber daya manusia pada bidang konstruksi yang kompeten merupakan bekal utama dari program pembinaan konstruksi dalam rangka mencapai peningkatan outcome lainnya.
II-20
Tabel II.7. Komponen Pengukuran Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi Nasional Sasaran Strategis Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional
Indikator 1. Rasio kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional 2. Tingkat BUJK yang berkualifikasi besar 3. Tingkat penerapan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi 4. Persentase SDM penyedia jasa konstruksi yang kompeten 5. Persentase utilitas produk unggulan
Target Realisasi
Bobot
3% 18% 8%
12,77% 32,37% 4,13%
15% 15% 15%
2%
2,8%
40%
3%
0,62%
15%
2.3.12 Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas Sasaran strategis meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas dengan indikator kinerja persentase sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas diukur dari jumlah pegawai Kementerian PUPR yang mengikuti pendidikan dan pelatihan dengan hasil memiliki kompetensi SDM PUPR yang sesuai dengan persyaratan jabatan dibandingkan dengan jumlah seluruh ASN PUPR pada awal tahun 2015 yaitu sebanyak 21.488 orang. 2.3.13 Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas Sasaran ini diukur dari 4 indikator kinerja program sebagai berikut: 1) Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah dengan target nilai 74 Baseline yang digunakan yaitu nilai Laporan Kinerja Kementerian PU tahun 2013 oleh Kementerian PAN dan RB berdasarkan bobot dan kriteria penilaian yang terdapat di dalam Permen PAN RB No. 20 Tahun 2013. Baseline ini digunakan karena pada saat penyusunan dan pengesahan indikator ini seperti tertuang dalam Renstra Kementerian PUPR 20152019, penilaian atas Laporan Kinerja Kementerian PUPR tahun 2014 belum dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan RB. Sedangkan bobot indikator nilai laporan kinerja tahun 2015 didasarkan pada Permen PAN RB No. 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sehingga terdapat perbedaan bobot di tiap kriteria antara baseline dengan target tahun 2015.
II-21
Tabel II.8. Pengukuran Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah Baseline No.
Indikator
a. Perencanaan Kinerja 1
Renstra Pemenuhan Renstra Kualitas Renstra
2.
Implementasi Renstra Perencanaan Kinerja Tahunan Pemenuhan Rencana Kinerja Tahunan Kualitas Rencana Kinerja Tahunan Implementasi Rencana Kinerja Tahunan
b. Pengukuran Kinerja 1
Pemenuhan pengukuran
2
Kualitas Pengukuran
3
Implementasi Pengukuran
c. Pelaporan Kinerja 1
Pemenuhan pelaporan
2
Penyajian Informasi Kinerja
3
Pemanfaatan Informasi Kinerja
d. Evaluasi Internal 1
Pemenuhan Evaluasi
2
Kualitas evaluasi
3
Pemanfaatan hasil evaluasi
e. Capaian Kinerja 1
Kinerja yang dilaporkan (output)
2
Kinerja yang dilaporkan (outcome)
3
Kinerja yang dilaporkan (benchmark)
TOTAL Total Pembulatan
Bobot (%)
Nilai
35 12,5 2,5 6,25 3,75 22,5 4,5 11,25 6,75
100,00 70,00 100,00 100,00 50,04 83,41
20 4 10 6
98,75 62,10 73,50
15 3 8 4
80,00 85,88 75,00
10 2 5 3
83,50 63,64 50,00
20 5 5 10
100
100,00 47,80 80,00
2015
26,39
Bobot (%) 30
10,63 2,5 4,38 3,75 15,76 4,5 5,63 5,63
10 2 5 3 20 4 10 6
14,57 3,95 6,21 4,41 12,27 2,4 6,87 3 6,35 1,67 3,18 1,50 13,78
25
Hasil
5 12,5 7,5
Nilai
100,00 87,50 100,00 100,00 50,00 83,33
5 10 5
73,36 73,36
100
2,40 6,43 3,38
6,35 83,33 63,64 50,00
20
5,00 4,78 4,00
2,50 8,04 5,63
12,20 80,00 85,71 75,00
10 2 5 3
9,38 2,00 4,38 3,00 14,00 4,00 5,00 5,00
16,16 50,00 64,29 75,00
15 3 7,5 4,5
Hasil 23,38
1,67 3,18 1,50
15,67 100,00 66,67 80,00
5,00 6,67 4,00
73,75 74,00
* Penilaian (Bobot) Baseline berdasarkan Permen Pan RB No. 20 Tahun 2013 * Penilaian (Bobot) 2015 berdasarkan Permen PAN RB No. 12 Tahun 2015
2) Indikator Opini WTP hasil audit BPK, dengan target opini WTP. Opini WTP diberikan oleh BPK terhadap LKKL yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang berlaku di Indonesia (SAP), 2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atas pengelolaan keuangan telah dilaksanakan dengan baik, dan 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping ketiga kriteria utama tersebut LKKL yang disajikan harus didukung dengan buktibukti audit yang mencukupi, tidak terdapat ketidakpastian dan kesalahan yang cukup berarti (no material uncertainties), pengelolaan atas cash flow dikontrol dengan baik, dan pengelolaan atas BMN dilengkapi dengan bukti-bukti administrasi yang lengkap. Artinya, laporan keuangan yang disajikan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang sifatnya material. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Opini WTP menjadi salah satu indikator karena 99% nilai neraca keuangan Kementerian PUPR berupa Aset, mengingat fungsi yang diemban dari Kementerian PUPR adalah menyediakan sarana dan prasarana infrastruktur sehingga tanpa adanya proses management asset yang baik tidaklah mungkin dapat menghasilkan suatu laporan BMN yg akurat dan akuntabel.
II-22
Kinerja tahun 2015 dari indikator ini belum dapat diketahui mengingat penyusunan Laporan Keuangan dan BMN Tahunan TA 2015 baru dilakukan tahun 2016 sejalan dengan opini BPK yang dikeluarkan pada tahun 2016. Sejalan dengan hal tersebut, jika data penggunaan belum didapat karena menunggu penilaian dari instansi lain, maka digunakan asumsi. 3) Indikator Transparansi Pelaksanaan Program, dengan target 55% publikasi hasil pelaksanaan program terdiri atas: a. Publikasi program dan kegiatan reguler dengan bobot 75% terdiri dari: 1. Profil (provinsi dan PHLN) dengan bobot 25%. Ukuran keberhasilan apabila profil informasi anggaran Kementerian PUPR berupa RKA-KL, DIPA, LaKIP, Renstra dan Renstra telah dipublikasi dan telah diunduh oleh pengunjung di website www.pu.go.id. 2. Progres pelaksanaan dengan bobot 20% Ukuran keberhasilan apabila rencana fisik dan keuangan, realisasi fisik dan keuangan, dan pemaketan telah dipublikasi di sistem serta dapat diakses oleh semua pihak. 3. Program strategis dengan bobot 30% Ukuran keberhasilan apabila program strategis dan prioritas nasional telah dipublikasi dan dapat secara bebas diakses oleh semua pihak. b. Publikasi program dan kegiatan DAK dengan bobot 25% Ukuran keberhasilan DAK bidang PUPR tidak saja berupa prasarana dan sarana fisik yang terbangun, tetapi juga terpublikasinya data usulan dan penerima bantuan DAK bidang PUPR pada website Kementerian PUPR yang dikaitkan ke web Kantor Staf Presiden (KSP) agar dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat.
II-23
Tabel II.9. Pengukuran Indikator Transparansi Pelaksanaan Program No.
Indikator
Bobot (%)
Baseline Nilai
2015
Hasil
Nilai
Hasil
Publikasi Program Reguler dan DAK a. Publikasi program & kegiatan reguler 1.
Profil (provinsi&PHLN)
75
6,25
60
15,00
RKA-KL
5
1,25
10
2,50
DIPA
5
1,25
10
2,50
5 5
1,25 1,25
10 20
2,50 5,00
5
1,25
10
2,50
25
5,00
65
13,00
10
2,00
20
4,00
20
10
2,00
20
4,00
5
1,00
25
5,00
30
60
18,00
65
19,50
25
25
6,25
30
7,50
25
RENJA 2.
Progres pelaksanaan
20
Rencana Fisik dan Keuangan Realisasi Fisik dan Keuangan Pemaketan 3.
Program strategis
b. Publikasi program & kegiatan DAK
4)
47,50
25
LaKIP RENSTRA
25
29,25
TOTAL
100
35,50
55,00
Total Pembulatan
100
35,50
55,00
Indikator tingkat pengelolaan dan pengadministrasian pegawai, dengan target dapat terlayaninya sekitar 60% dari jumlah penerima manfaat Tabel II.10. Pengukuran Indikator Tingkat Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai No. 1
Indikator Adanya sistem informasi pegawai yang bisa diakses oleh semua pegawai
2 Keterbukaan dalam seleksi jabatan 3 Tingkat ketepatan layanan mutasi pegawai 4 Sistem rekrutmen pegawai secara terbuka JUMLAH CAPAIAN KINERJA TAHUN 2015
Bobot
Target 2015 Nilai Hasil (%)
25
20
5
25 25 25
60 60 100
15 15 25 60
Cara pengukuran indikator tersebut di atas menggunakan beberapa metode antara lain : a. Adanya sistem informasi pegawai yang bisa diakses oleh semua pegawai Pengukuran menggunakan survei yang ditujukan kepada pegawai di lingkungan kementerian PUPR untuk menilai seberapa mudahnya para pegawai dalam memperoleh informasi bidang kepegawaian.
II-24
b. Keterbukaan dalam seleksi jabatan Pengukuran menggunakan survei yang ditujukan kepada pegawai secara khusunya di lingkungan kementerian PUPR dan masyarakat pada umumnya, untuk mengetahui hasil penilaian secara obyektif terkait pelaksanaan lelang jabatan di lingkungan Kementerian PUPR. c. Tingkat ketepatan layanan mutasi pegawai Pengukuran menggunakan variabel waktu dalam menyelesaikan 1 produk SK, dll. d. Sistem recruitment pegawai secara terbuka Pengukuran menggunakan survei yang ditujukan kepada pegawai secara khusunya di lingkungan kementerian PUPR dan masyarakat pada umumnya, untuk mengetahui hasil penilaian secara obyektif terkait pelaksanaan rekrutmen pegawai baru di lingkungan Kementerian PUPR. Selanjutnya untuk mengetahui besaran persentase capaian kinerja, maka masing – masing hasil kinerja dari variabel tersebut dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Persentase Capaian Kinerja (%) =
𝐶𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 25 𝑥 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 100
Nilai yang diperoleh kemudian diakumulasikan dengan variabel yang lain, sehingga didapatkan persentase pencapaian hasil kinerja Sasaran Program.
2.3.14 Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR Cara pengukuran sasaran strategis meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR yang didukung oleh komponen tingkat pemanfaatan teknologi dan rekomendasi serta tingkat penyediaan teknologi dan rekomendasi adalah sebagai berikut:
Pemanfaatan teknologi =
Capaian teknologi yang termanfaatkan
X 100%
Teknologi yang belum termanfaatkan sampai 2015 Pemanfaatan rekomendasi =
Penyediaan teknologi =
Capaian rekomendasi yang termanfaatkan Rekomendasi yang belum termanfaatkan sampai 2015 Capaian teknologi yang tersedia tahun 2015
X 100%
X 100%
Target teknologi yang tersedia tahun 2015 Penyediaan rekomendasi =
Capaian rekomendasi yang tersedia tahun 2015
X 100%
Target rekomendasi yang tersedia tahun 2015 II-25
2.3.15 Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana Sasaran ini diukur dari 4 indikator kinerja program sebagai berikut: 1) Indikator tingkat fasilitasi produk hukum dan bantuan hukum, dengan target sekitar 85% dari jumlah produk dan bantuan hukum yang dapat terfasilitasi. Pencapaian target tersebut memiliki 3 (tiga) indikator kompenen penilaian, yaitu: a. Penyiapan Peraturan sebesar 30 % b. Publikasi Peraturan sebesar 40 % c. Keberhasilan penanganan perkara 30% Pencapaian ketiga indikator komponen tersebut di atas dapat diperoleh dari Sasaran Kegiatan Biro Hukum dengan prosentase seperti terlihat pada gambar dibawah:
Gambar 2.2. Pengukuran Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan Hukum
Pengukuran capaian Indikator Kinerja tersebut dapat dihitung berdasarkan capaian target masing-masing Indikator Kinerja Kegiatan Biro Hukum yang masing-masing mempunyai presentase dukungan yang ditetapkan berdasarkan professional adjustment. 2) Tingkat kenyamanan bekerja, dengan target 55%. Target 55% diperoleh dari hasil survei yang dilaksanakan melalui 4 kriteria yaitu: a. Kepuasan kebersihan dengan membagikan kuesioner kepada penghuni gedung.
II-26
b. Kepuasan keamanan dengan membagikan kuesioner kepada pegawai. c. Ketertiban parkir dengan membagikan kuesioner kepada pengguna gedung atau tempat parkir. d. Penggunaan energi dan air dilihat dari tagihan listrik dan air. Tabel II.11. Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja NO.
Indikator
a
Kepuasan Kebersihan Kuesioner kepada penghuni gedung Kepuasan keamanan - Kuesioner kepada pegawai Ketertiban Parkir - Kuesioner kepada pengguna gedung/tempat parkir Penggunaan Energi dan Air - Tagihan listrik dan air TOTAL
b c
d
Bobot (%) 25
Baseline Nilai Hasil 45 11,25
Target 2015 Nilai Hasil 55 13,75
25
45
11,25
55
13,75
25
45
11,25
55
13,75
25
45
11,25
55
13,75
45
55
3) Tingkat layanan data dan teknologi informasi, dengan target 80%. Cara pengukuran penetapan kinerja Pusdatin mengacu pada Perjanjian Kinerja Tahun 2015 yang mempunyai indikator kinerja berupa Tingkat Layanan Data dan Teknologi Informasi dengan Target 80%. Indikator tersebut diukur dari Layanan Data Spasial (Peta), Jaringan Internet dan Email Pejabat, yang dirinci sebagai berikut : 1. Layanan Data Spasial (Peta) bagi pengguna dengan bobot 30%. 2. Layanan Pengguna Jaringan (LAN dan Internet) di Kampus Kementerian PUPR dengan bobot 50%. 3. Layanan penggunaan email pejabat struktural dan fungsional tertentu dengan domain pu.go.id yang diberi bobot 20%. Perhitungan dari Layanan Data Spasial (Peta) bagi pengguna ditunjukkan dengan jumlah permintaan peta dari pengguna, sedangkan Layanan Pengguna Jaringan (LAN dan Internet) di Kampus Kementerian PUPR dan Layanan penggunaan email pejabat struktural dan fungsional tertentu dengan domain pu.go.id diambil dari jumlah permintaan email, domain, server, pengaduan gangguan jaringan internet dan server ke Pusdatin. 4) Tingkat layanan informasi publik, dengan target tercapainya 365 layanan. Cara pengukuran indikator kinerja program melalui:
II-27
Tabel II.12. Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Layanan Informasi Publik NO
SASARAN PROGRAM/KEGIATAN
INDIKATOR KINERJA
SATUAN
TARGET 2015-2019 2015
PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Tersedianya dukungan sarana dan prasarana aparatur Kementerian PUPR
Tingkat layanan informasi publik
Layanan
1,825
365
1,825
365
300
60
1
200
1390
330
60
12
Kegiatan penyelenggaraan dan pembinaan informasi publik 1
2
Penyelenggaraan dan pembinaan informasi publik
Pengelolaan administrasi perkantoran
Jumlah peliputan kegiatan Kementerian 2 Jumlah publikasi Jumlah bahan inforamsi 2 pimpinan Jumlah permintaan 3 informasi Jumlah bulan layanan 4 perkantoran 1
Liputan Publikasi Buku Permintaan informasi Bulan
Selain dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian kinerja program dan capaian kinerja kegiatan, survei juga dilakukan sebagai metode pengukuran kinerja indikator ini. Beberapa metode survei yang digunakan yaitu: a. Survei Online Evaluasi Penyebarluasan Informasi Survei online ini dilakukan untuk mengevaluasi penyebarluasan informasi yang sudah dilakukan oleh Sekretariat Jenderal selama ini. Metode yang dipergunakan adalah dengan membuat kuesioner yang disebarluaskan secara online melalui www.surveykita.com, kemudian para responden mengisi secara online. Survei ini dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober. Adapun materi yang dibahas diantaranya:
Media yang paling banyak diakses; Kesadaran responden atas keberadaan Kementerian PUPR; Seberapa jauh responden mengetahui nama Menteri Kementerian PUPR; Bagaimana responden mendapatkan informasi tentang Kementerian PUPR; Bidang PUPR yang paling banyak diketahui responden melalui media; Intensitas informasi tentang Kementerian PUPR yang didapat responden melalui media; Bagaiman responden menganggap informasi tentang program Kementerian PUPR menarik atau tidak; Menilai kualitas pengemasan informasi; Apakah informasi yang disebarluaskan dapat dipahami; II-28
Apakah informasi yang disampaikan oleh Kementerian PUPR sudah cukup sesuai; Seberapa puas responden atas informasi yang disampaikan.
b. Survey Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Layanan Informasi Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik karena masyarakat adalah konsumen dari produk layanan yang dihasilkannya. Oleh karena itu, penyelenggara pelayanan publik harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetiaan masyarakat. Demikian terhadap Unit Pelayanan Informasi Publik di Kementerian PUPR. Unit Pelayanan Informasi Publik perlu berupaya menyajikan indeks kepuasan masyarakat secara rutin, yang diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai kualitas pelayanan di instansi pemerintah kepada masyarakat. Indeks tersebut diperoleh berdasarkan pendapat masyarakat, yang dikumpulkan melalui survei kepuasan masyarakat terhadap unit pelayanan informasi publik di Kementerian PUPR. Survei ini memiliki maksud dan tujuan yaitu mengukur tingkat kepuasan publik atas layanan informasi yang telah diselengarakan oleh Unit Pelayanan Informasi Publik di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui indeks kepuasan masyarakat. Data kajian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner atau angket. Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner melalui email
[email protected] kepada orangorang atau lembaga yang meminta informasi melalui Kementerian PUPR yang terdapat pada data rekapitulasi pelayanan informasi publik. Selain itu kuesioner juga disebarkan melalui aplikasi google docs yang dapat memudahkan penyebaran kuesioner ini. Dari 225 responden yang terdapat pada data rekapitulasi, terdapat 61 data yang tidak valid, dan hanya ada 50 responden yang mengembalikan data kuesioner kepada email
[email protected]. c. Survei Persepsi Media Metode survei ini dilakukan dengan aplikasi khusus yang mengumpulkan hasil pemberitaan media kurang lebih 300 media baik cetak maupun online. Adapun yang dikaji adalah seberapa sering media memberitakan Kementerian PUPR dan narasumber yang paling banyak memberikan pengaruh terhadap pemberitaan media. Dalam survei ini bisa dilihat perhari, perbulan dan pertahun. Hasil dari survei ini akan menjadi bahan sebagai penyusunan strategi komunikasi khususnya ke media kedepan. Diharapkan dengan survei ini, Kementerian PUPR akan dapat menghadapi isu yang berkembang di media. II-29
2.4 Target Tahun Ini Menurut Rencana Strategis Secara keseluruhan, tidak terdapat target yang berbeda dengan target tahunan di dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019 untuk seluruh indikator kinerja sasaran strategis.
II-30
BAB 3 KAPASITAS ORGANISASI
BAB 3 KAPASITAS ORGANISASI
Organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki kapasitas yang terdiri atas sumber daya manusia, struktur organisasi, sarana dan prasarana, serta anggaran dalam menjalankan roda organisasi dan seluruh proses pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tujuan yang tercantum di dalam Rencana Strategis. Hal tersebut merupakan kekuatan untuk melaksanakan seluruh pekerjaan yang bebannya semakin bertambah setiap tahunnya yang salah satunya dapat dilihat dari peningkatan alokasi anggaran pada tahun 2015, dimana pada APBN-P bertambah sebesar 33 triliun menjadi sebesar Rp. 119,65 Triliun. Kementerian PUPR memiliki strategi pengelolaan sumber daya internal yang dimiliki agar seluruh proses dapat berjalan optimal.
3.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia atau dalam pemerintahan disebut dengan sumber daya aparatur adalah salah satu unsur penting dalam pelaksanaan manajemen organisasi pemerintahan. Sumber daya tersebut memegang peran utama dalam menggerakkan dan menentukan keberhasilan organisasi pemerintah untuk mencapai target atau sasarannya. Terutama dalam rangka mewujudkan good governance, maka organisasi harus didukung oleh sumber daya aparatur yang profesional dan berkompeten. Total Pegawai Negeri Sipil Kementerian PUPR pada akhir tahun 2015 adalah 23.356. Penambahan jumlah PNS yang cukup signifikan dikarenakan adanya penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dengan Kementerian Perumahan Rakyat menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sesuai yang diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015.
III-1
Proporsi pegawai Kementerian PUPR KOMPOSISI PNS BERDASARKAN DATA PENDIDIKAN (%) dengan tingkat pendidikan SLTA atau di bawahnya masih cukup tinggi yaitu S3: 0 40%. Namun guna meningkatkan S2: 13 S1/D4: 35 kualitas SDM PUPR yang profesional D1-D3: 4 dan kompeten, sejak beberapa tahun SLTA ATAU KURANG: 40 lalu, pendekatan rekrutmen pegawai telah diubah dengan menetapkan batas latar belakang pendidikan secara umum Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015 adalah D3, S1 dan S2. Hal tersebut terbukti dengan jumlah pegawai dengan kategori D1 sampai S2 mencapai 52% atau lebih dari total seluruh pegawai dan proporsinya terus meningkat. Bahkan terdapat 67 pegawai yang telah bergelar doctor (S3). Gambar 3.1.
Dari seluruh pegawai yang ada, berdasarkan tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian PUPR yang bersifat teknis dan non-teknis, termasuk jangkauannya yang tersebar di seluruh provinsi (Balai Besar/Balai dan Satuan Kerja di daerah), maka akan terlihat mencolok pada besaran jumlah pegawai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Bina Marga, dan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Pada dasarnya pegawai pada ketiga direktorat tersebut yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pembangunan infrastruktur PUPR di lapangan. Gambar 3.2. KOMPOSISI PEGAWAI PER UNIT ORGANISASI (%) Sekretariat Jenderal: 3 Inspektorat Jenderal: 1 Ditjen SDA: 38 Ditjen Bina Marga: 35 Ditjen Cipta Karya: 11 Ditjen Penyediaan Perumahan:1 Ditjen Bina Konstruksi: 2 Ditjen Pembiayaan Perumahan: 1 BPIW: 1 Balitbang: 5 BPSDM: 2 Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
III-2
Gambar 3.3. PNS BERDASARKAN JENIS KELAMIN (%)
LAKI-LAKI: 74 PEREMPUAN: 26
Dari seluruh pegawai yang ada, terdapat 74% pegawai laki-laki sementara pegawai perempuan sebanyak 26%. Kementerian PUPR menjalankan fungsi pembangunan infrastruktur sehingga kebutuhan pegawai yang direkrut adalah pegawai teknis yang sebagian besar adalah laki-laki. Pegawai teknis tersebut mayoritas ditempatkan di balai untuk mengawasi secara langsung pekerjaan di lapangan (on site).
Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
Potret SDM PUPR saat ini berada pada posisi yang masih membutuhkan pengembangan kompetensi. Hal tersebut terlihat dari jumlah Eselon 3 yaitu sebanyak 27,5% dari total eselon, hanya 4% yang termasuk dalam kategori kompeten. Bahkan, dari hasil assessment oleh BPSDM, 57% eselon 3 masih memerlukan pengembangan kompetensi dan 39% termasuk tidak kompeten. Namun, Kementerian PUPR memiliki harapan yang baik ke depannya karena terdapat 59% dari total keseluruhan eselon 4 dengan kategori kompeten yang merupakan bakal calon pimpinan di masa mendatang. Sementara untuk proporsi eselon I dan eselon II sudah cukup baik karena hampir 50% di antaranya kompeten. Tabel III.1. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan NO 1 2 3 4 5 6 7
JABATAN Eselon I.a Eselon I.b Eselon II.a Eselon II.b Eselon III.a Eselon III.b Eselon IV.a
TOTAL 11 5 68 21 352 94 1108
Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
Pegawai Kementerian PUPR didominasi oleh golongan III, dengan sebaran pegawai terbanyak berada pada golongan IIIb yaitu 5.244 orang, diikuti golongan IIIa yaitu 2.852 orang, golongan IIb yaitu 2.712 orang, dan golongan IIc yaitu 2.239 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kementerian PUPR mayoritas diisi oleh SDM muda yang berkualitas pendidikan tinggi karena minimal memiliki ijasah S1 untuk mencapai golongan III. Pegawai senior atau yang berada pada golongan IV di lingkungan Kementerian PUPR semakin berkurang jumlahnya karena banyak pegawai yang memasuki usia pensiun sementara terjadi moratorium PNS sehingga regenerasi agak lambat. Dengan demikian, manajemen SDM PUPR harus dapat dioptimalkan dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, diantaranya dengan peningkatan kompetensi dan keahlian para SDM muda agar memiliki pengalaman yang mumpuni. III-3
Jumlah Pegawai Per Golongan (%) 30 23,97
25 20 15
10,23
9,83
10 5
13,04
12,4
1,46 0,91
2,2
9,39 3,42
5,1
4,31 1,67
1,13
0,49 0,3 0,15
0 Ia
Ib
Ic
Id
IIa
IIb
IIc
IId
IIIa IIIb IIIc IIId
IVa IVb IVc IVd IVe
Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
Gambar 3.4 Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan
Berdasarkan perhitungan analisis beban kerja, terdapat kekurangan pegawai untuk Kementerian PUPR sebanyak 7.664 orang, namun sudah dapat dipenuhi 184 orang dari perekrutan CPNS tahun 2014 sehingga masih tersisa kekurangan sebanyak 7.480 orang. Hal tersebut terjadi karena beban kerja Kementerian PUPR yang semakin bertambah setiap tahunnya, sementara banyak pegawai yang memasuki usia pensiun dan terjadi moratorium CPNS. Tentunya hal tersebut harus dapat diantisipasi secara cermat oleh masing-masing unit organisasi agar tetap dapat mencapai target yang ditetapkan dengan keterbatasan SDM yang ada.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel III.2. Jumlah Kekurangan Pegawai Berdasarkan Analisis Beban Kerja UNIT KEKURANGAN PENEMPATAN DEVIASI ORGANISASI PEGAWAI PER UNOR CPNS 2014 KEKURANGAN 158 8 150 SETJEN 3953 35 3918 DITJEN SDA 1708 35 1673 DITJEN BM 1072 34 1038 DITJEN CK 21 20 1 DITJEN PnP 148 6 142 DITJEN BK 8 6 2 DITJEN PbP 122 6 116 ITJEN 34 16 18 BPIW 312 8 304 BALITBANG 128 10 118 BPSDM TOTAL 7664 184 7480
Sumber: Hasil Analisis Beban Kerja, 2015
III-4
3.2 Sarana dan Prasarana 3.2.1 Aset Tetap Sarana dan Prasarana merupakan fasilitasi pendukung dalam pelaksanaan kegiatan di organisasi, Instansi atau perkantoran dalam meningkatakan produktivitas kerja suatu organisasi. Pengertian sarana dan prasarana dalam suatu organisasi dan instansi perkantoran merupakan proses pendukung aktivitas yang dilaksanakan dalam kegiatan organisasi dan instansi perkantoran. Sarana dan prasarana merupakan pendorong untuk meningkatkan kinerja pegawai, agar teroganisir sehingga bisa tercapai tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan kegiatan yang baik perlu ditunjang fasilitas yang memadai sebagai bagian dari proses meningkatkan kinerja dan mengerjakan seluruh kegiatan dengan tepat. Aset intrakomptabel atau asset tetap adalah aset tetap yang digunakan dalam kegiatan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka pencapaian kegiatan. Aset/barang pengguna intrakomptabel Kementerian PUPR per-sub kelompok barang memiliki rincian sebagai berikut. Tabel III.3. Aset Tetap Kementerian PUPR No
URAIAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalan dan Jembatan Irigasi Jaringan Aset Tetap Dalam Renovasi Aset Tetap Lainnya Kemitraan Dengan Pihak Ketiga Aset Tetap Yang Tidak Digunakan Total
SALDO PER 30 DESEMBER 2015 KUANTITAS NILAI 5.287.069.303 280.514.401.071.998 389.052,000 7.686.821.773.710 18250 8.635.057.209.845 495361470 231.864.220.951.707 313576 116.742.077.526.789 54609 24.730.268.182.098 2229 35.545.254.740.989 70,033 1.325.817.102.844 56.823.936 131.941.959.113.010 62.740.405 658.370.986.877 839.644.248.659.867
Sumber: Laporan Barang Pengguna Intrakomptabel BMN, 2015
Beberapa jenis aset tetap yang menunjang secara langsung pada pembangunan infrastruktur fisik bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat antara lain adalah kendaraan yang dapat berupat alat berat (loader, grader, excavator, dump truck, dll), dan kendaraan roda 6 maupun 4. Kendaraan ini memiliki peran langsung terhadap kegiatan pemeliharaan rutin infrastruktur yang menjamin agar infrastruktur jalan/irigasi/bendungan tetap fungsional.
III-5
3.2.2 Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Pelaksanaan Pekerjaan Di dalam sistem manajemen pelaksanaan pekerjaan, terdapat rangkaian proses mulai dari perencanaan, pemrograman, penganggaran, dan pelaksanaan, yang mana monitoring dan evaluasi berperan dalam setiap tahapannya.
MONEV
IMPLEMENTING
SINKRONISASI
PROGRAMING
MONEV
MONEV
PLANNING
BUDGETING
MONEV Gambar 3.5. Sistem Manajemen Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian PUPR telah membangun sistem informasi yang berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan meningkatkan kelancaran proses pelaksanaan kegiatan, diantaranya pemanfaatan teknologi informasi untuk proses pelelangan/tender secara elektronik dan sistem pemantauan pelaksanaan dan penyerapan anggaran secara elektronik. Kementerian PUPR memiliki perangkat server dan aplikasi yang mendukung pelaksanaan pekerjaan sehingga tercapai efisiensi. A. Pemantauan Pelaksanaan Pekerjaan Secara Elektronik (eMonitoring) Telah dikembangkan sistem pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan berbasis elektronik (eMonitoring) yang merupakan upaya untuk mendapatkan data yang lengkap, akurat, dan terkini terkait pelaksanaan pembangunan bidang PUPR. Data yang dimasukkan ke dalam eMonitoring adalah data yang akurat atau sesuai dengan kondisi sebenarnya sehingga data tersebut menjadi akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan.
III-6
Sistem eMonitoring tersebut berisikan data progress pelaksanaan kegiatan yang tersebar di 1.208 Satker Kementerian PUPR di seluruh Indonesia. Data tersebut digunakan sebagai bahan pelaporan kepada pimpinan, baik dari Kepala Satker kepada pimpinan unit organisasi maupun dari pimpinan unit organisasi kepada Menteri PUPR. Selain itu, data tersebut juga digunakan sebagai bahan pelaporan oleh Menteri kepada Kementerian/Lembaga lain seperti Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kantor Staf Presiden, dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan adanya sistem eMonitoring, pelaporan data progress pelaksanaan pekerjaan di lapangan dapat dilakukan secara cepat dan akurat sehingga membantu pengambilan keputusan oleh pimpinan dengan tepat. Dengan banyaknya manfaat yang diperoleh dengan sistem pemantauan secara elektronik tersebut, bahkan sistem eMonitoring direplikasi oleh Kementerian/Lembaga lain seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, dan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu. Gambar 3.6. Beranda Sistem eMonitoring
B. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa secara elektronik (eProcurement) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah melakukan proses pengadaan barang/jasa secara elektronik (eProcurement) sejak tahun 2002. Pelaksanaan eProcurement dilakukan secara bertahap dari sisi penerapan transaksi elektronik dan wilayah cakupan implementasinya. Implementasi disesuaikan dengan kondisi Sumber Daya Manusia dan infrastruktur teknologi komunikasi di suatu wilayah. Setiap tahunnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan proses pelelangan yang mendahului tahun anggaran (lelang dini). Proses lelang dini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan dan juga penyerapan anggaran. Pada tanggal 16 Januari 2015 telah diterbitkan Peraturan Presiden No.4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di dalam pasal 108 disebutkan K/L/D/I mempergunakan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik yang dikembangkan oleh LKPP. III-7
Menanggapi hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengirimkan surat No.PA.01.06-Mn/98 tanggal 9 Februari 2015 kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terkait Penerapan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) di Kementerian PUPR dengan poin utama Sistem eProcurement Kementerian PUPR telah digunakan luas oleh baik domestik maupun internasional, proses pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan untuk mendukung Inpres No. 1 Tahun 2015 agar pelaksanaan lelang konstruksi paling lambat bulan Maret 2015, dan untuk memindahkan penggunaan proses lelang dari sistem eProcurement ke SPSE memerlukan waktu yang lama dan Kementerian PUPR berencana untuk melaksanakan migrasi sistem secara bertahap. Surat ini mendapat tanggapan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui surat Sekretaris Kementerian yang berisi bahwa penerapan SPSE di Kementerian PUPR dapat diterapkan secara bertahap kemudian LKPP melalui Surat Kepala LKPP menyatakan menyambut baik rencana penerapan secara bertahap. Dengan demikian pelaksanaan pelelangan TA. 2015 tetap menggunakan sistem eProcurement Kementerian PUPR. Untuk Tahun Anggaran (TA) 2015 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah memulai proses pengadaan barang/jasa untuk TA 2015 di bulan Oktober 2014. Pelaksanaan eProcurement di TA 2015 melibatkan 848 Pokja dan kurang lebih 16.651 yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah paket yang diumumkan melalui sistem eProcurement sebanyak 14.894 paket dengan nilai 81.7 triliun rupiah dengan rincian paket Pelelangan/Seleksi/Pemilihan sebanyak 13,284 paket dengan nilai 80.1 triliun dan paket pengadaan/penunjukan langsung/ePurchasing sebanyak 1,610 paket dengan nilai 1.6 triliun rupiah. Kementerian PUPR telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.57 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah Secara Elektronik (eProcurement), di dalam SE tersebut diatur bahwa Sistem eProcurement digunakan untuk pelelangan paket pekerjaan TA 2015 dan SPSE digunakan untuk pelelangan paket pekerjaan di TA 2016. Dalam melakukan migrasi dari sistem eProcurement ke SPSE LKPP telah dilakukan beberapa hal: a. Mengusulkan perbaikan fitur di SPSE ke LKPP agar sesuai dengan Sistem eProcurement Kementerian PUPR dan dapat digunakan di Kementerian PUPR seperti : Integrasi aplikasi eMonitoring, Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) dan SPSE, penambahan fitur bahasa Inggris, filter pencarian data per provinsi dan unit organisasi. Fitur ini perlu ditambahkan agar pengguna sistem tetap mendapatkan kemudahan dalam penggunaan sistem mengingat fitur-fitur ini sebelumnya sudah ada di sistem eProcurement Kementerian PUPR. Beberapa fitur yang diusulkan tersebut sudah diakomodir oleh LKPP seperti tersedianya fitur bahasa Inggris, integrasi eMonitoring+SIRUP+SPSE sesuai skema berikut :
III-8
Gambar 3.7. Skema Integrasi Aplikasi Emonitoring+SIRUP+SPSE
b. Melakukan sosialisasi dan pelatihan penggunaan SPSE kepada Pokja ULP dan Penyedia Jasa. Pelatihan dilakukan untuk memastikan pengguna dapat menggunakan sistem dengan baik karena terdapat beberapa perbedaan penggunaan SPSE bila dibandingkan dengan Sistem eProcurement Kementerian PUPR seperti: kode akses Ketua Pokja yang sangat menentukan dalam pelaksanaan eProcurement, dokumen pengadaan yang tidak dapat dihapus setelah diupload, pemberian penjelasan online, penggunaan Aplikasi Pengaman Dokumen (Apendo) untuk membuka dokumen penawaran dan sebagainya. Pelaksanaan dan Pengelolaan SPSE dilakukan secara terpusat di Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian PUPR oleh Tim Pengelola LPSE yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri No. 467/KPTS/M/2015 Tentang Tim Pengelola LPSE Kementerian PUPR. Pelaksanaan eProcurement TA 2016 telah dimulai sejak bulan Agustus 2015 melalui aplikasi SPSE.
III-9
3.3 Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 3.3.1
Pagu Anggaran
DIPA APBN 2015 meningkat Rp 74,20 T menjadi Rp 119,65 T dengan kronologi sebagai berikut: 1. Tahun 2014, Biro Perencanaan Anggaran dan Kerjasama Luar Negeri melaksanakan proses penyusunan program dan anggaran dilaksanakan melalui forum Konsultasi Regional, kemudian dilakukan penajaman pogram dengan Komisi V DPR-RI dan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. 2. Tahun 2014, Komisi V DPR dan Kementerian PU (sebelum dilakukan penggabungan menjadi Kementerian PUPR) menyetujui alokasi anggaran definitif RAPBN TA. 2015 untuk fungsi dan program Kementerian/Lembaga Mitra Kerja Komisi V DPR RI. Kementerian PU Pagu Anggaran 2015 sebesar Rp 74,204 Triliun terdapat tambahan dari: Gaji 6% sebesar Rp 46 Miliar, Kenaikan uang makan sebesar Rp 5.000 ribu, dan Tambahan Anggaran sebesar Rp 7,15 Triliun sehingga Alokasi Anggaran Kementerian PU APBN 2015 sebesar Rp 81,338 Triliun. 3. Alokasi Anggaran TA. 2015 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp. 81,338 Triliun dan Kementerian Perumahan Rakyat sebesar Rp. 4,621 Triliun, sehingga total Alokasi Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp. 85,959 Triliun. Alokasi tersebut berkurang sebesar Rp. 1,047 Triliun yang direalokasi ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang, sehingga Alokasi Anggaran TA. 2015 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp. 84,912 Triliun (Sesuai dengan surat Plt. Sekretaris Jenderal a.n Menteri PUPR nomor KU.01.01-Mn/607 tanggal, 03 Desember 2014). 4. Penajaman Alokasi Tambahan Anggaran Kementerian PU-PR dalam RAPBN-P TA. 2015 semula sebesar Rp 35,308 Triliun berdasarkan surat Menteri Keuangan No. S876/MK.02/2014 tanggal 24 Desember 2014 menjadi sebesar Rp 33,308 Triliun dengan rincian sebagai berikut: 1) Pembangunan Sektor Unggulan sebesar Rp 8,450 Triliun; 2) Pemenuhan Kewajiban Dasar sebesar Rp 9,108 Triliun yang terdiri dari Peningkatan Kualitas Hidup sebesar Rp 5,400 Triliun dan Rumah Susun, Rumah Khusus dan Peningkatan Kualitas Rumah sebesar Rp 3,708 Triliun; 3) Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah sebesar Rp 10,000 Triliun; 4) Infrastruktur Konektivitas sebesar Rp 5,750 Triliun (sesuai surat Menteri PUPR nomor KU.01.05-Mn/683 tanggal, 31 Desember 2014). 5. Pagu Kementerian PUPR sejumlah 118,22T mendapatkan tambahan sebesar 1,436 triliun untuk Ditjen Sumber Daya Air, Ditjen Bina Marga, Ditjen Cipta Karya, Ditjen Bina konstruksi, Balitbang, BPIW, dan BPSDM. 6. Pagu akhir DIPA Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2015 berdasarkan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) online oleh Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp sebesar Rp 119,65 triliun, dengan rincian Rupiah Murni Rp 110,99 triliun, dan PHLN Rp 8,66 triliun. III-10
DIPA Kementerian PUPR dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan pada bulan April 2015 dengan pagu sebesar Rp. 119.656.603.569 yang tersebar di 11 (sebelas) Unit Organisasi yaitu Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal SDA, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pagu anggaran tersebut terdiri atas Rupiah Murni (RPM) sebesar Rp. 110.991.541.761 dan Pinjaman Hibah Luar Negeri (PLN) sebesar Rp. 8.665.061.808. Tabel III.4. Pagu Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015 NO
APBN-P (Rp Ribu)
UNIT ORGANISASI
1
SETJEN
2
RPM
PHLN
TOTAL
%
656.856.089
0
656.856.089
0,55
DITJEN SDA
28.810.776.054
2.291.073.739
31.101.849.793
25,99
3
DITJEN BM
53.593.207.258
3.800.789.428
57.393.996.686
47,95
4
DITJEN CK
17.224.870.921
2.573.198.641
19.798.069.562
16,54
5
DITJEN PnP
7.735.204.543
0
7.735.204.543
6,49
6
DITJEN BK
722.899.986
0
722.899.986
0,6
7
DITJEN PbP
558.877.866
0
558.877.866
0,47
8
ITJEN
105.200.000
0
105.200.000
0,09
9
BPIW
525.000.000
0
525.000.000
0,44
10
BALITBANG
521.407.149
0
521.407.149
0,44
11
BPSDM
537.241.895
0
537.241.895
0,45
110.991.541.761
8.665.061.808
119.656.603.569
100
TOTAL
Sumber: e-Monitoring PUPR, 2015
PERBANDINGAN ANGGARAN Gambar 3.8. PerbandinganPAGU Pagu Anggaran 2014 DAN 2015
140.000.000.000 120.000.000.000 100.000.000.000 80.000.000.000 60.000.000.000 40.000.000.000 20.000.000.000 0 RPM 2014
PLN 2015
Total
Pagu anggaran tahun 2015 naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu dari 67 triliun menjadi 119,65 triliun. Jumlah pagu RPM pada tahun 2015 semakin meningkat namun pagu PLN mengalami penurunan dari 8,80 triliun menjadi 8,66 triliun. Total pagu sebesar 119,65 triliun tersebut dibagi rata di 11 unit organisasi, berbeda dengan tahun 2014 yang hanya didistribusikan kepada 8 unit organisasi Kementerian PU.
Sumber: Hasil pengolahan data eMonitoring, 2015
III-11
Sebagai kementerian yang memiliki kegiatan utama yakni pembangunan fisik infrastruktur, hal tersebut dapat terlihat pada proporsi belanja modal yang mencapai Rp. 94,92 triliun (79% dari total anggaran) yang dialokasikan pada tahun 2015. Pelaksanaan penyerapan belanja modal tersebut didukung oleh kegiatan-kegiatan supervisi, perencanaan, pengaturan dan pembinaan yang dialokasikan melalui belanja barang sebesar Rp. 15,91 triliun, disamping alokasi untuk belanja rutin gaji pegawai sebesar Rp. 2,52 triliun. Pelaksanaan kegiatan pembangunan di lingkungan Kementerian PUPR sebagian besar dilaksanakan oleh satuan kerja yang berkantor di daerah dan secara struktur berada langsung di bawah Balai pelaksana dan atau Direktorat Teknis. Total jumlah satuan kerja adalah 1.208 yang tersebar di seluruh Indonesia, yang terdiri atas satker pusat, satker pelaksana di daerah (di bawah balai), dan satker daerah yang melaksanakan tugas pembantuan (SKPD).
3.3.2
Realisasi Anggaran
Sebagaimana telah diketahui bahwa Kementerian PUPR merupakan kementerian hasil gabungan (merger) antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat, sehingga adanya perubahan nomenklatur ini cukup signifikan berpengaruh pada penataan internal unit organisasi di Kementerian PUPR. Adapun dalam hal penyerapan anggaran, terdapat beberapa hambatan pada semester pertama di tahun 2015, dimana satuan kerja belum sepenuhnya dapat menyerap anggaran kecuali untuk anggaran operasional sampai dengan penataan nomenklatur selesai. Disamping itu penetapan APBN Perubahan yang baru selesai pada triwulan pertama dengan nomenklatur yang baru dan diikuti dengan proses admnistrasi lanjutan (penetapan SDM pelaksana) telah berimplikasi pada keterlambatan penyerapan anggaran. Paket-paket kontraktual memerlukan amandemen kontrak untuk dapat memulai ataupun melanjutkan pelaksanaan akibat dari berubahnya RKAKL/DIPA, dengan demikian secara efektif pelaksanaan pembangunan dan kegiatan di kementerian PUPR baru dimulai pada bulan Mei dan Juni 2015. Meskipun terjadi keterlambatan dalam proses penyerapan anggaran, capaian tahun 2015 masih menunjukkan hasil yang baik yaitu sebesar 91,99%. Capaian penyerapan anggaran terbaik di tahun 2015 dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pembangunan (94,76%), hal itu cukup baik dalam penyediaan dan penanganan infrastruktur dengan bobot tertinggi sebagaimana terlihat dalam proporsi alokasi anggarannya. Capaian tahun 2015 tersebut dihasilkan oleh kontribusi kinerja anggaran unit organisasi yang menjalankan programnya masing-masing sebagaimana berikut:
III-12
Tabel III.5 Realisasi Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015 NO
UNIT ORGANISASI
REALISASI (Rp. Ribu) 527.631.021
% 80,33
1
SETJEN
2
DITJEN SDA
29.025.213.562
93,32
3
DITJEN BM
53.260.210.782
92,8
4
DITJEN CK
18.561.763.476
93,76
5
DITJEN PnP
6.692.772.607
86,52
6
DITJEN BK
584.540.123
80,86
7
DITJEN PbP
105.577.309
18,89
8
ITJEN
84.444.007
80,27
9
BPIW
367.377.323
69,98
10
BALITBANG
494.092.330
94,76
11
BPSDM
366.656.028
68,25
110.070.278.567
91,99
TOTAL Sumber: e-Monitoring PUPR, 2015
Penyerapan anggaran efektif per bulan yaitu terhitung sejak bulan Juni sampai Desember 2015 adalah 14,081 triliun. Rata-rata penyerapan per bulan pada tahun 2015 tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata penyerapan tahun 2014 yaitu 7,9 triliun rupiah. Bahkan Kementerian PUPR melakukan penyerapan yang sangat tinggi pada akhir tahun anggaran 2015 yaitu mencapai 32,097 triliun rupiah atau dua kali lipat dibandingkan rata-rata penyerapan per bulan.
Sumber: Hasil pengolahan data eMonitoring, 2015
Gambar 3.9. Penyerapan Per Bulan 2012-2015 III-13
Berdasarkan rincian pada jenis belanja tahun 2015, maka alokasi anggaran yang terserap paling besar adalah belanja modal sebesar Rp. 89,44 triliun dari Rp. 94,92 (94,23%); belanja sosial yang terserap Rp. 4,84 T dari Rp. 5,35 T (90,38%); belanja barang Rp. 13,67 T dari Rp. 15,91 T (85,87%); dan belanja pegawai yang hanya terserap Rp. 2,11 T dari Rp. 2,53 T (83,69%).
Sumber: e-Monitoring PUPR, 2015
Gambar 3.10. Grafik Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja
III-14
BAB 4 AKUNTABILITAS KINERJA
BAB 4 AKUNTABILITAS KINERJA
4.1 Capaian Kinerja Organisasi Goals Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (dampak/Impact pada level stakeholders) yang dalam hal ini merupakan kondisi yang mencerminkan dampak dari pengaruh hasil sasaran-sasaran strategis (outcome/impact pada level customer yang dilayani) yaitu meningkatnya kehandalan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam mewujudkan: kedaulatan pangan, ketahanan air, dan kedaulatan energi; konektivitas bagi penguatan daya saing; layanan infrastruktur dasar; dan keseimbangan pembangunan antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan sehingga dapat memenuhi kesejahteraan masyarakat. Sementara sasaran strategis (outcome/impact pada level customers) dalam hal ini merupakan kondisi yang hendak dicapai secara nyata oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai penjabaran dari tujuan yang mencerminkan pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya hasil (outcome) satu atau beberapa program. Sasaran-sasaran strategis tersebut digambarkan dalam sebuah peta strategi sebagai petunjuk jalan untuk mencapai visi. Kemudian agar kebutuhan customers dapat terpenuhi maka diperlukan upaya-upaya dalam internal proses yang harus dilakukan dengan baik, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran. Meningkatnya ketahanan air. Meningkatnya kemantapan jalan nasional. Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman. Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan. Meningkatnya kapasitas dan pengendalian kualitas konstruksi nasional. Meningkatnya pengendalian dan pengawasan.
Untuk menjamin terlaksananya proses internal yang efektif dan efisien guna memenuhi harapan stakeholders dan customers tersebut maka diperlukan upaya-upaya pengelolaan sumber daya organisasi melalui proses learning and growth, yang meliputi : 1) Meningkatnya sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas. 2) Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas.
IV-1
3) Meningkatnya kualitas inovasi teknologi terapan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. 4) Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana. Harapan Stakeholders dan customer yang harus dipenuhi
Meningkatnya kehandalan infrastruktur PUPR dalam mewujudkan: ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi; konektivitas bagi penguatan daya saing; layanan infrastruktur dasar; dan keterpaduan pembangunan antardaerah antar sektor dan antar tingkat pemerintahan untuk mensejahterakan masyarakat SS1. Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor, dan antar tingkat pemerintahan
SS3. Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing
SS2. Meningkatnya dukungan kedaulatan pangan dan kedaulatan energi
SS4. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
Harapan stakeholders dan customers dapat dipenuhi melalui internal proses : PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PELAKSANAAN KEBIJKAN
KETERPADUAN PERENCANAAN, PEMROGRAMAN DAN PENGANGGARAN
SS7. Meningkatnya kemantapanjalan nasional
SS6. Meningkatnya Ketahanan air
SS5. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran
SS9. Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan
SS10. Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran
SS8. Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
SS11. Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional
Untuk melaksanakan internal proses diperlukan : SS12. Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas
SS13. Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas
SS15. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
SS14. Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR
Gambar 4.1. Peta Strategi Kementerian PUPR
Capaian kinerja Kementerian PUPR dikelompokkan ke dalam 3 perspektif yang didukung oleh 15 (lima belas) sasaran strategis sesuai dengan yang telah diperjanjikan oleh Menteri di dalam Perjanjian Kinerja. Sasaran strategis tersebut ditetapkan mengacu kepada Renstra Kementerian PUPR tahun 2015-2019 dan dianggap mampu menggambarkan kinerja Kementerian PUPR secara keseluruhan, yang didukung oleh 11 (sebelas) unit organisasi. Tabel IV.1. Capaian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 No
Perspektif
Satuan
Target Realisasi
Kinerja
1
Customer/Stakeholder Expectation
%
69,96
71,16
101,70
2
Internal Process
%
68,85
76,43
111,01
3
Learning and Growth
%
57,31
76,96
134,28
%
65,37
74,85
114,50
Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015
IV-2
4.1.1 Customer/Stakeholder Expectation Dari perspektif customer/stakeholder ditargetkan mencapai 69,96% sementara realisasinya melebihi target yaitu 71,16% atau dengan pencapaian kinerja sebesar 101,70%. Capaian dari perspektif tersebut didukung oleh empat sasaran strategis dengan rincian sebagai berikut: Tabel IV.2. Capaian Kinerja dari Perspektif Customer/Stakeholder No SS.1
Sasaran Strategis/ Indikator Kinerja
Satuan
80,00
77,00
96,25
%
45,83
52,66
114,90
73,00
74,50
102,05
Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing a. Tingkat konektivitas jalan nasional
SS.4
%
Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi a. Tingkat dukungan kedaulatan pangan dan ketahanan energi
SS.3
Kinerja
Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan a. Indeks rasio dukungan infrastruktur PUPR terhadap keterpaduan pengembangan kawasan
SS.2
Target Realisasi
%
Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan Tingkat layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
%
81,00
80,46
99,33
CUSTOMER/STAKEHOLDER EXPECTATION
%
69,96
71,16
101,70
Sumber: Hasil Perhitungan Tim Penyusun, 2015
Penjelasan capaian masing-masing sasaran strategis tersebut di atas adalah sebagai berikut: 4.1.1.1
Meningkatnya Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR Antardaerah, Antar Sektor, dan Antar Tingkat Pemerintahan
Pelaksanaan keterpaduan sebagai salah satu mata rantai dalam proses keterpaduan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah dapat berpengaruh terhadap tingkat keterpaduan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah. Sasaran Pengukuran: tingkat keterpaduan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah adalah untuk mengetahui efektivitas program-program Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan Infrastruktur masing-masing sektor di bidang PUPR dalam kawasan strategis sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan serta fungsional lingkungan fisik terbangun yang terpadu IV-3
dalam fungsi, lokasi, besaran dan waktu. Cara Pengukurannya adalah dengan menghitung rasio hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu serta pelaksanaan rekomendasi perbaikan pelaksanaan keterpaduan infrastruktur PUPR di dalam kawasan, antar kawasan maupun antar WPS di tahun 2015 dibandingkan dengan kebutuhan (faktor-faktor non fisik hingga akhir tahun 2015). Tabel IV.3. Capaian Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur No 1)
Indikator Kinerja Indeks rasio dukungan infrastruktur PUPR terhadap keterpaduan pengembangan kawasan
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
80,00
77,00
96,25
Beberapa kendala dalam pencapaian sasaran strategis keterpaduan pembangunan infrastruktur antara lain : 1) Sulitnya mendapatkan data baik data rencana, program maupun kemajuan pelaksanaan pembangunan infrastruktur dari daerah, karena belum adanya data informasi satu pintu; 2) Belum adanya legalitas mekanisme koordinasi kolaborasi dan sinkronisasi secara berkala dengan semua pemangku kepentingan (pihak yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur PUPR); 3) Kurangnya intensitas pertemuan koordinasi intens dengan pemerintah daerah yang terkait, serta kurang intensitasnya pemantauan pada tiap pelaksanaan komponen keterpaduan baik perencanaan, pemrograman dan pelaksanaan. Adapun tindak lanjut upaya pencapaian kinerja ke depan antara lain: 1) Membuat mekanisme sekaligus data dengan pemda; 2) Melegalkan koordinasi mekanisme kolaborasi dan sinkronisasi secara berkala dengan semua pemangku kepentingan; 3) Meningkatkan intensitas pertemuan koordinasi dengan pelaksanaan; dan 4) Meningkatkan kualitas-kualitas intensitas momen pada tiap komponen keterpaduan. Target tahun 2015 untuk keterpaduan di dalam kawasan adalah 78 %, sedangkan capaian kinerjanya adalah 78,68%, kemudian target keterpaduan antar kawasan adalah 78%, sedangkan capaian kinerjanya adalah 78,44%, selanjutnya target keterpaduan antar WPS adalah 76 %, sedangkan capaian kinerjanya adalah 76,38%. Periode Pengukurannya adalah setiap tahun, dengan pendekatan Lag. Sedangkan Sumber Data pengukuran adalah data dari masing-masing Kawasan Strategis pada 35 WPS yang diterpadukan (dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah). Sementara asumsinya adalah ketersediaan data eksisting infrastruktur bidang PUPR yang telah terbangun lengkap dari semua direktorat jenderal sektor di bawah Kementerian PUPR, beserta data progress tahun berjalan, data hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu serta pelaksanaan rekomendasi perbaikan pelaksanaan keterpaduan.
IV-4
Tabel IV.4. Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR No
WPS
1
WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Metro MedanTebing Tinggi-DumaiPekanbaru WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang SabangBanda Aceh- Langsa WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Batam- Tanjung Pinang WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang SibolgaPaadang - Bengkulu WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang JambiPalembang- Bangka Belitung WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Merak- BakauheniBnadar LampungPalembang- Tanjung Api-api WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Jakarta - Bogor Ciawi - Sukabumi WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Jakarta - Bandung Cirebon - Semarang WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Tanjung Lesung - Sukabumi Pangandaran - Cilacap WPS Pusat Pertumbuhan Terpady Yogyakarta - Solo Semarang WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Semarang Surabaya WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Yogyakarta – Prigi – Blitar Malang WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Malang – Surabaya Bangkalan WPS Konektivitas Keseimbangan Pertumbuhan Surabaya – Pasuruan – Banyuwangi
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Keterpaduan Perencanaan1) 0,46
Kesinkronan Program2) 0,28
Keterpaduan Pelaksanaan3) 0,14
Keterpaduan Kawasan 88%
0,40
0,25
0,11
75%
0,46
0,28
0,13
87%
0,42
0,26
0,11
80%
0,41
0,28
0,10
78%
0,46
0,28
0,13
86%
0,46
0,24
0,14
89%
0,47
0,28
0,14
89%
0,41
0,25
0,14
77%
0,46
0,26
0,14
88%
0,46
0,28
0,13
87%
0,39
0,24
0,11
74%
0,47
0,28
0,13
88%
0,47
0,28
0,13
88%
IV-5
No
WPS
15
WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Gilimanuk – Denpasar - PadangBay WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Lombok WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Sumbawa WPS Pertumbuhan Baru Waingapu – Manado- Labuan Bajo- Ende WPS Pertumbuhan Baru Kupang – Atambua WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Ketapang – Pontianak – Singkawang - Sambas WPS Pertumbuhan Baru Temajuk Sebatik WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Palangkaraya – Banjarmasin Batulicin WPS Pusat Pertumbuhan erpadu Balikpapan – Samarinda – Maloy WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Manado – Bitung – Amorang – Lolak Kotamobagu WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Gorontalo – Bolaang Mongondow WPS Pertumbuhan Baru Palu – Banggai WPS Pertumbuhan Mamuju – Mamasa – Toraja – Kendari – Buton – Wakatobi WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Makassar – ParePare – Mamuju WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Ternate – Sofifi – Morotai WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Ambon – Masohi WPS Pertumbuhan Baru Sorong – Manokwari
16 17
18
19 20
21 22
23
24
25
26 27
28
29
30
31
Keterpaduan Perencanaan1) 0,46
Kesinkronan Program2) 0,28
Keterpaduan Pelaksanaan3) 0,13
Keterpaduan Kawasan 88%
0,39
0,23
0,11
73%
0,40
0,24
0,12
76%
0,38
0,23
0,11
73%
0,38
0,23
0,11
72%
0,40
0,24
0,11
74%
0,38
0,22
0,12
73%
0,40
0,24
0,11
75%
0,47
0,27
0,14
88%
0,41
0,28
0,13
88%
0,46
0,28
0,13
86%
0,36
0,23
0,06
59%
0,26
0,21
0,10
67%
0,45
0,28
0,12
85%
0,41
0,25
0,12
77%
0,41
0,25
0,12
77%
0,38
0,23
0,11
73%
IV-6
No
WPS
32
Keterpaduan Perencanaan1) 0,39
Kesinkronan Program2) 0,23
Keterpaduan Pelaksanaan3) 0,11
Keterpaduan Kawasan 73%
WPS Pertumbuhan Baru Manokwari – Bintuni 33 WPS Pertumbuhan Baru 0,35 0,21 0,10 66% Nabire – Enarotali – (Ilaga – Timika) – Wamena 34 WPS Pertumbuhan Baru 0,40 0,24 0,11 75% Jayapura – Merauke 35 WPS Pulau pulau terluar 0,35 0,21 0,10 66% Keterangan: 1) Keterpaduan perencanaan berdasarkan program pengelolaan sumber daya air, penyelenggaraan jalan, pengembangan permukiman, serta penyediaan dan pembiayaan perumahan. 2) Kesinkronan program berdasarkan fungsi, dukungan, lokasi, besaran, waktu, kriteria kesiapan, dan biaya. 3) Keterpaduan pelaksanaan berdasarkan kesesuaian waktu, volume, dan kuantitas.
4.1.1.2
Meningkatnya Dukungan untuk Kedaulatan Pangan dan Energi
Sasaran strategis Meningkatnya Dukungan untuk Kedaulatan Pangan dan Energi diukur oleh indikator kinerja Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi dengan tingkat capaian sebesar 52,66% atau melebihi target yang telah ditetapkan di dalam Perjanjian Kinerja yaitu 45,83%. Capaian kinerja indikator tersebut adalah sebesar 115%. Tabel IV.5. Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan Energi No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1)
Tingkat dukungan kedaulatan pangan dan energi
%
45,83
52,66
114,90
Indikator kinerja Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi diukur dari ratarata capaian outcome yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Layanan Irigasi dan 2) Peningkatan Potensi Sumber Energi. Capaian outcome tersebut dijabarkan sebagai berikut: Tabel IV.6. Outcome Pendukung Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi No 1)
Outcome/Indikator Kinerja
Baseline 2014
Capaian 2015
Persentase
a. Peningkatan layanan jaringan irigasi
1.844.066 Ha
182.017 Ha
85,16%
b. Pengembalian fungsi dan layanan
5.141.407 Ha
480.534 Ha
71,24%
8.706 MW
113,19 MW
1,59%
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk layanan irigasi
jaringan irigasi 2)
Peningkatan potensi sumber energi
IV-7
1) Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Layanan Irigasi
Nilai ketahanan pangan sangat bergantung akan ketersediaan pangan dan kemudahan untuk mengaksesnya. Langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai ketahanan pangan yaitu dengan mendayagunakan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi yang difokuskan pada upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi yang sudah dibangun tetapi belum berfungsi, rehabilitasi pada areal irigasi berfungsi yang mengalami kerusakan, dan peningkatan kinerja operasi dan pemeliharaan. Sejak tahun 2010, telah dilakukan berbagai upaya pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi permukaan, jaringan irigasi rawa, dan jaringan irigasi air tanah sehingga kebutuhan irigasi untuk pertanian terpenuhi. Keberhasilan ini berdampak domino pada surplusnya produksi beras untuk kebutuhan nasional. Surplus produksi beras terus meningkat dari 4,3 juta ton pada tahun 2010 menjadi 6,8 juta ton pada tahun 2013. Meskipun demikian, dari hasil analisis berdasarkan tren jumlah penduduk, diperkirakan Indonesia membutuhkan areal irigasi baru dalam rangka menjaga kecukupan beras nasional. Sementara ketersediaan areal untuk pengembangan lahan irigasi baru semakin terbatas. Perlunya diprioritaskan lahan sawah agar tidak berubah fungsi dengan menetapkannya pada RTRW masing-masing daerah. Pada Tahun 2015, guna memenuhi kebutuhan air baku untuk layanan irigasi, Kementerian PUPR telah melakukan peningkatan suplai irigasi waduk, meningkatkan layanan jaringan irigasi seluas 181.283 Ha (pembangunan jaringan irigasi kewenangan pusat, jaringan irigasi rawa, jaringan irigasi tambak, dan jaringan irigasi air tanah), pengembalian fungsi dan layanan (rehabilitasi/revitalisasi) jaringan irigasi seluas 477.961 Ha, serta operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. 2) Peningkatan Potensi Sumber Energi
Pada tahun 2015, terdapat peningkatan potensi sumber energi sebesar 113,19 MW dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang didukung melalui pembangunan 16 (enam belas) bendungan on going serta operasionalisasi 5 buah waduk yaitu Waduk Jatigede (Jawa Barat), Waduk Nipah (Jawa Timur), Waduk Bajulmati (Jawa Timur), Waduk Rajui (Aceh), dan Waduk Titab (Bali).
IV-8
Gambar 4.2 Lokasi Pembangunan 16 Bendungan Baru
4.1.1.3
Meningkatnya Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing
Sasaran strategis Meningkatnya Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing diukur dengan indikator kinerja Tingkat Konektivitas Jalan Nasional. Pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program yaitu Menurunkan Waktu Tempuh pada Koridor Utama (Sumatera dan Jawa) dengan indikator kinerja program Waktu Tempuh pada Koridor Utama menjadi 2,2 jam/100km. Sasaran program tersebut didukung melalui output pembangunan jembatan; pelebaran jembatan; pembangunan fly over/underpass/terowongan; pembangunan jalan baru; pembangunan jalan bebas hambatan; pembangunan jalan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan; pembangunan jembatan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan. Tabel IV.7. Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing No 1)
Indikator Kinerja Tingkat dukungan terhadap penguatan konektivitas nasional
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
73
74,50
102,05
Sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program Menurunkan Waktu Tempuh pada Koridor Utama dengan capaian indikator kinerja program menurunnya waktu tempuh pada koridor utama menjadi 2,7 jam/100km sesuai dengan target tahun 2015. Adapun capaian output yang mendukung adalah sebagai berikut: IV-9
Tabel IV.8. Outcome Pendukung Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1
Panjang jembatan yang dibangun baru
m
6.917
6.953
101%
2
Panjang jalan yang mendapat pelebaran
Km
2.021
1.927
95%
3
Panjang Fly Over / Underpass / Terowongan yang dibangun
m
2.379
1.828
77%
4
Panjang jalan yang dibangun baru
Km
485
512
106%
5
Panjang jalan bebas hambatan yang dibangun
Km
33
21
64%
6
Panjang jalan yang dibangun/dilebarkan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan
Km
738
774
105%
7
Panjang jembatan yang dibangun/ diduplikasi di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan
m
1.026
1.017
99%
1) Pembangunan jalan bebas hambatan baru
Pembangunan Jalan Bebas Hambatan/tol sepanjang 1.000 Km akan dilakukan dalam lima tahun sampai dengan tahun 2019, dengan realisasi pembangunan jalan tol yang sepenuhnya didanai oleh Pemerintah pada tahun 2015 adalah 21 km. Jalan bebas hambatan direncanakan untuk dibangun di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial pada wilayah strategis dan pusat pertumbuhan. Pembangunan jalan tol merupakan strategi peningkatan mobilitas dan aksesibilitas pada koridor-koridor utama di Indonesia. Selain itu, pembangunan jalan tol juga diharapkan dapat mengurangi waktu tempuh koridor-koridor utama serta menjadi pendorong peningkatan kualitas logistik di Indonesia. Jalan bebas hambatan dikembangkan sebagai backbone transportasi darat pulau-pulau besar di Indonesia. 2) Pembangunan jalan nasional
Jalan nasional baru yang akan dibangun hingga tahun 2019 mencapai panjang 2.650 Km dengan realisasi tahun 2015 sepanjang 512 km untuk jalan baru dan 774 km jalan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan. Pembangunan jalan baru ini ditujukan untuk meningkatkan konektivitas nasional guna menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Selain itu, pembangunan jalan juga dilaksanakan untuk meningkatkan aksesibilitas khususnya pada kawasan strategis untuk mendukung kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif. Pada kawasan perkotaan yang memiliki kegiatan ekonomi yang telah tumbuh pesat, pembangunan jalan baru dibutuhkan untuk mendukung mobilitas serta mengurai kemacetan. IV-10
3) Peningkatan kapasitas jalan nasional
Untuk dapat mengimbangi tingkat pertumbuhan kendaraan maka jalan nasional akan ditingkatkan kapasitasnya melalui upaya pelebaran jalan dan pembangunan Fly Over/Under Pass. Peningkatan kapasitas dilakukan untuk meningkatkan nilai utilitas jalan, sehingga dapat melayani jumlah kendaraan yang lebih banyak. Selain itu, persimpangan sebidang dengan lalu lintas padat serta perlintasan kereta api perlu mendapat penanganan sehingga arus lalu lintas tidak terhambat dan menimbulkan kemacetan. Pada kurun waktu lima tahun dari tahun 2015 sampai dengan 2019 rencana peningkatan kapasitas jalan nasional adalah sepanjang 3.072 km yang terdiri dari pelebaran jalan sepanjang 3.057 km dengan realisasi tahun 2015 sepanjang 1.927 km dan pembangunan Fly Over atau Under Pass sepanjang 15 km dengan realisasi tahun 2015 sepanjang 1.828 m.
4.1.1.4
Meningkatnya Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan
Sasaran strategis Meningkatnya Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan dicapai berdasarkan pengukuran outcome dari subbidang cipta karya (penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan dan peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi) serta subbidang perumahan rakyat. Tabel IV.9. Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan No 1)
Indikator Kinerja Tingkat layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
81,00
80,46
99,33
Perhitungan outcome pendukung sasaran strategis di atas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel IV.10. Outcome Pendukung Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan Perumahan No 1)
2)
Outcome/Indikator Kinerja
Target
Capaian
Kinerja
Subbidang Cipta Karya
78,00%
76,91%
98,60%
a. Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
92,00%
90,82%
91,41%
b. Peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi Subbidang Perumahan Rakyat
64,00% 84,00%
63,00% 83,72%
98,43% 99,67%
a. Pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah
84,00%
83,72%
99,67%
IV-11
4.1.2 Internal Process Dari perspektif internal process ditargetkan mencapai 68,85% sementara realisasinya melebihi target yaitu 77,08% atau dengan pencapaian kinerja sebesar 111,95%. Capaian dari perspektif tersebut didukung oleh tujuh sasaran strategis dengan rincian sebagai berikut: Tabel IV.11. Capaian Kinerja dari Perspektif Internal Process No SS.5
Sasaran Strategis/ Indikator Kinerja
100,00
%
28,95
39,74
137,27
%
86,00
89,36
103,90
%
77,00
74,71
97,02
%
84,00
83,73
99,67
Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR a. Tingkat pengendalian pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang PUPR
SS.11
80,00
Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan a. Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah
SS.10
80,00
Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman a. Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
SS.9
%
Meningkatnya kemantapan jalan nasional a. Tingkat kemantapan jalan nasional
SS.8
Kinerja
Meningkatnya ketahanan air a. Tingkat dukungan ketahanan air nasional
SS.7
Target Realisasi
Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran a. Tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan bidang PUPR
SS.6
Satuan
%
51,00
86,64
169,89
a. Tingkat pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional
%
75,00
80,87
107,82
INTERNAL PROCESS
%
68,85
76,43
111,01
Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional
Sumber: Hasil Perhitungan Tim Penyusun, 2015
IV-12
Penjelasan capaian masing-masing sasaran strategis tersebut di atas adalah sebagai berikut: 4.1.2.1
Meningkatnya Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran
Target tahun 2015 untuk tingkat keterpaduan perencanaan dengan pelaksanaan (deviasi) dalam kawasan, antar kawasan dan antar WPS adalah 80 %, sedangkan capaian kinerjanya adalah 80,3 %. Capaian tersebut merupakan agregat dari seluruh hasil penilaian dari 35 WPS dan antar WPS. Sementara itu, target tahun 2015 untuk tingkat sinkronisasi program (waktu, fungsi, lokasi, besaran) disparitas kebutuhan dengan pemrograman adalah 79 %, sedangkan capaian kinerjanya adalah 80,27 %. Capaian 80,3 % ini merupakan agregat dari seluruh hasil penilaian dari 35 WPS dan antar WPS. Tabel IV.12. Capaian Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1)
Tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan bidang PUPR
%
80,00
80,00
100,00
Pengungkit keberhasilan pencapaian sasaran strategis meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran antara lain: 1) Perencanaan, pemrograman dan monitoring evluasi serta pemberian rekomendasi perbaikan pelaksanaan keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah berada di bawah kewenangan Kementerian PUPR melalui BPIW; 2) Kementerian PUPR merupakan penanggung jawab backbone pada setiap kawasan/ wilayah (baik jalan maupun sungai); 3) Perencanaan pengembangan wilayah yang aplikatif dan diprogramkan untuk dilaksnakan sangat diperlukan; dan 4) Sektor lain (Kementerian/Lembaga lain) mulai terbuka untuk menyampaikan dukungan yang diperlukan serta kooperatif untuk berkoordinasi. Perhitungan tingkat keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran per WPS dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel IV.13. Perhitungan Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran No 1 2 3 4
WPS WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Metro Medan-Tebing Tinggi-Dumai- Pekanbaru WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Sabang- Banda Aceh- Langsa WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu BatamTanjung Pinang WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Sibolga- Paadang – Bengkulu
Total Keterpaduan Perencanaan 88%
Total Keterpaduan Program 86 %
75%
77 %
87 %
89%
80 %
86%
Keterangan Total keterpaduan perencanaan dihitung dari: 1. Keterpaduan perencanaan strategis; 2. Keterpaduan perencanaan
IV-13
No
WPS
5
WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Jambi- Palembang- Bangka Belitung WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu MerakBakauheni- Bnadar Lampung- PalembangTanjung Api-api WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Jakarta Bogor - Ciawi - Sukabumi WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Jakarta Bandung - Cirebon - Semarang WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Tanjung Lesung - Sukabumi Pangandaran - Cilacap WPS Pusat Pertumbuhan Terpady Yogyakarta - Solo - Semarang WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Semarang - Surabaya WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Yogyakarta – Prigi – Blitar Malang WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Malang – Surabaya – Bangkalan WPS Konektivitas Keseimbangan Pertumbuhan Surabaya – Pasuruan Banyuwangi WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Gilimanuk – Denpasar - PadangBay WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Lombok WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Sumbawa WPS Pertumbuhan Baru Waingapu – Manado- Labuan Bajo- Ende WPS Pertumbuhan Baru Kupang – Atambua WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Ketapang – Pontianak – Singkawang - Sambas WPS Pertumbuhan Baru Temajuk Sebatik WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Palangkaraya – Banjarmasin Batulicin WPS Pusat Pertumbuhan erpadu Balikpapan – Samarinda – Maloy WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Manado – Bitung – Amorang – Lolak - Kotamobagu WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Gorontalo – Bolaang Mongondow
6
7 8 9
10 11 12
13 14
15 16 17 18 19 20
21 22
23 24
25
Total Keterpaduan Perencanaan 78 %
Total Keterpaduan Program 81,6%
86 %
88%
86 %
75%
89 %
87%
77 %
78%
88 %
80%
87 %
88%
74 %
76%
88 %
87%
88 %
88%
88 %
88%
73 %
73%
76 %
74%
73 %
74%
72% 74%
73% 74%
73% 75%
69% 75%
88%
85%
88%
88%
86%
86%
Keterangan pengembangan kawasan Total keterpaduan program dihitung dari: 1. Keterpaduan program jangka panjang; 2. Keterpaduan program jangka pendek dan tahunan
IV-14
No
WPS
26 27
WPS Pertumbuhan Baru Palu – Banggai WPS Pertumbuhan Mamuju – Mamasa – Toraja – Kendari – Buton – Wakatobi WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Makassar – Pare-Pare – Mamuju WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Ternate – Sofifi – Morotai WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang Ambon – Masohi WPS Pertumbuhan Baru Sorong – Manokwari WPS Pertumbuhan Baru Manokwari – Bintuni WPS Pertumbuhan Baru Nabire – Enarotali – (Ilaga – Timika) – Wamena WPS Pertumbuhan Baru Jayapura – Merauke WPS Pulau pulau terluar
28 29 30 31 32 33 34 35
4.1.2.2
Total Keterpaduan Perencanaan 69% 67%
Total Keterpaduan Program 73% 67%
85%
88%
77%
77%
77%
77%
73 %
73%
73%
73%
66%
66%
75% 66 %
75% 66%
Keterangan
Meningkatnya Ketahanan Air
Sasaran strategis Meningkatnya Ketahanan Air diukur oleh indikator kinerja Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional dengan tingkat capaian sebesar 39,74% dari target yang ditetapkan yaitu 28,95%. Capaian kinerja indikator tersebut adalah 137%. Tabel IV.14. Capaian Ketahanan Air No 1)
Indikator Kinerja Tingkat ketahanan air
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
28,95
39,74
137,27
Indikator kinerja Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional diukur dari rata-rata capaian outcome yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku; 2) Meningkatnya kapasitas tamping sumber-sumber air; dan 3) Meningkatnya kapasitas pengendalian daya rusak air. Capaian outcome tersebut dijabarkan sebagai berikut:
IV-15
Tabel IV.15. Outcome Pendukung Capaian Ketahanan Air No
Outcome/Indikator Kinerja
Baseline 2014
Capaian 2015
Persentase
1)
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk kehidupan sehari-hari
51,44 m3/det
8,74 m3/det
70,70
2)
Peningkatan kapasitas tampung sumber air
12.679 juta m3
1.025 juta m3
2,67
3)
Peningkatan layanan infrastruktur pengendali daya rusak air
36.199 Ha
69.725 Ha
45,84
1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk kehidupan sehari-hari
Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama di wilayah rawan/defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis. Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air turut berperan dalam mendukung pencapaian target MDG’s yaitu peningkatan akses rumah tangga terhadap sumber air minum layak pada tahun 2015 sebesar 68,87%. Selama periode 2010-2014 telah terbangun prasarana dan sarana air baku untuk kehidupan sehari-hari dengan kapasitas mencapai 51,44 m3/det serta tahun 2015 ini terdapat capaian 8,74 m3/det atau telah mencapai 70,70%. 2) Peningkatan kapasitas tampung sumber air
Indonesia memiliki total potensi air sebesar 3,9 triliun m3, namun hingga tahun 2014 baru ± 12 milyar m3 atau 50 m3 per kapita yang dapat dikelola melalui reservoir. Kapasitas tampung air yang ada saat ini dapat mengairi jaringan irigasi waduk sebanyak 960 ribu hektar (11%). Namun belum dapat mengantisipasi kekritisan air ke depan. Hingga tahun 2015, seluruh target tercapai meliputi pemenuhan target pembangunan waduk sebanyak 16 buah, penyelesaian pembangunan embung sebanyak 364 buah, rehabilitasi waduk 6 buah, rehabilitasi embung/situ/bangunan penampung air sebanyak 64 buah, serta revitalisasi danau sebanyak 15 danau. 3) Peningkatan layanan infrastruktur pengendali daya rusak air
Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir mengutamakan pendekatan non-konstruksi melalui konservasi sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang wilayah, diutamakan pada daerah berpenduduk padat, konektivitas antar pusat ekonomi dan kawasan strategis mendukung MP3EI.
IV-16
Dalam rangka pengendalian daya rusak air, pada tahun 2015 ini telah dilakukan upaya perlindungan terhadap kawasan yang berpotensi terkena dampak banjir melalui pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir sepanjang 305 km serta rehabilitasi sepanjang 136 km, pembangunan sarana prasarana pengendali lahar/sedimen sebanyak 52 buah serta rehabilitasi 21 buah, dan pembangunan sarana dan prasarana pengaman pantai sepanjang 67 km. Peningkatan luas kawasan yang terlindungi dari daya rusak air dengan nilai capaian sangat baik. Target yang telah ditetapkan dapat dilampaui.
4.1.2.3
Meningkatnya Kemantapan Jalan Nasional
Sasaran strategis Meningkatnya Kemantapan Jalan Nasional diukur dengan indikator kinerja Tingkat Kemantapan Jalan Nasional. Pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program yaitu Meningkatnya Pelayanan Jalan Nasional dengan indikator kinerja program Tingkat Penggunaan Jalan Nasional menjadi 133 milyar kendaraan km. Sasaran program tersebut didukung melalui output pemeliharaan jalan rutin dan berkala/rehabilitasi; pemeliharaan jembatan rutin dan berkala/rehabilitasi; rekonstruksi jalan; penggantian jembatan. Tabel IV.16. Capaian Kemantapan Jalan Nasional No 1)
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
86,00
89,36
103,90
Tingkat kemantapan jalan nasional
Sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program Meningkatnya Pelayanan Jalan Nasional dengan capaian indikator kinerja program tingkat penggunaan jalan nasional sebanyak 102 milyar kendaraan km sesuai dengan target tahun 2015 yang telah melebihi target yang ditetapkan yaitu 101 milyar kendaraan km. Capaian tersebut diukur melalui survei yang telah dijelaskan di Bab 2. Adapun capaian output yang mendukung adalah sebagai berikut: Tabel IV.17. Outcome Pendukung Capaian Kemantapan Jalan Nasional No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1
Panjang jalan yang mendapat pemeliharaan rutin
km
32.246
32.437
101%
2
Panjang jembatan yang mendapat pemeliharaan rutin
m
324.932
333.215
103%
3
Panjang jalan yang mendapat pemeliharaan berkala/rehabilitasi
km
939
984
105%
4
Panjang jembatan yang mendapat pemeliharaan berkala/rehabilitasi
m
16.227
21.206
131%
IV-17
No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
5
Panjang jalan yang mendapat rekonstruksi/peningkatan struktur
km
1.862
2.016
108%
6
Panjang jembatan yang mendapat penggantian
m
9.350
8.084
86%
Perwujudan output-output tersebut di atas memerlukan mekanisme pengendalian yang menyeluruh mulai dari tahap perencanaan umum, perencanaan teknis, pelaksanaan maupun pengawasan dari paket-paket pekerjaan yang jumlahnya sangat banyak, tersebar di seluruh ruas jalan Nasional di seluruh provinsi di Indonesia. Mekanisme pengendalian tersebut dibantu oleh 2 (dua) perangkat lunak yaitu IRMS (Interurban Road Management System) dan RAMS (Road Asset Management System). Preservasi jalan bertujuan untuk memastikan dukungan jalan terhadap kegiatan pembangunan tetap terjamin dan kondisi jalan dalam kondisi mantap. Jalan nasional telah berada pada level kemantapan 94%. Kondisi ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan sehingga kondisi kemantapan jalan nasional dapat mencapai angka 98%. Kondisi jalan yang mantap akan berpengaruh pada kualitas perjalanan, kenyamanan berkendara, dan kecepatan tempuh yang dicapai saat berkendara.
4.1.2.4
Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman
Sasaran strategis Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman diukur dari perhitungan hasil sasaran program (outcome based), di antaranya: 1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; 2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak; 3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat. Tabel IV.18. Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman No 1)
Indikator Kinerja Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
77,00
74,71
97,02
Sasaran strategis tersebut tidak dapat terpenuhi karena tidak tercapainya outcome pendukung antara lain akses air minum, akses sanitasi, dan permukiman kumuh. Rincian perhitungan outcome pendukung sasaran strategis adalah sebagai berikut:
IV-18
Tabel IV.19. Outcome Pendukung Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman No
Sasaran Strategis/Program
Indikator Kinerja
1)
Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat
Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum
b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak
Persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
c. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat
Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
Baseline
Target
Realisasi
Ket
-
77%
74,71%
68,11
76
70,31
-
10
2
0,82
Baseline permukiman layak (tidak kumuh) adalah 90%
61,06
64
63,00
-
Rata-rata sasaran program
1) Peningkatan cakupan pelayanan akses air minum
Kinerja sasaran ini digambarkan melalui indikator meningkatnya cakupan pelayanan akses air minum. Pada tahun 2015, untuk mencapai target 76%, perlu peningkatan 7,89% sementara telah terealisasi sebanyak 7.349 liter/detik atau setara dengan 2,205% cakupan pelayanan akses air minum. Angka realisasi 2,205% ini merupakan total target kapasitas SPAM terbangun baik diperkotaan maupun di perdesaan berdasarkan perhitungan full capacity SPAM terbangun. Meningkatnya realisasi cakupan pelayanan akses air minum karena adanya revisi APBN sehingga menambah kapasitas terbangun pada jaringan SPAM MBR, SPAM IKK, dan SPAM pada kawasan khusus. Dalam mencapai peningkatan 7,89%, telah dilakukan pembangunan di 237 IKK, 1.449 desa Pamsimas, 617 kawasan SPAM terfasilitasi, 246 kawasan SPAM Non-PDAM terfasiltiasi serta 246 kawasan khusus dengan kinerja fisik sebesar 93,49%.
IV-19
2) Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
Kinerja sasaran Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman layak digambarkan melalui indikator kinerja ‘penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan’ dengan target di tahun 2015 sebesar 2%. Pada tahun 2015, realisasi kinerja sasaran ini adalah 0,82% atau setara dengan 3.140 Ha. Berdasarkan baseline luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 38.143 Ha, dan dengan terealisasinya penurunan luasan kawasan kumuh Tahun 2015 sebesar 3.140 Ha, maka luasan kawasan kumuh yang belum tertangani hingga tahun 2015 adalah sebesar 35.003 Ha. Realisasi 3.140 Ha merupakan kontribusi langsung dari APBN. Jika realisasi ini disandingkan dengan target Renstra, maka masih terdapat selisih sebesar 1,18% yang diharapkan dapat terpenuhi dari APBD, Swasta dan Masyarakat. 3) Peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
Pencapaian kinerja Sasaran Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, digambarkan dengan indikator kinerja ‘peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi’. Untuk mencapai target tahun 2015 sebesar 64%, perlu ditingkatkan 2,94% dari baseline 61,06%. Pada tahun 2015, realisasi kinerja sasaran ini adalah 1,94% dengan rincian sebesar 0,21% untuk air limbah dan 1,73% untuk persampahan atau setara dengan 4.955.956 Jiwa. Pelaksanaan kinerja sasaran ini dilakukan melalui pembangunan sistem pengolahan air limbah skala regional, sistem pengolahan drainase perkotaan, penanganan persampahan skala regional, sistem penanganan persampahan skala kota, sistem pengolahan air limbah skala kota, sistem pengolahan air limbah skala kawasan, sistem pengolahan air limbah khusus, sistem penanganan persampahan skala kawasan, dan sistem penanganan persampahan khusus.
IV-20
4.1.2.5
Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan
Sasaran strategis Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan diukur dengan indikator kinerja Tingkat Pemenuhan Perumahan yang Layak Huni bagi Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah. Pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh dua program yaitu Program Pengembangan Perumahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Penyediaan Perumahan dan Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan oleh Ditjen Pembiayaan Perumahan. Program Pengembangan Perumahan diukur melalui capaian satu sasaran program yaitu menurunnya kekurangan tempat tinggal (backlog) dan menurunnya rumah tidak layak huni. Sementara Program Pembiayaan Perumahan diukur melalui capaian dua sasaran program yaitu meningkatnya rumah tangga masyarakat berpenghasilan rendah yang menghuni rumah layak melalui bantuan fasilitas pendanaan dan pembiayaan perumahan serta menurunnya kekurangan tempat tinggal (backlog) melalui bantuan pendanaan dan pembiayaan perumahan. Tabel IV.20. Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1)
Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah
%
84,00
83,72
99,67
Capaian tersebut di atas diperoleh melalui perhitungan outcome yang mendukung (outcome based) dengan skenario sebagai berikut: Tabel IV.21. Outcome Pendukung Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan SASARAN/ INDIKATOR KINERJA SASARAN STRATEGIS Tingkat penyediaan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah Pengukuran Capaian Kinerja: Rumah Layak yang Tersedia/Kebutuhan Rumah
SATUAN
BASELINE 2014
TARGET 2015
REALISASI 2015
%
-
83,81%
83,72%
Kebutuhan Rumah Rumah Layak yang Tersedia Total Output strategis
66.000.000
66.000.000
66.000.000
55.085.000
55.312.820
55.260.944
227.820
175.944
97.820
99.455
130.000
76.489
OUTPUT STRATEGIS Rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui belanja APBN
Rumah
Rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui pembiayaan lainnya
Rumah
Ditjen Penyediaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan
IV-21
Target sebesar 83,81% terdiri atas kinerja Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan dengan capaian sebesar 83,72%. Target output strategis tahun 2015 adalah 227.820 unit sedangkan capaiannya adalah 175.944 unit yang terdiri dari 99.455 unit rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui belanja APBN dan 76.489 unit yang disediakan melalui pembiayaan lainnya. Capaian rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui belanja APBN yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan adalah sebagai berikut: Tabel IV.22. Capaian Rumah Layak Huni Bagi MBR Melalui Belanja APBN No
Jenis Rumah
Rencana
Penurunan Backlog 1. Rumah Khusus 7.320 Unit 2. Rumah Susun 20.500 Unit 3. Rumah Swadaya (PB) 20.000 Unit Sub Total 47.820 Unit Peningkatan Kualitas Rumah Tidak Layak Huni Rumah Swadaya (PK) 50.000 Unit Total 97.820 Unit
Realisasi
%
6.713 Unit 10.497 Unit 20.756 Unit 37.966 Unit
91,71 51,20 103,78 79,39
61.489 Unit
122,98 101,67
99.455 Unit
Selain itu, pembangunan rumah layak huni bagi rumah tangga MBR dilakukan dengan skema pembiayaan lainnya yaitu melalui penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk memenuhi kebutuhan sub bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 5.900.000 unit untuk 5,9 juta rumah tangga. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah mekanisme bantuan pembiayaan perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui penyediaan dana murah jangka panjang yang berasal dari APBN yang dipadukan dengan dana bank penerbit KPR dengan menggunakan metode blanded financing sebagai pokok kredit. FLPP merupakan terobosan dalam pembiayaan perumahan yang telah dikembangkan oleh sejak tahun 2010 berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan suku bunga rendah dan besarnya tetap selama masa angsuran KPR. Saat ini, pengelolaan FLPP dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU-P2DPP) melalui lembaga perbankan. Untuk tahun 2015, proporsi pembiayaannya adalah 90% dari dana APBN melalui BA. 999 dan 10% dana dari Bank Pelaksana. Penyaluran dana FLPP tahun 2015 terealisasi sebesar 6,05 T untuk 76.489 unit rumah yang dibayarkan melalui alokasi dana BA. 999 sebesar 5,1 T serta dana pengembalian pokok pinjaman (dana bergulir) sebesar 985 Miliar.
IV-22
4.1.2.6
Meningkatnya Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan dan Rencana Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR
Sasaran strategis Meningkatnya Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan dan Rencana Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR diukur dengan indikator kinerja Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR. Tabel IV.23. Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1)
Tingkat pengendalian pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang PUPR
%
51,00
86,64
169,89
Sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program Meningkatnya kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara serta ketaatan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur Kementerian PUPR dengan 3 indikator kinerja program yaitu: 1) Level Internal Audit Capability Model (IACM); 2) Persentase rekomendasi hasil pengawasan yang ditindaklanjuti dan tuntas serta tepat waktu; 3) Persentase jumlah unit kerja/satker yang bersih dari penyimpangan materiil. Tabel IV.24. Outcome Pendukung Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran No 1)
Sasaran Program Meningkatnya kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara serta ketaatan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur Kementerian PUPR a. Level Internal Audit Capability Model (IACM) b. Persentase rekomendasi hasil pengawasan yang ditindaklanjuti dan tuntas serta tepat waktu c. Persentase jumlah unit kerja/satker yang bersih dari penyimpangan materiil
Target 2015
Capaian 2015
Level 2 70%
Level 2 (100%) 83,03%
60%
90,26%
1) Level Internal Audit Capability Model (IACM)
Pada tahun anggaran 2015, Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan inventarisasi dan self – assesment terhadap IACM level 2 dalam rangka persiapan untuk peningkatan IACM ke level 3. Tim khusus telah dibentuk langsung oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang terdiri dari 7 (tujuh) sub tim yaitu pejabat struktural, jabatan fungsional umum, dan jabatan fungsional tertentu yang disesuaikan dengan Key Performance Area Internal Audit Capability Model. Tim khusus ini akan bekerja dalam mempersiapkan Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR mencapai target akhir yaitu IACM level 3. IV-23
IACM menyediakan alat bagi Kementerian yang dapat digunakan untuk: 1) Menentukan pemenuhan kegiatan pengawasan intern sesuai dengan sifat, kompleksitas, dan risiko yang terkait operasinya; serta 2) Menilai kapabilitas pengawasan intern yang dimiliki terhadap kapabilitas yang seharusnya dipenuhi. 2) Prosentase Rekomendasi Hasil Pengawasan yang ditindak lanjuti dan tuntas serta tepat
waktu. Pada tahun anggaran 2015, target penuntasan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sebesar 70%. Realisasi terhadap target selama tahun 2015 untuk Indikator Kinerja Utama ini rata – rata mencapai 74,47% terhadap target 70%. Jika pencapaian per triwulan diperbandingkan maka secara umum telah mencapai target. Khusus untuk triwulan kedua, evaluasi kinerja untuk triwulan kedua tahun 2015 tidak dapat dilakukan karena pelaksanaan kegiatan program kerja audit tahunan pada tahun anggaran 2015 dilaksanakan pada akhir triwulan kedua terkait padatnya kegiatan Inspektorat Jenderal di triwulan I, yaitu Kegiatan Reviu Revisi RKA K/L terkait re-organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kegiatan Reviu Laporan Keuangan Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014, dan Reviu LKIP 2014 Kementerian Pekerjaan Umum. 3) Prosentase jumlah unit kerja/satker yang bersih dari penyimpangan materiil.
Target Prosentase Jumlah Unit Kerja/Satker yang bersih dari penyimpangan materiil pada tahun anggaran 2015 sebesar 60% dengan realisasi penurunan yang memiliki tren yang meningkat dari triwulan I sampai dengan triwulan III, dengan rata – rata realisasi sebesar 90.26% terhadap target 60%. Namun pada triwulan IV mengalami penurunan sebesar 61.73% walaupun masih diatas target. Hal ini menjadi tantangan untuk tahun – tahun mendatang bagi tugas pembinaan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam membina para auditi sehingga jumlah auditi yang bersih dari penyimpangan materiil semakin meningkat seiring dengan pembinaan yang secara intensif dilakukan. Oleh karena itu program dan kegiatan sosialisasi dan pembinaan yang lebih intensif terhadap seluruh Satuan Kerja agar para Kepala Satuan Kerja menjadi lebih tertib dan bersih dari penyimpangan.
IV-24
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka peningkatan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR, antara lain: a.
Mengefektifkan pengawasan melalui pendampingan penerapan Peraturan Pemerintah RI No. 60/ Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Peraturan Menteri No. 603/PRT/M/2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen dan No. 604/PRT/M/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan pada Pemilihan Penyedia Jasa Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian PUPR;
b.
Meningkatkan apresiasi dan evaluasi atas pemahaman good governance dan good corporate governance kepada para pejabat dan penyedia jasa di lingkungan Kementerian PUPR;
c.
Meningkatkan koordinasi dengan aparat pengawasan fungsional lainnya (BPKP dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk menghindari pemeriksaan yang berulangulang dalam satu obrik;
d.
Menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan baik yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, BPKP maupun BPK-RI dengan memberikan sanksi sesuai surat edaran Menteri PU No. 01/SE/M/2005 dengan melakukan koordinasi yang intens dan teratur;
e.
Pemanfaatan tenaga fungsional dan kerjasama dengan Litbang dalam rangka pemeriksaan keteknikan/pengujian mutu konstruksi;
f.
Mendukung peningkatan kapabilitas APIP Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan implementasi 6 (enam) Key Performance Area IACM untuk peningkatan ke level 3 seiring dengan hal tersebut kualitas dan kinerja audit juga akan mengalami peningkatan;
g.
Membangun Whistle Blowing System (WBS), untuk mencegah dan melakukan deteksi dini dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat diperlukan peran serta pegawai secara aktif untuk menjadi pelapor pelanggaran (whistleblower) melalui whistle blowing system.
h.
Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi sebagai upaya pengendalian gratifikasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Keberadaan UPG akan memudahkan kementerian guna melaporkan adanya gratifikasi kepada komisi anti korupsi. Berdasarkan laporan sampai dengan Desember 2015 tidak terdapat pengaduan terkait dengan gratifikasi, terbukti dengan tidak terisinya drop box pelaporan gratifikasi. Hal ini memerlukan sosialisasi lebih lanjut agar pegawai lebih memahami dan peduli akan pentingnya pencegahan korupsi.
IV-25
i.
Pembentukan zona Integritas dalam rangka Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi.
j.
Dalam melaksanakan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Inspektorat Jenderal melakukan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi.
k.
Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi Inspektorat Jenderal melakukan penguatan pengawasan.
l.
Inspektorat Jenderal selaku APIP telah melaksanakan sosialisasi dan monitoring kepatuhan penyampaian LHKASN; berkoordinasi dengan unit kepegawaian atau unit lain yang ditunjuk menjadi koordinator LHKASN; melakukan verifikasi atas kewajaran LHKASN; melakukan klarifikasi kepada wajib lapor; melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu; dan menyampaikan laporan. Inspektorat Jenderal telah melakukan monitoring dan pendampingan pengisian LHKASN ke lingkungan Inspektorat Jenderal, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DKI, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Lampung, Cirebon, dan Bali. Memfasilitasi FGD Tata Cara Pengisian dan Penyampaian LHKASN. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 jumlah ASN yang sudah membuat LHKASN berjumlah 13.742 pegawai dan akan terus diupayakan agar seluruh pegawai mengisi LHKASN.
4.1.2.7
Meningkatnya Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional
Sasaran strategis Meningkatnya Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional diukur dengan indikator kinerja Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi Nasional yang dihitung berdasarkan rata-rata capaian lima indikator kinerja programnya, yang meliputi: 1) Rasio kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional; 2) Tingkat BUJK yang berkualifikasi besar; 3) Tingkat penerapan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi; 4) Persentase SDM konstruksi yang kompeten; dan 5) Persentase utilitas produk unggulan. Adapun ketercapaian sasaran strategis tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Tabel IV.25. Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional No 1)
Indikator Kinerja Tingkat pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
75,00
80,87
107,82
IV-26
Dapat dilihat pada tabel diatas mengenai capaian sasaran strategis Ditjen Bina Konstruksi dalam Renstra Kementerian PUPR berdasarkan pada Tujuan 1 Kementerian PUPR yaitu Menyelenggarakan pembangunan bidang PUPR yang terpadu dan berkelanjutan dalam mendukung keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan perdesaan, dalam kerangka NKRI. Target capaian yang tertera pada Renstra Kementerian PUPR untuk Program Pembinaan Konstruksi dan Fasilitasi Pengusahaan Infrastruktur adalah 75%. Pada tahun 2015 ini realisasinya dapat melampaui target dengan capaian sebesar 80,87%. Capaian tersebut berdasarkan hasil dari meningkatnya pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional dengan 5 indikator yang disebutkan pada tabel. Adapun rumus penghitungan realisasi sasaran strategis adalah sebagai berikut: 5
Realisasi = ∑ i=1
(Ai . X i ) Yi
Keterangan: A = Bobot X = Realisasi outcome (Jika Realisasi > Target, maka dianggap Realisasi = Target) Y = Target 15.3 15.18 15.4,13 40.2 15.0,625 Realisasi = ( )+( )+( )+( )+( ) = 𝟖𝟎, 𝟖𝟕% 3 18 8 2 3
Tabel IV.26. Outcome Pendukung Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional Sasaran Strategis
Indikator
Meningkatnya Kapasitas dan kualitas konstuksi nasional
1. Rasio kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional 2. Tingkat BUJK yang berkualifikasi besar 3. Tingkat penerapan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi 4. Persentase SDM penyedia jasa konstruksi yang kompeten 5. Persentase utilitas produk unggulan Total
Target Realisasi
Bobot
% Realisasi Per Bobot
3%
12,77%
15%
15%
18%
32,37%
15%
15%
8%
4,13%
15%
7,74%
2%
2,8%
40%
40%
3%
0,62%
15%
3,13%
100%
80,87%
IV-27
1) Meningkatnya Kapitalisasi Konstruksi oleh Investor Nasional (𝜹𝟏 )
Meningkatnya kapitalisasi konstruksi oleh investor Peningkatan Rasio Kapitalisasi nasional ditandai dengan indikator peningkatan rasio Konstruksi oleh Investor Nasional kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional. Target : 1,5 % Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui peningkatan pangsa pasar dalam negeri bagi Realisasi : 12,77 % kontraktor nasional. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam buku Konstruksi Dalam Angka, pada tahun 2014 nilai investasi konstruksi di Indonesia adalah sebesar Rp 509 Triliun. Pada tahun 2015, nilai tersebut meningkat menjadi sebesar Rp 574 Triliun. Nilai peningkan kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional sebagai berikut: % β1=
(574−509) Triliun 509 Triliun
× 100% = 12,77%
Tabel IV.27. Realisasi Capaian Komponen Outcome 1 Komponen Manajemen 𝛂 Dukungan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Jasa Konstruksi
Komponen Kerjasama dan Pemberdayaan 𝛄 Dukungan Kerja Sama dan Pemberdayaan terhadap peningkatan kapitalisasi konstruksi oleh Investor Nasional
Komponen Substansi 𝛃𝟏 Pembinaan Investasi Infrastruktur: - Tersedianya pengaturan dan pembinaan investasi infrastruktur - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi infrastruktur dan pengelolaan risiko
Realisasi Target Outcome 1 𝛅𝟏 12,77%
2) Meningkatnya Persentase BUJK yang Berkualifikasi Besar
Kinerja BUJK ditetapkan berdasarkan beberapa indikator keuangan dan proyek yang telah disepakati. Meningkatnya persentase BUJK yang berkualifikasi besar didapat melalui persentase kenaikan BUJK menjadi berkualifikasi besar. Dari total BUJK Pelaksana (kontraktor) berkualifikasi menengah sebanyak 12.929, telah dipilih sekitar 250 perusahaan yang dibina oleh Direktorat Jenderal Bina Konstruksi selama 5 (lima) tahun ke depan, sehingga akan terdapat 125 perusahaan selama 5 (lima) tahun pelaksanaan atau terdapat 25 perusahaan dalam 1 (satu) tahun yang meningkat kinerjanya yang dilihat dari peningkatan nilai konstruksi yang diselesaikan selama satu tahun. Pada tahun 2015, terdapat 49 BUJK dengan subkualifikasi B1 menjadi subkualifikasi B2.
IV-28
Tabel IV.28. Realisasi Capaian Komponen Outcome 2 Komponen Manajemen
Komponen Kerjasama dan Pemberdayaan
𝛂 Dukungan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Jasa Konstruksi
𝛄 Dukungan Kerja Sama dan Pemberdayaan terhadap peningkatan persentase BUJK yang berkualifikasi besar
Komponen Substansi 𝛃𝟐 Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi: - Tersedianya pengaturan pembinaan kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi
Realisasi Target Outcome 2 𝛅𝟐 32,37%
3) Meningkatnya Tertib Penyelenggaraan Konstruksi
Meningkatnya tertib penyelenggaraan konstruksi ditandai dengan persentase kenaikan tingkat tertib penyelenggaraan konstruksi. Indikator dari tertib penyelenggaraan konstruksi adalah mutu konstruksi, K3 dan administrasi kontrak. Tabel IV.29. Realisasi Capaian Komponen Outcome 3 Komponen Manajemen
Komponen Kerjasama dan Pemberdayaan
Komponen Substansi
𝛂 Dukungan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Jasa Konstruksi
𝛄 Dukungan Kerja Sama dan Pemberdayaan terhadap peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi
𝛃𝟑 Pembinaan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi: - Tersedianya pengaturan pembinaan penyelenggaraan konstruksi - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan konstruksi
Realisasi Target Outcome 3 𝛅𝟑 4,13%
IV-29
4) Meningkatnya SDM Penyedia Jasa Konstruksi
Meningkatnya SDM Penyedia jasa Konstruksi ditandai dengan peningkatan persentase kenaikan SDM penyedia jasa konstruksi yang kompeten. Berdasarkan data dari LPJKN dan Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi, peningkatan SDM penyedia jasa konstruksi berupa jumlah tenaga ahli bersertifikat, jumlah tenaga terampil bersertifikat, jumlah engineer penyetaraan MRA dan jumlah architect penyetaraan MRA pada tahun 2014 dan tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel IV.30. Jumlah SDM Berkompeten Tahun 2014 dan 2015 Jenis SDM Konstruksi Tenaga Ahli Bersertifikat Tenaga Terampil Bersertifikat Jumlah
Tahun 2014 64.578 101.669 166.247
Tahun 2015 104.774 138.593 243.367
Sumber: Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi dan Balai Pelatihan Konstruksi (2015)
Adapun data Sumber Daya Manusia Konstruksi pada tahun 2014 adalah 6.885.401 orang. Rasio yang diharapkan adalah 40% skilled labour dan 60% unskilled labour. Diharapkan jumlah skilled labour pada tahun 2019 adalah sebagai berikut: % Target 𝑆𝑘𝑖𝑙𝑙𝑒𝑑 𝐿𝑎𝑏𝑜𝑢𝑟 =
40 × 6.885.401 orang 100
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa total skilled labour pada tahun 2014 adalah 166.293 orang. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan target skilled labour adalah sebagai berikut: % 𝑆𝑘𝑖𝑙𝑙𝑒𝑑 𝐿𝑎𝑏𝑜𝑢𝑟 2014 =
166.247 orang × 100% = 6,04% 2.754.160 orang
Selain itu, diketahui total skilled labour pada tahun 2015 adalah 243.815 orang yang terdiri dari tenaga ahli, tenaga terampil bersertifikat, engineer penyetaraan MRA, dan architect penyetaraan MRA. Dengan demikian, diketahui persentase skilled labour pada tahun 2015 sebagai berikut: 243.815 orang
% Skilled Labour 2015 = 2.754.160 orang × 100% = 8,85%
Maka didapatkan peningkatan SDM penyedia jasa konstruksi yang berkompeten adalah sebagai berikut: ∆ Tenaga Ahli Berkompeten = 8,85% − 6,04% = 2,80%
IV-30
Tabel IV.31. Realisasi Capaian Komponen Outcome 4 Komponen Manajemen 𝛂 Dukungan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Jasa Konstruksi
Komponen Kerjasama dan Pemberdayaan
Komponen Substansi
𝛄 Dukungan Kerja Sama dan Pemberdayaan terhadap persentase kenaikan SDM penyedia jasa konstruksi yang kompeten
𝛃𝟒 Pembinaan Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi: - Tersedianya pengaturan pembinaan kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi Kerja Sama dan Pemberdayaan: - Terlaksananya kerja sama dan pemberdayaan peningkatan kompetensi SDM konstruksi
Realisasi Target Outcome 4 𝛅𝟒 2,8%
5) Meningkatnya Utilitas Produk Unggulan
Meningkatnya utilitas produk unggulan dapat dilihat melalui persentase kenaikan tingkat utilitas produk unggulan. Berdasarkan data AP3I (Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia), pada tahun 2014 penggunaan beton pracetak adalah 24 juta m3 atau sekitar 15% dari penggunaan beton pada proyek infrastruktur di Indonesia. Sementara, pada tahun 2015 penggunaan produk beton pracetak naik menjadi 25 juta m3. Tabel IV.32. Realisasi Capaian Komponen Outcome 5 Komponen Manajemen 𝛂 Dukungan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Jasa Konstruksi
Komponen Kerjasama dan Pemberdayaan 𝛄 Dukungan Kerja Sama dan Pemberdayaan terhadap persentase kenaikan tingkat utilitas produk unggulan
Komponen Substansi 𝛃𝟓 Pembinaan Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi: - Tersedianya pengaturan pembinaan kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi: - Tersedianya pengaturan pembinaan kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi
Realisasi Target Outcome 5 𝛅𝟓 0,625%
IV-31
4.1.3 Learning and Growth Dari perspektif learning and growth ditargetkan mencapai 57,31% sementara realisasinya melebihi target yaitu 76,96% atau dengan pencapaian kinerja sebesar 134,28%. Capaian dari perspektif tersebut didukung oleh tujuh sasaran strategis dengan rincian sebagai berikut: Tabel IV.33. Capaian Kinerja dari Perspektif Learning and Growth No SS.12
Sasaran Strategis/ Indikator Kinerja
%
10,00
18,00
180,00
%
72,25
95,66
132,40
%
67,00
85,49
127,59
Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR a. Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR
SS.15
Kinerja
Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas Tingkat kinerja dan integritas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
SS.14
Target Realisasi
Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas a. Prosentase sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas
SS.13
Satuan
Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana a. Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
%
80,00
108,68
135,85
LEARNING AND GROWTH
%
57,31
76,96
134,28
Sumber: Hasil Perhitungan Tim Penyusun, 2015
IV-32
Penjelasan capaian masing-masing sasaran strategis tersebut di atas adalah sebagai berikut: 4.1.3.1 Meningkatnya SDM yang Kompeten dan Berintegritas Pencapaian Sasaran Strategis Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas diperoleh dari output penilaian kompetensi dan pemantauan kinerja serta kegiatan penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan. Pada tahun 2015 penilaian kompetensi telah dilakukan melalui assesment center. Pemilihan Metode Assessment Center untuk melakukan penilaian kompetensi pegawai karena metode tersebut berbasis kompetensi dan dapat menilai keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan individu yang dianggap kritikal bagi keberhasilan kinerja unggul. Selain itu, Metode Assessment Center telah teruji dan terbukti menunjukan tingkat validitas yang tertinggi dibanding metoda penilaian lainnya. Karakteristik penilaian kompetensi melalui Metode Assessment Center adalah sebagai berikut : • Multi penilaian (Multiple Assessments) Penilaian harus menggunakan berbagai teknik termasuk di dalamnya adalah: tes, wawancara, kuesioner, dan simulasi-simulasi. • Simulasi Teknik penilaian harus melibatkan sejumlah simulasi yang berhubungan dengan pekerjaan. Contoh simulasi adalah tugas kelompok, in-basket exercise, simulasi interaksi (wawancara), presentasi, pencarian fakta • Penilai (Mutiple Assessor) Multi assessor harus digunakan untuk mengamati dan mengevaluasi peserta. Pada saat menyeleksi penilai sebaiknya program mempunyai assessor yang bervariasi dalam demografi (misal etnis, usia, gender) dan pengalaman (tingkat organisasi, fungsi dalam organisasi, manajer, psikolog). Manfaat penilaian kompetensi melalui Metode Assessment Center adalah : • • • •
Seleksi – membantu organisasi mendapatkan individu yang tepat untuk setiap jabatan. Pengembangan karir – membantu memutuskan rencana karir individu. Penilaian potensi – mengidentifikasi pegawai yang dapat menangani posisi lebih tinggi. Identifikasi manajer yang berpotensi lebih tinggi – menyediakan pool karyawan yang mempunyai talenta manajerial dan multifungsional. • Rencana suksesi – mengidentifikasi individu-individu yang tepat untuk posisi penting seperti Pejabat Eselon I – IV dan posisi manajerial lainnya. • Alokasi penugasan yang menantang – menunjukkan kekuatan dan kelemahan karyawan sehingga membantu organisasi memilih calon yang bisa menangani penugasan menantang.
IV-33
Realisasi sasaran strategis diperoleh dari hasil assessment center terhadap Pejabat Struktural Eselon I sebanyak 49 orang, Eselon II sebanyak 245 orang, Eselon III sebanyak 425 orang, Jabatan Fungsional Umum sebanyak 1414 orang, CPNS Formasi 2014 sebanyak 184 orang, CPNS K I dan K II sebanyak 1.699 orang, Pegawai outsourcing sebanyak 145 orang, Pejabat Kasatker sebanyak 241 orang dan Pejabat Pembuat Komitmen sebanyak 757 orang dengan jumlah total sebanyak 5.159 orang sedangkan target ouput tersebut pada tahun 2015 ini sebanyak 6.620 orang, atau sebesar 78 %, dari 5.159 orang tersebut yang memiliki Kompetensi Sumber Daya Manusia Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sesuai dengan persyaratan jabatan adalah sebanyak 3.780 orang atau sebesar 57 % dari target 6.620 orang dan 18 % dari target 21.488 orang (dengan asumsi jumlah seluruh ASN PUPR pada awal tahun 2015). Tabel IV.34. Capaian SDM yang Kompeten dan Berintegritas No 1)
Indikator Kinerja Persentase sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
10,00
18,00
180,00
Perencanaan pengembangan karier SDM PUPR dimulai dari hasil evaluasi kompetensi dan pemantauan kinerja berupa profil atau potret SDM yang harus dikembangkan baik kompetensi, potensi, maupun karirnya. Setiap SDM PUPR yang kompeten memenuhi persyaratan suatu jabatan dapat masuk dalam daftar usulan percepatan promosi ke dalam jabatan yang sesuai dengan hasil penilaian kompetensi sebagai bentuk pengembangan karier SDM PUPR. Sedangkan SDM PUPR yang potensial namun belum memenuhi persyaratan kompetensi akan dikembangkan kompetensi terlebih dahulu melalui pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya. Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan kualitas SDM PUPR antara lain: 1) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh balai masih terkendala dengan sulitnya transportasi ke wilayah kerja yang dituju dan kurangnya dukungan dari satminkal atau unit kerja yang mengutus stafnya; 2) Kualitas dan kuantitas pengajar yang menurun dengan beban mengajar yang besar; 3) Kurangnya minat peserta terhadap pelatihan tertentu; 4) Masih ada Balai Pendidikan dan Pelatihan yang menunggu akreditasi dari Lembaga Akreditasi Negara (LAN) sehingga belum dapat melaksanakan pelatihan tertentu; 5) Sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kurang memadai. Selama ini, balai yang sedang melaksanakan renovasi gedung dan asrama terpaksa menggunakan fasilitas hotel di lokasi penyelenggaraan; 6) Adanya peraturan tentang tarif pelatihan misalkan untuk pelatihan prajabatan yakni Peraturan Kepala LAN No. 18 Tahun 2011 yang mengatur dasar tarif pelatihan berpengaruh pada progress pencapaian keuangan.
IV-34
4.1.3.2 Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas Sasaran strategis Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas didukung oleh sasaran program tersedianya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian PUPR dengan 4 indikator kinerja program yaitu: 1) Nilai laporan kinerja pemerintahan; 2) Opini WTP hasil audit BPK; 3) Transparansi pelaksanaan program; dan Tingkat pengelolaan dan pengadministrasian pegawai. Tabel IV.35. Capaian Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas No 1)
Indikator Kinerja Tingkat kinerja dan integritas Kementerian PUPR
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
72,25
95,66
132,40
1) Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah dengan target nilai 74 Capaian dari indikator kinerja ini adalah berdasarkan penilaian Kementerian PAN dan RB atas LaKIP Kementerian PUPR TA 2015, namun Kementerian PUPR optimis nilai 74 dapat dicapai dengan banyaknya upaya yang telah dilakukan dalam rangka perbaikan/ peningkatan kualitas sumber daya manusia dan metode kerja, antara lain: Kementerian PUPR telah membentuk Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, suatu unit organisasi Eselon 1 baru untuk meningkatkan kualitas SDM Kementerian PUPR. Penyampaian LaKIP disampaikan tepat waktu dan sesuai dengan format PermenPAN RB No. 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. LaKIP sudah mengikuti rekomendasi Kementerian PAN RB berdasarkan surat Menteri PAN dan RB no. B/3988/M.PANRB/12/2015 Tanggal 11 Desember 2015 tentang Hasil Evaluasi Atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Semua Eselon 1 telah menyusun LaKIP. Semua Eselon 2 telah menyusun LaKIP. Semua Eselon 1 telah menyusun Perjanjian Kinerja. Semua Eselon 2 telah menyusun Perjanjian Kinerja. Semua Satuan Kerja telah menyusun Perjanjian Kerja Laporan Rencana Aksi (T0) serta Laporan Monev Kinerja (T1-T4) telah disusun. Selalu dilakukan evaluasi berjenjang (cascading). Telah dilakukan sistem penilaian kinerja melalui e-Performance.
IV-35
2) Indikator Opini WTP hasil audit BPK, dengan target opini WTP Salah satu yang menjadi tolak ukur BPK RI memberikan opini atas laporan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara di Kementerian PU, adalah mengenai Aset. BPK berpendapat Kementerian PU sudah berhasil melakukan inventarisasi dan penilaian yang sangat signifikan sehingga Saldo Akhir Aset Kementerian PU yang pada Neraca tahun 2011 audited baru mencapai Rp 555 triliun, pada tahun 2012 telah meningkat menjadi 729.029 triliun. Upaya pengelolaan BMN yang baik di Kementerian PU tidak berhenti setelah memperoleh Opini WTP-DPP. Beberapa usaha terus ditingkatkan karena pengelolaan BMN yang baik merupakan hal yang vital dalam upaya meraih opini WTP. Hal ini bisa dilihat dari tercapainya target nilai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan Kementerian PU TA 2013 dan Laporan Keuangan Kementerian PUPR TA 2014. Ini merupakan suatu prestasi yang cukup luar biasa dan telah lama dinantikan. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam pengelolaan, penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan (khususnya disini kinerja pengelolaan BMN) di Kementerian PUPR dibandingkan periode-periode sebelumnya. Artinya kegiatan pembinaan, pendampingan dan fasilitasi penatausahaan dan pelaporan memberikan hasil yang baik. Diharapkan opini WTP tersebut dapat dipertahankan atas Laporan Keuangan tahun 2015. 3) Indikator Transparansi Pelaksanaan Program, dengan target 55% publikasi dengan realisasi 55% sehingga kinerja 100% dengan rincian sebagai berikut: Transparansi pelaksanaan program reguler Profil informasi anggaran Kementerian PUPR berupa RKA-KL, DIPA, LaKIP, Renstra Kementerian PUPR Tahun 2015-2019, dan Rencana Kerja telah dipasang di website www.pu.go.id. Renstra Kementerian PUPR 2015-2019 telah diakses oleh 4.939 pengunjung (Pusdatin, 2016). Transparansi pelaksanaan program Dana Alokasi Khusus (DAK) telah dilakukan dimana transparansi proses pengusulan, kriteria penerima program, sampai dengan penyaluran DAK termasuk salah satu kegiatan yang dipantau oleh Kantor Staf Pesiden (KSP) yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Kementerian PUPR. Ukuran keberhasilan DAK bidang PUPR tidak saja berupa prasarana dan sarana fisik yang terbangun, tetapi juga terpublikasinya data usulan dan penerima bantuan DAK bidang PUPR pada website Kementerian PUPR yang dikaitkan ke web KSP agar dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat. Terdapat tiga target Triwulan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Kementerian PUPR 2015 dalam Inpres 7 tahun 2015 yaitu (B07, B09, dan B12). 4) Indikator Tingkat Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai dengan target 60% layanan, hasil pelaksanaan tercapai 70,5% sehingga kinerja sebesar 117,5% dengan rincian sebagai berikut:
IV-36
Tabel IV.36. Capaian Indikator Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai No.
Indikator
Bobot
Target 2015 Hasil Nilai (%)
Realisasi 2015 Hasil Nilai (%)
2
Adanya sistem informasi pegawai yang bisa diakses oleh semua pegawai Keterbukaan dalam seleksi jabatan
25
60
15
70
17,5
3
Tingkat ketepatan layanan mutasi pegawai
25
60
15
62
15,5
4
Sistem rekrutmen pegawai secara terbuka
25
100
25
100
25
1
JUMLAH CAPAIAN KINERJA TAHUN 2015
25
20
5
50
12,5
60
70,5
Hasil analisis indikator sasaran program (outcome), menunjukkan bahwa pencapaian telah terpenuhi sebesar 117% dari target, yaitu peningkatan sebesar 10,5 persen dari 60 persen. Hasil pengukuran indikator sasaran program berlandaskan pada hasil kuesioner yang kemudian diolah dan menghasilkan nilai persentase seperti yang telah diuraikan pada tabel di atas. Untuk lebih jelasnya dari masing-masing variabel dapat dirinci pencapaiannya sebagai berikut : Variabel adanya sistem informasi yang dapat diakses oleh semua pegawai menunjukkan pencapaian sebesar 50%, hal ini berarti bahwa 50% pegawai di lingkungan Kementerian PUPR sudah mendapatkan akses terhadap sistem informasi (SIMKA). Variabel keterbukaan seleksi jabatan bermakna bahwa pelaksanaan lelang jabatan telah dilaksanakan dengan pencapaian sebesar 70%, hal itu berdasarkan dari sebaran kuesioner yang menyimpulkan bahwa sebagian besar atau sebesar 70% seleksi jabatan untuk jabatan Eselon II dan I kemarin telah dipublikasi secara umum kepada masyarakat. Hal tersebut bias dibuktikan bahwa adanya pejabat yang menduduki beberapa jabatan sekarang yang berasal dari akademisi dan praktisi professional yang berasal dari masyarakat umum. Variabel tingkat ketepatan waktu pelayanan diukur berdasarkan perbandingan antara standarisasi pelayanan pemrosesan surat keputusan (SK) yang ada di wilayah Kementerian PUPR dengan realisasi pelaksanaan pemrosesan surat yang sebenarnya. Standar pengukuran pelayanan mutasi dikatakan baik (100%) apabila dalam memberikan pelayanan pemrosesan adalah maksimal 1 jam. Hasil pencapaian kinerja indikator sasaran program pada variabel ini di tahun 2015 menunjukkan pencapaian sebesar 62%. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada jarak untuk mencapai 100% pelayanan yang baik. Variabel sistem rekrutmen pegawai yang dilaksanakan secara terbuka pada tahun 2015 ditunjukkan melalui keberadaan sistem rekrutmen yang selama ini dilaksanakan secara terbuka, melibatkan masyarakat, bekerjasama dengan konsorsium perguruan tinggi dalam pembuatan soal dan penilaian. Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa sistem rekrutmen pegawai PUPR dilaksanakan secara terbuka. Atau dengan kata lain sistem tersebut 100% telah dilaksanakan. Hal itu selaras dengan apa yang telah ditargetkan. IV-37
4.1.3.3 Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR Sasaran strategis Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR dengan indikator kinerja Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR yang diukur dengan tersedianya jumlah teknologi dan jumlah rekomendasi kebijakan yang termanfaatkan serta jumlah teknologi dan rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun 2015 ini. Tabel IV.37. Capaian Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR No
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
1)
Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR
%
67,00
85,49
127,59
Capaian tingkat pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR sampai dengan tahun 2015 adalah 16 teknologi termanfaatkan dan 12 rekomendasi rekomendasi termanfaatkan. Sementara untuk tingkat penyediaan hasil inovasi teknis terapan adalah 16 teknologi yang dihasilkan pada tahun 2015 dan 19 rekomendasi yang dihasilkan pada tahun 2015. Tabel IV.38. Capaian Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR No 1)
Indikator Kinerja Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR Tingkat Pemanfaatan Capaian teknologi yang termanfaatkan
Capaian rekomendasi hasil kebijakan yang termanfaatkan
Tingkat Penyediaan Capaian teknologi yang dihasilkan tahun 2015 Capaian rekomendasi hasil kebijakan yang dihasilkan tahun 2015
Target
Realisasi
67%
85,49%
33 teknologi
70,97% 26 teknologi (78,78%)
19 rekomendasi
16 teknologi
19 rekomendasi
12 rekomendasi (63,16%)
100% 16 teknologi (100%) 19 rekomendasi (100%)
Keterangan Sudah melebihi target +18,49%
26 teknologi yang termanfaatkan sampai dengan tahun 2015 dibandingkan dengan 33 teknologi yang belum termanfaatkan dari tahun sebelumnya 12 rekomendasi yang termanfaatkan sampai dengan tahun 2015 dibandingkan dengan 19 rekomendasi kebijakan yang belum termanfaatkan dari tahun sebelumnya 16 teknologi yang dihasilkan pada tahun 2015 dibandingkan dengan target tahun ini 19 rekomendasi yang dihasilkan pada tahun 2015 dibandingkan dengan target tahun ini
IV-38
Sebanyak 26 Tekonologi dan 12 rekomendasi yang termanfaatkan hingga tahun 2015 merupakan faktor utama pendukung tercapainya keberhasilan sasaran strategis Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR. Berdasarkan hasil identifikasi pemanfaatannya pada tahun 2015 ini, maka untuk masing-masing teknologi yang telah disebutkan dalam Perjanjian Kinerja (26 teknologi) dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Teknologi Pemecah Gelombang Ambang Rendah (PEGAR)
PEGAR merupakan akronim dari pemecah gelombang ambang rendah, yaitu struktur pelindung pantai yang ditempatkan sejajar pantai dengan bagian puncak berada di bawah air mendekati atau sedikit muncul di atas permukaan air laut ratarata. Teknologi ini dihasilkan Pusat Litbang Sumber Daya Air melalui Balai Pantai dan diwujudkan dalam skala penuh berupa prototipe di daerah Serang, Provinsi Banten pada tahun 2010. 2) Teknologi Penyediaan Air Baku melalui Pompa Air Tenaga Hidro (PATH)
Pompa Air Tenaga Hidro (PATH) adalah pompa air yang digerakkan oleh tenaga putaran turbin penangkap tenaga air, tanpa melalui transformasi menjadi tenaga listrik. PATH yang dibangun di Desa Wonokerso, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung memanfaatkan potensi Curug Ketitang di alur Kali Lungge. 3) Sistem Jaringan Hidrologi secara Real Time
Pembangunan Jaringan Pos Hidrologi Nasional Telemetri, yang dikembangkan oleh Balai Hidrologi dan Tata Air Puslitbang SDA merupakan salah satu program dalam rangka pengembangan pengumpulan data hidrologi tepat waktu melalui sistem telemetri dengan cara pemasangan alat telemetri pada pos duga air di sungai-sungai dan lokasi pos hujan berdasar kriteria tertentu. 4) Teknologi Peringatan Dini Bencana Lahar
Teknologi Peringatan Dini Bencana Lahar dikembangkan Pusat Litbang SDA melalui Balao Sabo di Yogyakarta. Dalam rangka melengkapi sarana sistem peringatan dini di daerah Gunung Merapi, pada awal tahun 2012 sudah dipasang radar cuaca di Kantor Balai Sabo Yogyakarta. Radar ini mempunyai frekuensi X-band bertipe Doppler, jangkauan radar saat ini telah diset dengan radius jangkauan 94 km, mampu mengamati wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian Jawa Tengah.
IV-39
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan radar cuaca di Balai Sabo akan lebih banyak memberikan kontribusi berupa penyediaan data secara realtime sebagai masukan utama dalam kegiatan optimasi pemanfaatan radar cuaca untuk siaga bencana di daerah Gunung Merapi. Melalui peralatan radar cuaca didukung peralatan hidrologi sistem telemetri, Balai Sabo dapat memantau kondisi cuaca secara realtime dan terus menerus.
5) Sistem Perpipaan Irigasi Lahan Miring dan Datar
Teknologi ini dihasilkan Pusat Litbang Sumber Daya Air melalui Balai Irigasi dan diwujudkan dalam skala penuh berupa model fisik di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013. 6) Teknologi Bangunan Pengendali Sedimen (BPS)
Bangunan Pengendali Sedimen (BPS) adalah bangunan yang dirancang dalam ukuran tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan mengendapkan sedimen selama periode waktu tertentu pada suatu aliran sungai. Komponen utama BPS adalah bendung, pintu intake dan bak pengendap. Pada tahun 2008 dan 2011, Pusat Litbang SDA telah membuat Prototip Bangunan Pengendali Sedimen di alur Sungai Cikamiri, Desa Sirnasari, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. 7) Hotmix Lawele Granular Asbuton (HLGA)
HLGA merupakan aspal alam Pulau Buton tepatnya dari daerah Lawele yang memiliki kandungan bitumen sekitar 30% nilai penetrasi bitumen, namun setelah minyak ringan diuapkan maka nilai penetrasi bitumen Asbuton Lawele dapat menghasilkan asbuton butir tipe 50/30. Asbuton butir tipe 50/30 ini sangat potensial digunakan sebagai bahan substitusi aspal pen 60 karena sifat bitumennya relatif sementara. Lokasi Penerapan Teknologi HLGA 2015 antara lain: Wakatobi, Bau-Bau, Bombana, Makassar, Kota Kendari, Konawe Selatan (Ranomeetoo, arah ke Bandara Haluoleo), Kolaka. 8) Cold Pave Hot Mix Asbuton (CPHMA)
CPHMA atau campuran beraspal panas Asbuton dihampar dingin adalah campuran beraspal yang mengandung Asbuton dan bahan tambahan lain, (polimer) jika diperlukan. Pencampuran dilakukan di pabrik secara panas kemudian dipasarkan dalam keadaan siap dihampar dan IV-40
dipadatkan secara dingin (temperatur udara) sebagai perkerasan jalan beraspal. Penggunaan teknologi dibatasi untuk jalan dengan lalu lintas maksimum 1000 kendaraan/hari. Lokasi Penerapan Teknologi CPHMA 2015 di Wakatobi, Bau-bau, Bombana, Buton Tengah, Buton Selatan, Buton , Makassar, Jawa Tengah, Jawa Timur. 9) Teknologi Material Lokal : Batu Kapur
Keunggulan dari teknologi ini adalah: • • • • •
Harga produksi campuran beraspal dapat dihemat; Dapat digunakan untuk lalu lintas rendah sampai dengan sedang; Pemanfaatan bahan lokal untuk lokasi setempat; Mengurangi ketergantungan pada agregat standar yang sulit didapatkan; Cocok untuk daerah dengan batu kapur melimpah.
Untuk lokasi penerapan Teknologi Material Lokal: Batu Kapur tahun 2015 di Kabupaten Sumba Barat. 10) Teknologi Material Lokal (Sand Base)
LPPA atau Sand Base Asphalt merupakan teknologi campuran beraspal panas yang menggunakan agregat lokal berupa pasir sekitar 90% sebagai pengganti agregat standar. 11) Tambalan Cepat Mantap
Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan tambalan cepat mantap dengan bahan campuran beraspal panas (hot mix asphalt) dan campuran beraspal dingin (cold mix asphalt) yang telah dicampur dengan aditif dan dikemas secara pabrikasi. Penggunaannya sangat mudah, setelah kemasan dibuka, langsung dihampar di lapangan dan dipadatkan dengan pemadat ringan (stamper) atau beban lalu lintas (roda kendaraan). Dengan bahan tambalan biasa, kerusakan jalan akan kembali terjadi antara satu minggu hingga satu bulan. Dengan teknologi tambalan cepat mantap yang memiliki tingkat kemudahan kerja yang tinggi dan memiliki kualitas baik, kondisi perkerasan masih bagus hingga satu tahun walaupun dilalui lalu lintas berat. 12) Teknologi Pemeriksa Kekuatan Jalan Tanah (APKJT)
Alat ini mudah digunakan dan memiliki mobilitas yang tinggi sehingga disebut Light Falling Weight Deflectometer. Fungsinya untuk melakukan pengumpulan data pada lapisan-lapisan lepas. Keunggulan dari alat ini adalah harganya yang murah bila dibandingkan produk impor, memiliki garansi 1 tahun, dapat digunakan untuk menguji kekuatan struktural tanah dasar/granular secara semi otomatis dan mudah memproses data karena software dikembangkan oleh Pusjatan. IV-41
13) Butur Seal
Pada prinsipnya teknologi Butur Seal sama dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton (LPMA), namun jika pada LPMA digunakan agregat pokok pada bagian bawah dan agregat pengunci pada bagian atas, maka Butur Seal hanya menggunakan lapisan agregat bagian atas saja. 14) Timbunan Ringan
Teknologi ini memiliki keunggulan: • • • • • • •
Cocok digunakan sebagai timbunan pondasi jalan dan oprit jembata di atas tanah lunak; Meminimumkan masalah penurunan timbunan; Mengatasi masalah stabilitas timbunan; Tidak dibutuhan dinding penahan tanah timbunan; Tidak dibutuhkan pemadatan / Self Compacted; Penghematan biaya konstruksi hingga 60%; Tidak ada tekanan lateral/horisontal.
15) Jembatan untuk desa (Judesa)
Merupakan teknologi terkait jembatan untuk menangani masalah aksessibilitas masyarakat desa dan penyediaan infrastruktur jembatan sederhana yang terbatas. Memiliki keunggulan material pre pabrikasi yang dapat disiapkan untuk dikirim ke lokasi. Sistem jembatan modular untuk kemudahan pembangunan dengan swadaya masyarakat. 16) SIMBAGAS
Merupakan teknologi yang mampu memberikan informasi kondisi jembatan untuk mengetahui perlu tidaknya suatu jembatan memerlukan tindakan tertentu. Lokasi penerapan teknologi ini dilakukan di Sidoarjo, Lamongan, Brebes, Pemalang, Banyumas. 17) Ruang Henti Khusus untuk Sepeda Motor (RHK)
RHK adalah salah satu cara pengaturan lalu lintas dengan mengatur tempat antrian sepeda motor dengan kendaraan roda empat atau lebih pada saat berhenti di pendekat simpang bersinyal selama nyala merah. 18) Jalan Hijau (Green road)
Jalan hijau adalah jalan yang dirancang dan dibangun dengan memperhatikan persyaratan dan kriteria jalan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan. Penerapan teknologi jalan hijau mendukung pemahaman dan penerapan praktek praktek berkelanjutan dalam berbagai aspek (sosial, ekonomi dan lingkungan) mulai dari tahap perencanaan, pelaksaaan dan operasional. Pelaksanaan di tahun 2015 dilakukan di Jalan Tol Bali Mandara-Bali, Underpass Dewa Ruci, Jembatan Kelok 9 Padang, Fly Over Bukit tinggi.
IV-42
19) SINDILA
Merupakan teknologi yang memberikan informasi kondisi lalu lintas (volume, kecepatan, okupansi) kepada pengguna. Lokasi penerapan teknologi ini dilakukan di Sidoarjo, Lamongan, Brebes, Pemalang, Banyumas. 20) APILL Portable
Merupakan alat pengatur lalu lintas yang tidak terkoneksi dengan kabel sehingga memiliki mobilitas yang tinggi dan mudah digunakan untuk pengaturan lalu lintas pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan atau jembatan (perambuan sementara). Untuk tahun 2015 teknologi ini diterapkan di Kabupaten Bandung. 21) RCMS
RCMS merupakan solusi pemantauan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan. Pemantauan yang dilaksanakan dengan baik merupakan aspek pendukung dalam mengupayakan efisiensi dan efektivitas proyek jalan yang dihasilkan. Pelaksanaanya dilakukan di proyek Underpass Dewa Ruci, Denpasar; dan Jembatan Petuk, Bali. 22) Teknologi pengolahan air laut/payau
Latar belakang dari kegiatan ini adalah belum optimalnya pengelolaan air serta meningkatnya dampak pencemaran lingkungan, persepsi tentang pentingnya sanitasi masih rendah, belum efisien dan kesesuaian penerapan teknologi sistem pengolahan air limbah yang diterapkan khususnya di pulau kecil dan kawasan pesisir. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk memperoleh tingkat efisiensi dan kehandalan prototipe teknologi penyediaan air minum (air baku air payau atau air bukan payau) dan sistem sanitasi di kecamatan Kampung Laut (segara anakan) kabupaten Cilacap. 23) Teknologi Bahan bangunan alternatif berbasis bahan bangunan lokal
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji properti baja canai yang ada di pasaran dan melakukan pengujian konstruksi rangka atap skala penuh di laboratorium. Selain itu juga mengkaji sifat fisismekanis bata ringan yang sudah ada di pasaran serta aplikasi pemanfaatan produk bata ringan dalam pembangunan rumah. 24) Teknologi peningkatan kinerja air minum
Salah satu teknologi peningkatan kinerja air minum yang telah dirasakan manfaatnya oeh masyarakat adalah Pengembangan dan Penerapan Teknologi Air Minum dan Sanitasi di Permukiman Daerah Aliran Sungai (DAS). Sejak tahun 2012-2015, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR telah melaksanakan penerapan IV-43
teknologi terpadu di zona hulu perkotaan DAS Bengawan Solo, zona hulu-hilir DAS Citarum, DAS Ciliwung, DAS Brantas, serta zona hulu dan hilir sungai Kampar. 25) Pengembangan rumah murah/sehat/layak huni dan berwawasan lingkungan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman sejak tahun 2005, melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan tentang rumah murah yang memenuhi standar persyaratan teknis seperti yang diamanatkan dalam undang-undang bangunan gedung dan telah teruji dilaboratorium, sehingga prototipe rumah murah yang dikembangkan tersebut layak untuk diterapkan dan disebarluaskan kepada masyarakat seluruh Indonesia. Sebagai tindak lanjut kesepakatan bersama antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan dan Bappenas, Pusat Litbang Permukiman diberi kepercayaan untuk melakukan tugas penyebarluasan hasil teknologi litbang tentang prototipe rumah murah melalui penerapan lapangan / aplikasi rumah contoh skala penuh sebagai sarana desiminasi ke seluruh propinsi di Indonesia. 26) Teknologi pengolahan air limbah
Salah satu teknologi peningkatan kinerja air minum yang telah dirasakan manfaatnya oeh masyarakat adalah Teknologi pengolahan air limbah dengan sistem vermibiofilter. Teknologi ini merupakan teknologi pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses dekomposisi limbah domestik menggunakan decomposer cacing tanah (lumbrecus rubellus) dan mikroba.
4.1.3.4 Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan Prasarana Sasaran strategis Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan Prasarana didukung oleh sasaran program tersedianya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian PUPR dengan 1 indikator kinerja program yaitu: tingkat fasilitasi produk hukum dan bantuan hukum, serta sasaran program tersedianya dukungan sarana dan prasarana aparatur Kementerian PUPR dengan 3 indikator kinerja yaitu: 1) Tingkat kenyamanan bekerja; 2) Tingkat layanan data dan teknologi informasi; 3) Tingkat layanan informasi publik. Tabel IV.39. Capaian Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan Prasarana No 1)
Indikator Kinerja Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
Satuan
Target
Realisasi
Kinerja
%
80,00
108,68
135,85
IV-44
1) Indikator tingkat fasilitasi produk hukum dan bantuan hukum, dengan target sekitar 85% dari jumlah produk dan bantuan hukum yang dapat terfasilitasi dengan hasil pelaksanaan tercapai 124,70% sehingga kinerja sebesar 146,71% dengan rincian sebagai berikut: Tabel IV.40. Capaian Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan Hukum
a. Penyusunan Produk Hukum dan Pembinaan Hukum Jumlah produk hukum yang diproses berhasil melampaui target yang telah ditetapkan dengan mencapai 57 (lima puluh tujuh) dokumen peraturan perundang-undangan yang berhasil difasilitasi penyusunannya, ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM. Peraturan perundang-undangan tersebut terdiri dari 3 Peraturan Pemerintah, 3 Peraturan Presiden dan 51 Peraturan Menteri. Sedangkan SDM yang dibina dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sebanyak 330 orang. b. Bantuan hukum, opini hukum, pendampingan dan pembinaan hukum Jumlah perkara di Kementerian PUPR yang ditangani berhasil mencapai target 40 (empat puluh) dokumen perkara yang ditangani dari target sebanyak 40 (empat puluh) dokumen. Untuk Indikator Kinerja Kegiatan jumlah opini hukum, MoU, dan perjanjian kerja sama yang disusun berhasil memfasilitasi 21 (dua puluh satu) dokumen dari target 25 (dua puluh lima) dokumen, dan untuk indikator jumlah SDM yang dibina Biro Hukum berhasil melakukan pembinaan kepada 633 (enam ratus tiga puluh tiga) orang SDM yang dibina dari target 315 (tiga ratus lima belas) orang SDM. IV-45
c. Pengelolaan jaringan dokumentasi dan informasi hukum Dalam kegiatan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH), terdapat 3 (tiga) prosedur dalam kegiatannya, yaitu antara lain (1) alur penayangan dan penyimpanan peraturan perundang-undangan, (2) alur perpustakaan, dan (3) alur layanan perpustakaan sistem tertutup. Dari target capaian sebesar 100% (seratus persen) dari target yang ditetapkan (60 (enam puluh) dokumen yang ditayangkan dan 40 (empat puluh) orang SDM yang dibina). 2) Tingkat kenyamanan bekerja, dengan target 55% dan hasil 77% sehingga kinerja sebesar 140% dengan perhitungan hasil survei sebagai berikut: Tabel IV.41. Capaian Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja NO.
Indikator
Bobot (%)
a
Kepuasan Kebersihan Kuesioner kepada penghuni gedung Kepuasan keamanan - Kuesioner kepada pegawai Ketertiban Parkir - Kuesioner kepada pengguna gedung/tempat parkir Penggunaan Energi dan Air - Tagihan listrik dan air TOTAL
25
b c d
Target 2015 Nilai Hasil 55 13,75
Realisasi 2015 Nilai Hasil 80 20
25
55
13,75
76
19
25
55
13,75
76
19
25
55
13,75
76
19
55
77
Sesuai survei yang telah dilakukan kepada para pegawai sebagai pengguna sarana dan prasarana mengenai 4 kriteria yaitu kepuasan kebersihan dengan nilai memuaskan sebesar 80%, kepuasan keamanan dengan nilai memuaskan sebesar 76%, ketertiban parkir dengan nilai memuaskan sebesar 76% serta penggunaan energi dan air dengan hasil yang memuaskan sebesar 76%. Namun perlu diketahui bahwa jumlah sampel survei yang dilakukan masih sedikit hanya kepada 25 responden setiap kriteria. Hal ini dinilai belum mencukupi mengingat pengguna gedung utama Gedung Kementerian PUPR adalah ribuan orang dan dari beberapa Satminkal. 3) Indikator Tingkat layanan data dan teknologi informasi, dari target 80% ternyata menunjukkan hasil 80,07% sehingga kinerja sebesar 100,09% dengan perhitungan berikut: =(60% x capaian fisik) + (40% x hasil) =(60%x capaian fisik) + (40% (Bobot (%) x Jumlah permintaan Data spasial) + (Bobot (%) x Jumlah permintaan layanan jaringan internet) + (Bobot (%) x Jumlah permintaan layanan Email)) =(60%x97,38%) + (40% x ((30% x 52) + (50% x 63) + (20% x 35))) = 58,43% + 21,64% =80,07%
IV-46
4) Tingkat layanan informasi publik, dari target tercapainya 365 layanan dengan hasil 365 layanan sehingga kinerja 100% dengan penjelasan sebagai berikut: a. Jumlah Peliputan Kegiatan Kementerian Seiring dengan kondisi lingkungan strategis dan intensitas kegiatan pimpinan serta kewajiban Kementerian untuk menjelaskan berbagai hal terkait dengan bidang tugas kePUPR-an, maka capaian output ini dapat melebihi target yang ditentukan. Besarnya pencapaian tersebut terutama karena banyaknya liputan yang harus dilakukan terutama terkait dengan berbagai kegiatan pimpinan ke lapangan, peresmian dan kegiatan kementerian juga kejadian bencana. Pada Tahun 2015 kinerja kegiatan Peliputan Kegiatan Kementerian mencapai 100% dari target yang ditetapkan. b. Jumlah Publikasi Apabila dilihat pencapaiannya, realisasi untuk output ini sangat jauh diatas target. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang diantaranya adalah kondisi lingkungan strategis dan kebijakan untuk memperbanyak spot penayangan iklan di media elektronik dan media cetak lainnya. Disadari ataupun tidak, politik pencitraan (baik perorangan maupun institusi) masih menjadi langkah manjur untuk menjelaskan tentang kinerja yang telah dilakukan. Demikian juga dengan PUPR yang memperbanyak publikasi melalui media elektronik ataupun cetak sehingga secara output tercapai sebesar 100% dari target yang telah ditetapkan. c. Jumlah Bahan Informasi Pimpinan Output ini secara khusus digunakan untuk mendukung pimpinan Kementerian (Menteri dan Pejabat Tinggi Madya) dalam hal penyediaan dokumen infomasi atau bahan rapat yang akan disampaikan ke berbagai rapat dengan stakeholder, yaitu sidang kabinet, raker dan RDP dengan DPR/DPD, rapat dengan menko, dan lain-lain. Intensitas rapat sangat tergantung dari masing-masing stakeholder, dan untuk tahun 2015 realisasi output mencapai 100%. Beberapa kejadian bencana dan kebijakan lainnya yang memerlukan koordinasi telah membuat frekuensi rapat dan sidang meningkat signifikan. d. Jumlah Permintaan Informasi Pelayanan informasi kepada masyarakat dilakukan sepanjang tahun termasuk menghadapi tuntutan dari para pemohon informasi. Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam upaya menunjang pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008 antara lain melalui Workshop Keterbukaan Informasi Publik dan tata kelola informasi publik di lingkungan Kementerian PU yang ditunjang dengan review terhadap peraturan internal sebagai dasar pelaksanaan UU KIP yang dianggap tidak sesuai lagi karena adanya reorganisasi di lingkungan Kementerian PUPR. Kinerja output mencapai 129,09% dari target yang ada. IV-47
Tingkat pencapaian indikator kinerja manfaat (outcome) yaitu perbandingan antara target outcome yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja dengan realisasi yang dapat dicapai sampai berakhirnya tahun anggaran seperti yang terlihat pada Tabel Pengukuran Kinerja. Namun demikian untuk lebih menguatkan hasil/manfaat, ada beberapa survei yang dilakukan oleh pihak internal untuk menilai kinerja Kementerian PUPR, diantaranya: a. Survei Online Evaluasi Penyebarluasan Informasi Survei ini dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober dengan metode yang dipergunakan adalah kuesioner yang disebarluaskan secara online melalui www.surveykita.com, kemudian para responden mengisi secara online. Secara singkat, hasil dari survei ini adalah:
Media yang paling banyak diakses responden adalah Internet, TV, dan Sosial Media. Kesadaran Responden atas keberadaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat sudah cukup tinggi. Responden juga sudah banyak yang tahu nama Menteri Kemen PUPR, meski masih ada beberapa responden yang tidak mengetahuinya. Mayoritas responden mendapatkan informasi tentang Kementerian PUPR melalui berita di TV, Koran, Radio dan Internet (web dan sosial media). Bidang PUPR yang paling banyak diketahui responden melalui media adalah Jalan, Jalan Tol, dan Jembatan. Intensitas informasi tentang Kementerian PUPR yang didapat responden melalui media masih cukup rendah. Mayoritas responden menganggap informasi tentang program Kementerian PUPR menarik untuk dikonsumsi. Secara kualitas pengemasan informasi, mayoritas responden menganggap kualitasnya biasa saja. Menurut mayoritas responden, informasi yang disampaikan Kementerian PUPR bisa dipahami. Jika dilihat dari kebutuhan responden, mayoritas responden menganggap bahwa informasi yang disampaikan oleh Kementerian PUPR sudah cukup sesuai. Berdasarkan tingkat kepuasan, mayoritas responden menganggap biasa saja.
b. Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Layanan Informasi Survei ini dilakukan terhadap Unit Pelayanan Informasi Publik di Kementerian PUPR. Unit Pelayanan Informasi Publik perlu berupaya mengukur tingkat kepuasan publik atas layanan informasi yang telah diselenggarakan oleh Unit Pelayanan Informasi Publik Kementerian PUPR. Adapun hasil dari survey ini diantaranya IV-48
Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dari hasil Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Informasi Publik Unit Pelayanan Informasi Publik Kementerian PUPR Tahun 2015 sebesar 67,91. Nilai sebesar 67,91 menunjukan nilai mutu pelayanan Baik (B) berarti Kinerja unit pelayanan Pelayanan Informasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015 adalah Baik. Dalam peningkatan kualitas pelayanan perlu, diprioritaskan pada unsur yang mempunyai nilai paling rendah (merah pudar), unsur yang mempunyai nilai menengah harus tetap ditingkatkan (kuning) sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan (hijau). Berdasarkan data survei tersebut, dapat dikatakan bahwa penyebarluasan informasi maupun pelayanan informasi publik sudah termasuk kategori baik dan respon media pun sangat baik dalam memberitakan isu-isu yang berhubungan dengan infrastruktur PUPR.
4.2 Perbandingan Kinerja Organisasi 4.2.1 Subbidang Sumber Daya Air Analisis perbandingan kinerja dengan tahun lalu tidak dapat dilakukan karena sasaran strategis beserta indikatornya dan sasaran program beserta indikatornya berbeda (menyesuaikan dengan target di dalam Renstra Kementerian PUPR 2015-2019). Adapun capaian tahun lalu dijadikan baseline untuk pengukuran di tahun 2015, seperti: 1) peningkatan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku dengan baseline sampai tahun 2014 adalah 51,44 m3/detik; 2) peningkatan kapasitas tamping sumber air dengan baseline 12.679 juta m3; 3) peningkatan layanan jaringan irigasi dengan baseline 1.844.066 Ha; dan 4) pengembalian fungsi dan layanan jaringan irigasi dengan baseline 5.141.407 Ha. Analisis perbandingan target kinerja tahun 2015 terhadap target Renstra hampir seluruhnya tercapai, hanya satu indikator kinerja yang tidak tercapai terhadap target Renstra yaitu terjaganya fungsi dan kapasitas tampung sumber air. Target Renstra adalah 15.396,20 Juta m3 sedangkan target capaian tahun ini adalah 12.679,00 juta m3 hal ini disebabkan karena pagu kegiatan terjaganya fungsi dan kapasitas tampung sumber air adalah adanya pemotongan anggaran yang menyebabkan output kegiatan ditahun 2015 tidak dapat tercapai terhadap target renstra 2015.
IV-49
Tabel IV.42. Perbandingan kinerja dengan Renstra Subbidang Sumber Daya Air Sasaran Strategis
Outcome
satuan Target 2015 CAPAIAN 2015
Peningkatan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air 8,65 baku m3/detik Pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana 8,20 penyediaan air baku seperti semula m3/detik Terjaganya fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana Meningkatnya Ketahanan Air 49,23 penyediaan air baku m3/detik Peningkatan kapasitas tampung sumber air juta m3 1.024 Pengembalian fungsi dan kapasitas tampung sumber air juta m3 376,8 Terjaganya fungsi dan kapasitas tampung sumber air juta m3 15.396,20 Peningkatan luas kawasan yang terlindung dari daya rusak air ha 18.950,67 Peningkatan persentase kawasan/lokasi yang dikonservasi pada 20 kawasan prioritas % Meningkatnya dukungan untuk Peningkatan layanan jaringan irigasi ha 181.283 kedaulatan pangan dan energi Pengembalian fungsi dan layanan jaringan irigasi ha 477.961 Terjaganya fungsi dan layanan jaringan irigasi ha 3.142.532
KINERJA 2015
Capaian Terhadap Perencanan Jangka Menengah 2019 (%)
Target 2019
8,74
tercapai
67,52
12,81
8,20
tercapai
22
37,27
69,64
tercapai
94,75
73,50
1.797,97 3.410 17.096,80 200.000
56,95 11,06 74,16 9,48
1.024 377 12.679 20.344,00
tercapai tercapai tidak tercapai tercapai
20
tercapai
100
20
182.017 480.534 3.581.530
tercapai tercapai tercapai
1.142.983 3.000.000 3.604.791,23
15,92 16,02 99,35
Perbandingan target capaian kinerja tahun 2015 terhadap target RPJMN, terdapat 4 target indikator kinerja yang tidak tercapai terhadap target RPJMN 2015. Dengan rincian sebagai berikut: a.
Peningkatan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku.
b.
Pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku seperti semula.
c.
Terjaganya fungsi dan kapasitas tampungan sumber air.
d.
Peningkatan layanan jaringan irigasi.
Target RPJMN yang tidak tercapai ditahun 2015 akan meluncur menjadi target Renstra maupun target capaian ditahun 2016. Sementara itu, capaian terhadap perencanaan jangka menengah (RPJMN tahun 2019) rata-rata masih di bawah 20% kecuali untuk pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku yang telah mencapai 37,27% dan terjaganya fungsi dan layanan jaringan irigasi yang telah mencapai 46,91%.
IV-50
Tabel IV.43. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Sumber Daya Air Sasaran Strategis
Outcome
Peningkatan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku Pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku seperti semula Terjaganya fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana Meningkatnya Ketahanan Air penyediaan air baku Peningkatan kapasitas tampung sumber air Pengembalian fungsi dan kapasitas tampung sumber air Terjaganya fungsi dan kapasitas tampung sumber air Peningkatan luas kawasan yang terlindung dari daya rusak Peningkatan persentase kawasan/lokasi yang dikonservasi pada kawasan prioritas Meningkatnya dukungan untuk Peningkatan layanan jaringan irigasi kedaulatan pangan dan energi Pengembalian fungsi dan layanan jaringan irigasi Terjaganya fungsi dan layanan jaringan irigasi
satuan
m3/detik m3/detik m3/detik juta m3 juta m3 juta m3 ha % ha ha ha
Target CAPAIAN 2015 RPJMN 2019
Capaian RPJMN 2019 (%)
67
8,74
13,04
22
8,20
37,27
363
69,64
19,18
0 0 0 0
1.024 377,00 12.679,00 20.344,00
-
0
20
-
1.144.985 2.419.558 7.634.695
182.017 480.534 3.581.530
15,90 19,86 46,91
4.2.2 Subbidang Jalan dan Jembatan Analisis perbandingan kinerja dengan tahun lalu tidak dapat dilakukan karena sasaran strategis beserta indikatornya dan sasaran program beserta indikatornya berbeda (menyesuaikan dengan target di dalam Renstra Kementerian PUPR 2015-2019). Adapun capaian tahun lalu dijadikan baseline untuk pengukuran di tahun 2015 yaitu tingkat kemantapan jalan nasional sebesar 93,95%. Angka tersebut justru mengalami penurunan menjadi 89,36% di tahun 2015 karena terdapat peningkatan panjang jalan nasional yang terbangun. Capaian kinerja terhadap target Renstra 2015 telah tercapai bahkan untuk indikator tingkat kemantapan jalan nasional telah melampaui target yang ditetapkan tahun 2015. Sementara itu, capaian terhadap target Renstra 2019 telah mencapai 81,48% untuk outcome waktu tempuh pada koridor utama dan 90,82% untuk outcome tingkat kemantapan jalan nasional. Hal tersebut didukung oleh keberhasilan pembangunan output-outputnya dengan indikator output panjang flyover/underpass/terowongan yang dibangun dan panjang jalan yang mendapat pelebaran, yang mana persentase capaian kinerjanya meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah dalam rentang waktu 5 tahun terakhir capaian kinerja untuk panjang jalan yang ditingkatkan selalu tidak berhasil mencapai target yang ditetapkan atau persentase capaian kinerja kurang dari 100%. Permasalahan pembebasan lahan menjadi faktor utama yang terjadi dari tahun ke tahun yang menyebabkan rendahnya capaian kinerja untuk kedua indikator kinerja output ini.
IV-51
Tabel IV.44. Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Jalan dan Jembatan
Sasaran Strategis
Outcome
satuan
Meningkatnya Dukungan Konektivitas Waktu tempuh pada jam/100 koridor utama Bagi Penguatan Daya Saing km Meningkatnya Kemantapan Jalan Tingkat kemantapan % jalan nasional Nasional
Target 2015
CAPAIAN KINERJA 2015 2015
Target 2019
Capaian Terhadap Perencanan Jangka Menengah (2019) (%)
2.7
2.7
tercapai
2.2
81,48
86
89
tercapai
98
90,82
Capaian terhadap perencanaan nasional (RPJMN) untuk subbidang jalan dan jembatan sama dengan capaian kinerja terhadap Renstra Kementerian PUPR yang telah diuraikan di atas. Tabel IV.45. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Jalan dan Jembatan Sasaran Strategis
Outcome
Meningkatnya Dukungan Konektivitas Waktu tempuh pada koridor utama Bagi Penguatan Daya Saing Meningkatnya Kemantapan Jalan Nasional
Tingkat kemantapan jalan nasional
satuan
Target RPJMN 2019
CAPAIAN 2015
Capaian RPJMN 2019 (%)
m
2,20
2,7
81,48
km
98,00
89
90,82
4.2.3 Subbidang Cipta Karya Analisis perbandingan kinerja dengan tahun lalu tidak dapat dilakukan karena sasaran strategis beserta indikatornya dan sasaran program beserta indikatornya berbeda (menyesuaikan dengan target di dalam Renstra Kementerian PUPR 2015-2019). Adapun capaian tahun lalu dijadikan baseline untuk pengukuran di tahun 2015, antara lain: 1) peningkatan cakupan pelayanan akses air minum dengan baseline 68,11%; 2) penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan 10%; dan 3) peningkatan cakupan pelayanan sanitasi 61,06%. Target yang telah ditetapkan di dalam Renstra Kementerian PUPR 2015-2019 untuk subbidang cipta karya sama dengan target RPJMN yaitu 100-0-100 yang meliputi 100% cakupan pelayanan akses air minum, 0% permukiman kumuh perkotaan, dan 100% cakupan pelayanan akses sanitasi. Target tahun 2015 ini tidak tercapai karena untuk subbidang cipta karya terdapat peran APBD dan sektor swasta di dalamnya, yang mana tidak dapat dipenuhi dengan APBN. Capaian terhadap perencanaan jangka menengah (Renstra maupun RPJMN) di tahun 2019 telah mencapai 70,31% untuk cakupan pelayanan akses air minum, 90,82% untuk permukiman kumuh perkotaan, dan 63% untuk cakupan pelayanan akses sanitasi. Jika dibandingkan dengan target 2015 sebagaimana terdapat dalam Renstra, pencapaian cakupan pelayanan akses sanitasi tahun 2015 masih menyisakan selisih terhadap target sebesar 1%. Besaran selisih ini merupakan kontribusi dari APBD, pihak swasta, dan masyarakat, yang belum dapat diukur. IV-52
Tabel IV.46. Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Cipta Karya Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Meningkatnya Kualitas dan Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum Cakupan Pelayanan Persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan Infrastruktur Permukiman Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
Satuan Target 2015 CAPAIAN 2015
Kinerja 2015
unit unit unit
tidak tercapai tidak tercapai tidak tercapai
76 2 64
70,31 0,82 63,00
Capaian Terhadap Target Perencanan Jangka 2019 Menengah 2019 (%) 100 70,31 0 90,82* 100 63,00
Keterangan: *baseline permukiman layak huni (tidak kumuh) tahun 2014 adalah 90%.
Capaian terhadap perencanaan nasional (RPJMN) untuk subbidang cipta karya sama dengan capaian kinerja terhadap Renstra Kementerian PUPR yang telah diuraikan di atas. Tabel IV.47. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Cipta Karya Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman
Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum Persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
satuan
Target CAPAIAN 2015 RPJMN 2019
Capaian RPJMN 2019 (%)
%
100
70,31
70,31
%
0
0,82
90,82*
%
100
63
63
Keterangan: *baseline permukiman layak huni (tidak kumuh) tahun 2014 adalah 90%.
4.2.4 Subbidang Perumahan Analisis perbandingan kinerja dengan tahun lalu tidak dapat dilakukan karena sasaran strategis beserta indikatornya dan sasaran program beserta indikatornya berbeda (menyesuaikan dengan target di dalam Renstra Kementerian PUPR 2015-2019). Adapun capaian tahun lalu dijadikan baseline untuk pengukuran di tahun 2015, antara lain: 1) terbangunnya rumah susun sewa di tahun 2014 sebanyak 408 Twin Block; 2) terbangunnya rumah khusus di tahun 2014 sebanyak 1.931 unit; dan 3) bantuan stimulan pembangunan rumah swadaya (pembangunan baru dan peningkatan kualitas) di tahun 2014 sebanyak 153.622 unit. Terdapat dua target outcome yang tidak tercapai jika dibandingkan dengan target Renstra tahun 2015 yaitu pembangunan rumah susun dan rumah khusus dikarenakan permasalahan ketidaksiapan lahan. Meskipun demikian, capaian terhadap perencanaan jangka menengah (Renstra dan RPJMN) tahun 2019 masih sangat rendah yaitu di bawah 20%. Target rumah khusus bahkan baru mencapai 1,91% atau 10.497 unit dibandingkan dengan target yang harus dipenuhi di tahun 2019 yaitu 550.000 unit. Target fasilitasi bantuan stimulan peningkatan kualitas rumah swadaya yang tercapai tahun ini juga masih jauh dari target yang harus dipenuhi di tahun 2019 yaitu 1.500.000 unit.
IV-53
Tabel IV.48. Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Perumahan Sasaran Strategis
Outcome
satuan Target 2015 CAPAIAN 2015
Pembangunan Rumah Susun untuk MBR yang dilengkapi dengan PSU pendukungnya Pembangunan Rumah Khusus di daerah pasca bencana/komflik, Meningkatnya penyediaan dan maritim/nelayan dan perbatasan negara yang dilengkapi PSU pembiayaan perumahan pendukung Fasilitasi bantuan stimulan pembangunan baru rumah swadaya Fasilitasi bantuan stimulan peningkatan kualitas rumah swadaya
Kinerja 2015
Capaian Terhadap Target 2019 Perencanan Jangka Menengah 2019 (%)
unit
20.500
10.497
tidak tercapai
550.000
1,91
unit
7.320
6.713
tidak tercapai
50.000
13,43
unit unit
20.000 50.000
20.756 61.489
tercapai tercapai
250.000 1.500.000
8,30 4,10
Capaian terhadap perencanaan nasional (RPJMN) untuk subbidang perumahan sama dengan capaian kinerja terhadap Renstra Kementerian PUPR yang telah diuraikan di atas. Tabel IV.49. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Perumahan Sasaran Strategis
Outcome
satuan
Pembangunan Rumah Susun untuk MBR yang dilengkapi unit dengan PSU pendukungnya Pembangunan Rumah Khusus di daerah pasca Meningkatnya penyediaan dan bencana/komflik, maritim/nelayan dan perbatasan unit pembiayaan perumahan negara yang dilengkapi PSU pendukung Fasilitasi bantuan stimulan pembangunan baru rumah unit swadaya Fasilitasi bantuan stimulan peningkatan kualitas rumah swadaya unit
Target RPJMN Capaian RPJMN CAPAIAN 2015 2019 2019 (%) 550.000
10.497
1,91
50.000
6.713
13,43
250.000
20.756
8,30
1.500.000
61.489
4,10
4.3 Analisis Kinerja Organisasi Peran infrastruktur sangat penting dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu infrastruktur juga memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daya saing global. Kementerian PUPR yang menangani infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, sebagai bagian dari bidang infrastruktur, berkewajiban untuk mendukung hal tersebut melalui pelaksanaan pembangunan yang terpadu, efektif dan efisien dengan memperhatikan pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan, gender serta berlandaskan tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pencapaian tujuan pembangunan nasional. Kementerian PUPR menjalankan tugas dan fungsinya untuk mensukseskan Program Nawacita Presiden RI melalui upaya dukungan dalam mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, penguatan konektivitas nasional, perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, pengusahaan penyediaan perumahan dan pembiayaan perumahan, pengembangan wilayah, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien, dan akuntabel. IV-54
Berdasarkan World Development Indicators yang diterbitkan oleh World Bank tahun 2015, kualitas infrastruktur di Indonesia memiliki nilai yang semakin meningkat yaitu dari nilai 2,54 pada tahun 2010 dan tahun 2012, kemudian meningkat menjadi 2,92 pada tahun 2014. Kualitas infrastruktur dinilai berdasarkan aspek transportasi (darat, laut, dan udara), air baku, air minum, telekomunikasi, dan energi listrik. Dalam hal ini, Kementerian PUPR memberikan dukungan terhadap pembangunan transportasi khususnya jalan dan jembatan, penyediaan air baku, serta penyediaan air minum. Dukungan kinerja Kementerian PUPR dalam hal pembangunan infrastruktur khususnya sub bidang 3,1 jalan salah satunya dapat dilihat 3 dari semakin meningkatnya Logistic 2,9 Performance Index, yaitu peringkat 2,8 2,7 ke-75 dengan nilai 2,76 pada tahun 2,6 2010, peringkat ke-59 dengan nilai Tahun Tahun Tahun 2010 2012 2014 2,94 pada tahun 2012, dan menjadi LPI score 2,76 2,94 3,08 peringkat ke-53 dengan nilai 3,08 pada tahun 2014. Indeks tersebut Sumber: World Bank, 2015 diukur oleh World Bank setiap dua tahun sekali dengan melibatkan 160 negara sebagai objek survei. Indeks tersebut diukur menggunakan 6 (enam) indikator yaitu: 1) Efisiensi proses bea cukai; 2) Kualitas infrastruktur jalan; 3) Kemudahan bongkar muat; 4) Kualitas pelayanan logistik; 5) Kemampuan melacak dan mengetahui status pengiriman barang; dan 6) Ketepatan waktu pengiriman. Score
Gambar 4.3. Logistics Performance Index
Selain itu, berdasarkan data Global Competitiveness Index, kualitas jalan di Indonesia memiliki tren yang positif yaitu meningkat menjadi 3,9 (sebelumnya 3,7) dengan rangking menjadi 72 (sebelumnya peringkat ke-78) Dari hasil World Development Indicators, tahun 2013 penggunaan air baku per tahun untuk kebutuhan pertanian adalah sebesar 82%, untuk rumah tangga sebesar 12%, dan industri 7%. Tingginya penggunaan air baku tersebut menjadi tuntutan bagi Kementerian PUPR untuk semakin meningkatnya supply air baku, salah satunya melalui pembangunan 65 waduk selama kurun waktu 2015-2019. Selain itu, cakupan pelayanan akses air minum berdasarkan World Development Indicators juga semakin meningkat, yaitu dari 77% pada tahun 2011 menjadi 80% di tahun 2015 untuk masyarakat perdesaan. Sementara untuk masyarakat perkotaan akses air minum sebesar 93% pada tahun 2011 menjadi 94% pada tahun 2015. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur sub bidang cipta karya (air minum) terus mengalami peningkatan dan ditargetkan pada tahun 2019 seluruh masyarakat mendapatkan akses air minum (100%).
IV-55
Persen
Cakupan Pelayanan Akses Air Minum 100 80 60 40 20 0
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Perdesaan
77
77
78
79
80
Perkotaan
93
94
94
94
94
Sumber: World Bank, 2015
Gambar 4.4. Cakupan Pelayanan Akses Air Minum Tahun 2011-2015
Cakupan pelayanan akses sanitasi juga mengalami peningkatan yang cukup baik, yaitu secara keseluruhan meningkat dari 58% pada tahun 2011 menjadi 61% pada tahun 2015. Khusus untuk masyarakat perkotaan, akses sanitasi sudah cukup baik yaitu 71% pada tahun 2011 dan hanya sedikit meningkat menjadi 72% pada tahun 2015. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas Kementerian PUPR untuk mencapai target akses sanitasi 100% pada tahun 2019 masih membutuhkan upaya yang serius. Capaian detail per subbidang sumber daya air, subbidang jalan dan jembatan, sub bidang cipta karya, serta subbidang perumahan adalah sebagai berikut. 4.3.1 Subbidang Sumber Daya Air Pembangunan output-output utama yang mendukung capaian sasaran strategis tercapai seluruhnya dibandingkan target yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja ataupun target Renstra Kementerian PUPR tahun 2015-2019. Output-output utama tersebut meliputi pembangunan daerah irigasi, revitalisasi daerah irigasi, dan pembangunan bendungan. Berikut adalah rincian pembangunan output-output utama tersebut: 1) Revitalisasi Daerah Irigasi Sei Ular Daerah Irigasi Sei Ular berlokasi di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Begadai, Sumatera Utara dengan luas 18.500 Ha dan mempunyai 8 buah Free Intake. Pada awal pembangunannya seluruh Free Intake dan jaringan irigasi telah berfungsi dengan baik, namun akibat penurunan dasar sungai (degradasi) menyebabkan air tidak dapat masuk saluran secara optimal sehingga diperlukan revitalisasi. Revitalisasi Daerah Irigasi Sei Ular bertujuan untuk menjamin ketersediaan air dan tata irigasi bagi lahan pertanian dengan cara mengembalikan fungsi jaringan irigasi secara optimal dengan membangun sebuah bendung permanen dan saluran-saluran penghubung untuk menggantikan fungsi dari delapan Free Intake tersebut. IV-56
Dengan dilaksanakannya revitalisasi ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi jaringan irigasi, mengoptimalkan hasil panen padi dengan cara peningkatan intensitas tanam, menghindari terjadinya alih fungsi lahan, dan mebuka lapangan kerja serta mencegah urbanisasi. Di samping itu, kegiatan revitalisasi ini dapat menciptakan peluang ekstensifikasi bagi lahan seluas 6.780 Ha di Kabupaten Deli Serdang. 2) Pembangunan Daerah Irigasi Anai Tahap II Pembangunan Irigasi Anai terletak di Kabupaten Padang Pariaman-Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat dan memiliki total luas areal layanan 6.840 Ha. Sumber air Irigasi Anai berasal dari Sungai Batang Anai, melalui Bendung Batang Anai. Pembangunan ini bermanfaat untuk meningkatkan intensitas tanam 100 – 200% dan menambah produksi padi dari 3 ton/Ha hingga 5-6 ton/Ha. Lingkup pekerjaannya meliputi konstruksi 17.894 meter Saluran Induk, 61.128 meter Saluran Sekunder, 64.460 meter Saluran Pembuang, 52 unit Bangunan Sadap, 84 unit Bangunan Pelengkap, serta 1.460 Ha Cetak Sawah. 3) Pembangunan dan Rehabilitasi Daerah Irigasi Air Lakitan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Air Lakitan berlokasi di Kecamatan Bengkalis Ulu Terawas dan Kecamatan Megang Sakti, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. Daerah Irigasi Air Lakitan bersumber dari Sungai Air Lakitan. Pada tahap pembangunan tahun 2010-2012, luas area yang dibangun mencakup 4.924 Ha. Beberapa pembangunan yang saat ini sedang dilakukan diantaranya pekerjaan Bangunan Utama yang meliputi pembangunan 2 intake dan 1 settling basin, pekerjaan Jaringan Utama meliputi Saluran Primer sepanjang 2,6 kilometer, 15 buah struktur dan perlindungan sungai sepanjang 200 meter, serta pekerjaan Saluran Sekunder sepanjang 18 kilometer dan 62 bangunan. DI Air Lakitan berguna untuk meningkatkan produksi beras melalui pembangunan sumber daya air, menambah pendapatan penduduk lokal di sekitar lokasi, meningkatkan standar hidup petani, meningkatkan kesempatan kerja di area DI dan memberikan kontribusi dalam pembangunan sosial ekonomi di pedesaan.
IV-57
4) Pembangunan dan Rehabilitasi Daerah Irigasi Ciliman Daerah Irigasi (DI) Ciliman terdiri dari satu Saluran Induk sepanjang 30.919 kilometer dan tujuh Saluran Sekunder sepanjang 30.367 kilometer serta memiliki daerah pelayanan seluas 5.315 Ha. Rehabilitasi pada daerah irigasi yang terletak di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Provinsi Banten ini dilakukan karena hanya mampu mengairi 1.000 Ha. Hal tersebut dikarenakan air irigasi tidak dapat mengalir ke saluran-saluran sekunder. Pekerjaan Rehabilitasi DI Ciliman meliputi rehabilitasi dan peningkatan saluran irigasi dan jalan inspeksi, serta rehabilitasi bangunan-bangunan irigasi. Di samping itu, juga dilakukan Peningkatan Bendung Ciliman yang meliputi penggantian Pintu Pengambilan, pengambilan Pintu Pembilas, pembuatan bangunan Kantong Lumpur dan pembuatan Bangunan Penguras. 5) Pembangunan Jaringan Irigasi Sangkub Pembangunan yang terletak di Kecamatan Sangkub dan Bintauna, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara ini dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi pangan di wilayah tersebut dan diharapkan mampu mengairi sawah seluas 3.601 Ha. Pembangunan Jaringan Irigasi Sangkub Kanan dengan luas ± 1.804 Ha. Jaringan irigasi ini memiliki Saluran Primer, Sekunder, dan Tersier serta Pengendalian Banjir. Pengendalian banjir dimaksudkan untuk melindungi lahan pertanian dari luapan banjir yang selalu terjadi setiap tahunnya. Dengan dibangunnya jaringan irigasi teknis ini diharapkan dapat meningkatkan produksi padi sebesar 6 - 10 ton/Ha. 6) Pembangunan Daerah Irigasi Anai Pembangunan Daerah Irigasi Anai terletak di Kabupaten Padang Pariaman-Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat dan memiliki total luas areal layanan 6.840 Ha. Sumber air Irigasi Anai berasal dari Sungai Batang Anai, melalui Bendung Batang Anai.
IV-58
Lingkup pekerjaannya meliputi konstruksi 17.894 meter Saluran Induk, 61.128 meter Saluran Sekunder, 64.460 meter Saluran Pembuang, 52 unit Bangunan Sadap, 84 unit Bangunan Pelengkap, serta 1.460 Ha Cetak Sawah. 7) Daerah Irigasi Lhok Guci Pembangunan D.I Lhok Guci terletak di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh dengan luas areal 11.542 Ha, tipe bendung tetap dan mercu bulat, dan konstruksi bendung menggunakan Beton Cyclope K-350. Manfaatnya adalah sebagai Penyediaan prasarana dan sarana irigasi yang memadai dalam rangka meningkatkan intensitas tanam dan membuka lahan baru untuk penambahan areal sebagai pengganti areal yang telah berubah fungsi sehingga dapat mensejahterakan kehidupan petani khususnya dan masyarakat umumnya. 8) Pembangunan Bendung Titab Pembangunan bendung ini terletak di Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Data teknis bendungan adalah sebagai berikut : • • • • •
Kapasitas Tampung Total Luas Genangan Penyediaan air irigasi Penyediaan air baku Listrik
: 12,79 x 106 m3 : 68,83 Ha : 1.795 Ha : 0,35 m³/det : 1,5 MW
Selama periode 2 tahun (2011-2012) pekerjaan fisik dari bendungan ini belum dapat dilaksanakan karena permasalahan tanah milik masyarakat. 9) Pembangunan Bendung Bajulmati Bendungan Bajulmati terletak di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dengan nilai kontrak sebesar Rp.420.251.124.000, bendungan ini berfungsi untuk penyediaan air irigasi dan air baku. Kapasitas tampung total adalah 10 x 106 m3 dengan luas genangan 4.980,3 Ha. Keterlambatan pembangunan Bendungan Bajulmati selama 2 tahun (2011 – 2013) dikarenakan kondisi tanah pada pondasi tubuh bendungan bersifat porous sehingga perlu penanganan khusus berteknologi tinggi (chemical grouting – diafragma wall). IV-59
10) Pembangunan Bendung Rajui Bendungan Rajui terletak di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Bendungan ini dibangun dengan nilai kontak Rp. 92.272.000.000,-. Kapasitas tampungan total adalah 2,67 x 106 m3 dengan panjang bendungan 257,45 m. Bendungan ini diperuntukkan untuk penyediaan air bagi irigasi sebesar 1000 Ha dan penyediaan air baku sebesar 0,2 m3/dt. 11) Pembangunan Bendungan Jatigede Bendungan Jatigede terletak di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Nilai kontrak adalah USD 467.448.027. kapasitas tampung total adalah 979,5 x 106 m3 dengan luas genangan sebesar 4.980,3 Ha. Bendungan ini diperuntukkan untuk penyediaan air irigasi sebesar 90.000 Ha penyediaan air baku sebesar 3,5 m3/dt serta mengurangi debit banjir sebesar 1.400 m3/dt. 12) Pembangunan Bendungan Nipah Bendungan Nipah berada di Kabupaten Sampang Madura di Provinsi Jawa Timur. Bendungan ini dibangun dengan kapasitas tampung 6,16 x 106 m3 dan luas genangan sebesar 115 Ha. Bendungan ini diperuntukkan untuk penyediaan air irigasi sebesar 1.150 Ha.
13) Pembangunan Bendung Payaseunara Bendungan Payaseunara terletak di Kota Sabang, Provinsi Aceh dengan nilai kontak sebesar Rp. 37.910.589.000. kapasitas tampungan total adalah 1,09 x 106 m3 dengan luas genangan sebesar 111,14 Ha. Bendungan ini diperuntukkan untuk penyediaan air baku sebesar 125 lt/dt.
IV-60
14) Pembangunan Bendungan Marangkayu Bendungan Marangkayu terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Kapasitas tampung total adalah 12.37 x 106 m3, luas genangan sebesar 455 Ha. Bendungan ini digunakan untuk penyediaan air irigasi sebesar 4.500 Ha mengurangi debit banjir sebesar 0,73 m3/dt dan penyediaan air baku sebesar 0,45 m3/dt.
15) Pembangunan Embung Dompak Pembangunan Embung Dompak yang berlokasi di Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau membendung Aliran Sungai Sepanjang 1,1 km2 dengan stuktur tubuh dan dinding berupa kombinasi urugan tanah, beton dan pasangan batu dengan kemiringan 1:1 dan 1:1,5 (Spillway). Manfaatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan air Pulau Dompak. 16) Pembangunan Embung Bayur Raya Embung Bayur Raya terletak di Kabupaten Melawai, Provinsi Kalimantan Barat memiliki volume tampung sebesar 115.000 m3, Lebar atas 5 m, Lebar bawah 55 m, tinggi tanggul 10 m, panjang 115 m dan konstruksi embung menggunakan urugan tanah dan pasangan bronjong di lapis geomembran dan geotekstil. 17)
Pelestarian Sumber Air Wadon
Pelestarian Sumber Air Wadon berada di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur memiliki luas tampungan 2.520 m2 dengan konstruksi kolam penampung menggunakan pasangan batu kali dan bronjong. Dan volume kapasitas tampung sebesar 4.536 m3. Tujuan pelestarian sumber air ini adalah: 1) Konservasi sumber daya air; 2) Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi dan Perikanan di Kab. Kediri; dan 3) Tempat wisata.
IV-61
18) Bangunan Penangkap Sumber Air Jambangan Bangunan Penangkap Sumber Air Jambangan terletak di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur dengan luas daerah genangan 1.174 Ha, kapasitas tampung sebesar 35.220 m3 dan tipe bendung adalah urugan tanah untuk konstruksi tubuh bendung dan tipe ogee untuk bangunan pelimpah. Tujuan pembangunan bangunan penangkap sumber air yaitu: 1) Konservasi sumber daya air; 2) Pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi/palawija dan tanaman tebu; dan 3) Tempat wisata. 19) Normalisasi Kali Cisadane, Kali Sabi, dan Kali Cirarab Normalisasi Kali Cisadane, Kali Sabi, dan Kali Cirarab terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Luas Daerah Aliran Sungai 1.366 km2 untuk Kali Cisadane yang berhulu di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan Gunung Salak, 161 km2 untuk DAS Kali Cicarab dan 161 km2 untuk Kali Sabi. 20) Pembangunan Jaringan Air Baku Kawasan Bregas I Pembangunan Jaringan Air Baku Kawasan Bregas I meliputi Banyumundal, Serang, dan Yamansari dengan jaringan perpipaan transmisi sebesar 19.215,62 m dan kapasitas 250 liter/detik.
Pembangunan output-output utama sub bidang sumber daya air mengalami keterlambatan pada Triwulan I karena adanya perubahan struktur organisasi yang mengakibatkan terlambatnya pelaksanaan lelang dan penerbitan DIPA. Selain itu juga terdapat permasalahan administratif yaitu belum keluarnya ijin untuk proyek-proyek Multi Years Contract (MYC) karena adanya kendala dalam pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan membutuhkan waktu lama karena proses ijin prinsip penggantian lahan kehutanan cukup pelik. Hal tersebut terjadi karena proses pengukuran dan pembayaran oleh tim BPN setempat membutuhkan waktu lama serta adanya penolakan dari masyarakat atas nilai ganti rugi yang akan diberikan. Untuk itu, guna mencapai target, Kementerian PUPR melakukan upaya percepatan melalui pembentukan Satgas Tanah yang bertujuan untuk membantu pelaksanaan pembebasan lahan di wilayah yang mengalami kendala.
IV-62
Selain itu, sesuai dengan Instruksi Menteri Nomor 3 Tahun 2015 tentang upaya percepatan anggaran tahun 2015 dan upaya pelelangan dini, maka Kementerian PUPR melakukan percepatan pembangunan infrastruktur khususnya sub bidang sumber daya air sebagai berikut: 1) Menambah personil di lapangan sesuai kompetensi dan kebutuhan; 2) Memberlakukan waktu kerja 7 (tujuh) hari seminggu dan dengan 2 (dua) waktu kerja atau shifting; dan 3) menambah alat sesuai kebutuhan di lapangan.
4.3.2 Subbidang Jalan dan Jembatan Terdapat 7 (tujuh) output utama yang mendukung sasaran strategis Meningkatnya Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing, yang mana 3 (tiga) di antaranya telah melampaui target yang ditetapkan. Ketiga output utama tersebut antara lain panjang jembatan yang dibangun, panjang jalan dibangun baru, dan panjang jalan yang dibangun/dilebarkan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan. Keberhasilan output yang terbangun antara lain terkait aspek: 1) Dukungan pembangunan jalan dan jembatan dalam rangka pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan, NTT, dan Papua; 2) Dukungan pembangunan jalan dan jembatan dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN); 3) Pembangunan jalan dan jembatan yang termasuk dalam proyek strategis nasional; dan 4) Pengusahaan pembangunan jalan tol (Gempol-Pandaan, Porong-Gempol, Cikopo-Palimanan). 1) Pembangunan Kawasan Perbatasan di Kalimantan, NTT dan Papua Arahan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah nasional yang tertuang dalam RPJPN 2005 – 2025 dan RPJMN 2015 – 2019, diantaranya adalah Pembangunan yang merata dan berkeadilan, salah satunya diwujudkan dengan menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Dengan dibangunnya jalan baru di daerah perbatasan ini antara lain diharapkan: • • • •
Dapat meningkatkan ketahanan dan keamanan pada daerah perbatasan, Menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang negara, Meningkatkan kenyamanan terhadap pengguna jalan, Perlindungan Sumber Daya Alam seperti hutan tropis dan konservasi, pengembangan kawasan budidaya secara produktif, • Meningkatkan perekonomian dan mobilisasi barang maupun masyarakat di sekitar kawasan perbatasan, • Meningkatkan kerjasama pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budidaya dan keamanan dengan negara tertangga. Fokus pengelolaan kawasan perbatasan meliputi aspek: pertahanan keamanan dan hukum, ekonomi kawasan dan sosial dasar kawasan perbatasan.
IV-63
a) Kawasan Perbatasan di Kalimantan Ruas-ruas yang termasuk dalam kawasan paralel perbatasan Kalimantan adalah: Kalimantan Barat: Temajuk – Aruk sepanjang 26,21 Km; Aruk – Bts. Kec. Siding/Seluas sepanjang 45,12 Km; Kec. Siding/Seluas – Bts. Kec. Sekayam/Entikong sepanjang 30,88 Km; Bts. Kec. Sekayam/Entikong – Rasau sepanjang 40,76 Km; Bts. Kab. Kapuas Hulu/Sintang – Lanjak sepanjang 20 Km. Kalimantan Utara: Malinau – Long Bawan sepanjang 192,6 Km; Long Bawan – Long Midang sepanjang 40 Km; Mensalong – Tau Lumbis sepanjang 147,7 Km. Pulau Terdepan Lingkar Pulau Sebatik sepanjang 77 Km. Berikut adalah ruas-ruas pada jalan akses menuju perbatasan Kalimantan: Kalimantan Barat : Batas Serawak/Aruk – Simpang Tanjung sepanjang 11,10 Km; Batas Serawak – Entikong – Balai Karangan – Kembayan sepanjang 42 Km; Batas Serawak – Nanga Badau sepanjang 3,7 Km. b) Kawasan Perbatasan di Nusa Tenggara Timur (NTT) Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi yang berada di wilayah kerja BPJN VIII adalah wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL). Pengembangan pada daerah perbatasan merupakan salah satu implementasi dari program Presiden RI periode 2015 – 2019 dalam NAWACITA yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Adapun kegiatan yang berhasil terlaksana pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Peningkatan Struktur Jalan Motaain-Salore-Haliwen sepanjang 9.7 km; Peningkatan Struktur Jalan Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak (01) sepanjang 13,00 km; Peningkatan Struktur Jalan Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak (02) sepanjang 8,30 km; Pembangunan Jalan Motamasin-Laktutus sepanjang 5,10 km; Pembangunan Kawasan Strategis Jalan Motamasin-Laktutus 2 sepanjang 1,90 km; Pembangunan Jalan Laktutus - Motomasin (07) sepanjang 9,00 km.
IV-64
c) Kawasan Perbatasan di Papua Panjang Jalan yang direncanakan pada koridor jalan perbatasan ini adalah sepanjang ± 1.105,08 Km. Adapun beberapa Kota/Distrik yang rencana akan dilalui trase jalan (dari arah utara) adalah: Jayapura – Arso – Waris – Yetti – Ubrub – Oksibil – Iwur – Waropko – Mindiptana – Tanah Merah – Getentiri – Muting – Bupul – Sota – Merauke. Gambaran umum kondisi jalan yang tercapai pada akhir tahun 2015, dapat diuraikan sebagai berikut: Total Panjang Jalan Ruas Perbatasan ± 1.105,08; Jalan Beraspal Sepanjang ± 824,53 Km (Jayapura – Yeti sepanjang ± 128,83 Km; Yeti Ubrub sepanjang ± 30 Km; Merauke – Waropko sepanjang ± 535 Km; Waropko – Iwur sepanjang ± 30 Km; Jalan Agregat / Tanah Sepanjang ± 100,7 Km); Jalan Belum Terbuka (Hutan) ± 280,55 Km (Ubrub – Oksibil sepanjang ± 216,55 Km; Iwur - Waropko sepanjang ± 64 Km 2) Dukungan terhadap Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Dukungan dalam membangun aksesibilitas pariwisata adalah dalam hal menyediakan dan mengembangkan prasarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api seperti yang disebutkan dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2015. Terkait hal tersebut, Kementerian PUPR memiliki peran untuk membangun jalan dalam rangka pengembangan 25 KSPN Prioritas 2015-2019.
Gambar 4.5. Dukungan Jalan Terhadap KSPN Prioritas
IV-65
Dukungan pembangunan jalan terhadap KSPN yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 antara lain: 1) Pembangunan Jalan Menuju Akses Kawasan Pariwisata Mandeh (Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat); serta 2) Dukungan jalan terhadap KPSN Toraja, KSPN Kuta-Sanur-Nusa Dua (Bali), KSPN Menjangan-Pemutaran (Bali) KSPN Rinjani (NTB), KSPN Komodo (NTT), dan KSPN Ende- Kelimutu (NTT). 3) Proyek-Proyek Stategis Lainnya a) Fly Over Jamin Ginting Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meresmikan pengoperasian Fly Over Jamin Ginting pada 28 Februari 2015. Fly over Jamin Ginting yang terletak di Kawasan Simpang Pos, Medan, Sumatera Utara, yang merupakan bagian dari lingkar luar Medan. Pembangunan Fly Over Jamin Ginting di persimpangan Jalan Jamin Ginting, Jalan Ngumban Surbakti, dan Jalan A.H. Nasution dilaksanakan untuk menghindari pertemuan sebidang antara Jalan A.H.Nasution arah Jalan Ngumban Surbakti dengan Jamun Ginting arah Medan ke Brastagi. b) Pembangunan Jalan Kawasan Strategis Tua Pejat – Rokot Pembangunan Jalan di Kawasan Strategis Tua Pejat – Rokot ditangani oleh Satuan Kerja PJN I Provinsi Sumatera Barat yang berada di bawah koordinasi Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II, penanganan jalan ini mengalami revisi dari 1 Km menjadi 2,65 Km dan terealisasi 100 % pada akhir tahun 2015 ini. c) Jembatan Musi IV Jembatan Musi IV direncanakan untuk menghubungkan Palembang Bagian Ulu dan Palembang Bagian Ilir yang dilewati oleh Sungai Musi, yang selama ini hanya dihubungkan oleh Jembatan Ampera dan Jembatan Musi II. Lokasi jalan pendekat jembatan Musi IV terletak di Seberang Ilir (Jalan Slamet Riyadi s.d Perintis Kemerdekaan sepanjang 900 m) dan Seberang Ulu (Jalan A. Yani sepanjang 600 m).
IV-66
d) Pembangunan Jalan Akses Gede Bage Merupakan salah satu bagian dari rencana Bandung Intra-Urban Toll Road (BIUTR) guna pencapaian kontrak kinerja dengan Presiden dengan total panjang penanganan efektif 4 Km. Target output Pembangunan Jalan Baru sepanjang 4 km, kemudian dilakukan revisi penambahan APBN-P menjadi 4.65 km, realisasi yang tercapai adalah 4.65 km sehingga pencapaiannya 100%.
e) Pembangunan Jembatan Teluk Kendari Pembangunan Jembatan Teluk berlokasi di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, jembatan ini menghubungkan antar Kota Lama dengan Kota Lapulu dengan konstruksi menggunakan cable stayed, tujuan pembangunan jembatan ini menunjang sistem jaringan jalan yang ada untuk membantu proses percepatan perwujudan keseimbangan perkembangan antar wilayah dan mempersingkat jarak dan waktu tempuh kendaraan. f) Pembangunan Underpass Simpang Mandai Pembangunan Underpass Simpang Mandai, yang menghubungkan Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar menuju Kabupaten Moros dengan total panjang 1,05 km, dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kapasitas simpang dan mengurai kemacetan yang terjadi pada simpang Bandara Sultan Hasanuddin, Jalan Tol Seksi 4, Jalan Perintis Kemerdekaan menuju Kabupaten Maros begitupun sebaliknya. g) Jembatan Tayan Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sungai besar maupun sungai kecil, khususnya banyak terdapat di pulau Kalimantan. Dalam upaya mewujudkan sistem transportasi darat di pulau Kalimantan, pemerintah terus berusaha mewujudkannya IV-67
dengan membangun Jalan Trans Kalimantan, namun banyaknya sungai-sungai besar telah menjadi kendala serius dalam merealisasikannya. Jalan Trans Kalimantan Lintas Selatan yang melintasi Provinsi Kalimantan Barat juga masih terputus oleh adanya Sungai Kapuas yang mempunyai lebar kira-kira 1.143 meter, sehingga pada ruas jalan ini perlu dilaksanakan pembangunan Jembatan Tayan dengan panjang 1.420 meter, yang terdiri dari 2 buah jembatan dengan panjang masing-masing 280 dan 1.140 meter, dengan melintas pulau Tayan. Jembatan Sei Tayan terletak 112 Km dari Kota Pontianak di Kecamatan Tayan Hilir menghubungkan Kota Tayan dengan Piasak, Kabupaten Sanggau, pada ruas Jalan Poros/Lintas Selatan Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah.
h) Jembatan Pulau Balang Pelaksanaan kegiatan pembangunan Jembatan Pulau Balang terletak di Provinsi Kalimantan Timur, diharapkan nantinya dapat menghubungkan antara Kotamadya Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utama. Paket pekerjaan ini merupakan paket dengan kontrak tahun jamak/multi years contract (MYC) selama 5 tahun (2015 – 2019), diperkirakan akan selesai pada akhir tahun 2019. i) Jembatan Holtekam Pembangunan Jembatan Holtekamp merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat menjawab permasalahan kepadatan permukiman di Kota Jayapura. Pengembangan ke arah Distrik Muara Tami yang luas dan datar relatif tidak mudah, karena Distrik Muara Tami dan 4 distrik lainnya terpisahkan oleh Teluk Youtefa yang cukup luas.
IV-68
Melalui kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kota Jayapura, maka upaya pengembangan wilayah permukiman Kota Jayapura diwujudkan dengan pembangunan Jembatan Holtekamp sepanjang 400 meter yang melintasi Teluk Youtefa. j) Trans Papua Program penanganan jalan Trans Papua dirancang melalui pendekatan “fish bone” yang membentang dari ujung Timur hingga ujung Barat. Posisi “fish bone” berada di tengah pulau Papua dan menjadikan jalan Trans Papua sebagai tulang utama dalam sistem jaringan secara keseluruhan, yaitu Sistem Jaringan Primer yang menghubungkan Pusat – Pusat Kegiatan Nasional di Tanah Papua, yaitu Sorong – Jayapura – Timika, dan Pusat – Pusat Kegiatan Strategis Nasional dan pusat kegiatan wilayah yaitu Manokwari, Fakfak, Nabire dan Merauke. Ruas jalan tersebut terdiri dari ruas yang telah tersambung yaitu Merauke-Tanah MerahWaropko dengan panjang 535 km dan ruas Enarotali-Wagete-Nabire dengan panjang 285 km serta ruas-ruas yang akan fungsional pada tahun 2015 – 2019. k) Jembatan Soekarno Jembatan Soekarno diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bersama dengan Menteri PUPR pada 28 Mei 2015 di Manado, Sulawesi Utara. Jembatan DR. Ir. Soekarno memiliki panjang total 1.127m (termasuk jalan penghubung). Jembatan ini kombinasi Jembatan Type Balance Cantilever (Box Girder) 120m dan Jembatan Type Cable Stayed 240m.
4) Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol Salah satu bentuk keberhasilan utama pada TA. 2015 yang dapat dicapai dari pengaturan, pengusahaan, pengawasan jalan tol adalah berhasil beroperasinya beberapa ruas jalan tol yang dibiayai dengan metode Public-Private Partneship (PPP). Capaian pembangunan jalan tol tersebut meliputi peresmian ruas-ruas jalan tol baru sepanjang 132,35 km yang terdiri atas ruas jalan tol Porong-Gempol Seksi Kejapanan-Gempol sepanjang 3.55 km, ruas jalan tol GempolPandaan sepanjang 12.05 km, dan ruas jalan tol Cikopo-Palimanan sepanjang 116,75 km.
IV-69
a) Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) Jalan tol Cikopo-Palimanan dengan panjang 116,75 kilometer ini merupakan jalan tol terpanjang di Indonesia dan merupakan bagian dari sistem jalan tol Trans Jawa. Jalan Tol Cikopo-Palimanan melintasi 5 kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Purwakarta, Subang, Indramayu, Majalengka dan Cirebon. Jalan Tol Cikopo-Palimanan merupakan proyek pembangunan jalan tol dengan pembiayaan terbesar hingga saat ini dengan total investasi mencapai Rp. 12,5 Trilliun. Investasi ini melibatkan konsorsium perbankan beranggotakan 22 bank. Pekerjaan konstruksi untuk ruas jalan tol ini telah dimulai sejak 1 Februari 2013. Konstruksi ini dibagi dalam enam seksi dengan total panjang mencapai 116 kilometer dan dibangun secara bersamaan. Pekerjaan tersebut dapat diselesaikan lebih cepat sehingga Jalan Tol CikopoPalimanan dapat dioperasikan lebih awal dari rencana semula yaitu Agustus 2015. b) Tol Gempol-Pandaaan Pada 12 Juni 2015, Jalan Tol Gempol – Pandaan sepanjang 12,05 km diresmikan oleh Presiden RI. Secara keseluruhan, Jalan Tol Gempol – Pandaan mempunyai panjang 13,61 km dengan total biaya investasi sebesar Rp. 1,472 trilyun. Selain terhubung dengan Jalan Tol Pandaan – Malang, Jalan Tol Gempol – Pandaan juga terkoneksi dengan Jalan Tol Gempol – Pasuruan untuk ke arah timur dan Jalan Tol Porong – Gempol untuk ke arah utara. Jalan Tol Porong – Gempol merupakan bagian dari Jalan Tol Surabaya – Gempol. c) Tol Porong-Gempol (Kejapanan-Gempol) Jalan Tol Porong-Gempol yang diresmikan pada 6 Mei 2015 adalah ruas jalan tol sepanjang 10 kilometer yang menghubungkan daerah Porong, Sidoarjo dengan Gempol, Pasuruan. Jalan tol ini merupakan bagian dari jalan tol yang menghubungkan antar kota utama di Jawa Timur yaitu Surabaya-Pasuruan-Malang. Tol Porong-Gempol ini merupakan relokasi dari tol Surabaya-Gempol ruas Porong-Gempol yang ditutup sejak akhir tahun 2006 akibat peristiwa luapan Lumpur Lapindo.
IV-70
Pembangunan tol relokasi proyek Porong-Gempol dibagi menjadi dua seksi yang terdiri dari Seksi Kejapanan-Gempol (3,55 km) dan Seksi Porong-Kejapanan (6,45 km). Untuk seksi Porong-Kejapanan saat ini belum dibangun karena kapasitas Jalan Arteri Baru Porong masih dapat menampung beban lalu lintas kendaraan dari dan menuju Surabaya. Pada pelaksanaan kinerja Tahun 2015, terdapat permasalahan utama pembangunan jalan yang dihadapi yaitu permasalahan pembebasaan lahan. Hambatan dalam pembebasan lahan untuk kebutuhan pelaksanaan fisik di lapangan merupakan kendala utama yang mengakibatkan terganggunya kelancaran pelaksanaan beberapa pekerjaan fisik yang telah direncanakan. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pembebasan lahan, antara lain adalah: a) Peralihan peraturan pelaksanaan pengadaan tanah dari Perpres No. 36 Tahun 2005 ke UU No.2 Tahun 2012. Dengan menggunakan UU No. 2 tahun 2012, tahapan pelaksanaan pengadaan tanah mengalami beberapa perubahan, terutama dalam tahapan pelaksanaan dan penanggung jawab pada setiap tahap pengadaan tanah. Penyamaan persepsi terhadap pelaksanaan peraturan baru dan perubahan pola/mekanisme pengadaan tanah cukup banyak menyita waktu sehingga pelaksanaan pengadaan tanah berjalan dengan lambat. b) Implementasi peraturan baru terhadap sisa bidang tanah yang belum bebas. Sesuai dengan Pepres No. 30 Tahun 2015, pengadaan tanah yang belum selesai dengan menggunakan peraturan lama, maka dilanjutkan dengan menggunakan peraturan baru pada tahap pelaksanaan. Sebagian besar bidang tanah yang belum bebas telah sampai pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi. Berdasarkan kondisi di lapangan, Pelaksana Pengadaan Tanah meminta untuk dilakukan Inventarisasi dan Identifikasi Ulang untuk menjamin hasil Inventarisasi dan Identifikasi objek pengadaan tanah yang lebih akurat. c) Proses negosiasi harga dengan pemilik lahan yang berlarut-larut. Benturan dengan adat istiadat dan budaya yang berlaku pada daerah tertentu. Untuk mengatasi permasalahan utama tersebut, telah dilakukan upaya-upaya antara lain: 1) Percepatan proses lelang dan melakukan revisi dan relokasi anggaran; 2) Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembebasan Jalan Tol yang melakukan koordinasi yang intensif dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Permasalahan di atas mengakibatkan tidak tercapainya sasaran strategis karena tidak dapat terpenuhinya output utama Panjang Fly Over/ Underpass/ Terowongan yang Dibangun dan Panjang Jalan Bebas Hambatan yang Dibangun. Pada tahun 2015, Fly Over/ Underpass/ Terowongan yang tidak selesai dibangun meliputi: 1) Pembangunan Terowongan Balingka Bukittinggi (MYC); 2) Pembangunan Fly Over Padang Luar (MYC); 3) Pembangunan Fly Over Gaplek (MYC) di Kota Tangerang; 4) Pembangunan Overpass Sedyatmo (MYC). Sementara jalan IV-71
bebas hambatan yang tidak selesai dibangun antara lain: 1) Pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok Seksi E2; 2) Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu; 3) Pembangunan Jalan Tol Manado Bitung; dan 4) Toll Road Development Of Solo-Kertosono Project Phase I. Secara umum, indikator kinerja panjang jembatan yang mendapat penggantian tidak dapat memenuhi target yang ditetapkan dikarenakan adanya masalah pembebasan lahan, yaitu dalam proses negosiasi dengan masyarakat terdampak. Telah dilakukan berbagai upaya sosialisasi dan pendekatan intensif dengan masyarakat terdampak, namun belum cukup berhasil yang mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan terhambat. Di samping itu, permasalahan yang terjadi pada indikator kinerja ini adalah lemahnya kualitas penyedia jasa, dimana penyedia jasa tidak mampu menyelesaikan permasalahan internalnya. Telah dilakukan Show Cause Meeting (SCM) hingga tingkat balai untuk mengatasi masalah ini. Namun, pada beberapa paket pekerjaan upaya ini tidak berhasil yang mengakibatkan pekerjaan terlambat ataupun putus kontrak. 4.3.3 Subbidang Cipta Karya 1) Peningkatan cakupan pelayanan akses air minum Realisasi cakupan pelayanan air minum tidak mampu melebihi target karena dalam pelaksanaan di lapangan masih ditemui kendala serta tantangan sebagai berikut: 1) Adanya keterbatasan sumber air baku pada daerah pelayanan; 2) Masih adanya kapasitas produksi (idle capacity) pada sistem eksisting; 3) Komitmen Pemerintah Daerah yang masih rendah untuk membangun jaringan distribusi perpipaan; 4) Masih kurangnya komitmen PDAM untuk mempercepat perluasan pemasangan sambungan rumah; dan 5) Masih besarnya biaya penyambungan SR pada konsumen SPAM IKK. a) SPAM Pulau Mansinam, Distrik Manokwari Timur Kabupaten Manokwari Pembangunan SPAM Pulau Mansinam telah memberikan manfaat berupa penyediaan PS air minum bagi masyarakat yang berkunjung ke situs wisata sejara pulau mansinam. SPAM Pulau Mansinam menggunakan sistem perpompaan berkapasitas 15 l/det. Saat ini SPAM Pulau Mansinam telah dimanfaatkan sebanyak 90 unit SR.
IV-72
b) SPAM IKK Aimas Distrik Aimas Kabupaten Sorong Pembangunan SPAM IKK Aimas bertujuan untuk menyediakan prasarana dan sarana air minum yang akan melayani masyarakat Distrik Aimas dan Distrik Mayamuk, Kegiatan-kegiatan Ekonomi maupun kebutuhan perkantoran. SPAM IKK Aimas adalah sistem perpompaan berkapasitas 20 liter/detik. Saat ini SPAM IKK Aimas telah dimanfaatkan sebanyak 1.400 unit sambungan rumah. 2) Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan Pelaksaan kegiatan dalam mengurangi kawasan kumuh di tahun 2015, telah memberikan manfaat kepada masyarakat, melalui meningkatnya kualitas kawasan permukiman, diantaranya: a) Peningkatan kualitas jalan lingkungan di Candikuning, Tabanan Bali
b) Peningkatan kualitas kawasan melalui pembangunan saluran drainase di Kawasan Sinarmanik, Bangka Belitung
IV-73
c) Penyediaan Ruang Terbuka Publik pada Kawasan Bener, Yogyakarta
Dengan memperhatikan kinerja tahun 2015, untuk mempercepat pengurangan luasan kumuh hingga 0% pada akhir tahun 2019, rencana tindak lanjutnya adalah sebagai berikut: 1) Membangun sistem informasi dan komunikasi perumahan dan permukiman kumuh nasional; 2) Membangun kelembagaan penanganan di pusat dan daerah; 3) Membangun dan memperkuat kapasitas pemerintah daerah; 4) Membangun dan memperkuat kapasitas dan peran masyarakat; 5) Melaksanakan kegiatan penanganan pada lokasi prioritas nasional, meliputi perencanaanimplementasi-pengelolaan; dan 6) Memfasilitasi kegiatan penanganan oleh daerah (lokasi nonprioritas). 3) Peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi Target cakupan pelayanan sanitasi belum mampu melampaui target di tahun 2015 karena masih terdapat beberapa tantangan dalam penyelenggaraan pembangunan, diantaranya: 1) Banyaknya pembatalan/drop loan pada kegiatan yang menggunakan pinjaman/hibah; 2) Belum seluruh Kab/Kota memiliki Rencana Induk/Master Plan penyediaan prasarana dan sarana sanitasi yang terintegrasi dengan rencana tata ruang; 3) Teknologi penanganan air limbah masih bertumpu pada sistem pembuangan setempat (on-site); dan 4) Masih minimnya partisipasi lembaga non pemerintah dan swasta dalam menangani kesehatan lingkungan; 5) Masih terbatasnya kapasitas dan kemampuan anggaran pemerintah (pusat dan daerah).
IV-74
a) Pembangunan TPS 3R dan sarana pendukung Pembangunan TPS3R yang telah dilakukan diantaranya adalah TPS 3R di TPS 3R Dusun Contong Desa Widodaren Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah dan Pembangunan TPS 3R Kelurahan Kebonsari, Kec. Temanggung, Kab. Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. b) Pembangunan IPAL (kawasan/khusus/SANIMAS) Pembangunan IPAL dilakukan di beberapa lokasi, antara lain: Pembangunan MCK Plus KSM Mega Indah Desa Pakatellu Kec. Kusan Hilir, Kab. Tanah Bumbu, Prov. Kalimantan Selatan, dan Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Kawasan Perum PNS Padang Baru Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Dengan memperhatikan hasil kinerja tahun 2015 dan selisih target yang harus dicapai dalam mewujudkan 100% cakupan pelayanan akses sanitasi di tahun 2019, maka rencana tindak lanjut untuk dilaksanakan pada periode berikutnya adalah: 1) Memperkuat peran turbinwas untuk mendorong pengembangan struktur kelembagaan di daerah yang representatif dalam pengelolaan sanitasi, meningkatkan alokasi biaya investasi dari swasta, mendorong Pemerintah Daerah untuk memiliki Master Plan yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang; serta 2) Mendorong pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat (off site) serta kualitas TPA sesuai dengan ketentuan teknis. 4.3.4 Subbidang Perumahan Sasaran strategis Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan pada prinsipnya adalah untuk mensukseskan Program Sejuta Rumah. Program tersebut merupakan gerakan bersama antara Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (pengembang) dan masyarakat untuk mewujudkan kebutuhan akan hunian, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yaitu masyarakat yang berpenghasilan Rp. 2,5 Juta – Rp. 4 Juta per bulan.
IV-75
Adapun yang menjadi latar belakang pelaksanaan program Sejuta Rumah yaitu antara lain: 1) Rendahnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah subsidi melalui KPR karena adanya kewajiban uang muka sebesar 10%; serta 2) Kurang kondusifnya regulasi yang terkait dengan pertanahan dan perijinan yang dirasakan memberatkan pengembang khususnya pengembang yang akan membangun rumah bagi MBR. Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan perumahan melalui program Sejuta Rumah yaitu antara lain sebagai berikut: 1) Pemerintah berupaya meningkatkan daya beli masyarakat dengan menurunkan kewajiban uang muka menjadi 1% dari harga jual rumah dan memberikan bantuan subsidi langsung kepada MBR berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi; 2) Pemerintah memberikan Stimulan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) agar harga jual rumah untuk MBR dapat ditekan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan; dan 3) Pemerintah mendorong revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian IMB agar ada keringanan dan kemudahan dalam proses penyelesaian IMB. Dalam Program Sejuta Rumah, upaya penyediaan perumahan bukan hanya dilakukan dengan kebijakan program kepemilikan rumah, tetapi juga dalam skema kepenghunian, sehingga program rumah sewa, rumah khusus, dan rumah swadaya juga menjadi prioritas. Selain itu, Program Sejuta Rumah juga didukung oleh program pembiayaan perumahan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). 1) Penyediaan rumah khusus dalam rangka penurunan backlog Capaian Kinerja Rumah Khusus sesuai pada tahun 2015 adalah 91,71% atau dengan realisasi terbangunnya rumah khusus sebanyak 6.713 unit dari target yang ditetapkan yaitu 7.320 unit. Target penyediaan rumah khusus adalah sebesar 7.320 unit yang terdiri dari jumlah unit rumah khusus reguler sebanyak 4.615 unit dan jumlah unit rumah khusus TNI/Polri sebanyak 2.705 unit dan dapat terealisasi sebesar 6.713 unit atau dengan persentase pencapaian sekitar 91,71% pada tahun 2015. Sehingga capaian kinerja tersebut dapat dikatakan IV-76
berhasil mengingat waktu yang dialokasikan untuk pembangunan rumah khusus terbilang singkat. Namun pada prosesnya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu sebagai berikut: • Perubahan Struktur Organisasi, sehingga Pelantikan Pejabat Eselon I pada bulan Mei 2015 dan Pejabat Satker dan PPK baru dilantik pada awal April 2015, serta DIPA terbit pada bulan Juni 2015. • Pejabat Satker dan PPK baru bisa melaksanakan kegiatan setelah dilakukan proses likuidasi terhadap Satker yang lama. • Ketersedian tanah yang belum clear dan clean. • Tersebarnya lokasi penerima bantuan di perbatasan negara lebih banyak dari perencanaan sebelumnya sesuai dengan salah satu prinsip Nawa Cita membangun daerah perbatasan dan terpencil. • Adanya permasalahan sosial di lokasi pembangunan rumah khusus. 2) Penyediaan rumah susun dalam rangka penurunan backlog Capaian kinerja penyedian rumah susun pada tahun 2015 adalah 51,20% yaitu sebanyak 10.497 unit dari target 20.500 unit. Realisasi capaian fisik pembangunan rumah susun Tahun Anggaran 2015 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel IV.50. Realisasi Pembangunan Rumah Susun Tahun 2015 Terkontrak
Cut Off
Terbangun
Target (Unit)
Tower
Unit
Tower
Unit
Tower
Unit
Penyediaan Rumah Susun
9.500
96
5.532
1
50
95
5.482
57,71
Penyediaan Rumah Susun TNI-POLRI
11.000
130
5.190
5
175
125
5.015
45,59
20.500
226
10.722
6
225
220
10.497
51,20
No
Satuan Kerja
1 2
TOTAL
%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa capaian/realisasi rusun terbangun tidak mencapai target, hal ini disebabkan karena harga satuan rumah susun tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Pada tahap perencanaan, harga yang diperkirakan untuk rumah susun yaitu sebesar Rp.185 juta/unit namun pada kenyataannya jika dilihat berdasarkan nilai kontrak pembangunan rumah susun tahun 2015 yang mencakup pengadaan pembangunan fisik, meubelair, dan PSU sebesar Rp. 3,437 Triliun bila dibagi realisasi pembangunan rumah susun yang tercapai, maka nilai harga satuan per unit rumah yang didapat menjadi sebesar 220,8 juta/unit atau dengan kata lain harga satuan naik sekitar 35,8 juta/unit rumah susun. Dengan demikian, untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 20.500 unit, maka anggaran yang diperlukan untuk pengadaan rumah susun, mebeulair dan PSU adalah sebesar 3,792 Triliun.
IV-77
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat pekerjaan yang tidak selesai (cut off) yaitu sebanyak 5 Tower (350 Unit). Tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap 5 tower ini yaitu melakukan pelelangan ulang pada tahun 2016. Pada proses pelaksanaannya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu sebagai berikut: • Sebagian besar pelaksanaan kegiatan baru bisa di mulai pada triwulan III. Hal ini disebabkan karena terlambatnya pengesahan DIPA Satuan Kerja yaitu pada bulan Juni 2015. • Sebagian pembangunan rumah susun terhambat dikarenakan oleh jumlah SDM di bidang konstruksi masih kurang memadai khususnya di wilayah timur. • Mobilisasi material dan alat berat sering terlambat dikarenakan lokasi yang jauh dari Ibu Kota Provinsi. • Tidak seluruh wilayah tercukupi material yang memadai, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendatangkan material dari luar wilayah.
Gambar 4.6. Rumah Susun Pekerja di Rawabebek, Jakarta Barat
3) Penyediaan rumah swadaya dalam rangka penurunan backlog Dalam rangka mendukung Program Sejuta Rumah yang merupakan salah satu dari kesembilan program prioritas Presiden (NAWACITA), Kementerian PUPR melaksanakan kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2015. Pada tahun 2015 terdapat perubahan mekanisme penyaluran bantuan sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 39/PRT/M/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 06 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Perubahan mekanisme tersebut terdapat pada alur IV-78
dimana toko bahan bangunan mengirimkan bahan bangunan terlebih dahulu kepada penerima bantuan selanjutnya total harga bahan bangunan kemudian akan dibayarkan oleh Bank Penyalur (BTN).
PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR 39 TAHUN 2015
Gambar 4.7. Skema Penyaluran BSPS Tahun 2015 sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
Capaian kinerja penyedian rumah swadaya dalam rangka penurunan backlog pada tahun 2015 berhasil melebihi target 103,78% yaitu sebanyak 20.756 unit dari target 20.000 unit. Dari capaian kinerja Pembangunan Baru (PB) sebesar 103,78% sudah melampaui target yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019, dari capaian tersebut masih terdapat beberapa wilayah yang belum mencapai target yaitu daerah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan Kalimantan. Namun, beberapa wilayah seperti Bali dan NTB serta Maluku dan Papua sudah melampaui target, hal ini disebabkan oleh tingginya keswadayaan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan baru dari nilai bantuan Rp. 15.000.000. Hal ini juga menunjukkan bahwa program BSPS telah mendorong masyarakat untuk melaksanakan swadaya dalam membangun rumah.
IV-79
Gambar 4.8. Contoh Fasilitasi BSPS di Provinsi Sumatera Selatan
Rencana dan Realisasi Pembangunan Baru Rumah Swadaya Tahun 2015 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 Target Realisasi
Sumbagut
Sumbagsel
Jawa
Kalimantan
Sulawesi 2.851
Bali dan NTB 1.736
Maluku dan Papua 1.076
2.033
2.175
8.013
2.116
2
2.214
8.746
13
3.351
4.170
2.260
Gambar 4.9. Rencana dan Realisasi Pembangunan Baru Tahun 2015
Target Peningkatan Kualitas Rumah Tidak Layak Huni pada tahun 2015 adalah sebesar 50.000 unit dan terealisasi sebanyak 61.489 unit atau dengan persentase capaian sebesar 122,98%. Adapun keberhasilan capaian target ini ditunjang dengan banyaknya usulan dan data BNBA (By Name By Address) yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Kementerian PUPR c.q. Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan dan dikukung dengan adanya anggaran yang mencukupi. Berdasarkan tabel di atas, berikut adalah grafik rencana dan realisasi peningkatan kualitas rumah swadaya pada tahun 2015 berdasarkan masing-masing wilayah:
IV-80
Rencana dan Realisasi Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya Tahun 2015 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 -
Sumbagut
Sumbagsel
Jawa
Kalimantan
Sulawesi 8.400
Bali dan NTB 4.700
Maluku dan Papua 2.600
Target
3.840
5.020
20.000
5.440
Realisasi
8.697
5.001
23.878
7.225
11.948
2.196
2.544
Gambar 4.10. Rencana dan Realisasi Peningkatan Kualitas Tahun 2015
Berdasarkan tabel dan grafik tersebut, nilai realisasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari target yang direncanakan. Hal tersebut disebabkan karena tingginya keswadayaan masyarakat serta pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di masing-masing kelompok penerima bantuan sudah dilakukan dengan baik. Namun demikian, untuk Provinsi Bali dan NTB terjadi penurunan nilai realisasi Peningkatan Kualitas yang disebabkan oleh adanya pengalihan dari Peningkatan Kualitas menjadi Pembangunan Baru. 4) Fasilitasi bantuan PSU Fasilitasi Bantuan PSU adalah bantuan yang diberikan dalam rangka mengatasi/mendorong pembangunan rumah baru untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan mendukung Program Strategis Nasional “Sejuta Rumah”. Pembangunan Rumah layak huni, yang diantaranya rumah umum tapak layak huni yang difasilitasi melalui bantuan PSU rumah umum tahun 2015 adalah sebesar 40.700 unit. Adapun realisasi capaian pelaksanaan fasilitasi bantuan PSU pada tahun 2015 yaitu sebesar 29.956 unit atau dengan persentase capaian sebesar 73,60%. Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan bantuan rumah umum (PSU) antara lain sebagai berikut: • Pelaksanaan program dan kegiatan masih terpusat sehingga peran Pemerintah Daerah belum dilaksanakan secara optimal.
IV-81
• Acuan hukum yang melandasi pelaksanaan program Bantuan Stimulan PSU untuk Rumah Umum sering berubah dan belum rinci sehingga dalam penerapannya menimbulkan kerancuan/keragu-raguan. • Peran Pemerintah Daerah sebagai pengawas lapangan belum berjalan secara optimal. • Belum ditetapkannya standar teknis dan mutu/kualitas bangunan rumah sehingga kualitas bangunan rumah yang mendapat bantuan stimulan PSU kurang baik. • Belum ditetapkannya harga satuan bantuan stimulan PSU per unit rumah di masing-masing wilayah. • Realisasi unit rumah yang mendapat bantuan PSU lebih kecil dari usulan yang diajukan. Hal ini disebabkan karena anggaran yang disediakan dihitung berdasarkan unit rumah bukan panjang jalan padahal kavling rumah-rumah khususnya di luar pulau Jawa lebih luas. • Terbatasnya kapasitas dan kemampuan SDM yang tersedia. • Kurangnya koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan program dan kegiatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 5) Program pembiayaan perumahan melalui skema FLPP Dana FLPP tahun 2015 adalah sebesar Rp. 5.106.330.000.000 untuk membiayai sebanyak 58.090 unit rumah. Dengan jumlah tersebut diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan pendanaan dan pembiayaan perumahan bagi 58.090 rumah tangga MBR. Dalam pelaksanaannya selama tahun 2015 telah terealisasi sebanyak 76.489 unit KPR-FLPP. Realisasi ini apabila dibandingkan dengan sasaran Sub Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam RPJMN 2015-2019, yaitu sebesar 5.900.000 unit untuk 5,9 juta rumah tangga adalah sebesar 1,30%. Sehingga, capaian kinerja realisasi ini telah melampaui target yang ditetapkan pada tahun 2015 (0,98%) atau telah tercapai sebesar 131,67%. 6) Skema pembiayaan perumahan lainnya Dalam rangka mengejar target pembangunan sejuta rumah hingga akhir tahun 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggulirkan kebijakan subsidi bantuan pembiayaan perumahan, yaitu melalui skema Bantuan Uang Muka (BUM) dan Subsidi Selisih Angsuran (SSA). a) Bantuan Uang Muka (BUM) Hingga saat ini, MBR masih mengalami kendala memperoleh rumah melalui KPR karena kesulitan untuk menyediakan uang muka yang dipersyaratkan bank dan dana-dana lain yang dibutuhkan untuk proses KPR. Di lain sisi, jika permasalahan perumahan tidak segera ditanggulangi, maka backlog perumahan akan semakin tinggi karena gap antara kemampuan MBR dengan harga rumah akan semakin tinggi sehingga tidak akan mampu menempati tempat tinggal yang layak. Oleh karena itu, Pemerintah memandang perlunya diberikan bantuan bagi MBR untuk mendapatkan akses terhadap KPR Bersubsidi dalam IV-82
bentuk pemberian bantuan uang muka KPR Bersubsidi. Sumber dana Bantuan Uang Muka (BUM) berasal dari kompensasi penurunan subsidi BBM yang dilakukan Pemerintah pada tahun 2015. Bantuan uang muka bertujuan untuk meningkatkan akses MBR terhadap pembiayaan perumahan, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk merumahkan masyarakat melalui pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi. Bantuan uang muka diberikan sebagai stimulus kepada MBR yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi persyaratan uang muka pembelian rumah sejahtera tapak sehingga mendapatkan pembiayaan perumahan dari bank mitra pemerintah. BUM diberikan kepada MBR yang memiliki Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit (SP3K) KPR Bersubsidi dan memiliki keterbatasan dalam melunasi uang muka yang dibuktikan dengan surat pengakuan kekurangan bayar uang muka KPR bersubsidi dari MBR kepada pengembang. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 42/PRT/M/2015 tentang Bantuan Uang Muka Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Untuk Meningkatkan Aksesesibilitas Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi, Pemerintah akan menyalurkan BUM sebesar Rp. 220 Miliar bagi 55 Ribu MBR masingmasing sebesar Rp. 4 Juta tanpa pemotongan dalam bentuk apapun. Pada tahun 2015, realisasi Bantuan Uang Muka tersalurkan sebanyak Rp. 800 juta untuk 200 unit rumah. Rendahnya realisasi karena keterbatasan waktu untuk penyelesaian Perjanjian Kredit dengan calon nasabah dan karena adanya kebijakan kepastian kenaikan harga rumah besubsidi tahun 2016. b) Subsidi Selisih Anggaran (SSA) Dalam rangka mempercepat penyelesaian backlog perumahan, Pemerintah memberikan kemudahan perolehan rumah dalam bentuk subsidi perolehan rumah, dalam hal ini Subsidi Selisih Anggaran. Subsidi Selisih Anggaran bertujuan untuk meningkatkan keterjangkauan MBR terhadap pembiayaan pemilikan rumah berupa pengurangan bunga/marjin angsuran antara kredit/pembiayaan pemilikan rumah berbunga/bermarjin komersial dengan angsuran kredit/pembiayaan yang harus dibayar MBR. Dengan demikian, MBR akan menerima manfaat berupa kredit/pembiayaan berbunga rendah dan tetap sepanjang masa pinjaman. Subsidi Selisih Angsuran (SSA) dengan produknya KPR Selisih Angsuran, sumber dananya akan memanfaatkan dana operasional Badan Layanan Umum (BLU) - Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan sebesar Rp. 57,51 Miliar. Sebagai payung hukumnya adalah IV-83
Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2015 tentang Penggunaan Pendapatan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk Mendukung Pendanaan Program Pembangunan Sejuta Rumah Untuk Rakyat. Dana ini diharapkan bisa membiayai sebanyak 42.600 unit rumah untuk MBR. Realisasi Subsidi Selisih Angsuran (SSA) pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 6,4 Milyar untuk 13.187 unit rumah. Penyebab rendahnya realisasi tersebut sama dengan sebagaimana yang terjadi pada BUM.
4.3.5 Program Prioritas Infrastruktur PUPR Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada Tahun 2015 memiliki Rencana Aksi Nasional (RAN). Rencana Aksi Nasional tersebut dipantau oleh Kantor Staf Presiden melalui sistem KSP yang berbasis situs beralamatkan https://10.03.3./monitoring, yang dilaporkan melalui Biro Perencanaan Anggaran dan Kerjasama Luar Negeri. Sistem KSP ini digunakan untuk memasukkan data awal matriks pemantauan, laporan capaian triwulanan berikut pengunggahan data dukung, serta digunakan sebagai alat verifikasi oleh KSP. Sistem hanya dapat diakses menggunakan user name dan password yang telah diberikan pada masing-masing K/L penanggungjawab. Terdapat 4 Rencana Aksi Nasional yang dipantau oleh Sistem KSP yaitu : a. Rencana Aksi Nasional Prioritas Janji Presiden Tahun 2015 (16 Rencana Aksi); b. Inpres Nomor 7 Tahun 2015 (Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015) (5 Rencana Aksi); c. Keppres Nomor 9 dan 10 Tahun 2015 mengenai Program Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraraturan Presiden (RPP dan RaPerpres) (8 Rencana Aksi). d. Inpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang Aksi Hak Asasi Manusia Tahun 2015 (4 Rencana Aksi). Tabel IV.51. Daftar Program Prioritas Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015
1.
RKP (Program Prioritas Nasional)
16 Rencana Aksi
Instansi Pemantau Sistem Penanggungjawab KSP KSP
2.
Inpres No.7 Tahun 2015 (Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi)
5 Rencana Aksi
KSP
BAPPENAS
3.
Keppres Nomor 9 dan 10 Tahun 2015 tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015
8 Rencana Aksi
KSP
BPHN
No
Uraian
Item Pemantauan
IV-84
No
4. 5. 6.
Uraian Inpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2015 Pariwisata (Dukungan 25 KSPN) Industri
Item Pemantauan
Instansi Pemantau Sistem Penanggungjawab
4 Rencana Aksi
KSP
Kementerian dan HAM
Hukum
25 KSPN 14 Kawasan Industri
Manual Manual
Kementerian Pariwisata KSP
Pemantauan rencana Aksi Nasional Tahun 2015 melalui sistem KSP dilakukan dalam B06, B07, B09, dan B12, dengan alur penginputan sebagai berikut :
Tanggal 20 – 25 bulan bersangkutan dilakukan penginputan data progress prioritas nasional rencana aksi dalam e-Monitoring online yang merupakan sistem yang dimiliki Kementerian PUPR; Tanggal 22 – 23 bulan bersangkutan dilakukan workshop inputing dan verifikasi data pelaporan terhadap unit kerja terkait; Tanggal 25 bulan bersangkutan dilaksanakan rapat validasi bahan laporan yang dipimpin oleh Eselon 1 yang biasanya dipimpin oleh Bapak Staf Ahli Menteri Bidang Keterpaduan dan Pembangunan; Tanggal 25- 27 bulan bersangkutan dilakukan pernbaikan data setelah validasi dan penyajian data dukung; Tanggal 28 bulan bersangkutan hingga tanggal 5 bulan berikutnya, K/L memasukkan data dukung dan capaian ke dalam sistem pemantauan KSP; Tanggal 7 – 15 bulan berikutnya merupakan masa verifikasi oleh KSP Tanggal 28 bulan berikutnya dilakukan pelaporan kepada Presiden/ Wakil Presiden
IV-85
Gambar 4.11. Alur Pengiputan Laporan yang Dipantau Presiden
Hasil Capaian Rencana Aksi Nasional Prioritas Janji Presiden Kementerian PUPR Tahun 2015 hanya ada terdapat 1 Rencana Aksi yang berpotensi Merah dari 23 ukuran keberhasilan dan 22 ukuran keberhasilan lainnya telah tercapai di tahun 2015. Rencana Aksi Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, dan Pelaksanaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, dengan kriteria 4 SPAM pada ukuran keberhasilan 1: tercapainya 4 Kawasan Regional yang terfasilitasi (4 SPAM Regional), dengan capaian yang diinputkan sebesar 98,25%. Hal ini terjadi karena: a. Pengadaan dan Pemasangan IPA Beton SPAM Regional Kapasitas 250 L/detik Banjarbakula: - Permasalahan proses perizinan penebangan pinus oleh pemda setempat pada awal pekerjaan sehingga mengakibatkan keterlambatan selama 3 bulan dan perkerjaan baru dimulai bulan April 2015. Saat ini masih dalam proses perpanjangan kontrak. b. SPAM Regional Pasigala Kap 300 L/detik Pasigala: - Penolakan masyarakat setempat sehingga menghambat pekerjaan IPA dan jalur pemasangan pipa. - Kontur tanah yang miring sehingga mengakibatkan perubahan atau penyesuaian desain unit air baku yang dibangun oleh Ditjen SDA belum selesai sehingga mengakibatkan uji coba tidak dapat dilakukan diakhir tahun.
IV-86
Inpres No. 7 Tahun 2015 (Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015). Dari 16 Rencana Aksi Kementerian PUPR Tahun 2015 tidak terdapat nilai yang berpotensi merah. Hal ini telah engindikasikan bahwa program prioritas Kementerian PUPR di tahun 2015 telah tercapai. Rencana Aksi Program Penyusunan PP dan Perpres Prioritas Tahun 2015 berdasarkan Keppres Nomor 9 Tahun 2015 dan Keppres Nomor 10 Tahun 2015, target capaian B12 adalah 100% yaitu tersampaikannya RPP/RPerpres kepada Presiden untuk penetapan. Namun demikian, ada beberapa RPP/RPerpres yang belum mencapai target 100%, yang antara lain: 1) RPP tentang Pemberdayaan Lembaga Jasa Keuangan serta Pelaksanaan Kemudahan dan/atau Bantuan Pembiayaan dalam Sistem Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dengan capaian yang diinputkan sebesar 90%. Hal ini terjadi karena terkendala pada proses pengharmonisasian, masih menunggu persetujuan substansi dari Otoritas Jasa Keuangan karena materi substansi RPP tersebut bersinggungan dengan pengaturan yang berlaku di Otoritas Jasa Keuangan. 2) RPP tentang Rumah Negara, dengan capaian yang diinputkan sebesar 90%. Hal ini terjadi karena terkendala pada proses pengharmonisasian bilateral dengan Kementerian Keuangan, masih menunggu persetujuan substansi dari Kementerian Keuangan karena materi substansi RPP tersebut bersinggungan dengan pengaturan tentang pengelolaan BMN/BMD yang menjadi kewenangan Kementerian Keuangan. 3) Raperpres tentang Perubahan Perpres Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, dengan capaian yang diinputkan sebesar 80%. Hal ini terjadi karena terkendala pada proses pengharmonisasian, Kementerian Keuangan meminta waktu untuk rapat internal di Kementerian Keuangan terkait urgensi pembinaan dan pengawasan kepada PT. SMF, penugasan khusus kepada PT. SMF serta penunjukan Komisaris PT. SMF, yang mana PT. SMF ini sebagai perusahaan yang ditugaskan dalam pembiayaan sekunder perumahan. 4) Raperpres tentang Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dengan capaian yang diinputkan sebesar 25%. Hal ini terjadi karena terkendala pada amanat/delegasi pengaturan terhadap ketentuan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman baru diamanatkan dalam RPP tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, sehingga pembahasan Raperpres ini menunggu RPP tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman ditetapkan dan diundangkan. Hasil Capaian Inpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Kementerian PUPR Tahun 2015 adalah terdapat 1 dari 2 Rencana Aksi yang mendapat capaian merah, yaitu Rencana Aksi Peningkatan Penyediaan Air Bersih, pada:
IV-87
a) Ukuran Keberhasilan 1: tersedianya sarana dan prasarana air bersih di perkotaan dengan sistem penyediaan air minum (SPAM) di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah. Hasil verifikasi dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia melalui sistem pemantauan KSP sebesar 20%, dengan alasan klaim capaian disesuaikan karena data dukung tidak menunjukan tercapainya target 479 kota. b) Ukuran Keberhasilan 2: terlaksananya pelayanan melalui SPAM di desa. Hasil verifikasi dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia melalui sistem pemantauan KSP sebesar 10%, dengan alasan klaim capaian disesuaikan menjadi 10% karena tidak ada data dukung yang menunjukan target tercapai 1449 desa. c) Ukuran Keberhasilan 3: terlaksananya pemberian fasilitas air bersih di Daerah Kawasan Khusus (3T dan Daerah Pemekaran Baru). Hasil verifikasi dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia melalui sistem pemantauan KSP sebesar 20%, dengan alasan klaim capaian disesuaikan menjadi 20% karena tidak ada data dukung yang menunjukan target tercapai.
4.4 Analisis Efisiensi, Efektivitas, dan Manfaat 4.4.1 Efisiensi dan Efektivitas Pembangunan Infrastruktur PUPR Pagu anggaran Kementerian PUPR terus mengalami peningkatan sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 yaitu 37,8 Triliun Rupiah hingga mencapai 119,65 triliun rupiah pada tahun 2015. Tingkat penyerapan anggarannya pun terus menunjukkan kecenderungan yang baik yaitu selalu di atas 85%. Pada tahun 2010, tingkat penyerapan anggaran hanya 86,92% dan terus membaik mencapai 95,15% di tahun 2014, namun sedikit menurun menjadi 91,99% pada tahun 2015. Hal tersebut terjadi karena terjadinya perubahan struktur organisasi yang mengakibatkan keterlambatan proses penyerapan anggaran. Meskipun demikian, Kementerian PUPR dapat mengejar ketertinggalan tersebut dan berupaya mencapai target selama 3 bulan terakhir (OktoberDesember 2015).
IV-88
P E N Y E R A PA N A N G G A R A N TA H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 140
Triliun Rupiah
120 100 80 60 40 20 0 Alokasi
2010
2011
2012
2013
2014
2015
37,8
56,9
75,5
86,6
76,5
119
Realisasi
32,8
51,2
68
80,4
72,8
110
Penyerapan
86,92
89,88
90,11
92,85
94,72
91,99
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 4.12. Tingkat Penyerapan Anggaran Tahun 2010-2015
Kementerian PUPR berupaya keras untuk memenuhi target pembangunan fisik maupun penyerapan anggaran pada TA. 2015. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana progress sudah mulai naik mencapai 40% pada awal Agustus, tahun 2015 ini progress mulai bergerak menuju 40% sejak awal Oktober. Namun, progress penyerapan anggaran sebanyak 52,42% berhasil dicapai hanya dalam kurun waktu 3 bulan yaitu bulan Oktober s.d. Desember 2015. Hal tersebut terjadi karena struktur organisasi, DIPA, dan Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019 baru disahkan pada bulan April, sehingga pelaksanaan kegiatan baru efektif mulai bulan Juni-Juli 2015.
IV-89
Gambar 4.13. Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2014
Gambar 4.14. Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2015
IV-90
Dalam kurun waktu yang cukup singkat, Kementerian PUPR melakukan upaya percepatan untuk mencapai target hingga berhasil mencapai hasil yang cukup baik yaitu 91,99% pada akhir tahun 2015. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mempercepat penyerapan anggaran antara lain: 1) Penerbitan Instruksi Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2015 tanggal 27 Juli 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Anggaran TA. 2015 dan Pelelangan Dini TA. 2015; 2) Pembentukan Tim Satgas Percepatan; 3) Pembentukan Advisory Team; 4) Penyelenggaraan Rapat Kerja Kementerian; 5) Masa laku pejabat perbendaharaan minimal tiga tahun; 6) Penyiapan disain dan proses lelang pada Tahun (T)-1. Kementerian PUPR (dulu Kementerian PU) mendapatkan alokasi anggaran yang terus meningkat setiap tahunnya sementara tren jumlah PNSnya berkurang dari 27.110 pegawai pada tahun 2010, 24.077 pada tahun 2010, dan menjadi 23.630 pada tahun 2015. Berdasarkan analisis beban kerja tahun 2015, Kementerian PUPR masih kekurangan 7.480 pegawai, kekurangan terjadi khususnya di 3 (tiga) Ditjen yang membawahi balai/satker teknis di lapangan. Rincian kekurangannya yaitu di Ditjen Sumber Daya Air sebanyak 3.918 orang, di Ditjen Bina Marga sebanyak 1.673 orang, dan di Ditjen Cipta Karya sebanyak 1.038 orang. Meskipun demikian, tingkat penyerapan anggaran cenderung membaik bahkan mencapai 91,99% pada tahun 2015. Progres fisik juga berhasil mencapai 95,13% karena dilakukan upaya percepatan sesuai dengan Instruksi Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2015 di antaranya: 1) menambah personil di lapangan sesuai kompetensi dan kebutuhan; 2) memberlakukan waktu kerja 7 (tujuh) hari seminggu dengan 2 waktu kerja (double shifting); dan 3) menambah alat sesuai kebutuhan lapangan. Di samping itu juga dilakukan pemanfaatan sisa lelang untuk menambah volume kegiatan dan mendanai kegiatan fisik mendesak yang telah siap untuk dilaksanakan.
4.4.2 Manfaat Pembangunan Infrastruktur PUPR Pembangunan infrastruktur PUPR, yang terdiri dari subbidang sumber daya air, jalan dan jembatan, cipta karya, dan perumahan rakyat tidak hanya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional serta mensukseskan Program Nawacita namun juga telah memberikan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sesuai dengan amanat Nawacita, pembangunan infrastruktur tersebut dilaksanakan secara merata tidak hanya di perkotaan namun juga menjangkau daerah pinggiran serta memperhatikan peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah perbatasan Indonesia. Di subbidang sumber daya air, Kementerian PUPR telah membangun 16 bendungan on going tahun 2015, dimana lima diantaranya telah operasional yaitu Bendungan Jatigede, Bendung Titab, Nipah, Bajulmati, Rajui. Bendungan-bendungan tersebut memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat antara lain mengairi 132.169 Ha lahan irigasi, mereduksi banjir IV-91
2,011 m3/detik, menyediakan air baku sebesar 7,61 m3/detik, serta menyediakan energi listrik sebesar 113,19 MW. Waduk Jatigede khususnya, yang merupakan waduk kedua terbesar di Indonesia, akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air berdaya 110 megawatt, memasok air bersih bagi warga sekitar 3.500 liter perdetik, hingga mencegah terjadinya banjir bagi 14.000 hektare kawasan di Jawa barat. Manfaat lainnya antara lain dapat digunakan sebagai tempat wisata, meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, dan upaya konservasi sumber daya air setempat seperti beberapa contoh sebagai berikut: a. Pelestarian Sumber Air Wadon Manfaat yang diberikan oleh Sumber Air Wadon adalah konservasi sumber daya air, pemenuhan kebutuhan air irigasi dan perikanan (Desa Tertek, Desa Pulosari, Desa Tulungrejo, Keluarahan Pare Kecamatan Pare dan Desa Sekoto, Kecamatan Badas dan Desa Sidowarek Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri), selain itu juga Sumber Air Wadon juga menjadi tempat wisata untuk warga setempat. b. Bangunan Penangkap Sumber Air Jambangan Manfaat dari Bangunan Penangkap Sumber Air Jambangan adalah untuk konservasi sumber daya air, pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi/palawija dan tanaman tebu wilayah kerja Pabrik Gula Pesantren dan Perikanan, dan juga sebagai tempat wisata. c. Pembangunan dan Rehabilitasi Daerah Irigasi Air Lakitan Daerah Irigasi Air Lakitan berguna untuk meningkatkan produksi beras melalui pembangunan sumber daya air, menambah pendapatan penduduk lokal di sekitar lokasi, meningkatkan standar hidup petani, meningkatkan kesempatan kerja di area daerah irigasi dan memberikan kontribusi dalam pembangunan sosial ekonomi di pedesaan. Selain itu juga bermanfaat untuk memberikan perlindungan banjir bagi masyarakat di sekitar bendung dan meningkatkan perekonomian melalui sektor irigasi teknis terpadu. d. Pembangunan dan Rehabilitasi Daerah Irigasi Ciliman Manfaat adanya pembangunan dan rehabilitasi Daerah Irigasi Ciliman adalah penyediaan prasarana dan sarana irigasi yang memadai dalam rangka meningkatkan intensitas tanam dan meningkatkan produksi pangan terutama beras disamping juga meningkatkan taraf hidup petani pada lokasi lahan pekerjaan. Di subbidang jalan dan jembatan, Kementerian PUPR telah berusaha meningkatkan konektivitas dengan membangun akses jalan baru dan jembatan hingga ke daerah perbatasan. Sebagai contoh pembangunan di perbatasan sektor timur, selain bermanfaat membantu dalam mempertahakan keamanan, ketahanan, dan kedaulatan NKRI, diharapkan dengan terbukanya akses jalan akan memudahkan lalu lintas orang dan barang sehingga dapat membantu meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat didaerah perbatasan.
IV-92
Contoh lainnya adalah pembangunan Jalan Tol Cikopo-Palimanan, yang telah dimulai sejak 1 Februari 2013, meliputi dalam enam seksi dengan total panjang mencapai 116 kilometer dan dibangun secara bersamaan. Pengoperasian Jalan Tol Cikopo-Palimanan sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi lokal dan nasional, karena dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam dunia usaha. Dengan infrastruktur yang memadai, biaya produksi, transportasi, komunikasi, dan logistik semakin efisien. Pengoperasian jalan tol ini juga dapat mengurangi arus kepadatan lalu lintas melalui Jalur Pantura antara 40%-60%. Pembangunan jembatan sebagai upaya meningkatkan konektivitas nasional juga tidak kalah pentingnya dalam memberikan manfaat bagi masyarakat. Sebagai salah satu contoh adalah terbangunnya Jembatan Pulau Balang yang bermanfaat antara lain: 1) Mendukung transportasi dari arah Pelabuhan Peti Kemas Kariangau Balikpapan; 2) Mendukung pengembangan wilayah kawasan industri Kariangau; 3) Mengurangi kepadatan lalu lintas dalam Kota Balikpapan, sesuai dengan konsep jaringan jalan antar kota yang tidak harus melalui jalan-jalan di dalam kota; 4) Membebaskan Penajam (Ibukota Kab. Penajam Paser Utara) dari kepadatan arus lalu lintas antar kota; 5) Meningkatkan aksesibilitas pergerakan arus orang, barang dan jasa; serta 6) Mendukung pariwisata, memanfaatkan kawasan Pulau Balang sebagai kawasan resort dan fasilitas olahraga. Di subbidang cipta karya, pembangunan infrastruktur PUPR dilakukan melalui penyediaan infrastruktur dasar permukiman yang meliputi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), sanitasi, dan penanganan permukiman kumuh baik di kawasan perkotaan, perdesaan hingga di daerah perbatasan. Pembangunan infrastruktur dasar tersebut memberikan manfaat berupa penyediaan air minum bagi masyarakat melalui pemanfaatan sambungan rumah, meningkatkan akses sanitasi yang layak, serta memenuhi kebutuhan hunian dan permukiman yang layak sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat. Selain itu, telah terbangun pula Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat digunakan sebagai ruang sosial bagi masyarakat untuk beraktivitas, sebagai tempat wisata, dan sebagai penghijauan kota. Di subbidang perumahan, pembangunan infrastruktur PUPR dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebanyak 220 Tower/10 ribu unit, rumah khusus sebanyak 6.713 unit, serta rumah swadaya yang meliputi peningkatan kualitas dan pembangunan baru perumahan. Dengan adanya pembangunan sejuta rumah untuk rakyat termasuk dengan skema pembiayaan di dalamnya, diharapkan masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mampu mendapatkan rumah layak huni. Pembangunan rumah susun dan rumah khusus merupakan bagian dari kebijakan satu juta rumah untuk membantu MBR menempati rumah untuk menempati rumah sementara waktu. Rumah khusus ditujukan untuk MBR, TNI, dan POLRI. Sementara sasaran rusunawa beragam seperti buruh perkotaan, mahasiswa, santri, dll. Sebagai contoh pembangunan rusunawa di Ungaran, Jawa Tengah ditujukan untuk para buruh pabrik di sekitar kawasan industri Ungaran.
IV-93
4.5 Upaya Peningkatan Akuntabilitas Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB, tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di Kementerian PUPR sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa catatan penting yang perlu diperbaiki, di antaranya yaitu: 1) Masih terdapat indikator kinerja yang belum sepenuhnya berorientasi hasil dan belum dimanfaatkan dalam Perjanjian Kinerja (PK) di level eselon II dan di bawahnya (SKP); 2) Sistem aplikasi pemantauan capaian kinerja anggaran belum secara optimal dimanfaatkan sebagai alat monev secara berkala atas hambatan dan pencapaian target kinerja di dalam PK; dan 3) Hasil evaluasi akuntabilitas belum digunakan sepenuhnya untuk perbaikan pelaksanaan manajemen kinerja di lingkungan Kementerian PUPR. Dalam rangka peningkatan akuntabilitas kinerja Kementerian PUPR, telah dilakukan upaya perbaikan sebagai berikut: 1. Penyempurnaan Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang menggambarkan terwujudnya kinerja, tercapainya hasil program dan hasil kegiatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, indikator kinerja harus selaras antar tingkatan unit organisasi. Selain itu, indikator kinerja yang digunakan harus memenuhi kriteria spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, dan sesuai dengan kurun waktu tertentu. Kementerian PUPR telah berupaya untuk menyusun indikator kinerja yang lebih berorientasi hasil, spesifik, dan terukur dalam Rencana Strategis dari level Kementerian sampai level-level di bawahnya. Indikator kinerja yang disusun telah disesuaikan dengan pedoman dari Kementerian PAN dan RB bahwa indikator kinerja pada tingkat Kementerian sekurang-kurangnya adalah indikator hasil (outcome) sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya masing-masing; indikator kinerja pada tingkat unit organisasi eselon I adalah indikator hasil (outcome) dan atau keluaran (output) yang setingkat lebih tinggi dari keluaran (output) di bawahnya; dan indikator kinerja pada unit kerja eselon II sekurang-kurangnya adalah indikator keluaran (output).
IV-94
Tabel IV.52. Perbandingan Indikator Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015 SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2014 KINERJA 2014 1. Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara)
SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2015 KINERJA 2015 1. Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi Tingkat dukungan kedaulatan 45,83% pangan dan ketahanan energi
100.516,87 ha (dibangun/ditingkatkan) 4.124.993,42 ha (dioperasikan/dipelihara) 2. Meningkatnya Keberlanjutan dan Ketersediaan Air 2. Meningkatnya ketahanan air untuk Memenuhi Berbagai Kebutuhan Kapasitas Tampung Sumber Air 133.948.541,46 m3 Tingkat dukungan ketahanan 28,95% yang Dibangun/Ditingkatkan (dibangun/ditingkatkan) air nasional dan Dijaga/ Dipelihara (waduk, 194.723.000 m3 embung/situ) (dioperasikan/dipelihara) Prosentase Pencapaian 15 Wilayah Sungai Penyelenggaraan Pengelolaan 9 Wilayah Sungai SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA
Debit Air Layanan 7,26 m3/detik Sarana/Prasarana Air Baku (dibangun/ditingkatkan) untuk Memenuhi Kebutuhan 46,68 m3/detik Domestik, Perkotaan dan (dioperasikan/dipelihara) Industri dibangun/ ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara) 3. Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir Luas Kawasan yang Terlindung 31.704,43 ha dari Bahaya Banjir (dibangun/ditingkatkan) (dibangun/ditingkatkan dan 259.575,38 ha operasi/ pemeliharaan) (dioperasikan/dipelihara) 4. Meningkatnya Kualitas Layanan Jalan Nasional dan 3. Meningkatnya kemantapan jalan nasional Pengelolaan Jalan Daerah Tingkat Kemantapan Jalan 94 % Tingkat kemantapan jalan 86,00% nasional Tingkat Fasilitasi 100 % Penyelenggaraan Jalan Daerah Menuju 60% Kondisi Mantap Tingkat Penggunaan Jalan 91,55 Milyar Nasional Kendaraan Kilometer
IV-95
SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2014 KINERJA 2014 5. Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional Panjang Peningkatan Struktur/ 4.631 Km Pelebaran Jalan Panjang Jalan Baru yang 1.047 Km Dibangun 6. Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum
8.179 Liter/detik 308 IKK
Peningkatan Jumlah Pelayanan Sanitasi
712 Kawasan 157 Kabupaten/Kota 120 PDAM
Jumlah Pemda/PDAM yang Dibina Kemampuannya 7. Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) Jumlah Dokumen Perencanaan 8 Renja Satminkal dan Pemrograman (Jangka Menengah dan Tahunan) 1.315 RKAKL 1 RKP 1 Nota Keuangan 21 Dokumen Kajian Kebijakan Penyusunan Dokumen 1 Laporan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan Kementerian Keuangan dan Barang Milik 11 Dokumen Evaluasi Negara (BMN) dan Laporan 3 Laporan BMN Triwulan Kementerian PU Jumlah Peraturan Perundang20 Dokumen Undangan Bidang PU dan Permukiman 8. Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Jumlah Sumber Daya Manusia 7.168 Pegawai (SDM) Aparatur yang Mendapat Pendidikan dan Pelatihan
SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2015 KINERJA 2015 4. Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing Tingkat konektivitas jalan 73,00% nasional
5. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan Tingkat layanan infrastruktur 81,00% dasar permukiman dan perumahan
6. Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas Tingkat kinerja dan integritas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
72,25%
7. Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas Prosentase sumber daya 10,00% manusia yang kompeten dan berintegritas
IV-96
SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2014 KINERJA 2014 Jumlah Pegawai yang Terlayani 30.129 Pegawai Administrasi Kepegawaian serta 13 SOP Jumlah Tata Laksana Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Disusun 9. Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, Informasi dan Komunikasi Publik Jumlah Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan Local Area Network (LAN) Jumlah Layanan Informasi Publik
588 Peta Tematik 4.000 Orang 230 Buku 190 Temu Pers 37.623 m² 1 Unit Gedung
Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang Ditingkatkan dan Dipelihara 10. Terwujudnya Peningkatan Kepatuhan dan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Prosentase Menurunnya Tingkat 60 % Kebocoran dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU Prosentase Menurunnya 50 % Temuan Administratif dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU 11. Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah Jumlah Provinsi dan 4 Provinsi Kabupaten/Kota yang Terbina 56 Kabupaten/ Kota Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Jumlah Sumber Daya Manusia 15.000 Orang (SDM) Jasa Konstruksi yang Terlatih Tingkat Daya Saing Industri 1 Point Konstruksi Nasional dalam Skala Infrastructure GCI Global
SASARAN STRATEGIS/INDIKATOR KINERJA 2015
TARGET 2015
8. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana Tingkat pengelolaan regulasi 80,00% dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
9. Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR Tingkat pengendalian 51,00% pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang PUPR
10. Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional Tingkat pengendalian 75,00% pelaksanaan konstruksi nasional
IV-97
SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2014 KINERJA 2014 12. Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai Prosentase IPTEK yang Masuk Bursa Teknologi Bidang PU Prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri PU
28,26 % 30,00 %
SASARAN TARGET STRATEGIS/INDIKATOR 2015 KINERJA 2015 11. Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR Tingkat penyediaan dan 67,00% pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR
Indikator kinerja pada tingkat Kementerian pada tahun 2015 telah disusun sesuai ketentuan yaitu sekurang-kurangnya adalah indikator hasil (outcome). Meskipun demikian, akan dilakukan pembenahan kembali melalui review Renstra Kementerian PUPR tahun 2015-2019 yang pada saat ini masih dalam proses penyusunan. Selain itu, saat ini sedang disusun Rancangan Permen PUPR mengenai pedoman SAKIP dan mengenai penetapan IKU Kementerian PUPR yang akan mengatur cara pengukuran IKU, baseline, serta penanggung jawab pengukurannya.
2. Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Aksi Kinerja Rencana Aksi Kinerja (T0) merupakan penjabaran secara periodik atas sasaran dan target yang tertuang di dalam Perjanjian Kinerja. Rencana Aksi ini menjadi acuan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pencapaian kinerja yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja secara berkala yaitu setiap triwulan. Rencana Aksi ini berisikan mengenai pendahuluan, perjanjian kinerja, kapasitas organisasi, dan target pencapaian indikator kinerja per triwulan. Setelah disusun T0, dilakukan pengukuran kinerja triwulanan yang dituangkan dalam dokumen Monitoring dan Evaluasi Kinerja Triwulanan (T1-T4). Dokumen tersebut berisi realisasi kinerja pada triwulan yang bersangkutan, dibandingkan dengan target yang telah ditentukan pada T0. Data dasar yang digunakan dalam pengukuran kinerja triwulanan dapat menggunakan data realisasi fisik dan keuangan di sistem eMonitoring yang terintegrasi dengan ePerformance. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan Rencana Aksi Kinerja, saat ini Kementerian PUPR sedang melakukan proses revisi Peraturan Menteri PU Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian PU yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri dan Peraturan Menteri PU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian PU yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Melalui Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
IV-98
3. Penyempurnaan Sistem Aplikasi Informasi Kinerja dan Keuangan serta Evaluasi Akuntabilitas Dalam Tahun Anggaran 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melaksanakan berbagai kegiatan penyelenggaraan dan penanganan infrastruktur untuk menyediakan akses prasarana dasar serta memperkuat dan mengembangkan eksistensi infrastruktur nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mansyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, selalu dilakukan pemantauan dan evaluasi hasil dan capaian terhadap sasaran dan target tahunannya, baik terhadap Rencana Kinerja Program maupun Renstra Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada evaluasi tahun berjalan dilakukan dengan memantau perkembangan tingkat penyerapan dan identifikasi faktorfaktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan berbagai perbaikan yang bertujuan meningkatkan atau akselerasi penyerapan anggaran. Didalam pelaksanaan perlu juga untuk melakukan reviu tentang pemantauan dan evaluasi kegiatan-kegiatan tahun 2015 per unit organisasi (eselon I), yang kemudian akan menjadi bahan penyusunan kinerja kementerian, khususnya dalam hal proses penyerapan anggaran dan hal-hal yang menghambat dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, untuk lebih mendapatkan hasil penilaian yang akurat dan akuntabel berdasarkan realisasi pelaksanaan program dan kegiatan, disusun perangkat lunak (aplikasi) yang dapat mengolah dan menampilkan kinerja organisasi (satuan kerja) sehingga dapat diperoleh hasil kalkulasi yang tepat sasaran dan akan dibuat menjadi online (ePerformance). Di dalam sistem ePerformance, yang akan disempurnakan di tahun 2016, akan ditampilkan mengenai target kinerja, capaian kinerja, cara pengukuran, serta penanggung jawab yang terintegrasi dengan data realisasi fisik dan keuangan di dalam sistem eMonitoring. Di dalam sistem ePerformance tersebut juga akan ditampilkan tabel berisi perbandingan kinerja tahun ini dengan tahun lalu, perbandingan kinerja tahun ini dengan target jangka menengah (Renstra), dan perbandingan kinerja tahun ini dengan target nasional. Informasi tersebut akan terinput secara sistematis dan dapat dipantau secara berkala oleh Pimpinan. 4. Penjabaran IKU Unit Kerja ke dalam Ukuran Kinerja Individu Pegawai Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014, Perjanjian Kinerja merupakan dasar dalam penetapan sasaran kinerja pegawai (SKP). Untuk itu, maka indikator kinerja pada level Kementerian perlu diturunkan ke dalam indikator kinerja di level unit organisasi (eselon I) dan unit kerja (eselon II), sampai ke dalam ukuran kinerja individu pegawai (SKP eselon III, eselon IV, dan staf). Dengan demikian akan terwujud suatu cascading kinerja secara sinergis dan selaras yang memperlihatkan bahwa keberhasilan Kementerian merupakan wujud kontribusi kinerja dari seluruh individu pegawai. IV-99
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Kementerian PUPR telah membentuk suatu badan khusus yakni Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia yang bertugas untuk menjabarkan IKU unit kerja ke dalam ukuran kinerja di dalam SKP. Dengan adanya BPSDM diharapkan SKP seluruh pegawai dapat sinkron dengan indikator kinerja pada level di atasnya sehingga terwujud kinerja pegawai yang lebih baik untuk mendukung capaian kinerja Kementerian secara keseluruhan.
4.6 Penghargaan Bagi Kementerian PUPR Pada tahun 2015, telah diperoleh beberapa penghargaan bagi Kementerian PUPR sebagai wujud apresiasi atas tercapainya kinerja yang baik, antara lain: 1) BMN Award 2014 untuk kelompok K/L dengan jumlah unit kuasa penguna barang lebih dari 100 satker. Penghargaan diberikan untuk Kategori Tata Kelola Berkesinambungan dan Juara Pertama Kategori Sertifikasi Barang Milik Negara pada bulan November 2015. 2) Penghargaan LKPP atas kinerja dan komitmen dalam pengembangan dan implementasi eProcurement. Penghargaan diberikan untuk Kategori Kepemimpinan dalam Transformasi Pengadaan secara Elektronika pada bulan November 2015. 3) Penghargaan Hari Kesehatan ke-51 yang merupakan penghargaan kepada individu dan institusi yang telah berkontribusi atau berprestasi dalam pembangunan kesehatan Juara I Lomba Toilet Publik di Kantor Pusat atau Utama K/L. Penghargaan diberikan pada bulan November 2015. 4) Penghargaan KIP 2015 yang diberikan oleh Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia sebagai Peringkat II Kategori Badan Publik Kementerian. Penghargaan diberikan pada bulan Desember 2015. 5) Juara 1 kategori Kementerian/Lembaga yang diberikan oleh Indonesia Climate Change Education Forum yang dilaksanakan pada tanggal 14-17 Mei 2015 di Jakarta. 6) Penghargaan Arsip Nasional RI yang diberikan oleh Arsip Nasional RI sebagai peringkat terbaik pertama dalam pemilihan Unit Kearsipan Kementerian Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2015 yang dilaksanakan pada tanggal 13 Juli – 14 Agustus 2015 di Jakarta. 7) Penghargaan Efisiensi Energi Nasional ke-4 Tahun 2015 yang diberikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia sebagai Pemenang 1 kategori Bangunan Gedung Hemat Energi Gedung Hijau. 8) Penghargaan Pameran Nasional Potensi Daerah SAIL TOMINI 2015 yang diberikan oleh Direktur Pengembangan promosi dan citra Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 9) Penghargaan Wira Trengginas yang diberikan oleh Badan Penanggulangan dan Penanganan Bencana sebagai apresiasi dari Kepala Badan Penanggulangan dan Penanganan Bencana pada bulan Maret 2015. IV-100
10) Golden Property Award 2015 yang diberikan oleh Indonesia Property Watch (IPW). Penghargaan tersebut diberikan sebagai Tokoh Penggerak Program Sejuta Rumah pada bulan Agustus 2015. 11) The 4th Indonesia Public Relation Award and Summit (IPRAS) 2015 yang diberikan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Gedung Dewan Pers Pemenang Pertama Kategori Lembaga Publik yang Inspirasional pada Acara the 4th Award and Summit (IPRAS) 2015 pada bulan Oktober 2015. 12) Penghargaan LHE Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Kategori B yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada bulan Desember 2015. 13) Top 99 dalam Inovasi Pelayanan Publik yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada bulan Mei 2015.
IV-101
BAB 5 PENUTUP
BAB 5 PENUTUP
Laporan kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan program sesuai dengan Rencana Strategis Tahun 2015 2019. Penyusunan laporan kinerja ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja. Dengan tugas dan fungsinya dalam menyelenggarakan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, diharapkan output program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh jajaran Kementerian PUPR dapat berkontribusi maksimal dalam mendukung pembangunan nasional secara komprehensif. Laporan Kinerja ini mendeskripsikan berbagai hal yang telah dicapai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sepanjang tahun 2015. Pencapaian terhadap sasaran strategis yang dapat melebihi target yang ditetapkan di dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015 - 2019 telat dapat menggambarkan nilai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat secara luas. Untuk meningkatkan dan perbaikan kinerja organisasi dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan kedepan antara lain: a) b) c) d) e)
Reviu Rencana Strategis Kementerian PUPR; Penetapan indikator kinerja utama (IKU) bidang PUPR; Standarisasi metode pengukuran indikator; Penetapan pedoman SAKIP; Peningkatan implementasi penyusunan sasaran kinerja pegawai (SKP) yang diturunkan berdasarkan beban kerja unit organisasi; f) Pencapaian outcome yang perlu disandingkan dengan Standar internasional atau negarlain yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sama/setara; g) Penyempurnaan sistem informasi kinerja yang dilakukan melalui sistem aplikasi ePerformance.
V-1
Dengan disusunnya laporan kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat dan bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga dapat memberikan umpan balik untuk peningkatan kinerja tahun berikutnya, serta semakin meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan good governance. Hasil kerja dari Kementerian PUPR dapat lebih dirasakan oleh masyarakat secara luas, baik itu dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi maupun pemenuhan kebutuhan pelayanan infrastruktur dasar.
V-2
LAMPIRAN
LAMPIRAN I Perjanjian Kinerja
LAMPIRAN II Penghargaan
Piagam Penghargaan Terbaik Dua Pameran Nasional Potensi Daerah SAIL TOMINI 2015 dilaksanakan pada tanggal 16-19 September 2015, bertempat di Teluk Tomini Sulawesi Tengah
Juara I Kategori
Kementerian/Lembaga dalam pameran
5th Indonesia
Climate Change Education Forum yang dilaksanakan pada tanggal 14-17 Mei 2015 di Jakarta
Peringkat ke-2 kategori Kementerian dalam Keterbukaan Informasi
Badan Publik 2015 yang dilaksanakan oleh Komisi Informasi Pusat, diserahkan di Istana Negara, 15 Desember 2015
Peringkat 1 Kearsipan Terbaik Peringkat terbaik pertama dalam pemilihan Unit Kearsipan Kementerian Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional RI. Kegiatan tersebut
dilaksanakan pada tanggal 13 Juli - 14 Agustus 2015 di Jakarta.
Piagam penghargaan yang diterima oleh Kementerian PUPR ditetapkan oleh Keputusan Kepala ANRI Nomor 225 Tahun 2015 berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan PP Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia memberikan Piagam Penghargaan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai: “Pemenang I Lomba Toilet
Publik di Kantor Pusat/Utama Kementerian dan Lembaga” pada tanggal 23 November 2015 di Jakarta.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Memberikan Penghargaan
Keikutsertaan Kepada: Gedung Utama Kementerian PU-PR Kategori Bangunan Gedung Hemat Energi Gedung Hijau pada : Penghargaan Efisiensi Energi Nasional Ke-4 Tahun 2015, Sebagai “Pemenang
I”, Gedung Utama Kementerian PU-PR Kategori Bangunan Gedung Hemat Energi
Penghargaan Efisiensi Energi Nasional Ke-4 Tahun 2015“
BMN Award Penghargaan Kategori Continuous Improvement atau Tata Kelola Berkesinambungan Terbaik Kementerian PUPR dinilai dalam tahun berjalan telah berupaya secara optimal sehingga tercapai peningkatan kinerja yang progresif dan signifikan dalam mengelola Barang Milik Negara.
Juara pertama dengan Kategori Sertipikasi Barang Milik Negara Penghargaan diberikan dalam rangka memberikan apresiasi kepada Kementerian\Lembaga selaku pengguna barang yang telah menunjukkan peningkatan kinerja di bidang Pengelolaan Barang Milik Negara. Kegiatan penghargaan yang digelar tersebut melibatkan 86 Kementerian/Lembaga yang digolongkan ke dalam 3 kelompok berdasarkan jumlah satuan dan tiap katergori dipilih 3 Kementerian/Lembaga dengan peringkat terbaik dari masing-masing kelompok. Penilaian di dasarkan pada pertimbangan; opini pemeriksaan BPK-RI, Deviasi nilai BMN, Kompleksitas pengelolaan asset, nilai BMN dan jumlah satuan kerja
Piagam National Procurement Award 2015 pada kategori Kepemimpinan Pada Transformasi Pengadaan Secara Elektronik di Jakarta, diberikan oleh Kepala LKPP