KATA PENGANTAR Sintesis Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2011-2014 Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) merupakan sintesis hasil penelitian tahun 2011 sampai dengan 2014 yang dilaksanakan oleh Pustekolah serta Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda, Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Balai Penelitian Khutanan Manokwari, Balai Penelitian Kehutanan Kupang, Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok, dan Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram. Selain itu sintesisi ini juga mengintegrasikan hasil penelitian tahun 2010. Pustekolah melaksanakan 5 RPI, yaitu: Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu (RPI 19); Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan (RPI 20); Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu (RPI 21); Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (RPI 22); dan Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu (RPI 23). Sintesis ini disusun berdasarkan luaran RPI 2011-2014 (Revisi), baik berupa informasi ilmiah, teknologi, prototipe maupun formula. Informasi yang disampaikan dalam sintesis ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai review dan dasar untuk membuat kebijakan serta menentukan kegiatan penelitian dan pengembangan ke depan. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan sintesis ini diucapkan terima kasih.
Bogor, Januari 2015 Kepala Pusat,
Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc. NIP 19601207 198703 1 005
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................. iii DAFTAR ISI ......................................................................................... v RPI 19. SIFAT DASAR KAYU DAN BUKAN KAYU .................................. Ringkasan Eksekutif ................................................................. I. Pendahuluan ................................................................... II. Metode Sintesis .............................................................. III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ IV. Penutup ..........................................................................
1 1 3 3 3 174
RPI 20. KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN ..................... Ringkasan Eksekutif ................................................................. I. Pendahuluan ................................................................... II. Metode Sintesis .............................................................. III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ IV. Penutup ..........................................................................
185 185 187 187 187 205
RPI 21. PENGOLAHAN HASIL HUTAN KAYU DAN BAMBU ................ Ringkasan Eksekutif ................................................................. I. Pendahuluan ................................................................... II. Metode Sintesis .............................................................. III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ IV. Penutup ..........................................................................
213 213 215 216 216 240
RPI 22. PENGOLAHAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU .......................... Ringkasan Eksekutif ................................................................. I. Pendahuluan ................................................................... II. Metode Sintesis .............................................................. III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ IV. Penutup ..........................................................................
251 251 253 253 253 267
RPI 23. PEREKAYASAAN ALAT DAN SUBSTITUSI BAHAN PEMBANTU Ringkasan Eksekutif ................................................................. I. Pendahuluan ................................................................... II. Metode Sintesis .............................................................. III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ IV. Penutup ..........................................................................
275 275 277 279 279 310
v
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
RPI 19 SIFAT DASAR KAYU DAN BUKAN KAYU Koordinator: Drs. Muhammad Muslich, M.Sc. e-mail:
[email protected]
RINGKASAN EKSEKUTIF Penelitian Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu (RPI 19) bertujuan menyediakan informasi sifat dasar kayu dan bukan kayu khususnya bambu dan rotan sebagai dasar diversifikasi penggunaan bahan baku untuk berbagai tujuan pemakaian dalam rangka efesiensi pemanfaatan sumberdaya hutan. RPI dimaksud dilaksanakan oleh Pustekolah serta Balai Penelitian Dipterokarpa Samarinda, Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Balai Penelitian Kehutanan Manokwari, Balai Penelitian Kehutanan Kupang, dan Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok. Penelitian Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu menghasilkan 3 informasi IPTEK, yaitu: 1) Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 85 jenis kayu; 2) Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 24 jenis rotan; dan 3) Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 8 jenis bambu. Informasiinformasi dimaksud digunakan dalam penyusunan Atlas Kayu Indonesia. Sampai saat ini telah disusun Atlas Kayu Indonesia Jilid I sampai dengan IV. Jenis kayu yang berasal dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta Papua, sebagian besar baik digunakan untuk kayu lapis, kayu pertukangan, moulding, pulp dan kertas. Jenis-jenis kayu tersebut sebagian besar rentan terhadap organisme perusak, akan tetapi mempunyai sifat keterawetan yang tinggi atau mudah diawetkan. Ada 15 jenis kayu yang tahan terhadap organisme perusak kayu di laut yaitu: Dipterocarpus stellatus Vesque, Dipterocarpus pachyphyllus Meijer, Dipterocarpus glabrigemmatus P.S.As., Vatica nitens King, sempur lilin (Dillenia obovata Hoogl.), pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) Hatus., bungbulang (Premna tomentosa Willd), kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs, Haplolobus sp., Mastixiodendron pachyclados, wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nelson), wala (Planchonia valida (Blume), injuwatu (Pleioginium timoriense), timo (Timoneus seriseus), dan mayela (Artocarpus glaucus Bl.).
1
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ada 7 jenis rotan yang kurang dikenal dapat dipakai sebagai pengganti manau yaitu: rotan boga (Calamus kooedeniensianus B.), Calamus aruensis Beccari, Calamus pachypus WJ Baker & al., Calamus warburgii K.Schum, Rotan endow (Calamus zebrinus Beccari), Rotan itoko (Calmus hollurugil Becc.), dan Rotan B (Calamus humboldtlanus Becc.). Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus M.) dapat dipakai pengganti rotan sega dan rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz.) J. Dransf.) sebagai pengganti rotan irit. Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea), Bambu tutul (Bambusa maculata), Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz.), dan Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer), bagus untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan anyaman. Bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) bagus untuk konstruksi berat, jembatan dan bambu lamina. Semua jenis bambu yang diteliti sangat rentan terhadap organism perusak, namun sangat mudah diawetkan. Jenis-jenis kayu yang rentan terhadap organisme perusak, dalam pemakaiannya harus diawetkan terlebih dahulu. Jenis-jenis kayu yang tahan terhadap penggerek di laut direkomendasikan untuk digunakan sebagai bangunan kelautan. Jenis rotan yang dapat dipakai pengganti manau, sega dan irit perlu diperkenalkan pada masyarakat. Semua jenis bambu yang diteliti dalam pemakaiannya harus diawetkan.
2
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
I.
PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat kurang lebih 4.000 jenis kayu, sedangkan yang dianggap penting hanya 400 jenis dan baru sekitar267 jenis dikenal sebagai kayu perdagangan. Kurang lebih ada 350 jenis rotan dan sekitar 51 jenis termasuk rotan komersial, 30 jenis sangat disukai masyarakat, sedangkan sisanya 265 jenis termasuk rotan kurang dimanfaatkan. Di Asia Tenggara kurang lebih ada 200 jenis bambu dari 20 genera, sedangkan di Indonesia baru ada 60 jenis yang ditemukan dan data sifat dasarnya terbatas. Penelitian sifat dasar kayu dan bukan kayu merupakan penelitian dasar yang penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyeluruh suatu jenis kayu dan bukan kayu untuk diketahui pemanfaatannya secara luas. Dengan diketahuinya sifat dasar jenis dimaksud, seperti sifat anatomi, sifat fisis mekanis, sifat pemesinan, sifat keawetan, keterawetan, sifat pengeringan, dan sifat kimianya, maka penggunaan jenis tersebut akan lebih mudah ditentukan. Metode yang dipakai pada penelitian ini sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga hasil yang dicapai dapat memenuhi persyaratan dalam kenggunaannya. Informasi mengenai pengetahuan sifat dasar juga sangat penting dalam teknik pengolahan dan sangat membantu dalam pemilihan treatment yang akan dipakai. Dengan demikian sifat inferior suatu jenis akan mudah ditentukan cara untuk meningkatkan kualitasnya, seperti kelas awet dan kelas kuatnya. Luaran RPI Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu, yaitu: 1. Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 75 jenis kayu 2. Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 22 jenis rotan 3. Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 8 jenis bambu. II.
METODE SINTESIS
Sintesis RPI 19 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah maupun UPT dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III. SINTESIS HASIL PELAKSANAAN RPI A.
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 75 Jenis Kayu
Target 75 jenis kayu dari RPI ini dapat tercapai, bahkan melampaui target yaitu dapat dihasilkan informasi sifat dasar dan kemungkinan kegunaan dari 85 jenis kayu. Dalam sintesis ini juga diuraikan informasi sifat dasar dan 3
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kemungkinan kegunaan kayu yang telah dihasilkan pada tahun 2010 sebanyak 5 jenis yaitu: rengas gunung (Semecarpus albescens Kurz.), hauwan (Elaeocarpus floribundus Bl.), baros (Michelia champaka L.), manglid (Manglietia glauca Blume.) dan cempaka (Mangnolia candolii Blume/King) dan. Jenis-jenis kayu yang diteliti diuraikan sebagai berikut: 1.
Rengas gunung (Semicarpus albescen Kurz.) – Anacardeacea
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras coklat muda keabu-abuan, dapat dibedakan dengan jelas dari kayu gubal yang berwarna coklat muda agak kekuning-kuningan, pada bidang radial tampak warna keperakan, lebar kayu gubal berkisar antara 2-3 cm sekitar 25% dari diameter kayu. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus sampai agak berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ditemukan bau yang khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pori hampir seluruhnya soliter (ciri 9), berganda sampai 5 sel, bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar 100-200 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 42 dan 46). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22), bentuk ceruk selang- seling bersegi banyak (ciri 23) dengan ukuran besar > 10 mikron (ciri 27). Percerukan pembuluh dan jari-jari ada dua ciri, dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 31 dan 32). Parenkim: paratrakea aliform (ciri 80), aliform lozenge (ciri 81), dan konfluen (ciri 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel (ciri 91) dan 3-4 sel per untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 sel (ciri 92). Komposisi jari-jari dengan 1 hingga 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106 dan 107), frekwensi > 4-12 permm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: dalam parenkim aksial tak berbilik, berderet radial dalam sel baring (ciri 136, 139 dan 141). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Jenis kayu
4
Penyusutan,% Bsh - KU Bsh - KO
Kering Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T udara 125,60 12,52 0,84 0,41 0,38 0,46 0,42 2,29 5,49 4,14 8,64 Basah
R. gunung
Berat Jenis Berdasar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis MOR 383,280
BJ 0,46
S/W 833,22
Kelas kuat III-IV
Ket. Tekan Ket. Geser Ket. Belah Ket.Tarik ┴ Ket.Tarik // (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm) (kg/cm2) (kg/cm2) MPL MOE MOR // I R T R T R T R T 201.27 46688,02 319,40 157,97 49,42 40,16 41,42 25,31 28,93 22,12 21,82 321,97 319,34 Ket. Lentur Statis (kg/cm2)
c. Sifat pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
I
I
II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas kuat
Ketahanan terhadap Rayap tanah R. kayu kering
III-IV
V
V
Jamur
Penggerek laut
IV
V
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Pendugaan suhu dan kelembaban Jenis kayu
o
Kadar air awal rata-rata (%)
R. gunung
Suhu, C Min. Maks. 49 80
125
Kelembaban, % Min. Maks. 29 80
Kualitas sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan memenuhi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat. h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin Pentosan (%) (%) 23,14
15,29
Holose Alpase lulosa lulosa (%) (%) 75,98 45,92
Kelarutan ekstraktif (%) Hemise lulose Air Air Alk.l NaOH (%) dingin panas bensin 1% 30,06 4,74 6,86 0,68 7,51
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
2,03
0,94
0,047
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
15,06
2068/1788,92
Hasil arang Berat ter (gr) (gr) 508
138
Berat cairan (gr) 858
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 28,40 7,71 47,96
5
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) *)
Air
Abu
Zat terbang
Karbon terikat
4,73
16,16
3,70
80,13
Nilai kalor arang (kal/g) 6.401
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.240
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 2. Hauwan (Elaeocarpus floribundus Blime.) – Tiliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal tidak dapat dibedakan, berwarna merah muda pekat. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus kadang berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh sekitar 50-100 µm (ciri 41) sampai 100-200 mikron (ciri 42), frekuensi 5-20 buah/mm2 atau kurang (ciri 41 dan 47). Terdapat getah atau endapan dalam pembuluh (ciri 58). Ceruk antar pembuluh selang-seling dan berukuran kecil (ciri 22 dan 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: paratrakea jarang dan vaskisentrik (ciri 78 dan 79), pita sempit ≤ 3 lapis sel, dan marjinal atau tampaknya marjinal (ciri 89). Tipe sel parenkim aksial 3-4 sel per untai (ciri 92). Jari-jari: multiseriate, 1-3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-jari umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 107) dan sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (ciri 109). Terdapat sel ubin (ciri 111). Frekwensi jari-jari 12 atau lebih per mm (ciri 116). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Ceruk antar serat dengan halaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (136), dalam sel tegak berbilik (140). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu Hauwan
6
Kadar Air (%) Basah 62,90
Penyusutan,% Bsh - KU Bsh - KO
Berat Jenis Berdasar
K. Ud.
Bb/Vb
15,05
0,81
Bo/Vu
Bo/Vb
Bu/Vu
Bo/Vo
0,52
0,50
0,60
0,55
R 1,37
T
R
3,49
3,30
T 6,72
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kelas kuat II, berat jenis 0,60 dan S/W= 1071,71. Sifat mekanis Ket. Lentur Statis (kg/cm2) MPL
MOE
MOR
Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm)
//
R
R
I
T
Ket.Tarik ┴ (kg/cm2)
T
339.62 77549,20 536,75 295,75 83,24 68,88 75,33 38,62 37,55
R
Ket.Tarik // (kg/cm2)
T
R
T
29,62 30,45 534,38 504,20
c. Sifat pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
II
I
I
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat
Rayap tanah V
II
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur III III
Kelas Keterawetan I
Penggerek laut IV
e. Sifat pengeringan Pendugaan suhu dan kelembaban o
Suhu, C Min. Maks. 50 85
Kadar air awal rata-rata (%) 110
Jenis kayu Hauwan
Kelembaban,% Min. Maks. 27 85
Kualitas Sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat. h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 26,62
Pento san (%) 15,16
Holose lulosa (%) 66,67
Kelarutan ekstraktif (%) Alpase Hemise lulosa lulose Air Air Alkohol NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% 39,79 26,88 4,22 5,01 1,94 7,31
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
4,19
0,29
0,021
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) 18,09
Berat contoh (gr) 2302/1949,36
Hasil arang (gr) 629
Berat ter (gr) 135
Berat cairan (gr) 795
Rendemen (%) Arang
Terdestilat
Cairan
32,26
6,92
40,68
7
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat fisika dan kimia arang Air 4,35
Abu 18,21
Kadar (%) *) Zat terbang 1,08
Nilai kalor arang (kal/g) 6.584
Karbon terikat 80,70
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.204
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
3. Baros (Michelia champaka L.inn) - Magnoliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat muda keabuan. Kayu gubal berwarna putih krem, lebar sekitar 2-3 cm, sekitar 20% diameter batang. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: lurus dan berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak halus. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh porositas baur (ciri 5), pembuluh berganda radial 4 atau lebih biasa di jumpai (3-6 sel) (ciri 10). Rata-rata panjang pembuluh 1003,02 mikron (ciri 54), diameter pembuluh 170,06 mikron (ciri 42), frekwensi pembuluh 5 – 20 per-mm (ciri 47). Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 14), lebih dari 20-40 palang (ciri 17).Ceruk antar pembuluh bentuk tangga dan berhadapan (ciri 20 dan 21), ukurannya besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas dan serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim empat (3-4) sel per-untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-jari umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), frekwensi jari-jari per mm>4-12 per mm (ciri 115). Serat: serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak dan muscilage: bergabung dengan jari-jari (ciri 124). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu Baros
8
Kadar Air (%) Basah
K. Udara
160,07
14,28
Penyusutan,% Bsh - KU Bsh - KO
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo 0,80
0,33
0,33
0,38
0,34
R 0,83
T
R
2,52 2,27
T 5,39
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis 2
2
Ket. Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 267.18 56581,29 445,15
Ket. Tekan (kg/cm ) // I 242.85 52.526 2
2
Ket.Tarik ┴ (kg/cm ) R T 9.748 20.255
Ket. Belah (kg/cm) R T 24.675 23.463
2
Ket. Geser (kg/cm ) R T 52.641 54.483
Ket.Tarik // (kg/cm ) R T 333.085 410.386
Kelas kuat III-IV, berat jenis 0,38 dan S/W= 1171,00. c. Sifat pemesinan Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
Penggerek laut V
Kelas Keterawetan I
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat III-IV
Rayap tanah V
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur V III
e. Sifat pengeringan Pendugaan suhu dan kelembaban Jenis kayu Baros
Kadar air awal rata-rata (%) 115
o
Suhu, C Min. Maks. 49 75
Kelembaban,% Min. Maks. 27 85
Kualitas Jelek
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan memenuhi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat. h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 25,64
Pento san (%) 15,56
Holose lulosa (%) 75,64
Kelarutan ekstraktif (%) Alpase Hemise lulosa lulose Air Air Alkohol NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% 49,13 26,51 4,05 5,09 4,02 15,35
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
11,94
0,77
0,23
9
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Rendemen (%)
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Arang
37,28
1506/1097,0
332
125
780
30,26
Ter destilat 11,39
Cairan 71,10
Sifat fisika dan kimia arang Air 1,99
Abu 22,78
Kadar (%) *) Zat terbang 1,81
Karbon terikat 75,41
Nilai kalor arang (kal/g) 6.735
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.302
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
4.
Manglid (Manglietia glauca Blume.) – Magnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat muda keabuan. Kayu gubal berwarna putih krem agak coklat muda. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkat tumbuh jelas (ciri 1). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai 4 sel atau lebih biasa di jumpai (sampai 6 sel) (ciri 10), panjang pembuluh 1040,66 mikron (ciri 54), diameter 176,12 mikron (ciri 42), frekwensi 5-20 per mm (ciri 47); Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 13), lebih 20-40 palang; ceruk antar pembuluh berhadapan (ciri 22) dengan ukuran besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang, dan paratrakea sepihak (ciri 78 dan 84). Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97) dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak dan muscilage: dijumpai sel minyak bergabung dengan jari-jari (ciri 124).
10
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis kayu Manglid
Penyusutan,% Bsh - KU Bsh - KO
Berat Jenis Berdasar
Basah K. udara Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R 140,42 14,27 0,87 0,39 0,37 0,44 0,40 1,15
T 2,61
R 2,97
T 5,67
Sifat mekanis 2
2
Ket. Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 290.97 60412,14 458,53 Ket. Belah (kg/cm) R T 22.539 22.142
Ket. Tekan (kg/cm ) // I 264.89 57.495 2
Ket.Tarik ┴ (kg/cm ) R T 11.380 16.622
2
Ket. Geser (kg/cm ) R T 53.137 58.985 2
Ket.Tarik // (kg/cm ) R T 330.267 648.410
Kelas kuat III, berat jenis 0,44 dan S/W= 1037,00. c. Sifat pemesinan Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pengeboran II
Pembubutan II
Penggerek laut V
Kelas Keterawetan I
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat III
Rayap tanah V
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur V II
e. Sifat pengeringan Pendugaan suhu dan kelembaban Jenis kayu Manglid
Kadar air awal rata-rata (%) 158
o
Suhu, C Min. Maks. 65 88
Kelembaban, % Min. Maks. 29 75
Kualitas Bagus
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat.
11
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 26,64
Pento san (%) 15,07
Holose lulosa (%) 76,37
Alpase lulosa (%) 48,66
Kelarutan ekstraktif (%) Hemise lulose Air Air Alkohol NaOH (%) dingin panas bensin 1% 27,71 3,65 4,42 4,21 14,43
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
11,49
0,43
0,25
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
30,37
1806/1385,00
358
130
934
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 25,84 9,38 67,42
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air
Abu
Zat terbang
1,07
20,73
1,03
*)
Karbon terikat 78,24
Nilai kalor arang (kal/g) 6.835
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.386
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
5.
Cempaka (Magnolia candolii (Blume.) King.) – Magnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat muda keabuan. Kayu gubal berwarna putih krem, lebar sekitar 5-7 cm. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak : polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai 4 sel ditemukan (8 sel) (ciri 10), panjang pembuluh 930,05 mikron (ciri 54), diameter 143,05 mikron (ciri 42), frekwensi 5-20 per mm (ciri 47); Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh berhadapan (ciri 21) dengan ukuran besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang, dan paratrakea sepihak (ciri 78dan 84), juga dijumpai parenkim pita > 3 lapis sel dan pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 85 dan 86). Tipe sel parenkim aksial dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97). 12
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106) dan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak dan muscilage: dijumpai sel minyak bergabung dengan jarijari (ciri 124). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis kayu
Basah K.udara Cempaka
94,54
14,78
Penyusutan,%
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu 0,86
0,47
0,45
0,54
Bo/Vo 0,49
Bsh - KU
Bsh - KO
R
R
T
T
0,82 2,17 0,98 5,76
Sifat mekanis 2
Ket. Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 352.119 62802.429 551,108 Ket. Belah (kg/cm) R T 30.147 35.070
2
Ket. Tekan (kg/cm ) // I 225.946 71.139 2
Ket.Tarik ┴ (kg/cm ) R T 15.461 23.804
2
Ket. Geser (kg/cm ) R T 51.789 58.543 2
Ket.Tarik // (kg/cm ) R T 491.362 568.766
c. Sifat pemesinan Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat III
Rayap tanah III
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur III III
Penggerek laut V
Kelas Keterawetan I
e. Sifat pengeringan Pendugaan suhu dan kelembaban Jenis kayu Cempaka
Kadar air awal rata-rata (%) 113
o
Suhu, C Min. Maks. 50 80
Kelembaban, % Min. Maks. 27 81
Kualitas Sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
13
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pento san (%)
Holose Alpase lulosa lulosa (%) (%)
29,67
14,67
75,76
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1%
Hemise lulose (%)
49,41
26,35
3,69
4,37
3,12
13,64
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
11,34
0,28
0,48
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) 33,54
Berat contoh (gr) 1819/1362,00
Hasil arang (gr) 395
Berat ter (gr) 135
Berat cairan (gr) 882
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 28,99 9,91 64,75
Sifat fisika dan kimia arang Air 1,30
Abu 22,45
Kadar (%) *) Zat terbang 1,49
Karbon terikat 76,06
Nilai kalor arang (kal/g) 6.838
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.374
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
6.
Pangsor (Ficus callosa Willd.) – Moraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih jerami hingga kuning muda, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak: polos. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus hingga berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya sedang > 7-10 mikron, (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari ada tiga ciri, pertama dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana: 14
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
ceruk bundar atau bersudut (ciri 31) serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32) dan ini yang paling sering ditemukan. Parenkim: parenkim pita (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-4 sel per-untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), dan yang paling sering ditemukan jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104) atau dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan yang paling sering ditemukan dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekwensi jari-jari > 4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel tegak (ciri 137), dan dalam parenkim aksial tak berbilik (ciri 141). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,% B 139.73
KU 11.75
Berat Jenis berdasar Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb 0.81 0.36 0.34
Bu/Vu Bo/Vo 0.40 0.37
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 1.03 3.69 2.16 6.37
Sifat mekanis 2
2
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 203.96 44136.87 329.34
2
2
Keteguhan Geser (kg/cm ) R 23.63
T 23.47
KeteguhanTekan (kg/cm ) // ┴ 98.19 24.15
Ujung 210.85
Kekerasan(Kg/cm ) Sisi Radial Tangensial 121.56 136.72
c. Sifat pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
III
III
II
Pemboran
Pembubutan
III
II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat IV
Ketahanan terhadap Rayap tanah R. Kayu kering V V
Jamur IV
Penggerek laut III
Kelas Keterawetan I
15
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
e. Sifat pengeringan Kadar air awal Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm) 28
Jenis kayu Pangsor
Kadar air awal (%) (5 sampel) 91,3; 88; 89,9; 88,5; 94,9
Kadar air ratarata (%) 90,5
Lama dan cacat pengeringan Jenis kayu
Kadar air awal rata-rata (%)
Pangsor
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari)
90
Cacat memuntir; menjamur
4
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia Hasil analisis komponen Lignin (%)
Pentosan (%)
32,15
15,36
Kelarutan ekstraktif (%) Holose lulosa Air Air Alkoh NaOH (%) dingin panas bensin 1%
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
53,18
3,95
2,48
0,841
4,80
10,99
3,06
20,75
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) 19,74
Berat contoh (gr) 1690/1411,4
Hasil arang (gr) 489
Berat ter (gr) 137
Berat cairan (gr) 735
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 34,64 9,70 52,07
BJ 3 (gr/cm ) 0,401
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air
Abu
Zat terbang
Karbon terikat
Nilai kalor arang (kal/g)
2,50
2,40
21,70
79,90
6.432
*)
Nilai kalor kayu (kal/g) 3.983
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan Jenis kayu
BB (g)
BKO (g)
Pangsor
10
2,5
16
Kadar Air (%) Basah Kering oven 75 300,00
Berat pulp (g) 860,9
Rendemen (%) 35,87
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
13,23
21,205
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
7.
Jering (Pithecellobium rosulatum Kosterm.) – Mimosaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih jerami, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: polos. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus, bergelombang hingga berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: lunak. Bau: tidak ada bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); hampir seluruhnya soliter ini yang paling sering ditemukan (ciri 9), ada beberapa ditemui berganda radial hingga tiga sel; diameter pembuluh 50 -100 mikron (ciri 41); frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), dengan ukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea paratrakea jarang (ciri 78), vaskisentrik (ciri 79). Tipe sel parenkim aksial dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari: jari-jari seluruhnya 1 seri (ciri 96) ini yang paling sering dijumpai, juga 1-3 seri (ciri 97). Komposisi sel jarijari seluruhnya sel baring (ciri 104), frekwensi jari-jari >4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), serat bersekat dijumpai (ciri 65), juga serat tanpa sekat (ciri 66). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air, % B 137.26
KU 12.29
Berat Jenis berdasar Bb/Vb 0.87
Bo/Vu 0.38
Bo/Vb 0.37
Bu/Vu 0.43
Bo/Vo 0.40
Penyusutan, % B-KU B-KO R T R T 1.06 2.80 2.28 5.42
Sifat mekanis 2
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 297.06 53671.86 435.14
2
2
Keteguhan Geser (kg/cm ) R 31.30
T 35.61
2
Keteguhan Tekan (kg/cm ) // ┴ 118.66 42.31
Ujung 284.17
Kekerasan (kg/cm ) Sisi Radial Tangensial 242.99 263.29
17
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Sifat pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat IV
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur V IV
Rayap tanah V
Kelas Keterawetan I
Penggerek laut IV
e. Sifat pengeringan Kadar air awal kayu Jenis kayu Jering
Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm) 25
Kadar air awal (%) (5 sampel) 59,9; 63,2; 71,6; 61; 76,2
Kadar air ratarata (%) 66,4
Lama dan cacat pengeringan Jenis kayu
Kadar air awal ratarata (%)
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari)
Cacat
66,4
5
pecah ujung; menjamur
Jering
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia kayu Lignin (%) 31,17
Pento san (%) 17,15
Holose lulosa (%) 48,57
Air dingin 3,78
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 6,17 3,77 19.75
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
4,01
0,56
0,140
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) 35,65
18
Berat contoh (gr) 1720/1267,96
Arang (gr)
Ter (gr)
Cairan (gr)
423
105
704
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 33,37 8,28 55,52
BJ 3 (gr/cm ) 0,430
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat fisika dan kimia arang Air 2,90
Kadar (%) *) Zat terbang 19,80
Abu 0,80
Karbon terikat 79,40
Nilai kalor arang (kal/g) 6.485
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.080
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan Jenis kayu
BB (g)
BKO (g)
Jering
10
2,4
8.
Kadar air (%) Basah Kering oven 76
316,67
Berat pulp (g) 980,1
Rendemen (%) 39,20
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
12,67
13,205
Petai (Parkia speciosa Hasak) - Mimosaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu coklat muda kemerahan, agak mudah dibedakan gubal yang coklat muda. Corak: polos. Tekstur: halus sampai agak kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung sampai dengan 4 sel (ciri 10). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 50-100 mikron (ciri 41) dan 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi pori 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Ceruk antar pembuluh selang-seling dan berukuran sedang (ciri 22 dan 26); ceruk berumbai (ciri 29); ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik, aliform, konfluen (ciri 79, 80, 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel peruntai (ciri 91). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari umumnya seluruhnya sel baring (ciri 104) kadang dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,% B KU 94.61 13.18
Berat Jenis berdasar Bb/Vb 0.95
Bo/Vu 0.51
Bo/Vb 0.49
Bu/Vu 0.58
Penyusutan,% B-KU B-KO Bo/Vo R T R T 0.53 1.15 2.11 2.92 4.97
19
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis 2
2
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 325.09 62421.69 504.34
2
2
Keteguhan Geser (kg/cm ) R 38.53
KeteguhanTekan (kg/cm ) // ┴ 133.61 51.02
Ujung
T 39.68
314.57
Kekerasan(Kg/cm ) Sisi Radial Tangensial 276.21 288.35
c. Sifat pemesinan Persentase bebas cacat pemesinan Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat III
Rayap tanah V
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur V IV
Penggerek laut III
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Kadar air awal kayu Jenis kayu Petai
Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm) 20
Kadar air awal (%) (5 sampel) 60,9; 75,6; 88,3; 80,0; 96,5
Kadar air ratarata (%) 80,3
Lama dan cacat pengeringan Jenis kayu Petai
Kadar air awal rata-rata (%) 80
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari) 5
Cacat Pecah ujung; menjamur
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
20
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 31,58
Pento san (%) 16,07
Holose lulosa (%) 54,86
Air dingin 3,60
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 6,99 2,95 20,03
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
4,20
1,04
0,375
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar Berat contoh air (%) (gr) 9,02 1701/1560,06
Arang (gr) 454
Ter (gr) 150
Cairan (gr) 680
Rendemen (%) Ter destilat Cairan 9,61 43,58
Arang 29,09
BJ 3 (gr/cm ) 0,482
Sifat fisika dan kimia arang Nilai kalor arang (kal/g) 6.562
Kadar (%) Air
Abu
3,81
1,63
Zat terbang 22,75
*)
Karbon terikat 75,62
Nilai kalor kayu (kal/g) 3.743
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan Jenis kayu
BB (g)
BKO (g)
Petai
10
2,7
9.
Kadar Air (%) Basah Ker. Oven 73
270,37
Berat pulp (g) 860,4
Rendemen (%) 38,72
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
12,67
13,425
Manii (Maesopsis eminii Engl.) – Rhamnaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat kemerahan, agak susah dibedakan dari gubal yang berwarna coklat muda kekuningan. Corak: pada penampang longitudinal terdapat corak berupa garis-garis bergelombang dan berwarna terang, kemungkinan disebabkan karena susunan parenkim konfluen berjarak teratur. Tekstur: agak kasar. Arah serat: sangat berpadu. Kilap: permukaan kayu mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh sekitar 50-100 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 41 dan 46). Terdapat getah atau endapan dalam pembuluh (ciri 58). Ceruk antar pembuluh selang-seling dan berukuran kecil (ciri 22 dan 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). 21
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Parenkim: paratrakea sepihak hingga konfluen (ciri 83 dan 84). Tipe sel parenkim aksial 3-8 sel per untai (ciri 92-93). Jari-jari: multiseriate, 1-3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Terdapat jari-jari agregat (ciri 110). Serat: serat bersekat ditemui (ciri 65). Ceruk antar serat dengan halaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Terdapat penebalan ulir pada jaringan serat dasar (ciri 64). Inklusi mineral: kristal prismatik tidak dijumpai. Ciri lain: terdapat sel ubin (ciri 111). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,% B 138.27
Penyusutan, % B-KU B-KO Bo/Vo R T R T 0.45 1.16 3.05 2.83 5.80
Berat Jenis berdasar
KU Bb/Vb 11.86 0.98
Bo/Vu 0.44
Bo/Vb 0.41
Bu/Vu 0.49
Sifat mekanis 2
2
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 272.37 53791.71 436.37
2
2
Keteguhan Geser (kg/cm ) R 30.14
KeteguhanTekan (kg/cm ) // ┴ 114.16 37.33
Ujung
T 36.33
258.87
Kekerasan (kg/cm ) Sisi Radial 245.69
Tangensial 254.44
c. Sifat pemesinan Persentase bebas cacat pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas kuat IV
Rayap tanah V
Ketahanan terhadap R. kayu kering Jamur V IV
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Kadar air awal kayu Jenis kayu Manii
22
Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm) 20
Kadar air awal (%) (5 sampel) 122,5; 86,7; 92,6; 91; 122
Kadar air ratarata (%) 102,6
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lama dan cacat pengeringan Kadar air awal rata-rata (%) 103
Jenis kayu Manii
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari) 5
Cacat -
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
26,74
16,68
Holoselulosa (%) 42,03
Air dingin 3,52
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 6,24 3,53 20,96
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
8,07
0,47
0,118
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) 19,83
Berat contoh (gr)
Arang (gr)
1837/1657,49
511
Berat ter (gr) 125
Cairan (gr) 730
Rendemen (%) BJ Ter 3 Arang Cairan (gr/cm ) destilat 30,82 7,54 44,04 0,441
Sifat fisika dan kimia arang Air 3,34
Abu 1,42
Kadar (%) *) Zat Terbang 22,80
Karbon terikat 76,08
Nilai kalor arang (kal/g) 6.534
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.060
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali dan bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g) 10
BKO (g) 2,7
Kadar Air (%) Basah Kering oven 73 270,37
Berat pulp (g) 1020,1
Rendemen (%) 45,91
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
12,12
13,585
10. Balsa (Ochromagrandiflora Rowlee) – Bombacaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih kecoklatan, susah dibedakan dari gubal. Corak: polos, terkadang ditemui lingkaran tumbuh berwarna kecoklatan pada 23
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
bidang longitudinal. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 100-200 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 42 dan 46). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22) dengan bentuk ceruk bersegi banyak (ciri 23), berukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: aksial apotrakea tersebar (ciri 76), aksial paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai sel parenkim adalah 3-4 sel per untai (ciri 92) sampai delapan (5-8) sel peruntai (ciri 93). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), dan jari-jari yang lebar umumnya > 4-10 seri (ciri 98). Komposisi jari-jari dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 107), sel seludang dijumpai (ciri 110). Serat: serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat sangat tipis (ciri 68). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,% B KU 259.15 10.84
Berat Jenis berdasar Bb/Vb Bo/Vu 0.62 0.19
Bo/Vb 0.18
Bu/Vu 0.21
Penyusutan,% B-KU B-KO Bo/Vo R T R T 0.19 0.89 4.04 1.79 5.81
Sifat mekanis 2
Keteguhan Lentur Statis 2 (kg/cm ) MPL 60.64
KeteguhanTekan Keteguhan Geser Kekerasan (kg/cm ) 2 2 (kg/cm ) (kg/cm ) Ujung Sisi ┴ MOE MOR // R T Radial Tangensial 12624.12 105.62 27.83 4.52 7.16 8.99 70.84 26.86 32.22
c. Sifat pemesinan Persentase bebas cacat pemesinan Pengetaman IV
Pembentukan III
Pengampelasan III
Pemboran IV
Pembubutan III
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat V
24
Rayap tanah V
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur IV IV
Penggerek laut IV
Kelas Keterawetan I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
e. Sifat pengeringan Kadar air awal kayu Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm) 19
Jenis kayu Balsa
Kadar air awal (%) (5 sampel) 95,5; 111,7; 110; 80,7; 97,6
Kadar air ratarata (%) 99,1
Lama dan cacat pengeringan Kadar air awal rata-rata (%) 99,1
Jenis kayu Balsa
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari) 3
Cacat memuntir; menjamur
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 30,81
Pentosan (%) 16,30
Holosel (%) 48,53
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH 1% panas bensin 6,03 3,75 22,89
Air dingin 1,29
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
4,99
0,84
0,130
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar Air (%) 12,33
Berat contoh (gr)
Arang (gr)
Ter (gr)
862/768,06
243
80
Cairan (gr) 337
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 31,63 10,51 43,87
BJ 3 (gr/cm ) 0,403
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu Balsa
Air 3,01
Abu 2,53
Kadar (%) *) Zat terbang 17,28
Karbon terikat 78,19
Nilai kalor arang (kal/g) 6.466
Nilai kalor kayu (kal/g) 3.980
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan Jenis kayu Balsa
BB (g) 10
BKO (g) 2,1
Kadar Air (%) Berat Basah Ker. Oven Pulp (g) 79 376,19 1090,3
Riject (g) 2,4
Rendeme n (%) 38,16
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
12,67
15,635
25
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
11. Ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst. Seem.) - Nyctaginaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih jerami hingga kuning muda, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak: polos kadang beralur pada bidang radial karena gambaran jari-jari yang lebar. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: agak berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh : baur (ciri 5), pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya sedang > 7-10 mikron, (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari ada tiga ciri, pertama dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana: ceruk bundar atau bersudut (ciri 31) serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32) dan ini yang paling sering ditemukan. Parenkim: parenkim pita (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-4 sel per-untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), dan yang paling sering ditemukan jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104) atau dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan yang paling sering ditemukan dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekwensi jari-jari > 4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel tegak (ciri 137), dan dalam parenkim aksial tak berbilik (ciri 141). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu Ki cauk
Kadar air,%
Penyusutan,% Bsh-ker.Ud Bsh-K.oven Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T 0.25 0.32 0.38 0.34 6.68 11.49 9.80 14.01 Berat jenis berdasar
Basah KU Bb/Vb 293.58 12.28 0.98
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm
2
Jenis kayu Ki cauk
26
MPL 2.76
MOE 14,089
MOR 135.62
Keteguhan tekan 2 kg/cm C// C┴ 42.82 17.06
Keteguhan Geser R 17.87
T 18.64
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Keteguhan pukul dalam keadaan basah radial = 8,93 kgm/dm3 dan tangensial = 11.39 kgm/dm3. c. Sifat kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatn
Ki cauk
0.38
MOR 2 (kg/cm ) -
Tekan // 2 (kg/cm ) -
Kelas kuat V
Rasio kekuatan terhadap berat -
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II IV
Kelas keterawetan I
Penggerek laut IV
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Ki cauk
Kadar air awal rata-rata (%) 227
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam -
Kolap
-
Estimasi bagan pengeringan Jenis kayu Ki cauk
f.
Kadar air awal rata-rata (%) 227
o
Suhu, C Awal Akhir -
-
Kelembaban, % Awal Akhir -
-
Kualitas Sangat jelek
Sifat Pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia Kelarutan ekstraktif (%) PentoSelulosa san Air Air Alk. NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% Ki cauk 31,77 16,93 54,95 5,50 9,32 4,60 19,20 Jenis kayu
Lignin (%)
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
10,42
2,53
0,549
27
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Ki cauk
40,61
Hasil arang (gr) 352
Berat ter (gr) 40
Berat cairan (gr) 1.285
Rendemen (%) BJ Ter 3 Arang Cairan (gr/cm ) destilat 26,50 3,09 56,66 0,387
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu Ki cauk
Air 1,16
Abu 2,65
Kadar (%) *) Zat terbang Karbon terikat 17,63 74,75
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.034
Nilai kalor arang (kal/g) 6,132
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g) 10
BKO (g) 2,9
Kadar Air (%) Basah Kering oven 71,0 244,83
Berat Rendemen pulp (g) (%) 694 33,54
Konsunsi alkali 14,09
Bilangan kappa 4,315
12. Huru manuk (Litsea monopelata Pers.) - Lauraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu berwarna kekuningan bagian kayu gubal mempunyai warna lebih muda. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: bau khusus pada waktu segar. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung sampai dengan 4 sel (ciri 10). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 50-100 mikron (ciri 41) dan 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi pori 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Ceruk antar pembuluh selang-seling dan berukuran sedang (ciri 22 dan 26); ceruk berumbai (ciri 29); ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik, aliform, konfluen (ciri 79, 80, 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel per-untai (ciri 91). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari umumnya seluruhnya sel baring (ciri 104) kadang dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). 28
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan,% Kadar air Berat jenis berdasar (%) Bsh-ker.Ud Bsh-K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Huru manuk 72.17 11.66 0.76 0.44 0.47 0.54 0.49 1.51 3.76 2.92 6.23 Jenis kayu
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm
Kondisi kayu Basah KU
2
Keteguhan tekan
Keteguhan Geser
2
MPL 268.62 353.62
MOE 73,978 80,370
kg/cm MOR C// 461.99 250.70 585.32 342.13
C┴ 51.33 69.15
R 56.16 71.68
Ket.eguhan Belah kg/cm T R T 61.20 24.52 33.88 88.54 32.55 35.76
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatan
Huru manuk
0.54
MOR 2 (kg/cm ) 585.32
Tekan // 2 (kg/cm ) 342.13
Kelas kuat II-IV
Rasio kekuatan terhadap berat 649
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Huru manuk
Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas awet dan keteraweatan Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II III
Rayap kayu kering II
Penggerek laut III
Kelas keterawetan III
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Huru manuk
Kadar air awal rata-rata (%) 51
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam Baik – agak baik baik – agak baik -
Estimasi bagan pengeringan Jenis kayu Huru manuk
Kadar air awal rata-rata (%) 51
o
Suhu, C Awal Akhir 55 80
Kelembaban, % Awal Akhir 76 22
Kualitas Agak baik
f. Sifat Pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). 29
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
H. manuk
35,20
Pentosan (%) 16,74
Selulosa (%) 50,98
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 2,71 4,41 3,85 10,35
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
9,59
0,97
0,104
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu H. manuk
Kadar air (%) 21,94
Hasil arang (gr) 531
Berat ter (gr) 110
Berat cairan (gr) 1.002
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 28,83 5,96 54,35
BJ 3 (gr/cm ) 0,497
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu H. manuk
Air 0,98
Abu 1,09
Kadar (%) *) Zat terbang 17,00
Karbon terikat 82,91
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.223
Nilai kalor arang (kal/g) 6,582
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali , bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g) 10
BKO (g) 2,8
Kadar Air (%) Basah Kering oven 72,0 257,14
Berat pulp (g) 844,5
Rendemen (%) 39,41
Konsunsi alkali 14,09
Bilangan kappa 4,32
13. Ki hampelas (Fikus ampelas Burn.F.) - Anacardiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal berwarna sama putih krem. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: agak kesat Kekerasan: lunak. Tidak ditemukan bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 100-200 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 42 dan 46). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22) dengan bentuk ceruk bersegi banyak (ciri 23), berukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: aksial apotrakea tersebar (ciri 76), aksial paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai sel parenkim adalah 3-4 sel per untai (ciri 92) sampai delapan (5-8) sel peruntai (ciri 93). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), dan jari-jari yang
30
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
lebar umumnya > 4-10 seri (ciri 98). Komposisi jari-jari dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 107), sel seludang dijumpai (ciri 110). Serat : serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat sangat tipis (ciri 68). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,%
Jenis kayu
Penyusutan,% Bsh-ker. Udara Bsh-K.oven
Berat jenis berdasar
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Ki hampelas 116.55 11.98 0.91 0.42 0.45 0.52 0.47 1.22 3.37 2.66 6.96
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm
Keteguhan tekan 2 kg/cm MOE MOR C// C┴ 8,595 92.28 217.00 68.69 65,391 557.59 270.86 109.42
Jenis kayu MPL 183.59 369.09
Basah KU Jenis kayu
Keteguhan Tarik┴
Basah KU
2
R 30.45 16.87
T 34.63 19.69
Keteg. Geser Keteguhan Belah kg/cm R T R T 62.22 65.80 40.46 48.43 97.22 05.53 35.81 40.23
KeteguhanTarik// Kekerasan kg/cm2 R T Ujung Sisi 339.52 389.19 277.06 208.99 462.92 356.25 376.73 275.38
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 14.04 12.14 14.04 12.14
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatn
Ki hampelas
0.52
MOR 2 (kg/cm ) 557.59
Tekan // 2 (kg/cm ) 270.86
Kelas kuat III
Rasio kekuatan terhadap berat 704
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Ki hampelas
Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur III IV
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Ki hampelas
Kadar air awal rata-rata (%) 83
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam Baik-agak baik Baik -
31
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Estimasi bagan pengeringan o
Suhu, C Awal Akhir 60 85
Kadar air awal rata-rata (%) 83
Jenis kayu Ki hampelas
Kelembaban,% Awal Akhir 82 24
Kualitas Baik
f. Sifat Pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
25,04
16,71
46,28
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 4,21 5,80 3,43 16,01
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
10,99
2,89
0,677
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu Ki hampelas
Kadar air (%) 33,85
Hasil arang (gr) 550
Berat Ter (gr) 70
Berat cairan (gr) 900
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 36,39 4,63 59,56
BJ 3 (gr/cm ) 0,449
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Jenis kayu Ki hampelas
Air
Abu
0,95
2,89
*)
Zat terbang 17,89
Nilai kalor Nilai kalor kayu arang (kal/g) Karbon terikat (kal/g) 79,22 4.045 6,068
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
10
2,8
Kadar Air (%) Basah Kering oven 72,0
257,14
Berat pulp (g) 797
Riject (g)
Rendemen (%)
10,0
37,19
Konsunsi alkali
Bilangan kappa
13,61
11,32
14. Ki banen (Crypterona paniculata Blume) – Crypteroneaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras kuning kecoklatan, kayu gubal berwarna putih krem. Corak: penampang longitudinal bidang tangensial terdapat corak berupa garis-garis 32
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
agak hitam. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh sekitar 50-100 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 41 dan 46). Terdapat getah atau endapan dalam pembuluh (ciri 58). Ceruk antar pembuluh selang-seling dan berukuran kecil (ciri 22 dan 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: paratrakea sepihak hingga konfluen (ciri 83 dan 84). Tipe sel parenkim aksial 3-8 sel per untai (ciri 92-93). Jari-jari: multiseriate, 1-3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Terdapat jari-jari agregat (ciri 110). Serat: serat bersekat ditemui (ciri 65). Ceruk antar serat dengan halaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Terdapat penebalan ulir pada jaringan serat dasar (ciri 64). Inklusi mineral: kristal prismatik tidak dijumpai. Ciri lain: terdapat sel ubin (ciri 111). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu Ki bonen
Kadar air,% Basah
KU
71.79
12.36
Berat jenis berdasar Bb/Vb Bo/Vb 0.85
0.49
Bo/Vu 0.61
Penyusutan,% Bsh-ker.Udara Bsh-K.oven Bu/Vu Bo/Vo R T R T 0.60
0.54
1.28 3.06 2.93 5.87
Sifat mekanis Jenis kayu Basah KU Jenis kayu Basah KU
Ket.Lentur Statis,kg/cm MPL 152.89 423.04
MOE 31,659 69,100
Ket. Tarik┴ R 26.08 19.75
T 37.55 21.61
2
MOR 488.98 560.55
Keteguhan tekan 2 kg/cm C// ┴ 260.76 94.85 353.81 122.23
Ket.Tarik// 2 kg/cm R T 451.80 580.25 383.82 466.49
Keteguhan Geser R 84.22 13.59
Ket. Belah kg/cm T R T 91.58 33.29 40.86 107.40 36.75 44.27
Kekerasan Ujung 430.76 467.63
Sisi 294.84 339.08
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 20.09 22.04 14.58 12.09
Kayu ki banen mempunyei kerapatan 0,60, tekan sejajar 353,81 kg/cm2, kelas kuat II dan rasio kekuatan terhadap berat 700.
33
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Kelas awet dan keteraweatan Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II III
Rayap kayu kering III
Penggerek laut III
Kelas keterawetan II
d. Sifat Pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Ki bonen
Kadar air awal rata-rata (%) 66
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam Agak baik - sedang Agak baik – buruk
Estimasi bagan pengeringan Jenis kayu Ki bonen
o
Suhu, C Awal Akhir 50 70
Kadar air awal rata-rata (%) 66
Kelembaban,% Awal Akhir 80 20
Kualitas Agak buruk
e. Sifat Pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. f. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). g. Analisis komponen kimia Lignin (%) 28,41
Pentosan Selulosa (%) (%) 16,22
44,39
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 5,40 11,19 4,14 22,17
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
10,80
1,03
0,284
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air Hasil arang Berat ter Berat cairan (%) (gr) (gr) (gr) 25,96
590
125
910
Rendemen (%) BJ Ter 3 Arang Cairan (gr/cm ) destilat 34,36 7,28 53,00 0,607
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%)
Jenis kayu
Air
Abu
Ki bonen
1,53
1,94
34
Zat terbang 21,69
*)
Karbon terikat 76,37
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.363
Nilai kalor arang (kal/g) 6,584
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
h. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g) 10
Kadar Air (%) BKO Basah Kering (g) oven 2,6 73,5 277,36
Berat Pulp Riject Rendemen (g) (g) (%) 594,5
37,6
Konsunsi alkali
Bilangan kappa
13,13
13,36
26,26
15. Ki rengas (Buchanamia arborescens Blume) – Moraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu berwarna kekuningan bagian kayu gubal mempunyai warna lebih muda. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: bau khusus pada waktu segar. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung sampai dengan 4 sel (ciri 10). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 50-100 mikron (ciri 41) dan 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi pori 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Ceruk antar pembuluh selang-seling dan berukuran sedang (ciri 22 dan 26); ceruk berumbai (ciri 29); ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik, aliform, konfluen (ciri 79, 80, 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel per-untai (ciri 91). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari umumnya seluruhnya sel baring (ciri 104) kadang dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Kadar air,% Basah
Ki rengas
KU
74.21 12.55
Berat jenis berdasar Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo 0.90
0.52
0.56
0.65
0.58
Penyusutan,% Bsh-ker. Udara Bsh-K.oven R T R T 2.12 4.37 4.10
6.93
35
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis, kg/cm
Bsh
Ket. tekan 2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ 159.53 36,139 486.35 240.84 80.12
KU
338.35 71,769 597.07 372.65 133.67 114.07 129.30 44.43
Jenis kayu
Ki rengas
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Ki rengas
2
Basah KU
R
T
30.29 24.16
29.96 23.70
Ket. Geser R 72.71
T 78.14
Ket.eguhanTarik// 2 kg/cm R T
Ujung
563.61 796.94
335.73 318.43 388.26 384.47
490.29 764.98
Ket. Belah kg/cm R T 39.55 39.71
Kekerasan
54.16
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T
Sisi
28.50 28.50
29.60 29.60
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Ki rengas
Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran Pembubutan II II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V III
Kelas keterawetan I
Penggerek laut IV
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Ki rengas
Kadar air awal rata-rata (%) 60
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam Agak baik
Agak baiksedang
-
Estimasi bagan pengeringan Jenis kayu Ki rengas
Kadar air awal rata-rata (%) 60
o
Suhu, C Awal Akhir 50
80
Kelembaban, % Awal Akhir 75
22
Kualitas Sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
36
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Ki rengas
22,66
Kelarutan ekstraktif (%) PentoSelulosa Air Air Alkoh NaOH san (%) dingin panas bensin 1% (%) 16,33 51,64 3,50 5,37 3,68 15,52
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
10,91
0,89
0,153
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Ki rengas
28,09
545
107
Rendemen (%) Berat cairan Ter Cairan (gr) Arang destilat 1.008 31,84 6,27 59,09
BJ 3 (gr/cm ) 0,579
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu Ki rengas
Air
Abu
1,45 2,40
Kadar (%) Zat Karbon terikat *) terbang 21,29 76,31
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
4.328
6,503
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g) 10
BKO (g) 2,7
Kadar Air (%) Basah Krg oven 73,0 270,37
Berat Pulp (g) 708,5
Rendemen (%) 31,88
Konsunsi alkali 14,09
Bilangan kappa 5,47
16. Ki bugang (Arthophyllum diversifolium Bl.) - Araliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras putih jerami, susah dibedakan dari gubal. Corak: polos. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: agak kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5). Diameter pembuluh 200 mikron atau lebih (ciri 43); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim pita > 3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim delapan (5-8) sel per-untai (ciri 93), dan lebih dari 8 sel peruntai (ciri 94). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104), dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). 37
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Panjang serat 1390,39 ± 87,25 mikron (ciri 72), dinding serat umumnya 3,96 ± 1 mikron, tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,%
Penyusutan,% Bsh-ker.Udara Bsh-K.oven R T R T
Berat jenis berdasar
Basah
KU
Bb/Vb
Bo/Vb
Bo/Vu
Bu/Vu
Bo/Vo
94,6
14,59
0,929
0,578
0,538
0,504
0,481
1,29
3,59
3,52
7,77
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis Jenis kayu
Ki bugang
Keteguhan Belah kg/cm R T 27,49 22,86
2
kg/cm MPL MOE MOR C// Ki bugang 407,69 70.970,13 645,24 351,63 Jenis kayu
Keteguhan Geser
Keteguhan tekan
Keteg. Tarik┴ R 31,91
C┴ R T 108,20 62,10 90,78
Ket.eguhanTarik// 2 kg/cm R T 769,72 811,92
T 38,60
Kekerasan Ujung 397,29
Sisi 288,14
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 15,27 14,23
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu Ki bugang
Kerapatn 0,578
MOR 2 (kg/cm ) 733,42
Tekan // 2 (kg/cm ) 412,27
Kelas kuat
Rasio kekuatan terhadap berat 1268,893
III
c. Kelas pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Ki bugang
II
II
II
II
Pembubutan II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III-IV
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II V (IV-V)
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Kibugang
38
Kadar air awal rata-rata (%) 92 (89-99)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Deformasi Pecah awal dalam Agak baik Sedang Baik
Sifat pengeringan sedang
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN. h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Ki bugang 29,75
Kelarutan ekstraktif (%) Pento Selulosan Air san Air Air Alkohol NaOH (%) (%) (%) dingin panas bensin 1% 21,37 52,57 1,01 6,24 0,34 18,55 5,68
Abu (%)
Silika (%)
1,64
0,103
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
17,88
530
2140/1815,4
Rendemen (%) Ter Cairan destilat 110 718 0,50
Berat cairan (gr) Arang 29,19
BJ 3 (gr/cm ) 17,88
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu Ki bugang
Air 5,09
Abu 3,53
Kadar (%) *) Zat terbang 19,37
Karbon terikat 77,11
Nilai kalor kayu (kal/g) 6,1
Nilai kalor arang (kal/g) 39,55
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Ki bugang
Konsunsi alkali Rata-rata 16,30 15,94 15,57
Bilangan kappa 14,19 14,19
Rata-rata
Rendemen (%)
14,19
32,63
17. Sempur lilin (Dillenia obovata Hoogl.) - Dilleniaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat muda, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: umumnya polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); hampir seluruhnya soliter ini yang paling sering ditemukan (ciri 9). Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 14); dengan 10-20 palang (ciri 16); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 39
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
22). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Terdapat endapan berwarna putih (ciri 58). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76) da pratrakea sepihak (ciri 84). Jari-jari: jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98), jari-jari agregat (ciri 101), tinggi > 1 mm (ciri 102). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), atau umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62); dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), atau sangat tebal (ciri 70). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan,% Bsh-ker.Ud. Bsh-K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Sempur lilin 66,67 14,17 1,066 0,779 0,727 0,682 0,641 1,40 4,39 3,75 8,88 Kadar air, %
Jenis kayu
Berat jenis berdasar
Sifat mekanis Jenis kayu Sempur lilin
Keteguhan Ket.eguhan tekan Keteguhan Geser Belah 2 kg/cm kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 607,77 86.247,54 864,10 489,19 237,35 138,56 168,61 65,95 75,87 Ket.Lentur Statis
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Sempur lilin
R 50,16
T 52,38
Ket.eguhanTarik// 2 kg/cm R T 829,84 732,37
Kekerasan Ujung 735,55
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 18,88 20,81
Sisi 636,13
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatan
Sempur lilin
0,779
MOR 2 (kg/cm ) 864,10
Tekan // 2 (kg/cm ) 489,19
Kelas kuat II
Rasio terhadap berat 1109,243
c. Kelas pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
I
I
II
Sempur lilin
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III-IV
40
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II V (IV-V)
Penggerek laut II
Kelas keterawetan I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal rata-rata (%) 67 (64-69)
Sempur lilin
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pe Deformasi Pecah cah awal dalam Sedang buruk Agak baik buruk
Sifat pengeringan Buruk
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan Selulosa (%) (%)
30,062
16,62
49,64
Air dingin 2,53
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 8,56 1,45 20,69
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
6,29
3,60
1,921
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Sempur lilin
26,07
530
2417/1996,5
Rendemen (%) Berat cairan Ter Arang Cairan (gr) destilat 34,31
121
1030
0,63
BJ 3 (gr/cm ) 26,07
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu Sempur lilin
Air 5,54
Abu 2,24
Kadar (%) Nilai kalor kayu *) (kal/g) Zat terbang Karbon terikat 20,00 77,76 6,1
Nilai kalor arang (kal/g) 54,59
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Sempur lilin
Konsunsi alkali 37,50 37,65
Rata-rata 37,57
Bilangan kappa 15,09 15,09
Rata-rata
Rendemen (%)
15,09
23,34
41
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
18. Cangcaratan (Lithocarpus sundaicus Bl.) - Fagaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu berwarna coklat muda keabu-abuan kadang agak merah muda, tidak dapat dibedakan dari kayu gubal. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus kadang agak berpadu. Kilap: permukaan kayu mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5). Bidang perforasi sederhana (ciri 13), kadang bentuk tangga (ciri 14). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22); ceruk antar pembuluh berumbai (ciri 29), ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk bundar atau bersudut (ciri 31); dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32) Parenkim: aksial apotrakea tersebar (ciri 76); aksial paratrakea: paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai sel parenkim adalah empat (3-4) sel per-untai (ciri 92). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97). Komposisi sel jari-jari seluruhnya sel baring (ciri 104); dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sangat kecil (ciri 61). Serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak bergabung dengan jari-jari (ciri 124). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Kadar air,%
Penyusutan,% Bsh-ker.Ud. Bsh-K.oven Bu/Vu Bo/Vo R T R T 0,661 0,632 1,18 3,04 3,89 8,01
Berat jenis berdasar
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Cangcaratan 61,77 14,71 1,018 0,758 0,714
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis Jenis kayu
Keteguhan tekan Keteguhan Geser 2
kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ Cangcaratan 532,91 93.795,06 811,17 477,37 225,83 Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Cangcaratan
42
R 37,09
T 47,58
Ket.eguhanTarik// 2 kg/cm R T 609,51 568,81
R T 144,41 159,11 Kekerasan
Ujung 680,86
Sisi 584,14
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 53,50 76,15
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 22,89 28,89
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Klasifikasi kekuatan kayu Kerapatan
MOR 2 (kg/cm ) 811,17
0,758
Tekan // 2 (kg/cm ) 477,37
Kelas kuat II
Rasio kekuatan terhadap berat 1070,145
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Cangcaratan
Pengetaman Pembentukan II II
Pengampelasan II
Pemboran Pembubutan II II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II III (III-IV)
Penggerek laut IV
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Klasifikasi cacat pengeringan Kadar air awal rata-rata Retak/pecah Deformasi Pecah dalam (%) awal Cangcaratan 58 (56-61) Sedang Sedang Baik Jenis kayu
Sifat pengeringan Sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Lignin (%) 31,84
Pento san (%) 15,31
Selulosa (%) 51,67
Air dingin 1,15
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 5,32 1,93 21,38
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
3,89
1,35
0,208
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu Cangcaratan
Kadar air (%) 16,02
Hasil arang (gr) 553
Berat ter (gr) 2125/1831,58
Berat cairan (gr) 30,19
Aran g 137
Rendemen (%) Ter Cairan destilat 739 0,56
BJ 3 (gr/cm ) 16,02
43
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu Cangcaratan
Air 5,56
Abu 1,96
Kadar (%) *) Zat terbang 18,19
Karbon terikat 79,85
Nilai kalor kayu (kal/g) 7,5
Nilai kalor arang (kal/g) 40,34
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Ki bugang
Konsumsi alkali 15,94 15,94
Rata-rata 15,94
Bilangan kappa 14,19 14,19
Rata-rata 14,19
Rendemen (%) 36,15
19. Ki pasang (Prunus javanica Miq.) – Rosaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklatan kemerahan dapat dibedakan dari gubalnya yang berwarna coklat muda. Corak: polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); sebaran pembuluh pola diagonal atau radial (ciri 7). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Dijumpai trakea vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Parenkim: aksial apotrakea vaskisentrik (ciri 79), aksial paratrakea: paratrakea sepihak (ciri 84) dan pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Tipe sel parenkim aksial empat (3-4) sel per untai (ciri 92). Jari-jari: seluruhnya satu seri (ciri 96) dan jari-jari besar umumnya > 10 seri (ciri 99), tinggi jari-jari > 1 mm (ciri 102), jari-jari dengan 2 ukuran yang jelas (ciri 103), komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106) dan sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (ciri 109). Serat: jaringan serat dasar dengan dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (ciri 136) dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).
44
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,%
Jenis kayu
Basah Ki pasang
KU
56,96 14,33
Penyusutan,% Bsh-ker.Ud. Bsh-K.oven Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Berat jenis berdasar
1,097
0,867
0,815
0,758
0,7
1,81
4,64
4,75 9,60
Sifat mekanis Jenis kayu
Ket.Lentur Statis
Keteguhan tekan Keteguhan Geser 2
Ki pasang
MPL 567,98
MOE 98.804,53
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Ki pasang
R 43,36
T 63,37
kg/cm MOR C// 952,10 490,04
C┴ 199,94
Ket.eguhan Tarik// 2 kg/cm R T 971,50 1263,98
R 132,44
T 162,48
Kekerasan Ujung 645,63
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 40,60 68,20
Keteguhan Pukul 3 kgm/dm R T 14,66 48,82
Sisi 545,16
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatn
Ki pasang
0,867
MOR 2 (kg/cm ) 952,10
Tekan // 2 (kg/cm ) 490,04
Kelas kuat II-III
Rasio kekuatan terhadap berat 1098,155
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Ki pasang
Pengetaman I
Pembentukan I
Pengampelasan I
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III-IV
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV III (II-IV)
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Ki pasang
Kadar air awal rata-rata (%) 82 (50-106)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Deformasi Pecah awal dalam Buruk Buruk Baik
Sifat pengeringan Sangat buruk
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
45
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Ki pasang
30,77
Pentosan (%) 16,82
Kelarutan ekstraktif (%) Air Abu Air Air Alk.l NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% 2,44 3,91 0,72 15,88 4,84 0,80
Selulosa (%) 45,42
Silika (%) 0,211
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) Ki pasang 22,76
Jenis kayu
Hasil arang (gr) 659
Berat cairan (gr) 2502/2038,12 32,33 Berat ter (gr)
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 118 1106 0,69
BJ 3 (gr/cm ) 22,76
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%)
Jenis kayu
Air
Ki pasang
5,64 1,40
Abu
Zat terbang
*)
Karbon terikat
21,16
77,44
Nilai kalor kayu (kal/g) 5,8
Nilai kalor arang (kal/g) 54,26
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Ki pasang
Konsunsi alkali 16,30 16,30
Rata-rata 16,30
Bilangan kappa 14,19 14,19
Rata-rata 14,19
Rendemen (%) 35,59
20. Ki langir (Othophora spectabilis Bl.) – Sapindaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras merah muda kecoklatan, kayu gubal merah muda pucat. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Tidak ditemukan bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9) yang bergabung juga ada sampai dengan 3 sel (ciri 10), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22). Diameter pembuluh 50-100 mikron (ciri 41), frekuensi 5-20 buah/mm2 (ciri 47). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam
46
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); getah dan endapan ditemukan (ciri 58). Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan paratrakea sepihak (ciri 84). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), dan jari-jari yang lebar umumnya > 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Kadar air,% Basah KU
Ki langir
63,87
Penyusutan,% Bsh-ker.Ud. Bsh-K.oven Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Berat jenis berdasar
14,37 1,098
0,828
0,771
0,724
0,671
1,54 5,52
3,64 9,88
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis MPL 437,28
MOE 79.960,45
Keteguhan tekan 2 kg/cm MOR C// C┴ 644,32 421,45 267,10
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Ki langir
R 31,91
T 38,60
Ket.eguhanTarik// 2 kg/cm R T 822,232 961,887
Keteguhan Geser R 160,53
T 198,02
Kekerasan Ujung 766,00
Sisi 656,00
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 27,49 22,86 Keteguhan pukul 3 kgm/dm R T 19,21 16,62
Klasifikasi kekuatan kayu Kerapatan 0,828
MOR 2 (kg/cm ) 644,32
Tekan // 2 (kg/cm ) 421,45
Kelas kuat III
Rasio kekuatan terhadap berat 778,1643
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Ki langir
Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III-IV
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV-V IV (III-IV)
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
47
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal rata-rata (%)
Ki langir
65 (58-71)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Deformasi Pecah awal dalam Baik – agak Sangat Agak baik buruk baik
Sifat pengeringan Sangat buruk
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Ki langir 29,34
Pentosan (%) 17,87
Selulosa (%) 44,96
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 3,34 7,87 2,75 22,17
Air Abu (%) (%)
Silika (%)
7,72 0,95
0,420
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu Ki langir
Kadar air (%) 16,20
Hasil arang (gr) 532
Berat ter (gr) 2020/1738,38
Rendemen (%) Berat cairan Ter Arang Cairan (gr) destilat 34,31 125 832 0,75
BJ 3 (gr/cm ) 16,20
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air 5,00
Abu 1,25
Zat terbang 20,17
*)
Karbon terikat 78,58
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
7,1
47,86
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Konsunsi alkali Ki langir 15,57 15,94
48
Rata-rata 15,76
Bilangan kappa 14,19 14,19
Rata-rata Rendemen (%) 14,19 28,95
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
21. Bungbulang (Premna tomentosa Willd. – Verbinaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem, kuning jerami, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak: bercorak karena lingkar tahun. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh: tata lingkar (ciri 3). Diameter pembuluh 50-100 mikron (ciri 41); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5-20 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selangseling (ciri 22), berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30) dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: tersebar (ciri 76) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar banyak ditemukan dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), kadang sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Panjang serat 1390,39 ± 87,25 mikron (ciri 72), dinding serat umumnya 3,96 ± 1 mikron, tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Kadar air,% Basah
KU
Penyusutan,%
Berat jenis berdasar Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo
Bung86,774 12,554 1,106 bulang
0,714
0,667
0,634
Bsh-ker.Ud. R T
Bsh-K.oven R T
0,593 1,861 3,557 3,986 6,905
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 MPL 458,56
MOE 70.105,87
MOR 616,36
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Bungbulang
R 18,94
T 29,01
Keteguhan tekan kg/cm2 C// C┴ 300,26 118,58 Ket.eguhanTarik// kg/cm2 R T 534,02 874,85
Keteguhan Geser R 92,14
T 103,41
Kekerasan Ujung 461,57
Sisi 367,25
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 75,54 71,48 Keteguhan.Pukul kgm/dm3 R T 50,81 54,09
49
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Kelas pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
Bungbulang
d. Kelas awet dan keteraweatan Kelas keawetan Rayap tanah Jamur III II (II-III)
Rayap kayu kering II
Kelas keterawetan I
Penggerek laut II
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal (%) Bungbulang 66- 84 (70)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Rubahan Pecah dalam awal bentuk Agak baikAgak baik– Agak baik sedang sedang
Sifat pengeringan Agak sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Lignin Pentosan (%) (%)
Jenis kayu Bungbulang
30,7
Selulosa (%)
16,06
57,12
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaO dingin panas bensin H 1% 10,12 11,09 7,85 11,3
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
7,75
2,18 0,452
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Rendemen (%)
Jenis kayu
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Arang
Bungbulang
31,11
664
86
1,072
36,14
Ter destilat 4,68
Cairan
BJ 3 (gr/cm )
58,34
0,581
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%)
50
Air
Abu
Zat terbang
Karbon terikat
2,46
2,80
22,33
74,85
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
4.338
6,241
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Konsunsi alkali
Jenis kayu
Rata-rata
14,44
Bungbulang
Bilangan kappa
Rendemen (%)
48.87
23,63
48,76
14,44
14,44
Rata-rata
48,97
22. Hamirung ( Vernonia arborea Ham.) – Compositae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih krem susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: umumnya polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); diameter 100-200 mikron (ciri 42), frekwensi 5 atau kurang (ciri 46), sebagian besar soliter berganda sampai dengan 3 sel. Bidang perforasi bentuk sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: umumnya parenkim aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), dan aliform (ciri 80), kadang paratrakea sepihak (ciri 84); dengan 2-4 sel per untai (ciri 91 dan 92). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), jari-jari besar umumnya 4-6 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106); ada sel seludang (ciri 110), frekwensi jari-jari >4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), serat bersekat dijumpai (ciri 65), ada susunan bertingkat pada serat (ciri 121). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu Hamirung
Kadar air,% Basah 110,27
KU 12,155
Penyusutan,%
Berat jenis berdasar Bb/Vb 0,735
Bo/Vb 0,445
Bo/Vu 0,410
Bu/Vu 0,397
Bo/Vo 0,359
Bsh-ker.Ud. R T 2,322 6,330
Bsh-K.oven R T 4,044 8,919
51
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 MPL 217,29
MOE 43.871,77
Jenis kayu
MOR 333,63
Keteguhan tekan kg/cm2 C// C┴ 166,82 44,38
Keteg. Tarik┴
Keteguhan Geser R 49,16
Ket.eguhanTarik//
T 59,88
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 27,76 32,36
Kekerasan
Keteguhan Pukul kgm/dm3 R T 27,22 26,60
kg/cm2 Hamirung
R 7,03
T 8,25
R 413,34
T 419,71
Ujung 224,14
Sisi 136,64
c. Kelas pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
Hamirung
II
II
II
III
II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV/V IV (IV-V)
Penggerek laut
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Hamirung
Kadar air awal (%) 95-111 (104)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Rubahan Pecah awal bentuk dalam Baik – agak Agak baik Baik baik – buruk
Sifat pengeringan Agak baik
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Hamirung
34,38
18,07
51,10
52
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 3,78 5,07 3,61 10,67
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
8,36
1,04
0,17
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Hamirung
25,84
Hasil arang (gr) 363
Berat ter (gr) 80
Berat cairan (gr) 1,080
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 23,46 5,17 69,80
BJ 3 (gr/cm ) 0,372
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air 3,24
Abu 1,58
Zat terbang 22,0
*)
Karbon terikat 76,41
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
4.138
6,130
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Hamirung
Konsunsi alkali 14,44 14,44
Ratarata 14,44
Bilangan kappa 62,08 60,92
Rata-rata
Rendemen (%)
61,5
42,38
23. Jaha (Terminalia arborea K. Et V.) – Combretaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu berwarna coklat muda, coklat muda agak kekuningan kadang tidak dapat dibedakan dari kayu gubal yang berwarna lebih terang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tdk ada bau khusus Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5) kadang semi tata lingkar (ciri 4), diameter 100-200 mikron (ciri 42) dan 50-100 mikron pada batas riap tumbuh (ciri 41), frekwensi 5 atau kurang (ciri 46); pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9), kadang berganda sampai dengan 4 sel (ciri 10), bergerombol kadang dijumpai (ciri 11). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), sedang (ciri 26); ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas ; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), aliform (ciri 80), dan umumnya konfluen (ciri 83). Panjang untai sel parenkim adalah dua sel per untai (ciri 91), dan empat (3-4) sel peruntai (ciri 92). Jari-jari: seluruhnya satu seri (ciri 96). Komposisi sel jari-jari seluruhnya sel baring (ciri 104). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk
53
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), serat tipis sampai tebal (ciri 69) kadang sangat tipis (ciri 68). Inklusi mineral: dijumpai kristal bentuk lain dalam sel parenkim. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Kadar air,% Basah
Penyusutan,%
Berat jenis berdasar
KU
Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo
Jaha 102,681 10,459 0,838
0,484
0,457
0,438
Bsh-ker.Ud. R T
Bsh-K.oven R T
0,415 1,741 3,539 3,463 6,354
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 MPL 282,08
Keteguhan tekan kg/cm2 MOR C// C┴ 474,60 258,21 69,06
MOE 72.772,62
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu R 9,06
Jaha
T 7,30
Ket.eguhanTarik// kg/cm2 R T 532,00 627,84
Keteguhan Geser R 67,47
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 36,22 38,28
T 73,61
Kekerasan Ujung 293,23
Sisi 199,41
Keteguhan.Pukul kgm/dm3 R T 27,14 23,69
c. Kelas pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
Jaha
Pembentukan Pengampelasan
II
II
II
Pemboran
Pembubutan
II
II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah jamur III III (II-IV)
Penggerek laut II
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Jaha
Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Rubahan bentuk Pecah awal dalam 52–83 (71) Baik – agak baik Baik – agak baik Baik
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan
54
Sifat pengeringan Baik
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Pentosan (%)
Jaha
33,18
14,55
Kelarutan ekstraktif (%) SeluloAir Abu sa Air Air Alk. NaOH (%) (%) (%) dingin panas bensin 1% 61,35 5,52 8,16 2,25 15,52 7,89 1,14
Silika (%) 0,181
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Jaha
26,47
Hasil arang (gr) 507
Berat ter (gr) 76
Berat cairan (gr) 994
Rendemen (%) BJ 3 (gr/cm Ter Arang Cairan ) destilat 30,60 4,58 60,0 0,470
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air 3,04
Abu 2,12
Zat terbang 21,24
*)
Karbon terikat 76,63
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
4.332
6,243
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Jaha
Konsunsi alkali 12,88 12,88
Rata-rata 12,88
Bilangan kappa 45,32 45,74
Rata-rata
Rendemen (%)
45,53
24,94
24. Ki acret (Sphatodea campanulata Beauv.)- Begoneaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem, atau putih krem tidak dapat dibedakan dari gubalnya yang berwarna sama. Corak: polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh jelas (ciri 1). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); hampir seluruhnya soliter (ciri 9), ada berganda radial sampai 3 sel. Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), kecil >4-7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan 55
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46), tilosis umum (ciri 56). Parenkim : aksial paratrakea aliform (ciri 80), agak sering ditemukan konfluen (ciri 83), dan pita (ciri 85). Tipe sel parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 96) dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98), komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), frekwensi jari-jari >4-12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,%
Jenis kayu Ki acret
Basah
Berat jenis berdasar
KU
Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo
176,128 10,495 0,732
0,328
0,301
0,297
Penyusutan,% Bsh-ker.Ud. Bsh-K.oven R T R T
0,267 3,344 5,695 4,500 7,639
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 MPL 132,08
MOE 30.982,56
MOR 252,72
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu Ki acret
R 5,32
T 6,55
Keteguhan tekan kg/cm2 C// C┴ 120,23 29,80 Ket.eguhanTarik// kg/cm2 R T 250,38 244,11
Keteguhan Geser R 39,85
T 39,90
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 21,97 24,57
Kekerasan Ujung 171,38
Sisi 124,04
Keteguhan.Pukul kgm/dm3 R T 27,00 30,19
c. Kelas pemesinan Jenis kayu Pengetaman Ki acret III
Pembentukan III
Pengampelasan II
Pemboran IV
Pembubutan III
Penggerek laut II
Kelas keterawetan I
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III
56
Kelas keawetan Rayap tanah jamur IV/V III (III-IV)
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Kiacret
109-145 (133)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Rubahan Pecah dalam awal bentuk Baik buruk Agak buruk
Sifat pengeringan Buruk
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Ki acret
31,73
Pentosan (%) 15,47
Selulosa (%) 54,27
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 4,34 6,58 2,13 6,73
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
9,21
1,79
0,105
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Ki acret
28,88
Hasil arang (gr) 246
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
56
926
Rendemen (%) BJ 3 (gr/cm Ter Arang Cairan ) destilat 24,53 4,64 76,74 0,203
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air 2,53
Abu 2,77
Zat terbang 17,05
*)
Karbon terikat 79,17
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
4.072
5,915
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Ki acret
Konsunsi alkali 13,66 13,66
Ratarata 13,66
Bilangan kappa 34,88 33,71
Rata-rata
Rendemen (%)
34,30
29,27
57
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
25. Pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) - Fagaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras coklat muda keabu-abuan berbeda dari kayu gubal yg berwarna coklat muda teang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus dan berpadu. Kilap: permukaan kayu agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Tidak ditemukan bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9) yang bergabung juga ada sampai dengan 3 sel (ciri 10), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22). Diameter pembuluh 50-100 mikron (ciri 41), frekuensi 5-20 buah/mm2 (ciri 47). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); getah dan endapan ditemukan (ciri 58). Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan paratrakea sepihak (ciri 84). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), dan jari-jari yang lebar umumnya > 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Kadar air,% Basah
P. taritih 56,96
Penyusutan,%
Berat jenis berdasar
KU
Bb/Vb
Bo/Vb
Bo/Vu
Bu/Vu
Bo/Vo
14,33
1,097
0,867
0,815
0,758
0,7
Bsh-ker.Ud. R T
Bsh-K.oven R T
1,81
4,75
4,64
9,60
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 MPL 567,98
MOE 98.804,53
MOR 952,10
Keteg. Tarik┴ Jenis kayu P. taritih
58
R 43,36
T 63,37
Keteguhan tekan kg/cm2 C// C┴ 490,04 199,94 Ket.eguhanTarik// kg/cm2 R T 971,50 1263,98
Keteguhan Geser R 132,44
T 162,48
Kekerasan Ujung 645,63
Sisi 545,16
Ket.eguhan Belah kg/cm R T 40,60 68,20 Keteguhan.Pukul kgm/dm3 R T 14,66 48,82
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Kelas pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
P. taritih
d. Kelas awet dan keteraweatan Kelas keawetan Rayap tanah Jamur III III (II-IV)
Rayap kayu kering II
Penggerek laut II
Kelas keterawetan II
e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Pasang
41-60 (50)
Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah Rubahan Pecah dalam awal bentuk Buruk Buruk Agak buruk
Sifat pengeringan Buruk
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN. h. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Pentosan (%)
P. taritih
35,14
16,46
Kelarutan ekstraktif (%) Selulosa Air Air Alk. NaOH (%) dingin panas bensin 1% 60,19 2,35 7,32 3,55 15,90
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
8,19
0,73
0,502
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
P. taritih
24,73
Hasil arang (gr) 562
Berat ter (gr) 125
Berat cairan (gr) 1.163
Rendemen (%) BJ Ter 3 Arang Cairan (gr/cm ) destilat 30,04 6,68 62,16 0,860
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air
Abu
Zat terbang
1,43
1,77
17,58
*)
Karbon terikat 80,64
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
4.490
6,668
59
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu P. taritih
Konsunsi alkali 13,66 13,66
Ratarata 13,66
Bilangan kappa
Rata-rata
Rendemen (%)
42,67 42,27
42,47
32,25
26. Dipterocarpus stellatus Vesque - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua keabuan, kayu gubal berwarna cokelat muda keputihan. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat : lurus sampai berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 376µm, tinggi 858µm dan jumlahnya 4/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter, terdapat beberapa yang ganda radial. Outline pembuluh soliter bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh berhadapan dan selang-seling, dijumpai adanya tilosis. Elemen trakea berlubang berupa trakeida vasesentrik, jaringan serat dasar merupakan serat dengan ceruk yang sempit dengan serat tanpa sekat. Dinding serat sangat tebal, panjang 2167µm, diameter 37µm, dinding lumen 32µm dan tebal dindingnya 3µm. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok parenkim paratrakeal vasisentrik dan belak ketupat. Tipe sel parenkim aksial 4-6 untai. Jari-jari: tinggi 1645µm, jumlah 4/mm2, terdapat jari-jari 1 seri dan multiseri 3-5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-jari sel baring dan umumnya dengan 3-5 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-jari aksial dalam baris tangensial pendek dan saluran aksial tersebar. Kristal prismatik tidak ada. Nilai turunan serat pada Dipterocarpus stellatus Vesque mempunyai ratarata panjang serat 2167 dengan nilai 75, rata-rata felting 58,51 dengan nilai 51. Rata-rata muhlstep (100%) 27,45 dan rata-rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-rata bilangan Runkel 0,17 dengan nilai 100. Rata-rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat Dipterocarpus stellatus Vesque termasuk kelas I.
60
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Ka segar (%) 53.45
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,77
L 0,14
R 7,84
Penyusutan T 9,66
T/R 1,23
Sifat mekanis MOE 2 (N/mm )
MOR 2 (N/mm )
Ket. Tek. //
10231.3
52.67
52.57
Ket. Geser 2 (N/mm ) 11.4
2
Kekerasan(N/cm ) T R
Ket. Pukul 2 (N/mm ) 0.07
4710.46
4305.12
c. Sifat pemesinan Jenis kayu Ki langir
Pengetaman I
Pembentukan I
Pengampelasan I
Pemboran I
Pembubutan II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur I I
Penggerek laut I
Kelas keterawetan IV
e. Pengeringan kayu Dipterocarpus stellatus termasuk kayu yang sulit dikeringkan. Rata-rata kadar air awal pengeringan sekitar 44,25% terjadi cacat pengeringan sebanyak 7-8 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-5 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 1-2 pecah dalam (honeycombing). f. Pengujian sifat venir dan kayu lapis Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). g. Analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
35,0
17,87
72,9
Air dingin 8,0
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 10,2 6,8 22,2
Abu (%) 0,7
h. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
61
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
27. Dipterocarpus pachyphyllus Meijer - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua agak kemerahan, kayu gubal berwarna coklat muda. Tekstur: agak kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial. Diameter pembuluh 254µm, tinggi 716µm dan jumlahnya 6/mm 2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter. Outline pembuluh bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh berhadapan bentuk tangga, dijumpai adanya tilosis. Terdapat serat bersekan dan tanpa sekat. Dinding serat sangat tebal, panjang 1946µm, diameter 33µm, dinding lumen 29µm dan tebal dindingnya 2µm. Parenkim: parenkim aksial paratrakea sepihak. Tipe sel parenkim aksial 3-6 untai. Jari-jari: tinggi 1025µm, jumlah 6/mm2, terdapat jari-jari 1 seri dan multiseri 3-5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-jari sel baring dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik tidak ada. Nilai turunan serat pada D. Pachyphyllus mempunyai rata-rata panjang serat 1946 dengan nilai 75, rata-rata felting 58,37 den gan nilai 50. Rata-rata muhlstep (100%) 26,35 dan rata-rata fleksibility 0,86 dengan nilai 100. Rata-rata bilangan Runkel 0,17 dengan nilai 100. Rata-rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualitas nilai turunan serat D. pachyphyllus termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Ka segar (%) 58.45
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,77
Penyusutan R T 8,88 10,42
L 0,17
MOE 2 (N/mm )
MOR 2 (N/mm )
Ket. Tek. //
Ket. Geser 2 (N/mm )
Ket. Pukul 2 (N/mm )
13282.78
49.71
54.81
7.75
0,08
T/R 1,17 2
Kekerasan(N/cm ) T 5840.84
R 5479.30
c. Sifat pemesinan Jenis kayu D. pachyphyllus
62
Pengetaman I
Pembentukan I
Pengampelasan I
Pemboran I
Pembubutan II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur I I
Penggerek laut II
Kelas keterawetan IV
e. Pengeringan kayu D.pachyphyllus termasuk kayu yang sulit dikeringkan. Rata-rata kadar air awal pengeringan sekitar 61,85% terjadi cacat pengeringan sebanyak 4 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 6 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 5 pecah dalam (honeycombing). f. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
D.pachyphyllus
34,2
Pentosan (%) 17,87
Selulosa (%) 76,9
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 16,0 16,8 7,7 27,9
Abu (%) 0,1
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
28. Dipterocarpus glabrigemmatus P.S.Ashton - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua, kayu gubal berwarna cokelat muda. Tekstur: agak kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 311µm, tinggi 674µm dan jumlahnya 4/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter dijumpai sedikit ganda tangensial. Outline pembuluh bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh selang- seling dan berhadapan, dijumpai adanya tilosis. Terdapat serat bersekan dan tanpa sekat. Dinding serat sangat tebal, panjang 1946µm, diameter 36µm, dinding lumen 31µm dan tebal dindingnya 3µm. Parenkim: parenkim aksial paratrakea sepihak. Tipe sel parenkim aksial 3-6 untai. Jari-jari: tinggi 1103µm, jumlah 5/mm2, terdapat jari-jari 1 seri dan
63
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
multiseri 3-5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-jari sel baring dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik tidak ada. Rata-rata muhlstep (100%) 26,94 dan rata-rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-rata bilangan Runkel 0,17 dengan nilai 100. Rata-rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Ka segar (%) 61.61
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,80
Penyusutan R T 8,37 11,54
L 0,22
MOE 2 (N/mm )
MOR 2 (N/mm )
Ket. Tek. //
9630.77
52.78
54.84
Ket. Geser 2 (N/mm ) 9.97
T/R 1,38 2
Ket. Pukul 2 (N/mm ) 0.07
Kekerasan(N/cm ) T R 5357.7
4966.09
c. Sifat pemesinan Jenis kayu
Pengetaman
D. glabrigemmatus
Pembentukan Pengampelasan
I
I
I
Pemboran Pembubutan II
II
d. Kelas awet dan keteraweatan Kelas keawetan Rayap tanah Jamur I I
Rayap kayu kering I
Penggerek laut I
Kelas keterawetan IV
e. Pengeringan kayu D. glabrigemmatus termasuk jenis kayu yang sulit dikeringkan. Rata-rata kadar air awal pengeringan sekitar 52,60% terjadi cacat pengeringan sebanyak 2-3 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 5-6 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 3-4 pecah dalam (honeycombing). f. Analisis komponen kimia Jenis kayu D. glabrigemmatus
64
Lignin Pentosan Selulosa (%) (%) (%) 33,4
17,87
72,7
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 12,2 14,3 8,8 23,8
Abu (%) 0,5
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
29. Vatica nitens King - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal dapat dibedakan. Kayu teras berwarna cokelat kehitaman, kayu gubal cokelat muda kekuningan. Tekstur: halus. Arah serat: lurus kadang berpadu, kadang bidang radial tampak corak pita pendek. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 149µm, tinggi 780µm dan jumlahnya 22/mm2. Outline pembuluh bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh selang-seling berhadapan, dijumpai adanya tilosis. Dinding serat tipis sampai tebal, panjang 1800µm, diameter 30µm, dinding lumen 26µm dan tebal dindingnya 2µm. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar. Tipe sel parenkim aksial 3-6 untai. Jari-jari: tinggi 1103µm, jumlah 5/mm2, terdapat jarijari 1 seri dan multiseri 3-5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas. Sel jarijari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik dalam parenhim aksial berbalik. Nilai turunan serat pada Vatica nitens King mempunyai rata-rata panjang 1800 dengan nilai 75, rata-rata felting 59,91 dengan nilai 50. Rata-rata muhlstep (100%) 27,68 dan rata-rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-rata bilangan Runkel 0,18 dengan nilai 100. Rata-rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat Vatica nitens King termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Ka segar (%) 50.98
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,81
L 0,18
Penyusutan R T 9,88 10,80
T/R 1,09
Sifat mekanis MOE 2 (N/mm )
MOR 2 (N/mm )
Ket. Tek. //
14432.28
72.3
71.91
Ket. Geser 2 (N/mm ) 9.5
2
Ket. Pukul 2 (N/mm ) 0,11
Kekerasan(N/cm ) T
R
7202.66
6272.33
65
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Sifat pemesinan Jenis kayu Vatica nitens
Pengetaman I
Pembentukan I
Pengampelasan I
Pemboran Pembubutan II II
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur I I
Penggerek laut II
Kelas keterawetan IV
e. Pengeringan kayu Vatica nitens sulit dikeringkan. Kadar air awal pengeringan sekitar 62,50% terjadi cacat sebanyak 2-4 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-5 terjadi perubahan bentuk (deformation/warping), dan terjadi 3 pecah dalam (honeycombing). f. Analisis komponen kimia Lignin (%) 23,9
Pentosan (%)
Selulosa (%)
17,87
81,9
Air dingin 10,8
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 10,9 6,9 1% 25
Abu (%) 0,2
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
30. Shorea hopeifolia Symington - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna kuning cerah, kayu gubal berwarna lebih muda. Tekstur: agak kasar/sedang. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: lunak sampai agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 258µm, tinggi 635µm dan jumlahnya 4/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter, sianya ganda 2-3 dan dijumpai sedikit bergerombol 3. Outline pembuluh oval, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh selang-seling dengan ukuran 5,9 mikron, dijumpai adanya tilosis. Terdapat serat bersekan dan tanpa sekat. Dinding serat 66
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
sangat tebal, panjang 1733µm, diameter 31µm, dinding lumen 27µm dan tebal dindingnya 2µm. Parenkim: parenkim aksial paratrakea sepihak sampai vaskisentrik, kadang aliform sampai bersambung. Paenkim apotrakeal umumnya mengelilingi saluran interselular, saluran getah tersebar dalam garis tangensial. Jari-jari: tinggi 1103µm, jumlah 5/mm2, terdapat jari-jari 1 seri dan multiseri 35 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-jari sel baring dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik dalam sel baring dan sel tegak. Nilai turunan serat pada S. hopeifolia Symington mempunyai rata-rata panjang serat 1733 dengan nilai 75, rata-rata felting 55,67 dengan nilai 50. Rata-rata muhlstep (100%) 27,57 dan rata-rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-rata bilangan Runkel 0,18 dengan nilai 100. Rata-rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat S. hopeifolia Symington termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Ka segar (%) 73.84
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,60
Penyusutan R T 5,02 7,97
L 0,14
T/R 1,59
Sifat mekanis 2
MOE 2 (N/mm )
MOR 2 (N/mm )
Ket. Tek. //
Ket. Geser 2 (N/mm )
Ket. Pukul 2 (N/mm )
8532.77
47.29
46.66
8.87
0.07
Kekerasan(N/cm ) T 4518.25
R 3791.9
c. Sifat pemesinan Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan S. hopeifolia I II I II I
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering V
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V V
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Pengeringan kayu S. hopeifolia Symington termasuk kayu yang sulit dikeringkan. Rata-rata kadar air awal pengeringan sekitar 62,50% terjadi cacat pengeringan sebanyak 2-4 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-5 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 3 pecah dalam (honeycombing).
67
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
f. Analisis komponen kimia Jenis kayu
S. hopeifolia
Lignin Pento(%) san (%) 32,4 17,87
Selulosa (%) 78,1
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 16,9 17,0 9,0 28,1
Abu (%) 0,2
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
31. Aveyangkulat (Hopea nervosa) King - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua agak kekuningan dengan garis berwarna kehitaman karena adanya perbedaan kepadatan jaringan serat. Kayu gubal berwarna putih, lebar sekitar 46,5 cm, sekitar 30% diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat : berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak: bergaris kehitaman pada permukaan radial kayu teras karena adanya perbedaan kepadatan jaringan serat. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh hampir seluruhnya soliter (9). Diameter pembuluh sekitar 100-200 μm (ciri 42); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), dan bersegi banyak (ciri 23), ukurannya sedang > 7-10 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari ada dua ciri, pertama dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30) serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Tilosis umum ditemukan (ciri 56), dan trakeida vaskisentrik dan vaskular dijumpai (ciri 60). Parenkima: parenkim aksial paratrakea sepihak (ciri 84), dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Panjang untai parenkim 3-4 sel per-untai (ciri 92) dan delapan (5-8) sel per untai. Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97) dan ditemukan pula jari-jari dengan lebar 4 sel lebih (ciri 98), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106). Frekwensi jari-jari per mm ≤ 4 (ciri 114). Serat: serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai, dalam parenkim aksial tak berbilik. Kristal dalam sel yang membesar (156). Saluran interselular dalam baris tangensial panjang (ciri 127) dengan diameter lebih kecil dari pembuluh. 68
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air segar 50,45%, kerapatannya 0,40 g/cm3, penyusutan longitudinal 0,15%, radial 7,54%, tangensial 10,25%, dan penyusutan anisotropis T/R 1,59%. Sifat mekanis MOE 2 (N/mm ) 44107.66
MOR 2 (N/mm ) 308.83
Ket. Tek. // (N/mm2) 86.15
2
Kekerasan(N/cm ) T R 103.89 100.23
Ket. Geser 2 (N/mm ) 20.06
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat IV
Ketahanan terhadap Rayap tanah R. Kayu kering IV IV
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran II II II II
Pembubutan II
Jamur -
d. Sifat pemesinan Jenis kayu H. nervosa
e. Kelas awet dan keteraweatan Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V V
Rayap kayu kering V
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
f. Pengeringan kayu Hopea nervosa mudah dikeringkan. Rata-rata kadar air awal pengeringan sekitar 47,25% terjadi cacat sebanyak 5-8 berupa pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-7 terjadi deformation/warping, dan terjadi 1-2 pecah dalam (honeycombing). g. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
H. nervosa 26,36
Kelarutan ekstraktif (%) Abu Kadar PentoSelulosa Kadar (%) Silica san Air Air Alk. NaOH (%) air (%) (%) dingin panas bensin 1% 15,88 52,56 4,16 8,65 8,94 21,37 10,56 0,24 0,049
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
H. nervosa
814
617
135
2173
Rendemen (%) Arang
Ter destilat
Cairan
BJ 3 (gr/cm )
31,68
6,93
41,80
2173
69
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu
Air 1,16
H. nervosa
Abu 2,65
Kadar (%) Zat terbang*) 17,63
Nilai kalor kayu Nilai kalor (kal/g) arang (kal/g) 4.034 6,132
Karbon terikat 74,75
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air
Abu
Zat terbang
0,78
1,08
19,21
*)
Karbon terikat 79,71
Nilai kalor arang (kal/g) 6850
Nilai kalor kayu (kal/g) 4451
h. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
32. Kyoulaen (Vatica umbonata (Hook.f.) Burck) – Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berbeda dengan kayu gubal. Kayu teras berwarna coklat tua agak kemerahan dengan garis berwarna kehitaman karena perbedaan kepadatan jaringan serat. Kayu gubal berwarna putih, lebar sekitar 3-4 cm sekitar 50% dari diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Corak: bergaris kehitaman pada mermukaan radial kayu teras. Bau: tidak ada bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); hampir seluruhnya soliter (ciri 9), ada beberapa ditemui berganda radial hingga dua; diameter pembuluh 50-100 mikron (ciri 41); frekuensi 5-20 buah/mm2 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13), kadang juga ditemukan nemtuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), juga berhadapan (ciri 21), ukuran ceruk kecil > 4-7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-jari ada dua ciri, dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Tilosis umum dijumpai (ciri 56), juga trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77) dan pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Tipe sel parenkim aksial sulit diamati. Jari-jari: jari-jari seluruhnya 1 seri (ciri 96), jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marginal (ciri 107), sel seludang juga dijumpai (ciri 110). Serat: ceruk umum pada dinding radial dan tangensial jaringan serat 70
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dasar (ciri 63), serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat sangat tebal (ciri 70). Saluran interselular dijumpai dalam baris tangensial panjang (ciri 127). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Ka segar (%) 50,25
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,57
Penyusutan R T 8,88 9,52
L 0,17
T/R 1,15
Sifat mekanis MOE 2 (N/mm )
MOR 2 (N/mm )
Ket. Tek. //
74338.06
622.60
165.80
2
Ket. Geser 2 (N/mm ) 41.14
Kelas kuat III
Kekerasan(N/cm ) T
R
272.05
283.78
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan V. I I I I I umbonata
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas kuat III
Rayap tanah IV
Ketahanan terhadap R. kayu Jamur Penggerek laut kering IV IV V
Kelas Keterawetan I
e. Pengeringan kayu Kayu ini mudah dikeringkan. Rata-rata kadar air awal pengeringan sekitar 60,25% terjadi cacat pengeringan sebanyak 4-5 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-6 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 5 pecah dalam (honeycombing). f. Analisis komponen kimia Jenis kayu V. umbonata
Kelarutan ekstraktif (%) PentoKadar Selulosa Kadar Abu san Silica Air Air Alk. NaOH (%) air (%) (%) (%) dingin panas bensin 1% 31,22 17,47 55,33 11,74 6,8 7,76 27,13 8,38 0,93 0,273
Lignin (%)
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Jenis kayu
Kadar air (%)
V. umbonata
13,33
Hasil arang (gr) 630
Berat ter (gr) 115
Berat cairan (gr) 1981
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 31,80 5,80 44,11
Hasil cuka kayu 874
71
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat fisika dan kimia arang Air 0,48
Kadar (%) *) Zat terbang Karbon terikat 18,76 80,46
Abu 0,78
Nilai kalor kayu (kal/g) 4494
Nilai kalor arang (kal/g) 6924
Sifat fisika dan kimia arang Air 0,78
Kadar (%) *) Zat terbang 19,21
Abu 1,08
Nilai kalor arang (kal/g) 6850
Karbon terikat 79,71
Nilai kalor kayu (kal/g) 4451
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
33. Shorea retusa Meijer – Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu teras berwarna coklat kemerahan, kayu gubal putih kekuningan. Kesan raba agak kasar. Arah serat lurus. Ciri anatomi S. retusa tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Berpori tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara diagonal, pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter (90%), bila dijumpai pembuluh yang bergerombol hanya ada dua pembuluh yang bergerombol. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-jari monoseriate dan multiseriate (2-5). Parenkim aksial aliform, kadang berbentuk pita dan menghubungkan beberapa pembuluh. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Ka segar (%)
Kerapatan 3 (g/cm )
Penyusutan Basah ke kering udara L
58,80
0,528
0,229
R 1,935
T 2,448
Basah ke kering oven T/R
1,265
L
R
0,778 3,097
T
T/R
7,534
2,432
Sifat mekanis MOE 2 (N/mm ) 856.868,6
72
MOR 2 (N/mm ) 7.066,9
Ket. Tek. // 2 (N/mm ) 3.929,3
Ket. Tek ┴ 2 (N/mm ) 947,0
Ket. Geser 2 (N/mm ) 728,7
Ket. Belah 2 (N/mm ) 43,5
Kekerasan 2 (N/cm ) 699,5
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu S. retusa
Pengetaman
Pembentukan
I
I
Pengampelasan Pemboran Pembubutan I
I
I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II
I
Penggerek di laut
Kelas keterawetan
III
II
e. Analisis komponen kimia Jenis kayu S. retusa
Lignin (%) 21.58
Selulosa (%) 73.44
Kelarutan ekstraktif (%) Air dingin Air panas Alk. bensin 1.70 2.28 4.19
Abu (%) 0.20
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
34. Shorea macroptera ssp. sandakanensis (Sym) Ashton - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Saat segar kayu teras berwarna kecoklatan dan kayu gubalnya berwarna putih kekuningan. Namun pada saat kering, bagian kayu gubal dan teras tidak dapat dibedakan karena keduanya berwarna putih kekuningan semua. Kesan raba agak halus. Arah serat lurus. Ciri anatomi S. macroptera tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Berpori tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara radial dan diagonal, pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter (90%), bila dijumpai yang bergerombol bisa sampai empat buah pembuluh yang bergerombol. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-jari monoseriate dan multiseriate (2-6). Parenkim aksial vasisentrik dan aliform. Ada saluran dammar yang tersusun secara diagonal.
73
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air (%) Basah 78,87
T/R rasio
Penyusutan P. Basah - K. Udara P. Basah - K. Oven R T R T 1,805 2,836 2,517 4,664
B-KU
B-KO
1,571
1,845
Sifat mekanis Ket. Lentur statis Ket. tekan kg/cm2 kg/cm2 MOE MOR // ┴ 1.128.883,0 7.264,2 3.971,0 1.116,3
Ket. Geser kg/cm2
Ket. Belah kg/cm
792,8
49,3
Kekerasan kg/cm2 Ujung 935,5
Berat Jenis Bb/Vb 0,57
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
S. macroptera
I
I
I
I
I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II I
Penggerek di laut III
Kelas keterawetan II
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Lignin (%) 18.16
Selulosa (%) 71.98
Kelarutan ekstraksi (%) Air dingin Air panas Alk. benzen 5.22 6.18 8.89
Air (%) 2,10
Abu (%) 0.41
Silika (%) 0,25
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
35. Shorea agamii Aston P.S. Ashton –Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: Kayu teras kuning kecoklatan, terpisah dari kayu gubalnya warna lebih muda. Arah serat: berpadu dan bergelombang. Kekerasan: agak lunak. Kesan raba: agak licin. Kilap: agak mengkilap. Tekstur: agak kasar dan rata. Permukaan radial bercorak seperti pita-pita halus.
74
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5), sebaran pembuluh pola diagonal atau radial. Pembuluh hampir seluruhnya soliter (9). Diameter lumen pembuluh 200 µm atau lebih (ciri 43); frekuensi pembuluh permm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya kecil>4-7 µm (ciri 25), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari terdiri dari 3 tipe yaitu dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk bundar atau bersudut (ciri 31); dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vasicentric dijumpai (ciri 60). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97). Komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106) dan dengan tubuh jari-jari sel baring, umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar (ciri 107). Frekuensi jari-jari per mm > 4-12 (ciri 115).Parenkim: parenkim aksial paratrakea aliform (80), konfluen (ciri 83), dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Panjang untai parenkim 2 sel per untai (ciri 91), 3-4 sel per-untai (ciri 92), dan 5-8 sel per untai (ciri 93). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), tebal dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127), baur (129), berukuran lebih kecil dari pembuluh (<100 µm). Dijumpai butir-butir silika (ciri 159) dalam sel jari-jari (160). Dimensi serat termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Basah 66,36
KU 12,33
Kadar Air (%) Basah KU 49,65 13,74
Penyusutan P. Basah - K. Udara P. Basah - K. Oven R T R T 2,30 4,17 4,77 7,62
Bb/Vb 0,82
Bku/Vku 0,66
Berat Jenis Bko/Vko 0,61
T/R rasio B-KU
B-KO
1,83
1,61
Bko/Vku 0,58
Bko/Vb 0,55
Sifat mekanis Ket. lentur statis 2 (kg/cm ) MOE MOR 97909 695,62
Keteteguhan tekan 2 (kg/cm ) // ┴ 375,95 98,16
Keteteguhan 2 geser (kg/cm ) R T 88,75 -
Keteteguhan belah (kg/cm) R T 38,26 43,03
75
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah Ketetguhan tarik ┴ Serat, 2 kg/cm R T 25,53 31,43
Keteteguhan tarik // 2 serat, kg/cm R T 261,94 314,60
Kekerasan kg/cm Ujung 386
2
Sisi 243
Keteguhan pukul kgm/dm3 R T 16,86 17,16
Klasifikasi kelas kuat S. agamii berdasarkan 3 kriteria berat jenis, MOR, dan keteguhan tekan // serat termasuk kelas kuat II-III. c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
II
II
I
II
S. agamii
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan Rayap tanah Jamur
Rayap kayu kering I
V
IV
Penggerek laut
Kelas keterawetan
1V
II
e. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 31,25
Pento san (%) 14,20
Selulosa (%)
Air dingin 2,20
54,89
Kelarutan ekstraksi (%) Air Alkohol NaOH panas benzen 1% 5,40 5,65 29,67
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
2,10
1,22
0,25
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Rendemen (%) Ter destilat 6,50
Arang 33,10
21,69
Cairan 55,60
Sifat fisika dan kimia arang Air 1,08
Abu 2,40
Kadar (%) *) Zat terbang 20,00
Nilai kalor arang (kal/g) Karbon terikat 77,60 6.805
Nilai kalor kayu (kal/g) 21,69
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rata-rata Kons. alkali 13,13
76
Rata-rata Bil. kappa 6,89.
Rendemen (%) 36,89
Ketahanan Ketahanan retak (kPa) sobek (gf) 212,2±31,9 62,5±7
Ketahanan tarik 6,51±0,67
Ketahanan lipat 81±21
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
36. Shorea almon Foxw - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras merah kecoklatan dan pada kondisi kering berwarna coklat kemerahan, terpisah jelas dari kayu gubalnya yang berwarna lebih muda. Tekstur: agak kasar dan merata. Arah serat: berpadu dan bergelombang. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak lunak. Corak: lurik atau berupa pita-pita pada bidang radial. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh hampir seluruhnya soliter (9). Diameter pembuluh ≥200 µm (ciri 43); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), bersegi banyak (ciri 23), ukurannya kecil> ≤4 µm (ciri 24), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vaskisentrik dijumpai (ciri 60). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan Komposisi sel jari-jari dengan tubuh jari-jari sel baring dengan 2-4 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekuensi jari-jari per mm ≤4 (ciri 114).Parenkima: parenkim aksial paratrakea jarang (78), sepihak (ciri 84), dan parenkim pita >3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-4 sel per-untai (ciri 92) dan delapan (5-8) sel per untai (ciri 93). Serat: Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127) dan baur (ciri 129) yang ukurannya lebih kecil daripada pembuluh (<100 µm). Kualitas serat termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Basah 66,49
KU 12,70
Kadar Air (%) Basah KU 60,51 14,85
Penyusutan (P) P. Basah - K. Udara P. Basah - K. Oven R T R T 2,16 4,45 4,25 7,29
Bb/Vb 0,65
Bku/Vku 0,58
Berat Jenis Bko/Vko 0,46
T/R rasio B-KU
B-KO
2,08
1,74
Bko/Vku 0,50
Bko/Vb 0,41
Shorea almon termasuk kelas kuat III.
77
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis 2
2
Ketegugan lentur statis kg/cm MPL MOE MOR 302,83 82494 525,41
Ket. tekan kg/cm // ┴ 62,22 74,52
Ketetguhan tarik ┴ Keteteguhan tarik // 2 2 serat, kg/cm serat, kg/cm R T R T 19,02 22,48 234,56 238,09
Ket. belah, kg/cm R T 35,33 38,03
Kekerasan kg/cm Ujung 307
Sisi R 205
Keteguhan pukul kgm/dm3 R T 21,81 17,67
2
Sisi T -
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
II
II
I
II
S. almon
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V
Penggerek di laut
Kelas keterawetan
III
III
III
e. Pengeringan kayu Estimasi bagan pengeringan o
Suhu, C Awal Akhir 60 90
Kadar air awal rata-rata (%) 37
Kelembaban,% Awal akhir 77 24
Kualitas Baik
f. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
29,40
15,40
52,58
Air dingin 3,19
Kelarutan ekstraksi (%) Air Alkohol NaOH panas benzen 1% 4,66 2,03 22,40
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
2,84
0,40
0,22
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%) 24,50
Arang 29,10
Rendemen (%) Ter destilat 7,60
Cairan 50,40
Sifat fisika dan kimia arang Air 0,40
78
Abu 1,01
Kadar (%) *) Zat terbang 21,00
Karbon terikat 78,60
Nilai kalor arang (kal/g) 6.921
Nilai kalor kayu (kal/g) 4.585
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rata-rata konsumsi alkali 14,09
Rata-rata bil. kappa 4,62
Rendemen (%) 37,19
Ketahanan retak (kPa) 201,2±28,5
Ketahanan sobek (gf) 48,3±7
Ketahanan tarik 5,46±1,
Ketahanan lipat 62±31
37. Hopea rudiformis - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat tua, terpisah secara jelas dari kayu gubalnya yang berwarna krem. Arah serat: berpadu. Kekerasan: agak keras. Kesan raba: agak halus. Kilap: kusam. Tekstur: agak halus dan rata. Corak: Pada permukaan radial bercorak lurik seperti pita-pita pendek Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh soliter 75% (ciri 9) sisanya ganda 2 radial. Diameter lumen pembuluh 183,3±34,8 µm (ciri 42); frekuensi pembuluh 9,8±1,2 per-mm2 (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya kecil 4,3±0,6 µm (ciri 25), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jarijari dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vasisentrik dijumpai (ciri 60). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97). Komposisi dengan tubuh jari-jari sel baring, umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar (ciri 107). Frekuensi jari-jari per mm > 4-12 (ciri 115). Parenkim: parenkim aksial paratrakea vasisentrik (79) aliform (ciri 80) bersayap (ciri 82), konfluen (ciri 83), sepihak (ciri 84) dan parenkim pita > 3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim 4-8 sel per untai (ciri 92 dan 93). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), tebal dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127), berukuran lebih kecil yaitu 39,8±8,4 µm. Inklusi mineral: dijumpai kristal prismatik (ciri 136) dalam sel baring jari-jari (138). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan P. Basah - K. Oven KU R T 13.373 3.358 8.863
Kadar Air (%) Basah 93.993
Berat Jenis Bb/Vb Bku/Vku 0.934 0.633
T/R rasio B-KO
Kelas kuat
2.639
II
79
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis 2
Ketegugan lentur statis kg/cm MPL MOE MOR 533.657 101035.90 797.38
2
Ket. tekan kg/cm // ┴ 433.01 111.29
Ket. belah, kg/cm R T 52.52 65.57
Ket. tarik ┴ serat Ket. tarik // serat Kekerasan Ket. pukul Keteguhan Geser 2 2 2 kg/cm kg/cm kg/cm kgm/dm3 Radial (kg/cm2) R T R T Ujung Sisi R T R T 25.65 43.12 755.67 743.94 477.44 369.28 22.35 21.32 81.44 93.11
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu H. rudiformis
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV
Penggerek di laut
Kelas keterawetan
IV-V
I
IV (III-IV)
e. Pengeringan kayu Jenis kayu
Kadar air awal rata-rata (%)
H. rudiformis
85
Klasifikasi cacat pengeringan Pecah Deformasi Pecah dalam awal 2 3-4 2
Sifat pengeringan Sedang
f. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 30,59
Pento san (%) 15,31
Selulosa (%) 50,15
Air dingin 2,30
Kelarutan ekstraksi (%) Air Alkohol NaOH panas benzen 1% 5,79 4,33 10,75
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
12,36
0,85
0,095
Nilai kalor tinggi 4.430 (kal/g). g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Jenis kayu
1 H. rudiformis 15,20
80
Bilangan kappa 2 Rata-rata 14,48 14,84
1 15,09
Konsumsi alkali 2 Rata-rata 15,09 15,09
Rendemen (%) 35,50
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
38. Shorea parvistipulata - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras coklat kemerahan, terpisah jelas dari kayu gubalnya yang berwarna coklat. Tekstur: kasar dan merata. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kasar. Kekerasan: lunak. Corak: berupa pita-pita panjang pada bidang radial. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh hampir seluruhnya soliter (85%) sisanya ganda 2 radial (9). Diameter pembuluh ≥ 266,8±63,6 µm (ciri 43); frekuensi pembuluh per-mm2 5,9±1,3 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya kecil 5,1±1,1 µm (ciri 25), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vaskisentrik dijumpai (ciri 60). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan Komposisi sel jari-jari dengan tubuh jari-jari sel baring dengan 2-4 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekuensi jari-jari per mm 5,13±1,1 (ciri 115). Parenkima: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (77), paratrakea vasisentrik (79), aliform (ciri 80), dan parenkim pita > 3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-4 sel per-untai (ciri 92) dan delapan (5-8) sel per untai (ciri 93). Serat: Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (61), serat bersekat dijumpai (ciri 65). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127) yang ukurannya lebih kecil daripada pembuluh (51±9,9 µm). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (ciri 136) dalam parenkim aksial berbilik (142). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Basah 93.993
KU 13.373
Penyusutan P. Basah - K. Oven R T 3.358 7.234
Berat Jenis Bb/Vb 0.934
Bku/Vku 0.633
T/R rasio Kelas kuat B-KO 2.012
III
Sifat mekanis 2
Ketegugan lentur statis kg/cm MPL MOE MOR 337.427 68156.42 483.54
2
Ket. tekan kg/cm // ┴ 254.66 58.90
Ket. belah, kg/cm R T 36.07 38.18
81
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ket. tarik ┴ Serat, 2 (kg/cm ) R 24.70
T 26.50
Ket. tarik // Keteguhan Kekerasan Ket. pukul serat Geser 2 (kg/cm ) (kgm/dm3) 2 (kg/cm ) Radial (kg/cm2) R T Ujung Sisi R T R T 476.26 476.81 283.00 169.78 14.05 14.66 72.51 73.98
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu S. parvistipulata
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
III
II
III
III
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV IV
Rayap kayu kering III
Kelas keterawetan I
Penggerek di laut V
e. Pengeringan kayu Klasifikasi cacat pengeringan Pecah awal Deformasi Pecah dalam 3-4 5-6 2
Kadar air awal (%) 99
Sifat pengeringan Buruk
f. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Pento Selulosa san Air Air Alkohol NaOH (%) (%) Dingin Panas benzen 1%
31,63 16,82 50,56
2,41
4,64
5,53
10,28
Air (%)
Abu (%)
12,50
1,09
Silika (%) 0,310
Nilai kalor tinggi 4,242 (kal/g). g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Jenis kayu S. parvistipulata
Jenis kayu S. parvistipulata
82
Bilangan Kappa 2 Rata-rata 14,48 14,84
Konsumsi Alkali 1 2 Rata-rata 15,09 15,09 15,09
Rendemen (%) 35,50
Bilangan Kappa 1 2 Rata-rata 16,81 16,09 16,45
Konsumsi Alkali 1 2 Rata-rata 14,19 14,19 14,19
Rendemen (%) 39,15
1 15,20
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
39. Dipterocarpus convertus - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat hingga coklat tua, kayu gubal putih kekuningan. Kesan raba: agak kasar terasa bergetah. Arah serat: lurus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Pori: Berpori tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara diagonal, pengelompokan pembuluh hamper seluruhnya soliter (90%), bila dijumpai pembuluh yang bergerombol hanya ada dua pembuluh yang bergerombol dan keberadaannya sangat jarang. Persentase pembuluh 31,37%. Diameter pembuluh 112,50 µm, tinggi pembuluh 271,00µm, jumlah pembuluh tiap 20-32mm2. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-jari: monoseriate dan multiseriate (2-7). Tinggi jari-jari 945µm, lebar jari-jari 325µm, jumlah jari-jari tiap 4-7mm2, persentase jari-jari 2,94%. Parenkim: Sebagian besar parenkim aksial paratrakheal jarang, kadang ditemukan parenkim aliform dan vasisentrik. Persentase parenkim 2,19%. Serat: Dinding serat sangat tebal, persentase serat 63,50%, panjang serat 1723µm, diameter serat 25,15µm, tebal dinding serat 10,20µm, diameter lumen 4,75µm). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air segar (%) 91,47
Kerapatan 3 (g/cm ) 0,72
Penyusutan (P) P. Basah - K. Udara P. Basah - K. Oven L R T L R T 0,54 1,92 2,53 0,78 1,46 2,74
T/R rasio B-KU
B-KO
1,32
1,88
Sifat mekanis MOE 2 (kg/cm )
MOR 2 (kg/cm )
1.060.666
1.633
Ket. Tek. // 2 (kg/cm ) 44,48
Ket. Geser 2 (kg/cm ) 67,53
Ket. ┴ 2 (kg/cm )
Ket. belah 2 (kg/cm )
24,12
59,15
Kekerasan 2 (N/cm ) 99,68
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu D. convertus
Pengetaman II
Pembentukan Pengampelasan II II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan
Kelas
83
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kayu kering IV
Rayap tanah IV
Jamur IV-I
Penggerek di laut V
keterawetan II
e. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 32,75
Pentosan (%) 15,40
Selulo sa (%) 70,57
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas benzen 1% 1,96 2,28 4,35 22,40
Abu tidak larut asam (%) 0,43
Abu (%) 0,57
Nilai kalor (kal/g) 4292
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
40. Vatica sarawakensis - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna kuning kecoklatan dan kayu gubalnya berwarna putih kekuningan. Kesan raba: halus. Arah serat: lurus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Pori: mempunyai tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara radial dan diagonal, pembuluh ada yang tunggal dan ada yang bergerombol hingga empat buah pembuluh. Persentase pembuluh 16,06 %. Diameter pembuluh 153,50µm, tinggi pembuluh 167,50µm, jumlah pembuluh tiap 2-5mm2, diameter lumen 7,69 µm. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-jari monoseriate dan multiseriate (2-8). Tinggi jari-jari 575µm, lebar jari-jari 400µm, jumlah jari-jari tiap 3-7mm2, persentase jari-jari 4,07%. Parenkim: aksial vasisentrik dan kadang menghubungkan 2 hingga 3 pembuluh. Persentase parenkim 2,71%. Serat: Dinding serat sangat tebal, persentase serat 77,15%, panjang serat 1879µm, diameter serat 30,63µm. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air Kerapatan segar 3 (g/cm ) (%) 0,62 78,32
Sifat mekanis
84
Penyusutan (P) P. Basah - K. Udara P. Basah - K. Oven L R T L R T 0,37 1,37 2,85 0,49 1,51 2,51
T/R rasio B-KU
B-KO
1,66
2,08
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
MOE 2 (kg/cm ) 975.491
MOR 2 (kg/cm ) 1.294
Ket. Tek. // 2 (kg/cm ) 53,98
Ket. ┴ 2 (kg/cm ) 16,26
Ket. Geser 2 (kg/cm ) 43,65
Ket. belah 2 (kg/cm ) 31,35
Kekerasan 2 (kg/cm ) 92,28
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu Vatica sarawakensis
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
II
II
II
Pemboran
Pembubutan
II
II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Ketahanan terhadap Kelas Kuat IV
Rayap tanah
R. Kayu kering
Jamur
IV
IV
-
Penggerek laut V
Kelas Keterawetan II
e. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 26,09
Pento san (%) 15,40
Selulosa Air (%) dingin 73,29 4,33
Kelarutan ekstraksi (%) Air Alkohol NaOH panas benzen 1% 2,83 4,04 22,40
Abu tidak lar. asam (%) 0,09
Abu (%) 0,34
Nilai kalor (kal/g) 4380
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
41. Parashorea tomentella (Sym.) Meijer – Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: coklat muda. Corak: polos.Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus hingga berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak halus. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak ada. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42) dan >200 mikron (ciri 43); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46); terdapat trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya kecil>4-7 mikron, (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim vaskisentrik (ciri 79) dan paratrakea sepihak (ciri 84). 85
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Panjang untai parenkim 2 sel per-untai (ciri 91). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), dan ditemukan jari-jari besar umumnya 4-6 seri (ciri 98), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104) dan tubuh jari-jari sel baring dengan sel baring dan bujur sangkar bercampur (ciri 109). Frekwensi jari-jari > 4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel baring (ciri 138), dalam sel tegak berbilik (ciri 140), dan dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). Saluran interseluler: aksial tersebar (ciri 129). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis kayu
Basah
KU
56,23
14,59
P. tomentella
Penyusutan B - KU B - KO
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb
Bu/Vu
Bo/Vo
Bo/Vu
Bo/Vb
R
T
R
0,90
0,71
0,66
0,62
0,58
1,58
4,18
4,42
T 9,1 1
Sifat mekanis 2
Jenis Kayu P. tomentella
Ket.Lentur Statis (kg/cm ) MPL 221,67 2
MOE 38.428,01
MOR 311,63 2
Ket. Tarik ┴(kg/cm ) R T 34,80 29,28
Ket. Tarik // (kg/cm ) R T 1.181,84 1.192,88
Ket. Tekan Ket. Geser 2 2 (kg/cm ) (kg/cm ) // ┴ R T 377,68 126,24 86,80 90,58 2
Kekerasan (kg/cm ) Ujung Sisi 499,80 438,80
Ket. Belah (kg/cm) R T 38,66 48,31 3
Ket. Pukul (kgm/dm ) R T 63,60 65,40
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu P. tomentella
Pengetaman
Pembentukan
II
II
Pengampelasan Pemboran II
II
Pembubutan II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas kuat III
Rayap tanah IV
Ketahanan terhadap R. kayu Jamur kering III III (I(II-IV)
Penggerek laut
Kelas Keterawetan
IV
II
Klasifikasi cacat pengeringan
Sifat
e. Sifat pengeringan Pengeringan pada suhu tinggi Jenis kayu
86
Kadar air
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
P. tomentella
awal (%)
Retak/pecah
52-80 (66)
Agak buruk
Rubah bentuk Buruk
Pecah dalam Sedang
pengeringan Agak baik-buruk
f. Sifat pengkaratan Kehilangan berat sekrup 0,67 setelah 12 bulan. g. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 32,75
Kelarutan ekstraksi (%) Pento Selulo Abu tidak Kadar Abu san sa lar. asam Air Air Alk. NaOH air (%) (%) (%) (%) Dingin Panas benzen 1% 14,57 54,01 1,12 3,33 2,76 14,16 15,98 2,32 0,317
Nilai kalor (kal/g) 4.482
h. Sifat pengolahan pulp dan kertas Jenis kayu P. tomentella
Konsumsi Alkali 14,96 14,96
Rata-Rata 14,96
Bilangan KAPPA 39,22 37,34
Rata-Rata
Rendemen (%)
38,28
33,83
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
42. Parashorea smythiesii Wyatt.Sm ex P.S. Ashton - Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: coklat kekuningan,Corak: polos, pada bidang radial bercorak lurik seperti pita pendek. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus hingga berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak kasar. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pembuluh sebagian besar soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46); terdapat tilosis (ciri 56), terdapat trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya sedang>7-10 mikron, (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), vaskisentrik (ciri 79), aliform (ciri 80), konfluen (ciri 83) dan 87
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim 2 sel per-untai (ciri 91) dan 3-6 sel per untai (ciri 92, 93). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), dan jari-jari besar umumnya 4-6 seri (ciri 98), komposisi tubuh jari-jari sel baring dengan 1-2 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106,107). Frekuensi jari-jari > 4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sangat kecil (ciri 61). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), kadang ditemui sangat tebal (ciri 70). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel baring (ciri 138), dan dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). Saluran interseluler: aksial tersebar (ciri 129). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis kayu
Berat Jenis Berdasar
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu 89,31 13,63 0,86 0,55 0,50 0,48
P smythiesii
Penyusutan B - KU B - KO Bo/Vb R T R T 0,46 1,41 2,98 3,44 6,32
Sifat mekanis 2
Ket.Lentur Statis (kg/cm2) MPL 229,64
MOE 37.719,93 2
Ket. Tarik ┴(kg/cm ) R 18,76
T 30,82
Ket. Tekan (kg/cm )
MOR 308,80
┴ 78,45
// 335,23 2
Ket. Tarik // (kg/cm ) R 811,22
T 640,68
Ket. Geser (kg/cm2) R T 75,29 89,47 2
Kekerasan (kg/cm ) Ujung 342,40
Sisi 274,80
Ket. Belah (kg/cm) R 42,93
T 49,60
Ket. Pukul 3 (kgm/dm ) R T 47,84 56,82
c. Sifat pemesinan kayu Jenis kayu P. smythiesii
Pengetaman -
Pembentukan -
Pengampelasan -
Pemboran -
Pembubutan -
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat P. smythiesii
Ketahanan terhadap R. Kayu Rayap tanah kering III III
Jamur III (II-IV)
Penggerek laut IV
Kelas Keterawetan II
e. Sifat pengeringan Pengeringan pada suhu tinggi Jenis kayu
88
Kadar air
Klasifikasi cacat pengeringan
Sifat
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
P. smythiesii
awal (%)
Retak/pecah
53-58 (55)
Baik
Rubah bentuk Agak buruk
Pecah dalam Agak baik
pengeringan Baik- agak baik
f. Sifat pengkaratan Kehilangan berat sekrup 0,67 setelah 12 bulan. g. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia Lignin (%) 32,75
Pento san (%) 14,57
Selulo sa (%) 54,01
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alkohol NaOH Dingin Panas benzen 1% 1,12 3,33 2,76 14,16
Kadar air (%) 15,98
Abu (%) 2,32
Nilai kalor (kal/g) 0,317
Nilai kalor Kal/g 4.482
h. Sifat pengolahan pulp dan kertas Jenis kayu P. smythiesii
Konsumsi Alkali 14,96 14,96
RataRata 14,96
Bilangan KAPPA 39,22 37,34
RataRata
Rendemen (%)
38,28
33,83
43. Kemenyan toba (Styrax sumaterana) - Meliacea a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: teras coklat muda atau kuning kecoklatan agak keabuan; belum/tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Corak: polos.Tekstur: halus dan rata.Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: mengkilapKesan raba: licin.Kekerasan: agak keras.Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh (agak) jelas, ditandai dengan massa serabut yang ketebalannya berbeda dan menggepeng secara radial. Pori: pori tata baur, pengelompokan pembuluh soliter, bergabung radial hingga empat. Gabungan hingga 6 pori jarang, namun bila ada membentuk rangkaian yang unik dimana pembuluh yang besar dan kecil tersusun secara bergantian dengan pola tertentu (Gambar 6). Terkadang juga ditemui pembuluh yang bergabung diagonal dan tangensial, serta pembuluh yang bergerombol 4 (Gambar 4); bidang perforasi bentuk sederhana dan bentuk tangga sampai 10 palang; ceruk antar pembuluh selang-seling, percerukan antara pembuluh dengan jari-jari adalah berhalaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk
89
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
antar pembuluh; diameter lumen pembuluh 87-251 µm, rata-rata 168 ± 37 µm; panjang pembuluh 396-1449 µm, rata-rata 1031±178 µm; tidak ada tilosis maupun endapan. Parenkim:parenkim aksial apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok; parenkim aksial paratrakea jarang; panjang untai 3-4 hingga 58 sel per-untai. Jari-jari: jari-jari ada dua ukuran, yang sempit bertipe uniseriat dan yang lebar 3-6 seri; komposisi sel jari-jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak, serta tubuh jari-jari sel baring dengan 2 sampai > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal, terkadang hingga 6-7 sel tegak/sel bujur sangkar marginal. Untuk tipe kedua, komposisi sel jari-jari adalah di bagian dalam tubuh sel jari-jari baring, kemudian diikuti sel semi baring di sebelah luarnya. Serat: serat bersekat dan serat tanpa sekat dijumpai, serat memiliki ceruk halaman yang jelas; dinding serat tipis sampai tebal, tebal dinding serat 1-3 µm, rata-rata 2,3 ± 0,4 µm; diameter sel serat 25-48 µm, rata-rata 35 ± 3 µm; diameter lumen serat 20-43 µm, rata-rata 31± 3 µm; dan panjang serat 1525-2290 µm, rata-rata 1860±163 µm. Saluran interseluler: saluran interseluler traumatik berukuran kecil ditemui pada batas lingkar tumbuh. Struktur ini menunjukkan bahwa kayu kemenyan yang diteliti telah disadap. Kecilnya ukuran sel interseluler traumatik kemungkinan disebabkan karena proses penyadapan baru satu kali, atau karena faktor genetik. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serat dan parenkim aksial berbilik. Ciri lain: sel ubin ditemui. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air,% Basah 44,74
KU 11,13
Penyusutan,%
Berat Jenis berdasar Bb/Vb 0,71
Bo/Vu 0,52
Bo/Vb 0,49
Bu/Vu 0,58
Bo/Vo 0,55
B-KU R T 1,23 1,77
B-KO R T 3,34 5,26
Sifat mekanis Ketegugan lentur statis 2 (kg/cm ) MPL MOE MOR 330.59 67140.76 478.10 Ketetguhan tarik ┴ serat 2 (kg/cm ) R T 19.14 19.77
Keteteguhan tekan 2 (kg/cm ) // ┴ 217.29 72.67
Keteteguhan geser 2 (kg/cm ) R T 53.02 62.65
Ket. tarik // serat 2 (kg/cm ) R 536.34
T 603.16
Keteteguhan Keteguhan tarik belah ┴ serat 2 (kg/cm) (kg/cm ) R T R T 20.68 28.15 19.14 19.77
Kekerasan 2 (kg/cm ) Ujung 293.42
Sisi R 266.78
Sisi T 262.21
Keteguhan pukul 3 (kgm/dm ) R T 40.48 36.37
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas Kuat
90
Ketahanan terhadap
Kelas
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
IV
Rayap tanah
R. Kayu kering
Jamur
IV
III
-
Penggerek laut -
Keterawetan I
d. Sifat kimia Lignin (%) 24,42
Pento san (%) 17,76
Holose lulosa (%) 72,73
Alphase lulosa (%) 44,40
Kelarutan ekstraksi (%) Heminse Air lulosa Air Air Alkohol NaOH (%) (%) dingin panas benzen 1% 28,33 6,98 8,12 5,63 15,68 11,18
Abu (%)
Silika (%)
0,942
0,236
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
44. Kemenyan bulu (Styrax paralleneurum) - Meliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: coklat muda atau kuning kecoklatan agak keabuan; belum/tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Corak: polos.Tekstur: halus dan rata.Arah serat: lurus hingga agak berpadu.Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh (agak) jelas, ditandai dengan massa serabut yang ketebalannya berbeda dan menggepeng secara radial. Pori: porositas, sebaran hingga pengelompokan pembuluh mirip dengan S. sumatrana; pori tata baur, pengelompokan pembuluh soliter, bergabung radial hingga empat dan lima. Ceruk antar pembuluh selang-seling, percerukan antara pembuluh dengan jari-jari adalah berhalaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh; diameter lumen pembuluh 103-257 µm, rata-rata 171 ± 40 µm; panjang pembuluh 671-1374 µm, rata-rata 1026±187 µm; tidak ada tilosis maupun endapan. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok; parenkim aksial paratrakea jarang; panjang untai 3-4 hingga 5-8 sel per-untai. Jari-jari: jari-jari ada dua ukuran, yang sempit bertipe uniseriat dan yang lebar 3-4 seri; komposisi sel jarijari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak, serta tubuh jari-jari sel baring dengan 2 sampai > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal, terkadang hingga 6-7 sel tegak/sel bujur sangkar marginal. Untuk tipe kedua, komposisi sel jari-jari adalah di bagian dalam tubuh sel jari-jari baring, kemudian diikuti sel semi baring di sebelah luarnya, dan pada sel jari-jari bagian luar (sel marjinal) sepenuhnya sel tegak/sel bujursangkar. Serat: serat bersekat dan serat tanpa sekat dijumpai, serat memiliki ceruk halaman yang jelas; dinding serat tipis
91
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
sampai tebal; tebal dinding serat 2-3 µm, rata-rata 2,5 ± 0,4 µm; diameter sel serat 32-48 µm, rata-rata 39 ± 4 µm; diameter lumen serat 28-44 µm, rata-rata 34 ± 4 µm; dan panjang serat 1502-2216 µm, rata-rata 1858±160 µm. Saluran interseluler: saluran interseluler traumatik berukuran besar ditemui pada batas lingkar tumbuh (kayu awal). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serat dan parenkim aksial berbilik, sebarannya lebih sedikit dibandingkan S. sumatrana. Ciri lain: sel ubin ditemui; terdapat varian kambial berupa kulit tersisip yang besar dan tersebar, serta ada juga yang berukuran kecil namun tersusun menurut deret tangensial. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo 0,67 0,52 0,49 0,58 0,55 1,79 2,77 4,20 6,09
Kadar air,%
Berat Jenis berdasar
Basah KU 37,91 11,10
Sifat mekanis Ketegugan lentur statis 2 (kg/cm ) MPL 316.50
MOE MOR 64429.78 435.63
Ketetguhan tarik 2 ┴ serat, kg/cm R T 12.46 22.96
Keteteguhan tekan 2 (kg/cm )
Keteteguhan 2 geser (kg/cm )
┴ 76.44
// 237.48
R 58.31
T 59.20
Keteteguhan belah (kg/cm) R T 22.96 22.77
Keteteguhan tarik Keteguhan 2 Kekerasan kg/cm 2 // serat, kg/cm pukul kgm/dm3 R T Ujung Sisi R Sisi T R T 557.89 525.56 314.71 234.31 250.15 24.87 23.04
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Ketahanan terhadap
Kelas Kuat
Rayap tanah
R. kayu kering
Jamur
IV
IV
IV
-
Penggerek laut IV
Kelas Keterawetan I
d. Kimia kayu Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alphase lulosa (%)
Hemi selulosa (%)
25,56
18,96
76,67
45,90
30,77
Kelarutan ekstraksi (%) Air dingin
Air panas
4,73
6,17
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
92
Alkohol NaOH benzen 1% 4,24
Air (%)
Abu (%)
13,68 12,91 0,526
Silika (%) 0,150
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
45. Cep-cepan (Castanopsis costata) - Fagaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: coklat muda kemerahan; tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan gubal. Corak: polos, namun pada bagian melintang nampak lingkar tumbuh samar-samar terlihat serta jari-jari tebal berwarna muda yang bersambung. Tekstur: halus dan tidak rata akibat perbedaan lebar jari-jari. Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh samar atau tidak jelas (ciri 2). Pori: porositas baur (ciri 5), pengelompokan pembuluh bergabung radial dan diagonal 2; outline pembuluh soliter bersudut (12). Bidang perforasi bentuk sederhana dan bentuk tangga 20-40 palang (ciri 13, 14 dan 17); ceruk antar pembuluh selang-seling hingga berhadapan (ciri 21-22), percerukan antara pembuluh dengan jari-jari adalah berhalaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); diameter lumen pembuluh 114-229 µm, rata-rata 173,67±23,31 µm (ciri 42); panjang pembuluh 916-2.519 µm, rata-rata 1.665,10±324,75 µm; terdapat trakeida vaskuler dan vaskisentrik(ciri 60. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76); panjang untai 3-4 hingga 5-8 sel per-untai (ciri 92-93). Jari-jari: jari-jari dua ukuran yang jelas, yang sempit bertipe uniseriat dan yang lebar 4-10 seri (ciri 96,98 dan 103); tinggi jari-jari > 1 mm (ciri 102); komposisi sel jari-jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak, serta sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (ciri 105 dan 109). Serabut: serabut bersekat dan serabut tanpa sekat dijumpai (ciri 65-66), serabut memiliki ceruk halaman yang jelas (ciri 62); dinding serabut tipis sampai tebal (ciri 69); tebal dinding serabut 1-5 µm, rata-rata 3,16 ± 0,71 µm; diameter sel serabut 40-69 µm, rata-rata 53,58±6,17 µm; diameter lumen serabut 35-62 µm, rata-rata 47,26±5,97 µm; dan panjang serabut 1.145-2.347 µm, rata-rata 1.747,80±206,92 µm (ciri 73). Saluran interseluler: tidak dijumpai. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serabut dan parenkim aksial berbilik. b. Sifat fisis dan mekanis
93
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ket.Len Statis 2 (kg/cm ) MPL
MOE
172.84 33850.68
Ket.Tekan 2 (kg/cm ) MOR
//
252.94 72.18
┴ 36.60
Ket.Geser 2 (kg/cm ) R 54.98
Kekerasan. Kg/cm
T
Ujung
57.88
Radial 186.08 121.99
2
Sisi Tangensial 148.53
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas kuat V
Rayap tanah IV
Ketahanan terhadap R. kayu kering Jamur II -
Penggerek laut -
Kelas keterawetan I
d. Sifat kimia Lignin (%) 34,10
Pentosan Selulosa (%) (%) 15,30
52,09
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas benzen 1 % 6,33 7,57 1.60 15,01 12,97
Abu (%)
Silika (%)
1,051
0,143
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
46. Kemenyan durame (Styrax benzoin) - Meliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: coklat muda kemerahan; belum/tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Corak: polos, namun dari penampang melintang lingkar tumbuh nampak jelas terlihat, dan jari-jari tampak seperti garis tipis terputusputus, semakin ke ujung semakin jelas. Tekstur: halus dan rata. Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh (agak) jelas, ditandai dengan massa serabut yang ketebalannya berbeda dan menggepeng secara radial (ciri 1 dan 2). Pori: pori tata baur (ciri 5), pengelompokan pembuluh soliter dan bergabung radial 2-4 (5), ditemui juga gabungan radial pembuluh yang berganda (Gambar 4). Bidang perforasi bentuk sederhana dan bentuk tangga sampai 10 palang (3-6 palang), serta ditemui pula bentuk yang kompleks, perpaduan antara bentuk tangga dan jala (Gambar 7)- ciri 13, 14, 15 dan 19). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22); percerukan antara pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Diameter lumen pembuluh 87-229 µm, rata-rata 94
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
156,38±24.03 µm (ciri 42); panjang pembuluh 352-1.653 µm, rata-rata 1032,34±262,75 µm; tidak ada tilosis maupun endapan. Parenkim: parenkim aksial tidak ada atau sangat jarang hinga apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok (ciri 75-77); panjang untai 5-8 sel per-untai (ciri 93). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97); komposisi sel jari-jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak (sampai dengan kurang lebih 13 lajur), serta tubuh jari-jari sel baring dengan 2 sampai > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal, terkadang hingga 6-7 sel tegak/sel bujur sangkar marginal (ciri 5)105, 107 dan 108). Untuk tipe kedua, komposisi sel jari-jari adalah di bagian dalam tubuh sel jari-jari baring, kemudian diikuti sel semi baring di sebelah luarnya, dan pada sel jari-jari bagian luar (sel marjinal) sepenuhnya sel tegak/sel bujursangkar. Serabut: serabut bersekat dan serabut tanpa sekat dijumpai (ciri 65 dan 66), serabut memiliki ceruk halaman yang jelas; serta ceruk umum pada dinding radial dan tangensial (ciri 62-63). Dinding serabut tipis sampai tebal (ciri 69), tebal dinding serabut 1-4 µm, rata-rata2,48 ± 2,55 µm; diameter sel serabut 27-65 µm, ratarata 35,87±5,60 µm; diameter lumen serabut 22-58 µm, rata-rata 30,91±5,00 µm; dan panjang serabut1.960-3.714 µm, rata-rata 2.901,68 ± 206,92 µm (ciri 73). Saluran interseluler: saluran interseluler traumatik berukuran besar ditemui pada batas lingkar tumbuh (ciri 131). Struktur ini menunjukkan bahwa kayu kemenyan yang diteliti telah disadap. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serabut dan parenkim aksial berbilik (ciri 136, 142, 143). b. Sifat fisis dan mekanis Ket.Tekan 2 (kg/cm )
2
Ket.Len Statis (kg/cm ) MPL 389.58
MOE 77481.68
MOR
//
528.64 135.44
Ket.Geser 2 (kg/cm )
Kekerasan. 2 Kg/cm Sisi R T Ujung ┴ Rl Tl 65.53 84.94 82.11 350.01 268.69 266.75
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan Kelas kuat III
Rayap tanah IV
Ketahanan terhadap R. Kayu kering Jamur I -
Kelas Penggerek laut keterawetan IV I
d. Sifat kimia Pento Selulosa san (%) (%) 28,64 13,65 44,78
Lignin (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Air Alk. NaOH (%) dingin panas benzen 1% 8,60 10,05 4,38 20,47 12,56
Abu (%)
Silika (%)
0,575
0,065
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 95
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
47. Tampui beras (Baccaurea macrocarpa (Miq.) Müll. Arg. - Euphorbiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu teras berwarna coklat kekuningan, berwarna agak kemerahan tidak dipisahkan secara jelas dengan bagian gubalnya. Serat lurus, kadang berpadu.Tekstur halus, kadang tidak rata karena ukuran jari-jari mempunyai dua macam ukuran, arah serat lurus, kadang berpadu, kilap sedikit mengkilap, kesan raba permukaan agak licin, kekerasan sangat keras. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: kurang jelas atau tidak nampak, jika nampak akibat adanya perbedaan warna penyusun kayu, lebih padat, lebih gelap. Pembuluh: kecil sampai sedang, berbentuk angular, sebagian besar berganda radial 2 – 4 sel per utas. Panjang pembuluh 1.213,51 ± 264,14 ; diameter 148,20 ± 22,41. Bidang perforasi sederhana dan sebagian dijumpai scalariform. Parenkima: tipe difus berkelompok membentuk garis pendek diantara jari-jari, dan parenkim pita 3 – 4 sel per utas. Jari-jari: dua macam ukuran, kecil dan besar. Jari-jari kecil homoseluler, 1 – 3 sel per utas, dengan tinggi kurang dari 1.000 mikron. Jari-jari besar, heteroseluler, 2 – 6 sel per utas. Tinggi mencapai 1.465 ± 111 mikron. Frekuensi 8 ± 1 per mm. Serat: tidak bersekat, dengan noktah sederhana, dinding sel tebal, panjang 2.549,8 ± 197,5 mikron, diameter 42,6 ± 6,8 mikron, tebal dinding 2,7 ± 0,7 mikron. Saluran interseluler tidak dijumpai. Inklusi material kristal ada dalam parenkima tetapi jarang, silika banyak terdapat dalam jari-jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Berat jenis Ba/VT 0,906
Ba/Va 0,850
Tampui beras
BT/VT 0,805
Sifat mekanis Ket.Len Statis 2 (kg/cm ) MPL 312,27
MOE 56.524,58
Ket.Tekan 2 (kg/cm ) MOR
476,86
// 250,60
┴
Ket.Geser 2 (kg/cm ) R
123,65 66,71
Termasuk dalam kelas kuat II. c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Jenis cacat
96
Kekerasan. 2 Kg/cm Sisi T Ujung R T 77,60 384,50 342,33 335,83
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
I
I
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan Rayap tanah Jamur III I
Rayap kayu kering I
Penggerek di laut IV
Kelas keterawetan I
e. Sifat kimia dan nilai kalor Komponen kimia dua jenis kayu Jenis kayu
Lignin (%)
T. beras 28,64
Pento Selulosa Kelarutan ekstraksi (%) Air Abu Silika san (%) (%) (%) Air Air Alkohol NaOH (%) (%) dingin panas benzen 1% 13,65 44,78 8,60 10,05 4,38 20,47 12,56 0,575 0,065
Nilai kalor 4.673 cal/gr. f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan KAPPA, Kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
10
3,9
Kadar Air (%) Basah Ker.oven 61
156,41
Berat Hasil Konsumsi Rendemen pemasakan alkali (%) (g) 469 30,49 13,13
Bilangan Kappa 8,38
Hasil pengujian kertas Ketahanan retak (kPa) 159,6 + 16,3
Ketahanan sobek (gf) 37,1 + 3,1
Ketahanan tarik (kgf/15 mm) 4,96 + 0,31
Ketahanan lipat 41 + 12
48. Manggis hutan (Garcinia cosma Miq.) -Guttiferae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna kayu teras kuning kecoklatan, tidak dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna lebih pucat. Corak polos, kecuali pada bidang radial tampak jari-jari membentuk corak garis-garis pendek putus-putus secara horisontal. Tekstur agak halus, arah serat lurus, kadang berpadu, Kilap sedikit mengkilap. Kesan raba permukaan tangensial agak licin, Kekerasan sangat keras. Ciri anatomi
97
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lingkar tumbuh: tidak jelas, Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2 – 5 sel, diameter 158 ± 11 mikron, frekuensi 3 ± 1 pembuluh per mm2. Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, poligonal, diameter 8 – 10 mikron, noktah antar pembuluh dan jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya. Panjang pembuluh 818,54 ± 132,31 ; diameter 221,52 ± 17,38. Parenkim: bentuk sayap dan pita konfluen, parenkim aksial 6 – 12 sel per utas. Jari-jari: heteroseluler, lebih dari 4 jalur sel tegak, lebar 1 – 2 seri, tinggi sampai 3.200 mikron dengan rata-rata tinggi jari-jari 1.335 ± 103 mikron, frekuensi 6 ± 1 per mm. Serat: noktah sederhana, dinding sel tebal, panjang 2.105,59 ± 198,33 mikron, diameter 38,50 ± 5,64 mikron, tebal dinding 2,68 ± 0,5 mikron. Saluran interseluler tidak dijumpai. Inklusi material: kristal ada dalam parenkima tetapi jarang, silika ada dalam jari-jari tetapi jarang. Berdasarkan nilai turunan dimensi serat, termasuk kelas kualitas I untuk penggunaan sebagai pulp dan kertas. b. Pengujian sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu
Berat jenis Ba/VT 0,781
Ba/Va 0,751
Manggis hutan
BT/VT 0,699
Sifat mekanis Ket.Tekan 2 (kg/cm )
2
Ket.Len Statis (kg/cm ) MPL
MOE
367,37
67.287,06
MOR
//
Ket.Geser 2 (kg/cm )
┴
R
570,70 234,24 102,96 69,42
Kekerasan. Kg/cm
T
Ujung
77,13
358,17
Rad. 280,83
2
Sisi Tang. 290,33
Termasuk dalam kelas kuat II. c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
I
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV I
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Komponen kimia 98
Penggerek laut IV
Kelas keterawetan I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
28,68
15,74
51,89
Kelarutan ekstraksi (%) Air dingin 4,01
Air panas 4,68
Alkohol benzen 3,09
NaOH 1% 14,23
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
12,33
0,972
0,243
Nilai kalor 4.478 cal/gr. f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan KAPPA, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
10
3,7
Kadar Air (%) Basah Ker. oven 63
170,27
Berat Hasil Pemasakan (g) 612
Reject (g)
Rendemen (%)
8,5
37,74
Konsumsi Bilangan alkali Kappa 14,09
4,28
Hasil pengujian kertas Jenis kayu Manggis hutan
Ketahanan retak (kPa) 126,2 + 20,9
Ketahanan sobek (gf) 57,0 + 4,0
Ketahanan tarik Ketahanan (kgf/15 mm) lipat 3,74 + 0,82 i.
49. Kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs - Meliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras kecoklatan agak merah pucat, dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna putih kekuningan atau kuning abu-abu. Corak: polos. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: permukaan tangensial agak licin. Kekerasan: keras. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas, tampak dari ukuran pembuluh yang berbeda, ketebalan dinding serat yang berbeda dan adanya parenkima inisial. Pembuluh: difus dan berkelompok. Pembuluh berukuran kecil berkelompok membentuk lingkaran tumbuh, sedangkan pembukuh yang berukuran besar berkelompok membentuk pit lebar pendek, pembuluh kecil berukuran < 4 mikron, sedangkan pembuluh besar sampai 7 mikron. Frekuensi pembuluh besar kurang dari 5 per mm2 sedangkan frekuensi pembuluh kecil 5 – 20 per mm2.Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, poligonal, noktah antar pembuluh dan jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya. Panjang pembuluh 818,54 ± 132,31 ; diameter 221,52 ± 17,38. Parenkim: selubung, pita memanjang dengan lebar lebih dari 3 sel. Parenkim pita marjinal membentuk pita marjinal 3 – 8 sel per utas. Jari-jari: heteroseluler, 1 jalur sel tegak, lebar 1 – 3 seri, tinggi sampai 3.200 mikron dengan rata-rata tinggi jari-jari 1.335 ± 103 mikron, frekuensi 6 ± 1 per mm. Serat: dengan noktah sederhana, dinding sel 99
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
tipis sampai tebal, panjang 2.105,59 ± 198,33 mikron, diameter 38,50 ± 5,64 mikron, tebal dinding 2,68 ± 0,5 mikron. Saluran: interseluler tidak dijumpai. Inklusi material: kristal ada dalam bilik parenkima. b. Pengujian sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan (%) Basah-KU Basah - KO Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 0,85 0,61 0,56 0,53 0,51 1,16 2,64 3,25 6,41 3
Kadar air (%)
Berat Jenis (g/cm ) berdasar
Basah KU 66,79 14,68
Sifat mekanis Kayu
KA
Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
MOR
//
R
T
99,75
99,99
Ket. Lentur Statis (kg/cm2)
BJ
MPL
MOE
Kekerasan (kg/cm2) Sisi
Ujung
Basah 20,22
0,57
448,53 84716,08
680,38
346,81
110,51
Kering 12,04
0,56
541,15 92465,29
781,80
363,00
141,01 162,06 112,27 335,79 507,86
Ket.Pukul 3 (kgm/dm )
Kayu Basah Kering
R 18,11 16,61
T 20,34 15,63
Ket. Belah (kg/cm) R 48,62 49,29
T 61,49 60,91
Ket. Tarik 2 (kg/cm ) R T 37,00 48,07 36,81 47,88
294,79 451,71
Ket. Tarik // 2 (kg/cm ) R 763,32 570,83
T 741,15 635,79
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
Penggerek laut II
Kelas keterawetan I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II -
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Komponen kimia Lignin Pentosan Selulosa (%) (%) (%) 33,16
17,68
46,42
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas benzen 1% 2,78 5,83 2,54 13,95
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
3,45
0,34
0,23
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kode Contoh Kayu bawang
100
Konsumsi alkali 15,09
Rata-rata Bilangan Kappa 15,09 15,20
Rata-rata 15,20
Rendemen 40,05
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kode Contoh
Konsumsi alkali 15,09
Rata-rata Bilangan Kappa 15,20
Rata-rata
Rendemen
50. Bambang lanang (Michelia champaca L.var pubinervia) - Macnoliaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat gelap, gubalnya berwarna coklat pucat. Arah serat: lurus, kadang berpadu, Tekstur: halus sampai agak halus dan rata. Kilap: sedikit mengkilap. Kesan raba: permukaan agak berminyak. Kekerasan: sangat keras. Bau: agak seperti kamper. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas, karena adanya parenkim pita marjinal. Pembuluh: kecil sampai sedang, soliter, sebagian besar berganda radial 2–5 sel per utas. Panjang pembuluh 1.213,51 ± 264,14; diameter 148,20 ± 22,41. Bidang perforasi bentuk tangga (scalariform). Parenkima: marjinal, tampak seperti pita marjinal 4 – 8 sel per utas. Jari-jari: lebar 1–3 sel per utas, dengan tinggi kurang dari 1.000 mikron. Tinggi mencapai 1.465 ± 111 mikron. Frekuensi 4 – 12 per mm. Serat: tidak bersekat, dengan noktah berhalaman, dinding sel tipis sampai tebal, panjang 2.549,8± 197,5mikron, diameter 42,6 ± 6,8 mikron, tebal dinding 2,7 ± 0,7 mikron. Saluran interseluler tidak dijumpai. Minyak dijumpai pada sel jari-jari. Silika terdapat dalam sel jari-jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Basah 110,33
Penyusutan (%) Basah-KU Basah - KO R T R T 1,25 3,06 3,30 6,23
3
Kadar air (%)
Berat Jenis (g/cm ) berdasar
KU 14,25
Bb/Vb 0,90
Bu/Vu 0,53
Bo/Vo 0,48
Bo/Vu 0,46
Bo/Vb 0,43
Sifat mekanis Kayu
KA
Basah Kering
28,94 12,35
Ket. Lentur Statis (kg/cm2)
BJ MPL
Kayu
MOE
MOR
Ket.Tekan (kg/cm2) //
0,52 307,76 65697,78 505,77 272,32 89,70 0,48 408,44 72092,44 629,22 326,45 102,37
Ket.Pukul 3 (kgm/dm ) R T
Ket. Belah (kg/cm) R T
Ket. Geser (kg/cm2) R
T
69,66 94,77
81,58 101,74
Ket. Tarik
┴ (kg/cm2) R
T
Kekerasan (kg/cm2) Sisi 274,19 260,28
Ujung 358,78 404,61
Ket. Tarik 2 // (kg/cm ) R T
101
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Basah Kering
20,13 15,26
20,78 13,45
43,04 42,72
51,30 48,70
35,55 36,01
38,55 43,33
614,31 447,50
707,21 569,84
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
Penggerek laut III
Kelas keterawetan I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV -
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Komponen kimia Lignin Pentosan Selulosa (%) (%) (%) 29,53
15,45
45,30
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas benzen 1% 3,45 5,84 3,38 13,74
Air (%)
Abu Silika (%) (%)
3,67
0,34
0,07
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Jenis kayu
Konsumsi alkali
Rata-rata
M. champaca
15,09 15,09
15,09
Bilangan Kappa Rata-rata 13,76 13,41
13,59
Rendemen (%) 33,47
51. Bira-bira (Fragaea crenulata Maing ex C.B.C.) – Lecythidaceae Kurz a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Ciri umum: Warna kayu kuning cerah, bagian terasnya tidak dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna kekuningan. Corak polos. Tekstur halus sampai agak halus. Arah serat lurus, bergelombang, kadang dijumpai berpadu. Kilap kusam (tidak mengkilap). Kesan raba permukaan tangensial agak licin. Kekerasan keras. Pada saat ditebang kayunya mengeluarkan bau kurang sedap, namun menghilang pada saat dikeringanginkan. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, kadang tampak samar akibat adanya parenkim pita. Pembuluh: difus, sebagian besar tunggal dan berganda 2 – 5, bentuk oval dengan diameter 120 – 210 µm, frekuensi 8 – 18 per mm2. Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, berumbai, bentuk bundar sampai oval dengan ukuran 8 – 10µm, noktah antar pembuluh dan jari-jari 102
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
serupa dengan noktah antar pembuluhnya. Panjang pembuluh 850,54 ± 108,17 ; diameter 281,33 ± 19,42. Tyloses banyak ditemukan dalam pembuluh. Parenkim: selubung, pita memanjang dengan lebar lebih dari 1 - 3 sel. Pada parenkima pita membentuk garis memanjang kadang bergelombang dan terputus (tidak berlanjut). Jari-jari: uniseriat, tinggi 0,7 – 1,7 mm, heteroseluler, terdiri dari sel tegak dan sel berbentuk kubus. Frekuensi jari-jari 7 ± 2 per mm. Serat: dengan noktah sederhana, tidak bersekat, panjang 1.435,54 ± 223,9 mikron, diameter 38,50 ± 5,64 mikron, tebal dinding 2,68 ± 0,5 mikron. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat Fisis Basah 77,375
KU 12,234
Penyusutan (%) Basah-KU Basah - KO R T R T 1,095 3,156 3,002 6,940
3
Kadar air (%)
Berat Jenis (g/cm ) berdasar Bb/Vb 0,991
Bu/Vu 0,661
Bo/Vo 0,618
Bo/Vu 0,589
Bo/Vb 0,560
Sifat mekanis Ket.Tekan 2 (kg/cm )
2
Ket. Lentur Statis (kg/cm )
Kayu
Ket. Geser 2 (kg/cm )
Kekerasan 2 (kg/cm )
MPL MOE MOR // R T Sisi Ujung Basah 304,950 60.379,1 463,164 246,413 143,859 85,202 84,489 404,200 385,450 Ket.Pukul 3 (kgm/dm ) R T 32,428 34,475
Kayu Basah
Ket. Tarik
Ket. Belah (kg/cm) R 62,961
┴ (kg/cm2)
T 69,012
R 35,299
T 41,823
Ket. Tarik 2 // (kg/cm ) R T 453,191 396,232
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV -
Kelas keterawetan II
Penggerek laut IV
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Komponen kimia lignin
Pento-
Selu-
Kelarutan ekstraksi (%)
Air
Abu
Silika
103
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
(%) 34,55
san (%) 15,68
losa (%) 51,12
Air Air Dingin Panas 1,78 4,95
Alkohol benzen 3,65
NaOH 1% 22,90
(%)
(%)
(%)
7,75
0,41
0,090
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Jeniskayu
Konsumsi alkali
Rata-rata
Bilangan Kappa
Rata-rata
Rendemen (%)
13,92 13,92
13,92
19.67 18.93
19,30
30,07
Bira-bira
52. Mahang putih (Macaranga hypoleuca Muell. Arg. – Euphorbiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu kuning keabu-abuan, tidak dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna lebih pucat. Corak: polos. Tekstur: halus dan rata. Arah serat: lurus. Kilap: kusam (tidak mengkilap). Kesan raba: permukaan tangensial kesat. Kekerasan: lunak. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, kadang tampak serat yang lebih padat. Pembuluh: difus, sebagian besar tunggal, kadang berganda 2 – 4, bentuk oval dengan diameter rata-rata 199 + 5 µm. Frekuensi pembuluh 1 – 5 per mm2. Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, polygonal sampai bentuk bundar, diameter 12 – 17 µm, noktah antar pembuluh dan jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya bentuk elips, bundar dan angular. Tyloses kadang dijumpai. Parenkim: difus, scanty paratrakeal dan unilateral paratrakeal, 7 – 15 sel per utas. Jari-jari: heteroselular dengan satu atau lebih dari empat sel tegak, 1 – 3 baris sel per lebar jari-jari. Dijumpai juga sel jari-jari uniseriat.Tinggi jari-jari rata-rata 1.695 µm dengan frekuensi 8 – 14 jari-jari per mm. Serat: dengan noktah sederhana sampai berhalaman, tidak bersekat, panjang 1.705,9 ± 33,2 µm, diameter 41,97 ± 1,4µm, tebal dinding 2,9 ± 0,1µm. Saluran interseluler tidak dijumpai. Sel kristal prismatik dijumpai terselubung dalam sel jari-jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat Fisis Penyusutan (%) Basah-KU Basah - KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 81,774 13,700 0,575 0,383 0,347 0,337 0,317 0,730 2,231 2,133 4,631 Kadar air (%)
Sifat mekanis
104
3
Berat Jenis (g/cm ) berdasar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ket. Lentur Statis (kg/cm2)
Kayu Basah
MPL
MOE
MOR
//
203,337
62.500,0
310,022
171,323
Ket.Pukul 3 (kgm/dm ) R T 26,138 27,361
Kayu Basah
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket.Tekan (kg/cm2)
58,717
Ket. Belah (kg/cm) R 28,445
T 27,617
Kekerasan kg/cm2)
R
T
Sisi
Ujung
51,222
56,353
233,600
118,200
Ket. Tarik ┴ 2 (kg/cm ) R T 20,624 21,720
2
Ket. Tarik // kg/cm ) R 373,972
T 392,039
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
III
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur IV -
Penggerek laut IV
Kelas keterawetan I
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Komponen kimia lignin (%) 35,80
Pentosan Selulosa (%) (%) 15,48
48,61
Air Dingin 0,68
Kelarutan ekstraksi (%) Air Alkohol NaOH Panas benzen 1% 2,85 4,50 14,54
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
14,42
1,10
0,455
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Jeniskayu Mahang putih
Konsumsi alkali 13,92 13,92
Rata-rata 13,92
Bilangan Kappa 44,69 45,52
Ratarata
Rendemen (%)
45,10
24,73
53. Kambelu (Buxus rolfie Vidal) - Buxuceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna kemerahan. Kayu gubal berwarna merah muda keabuan, lebar sekitar 2-3 cm, sekitar 20% diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat : berpadu. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: keras. Corak : polos. Bau: tidak ada bau khusus.
105
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh porositas baur (ciri 5), pembuluh berganda radial 4 atau lebih biasa di jumpai (3-6 sel) (ciri 10), kadang ditemukan pori bergerombol (ciri 11), outline pembuluh soliter bersudut (ciri 12). Rata-rata panjang pembuluh 852,22 mikron (ciri 54), diameter pembuluh 209,94 mikron (ciri 42), frekwensi pembuluh 5 – 20 per-mm (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari ada dua ciri, pertama dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31), serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai parenkim dua sel per-untai (ciri 91) dan empat (3-4) sel per untai (ciri 92). Jari-jari : lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), frekwensi jari-jari per mm > 4-12 per mm (ciri 115) Serat : serat bersekat ditemui (ciri 65). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Varian kambial : dijumpai dalam bentuk kulit tersisip konsentrik (ciri 133). Serat tergolong kualitas I untuk bahan baku pulp dan kertas. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat Fisis Kadar Air (%)
Jenis Kayu Buxus rolfie
Basah 44,45
KU 11,40
Penyusutan,% Basah-KU Basah-KO
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb 0,53
Bu/Vu 0,62
Bo/Vo 0,59
R 1,41
T 2,78
R 3,43
T 6,21
Sifat mekanis Kondisi
Basah Kering
Keteguhan statis 3 (kg/cm ) MPL MOE MOR 431,94 4.440,83 611,33 457,13 10.160,65 693,78
Ket. Tekan 2 (kg/cm ) // serat ┴ 283,00 84,81 283,00 90,01
Keteguhan geser 2 (kg/cm ) 75,25 103,75
Berat jenis 0,62, penyusutan tinggi dan tergolong kayu kelas kuat III-II. c. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
54. Kanduruan (Phoebe cuneata Bl.)– Lauraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum
106
Keteguhan pukul 2 (kg/cm ) 1,00 1,01
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat keabuan. Kayu gubal berwarna coklat muda, lebar sekitar 5-7 cm, sekitar 30% diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat : berpadu. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak : polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: (ciri 1). Pembuluh: baur (ciri 5); sebaran pembuluh cenderung pola diagonal atau radial (ciri 7), berganda radial sampai 4 sel (ciri 10), outline pembuluh soliter bersudut (ciri 12), panjang pembuluh 799,36 mikron (ciri 53), diameter 173,70 mikron (ciri 42), frekwensi 5-20 per mm (ciri 47); Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22) dengan ukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit; ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Ditemukan trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang, dan paratrakea sepihak (ciri 78dan 84). Tipe sel parenkim aksial empat (3-4) sel per untai (ciri 92). Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106).Serat: serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69).Sel minyak dan muscilage: dijumpai sel minyak bergabung dengan jari-jari (ciri 124). Varian kambial: kulit tersisip konsentrik (ciri 133). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis Kayu
Basah 50,06
P. cuneata
KU 11,25
Penyusutan,% Basah-KU Basah-KO R T R T 1,91 3,38 4,23 6,50
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb 0,54%
Bu/Vu 0,63
Bo/Vo 0,60
Berat jenis 0,63, penyusutan tinggi dan tergolong kayu kelas kuat III-II. Sifat mekanis Kondisi
Basah Kering
3
2
Keteguhan statis (kg/cm )
Ket. Tekan kg/cm )
MPL
MOE
MOR
// serat
┴
397,20 462,40
4.446,31 11.123,30
651,30 730,38
308,50 362,58
74,33 82,55
Keteguhan geser 2 (kg/cm ) 63,50 84,00
Keteguhan pukul 2 (kg/cm ) 0,91 0,91
c. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
55. Agatis (Agathis hamii M.Dr.) - Araucariaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum 107
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kayu teras dan gubal hampir tidak dapat dibedakan. Kayu teras berwarna keputihan sampai kuning kecokelatan. Tebal gubal sekitar 6,5 cm dan persentase volume kayu teras 61,07%. Tekstur halus dan merata, serat lurus dan kadang-kadang spiral, permukaan kayu mengkilap, pada bidang radial tampak bintik cokelat yang terputus-putus pada sel jari-jari, permukaan kayu mengkilap, kesan raba licin, kekerasan tergolong agak lunak, tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh jelas. Tidak memiliki pembuluh. Parenkim tersebar atau difus. Jari-jari: lebar jari-jari 1 seriat (uniseriate) komposisi sel jari-jari seluruhnya sel baring. Serat tergolong sangat panjang, diameter serat lebar, diameter lumen lebar dan dinding sel serat tipis. Saluran damar sering ditemukan pada bidang lintang kayu. Saluran interselular radial dijumpai. Dimensi serat Dimensi serat (μm) Diameter Diameter lumen
Panjang 3.560,34
44,15
Tebal dinding
39,58
2,28
Kualitas serat kayu agathis Panjang serat Bilangan (µm) Runkel 3,560,34 0,12 100 100
Daya tenun 80,64 75
Nilai turunan dimensi serat Bilangan Bilangan fleksibilitas Muhlsteph 0,89 19,63 100 100
Koefisien Total kekakuan nilai 0,05 575 100
Kualitas serat untuk pulp kertas I
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis Kayu
Basah 102,70
A. hamii
KU 14,12
Penyusutan,% Basah-KU Basah-KO
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb 0,43
Bu/Vu 0,48
Bo/Vo 0,45
R 1,68
T 2,26
R 3,17
T 6,39
Kadar air basah kayu agathis 102,70%, kerapatan 0,45 gr/cm3, berat jenis kering udara rata-rata 0,48. Agathis tergolong kayu ringan (berat jenis < 0,60) atau kayu kelas III. Penyusutan dari keadaan basah ke kering udara pada arah tangensial. Sifat mekanis 3
Keteguhan statis (kg/cm ) Kondisi Basah Kering
108
MPL
MOE
373,05 41.871,28 505,82 44.787,48
2
Ket. Tekan kg/cm ) Keteguhan Keteguhan geser pukul MOR // serat ┴ 2 2 (kg/cm ) (kg/cm ) 466,73 217,75 109,35 44,18 31,70 561,48 393,13 127,07 74,33 32,69
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Sifat pemesinan Agathis yang memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat III. Berdasarkan sifat tersebut agatis dapat digunakan sebagai komponen non struktural pada bangunan rumah/gedung dan perkapalan. Pada bangunan rumah/gedung sebagai papan pelapis dinding, partisi, plafont, dan lis, dan pada bangunan perkapalan sebagai papan dinding, plafon dan lis untuk geladak. Agathis juga baik digunakan untuk mebel (kursi, meja, almari), kerajinan (ukiran dan mainan anak-anak), bahan baku industri perkayuan (alat ukur dan gambar, pensil, sumpit, tusuk gigi, sendok eskrim, moulding, vinir untuk plywood dan korek api, serta pulp kertas). d. Komponen kimia Jenis kayu A. hamii
Lignin (%) 26,87
Pentosan Selulosa (%) (%) 17,29
50,52
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 2,68 3,40 3,04 12,34
Abu (%)
Silika (%)
0,30
0,01
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
56. Cempedak (Artocarpus integar Tunb. Merr.)- Moraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Teras berwarna kuning kecokelatan dan gubal berwarna kuning. Tebal gubal sekitar 3,7 cm dan persentase volume kayu teras 66,34%. Tekstur agak halus dan tidak merata, arah serat berpadu, permukaan agak mengkilap, kesan raba agak licin, agak keras, corak pada permukaan kayu berupa garis tebal yang berwarna lebih gelap, tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh tidak jelas. Pembuluh baur panjang pembuluh 486,15 µm, diameter 330,34 µm, frekwensi 5 atau kurang per mm, bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-seling dengan ukuran kecil (4-7 µm). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim aksial paratrakea bentuk aliform dan konfluen, tipe sel parenkim aksial empat (3-4) sel per untai. Jari-jari 1-3 seri dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri, komposisi sel jari-jari
109
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal. Sel sel udang dijumpai. Serat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, serat tanpa sekat dijumpai, dinding serat tipis sampai tebal. Dimensi serat Dimensi serat (μm) Diameter Diameter lumen 31,85 25,32
Panjang 1.647,91
Tebal dinding 3,26
Kualitas serat Nilai turunan dimensi serat
Panjang serat (µm)
Bilangan runkel 1.647,91 0,26 75 75
Daya tenun 51,74 50
Bilangan fleksibilitas 0,79 75
Bilangan uhl steph 36,80 75
Koefisien kekakuan 0,11 75
Total nilai
Kualitas serat untuk pulp kertas
415
II
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air basah kayu cempedak 56,26%, kerapatan 0,60 gr/cm3, berat jenis kering udara 0,65. Penyusutan dari keadaan basah ke kering udara pada arah tangensial 2,45% dan agathis 2,26% tergolong kayu yang memiliki sifat penyusutan sedang. Berat jenis 0,65, Kelas kuat II. Sifat mekanis Kondisi
3
2
Keteguhan statis (kg/cm )
Ket. Tekan (kg/cm )
MPL
MOE
MOR
//serat
┴
Basah
539,54
5.819,38
883,18
401,08
121,52
Keteguhan geser 2 (kg/cm ) 78,05
Kering
60.479,97
602,77
989,63
431,50
197,69
120,45
Keteguhan pukul 2 (kg/cm ) 33,25 34,39
c. Sifat pemesinan Pengetaman II
Pembentukan II
Jenis cacat Pengampelasan II
Pemboran II
Pengampelasan III
d. Komponen kimia Jenis kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
A. integar
34,72
17,35
42,53
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 2,95
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas 110
6,25
5,98
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
11,43 11,32 0,91
0,04
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
57. Jabon merah (Anthocephallus macrophyllus) - Rubiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Teras dan gubal pada kayu jabon merah (A. macrophyllus) tidak dapat dibedakan. Kayu yang masih segar berwarna merah jambu muda dan setelah kering berwarna kemerahan. Corak kayu berbentuk garis-garis lurus sampai miring berwarna cokelat, tebal garis 1-2 mm dengan jarak yang tidak beraturan tampak pada bidang tangensial.Tekstur agak halus dan merata. Arah serat lurus dan kadang-kadang agak berpadu. Permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba permukaan kayu agak licin sampai licin. Kekerasan agak lunak sampai agak keras. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh tidak jelas. Pembuluh (pori) baur, berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai, panjang pembuluh 1.056,33 ± 225,83 µm dan diameter 209,64 ± 42,28 µm, frekwensi 5 atau kurang per mm2 kadang 5-20 per mm2. Bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-seling, kadang bentuk ceruk selang seling bersegi banyak, dengan ukuran kecil (4-7 µm) atau sedang (7-10 µm). Ceruk antar pembuluh berumbai, ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim aksial apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok. Tipe sel parenkim aksial lebih dari 8 sel per untai. Jari-jari 1-3 seri dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri. Jari-jari terdiri atas 2 ukuran yang jelas. Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Frekwensi jari-jari 12 atau lebih per mm. Serat dengan ceruk berhalaman yang jelas, serat tanpa sekat dijumpai. Panjang serat 2.108,07 ± 263,72 µm, diameter serat 38,46 ± 3,71 µm, diameter lumen serat 29,21 ± 4,12 µm, tebal dinding serat 4,63 ± 0,88 µm. Dinding serat yang sangat tipis akan mudah dipipihkan dan serat yang sangat panjang akan menghasilkan daya tenun yang kuat. Walaupun kayu jabon merah memiliki serat sangat panjang dan tebal dinding serat sangat tipis, akan tetapi berdasarkan nilai diemensi turunan seratnya kayu jabon merah hanya tergolong kayu yang memiliki serat kualitas II sebagai bahan baku pembuatan pulp kertas. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena diameter serat kayu tersebut tidak lebar (38,46 ± 3,71 µm). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu
Kadar Air (%)
Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,%
111
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
B-KU Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T A. macrophyllus 2,26 14,23 0,42 0,48 0,45 0,61 1,37
B-KO R 3,03
T 5,41
A. macrophyllus termasuk ke dalam kayu kelas kuat III. Sifat mekanis 3
Keteguhan statis (kg/cm ) MPL 526,35
MOE
MOR
74.220,23
678,84
2
Ket. Tekan (kg/cm ) Keteguhan Keteguhan pukul 2 geser (kg/cm ) //serat ┴ 2 (kg/cm ) 396,25 110,46 94,94 18,75
c. Sifat pengerjaan Pengetaman II
Pembentukan II
Jenis cacat Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan III
d. Komponen kimia Lignin (%) 26,81
Pentosan (%) 15,23
Selulosa (%) 52,47
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 3,39 4,81 6,12 12,83
Abu (%)
Silika (%)
0,52
0,05
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas II.
58. Saling-saling (Artocarpus teysmanii Miq.) a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Teras dan gubal dapat dibedakan dengan jelas. Gubal berwarna putih kekuningan dan teras berwarna cokelat kekuningan. Corak polos, tekstur agak halus dan tidak merata, arah serat lurus kadang-kadang agak berpadu, kilap permukaan agak mengkilap, kesan raba agak kesat, kekerasa tergolong agak keras, tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh tidak jelas. Pembuluh (pori) baur, soliter dan berganda sama banyak, berganda radial sampai dengan 2 sel, panjang pembuluh 488,87 ± 77,44 µm, diameter pembuluh 259,59 ± 34,15 µm, frekwensi 5 atau kurang per mm2, bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-seling dengan ukuran sedang (7-10 µm), ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh,
112
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
endapan dijumpai berwarna hitam dan jarang. Parenkim aksial paratrakea aliform dan sepihak, tipe sel parenkim aksial empat (3-4) sel per untai. Jari-jari 1-3 seri, jari-jari besar umumnya sampai dengan 6 seri, komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal, frekwensi jari-jari 12 atau lebih per mm, dijumpai adanya sel seludang. Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, serat tanpa sekat dijumpai, panjang serat 1.800,40 ± 139,78 µm, diameter serat 38,69 ± 6,32 µm, diameter lumen serat 31,28 ± 6,37 µm, tebal dinding serat 3,70 ± 0,70 µm (tergolong sangat tipis). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis Kayu
Berat Jenis Berdasar
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo 1,95 12,13 0,35 0,40 0,37
A. teysmanii
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 1,04 1,45 2,65 3,78
Artocarpus teysmanii termasuk ke dalam kayu kelas kuat III. Sifat mekanis 3
2
Keteguhan statis (kg/cm ) MPL 424,21
MOE
Ket. Tekan (kg/cm ) MOR
63.931,42
┴
//serat
609,60
377,32
Keteguhan geser 2 (kg/cm ) 66,21
31,76
Keteguhan pukul 2 (kg/cm ) 31,76
c. Sifat pengerjaan Ketaman
Bentukan
II
II
Jenis cacat Ampelasan
Pemboran
Bubutan
II
III
II
d. Komponen kimia Lignin (%) 24,85
Pento san (%) 20,28
Selulosa (%) 40,12
Air dingin 1,34
Kelarutan ekstraktif (%) Air Alk. NaOH panas bensin 1% 4,40 6,52 8,19
Abu (%)
Silika (%)
5,21
0,05
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas II. 59. Diospyros pilosanthera Blanco. – Ebenaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum 113
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Warna: kayu teras berwarna hitam keunguan, mudah dibedakan dari gubal yang tebal dengan lebar sekitar 10-15 cm berwarna merah muda agak kecoklatan. Corak: sedikit beralur pada bidang tangensial karena perbedaan warna kayu teras dan gubal. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4) kadang juga tidak jelas dan nampak baur (ciri 5). Pembuluh sebagian besar bergabung sampai dengan 4 sel. Diameter pembuluh sekitar 50-100 mikron (ciri 41); frekuensi pembuluh per-mm2 sekitar 5 – 20 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukurannya kecil > 4-7 mikron sampai sedang > 7 – 10 mikron (ciri 25-26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78), parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel dan bentuk jala (ciri 86, 87). Panjang untai parenkim 3-4 sel per-untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari seluruhnya 1 seri (ciri 96), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106) kadang sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (109), frekwensi jari-jari > 4_12 per mm (ciri 115). Serat : Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136), dalam sel baring (ciri 138). Ciri lainnya terdapat saluran interselular traumatik (ciri 131). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu
Berat jenis
Kelas Kuat
D. pilosanthera
0,85
II
Penyusutan,% Basah ke-Kering oven R T 4,5 6,8
Sifat mekanis Ket. Statis 3 (kg/cm ) MOE MOR 118029.57 821.73
Ket. Tekan //serat 2 (kg/cm ) 218.43
Ket. geser 2 (kg/cm ) R T 77.11 92.14
Kekerasan 2 (kg/cm ) R 591.55
T 597.62
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman
Pembentukan
Jenis cacat Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
I
I
I
d. Kelas awet dan keteraweatan
114
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur
Rayap kayu kering I
I
Penggerek laut
Kelas keterawetan
I
V
I
e. Pengeringan kayu Hasil pengujian sifat pengeringan kayu Diospyros pilosantheraBlancotermasuk jenis kayu yang sulit dikeringkan, lambat dan mudah pecah. Pengeringan dalam dapur pengring harus dilakukan dalam kondisi yang lunak dengan suhu sekitar 30 – 50oC dengan kelembaban nisbi 88 – 30%. f. Sifat kimia kayu Jenis kayu
Lignin (%)
Pento San (%)
Selulosa (%)
D. pilosanthera
32,53
16,08
53,57
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 2,13
5,51
3,62
16,12
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
11,32
0,55
0,207
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
18,16
2215/1874,57
hasil arang (gr) 618
Berat ter (gr) 165
cairan (gr) 996
Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat 32,96 8,80 5313
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air 3,80
Abu 3,30
Zat terbang 21,10
*)
Karbon terikat 7560
Nilai kalor arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g)
6653
4242
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
60. Litsea (Litsea ledermanii Tesch.) – Lauraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras coklat muda kekuningan, kayu gubal putih jerami. Corak: polos kadang pada bidang tangensial beralur bergantian warna gelap dan muda. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: 115
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
permukaan kayu mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khas. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung radial sampai dengan 6 dijumpai (ciri 10) kadang pengelompokan pembuluh bergerombol juga dijumpai (ciri 11). Diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42); frekuensi 5-20 per mm2 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), dengan ukuran sedang > 7-10 mikron dan juga dijumpai besar > 10 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-jari ada dua ciri, dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78), parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Tipe sel parenkim aksial empat (3-4) sel per untai (ciri 92). Jari-jari: jari-jari 1-3 seri (ciri 97) Komposisi sel jari-jari dengan satu jalur sel tegak dan atau sel bujursangkar marginal (ciri 106), frekwensi jari-jari > 4-12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Ciri lain: terdapat sel minyak yang bergabung dengan jari-jari (ciri 124) dan dan bergabung dengan parenkim aksial (ciri 125). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu L. ledermanii
Kelas Kuat
Berat jenis 0,50 (0,45 – 0,58)
III-IV
Penyusutan,% B-KU R 1,49
B-KO T 5,90
R 2,61
T 5,75
Sifat mekanis 3
2
2
2
Ket. Statis (kg/cm ) Ket. Tekan (kg/cm ) Ket. geser (kg/cm ) Kekerasan (kg/cm ) MOE MOR //serat R T 40834.52 302.77 83.34 33.75kg 42.54 83.00 83.00
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu Pengetaman II
Pembentukan II
Jenis cacat Pengampelasan II
d. Kelas awet dan Keteraweatan
116
Pemboran III
Pembubutan II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur
Rayap kayu kering V
V
Penggerek laut
IV
IV
Kelas keterawetan II
e. Pengeringan kayu Kayu Litsea ledermanii mudah dikeringkan. kadar air awal pengeringan 50% menjadi 15% waktu 20 hari. Suhu peneringan alami 200C-330C, Rh 62%-85%. Cacat sebanyak 6-8 retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 5-7terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 1-2 pecah dalam (honeycombing). f. Sifat kimia kayu Kelarutan ekstraktif (%) Lignin Pentosan Selulosa Air Abu Silika Air Air Alk. NaOH (%) (%) (%) (%) (%) (%) dingin panas bensin 1% 28,73 17,71 52,67 6,19 7,78 6,22 24,70 11,96 1,43 0,138
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
18,93
1629/1369,71
Hasil arang (gr) 372
Berat ter (gr) 105
Rendemen (%) Ter Cairan destilat 27,15 7,66 45,26
cairan (gr) Arang 620
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Air
Abu
Zat terbang
4,50
9,40
21,00
*)
Karbon terikat 78,60
Nilai kalor arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g)
6410
3816
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
61. Gymnacranthera paniculata - Myristicaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun tidak jelas, warna merah kecoklatan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak kasar, agak keras, agak mengkilap dan arah serat agak berpadu dan bergelombang. 117
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-(3), terkadang ada yang bergerombol; bentuk pada umumnya bulat, bidang perforasi bentuk tangga; noktah antar pembuluh berhadapan; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman sempit sampai sederhana, noktah horizontal atau vertikal; tilosis biasa dijumpai, tilosis sklerotik. Parenkim: axial paratrakea jarang, vaskisentrik dan parenkim aksial pada marjin atau tampaknya pita marjinal. Jari-jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-3 seri. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang rata-rata 1940 mikron; diameter 29,11 mikron; tebal dinding 6,12 mikron. Sel minyak: Sel minyak dan/atau sel lendir berasosiasi dengan parenkim jari-jari. Pipa getah atau tanin: ada. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air Berat Jenis Berdasar (%) Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb G. paniculata 111,54 13,05 0,82 0,47 0,44 0,41 0,39 Jenis Kayu
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 2,51 4,29 5,75 8,25
Sifat mekanis 2
Kondisi kayu Basah Kering
Kondisi kayu Basah KU
Ket.Lentur Statis kg/cm MPL MOE MOR 221,51 60578 344,85 342,00 80312 514,00 Ket. belah 3 (kgm/dm ) R T 18,22 25,18 23,00 34,33
Ket tekan C// C┴ 184,45 42,24 144 30,00
Kekerasan 3 (kgm/dm ) Ujung Sisi 278,64 154,95 299,00 183,00
Ket Geser R T 54,11 55,03 30,00 37,00 Ket. Pukul 3 (kgm/dm ) R T 12,02 11,00 11,00 11,00
c. Kelas pemesinan Jenis kayu G. paniculata
Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan Pemboran Pembubutan II III II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan Rayap tanah Jamur
Kayu kering IV
V
IV
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Hasil analisa komponen kimia kayu Jenis kayu
118
Lignin
Pentosan Selulosa
Kelarutan ekstraktif (%)
Air
Abu
Silika
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
(%) G. paniculata
(%)
26,14
14,38
(%) 51,10
Air dingin 3,84
Air panas 1,12
Alk. bensin 4,56
NaOH (%) 1% 14,66 8,13
(%)
(%)
1,05
0,081
f. Sifat dan pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
10
3,0
Kadar air (%) Basah Kering 400
70
Berat pulp pemasakan (g) 827,5
Rendemen (%) 41,38
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
13,13
3,70
62. Terminalia complenata - Combretaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun jelas, warna coklat muda kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak kasar, agak keras, agak mengkilap dan arah serat lurus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan adanya lapisan serat yang relatif lebih padat. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-3, terkadang ada yang bergerombol; bentuk pada umumnya bulat, bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling;noktah berumbai; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh. Parenkim: axial aliform, vaskisentrik dan konfluen. Jari-jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-3 seri. Serat: serat bersekat ada; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang rata-rata 1810 mikron; diameter 28,21 mikron; tebal dinding 5,14 mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik ada dalam sel parenkim aksial tak berbilik; druse ada.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air (%)
Berat Jenis Berdasar
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb 129,64 12,96 0,80 0,41 0,37 0,36 0,34
Penyusutan,% B-KU B-KO R 1,24
T 3,52
R 2,74
T 6,44
Sifat mekanis 119
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah 2
Ket.Lentur Statis kg/cm MPL MOE MOR 162,40 40527,3 249,89 214 50700 326
Kondisi kayu Basah Kering
Keteguhan belah
Keadaan kayu
R 19,03 27,33
Basah KU
Ket tekan C// C┴ 157,96 34,07 99,66 18,66
Kekerasan 3 kgm/dm Ujung Sisi 196,22 95,61 220,33 104,66
T 23,22 27,33
Ket Geser R T 45.59 49,77 25,00 31,00 Keteguhan.Pukul R 7,11 7,00
T 7,78 7,60
c. Kelas pemesinan Jenis kayu T. complenata
Pengetaman
Pembentukan Pengampelasan Pemboran
III
III
III
Pembubutan
III
III
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kayu kering IV
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V IV
Penggerek laut V
Kelas keterawetan I
e. Sifat kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
30,31
15,74
54,83
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 2,45
1,19
2,09
11,64
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
14,24
0,51
0,084
f. Sifat dan pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
10
2,5
Kadar air (%) Basah Kering 300
75
Berat pulp pemasakan (g) 997
Rendemen (%) 41,54
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
13,13
5,99
63. Tetrameles nudiflora R. Br. – Datiscaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: putih krem (kuning muda), perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, lingkaran tahun tidak jelas. Tekstur: agak kasar. Kekerasan: agak lunak. Arah serat: lurus. Kilap: kayu agak kusam.
120
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-(3), terkadang ada yang bergerombol, pada umumnya berbentuk bulat; bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling bersegi banyak; noktah pembuluh dengan jari-jari dengan halaman sempit sederhana, noktah horizontal atau vertikal. Parenkim: aksial vaskisentrik, aksial aliform, aksial konfluen. Jari-jari: heteroseluler, dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-3 seri, jari-jari besar biasanya 4-10 seri. Serat: serat bertingkat, serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang rata-rata 1.600 mikron, diameter 42,50 mikron, tebal dinding 7,64 mikron. b. Sifat fisik dan mekanik Sifat fisis Kadar Air (%)
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T
Berat Jenis Berdasar
Basah
KU
Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo
194,22
12,45
0,69
0,28
Bo/Vu Bo/Vb
0,25
0,25
0,24
1,08
2,81
2,32
5,13
Sifat mekanis Ket Pukul 3 kgm/dm
Posisi
R 6,35 5,00
Basah Kering Keadaan kayu Basah Kering
T 5,00 5,00
Ket Lentur statis 2
MPL 100,79 181,00
kg/cm MOE 18528,00 40824,00
2
Ket Belah kg/cm R T 14,85 14,05 19,00 22,00
Ket.Tarik,kg/cm // serat ┴ serat R T R T 119,66 90,37 5,32 6,39 80,00 103,00 10,00 15,00
Ket. Tekan 2
MOR 142,11 299,00
Geser
kg/cm C// C┴ 86,87 21,54 84,00 16,00
Kekerasan
2
2
kg/cm R T 30,03 32,64 21,00 23,00
kg/cm Ujung Sisi 150,79 67,29 200,00 92,00
c. Kelas pemesinan Jenis kayu T. nudiflora
Kelas Pengampelasan II
Pengetaman Pembentukan III III
Pemboran III
Pembubutan III
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kayu kering IV
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V IV
Penggerek laut IV
Kelas keterawetan I
e. Analisis komponen kimia Jenis kayu
Lignin Pento Selulosa
Kelarutan ekstraktif (%)
Air
Abu
Silika
121
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
(%) T. nudiflora 29,36
san (%)
(%)
Air Air Alkohol NaOH dingin panas bensin 1%
12,15
54,05
4,15
1,73
5,87
11,21
(%)
(%)
11,41 1,78
(%) 0,080
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali dan bilangan kappa dan rendemen. Jenis kayu T. nudiflora
Bilangan Kappa rata-rata 6,22
Konsumsi alkali (%) rata-rata 14,09
Rendemen (%) 39,76
64. Rhus taitensis Guill. – Anacardiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: coklat muda kemerahan, perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras jelas. Tekstur: agak kasar. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kekerasan: agak keras. Arah serat: agak bergelombang. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan adanya lapisan serat yang relatif lebih padat. Pembuluh: baur, soliter, dan lainnya berganda radial 2-(3-4); bentuk pada umumnya bulat, bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selangseling; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh; tilosis umum. Parenkim: axial aliform (lozenge dan bersayap), vaskisentrik, konfluen, dan pita lebih dari 3 lapis sel; panjang untai empat (3-4) sel per untai. Jari-jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-3 seri. Serat: serat bersekat dijumpai; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil, panjang rata-rata 1.440 mikron, diameter 26,45 mikron, tebal dinding 6,78 mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam parenkim aksial berbilik. Memiliki ciri khas berupa kristal prismatik dalam parenkim aksial berbilik. b. Sifat fisik dan mekanik Sifat fisis Kadar Air (%)
Berat Jenis Berdasar
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu 69,52 13,53 0,90 0,67
Sifat mekanis 122
Penyusutan,% B-KU B-KO
Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R 0,64 0,59 0,53 3,69
T 7,36
R 6,33
T 11,15
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah 3
Kondisi kayu Basah Kering
kgm/dm R T 15,85 23,00
kg/cm
15,61 24,00
┴ serat
// serat
R
T
R
T
R
T
41,99 69,00
50,63 70,00
604,82 243,00
498,57 257,00
32,35 30,00
34,00 48,00
c. Kelas pemesinan Jenis kayu R. taitensis
Kelas Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur
II
IV
Penggerek laut
Kelas keterawetan
IV
II
-
e. Analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
22,44
16,27
50,03
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas bensin 1% 7,12 5,65 6,010 21,37
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
11,28
0,830
0,221
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali dan bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu R. taitensis
Bilangan Kappa Rata-rata 2,92
Konsumsi Alkali Rata-rata 13,13
Rendemen (%) 38, 86
65. Pterygota horsfieldii - Sterculiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna coklat muda kekuningan, lingkar tahun tidak jelas, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak halus, agak keras, agak mengkilap dan arah serat agak lurus dan bergelombang. Ciri anatomi 123
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter, berganda radial 2-3 dan 4 atau lebih biasa dijumpai; bentuk umumnya bulat; panjang 478 ± 33 (511- 445) mikron, diameter 244 ± 24 (268-220); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling; bentuk noktah selang-seling bersegi banyak; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh. Parenkim: vaskisentrik, konfluen dan pita lebih dari 3 lapis sel; bentuk gelendong; empat (3-4) sel per untai; parenkim aksial bertingkat. Jari-jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; dengan lebih dari 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal; sel seludang; lebar 1-3 seri, jari-jari besar umumnya 4-10 seri; jari-jari 2 ukuran yang jelas. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang 1882 ± 152 (2034-1732) mikron; diameter lumen 18,39 ± 1,38 (19,77-17,00) mikron; tebal dinding 3,78 ± 0,13 (3,91-3,65) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai; kristal prismatik ada dalam sel parenkim aksial tak berbilik. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis kayu P.horsfieldii
Kadar Air (%)
Berat Jenis Berdasar
Basah KU Bb/Vb 74,92 14,22 0,83
Bu/Vu 0,61
Bo/Vo 0,57
Bo/Vu 0,53
Penyusutan,% B-KU B-KO Bo/Vb R T R T 0,50 1,32 3,48 3,81 7,77
Sifat mekanis Kondisi kayu Basah Kering
Ket.Lentur Statis 2 kg/cm MPL MOE MOR 603,49 161.833,68 963,37 680,14 150.070,23 1.065,27
Kondisi kayu Basah KU
Ket.eguhan Tarik┴ R 22,40 17,85
T 19,94 25,35
Ket tekan
Ket Geser
Kekerasan
C// C┴ R T 506,88 149,21 94,53 90,13 561,92 154,36 97,61 104,57
Ket.eguhanTarik// 2 kg/cm R T 1155,87 1173,23 1.114,98 1.117,23
Kekerasan Ujung 576,79 510,33
Sisi 590,83 448,08
Ujung Sisi 576,79 590,83 510,33 448,08
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 31,53 34,62 25,91 27,70
c. Kelas pemesinan Jenis kayu P. horsfieldii
Pengetaman II
Pembentukan II
Pengampelasan II
Pemboran II
Pembubutan II
d. Kelas awet dan Keteraweatan Kelas keawetan Rayap kayu kering
124
Rayap tanah
Jamur
Penggerek laut
Kelas keterawetan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
II
V
IV
V
I
e. Analisis komponen kimia Lignin (%)
Jenis kayu
P.horsfieldii 27,61
Pento Selusan losa (%) (%) 17,46 66,19
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas bensin 1% 4,34 4,68 2,73 13,21
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
4,44
1,57
0,29
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Jenis kayu P.horsfieldii
1 18,05
Bilangan Kappa 2 Rata-rata 17,31 17,68
Konsumsi Alkali Rendemen (%) 1 2 Rata-rata 14,19 14,19 14,19 41,31
66. Sterculia shillinglawii - Sterculiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun: tidak jelas, Warna: coklat kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas. Tekstur kasar, agak lunak, agak kusam. Arah serat : lurus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 4 biasa dijumpai, terkadang ada yang bergerombol; bentuk umumnya bulat; panjang 573 ± 19,90 (593-553) mikron, diameter 296 ± 28,82 (325-267); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh. Parenkim: tersebar dalam kelompok, vaskisentrik, aliform, konfluen; bentuk gelendong; delapan (5-8) sel per untai; parenkim aksial bertingkat. Jari-jari: heteroseluler; umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal; sel seludang; lebar 1-3 seri; jari-jari besar umumnya 4-10 seri; jari-jari 2 ukuran yang jelas; jari-jari rendah bertingkat. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang 2114 ± 187 (2301-1927) mikron; diameter lumen 25,45 ± 0,82 (26,27-24,63) mikron; tebal dinding 3,44 ± 0,24 (3,68-3,20) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai; kristal prismatik dalam sel tegak dan dalam sel parenkim aksial berbilik. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Basah
KU
Penyusutan,% B-KU B-KO
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb
Bu/Vu
Bo/Vo
Bo/Vu
Bo/Vb
R
T
R
T
125
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
128,17
12,97
0,64
0,34
0,31
0,30
0,29
1,11
2,86
2,65
5,69
Sifat mekanis Keadaan kayu Basah Kering
Ket.Lentur Statis 2 kg/cm MPL MOE MOR 199,95 43.802,72 323,31 452,90 92.616,89 401,25
Keadaan kayu Basah KU
Keteguhan Tarik┴ R 7,76 13,32
T 7,93 12,97
Ket tekan C// 173,09 35,43
Ket Geser
Ujung R T 36,54 36,12 137,92 47,74 47,92 147,17
C┴ 33,19 249,52
KeteguhanTarik// 2 kg/cm R T 366,31 256,98 477,43 476,87
Kekerasan
Kekerasan Ujung 137,92 147,17
Sisi 175,67 86,92
Sisi 175,67 86,92
Keteguhan Pukul 3 kgm/dm R T 13,12 12,09 13,90 14,50
c. Kelas pemesinan Jenis kayu S. shillinglawii
Pengetaman Pembentukan II II
Pengampelasan Pemboran II III
Pembubutan III
d. Kelas awet dan keteraweatan Rayap kayu kering III-IV
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V IV
Penggerek laut IV-V
Kelas keterawetan I
e. Analisis komponen kimia Jenis kayu S. shillinglawii
Lignin Pentosan Selulosa (%) (%) (%) 27,65
18,30
53,59
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 4,98
5,46
3,66
Air (%)
13,96 9,02
Abu Silika (%) (%) 2,91
0,82
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Sampel S.shillinglawii
Bilangan Kappa 1 2 Rata-rata 18,05 18,78 18,42
Konsumsi Alkali 1 2 Rata-rata 15,09 15,09 15,09
Rendemen (%) 36,81
67. Haplolobus sp. - Burseraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun jelas, warna coklat kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras jelas dimana kayu teras lebih gelap dan kayu gubal lebih terang, tekstur halus, keras, mengkilap dan arah serat bergelombang. Ciri anatomi 126
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan perbedaan ketebalan dinding serat, dimana dinding serat kayu akhir lebih tebal dibanding dinding serat kayu awal. Pembuluh: baur, soliter, berganda radial 2-3; bentuk umumnya bulat; persen soliter 75% (soliter dan berganda); frekuensi 10/mm2 (agak jarang); panjang 567 ± 39 (606-528) mikron, diameter 184 ± 14 (198-170); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, noktah horisontal atau vertikal; tilosis umum. Parenkim: paratrakea jarang; empat (3-4) sel per untai. Jari-jari: heteroselular; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal; lebar seluruhnya 1 seri. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; serat bersekat dijumpai; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 1210 ± 41 (1251-1169) mikron; diameter lumen 18,84 ± 1,32 (20,16-17,52) mikron; tebal dinding 3,69 ± 0,12 (3,81-3,57) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel tegak berbilik; kristal dalam sel yang membesar; serta silika yang terdapat dalam sel jari-jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Basah 58,31
KU 14,68
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb 0,90
Bu/Vu 0,68
Bo/Vo 0,63
Bo/Vu 0,59
Bo/Vb 0,57
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 1,24 2,88 4,00 7,10
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis 2 (kg/cm ) MPL MOE MOR 572,018 104564,935 778,250
Ket. Tarik ┴ 2 (kg/cm ) 29,997
Ket. Tekan 2 (kg/cm ) // ┴ 496,275 172,603
Ket. Tarik // 2 (kg/cm )
36,103
813,264
Ket. Geser 2 (kg/cm ) R T 126,736 134,745
Kekerasan (kg)
817,740
552,417
418,625
Ket. Belah 2 (kg/cm ) R T 55,806 59,914
Ket. Pukul 3 (kg/dm ) 22,742
25,756
c. Kelas pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kayu kering
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur
Penggerek di laut
Kelas keterawetan
127
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
III
V
-
II
III
e. Pengeringan kayu Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Hoplolobus sp.
64
Pengelompokkan cacat pengeringan pecah awal Deformasi Pecah dalam 4
4-5
3-4
Estimasi bagan pengeringan Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Hoplolobus sp
64
o
Suhu, C Awal Akhir 45/50 70
Kelembaban,% Awal akhir 78/84 40
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor Lignin (%) 32,27
Kelarutan ekstraktif (%) Pento Selulosa san Air Air Alkohol NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% 15,12 60,81 5,29 5,69 4,84 13,51
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
5,19
1,12
0,06
g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan Jenis Haplolobus sp.
Rendemen (%) 37,92
Konsumsi alkali 14,64
Bilangan kappa 17,68
68. Pimetiodendron amboinicum- Euphorbiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun: tidak jelas, warna: putih kekuning-kuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras jelas, tekstur: agak halus, kekerasan: agak keras, kilap: agak mengkilap dan arah serat: lurus Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-3 dan 4 atau lebih biasa dijumpai; bentuk umumnya bulat; persen soliter 37% (sebagian besar berganda); frekuensi 4/mm2 (jarang); panjang 950 ± 48 (999902) mikron, diameter 207 ± 13 (220-194); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, tilosis umum; noktah bundar. Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok dan paratrakea jarang; 128
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
empat (3-4) sel per untai. Jari-jari: heteroseluler; umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-2 seri; lebar jari-jari multiseri sama dengan lebar jari-jari 1 seri. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 1593 ± 44 (1637-1549) mikron; diameter lumen 22,05 ± 1,25 (23,30-20,80) mikron; tebal dinding 4,12 ± 0,19 (4,31-3,93) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel tegak, dalam parenkim aksial tak berbulik dan dalam serat. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis Kayu P. amboinicum
Basah 109,70
KU 14,78
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb 0,89
Bu/Vu 0,53
Bo/Vo 0,48
Bo/Vu 0,47
Bo/Vb 0,43
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 1,04 2,79 3,70 6,59
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis 2 (kg/cm ) MPL MOE MOR 449,426 91274,372 618,773 Ket. Tarik ┴ 2 (kg/cm ) R T 23,341 24,542
Ket. Tekan 2 (kg/cm ) // ┴ 361,735 99,598
Ket. Tarik // 2 (kg/cm ) R T 896,459 930,692
Ket. Geser 2 (kg/cm ) R T 83,676 94,756
Kekerasan (kg) Ujung Sisi 338,000 229,375
Ket. Belah cm2 (kg/ ) R T 32,471 34,087 Ket. Pukul 3 (kg/dm ) R T 22,873 21,544
c. Kelas pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pengampelasan
II
II
II
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur V -
Penggerek di laut V
Kelas keterawetan I
e. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor Lignin Pentosan (%) (%) 31,12
15,11
Holoselulosa (%) 51,80
Kelarutan ekstraktif (%) Air Abu Silika Air Air Alkohol NaOH (%) (%) (%) dingin panas bensin 1% 5,53 6,98 6,32 13,05 4,83 1,49 0,20
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan 129
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Jenis P. amboinicum
Rendemen (%) 40,15
Konsumsi alkali 14,64
Bilangan kappa 17,68
69. Pentaphalangium parviflorum - Guttiferae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun: tidak jelas, warna: kayu (kering udara) kuning-coklat tua, perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas. Tekstur: agak kasar, kekerasan: agak keras, kilap: agak mengkilap, arah serat: agak lurus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter, dan berganda radial 2-3; bentuk umumnya oval; persen soliter 86% (sebagian besar soliter); frekuensi 5/mm2 (jarang); panjang 888,5 ± 40 (844-932) mikron, diameter 280 ± 13 (276-293); bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-seling bersegi banyak; diameter ceruk antar pembuluh 6,19 mikron (kecil); ceruk antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: konfluen; panjang untai delapan (5-8) sel per untai. Jari-jari: heteroseluler; umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal, dengan > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marjinal; lebar jari-jari besar umumnya 4-10 seri. Serat: serat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil; serat bersekat dijumpai; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 2727 ± 60 (2667-2787) mikron; diameter lumen 8,47 ± 0,54 (7,939,01) mikron; tebal dinding 10,11 ± 0,75 (9,36-10,86) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel baring, dan dalam parenkim aksial tak berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu
Kadar Air (%) Basah
P. parviflorum
130
KU
74,55 13,36
Penyusutan,%
Berat Jenis Berdasar
B-KU
Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb 1,02
0,73
0,68
0,64
0,58
R
B-KO T
R
T
1,79 5,97 4,37 11,12
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis Ket. Tekan (kg/cm2) (kg/cm2) MPL MOE MOR // ┴ 500,72 102.297,37 799,69 117,67 412,04 Ket. Tarik ┴ (kg/cm2) R T 46,27 28,69
Ket. Tarik // (kg/cm2) R T 1.186,16 907,04
Ket. Geser (kg/cm2) R T 80,01 86,14
Ket. Belah (kg/cm2) R T 49,64 70,36
Kekerasan (kg) Ujung 534
Ket. Pukul (kg/dm3)
Sisi 445
R 32,91
T 44,90
c. Kelas pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
I
II
II
d. Sifat pengeringan Data sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu P. parviflorum
Pengelompokan cacat pengeringan Retak/pec Deformasi Pecah Sifat ah awal Rubah bentuk dalam pengeringan 33 - 39 (37) Agak baik Agak buruk Baik Agak buruk Kadar air awal (%)
e. Sifat pengkaratan Pengurangan berat sekrup setelah 12 bulan adalah 0,0003%. g. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II IV (II-IV)
Penggerek di laut V
Kelas keterawetan
h. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor Lignin (%) 24,58
Pento san (%) 15,47
Holose lulosa (%) 49,83
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas bensin 1% 2,89
6,56
1,52
18,84
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
6,73
1,33
0,147
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
131
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan Jenis P. parviflorum
Rendemen (%) 29,96
Konsumsi alkali 12,88
Bilangan kappa 31,84
70. Mastixiodendron pachyclados Melch.- Rubiceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Lingkar tahun: jelas, warna kayu (kering udara) kuning-coklat muda, perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras: tidak jelas, tekstur: halus, keras, mengkilap, arah serat: lurus. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan perbedaan ketebalan dinding serat dan menggepeng pada kayu akhir dibandingkan serat kayu awal yang berdinding tipis. Pembuluh: baur, soliter, dan berganda radial 2(-3); bentuk umumnya oval; persen soliter 67,28%; frekuensi 19/mm2 (agak banyak); panjang 1063 ± 56 (1007-1119) mikron, diameter 136 ± 4 (132-140); bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-seling; diameter ceruk antar pembuluh 3,33 mikron (sangat kecil); ceruk antar pembuluh berumbai; ceruk antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh; Parenkim: paratrakea jarang; empat (3-4) sel per untai. Jari-jari: heteroselular; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal; lebar 1-3 seri. Serat: serat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil; serat bersekat dijumpai; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 1872 ± 73 (1799-1945) mikron; diameter lumen 19,77 ± 1,08 (18,69-20,85) mikron; tebal dinding 7,39 ± 0,5 (6,89-7,89) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel tegak berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu
Kadar Air (%)
Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-KU
Basah M. pachyclados
Sifat mekanis 132
KU
65,23 12,86
Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb 1,09
0,79
0,74
0,74
0,70
R
B-KO T
R
T
1,73 4,26 4,29 8,23
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ket. Tekan Ket. Geser Ket. Lentur Statis (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) MPL MOE MOR // R T ┴ 588,86 118.449,74 881,19 443,20 155,81 89,18 103,99 Ket. Tarik ┴ (kg/cm2) R T 27,88 44,02
Ket. Tarik // (kg/cm2) R T 1.142,70 2.220,39
Kekerasan (kg) Ujung Sisi 608 1169
Ket. Belah (kg/cm2) R T 95,46 85,40
Ket. Pukul (kg/dm3) R T 41,27 38,76
c. Kelas pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
I
I
I
I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II III (II-IV)
Kelas keterawetan II
Penggerek di laut II
e. Sifat pengeringan Data sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu M. pachyclados
Kadar air awal (%) 49 - 54 (51)
Pengelompokan cacat pengeringan Retak/pecah Pecah Sifat Deformasi awal dalam pengeringan Sedang Buruk Baik Agak buruk
f. Sifat pengkaratan Pengurangan berat sekrup setelah 12 bulan 0,0002%.
g. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor Lignin (%) 28,76
Pento san (%) 18,14
Holose lulosa (%) 45,78
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas bensin 1% 5,32 9,04 2,91 17,52
Nilai kalor Kal/gr 4,482
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
6,80
0,55
0,071
h. sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan Jenis M. pachyclados
Rendemen (%) 26,48
Konsumsi alkali 13,92
Bilangan kappa 31,82
71. Cempaka (Emerillia papuana) Dandy - Magnoliaceae
133
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu gubal berwarna putih krem, kayu teras berwarna coklat muda kekuningan. Arah serat: lurus dan agak berpadu; corak: polos kadang dengan garis-garis berwarna lebih tua; tekstur: agak halus dan merata; kilap: agak kusam; kesan raba: agak licin; kekerasan: agak keras; bau: tidak ada bau yang mencolok. Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh bentuk tangga (cirri 20) kadang dijumpai juga selang seling (cirri 22), dengan ukuran sedang > 7-10 mikron (cirri 26), percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (cirri 31) atau dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk horizontal atau vertical (cirri 32), diameter pembuluh ada 50-100 mikron (cirri 41) juga ada 100-200 mikron (cirri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (cirri 46). Parenkim: aksial paratrakea tersebar (cirri 76) Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (cirri 97), tubuh jari-jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (cirri 106), frekuensi jari-jari >4-12 per mm (cirri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (cirri 61), serat tak bersekat dijumpai (cirri 66), tebal dinding serat tipis sampai tebal (cirri 69).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu E. papuana
Kadar Air (%) Basah 170,01
KU 15,64
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb 0,40
Bo/Vo 0,46
Bo/Vu 0,42
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 0,72 1,40 2,95 5,28
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis Ket. Tekan Ket. Geser Ket. Belah 2 2 2 2 (kg/cm ) (kg/cm ) (kg/cm ) (kg/cm ) MPL MOE MOR // ┴ R T R T 410,891 76.132,02 580,580 273,286 108,485 108,946 108,299 9,406 9,933 Ket. Tarik ┴ Ket. Tarik // Kekerasan 2 2 3 (kg/cm ) (kg/cm ) (kg) (kg/dm ) R T R T Sisi R Sisi T T 27,88 44,02 537,092 677,103 181,000 189,500 37,489
c. Kelas pemesinan Ketaman
134
Bentukan
Ampelasan
Pemboran
Bubutan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
II
II
II
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur III -
Penggerek di laut IV
Kelas keterawetan I
e. Hasil analisis komponen kimia Komponen kimia Kadar Abu (%) Kadar zat Ekstra aktif (%) Kadar Lignin (%) Kadar Holoselulosa (%) Rata-rata kadar Holoselulosa (%)
Pangkal 0,64 0,56 10,32 8,39 34,72 40,88 54,33 50,17
Tengah 0,76 0,58 8,62 9,16 31,77 25,34 58,85 64,92
Ujung 0,58 0,71 5,48 5,22 20,49 30,17 73,45 63,90
52,25
61,88
68,68
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 72. Disoxilum (Dysoxyllum mollisimum) a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu gubal: berwarna krem, atau putih krem, kayu teras: berwarna putih agak coklat muda. Arah serat: lurus; corak: polos; tekstur: agak halus dan merata; kilap: agak kusam; kesan raba: agak licin; kekerasan: agak keras; bau: tidak ada bau yang mencolok. Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang seling (cirri 22), dengan ukuran kecil > 4-7 mikron (cirri 25), percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (cirri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (cirri 31), diameter pembuluh 100-200 mikron (cirri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (cirri 46). Parenkim: aksial paratrakea sepihak (cirri 84) dan pita > 3 lapis sel (cirri 85), panjang untai delapan (5-8) sel per untai (cirri 93) dan lebih dari 8 sel per untai ( cirri 94). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (cirri 97), tubuh jari-jari seluruhnya sel baring (cirri 104), frekuensi jari-jari >4-12 per mm (cirri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat 135
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kecil (cirri 61), serat bersekat dijumpai (cirri 65), tebal dinding serat tipis sampai tebal (cirri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%)
Jenis Kayu D. mollisimum
Berat Jenis Berdasar
Basah
KU
Bb/Vb
Bu/Vu
Bo/Vo
61,93
14,76
0,48
0,50
0,52
Penyusutan,% B-KU B-KO R T R T 2,48
6,71
4,48
8,23
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis (kg/cm2) MPL MOE MOR 421,351 87.515,78 594,281 2
Ket. Belah (kg/cm ) R 11,281
Ket. Tekan (kg/cm2) // ┴ 350,314 111,178
Ket. Tarik // 2 (kg/cm ) R T 789,791 915,283
T 14,422
Ket. Geser (kg/cm2) R T 107,792 105,133
Kekerasan (kg) Sisi R Sisi T 211,100 216,400
3
(kg/dm ) T 51,922
b. Kelas pemesinan Ketaman II
Bentukan I
Ampelasan I
Pemboran I
Bubutan I
c. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kayu kering II
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur III -
Penggerek di laut IV
Kelas keterawetan I
d. Kelas pemesinan Pengetaman II
Pembentukan I
Pengampelasan I
Pemboran I
Pembubutan I
Tengah 0,88 0,93 3,96 3,93 32,91 40,99 62,24 54,14 58,19
Ujung 0,79 0,80 3,84 4,07 34,01 28,52 61,36 66,60 63,98
e. Hasil analisis komponen kimia Komponen kimia Kadar Abu (%) Kadar zat Ekstra aktif (%) Kadar Lignin (%) Kadar Holoselulosa (%) Rata-rata kadar
136
Pangkal 0,92 0,76 4,17 3,85 39,26 37,15 55,66 58,24 56,95
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Holoselulosa (%)
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
73. Kabesak (Acasia leucophloea) - Mimosaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, gubal berwarna kuning. Corak: berjalur-jalur berwarna gelap terang pada bidang radial. Seperti halnya pada kayu dari famili jenis leguminoceae, kayu kabesak bercorak indahi. Tekstur: halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat: lurus, bergelombang hingga berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: mempunyai bau seperti jengkol. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: sebagian besar soliter (90%), ganda radial 2 s.d 3 proporsi sel pembuluh 19%, ceruk antar pembuluh poligonal, jumlah pembuluh tiap mm2 adalah 8, diameter 165 mikron dan panjang pembuluh 1140 mikron. Parenkim: vasisentrik, ada yang berbentuk pita dengan proporsi sel 11% ceruk selang seling. Jari-jari: bertingkat tak beraturan/ multiseries (2-12), panjang jari-jari 1570 mikron, tinggi jari-jari 210 mikron dan jumlah tiap mm2 11, adanya sel baring jari-jari dan sebagian persegi, adanya kristal prismatik pada sel tegak jari-jari, proporsi sel 12%. Serat: proporsi serat 58%. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan,% B-KU R 1,61
Kadar Air,%
B-KO T 3,94
R 3,68
T 8,00
Basah 86,44
Berat Jenis
KU 13,73
0,73
Sifat mekanis Kabesak
Ket. Lentur Statis 2 kg/cm
Ket. tekan
Ket. Geser
Kekerasan Sisi
MPL
MOE
MOR
C//
C┴
R
T
Ujung
R
T
Basah
402
54645
614
290
177
101
126
535
448
425
Kering
430
79685
815
369
231
170
178
569
517
568
Kabesak termasuk kelas kuat II (II-III). 137
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Kelas pemesinan Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
I
I
I
I
I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II I
Kayu kering II
Kelas keterawetan I
Penggerek di laut II
e. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor Lignin (%) 29,99
Pento san (%) 20,41
Holose lulosa (%) 63,48
Kelarutan ekstraktif (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas bensin 1% 7,28
8,05
5,55
28,94
Nilai Kalor (kal/g) 8,47 1,164 0,129 4305 Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
BKO Rata-rata (g)
10 10
3,6 3,4
3,5
Kadar air (%) Kering Basah oven 65
185,71
Berat pulp hasil pemasakan (g)
Reject (g)
Rendemen (%)
484,5
55,7
28,26
Konsumsi alkali dan bilangan kappa Konsumsi alkali 14,09 14,09
Rata-rata 14,09
Bilangan kappa 7,25 7,89
Rata-rata 7,57
74. Timo (Timoneus seriseus) - Rubiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat muda. Corak: polos. Tekstur: agak halus sampai halus. Arah serat: lurus, bergelombang hingga berpadu. Kilap:
138
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
permukaan kayu kusam. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: tidak berbau. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: sebagian besar soliter (60%), ganda radial 2 s.d 3 proporsi sel pembuluh 15%, jumlah pembuluh tiap mm2 6, diameter pembuluh 95 mikron, panjang pembuluh 1170 mikron, ceruk sangat kecil dan selang seling. Parenkim: aksial konfluen, proporsi sel parenkim 10%. Jari-jari: monoseriate dan multiseriate (2-6) dengan proporsi sel 8%, panjang jari-jari 230 mikron, tinggi jari-jari 680 mikron dan jumlah tiap mm2 9. Serat: bersekat dengan proporsi sel 67%. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Penyusutan,% B-KU R 1,52
T 3,70
R 3,78
Berat Jenis
Kadar Air,%
B-KO T 7,69
Basah 86,91
KU 12.93
0,68
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis 2 (kg/cm ) MPL MOE MOR 381 74774 593 473 81527 727
Timo Basah Kering
Ket. tekan 2 kg/cm ) C// C┴ 308 168 368 196
Ket Geser 2 kg/cm ) R T 91 112 115 134
Kekerasan Ujung 515 533
R 401 423
T 396 441
Timo termasuk kelas kuat II (II-III). c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Timo
Pengetaman I
Pembentukan I
Pengampelasan Pemboran I I
Pembubutan I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering III
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II I
Penggerek di laut II
Kelas keterawetan I
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor Lignin (%)
Pentosan (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Holoselulosa Air Air Alkohol NaOH (%) dingin panas bensin 1%
26,65
29,99
65,77
7,61
6,52
6,56
17,23
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
9,53
0,643
0,161
Nilai Kalor (kal/g) 4400
139
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
f. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Kadar air, rendemen pulp hasil pemasakan, konsumsi alkali dan bilangan kappa Kadar Air (%)
BB (g)
BKO (g)
Basah
Kering oven
10
3,5
66
194,12
Berat Pulp Hasil Pemasakan (g) 486,5
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
14,09
6,45
27,57
75. Wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nelson) - Fabaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat kemerahan, gubal berwarna kuning sampai coklat pucat. Corak: berjalur-jalur berwarna gelap terang pada bidang radial. Seperti halnya pada kayu dari famili jenis leguminoceae, kayu wagha bercorak indah. Tekstur: agak kasar sampai kasar dan merata. Arah serat: lurus, sedikit berpadu atau bergelombang. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: tidak berbau. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur; hampir seluruhnya soliter ini yang paling sering ditemukan; diameter pembuluh 100 -200 mikron; frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang. Bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-seling, dengan ukuran kecil > 4-7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jarijari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok, parenkim aksial paratrakea vaskisentrik, aliform dan konfluen. Tipe sel parenkim aksial lebih dari delapan sel per untai). Jari-jari: jari-jari seluruhnya 1 seri ini yang paling sering dijumpai. Komposisi sel jari-jari seluruhnya sel baring, frekwensi jari-jari >12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas, dinding serat tipis sangat tebal, serat tanpa sekat dijumpai. Ditemukan adanya kristal prismatik, kristal prismatik dalam parenkim aksial dalam serat.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar Air (%) Basah
140
KU
Berat Jenis Berdasar Bb/Vb
Bu/Vu
Bo/Vu
Bo/Vb
Penyusutan Basah-K. Basah-K. oven Udara R T R T
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
43,35
15,77
1,05
0,90
0,78
0,73
1,82
3,86
5,45
9,65
Sifat mekanis Lentur statis 2 (kg/cm )
Keadaan kayu
Ket. Tekan 2 (kg/cm )
Basah
MPL 528,69
MOE 109205,80
MOR Sejajar Tgklurus 818,82 411,16 192,40
KU
697,18
115856,99
1029,21
561,57
2
Keadaan kayu Basah KU
Ket. Tarik (kg/cm ) Tegak lurus Sejajar R T R T 28,66 39,82 875,88 1221,43 33,19 36,36 1020,97 828,55
224,90
Ket. Geser 2 (kg/cm ) ) R 75,86
Ket. Belah (kg/cm)
T 96,24
R T 66,42 70,24
100,86 130,59
69,69 58,89
Kekerasan, 2 (kg/cm ) Sisi Ujung 693,06 772,90 829,20 901,20
Ket. Pukul, 3 (kgm/dm ) R T 51,30 44,24 53,73 42,62
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu
Pengetaman
Wagha
Pembentukan
II
Pengampelasan
II
Pemboran
II
Pembubutan
II
II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II I
Kelas keterawetan I
Penggerek di laut II-I
e. Sifat pengeringan Jenis kayu Wagha
Kadar air awal rata-rata (%) 50
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam 5 5 3
Estimasi bagan pengeringan Jenis kayu Wagha
Kadar air awal rata-rata (%) 50
o
Suhu, C Awal Akhir 50 70
Kelembaban,% Awal akhir 84 40
Kualitas Agak buruksedang
f. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor Jenis kayu
Lignin Pento- Selulosa Kelarutan ekstraktif (%) Air (%) san (%) Air Air Alk. NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% Wagha 30,66 16,17 55,86 2,80 4,15 4,64 15,05 2,39
Abu (%)
Silika (%)
3,06
2,20
Nilai Kalor (kal/g) 4350
g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas 141
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Jenis kayu Wagha
Bilangan Kappa 1 2 Rata-rata 19,52 21,31 20,55
1 14,19
Konsumsi Alkali 2 Rata-rata 14,19 14,19
Rendemen (%) 29,40
76. Wala (Planchonia valida (Blume) - Lecythidaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna kuning kecoklatan, gubal berwarna putih kemerahan. Corak: berjalur-jalur berwarna gelap terang pada bidang longitudinal. Tekstur: agak kasar sampai kasar dan merata. Arah serat: sedikit berpadu atau bergelombang. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: tidak berbau. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur; pengelompokan pembuluh berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai dan bergerombol biasa dijumpai; diameter pembuluh 100 -200 mikron; frekuensi 5-20 buah/mm2. Bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-seling, bentuk ceruk selang seling bersegi banyak, dengan ukuran kecil > 4-7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok, parenkim aksial paratrakea jarang. Tipe sel parenkim aksial lebih dari delapan sel per untai. Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 dan umumnya 4-10 seri. Komposisi sel jari-jari dengan tubuh jari-jari sel baring dengan 1 dan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal, frekwensi jari-jari >12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sederhana sampai berhalaman sangat kecil, dinding serat sangat tebal, serat tanpa sekat dijumpai. Ditemukan adanya kristal prismatik, kristal prismatik dalam sel tegak dan dalam parenkim aksial berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Keadaan kayu
Lentur statis, (kg/cm2) MPL
MOE
Ket. Tekan, (kg/cm2) MOR
Ket. Geser, (kg/cm2)
Sejajar Tgklurus R
T
Ket. Belah, (kg/cm) R
T
Ket. Tarik (kg/cm2) Tegaklurus Sejajar R
T
R
T
Basah
364,17 83065,43 606,73 292,94 152,90
81,56
K.U.
506,39 82496,43 733,42 362,83 180,23
126,65 128,58 66,31 78,21 30,72 54,87 689,33 705,59
142
102,74 57,74 52,90 49,19 42,81 552,43 812,86
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Keadaan Ket. Tarik ┴ kg/cm kayu R T Basah 49,19 42,81 K.U. 30,72 54,87
2
2
Ket. Tarik // kg/cm R T 552,43 812,86 689,33 705,59
Sisi 524,04 574,17
Ujung 585,64 641,67
R 29,21 48,33
T 28,31 25,24
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu
Pengetaman
Pembentukan
Pengampelasan
Pemboran
Pembubutan
II
II
II
II
II
Wala
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering II-I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II I
Penggerek di laut II
Kelas keterawetan I
e. Sifat pengeringan Jenis kayu Wala
Kadar air awal rata-rata (%) 50
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam 5 5 3
Estimasi bagan pengeringan Kadar air awal rata-rata (%) 59
Jenis kayu Wala
o
Suhu, C Awal Akhir 50 80
Kelembaban,% Awal akhir 80 29
Kualitas Sedang
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor kayu Jenis kayu Wala
Lignin (%) 28,68
Kelarutan ekstraktif (%) Pento Se lulosa Air san Air Air Alkohol NaOH (%) (%) (%) dingin panas bensin 1% 14,36 46,82 4,45 6,80 4,53 18,05 5,22
Abu (%)
Silika (%)
1,55
0,10
Nilai Kalor (kal/g) 4330
g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Jenis kayu Wala
Bilangan Kappa 1 2 Rata-rata 19,78 18,78 19,15
Konsumsi Alkali 1 2 Rata-rata 14,19 14,19 14,19
Rendemen (%) 29,77
77. Injuwatu (Pleioginium timoriense) – Anacardiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu gubal: berwarna krem, atau merah muda, kayu teras: berwarna coklat kemerahan. Arah serat: terpilin kadang berpadu; corak: polos; tekstur: agak kasar dan merata; kilap: agak mengkilap; kesan raba: agak licin; kekerasan: keras; bau: tidak ada bau yang mencolok. 143
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22), dengan ukuran sedang > 7-10 mikron (ciri 26), percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (ciri 46), terdapat endapan dalam pembuluh (ciri 58). Parenkim: aksial paratrakea jarang (ciri 78) dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86), panjang untai empat (3-4) sel per untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), tubuh jari-jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), frekuensi jari-jari >4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), tebal dinding serat sangat tebal (ciri 70). Inklusi material: Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam sel baring (ciri 138) dan dalam parenkim aksial tidak berbilik (ciri 141). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Lentur statis,kg/cm
Kondisi kayu Basah
Ket. Tekan, 2 kg/cm
2
MPL
MOE
MOR
//
┴
313,5
65358
532,5
306,7
289,3
2
Keadaa Basah
Ket. Tarik, kg/cm Tegaklurus Sejajar R T R T 47,6 60,8 630,9 797,0
Ket. Geser, 2 kg/cm R
Ket. Belah, kg/cm
T
132,3 161,1
Kekerasan (kg/cm2) Sisi Ujung 772,1 835,4
R
T
-
-
Ket. Pukul (kgm/dm3) R T 37,6 49,4
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Injuwatu
Pengetaman Pembentukan I I
Pengampelasan I
Pemboran I
Pembubutan I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur II -
Kelas Penggerek di laut keterawetan II IV
e. Sifat pengeringan Jenis
144
Kadar air
Klasifikasi cacat pengeringan
Sifat
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kayu Injuwatu
awal (%) 47 – 69 (60)
Retak/pecah awal 4
Rubah bentuk * 4–6
Pecah dalam 3-5
pengeringan Sedang - buruk
Keterangan; **) Memangkuk, menggelinjang, sedikit kolaps; 3 = agak baik; 4 = sedang; 5 = agak buruk; 6 = buruk
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor kayu Jenis kayu Injuwatu
Kelarutan ekstraktif (%) Pento Se san lulosa Air Air Alkohol NaO (%) (%) dingin panas bensin H 1% 32,75 16,78 52,70 5,63 9,82 5,51 20,61
Lignin (%)
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
4,04
1,02
0,17
Nilai Kalor (kal/g) 4.403
g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas II.
78. Mayela (Artocarpus glaucus Bl.) - Moraceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu gubal: berwarna krem, atau putih agak kekuningan, kayu teras: berwarna kuning. Arah serat: lurus dan agak berpadu; corak: polos; tekstur: agak kasar dan merata; kilap: agak kusam; kesan raba: agak licin; kekerasan: keras; bau: tidak ada bau yang mencolok. Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22), dengan ukuran sedang > 7-10 mikron (ciri 26), percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31), diameter pembuluh 100-200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (ciri 46), tilosis umum ada dalam pembuluh (ciri 56). Parenkim: aksial paratrakea aliform (ciri 80) dan konfluen (ciri 83), panjang untai empat (3-4) sel per untai (ciri 92). Jari-jari: lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97) dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98), tubuh jari-jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), dan umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), dijumpai adanya sel seludang (ciri 110), frekuensi jari-jari >412 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), tebal dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69).
145
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis 2
Ket. Tekan, kg/cm
MOR 715,6
// 395,1
Lentur statis,kg/cm
Keadaan
MPL 492,1
Basah
MOE 100884,9
2
Ket. Tarik, kg/cm Tegaklurus Sejajar R T R T 52,4 60,1 1000,7 1083,6
Basah
Ket. Geser, 2 kg/cm R T 92,9 110,4
2
┴ 273,1
Kekerasan 2 (kg/cm ) Sisi Ujung 768,6 810,9
Ket. Pukul 3 (kgm/dm ) R T 51,8 56,0
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Mayela
Pengetaman Pembentukan I I
Pengampelasan I
Pemboran I
Pembubutan I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Rayap kayu kering I
Kelas keawetan Rayap tanah Jamur I
Penggerek di laut
Kelas keterawetan
II
IV
-
e. Sifat pengeringan Klasifikasi cacat pengeringan Jenis Kadar air awal (%) Retak/pecah Rubah Pecah kayu awal bentuk dalam Mayela 51- 81 (65) 2-3 5-6 2-4
Sifat pengeringan Agak baik- buruk
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor kayu Kelarutan ekstraktif (%) Pento Selu san losa Air Air Alkohol NaOH (%) (%) dingin panas bensin 1% Mayela 32,62 16,97 52,26 3,90 8,84 5,43 20,15 Jenis kayu
Lignin (%)
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
3,52
1,06
0,61
g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
79. Gerunggang (Cratoxylon sp.) - Guttiferae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
146
Nilai Kalor (kal/g) 4274
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri umum Secara makroskopis kayu gerunggang berwarna merah bata. Kayu bertekstur agak kasar, saat diraba memberi kesan kesat. Permukaan kayu agak mengkilap. Batang kayu mengeluarkan getah kuning. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur; berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai; panjang pembuluh 514,48±123,80 mikron, diameter pembuluh 158,59±32,06µ, diameter 15 cm), panjang pembuluh 549,35±111,52µ, diameter pembuluh 186,37±34,83 mikron (gerunggang ø 20 cm), dan panjang pembuluh 484,72±92,96µ, diameter pembuluh 187,35±34,57µ (gerunggang ø 25 cm), frekwensi 5 sampai 20 per mm; Bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-seling dengan ukuran sedang > 4-7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang dan vaskisentrik. Tipe sel parenkim aksial delapan (5-8) sel per untai. Pada kayu dengan umur yang lebih tua ditemukan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Jari-jari: jari-jari 1-3 seri dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri ditemukan pada kayu dengan umur lebih tua. Komposisi sel jari-jari seluruhnya sel bujur sangkar atau sel tegak; tubuh jari-jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, pada gerunggang ø 15 cm panjang serat 1230,52±85,34µ, diameter 28,09±3,13 mikron, diameter lumen 23,88±3,10µ, dinding serat 2,10±0,34µ, pada gerunggang ø 20 cm panjang serat 1327,29±111,85µ, diameter 31,18±2,86 mikron, diameter lumen27,05±2,65 mikron, dinding serat 2,07±0,48µ, dan pada gerunggang ø 25 cm panjang serat 1257,54±102,14µ, diameter 28,85±3,01µ, diameter lumen 24,84±3,37µ, dinding serat 2,00±0,46µ, tebal dinding serat termasuk kategori tipis sampai tebal. Inklusi mineral tidak ditemukan, tapi berdasarkan prosea (5) 1, 2, 3 seharusnya ditemukan silika pada jari-jari, pada kayu contoh uji silika belum ditemukan, kemungkinan kayu masih berumur muda dan silika belum terbentuk.
Nilai kualitas serat Parameter yang diamati Panjang serat (μ) Daya tenun Muhlsteph ratio (%)
Diameter 15 cm 20 cm 25 cm Rata2 Std Nilai Std Nilai Rata2 Std Nilai Rata2 deviasi kualitas Deviasi kualitas Deviasi kualitas 1.230,52 85,34 50 1.327,29 111,85 50 1.257,5 102,14 50 44,46 27,86
5,67 4,60
25 100
42,42 24,84
4,69 4,76
25 100
44,02 26,11
6,23 6,67
25 100
147
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Parameter yang diamati
15 cm Rata2 Std Nilai deviasi kualitas 0,85 0,03 100
Rasio Fleksibilitas Bilangan runkel Koef. kekakuan Total nilai Kelas kualitas
Diameter 20 cm Std Nilai Rata2 Deviasi kualitas 0,86 0,03 100
25 cm Std Nilai Deviasi kualitas 0,86 0,04 100
Rata2
0,18
0,04
100
0,16
0,04
100
0,17
0,06
100
0,08
0,01
100
0,07
0,01
100
0,07
0,02
100
475 I
475 I
475 I
c. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Sifat yang diamati Berat jenis, gr/cm
Diameter Ø 20 0,515
Ø 15 0,445
3
Ø 25 0,452
Sifat mekanis Diameter kayu 15 20 25 Diameter kayu 15 20 25
Ket.Lentur Statis 2 kg/cm ) MPL MOE MOR 313,7 69121,3 573,6 391,5 71723,8 672,5 355,5 61716,5 555,8 Keteg. Tarik┴ 2 kg/cm R T 21,2 34,3 11,7 34,8 29,8 29,4
Ket. tekan 2 g/cm ) C// C┴ 280,7 71,9 307,0 129,4 276,7 89,1
Ket. Tarik// 2 kg/cm R T 374,1 604,2 689,6 645,6 457,4 528,9
Ket. Geser 2 g/cm R T 85,4 86,9 74,8 106,6 89,3 95,3
Kekerasan 2 kg/cm Ujung Sisi 322,5 226,2 399,5 281,5 340,3 213,9
Ket. Belah 2 g/cm R T 23,0 29,9 18,7 30,0 24,0 22,3 Ket. Pukul 2 kg/cm R T 12,3 14,1 22,8 11,4 17,2 24,8
d. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Diameter kayu
Lignin (%)
15 20 25
30,30 30,01 31,49
Pento san (%) 15,71 14,15 15,78
Sifat yang diamati Nilai kalor
Selulosa (%) 52,02 51,71 50,03
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Air Alk. NaOH (%) dingin panas benzen 1 % 1,34 5,99 2,40 11,38 6,979 1,95 5,54 1,33 11,03 7,951 1,84 3,01 1,91 11,39 7,483
Ø 15 4,311
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
148
Diameter Ø 20 4,296
Abu (%)
Silika (%)
0,857 0,424 0,563
0,375 0,053 0,241
Ø 25 4,268
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
80. Jabon merah (Anthocephalus sp.) - Rubiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: putih kekuningan, kayu gubal dan teras tidak terdapat perbedaan. Kayu bertekstur agak halus, saat diraba memberi kesan agak licin. Permukaan kayu agak mengkilap. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh baur, panjang µ641,96±145,73 mikron, diameter 172,94±26,50 mikron pada umur 4 tahun, panjang pembuluh 778,51±166,75 mikron, diameter 222,68±42,09 mikron pada umur 5 tahun, dan panjang pembuluh 624,47±151,60 mikron, diameter 241,67±55,21 mikron pada umur 6 tahun, frekwensi 5 atau kurang per mm, pembuluh bergabung radial 4 atau lebih kadang sampai 6 biasa dijumpai. Bidang perforasi sederhana dengan ceruk antar pembuluh selang-seling dengan ukuran kecil > 4-7 mikron, pada kayu yang lebih tua kecenderungan ukuran ceruk sedang > 7-10 mikron dijumpai, ceruk antar pembuluh berumbai. Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: parenkim aksial apotrakea bentuk tersebar, dan tersebar dalam kelompok. Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri, pada kayu yang umur 4 dan 5 tahun kecenderungan jari-jari satu seri lebih banyak. Jari-jari 2 ukuran yang jelas. Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Sel seludang kadang dijumpai pada kayu dengan umur 6 tahun. Serat: dengan ceruk berhalaman yang jelas, serat tanpa sekat dijumpai. Pada jabon umur 4 tahun panjang serat 1537,25±151,94 mikron, diameter serat 36,90±2,42 mikron, diameter lumen 31,47±2,06 mikron, dan tebal dinding serat 2,72±0,43 mikron; pada jabon umur 5 tahun panjang serat 1856,25±160,71 mikron, diameter serat 41,59±3,78 mikron, diameter lumen 36,16±3,67 mikron, dan tebal dinding serat 2,72±0,39 mikron; pada jabon umur 6 tahun panjang serat 1680,53±143,98 mikron, diameter serat 39,93±3,28 mikron, diameter lumen 34,67±3,34 mikron, dan tebal dinding serat 2,64±0,33 mikron, dinding serat termasuk kategori tipis sampai tebal. Nilai kualitas serat Parameter yang diamati Panjang serat Daya tenun
Umur 4 tahun 5 tahun Rata2 Std Kualitas Rata2 Std Kualitas deviasi kayu Deviasi kayu 1.537,25 151,94 50 1.856,25 160,71 50 40,28 4,33 25 44,32 5,38 25
6 tahun Std Kualitas Deviasi kayu 1.680,53 143,98 50 42,74 4,99 25 Rata2
149
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Muhlsteph ratio (%) Rasio Fleksibilitas Runkel ratio Koef. kekakuan
27,20
3,38
100
24,49
3,32
100
24,77
3,31
100
0,85 0,17 0,07
0,02 0,03 0,01
100 100 100
0,87 0,15 0,07
0,02 0,03 0,01
100 100 100
0,87 0,15 0,07
0,02 0,02 0,01
100 100 100
Total nilai Kelas kualitas
475 I
475 I
475 I
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Sifat yang diamati Berat jenis 3 (gr/cm )
Ø 15 0,445
Diameter Ø 20 0,515
Ø 25 0,452
4 tahun 0,497
Umur 5 tahun 0,383
6 tahun 0,420
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis 2 (kg/cm ) MPL MOE MOR 314,1 62940,2 558,6 264,3 37329,6 373,3 366,6 50681,2 491,7
Umur (tahun) 4 5 6
Keteg. Tarik┴
Umur (tahun)
R 22,0 35,7 86,6
4 5 6
T 26,2 14,9 32,4
Ket. tekan 2 (kg/cm ) C// C┴ 240,6 115,8 187,1 67,9 244,2 53,9
KeteguhanTarik// 2 kg/cm R T 548,2 400,1 439,0 354,6 395,2 372,6
Keteguhan Geser R T 97,2 84,4 61,2 47,5 78,7 86,1
Kekerasan Ujung 341,6 249,7 266,0
Sisi 277,3 157,2 291,6
Keteguhan Belah R T 20,3 35,2 18,9 23,3 20,2 27,9
Keteguhan.Pukul 3 kgm/dm R T 24,4 30,3 13,3 15,1 12,9 15,5
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Umur (tahun)
Lignin (%)
4 5 6
30,18 30,97 31,89
Nilai kalor
Pentosan (%) 18,29 18,04 18,05
Selulosa (%) 53,09 54,73 50,91
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas benzen 1% 2,10 3,50 1,66 14,54 2,54 5,91 1,35 14,70 3,64 4,24 1,91 12,92
Umur 4 tahun 4,365
Umur 5 tahun 4,289
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
7,242 0,811 0,043 7,495 1,119 0,448 8,211 0,925 0,432
Umur 6 tahun 4,411
81. Binuang (Octomeles sp.) - Daticaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Secara makroskopis, kayu binuang berwarna putih kekuningan, serat kayunya agak kasar dengan arah yang cukup lurus. Kayunya terasa lunak, dan tidak 150
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
mengandung getah ataupun resin.Warna antara kayu gubal dan kayu teras sulit dibedakan. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), frekuensi pembuluh 5 atau kurang per mm2 (ciri 46) kadang 5-20 per mm2 (ciri 47); bidang perforasi sederhana (ciri 13) kadang bentuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), kadang bentuk ceruk selang-seling bersegi banyak (ciri 23); ukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), panjang untai 2 sel peruntai (ciri 91), empat (3-4) sel per untai (ciri 92), delapan (5-8) sel per untai. Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97), jarijari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98). Tinggi jari-jari > 1 mm (ciri 102), dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106) kadang dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66). Dinding serat termasuk kategori sangat tipis (ciri 65) dan tipis sampai tebal (ciri 69). Sifat turunan serat kayu binuang dari dua lokasi Kayu Bi Bku
Felting 54.27* ± 6.67 40.95 ± 8.09
Muhlstep (%) 33.63* ± 6.47 28.96 ± 5.59
Flexibility 0.81 ± 0.04 0.84* ± 0.03
Runkel 0.23* ± 0.06 0.19 ± 0.05
Kekakuan 0.09* ± 0.02 0.08 ± 0.02
Kualitas serat kayu mahang, terentang dan binuang dari dua asal lokasi Kode sampel/nilai Binuang Inhu (Bi) Binuang Kuok (Bku) 1,899.63 / 50 1,703.53 / 50 0.23 / 100 0.19 / 100 54.27 / 50 40.95 / 25 33.63 / 50 28.96 / 100 0.81 / 100 0.84 / 100 0.09 / 100 0.08 / 100 450 475 I I
Kriteria Fiber length Runkel ratio Felting power Muhlsteph ratio Flexibility Rigidity Nilai Class quality
b. Sifat fisis dan mekanis Kode Bi Bku
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) MPL 194.25* ± 26.37 80.09 ± 13.96
MOE 30919.35ns ± 5,125.18 28,520.13 ± 1,325.01
MOR 267.15* ± 16.16 132.38 ± 32.82
Ket. Tekan (kg/cm2) Tekan//
Tekan┴
185.35* ± 24.57 82.11 ± 15.97
14.52 ± 3.39 22.16ns ± 7.70
151
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah Ket. Tarik // (kg/cm2)
Ket. Tarik ┴ (kg/cm2) Tarik TLR Tarik TLT
Kode
Tarik //R
Tarik //T
Kekerasan (kg) Keras Ujung
Keras Sisi
Bi
7.41* ± 1.17 10.17ns ± 3.14 224.78ns ± 131.70 282.14* ± 77.56 147.33* ± 20.53 87.75* ± 14.75
Bku
3.98 ± 1.12
6.90 ± 1.29
100.38 ± 29.72
105.26 ± 0
95.50 ± 9.01
47.83 ± 5.35
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Asal Kayu
Lignin (%)
Bi Bku
33.62 34.44
Pento Selulosa san (%) (%) 11.95 52.16 11.45 52.35
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas benzen 1% 3.30 5.55 3.25 9.87 3.44 4.89 2.69 9.75
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
9.43 9.80
1.48 1.68
0.19 0.06
82. Terentang hijau (Campnosperma sp.) - Anacardiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Kayu terentang berwarna kuning kemerahan. Antara kayu gubal dan kayu teras tidak terdapat perbedaan warna yang jelas. Tekstur kayunya agak kasar. Arah serat lurus sampai berpadu. Pada potongan melintang kayu seringkali ditemukan substansi seperti resin yang berwarna kemerahan. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), frekuensi pembuluh 20-40 per mm2 (ciri 48) kadang 5-20 per mm2 (ciri 47); Bidang perforasi sederhana (ciri 13) kadang bentuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), bentuk ceruk selang-seling bersegi banyak (ciri 23) kadang bentuk tangga (ciri 20), ukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25), pada kayu yang lebih tua kecenderungan ukuran ceruk sedang > 7-10 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Tilosis umum (ciri 56). Parenkim: parenkim aksial tidak ada atau sangat jarang (ciri 75). Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-jari seluruhnya sel baring (ciri 104) dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (106) kadang dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat termasuk kategori sangat tipis (ciri 65) dan tipis sampai tebal (ciri 69). Ukuran serat dapat dilihat pada Tabel berikut. Saluran interselular: radial (pada jari-jari) (ciri 130). Asal kayu Tk
152
Felting 45.92 ± 6.71
Muhlstep (%) 39.15 ± 4.07
Flexibility
Runkel
Kekakuan
0.78ns ± 0.03
0.28 ± 0.04
0.11 ± 0.01
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Td
46.32n ± 5.54
41.65* ± 4.12
0.76 ± 0.03
0.31ns ± 0.05
0.12ns ± 0.01
Kualitas serat kayu terentang dari dua asal lokasi Kode sampel/nilai Terentang Kuansing (Td) Terentang Dharmasraya (Tk) 1,378.96 / 50 1,306.06 / 50 0.28 / 50 0.31 / 50 45.92 / 25 46.32 / 25 39.15 / 50 41.65 / 50 0.78 / 50 0.76 / 50 0.11 / 50 0.12 /50 275 275 II II
Kriteria Fiber length Runkel ratio Felting power Muhlsteph ratio Flexibility Rigidity Nilai Class quality
b. Sifat fisis dan mekanis 2
Kode
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm ) MPL MOE MOR 201.60 ± 37.63 46,083.40 ± 7,598.09 366.11 ± 41.51 72.46* ± 44.54 76090.19* ± 17,376.80 583.61* ± 81.58
Td Tk Kode Td Tk
2
2
Ket. Tekan (kg/cm ) Ket. Tarik ┴ (kg/cm ) Tekan// Tekan┴ Tarik TLR Tarik TLT 176.73 ± 33.17 42.72 ± 7.65 20.87 ± 3.94 21.10 ± 1.53 272.76* ± 35.48 77.57* ± 13.89 24.26ns ± 11.24 25.00ns ± 8.99 2
Ket. Tarik // (kg/cm )
Kode Td Tk
Tarik //R 354.13
Kekerasan (kg)
Tarik //T
Keras Ujung
KerasSisi
± 131.11
574.99ns
± 222.76
223.33
400.12ns ± 123.72
392.02
± 116.32
331.33* ± 13.87 183.50* ± 18.02
± 26.10 121.67
± 17.78
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Asal Kayu
Lignin (%)
Td Tk
26.31 26.64
Pento san (%) 18.09 12.73
Selulosa (%) 54.74 53.03
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH dingin panas benzen 1% 0.77 3.84 4.04 11.40 1.08 4.55 4.65 14.25
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
6.54 6.24
0.28 0.53
0.05 0.08
83. Mahang (Macaranga sp.) - Euphorbiaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum
153
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kayu mahang berwarna hampir putih dan teksturnya terasa sedikit kasar. Kayunya terasa ringan dan cukup lunak. Tidak terlihat perbedaan warna yang menonjol antara kayu teras dan kayu gubal. Arah serat cukup lurus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai dengan 5 sel biasa dijumpai (ciri 10), ukuran pembuluh dapat dilihat pada Tabel 4.1. frekwensi pembuluh 5 atau kurang per mm2 (ciri 46); Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), bentuk ceruk selang-seling bersegi banyak ( ciri 23), dengan ukuran sedang > 4-7 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31), dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Kadang ditemukan tilosis dalam pembuluh (ciri 56). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76), paratrakea jarang (ciri 78), dan dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Tipe sel parenkim aksial delapan (5-8) sel per untai (ciri 93). Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97) dan lebar jari-jari multiseri=lebar jari-jari 1 seri (ciri 100), tinggi jari-jari > 1 mm (ciri 102). Komposisi sel jari-jari umumnya dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), frekuensi jari-jari 12 atau lebih per mm (ciri 116). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66). Ukuran serat dapat dilihat pada Tabel 4.1. tebal dinding serat termasuk kategori tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (ciri 136) dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). Sifat turunan serat kayu mahang dari dua lokas Kode Sampel Mk Md
Felting 43.58 ± 8.10 44.29ns ± 6.40
Muhlstep (%) 27.93 ± 3.71 28.80ns ± 5.20
Flexibility Runkel Kekakuan 0.85ns ± 0.02 0.18 ± 0.03 0.08ns ± 0.01 0.84 ± 0.03 0.19ns ± 0.04 0.08 ± 0.02
Kualitas serat kayu mahang dari dua asal lokasi Kriteria Fiber length Runkel ratio Felting power Muhlsteph ratio Flexibility Rigidity Nilai Class quality
Kode sampel/nilai Mahang Kuansing (Mk) Mahang Dharmasraya (Md) 1,883.53 / 50 1,844.60 / 50 0.18 / 100 0.19 / 100 43.58 / 25 44.29 / 25 27.93 / 100 28.80 / 100 0.85 / 100 0.84 / 100 0.08 / 100 0.08 / 100 475 400 I I
b. Sifat fisis dan mekanis 2
Kode Md
154
MPL 270.64ns ± 6.56
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm ) MOE MOR 54607.64* ± ,238.62 439.33 ± 20.54
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Mk
240.25 ± 44.24
0,975.77 ± 595.31 2
Kode Md Mk
Ket. Tekan (kg/cm ) Tekan// Tekan┴ 258.12* ± 23.87 51.25* ± 10.69 200.29 ± 14.47 28.99 ± 1.39
347.87* ± 43.54 2
Ket. Tarik ┴ (kg/cm ) Tarik TLR Tarik TLT 525.15* ± 31.40 755.11* ± 61.81 260.49 ± 13.27 323.31 ± 58.45
2
Kode
Ket. Tarik // (kg/cm ) Tarik //R
Tarik //T
Kekerasan (kg) Keras Ujung
Keras Sisi
Md
525.15* ± 131.40
755.11* ± 161.81
247.33* ± 31.64
144.83* ± 21.23
Mk
260.49 ± 13.27
323.31 ± 58.45
165.33 ± 11.72
79.75 ± 6.50
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Asal Kayu
Lignin (%)
Md Mk
30.52 33.77
Pentosan (%) 4.14 4.60
Selulosa (%) 52.11 53.41
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH Dingin Panas benzen 1% 1.48 4.52 1.61 10.05 0.84 4.11 4.74 8.02
Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
8.42 6.27
0.67 0.61
0.14 0.13
84. Sekubung (Macaranga gigantean) a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna kuning agak merah muda atau merah muda kecoklatan tidak dapat dibedakan dari gubal. Corak :polos. Tekstur: agak kasar dan merata. Arah serat: lurus. Kilap: agak kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai dengan 4 sel biasa dijumpai (ciri 10); frekwensi 5 atau kurang per mm2 (ciri 46); Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selangseling (ciri 22) dengan ukuran sedang >7-10 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Tipe sel parenkim aksial lebih dari delapan sel per untai (ciri 94). Jari-jari: umumnya seluruhnya satu seri (ciri 96) ada juga jari-jari 1-2 seri (ciri 97). Komposisi sel jarijari umumnya sel baring, sel bujur sangkar, dan sel tegak bercampur (ciri 109). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61). Ukuran serat dan pembuluh kayu
155
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Jenis parameter Panjang Ø serat Serat Ø Lumen T. Dinding Panjang Pembuluh Ø
A 1777.91 ± 61,76 a 43.38 a ± 1,88 35.39 a ± 2,01 4.00 a ± 0,09 1072.18 ± 31,79 a 259.53 ± 9,54 a
B 1873.17± 117,92 b 45.02 ± 1,27a 37.16 ± 1,09 b 3.93 ± 0,20 a 1154.47 ± 74,06 a 274.95 ± 13,02 a
Keterangan: A = kelas diameter 20 cm; B = kelas diameter 30 cm
Nilai turunan dimensi serat dan kelas kualitas kayu Jenis parameter Panjang serat Felting Mulsteph (100%) Flexibility Runkel Kekakuan Jumlah Kualitas
A 1777.91 41.00 33.49 0.02 0.23 0.09
B 50 25 50 25 100 100 350
II III II III I I
1873.17 41.60 31.88 0.02 0.21 0.09
50 25 50 25 100 100 350
II III II III I I
II
II
Keterangan: A = kelas diameter 20 cm; B = kelas diameter 30 cm.
b. Sifat fisis dan mekanis Keteguhan Lentur Statis 2 (kg/cm )
MPL 20 cm 300.23
30 cm 276.90
MOE 20 cm 30 cm 64,873.18 55,660.09
2
MOR 20 cm 468.34
30 cm 436.84 2
Ket. Tarik ┴ (kg/cm )
Ket. Tekan (kg/cm ) Tekan// Tekan┴ 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm
20 cm
30 cm
20 cm
30 cm
262.25
26.33
22.18
13.26
7.69
227.08
87.52
51.12
R
2
Ket. Geser // serat (kg/cm ) R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 75.91 57.64 87.61 71.23
2
Ket. Tarik ┴ (kg/cm ) R 20 cm 26.33
2
Ket. Tarik // (kg/cm ) R
T
T 30 cm 22.18
20 cm 13.26
30 cm 7.69
Kekerasan (kg)
20 cm
30 cm
20 cm
30 cm
Ujung 20 cm 30 cm
20 cm
30 cm
655.21
438.80
471.66
531.18
346.00
346.00
135.67
156
T
264.67
Sisi
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Diame ter Kayu 20 cm 30 cm
lignin (%) 35.97 38.12
Pento san (%) 12,08 10,05
Selulo sa (%) 55.14 51.80
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH Dingin Panas benzen 1% 2,88 2,91 1,38 10,21 3,48 4,14 1,41 10,95
Crista nility (%) 63.29 54.13
Abu (%)
Silika (%)
0.85 1.25
0.20 0.29
85. Sesendok (Endospermum diadenum) a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem kekuningan atau kuning jerami dan tidak dapat dibedakan dari gubal. Corak :polos. Tekstur: agak kasar sampai agak halus dan merata. Arah serat : lurus. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras sampai agak lunak. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), berganda radial sampai dengan 4 dijumpai (ciri 10); Frekuensi 5-20 per mm2 (ciri 47); Bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), ukuran kecil > 4-7 mikron (ciri 25), ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: parenkim aksial tersebar dalam kelompok (ciri 77). Parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Jari-jari: jari-jari 1-3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal ( 106) kadang dengan > 4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 108). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61). Ukuran serat dan pembuluh kayu Jenis parameter Panjang Ø serat Serat Ø Lumen T. Dinding Panjang Pembuluh Ø
Diameter 20 cm 2042.87 ± 1111,83 a 47.42 ± 26,70 b 38.92 ± 21,87 a 4.25 ± 2,36 b 1314.09 ± 717,12 b 309.20 ± 171,15 b
Diameter 30 cm 2081.05 ± 27,14 b 49.74 ± 1,46 b 41.24 ± 1,92 b 4.25 ± 0,30 b 1292.84 ± 77,22 b 310.92 ± 20,52 b
Nilai turunan dimensi serat dan kelas kualitas kayu Jenis parameter Panjang Serat Felting
Diameter 20 cm 2042.87 100 43.15 25
I III
Diameter 30 cm 2081.05 100 41.85 25
I III
157
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Mulsteph (100%) 32.62 50 II 31.29 Flexibility 0.02 25 III 0.02 Runkel 0.22 100 I 0.21 Kekakuan 0.09 100 I 0.09 Jumlah 400 Kualitas II Keterangan: A = kelas diameter 20 cm; B = kelas diameter 30 cm
50 25 100 100 400
II III I I II
b. Sifat fisis dan mekanis Keteguhan Lentur Statis 2 (kg/cm )
MPL 20 cm 30 cm 232.54 205.64
MOE 20 cm 30 cm 51,420.56 47,313.04
2
Ket. Tekan (kg/cm ) Tekan// Tekan┴ 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 216.55 198.80 45.13 31.29 2
Ket. Geser // serat (kg/cm ) R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 403.69 363.74 475.41 358.53 2
Ket. Tarik // (kg/cm ) R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 403.69 363.74 475.41 358.53
MOR 20 cm 30 cm 412.67 347.57 2
Ket. Tarik ┴ (kg/cm ) R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 53.96 52.31 62.08 46.20 2
Ket. Tarik ┴ (kg/cm ) R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 8.35 6.89 11.76 6.45 Kekerasan (kg) Ujung Sisi 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 232.67 177.67 118.83 79.33
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu Diame ter Kayu 20 cm 30 cm
lignin (%) 57.17 31.28
Pento san (%) 9,22 11,08
Selulosa (%) 57.88 57.17
Kelarutan ekstraksi (%) Air Air Alk. NaOH Dingin Panas benzen 1% 6,39 6,61 2,05 15,82 6,59 4,14 5,67 14,87
Crista nility (%) 50.71 44.35
Abu (%)
Silika (%)
0.63 1.01
0.11 0.32
Hasil penelitian sifat dasar ke 85 jenis kayu di atas kemungkinan kegunaannya direkomendasikan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kemungkinan kegunaan 85 jenis kayu yang dapat direkomendasikan No 1.
158
Jenis Kayu Rengas gunung (Semecarpus albescens Kurz.)
Kemungkinan Kegunaan 2, 3, 6, 10
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Jenis Kayu Hauwan (Elaeocarpus floribundus Blume.) Baros (Michelia champaka L.). Manglid (Manglietia glauca Blume.) Cempaka (Magnolia candolii Blume./King.) Pangsor (Ficus callosa Willd.) Jering(Pithecellobium rosulatum Kosterm.) Petai (Parkia speciosa Hasak) Manii (Maesopsis eminii Engl.) Balsa (Ochroma grandiflora Rowlee.) Ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst. Seem.) Huru manuk (Litsea monopelata Pers.) Ki hampelas (Fikus ampelas Burn.F.) Ki banen (Crypterona paniculata Blume) Ki rengas (Buchanamia arborescens Blume) Ki bugang (Arthophyllum diversifolium Bl.) Sempur lilin (Dillenia obovata Hoogl.) Cangcaratan (Lithocarpus sundaicus Bl.) Ki pasang (Prunus javanica Miq.) Ki langir (Othophora spectabilis Bl.) Bungbulang (Premna tomentosa Willd) Hamirung (Vernonia arborea Ham.) Jaha (Terminalia arborea K. et V.) Ki acret (Sphatodea campanulata Beauv.) Pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) Hatus. Dipterocarpus stellatus Vesque Dipterocarpus pachyphyllus Meijer Dipteroarpus glabrigemmatus P.S.As. Vatica nitens King Shorea hopeifolia Symington Aveyangkulat (Hopea nervosa) King Kyoulaen (Vatica umbonata (Hook.f.) Burck) Shorea retusa Meijer Shorea macroptera Dyer Shorea agamii Aston P.S. Ashton Shorea almon Foxw Hopea rudiformis Shorea parvistipulata Dipterocarpus convertus Vatica sarawakensis Meranti putih (Parashorea tomentella (Sym.) Meijer) Meranti merah (Parashorea smythiesii Wyatt.Sm ex P.S. Ashton) Kemenyan toba (Styrax sumatrana)
Kemungkinan Kegunaan 2, 3, 6, 10 2, 3, 6, 10 2, 3, 6, 10 2, 3, 6, 10 6, 12 2, 3, 6, 10 2, 3, 6, 10 2, 3, 6, 9, 10 6, 12 5 1, 2, 3, 9, 10 2, 5, 6, 10 1, 2, 3, 9, 10 1, 2, 3, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 1, 3, 4, 7 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 1, 2, 3, 4, 7, 10 2, 3, 10 2, 3, 10 2, 3, 10 1, 2, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4,10 1, 2, 3, 4, 6, 10 1, 2, 3, 4, 6, 10 1, 2, 3, 10 1, 2, 3, 10 1, 2, 3, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 1, 2, 3, 4, 10, 2, 2, 10 2, 3, 9
159
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85.
160
Jenis Kayu Kemenyan bulu (Styrax paralleneurum). Cep-cepan (Castanopsis costata Bl.) Kemenyan durame (Styrax benzoin) Tampui beras (Baccaurea macrocarpa (Miq.) Müll. Arg. Manggis hutan (Garcinia cosma Miq.) Kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs Bambang lanang (Michelia champaca L.var pubinervia) Bira-bira (Fragaea crenulata Maing ex C.B.C.) Mahang putih (Macaranga hypoleuca (Rchb.f.&Zoll.) Mull.Arg Kambelu (Buxus rolfie Vidal) Kanduruan (Phoebe cuneata Blume.) Agatis (Agathis hamii M.Dr.) Cempedak (Artocarpus integar Tunb. Merr.) Jabon merah (Anthocephallus macrophyllus) Saling-saling (Artocarpus teysmanii Miq.) Diospyros pilosanthera Blanco Litsea (Litsea ledermanii) Gymnacranthera paniculata Terminalia complenata Tetrameles nudiflora R. Br. Rhus taitensis Guill. Pterygota horsfieldii Sterculia shillinglawii Haplolobus sp. Pimetiodendron amboinicum Pentaphalangium parviflorum Mastixiodendron pachyclados Cempaka (Emerillia papuana) Disoxilum (Dysoxyllum mollisimum) Kabesak (Acasia leucophloea) Timo (Timoneus seriseus) Wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nelson) Wala (Planchonia valida (Blume) Injuwatu (Pleioginium timoriense) Mayela (Artocarpus glaucus Bl.) Gerunggang (Cratoxylon sp.) Jabon (Anthocephalus sp.) Binuang (Octomeles sp.) Terentang hijau (Campnosperma sp.) Mahang (Macaranga sp.) Sekubung (Macaranga gigantean) Sesendok (Endospermum diadenum)
Kemungkinan Kegunaan 2, 3, 9 1, 2, 3 2, 3, 9 1, 2, 3, 10 1, 2, 3, 10 1, 3, 4, 7, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 10 2, 3, 10 1, 2, 3, 4, 10 1, 2, 3, 4, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 8, 11 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 2, 3, 10 1, 2, 3, 4, 10 1, 2, 3, 4, 7, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 2, 3, 6, 9, 10 1, 2, 3, 7, 9, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 1, 3, 4, 7, 10 9 9 9 9 9 9 9
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Keterangan: 1 = bangunan 2 = kayu lapis 3 = pertukangan
4 = bantalan 5 = peti kemas 6 = olah raga, mainan
7 = perkapalan 8 = finir mewah 9 = pulp kertas
10 = moulding 11 = ukiran 12 = peredam
B.
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Kegunaan 13 jenis Rotan
1.
Rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz) J.Dransf.)
Diameter batang 27-43 mm, panjang ruas 29 -36 cm, tinggi buku 0,70 mm, kerapatan ikatan pembuluh 4 buah/mm2 dan waran hijau kekuningan. Diameter serat 33 μm, diameter lumen serat 28 μm, tebal dinding sel serat 2,5 μm, panjang sel serat m2.655 μm. Panjang pembuluh metaxylem 2.102 μm, diameter pembuluh metaxylem 519 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.666 μm, diameter pembuluh protoxylem 59 μm. Komponen kimia: selulosa 62,98%; lignin 24,75% dan pati 22%. Kadar air 15%, BJ 0,49, MOE 34.713 kg/cm2, MOR 98 kg/cm2, sulit dilengkungkan dan langsung patah. Pemanfaatan hanya untu kerangka lurus yang tidak menahan beban seperti tangkai sapu. 2.
Rotan cincin (Calamus polystachys Beccari)
Diameter batang 3,3 – 4,9 mm, panjang ruas 9 - 12 cm, tinggi buku 0,31 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2 dan warna kuning kecoklatan. Diameter serat 22 μm, diameter lumen serat 17 μm, tebal dinding sel serat 2 μm, panjang sel serat 1.578 μm. Panjang pembuluh metaxylem 2.878 μm, diameter pembuluh metaxylem 153,89 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.780 μm, diameter pembuluh protoxylem 48μm. Komponen kimia: selulosa 54,97%; lignin 24,08% dan pati 19,68%. Fisis Mekanis: KA 20%, BJ 0,46. Pelengkungan: 3,75 mm (Baik). Pemanfaatan: dapat dibuat bahan baku lilitan untuk keranjang 3.
Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus (Miquel) Beccari)
Ciri umum: diameter batang 5 - 7 mm, panjang ruas 14 - 26 cm, tinggi buku 0,36 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: diameter serat 23 μm, diameter lumen serat 19 μm, tebal dinding sel serat 2 μm, panjang sel serat 1,789 μm. Panjang pembuluh metaxylem 2.998 μm, diameter pembuluh metaxylem 196 μm, panjang pembuluh protoxylem 2.194 μm, diameter pembuluh protoxylem 60 μm. Komponen kimia: selulosa 58,66%; lignin 23,61% dan pati 20%. Fisis mkanis: KA 14%, BJ 0,47, kekuatan tarik sejajar 129.81 kg/cm2. Pengerjaan: Dapat dibelah dua hasil belahan nilai 90 (Sangat baik). Pelengkungan: Radius lengkung 3,75, kelas I (Sangat baik). Pemanfaatan: Digunakan sebagai bahan baku keranjang. 161
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
4.
Rotan Boga (Calamus kooedeniensianus Becc.)
Ciri umum: diameter batang 17 - 25 mm, panjang ruas 21 - 49 cm, tinggi buku 1,2 mm, kerapatan ikatan pembuluh 7 buah/mm2. Ciri anatomi: diameter serat 26 μm, diameter lumen serat 21 μm, tebal dinding sel serat 3 μm, panjang sel serat 1.606 μm. Panjang pembuluh protoxylem 1.622 μm, diameter pembuluh protoxylem 63 μm. Komponen kimia: selulosa 62,43%, lignin 20,98% dan pati 20%. Fisis mekanis: KA 12%; BJ 0,49; MOE 14908 kg/cm2; MOR 390 kg/cm2. Pengerjaan: bisa dipolis dengan nilai 90 atau mutu I (Sangat baik). Pelengkungan: radius lengkung 3,75, kelas I (Sangat baik). Pemanfaatan: digunakan sebagai bahan baku mebeler. 5.
Calamus aruensis Beccari
Ciri umum: diameter batang 13 - 22 mm, panjang ruas 14 -20 cm, tinggi buku 0,0 9-0,69 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2 dan warna putih. Ciri anatomi: diameter serat 23 μm, diameter lumen serat 18 μm. Tebal dinding sel serat 2,43 μm, panjang sel serat 1.892 μm. Panjang pembuluh metaxylem 1.947 μm, diameter pembuluh metaxylem 275 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.978 μm, diameter pembuluh protoxylem78 μm. Komponen kimia: selulosa 43,31%; lignin 29,03% dan pati 26,33%. Fisis mekanis: KA 12%, BJ 0,61, Tarik // serat 249.859 kg/cm2. Rotan ini tahan terhadap serangan bubuk kering. Pelengkungan 5,5 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: komponen mebel. 6.
Calamus pachypus WJ Baker & al.
Ciri umum: diameter batang 13 – 16 mm, panjang ruas 23 - 29 cm, tinggi buku 0,06 – 1,8 mm, kerapatan ikatan pembuluh 11 buah/mm2 dan warna kuning kecoklatan. Ciri anatomi: diameter serat 26 μm, diameter lumen serat 21 μm. Tebal dinding sel serat 2,37 μm, panjang sel serat 2.018 μm, panjang pembuluh metaxylem 3.226 μm, diameter pembuluh metaxylem 303 μm, panjang pembuluh protoxylem 2.061 μm, diameter pembuluh protoxylem 57 μm. Komponen kimia: selulosa 52,82%; lignin 28,93% dan pati 25,92%. Fisis mekanis : KA 13%, BJ 0,51, tarik // serat 134.086 kg/cm2. Pelengkungan: 7,5 mm (Sangat baik). Ketahanan: I. Pemanfaatan untuk komponen mebel. 7.
Calamus warburgii K. Schum.
Ciri umum: diameter batang 13 - 18 mm, panjang ruas 18 - 46 cm, tinggi buku 0,24 – 1,35 mm, Kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: diameter serat 25 μm, diameter lumen serat 20 μm, tebal dinding sel serat 2,38 μm, panjang sel serat 1,719 μm. Panjang pembuluh 162
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
metaxylem 1.495 μm, diameter pembuluh metaxylem 280 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.704 μm, diameter pembuluh protoxylem 75 μm. Komponen kimia: selulosa 42,39%; lignin 29,50% dan pati 24,39%. Sifat fisis mekanis: KA 13%, BJ 0,51, kekuatan tarik sejajar 122.81 kg/cm2. Ketahanan termasuk kelas: II. Pelengkungan: 5,25 cm (Sangat baik). Pemanfaatan untuk komponen mebel. 8.
Korhalsia zippelii Burret
Ciri umum: diameter batang 19 - 28 mm, panjang ruas 20 - 30 cm, tinggi buku 0,13 – 1,7 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2. Ciri anatomi: diameter serat 24 μm, diameter lumen serat 19 μm, tebal dinding sel serat 2,43 μm, panjang sel serat 2.601μm. Panjang pembuluh metaxylem 1.874 μm, diameter pembuluh metaxylem 240 μm. Panjang pembuluh protoxylem 3.016μm, diameter pembuluh protoxylem 86 μm. Komponen kimia: selulosa 44,39%, lignin 27,52% dan pati 23,95%. Fisis mekanis: KA 14%; BJ 0,42; MOE 5.576,27 kg/cm2; MOR 189,04 kg/cm2. Ketahanan termasuk kelas II. Pelengkungan: tidak bisa dilengkungkan, kalau dipaksakan dilengkungkan akan pecah. Pemanfaatan: disarankan digunakan sebagai rotan pengisi yang berbentuk lurus. 9.
Rotan endow (Calamus zebrinus Beccari)
Ciri umum: diameter batang 13 - 22 mm, panjang ruas 21 -45 cm, tinggi buku 0,0 4-1,3 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/mm2 dan warna putih. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,14 μm, panjang sel serat 2.150 μm, diameter pembuluh metaxylem 429 μm, diameter pembuluh protoxylem 80 μm. Komponen Kimia: Selulosa 47,4%; lignin 29,52% dan pati 23,32%. Fisis mekanis: KA 13%, BJ 0,56, MOE 23.324 kg/cm2, MOR 445 kg/cm2. Ketahanan terhadap bubuk rotan kering kelas II, terhadap rayap tanah kelas I. Pelengkungan: 3,5-9 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: Komponen mebel. 10. Rotan davone (Korthalsia brasii Br.) Ciri umum: Diameter batang 19 – 28 mm, panjang ruas 18 - 36 cm, tinggi buku 0,02 – 1,8 mm, Kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/ mm2 dan warna kecoklatan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,24 μm, panjang sel serat 2.410 μm. Diameter pembuluh metaxylem 345 μm, diameter pembuluh protoxylem 83 μm. Komponen Kimia: Selulosa 43,49%; Lignin 22,89% dan pati 22,84%. Sifat fisis mekanis: KA 14%, BJ 0,64. MOE 23.618 kg/cm2, MOR 390 kg/cm2. Pelengkungan: > 30 cm (kurang baik). Ketahanan terhadap bubuk kayu kering kelas V, terhadap rayap tanah kelas III. Pemanfaatan: Komponen mebel yang tidak memerlukan pelengkungan. 163
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
11. Rotan itoko (Calamus hollorungii Becc.) Ciri umum: diameter batang 21-39 mm, panjang ruas 18 - 34 cm, tinggi buku 0,40–1,94 mm, kerapatan ikatan pembuluh 9 buah/mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,2 μm, panjang sel serat 2.439 μm, diameter pembuluh metaxylem 431 μm, diameter pembuluh protoxylem 83 μm. Komponen kimia: selulosa 44,31%; lignin 21,00% dan pati 23,15%. Sifat fisis mekanis: KA 13%, BJ 0,52, MOE 21.698 kg/cm2, MOR 517 kg/cm2. Ketahanan terhadap bubuk rotan kering kelas III, terhadap rayap tanah kelas I. Pelengkungan: 3,5 - 9 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: komponen mebel. 12. Rotan B (Calamus humboldtianus Becc.) Ciri umum: diameter batang 6 - 13 mm, panjang ruas 17 - 39 cm, tinggi buku 0,13–1,7 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/mm2, warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,8 μm, panjang sel serat 1804 μm, diameter pembuluh metaxylem 264 μm, diameter pembuluh rotoxylem 71 μm. Komponen kimia: selulosa 48,81%, lignin 23,72% dan pati 24,26%. Fisis mekanis: KA 14%; BJ 0,38, Kekuatan tarik // 305 kg/cm2. Ketahanan bubuk rotan kering kelas awet II, terhadap rayap tanah kelas IV. Pelengkungan: rotan ini diameter kecil namun bisa dilengkukan (5,5 cm) dan dapat juga dijadikan hati, fitrit atau belah dua. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk keranjang dan komponen kursi dan meja yang membutuhkan rotan hati atau fitrit. 13. Rotan hoa (Calamus mindoreansis Becc.) Ciri umum: diameter batang 16-30 mm, panjang ruas 27 - 40 cm, tinggi buku 0,9 -2 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/2 mm2 dan warna putih kemerahan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,48 μm, panjang sel serat 1.897 μm, diameter pembuluh metaxylem 385 μm, diameter pembuluh protoxylem 87 μm. Komponen kimia: selulosa 50,00; lignin 22,13% dan pati 24,18%. Fisis mekanis: KA 16%, BJ 0,53, MOE 13.433 kg/cm2, MOR 508 kg/cm2. Ketahan terhadap bubuk: belum dilakukan karena bubuk belum ada. Ketahanan rayap tanah: I. Pelengkungan: 5 - 9 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: komponen mebel.
14. Rotan tohiti (Calamus robisianus Becc.) Ciri umum: diameter batang 11 – 27 mm, panjang ruas 18 - 29 cm, tinggi buku 0,2 – 1,7 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/2 mm2 dan warna putih gading. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,74 μm, panjang sel serat 1.951 μm, diameter pembuluh metaxylem 396 μm, diameter pembuluh 164
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
protoxylem 78 μm. Komponen kimia: selulosa 58,81%; lignin 23,23% dan pati 21,36%. Fisis mekanis: KA 17%, BJ 0,68. MOE 27.215 kg/cm2, MOR 793 kg/cm2. Pelengkungan: 3,5 -9,50 (sangat baik). Ketahanan rayap tanah: I. Pemanfaatan: komponen mebel. 15. Rotan jarmasin (Calamus leocaulis Becc.) Ciri umum: diameter batang 7 - 14 mm, panjang ruas 15 - 25 cm, tinggi buku 0,4–1,1 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/2 mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,12 μm, panjang sel serat 1.916 μm, diameter pembuluh metaxylem 369 μm, diameter pembuluh protoxylem 84 μm. Komponen kimia: selulosa 53,98%; lignin 29,42% dan pati 20,89%. Fisis mekanis: KA 15%; BJ 0,47; kekuatan tarik//serat 353 kg/cm2. Ketahanan terhadap rayap tanah: III. Pelengkungan: rotan ini diameter kecil namun bisa dilengkukan (5,5 cm) dan dapat juga dijadikan hati, fitrit atau belah dua (sangat baik). Pemanfaatan: kompoenen mebel, keranjang dan anyaman. 16. Rotan tambailulu (Calamus sclereanthus) Ciri umum: diameter batang 9 - 19 mm, panjang ruas 21 - 30 cm, tinggi buku 1,1 – 2,6 mm, kerapatan ikatan pembuluh 13 buah/2 mm2. Warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,4 μm, panjang sel serat 1781μm, diameter pembuluh metaxylem 371 μm, diameter pembuluh protoxylem 70 μm. Komponen kimia: selulosa 55,18%, lignin 22,13% dan pati 20,70%. Fisis mekanis: KA 16%; BJ 0,49; MOE 20.111 kg/cm2; MOR 484 kg/cm2. Ketahanan rayap tanah : III. Pelengkungan : rotan ini diameter kecil namun bisa dilengkukan (5,5 cm) dan dapat juga dijadikan hati, fitrit atau belah dua. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk keranjang dan komponen kursi dan meja yang membutuhkan rotan hati atau fitril. 17. Rotan baruk-baruk (Calamus tolitoliensis Becc.) Ciri umum: diameter 1,0 cm, tergolong rotan kecil, panjang ruas 20,6 cm, tinggi buku 0,9 mm, kulit berwarna kuning dan hati berwarna krem, bentuk batang hamper silindris. Ciri anatomi: panjang serat 1.937,11 μm, diameter serat 19,42 μm, diameter lumen 14,27 μm, tebal dinding 2,58 μm, panjang dimensi pembuluh 2.366,62 μm, diameter dimensi pembuluh 247,17 μm. Komponen kimia: selulose 50,70%; lignin 26,89% dan pati 22,58%. Fisis mekanis: KA 13,06%; BJ 0,64; MOE 43.491,85. Kelas mutu I. Pemanfaatan untuk tikar, lampit dan bahan anyaman, kap lampu dan lain-lain. 18. Rotan manuk merah (Daemonorops robusta Warb.)
165
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Ciri umum: diameter > 2.0 cm, tergolong rotan besar, panjang ruas macam-macam, ruas pendek, ruas bagian ujung lebih pendek, kulit cukup tipis dan tidak keras sehingga mudah diserang serangga. Ciri anatomi: panjang serat 1.672,01 μm, diameter serat 23,71 μm, diameter lumen 19,31 μm, tebal dinding 2,20 μm, panjang dimensi pembuluh 1.823,93 μm, diameter dimensi pembuluh 265,33 μm. Komponen kimia: selulose 43,96%; lignin 25,17% dan pati 22,57%. Fisis mekanis: KA 14,05%; BJ 0,48; MOE 12.252,02. Kelas mutu II. Pemanfaatan untuk pengikat, anyaman kursi, bingkai cermin, cap lampu dan lain-lain. 19. Rotan hoa (Calamus didymocarpus) Ciri umum: diameter rata-rata 2,7 cm tergolong rotan berdiameter besar (> 2,0 cm). Kulit batang rotan terdiri atas 2 lapis sel, lapisan paling luar disebut epidermis sedangkan lapisan kedua disebut endodermis. Ciri anatomi: diameter pembuluh 472,18 µm, metaksilem 354,95 µm dan diameter protoksilem 96,18 µm sedangkan phloem sekitar 57,43 µm, berkas serat mulai berbentuk seperti bulan sabit, parenkim dinding selnya tipis tersusun menyerupai sarang lebah. Komponen kimia: holoselulosa (70,07-74,42%), selulosa (37,36-44,19%), lignin (19,93-24,03%) dan silika (0,80-1,82%) serta kandungan pati (18,50-23,57). Sifat fisis dan mekanis: keteguhan lengkung maksimum pada rotan hoa berkulit (629,17 kg/cm2) lebih tinggi daripada tanpa kulit (553,91 kg/cm2). Pemanfaatan: dapat digunakan untuk berbagai produk seperti untuk rangka kursi, meja dan rak. 20. Daemonorops longipes (Griff.) Mart. Ciri umum: diameter batang rata-rata 6 -12 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 12 – 25 cm, tinggi buku 0,9-2,0 mm. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 30 mm dengan panjang ruas 5 cm, batang dengan pelepah daun berdiameter 50 mm. Ciri anatomi: panjang serabut 1574 µm, tebal dinding serat 3,9 µm, diameter metasilim 197 µm, protosilim 58 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 13%, berat jenis 0,68, MOE 22.155 kg/cm2, MOR 730.12 kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 54,66%; lignin 25,81% dan kandungan pati 20,17%. Termasuk kelas ketahanan I, dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 21. Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart. Ciri umum: diameter batang rata-rata 13-24 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 10-14 cm, tinggi buku 0,5-2,0 mm. Pelepah daun hijau terang dengan kolar berpasangan, di antara pasangan kolar terdapat
166
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
rambut pendek hitam menyerupai rambut kuda, dan membentuk sarang semut, dan kolar tunggal beduri panjang 2 cm. Ciri anatomi: panjang serabut 1.335 µm, tebal dinding serat 4,2 µm, diameter metasilim 206 µm, protosilim 69 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 13%, berat jenis 0,54, MOE 25.209 kg/cm2, MOR 538.63 kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 50,59%; lignin 25,31 dan kandungan pati 18,56. termasuk kelas ketahanan I, dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 22. Calamus rugosus Beccari Ciri umum: diameter batangt rata-rata 7-14 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 10 – 18 cm, tinggi buku 0,5-1,18 mm. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 6 mm, ruas agak pendek (8 cm) panjangnya, batang dengan pelepah daun berdiameter 13 mm. Ciri anatomi: panjang serabut 1048 µm, tebal dinding serat 3,7 µm, diameter metasilim 213 µm, protosilim 69 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 12%, berat jenis 0,72, MOE 26.871 kg/cm2, MOR 798.62 kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 46,51%, lignin 27,15 dan kandungan pati 18,32. termasuk kelas ketahanan II, dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 23. Calamus spectatissimus Furtado Ciri umum: diameter rata-rata 7-13 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 12-20 cm, tinggi buku 0,6-1,5 mm. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 13 mm dengan panjang ruas 35 cm, warna batang hijau kekuningan, batang dengan pelepah daun berdiameter 19 mm. Ciri anatomi: Panjang serabut 1.281 µm, tebal dinding serat 3,6 µm, diameter metasilim 230 µm, protosilim 60 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 12%, berat jenis 0,57, MOE 19.669kg/cm2, MOR 632,44kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 49,54%, lignin 23,78 dan kandungan pati 18,32. termasuk kelas ketahanan II, Dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 24. Rotan merah (Calamus spp.) Ciri umum: Panjang ruas 19,2 + 5,0 cm, diameter ruas 22 + 0,6 cm dan tinggi buku 0,8 + 0,2 mm. Rotan merah yang berdiameter 2,2 cm tergolong rotan berdiameter besar (> 2,0 cm). Kulit batang rotan terditri atas 2 lapis sel, lapisan paling luar disebut epidermis sedangkan lapisan kedua disebut endodermis. Bagian epidermis terdiri atas 1 lapis sel dengan ketebalan 56,65 µm. Diameter ikatan pembuluh sekitar 246,81 µm, mempunyai 1 pembuluh
167
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
metaksilem diameter 94,27 mikron dan 2 protoksilem diameter 24,16 µm yang bersebrangan. Komponen kimia rotan: holoselulosa 61,12%, selulosa 38,89%, lignin 22,98% dan silika 1,16% serta kandungan pati 16,14%. Sifat fisis mekanis: kadar air 13,94%, berat jenis 0,54, MOE=17.805,57 kg/cm2, MOR = 251,22 kg/cm2. Rotan merah cukup kuat dan lentur, sehingga baik sebagai bahan pengikat (binder). Baik bagian kulit maupun bagian hati (heart) rotan tersebut berpotensi untuk pembuatan bahan anyaman (knitting purposes) untuk kursi, partisi, tikar, lampit dan produk anyaman lainnya. Hasil penelitian sifat dasar ke 24 jenis rotan di atas kemungkinan kegunaannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kemungkinan kegunaan 24 jenis rotan yang dapat rekomendasikan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14.
168
Jenis rotan Rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz.) J. Dransf.) Rotan cincin (Calamus polystachys Beccari) Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus M.) Rotan boga (Calamus kooedeniensianus B.) Calamus aruensis Beccari Calamus pachypus WJ Baker & al. Calamus warburgii K.Schum Korhalsia zippelii Burret Rotan endow (Calamus zebrinus Beccari) Rotan davone (Khortalsia brassii Br) Rotan itoko (Calmus hollurugil Becc.) Rotan B (Calamus humboldtlanus Becc.) Rotan hoa (Calamus mindoreansis Becc.) Rotan tohiti (Calamus robisianus Becc)
Sifat pengerjaan Kurang baik, sulit dikerjakan, mudah patah Perakitan mebel, alas meja dan keranjang Baik digunakan dalam belahan (pengikat) Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Kurang baik, komponen yang lurusan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Kurang baik, komponen yang lurus Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Pengganti rotan -
Baik dilengkungkan, mebel
Manau
Perakitan mebel, alas meja dan keranjang
Sega
Irit Sega Manau Manau Manau Manau Manau Manau Manau
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 15. 16. 17.
18.
19. 20. 21. 22. 23. 24.
Jenis rotan Rotan jarmasin (Calamus leocaulis Becc) Rotan tambailulu (Calamus sclereanthus) Rotan baruk-baruk (Calamus tolitoliensis Becc.) Rotan manuk merah (Daemonorops robusta Warb.) Rotan hoa (Calamus didymocarpus) Daemonorops longipes (Griff.) Mart. Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart. Calamus rugosus Beccari Calamus spectatissimus Furtado Rotan merah (Calamus spp.)
Sifat pengerjaan Perakitan mebel, alas meja dan keranjang Baik digunakan dalam belahan (pengikat) Perakitan mebel, alas meja dan keranjang
Pengganti rotan Sega
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Mudah dilengkungkan dan dikerjakan Kurang baik, komponen yang lurus
Manau
Sega Irit
Manau Manau Manau Manau -
C.
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
1.
Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea)
Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea) dalam keadaan segar berwarna hijau ketika mulai mengering warna kehitaman. Panjang lebih dari 13 meter, diameter 8-9 cm dan sekitar 21 ruas lebih. Panjang serat 3.699.43 mm, diameter serat 31.39 mikron, diameter lumen 29.34 mikron dan tebal dinding serat 2.18 mikron. Bambu wulung mempunyai berat jenis antara 0,40-0,62 Keteguhan lentur statis MOE 85170.96 kg/cm2 dan MOR 278.19 kg/cm2, tekan sejajar 329.74 kg/cm2, tekan geser 27.27 kg/cm2 dan tariik sejajar 434.94 kg/cm2. Komponen kimia pada bambu wulung: kadar lignin 32,35%, pentosan 18,50%, holoselulosa 63,32%, alphaselulosa 42,32%, hemiselulosa 21%; kelarutan dalam air dingin 3,41%, dalam air panas 5,14%, dalam alkohol benzene 2,24%, dalam NaOH 1% 17,42%; sedangkan kadar air 9,61%, abu 2,94% dan silica 1,55%. Kadar pati 11,90%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, bahan anyaman dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas.
169
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
2.
Bambu tutul (Bambusa maculata)
Bambu tutul dalam satu rumpun terdapat sekitar 14 batang. Panjang bambu lebih dari 13 meter, diameter 8-9 cm, sekitar 20 ruas. Panjang serat 3.643,39 mm, diameter serat 33,69 mikron, diameter lumen 26,87 mikron dan tebal dinding serat 2,27 mikron. Bambu tutul mempunyai berat jenis antara 0,40-0,62. Keteguhan lentur statis MOE 63.631,80 kg/cm2 dan MOR 333, 16 kg/cm2, tekan sejajar 218,15 kg/cm2 dan tekan geser 26,98 kg/cm2, kadar lignin 36,35%, pentosan 19,54%, holoselulosa 69,32%, alphaselulosa 46,36%, hemiselulosa 27%; kelarutan dalam air dingin 1,05%, dalam air panas 6,54%, dalam alkhol benzene 3,68%, dalam NaOH 1% 19,52%; sedangkan kadar air 2,41%, abu 6,94% dan silika 5,42, kadar pati 15,72%. Oleh karena bambu tutul mudah diserang organisme perusak kayu: bubuk kayu kering. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, bahan anyaman dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 3.
Bambu apus (Gigantochloa apus)
Bambu apus mempunyai warna batang hijau saat masih segar dan krem setelah kering. Masing-masing rumpun terdapat sekitar 33 sampai 68 batang, ditepian sungai. Panjang sampai 11 meter lebih, jumlah ruas sekitar 29 ruas. Panjang serat 3.641,35 mm, diameter serat 27,86 mikron, diameter lumen 22,56 mikron dan tebal dinding serat 2,31 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 60.126,88 kg/cm2 dan MOR 263.07 kg/cm2, tekan sejajar 248.01 kg/cm2, tekan geser 34.35 kg/cm2 dan tariik sejajar 712.89 kg/cm2. Bambu apus memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 1,82%, air panas 5,19%, air dingin 3,60%, NaOH (1%) 17,75%. Kadar selulosa 61,29%, lignin 31,45%, pentoson 16,76%, pati 9,42%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, bahan anyaman dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 4.
Bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea)
Batang berwarna hijau dengan garis-garis vertical putih kekuningan pada waktu masih segar. Satu rumpun bamboo terdapat sekitar 68 batang, panjang sampai 22 meter lebih, diameter bagian pangkal sekitar 13,4 cm, ketebalan 19,1 mm. Panjang serat 3.509,93 mm, diameter serat 34,41 mikron, diameter lumen 29,24 mikron dan tebal dinding serat 2,58 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 25.490,64 kg/cm2 dan MOR 237,49 kg/cm2, tekan sejajar 170
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
303,66 kg/cm2, tekan geser 37,37 kg/cm2. Bambu andong memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 2,73%, air panas 3,74%, air dingin 2,50%, NaOH (1%) 18,43%. Kadar selulosa 59,58%, lignin 31,42%, pentoson 17,83%, pati 15,80%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan konstruksi berat, jembatan, bamboo lamina dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 5.
Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz.)
Bambu yang tua berada di bagian tengah rumpun, tumbuh di pinggiran tebing sungai. Panjang serat 3,467 mm, diameter serat 27,04 mikron, diameter lumen 22,40 mikron dan tebal dinding serat 2,32 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 35,948 kg/cm2 dan MOR 145 kg/cm2, tekan sejajar 207 kg/cm2, tekan geser 38 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.459 kg/cm2. Bambu mayan memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 3,24%, air panas 9,63%, air dingin 6,68%, NaOH (1%) 23,95%. Kadar selulosa57,55%, holoselulosa 63,32%, lignin 31,66%, pentoson 18,60%, pati 9,42%. Kadar air 9,68%, abu 2,67% dan silica 1,48%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. 6.
Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer)
Panjang ruas pada bagian pangkal sekitar 20 cm, semakin ke arah ujung batang semakin panjang bisa Permukaan batang bambu betung berwarna hijau dengan buku di bagian pangkal sering mempunyai akar pendek yang menggerombol. Pelepah batang mudah jatuh, panjangnya 20-55 cm, seringkali batang terlihat seperti tidak mempunyai pelepah. Panjang serat 3,947 mm, diameter serat 33,84 mikron, diameter lumen 29,10 mikron dan tebal dinding serat 2,37 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 86.550 kg/cm2 dan MOR 349 kg/cm2, tekan sejajar 261 kg/cm2, tekan geser 35 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.872 kg/cm2. Bambu betung rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 2,24%, air panas 3,91%, air dingin 2,15%, NaOH (1%) 19,12%. Kadar selulosa 55,10 %, holoselulosa 63,32%, lignin 32,35%, pentoson 19,02%, pati 15,80%. Kadar air 10,89%, abu 10,89% dan silica 0,38%. Sifat perekatan terhadap perekat urea
171
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. 7.
Bambu ampel (Bambusa vulgaris Schard)
Pada satu rumpun memiliki antara 23 – 60 batang, panjang lebih dari 13 meter. Diameter 7-8,4 cm, sekitar 40 ruas. Seludang menempel pada bambu muda sampai umur 6 bulan. Bambu ampel mempunyai diameter pembuluh metaksilem 222,48 mikron, termasuk serat panjang 3,176 mm. Keteguhan lentur statis MOE 33.540,74 kg/cm2 dan MOR 186,08 kg/cm2, tekan sejajar 312,51 kg/cm2, tekan geser 55,44 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.474,84 kg/cm2. Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alkohol bensin 4,32%, air panas 9,16%, air dingin 2,55%, NaOH (1%) 31,19%. Kadar selulosa 44,79%, lignin 28,01%, pentoson 16,62%, pati 21,35%. Kadar air 6,81%, abu 2,47% dan silica 0,47%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. Panjang serat termasuk kualitas kelas 1 untuk pulp dan kertas. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi berat, bangunan atau jembatan, bambu lamina, furniture dan kerajinan. 8.
Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro)
Satu rumpun memiliki 35-45 batang, panjang sekitar 15 meter lebih, diameter 5-9 cm sekitar 33 ruas. Permukaan bambu berwarna hijau kusam dan seperti kesat, seludang menempel pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan. Diameter pembuluh metaksilem 232 mikron, panjang serat 4,322 mm, panjang serat menggolongkan kedua jenis bambu ini termasuk kualitas kelas 1 untuk pulp dan kertas. Keteguhan lentur statis MPL 146,69 kg/cm2, MOE 60.779,07 kg/cm2 dan MOR 210,75 kg/cm2, tekan sejajar 317,97 kg/cm2, tekan geser 45,04 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.694,24 kg/cm2. Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alkohol bensin 3,95%, air panas 11,39%, air dingin 8,17%, NaOH (1%) 26,60%. Kadar selulosa 44,29%, lignin 36,08%, pentoson 17,68%, pati 20,06%. Kadar air 8,85%, abu 1,40% dan silica 0,64%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. Panjang serat termasuk kualitas kelas I untuk pulp dan kertas. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi berat, bangunan atau jembatan, bamboo lamina, furniture dan kerajinan. 9. Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult. F.)
172
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Setiap rumpun memiliki 20-70 batang, panjang batang 18 – 21,50 meter, permukaan batang bambu berwarna hijau kusam dan seperti kesat, tidak memiliki banyak rambut atau bulu-bulu gatal. Pada buku bagian pangkal sampai ketinggian sekitar 3 meter tampak juluran cabang yang berduri. Berkas pembuluh bagian tepi 571,30 mikron, sedangkan di bagian sentral 895,72 mikron; pembuluh metaksilem di bagian tepi 69,88 mikron dan di bagian sentral 198,75 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 19.909,7 kg/cm2 dan MOR 125,04 kg/cm2, tekan sejajar 168,45 kg/cm2, tekan geser 25,68 kg/cm2 dan tarik sejajar 620,29 kg/cm2. Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alkohol bensin 9,68%, air panas 13,96%, air dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%, lignin 24,43%, pentoson 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2.20% dan silica 0,727%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. 10. Bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro) Setiap rumpun bisa memiliki 20-56 batang, panjang batang sampai ujung berkisar dari 9,5-11 meter, dengan ruas sejumlah 23-29 ruas. Diameter batang sampai 6,2 cm, ketebalan 1,3-1,5 cm. Permukaan batang berwarna hijau mengkilap, tidak memiliki banyak bulu-bulu gatal. Pada buku bagian pangkal sampai ketinggian sekitar 3 meter tidak tampak seludang menempel. Diameter pembuluh bagian tepi 554,16 mikron, sedangkan di bagian sentral 604,83 mikron; pembuluh metaksilem bambu duri di bagian tepi 62,99 mikron dan di bagian sentral 153,98 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 334,64kg/cm2 dan MOR 101.310,3 kg/cm2, tekan sejajar 438,54 kg/cm2, tekan geser 59,47 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.885,56 kg/cm2. Bambu temen rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 9,68%, air panas 13,96%, air dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%, lignin 24,43%, pentoson 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2.20% dan silica 0,727%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-rata Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. Hasil penelitian sifat dasar ke 10 jenis bambu di atas kemungkinan kegunaannya dapat direkomendasikan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Kemungkinan kegunaan 10 jenis bambu yang dapat rekomendasikan
173
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1.
Jenis bambu Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea) Bambu tutul (Bambusa maculata) Bambu apus (Gigantochloa apus (Schultz) Kurz) Bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz. Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) Bambu ampel (Bambusa vulgaris) Bambu ater (Gigantochloa ater) Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult. F.) Bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro)
Keterangan: 1 = Konstruksi berat 2 = Konstruksi ringan
3 = Bangunan/jembatan 4 = Bambu lamina
Kegunaan 2, 5, 6 2, 5, 6 2, 4, 5 1, 3, 4 2, 5, 6 1, 3, 4, 5 1, 2, 5, 6 1, 2, 5, 8 2, 5, 6 2, 5, 6 5 = Furniture 6 = Kerajinan/anyaman
IV. PENUTUP A. 1.
2.
3.
174
Kesimpulan Jenis kayu yang berasal dari Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta Papua, sebagian besar baik digunakan untuk kayu lapis, kayu pertukangan, moulding, pulp dan kertas. Janis-jenis kayu tersebut sebagian besar rentan terhadap organism perusak, akan tetapi mempunyai sifat keterawetan yang tinggi atau mudah diawetkan. Ada 15 jenis kayu yang tahan terhadap organisme perusak kayu di laut yaitu: Dipterocarpus stellatus Vesque, Dipterocarpus pachyphyllus Meijer, Dipteroarpus glabrigemmatus P.S.As., Vatica nitens King, sempur lilin (Dillenia obovata Hoogl.), pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) Hatus., bungbulang (Premna tomentosa Willd), kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs, Haplolobus sp., Mastixiodendron pachyclados, wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nelson), wala (Planchonia valida (Blume), injuwatu (Pleioginium timoriense), timo (Timoneus seriseus), dan mayela (Artocarpus glaucus Bl.). Ada 7 jenis rotan yang kurang dikenal dapat dipakai sebagai pengganti manau yaitu Calamus kooedeniensianus, Calamus aruensis, Calamus pachypus, Calamus warburgii, Calamus zebrinus, Calmus hollurugil, dan Calamus umboldtlanus. Ceratolobus subangulatus dapat dipakai pengganti rotan sega dan Myrialepis paradoxa sebagai pengganti rotan irit. Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea), tutul (Bambusa maculata), mayan (Gigantochloa robusa, dan petung (Dendrocalamus asper) bagus untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan anyaman. Bambu gomleh (Gigantochloa pseudoarundinacea) bagus untuk konstruksi berat, jembatan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dan bambu lamina. Semua jenis bambu yang diteliti sangat rentan terhadap organism perusakl, namun sangat mudah diawetkan. B.
Rekomendasi
Jenis-jenis kayu yang rentan terhadap organism perusak, dalam pemakaiannya harus diawetkan terlebih dahulu. Jenis-jenis kayu yang tahan terhadap penggerek di laut direkomendasikan untuk digunakan sebagai bangunan kelautan. Jenis rotan yang dapat dipakai pengganti manau, sega dan irit perlu diperkenalkan pada masyarakat. Semua jenis bambu yang diteliti dalam pemakaiannya harus diawetkan.
175
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1952. Nama-nama kesatuan untuk jenis-jenis pohon yang penting di Indonesia. Pengumuman Istimewa No. 6. Balai Penyelidikan Kehutanan. Bogor. ______,1980. Guideline for utilization and marketing of tropical wood species. Food and Agricultural Organization of the United Nation, Rome. ______, 1993. TAPPI Test Methodes. TAPPI Press. Atlanta, Georgia. ______, 2000. DIN Taschenbuch 60 Beuth Verlag Gm BH, Koln. Frankfurt (Main). Berlin. ______, 2002. Kayu lapis penggunaan umum Standar Nasional Indonesia (SNI 01-5008-2-2000). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta. ______, 2003. Japanese Agricultural Standar of Common Plywood its Comentary the Japan Plywood Manufacture’s Association. Tokyo. _______, 2006. ASTMD 143-94 (reaproved 2000). Standars Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standars. Section 4 (Construction), Vol 4.10 (wood). Balltinore, MD, USA. _______, 2006.Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7207-2006). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta. Dransfield, J. 1974. A Shot guide to rattan Biotrop/TF/74/128 Bogor, Indonesia 69 pp. Jasni dan O. Rachman. 2000.Pemanfaatan rotan. Laporan Kegiatan Working Group. Research and Development For Forest Product in Indonesia (ASOF). Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Martawijaya, A., I. Kartasudjana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Nurachman, A. dan R.M. Siagian. 1976. Dimensi serat jenis kayu Indonesia. Laporan No. 2. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Priasukmana, S. dan T. Silitonga. 1972. Dimensi serat beberapa jenis kayu Jawa Barat. Laporan No. 2. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor. Rachman, O. 2000. Protokol pengujian pelengkungan rotan utuh. Laboratorium pengerjaan kayu. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan. Sass, J.E. 1961. Botanical microtechnique. The IOWA State University Press. Silitonga, T., R.M. Siagian dan A. Nurachman, 1973. Cara pengukuran serat di Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Publikasi Khusus No. 2. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Smith, D.N.R. and N. Tamblyn, 1970. Proposed scheme for international standard test for the resistance of timbers to impregnation with,
176
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
preservatives. Ministry of Technology, Forest Products Research Laboratory. Terazawa, S. 1965. An easy methods for the determination of wood drying schedule. Wood Industry Vol. 20 (5), Wood Technological Association of Japan. Tesoro, F.O. 1989. Methodology for Project 8 on Corypha and Livistona. FIRDI, College, Laguna 4031. Philipines.
177
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 1. Daftar output RPI 19 (Sifat dasar Kayu dan Bukan Kayu) tahun 20102014 No 19.1
19.1.1
Judul Penelitian Luaran 1 : Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 75 jenis kayu Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Jawa
Tahun
Judul Publikasi
2010
Sifat pemesinan kayu dolok diameter kecil jenis manglid (Manglieta glauca BL) Durability of local specific wood species from Java Kualitas kayu produk sosial forestry Kelas awet 15 jenis andalan kayu setempat terhadap rayap kayu kering, rayap tanah dan penggerek di laut Ketahanan lima jenis kayu asal Lengkong Sukabumi terhadap beberapa jamur pelapuk Manfaat pohon ki kendal
2010
2010
2011
2011
2011
2011
2011
2011
178
Durability of 50 indonesian wood species preserved with CCB against marine borers atack Kelas awet 250 jenis kayuterhadap penggerek kayu di laut Kelas awet 15 jenis kayu andalan setempat terhadap rayap kayu kering, rayap tanah, dan penggerek di laut
Media
Penulis
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
Journal of Forestry 2010
M. Muslich
Sosial Forestry Rest, 2010 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (1) 2011
M. Muslich
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3) 2011 Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (1) 2011 INAFOR
Sihati Suprapti
Buletin Hasil Hutan, 2011
M. Muslich
Seminar MAPEKI XIII 2011
M. Muslich
M. Muslich
M. Muslich
M.Muslich
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Judul Penelitian
Tahun 2011
2011
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2013
2013
Judul Publikasi Identifikasi dan tipe serangan penggerek kayu di laut Sifat pemesinan kayu dolok diameter kecil jenis manglid (manglieta glauca Bl) Hubungan antara berat jenis dan keawetan kayu Kayu alternatif untuk industri perkapalan Permasalahan dan solusi penggerek kayu di laut Keawetan 50 jenis kayu terhadap uji kuburan dan uji di laut Mengenal pengerek kayu di laut : Kisah perjalanan ke pulau Rambut Sifat pemesinan kayu gmelina (Gmelina arbores Roxb) dan mangium (Acacia mangium Wild) Sifat pemesinan kayu dolok diameter kecil jenis manglid (Manglieta glauca BL) Studi sifat pemesinan kayu pilang (Acacia leucophloea Wid) Sifat dasar kayu jati plus Perhutani dari berbagai umur dan kaitannya dengan sifat dan kualitas pengeringan Sifat pengkaratan lima jenis kayu asal Cianjur terhadap
Media Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 2011 Prosiding Hasil Penelitian tahun 2011
Penulis M. Muslich
Seminar MAPEKI XIV 2012 Seminar MAPEKI XIV 2012 Ekspose Hasil Penelitian 2012 Orasi Ahli Peneliti Utama 2012
M. Muslich
Majalah Forpro Vol. 1 (2) 2012
Muslich dan Krisdianto
Warta hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (2) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) 2013
Efrida Basri dan Imam Wahyudi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Djarwanto
Mochamad Siarudin dan Ary Widianto
M. Muslich
M. Muslich
M. Muslich
179
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Judul Penelitian
Tahun
Judul Publikasi Besi
2013
Ketahanan lima jenis kayu asal Cianjur terhadap Jamur
2013
Keawetan lima puluh jenis kayu terhadap uji kuburan dan uji di laut Struktur anatomi dan kualitas serat lima jenis kayu andalan setempat asal Carita Banten Kontribusi penyediaan kayu dari Hutan rakyat di Jawa Beberapa informasi tentang ki lemo (Litsea cubeba) Sifat fisik dan mekanik kayu Shorea macroptera ssp. Sandakanensis (Sym) Ashton sebagai bahan baku mebel Kayu shorea retusa Meijer sebagai bahan baku alat edukasi anak Stabilisasi dimensi kayu shorea retusa Meijer dengan polyvinil acetate PVAC Ciri morfologi dan mikroskopis Vatica sarawakensis
2013
2013
2013
19.1.2.
Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Kalimantan
2012
2012
2013
2013
2013
180
Sifat kimia dari kayu Shorea retusa, Shorea macroptera dan Shorea macrophylla
Media Vol. 31 (3) 2013 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (3), 2013 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) 2013 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) 2013 FORPRO Vol.2 (2) 2013
Buletin Hasil Hutan Vol.16 (2) 2010 Jurnal Penelitian Dipeterocarpa Vol.7 (1) Okt. 2013
Proseding Seminar MAPEKI 2013 Jurnal Dipterocarpa Vol. 8 (1) Juni 2014 Jurnal Dipterocarpa Vol. 8 (2) Nov. 2014 Jurnal Dipterocarpa Vol. 8 (1) Juni 2014
Penulis
Sihati Suprapti dan Djarwanto
Muhammad Muslich dan Sri Rulliaty
Sri Rulliyati
D. Martono
Andrian Fernandes, Amiril Saridan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 19.1.3.
Judul Penelitian Sifat dasar dan Kegunaan Kayu Sulawesi
Tahun 2012
2013
19.1.4.
Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Sumatera
2012
2013
2010
2010
2012
2012
2012
Judul Publikasi Beberapa sifat dasar dan kegunaan tiga jenis kayu kurang dikenal asal hutan alam Sulawesi Struktur anatomi, sifat fisis dan mekanis kayu kambelu dan kanduruan asal hutan alam di Sulawesi Barat Variasi keasaman dan kapasitas penyangga kayu tampui beras dan manggis hutan Sifat anatomi, sifat fisis dan mekanis pada kayu kemenyan toba dan kemenyan bulu Info sebaran dan persyaratan tumbuh jenis kayu penghasil kayu pulp Jenis pohon potensial bahan baku pulp di Wilayah Sumatera Bagian Barat Anatomical structure and fiber dimensions of jabon (Anthocephallus Cadamba Miq.) dan gerunggang (Cratoxylon arborescens BI) from Sumatera Sifat dasar dan kegunaan kayu jenis alternatif jabon (Anthocephallus Cadamba Miq.) Karakteristik pulp kayu terentang (Campnosperma auriculatum (BI.)
Media Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1) 2012
Penulis Mody Lempang da Muhammad Asdar
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) 2013
Mody Lempang, Muhammad Asdar dan Sri Rulliaty
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) 2013 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) 2013 Buku, 2011
Krisdianto
Gunawan Pasaribu
Buku
INAFOR 2013
Seminar Hasil Penelitian Pustekolah 2013
Rima Rinanda
Seminar Teknisi Pustekolah, 2014
181
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Judul Penelitian
19.1.5.
Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Papua
Tahun 2012 2012 2013
Judul Publikasi Pulp Binuang Pulp Terentang Morfologi serat dan sifat fisis kimia kau sesendok sebagai alternatif bahan baku pulp Pulp Sekubung Sifat fisik kayu andalan Papua: Cempaka (Elmerilla papuana Dandy) Mengenal tumbuhan kratom (Mitragyna spesiosa Korth) Ciri kelas kuat kayu Acacia leaocophloea (Roxb) Willd Sifat dasar kayu timo (Timoneus sericeus (Desf) K.Schum)
Media Info Teknis Info Teknis Seminar MAPEKI, 2014
2010
Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah
2011
Daya tahan 16 jenis rotan terhadap bubuk rotan (Dinoderus minutus Fabr) Komponen kimia dan ketahanan empat jenis rotan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (1) 2010 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (2) 2011 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (2) 2011 Prosiding Hasil Hutan Tahun 2012
2013 2011
2012
19.1.6
19.2.
19.2.1
Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Bali dan Nusa Tenggara
Luaran 2 : Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 22 jenis rotan Sifat Dasar dan Kegunaan Rotan
-
2011
2012
182
Beberapa jenis rotan kurang dikenal sebagai alternatif bahan baku mebel
Info Teknis Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) 2011 FORPRO Vol.2 (1) 2013
Warta Cendana
Penulis
Susan Trida Salosa dan Endra Gunawan Freddy J. Hutapea
-
Leaflet
Jasni & Han Roliadi
Jasni & Han Roliadi
Ina Winarni & Jasni
Jasni, Krisdianto dan Abdurahman
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Judul Penelitian
Tahun 2013
2013
2012
19.3
19.3.1
Luaran 3 Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 8 jenis bambu Sifat Dasar dan Kegunaan Bambu
2011
2012
2012
2012
Judul Publikasi Sekilas pandang budaya dan pemanfaatan rotan di Kutai Barat Perkembangan komoditas rotan di Indonesia Pengertian ekolabeling dan penerapanya pada industry rotan
Media Warta Hasil hutan Vol.8 (2) 2013
Penulis Jasni
FORPRO Vol. 2 (2) 2013
D. Martono
FORPRO Vol. 1 (1) 2012
D. Martono
Pemanfaatan lignin hasil isolasi dari lindi hitam proses biopulping bambu betung (Dendrocalamus asper ) sebagai media selektif jamur pelapuk putih Pengaruh jenis bambu, waktu kempa dan perlakuan pendahuluan bilah bambu terhadap sifat papan bambu lamina Pengaruh perendaman menggunakan larutan campuran tembaga sulfat dan nikel terhadap warna permukaan bambu gigantochloa apus kurz. Sifat fisis dan stabilisasi dimensi beberapa jenis bambu komersial
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (4), 2011
Sita Heris Anita , Dede Heri Yuli Yanto & Widya Fatriasari
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) 2012
IM Sulastiningsih
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012
Barly & Susilawati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) 2012
Barly, Agus Ismanto D. Martono dan Abdurahman
183
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 2. Daftar Outcone RPI 19 tahun 2011 – 2014 No 1.
Judul/Kegiatan Atlas Kayu Indonesia Jilid IV
2.
Atlas Rotan Indonesia Jili I
3.
Atlas Rotan Indonesia Jili II
4.
Koleksi Xylarium
5.
Identifikasi jenis kayu
6.
Identifikasi jenis rotan
7.
Identifikasi jenis bambu
8.
Jenis-jenis Tanaman Lokal Potensial Sebagai Bahan Baku Pulp
184
Pemanfaatan Digunakan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan Digunakan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan Digunakan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan Dimanfaatkan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan dan masyarakat umum lainnya Dimanfaatkan oleh swasta, instansi kehutanan, bea cukai dan masyarakat umum lainnya Dimanfaatkan oleh swasta, instansi kehutanan, bea cukai dan masyarakat umum lainnya Dimanfaatkan oleh akademisi swasta, dan masyarakat umum lainnya ALih Teknologi di Kabupaten Kuansing
Keterangan Buku Buku Buku Xylarium
Identifikasi
Identifikasi
Identifikasi
Oktober 2011
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN Koordinator: Prof. Ir. Dulsalam, MM e-mail:
[email protected]
RINGKASAN EKSEKUTIF Penelitian Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan (RPI 20) bertujuan untuk mendapatkan Iptek penentuan luas petak tebang di hutan tanaman lahan basah, peningkatan efesiensi pemanenan hutan alam dan pemanenan optimal resin dan getah yang memberikan dampak minimal terhadap lingkungan. RPI dimaksud dilaksanakan hanya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Penelitian keteknikan hutan dan pemanenan hasil hutan menghasilkan 4 IPTEK, yaitu: 1) Teknik penentuan luas petak tebang optimal di hutan tanaman lahan basah; 2) Teknik stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging; 3) Teknik efisiensi pemanenan kayu; dan 4) Teknik pemanenan optimal resin dan getah. Luas petak tebang optimal di Riau adalah ukuran 150 m x 350 m , luas petak tebang optimal di Jambi adalah ukuran 100 m x 410 m dan luas petak tebang optimal di Kalimantan Barat adalah 250 m x 750 m. Ada kecenderungan semakin kecil petak tebang dibuat semakin rendah biaya penyaradan yang terjadi akan tetapi biaya pembuatan dan pemeliharaan kanal semakin tinggi demikian juga sebaliknya. Teknik stabilisasi jalan di HPH dilakukan dengan dua cara yang masingmasing dilaksanakan pada kelerengan badan jalan 0-10%. Cara ke satu teknik stabilisasi dengan menggunakan kayu limbah tebangan dan penimbunan tanah keras, cara kedua teknik stabilisasi dengan hanya melakukan pengupasan badan jalan yang becek. Teknik stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging dapat mengurangi selip pada roda truk angkutan. Alat bantu logging pola serong dapat mengurangi selip lebih besar dari pada alat bantu loging pola lurus. Teknik meminimumkan selip pada pengangkutan kayu adalah melalui pemasangan alat bantu berupa rangkaian rantai pada ban kendaraan. Alat bantu dengan sarung roda rantai lurus menghasilkan selip roda yang minimal.
185
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Teknik efisiensi pemanenan kayu berupa teknik tree length logging di hutan alam produksi lahan kering dan teknologi pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi SILIN. Teknik tree length logging dapat meningkatkan efisiensi pemanenan kayu, mengurangi limbah pemanenan. Volume kayu batang bebas cabang yang dimanfaatkan dengan metode tree length logging adalah berkisar antara 90–94% dan terjadinya penambahan potensi kayu yang berasal dari batang di atas cabang pertama sebesar 16,24– 18,24% yang tidak akan diperoleh pada metode konvensional. Penebangan dan penyaradan berdampak minimal dapat meningkatkan produksi kayu mengurangi kerusakan tegakan tinggal dan pergeseran tanah pada penyiapan lahan dalam rangka implementasi teknik SILIN. Teknologi pemanenan optimal resin dan getah merupakan teknologi pemanenan resin dan getah untuk peningkatan produksi dan kualitas. Stimulan organik berbahan dasar hayati terutama cuka kayu dapat digunakan untuk meningkatkan produksi getah pinus dan jelutung serta meningkatkan kuantitas (asam sinamat) getah kemenyan. Pemberian stimulan berbahan dasar cuka kayu dengan komposisi S1, S2 dan S3 pada ketinggian <500 mdpl dapat meningkatkan produksi getah pinus berkisar antara 4,4–15,5% dibandingkan kontrol. Pada ketinggian >600 mdpl, dapat menghasilkan getah lebih tinggi dibanding kontrol, dengan rata-rata peningkatan sebesar masing-masing sebesar 6,3% dan 19,8%. Pemberian stimulan cuka kayu pada penyadapan getah jelutung menaikkan produksi getah paling tinggi, yaitu sebesar 25,10 g. Sedangkan penyadapan kemenyan jika menggunakan stimulan jeruk nipis atau cuka kayu mengandung asam sinamat mutu A, sedang tanpa stimulan akan menghasilkan getah kemenyan dengan mutu B.
186
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
I. PENDAHULUAN Salah satu aspek penting dalam kegiatan pemanfaatan hasil hutan adalah pemanenan. Kegiatan ini merupakan tahap awal dari pemanfaatan hasil hutan. Kondisi geografis wilayah hutan yang bervariasi, memerlukan pengetahuan dan teknologi yang mendukung kegiatan pemanenan yang efisien dan ramah lingkungan. Karakteristik wilayah, teknik dan alat yang digunakan dalam pemanenan perlu diketahui untuk mendukung hasil pemanenan yang baik secara ekonomis maupun ekjologis. Rencana Penelitian Integratif (RPI) Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan mencakup kegiatan penelitian yang mengarah pada terpenuhinya informasi yang memadai mengenai teknik pemanenan , formulasi petak tebang yang optimal serta teknik stabilisasi jalan logging. Dengan adanya kegiatan penelitian pada RPI ini, diharapkan kendala yang dihadapi dalam kegiatan pemanenan dapat diatasi. 1. 2. 3. 4.
Luaran dari RPI Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan adalah: Teknik penentuan luas petak tebang optimal di hutan lahan basah Teknik stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging Teknik efisiensi pemanenan kayu Teknik pemanenan optimal resin dan getah.
II. METODE SINTESIS Sintesis RPI 20 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III. SINTESIS HASIL PELAKSANAAN RPI Kegiatan tahun 2010 sebelum RPI 2011-2014 (revisi), sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010 adalah: 1.
Indeks Pemanenan pada Pemanenan Hutan Alam Bekas Tebangan LOF dalam Penyiapan Lahan HTI
Hasil perhitungan indeks pemanenan pada pemanenan hutan alam bekas tebangan (LOF) dalam penyiapan lahan HTI rawa gambut sebesar 99,4%. Pemanfaatan kayu hasil penebangan pada penyiapan lahan HTI rawa gambut sangat efisien dan maksimal karena semua sortimen kayu dapat dimanfaatkan 187
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
baik dari batang utama maupun cabang-cabang. Limbah yang ditinggalkan hanya sedikit berupa cabang berdiameter kurang dari 10 cm dan panjangnya kurang dari 2,4 meter, limbah tersebut dipergunakan untuk mating-mating jalan sarad ekskavator. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan jatah produksi tahunan IPK penyiapan lahan HTI. 2.
Teknik Pemanenan Bambu Berdampak Minimal Terhadap Permudaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata volume bambu, produktivitas penebangan, efisiensi pemanfaatan dan jumlah kerusakan permudaan bambu di Purwokerto berturut-turut sebesar 0,056 m3; 0,667 m3.m/jam; 69% dan 7 batang/rumpun. Semantara itu, rata-rata volume bambu, produktivitas penebangan, efisiensi pemanfaatan, dan jumlah kerusakan permudaan bambu di Gunungkidul berturut-turut sebesar 0,026 m3; 0,232 m3.m/jam; 48,67% dan 3 batang/rumpun. Efisiensi pemanfaatan bambu di Gunungkidul lebih rendah daripada di Purwokerto, hal ini ditunjukkan dengan tingginya tunggak bambu yang ditinggalkan. Teknik pemanenan yang tepat perlu diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bambu sekaligus dapat menjamin kelestarian produk dan sumber penghasil bambu. 3.
Kajian Ekologis, Sosial dan Ekonomi Penggunaan Peralatan Pemanenan Hutan Lahan Kering
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Produktivitas rata-rata alat tebang pohon chainsaw STHIL 07 adalah 3 m3/jam; Produktivitas rata-rata penyaradan berkisar antara 12-18 m3/jam; Pemuatan dengan Ekskavataor pemuat Kobelco SK200 35 m3/jam, Produktivitas pengangkutan dengan truk berkisar antara 7-8,5 m3/jam; Produktivitas bongkar kayu dengan ekskavator 30 m3/jam. Biaya rata penebangan dengan chainsaw STIHL 07 adalah Rp 6.264/m3, rata-rata penyaradan berkiasar antara Rp 18.318-Rp 29.667/m3, produtivitas rata-rata pemuatan pemuatan kayu Rp 10.171/m3, produktivitas rata-rata pengangkutan dengan truk berkisar antara Rp 37.118-Rp 45.071 m3, produktivitas rata-rata bongkar kayu dengan ekskavator berkisar antara Rp 11.897-Rp 11.913/m3. Kontribusi penggunaan peralatan pemanenan terhadap pendapatan masyarakat cukup besar, yaitu dengan target produksi kayu 2 juta m3 per tahun maka pendapatan masyarakat adalah sebesar Rp 21,4 miliar dengan perincian Rp 11,2 miliar dari penebangan, Rp 2,6 miliar dari penyaradan, Rp 1,2 miliar dari pemuatan kayu, Rp 5 miliar dari pengangkutan kayu dan Rp 1,4 miliar dari bongkar kayu. Luas keterbukaan bekas tebangan HTI rata-rata 2.000 ha/bulan, gangguan permukaan tanah bekas jalan sarad rata-rata 80%/m2, dan penyaradan kayu dilakukan melalui jalan yang telah ditentukan. Hasil penelitian RPI 2011-2014 (revisi) berdasarkan masing-masing luarannya diuraikan sebagai berikut: 188
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Luaran 1. Teknik Penentuan Luas Petak Tebang Optimal di Hutan Lahan Basah 1.1.
Kajian Luas Petak Tebang Optimal di Hutan Tanaman Rawa Gambut (Lahan Basah)
Penelitian “Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut (lahan basah)” telah dilakukan di Provinsi Riau, Jambi dan Kalimantan Barat. Hasil Penelitian disajikan dalam Tabel 1 sampai dengan Tabel 7. Tabel 1. Hasil penelitian “Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut (lahan basah)” di Riau dan Jambi No A. 1.
2.
3.
4.
Provinsi/Ukuran petak Riau 250 m x 500 m
200 m x 500 m
150 m x 350 m
400 m x 750 m
5.
250 m x 250 m
6.
250 x 500 m
7.
250 m x 750 m
Perihal
Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Ketebalan gambut Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Subsiden Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Ketebalan gambut Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Subsiden Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
Satuan 3
m /jam 3 Rp/m
Nilai
11,457 30.592
3
35.582 Berpengaruh 13,043 26.835
3
31.801 Berpengaruh 15.128 23.159
3
28.085 Berpengaruh 12,241 26.815,26
Rp/m Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
3
117.222.379 8,4 12,383 26.482,05 26.787.739
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
3,6 13,449 24.382,59 49.164.269
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
3,84 13,695 24.010,13 73.218.273
Kualitatif
1,92
Rp/m Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m Rp/m Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m Rp/m Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m
189
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No B. 1.
Provinsi/Ukuran petak Jambi 180 m x 410 m
2.
140 m x 410 m
3.
100 m x 410 m
4
250 m x 978,8 m
5
250 m x 250 m
6
250 m x 500 m
7
250 m x 750 m
Perihal
Satuan
Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Suhu Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Ketebalan gambut Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Subsiden Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
3
Nilai
m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
12.416 28.307 31.987
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
Berpengaruh 13.765 25.483 29.091
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m
Berpengaruh 15.324 22.843
3
Rp/m Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
26.417 Berpengaruh 12,293 26.522,84 118.558.145
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
0,96 12,894 25.977,42 29.619.954
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
0,6 13,889 23.368,19 55.893.975
Kualitatif 3 m /jam 3 Rp/m 3 Rp/m
0,576 14,872 21.841,60 77.287.267
Kualitatif
0.528
Tabel 2. Produktivitas dan biaya penyaradan di PT BSN, Kalimantan Barat No PU I.
Volume 3 (m )
Waktu (Jam)
Jarak sarad Produktivitas 3 (m) (m /jam)
3
Biaya (Rp/m )
250 m x 250 m Kisaran Rata-rata
8,2-11,7 0,500-0,831 9,703 0,665
51-250 10,708-19,243 18.385,3-33.038,8 153,3 14,880 24.286,9
II. 250 m x 500 m Kisaran Rata-rata
7,9-11,2 0,417-0,760 9,337 0,602
50-250 12,217-20,359 17.377,3-28.958,4 153,3 15,769 22.831,0
190
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
III. 250 m x 750 m Kisaran 7,4-10,6 0,432-0,731 50-250 11,974-21,914 16.144,8-29.544,9 Rata-rata 9,267 0,582 150,2 16,234 22.293,8 Kontrol 700 m x 900 m Kisaran 6,1-11,7 0,484-1,039 50-250 10,546-19,855 17.818,5-33.545,8 Rata-rata 9,443 0,698 153,3 13,944 26.225,4 Keterangan: Jumlah ulangan masing-masing PU = 30; PU = petak ukur.
Tabel 3. Produktivitas dan biaya pemeliharaan kanal sekunder di PT BSN, Kalimantan Barat No PU I.
250 m x 250 m Kisaran Rata-rata
Panjang (m) 4,0-7,4 6,13
Volume 3 (m ) 60,0-11,0 91,95
Waktu (Jam) 0,25 0,25
Produktivitas (m/jam) 16,0-29,6 24,520
II. 250 m x 500 m Kisaran 4,7-7,7 70,5-115,5 0,25 18,8-30,8 Rata-rata 6,26 93,95 0,25 25,053 III. 250 m x 750 m Kisaran 4,7-7,8 70,5-117,0 0,25 18,8-31,2 Rata-rata 6,47 97,00 0,25 25,867 Kontrol 700 m x 900 m Kisaran 4,0-7,3 60,0-109,5 0,25 16,0-29,2 Rata-rata 6,03 90,5 0,25 24,133 Keterangan: Jumlah ulangan masing-masing PU = 30; PU = petak ukur; Dimensi kanal sekunder= 7 m x 5 m x 2,5 m.
Biaya (Rp/m)
15.732,2-29.110,1 19.478,3 15.122,1-24.774,6 18.994,5 14.928,3-24.774,6 18.296,5
15.950,7-29.110,1 19.773,4
Tabel 4. Produktivitas dan biaya pemeliharaan kanal kolektor di PT BSN, Kalimantan Barat No PU
Panjang (m)
Volume 3 (m )
Waktu (Jam)
Produktivitas (m/jam)
250 m x 250 m Kisaran 17,4-19,6 30,450-34,300 0,25 69,6-78,4 Rata-rata 18,26 31,955 0,25 73,04 II. 250 m x 500 m Kisaran 17,5-19,7 30,625-34,475 0,25 70,0-78,8 Rata-rata 18,52 32,410 0,25 74,08 III. 250 m x 750 m Kisaran 17,7-20,1 30,975-35,175 0,25 70,8-80,4 Rata-rata 18,76 32,824 0,25 75,03 Kontrol 700 m x 900 m Kisaran 17,0-19,6 29,750-34,300 0,25 68,0-78,4 Rata-rata 18,21 31,873 0,25 72,853 Keterangan: Jumlah ulangan masing-masing PU = 30; PU = petak ukur; Dimensi kanal kolektor = 2 m x 1,5 m x 1 m.
Biaya (Rp/m)
I.
4.306,1-4.850,6 4.627,5 4.284,3-4.822,9 4.563,5 4.199,0-4.768,4 4.508,7
4.306,1-4.964,7 4.640,5
191
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Tabel 5. Produktivitas dan biaya pembuatan kanal Tersier di PT BSN, Kalimantan Barat No. PU
Panjang (m)
250 m x 250 m Kisaran Rata-rata II. 250 m x 500 m Kisaran Rata-rata III. 250 m x 750 m Kisaran Rata-rata Kontrol 700 m x 900 m Kisaran Rata-rata
Volume 3 (m )
Waktu (Jam)
Produktivitas (m/jam)
Biaya (Rp/m)
I.
23,5-31,2 27,61
23,5-31,2 27,61
0,25 0,25
94,0-124,8 2.705,1-3.591,5 110,453 3.073,6
21,1-32,7 27,94
21,1-32,7 27,94
0,25 0,25
84,4-130,8 2.581,0-4.000,0 111,773 3.050,6
23,4-29,5 28,04
23,4-29,5 28,04
0,25 0,25
93,6-118,0 2.861,0-3.606,8 112,160 3.016,5
20,8-30,8 27,51
20,8-30,8 27,51
0,25 0,25
83,2-123,2 2.740,3-4.057,7 110,053 3.093,0
Keterangan: Jumlah ulangan masing-masing PU = 30; PU = petak ukur; Dimensi kanal tersier = 1 m x 1 m x 1 m.
Tabel 6. Biaya sarad dan kanal pada blok tebangan di PT BSN, Kalimantan Barat Nomor 1. 2. 3. 4.
Ukuran luas (Ha) 6,25 12,50 18,75 63,00
Jumlah petak tebang/ (unit) 266 133 90 74
Biaya rata-rata (x Rp 1000) Penyaradan Kanal Total 640.805 2.307.816 2.948.621 301.273 1.995.233 2.296.506 206.895 2.101.084 2.307.979 189.921 5.105.241 5.295.162
Tabel 7. Subsiden di PT BSN, Kalimantan Barat Penambahan subsiden bulan ke (cm) 3 4 5 Rata-rata Kontrol 0 0,05 0,10 0,1 0.07 I 0 0,1 0,05 0,05 0,05 II 0 0,05 0,05 0,05 0,046 III 0 0,04 0,05 0,05 0,044 Rata-rata 0,053 Keterangan: Kontrol =63 ha; I = 6,25 ha; II = 12,5 ha; III = 18,75 ha. No Plot
1
2 0,10 0,05 0,08 0,08
Jumlah/th 0,84 0,6 0,552 0,528 0,630
Berdasarkan Tabel 1 tebsebut maka petak tebang optimal di Riau adalah ukuran 150 m x 350 m sedangkan petak tebang optimal di Jambi adalah ukuran 100 m x 410 m. Ada kecenderungan semakin kecil petak tebang dibuat semakin rendah biaya peyaradan yang terjadi akan tetapi biaya pembuatan dan pemeliharaan kanal semakin tinggi demikian juga sebaliknya.
192
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Model pembuatan petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut A. Crassicarpa di Sumatera, diformulasikan dengan memperhatikan produktivitas dan biaya penyaradan, dan produktivitas dan biaya pemeliharaan/ pembuatan kanal. Uji coba formulasi model di Jambi dan Riau diperoleh model dan luas petak tebang optimal berturut-turut adalah Y = 254,82 – 10,98 X + 0,21 X2 , luas petak optimal 26,69 ha; dan Y = 299,47 – 14,85 X + 0,26 X2, luas petak optimal 28,60 ha. Pengusahaan hutan rawa gambut menyebabkan terjadinya subsiden yang bervariasi sesuai dengan ketebalan gambut. Subsiden yang terjadi di lokasi uji coba di Jambi dan Riau berturut-turut adalah 2,20-3,40 cm dan 4,25-5,21 cm. Angka tersebut masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 150 tahun 2000. Model pembuatan petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut A. mangium di Kalimantan Barat, diformulasikan dengan memperhatikan produktivitas dan biaya penyaradan, dan produktivitas dan biaya pemeliharaan/pembuatan kanal. Uji coba formulasi model di Kalimantan Barat diperoleh model dan luas petak tebang optimal adalah Ytrans = 55,7 - 6,8 Xtrans + 0,21 Xtrans2 atau Ln Y = 55,7 – 6,8 Ln X + 0,21 Ln2 X dengan R2 = 0,1532. Luas petak tebang optimal adalah 22,21 ha. Luaran 2 : Teknik Stabilisasi Badan Jalan dan Alat Bantu Logging 2.1.
Teknologi Stabilisasi Jalan Logging Secara Mekanis
Diperoleh data dan informasi stabilisasi badan jalan dengan bahan setempat yang telah dilakukan di Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Penggunaan anyaman bambu dan ban mobil bekas dapat meningkatkan stabilisasi jalan yang dicirikan dengan meningkatnya kecepatan kendaraan yang melaluinya. Teknik stabilisasi jalan di HPH dilakukan dengan dua cara yang masingmasing dilaksanakan pada kelerengan badan jalan 0-10%. Cara kesatu teknik stabilisasi dengan menggunakan kayu limbah tebangan dan penimbunan tanah keras, cara kedua teknik stabilisasi dengan hanya melakukan pengupasan badan jalan yang becek. Badan jalan yang amblas akibat lintasan dumptruk pada lokasi perlakuan kesatu adalah rata 5,25 cm, sedang badan jalan yang amblas akibat lintasan truk lgging pada lokasi perlakukan kedua rata-rata 10 cm. Produktivitas pelaksanaan stabilisasi jalan cara kesatu dan kedua masing-masing rata-rata 5 m2/jam dan 17.550 m2/jam. Biaya operasi cara kesatu dan cara kedua masigmasing Rp 206.080/m2 dan 52.991/m2 . Di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat menunjukkan, bahwa antara badan jalan yang amblas akibat lintasan truk kayu pada kemiringan 10 - 20% stabilisasi digunakan batu gunung dan limbah kayu tebangan, dengan 193
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kemiringan 0-5% stabilisasi menggunakan batu gunung dan bambu tidak memperlihatkan perbedaan, yaitu badan jalan yang amblas masing-masing rata-rata 3 cm. Sedang kecepatan lintasan truk dengan beban berat muatan sama yaitu rata-rata 2 ton/truk hasilnya berbeda, yaitu pada kemiringan 10-20% kecepatan lintasan rata-rata 10 km/jam/truk sedang pada kemiringan 0-5% kecepatan lintasan rata-rata 20 km/jam/truk. 2.2.
Alat Bantu Logging untuk Mengurangi Selip Pada Jalan yang Licin
Hasil penelitian “Alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin” dengan menggunakan rantai besi yang dirangkai disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil penelitian “Alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin” No
Penggunaan alat bantu
1.
Tanpa alat bantu
2.
Alat bantu pola lurus
3.
Alat bantu pola serong
Kelerengan 0 – 15% > 15% 0 – 15% > 15% 0 – 15% > 15%
Selip Satuan % % % % % %
Nilai 4,69 - 10,48 13,71 - 19,28 7,06 - 11,84 10,27 - 12,68 4,738 - 5,979 6,798 - 9,193
Semakin besar kelerengan semakin besar selip yang terjadi demikian juga sebaliknya. Penggunaan alat bantu logging dapat mengurangi selip pada roda truk angkutan. Alat bantu logging pola serong dapat mengurangi selip lebih besar dari pada alat bantu loging pola lurus. Teknik meminimumkan selip pada pengangkutan kayu adalah melalui pemasangan alat bantu berupa rangkaian rantai pada ban kendaraan. Pemasangan rantai tersebut terbukti dapat meningkatkan produktivitas pengangkutan, menurunkan biaya pengangkutan, mengurangi kerusakan tanah saat tanjakan dan turunan, dan menurunkan rata-rata selip. Rangkaian rantai lurus : a. Meningkatkan produktivitas sebesar 63,92%. b. Menurunkan biaya pengangkutan sebesar 63,92%. c. Mengurangi kerusakan tanah, yang didekati dengan perhitungan penurunan kedalaman tanah, yaitu sebesar 6,3 cm. d. Menurunkan rata-rata selip sebesar 12,62%. Rangkaian rantai lurus serong : a. Meningkatkan produktivitas sebesar 53,72%. b. Menurunkan biaya pengangkutan sebesar 53,72%. 194
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. d.
Mengurangi kerusakan tanah, yang didekati dengan perhitungan penurunan kedalaman tanah, yaitu sebesar 3,1 cm. Menurunkan rata-rata selip sebesar 10,71%.
Hasil penelitian “alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin” dengan menggunakan besi kotak yang dirangkai adalah sebagai berikut: a. Tekstur tanah pada areal penelitian berupa tanah lempung berliat. b. Koefisien traksi yang dihasilkan sebesar 0,45. c. Rata-rata selip pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 3,60%; 6,90% dan 9,86%. d. Rata-rata produktivitas pengangkutan yang dihasilkan sebesar 65,20 m3.km/jam. e. Rata-rata biaya produksi sebesar Rp 3.146/m3.km. f. Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi dengan kedalaman tanah pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 1,4 cm; 1,7 cm dan 2,1 cm. Hasil penelitian “alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin” dengan menggunakan rantai besi siku yang dirangkai adalah sebagai berikut. a. Tekstur tanah pada areal penelitian berupa tanah lempung berliat. b. Koefisien traksi yang dihasilkan sebesar 0,45 (untuk nilai koefisien traksi nilainya sama karena truk yang digunakan memiliki tipe yang sama, yaitu Mitsubishi colt diesel 120 PS dengan spesifikasi GVW yaitu 7500 kg). c. Rata-rata selip pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 2,89%; 4,60% dan 7,99%. d. Rata-rata produktivitas pengangkutan yang dihasilkan sebesar 96,17 m3.km/jam. e. Rata-rata biaya produksi sebesar Rp 2.428/m3.km. f. Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi dengan kedalaman tanah pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 0,8 cm, 1,3 cm dan 1,9 cm. Kinerja ”alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin” menggunakan alat bantu logging sarung roda rantai lurus adalah sebagai berikut: a. Rata-rata selip pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masingmasing adalah 1,74%; 3,35% dan 4,23%. b. Rata-rata koefisien traksi pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 0,64; 0,60 dan 0,45.
195
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c.
d.
e. f.
Rata-rata produktivitas pengangkutan kayu akasia mangium pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 128,05 m3.km/jam; 114,59 m3.km/jam dan 103,51 m3.km/jam. Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu akasia mangium pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah Rp 1.906,96/ m3.km; Rp 2.130,95/m3.km dan Rp 2.359,02/m3.km. Rata-rata kedalaman tanah yang terjadi pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 1,10 cm; 1,99 cm dan 2,41 cm. Keuntungan menggunakan alat bantu logging sarung roda rantai lurus adalah mengurangi selip, meningkatkan produktivitas pengangkutan kayu, meminimalkan biaya produksi pengangkutan kayu serta mengurangi kerusakan tanah. Kelemahannya adalah saat pemasangan alat bantu di ban truk harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti.
Luaran 3: Teknik Efisiensi Pemanenan Kayu 3.1.
Teknik Tree Length Logging di Hutan Alam Produksi Lahan Kering
Hasil penelitian teknik tree length logging di hutan alam produksi lahan kering disajkan dalam Tabel 9. Tree length logging dapat meningkatkan indeks pemanenan dan efisiensi pemanfaatan kayu. Tabel 9. Hasil penelitian teknik tree length logging di hutan alam produksi lahan kering No
Kegiatan/Aspek
1.
Proporsi pemanfaatan kayu pada lahan gambut
2.
Indeks pemanenan
3.
Whole tree logging
196
Perihal -
Kayu bulat besar (KB) Kayu bulat sedang (KBS) Kayu Bulat Kecil (KBK) utama KBK gerowong KBK cabang KB KBS KBK KBK gerowong KBK cabang Jumlah pohon ditebang Volume pohon bebas cabang dimanfaatkan - Pemanfaatan batang c - abang pertama - Pemanfatan cabang
Hasil Satuan % % % % % TS TS TS TS TS Pohon/ ha 3 m /ha % 3 m /ha % 3 m /ha %
Nilai 11,10 51,52 17,00 8,50 11,30 0,111 0,513 0,174 0,085 0,113 7 44,37 60,45 15,63 21,31 13,39 18,24
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 4.
Kegiatan/Aspek Tree length logging
Perihal - Batang utama dan batang di atas cabang pertama sampai di TPN - Rata-rata volume kayu per pohon yang dikeluarkan - Volume kayu produksi - Volume kayu limbah - Biaya penyaradan - Kisaran indeks pemanenan - Rata-rata indeks pemanenan - Kisaran kerusakan tegakan tinggal - Rata-rata kerusakan tegakan tinggal
Hasil Satuan 3 m /ha
Nilai 65,36
3
7,57
m 3 M 3 Rp/m TS TS %
3
6,38 1,78 35.585 0,89-0,98 0,94 14,68-25,20
%
21,72
m
Dapat disimpulkan bahwa produktivitas metode tree length logging berkisar antara 12,79 - 16,68 m³/jam/hm dengan kisaran biaya Rp 31.781/m3 Rp 41.447/m³. Dilihar dari aspek efisiensi pemanfaatan kayu dan kerusakan tegakan tinggal, penerapan metode tree length logging dapat memberikan jaminan terhadap peningkatan volume kayu yang dimanfaatkan, nilai faktor eksploitasi (FE) dan keberlanjutan produksi pada siklus tebangan berikutnya. Volume kayu batang bebas cabang yang dimanfaatkan dengan metode tree length logging adalah berkisar antara 90-94 % dan terjadinya penambahan potensi kayu yang berasal dari batang diatas cabang pertama sebesar 16,24– 18,24% yang tidak akan diperoleh pada metode konvensional. Potensi limbah kayu yang terjadi pada metode tree length logging lebih mudah diangkut untuk diolah lebih lanjut karena sudah terkumpul di tempat pengumpulan kayu (TPn) dan tidak tersebar di dalam petak tebangan. Nilai faktor eksploitasi dengan metode tree length logging adalah sebesar 0,90–0,94, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan FE yang ditetapkan oleh Kementerian kehutanan, yaitu sebesar 0,70. Kerusakan tegakan tinggal pada penerapan tree length logging berkisar antara 16,39-24,58%. Kondisi tegakan tinggal dinilai cukup baik karena jumlah pohon sehat diatas persyaratan minimal yaitu sebesar 41-59%. 3.2.
Teknologi Pemanenan dalam Rangka Penyiapan Lahan dalam Implementasi SILIN
Hasil penelitian pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi SILIN disajikan Pada Tabel 10.
197
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Tabel 10. Hasil penelitian pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi SILIN No 1.
Perusahaan/Kegiatan PT IKANI Penebangan konvensional
Penebangan terkendali
2.
PT Sarpatim Penebangan Konvvensional
Penebangan terkendali
3.
Hasil Satuan
Nilai
3
36,24 1.893 86,56 4,54 5,52 6,68 5,38 32,80 2.104 89,36 3,90 4,68 5,81 4,71
3
35,38 1.934 87,05 5,57 5,49 7,32 6,40 33,71 2.028 90,31 3,57 5,16 5,58 5,16
3
37,67 23.962 98,57 11,70 12,27 14,99 23,19
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m /jam 3 Rp/m % % % % %
PT Gunung Meranti Penyaradan konvensional
198
Perihal
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Perusahaan/Kegiatan Penyaradan berdampak minimal
4.
PT Greaty Sukses Abadi Penyaradan konvensional
Penyaradan terkendali
5.
PT Barito Putera Penebangan dengan takik rebah konvensional terbalik
Penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga
Penyaradan tanpa alat bantu
Perihal
Hasil
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
Satuan 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
Nilai 36,27 26.293 99,50 9,99 10,24 13,01 18,83
3
69,74 10.549 97,05 11,40 9,53 14,84 20,60 72,13 10.687 99,62 9,85 7,54 12,55 18,88
3
21,91 2.873 93,18 0,79 1,84 4,02 2,58 14,62 4.362 89,34 1,25 2,44 3,69 2,68 27,81 28.898 99,24 5,41 3,77 8,37 14,84
199
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Perusahaan/Kegiatan Penyaradan dengan alat bantu
6.
PT Dasa Intiga Takik rebah konvensional terbalik
Penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga
Penyaradan tanpa alat bantu
Penyaradan dengan alat bantu
Perihal
Hasil
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
Satuan 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
-
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % % 3 m /jam 3 Rp/m % % % % %
3
Nilai 24,38 31.257 98,21 4,89 7,53 9,49 15,25 28,17 2.309 94,73 0,79 1,84 4,02 2,80 21,04 3.038 88,79 0,67 2,85 4,63 2,73 35,30 19.827 99,28 6,76 4,97 8,28 17,76 34,36 20.152 97,05 7,87 6,33 10,46 18,02
Hasil yang telah dicapai antara lain: pemanenan berdampak minimal dalam rangka penyiapan lahan dalan teknik SILIN menghasilkan produktivitas penebangan rata-rata berkisar antara 32,52–34,32 m3/jam, biaya penebangan rata-rata berkisar antara Rp 2.028–Rp 2.104/m3, kerusakan tegakan tingkat pohon rata-rata berkisar antara 3,57–3,90%, kerusakan tegakan tingkat tiang 200
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
berkisar antara 4,68–5,16%. Kerusakan tegakan tingkat pancang berkisar antara, 5,58–5,81%, rata-rata pergeseran tanah akibat penebangan berkisar antara 4,71–5,16%, produktivitas penyaradan berdampak minimal 36,36 m3.hm/jam, pergeseran tanah akibat penyaradan berdampak minimal 18,83%. Penyaradan berdampak minimal dapat mengurangi pergeseran tanah sebesar 4,32%. Teknik penyaradan berdampak minimal dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal dan pergeseran tanah. Teknik tersebut sudah diuji coba di PT Gunung Meranti dan PT Greaty Sukses Abadi. Penurunan kerusakaan tegakan tinggal untuk tingkat pohon, tiang dan pancang berturut-turut adalah berkisar 1,55-1,77%; 1,99-2,03% dan 1,98-2,29%. Penurunan pergeseran tanah adalah berkisar antara 1,72– 4,36%. Penyaradan berdampak minimal juga menurunkan produktivitas rata-rata penyaradan di PT Gunung Meranti sebesar 1,40 m3.hm/jam. Namun, penyaradan berdampak minimal dapat meningkatkan produktivitas rata-rata penyaradan di PT Greaty Sukses Timber sebesar 2,39 m3.hm/jam. Biaya penyaradan dan efisiensi penyaradan pada penerapan teknik penyaradan berdampak minimal lebih tinggi dibandingkan dengan penyaradan konvensional. Selain teknik penyaradan, hal tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi lapangan dan keterampilan tenaga kerja. Produktivitas penyaradan menggunakan teknik berdampak minimal pada PT Gunung Meranti memiliki produktivitas lebih rendah dibandingkan teknik konvensional, sedangkan untuk PT Greaty Sukses Abadi produktivitas penyaradan teknik berdampak minimal lebih tinggi dibandingkan dengan teknik konvensional. Produktivitas penebangan dengan takik rebah konvensional terbalik berkisar antara 15,77-31,01 m3/jam dengan rata-rata 21,91 m3/jam. Produktivitas penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga berkisar antara 10,33-21,97 m3/jam dengan rata-rata 14,62 m3/jam. Efisiensi penebangan dengan takik rebah konvensional terbaklik berkisar antara 85,48-97,57% dengan rata-rata 93,32%. Efisiensi penebangan dengan takik berbentuk tangga berkisar antara 81,72-95,16% dengan rata-rata 89,34%. Biaya penebangan dengan bentuk takik rebah konvensional terbalik berkisar antara Rp 1941-Rp 3.817/m3 dengan rata-rata 2.873 m3. Biaya penebangan dengan bentuk takik rebah tangga berkisar antara Rp 2.740-Rp 5.822/m3 dengan rata-rata 4.352 m3. Penyaradan dilakukan dengan traktor berban rantai baja (Crawler tractor) merek Caterpillar. Produktivitas penyaradan dengan alat bantu berbentuk setengah kapsul berkisar antara 16,70-46,62 m3.hm/jam dengan ratarata 27,81 m3.hm/jam. Produktivitas penyaradan dengan alat bantu berbentuk kapsul berkisar antara 15,74-44,14 m3.hm/jam dengan rata-rata 24,38 m3.hm/jam. Efisiensi penyaradan dengan alat bantu berbentuk setengah kapsul berkisar antara 97,65-100% dengan rata-rata 99,24%. Efisiensi penyaradan dengan alat bantu berbentuk kapsul berkisar antara 92,92-100% dengan ratarata 98,21%. Biaya penyaradan dengan alat bantu setengah kapsul berkisar 201
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
antara Rp 16.479-48.224/m3.hm dengan rata-rata Rp 32.849/m3.hm. Biaya penyaradan dengan alat bantu berbentuk kapsul berkisar antara Rp 17.405-Rp 48.796/m3.hm dengan rata-rata Rp 35.530/m3.hm. Luaran 4. Teknologi Pemanenan Optimal Resin dan Getah 4.1.
Teknologi Pemanenan Resin dan Getah untuk Peningkatan Produksi dan Kualitas
Penelitian “Teknologi Pemanenan Resin dan Getah untuk Peningkatan Produksi dan Kualitas” dilakukan terhadap produk getah pinus, jelutung dan kemenyan. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil penelitian Teknik Pemanenan Resin dan Getah untuk Peningkatan Produksi dan Kualitas No Resin/getah 1.
2.
202
Pinus
Pinus
Teknik Jenis stimulan sadapan Kedukul - Lengkuas - Jahe - Kunyit - Kencur - Bawang merah - Bawang putih - Kontrol Mujitech - Lengkuas - Jahe - Kunyit - Kencur - Bawang merah - Bawang putih - Kontrol Bor - Lengkuas - Jahe - Kunyit - Kencur - Bawang merah - Bawang putih - Kontrol Kedukul/tin Cukakayu : ggi tempat minyak goreng <500mdpl S1=1 : 0,25 S2 = 1 : 0,5 S3 = 1 : 1 Kontrol
Produksi (g) 22,60 10,49 8,13 31,04 11,20 20,43 22,46 22,65 11,52 3,34 6,54 14,06 9,38 12,58 13,80 17,54 1,18 5,60 18,80 5,97 20,52
Kualitas
Keterangan
Kadar pengotor (KP) 7,49% -
Lokasi: BKPH Bojonglopang, KPH Sukabumi KU III, umur pohon 11 tahun Rata-rata diameter pohon 21,02–28,03 cm Konsentrasi stimulan 100% Pemanenan getah 15 hari Ulangan masingmasing perlakuan 3 sample Stimulan yang diberikan ± 1cc
KP= 3,96%
KP= 7,49%
KP= 1,02% 40,23 35,08 43,95 32,15
-
-
-
Lokasi: BKPH Majenang, KPH Banyumas Barat KU III, umur pohon 14 tahun Kisaran keliling
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No Resin/getah
3.
Jelutung
Teknik Jenis stimulan sadapan Kedukul/tin Cukakayu : ggi tempat minyak goreng >600mdpl S1 = 1 : 0,25 S2 = 1 : 0,5 S3 = 1 : 1 Kontrol
-
Lengkuas (L) Jeruk nipis (JN) Cuka kayu (CK) Kontrol (K)
Bentuk V -
Lengkuas (K) Jeruk nipis (JN) Cuka kayu (CK) Kontrol (K)
½ spiral
-
4.
Kemenyan
Sesuai tradisi masyarakat-
Lengkuas (L) Jeruk nipis (JN) Cuka kayu (CK) Kontrol (K)
Produksi (g)
Kualitas
Keterangan
KP= 1,02%
batang pohon 42– 102 cm 36,90 - Pemanenan getah 41,83 15 hari 55,10 - Ulangan masing36,90 masing perlakuan 10 sample - Stimulan yang diberikan ± 1cc 19,10- KP (K) =0,7%- Lokasi: KHDTK 15,97- KP (JN) =0,5% Tumbang Nusa 16,77- KP (CK) =0,4% (BPK Banjarbaru) 11,83- KP (K) =0,7%- Tahun tanam jelutung 2004/2005 21,87 - Rata-rata keliling 20,20 batang 21,26 cm 25,10 - Pemanenan getah 10,23 3 hari - Ulangan masing- masing perlakuan 10 sample - Stimulan yang diberikan ± 1cc 0,177 Kadar - Lokasi: hutan 1,051 Sinamat (%) : rakyat di Polung, 0,953- L=14,1 Hasundutan, 0,857- JN=35,6 Medan - CK=35,6 - Umur 10 tahun - K=26,7 - diameter batang 20–30 cm - Pemanenan getah 1 bulan - Ulangan masingmasing perlakuan 10 sample - Stimulan yang diberikan ± 1cc
Stimulan organik berupa jahe, lengkuas, kunyit, kencur, bawang merah dan bawang putih diperoleh dengan cara diparut kemudian diperas dan disaring. Hasil ektrak yang sudah disaring inilah yang digunakan sebagai stimulan dengan cara menyemprotkannya pada luka sadapan. Jenis stimulan organik yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi getah yang dihasilkan. Jenis stimulan organik yang dapat meningkatkan produksi getah pinus lebih tinggi dibandingkan yang lainnya adalah lengkuas, kencur dan bawang merah. Teknik sadapan dengan menggunakan alat kedukul, Mujitech (semi mekanik) dan bor dapat memperngaruhi produksi getah yang dihasilkan. 203
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Penyadapan menggunakan alat kedukul maupun Mujitech akan menghasilkan produksi getah lebih banyak dibandingkan bor karena bidang perlukaan yang lebih lebar memungkinkan getah keluar lebih banyak. Hanya saja getah yang dihasilkan dari penyadapan menggunakan bor lebih bersih dibandingkan kedukul ataupun Mujitech. Stimulan cuka kayu yang digunakan diperoleh dari pembakaran batang pinus sisa penjarangan. Pembakaran tersebut dilakukan selama 25–30 jam dengan lama pendinginan 6 jam. Kadar air batang pinus yang dibakar bervariasi dari 21,65–46,83%, dengan rendemen cuka kayu berdasarkan berat kering bahan yang diperoleh berkisar antara 35,66–62,84%. Pada umumnya semakin tinggi kadar air batang pinus yang dibakar akan cenderung semakin tinggi juga rendemen cuka kayu yang diperoleh. Sebelum digunakan sebagai bahan utama stimulan, cuka kayu yang dihasilkan didestilasi terlebih dahulu untuk memisahkan residu yang ikut larut dalam cairan cuka kayu yang diperoleh. Biasanya cairan cuka kayu hasil destilasi tersebut berwarna lebih bening dibandingkan cuka kayu hasil pembakaran yang belum dilakukan proses destilasi. Pemberian stimulan berbahan dasar cuka kayu dengan komposisi S1, S2 dan S3 pada ketinggian <500 mdpl dapat meningkatkan produksi getah pinus berkisar antara 4,4–15,5% dibandingkan kontrol. Pada ketinggian >600 mdpl,, pemberian stimulan S2 dan S3 dapat menghasilkan getah lebih tinggi dibanding kontrol, dengan rata-rata peningkatan sebesar masing-masing sebesar 6,3% dan 19,8%. Sementara itu pemberian stimulan S1 tidak efektif dalam meningkatkan produksi getah pinus. Teknik penyadapan berbentuk V pada pohon jelutung cenderung menghasilkan getah lebih banyak jika dibandingkan dengan ½ spiral. Selama ini dalam penyadapan jelutung tidak pernah menggunakan stimulan untuk meningkatkan produksi. Penggunaan stimulan organik lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu dalam penyadapan pohon jelutung akan menghasilkan getah jelutung lebih banyak dibandingkan tanpa stimulan (kontrol). Pemberian jenis stimulan cuka kayu menaikkan produksi getah jelutung paling tinggi, yaitu sebesar 25,10 g. Seperti halnya penyadapan jelutung, penyadapan kemenyan yang dilakukan tidak pernah menggunakan stimulan. Penggunaan stimulan jeruk nipis atau cuka kayu cenderung menaikkan produksi getah kemenyan meskipun tidak signifikan. Rata-rata produksi getah kemenyan jika menggunakan stimulan jeruk nipis atau cuka kayu sebesar 1,051 g atau 0,953 g, sedangkan kontrol 0,847 g. Sebagai gambaran pemanenan getah kemenyan biasanya dilakukan setelah 3–4 bulan setelah pohon kemenyan dilukai (FAO, 2001; Jayusman, 2014) dan getah kemenyan yang dihasilkan dari satu batang pohon kemenyan rata-rata sebanyak 0,1–0,5 kg per tahun tanpa stimulan. Penggunaan stimulan jeruk nipis atau cuka kayu dapat menaikkan kandungan asam sinamat sebesar 33%. Menurut SNI 204
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
7940:2013 disebutkan bahwa kandungan asam sinamat getah kemenyan terdiri dari 3 kategori, yaitu mutu A (≥ 30%); mutu B (21–29%) dan mutu C (≤20%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, getah kemenyan yang dihasilkan jika menggunakan stimulan jeruk nipis atau cuka kayu mengandung asam sinamat mutu A, sedang tanpa stimulan akan menghasilkan getah kemenyan dengan mutu B.
IV. PENUTUP A.
Kesimpulan
1.
Luas petak tebang optimal di Riau adalah ukuran 150 m x 350 m , luas petak tebang optimal di Jambi adalah ukuran 100 m x 410 m dan luas petak tebang optimal di Kalimantan Barat adalah 250 m x 750 m. Ada kecenderungan semakin kecil petak tebang dibuat semakin rendah biaya peyaradan yang terjadi akan tetapi biaya pembuatan dan pemeliharaan kanal semakin tinggi demikian juga sebaliknya. Teknik stabilisasi jalan di HPH dilakukan dengan dua cara yang masingmasing dilaksanakan pada kelerengan badan jalan 0-10%. Cara ke satu teknik stabilisasi dengan menggunakan kayu limbah tebangan dan penimbunan tanah keras, cara kedua teknik stabilisasi dengan hanya melakukan pengupasan badan jalan yang becek. Penggunaan alat bantu logging dapat mengurangi selip pada roda truk angkutan. Alat bantu logging pola serong dapat mengurangi selip lebih besar dari pada alat bantu loging pola lurus.Teknik meminimumkan selip pada pengangkutan kayu adalah melalui pemasangan alat bantu berupa rangkaian rantai pada ban kendaraan. Alat bantu dengan sarung roda rantai lurus menghasilkan selip roda yang minimal. Tree length logging dapat meningkatkan efisiensi pemanenan kayu, mengurangi limbah pemanenan. Volume kayu batang bebas cabang yang dimanfaatkan dengan metode tree length logging adalah berkisar antara 90–94 % dan terjadinya penambahan potensi kayu yang berasal dari batang di atas cabang pertama sebesar 16,24–18,24% yang tidak akan diperoleh pada metode konvensional. Penebangan dan penyaradan berdampak minimal dapat meningkatkan produksi, mengurangi kerusakan tegakan tinggal dan pergeseran tanah pada penyiapan lahan dalam rangka implementasi teknik SILIN. Stimulant organik berbahan dasar hayati dapat digunakan untuk meningkatkan produksi getah pinus dan jelutung serta meningkatkan kuantitas (asam sinamat) getah kemenyan.
2.
3.
4.
5.
6.
205
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
206
Rekomendasi Penentuan luas petak tebang optimal perlu diterapkan. Stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging perlu di aplikasikan. Alat bantu logging dengan sarung roda rantai lurus perlu diterapkan pada jalan yang licin. Tree length logging perlu diimplementasikan. Pemanenan berdampak minimal perlu diimplementasikan. Stimulan organik dapat diterapkan pada penyadapan pohon penghasil getah dan resin. Saran Penentuan petak tebang optimal perlu ditentukan modelnya. Stabilisai permukaan jalan dengan bahan kimia masih perlu dilakukan. Pengguanaan alat bantu logging perlu dikembangkan penggunaannya di luar jawa. Teknik tree length logging perlu diikuti dengan pemanfaatan kayu berdiameter kecil. Perlu dikembangakan alat pemotong kayu berdiameter kecil pada jalur tanam. Perlu dikembanghkan penelitian pelarut cuka kayu yang ideal.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 1. Daftar output RPI 20 (Keteknikan dan pemanenan hasil hutan) tahun 2010 – 2014 No
20.1.1.
Judul Penelitian Luaran 1 Teknik penentuan luas petak tebang optimal di hutan tanaman lahan basah Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman lahan basah
Tahun
2010
2011
2012
2013
2010
2010
Judul Publikasi
Media
Penulis
Peningkatan produktivitas pemanenan kayu melalui teknik pemanenan kayu ramah lingkungan: Kasus di satu perusahaan hutan rawa gambut di Kalbar Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut: Kasus di satu perusahaan hutan di Riau Optimasi petak tebang di hutan tanaman rawa gambut berdasarkan produktivitas dan biaya Luas petak tebang optimal pemanenan kayu di areal hutan tanaman rawa gambut Produktifitas dan pembuatan kanal di satu perusahaan hutan tanaman rawa gambut di Riau
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 29 (4) 2011
Sona Suhartana, Yuniawati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 30 (2) 2012
Suhartana, S., Sukanda dan Yuniawati.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 31 (3) 2013
Suhartana, S., Yuniawati Dulsalam.,
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 32 (3) 2014
Suhartana, S., Yuniawati, Dulsalam
Studi komparasi apliakasi penebangan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Buletin Hasil Hutan Vol 16 (2) 2010
Sona Suhartana, Yuniawati
207
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
20.2.1.
20.2.2.
20.3.1.
Judul Penelitian
Luaran 2 Teknik stabilisasi badan jalan dan alat bantu loging Teknologi stabilisasi jalan logging secara mekanis
Alat bantu logging untuk megurangi selip pada jalan yang licin
Luaran 3 Teknik efisiensi pemanenan kayu Teknik tree lenght logging di hutan alam produksi lahan kering
Tahun
Judul Publikasi ramah lingkungan di Riau dan Jambi Pemanenan di hutan rawa di PT RAPP Riau
Media Vol 28 (2) 2010 Draft Kebijakan
-
Analisis produktivitas, biaya operasi dan pemadatan tanah pada penyaradan traktor Falmet Forwader 890.3 di Riau Alat bantu logging untuk mengurangi selip roda pada jalan yang licin
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 30 (1) 2012
Zakaria Basari, Dulsalam
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Yuniawati dan Dulsalam
Produktivitas dan biaya metode pembalakan sepanjang mungkin pada kegiatan pengelolaan hutan alam dengan teknik SILIN di Kalimantan Biaya dan produktivitas Tree Length Logging di hutan alam produksi Pedoman tree length loging di hutan alam produksi Produktivitas dan biaya penebangan dengan chainsaw di areal teknik SILIN
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Maman Mansyur Idris dan Soenarno
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 30 (4) 2012 Draft Pedoman
Maman Mansyur Idris
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Dulsalam Sukadaryati Zakaria Basari
2012
2011
2012
2012
20.3.2.
208
Teknologi pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi SILIN
2011
Penulis
Maman Mansyur Idris, Soenarno
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
20.4.1
Judul Penelitian
Tahun 2011
Luaran 4 : Teknik pemanenan optimal resin dan getah Teknologi pemanenan 2013 resin dan getah untuk meningkatkan produksi dan kualitas 2013
2014
2014
20.4.3
Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan
2010
2011
20.8.3
Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering
2010
Judul Publikasi Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan di areal SILIN PT Gunung Meranti
Media Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pustekolah
Penulis Dulsalam Sukadaryati
Usulan paten: Stimulansia berbahan dasar cuka kayu Teknik penyadapan pinus untuk peningkatan produksi melalui stimulansia hayati Pemanenan getah pinus menggunakan 3 cara penyadapan
Usulan paten
Inventor: Sukadaryati dan Gustan Pari Sukadaryati dan Dulsalam
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 31 (3) 2013
Jurnal penelitian Hasil Hutan Vol 32 (1) 2014 Penggunaan Jurnal stimulan dalam Penelitian penyadapan pinus Hasil Hutan 32 (4) 2014
Produktivitas dan efisiensi pemanenan bambu Kajian pemanenan bambu secara tradisional di Purwokerto dan Gunung Kidul Analisis produktivitas, biaya operasi dan pemadatan tanah pada penyaradan traktor Valmet Forwader 890.3 di areal HTI Riau
Prosiding MAPEKI 2011
Sukadaryati
Sukadartyati, Gunawan Santosa, Gustan Pari, Dodik RN, Hardjanto Sukadaryati Dulsalam
Prosiding MAPEKI XI Yogyakarta, 2 Nov 2011
Sukadaryati dan Dulsalam
Jurnal Penelitian Hasil Hutan tahun 2012
Zakaria Basari Dulsalam
209
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Judul Penelitian -
-
210
Tahun 2010
2010
Judul Publikasi Studi komparasi aplikasi penebangan ramah lingkungan di Riau dan Jambi Produktivitas dan biaya penanaman bibit secara semi mekanis di lahan kering
Media Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 28 (4) Des 2010 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 28 (4) Des 2010
Penulis Sona Suhartana dan Yuniawati
Dulsalam dan Agustinus Tampubolon
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 2. Daftar Outcome RPI 21 tahun 2010-2014 No 1.
Output/Kegiatan Alat bantu loging dengan rantai besi untuk mengurangi selip pada alat angkut kayu di KPH Cianjur
Pemanfaatan Perum Perhutani, KPH Cianjur
2.
Aplikasi stimulansia organic untuk meningkatkan produksi getah pinus di KPH Sukabumi
Ujicoba operasional di KPH Sukabumi, PT Perhutani
3.
Implementasi pemanenan ramah lingkungan pada silvikultur intensif sistem SILIN di
PT Gunung Meranti, Kalimantan Tengah
4.
Draft Pedoman Teknik Tree Lenght Logging di PT Sarpotani di Kalimantan Tengah
PT Sarpotani, Kalimantan Tengah
5.
Draf Kebijakan Pemanenan di Hutan Rawa di PT RAPP Riau
PT RAPP Riau
6.
Aplikasi Stimulansia Organik untuk Meningkatkan Produksi Getah Pinus di KPH Sukabumi
Perum Perhutani, KPH Sukabumi,
7.
Teknik penentuan luas petak optimal di hutan lahan basah di PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Bina Sylva Nusantara
PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Bina Sylva Nusantara
8.
Teknologi stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging truk di Perum Perhutani
Perum Perhutani
9.
Teknik efisiensi pemanenan kayu di PTGunung Meranti, PT Sarmiento Parakanca Timber
PTGunung Meranti, PT Sarmiento Parakanca Timber
10.
Teknologi pemanenan optimal resin dan getah di Perum Perhutani
Perum Perhutani
11.
Stimulan Berbahan Dasar Cuka Kayu
Draft Paten
Keterangan
211
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
RPI 21 PENGOLAHAN HASIL HUTAN KAYU DAN BAMBU Koordinator: Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si. e-mail:
[email protected]
RINGKASAN EKSEKUTIF Penelitian Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu (RPI 21) bertujuan untuk mendapatkan Iptek pemanfaatan dan peningkatan kualitas kayu dan bambu untuk berbagai produk olahan serta menghasilkan konsep pemanfaatan dan standardisasi produk. RPI dimaksud dilaksanakan oleh Pustekolah dan Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuo. Penelitian pengolahan hasil hutan kayu dan bambu menghasilkan 7 IPTEK, yaitu: 1) Diversivikasi produk komposit; 2) Teknik penyempurnaan kualitas kayu; 3) Teknik diversifikasi produk olahan bambu; 4) Teknik optimasi pemanfaatan material lignoselulosa; 5) Konsep standar produk olahan; 6) Teknik produksi pulp dan kertas dari kayu alternatif dan pengolahan limbahnya; dan 7) Informasi pasar dan ekonomi produk kertas dan papan serat. Usaha pemanfaatan bahan serat sebagai alternatif terhadap sumber konvensional baik berbentuk kayu ataupun non-kayu (pelepah nipah, sabut kelapa, serat daun nanas, sludge industri pulp/kertas, rumput gelagah, serat bambu, dan tandan kosong kelapa sawit) untuk pengolahan pulp dan produk turunannya (kertas bungkus, dan papan serat tipe MDF dan tipe hardboard) berindikasi prospektif, dapat meningkatkan daya guna dan nilai tambah bahan serat alternatif, dan mengurangi ketergantungan industri pengolahan serat terhadap bahan baku konvensional. Teknologi menggunakan proses pengolahan pulp semi-kimia soda panas terbuka dan pembentukan lembaran baik kertas ataupun papan serat secara basah. Impregnasi dengan penambahan resin resorsinol pada larutan ekstrak jati memberikan pengaruh stabilitas dimensi paling baik pada kayu jati muda dan jabon dibandingkan dengan penggunaan resin lainnya. Formula ini selain bisa menstabilkan dimensi kayu umur muda dan membuat permukaan kayu menjadi keras, juga dapat menaikkan ketahanan kayu jati terhadap rayap tanah dari kelas awet IV menjadi kelas awet I, dan kayu jabon dari kelas IV menjadi
213
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kelas II. Keteguhan tekan kayu meningkat sampai 10% pada jati cepat tumbuh dan 15% pada kayu jabon. Teknik penanggulangan perubahan warna pada kayu yang sudah terserang blue stain dilakukan dengan rekayasa warna kayu melalui pengolesan larutan chromic acid (CA) yang berperan dalam menyamarkan noda biru pada kayu, serta finishing dengan wood stain (pewarna kayu), sehingga kayu kembali bernilai. Bambu yang cenderung rentan terhadap serangan serangga maupun jamur memerlukan teknologi yang mampu meningkatkan kualitas dan keawetan bambu sebagai produk komposit berupa pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel serta alternatif penampilan bahan baku untuk mebel selain kayu. Formula perekat berbasis fenolik dari sumberdaya alam yang renewable berpotensi prospektif untuk mensubstitusi perekat sintetis berbahan baku dari minyak bumi, sehingga ketergantungan pada perekat sintetis impor lambat laun dapat dikurangi. Penambahan arang aktif dari limbah kayu gergajian dapat mereduksi emisi formaldehida secara non kimiawi dari produk komposit berperekat urea formaldehida (papan partikel dan sejenisnya) yang memiliki daya jerap tinggi dan lebih hemat dalam aplikasinya sebagai pereduksi emisi formaldehida produk kayu komposit dibanding arang aktif komersial. Konsep standar produk olahan kayu yang dihasilkan, yaitu: konsep SNI kayu lapis bermuka polivinil klorida, kayu lapis bermuka poliuretan, kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna, papan partikel indah, dan papan partikel bermuka kertas. Teknologi pembuatan kertas dari jenis kayu alternatif menghasilkan produk yang hampir seluruh parameter kualitas LBKP jenis kayu terentang dan binuang memenuhi SNI 6107-2009, namun derajat putih masih di bawah standar. Beberapa sifat fisis kertas berbeda pada kayu yang berasal dari tempat tumbuh yang berbeda, dan hampir seluruh parameter memenuhi SNI 72742008 kecuali untuk derajat putih, ketahanan cabut, kekasaran dan kadar air. Total kapasitas ekspor MDF Indonesia pada kurun waktu tahun 20072011 adalah 1.011.000 m3. Total permintaan MDF untuk konsumsi dalam negeri dalam kurun waktu 5 tahun tersebut adalah 470.000 m3. Faktor produksi yang kemungkinan dapat mempengaruhi pendapatan anatra lain kapasitas produksi terpasang ketersediaan bahan baku, manajemen pegawai, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Produk kertas dan papan serat layak untuk dikembangkan dengan skala usaha minimum 22.000-64.000 m3/th.
214
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
I. PENDAHULUAN Dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan tahun 2010 – 2014 termuat masalah utama yang memerlukan solusi dari Badan Litbang Kehutanan, yaitu: (1) Kesenjangan antara suply dan demand bahan baku, dan (2) Masih rendahnya efisiensi produksi industri hasil hutan. Sementara kondisi yang diinginkan adalah: (1) Tercukupinya kebutuhan bahan baku industri kehutanan secara berkelanjutan, dan (2) Ekspor komoditas hasil hutan dan industri pengolahan hasil hutan terus meningkat. Atas dasar uraian tersebut salah satu misi yang diemban oleh Badan Litbang Kehutanan adalah meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar dan terapan, dengan skala prioritas: peningkatan nilai tambah dan pengembangan hasil penelitian. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) selaku salah satu unit pelaksana di bawah Badan Litbang Kehutanan sudah barang tentu harus menyesuaikan kegiatannya dengan Renstra tersebut di atas dengan berpedoman pada roadmap eselon di atasnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka road map litbang pengolahan hasil hutan mencakup 8 (delapan) aspek: 1. Keunggulan dalam proses pengolahan hasil hutan; 2. Memperkuat keunggulan kompetitif produk; 3. Cost-eficiency untuk menghasilkan harga yang bersaing, peningkatan kualitas produk dan desain; 4. Kompetisi bernuansa isu lingkungan; 5. Pemanfaatan dan pengembangan bahan baku (pemanfaatan lesser-used dan lesser-known species dan bahan berlignoselulosa untuk menjembatani gap kebutuhan bahan baku); 6. Optimasi proses produksi (peningkatan kualitas, diversifikasi); 7. Rekayasa alat produksi dan bahan pembantu (proper technology, ramah lingkungan dan peningkatan pendayagunaan potensi domestik/local content); 8. Analisis pasar serta pengembangan produk baru (new and improved products) terutama panel kayu, pulp dan kertas.
a. b. c. d.
Sasaran yang diinginkan pada phase 2010 - 2014 mencakup: Pengujian sifat dasar dan optimasi bahan baku; Optimasi proses produksi (panen, pengolahan, pengendalian mutu) dan rekayasa alat dan bahan; Kajian strategi produksi (diversifikasi produk, desain produk, by products); Kajian pasar dan sosekjak (analisis finansial, ekonomi, pasar dan kebijakan hasil hutan).
215
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
a. b. c. d. e.
Target yang ingin dicapai dalam bentuk: Basis data sifat dasar dan model optimasi alokasi bahan baku; Teknologi dan standardisasi proses dan produk panel kayu, pulp dan kertas, produk kayu lainnya; Hasil rekayasa alat dan bahan; Protokol panel kayu baru, pulp dan kertas; Strategi pemasaran dan sosek dan kebijakan perkayuan integratif.
II. METODE SINTESIS Sintesis RPI 21 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah maupun UPT dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI.
III. SINTESA HASIL PELAKSANAAN RPI Kegiatan tahun 2010 sebelum RPI 2011-2014 (revisi) sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010 adalah: 1.
a.
b.
c.
216
Teknologi Pembuatan Rumah Kayu Sistem Knockdown Untuk Darurat Bencana Hasil penelitian adalah: Rumah kayu T-21 yang dirancang dengan system knockdown dengan menggunakan kayu yang berasal dari hutan tanaman atau hutan rakyat di Jawa Barat dapat digunakan untuk rumah tinggal maupun rumah hunian sementara karena telah memenuhi persyaratan konstruksi. Elemen knockdown pada bangunan ini terdapat pada setiap titik pertemuan satu struktur dengan struktur lainnya, karena untuk mempermudah pemasangan di lapangan. Setiap elemen knockdown dihubungkan dengan baut dan paku sekerup sehingga mudah dilepas apabila dilakukan bongkar pasang. Biaya yang diperlukan untuk mendirikan bangunan rumah kayu ini sebesar Rp 32.685.985 atau setara dengan Rp 1.556.475/m2 yang pendiriannya dapat diselesaikan dalam waktu 18 hari kerja.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
2.
Kajian Implementasi dan Harmonisasi Standar Mutu Produk Industri Perkayuan untuk Meningkatkan Efisiensi dan Mutu Produk
Hasil kajian menunjukkan bahwa hingga saat ini sudah tersedia 119 SNI produk perkayuan, belum termasuk SNI produk mebel dari kayu. 20 di antaranya SNI tersebut telah diabolisi. Untuk produk kayu olahan berorientasi ekspor, standar produk yang digunakan adalah standar negara tujuan atau sesuai pesanan pembeli. Secara prinsip spesifikasi teknis standar nasional tidak berbeda dengan standar internasional. Faktor budaya kerja dan sarana pendukung merupakan kendala penerapan standar nasional. Perlu dilakukan harmonisasi standar dan implementasinya untuk meningkatkan efisiensi industri perkayuan. Hasil penelitian RPI 2011-2014 (revisi) berdasarkan masing-masing luaran diuraikan sebagai berikut: Luaran 1: Diversifikasi Produk Komposit 1.1.
Teknologi Pembuatan Produk Lamina
Dalam upaya mencapai luaran telah dilakukan berbagai kegiatan yang meliputi: Teknologi pembuatan papan lamina dari bilah broti dan balok grider untuk produk kayu pertukangan (2010), Teknologi penyempurnaan sifat glulam, girder dan broti untuk kayu pertukangan (2011), Pemanfaatan produk laminasi untuk kayu pertukangan (2012), Teknologi transformasi log menjadi balok untuk kayu pertukangan (2013). Hasil penelitian tahun 2010 pembuatan kayu komposit berupa glulam structural dan papan semen dari tiga jenis kayu yakni jabon (Anthocephallus cadamba), manii (Maesopsis eminii) dan sengon (Falcataria moluccana), menunjukkan bahwa Kadar air glulam yang diteliti berkisar antara 9.13-14.87% dengan rata-rata 10.83%. Sedangkan kerapatannya berkisar antara 0.255-0.630 g/cm3 dengan rata-rata 0.467. Kadar air glulam sesuai dengan persyaratan JAS (1996). MOE glulam yang dibuat berkisar antara 53.907-89.475 kg/cm2 dan MOR antara 19,17-37,74 53.907-89.475 kg/cm2. Nilai kekuatan glulam kayu sengon tidak memenuhi standar JAS (2003). Sementara penggunaan kadar semen 250% pada pembuatan papan semen dapat meningkatkan keteguhan lentur sekitar 31% dibanding kadar semen 240%. Peningkatan kadar semen menyempurnakan stabilitas dimensi sekitar 24-30% pada pengembangan tebal, sekitar 20-40% pada pengembangan linier dan sekitar 10-12% pada penyerapan air. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat direkomendasikan kayu sengon, manii dan jabon dapat ditingkatkan pemanfaatannya dengan membuatnya menjadi kayu komposit seperti glulam dan papan semen. Glulam campuran manii dan jabon yang dibuat dapat dimanfaatkan untuk konstruksi ringan sedangkan glulam sengon kaena tidak memenuhi standar mutu produk, 217
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
hanya dapat dimanfaatkan sebagai pencampur glulam dengan menempatkan lamina sengon pada bidang netral (pada bagian tengah penampang glulam), dengan porsi pencampuran tidak kurang dari ½ bagian. Untuk menghasilkan papan semen yang memenuhi standar, papan partikel direndam selama 48 jam, kadar semen 250%. Hasil penelitian tahun 2011 terhadap tiga jenis kayu karet, jabon dan gmelina untuk balok lamina berupa glulam, balok laminasi bentuk I dan papan broti laminasi dengan perekat isosianat, dengan panjang balok 3 m. Untuk papan yang berukuran kurang dari 3 m dilakukan penyambungan jari (finger joint). Rendemen pembuatan papan sambung dan glulam rata-rata adalah berkisar antara 31-53% dengan rata-rata 38%. Variasi dari nilai rendemen di atas disebabkan karena kondisi dolok, silindrisitas serta cacat kayu. Nilai rata-rata kerapatan glulam yang menunjukkan bahwa kerapatan glulam tertinggi terdapat pada glulam yang terbuat dari karet berukuran 5/10 (0.66), diikuti berturutturut glulam karet ukuran 5/6 (0.64), kombinasi karet-jabon ukuran 5/6 (0.54), kombinasi karet-jabon ukuran 5/10 (0.53), 5/6 (48,) dan terendah terdapat pada glulam gmelina baik yang berukuran 5/6 maupun 5/10 (0.48).Nilai rata-rata modulus elastisitas (MOE) glulam yang diteliti berkisar antara 8612.91-37425.98 kg/cm2 dengan rata-rata 23716 kg/cm2. Nilai rata-rata MOR tertinggi terdapat pada glulam campuran karet dan jabon ukuran 5/10. Merujuk kepada nilai MOR dan MOE pada JAS 234:2003, maka semua jenis glulam yang dibuat memenuhi standar untuk kayu struktural kecuali jenis glulam Jabon (ukuran 5/6), gmelinajabon dan karet-jabon (ukuran 5/6). Berdasarkan nilai rata-rata keteguhan rekat antara lapisan kayu penyusun glulam, maka hanya glulam karet dan gmelina yang memenuhi standar Jepang (JAS, 2003). Balok girder dibuat dari kayu karet sebagai “flange” dan jabon sebagai “web” dengan ukuran panjang 300 cm, tinggi total 23 cm dan lebar 9.7 cm dengan tinggi “web” rata-rata 8.5 cm dengan perlakuan pembuatan lidah-alur untuk menanamkan webnya. MOE balok-I yang dibuat berkisar antara 99,768 – 143,471 kg/cm2 dan MOR rata-ratanya berkisar antara 183.18 - 211.37 kg/cm2. Keteguhan rekat Berdasarkan nilai rata-rata modulus elastisitas dan modulus patahnya, maka balok-I yang dibuat dapat digunakan untuk keperluan struktural (gelagar) dengan menempatkan bagian kayu yang mempunyai nilai E lebih rendah pada bagian badan (web) dan bagian dengan E lebih tinggi pada bagian sayap (flange)-nya. Bahan baku dolok kayu untuk pembuatan produk broti lamina yang berasal dari limbah penjarangan tanaman rakyat menghasilkan papan broti dengan mutu penampilan tidak memenuhi standar SNI kayu bentukan, karena banyaknya cacat kayu. Hasil uji visual papan broti laminasi yang dibuat terjadi kegagalan hasil rekatan antar bilah broti lamina disebabkan bilah penyusun broti lamina mengalami cacat bentuk melengkung yang disebabkan karena cacat membengkok pada bilah penyusunnya. Mengacu kepada ISO 12578 (ISO, 218
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
2008) yang mensyaratkan untuk kayu dengan kerapatan 0.5 atau kurang, keteguhan rekat minimum 4 N/mm2 atau 40 kg/cm2. Sementara JAS (2003) mensyaratkan keteguhan rekat ≥ 54 kg/cm2. Dengan demikian hanya glulam gmelina dan karet yang memenuhi standar JAS 234 (Anonim, 2003), sedangkan glulam gmelina, karet dan gabungan gmelina dan jabon memenuhi standar ISO 12578 (Anonim, 2008). Berdasarkan nilai rata-rata keteguhan rekat antara lapisan kayu penyusun glulam. Mengacu kepada RSNI3 PKKI NI-5 (2003), balok yang dihasilkan tergolong kelompok kayu konstruksi E-10-E12 yang diperkenankan untuk gelagar ringan (BSN, 2003). Pada tahun 2012 telah dibuat glulam dari kayu mangium, jati cepat tumbuh dan trembesi, Nilai rata-rata kerapatan glulam yang dibuat berkisar antara 0.557-0.821 gram/cm3 dengan rata-rata 0.658 gram/cm3. Glulam dari jati-trembesi (diawetkan dan tanpa diawetkan) dan trembesi-trembesi yang tiidak memenuhi standard JAS (Anonim, 2007). Berdasarkan persyaratan MOR dan Keteguhan tekan sejajar serat glulam JAS (2007), maka glulam yang dibuat memenuhi standard mutu glulam struktural. Seperti halnya mo tergolong kelas E 65-F225 sampai E95-F270. Nilai rata-rata keteguhan geser blok glulam yang diteliti berkisar antara 22.0 - 64.2 kg/cm2 dengan rata-rata 38.4 kg/cm2. Hasil penelitian tahun 2013 meliputi hasil pengujian laboratorium yaitu sifat fisis, mekanis dan pembebanan struktur kuda-kuda yang dibuat dari mahoni, jabon dan kombinasi mahoni-jabon.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kerapatan glulam yang paling rendah adalah glulam jabonjabon. Kekuatan lentur maksimum (MOR) tertinggi dicapai oleh glulam mahonijabon (MJ) sebesar 617,20 kg/cm2. Lenturan maksimum di tengah bentang terjadi pada glulam mahoni-jabon (MJ) sebesar 0,68 cm pada beban 867 kg memenuhi persyaratan lenturan maksimum menurut peraturan konstruksi kayu Indonesia. Kekakuan lentur (MOE) mahoni-jabon sedikit lebih rendah dari mahoni-mahoni dan jauh lebih tinggi dari jabon-jabon. Kayu jabon dapat dicampur dengan kayu mahoni dapat meningkatkan kualitas balok glulam dari kelas kuat III-IV menjadi kelas kuat II-III serta efektif sebagai bahan struktur kuda-kuda kayu. Pembebanan struktur kuda-kuda glulam dilakukan dengan sistem pembebanan di atas perletakan sendi-rol dengan beban pada titik kumpul yang ditransfer dari beban terpusat pada mesin UTM. Hasil pengujian yang diperoleh adalah lenturan maksimum di tengah bentang kuda-kuda glulam mahonimahoni dan mahoni jabon tidak jauh berbeda dan memenuhi persyaratan lenturan maksimum karena kurang dari 1 cm (L/300= 300/300). Beban yang diterima paling tinggi dicapai oleh glulam mahoni-jati yaitu 867 kg, ini berarti glulam mahoni-jabon dapat bekerja efektif pada struktur kuda-kuda kayu. Namun penelitian lebih lanjut mengenai analisa struktur kuda-kuda kayu perlu dilanjutkan guna mengetahui ukuran optimal balok serta bahan penutup atap yang sesuai untuk digunakan. 219
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Pada tahun 2014 telah dibuat glulam lengkung dari mahoni, ketapang dan jabon. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, bahwa jabon dapat digunakan untuk pencampur pembuatan glulam dengan penempatan glulam di bagian tengah. Hasil sementara menunjukkan bahwa, pencampuran jabon pada 1/3 bagian tengah penampang dalam pembuatan glulam dapat memenuhi persyaratan kayu struktural. Perekat yang digunakan isosianat KR 560. Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga memungkinkan untuk menurunkan biaya bahan glulamnya. Pelengkungan glulam menurunkan kekuatan glulam. Efisiensi pembuatan glulam lengkunga ditunjukkan oleh nilai perbandingan kekuatan antara glulam lengkung terhadap glulam lurusnya. Perbandingan nilai kekuatan glulam lengkung terhadap glulam lurus yang diteliti berkisar antara 0,30-0.98 dengan rata-rata 0,62, tertinggi terdapat pada glulam mahoni-mahoni diikuti mahonijabon. Nilai delaminasi glulam yang dibuat memenuhi standard JAS (2007). Nilai springback glulam berkisar antara 3-14% dengan rata-rata 10%. Glulam jabon yang diawetkan ternyata mempunyai nilai rata-rata springback yang terendah. Glulam yang dibuat dari kayu cepat tumbuh, terutama mahoni dan ketapang yang diawetkan dengan CKB dan direkat dengan perekat isosianat KR 560, dan kempa dingin menghasilkan glulam yang memenuhi syarat untuk struktural. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dirokemdasikan bahwa kayu jabon, manii, gmelina, maupun ketapang dapat digunakan sebagai pencampur glulam dengan kayu yang berkualitas lebih tinggi dengan komposisi minimal 1/3 dari tebal glulam. Untuk membuat glulam lengkung, disarankan jabon digunakan sebagai campurannya, karena nilai “springback”nya lebih rendah daripada kayu ketapang. Struktur kuda-kuda kayu dari glulam dapat direkomendasikan menggantikan kayu solid dari hutan alam maupun hutan tanaman. Perlakuan pengawetan tidak mempengaruhi sifat dan penampilan glulam yang dibuat, sehingga untuk meningkatkan umur pakainya, kayu-kayu tersebut perlu diawetkan. 1.2. Teknologi Pembuatan Papan Serat Dalam rangka diversifikasi produk papan serat dan lebih menambah wawasan penggunaan bahan serat bukan kayu, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hutan telah melakukan kegiatan pembuatan kertas bungkus dan pembuatan papan serat, keduanya menggunakan bahan serat alternatif berlignoselulosa, dengan cakupan kegiatan: uji coba pembuatan kertas bungkus skala usaha kecil dari berbagai bahan serat alternatif (tahun 2010), potensi teknis pemanfaatan pelepah nipah dan campurannya dengan sabut kelapa untuk pembutatan papan serat berkerapatan rendah atau tipe MDF (tahun 2011), penyempurnaan sifat papan serat tipe MDF dari pelepah 220
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
nipah dan campurannya dengan sabut (tahun 2012), dan pada tahun 2013 telah dilaksanakan pembuatan papan serat tipe hardboard, menggunakan bahan serat alternatif rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), dan serat bambu. Hasil dari kegiatan di atas menunjukkan bahwa sabut kelapa dan campurannya dengan pelepah nipah pada proporsi 50% + 50% menghasilkan MDF dengan sifat menyamai MDF dari 100% pelepah nipah, dan sebagian besar memenuhi persyaratan standar JIS dan ISO. Di lain pihak, rumput gelagah dapat digunakan untuk menghasilkan hardboard dengan sifat (fisis/mekanis) yang lebih baik dibandingkan dengan serat bambu dan TKKS. Hasil penelitian tahun 2014 lebih lanjut menunjukkan bahwa hardboard yang dibuat dengan menggunakan campuran rumput gelagah, TKKS, bambu andong dan bambu betung setelah dilakukan penyempurnaan (yaitu dengan meningkatan konsentrasi larutan NaOH menjadi 12% pada pemasakan TKKS, dan penggunaan tanin resorsinol formaldehida (TRF), serta penghapusan emulsi lilin sebagai campuran aditif) menunjukkan peningkatan sifat fisis, demikian pula penggunaan sisal sebagai bahan utama pengganti bambu pada pembuatan hardboard menunjukkan peningkatan sifat fisis pada komposisi TKKS 50% + Sisal 50% yang dimasak dengan NaOH 9%. 1.3. Pembuatan Papan Serat dari Jenis Kayu Alternatif Kegiatan ini dilaksanakan mulai tahun 2012 oleh BPTSTH-Kuok, yang terdiri atas teknik pembuatan pulp dan kertas dari 2 jenis kayu alternatif (2012), penyempurnaan kualitas pulp dan kertas dari 2 jenis kayu alternatif (2013), dan untuk tahun 2013 kegiatan yang dilakukan adalah pembuatan papan serat dari jenis kayu terentang dan binuang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat-sifat papan serat kerapatan sedang tanpa menggunakan perekat sintetis dari jenis kayu binuang (Octomeles sumatrana) dan terentang (Campnosperma auriculatum). Pembuatan pulp dilakukan dengan cara mekanis, proses pembuatan papan serat dilakukan dengan proses kering. Perlakuan penambahan activator asam sitrat dengan kadar 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30%, dapat meningkatkan sifat mekanik papan serat kerapatan sedang. Papan serat kerapatan sedang dengan pemberian activator kadar asam sitrat dengan kadar 20, 25 dan 30% memenuhi standar SNI 01 4449 – 2006 type 5. Peningkatan sifat mekanika dan kestabilan dimensi disebabkan munculnya ikatan ester dari turunan kelompok karboksil.
221
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Luaran 2: Penyempurnaan Kualitas Kayu 2.1. Teknologi Stabilisasi Dimensi Kayu Penelitian tahap 1 (2010) diperoleh berdasarkan data sifat anatomi dan fisis kayu, pembentukan kayu dewasa kayu mindi yang diambil dari lokasi Kaliurang dimulai pada tahun ke-8. Jika kayu ditebang pada umur di bawah 8 tahun maka seluruh bagian batang masih muda atau porsi kayu juvenilnya 100%, sementara pada umur 13 tahun porsi kayu dewasa baru terbentuk 31%. Berdasarkan data sifat pengeringannya maka bagan pengeringan yang sesuai untuk kayu mindi sebagai bahan baku kayu pertukangan, berturut-turut adalah suhu 40 – 60oC dan Rh 35 – 83% (umur 5 tahun); 45 -75oC dan Rh 43 – 71% (9 tahun); 50 - 80 oC dan Rh 31 – 80% (umur 13 tahun). Jika akan mencampurkan kayu muda bersama-sama kayu dewasa dalam satu ruangan pengeringan, maka disarankan menggunakan suhu pengeringan untuk kayu muda, yaitu 40 – 60oC dan Rh 35 – 83%. Penelitian tahap 2 (2011) diperoleh hasil pengeringan kayu waru gunung yang diteliti umur 8, 12 dan 16 tahun, hanya yang berumur 16 tahun yang dapat distabilkan dengan cara pengeringan konvensionil untuk keperluan mebel. Stabilisasi dimensi kayu tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb) umur 16 tahun dapat diperoleh melalui pengeringan konvensional dengan menggunakan bagan pengeringan T8B4, yaitu suhu dalam ruang pengeringan pada kisaran 55 – 80oC dan kelembaban 31 – 81% (depresi suhu bola basah 4). Stabilisasi dimensi kayu tisuk umur 8 dan 12 tahun hanya dapat diperoleh melalui perlakuan pemadatan, menggunakan suhu kempa 180oC dan tekanan 25 kg/cm2 selama 40 menit. Kayu yang dipadatkan kerapatan dan BJ lebih tinggi, kekerasan meningkat, dimensi lebih stabil, permukaan kayu lebih halus dan licin serta mampu memperbaiki sifat-sifat kayu yang lain sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk kayu mebel dan furnitur menurut standar SNI 1989. Penelitian tahun 2013 lingkup kegiatan meliputi pengeringan, ekstraksi limbah kayu jati konvensional umur 60 tahun, impregnasi, dan pengujian stabilisasi dimensi (perubahan dimensi), perubahan berat, tekan sejajar dan tekan tegak lurus serat, keawetan, struktur anatomi, dan perubahan permukaan fisik kayu jati cepat tumbuh (JCT) dan karet yang diimpregnasi dengan metode vakum tekan. Perlakuan impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan sirlak secara nyata berpengaruh terhadap sifat pengembangan kayu. Perlakuan impregnasi pada kayu JCT dan karet dengan penggunaan campuran ekstrak jati dan damar memberikan pengaruh nyata terhadap laju pengembangan contoh uji selama rendaman. Nilai anti swelling efficiency (ASE) pada contoh uji JCT yang diimpregnasi dengan ekstrak jati dapat mencapai lebih dari 50%. Sementara pada penggunaan campuran sirlak 8%, perlakuan ini dapat memberikan nilai ASE hingga lebih dari 80%. Perlakuan impregnasi kayu dengan campuran ekstrak jati dan damar memberikan pengaruh stabilisasi dimensi yang 222
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan melulu dengan ekstrak jati. Namun demikian, pengaruh stabilisasi perlakuan ini relatif setara dengan perlakuan campuran ekstrak jati dan sirlak. Teknik stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu jati cepat tumbuh dan kayu karet dapat dilakukan dengan perlakuan impregnasi menggunakan larutan campuran ekstrak serbuk jati tua dan resin sirlak atau resin damar. Penyempurnaan sifat stabilisasi dimensi dan keteguhan tekan terbaik dari kedua jenis kayu ini diperoleh pada penggunaan konsentrasi resin 8%. Untuk kualitas warna permukaan kayu (selain untuk menstabilkan dimensi), formula terbaik adalah campuran larutan ekstrak jati dengan sirlak 4 6%. Makin tinggi persentase sirlak makin gelap warna kayu. Warna kayu mendekati warna kayu jati tua pada konsentrasi sirlak 6%. Formula ini cocok untuk bahan finishing kayu tanpa harus didempul. Untuk menahan kayu dari serangan rayap kayu kering (selain untuk menstabilkan dimensi), formula terbaik adalah campuran larutan ekstrak jati dengan damar, minimal konsentrasi 4 %. Jati cepat tumbuh dengan kelas keawetan IV naik ke kelas awet II setelah diimpregnasi formula ini. Penelitian lebih lanjut pada tahun 2014 menunjukkan bahwa ekstraksi serbuk gergajian jati dengan menggunakan pelarut air panas menghasilkan ekstrak padatan (solid content) sekitar 1%. sementara dengan pelarut 0,5% NaOH adalah sekitar 11%. Proses impregnasi larutan ekstrak jati pada kayu JCT dan jabon menunjukkan hasil beragam menurut jenis kayu dan arah orientasi serat kayu. Kayu jabon memiliki permeabilitas lebih baik daripada kayu JCT, sehingga mengalami pertambahan berat akibat impregnasi lebih tinggi dibandingkan dengan kayu JCT. Deposisi ekstrak jati pada contoh uji radial lebih besar dibandingkan dengan contoh uji tangensial. Perlakuan impregnasi kayu dengan larutan ekstrak jati larut air serta campurannya dengan resin Akrilik maupun Polivinil menunjukkan efektifitas yang berbeda menurut jenis kayu. Secara umum perlakuan impregnasi pada kayu jabon lebih efektif menyempurnakan sifat stabilitas dimensi pada kayu tersebut dibandingkan dengan perlakuan yang sama pada kayu JCT. Impregnasi dengan penambahan resin Resorsinol pada larutan ekstrak jati memberikan pengaruh stabilitas dimensi paling baik pada kedua jenis kayu dibandingkan dengan penggunaan resin lainnya. Deposisi ekstrak jati maupun campurannya dengan resin menyebabkan perubahan struktur makroskopis kayu. Kesan warna kayu menjadi lebih gelap kecokelatan mendekati kesan warna pada kayu jati tua, terutama pada perlakuan dengan campuran Resorsinol. Deposisi ekstrak dan resin pada struktur kayu menyebabkan kesan permukaan kayu menjadi sangat keras, serta meningkatkan sifat keawetan kayu, terutama ketahanannya terhadap serangan rayap tanah. Perlakuan impregnasi kayu dengan menggunakan larutan ekstrak jati menyebabkan timbulnya biaya perlakuan sekitar sembilan ratus ribu Rupiah 223
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
per m3. Biaya perlakuan tersebut meningkat sekitar 20 - 60% bila ditambahkan resin krilik, polivinil atau resorsinol pada larutan ekstrak jati. Biaya ini relatif setara dengan biaya yang diperlukan dalam perlakuan pengawetan kayu konvensional, dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya perlakuan modifikasi kayu modern. Formula terbaik adalah campuran ekstrak serbuk jati (larutan NaOH 0,5%) dengan resorsinol teknis 0,5% (dari kadar padatan) dan ditambahkan formalin dalam persentase kurang dari 0,5%. Formula ini selain bisa menstabilkan dimensi kayu umur muda dan membuat permukaan kayu menjadi keras, juga dapat menaikkan ketahanan kayu jati terhadap rayap tanah dari kelas awet IV menjadi kelas awet I, dan kayu jabon dari kelas IV menjadi kelas II. Keteguhan tekan kayu meningkat sampai 10% pada jati cepat tumbuh dan 15% pada kayu jabon. Dari ketahanannya terhadap rayap tanah menunjukkan formula ini dapat digunakan untuk mengawetkan kayu jati muda sebagai bahan lantai kayu. Penggunaan resin resorsinol dalam penelitian ini memberi pengaruh penyempurnaan berbagai aspek, baik stabilisasi dimensi, keteguhan tekan maupun sifat keawetan pada kedua jenis kayu. Penyempurnaan karakteristik tersebut perlu diujicoba pada ukuran sortimen komersial, atau pada contoh uji berukuran besar. Keperluan uji coba pada sortimen berukuran besar memerlukan mesin dan peralatan yang memadai. Alasan ini menunjukkan perlunya Pustekolah memiliki fasilitas tersebut, atau memperbaiki fasilitas yang ada untuk memenuhi keperluan tersebut. 2.2.
Teknologi Stabilisasi Warna Kayu
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan cara pencegahan perubahan warna yang diakibatkan oleh jamur pewarna biru (blue stain) dan cara penanggulangannya agar dapat meningkatkan kualitas kayu yang telah terserang jamur dan mengurangi kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh perubahan warna kayu. Sasaran penelitian ini adalah diperolehnya teknik yang efisien dan efektif untuk mencegah dan menanggulangi perubahan warna kayu akibat serangan jamur. Hasil peneltian tahap 1 (2011) menunjukkan bahwa pemberian bahan kimia dapat meningkatkan kecerahan warna kayu baik di bagian dalam (core) maupun permukaan luar, jika dibandingkan dengan perlakuan fisik pemanasan 60oC dan 120oC maupun shed. Meskipun setiap jenis kayu memiliki respon yang berbeda. Bahan yang baik untuk jenis kayu pulai belum tentu baik untuk tusam. Pada penelitian tahap 2 (2012) telah dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna alami kayu jamuju (Podocarpus imbricatus) dan kisampang (Evodia aromatica BL.) sebelum dan sesudah perlakuan karena pengaruh suhu, kelembaban, dan panas. Sedangkan pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kayu tusam (Pinus merkusii) dan kemiri (Aleurites moluccana).
224
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kegiatan yang telah dilakukan pada tahun ke-3 (2013): penyiapan contoh uji, di mana contoh uji dilakukan di dua tempat yaitu di tempat terbuka dan dalam ruangan. Dari setiap jenis kayu diambil lima pohon, dan dari setiap pohon diambil 18 dolok masing-masing ukuran dua meter untuk digergaji menjadi papan yang diserut dipergunakan untuk contoh uji kayu segar berukuran 100 cm x 10 cm x 2,5 (3) cm. Setiap perlakuan terhadap contoh uji dilakukan sebanyak 5 ulangan; Contoh uji yang telah disiapkan dicelupkan/ dioleskan dengan bahan kimia sesuai dengan konsentrasi 2, 3, dan 4%. Kemudian contoh uji yang telah dioleskan tersebut dikeringkan dengan dua cara yaitu di tempat terbuka dan di bawah atap. Teknik pencegahan perubahan warna yang diakibatkan blue stain dilakukan dengan pengolesan seluruh permukaan kayu dengan larutan staneous chloride (ST) dan metilen-bistiosianat (MBT) pada konsentrasi 2, 3, 4%, serta pengeringan dilakukan di tempat terbuka. Dengan cara tersebut, warna kayu dapat stabil selama beberapa bulan. Berdasarkan hasil uji coba, selama kurang lebih satu bulan warna kayu relatif masih stabil. Teknik penanggulangan perubahan warna pada kayu yang sudah terserang blue stain dilakukan dengan rekayasa warna kayu melalui pengolesan larutan chromic acid (CA) yang berperan dalam menyamarkan noda biru pada kayu, serta finishing dengan wood stain (pewarna kayu), sehingga kayu kembali bernilai. Pada tahun 2014 kegiatan ini direvisi.
Luaran 3: Teknologi Diversifikasi Produk Olahan Bambu 3.1.
Pembuatan Produk Bambu Komposit
Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mendapatkan teknologi pembuatan bambu lamina dengan sitem laminasi silang serta uji coba pembuatan produk mebel. Sasaran kegiatan penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi teknis mengenai pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Pada tahun 2010 telah diteliti karakteristik jenis bambu sebagai bahan baku bambu komposit dengan sasaran penelitian adalah tersedianya data dan informasi mengenai sifat dasar dan sifat perekatan jenis bambu sebagai bahan baku bambu komposit. Hasil penelitian menunjukkan sifat anatomi bambu andong dan bambu mayan memiliki karakteristik ikatan pembuluh tipe III dan IV. Berat jenis bambu andong dan bambu mayan berturut turut 0,75 dan 0,63 sedangkan penyusutan tebal dari kondisi basah ke kering udara dan dari kondisi kering udara ke kering oven berturut-turut 4,97% dan 2,56% untuk bambu andong sedangkan untuk bambu mayan 5,43% dan 2,33%. Keteguhan lentur bambu andong dan bambu mayan setara dengan kayu kelas kuat II. Sifat perekatan bambu andong dan bambu mayan baik tidak diawetkan maupun 225
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
diawetkan terhadap perekat urea formaldehida dan tanin resorsinol formaldehida cukup baik. Pada tahun 2011 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan menyempurnakan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel serta meningkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknis penyempurnaan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel. Penyempurnaan teknik pembuatan meliputi penggunaan dua jenis perekat (tipe interior dan eksterior), waktu kempa yang lebih singkat serta pemberian perlakuan pendahuluan berupa pemutihan bilah bambu sehingga diperoleh warna yang lebih terang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan berupa pengawetan bilah bambu dengan larutan boron 7% secara rendaman dingin selama 2 jam sudah dapat mencegah terjadinya serangan bubuk pada bilah bambu. Perlakuan pendahuluan berupa pemutihan bilah bambu dengan larutan H2O2 15% secara rendaman dingin selama 4 jam menghasilkan bilah bambu dengan warna yang lebih putih/terang. Secara keseluruhan perlakuan pendahuluan berupa pengawetan dan pemutihan bilah bambu dapat menurunkan sifat mekanis bambu lamina yang dihasilkan. Penerapan waktu kempa yang lebih lama pada umumnya meningkatkan sifat mekanis bambu lamina yang dihasilkan. Bambu lamina dari bambu andong pada umumnya memiliki sifat mekanis lebih tinggi dibanding bambu lamina dari bambu mayan, sedangkan stabilitas dimensinya relatif sama. Tergantung dari jenis perekat yang digunakan maka bambu lamina dapat dibuat dengan penerapan waktu kempa yang relatif singkat. Berdasarkan nilai keteguhan lentur (MOR) dan keteguhan tekan bambu lamina maka semua bambu lamina yang dibuat dengan berbagai perlakuan setara dengan kayu kelas kuat II. Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan menyempurnakan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel dan konstruksi ringan serta meningkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknis mengenai penyempurnaan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel dan konstruksi ringan. Untuk bahan konstruksi ringan ukuran bambu lamina harus cukup tebal sehingga diperlukan jumlah lapisan yang cukup banyak. Oleh karena itu untuk efisiensi bahan baku maka komposisi lapisan bambu lamina dikombinasikan dengan kayu untuk mendapatkan bambu lamina yang relatif tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan bambu komposit sangat dipengaruhi oleh jenis bambu, jenis kayu dan komposisi lapisan penyusun bambu komposit. Kualitas perekatan bambu komposit yang dibuat dari bambu andong dan bambu mayan dengan berbagai komposisi lapisan dan kombinasi kayu damar dan kayu jabon cukup baik. Penambahan lapisan bambu andong atau mayan pada balok kayu damar atau kayu jabon dalam bambu komposit dapat meningkatkan keteguhan lentur dan keteguhan tekan dari kayu 226
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
yang digunakan. Besarnya peningkatan nilai keteguhan lentur dan keteguhan tekan tersebut pada bambu komposit dengan lapisan luar 2 lapis bambu berturut-turut bervariasi antara 26% hingga 73,6% untuk keteguhan lentur dan antara 25,5% hingga 37,4% untuk keteguhan tekan. Bambu komposit dari bambu andong dan bambu mayan dengan berbagai komposisi lapisan dan kombinasi jenis kayu pada umumnya setara dengan kayu kelas kuat III. Penambahan lapisan bambu pada balok kayu meningkatkan kelas kuat kayu tersebut dari kelas kuat IV menjadi kelas kuat III dan permukaan bambu komposit yang dihasilkan memiliki corak penampilan serat yang bagus dan unik dengan adanya buku pada bilah bambu penyusun bambu komposit tersebut sehingga penampilan permukaannya indah atau fancy, sedangkan penggunaan kayu yang cukup tebal sebagai lapisan tengah bambu komposit dapat menekan biaya pembuatan bambu komposit. Pada tahun 2013 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan mendapatkan teknologi pemanfaatan bambu serta mengembangkan diversifikasi produk pengolahan bambu sebagai bahan mebel. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknis mengenai pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air bambu komposit berkisar antara 11,16% sampai 12,56% dengan rata-rata 11,9% sedangkan kerapatan nya berkisar antara 0,74 g/cm3 hingga 0,77 g/cm3 dengan rata-rata 0,76 g/cm3. Kualitas perekatan bambu komposit yang dibuat dari bambu andong dan bambu mayan dengan berbagai komposisi arah lapisan cukup baik. Penggunaan lapisan silang pada lapisan dalam bambu komposit menurunkan nilai keteguhan lentur dan keteguhan tekan bambu komposit tetapi meningkatkan kestabilan dimensi bambu komposit yang dihasilkan. Berdasarkan nilai keteguhan lentur, secara keseluruhan bambu komposit 5 lapis dari bambu andong maupun bambu mayan dengan berbagai variasi komposisi arah lapisan setara dengan kayu kelas kuat II. Nilai keteguhan tekan bambu komposit 5 lapis yang dibuat dari bambu andong yang semua lapisannya disusun sejajar serat setara dengan kayu kelas kuat I (satu). Keteguhan tekan bambu komposit 5 lapis yang dibuat dari bambu andong maupun bambu mayan dengan lapisan ketiga (tengah) disusun menyilang terhadap lapisan lainnya setara dengan kayu kelas kuat II (dua), sedangkan bambu komposit 5 lapis dengan lapisan kedua dan keempat yang disusun menyilang terhadap lapisan didekatnya setara dengan kayu kelas kuat III (tiga). Pada tahun 2014 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan penyempurnaan teknik pembuatan produk bambu komposit dengan sistem laminasi silang. Sasarannya tersedianya teknik pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air bambu komposit berkisar antara 10,9% sampai 11,3% dengan rata-rata 11,1% sedangkan 227
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kerapatannya berkisar antara 0,58 g/cm3 hingga 0,75 g/cm3 dengan rata-rata 0,64 g/cm3. Penyerapan air bambu komposit berkisar 20,5-30,2% dengan ratarata 25,0%, pengembangan lebar berkisar 1,3-2,6% dengan rata-rata 1,9%, sedangkan pengembangan tebalnya berkisar 1,3-2,6% dengan rata-rata 2,0%. Kualitas perekatan bambu komposit dengan dimensi 125 cm x 16 cm x 6 cm (p x l x t) yang dibuat dari bilah bambu andong maupun bambu mayan menggunakan perekat isosianat dengan variasi komposisi dan arah lapisan cukup baik. Penggunaan lapisan silang pada lapisan dalam bambu komposit menurunkan nilai keteguhan lentur dan keteguhan tekan tetapi dapat meningkatkan kestabilan dimensi bambu komposit yang dihasilkan karena nilai pengembangan lebarnya lebih kecil. Keteguhan lentur bambu komposit hasil penelitian ini yang dibuat dari bilah bambu andong berkisar 429 kg/cm 2–958 kg/cm2 dengan rata-rata 686 kg/cm2, sedangkan keteguhan tekannya berkisar 428 kg/cm2–647 kg/cm2 dengan rata-rata 496 kg/cm2. Keteguhan lentur bambu komposit hasil penelitian ini yang dibuat dari bilah bambu mayan berkisar 556 kg/cm2–917 kg/cm2 dengan rata-rata 683 kg/cm2, sedangkan keteguhan tekannya berkisar 388 kg/cm2–629 kg/cm2 dengan rata-rata 468 kg/cm2. Keteguhan lentur bambu komposit yang semua lapisannya disusun sejajar serat setara dengan kayu kelas kuat II (dua). Berdasarkan nilai keteguhan lentur, secara keseluruhan bambu komposit yang semua lapisannya disusun sejajar serat, baik yang semua lapisannya dari bambu maupun kombinasi dengan kayu, setara dengan kayu kelas kuat II (dua), sedangkan bambu komposit dengan lapisan tengah/dalam tegak lurus serat setara dengan kayu kelas kuat III (tiga) dan kelas kuat IV (empat). Berdasarkan nilai keteguhan tekan, secara keseluruhan bambu komposit yang dibuat dengan berbagai perlakuan setara dengan kayu kelas kuat II kecuali bambu komposit yang dibuat dari bambu mayan dengan lapisan tengah tegak lurus serat setara dengan kayu kelas kuat III. 3.2.
Teknologi Pembuatan Produk Bambu untuk Komponen Struktur Bangunan
Hasil penelitian tahap I (2011) tentang teknik pembuatan tiang struktur dari bambu solid dengan teknologi perangkaian dan perekatan bambu. Jenis bambu yang digunakan adalah mayan (Gigantochloa robusta), bambu tali (Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.F) Kurz.) dan bambu ampel (Bambussa vulgaris). Teknologi yang dihasilkan adalah tiang struktur bambu mayan dan ampel yang dirangkai dengan perekat dan terdiri dari perangkaian 4 batang dan 6 batang bambu. Berdasarkan pengujian keteguhan tekan sejajar serat, perangkaian 4 batang bambu lebih baik dari 6 batang bambu. Produk perangkaian bambu solid ini dapat diterapkan di masyarakat karena besaranbesaran tegangan yang dihasilkan memenuhi persyaratan konstruksi bangunan. 228
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Selanjutnya penelitian mengenai teknik penggabungan tiang struktur menggunakan pengisi beton dan penghubung geser baut. Berdasarkan pengujian tekan sejajar serat, tiang struktur dengan pengisi beton dan baut memenuhi tegangan ijin untuk komponen tiang struktur bangunan. Teknologi ini lebih unggul dibandingkan teknologi perangkaian menggunakan perekat. Hasil penelitian ini dapat membantu meningkatkan sumber daya manusia dengan penerapan teknologi sesuai hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan teknologi sederhana yaitu menggabungkan beberapa batang bambu menjadi komponen tiang struktur dengan alat sambung baut dan perekat sehingga tidak menimbulkan banyak limbah. Dengan demikian kontinuitas sumber daya alam (bambu) dapat dipertahankan dan tidak merusak lingkungan. Sementara ini belum ada standar-standar mengenai tata cara pengujian bambu komposit maupun struktur konstruksi, jadi masih mengacu kepada standar pengujian kayu. Dengan demikian belum ada koneksi dengan regulasi yang diperlukan. Hasil penelitian tahap 2 (2012), telah dilakukan penelitian pembuatan balok laminasi pelupuh tiga jenis bambu yaitu bambu petung (Dendrocalamus asper (Schult. F.) Backer ex Heyne), bambu andong (Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.f.) Kurz.), bambu ori (Bambusa arundinaceae (Retz.) Wild. dan kayu jabon (Antocephalus cadamba). Perekat yang digunakan adalah Isosianat dan ekstrak kayu merbau. Berdasarkan hasil penelitian dan ditinjau berdasarkan nilai MOE, balok komposit pelupuh bambu petung, andong dan ori yang dicampur denga kayu jabon, nilai MOE-nya meningkat dibanding balok komposit tanpa kayu jabon. Kekuatan geser rekat blok pada uji kering menggunakan perekat isosianat yang paling baik adalah bidang rekat antara bambu petung dan kayu jabon. Berdasarkan kesetaraan dengan kelas kekuatan kayu Indonesia, balok komposit pelupuh bambu dicampur kayu jabon setara dengan kayu solid kelas kuat II-IV. Untuk penerapan pada konstruksi bangunan sebaiknya digunakan balok komposit pelupuh bambu dimana kayu jabon ditempatkan dibagian tengah penampang balok komposit. Teknologi ini mendukung pemanfaatan bambu dan kayu cepat tumbuh yang ramah lingkungan. Pada tahun 2013, penelitian difokuskan pada teknik pembuatan komponen dinding pelupuh dari tiga jenis bambu, perekatan dan pengujian produk. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik pembuatan dinding komposit berupa panel dari pelupuh bambu dengan menggunakan perekat tipe eksterior dengan sasaran menyediakan data teknis dan informasi ilmiah mengenai teknologi pembuatan komponen dinding komposit yang terbuat dari pelupuh bambu. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknologi komposit berbagai jenis bambu yang ada di Indonesia secara teknis dan ilmiah dapat diaplikasikan pada komponen barang yang terbuat dari bambu terutama pada konstruksi bangunan sipil (rumah, jembatan dan lain-lain), dan teknologi perangkaian tiang bambu solid dan panel bambu komposit dapat diterapkan di 229
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
masyarakat, karena besaran-besaran tegangan yang dihasilkan memenuhi persyaratan konstruksi kayu. Penelitian lebih lanjut pada tahun 2014 dilakukan penelitian teknik pembuatan balok komposit pelupuh bambu untuk struktur rangka atap. Balok komposit dibuat dari pelupuh bambu petung dan andong serta dicampur kayu mahoni. Balok komposit ini terdiri dari 2 tipe berdasarkan penempatan lamina papan mahoni dengan memfokuskan kepada penggunaan perekat isosianat. Balok komposit tipe 1 adalah balok komposit yang terbuat dari pelupuh bambu petung dan andong, kayu mahoni ditempatkan pada bagian lapisan tengah tepat pada posisi garis netral penampang balok, sedangkan pada tipe 2, kayu mahoni ditempatkan pada lapisan sisi luar penampang balok setelah pelupuh bambu. Ukuran balok yang dibuat adalah 6 x 12 x 300 cm, dimana penampang 6/12 cm ini paling banyak digunakan pada struktur bangunan perumahan. Berdasarkan hasil pengujian sifat mekanis terhadap balok komposit yang diteliti telah menghasilkan balok terbaik dengan komposisi pelupuh bambu petung, kayu mahoni ditempatkan di bagian tengah serta kekasaran permukaan menggunakan amplas kayu #100 kasar). Pada penerapan sebagai bahan konstruksi rangka atap telah dihitung secara simulasi dengan menggunakan prinsip-prinsip mekanika teknik. Pada analisa pembebanan mengacu kepada SNI 2002 (PKKI-NI-5) tentang Tata Cara Perencaan Konstruksi Kayu Indonesia. Besaran-besaran tegangan yang digunakan adalah MOE dan MOR hasil penelitian, beban penutup atap sebesar 20 kg/m2, tekanan angin 40 kg/m2, beban air hujan 20 kg/m2 dan beban pekerja di atas struktur rangka atap sebesar 100 kg. Analisa struktur menggunakan Software SAP 2000, data tegangan-tegangan dan beban-beban yang bekerja di atas struktur rangka atap dimasukkan sebagai input data yang diperlukan. Analisa struktur rangka atap menghasilkan besaran-besaran tegangan lentur pada gording, deformasi atau lenturan struktur kuda-kuda yang terjadi dan gaya batang (tarik dan tekan) maksimum yang bekerja pada struktur kuda-kuda. Berdasarkan hasil perhitungan tegangan secara laboratoris dan analisa struktur, balok komposit yang diteliti dapat diterapkan pada konstruksi bangunan rumah dengan bentang kuda-kuda 3-6m, jarak antara kuda-kuda satu dengan lainnya kurang dari 3 m dan jarak gording sekitar 1,70 m serta menggunakan balok komposit yang berkerapatan ≥ 700 kgm3.
230
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Luaran 4: Teknologi Optimasi Pemanfaatan Material Lignoselulosa 4.1.
Teknik Produksi Resorsinol Alami untuk Bahan Perekat Produk Kayu Komposit
Hasil penelitian tahun 2010 (tahap 1) menunjukkan bahwa ekstrak kayu merbau memiliki pH 4,8 berwarna merah kecokelatan mirip dengan larutan fenol atau resorsinol. Hasil identifikasi dengan spektofotometer UV-Vis, spektroskopi inframerah (FTIR), maupun py-GCMS menunjukkan bahwa komponen kimia senyawa ekstrak cair limbah kayu merbau ini identik dengan resorsinol, yang berpotensi dapat digunakan sebagai bahan perekat mengingat rendemennya yang lebih tinggi (5,59 % b/b) dibandingkan ekstrak tanin dari kayu mangium. Karakterisasi terhadap produk reaksi ekstrak merbau dengan formaldehida menunjukkan bahwa ekstrak tersebut dapat diformulasikan sebagai bahan perekat. Resin yang terbentuk dari hasil reaksi tersebut tidak tergelatinasi setelah dilakukan pemanasan selama 3 jam. Waktu gelatinasi perekat umumnya dipengaruhi oleh nilai pH, kadar padatan, dan viskositas. Kadar padatan produk reaksi ekstrak merbau sebelum ditambahkan ekstender untuk ekstraksi I dan II sebesar 0,89% dan 0,94%, dengan densitas masingmasing 1,00 – 1,01 g/ml, dengan viskositas masing-masing 0,0010 – 0,0012 poise. Kadar padatan produk yang sama setelah ditambahkan ekstender untuk ekstraksi I pada penambahan ekstender 5 – 10% berkisar 0,93 – 1,04%, sedangkan kadar padatan untuk ekstraksi II sebesar 0,93 – 1,04 %, dengan nilai viskositas masing-masing tetap. Dari uji coba aplikasi perekat pada kayu lamina pada skala laboratorium diketahui bahwa keteguhan rekat kayu lamina sengon uji kering tertinggi untuk ekstraksi I dan II terdapat pada kayu lamina sengon dengan penambahan ekstender 7,5% dan pengeras 2%, yaitu sebesar 62,49 kg/cm2 dan 54,91 kg/cm2. Dan nilai terendah untuk hasil ekstraksi I terdapat pada kayu lamina sengon tanpa penambahan ekstender (kontrol) yaitu 41,00 kg/cm2. Sedangkan untuk hasil ekstraksi II terdapat pada kayu lamina sengon dengan penambahan pengeras 0,5% tanpa penambahan ekstender, yaitu sebesar 36,96 kg/cm2. Penelitian yang dilakukan pada tahap 2 (2011) adalah purifikasi ekstrak kayu merbau, analisis karakteristiknya serta memformulasikannya menjadi perekat melalui proses polimerisasi dan kopolimerisasi serta menguji produk perekatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak cair limbah kayu merbau yang 5,59% (b/b), memiliki tingkat kemurnian 78,03%. Berdasarkan identifikasi dengan spektofotometer UV-Vis, FTIR, Py-GCMS, XRD, DTA dan IV-meter intrinsic viscosity disimpulkan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak cair limbah kayu merbau identik dengan senyawa fenolik (resorsinol), dengan bobot molekul: 753. Ekstrak cair limbah kayu merbau dapat direaksikan dengan formaldehida dalam suasana basa, membentuk polimer berbobot molekul 9.308. Identifikasi terjadinya polimerisasi 231
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dilakukan dengan spektofotometer UV-Vis, FTIR, Py-GCMS, XRD, DTA dan IVmeter intrinsic viscosity. Aplikasi produk polimerisasi dari ekstrak cair limbah kayu merbau sebagai perekat menghasilkan kayu lamina tipe eksterior rendah emisi (0,22 mg/L) dengan katagori E0 atau F****. Kopolimerisasi ekstrak cair limbah kayu merbau dengan monomer resorsinol dan formaldehida dalam suasana basa, menghasilkan kopolimer berbobot molekul 49.658. Identifikasi terjadinya kopolimerisasi dilakukan dengan spektofotometer UV-Vis, FTIR, PyGCMS, XRD, DTA dan IV-meter intrinsic viscosity. Aplikasi produk kopolimerisasi dari ekstrak cair limbah kayu merbau sebagai perekat menghasilkan kayu lamina tipe eksterior rendah emisi (0,03 mg/L) dengan katagori E0 atau F****(Santoso dan Malik, 2011a). Pada tahun 2012 telah dilakukan serangkaian kegiatan uji coba aplikasi perekat berbahan baku resorsinol alami dari ekstrak merbau di PT Jatiluhur Agung (PT JLA), Jl. Gunung Kelir Raya No. 3– 9, Semarang 50152 (Jawa Tengah). Produk utama PT JLA adalah three-layer flooring di mana face-nya terbuat dari berbagai bilah/papan kayu utuh yang memiliki nilai dekoratif, dengan pasar utama ke USA. Uji coba dilakukan pada produk yang saat itu sedang diproduksi, yaitu 3 ply-1strip flooring parquet dari jenis kayu karet dan sengon. Berdasarkan kendala yang ditemui pada saat uji coba telah dilakukan penyempurnaan formula pada perekat berbahan baku resorsinol alami dari ekstrak merbau dan kemudian dilakukan uji coba lebih lanjut untuk aplikasi produk 3 ply-1strip flooring parquet dengan bahan baku/kayu yang diperoleh dari PT JLA pada 7 (tujuh jenis kayu), yaitu: sungkai, oak, kempas, merbau, acacia, mahoni dan karet, masing-masing menggunakan core dari jenis kayu sengon. Uji coba perekat dengan formula yang telah disempurnakan selanjutnya dilakukan di CV Panuju dan PT Galih Prima (Sukabumi, Jawa Barat) yang memproduksi komponen mebel dan unfinished furniture sebagai mitra dari perusahaan antara lain Olympic, serta beehive box/kotak sarang lebah dari bahan lamina kayu sengon yang diekspor ke Korea Selatan dan Jepang. Uji coba di CV Panuju dilakukan pada produk yang saat itu sedang diproduksi, yaitu beehive box/kotak sarang lebah dari bahan lamina kayu sengon, sementara di PT Galih Prima uji coba dilakukan pada pembuatan papan sambung dengan jenis kayu: sengon, karet dan pinus. Uji coba perekat dilakukan pula pada pembuatan multipleks (5 lapis) dari jenis kayu sengon (core) dan meranti (face & back) di PT Pundi Uniwood Industries, Balaraja-Serang. Hasil penelitian uji coba aplikasi formula perekat resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau pada tahun ketiga (2012) seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa produk kopolimer dari ekstrak cair limbah kayu merbau adalah resin berbobot molekul 49.658, yang dapat diaplikasikan sebagai perekat dalam pembuatan cross laminated timber (CLT) pada skala industri berupa 3 ply1strip flooring parquet pada tujuh jenis kayu, yaitu: sungkai, karet, kempas, merbau, mangium, mahoni dan sengon. Kualitas perekatan dan sifat mekanik 232
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
produk tersebut sebanding dengan produk sejenis berperekat Phenol Resorsinol Formaldehida impor. Hasil penelitian juga menunjukkan perekat yang sama dapat diaplikasikan pada pembuatan finger joint board pada tiga jenis kayu, yaitu: sengon, karet, dan pinus. serta balok lamina berupa 5 ply-CLT dari empat jenis kayu, yaitu: pangsor, mindi, pinus dan mangium. Kualitas perekatan dan sifat mekanik produk tersebut setara dengan produk sejenis berperekat Isosianat (impor). Semua jenis produk uji coba tersebut tergolong tipe eksterior rendah emisi formaldehida. Penelitian yang dilakukan pada tahap IV (tahun 2013), yang merupakan tahap akhir kegiatan ini, adalah aplikasi perekat berbasis resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau pada pembuatan panel komposit dengan komposisi bahan baku penyusun berupa bilah bambu (bambu lamina), maupun komposisi campuran dengan kayu berbobot jenis rendah dalam skala laboratorium, serta pengujian kualitas dari masing-masing produk panel tersebut. Selanjutnya formula perekat yang sesuai untuk aplikasi bambu dalam penelitian di atas diuji coba di Pengembangan Kayu Pertukangan dan Pusat Pelatihan PIK - Semarang serta industri produk panel kayu komposit di PT Surya Bali Bamboo - Bali pada pembuatan bambu lamina. Rangkaian penelitian terdiri atas kegiatan yang dimulai dari ekstraksi limbah kayu merbau hingga pembuatan perekat dengan komposisi tertentu dari komponen penyusunnya. Ekstraksi dilakukan dengan alat ekstraktor di mana limbah kayu merbau berupa serbuk diekstrak dengan cara mencampurkannya dengan air dengan perbandingan 1 : 3 (v/v) dan dipanaskan pada suhu 80oC selama 3 jam. Ekstrak yang diperoleh dipisahkan dari serbuknya melalui penyaringan. Ekstraksi dapat diulang selama ekstrak yang dihasilkan berwarna pekat, akan tetapi di anjurkan maksimal 3 kali guna memperoleh tingkat kemurnian dan rendemen senyawa fenolik yang relatif tinggi. Pembuatan perekat dilakukan dengan mereaksikan cairan ekstrak merbau (M) dengan formaldehida 37% (F), dan ekstender berupa tepung sagu (E), serta larutan resorsinol teknis 25 dan 50% (R). Penambahan larutan resorsinol dalam formulasi ini dimaksudkan sebagai ‘catching agent‘ dari formaldehida bebas. Formulasi yang disempurnakan ini terdiri atas enam taraf kombinasi, yaitu nisbah % bobot antara M : F : E = 100 : 10 : 5, dengan penambahan R masing-masing: (0, 5, 10, 15, 20 dan 25)%. Telah dilakukan pula pengujian sifat fisiko-kimia perekat dari setiap formulasi tersebut dengan pembanding perekat komersial phenol-resorsinol-formadehida (PRF) dan perekat PF (SNI, 1998), mencakup viskositas, densitas, visual, benda asing, pH, kadar padatan dan kadar formaldehida bebas. Hasil penelitian menunjukkan perekat dengan formula yang telah disempurnakan (perbandingan % bobot ekstrak merbau : Resorsinol 50% : Formaldehida 37% : sagu = 100 : 10 : 10 : 5) dengan pH akhir reaksi 10, mampu merekat bambu andong, bitung dan mayan menjadi produk lamina, baik sesama jenis bambu (homogen) maupun kombinasi dengan kayu jabon, dan sengon (heterogen) dengan kualitas rekat yang 233
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
memenuhi persyaratan tipe eksterior. Formula perekat tersebut diujicoba di industri bambu lamina (di Bangli-Bali) dengan hasil yang cukup baik, namun masih terdapat kelemahan, yaitu kurang bagus untuk bambu yang telah diawetkan dengan cara pengasapan (produk yang direkatnya memerlukan waktu kondisioning yang lebih lama dibandingkan dengan bambu yang diawetkan secara kimia sebelum dibuat contoh uji). Hasil perhitungan finansial harga perekat dari ekstrak serbuk kayu merbau per kg yang layak Rp. 8.000,-. Penjualan perekat resorsinol alami dari ekstrak kayu gergajian merbau ini akan mencapai titik impas (BEP) setelah produksi mencapai rata-rata 20 ton/tahun. Dengan nilai B/C > 1%, yang berarti industri perekat yang menggunakan bahan baku dari limbah kayu merbau ini layak untuk didirikan. Jangka waktu pengembalian modal, dicapai setelah produksi 80% dengan nilai > 25% (bunga bank), dengan PBP (Pay back periode): 3 tahun. 4.2.
Teknologi Reduksi Emisi Formaldehida Produk Panel Kayu Secara Non Kimiawi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) selama 20 tahun terakhir telah melakukan penelitian dan pengembangan tentang teknologi pengurangan emisi formaldehida terhadap produk-produk panel kayu (papan serat, kayu lapis papan partikel dan sejenisnya) yang menggunakan perekat berformaldehida (Sutigno dan Santoso 1991; 1995; 1996; Santoso and Sutigno, 1998; 1999; Iskandar dan Santoso, 1999; Santoso and Sutigno, 2000; Santoso dan Sutigno, 2000; Santoso et al., 2001a; 2001b; 2002; Santoso dan Sutigno, 2002; 2004; Santoso, 2004; Santoso and Hadi, 2005; Santoso et al., 2005; Malik dan Santoso. 2006) yaitu dengan cara menurunkan perbandingan mol urea dengan formaldehida menjadi 1 : 1,1 atau menggunakan bahan kimia sebagai zat penangkapnya seperti urea, melamin, maupun campuran urea dengan melamin, garam-garam amonium seperti NH4Cl dan NH4OH. Bahan-bahan kimia tersebut digunakan dengan berbagai cara seperti pencampuran dalam ramuan perekatnya, maupun dengan cara pelaburan atau fumigasi terhadap produk panel kayunya. Upaya lain dalam menurunkan emisi formaldehida pada produk panel berupa kayu lapis yang menggunakan perekat berbahan formaldehida adalah dengan menggunakan arang atau arang aktif yang berperan sebagai penjerap emisi formaldehida (Pari, et.al., 2006b; Park et.al., 2006). Hasil penelitian tahun 2010 (tahap I) mengemukakan bahwa pencampuran arang aktif pada perekat urea formaldehida untuk aplikasi papan partikel menghasilkan produk yang sifat fisis-mekanisnya sebagian besar memenuhi persyaratan Indonesia maupun Jepang, demikian pula emisi formaldehidanya berhasil direduksi dari 3,44 mg/L menjadi 0,39 mg/L sehingga aman untuk penggunaan interior. Sementara pada tahun 2011 (tahap II) aplikasi arang
234
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
aktif yang dicampurkan ke dalam partikel bahan baku papan mampu mereduksi emisi formaldehida papan partikel dari 3,46 mg/L menjadi 0,69 mg/L yang berarti memenuhi persyaratan emisi formaldehida papan partikel untuk penggunaan di dalam ruangan (interior) dengan klasifikasi E1. Dibandingkan dengan hasil penelitian tahap I, hasil penelitian tahap II kurang ekonomis karena arang aktif yang dicampurkan lebih banyak (20% dari bobot partikel kayu) dan produknya tergolong E1 – E2, namun produk E2 yang dihasilkannya memiliki keunggulan yakni seluruh sifat fisis-mekanis panel memenuhi persyaratan. Di pihak lain, papan partikel yang dibuat pada penelitian tahap I menggunakan arang aktif jauh lebih sedikit (1,5 – 2 % dari bobot perekat UF cair) dan produknya tergolong E0 – E2, tetapi keteguhan lenturnya tidak memenuhi persyaratan. Pada tahun 2012 telah dilakukan aplikasi teknik pencampuran arang aktif hasil penelitian tahap I (tahun 2010) pada pembuatan papan partikel daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran arang aktif sebanyak 3% ke dalam perekat urea formaldehida mampu mereduksi emisi formaldehida papan partikel daur ulang hingga 33% dengan sifat fisis-mekanis produk seluruhnya memenuhi persyaratan standar Indonesia dan Jepang. Papan partikel daur ulang ini mampu menyerap gas/uap beberapa jenis bahan kimia berbahaya secara signifikan sehingga ramah lingkungan, dan dapat digunakan sebagai dinding penyekat isolator terhadap rambat panas/listrik. Hasil analisis kajian finansil menunjukkan bahwa industri papan partikel rendah emisi yang menggunakan bahan baku limbah partikel industri dengan ramuan perekat UF mengandung arang aktif layak untuk didirikan. Pada tahun 2013 yang merupakan tahap akhir dari kegiatan penelitian, dilakukan uji coba pemanfaatan panel rendah emisi di industri papan partikel berlapis kertas bercorak indah. Kegiatan sudah mencakup pembuatan papan partikel indah (berlapis kertas) dan kondisoning untuk pembuatan contoh uji sifat fisik mekanis dan emisi formaldehida. Pengujian kualitas (sifat fisis-mekanis dan emisi formaldehida) dan evaluasi data dari produk di atas dilakukan di laboratorium Produk Majemuk, Pustekolah, Bogor. Hasil penelitian pada skala industri menunjukkan bahwa produk penelitian papan partikel indah rendah emisi ini memiliki keunggulan dalam hal stabilitas dimensinya (pengembangan tebal setelah direndam dalam air dingin selama 24 jam dalam air dingin pada suhu kamar) yang memenuhi persyaratan standar karena nilainya < 10% (SNI, 2006), sementara bila ditinjau dari nilai emisi formaldehidanya tergolong tipe E2, produk ini memiliki kelemahan dalam hal sifat mekanisnya yaitu MOR-nya < 82 kg/cm2sehingga dalam hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk papan partikel tipe 8, akan tetapi nilai MOE-nya memenuhi tipe tersebut karena nilainya > 20.400 kg/cm2 sementara papan partikel produk penelitian pada tahap I yang menggunakan bahan baku partikel karet MOE-nya tidak memenuhi persyaratan. Pencampuran arang aktif ke dalam perekat urea formaldehida mampu 235
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
mereduksi emisi formaldehida papan partikel indah. Teknik pencampuran arang aktif adalah dengan peramuan arang aktif buatan pustekolah sebanyak 1% ke dalam perekat urea formaldehida. Dengan penggunaan perekat tersebut pada pembuatan papan partikel indah, mampu menurunkan emisi formaldehida produk tersebut sebesar 26% yang tergolong tipe E2, sementara untuk kelas produk yang sama bila menggunakan arang aktif komersial memerlukan 3% dengan tingkat penurunan emisi sebesar 23% dibandingkan dengan kontrolnya (tanpa arang aktif). Sifat fisis-mekanis (keteguhan rekat internal, keteguhan patah, keteguhan lentur, kuat pegang sekrup, dan pengembangan tebal setelah direndam dalam air dingin selama 24 jam) papan partikel berlapis kertas bercorak indah ini tergolong tipe 8 menurut SNI (2006), yang secara keseluruhan kualitasnya lebih baik bila dibandingkan dengan papan partikel tanpa lapisan kertas bercorak indah. Produk ini cocok untuk furniture (seperti: carcass, cabinets for kitchen & bathroom, toilet partitions, substrat for any decorative finish). Rekomendasi: Arang aktif buatan pustekolah memiliki keunggulan kualitas dibandingkan arang aktif komersial dalam hal aplikasi pada papan partikel indah, yaitu lebih banyak menjerap emisi formaldehida, lebih hemat dalam pemakaian, dan bahan baku arang aktif dari bahan berlignoselulosa (serbuk kayu gergajian) tersedia melimpah. Papan partikel berlapis kertas bercorak indah ini yang dibuat dengan perekat yang dicampur arang aktif lokal merupakan produk ramah lingkungan dan berdasarkan hasil kegiatan finansial, industri papan partikel indah rendah emisi dengan ramuan perekat UF mengandung arang aktif prospektif untuk didirikan. Luaran 5: Konsep Standar Produk Olahan 5.1.
Kajian dan Penyusunan Konsep Standar Produk Olahan Kayu
Pada tahun 2011 telah dilakukan pengujian terhadap mutu penampilan kayu lapis bermuka poliuretan (goresan, perubahan warna dan kotoran yang menempel, diagonal, tebal, panjang dan lebar produk). Hasil pengujian terhadap produk yang diteliti termasuk mutu A menurut standar Jepang, demikian pula kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer. Hasil pengujian tersebut dapat diadopsi untuk Konsep SNI kayu lapis bermuka poliuretan. Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian terhadap produk kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Tujuan kegiatan ini adalah membuat konsep SNI tentang kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Sasarannya adalah tersedianya konsep SNI tentang kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Berdasarkan hasil pengujian kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna dikemukakan bahwa mutu penampilan kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna yang diuji termasuk mutu A. Hasil sifat 236
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
fisis & mekanis lainnya (kada air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, basa dan pengencer) dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang semuanya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian, studi pustaka dan hasil serta informasi yang diperoleh, maka konsep SNI kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna dapat diusulkan melalui Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementrian Kehutanan dan Badan Standardisasi Nasional untuk diproses menjadi SNI kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Pada tahun 2013 dilakukan penyusunan konsep SNI produk olahan kayu untuk papan partikel indah. Hasil pengujian sampel berupa uji visual, papan partikel termasuk ke dalam mutu B, hasil pengukuran panjang, lebar, tebal dan diagonal memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang. Hasil pengujian sampel berupa uji laboratoris meliputi kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer memenuhi syarat standar dari Jepang. Konsep SNI papan partikel indah disusun dengan mengacu pada hasil pengujian sampel beberapa pabrik papan partikel indah. Konsep SNI papan partikel indah dapat diusulkan melalui Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementrian Kehutanan ke Badan Standardisasi Nasional untuk diproses menjadi SNI Papan Partikel Indah. Kegiatan penelitian tahun 2014 ini dilakukan penyusunan konsep SNI produk olahan kayu untuk papan partikel bermuka kertas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu penampilan papan partikel bermuka kertas yang diuji termasuk mutu B menurut standar pembeli dari Jepang. Nilai tebal ratarata 12.0 mm, panjang 2.440 mm, lebar 1.220 mm dan diagonal 2.728 mm. Nilai tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang, memenuhi persyaratan standar. Berdasarkan hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer papan partikel bermuka kertas nilai rata-rata kadar air 10.45 %, delaminasi 0 mm, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer hasil pengujian ketiga sifat tersebut adalah tidak ada yang mengelupas, melepuh pecah dan pelunakan. Hasil pengujian tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang semuanya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian, studi pustaka serta informasi yang diperoleh, maka akan disusun konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) Papan Partikel Bermuka Kertas.
237
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Luaran 6: Teknologi Produksi Pulp dan Kertas dari Kayu Alternatif dan Pemanfaatan Limbahnya 6.1.
Teknik Pembuatan Pulp dari Kayu Alternatif
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan bahan kimia pemasak natrium hidroksida (NaOH) dan tempat tumbuh kayu terhadap sifat pengolahan dan fisik pulp semikimia kayu terentang (Camnospermae auriculata) dan binuang (Octomelas sumatrana). Pengolahan pulp ini diawali dengan aksi kimia terdahulu, yaitu pemasakan kayu menggunakan NaOH 4, 6, 8 dan 10%, dilanjutkan aksi mekanis melalui refiner kemudian dilakukan pemutihan pulp 2 (dua) tahap hidrogen peroksida. Selanjutnya ditentukan sifat pengolahan dan sifat fisik pulp. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pulp terentang dipengaruhi faktor lokasi, konsentrasi NaOH dan interaksinya terhadap derajat putih dan ketahanan lipat, sedangkan rendemen putih dan indeks sobek tidak berpengaruh pada faktor tersebut. Pulp binuang dipengaruhi oleh faktor lokasi, konsentrasi NaOH dan interaksi keduanya terhadap derajat putih, indeks tarik, retak dan opasitas sedangkan rendemen cokelat, rendemen putih tidak berpengaruh terhadap pada faktor tersebut. Penggunaan pulp semikimia dari terentang Kuansing memberikan nilai pengolahan dan fisik lebih baik. Sedangkan jenis binuang yang terbaik diperoleh dari Rengat. Pengembangan pulp untuk kedua kayu ini disarankan menggunakan konsentrasi NaOH 8%. 6.2.
Teknologi Pembuatan Kertas dari Jenis Kayu Alternatif
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan – Kuok (BPTSTH- Kuok) ini menggunakan bahan baku dari jenis kayu terentang dan binuang. Penelitian ini mengkaji perbedaan sifat kertas cetak A kedua jenis kayu dari dua lokasi tempat tumbuh yang berbeda. Serpih kayu dibuat pulp dengan proses sulfat dengan kondisi AA 16%, sulfiditas 30%, suhu maks 170ºC, waktu 2+2 jam; nisbah serpih dan larutan pemasak 1:4. Pulp yang dihasilkan kemudian diputihkan empat tahap D0ED1D2 berdasarkan bilangan kappanya, kemudian LBKP yang diperoleh dibuat kertas cetak A dengan perlakuan kadar GCC (10, 20 dan 30%). Pulp kraft dari terentang menunjukkan rendemen dan bilangan kappa yang lebih baik daripada binuang. LBKP terentang juga menunjukkan kelebihan dibanding LBKP binuang pada sebagian parameter kualitasnya. Hampir seluruh parameter kualitas LBKP kedua jenis kayu memenuhi SNI 6107-2009, namun derajat putih masih di bawah standar. Beberapa sifat fisis kertas berbeda pada kayu yang berasal dari tempat tumbuh yang berbeda, dan hampirseluruh parameter memenuhi SNI 7274-2008 kecuali untuk derajat putih, ketahanan cabut, kekasaran dan kadar air. Rekomendasi: Kadar GCC 10% sudah cukup efektif untuk mendapatkan kertas cetak A yang cukup berkualitas. Perlu dicari kondisi pemasakan yang lebih tepat sehingga
238
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
diperoleh pulp coklat dengan bilangan kappa yang diinginkan, sehingga diperoleh konsentrasi pemutihan yang lebih tepat untuk memperbaiki derajat putih kertas cetak A dari kayu terentang dan binuang. 6.3.
Teknologi Pemanfaatan Limbah Industri Pulp dan Kertas
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan (BPTSTH) Kuok ini mencakup pemanfaatan limbah industri pulp sebagai kompos dan pupuk ramah lingkungan yang dilakukan pada penelitian tahun lalu dengan menggunakan aktivator berupa jamur sellulitik dan lignolitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kompos dan pupuk ramah lingkungan dari limbah industri pulp dan kertas dalam menyediakan hara bagi tanaman alternatif jabon. Berdasarkan hasil penelitian, tanaman jabon yang ditumbuhkan di tanah gambut dengan penambahan kompos dan pupuk ramah lingkungan dari limbah industri pulp dan kertas menunjukkan pertumbuhan tinggi yang lebih baik daripada di tanah ultisol dengan penambahan kompos yang sama. Tanah gambut dengan penambahan kompos dan pupuk ramah lingkungan dari limbah industri pulp dan kertas dengan dosis setara 10 ton/ha memberikan pertumbuhan tinggi tanaman alternative jabon hingga 14.75 cm setelah 5 bulan pengamatan. Sementara, pemberian pupuk serupa dengan dosis setara 10 ton/ha di tanah Ultisol meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman alternative jabon hingga 7.58 cm setelah 5 bulan pengamatan. Aplikasi kompos dari limbah industri pulp dan kertas di tanah Ultisol sebaiknya disertai dengan pemberian kompos kandang atau kompos hijau untuk memperbaiki tekstur dan aerasi tanah. Luaran 7: Informasi Pasar dan Ekonomi Produk Kertas dan Papan Serat 7.1.
Kajian Potensi Pasar, Supply Demand dan Trend Produk Papan Serat
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BPTSTH-Kuok ini dilakukan karena para pelaksana pembangunan industri MDF membutuhkan data dan informasi pasar guna mengurangi resiko usaha, sehingga dapat membuat keputusan dan rencana usaha yang lebih matang. Keluaran yang diharapkan adalah data dan informasi tentang potensi pasar dan kondisi supply demand MDF khususnya di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan secara survey terhadap konsumen dan produsen MDF. Data disajikan secara deskriptif kuantitatif. Dari penelitian ini diketahui bahwa Peluang pasar MDF Indonesia di dalam negeri lebih kecil dibandingkan peluang pasar MDF Indonesia di luar negeri. Peluang pasar MDF Indonesia di dalam negeri senilai US$ 114.500.000 dalam kurun waktu tahun 2007-2011, sedangkan peluang pasar MDF Indonesia di Luar negeri senilai US $ 170.633.000 dalam kurun waktu tahun 2007-2011. Pada kurun waktu tahun 2007-2011, Produksi MDF di Indonesia stabil di angka 239
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
229.000 m3. Hasil produksi ini sebagian besar di gunakan untuk ekspor ke luar negeri dan sebagian lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Kapasaitas permintaan MDF di dalam negeri belum begitu tinggi. Sebagian besar hasil produksi MDF Indonesia diperuntukan ekspor ke Luar Negeri. total kapasitas ekspor MDF Indonesia pada kurun waktu tahun 20072011 adalah 1.011.000 m3. Total permintaan MDF untuk konsumsi dalam negeri dalam kurun waktu 5 tahun tersebut adalah 470.000 m3. 7.2.
Analisis Ekonomi Pengembangan Produk Kertas dan Papan Serat
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BPTSTH-Kuok ini bermaksud memberikan paket data dan informasi ekonomi produksi MDF berupa analisa finansial terhadap skala usaha minimum produksi dan kelayakan usaha MDF bagi pelaku usaha dan pengambil kebijakan. Sasaran yang ingin dicapai antara lain tersedianya data dan informasi status kelayakan usaha MDF, skala usaha minimum produksi yang profitable bagi usaha MDF dan faktorfaktor produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan usaha MDF. Penelitian dilakukan di 3 unit usaha MDF yang berlokasi di Propinsi Sumatera Selatan. Demi menjaga kerahasiaan data perusahaan, maka nama unit usaha yang menjadi sumber data kami lambangkan dengan simbol PT X, PT Y dan PT Z. Metode analisa data yang digunakan antara lain analisis Break Even Point (BEP) untuk melihat skala usaha minimum produksi, dan analisis kelayakan usaha dengan indikator investasi (NPV, BCR, dan IRR) untuk melihat kelayakan pengembangan usaha MDF. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa Status kelayakan usaha MDF di Status kelayakan usaha MDF di PT X, PT Y dan PT Z layak dilakukan dan menguntungkan. Skala usaha minimum (Q) yang harus dihasilkan agar memperoleh keuntungan pada PT X, PT Y dan PT Z di Sumatera Selatan masing-masing adalah 22.409 m3/ tahun, 52.954 m3/tahun, dan 64.152 m3/tahun. Faktor produksi yang kemungkinan dapat mempengaruhi pendapatan antara lain kapasitas produksi terpasang, ketersediaan bahan baku, manajemen pegawai, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.
IV. PENUTUP Kayu merupakan produk primer hasil hutan. Jumlah volume kayu yang dapat dipanen dari kawasan hutan cenderung menurun dengan semakin menurunnya luasan kawasan hutan yang produktif, akibat perambahan lahan, perubahan fungsi kawasan maupun illegal logging. Dengan adanya realita seperti ini maka teknik pengolahan kayu menjadi penting untuk menghasilkan produk turunan kayu yang tetap berkualitas dan berdaya saing. Kecenderungan jumlah kayu berdiameter kecil yang semakin besar, berdampak pada semakin
240
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kecilnya rendemen dan kualitas kayu penggergajian. Teknologi stabilisasi dimensi dan stabilisasi warna kayu dipandang penting untuk mengantisipasi kualitas kayu inferior sehingga ke depannya jenis-jenis kayu serupa dapat berperan menggantikan kayu-kayun dari hutan alam. Usaha pemanfaatan bahan serat sebagai alternatif terhadap sumber konvensional baik berbentuk kayu ataupun non-kayu (pelepah nipah, sabut kelapa, serat daun nenas, sludge industri pulp/kertas, rumput gelagah, serat bambu, dan tandan kosong kelapa sawit) untuk pengolahan pulp dan produk turunannya (kertas bungkus, dan papan serat tipe MDF dan tipe hardboard) berindikasi prospektif, sehingga perlu ditindak lanjuti atau mendapat perhatian seksama. Usaha ini dapat pula meningkatkan daya guna dan nilai tambah bahan serat alternatif tersebut, di samping untuk mengurangi ketergantungan industri pengolahan serat terhadap bahan baku konvensional (kayu hutan alam) yang potensinya semakin terbatas dan langka. Teknologi yang diterapkan seperti proses pengolahan pulp semi-kimia soda panas terbuka dan pembentukan lembaran baik kertas ataupun papan serat secara basah membutuhkan peralatan yang tak terlalu rumit sehingga biayanya relatif rendah. Hal ini memungkinkan penerapan usaha kegiatan ini di usaha kecil menengah pada pembuatan karton dan papan serat. Kegiatan yang tercakup dalam RPI 21 ini juga terfokus kepada penemuan perekat alternatif berbahan baku dari sumber hayati (serbuk kayu gergajian) untuk mensubstitusi pemakaian perekat sintetis untuk produksi panel kayu komposit yang sampai saat ini sebagian masih impor. Keberhasilan penemuan formula perekat berbasis fenolik dari sumberdaya alam yang renewable berpotensi prospektif untuk mensubstitusi perekat sintetis berbahan baku dari minyak bumi, sehingga ketergantungan pada perekat sintetis impor lambat laun dapat dikurangi. Selain itu RPI 21 mencakup aspek pengolahan bambu sebagai produk komposit. Bambu yang melimpah jumlahnya di Indonesia, harus dimanfaatkan dengan dukungan teknologi dan pengetahuan pengolahan yang dapat meminimalisir kekurangan sifat produk bambu. Bambu yang cenderung rentan terhadap serangan serangga maupun jamur memerlukan teknologi yang mampu meningkatkan kualitas dan keawetan bambu sebagai produk komposit. Penelitian bambu komposit bermanfaat dalam menyediakan informasi teknologi pemanfaatan bambu serta peningkatan diversifikasi produk pengolahan bambu sebagai bahan mebel. Menyediakan data dan informasi teknis mengenai pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Memberikan informasi alternatif penampilan bahan baku untuk mebel selain kayu. Implikasi dari hal tersebut, bambu andong dan bambu mayan harus ditanam secara luas karena sangat sesuai sebagai bahan baku bambu komposit khususnya untuk bambu lamina yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi kayu untuk mebel dan bangunan. Dalam hal teknologi pembuatan 241
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
produk bambu untuk komponen struktur bangunan, untuk inovasi ke depan disarankan mengeksplorasi dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai penggunaan komoditas bambu secara lebih luas guna menopang kehidupan rakyat serta meningkatkan taraf perekonomian secara nasional.
242
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 1. Daftar output RPI 21 (Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu) tahun 2010 -2014 No.
21.1.1.
Judul Penelitian Luaran 1: Diversifikasi Produk Komposit Teknologi pembuatan produk Lamina
Tahun
2010
Peningkatan pemanfaatan Jati Plus Perhutani (JPP) untuk kayu lamina
2011
Karakteristik kayu lamina dari kayu keruing berminyak setelah di eakstrak
2012
Pengaruh jenis bambu, waktu kempa dan perlakuan pendahuluan bilah bambu terhadap sifat papan bambu lamina Teknologi bambu lamina: Peluang penyedia bahan mebel dan desain interior alternatif yang berkelas Sifat papan serat MDF dengan penambahan arang
2013
21.1.2.
Teknologi pembuatan papan serat
Judul Publikasi
2010
2012
2012
2011
Media
Penulis
Jurnal Penelitian Hasil hutan Vol. 28 (3) 2010 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3) 2011 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) 2012
Moch Muslih dan Nurwati Hadjib
Warta Hasil Hutan Vol. 8 (1) 2013
IM Sulastiningsih, Agus, Dede Rustandi dan Ayit T. Hidayat Saptadi Darmawan, Gustan Pari dan Adi Santoso Lis Nurrani
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (4) 2010 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1) 2012 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) 2012
Pemanfaatan batang pisang sebagai bahan baku papan serat dengan perlakuan termo - mekanis Potensi teknis pemanfaatan pelepahan nipah dan campurannya dengan sabut kelapa untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang Pembuatan papan Prosiding Hasil serat berkerapatan Penelitian sedang menggunakan Tahun 2011
Jamaludin Malik
IM Sulastiningsih dan Adi Santoso
Han Roliadi, Dian Anggraeni, Gustan dan Rosi Margareth tampubolon Han Roliadi, Rena M Sagian, Diang
243
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No.
Judul Penelitian
Tahun
2011
2013
2012
21.1.3.
21.1.4.
21.2.1.
244
Teknogi pemanfaatan hybrid bermatrik polipropilen Teknologi pembuatan potray serat kayu Luaran 2: Teknik penyempurnaan kualitas kayu Teknologi stabilisasi dimensi kayu
-
-
-
Judul Publikasi
Media
Penulis
campuran pulp limbah pembalakan hutan tanaman dan arang aktif Ketahana papan serat MDF terhadap serangan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) Penyempurnaan sifat papan serat kerapatan sedang dari pelepah nipah dan campurannya dengan sabut kelapa
Anggraini Indrawan dan Rosi M Tampubolon Prosiding Hasil Jasni, Gustan Penelitian Pari dan Rena Tahun 2011 M Siagian
Teknologi pengolahan bahan berserat lingo-selulosa ramah lingkungan menjadi pulp dan produk turunannya Pembuatan papan isolasi dari campuran pulp limbah pembalakan hutan dan arang aktif dengan bahan perekat khitosan cangkang udang Teknologi pembuatan papan serat Teknologi pemanfaatan hybrid bermatrik polypropilen Teknologi pembuatan potray serat kayu
Himpunan Bunga Rampai Orasi Ilmiah APU, 2012
Pengaruh umur pohon terhadap sifat dasar dan kualitas pengeringan kayu waru gunung
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (4) 2012
Jurnal Penelitian Hasil Hutah Vol. 31 (2) 2013
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1) 2012
Dian Anggraini, Indrawan, Han Roliadi, Rosi Margareth Tampubolon dan G. Pari Han Roliadi
Han Roliadi, Rena M. Siagian, Dian Anggraeni Indrawan, Rosi M. Tampubolon
Seminar Seminar-
-
Seminar
-
Efrida Basri, T.A. Prayitno dan Gustan Pari
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No.
Judul Penelitian
Tahun
Judul Publikasi Sifat dasar kayu jati plus Perhutani dari berbagai umur dan kaitannya dengan sifat dan kualitas pengeringan Effect of heat pressure treatment on some properties of young teak wood Pengaruh pengukusan dan pengempaan panas terhadap beberapa sifat kayu Jabon (Anthocepalus cadamba Miq) untuk bahan mebel Impregnasi ekstrak jati dan resin pada kayu jati cepat tumbuh dan karet Stabilitasi dimensi kayu jati cepat tumbuh & jabon dg perlakuan pemadatan secara kimia
21.2.2.
Teknologi stabilisasi warna kayu
2012
2012
2011
2013
Pengaruh perendaman menggunakan larutan campuran tembaga sulfat dan nikel nitrat terhadap warna permukaan bambu Pengawetan warna kayu tusam dan pulai dengan menggunakan bahan dasar disinfektan Pengaruh waktu dan nisbah pelarut pada ekstraksi tumbuhan pewarna alami Lawsonia inermis Pencegahan perubahan warna pada kayu jamuju dan kisampang
Media
Penulis
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) 2013
Efrida Basri, Imam Wahyudi
Proceed of the 2nd INAFOR 2013 : 460-465 Jurnal Iptek Kayu Tropis
Efrida Basri & Nurwati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (4) 2014 Draft Jurnal
Efrida Basri, Abdurahman, Wahyu Dwianto
Efrida Basri, Jamal Balfas
Efrida Basri, Jamal Balfas
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012
Barly dan Susilawati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012 Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Barly, Agus Ismanto, D. Martono, Abdurahman dan Andianto Yelin Adalina
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (3)
Agus Ismanto dan Iqbal
245
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No.
Judul Penelitian
Tahun
2013
21.3.1.
21.3.2.
21.4.1.
Luaran 3: Teknik diversifikasi produk kayu olahan Teknologi pembuatan produk bambu komposit
Tekologi pembuatan produk bambu untuk komponen struktural
Luaran 4: Teknik optimasi pemanfaatan material lignoselulosa Teknologi produksi resorsinol alami untuk bahan perekat produk kayu komposit
2012
2013
Media 2013
Sifat dan pemanfaatan serat sisal (Agave sisalana) sebagai bio komposit polimer: suatu tinjauan Bambu sebagai bahan bangunan dan konstruksi masa depan
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (2) 2012
Efrida Basri
FORPRO Vol. 2 Ujang W (2) 2013 Darmawan
Teknologi pembuatan Warta Hasil pelupuh bambu Hutan Vol. 8 secara tradisional (1) 2013
2012
Modifikasi Bambu Dendrocalamus Asper secara fisika dan kimia
2011
Potensi lignin dari limbah biomassa pada sektor kehutanan dan perkebunan sebagai bahan baku perekat alami Resorsinol dari limbah biomasa merbau sebagai perekat kayu komposit Perekat Berbasis Resorsinol Ekstrak Limbah Kayu Merbau
2011
Penulis
FORPRO Vol. 2 Krisdianto (1) 2013
2013
2012
246
Judul Publikasi dengan bahan dasar desinfektan Pengukuran warna kayu dengan sistem Cielab
Abdurahman, E. Sudrajat, A. Sembiring dan Nuryani Prosiding Hasil Krisdianto Penelitian Tahun 2012
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) 2011
Widya Fatria Sari
FORPRO Vol. 1 Adi Santoso (1) 2012
Prosiding Hasil Adi Santoso Penelitian dan jamaludin Tahun 2011 Malik
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No.
Judul Penelitian
Tahun 2012
21.4.2.
21.5.1.
21.6.1.
Teknologi reduksi emisi formaldehida produk panel kayu secara non kimiawi
Luaran 5: Konsep standar produk olahan Kajian dan penyusunan konsep standar produk olahan kayu
Luaran 6: Teknik produksi pulp dan kertas dari ksayu alternatif dan pemanfaatan limbahnya Teknologi pembuatan pulp dari kayu alternatif
Judul Publikasi
Media
Perekat Resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau Perekat resorsinol alami dari ekstrak serbuk kayu gergajian merbau untuk produk panel komposit” Composite flooring Quality of Combined Wood Species Using Adhesive from Merbau Wood Extract
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2012 Paten, Februari 2012
Adi Santoso
Karya tulis ilmiah internasional FOREST PRODUCT JOURNAL Vol. 64 (5/6) 2014 Dimanfaatkan oleh PT Dofer Chemical, Banten; PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk. Pontianak & PT Paparti Pertama Sukabumi
Adi Santoso
-
Pmanfaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat, 20112013
2011
Pengaruh besaran kempa terhadap sifat papan partikel serutan kayu
2013
Apakah SNI perlu banyak? (Kasus sektor Kehutanan)
2010
Kemungkinan pemanfaatan kayu Mahang sebagai bahan baku alternatif untuk pulp kertas
Penulis
Adi Santoso
-
Jurnal M.I. Iskandar Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3) 2011 FORPRO Vol. 2 Paribotro (1) 2013 Sutigno
Buletin Hasil Hutan Vol. 16 (2) 2010
Yeni Aprianis
247
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No.
Judul Penelitian
Tahun 2011
2011
2011
2011
2012
21.6.2.
248
Teknolgi pembuatan kertas dari kayu alternatif
-
Judul Publikasi Pembuatan pulp ramah lingkungan dari Limbah Agro industri sawit Kemungkinan pemanfaatan beberapa jenis bambu tertentu, berdasarkan pola penyusunan berkas pembuluh sebagai bahan baku pulp dan kertas Penelitian awal pemuliaan Araucaria cunninghamii sebagai jenis alternatif kayu pulp di Bondowoso, Jatim Kemungkinan penerapan sistem tertutup pada pemutihan pulp di Indonesia Teknologi pengolahan bahan berserat lingoselulosa ramah lingkungan menjadi pulp dan produk turunannya Pembuatan dan kualitas karton seni dari campuran pulp tandan kosong kelapa sawit, sluge industri kertas dan pulp batang pisang Pembuatan karton skala industri kecil dari campuran limbah pembalakan dan sludge industri kertas Pembuatan pulp dari tandan kosong kelapa sawit untuk karton pada skala usaha kecil
Media
Penulis
Prosiding Hasil Zulfansyah, Penelitian Hari Rionaldo Tahun 2011 dan Nur Asma Deli Jurnal Nani Penelitian Nuriyatin dan Hasil Hutan Kurnia Sofyan Vol. 29 (4) 2011
Prosiding Hasil Dedi Setiadi Penelitian Tahun 2011
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) 2011
Dian Anggraeni
Himpunan Bunga Rampai Orasi Ilmiah APU, 2012
Han Roliadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (4) 2010
Han Roliadi, Dian Anggraeni
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (2) 2010
Han Roliadi, Setyani Budi Lestari
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3) 2011
Dian Anggraeni, Han Roliadi
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No. 21.6.3.
Judul Penelitian Teknologi pemanfaatan limbah industri pulp dan kertas
Tahun 2011
2010
21.7.2.
21.7.3.
Luaran 7: Informasi pasar dan ekonomi produk kertas dan papan serat Kajian pasar, produk kertas dan papan serat Analisa ekonomi pengembangan produk kertas dan papan serat
-
2012
2010
Judul Publikasi
Media
Penulis
Pemanfaatan slugde dari instalisasi pengolahan air limbah industri pulp dan kertas sebagai bahan baku bioetanol Pembuatan dan kualitas karton dari campuran pulp tandan kosong kelapa sawit dan limbah padat organik industri pulp
Prosiding Hasil Rina S Penelitian Sutopo, Sri Tahun 2011 Purwati, Susi Sugesty dan Yusuf Setiawan Jurnal Han Roliadi Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (3) 2010
Kajian potensi pasar, supply demand dan trend medium density fiberwood Kelayakan usaha pembuatan produk kemasan telur dari kertas limbah di Sumatera Barat
Draft Jurnal
Penentuan daur teknis optimal dan faktor ekslpoitasi kayu hutan tanaman jenis Eucalyptus Hybrid sebagai bahan baku pulp dan kertas
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 (3) 2013 Jurnal Penelitian Hasil hutan Vol.28 (4) 2010
-
Pebriyanti Kurniasih
Han Roliadi, Dulsalam dan Dian Anggraini
249
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 2. Daftar Outcome RPI 21 tahun 2010 - 2014 No
Output/Kegiatan
Pemanfaatan
Keterangan
1.
Hasil penelitian “Teknik produksi resorsinol alami untuk bahan perekat produk kayu komposit”
Telah dimanfaatkan oleh pengguna dari Ciamis (Jawa Barat) dan telah dilakukan pelatihan selama 5 hari
Januari 2013
2.
Composite Flooring Quality of Combined Wood Species Using Adhesive from Merbau Wood Extract
Karya tulis ilmiah internasional;
FOREST PRODUCTS JOURNAL Vol. 64, No. 5/6, 2014)
3.
Perekat resorsinol alami dari ekstrak serbuk kayu gergajian merbau untuk produk panel komposit
Paten
Februari 2012
4.
Konsep Standar Nasional Indonesia mengenai kayu lapis bermuka polivinil klorida
Konsep SNI
2010
5.
Konsep SNI kayu lapis bermuka poliuretan
Konsep SNI
2011
6.
Pmanfaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat
Dimanfaatkan oleh PT Dofer Chemical, Banten
2011-2013
7.
Pemanfaaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat
Dimanfaatkan oleh PT Duta Pertiwi Nusantara (DPN, Tbk, Pontianak)
2011-2013
8.
Pemanfaaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat
Dimanfaatkan oleh industry papan partikel PT Paparti pertama – Cibadak, Sukabumi
2011-2013
9.
Pemanfaatan teknologi pengoalahan bambu rakyat untuk industry kreatif
Dimanfaatkan oleh Forum Daerah Aliran Sungai, Bali
250
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
RPI 22 PENGOLAHAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU Koordinator: Ir. Totok Kartono Waluyo, M.Si. e-mail:
[email protected]
RINGKASAN EKSEKUTIF Penelitian Pengolahan HHBK (RPI 22) bertujuan menghasilkan Iptek pengolahan, pemanfaatan dan diversifikasi produk HHBK dalam rangka mendapatkan efisiensi bahan baku, meningkatan kualitas dan nilai tambah produk HHBK. RPI dimaksud dilaksanakan oleh Pustekolah dan Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Buka Kayu Mataram. Penelitian pengolahan HHBK menghasilkan 2 IPTEK, yaitu: 1) Teknik pengolahan dan pemanfaatan HHBK untuk peningkatan nilai tambah dan pemenuhan kebutuhan industri, dan 2) Teknik pengolahan bahan bakar nabati berbasis tanaman kehutanan. Teknik pengolahan dan pemanfaatan HHBK mencakup informasi, yaitu: a) Resin jernang (dragon’s blood) adalah resin yang berasal dari buah rotan jenis Daemonorops berberdasarkan uji secara in vitro berpotensi sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, antikanker dan prokoagulasi darah (penyembuh luka). b) Buah tengkawang mengandung lemak yang dapat digunakan sebagai bahan baku lipstik. Formula lipstik terdiri minyak jarak 38%, Candelia wax 10%, lemak tengkawang 3%, Carnauba wax 1%, malam lebah 10%, warna 1%, BHT 0,5%, parafin 9%, metyl paraben 0,1%, Titanium dioksida 1% dan parfum. Lipstik dengan formula tersebut aman digunakan karena hasil uji tidak ditemukan adanya cemaran mikroba dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit. c) Minyak dan kristal Dryobalanops mengandung senyawa borneol yang merupakan senyawa penciri. Minyak dan kristal bersifat anti bakteri dan antijamur yang berpotensi sebagai bahan baku parfum dan lilin aromaterapi. d) Kayu jati cocok sebagai bahan baku pembuatan nano karbon untuk biosensor dengan sistem Moleculary Imprinted Polymer (MIP) berbasis elektroda pasta karbon dengan kondisi optimum 15% MIP, 40% karbon dan 40% parafin dengan faktor nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan limit deteksi sebesar 1,02 x 10-6M pada pH optimum 4. Elektroda biosensor berbasis pasta karbon ini dapat
251
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
mendeteksi melamin dalam susu dengan tingkat akurasi 86,6% dan kandungan fruktosa dalam madu dengan koefisen selektifitas kurang dari 10-3 M. e) Pemberian cuka kayu, arang, maupun kombinasi cuka kayu dan arang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter anakan pohon. Penambahan bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan kandungan unsur-unsur hara yaitu C, N, P dan K. f) Senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa penciri gaharu adalah aromadendrena dan senyawa turunan khromon. Semakin bagus kualitas gaharu maka senyawa aromadenrena semakin tinggi persentasenya. Berdasarkan hal tersebut, maka disusun konsep standar berdasarkan komposisi kimia sehingga standar tersebut lebih bersifat objektif. g) Pemanfaatan gaharu khususnya kualitas rendah dapat dilakukan dengan cara disuling untuk mendapatkan minyak. Rendemen minyak gaharu kualitas kamedangan 0,019% dan limbah sulingan dapat dimanfaatkan sebagai baku obat antinyamuk bakar. Formula yang terbaik yaitu limbah gaharu dan gemor dengan perbandingan 4:1 atau 3:1 dengan penambahan serbuk cangkang kemiri dan perekat tepung gewang masing-masing 10% dari total bahan. Mangrove (lindur), nira lontar dan batang kelapa sawit dapat berpotensi diolah menjadi bioetanol. Konsentrasi bioetanol dari buah lindur 34,27%, nira lontar 74,44%, batang kelapa sawit bagian vascular bundle 1,631%, batang kelapa sawit bagian parenkim 0,384%. Buah nyamplung, bintaro, kemiri sunan dan malapari dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel dan telah memenuhi syarat SNI 2006 biodiesel. Minyak biodiesel dari bahan baku tersebut telah diuji coba pada mesin perahu motor, mesin diesel 22 PK dan mobil dengan tidak ditemukan kendala pada mesin-mesin tersebut. Pembuatan biooil dari serbuk gergaji kayu jati menghasilkan rendemen biooil 68,13%, serbuk gergaji kayu Acasia mangium 71,20%, kulit kayu mahoni 1,0%, sludge kertas 1,1%. Buah nyamplung dan kemiri sunan dapat juga digunakan sebagai bahan baku biokerosene. Rendemen biokerosene dari buah nyamplung 81,% dan kemiri sunan 91%. Biokerosin tersebut dapat diaplikasikan dengan cukup baik pada kompor minyak tanah (semawar) dengan dicampurkan minyak tanah 25-50%.
252
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
I. PENDAHULUAN Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 telah menetapkan 9 kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK Unggulan yang mendapat prioritas dalam pengembangannya yaitu : rotan, bambu, lebah madu, sutera dan gaharu. Pemanfatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan menghadapi kendala pada aspek pemanenan maupun pengolahan. Pada saat ini pemerintah telah menetapkan HHBK sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan kehutanan, namun pengembangan HHBK belum cukup signifikan. Hal ini antara lain disebabkan belum banyak tersedia data dan informasi teknologi pasca panen HHBK. Pemanfaatan HHBK mulai dari pemanenan hingga pengolahan masih sederhana dan diperdagangkan umumnya masih berupa bahan mentah, sehingga belum dapat memberikan nilai tambah yang maksimal. Beberapa teknologi yang telah dihasilkan untuk mendorong pengembangan HHBK, namun masih terbatas HHBK energi, tumbuhan obat, serta HHBK lainnya seperti tengkawang, jernang, gaharu. Di sisi lain teknologi dan informasi tersebut belum sepenuhnya lengkap dan utuh, sehingga masih perlu digali berbagai informasi dan penyempurnaan teknologi yang sudah ada, serta menemukan teknologi dan informasi yang belum dikuasai untuk berbagai jenis HHBK strategis. Dengan demikian tujuan RPI adalah: 1. Menghasilkan informasi teknik pengolahan HHBK yang efisien dan diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah. 2. Memperoleh informasi teknologi pemanfaatan HHBK sebagai sumber bahan baku untuk energi yang berbasis tanaman kehutanan. II. METODE SINTESA Sintesis RPI 22 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah maupun UPT dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III. SINTESA HASIL PELAKSANAAN RPI Kegiatan penelitian tahun 2010 sebelum RPI 2011-2014 (revisi) sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010, yaitu:
253
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1.
Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Aktif Kilemo
Pemanfaatan pohon kilemo berasal dari hutan alam oleh masyarakat sampai saat ini adalah dengan penebangan pohon, diambil kulitnya dan langsung dijual dengan harga yang murah, sehingga pemanfaatan semua bagian pohon kilemo belum optimal. Tujuan penelitian tahun 2010 adalah untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi dan isolasi dengan kombinasi pelarut terhadap rendemen dan kandungan bahan aktif pada buah, daun dan kulit kilemo. Metode yang digunakan adalah metode ekstraksi bertingkat (heksana, etil asetat dan metanol) serta kombinasi metanol : heksana (25 : 75; 50 : 50; dan 75:25%); 100% metanol dan 100% heksan, sedangkan isolasi menggunakan metode silika gel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstraksi tertinggi (13,33%) dengan bahan ekstraksi buah kilemo dengan menggunakan pelarut metanol 100%. Sedangkan komponen aktif kilemo yaitu sitronela tertinggi terdapat pada daun kilemo. Rendemen tertinggi hasil isolasi komponen aktif tertinggi berasal dari ekstrak buah kilemo (28,52%). 2.
Teknologi Produksi dan Diversivikasi Produk Nilam
Minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri yang mudah menguap dan banyak digunakan dalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. sabun, deodoran dan lain-lain. Umumnya nilai jual dari minyak nilam ditentukan oleh kualitas dan kadar komponen utamanya. Di Indonesia nilam sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat secara konvensional, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Hal ini selalu menjadi alasan bagi tengkulak untuk menjatuhkan harga nilai jual, sehingga selalu saja petani penyuling dirugikan. Kualitas dan mutu minyak umumnya ditentukan oleh karakteristik alamiah dari minyak tersebut serta bahan yang tercampur di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pemurni (penjerap/pengkelat) yang digunakan, semakin rendah rendemen minyak yang dihasilkan serta dapat memperbaiki kualitas minyak nilam dengan hasil bervariasi. Natrium sulfat anhidrat (Na2SO4) dapat merubah kadar/konsentrasi berat jenis, indek bias, bilangan asam, bilangan ester dan kadar patchouli alcohol (PA) hingga memenuhi standar SNI dan EOA. Penggunaan Na2SO4 teknis atau Na2SO4 murni tidak memberikan perbedaan hasil yang menyolok. Penggunaan arang aktif lokal dan impor tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis dan indek bias minyak nilam asal Garut, namun arang aktif impor 15% dapat menurunkan bilangan asam hampir 50%. Penggunaan arang aktif lokal dan impor tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis dan indek bias minyak nilam asal Ciamis, tetapi penggunaan 15% arang aktif impor dapat meningkatkan bilangan ester dari 4,43% menjadi 8,88% (hampir 50% meningkat). Penggunaan arang aktif lokal dan impor tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias, 254
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dan bilangan asam minyak nilam asal Ciamis, namun penggunaan 15% arang aktif impor dapat meningkatkan bilangan ester dari 8,887% menjadi 11,088, kadar PA meningkat dari 43,87% menjadi 46,68%. Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis dan indek bias minyak nilam asal Garut, tetapi penggunaan bentonit 15% dapat menurunkan bilangan asam dari 8,25% menjadi 4,62%. Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias, dan bilangan asam minyak nilam asal Ciamis, tetapi penggunaan bentonit 15% dapat meningkatkan bilangan ester dari 4,43% menjadi 11,59%, dan dapat meningkatkan kadar PA dari 36,8% menjadi 39,9%.Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias dan bilangan asam minyak nilam asal Pasaman, tetapi penggunaan bentonit 15% dan NaEDTA 15% masing-masing dapat meningkatkan bilangan ester dari 8,88% menjadi 11,69% dan 8,88% menjadi 13,10%. Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias dan bilangan asam minyak nilam asal Tanjungsari, Sumedang, tetapi sedikit meningkatkan kadar PA masing-masing dari 25,46% menjadi 27,86% dan 25,46% menjadi 28,22%. 3.
Peningkatan Pemanfaatan Getah Damar Mata Kucing dalam Industri Minuman
Ekstraksi damar mata kucing dengan pelarut etanol dapat memisahkan senyawa polimer dengan non polimer. Senyawa yang larut dalam etanol akan membentuk koloid bila dicampur dengan air sehingga dapat dimungkinkan digunakan sebagai agens pengeruh dalam industri minuman. 4.
Uji Fitokimia dan Antioksidan Jenis Bahan Baku Obat dari Pohon yang Kurang Dikenal
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga aktifitasnyaa dapat diredam. Radikal bebas tersebut dapat merusak sel pada tubuh sehingga merusak/ mengganggu kesehatan. Ekstrak metanol daun, kulit, kayu dan akar pohon Acacia nelotica Bl mempunyai sifat antioksidan, sedangkan jenis songga (Strycnos ligustrina Bl) hanya pada bagian kayu yang bersifat antioksidan. Hasil penelitian RPI 2011-2014 (revisi) berdasarkan masing-masing luaran diuraikan sebagai berikut:
255
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Luaran 1: Teknik Pengolahan dan Pemanfaatan HHBK untuk Peningkatan Nilai Tambah dan Pemenuhan Kebutuhan Industri 1.1. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Jernang (Dragon’s blood) untuk Peningkatan Nilai Tambah Rendemen jernang tertinggi adalah rotan umbut. Komponen utama kelima jenis jernang adalah 10-dimethyl-6methylen-1-oxa-2-phenyl-spiro (4.5) decane. Rendemen jernang diekstrak menggunakan pelarut heksana 12.25% dan etil asetat 94.17%. Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol dan etil asetat jernang kalamuai, rambai dan umbut mengandung senyawa golongan flavonoid dan triterpena. Ekstrak jernang kalamuai yang dihasilkan dari pelarut metanol dan pelarut etil asetat bersifat antioksidan, sedangkan ekstrak jernang rambai dan umbut yang dihasilkan dari pelarut metanol bersifat antioksidan karena nilai IC50 (mgL-1) kurang dari 200 mgL-1. Uji aktifitas antikoagulan darah secara in vitro, semua ekstrak tiga jenis jernang dengan menggunakan pelarut etil asetat bukannya bersifat antikoagulasi justru cenderung bersifat prokoagulasi darah. Selanjutnya, ekstrak n-heksana jernang rambai dan kalamuai bersifat antimikroba (antijamur dan antibakteri) terhadap species Basillus subtilis, Staphyloccoccus dan candida albicans. Uji aktifitas secara in vivo terhadap kelinci, ekstrak etil asetat jernang rambai dan kalamuai berpotensi sebagai obat penyembuh luka (wound healing). Selanjutnya uji karakteristik matriks/ membran serat nano dengan matriks serat nano sebagai media ekstrak etil asetat jernang untuk obat penyembuh luka (wound healing) terjadi perubahan sifat matriks tersebut. Hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), matrik serat nano tanpa ekstrak jernang tampak jelas serat-serat penyusun matriks, sedangkan matriks yang telah diisi ekstrak jernang serat tidak tampak karena rongga-rongga serat terisi ekstrak jernang. Selanjutnya hasil pengujian menggunakan X-Ray, terjadi penurunan sifat kristalinitas matriks. Matriks tanpa ekstrak jernang kristalinitasnya 53,71%, matriks yang diisi ekstrak etil asetat jernang 5% kristalinitasnya 41,22% dan matriks yang diisi ekstrak etil asetat jernang 10% kristalinitasnya 38,16%. Hasil uji toksisitas ekstrak jernang sebagai berikut: jernang rambai (ekstrak metanol LC50 69,66 ppm; ekstrak etil asetat LC50 570,16 ppm) dan jernang kalamuai (ekstrak metanol LC50 594,08 ppm; ekstrak etil asetat LC50 593,73 ppm). Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat 2 jenis jernang (rambai dan kalamuai) memiliki potensi antikanker dikarenakan nilai LC50 di bawah 1000 ppm.
256
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1.2.
Teknologi pengolahan dan Pemanfaatan Tengkawang untuk Peningkatan Nilai Tambah
Rendemen lemak tengkawang asal Kalbar menghasilkan persentasi ekstrak sebesar 50.65% dengan pelarut benzena dan 50.86% dengan pelarut heksana. Rendemen lemak tengkawang asal Jawa Barat menghasilkan persentasi ekstrak rata-rata 5,71% untuk jenis Stenoptera Bruch forma dengan pelarut heksana, untuk persentasi ekstrak rata-rata Stenoptera pinanga 15,72%, Mecisopteric spp 9,13%, Shore parvifolia Dyer 38,41%. Kadar asam lemak bebas tengkawang asal Kalbar dengan pelarut Benzena sebesar 2,94%, pelarut heksana 2,74%. Tengkawang asal Jawa Barat memiliki kadar asam lemak bebas dengan rincian : untuk jenis Stenoptera Bruch forma 2,10%, Stenoptera pinanga 1,44%, Mecisopteric spp 2,39%, dan Shore parvifolia Dyer 0,66%. lemak tengkawang asal Kalbar baik diektraksi dengan pelarut benzena maupun heksana. komponen kimia yang dominan adalah Methyl oleate, Methyl Octadec-9-Enoate, Methyl palmitate dan 1,6-Anhydro-2,4-Dideoxy-Beta-D-RiboHexopyranose. Teknik pemurnian lemak tengkawang agar menghasilkan lemak yang berkualitas dilakukan dengan dua tahap yaitu degumming dan netralisasi. Dengan teknik pemurnian tersebut diperoleh nilai bilangan asam berkisar 3,447,32, serta kadar FFA berkisar 1,77-3,68%. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas (FFA) yang terdapat didalam lemak. Kadar FFA berhubungan dengan daya simpan (tahan) lemak, dimana semakin tinggi kadar FFA menyebabkan lemak menjadi semakin mudah teroksidasi (tengik/ rusak). Bilangan asam dan kadar FFA lemak tengkawang murni jenis S. pinanga paling rendah dibandingkan dengan lemak tengkawang lainnya dan lemak komersial. Hal ini berarti bahwa lemak tengkawang dai jenis S. pinanga merupakan yang paling baik. Lemak tengkawang dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik yang mempunyai sifat-sifat relatif sama dengan kosmetik komersial (kekerasan, titik leleh) dengan formula minyak jarak 40% ; Candelia wax 10% ; lemak tengkawang 2% ; Carnauba wax 1% ; malam lebah 10% ; warna 1% ; BHT 0,5% ; parafin 8% ; metyl paraben 0,1% ; Titanium dioksida 1% dan parfum secukupnya. Selanjutnya hasil uji organoleptik, menunjukkan tingkat kesukaan koresponden akan tekstur, kilap, warna dan daya oles yang sesuai terdapat pada lipstik dengan formula minyak jarak 38% ; Candelia wax 10% ; lemak tengkawang 3% ; Carnauba wax 1% ; malam lebah 10% ; warna 1% ; BHT 0,5% ; parafin 9% ; metyl paraben 0,1% ; Titanium dioksida 1% dan parfum secukupnya. Uji keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang telah dilakukan berupa uji cemaran mikroba dan uji iritasi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan adanya cemaran mikroba terhadap lipstik fresh (baru selesai diproduksi) dan lipstik yang telah disimpan selama 3 bulan. Uji iritasi sederhana dilakukan terhadap mencit diamati selama 24, 48, 72 dan 168 jam menunjukkan tidak adanya gejala iritasi yang terjadi. Sehingga
257
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dapat disimpulkan bahwa lisptik berbahan dasar lemak tengkawang secara klinis aman dipakai untuk manusia. 1.3. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Dryobalanops untuk Peningkatan Nilai Tambah Hasil identifikasi Dryobalanops lanceolata menunjukkan 45 senyawa penyususn yang terdeteksi, dengan senyawa dominan adalah Androstan-3-ol, 9methyl-, acetate, (3.beta.,5.alpha.)- (CAS) sebanyak 15%. Sedangkan senyawa borneol hanya 0,37. Sedangkan Dryobalanops aromatica menunjukkan 30 senyawa penyusun yang terdeteksi. Senyawa dominan yang terdeteksi adalah Caryophyllene oxide dengan konsentrasi 16,16%, sedangkan senyawa borneol hanya 0,21%. Jenis Dryobalanops potensial penghasil getah/minyak adalah Dryobalanops aromatica. Jenis ini dapat diperoleh di Subulussalam (Aceh), Pasaman Barat (Sumatera Barat) dan Pakpak Barat (Sumatera Utara). Teknik kristalisasi minyak D. aromatica dilakukan dengan cara sublimasi untuk menghasilkan kristal kapur/kamper dengan pemanasan kompor induksi 60 0C secara bertahap hingga 120 0C dan rendemen yang dihasilkan mencapai 5,73%. Berdasarkan uji organoleptik, minyak Dryobalanops berpotensi sebagai bahan parfum yang disukai dengan formula parfum minyak Dryobalanops adalah campuran minyak Dryobalanops, etanol, minyak nilam, minyak Eucalyptus citriodora atau Palm flower. Selain itu minyak dan kristal Dryobalanops berpotensi sebagai obat karena aktivitas antimikrob minyak dan kristal sangat baik menghambat pertumbuhan mikroba S. aureus dan C. albicans. Senyawa borneol merupakan senyawa penciri minyak dan kristal Dryobalanops. Selain di Sumatera bagian Utara, Dryobalanops aromatica juga dijumpai di Pulau Lingga Kepulauan Riau. Analisis minyak dan getah Dryobalanops aromatica dari Pulau Lingga tidak dijumpai senyawa borneol, hanya senyawa prekursornya saja. Formula parfum minyak Dryobalanops adalah campuran Dryobalanops, etanol, minyak nilam, dan odorant. Berdasarkan uji organoleptik, Dryobalanops berpotensi sebagai bahan parfum yang disukai. Senyawa borneol dijumpai pada fraksi 1 dan 2 menggambarkan minyak berada pada senyawa polar-semi polar. Dengan melihat hasil penelitian penelitian sebelumnya, minyak dan kristal kapur sangat potensial dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan kosmetik. Produk yang sedang dikembangkan adalah sabun antijerawat dan lilin aromaterapi. Formulasi lilin aromaterapi yang dibuat berupa parafin, stearin, odoran, pewarna minyak Dryobalanops dan nilam. Konsentrasi minyak Dryobalanops yang paling disukai responden adalah konsentrasi rendah sampai sedang.
258
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1.4. Teknologi Pembuatan Karbon Kemurnian Tinggi Sebagai Bahan Baku Nano Karbon Bahan baku yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan pembuatan nano karbon adalah kayu jati karena mempunyai derajat kristalinitas yang tinggi, nilai tahanan yang rendah dan konduktifitas yang tinggi. Bahan logam yang paling baik untuk doping atau di interkalasikan ke dalam struktur karbon adalah Nikel (Ni) dengan perbandingan 1:5 bagian. Menghasilkan derajat kristalinitas 73,45%, resistensi 0,02 Ω dan konduktivitas sebesar 433,86 S/m. Pola I-V meter yang yang dihasilkan berbentuk signoid dan respon potensiometer mempunyai slope mendekati faktor nerst. Atas dasar ini nano karbon dari lignoselulosa sangat baik untuk dibuat elektroda biosensor. Hasil uji coba pembuatan biosenseor yang dibuat dengan sistem Moleculary Imprinted Polymer (MIP) berbasis elektroda pasta karbon menghasilkan kondisi optimum 15 % MIP, 40 % karbon dan 40% parafin dengan faktor nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan limit deteksi sebesar 1,02 x 10-6 M pada pH optimum 4. Elektroda biosensor berbasis pasta karbon ini dapat mendeteksi melamin dalam susu yang dilkakukan dengan metoda spike dan fruktosa dalam madu dengan selektivitas yang tinggi. Dengan demikian nano karbon dari lignoselulosa sangat prospektif untuk diproduksi menjadi biosensor dengan sistem elektroda pasta karbon berbasis moleculary imprinted polimer. Karbonisasi pirolisis dan hidrotermal kayu pinus pada suhu 200 °C menghasilkan karbon aktif optimal yang memiliki pori mikro (nanoporous) berdasarkan kurva isotermal. Karbon nanoporous optimal memiliki luas permukaan 1.526 dan 1.389 m2/g; dengan ukuran pori 1,047 dan 1,083 nm dengan derajat kristalinitas karbon nano porous sebesar 44,19 dan 39,11% dengan konduktivitas 2.980 dan 215 S/m. Tingkat kemurnian karbon (C) nanoporous dari arang pirolisis 200oC mencapai 96,10% dengan kandungan oksigen (O) 3,90% serta tidak mengandung unsur pengotor seperti mineral atau logam lainnya. Dengan demikian, kayu pinus dapat dibuat menjadi karbon nanoporous dengan luas permukaan (BET) tinggi yaitu sebesar 2.240 m2/g. Dengan demikian kayu pinus berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan karbon nanoporous yang sifatnya terbarukan. Untuk karbon sphere pada umumnya dibuat dari bahan baku minyak bumi, batu bara atau pati dengan kemurnian tinggi yang hargannya tinggi dan terbatas. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pati dari biomasa berpotensi untuk dibuat menjadi karbon sphere konduktif. Karbon nanoporous pinus memiliki luas permukaan besar sedangkan karbon sphere pati konduktivitasnya tinggi sehingga kedua bahan baku tersebut berpeluang digunakan sebagai komponen elektroda untuk perangkat energi. Nilai kapasitansi spesifik untuk kapasitor yang telah dibuat mencapai 41,5 F/g.
259
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1.5. Teknologi Pengolahan Arang dan Turunannya untuk Energi dan Carbon Store Rendemen arang dari limbah potongan kayu campuran mahoni dan nangka, kayu sengon dan kulit, kayu sengon tanpa kulit dan sebetan, kayu sengon dan kulit adalah 21,18%, 12,28%, 12,62% dan 9,90%. Sedangkan rendemen cuka kayunya 7,35%, 5,64%, 5,27% dan 4,95%. Hasil analisis GC-MS pirolisis menunjukkan bahwa cuka kayu dari masing-masing jenis limbah kayu mengandung jumlah dan konsentarasi komponen kimia yang berbeda mulai dari 20 - 32 komponen. Unsur hara yang terdapat dalam cuka kayu : C organik 6,12 – 7,35% ; N total 0,62 – 0,67% ; P2O5 total 0,24 – 0,31% dan K2O total 0,31 – 0,36%. Pemberian cuka kayu, arang, maupun kombinasi cuka kayu dan arang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter anakan pohon. Penambahan bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan kandungan unsurunsur hara ubtuk pertumbuhan, yaitu C, N, P dan K, yang bervariasi pada daun, batang dan akar, sesuai dengan prosentase bahan yang ditambahkan. Pertumbuhan tinggi dan diameter anakan sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) yang paling tinggi yaitu berturut-turut 156,33 cm dan 20,08 cm diperoleh dengan pemberian cuka kayu 2% dan arang 10%, Pertumbuhan tinggi dan diameter anakan jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) yang paling tinggi yaitu berturut-turut 89,17 cm dan 19,22 cm diperoleh dengan pemberian arang 30%. Pertumbuhan tinggi dan diameter anakan pohon penghasil gaharu (Aquilaria mycrocarpa) yang paling tinggi yaitu berturut-turut 72,20 cm dan 18,29 cm diperoleh dengan pemberian cuka kayu 4% dan arang 20%. 1.6. Teknologi Produksi Ragi untuk Pembuatan Bio-etanol Telah diketahui berbagai jamur ragi yang beredar di masyarakat berbagai macam dan dikenal sesuai dengan daerah produksinya. Ada ragi impor dan lokal. Ragi lokal diproduksi secara turun temurun dengan teknologi sederhana. Contoh ragi jawa, ragi banjar, ragi toraja. Ragi digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, tape, tempe, dll. Jenis jamur dan ragi yang berhasil diidentifikasi untuk pembuatan bioetanol adalah Aspergillus sp. (jamur) dan Saccharomyces sp. (ragi). Ragi dari penelitian ini yang memiliki kinerja paling bagus yaitu ragi C (Saccharomyces sp.) yang dapat menghasilkan etanol 179 liter per ton sagu aren (Arenga pinnata) dan 200 liter etanol per ton kirai (Metroxylon rumphii). Ragi racikan yang efektif adalah ragi racikan 7% menghasilkan kadar etanol sebesar 1,569%; ragi racikan konsentrasi 9% sebesar 0,738% dan ragi komersil 7% sebesar 0,652%. Komposisi ragi racikan terdiri dari Aspergillus oryzae, Rhyzopus oryzae, Sacharomyces serevisae, tepung beras 50g, pati 8g, tepung garlic 0,5g, cabe alas 0,5g, lada bubuk 0,5g, laos bubuk 0,5g, sukrosa 7g, yeast extract 5g, malt-extract 8g.
260
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1.7. Penyusunan Standar Mutu Gaharu Rendemen ekstrak aseton kualitas gaharu berkisar antara 16-22%. Kemedangan B menghasilkan ekstrak aseton yang tertinggi, diikuti oleh kacangan B, teri B dan kemedangan A. gaharu kualitas abu super mengandung 5 senyawa yang meliputi mempunyai amonia, carbinamine, 4-hydroxy-4-metyl-2pentanone, 1,2-benzenedicarboxylic acid, dan 3-phenyl-propionic acid hydrazide. Kadar ekstrak metanol gaharu kualitas teri A, teri B, kacangan A, kacangan B dan tanggung yaitu 24,67%, 10,72%, 29,42%, 23,02% dan 30,85%. Sedangkan kadar ekstrak heksana berturut-turut 0,76%, 0,65%, 1,23%, 2,44% dan 2,82%. Rendemen resin gaharu sangat dipengaruhi oleh kualitas gaharu. Keduanya memiliki hubungan linear dimana rendemen resin semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kualitas gaharu. Senyawa aromadendrene dapat ditemui pada setiap kualitas gaharu, sehingga dapat diduga senyawa aromadendrene merupakan senyawa penciri (chemical marker). Semakin bagus kualitas gaharu, kandungan aromadendrene semakin besar. Kelas kualitas gaharu memiliki komponen kimia yang berbeda, baik jenis senyawa maupun besaran prosentasinya. Senyawa sesquiterpene terdeteksi pada kelompok kemedangan saja. Pada gubal gaharu (kelas super) selain senyawa sesquiterpen, terdeteksi juga senyawa kromon. Parameter kadar resin dan komposisi kimia dimasukkan dalam penentuan kelas kualitas gaharu. Kelas kualitas gaharu diusulkan dibagi tiga yaitu gubal gaharu, tanggung dan kemedangan. Konsep standar gaharu yang bersifat objektive berdasarkan komposisi/komponen kimia dan kadar resin yang terkandung dalam gaharu. 1.8.
Teknologi Penyulingan Gaharu Penyulingan gaharu Gyrinops kualitas kamedangan dengan bentuk serbuk menghasilkan rendemen 0,0135% dengan perlakuan bahan direndam 2 minggu sebelum direbus dan 0,0086% dengan metode kukus. Gaharu berbentuk serpih (chips) menghasilkan rendemen 0,019% dengan perlakuan bahan direndam 2 minggu sebelum direbus dan 0,0063% dengan metode dikukus. Pemanfaatan limbah dari penyulingan gaharu untuk bahan baku obat anti nyamuk bakar. Hal ini diharapkan menimbulkan aroma wangi gaharu bilamana obat anti nyamuk dibakar. Formula yang terbaik yaitu limbah gaharu dan gemor dengan perbandingan 4:1 atau 3:1 dengan penambahan serbuk cangkang kemiri dan perekat tepung gewang masing-masing 10% dari total bahan. Sifat obat anti nyamuk memiliki lama bakar 368 menit.
1.9.
Teknologi Pemanfaatan dan Pengolahan Limbah Penyulingan Gaharu
Ekstraksi kayu gaharu sebagai sebelum disuling dan limbah sisa penyulingan telah dilakukan menggunakan pelarut metanol teknis dengan teknik perendaman dan soklet. Hasil ekstrak bahan penyulingan lebih tinggi dari 261
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
pada limbah sisa penyulingan. Ekstraksi bahan penyulingan dengan proses perendaman menghasilkan rendemen eksrak sebesar 6,75% (BKO) sementara itu pada proses soklet diperoleh rendemen sebesar 4,54% (BKO). Pada limbah sisa penyulingan masing-masing diperoleh rendemen sebesar 5,95% dan 2,62%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kayu sisa limbah penyulingan masih terdapat resin gaharu yang berpotensi sebagai sumber aroma (wangi) gaharu. Pemanfaatan limbah penyulingan dibuat pelet. Pelet gaharu dibuat tanpa menggunakan perekat (kanji) dan resin lain sebagai pemicu wangi. Pelet dibuat dengan beberapa komposisi dari limbah penyulingan gaharu, kayu pinus dan arang aktif. Tidak digunakannya kanji dan penambahan arang aktif dimaksudkan untuk mengurangi asap yang ditimbulkan saat pelet di bakar/dinyalakan. Kayu pinus digunakan sebagai perekat menggantiikan kanji. Hasil analisis organoleptik terhadap 30 responden menunjukkan bahwa penambahan arang aktif mampu menurunkan jumlah asap, namun dari segi penampilan warna tidak disukai karena produk pelet gaharu menjadi berwarna lebih gelap. Aroma dari pelet yang disukai responden diperoleh dari pelet gaharu dengan komposisi limbah dan arang aktif sebesar 8:2, diikuti komposisi limbah dan pinus 9:1. Kelemahan dari pelet pada komposisi pertama adalah keutuhan pelet yang rendah, sementara itu sifat fisik dan hasil uji orgaoleptik yang lain lebih unggul. Disamping itu limbah penyulingan dimanfaatkan resin sisa yang terdapat pada limbah penyulingan. Limbah penyulingan gaharu masih mengandung resin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aroma/wangi gaharu. Melalui proses ekstraksi etanol diperoleh resin gaharu sebanyak 1,67% dan ekstrak metanol sebesar 3,58%. Resin yang diperoleh, digunakan sebagai sumber wangi gaharu untuk membuat produk resin gaharu+lilin lebah madu dan produk resin gaharu+arang aktif. Jenis produk pertama lebih disukai responden dibandingkan produk kedua. Konsentrasi resin gaharu yang disukai pada produk resin gaharu+lilin adalah sebesar 1 dan 2%. Luaran 2 : Teknik Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Tanaman Kehutanan Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai luaran ini antara lain: Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Karbohidrat (Bio-Etanol), Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Lemak dan Minyak (BioDiesel), Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Selulosa dan Hemiselulosa (Bio-Oil).
262
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1.1.
Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Karbohidrat (BioEtanol)
Teknik pembuatan bioetanol biji mangrove perlu diawali dengan proses hidrolisis sebelum dilakukan proses fermentasi. Proses hidrolisis dilakukan karena biji mangrove mengandung kadar serat kasar dan gula polisakarida. Selain itu juga dilakukan proses destilasi untuk memisahkan bioetanol dan non bioetanol. Penghidrolisa H2SO4 adalah terbaik dari HCL dan NaOH bahkan dengan NaOH sama sekali tidak terjadi proses hidrolisa karbohidrat kompleks biji api-api menjadi gula sederhana. Konsentrasi penghidrolisa H2SO4 sebesar 10% menunjukkan kadar gula dan bioetanol tertinggi yaitu dengan waktu inkubasi 5 dan 6 hari. Berikutnya yang terbaik adalah konsentrasi H2SO4 5% dengan waktu inkubasi 6 hari. Perlakuan terbaik yang diterapkan dalam teknik pembuatan bioetanol jenis lindur adalah dengan penggunaan konsentrasi H2SO4 5% dan waktu fermentasi 3 hari. Proses tersebut menghasilkan volume 330 ml/kg bahan dan konsentrasi bioetanol 34,27%. Dalam pembuatan etanol dari nira lontar, kadar etanol meningkat dengan bertambahnya konsentrasi ragi komersial dan lama fermentasi. Kadar tertinggi dihasilkan pada sampel dengan konsentrasi ragi 2% dan lama waktu fermentasi 3 hari yaitu dengan kadar etanol 74,44%. Selain bahan baku tersebut di atas, bahan yang cukup potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah limbah yang berlignoselulosa dan salah satu contohnya adalah limbah batang sawit. Kadar pati bahan baku tertinggi terdapat pada vascular bundel (VB) sebesar 22.8% dan terendah pada parenkim (P) dan vascular bundel (PVB) sebanyak 14.45%. Konsentrasi kadar gula pereduksi pada semua contoh lebih tinggi dibanding kontrol (tanpa 1% Tween 20) pada 10 dan 15 FPU/g substrat. Penggunaan konsentrasi enzim 10 FPU/g substrat menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi pada VB sebanyak 63.14 mg/ml sebelum fermentasi dan terendah pada P sebanyak 18.88 mg/ml. Sedangkan penggunaan konsentrasi enzim sebanyak 15 FPU/g substrat menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi pada PVB yaitu 59.83 mg/ml dan terendah pada P sebanyak 32.38 mg/ml sebelum fermentasi. Kadar etanol tertinggi adalah pada VB 0.911%; sedangkan kontrol VB sebanyak 0.228% dan terendah adalah pada sampel P 0.314%; kontrol P 0.114% (10 FPU/g substrat). Sedangkan pada konsentrasi enzim 15 FPU/g substrat, sampel VB juga menghasilkan kadar etanol tertinggi sebanyak 1.631%; kontrol VB sebanyak 1.234% dan terendah pada PVB sebanyak 0.384% dan kontrol PVB sebanyak 0.297%. 1.2.
Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Lemak dan Minyak (Bio-diesel)
Minyak bintaro dapat dibuat biodiesel berkualitas tinggi dan memiliki prospek untuk pengusahaannya secara komersial. Komposisi jenis asam lemak 263
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dari minyak dan biodiesel bintaro didominasi asam oleat (38,13%), palmitat (19,68%) dan linoleat (14,19%). Untuk biodieselnya didominasi metil ester oleat (49,49%), metil ester palmitat (17,83%) dan metil ester linoleat (17,74%). Hasil uji degumming menunjukkan penggunaan H3PO4 mulai konsentrasi 16% sudah memberikan nilai bilangan asam yang memenuhi syarat untuk minyak tersebut diolah lanjut menjadi biodiesel. Minyak biji kemiri sunan mempunyai nilai bilangan asam sebesar 13,65 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas (FFA) 6,63%, kadar air 9,6%, densitas 985,49 kg/m³, dan viskositas kinematik sebesar 26,57mm2/s (cSt). Proses degumming dengan penambahan katalis H3PO4, 1% (v/v), esterifikasi dengan campuran katalis metanol 10% (v/v) dan H2SO4 0,5% (v/v) dan transesterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan NaOH 0,6% (b/v), merupakan biodiesel yang mempunyai kualitas terbaik yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji kemiri sunan telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SNI-04-7182-2006), yaitu kadar air sebesar 0,05%, bilangan asam 0,66 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas 0,33%, densitas 874 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,24 mm2/s (cSt), bilangan iodium 91,20 g I2/100 g, bilangan setana 64 dan rendemen minyak biodiesel yang dihasilkan sebesar 79,68%. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel kemiri sunan untuk bahan bakar mesin diesel 7 PK tanpa beban dengan tekanan gas sedang, menghabiskan minyak biodiesel sebanyak 1 liter selama 3 jam. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel pada mobil pick-up mesin diesel 2.500 cc tahun buatan 1999, diperoleh konsumsi bahan bakar biodiesel dengan per-bandingan rata-rata 1:13,29 yang artinya 1 liter minyak biodiesel dapat menempuh jarak sejauh 13,29 Km, dengan kecepatan antara 40 – 100 km/jam dalam keadaan tanpa beban. Pembuatan minyak mentah (crude oil) dari bahan baku biji malapari menghasilkan rendemen sebesar 31,66%. Minyak mentah (crude oil) biji malapari mempunyai nilai bilangan asam sebesar 12,17 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas (FFA) 6,08%, kadar air 9,6%, densitas 865 kg/m³, dan viskositas kinematik sebesar 26,57 mm2/s (cSt). Proses degumming I menggunakan penambahan katalis H3PO4 0,50%, yang dilanjutkan dengan proses degamming II menggunakan campuran bentonit dan zeolit (0,5% : 0,5%) b/v, esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan HCl 1% (v/v) dan transesterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4% (b/v). memiliki kualitas biodiesel yang cukup baik untuk diterapkan pada skala besar. Produksi biodiesel dari penelitian utama menunjukkan bahwa sifat fisiko kimianya telah memenuhi mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel yaitu kadar air sebesar 0,048%, bilangan asam 0,82 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas 0,43%, densitas 886 kg/m 3, viskositas kinematik 5,41 mm2/s (cSt), Bilangan penyabunan 196,24 mg/g, kadar ester alkil 104,55% massa, bilangan iod 48,73 g I2/100 g, bilangan setana 63,15. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel malapari untuk bahan bakar mesin diesel 264
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
7 PK untuk menjalankan pompa air dengan tekanan gas sedang, menghabiskan minyak biodiesel sebanyak 1 liter selama 2 jam. Minyak biodiesel malapari lebih irit 1/2 jam (250 ml) dibandingkan dengan minyak solar dengan mesin diesel dan perlakuan yang sama. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel untuk bahan bakar mesin diesel 22 PK merk Kubota untuk menggerakkan mesin penggilingan padi selama 1 jam dengan konsumsi bahan bakar biodiesel 1268 ml lebih irit dibandingkan dengan pemakaian minyak solar yaitu sebesar 1.666 ml. Pada penelitian tahun 2014 telah dilakukan penyempurnaan proses pembuatan biodiesel nyamplung, malapari dan bintaro yang dihasilkan terdahulu. Proses degumming menggunakan larutan H3PO4 yang dilanjutkan dengan penambahan bentonit dapat menurunkan bilangan asam. Proses ini lebih baik dari pada menggunakan metode estran tanpa penambahan bentonit pada proses degumming dan zeolit pada proses esterifikasi. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji nyamplung telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SNI.04-7182-2006), yaitu densitas sebesar 887,5 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 5,64 mm2/s (cSt), kadar air dan sedimen 0,08%, kadar ester alkil 99,74% massa, kadar abu tersulfatkan 0,22% massa, bilangan asam 0,73 mg Basa/g, bilangan penyabunan 145,29 mg Basa/g, bilangan iodium 56,25 g I2/100 g, dan bilangan setana 71,21. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji malapari telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SNI-04-7182-2006), yaitu densitas sebesar 894 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,81 mm2/s (cSt), kadar air dan sedimen 0,24%, kadar ester alkil 97,25% massa, kadar abu tersulfatkan 0,18% massa, bilangan asam 0,73 mg Basa/g, bilangan penyabunan 219,35 mg Basa/g, bilangan iodium 53,30 g I2/100 g, dan bilangan setana 59,18. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji bintaro telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SNI.04-7182-2006), yaitu densitas sebesar 870 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 3,60 mm2/s (cSt), kadar air dan sedimen sebesar 0,22%, kadar ester alkil 102,45% massa, kadar abu tersulfatkan 0,07% massa, bilangan asam 0,47 mg Basa/g, bilangan penyabunan 178,95 mg Basa/g, bilangan iodium 78,45 g I2/100 g, dan bilangan setana 59,15. 1.3.
Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Selulosa dan Hemiselulosa (Bio-oil)
Untuk pembuatan bio-oil menggunakan teknik hydrothermal liquefaction rendemen minyak bio-oil dari serbuk gergajian kayu jati 60-80 mesh sebesar 67,26%, serbuk 80–100 mesh sebesar 68,13%, sedangkan serbuk gergajian kayu akasia mangium 60–80 mesh sebesar 69,79% dan serbuk 80 – 100 mesh sebesar 71,20%. Pembuatan bio-oil dari serbuk gergaji kayu sengon menggunakan teknik pirolisis lambat (slow pyrolysis) dengan suhu 350 – 500 oC, waktu 30 dan 60 menit, diperoleh rendemen bio-oil berkisar antara 5,29 –
265
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
7,99%, kadar fenol 3,71–3,82%; pH 2,83–3,11, berat jenis 1,16 – 1,17 g/cm3, nilai kalor 19,51–22,42 MJ/kg, dan daya nyala termasuk dalam katagori lambat – sedang. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat, fenol, dan furfural serta terdapat beberapa komponen yang mudah terbakar yaitu 2-propanon (CAS) aseton, benzene, 1,2,4 trimethylbenzene, dan 2-Furanmethanol (furfuril alkohol). Bio-oil yang optimum adalah suhu 500oC selama 30 menit, yang mempunyai karakteristik; rendemen liquid 43,75%, rendemen bio-oil sebesar 7,95%, kadar fenol 3,80%, pH 2,84, bobot jenis 1,116 g/cm3, nilai kalor 22,42 MJ/kg dan daya nyala sedang. Pembuatan bio-oil dari serbuk kayu, kulit kayu dan sludge menggunakan teknik pirolisis free fall pyrolysis dengan suhu 400– 550oC, diperoleh rendemen bio-oil berkisar antara 1–5%, kadar fenol 3,71– 3,82%, pH 2,83–3,11, berat jenis 1,16–1,17 g/cm3, nilai kalor 8,97- 9,28 MJ/kg (hanya sampel serbuk kayu pada suhu 500 dan 550oC), dan daya nyala termasuk dalam katagori tidak terbakar sampai katagori sedang. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam-asam terutama asam asetat, dan fenol serta terdapat beberapa komponen zat yang mudah terbakar yaitu aseton, benzene, dan furfuril alkohol. Bio-oil tertinggi adalah suhu 550oC dengan bahan baku serbuk kayu mahoni yang mempunyai karakteristik; rendemen liquid 43,75%, rendemen bio-oil sebesar 5,95%, kadar fenol 3,80%, pH 2,98, bobot jenis 1,116 g/cm3, nilai kalor 22,42 MJ/kg dan daya nyala lambat. Kulit kayu mahoni dan sludge kertas menghasilkan bio-oil yang sangat rendah yaitu 1 dan 1,1%. Informasi teknik pembuatan bio-oil dengan bahan baku rumput gelagah (Saccharum spontaneum) dengan menggunakan teknik pirolisis cepat (fast pyrolisis) dengan alat free fall reactor. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu pirolisis dan ukuran bahan. Hasil sementara menunjukkan bahwa rumput gelagah dapat digunakan sebagai bahan baku bio-oil dengan karakteristik kadar air 8,12%, kadar holoselulosa 51,32%, alpha selulosa 33,22% dan kadar hemiselulosa 18,10%. Rendemen liquid tertinggi diperoleh pada ukuran 40 mesh, suhu 550oC yaitu: 30,88%, kadar fenol 7,58%, pH 2,62; bobot jenis 1,1108 g/cm3, nilai kalor 25,29 MJ/kg dan daya nyala lambat. 1.4.
Teknologi Pengolahan Bio-kerosene
Nyamplung dan kemiri sunan dapat dibuat menjadi biokerosin melalui tahapan degumming dengan menggunakan asam phospat 1% yang ditambahkan dengan bentonit yang dilanjutkan dengan pencucian dan pengeringan. Sifat fisik biokerosin nyamplung asal Sumbawa relatif lebih baik dibanding dengan biokerosin nyamplung asal Lombok namun sebaliknya dengan sifat kimianya. Rendemen rata-rata untuk biokerosin nyamplung asal Lombok dengan penambahan bentonit 7% mencapai nilai tertinggi yaitu 81% sedangkan untuk nyamplung asal Sumbawa mencapai nilai tertinggi pada penambahan bentonit 6%. Selanjutnya, Rendemen biokerosin kemiri sunan mencapai nilai 266
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
tertinggi pada penambahan bentonit sebanyak 5% dan 9% yaitu 91%. Biokerosin dapat diaplikasikan dengan cukup baik pada kompor minyak tanah (semawar) dengan dicampurkan minyak tanah 25-50%.
IV. PENUTUP A.
Kesimpulan Hasil hutan bukan kayu merupakan komoditas yang sangat beragam dan mempunyai nilai ekonomi meskipun pemanfatannya masih sebatas sebagai bahan baku atau bahan setengah jadi. Untuk meningkatkan nilai tambah dari HHBK tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pemanfaatan yang berupa produk olahan lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian, HHBK ternyata mempunyai potensi yang cukup beragam untuk dimanfaatkan antara lain sebagai biocosmetic, bio-medicine, bio-sensor, dan lain-lain. Sedangkan buah atau biji tanaman hutan dan serbuk gergaji berpotensi sebagai bio-ethanol, bio-diesel, bio-oil dan bio-kerosene sebagai sumber energi terbarukan. B.
Saran Pemanfaatan HHBK perlu terus dikembangkan dengan memanfaatkan produk-produk turunannya sehingga manfaat yang diperoleh sangat beragam sehingga dapat meningkatkan nilai tambah HHBK tersebut.
267
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 1. Daftar output RPI 22 (Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu) tahun 2010 -2014 No
22.1.1
Judul Penelitian Luaran 1 : Teknik pengolahan dan pemanfaatan HHBK peningkatan nilai tambah dan pe-menuhan kebutuhan industri Teknologi pengolahan dan pemanfaatan jernang untuk peningkatan nilai tambah
Tahun
2013
Perbandingan sifat fisiko kimia 5 jenis Jernang
2013
Jernang (dragon bloods) berpotensi sebagai antioksidan dan koagulan Aktifitas antioksidan dan antikoagulasi resin jernang Dragon’s blood indigenous from jambi province potentially prospective to be developed
2013
2014
2015
22.1.2
268
Teknologi pengolahan dan pemanfaatan tengkawang untuk peningkatan nilai tambah
Judul Publikasi
2012
2012 2014
Aktifitas antijamur, antibakteri dan penyembuhan luka ekstrak resin jernang Sifat fisika-kimia lemak tengkawang dari empat jenis pohon induk Pemanfaatan tengkawang Karakteristik lemak hasil ekstraksi buah tengkawang asal Kalimantan Barat menggunakan dua macam pelarut
Media
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) 2013 Poster 2013
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) 2013 Internationals Seminar Proceedings, Forest & Medicinal Plants for Better Human Welfare Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 33, 2015 (Proses Cetak) Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30, (4) Des. 2012 FORPRO Vol.1, 2012 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 (1) 2015
Penulis
Totok K. Waluyo
Totok K. Waluyo & Gunawan Pasaribu Totok K Waluyo & Gunawan Pasaribu Totok K Waluyo
Totok K. Waluyo, Gunawan
Raden Esa Pangersa G, Zulnely & Evi Kusmiyati Raden Esa Pangersa G. Esa Pangersa , Zulnely
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
22.1.3
Judul Penelitian
Tahun 2014
Teknologi dan pemanfaatan Dryobalanops sp untuk peningkatan nilai tambah
2013
2013
2013
2014
2014
2014
2014
22.1.4
Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano karbon
2013
Judul Publikasi Pemurnian beberapa jenis lemak tengkawang dan sifat fisiko kimianya Catatan perjalanan ke pulau Lingga dalam rangka ekslporasi Dryobalanops sp Potensi pemanfaatan minyak dan kristal Dryobalanops aromatica untuk kosmetik dan obat Dryobalanops, the Indonesia potential tree species endangered to become almost extinct Analisis senyawa kimia Dryobalanops aromatic Pemanfaatan minyak Dryobalanops aromatic Gaertn. sebagai bahan pewangi alami Etnopharmacology and antioxidant activity of Dryobalanops aromatica
Menyingkap manfaat Dryobalanops Karakterisasi struktur nano karbon dari lignoselulosa
Media Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 (1) 2015 Majalah Forpro Vol.2 (2) Des. 2013
Penulis R. Esa Pangersa Gusti, Zulnely
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Pustekolah 2013 Proseeding of INAFOR 2013
Gunawan Pasaribu, Gusmailina, S. Komarayati, Zulnely, Erik Dahlian Gusmailina & Gunawan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 32 (1) Maret 2014 Jurnal Penelitian Hasil Hutan 32 (3) Sept. 2014
Gunawan P., Gusmailina, S. Komarayati, Zulnely Gunawan Pasaribu, Gusmailina, S. Komarayati
Internationals Seminar Proceedings, Forest & Medicinal Plants for Better Human Welfare FORPRO Vol 3 (1) April 2014
Gunawan Pasaribu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) Maret 2013
G. Pari, A. Santoso, Dj. Hendra, Buchari, A. Maddu, M. Rachmat, M. Harsini, T. Herianto dan S. Darmawan
Gusmailina dan sri Komarayati
Gunawan Pasaribu
269
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No 22.1.5
Judul Penelitian Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store
Tahun 2011
Judul Publikasi Produksi cuka kayu hasil modifikasi tungku arang terpadu Arang dan cuka kayu produk hasil hutan bukan kayu untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan serapan hara karbon Kombinasi pemberian arang hayati dan cuka kayu terhadap pertumbuhan jabon dan sengon Pengaruh arang dan cuka kayu terhadap peningkatan pertumbuhan dan simpanan karbon
Media Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. 29 (3) 2011 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) 2013
Penulis Sri Komarayati, Gusmailina & Gustan Pari Sri Komarayati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (1) 2014
Sri Komarayati & Gustan Pari
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (4) 2014
Sri Komarayati, Gusmailina, Gustan Pari
2013
Teknik produksi ragi untuk pembuatan bio etanol
Draft Publikasi-
Djarwanto
2012
Penyempurnaan kualitas gaharu dengan impregnasi resin Mengenal Gaharu
Prosiding Hasil Penelitian tahun 2012
Jamal Balfas
Majalah Forpro Vol.1 (1) 2012 Prosiding Hasil Penelitian tahun 2012
Jamal Balfas
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (4) 2012
Totok K Waluyo dan F. Anwar
Journal of Forestry Research 2015
Gunawan Pasaribu, Totok K. Waluyo, Gustan Pari
2013
2014
22.1.6
22.1.7
Teknik produksi ragi untuk pembuatan bio etanol Penyusunan standar mutu gaharu
2012 2012
2012
2014
270
Standar mutu gaharu: Evaluasi & penyempurnaan SNI 7631:2011 Identifikasi komponen kimia empat kelas mutu gaharu (Kacangan B, Teri B, Medang A dan Medang B) Analysis of chemical compound distinguisher for agarwood qualities
Totok K Waluyo
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Judul Penelitian
Tahun 2013
2013
2014
2014
22.1.8
22.1.9
22.2.1
Teknologi penyulingan gaharu Teknologi pemanfaatan dan pengolahan limbah penyulingan gaharu Luaran 2 : Teknik Pengolahan BBN Berbasis Tanaman Kehutanan Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bioetanol)
Judul Publikasi Analisis senyawa kimia penanda kualitas gaharu
Media Proseeding Mataram 2013
Analisis komponen kimia beberapa kualitas gaharu dengan kromatografi gas spektrometri massa Keragaman senyawa sesquiterpena pada dua jenis Aquilaria
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (3) Sept. 2013
Gunawan Pasaribu, Totok K.Waluyo
Teknik penyulingan gaharu
Seminar
Gunawan Pasaribu, T. K. Waluyo, Gustan Pari -
-
Teknik pemanfaatan dan pengolahan limbah penyulingan gaharu
Seminar
-
2011
Pembuatan bioetanol dari empulur sagu (Metroxylon spp.) dengan menggunakan enzim Teknologi pengolahan bioetanol dari biji mangrove jenis apiapi (Avicennia merina)
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (1) 2011
Sri Komarayati, Ina Winarni & Djarwanto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Tahun 2012
Sudradjat, D. Hendra, H. Roliadi, Sri Mulyani dan D. Setiawan
-
2012
Rancangan standard mutu gaharu
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Pustekolah 2014 Seri 5 IPTEK Kehutanan, 2014
Penulis Gunawan Pasaribu, Totok K.Waluyo, Gustan Pari Gunawan Pasaribu, Totok K. Waluyo dan Gustan Pari
271
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
22.2.2
Judul Penelitian
Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (Biodiesel)
Tahun 2014
Judul Publikasi Komponen kimia sepuluh jenis kayu kurang dikenal: Kemungkinan penggunaan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol Pembuatan biodisel dari biji kesambi
Media Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (3) Sept. 2014
Penulis Arya Sokanandi, Gustan Pari, Dadang Setiawan & Saepuloh
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (4) 2010
Djeni Hendra
Pembuatan biodiesel dari biji kepuh dengan proses tranesterifikasi Potensi beberapa hasil hutan bukan kayu (HHBK) sebagai bahan baku biodisel
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (2) 2010
Djeni Hendra
Majalah Forpro Vol.1 (2) Des. 2012
Ari Widianto, M. Siarudin
2011
Aplikasi biodiesel nyamplung untuk bahan bakar motor
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Tahun 2011
2014
Pembuatan biodiesel dari biji kemiri sunan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (1) Maret 2014 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) Des. 2013
Sudradjad, Sahirman, D. Hendra, S. Wibowo dan D. Setiawan Djeni Hendra
2010
2010
2012
22.2.3
Teknologi pengolahan BBN berbasis selulosa dan hemiselulosa (Bio-oil)
2013
Karakteristik Bio-oil serbuk gergaji sengon menggunkan proses pirolisis lambat
22.2.4
Teknologi pengolahan Biokerosene
2013
Teknik pengolahan biokerosin berbahab baku nyamplung
272
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian BPPHHBK Mataram, 2013
Santiyo Wibowo
Nurul Wahyuni, Saptadi Darmawan, Djeni Hendra
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 1. Daftar outcome RPI 22 tahun 2011 – 2013 No
Output/Kegiatan
Pemanfaatan
Keterangan
1.
Konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Gaharu
RSNI
(Konseptor)
2.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7940:2013 Kemenyan
SNI
(Konseptor)
3.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7898:2013 Kulit gemor (Konseptor)
SNI
(Konseptor)
4.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7942:2013 Getah Jelutung (Konseptor)
SNI
(Konseptor)
5.
Sosialisasi Pengolahan Biji Tengkawang
Kelompok Tani Tengkawang di Sanggau, Kalimantan Barat
Sosialisasi
6.
Sosialisasi Teknik Pemanenan dan Proses Pengolahan Getah Jelutung
Kelompok Tani Kehutanan di Indragiri Hulu, Riau
Sosialisasi
7.
Pemungutan dan Pengolahan HHBK (kelompok resin dan getah)
Pelatihan GANIS/WASGANIS PHPKLJIPOKTAH Di BP2HP Pontianak, Aceh, Pekanbaru dan Lampung
Bahan ajar
8.
Peningkatan dan Pemanfaatan Mutu Gaharu Kualitas Rendah
Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan untuk Mendukung KPH
Sosialisasi
273
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
RPI 23 PEREKAYASAAN ALAT DAN SUBSTITUSI BAHAN PEMBANTU Koordinator: Wesman Endom, M.Sc. e-mail:
[email protected]
RINGKASAN EKSEKUTIF Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu (RPI 23) bertujuan untuk menghasilkan prototipe alat dan formulasi bahan pembantu industri hasil hutan dalam upaya meningkatkan efesiensi, peningkatan nilai tambah dan produktivitas. RPI dimaksud dilaksanakan hanya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Perekayasaan alat dan substitusi bahan pembantu menghasilkan 2 prototype dan 1 formula, yaitu: 1) Prototipe alat pemanenan hasil hutan; 2) Prototip alat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu; dan 3) Formula substitusi bahan pembantu pengolahan kayu dan bambu. Prototipe alat bantu pemanenan kabel layang berukuran relatif kecil, diperoleh melalui uji coba dan perbaikan sejak tahun 2010. Setelah terjadi perubahan penempatan reducer dengan gigi eksentrik dan merubah ukuran gigi dari 50 ke ukuran gigi 60 dengan gir model sepasang, serta ada inovasi pengunci (stopper) kereta layang sesampai di tempat pengumpulan, pengeluaran kayu lebih mudah dan lancar. Produktivitasnya 1,76 m3/jam pada jarak 150-420 m. Biaya ekstraksi Rp 80.346/m3. Alat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu mencakup: a) Rekayasa pengeringan hemat energi dengan memaksimalkan panas tenaga surya. Uji coba kayu mindi per m3 dari kondisi basah sampai kadar air 15% butuh tambahan tenaga listrik 51,7 Kwh dan minyak solar 14 liter atau biaya sebesar Rp 100.800/m3. Jasa pengeringan ini terhitung murah karena di industri pengeringan biayanya berkisar Rp 200.000-Rp 250.000/m3 untuk kapasitas minimal 30 m3. b) Rekayasa mesin penghasil energi dari bahan nabati. Rekayasa alat degumming multi fungsi yang dapat digunakan untuk beragam bahan baku seperti kepuh (Sterculia foetida L), dan minyak jarak pagar (Jatropha curcas L). Uji coba pada biji kepuh berhasil mempercepat proses pembuatan biodisel dengan cara pengoprasian lebih praktis dan mengurangi katalis methanol. Keunggulan reaktor hasil rekayasa ini dapat digunakan sebagai alat esterifikasi
275
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dan transesterifikasi serta pemurnian minyak biodiesel. Hasil minyak biodiesel memenuhi standar biodiesel Indonesia (SNI 04-7182-2006). c) Rekayasa alat pengolah bio-oil dari bahan berlignoselulosa (serbuk gergaji). d) Rekayasa alat pemisah gliserol pada biodesel. Hasil uji coba memperlihatkan kondisi optimum pemisahan biodiesel dan gliserol pada putaran 850 rpm dalam waktu 5 menit menghasilkan 85% biodiesel nyamplung. Rendemen masih di bawah cara pengendapan konvensional selama 12-16 jam dengan rendemen sekitar 95%. Alat ini bisa digunakan untuk pemisahan biodiesel dan gliserol dari proses pembuatan biodiesel (degumming, esterifikasi dan transesterfikasi). e) Alat pengolah bio-etanol. Penelitian berhasil menyederhanakan pembuatan etanol dalam dua tahap yakni pada reactor I melakukan teknik SSF yakni fermentasi, sakarifikasi dan pasteurisasi dalam satu proses dan pada reaktor II destilasi dengan menggunakan dua pendingin berbeda. Pendingin-I pemisah uap air dan uap etanol, pendingin-II mendinginkan uap etanol yang masuk di pipa penyekat menjadi etanol berkadar tinggi. Kadar bio-etanol nira nipah 70-94,5%, aren 6085% dan kelapa 83-95%. Rendemen nira nipah 13,5%, kelapa dan aren 15%. f) Perangkat identifikasi kayu otomatis berbasis citra makroskopis. Telah dicoba 30 jenis kayu, arsitektur dan variable input yang ditemukan sudah memiliki kemanpuan sangat baik dalam pelatihan dan pengenalan yang mencapai 100%, dan pengenalan untuk data uji sebesar 85%. g) Rekayasa prototipe portable chipper dan pengepres chip. Prototipe awal dilengkapi pisau ukuran 10 cm dan teromol kabel layang. Prototipe kedua pisau potong diganti menjadi ukuran 20 cm yang dilengkapi media pengulitan, pemotong batang, pengasah pisau dan tahun 2013 dilengkapi lagi dengan conveyor. Kinerja prototipe awal 380 kg/jam, prototype kedua 582 kg/jam dan hasil modifikasi prototipe kedua Rp 107/kg. Formula substitusi bahan pembantu pengolahan kayu dan bambu mencakup: a) Formula bahan pengawet dan stabilisasi dimensi dengan bleng, Spo (sabun pine oil) dan Sca (sabun crelic acid), yang dalam konsentrasi tertentu dapat meningkatkan keawetan dan stabilisasi kayu dan bambu. b) Formula pendeteksi senyawa seskuiterpena dan khromon yang menimbulkan aroma wangi gaharu dengan cepat secara kualitatif menggunakan pereaksi 2 ml chloroform dan 3 ml H2SO4 (senyawa seskuiterpena) dan menggunakan KLT (khromatografi lapis tipis) yang dielusi dengan pelarut etil assetat, chloroform dan benzene dengan nisbah 5 : 1 : 4 (senyawa khromon).
276
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
I. PENDAHULUAN Undang-Undang Pokok Kehutanan No 41 tahun 1999 membagi hutan berdasarkan fungsinya ke dalam 3 bagian yakni sebagai fungsi lindung, fungsi produksi serta fungsi konsevasi dan wisata. Pembagian ini dimaksudkan agar keberadaannya sebagai kekayaan alam dan anugerah sumber kehidupan, tetap terjaga dan terkelola dengan baik secara bekelanjutan,dalam upaya menuju tercapainya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Kini hutan produksi tanaman dan hutan rakyattelah bisa memberi andil cukup besar dalam upaya memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu. Hal ini tidak lain terjadi karena kemampuan pasokan dari hutan alam sudah jauh merosot( Soenarno, et al., 2013) Terkait dengan itu, Badan Litbang Kehutanan dituntut akselerasinya untuk mampu memberikan dukungan dalam banyak hal, antara lain upaya terhadap peningkatan efisiensi produksi industri hasil hutan, teknologi pemanenan yang produktif dan ramah lingkungan, efisiensi manfaat penggunaan bahan berkayu (keawetan dan stabilisasi hasil hutan) dan peningkatan hasil-hasil hutan non kayu seperti rotan, getah, damar dan material lainnya. Dengan upaya di atas, diharapkan terjadi ektensifikasi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya peningkatan nilai tambah produk dengan antara lain meningkatkan keawetan dan kekuatan kayu, menjaga kestabilan kayu dari kembang susut yang tinggi, peningkatan nilai tambah limbah tebangan, getah, resin dan minyak atsiri, pemanfaatan daun, buah, kulit, akar untuk diambil minyaknya, dan sebagainya (Strategi Kementerian Kehutanan 2010-2014). Bersamaan dengan harapan itu, untuk lebih memudahkan pemanfaatan hasil hutan kayu maka diperlukan pengenalan jenis kayu yang hemat, cepat, dan akurat. Terkait dengan upaya pemenuhan pasokan kebutuhan kayu, penggunaan berbagai alat berat dalam kegiatan pemanenan kayu amat penting. Namun, dengan tingginya harga impor alat maupun bahan pembantu, menyebabkan pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu tidak maksimal. Sementara di sisi lain, sinyalemen dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan akibat penggunaannya juga telah banyak dikritisi banyak pihak, baik LSM di dalam maupun di luar negeri. Pada fakta yang lain, alat-alat berat dan canggih belum tentu bisa dioperasikan langsung di lapangan, karena terbatasnya akses (jalan dan jembatan) dan kondisi medan yang sulit. Kondisi ini menyebabkan pembuatan kedua prasarana angkutan menjadi sangat sulit dan mahal. Oleh karena itu, tidak berlebihan selayaknya hal ini bisa menjadi pendorong untuk tumbuhnya invensi di bidang rekayasa alat dan substitusi bahan pembantu. Dengan demikian, di samping tetap memperhatikan sisi-sisi ekonomi, teknis, sosial, dan
277
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
lingkungan, juga hal ini bisa mendorong tumbuh kembangnya industri peralatan tepat guna di dalam negeri. Untuk mengantisipasi kendala tersebut, pada periode 2010-2014, Pustekolah melalui salah satu amanahnya ditugaskan untuk menjadi bagian dari upaya solusi praktis mendukung program pembangunan nasional kehutanan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, RPI 23 telah diarahkan dengan tujuan untuk bisa menghasilkan rekayasa alat dan substitusi bahan pembantu dengan 3 luaran yaitu : a. Luaran 1. Prototipe alat pemanenan hasil hutan, dengan kegiatan rekayasa alat bantu pemanenan kayu dan non kayu : Alat bantu ekstraksi di daerah curam. b. Luaran 2. Prototipe alat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu, dengan kegiatan: (1) Rekayasa mesin penghasil energi dari bahan nabati, (2) rekayasa alat steaming pengeringan kayu, (3) rekayasa mobile chipper dan pengepres chip, (4) rekayasa alat pembuatan wood pellet untuk industri kecil, (5) rancangan sistem identifikasi kayu secara otomatis. c. Luaran 3. Formula substitusi bahan pembantu pengolahan kayu dan bambu, dengan kegiatan: (1) Formula pereaksi pendeteksi gaharu, (2) Formula bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu dan bambu. Secara keseluruhan, ada 8 aspek amanah yang diemban oleh Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, yaitu: a. Keunggulan dalam proses pengolahan hasil hutan; b. Memperkuat keunggulan kompetitif produk; c. Cost-eficiency untuk menghasilkan harga yang bersaing, peningkatan kualitas produk dan desain; d. Kompetisi bernuansa isu lingkungan; e. Pemanfaatan dan pengembangan bahan baku (pemanfaatan lesser-used dan lesser-known species dan bahan berlignoselulosa untuk menjembatani gap kebutuhan bahan baku); f. Optimasi proses produksi (peningkatan kualitas, diversifikasi); g. Rekayasa alat produksi dan bahan pembantu (proper technology, ramah lingkungan dan peningkatan pendayagunaan potensi domestik/local content); h. Analisis pasar serta pengembangan produk baru (new and improved products) terutama panel kayu, pulp dan kertas. Itulah beberapa research question pada RPI 23 yang perlu diantisipasi dan dicari jawabannya, dan khusus untuk pengeluaran kayu, alternatif solusi sudah didapatkan dengan hasil cukup memadai. Namun demikian, untuk lebih meyakinkan atas hasil yang telah diperoleh, perlu ada verifikasi operasional pada skala lebih besar dengan pengguna, misalnya Perum Perhutani atau APHI atau pihak pengguna lainnya, yang diharapkan dapat dilakukan dalam bentuk 278
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
berbagai kerjasama, sehingga kekurangan yang kemungkinan masih terjadi dapat segera diperbaiki bagi peningkatan mutu dan kuantitas produknya. II.
METODE SINTESIS
Sintesis RPI 23 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah dan berdasarkan tinjauan pustaka. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III.
SINTESA HASIL PELAKSANAAN RPI
Kegiatan penelitian tahun 2010 sebelum RPI 2011-2014 (revisi) sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010, yaitu:
1.
Rekayasa Alat Kupas Kayu dan Meja Gergaji Mobile untuk Meningkatkan Pemanfatan Kayu Berdiameter Kecil
Kegiatan ini merupakan tambahan dari kegiatan rekayasa mesin kabel layang mengingat besarnya limbah di lapangan. Kegiatan ini hanya dilakukan pada tahun 2010. Sebagaimana diketahui limbah tebangan kayu jumlahnya cukup melimpah maka akan dapat ditingkatkan nilai tambahnya apabila bisa dilakukan pengolahan, misalnya menjadi barang setengah jadi seperti balok, galar, kaso, reng, dan papan, tergantung pada ukuran bahan dan jenis kayu limbah tebangan yang tersedia. Contoh limbah tebangan misal batang bekas penyadapan pinus, batang kayu bengkok, pecah dan cabang yang berdiameter > 10 cm. Upaya peningkatan nilai dilakukan dengan mencoba melalui pembuatan rekayasa prototipe alat meja penggergajian mobile. Untuk meja penggergajian, digunakan penggeraknya mesin disel dan pengolahan dapat langsung dilakukan di lapangan. Produktivitas pembuatan dolok menjadi balok dengan cara membuang kulit di keempat sisi dolok sebesar 1,4700 m3/jam. Dari balken bisa dibuat jadi kayu persegian dan diolah lebih lanjut menjadi papan ukuran 3 cm x 10 cm x 120 cm, kaso ukuran 3 cm x 8 cm x 120 cm, galar ukuran 3 cm x 4 cm x 120 cm dan reng ukuran 2 cm x 3 cm x 120 cm. Pada prototipe ini bisa dipasang 3 gergaji bulat berdiameter 40 cm pada berbagai jarak. Untuk meja gergaji mobile hasil analisis biaya memperlihatkan bila meja penggergajian disewakan dengan biaya sewa sebesar Rp 40.000/m3 diperoleh NPV sebesar Rp 28.050.555 dengan IRR 66%. Adapun model alat hasil rekayasa tersebut seperti pada Gambar 1. 279
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Gambar 1. Pemanfaatan potongan limbah dan percobaan penggergajian balok menjadi 4 buah papan sekali jalan.
2.
Rekayasa Sistem Pengeringan Hemat Energi dengan Memaksimalkan Pemanfaatan Panas Surya
Kegiatan ini dilakukan tahun 2009-2010, dan telah menghasilkan 1 unit ketel uap (boiler) kapasitas 300 liter air dan 1 panel sel surya (solar cell) dari bahan yang mudah diperoleh serta ruang pengeringan tenaga surya. Sistem pengumpul panas menggunakan sel surya sederhana yang dirancang dari bahan yang mudah diperoleh, selain untuk sumber panas pengeringan kayu dan bahan lignoselulosa lain, juga untuk pengukusan kayu (steaming treatment) yang merupakan salah satu perlakuan dalam kegiatan pengolahan kayu. Tujuannya agar biaya pengolahan bisa ditekan seminim mungkin melalui satu sistem pemanfaatan energi secara terpadu. Sistem kerjanya: air dalam ketel uap (Gambar 2c) dipanaskan dari sumber panas yang dikumpulkan oleh sel surya (Gambar 2b). Suhu maksimum yang dapat dicapai dari panas surya 70oC (Basri, 2010). Untuk mencapai titik didih air 100oC, dibantu dengan heater. Uap panas kemudian dialirkan ke dalam ruangan pengering (Gambar 2a) melalui pipa-pipa (Gambar 2d). Dengan bantuan kipas yang dipasang dalam ruang pengering, maka panas dialirkan secara merata ke seluruh permukaan kayu (Gambar 2e). Pada tahun 2010, uji coba kayu mindi per m3 dari kondisi basah sampai mencapai kadar air 15% hanya membutuhkan tambahan energi listrik 51,7 Kwh dan minyak solar 14 liter, atau biaya pengeringannya Rp 100.800/m3. Ini terhitung murah untuk kapasitas UKM. Pada saat itu, biaya atau jasa untuk mengeringkan kayu di industri berkisar antara Rp 200.000 – Rp 250.000/m3 untuk kapasitas minimal 30 m3. Sampai saat ini alat tersebut masih digunakan untuk mengeringkan kayu, baik untuk keperluan peneliti dan mahasiswa, maupun pengguna lain yang membutuhkan pengeringan. Sistem pengeringan dengan sumber panas sinar matahari dan prosesnya sudah diajukan ke Dirjen HAKI pada tahun 2013 untuk proses paten, dengan No P.00201300097. 280
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
a
b
c
d
e
Gambar 2. Rekayasa alat pengering tenaga surya dan bagian-bagian utamanya Keterangan : a : Bangunan pengeringan; b : Pengumpul panas matahari; c : Ketel uap (boiler); d : Pipa-pipa penyalur panas; e : Tumpukan kayu yang dikeringkan
Luaran 1. Prototipe Alat Pemanenan Hasil Hutan 1.1.
Rekayasa Alat Bantu Pemanenan Kayu dan Non Kayu : Alat Bantu Ekstraksi di Daerah Curam
Untuk mencapai luaran ini telah dilakukan pembuatan dan ujicoba prototipe alat bantu ekstraksi kayu. Sebagai tahap awal dibuat prototipe sederhana dengan ukuran lebih kecil dibanding prototipe Generasi Expo-2000 (2010). Hal ini dimaksudkan agar alat mudah diangkut dan dipindah di lapangan, dengan catatan kekuatannya diharapkan tetap kurang lebih sama. Pada prototipe ini diterapkan pendekatan penggunaan semacam crane, yakni sebuah alat berat yang mempergunakan kabel sebagai media penarik menggunakan media katrol ganda alat untuk memperingan kemampuan mengangkat benda dibanding katrol tunggal. Rancangan prototipe ini kemudian dirobah dengan model penggunaan satu gigi eksentrik. Gigi eksentrik yaitu media yang dibuat dari besi pipa pejal yang dibubut tidak persis pada lingkaran tengah, sehingga setelah dipasang pada rangka, gerakan putarannya bisa dipakai penghubung putaran pada media lain, seperti teromol untuk menarik kabel yang terhubung dengan kereta kayu kabel layang. Keberadaan gigi eksentrik ini dipasang dengan alat pengecil putaran (reducer) yang terhubung dengan dua teromol (2011). Berdasarkan pengalaman lapangan, model prototipe 2011 kemudian dirobah lagi menjadi menggunakan dua gigi eksentrik dengan satu reducer (2012). Pengujian menunjukkan bahwa konstruksi seperti ini masih mengalami
281
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
kelemahan terutama pada dudukan gigi eksentrik maupun reducer (2012). Oleh karena itu perlu dirubah ke konstruksi yang lebih kokoh. Dari berbagai pengalaman itu, maka pada tahun 2013 direkonstruksi dimana pemasangan gigi eksentrik ditempatkan sebelum reducer sehingga beban muatan kayu dan kabel dapat terantisipasi lebih baik. Selain itu juga dilakukan penggantian ukuran rantai dari ukuran 50 menjadi 60 yang dibuat dalam sistem sepasang. Pada rekayasa prototipe sebelumnya, ukuran rantai selalu mempergunakan ukuran 50 dan bersifat tunggal. Saat ini, model prototipe mesin penarik kayu sistem kabel layang yang dibangun tahun 2013 telah berhasil mengeluarkan kayu dengan lancar dan mudah. Keberhasilan itu juga didukung oleh sistem muat/angkat dan bongkar kayu yang mempergunakan sistem takel dengan kereta layang lebih sederhana dan lebih ringan. Di sisi lain, keberhasilan pengeluaran kayu sistem kabel layang ini juga didukung oleh inovasi alat yang disebut dengan stopper, yakni alat yang dipasang pada kabel utama berfungsi untuk mengunci kereta muatan sesaat sampai di tempat pengumpulan kayu. Secara ringkas perjalanan dan perkembangan pembuatan prototipe alat pengeluaran kayu sistem kabel layang yang dilakukan selama periode 2010-2013 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik model prototipe alat pengeluaran kayu kabel layang 2010-2013 No Lokasi uji coba Kelengkapan mesin
Awal (2010) Cibanteng, Ranca Parang, Cianjur dan G.Walat, Sukabumi Tanpa gigi eksentrik, dilengkapi penggunaan katrol ganda, satu teromol
Model konstruksi prototipe alat Perbaikan tahap I Perbaikan tahap II (2011) (2012) Cikeuyeup, Campaka, Cianjur Sukabumi
Perbaikan akhir (2013) Cibatu, Leles Cianjur
Satu gigi eksentrik, dua reducer tanpa katrol ganda, dipasang dua teromol
Dua gigi eksentrik, dua reducer, dua teromol dengan posisi menyilang tanpa katrol ganda
Kereta kabel layang
Model gantung sistem penguncian baut, ulir cepat aus
Model kotak serupa model peluru, tidak berhasil, dicoba satu sistem takel
Kelengkapan kereta layang
Tidak ada
Tidak ada
Dua gigi eksentrik, dua reducer, tanpa katrol ganda, dioperasikan dua teromol Kombinasi bagian kereta wisata dengan model gantung sistem baut Tidak ada
Kontrol operasi mesin
Maju mundur mudah, tinggal menarik atau mendorong tongkat dari box marine
Hanya ada satu pilihan penggunaan teromol,tergantung kendali tuas gigi eksentrik, dan maju atau mundur
Ada dua pilihan pemakaian teromol bersamaanatau sendiri-sendiri, tergantung
282
Kereta baru lebih sederhana, dan dikombinasi dengan dua sistem takel Stopper, untuk mengunci kereta muat sesaat sampai di tempat pengumpulan Ada dua pilihan pemakaian teromol bersamaan atau sendiri-sendiri, tergantung
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
No
Awal (2010)
Kendala yang masih terjadi
Gangguan pada konstruksi katrol ganda dan putaran kabel licin. Butuh persediaan kabel lebih banyak untuk bisa dipasang pada sistem penarikan katrol ganda
Mesin/daya
Mesin bensin 6 HP
Kecepatan Cara kerja
70 m/menit Operasi untuk satu arah
Kinerja
< 0,3 m /jam < 1 liter /jam 50 – 350 m Rp 108.546/jam Rp 61.758/m3
BBM Jarak Biaya operasi Biaya Rp/m3)
3
Model konstruksi prototipe alat Perbaikan tahap I Perbaikan tahap II (2011) (2012) tinggal menarik kendali tuas gigi atau mendorong eksentrik, maju tongkat dari box atau mundur marine teromol tinggal menarik atau mendorong tongkat dari box marine Gangguan terjadi Gangguan pada pada konstruksi konstruksi dudukan gigi dudukan gigi eksentrik sehingga eksentrik dan menyebabkan reducer sehingga keruskan pada gir menyebabkan dan putaran rantai kerusakan pada tidak normal gir dan putaran rantai tidak normal Mesin bensin 6 HP Mesin diesel 13 dan diesel 6 HP HP 70 – 100 m/menit 70 – 100 m/menit Operasi untuk satu Operasi bisa arah untuk dua arah 3
0,30-1,42 m /jam < 1 liter/jam 200 m Rp 111.975 Rp 76.843 per m3
3
0,75 m /jam < 1 liter/jam 400 m Rp 111.975 /jam Rp 145.491 per m3
Perbaikan akhir (2013) kendali tuas gigi eksentrik, maju atau mundur teromol tinggal menarik atau mendorong tongkat dari box marine Pada awalnya masih ada sedikit gangguan namun setelah diperbaiki tak ada lagi gangguan pada kons-truksi dudukan gigi eksentrik, reducer atau lainnya. Mesin diesel 13 HP 70 – 150 m/menit Operasi bisa untuk dua arah dan bisa kontinyu 0,75- 2,15 m3/jam 1-1,2 liter/jam 160 m Rp 138.588/jam Rp 80.346 per m3
Dari Tabel 1 terlihat perubahan dan perbaikan model prototipe yang kini konstruksinya telah berhasil diuji coba dengan hasil baik. Sejauh mana karakteristik dari prototipe yang dibangun tahun 2013 ini disajikan pada Gambar 3. Dengan sistem takel, pengangkatan kayu tidak diperlukan tenaga besar, demikian pula pada saat penurunan, sekalipun untuk muat bongkar itu posisi kereta layang berada cukup tinggi (> 3 m). Pada pengeluaran kayu sistem kabel layang sebelumnya, terlebih dahulu harus dibuat panggung atas maupun bawah. Panggung yaitu wahana yang disiapkan untuk membantu kemudahan saat mengangkat dan menurunkan muatan kayu. Pembuatan kedua panggung itu di samping tidak mudah, juga pelaksanaannya cukup beresiko tinggi, karena kayu yang harus digotong untuk bisa diangkat/diturunkan cukup berat. Panggung ini dibuat dari bahan kayu dan atau bambu, dan dipersiapkan pada lokasi untuk muat atau bongkar. Dengan sistem takel, tidak ada kesulitan dan tidak perlu ada panggung.
283
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Gambar 3. Prototipe mesin alat angkut sistem kabel layang (kiri), teknik muat dan bongkar kayu dengan sistem takel (tengah) dan penguncian kereta kayu sesaat sampai di tempat pengumpulan dengan media stopper.
Biayanya investasi pembuatan alat sebesar Rp 72.500.000 dan biaya pemilikan dan pengoperasian dengan satu teromol sebesar Rp 80.346/m3. Bila teromol kedua bisa dioperasikan biaya pengeluaran kayu pada medan sulit bisa diturunkan menjadi sekitar Rp 40.200/m3. Biaya pengeluaran kayu dengan cara manual pada medan sulit bisa mencapai Rp 200.000 s/d Rp 300.000 per m 3. Analisis finansial dengan simulasi penyewaan sebesar Rp 81.000/m3 dan asumsi waktu kerja 200 hari kerja per tahun dan tingkat suku bunga bank 16%, masih memberikan NPV dan IRR positif, dengan nilai masing-masing NPV sebesar Rp 25.756.606 dan IRR sebesar 31%. Terkait dengan biaya ekstraksi kayu, menurut Loyd (2007) agaknya sulit untuk dilakukan perbandingan antara satu unit alat sistem kabel layang dengan unit yang lain. Ini mudah bisa difahami karena alat ini biasanya digunakan pada hutan yang aksesibiltasnya rendah, yang kemungkinan kondisi lapangannya sangat berbeda. Namun bila dibanding dengan traktor, biaya operasi dan pemeliharaan unit kabel layang lebih rendah sementara umur alat bisa lebih panjang. Oleh karena itu biaya aktual ekstraksi kayu per m3 sangat bervariasi tergantung kondisi lapangan. Trzesniowski (1985) kelayakan ekonomis sistem kabel layang terjadi bila jumlah volume kayu yang dikeluarkan sebanding dengan panjang lereng. Artinya bila panjang lereng 500 m maka volume kayu minimal 500 m3. Dulsalam et al. (1997) volume kayu yang dapat dikeluarkan dengan alat kabel layang P3HH-20 rata-rata 1,856 m3/jam dan biaya pengeluaran Rp 9.531/ m3 pada kemiringan lapangan 60% dan bentangan kabel 150 m. Basari et al. (1997) uji coba ekstraksi kayu tebang habis di BKPH Wilis Utara dengan kemiringan rata-rata 16,8o dan panjang lereng 255 m menggunakan yarder isuzu bertenaga 115 HP diperoleh produktivitas kerja 0,55 m3/rit atau 2,65 m3/jam. Harga alat saat itu dihitung sebesar Rp 200 juta, dan biaya kepemilikan alat 284
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Rp 25.499/jam dan biaya operasi sebesar Rp 14.855/jam. Basari et al. (1998) melaporkan hasil penelitian di BKPH Salem Pekalongan Barat dengan sistem kabel layang gaya berat berrem dengan sudut kemiringan lapangan sekitar 20o dan bentangan kabel 400 m, produktivitas pengeluaran kayu sebesar 0,22 m3/rit atau 2,27 m3/jam. Biayanya sebesar Rp 3.855,7/m3. Biaya ini relatif kecil karena tidak menggunakan mesin dan hanya bisa dipakai untuk pengeluaran kayu ke arah bawah lereng. Sukadaryati (2008) produktivitas kayu dengan alat kabel layang P3HH24 rata-rata 0,950 m3/jam dan biaya pengeluaran Rp 81.030/m3. Namun tidak dijelaskan panjang bentangan kabel dan hambatan kecuali disebutkan bahwa topografi lapangan berkisar 15-20%. Untuk gambaran perbandingan dengan percobaan lainnya, Senturk (2007) menyebutkan bahwa pada operasi Koller K300 cable system's di daerah berbukit Salalet Hill, waktu pengeluaran kayu untuk jarak angkut 100, 200 dan 250 m atau rata-rata sekitar 180 m, hasilnya rata-rata 6,24; 8,05 dan 10,0 menit. Produktivitas pada berbagai jarak tersebut ditemukan 6.6 m3/jam (100 m), 5.5 m3/jam (200 m) dan 4.9 m3/jam (250 m), dengan rata-rata setiap penarikan sebanyak dua sortimen log. Biayanya, sebesar $ 4.2 per m3 atau sekitar Rp 45.000/m3. Dari gambaran perbandingan terlihat hasil rekayasa alat masih cukup produktif dan ekonomis. Luaran 2. Protipe Alat Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu 2.1.
Rekayasa Mesin Penghasil Energi dari Bahan Nabati
Tahun 2010 penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil rekayasa alat degumming multi fungsi dengan bahan baku minyak dari biji kepuh (Sterculia foetida. L) sebagai pengganti solar untuk bahan bakar mesin diesel. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan penelitian sebelumnya yaitu rekayasa mesin ekstraksi minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara kontinyu tahun 2008 dan rekayasa mesin filter bertekanan tahun 2009. Reaktor/ ketel degumming dibuat dari stainless steel (SS 316), sebagai pengaduk menggunakan elektromotor 1 HP, tiga phase, 380 volt, 0,75 kw yang diubah menjadi satu phase 220 volt, 0,75 kw sedangkan asesoris yang digunakan yaitu agitator, band heather 4.000 watt, temperatur controler, level indikator circulating pump dan alat pendingin uap methanol. Hasil uji coba alat degumming multi fungsi dengan bahan baku minyak dari biji kepuh sudah berhasil mempercepat proses pembuatan biodiesel dengan cara pengoperasian lebih praktis dan dapat mengurangi pemakaian katalis mehanol. Metanol sisa reaksi pada proses estran berhasil dipisahkan dengan cara penyulingan yaitu berkisar antara 40–60% metanol yang digunakan dengan kemurnian 96,5%. Metanol ini dapat digunakan kembali dalam proses pembuatan biodiesel selanjutnya. Sedangkan keunggulan dari pada reaktor hasil 285
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
rekayasa ini dapat digunakan sebagai alat esterifikasi dan transesterifikasi serta dapat digunakan sebagai alat untuk pemurnian minyak biodiesel. Proses esterifikasi-transesterifikasi menggunakan alat degumming ini menghasilkan minyak biodiesel yang memenuhi standar biodiesel Indonesia (SNI 04-7182-2006), terutama kadar air, bilangan asam, densitas, viskositas, kadar ester alkil, bilangan yodium dan bilangan setana. Bilangan setana biodiesel minyak biji kepuh lebih tinggi daripada minyak solar, hal ini menunjukkan bahwa biodiesel minyak biji kepuh memiliki waktu tunggu (delay time) pembakaran yang lebih baik daripada solar. Bilangan setana merupakan ukuran kualitas pembakaran atau waktu tunggu pembakaran, yaitu waktu yang dibutuhkan bahan bakar cair untuk terbakar setelah dipompa ke mesin pembakaran, semakin tinggi bilangan setana, semakin cepat pula waktu tunggu pembakaran, artinya pembakaran menjadi lebih efektif dan efisien. Alat degumming multi fungsi hasil rekayasa disajikan pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Alat degumming multi fungsi
286
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Keterangan: 1. Pendingin 2. Motor penggerak 3. Dudukan penggerak 4. Tiang untuk dudukam penggerak 5. Corong pemasukan bahan 6. Kran pemasukan bahan 7. Inverter pemasukan bahan 8. Box pannel 9. Tutup retort 10. Retort/ketel 11. Level indicator 12. Band heater 13. Kran pengeluaran bahan
Gambar 5. Desain alat degumming multifungsi Tahun 2011 penelitian bertujuan untuk mendapatkan mesin pengolahan serbuk gergaji menjadi bio-oil yang bekerja dengan proses pirolisis cepat disertai ledakan (pirolisis eksplosif). Hasil kegiatan ini berupa prototipe alat pengolah bio-oil yang yang terdiri dari boiler, condensor, cyclon, tabung reaktor, heater, presure gauge, vacum pump, thermometer digital dan manual. Alat ini untuk mengolah bahan berlignoselulosa utamanya serbuk gergaji menjadi bio-oil. Bio-oil adalah semacam bahan bakar cair berberat jenis tinggi untuk digunakan sebagai pengganti minyak tanah (kerosene) dan pengganti minyak diesel sebagai bahan bakar industri kecil seperti industri bata, kapur, tembakau dan lain-lain. Kapasitas intake alat ini 1000 gram (dry basis) dan output bio-oil yang diperolah berkisar antara 300-600 ml. Hasil uji coba menggunakan serbuk gergaji rendemen bio-oil masih belum maksimal, hasilnya belum mencapai angka 60%. Hal ini kemungkinan disebabkan suhu reaktor masih belum mencapai 500oC yaitu masih berfluktuasi sekitar 300-400oC. Selain itu tekanan uap air juga belum stabil masih berfluktuasi antara 3-5 atmosfir. Alat pengolah biomassa menjadi bio-oil hasil rekayasa disajikan pada Gambar 6, 7 dan 8.
287
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Gambar 6. Alat pengolah biomassa menjadi bio-oil
3 2
4
5
6
7
9
10
8
11 1
Gambar 7. Sketsa alat penghasil bio-oil Keterangan: 1. Boiler, bahan besi, diameter 360 mm tinggi total 1440 mm 2. Cerobong asap, bahan besi, pipa diameter 42 mm 3. Pipa saluran uap, bahan besi, pipa ½ inchi 4. Box panel, bahan besi, dimensi 165 x 125 x 250 mm 2 5. Pengaman tekanan, bahan kuningan, tekanan max 0-10 kg.cm 6. Kran pengaman, bahan stainless steel, kran ½ inchi 7. Pengatur tekanan, bahan besi, diameter 2 inchi 8. Ketel, bahan stainless steel, diameter 360 mm tinggi 300 mm 9. Siklone, bahan stainless steel, diameter 197 mm tinggi total 260 cm tebal 3 mm 10. Pendingin, bahan stainless steel, diameter 4 inchi panjang total 1070 mm 11. Tiang pendingin, bahan besi, tiang pipa 1 ½ inchi alas 400 x 400 x30 mm
288
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1
2
3
4
8
5 6
7
Keterangan: 1. Pengaman tekanan, bahan 2 kuningan, tekanan max 0-10 kg.cm 2. Kran pengaman, bahan stainless steel, kran ½ inchi 3. Pengatur tekanan, bahan besi, diameter 2 inchi 4. Ketel, bahan stainless steel, diameter 360 mm tinggi 300 mm 5. Pipa pembuangan uap, bahan stainless steel, pipa ½ inchi, 6. Kran pembuangan uap, bahan kuningan, kran ¾ inchi 7. Pipa pembalik dari pendingin, bahan stainless steel, pipa ½ inchi 8. Box panel, bahan besi, ukuran 165 x 125 x 250 mm
Gambar 8. Sketsa alat reaktor
Pada tahun 2012, dilanjutkan untuk pembuatan gas bakar melalui proses gasifikasi. Gasifikasi adalah proses produksi gas kayu atau bahan nabati lain untuk menghasilkan gas kotor, syngas atau biogas. Gas tersebut bisa dibakar langsung untuk dimanfaatkan energinya atau dirubah menjadi tenaga listrik. Umumnya produksi gas dilperoleh dengan cara dibakar (combustion) atau difermentasi. Cara combustion menghasilkan gas kotor dan syngas yaitu gas yang telah dimurnikan dari air, Nox, Sox dan polutan lainnya, sehingga yang keluar hanya CO, CO2, CH4 sebagai bahan bakar murni, sedangkan cara fermentasi akan dihasilkan biogas atau setelah dimurnikan akan dihasilkan gas metan. Pada kegiatan ini dilakukan rekayasa pembuat alat penghasil gas bakar yang telah dipisahkan dari tar dan partikel padat dan gas yang digunakan sebagai bahan bakar langsung untuk kompor rumah tangga. Tujuannya yaitu untuk merekayasa mesin gasifikasi kayu menjadi gas bakar. Bahan baku gasifikasi adalah kayu bakar atau bahan nabati lain seperti limbah kayu industri, gabah, tempurung kelapa, tempurung sawit, tonggkol jagung dan lain-lain. Perbedaan gasifikasi dengan cara tradisional menggunakan pawon/anglo adalah panas yang dihasilkan lebih efisien karena selain bahan padat yang terbakar juga gas karbonnya terbakar. Uji coba gasifikasi meliputi regasifikasi dan pemurnian gas kayu. Sedangkan pengujian kualitas rendemen dilakukan terhadap lamanya nyala api kompor, efisiensi pembakaran, efisiensi konsumsi energi dan pengamatan visual terhadap warna api. Uji coba diawali untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran 289
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
pada setiap sambungan dengan menggunakan blower, kemudian dimasukan pasir ke bagian bawah reaktor. Uji coba pembuatan gas kayu menggunakan bahan sekam, kayu dan campuran sekam kayu (1: 2). Dari uji coba diketahui kecilnya nilai efisiensi energi pembakaran kayu, sekam dan campuran kayu sekam 1: 2 kemungkinannya adalah karena lamanya penyalaan kompor, kemungkinan kebocoran serta adanya sedikit kandungan air tersisa dalam bahan tersebut. Untuk mengubah dari air menjadi uap diperlukan kalori 540 kkal. Secara teoritis untuk mendidihkan air 1 liter menjadi uap perlu kalori 73+540 = 613 kkal. Waktu untuk mendidihkan air 1 liter dengan sekam sebanyak 15 menit dengan konsumsi bahan baku sekam 1,5 kg. Kalori panas yang diperlukannya sebanyak 1,5 kg x 2.000 kkal = 3.000 kkal (nilai kalor sekam = 2.000 kkal/kg). Berarti efisiensi konsumsi energi untuk pembakaran sekam 613/3.000 = 20,4% (dibulatkan 20%). Dengan prosedur yang sama bahan bakar kayu ternyata tidak bisa habis seluruhnya dan nyala api hanya bertahan 20 menit. Tidak bertahannya nyala api bisa diperbaiki setelah dilakukan perubahan konstruksi alat. Pada penggunaan campuran sekam kayu 1 : 2, konstruksi asli tidak menimbulkan masalah artinya bahan baku dapat memproduksi kalor secara maksimal. Efisiensi konsumsi energi untuk pembakaran campuran sekam kayu 1 : 2 = 613/2.500 x 100% = 24,5% (dibulatkan 25%). Kecilnya nilai efisiensi energi pembakaran kemungkinannya sama dengan alasan di atas yakni lamanya penyalaan kompor, masih ada kebocoran, dan ada sisa air dalam bahan. Pada uji coba awal, kinerja alat gasifikasi masih belum bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh warna api yang keluar dari kompor kurang biru atau masih didominasi warna merah. Hal ini terjadi karena asap yang keluar masih didominasi CO daripada CO2, karena itu asap yang keluar harus dimurnikan. Perbaikan gasifikasi dilakukan dengan melakukan perubahan konstruksi dengan memasang bak tertutup berisi larutan kapur Ca(OH)2 yang berada pada lokasi antara siklon dan scrubber. Dengan perlakuan ini asap dari rekator gasifikasi setelah melalui siklon akan mengalir ke larutan kapur terus ke scrubber dan langsung ke kompor. Perubahan lain dilakukan terhadap letak posisi pengeluaran gas bakar dari reaktor bagian bawah ke bagian atas, sehingga sistem berubah dari “down draft menjadi up draft. Cara ini memungkinkan kayu yang ada di atas reaktor akan terbakar dan jatuh di bawah reaktor dan akan terbakar habis. Konstruksi tutup reaktor asli yang nempel pada reaktor dengan engsel diubah menjadi terpisah. Selanjutnya pada tengah penutup diberi lubang kecil guna memasukkan kawat baja untuk mendorong kayu yang tidak terbakar jatuh ke bagian bawah reaktor. Hasil uji ulang setelah ada perubahan konstruksi dengan bahan baku kayu 100% hasilnya sangat significant yaitu efisiensi meningkat menjadi 99% sedang abunya hanya 1%. Lama pembakaran untuk mendidihkan air sebanyak 1 290
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
liter bisa menyala hingga 30 menit dan jumlah kayu yang terbakar hanya 0,5 kg. Energi yang dikeluarkan adalah 0,5 x 3.000 kkal = 1.500 kkal. Efisiensi konsumsi energi adalah 613/1.500 x 100% = 40,8% (dibulatkan 41%), dengan nilai kalor kayu = 3.000 kkal. Dengan peningkatan efisensi konsumsi energi, waktu didih lebih singkat jumlah kayu terbakar lebih sedikit dan kalor bahan baku meningkat. Untuk sekam, bahan bakar yang diperlukan untuk mendidihkan air adalah 0,5 kg, waktu penyalaan 10 menit dan tidak ada sisa sekam. Efisiensi konsumsi sekam menjadi 60% serta api biru. Namun, efisiensi sekam lebih tinggi dari kayu karena waktu penyalaan kayu lebih lama dan kadar air lebih tinggi. Alat gasifikasi kayu sebelum direkonstruksi memberikan hasil gas bakar cukup baik untuk bahan baku sekam dan campuran sekam kayu (1: 2). Tetapi belum bisa digunakan untuk bahan baku kayu karena kayu bagian atas tidak bisa turun ke bawah reaktor. Dengan konstruksi asli efisiensi pembakaran sekam 97% campuran sekam kayu 98%. Walaupun demikian efisensi energi masih rendah yaitu 20% untuk sekam dan 25% untuk bahan baku campuran. Hal ini karena lamanya waktu penyalaan (5-10) menit kemungkinan kebocoran serta kadar air tersisa pada bahan. Rekayasa alat gasifikasi yang dihasiikan memiliki kapasitas masih terbatas untuk intake 20 kg. Namun dengan perubahan konstruksi dengan menambah unit penangkap CO, mengubah letak pengeluaran gas dari reaktor ke bagian atas (up draft) membuat lubang pada tutup reaktisi untuk mendorong kayu, berhasil meningkatkan efisiensi pembakaran dan konsumsi energi secara signifikan. Alat gasifikasi kayu dan sketsa alat mesin energi gas kayu untuk menghasilkan gas bakardisajikan pada Gamba 9 dan 10.
Gambar 9. Alat gasifikasi kayu
291
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Gambar 10. Sketsa alat mesin energi gas kayu untuk menghasilkan gas bakar
Pada tahun 2013 telah dibuat prototipe (rekayasa) alat pemisah gliserol pada biodiesel. Alat ini dapat membantu mempercepat proses pemisahan gliserol dalam biodiesel dan mengurangi jumlah biodiesel yang tercampur dalam gliserol. Spesifikasi alat ini berdimensi tinggi 840 mm, panjang 690 mm, lebar 685 mm dengan bahan stainless steel tebal 1,5 mm dan didalamnya terdapat tabung pemisah berjumlah 5 buah dengan masing-masing tabung berkapasitas 1 liter. Tabung pemisah biodiesel dan gliserol mempunyai dimensi diameter 130 mm dan tinggi 150 mm terbuat dari bahan mika. Alat ini dilengkapi dengan pengatur waktu dan putaran mesin yang digerakkan dengan mesin berkekuatan 1 hp 3 phase, serta dapat bekerja pada putaran mesin sampai 5.800 rpm. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa kondisi optimum pemisahan biodiesel dan gliserol pada putaran 840 rpm dan waktu 5 menit dengan rendemen 85% untuk biodiesel nyamplung. Hasil evaluasi terhadap alat ini adalah rendemen biodiesel yang dihasilkan masih di bawah rendemen hasil pemisahan dengan pengendapan konvensional selama 12-16 jam yang berkisar 95%. Untuk meningkatkan rendemen hasil pemisahan yang berkisar 85% disarankan untuk melakukan perubahan pada dasar tabung dari semula berbentuk alas datar menjadi berbentuk kerucut seperti pada corong pisah. Diharapkan rendemen yang diperoleh akan menjadi lebih besar. Bila dibandingkan dengan alat yang ada sebelumnya dengan dimensi yang relatif sama, alat ini mempunyai keunggulan pada kapasitas alat pemisah karena menggunakan 5 buah tabung (kapasitas seluruhnya 5 liter). Sementara alat yang ada biasanya hanya menggunakan 1 buah tabung saja (kapasitas 2-4 liter). Rendemen alat ini bila dibandingkan dengan alat yang lain relatif sama. Kejernihan biodiesel berwarna kuning cerah tidak berbeda dengan kontrol (biodiesel yang dipisahkan dengan pengendapan selama 12 jam). 292
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Selain dapat digunakan untuk pemisahan biodiesel dan gliserol, alat ini juga dapat digunakan untuk pemisahan semua proses dalam pembuatan biodiesel mulai dari degumming, esterifikasi dan transesterifikasi dengan putaran optimum yang berbeda-beda. Pemisahan hasil esterifikasi yaitu metil ester dan metanol dilakukan pada putaran 960 rpm dengan waktu 5 menit. Sementara pada pemisahan proses degumming memerlukan waktu yang lebih lama dan putaran yang lebih besar (waktu 7 menit dan putaran 1.350 rpm) karena perbedaan berat jenis antara larutan yang akan dipisahkan tidak terlalu besar dan mempunyai viskositas dan densitas yang besar. Alat pemisah biodiesel dan gliserol dapat dilhat pada Gambar 11 dan 12.
Gambar 11. Alat pemisah biodiesel dan gliserol
Gambar 12. Tabung pemisah biodiesel dan gliserol pada saat berhenti dan berputar Pada tahun 2014, dibuat prototipe (rekayasa) alat pengolah bio-etanol. Etanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung monosakarida/glukosa melalui proses yang disebut fermentasi menggunakan bakteri maupun yeast.
293
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Dalam industri pembuatan bio-etanol, umumnya menggunakan yeast saccharomyces cerevisiae karena mampu memfermentasi glukosa menjadi etanol dengan baik. Ada tiga jenis proses pembuatan bietanol. Generasi pertama pembuatan bio-etanol dilakukan dalam tiga tahap yaitu hidrolisis, fermentasi dan pemisahan. Hidrolisis berfungsi untuk memecah polisakarida/pati menjadi monosakarida atau gula sederhana/glukosa. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan asam ataupun enzim. Hidrolisis asam menggunakan asam kuat seperti HCl, H2SO4 atau H3PO4 pekat maupun encer dengan kadar tertentu. Proses hidrolisis dipengaruhi oleh pH, suhu dan konsentrasi asam. Hidrolisis menggunakan larutan asam mempunyai keunggulan kecepatan hidrolisis tinggi, akan tetapi kelemahannya korosif dan berbahaya. Pada hidrolisis dengan menggunakan enzim, metode ini cukup efektif dengan keunggulan tidak perlu peralatan yang tahan korosi. Enzim yang paling umum digunakan untuk depolimerisasi selulosa menjadi glukosa adalah selulase, namun kelemahan pada hidrolisis harga enzimnya mahal. Pada generasi kedua, pembuatan bio-etanol dilakukan dengan proses SHF dan diperlukan dua buah reaktor untuk hidrolisis dan fermentasi, sementara bila menggunakan proses SSF (Simultaneous Sacarification and Fermentation) sebagai pembuatan bio-etanol generasi ketiga, hanya diperlukan satu reaktor karena proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan berurutan secara langsung. Kelebihan dari proses SSF adalah laju hidrolisisnya meningkat karena inhibitor tidak segera terbentuk, rendemen etanol lebih tinggi, enzim yang dibutuhkan lebih sedikit, waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan peralatan yang digunakan lebih sedikit. Dalam penelitian ini, adalah merekayasa alat untuk pengolahan pembuatan bioetanol yang menerapkan proses pembuatan dengan metoda SSF, dengan beberapa modifikasi di dalamnya. Untuk pemisahan bioetanol dan air digunakan proses destilasi yang dapat dilakukan dengan berbagai macam tipe seperti destilasi azeotrop, destilasi molecular sieve dan destilasi vacuum. Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam reaktor yang berbeda. Pada metode SSF adalah proses hidrolisis selulosa secara enzimatik dapat dikombinasikan dengan fermentasi gula yang berkelanjutan sehingga menghasilkan produk akhir berupa etanol. Tahapan-tahapan dalam proses sakarifikasi fermentasi-simultan adalah sama dengan tahapan pada hidrolisis dan fermentasi secara terpisah, hanya pada proses sakarifikasi fermentasi simultan ini kedua proses tersebut berlangsung dalam satu reaktor yang sama. Glukosa yang dihasilkan dalam proses hidrolisis langsung difermentasikan menjadi etanol. Bioetanol yang dihasilkan mempunyai kadar 95%. Untuk memurnikan bioetanol sampai kadar 99,5% sebagai syarat untuk keperluan bahan bakar dilakukan destilasi lanjut. 294
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Uji coba pembuatan bioetanol dengan bahan baku nira nipah dengan alat pengolah bioetanol hasil rekayasa adalah sebagai berikut: 1. pH cairan nira awal = 6,05, 2. kadar gula nira awal = 14%, 3. kadar alcohol = 0% 4. volume nira nipah = 60 liter. Pada tahap pertama nira nipah di pasteurisasi, dan kemudian difermentasi (reaktor 1), tahap ke dua didestilasi pada reaktor 2. Hasil uji coba dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar bioetanol hasil destilasi nira nipah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. a.
Hasil destilasi Kadar (ml) bioetanol (%) 453 83,5 521 83,5 455 84 494 87 448 88 406 89 433 91 430 93 430 94,5
No 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Hasil destilasi Kadar bioetanol (ml) (%) 430 90 430 86 400 84 375 83 300 80 250 80 250 75 250 70
Proses dehidrasi Untuk meningkatkan kadar bioetanol yang diperoleh dapat dilanjutkan dengan proses dehidrasi. Hasil proses dehidrasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil proses dehidrasi bioetanol No 1. 2. 3. 4. 5.
Kadar bioetanol awal (%) 81 85 91 93 94,5
Kadar bioetanol akhir (%) 89 91 95 97,5 98,5
Selain diuji coba menggunakan bahan baku nira nipah, alat hasil rekayasa juga telah diuji coba menggunakan bahan baku nira kelapa dan aren. Dari nira nipah rendemen bioetanol yang dihasilkan sebesar 13,5%, sedangkan
295
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
jika menggunakan nira kelapa dan aren rendemennya lebih tinggi yaitu sebesar 15%. Reaktor I dan II hasil rekayasa disajikan pada Gambar 13, 14, 15 dan 16.
Gambar 13. Reaktor I (pasteurisasi/hidrolisis/sakarisasi) dan Reaktor II (destilasi) 1 2
7 3 4
5
Keterangan : 1. Corong pemasukan bahan 2. Pengaduk (Elektromotor ¼ HP 3 phase) 3. As pengaduk 4. Inverter 5. Band heater 6. Thermocontrol 7. Baling-baling pengaduk bahan
6
Gambar 14. Reaktor 1 untuk pengolahan bahan baku bioetanol tampak depan Spesifikasi Reaktor 1 : - Kapasitas: 60 liter - Diameter tabung luar: 440 mm - Diameter tabung dalam: 380 mm - Tinggi tabung: 650 mm - Bahan: Stainless steel 304 tebal 1,5 mm - Pengaduk: Elektromotor ¼ Hp, 3 Phase - Pemanas reaktor: Band heater 3000 watt, 220 volt. - Box panel: Inventer, temperatur kontrol dan kontaktor.
296
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Keterangan : 1. Corong pemasukan bahan 2. Thermometer reaktor 3. Pengeluaran uap air panas 4. Jacket air 5. Level control air panas 6. Pengeluaran sisa destilasi etanol 7. Box panel 8. Kran untuk mengeluarkan air pemanas 9. Tabung bagian dalam 10. Pipa laju alir uap etanol ke kondensor
Gambar 15. Tabung (reaktor 2) destilasi bahan bioetanol tampak depan Condensor I
Condensor II
Keterangan : 1. Themometer kontrol 2. Pipa skat bentuk spiral untuk pendingin berisi air di condensor 1 3. Pipa skat bentuk spiral untuk laju alir uap bioetanol 4. Pipa input uap etanol 5. Pipa pemasukan air untuk mendinginkan uap etanol di condensor 1 6. Pipa pengeluaran air pada condensor 2 7. Pipa pengeluaran air pada condensor 1 8. Pipa pemasukan air pada condensor 2 9. Pipa output etanol yang dihasilkan
Gambar 16. Dua tabung pendingin (condensor) tampak depan Spesifikasi Reaktor 2 dan Pendingin (condensor) Reaktor 2: - Kapasitas: 60 liter - Diameter tabung dalam: 380 mm - Diameter tabung luar: 500 mm - Tinggi tabung: 600 mm - Bahan: Stainless steel 304, tebal 1,5 mm - Pemanas: Heater immersion 3.000 Watt, 220 volt. 1phase. 297
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
- Dilengkapi dengan: Box Panel, Temperatur control, thermocouple, kran pengisian air dan kran pengeluaran sisa bahan. Pendingin (condensor): - Diameter: 4 inchi - Tinggi: 127 cm - Bahan reaktor: Stainless steel 304 - Dilengkapi dengan: Temperatur kontrol di condensor1 2.2. Rekayasa Mobile Chipper dan Pengepres Chips Kegiatan rekayasa ini bertujuan mendapatkan prototipe alat agar bisa dipakai untuk memanfaatkan limbah tebangan yang kurang bernilai misalnya karena ukurannya pendek, kecil, bengkok, pecah, ada pembusukan dan bentukbentuk cacat lainnya menjadi serpih. Dengan demikian ada nilai tambah dari selain hanya untuk kayu bakar dan pembuatan arang. Pada tahun 2012 dilakukan perbaikan model konstruksi chipper yang dibangun tahun 2011 dengan merubah ukuran pisau berukuran diameter < 10 cm menjadi ukuran 20 cm. Walaupun demikian komponen pelengkap pada prototipe chipper tahun 2011 dengan teromol yang berfungsi sebagai media pengumpul kayu limbah sistem kabel layang tidak dibangun pada chipper 2012. Pada rekayasa prototipe alat tahun 2011, semula pisau diletakan pada bagian piringan dan pisaunya kecil-kecil. Setelah dilakukan pengujian, ditemukan berbagai kesulitan antara lain serpih tipis-tipis dan banyak sekali kotoran tersekat di antara pisau dengan dudukan. Oleh karena itu pada tahun yang sama bentuk dan dudukan pisau dirubah dan ditempatkan di ujung piringan. Dengan perubahan konstruksi ini limbah yang dengan pisau pertama tidak semua dapat diproses menjadi serpih dengan produktivitsas 25 kg/jam, sedangkan setelah diganti dengan pisau pada dudukan baru semua bahan dapat diproses sehingga tidak ada tersisa limbah dalam bentuk potongan kayu cabang/ranting. Produktivitas pembuatan serpih dengan model pisau yang dtempatkan pada bagian badan piringan 380 kg/jam. Pada rekayasa prototipe chipper tahun 2012, unit mesin dilengkapi dengan pengasah pisau, pembersih kulit dan pemotong panjang limbah, tapi tidak ada untuk fungsi pengumpul kayu kabel layang. Produktivitas alat chipper tahun kedua adalah 582 kg/jam. Dari sisi analisis biaya dengan memperhitungkan harga alat chipper yang dilengkapi sistem kabel layang sebesar Rp 62.500.000, maka biaya pemilikan dan operasinya adalah sebesar Rp 93.938/jam atau sebesar Rp 257/kg untuk penggunaan pisau model-II dan sebesar Rp 3.757/kg untuk pisau model-I. Dengan asumsi biaya sewa alat dengan pisau model II sebesar Rp 290/kg dan proyeksi 6 tahun maka akan diperoleh hasil usaha dengan nilai NPV sebesar 29.803.131 dan IRR sebesar 63%. 298
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Dilihat dari ukuran hasil serpih tidak begitu berbeda dengan serpih hasil industri besar. Kendati demikian semua bahan yang masuk dalam pengolahan seluruhnya dapat diolah. Hasil yang diperoleh pada chipper model 2 adalah sebesar 582 kg sedangkan setelah ada perubahan sedikit meningkat menjadi 588 kg /jam. Jika dihitung dengan menggunakan nilai konversi dengan hitungan 1 sm, kayu limbah setara 0,5 m3 kayu solid yang beratnya kurang lebih 400 kg, maka berarti 585 kg serpih adalah berasal dari 585/500 x 1 sm = 1,17 sm. Melihat hasil ini maka dapat dikatakan kinerja alat semakin lebih baik dan dapat dipakai pada pemanfaatan limbah di petak tebangan karena tidak memerlukan angkutan material. Untuk perhitungan biaya dengan asumsi harga alat unit prototipe chipper yang dilengkapi sistem pemotong, pembersih kulit dan pengasah pisau dihargai sebesar Rp 41.750.000, maka biaya pemilikan dan operasi pengeluaran kayu secara keseluruhan berjumlah Rp 62.929/jam. Dikaitkan dengan kinerja, berarti biaya produksi serpih adalah Rp 62.929/jam : 588 kg/jam = Rp 107/kg. Pada prototipe chipper Tipe-1 biaya pemilikan dan operasi Rp 247/kg. Ini berarti prototipe chipper tipe-2 semakin produktif karena juga tidak memerlukan penyediaan perangkat kabel layang yang cukup mahal. Pada uji coba chipper terbaru menunjukkan hasil laporan sementara tingkat produktivitas sebesar 588 kg/jam (Gambar 17). Kinerjanya tampak semakin membaik bila dibandingkan terhadap kedua prototipe sebelumnya. Penggunaan bahan bakar hanya mengkonsumsi kurang lebih 1 liter per jam. Atas dasar itu prototipe yang bertenaga 13 PK ini memiliki kinerja yang cukup baik.
Gambar 17. Uji coba pembuatan serpih dengan chipper mobile
2.3. Rekayasa Alat Pembuatan Wood Pellet untuk Industri Kecil Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prototipe alat pembuatan wood pellet dari bahan baku serbuk kayu, oleh karena itu prototipe ini dapat digunakan untuk peningkatan nilai tambah limbah tebangan maupun industri pengolahan. Jenis kayu yang diteliti yakni kaliandra, Acacia auriculiformis (akor) dan kayu sengon. Mekanisme kerja prototipe alat pres wood pellets yang dihasilkan yaitu dilakukan dengan menggerakkan selenoid pump ke hidraulik 299
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
menggunakan tenaga dari elektromotor, dengan tekanan kempa hidraulik maksimum 20 ton yang dilengkapi dengan pemanas serbuk kayu dari electric heater 220 volt, 50 Hz, 350 - 550 watt. Wood pellets dihasilkan dari hasil pencetakan serbuk kayu di dalam cetakan yang teraliri listrik melalui elektromotor untuk mendorong penekan hidraulik pada cetakan (Gambar 18). Permasalahan yang masih muncul adalah kerapatan serbuk kayu yang rendah, namun ini dapat ditingkatkan sifat fisiko kimianya dengan cara mencampur serbuk kayu yang mempunyai kerapatan rendah dengan yang lebih tinggi agar kerapatan meningkat. Selain itu, penambahan serbuk ini akan meningkatkan nilai kalor bakar wood pellets. Hasil yang telah diperolah sebagai berikut: a.
Wood pellets terbaik dihasilkan dari serbuk 80 mesh kayu akor pada suhu kempa 200oC yang menghasilkan kerapatan 0,879 g/cm3, keteguhan tekan 97,742 kg/cm² dan nilai kalor bakar 4.345,457 kal/g. Nilai kalor bakar wood pellets terbaik diperoleh dari serbuk kayu kaliandra dengan ukuran serbuk 40 mesh pada suhu 1.500oC yaitu sebesar 4.688,818 kal/g.
b.
Produksi wood pellets hasil mesin semi kontinyu untuk briket arang masih diperlukan penyempurnaan dan modifikasi pada lingkaran kemiringan uril (skrew), panjang dan lebar antara gigi ulir yang digunakan dan elektromotor untuk memutarkan ulir pendorong bahan baku serbuk kayu pada proses pembuatan wood pellets yang masih dinilai kurang kuat.
Gambar 18. Rekayasa alat wood pellet
2.4. Rancangan Sistem Identifikasi Kayu Secara Otomatis Hingga saat ini proses identifikasi kayu hanya dapat dilakukan oleh petugas terlatih dan berpengalaman sementara kondisi personalitas sangat menentukan hasil dan lamanya waktu melakukan identifikasi. Penelitian ini bertujuan mengembangkan prototipe perangkat lunak untuk identifikasi kayu berdasarkan citra struktur makroskopis kayu, yang diharapkan proses identifikasi kayu dapat dilakukan secara cepat, otomatis dan akurat. 300
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Kegiatan penelitian diarahkan pada pembuatan program komputerisasi dengan melakukan formatisasi citra anatomi kayu dari BMP menjadi PCX agar dapat diolah di dalam matlab. Hasilnya berupa DVD Data Fix process 2 yang diambil berdasarkan unsur entropy, kontras, energi, korelasi, homogenitas, gray level dan standar deviasi. Selanjutnya dilakukan pembuatan file text. Citra diambil melalui tahap penyayatan dan pemindaian yang kemudian diekstrak melalui beberapa tahap untuk mendapatkan ciri khusus dari tiap citra. Dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST), data hasil ekstraksi dibuat menjadi data input pelatihan untuk mencapai kestabilan (konvergensi) jaringan. Jumlah jenis kayu yang diteliti sebanyak 30 macam dan gambar anatomi yang diambil per tahun sebanyak 15 jenis X 5 lokasi X 3 sampel X 20 gambar = 4.500 gambar dengan pembesaran 50 kali Pada tahun 2011 telah dilakukan identifikasi masalah, studi pustaka, akuisisi data, pra-proses, uji coba data menggunakan tools, desain antar muka perangkat lunak, implementasi JST pada perangkat lunak, implementasi data pelatihan pada perangkat lunak serta uji coba perangkat untuk 30 jenis kayu yaitu: jabon merah (Anthocephalus macrophyllus), jabon (A.cadamba), kapur (Dryobalanops aromatica), kapur (D. oocarpa), keruing (Dipterocarpus kunstleri), keruing (D. gracilis BI.), bangkirai (Shorea laevifolia), belangeran (S.balangeran), pelawan (Tristania maingayi), meranti merah (Shorea acuminata), meranti merah (S. ovalis), kenari (Canarium aspertum), kenari (Santiria laevigata), nyatoh (Palaquium rostratum dan P. hexanteromol), balau (Shorea maxwelliana), balau (Parashorea spp.), durian (Durio carinatus), benuang laki (Duabanga moluccana), gia (Homalium foetidum), benuang bini (Octomeles sumatrana), jelutung (Dyera costulata), kembang semangkok (Scaphium macropodum), matoa (Pometia pinnata), litsea, meranti kuning (Shorea acuminatissima), meranti putih (S. javanica), palapi (Heriteria javanica), pulai (Alstonia scholaris) dan kenanga (Cananga sp.). Pengambilan citra dilakukan menggunakan mikroskop genggam dynolite. Aplikasi atau software yang merupakan target dari kegiatan ini belum diperoleh karena hasil penelitian masih berupa prototipe (purwa rupa), sehingga masih membutuhkan penyempurnaan terutama untuk mencapai tingkat pengenalan hingga 99%. Tingkat pengenalan data latih harus mencapai 100%, karena data yang diuji yang akan dikenali harus sesuai data latih. Untuk data uji yang belum pernah digunakan dalam pelatihan JST, dapat dikenali hingga 98% untuk sumber kayu yang sama dengan sumber kayu data latih. Untuk sumber kayu yang berbeda dengan sumber kayu data latih (berbeda lokasi juga), pengenalan baru mencapai tahap 93%. Dari kegiatan yang telah dilakukan diperoleh hasil secara umum sebagai berikut: a. Arsitektur dan variabel input yang ditemukan sudah memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pelatihan dan juga dalam pengenalan (identifikasi).
301
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
b.
Tingkat pengenalan belum mencapai 100% karena beberapa faktor antara lain alat pindai (scanner), pembesaran yang digunakan, ukuran citra pelatihan (200 x 200), kedataran permukaan kayu saat dipindai. Terjadi kesulitan pada saat penentuan fungsi keanggotaan dari ciri yang sudah ditentukan (entropi, kontras, energi, dan homogenitas), karena nilainilai ini pada tiap jenis kayu terjadi saling memotong rentang nilai (cross). Karena itu solusinya dilakukan penggabungan beberapa ciri dari data, yaitu kontras, energy, dan homogenitas, kemudian dirata-ratakan menjadi fungsi keanggotaan average CEH. Tingkat pengenalan jenis kayu dengan menggunakan metode ini adalah 85% untuk lima jenis kayu yang memiliki perbedaan cukup signifikan. Berdasarkan perkiraan, tingkat pengenalan akan menurun jika jumlah jenis kayu ditingkatkan lagi. Dengan demikian metode ini untuk sementara belum dapat diterapkan bagi pengenalan tekstur atau pola jenis pohon.
c.
d.
Kontras [0,1] kayu 1
Energi Homogenitas
[0,1] kayu 2
Entropy [0,1] kayu 3
korelasi
n
Gray Level Std Deviasi
[0,1] kayu 15
Merah (R) Hijau (G) b2
Biru (B) b1
Gambar 19. Beberapa tampilan dalam proses rancangan sistem identifikasi kayu secara otomatis digitasi anatomi kayu
302
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Luaran 3. Formulasi Substitusi Bahan Pembantu Pengolahan Kayu dan Bambu 3.1.
Formulasi Pereaksi Pendeteki Gaharu
Penelitian dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu bertujuan untuk mengetahui komponen kimia gaharu dan kadar resin; dan deteksi komponen kimia gaharu secara kualitatif dengan menggunakan pereaksi. a. Analisis komponen kimia Hasil analisa komponen kimia gaharu asal NTB, Sukabumi dan Kalimantan Barat dengan berbagai kualitas menunjukkan bahwa komponen kimia gaharu terdiri dari senyawa seskuiterpena dan senyawa turunan khromon. Gaharu buaya mengandung senyawa turunan seskuiterpena dan tidak mengandung senyawa khromon. Senyawa seskuiterpene antara lain gurjunen, eudesmol, eremophilene, valerenol, azulane, baimuxinal, vulgarol, ledene, dan lain-lain. Sedangkan senyawa turunan khromon antara lain 2(2-phenylethyl) chromone, 8-metoxyflinderssiachromone, 5-hydroxy-6-6-metoxy-7H-furo(3,2-6) chromen-7-one, dan lain-lain. b. Kadar resin dan nilai pH Kadar resin tergantung kualitas gaharu, makin tinggi kualitas gaharu makin tinggi kadar resin yang terkandung dalam gaharu. Terdapat hubungan antara pH dan kadar resin gaharu yaitu ada pengaruh yang signifikan antara variabel pH (X) dengan variabel kadar resin gaharu (Y). Hal ini dapat dilihat bahwa F hitung (7,917)>F tabel (5,99). Sedangka nilai korelasi (R) hubungan kedua variabel tersebut sebesar 0,755 di mana hai ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara pH dan kadar resin gaharu. Persamaan regresi sebagai berikut: Y = 4,574 + 0,113 X, di mana Y = kadar resi gaharu, X = nilai pH gaharu Tabel 4. Jenis, kualitas dan asal gaharu yang diuji No 1. 2. 3. 4. 5.
7.
Jenis gaharu Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis Aetoxylon spp.
8.
Aetoxylon spp.
9.
Gonystilus spp.
6.
Kualitas Kupingan Kamedangan Terian Stick Kamedangan
Asal gaharu Mataram, NTB Mataram, NTB Mataram, NTB Mataram, NTB Sukabumi
Kamedangan
Sukabumi
Gaharu buaya/Jarijari halus Gaharu buaya/jarijari kasar Gaharu buaya
Pontianak
Alam/budidaya Alam Budidaya Alam Budidaya Budidaya/6 bln Budidaya/9 bln Alam
Pontianak
Alam
Pontianak
Alam
303
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
(1)
(4)
(2)
(5)
(3)
(6)
Gambar 20. Gaharu jenis Gyrinops versteghii (1,2,3 dan 4), Aquilaria malaccensis (5 dan 6), Autoxylon spp. (7 dan 8) dan Gonystilus spp. (9)
Gambar 21. Grafik hubungan antara pH dan kadar resin gaharu
304
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
c. Uji kualitatif senyawa seskuiterpena Uji pereaksi senyawa seskuiterpena dengan menggunakan pereaksi. Gaharu diekstrak untuk mendapatkan senyawa seskuiterpena dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Sonawane, et.al., (2011). Rendemen ekstrak senyawa seskuiterpena masing-masing gaharu seperti tercantum pada Tabel 5. Untuk mendeteksi senyawa seskuiterpena dilakukan uji pereaksi. Ekstrak seskuiterpena ditambahkan 2 ml khloroform dan 3 ml H2SO4 dan menghasilkan larutan berwarna coklat kemerahan, hal ini menandakan ekstrak tersebut mengandung senyawa seskuiterpa (Gambar 22). Uji kualitatif tersebut menghasilkan semua sampel gaharu mengandung senyawa seskuiterpena. Tabel 5. Rendemen ekstrak senyawa seskuiterpena No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis gaharu Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis Aetoxylon spp. Aetoxylon spp. Gonystilus spp.
Kualitas Kupingan Kamedangan Terian Stick Kamedangan Kamedangan Gaharu buaya/Jari-jari halus Gaharu buaya/jari-jari kasar Gaharu buaya
Rendemen senyawa seskuiterpena (%) 18,51 6,67 15,22 18,16 19,03 22,75 15,64 17,85 20,67
Gambar 22. Uji pereaksi khloroform dan H2SO4
d. Uji kualitatif senyawa khromon Salah satu ciri senyawa yang terdapat pada gaharu adalah senyawa khromon yang berupa turunannya (Naef, 2011; Chen, et al,. 2012). Ekstrak gaharu dengan pelarut khloroform diteteskan pada KLT (kromatografi lapis tipis) dan dielusi dengan menggunakan pelarut etil asetat, khloroform dan benzena 305
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
dengan nisbah 5 : 1 : 4 (Gambar 23). Adanya senyawa turunan khromon ditandai pada KLT terdapat garis/pita berwarna kuning yang dapat dilihat di bawah sinar lampu ultra violet (Gambar 24). Hasil uji kualitatif senyawa turunan khromon terhadap 9 kualitas gaharu yaitu semua gaharu dari jenis Gyrinops dan Aquilaria alam maupun inokulasi mengandung senyawa turunan khromon. Gaharu buaya jenis Aetoxylon dan Gonystilus tidak mengandung senyawa turunan khromon.
Gambar 23. Uji kualitatif senyawa turunan khromon dengan KLT
Gambar 24. Hasil uji senyawa turunan khromon
e. Analisa biaya uji kualitatif gaharu 1) Uji kualitatif senyawa seskuiterpena Rincian biaya analisis kualitatif senyawa seskuiterpena untuk setiap sampel gaharu adalah sebagai berikut: Khloroform 102 ml (Rp 255.600/2,5 L) Rp 10.428,48 Lead acetate 1 gr (Rp 3.132.000/kg) Rp 3.132,00 Etanol 25 ml (Rp 317.200/2,5 L) Rp 3.172,00 H2SO4 3 ml (Rp 250.500/L) Rp 751,50 Jumlah: Rp 17.483,98 306
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
2) Uji kualitatif senyawa khromon Rincian biaya analisis kualitatif senyawa khromon untuk setiap sampel gaharu adalah sebagai berikut: Metanol 100 mL (Rp 227.800/2,5 L) Rp 9.112,00 Khloroform 51 mL (Rp 255.600/2,5 L) Rp 5.214,24 Kertas lapis tipis 1 potong (Rp 350.000/20 potong) Rp 17.500,00 Etil asetat 5 mL (Rp 415.400/2,5 L) Rp 830,80 Benzene 4 mL (Rp. 1.586.500/1 L) Rp 6.346,00 Jumlah: Rp 39.003,04 Jumlah biaya yang diperlukan untuk uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon setiap sampel gaharu Rp 17.483,98 + Rp 39.003,04 = Rp 56.487,02 (dibulatkan menjadi Rp 56.500) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : a. Aroma wangi gaharu disebabkan adanya senyawa seskuiterpena dan senyawa turunan khromon. Gaharu buaya hanya mengandung senyawa turunan seskuiterpena. b. Ada hubungan antara kadar resin gaharu dengan nilai pH. Hubungan tersebut berupa persamaan regresi sebagai berikut: Y = 4,574 + 0,113 X; di mana Y = kadar resi gaharu, X = nilai pH gaharu c. Uji kualitatif senyawa seskuiterpena gaharu dapat dideteksi dengan cara menambahkan ekstrak seskuiterpena dengan larutan pereaksi 2 ml khloroform dengan 3 ml H2SO4 yang menimbulkan warna larutan coklat kemerahan. d. Uji kualitatif senyawa khromon gaharu dapat dideteksi dengan cara menotolkan ekstrak gaharu dengan pelarut khloroform pada lempeng KLT (kromatografi lapis tipis) dan dielusi menggunakan pelarut etil asetat, khloroform dan benzena dengan nisbah 5 : 1 : 4. Warna kuning pada KLT menandakan adanya senyawa khromon. e. Biaya uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon Rp 56.500/sampel. 3.2.
Formulasi Bahan Pengawet dan Stabilisasi Dimensi Kayu dan Bambu
Hasil yang diperoleh secara umum menunjukkan bahwa untuk pengawetan dan stabilisasi dimensi kayu dan bambu dapat dilakukan dengan bahan-bahan yang relatif murah dan mudah. Hasil uji efikasi dari bahan yang dibuat dari bahan bleng, Spo dan Sca dengan konsentrasi 1-10%. Terhadap stabilisasi dimensi kayu (kemampun penyusutan) hasil uji coba yang diukur secara volumetrik yang ditunjukkan oleh anti shrinkage efficiency (ASE) disajikan pada Tabel 6.
307
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Tabel 6. Respon penggunaan bahan pengolahan terhadap kayu No 1. 2. 3. 4.
Bahan yang digunakan Gliserol Parafin cair Sca Bleng
% ASE PEG Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
% ASE Tinggi Tinggi pada kayu manii, mindi dan sengon Tinggi pada kayu mindi dan sengon Rendah pada semua jenis kayu
Untuk bambu karena kadar airnya bervariasi tergantung pada jenisnya seperti kadar air (KA) bambu hijau = 236,15%, mayan = 181,52%, bambu tali = 117,32%, bambu hitam = 111,83%. Begitu juga dengan kerapatannya yang secara umum pada bagian luar lebih rapat dibanding dengan bagian dalam. Penyusutan volumetrik pada bambu ater paling rendah yakni -9,21 (PEG) dan tertinggi pada andong 12,13%. Kemampuan bahan untuk menahan pengembangan bervariasi mulai yang terkecil pada bambu ater 1,70 (LO) dan tertinggi 62,95 (SCa). Persentase ASE tertinggi pada bambu ater 95,57% dan terendah pada bambu mayan sebesar -144,92 (SCa). Bambu yang paling sedikit menyerap bahan yaitu andong (14,12% v/v LO) dan paling banyak bambu hitam (137,54% v/v PEG). Secara umum, bambu hitam menyerap paling banyak semua jenis bahan yang digunakan. Untuk retensi, bahan dalam bambu kering diurut dari yang tertinggi adalah PEG, LO, Sca dan Slo. Jenis bambu yang memiliki nilai retensi tertinggi yaitu bambu hitam, ater, tutul, andong, mayan dan betung. Sedangkan nilai derajat proteksi tertinggi terhadap rayap kayu kering diperoleh pada perlakuan Sca pada konsentrasi 10%. Kemampuan bahan untuk menahan serangan rayap tanah ditunjukkan oleh nilai proteksi 100 terdapat pada perlakun Sca, Spo dan D pada konsentrasi 10%. Untuk tahun 2012, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi formula asetilasi dan furfurilasi optimum yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas kayu dan bambu dari hutan rakyat. Uji coba dilakukan pada kayu sengon (Albizia falcataria) dan pinus (Pinus merkusii) serta bambu petung (Dendrocalamus asper). Sasaran penelitian ialah tersedianya formulasi bahan dan cara asetilasi dan furfurilasi yang dapat diaplikasikan di industri menengah dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kayu sengon, pinus dan bambu petung. Hasil yang dicapai sebagai berikut: 1. Asetilasi Asetilasi adalah proses kimia silang bertautan dalam sel kayu yang bertujuan menggantikan gugus hidroksil dalam kayu dengan gugus asetil. Hasil pengujian menunjukkan pemberian potassium asetat mampu meningkatkan 308
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
penambahan berat kayu. Semakin besar digunakan katalis semakin bertambah berat kayu. Sebagai contoh dengan katalis 60 berat sengon bertambah 2,4% sedang pada pinus 4,7% dan pada bambu 2,8%. Dengan katalis 1440, berat penambahan untuk masing-masing adalah secara berurutan 16,2%, 19,5% dan 6,6%. Khusus pada bambu, penambahan katalis potasium asetat tidak meningkatkan berat contoh karena molekul katalis memblok permukaan bambu dan menghalangi masuknya molekul asetic anhydrida. Asetilasi yang optimum untuk bambu adalah dengan memasukan bilah bambu pada acetic anhydide yang sudah dipanaskan dengan pemanasan 30 menit mampu meningkatkan berat sebesar 10%. 2. Furfurilasi Furfurilasi adalah proses polimerisasi yang tidak hanya menghasilkan tautan bersilang tetapi juga pemenuhan lumen sel-sel kayu dengan polimeriassi furfuril alkohol. Hasil uji coba menunjukkan penggunaan katalis mampu meningkatkan persentase berat untuk kayu sengon dan pinus, masing masing dengan citrix acid 58,8% dan 37,4%, dengan zinc chloride 122,8% dan 77,8% dan dengan maleic acid 142,2% dan 87,4%. Untuk bambu penggunaan ketiga katalis tersebut relatif kecil masing-masing 2,6% untuk citric acid, 0,5% untuk zinc chloride dan 1,5% untuk maleic acid. Sebagaimana pada asetilasi, penggunaan katalis pada bambu menyebabkan blokade pori bambu. Dari uji perendaman diketahui semakin lama perendaman setelah proses vakum, semakin tinggi uptake dari furfuril alkoholnya. Pada bambu menyerap lebih banyak dibanding bagian dalamnya. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa substitusi bahan pembantu yang telah dilakukan dapat berjalan dengan cukup baik walau belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan dan target yang dikehendaki. 3. Pengujian sifat penyerapan air Contoh uji kayu yang sudah diasetiliasi menyerap air lebih rendah dari uji furfurilasi dan kontrol. Penyerepan air bervariasi tergantung penambahan beratnya. Pada kayu pinus dengan penambahan berat terkecil (7%) mampu mengurangi penyerapan air pada saat pengujian. Penambahan berat 3% dan 5% tidak memiliki perbedaan nyata dengan tidak diasetilasi, artinya belum mampu mengurangi penyerapan uap air. Penyerapan terlihat bila penambahan berat > 10%. Penyerapan air terendah dijumpai pada pengujian tingkat kelembaban 11% dan meningkat secara berkala untuk kelembaban 22%, 33% sampai 97%. Kayu sengon dan pinus memiliki kecenderungan yang sama dengan bambu yang dikelompokkan berdasarkan beratnya. Semakin tinggi penambahan berat semakin kecil penyerapan uap airnya.
309
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
4. Pengujian stabilisasi dimensi Pengembangan volumetris contoh uji kayu dan bambu yang telah diasetilasi dan difurfurilasi lebih rendah dari contoh uji yang tidak dimodifikasi. Koefisien pengebangan volumetris yang telah diasetilasi berkisar 3,6-9,8% atau sekitar empat kali lebih rendah dari kontrol, sedangkan dengan furfurilasi koefisien pengembangan volumetrisnya sebesar 7,2-12,3% lebih rendah dari kontrolnya. Koefisien perubahan volume uji contoh yang diasetilasi berkisar antara 29-73% sedang yang difurfurilasi sekitar 10-49%. Dengan demikian kayu dan bambu yang diasetilasi lebih stabil dari yang difurfurilasi dan kontrolnya. 5. Pengujian ketahanan Hasil pengujian ketahanan kayu dan bambu yang diasetilasi dan difurfurilasi menunjukkan kayu dan bambu yang diasetilasi dan difurfurilasi termasuk kelas awet I terhadap rayap kayu kering. 6. Pengujian sifat mekanis Pengujian dilakukan pada pembebanan 3 titik. Hasil pengujian menunjukkan kekuatan kayu dan bambu berkurang setelah proses asetilasi maupun furfurilasi. Kekuatan kayu dan bambu berkurang 3-10% dari kontrol yang terjadi akibat adanya pengaruh lama pemanasan dan suasana asam selama asetilasi akan mengurangi ikatan matriks dalam kayu. Modulus elastisitasnyapun setelah difurfurilasi lebih rendah daripada kontrolnya, namun modulus patahnya meningkat karena terjadi proses pengisian lumen sel dengan polimer furfuryl.
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kegiatan RPI 23 rekayasa alat dan substitusi bahan pembantu bertujuan untuk mendapatkan prototipe, metode dan formula guna peningkatan efisiensi pemanfaatan hasil hutan, baik dalam bentuk kayu dolok maupun non kayu seperti gaharu serta mencari bahan pengawet kayu agar umur pakainya lebih tahan lama. Kegiatan ini perlu terus didorong untuk ditumbuh kembangkan agar ketergantungan pada impor alat, bahan utama maupun bahan pembantu bisa ditekan sekecil mungkin untuk penghematan devisa dan peningkatan di bidang iptek. Di sisi yang lain juga berdampak positif terhadap perluasan kesempatan kerja dan pemanenan hutan ramah lingkungan. Rekayasa alat bantu pemanenan sistem kabel layang dalam ukuran reltif kecil sebagai luaran I, telah berhasil membuat prototipe alat dan diuji coba dengan kinerja dan konstruksi cukup baik. Keberhasilan ini didapatkan
2.
310
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
3.
4.
5.
6.
setelah ada proses perubahan pada model dan komposisi kelengkapannya yang dilakukan secara terus menerus sejak pertama kali prototipe alat yang lebih kecil dibuat tahun 2010. Keberhasilan prototipe alat tahun 2013 didukung oleh perubahan ukuran rantai dan pasangan rantai, kereta layang, sistem muat bongkar dengan takel serta inovasi stopper untuk mengunci kereta layang saat sampai di tempat pengumpulan kayu. Biaya pemilikan dan operasi pengeluaran kayu sebesar Rp 138.588/jam sedang biaya per m3-nya sebesar Rp 80.346. Capaian produktivitas yang saat uji coba telah bisa dioperasikan dengan satu teromol sebesar 1,78 m3/jam. Dalam upaya peningkatan kualitas kayu telah dilakukan kegiatan rekayasa sistem pengeringan hemat energi dengan memaksimalkan pemanfaatan panas surya. Sistem pengumpul panas menggunakan sel surya sederhana yang dirancang dari bahan yang mudah diperoleh, selain untuk sumber panas pengeringan kayu dan bahan lignoselulosa lain, juga untuk pengukusan kayu (steaming treatment) yang merupakan salah satu perlakuan dalam kegiatan pengolahan kayu. Tujuannya agar biaya pengolahan bisa ditekan seminim mungkin melalui satu sistem pemanfaatan energi secara terpadu. Uji coba kayu mindi per m3 dari kondisi basah sampai mencapai kadar air 15% hanya membutuhkan tambahan energi listrik 51,7 Kwh dan minyak solar 14 liter, atau biaya pengeringannya Rp 100.800/m 3. Ini terhitung murah untuk kapasitas UKM. Pada saat itu, biaya atau jasa untuk mengeringkan kayu di industri berkisar antara Rp 200.000 – Rp 250.000/m3 untuk kapasitas minimal 30 m3. Untuk mencari substitusi pengganti minyak tanah, dan diolah menjadi biodiesel pengganti solar, dilakukan penelitian rekayasa prototipe alat degumming minyak nabati multi fungsi dilakukan pada tahun 2010 dengan bahan baku biji kepuh ( Sterculia foetida. L). Rekayasa alat ini merupakan lanjutan dari kegiatan sebelumnya yaitu rekayasa mesin ekstraksi minyak dari biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara kontinyu yang dilaksanakan pada tahun 2008 dan tahun 2009. Uji coba dalam aplikasi untuk pembuatan biodiesel dari biji kepuh berkapasitas 60 liter. Hasil kualitas biodiesel dibandingkan dengan SNI 04-7182-2006. Sebagai kegiatan lanjutan dari uji coba ini, dicoba biji nyamplung untuk pembuatan bio-diesel dengan hasil cukup baik. Produktivitas pembuatan bio-diesel saat ini baru mencapai volume 75% dari isi batch yang berkapasitas 80 liter untuk 2 hari. Selain meningkatkan manfaat buah (nyamplung, kepuh, dll) juga dilakukan uji coba pemanfaatan limbah kayu melalui pembuatan wood pellets. Rekayasa alat ini telah berakhir sejak 2012. Rekayasa alat produksi wood pellets system hidraulik dengan produktivitas sebesar 20-40 kg/jam. Sebagai upaya lain dalam meningkatkan manfaat kayu ialah kegiatan pengenalan jenis melalui pembuatan rekayasa prototipe perangkat identifikasi kayu secara otomatis berbasis citra makroskopis kayu.Telah dicoba 311
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
data citra dan pembuatan prototipe sistem identifikasi untuk 30 jenis kayu. Arsitektur dan variabel input yang ditemukan sebenarnya sudah memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pelatihan dan juga dalam pengenalan (identifikasi), dimana tingkat pengenalan untuk data latih sudah mencapai 100%, namun tingkat pengenalan untuk data uji baru 85%. Oleh karena itu penyempurnaan model terutama untuk mencapai tingkat pengenalan hingga 99% bahkan 100% masih perlu dilanjutkan. 7. Pada pemanfaatan limbah kayu, telah dilakukan rekayasa mesin penghasil energi yang setelah ada perubahan konstruksi hasilnya sangat significant yaitu ada peningkatan efisiensi untuk sekam mendidihkan air cukup dari bahan 0,5 kg, waktu penyalaan 10 menit dan tidak ada sisa sekam. Efisiensi konsumsi sekam menjadi 60% serta apinya biru. Efisiensi sekam lebih tinggi dari kayu karena waktu penyalaan kayu lebih lama dan kadar air kayu lebih tinggi. 8. Untuk rekayasa alat bio-etanol, kegiatan penelitian telah berhasil membangun alat tersebut dengan prinsip adanya penyederhanaan proses yang membagi pembuatan ke dalam dua proses yaitu pada reaktor I melakukan teknik SSF yaitu proses fermentasi, sakarifikasi dan pasteurisasi dalam satu proses dan pada reaktor II melakukan destilasi yang dilengkapi dengan 2 pendingin berbeda (condensor) yaitu pendingin 1 berfungsi sebagai pemisah antara uap air dan uap etanol, dan pendingin 2 berfungsi untuk mendinginkan uap etanol yang masuk ke dalam pipa penyekat menjadi etanol cair dengan kadar tinggi. 9. Hasil uji coba alat rekayasa dapat memproduksi kadar bioetanol nira nipah sebesar 70-94,5%, nira aren sebesar 60-85% dan nira kelapa sebesar 8395%. Rendemen yang dihasilkan nira nipah sebesar 13,5% sedangkan nira kelapa dan aren sebesar 15%. 10. Dalam memanfaatkan limbah kayu yang lain (dari tebangan), telah dihasilkan rekayasa mesin prototipe chipper dan pengepres chips dalam dua jenis prototipe. Prototipe awal dilengkapi dengan pisau berukuran 10 cm yangdiengkapi dengan teromol kayu kabel layang. Pada prototipe kedua pisau potongnya berukuran 20 cm yang diengkapi dengan media pengulit kayu, pemotong batang, pengasah pisau dan untuk tahun 2013 dilengkapi lagi dengan conveyor. Hasil kinerja protoipe pertama sebanyak 380 kg/jam serpih dan untuk prototipe kedua sebanyak 582 kg/jam dan hasil perbaikan di tahun 2013 sebanyak 588 kg/jam. Biaya pembuatan serpih pada prototipe pertama sebesar Rp 287/kg sedangkan pada prototipe 2 sebesar Rp 107/kg. 11. Senyawa seskuiterpena dan khromon yang menimbulkan aroma wangi pada gaharu dapat dengan cepat dideteksi secara kualitatif dengan menggunakan pereaksi 2 ml khloroform dan 3 ml H2SO4 (senyawa seskuiterpena), menggunakkan KLT (kromatografi lapis tipis) yang dielusi dengan 312
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
pelarut etil asetat, khloroform dan benzena dengan nisbah 5 : 1 : 4 (senyawa khromon). 12. Telah berhasil ditemukan bahan substiusi yakni pengawet dan stabiliasasi dengan bleng, Spo (sabun pine oi) dan Sca (sabun crelicic acid). Penelitian serupa dilakukan pada kayu dan bambu dengan metoda asetilasi dan fiurfurilasi yang diketahui pada konsentrasi tertentu telah dapat meningkatkan keawetan dan stabilisasi kayu dan bambu. B.
Rekomendasi
1.
Rekayasa mesin kabel layang dengan semua kelengkapannya dapat digunakan pada pengeluaran kayu di medan sulit dengan mudah dan biaya cukup murah. Penggunaannya dapat dipakai pada pengelolaan HTI maupun hutan rakyat terutama pada lokasi yang aksesnya sulit. Rekayasa meja gergaji mobile dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah tebangan. Rekayasa sistem pengeringan hemat energi dengan memaksimalkan pemanfaatan panas surya perlu ada kajian lebih mendalam agar diperoleh teknologi yang lebih efektif dan efisien. Rekayasa alat degumming minyak nabati multi fungsi telah berhasil mendapatkan substitusi solar dengan bahan bio-diesel dari buah nyamplung. Perluasan dan pemanfaatan yang lebih terencana bisa membantu masyarakat pengguna terutama untuk membantu masyarakat nelayan dan penduduk di tepi pantai untuk keperluan energi kapal maupun penerangan. Rekayasa alat pembuatan wood pelets diskontinyu telah berhasil dibuat dengan baik hasilnya bisa dimanfaatkan untuk pengadaan energi panas seperti industri gula kelapa. Rekayasa pengembangan prototipe perangkat identifikasi kayu secara otomatis berbasis citra makroskopis kayu saat ini masih belum berhasil sepenuhnya. Untuk kesempurnannya diperlukan waktu tambahan agar teknologi tersebut dapat berhasil ditemukan dalam upaya pengenalan dan pengujian jenis kayu di lapangan secara mudah, cepat dan akurat. Rekayasa mesin penghasil energi dari bahan nabati sebagai dasar untuk bisa dimanfaatkan dengan sistem gasifikasi masih dalam awal uji coba pada skala kecil. Untuk meningkatkan pemanfaatan dalam usaha komersil masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Rekayasa mesin chipper dan pengepresnya telah berhasil dua model prototipe dapat digunakan dalam peningkatan manfaat limbah tebangan atau digunakan pada pembersihan lahan tanam tanpa bakar.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
313
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
9.
Substitusi bahan pembantu untuk bahan pengawet dan stabilisasi dimensi kayu dan bambu perlu disosialisasikan dalam upaya peningkatan umur kayu dan penghematan biaya perbaikan konstruksi rumah dengan perabotannya. 10. Penelitian pemisahan biodiel dan gliserol dapat diuji coba pada berbagai produk biodisel dari berbagai macam bahan baku dan agar dihasilkan rendemen bodisel minimal 95% tabung pemisah sebaiknya dibuat dengan alas/dasar berbentuk kerucut. 11. Rekayasa alat penghasil energi dari bahan nabati telah dapat dilakukan yang dioperasikan dengan sistem generasi ketiga yaitu proses terpisah dikenal dengan SSF (Simultan sacarification and fermentation). Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam reaktor yang berbeda. Alat ini juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bio-etanol dari bahan padatan. 12. Uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon dapat digunakan untuk mendeteksi sejak dini keberhasilan induksi jamur pada tanaman gaharu dalam rangka menghasilkan gaharu buatan. Disamping itu dapat digunakan untuk mengetahui keaslian gaharu yang beredar di pasaran.
314
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 1. Daftar Output RPI 23 (Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu) Judul/Kegiatan Penelitian Luaran 1 Prototipe alat pemanenan hasil hutan Rekayasa alat bantu pemanenan kayu dan non kayu : Alat bantu ekstraksi di daerah curam Luaran 2 Prototipe alat pengolah hasil hutan kayu dan non kayu Rekayasa mesin pengolah energi dari bahan nabati (Pustekolah)
Tahun
Media
Penulis
Alat bantu eksraksi kayu di daerah curam
Warta Hasil Hutan Vol. 8 (2) 2013
Wesman Endom
Penelitian awal teknis alat keruk sistim kabel layang
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) Okt. 2011
Wesman Endom
Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar dengan proses esterifikasi transesterifikasi Pembuatan biodiesel dari biji kesambi (Schleichera oleosa L.)
Gelar Teknologi
2010
Pembuatan biodiesel biji kepuh dengan proses transesterifikasi
Jurnal penelitian Hasil Hutan
2010
Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel menggunakan minyak nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) yang telah dilakukan esterifika Produktifitas dan biaya rekayasa mesin pembuat serpih kayu yang mudah dipindah Peningkatan nilai tambah produk HTI dengan chipper mobile di Sukabumi, Jasinga dan Cianjur
Jurnal penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (2) Juni 2010
2010
2010
Rekayasa mobile chipper dan pengepres chip (Pustekolah)
Judul Publikasi
Jurnal penelitian Hasil Hutan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) 2013 Prosiding Hasil Penelitian, 2012
R. Sudradjat, Endro Pawoko, D. Hendra & D. Setiawan R. Sudradjat, Endro Pawoko, D. Hendra & D. Setiawan R.Sudradjat, Sahirman, A. Suryani & D. Setiawan
Wesman Endom
Wesman Endom
315
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Judul/Kegiatan Penelitian
Tahun
Judul Publikasi
Media
Penulis
2010
Kajian penggunaan meja gergaji tambahan untuk memanfaatkan limbah tebangan menggunakan mesin Expo-2000 Produktivitas dan biaya alat hasil rekayasa dalam pengeluaran kayu jati di daerah curam Pengaruh perendaman menggunakan larutan campuran tembaga sulfat dan nikel nitrat terhadap warna permukaan bambu Gigantochloa apus Kurz Perbaikan konstruksi dan perlengkapan dalam rangka standardisasi sistem kabel layang Drying rasamala with combined heat released from solar energy, fuelpowered stove and heater Rekayasa pembuatan mesin pelet kayu dan pengujian hasilnya
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Wesman Endom
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) 2013
Wesman Endom
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012
Barly & Susilawati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Wesman Endom
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Karnita Yuniarti and Efrida Basri.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (1) 2014
Djeni Hendra
Jurnal PenelitianHasil Hutan Vol. 31 (4) 2013 Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2012
Wesman Endom
2013
2012
2011
2010
Rekayasa alat pembuatan wood pellet untuk industri kecil
2012
2013
2013
316
Uji coba mesin kabel layang Expo-2000 Generasi-II dengan konstruksi dua gigi eksentrik terpisah untuk ekstraksi kayu Produktivitas dan biaya rekayasa mesin pembuat serpih kayu yang mudah dipindah Peningkatan nilai tambah produk HTI dengan chipper mobile di Sukabumi, Jasinga dan Cianjur
Wesman Endom
Wesman Endom
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Judul/Kegiatan Penelitian Luaran 3 Formula subtitusi bahan pembantu pengolahan kayu dan bambu Formula pereaksi pendeteksi gaharu Formula bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu dan bambu Rancangan sistem identifikasi kayu secara otomatis
Tahun
Judul Publikasi
Formula pereaksi pendeteksi gaharu
2010
Formula bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu dan bambu Pertama di dunia”Mengenal kayu otomatis:solusi mencegah illegal loging”
Media
Penulis
Seminar dan Pemeran Hasil Penelitian Seminar dan Pameran Hasil Penelitian Warta Hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ratih Damayanti, Sri Rulliaty
317
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
Lampiran 2. Outcome RPI 23 tahun 2010 - 2014 No
Output/Kegiatan
Pemanfaatan
Keterangan
1.
Pemanfaatan mesin bertenaga 6 PK untuk membantu mengeluarkan kayu jati pada medan curam di Ranca Ilat Ranca Parang KPH Cianjur
KPH Cianjur, PT Perhutani Unit III
Tahun 2010
2.
Pemanfaatan mesin bertenaga 13 PK di petak 68 BKPH Cibaliung, Provinsi Banten untuk membantu pengeluaran kayu jati pada daerah landai dengan akses sangat rendah (jenis tanah lempung liat) yang mudah amblas saat terkena air hujan
KPH Banten, PT Perhutani Unit III
Tahun 2013
3.
Pemanfaatan chipper mobile bertenaga 9 PK untuk membuat serpih penambah stabilisasi jalan yang rusak pada pengeluaran kayu jati di Cibaliung Pandeglang Banten
KPH Banten, PT Perhutani Unit III
4.
Pembuatan biodisel dari minyak jarak pagar dengan proses esterifikasitransesterifikasi
Ujicoba
5.
Sosialisasi bio-disel nyamplung di Arena BPPT pada tahun 2011
Sosialisasi
6.
Alat pengolah bioetanol dari nira aren
318
KPH Model Boalemo Unit V di Boalemo, Gorontalo