KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan upaya kesehatan.
Dengan amanah tersebut maka sebagai bentuk
pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan kepada Menteri Kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2014. Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
ini
selain
merupakan
media
pertanggungjawaban kinerja juga dapat digunakan sebagai media informasi dan bahan masukan bagi para pemangku jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan di tingkat Kementerian Kesehatan dalam rangka peningkatan kinerja di masa yang akan datang. Laporan Akuntabilitas Kinerja ini juga merupakan salah satu cara evaluasi yang objektif, efisien dan efektif, yang diharapkan dapat memberi kontribusi kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Kementerian Kesehatan dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Semoga Laporan Akuntabilitas Kinerja ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Jakarta, 12 Februari 2015 Direktur Jenderal,
Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) NIP. 195507271980101001
i
IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
ini
merupakan
pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal
sarana
untuk
menyampaikan
Bina Upaya Kesehatan beserta
jajarannya kepada Menteri Kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan yang memerlukan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung, dan sebagai sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Secara keseluruhan, hasil capaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 telah memenuhi target yang ditetapkan. Hingga akhir Tahun 2014, telah tercapai sebanyak 90 Puskesmas dari 91 Puskesmas Perawatan yang ditargetkan untuk menjadi Puskesmas perawatan di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk. Sedangkan Puskesmas rawai inap yang mampu PONED telah tercapai melebihi dari target yang ditetapkan yaitu dari 100% target tercapai hingga 98,38%. Jumlah kota yang memiliki rumah sakit standar kelas dunia ditargetkan sebanyak 5 (lima) kota. Sampai akhir tahun 2014 sudah tercapai 11 (sebelas) kota dengan 6 (enam) rumah sakit pemerintah yang tersebar di 4 (empat) kota dan 13 (tiga belas) rumah sakit swasta yang tersebar di 8 (delapan) kota. Untuk rumah sakit Kab/Kota yang melaksanakan PONEK, target yang harus dicapai adalah sebesar 100% (444 RS Kab/Kota). Saat ini target yg telah dicapai sebesar 107,2% (476 RS dari 444 RS Kab/Kota). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan yaitu Manajemen Kolaborasi Perbaikan Kualitas Pelayanan PONEK dan PONED yang dilaksanakan di provinsi Banten dan Sulawesi Selatan. Persentase rumah sakit pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) menargetkan sebesar 100% (444 RS Kab/Kota). Target yang telah dicapai secara kumulatif sebesar 100,7% atau 447 RS dari 444 RS Kab/Kota. Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh rumah sakit bergerak di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) secara kumulatif sampai dengan akhir tahun 2014 tercapai sebanyak 24 rumah sakit bergerak di 24 Kab/Kota dari target 24 Kab/Kota.
ii
Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman tercapai sebanyak 1.567 puskesmas dari target 1.313 puskesmas, yang dihitung secara kumulatif berdasarkan data pencapaian tahun tahun 2010 sejumlah 212 puskesmas, 2011 sejumlah 450 puskesmas, tahun 2012 sejumlah 999 puskesmas, akhir tahun 2013 tercapai sejumlah 1.163 puskesmas, dan sampai akhir tahun 2014 sejumlah 1.567 puskesmas. Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman, tahun 2014 memiliki target 667 rumah sakit, yang dihitung secara kumulatif berdasarkan data pencapaian tahun 2010 sejumlah 54 rumah sakit, tahun 2011 sejumlah 237 rumah sakit, tahun 2012 sejumlah 389 rumah sakit, tahun 2013 sejumlah 584 dan akhir tahun 2014 tercapai tetap sejumlah 584 rumah sakit dikarenakan pada tahun 2014 dilakukan evaluasi kegiatan dalam hal kualitas pelayanan RS dalam melaksanakan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman. Sedangkan untuk indikator Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman menargetkan 189 rumah sakit dan tercapai sejumlah 209 rumah sakit. Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar menargetkan sebesar 63% atau 3.300 labkes dari total 5241 labkes. Hasil yang dicapai pada akhir tahun 2014 sebanyak 3.312 labkes atau sebesar 100,36%. Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar menargetkan sebesar 65% dan pada akhir tahun 2014 tercapai 65,2% atau sebanyak 361 dari 554 rumah sakit pemerintah. Indikator Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan menargetkan sebesar 594 fasilitas pelayanan kesehatan. Sampai akhir tahun 2014 sebanyak 1.300 terdiri dari 555 rumah sakit dan 745 puskesmas yang telah memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan. Persentase Rumah Sakit Jiwa yang memberikan layanan subspesialis Utama dan Napza ditargetkan sebesar 100% atau sebanyak 31 RSJ dan telah tercapai 100% atau 31 RSJ yang ada di seluruh Indonesia. Persentase Rumah Sakit Umum Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza ditargetkan sebesar 50% atau 222 RSU. Capaian di tahun 2014 sebesar 56,08% atau sebanyak 249 RSU dari 444 RSU Kab/Kota.
iii
Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat ditargetkan sebesar 40% atau sebanyak 3.602 puskesmas dan tercapai 46,44% atau sebanyak 4.182 puskesmas dari total 9.005 puskesmas. Jumlah fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pecandu narkotika ditargetkan sebanyak 240 fasyankes, sedangkan hasil yang dicapai melebihi target yaitu 316 fasyankes. Indikator tersebut tidak termasuk kedalam indikator yang ditetapkan di dalam RENSTRA Kemenkes 2010-2014, namun Indikator ini merupakan amanat dari INPRES NO. 12 Tahun 2011 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), untuk mendukung ketiga indikator Renstra terkait dengan pelayanan Napza. Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya sebanyak 49 UPT dari target 44 UPT. Peningkatan sarana dan prasarana tersebut meliputi belanja modal gedung dan bangunan, dan belanja modal peralatan dan mesin. Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria bidang Upaya Kesehatan yang disusun sebanyak 218 NSPK dari target 200 NSPK. Aspek Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan selama tahun 2014 mengalami pengurangan sebanyak 26 orang dari posisi di awal Januari 2014 sebanyak 580 orang menjadi 554 orang di akhir bulan Desember 2014. Pengurangan ini selain berasal dari jumlah pegawai yang pensiun, adapula dari pegawai yang pindah tugas dari Unit Utama Ditjen Bina Upaya Kesehatan ke Unit Pelaksana Teknis. Laporan Posisi Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan berdasarkan Neraca sampai dengan 31 Desember 2014 Tahun Anggaran 2014 tercatat sebesar Rp 46.095.998.629.411,-
iv
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
IKHTISAR EKSEKUTIF ..........................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
v
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A
Latar Belakang ..................................................................
1
B
Maksud dan Tujuan.............................................................
2
C
Tugas Pokok dan Fungsi ..................................................
2
D
Sistematika ........................................................................
3
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A
Perencanaan Kinerja ..........................................................
5
B
Perjanjian Kinerja ...............................................................
7
AKUNTABILITAS KINERJA A
Pengukuran dan Analisis Pencapaian Kinerja ..................
12
1. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat ........................................................... ......
18
2. Meningkatnya pelayanan medik spesialistik kepada masyarakat ........................................................... ......
23
3. Meningkatkan pembinaan pelayanan keperawatan, kebidanan dan keteknisian medik ......................... ......
34
4. Meningkatnya pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan sesuai standar ..................................... ......
41
5. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan jiwa .... ......
49
6. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Pembinaan Upaya Kesehatan ............................................................ ......
B
60
Sumber Daya ....................................................................
69
1. Sumber Daya Manusia .. ........................................ ....
69 v
2. Sumber Daya Anggaran ....................................... ......
71
3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana ................... ......
73
BAB IV SIMPULAN ................................................................................
76
DAFTAR TABEL ....................................................................................
77
DAFTAR GRAFIK ..................................................................................
78
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
80
LAMPIRAN : 1. Rencana Kinerja Tahunan (RKT).....................................................
81
2. Penetapan Kinerja 2014 .................................................................
83
3. SK Tim Penyusunan LAKIP 2014 ....................................................
86
vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Dalam rangka terwujudnya good governance sebagai salah satu prasyarat bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Maka salah satu upaya yang dilakukan adalah menciptakan pelaksanaan pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Bentuk transparasi dan akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan sumber daya di instansi pemerintah dapat dilihat melalui laporan pertanggungjawaban dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi, yang dijalankan sesuai dengan rencana strategis Kementerian Kesehatan. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/60/I/2010 sebagaimana telah diubah dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014 mencantumkan perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan pada kurun waktu 5 tahun yaitu pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Untuk menjamin terlaksananya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif. Upaya tersebut meliputi : pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), ketersediaan, keterjangkauan obat di seluruh fasilitas kesehatan, pelaksanaan reformasi birokrasi, pengembangan pelayanan untuk rumah sakit Indonesia kelas Internasional (World Class Hospital). Untuk mencapai tujuan tersebut, pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan telah menetapkan kebijakan dan menyusun berbagai rencana kegiatan dengan didukung sumber daya anggaran. Oleh karena itu, setiap unit teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
1
wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi serta kewenangan pengelolaan sumber daya yang diberikan, dengan tetap berlandaskan pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan
Kinerja,
maka
setiap
unit
teknis
yang
merupakan
unsur
penyelenggara pemerintah negara, wajib memberikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang merupakan dokumen berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja yang disusun dan disampaikan secara sistematis dan melembaga. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan
pertanggungjawaban
perlu
menyusun
pelaksanaan
LAKIP
kegiatan
secara
sebagai
bentuk
akuntabel
dan
transparan.
B.
MAKSUD DAN TUJUAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan ini disusun
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban
secara
tertulis
atas
pelaksanaan tugas-tugas Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai target dan indikator seperti yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, dan ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan oleh pejabat yang bertanggungjawab.
C.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan
Permenkes
Nomor
1144/Menkes/PER/VIII/2010
tentang
Organisasi dan Tatakerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan upaya kesehatan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
2
Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a.
perumusan kebijakan di bidang pembinaan upaya kesehatan;
b.
pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan upaya kesehatan;
c.
penyusunan
norma,
standar, prosedur, dan
kriteria
di bidang
pembinaan upaya kesehatan; d.
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan upaya kesehatan; dan
e.
pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
Berdasarkan
Permenkes
Nomor
1144/Menkes/PER/VIII/2010
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Struktur Organisasi dan Nama Pejabat Struktural Eselon 1 dan 2 Ditjen Bina Upaya Kesehatan Keadaan 31 Desember 2014 D.
SISTEMATIKA Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 ini menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan
selama
Tahun
2014.
Capaian
kinerja
tersebut
dibandingkan dengan rencana kinerja dan target yang ditetapkan tiap-tiap indikator di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010 – 2014 sebagai tolok ukur keberhasilan tahunan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
3
Dari analisis atas capaian kinerja diharapkan dapat diidentifikasi berbagai informasi untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Dengan demikian, sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan disusun sebagai berikut : a. Bab I Pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang, maksud dan tujuan penulisan laporan, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, serta sistimatika penyajian laporan. b. Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan tentang sasaran strategis, indikator kinerja dan target yang ingin dicapai c.
Bab III Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan tentang pengukuran kinerja, capaian kinerja, analisis akuntabilitas kinerja dan realisasi anggaran serta sumber daya manusia sebagai pelaksana kegiatan dan sarana prasarana yang digunakan dalam rangka pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
d. Bab IV Simpulan, berisi kesimpulan atas Laporan Akuntabilitas Kinerja.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
4
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A.
PERENCANAAN KINERJA Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, sasaran hasil Program Pembinaan Upaya Kesehatan adalah meningkatnya upaya kesehatan dasar, rujukan, keperawatan dan keteknisian medik, penunjang medik dan sarana kesehatan, dan kesehatan jiwa. Untuk mencapai sasaran hasil program tersebut, luaran yang diharapkan adalah : 1.
Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Indikator : a. Jumlah
Puskesmas yang
menjadi
Puskesmas perawatan
di
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk b. Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED 2.
Meningkatnya pelayanan medik spesialistik kepada masyarakat. Indikator : a. Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) b. Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK c. Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) d. Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK).
3.
Meningkatnya pembinaan pelayanan keperawatan, kebidanan, dan keteknisian medik. Indikator : a. Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman b. Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
5
c. Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman 4.
Meningkatnya pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan sesuai standar. Indikator : a. Persentase
laboratorium
kesehatan
aktif
yang
melaksanakan
pelayanan sesuai standar b. Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar c. Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan. 5.
Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan jiwa. Indikator : a. Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza b. Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza c. Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat d. Jumlah Fasilitas Kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pejandu narkotika
6.
Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Pembinaan Upaya Kesehatan. Indikator : a. Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya. b. Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria yang disusun.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
6
B.
PERJANJIAN KINERJA Perjanjian Kinerja yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 adalah sebagai berikut : Tabel 1 : Penetapan Kinerja yang berisi Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja Tahun 2014 berdasarkan Renstra Kemenkes Tahun 2010–2014 SASARAN
INDIKATOR KINERJA
STRATEGIS Meningkatkan upaya kesehatan dasar, rujukan, keperawatan dan keteknisian medik, penunjang medik dan sarana kesehatan, dan kesehatan jiwa
TARGET 2014
1
Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)
5 kota
2
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan
594 Fasyankes
3
Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya
44 UPT
4
Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang disusun
200 NSPK
5
Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk
96 puskesmas
6
Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED
100%
7
Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK
100%
8
Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS)
100%
9
Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK)
24 Kab/Kota
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
7
SASARAN
INDIKATOR KINERJA
STRATEGIS
TARGET 2014
10
Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman
1.313 Puskesmas
11
Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman
667 Rumah Sakit
12
Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman
189 Rumah Sakit
13
Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza
100%
14
Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza
50%
15
Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat
40%
16
Jumlah Fasilitas Kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pejandu narkotika
240 Faskes
17
Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar
63%
18
Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar
65%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
8
Tabel 2 : Target Indikator dan Target Kinerja selama 5 tahun berdasarkan Renstra Kemenkes Tahun 2010–2014 SASARAN INDIKATOR STRATEGIS KINERJA Meningkatkan upaya 1 Jumlah Kota kesehatan dasar, yang memiliki rujukan, RS standar keperawatan dan kelas dunia keteknisian medik, (world class) penunjang medik 2 Jumlah fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan, dan kesehatan (RS kesehatan jiwa dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan
2010
2011
2012
2013
2014
1 kota
2 kota
3 kota
4 kota
5 kota
164 Fasyankes
206 Fasyankes
269 Fasyankes
394 Fasyankes
594 Fasyankes
3 Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya
34 UPT
44 UPT
44 UPT
44 UPT
44 UPT
4 Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang disusun
50 NSPK
90 NSPK
130 NSPK
170 NSPK
200 NSPK
5 Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulaupulau kecil terluar berpenduduk
76 pkm
81 pkm
86 pkm
91 pkm
96 pkm
6 Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED
60%
70%
80%
90%
100%
7 Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK
80%
85%
90%
95%
100%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
9
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
2010
2011
2012
2013
2014
8 Persentase RS Pemerintah menyelenggar akan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS)
60%
70%
80%
90%
100%
9 Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK)
14 Kab/ Kota
14 Kab/ Kota
16 Kab/ Kota
17 Kab/ Kota
24 Kab/ Kota
10 Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman
212
354 pkm
496 pkm
638 pkm
1.313 pkm
11 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman
54
220 RS
316 RS
412 RS
667 RS
12 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman
63 RS
95 RS
126RS
157RS
189RS
10%
30%
50%
70%
100%
13 Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
10
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
2010
2011
2012
2013
2014
14 Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza
10%
20%
30%
40%
50%
15 Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat
5%
10%
20%
30%
40%
16 Jumlah fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pencandu Narkotika
-
-
170 Faskes
210 Faskes
240 Faskes
17 Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar
34%
41%
48%
56%
63%
18 Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar
45%
50%
55%
60%
65%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
11
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A.
PENGUKURAN DAN ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA Pengukuran kinerja dilakukan untuk membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2014. Tahun 2014 merupakan tahun ketiga pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014. Adapun pengukuran kinerja yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/ kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Selain untuk mendapat informasi mengenai masing-masing indikator, pengukuran kinerja ini juga dimaksudkan untuk mengetahui kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan khususnya dibandingkan dengan target di dalam Rencana Strategis. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Indikator Kinerja Utama dan Penetapan Kinerja. Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
12
ditinjau indikator-indikator dari masing-masing sasaran yang telah ditetapkan. Sasaran Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat
2.
Meningkatnya pelayanan medik spesialistik kepada masyarakat
3.
Meningkatnya pembinaan pelayanan keperawatan, kebidanan dan keteknisian medik
4.
Meningkatnya pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan sesuai standar
5.
Meningkatnya mutu pelayanan Kesehatan Jiwa
6.
Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Pembinaan Upaya Kesehatan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
13
Tabel 3 : Perbandingan Capaian Indikator Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2010 s/d 2014 di bidang Upaya Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
14
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
15
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
16
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
17
Uraian kinerja dari masing-masing sasaran, indikator, dan capaiannya adalah sebagai berikut :
1
MENINGKATNYA PELAYANAN KESEHATAN DASAR KEPADA MASYARAKAT
Untuk mencapai sasaran ini, ada beberapa indikator kinerja yang digunakan, dimana
masing-masing
indikator
dapat
diuraikan
kondisi
capaian,
permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya sebagai berikut: a.
Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau–pulau kecil terluar berpenduduk 1)
Kondisi yang dicapai: Tahun 2014 ditargetkan 96 Puskesmas dari 101 Puskesmas Prioritas Nasional di perbatasan dengan negara tetangga menjadi Puskesmas Perawatan, baik di perbatasan darat maupun di pulaupulau kecil terluar berpenduduk. Target tahun 2014 sebanyak 6 puskesmas yang ditingkatkan menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk, yaitu : a) Puskesmas Wedomu b) Puskesmas Laktutus c) Puskesmas Haliwen d) Puskesmas Webora e) Puskesmas Manamas f) Puskesmas Sofi Akan tetapi target tersebut tidak tercapai, sehingga capaian kumulatif sampai dengan tahun 2014 adalah sebanyak 90 Puskesmas.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
18
Grafik 1. Capaian indikator Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk 2)
Permasalahan : a)
Rencana alokasi Dana TP (Tugas Pembantuan) tahun anggaran 2014 untuk peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan tidak dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh Revisi DIPA Dana TP turun pada bulan Oktober 2014 sehingga alokasi dana rehabilitasi gedung untuk
mendukung
Puskesmas
peningkatan
Perawatan
tidak
Puskesmas
menjadi
memungkinkan
untuk
dilaksanakan. b)
Tidak dialokasikan dana DAK tahun anggaran 2014 untuk peningkatan Puskesmas.
c)
Adanya
pemekaran
mengakibatkan
kecamatan
bergesernya
di
perbatasan
kecamatan
yang
yang
menjadi
kecamatan terluar (berbatasan langsung dengan negara tetangga). Hal ini berdampak pada Puskesmas yang ditetapkan sebagai Puskesmas terdepan. 3)
Usul Pemecahan masalah: a)
Perlu dilakukan advokasi pada pemerintah daerah maupun legislatif untuk dapat mendukung pencapaian sasaran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
19
prioritas nasional melalui dana yang ada, baik dana DAU, DAK, TP, maupun PHLN. b)
Mengarahkan
pemanfaatan
dana
DAK
2015
(telah
dituangkan dalam Juknis DAK 2015) untuk mendukung tercapainya sasaran prioritas nasional. c)
Mengarahkan pemanfaatan dana TP 2015 untuk mendukung tercapainya sasaran prioritas nasional.
4)
Anggaran: Anggaran
yang
dialokasikan
untuk
mendukung
indikator
peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar tahun 2014 sebesar Rp 4.507.665.000,- dengan realisasi Rp 3.861.040.036,- atau 85,9%.
Kegiatan
yang
dilaksanakan
untuk
memantau
dan
mendukung pencapaian indikator di atas berupa kegiatan penyusunan NSPK, pertemuan koordinasi, kunjungan ke lapangan (monev/bimtek) sebagaimana tugas dan kewenangan pusat.
b.
Persentase Puskesmas Rawat Inap yang mampu PONED Indikator ini merupakan Persentase puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan ke Rumah Sakit PONEK pada kondisi yang tidak mampu ditangani (Kepmenkes No.828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota).
Jumlah puskesmas rawat inap yang mampu PONED X 100% Jumlah puskesmas rawat inap (Baseline data tahun 2010 puskesmas rawat inap sebanyak 2.902)
1)
Kondisi yang dicapai: Sesuai dengan Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RPJMN) tahun 2010 – 2014 serta dijabarkan pula dalam Inpres No. 3 Tahun 2010 dan Indikator Rencana Strategis Kementerian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
20
Kesehatan telah ditetapkan target Puskesmas PONED yakni persentase Puskesmas Rawat Inap yang mampu PONED dari tahun 2010 sampai dengan 2014. Pada akhir tahun 2014 diharapkan 100% Puskesmas Rawat Inap yang mampu PONED (Jumlah Puskesmas Perawatan/Rawat Inap tahun 2010 sebanyak 2.902 sebagai baseline data).
Grafik 2. Capaian indikator Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED Tabel
4 : Perhitungan Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Rawat Inap yang Mampu PONED
TAHUN
TARGET (%)
2010
60
60% X 2.902 = 1.741
2011
70
70% X 2.902 = 2.031
2012
80
80% X 2.902 = 2.322
2013
90
90% X 2.902 = 2.612
2014
100
100% X 2.902 = 2.902
TARGET KUMULATIF
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
CAPAIAN
KETERANGAN
1.579 (54.41 %) 2.037 (70.19 %) 2.570 (88.56 %) 2.782 (95.86%) 2.855 (98,38%)
Target belum tercapai Target terlampaui Target terlampaui Target terlampaui Target belum tercapai
21
2)
Permasalahan : a)
Kemampuan PONED adalah merupakan kompetensi tim, sehingga sangat dipengaruhi dengan keberadaan tenaga dokter, bidan dan perawat di Puskesmas. Permasalahan saat ini masih banyak Puskesmas belum memiliki dokter, terutama pada Kab/Kota di daerah Indonesia bagian timur.
b)
Daerah Kota tidak mungkin memiliki 4 Puskesmas rawat inap mampu PONED, karena akses ke RS sebagai pusat rujukan sangat mudah. Sehingga Puskesmas yang ada di Kota tidak perlu ditingkatkan kemampuannya menjadi Puskesmas PONED.
c)
Peningkatan kemampuan Puskemas rawat inap mampu PONED
tidak
sepenuhnya
menjadi
tanggung
jawab
Pemerintah Pusat, tetapi perlu peran serta Kab/Kota. Puskesmas adalah UPTD dinas kesehatan Kab/Kota. d)
Ketersediaan dana di Pemerintah Pusat juga terbatas dan harus dibagi kepada program prioritas lainnya
e)
Validitas Puskesmas rawat inap mampu PONED yang masih aktif dan yang tidak aktif sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena
kesehatan
merupakan
salah
satu
program
pembangunan yang di era desentralisasi sudah dilimpahkan kewenangannya ke daerah. Sehingga mutasi SDM terlatih PONED, alat PONED, obat PONED, sarpras PONED, dan biaya operasional Puskesmas PONED menjadi kewenangan sepenuhnya Kab/Kota bersangkutan. f)
Pelaporan puskesmas mampu PONED dari daerah melalui e-DAK PI BUK, hanya dengan kolom pilihan iya dan tidak tanpa
ada
penjelasan
lebih
lanjut.
Pada
Juni 2013
Puskesmas rawat inap mampu PONED telah masuk ke dalam data dasar Puskesmas di format pendataan Pusdatin.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
22
3)
Usul Pemecahan masalah: a) Penguatan Collaborative Improvement PONED-PONEK untuk membentuk sistem rujukan regional dan jejaring yang berkekuatan hukum. b) Dukungan melalui dana DAK dan TP untuk fisik PONED (bangunan dan alkes) c) Dukungan Dekon untuk pelatihan PONED
4)
Anggaran: Anggaran untuk mendukung indikator persentase Puskesmas rawat inap mampu PONED sebesar Rp 4.188.383.000 dengan realisasi sebesar Rp 3.637.623.157,- atau 86,85%. Sisa anggaran yang tidak terserap ini disebabkan karena : a) Efisiensi penggunaan anggaran b) Peserta kegiatan yang tidak seluruhnya hadir
MENINGKATNYA PELAYANAN MEDIK SPESIALISTIK
2
KEPADA MASYARAKAT Dalam mencapai sasaran dimaksud ada beberapa indikator yang digunakan, dimana
masing-masing
indikator
dapat
diuraikan
kondisi
capaian,
permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya, sebagai berikut : a.
Jumlah kota yang memiliki rumah sakit standar kelas dunia (world class) Berdasarkan Permenkes Nomor 659 /MENKES/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Kelas Dunia, rumah sakit kelas dunia adalah rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan, standar dan kriteria rumah sakit kelas dunia serta telah disertifikasi oleh Badan Akreditasi Rumah Sakit bertaraf Internasional yang telah ditunjuk oleh Menteri Kesehatan RI. Dalam rangka melaksanakan akreditasi rumah sakit telah diterbitkan antara lain : 1) Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
23
2) Kepmenkes Nomor 428 Tahun 2012 tentang penetapan lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit di Indonesia yang menetapkan bahwa lembaga independen untuk akreditasi internasional di Indonesia adalah JCI (Joint Commission International) dan untuk akreditasi nasional adalah Komisi Akreditasi
Rumah
Sakit
(KARS)
dengan
menggunakan
Akreditasi Rumah sakit versi 2012. 1)
Kondisi yang dicapai : Pada Tahun 2014, target yang harus dicapai pada Indikator kinerja renstra adalah 5 (lima) kota yang memiliki Rumah Sakit terakreditasi internasional JCI. Dalam mencapai target indikator Renstra tersebut, Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya pembinaan kepada rumah sakit agar dapat memenuhi standar akreditasi internasional.
Grafik 3. Capaian indikator Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class) Sebagaimana indikator yang telah ditetapkan, target yang telah dicapai sampai akhir tahun 2014 sebanyak 19 (sembilan belas) rumah sakit standar internasional yang terdiri dari 6 rumah sakit
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
24
pemerintah dan 13 (tiga belas) rumah sakit swasta yang tersebar di 11 (sebelas) kota sebagai berikut : No 1
Nama Kota Jakarta
RS Pemerintah
RS Swasta
(1) RSUP Dr.Ciptomangunkusumo (2) RSUP Fatmawati (3) RSPAD Gatot Soebroto (1)
RS Premier Jatinegara
(2)
RS Puri Indah Pondok Indah
(3)
RS Jakarta Eye Center Kedoya
2
Denpasar
(4) RSUP Sanglah
3
Makassar
(5) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
4
Yogyakarta
(6) RSUP Dr. Sardjito
5
Surabaya
(4)
RS Premier Surabaya
6
Bandung
(5)
RS Santosa
7
Tangerang
(6)
RS Siloam Karawaci
(7)
RS Awal Bros Tangerang
Tangerang Selatan
(8)
RS Eka Hospital
(9)
RS Bintaro
Bekasi
(10) RS Awal Bros
8 9
(11) RS Eka Hospital 10
Pekanbaru
(12) RS Awal Bros
11
Batam
(13) RS Awal Bros
Tabel 5. Capaian indikator Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)
Untuk tahun 2015, rumah sakit yang sedang dipersiapkan untuk sertifikasi JCI selanjutnya yaitu RSUP H. Adam Malik Medan, RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUP Dr. Hasan Sadikin Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
25
Bandung. Selain dilakukan persiapan sertifikasi, selanjutnya juga dipersiapkan pelaksanaan akreditasi Internasional terhadap RSUP Persahabatan Jakarta Timur, RSJP Harapan Kita Jakarta Barat, RSKD Harapan Kita Jakarta Barat, RSAB Harapan Kita Jakarta Barat,
RSUP
Dr.
Mohammad
Hoesin
Palembang,
RSUP
Dr.M.Djamil Padang, RSUD Dr. Soedarso Pontianak, RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado dan RSUD Dok 2 Jayapura. 2)
Permasalahan : Meskipun capaian target tahun 2014 telah 220%, tetapi khusus untuk
Rumah
Sakit
Pemerintah
ada
yang
belum
dapat
tersertifikasi JCI karena beberapa permasalahan sebagai berikut : a)
Pembiayaan mock, initial dan focus survey, cukup mahal karena dalam bentuk dollar untuk pembiayaan pesawat kelas bisnis, hotel bintang 5, honor konsultan initial dan focus survey sesuai kelas internasional, dll
3)
b)
Perlu komitmen Direktur beserta karyawan RS
c)
Perlu komitmen pemilik RS
Usul Pemecahan Masalah : a)
Perlu perencanaan pembiayaan untuk 5 tahun kesiapan akreditasi JCI (tahun 2015 - 2019)
b)
Perlu bimbingan, simulasi survey dari tahun 2015 – 2019 dengan mendatangkan pembimbing dan simulasi survey oleh RS yang telah terakreditasi JCI dan difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi
c)
Perlu monitoring dan evaluasi dari tahun ke tahun dan dilaporkan kepada pemilik RS untuk dilakukan tindaklanjut secara konsisten.
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran sebesar Rp4.605.414.000,-, dengan realisasi sebesar Rp3.441.754.325,- atau74,7%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
26
b.
Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK 1)
Kondisi yang dicapai : Pada Tahun 2014 target yang harus dicapai adalah sebesar 100% (444 RS dari 444 RS kab/kota). Saat ini target yg telah dicapai sebesar 107,2% (476 RS dari
444 RS Kab/Kota).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan yaitu Manajemen Kolaborasi Perbaikan
Kualitas
Pelayanan
Ponek
dan
Poned
yang
dilaksanakan di provinsi Banten dan Sulawesi Selatan.
Grafik 4. Capaian indikator Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK
2)
Permasalahan Walaupun capaian melebihi dari target yang ditetapkan, tetapi pelaksanaannya belum optimal dikarenakan terkendala beberapa permasalahan antara lain : a)
Belum adanya data kualitas pelayanan Ponek bagi RS yang telah dilatih tim Ponek.
b)
Belum
terbentuk
atau
terlaksananya
sistem
rujukan
pelayanan kesehatan Ibu dan Anak dengan baik. c)
Masih kurangnya dukungan daerah dalam peningkatan pelayanan PONEK baik dari aspek regulasi/kebijakan, peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan serta sumber daya manusia.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
27
3)
Usul Pemecahan masalah : Untuk
mengantisipasi
permasalahan
yang
berpotensi
menghambat pelaksanaan PONEK secara optimal, diharapkan adanya solusi atau rencana tindak lanjut antara lain : a)
Penilaian kualitas pelayanan ponek bagi rumah sakit yang dinyatakan sebagai RS Ponek
b)
Penguatan sistem rujukan pelayanan kesehatan ibu dan anak sesuai dengan regionalisasi rujukan yang telah ditetapkan oleh pusat dan daerah diantaranya melalui kegiatan pelayanan
manajemen ponek
kolaborasi
dan
poned
perbaikan di
semua
kualitas Propinsi,
Kabupaten/Kota c)
Advokasi, serta mendorong Pememrintah Daerah untuk mengeluarkan regulasi/kebijakan dalam upaya mendukung peningkatan pelayanan Ponek dan Poned.
d)
Sinkronisasi kegiatan upaya peningkatan pelayanan Ponek di rumah sakit antara Pemerintah Pusat, dan Daerah, dan stakeholder lainnya.
4)
Anggaran Alokasi Anggaran sebesar Rp. 313.342.000 dengan realisasi sebesar Rp. 260.447.200 atau 83%.
c.
Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS). 1)
Kondisi yang dicapai : Pada Tahun 2014 target yang harus dicapai adalah sebesar 100% (444
RS
dari
444
RS
Kabupaten/Kota
yang
menjadi
denominatornya). Saat ini target yang telah dicapai (kumulatif) yaitu sebesar 100,7% atau 447 RS dari 444 RS Kabupaten/Kota sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/482/2014 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
28
Dalam rangka upaya mencapai target Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA
(Orang dengan
HIV
dan
AIDS), kegiatan-kegiatan
pendukung yang dilakukan yaitu Bimbingan Teknis pelayanan CST (Care support and Treatment) bagi Team HIV/AIDS di RS Rujukan ODHA dengan penetapan RS Rujukan ODHA. Kemudian juga telah dilakukan koordinasi dengan P2PL (subdit AIDS) untuk pengembangan instrumen monev dalam pemetaan pelayanan kesehatan Rujukan ODHA dan melibatkan unsur Dinas Kesehatan dalam pemberian rekomendasi terhadap RS di wilayahnya masing-masing yang dinilai layak untuk ditetapkan sebagai RS Rujukan ODHA.
Grafik 5. Capaian indikator Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA
2)
Permasalahan : Walaupun telah mencapai target yang ditetapkan, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala yang dihadapi antara lain: a)
Ketersediaan SDM yang belum terpenuhi.
b)
Sarana dan prasaran pelayanan ODHA yang belum terpenuhi.
c)
Dukungan Pemerintah Daerah yang belum optimal.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
29
3)
Upaya Peningkatan Capaian Indikator : Rencana tindak lanjut yang akan dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi permasalahan tersebut antara lain : a)
Advokasi Peraturan Menteri Kesehatan no 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
b)
Koordinasi dengan pemegang Program HIV/AIDS yakno Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan untuk penyiapan sarana dan prasarana pelayanan ODHA.
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran sebesar Rp213.260.000,- dengan realisasi sebesar Rp117.360.000,- Atau 55,03 %.
d.
Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh Rumah Sakit bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). 1)
Kondisi yang dicapai : Untuk memberikan pelayanan kesehatan rujukan yang paripurna kepada Masyarakat di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), daerah terpencil dan daerah dengan akses pelayanan kesehatan yang sulit, dilakukan upaya pendekatan fasilitas
pelayanan
kesehatan
rujukan
yaitu
Rumah
Sakit
Bergerak. Sampai dengan tahun 2014 telah didirikan 24 RS Bergerak di 24 Kabupaten/Kota di daerah DTPK yaitu : 1)
Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh
2)
Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh
3)
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) Provinsi Sulawesi Utara.
4)
Kabupaten
Natuna
(dimekarkan
menjadi
Kabupaten
Kepulauan Anambas) Provinsi Kepulauan Riau 5)
Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau
6)
Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu
7)
Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur
8)
Kabupaten Alor Provinsi NTT
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
30
9)
Kabupaten Talaud Provinsi Sulawesi Utara
10) Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat 11) Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara 12) Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku 13) Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua 14) Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat 15) Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara 16) Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara 17) Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat 18) Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat 19) Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimanatan Barat 20) Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Sulawesi Utara 21) Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku 22) Kabupaten Sumba Tengah Provinsi NTT 23) Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau 24) Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua
Grafik 6. Capaian indikator Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) Pembiayaan operasional Rumah Sakit Bergerak diberikan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan secara bertahap setiap tahun dilakukan
pengurangan
besaran
anggaran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
yang
diberikan
dimana 31
pengurangan anggaran tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah penerima Rumah Sakit Bergerak. Tabel 6 :
No 1
2
3
4
Daftar RS Bergerak yang operasionalnya telah diserahkan ke Pemerintah Daerah
Nama Rumah Sakit Bergerak RS Lapangan Blangkejeren Kab. Gayo Lues RS Lapangan Mamasa Kab. Mamasa RS Lapangan Natuna Kab. Kepulauan Anambas RS Lapangan Lingga Kab. Lingga
PROVINSI ACEH
Sulawesi Barat Kepulauan Riau
Kepulauan Riau
5 RS Lapangan Alor Kabupaten Alor 6
7
8
9
10
Nusa Tenggara Timur RS Lapangan Bener ACEH Meriah Kab. Bener Meriah RS Lapangan Maluku Tobelo Kab. Halmahera Utara RS Lapangan Papua Mindiptana Kab. Boven Digoel RS Lapangan Papua Barat Marinda Kab. Raja Ampat RS Lapangan Sitaro Sulawesi Kab. Sitaro Utara
11 RS Lapangan Sulawesi Gemeh Kab. Talaud Utara 12 RS Lapangan Enggano Kab. Bengkulu Utara
Bengkulu
T.M.T Kondisi Operasional September 2004 Mulai Tahun 2011 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Juni 2005 Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Mei 2006 Mulai Tahun 2013 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Mei 2006
Mulai Tahun 2013 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. September 2008 Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Oktober 2008 Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Oktober 2008 Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Oktober 2008 Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Nopember Mulai Tahun 2014 Biaya 2008 Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Desember Mulai Tahun 2014 Biaya 2008 Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Desember Mulai Tahun 2014 Biaya 2008 Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 01 Desember Mulai Tahun 2014 Biaya 2008 Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
32
13 RS Lapangan Kalimantan Malinau Kab. Timur Malinau 14 RS Lapangan Maluku Barat Maluku TenggaraBarat Kab. Maluku
01 Desember 2008
Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Mulai Tahun 2014 Biaya Operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
01 Desember 2008
Tabel 7 : Daftar 10 (sepuluh) Rumah Sakit Bergerak tahun 2014 biaya operasional masih dibiayai Kementerian Kesehatan NO
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Daruba
Morotai
Maluku Utara
2
Gane Timur
Halmahera Selatan
Maluku Utara
3
Ketungau Hulu
Sintang
Kalimantan Barat
4
Sekayam
Sanggau
Kalimantan Barat
5
Badau
Kapuas Hulu
Kalimantan Barat
6
Kwandang
Gorontalo Utara
Sulawesi Utara
7
Tiakur
Maluku Barat Daya
Maluku
8
Desa Anakalang
Sumba Tengah
NTT
9
Jemaja
Kepulauan Anambas
Kepulauan Riau
10
Distrik Mamberamo Tengah
Mamberamo Raya
Papua
2)
Permasalahan a)
Belum selesainya pembangunan Rumah Sakit bergerak di 10 Kabupaten dan Rumah Sakit Pratama di 4 Kabupaten menyebabkan pelayanan kesehatan rujukan belum dapat dilaksanakan di wilayah DTPK dan wilayah lainnya.
b)
Pengesahan DIPA TA 2014 untuk belanja modal pada akhir oktober 2014 menyebabkan lanjutan pembangunan RS Bergerak tidak dapat direalisasikan.
3)
Usul Pemecahan masalah Melanjutkan
proses
pembangunan
RS
Bergerak
dan
RS
Peratama pada tahun 2015. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
33
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran Rp 24.399.896.000,- tidak dapat direalisasikan karena pengesahan DIPA untuk Belanja Modal TA 2014 pada akhir Oktober 2014 sehingga waktu pelaksanaan tidak mecukupi.
3
MENINGKATNYA PEMBINAAN PELAYANAN KEPERAWATAN, KEBIDANAN DAN KETEKNISIAN MEDIK
Dalam mencapai sasaran dimaksud ada beberapa indikator yang digunakan, dimana
masing-masing
indikator
dapat
diuraikan
kondisi
capaian,
permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya sebagai berikut : a.
Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman 1)
Kondisi yang dicapai : Target indikator pertama untuk tahun 2014 ini adalah 1.313 puskesmas yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman, target tersebut telah tercapai
bahkan telah melebihi target yaitu sebesar 1567
Puskesmas atau 119,34%. Capaian ini adalah capaian kumulatif dari tahun 2010.
Grafik 7. Capaian indikator Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
34
2)
Permasalahan : Untuk pencapaian indikator ini, tidak menemui hambatan yang berarti namun capaian indikator tersebut masih perlu adanya perbaikan kualitas dari pelayanan keperawatan dan kebidanan di Puskesmas. Pencapaian ini berdasarkan data hasil pemetaan Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) di Puskesmas; evaluasi penerapan standar Perkesmas; penerapan pedoman rumah perawatan; pelaksanaan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi penerapan Perkesmas di wilayah regional barat, dan timur; evaluasi pencapaian hasil penerapan Perkesmas di propinsi kabupaten kota melalui kegiatan Workshop Nasional Perkesmas; serta pengadaan PHN Kit sebagai alat penunjang optimalisasi
penerapan
perkesmas.
perkesmas di puskesmas
Selain
dari
pelayanan
seharusnya pencapaian indikator ini
juga dilihat dari pencapaian hasil puskesmas yang menerapkan asuhan kebidanan sesuai standar dan pedoman. Pada
tahun
2014 ini, tidak ada secara khusus kegiatan penerapan standar asuhan kebidanan, sehingga tidak dapat berkontribusi dalam penambahan pencapaian indikator ini. Kebijakan dan arahan dari Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, seluruh penganggaran di evaluasi sebelum dilaksanakan dan adanya revisi secara total untuk perencanaan di masa depan dengan menggunakan evidance base, sehingga di arahkan dan ditetapkan subdit kebidanan tahun 2014; untuk melakukan kegiatan Evaluasi Pelayanan
Kebidanan
di
Indonesia,
Monitoring
Pelayanan
Kebidanan dalam Mencapai MDG'S, Penyusunan Pedoman Audit Standar Praktik Bidan. Pencapaian
indikator
yang
melebihi
target
diperoleh
dari
pengembangan kegiatan puskesmas yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota
dengan
menggunakan
anggaran daerah dengan melakukan replikasi kegiatan perkesmas yang menjadi model ke puskesmas lain pada area wilayah kerjanya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
35
3)
Usul Pemecahan Masalah : Capaian
indikator
jumlah
Puskesmas
yang
melaksanakan
pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan sesuai standar dan pedoman pada tahun 2014 meskipun telah melebihi target namun masih kecil (16,47%) dibandingkan dengan seluruh puskesmas di Indonesia (jumlah Puskesmas saat ini yaitu 9.510 Puskesmas). Untuk itu diperlukan upaya-upaya sebagai berikut : a)
Program Perkesmas menjadi upaya wajib pada program Puskesmas.
b)
Percepatan legalisasi NSPK terkait Perkesmas dan Asuhan Kebidanan
c)
Advokasi kepada stakeholder pusat dan daerah dilakukan secara lebih intensif.
d)
Perluasan jangkuan Sosialisasi standar dan pedoman pelayanan keperawatan dan kebidanan sehingga
standar
dan
pedoman
di Puskesmas
tersebut
dapat
diimplementasikan. e)
Pendampingan, penguatan dan pemantapan penerapan standar dan/atau pedoman di Provinsi/Kabupaten/Kota.
f)
Monitoring evaluasi berkala dilakukan secara intensif dan berjenjang oleh Kementrian Kesehatan, maupun oleh dinas kesehatan provinsi atau Kabupaten/Kota.
g)
Penguatan
Peran
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dalam
pengembangan penerapan standar dan pedoman terkait perkesmas dan pelayanan kebidanan. h)
Pemberdayaan organisasi profesi, untuk mengembangkan penerapan standar dan pedoman di fasilitas pelayanan primer swasta/klinik mandiri.
4)
Anggaran Alokasi anggaran untuk indikator tersebut diatas adalah sebesar Rp. 5.165.015.000,- dan terealisasi sebesar Rp. 3.104.307.500,atau 60,10%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
36
b.
Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman 1)
Kondisi yang dicapai : Pada 2014, indikator ini menargetkan sebanyak 667 rumah sakit yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman, namun capaian tahun 2014 sebesar 584 rumah sakit sama dengan capaian tahun 2013. Hal ini disebabkan adanya evaluasi indikator dan evaluasi kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai target dari indikator tersebut.
Grafik 8. Capaian indikator Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman Namun demikian pada tahun 2014 dilakukan upaya pembinaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman dengan melakukan kegiatan, sebagai berikut : a) Pembinaan pelayanan keperawatan di rumah sakit umum dengan cara memberikan bimbingan kepada staf teknis mengenai Akreditasi Rumah Sakit, penguatan perawat pendamping di wilayah yang belum terakreditasi, membuat pedoman Nasional Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
37
di Rumah Sakit, menyusun modul informasi Keperawatan di rumah sakit, melakukan penguatan pelayanan keperawatan gawat darurat dalam SPGDT-S. b) Pembinaan pelayanan keperawatan di rumah sakit khusus dengan
cara
melakukan
penguatan
pelayanan
keperawatan dalam mencapai kualitas dan keselamatan pasien di rumah sakit, melakukan evaluasi pelayanan keperawatan di rumah sakit. 2)
Permasalahan : Permasalahan
dari
tidak
tercapainya
indikator
tersebut
disebabkan adanya evaluasi indikator dan evaluasi kegiatan untuk mendapatkan data dasar (evidance base) kondisi keperawatan dan kebidanan di Indonesia. Evidance base diperoleh dengan mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. 3)
Usul Pemecahan Masalah : a)
Penguatan dan memberdayakan peran Dinas Kesehatan Provinsi dalam pengembangan penerapan standar dan pedoman terkait pelayanan keperawatan dan kebidanan.
b)
Kegiatan penerapan standar dan pedoman terkait pelayanan keperawatan dan kebidanan diintergrasikan dengan kegiatan lain yang seiring dan sejalan.
c)
Memberdayakan organisasi profesi untuk ikut mensukseskan penerapan
standar
dan
pedoman
terkait
pelayanan
keperawatan dan kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta. d) 4)
Penguatan advokasi penganggaran di daerah.
Anggaran: Alokasi anggaran untuk indikator tersebut diatas adalah sebesar Rp. 5.796.593.000,- dan terealisasi sebesar Rp.3.921.396.400,atau 67,65%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
38
c.
Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman 1)
Kondisi yang dicapai : Pencapaian indikator ini didapat dengan melihat pada rumah sakit pemerintah dan swasta yang melaksanakan minimal 3 pelayanan Keteknisian Medik dan Keterapian Fisik (KM/KF) yaitu: pelayanan Radiografi/radiodiagnostik, Rekam Medis, dan Fisioterapi sesuai standar atau pedoman.
Target indikator pada tahun 2014
sejumlah 189 rumah sakit, telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, yang dihitung secara kumulatif dengan merujuk pada Target indikator tahun 2010 sejumlah 126 rumah sakit. Adapun hasil pencapaian target pada tahun 2014 adalah 209 rumah sakit dari target 189 rumah sakit.
Grafik 9. Capaian indikator Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman
2)
Permasalahan : Pencapaian ini berdasarkan data hasil kegiatan Peningkatan mutu pelayanan Keteknisian Medik (KM) dan Keterapian Fisik (KF) melalui:
Penguatan
Pelayanan
Peran
Keterapian
RS
Fisik,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
dalam
Penerapan
Penguatan Peran
RS
Standar dalam 39
Penerapan Standar Pelayanan Keteknisian Medik, Penguatan Peran Dinkes Profinsi dan Organisasi Profesi dalam Pembinaan Pelayanan Keteknisian Medik dan Keterapian Fisik, Monev Pelayanan Keteknisian Medik dan Keterapian Fisik, Penyusunan Standar dan Pedoman Pelayanan Keteknisian Medik, Penyusunan Standar/Pedoman
Pelayanan
Keterapian
Fisik,
Penyusunan
Juknis 3 Jabatan Fungsional dalam Bidang Pelayanan Keteknisian Medik, Penyusunan Pedoman Pelayanan Fisioterapi.
3)
Usul Pemecahan Masalah : Capaian indikator jumlah RS yang melaksanakan pelayanan KMKF sesuai pedoman pada tahun 2014 telah melebihi capaian target
indikator
sebanyak
20
rumah
sakit,
namun
jika
dibandingkan dengan jumlah rumah sakit secara keseluruhan pencapaian target intervensi masih relatif kecil, Untuk itu masih diperlukan upaya-upaya sebagai berikut: a)
Percepatan proses legalisasi draf standar dan pedoman pelayanan KMKF
b)
Optimalisasi peran tenaga KMKF melalui Peningkatan kompetensi tenaga KMKF
c)
Advokasi kepada pimpinan RS
d)
Sosialisasi dan advokasi serta pendampingan penerapan NSPK terkait pelayanan KMKF di rumah sakit.
e)
Monev
berkala
secara
berjenjang
oleh
kementrian
kesehatan, dinas kesehatan prov/kab/kota.
4)
Anggaran: Alokasi anggaran untuk indikator tersebut diatas adalah sebesar Rp 4.499.594.000,- dan terealisasi sebesar Rp 2.749.757.100,atau 61,11%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
40
MENINGKATNYA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
4
DAN SARANA KESEHATAN SESUAI STANDAR Dalam mencapai sasaran dimaksud ada beberapa indikator yang digunakan, dimana masing-masing indikator dapat diuraikan kondisi yang dicapai, kendala yang dihadapi dan usulan pemecahan masalahnya sebagai berikut : a.
Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar 1)
Kondisi yang dicapai : Indikator ini menargetkan sebesar 63% laboratorium kesehatan (labkes) aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar di seluruh Indonesia. Pada akhir tahun 2014 telah dicapai sebesar 100,36% (3.312 labkes dari target 3.300 labkes). Total seluruh laboratorium kesehatan yang ada sebanyak 5.241 labkes. Untuk meningkatkan capaian indikator ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain : a)
Peningkatan kemampuan teknis penyelenggaraan PME bakteriologi klinik
b)
Penyusunan roadmap penerapan jejaring laboratorium dan PME mikroskopis malaria.
c)
Monitoring dan evaluasi laboratorium mikrobiologi dan imunologi.
d)
Workshop jejaring laboratorium pemeriksaan mikrobiologi dan penanggulangan penyakit berpotensi wabah.
e)
Pencetakan dan pengiriman buku -
Pedoman pemeriksaan laboratorium penyakit berpotensi wabah dalam mendukung system kewaspadaan dini dan respon.
-
Prosedur Pemeriksaan Bakteriologi Klinik.
f)
Penyusunan Modul Pelatihan Laboratorium Tingkat Dasar.
g)
Penyusunan Modul Pelatihan Laboratorium Tingkat Lanjut.
h)
Penyempurnaan
permenkes
tentang
tarif
pelayanan
pemeriksaan CTKI. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
41
i)
Pengembangan sistem informasi pelayanan kesehatan CTKI.
j)
Pengembangan
sistem
informasi
Pemantapan
Mutu
Eksternal Labkes (PME). k)
Pertemuan
penyusunan
laboratorium
sederhana
di
fasyankes dasar. l)
Pertemuan evaluasi penyelenggaraan pemeriksa kesehatan CTKI di sarkes pemeriksa CTKI.
m)
Monev dan bimtek mutu pelayanan laboratorium bidang patologi dan toksikologi di fasyankes.
n)
Pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian
sarana
kesehatan pemeriksa CTKI. o)
Penyempurnaan permenkes tentang penyelenggaraan PME labkes.
p)
Penyelenggaraan akreditasi labkes.
q)
Reagen bahan control.
Grafik 10. Capaian indikator Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar
2)
Permasalahan : Upaya dalam mencapai indikator, walau pencapaian sudah melebihi target akan tetapi terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan indikator, antara lain :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
42
a)
Jangkauan kepesertaan Pemantapan Mutu Eksternal masih kurang luas
b)
Kepedulian pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pelayanan labkes masih kurang
c)
Kompetensi
petugas
laboratorium
kesehatan
dalam
peningkatan mutu laboratorium kesehatan masih kurang d)
Kurangnya pemahaman pelaksana pelayanan laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan tentang pentingnya PME bagi peningkatan mutu laboratorium
e)
Kurangnya
dukungan
pemerintah
daerah
terhadap
pelaksanaan PME pemecahan masalah Advokasi dan Sosialisasi 3)
Usul Pemecahan masalah : Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah : a)
Menambah
jangkauan
kepesertaan
Pemantapan
Mutu
Eksternal baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. b)
Meningkatkan
kepedulian
pemerintah
daerah
dalam
peningkatan mutu pelayanan labkes. c)
Meningkatkan kompetensi petugas laboratorium kesehatan dalam peningkatan mutu laboratorium kesehatan.
d)
Melaksanakan sosialisasi dan advokasi untuk meningkatkan kepedulian pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pelayanan labkes.
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran pada tahun 2014 sebesar Rp. 6.739.619.000 dengan realisasi sebesar Rp. 4.727.945.022 atau 70,15%.
b.
Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar 1)
Kondisi yang dicapai : Pada tahun 2014, indikator ini ditargetkan sebesar 65% RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar. Pada akhir tahun 2014 tercapai 65,2% (361 dari 554 rumah sakit pemerintah).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
43
Grafik 11. Capaian indikator Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar Evaluasi pencapaian kinerja indikator Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar yang didukung oleh kegiatan meliputi : a)
Penyusunan pedoman audit pelayanan radioterapi.
b)
Pertemuan koordinasi komisi pemanfaatan tenaga nuklir dibidang.
c)
Pemutakiran pedoman pelayanan kedokteran nuklir.
d)
Penyusunan pedoman ruangan instansi pelayanan radiologi.
e)
Bimbingan teknik pelayanan radioterapi dan kedokteran nuklir.
f)
Pertemuan perijinan
peningkatan
pemanfaatan
pembinaan alat
radiasi
dan
pengawasan
pengion/X-ray
dan
radiofarmaka. g)
Monitoring dan evaluasi pelayanan radiologi di Fasyankes.
h)
Pengembangan jejaring pelayanan.
i)
Pengembangan telemedikine berbasis video conference (VCON).
j)
Pengelolaan data telemedicine
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
44
2)
Permasalahan : Permasalahan yang dihadapi yaitu : a)
Beberapa rumah sakit belum dapat memenuhi standar pelayanan radiologi antara lain disebabkan kurangnya dukungan manajemen rumah sakit dalam memenuhi saranaprasarana sesuai dengan standar.
b)
Kurangnya pembiayaan untuk pemeliharaan dan pengadaan alat kalibrasi radiologi.
c)
Rendahnya
kepatuhan
sarana
kesehatan
dalam
hal
pencatatan dan pelaporan pelayanan radiologi. 3)
Usul Pemecahan masalah : Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah : a)
Peningkatan kegiatan sosialisasi dan diseminasi pedoman dan standar pelayanan radiologi kepada sarana kesehatan.
b)
Penguatan
dan
Provinsi/Kab/Kota pelayanan
pemberdayaan agar
radiologi
dapat
Dinas
memberikan
kepada
sarana
Kesehatan pembinaan
kesehatan
di
walayahnya. c)
Meningkatkan Peran dan fungsi Dinas Kesehatan terutama dalam hal rekomendasi perijinan pelayanan radiologi, perencanaan dan pemenuhan kebutuhan fisik (sarana, prasarana dan alat/SPA), serta pengawasan keamanan dan keselamatan pelayanan radiologi.
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran sebesar Rp. 7.484.969.000 dengan realisasi sebesar Rp. 6.470.288.342 atau 86,44%.
c.
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan. 1)
Kondisi yang dicapai : Indikator ini menargetkan sebanyak 594 faslitas pelayanan kesehatan meliputi puskesmas dan rumah sakit. Pada tahun 2014 tercapai sebanyak 1.300 fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
45
dari 555 rumah sakit dan 745 puskesmas. Upaya-upaya yang dilakukan dalam memenuhi jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sarana, prasarana dan perlatan kesehatan sesuai standar dan aman yaitu: a)
Penyusunan pedoman teknis bangunan dan prasarana Rumah Sakit kelas A.
b)
Penyusunan pedoman teknis bangunan rumah sakit (ruang – ruang penunjang operasional).
c)
Penyusunan pedoman teknis prasarana Rumah Sakit (sistem instalasi pengolahan limbah).
d)
Penyusunan pedoman teknis bangunan dan prasarana fasilitas ruang infeksi TB.
e)
Penyusunan teknis bangunan dan prasarana Rumah Sakit Khusus.
f)
Peningkatan kapabilitas petugas pengelola pemeliharaan peralatan kesehatan.
g)
Peningkatan Kapabilitas Petugas Pengelola Pemeliharaan Peralatan Kesehatan.
Evaluasi pencapaian kinerja indikator ini didukung dengan beberapa kegiatan meliputi : a)
Penyusunan pedoman teknis bangunan dan prasarana Rumah Sakit kelas A.
b)
Penyusunan pedoman teknis bangunan rumah sakit (ruang – ruang penunjang operasional).
c)
Penyusunan
Pedoman
Teknis
Prasarana
RS,
Sistem
Instalasi Pengolahan Limbah. d)
Penyusunan Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Fasilitas Ruang Infeksi TB.
e)
Bimbingan Teknis Proper Rumah Sakit.
f)
Pertemuan Teknis Pemeliharaan Instalasi Elektrikal Rumah Sakit.
g)
Sosialisasi Persyaratan Teknis di Bidang Sarana dan Prasarana Kesehatan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
46
h)
Bimbingan Teknis Sarana Prasarana Kesehatan (Tanggap Darurat, Terpadu dengan BUKR dalam Penetapan Kelas dan Persiapan Akreditasi RS, BUKD dan Gizi KIA).
i)
Monitoring dan Evaluasi Terpadu Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
j)
Pertemuan Koordinasi Pengelolaan Peralatan Kesehatan di Fasyankes.
k)
Penyusunan Bahan Rumusan SNI Peralatan Kesehatan (5 RSNI).
l)
Penyusunan Metode Kerja Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan.
m)
Peningkatan Kapabilitas Petugas Pengelola Pemeliharaan Peralatan Kesehatan.
n)
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan dan Pengujian Kalibrasi Peralatan Kesehatan.
o)
Jasa Sewa Online HPCS dan GMDN.
p)
Jasa Sewa Online AAMI (Assosiacion for the Advancement of Medikal Instrumentation).
q)
Pembinaan Teknis Pengelolaan Peralatan Kesehatan.
Grafik 12. Capaian indikator Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
47
2)
Permasalahan : Permasalahan dalam pencapaian indikator : a)
Belum
optimalnya
peran
Dinas
Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan dan pengawasan sarana prasarana kesehatan di fasyankes. b)
NSPK di bidang sarana prasarana belum tersosialisasi secara optimal ke Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan.
c)
Kurangnya kapasitas dan kapabilitas tenaga teknis pengelola pemeliharaan
sarana
prasarana
kesehatan
di
Dinas
Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan.
3)
Usul Pemecahan masalah : Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah : a)
Meningkatkan
peran
Dinas
Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan dan pengawasan sarana prasarana kesehatan dengan koordinasi secara intensif dan berkesinambungan. b)
Melakukan sosialisasi NSPK di bidang sarana prasarana kesehatan secara intensif dan berkesinambungan.
c)
Mengupayakan
peningkatan
kapasitas
dan
kapabilitas
tenaga teknis di bidang sarana prasarana kesehatan melalui pelatihan dan diklat dengan pembiayaan Pusat dan Daerah. d)
Melakukan
sosialisasi
pembinaan,
pengawasan
dan
pemanfaatan ASPAK melalui dana Dekonsentrasi.
4)
Anggaran : Alokasi anggaran sebesar Rp. 4.480.855.000 dengan realisasi sebesar Rp. 3.486.492.044 atau 77,81%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
48
5
MENINGKATNYA MUTU PELAYANAN KESEHATAN JIWA
Dalam mencapai sasaran dimaksud ada beberapa indikator yang digunakan, dimana
masing-masing
indikator
dapat
diuraikan
kondisi
capaian,
permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya sebagai berikut : a.
Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis Utama dan Napza
Indikator persentase RS Jiwa yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza adalah RSJ yang memberikan layanan subspesialis Jiwa utama dan Napza dengan cara pengukuran capaian adalah Jumlah RS Jiwa yang memberikan layanan subspesialistik jiwa utama dan Napza di bagi dengan 31 RS Jiwa Pemerintah dikali 100%. Kegiatan untuk mendukung indikator tersebut adalah : a)
Penyusunan pedoman layanan unggulan di RSJ sebagai acuan RSJ dalam mengembangkan layanan jiwa unggulan di RSJ.
b)
Penyusunan pedoman rehabilitasi psikososial di RSJ
sebagai
acuan RSJ dalam meningkatkan pengetahuan, mengembangkan dan memberikan layanan rehabilitasi psikososial di RSJ. c)
Penyusunan pedoman indikator mutu RSJ sebagai acuan RSJ.
d)
Penguatan sistim hotline service 500454 dan pengembangannya.
e)
Monitoring dan evaluasi mutu layanan jiwa di RSJ dan RSUD sesuai penyelenggaraan RS.
1)
Kondisi yang dicapai : Pada tahun 2014 capaian RS Jiwa yang memberikan layanan subspesialis jiwa utama dan Napza adalah 100% (31 RSJ) dari yang ditargetkan sebesar 100% (31 RSJ). Capaian indikator layanan ini dinilai berdasarkan ada atau tidaknya fasilitas layanan tersebut.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
49
Kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya pencapaian indikator tahun ini antara lain: penyusunan pedoman layanan unggulan di RSJ, Penyusunan pedoman rehabilitasi psikososial di RSJ, penyusunan pedoman indikator mutu layanan RSJ, Penguatan sistim hotline service 500454 dan pengembangannya di 5 RSJ dan RSKO, Monev mutu layanan di RS Jiwa dan RSU dengan layanan jiwa (pilot project) sesuai penyelenggaraan RS, visitasi penetapan kelas, IPWL, diseminasi dan Informasi UndangUndang No 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Grafik 13. Capaian indikator Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza
2)
Permasalahan : Target
indikator
untuk
RSJ
yang
memberikan
layanan
subspesialis utama dan Napza tahun 2014 tercapai, namun masih ada kendala yang dihadapi dalam layanan subspesialis tersebut yaitu : a)
Layanan Subspesialis jiwa utama dan napza yang tersedia di RS Jiwa dan RSKO dilaksanakan oleh psikiater kecuali yang telah memiliki psikiater anak dan remaja (RS Jiwa kelas A) sebagai tenaga subspesialis layanan psikiatri anak dan remaja;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
50
b)
Subspesialis jiwa yang tersedia hanya subspesialis jiwa anak dan remaja yang jumlahnya terbatas dan penyebarannya tidak merata di seluruh RS Jiwa dan RSKO;
c)
Belum terselenggaranya pendidikan subspesialis dalam bidang psikogeriatri, psikiatri napza, psikoterapi dan psikiatri forensik serta bidang subspesialis jiwa lainnya;
d)
Belum semua RS Jiwa dan RSKO memiliki sarana prasarana dan
peralatan
rawat
inap
dalam
bidang
pelayanan
subspesialis. e)
Kurangnya dukungan pemerintah daerah setempat dalam meningkatkan kualitas dan mengembangkan layanan jiwa.
3)
Usul Pemecahan masalah : a)
Perlu adanya regulasi untuk penyebaran tenaga dokter subspesialis seperti
program
wajib kerja sarjana dokter
subspesialis. b)
Kerjasama dengan organisasi profesi untuk menghitung kebutuhan tenaga spesialis kedokteran jiwa dan subspesialis kedokteran jiwa dengan mengadakan dan menambah pusat pendidikan
dokter spesialis dan subspesialis di institusi
pendidikan. c)
Pembangunan sarana rawat inap melalui dukungan dana APBN/APBD/BLU/BLUD.
d)
Pemerintah
setempat
memberikan
dukungan
dalam
pengembangan layanan jiwa.
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran untuk mendukung tercapainya persentase target indikator kinerja RS Jiwa yang memberikan layanan subspesialis jiwa utama dan Napza terealisasi sebesar 96% (Rp. 471.540.900,-) dari total anggaran yang disediakan sebesar Rp. 492.400.000,-
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
51
b.
Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza Indikator RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza adalah RSU milik pemerintah daerah Provinsi, Kab/Kota yang melaksanakan layanan jiwa. Cara pengukuran Jumlah RSU Pemerintah
Provinsi
Kab/Kota
yang memberikan layanan
kesehatan jiwa di bagi dengan 444 RSU (data 2009) dikali 100%. Jenis layanan jiwa
yang dapat diberikan di RSU Kab/Kota adalah
kegawatdaruratan
psikiatri,
rawat
jalan,
rawat
inap
akut,
dan
Consultation Liaison Psychiatry (CLP) sesuai dengan pedoman penyelenggaraan layanan jiwa di RSU Kab/Kota yang mewajibkan RSU menyediakan 10 tempat tidur untuk pasien jiwa. Kriteria dalam penentuan indikator ini adalah yang penting RSU Kab/Kota tersebut telah ada layanan jiwanya.
Gambar 2 : Peningkatan Keterampilan Keswa bagi Nakes 1)
Kondisi yang dicapai : Pada tahun 2014, kondisi yang dicapai untuk RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk napza adalah 56.08% (249 RSU) dari target 50% (222 RSU). Dengan adanya regulasi RSU rujukan nasional dan RSUD rujukan regional,
maka
layanan
jiwa
dasar
dan
Napza
di
RSU
dikembangkan sesuai dengan pedoman penyelenggaraan layanan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
52
jiwa di RSU Kab/Kota yaitu adanya layanan kegawatdaruratan psikiatri, poli rawat jalan, rawat inap dengan 10 TT dan consultation liaison psychiatry (CLP). Data tersebut diperoleh dari Pusat Informasi Kemenkes, Dinas Kesehatan dan Monev. Upaya pencapaian indikator
RSU tersebut didukung melalui
program kegiatan tahun anggaran 2014 berupa : monitoring dan evaluasi mutu layanan jiwa di RSJ dan RSUD (pilot project) sesuai penyelenggaraan RS, penguatan PPK2 dalam membangun sistem layanan keswa di RSUD rujukan regional, penyusunan peta strategis penanggulangan autisme dan pertemuan koordinasi tim lintas sektor program kesehatan jiwa pada kelompok berisiko.
Grafik 14. Capaian indikator Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza 2)
Permasalahan : a)
Draft pedoman penyelenggaraan layanan jiwa di RSUD Kab/Kota
belum
ditetapkan
sehingga
belum
dapat
diberlakukan di seluruh RSUD; b)
RSU belum menjalankan amanah UU No 44/2009 tentang RS yang menyatakan bahwa RS menjalankan semua jenis pelayanan yang diperkuat dengan terbitnya UU No 18 /2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
53
c)
RSU masih menganggap layanan kesehatan jiwa seputar pasien yang mengalami gangguan jiwa dan tempatnya di RS Jiwa
d)
Belum ada regulasi tentang kompetensi dokter umum yang telah mendapatkan pelatihan keswa dalam memberikan layanan keswa di RSU. Hal ini terkait dengan klaim layanan jiwa oleh dokter umum terlatih keswa ke BPJS;
e)
Dokter umum terlatih keswa kurang percaya diri dalam mendiagnosis dan menatalaksana pemberian psikofarmaka pada pasien gangguan jiwa;
f)
Masih terbatas RSU yang memiliki psikiater
g)
Kurangnya minat dokter umum untuk memberikan layanan jiwa dan atau mengikuti pendidikan spesialis kedokteran jiwa.
3)
Usul Pemecahan masalah : a)
Mempercepat proses penetapan pedoman penyelenggaraan layanan jiwa di RSUD Kab.Kota
b)
Mewajibkan adanya minimal 1 psikiater di RSU
c)
Promosi bagi dokter yang berminat melanjutkan pendidikan spesialis kedokteran jiwa dan promosi psikiater agar dapat ditempatkan di RSU
d)
Berkoordinasi dengan BPJS tentang klaim INA CBG’s dokter umum terlatih Keswa yang memberikan layanan keswa di RSU.
e)
Melakukan peningkatan keterampilan bagi dokter umum di RSU terutama RSU rujukan nasional dan RSU rujukan regional dengan pelatihan jarak jauh (e-modul) yang diselenggarakan
oleh
PPSDM
atau
Dinas
Kesehatan
setempat f)
Dukungan pemerintah setempat terhadap pengadaan dan pengembangan layanan jiwa di RSU
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
54
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran untuk mendukung tercapainya persentase target indikator kinerja RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza terealisasi sebesar 90% (Rp. 338.116.643,-) dari total anggaran yang disediakan sebesar Rp. 375.930.000,-
c.
Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat Indikator
Persentase
Puskesmas
yang
memberikan
pelayanan
kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat adalah puskesmas yang memberikan pelayanan minimal kesehatan jiwa melalui kegiatan psikoedukasi (penyuluhan) dan deteksi dini di bidang kesehatan jiwa, dengan cara pengukuran capaian Jumlah Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar di bagi jumlah puskesmas (9005 tahun 2010) di kali 100%. 1)
Kondisi yang dicapai : Pada tahun 2014 kondisi yang capai untuk Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat dari target 40% (3.602 Puskesmas) dengan capaian 46,44% (4.182 Puskesmas) Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat mulai tahun 2010-2014 telah dapat melebihi dari yang di targetkan, hal ini disebabkan karena : a)
Perhitungan jumlah puskesmas yang memberikan layanan jiwa dasar adalah sesuai dengan Definisi Operasional, sehingga lebih mengutamakan kuantitas (Jumlah).
b)
Adanya dana dekonsentrasi pada tahun 2013 dan 2014 menyebabkan lebih banyak petugas kesehatan yang terlatih keswa. Hal ini secara langsung meningkatkan jumlah puskesmas yang memberikan layanan kesehatan dasar
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
55
c)
Sebagai dampak dari pertemuan LP/LS yang di adakan tahun 2013. Hal ini sedikit banyak mendorong provinsi yang ikut dalam pertemuan ini untuk menjalankan RTL (rencana tindak lanjut) dengan mengambil langkah-langkah yang mendorong
puskesmas
untuk
memberikan
layanan
kesehatan jiwa.
Grafik 15. Capaian indikator Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat Upaya
pencapaian
indikator
Puskesmas
dilakukan
melalui
kegiatan Penyusunan Peta Strategi Kesehatan Jiwa Masyarakat (Keswamas)
2015
-2019,
Penyusunan
Regulasi
tentang
Keswamas, Penyusunan Pedoman Penyelenggraan Promkeswa di Puskesmas, Pertemuan LPLS Pengembangan Program Keswa di Desa Siaga Aktif, Bimtek Keswamas bagi Kader di 2 (dua) Provinsi, Bimtek Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatrik di Fasyankes Primer, Bimtek Kader Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia
(KPSI),
Advokasi
(Sumsel,
Lampung,
Penanggulangan
Sumut),
Diseminasi
Pemasungan &
Informasi
Penanggulangan Pemasungan (Babel, Kalsel, Sumbar), Evaluasi Proses Penanggulangan Pemasungan ODGJ 3 Regional (34 Propinsi), Peningkatan Kapasitas Dukungan Psikologi Awal (PFA) bagi petugas Siaga Bencana, Penyusunan Juklak Pelayanan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
56
Kesehatan Jiwa di Sekolah Terintegrasi UKS, Penyusunan Kerangka
Jaringan
Kerja
Kesehatan
Jiwa
dan
Dukungan
Psikososial Penanggulangan Bencana, Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan Jiwa Bergerak (Mobile Mental Health Services), Lokakarya Hari Autisme Sedunia, Monitoring Evaluasi Program Kesehatan Jiwa Pada Kelompok Beresiko: 1. Model Layanan Keswa Bumil (2013), 2. Monev terpadu Penanganan KtA/P dan TPPO di entry Point ( KPPA, Puskesja), diseminasi dan informasi hari kesehatan jiwa sedunia, lokakarya nasional bidang kesehatan jiwa, pembinaan wilayah.
2)
Permasalahan : a)
Kurangnya dukungan dari perintah daerah bidang kesehatan jiwa dan napza.
b)
Masih sedikitnya tenaga kesehatan di puskesmas yang terlatih kesehatan jiwa.
c)
Tidak semua nakes yang telah dilatih melakukan layanan keswa secara berkesinambungan.
d)
Kurangnya
pembinaan/supervisi
dari
dinas
kesehatan
setelah tenaga kesehatan dilatih.
3)
Usul Pemecahan Masalah: a)
Penyusunan regulasi dan NSPK turunan dari Undangundang Kesehatan Jiwa.
b)
Berkerja sama dengan PPSDM untuk membuat E-modul untuk tenaga kesehatan bidang kesehatan jiwa melalui sistem Pelatihan Jarak Jauh (PJJ).
c)
Pembuatan Pedoman Penyelenggaraaan dan Media KIE dalam rangka promosi kesehatan jiwa di Puskesmas.
d)
Meningkatkan advokasi kepada pemerintah daerah untuk program kesehatan jiwa.
e)
Meningkatkan monitoring dan evaluasi terpadu bidang kesehatan jiwa.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
57
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran untuk mencapai indikator kinerja Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat sebesar Rp. 4.488.168.500,- dengan realisasi sebesar Rp. 4.401.190.278,- atau 98%.
d.
Jumlah fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pencandu Narkotika Indikator fasilitas kesehatan yang memberikan pelayaanna wajib lapor bagi pecandu narkotika adalah Jumlah fasilitas kesehatan yang ditetapkan oleh SK Menkes sebagai Institusi penerima wajib lapor (IPWL) dengan syarat Telah memberikan layanan terapi rehabilitasi Napza, dan / atau Memiliki petugas kesehatan yang pernah dilatih di bidang ketergantungan narkotika, sarana yang sesuai dengan standar rehabilitasi medis. Penetapan fasilitas kesehatan sebagai (IPWL) adalah : a)
Berpengalaman dalam melaksanakan pasien gangguan pengguna Napza;
b)
Terlatih dalam tata laksana terapi rehabilitasi gangguan penggunaan napza;
c)
Di usulkan oleh Dinas Kesehatan setempat/induk organisasi fasilitas kesehatan terkait (Pusat Kedokteran, dan Kesehatan Polri untuk RS di Bawah POLRI);
1)
Kondisi yang dicapai : Pada tahun 2014 Kondisi yang capai untuk Indikator fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pecandu narkotika dari yang di targetkan sebanyak 240 fasyankes dengan capaian 316 fasyankes yang ditetapkan oleh SK Menteri Kesehatan No. 402 tahun 2014. Jumlah fasilitas kesehatan yang ditetapkan sebagai institusi penerima wajib lapor (IPWL) pecandu narkotika, mulai tahun 2010-2014 telah dapat melebihi dari yang ditargetkan, hal ini
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
58
karena pembentukan IPWL didukung oleh Pemerintah Daerah maupun Kementerian/Lembaga lain. Pada tahun 2014, Kepolisian mengusulkan Klinik Biddokes sebagai IPWL disamping RS Bhayangkara yang telah ditetapkan sebagai IPWL pada tahun 2013.
Kementerian
Pengayoman
serta
Hukum BNN
dan
HAM
mengusulkan
mengusulkan beberapa
RS
lembaga
rehabilitasi dan klinik yang ada di BNN Provinsi sebagai IPWL. Hal ini sejalan dengan semangat yang ada dalam Peraturan Bersama Mahkumjakpol,
Kemenkes,
Kemensos
dan
BNN
untuk
memasukkan pecandu dan penyalahgunaan Napza ke dalam lembaga rehabilitasi. Upaya pencapaian indikator dilakukan melalui kegiatan Revisi Standar Pelayanan T/R Gangguan Penggunaan NAPZA, Evaluasi Dampak Buruk penggunaan Alkohol dan Kebutuhan Terapi di 10 (sepuluh) provinisi, Supervisi Program
T/R
NAPZA
di
7
(tujuh)
provinsi,
peningkatan
keterampilan T & R NAPZA di 5 provinsi, Rapat Kerja Teknis Terapi Rehabilitasi NAPZA, Klaim Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis (amanat UU No 35 / 2009 ttg Narkotika dan PP 25/2011 ttg Wajib Lapor), RaKor IPWL pecandu narkotika.
Grafik 16. Capaian indikator Jumlah fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pecandu Narkotika
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
59
2)
Permasalahan : a)
IPWL yang telah di tetapkan hanya 30% yang aktif.
b)
tidak adanya pasien pecandu narkoba yang datang ke IPWL
c)
IPWL
yang
melakukan
pelayanan
wajib
lapor
tidak
melakukan klaim ke Dit.Bina Kesehatan Jiwa tetapi di klaim melalui Anggaran Jamkesda. d)
IPWL yang melakukan pelayanan wajib lapor melakukan klaim ke Dit Bina Kesehatan Jiwa, dana klaim tersebut masuk ke rekening penerimaan daerah sehingga mereka tidak mendapat jasa medik dari klaim tersebut
3)
Usul Pemecahan Masalah: a)
Mengaktifkan sistem informasi Napza untuk pelaporan klaim secara online
b)
Akan di bentuk tim verifikasi internal dari IPWL untuk menverifikasi dokumen klaim, sehingga pembayaran klaim ke Dit Bina Kesehatan Jiwa lebih mudah hanya dengan Surat Pertanggung Jawaban Mutlak (SPTJM) dari IPWL
4)
Anggaran : Alokasi Anggaran untuk mencapai indikator jumlah fasilitas kesehatan yang ditetapkan sebagai institusi penerima wajib lapor (IPWL) pecandu narkotika sebesar Rp. 3.202.510.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 2.670.513.525,- atau 88,28%
6
MENINGKATNYA DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM PEMBINAAN UPAYA KESEHATAN
Dalam mencapai sasaran dimaksud ada beberapa indikator yang digunakan, dimana
masing-masing
indikator
dapat
diuraikan
kondisi
capaian,
permasalahan dan usulan pemecahan masalahnya sebagai berikut :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
60
a. Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya Sasaran dari indikator ini adalah meningkatkan sarana dan parasarana Rumah Sakit dan Balai, Unit Pelaksana Teknis Vertikal Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Untuk mencapai indikator tersebut, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada tahun 2014 telah melakukan kegiatan-kegiatan berupa Fasilitasi Penyediaan Anggaran untuk Peningkatan Sarana Prasarana di Rumah Sakit dan Balai, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. 1)
Kondisi yang dicapai : Untuk meningkatkan sarana dan parasarana Rumah Sakit dan Balai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Vertikal Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan telah memberikan fasilitasi/penyediaan anggaran yang meliputi belanja modal gedung dan bangunan, dan belanja modal peralatan dan mesin. Berikut ini UPT yang telah ditingkatkan sarana dan prasarananya yaitu : 1. Rumah Sakit Umum
NO
NAMA UPT
LOKASI
KELAS/ TYPE
PENINGKATAN
1
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
A
2
RSUP. H. Adam Malik
Medan
A
Gedung
3
RSUP. Fatmawati
Jakarta
A
Gedung
4
RSUP. Moh. Hoesin Palembang
Palembang
A
Gedung, Inventaris Kantor
5
RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung
Bandung
A
6
RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta
A
Alkes, Gedung, Inventaris Kantor
7
RSUP. Dr. Kariadi
Semarang
A
Alkes
8
RSUP. Sanglah
Denpasar
A
Alkes, Gedung
9
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar
A
10
RSUP. Dr. M. Djamil
Padang
B
Gedung
11
RSUP. Persahabatan
Jakarta
B
Gedung
12
RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten
B
Alkes
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
Gedung
Alkes, Gedung.
Alkes, Gedung
61
NO
NAMA UPT
13
RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou
14
RSUP. Ratatotok Buyat
LOKASI
KELAS/ TYPE
Manado
B
Alkes, Gedung
Minahasa Tenggara
C
Alkes, Gedung, Inventaris Kantor
PENINGKATAN
2. Rumah Sakit Khusus NO
NAMA UPT
LOKASI
1
RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta
2
RS. Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta
3
RS. Kanker Dharmais
Jakarta
4
RS. Orthophedi Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta
5
RS. Mata Cicendo
KELAS/ TYPE A
PENINGKATAN Alkes, Inventaris Kantor
A
Alkes, Gedung
A
Alkes, Gedung
A
Alkes
Bandung
A
Gedung
Jakarta
A
Gedung
A
Alkes, Gedung, Ambulance
A
Alkes
A
Gedung
A
Alkes, Inventaris Kantor
A
Alkes, Gedung, Inventaris Kantor
6
RS. Jiwa Dr. Soeharto Herdjan
7
RS. Jiwa Dr. Marzoeki Mahdi
8
RS. Jiwa Dr. Soeroyo
Magelang
9
RS. Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat
Malang
10
RS. Paru dr. Goenawan Partowidigdo
Bogor
11
RS. Paru dr. H.A. Rotinsulu
Bandung
12
RS. Paru dr. Ario Wirawan
Salatiga
A
Alkes, Gedung
13
RS. Kusta dr. Rivai Abdulah
Palembang
A
Alkes, Gedung
A
Gedung
A
Gedung, Inventaris Kantor
A
Alkes, Inventaris Kantor
B
Gedung
B
Gedung, Inventaris Kantor
Bogor
14
RS. Kusta dr. Sitanala
Tangerang
15
RS. Kusta dr. Tadjudin Chalid
Makassar
16
RS. Penyakit Infeksi Dr. Sulianti Saroso
17
RS. Stroke Nasional
18
RS. Ketergantungan Obat
19
RS Pusat Otak Nasional
Jakarta Bukittinggi Jakarta
Alkes, Gedung, Ambulance, Kendaraan Operasional, Alat Pengolah Data, Inventaris Kantor
Jakarta
3. Balai Besar/ Balai NO 1
NAMA UPT Balai Besar Laboratorium Kesehatan
LOKASI Jakarta
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
KELAS/ TYPE A
PENINGKATAN Alkes, Gedung, Ambulance, Alat
62
NO
NAMA UPT
LOKASI
KELAS/ TYPE
PENINGKATAN Pengolah Data, Inventaris Kantor
2
Balai Besar Laboratorium Kesehatan
3
Balai Besar Laboratorium Kesehatan
4
Balai Besar Laboratorium Kesehatan
5
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Bandung
6
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta
7
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Makassar
8
Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan
9
Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan
10
Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan
11
Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan
12
13
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Balai Kesehatan Mata Masyarakat
A
Alkes, Gedung
Surabaya
A
Alkes, Alat Pengolah Data, Inventaris Kantor
Makassar
A
Alkes, Gedung
A
Gedung
A
Gedung, Alat Pengolah Data
A
Gedung
A
Alkes, gedung, kendaraan operasional, Alat Pengolah Data
A
Alkes, Gedung, Ambulance, Alat Pengolah Data, Inventaris Kantor
B
Alkes
B
Alkes, Ambulance, Alat Pengolah Data, Inventaris Kantor
-
Alkes, Alat Pengolah Data, Inventaris Kantor
-
Gedung
Palembang
Jakarta Makassar
Surabaya
Medan
Cikampek
Makassar
4. Loka NO
NAMA UPT
1
Loka Pengamanan Fasilitas Kesehatan
2
Loka Pengamanan Fasilitas Kesehatan
LOKASI
KELAS/ TYPE
PENINGKATAN
Banjarbaru
Alkes, Ambulance, Inventaris Kantor
Surakarta
Alkes, Alat Pengolah Data, Inventaris Kantor
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
63
5. Unit Pelayanan Kesehatan NO
NAMA UPT
LOKASI
Unit Pelayanan Kesehatan Kemenkes
1
Jakarta
KELAS/ TYPE
PENINGKATAN Alkes
Tabel 8 : UPT yang telah ditingkatkan sarana dan prasarananya Perbandingan capaian dan realisasi antar tahun terhadap target Renstra dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 17. Capaian indikator Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya 2)
Permasalahan : Masih perlu peningkatan sarana dan prasarana, sehingga sarana dan prasarana di semua UPT Vertikal sesuai standar.
3)
Usul Pemecahan masalah: Pengalokasian dana untuk meningkatkan sarana dan prasarana pada tahun 2015.
4)
Anggaran : Realisasi anggaran untuk indikator ini sebesar 94,62%
atau
sebanyak Rp. 10.727.319.010.285,- dari alokasi yang tersedia Rp 11.337.776.311.000,- dan alokasi anggaran telah diserahkan pada Satuan kerja masing–masing.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
64
b. Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria yang disusun Untuk mencapai indikator tersebut, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada tahun 2014 telah melakukan kegiatan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Upaya Kesehatan baik yang merupakan peraturan pelaksana Undang–Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maupun Undang-Undang 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan Norma Standar Prosedur dan Kriteria lainnya yang menjadi kewenangan Ditjen Bina Upaya Kesehatan yang rancangannya sudah ditetapkan atau sudah disampaikan ke Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan tetapi masih dalam proses harmonisasi atau proses penetapan. 1)
Kondisi yang dicapai : Pada akhir tahun 2013 secara kumulatif jumlah rancangan NSPK bidang Upaya Kesehatan tercapai sebanyak 170 NSPK. Sesuai target pada Renstra Kemenkes pada tahun 2014 jumlah rancangan NSPK bidang Upaya Kesehatan yang harus disusun secara kumulatif sebanyak 200 NSPK. Sampai dengan akhir tahun 2014 rancangan yang tersusun sebanyak 48 NSPK antara lain :
No
NSPK
1
Permenkes tentang Standar Pelayanan Ortotis Prostetis
2
Permenkes tentang Standar Pelayanan Teknisi Gigi
3
Pedoman pencegahan fraud dalam pelaksanaan JKN
4
Pedoman Penyelenggaraan SPI
5
Permenkes tentang Rumah Perawatan
6
Permenkes tentang Standar Pelayanan Keperawatan Puskesmas
7
RPMK tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan
8
Revisi PMK No 39 Tahun 2010 ttg Teknologi Reproduksi Berbantu
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
65
9
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Psikiatri
10
Standar Pelayanan Keperawatan RS Jantung dan Pembuluh Darah
11
Standar Pelayanan Keperawatan RS Paru dan Respirasi
12
Standar Pelayanan Keperawatan RS Kusta
13
Standar Pelayanan Keperawatan RS Stroke
14
Standar Pelayanan Keperawatan RS Ortopedi
15
Standar pelayanan keperawatan RS Kanker
16
Standar Pelayanan Keperawatan RS Mata
17
Standar Pelayanan Keperawatan Ginjal di RS
18
Standar Pelayanan Keperawatan RS Penyakit Infeksi
19
Standar Pelayanan Keperawatan RS Ibu dan Anak
20
Standar Pelayanan Keperawatan Neuroscience di RS
21
Standar Pelayanan Keperawatan RS Ketergantungan Obat
22
Permenkes tentang Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
23
Kepmen tentang Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
24
standar pelayanan kebidanan
25
Standar Pelayanan Keperawatan
26
Perpres tentang Gugus Tugas Pembangunan Keswamas
27
Permenkes tentang Pemberdayaan Keluarga dari Orang dengan Gangguan Jiwa
28
Permenkes ttg Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran
29
Pedoman Visum et Repertum Psyhiatricum
30
Kepmenkes ttg Pedoman Penyelenggaraan Layanan Cepat Tanggap Teleponi Keswa Kemenkes
Tabel 9 : Rancangan NSPK yang tersusun pada tahun 2014
Dari tabel diatas terlihat Rancangan NSPK yang sudah disampaikan ke Biro Hukum dan Organisasi Setjen Kemkes untuk ditetapkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
66
No
NSPK
1
Permenkes tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasyankes Primer
2
Permenkes tentang Klinik (revisi PMK No 028 Tahun 2009 ttg Klinik)
3
Permenkes tentang Dewan Pengawas RS
4
Kepmenkes tentang Keanggotaan, Pemberhentian anggota BPRSI
5
Permenkes tentang Pedoman Sistem Remunerasi Pegawai Balai Kesehatan BUK dengan BLU
6
Permenkes tentang Pengelolaan Pegawai Non PNS Pada Satker Kemenkes dengan PPK BLU
7
Permenkes tentang Rumah Sakit Kelas D Pratama
8
Permenkes tentang Petunjuk Teknis sistem INA - CBGs
9
Permenkes tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor
10
Permenkes tentang Klasifikasi dan Perizinan RS (revisi PMK 147 dan 340 tahun 2010)
11
Permenkes tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Revisi KMK No 128 Tahun 2004 ttg Kebijakan Dasar Puskesmas)
12
Permenkes tentang Standar Pelayanan Terapi Wicara
13
Permenkes tentang Standar Pelayanan Terapi Okupasi
14
Permenkes tentang Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS
15
Permenkes tentang Kewajiban Pasien dan Kewajiban RS
16
Permenkes tentang Unit Transfusi Daerah
17
Permenkes tentang Standar Pelayanan Teknik Kardiovaskular
18
Permenkes tentang Pembinaan, Pekerjaan Tukang Gigi
Pengangkatan
Pengawasan
dan
dan
Perizinan
Tabel 10 : Rancangan NSPK yang sudah disampaikan ke Biro Hukor pada tahun 2014
Kondisi ini menunjukkan bahwa indikator ini sudah tercapai targetnya sebanyak 218 buah NSPK atau tercapai sebesar 109%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
67
Grafik 18. Capaian indikator Jumlah rancangan NSPK yang disusun 2)
Permasalahan : a)
Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan unit teknis tidak melaksanakan tahapan penyusunan sesuai dengan
Ketentuan
penyusunan
peraturan
perundang-
undangan di lingkungan kementerian kesehatan. b)
Draft yang diterima belum lengkap atau belum cukup jelas mengenai apa yang akan diatur.
c)
Draft yang diterima masih terdapat tumpah tindih dengan peraturan yang ada atau draft yang lain.
3)
Usul Pemecahan masalah : a)
Melakukan perencanaan jadwal inventarisasi dan pengkajian peraturan perundang-undangan.
b)
Pengembalian draft ke unit teknis pengusul untuk dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
c)
Membuat
inventarisasi
peraturan
perundang-undangan
tingkat Ditjen BUK. 4)
Anggaran : Jumlah realisasi anggaran untuk indikator ini sebesar 44,69% atau sebanyak Rp 805.507.500,- dari alokasi yang tersedia Rp.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
68
1.802.470.000,-. Walaupun anggaran untuk kegiatan ini hanya terealisasi sebesar 44,69% tetapi capaian dari indikator ini sesuai target, hal ini disebabkan pembahasan rancangan NSPK yang merupakan
NSPK
Tupoksi
dibiayai
oleh
masing-masing
Direktorat, sedangan alokasi biaya yang ada di Sekretariat hanya digunakan untuk biaya pembahasan NSPK yang merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksana Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
B.
SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia Keadaan Pegawai Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada tanggal 31 Desember 2014 berjumlah 554 pegawai, yang dapat dilihat secara lebih rinci pada tabel sebagai berikut : Tabel 11 : Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Golongan Satuan Kerja No
Golongan Sekretariat
Jumlah
BUKD
BUKR
Keperawatan
Penunjang
Keswa
1
Golongan IV
9
12
11
9
12
12
65
2
Golongan III
164
63
64
47
62
43
443
3
Golongan II
35
1
1
3
5
1
46
4
Golongan I
0
0
0
0
0
0
0
208
76
76
59
79
56
554
Total
Tabel 12 : Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Tingkat Pendidikan Satuan Kerja No
Pendidikan Sekretariat
Jumlah
BUKD
BUKR
Keperawatan
Penunjang
Keswa
1
S3
2
0
1
0
0
1
4
2
S2
25
41
41
20
27
24
178
3
Spesialis 1/2/A V
1
0
1
1
3
6
12
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
69
Satuan Kerja No
Pendidikan
Jumlah
BUKD
BUKR
Keperawatan
Penunjang
Keswa
0
0
0
0
0
0
0
92
22
17
24
25
11
191
Sekretariat 4
A IV
5
S1
6
D IV
0
0
0
4
1
1
6
7
D III
32
4
5
5
9
5
60
8
Akademi
3
0
0
0
1
2
6
9
SM
1
0
0
0
0
0
1
10
D II
0
0
0
0
0
0
0
11
DI
0
0
0
0
0
0
0
12
SMA
49
9
11
3
12
6
90
13
SMP
2
0
0
1
0
0
3
14
SD
1
0
0
1
1
0
0
208
76
76
59
79
56
554
Total
Keadaan sumber daya manusia Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan berdasarkan Golongan dan Tingkat Pendidikan pada 31 Desember 2014 dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Grafik 19. Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Golongan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
70
Grafik 20. Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Tingkat Pendidikan 2. Sumber Daya Anggaran Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mendukung tercapainya Sasaran Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan didukung oleh jumlah anggaran sebagai berikut : Tabel 13 : Rekapitulasi Alokasi dan Realisasi Anggaran berdasarkan Program. NO
ANGGARAN
KEGIATAN ALOKASI
1
Pembinaan Upaya
REALISASI
%
53.542.391.000
22.142.407.567
41,35%
120.083.174.000
22.675.276.564
18,88%
Kesehatan Dasar 2
Pembinaan Upaya Kesehatan Rujukan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
71
NO
ANGGARAN
KEGIATAN ALOKASI
3
Pembinaan Upaya
REALISASI
%
23.096.138.000
14.098.589.318
61,04%
22.917.366.000
16.109.011.649
70,29%
15.539.490.000
13.390.949.110
86,17%
150.359.562.000
100.528.023.127
66,86%
385.538.121.000
188.944.257.335
49,01%
Keperawatan dan Keteknisian Medik 4
Pembinaan Upaya Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
5
Pembinaan Upaya Kesehatan Jiwa
6
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Pembinaan Upaya Kesehatan TOTAL
Sedangkan berdasarkan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), Akuntabilitas Keuangan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 adalah sebagai berikut : Tabel 14 : Rekapitulasi Alokasi dan Realisasi Anggaran berdasarkan Jenis Belanja. Tahun No
Tahun
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Alokasi
Realisasi
%
Alokasi
Realisasi
%
Alokasi
Realisasi
%
1
2010
1,312,086,368,000
1,307,142,770,028
99.62
4,820,792,898,000
4,405,133,392,155
91.38
2,672,907,274,000
2,363,721,546,117
88.43
2
2011
1,641,176,096,000
1,444,653,273,764
88.03
5,623,008,265,000
5,131,502,724,844
91.26
4,892,790,143,000
4,187,759,929,005
85.59
3
2012
1,790,149,775,000
1,649,433,075,090
92.14
6,640,434,749,000
6,067,563,450,335
91.37
5,710,532,708,000
4,181,951,674,427
73.23
4
2013
140,838,721,000
55,541,189,504
39.44
460,253,291,000
366,441,259,495
79.62
703,164,552,000
416,956,926,022
59.30
5
2014
37,427,474,000
37,006,878,819
98.88
233,220,394,000
149,285,230,766
64.01
114,890,253,000
2,652,147,750
2.31
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
72
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Eselon I Tahun 2014 dari SAI (Sistem Akuntansi Instansi), Bagian Keuangan, Sub Bagian Verifikasi dan Akuntansi
Grafik 21 : Alokasi dan Realisasi Anggaran berdasarkan Jenis Belanja.
3. SUMBER DAYA SARANA DAN PRASARANA Pengelolaan Barang Milik Negara Ditjen Bina Upaya Kesehatan selama periode 1 Januari s/d 31 Desember 2014, dapat dilaporkan dalam bentuk Intrakomtable,
Ekstrakomtable,
Gabungan
Intrakomtable
dan
Ekstrakomtable, Aset Tak Berwujud dan Konstruksi dalam pengerjaaan. Adapun laporan perkembangan masing-masing Barang Milik Negara adalah sebagai berikut :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
73
Pengelolaan Barang Milik Negara Ditjen Bina Upaya Kesehatan selama periode 1 Januari s/d 31 Desember 2014, dapat dilaporkan dalam bentuk Intrakomtable,
Ekstrakomtable,
Gabungan
Intrakomtable
dan
Ekstrakomtable, Aset Tak Berwujud dan Konstruksi dalam pengerjaaan. Adapun laporan perkembangan masing-masing Barang Milik Negara adalah sebagai berikut :
a. BMN INTRAKOMTABLE Posisi Awal ( 1 Januari 2014 )
: Rp. 40.405.664.979.751,-
Penambahan
: Rp.
9.093.686.149.327,-
Pengurangan
: RP.
5.273.720.332.565,-
Posisi Akhir ( 31 Desember 2014 )
: Rp. 44.225.630.841.513,-
b. BMN EKSTRAKOMTABEL Posisi Awal ( 1 Januari 2014 )
: Rp.
51.655.968.694,-
Penambahan
: Rp.
10.857.796.485,-
Pengurangan
: RP.
2.591.666.404,-
Posisi Akhir ( 31 Desember 2014)
: Rp.
59.922.098.775,-
c. BMN GABUNGAN INTRA & EKSTRA Posisi Awal ( 1 Januari 2014 )
: Rp. 40.457.320.948.445,-
Penambahan
: Rp.
9.104.543.990.812,-
Pengurangan
: RP.
5.276.311.998.969,-
Posisi Akhir ( 31 Desember 2014)
: Rp.
44.285.552.940.288,-
Posisi Awal ( 1 Januari 2014 )
: Rp.
60.020.112.747,-
Penambahan
: Rp.
9.065.910.490,-
Aset Definitif
: RP.
4.012.645.150,-
Posisi Akhir ( 31 Desember 2014)
: Rp.
65.073.378.087,-
d. BMN ASET TAK BERWUJUD
e. KONTRUKSI DALAM PENGERJAAN Posisi Awal ( 1 Januari 2014 )
: Rp.
1.542.785.012.575,-
Penambahan
: Rp.
828.437.076.063,-
Pengurangan
: RP.
625.849.777.602,-
Posisi Akhir ( 31 Desember 2014)
: Rp.
1.745.372.311.036,-
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
74
Berdasarkan hasil laporan Posisi Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan berdasarkan Neraca sampai dengan 31 Desember 2014 Tahun Anggaran 2014 tercatat sebesar Rp 46.095.998.629.411,(Sumber : SIMAK BMN Eselon I Ditjen BUK-Unaudited 2014)
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
75
BAB IV KESIMPULAN Laporan Akuntabilitas Kinerja ini merupakan media untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan kepada Menteri Kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2014. Secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan telah dapat mencapai target dan merealisasikan program dan kegiatan tahun 2014, khususnya yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Seluruh capaian indikator Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014 diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian Program Upaya Kesehatan pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan. Hasil pencapaian pelaksanaan Program Pembinaan Upaya Kesehatan yang dilaksanakan dari tahun ke tahun diharapkan sesuai dengan Rencana Strategis dan dokumen perencanaan lainnya. Keberhasilan yang telah dicapai tahun 2014 diharapkan dapat menjadi parameter agar kegiatan-kegiatan di masa mendatang dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Sedangkan hal-hal yang menghambat tercapainya target dan rencana pelaksanaan kegiatan diharapkan dapat ditemukan solusi serta alternatif penyelesaiannya dengan mengedepankan profesionalisme di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan ini selain merupakan media pertanggungjawaban kinerja juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan bahan masukan bagi para pemangku jabatan baik dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan maupun di tingkat Kementerian Kesehatan dalam rangka peningkatan kinerja di masa yang akan datang.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
76
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Penetapan Kinerja yang berisi Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja Tahun 2014 berdasarkan Renstra Kemenkes Tahun 2010–2014
Tabel 2
: Target Indikator dan Target Kinerja selama 5 tahun berdasarkan Renstra Kemenkes Tahun 2010–2014
Tabel 3
: Perbandingan Capaian Indikator Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2010 s/d 2014 di bidang Upaya Kesehatan
Tabel 4
: Perhitungan Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Rawat Inap yang Mampu PONED
Tabel 5
: Capaian indikator Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)
Tabel 6
: Daftar RS Bergerak yang operasionalnya telah diserahkan ke Pemerintah Daerah
Tabel 7
: Daftar 10 (sepuluh) Rumah Sakit Bergerak tahun 2014 biaya operasional masih dibiayai Kementerian Kesehatan
Tabel 8
: UPT yang telah ditingkatkan sarana dan prasarananya
Tabel 9
: Rancangan NSPK yang tersusun pada tahun 2014
Tabel 10 : Rancangan NSPK yang sudah disampaikan ke Biro Hukor pada tahun 2014 Tabel 11 : Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Golongan Tabel 12 : Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 13 : Rekapitulasi Alokasi dan Realisasi Anggaran berdasarkan Program Tabel 14 : Rekapitulasi Alokasi dan Realisasi Anggaran berdasarkan Jenis Belanja
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
77
DAFTAR GRAFIK Grafik 1
: Capaian indikator Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk
Grafik 2
: Capaian indikator Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED
Grafik 3
: Capaian indikator Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia (world class)
Grafik 4
: Capaian indikator Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK
Grafik 5
: Capaian indikator Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA
Grafik 6
: Capaian indikator Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)
Grafik 7
: Capaian indikator Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman
Grafik 8
: Capaian indikator Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sesuai standar dan pedoman
Grafik 9
: Capaian indikator Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan keteknisian medik dan keterapian fisik sesuai pedoman
Grafik 10 : Capaian indikator Persentase laboratorium kesehatan aktif yang melaksanakan pelayanan sesuai standar Grafik 11 : Capaian indikator Persentase RS yang melaksanakan pelayanan radiologi sesuai standar Grafik 12 : Capaian indikator Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan Grafik 13 : Capaian indikator Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan Napza Grafik 14 : Capaian indikator Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar termasuk Napza Grafik 15 : Capaian indikator Persentase Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
78
Grafik 16 : Capaian indikator Jumlah fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan wajib lapor bagi pecandu Narkotika Grafik 17 : Capaian indikator Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang ditingkatkan sarana dan prasarananya Grafik 18 : Capaian indikator Jumlah rancangan NSPK yang disusun Grafik 19 : Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Golongan Grafik 20 : Keadaan pegawai Ditjen BUK berdasarkan Tingkat Pendidikan Grafik 21 : Alokasi dan Realisasi Anggaran berdasarkan Jenis Belanja
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
79
DAFTAR GAMBAR Gambar
1
: Struktur Organisasi Pejabat Struktural Eselon 1 dan 2 Ditjen Bina Upaya Kesehatan Keadaan 31 Desember 2014
Gambar 2
: Peningkatan Keterampilan Keswa bagi Nakes
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
80
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
81
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
82
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
83
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
84
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
85
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
86
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
87
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
88
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
89
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2014
90