KATA PENGANTAR
Dokumen ini merupakan Laporan Kinerja Instansi Pemeritah (LAKIP) tingkat Unit Kerja yang akan digunakan sebagai dokumen pendukung bagi Kedeputian TPSA untuk menyusun LAKIP tingkat Eselon 1. Hal ini merupakan kewajiban tahunan bagi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) untuk menyampaikan laporan kepada negara terkait dengan kinerja penggunaan anggaran dan capaian sasaran yang telah ditetapkan. Adapun pengisian LAKIP tingkat Unit Kerja ini telah mengikuti petunjuk yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014. Bilamana dalam dokumen ini di kemudian hari ditemukan adanya kekeliruan data dan penjelasan maka akan dilakukan pembentulan sebagaimana mestinya.
Januari 2016 Balai Teknologi Lingkungan Kepala
Dr.Ir. Arie Herlambang, MS.
i
DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG
1
1.2 KEDUDUKAN TUGAS, FUNGSI DAN KEWENANGAN
2
1.3 STRUKTUR ORGANISASI
3
1.4 SUMBERDAYA MANUSIA
4
1.5 SISTEMATIKA PENYAJIAN
10
BAB 2 PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
11
2.1 KETERKAITAN RENSTRA BTL DENGAN RENSTRA TPSA
12
2.2 RENSTRA BTL 2015 – 2019
12
2.3 RENCANA KINERJA TAHUN 2015
13
2.4 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2015
15
BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA
17
3.1 URAIAN KEGIATAN
16
3.2 CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
22
3.3 REALISASI ANGGARAN
26
BAB 4 PENUTUP
28
LAMPIRAN 1 PERJANJIAN KINERJA 2015
29
ii
DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1 Komposisi dan bidang pendidikan sumberdaya manusia BTL
5
Tabel 1.2 Laboratorium yang ada di BTL dan fungsinya
7
Tabel 1.3 Pola anggaran BTL periode 2009 – 2015
10
Tabel 2.1 Penetapan kinerja BTL tahun 2015
19
Tabel 3.1 Uraian model zonasi kawasan berbasis konservasi sumberdaya air
30
Tabel 3.2 Pengukuran kinerja BTL tahun 2015
34
Tabel 3.3 Realisasi anggaran tahun 2015 berdasar Output
37
iii
DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 1.1 Kronologik perkembangan BTL
2
Gambar 1.2 Peran dan layanan teknologi BPPT
3
Gambar 1.3 Bagan organisasi BTL
4
Gambar 1.4 Komposisi sumberdaya manusia BTL
5
Gambar 1.5 Jenis dan jenjang fungsional yang ada di BTL
6
Gambar 1.6 Jenjang untuk tiap kategori fungsional
7
Gambar 1.7 Angkatan kerja BTL menurut usia
9
Gambar 1.8 Hasil pelayanan kepada publik tahun 2005 – 2015
10
Gambar 3.1. Rancangan konfigurasi pemantauan kualitas air
22
Gambar 3.2. Tampak dalam
23
Gambar 3.3. Tampilan Menu Akuisisi data di PC Server
23
Gambar 3.4. Prototipe Biopos
25
Gambar 3.5. Citra Satelit dan Pemilihan Blok Penerapan Teknologi Biopos
26
Gambar 3.6. Water trap tipe balok dengan bahan cocopeat
26
Gambar 3.7. Contoh alat cetak cocopeat
26
Gambar 3.8. Pemanfaatan Koridor Sungai Cisadane di Kota Tangerang Selatan
29
Gambar 3.9 Konsep Penataan Kawasan Berbasis Konservasi SD Air
30
Gambar 3.10. Citra LIDAR dan tampilan 3 dimensinya
31
Gambar 3.11. Hasil segmentasi DAS Ciliwung (bagian Hulu, Tengah, danHilir)
32
Gambar 3.12. Hasil deliniasi sub-DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan
32
WMS Gambar 3.13 Sertifikat akreditasi ISO7015 BTL
33
Gambar 3.14 Pagu dan realisasi anggaran penyelenggaraan operasional dan
36
pemeliharaan perkantoran BTL
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Balai Teknologi Lingkungan (BTL) merupakan satuan kerja yang berada dalam koordinasi Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA). Sesuai dengan namanya BTL dibangun guna melakukan kajian tentang kualitas lingkungan serta melakukan perekayasaan teknologi untuk perlindungan lingkungan yang penerapannya mendukung terwujudnya sustainable environment. BTL merupakan organisasi non organik mandiri yang dibentuk secara bertahap sejalan dengan restrukturisasi organisasi BPPT sebagaimana kronologi berikut ini:
Pada periode 1990-1999 masih bernama Laboratorium Teknologi Lingkungan (LTL) yang dibentuk dengan tujuan melaksanakan fungsi sebagai laboratorium pendukung untuk kegiatan kerjasama riset terapan antara negara Indonesia dengan Jerman dalam proyek Biotechnology Indonesia Germany (BTIG). Pada periode tersebut LTL berada di bawah binaan Direktorat Teknologi Pemukiman dan
Lingkungan
Hidup
(Dit.
TPLH)
dalam
lingkup
Kedeputian
Bidang
Pengembangan Teknologi (BangTek)
Pada periode 1999-2001 pada saat Direktorat TPLH berubah nama menjadi Direktorat Teknologi Lingkungan (DTL) sedangkan Kedeputian Bidang BangTek berubah nama menjadi Kedeputian Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) nama LTL tetap dipertahankan
Dimulai tahun 2001 ketika terjadi perubahan nama Direktorat menjadi Pusat LTL berubah menjadi organisasi mandiri dengan nama BTL yang dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
83 Tahun 2001
pada Bulan Maret. Sejak saat itu BTL menjelma menjadi organisasi utuh dengan administrasi yang dikelola sendiri, baik itu terkait sumberdaya manusia, finansial, maupun
fasilitas
fisik/aset,
seperti
peralatan
laboratorium
dan
bahkan
pemeliharaan gedung.
Pada tahun 2012 secara bertahap, Balai Teknologi Lingkungan pindah dari Gedung 412 Kawasan Puspiptek ke Gedung 820 (Gedung Geostech) Kawasan Puspiptek, termasuk pemindahan fasilitas peralatan laboratorium, kecuali beberapa fasilitas outdoor (green house) yang masih di halaman Gedung 412 karena fasilitas pengganti di Gedung 820 belum siap.
1
Gambar 1.1 di bawah ini menyajikan kronologik perubahan BTL serta informasi beragam jenis kegiatan serta laboratorium yang ada dalam tiap fase perkembangan BTL tersebut.
Small lab as facilitator … - 1999
BTIG Biotech Indonesia Germany
LTL
BTL
1999 - 2001
2001 - …
Solanum
Solanum Lab
Tissue culture Lab
Phytotech Lab
wastewater
Analytical Lab
Analytical Lab
Analytical Lab
Solid waste
Process Lab
Microbiol Lab
Microbiol Lab
Process & UO Lab
Bioprocess UO
Etc.
Biomon Ecotox
Gambar 1.1 Kronologik perkembangan BTL
1.2 KEDUDUKAN TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala BPPT Nomor 30 Tahun 2001 BTL mengemban tugas pokok: Melaksanakan pengkajian, pengembangan dan penerapan teknologi di bidang teknologi bersih dan pengendalian pencemaran; teknologi konservasi flora dan fauna, tanah, dan air; serta teknologi desain konstruksi lingkungan Selain itu berdasarkan surat Keputusan Kepala BPPT Nomor 30 Tahun 2001 tersebut BTL menyelenggarakan fungsi: Pelaksanaan urusan kegiatan rancang bangun, kajian tekno-ekonomi, dan uji lapangan serta kegiatan lainnya di bidang teknologi bersih dan pengendalian pencemaran, teknologi konservasi sumberdaya alam, dan teknologi desain konstruksi serta pengelolaan data dan pemodelan lingkungan Evaluasi pelayanan teknik dan kerjasama dengan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang teknologi air bersih dan pengendalian pencemaran, teknologi konservasi sumberdaya alam Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai
2
Dengan tugas pokok dan fungsi sebagaimana dijabarkan di atas, BTL merupakan unit kerja BPPT yang dibentuk untuk memberikan layanan teknologi lingkungan guna mendukung daya saing industri dari sisi kinerja lingkungan. Daya saing industri memerlukan kelengkapan teknologi yang tidak hanya untuk kepentingan proses produksi tetapi juga teknologi yang dapat mengantisipasi dampak lingkungan yang ditimbulkan berkaitan dengan proses produksi tersebut. Guna merealisasikan tugas pokok dan fungsi lembaga, BTL menyusun program atau rencana yang mencakup penguatan sumberdaya manusia,
pembangunan/pengadaan/pemeliharaan
infrastruktur
laboratorium,
serta
melakukan terobosan pengarusutamaan teknologi lingkungan kepada industri melalui program kemitraan. Peran dalam memberikan layanan teknologi mengusung value proposition sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2. Berangkat dari tupoksi BTL yang telah ditetapkan oleh Kepala BPPT maka dari 13 jenis layanan teknologi BPPT kepada publik BTL mampu melaksanakan 5 jenis layanan kepada mitra. Kelima layanan teknologi tersebut diperlihatkan sebagai ellips berwarna merah pada Gambar 1.2 tersebut, yaitu Konsultasi, Pengujian/MSTQ, Pilot Project, Pilot Plant, dan Prototype.
Gambar 1.2 Peran dan layanan teknologi BPPT
3
1.3 STRUKTUR ORGANISASI Struktur organisasi BTL adalah sederhana yang terdiri dari satu orang kepala dibantu oleh satu orang kepala sub bagian serta dua kepala seksi. Gambar 1.3 berikut ini menyajikan struktur organisasi BTL.
Deputi Kepala Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam
Kepala BTL
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Kepala Seksi Pelayanan Jasa Teknologi dan Kerjasama
Kepala Seksi Pengembangan Teknologi Perlindungan Lingkungan
Forum Jabatan Fungsional Gambar 1.3 Bagan organisasi BTL
1.4 SUMBERDAYA MANUSIA Komposisi sumberdaya manusia BTL memiliki latar belakang bidang ilmu beragam, baik
engineering maupun natural science. Hal ini menguntungkan sebab masalah lingkungan tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan satu bidang ilmu. Penyelesaian secara holistic merupakan kunci keberhasilan. Pada saat ini jumlah sumberdaya manusia BTL adalah 36 orang dengan jenjang pendidikan mulai dari tingkat kejuruan hingga doktoral, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.4 berikut ini.
4
25% 11%
28%
36%
Doktor
Magister
Sarjana
SMU/SMUK
Gambar 1.4 Komposisi sumberdaya manusia BTL Sedangkan
komposisi
sumberdaya
manusia
BTL
menurut
bidang
pendidikan
diperlihatkan pada Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Komposisi dan bidang pendidikan sumberdaya manusia BTL Strata pendidikan
No
Bidang pendidikan
Jumlah SDM
S3
S2
S1
S0
1
Pengelolaan Lingkungan
4
1
3
-
-
2
Teknik Lingkungan
1
-
-
1
-
3
Teknik Kimia
5
1
2
2
-
4
Kimia
7
-
3
4
-
5
Biologi / Mikrobiologi
4
1
1
2
-
6
Pertanian / Biotek.Lingk.
2
1
-
1
-
7
Bioresources
1
-
1
-
-
8
Ekonomi
3
-
-
3
-
9
Teknik Mesin
1
-
-
1
-
10
Kejuruan / SMU
7
-
-
-
7
11
Komputasi
1
-
-
-
1
36
4
10
14
8
TOTAL
5
Berdasarkan kompetensi secara garis besar SDM BTL dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengelolaan infrastruktur dan perekayasaan. Sumberdaya manusia dengan kompetensi pengelolaan infrastruktur berfokus kepada manajemen perkantoran. Pada saat ini proporsi SDM yang menggeluti bidang pengelolaan infrastruktur adalah sekitar 25%. Sedangkan SDM dengan kompetensi perekayasaan (termasuk di sini adalah fungsional perekayasa, litkayasa, dan peneliti) berfokus kepada penelitian terapan, pengembangan dan penerapan teknologi lingkungan. Pada saat ini proporsi SDM yang menggeluti bidang perekayasaan adalah sekitar 75% dengan sebaran jenis dan jenjang fungsional sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.5 berikut.
Gambar 1.5 Jenis dan jenjang fungsional yang ada di BTL Program kegiatan yang dilaksanakan oleh BTL menggunakan sistem tatakerja kerekayasaan (STKK). Hal ini sesuai dengan ketetapan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang menetapkan bahwa BPPT sebagai lembaga focal point untuk penilaian jenjang fungsional perekayasa. Meskipun belum seluruh SDM perekayasaan di BTL merupakan fungsional perekayasa (saat ini baru 38% SDM memilih jalur fungsional perekayasa), namun antar fungsional yang berbeda dapat disatukan melalui sistem STKK untuk membentuk sebuah struktur organisasi pelaksana kegiatan. Baik fungsional peneliti maupun litkayasa dapat mengambil manfaat dalam pengumpulan angka kredit sesuai dengan mekanisme di jalur masing-masing fungsional. Untuk jalur fungsional perekayasa jenjang tertinggi yang ada pada saat ini adalah tingkat madya sedangkan untuk jalur fungsional peneliti, capaian tertinggi saat ini adalah gelar profesor riset untuk bidang rekayasa tanaman (fitoteknologi). Adapun jenjang fungsional untuk tiap-tiap kategori tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.6 berikut ini.
6
Gambar 1.6 Jenjang untuk tiap kategori fungsional Untuk menunjang pengembangan kompetensi SDM,
BTL memiliki fasilitas
laboratorium indoor sebanyak 6 buah dan satu buah laboratorium outdoor. Kelima laboratorium indoor adalah: Analitik, Biomonitoring dan Ekotoksikologi, Fitoteknologi, Mikrobiologi, Rekayasa Proses dan Unit Operasi serta workshop. Sedangkan satu buah laboratorium outdoor adalah berupa rumah kaca (green house field laboratory). Tabel 1.2 di bawah ini memperlihatkan feature dari tiap-tiap laboratorium yang ada di BTL.
Tabel 1.2 Laboratorium yang ada di BTL dan fungsinya
NAMA LABORATORIUM
FUNGSI LABORATORIUM ANALITIK Lab analitik dibangun dengan tujuan melaksanakan penelitian terapan dan pengujian kualitas lingkungan. Lab Analitik telah berhasil mendapatkan status ekreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai laboratorium penguji menurut standar ISO17025. Status akreditasi ini berlaku hingga tahun 2016.
7
LABORATORIUM BIOMON & EKOTOK Laboratorium ini dibangun dengan tujuan melaksanakan penelitian terapan dan pengujian kualitas lingkungan berdasarkan respon biota. Penekanan fungsi lab ini adalah dibidang environmental risk assessment , khususnya dalam hal kajian mengenai bioavailability, biomagnification, dan bioconcentration bahan xenobiotics.
LABORATORIUM FITOTEKNOLOGI Laboratorium fitoteknologi atau rekayasa-fito melaksanakan kegiatan perekayasaan lingkungan dengan memanfaatkan tanaman sebagai pemulih keberlanjutan ekosistem. Melalui kajian dan perekayasaan lab rekayasa-fito berperan dalam konteks masalah lingkungan global seperti pengembangan tanaman penambat karbon, hyperaccumulator atau tanaman untuk tujuan green-belt.
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Laboratorium ini melakukan fungsi penelusuran hingga rekayasa teknik perbanyakan mikroba yang akan digunakan untuk proses penghancuran polutan. Keberadaan lab ini sangatlah strategis mengingat pada saat ini cara-cara biologik dalam mempertahankan fungsi lingkungan menjadi pilihan utama.
8
LABORATORIUM REKAYASA PROSES & UNIT OPERASI Laboratorium ini menjalankan fungsi perekayasaan proses untuk pengolahan air limbah dan limbah padat, penyediaan air bersih, pemodelan proses dan remediasi lingkungan hingga diperoleh sistem optimal untuk tujuan perlindungan lingkungan. Berbagai plug and play unit dimiliki oleh laboratorium ini sehingga dapat melakukan simulasikan masalah lingkungan.
Dari sisi usia angkatan kerja pada saat ini BTL memiliki komposisi seperti yang diperlihatkan oleh diagram batang Gambar 1.7 berikut ini.
10
9
9
8
8
7
Frekuensi
7 6 5
4
4
3
3
2
2
2
1
1 0 23 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
56 - 60
61 - 65
Usia Angkatan Kerja
Gambar 1.7 Angkatan kerja BTL menurut usia Seperti tampak pada gambar di atas sekitar 8% angkatan kerja di BTL memasuki masa usia pensiun (56 tahun ke atas). Bila disimulasikan sampai dengan akhir tahun renstra 2019 maka dengan asumsi tanpa ada penambahan SDM baru jumlah SDM BTL akan menyusut menjadi 33 orang. Dalam pelaksanaan kegiatan BTL mendapat dukungan anggaran dari pemerintah untuk tiga jenis program yaitu rutin, pengembangan teknologi, dan pelayanan publik. Pola anggaran BTL untuk periode 2009 – 2014 dapat adalah seperti pada Tabel 1.3 di bawah ini.
9
Tabel 1.3 Pola anggaran BTL periode 2009 – 2015 Tahun
Rutin
BangTek
Jasa
2009
420.000.000
1.000.000.000
129.999.000
2010
426.450.000
750.000.000
115.553.000
2011
500.000.000
750.000.000
88.800.000
2012
650.000.000
500.000.000
99.900.000
2013
650.000.000
850.000.000
198.453.000
2014
650.000.000
821.791.000
498.600.000
2015
650.000.000
2.702.696.000
381.443.000
Sedangkan hasil pelayanan kepada publik untuk periode 2005 – 2014 dalam bentuk pengujian laboratorium, pembuatan detail engineering design, studi lingkungan, dll serta dengan mempertimbangkan sharing dana mitra dalam bentuk in kind dapat dilihat pada Gambar 1.8 berikut ini.
PNBP 600.000.000
PAGU
500.000.000 400.000.000
Estimasi Pendapatan
300.000.000
Realisasi Pendapatan Anggaran Belanja
200.000.000
Realisasi Belanja
100.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun
Gambar 1.8 Hasil pelayanan kepada publik tahun 2005 – 2015
1.5 SISTEMATIKA PENYAJIAN Dokumen lakip 2015 ini memuat 4 (empat) bab sesuai dengan format yang tertuang dalam Peraturan Menteri PAN&RB Nomor 53 Tahun 2014 yakni terdiri dari Pendahuluan (BAB 1), Perencanaan Kinerja (BAB 2), Akuntabilitas Kinerja (BAB 3) serta Penutup (BAB 4). Dokumen ini juga dilengkapi dengan daftar gambar serta daftar tabel dengan tujuan memudahkan penyimak atau penelaah dokumen ini dalam melakukan penelusuran informasi yang dimuat dalam dokumen lakip BTL tahun fiskal 2015.
10
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RENSTRA BTL 2015 – 2019 Renstra BTL 2015 – 2019 memuat rencana kegiatan selama periode 5 tahun untuk kurun waktu 2015 – 2019. Dokumen Renstra BTL 2015-2019 mengacu pada Renstra Kedeputian TPSA BPPT tahun 2015-2019. Dalam dokumen ini termaktuk Bab Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang dan Ruang Lingkup, Bab Kondisi dan Permasalahan, Bab 3 Perkembangan Lingkungan Strategis, Bab Perkembangan Lingkungan Strategis, Bab Kondisi yang Diharapkan, dan Bab Konsepsi Pemecahan Masalah. Pada Bab Kondisi yang Diharapkan dibahas tujuan, kontribusi, dan indikator keberhasilan yang uraiannya adalah sebagai berikut. Tujuan Untuk adalah
fase
RPJMN
”memanfaatkan
ke-3
pembangunan
(2015 secara
–
2019) menyeluruh
tema
yang
dengan
diangkat
menekankan
pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan IPTek.” Dengan tema RPJMN ke-3 seperti tersebut di atas maka BTL mencanangkan sasaran ”terwujudnya pemanfaatan layanan teknologi lingkungan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi berbasis penggunaan SDA yang bijak disertai dengan perlindungan kualitas lingkungan yang optimal.” Kontribusi Sebagai unit kerja yang merupakan bagian dari BPPT maka BTL dengan tupoksi yang diemban harus memiliki kontribusi terhadap fungsi BPPT khususnya dalam hal peran dan layanan teknologi. Melalui 5 peran BPPT maka BTL menyelengarakan layanan teknologi kepada mitra dalam bentuk konsultansi, pengujian, pilot project, pilot plant dan prototipe. Sedangkan dari berangkat dari permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh mitra industri maka kontribusi BTL adalah mendukung terwujudnya pencitraan industri berbasis sumberdaya alam menjadi sebuah green company sebagai upaya indunstri untuk meningkatkan daya saing dari sudut pandang lingkungan.
11
Indikator Keberhasilan Guna mengukur capaian program yang telah direncanakan secara sistematik maka dibuatlah sejumlah sasaran dengan indikator-indikator tertentu sebagai ukuran keberhasilan. Selama periode 2015 – 2019 sasaran umum yang akan diraih BTL terdiri dari: (i) pengembangan kapasitas internal, (ii) jumlah layanan teknologi yang disampaikan kepada publik, (iii) peningkatan sarana dan prasarana laboratorium BTL, dan (iv) peningkatan status dan perluasan cakupan akreditasi yang dimiliki oleh BTL. Masing-masing indikator tersebut dijabarkan dalam matriks indikator keberhasilan yang terdapat pada LAMPIRAN 1 mengenai sasaran pembangunan. Sedangkan Bab Konsepsi Pemecahan Masalah mencakup beberapa sub-bab, yaitu Kebijakan, Strategi, dan Upaya, yang rinciannya sebagai berikut: Kebijakan Dalam rencana strategis 2015 – 2019 unit kerja BTL menetapkan kebijakan umum untuk mengintegrasikan komponen sumberdaya manusia dan komponen sumberdaya lainnya (fisik dan non-fisik) di mana dampak yang ditimbulkan adalah meningkatkan kapasitas internal, layanan teknologi kepada publik, sarana dan prasarana laboratorium,
serta meluaskan cakupan akreditasi. Keempat unsur kebijakan umum
tersebut untuk melaksanakannya membutuhkan adanya strategi dan upaya dengan penjabaran sebagaimana dijelaskan pada bagian 5.2 dan 5.3 berikut ini. Strategi A. Peningkatan Kapasitas Internal Sumberdaya manusia merupakan aset pokok dalam seluruh sistem organisasi. Seperti yang telah dikemukaan dalam BAB 2 kompetensi sumberdaya manusia BTL dikelompokkan menjadi dua yaitu pengelolaan infrastruktur dan perekayasaan. Untuk meningkatkan kapasitas internal BTL maka digunakan strategi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap civitas BTL untuk mengikuti pendidikan, magang dan ujian kompetensi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini pendidikan yang dimaksud meliputi pendidikan formal (dengan perolehan gelar akademik) maupun non formal (tanpa gelar akademik). Setiap civitas BTL yang telah memenuhi persyaratan masa lama kerja serta memiliki integritas kuat untuk berkembang akan dipromosikan untuk mengikuti pendidikan lanjut ke program pasca sarjana. Sedangkan civitas yang lebih menyukai program ketrampilan akan diarahkan untuk mengikuti pelatihan atau program magang ke institusi atau industri yang relevan. Strategi ini merupakan implementasi dari kebijakan BPPT yang menekankan adanya harmonisasi antar ABG (Academic, Business, and Government).
12
Pengembangan kapasitas juga dilakukan dengan melakukan pemetaan kembali dan evaluasi kepada SDM di BTL untuk mengkaji apakah personal yang dimaksud merupakan the right person on the right place and track. Kebijakan membuka seluasluasnya bagi civitas BTL untuk bekerja dengan pola matrix system bertujuan agar setiap SDM dapat bekerja dengan sistem kolaborasi, berpandangan komprehensif, serta dapat saling memberikan umpan balik untuk kemajuan dan peningkatan kinerja lembaga. Sebagai unit kerja yang dapat bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, BTL sudah menyiapkan sumberdaya manusia tersertifikasi yang menjalankan fungsi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan perangkat yang diperlukan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Untuk sumberdaya manusia yang fokus di bidang perekayasaan juga dibuat langkahlangkah peningkatan kompetensi dari para fungsional perekayasa, peneliti, pengendali dampak lingkungan melalui pelatihan-pelatihan (eksternal maupun inhouse training) dan melalui forum-forum lainnya, seperti keikutsertaan pada seminar-seminar, FGD, dan sebagainya. B. Jumlah Layanan Teknologi kepada Publik Sebagai unit kerja mandiri dengan struktur organisasi yang lugas BTL memiliki kemudahan dalam memberikan layanan secara langsung kepada publik melewati mekanisme penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam upaya meningkatkan layanan teknologi kepada publik BTL memiliki strategi senantiasa menjalin dan terus meluaskan kerjasama dengan mitra untuk mendapatkan informasi akurat perihal masalah lingkungan yang dihadapi. Skenario ini mengharuskan BTL untuk bersikap proaktif melakukan pendekatan kepada publik dan bukan sebaliknya. Oleh sebab itu dibuat kebijakan bahwa setiap civitas BTL dapat mengambil peran sebagai promoter sesuai dengan kompetensi individu yang dipunyai. Dengan cara demikian maka potensi pengembangan
jaringan
dengan
para
mitra
menjadi
lebih
mangkus
daripada
meletakkannya pada sebuah seksi khusus. Dampak positifnya adalah civitas BTL memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan wawasan, menyimak persoalan nyata di lapangan, dan memunculkan ide yang inovatif. Selain itu BTL juga memiliki layanan purna aplikasi teknologi yang bertujuan menerima umpan balik dari para mitra pengguna, peningkatan kapasitas mitra pengguna, dan program pemeliharaan. Layanan teknologi kepada publik tidak hanya berupa desain rekayasa rinci atau kerjasama teknis seperti yang telah dilakukan dengan beberapa perusahaan minyak dan gas terkait pengolahan air tercemar minyak, limbah B3, bioremediasi, dan fitoremediasi, juga dalam hal layanan pelatihan kepada publik. Mekanisme pelatihan ini tidak hanya
13
memberikan dampak peningkatan kapasitas internal BTL namun juga sebagai medium bagi BTL untuk mendiseminasikan appropriate technology yang telah dikembangkan dan siap terap kepada masyarakat, calon mitra pemerintah, dan calon mitra industri. C. Peningkatan Sarana dan Prasarana Laboratorium Fasilitas laboratorium berikut peralatan yang ada di dalamnya merupakan aset utama BTL dalam melakukan inovasi teknologi lingkungan. Dengan semakin ketatnya peraturan di bidang lingkungan serta tuntutan masyarakat global tentang keberlanjutan fungsi lingkungan maka kelengkapan sophisticated laboratory instrument menjadi hal yang sangat penting. Kebutuhan ketersediaan radas yang peka hingga aras bagian per milyar (ppt) sangat menentukan state of the art teknologi yang akan dikembangkan. Peremajaan
gawai
yang
telah
usang
juga
diperlukan
untuk
menjaga
kesinambungan dan kelancaran program teknis. Telah disadari betul bahwa laboratorium merupakan wadah bagi para perekayasa, litkayasa, dan peneliti untuk berinovasi mengembangkan ide yang semula abtrak menjadi nyata. Laboratorium juga menjadi tempat simulasi dan uji kehandalan teknologi yang dikembangkan sebelum uji coba ke skala penuh dilakukan. Tanpa laboratorium yang handal maka para perekayasa, litkayasa, dan peneliti tidak akan mampu membangkitkan data primer, melakukan data mining, uji
trial and error, dll secara mandiri. Lebih lanjut, tanpa laboratorium yang memadai maka kehandalan sumberdaya manusia dalam oleh keteknikan dan perekayasaan akan sangat terhambat
serta
dapat
menurunkan
skill
individu
dan
kecanggungan
dalam
menggunakan atau mengoperasikan perkakas laboratorium. Untuk meningkatkan sarana dan prasarana laboratorium maka BTL membuat strategi penganggaran pembelian barang modal melalui dana DIPA kegiatan rutin dan perekayasaan yang telah dialokasikan. Strategi lain yang digunakan adalah dengan memanfaatkan mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) meskipun tidak setiap tahun anggaran yang demikian ini selalu ada. Selain itu dapat pula dilakukan usulan kepada Bappenas melalui mekanisme dana hibah atau pinjaman luar negeri, seperti yang telah dilakukan oleh BTL pada pembangunan Laboratorium Terpadu BPPT Geostech D. Peningkatan Status dan Perluasan Cakupan Akreditasi Sejak tahun 2004 Balai Teknologi Lingkungan melalui Laboratorim Analitik telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai lembaga yang sahih dan kompeten untuk melaksanakan pengujian di bidang lingkungan sesuai dengan standar internasional ISO17025. Pengakuan oleh KAN ini telah lulus uji perpanjangan akreditasi yang akan berlaku hingga tahun 2016.
14
Di era global ISO17025 bukan merupakan satu-satunya standar yang digunakan sebagai basis pengakuan yang berlaku universal. Di Indonesia sebuah lembaga pengujian di bidang lingkungan tidak serta merta dinyatakan kompeten sebagai Laboratorium Lingkungan menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2009. Dalam peraturan menteri tersebut ISO17025 merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan akreditasi sebagai Laboratorium Lingkungan. Menimbang bahwa hingga saat ini masih belum banyak laboratorium terakreditasi ISO17025 yang telah mampu naik peringkat menjadi Laboratorium Lingkungan serta memperhatikan bahwa cakupan Laboratorium Lingkungan sangat sesuai dengan kompetensi BTL maka mendapatkan akreditasi sebagai Laboratorium Lingkungan adalah upaya yang strategik. Selain pada itu sebagai sebuah unit kerja dengan infrastruktur laboratorium yang lengkap serta dukungan SDM handal BTL mempertimbangkan bahwa ke depan akreditasi di bidang pranata penelitian dan pengembangan akan ditempuh melalui KNAPP (Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan).
Pertimbangan ini sangat
relevan dengan menyimak bahwa pekerjaan inovasi teknologi lingkungan yang dilakukan oleh BTL meliputi desain hingga simulasi dalam cakupan RDE (Research Development
Engineering) yang sistematik. Hal ini juga merupakan poin strategik dengan menimbang bahwa BTL merupakan bagian BPPT yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) di bawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menaungi KNAPP. Pada akhirnya kehandalan sebuah lembaga selain ditentukan oleh infrastruktur fisik juga oleh mutu sumberdaya manusia yang ada. Memperhatikan kecenderungan bahwa setiap kompetensi (baik lembaga maupun personal) memerlukan pengakuan format melalui proses akreditasi atau sertifikasi, BTL perlu menyiapkan program untuk tujuan tersebut. Selain untuk tujuan peningkatan dan pengakuan mutu sumberdaya manusia BTL, sertifikasi personal tersebut secara terpadu akan diarahkan untuk menyiapkan BTL sebagai sebuah lembaga inspeksi di bidang lingkungan, salah satunya adalah dalam hal assessment IPAL (instalasi pengolahan air limbah) yang pada saat ini sedang dalam proses pembahasan Standar Nasional Indonesia. Program peningkatan status dan cakupan akreditasi dilaksanakan secara bertahap dengan menetapkan skala prioritas. Yang dipandang paling urgen dan lebih cepat diperoleh adalah perolehan akreditasi sebagai Laboratorium Lingkungan. Strategi yang digunakan adalah menjaga kinerja struktur pelaksana sistem ISO17025di BTL yang telah diakreditasi oleh KAN serta memenuhi beberapa persyaratan yang tertera pada peraturan Laboratorium Lingkungan. Strategi tahap berikutnya adalah mengejar akreditasi sebagai lembaga inspeksi, khususnya dalam hal assessment IPAL. Terkait dengan ini maka penguatan SDM
15
pendukung dan kelengkapan peralatan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Unit Operasi akan ditekankan Upaya A. Pengembangan Kapasitas Internal Pengembangan kapasitas internal dicapai melalui program pengembangan teknologi lingkungan, peningkatan jenjang fungsional, dan pengembangan kapasitas individu. Pengembangan kapasitas terkait dengan program pengembangan teknologi dilaksanakan dengan menggunakan batasan tidak lebih dari 3 tahun telah siap terap. Durasi 3 tahun dilakukan dengan mengkaji tingkat kesiapan teknologi awal paling tidak telah mencapai skala 5 dalam teknometer (TRL).
B. Jumlah Layanan Teknologi kepada Publik Kinerja layanan teknologi kepada publik diukur melalui perolehan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dengan laju 10% untuk setiap tahun. Layanan teknologi lingkungan ini dibangun atas dasar capaian pengembangan kapasitas internal di bidang pengembangan teknologi lingkungan. Selain dalam bentuk layanan teknologi yang berupa, misalnya pembuatan detail engineering design, pengujian ISO17025, studi
lingkungan peningkatan PNBP juga ditempuh melalui pengadaan program pelatihan kepada publik. Pelatihan yang sesuai dengan kompetensi BTL di antaranya adalah desain instalasi pengolahan air limbah, teknik analisis parameter fisiko kimia di laboratorium, atau bioremediasi dan fitoremediasi kualitas lingkungan. C. Peningkatan Sarana dan Prasarana Laporatorium Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium BTL diupayakan melalui program penambahan maupun peremajaan alat. Beberapa alat yang dimiliki oleh BTL meskipun masih menunjukkan reproducibility yang handal namun telah tergolong usang sehingga mengalami kesulitan untuk memperoleh spare part-nya. Oleh sebab itu alat yang demikian perlu dilakukan peremajaan Sedangkan untuk penambahan alat baru terkait dengan program perluasan cakupan akreditasi, seperti misalnya untuk akreditasi penambahan parameter kualitas air dan udara dalam pengujian sesuai ISO17025 memerlukan ketersediaan alat pengukur kualitas air dan udara. Baik penambahan maupun peremajaan peralatan laboratorium diupayakan melalui anggaran DIPA kegiatan, dana APBNP, maupun dana hibah melalui Bappenas.
16
D. PENINGKATAN STATUS DAN PERLUASAN CAKUPAN AKREDITASI Untuk meningkatkan status dan perluasan cakupan akreditasi disusun program sistematik mengenai rekam jejak yang akan dijadikan dasar dalam assessment.
2.2 RENCANA KINERJA TAHUN 2015 A. REKOMENDASI TEKNOLOGI KONSERVASI DAN PENDAYAGUNAAN AIR Ada perubahan mendasar dari kegiatan 2015 yang diemban Balai Teknologi Lingkungan dengan kegiatan 2014. Kegiatan 2015 sudah mendasarkan Renstra Baru, di mana tema kegiatan diarahkan pada Pengelolaan Sumber Daya Air, tidak lagi ke Remediasi Lingkungan. Kegiatan tahun 2015 ini diberi judul Program Teknologi Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane. Namun demikian, karena kodifikasi penganggaran lebih cepat dari pembahasan rencana kegiatan, kegiatan tahun 2015 masih memakai kodifikasi dan penamaan yang lama, yaitu masih tetap berada dalam program dengan kode 081.01.06 (Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan kode kegiatan 3470 dengan judul
Pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi lingkungan. Kegiatan pada tahun ini merupakan tahun pertama dari rencana 5 tahun ke depan, dengan harapan dapat memberikan kontribusi output berupa rekomendasi, pilot project, advokasi dan konsultansi kepada pihak terkait. Output tersebut ditargetkan untuk menjawab permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air di DAS Ciliwung– Cisadane sebagai berikut: 1. Ketersediaan air di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane secara umum dalam kondisi sangat kritis, 2. Belum terkendalinya pemanfaatan ruang baik di sepanjang sempadan sungai maupun pengelolaan di badan sungainya, 3. Ketersediaan air semakin mahal dan langka baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga menimbulkan berbagai konflik antar sektor maupun antar wilayah, 4. Fluktuasi ketersediaan air permukaan sangat tinggi, dengan indikasi terjadinya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, terutama karena fungsi konservasi dari hulu DAS telah jauh berkurang, 5. Belum adanya sinergi antar wilayah dan stakeholder dalam bentuk role sharing antara Propinsi/Kabupaten/Kota di daerah hilir dalam rangka penanganan hulu DAS, 6. Belum tebangunnya basis data hasil pengukuran baik data hidrologi maupun kualitas air dan data-data lainnya yang sangat diperlukan dalam perencanaan pengelolaan SDA yang tepat, terintegrasi dan berkelanjutan,
17
7. Terjadinya kerusakan DAS yang berdampak terhadap permasalahan surplus/defisit neraca air sepanjang tahun. Sasaran kegiatan Program Teknologi Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane adalah diperolehnya 6 produk inovatif kerekayasaan teknologi yang dimanfaatkan untuk menunjang upaya pemanfaatan dan konservasi sumbardaya air di Indonesia dengan mengambil studi kasus di DAS Ciliwung Cisadane dengan indikator kinerja kegiatan sebagai berikut: -
Inovasi 1.
Kajian Pemanfaatan Teknologi Pengelolaan Potensi dan Kualitas
Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane -
Inovasi 2.
Pilot Project Teknologi Pemantauan dan Pengelolaan Sumberdaya Air
(Sungai dan Danau) -
Inovasi 3. Kajian PTPIN Terkait Pengelolaan Potensi dan Kualitas Sumberdaya Air
-
Inovasi 4.
Pilot Plant Teknologi Rekayasa Bentang Lahan untuk Diterapkan pada
Wilayah Resapan Air dan untuk Meningkatkan Potensi SD Lahan dan Air -
Inovasi 5.
Model Penataan Kawasan dan Pengembangan Wilayah untuk
Meningkatkan Potensi Sumberdaya Lahan dan Air -
Inovasi 6. Rekomendasi Pemodelan Hidrologi untuk Mendukung Teknologi Sasaran kegiatan tahun 2015 ini tidak hanya diusung murni oleh SDM dari Balai
Teknologi Lingkungan saja, tapi juga SDM dari beberapa unit kerja lain di Kedeputian TPSA, yaitu khususnya Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana (PTLWB) dan UPT Hujan Buatan (UPTHB), dan beberapa SDM dari Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (PTISDA), Pusat Teknologi Lingkungan (PTL), dan Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK), serta beberapa dari Kedeputian lain, seperti Pusat Data, Informasi dan Standardisasi (PDIS). B. LAYANAN JASA TEKNOLOGI
REKAYASA REMEDIASI LINGKUNGAN
(PNBP)
Selain program pengembangan teknologi melalui inovasi BTL juga memberikan layanan teknologi kepada mitra. Layanan teknologi ini didasarkan atas kompetensi BTL sebagai unit kerja yang dapat bertindak sebagai lembaga pengujian. Sebagai lembaga penguji BTL telah memiliki laboratorium yang terakreditasi sesuai standar ISO17025. Dengan standar ini maka hasil uji yang dikeluarkan oleh BTL berlaku secara global sesuai dengan aturan ISO17025. Akreditasi ini ditetapkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang hanya berlaku untuk masa 4 (empat) tahun sejak ditetapkan. Oleh sebab itu secara periodik setiap kelipatan 4 tahun tersebut BTL diwajibkan untuik melakukan re-akreditasi. Rencana kinerja BTL untuk tahun 2015 disusun atas dasar perencanaan strategis dengan sasaran terlaksananya pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi lingkungan, layanan teknologi lingkungan, dan penyelenggaraan perkantoran. Sasaran
18
berkenaan dengan kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi lingkungan dilaksanakan selain dengan dukungan internal TPSA-BPPT juga dengan cara menjalin kerjasama kemitraan bersama pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan yang terlibat antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KemenESDM), Pemerintah Kota Bontang, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, PT Pupuk Kaltim, PT Chevron Pacific Indonesia. Sasaran yang menyangkut layanan teknologi merupakan kegiatan pelayanan jasa teknologi yang sifatnya adalah rutin yaitu pengujian sesuai dengan standar ISO17025 dan pekerjaan desain atau studi dengan pendanaan dari pihak mitra. Mitra-mitra yang terkait pelayanan teknologi tahun 2016 ini antara lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KemenESDM), PT Pupuk Kaltim, dan PT Chevron Pacific Indonesia. C. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran dan penggajian Demikian pula sasaran yang berkaitan dengan penyelengaraan perkantoran adalah merupakan kegiatan rutin yang mana mulai tahun 2015 BTL telah melaksanakan sistem pengajian secara mandiri yang sudah dimulai pada tahun 2014. Hal ini dimungkinkan karena BTL adalah merupakan satuan kerja.
2.3 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2015 Balai Teknologi Lingkungan pada tahun fiskal 2015 mengemban perjanjian kinerja sebagaimana tersebut pada Tabel 2.2. Sedangkan pernyataan formal perjanjian kinerja antara Kepala Satuan kerja Balai Teknologi Lingkungan (BTL) selaku Eselon III yang diberi kuasa pemegang anggaran dengan Kepala Unit Kerja Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) selaku Pejabat Eselon I (Deputi) pemberi mandat dicantumkan dalam Lampiran 1. Tabel 2.1 Penetapan kinerja BTL tahun 2015 Sasaran kegiatan
Terlaksananya pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi lingkungan, layanan teknologi lingkungan, dan penyelenggaraan perkantoran
Indikator Jumlah Rekomendasi teknologi konservasi dan pendayagunaan air Jumlah layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan (PNBP) Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran Pembayaran gaji dan tunjangan
19
Target 1 2 12 bulan 12 bulan
Kegiatan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Rekayasa Remediasi Lingkungan, Layanan Teknologi Lingkungan, dan Penyelenggaraan Perkantoran tersebut didukung oleh sumberdaya finansial sebesar Rp. 7.607.290.000,- (terbilang: tujuh milyar enam ratus tujuh juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah), termasuk untuk penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran dan pembayaran gaji dan tunjangan. Sub kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi lingkungan (Program Teknologi Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane) pada tahun 2015 adalh masih pada tahun pertama yang ditetapkan dalam Renstra BTL 20152019. Karena baru tahun pertama, maka sub kegiatan tersebut memiliki sasaran dengan indikator berupa 1 (satu) rekomendasi teknologi konservasi dan pendayagunaan air (dari atau meliputi 6 inovasi yang dicanangkan). Sub kegiatan layanan jasa teknologi merupakan jenis kegiatan yang telah ada sejak Balai Teknologi Lingkungan didirikan. Semenjak adanya aturan bahwa penerimaan oleh satuan kerja merupakan pendapatan negara dari sektor non pajak maka mekanisme layanan jasa teknologi BTL mengikuti prosedur yang diberlakukan untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Indikator dari dari PNBP BTL untuk tahun fiskal 2015 adalah jumlah layanan dengan target sebanyak 2 (dua) paket. Sebagai satuan kerja BTL menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan perkantoran yang merupakan kegiatan rutin berulang setiap tahunnya. Untuk sub kegiatan pembayaran gaji dan tunjangan, pada tahun 2015 dikelola secara mandiri oleh BTL, sebagaimana pada tahun 2014. Kedua sub kegiatan ini memiliki target pelaksanaan selama 12 bulan.
20
BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA
3.1 URAIAN KEGIATAN A. REKOMENDASI TEKNOLOGI KONSERVASI DAN PENDAYAGUNAAN AIR Sasaran kegiatan Program Teknologi Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane adalah sebagai berikut: -
Inovasi 1.
Kajian Pemanfaatan Teknologi Pengelolaan Potensi dan Kualitas
Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane -
Inovasi 2.
Pilot Project Teknologi Pemantauan dan Pengelolaan Sumberdaya Air
(Sungai dan Danau) -
Inovasi 3. Kajian PTPIN Terkait Pengelolaan Potensi dan Kualitas Sumberdaya Air
-
Inovasi 4.
Pilot Plant Teknologi Rekayasa Bentang Lahan untuk Diterapkan pada
Wilayah Resapan Air dan untuk Meningkatkan Potensi SD Lahan dan Air -
Inovasi 5.
Model Penataan Kawasan dan Pengembangan Wilayah untuk
Meningkatkan Potensi Sumberdaya Lahan dan Air -
Inovasi 6. Rekomendasi Pemodelan Hidrologi untuk Mendukung Teknologi
Inovasi 1. Kajian Pemanfaatan Teknologi Pengelolaan Potensi dan Kualitas Sumberdaya Air DAS Ciliwung Cisadane Bentuk keluaran dari kajian tentang kualitas dan kuantitas sumberdaya air adalah untuk membuat
Referensi Teknis I tentang Jakarta Water Outlook (JWO 2030). Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan adalah survey, pengambilan sampel dan pengukuran parameter di laboratorium, pengumpulan data sekunder, dan kunjungan ke instansi terkait. Berikut adalah judul-judul laporan yang dihasilkan: -
Desain
Analisis
Potensi
Sumberdaya
Air
DAS
Ciliwung-Cisadane
untuk
Memproyeksikan Neraca Air Jakarta Tahun 2030 -
Inventarisasi Data Primer dan Sekunder Kualitas dan Neraca Sumberdaya Air DAS Ciliwung-Cisadane
-
Analisis Status Kualitas Sumber Daya Air DAS Ciliwung-Cisadane
-
Analisis Status Neraca Sumber Daya Air DAS Ciliwung-Cisadane
Saat ini telah dibuat rancangan/prototype dokumen JWO 2030 dalam bentuk buku yang diberi judul “PROYEKSI SUMBER DAYA AIR DI JAKARTA TAHUN 2030 BERDASARKAN ANALISIS NERACA DAN KUALITAS AIR DAS CILIWUNG CISADANE”.
21
Inovasi 2. Pilot Project Teknologi Pemantauan dan Pengelolaan Sumberdaya Air (Sungai dan Danau) Kegiatan-kegiatan secara umum yang dilakukan untuk Inovasi 2 ini adalah sebagai berikut: 1. Rancangan Pengukur Multi Sensor, System Telemetrinya dan System Catu Dayanya. 2. Pembuatan Hardware dan Software 2 buah Prototype. 3. Uji Coba Prototype Pengukur Multi Sensor, Sistem Telemetri dan Sistem Catu Daya. 4. Akuisisi Data Multi Sensor secara Real-Time dengan system telemetri dari Basecamp dengan PC Local Host.
Gambar 3.1. Rancangan konfigurasi pemantauan kualitas air Single Board Computer(SBC) merupakan pusat dan pengatur dari segala lalu-lintas data dari sensor ke display maupun ke modem untuk mengirimkan data. Pengaturan ini dilakukan oleh suatu program yang disimpan di bagian SD Card. Dalam keterkaitan system yang akan dibangun telah dirancang bahwa 5 buah sensor yakni ( DO, pH, TDS, Conductivity, Kecepatan Air) berkomunikasi dengan I2C, sensor suhu berkomunikasi dengn 1 Wire, dan pengukur level dengan UART TTL. Dengan demikian dari masukan sensor hanya membutuhkan 2 buah masukan serial karena akuisisi secara 1 Wire dapat menggunakan mikrokontroler yang sama dengan pengukur sensor secara I2C. Sedangkan untuk pengukur level diatur keluarannya terpisah yakni dengan UART TTL. Untuk komunikasi modem dilakukan secara serial RS-232. Mengingat penjelasan sebelumnya bahwa terdapat 4 masukan serial pada SBC maka satu masukan serial digunakan untuk mengontrol modem.
22
Bentuk data antara sensor dengan adapter sensor maupun dengan mikrokontroler dilakukan dalam bentuk ASCII. Data ASCII ini dimasukan ke masukan serial SBC. SBC melakukan pembacaan terhadap nilai karakter ASCII ini, untuk kemudian data ini ditampilkan di display atau dikirimkan ke tempat lain secara telemetri dengan menggunakan modem. Komunikasi antara modem dengan SBC dilakukan dengan memanfaatkan AT Command. Sebagai penyuplai daya untuk daerah yang tidak memiliki sumber listrik PLN dan juga jauh dari sumber bahan bakar minyak maka dimanfaatkan tenaga matahari dengan menggunakan sel surya sebagai sumber daya listrik system.
Gambar 3.2. Tampak dalam
Gambar 3.3. Tampilan Menu Akuisisi data di PC Server
23
Inovasi 3. Kajian PTPIN Terkait Pengelolaan Potensi dan Kualitas Sumberdaya Air Salah satu issue utama yang melatarbelakangi rencana PTPIN adalah banjir Jakarta akibat rob (gelombang pasang), limpasan dari hulu (banjir kiriman/banjir fluvial), dan banjir/genangan lokal akibat sistem drainase yang tidak mampu menampung limpasan air hujan (banjir pluvial). Sejarah banjir Jakarta sudah terjadi sejak jaman Pemerintah Kolonial Belanda. Banjir besar pertama kali dirasakan pada tahun 1621, diikuti banjir pada tahun 1654 dan 1876, sampai pada beberapa dekade terakhir mulai 1976 sampai beberapa tahun terakhir. Banjir diperparah oleh adanya fenomena penurunan tanah (land subsidence). Penyebab amblesan tanah di DKI Jakarta adalah antara lain: pengambilan air tanah berlebihan, faktor kondisi kekompakan batuan, pembebanan, dll. Untuk itu perlu dilakukan studi lebih detil mengenai hal ini. Perlu dilakukan pemantauan terhadap dampak amblesan tanah yang kontinu di daerah DKI Jakarta mengingat dampak yang ditimbulkan sudah sangat merugikan masyarakat. Dengan
pemodelan
kualitas
lingkungan
diketahui,
bahwa
pembangunan
GSW
berpengaruh secara sangat signifikan terhadap pola hidrodinamika, transpor sedimen dan
kualitas
lingkungan (BOD/DO/Salinitas) terutama di daerah di dalam tanggul.
Kualitas lingkungan perairan yang ditandai dengan parameter BOD-DO- Salinitas di dalam tanggul memburuk secara progresif. Kenaikan BOD adalah lebih dari 100% dan penurunan DO lebih dari 20% serta menurunnya salinitas air lebih dari 3%. Untuk menjaga kualitas perairan dan mengurangi biaya operasional perlu dilakukan perbaikan sistem sanitasi serta penanganan sampah dan limbah (domestik maupun industri) jauh di hulu (darat).
Alternatif yang perlu dipikirkan lain adalah teknologi
sistem pembilasan air dalam polder dan sistem resirkulasi air. Selain aspek teknis dan lingkungan, rencana pembangungan GSW juga berpengaruh besar pada aspek sosio-ekonomi masyarakat pesisir sebagai masyarakat yang terkena dampak secara langsung pembangunan tembok raksana (giant seawall). Wilayah pesisir Ibukota Negara sampai saat ini masih dihuni oleh ribuan nelayan yang kegiatan usahanya adalah mencari ikan (ikan tangkap). Dengan adanya program PTPIN diprakirakan akan mengganggu kepentingan nelayan baik secara akses maupun sebagai lokasi penangkapan ikan di laut utara ibukota Negara. Inovasi 4. Pilot Plant Teknologi Rekayasa Bentang Lahan untuk Diterapkan pada Wilayah Resapan Air dan untuk Meningkatkan Potensi SD Lahan dan Air
24
Capaian kegiatan meliputi desain rinci On Site Detention Tank (OSDT), pilot plan BIOPOS, kajian parit infiltrasi dan pembuatan prototipe watertrap. Pelaksanakan pilot plant BIOPOS yang dilakukan di perumahan Batan Indah Tangerang Selatan yang masuk pada DAS Ciliwung Cisadane.
Desain rinci On Site Detention Tank (OSDT) untuk
penampungan air hujan dan sekaligus persediaan air unutk pemadam kebakaran di daerah rawan kebakaran tertinggi di Jakarta. Selain itu juga telah dilakukan uji laboratorium terhadan komponen Watertrap dabn pemilihan lokasi kajian media watertrap.
Gambar 3.4. Prototipe Biopos
25
Gambar 3.5. Citra Satelit dan Pemilihan Blok Penerapan Teknologi Biopos
Gambar 3.6. Water trap tipe balok dengan bahan cocopeat.
Gambar 3.7. Contoh alat cetak cocopeat
26
Inovasi 5. Model Penataan Kawasan dan Pengembangan Wilayah untuk Meningkatkan Potensi Sumberdaya Lahan dan Air Model penataan dan pemanfaatan situ dan koridor sungai Cisadane di Kota Tangerang Selatan disusun untuk meningkatkan potensi dan keberlanjutan konservasi SD Air serta meningkatkan potensi ekonomi wilayah disekitarnya. Permasalahan penataan situ sangat kompleks, mencakup aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek fisik hidrologis, aspek tata ruang dan aspek sosial kemasyarakatan, yaitu sebagai berikut: Kondisi pemanfaatan lahan di sekitar dan di badan ketujuh Situ saat ini adalah meliputi antara lain perumahan/pemukiman penduduk, pusat perbelanjaan, gedung dan perkantoran (universitas/sekolah/kantor kecamatan), tempat wisata, warung makan, jalan, pool taksi, pabrik, pemakaman,kolam ikan/keramba/pemancingan, ladang, persawahan, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan limbah rumah tangga Beberapa permasalahan yang dijumpai berdasarkan hasil survei antara lain di ujuh Situ tersebut adalah adanya pengurukan situ di Situ Ciledug/7 Muara, tumbuh gulma dan penumpukan sampah terjadi di semua situ, tumbuhnya bangunan liar di sempadan situ di Situ Ciledug, Situ Pamulang, Situ Rompong, Situ Legoso, Situ Bungur, pembuangan limbah rumah tangga ke situ terjadi di Situ Legoso, Situ Pamulang, Situ Rompong. Rekomendasi Rencana Tindak dari hasil studi ini adalah sebagai berikut: No
Nama Situ
Rekomendasi saran tindak
1
Cileduk/7 Muara (Percontohan model pengelolaan)
Penyelenggaraan acara2 perlu lb sering dilakukan, utk peningkatan kepedulian stakeholder, pemanfaatan CSR sekitar, usaha perawatan dan pengayaan satwa (ikan, burung) dan penanaman tanaman langka disekitar situ. Pemanfaatan utama utk wisata alam dan pendidikan. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. Pencegahan pengendapan.
2
Pamulang (3)
Perlu pengawasan dan pelarangan pemanfaatan lahan dan perairan situ. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. Pengerukan dan pembuangan material. . Pencegahan pengendapan.
3
Rompong (3)
Perlu pengawasan dan pelarangan pemanfaatan lahan dan perairan situ. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. . Pencegahan pengendapan.
4
Bungur
Pengawasan pemanfaatan lahan sempadan situ. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. Pengawasan terjadinya pencemaran. . Pencegahan pengendapan.
5
Legoso (2)
Perlu pengawasan dan pelarangan pemanfaatan lahan dan perairan situ. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. . Pencegahan pengendapan.
6
Parigi (Percontohan model pengelolaan situ)
Penyelenggaraan acara2 perlu lb sering dilakukan, utk peningkatan kepedulian stakeholder, pemanfaatan CSR sekitar, usaha perawatan dan pengayaan satwa (ikan, burung) dan penanaman tanaman langka disekitar situ. Pemanfaatan utama utk wisata alam dan pendidikan. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. . Pencegahan pengendapan.
7
Pondok Jagung (1)
Perlu pengawasan dan pelarangan pemanfaatan lahan dan perairan situ, pencegahan pembuangan limbah rumah tangga penyebab gulma, partisipasi stakeholder, pengembalian fungsi situ. IPAL komunal utk pencegahan pencemaran. . Pencegahan pengendapan.
27
Dari 7 situ yang ada di wilayah Kota Tangerang Selatan, terpilih 1 (satu) situ yang akan dijadikan model penataan kawasan yaitu Situ Cileduk/ 7 Muara dengan pertimbangan, bahwa penataan terhadap sempadan maupun badan airnya masih dimungkinkan. Berikut ini merupakan potensi sumber daya air dan beberapa plot lokasi potensi sumber daya air pada Situ Cileduk berdasarkan hasil survei yang lebih detail. 1. Potensi Ekowisata Situ Cileduk memiliki potensi ekowisata yaitu meliputi keindahan alamnya, vegetasi yang ada, jenis ikan yang hidup di dalamnya seperti ikan patin, kondisi perairannya, serta kualitas airnya. 2. Potensi Perikanan Situ Cileduk/ 7 Muara merupakan habitat yang baik bagai berbagai jenis ikan. Ikan-ikan yang terdapat di Situ Cileduk antara lain ikan patin (Pangasius sp), mas (Cyprinus carpio), tawes (Puntius javanicus), sepat (Tricogaster tricopterus), nila (Oreocromis niloticus), gabus (Channa striata), mujair (Oreochromis mossambicus), dan ikan lele (Clarias batracus). 3. Pengembangan Vegetasi Sekitar Situ Salah satu elemen pembentuk karakter landscape kawasan Situ Cileduk adalah vegetasi, baik yang berada di pekarangan, kebun campuran maupun ruang terbuka hijau lainnya. Selain untuk penghijauan, tanaman berfungsi sebagai peneduh ataupun estetis. Vegetasi yang ada di sekitar Situ Cileduk antara lain kelapa (Cocos nucifera), mengkudu (Morinda
citrifolia),
rambutan
(Nephelium
lappaceum),
nangka
heterophilus), dan berbagai macam tanaman buah-buahan yang lain.
28
(Anthocarpus
Gambar 3.8. Pemanfaatan Koridor Sungai Cisadane di Kota Tangerang Selatan Permasalahan umum yang ditemui: -
Pendangkalan (sedimentasi) sungai disebabkan endapan lumpur akibat erosi. Sempadan sungai menyempit karena tumbuh pemukiman liar di bantaran sungai.
-
Rusaknya fungsi sempadan karena dikonversi untuk lahan pertanian, perkebunan, dan perumahan.
-
Semakin berkembangnya permukiman di sepanjang bantaran sungai, sehingga lingkungan rusak dan kotor karena sampah.
Dari pendataan garis sempadan sungai yang terbagi menjadi 6 (enam) segmen, dapat disimpulkan, bahwa: -
Sempadan sungai yang masuk dalam kawasan perumahan real estate (% perumahan teratur tinggi), pemanfaatan lahan sebagai ruang terbuka hijau berfungsi juga untuk konservasi sumberdaya air (% RTH tinggi). RTH sebagai nilai jual
-
Terdapat segmen dg % luasan perumahan tidak teratur dan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau sangat tinggi. Ideal untuk penataan kawasan dalam mendukung konservasi sumberdaya air.
-
Segmen-segmen tersebut adalah kawasan di seberang dan sekitar Stasiun Serpong dan segmen yang berada di Kawasan Puspiptek.
29
Rekomendasi Konsep Penataan Kawasan Berbasis Konservasi SD Air
Foot path
Bike posting path
Stream Streamside zone
Middle zone
Outer zone
Gambar 3.9 Konsep Penataan Kawasan Berbasis Konservasi SD Air Tabel 3.1 Uraian model zonasi kawasan berbasis konservasi sumberdaya air. Karakter
Zona Tepi Sungai (Stream zone)
Zona Tengah (middle zone) Menyediakan jarak antara pengembangan di bagian atas dengan zona sungai. 15-30 meter tergantung lebar sungai, kemiringan dan banjir 100 tahunan.
Zona luar (outer zone)
Fungsi
Melindungi integritas fisik ekosistem sungai
Melindungi dari gangguan dan penyaringan aliran dari halaman belakang.
Lebar
Minimal 8 meter ditambah daerah kritis.
Target vegetasi
Hutan yang matang, tidak terganggu, tidak cukup hanya rumput.
Hutan kelola, beberapa tinakan pembersihan diijinkan.
Disarankan hutan, tetapi biasanya rerumputan.
Ijin untuk dimanfaatkan
Sangat terlarang. Untuk kontrol banjir, utilitas sempadan, jalan setapak.
Terlarang. Untuk rekreasi seperti jalur bersepeda. Pohon tidak boleh sembarang dipindahkan.
Tidak terlarang. Sebagai permukiman, taman, rerumputan, tumpukan kompos.
Minimal 8 meter, lebih mudur apabila ada struktur.
Inovasi 6. Rekomendasi Pemodelan Hidrologi untuk Mendukung Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di DAS Ciliwung dan Cisadane Dari data spasial dan numerik tersebut selanjutnya
dapat dimanfaatkan untuk
mendukung dalam pemodelan hidrologi untuk DAS Ciliwung Cisadane. Database ini digunakan sebagai inputan dalam analisis model hidrologi DAS Ciliwung – Cisadane dalam dalam pengelolaan serta konservasi sumberdaya air secara umum.
30
Gambar 3.10. Citra LIDAR dan tampilan 3 dimensinya. Hasil simulasi dan validasi pemodelan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu mendapatkan beberapa infromasi hasil pemodelan seperti ; nilai debit puncak, waktu untuk mencapai aliran puncak, dan nilai CN hingga ke unit sub-DAS masing-masing DAS. Berdasarkan hasil simulasi tersebut, didapatkan perbandingan antara nilai simulasi debit puncak di kedua DAS. Lebih jauh, dari hasil simulasi telah disusun arahan prioritas untuk kepentingan konservasi DAS yang bisa dipelajari hingga ke tingkat sub-DAS. Ke depannya, pemodelan di kedua DAS ini akan terus dikembangkan secara menyeluruh sampai ke segmen hilir masing-masing DAS sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih mewakili kondisi DAS yang sebenarnya.
31
Gambar 3.11. Hasil segmentasi DAS Ciliwung (bagian Hulu, Tengah, danHilir)
Gambar 3.12. Hasil deliniasi sub-DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan WMS.
B. LAYANAN JASA TEKNOLOGI
REKAYASA REMEDIASI LINGKUNGAN
(PNBP)
Layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan merupakan kegiatan rutin BTL semenjak mendapatkan akreditasi di bidang pengujian kualitas air (minum, permukaan,
32
dan limbah) sesuai dengan sistem SNI ISO/IEC 17025:2008. Kemampuan BTL untuk memberikan pengujian tersebut di atas telah diverifikasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi LP-583-IDN sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.11 di bawah ini. Dengan akreditasi tersebut maka hasil uji yang dilakukan oleh BTL berlaku secara general (nasional dan internasional).
Gambar 3.13 Sertifikat akreditasi ISO7015 BTL Akreditasi merupakan lisensi yang berlaku secara periodik setiap kelipatan 4 tahun. Oleh sebab itu setelah tahun keempat dari diperolehnya akreditasi maka re-akreditasi dilakukan kembali oleh KAN untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan oleh BTL tetap konsisten memenuhi persyaratan sebagai laboratorium pengujian sesuai dengan sistem SNI ISO/IEC 17025:2008. Selain layanan dalam bentuk pengujian laboratorium spesifik untuk parameter baku mutu lingkungan tertentu BTL juga memberikan layanan dalam bentuk studi penyusunan dokumen lingkungan, kerja sama riset pengembangan suatu teknologi yang dibiayai oleh pihak mitra, pekerjaan desain, dan studi kelayakan kegiatan/proyek terkait pengelolaan lingkungan. 3.2 CAPAIAN KINERJA ORGANISASI A. Ringkasan Kinerja BTL 2015 Pengukuran kinerja BTL tahun 2015 didasarkan pada sasaran strategis dan indikator kinerja yang sudah ditetapkan, yaitu meliputi 1 (satu) rekomendasi teknologi konservasi dan pendayagunaan air, 2 (dua) layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan
33
(PNBP), dan masing-masing 12 bulan penyelenggaraan operasional dan pemerliharaan perkantoran dan pembayaran gaji dan tunjangan. Realisasi kinerja rekomendasi teknologi konservasi dan pendayagunaan air mencapai 100%, layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan (PNBP) 0%, dan penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran dan pembayaran gaji dan tunjangan masing-masing 100%. Tabel 3.2 menjabarkan realisasi dari sasaran kinerja BTL tahun 2015. Tabel 3.2 Pengukuran kinerja BTL tahun 2015 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
1
100
2
0
0
12 bulan
12
100
12 bulan
12
100
Jumlah Rekomendasi teknologi konservasi dan pendayagunaan air Terlaksananya pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi lingkungan, layanan teknologi lingkungan, dan penyelenggaraan perkantoran
Jumlah layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan (PNBP) Penyelenggaraan operasional dan pemerliharaan perkantoran Pembayaran gaji dan tunjangan
B. Rekomendasi teknologi konservasi dan pendayagunaan air Kegiatan DIPA 2015 tentang Teknologi Konservasi dan Pendayagunaan Air terbagi dalam 6 WBS, di mana kegiatannya meliputi kajian kuantitas dan kualitas sumberdaya air DAS Ciliwung Cisadane (WBS 1) yang didukung oleh teknologi pemantauan dan pengelolaan sumberdaya air sungai dan danau (WBS 2) dan pemodelan hidrologi (WBS 6). Kegiatan ini dilengkapi dengan pengembangan dan ujicoba teknologi terapan antara lain biopos dan teknologi, ODT dan water trap berbahan organik yang bisa diterapkan di daerah resapan (WBS 4) dan pengembangan model penataan kawasan sumberdaya lahan dan air (WBS 5). Salah satu konsep untuk mengatas permasalahan yang terjadi di DAS Cisadane Ciliwung khususnya di Jakarta (banjir dan sebagainya) adalah konsep PTPIN. Konsep ini dikaji ulang dengan melihat beberapa aspek penting, baik kajian teknis maupun sosial ekonomi (WBS 3). Hasil kajian kualitas dan kuantitas sumber daya air di DAS Cisadane Ciliwung (WBS 1) menjadi dasar dari kajian masterplan PTPIN (WBS 3).
34
Kegiatan 2015 ini dapat memenuhi target atau sasaran tahun 2015 yang rencananya akan dilanjutkan sampai tahun 2019 sesuai Renstra BTL 2015-2019. Teknologi pemantauan dan pemodelan sangat penting untuk diterapkan untuk mendapatkan data kuantitas dan kualitas air di DAS Cisadane Ciliwung. Teknologi-teknologi tepat guna untuk meningkatkan resapan dan menahan air hujan dapat diterapkan untuk mengurangi potensi banjir di daerah hilir. Penataan daerah aliran sungai dan danau/situ sangat penting perlu diperhatikan. Kondisi sungai Cisadane dan situ-situ yang ada di Tangerang Selatan telah dikaji dan rekomendasi penataan dan pemanfaatan telah dirumuskan. Masterplan PTPIN telah dikaji berdasarkan beberapa aspek. Beberapa rekomendasi penyelesaian masalah-masalah yang mungkin timbul telah dirumuskan. C. Layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan (PNBP) Realisasi capaian sasaran dari layanan jasa teknologi
rekayasa remediasi lingkungan
melalui mekanisme PNBP BTL tahun 2015 adalah 0% sebagaimana tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain: -
Adanya pekerjaan kontraktual yang nilainya cukup besar melebihi pagu anggaran di RKAKL. Akibatnya diperlukan proses revisi ke Direktorat Jenderal Anggaran yang memerlukan waktu cukup lama. Di sisi lain mitra pemberi pekerjaan menginginkan pekerjaan segera dilakukan
-
Revisi anggaran karena kelebihan target (kelebihan pagu anggaran) di Direktorat Jenderal Anggaran atas dasar uang masuk dari pihak ketiga sehingga akan ada kemungkinan revisi berkali-kali setiap termin pembayaran. Revisi anggaran tidak bisa berdasar Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) atau MoU.
-
Adanya aturan yang tidak dapat menggunakan sisa anggaran PNBP sehingga menyulitkan kontrak yang pelaksanaannya melampaui tahun fiskal berjalan.
-
Karena hal tersebut di atas, mekanisme PNBP tidak dapat digunakan untuk kontrak pekerjaan yang pembahasannya di pertengahan tahun dan kontrak yang baru akan ditandatangani pada bulan-bulan terakhir tahun berjalan.
Walaupun demikian, SDM BTL pada tahun 2015 terlibat dalam beberapa kegiatan pelayanan teknologi yang dilakukan melalui mekanisme BLU oleh BPPT Enjiniring (Pusat Pelayan Teknologi BPPT) bersama SDM/tenaga ahli dari beberapa unit kerja lain termasuk tenaga ahli dari luar BPPT. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain meliputi: -
Conceptual design / lab. treatibility study of thermal desorption technology dari PT Chevron Pacific Indonesia
-
Characterication study pf crude oil contaminated soil dari PT Chevron Pacific Indonesia
35
-
Studi Kelayakan fasilitas dan teknologi pemusnahan poly chlorinated benzens (PCB’s) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
-
Studi Kelayakan Pembangkit Listrik Berbasis Rumput Laut dari Kementerian ESDM
D. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran Kegiatan yang berhubungan dengan operasional dan pemeliharaan perkantoran BTL sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.3 mengalami kenaikan dari Rp. 420.000.000,pada tahun 2009 menjadi Rp. 650.000.000,- pada tahun 2012. Namun sejak tahun tersebut hingga berakhirnya renstra periode 2010 – 2014 angka tersebut tidak mengalami kenaikan. Kenaikan yang terjadi pada kurun waktu 2009 – 2012 adalah dikarenakan adanya penambahan sumberdaya manusia. Dalam konteks finansial kinerja penyerapan anggaran untuk periode sepuluh tahun ke belakang diperlihatkan pada Gambar 3.12 berikut ini.
700.000.000 600.000.000 500.000.000 400.000.000
Pagu
300.000.000
Realisasi
200.000.000 100.000.000 2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
2014 2015
Gambar 3.14 Pagu dan realisasi anggaran penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran BTL Seperti yang tampak pada Gambar 3.12 di atas pada tahun 2013 dan 2014 terjadi penurunan realisasi anggaran. Hal ini dikarenakan pada tahun 2013 terjadi transisi perpindahan lokasi BTL dari gedung 412 Puspiptek menuju ke gedung 820 Geostek. Akibat dari perpindahan tersebut maka terdapat sejumlah anggaran rutin yang tidak lagi diperlukan oleh BTL karena telah dikelola secara langsung oleh Setama yaitu:
Biaya penggunaan telepon
Biaya pemeliharaan gedung
36
E. Pembayaran gaji dan tunjangan Kegiatan yang berkenaan dengan gaji dan tunjangan baru dilakukan secara mandiri sejak tahun 2014. Pada tahun-tahun sebelumnya pembiayaan terkait gaji dan tunjangan dilakukan oleh Setama. Pagu pembayaran gaji dan tunjangan tahun 2015 adalah Rp. 2.556. 369.000,- di mana realisasinya adalah Rp. 2.489.643.222,3.3 REALISASI ANGGARAN Sebagaimana telah disebutkan dalam BAB 2 bahwa sasaran strategik BTL pada 2015 adalah Terlaksananya pengkajian dan penerapan teknologi rekayasa remediasi
lingkungan, layanan teknologi lingkungan, penyelenggaraan perkantoran, dan perangkat pengolah data dan komunikasi. Keberhasilan pencapaian dari sasaran strategik tersebut diukur oleh sejumlah indikator kinerja yang didukung oleh beragam sumberdaya termasuk finansial. Berikut ini disajikan tabel pagu dan realisasi anggaran (satuan rupiah) untuk mencapai sasaran strategik 2015. Tabel 3.3 Realisasi anggaran tahun 2015 berdasar Output Kegiatan Aplikasi fitoteknologi untuk mitigasi lahan rawan bencana di lingkungan tambang Layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan (PNBP) Penyelenggara an operasional dan pemerliharaan perkantoran Pembayaran gaji dan tunjangan Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi
Pagu anggaran awal
Pagu anggaran optimasi
Pagu anggaran akhir
Realisasi penggunaan anggaran
3.965.000.000
1.262.304.000
2.702.696.000
2.319.564.520
85,82
381.443.000
0
381.443.000
0
0
650.000.000
0
650.000.000
649.945.104
99,99
2.325.847.000
230.522.000
2.556.369.000
2.489.643.222
97,39
285.000.000
0
285.000.000
282.172.000
99,01
6.575.508.000
5.741.324.846
87,31
37
Prosentase penggunaan anggaran
BAB 4 PENUTUP Dari penjelasan yang diuraikan dalam BAB 3 maka dapat dinyatakan bahwa kegiatan BTL untuk tahun anggaran 2015 melalui program Pengkajian dan Penerapan Teknologi Rekayasa Remediasi Lingkungan telah selesai dilaksanakan dengan capaian sesuai dengan Penetapan Kinerja tahun 2015 kecuali untuk layanan jasa teknologi rekayasa remediasi lingkungan, di mana nilai PNBP BTL tahun 2015 ini adalah 0%, sebagaimana tahun 2014. Namun demikian, bukan berarti BTL tidak melakukan pelayanan jasa teknologi. BTL tetap terlibat melakukan pelayanan jasa teknologi melalui mekanisme BLU BPPT, yaitu melalui BPPT Enjiniring atau Pusat Pelayanan Teknologi (Pusyantek) BPPT. BTL mengusulkan adanya perbaikan mekanisme PNBP sehingga kegiatan pelayanan jasa teknologi oleh BTL dan Balai-Balai lainnya bisa berjalan dengan baik.
38
LAMPIRAN 1. PERJANJIAN KINERJA 2014
39