KATA PENGANTAR
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 36/Menhut-II/2006, merupakan unit pelaksana teknis di bidang penelitian kehutanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. BPK Manado mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan kehutanan dengan core research “Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan”. BPK Manado berkedudukan di Manado dengan wilayah kerja meliputi 3 (tiga) provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara. Buku Rangkuman Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado Tahun 2009 ini disusun berdasarkan Laporan Hasil-hasil Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2009. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini kami ucapkan terima kasih. Saran dan masukan untuk penyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap semoga Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini bermanfaat.
Manado, Desember 2010 Plt. Kepala Balai
Ir. Mahfudz, M.P.
NIP. 19670829 199203 1 004
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................
ii
1. Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo .................................................
1-13
2. Sistem Implementasi “Uji Coba Teknologi DAS Mikro” (Studi Kasus di DAS Poigar, DAS Oba dan DAS Limboto) ...................... 3. Analisa Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dan Tanaman Pengayaan di Maluku Utara dan Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Sekunder di Sulawesi Utara dan Gorontalo .............................. 4. Identifikasi Jenis Flora Potensial dan Endemik pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata ...... 5. Kajian Keanekaragaman Jenis Fauna dan Habitatnya pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe – Lolobata ...................................
14-25 26-33 34-50
51-64
ii
Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo La Ode Asir
ABSTRAK Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Limboto, Danau Tondano dan Sub DAS Poigar merupakan daerah dengan lahan kritis yang cukup luas. Permasalahan umum pada daerah hulu adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan di daerah tangkapannya, sehingga menyebabkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membuka hutan. Akibatnya tingkat kesuburan semakin menurun dan hasil produksi menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi lahan terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo, yang mudah diaplikasikan sehingga lahan terdegradasi dapat kembali berfungsi sebagai habitat flora, fauna dan secara keseluruhan sebagai penyangga kehidupan. Hasil penelitian di DTA Limboto menunjukkan bahwa tanaman jati yang diujicobakan setelah umur enam tahun pertumbuhannya mencapai 60,75%, sengon mencapai 43,65% dan tanaman MPTS (nangka) mencapai 43,65%. Adapun kombinasi tanaman tersebut dengan teknik konservasi tanah dan air dapat menekan erosi sebesar 16,54 ton/ha/tahun. Uji coba tanaman cempaka dan mahoni yang dikombinasi dengan tanaman sayuran (bunga kol dan jagung) pada bedengan dapat menekan erosi sebesar 0,1234 - 0,1564 ton/ha di DTA Tondano dan uji coba yang dilakukan di Sub DAS Poigar yang merupakan daerah pengembangan adalah pembuatan beberapa plot penelitian dengan beberapa jenis tanaman kayu antara lain mahoni, cempaka (wasian), pakoba dan nantu (nyato) yang dikombinasi dengan teknik konservasi tanah dan air (KTA). Uji coba tanaman ini baru dimulai tahun 2009.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan di DTA Danau Limboto merupakan salah satu kasus dimana sumberdaya lahannya secara umum mengalami perubahan yang cukup signifikan, dari lahan berhutan menjadi lahan-lahan pertanian. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas produksi, pada akhirnya lahan-lahan tersebut berpotensi menjadi terdegradasi. Dampaknya adalah pada badan danau terjadi penimbunan material yang merupakan penyebab proses percepatan pendangkalan di Danau Limboto. Demikian pula dengan di DTA Tondano, pemanfaatan Sumber Daya Lahan (SDL) dengan pola usaha tani yang intensif, secara umum telah melaksanakan sistem konservasi tanah yang cukup baik dengan membuat teras-teras dilengkapi dengan sistem saluran drainase. Hal ini telah dilakukan oleh sebahagian masyarakat penghasil tanaman hortikultura dataran tinggi (sayur-mayur). Namun dibeberapa tempat di daerah hulu, perubahan penutupan lahan telah terjadi seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat, sehingga proses degradasi berlangsung dengan cepat. 1
Di daerah pengembangan pada DAS Poigar, masyarakat melakukan usahatani pada lahan-lahan miring tanpa menerapkan teknik konservasi tanah dan air (KTA) yang baik, sehingga laju erosi maupun peningkatan sedimen pada badan sungai dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan teknologi Rehabilitasi Lahan dan konservasi Tanah (RLKT) tepat guna yang dapat memperbaiki kondisi lahan-lahan kritis dan mampu dengan cepat menutupi lahan-lahan pada areal terbuka dengan pemilihan jenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat, memiliki nilai ekonomis, dan dapat memperbaiki sistem tata air dari aspek hidrologi.
B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi lahan terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo, yang mudah diaplikasikan sehingga lahan terdegradasi dapat kembali berfungsi sebagai habitat flora, fauna dan secara keseluruhan sebagai penyangga kehidupan, termasuk di dalamnya meningkatkan perekonomian rakyat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pasca rehabilitasi lahan. II.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sub-Sub DAS Tapadaa, dan Sub DAS Masarang. Sub-Sub DAS Tapadaa termasuk dalam wilayah Sub DAS Biyonga yang secara administratif terletak dilingkungan Tapadaa, Kelurahan Biyonga, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Sedangkan Sub DAS Masarang, merupakan DTA Danau Tondano yang terletak di Gunung Masarang-Rurukan, Kecamatan Tomohon Timur, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Adapun kegiatan pengembangannya terletak di Kecamatan Poigar, Kab. Bolaang Mangondow atau termasuk dalam wilayah Sub DAS Poigar. Secara umum kedua lokasi penelitian ini terletak di luar kawasan hutan namun dapat dianggap mewakili karakteristik permasalahan DAS kritis di bagian hulu. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2009. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit tanaman tahunan (jati, cempaka, sengon dan mahoni), bibit tanaman hortikultur (jagung dan bunga kol), pupuk kandang dan pupuk organik, pestisida, balok, papan, bambu, paku, pasir, semen, karet talang, kawat bendrat, cat minyak, dempul Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran roll, meteran saku, cangkul, sprayer, palu, gunting stek/pangkas, kaliper mini, kolektor erosi 9 set untuk plot ukuran 10 x 4 m, linggis, oven, timbangan analitis, timbangan konvensional, botol sampel, ring sampel dan plastik sampel.
2
C. Prosedur Penelitian 1. DTA Danau Limboto P1
P2
P3
Kelerengan > 30%
a. b. c. d.
P1
P2
e.
g. h. i. j.
Kelerengan > 30%
Kelerengan 15- 30%
f.
l. m. n. o. p. Gambar 1. Lay out Tanaman pada Lokasi I Keterangan : ♠ = = ♣ = = P1 =
Kelerengan 8-15 %
k.
Gambar 2. Lay out Tanaman pada Lokasi II
a Keterangan : Tanaman jati Tanaman nangka Tanaman sengon Teras gulud & rumput setaria Kombinasi jati, nangka, teknik KTA
P2
=
Kombinasi jati, sengon, teknik KTA
P3
=
Kombinasi nangka, sengon, teknik KTA
♠
P1 P2
m b a r
= Tanaman jati = Tanaman mahoni = Teras gulud & rumput setaria = Alley cropping tanaman gamal = kombinasi jati, mahoni, jalur gamal = kombinasi jati, mahoni, rumput setaria
2 . Pada tahun 2009, kegiatan di DTA Limboto merupakan tahun ke-6 atau tahun terakhir dari rangkaian penelitian ini. L Tanaman uji coba di lokasi penelitian terdiri dari dua lokasi. a Pada Lokasi I, tanaman ditanam pada bulan Desember 2004 dengan jarak tanam 3 x 4 m 1. pada 3 kelas kelerengan yakni 8-15%, 15-30% dan y>30% dengan teknik konservasi teras gulud dilengkapi rumput setaria sebagai tanaman penguat teras. Pada Lokasi II, tanaman ditanam pada bulan Desember 2005 dengan jarak tanam 3 x 3 o m pada satu kelas kemiringan lereng >30%. Teknik konservasi yang diterapkan adalah u teras gulud dengan rumput setaria dan jalur gamal. t t a n a m
3
a m b a r 2 . L a y o u t t a n a
2. DTA Danau Tondano Di lokasi DTA Danau Tondano dilakukan penelitian penanaman sayuran dataran tinggi yang dipadukan dengan teknik konservasi sipil teknis berupa bedengan dan penanaman sejajar kontur. Untuk uji jenis tanaman kayu-kayuan yang merupakan tanaman pokok digunakan kombinasi tanaman kayu mahoni dan cempaka dengan jarak tanam 3 x 4 meter. Areal penelitian terbagi ke dalam 3 blok kemiringan yaitu 15-30 %, 3045 %, dan >45 %. Pada setiap blok dibuat 3 plot penelitian untuk mengukur limpasan permukaan dan erosi dengan ukuran plot 4 x 10 m. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dengan kemiringan lereng sebagai blok. Tahun 2009 merupakan tahun kelima dari rangkaian kegiatan penelitian. Rancangan pola tanam dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar 3. Rancangan plot pada lokasi DTA Danau Tondano : B1P1 : Bedengan + bunga kol + jagung (kontrol/sesuai petani setempat) B1P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol+ jagung B1P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + jagung
Kemiringan 15-30 %
B2P1 : Bedengan + bunga kol + jagung (kontrol/sesuai petani setempat) B2P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol + jagung B2P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + jagung
Kemiringan 30-40 %
B3P1 : Bedengan + bunga kol + jagung (kontrol/sesuai petani setempat) B3P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol + jagung B3P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + jagung
Kemiringan > 45 %
4
D. Analisis Data 1. Data hujan, limpasan dan sedimen Data curah hujan diukur dengan menggunakan alat takar hujan sederhana (ATHUS). Data dari athus merupakan data harian yang diukur setiap hari pada jam tujuh pagi untuk kejadian hujan satu hari sebelumnya yang dicatat sebagai hujan harian. Limpasan dan erosi diukur dengan metode plot uji coba menggunakan kolektor erosi berupa dua buah drum, dimana drum I sebagai penampung aliran permukaan dari plot, dan drum II merupakan penampung aliran buangan dari drum I. Pada drum I dibuat lubang pembagi sebanyak 8 lubang dan satu lubang diantaranya dihubungkan ke drum II. Bentuk desain drum kolektor erosi seperti pada gambar berikut :
TAMPAK SAMPING
DRUM I
DRUM II
KRAN PEMBUANG
TAMPAK ATAS
PIPA PEMBAGI
Gambar 4. Kolektor Erosi Tipe Drum
Data limpasan diperoleh melalui pengukuran volume air yang ada dalam kolektor. Sedangkan data sedimen diperoleh dari hasil analisa laboratorium sampel air yang berasal dari kolektor melalui metode penguapan. Pengambilan data dilakukan satu kali sehari pada pukul 07.00.
2. Tanah Pengambilan sampel terganggu (komposit) dilakukan pada titik yang dianggap mewakili lokasi. Selanjutnya sampel tanah tersebut dianalisis di laboratorium untuk mengetahui sifat kimia (pH, kandungan hara makro (N, P, K dan C organik)). 3. Produksi Pengamatan produksi dilakukan saat pemanenan dengan melakukan pemanenan seluruh luasan plot. Pertumbuhan tanaman diamati pada fase-fase tertentu berupa pertambahan tinggi dan diameter tanaman.
5
4. Pendapatan Pendapatan dihitung dari produksi semua jenis tanaman (semusim, tahunan, MPTS, tanaman bawah, dll) dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat ini. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Daerah Tangkapan Air Danau Limboto Curah hujan tahun 2009 di lokasi penelitian sebesar 1.095 mm menurun dibandingkan tahun 2008 yaitu sebesar 1.766 mm. Perubahan curah hujan tidak berpengaruh pada pertumbuhan tanaman secara umum. Jenis tanah pada lokasi penelitian umumnya adalah ultisol. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Laboratorium Sifat Kimia Tanah di DTA Danau Limboto Lokasi I
Sifat Kimia Nilai
Lokasi II
Kriteria
%
Kriteria
1
pH (H2O)
5,45
Masam
5,27
Masam
2
N- Total (%)
0,052
Sangat Rendah
0,048
Sangat rendah
3
P2O5 Tersedia (ppm)
11,05
Rendah
12,64
Rendah
4
K2O Tersedia (me/100 gr)
15,33
Rendah
13,47
Rendah
5
KTK (me/100 gr)
17,21
Rendah
18,08
Sedang
6
C –Organik (%)
1,28
Rendah
1,53
Rendah
7
Tekstur
Lempung Berliat
Lempung Berliat
Nilai pH pada ke-2 lokasi penelitian adalah masam, ini berarti penyerapan unsur hara untuk masing-masing tanaman agak rendah. Menurut Hardjowigeno (2003), pada pH yang terlalu masam, maka unsur P sulit diserap oleh tanaman karena diikat atau difiksasi oleh Al. Pengaruh pH terhadap P2O5 tersedia terlihat pada kriteria yang rendah dalam tanah. Selain itu unsur hara juga mudah larut dan menyebabkan terbentuknya unsur mikro yang berlebih dan dapat menjadi racun bagi tanaman. N masih sangat rendah, hal ini berarti kandungan unsur hara makro sangat rendah. Unsur N berguna untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan protein. Kandungan C-organik yang sangat rendah menunjukan jumlah bahan organik dalam tanah yang rendah. Nilai KTK rendah hingga sedang dapat diartikan bahwa kemampuan tanah dalam menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman rendah. Nilai KTK ini dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik dan tanah dengan kandungan liat tinggi karena mempunyai kemampuan menyerap unsur hara tinggi. Penerapan teknik konservasi tanah dengan menggunakan rumput gamal dan setaria bertujuan untuk mengendalikan erosi serta menambah kesuburan tanah. Gamal merupakan jenis legum yang memiliki bintil akar (nodula) yang dapat mengikat nitrogen dari udara, sisa tanaman dapat digunakan sebagai pupuk hijau sehingga dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan nitrogen dalam tanah. Gamal juga dapat melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan sehingga dapat menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan tingkat infiltrasi tanah. Selain itu, produksi rumput gamal dan setaria dapat digunakan sebagai pakan ternak.
6
Hasil pengukuran sedimentasi menunjukkan bahwa erosi yang terjadi sebesar 16,54 m3/th dengan curah hujan 1.095 mm/th. Besarnya erosi menurun jika dibandingkan tahun 2008 yaitu sebesar 21,15 ton/ha/th. Hal ini kemungkinan tanaman ujicoba telah memberikan pengaruh terhadap sistem tata air di lokasi penelitian dan secara visual telah muncul beberapa mata air di bagian bawah. Namun untuk memastikannya perlu penelitian lebih lanjut. Lokasi I Tanaman nangka tumbuh baik pada P3 dibandingkan dengan pertumbuhan pada P1 dan P2, sebab tanaman ini memiliki tingkat toleransi yang kurang baik terhadap lingkungannya. Secara visual tanaman ini tumbuh subur pada tempat ketinggian dengan kemiringan yang agak terjal. Selain itu awal pertumbuhan tanaman ini kurang dapat menyesuaikan dengan kondisi lahan pada lokasi penelitian. Tanaman nangka membutuhkan drainase yang baik. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitasnya. Tanaman nangka memiliki perakaran dalam, tidak membutuhkan penggenangan pada saat musim kemarau karena tanaman nangka kurang toleran terhadap genangan. Akarnya masih mampu menyerap air pada tanah yang dalam. Pemberian air tambahan diperlukan selama dua tahun pertama pertumbuhannya. Tanaman nangka baik untuk konservasi lahan miring (curam). Tanaman ini sangat membutuhkan sinar matahari untuk mendukung tingkat pertumbuhannya. Data pertumbuhan tanaman uji coba dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan Tanaman Uji Coba pada masing-masing Blok di Lokasi I
Kemiri ngan Lereng (%)
8-15
Jenis Tanaman
Nangka Jati Sengon
15-30
Nangka Jati
> 30
Persen Hidup (%)
P1
P2
Rata-rata Pertambahan
Rata-rata Pertambahan
Tinggi (cm/th)
Diameter (cm/th)
Persen Hidup (%)
P3
Tinggi (cm/th)
Diameter (cm/th)
Persen Hidup (%)
Rata-rata Pertambahan Tinggi (m/th)
Diameter (cm/th)
0
0
0
-
-
-
0
0
0
18,00
1.007
12,03
60,75
1.083
10,75
-
-
-
-
-
-
28,20
956
10,02
15,75
775
9,35
0
0
0
-
-
-
0
0
0
60,5
1.811
12,76
30,15
1.306
9,92
-
-
-
Sengon
-
-
-
32,55
1.489
10,40
35,5
968
9,05
Nangka
0
0
0
-
-
-
43,65
485
5,23
46
1.049
10,51
0
0
0
-
-
-
-
-
-
0
0
0
0
0
0
Jati Sengon
7
Lokasi II Jenis jati mengalami pertumbuhan yang cukup baik hingga tahun ke-4 atau memiliki prosentase tumbuh > 96%. Demikian pula dengan pertambahan diameter (riap) dan ratarata tinggi untuk masing-masing perlakuan mengalami pertambahan yang signifikan. Pertumbuhan tanaman jati pada plot 2 relatif lebih baik daripada plot 1. Tabel 3. Pertumbuhan Tanaman (umur 4 tahun) pada masing-masing perlakuan Plot
Jenis Tanaman
Persen Hidup %
Rata-rata Pertambahan Tinggi (m)
1 2
Diameter(cm)
Jati
97,56
10,5
10,19
Mahoni
78,63
5,45
5,44
Jati
96,25
7,03
9,05
Mahoni
80,59
4,83
4,53
120 100 80 60
Th 2007
40
Th 2008 Th 2009
20 0 Jati
Mahoni Plot 1
Gambar 5 .
Jati
Mahoni Plot 2
Grafik persen hidup rata-rata masing-masing jenis tanaman uji coba di lokasi II
Dari hasil pengukuran dan pengamatan yang diperoleh dari kedua lokasi tersebut, tanaman jati dan mahoni dikombinasi dengan gamal dan rumput setaria pada sistem teras dapat dikembangkan pada daerah yang sesuai dengan kondisi fisik maupun ketersediaan unsur-unsur kimia tanah pendukung kesuburan tanah dengan teknik-teknik konservasi tanah yang telah dicobakan. Produksi biomassa gamal tahun 2009 sebesar 600 Kg/ha. Biomassa merupakan jumlah bahan hidup yang terdapat di dalam satu atau beberapa jenis organisme yang berada dalam habitat tertentu, yang dinyatakan dalam berat organisme per satuan luas habitat (Dephut, 2006). Daun gamal merupakan sumber protein sehingga cocok sebagai makanan ternak dan suplemen pada hijauan yang berkualitas rendah. Komposisi nutrisi daun gamal terdiri atas : bahan kering 23 %, protein kasar 25,2 %, lemak 4,9 %, BETN 55,5 8
% selain itu tanaman ini juga kaya akan mineral. Selain hasil pangkasan, tanaman gamal juga dapat menghasilkan kayu bakar. Jumlah produksi rumput setaria berdasarkan hasil penimbangan berat basah secara priodik pada tahun 2009 rata-rata seberat 1.393 kg/ha. Setaria termasuk jenis rumput berumur panjang, tumbuh tegak dengan ketinggian hingga 2 m dan membentuk rumpun. Dapat membentuk tunas baru dalam tempo cepat dan termasuk jenis rumput yang tahan kekeringan sekaligus genangan air. Rumput setaria mampu tumbuh baik pada tanah dengan struktur ringan sampai berat, dan dapat dipanen rata-rata selama dua minggu sekali. Tumbuh baik diberbagai ketinggian tempat dari dataran rendah hingga tinggi dengan ketinggian 200 - 3000 mdpl dan pada daerah dengan curah hujan 600 mm atau lebih.
B. Daerah Tangkapan Air Danau Tondano Curah hujan tahun 2009 di DTA Danau Tondano sebesar 1.067 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Agustus. DTA Tondano memiliki jenis tanah andosol. Karakteristik tanah tersebut adalah memiliki porositas tinggi, permeabilitas dan erodibilitas sedang, mempunyai sifat thixotropic (jika tanah dalam keadaan jenuh mudah mengalami erosi). Hasil analisa kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Laboratorium Sifat Kimia Tanah di DTA Danau Tondano No
B1
SIFAT TANAH Nilai
1
pH (H2O)
2
N – Total (%)
3
P2O5 Tersedia (ppm)
4
KTK (me/100 gr)
5
C –Organik (%)
6 7
B 3 Kriteria
Nilai
Kriteria
5,6
Agak Masam
6,5
Agak Masam
0,15
Rendah
0,17
Rendah
15
Rendah
12
Rendah
22,34
Sedang
22,43
Sedang
1.84
Rendah
1,92
Rendah
Ca (me/100 gr)
4,35
Rendah
4,44
Sedang
Mg (me/100 gr)
5,63
Tinggi
6,94
Tinggi
8
Na (me/100 gr)
0,30
Rendah
0,29
Rendah
9
K (me/100 gr)
0,38
Sedang
0,49
Sedang
10
Tekstur
Lempung Berliat Berpasir
Lempung Berliat
*) B1, B3 merupakan lokasi pengambilan sampel tanah pada kemiringan 15-30 % dan > 45%. Sedangkan kriteria pada B2 (kemiringan) 30-45 % relatif sama dengan B1.
Tabel 4 menunjukkan bahwa parameter penunjang tingkat kesuburan atau karakter kimia tanah masih perlu penambahan untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah. Salah satu cara yang telah dilaksanakan yaitu dengan pemberian mulsa ke dalam tanah untuk meningkatkan bahan organik tanah.
9
Dari ketiga perlakuan (P1, P2 dan P3) pada tiga kelas lereng, limpasan tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal serta penanaman tanaman bunga kol, jagung, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah. Besarnya limpasan dan erosi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5.
Limpasan permukaan (m3/ha) dan erosi pada masing-masing plot penelitian pada setiap kemiringan lereng B I (15-30%)
B II (30-45%)
Limp. Erosi Perm. (ton/ha) (m3/ha) P1 248,571 0,1048 P2 268,753 0,1231 P3 234,145 0,1056 *)P: perlakuan; B: Kemiringan Perlakuan
Limp. Perm. (m3/ha) 403,546 334,750 221,545
Erosi (ton/ha) P1 P2 P3
B III (>45%) Limp. Perm. (m3/ha) 248,571 268,753 234,145
Erosi (ton/ha) 0,1048 0,1231 0,1056
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan III menghasilkan limpasan permukaan lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan I. Hal ini berarti bahwa perlakuan yang dicobakan memberikan hasil yang baik dalam menekan limpasan permukaan (run off) dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Uji Kesesuian Tanaman Tahunan Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa pertambahan tinggi, maupun riap dari masing-masing tanaman uji coba mengalami perlambatan. Hasil pengukuran tanaman menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi rata-rata pertahun untuk jenis mahoni selama empat tahun sebesar 0,36 m/tahun dengan riap diameter 0.11 cm/tahun dan untuk jenis cempaka pertumbuhan tinggi rata-rata pertahunnya sebesar 0,77 m/tahun dengan riap diameter 1,2 cm/tahun. Pertumbuhan ini kurang sempurna jika dibandingkan dengan tanaman sejenis di luar daerah tanaman sayuran di sekitarnya, pertumbuhannya dapat mencapai tiga hingga empat kali lebih besar daripada tanaman uji coba. Hal ini disebabkan karena sistem perakarannya terganggu. Beberapa tanaman yang dijumpai, akar tunggangnya telah putus akibat pola pengolahan tanah yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian, jenis tanaman tahunan tidak cocok untuk dikembangkan pada lokasi kebun-kebun masyarakat yang diolah secara intensif. Data pertumbuhan tanaman mahoni dan cempaka dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.Rata-rata tinggi dan diameter tanaman uji coba
N0
Jenis Tanaman
1
Mahoni
2
Cempaka
10
Desember 2006
Desember 2007
Desember 2008
Desember 2009
D (mm)
T (cm)
D (mm)
D (mm)
T (cm)
D (mm)
T (cm)
31,67
102,11
56,67
214
57,17
265,11
64,57
310,23
28
94,11
45,55
210,67
51,81
254,16
64,00
320,12
T (cm)
Analisis Usaha Tani dan Nilai Ekonomi RLKT Hasil analisis usaha tani untuk jenis bunga kol dalam satu kali musim tanam (4 bulan), menghasilkan rata-rata 60 kg pada plot yang berukuran 4 x 10 m. Rata-rata harga per Kg Rp.10.000,00, sehingga total nilai jual dari plot yang ada adalah Rp.1.800.000,00 atau Rp.5.000.000,00/ha. Sedangkan hasil yang diperoleh dari jagung dalam tiga plot hanya mencapai Rp.150.000,00 atau setara dengan Rp.450.000,00/ha.
C. Daerah Tangkapan Air Poigar Hasil analisis tanah di Poigar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Hasil Analisis Kimia Tanah di DTA Poigar tahun 2009 No
Sifat Tanah
Nilai
Kriteria*)
1
pH (H2O)
5,48
Masam
2
N – total (%)
0.13
Sangat Rendah
3
C – Organik (%)
1.18
Rendah
4
P-Tersedia (ppm)
10,8
Rendah
5
KTK (me/100 gr)
25,53
Sedang
6
Ca (me/100 gr)
4,42
Rendah
7
Mg (me/100 gr)
2,11
Tinggi
8
Na (me/100 gr)
0,29
Rendah
9
K (me/100 gr)
0,47
Sedang
10
Tekstur
11
Permeabilitas (cm/jam)
12
Struktur
Lempung liat dan berdebu 0,4-2,7 (lambat-sedang) granuler
*) Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah di DTA Poigar mempunyai tekstur lempung berliat. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanah dalam mengikat air cukup besar. Menurut Kartasaputra (1991), tanah dengan tekstur lempung baik untuk usaha tani, sedangkan kandungan liat tinggi mempunyai kemampuan tinggi mengikat air. Nilai KTK sedang dapat diartikan bahwa kemampuan tanah untuk menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman sedang. Apabila dilihat dari sifat kimia rata-rata seperti Tabel 6 maka jenis tanah ini termasuk Ultisol yang merupakan tanah yang miskin hara dengan tingkat kesuburan yang relatif rendah (pH rendah, KTK sedang, N dan P rendah). Untuk meningkatkan produktivitas jenis tanah seperti ini maka diperlukan pengapuran, penambahan bahan organik melalui pemupukan (dianjurkan dengan bahan organik), penanaman tanaman adaptif, penerapan teknik lorong atau tumpangsari, terasering, drainase dan pengolahan tanah seminimal mungkin. Jenis-jenis tanaman yang diduga sesuai dengan kriteria tanah di atas dan setelah dilakukan evaluasi maka jenis tanaman yang akan dijadikan tanaman uji coba adalah untuk perkebunan seperti cengkeh, coklat, kopi; tanaman MPTS seperti rambutan, alpokat, petai, pisang, duwet, matoa; tanaman pertanian (jagung, kacang tanah dan kacang ijo); tanaman palawija dan hortikultur (cabe, tomat, bawang merah dan bawang putih). Untuk jenis tanaman kehutanan antara lain jenis cempaka, nantu, monanow, matoa, pakoba, jati dan mahoni.
11
Setelah mempertimbangkan beberapa hal seperti kesesuaian tanaman, nilai ekonomisnya, kelangkaan tanaman, dll maka tanaman penelitian yang dipilih untuk dapat dikembangkan adalah mahoni (Swietenia mahagony), waisan (Elmerrillia celebica), pakoba (Trycalisia minahasae) dan nyatoh/nantu (Palaquium obtusifolium Burck). Tanaman tersebut memiliki sistem perakaran yang cukup baik dan diharapkan secara hidrologis dapat meningkatkan sistem tata air yang baik di lokasi penelitian.
IV. KESIMPULAN
1.
Tanaman jati pada lokasi I DTA Danau Limboto memiliki persen tumbuh yang cukup baik atau rata-rata berkisar 60,75%, diameter batang rata-rata 10,75 cm, serta tinggi rata-rata mencapai 10,83 m. Pada lokasi II DTA Danau Limboto, persentase tumbuh tanaman jati dan mahoni dengan sistem teras dikombinasi dengan rumput setaria mencapai 97 % dan 80 %. Dengan demikian, teknologi tepat guna kombinasi tanaman mahoni dan jati yang dikombinasi dengan tanaman gamal dan rumput setaria pada sistem teras dapat dikembangkan pada daerah yang sesuai dengan kondisi fisik maupun ketersediaan unsur-unsur kimia tanah yang telah dicobakan di DTA Limboto.
2.
Perlakuan teknik konservasi tanah di DTA Danau Tondano berupa bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman bunga kol, jagung, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan sebesar 221,545 m3/ha dengan erosi sebesar 0,1021 ton/ha atau lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan demikian teknologi tepat guna ini menjadi suatu pilihan yang dapat dikembangkan di DTA Tondano yaitu kombinasi tanaman keras yang lebih tepat dengan tanaman sayuran yang telah diusahakan oleh masyarakat di lokasi penelitian dengan menambahkan mulsa vertikal sebagai penyerap limpasan dan sebagai media unsur hara. Sedangkan tanaman keras seperti jenis tanaman yang telah dicobakan tidak disarankan untuk dilanjutkan karena pertumbuhannya mengalami banyak kendala. Disamping hal-hal tersebut perlu pemupukan dalam rangka meningkatkan kesuburan tanah dalam rangka untuk kualitas dan kuantitas produksi.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Beukeboom, H. 1994. Overview of Social Forestry Policies and Approaches in Asia. Seminar on The Development of Social Forestry and Sustainable Forest Management. Faculty of Forestry, Gadjah Mada University and Perum Perhutani. Jakarta Bosch, J. M., and J.D. Hewlet. 1982. Review of Catchment Experiments to Determine The Effects of Vegetation Changes on Water Yield and Evapo-transpiration. Journal of Hidrology (55):3– 23. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Surat Keputusan Menhutbun No. 284/KptsII/1999. Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai . Dephutbun. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Social Forestry. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan perhutanan Spsial. Departemen Kehutanan. Jakarta.
12
Hadinugroho, H.Y.S., Asir.LD., Ekowati, E., Salim., A.G., Narendra, B.H., Iskandar., Junaedi, E., Multikaningsih, E., Mairi., K., Tayeb, A.K., Bahri, A., Sumung, U., Tabba, S., Syahidan. 2003. Teknologi Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2003. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan. Hadinugroho, H.Y.S., Salim., A.G., Junaedi, E., Multikaningsih, E., Tayeb, A.K., Bahri, A., Sumung, U., Tabba, S., Syahidan. 2004. Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2004. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan. JICA. 2000. The Study on Critical Land and Protection Forest rehabilitation at Tondano Watershed in The Republic of Indonesia. Interim Report Volume – I, Main Report. Nippon Koei Co.,Ltd. Kokusai Kogyo Co.,Ltd. Junaidi, E., dan Bahri, A., 2006. Penggunaan Mulsa Vertikal Dalam Konservasi Tanah Dan Air Di Daerah Tangkapan Danau Tondano. Seri Teknologi Konservasi Tanah dan Air. BPPTPDAS IBT. Makassar. Kartasapoetra, G., Kartasapoetra, A.G., Sutedjo, M.M. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta. Lingga, P. dan Marsono. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta Pusat Libang Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan. 2002. 819/VIII/P3Se-1/2002. Bogor
Social Forestry. Nota Dinas No.
Rismunandar. 1984. Tanah dan Seluk Beluknya. Sinar Baru. Bandung Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta Siregar, C.A. dan H.H. Siringoringo. 2000. Potensi Rehabilitasi Lahan Kritis Indonesia sebagai Gudang Karbon dalam Mengatasi Perubahan Iklim Global. Buletin Kehutanan dan Perkebunan Vol.I No. 1, 2000. Balitbanghutbun, Bogor Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 1987. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta Suripin. 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta Utomo,W.H dan Guritno, B. 1985. Effect of Tillage and Mulching on Soil Physical Properties and Yield of Cassava in Mixed Cropping. Proc.5th. ASEAN Soil Conf. Bangkok Utomo, W.H. 1994. Konservasi Tanah Di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali. Jakarta. Utomo, W.H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Jakarta.
13
Sistem Implementasi “Uji Coba Teknologi DAS Mikro” (Studi Kasus di DAS Poigar, DAS Oba dan DAS Limboto)
Iwanuddin
ABSTRAK Penelitian uji coba teknik pengelolaan DAS Mikro dirancang untuk mengkaji secara empirik sejauh mana karakteristik DAS Mikro dari aspek hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat mempengaruhi kinerja DAS secara keseluruhan. Untuk pemberdayaan masyarakat, konsep utama yang diterapkan adalah menghubungkan antara kebutuhan dasar masyarakat lokal dengan hasil air dari hutan dihubungkan dengan tingkat partisipasi, kesadaran, kemandirian, keswadayaan dan rasa memiliki masyarakat baik secara individu maupun secara kolektif. Maksudnya agar masyarakat mau dengan sungguh-sungguh berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini dilatarbelakangi oleh konsep bahwa pada dasarnya orang mau berpartisipasi dengan baik apabila memperoleh keuntungan dengan cara memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sesuai dengan strategi social forestry yang menjadi spirit, pendekatan dan implementasi kebijakan Departemen Kehutanan, pengelolaan DAS dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan hutan lestari dalam satu sistem DAS dengan strategi pokok mencakup kegiatan kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha. Dari hasil pengamatan di tiga lokasi penelitian (Sub DAS Bilobon, Sub DAS Biyonga dan Sub DAS Sofifi), umumnya merupakan lokasi dengan masyarakat yang bermata pencaharian utama sebagai petani, tingkat pendidikan rendah, pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah. Permasalahan mendasar selain persoalan biofisik adalah kondisi masyarakat yang serba terbatas (modal maupun pengetahuan), ketergantungan yang tinggi terhadap lahan dan keraguan masyarakat akan kepastian usaha. Karakter alami ketiga lokasi DAS mikro adalah termasuk kategori DAS kepulauan dengan ciri panjang sungainya yang relatif pendek, langsung bermuara ke laut, pola aliran dendritis dan kerapatan drainase berkisar 0,39 sehingga rentan terhadap banjir.
14
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kerusakan hutan sampai dengan saat ini seringkali menjadi ”tertuduh utama” dari terjadinya berbagai gangguan dalam sistem DAS seperti banjir, longsor dan kekeringan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi hutan di berbagai daerah yang berada di hulu DAS dari hari ke hari semakin merosot baik dalam luas maupun kualitasnya. Berbagai masalah gangguan hutan seperti perambahan hutan dan penebangan liar nampak terlihat di berbagai kawasan hutan. Salah satu penyebab utama yang ditengarai sebagai pemicu terjadinya tekanan masyarakat terhadap hutan adalah kemiskinan dan minimnya tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap upaya pelestarian fungsi hutan. Dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rata-rata rendah, masyarakat terlihat sukar untuk menghindarkan diri dari ketergantungan sumber pendapatannya dari hutan dan lahan. Sampai dengan saat ini bagaimana mengelola daerah hulu dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat sekaligus fungsi konservasi dapat terjaga masih menjadi bahan kajian yang menarik. B. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah mengetahui karakteristik sub DAS dari aspek hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat serta terselenggaranya implementasi DAS pada skala mikro di tingkat desa dalam rangka implementasi manajemen DAS secara utuh.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian Sistem Implementasi “Uji Coba teknologi DAS Mikro” pada Tahun 2009 dilaksanakan selama satu tahun. Penelitian dilaksanakan di tiga (3) lokasi yaitu: Sub DAS Biyonga, DAS Limboto, Gorontalo. Sub DAS Sofifi, DAS Oba di Halmahera, Maluku Utara. Sub DAS Bilobon, DAS Poigar, Sulut. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta-peta (rupa bumi, jenis tanah, topografi, penggunaan lahan, dll), kuesioner dan panduan PRA (Participatory Rural Appraisal). Sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah SPAS (Stasiun Pengamat Arus Sungai), AWRL (Automatic Water Record Level), ombrometer/athus, komputer, perangkat lunak GIS, seperangkat alat pengambilan sampel air dan pengukuran fisik lapangan (abney level, GPS, dll).
15
C. Prosedur Penelitian
Data yang dikumpulkan meliputi data biofisik dan sosial ekonomi kelembagaan baik primer maupun sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer dikumpulkan secara langsung di lapangan dari sumber data pertama, baik melalui wawancara, rapat ad hoc, maupun teknik survey dan non survey. Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, angka statistik dari instansi, desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten Pengumpulan data dengan metode non survey dilakukan dengan cara diagnostik dan cara adhoc. Cara diagnostik yang digunakan adalah melalui RRA (Rapid Rural Appraisal) dan PRA (Participatory Rural Appraisal). Data hidrologi yang diperlukan terdiri dari data debit, curah hujan dan sedimentasi. Aspek lahan, indikator yang digunakan dalam menilai dampak aktivitas lahan adalah erosi, perubahan sifat fisik dan kimia tanah. Indikator yang digunakan untuk menilai aspek soseklem adalah peningkatan pendapatan, perubahan sikap/perilaku dan aktivitas/dinamika kelompok.
D. Analisis Data Aspek Hidrologi Input DAS adalah data curah hujan sedangkan outputnya adalah debit, baik debit aliran maupun debit sedimen. Analisis debit sedimen menggunakan persamaan kurva lengkung aliran (Discharge Rating Curve) yang dibuat berdasarkan kumpulan data series. Data series debit diperoleh dari hasil analisis hubungan data TMA dan debit sesaat. Persamaan yang digunakan adalah
, dimana Q=debit (m3/dtk),
=TMA (m),
= konstanta
, dimana Q= debit sesaat (m3/detik), V= kecepatan arus (m/detik), A = luas penampang aliran (m2). Analisis debit sedimen sesaat diperoleh berdasarkan data konsentrasi sedimen dan data debit. Persamaannya adalah sebagai berikut:
Qs= C x Q, dimana Qs = debit suspense (kg/detik), C = konsentrasi sedimen (gr/liter), Q = debit aliran. Selanjutnya untuk mencari series data debit sedimen perlu dibuat persamaan sebagai berikut:
, dimana Qs = debit suspensi (kg/detik), Q = debit aliran (m 3/detik), = konstanta
16
Analisis KRS dan Koefisisen Limpasan (C)
dimana KRS= koefisien regim sungai; Qmax = debit maksimum; Qmin = debit minimum dimana C= koefisien limpasan, Q = tebal limpasan, P= tebal hujan
Aspek Lahan Konsentrasi sedimen diperoleh dengan menggunakan metode penguapan (Evaporation Method). Rumus yang digunakan untuk menghitung sedimen adalah
Keterangan: = konsentrasi sampel erosi (mg/l) = volume sampel erosi (ml) = berat cawan berisi sampel erosi (gr) = berat cawan kosong Erosi aktual dihitung dengan rumus:
Keterangan: = erosi (ton/ha) = Volume air (m3/ha) = konsentrasi erosi (mg/l) = jumlah lubang pada kolektor 1,2 = nomor drum Analisa tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah. Untuk produksi tanaman kayu keras, produktivitasnya diamati secara periodik dengan mengukur pertambahan tinggi dan diameter.
Aspek Sosial Ekonomi Beberapa aspek yang dinilai adalah pendapatan penduduk, tekanan penduduk terhadap lahan dan tingkat kesejahteraan penduduk. Standar penilaian tingkat kesejahteraan pendapatan penduduk perkapita pertahun.
penduduk
menggunakan
rata-rata
17
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DAS Mikro Biyonga, DAS Limboto, Gorontalo Lokasi yang dipilih adalah sub DAS Biyonga yang secara administratif terletak di Kelurahan Biyonga, Kec. Limboto, Kab. Gorontalo.
Kondisi fisik mikro DAS Biyonga
Hidrologi Luas daerah tangkapan air DAS Mikro Biyonga adalah 143,1 ha. Rata-rata curah hujan tahunan 1196,5 mm/thn, dan berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk dalam tipe iklim E (agak kering) dengan nilai Q = 1,38. Suhu udara berkisar 2233oC atau rata-rata suhu tahunan adalah 26,76oC. Kelembaban udara rata-rata 79,71%. Vegetasi penutup berupa semak belukar, pohon kelapa, pohon kemiri, pemukiman, ladang dan kebun campuran. Kebutuhan masyarakat akan air untuk kebutuhan sehari-hari diperoleh dari air sungai. Panjang sungai utama adalah 3,76 km, dengan kerapatan drainase 0,39 km/km 2. Kerapatan drainase ini termasuk kategori sedang, artinya DAS memiliki drainase yang baik, penggenangan maupun kekeringan relatif kecil. Untuk kebutuhan kegiatan pertanian, masyarakat mengandalkan air hujan. Petani melakukan kegiatan tanam menanam pada masa awal musim penghujan sampai menjelang musim kemarau.
Tanah Jenis tanah yang terdapat di DAS Mikro Biyonga adalah Inceptisol. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah pada DAS Mikro Biyonga Gorontalo dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah dan fisika tanah No.
18
Sifat fisika dan kimia
Nilai (kriteria)
1
PH (H2O)
6,7 - 6,9 (Netral)
2
N-total (%)
0,02-0,03 (Sangat Rendah)
3
P-tersedia (ppm)
1,93 – 2,51 (Sangat Rendah)
4
K tersedia (ppm)
11,39 – 16,50
5
C organik ( %)
0,36 - 1,16 (sangat rendah - Rendah)
6
KTK (Me/100g)
15,85 – 35,00 (Rendah-Tinggi)
7
Porositas (%)
37,56 – 43,70
8
Salinitas
0,30-0,60
9
BJ (g/cm3)
2,34 – 2,54
10
BV (g/m3)
1,37 – 1,54
11
Pereiabilitas (cm/jam)
1,21 – 3,72 (agak Lambat – sedang)
12
Kemantapan Agregat (%)
24,79 – 61,24
13
Tekstur
Lempung berdebu
Kedalaman efektif tanah cukup dalam, berkisar 60 sampai 130 cm. Hal ini menunjukkan erosi yang terjadi di lokasi penelitian belum terlalu berat. Kedalaman efektif merupakan kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2003). Menurut Kartasapoetra (1991), tanah dengan tekstur lempung baik untuk usahatani, sedangkan kandungan debu dan liat tinggi mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat air. Dengan demikian tanah mempunyai kemampuan yang baik untuk mengikat air. Nilai KTK rendah sampai sedang. Nilai KTK yang rendah dapat diartikan kemampuan tanah yang rendah untuk menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman. Pemberian pupuk ke dalam tanah yang memiliki KTK rendah kurang efektif karena unsur hara akan mudah hilang oleh pencucian. Nilai KTK dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik dan tanah dengan kandungan liat tinggi karena mempunyai kemampuan menyerap unsur hara yang tinggi.
Sosial Ekonomi Sebagian besar penduduk di DAS mikro Biyonga bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 38,7 %, buruh tani 44,42% sedangkan sisanya adalah pedagang 6,56 %, PNS/ABRI 10,94 % . Besarnya pendapatan penduduk yang bertempat tinggal di wilayah DAS Mikro Biyonga, Gorontalo berkisar antara Rp 1.290.000,- sampai Rp 6.860.000,- per tahun per kepala keluarga. Rata-rata pendapatan Rp 2.423.050,- per tahun per kepala keluarga. Dari hasil analisis data sekunder tahun 2009 55,82 % kepala keluarga termasuk keluarga pra sejahtera.
Kelembagaan Institusi/lembaga formal yang berperan dalam kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dalam rangka pembangunan Sub DAS Ujicoba adalah Pemerintah Daerah seperti Dinas Kehutanan dan Pertambangan kabupaten Gorontalo di Limboto, Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo maupun Balai Pengelolaan DAS Bone Bolango. Adapun lembaga formal maupun non formal pada DAS Mikro Biyonga, Gorontalo yaitu LKMD/BPD, PKK, KUD/KOPTAN, LSM, lembaga adat, PPL dan kelompok tani. Kelompok tani merupakan lembaga yang paling dekat dan besar pengaruhnya dalam kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.
B. DAS Mikro Sofifi, DAS Oba Maluku Utara Areal Model DAS Mikro (MDM) Oba termasuk di Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Oba. DAS Oba secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan
19
Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara. Luas daerah tangkapan (cathment area) DAS Oba ± 25.318,66 Ha. Menurut Peta Tanah Tinjau dari Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1972) jenis tanah yang terdapat di areal MDM adalah jenis organosol dengan tekstur tanah dominan liat debu berpasir dengan solum tanah 45 cm s/d 100 cm. Berdasarkan hasil analisis kadar bahan organik tanah, menunjukkan bahwa areal MDM Oba mempunyai kemampuan tanah yang tergolong tinggi serta kemantapan struktur tanah tergolong cukup baik. Kemantapan struktur tanah berkaitan dengan mudah tidaknya tanah terdispersi dan aliran airnya menunjukkan mudah tidaknya tanah tererosi.
Penutupan Lahan Kawasan hutan MDM Oba seluas 273 ha didominasi oleh kawasan hutan konservasi. Sedangkan areal SWP DAS Oba didominasi oleh hutan lahan kering sekunder yakni seluas 615,120 ha atau sekitar 70,73 %. Keterangan lengkap dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 9. Pola penggunaan lahan di areal SWP DAS Oba
No.
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Primer Permukiman Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Cp Semak / Belukar Jumlah Total
Das Oba 1 (Ha) 615,120 57,149 82,389 87,555 27,463 869,676
Prosentase (%) 70,73 6,57 9,47 10,07 3,16 100
Hidrologi Curah hujan di wilayah MDM Oba diukur melalui stasiun BMG Kota Ternate. Curah hujan di daerah ini termasuk sedang dengan intensitas curah hujan tahunan rata-rata sebesar 184,6 mm. Musim hujan berlangsung dari bulan Nopember hingga Januari, sedang bulan lainnya merupakan bulan-bulan dengan curah hujan yang rendah. Hasil analisis curah hujan menunjukkan bahwa bulan basah terjadi pada bulan Desember (280,10 mm) sedang bulan kering terjadi pada bulan Agustus (67,40 mm).
Sosial Ekonomi Jumlah penduduk di wilayah MDM Oba yakni Desa Bukit Durian dan Desa Ampera sebanyak 1.546 jiwa terbagi dalam 398 kepala keluarga. Mata pencaharian penduduk umumya adalah bertani (97,03 %) selebihnya adalah pegawai, pedagang dan kegiatan lainnya.
20
Kelembagaan
Secara formal kelembagaan yang ada di Desa Bukit Durian adalah lembaga pemerintahan Kelurahan, LKMD/BPD dan PKK. Sedangkan di Desa Ampera kantor kelurahan pun belum ada, hal ini disebabkan Desa Ampera merupakan desa baru hasil pemekaran dari Desa Bukit Durian.
C. Mikro DAS Bilobon, DAS Poigar, Sulawesi Utara Sub DAS Bilobon, DAS Poigar secara administrasi masuk dalam wilayah Desa Pomoman, Kec. Poigar Kab. Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Luas Sub DAS Bilobon berdasarkan pemetaan manual adalah ± 1456,44 ha. Bentuk DAS Agak Lonjong dengan kerapatan drainase sedang dan panjang sungai utamanya ±9-11 Km.
kondisi penggunaan lahan mikro DAS Bilobon di Desa pomoman
Hidrologi Desa Pomoman berada pada ketinggian ±500 mdpl. Termasuk dalam tipe iklim C berdasarkan tipe schmidt dan fergusson dengan jumlah rata-rata hujan tahunan 1.005 mm/th. Temperatur rata-rata bulanan 24,6 ºC - 27,3 ºC dengan kelembaban udara relatif tahunan rata-rata 85 – 93% Rh. Jenis tanah didominasi oleh jenis tanah latosol. Topografi bervariasi dari kelas lereng II (8-15%) s/d kelas lereng V (> 40%). Luas Desa Pomoman ± 38,75 km2 atau ± 12% dari total luas Kec Poigar. Pada tahun 2009 ini, dilokasi penelitian di Desa Pomoman dilaksanakan pembangunan Mikrohidro. Pembangunan Mikro Hidro Elektrik (PLTMH) merupakan salah satu upaya memberikan hasil nyata keberadaan hutan sebagai penghasil dan pengatur tata air bagi masyarakat sekitar. Sehingga diharapkan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya hutan Hasil analisa tanah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah dan fisika tanah No 1
Sifat fisika dan kimia PH (H2O)
Nilai (kriteria) 5,2-5,6 (Masam-Agak Masam)
21
2
N-total (%)
3
P-tersedia (ppm)
0,04-0,06 (Sangat Rendah) 8,96-18,44 (Sangat Rendah-sedang)
4
K tersedia (ppm)
5
C organik ( %)
9,16-12,63 (Sedang)
6
KTK NH4AC(Me/100g)
7
Permiabilitas (cm/jam)
8
Tekstur
Lempung liat berdebu dan liat
9
Struktur
granuler
1,09-2,29 (Rendah-sedang) 5,11-15,38 (Rendah) 0,4-2,7 (Lambat - sedang)
Menurut data tabel di atas, dengan tekstur tanah lempung liat berdebu maka pertanian cocok dikembangkan di daerah ini. Namun perlu ditambahkan bahan organik dan tanah dengan kandungan liat tinggi untuk meningkatkan nilai KTK, agar unsur hara mudah diserap tanaman. Sosial Ekonomi Desa Pomoman memiliki penduduk sebanyak ± 368 jiwa terdiri dari 204 jiwa lakilaki dan 164 jiwa perempuan yang terbagi dalam 104 rumah tangga dengan rata-rata anggota rumah tangga 3,54 jiwa. Kepadatan penduduk masih tergolong rendah yaitu 9,5 jiwa/km 2. Pola pemukiman penduduk adalah mengumpul atau terkonsentrasi pada suatu areal tertentu. Matapencaharian sebagian besar masyarakat adalah petani, selebihnya adalah buruh, pedagang, PNS/ABRI. Hasil panen jagung ataupun padi ladang sudah habis dalam jangka 3 s/d 5 bulan, sisa 7 s/d 9 bulan petani harus membeli beras. Perkerjaan sampingan yang biasa dilakukan adalah tukang ojek.
Klasifikasi Tipologi dan Kerawanan Pengelolaan DAS No 1
Uraian/Variabel Sensitifitas kewilayahan
Nilai 2 Rendah
2
Sensitifitas lahan terhadap degradasi DAS
3- 5 (Sedang
Kerawanan Tekanan Penduduk Kerawanan ekonomi DAS
3 (sedang)
3 4 5
22
Skala Kerawanan sosek
sampai tinggi)
5 (Tingggi) tinggi
Ket Luas sub DAS < 150.000 ha, lintas kab dalam satu provinsi Bentuk /sistem lahan, perbukitan/penggunungan. penutupan Lahan - HP/perkebunan = 3 - Pemukiman = 4 - Tegalan = 5 Penduduk jarang, keg/struktur ekonomi pertanian Pendapatan rendah, Pertumbuhan ekonomi rendah Kerawanan ekonomi tinggi Kerawanan tekanan penduduk sedang
8
6
Tipologi Chactmen area
4 (tinggi)
7
Kerawanan /sensitifitas banjir
3 (sedang)
Tipologi DAS
Kategori 1-2
Kerawanan lahan sedang Kerawanan sosek tinggi (DAS termasuk pada tingkat kerawanan lahan dan Sosek tinggi, tingkat kerawanan lahan sedang dan sosek sedang) Dengan asumsi = curah hujan < 200 mm , Kerawanan cathcmen = tinggi (3) Maka klasifikasi tipologi banjir termasuk dalam ketegori sedang Tipologi wilayah = 2 rendah Tipologi banjir = 3 sedang Berdasarkan hal tersebut, maka tipologi DAS termasuk tipologi DAS Kategori 1-2 yakni DAS yang Kinerja Baik (tidak rawan/tidak terdegradasi)
Berdasarkan informasi/data tabel analisis sidik cepat degradasi Sub DAS diatas diketahui bahwa, tipologi Sub DAS Bilobon, DAS Poigar di Desa pomoman termasuk dalam tipologi DAS ketegori 1-2 yang berarti bahwa sub DAS dengan kinerja Baik (tidak rawan/tidak terdegradasi).
IV. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan di tiga lokasi (Sub DAS Biyonga, Sub DAS Sofifi dan Sub DAS Bilobon), umumnya merupakan lokasi dengan masyarakat bermata pencaharian utama pertanian dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah. Permasalahan mendasar selain persoalan biofisik adalah kondisi masyarakat yang serba terbatas (modal maupun pengetahuan), ketergantungan yang tinggi terhadap lahan, dan keraguan masyarakat akan kepastian usaha. Jika ditinjau dari aspek biofisik, topografi yang umumnya berat dan sumber mata air, maka hulu DAS / DAS mikro sangat peka terhadap perubahan. Karakter alami ketiga DAS mikro termasuk kategori DAS kepulauan dengan ciri panjang sungainya yang relatif pendek, langsung bermuara ke laut, pola aliran dendritis dan kerapatan drainase berkisar 0,39 sehingga rentan terhadap banjir. Pengelolaan DAS Mikro harus didasarkan pada kondisi spesifik dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang secara langsung terkait dengan jasa hutan sebagai unsur utama DAS hulu.
DAFTAR PUSTAKA 23
Arsyad, S.1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada Univeristy Press. Yogyakarta. Balithut Manado, 2008. Sistem Karakterisasi Tingkat Sub DAS. Laporan Hasil Penelitian (tidak diterbitkan) BPDASAke Malamo, 2009. Draft Rencana Induk Pembangunan Model DAS Mikro Ake Kolano – Tidore Kepulauan. Ternate. Maluku Utara
Departemen Kehutanan. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Ditjen RLPS Dit. RLKT. Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. DitJen. RLPS. Dit. RLKT. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI, 2000. Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia (PSSEKI). P2SE. Bogor Dixon, J.A., K.W. Easter. 1986. Integrated Watershed Management : An Approach to Resource Management. In. K.W. Easter, J.A. Dixon, and M.M. Hufschmidt. Watershed Resources Management. An Integrated Framework with Studies from Asia and the Pasific. Studies in Water Policy and Management, No. 10. Hagey, R.S. 2002. Guest Editorial : The Use and Abuse of Participatory Action Research. http://www.hc-qc.ca/pphb-dgspsp/publicate/cdic-mcc/18-1/a e.html Hall. B. 1981. Participatory Action Research, Popular Knowledge and Power : A Personal Reflection. Convergence. Huizer, G. 1997. Participatory Action Research and People’s Participation : Introduction and Case Studis. Third World Centre. Catholic University of Nijmegen. The Netherlands. Hunggul, Dkk, 2009. Sistem implementasi Pengelolaan DAS skala Mikro, Draft final Buku sistem pengelolaan DAS (belum diterbitkan) O’hara. P. Rhonaken. 2004. Course Module : Participatory Action Research for Community Based Natural Resources. RECOFT. Bangkok. Paimin, 2004. Sistem Karakterisai Daerah Aliran Sungai. Revisi Usulan Kegiatan Penelitian (UKP). Tidak Diterbitkan. BPPTPDAS IBB. Surakarta Paimin. 2004. Sistem Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS). (Revisi, Juli 2004). Departemen Kehutanan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Surakarta. Selener, D. 1997. Participatory Action Research and Social Change. The Cornell Participatory Action Research Network. Cornell University. Ithaca. New York.
24
Seyhan, E. 1977. Fundamentals of Hydrology. Terjemahan. S. Subagyo. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Gajah Mada Univ. Press. Seyhan, E. 1993. Dasar-Dasar Hidrologi (edisi Indonesia-cetakan kedua). Gajah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta. Sheng, T.C. 1986. Watershed Management Planning : Practical Aproaches. In. Strategies, approaches, and systems in integrated watershed management. FAO Conservation Guide 14. FAO,UN. Rome Sheng, T.C. 1990. Watershed Management Field Manual. Watershed survey and planning. FAO Conservation Guide 13/6. FAO,UN. Rome Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri; Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum, No.19 tahun 1984 – No.059/Kpts-II/1984 – No.124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas. TKPSDA, 2003. Pedoman Teknis Pengelolaan DAS Terpadu. Draft final sekretariat TKPSDA. Jakarta
25
Analisa Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dan Tanaman Pengayaan di Maluku Utara dan Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Sekunder di Sulawesi Utara dan Gorontalo Tahun 2009 Sentot Adi Sasmuko
ABSTRAK Dalam rangka mendukung program Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management), salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan megetahui gambaran pertumbuhan tegakan di setiap lokasi dan tipe hutan. Data-data pengukuran pertumbuhan tegakan menjadi input bagi pengelolaan hutan yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui riap tegakan hutan alam bekas tebangan dan tanaman pengayaan di Maluku Utara dan hutan alam sekunder di Sulawesi Utara. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa meskipun tidak ada pemeliharaan terhadap tanaman pengayaan, masih ada jenis yang tumbuh baik di tiga lokasi pengayaan. Pada lokasi bekas jalan sarad, riap tinggi dan diameter untuk jenis Palaquium sp. adalah 49,75 cm dan 0,38 cm. Pada lokasi tanah kosong riap tinggi dan diameter untuk jenis Palaquium sp. adalah 18,12 cm dan 0,44 cm, Shorea sp. (7 cm dan 0,48 cm), Pometia sp. (8,63 cm dan 0,39 cm) dan Anishoptera sp. (10 cm dan 0,45 cm). Rata-rata riap tinggi, diameter dan volume pada plot permanen Hutan Lindung Desa Tiniawangko adalah 0,07 m, 2,22 cm dan 0,50 m3, sedangkan pada plot permanen areal bekas tebangan PT. Bela Berkat Anugerah adalah 0,03 m, 2,4 cm dan 0,43 m3, dan pada plot permanen hutan Produksi terbatas Tondei adalah 0,02 m, 3,67 cm dan 0,11 m3.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan alam yang lestari (Sustainable Forest Management) maka gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan serta potensi tegakan hutan harus diketahui secara jelas. Gambaran pertumbuhan, perkembangan dan potensi dapat diketahui dengan cara pembangunan dan pengukuran Petak Ukur Permanen atau Plot Permanen. Sedangkan untuk tujuan pelestarian dilakukan kegiatan pengayaan pada areal bekas tebangan. Pertumbuhan dan perkembangan tegakan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara garis besar dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu tempat tumbuh, genetik dan umur serta perlakuan silvikultur (Baker.1950, Davis dan Johnson, 1987 dalam Alex N. Homer 1993).
26
Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pengelolaan hutan alam produksi lestari di Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Kegiatan pengukuran pertumbuhan tegakan dilakukan pada beberapa tipe hutan di wilayah tesebut. Data-data teknis hasil pengukuran tersebut diharapkan dapat menjadi input bagi kebijakan pengelolaan hutan di wilayah masing-masing.
B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menyediakan data dan informasi pertumbuhan tegakan hutan alam bekas tebangan dan tanaman pengayaan di Maluku Utara dan hutan alam sekunder di Sulawesi Utara dan Gorontalo.
II. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tiga lokasi yaitu areal hutan alam bekas tebangan IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara; Kawasan Hutan dalam KPH Model Poigar, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara dan kawasan hutan dalam KPH Model Kwandang, Gorontalo. Penelitian dilaksanakan pada bulan April s/d Desember 2009.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembuatan plot permanen adalah GPS, kompas, phiband, haga, parang, meter rol dan alat tulis menulis, alkohol 75%, kertas koran, plastik 10 Kg, nomor pohon dan cat. Bahan dan alat yang digunakan dalam pengukuran pertumbuhan tanaman pengayaan adalah meter rol, kaliper dan alat tulis menulis.
C. Prosedur penelitian 1. Pertumbuhan Tanaman Pengayaan Pengukuran Tinggi dan Diameter Kegiatan pengukuran tinggi dan diameter tanaman dilakukan pada tiga lokasi pengayaan, yaitu pada lokasi bekas jalan sarad, lokasi terbuka atau tanah kosong dan lokasi tempat penimbunan kayu atau Tpn. Pengukuran tinggi dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman pengayaan secara keseluruhan (dimulai dari pangkal batang sampai pucuk tanaman yang paling tinggi) sedangkan diameter tanaman diukur pada tinggi tanaman 10 cm dari pangkal batang.
27
2. Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan mengukur tinggi pohon bebas cabang dan tinggi total pohon, sedangkan diameter pohon diukur pada diameter setinggi dada atau 130 cm dari atas permukaan tanah.
3. Pembuatan PUP (Petak Ukur Permanen) PUP dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran jarak datar minimal 200 m x 200 m untuk areal bekas tebangan, sedangkan pada areal KPH model ukuran petaknya adalah 100 x 100 m. Batas PUP berupa rintisan selebar 2 meter. Petak Pengamatan Syarat petak pengamatan adalah di dalam petak pengamatan tidak terdapat sungai yang lebarnya lebih dari 2 m, tidak terdapat areal kosong yang luasnya lebih dari 0,1 Ha dan mencakup areal bekas kegiatan eksploitasi kayu (misal bekas penebangan, bekas jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, bekas jalan angkutan dll.) tetapi jumlah luas areal kosong akibat kegiatan eksploitasi kayu tersebut tidak lebih dari 0,3 Ha. Masing-masing petak pengamatan dibagi menjadi 100 buah plot ukuran jarak datar 10m x 10m.
D. Analisa Data Analisa pertumbuhan tegakan dilakukan dengan menghitung volume masingmasing jenis pohon yang terdapat di dalam tegakan. Volume yang dihitung adalah volume pohon dengan tinggi sebatas tinggi bebas cabang. Volume pohon dihitung dengan pendekatan : V Dimana V 1/4d² f T
= 1/4d². f . T : : : : :
Volume Luas bidang dasar Angka Bentuk (0,7) Tinggi bebas cabang
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Tanaman Pengayaan Jenis yang ditanam pada areal jalan sarad, Tpn dan tanah kosong adalah Shorea sp., Pometia sp., Anisoptera sp. dan Palaquium sp. Jenis-jenis ini dipilih karena merupakan jenis komersial dan banyak tumbuh dilokasi IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah. Riap diameter dan tinggi dapat dilihat pada Tabel 1.
28
Tabel 11. Rata-rata riap jenis tanaman pengayaan pada tiga lokasi Lokasi Pengukuran No
Jalan sarad
Jenis
1
Shorea sp.
2
Palaquium sp.
3
Pometia sp.
4
Anishoptera sp.
Ø (cm) 0,38
TPN
Tinggi (cm)
Ø (cm)
Tanah Kosong
Tinggi (cm)
Ø (cm) 0,48
Tinggi Cm) 7
0,44
18,12
0,39 0.19 0,45
8,63
49,75
10
Catatan: Data tanaman pada lokasi TPn tidak dapat diolah karena sebagian besar tanaman patah dan mati karena dililit liana
B. Pengukuran Tegakan dalam Plot permanen di Hutan Produksi Tetap Desa Nunuka Bolaang Mongondow Utara Plot permanen hutan produksi tetap yang terdapat di Desa Nunuka merupakan plot permanen yang baru di buat pada tahun 2009 sehingga dari data hasil pengukuran belum dapat ditentukan riap tegakan tahunannya. Data hasil pengukuran (tinggi, diameter dan volume) pohon tersaji dalam Tabel 2. Jenis pohon yang mendominasi adalah Bintangar (Calophyllum soulatri Burm.f), Palapih (Intsia sp.), Kolaka (Parinari corymbosa Miq), Binuang (Octomeles sumatrana Miq), Cempaka (Michelia champaka), Dao (Dracontomelon dao), Matoa (Anishoptera sp.), medang (Myristica ellipta Wall) dan Malola (Drypetes sp.) Tabel 12. Total dan rata-rata diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen HPT Nunuka No 1 No 2
Keterangan (cm) Total/ha Rata-rata/Pohon
Ø (m)
T (m)
V (m³)
49,90
2350,50
126,72
0,23
11,30
0,61
C. Pengukuran Tegakan dalam Plot Permanen di Hutan Konservasi Desa Singsingon Gunung Ambang Jenis pohon yang mendominasi plot permanen hutan konservasi Desa Singsingon adalah wetes (Ficus Annalata Bl), matoa (Pometia sp.), cempaka (Michelia champaca L.), malola (Drypetes sp.), rupet (Ficus pubinervis Bl), ipil (Planchonia valida Bl) dan wusel (Elattostachys zippeliana R). Plot permanen ini merupakan plot yang di buat pada tahun 2009 sehingga belum diketahui riap tegakan tahunannya. Tabel 13. Total dan rata-rata diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen hutan konservasi Gunung Ambang No 1 No 2
Keterangan (cm) Total/ha Rata-rata/Pohon
Ø (m)
T (m)
V (m³)
65,40
2.821
141,73
0,24
10,29
0,53
29
D. Pengukuran Tegakan dalam Plot Permanen Hutan Produksi Terbatas KPH Model Poigar di Desa Inoboto Bolaang Mongondow Plot permanen hutan produksi terbatas yang terdapat pada areal KPH Model Poigar Desa Inoboto II didominasi oleh jenis kenari hutan (Canarium balsamiferum), Gofasa (Vitex glabrata), dao (Dracontomelon dao), kayu kambing (Garuga floribunda), linggua (Pterocarpus indicus), krikis (Mimosops elengi), kapuk (Ceiba petandra), dan mangga hutan (Mangifera odirata). Dibandingkan dengan plot lain, plot permanen hutan produksi terbatas (HPT) pada KPH Model Poigar memiliki rata-rata dan total diameter, tinggi dan volume lebih kecil, hal ini disebabkan adanya perambahan dan kebakaran hutan sehingga tegakan dalam plot didominasi oleh pohon pada tingkat tiang. Plot permanen ini dibuat pada tahun 2009 sehingga belum ada data riap tahunan. Rata-rata dan total diameter, tinggi dan volume dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 14. Total dan rata-rata diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen HPT Inoboto No 1 No 2
Keterangan (cm)
Ø (m)
Total/ha Rata-rata/Pohon
T (m)
V (m³)
28,35
1085,5
55,57
0,24
9,04
0,46
E. Pengukuran Tegakan dalam Plot Permanen Hutan lindung Desa Tiniawangko dan Hutan Produksi Terbatas Desa Tondei KPH Model Poigar, Minahasa Selatan dan Hutan Alam Bekas Tebangan PT. Bela Berkat Anugerah Desa Kaputusang Halmahera Selatan Maluku Utara Jenis pohon yang mendominasi plot permanen pada areal LOA (Logged Over Area) IUPHHK adalah jenis Shorea sp, Palaquium sp., Octomeles sumatrana, Anisoptera spp., Dilenia spp., Baringtonia spp., dan Canarium spp. Jenis pohon yang mendominasi plot permanen hutan lindung lolombulan Desa Tiniawangko adalah Nyatoh (Palaquium sp.), Bugis (Koordersiodendron pinnatum Mer), Kananga (Kananga odorata), dao (dracontomelon dao), kapuk (Ceiba petandra), kapur (Dryobalanops fusca), wusel (Elattostachys zippeliana R), wetes (Ficus annalata Bl), durian (Durio zibetinus), rupet (Ficus pubinervis Bl), ipil (Planchonia valida Bl). Sedangkan yang mendominasi plot permanen Hutan Produksi Terbatas Desa Tondei adalah pedu (Evodia celebica Miq), kenanga (Kananga odorata), cempaka (Michelia champaca L.), binuang (Octomeles sumatrana Miq), ares/aras (Duabanga moluccana BL). Tabel 15. Rata-rata riap diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen hutan lindung desa Tiniawangko No 1 No 2 3
30
Keterangan Rata-rata Total/ha
Ø (m)
T (m)
V (m³)
90,23
4.139
810,00
Rata-rata/Pohon
0,43
19,93
3,86
Rata-rata riap/pohon
0,07
2,22
0,50
Tabel 16. Rata-rata riap diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen Hutan Produksi Terbatas desa Tondei No 1 No 2 3
Keterangan
Ø (m)
Rata-rata Total/ha Rata-rata/Pohon Rata-rata riap/pohon
T (m)
V (m³)
2764
54,510
120,000
10,510
0,205
0,455
3,670
0,023
0,110
Tabel 17. Rata-rata riap diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen hutan alam bekas tebangan Maluku Utara No 1 No 2 3
Keterangan Rata-rata Total/ha
Ø (m)
T (m)
V (m³)
43,39
2.902,33
174,76
Rata-rata/Pohon
0,27
18,00
1,09
Rata-rata riap/pohon
0,03
2,40
0,43
F. Pengukuran Tegakan dalam Plot permanen Hutan Produksi Tetap KPH Model Kwandang Gorontalo Plot permanen hutan produksi tetap yang terdapat pada areal KPH Model Kwandang Desa Boalemo Kwandang didominasi oleh jenis pohon mahoni (Swietenia sp.), Bugis (Koordersiodendron pinnatum Mer), dao (dracontomelon dao), kapur (Dryobalanops fusca), cempaka (Michelia champaca L.), lasi (Lansium domesticum), bunga (Modhuca philippinensis) dan mangga hutan (Mangifera odorata). Plot permanen ini dibuat pada tahun 2009 sehingga tidak ada data riap tahunan. Tabel 18. Total dan rata-rata diameter, tinggi dan volume pohon pada plot permanen HPT KPH Model Kwandang No 1 No 2
Keterangan (cm) Total/ha Rata-rata/Pohon
Ø (m)
T (m)
V (m³)
73,89
3468
253,68
0.29
13,38
0,97
31
IV. KESIMPULAN 1. Rata-rata riap tinggi dan diameter pada tanah kosong untuk jenis Shorea sp. Adalah 7 cm dan 0,48 cm, Palaquium sp. (18,12 cm dan 0,44 cm), Pometia sp. (8,63 cm dan 0,39 cm) dan Anishoptera sp. (10 cm dan 0,33 cm). Sedangkan rata-rata riap tinggi dan diameter jenis Palaquium sp. pada lokasi jalan sarad adalah 49,75 cm dan 0,39 cm. 2. Rata-rata riap tinggi, diameter dan volume tegakan plot permanen Hutan Lindung Desa Tiniawangko areal KPH Model Poigar adalah 2,22 m, 0,07 m dan 0,50 m 3. 3. Rata-rata riap tinggi, diameter dan volume tegakan plot permanen Hutan Produksi Terbatas Desa Tondei areal KPH Model Poigar adalah 3,67 m, 0,023 m dan 0,11 m3. 4. Rata-rata riap tinggi, diameter dan volume tegakan plot permanen hutan alam bekas tebangan areal PT. Bela Berkat Anugrah Maluku Utara adalah 2,4 m, 0,03 m dan 0,43 m3.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2002. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 4795 tahun 2002 tentang Kriteria dan Indikatior Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari pada Unit Pengelolaan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Chairil. A.S, N. Djaingsastro dan O. Satjapradja, 1991. Model pertumbuhan Acacia mangium Wild berumur 27 bulan di Tanjung Bintang, Lampung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. Buletin Penelitian Hutan No. 534. Cocran. W.G. 1983. Sampling Techniques 2nd. John Wiley & Sons. Inc. New York. Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan, 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Herbagung, A. Suharlan dan Djamhuri. 1985. Model Penaksiran Isi Dolok Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King) di KPH Tasikmalaya. Buletin Penelitian Hutan No. 469. Husch, B. 1963. Forest Measuration And Statistics. The Ronald Press Company. New York. Kartodihardjo, H. 1999. Masalah Kebijakan Pengelolaan Hutan Alam Produksi. Pustaka Latin. Jakarta. Korsgaard, S. 1989. The standtable projection simulation model. In: Wan Razak, M., H.T. Chan, and S. Appanah (Editors). 1989. Proceedings of the Seminar of Growth and Yield in Tropical Mixed/Moist Forest, 20-24 June 1988, Kuala Lumpur. Forest Research Institute Malaysia, Kepong. Kuswandi, R., Encep R., Abdullah T., Bambang N., Yulius D.N., 2001. Kajian Awal Sistem Silvikultur Alternatif dalam pengelolaan Hutan Produksi Australasia di Papua. Proseding Seminar Ekspose Hasil Penelitian BPK Manokwari. Balai Penelitian Kehutanan. Manokwari.
32
Odum, E. P., 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Bulaksumur, Yogyakarta. (Terjemahan).
Gadjah Mada University Press.
Poole, R. W., 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. MacGraw-Hill. Kogashuka, Ltd. Tokyo. Japan. Rachman, E. 1989. Tabel volume bebas cabang Pometia acuminata Radlk di Kelompok Hutan Warbiadi CDk Manokwari. Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. Matoa Vol. 2. No.1 Rinaldi I., 2003. Model Dinamika Struktur Tegakan untuk Pendugaan Hasil di HPH PT. Intracawood Manufacturing Kalimantan Timur. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (Tidak diterbitkan). Siapno I.B., 1970. Guide for The Injury Study. Hand Book of Selective Logging, 2nd edition. Manila, Phillipines. Soemarna, K dam Y. Soediono. 1976. Inventarisasi Hutan. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam Bagian I. SPS IPB. Bogor. Suhendang, E. 1993.Penerapan model dinamika struktur tegakan hutan alam yang mengalami penebangan dalam pengaturan hasil dengan metode jumlah pohon. Fakutas Kehutanan IPB. Thaib, J. dan R.S. Soenarso, 1981. Evaluasi Kerusakan Hutan Bekas Tebangan di Areal HPH. Proceeding Lokakarya Sistem Silvikultur TPTI. Direktorat Jenderal RRL. Ditjen Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Vanclay, J.K. 1994. Modelling forest growth and yield; Applications to Mixed Tropical Forest CAB International. Wallingford, U.K.
33
Identifikasi Jenis Flora Potensial dan Endemik pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata Julianus Kinho
ABSTRAK Sulawesi dan Halmahera merupakan kawasan penting di wilayah biogeografi Wallacea dengan keunikan tersendiri membuat daerah ini menjadi perhatian utama dalam mempelajari ekosistem Wallacea. Kedua kawasan ini diyakini memiliki tingkat keanekaragaman flora yang tinggi karena endemisitasnya. Tingginya endemisitas di kedua daerah ini disebabkan oleh adaptasi organisme terhadap lingkungan, keunikan sejarah, geologi dan isolasi geografi yang mendorong banyak spesies flora mengalami spesiasi. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi tentang jenis flora potensial dan endemik pada kawasan konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Penelitian ini dilaksanakan menurut prosedur penelitian deskriptif dengan teknik survey menggunakan transek irregular non sistematis. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kawasan Cagar Alam Gunung Ambang terdapat sedikitnya 166 jenis tumbuhan yang terdiri dari 116 jenis pohon, 12 jenis palem, 9 jenis rotan, 3 jenis herba epifit, 12 jenis herba terestrial, 12 jenis perdu dan 2 jenis liana. Pada kawasan hutan SPTN II Maelang khususnya di sekitar Sungai Tobaang, gunung kayu manis dan gunung kosibag pada kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdapat sedikitnya 109 jenis tumbuhan dari 49 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai meliputi pohon 51 jenis, perdu 2 jenis, rotan 15 jenis, palem 8 jenis, liana 4 jenis, herba terestrial 24 jenis, herba epifit 3 jenis, herba yang berdasarkan cara hidupnya dikategorikan herba terestrial dan herba epifit 2 jenis. Pada kawasan hutan Desa Kobe pada SPTN I menunjukan bahwa diketahui terdapat ± 115 jenis tumbuhan dari 42 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai meliputi 83 jenis pohon, 3 jenis rotan, 7 jenis perdu, 10 jenis palem, 1 jenis liana, 9 jenis herba terrestrial, 1 jenis herba epifit dan 1 jenis herba yang berdasarkan cara hidupnya dapat dikategorikan herba epifit dan terestrial.
34
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sulawesi merupakan pulau terbesar dan terpenting dalam sub-wilayah biogeografi Wallacea bahkan Cannon dkk. (2007) menyebut Sulawesi sebagai ekoregion prioritas keanekaragaman hayati. Cagar Alam Gunung Ambang dan Taman Nasional Bogani Nani wartabone merupakan kawasan konservasi dibagian utara Pulau Sulawesi yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Halmahera sebagai pulau terbesar dalam gugusan kepulauan di Maluku membentuk sub kawasan Moluccas yang berdasarkan studi fitogeografi sebelumnya (sejarah geologi), sub kawasan ini memiliki hubungan kesamaan dengan Sulawesi dan Filipina (Heatubun, 2005). Taman Nasional Aketajawe Lolobata merupakan salah satu kawasan konservasi di Halmahera yang masih menyimpan berbagai keanekaragaman hayati termasuk keragaman jenis flora yang belum terungkap dan teridentifikasi. Informasi tentang keragaman jenis flora potensial dan endemik di bioregion Wallacea pada ekoregion Sulawesi dan ekoregion Maluku sangat penting untuk mengungkap keragaman jenis flora potensial dan endemik dan keberadaan taksa-taksa di Sulawesi dan Halmahera, khususnya di Cagar Alam Gunung Ambang, TN. Bogani Nani Wartabone dan kawasan Aketajawe di TN. Aketajawe Lolobata. B. Tujuan Memperoleh data dan informasi keragaman jenis flora potensial dan endemik pada kawasan konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, TN. Bogani Nani Wartabone dan kawasan Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata. II.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dilaksanakan pada tanggal 6 s/d 15 Agustus 2009, Cagar Alam Gunung Ambang pada tanggal 17 s/d 26 November 2009 dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata pada tanggal 15 s/d 24 Desember 2009. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% dan alkohol 95 %, kertas koran, hand book, kantong spesimen berukuran 40 cm x 60 cm atau 60 cm x 100 cm serta kantong plastik dengan berbagai ukuran yang lebih kecil, tally sheet, tali rafia, etiket gantung, selotip/lackband dan polybag. Sedangkan Peralatan yang di gunakan yaitu peta kerja/peta kawasan, GPS, galah, parang, kamera digital, binokuler, alat tulis menulis, loupe, gunting stek, parang, kompas, haga meter, roll meter dan mini caliper (sigmat).
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menurut prosedur penelitian deskriptif dengan teknik survey menggunakan transek irregular non sistematis. Jenis flora yang dijumpai diidentifikasi dan dibuat spesimen herbariumnya untuk jenis yang belum diketahui.
35
Spesimen herbarium yang dikumpulkan selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, Herbarium Bogoriense (BO), Royal Botanical Garden Edinburgh (E).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Cagar Alam Gunung Ambang Keragaman jenis tumbuhan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang terdapat sedikitnya 166 jenis tumbuhan yang terdiri dari 116 jenis pohon, 12 jenis palem, 9 jenis rotan, 3 jenis herba epifit, 12 jenis herba terestrial, 12 jenis perdu dan 2 jenis liana. Daftar Jenis Tumbuhan yang ditemukan di Cagar Alam Gunung Ambang dapat dilihat pada pada Tabel 1. Tabel 19. Jenis tumbuhan yang ditemukan di CA. Gunung Ambang No
Nama ilmiah
Famili
Kate gori
Status
Ket
1
Koordersiodendron pinnatum Merr.
Anacardiaceae
Pohon
2
Buchanania arborescens (Bl.) Bl.
Anacardiaceae
Pohon
3
Cananga odorata (Lamk.) Hk.f.Thomas
Annonacea
Pohon
4
Polyathia elliptica
Annonacea
Pohon
NR
5
Polyathia grandiflora
Annonacea
Pohon
NR
6
Polyathia glauca
Annonacea
Pohon
NR
7
Polyathia rumphii
Annonacea
Pohon
NR
8
Poyathia lateriflora
Annonacea
Pohon
NR
9
Ochrosia acuminata
Apocynaceae
Pohon
NR
10
Alstonia scholaris (L) R.Br.
Apocynaceae
Pohon
11
Alstonia macrophylla Wall.ex.G.Don
Apocynaceae
Pohon
12
Alstonia angustifolia Wall.ex.A.Dl
Apocynaceae
Pohon
13
Aralia sp1.
Araliaceae
Herba terrestrial
14
Aralia sp2.
Araliaceae
15
Caryota rumphiana
Arecaceae
Herba terrestrial Palem
16
Caryota miltis
Arecaceae
Palem
17
Licuala sp.
Arecaceae
Palem
18
Livistona sp.
Arecaceae
Palem
19
Orania sp.
Arecaceae
Palem
20
Pigafetta filaris
Arecaceae
Palem
21
Cyrtostachis lorial
Arecaceae
Palem
36
L
22
Areca pinnata
Arecaceae
Palem
23
Areca vestiaria Giseke.
Arecaceae
Palem
24
Livistona rotundifolia
Arecaceae
Palem
25
Pinanga caesia
Arecaceae
Palem
26
Pinanga celebica
Arecaceae
Palem
27
Impatiens balsamina
Balsaminaceae
Herba terrestrial
28
Begonia aptera
Begoniaceae
Herba terres trial
29
Begonia koordersii
Begoniaceae
Herba terrestrial
30
Canarium aspernum
Burseraceae
Pohon
31
Canarium hirsutum
Burseraceae
Pohon
32
Canarium vrieseanum
Burseraceae
Pohon
33
Canarium asperum Benth.
Burseraceae
Pohon
34
Calamus manan
Calamoideae
Rotan
35
Calamus conirostris
Calamoideae
Rotan
36
Calamus inops
Calamoideae
Rotan
37
Calamus caesius
Calamoideae
Rotan
38
Calamus zollingeri
Calamoideae
Rotan
39
Calamus optimus
Calamoideae
Rotan
E:S
E:S
E:S ST (S .M)
ST (S.M)
Halmahera, Seram,B uru, Ambon
40
Daemonorops robusta
Calamoideae
Rotan
41
Myrialepsis paradoxa
Calamoideae
Rotan
42
Plectocomia elongata
Calamoideae
Rotan
43
Casuarina junghuhniana
Casuarinaceae
Pohon
44
Calophyllum inophilum L.
Clusiaceae
Pohon
45
Calophyllum soulattri Burm. f.
Clusiaceae
Pohon
46
Callophylum treubii
Clusiaceae
Pohon
47
Calophyllum aerarium P.F.Stevens
Clusiaceae
Pohon
48
Garcinia picorrhiza
Clusiaceae
Pohon
NR
49
Garcinia parvifolia
Clusiaceae
Pohon
NR
50
Terminalia catappa L.
Combretaceae
Pohon
51
Octomeles sumatrana Miq.
Datiscaceae
Pohon
NR E:S
37
52
Tetrameles nudiflora R.Brown
Datiscaceae
Pohon
53
Dillenia philippinensis Rolfe.
Dilleniaceae
Pohon
54
Dillenia celebica Hoogl.
Dilleniaceae
Pohon
E:S
55
Diospyros celebica Bakh.
Ebenaceae
Pohon
E:S
56
Diospyros javanica
Ebenaceae
Pohon
57
Diospyros maritime Bl.
Ebenaceae
Pohon
58
Diospyros rumphii Bakh.
Ebenaceae
Pohon
59
Pimelodendron amboinicum Hassk.
Euphorbiaceae
Pohon
60
Endospermum moluccanum (Teijsm & Rinn.) Kurz.
Euphorbiaceae
Pohon
61
Antidesma moluccanum Airy Shaw.
Euphorbiaceae
Pohon
NR
62
Antidesma montanum Bl.
Euphorbiaceae
Pohon
NR
63
Endospermum diadenum
Euphorbiaceae
Pohon
NR
64
Endospermum peltatum Merr.
Euphorbiaceae
Pohon
65
Drypetes longifolia (Bl.) Pax & Hoffm. Macaranga hispida (Bl.) Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
Euphorbiaceae
Pohon
67
Macaranga mappa (L.) Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
68
Mallotus ricinoides
Euphorbiaceae
Pohon
69
Omalanthus populneus
Euphorbiaceae
Pohon
70
Dysoxylum gaudichaudianum
Euphorbiaceae
Pohon
71
Intsia bijuga (Colebr.) O.K
Fabaceae
Pohon
72
Inocarpus fagifer (Parkinson.) Fosberg.
Fabaceae
Pohon
73
Pterocarpus indicus Willd.
Fabaceae
Pohon
74
Lithocarpus celebicus
Fagaceae
Pohon
NR
75
Lithocarpus bancanus
Fagaceae
Pohon
NR
76
Homalium foetidium (Roxb.) Benth.
Flacourtiaceae
Pohon
77
Homalium celebicum Koord.
Flacourtiaceae
Pohon
78
Gnetum gnemon L.
Gnetaceae
Pohon
79
Engelhardia spicata
Junglandaceae
Pohon
80
Cinnamomum lawang Kosterm.
Lauraceae
Pohon
NR
81
Litsea tomentosa
Lauraceae
Pohon
NR
82
Cryptocarya bicolor
Lauraceae
Pohon
NR
83
Dehaasia firma
Lauraceae
Pohon
NR
84
Barringtonia calyptrocalyx K.Schum
Lecythidaceae
Pohon
NR
85
Archidendron teysmanii
Leguminosae
Pohon
NR
86
Erythrina sp.
Leguminosae
Pohon
66
38
NR
NR
NR L NR
E:S L
NR
87
Derris dalbelgiodes
Leguminosae
Pohon
NR
88
Desmodium sp.
Leguminosae
Pohon
NR
89
Michelia sp.
Magnoliaceae
Pohon
90
Elmerillia celebica Dandy.
Magnoliaceae
Pohon
NR
91
Talauma candolei Blume.
Magnoliaceae
Pohon
NR
92
Magnolia elegans (Blume.) Keng.
Magnoliaceae
Pohon
NR
93
Melastomataceae
94
Medinilla speciosa (Reinw.ex Bl.) Bl. Clidemia hirta (L.) D.Don
95
Melastoms stigerum Bl.
Melastomataceae
96
Dysoxylum mollisimus Bl.
Meliaceae
Perdu berkayu Perdu berkayu Perdu berkayu Pohon
97
Aglaia argentea Bl.
Meliaceae
Pohon
98
Aglaia macrocarpa
Meliaceae
Pohon
NR
99
Aglaia odoratissima
Meliaceae
Pohon
NR
100
Aglaia korthalsii
Meliaceae
Pohon
NR
101
Aglaia ganggo Miq.
Meliaceae
Pohon
102
Arcangelisia flava
Menispermaceae
Liana
103
Arthocarpus sp.
Moraceae
Pohon
104
Ficus macrothyrsa
Moraceae
Pohon
105
Ficus chrysolepsis Miq.
Moraceae
Pohon
106
Ficus annulata Bl.
Moraceae
Pohon
107
Ficus minahassae (Teysm.et Vr.) Miq.
Moraceae
Pohon
108
Ficus septica Burm.F.
Moraceae
Perdu
109
Ficus variegate Bl.
Moraceae
Pohon
110
Ficus benjamina L.
Moraceae
Pohon
111
Ficus microcarpa L f.
Moraceae
Pohon
112
Ficus fistulosa Reinw.
Moraceae
perdu
113
Ficus irisana Elm.
Moraceae
Pohon
114
Ficus ribes Reinw.ex.Bl.
Moraceae
Pohon
115
Ficus sp.
Moraceae
Pohon
116
Myristica sp.
Myristicaceae
Pohon
117
Myristica gigantea
Myristicaceae
Pohon
118
Myristica fatua Hout.var.affinis (Warb.) Sinclair Horsfieldia parviflora (Roxb.) Sinclair.
Myristicaceae
Pohon
E:S
Myristicaceae
Pohon
E:M
120
Gymnacranthera farquhariana
Myristicaceae
Pohon
121
Horsfieldia moluccana de Wilde.
Myristicaceae
Pohon
122
Knema cinerea (Poir.) Warb.
Myristicaceae
Pohon
119
Melastomataceae
L L L
NR
L
NR
NR
NR
39
123
Myristica gigantea
Myristicaceae
Pohon
NR
124
Gymnocranthera forbesii
Myristicaceae
Pohon
NR
125
Gymnocranthera paniculata
Myristicaceae
Pohon
NR
126
Horsfieldia brachiata
Myristicaceae
Pohon
NR
127
Horsfieldia irya (Gaertn.) Warb.
Myristicaceae
Pohon
NR
128
Knema sp.
Myristicaceae
Pohon
129
Eugenia sp.
Myrtaceae
Pohon
130
Nephentes ampularia
Nephentaceae
131
Nephentes hirsuta
Nephentaceae
Herba epifit Herba
132
Eria multiflora (Bl.) Lindl
Orchidaceae
epifit Anggrek epifit
L
133
Calanthe sp.
Orchidaceae
Anggrek terestrial
L
134
Pandanus polycephalus Lamk.
Pandanaceae
Pohon non kayu
135
Pandanus gladiator Stone.
Pandanaceae
Perdu non kayu
136
Heckeria umbellata Kunth.
Piperaceae
Perdu berkayu
137
Piper aduncum
Piperaceae
Perdu berkayu
138
Piper decumanum
Piperaceae
Liana
139
Piper sarmentosum Roxb.
Piperaceae
Perdu
140
Mastixiodendron pachyclados (K.Schum.) Melch. Anthocephalus chinensis (Lamk.)
Rubiaceae
Pohon
Rubiaceae
Pohon
141
A.Rich.ex Walp. 142
Anthochepahalus sp.
Rubiaceae
Pohon
143
Timonius flavescens
Rubiaceae
Pohon
144
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Perdu
145
Alectyron ferrugineus (Bl.) Radlk.
Sapindaceae
Pohon
146
Pometia pinnata Forst.
Sapindaceae
Pohon
147
Pometia coriaceae Forst.
Sapindaceae
Pohon
NR
148
Ganua kingiana K.d.As.
Sapotaceae
Pohon
NR
149
Palaquium obtusifolium
Sapotaceae
Pohon
150
Planchonella oxyedra
Sapotaceae
Pohon
151
Saurauia cauliflora
Saurauiaceae
Perdu
152
Ailanthus integrifolia Lamk.
Simaraubaceae
Pohon
153
Solanum sp.
Solanaceae
Perdu berkayu
154
Duabanga mollucana Bl.
Sonneratiaceae
Pohon
155
Sterculia sp.
Sterculiaceae
Pohon
40
NR L NR
NR L
156
Sterculia insularis R.Br.
Sterculiaceae
Pohon
157
Trema orientalis (L.) Bl.
Ulmaceae
Pohon
158
Leucosyke capitellata
Urticaceae
Pohon
159
Piptrurus argenteus
Urticaceae
Pohon
160
Alpinia monopleura K.Schum.
Zingiberaceae
Herba terrestrial
161
Alpinia rubricaulis K.Schum.
Zingiberaceae
162
Alpinia eremochlamys K.Schum.
Zingiberaceae
Herba terrestrial Herba
163
Etlingera heliconiifolia K.Schum. A.D.Poulsen
Zingiberaceae
Herba terrestrial
164
Etlingera polycarpa (K.Schum.) A.D.Poulsen
Zingiberaceae
Herba terrestrial
165
Etlingera sp.
Zingiberaceae
Herba terrestrial
L
terrestrial
Ket : L (dilindungi); E (Endemik); S (Sulawesi); M (Maluku) MU (Maluku Utara); ST (daerah sebaran terbatas); NR (belum tercatat dalam Tree Flora of Indonesia Check List For Sulawesi)
B. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Keragaman jenis tumbuhan di kawasan hutan SPTN II Maelang khususnya di sekitar Sungai Tobaang, Gunung Kayu Manis dan Gunung Kosibag pada kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdapat sedikitnya 109 jenis tumbuhan dari 49 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai meliputi pohon 51 jenis, perdu 2 jenis, rotan 15 jenis, palem 8 jenis, liana 4 jenis, herba terestrial 24 jenis, herba epifit 3 jenis, herba yang berdasarkan cara hidupnya dikategorikan herba terestrial dan herba epifit 2 jenis. Daftar jenis tumbuhan yang dijumpai dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 20. Jenis tumbuhan yang ditemukan di kawasan hutan SPTN II Maelang khususnya di sekitar Sungai Tobaang, Gunung Kayu Manis dan Gunung Kosibag pada kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. NO
Nama ilmiah
Famili
Kate gori
1
Saurauia minahassae
Actinidiaceae
Pohon
2
Koordersiodendron pinnatum (Blanco.) Merr.
Anacardiaceae
Pohon
3
Dracontomellum dao (Blanco.) Merr & Rolfe
Anacardiaceae
Pohon
4
Dracontomellum mangiferum
Anacardiaceae
Pohon
5
Spondias dulcis
Anacardiaceae
Pohon
6
Buchanania arborescens (Bl.) Bl.
Anacardiaceae
Pohon
7
Semecarpus forstenii Bl.
Anacardiaceae
Pohon
8
Cananga odorata (Lamk.) Hk.f.& Thoms.
Annonaceae
Pohon
9
Polyalthia glauca
Annonaceae
Pohon
Status
Ket NR
NR
NR
41
10
Alstonia scholaris (L.) R.Br.
Apocynaceae
Pohon
11
Alstonia macrophylla Wall.ex G.Don.
Apocynaceae
Pohon
12
Alstonia angustifolia Wall.ex A.DC.
Apocynaceae
Pohon
13
Scindapsis pictus
Araceae
Liana
14
Arenga pinnata
Arecaceae
Palem
15
Licuala ferruginea Graff.
Arecaceae
Palem
16
Livistona rotundifolia
Arecaceae
Palem
17
Caryota mitis
Arecaceae
Palem
18
Pinanga celebica
Arecaceae
Palem
E
19
Areca vestiaria Giseke.
Arecaceae
Palem
E
20
Oncosperma horridum
Arecaceae
Palem
21
Pigafetta filaris
Arecaceae
Palem
22
Asplenium nidus
Aspleniaceae
Herba (e)
23
Begonia koordersii
Begoniaceae
Herba ( t)
24
Canarium decumanum (Rumph.) Gaertn.
Burseraceae
Pohon
25
Canarium vrieseanum Engl.
Burseraceae
Pohon
26
Calamus inops
Calamoideae
Rotan
27
Korthalsia sp.
Calamoideae
Rotan
28
Calamus manan
Calamoideae
Rotan
29
Calamus mindorensis
Calamoideae
Rotan
30
Calamus optimus
Calamoideae
Rotan
31
Calamus ornatus
Calamoideae
Rotan
32
Calamus palustris
Calamoideae
Rotan
33
Calamus scipionum
Calamoideae
Rotan
34
Calamus simplicifolius
Calamoideae
Rotan
35
Calamus tetradactylus
Calamoideae
Rotan
36
Calamus tumidus
Calamoideae
Rotan
37
Calamus zollingeri
Calamoideae
Rotan
38
Daemonorops robusta
Calamoideae
Rotan
39
Korthalsia flagellaris
Calamoideae
Rotan
40
Korthalsia echinometra
Calamoideae
Rotan
41
Casuarina junghuhniana
Casuarinaceae
Pohon
42
Chyatea contaminans
Chyateaceae
Herba (t)
43
Calophyllum soulatri Burm.f
Clusiaceae
Pohon
44
Calophyllum aerarium P.F.Stevens
Clusiaceae
Pohon
45
Cheilocostus sp.
Costaceae
Herba (t)
42
L
NR
46
Cyathea contaminans
Cyatheaceae
Pohon
47
Hopea celebica Burck.
Dipterocarpa ceae
Pohon
E
NR
48
Dyospiros celebica Bakh.
Ebenaceae
Pohon
E
49
Dyospiros minahasae Bakh.
Ebenaceae
Pohon
E
50
Rhododendron impositum
Ericaceae
Pohon
51
Horsfieldia sp.
Euphorbiaceae
Pohon
52
Macaranga mappacea
Euphorbiaceae
Pohon
53
Mallotus floribundos
Euphorbiaceae
Pohon
54
Baccaurea javanica (Bl.) Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
55
Macaranga triloba (Bl.) Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
56
Intsia bijuga (Colebr.) O.K
Fabaceae
Pohon
57
Gleichenia linearis
Gleicheniaceae
Herba (t/e)
58
Baringtonia acutangula (L.) Gaertn.
Lecythidaceae
Pohon
59
Baringtonia racemosa (L.) Spreng
Lecythidaceae
Pohon
60
Lygodium sp.
Lygopodiaceae
Herba (t)
61
Lygodium circinatum
Lygopodiaceae
Herba (e)
62
Elmerrillia ovalis (Miq.) Dandy
Magnoliaceae
Pohon
63
Phrynium macrocephallum
Marantaceae
Herba (t)
64
Medinilla speciosa
Melastomata ceae
Perdu
65
Arcangelisia flava
Menisperma ceae
Liana
66
Arthocarpus miltis
Moraceae
Pohon
67
Ficus irisiana Elm.
Moraceae
Pohon
68
Ficus ribes Reinw.
Moraceae
Pohon
69
Syzygium jamboloides
Myrtaceae
Pohon
70
Syzygium malaccense
Myrtaceae
Pohon
71
Nephroplepsis bisserata
Nephrolepida ceae
Herba (t)
72
Nephroplepsis cordifolia
Nephrolepida ceae
Herba (t)
73
Nephrolepsis hirsutula
Nephrolepida ceae
Herba (t)
74
Osmunda cinnamomea
Osmundaceae
Herba (t)
75
Osmunda regalis
Osmundaceae
Herba (t)
76
Pandanus polycephalus Lamk.
Pandanaceae
Pohon
77
Pandanus sp.
Pandanaceae
Perdu
NR ST (S.M) NR
NR
43
78
Phymatodes sp.
Phymatodace ae
Herba (t/e)
79
Piper sp.
Piperaceae
Liana
80
Piper caninum
Piperaceae
Liana
81
Schyzostachyum brachycladum
Poaceae
Pohon
82
Podocarpus imbricatus
Podocarpaceae
Pohon
83
Polypodium polypodioides
Polipodiaceae
Herba (t)
84
Pteris tripartita
Pteridaceae
Herba (t)
85
Ixora sp.
Rubiaceae
Pohon
NR
86
Tricalysia minahasa Comb.Nov
Rubiaceae
Pohon
NR
87
Mastixiodendron pachyclados (K.Schum.) Melch.
Rubiaceae
Pohon
88
Pometia pinnata Forst.
Sapindaceae
Pohon
89
Pometia acuminata
Sapindaceae
Pohon
NR
90
Pometia coriaceae
Sapindaceae
Pohon
NR
91
Palaquium obtusifolium Burck.
Sapotaceae
Pohon
92
Manilkara kauki (L.) Dubard
Sapotaceae
Pohon
93
Sellaginela wildenowii
Selaginelaceae
Herba (t)
94
Sellaginela spp.
Sellaginelaceae
Herba (t)
95
Stenochlaena palustris
Stenochlaceae
Herba (e)
96
Pterospermum celebicum Miq.
Sterculiaceae
Pohon
97
Tectaria heracleifolia
Tectariaceae
Herba (t)
98
Trichomanes javanicum
Trichomaceae
Herba (t)
99
Celtis philippinensis Blanco.
Ulmaceae
Pohon
100
Pipturus argenteus
Urticaceae
Pohon
NR
101
Clerodendrum bethunianum
Verbenaceae
Pohon
NR
102
Alpinia monopleura K.Schum.
Zingiberaceae
Herba (t)
103
Alpinia sp1.
Zingiberaceae
Herba (t)
104
Alpinia sp2.
Zingiberaceae
Herba (t)
105
Amomum sp.
Zingiberaceae
Herba (t)
44
106
Etlingera heliconifolia (K.Schum.) A.D.Poulsen
Zingiberaceae
Herba (t)
107
Etlingera sp1.
Zingiberaceae
Herba (t)
108
Etlingera polycarpa (K. Schum.) A.D. Poulsen
Zingiberaceae
Herba (t)
109
Elettaria sp.
Zingiberaceae
Herba (t)
NR
Ket : E (Endemik), S (Sulawesi), M (Maluku), ST (daerah sebaran terbatas) NR (belum tercatat dalam Tree Flora of Indonesia Check List For Sulawesi)
Satu hal yang menarik dari kawasan ini yaitu ditemukan genus Elettaria yang sampai saat ini belum ada spesies dari genus Elettaria yang diketahui berasal dari Sulawesi, sehingga sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mempelajari apakah jenis ini merupakan kombinasi baru atau spesies baru. Dengan ditemukannya Elettaria di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone bahwa ini merupakan rekaman baru (new record) untuk Sulawesi. Data-data di atas merupakan sebagian dari fakta yang menunjukan bahwa kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone masih menyimpan sejumlah kekayaan hayati yang belum teridentifikasi.
C. Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata Berdasarkan hasil penelitian disekitar kawasan hutan Desa Kobe pada SPTN I menunjukan bahwa diketahui terdapat ± 115 jenis tumbuhan dari 42 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai meliputi 83 jenis pohon, 3 jenis rotan, 7 jenis perdu, 10 jenis palem, 1 jenis liana, 9 jenis herba terrestrial, 1 jenis herba epifit, 1 jenis herba yang berdasarkan cara hidupnya dapat dikategorikan herba epifit dan terrestrial. Pada kawasan ini dijumpai 1 jenis herba terrestrial dari famili zingiberaceae dari genus Alpinia yang termasuk giant ginger dengan tinggi mencapai 10 sampai 12 meter, dengan diameter pangkal batang 14-15 cm dan panjang daun 1-2 m. Jenis-jenis pohon dengan diameter lebih dari 20 cm yang banyak dijumpai pada kawasan ini adalah dari famili Clusiaceae, famili Anacardiaceae, famili Sapindaceae, famili Fabaceae dan famili Moraceae. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan jenis-jenis pohon dari famili Fabaceae (Intsia bijuga dan Intsia palembanica) dan jenis-jenis pohon dari famili Clusiaceae (Calophyllum spp.) merupakan jenis-jenis kayu yang paling banyak ditebang yang dijumpai pada areal penelitian. Hal ini diduga karena kualitas kayunya dimana kayu dari famili Fabaceae (Intsia bijuga dan Intsia palembanica) memiliki kelas awet I dan kelas kuat II (Anonim,1981). Jenis-jenis pohon dari famili Clusiaceae (Calophyllum spp.) memiliki kelas awet III (II-IV) dan kelas kuat II-III. Tabel 21. Daftar jenis tumbuhan di kawasan hutan SPTN I Weda Taman Nasional Aketajawe Lolobata khususnya di sekitar kawasan hutan Desa Kobe
1
Buchanania nitida Engl.
Anacardiaceae
Kategori Pohon
2
Koordersiodendron pinnatum Merr.
Anacardiaceae
Pohon
3
Buchanania arborescense (Bl.) Bl.
Anacardiaceae
Pohon
No
Nama ilmiah
Famili
Status
Ket
E (MU)
45
4
Gluta renghas L.
Anacardiaceae
Pohon
5
Rhus taitensis Guill.
Anacardiaceae
Pohon
6
Semecarpus forstenii Bl.
Anacardiaceae
Pohon
7
Annonaceae
Pohon
8
Cananga odorata (Lamk.) Hk.f. & Thoms. Ochrosia barbonica
Apocynaceae
Pohon
9
Lepiniopsis ternatensis
Apocynaceae
Pohon
10
Alstonia scholaris (L.) R.Br.
Apocynaceae
Pohon
11
Alstonia macrophylla Wall.
Apocynaceae
Pohon
12
Caryota rumphiana
Arecaceae
Palem
13
Heterosphate sp.
Arecaceae
Palem
14
Metroxylon sagu
Arecaceae
Palem
15
Licuala sp.
Arecaceae
Palem
16
Ptychospermae sp.
Arecaceae
Palem
17
Rhopaloblaste ledermanniana
Arecaceae
Palem
18
Livistona sp.
Arecaceae
Palem
19
Orania palindan Blanco.
Arecaceae
Palem
20
Pigaffeta filaris
Arecaceae
Palem
21
Cyrtostachis loriae
Arecaceae
Palem
22
Canarium asperum Benth.
Burseraceae
Pohon
23
Calamus leiocaulis
Calamoideae
Rotan
ST (S:M)
24
Daemonorops robusta
Calamoideae
Rotan
ST (S:M)
25
Calamus zollingeri
Calamoideae
Rotan
ST (S:M)
26
Calophyllum sp.
Clusiaceae
Pohon
27
Calophyllum inophyllum L.
Clusiaceae
Pohon
28
Calophyllum wallichianum Planchon.
Clusiaceae
Pohon
29
Calophyllum celebicum P.F.Strem.
Clusiaceae
Pohon
30
Calophyllum euryphyllum Lanterb.
Clusiaceae
Pohon
31
Calophyllum soulattry Burm.F.
Clusiaceae
Pohon
32
Garcinia cylindrocarpa Korterm.
Clusiaceae
Pohon
33
Garcinia picorrhiza
Clusiaceae
Pohon
34
Terminalia spp.
Combretaceae
Pohon
35
Dillenia papuana Mart.
Dilleniaceae
Pohon
36
Vatica rassak (Korth.) Blume.
Dipterocarpaceae
Pohon
37
Anisoptera thurifera (Blco) Bl. ssp. Polyandra (Bl.) Ashton Hopea novoguineensis Sloot.
Dipterocarpaceae
Pohon
Dipterocarpaceae
Pohon
38
46
E (T)
NR
39
Diospyros minahasae Bakh.
Ebenaceae
Pohon
40
Pimelodendron amboinicum
Euphorbiaceae
Pohon
41
Endospermum moluccanum
Euphorbiaceae
Pohon
42
Antidesma moluccanum Airy Shaw.
Euphorbiaceae
Pohon
43
Antidesma montanum Bl.
Euphorbiaceae
Pohon
44
Baccaurea racemosa (Reinw.) Meull.Arg
Euphorbiaceae
Pohon
45
Drypetes roxburghii (Wall.) Hurusawa
Euphorbiaceae
Pohon
46
Endospermum moluccanum
Euphorbiaceae
Pohon
47
Endospermum peltatum Merr. Airy Shaw
Euphorbiaceae
Pohon
48
Inocarpus fagifer
Fabaceae
Pohon
49
Intsia bijuga
Fabaceae
Pohon
50
Intsia palembanica Miq.
Fabaceae
Pohon
51
Homalium foetidium
Flacourtiaceae
Pohon
52
Gnetum gnemon
Gnetaceae
Perdu
53
Gonocaryum calleryanum (Baill) Becc. Cinnamomum halmaherae Kosterm.
Icacinaceae
Pohon
Lauraceae
Perdu
55
Actinodaphne sp.
Lauraceae
Perdu
56
Cryptacarya sp.
Lauraceae
Perdu
57
Barringtonia calyptrocalyx K.Schum
Lecythidaceae
Pohon
58
Lygodium flexuosum
Lygopodiaceae
59
Elmerillia ovalis
Magnoliaceae
Herba terestrial Pohon
60
Walsura aherniana Perk.
Meliaceae
Pohon
61
Dysoxylum mollisimus
Meliaceae
Pohon
62
Chisocheton ceramicus (Miq.) C.Dc.
Meliaceae
Pohon
63
Aglaia argentea Bl.
Meliaceae
Pohon
64
Arcangelisia flava
Menispermaceae
Liana
65
Ficus macrothyrsa
Moraceae
Pohon
66
Ficus chrysolepsis
Moraceae
Pohon
67
Ficus benjamina
Moraceae
Pohon
68
Ficus annulata
Moraceae
Pohon
69
Arthocarpus sp.
Moraceae
Pohon
70
Ficus septica Burm.f.
Moraceae
Perdu
71
Ficus benjamina L.
Moraceae
Pohon
72
Ficus variegata Bl.
Moraceae
Pohon
54
NR
E (H)
47
73
Ficus virens Ait.
Moraceae
Pohon
74
Myristica lanceifolia Poiret.
Myristicaceae
Pohon
75
Myristica gigantean
Myristicaceae
Pohon
76
Myristica fatua
Myristicaceae
Pohon
77
Horsfieldia sylvestris (Hontt.) Warb.
Myristicaceae
Pohon
78
Gymnacranthera farquhariana
Myristicaceae
Pohon
79
Horsfieldia moluccana de Wilde
Myristicaceae
Pohon
80
Knema cinerea (Poir.) Warb.
Myristicaceae
Pohon
81
Syzygium grandis Wight.
Myrtaceae
Pohon
82
Nephrolepis exaltata
Nephrolepidaceae
83
Nephrolepis falcate
Nephrolepidaceae
84
Dendrobium sp.
Orchidaceae
Herba terestrial Herba terestrial Herba epifit
85
Pandanus sp.
Pandanaceae
Perdu
86
Piper aduncum
Piperaceae
Perdu
87
Podocarpus rumphii Blume.
Podocarpaceae
Pohon
88
Polipodium polypodioides
Polipodiaceae
Herba epifit/ter estrial
89
Rubiaceae
Pohon
Rubiaceae
Pohon
Rubiaceae
Pohon
92
Mastixiodendron pachyclados (K.Schum.) Melch. Anthocephalus chinensis (Lamk.) A.Rich.ex Walp. Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil. Melicope sp.
Rutaceae
Pohon
93
Pometia coriaceae
Sapindaceae
Pohon
94
Pometia pinnata Forst.
Sapindaceae
Pohon
95
Alectyron ferrugineus (Bl.) Radlk.
Sapindaceae
Pohon
96
Harpulia arborea Radlk.
Sapindaceae
Pohon
97
Palaquium amboinensis
Sapotaceae
Pohon
98
Burckella obovata Pierre.
Sapotaceae
Pohon
99
Selaginella sp.
Sellaginelaceae
100
Ailanthus intergrifolia Lamk.
Simaroubaceae
Herba terestrial Pohon
101
Duabanga moluccana Bl.
Sonneratiaceae
Pohon
102
Heritiera arafurensis Kortem.
Sterculiaceae
Pohon
103
Sterculia shillinglawii F.v. Muell. ssp. Shillinglawii Pterospermum celebicum Miq.
Sterculiaceae
Pohon
Sterculiaceae
Pohon
90 91
104
48
105
Sterculia macrophylla Vent.
Sterculiaceae
Pohon
106
Gordonia amboinensis (Miq.) Merr.
Theaceae
Pohon
107
Celtis latifolia (Bl.) Planch.
Ulmaceae
Pohon
108
Celtis philippensis Blanco.
Ulmaceae
Pohon
109
Trema orientalis (L.) Bl.
Ulmaceae
Pohon
110
Trema tomentosa (Roxb.) Hara
Ulmaceae
Pohon
111
Hornstedtia scottiana K.Schum.
Zingiberaceae
Herba terestrial 112 Pleuranthodium sp. Zingiberaceae Herba terestrial 113 Alpinia sp1. Zingiberaceae Herba terestrial 114 Alpinia sp2. Zingiberaceae Herba terestrial 115 Etlingera sp. Zingiberaceae Herba terestrial Ket : E (Endemik) L (dilindungi) H (Halmahera) MU (Maluku Utara) T (Ternate) ST (daerah sebaran terbatas), NR (belum tercatat dalam Tree Flora of Indonesia Check List For Maluku)
IV. KESIMPULAN 1. Keragaman jenis tumbuhan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang terdapat sedikitnya 166 jenis tumbuhan yang terdiri dari 116 jenis pohon, 12 jenis palem, 9 jenis rotan, 3 jenis herba epifit, 12 jenis herba terestrial, 12 jenis perdu, 2 jenis liana. 2. Keragaman jenis tumbuhan di kawasan hutan SPTN II Maelang khususnya di sekitar Sungai Tobaang, Gunung Kayu Manis dan Gunung Kosibag pada kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdapat ± 109 jenis tumbuhan dari 49 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai meliputi 51 jenis pohon, 2 jenis perdu, 15 jenis rotan, 8 jenis palem, 4 jenis liana, 24 jenis herba terestrial, 3 jenis herba epifit, 2 jenis herba yang berdasarkan cara hidupnya dikategorikan herba terestrial dan herba epifit. 3. Berdasarkan hasil penelitian disekitar kawasan hutan Desa Kobe pada SPTN I terdapat ± 115 jenis tumbuhan dari 42 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai meliputi 83 jenis pohon, 3 jenis rotan, 7 jenis perdu, 10 jenis palem, 1 jenis liana, 9 jenis herba terrestrial, 1 jenis herba epifit dan 1 jenis herba yang berdasarkan cara hidupnya dapat dikategorikan herba epifit dan terrestrial.
DAFTAR PUSTAKA Cannon, C.H., M. Summers, J.R. Harting, and P.J.A. Kessler. 2007. Developing Conservation Priorities Based on Forest Type, Condition, and Threats in a Poorly Known Ecoregion: Sulawesi, Indonesia. Biotropica 39(6): 747–759
49
Dephut,2008. Nyamplung “Calophyllum inophyllum L.” sumber energy biofuel yang potensial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Dransfield,J dan N. Manokaran.1996. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 6. Rotan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta bekerja sama dengan PROSEA Indonesia.Bogor Hall, R. 1998. The Plate Tectonics of Cenozoic SE Asia and The Distribution of Land and Sea. In R. Hall dan J.D. Holloway. Biogeography and Geological Evolution of SE Asia. Pp 99131. Backbuys Publishers. Leiden, The Netherland. Heatubun, C.D. 2005. Pendekatan Fitogeografi Dalam Mempelajari Keanekaragaman Flora Papua Dan Maluku; Suatu Pandangan.Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dan Pertemuan Multi Pihak. Ternate, 8-9 Desember 2005. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Kehutanan. Bogor Lee, R.J., J. Riley, dan R. Merrill. 2001. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Di Sulawesi Bagian Utara. WCS-IP dan NRM. Jakarta.
Lekitoo,K., O.P. Matani, H. Remetwa dan C.D. Heatubun. 2008. Keanekaragaman Flora Taman Wisata Alam Gunung Meja Papua Barat.Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. Pitopang,R. Dan R. Gradstein. 2004. Herbarium Celebense (CEB) dan Peranannya dalam Menunjang Penelitian Taksonomi Tumbuhan di Sulawesi. Biodiversitas Vol 5, Nomor 1 p.36-41. Sidiyasa, K., Arbainsyah, Priyono, dan Z. Arifin. -------, Teknik Pengumpulan Dan Pembuatan Herbarium. Herbarium Wanariset. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja. Samboja, Kalimantan Timur. Sidiyasa,K., U. Sutisna, M. Sutiyono, T. Kalima, dan Whitemore. 1989. Tree Flora of Indonesia Check List for Sulawesi. Forest Research and Development Centre.Bogor Sidiyasa,K., U. Sutisna, M. Sutiyono, T. Kalima, dan Whitemore. 1989. Tree Flora of Indonesia Check List for Maluku. Forest Research and Development Centre.Bogor Tan, B.C. 1998. Noteworthy disjunctive patterns of Malesian mossess. In R. Hall dan J.D. Holloway. Biogeography and Geological Evolution of SE Asia. Pp 235-241. Backbuys Publishers. Leiden, The Netherland. Wilson, K.A., M.F. McBride, M. Bode, dan H.P. Possingham. 2006. Prioritizing global conservation efforts. Nature 440:337-340.
Kajian Keanekaragaman Jenis Fauna dan Habitatnya pada Kawasan Konservasi 50
di Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe – Lolobata Diah Irawati Dwi Arini
ABSTRAK Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Taman Nasional Aketajawe-Lolobata meupakan perwakilan kawasan pelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna khas Wallace. Pada kawasan ini ditemukan banyak jenis-jenis satwa endemik yang tentunya berbeda dengan satwa-satwa lainnya di kawasan lain Indonesia. Tingginya ancaman dan gangguan pada kawasan yang menjadi habitat satwa-satwa endemik dikhawatirkan dapat mengakibatkan hilang bahkan punahnya jenis spesies tertentu. Guna mempertahankan kelestarian ekosistem kawasan, salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan mengetahui potensi flora dan fauna yang ada. Untuk mengetahui potensi yang ada maka diperlukan suatu bentuk kegiatan eksplorasi mengenai kajian keanekaragaman jenis fauna dan habitatnya pada kawasan konservasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi keragaman jenis fauna dan habitatnya pada kawasan konservasi Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Kawasan hutan Aketajawe Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Pengumpulan data dilakukan terhadap jenis-jenis fauna (burung, mamalia dan primata) dan habitatnya dengan menggunakan metode jelajah. Hasil pengamatan satwa dan habitatnya pada kawasan CA. Gunung Ambang menghadirkan sebanyak 68 jenis burung dan tujuh jenis mamalia. Pada kawasan TN. Bogani Nani Wartabone diperoleh data sebanyak 42 jenis burung, empat jenis mamalia dan dua jenis primata. Di kawasan TN. Aketajawe-Lolobata pada blok hutan Aketajawe diperoleh sebanyak 39 jenis burung dan dua jenis mamalia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bagian terbesar dari wilayah Wallacea, Sulawesi telah menjadi tempat hidup berbagi satwa campuran Oriental dan Australia serta menjadi arena evolusi dari berbagai jenis fauna endemik. Kekayaan jenis fauna endemik Sulawesi dan pulau-pulau lainnya di Indonesia, disatu sisi merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Namun di sisi lain merupakan sebuah amanah besar untuk dikelola dengan baik sehingga kekayaan tersebut dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Sebagai upaya melestarikan kekayaan fauna dan habitatnya, Pemerintah Indonesia telah menunjuk beberapa kawasan menjadi kawasan konservasi.
51
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990, bentuk-bentuk kawasan konservasi di Indonesia diantaranya adalah cagar alam dan suaka margasatwa yang termasuk ke dalam Kawasan Pelestarian Alam (KPA) serta Taman Nasional yang digolongkan ke dalam Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Taman Nasional Aketajawe – Lolobata merupakan bagian dari kawasan konservasi di Indonesia yang mewakili keanekaragaman hayati bioregion Wallacea. Kawasan ini tentunya menyimpan kekayaan fauna yang sangat beragam dan sangat potensial untuk terus dikaji. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menambah khazanah informasi untuk melengkapi data base bioekologi dan pada akhirnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membantu pengelolaan kawasan konservasi yang berbasis untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian kehidupan.
B. Tujuan Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah memperoleh data dan informasi keragaman jenis fauna dan habitatnya pada kawasan konservasi CA. Gunung Ambang, TN. Bogani Nani Wartabone dan Kawasan Aketajawe pada TN. Aketajawe - Lolobata.
II. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 pada tiga kawasan konservasi di wilayah kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado yaitu Cagar Alam Gunung Ambang dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Propinsi Sulawesi Utara dan Kawasan Aketajawe Taman Nasional Aketajawe Lolobata Propinsi Maluku Utara.
B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan hutan dan fauna yang dijumpai. Sedangkan alat yang digunakan terdiri atas teropong/binoculer, jaring kabut (Mistnet), jaring perangkap nylon, GPS, kamera digital dilengkapi dengan lensa tele dengan ukuran 55-200 mm, alat ukur/kaliper, tali tambang, tali rafia, bambu, buku Panduan Lapang Burung untuk Wallacea (Coates dkk, 2000), Burung-Burung di Sulawesi (Derek Holmes & Karen Phillips, 1999), Kelelawar di Indonesia (A. Suyanto, 2001), Amphibi Jawa dan Bali (Iskandar, 1998). Bahan-bahan perlengkapan lainnya terdiri atas tally sheet fauna, alat tulis, perlengkapan pribadi, larutan alkohol 70% dan 95% untuk pengawetan spesiemen, toples, Minor surgery set.
C. Prosedur Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode jelajah/travelling Pada kegiatan pengamatan melalui metode jalur dilakukan pada pagi hari sampai sore yaitu dimulai pukul 07.00 – 17.00 WITA. Setelah dilakukan pengukuran, untuk satwa burung akan dilepaskan kembali, sedangkan satwa lainnya seperti kelelawar dilakukan koleksi spesimen dalam bentuk awetan basah.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Cagar Alam Gunung Ambang
52
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada kawasan CA. Gunung Ambang di bagian Timur sampai dengan Tenggara kawasan mencakup Desa Sinsingon-Rawa Paya (Paya Swamp)-Desa Mokobang-Danau Iloloi. Dalam kegiatan penelitian ini, tipe vegetasi yang menjadi habitat burung dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe yaitu hutan primer, hutan sekunder, semak belukar, kawasan pertanian atau lahan budidaya, perairan (danau dan sungai) dan rawa. Habitat rawa di CA. Gunung Ambang hanya terdapat di Jalur Rawa Paya dengan luas ± 4 (Ha). Pada kawasan rawa ini lebih ditumbuhi oleh jenis vegetasi sekunder seperti Macaranga dan beberapa jenis Ficus, sedangkan vegetasi penciri rawa yaitu jenis tikar-tikar merupakan jenis yang mendominasi. Jenis-jenis burung dan mamalia yang ditemukan dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
53
Tabel 22. Data pengamatan burung pada kawasan konservasi CA. Gunung Ambang No
1
2 3
Accipitridae
Alcedinidae Anhingidae
No
Nama Lokal
Nama Latin
Sebaran
Jalur Perjumpaan
Habitat
1
Elang Paria
Milvus migrans
2, 5, 6
A, S
2
Elang Bondol
Haliastur indus
1, 2, 3, 7
A, S
3
Elang Alap Ekor Totol
Accipiter trinotatus
4
Elang hitam
Ictinaetus malayensis
5
Cekakak Sungai
Halcyon chloris
6
Raja udang erasia
Alcedo atthis hispidoides
7
Pecuk ular asia
Anhinga melanogaster
8
Kuntul Kerbau
Bubulcus ibis
E (R,V? > < R, V? >
1, 7 3, 7, 8 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
P A, S A, S, L
3, 7
L
3
L
6, 8
A, L
4
Ardeidae
9
Blekok sawah
Ardeola speciosa
5
Artamidae
10
Kekep Babi
Artamus leucorhynchus
6
Bucerotidae
11
Julang Sulawesi
Rhyticeros cassidix
E
3
P
7
Campephagidae
12
Kepudang sungu biru
Coracina temminckii temminckii
E
6
S, P
8
Cettiidae.
13
Cinenen gunung
Orthotomus cuculatus
6
S
14
Dederuk Merah
Streptopelia tranquebarica
< Int?
2
A
15
Tekukur Biasa
Streptopelia chinensis
2, 3, 4, 5, 6,
A
16
Merpati hitam sulawesi
Turacoena manadensis
7
P
17
Uncal Ambon
Macropygia amboinensis albicapila
18
Delimukan Sulawesi
Gallicolumba tristigmata
19
Walik Raja
Ptilinopus superbus
20
Merpati murung
Cryptophaps poecliorrhoa
9
54
Famili
Columbidae
5 1, 2, 3, 7, 8
3, 4, 5, 7
A A, S
A, S
E
4
P
1
S
E
4
P
10
11
12
Corvidae
Cuculidae
Dicaeidae
21
Gagak Hutan
Corvus enca
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
22
Kedasi hitam
Surniculus lugubris
3, 7
P
23
Tuwur asia (Betina)
Eudynamis melanorhyncha
5
S
24
Kadalan Sulawesi
Phaenicophaeus calyorhynchus
25
Bubut Alang-alang
Centropus bengalensis
26
Bubut Sulawesi
Centropus celebensis
E
4
27
Cabai panggul kuning
Dicaeum aureolimbatum
E
5, 8
S, Sb
28
Cabai Sulawesi (jantan)
Dicaeum nehrkorni
E
4, 5
S, Sb
29
Cabai panggul kelabu (jantan)
Dicaeum celebicum
E
3, 4, 5, 7
S, Sb
E E
13
Dicruridae
30
Srigunting jambul rambut
Dicrurus hottentottus
14
Estrildidae
31
Bondol Rawa
Lonchura malacca
32
Layang-layang api
Hirundo rustica
33
Layang-layang batu
Hirundo tahituca
34
Cikarak Sulawesi
Myza celebensis
E
35
Myzomela merah tua
Myzomela sanguinolenta chloroptera
36
Kehicap ranting (jantan dan betina)
Hypothymis azzurea
37
Kehicap Tanahjampea
Monarcha everetti
38
Sikatan pulau (juv)
Eumyias panayensis
39
Sikatan Matinan
Cyornis sanfordi
40
Sikatan bakau
Cyornis rufigastra Nectarinia jugularis
15
16
17
18
Hirundinidae
Meliphagidae
Monarchidae
Muscicapidae
1, 2, 3, 4, 7, 8 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8
A, S
A, S, P A, S, Sb P, S
3, 7
S
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
A, S, Sb
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
A, S
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
A,S
1, 5, 6
P
R>
4
P
7
S
E
2
S
5
S
E
1
P
6
S
19
Nectariniidae
41
Burung Madu Sriganti (jantan dan betina)
20
Oriolidae
42
Kepudang kuduk hitam
Oriolus Chinensis celebensis
7
S
21
Pachycephalidae
43
Kancilan perut kuning
Pachycephala sulfuriventer
E
6
S
22
Passeridae
44
Burung Gereja
Passer montanus
23
Picidae
45
Pelatuk Kelabu Sulawesi
Mulleripicus fulvus
E
1
P
24
Psittacidae
46
Perkici dora
Trichoglossus ornatus
E
3, 5, 7
S
< int
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
A, S, P, Sb
A, Sb
55
25
26
Pycnonotidae
Rallidae
47
Kring-kring dada kuning
Prioniturus flavicans
E
4
P
48
Kring-kring bukit
Prioniturus platurus
E
4 (masyarakat)
A
49
Serindit Sulawesi
Loriculus stigmatus
E
2
A
50
Serindit paruh merah
Loriculus exilis
3, 7
S
51
Cucak Kutilang
Pycnonotus aurigaster
2, 3, 7, 8
52
Merbah cerucuk
Pycnonotus goiavier
4
S
53
Malia Sulawesi
Malia grata
E
2
P
54
Burung Weris (Mandar padi kalung kuning)
Gallirallus philippensis
1, 3, 4
55
Mandar padi zebra
Gallirallus torquatus
7
L
56
Tikusan alis-putih
Poliolimnas cinerea
3
L
E
A, Sb
A, S, Sb
27
Rhipiduridae
57
Kipasan Sulawesi
Rhipidura teysmanni
E
28
Stenostiridae
58
Sikatan Matari
Culicicapa helianthea
29
Strigidae
59
Punggok Tutul
Ninox punctulata
E
1
P
60
Perling Kumbang
Aplonis metallica
2
P
61
Bilbong pendeta
Streptocitta albicollis
E
3
S, A
62
Jalak Alis Api
Enodes erythrophris
E
1, 2, 3, 4
63
Jalak Tunggir Merah
Scissirostrum dubium
E
3, 7
S
30
Sturnidae
1, 2, 4, 5, 6
P, S
1, 2, 5, 6
P,S
S,P
31
Sylviidae
64
Cikrak sulawesi
Phylloscopus sarasinorum
E
5, 6
S
32
Timaliidae
65
Pelanduk Sulawesi
Trichastoma celebense celebense
E
6
S
66
Kacamata gunung
Zosterops montanus
2, 5, 6, 7
S, P
33
Zosteropidae
67
Kacamata laut
Zosterops wallacei
2
S, P
68
Kacamata dahi hitam
Zosterops atriforns
R>
8
S, A
Keterangan jalur pengamatan : Keterangan Jalur : 1. Desa Sinsingon – Rawa Paya; 2. Desa Sinsingon – Jalan menuju Desa Purworejo; 3. Desa Sinsingon – Danau Iloloi – Desa Mokobang; 4. Desa Sinsingon – Hutan; 5. Desa Sinsingon – Kebun – Jalur Ratapolog; 6. Desa Sinsingon – Jaring Misnet 2; 7.56 Desa Mokobang – Danau Iloloi – Desa Sinsingon; 8. Sekitar Desa Sinsingon.
Keterangan Sebaran : R : Penetap E : Endemik V : Pengunjung Int : Introduksi < : Sebaran dijumpai pula di sebelah Barat Maluku (Utara) > : Sebaran dijumpai pula di sebelah Timur Maluku (Utara)
Keterangan Penutupan Lahan: P : Hutan Primer S : Hutan Sekunder dan Pinggiran Hutan A : Pemukiman dan Lahan Pertanian L : Perairan (Danau/Sungai) Sb : Semak Belukar
Tabel 23. Data pengamatan mamalia pada kawasan konservasi CA. Gunung Ambang No 1 2
Nama Jenis Strigocuscus celebensis Rousettus celebensis
Nama Lokal Kus-kus Nyap Sulawesi
Pteropodi dae
3 4
Cynopterus luzoniensis Macroglossus minimus
Codot Sulawesi Cecadu pisang kecil
Pteropodi dae Pteropodi dae
Kelelawar kecil
Vespertilio nidae
Tikus Perut Kelabu Tikus Cerurut Puncak
Muridae Muridae
5 6 7 8 Ket:
Rattus hoffmani Bunomys fratorum
Famili
Ket ES
Tikus kalendang S (Hanya terdapat di Sulawesi); ES (Endemik Sulawesi); P (Hutan Primer); S (Hutan Sekunder); SB (Semak Belukar) SB&LB (Semak Belukar dan Lahan Budidaya)
Perjumpaan spesies pada kelompok marga Columbidae, Psittacidae, Cuculiade maupun Sturnidae diketahui memiliki frekuensi perjumpaan yang cukup tinggi pada lokasi pengamatan dibandingkan dengan jenis lainnya.
B. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Penelitian eksplorasi di kawasan ini dilaksanakan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Maelang Resort Pinogaluman. Untuk masuk ke kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) kita akan melewati sungai besar yaitu S. Tobaang yang merupakan akses terdekat masuk ke dalam kawasan TNBNW. Jumlah jenis burung yang dijumpai pada kawasan TN.Bogani Nani Wartabone menunjukkan hasil yang sedikit. Namun, tidak demikian dengan jumlah individunya. Hampir setiap harinya dijumpai jenis yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jenis fauna pada kawasan ini rendah namun jumlah individu pada masing-masing jenis sangat tinggi.
57
Tabel 24. Daftar jenis burung yang di jumpai pada pengamatan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone No 1
Marga Accipitridae
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Elang Bondol
Haliastur indus
2
Elang hitam
Ictinaetus malayensis
3
Elang ular Sulawesi
Spilornis rufipectus
Sebaran
Habitat
S, A
P, S
812
P
884
E
2
Apodididae
4
Walet sapi
Collocalia esculenta
P,S, A
3
Artamidae
5
Kekep babi
Artamus leucorhynchus
A, Sb
4
Bucerotidae
6
Julang Sulawesi
Rhyticerus cassidix
E
P, S
5
Campephagidae
7
Kepodang sungu biru
Coracina fortis
E
P
8
Kepudang sungu Sulawesi
Coracina morio
E
P
6
Caprimulgidae
9
Taktarau iblis
Eurostopodus macrotis
E
P
10
Uncal Ambon
Macropygia amboinensis
P, S, L
7
Columbidae
11
Walik Kembang
Ptilinopus melanospila
S
12
Walik raja
Ptilinopus superbus
L
Corvidae
13
Gagak hutan
Corvus enca
Cuculidae
14
Kadalan Sulawesi
Phaenicophaeus calyorhynchus
15
Bubut Sulawesi
16
Cabai panggul kelabu
8 9
S, L
Centropus celebensis
E
P, S, L
Dicaeum celebicum
E
P
E
S, L, P
10
Dicaeidae
17
Cabai panggul kuning
Dicaeum aureolimbatum
11
Dicruridae
18
Srigunting jambul rambut
Dicrurus hottentottus
P, L
12
Estrildidae
19
Bondol rawa
Lonchura malcca
S, Sb
13
Megapodidae
20
Ayam hutan
Gallus gallus
L
14
Muscicapidae
21
Sikatan matinan
Cyornis sanfordi
E
P
15
Nectariniidae
22
Burung madu hitam
Nectarinia aspasia
R>
23
Burung madu sriganti
Nectarinia jugularis
A, L, Sb
P
E
P
Pachycephalidae
24
Kancilan emas
Pachycephala pectoralis
17
Picidae
25
Pelatuk kelabu Sulawesi
Mulleripicus fulvus
58
128-812 355
833 96-884
S, A, Sb
E
16
Alt (m dpl)
Sb, S
75-335 74 96 73-335
18
Pittidae
19
Psittacidae
26
Paok hijau
Pitta sordida
L
27
Kring-kring bukit
28
Kring-kring dada kuning
Prioniturus platurus
E
P
Prioniturus flavicans
E
L, P, S
29
Serindit Sulawesi
Loriculus stigmatus
E
P
E
P
20
Rhipiduridae
30
Kipasan Sulawesi
Rhipidura teysmanni
21
Stenostiridae
31
Sikatan matari
Culicicapa helianyhea
22
Strigidae
32
Celepuk Sulawesi
Otus manadensis
E
P
33
Punggok totol
Ninox punctulata
E
P, L
34
Blibong pendeta
Streptocitta albicollis
E
P
355
35
Raja perling Sulawesi
Basiliornis celebensis
E
P
505
36
Jalak tunggir merah
Scissirostrum dubium
E
A
37
Perling Kumbang
Alponis panayensis
A P
23
Sturnidae
S, P, Sb
24
Sylviidae
38
Cikrak kutub
Phylloscopus borealis
25
Timaliidae
39
Pelanduk Sulawesi
Trichastoma celebense
E
Sb, S
26
Turdididae
40
Anis punggung merah
Zoothera erythronata
E
P
41
Cincoang Sulawesi
Heinrichia calligyna
E
P
27
Zosteropidae
42
Kaca mata gunung
Zosterops palpebrosus
P
Keterangan Sebaran R :Penetap E :Endemik V :Pengunjung Int :Introduksi < :Sebaran dijumpai pula di sebelah Barat Maluku (Utara) > :Sebaran dijumpai pula di sebelah Timur Maluku (Utara)
292
Keterangan Penutupan Lahan: P : Hutan Primer S : Hutan Sekunder dan Pinggiran Hutan A : Pemukiman dan Lahan Pe L : Perairan (Danau/Sungai) Sb : Semak Belukar
59
Jenis primata yang dijumpai di kawasan ini adalah Macaca nigrescens atau dikenal dengan nama lokal yaki dan Tarsius sp. Tabel 25. Daftar jenis mamalia di TN. Bogani Nani Wartabone
No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Jenis Sus celebensis Bubalus depressicornis Bubalus quarlesi Pteropus alecto Acerodon celebensis Nyctimene cephalotes Cynopterus luzoniensis
Nama Lokal Babi Hutan Anoa (Sapi Hutan) Anoa (Sapi Hutan) Kalong Hitam Kalong Sulawesi Paniki Pallas Codot Sulawesi
Famili
Pteropodi dae Pteropodi dae Pteropodi dae Pteropodi dae
C. Taman Nasional Aketajawe Lolobata Penelitian dilaksanakan pada kawasan hutan Aketajawe yang masuk kedalam Desa Kobe, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah. Pulau Halmahera merupakan pulau terbesar kedua di Maluku dan merupakan miniatur yang secara fisik paling mirip dengan Sulawesi, namun kekayaan jenisnya tidak setinggi di subkawasan Sulawesi. Jenis mamalia yang dijumpai dalam pengamatan yaitu rusa sambar (Cervus timorensis), babi hutan (Sus celebensis) dan satu jenis kelelawar.
60
Tabel 26. Daftar jenis burung yang di jumpai pada pengamatan di Taman Nasional Aketajawe-Lolobata No
Marga
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Sebaran
Habitat
1
Elang Alap Halmahera
Accipiter henicogrammus
2
Elang bondol
3
Cekakak pita biasa
Ardeidae
4
Kuntul Kerbau
Bubulcus ibis
Bucerotidae
5
Julang Irian
Rhyticeros plicatus
6
Kepudang Sungu Kartula
Coracina papuensis
7
Kepudang sungu miniak
Coracina tenuirostris
8
Kapasan Halmahera
Lalage aurea
9
Uncal Ambon
Macropygia amboinensis amboinensis
10
Pergam Mata Putih
11
Pergam Laut
12
Walik Kepala Kelabu
Ptilinopus hyogaster
E
S
13
Walik Dada Merah
Ptilinopus bernsteinii
E
P
14
Pergam boke
Ducula basilica
E
P
L
E (MU)
S
1
Accipitridae
2
Alcedinidae
3 4 5
Campephagidae
6
No
Columbidae
E
S
Haliastur indus
S
Tanysiptera galatea
R>
L
< R, V? >
Sb, A
E
P, S
E
S, A
R> E
S S, A
R>
P, S, A, Sb
Ducula perspicillata
R>
S
Ducula bicolor
P, S
15
Tekukur biasa
Streptopelia chinensis
7
Corvidae
16
Cendrawasih halmahera
Lycocorax pyrrhopterus
8
Cuculidae
17
Bubut Goliath
Centropus goliath
E
P, Sb
18
Bubut Kai
Centropus spilopterus
E
Sb
19
Srigunting Lencana
Dicrurus bracteatus
P, S
20
Walet Sapi
Collocalia esculenta
S, Sb
R>
S, Sb
S, Sb
9
Dicruridae
10
Hemiprocnidae
21
Tepekong Kumis
Hemiprocne mystacea
11
Hirundinidae
22
Layang-layang api
Hirundo rustica
12
Megapodidae
23
Gosong Kelam
Megapodius freycinet
R>
S
13
Meliphagidae
24
Cikuakua hitam
Philemon fuscicapillus
E
S
25
Cikuakua Halmahera
Melitograis gilolensis
E
Sb
61
14
Muscicapidae
26
Sikatan Belang
Ficedula westermanni
S, Sb
15
Nectariniidae
27
Burung Madu Sriganti
Nectarinia jugularis
S
28
Burung madu hitam
Nectarinia aspasia
R>
S, Sb
16
Oriolidae
29
Kepudang Halmahera
Oriolus phaeochromus
17
Pittidae
30
Paok Halmahera
Pitta maxima
31
Nuri Pipi Merah
Geoffroyus geoffroyi
32
Nuri Bayan
Eclectus roratus
R>
P,S
33
Nuri Kalung Ungu
Eos squamata
R>
S
34
Kasturi Ternate
Lorius garrulus
E
S
35
Kakatua Putih
Cacatua alba
E
S, P
18
Psittacidae
S
E
P, S
R>
P, S
36
Perkici dagu merah
Charmosyna placentis
19
Pycnonotidae
37
Brinji Emas
Ixos affinis
20
Rhipiduridae
38
Kipasan Kebun
Rhipidura rufiventris
R>
L, A
21
Sturnidae
39
Perling Ungu
Aplonis metallica
R>
Sb, S
Keterangan Sebaran: R :Penetap E :Endemik V :Pengunjung Int :Introduksi < : Sebaran dijumpai pula di sebelah Barat Maluku (Utara) > : Sebaran dijumpai pula di sebelah Timur Maluku (Utara)
62
E
R>
S
E
S
Keterangan Penutupan Lahan: P : Hutan Primer S : Hutan Sekunder dan Pinggiran Hutan A : Pemukiman dan Lahan Pe L : Perairan (Danau/Sungai) Sb : Semak Belukar
IV. KESIMPULAN
Hasil pengamatan pada kawasan CA. Gunung Ambang diperoleh sebanyak 68 jenis burung yang dapat dikelompokkan ke dalam 33 marga, diketahui sebanyak 30 jenis burung endemik Sulawesi, 32 burung penetap, empat jenis burung pengunjung dan dua jenis merupakan burung introduksi. Jenis satwa lainnya yang dijumpai diantaranya jenis mamalia yaitu Strigocuscus celebensis, empat jenis kelelawar dan 3 jenis tikus. Hasil pengamatan pada kawasan TN. Bogani Nani Wartabone diperoleh sebanyak 42 jenis burung yang dapat dikelompokkan ke dalam 27 marga. 23 jenis merupakan jenis burung endemik Sulawesi, 18 jenis merupakan burung penetap dan satu jenis merupakan burung pengunjung. Jenis satwa lainnya yang dijumpai diantaranya tiga jenis kelelawar, Macaca nigrescens dan Tarsius sp. Hasil pengamatan pada kawasan TN. Aketajawe-Lolobata diperoleh sebanyak 39 jenis burung yang dikelompokkan kedalam 21 marga, 17 jenis merupakan jenis burung endemik, 20 jenis merupakan burung penetap dan dua jenis lainnya adalah jenis burung pengunjung. Jenis satwa lainnya yang dijumpai yaitu rusa (Cervus timorensis) dan babi hutan (Sus celebensis).
DAFTAR PUSTAKA Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. 2005. Rencana Pengelolaan Cagar Alam Gunung Ambang. Manado: Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara. Manado. Boer, Chandradewana. 1993. “Studi Tentang Keragaman Jenis Burung Berdasarkan Tingkat Pemanfaatan Hutan Hujan Tropis di Kalimantan Timur Indonesia”.Disertasi. Universitas Wuerzburg. Coates, B.J. dan K.D. Bishop. 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan Wallace. BirdLife International –Indonesia Programme & Dove Publication. Bogor. Departemen Kehutanan. 2009. Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Diakses pada tanggal 14 Juli 2009 dari World Wide Web http://www.dephut.go.id/informasi/tamnas/bogani_1.html. Holmes,D.,Phillipps,K.1999. Burung-Burung Di Sulawesi. (Seri Panduan Lapangan). Puslitbang Biologi LIPI – Bogor. Kinnaird, M.F. 1997. Sulawesi Utara Sebuah Panduan Sejarah Alam. Jakarta: Yayasan Pengembangan Wallacea.
Lee, R.J., J. Riley dan Merril R. 2001. Keanakeragaman Hayati dan Konservasi Di Sulawesi Utara. WCS IP dan NRM. Jakarta. Poulsen, Michael K., Frank R. L., dan Yusup C. 1999. Evaluasi Terhadap Usulan Taman Nasional Lalobata dan Ake Tajawe. BirdLife. Bogor. Supriatna, J; Edy H. W. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Yayasan Obao Indonesia. Jakarta 63
Suyanto, A. 2001. Kelelawar Di Indonesia. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Whitten, A.J. Mustafa, F. and G.S. Hendersen. 1987. Ekologi Sulawesi. Gadjah Mada Press Yogyakarta.
64