KATA PENGANTAR
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 36/Menhut-II/2006, merupakan unit pelaksana teknis di bidang penelitian kehutanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. BPK Manado mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan kehutanan dengan core research “Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan”. BPK Manado berkedudukan di Manado dengan wilayah kerja meliputi 3 (tiga) provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara. Buku Rangkuman Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado Tahun 2007 ini disusun berdasarkan Laporan Hasil-hasil Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2007. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini kami ucapkan terima kasih. Saran dan masukan untuk penyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap semoga Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini bermanfaat.
Manado, Desember 2010 Plt. Kepala Balai
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................
ii
1. Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di DTA Limboto dan Tondano ....
1-12
2. Uji Coba Teknik Pengelolaan DAS Mikro .........................................
13-21
3. Analisis Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan di Maluku Utara dan Sulawesi Utara ............................................
23-28
4. Eksplorasi Biodiversitas di Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara ........................................................................
29-39
ii
iii
Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Dta Limboto dan Tondano La Ode Asir Ketua Tim Penelit
ABSTRAK Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Limboto atau Danau Tondano merupakan daerah dengan lahan kritis yang cukup luas. Permasalahan pada daerah hulu adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan pada daerah tangkapannya, sehingga menyebabkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membuka hutan. Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya lahan-lahan terbuka baik pada daerah di dalam maupun di luar kawasan hutan. Secara umum lahan-lahan hutan yang dibuka digunakan untuk kegiatan pertanian dengan cara tradisional tanpa menerapkan teknik RLKT. Akibatnya tingkat kesuburan semakin menurun dan hasil produksi menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi teknik RLKT untuk pengendalian erosi di DTA Danau Limboto dan Danau Tondano. Alternatif teknik yang dipilih adalah teknologi yang mudah diterapkan dan bisa dikerjakan dengan sumberdaya lokal yang ada. Tehnik ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi lahan sekaligus mampu memberikan kontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Tujuan ini akan dicapai dengan memanfaatkan potensi yang tersedia dari sisi fisik (iklim, tanah) maupun dari sisi kemampuan sumberdaya modal masyarakat secara maksimal. Penelitian dilakukan dengan melakukan uji coba penanaman beberapa jenis tanaman dengan penerapan beberapa teknik RLKT. Pada DTA Danau Limboto, di lokasi I tanaman jati memiliki persen tumbuh yang cukup baik atau rata-rata berkisar 67–100% dengan pertambahan riap diameter batang berkisar 2,35–4 cm/tahun serta rata-rata pertambahan tinggi hingga berkisar 125,55– 310cm. Untuk jenis tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan di lokasi penelitian. Di DTA Danau Tondano, hasil analisa limpasan permukaan pada masing-masing perlakuan yang dicobakan (PI, PII dan PIII) tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 1217,30 m3/ha, sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang di kombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 923,57 m3/ha. Hasil analisa erosi pada masing-masing perlakuan yang dicobakan (PI PII dan PIII) pun tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 1,00 ton/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang di kombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 0,752 ton/ha.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pendangkalan danau akibat erosi dari 11 sungai yang bermuara pada Danau Limboto cukup mengesankan. Pada tahun 1932, luas Danau Limboto masih 7.000 Ha, dengan kedalaman mencapai 30 meter. Dalam tempo 30 tahun (tahun 1962), luasnya menyusut menjadi 4.250 Ha dengan kedalaman hanya 10 meter. Pada penelitian tahun 2002 lalu, telah menyusut hingga 3.000 Ha dan kedalaman rata-ratanya hanya 2 meter. 1
Tanah timbul danau seluas 637 Ha sudah berubah menjadi sawah, 329 Ha menjadi ladang, 1.272 Ha berubah menjadi perkampungan dan 42 Ha sisanya untuk keperluan lainnya. Permasalahan umum pada daerah hulu adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan di daerah tangkapannya menyebabkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membuka hutan. Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya lahanlahan terbuka baik pada daerah di dalam maupun di luar kawasan hutan. Secara umum lahan-lahan hutan yang dibuka digunakan untuk kegiatan pertanian dengan cara tradisional tanpa menerapkan teknik RLKT. Akibatnya tingkat kesuburan semakin menurun dan hasil produksi menjadi rendah. Sedangkan di DTA Tondano, yang terletak di kabupaten Minahasa Induk, Sulawesi Utra, saat ini dalam kondisi kritis. Pendangkalan yang terjadi di danau seluas 4.278 Ha itu semakin parah akibat kerusakan lingkungan berupa penebangan liar di kawasan hulu serta perladangan di bantaran danau. Perubahan ini dikhawatirkan menyebabkan danau kering. Padahal danau tersebut sangat vital sebagai sumber air bersih dan sekaligus menjadi sumber energi pembangkit listrik, antara lain PLTA Tonsea Lama, Tenggari I dan Tenggari II. Akibat pendangkalan, diperkirakan di lokasi terdalam hanya memiliki kedalaman sekitar 15 meter, bahkan 20 meter dari tepi danau kedalaman airnya hanya sekitar 5 meter. Padahal tahun 1934 silam kedalaman danau itu sekitar 40 m, hal ini berarti dalam setahun terjadi pendangkalan sekitar 25-30 cm. Bila kerusakan lingkungan tidak dapat dikendalikan maka diperkirakan umur danau ± 50 tahun lagi akan mengalami kekeringan. Kasus penebangan liar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di 16 sungai dibagian hulu sulit dikendalikan. Hal ini sangat terkait dengan proses perubahan penutupan lahan menjadi lahan-lahan pertanian dan perladangan yang dilakukan oleh masyarakat yang pada akhirnya ditinggal menjadi lahan-lahan terbuka yang tidak produktif. Hal ini berlangsung hingga di daerah bantaran danau, sehingga aktivitas ini mempercepat proses pendangkalan. Selain itu, perkembangan eceng gondok yang begitu cepat karena banyaknya keramba yang dibuat oleh masyarakat sekitar, dimana makanan ikan yang ditaburkan mengandung unsur hara yang tinggi sehingga merangsang tumbuhan ini cepat berkembang. (Kompas, Jumat 10/6/07). Bersamaan dengan terbentuknya lahan kritis ini menyebabkan pula erosi dan sedimentasi yang cukup besar yang berpengaruh terhadap penyempitan dan pendangkalan Danau Limboto dan Tondano. Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan penerapan teknologi RLKT tepat guna yang dapat memperbaiki kondisi lahan-lahan kritis dan mampu dengan cepat menutupi lahan-lahan pada areal terbuka dengan jenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan dari aspek hidrologi dapat memperbaiki sistem tata air.
B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian di DTA Limboto adalah menyediakan data dan informasi pertumbuhan jenis-jenis tanaman uji coba dan perubahan sifat fisik dan kimia tanah. Sedangkan tujuan penelitian di DTA Tondano adalah untuk mendapatkan teknik RLKT pada lahan-lahan terdegradasi di dalam maupun di sekitar kawasan hutan pada berbagai karakteristik lahan dengan pendekatan social forestry dalam rangka menekan kerusakan lahan dan memperbaiki fungsi hutan.
2
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu di Sub-Sub DAS Tapadaa, areal ini termasuk dalam wilayah Sub DAS Biyonga yang secara administratif terletak di Lingkungan Tapadaa, Kelurahan Biyonga, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dan Sub DAS Masarang. Daerah Tangkapan Air Danau Tondano yang terletak di Gunung Masarang-Rurukan, Kecamatan Tomohon Timur, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2007. Penelitian ini merupakan penelitian tahun ke empat dari 7 tahun penelitian yang direncanakan. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman tahunan (jati, cempaka dan mahoni), bibit tanaman hortikultur (jagung dan ubi Jalar), pupuk kandang, pupuk organik, pestisida, balok, papan, bambu, paku, pasir, semen, kawat bendrat, cat minyak, dempul. Sedangkan alat yang digunakan adalah meterán roll, meterán saku, cangkul, sprayer, palu, gunting stek/pangkas, kaliper mini (sigmat), kolektor erosi 9 set untuk plot ukuran 10 x 4 m, linggis, oven, timbangan analitis, timbangan konvensional, botol sampel, ring sampel dan plastik sampel, dan alat tulis menulis.
C. Metode Penelitian 1. Pembuatan plot tanaman DTA Danau Limboto Rancangan Plot I tanaman berumur ± 3 tahun (ditanam bulan Desember 2004), tanaman ditanam dengan jarak tanam 3 x 4 m pada 3 kelas kelerengan masing-masing 815%, 15-30% dan >30% dengan teknik konservasi teras dilengkapi rumput setaria. Rancangan Plot II tanaman berumur 2 tahun (ditanam pada bulan Desember 2005), tanaman ditanam dengan jarak 3 x 3 m pada satu kelas kemiringan lereng >30%. Teknik konservasi yang diterapkan adalah teras gulud dengan rumput setaria dan jalur gamal.
3
Kelerengan > 30%
Kelerengan > 30%
Kelerengan 15- 30% Kelerengan 8-15 %
Gambar 1. Lay out tanaman pada Plot I Keterangan : ♠ = = ♣ = =
Tanaman jati Tanaman nangka Tanaman sengon Teras gulud dan rumput setaria
Gambar 2. Lay out tanaman pada Plot II Keterangan : ♠ = Tanaman jati = Tanaman mahoni = Teras gulud dan rumput setaria = Alley cropping tanaman gamal
DTA Danau Tondano Di lokasi DTA danau Tondano dilakukan penelitian konservasi sayuran dataran tinggi dengan memadukan teknik konservasi sipil teknis berupa bedengan dan penanaman sejajar kontur. Untuk uji jenis tanaman kayu-kayuan yang 1. merupakan tanaman pokok digunakan kombinasi tanaman kayu mahoni dan cempaka dengan jarak tanam 3 x 4 meter. Areal penelitian terbagi ke dalam 3 blok kemiringan yaitu 15-30%, 30-45%, dan >45%. Pada setiap blok dibuat 3 plot penelitian untuk mengukur limpasan permukaan dan erosi dengan ukuran plot 4 x 10 m. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dengan kemiringan lereng sebagai blok.
4
a m b a r 2 . L a y o u t t a n a m
Rancangan pola tanam dapat dilihat pada gambar berikut ini
♣
jagung
▓
ubi jalar
Rancangan plot pada lokasi di DTA Danau Tondano : B1P1 : Bedengan + jagung + ubi jalar (kontrol/sesuai petani setempat) B1P2 : Bedengan + mulsa vertikal + jagung + ubi jalar di kemiringan B1P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + jagung + ubi jalar
Kemiringan 15-30 %
B2P1 : Bedengan + jagung + ubi jalar (kontrol/sesuai petani setempat) B2P2 : Bedengan + mulsa vertikal + jagung + ubi jalar B2P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + jagung + ubi jalar
Kemiringan 30-40 %
B3P1 : Bedengan + jagung + ubi jalar (kontrol/sesuai petani setempat) B3P2 : Bedengan + mulsa vertikal + jagung + ubi jalar B3P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + jagungl + ubi jalar
Kemiringan > 45 %
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah perlakuan tumpang sari antara jagung dan ubi jalar :
B1P1/B2P1/B3P1 : (kontrol/sesuai petani setempat) B1P2/B2P2/B3P2 : aplikasi mulsa vertikal B1P3/B2P3/B3P3 : mahoni + cempaka + mulsa vertikal 2. Pengumpulan Data a. Data Hujan Data curah hujan diukur dengan menggunakan alat takar hujan sederhana (ATHUS). Data dari athus merupakan data harian yang diukur setiap hari pada jam tujuh pagi untuk kejadian hujan satu hari sebelumnya yang dicatat sebagai hujan harian.
5
b. Data Limpasan Limpasan dan erosi diukur dengan metode plot uji coba menggunakan kolektor erosi berupa dua buah drum, dimana drum I sebagai penampung aliran permukaan dari plot, dan drum II merupakan penampung aliran buangan dari drum I. Pada drum I dibuat lubang pembagi sebanyak 8 lubang dan satu lubang diantaranya dihubungkan ke drum II. Bentuk desain drum kolektor erosi seperti pada gambar berikut :
TAMPAK SAMPING
DRUM I
DRUM II
KRAN PEMBUANG
TAMPAK ATAS
PIPA PEMBAGI
Gambar 4. Kolektor Erosi Tipe Drum Data limpasan diperoleh melalui pengukuran volume air yang ada dalam kolektor. c. Data Sedimen Sedimen diperoleh dari hasil analisa laboratorium sampel air yang berasal dari kolektor melalui metode penguapan. Pengambilan data dilakukan satu kali sehari pada pukul 07.00. d. Data Tanah Pengambilan sampel terganggu dan tidak terganggu (dengan ring sampel) dilakukan pada titik yang dianggap mewakili lokasi. Selanjutnya sampel tanah tersebut dianalisis di laboratorium untuk mengetahui sifat kimia dan fisika tanah. Selain itu juga dilakukan pembuatan profil tanah untuk menentukan jenis tanah di tiap lokasi. e. Data Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Pengamatan produksi dilakukan saat pemanenan dengan melakukan pemanenan seluruh luasan plot maupun dengan metode ubinan sehingga dapat ditentukan hasil produksi per luasan. Pertumbuhan tanaman diamati pada fase-fase tertentu berupa pertambahan tinggi tanaman dan diameter.
6
3. Analisa Data a. Limpasan dan erosi Sampel air yang diambil pada kolektor pada tiap kejadian hujan kemudian dianalisis di laboratorium. Karena plot erosi berukuran kecil maka besarnya erosi dianggap sama dengan besarnya sedimen yang tertampung dalam kolektor erosi. Untuk menentukan konsentrasi sedimen dilakukan analisa laboratorium dengan menggunakan metode penguapan. Sebelumnya dihitung dahulu berat sedimen pada botol sampel. Adapun formula dalam perhitungan analisis sedimen sebagai berikut : C = 1000/V X (b - a) X 1000 (mg/l) Keterangan :
C V b a
= = = =
Konsentrasi sampel erosi (mg/l) Volume sampel erosi (ml) berat cawan berisi sampel erosi (gr) berat cawan kosong (gr)
Erosi aktual dari plot dihitung dengan rumus : A = (V1.C1) + a (V2.C2)
Keterangan A = V = C = a = 1/2 =
: erosi (ton/ha) volume aliran (m3/ha) konsentrasi erosi (mg/l) jumlah lubang pada kolektor nomor drum
b. Tanah Sampel tanah yang diambil dilakukan analisis sifat fisika tanah (tekstur dan bulk density) dan kimia tanah (pH, kandungan hara makro (N, P, K dan C-organik). c. Produksi Hasil panen secara kesuluruhan maupun sampel ubinan (1 meter persegi) disetarakan dalam hektar. Hasil yang digunakan adalah rata-rata dari beberapa ubinan. Sedangkan tanaman kayu-kayuan dihitung dengan pendekatan sensus. d. Pendapatan Pendapatan dihitung dari produksi semua jenis tanaman (semusim, tahunan, MPTS, tanaman bawah, dll) dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat ini.
Pb Pi Ci
= Jumlah pendapatan bersih = Pendapatan kotor ke i = Biaya ke i
7
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
DTA Danau Limboto Curah hujan pada tahun 2007 di lokasi penelitian sebesar 1532 mm/tahun. Data ini menunjukan curah hujan yang menurun dibandingkan tahun 2006 sebesar 2378 mm/tahun. Perubahan curah hujan tidak memberikan pengaruh pada tanaman sampel. 1. Pertumbuhan Tanaman Plot I Tanaman jati memiliki persen tumbuh yang paling baik yaitu rata-rata berkisar 67100% dengan pertambahan riap diameter batang berkisar 2,35-4 cm/tahun serta rata-rata pertambahan tinggi hingga berkisar 125,55-310 cm. Untuk jenis tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan seperti pada lokasi penelitian. Tanaman nangka memiliki pertumbuhan yang kurang baik dibanding jati, karena kurangnya curah hujan pada bulan-bulan tertentu. Pada plot III P3 nangka tumbuh mencapai 100% (termasuk tanaman sulaman). Pertambahan tinggi paling besar adalah pada IIIP3 sebesar 124,5 cm/tahun dan pertambahan diameter paling besar adalah pada IIIP3 sebesar 3,5 cm/tahun. Pada Plot lainnya tidak terdapat tanaman nangka yang hidup. Hal ini diperkirakan pada awal pertumbuhan kurang dapat menyesuaikan dengan kondisi lahan pada lokasi penelitian. Tanaman nangka dengan perakaran dalam membutuhkan drainase yang baik, akar nangka mampu menyerap air pada tanah yang dalam dan kurang toleran terhadap genangan. Pemberian air tambahan hanya dibutuhkan selama dua tahun pertama pertumbuhannya. Tanaman nangka baik untuk konservasi lahan miring (curam). Sengon memiliki persen hidup rata-rata sebesar 50 - 67% dengan riap tinggi dan diameter masing-masing 192,5 cm/tahun dan 3,81 cm/tahun. Sengon mampu hidup pada sebaran iklim yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis tanaman yang mampu bertahan hidup pada lahan marjinal. Plot II Pada Plot II tanaman uji coba (Jati dan Mahoni) mengalami pertumbuhan yang sangat baik yaitu >96 % (termasuk pertumbuhan tanaman sulaman). Tanaman jati pada Plot II mengalami pertumbuhan lebih baik jika dibandingkan dengan Plot I. 2. Analisis Sampel Tanah Jenis tanah pada lokasi penelitian adalah ultisol. Analisis sampel tanah dilakukan secara komposit dari beberapa titik dalam plot uji coba, hasil analisis tanah Plot I menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah. Adapun rincian unsur-unsur yang diperiksa adalah N sebesar 0,03 % (sangat rendah), P2O2 tersedia 1,58 ppm (sangat rendah), K2O tersedia 12,95 ppm dan (rendah), C-organik 0,84 % (sangat rendah). Adapun tingkat kemasaman tanah atau pH tanah pada Plot I berkisar 5,11 hingga 5,38. Hasil analisis tanah pada Plot II adalah sebagai berikut N sebesar 0,02% (sangat Rendah), P2O2 tersedia 2,11 ppm (sangat rendah), K2O tersedia 17,77 ppm (rendah), dan Corganik 1,09% (rendah). Kandungan N sangat rendah berarti kandungan unsur hara makro sangat rendah. P 2O2 tersedia sangat rendah disebabkan pH tanah pada Lokasi II rendah (5,38) yang memberikan pengaruh sehingga unsur tersebut sulit diserap oleh tanaman. K2O rendah pun dipengaruhi oleh pH tanah yang rendah. Kandungan C-organik rendah diperkirakan karena proses
8
dekomposisi bahan organik tanah yang terjadi lebih cepat dibanding dengan produksi bahan organik. 3. Analisis Sampel Erosi Hasil pengamatan menunjukan bahwa besarnya erosi pada plot I adalah 0,250 m3/tahun. Dibandingkan dengan data tahun 2006 sebesar 0,723 m3/tahun, maka dengan demikian telah terjadi penurunan yang signifikan dengan jumlah curah hujan lebih kecil.
DTA Danau Tondano 1. Curah Hujan Besarnya curah hujan bulanan yang terjadi sangat bervariasi, tertinggi pada bulan Oktober sebesar 172 mm dengan hari hujan sebanyak 15 hari dan terendah pada bulan Agustus sebesar 21 mm dengan hari hujan 6 hari. 2. Limpasan dan Erosi Rata-rata limpasan pada masing-masing perlakuan yaitu P1, P2 dan P3, limpasan tertinggi terjadi pada teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu sebesar 1217,30 m3/ha, sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 923,57 m3/ha. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan yang diujicobakan berhasil dalam menekan limpasan permukaan (run off) dan meningkatkan infiltrasi tanah, karena dengan adanya mulsa dan perkembangan akar tanaman tahunan tanah menjadi lebih porous. Begitu pula dengan tingkat erosi, teknik konservasi bedengan menghasilkan erosi tertinggi yaitu sebesar 1,00 ton/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 0,752 ton/ha. 3. Uji Kesesuaian Tanaman Tahunan Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa pertumbuhan mahoni lebih cepat yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi 1,2 m/tahun dan rata-rata diameter 3,28 cm/tahun sedangkan cempaka rata-rata pertambahan tinggi 1,17 m/tahun dan pertambahan diameter 2,7 cm/tahun. 4. Analisis Tanah Hasil pengamatan terhadap karakter fisika dan kimia tanah menunjukan bahwa jenis tanah pada lokasi penelitian Andosol Coklat Tua yang setara dengan Andisol (USDA Soil Taxonomy). Jenis tanah di lokasi penelitian cukup tahan terhadap erosi namun pada umunya jenis tanah ini (Andosol) mempunyai sifat thixotropic yaitu apabila dalam keadaan jenuh air, tanahnya mudah mengalami erosi massa (creep and slip erotion) karena tingkat perkembangan tanahnya baru pada tingkat lemah sampai sedang (Utomo, 1985). Hasil analisa laboratorium menunjukan bahwa secara umum kesuburan tanah di lokasi penelitian sangat rendah sampai rendah. Hal ini ditunjukan dari kandungan semua unsur penting seperti N dan P masih sangat rendah, K rendah, dan C-organik bervariasi dari sangat rendah hingga rendah. Sedangkan pH tanah berkisar antara 6,4-7. Pada umumnya
9
perubahan pH tanah 6 - 7,5 mempunyai pengaruh langsung sangat kecil baik pada akar tanaman atau mikroorganisme (Smith and Daron, 2000 dalam Winarso, 2005). Variasi nilai pH di lokasi penelitian juga merupakan variasi nilai pH optimum untuk sebagian besar mikroorganisme tanah yaitu antara 5 - 8 (Winarso, 2005). Dari hasil pengamatan di lapangan, berdasar karakter kimia tanahnya maka perlu penambahan input untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah. Salah satu cara yang telah dilakukan adalah pembenaman mulsa kedalam tanah untuk meningkatkan bahan organik tanah. Selain itu mulsa juga telah banyak dibuktikan dapat meningkatkan sifat fisik tanah, menurunkan penguapan dan memperkecil fluktuasi temperatur tanah (Utomo dan Guritni, 1985). Manfaat yang diperoleh dari penerapan mulsa vertikal pada sistem pertanian lahan kering di DTA Tondano adalah mengurangi erosi pada dinding dan dasar saluran dan meningkatkan infiltrasi.
IV. KESIMPULAN DTA Danau Limboto a. Pada lokasi I tanaman jati memiliki persen tumbuh yang cukup baik yaitu rata-rata berkisar 67 – 100 % dengan pertambahan riap diameter batang berkisar 2,35 – 4 cm/tahun serta rata-rata pertambahan tinggi hingga berkisar 125,55 – 310 cm. jenis tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan di lokasi penelitian. b. Dari hasil analisis sampel tanah dijumpai bahwa pH tanah di dua lokasi memiliki tingkat kemasaman yang tinggi, sehingga unsur-unsur yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman seperti N, P2O2, K2O dan C-Organik memiliki kadar yang rendah. Dengan demikian masih terus diusahakan penambahan unsur-unsur yang dapat meningkatkan tingkat kesuburan tanah. c. Pertumbuhan tanaman uji coba pada lokasi II relatif lebih subur jika dibandingkan dengan tingkat kesuburan pada lokasi I atau persen tumbuh > 96 % d. Belum nampak secara signifikan pengaruh perubahan unsur hara pada dua lokasi penelitian.
DTA Danau Tondano a. Hasil analisa limpasan permukaan pada masing-masing perlakuan yang dicobakan (PI, PII dan PIII) tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 1217,30 m3/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang di kombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 923,57 m3/ha. b. Hasil analisa erosi pada masing-masing perlakuan yang dicobakan (PI, PII dan PIII) tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 1,00 ton/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang di kombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 0,752 ton/ha. c. Tanaman cempaka dan mahoni yang ditanam masih dalam stadium pertumbuhan (umur tanam 3 tahun) sehingga tajuk tanamannya belum mampu melindungi agregat tanah secara optimal dari daya rusak air hujan. d. Analisa usahatani sederhana dari perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasikan penerapan mulsa vertikal dan penanaman tanaman jagung, ubi jalar, cempaka dan mahoni belum dapat dilaksanakan karena tanaman semusim yang ditanam belum bisa dipanen.
10
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Beukeboom, H. 1994. Overview of Social Forestry Policies and Approaches in Asia. Seminar on the Development of Social Forestry and Sustainable Forest Management. Faculty of Forestry, Gadjah Mada University and Perum Perhutani. Jakarta. Bosch, J.M., and J.D. Hewlet. 1982. Review of Catchment Experiments to Determine the Effects of Vegetation Changes on Water Yield and Evapo-transpiration. Journal of Hidrology (55):3-23 Departemen Kehutanan dan perkebunan. 1999. Surat Keputusan Menhutbun No. 284/KptsII/1999. Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Dephutbun. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Social Forestry. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hadinugroho, H.Y.S.;L.O. Tira; E. Ekowati; A.G. Salim; B.H. Narendra; Iskandar; E. Junaedi; E. Multikaningsih; K. Mairi; A.K. Tayeb; A. Bahri; U. Sumung; S. Tabba dan Syahidan. 2003. Teknologi Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2003. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan. Hadinugroho, H.Y.S.; A.G. Salim; E. Junaedi; E. Multikaningsih; A.K. Tayeb; A. Bahri; U. Sumung; S. Tabba dan Syahidan. 2004. Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2004. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan. JICA. 2000. The Study on Critical Land and Protection Forest Rehabilitation at Tondano Watershed in The Republik of Indonesia. Interim Report Volume – I, Main Report. Nippon Koei Co.,Ltd. Kokusai Kogyo Co.,Ltd. Junaidi, E. dan A. Bahri. 2006. Penggunaan Mulsa Vertikal dalam Konservasi Tanah dan Air di Daerah Tangkapan Danau Tondano. Seri Teknologi Tanah dan Air. BPPTPDAS IBT. Makassar. Kartasapoetra, G.; A.G. Kartasapoetra; M.M. Sutedjo. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta. Lingga, P. dan Marsono. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Pusat Litbang Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan. 2002. Social Forestry. Nota Dinas No. 819/VIII/P3Se-1/2002. Bogor. Rismunandar, 1984. Tanah dan Seluk Beluknya. Sinar Baru. Bandung. Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta.
11
Siregar, C.A., H.H. Siringoringo. 2000. Potensi Rehabilitasi Lahan Kritis Indonesia Sebagai Gudang Karbon dalam Mengatasi Perubahan Iklim Global. Buletin. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1987. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta. Suripin. 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta. Utomo, W.H. dan B. Guritno. 1985. Effect of Tillage and Mulching on Soil Physical Properties and Yield of Cassava in Mixed Cropping. Proc.5th. ASEAN Soil Conf. Bangkok. Utomo, W.H. 1994. Konservasi tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali. Jakarta. Utomo, W.H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Wionarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Jakarta.
12
Uji Coba Teknik Pengelolaan DAS Mikro
Kristian Mairi Ketua Tim Peneliti
ABSTRAK Penelitian uji coba teknik pengelolaan DAS Mikro dirancang untuk mengkaji secara empirik sejauh mana karakteristik DAS Mikro dari aspek hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat mempengaruhi kinerja DAS secara keseluruhan. Untuk pemberdayaan masyarakat konsep utamanya adalah menghubungkan antara kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat lokal dengan hasil air dari hutan dihubungkan dengan tingkat partisipasi, kesadaran, kemandirian, keswadayaan dan rasa memiliki masyarakat baik secara individu maupun secara kolektif. Maksudnya agar masyarakat mau dengan sungguh-sungguh berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Penelitian Uji Coba Teknik pengelolaan DAS Mikro bertujuan untuk mengetahui karakteristik DAS mikro dari aspek hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada tiga lokasi yaitu DAS Mikro Ongkaw, DAS Mikro Tapabuoti dan DAS Mikro Sofifi. Karakter alami dari ketiga DAS mikro termasuk kategori DAS kepulauan dengan ciri panjang sungainya pendek, langsung bermuara ke laut, pola aliran dendritis, kerapatan drainase 0,39 sehingga rentan terhadap banjir. Kepadatan penduduk di ketiga lokasi masih tergolong rendah yaitu 35-40 jiwa/km2, namun tingkat ketergantungan penduduk terhadap lahan sangat tinggi. Pola pemukiman penduduk adalah mengumpul atau terkosentrasi pada suatu areal tertentu. Pada umumnya masyarakat hidup pada kondisi miskin dengan ratarata pendapatan Rp. 2.423.050,- per KK per tahun.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan sampai saat ini sering menjadi tertuduh utama dari terjadinya berbagai gangguan dalam sistem DAS seperti banjir, longsor dan kekeringan. Tidak bisa di pungkiri bahwa kondisi hutan di berbagai daerah yang berada di hulu DAS dari hari ke hari semakin merosot baik dalam luas maupun kualitasnya. Berbagai masalah gangguan hutan seperti perambahan hutan, dan penebangan liar nampak terlihat di berbagai kawasan. Kemiskinan dan minimnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap upaya pelestarian fungsi hutan ditengarai sebagai pemicu adanya tekanan masyarakat terhadap hutan, sehingga kecenderungan untuk membuka hutan semakin tinggi. Lahan hutan yang dibuka untuk kegiatan pertanian tidak menerapkan teknik RLKT. Masyarakat membuka hutan dengan melakukan pembakaran, setelah itu ditanami dengan tanaman semusim jagung, cabe dan kacang-kacangan tanpa teknik konservasi tanah dan air. Akibatnya tingkat kesuburan semakin menurun dan hasil produksi rendah. Seiring menurunnya kualitas tanah, mereka pindah ke lahan baru dengan membuka hutan, kondisi ini 13
berlangsung terus menerus sehingga lahan-lahan yang mereka tinggalkan menjadi lahan kritis yang cukup luas. Sampai dengan saat ini bagaimana mengelola daerah hulu spesifik lokasi (hutan dan masyarakat disekitarnya) yang mengakomodasi kepentingan masyarakat di sekitarnya tetapi sekaligus dapat melestarikan fungsi konservasi masih menjadi bahan kajian yang menarik
B. Tujuan Tujuan utama dari kegiatan Uji Coba Teknik Pengelolaan DAS Mikro adalah diperolehnya suatu model DAS Ujicoba dalam upaya mempertahankan hutan yang masih utuh sebagai penghasil air dan atau rehabilitasi lahan yang terdegradasi. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai pada tahun 2007 adalah mengetahui karakteristik DAS mikro dari aspek hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2007. Lokasi penelitian terletak di tiga lokasi yaitu: 1. DAS Mikro Ongkaw, DAS Poigar yang juga merupakan KPH Model Poigar, terletak di Desa Tiniawangko, Kec. Sinonsayang, Kab. Minahasa Selatan, Sulawesi Utara 2. DAS Mikro Tapabuoti, DAS Limboto, Gorontalo 3. DAS Mikro Sofifi, DAS Oba, Kec. Oba Utara,Kab. Tidore, Kep. Maluku Utara. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah peta rupa bumi, peta jenis tanah, peta topografi, peta penggunaan lahan, peta pola pemukiman, peta tekanan penduduk, kuisioner, dan panduan PRA. Peralatan yang digunakan adalah SPAS dua unit, AWRL, obrometer/athus, komputer, perangkat lunak GIS, seperangkat alat pengambilan sampel air dan pengukuran fisik lapangan (abney level, GPS, dll). C. Metode Penelitian 1. Metode pengumpulan data a. Data Primer, aspek hidrologi terdiri dari data debit, TMA, curah hujan harian, sedimentasi, aliran tembus dan aliran batang. Aspek lahan terdiri dari luas DAS Ujicoba, land use, jenis tanah, erosi, persentase penutupan lahan, jenis tanaman penutup. Data soseklem meliputi luas DAS berdasarkan administratif, jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk, analisis ekonomi rumah tangga penduduk, pola konsumsi, pola pemukiman, adat istiadat, perkembangan kelembagaaan lokal. b. Data Sekunder, terdiri dari peta (topografi, penggunaan lahan, tanah, geologi dan rupa bumi). Laporan yang terdiri dari data curah hujan, banjir, longsor, monografi desa, kecamatan dalam angka. c. Data Non Survei, digunakan cara diagnostic (melalui RRA/ Rapid Rural Appraisal dan PRA/Participatory Rural Appraisal) dan cara adhoc (melalui rapat dan koordinasi).
14
2. Analisa Data a. Aspek Hidrologi Input DAS adalah data curah hujan sedangkan outputnya adalah debit, baik debit aliran maupun debit sedimen. Analisis debit sedimen menggunakan persamaan kurva lengkung aliran (Discharge Rating Curve) yang dibuat berdasarkan kumpulan data series. Data series debit diperoleh dari hasil analisis hubungan data TMA dan debit sesaat. Persamaan yang digunakan adalah , dimana Q=debit (m3/dtk),
=TMA (m),
= konstanta
, dimana Q= debit sesaat (m3/detik), V= kecepatan arus (m/detik), A = luas penampang aliran (m2).
Analisis debit sedimen sesaat diperoleh berdasarkan data konsentrasi sedimen dan data debit. Persamaannya adalah sebagai berikut: Qs= C x Q, dimana Qs = debit suspense (kg/detik), C = konsentrasi sedimen (gr/liter), Q = debit aliran.
Selanjutnya untuk mencari series data debit sedimen perlu dibuat persamaan sebagai berikut: , dimana Qs = debit suspensi (kg/detik), Q = debit aliran (m3/detik), = konstanta
Analisis KRS dan Koefisisen Limpasan (C) dimana KRS= koefisien regim sungai; Qmax = debit maksimum; Qmin = debit minimum dimana C= koefisien limpasan, Q = tebal limpasan, P= tebal hujan.
b. Aspek Lahan Konsentrasi sedimen diperoleh dengan menggunakan metode penguapan (Evaporation Method). Rumus yang digunakan untuk menghitung sedimen adalah
Keterangan: = = = =
konsentrasi sampel erosi (mg/l) volume sampel erosi (ml) berat cawan berisi sampel erosi (gr) berat cawan kosong
15
Erosi aktual dihitung dengan rumus:
Keterangan: = = = = 1,2 =
erosi (ton/ha) Volume air (m3/ha) konsentrasi erosi (mg/l) jumlah lubang pada kolektor nomor drum
Analisa tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah. Untuk produksi tanaman kayu keras, produktivitasnya diamati secara periodik dengan mengukur pertambahan tinggi dan diameter.
c. Aspek Sosek Beberapa aspek yang dinilai dari parameter pendapatan penduduk antara lain proporsi pendapatan masyarakat dari lahan hutan, rasio ketergantungan antar anggota masyarakat, tingkat pengangguran dan tingkat pendidikan. Standar penilaian tingkat kesejahteraan penduduk menggunakan rata-rata pendapatan penduduk perkapita pertahun. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan gambaran umum DAS Mikro Tapabuoti, DAS Mikro Ongkaw yang merupakan bagian dari DAS Poigar dan DAS Mikro Sofifi yang terletak di Sub DAS Sofifi DAS Oba dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Gambaran umum DAS Mikro Tapabuoti, DAS Mikro Ongkaw dan DAS Mikro Sofifi Das Mikro Tapabuoti Luas DAS (ha) Jenis tanah Curah Hujan tahunan Tipe Iklim (schimdt dan Ferguson)
Inceptisol 3.020 mm (tahun 2007) Tipe E
DAS Mikro Poigar ±1.356 Aluvial dan Regosol 2.364 mm (rata-rata tahun 1997-2006) Tipe B
DAS Mikro Sofifi ±1.374,6 Aluvial dan Regosol 2.364 (rata-rata tahun 1997-2006) Tipe B
A. Curah Hujan Curah hujan di lokasi DAS Uji Coba Gorontalo termasuk rendah dengan rata-rata curah hujan tahunan 1196,5 mm (2000-2006), namun curah hujan pada tahun 2007 mengalami peningkatan tajam yaitu 3020 mm. Curah hujan tahunan di DAS Poigar adalah 2364 mm, yang merupakan rata-rata selama 10 tahun (1997 s/d 2006). DAS ini rentan banjir dan kekeringan karena curah hujan sebesar ini berpotensi menghasilkan laju erosi dan sedimentasi tinggi. Kerentanan ini juga disebabkan oleh karakter alaminya dimana DAS ini termasuk kategori DAS kepulauan dengan ciri panjang sungai utamanya relatif pendek dan langsung bermuara ke laut. Pada saat intensitas hujan tinggi akan terjadi banjir dan karena konsentrasi aliran tinggi mengakibatkan terjadi debit banjir maksimum. DAS Poigar memiliki pola dendritis dan trellis, maka air mengalir dari segala arah.
16
Keadaan curah hujan di DAS Oba relatif sama dengan DAS Poigar, dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2364 mm (data tahun 1997-2006). DAS ini mempunyai karakteristik sama dengan DAS Poigar yaitu DAS kepulauan dengan panjang sungai utamanya relatif pendek dan memiliki pola campuran dendritis dan trellis.
B. Debit Debit rata-rata bulanan di DAS Mikro Tapabuoti tahun 2006 adalah 0,05 m 3/detik dengan debit maksimum sebesar 0,13 m3/detik yang terjadi pada bulan Januari 2006 dan debit minimum sebesar 0,01 m3/detik yang terjadi pada bulan September 2006. Sedangkan data tahun 2007 hanya diperoleh satu bulan saja, hal ini dikarenakan alat pengukur curah hujan mengalami kerusakan. C. Sedimentasi Tingkat sedimentasi di DAS Uji Coba Gorontalo DAS Mikro Tapobuoti tahun 2007 adalah 37,29 ton per hektar atau 3,11 ton per hektar per bulan atau setara dengan laju sedimen 0,259 mm/tahun. Berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh BP2TPDAS Surakarta (2002), nilai tersebut termasuk dalam kategori buruk (>2 mm/tahun). D. Jenis Tanah Jenis tanah di DAS Uji Coba Gorontalo adalah Inceptisol. Jenis tanah ini memiliki kejenuhan basa < 50%. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis laboratorium sifat fisika dan kimia tanah di DAS Uji Coba Gorontalo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Sifat Fisika dan Kimia PH (H2O) N-Total (%) P-tersedia (ppm) K-tersedia (ppm) C organic (%) KTK (Me/100g) Porositas (%) Salinitas BJ (g/m3) BV(g/m3) Permeabilitas (cm/jam) Kemantapan Agregat (%) Tekstur
Nilai (kriteria) 6,7-6,9 (netral) 0,02-0,03 (sangat rendah) 1,93-2,51 (sangat rendah) 11,39-16,50 0,36-1,16 (sangat rendah-rendah) 15,85-35,00 (rendah-tinggi) 37,56-43,70 0,3-0,6 2,34-2,54 1,37-1,54 1,21-3,72 (agak lambat-sedang) 24,79-61,24 Lempung berdebu
Kedalaman efektif tanah di DAS Uji Coba Gorontalo berkisar antara 60 sampai 130 cm, hal ini menunjukan erosi yang terjadi di lokasi penelitian belum terlalu berat. Tekstur tanah di lokasi tersebut adalah lempung berdebu. Menurut Kartasapoetra (1991), tanah dengan tekstur lempung baik untuk pertanian, sedangkan debu dan liat tinggi mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat air. PH tanah sangat penting untuk menentukan kemudahan penyerapan unsur hara oleh tanaman. Pada ph yang terlalu asam, unsur P sulit diserap oleh tanaman karena diikat atau difiksasi oleh Al (Hardjowigeno, 2003). Nilai KTK rendah sampai sedang yang artinya kemampuan tanah yang rendah untuk menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman, pemberian pupuk kurang efektif karena unsur hara mudah hilang oleh pencucian. Nilai KTK dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik dan tanah dengan kandungan liat tinggi.
17
E. Kawasan Hutan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Sub DAS Ongkaw terdapat di Gunung Lolombulan seluas ± 492 ha. 36 % dari luas kawasan ini adalah semak belukar dan pertanian lahan kering, sedangkan 64 % luas kawasan adalah hutan sekunder. Luas kawasan hutan di Oba Utara adalah 69.750 Ha dengan rincian pada tabel berikut. Tabel 3. Luas kawasan hutan menurut fungsinya di Oba Utara Fungsi Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Konversi Jumlah
Luas (Ha)
Persentase (%) 29.750 14.000 250 25.750 69.750
42,65 20,07 0,36 36,92 100,00
F. Rasio Ketergantungan Antar Anggota Masyarakat Rasio ketergantungan antar anggota masyarakat di DAS Uji Coba Gorontalo sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk di luar usia kerja yang berumur antara 0-13 tahun dan di atas 50 tahun. Rasio ketergantungan diperoleh dari persentase penduduk diluar usia kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Angka ketergantungan antar anggota masyarakat sebesar 60 %, yang artinya 60 penduduk diluar usia kerja menjadi tanggungan dari 100 penduduk usia kerja. G. Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran di DAS Uji Coba Gorontalo diperoleh dari perbandingan antara penduduk tidak bekerja dengan jumlah angkatan kerja. Jumlah penduduk usia kerja yang bekerja adalah 93,34 %. Angka pengangguran di lokasi ini adalah 6,66 %. H. Tekanan Penduduk terhadap Lahan Tekanan penduduk terhadap lahan atau indeks ketersediaan lahan (IKL) di DAS Uji Coba Gorontalo dihitung dengan rumus Luas Baku Lahan Pertanian di dalam DAS dibagi jumlah KK petani di dalam DAS. Luas baku lahan pertanian yang tersedia merupakan lahan kering berupa kebun yang ditanami jagung, cabe rawit dan ketela pohon dengan luasan sebesar 70,5 ha dengan jumlah petani 78 KK. Sehingga IKLnya sebesar 0,90. Di Sub DAS Mikro Poigar kepadatan penduduknya masih tergolong rendah yaitu 35 jiwa/km2. Namun ketergantungan penduduk terhadap lahan sangat tinggi karena hampir semua penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Di DAS ini ditemukan adanya perambahan hutan, dimana kondisi kawasan hutan didominasi oleh kebun kelapa dan hutan sekunder yang tidak produktif. Berdasarkan data kependudukan tahun 2006 , kepadatan penduduk di Sub DAS Sofifi tergolong rendah yaitu 35 jiwa/km2. Perambahan hutan pun terjadi di lokasi ini, kondisi kawasan hutan di DAS Sofifi didominasi oleh kebun kelapa dan hutan sekunder. Petani menerapkan pola agroforestry dengan kombinasi tanaman tahunan dengan tanaman semusim. I. Pendidikan Tingkat pendidikan di DAS Uji Coba Gorontalo masih sangat rendah. 74,52 % adalah tamatan SD, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga penduduk usia sekolah
18
memilih untuk bekerja. Selain itu akses menuju sekolah juga sulit, harus naik turun gunung dengan berjalan kaki.
J. Pendapatan Penduduk Pendapatan penduduk di DAS Uji Coba Gorontalo berkisar antara Rp. 1.290.000 sampai Rp. 6.860.000 per tahun per kk. Dengan rata-rata pendapatan Rp. 2.423.050 per tahun per kk. Pendapatan penduduk setempat tergolong rendah, hanya beberapa keluarga yang memiliki kualifikasi prioritas sangat tinggi, dengan pendapatan diatas Rp. 5.000.000/kk/tahun. Sebagian besar penduduk DAS Uji Coba Gorontalo adalah petani yaitu sebesar 60 %. Mata pencaharian utama penduduk DAS Poigar adalah petani. Kemiskinan adalah bagian hidup mereka, hasil panen hanya mampu menghidupi untuk 6 s/d 9 bulan. Sedangkan untuk keperluan 3 s/d 6 bulan mereka mengandalkan upah buruh, tukang ojek atau dagang. Di DAS Oba pun kemiskinan mewarnai kehidupan mereka, dengan mata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Kondisi penduduk di DAS Oba sama dengan penduduk DAS Poigar. K. Proporsi Pendapatan Masyarakat dari Lahan Hutan Proporsi pendapatan masyarakat dari lahan hutan di DAS Uji Coba Gorontalo diperoleh dari perbandingan antara jumlah pendapatan dari lahan hutan dengan jumlah pendapatan bersih. Dari contoh lokasi diperoleh proporsi pendapatan masyarakat dari lahan hutan sebesar 50 %. IV. KESIMPULAN a. Karakter alami DAS Mikro Ongkaw, DAS Mikro Tapabuoti dan DAS Mikro Sofifi termasuk kategori DAS kepulauan dengan ciri panjang sungainya pendek, langsung bermuara ke laut, pola aliran dendritis, kerapatan drainase 0,39 sehingga rentan terhadap banjir. b. Kepadatan penduduk di ketiga lokasi masih tergolong rendah yaitu 35-40 jiwa/km2, namun tingkat ketergantungan penduduk terhadap lahan sangat tinggi. Pola pemukiman penduduk adalah mengumpul atau terkosentrasi pada suatu areal tertentu. Pada umumnya masyarakat hidup pada kondisi miskin dengan rata-rata pendapatan Rp. 2.423.050,- per KK per tahun. c. Dari segi penghasilan belum mencukupi untuk menghidupi keluarga dalam setahun karena rata-rata hasil panen padi sudah habis dalam jangka 6 s/d 9 bulan. Pekerjaan sampingan yang dapat mendatangkan uang tunai adalah nelayan, buruh kasar, ojek atau dagang. d. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat setempat , potensi hasil air dari hutan dimanfaatkan untuk kebutuhan dasar masyarakat sehngga dapat menbentuk kesadaran yang tinggi serta sikap yang konservasif dan protektif terhadap sumber daya hutan.
V. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta BP2TPDASIBT. 2006. Laporan Grand Desain Pengelolaan DAS Mikro Gorontalo. BP2TPDASIBT. Makassar.
19
Departemen Kehutanan. 2000. Pedoman penyelenggaraan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Ditjen RLPS Dit. RLKT. Departemen Kehutanan. 2001. Eksekuitf. Data Strategis Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Ditjen RLPS. Dit. RLKT. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. 2000. Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia (PSSEKI). P2SE. Bogor. Dixon, J.A., and K.W. Easter. 1986. Integrated Watershed Management: An Approach to Resource management. In. K.W. Easter, J.A. Dixon, and M.M. Hufschimdt. Watershed Resources management. An Intregated Framework with Studies from Asia and the Pacific. Studies in Water Policy and management, No. 10. Kodoatie, R.J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit ANDI. Yogyakarta. MOF, UNDP, FAO. 1985. Assistance to Watershed Management Programmes. Indonesia. Applied Research Needs and Soil Conservation Techniques for Field Trial in the Outer Islands. Paembonan, S. 1982. Analisis Sistem Biofisik Daerah Aliran Sungai: Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Saddang Sulawesi Selatan. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor. Paimin. 2004. Sistem Karakterisasi Daerah Aliran Sungai. Revisi Usulan Kegiatan penelitian (UKP). Tidak diterbitkan. BPPTPDAS IBB. Surakarta. Paimin. 2004. Sistem Karakterisasi Daerah Aliran Sungai DAS). (Revisi, Juli 2004). Departemen Kehutanan. Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Surakarta. Priyono, C.; Nugroho S. dan E. Savitri. 1998. Metode Penentuan Kesesuaian Lahan Terhadap Jenis Tanaman. Info DAS No.3 tahun 1999. Badan Penelitian dan pengembangan Kehutanan. Balai teknologi pengelolaan daerah Priyono, C.; Nugroho, S. dkk. 1999. Kesesuaian Lahan dan Jenis-jenis HTI. Info DAS No.6, 1999. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan, Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Surakarta. Surakarta. Seyhan, E. 1977. Priciples of Reservoir Engineering. Amsterdam, Institute of Earth Science, Free University. Shaw, E.M. 1998. Hydrology in Practice. 3 rd. Chapman & Hall. London. Soekanto, S. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri: Menteri Dalam Negri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum, No.19 tahun 1984 – No.059/Kpts-II/1984 – no. 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, tentang Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka pengamanan Daerah Aliran Aliran sungai prioritas. Yulianus, Anna.K.P. dkk. 1985. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur. Ujung Pandang.
20
Ward, R.C. and Robinson, M. 1989. Principles of Hidrology. Mc Graw Hill. London.
21
22
Analisis Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan di Maluku Utara dan Sulawesi Utara Sentot Adi Sasmuko Ketua Tim Peneliti
ABSTRAK Data persediaan potensi saat ini, data riap dan proyeksi hasil di waktu yang akan datang merupakan data yang harus tersedia dalam rangka perencanaan pengelolaan hutan yang baik. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pertumbuhan tegakan hutan alam bekas tebangan di Maluku Utara dan hutan alam sekunder di Sulawesi Utara. Dampak yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah terwujudnya pengelolaan hutan yang terencana, efisien, rasional, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penelitian dilaksanakan pada areal bekas tebangan IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah, Desa Poan, Kec. Kaputusan, Kab. Halmahera Selatan, Propinsi Maluku Utara Tahun RKT 2004 dan areal KPH Model Poigar, Desa Tiniawangko, Kec. Sinonsayang, Kab. Minsel, Propinsi Sulawesi Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2007. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa struktur tegakan pada areal bekas tebangan PT. Bela Berkat Anugrah dan KPH Model Poigar adalah relatif sama yaitu mengikuti pola struktur tegakan hutan alam yang normal. Jumlah pohon pada areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah adalah 243 batang per hektar, dengan rata-rata diemeter 56 cm. Kisaran diameter tertinggi sebesar 94 cm didominasi oleh jenis Anisoptera sp. (mersawa) dan diameter terkecil 9 cm didominasi oleh jenis Palaquium sp. (Nyatoh). Sedangkan jumlah pohon pada areal KPH Model Poigar adalah 185 batang per hektar dengan rata-rata diameter sebesar 38 cm. Kisaran diameter tertinggi sebesar 187 cm didominasi oleh jenis Rupet dan diameter terkecil 7 cm didominasi oleh jenis Kano nana. Jenis yang digunakan untuk kegiatan pengayaan pada PT. Bela Berkat Anugerah adalah jenis Shorea sp., dengan pertumbuhan tinggi antara 30 cm s/d 190 cm dan rata-rata tinggi 111,64 cm, sedangkan pertumbuhan diameter antara 0,7 cm s/d 3,3 cm dengan rata-rata diameter 1,87 cm, Palaquium sp. dengan pertumbuhan tinggi antara 17 cm s/d 277 cm dengan rata-rata tinggi 92,65 cm sedangkan pertumbuhan diameter antara 0,3 cm s/d 2,5 cm dengan rata-rata diameter 1,24 cm, Anisoptera sp. dengan pertumbuhan tinggi antara 47 cm s/d 78 cm dengan rata-rata tinggi 59 cm sedangkan pertumbuhan diameter antara 0,4 cm s/d 1 cm dengan rata-rata diameter 0,67 cm dan Pometia sp. dengan pertumbuhan tinggi antara 59 cm s/d 105 cm dengan rata-rata tinggi 75,1 cm sedangkan pertumbuhan diameter antara 0,4 cm s/d 1,1 cm dengan rata-rata diameter 0,96 cm.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengelolaan hutan yang baik membutuhkan data persediaan potensi saat ini (yang di kumpulkan melalui kegiatan inventarisasi), data riap dan proyeksi hasil di
23
waktu yang akan datang. Informasi riap dan hasil sangat esensial karena merupakan dasar penentuan kebijakan-kebijakan manajemen seperti panjang daur atau rotasi tebang, jatah tebang tahunan dan perlakuan-perlakuan silvikultur yang diperlukan. Tanpa diketahui besarnya riap dan dugaan hasil diwaktu yang akan datang tidak ada jaminan bahwa besarnya jatah tebangan tahunan sudah mengarah kepada kelestarian produksi dan sumber daya hutan. Informasi riap dan hasil diperoleh melalui pendugaan. Dalam kasus hutan alam campuran tidak seumur, perangkat pendugaan riap dan hasil pada umumnya berupa model matematis penduga riap dan hasil. Riap tegakan dibutuhkan untuk menduga potensi tegakan diwaktu yang akan datang dan sebagai salah satu parameter untuk menentukan sistem silvikultur yang digunakan dalam pengelolaan hutan. Salah satu ketepatan suatu sistem tersebut dalam melestarikan sumber daya hutan. Model-model riap dan hasil hutan alam saat ini masih sangat terbatas bahkan dikatakan belum tersusun. Akibatnya, perencanaan pengelolaan hutan alam masih menggunakan model-model yang berlaku ditempat lain. Contoh sistem TPTI, riap diameter pohon diasumsikan sebesar 1 cm/tahun, sedangkan riap volume tegakan diasumsikan 1 m3/ha/tahun. Asumsi-asumsi tersebut mugkin benar untuk beberapa lokasi tertentu, tetapi mungkin tidak benar untuk lokasi-lokasi lainnya. Karena begitu banyaknya faktor yang mempengaruhi riap, maka besarnya riap tegakan hutan alam sangat bervariasi menurut komposisi jenis, tipe hutan, lokasi dan sistem silvikultur yang diterapkan. Penggunaan satu angka riap untuk semua kondisi hutan disemua lokasi jelas bias. Untuk itu model-model pendugaan riap dan hasil perlu dibuat berdasarkan karakteristik hutan alam di Maluku Utara. Model-model tersebut pada akhirnya dapat diintegrasikan menjadi suatu model komprehensif pendugaan riap dan hasil hutan alam Maluku Utara yang dapat digunakan oleh para praktisi di dalam kegiatan perencanaan areal hutan yang dikelolanya.
B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah menyediakan paket informasi dan metode pendugaan pertumbuhan tegakan di hutan alam bekas tebangan untuk menentukan model pendugaan pertumbuhan di hutan alam bekas tebangan Maluku Utara dan hutan alam sekunder di Sulawesi Utara. II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2007 di areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah, Halmahera Selatan, Maluku Utara dan KPH Model Poigar, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Sedangkan lokasi penelitian di Sulawesi Utara terletak pada areal Hutan Lindung Lolombulan, Desa Tiniawangko, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. B. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan adalah peta kerja skala 1 : 10.000, tally sheet, cat merah dan kuning, kuas, tambang plastik, alat tulis, parang, meter rol, kompas, haga meter, clino meter, phi band, altimeter, pohon contoh dan pita ukur.
24
C. Prosedur penelitian 1. Pertumbuhan Tanaman Pengayaan a. Pengukuran Tinggi dan Diameter Kegiatan pengukuran tinggi dan diameter tanaman dilakukan pada tiga lokasi pengayaan, yaitu pada lokasi bekas jalan sarad, lokasi terbuka atau tanah kosong dan lokasi tempat penimbunan kayu (Tpn). Pengukuran tinggi dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman pengayaan secara keseluruhan (dimulai dari pangkal batang sampai pucuk tanaman yang paling tinggi) sedangkan diameter tanaman diukur pada tinggi tanaman 10 cm dari pangkal batang. b. Pengumpulan Data Pendukung Data pendukung kagiatan penelitian ini diperoleh dari wawancara. Data yang dikumpulkan berupa data asal benih, asal bibit, teknik persemaian, penyiapan lahan dan teknik penanaman sedangkan data tanah dan iklim diperoleh dari Kantor statistik dan BMG 2. Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan mengukur tinggi pohon bebas cabang dan tinggi total pohon, sedangkan diameter pohon diukur pada diameter setinggi dada atau 130 cm dari atas permukaan tanah. 3. Pembuatan PUP (Petak Ukur Permanen) a. PUP dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran jarak datar minimal 100 m x 100 m. b. Batas PUP berupa rintisan selebar 2 meter. c. Petak Pengamatan Syarat petak pengamatan adalah di dalam petak pengamatan tidak terdapat sungai yang lebarnya lebih dari 2 m, tidak terdapat areal kosong yang luasnya lebih dari 0,1 Ha, dan mencakup areal bekas kegiatan eksploitasi kayu (misal bekas penebangan, bekas jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, bekas jalan angkutan dll.), tetapi jumlah luas areal kosong akibat kegiatan eksploitasi kayu tersebut tidak lebih dari 0,3 Ha. d. Masing-masing petak pengamatan dibagi menjadi 100 buah plot ukuran jarak datar 10m x10m.
D. Analisa Data Analisa pertumbuhan tegakan dilakukan dengan menghitung volume masing-masing jenis pohon yang terdapat di dalam tegakan. Volume yang dihitung adalah volume pohon dengan tinggi sebatas tinggi bebas cabang. Volume pohon dihitung dengan pendekatan : V Dimana V 1/4d² f T
= 1/4d². f . T : : : : :
Volume Luas bidang dasar Angka Bentuk (0,7) Tinggi bebas cabang
25
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Pengayaan Jenis tanaman yang digunakan dalam kegiatan pengayaan pada lokasi jalan sarad, Tpn dan tanah kosong adalah jenis-jenis yang tumbuh disekitar areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah, seperti Shorea sp., Pometia sp., Anisoptera sp. dan Palaquium sp. Hasil pengukuran menunjukan bahwa dengan minimnya perhatian pihak perusahan terhadap tanaman yang di tanam pada ketiga lokasi pengayaan tetapi masih ada jenis-jenis yang tetap hidup dan memiliki pertumbuhan cukup baik, misalnya jenis Shorea sp., dengan pertumbuhan tinggi antara 30 cm s/d 190 cm dengan rata-rata tinggi 111,64 cm sedangkan pertumbuhan diameternya antara 0,7 cm s/d 3,3 cm dengan rata-rata diameter 1,87 cm, Palaquium sp. memiliki pertumbuhan tinggi antara 17 cm s/d 277 cm dengan rata-rata tinggi 92,65 cm sedangkan pertumbuhan diameternya antara 0,3 cm s/d 2,5 cm dengan rata-rata diameter 1,24 cm, pertumbuhan tinggi jenis Anisoptera sp. yaitu antara 47 cm s/d 78 cm dengan rata-rata tinggi 59 cm sedangkan pertumbuhan diameternya antara 0,4 cm s/d 1 cm dengan rata-rata diameter 0,67 cm dan pertumbuhan tinggi jenis Pometia sp. antara 59 cm s/d 105 cm dengan rata-rata tinggi 75,1 cm sedangkan pertumbuhan diameternya antara 0,4 cm s/d 1,1 cm dengan rata-rata diameter 0,96 cm.
B. Pertumbuhan Tegakan pada Hutan Alam Areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah Pertumbuhan tegakan di hutan alam bekas tebangan pada areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah, Bacan, Halmahera Selatan menunjukan bahwa selang diameter 20 s/d 39 cm merupakan dominasi dari tegakan yang ada yaitu sebanyak 78 pohon dengan total volume 45,31 m³/ha dan rata-rata volume 0,58 m³/pohon. Selanjutnya terdapat 73 pohon pada selang diameter ≤ 19 cm, dengan total volume 7,27 m³/ha dan rata-rata volume 0,009 m³/pohon, 22 pohon pada kelas interval diameter pohon 40 cm - 59 cm dengan total diameter 45,56 m³/ha dan rata-rata volume 2,07 m³/pohon dan 5 pohon berdiameter 60 cm up dengan total diameter 26,32 m³/ha dan rata-rata diameter 5,26 m³/pohon. Total jumlah pohon yang terdapat pada PUP areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah adalah sebanyak 243 pohon dengan volume pohon berkisar antara 0,1 m³/pohon s/d 7,4 m³/pohon dengan total volume pohon 124,49 m³/ha dan rata-rata volume 0,7 m³/pohon. Volume rata-rata tegakan meningkat mengikuti pertambahan diameter pohon dalam tegakan dan volume total tegakan hanya mengalami peningkatan pada selang diameter 0 cm - 59 cm kemudian menurun pada selang diameter diatas 60 cm. Hal ini disebabkan karena tegakan PUP merupakan tegakan bekas tebangan sehingga ketersediaan pohon berdiameter 60 cm up sangat kurang. Berdasarkan hasil indentifikasi, jenis pohon pada PUP PT. Bela Berkat Anugerah terdiri dari Shorea sp., Palaquium sp., Octomeles sumatrana., Anisoptera spp., Dillenia spp., Baringtonia spp. dan Canarium spp.
26
C. Pertumbuhan Tegakan pada Hutan Alam Areal KPH Model Poigar Grafik s e baran pohon dan Volum e pohon pada s e lang diam e te r te rte ntu di PUP KPH M ode l Poigar
180 160
Jumlah Pohon
140 120
Jumlah Pohon
100
Volume total Volume rata-rata
80 60 40 20 0 0-19
20-39
40-59
60 up
Se alang Diam e te r
Gambar 1. Grafik sebaran pohon dan Volume Pohon pada selang diameter tertentu di PUP KPH model Poigar.
Gambar 1. menunjukan bahwa pada selang diameter 0 cm -19 cm masih cukup tinggi di dalam tegakan, kemudian penyebarannya meningkat sampai pada selang diameter 20 cm - 39 cm dan kemudian jumlah penyebarannya terus menurun sampai pada selang diameter 60 cm up. Sedangkan volume pohon rata-rata dalam tegakan dan volume total pohon dalam tegakan terus meningkat mengikuti pertambahan volume pohon dalam tegakan. Berdasarkan hasil inventarisasi, PUP KPH model Poigar terdiri dari jenis nyatoh, buah rao, sasoro, cempaka, durian, gora, rupet, lalangusan, ungkeos dan kenanga. Dibandingkan dengan tegakan pada areal KPH Model Poigar, PUP PT. Bela berkat Anugerah memiliki jumlah pohon berdiameter 60 cm up lebih sedikit yaitu hanya berjumlah 5 pohon, sedangkan pada PUP KPH Model Poigar berjumlah 25 pohon. Hal ini disebabkan karena areal PUP KPH model poigar terletak pada kawasan hutan lidung sedangkan areal PUP PT. Bela Berkat Anugerah merupakan areal bekas tebangan.
IV. KESIMPULAN Jenis pohon yang cocok pada hutan bekas tebangan seperti tanah kosong, Jalan sarad, Tpn dan jalan logging adalah Palaquium sp., Pometia sp., Anisoptera sp. dan Shorea sp. karena mampu bertahan hidup dengan pertumbuhan tinggi dapat mencapai 277 cm dan diameter hingga 3,3 cm ( tanaman umur 3 tahun) meskipun perhatian dan tindakan pemeliharaan dari pihak yang terkait minim. Pertumbuhan paling baik dicapai oleh jenis Palaquium sp., dengan tinggi mencapai 277 cm dan diameter 2 cm (jalan sarad), 1,52 cm dan diameter 2,5 cm sedangkan pada lokasi bekas Tpn dicapai Shorea sp. dengan diameter 3,3 cm dan tinggi 190 cm. Jumlah pohon yang terdapat pada areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah sebanyak 243 pohon dengan volume pohon berkisar antara 0,1 m³/pohon s/d 7,4 m³/pohon dengan volume rata-rata 0,7 m³/pohon. Pada areal KPH Model Poigar sebanyak 185 pohon dengan volume pohon berkisar antara 0,009 m³/pohon sampai dengan 19,204 m³/pohon dengan volume rata-rata 1,516 m³/pohon.
27
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI). Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Cocran. W.G. 1983. Sampling Techniques 2 nd. John Wiley & Sons. Inc. New York. Brunce, D. and F.X. Schumacher. 1950. Forest Mensuration. The Ronald Press Co., New York Departemen Kehutanan, 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Husch, B. 1963. Forest measuration and statistic. The Ronald Press Company, New York. Korsgaard, S. 1989. The standtable projection simulation model. In: Wan Razak, M., H.T. Chan, and S. Appanah (Editors). 1989. Proceedings of the seminar of Growth and Yield in Tropical Mixed/Moist Forest, 20-24 June 1988, Kuala Lumpur. Forest Research Institute Malaysia, Kepong. Rinaldi I. 2003. Model Dinamika Struktur Tegakan untuk Pendugaan Hasil di HPH PT. Intracawood Manufacturing Kalimantan Timur. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (Tidak diterbitkan). Suhendang, E. 1993. Penerapan model dinamika struktur tegakan hutan alam yang mengalami penebangan dalam pengaturan hasil dengan metode jumlah pohon. Fakultas Kehutanan IPB. Vanclay, J.K. 1994. Modelling forest growt and yield; Applications to Mixed Tropical Forest CAB International. Wallingford, U.K
28
Eksplorasi Biodiversitas di Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara
Julianus Kinho Ketua Tim Peneliti
ABSTRAK
Zona wilayah biogeografi yang membagi daerah Wallacea yang terletak diantara garis Wallacea dan garis Lydeker sebagi zona peralihan atau daerah pertemuan antara fauna Orientalis dan fauna Australia menjadikan daerah ini kaya akan keanekaragaman hayati termasuk jenis fauna karena memiliki tingkat keendemisan yang sangat tinggi. Hal inilah yang kemudian menarik perhatian banyak pihak terutama para ilmuwan untuk melakukan kajian-kajian ilmiah untuk mengungkap keunikan dan kekayaan keanekaragaman hayatinya khususnya jenis fauna. Kawasan Taman Nasional AketajaweLolobata Maluku Utara merupakan bagian dari Wallacea, sehingga kegiatan eksplorasi flora dan fauna pada kawasan ini menarik untuk dilakukan dalam rangka menyediakan data dan informasi keragaman jenis baik flora maupun fauna (Burung). Pada kawasan TN Aketajawe terdapat sedikitnya 112 jenis pohon (terbagi dalam 84 marga dan 41 suku). Namun jumlah ini belum maksimal, mengingat waktu pelaksanaanya yang sangat terbatas sehingga wilayah jelajahnya sangat sempit. Selain itu, terdapat 26 jenis paku-pakuan (Pteridophyta) dari 2 kelas, 11 famili dan 26 spesies selama kegiatan eksplorasi. Berdasarkan habitatnya diketahui 15 spesies merupakan paku-pakuan terestrial, 5 spesies paku-pakuan epifit dan 6 spesies lainnya merupakan paku-pakuan yang hidup pada dua kondisi habitat yaitu terestrial dan epifit. Dalam eksplorasi ini, ditemukan juga 55 spesies burung yang tergolong dalam 24 famili. Famili burung yang spesiesnya paling banyak dijumpai adalah Columbidae (12 spesies) dan Psittacidae (9 spesies). Spesies endemik yang dijumpai selama empat hari eksplorasi dan diketahui memiliki sebaran hanya di Pulau Halmahera dan/atau Kepulauan Maluku sebanyak 17 spesies.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Aketajawe Lolobata yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 397/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 dengan luas 167.300 (seratus enam puluh tujuh ribu tiga ratus) hektar, merupakan ekosistem yang
29
masih utuh dengan tipe hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan yang terdiri dari kelompok hutan lindung. Aketajawe seluas ± 77.100 (tujuh puluh tujuh ribu seratus) hektar di kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Tidore Kepulauan, dan kelompok hutan Lolobata seluas ± 90.200 (sembilan puluh ribu dua ratus) hektar terdiri dari hutan lindung seluas ± 76.475 (tujuh puluh enam ribu empat ratus tujuh puluh lima) hektar, hutan produksi terbatas seluas ± 7.650 (tujuh ribu enam ratus lima puluh) hektar dan hutan produksi tetap seluas ± 6.075 (enam ribu tujuh puluh lima) hektar di Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara memiliki tipe hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan yang memiliki kekayaan potensi flora dan fauna yang perlu dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan karena sebagian dari kekayaan biodiversitas ini memiliki keendemisan tersendiri mengingat Taman Nasional ini secara biogeografi terletak di wilayah Wallaceae yaitu daerah peralihan antara flora fauna jenis Malesiana dan Australiace. Balai Penelitian Kehutanan Manado dengan core research Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Lahan memiliki wilayah kerja di Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara, sehingga untuk mendukung pengelolaan Taman Nasional Aketajawe Lolobata, penelitian konservasi baik flora maupun fauna perlu dilakukan guna melengkapi data base biodiversitas di kawasan ini. Salah satu kegiatan awal yang dilakukan adalah eksplorasi potensi flora dan fauna. Data base flora fauna ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penyusunan renstra dan action plan pengelolaan Taman Nasional Aketajawe Lolobata kedepan baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
B.
Tujuan Tujuan kegiatan eksplorasi ini yaitu untuk menyediakan data dan informasi ilmiah keragaman jenis flora maupun fauna (Burung) yang terdapat di kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku Utara.
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Kegiatan eksplorasi ini dilakukan di Desa Koli-Tayawi, Kecamatan Oba, Kota Tidore Kepulauan yang termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah I. B. Bahan dan Perlengkapan Lapangan Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini yaitu etiket gantung, alkohol, kantong spesimen, kertas koran, karung plastik, obat-obatan dan bahan lainnya. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan yaitu alat tulis menulis, alat masak, terpal, gunting stek, binokuler, parang, katapel, peta kerja, altimeter, GPS, meteran, tali rafia, kamera digital, handycam dan personal use.
30
C.
Metodologi Penelitian
Metode Eksplorasi Flora 1. Pengumpulan data vegetasi dan keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan dengan cara menjelajah sekitar areal kegiatan eksplorasi. 2. Jenis-jenis tumbuhan yang sedang berbunga atau berbuah dibuat contoh herbariumnya. 3. Sebagai data otentik dari keberadaan jenis yang bersangkutan maka spesimen atau contoh herbarium yang dikumpulkan tersebut akan disimpan secara permanen sebagai koleksi di Herbarium Wanariset Samboja di Kalimantan Timur. Duplikatnya dikirim ke Herbarium Bogoriensis di Bogor dan National Herbarium Leiden di Belanda.
Metode Eksplorasi Fauna (Burung) Habitat burung yang masuk dalam areal eksplorasi umumnya tepi sungai, lereng perbukitan dan sedikit sekali areal datar. Secara umum, areal eksplorasi bergelombang sedang sampai berat. Areal datar umumnya merupakan bekas jalan sarad, jalan logging dan areal bekas tebangan. Habitat-habitat yang sudah banyak terbuka tersebut sudah banyak ditumbuhi vegetasi pionir yang rapat dari tingkat semai hingga tiang. Habitat semacam ini tidak disukai burung karena terlalu rapat dan iklim mikro yang relatif panas dan kering. Habitat yang banyak dijumpai burung adalah sisa hutan primer yang banyak terdapat di lereng perbukitan dan pinggiran sungai.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Flora Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Di lokasi penelitian terdapat 112 jenis pohon yang termasuk ke dalam 84 marga dan 41 suku. Daftar jenis-jenis pohon tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar Jenis Pohon No
Family
1
Anacardiaceae
2
Annonaceae
3
Apocynaceae
Genus/Species Buchanania nitida*) Dracontomelon dao Koordersiodendron pinnatum Pentaspadon motleyi Semecarpus spp. Cananga odorata Polyalthia spp. Alstonia scholaris Lepiniopsis ternatensis*)
Keterangan *) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur)
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur)
31
4
Araliaceae
Osmoxylon umbelliferum*) Osmoxylon sp. Polyscias sp. Schefflera sp.
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur)
5
Burseraceae
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur
6 7 8 9
Combretaceae Datiscaceae Dilleniaceae Dipterocarpa ceae
10 11
Ebenaceae Elaeocarpa ceae
12
Euphorbia ceae
Canarium spp. Garuga floribunda*) Haplolobus sp. Terminalia spp. Octomeles sumatrana Dillenia spp. Anisoptera thurifera ssp. Polyandra *) Hopea novoguineensis *) Hopea sp. Diospyros spp. Elaeocarpus sp. Sloanea celebica Antidesma sp. Endospermum sp. Glochidion sp. Macaranga tanarius Macaranga sp. Mallotus ? mollissimus Pimelodendron amboinicum *)
13
Gnetaceae Guttiferae
Gnetum gnemon Calophyllum soulattriGarcinia spp.
14 15 16
Hernandia ceae Lauraceae
Hernandia sp. Cinnamomum sp. Cryptocarya sp
17 18
Lecythidaceae Leguminosae
19 20 21
Loganiaceae Magnoliaceae Meliaceae
Barringtonia spp Albizia ?procera Cynometra ramiflora Intsia palembanica Fagraea sp Elmerrillia tsiampacca Aglaia ? argentea Aglaia sp. Chisocheton ceramicus Chisocheton spp.
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur (3 jenis)
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur ?: Jenis yang belum diketahui (dalam proses identifikasi) *) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur
(2 jenis)
Li
22
Moraceae
23
Myristicaceae
32
Artocarpus spp. (2 jenis) Ficus spp. (banyak jenis) Endocomia macrocoma ? Horsfieldia spp. Knema sp.
. (2 jenis) ?: Jenis yang belum diketahui (dalam proses identifikasi)
?: Jenis yang belum diketahui (dalam proses identifikasi (2 jenis)
?: Jenis yang belum diketahui (dalam proses identifikasi. (2 jenis)
Myristica spp. 24 25
Myrtaceae Palmae
26 27 28
Rhizophora ceae Rosaceae Rubiaceae
29 30
Rutaceae Sapindaceae
31 32 33 34 35 36
Sapotaceae Simarouba ceae Sonneratia ceae Staphyleaceae Sterculiaceae Theaceae
37 38
Thymelaea ceae Tiliaceae
39
Ulmaceae
40
Urticaceae
41
Verbenaceae
Syzygium spp. Areca catechu Arenga sp. Caryota no Figaffeta *) Livistona rotundifolia Pinanga sp. Carallia brachiata Prunus sp. Anthocephalus macrophyllus *) Nauclea orientalis Neonauclea Pertusadina multifolia *) Timonius sp Melicope sp Alectryon ferrugineus (Blume) Radlk. *) Cupaniopsis stenopetala *) Pometia pinnata Palaquium spp. Ailanthus integrifo Duabanga moluccana Bischofia javanica Heritiera spp. Gordonia amboinensis *)
Aquilaria cumingiana Grewia sp. Microcos sp. Celtis sp. Trema orientalis Trema canabina Dendrocnide sp. Leucosyke capitellata Pipturus sp. Vitex cofassus *)
(2 jenis) *) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur (3 jenis)
(2 jenis) *) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur
*) Jenis yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur (flora malesia timur)
Jenis-jenis pohon yang dicetak tebal, merupakan jenis-jenis yang hanya dijumpai di Indonesia Bagian Timur hingga Filipina dan Papua New Guinea. Beberapa diantaranya bahkan hanya diketahui di satu tempat di Indonesia. Misalnya Buchanania nitida Engl. (suku Anacardiaceae) yang dalam bahasa Tobelo disebut “lilitoko”, sampai saat ini di Indonesia hanya diketahui terdapat di Morotai (Hou, 1978). Ada satu hal yang menarik yaitu dijumpainya jenis Hopea novoguineensis Sloot. (suku Dipterocarpaceae), merupakan jenis endemik yang hanya terdapat di Halmahera (Ashton, 1982). Jenis pohon ini termasuk
33
yang komersial dan berdiameter batang hingga lebih dari 80 cm, tersebar merata di daerah eksplorasi yang kondisi hutannya masih baik, tumbuh di lereng-lereng yang terjal serta berbatu-batu dan punggung bukit. Menurut informasi dari masyarakat setempat, pohon dari jenis ini banyak ditebang oleh HPH. Selain itu, Pimelodendron amboinicum Hassk. (suku Euphorbiaceae) merupakan satu-satunya marga Pimelodendron yang ada di Maluku (Whitmore et al., 1989; Djarwaningsih, 2004).
Paku-pakuan (Pteridophyta) Terdapat sekitar 26 jenis paku-pakuan (Pteridophyta) dari 2 kelas, 11 famili dan 26 spesies selama kegiatan eksplorasi dilaksanakan. Data paku-pakuan (Pteridophyta) dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Daftar kelas, famili dan jenis tumbuhan paku berdasarkan habitatnya No
Kelas
Famili
Spesies T
1
Lycopodii nae
Selaginellaceae
Schizaeaceae 2
Filicinae
Aspleniaceae
Davalliaceae Dennstaedtiaceae Gleceiniaceae Lomariopsidaceae Marantiaceae Nephrolepidaceae Polypodiaceae
Thelypteridaceae Keterangan :
34
T E T&E
Selaginella sp1. Selaginella sp2. Selaginella sp3. Lygodium flexuosum Lygodium circinataum sw Asplenium macrophyllum Asplenium sphatulinum Asplenium nidus Davalia sp. Orthiopteris sp. Gleichenia linearis Trichomanes javanicum. B Bolbitis sp. Angiopteris sp. Nephrolepis falcata Nephrolepis hirsutula Acrostichum sp. Chyatea contaminans Phymatodes sp. Heterogonium sp1. Heterogonium sp2. Pyrrosia agnesen Polypodium sinuosum Wall Stenochlaena polustris Cyclosorus gongylodes Cyclosorus sp.
: Teresterial : Epifit : Teresterial dan Epifit
Habitat E T&E
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jenis Tumbuhan Paku Teresterial Tumbuhan paku terestrial mempunyai akar rimpang dan serabut dengan batang kokoh, dapat tumbuh pada tanah berbatu, daerah lembab dan kering, tempat terbuka tanpa naungan atau tempat terbuka dengan naungan. Hasil eksplorasi menunjukan bahwa jenis tumbuhan paku teresterial lebih mendominasi hutan pada areal penelitian dengan jumlah 15 jenis, yaitu : Selaginella sp1., Selaginella sp2,., Selaginella sp3, Lygodium flexuosum, Asplenium sphatulinum, Orthiopteris sp., Gleichenia linearis, Angiopteris sp., Nephrolepis falcata, Nephrolepis hirsutula, Acrostichum sp., Chyatea contaminans, Heterogonium sp1, Cyclosorus gongylodes dan Cyclosorus sp.
Jenis Tumbuhan Paku Epifit Tumbuhan paku-pakuan epifit adalah paku-pakuan yang hidupnya menumpang pada tumbuhan lain. Umumnya tumbuhan paku epifit ini tidak merugikan inangnya atau tumbuhan yang ditumpangi. Paku epifit ini berakar serabut atau melilit berbentuk tali, memperlihatkan batang yang tidak nyata dan tumbuhnya tidak berumpun. Termasuk jenis yang intoleran karena merupakan penghuni khas pada bagian-bagian tertentu dari suatu pohon. Data hasil eksplorasi menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan paku yang hidupnya epifit sangat kurang yaitu berjumlah 5 jenis. Jenis-jenis paku epifit yang ditemukan di lokasi eksplorasi yaitu : Asplenium macrophyllum, Asplenium nidus, Heterogonium sp2, Pyrrosia agnesen, Polypodium sinuosum Wall.
Jenis Tumbuhan Paku Epifit dan Teresterial Tumbuhan Paku yang dapat hidup pada dua habitat yaitu epifit dan teresterial mempunyai kemampuan untuk tumbuh di tanah maupun menumpang pada tumbuhan lain yang masih hidup ataupun sudah mati. Berdasarkan hasil eksplorasi, ditemukan 6 jenis tumbuhan paku teresterial dan epifit yaitu : Lygodium circinataum sw. Davalia sp., Trichomanes javanicum B, Bolbitis sp., Phymatodes sp., Stenochlaena polustris.
C.
Fauna (Burung)
Keragaman Spesies Burung Famili burung yang spesiesnya paling banyak dijumpai adalah Columbidae (12 spesies) dan Psittacidae (9 spesies). Kedua famili tersebut umumnya pemakan buah yang dapat diperoleh sepanjang tahun, seperti buah Ficus spp. dan kelompok palma.
35
Tabel 3.
No.
Daftar Jenis burung yang dijumpai di sekitar Sub Das Tayawi Desa Koli, Kecamatan Oba, Kabupaten Tidore Kepulauan, Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku Utara
Nama Umum
Nama Ilmiah
Famili
Status Sebaran
1
Elang bondol
Heliastur indus
Accipitridae
2
Elang kecil
Hieraaetus morphnoides
Accipitridae
R
3
Itik (Umukia) raja
Tadorna radjah
Anatidae
R
4
Gosong kelam (maleu)
Megapodius freycinet
Megapodiidae
R>
5
Kedidi jari-panjang
Calidris subminuta
Scolopacidae
6
Delimukan zamrud
Chalcophaps indica
Columbidae
7
Uncal besar
Reinwardtoena reinwardtii
Columbidae
R>
8
Uncal ambon
Macropygia amboinensis
Columbidae
R>
9
Pergam tarut
Ducula concinna
Columbidae
R>
10
Pergam mata-putih
Ducula perspicillata
Columbidae
R>
11
Pergam boke
Ducula basilica
Columbidae
E (MU)
12
Pergam katanjar
Ducula rosacea
Columbidae
13
Pergam laut
Ducula bicolor
Columbidae
14
Walik dada-merah
Ptilinopus bernsteinii
Columbidae
E (MU)
15
Walik topi-biru
Ptilinopus monacha
Columbidae
E (MU)
16
Walik kepala-kelabu
Ptilinopus hyogaster
Columbidae
E (MU)
17
Punai gading
Treron vernans
Columbidae
18
Nuri kalung-ungu
Eos squamata
Psittacidae
R>
19
Kasturi ternate
Lorius garrulus
Psittacidae
E (MU)
20
Perkici dagu-merah
Charmosyna placentis
Psittacidae
R>
36
21
Kakatua putih
Cacatua alba
Psittacidae
E (MU)
22
Kakatua jambul-kuning
Cacatua galerita
Psittacidae
Int ? >
23
Nuri bayan
Eclectus roratus
Psittacidae
R>
24
Nuri pipi-merah
Geoffroyus geoffroyi
Psittacidae
R>
25
Nuri-raja ambon
Alisterus amboinensis
Psittacidae
R>
26
Serindit maluku
Loriculus amabilis
Psittacidae
E (MU)
27
Walet sapi
Collocalia esculenta
Apodidae
28
Cekakak suci
Halcyon sancta
Halcyonidae
29
Taun-taun (Julang)
Rhyticeros plicatus
Bucerotidae
R>
30
Tiong-lampu ungu
Eurystomus azureus
Coraciidae
E (MU)
31
Paok halmahera
Pitta maxima
Pittidae
E (MU)
32
Layang-layang batu
Hirundo tahitica
Hirundinidae
33
Kepudang-sungu kartula
Coracina papuensis
Campephagidae
R, V? >
34
Kepudang-sungu miniak
Coracina tenuirostris
Campephagidae
R>
35
Kapasan halmahera
Lalage aurea
Campephagidae
E (MU)
36
Brinji emas
Ixos affinis
Pycnonotidae?
E (MU)
37
Srigunting lencana
Dicrurus bracteatus
Dicruridae
38
Srigunting jambul-rambut
Dicrurus hottentottus
Dicruridae
39
Gagak halmahera
Corvus validus
Corvidae
E (MU)
40
Gagak orru
Corvus orru
Corvidae
R>
41
Cenderawasih gagak
Lycocorax pyrrhopterus
Corvidae
E (MU)
42
Bidadari halmahera
Semioptera wallacei
Corvidae?
E (MU)
43
Kacamata halmahera
Zosterops atriceps
Zosteropidae
E (MU)
44
Sikatan belang
Ficedula westermanni
Muscicapidae?
37
45
Kehicap kacamata
Monarcha trivirgatus
Myiagridae
46
Kipasan kebun
Rhipidura leucophrys
Rhipiduridae
R>
47
Kekep babi
Artamus leucorhynchus
Artamidae
48
Perling maluku
Aplonis mysolensis
Sturnidae
R>
49
Perling ungu
Aplonis metallica
Sturnidae
R>
50
Cikukua halmahera
Melitograis gilolensis
Meliphagidae
E (MU)
51
Cikukua hitam
Philemon fuscicapillus
Meliphagidae
E (MU)
52
Isap-madu zaitun
Lichmera argentauris
Meliphagidae
R>
53
Myzomela remang
Myzomela obscura
Meliphagidae
R>
54
Burung-madu hitam
Nectarinia aspasia
Nectariniidae
R>
55
Burung-madu sriganti
Nectarinia jugularis
Nectariniidae
Keterangan R:Penetap
Int :Introduksi
E:Endemik
< : Sebaran dijumpai pula di sebelah Barat Maluku (Utara)
V:Pengunjung
> : Sebaran dijumpai pula di sebelah Timur Maluku (Utara)
38
III. KESIMPULAN 1. Di kawasan Taman Nasional Aketajawe terdapat 112 jenis pohon (dalam 84 marga dan 41 suku). Namun jumlah ini belum maksimal, mengingat waktu pelaksanaannya yang sangat terbatas serta dalam wilayah jelajah yang sangat sempit. 2. Jenis tumbuhan khususnya pohon yang khas yang secara alami hanya terdapat di Indonesia Bagian Timur (flora malesia timur) dan jenis tumbuhan yang endemik yaitu Buchanania nitida (Anacardiaceae), Lepiniopsis ternatensis (Apocynaceae), Osmoxylon umbelliferum (Araliaceae), Garuga floribunda (Burseraceae), Anisoptera thurifera ssp. Polyandra, Hopea novoguineensis (Dipterocarpaceae), Pimelodendron amboinicum (Euphorbiaceae), Figaffeta (Palmae), Anthocephalus macrophyllus, Pertusadina multifolia (Rubiaceae), Alectryon ferrugineus (Blume) Radlk., Cupaniopsis stenopetala (Sapindaceae), Gordonia amboinensis (Theaceae), Vitex cofassus (Verbenaceae). 3. Terdapat 26 jenis paku-pakuan (Pteridophyta) dari 2 kelas dan 11 famili selama kegiatan eksplorasi. Berdasarkan habitatnya diketahui 15 spesies merupakan pakupakuan terestrial, 5 spesies paku-pakuan epifit dan 6 spesies lainnya merupakan pakupakuan yang hidup pada dua kondisi habitat yaitu terestrial dan epifit. 4. Eksplorasi yang dilakukan selama empat hari kegiatan hanya menjumpai 55 spesies burung yang tergolong dalam 24 famili. Famili burung yang spesiesnya paling banyak dijumpai adalah Columbidae (12 spesies) dan Psittacidae (9 spesies). Kedua famili tersebut umumnya pemakan buah yang dapat diperoleh sepanjang tahun, seperti buah Ficus spp dan kelompok palma. 17 spesies diketahui memiliki sebaran hanya di pulau Halmahera dan/atau Kepulauan Maluku.
DAFTAR PUSTAKA Ashton, P.S. 1982. Dipterocarpaceae. Flora Malesiana, Series I Vol. 9(2): 237-552. The Netherlands. Coates,B.J dan K.D.Bishop. 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung Di Kawasan Wallacea. Bird Life International-Indonesia Programme & Dove Publications Pty.Ltd.Bogor Djarwaningsih, T. 2004. Revision of Pimelodendron (Euphorbiaceae) in Malesia. Blumea 49 (2 & 3): 407-427. The Netherlands. Hou, D. 1978. Anacardiaceae. Flora Malesiana, Series I Vol. 8(3): 395-548. The Netherlands. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.397/Menhut-II/2004 tentang Penetapan Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Satrio,U.,Hendarman,D.,Prasetyo,B., dan Isnanto, D.B., 2004. Panduan Pengenalan BurungBurung Air. Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Kendari Van Steenis, C.G.G.J. Checklist Of Generic Names. In Malesian Botany (Spermatophytes). Flora Malesiana Foundation. Leiden, The Netherlands. Whitmore, T.C., I G.M. Tantra dan U. Sutisna (esd.). 1989. Tree Flora of Indonesia. Check list for Maluku. Forest Research and Development Centre, Bogor.
39
40