Kata mereka tentang
Partisi Hati
Butuh keberanian dan imajinasi luar biasa ketika seorang penulis mengangkat tema yang tidak biasa. Dan Ihwan mampu melakukannya dengan baik. Buku ini penuhkejutan tak terduga. [Dee An – Engineer, Blogger, Penulis Love Journey] Membaca novel ini seperti menyusun kepingan puzzle. Kadang perlu berhenti sejenak untuk memikirkan jalinan cerita hingga ke endingnya. Keren! [Dian Mardi – Ibu Rumah Tangga yang hobi menulis] Di zaman yang semakin rumit ini, kadang manusia semakin tidak peka. Susah merespon lingkungannya sendiri, termasuk kepekaan perasaannya. Mungkin hanya kata ‘tidak sadar’ yang bisa dilontarkan jika ada manusia yang tak sensitif. Novel ini bisa membawa kita menjadi seseorang yang memiliki banyak perasaan. Dengan alunan kisah demi kisah yang menggugah penuh rahasia. Yah, itulah kata hati! Hatilah yang mengatur segalanya. Maka jangan sesekali membohongi hati kita. Novel “Partisi Hati” menela’ah bagaimana hati itu sangat polos tapi sekaligus mencengangkan. [Cici Pratama - Penulis Pertamax Moment] Saya salah besar mengira Partisi Hati adalah kisah cinta biasa pada mulanya. Ihwan pandai betul mengecoh. Bahkan dengan alur cerita yang simple,
novel ini tetap terasa istimewa. Seperti nano-nano yang menyatukan banyak rasa di lidah, saya sarankan mulailah membaca dengan hati yang lapang, selapang keragaman yang menjadi hidden temanya. [Dwi Asih Rahmawati – Ibu Rumah Tangga yang doyan ngemil novel] Mengungkap sisi lain kehidupan di sekitar kita dan menceritakan hal yang dianggap masih janggal di masyarakat. Semua tokohnya memiliki peran penting, sehingga membuat pembaca penasaran dengan akhir ceritanya. [Ria Irwanty – Penulis Antologi CAROK] Ihwan memiliki sihir dalam tulisannya di buku Partisi Hati ini. Gaya bahasanya memang terlihat rancu pada awal saya membaca, namun kepiawaiannya membawakan cerita, membuat saya mengabaikan segalanya. Buku ini jelas punya bibit, bebet, dan bobot. [Rey Khazama - Penulis Kacang Keledai] Novel ini asik, ceritanya ringan dan gaya penulisannya unik, bedalah dari yang lain. [Merdyani Darkuthni Penulis Medical Love] Awal membacanya bingung dulu.. bacanya seperti membaca bab, bab tentang rahman, cahaya, & afri.. alurnya enak dibaca.. idenya bikin ngakak.. tema yang tak biasa.. imajinasinya jempol deh.. endingnya ga terduga. [Tintin Syamsuddin-Penulis Puasa Pertamax]
Partisi Hati
Ihwan Hariyanto
Partisi Hati Ihwan Hariyanto
Penyunting: Anindra Saraswati Penata letak: Anhar Arkana Desainer sampul: Ihwan Hariyanto
Cetakan Pertama, Januari 2012
Penerbit: Mozaik Indie Publisher Jl. Terusan Mergan Raya 19 No. 35 Malang 65147 Jawa Timur Telp: 085749654481/BB: 25B6EAE7 Website: http://mozaikindie.wordpress.com Email:
[email protected] Twitter: @mozaik_indie
Daftar Isi
Prolog ~ 1 Lovely Accident ~ 3 I Want A Boy For My Birthday ~ 13 Bitchy Enough ~ 31 Crush! ~ 43 Jus Simalakama ~ 51 Just Lust ~ 59 Soulmate ~ 67 Bad Guy ~ 73 Confession ~ 79 You Are Really Bad Guy ~ 83 Bring Me To The Heaven ~ 91 Failed Revenge ~ 97 Handsome Devil ~ 107 Pelarian Hati ~ 113 CPU Cowok: Cewek Inside ~ 123 I Know Its Over ~ 133
Kesepakatan Dua Sisi ~ 147 I Wish I Could ~ 155 Addicted ~ 165 All the things she said ~ 173 Blue Diary ~ 183 Bertahan Untuk Terluka ~ 191 Zack, Where Are You? ~ 201 Goodbye Tomy ~ 207 Gomenasai ~ 215 Zack Yang Terluka ~ 223 The Damn Night ~ 233 Still Love You ~ 245 Sebuah Janji ~ 255 All About Us ~ 265 The Punishment ~ 273 Hamba Sahaya ~ 283 Epilog ~ 299 Tentang Penulis ~ 301
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
untuk mereka yang masih bingung atau memperdebatkan apakah ‘ini’ jalan hidup atau pilihan hidup...
Persembahan Allah SWT yang masih memberi saya nafas dan inspirasi untuk terus berkarya sampai detik ini. Ibunda Siti Chomariyah untuk doa dan cintanya yang tak pernah pernah habis untuk saya. Ivonie Zahra, penyempurna hidup saya. Jalan kita masih panjang, semoga Allah memberi kekuatan pada kita untuk terus bersama mewujudkan segala impian besar kita. Maafin jika lelaki workaholic ini kadang membuatmu merasa tersisih, tapi percayalah itu semua kulakukan untukmu dan Baby Enju. Baby Enju, anugerah hidup saya. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu denganmu Nak. Sebuah kerajaan sedang Papa bangun untukmu dan adik-adikmu, kelak kalianlah yang akan meneruskannya. Dee An, terimakasih sudah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan endorsment buat Partisi Hati. Cici Pratama, Mbak Dian Mardi, Mbak Wiek, Ria, Rey, Merdyani dan Mbak Tintin atas kesediannya memberi kesan-kesan tentang Partisi Hati. Juga para pembaca Partisi Hati edisi sebelumnya.
Para sahabat baik di dunia nyata atau maya yang mendukung karier menulis saya selama ini, Hani, Kaka Nabura, Mbak Tin, Raya, Mas Ranu, Priyo, Mas Roel, Mas Iwan, Fatah, Rya, Dani, Anissa Ae Publishing dan orang-orang yang tak bisa saya sebutkan satu per satu di sini. Perpustakaan Pusat Unibraw, Ibu Welmin dan seluruh staffnya yang telah menjadi partner kerja saya selama 12 tahun. Keluarga besar di Malang, Blitar dan Surabaya, terimakasih atas kehangatan dan persaudaraannya selama ini. Mozaiker’s yang telah memberikan dukungan, masukan dan kritikan untuk kemajuan Mozaik Indie Publisher. Terakhir kepada calon pembaca Partisi Hati, selamat membaca dan mempartisi hati kalian.
Salam Literasi
Ihwan Hariyanto
Prolog
Banyak yang bilang kalau cinta itu anugerah dari Tuhan kepada makhlukNya. Sebuah karunia terindah yang harus dijunjung tinggi dan disyukuri. Tetapi, semua itu tidak berlaku untukku. Bagiku, cinta ibarat sebuah kutukan. Cinta membuatku merana, tersiksa dan merasa hina. Bagaimana aku tidak merana, bila cinta yang ada di hati ini adalah cinta yang tak mungkin nyata. Bagaimana aku tidak tersiksa, kalau aku hanya bisa memendamnya di dalam hati. 1
Bagaimana aku tidak merasa hina, jika cinta yang bersemi di hati adalah benih cinta yang terlarang… Jujur kuakui kalau selama ini, diam-diam aku jatuh hati padanya. Aku jatuh hati dengan segala yang ada pada dirinya. Aku jatuh hati pada wajah yang selalu dihiasi senyum tulusnya itu. Aku jatuh hati dengan segala perhatian dan kasih sayangnya padaku. Bagaimana tak jatuh hati, bila tiap waktu ia selalu hadir dalam hidupku. Memberikan
saat-saat
terindah
yang
tak
mungkin terlupakan. Jadi wajar rasanya bila aku sampai jatuh hati padanya. Tapi sayangnya, itu semua menjadi tidak wajar karena ada satu batas yang tidak bisa dilanggar di antara kami berdua.
2
Lovely Accident
UDARA dingin di jalanan kota Malang terasa
menusuk
hingga
menembus
kulitku
malam ini. Jaket yang melekat di tubuhku nyatanya tak mampu melindungiku dari rasa menggigil yang menyiksa. Saat ini cuaca udah semakin
nggak
keruan,
bersinar
dengan
membuat
kulit
siang
sangat terasa
hari
mentari
teriknya
hingga
terbakar.
Namun
menjelang malam, suhu udara turun begitu drastis seakan ingin membekukan semua yang ada di muka bumi ini. Kemarin saat melihat berita di televisi tentang angin puting beliung yang memporak3
porandakan
pemukiman
di
Yogyakarta,
disebutkan bahwa penyebab terjadinya bencana tersebut adalah perubahan suhu udara yang sangat drastis antara siang dan malam. Aku jadi bergidik ngeri mendengarnya, jangan sampai angin pembawa petaka itu singgah di kota tempatku tinggal saat ini. “Anjiing..! Sialan!” umpatku ketika tiba-tiba dari seberang jalan muncul seekor kucing yang menyeberang seenaknya. Lamunanku tentang bencana angin puting beliung pun sirna seketika. Spontan aku mengerem laju motorku, namun sayangnya
terlambat.
Kucing
itu
dengan
mantapnya menabrak roda depan motorku, aku bisa mendengar suara benturannya yang cukup keras
kemudian
disusul
dengan
erangan
kesakitannya. Tapi yang tidak kusadari adalah akibat „pengereman‟
yang
mendadak
itu,
motorku
langsung oleng ke kiri sehingga aku kehilangan kendali dan braaak… Aku dan motorku terjatuh miring dengan sukses di jalan raya. 4
Kaki
kiriku
tentu
aja
tertindih
body
motorku karena tadi tak sempat menjejak ke jalan. Tak cukup hanya itu, aku terseret bersama motorku
hingga
beberapa
meter
jauhnya.
Gesekan antara motor yang kukendarai dengan aspal jalan menimbulkan bunyi berdecit yang memekakkan telinga. Hanya satu yang kurang, tidak
ada
percikan
api
layaknya
adegan
kecelakaan di film-film action. Untuk sesaat kesadaranku seperti hilang. Shock. Kejadiannya begitu cepat dan aku tak sempat melakukan apa-apa. Lalu dengan susah payah aku berusaha bangun. Dengan tenaga yang masih tersisa, kuangkat sedikit body motor yang menindih kaki kiriku. Untunglah orangorang
yang
berlari
menghampiri
langsung
membantuku. Dengan dibopong oleh dua orang aku dibawa ke tepi jalan, sementara yang lain menepikan motorku. Aku didudukkan di emperan salah satu toko yang ada di situ dan langsung menarik perhatian
orang-orang
di 5
sekitar.
Pikiranku
sendiri masih kosong karena shock dengan kecelakaan yang baru aja menimpaku. Satusatunya hal yang dapet kucerna adalah rasa perih dan panas di kaki dan tangan kiriku. Gesekan di aspal tadi tak hanya menimbulkan lecet di body motorku, namun tentu aja lukaluka di bodyku. Jeans dan jaket yang kukenakan sobek di beberapa bagian dan kotor oleh debu-debu jalanan. Tapi yang paling parah dari semua itu darah yang merembes dari balik pakaianku yang tersobek itu. Sial banget aku malam ini, padahal jaket yang kupakai ini baru kubeli kemarin. “Kenapa ini… kenapa?” tanya salah seorang yang ikut mengerubungiku. “Kagak tau, tadi tiba-tiba aja jatuh,” jawab yang lainnya sok tahu. “Nggak, tadi ada kucing nyebrang dan masnya ini langsung ngerem, trus motornya jatuh.”
Salah
seorang
yang
membopongku
menceritakan kejadian yang sesungguhnya.
6
“Aauuh…”
Aku
hanya
bisa
meringis
kesakitan ketika kucoba menggerakkan kaki kiriku.
Bukan
hanya
luka
berdarah
yang
kualami, tapi juga nyeri karena tertimpa motorku sendiri. Kuberanikan diri melihat kakiku, luka paling parah ada di daerah lutut. Untunglah bagian atas tubuhku terlindungi jaket, walaupun emang terasa
sedikit panas akibat gesekan
dengan aspal jalan. “Ini nih, kasih minum dulu biar tenang,” seorang ibu gendut menyodorkan segelas air mineral padaku. “Makasih,
Bu…”
ucapku
pelan
lalu
meneguknya. Walaupun begitu, aku masih bersyukur karena keadaan jalan tadi lumayan sepi. Kalau nggak, pasti udah terjadi kecelakaan beruntun. Entah itu aku yang menabrak atau ditabrak kendaraan lain. “Aduh… aku nggak nyangka jadi kayak gini…” tiba-tiba aja terdengar rengekan manja
7
seorang gadis dari balik kerumunan orang yang mengerubungiku. “Oh itu kucingmu ya, Ris?” tanya si ibu-ibu gendut sambil menoleh ke belakangnya. “Iyaa… tadi si Prety lagi kejar-kejaran sama Simba…”
Aku
mendongakkan
wajahku,
penasaran dengan si pemilik suara yang lemah lembut itu. Tak lama kemudian dari balik kerumunan orang-orang itu, muncullah seorang cewek yang langsung berjongkok dengan seekor kucing di gendongan tangannya. “Aduh… Mas… maafin kucing saya, ya… gara-gara Prety, Mas jadi celaka kayak gini…” Aku hanya bisa bengong demi melihat ciptaan Tuhan yang begitu indah di depan mataku. Wajahnya yang begitu cantik pasti dipahat oleh Tuhan dengan cinta, tak ada cela sedikit pun di sana. Ekspresi wajahnya yang tampak
merasa
bersalah
atas
apa
yang
menimpaku, malah membuat hatiku meleleh melihatnya. 8
Semua
serasa
berhenti
tatkala
tatapan
mata kami bertemu. Suara riuh rendah orangorang yang masih mengkhawatirkanku tak lagi terdengar di telingaku. Pesona yang dipancarkan cewek berambut panjang ini begitu membiusku, sehingga sesaat aku lupa dengan luka-luka di badanku. “Mas… Masnya kenapa?” “Wah, gawat nih kena gegar otak kali..!” “Mas… wooiiiy..!!” Tepukan
pelan
di
pipi
kananku
menyadarkanku dari lamunan. “Eh… iya… ada… apa…?” aku langsung mendadak gagap saking malunya. “Yeee, malah bengong liatin Rissa,” celetuk salah seorang pemuda dengan entengnya. Cewek yang
dipanggil
Rissa
itu
hanya
tersenyum
padaku. Tambah malu aja aku dibuatnya. Aku nggak tahu harus menyesali atau mensyukuri kecelakaan yang baru aja kualami. Sepertinya
semua
orang
juga nggak pengin
mengalami kecelakaan kayak aku, apalagi ini 9
hanya gara-gara seekor kucing yang emang dari sononya suka menyeberang seenak udelnya. By the way, kucing punya udel nggak, sih? Tapi, kalau gara-gara kecelakaan itu aku bisa berkenalan dengan seorang cewek secantik Carissa gimana coba? Apalagi bukan hanya kenalan doang. Aku dibawa ke rumahnya, trus lukaku ini dia rawat dengan lembut dan penuh kasih sayang. Yang bagian „penuh kasih sayang‟ itu
hanya
ke-GR-anku
aja
sih,
dia
pasti
melakukannya karena merasa bersalah aja! He… he… he… Apalagi saat di rumahnya itu, nggak cuma lukaku aja yang dirawat, aku juga disuguhi makanan dan minuman. Ada ngobrol-ngobrolnya juga, dia nanyain aku tadi dari mana, masih kuliah atau udah kerja, rumahku di mana. Bahkan
dia
menawarkan
diri
untuk
mengantarkanku pulang segala. Walaupun sebenarnya aku mau-mau aja (banget malah), tapi tentu aja aku menolaknya dengan halus. Mana mungkinlah aku biarin 10
cewek secantik dia nganterin aku malam-malam kayak gini. Tahu nggak, sebagai gantinya dia minta nomor ponselku! Seumur-umur baru kali ini ada cewek yang minta nomor ponselku, biasanya sih aku yang ngemis-ngemis. Katanya sih untuk memastikan apa aku nanti tiba dengan selamat di rumah apa enggak gitu. Halaah, nggak pake alasan itu juga pasti aku kasih. Apa sih yang nggak buat cewek secakep Carissa.
♀
11
12
I Want A Boy For My Birthday
TAWARAN Evan untuk tinggal di rumahnya barusan masih mengganjal di pikiranku, apa dia bersungguh-sungguh dengan tawarannya itu? Bukannya nggak percaya sih tapi aku nggak mau aja terus-menerus merepotkannya. Selama ini Evan udah terlalu baik padaku. Selain itu ada hal lain yang membuatku nggak bisa tinggal serumah dengannya. Tiba-tiba International
aja Playboy
terdengar dari
lagu
belakangku,
The aku
segera mencari sumber suara tersebut. Dasar Evan, tuh anak emang agak teledor, ponsel aja 13
sampai
ketinggalan.
Lagu
barusan
merupakan
lagu
milik
Morrissey
‟kebangsaan‟-nya
Evan, liriknya emang sesuai sih sama orangnya. Hah, Yunara! Gawat nih, pasti dia mencari Evan. “Ya, halo!” jawabku sedikit gusar. “Loh, Afri, ya? Kok kamu yang angkat? Evannya
mana?”
tanya
Yunara
keheranan
karena aku yang menjawab telepon darinya. “Anu… dia tadi ke sini, trus ponselnya ketinggalan gitu. Coba aku lihat dulu di bawah, mungkin belum jauh anaknya.” Aku pun bergegas keluar kamar, menuruni anak
tangga
dengan
tergesa-gesa.
Setengah
berlari aku menuju halaman tempat kosku, tapi motor Evan udah nggak kelihatan lagi di sana. Aduh, aku harus bilang apa nih sama Yunara? Nggak mungkin aku ngomong yang sebenarnya. Bisa-bisa
dia
marah
kalo
tahu
Evan
pergi
menemui cewek lain. Untunglah Yunara
nggak terlalu ngotot
menanyaiku ke mana cowoknya itu pergi. Dia
14
bilang akan langsung nengok ke rumah Evan dan setelah itu menutup teleponnya. Evan, Evan… aku nggak pernah ngerti kenapa kamu masih suka lirik-lirik cewek lain. Kurang apa sih Yunara itu? Wajahnya cantik, orangnya baik hati, model pula. Udah gitu orang tuanya sama borjunya dengan ibunya Evan. Semua orang pasti setuju kalau mereka tuh adalah pasangan yang sangat serasi. Aah, terkadang Evan emang sulit untuk dimengerti.
♂ Malam harinya Evan datang lagi ke kosku untuk mengambil handphonenya. Tentu aja aku langsung
memprotesnya
karena
gara-gara
handphonenya ketinggalan, aku jadi terpaksa membohongi Yunara untuk ke sekian kalinya. Aku nggak enak aja keseringan bohong sama Yunara, secara aku juga udah kenal baik sama dia. Tapi seperti biasa, Evan dengan entengnya 15
bilang kalau bohong untuk kebaikan sahabat itu nggak ada salahnya. Belum
lagi,
handphone
Evan
cukup
membuatku sibuk sepanjang sore tadi. Ada aja sms atau telepon yang masuk dari fans-fansnya. Mana ada yang marah-marah karena aku nggak kunjung bales sms-nya pula, udah gitu masih pake nggak percaya
pas
aku bilang kalau
handphonenya ketinggalan. Hufh... “Eh, kamu tadi bilang apa sama Yunara waktu dia nanya kamu pergi ke mana?” aku mendekat dan duduk di samping Evan yang lagi berbaring sambil asyik dengan handphonenya. “Pergi
ke
toko
buku,”
enteng
Evan
menjawab pertanyaanku. Aku menoleh tak percaya. “Dan dia percaya begitu aja?” “Emang aku ke toko buku, kok!” “Katamu
tadi
mau
ketemuan
sama
gebetanmu... siapa tuh namanya?” “Sheila,” jawab Evan pendek. “Dia tadi emang minta dianterin ke toko buku.” 16
Aku menarik napas panjang, mungkin udah saatnya
aku
menanyakan
hal
ini.
Sebagai
seorang sahabat aku merasa berkewajiban untuk mengingatkannya. “Van, aku tahu ini masalah pribadimu.
Tapi
kalau
boleh
aku
nanya,
sebenarnya apa sih yang kamu cari dari cewekcewek itu?” Evan nggak menjawab, dia masih asyik sendiri dengan ponselnya. Bodohnya aku! Apa hakku bertanya seperti itu pada Evan? Untuk sesaat kami terdiam, hanya ada keheningan di antara
kami. Mungkin ini
pertanyaan yang
sensitif buatnya, bagaimanapun juga, aku nggak berhak mencampuri urusan asmaranya. “Kenapa kamu tanyakan itu sama aku, Fri?” Evan meletakkan ponselnya begitu aja di atas kasur. “Udahlah,
lupakan
aja.
Sorry
kalau
kesannya aku terlalu ikut campur urusanmu.” “Biasa aja kali, kamu kayak sama orang lain aja. Aku kasih tahu ya, sebenarnya aku udah bosan tahu nggak, terus-terusan kayak 17
gini.” Bosan..? Perasaan kamu menikmatinya deh, Van. “Pasti
kamu
nggak
percaya
kan
aku
ngomong seperti itu. Tapi kalau kamu tahu alasanku yang sebenarnya, mungkin kamu akan berubah pikiran.” Nih anak ngomong apa sih? Bikin bingung aja. “Aku tahu pasti kamu mengira bahwa selama ini aku gonta-ganti cewek hanya untuk senang-senang aja.” “Aku nggak pernah bilang seperti itu,” sangkalku segera. “Kamu kan sering ngatain aku playboy!” ujar Evan sambil menimpuk kepalaku pelan dengan bantal. “Kalau bukan playboy, terus apa coba? Arjuna Lelananging Jagad? “Sorry ya, aku nggak termasuk kategori seperti itu.” “Terus kamu masuk yang mana?” “Aku
masuk
dalam
kategori...
Mission
Imposible,” suara Evan mendadak berubah pelan 18
di akhir kalimatnya, hingga aku mendengarnya seperti sebuah bisikan. “Mission Imposible? Apa lagi tuh?” tanyaku setengah
mencibir.
Gimana
nggak?
Dia
mengatakan hal itu dengan mimik muka dibikin(bikin) serius, seolah-olah itu adalah suatu misi yang amat sangat rahasia sekali. Lalu
Evan
pun
menjelaskan
semuanya
sama aku kalau selama ini dia sengaja gontaganti pacar hanya untuk memanas-manasin seseorang
yang
selama
ini
diam-diam
menyukainya. Yang bikin aku makin penasaran, Evan bilang kalau aku kenal sama dia. Siapa ya kira-kira cewek yang dimaksud Evan! “Uhm... kamu sendiri suka nggak sama dia?” “Bukan hanya suka, aku tuh cinta mati sama dia. Ngapain coba aku ngejalanin ini semua kalau nggak cinta sama dia.” “Kamu udah nembak dia?” “Belum. Lagian cinta kan nggak harus diungkapkan
dengan
kata-kata? 19
Seharusnya
dengan segala perhatian dan kasih sayang yang kuberikan, dia tahu bahwa aku mencintainya.” “Tapi nggak mungkin kan cewek ‟nembak‟ duluan?
Emangnya
kayak
apa
sih
gaya
pacaranmu selama ini?” “Aku nggak bilang dia seorang cewek,” tukas Evan dengan entengnya. Gila! Nih anak ngomong apa sih? Ngaco melulu dari tadi. Evan menghela napas. Tanpa kusadari tibatiba aja kedua tangan Evan udah menggenggam tanganku dengan erat. “Apaan
sih,
Van?”
tanyaku
tergagap,
berusaha melepaskan genggaman tangannya. Evan tak menjawab. Ia malah menatapku dengan tajam, seperti mau menelanku hidup-hidup. Jujur, aku benar-benar grogi dan salah tingkah dibuatnya. “Fri, masa sih kamu nggak merasakannya?” lirih Evan bertanya. “Merasa…” belum sempat aku meneruskan, Afri menutup bibirku dengan jari telunjuknya. “I love you…” 20
Seharusnya tiga kata itu tidak ada artinya bagiku. Seharusnya tiga kata itu tidak ada pengaruhnya buatku. Seharusnya tiga kata itu hanyalah
sebuah
ditertawakan.
lelucon
Tapi…
yang
harus
karena
yang
mengucapkannya adalah Evan. Dan aku adalah seseorang yang…
Maka tiga kata itu bak sebuah oase di sebuah
padang
pasir
penantian
yang
berkepanjangan. Mendadak lidahku seperti kelu dan
membeku.
Jangankan
satu
kata,
satu
desahan napas aja seakan tak mampu keluar dari mulutku. Dan efek tiga kata itu tidak hanya menyerangku secara fisik, namun mental juga. Otakku seperti diterjang badai tsunami yang begitu dahsyat, memporak-porandakan susunan saraf
yang
Membuat
telah
tersusun
segalanya
dengan
tercerai-berai
ingatanku. Kosong! Hanya kehampaan yang tersisa. 21
rapinya. dari
Bahkan aku hampir lupa di mana kami berada. “A… aa..!” terucap dengan amat sulitnya karena Evan masih menatapku. Dengan sorot mata yang kurasakan semakin lama semakin dalam… Benarkah
apa
yang
aku
denger
tadi?
Apakah aku tidak sedang bermimpi? Namun tiba-tiba raut muka Evan berubah. Belum sempat aku mencerna atas apa yang terjadi, ia telah membuatku terkejut untuk kedua kalinya. Evan tertawa cekikikan, semula terdengar
tertahan.
Namun
semakin
lama
semakin lepas. Dan aku menyadari apa yang sebenarnya terjadi. ”Sialan!” protesku tak terima karena merasa dikerjain. Evan tidak tahu betapa tiga kata yang keluar dari mulutnya tadi begitu menyentuh diri dan perasaanku. Meresap begitu dalam ke relung hatiku. Tapi kemudian dengan mudahnya ia bilang
bahwa
itu
hanya
sekadar
gurauan.
Sekadar lelucon konyol yang sengaja dibuat22
buat. Sebuah canda tak berperasaan dari orang yang kucintai… “Fri, jangan marah, dong! Aku kan cuma bercanda,” sergah Evan ketika aku hendak berdiri. Aku nggak menggubrisnya. Ia nggak tahu betapa guyonannya itu sangat menyakitkanku. Aku nggak bisa menerimanya begitu aja. Aku merasa nggak dihargai… “Fri…” tahannya. Aku tetap bergeming. “Kenapa sih kamu ini? Itu tadi cuma guyonan, kenapa kamu…” “Kamu keterlaluan, Van. Kenapa kamu lakukan
ini
sama
aku?”
tanyaku
sambil
menatapnya sengit. “Ampun-ampun! Aku kan udah bilang tadi, kalau aku cuma bercanda!” Evan menyatukan dua tangannya, layaknya seorang budak yang meminta maaf pada tuannya. “Bercanda?
Kamu
bilang
bercanda?
Mentang-mentang kamu disukai banyak cewek, dikejar ke sana kemari. Sementara aku hanya seorang cowok pecundang yang nggak laku-laku, 23
lantas kamu bisa seenaknya gitu sama aku? Begitu kan maksudmu?” “Fri, aku nggak bermaksud seperti itu. Aku hanya…” “Hanya apa? Hanya ingin membuktikan padaku
bahwa
kamu
lebih
segala-galanya
dariku?” Nada bicaraku mulai meninggi, aku udah nggak peduli lagi kalau temen-temen kosku mendengar pembicaraan kami berdua. Evan
hanya
diam.
Ada
penyesalan
di
wajahnya. Terlambat… Aku beranjak menuju jendela. Rasa-rasanya aku ingin mengusir Evan dari kamarku. “Tereeeeeet..!!!” Sebuah suara aneh secara tiba-tiba telingaku.
menyeruak Suara
dengan terompet
kerasnya kertas
di yang
meluluhkan amarah dalam diriku. Aku hanya mampu
terbengong
ketika
Evan
menjabat
tanganku. “Selamat
ulang
tahun,
Fri...”
sebuah
senyuman tulus mengiringi ucapan dari Evan yang masih tidak kuduga itu. 24
Entah
bagaimana
menggambarkannya.
Keharuan seketika merayap di dalam benakku. Tanpa
terasa
mataku
berkaca-kaca,
tapi
untungnya aku tidak sampai menangis. Aku sama sekali tidak menyangka perhatian Evan begitu besar padaku, padahal aku sendiri lupa jika hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku hanya mampu memandangnya dengan perasaan yang susah untuk digambarkan. Dia benar-benar sahabat terbaikku. “Nih,
buat
kamu.”
Evan
menyerahkan
sebuah bungkusan berwarna biru. Bahkan aku tidak tahu kapan dia mengeluarkan bungkusan itu dari tasnya. “Aduh Van, buat apa kamu beli kado segala. Kayak anak kecil aja,” kataku tergagap sambil menerimanya. Aku melihat dengan saksama kado dari Evan, seumur hidup aku nggak pernah mendapat hadiah ulang tahun kayak gini. Aku emang bukan dari keluarga berada, perayaan ulang tahun tidak pernah ada dalam daftar prioritas kebutuhan keluargaku. 25
“Ini kan hari istimewa buatmu, jadi kita harus merayakannya.” “Boleh kubuka sekarang?” tanyaku malumalu. Aku benar-benar penasaran dengan isinya. “Jangan, tunggu tahun depan aja,” jawab Evan dengan gaya khasnya. Dengan hati berdebar-debar kusobek kertas kadonya dan ternyata… “Van… ini kan harganya mahal?” tanyaku sambil
memegang
sebuah
diary
yang
tampilannya lux banget. Kuraba covernya yang berwarna biru tua itu, halus dan kesat. Pasti bahannya dari kulit asli. Kubuka lembar demi lembar kertas yang masih kosong itu, bau khas buku baru langsung tercium di hidungku. “Ah
nggak,
tadi
dikasih
diskon,
kok.
Lumayan, sepuluh persen.” Evan mengatakannya dengan enteng. Seakan-akan diary mewah itu tidak ada artinya buatku. Diaryku emang udah habis kutulis seminggu terakhir ini, rasanya nggak enak banget karena selama ini aku udah terbiasa menuliskan semua hal yang kualami di 26
sana. Aku belum sempat beli di toko buku, belakangan ini kuliahku emang sangat menyita waktu. “Kok kamu tahu sih kalau aku lagi butuh diary?” tanyaku penuh rasa penasaran. “Ya tahulah, kemarin lusa pas aku pinjam catatanmu secara nggak sengaja aku membaca diarymu yang kamu tulis di bagian tengahnya.” “Oow... kurang ajar baca-baca diary orang!” “Yee,
salah
sendiri
nulis
diary
kok
sembarangan. Ya udah dari situ, aku menduga pasti diarymu udah habis.” “Tapi kamu nggak perlulah beliin yang kayak gini, ini terlalu mewah buatku.” “Kamu nggak mau? Ya udah sini, aku balikin aja ke toko buku,” goda Evan seraya hendak mengambil buku itu dari tanganku. “Jangaaan..!” “Kamu tuh ya, buat apa pakai malu-malu segala sama aku. Kayak orang lain aja. Aku kan sahabatmu yang paling baik!”
27
“Makasih, ya. Aku nggak tahu harus balas pake apa.” “Halaah, cuma diary ini. Biasa aja, ah.” “Nggak Van, kamu kan tau kalau aku suka nulis diary...” “Iya, udah kayak cewek aja!” “Biarin, daripada kamu suka mainin cewek!” “Sembarangan!” Evan meninju lenganku. Aku lalu membalasnya lebih keras. Evan tak mau kalah, dengan gesitnya dia melingkarkan tangan kirinya ke leherku hingga kepalaku terkunci oleh lengannya yang kekar itu. “Woiii... bau nih!” erangku sambil berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya. “Enak aja, aku udah pake deodorant tauk!” “Iya,
tapi
kan
kamu
dari
tadi
belum
mandi... sumpah Van, mau muntah nih aku! Hoeeek..!” “Halaah, mau ngadalin aku! Ya udah nih, kamu
cium
beneran
ketiakku!”
Dengan
tersenyum nakal, Evan lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam kaus ketatnya lalu berusaha 28
memberi tangannya padaku. Wadaw... kalau ini bisa muntah beneran aku. Makin kalap aja aku berusaha lepas dari pitingan lengan Evan, tapi tentu aja dia nggak mau melepaskanku gitu aja. Untunglah sebelum Evan sempat mengeluarkan lagi tangannya, aku langsung teringat kelemahan Evan. Bego banget aku, kenapa nggak dari tadi aku melakukannya. “Whuahahahaha....!”
Evan
tertawa-tawa
kegelian. Badannya langsung kelonjotan nggak keruan karena aku gelitik tanpa ampun. “Frii... udah... Frii... geli banget...!” “Nggak, aku akan gelitikin kamu sampai mampus!” “Kalau... haha... mampus... sih... hahaha... nggak... tapi... tapi... hahaha... ngompol iyaa... hahahahaha!” “Sialan!” umpatku sambil ikutan tertawa dan menghentikan ulahku. Kudorong badan Evan jauh-jauh dariku walau aku tahu dia nggak mungkin akan ngompol beneran.
29
Kami
berdua
akhirnya
malah
ketawa-
ketawa nggak jelas. Lepas banget. Udah lama kami nggak seperti ini. Tapi…jauh di lubuk hatiku, aku menginginkan kado yang lain. Andai aja yang dikatakan Evan tadi bukan sekadar gurauan.
I want a boy for my birthday That's what I've been dreaming of I won't have a happy birthday Without a boy to love I want a boy for my birthday He doesn't have to be too smart Just as long as he loves me And keeps me in his heart I want a boy to comfort me And treat me tenderly Oh yeah yeah yeah yeah I want a boy to love
(I Want A Boy For My Birthday – The Smiths)
30
Bitchy Enough
DUA bulan belakangan ini aku lagi senengsenengnya chatting lewat ponsel, enak banget deh pokoknya. Kita bisa chatting dengan orang-orang dari berbagai belahan bumi mana pun tanpa harus jauh-jauh pergi ke warnet lagi. Udah gitu, biayanya juga dijamin murah, gimana nggak bikin ketagihan coba? Biasanya
sih aku
chatting
sekitar jam
sepuluh malam ke atas, soalnya di jam segitu koneksi internetnya udah lumayan stabil. Udah nggak begitu banyak orang yang make. Kalau di antara jam tujuh sampai sepuluh, sambungan GPRS-nya sering terputus, bukannya seneng 31
yang didapet malah bete sendiri. Alasan lainnya, aku tuh sedikit mengalami kesulitan kalau mau tidur. Mataku ini baru bisa terpejam kalau jarum jam udah nunjuk di angka sekitar dua belasan gitu. Biasanya sih aku ngabisin waktu dengan nonton
tv,
tapi
lama-kelamaan
bosen juga.
Pengin sesuatu yang lain, ya udah chatting ini jawabannya. Baru aja aku ngaktifin nickku, udah banyak temenku yang menyapa. Aku emang udah kenal lama dengan mereka, kebanyakan emang cowok sih. Dari sekian banyak cowok yang kukenal, aku paling deket sama Azure. Nama aslinya sih Hastomo, tapi biasa dipanggil temen-temennya Tomy. Ada dua alasan kenapa dia memakai nama Azure sebagai nicknya, pertama karena dia suka warna biru, lebih tepatnya biru langit. Pemandangan biru langit selalu menjadi pelarian Tomy jika sedang dilanda kebosanan dan stres di tempat kerjanya. Alasan kedua, tipikal cowok sih, dia fans beratnya Tim Azzuri dari Italia itu, lho.
32
Physically, lumayan cakep. Wajahnya khas Jawa gitu deh, maklum kedua orang tuanya emang asli Magelang. Umurnya dua puluh tujuh tahun, lebih tua dariku tiga tahun. Dia freelance sebagai tour leader di beberapa biro perjalanan wisata yang ada di Yogyakarta. Aku
suka
ngobrol
sama
Tomy
karena
orangnya lucu dan menyenangkan, ada aja deh lelucon darinya yang bikin aku ketawa-ketawa sendiri di kamar kosku. Trus dia juga suka nyeritain tempat-tempat wisata
yang
pernah
didatangi bersama rombongan tournya. Pokoknya aku ngerasa nyaman aja chatting sama dia. Kalau dia sendiri sih suka ngobrol sama aku karena katanya aku ini cewek yang apa adanya dan
nyambung
diajak
ngobrol.
Kalau udah
chatting sama Tomy, aku bisa lupa waktu deh. Tahu-tahu udah tengah malam, nggak jarang juga sampai jam satu dini hari. And
finally,
kami
udah
jadian
sejak
seminggu yang lalu, lho. Walaupun aku juga menyukainya, tapi tentu aja aku nggak langsung 33
kasih jawaban saat dia menembakku. Aku minta waktu seminggu untuk memikirkannya. Sengaja sih, aku pengin tahu sampai sejauh mana kesungguhan dan kesabarannya untuk dapetin aku. Apalagi kami kan berjauhan, emang dia yakin bisa menjalani long distance lewat chatt? Ternyata pilihanku emang nggak salah. Dari hari ke hari aku merasa makin jatuh hati dan sayang
sama
dia.
Soalnya
Tomy
tuh
bisa
membuktikan kalau aku ini bukan sekadar pacar chatnya doang. Dia juga sering ngasih perhatian, baik di dunia maya maupun nyata. Emang sih perhatiannya cuma lewat sms aja, mulai dari nanyain udah makan apa belum, lagi kuliah apa nggak, trus nyuruh aku hati-hati kalau lagi di jalan dan masih banyak yang lainnya.
Isi
kelihatannya buatku. perhatian
Aku
sms-nya sepele,
hal-hal
yang
tapi itu berarti banget
udah
seperti
emang
lama
itu
dari
nggak
mendapat
seorang
cowok.
Sampai-sampai aku merasa sendirian di dunia
34
ini, kayaknya nggak ada orang yang mau peduli dan perhatian sama aku.
23.55 WIB Azure : Yank, udah ngantuk lum? Cahaya : Lum, emang napa? Maz maw bubuk ya? Azure : Ga, besok Maz libur. Cahaya : Enak banget, sih. Azure : Ehm… kamu tahu cs nggak, Yank? Cahaya : CS..? Apaan? Counter Strike? Azure : Bukan
ini yang laen.
Cahaya : Trus apa..? Azure : Anu… itu… chatt sex… Cahaya
:
HAAH..?
Trus
maw
Maz
apa?
Ngajak cs geto? Azure : Ehm… iya sih. Yayank maw ga? Cahaya : Ga ah. Maz ada-ada aja deh. Azure : Ayo dunk, katanya sayang sama Maz Cahaya
:
Iya,
tapi
harus dengan cs.
35
sayang
kan
nggak
Azure :
Iya
tahu,
tapi
malam
ini Maz
lagi pengin neh. Cahaya : Pengin apa? Pengin ditabok? Azure : Jangan dunk. Cahaya : Biarin! Habis kamu sih anehaneh. Jangan2 Maz udah pernah ML ya di dunia nyata? Azure : Belum kok. Cahaya
:
Boonk.
Trus
kok
bisa
bilang
lagi pengin, hayo? Azure : Yaa… bisalah. Wong masih normal. Cahaya : Pokoknya nggak maw! Azure
:
Yaa,
kok
gitu
sih?
Di
dunia
chatt tuh, hal yang wajar kalo cs sama pacar seks
sendiri. udah
biasa
Malahan, cs.
anak2
Bahkan
di
sama
rum yang
bukan pacarnya sekalipun. Asal suka sama suka. Cahaya : Ya udah, cs sana sama anak2 rum seks. Azure
:
Ga
maw,
Maz
Cayank Cahaya. Cahaya : Nggak maw ah. 36
penginnya
sama
Azure : Emang napa, sih? Ini kan di c8 doang, nggak nyata.
C8 itu istilah untuk chatt, harap maklum cetingan di ponsel lama-kelamaan bikin jari keriting juga. Makanya pintar-pintarnya kita nyari singkatan biar nggak perlu banyak-banyak ngetik. Mau nulis “aku”, tinggal ketik aja aq, gw, au, atau kalo emang benar-benar malas, ketik aja W. Mau nulis “tidak”, ketik aja ga atau G aja cukup. Dulu pas awal-awal cetingan, aku juga masih kebingungan tapi lama-kelamaan ngerti juga.
Cahaya : Aq bukan wanita murahan. Lagian juga malu, Maz. Azure
:
Ya
gaklah,
siapa
juga
yang
anggap kamu murahan. Kamu kan lakuinnya sama
pacar
sendiri.
Kalo
sama
orang
lain, baru itu wanita murahan. Malu sama siapa? Ga ada yang tahu, kan? Cahaya : Bisa aja kamu cari alasan. 37
Azure : Ya bisa dunk, masa ya bisalah. Cahaya : Garink lu. Azure : Tapi kamu suka kan? Azure : Ummuuaach… Cahaya : Ih apaan, sih? Azure : Ummuuaach muuaach muuaach…
♂ Lagu How Soon Is Now versi tATu yang terdengar dari ponselku membangunkan tidurku yang masih lelap pagi itu. Masih dengan mata yang setengah terpejam dan setengah terbuka, aku menggapai ke samping kepalaku. Siapa sih pagi-pagi gini nelpon, nggak sopan banget! Nggak tahu apa kalau tadi malam aku baru tidur jam setengah dua pagi. Hampir aja aku melompat dari tempat tidurku ketika di layar ponsel muncul nama Tomy di sana. Waduh… gawat nih, ngapain sih tuh anak pake telepon segala. Kubiarkan panggilan dari
Tomy
hingga
ponselku berhenti berbunyi. Damn… nih anak 38
nggak mau menyerah rupanya, umpatku dalam hati ketika ponselku berbunyi sekali lagi. Tanpa rasa ragu sedikit pun aku nge-reject panggilan yang kedua darinya. Tak lama kemudian ada pesan yang masuk.
Kok nggak diangkat sih Yank telponku? Yayank masih bubuk ya. Ya udah nggak apa-apa. Makasih ya buat tadi malem, Maz puuaazzz banget. Sekarang aja udah pengin lagi. Yayang juga puaz kan tadi malem? Oke deh, gitu aja. Jangan sampe kesiangan bangunnya, ntar telat lagi kuliahnya. Maz sayang banget sama kamu, muuaaach… Aku hanya bisa tersenyum membaca pesan tersebut.
Aku
hampir speechless dibuatnya.
Perasaanku campur aduk, antara malu, bahagia dan masih nggak percaya kalau tadi malam kami bercinta di dunia maya. Kusandarkan
tubuhku
pada
tumpukan
bantal di belakangku. Kutarik napasku dalamdalam sambil memejamkan mata. Aku emang 39
biasa melakukan hal ini setiap kali bangun tidur, istilahnya sih mengumpulkan nyawa yang masih belum kembali seutuhnya. Liat aja, orang yang baru bangun tidur kan kebanyakan pikirannya masih blank. Tapi kok kayaknya masih ada yang kurang ya? Oh iya, penyesalan… perasaan berdosa… kok aku nggak merasakan dua hal tersebut ya? Aku hanya merasa… masih kurang tidurnya. Itu aja sih. Whats happen to me..? Aku nggak bisa bayangin gimana reaksi Nayla kalau dia tahu aku cs sama Tomy. Dia aja yang
udah kecanduan chatt duluan,
nggak
pernah sekalipun melakukannya. Tapi nggak tahu juga sih kalau dia bohong. Sumpah deh ya, tadi malam itu adalah yang pertama bagiku. Aku nggak pernah melakukan sebelumnya sama siapapun. Aku juga nggak tahu apa yang harus kulakukan. Tapi Tomy dengan sabar dan telaten menuntunku, kami udah kayak pasangan yang lagi ML beneran deh pokoknya tadi malam. Aku sendiri nggak tahu 40
kenapa
akhirnya
permintaan
Tomy.
aku
mau
Apakah
itu
meluluskan karena
rasa
cintaku yang begitu dalam padanya, ataukah hanya terbawa suasana. Bisa jadi alam bawah sadarku sebenarnya juga menginginkannya. Apa pun
penyebabnya,
yang
pasti
aku
bahagia tadi malam. Lahir dan batin.
♀
41
merasa
42
Crush!
SEIRING dengan sembuhnya luka di kaki kiriku, hubunganku dengan Carissa dari hari ke hari
pun
semakin
deket
aja.
Awalnya
sih
hubungan di antara kami masih dalam konteks seorang cewek yang merasa bersalah karena kucing
peliharaannya
menyebabkan
seorang
cowok kecelakaan. Tapi tentu aja aku nggak ngebiarin hubungan itu hanya sampai di situ aja, I wanna more. Secara jurus
terselubung,
pedekate
padanya.
kulancarkan Standar
jurus-
aja
sih,
mengirim sms-sms penuh perhatian, menelepon
43
di malam hari dan lumayan rajin antar-jemput dia kuliah. Sejauh ini Carissa memberikan respons yang cukup baik, buktinya dia nggak pernah menolak ajakanku untuk makan malam atau sekadar
jalan-jalan
menikmati
romantisme
malam minggu. Dan aku rasa malam ini udah saatnya aku mengutarakan isi hatiku. Cewek secantik dia pasti banyak yang naksir, jangan sampai aku keduluan sama yang lain. Jujur aja, aku menaruh harapan yang besar pada Carissa. Udah terlalu lama aku teraniaya
rasa
sepi
dan
kesendirian.
Aku
merindukan waktu-waktu untuk bisa mencintai dan dicintai seseorang. Jiwa ini rasanya udah hampir mati terbelenggu oleh kehampaan dan perasaan tak berarti. Tapi walaupun begitu aku juga udah mempersiapkan diri jika ternyata cintaku ini hanya bertepuk sebelah tangan. “Jawabannya nggak harus sekarang kan, Mas?”
tanya
menembaknya.
Carissa Kami
sesaat berdua
44
setelah sedang
aku
duduk
berhadapan pada salah tempat duduk yang terdapat di sekeliling kolam yang berada di tengah-tengah Alun-Alun Tugu. Tempat ini sejak lama emang dikenal sebagai tempat muda-mudi memadu kasih. Suara gemericik pancuran air, bunga teratai yang mekar dengan indahnya di tengah kolam dan
temaramnya
taman
yang
ada
cahaya di
dari
sekitar
lampu-lampu situ,
menyatu
sempurna menciptakan suasana yang romantis. Agak ironis sebenarnya mengingat di tengah kolam Alun-Alun Tugu didirikan sebuah tugu peringatan kemerdekaan yang diresmikan sendiri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Tak heran jika Alun-Alun Tugu menjadi salah
satu
ikon
kota
Malang.
Gambarnya
seringkali dimuat di buku-buku panduan wisata kota Malang maupun dipakai di stiker tanda lunas pajak yang dikeluarkan pemerintah kota. “Iya aku tahu, kamu pasti perlu waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu,” ujarku
45
tanpa mengalihkan pandanganku dari sepasang matanya yang indah itu. “Yaa… aku nggak bisa kasih tahu kapan…” Carissa
tak
menangkap
melanjutkan ada
keraguan
ucapannya. di
dalam
Aku nada
bicaranya. “Iya, nggak apa-apa… tapi kalau bisa ya jangan lama-lama…” tambahku sambil terkekehkekeh agar suasana nggak terlalu tegang. “Makasih atas pengertiannya, Mas. Uhm… kita pulang yuk, udah malam nih kayaknya.” “Dari tadi emang udah malam, kan..?” “Oh iya, ya…” Carissa tersipu-sipu malu padaku. Makin cantik aja dia kalau lagi seperti itu. Dengan bergandengan tangan kami berjalan meninggalkan Alun-Alun Tugu. Aku hanya bisa menghayati setiap langkah kaki kami, meresapi setiap detik yang berjalan karena bisa aja malam ini
adalah
malam
terakhir bagiku bersama
Carissa. Sejak awal aku udah bilang pada diriku sendiri, kalau Carissa menolak cintaku maka 46
detik itu juga aku akan pergi dari hidupnya. Aku takkan mampu bertahan berada di deket Carissa tanpa bisa memilikinya.
“Beib, ngapain kamu di sini?” Aku dan Carissa
berhenti
saat
seorang
cowok
menghadang langkah kami berdua di tempat parkir. Aku sangat terkejut mendengar cara cowok
itu
memanggil
Carissa.
Aku
bisa
merasakan perubahan emosi dalam diri Carissa dari genggaman tangannya yang mengencang. Beib? “Bukan urusan kamu, deh!” jawab Carissa amat tak bersahabat pada cowok yang kini berdiri tepat di depan kami. “Kamu siapa, heh? Berani-beraninya ngajak jalan cewekku!” tantang cowok yang memakai kaus ketat tersebut sambil melotot padaku. Walaupun badannya lebih kekar, namun tak sedikit pun aku gentar oleh gertakannya. “Kamu jangan ganggu dia, Lex! Inget satu hal, aku bukan cewekmu lagi!” potong Carissa 47
seraya menyingkirkan tangan cowok tersebut yang bersiap-siap ingin memukulku. “Nggak bisa kayak gitu dong! Kita belum ada kata putus, kan?” kini gantian tangan Carissa yang dicengkeramnya. Naluriku untuk melindungi Carissa pun secara spontan mucul. “Heh, bisa nggak sopan dikit sama cewek!” “Eh, jangan ikut campur, ya! Ini urusanku sama cewekku!” Tanpa melayang Untunglah
kuduga, ke
sebuah
wajahku
aku
bogem
mentah
dengan
kerasnya.
bisa
menjaga
masih
keseimbangan, sehingga tak sampai terjatuh. Beberapa orang yang berada di deket kami tentu aja terkejut melihat adegan perkelahian dadakan kami. “Alex, hentikaaan..!” teriak Carissa dengan histeris. Anjing
sialan!
Sakit
juga
ternyata
pukulannya! Batinku sambil memegangi sudut bibirku yang terasa perih. 48
“Mas Rahman, kamu nggak apa-apa?” tanya Carissa penuh kekhawatiran. “Nggak
apa-apa…”
jawabku
sambil
mengusap darah yang keluar dari gusiku. Aku nggak tahu di mana posisiku sekarang, apakah benar aku yang mengajak jalan cewek orang ataukah cowok bangsat ini hanya omong besar di hadapanku. “Ris, katakan yang sebenarnya sama aku, kamu tuh masih ceweknya apa bukan?” “Maaf Mas… ini rumit banget… aku nggak bisa
jelasin
sekarang…”
Carissa
tampak
kelagapan menjawab pertanyaan dariku. “Ya udah, kamu selesaikan dulu urusanmu sama cowokmu!” “Mas tunggu, Mas Rahman mau ke mana?” Carissa
menahan
diriku
agar
tak
meninggalkannya. Melihat wajahnya yang seperti bayi tanpa dosa itu sebenarnya aku tak tega meninggalkannya. Tapi aku nggak ada pilihan lain,
aku
udah
tahu
sebenarnya. 49
di
mana
posisiku
“Maaf Ris… kalau semua udah beres, baru kamu temui aku,” pamitku lirih. Carissa dengan berat hati melepaskan genggaman tangannya dariku. Aku pun berlalu dari hadapan mereka berdua.
♂
50
Jus Simalakama
JIKA
mengingat-ingat
perkenalan terbayangkan
kami kalau
dulu, aku
kembali nggak dan
Evan
awal pernah akan
bersahabat sampai sekarang. Kami berdua tuh benar-benar
kayak
bumi
dan
langit.
Evan
mempunyai wajah yang tampan, penampilannya selalu mengikuti perkembangan mode, pokoknya tipe-tipe cowok metroseksual gitu. Sedangkan aku? Udah wajah biasa aja, penampilan juga seadanya. Trus dari segi sifat juga berlawanan banget. Evan tuh orangnya rame, ada aja yang dia omongin, seperti nggak pernah kehabisan bahan 51
obrolan. Dia juga humoris dan easy going, nggak heran emang kalau dia selalu menjadi pusat perhatian, meski di lingkungan baru sekalipun. Sedangkan aku, semua yang pernah mengenalku pasti bilang kalau aku tuh pendiam dan suka grogi kalau ketemu orang baru. Banyak yang mengira aku sombong saat pertama kali ketemu. Tapi satu hal yang aku suka dari Evan, senyumannya. Tulus dan spontan, nggak ada kesan terpaksa sedikit pun. Sering kan kita ketemu sama orang yang senyumnya tuh nggak dari hati, sehingga sama sekali nggak berkesan, malah basi jadinya. Nah, satu-satunya persamaan kami adalah menyukai lagu How Soon Is Now. Itu pun dengan alasan yang berbeda. Evan menyukai lagu itu karena emang dia ngefans banget sama The Smiths, sebuah band indie dari Inggris yang paling sukses di era tahun 1980an. The Smiths dibentuk tahun 1982 oleh Morrissey dan Johnny Marr yang berasal dari Manchester. Morrissey adalah seorang penulis 52
lirik yang menangani fans club New York Dolls, dan Johnny Marr seorang gitaris berpengalaman dan berkemampuan dalam mencipta lagu. Sedangkan aku suka banget sama tuh lagu karena merupakan soundtrack dari serial tiga penyihir cantik Charmed. Sesuatu yang nggak pantas
untuk
sebenarnya,
dibangga-banggakan
apalagi
sebagai
seorang
sih cowok.
Parahnya, aku dengan pedenya juga mengaku suka sama The Smiths, padahal tahu juga nggak. Dari
Evan
akhirnya
aku
tahu
kalau
sebenarnya soundtracknya Charmed tuh bukan versi asli dari The Smiths, tapi udah dinyanyikan ulang oleh band lain bernama Love Spit Love. Trus lagu-lagunya The Smiths yang keren tuh bukan cuma How Soon Is Now. Ada Let Me Kiss You, Ask, Handsome Devil, This Charming Man, There's a Light That Never Goes Out dan masih banyak lagi yang lainnya. Saking ngefansnya sama The
Smiths,
Evan sampai bela-belain
berburu kaset dan CDnya sampai ke Jakarta segala. Maklumlah, The Smiths kan termasuk 53
band lawas dan sekarang udah bubar pula, sehingga nggak semua toko kaset di Malang punya
koleksinya.
Malah
seringkali,
pramuniaganya tuh nggak pernah denger nama The Smiths. Menyakitkan!
“Sepertinya
pulang
kuliah
nanti
kamu
harus mulai mengepak barang-barangmu, Fri,” kata Evan saat kami sedang makan siang di kantin fakultas kami. “Buat apa?” tanyaku keheranan. “Dijual ke Comboran,” jawab Evan dengan entengnya. Comboran itu nama sebuah pasar loak yang terkenal di Malang. “Kamu udah lupa kalau mamaku mau ngelanjutin S2 ke Australia?” “Mamamu jadi ngambil S2 di Australia?” tanyaku pura-pura lupa. Padahal sebenarnya, aku sangat berharap ia nggak ngomongin hal itu lagi. “Ya, iyalah. Gimana sih kamu ini? Masih muda udah mulai pikun.” Siapa yang pikun? Aku
54
sampai
nggak
bisa
tidur
gara-gara
memikirkannya, tau? “Jangan bilang kalau kamu tetap nggak mau pindah ke rumahku. Apa perlu mamaku sendiri yang minta sama kamu?” tanya Evan dengan setengah mengancam. “Bukannya aku nggak mau, aku nggak bisa. Selama ini kamu udah begitu baik padaku…” “Fri, jangan pakai alasan klise itu lagi, deh. Aku bosan tau nggak dengernya. Harus berapa kali sih aku bilang bahwa semua yang kulakukan itu nggak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan persahabatan kita selama ini.” “Tapi Van, gimana kata temen-temen nanti? “Aku kan juga udah bilang, nggak usah didengerin omongan mereka. Jangan diambil hati! Mereka itu cuma sirik sama kamu.” Aku mengaduk-aduk es jerukku dengan sedotan.
Mencari
ketidakberdayaanku.
pelampiasan Aku
jadi
serba
atas salah
dibuatnya, tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Selama ini aku telah berusaha mati55
matian menghilangkan rasa cintaku padanya. Berusaha untuk bersikap sewajar mungkin bila bersamanya. Andaikan aja Evan tahu kalau aku sangat bahagia berada di sampingnya, meskipun hanya sebagai sahabat. Seandainya aja Evan tahu bagaimana aku mati-matian
menahan
rasa
cemburu
yang
membakar di hati bila melihat dia bersama Yunara. Mengingkari rasa rindu yang dengan kejamnya menyiksaku saat ia tak ada di sisiku. Dan kini, Evan malah memintaku pindah ke rumahnya. Itu hanya akan membuatku semakin gila aja. Segelas berubah
jus
menjadi
jeruk jus
di
depanku
simalakama.
seperti Jika
meminumnya maka aku akan semakin tersiksa dengan cintaku ini. Tapi jika tidak, maka Evan yang akan kecewa. “Emang kenapa sih kok kamu ngebet banget nyuruh aku tinggal di rumahmu? Kamu nggak berani ya tinggal sendirian di rumahmu yang
56
gede
itu?”
tanyaku
lagi
dengan
setengah
bercanda. “Ya udah, aku nggak maksa!” tukas Evan dengan ketusnya. Jelas sekali ada kekecewaan dalam nada bicaranya itu. Aku tahu candaanku tadi emang nggak lucu sama sekali. “Kamu jangan keburu marah dulu dong, Van!” “Aku nggak marah kok, tapi kecewa banget sama kamu. Aku nggak nyangka ternyata selama ini aku sahabatan sama orang yang egois.” “Kok kamu ngomong gitu?” “Emang
itu
kenyataannya.
Kamu
lebih
mementingkan imagemu di hadapan orang lain ketimbang menolong sahabatmu ini. Fri, aku hanya minta tolong kamu temani aku di rumah. Apa susahnya sih tinggal di sana? Kamu nggak akan aku jadikan kacung kok di rumahku. Lagian,
kamu
juga
bisa
menghemat
uang
kiriman ibumu, kan! Tapi ya udahlah, lupain aja. Aku emang bukan siapa-siapamu kan selama ini.” 57
Aku hanya bisa terdiam mendengarnya. Aku tidak
marah pada
Evan karena
telah
menuduhku egois. Justru aku marah pada diriku sendiri karena telah mengecewakannya. Baiklah Van.
Demi
kamu,
aku
simalakama ini.
♀
58
akan
minum
jus
Just Lust
AKU sedang mengaduk kopi susu di meja dapur ketika tiba-tiba Zack merangkul tubuhku dari belakang. Hampir aja minuman yang kubuat tumpah saking kagetnya. “Bikin kaget aja, deh,” kucubit lengan Zack dengan gemasnya. “Lama banget sih bikin kopinya?” rajuknya seraya mulai menciumi leherku. Aku hanya menggeliat manja. Bukannya aku nggak suka, justru
sebaliknya.
kelemahanku
dan
Zack ia
memanfaatkannya.
59
udah
tahu
benar-benar
titik pintar
Aku dan Zack pertama kali bertemu di Capoeira de Malang, salah satu grupo yang cukup terkenal di Malang. Grupo itu sebuah kelompok tempat berlatih capoeira. Zack salah satu pelatih di sana dan aku salah satu murid yang terpikat padanya. Udah dua minggu aku bergabung dengan Capoeira de Malang, dari dulu aku emang pengin belajar seni bela diri dari Brazil itu. Sebenarnya sih wajah Zack nggak cakepcakep amat, agak sangar malahan. Rambutnya ikal sebahu namun lebih sering diikat jika sedang
melatih
murid-muridnya.
Kulitnya
cenderung gelap karena sering berlatih capoeira dengan bertelanjang dada di bawah terik sinar matahari. Badannya agak kurus namun cukup berotot, bagian tubuhnya yang paling kusuka adalah pantatnya. Bagus banget bo’, apalagi kalau dia lagi beraksi di arena capoeira dengan celana putih ketatnya itu. Boleh dibilang, secara keseluruhan Zack tuh cukup seksilah. Hehehe...
60
“Zack, jangan...” ucapku lirih saat Zack hendak memasuki diriku. “Kenapa?” tanya Zack dengan pelan dan penuh kesabaran. “Aku takut...” Sebenarnya rasa takut itu hanya sekitar dua puluh lima persen, selebihnya adalah gairah yang udah tak tertahankan lagi. “Nggak ada yang perlu ditakutkan, Sayang.” Bisik
Zack
di
telingaku
sambil
mengecup
keningku dengan lembut. Antara penasaran, deg-degan dan pasrah ketika detik-detik yang menegangkan itu akan terjadi. Selanjutnya tak ada yang bisa kulakukan ketika
Zack
mulai
melakukannya.
Hanya
rintihan dan desahan yang mampu keluar dari mulutku. Dan itu bukannya membuat Zack berhenti tetapi malah semakin liar aja di atasku.
♂
61
“Awalnya dulu gimana sih kok kamu bisa jadi pelatih capoeira? Maksudku kamu belajar di mana gitu?” tanyaku pada Zack seusai kami bercinta. Aku berbaring di dadanya yang bidang, sementara dia mengambil sebatang rokok dan mulai menyalakannya. “Aku belajarnya pas masih kuliah di Jogja, dulu itu masih baru-barunya capoeira masuk ke Indonesia,” rokoknya
Zack dan
menghisap
kemudian
penuh
nikmat
mengangsurkannya
padaku. “Waktu
itu
ada
dua
capoeirista
dari
Australia, Naomi Herman sama Simon yang kebetulan lagi kuliah di Fakultas Sastra UGM, merekalah yang mengenalkan olahraga itu pada para mahasiswa di sana. Karena peminatnya makin
banyak
dan
biar
lebih
terorganisir,
akhirnya dibentuklah CJC, Capoeira Jogja Club yang diketuai sama Mas Yudhi Handoyo. Tapi sekarang namanya udah ganti jadi Brincadiera Capoeira, soalnya udah mulai buka cabang di kota lain. Di Malang juga ada kok cabangnya tapi 62
waktu itu aku belum di sini. Pas aku udah di sini, ada temen kuliah yang mendirikan grupo dan aku diminta untuk jadi pelatih di situ sampai sekarang.” “Kirain
yang
membawa
capoeira
ke
Indonesia itu orang Brazil. Secara capoeira kan asalnya dari Brazil?” ujarku untuk mengimbangi pembicaraan Zack. “Uhm... betul nggak sih yang aku bilang tadi?” tanyaku kemudian karena aku merasa sok tahu di hadapan pelatihku yang tidak hanya hebat saat bermain capoeira, tapi juga hebat di atas ranjang ini. “Setengah betul, deh. Hehe... Sebenarnya yang menciptakan capoeira itu bukan orang Brazil, melainkan para budak dan pekerja kasar asal Angola, Afrika. Waktu itu Brazil masih dijajah
sama
Portugis.
Karena
sering
diperlakukan nggak manusiawi oleh tuannya, akhirnya para budak itu menciptakan gerakangerakan yang bisa dipakai untuk menghindar dan membela diri. Karena status mereka sebagai budak,
mereka
nggak 63
mungkin
dong
menyebutnya
secara
terang-terangan
sebagai
bela diri, makanya latihan dilakukan dengan kedok
tarian
dilarang
dan
dan
musik.
diberangus
karena
makin
banyak
terjadi.
Barulah
Capoeira
sempat
Pemerintah
Brazil
pemberontakan
pada
masa
yang
pemerintahan
Presiden Getulio Vargas, kalau nggak salah tahun 1930, penguasa mengurangi tekanan pada ekspresi kebudayaan rakyat, termasuk capoeira. Kelonggaran ini dimanfaatkan Mestre Bimba untuk
memulihkan
dan
mengembangkan
capoeira menjadi seni bela diri. Karena usahanya itu,
Bimba
kemudian
mendapat
julukan
kehormatan sebagai Bapak Capoeira Modern.” Aku mendengarkan cerita Zack dengan penuh perhatian, aku jadi makin kagum aja padanya karena ternyata dia tidak cuma seksi, tapi juga cerdas. “Di kampusku dulu juga ada yang latihan capoeira, sebenarnya aku pengin gabung sih tapi belum ada
waktu.
Ya
maklumlah kuliahku
emang padat banget,” ujarku sok sibuk. 64
“Tapi sekarang kan udah kesampaian bisa belajar capoeira sama aku,” ujar Zack seraya melingkarkan lengannya dengan mesra padaku. “Kamu tahu nggak? Dulu tuh ya aku sampai terobsesi banget pengin belajar capoeira, sampai aku bela-belain download videonya di internet.
Aku
pernah
lho
sampai
terpeleset
karena nekat nyobain gerakan-gerakannya.” Zack
tertawa
kecil
mendengar
kekonyolanku. “Kamu tuh lucu juga ya ternyata.” Aku merasa geli saat dia mengecup lembut kepalaku.
Aku
nggak
tahu
apa
maksud
kecupannya itu. Semoga aja bukan ungkapan cintanya
padaku
karena
bagiku
apa
yang
barusan kami lakukan tak lebih dari sekadar pemuasan nafsu belaka.
♀
65
66
Soulmate
TIGA hari udah sejak insiden di parkiran itu, aku dan Carissa sama sekali nggak saling kontak.
Sengaja
emang,
karena
aku
ingin
masalahnya dengan cowoknya itu benar-benar selesai. Aku harap setelah itu dia bisa mengambil keputusan yang terbaik. Walaupun aku tahu yang terbaik itu belum tentu bisa memuaskan semua pihak, pasti nanti ada salah satu pihak yang dikecewakan. Lamunanku dibuyarkan ketukan pelan di pintu kosku. Malas-malasan aku berdiri menuju pintu.
Jantungku
langsung
67
berdebar
ketika
melihat sosok yang muncul di balik pintu tersebut. Wajah Carissa tampak kusut. Selama dua bulan mengenalnya, baru kali ini aku melihatnya layu seperti itu. Meskipun dia belum berkata apa-apa, namun aku udah tahu apa yang akan terjadi. Aku udah menyiapkan diriku untuk menerima keputusannya. “Hai
Mas,
gimana
kabarnya?”
sapanya
dengan pelan. “Yaa, seperti kamu lihat, baik-baik aja kok. Kamu sendiri gimana, baik?” “Sama, aku tadi ke kantor Mas tapi ternyata Mas udah pulang. Aku hubungi ponsel Mas tapi nggak aktif.” “Kebetulan
hari
ini
emang
nggak
ada
lembur, jadi aku langsung pulang. Ponselku lowbat, tuh lagi aku charge,” ujarku sambil menunjuk ke ponselku yang kuletakkan di atas meja
komputer
dengan
menancap di stop kontak.
68
kabel
charger
yang
Seperti
biasa
jika
Carissa
main
ke
tempatku, kami berdua langsung duduk di atas karpet yang menutupi lantai kosanku. Namun kali ini auranya berbeda, tidak ada canda tawa lagi seperti biasanya. Aku bersandar pada lemari kayu yang mulai melapuk, sedangkan Carissa bersandar pada dinding yang catnya udah mengelupas di sanasini.
Kami
senyaman
berdua
seakan
mungkin
untuk
mencari
tempat
menguatkan
diri
masing-masing. Setelah saling menanyakan kabar masingmasing dan berbasa-basi sebentar, Carissa mulai membicarakan status hubungan kami. Nggak tahu kenapa aku merasa Carissa yang sekarang duduk di depanku, bukan Carissa yang selama ini kukenal.
Carissa
mengawali
pembicaraan
dengan
menceritakan hubungannya dengan Alex. Mereka berdua udah pacaran dua tahun lebih dan selama ini hubungan mereka baik-baik aja. 69
Sampai akhirnya Carissa menangkap basah Alex sedang
bermesraan
dengan
cewek
lain
di
rumahnya. Dasar cowok bego, selingkuh kok di kandang sendiri. Tentu aja Carissa marah besar dan langsung minta putus saat itu juga. Namun Alex nggak mau diputusin dan minta agar diberi kesempatan sekali lagi. Karena masih cinta, Carissa akhirnya mau memaafkan kesalahan Alex. Tapi sayang, Alex terjatuh lagi ke dalam lubang yang sama dan akhirnya Carissa benarbenar menutup pintu maafnya untuk Alex. Setelah harapanku
mendengar untuk
bisa
cerita
Carissa,
memilikinya
mulai
menguat kembali. Muncul tekad di dalam diriku untuk
membantu
menyembuhkan
luka
di
hatinya dan membuktikan padanya bahwa tidak semua cowok itu seperti Alex. “Aku udah renungkan tadi malam tentang hubungan
kita…”
Carissa
terdiam
sejenak.
“Makasih ya Mas, selama ini Mas udah perhatian banget sama aku. Kehadiran Mas Rahman di dalam
kehidupanku
sedikit 70
banyak
telah
menyembuhkan luka yang pernah ditorehkan Alex di hatiku. Tetapi…” Carissa tak melanjutkan kalimatnya dan hanya tertunduk lemah. “Tetapi kenapa, Ris…?” tanyaku sedikit tercekat. Harapan yang seakan udah di depan mata kini seperti menjauhiku. “Kamu katakan aja yang sebenarnya, kamu nggak usah takut. Aku nggak akan marah, kok,” ujarku seraya mengangkat dagunya namun dia tetap tak berani membalas tatapan mataku. “Mas… menggantung
aku…”
Lagi-lagi
kalimatnya.
Hal
Carissa ini
makin
membuatku bingung dan serba salah. Di satu sisi aku ingin rasa penasaranku ini segera terjawab,
namun
aku
juga
nggak
mau
membuatnya merasa terpojok. “Iya kamu kenapa, Ris?” Kuraih kedua tangannya
dalam
menguatkan
dirinya
genggamanku mengatakan
untuk hal
yang
sebenarnya. Agak ironis sih, sebenarnya kan aku yang
butuh
untuk
dikuatkan
penolakan darinya. 71
menerima
“Aku… nggak… bisa… menolak cinta Mas Rahman.” Aku benar-benar bahagia, sedikit nggak percaya
tapi
juga
gemas
begitu
mendengar
jawaban Carissa yang tidak kuduga itu. Apalagi setelah itu dia tersenyum penuh kemenangan padaku, rupanya dia sengaja ingin mengerjaiku dulu. Carissa hanya mengerang manja seperti anak kecil ketika aku mencubit gemas hidungnya yang sedikit bulat itu. Lalu dengan penuh perasaan
kukecup
lembut
keningnya
yang
seputih salju itu. Rasanya hidup ini lengkap karena telah menemukan belahan jiwa yang selama ini kucari.
♂
72
Bad Guy
AKU
melihat
jam
dinding,
udah
jam
setengah dua belas malam. Ngapain aja sih Evan di rumahnya Yunara! Sekarang udah hampir tengah malam dan dia belum pulang-pulang juga. Ini nih yang udah aku khawatirkan jauhjauh hari, dengan perginya Tante
Irma
ke
Australia pasti Evan makin bebas dan seenaknya aja. Bukannya aku mau sok ngatur, tapi karena aku merasa bertanggung jawab kepada Tante Irma yang udah ‟menitipkan‟ Evan padaku.
73
Lagian, tuh anak apa nggak takut digerebek tetangga-tetangganya Yunara? Coba deh aku sms tuh anak.
Van, kmu ga plg?
Ortunya Yunara ke Sby, doi minta ditemenin. Aq ga tega ninggalin dia sendiri
Ya dah hati2 ama godaan setan!
Don’t worry, kmi ga akan macam2 koq Segala kemungkinan bisa aja terjadi, dua orang berlainan jenis berada dalam satu rumah. Apalagi Evan sama Yunara, yang udah terkenal sebagai the hottest couple in campus. Semoga aja mereka nggak melampaui batas. Ah… buat apa memusingkan mereka, yang ada aku malah merana sendiri. Yang penting aku udah ingetin dia, aku rasa itu udah lebih dari cukup. Ngapain ya enaknya..? Nonton tv aja ah. 74
Saat melintas di depan ruang kerja Tante Irma, aku berhenti sejenak karena teringat sesuatu. Hey… Evan kan pernah bilang kalau komputer di situ bisa dipakai buat ngenet. Mudah-mudahan ruangan itu nggak dikunci. Biasanya sih aku ngenet pake laptopnya Evan, tapi kamarnya Evan kan dikunci. Lagian di sini juga nggak ada area hot spotnya. Kugerakkan gagang pintu berwarna cokelat itu. Aha! Hatiku setengah bersorak ketika pintu itu terbuka. Udah lama aku nggak ngenet, emailku pasti udah penuh dengan spam. Aku jadi inget sama
Badguy,
temen
chattingku.
Lagi
ngapain ya dia sekarang? Udah lama kami nggak saling kontak.
Bad
Guy
:
Hai
ke
mana
aja
kamu?
Kok
nggak pernah nongol?
Ya ampun nih anak, aku baru aja online udah disamperin. 75
Frey : Sorry aq lagi ujian. Kangen ya? Bad
Guy
:
KANGEN..?
Ge-er
banget
sih
kamu. Frey : Enak aja! Rugi ge-er sama kamu.
Beberapa waktu yang lalu aku beranikan diri untuk curhat tentang perasaanku pada Evan. Dia adalah orang pertama yang tahu masalahku ini. Sebenarnya aku sempat khawatir juga tapi aku udah nggak kuat lagi menyimpan rahasia
ini
sendirian.
Aku
hanya
butuh
seseorang untuk mendengarkan keluh kesahku, tak
peduli
jika
nantinya
ia
nggak
bisa
membantuku. Yang penting dia mampu menjaga rahasiaku. Dan kurasa Bad Guy adalah orang yang tepat.
Bad Guy : Hoiiiiiii… where are U? Frey : Apaaaaa..? Bad
Guy
:
Ngelamun
mikirin Evan. 76
ya?
Pasti
lagi
Frey : Sok tahu! Bad Guy : Gimana dia kabarnya? Frey : Baik2 aja, malahan sekarang lagi banyak proyek. Bad Guy : Pedekate maksudmu? Frey : Seratus buatmu. Bad Guy : Kamu nggak cemburu? Frey : Nggak ada pengaruhnya, lagian aq udah capek. Bad Guy : Mungkin akan beda kalau kamu coba berterus terang sama dia. Frey : Jangan konyol, dia itu normal. Yang
ada
malah
dia
ngusir
aq
dari
rumahnya. Bad Guy : Kalian tinggal serumah? Wah tambah seru nih! Frey : Seru apanya? Aq tambah sengsara tau! Bad Guy : Sengsara membawa nikmat Frey : Sialan! Bad Guy : Kamu kok nekat sih?
77
Frey : Bukannya aq nekat, dia yang minta aku temani soalnya mamanya tuh study ke Australia.
Sekitar jam satu aku mengakhiri chattingku dengan Badguy karena rasa kantukku udah nggak bisa ditahan lagi. Seperti biasa, sebelum tidur aku menulis diary dulu. Diary hadiah ulang tahunku dari Evan emang belum kupakai sama sekali,
nggak
tahu
kenapa
rasanya
sayang
banget mengotori kertasnya yang masih putih itu. Tapi kalau nggak kupakai dan Evan tahu pasti dia akan marah sekali.
♀
78
Confession
NGGAK tahu ada angin apa, setelah kami making
love
(virtual
sex
maksudnya)
Tomy
mengajakku untuk berbicara dari hati ke hati. Dia ingin agar kami saling jujur dan terbuka dengan keadaan kami yang sebenarnya. Tomy bilang bahwa feelingnya mengatakan kalau ada hal yang kusembunyikan darinya. Dia pun juga mengakui kalau selama ini nggak seratus persen jujur
padaku.
Untungnya
Tomy
mengambil
giliran yang pertama sebab jujur (lagi lagi jujur) aja, aku sama sekali nggak menyangka kalau dia punya dugaan seperti itu padaku. Diam-diam aku mengagumi instingnya yang peka itu. 79
Tania, itulah nama cewek Tomy di dunia nyata. Sejak awal sebenarnya aku juga nggak percaya saat dia dulu bilang belum punya cewek. Dengan wajah cakepnya itu aku yakin dia mampu menggaet cewek mana pun yang dia sukai untuk jadi pacarnya. Apalagi kerjaannya sebagai tour leader, memungkinkan dia bertemu dengan banyak wanita yang menjadi kliennya. Tapi dia selalu menyangkal dan mengatakan bahwa selama ini dia sering kali menerima penolakan. Tania merupakan cewek kedua bagi Tomy. Mereka udah berhubungan kurang lebih setahun dan mengalami putus nyambung hingga empat kali sampai saat ini. Selama ini yang mutusin dan minta nyambung lagi itu selalu Tania. Parahnya, Tomy
dengan
mudahnya
menerima
Tania
kembali, aku sampai nggak habis pikir maumaunya Tomy diperlakukan seperti itu. Dia bilang kalau hal itu nggak jadi masalah asalkan temen-temen sekosannya tahu dia tetap pacaran 80
sama Tania. Soalnya kalau ada salah satu penghuni kos yang putus, bukannya dihibur tapi malah jadi bahan ledekan yang lainnya. Sebagai orang yang mencintainya, tentu aja aku
nggak
rela
kalau
Tomy
diperlakukan
seenaknya oleh Tania. Aku memintanya untuk berjanji pada dirinya sendiri jika kelak Tania mutusin untuk kelima kalinya dan meminta balikan lagi, jangan pernah mau menerimanya lagi. Tomy pun mengatakan bahwa dia punya prinsip pantang untuk mutusin cewek. Alasannya karena cewek mempunyai perasaan yang lebih sensitif dan kalau diputusin pasti lebih terluka hatinya bila dibandingkan dengan cowok. Dia nggak
mau
aja
terkena
karma
karenanya.
Bahkan meski hubungan yang mereka jalani nggak berjalan dengan baik atau dia merasa nggak nyaman lagi, dia akan memilih untuk tetap bertahan. Dia akan tetap menunggu hingga si cewek yang memutuskan hubungan tersebut. Ah Tomy, terkadang aku merasa dia terlalu naif sebagai seorang cowok. Tapi justru keluguannya 81
itulah
yang
makin
membuatku
jatuh
hati
padanya.
Saat giliranku, gantian Tomy yang kaget ketika aku mengakui udah punya pacar juga. Padahal beberapa waktu yang lalu aku mengaku padanya baru aja putus. Seperti halnya dia, aku pun menceritakan semuanya tanpa ada yang kututup-tutupi darinya. Lucunya, kami sama-sama mengaku jika selama
ini
malah
lebih
asyik
menjalani
hubungan cinta di dunia maya daripada di dunia nyata. Pulsa ponsel kami seringkali habis bukan karena untuk menghubungi pacar kami masingmasing, tapi karena tersedot untuk chatting berduaan hingga larut malam. Aah, cinta emang luar biasa pengaruhnya, jangankan pulsa, nyawa pun rela dipertaruhkan demi cinta.
♂ 82
You Are Really Bad Guy
SEGALA sesuatu di dunia ini menganut hukum sebab-akibat. Kalau kita rajin belajar, maka kita akan menjadi orang yang cerdas. Kalau kita rajin bekerja, maka kita akan cepat kaya. Kalau kita rajin berolah raga, tubuh kita akan sehat. Tetapi
tentang
perasaanku
ini,
sampai
sekarang aku sendiri tidak tahu kenapa jadi abnormal seperti ini. Yang kutahu hanyalah akibatnya. Aku tidak mengerti bagaimana bisa jatuh hati pada Evan, maupun lelaki menarik lainnya. Padahal Tuhan telah menciptakan kaum Hawa dengan segala keindahannya. 83
Aku tidak habis pikir mengapa ketampanan Yusuf
lebih
kecantikan
menarik
perhatianku
Zulaikah.
Juga
daripada mengapa
keperkasaan Frey lebih memikatku daripada erotisme
Freya.
Aku
udah
lelah
mencari
jawabnya. Lagipula jika aku terus mencari dan mencari, maka hanya ada satu jawaban pasti, Tuhan. Karena bagaimanapun juga Dialah yang punya
andil
atas
semua
ini.
Dialah
yang
menciptakanku hingga seperti ini. Seandainya aja sebelum dilahirkan aku bisa memilih menjadi apa kelak di dunia, tentu akan lain jadinya. Tapi… diteruskan.
udahlah, Karena
nggak itu
ada
sama
gunanya aja
aku
menyalahkan Tuhan. MenghakimiNya seolaholah ada yang salah dalam penciptaan diriku. Aaah... mungkin ini semua salah si Cupid. Dia nggak becus melepaskan panah cinta. Udah waktunya dia pensiun!
84
Jarum jam masih berotasi pada porosnya, sekarang tiba di angka sebelas. Aku hanya bisa mengamatinya dengan pandangan mata kosong. Sejak tadi aku belum bisa memejamkan mata. Tidak tahu kenapa belakangan ini aku sering sulit tidur. Mungkin aku udah mulai terjangkit insomnia. Atau mungkin juga gara-gara mikirin Evan. Jujur aja aku semakin tersiksa tinggal serumah dengannya. Aku jadi tahu apa aja yang dilakukannya bersama Yunara, termasuk malam ini. Hatiku benar-benar hancur membayangkan apa yang dilakukan mereka berdua di kamar Evan.
Frey : Rajin amat chattingnya.
Kutinggalkan sebentar untuk mengecek email.
Ya
ampun,
banyak
banget
spamnya!
Padahal kemarin udah kuhapus semua. Aku heran, dari mana sih mereka tahu alamat emailku! Bisa-bisa waktuku habis hanya untuk menghapus e-mail-e-mail sampah ini. Kok nggak 85
dibalas-balas sama Bad Guy, ya? Pasti lagi asyik sama fansnya.
Frey : Hoooiiiiiii! Aku masih menunggu. Masih nggak ada balasan.
Frey : BAD GUY!!!
Kualihkan
kursor
ke
situs
lain.
Sekadar
mengalihkan kekesalanku. Tak lama, nama Bad Guy menyala merah di monitor. Aku nggak menghiraukannya. Biar tahu rasa, emang enak dicuekin. Bad Guy : Sorry ya Frey : Mentang-mentang banyak fansnya! Bad Guy : Jangan ngambek, dong. Lagian tumben, tanggal tua masuk. Pasti habis menang togel nih. Bagi-bagi dong. Frey : Enak aja! Aq ngenet di rumah, di ruang kerja Mamanya Evan.
86
Bad Guy : Wah, gratisan nih. Ngomongngomong Evan ke mana? Pasti lagi keluar? Frey
:
Nggak,
dia
lagi
tidur
di
kamarnya. Sama Yunara. Bad
Guy
:
Yunara
nginap
di
rumahnya
Evan? Sekamar? Wah, tambah seru aja nih. Frey : Seneng banget sih kamu! Bad
Guy
:
Pasti
mereka
lagi
bercinta
sekarang. Eh, gimana kalau kamu pasangin kamera aja di kamarnya? Trus rekamannya kamu gandain, pasti laku keras. Frey : Sekarang nggak jamannya lagi main di
kamar,
yang
lagi
ngetren
di
alam
filenya
yang
bebas. Bad
Guy
:
Oh,
aq
punya
alam-alam bebas gitu. Kalau kamu mau, aq kirim sekarang. Frey
:
Sorry,
aq
nggak
hobi
lihat
gituan. Mending yang live aja. Bad Guy : Wah… wah… kok tambah hot gini ngomongnya? Frey : Kamu sih yang mulai.
87
Bad Guy : Gimana kalau kita ketemuan? Aq udah bosan terus-terusan seperti ini. Frey
:
Ngapain?
Lagian
kamu
kan
di
Bandung. Bad Guy : Kamu naif banget sih. Aq lagi di Malang kok sekarang. Frey : Kamu kira aq akan percaya dengan bualan kamu itu? Sorry, kamu tuh yang naif. Bad
Guy
:
percaya. malam
di
Ya
udah
Kutunggu
kalau besok
Momento
Cafe.
kamu jam
nggak
delapan
Aq
pakai
dresscode biru, warna favorit kita. Frey : Kamu ngomong apa sih? Kamu nggak lagi kumat kan? Bad Guy : Terserah kamu mau ngomong apa. Buktikan aja besok. Nggak ada kejujuran di dunia maya.
Aku keluar dari room chatt dengan perasaan dongkol. Bad Guy udah menipuku mentahmentah. Tapi beneran nggak sih dia lagi di 88
Malang?
Nggak
ah,
dia
pasti
hanya
mau
menggertakku.
Entah udah berapa kali tubuhku bolakbalik di atas tempat tidur. Ke sebelah kanan, ke sebelah kiri, balik lagi ke sebelah kanan, balik lagi ke sebelah kiri. Begitu seterusnya, seperti ikan di penggorengan. Pikiranku melayang ke mana-mana. Berusaha mencari jawaban atas rasa penasaran yang menyiksa diriku. Bad Guy, kamu emang benar-benar Bad Guy. Teganya kamu melakukan ini padaku, kukira kamu bisa kupercaya. Ternyata… Berbagai prasangka dan segala
macam
dugaan terus berkelebat dalam benakku. Siapa Bad Guy sebenarnya? Bagaimana kalau ternyata dia tahu siapa aku? Bagaimana kalau dia bocorin rahasiaku pada Evan? Bagaimana kalau dia..? Kata hentinya
bagaimana menerorku.
itu
seperti
Kalau
aja
tak aku
hentibisa
membuka batok kepalaku dan mengeluarkannya dari memori otakku, pasti udah kulakukan sejak 89
tadi. AAAAARRGH!! Bisa gila aku kalau terusterusan seperti ini. Sayup-sayup terdengar suara kokok ayam di luar sana. Aku hanya bisa menghela napas panjang, tampaknya hari ini aku akan ketiduran lagi di kelas.
♀
90
Bring Me To The Heaven
MESKIPUN aku dan Tomy sama-sama tahu bahwa kami tak sendiri lagi, namun nyatanya hal itu tak melunturkan cinta yang ada di antara kami berdua. Kerinduan seringkali membuncah begitu besar manakala pikiranku tertuju pada Tomy. Bahkan jika sedang tidak chatting dengan Tomy,
pikiranku
selalu
dipenuhi
dengan
pertanyaan dan dugaan apa yang dia lakukan saat itu bersama Tania. Kecemburuan yang timbul di hatiku mulai membuatku merasa tersiksa, entah bagaimana jadinya jika kulihat mereka berdua secara nyata.
91
Seperti hari ini, Tomy mau pergi liburan bersama keluarganya Tania. Aku jadi jengkel dibuatnya sebab gara-gara hal itu Tomy nggak bisa lama-lama chatting pagi tadi. Padahal hari ini kan aku libur dan masih pengin chatting lebih lama sama dia. Ya udahlah, bisa apa aku. Aku nggak punya hak untuk melarangnya pergi, aku kan hanya pacar di dunia maya aja. Yang bisa kulakukan hanyalah makan hati membayangkan Tomy dan Tania menghabiskan waktu seharian, berjalan bergandengan tangan, duduk mojok berduaan. Uuuh, kenapa bukan aku aja sih yang ada di sana! Di list kontakku ada tiga orang yang lagi online, ARTemis, Dion_Gantenk dan Chavalito. Daripada bete sendiri mikirin Tomy, lebih baik cetingan sama mereka aja.
Chavalito : Tumben nih ol page2 Beib. Cahaya : Iya lagi libur nih. Chavalito : Enak dunk bisa sante2 Cahaya : Ya geto deh. 92
Nama asli Chavalito itu Yoga. Dia tinggal di Surabaya dan masih kuliah di salah satu PTS yang ada di sana. Sebenarnya dulu dia pernah nembak aku tapi udah keduluan Tomy. Chavalito : Kamu lagi c8 ma co kamu ya? Cahaya : Ga, dia lagi keluar ma ce-na. Chavalito : Lha, emang kamu bukan ce-na? Cahaya : Maxudku ce nyata, aq kan cuma ce chat aja. Chavalito : Trus kamu jeles nggak kalo dia jalan ma ce-na? Cahaya : Udah ah, jangan bahas itu. Bete nih aq. Chavalito : Muup. Kamu maunya bahas apa? Cahaya : Terserah deh. kamu kan co, kamu dunk yang nyari topik.
Nih dia enaknya di cetingan, kita sebagai cewek nggak perlu susah-susah cari topik atau bahan buat cetingan. Biarkan itu menjadi tugas 93
si cowok. Tapi aku sendiri nggak mau egois, cowok
kan
juga
manusia
yang
punya
keterbatasan. Kalau mereka lagi mentok nggak punya ide, aku mengalah untuk cari bahan pembicaraan. Tapi untuk kali ini aku emang benar-benar
lagi
sumpek
dan
butek.
Dan
biasanya aku selalu mencari pelarian pada yang satu itu.
Chavalito
:
Ngapain
cari2
topik,
dia
lagi disuruh ibunya antre minyak. Cahaya : Garing ah! Chavalito : Emang :P Cahaya : Gimana kalo kita cs‟an Chavalito : Wew… beneran nih? Cahaya : Mau ga? Chavalito : Mau bangetlah, apalagi sama ce
secantik
kamu.
Emang
kepingin ya? Cahaya : Cerewet ah kamu!
94
beib
lagi
Chavalito : Muup. Ya udah masuk kamar yuk Beib. Cahaya : Gendoong!
♂ “Hai Zack, lagi di mana kamu?” “Biasa, lagi di stadion. Nih lagi ngawasin murid-muridku yang lagi latihan .Ada apa Yang, kangen, ya?” “Nggak kok, cuma nanya aja.” “Masa seeh? Ya udah aku tutup, ya…” “Eh… eh…, tunggu. Kok main tutup gitu aja sih,
udah
dibela-belain
nelpon
juga.
Nggak
menghargai banget, deh.” “Iya, iya, just kidding, kok. Habis kamu sih, padahal aku tuh udah kangen banget sama kamu,
Yang.
Eh
ternyata
kamunya
malah
nggak.” “Ya udah, habis latihan kamu main ke sini aja. Aku tunggu, ya.” 95
“Oke deh. Aku sayang kamu, muaaach!” “Muaah juga!”
CS-an sama Yoga tadi pagi nyatanya nggak bisa mengobati rasa cemburuku pada Tomy. Seharian tadi aku masih aja kepikiran terus sama dia, rasanya tersiksa banget tau nggak! Apalagi dia juga nggak bales sms-ku sama sekali. Mentang-mentang lagi sama Tania, lalu aku dicampakkan gitu aja. Awas kamu ya Tom, tunggu pembalasanku. Saat ini aku benar-benar butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pikiranku dari Tomy. Sesuatu
yang
menyenangkan
pastinya.
Aku
yakin Zack pasti bisa melakukannya. Aaah, aku jadi nggak sabar nih menunggu kedatangannya. Come to me baby, bring me to the heaven…
♀
96
Failed Revenge
Rahman SUARA
deburan
ombak
Pantai
Balekambang yang tiada hentinya menghantam deretan batu karang yang berdiri kokoh. Burungburung yang semula asyik mencari makanan di sela-sela
batu
karang
langsung
terbang
berhamburan begitu air laut menerjang dengan cepatnya. Sementara itu, di pantai yang landai dan berpasir, orang-orang tua, remaja dan anakanak bermain air dengan riangnya. Ketika ada gulungan
ombak
yang
berjalan
mendekat,
mereka malah menyongsongnya dengan suka cita, seakan ingin menantang kekuatan sang 97
ombak. Gelak tawa dan canda keluar dari mulut mereka manakala gulungan ombak itu menyeret mereka ke tepian. Aku hanya bisa gigit jari menyaksikan itu semua,
rasanya
rugi
banget
liburan
ke
Balekambang tapi nggak berenang atau sekadar berbasah-basahan. Sebenarnya aku udah bawa pakaian ganti dari rumah, tapi nggak dengan Carissa. Ya udahlah, nggak apa-apa. Nggak mungkin dong aku main-main sendirian di pantai. Yang penting kan bisa menghabiskan waktu bersama Carissa, bagiku itu udah lebih dari cukup. Sebagai gantinya kami berdua menikmati pemandangan
di
atas
jembatan
yang
menghubungkan daratan dengan salah satu dari tiga pulau kecil yang ada di lepas pantai. Di bagian barat sana ada pulau Wisanggeni, lalu di tengah-tengah adalah Pulau Anoman. Sedangkan di bagian timur, di tempat kami berada saat ini, namanya Pulau Ismoyo. Di atas Pulau Ismoyo berdiri dengan megahnya sebuah pura kecil 98
bernama Pura Luhur Amertha Jati. Pada bulan Suro,
Pantai
Balekambang
cukup
ramai
dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, karena pada bulan itu diadakan upacara Surohan (Suroan) dan Jalanidhi Puja. “Sayang… lihat tuh ada ikan pari kecil!” seruku
sambil
menunjuk
ke
bawah
kami.
Tampak di sana seekor ikan pari kecil sedang berenang di sela-sela karang laut. Di bawah jembatan ini keadaan airnya cukup tenang sehingga kami bisa menikmati pemandangan bawah laut yang lumayan bagus. “Mana..?” tanya Carissa dengan antusias. “Itu
tuh…
deket
batu
karang
yang
menyembul ke atas. Kelihatan nggak?” Carissa menundukkan wajahnya sambil mengarahkan pandangan matanya mengikuti jari telunjukku. “Mana sih Mas, nggak ada gitu?” “Yaah, kamu kelamaan sih. Ikannya udah lari tuh.” “Sejak kapan ikan pari punya kaki, ada-ada aja Mas ini,” potong Carissa agak sewot. 99
“Yee, kok jadi ngambek gitu sih.” “Siapa juga yang ngambek.” “Kirain ngambek. Eh Sayang, dari tadi kita belum foto-foto, nih! Mumpung pemandangannya bagus, apalagi di belakang kita ada puranya. Pasti hasilnya nggak kalah bagus dengan di Tanah Lot,” ajakku sambil mengeluarkan ponsel dari sakuku. “Aduh Mas, malu ah foto-foto di tempat rame kayak gini.” “Alaah… ngapain juga malu, tuh lihat yang lain juga pada narsis. Ayo dong Ris, biar ada kenang-kenangannya.” Dengan malas-malasan akhirnya Carissa mau foto berdua, beberapa kali aku terpaksa menggelitikinya agar mau pasang senyum di depan kamera. “Sayang… kamu kenapa sih kok hari ini nggak kayak biasanya?” tanyaku saat kami berdua duduk menikmati es kelapa muda. “Aku udah hampir mati gaya tahu nggak gara-gara sikapnya yang agak aneh hari ini. Kamu lagi mikirin apa sih?” 100
“Nggak kok, aku nggak mikirin apa-apa…” “Yakin..?” tanyaku ragu. “Iya, napa sih Mas nanyanya gitu?” “Habisnya aku perhatikan kamu kayak nggak enjoy. Badan kamu emang ada di sini, tapi pikiran kamu tuh melayang-layang nggak tahu ke mana gitu.” “Sok tahu, deh. Udah ah, kita pulang aja yuk, Mas! Tambah panas, nih.” Carissa bangun dan membersihkan pasir yang menempel di jeans pensilnya. “Makanya kasih tahu aku dong, kamu itu kenapa? Kalau kamu ada masalah, cerita sama aku.” “Nggak, nggak ada apa-apa kok, Mas. Aku lagi nggak mood aja, biasa… masalah bulanan.” “Oooo… itu biang keroknya…” timpalku dengan konyolnya. Carissa hanya mengangguk sambil tersipu malu. Pantesan dari tadi ngotot nggak mau diajak berenang.
♂ 101
Cahaya AZURE
:
Holiday
kemarin
ke
mana
aja,
Yank? Cahaya : Uhm… ke Pantai Balekambang. Azure : Wah asyik dunk, di mana tuh? Ma siapa? Cahaya : Masih di daerah Malang, kok. Ma cowokkulah. Azure : Cuma berduaan aja? Cahaya
:
Hu‟uh.
Masa
rame-rame
sama
keluarga, nggak seruu. Azure : Ngapain aja di sana? Cahaya
:
Ya
berenang,
nyari
kerang2,
trus juga makan ikan bakar. Azure : Enak banget, tuh. Cahaya : Ya iyalah. Azure : Pulang jam berapa? Cahaya : Jam 6. Azure
:
Wew…
malam
banget
Emang ga dicariin ma bonyok?
102
pulangnya.
Cahaya
:
romantis
Kan
banget
sambil deh
liat
pokokna.
sunset, Nggaklah,
emang aq masih abg pake dicariin bonyok segala. Azure : Oh gitu. Cahaya : Kok cuma gitu aja? Azure : Gitu aja gimana? Cahaya : Reaksi kamu kok biasa aja sih? Azure : Lha aq musti gimana? Kamu kan perginya
sama
cowokmu,
masa
aku
mau
marah-marah. Cahaya : Kamu nggak cemburu? Azure : Nggak, itu kan hak kamu pergi sama
cowokmu.
Lagian
masih
seruan
liburanku kemarin kan, macem-macem yang aku lakukan sama Tania. Lihat hewan-hewan, naik dragon n kapal, masuk gua hantu, renang. Cahaya : Beuuh, kayak anak kecil aja. Azure : Bialin. Cahaya : Benar kan yang aq bilang, kalau kamu
tuh
menjalani
hubungan
ini
nggak
pake hati tapi cuma pake nafsu doang. 103
Azure : Kok gitu sih ngomongnya? Cahaya : Emang kenyataannya gitu kan. Dah ah, aq off aja. Bete! Azure
:
Yaa,
mulai
lagi
deh.
Jangan
ngambekan gitu dong, Yank. Cahaya : BODOH.
Brengsek! Maunya balas dendam malah aku yang sakit sendiri. Percuma aku mengarangngarang
cerita
tadi,
kalau
ternyata
nggak
berhasil bikin dia cemburu. Lagi pula Tomy kan udah sering mengunjugi objek-objek wisata yang pastinya lebih seru dari Pantai Balekambang. Tahu gitu, sekalian aja tadi aku ceritain kalau aku juga cs-an sama Yoga dan ML sama Zack. Biar dia tahu rasa! Emang benar dugaanku selama ini, aku hanya dijadikan pelampiasan nafsu aja sama Tomy. Kuhempaskan ponselku begitu aja ke tempat tidur. Kalau nggak inget harganya yang mahal itu, udah kubanting ke lantai saking jengkelnya. 104
Belum hilang rasa jengkelku, ponselku tibatiba
berbunyi.
Dengan
geram
aku
melihat
layarnya yang menyala itu. Beuuh, mau apa lagi sih dia? Nggak cukup apa udah bikin aku sakit hati tadi. Biar kamu nelpon sampai sejuta kali juga nggak akan aku angkat! Nggak lama kemudian ponsel sialan itu berbunyi lagi.
Cayank marah, ya? Maavin aku deh, aku nggak bermaksud bikin kamu sakit hati. Kamu pikir aku nggak cemburu apa waktu baca cerita kamu sama cowokmu tadi? Tapi aku kuat-kuatin hatiku. Makanya aku gantian manas-manasin kamu. Maav ya… I Luph U.
♀
105
106
Handsome Devil
Afri PAGI ini udara sangat dingin, sisa dari hujan lebat yang mengguyur Malang semalam. Sebenarnya masih malas sih untuk bangun, lagian juga nggak ada kuliah. Dengan masih berselimut
aku
berjalan
menuju
jendela
kamarku. Ya ampun Evan! Dingin-dingin gini kok dia sempet-sempetnya renang segala sih? Evan emang hobby banget renang. Nggak peduli siang atau malam, kalau lagi mood pasti dilakukannya. Apalagi kalau lagi panas dan kegerahan,
ujung-ujungnya 107
pasti
nyebur
ke
kolam. Nggak heran kalau tubuhnya begitu tegap dan atletis. Dengan bersembunyi di balik gorden aku mengamatinya. Evan keluar dari kolam lalu meraih handuk yang disampirkan di kursi. Meskipun hanya dari balik kaca, namun aku bisa melihatnya dengan jelas. Kamarku emang yang paling deket dengan kolam renang.
You ask me the time But I sense something more And I would like to give What I think you're asking for You handsome devil Oh, you handsome devil
Darahku berdesir saat melihat tubuhnya yang masih basah oleh air itu. Bahu kekar melebar. Dada liat membidang. Lengan kuat berotot. Pun rambut-rambut halus yang tumbuh mulai dari dada hingga ke bawah pusar.
108
Evan tampak semakin macho dengan celana renang hitam yang melekat di bagian tengah tubuhnya. Melekat ketat di pusat kejantanannya. Membungkusnya begitu ketat hingga tampak menonjol di antara kedua pangkal paha yang juga
lebat
berbulu
itu.
Berbagai
perasaan
bercampur aduk: kagum, bergairah sekaligus jijik pada diriku sendiri.
Oh, let me get my hands On your mammary glands And let me get your head On the conjugal bed I say, I say, I say
(Handsome Devil – The Smiths)
Aku segera beranjak dari balik gorden dan kembali menuju tempat tidur. Bisa-bisa aku terangsang beneran kalau melolotin Evan terusmenerus. Saat merapikan seprai dan melipat selimut, aku sedikit kebingungan karena nggak 109
menemukan ponselku di tempat tidur. Aku caricari di bawah bantal namun nggak kutemukan juga. Untung aku langsung inget kalau tadi malam ponselku lowbat. Sesaat setelah aku menghidupkan ponsel, ada pemberitahuan telepon masuk semalam. Huh, nih orang emang keras kepala! Udah kubilang ajakannya
kalau untuk
aku
nggak
akan
ketemuan.
Biar
menuruti aja
dia
menungguku sampai basi, sampai mati juga nggak apa-apa. Lagian buat apa? Hanya akan mempermalukanku aja. Dasar akunya juga yang bego, mudah percaya sama orang asing, pakai curhat segala lagi. Kalau tahu begini mending dulu nggak usah kenal sama Bad Guy. Yang nggak habis pikir adalah dari mana dia tahu nomor ponselku! Sumpah, tadi malam aku tuh kaget banget waktu membaca sms darinya. Awalnya sih aku biasa aja pas ada sms dari nomor yang nggak kukenal, kukira orang salah kirim. Tapi setelah membaca isinya, aku langsung panik setengah mati. 110
Baru aja aku hendak menaruhnya di buffet, mendadak ada sms masuk. Lagi-lagi dari si Bad Guy sialan itu.
Met pagi, udah bangun lum? Have a nice day. Have a nice day-have a nice day! Yang ada malah kamu mengacaukan pagiku yang cerah ini. Dengan penuh rasa kesal kuhapus sms itu. Daripada ngeladenin orang usil nggak jelas kayak dia, lebih baik aku segera mandi aja.
♂
111
112
Pelarian Hati
Rahman HARI ini udah menginjak minggu kedua aku pacaran sama Carissa, tapi nggak tahu kenapa waktu
seperti
berjalan
lambat.
Sehingga
terkadang aku merasa seperti jalan di tempat aja, seperti halnya hubungan kami ini. Aku merasa ada yang berubah dalam diri Carissa sejak dia jadian sama aku, dia nggak seperti waktu aku mengenalnya pertama kali dulu. Tak ada lagi senyum tulus yang menjadi pelipur lara, yang ada hanyalah senyum palsu yang dipaksakan. Dia seperti tidak nyaman 113
berada di sampingku, apa yang dia lakukan seperti bukan berasal dari hatinya. Aku merasa hubungan kami hanya berjalan satu arah di mana aku yang dituntut untuk selalu
memberikan
perhatian
pada
Carissa,
namun dia sendiri tidak pernah melakukannya. Kami ini kan udah pacaran, masa aku masih harus terus-menerus mengejarnya. Aku juga ingin dia do something untuk menjaga cinta kami agar tetap bersemi. Contoh kecilnya, Carissa tuh nggak
pernah
punya
insiatif
untuk
menghubungiku duluan. Selalu aku yang harus telepon dia duluan, selalu aku yang harus sms dia pertama kali. Udah gitu, dia selalu molor ngasih balasan. Kalau saat masih pedekate dulu emang bikin gemas dan penasaran, tapi sekarang kan udah beda. Seperti sekarang, udah hampir setengah jam aku menunggu jawaban sms dari Carissa. Kucoba
mengalihkan
perhatianku
dengan
membaca-baca koran kemarin, tapi tetap aja pikiranku tertuju padanya. Ngapain aja sih dia 114
kok nggak balas-balas. Mana aku telepon tadi nadanya sibuk lagi, pasti ada yang menelepon dia. Kuambil lagi ponsel yang tadi sengaja kuletakkan jauh-jauh dariku, coba aku telepon sekali lagi. Siapa tahu udah nggak sibuk lagi. “Kamu ngapain aja sih kok nggak balasbalas
sms-ku?”
tanyaku
begitu
terdengar
jawaban dari seberang sana. “Aku lagi liat tv tadi, ya maaf, aku nggak tahu, Mas.” Aku agak sangsi dengan jawabannya, setahuku Carissa adalah tipe cewek yang nggak bisa jauh-jauh dari ponsel. Dia sendiri yang pernah bilang kalau dia sering bawa-bawa ponsel ke kamar mandi segala saking asyiknya sms-an sama temennya. “Lihat tv? Yakin? Kok aku telepon nadanya sibuk?” tanyaku penuh curiga. “Mas udah nggak percaya lagi sama aku?” “Bukannya gitu, ponsel kamu tadi emang sibuk mulu pas aku telepon.”
115
“Mungkin lagi gangguan, Mas. Kayak nggak tahu aja sih, ponsel CDMA kan emang sering gangguan.” “Iya… mengalah
iya…” aja
akhirnya
daripada
nanti
aku
memilih
berubah
jadi
pertengkaran. “Emang ada apa sih Mas, kok nelepon malam-malam gini?” “Kok kamu nanya gitu? Aku kan pacar kamu, emang nggak boleh?” “Bukannya nggak boleh, besok kan aku ada kuliah pagi. Ya udah, Mas mau ngomong apa?” Pertanyaan
Carissa
seperti
pedang
yang
menusuk hatiku, seperti aku nggak ada artinya sama sekali di hadapannya. “Aku cuma pengin ngucapin met bubuk aja.” “Udah, gitu aja?” “Iyaa…”
jawabku
mengambang.
Padahal
sebenarnya tadi aku ingin bilang sama dia kalau aku kangen sama dia karena seharian tadi kami nggak
ketemu.
Aku
pengin
sebelum tidur. 116
ngobrol-ngobrol
Kenapa sih Ris kamu nggak ngerasain seperti yang kurasakan saat ini? Carissa
langsung
meninggalkanku terbuang,
tak
begitu
menutup aja
dibutuhkan.
teleponnya,
dalam Emang
perasaan gini
ya
rasanya pacaran? Kok cuma sakit hati mulu sih yang kudapatkan?
♀ Cahaya AZURE : Yank, kamu tuh kenapa sih kalau aq telepon nggak pernah diangkat? Kamu nggak mau ya aq telepon? Cahaya : Bukannya gitu, lha kamu telpon pas aq lagi kuliah atau lagi di jalan. Azure : Ya udah sekarang aq telepon ya? Mumpung murah, nih. Cahaya : Aduh jangan! Azure : Kenapa lagi? Masa jam satu pagi gini kamu kuliah? Cahaya : Ya nggaklah. 117
Azure : Trus kenapa kok nggak boleh? Cahaya : Anu… suaraku tuh jelek, kamu pasti ilfeel dengernya. Azure : Ga masalah Yank, yang penting hatinya baek. Cahaya : Tapi Mas… nanti aku dimarahi sama
ibuku.
Dini
hari
gini
kok
udah
nerima telepon, dari cowok lagi. Azure : Kamu kan di kamarmu, masa ibumu bisa denger kita ngobrol. Cahaya : Duh kamu tuh… Azure : Cuma sebentar aja kok, aq pengin denger suara kamu. Kamu pelan-pelan aja ngomongnya. Boleh ya, pliss. Cahaya : Uhm… ya udah, bentar aja lho. Azure : Asiiik! Qta off ya sekarang. Cahaya : Ok.
Hatiku
berdebar-debar
nggak
keruan.
Sumpah, aku nggak siap menerima telepon dari Tomy. Aku takut dia nanti ilfeel setelah denger suaraku ini, trus nggak mau chatting lagi sama aku. 118
Tak lama ponselku berbunyi, di layarnya muncul nama Tomy. Antara iya dan tidak, aku menekan tombol yes untuk menerima telepon darinya. “Ya,
halo..?” jawabku pelan dan ragu.
Kuturunkan suaraku beberapa oktaf. “Hai, Aya…” terdengar suara cowok di ujung sana,
Jogja
tepatnya.
Suara
Tomy
ngebass
banget, kesannya dewasa gitu. “Hai juga…” balasku masih takut-takut. “Kok
bisik-bisik
gitu
sih
ngomongnya?
Nggak jelas nih aku dengernya…” lanjut Tomy lagi. “Ntar kedengaran ibuku…” “Agak keras dikitlah.” “Iya… iya, segini udah cukup..?” tanyaku sambil menaikkan volume suaraku. “Suara kamu bagus gitu, Yank.” “Masa sih?” “Hu’uh, sexy banget malahan…” “Aah… bisa aja kamu.”
119
“Iya, beneran. Suara kamu tuh mendesah, kayak suaranya Ina Dewi-Dewi. Bikin gimana gitu dengernya.” “Iiih, mulai deh keluar mesumnya…” kalau aja Tomy ada di sini, pasti dia bisa melihat bagaimana
wajahku
bersemu
merah karena
pujiannya barusan. “Lagian Dewi-Dewi tuh udah bubar kali.” “Ooh, udah bubar, ya? Kok nggak bilangbilang sama produsernya sih?” “Siapa?” “Ya Ahmad Danilah, masa aku?” “Ih, jayus deh!” “Bialin.” Obrolan yang tadinya direncanakan hanya sebentar aja itu terus berlanjut sampai lupa sama waktu. Kami berdua sangat menikmati perbincangan ini, kayak nggak ada habisnya gitu. Di sela-sela obrolan, selalu terselip tawa penuh canda di antara kami. Sumpah, aku nggak pernah merasa sebahagia ini. Aku merasa benar-benar diterima apa adanya oleh Tomy. 120
Rasanya masih kurang ketika Tomy menutup teleponnya,
aku
masih
ingin
menikmati
kebahagiaan itu lebih lama lagi.
So close your eyes And think of someone you physically admire And let me kiss you, o, let me kiss you But then you open your eyes And you see someone you physically despise But my heart is open My heart is open to you
(Let Me Kiss You – Morrissey)
♂
121
122
CPU Cowok: Cewek Inside
“OH iya, gimana kabar hubunganmu sama Carissa?” tanya Nayla saat kami berada di lift, kebetulan hanya ada kami berdua. Siang ini kami mau mencoba makan di food court baru yang ada di lantai tiga MOG (Mall Olympic Garden),
sebuah
mall
yang
dibangun
berdampingan dengan stadion Gajayana Malang. Kebetulan tadi kami baru aja belanja beberapa kebutuhan kantor yang udah habis, ya udah sekalian deh makan siang di sini. “Biasa aja sih,” jawabku enggan.
123
“Kok biasa aja sih, kalian kan baru dua minggu pacarannya. Biasanya kan lagi hothotnya gitu loh.” “Harusnya sih… tapi nggak tahu tuh, Rissa kayaknya berubah?” “Berubah gimana maksudmu?” “Sikapnya sama aku tuh udah nggak kayak dulu lagi.” “Mungkin dia lagi ada masalah, Man. Coba kamu tanyain sama dia. Justru saat inilah waktunya kamu nunjukkin sama Carissa kalau kamu tuh selalu ada dan bisa diandalkan buat dia,” timpal Nayla sambil berjalan keluar saat pintu lift membuka. “Udah Nay, dia selalu bilang nggak ada apaapa. Aku jadi bingung sendiri harus ngapain lagi.” “Ya, yang sabar aja. Keep fight dong!” “Iya… tapi sebenarnya masalahnya bukan hanya di Carissa aja, aku sendiri juga lagi ada masalah lain.” Aku agak terburu-buru mengikuti
124
langkah Nayla yang cepat itu. Nih orang udah kelaperan banget kali ya. “Kok sepi gini sih, Man?” tanya Nayla begitu kami memasuki area food court yang emang tampak lengang itu. “Namanya juga masih baru, belum banyak orang yang tahu kali. Lagian enak juga kan, kita makannya nggak perlu antre lama.” “Jangan-jangan makanannya nggak enak.” “Haduuh, kamu tuh ya belum nyoba udah nyela duluan,” ucapku dengan gemas sambil berjalan menghampiri salah satu stand makanan yang letaknya tak jauh dari kami berdiri. “Oh iya, tadi kamu bilang selain perubahan sikap Carissa, kamu juga lagi ada masalah yang lain,” ujar Nayla sambil menggeser kursi di depannya. Setelah melihat-lihat hampir semua stand makanan, pilihan kami akhirnya jatuh pada nasi bakar. Nayla yang hobinya lihat acara kuliner langsung girang bukan main karena akhirnya bisa menemukan makanan yang udah lama dia idam-idamkan itu. Kalau aku sih milih 125
pesen tuh makanan karena porsinya yang nggak begitu banyak, lagi males aja makan yang beratberat. “Jadi gini… masalah yang sedang aku hadapi adalah… aku punya someone yang lain di hatiku.” “Jangan bilang kalau someone yang lain itu anak cetingan,” tebak Nayla yang membuatku kaget. “Emang iya…” “Siapa? Aku kenal nggak sama dia?” “Kamu yang ngasih tahu nicknya padaku.” “Haah… siapa?” Nayla kelihatan penasaran. Ibu-ibu yang duduk tak jauh dari kami sampai menoleh mendengar suara Nayla yang agak keras. “Anu… itu…” “Siapa… cepetan ah…” “Azure.” “WHAAT..?” Nayla membelalakkan matanya begitu mendengar jawabanku yang pasti tidak diduganya barusan. Ibu-ibu itu menoleh lagi ke 126
arah kami karena suara Nayla lebih keras dari yang tadi. Nayla langsung menutup mulutnya dan cengar-cengir dengan garingnya. “Aku nggak salah denger, kan?” “Nggak sama sekali.” “Pantesan dia kalau cetingan sama aku lempeng-lempeng
aja,
nggak
tahunya
masih
sejenis sama kamu rupanya.” Nayla nunjukkin ekspresi konyol yang membuatku pengin ketawa ngeliatnya. “Nggak Nay, dia tuh masih normal.” “Lha trus kok bisa mau sama kamu? Kamu pelet pake apaan, hah?” tanya Nayla dengan mimik muka seakan nggak terima karena aku bisa menggaet cowok yang dia taksir. “Uhm… aku mengaku sebagai cewek.” Nayla kali ini tak mengatakan apa-apa, namun aku bisa melihat dari raut wajahnya kalau
dia
jijik
dengan
keadaanku
yang
menyedihkan ini. Aku hanya bisa berharap semoga dia tidak kehilangan nafsu makannya setelah mendengar pengakuanku barusan. 127
I’am so pathetic. Aku sebenarnya juga nggak mau
kayak
gini,
semuanya
berawal
dari
keisengan belaka, layaknya seorang lelaki normal yang kurang kerjaan. Aku hanya ingin tahu sampai seberapa jauh aku bisa mengelabui para lelaki
di
dunia
maya.
Namun
yang
nggak
kusadari adalah sebagian dari diriku mulai menikmatinya. Sisi feminin yang selama ini kutekan mati-matian agar tidak muncul ke permukaaan sendiri.
seperti
Dahagaku
menemukan
akan
kasih
jalannya
sayang
dan
perhatian dari seorang pria membuatku tak kuasa untuk menolaknya. Aku udah terlalu lelah sendiri,
lelah
menanti
seseorang
yang
tak
kunjung datang dalam hidupku. “Kamu pasti jijik banget sama keadaanku sekarang ya, Nay?” tanyaku ragu setelah kami selesai makan. “Nggak, kenapa kamu ngomong gitu? Kalau aku jijik, udah dari dulu aku pergi menjauh darimu, Man. Aku justru kasihan sama kamu
128
karena
kamu
masih
belum
bisa
menerima
keadaan dirimu.” “Nay… sampai kapan pun aku nggak akan bisa menerima keadaan diriku yang kayak gini. Aku tuh pengin jadi lelaki normal.” “Ya udah, kamu konsisten dong sama pilihanmu itu. Kamu tahu nggak? Aku jadi merasa bersalah juga setelah tahu keadaanmu jadi
kayak
gini.
Dulu
aku
cetingan biar kamu bisa
ngajakin
kamu
men-terapi dirimu
sendiri, bahkan aku nyaranin kamu untuk chatt sex sama cewek juga. Tapi nggak tahunya…” “Kamu nggak perlu merasa bersalah, ini emang salahku.” “Ya udah, sekarang mending kamu renungin deh, di antara Carissa dan Tomy mana yang paling kamu sayang. Mana yang nggak pengin kamu sakiti. Kamu harus bisa bedain mana itu love dan lust. Asal kamu tahu aja, bedanya tuh tipis banget.” “Duh… yang udah pengalaman,” celutukku mencairkan suasana. 129
“Ngehek lo!” balas Nayla sambil meninju lenganku.“ Aku nggak mau aja kamu nanti salah pilih, apa yang kamu kira cinta ternyata hanya nafsu belaka.” “Kalau aku pilih kedua-duanya gimana? Aku bisa kok mempartisi hatiku buat mereka berdua. Aku yakin bisa membagi cintaku dengan adil. Dan kayaknya yang punya selingkuhan di cetingan bukan aku aja deh,” ujarku sambil meliriknya nakal. “Siapa yang kamu maksud? Aku? Kamu tahu nggak sih definisi selingkuh itu apa? Selingkuh itu kalau kita udah membuat suatu komitmen baru di atas komitmen yang sedang kita
jalanin. Aku emang punya
gebetan di
cetingan tapi aku nggak punya komitmen apaapa sama dia. Hatiku tetap buat pacarku di dunia nyata, yaitu Andres.” “Tapi aku lebih dulu jadian sama Tomy kok, jadi
selingkuhanku
itu
ya
Carissa.”
Aku
berusaha memberi keterangan tambahan yang 130
mungkin bisa mengubah persepsi Nayla. Aku ingin dia mendukung hubunganku dengan Tomy. “Tapi Carissa mencintaimu sebagai dirimu sendiri, dia menerimamu apa adanya, sedangkan Tomy?
Dia
mencintaimu
sebagai
Cahaya.
Hubungan kalian tuh nggak akan jalan ke manamana. Sampai kapan kamu mau hidup dengan cinta yang semu?” Aku nggak bisa berkata apaapa lagi, yang dikatakan Nayla emang benar adanya. “Udah, jangan dipikirin di sini, ntar aja di rumah. Oh iya, tadi kamu bilang bisa mempartisi hatimu? Cocok banget. Kamu tuh emang CPU Cowok, tapi di luar ditempelin label: Cewek Inside.” Nayla mengatakannya sambil tersenyum tulus padaku, aku tahu dia hanya bercanda. Nayla
emang
selalu
begitu,
berusaha
mencari sisi humoris dari setiap masalah yang dia hadapi. Dulu sih pas awal-awal kenal, aku rada-rada tersinggung, nih orang udah tahu temennya lagi punya masalah malah dijadikan lelucon. Tapi setelah lama sahabatan sama dia, 131
aku udah terbiasa dan akhirnya mengerti kalau dia
melakukannya
agar
aku
nggak
tenggelam dan larut dalam masalah.
♀
132
terlalu
I Know Its Over
TEROR itu masih terus berlanjut. Aku menyebutnya “terror” karena Bad Guy benarbenar membuatku tersiksa. Ia bikin aku panik, kalut dan gelisah. Dia udah membuat hidupku nggak tenang lagi. Bagaimana bisa tenang, kalau dia tahu semua tentang aku. Dia tahu hari ini aku pergi ke mana. Apa yang kulakukan. Bahkan dia tahu jam berapa kuliahku selesai. Tiap hari aku nggak lepas dari pengamatannya. Aku jadi was-was bila keluar rumah, soalnya aku merasa seperti dimata-matai, dibuntuti dan diawasi tiap gerak-gerikku. Sebutan apa yang lebih baik dan pantas selain peneror! 133
Aku udah berusaha mengingat-ingat siapa aja yang kira-kira nggak suka padaku selama ini. Mungkin aja aku pernah menyakitinya atau… Ah, sialnya aku sama sekali nggak ada ide tentang siapa Bad Guy sebenarnya. Hallo Say. Gmn udh tahu siapa aq? Syukurlah klo udah, klo blm ya KESIAN DEH LO! He3x Klo berani ngomong dong! Jgn main sms n miskol melulu! MISSED CALLS, Sayang. Yg bnr dong klo nulis. Peduli amat? Mau miskol kek? Jengkol kek, terserah aku. Kmu udh siap dgr suaraku? Ntar kmu pingsan. Udh deh ga usah bnyk omong, aq ga takut! Mendadak
ada
telepon
masuk.
Dia
menelepon. Awas kalau hanya missed calls! “Lama-lama aku jadi suka sama kamu,” ucap seseorang di seberang sana, setelah itu langsung ditutup begitu aja. Sialan! Suaranya tadi
kayak
dibuat-buat,
menggumam. Dasar Pengecut! 134
seperti
orang
♂ Bulan tak lagi sabit seperti malam-malam sebelumnya. Dia telah mencapai klimaksnya malam ini. Namun aku masih belum tahu jati diri Bad Guy yang sebenarnya. Ia masih aja menggangguku
dengan
sms-sms
usilnya.
Ia
jarang berbicara di telepon. Pasti ia takut aku hafal suaranya dan ketahuan. Bodohnya, aku masih mau-maunya melayani dia. Mau ganti nomor juga malas. Emang sih perdana sekarang murah-murah, nggak mahal kayak dulu. Tapi kalau
ganti
nomor,
itu
berarti
aku
harus
memberitahu lagi temen-temenku. Barusan aku (lagi-lagi) membalas sms dari Bad
Guy.
Sampai
kemudian
ada
yang
menelepon. Semula kukira Bad Guy. Ternyata Rony, temen sekelas Evan. “Ya Ron, ada apa?” “Evan ke mana sih? Ponselnya kok nggak aktif!” 135
“Dia di rumah, kok. Mungkin aja lagi dicharge, kupanggilkan, ya?” “Nggak usah deh, titip pesan aja. Bilang sama dia kalau nanti aku nggak masuk, tolong absenkan.” “Belum tobat juga kamu.” “Bukannya gitu, aku lagi sakit. Masuk angin.” “Makanya jangan suka dugem. Ada pesan lain?” “Nggak, itu aja. Makasih, ya.” “Oke.” Aku pun lalu beranjak menuju kamar Evan. Pintu
kamarnya
tertutup,
kuketuk
pelan.
Kupanggil namanya beberapa kali namun tetap tak ada jawaban. Kugerakkan gagang pintu kamarnya, nggak dikunci ternyata. Aku
lalu
melangkah
masuk.
Terdengar
bunyi gemericik air dari kamar mandi. Oh… Evan
lagi
mandi
rupanya,
pantesan
nggak
denger. Kulihat ponsel Evan di atas meja. Kuhampiri dan kuperiksa, aktif. Tadi katanya 136
Rony menelepon, tapi yang muncul di layar kok malah sms masuk. Aneh, kenapa Rony nggak bisa menghubunginya? “Lho, ini kartu siapa?” gumamku saat tak sengaja menemukan sebuah SIM card lain di atas meja. Apa nomornya Evan hangus? Atau mungkin dia punya dua nomor. Aku tahu nggak sepantasnya membaca sms orang,
tapi
entah
kenapa
dorongan
untuk
membukanya muncul begitu aja. Frey..? Seperti nicknameku. Siapa yang memakainya? Seketika
itu jantungku serasa berhenti
berdetak ketika membaca isi sms tersebut. Isinya sama dengan sms yang tadi kukirimkan pada Bad Guy. Dan aku semakin yakin ketika melihat nomer pengirimnya. “Afri?”
panggil
Evan
mengejutkanku.
Spontan aku menoleh. Kami
berdua
berdiri
berhadap-hadapan
dengan satu perasaan yang sama, terkejut. Tidak terasa handphone berwarna merah itu terlepas 137
dari genggaman tanganku. Dengan ketegaran yang masih tersisa aku bergegas keluar dari kamarnya. “Fri! Kenapa?” tanya Evan hampir berteriak. Aku
tidak
mempedulikan
seruannya.
Yang
kuinginkan saat itu hanyalah segera pergi dari situ. Pergi sejauh-jauhnya… Hatiku hancur, hancur berkeping-keping. Aku sama sekali tidak menduga Evan tega melakukan
semua
menyangka
orang yang
sepenuh
hati
ini
ternyata
padaku.
Aku
tidak
selama
ini kucintai
mampu
menyakitiku
sedemikian rupa. Aku benar-benar tidak percaya ini terjadi padaku. Aku berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Tapi nyatanya bukan, karena aku bisa merasakan pipi ini basah oleh air mataku. “Fri… tunggu. Biar kujelaskan dulu.” Tahan Evan sambil meraih tanganku. Kucoba untuk melepaskan diri, namun jarijarinya
semakin
kuat
pergelangan tanganku. 138
mencengkeram
“Lepas!” perintahku dengan tatapan sengit. “Nggak.
Aku
nggak
akan
melepaskan
tanganmu sebelum kujelaskan semuanya.” “Apa lagi yang mau kamu jelaskan? Aku udah tahu semuanya!” “Nggak, kamu belum tahu semuanya.” “Aku nggak mau tahu, Van. Yang jelas kamu
udah…”
Aku
tidak
mampu
lagi
meneruskan kata-kataku. Tenggorokanku seperti menyempit, hingga sepertinya tidak bisa dipakai buat bernapas. Semua ini terlalu menyakitkan bagiku. Bahkan air mataku pun tidak akan bisa menggambarkan betapa terlukanya hatiku. “Kenapa kamu tega melakukan semua ini sama aku, Van? Kenapa..!” tanyaku dengan suara
bergetar
menahan
amarah
sekaligus
kepedihan dalam hatiku. “Fri, lebih baik kita ke dalam dulu. Nggak enak ngomong di sini.” Evan lalu menggandengku masuk. Aku menahan tubuhku kuat-kuat, aku nggak mau terluka lebih dalam lagi.
139
“Fri, jangan keras kepala gitu, dong. Aku tahu kamu marah, tapi seenggaknya cobalah untuk bersikap lebih dewasa. Aku nggak mau kamu salah paham.” “Salah paham apanya, semuanya udah jelas!
Aku
sama
sekali
nggak
menyangka
ternyata selama ini Bad Guy itu kamu...” Evan tak menghiraukan ucapanku, dia lalu menarik tanganku dengan setengah memaksa. Walaupun sebenarnya aku nggak mau tapi aku memilih untuk mengalah. “Fri...
aku
juga
nggak
menyangka
semuanya bisa kayak gini. Aku sama sekali nggak berdua
bermaksud duduk
di
melukai atas
hatimu...”
tempat
tidur
Kami Evan.
Sungguh ironis, dulu aku merasa nyaman dan damai bila berada di sini, namun kini rasanya benar-benar jauh berbeda. “Tapi kamu udah melakukannya, Van...” “Tolong... tolong, Fri, kamu jangan bilang seperti itu. Aku nggak akan bisa maafin diriku
140
sendiri jika sampai melukai orang yang paling aku sayangi...” “Apa kamu bilang, orang yang paling kamu sayangi? Udah deh Van, ulang tahunku udah lewat, kamu mau bikin kejutan apa lagi, hah?” “Nggak Fri, aku nggak lagi bikin kejutan buatmu.
Tapi
aku
mengatakan
hal
yang
sebenarnya.” Evan meraih lagi tanganku. “Apa yang dulu kukatakan saat di kosanmu itu sebenarnya bukan guyonan. Aku cinta sama kamu, aku beneran sayang kamu!” “Kamu tuh ngomong apa sih, Van? Semua orang
juga
tahu
kalau
kamu
tuh
normal,
maksudmu kamu bilang kayak gitu apa. Aku emang gay tapi aku nggak sebego yang kamu kira!” “Aku juga gay, Fri!” “Apa kamu bilang, kamu gay?” tanyaku setengah tergelak mendengarnya. “Tahu apa kamu soal gay, hah?” “Fri... aku tahu kamu pasti nggak akan percaya dengan semua ini. Tapi aku berkata 141
dengan sejujur-jujurnya. Selama ini aku emang berusaha
mengingkari
perasaan
yang
menyimpang itu dengan mencoba jalan sama banyak cewek. Aku kira dengan begitu, aku bisa menjadi cowok normal. Tapi semakin lama, aku semakin sadar kalau aku emang nggak bisa mencintai cewek. Ketika bertemu denganmu, semuanya jadi terasa berbeda. Cuma kamu yang bisa
menggetarkan
hatiku
Fri,
hanya
denganmulah aku benar-benar bisa merasakan yang namanya jatuh cinta.” “Kamu tahu nggak?
Sebenarnya ketika
mengajakmu ketemuan di Momento itu, aku mau membuka kedokku sebagai Bad Guy. Tapi kamu malah nggak datang, padahal aku udah nyiapin semuanya.
Bahkan
menunggumu
sampai
cafenya mau tutup.” “Udah deh, Van, apa kamu yang katakan itu udah nggak ada gunanya lagi. Aku malah tambah sakit dengernya. Kamu pikir hatiku ini terbuat dari apa, dari batu? Yang bisa kamu permainkan
seenaknya 142
gitu,
segampang
itu
kamu bilang cinta, segampang kamu nyakitin aku.
Kalau
emang
kamu
mau
membuka
kedokmu, kenapa harus nunggu di Momento segala, kenapa nggak langsung di rumah aja?” “Karena
aku
hanya
ingin
memberikan
sesuatu yang spesial buat kamu. Kukira kamu akan mengerti dengan petunjuk yang kuberikan, Momento itu kan tempat favorit kita berdua. Kita juga sama-sama suka warna biru kan, seperti dress code yang kuinginkan saat itu.” “Ooh, jadi sekarang semua ini salahku, gitu?” “Yaa... nggak gitu Fri, aku kira... ah... aku nggak tahu harus ngomong apa lagi sama kamu.” Evan menarik napas panjang, aku tahu dari raut wajahnya
dia
tampak
sangat
menyesali
perbuatannya. Tapi rasa sakit di dalam hatiku ini tidak bisa kutahan lagi. “Apa yang harus kulakukan agar kamu percaya, Fri? Aku akan lakukan apa aja asalkan itu bisa menyembuhkan luka di hatimu.”
143
“Kalau perlu, sekarang juga aku akan putusin
Yunara
dan
cewek-cewekku
yang
lainnya.” “Nggak... kamu nggak perlu melakukannya karena mulai detik ini aku akan pergi dari kehidupanmu. dengan semua
Aku
udah
ini.
nggak
Okelah,
tahan
lagi
mungkin kamu
emang benar-benar mencintaiku, tapi aku nggak bisa menjalani cinta yang menyakitkan seperti ini. Maafin aku Van, kamu terlalu tangguh buatku. Aku takut hanya akan terluka bila bersamamu.” “Fri... pliss, jangan pergi dariku. Aku janji aku
nggak
akan
melukai
perasaanmu
lagi.
Nyawaku menjadi jaminannya!” Kutarik napasku dalam-dalam, mencoba menguatkan diriku sendiri. Ini sangat sulit bagiku.
Cinta
yang
selama
ini
kupendam
ternyata nggak bertepuk sebelah tangan. Namun tabir yang menutupinya begitu menyakitkan, hatiku masih ragu untuk mempercayainya begitu aja. Aku bangkit dari tempat tidur, Evan masih 144
berusaha
menahanku.
Kulepaskan
genggamannya dari tanganku dan kemudian melangkah
pergi
meninggalkannya.
Tak
kuhiraukan lagi teriakan Evan yang memanggilmanggil
namaku,
bagiku
semuanya
udah
berakhir.
I know it’s over, and it never really began But in my heart it was so real, cause tonight is just like any other night That’s why’re on your own tonight, with your triumphs and your charms While thy’re in each other’s arms It’s easy to laugh It’s easy to hate It takes strength to be gentle and kind Over, over, over
(I Know Its Over – The Smiths)
145
146
Kesepakatan Dua Sisi
CARISSA
mencintaimu
sebagai
dirimu
sendiri, dia menerimamu apa adanya, sedangkan Tomy?
Dia
mencintaimu
sebagai
Cahaya.
Hubungan kalian tuh nggak akan jalan ke manamana. Sampai kapan kamu mau hidup dengan cinta yang semu? Ucapan Nayla terus-menerus mendengung di telingaku. Aku berusaha mengenyahkannya dengan mendengarkan lagu-lagu The Smiths lewat MP3 keras-keras, namun tetap tak ada hasilnya. Semakin kuat aku menyangkalnya, semakin tampak saja kebenaran ucapan Nayla. Tetapi jika teringat sikap Carissa yang berubah, 147
aku jadi sangsi apa benar dia menerimaku apa adanya? Mengapa aku merasa dia tidak tulus mencintaiku? Aah, tentu aja aku nggak bisa merasakan ketulusan cinta Carissa karena hatiku telanjur terlena oleh cinta semu yang diberikan Tomy. Pikiranku nggak bisa fokus pada hubunganku dengan Carissa karena terlalu sibuk memikirkan Tomy. Ya, aku emang harus segera mengakhiri cinta
mayaku
dengan
Tomy.
Sebelum
aku
terjatuh lebih dalam lagi. Lamunanku dibuyarkan oleh bunyi ponsel di sampingku. Semula kukira itu sms balasan dari
Carissa,
nggak
tahunya
Tomy
yang
meneleponku. Rissa Rissa… kenapa sih kamu nggak
balas
sms
dariku,
aku
lagi
membutuhkanmu saat ini. Antara berdebardebar
dan
malas-malasan
aku
mengambil
ponselku. Diangkat nggak, ya? “Kok lama banget sih Yang, ke mana aja?” tanya Tomy pada Cahaya, bukan padaku.
148
Aku berdehem sebentar, merubah suaraku menjadi suara Cahaya. “Tadi aku masih liat tv, ponsel aku tinggal di kamar.” Kadang aku suka heran dan pengin ketawa sendiri, Tomy kok nggak menaruh curiga sedikit pun dengan suaraku ini. Emangnya suaraku sebegitu perfect-nyakah menyaru menjadi suara perempuan hingga Tomy sampai terlena kayak gitu. “Kamu nggak online malam ini? Kangen nih…” Duh, jangan ngomong gitu dong Tom, aku nggak kuat dengernya. “Uhm… lagi males nih…” “Kok gitu, kamu nggak kangen ya sama aku?”
Tomy
merajuk
manja,
membuat
pertahananku sedikit goyah. Kamu nggak tahu Tom, sejak siang tadi aku juga kangen sama kamu. “Kangen…” Shit-shit! Kenapa kata itu yang keluar dari mulutku. “Bohong, kalau emang kangen kenapa kok nggak mau aku ajak online!” 149
“Ya udah terserah!” Sengaja kubuat ketus nada
bicaraku
agar
dia
segera
menutup
teleponnya. “Iya iya, aku percaya kok sama Sayang.” Haduuh, jangan nyebut aku sayang, dong. Bisa meleleh nih aku dengernya. Kami
berdua
sama-sama
diam
untuk
beberapa saat. “Sayang… kamu tahu nggak? Aku baru aja diputusin sama Tania.” Jantungku rasanya mau copot dengernya, ada kebahagiaan tersendiri mendengarnya. Berarti Tomy kini hanya milikku seorang. “Oh ya, kapan dan kenapa?” “Dua hari yang lalu, dia bilang kalau aku kurang
perhatian
sama
dia.
Nggak
pernah
menelepon, nggak pernah sms. Emang sih selama ini selalu dia yang hubungin aku duluan.” Kok kasusnya sama dengan kasusku sama Carissa, tapi ini kebalikannya. Tomy beruntung banget punya pacar yang perhatian
seperti
Tania, 150
kenapa
dia
malah
menyia-nyiakannya.
Seperti
Carissa
menyia-
nyiakan aku. “Aku tahu aku emang salah, tapi mau gimana lagi. Aku orangnya emang kayak gini, aku tuh kirim sms kalau ada hal-hal yang penting aja. Yaah, minimal sehari sekalilah. Beberapa hari yang lalu tuh pulsaku emang mepet banget.” “Kamu juga sekarang jarang sms aku…” protesku tanpa bermaksud menambahi beban pikirannya. “Duh, Yang, daripada pulsanya habis buat sms kan mending cetingan. Lagian cetingnya juga sama kamu kan.” “Iya,
iya.
Trus
kamu
gimana?
Kamu
mencegah dia apa nggak?” “Nggak, lha dia udah nggak mau lagi sama aku, ngapain aku ngemis-ngemis sama dia. Sesuai pesan kamu dulu, aku akan berjanji pada diriku sendiri jika dia nanti minta balikan lagi, aku nggak akan sudi lagi menerimanya.” Aku benar-benar tersanjung mendengar penjelasan 151
dari Tomy. Aku sama sekali nggak menyangka bisa mempengaruhi Tomy sampai sejauh itu. “Oh ya udah, bagus itu, Tom. Kamu jadi lelaki jangan mau ditindas sama perempuan.” Tutup mulut ngacomu itu Rahman! “Kamu senang nggak dengernya, Yang?” “Uhm… gimana, ya? Kamu sendiri sedih nggak sih diputusin sama Tania?” “Awalnya sih sedih, tapi aku lalu nyadar kalau aku udah punya kamu, sedihnya langsung hilang deh.” “Aah… gombal kamu.” “Beneran Yang, sumpah demi Tuhan, deh.” Jangan Tom, aku nggak pantas mendapatkan ini semua. “Sekarang
tinggal
kamu,
Yang…”
tambahnya kemudian. “Tinggal aku gimana maksudmu?” tanyaku agak bingung dengernya. “Kamu putusin aja pacarmu itu, jadi kita sama-sama nggak selingkuh lagi.”
152
“Ya nggak bisa gitu dong, hubungan kami kan masih baik-baik aja. Masa nggak ada angin nggak ada hujan aku main putus gitu aja.” “Ya bilang aja kamu udah nggak cinta lagi, kamu udah punya aku gitu.” Wew… nih orang gebleg juga. Carissa bisa gila beneran kalau tahu aku putusin dia gara-gara seorang lelaki. “Iya, iya, aku tadi hanya bercanda, kok. Tapi kamu janji ya jangan ninggalin aku. Aku sekarang udah nggak punya siapa-siapa lagi, Yang.” Hatiku permintaan
langsung Tomy.
luluh
Tegakah
aku
mendengar mengakhiri
hubungan kami malam ini? Sebagai Cahaya tentu aku nggak akan meninggalkannya sendiri dalam keterpurukan, mempunyai
dan
rasa
sebagai
solidaritas
Rahman sebagai
aku
sesama
lelaki. Baru kali ini dua sisi dalam diriku samasama sepakat mengambil keputusan.
♀ 153
154
I Wish I Could
Dengan
langkah
penuh
semangat
aku
menyeberang menuju stand aksesori yang berada di depan supermaket. Aku tadi baru aja membeli beberapa barang kebutuhanku yang udah habis, ketika sedang antre di kasir secara nggak sengaja aku melihat sebuah stand aksesori yang letaknya tak
jauh
dari
situ.
Melihat
gambar-gambar
aksesori di neon boxnya, pikiranku langsung teringat pada Carissa. Walaupun nggak ada hari special,
tapi
aku
pengin
ngasih
something
buatnya, siapa tahu pemberianku bisa sedikit meluluhkan hatinya.
155
Sebelum memasuki stand, aku melihat ke neon box yang terpasang di atas pintu masuk. Mix
and
Match:
One
Stop
Accessories.
Embusan udara dingin langsung menyerbuku ketika aku membuka pintu masuknya. Suasana di
dalam
tampak
sedikit
ramai,
semua
pengunjung pada sibuk memilih-milih aksesori. Beberapa ada yang mematut diri di depan cermin yang disediakan di situ. Walaupun nggak begitu besar, tapi stand aksesori ini lumayan lengkap dan barangnya bagus-bagus. Mulai dari cincin, gelang, kalung hingga pin up dengan desain yang unik tersedia di sini. Tentu aja dengan dua pilihan, untuk cewek dan cowok. Uhm… aku kok terdengar seperti promosi gini ya. Kenal juga nggak sama pemiliknya. Aku
mencoba
mengingat-ingat
aksesori
yang selama ini pernah dipakai Carissa, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki (duh, masih in ya kalimat kayak gini). Tapi semakin lama aku malah semakin bingung karena kayaknya semua aksesori
udah
dimiliki 156
Carissa.
Dia
emang
senang banget memakai dan mengoleksi berbagai macam
aksesori,
sampai-sampai
dia
punya
tempat khusus untuk menyimpan koleksinya yang bejibun itu. “Silakan Mas, dipilih, kalau beli tiga gratis satu, lho. Mumpung lagi promosi, Mas,” ucap seorang cewek dengan senyum mengembang di wajahnya
ketika
aku
sedang
melihat-lihat
deretan kalung yang digantung dengan rapinya. “Oh gitu, ya…” balasku dengan garingnya. Jujur aja, aku paling nggak suka kalau lagi milihmilih
barang
langsung
„direcoki‟
sama
pramuniaganya. Emang sih aku tahu niat mereka untuk memberikan pelayanan yang maksimal (atau cari muka di hadapan bosnya :P), tapi yang ada malah risih jadinya. “Mau cari hadiah buat ceweknya ya, Mas?” tanya cewek itu tak mengenal putus asa saat aku mengambil sebuah kalung yang terbuat dari manik-manik. Kali ini aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ya iyalah, masa buat aku. 157
“Kalungnya itu kalau di tempat gelap bisa menyala lho, Mas.” Aku menoleh ke sekelilingku, di antara semua pengunjung stand ini kenapa nih cewek cuma ngerecokin aku. “Owh… emang di dalamnya ada lampunya, ya?” tanyaku berlagak bego. “Ya nggaklah, manik-maniknya glow in the dark gitu maksudnya.” “Wah, kayak tasbih milik ibu saya di rumah, dong.” “Oh iya, iya, kayak tasbih.” “Waduh, jangan-jangan saya salah masuk toko oleh-oleh haji, nih.” Cewek itu langsung tertawa mendengar celetukanku, manis juga ternyata. Kok aku jadi nggodain nih cewek, ya? “Saya mau cari cincin aja deh Mbak, koleksi kalung pacar saya udah banyak kayaknya,” pamitku kemudian. “Oh iya, nggak apa-apa, tempat cincin di deketnya kasir. Tuh kebetulan bos saya lagi di sana.”
Aku
mencoba
mencerna
maksud
keterangan tambahan yang nggak perlu itu. Apa 158
aku bisa minta diskon langsung gitu sama bosnya? Ketika aku sampai di tempat cincin, si Bos yang dimaksud cewek tadi sedang sibuk menata cincin-cincin pada etalase. Aku pun lalu melihatlihat pada etalase yang sedang tidak ditata. Aku langsung takjub begitu melihat deretan cincin yang terbuat dari perak tersebut, desainnya artistik banget. Mataku langsung tertuju pada sebuah cincin bermahkotakan bunga, kalau nggak salah sih bunga teratai. Sang pembuatnya sangat detail mengerjakan bentuk kelopaknya hingga menyerupai aslinya. Cincin itu pasti cantik banget kalau disematkan pada jari manis Carissa yang lentik. “Mas, boleh lihat cincin yang bentuk bunga itu?” tanyaku pada si Bos yang hampir selesai menata cincin-cincin di etalase bawah. “Sebentar, ya…” jawab si Bos pendek. Hatiku langsung berdebar kencang ketika mendengar
suara
yang
159
berat
dan
ngebass
barusan. Kok aku kayak pernah denger ya… tapi di mana? Dengan menyelesaikan
sabar
aku
menunggu
pekerjaannya.
Tak
si
Bos
jauh
dari
tempatku berdiri, beberapa ABG lagi ngantre di kasir. Kayaknya dari tadi nggak ada habishabisnya deh antreannya. Keren juga nih si Bos, masih muda tapi udah punya usaha yang lumayan maju. “Cincin yang mana?” Secara refleks aku menoleh pada si pemilik suara yang seperti kukenal itu. “Itu, cincin yang…” aku nggak mampu menyelesaikan kalimatku demi melihat sosok yang kini berdiri di depanku. “Rahman…” sapanya dengan mimik muka tak percaya melihatku. Pantesan tadi aku kayak pernah denger suaranya, si Bos itu rupanya… “Zack…” balasku dengan ekspresi yang sama.
160
“Ke mana aja nih kok nggak pernah latihan capoeira lagi?” “Belakangan ini aku sering lembur, maklum kantor baru aja dapet tender gede.” “Emang lagi ngerjain iklan apa sekarang?” “Iklannya Tanjung Nirwana Residence. Itu tuh
perumahan
baru
di
daerah
Tanjung.
Investornya sih katanya milyarder nomor lima seAsia Tenggara itu. Karena sekarang masuk di real estate, bikin company baru lagi, namanya Subagyo Land.” “Pasti mewah banget tuh perumahannya.” “Banget
buanget
buaanget
dah!
Haha..
Kamu tahu nggak? Dalam rangka promo ini aja, diskonnya tuh seratus juta. Kamu bisa bayangin nggak berapa harga per unitnya?” “Hmmm… coba kalau dana sebesar itu dipinjemin ke orang-orang miskin yang nggak mampu beli tanah untuk membangun rumah. Pasti nggak akan ada lagi ceritanya orang yang terpaksa membangun rumah di bantaran sungai, pinggir rel kereta atau kolong jembatan.” 161
“Yang kamu maksud itu orang-orang miskin di Jakarta? Percuma juga dikasih pinjeman, mereka mau beli tanah di mana? Jakarta itu udah terlalu padet penduduknya. Lagian, Mister Subagyo tuh masih pengin ngatrol peringkatnya biar jadi orang terkaya nomor satu se-Asia Tenggara. Kalau uangnya dipinjemin buat orangorang miskin, bisa jeblok ntar peringkatnya tahun depan.” “Ha… ha… bisa aja.” “By the way, stand ini milikmu?” tanyaku berusaha mengalihkan topik pembicaraan. “Uhm… separuhnya aja sih, baru sebulan bukanya. Kebetulan ada temen yang ngajak joinan, orangnya emang suka koleksi aksesori. Kupikir nggak ada salahnya kan dicoba. Oh iya, kamu tadi mau liat cincin yang mana?” “Itu yang bunga teratai,” jawabku sambil menunjuk ke arah cincin yang tepat dipajang di tengah. “Lotus ini emang banyak yang suka,” Zack mengangsurkan cincin itu padaku. “Tinggal satu162
satunya tuh, kemarin aja laku sepuluh. By the way mau beli buat siapa, nih?” “Ya buat cewekkulah. Masa aku mau pakai cincin ginian?” Air muka Zack tampak sedikit berubah saat mendengar jawabanku barusan. “Siapa cewek yang beruntung itu? Andaikan aja aku bisa bertukar tempat dengannya.” “Pliss deh, nggak usah lebay gitu.” “Aku nggak lebay, aku hanya ngungkapin apa yang kurasakan aja, kok.” “Kamu kan udah tahu jawabannya.” “Iya… iya, aku emang cuma pelarianmu aja kan…” “Kok kamu ngomong gitu sih?” “Emang gitu kan kenyataannya.” Zack mulai tampak
merajuk,
membuatku
jadi
merasa
bersalah melihatnya. “Zack… I’am so sorry, aku nggak pernah bermaksud kayak gitu sama kamu.” “Ya udah nggak apa-apa, its fine. Cincinnya itu jadi nggak? Udah bawa aja, pasti cewek kamu suka.” 163
“Nggak ah, aku bayar aja. Ntar kamu rugi Zack.” “Halaah, cuma cincin ini aja. Nggak baik lho nolak pemberian orang.” “Oke deh, makasih ya.” “Your welcome.” “Kalau gitu aku balik dulu ya, udah capek banget nih. Tadi pulang kerja langsung ke sini.” “Ya udah, hati-hati ya di jalan,” Zack menyentuh lembut tanganku. Aku bisa melihat ketulusan di wajahnya. Ucapannya yang terakhir itu membuat hatiku tersentuh, andai aja aku bisa mencintaimu Zack.
♂
164
Addicted
SERINGKALI aku memandangi foto cewek yang kupakai sebagai profilku di chat dengan perasaan penuh harap bahwa aku bisa menjadi seperti dia. Dulu aku sengaja mengcopy foto-foto cewek
itu
karena
aku
kecantikkannya
yang
sekadar
aja,
kagum
kagum
begitu tanpa
dengan
alami. ada
rasa
Hanya suka
tentunya. Namun
siapa
sangka
kini
aku
malah
menyalahgunakan foto-foto cantiknya itu untuk menjerat setiap lelaki di dunia maya. Aku menikmati setiap pujian yang diberikan pada wajah cantiknya, seolah pujian itu diberikan 165
padaku. Lambat laun, rasa kagum itu berubah menjadi semacam obsesi untuk menjadi seperti dirinya. Obsesi yang takkan mungkin terwujud. Tapi belakangan ini foto-foto cewek itu tidak bisa menolongku lagi karena Tomy beberapa kali memintaku
mengirimkan
foto
langsung
dari
kamera ponsel. Kalau dulu sih, aku masih bisa kasih alasan fotonya sengaja aku kecilin dulu ukurannya di komputer biar ngirimnya cepet. Tapi sekarang Tomy udah nggak mau kompromi lagi.
Aku
bisa
aja
sih
mengubah
setting
pengambilan gambarnya dari Megapixel ke VGA, tapi mana mungkin aku melakukannya. Yang ada malah Tomy kaget setengah mampus setelah lihat wujud asliku. Sialan, kayaknya tuh anak udah mulai menaruh curiga padaku. Lalu satu hal lagi yang juga membuatku resah, kayaknya aku udah kecanduan sama yang
namanya
CS.
Kami
berdua
selalu
melakukannya tiap kali kami online, kadang aku malu sendiri karena Tomy bilang libidoku besar banget. 166
Ada kalanya jika Tomy nggak menuruti keinginanku atau lagi nggak online, aku mencari pelampiasan pada Chavalito atau cowok-cowok lainnya. Entalah, kenapa aku bisa menjadi sebejat
ini,
hanya
menuruti
nafsu
semata.
Apalagi aku melakukannya dengan cara yang menyimpang, benar-benar kelainan akut. Tapi di balik itu semua, aku mendapati satu kenyataan yang membuatku kembali bimbang dengan orientasi seksualku. Aku sepertinya udah kehilangan minat pada romantisme sesama jenis. Aku emang masih menyukai lelaki tapi dalam konteks hubungan hetero di mana aku yang menjadi wanitanya. Ini bukan dalam urusan seks semata, bahkan dalam kehidupan sehari-hari aku merasa semakin wanita aja. Pelan tapi pasti, pribadi Cahaya mulai menguasai diriku. Aku jadi bertanya-tanya, sebenarnya aku ini gay ataukah wanita yang terperangkap dalam tubuh pria sih? Hal
ini
makin
diperparah
dengan
meningkatnya intensitas hubunganku dengan Tomy di dunia nyata. Tak hanya malam atau 167
pagi-pagi buta, bahkan ketika aku sedang kerja pun
dia
menghubungiku.
Seringkali
dia
mengungkapkan keinginannya untuk ketemuan dan itu benar-benar membuatku serba salah. Di satu sisi aku juga sebenarnya pengin banget ketemu, tapi di sisi lain aku juga nggak mau memberi harapan kosong pada Tomy karena aku tahu itu nggak mungkin bakalan terjadi. Kalaupun terjadi, maka itu adalah akhir dari hubungan kami dan aku nggak mau hal itu terjadi. “Mas…
ada
telepon
tuh,
kok
nggak
diangkat-angkat, sih?” tanya Carissa ketika kami sedang
makan
siang
di
kantin
kampusnya
Carissa. Kalau lagi nggak ada bos, aku emang selalu curi-curi kesempatan untuk main ke kampusnya Carissa. “Ah biarin, paling temen-temen kantor lagi usil.” “Ow…” timpal Carissa percaya gitu aja. “Kamu nanti masih ada kuliah nggak?”
168
“Ada sih, mungkin pulangnya agak sorean gitu.” Tak lama makanan yang kami pesan pun datang, bersamaan itu pula ponselku berdering kembali. Carissa tampak heran karena aku nggak juga mengangkatnya. Dari tadi Tomy emang menghubungiku, tapi tentu aja langsung aku reject. “Mungkin ada hal penting yang pengin disampein, kok dari tadi mereka nelponin Mas,” ujar Carissa sambil meraih botol kecap yang tak jauh darinya. Nih anak emang kecapholic banget, tiap kali makan harus pake kecap. “Ya udah, aku ke parkiran dulu, ya. Bising banget nih di sini, nggak kedengaran suaranya,” pamitku sambil beranjak meninggalkan kursiku. Kebetulan emang suasana kantin rame banget sehingga alasanku cukup masuk akal. Sambil berjalan menuju parkiran aku tekan tombol yes, sengaja sih agar Tomy tak keburu menutup teleponnya.
Setelah
berhasil
mendapatkan
tempat yang „aman‟ baru aku menjawabnya. 169
Nggak
lupa
sebelumnya
mengeset
suaraku
menjadi suara Cahaya. “Kok nggak diangkat-angkat sih, Yang?” terdengar suara Tomy yang sedikit menggerutu. “Aku lagi sama cowokku tadi. Dia sampai curiga tahu nggak gara-gara aku nggak angkatangkat teleponmu.” Nggak mungkin dong aku bilang lagi sama Carissa! Hi… hi… hi… “Oh ya maaf, habis aku lagi kangen banget nih sama kamu.” “Tadi malam kan udah chatt sampai pagi, masa masih kangen juga?” “Kok kamu gitu sih ngomongnya, kamu nggak kangen ya sama aku?” “Iya,
aku
kamyuuu…”
saat
juga aku
kangen
kok
mengucapkan
sama kata
terakhirku secara tidak sengaja tatapan mataku bersiborok dengan tatapan mata tukang parkir yang berdiri agak jauh dariku. Raut muka si tukang parkir itu menampakkan kecurigaan padaku.
Sialan,
emang
curanmor apa? 170
aku
ada
tampang
“Tom, udah dulu ya, ntar cowokku curiga nih kalau kelamaan,” tutupku setelah menyadari kalau si tukang parkir itu mencurigaiku untuk alasan yang lain. Dengan langkah tergesa-gesa aku kembali ke kantin, namun tak lama kemudian ponselku berbunyi
lagi.
Semula
kukira
Tomy
yang
menelepon tapi ternyata bukan. “Hai Beib, lagi di mana nih?” terdengar suara Chavalito a.k.a Yoga di seberang sana. Suaranya
benar-benar
terdengar
mesum
di
telingaku. Sebenarnya aku udah mulai terganggu sama
nih
anak
soalnya
di
pikirannya
tuh
kayaknya hanya ada seks, seks dan seks. Tiap kali online pasti ngajakin CS bahkan beberapa waktu yang lalu dia pake minta PS segala. Iiih… dasar ngelunjak, udah dikasih hati malah minta jantung. Aku sama Tomy aja belum pernah PSan. Sekali lagi kutekankan, yang satu ini juga nggak ada hubungannya sama game. Dengan agak malas aku tekan tombol yes, lagi-lagi harus nge-set suara. Lama-kelamaan 171
bisa kena radang tenggorakan nih! “Lagi di kampus…” “Ow… lagi kuliah ya, Beib? Tapi tadi aku telepon kok nadanya sibuk, pasti lagi ditelepon cowoknya, ya?” “Udah ah, dosennya udah datang nih?” “Yah, padahal aku lagi pengin nih…” “Pengin apa sih?” “Phone sex, Beib,” bisik Yoga setengah mendesah. Kututup langsung telepon dari Yoga tanpa menunggu lanjutan kalimatnya. Brengsek, emang aku budak seksmu apa?
♀
172
All The Things She Said
“BERUBAH gimana sih, perasaan nggak ada yang berubah deh dari aku. Sikapku juga dari dulu kayak gini kan sama Mas?” sangkal Carissa ketika aku mengajaknya bicara dari hati ke hati tentang hubungan kami berdua. Aku udah nggak tahan dengan situasi ini, aku ingin kepastian darinya mau dibawa ke mana hubungan kami ini. “Nggak, kamu tuh udah berubah. Kamu nggak kayak pertama kali waktu aku kenal sama kamu
dulu.
Aku
merasa
kamu
tuh
nggak
nyaman buat menjalani hubungan ini. Aku
173
merasa apa yang kamu berikan padaku tuh nggak dari hati kamu, Yang.” Air muka Carissa langsung berubah, aku sendiri juga nggak menyangka kenapa aku sampai keceplosan. Jujur aja, aku sebenarnya nggak sampai hati mengatakan hal itu padanya. Bodoh banget sih! Untung tadi nggak sampai bilang kalau dia nggak tulus sama aku. Uhm… sama aja ya artinya. “Rissa…
maaf… aku
nggak
bermaksud
menyinggung perasaan kamu…” ralatku segera sambil memegang kedua tangannya. Carissa tak menjawab, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Aku benar-benar menyesal melihatnya kayak gitu, pasti dia marah banget sama aku. “Mas kok bisa sih ngomong kayak gitu, emang selama ini aku kurang apa? Mas tahu nggak, selama ini aku tuh udah cukup bersabar menghadapi sikap Mas yang lebay kayak gini.” “Lebay gimana?”
174
“Ya
berlebihan,
Mas
tuh
suka
mempermasalahkan hal-hal yang nggak penting tahu nggak. Kayak aku nggak pernah sms duluanlah, balas sms atau jawab teleponnya kelamaanlah.” “Nggak
penting
gimana
sih?
Buatku
komunikasi itu masalah yang penting dalam menjalani suatu hubungan. Gimana hubungan kita bisa langgeng kalau nggak ada komunikasi yang baik! Aku hanya minta kamu sedikiiit aja punya
inisiatif.
Aku
tuh
udah
seneng
kok
walaupun kamu hanya ngirim sms buat ngucapin selamat pagi.” “Masalahnya aku males kirim-kirim sms basa-basi kayak gitu!” “Jadi selama ini kamu menganggap smssms-ku seperti itu? Hanya basa-basi nggak penting?” “Ya nggak gitu juga, aku tahu itu bentuk perhatian Mas, tapi maaf aku nggak bisa kalau disuruh kayak gitu.”
175
Aku nggak tahu harus ngomong apa lagi, merana banget sih nasibku, nggak di dunia nyata maupun maya kok dapet pacar yang modelnya cuek kayak gini. “Udah ah, males debat nggak penting kayak gini. Tinggal sepuluh menit lagi nih kuliahku,” ucap Carissa setelah melihat jam pink yang melingkar di lengan kirinya. “Oh iya, nanti nggak usah
jemput
deh…”
timpalnya
lagi
sambil
menaruh tas di pundaknya kembali. “Kenapa? Ngambek nih ceritanya?” “Nggak, aku udah janjian sama tementemen habis kuliah nanti hunting aksesori di Mix and Match.” “Apa? Mix dan Match?” “Iya, itu nama toko aksesori yang baru buka. Kata temen-temenku lagi diskonan gitu.” “Tunggu…
jangan
pergi
dulu,
Ris…”
tahanku saat Carissa bangun dari duduknya. “Ada apa lagi sih, Mas? Ntar telat nih.”
176
Tanpa memedulikan gerutuan Carissa, aku mengambil
hadiah
yang
udah
kupersiapkan
sejak kemarin. “Apa ini?” tanya Carissa penasaran saat menerima kotak merah marun dariku. Matanya tampak berbinar-binar, membuat raut wajahnya yang dari tadi kusut sedikit berubah. “Ntar aja deh kamu buka di rumah.” “Okey, makasih ya, Mas. Berangkat dulu, ya,” Carissa memberikan ciuman perpisahan di kedua pipiku. Aku melepas kepergian Carissa dengan perasaan nggak jelas. Antara mau marah dan gemas.
♂ Lagu All The Things She Said milik Tatu versi remix terdengar begitu kencang dari bom box
milikku,
membuat
siapa
aja
yang
mendengarnya tak tahan untuk ngedance. Zack tadi
sengaja
mematikan 177
lampu
kamarku
sehingga hanya menyisakan sorotan lampu dari jalan
yang
menerobos
masuk
melalui
kaca
jendela kamarku. Tak
cukup
hanya
itu,
dia
juga
mengoperasikan aplikasi di ponselnya yang bisa mengeluarkan
sinar
warna-warni
secara
bergantian. Suasana di kamarku udah kayak di night club beneran. Zack atmosfer
emang yang
paling
seru
dan
bisa
menciptakan
asyik
kayak
gini.
Badannya yang bagus itu meliuk-liuk dengan lincahnya mengikuti ritme musik yang semakin meningkat. Kepalanya tak henti bergoyang ke kanan dan ke kiri.
All the things she said All the things she said Running through my head Running through my head This is not enough This is not enough
178
Dari tadi aku berusaha mengimbangi Zack yang semakin liar” itu, tapi nggak bisa-bisa karena pikiranku tertuju pada Carissa. Kata-kata nggak penting yang tadi siang diucapin Carissa nggak bisa hilang dari ingatanku, rasanya udah kayak memenuhi kepalaku. Bagaimana bisa dia bilang kalau komunikasi itu bukan hal yang penting
dalam
hubungan
kami.
Trus
yang
penting buat dia itu apa? Aksesoris!
Mother looking at me Tell me what do you see? Yes, I've lost my mind Daddy looking at me Will I ever be free? Help I crossed the line?
Zack membalikkan badanku dan kemudian memelukku dari belakang. Alkohol yang masuk ke
dalam
membuatnya
tubuhnya semakin
udah
mulai
lepas
dan
bereaksi, liar.
Zack
menciumi leherku dengan penuh gairah sambil 179
berbisik mesra dan sesekali meracau tak keruan. Aku meraih botol Jack Daniels di tangan kirinya dan menenggak semua isinya yang masih tersisa ke dalam mulutku.
All the things she said All the things she said Running through my head Running through my head Running through my head All the things she said All the things she said Running through my head Running through my head All the things she said This is not enough This is not enough
♀
180
Kepalaku terasa berat dan pusing banget waktu aku terjaga dari tidurku pagi ini. Tadi malam emang aku minum lebih banyak dari biasanya. Ditambah lagi dengan Zack… aku nggak tahu deh berapa kali Zack melakukannya semalam karena aku udah keburu nggak sadar karena alkohol. Nggak tahulah, tadi malam emang benar-benar gila. Yang pasti sekarang aku merasa capek banget dan tak bertenaga sama sekali. Sekilas aku melihat Zack yang sedang duduk di ujung ranjang, tak jauh dari kakiku. Kelopak mataku masih nggak mau terbuka, sinar matahari terasa begitu menyilaukan. Kutarik selimutku
hingga
menutupi
kepalaku
dan
kembali tidur. Biarin deh, hari ini aku bolos aja.
♂
181
182
Blue Diary
30 Maret 2005 SEMUANYA sudah berakhir di antara aku dan
Evan. Kebersamaan kami,
persahabatan
kami, dan cinta yang terlambat kami ketahui, cinta yang ternyata ada di hati kami berdua. Aku tahu seharusnya aku bahagia karena Evan ternyata memiliki perasaan yang sama padaku, tapi luka di hatiku terlalu dalam. Maafkan aku Van, mungkin aku yang terlalu perasa dalam hal ini. Kamu
mungkin
nggak
akan
pernah
menyangka jika persahabatan kita akan berakhir sama
dengan
persahabatan 183
Morrissey
dan
Johnny Marr yang diikuti dengan bubarnya The Smiths.
Kita
penyebab
dulu
mereka
sering berdua
berdebat
tentang
berseteru.
Kamu
bersikukuh jika mereka tidak bisa menyamakan visi dan misi mereka lagi dalam bermusikalitas. Sedangkan aku lebih mempercayai gosip yang mengatakan bahwa mereka tidak tahan lagi dengan
pemberitaan
media
yang
menuduh
mereka terlibat cinta sejenis. Entahlah mana yang benar, hanya mereka berdua yang tahu. Aku pun berharap masalah kami hanya kami berdua saja yang tahu. Jangan sampai orang
lain
mengetahuinya.
Walaupun
Evan
sudah melukaiku, namun sampai kapan pun dia akan selalu ada di hatiku karena dia adalah cinta pertamaku.
“Selama ini emang benar dugaanku, aku tuh cuma pelarianmu aja kan? Aku cuma kamu jadikan pelampiasan atas luka-luka yang orang lain perbuat sama kamu!” 184
Aku kaget mendengar ucapan Zack yang tidak kusangka-sangka itu. Kopi panas yang dari tadi kuseduh tidak jadi kuminum. “Kamu tuh ngomong apa sih Zack? Jangan ngerusak suasana, deh.” “Udah
deh,
aku udah
tahu
semuanya
tentang Evan, Tomy, Carissa!” Jantungku rasanya
seperti
dicengkeram
kuat mendengar ucapan Zack barusan. Kok Zack bisa tahu tentang mereka bertiga? Siapa yang memberitahunya? “Kamu tahu dari mana?” tanyaku penuh selidik. “Ya dari tulisan-tulisan kamu, mau dari mana lagi.” “Tulisan-tulisanku?
Maksudmu
apa
sih,
nggak ngerti deh.” Zack melemparkan begitu aja sebuah buku bersampul biru tua di atas meja. Buku yang selama
ini
menjadi
tempatku
segala hal yang terjadi pada diriku.
185
mencurahkan
“Kamu lancang banget sih pake baca-baca diaryku segala?” semprotku dengan penuh emosi pada Zack. “Sorry, aku tadi nggak sengaja lihat di deretan buku-bukumu itu. Salahmu sendiri, naruh diary kok sembarangan.” “Tapi tetap aja kamu tuh nggak berhak untuk membacanya! Kamu tuh udah melanggar privacy-ku tahu nggak?” “Kamu
yang
memaksaku
untuk
melakukannya. Selama ini kamu nggak pernah terus terang jika aku menanyakan penyebab semua penderitaanmu itu. Kamu hanya bisa nyuruh
aku
datang
untuk
menghiburmu,
melayanimu, udah kayak gigolo aja aku! Oh nggak, gigolo masih mendingan, mereka dapet bayaran. Sedangkan aku? Yang aku dapet cuma luka, perasaan nggak dianggap, nggak dihargai! Dan begonya aku nurut aja kamu perlakukan kayak gitu.” “Cukup
Zack,
aku
nggak
menganggap kamu serendah itu!” 186
pernah
“Tapi kenyataannya gitu…” Zack menghela napas panjang, seperti ada beban yang begitu berat
menghimpitnya.
Belum
pernah
aku
melihatnya seperti itu. Kami berdua saling terdiam untuk beberapa lama. Aku sendiri takut kalau nanti perkataanku malah akan semakin membuat Zack terluka. Entah apa yang ada di pikiran Zack sekarang, dia pasti sangat membenciku. Zack bangun dari kursi tempatnya duduk. Kukira dia hendak pergi meninggalkanku, tapi tanpa kuduga dia malah duduk bersimpuh di hadapanku. Dia menggenggam kedua tanganku dan menaruhnya di atas pangkuanku. “Sampai kapan kamu mau kayak gini terus, Man?
Sampai
kapan
kamu
mau
dibayang-
bayangi masa lalumu yang pahit bersama Evan? Sampai kapan kamu mau membohongi Tomy? Sampai kapan kamu berpura-pura sebagai lelaki normal di hadapan Carissa? Denganku, kamu nggak
perlu
melakukan
menerimamu apa adanya.” 187
semua
itu.
Aku
“Kuakui
selama
ini
hidupku
hanya
kuhabiskan dengan bersenang-senang, mencari kepuasan dari cowok yang satu ke cowok yang lainnya.
Aku
semata.
Tapi
hanya
diperbudak
semenjak
oleh nafsu
mengenalmu,
aku
merasakan ada sesuatu yang berbeda. Kamulah satu-satunya orang yang bisa menyentuh hatiku, Man. Denganmu aku mulai mengerti apa arti mencintai.” Aku jadi teringat dengan kalimat yang dulu pernah dikatakan Evan padaku. Nggak tahu kenapa aku menjadi ragu untuk mempercayai ucapan Zack.
“...ketika
bertemu
denganmu,
semuanya
menjadi terasa berbeda. Cuma kamu yang bisa menggetarkan hatiku Fri, hanya denganmu aku benar-benar bisa merasakan yang namanya jatuh cinta.”
“Apa yang kamu katakan tentang Evan dan Tomy emang benar. Tapi nggak dengan Carissa. 188
Aku nggak pernah merasa berpura-pura menjadi cowok normal di hadapannya, aku mencintainya dengan setulus hati. Aku hanya mencoba… ehm…
menyembuhkan
diriku
Zack.
Sampai
kapan pun aku nggak mau jadi gay!” “Menurutmu gay itu suatu penyakit? Kalau emang iya, tunjukkan padaku mana obatnya. Alasanmu salah kalau kamu ngomong seperti itu. Buatku menjadi gay adalah jalan hidup yang udah diberikan Tuhan kepadaku. Sampai kapan pun, perasaan itu nggak akan pernah bisa hilang dari dalam dirimu, Man. Di luar udah banyak contohnya, pria-pria gay yang udah menikah dan punya anak masih aja nyari-nyari brondong. Kalau kita bisa memilih menjadi apa sebelum kita lahir, aku juga nggak mau menjadi seorang gay.
Tapi
mau
gimana
lagi,
Tuhan
udah
menggariskan hidupku seperti ini. Being a gay.” “Tapi nggak buatku Zack, menjadi gay itu sebuah pilihan hidup. Menurutku kita masih bisa memilih menjadi gay atau bukan.”
189
“Kamu tuh sadar nggak sih dengan yang kamu bilang barusan? Kamu bilang menjadi gay itu
pilihan
hidup,
tapi
kenyataanya
kamu
menjalani semuanya. Dalam kasus apa pun, yang namanya memilih itu hanya bisa satu. Nggak bisa dua-duanya. Yang konsisten dong.” Aku langsung speechless dibuatnya, Zack memutar semua ucapanku seperti bumerang yang menyerang diriku sendiri. Zack emang benar, aku emang nggak konsisten menjalani hidupku. “Aku cabut dulu, bentar lagi ada jadwal melatih di stadion.” Zack bangkit berdiri. “Aku harap kamu mau merenungkan semua yang udah kukatakan tadi. Aku beneran sayang kamu, Man.” Tanpa kuduga Zack mencium lembut keningku. Kali ini aku merasakan ada sesuatu yang beda, ciumannya bukan sekadar nafsu belaka. Benarkah perasaan Zack tulus kepadaku?
190
Bertahan Untuk Terluka
“EH Man, pernah nggak sih terlintas dalam pikiranmu gimana kalau Carissa tahu kamu selingkuh kayak gini, apalagi sama cowok?” tanya Nayla ketika kami lagi ngobrol-ngobrol di teras rumahnya, aku emang biasa main ke rumahnya sampai malam. “Uhm… gimana ya, aku nggak sampai punya pikiran kayak gitu tuh.” “Hah, kamu tuh emang udah benar-benar cinta mati ya sama si Tomy? Sampai-sampai nggak kepikiran hal kayak gitu?” “Cinta matinya emang benar…” jawabku sambil
tersipu
malu.
“Tapi
191
untuk
masalah
ketahuan apa nggak sama Carissa itu kayaknya nggak mungkin terjadi, deh. Soalnya sejak awal aku udah bilang kok sama dia kalau aku punya banyak temen di cetingan, toh dia sendiri juga punya
banyak
fans
di
dunia
nyata.
Jadi
kedudukan kami sama.” “Kalian nggak ada rasa cemburu satu sama lain?” “Kalau aku sih ada, walaupun hanya dikit. Tapi nggak tahu kalau Carissa, kan kamu udah tahu dia kayak gimana sekarang.” “Ya kamu sekarang coba lebih intens lagi dong sama Carissa, jangan mikirin Tomy mulu! Kalau menurutku nih ya, bisa aja Carissa berubah sikapnya karena kamu terlalu konsen dengan hubunganmu sama Tomy.” “Aku juga sempat punya pikiran untuk mengakhiri hubunganku sama Tomy…” “Trus kenapa nggak jadi?” potong Nayla yang udah tahu ke mana arah pembicaraanku. “Dia diputusin sama ceweknya.” “Hah? Itu sih bukan urusanmu tauk!” 192
“Bukan urusanku gimana sih? Dia tuh lagi down dan butuh someone untuk mendampingi dan membesarkan hatinya. Malahan dia pake bilang supaya aku nggak ninggalin dia juga. Mana aku tega coba?” “Wew… segitu cinta matinya ya kamu sama dia?” “Udah ah, jangan nanya gitu lagi. Kamu kayak
nggak
pernah
ngerasain
aja.
Lagian
percuma kamu nanyain hal itu terus, karena sampai sekarang aku nggak pernah bisa nemuin jawabannya.” Kami
berdua
lalu
sama-sama
terdiam,
untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Mendadak ponselku berbunyi, hatiku langsung berbunga-bunga begitu membaca nama yang muncul di layar. “Met malam juga, Tom…” Nayla langsung ketawa cekikikan begitu mendengar gaya bicaraku sebagai Cahaya. Ini yang kedua kalinya aku menunjukkan sisi diriku sebagai Cahaya di depan orang lain. Yang 193
pertama karena kebegoanku sendiri, udah tahu kan maksudku? Iiiih… moga-moga aja si tukang parkir di kantin dulu itu nggak sampai kepincut denger suara seksiku! Cuiiih… “Ini lagi di rumah temenku.” Aku langsung memberi isyarat pada Nayla agar diam, karena suara ketawanya malah tambah keras. “Iya deh bentar lagi aku online, tunggu ya. Daagh.” “Iiih, gila kamu, Man. Kamu tuh harusnya jadi pemain film aja, aku yakin kamu bakalan nggondol
piala
Citra
dengan
akting
kamu
barusan,” seloroh Nayla setelah aku menutup telepon dari Tomy. “Siapa juga yang akting, itu tadi sisi lain diriku yang bernama Cahaya,” balasku berusaha cuek.
Padahal
sebetulnya
aku
malu
juga
diledekin kayak gitu sama Nayla. “Cahaya… ciee yang ngefans sama sinetron Cahaya! Ha… ha… ha…”
194
“Diieh… nggak yo! Cahaya itu kan aku ambil
dari
nama
tengahku,”
sangkalku
memberikan pembelaan. “Nama tengahmu? Bentar-bentar, namamu lengkapmu itu kan Afrizal Nur Rahman. Mana, nggak ada kata Cahaya gitu.” “Nur itu kan artinya cahaya, Buuk! Udah ah, aku pulang dulu, ya. Kasian ntar Tomy kelamaan nunggunya.” “Yee,
kamu
kan
bisa
online
sekarang.
Lagian pembicaraan kita tadi belum selesai.” “Nggak ah, aku pengin chatting yang lebih private. Besok kan bisa disambung lagi. Daagh, Nayla,” pamitku sambil beranjak dari kursi tempatku duduk. “Iya, deh. Salam ya buat Tomy,” goda Nayla seraya mencubit pantatku dengan gemasnya. Dasar cewek nakal!
♀ 195
Azure :
Yank,
aq mau
nanya
boleh ga?
Tapi kamu jangan marah ya. Cahaya
:
Iya,
boleh.
Uhm…
tergantung
pertanyaannya sih. Azure : Seandainya aq jadian sama cewek lain, kamu marah ga? Cahaya : Emang kamu udah nemu gebetan lagi? Azure : Anu… udah, seminggu yang lalu aq nembak dia.
Jantungku langsung berdebar-debar begitu membaca chatt dari Tomy. Walaupun dulu aku pernah bilang kalau dia bebas mencari cewek di dunia nyata, namun tetap aja ada rasa kaget mendengarnya
(membacanya
kalee).
Nggak
nyangka aja dia udah dapet pengganti Tania secepat itu. Padahal baru dua minggu ini aku ngerasain memiliki dia seutuhnya di dunia maya, tanpa harus terbagi oleh cewek di dunia nyata. 196
Cahaya : Seminggu yang lalu? Emang kamu udah lama kenal sama dia? Azure
:
Udah,
aq
kenal
dia
di
room
Yogya. Sekitar dua bulanan kenal. Hatiku
perih
mendapati
kenyataan
pahit
yang baru aja diungkapkan Tomy. Berarti dia udah kenal sama tuh cewek sebelum putus
sama
nyuruh
aku
sendirian.
Tania.
Brengsek,
untuk
nggak
Padahal
dia
gitu
pake
ninggalin udah
dia
punya
gebetan lain di cetingan! Cahaya : Dia anak cetingan juga? Azure : Hu‟uh, kenapa Yank? Cahaya : Kamu masih tanya kenapa, sakit banget tahu nggak aq dengernya! Azure : Maaf banget Yank, tapi aq cuma pengin jujur sama kamu. Lagian kamu dulu pernah bilang kan kalau aq boleh cari cewek lagi Cahaya : Iya tahu, tapi kan nggak nyari di cetingan! Azure awalnya
:
Lha, biasa
trus aja,
gimana? tapi
197
Aq
juga
setelah
kenal
lama aq merasa cocok sama dia. Apalagi dia masih anak Jogja juga. Cahaya kalau
:
Bagus
kalian
banget
udah
ya,
jadian,
jadi dia
ntar nggak
hanya memilikimu di dunia maya tapi di dunia nyata juga! Azure : Tapi kan belum tentu dia mau, dia ngasih jawabannya satu bulan lagi. Cahaya : …………… Azure : Yank, kok diem aja? Azure : Cahaya?
Tanpa memedulikan penjelasan Tomy, aku langsung off dari chatt. Aku udah nggak kuat lagi, rasa sakit yang kurasakan benar-benar menyesakkan dada. Aku berusaha menegarkan diri namun kenyataan ini begitu pahit buatku. Selama ini membayangkan dia bersama cewek lain di dunia nyata aja sakit rasanya dan sekarang aku masih harus membaginya di dunia maya.
198
Pertanyaan yang tadi diajukan Nayla seperti terngiang kembali di telingaku, pasti Carissa juga akan merasakan hal mengetahui
aku
yang
membagi
serupa
jika dia
cintanya,
bahkan
mungkin lebih menyakitkan dari yang kualami sekarang. Kurasakan ada sesuatu yang meleleh dari kedua mataku dan turun membasahi pipi. Malam
itu
aku
menghibur
diri
dengan
mendengarkan lagu I Knows Its Over berulang kali.
Lagu
yang
kudengarkan
juga
untuk
mengobati luka hati yang pernah ditorehkan Evan dulu. Rasanya mungkin
aku
ingin
mencaci-maki
berteriak
sekeras
Tomy
atas
pengkhianatannya padaku. Andaikan dia ada di depanku sekarang, aku akan melampiaskan semua amarah dan kebencian yang bergemuruh di dalam dadaku ini. Tapi sayangnya aku nggak bisa melakukan itu semua. Aku hanya bisa memendamnya sendirian. Aku nggak mungkin curhat sama Nayla, pasti dia akan menertawaiku
199
kalau dia
tahu bahwa aku sampai
nangis
termehek-mehek semalaman. Aku juga nggak mungkin meminta Zack datang menghiburku seperti biasanya bila aku sedang sedih. Udah beberapa hari ini dia nggak membalas semua sms yang kukirimkan padanya. Tampaknya dia benar-benar marah karena aku nggak bisa menerima cintanya. Terakhir kalinya dia mengirimkan pesan, dia bilang akan pergi selamanya dari hidupku. Aku sebenarnya juga sedih dan nggak mau kehilangan dia. Tapi aku juga nggak bisa memaksanya bertahan di sisiku dan menanggung luka karena aku nggak pernah bisa membalas cintanya. Cerita ke Carissa? Lebih nggak mungkin lagi. Kepikiran juga nggak. Mau bilang apa aku di depannya? Riss, tolong hibur aku, aku baru aja dikhianti cowokku gitu. Cari mati aja.
♀ 200
Zack, Where Are You?
“Hey, ngelamun aja dari tadi!” tegur Nayla sambil
menyikut
lenganku.
Sebenarnya
sih
sikutannya nggak keras-keras amat, tapi karena aku lagi tenggelam dalam lamunanku sendiri, jadinya aku tersentak kaget dibuatnya. “Lagi mikirin apa sih? Kalau nggak mikirin Carissa pasti mikirin Tomy,” tebak Nayla dengan setengah berbisik. “Nggak kok, nggak lagi mikirin apa-apa. Cuma ngantuk aja.” “Jangan bohong, deh! Kita tuh sahabatan bukan sejak kemarin sore, lho!”
201
Aku merenung sejenak. Rasanya kok nggak adil juga ya, selama ini aku selalu berkeluhkesah tentang hubunganku dengan Carissa dan Tomy pada Nayla. Bahkan hal-hal yang paling remeh Masa
sekalipun sekarang
juga aku
kuceritakan main
padanya.
rahasia-rahasiaan
sama dia. “Tomy selingkuh.” “Selingkuh sama cewek apa sama cowok?” tanya Nayla dengan jenaka. Di luar dugaanku, dia biasa aja mendengar berita itu. “Ya sama ceweklah.” “Kirain dia ketularan kamu.” “Itu sih harapanku dari dulu.” “Hmm… jadi dari tadi kamu kayak orang linglung
itu
karena
mikirin
si
Tomy
yang
selingkuh? Duh… Man… Man, udah deh tinggalin aja tuh anak. Ngapain juga sih mempertahankan seseorang yang nggak mungkin kita miliki, itu sama aja dengan kamu menyakiti diri sendiri tahu nggak. Lagian juga, wajar aja kalau si Tomy selingkuh, mana ada sih cowok yang tahan 202
dengan hubungan long distance kayak gitu. Pasti dia penginnya bisa ketemu secara nyata, nggak hanya di dunia maya aja.” “Nyesel
aku
tadi
cerita
sama
kamu,
bukannya menghibur malah ngebelain si Tomy.” “Aku bukannya mau membela Tomy, aku hanya ingin membuka matamu aja, Man. Selama ini kamu tuh udah dibutakan oleh cinta, apalagi ini hanya cinta yang semu.” “Semu gimana maksudmu? Aku beneran sayang sama Tomy, kamu tahu itu kan!” “Iya, iya, aku tahu. Tapi hubunganmu sama dia kan dilandasi sama kebohongan, dan itu sama sekali nggak sehat buat jiwa kamu, Man. Udah ah, capek tahu nggak sih ngadepin kamu. Dinasihatin nggak pernah kamu denger.” “Ya udah, siapa juga yang tadi ngotot untuk diceritain!” ujarku mulai terpancing emosi. Lagi suntuk-suntuk gini malah dimarahin kayak gitu. “Nggak
usah
kawatir
deh,
aku
menyelesaikan masalahku ini sendiri.”
203
bisa
kok
“Nggak, nggak, aku nggak kawatir, kok. Buat apa aku membuang-buang tenaga untuk orang yang nggak bisa dikawatirkan. Lagian masalahku sendiri juga udah cukup banyak, ngapain repot-repot mikirin orang lain.” Aku
nggak
bisa
menyembunyikan
rasa
terkejutku mendengar Nayla berkata seperti itu, aku nggak nyangka dia tega mengatakan hal itu padaku. Daripada semakin terluka mendengar ucapannya yang mungkin lebih pedas lagi, aku memilih untuk bangun dari tempat dudukku dan pergi dari ruang kerja yang mendadak terasa sempit dan menyesakkan itu.
♀ Hujan turun begitu deras di luar sana, seakan alam ikut bersedih dengan derita yang sedang kualami. Aku nggak bisa menghilangkan bayang-bayang Tomy dari benakku, mengenang semua kenangan indah yang pernah kami lewati 204
bersama, meski itu hanya di dunia maya. Kini aku harus rela membaginya dengan orang lain dan kemungkinan bagiku
untuk
kehilangan
dirinya sangat besar. Mendadak sms
dari
ponselku
Tomy
meneleponku
tapi
berbunyi,
mungkin
karena
sejak
tadi
dia
sengaja
tidak
kuangkat.
Bukan, ternyata dari Carissa, dia minta dijemput di kampusnya. Walau sebenarnya tak bergairah, namun aku bergegas mengambil kunci motorku. “Lama banget sih Mas, aku tuh sampai kedinginan tahu nggak nungguin kamu di sini!” protes Carissa begitu aku menghentikan motorku di depannya. “Ya
maaf,
ojeknya
kena
macet
di
perempatan tadi,” balasku agak kesal sambil mengangsurkan helm padanya. Udah dibelainbelain berangkat cepet, masih aja dimarahin. Hargain dikit kek. “Kamu marah? Yang harusnya marah itu aku, Mas. Lihat nih, bajuku tuh sampai basah kuyup kena air hujan!” Dengan kesalnya dia lalu 205
naik ke atas motor dan masuk ke dalam jubah jas hujanku. “Ya udah cepetan jalan, ntar hujannya keburu deras lagi!” ujarnya setengah memerintah dari balik jas hujan. Aku berusaha menahan emosi mati-matian demi mendengarnya dan kemudian menjalankan motorku lagi. Salah sendiri ngapain berteduh di halte, biasanya kan aku jemput di depan kantin. Sumpah, kalau aja dia bukan pacarku, udah balik kusemprot habis-habisan sejak tadi. Ya Tuhan, beri hambaMu ini ketabahan menghadapi cewek cerewet yang satu ini. Mendadak aku teringat pada Zack. Di mana ya dia sekarang? Bahkan aku nggak tahu di mana dia tinggal, meski udah cukup lama aku mengenalnya.
♂
206
Goodbye Tomy
Kutaruh ponselku begitu aja di atas meja komputer,
lalu
membaringkan
tubuhku
di
tempat tidur. Pandanganku menatap kosong pada plafon yang mulai berjamur karena terkena bocoran air hujan. Aku berharap keputusan yang baru aja kuambil tepat dan takkan kusesali di kemudian hari. Keputusan untuk mengakhiri hubunganku dengan Tomy, lelaki yang masih kucintai hingga saat ini. Aku udah memaafkan perselingkuhannya. Awalnya emang aku begitu marah dan benci padanya, sumpah aku nggak pernah merasa sesakit itu sebelumnya. Orang yang kucintai 207
dengan jujurnya mengatakan kalau dia udah mengkhianatiku
dari
membayangkan,
ketika
denganku
dia
juga
belakang. dia
sedang
sedang
Aku chatt
mesra-mesraan
dengan Rianti (nama cewek brengsek itu!), aku sumpahin tuh cewek jempolnya bengkak karena kebanyakan chatt! Alasanku mutusin
Tomy
bukan semata
karena perselingkuhannya, toh aku juga pernah main belakang sama Yoga dan Zack. Alasanku lebih pada kesadaranku bahwa Tomy emang berhak mendapatkan cinta yang lebih real, nggak cuma sekadar cinta semu dariku. Yah, aku emang
nggak
boleh
egois
menggantungkan
perasaanku padanya. Aku juga nggak mau terluka lebih dalam lagi, Tomy belum jadian sama Rianti aja rasanya udah sakit banget. Gimana kalau mereka beneran jadian ntar, bisabisa aku mati muda karena cemburu dan makan hati mulu. Yang agak bikin sebel, Tomy sama sekali nggak ada usaha buat mempertahankanku. Dia 208
lempeng-lempeng
aja
gitu
menerima
keputusanku. Masa dia nggak bisa sih agak dramatis dikit kayak aku. Sampai sekarang aja aku masih nggak percaya kalau malam itu aku sampai nangis-nangis karena takut kehilangan dia! Aku nggak nyangka bisa secinta mati itu sama tuh anak. Waktu aku tanyakan kenapa dia nggak nahan aku atau seenggaknya ngerasa sedih, dia bilang nggak mau memaksa karena itu berarti aku udah nggak mau lagi sama dia. Trus dia juga bilang kalau udah kebal diputusin cewek, jadi nggak begitu kecewa. Alasan kedua, aku pengin lebih konsentrasi sama hubunganku dengan Carissa. Aku masih ingin
mempertahankan
hubungan
kami.
Walaupun aku tahu itu nggak mudah, tapi aku akan
berusaha
bahkan
kalau
sekuat perlu
hati
dan
sampai
tenagaku,
titik
darah
penghabisan. Yang terakhir itu terlalu lebay deh kayaknya. He… he… Tetapi yang paling utama dari semua alasan itu adalah aku ingin berhenti menjadi Cahaya. 209
Capek tahu nggak sih, bohong terus-menerus di hadapan
Tomy
maupun
kenalan
cowokku
lainnya di cetingan. Aku baru nyadar kenapa tiap kali habis chatting atau doing something dengan Tomy dan Yoga selalu ada keresahan di dalam diriku. Itu karena hati kecilku sebenarnya nggak menginginkannya,
uhm…
mungkin
lebih
tepatnya nggak menyetujui hal itu. Namun karena nafsuku lebih kuat, akhirnya suara hatiku pun hanya menjadi bisikan yang tak berarti. Kini aku udah tahu jalan mana yang akan kupilih, and I will try to consistent with it.
♀ “Pagi, Nay…” sapaku agak segan sambil meletakkan tas di meja kerjaku. “Pagi juga,” balas Nayla pendek. Sumpah, she is so weird. Biasanya dia akan mengomentari bajuku yang selalu kusut meski udah kusetrika mati-matian, atau model rambutku yang jigrak 210
maksa ini bahkan sepatuku yang hampir nggak pernah kusemir. Sialan, hanya gara-gara seorang Tomy,
aku
jadi
perang
dingin
gini
sama
sahabatku sendiri. Tuh anak emang bener-bener gebleg. Aku
menyalakan
komputerku
sambil
sesekali mencuri-curi pandang ke arah Nayla. Dia lagi asyik sama facebooknya. Aku baru nyadar udah tiga hari ini kami nggak pernah lagi saling mengomentari status kami.
Padahal
biasanya
meski
duduk
bersebelahan, tapi kalau untuk urusan komentar status, kami selalu yang paling rame. Aku lalu berjalan mengambil minuman untuk kami berdua di pantri dan saat kembali ke meja kerjaku, aku melirik lagi ke arahnya. Nggak sengaja aku melihat foto profilnya yang baru di layar monitornya. Sumpah, kalau aja nggak lagi berantem,
pasti
udah
kukomentarin
profil
barunya yang kelihatan kayak kumbang betina itu. Habisnya dia nekat masang fotonya yang lagi pake kacamata merah gedenya itu. 211
“Kalau mau ketawa nggak usah ditahantahan gitu, ntar jadi jerawat batu baru tau rasa,” celetuk Nayla dengan entengnya sambil tetap asyik menghadap monitornya. “Lebih enak komentar di facebook dong, ah,” balasku sambil duduk di tempatku. “Sok atuh, udah kangen nih olok-olokan di facebook!” Nayla menoleh ke arahku dengan senyuman khasnya yang konyol itu. Dengan penuh semangat aku login ke facebook, akhirnya Tuhan mengembalikan lagi sahabatku. Setelah menulis sebuah komentar tentang
foto
profilnya
yang
baru,
aku
menjalankan kursiku yang kaki-kakinya beroda itu mendekat ke meja kerja Nayla. “Nay… maafin aku ya, aku sadar selama ini aku emang nggak pernah mau dengerin semua nasihat kamu.” “Sama-sama Man, aku juga minta maaf, kemarin-kemarin udah ngomong kasar sama kamu.”
212
“Iya, nggak apa-apa, sesekali aku emang butuh dikasarin biar nggak keras kepala.” “I’ll keep your words!” ujar Nayla sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. “Tahu nggak sih, aku tuh sempet kawatir kalau kamu nekat minum baygon atau sejenisnya. Semalaman aku nggak bisa tidur mikirin kamu.” “Idiih… najis banget ya bunuh diri cuma gara-gara Tomy! Lagian nggak kreatif banget sih imajinasimu.
Bunuh
diri
kok
minum
obat
nyamuk, minum viagra aja sekalian!” “Yiaach, ketahuan nih kalau impoten!” “Enak aja, kamu tuh yang frigid!” “Hush… hush, kamu jangan jatuhin pasaran dong, Man.” “Ya udah, diobral aja! Ha… ha… ha…” Kami berdua tertawa terbahak-bahak dengan cueknya. OB yang kebetulan melintas di depan kami melihat dengan mimik muka ketakutan. Pasti dia mengira kami kerasukan hantu penunggu kantor ini.
213
“By the way, gimana hubunganmu sama Tomy?” tanya Nayla takut-takut. “Tadi malam udah kuputusin dia!” jawabku dengan mantap. “Hah,
beneran?
Trus-trus,
reaksinya
gimana?” Aku pun kemudian menceritakan semuanya kepada
Nayla.
Tentu
aja dia
menunjukkan
dukungannya yang begitu besar atas keputusan yang kuambil, raut wajahnya menampakkan kebahagiaan untukku. I’am really happy this morning, akhirnya aku dapatkan kembali sahabat sejatiku yang sempet hilang. Aku janji nggak akan mengecewakan dia lagi next time.
♂
214
Gomenasai*
“RISSA, kok tumben datang nggak kasih tahu aku dulu?” sambutku agak keheranan ketika membukakan pintu untuknya. Nggak biasanya dia datang ke kosanku mendadak seperti ini. Carissa tak merespons sambutanku, dia malah mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalam tasnya. Raut wajahnya tampak ketus dan tak bersahabat sama sekali. “Apa ini, Ris?” tanyaku tak mengerti saat menerima amplop dari tangannya. “Buka
aja dan
jelasin
sama
aku
apa
maksud dari semuanya itu!” jawabnya dengan 215
setengah kubuka
memerintah. amplop
Dengan
tersebut
dan
penasaran
mengeluarkan
isinya yang ternyata beberapa lembar foto. Jantungku
serasa
mau
copot
rasanya
ketika melihat dua orang yang ada di foto-foto itu. Di kelima lembar foto tersebut terpampang dengan jelas fotoku dan Zack sedang berpose dengan mesra di kamar ini. Bahkan di foto yang terakhir kami berdua hanya bertelanjang dada. Foto-foto ini kan dulu diambil pake ponselnya Zack, tapi kenapa tiba-tiba sekarang bisa ada di tangan Carissa! “Kenapa diem aja, ayo jawab, Mas! Apa hubunganmu sama cowok pemilik Mix and Match
itu?”
bentak
Carissa
penuh
emosi.
Matanya memandang dengan jijik dan penuh kebencian padaku. “Aku nggak menyangka ternyata selama ini kamu udah membohongi aku! Kamu macarin aku cuma
sebagai
kedok
untuk
nutupin
semua
kebobrokanmu! Aku nggak menyangka ternyata kamu setega itu sama aku, Mas…” tangis Carissa 216
akhirnya pecah. Air matanya jatuh bercucuran membasahi kedua pipinya yang ranum itu. Aku merasa bersalah sekali melihatnya. “Rissa… maafin aku, ya…” ucapku ingin menenangkan
dirinya,
namun
tanganku
ditepiskannya jauh-jauh. “Aku
nggak
pernah
bermaksud
membohongimu, aku beneran cinta sama kamu, Ris…” “Udah cukup, aku nggak mau denger lagi! Mulai detik ini kita putus!” “Ris, please dengerin dulu penjelasanku…” “Nggak! Nggak ada lagi yang perlu dijelasin, Mas. Semuanya udah cukup jelas bagiku!” Carissa kemudian langsung beranjak keluar tanpa memedulikanku. “Ris… tunggu, kamu jangan pergi dulu… kasih
aku
kesempatan
untuk
ngomong…”
tahanku sambil memegangi tangannya. Tetapi Carissa langsung mengibaskan tanganku seolaholah
aku
mengidap
penyakit
menularinya. 217
yang
akan
“Kamu dapet foto-foto itu dari mana, Ris?” tanyaku sambil mengimbangi langkah kakinya yang semakin cepat itu. “Mas nggak perlu tahu aku dapet dari mana… udah, biarkan aku pergi!” teriak Carissa penuh kebencian padaku. Akhirnya
aku
hanya
bisa
pasrah
membiarkan Carissa masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkanku dalam kehancuran. “Sialan!”
makiku
melampiaskan amarah
sambil menendang sekenanya ke tanah. Auuch… kakiku dengan kerasnya menghantam sebuah batu
yang
lumayan
gede.
Haduuuh… sakit
banget! Tapi rasa sakit ini nggak sebanding dengan rasa sakit di hatiku. Dengan tertatihtatih aku berjalan masuk menuju kamar kosku.
♂ Tiga hari berlalu begitu aja, namun aku masih nggak bisa menjelaskan semuanya sama 218
Carissa. Gimana mau ngejelasin coba, pengin ketemu aja sulitnya minta ampun! Carissa selalu menolak bertemu saat aku datang ke rumahnya, di kampus dia sengaja bersembunyi nggak tahu di mana ketika aku menjemputnya. Semua sms dariku nggak dibalas, dia juga nggak mau mengangkat jika kutelepon. “Rissa, please… jangan pergi…” tahanku ketika Carissa bersiap-siap pergi dari taman begitu melihatku muncul di hadapannya. Berkat informasi
dari
temen-temen
sekelasnya,
aku
akhirnya tahu di mana dia biasa bersembunyi dariku selama ini. “Mas tahu dari mana aku di sini?” tanya Carissa nggak ramah banget, seolah menghadapi musuh bebuyutannya aja. “Dari
temen-temenmu.
Jangan
salahin
mereka, aku yang maksa, kok.” “Mas tuh maunya apa sih, di antara kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, kan?” “Nggak,
itu
keputusanmu!
keputusan kita berdua.” 219
Bukan
“Ah, apa bedanya?” “Aku mohon sama kamu untuk dengerin aku sekaliii… ini aja. Setelah itu aku akan pergi dari kehidupanmu. Aku janji nggak akan ganggu kamu lagi.” “Ya udah, buruan. Bentar lagi aku mau masuk.” “Aku ingin bilang sama kamu untuk yang terakhir
kalinya
membohongimu.
bahwa
aku
Aku
nggak
pernah
sungguh-sungguh
mencintaimu, Ris. Aku tulus menyayangimu, nggak ada maksud untuk memanfaatin kamu sebagai kedok atas orientasi seksualku yang menyimpang. Kuakui aku emang seorang gay, tapi itu semua udah berlalu.” “Berlalu apanya? Foto-foto itu kalian buat saat kita masih bersama. Udahlah, aku nggak bisa mempercayaimu lagi, Mas…” Aku hampir kehabisan kata-kata untuk meyakinkan Carissa. Bahasa tubuhnya yang terang-terangan
menunjukkan
penolakannya
padaku, makin membuatku tak berdaya. 220
“Kamu nggak mau kasih aku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki kesalahanku?” tanyaku dengan penuh rasa mengiba. “Aku benar-benar nggak bisa maafin kamu, Mas! Hatiku udah telanjur sakit.” Aku hanya bisa tertunduk lesu mendengarnya. Udah nggak ada lagi harapan untuk mempertahankan hubungan kami. “Ya udah, kalau gitu aku pergi sekarang. Makasih atas semuanya Ris, maafin atas semua kesalahan yang udah kulakukan sama kamu,” pamitku sambil melangkah pergi dari taman kecil itu. Tiga kali udah hatiku dipatahkan oleh orang-orang yang kucintai, dan semuanya selalu kulewati dengan mendengarkan untaian lirik lagu Morrissey yang penuh kepedihan yang diiringi alunan menyayat gitar Johny Marr dalam lagu “I Know Its Over”. Emang sih luka hati yang kurasakan semakin terasa perih, tetapi aku menikmatinya
karena
sakit
221
yang
kurasakan
terwakili sepenuhnya oleh lagu tersebut. Aku emang termasuk sadomasokis sejati. Bayang-bayang Evan, Tomy dan Carissa silih berganti muncul di dalam benakku. Semua kenangan indah bersama mereka kini terasa begitu menyakitkan untuk diingat-ingat kembali. Aku benar-benar nggak mengerti kenapa semua kisah Kenapa
cintaku
selalu
orang-orang
berakhir yang
menyakitkan.
kucintai
dengan
sepenuh hati malah berbalik melukaiku? Apakah ini takdir yang diberikan Tuhan untukku?
*Iam Really Sorry
222
Zack Yang Terluka
TIGA
minggu
telah
berlalu
sejak
pertemuanku dengan Carissa, sekarang aku sudah mulai bisa menerima kenyataan bahwa hubunganku dengan Carissa telah berakhir. Belum sepenuhnya nerima sih, kadang kalau lagi inget dia aku langsung terbawa emosi dan… cinta ini terlalu besar untuk dihilangkan begitu aja dari
hatiku.
Bahkan
mungkin
nggak
akan
pernah bisa. Sampai kapan pun aku akan merindukannya. Yang juga masih membuatku tak rela, aku belum menemui orang yang menjadi dalang atas semuanya ini. Aku sudah tahu siapa orangnya, 223
tapi aku nggak tahu lagi harus mencarinya di mana. Sore
ini
aku
bertekad
untuk
menemukannya, kebencianku benar-benar udah nggak tertahankan lagi. Sesampainya di stadion, aku langsung masuk menuju tempat yang biasa dipakai
untuk
berlatih
capoeira.
Semoga
pencarianku kali ini nggak berakhir dengan siasia. Darahku
seketika
itu
berdesir
ketika
melihat Zack sedang duduk di pinggir lapangan. Dengan
menahan
berkecamuk
di
amarah
dalam
diriku,
yang aku
mulai berjalan
menghampirinya. “Hai Man, apa kabar?” tanya Zack langsung berdiri begitu melihatku. “Kata anak-anak kamu nyariin aku, ya…” “Aku
pengin
ngomongin
sesuatu
sama
kamu.” “Ow… kayaknya penting, nih. Oke, ke sana aja, yuk!” ajaknya sambil menunjuk ke arah tempat yang agak sepi. 224
“Ada apa, ada apa? Kamu pasti kangen ya sama
aku?”
tanya
Zack
dengan
pedenya,
membuatku semakin muak melihatnya. “Puas ya kamu udah merusak hubunganku sama Carissa?” Zack
langsung
mengernyitkan
dahinya,
seakan tidak paham dengan apa yang barusan kutanyakan padanya. “Tunggu, tunggu, kamu ngomong apa sih? Aku nggak ngerti deh maksudmu, Man.” “Mungkin
dengan
lihat
ini
kamu
bisa
langsung ngerti!” Aku mengambil foto-foto kami berdua dan melemparkannya tepat di muka Zack. Zack tentu aja kelagapan dan kaget begitu melihatnya,
sama
sepertiku
ketika
Carissa
menunjukkan foto-foto itu padaku dulu. “Kamu dapet dari mana foto-foto kita ini, Man?” tanya Zack sambil melihat semua foto tersebut.
225
“Udah deh, nggak usah berlagak
bego
segala! Kamu kan yang ngasih foto-foto itu ke Carissa?” “What the f*ck! Jadi kamu nyariin aku cuma untuk menuduhku serendah itu?! Aku emang mencintaimu Man, tapi aku nggak mungkin melakukan cara kotor kayak gitu untuk dapetin kamu!
Kukira
mengenalku,
selama
ternyata
ini
kamu
udah
belum!
Belum
sama
sekali!” Zack tersenyum sinis padaku. “Kalau bukan kamu, trus siapa?? Foto-foto itu hanya ada di ponselmu dan kamu sendiri yang pernah bilang kalau Carissa sering datang ke Mix and Match.” “Kamu tahu nggak, ponselku tuh udah sebulan yang lalu hilang. Kalau kamu nggak percaya, kamu tanya sama anak-anak di sini.” “Aaah, simpan aja alibi busukmu itu. Aku tahu kamu sanggup berbuat apa aja demi memenuhi semua keinginanmu.” “Ya udah, terseraaah! Kalau emang itu bisa bikin kamu ngerasa puas, bisa ngobatin rasa 226
sakit di hatimu, dengan senang hati aku akan mengakuinya. Bahkan kalau perlu, kamu pukulin aja
aku
sekalian,
kemarahanmu
itu
lampiasin padaku.
semua
Aku
rela
menerimanya. Toh… selama ini aku emang cuma jadi pelarianmu, kan?” Perkataan Zack membuat lidahku tercekat. Aku
bisa
melihat
ada
kepedihan
di
balik
amarahnya itu. “Kenapa diem aja? Ayo pukul! Hantam aku, biar kamu puas!” Aku nggak tahu harus bilang apa, sekarang malah aku yang merasa terpojok. Beberapa murid Zack yang sedang serius berlatih sampai
menoleh
ke
arah
kami
mendengar
teriakan Zack. “Lihat apa kalian, hah?” bentak Zack pada murid-muridnya. langsung
Yang
kembali
pada
dibentak
tentu
latihannya
aja
masing-
masing. “Kamu boleh nggak percaya sama aku, tapi asal
kamu
kebahagiaanku
tahu,
kebahagiaanmu
adalah
kesedihanmu
berarti
juga, 227
kesedihanku juga,” ucap sambil
berlalu
sanggup
Zack
dengan lirih
meninggalkanku.
menatapnya
saat
Aku
terakhir
nggak kali
pandangan kami beradu. Aku udah melukai Zack untuk ke sekian kalinya.
♀ “Kalau bukan Zack, trus siapa dong yang melakukannya?” tanya Nayla setelah mendengar ceritaku esok harinya. “Nggak tahulah, aku sendiri bingung.” “Tapi
kamu
yakin
Zack
nggak
lagi
bersandiwara? Bisa aja kan dia acting, biar kamu percaya sama omongannya itu.” “Kayaknya nggak deh, aku bisa lihat dari sinar matanya kalau dia terluka banget waktu aku tuduh kayak gitu.” “Ampe segitunya, sih. Maksudku, kamu kok bisa nyimpulin dia terluka hanya dengan melihat matanya.” 228
“Karena aku sering melukai hatinya, jadi aku sangat mengerti dia. Lagipula, mata kan jendela hati. ”Duuh, dalem banget.” “Yang juga menjadi ganjalan di benakku, jika emang benar ponselnya Zack hilang, maka ada kemungkinan foto-foto kami menyebar lebih luas. Aku nggak bisa bayangin kalau besok tibatiba foto kami muncul di internet. Bukannya aku mau sok seleb, tapi bisa aja kan kalau tuh orang benar-benar
benci
sama
aku
dan
pengin
ngancurin hidupku lebih parah dari sekarang.” “Oh My Gosh, benar juga apa yang kamu bilang, Man! Gimana kalau tuh orang dengan usilnya nge-tag kamu atau Zack di facebook?” “Kok kamu malah nakut-nakutin gitu sih?” “Bukannya mau nakut-nakutin, bisa aja orang itu salah satu orang yang kalian kenal. Makanya kamu kalau selingkuh tuh play save and clean, dong ah. Save artinya kita harus selalu jaga diri, jangan sampai deh kebobolan atau ketularan AIDS. Clean, jangan sampai 229
ninggalin jejak sedikit pun. Aku aja nggak pernah nyimpen pesan-pesan dari gebetanku di ponsel. Apalagi pake acara foto bareng segala, no way!” “Telat kamu bilang sekarang, kenapa nggak dari dulu-dulu aja sih!” tukasku sambil mencubit lengan Nayla dengan gemas. “Ya maaf, kirain kamu udah tahu, Man,” Nayla meringis kesakitan sambil memegangi lengan kirinya. “It’s okey, just kidding, Babe. Balik ke kantor,
yuk.
Udah
kelamaan
nih
kita
istirahatnya. Ntar dimarahin si Bos lagi.” “Udah dari tadi kaleee gue ngajakin balik,” timpal Nayla sambil menirukan logat bicara Fitri Tropica yang sok gaul itu. Kami berdua lalu beranjak dari kursi dan menuju kasir untuk membayar makanan. Sepanjang perjalanan ke kantor, pikiranku nggak
bisa
lepas
dari
kemungkinan
yang
diomongin Nayla tadi. Mungkinkah biang kerok dari semua ini adalah temenku atau temennya Zack?
Tapi
kalau
temenku 230
kayaknya
kemungkinannya
kecil,
lingkup
pergaulanku
selama ini hanya di kantor, kos, plus tementemen dunia maya yang hanya beberapa aja udah pernah
ketemuan.
Lain
dengan
Zack
yang
pergaulannya luas banget, mulai dari komunitas capoeira, anak buah dan konsumennya di Mix and Match, temen-temen dugemnya, klub mobil dan masih banyak lagi yang nggak kuketahui. Bodohnya aku, kenapa bisa ngaco gini sih pikiranku. Mana mungkinlah temen-temennya Zack pelakunya, emang apa untungnya mereka merusak hubunganku dengan Carissa! Secara nggak langsung aku masih aja menjadikan Zack kambing hitam atas tersebarnya foto-foto mesra kami. Aaah, aku benar-benar pusing mikirin ini semua!
♂
231
232
The Damn Night
HUJAN masih turun rintik-rintik ketika aku sampai di depan gang kosku, untung tadi semua desain milik Tanjung Nirwana Residence udah rampung. Besok tinggal presentasi, semoga aja mereka cocok sama hasil desainku dan Nayla. Kalau nggak, sia-sia kami lembur sampai malam selama hampir dua minggu ini. Kami pasti nggak akan dapet bonus dari si Bos. Suasana di gang terlihat sepi dan lengang, tidak ada satu orang pun yang kulihat di jalan yang kulalui. Bapak-bapak hansip yang biasanya meronda juga tidak kelihatan batang hidungnya, padahal biasanya jam segini mereka udah stand 233
by di poskamling deket kosku. Atau mungkin mereka lagi keliling kompleks perumahan? Setelah memarkir motorku, buru-buru aku turun dan membuka pagar kosku yang masih tertutup. Temen-temen kosku rata-rata masih pada
kuliah
dan
sekarang
mereka
pulang
kampung karena lagi liburan sehabis menjalani UAS. Tinggallah aku sama Edwin di kosan ini. Edwin kerja sebagai supervisor di sebuah pabrik keramik, minggu-minggu ini dia kebagian shift malam.
Jadi
kalau
malam
hari
gini,
aku
sendirian di kos. Kadang suka parno pas tengah malam, soalnya beberapa hari yang lalu ada seorang pembantu di blok kami yang mati bunuh diri di kamar mandi. Denger-denger sih, dia dihamilin sama
majikannya.
Trus
karena
majikannya
nggak mau tanggung jawab, tuh pembantu stres dan memilih untuk mengakhiri hidupnya. Takut aja,
kalau
arwah
pembantu
itu
tiba-tiba
menampakkan diri di hadapanku. Hiii, jangan sampai deh kejadian sama aku! 234
Baru aja aku hendak membawa motorku masuk, tiba-tiba ada tiga sosok manusia yang tahu-tahu udah berada tak jauh di belakangku. Sumpah, aku kaget banget! Tapi untung aja aku masih bisa menguasai diri. Aku nggak bisa melihat wajah mereka karena di depan kosanku cahayanya remang-remang. Pasti Edwin tadi lupa menyalakan lampu, dasar tuh anak emang pikun. Detak jantungku udah mulai meningkat, segala pikiran buruk langsung berkecamuk di dalam otakku. Zaman udah semakin susah, orang
nekat
makin
banyak.
Nggak
peduli
walaupun menyusahkan orang lain, yang penting kebutuhan perutnya sendiri terpenuhi. “Hey homo! Dari mana jam segini baru pulang? Pasti habis kencan sama laki lo, ya! Ha… ha…” ucap salah seorang dari mereka dengan nada bicara yang terdengar sengak banget. Dua orang temennya ikut tertawa terbahak-bahak. Dadaku langsung bergemuruh penuh amarah mendengar ucapan pria yang familiar itu.
235
“Kalau punya mulut dijaga ya, jangan ngomong sembarangan!” Mereka
makin
mendekat,
dan
benar
dugaanku, aku mengenal salah satu di antara mereka. “Emangnya kenapa,
hah?
Kamu
nggak
terima aku katain homo?!” ucap manusia sialan itu dengan pongahnya. “Kalau kamu nggak tarik kata-katamu, aku nggak segan-segan untuk merobek mulutmu yang banyak bacot itu!” “Sobek, sobek? Tukul kaliii,” ejek seorang yang lainnya yang berbadan gempal. Mereka menertawaiku lagi, membuatku makin kesal. “Maumu apa sih, Lex? Di antara kita udah nggak ada urusan lagi, kan?” Alex maju mendekat, rasanya aku ingin melayangkan bogem mentahku ke wajahnya yang dari sononya keliatan ngeselin itu. “Siapa bilang? Kita masih punya urusan yang
belum
diselesaikan!”
intimidasi. 236
Jawabnya
penuh
“Ooh, rupanya kamu masih nggak terima karena Carissa lebih memilihku daripada kamu?” Alex
tertawa
sekencang-kencangnya
mendengar pertanyaanku. Aku yang tadinya berniat
menjatuhkan
mentalnya
malah
kini
merasa terpojok sendiri. “Rahman… Rahman… kamu kira aku nggak tahu kalau Carissa udah mutusin kamu! Dia mutusin kamu karena kamu homo, kan! Kamu tahu kenapa aku bisa tahu? Karena aku yang ngasih foto-foto najismu sama lakimu itu ke dia!” Alex meneriakkan kata najis itu tepat di depan mukaku. Aku benar-benar marah dan terhina mendengarnya. “Brengsek!” makiku sambil melayangkan sebuah pukulan tepat ke mulutnya. Sialnya, pukulanku Membuat dibuatnya.
tadi
sedikit
buku-buku Dua
orang
mengenai
jariku
giginya.
sedikit
temennya
ngilu
langsung
menahan tubuh Alex sehingga dia tidak jadi jatuh.
237
Alex
hanya
menyeringai
pelan
sambil
menyeka sedikit darah yang keluar dari bibirnya. Dalam hati aku tersenyum puas, setidaknya pukulanku tadi tidak sia-sia. “Lumayan juga pukulanmu. Tapi sebentar lagi kamu akan ngerasain yang lebih parah dari ini. Aku nggak terima kamu nyakitin Carissa, kamu tuh udah buat dia sedih dan kecewa banget! Dan malam ini aku pastiin kamu dapet balasan yang setimpal!” “Seharusnya yang marah itu aku, kamu udah
merusak
hubunganku
sama
Carissa!”
protesku berapi-api. “Kamu yang ngerebut dia dari aku! Aku benar-benar nggak habis pikir, gimana bisa Carissa ketipu sama homo kayak kamu!”
Cukup udah, aku udah muak mendengar kata-kata homo yang dari tadi keluar dari mulut Alex yang busuk itu. Aku langsung maju untuk memukulnya lagi, namun dua orang temennya dengan
sigap
bergerak 238
ke
samping
dan
memegangi
tanganku.
Aku berusaha
sekuat
tenaga untuk berontak, namun tentu aja nggak sebanding dengan kekuatan dua orang yang mengunci lenganku dengan kencang. “Jadi nyalimu hanya segini, hah! Kamu nggak
berani
ngadepin
aku
sendirian?”
pancingku memanas-manasi Alex. “Aku bukannya takut ngadepin kamu, tapi aku nggak mau terlalu banyak buang-buang tenaga untuk menghajar homo kayak kamu!” Kuludahi wajah Alex penuh penghinaan. “Bilang aja kalau kamu pengecut!” Alex membersihkan ludah yang mengotori wajahnya
sambil
memandangku
penuh
kebencian. “Berani-beraninya kamu ngeludahin aku!” maki Alex seraya melepaskan bogem mentahnya ke bagian kiri wajahku. Rahangku langsung terasa ngilu. Belum sempat aku menguasai diri, Alex udah memukulku sekali lagi. Kepalaku terasa pusing
dan
pandanganku 239
mulai
sedikit
berkunang-kunang. Gusiku mengeluarkan darah cukup banyak, rasanya aku seperti berkumur dengan darah. Alex mengangkat daguku dengan kasar, membuat gusiku semakin perih aja. “Kamu pasti penasaran dari mana aku dapetin foto-foto itu. Oke, aku masih berbaik hati untuk ngasih tahu kamu. Temenku ini salah satu murid capoeira pacar laki-lakimu juga, dia nemuin hape pacarmu itu tertinggal di toilet stadion saat ganti pakaian.” “Masa kamu nggak inget sama aku?” tanya cowok yang berada di sebelah kiriku ketus. Sepintas
aku melirik ke
arahnya,
mencoba
mengingat-ingat apakah aku pernah melihatnya saat latihan capoeira. “Mana inget dia sama kamu Bram, yang ada di otaknya itu cuma pacar homonya itu!” timpal yang di sebelah kanan dan disambut tawa berderai oleh Alex dan cowok yang dipanggil Bram tersebut. “Aku sebenarnya nggak tega sih sama Mas Zack, tapi mau gimana lagi, aku lagi kepepet, lagi 240
butuh duit buat bayar kos. Ya udah aku ambil aja tuh hape dan aku jual ke Alex.” Maafin aku Zack, ternyata emang bukan kamu pelakunya. “Oke,
cukup
intermezzo-nya.
Sekarang
saatnya kamu dapet pelajaran dariku!” potong Alex
sambil
tangan
memukul-mukul
kirinya
dengan
pelan
kepalan
telapak tangan
kanannya. “Ini… untuk tangisan yang kamu berikan pada Carissa!” tanpa kuduga Alex dengan keras melepaskan tinjunya ke lambungku.
Aku
hanya
bisa
mengerang
kesakitan,
tanpa bisa memberikan perlawanan sedikit pun. Ingin rasanya aku memegangi perutku yang terasa sakit, namun dua bajingan di sampingku tetap
memegang
kedua
tanganku
dengan
KALAU
KAMU
COWOK
kencang. “MUNGKIN
NORMAL, AKU NGGAK AKAN SEMARAH INI!” untuk
kedua
kalinya
Alex
menyarangkan
tinjunya, kali ini tepat mengenai ulu hatiku. 241
Eranganku makin keras seiring dengan bertambahnya Lambungku
rasa
terasa
sakit sakit
yang
dan
kuderita.
perih.
Darah
bercampur air liur mengalir dari mulutku yang menganga. “KAMU TUH KALAU HOMO YA HOMO AJA, NGGAK USAH PAKE NGEREBUT CEWEK ORANG SEGALA!” Alex kemudian memukuliku secara membabi buta. Dua orang temennya sampai ikut terhuyung-huyung menahan pukulan-pukulan Alex yang sangat keras dan secara beruntun menghajarku. Aku udah nggak tahu berapa kali Alex memukulku,
menendangku,
menjadikanku
samsak hidup yang tak berdaya. Aku hanya bisa berharap ini semua segera berakhir.
When you say it's gonna happen now What exactly do you mean See I've already waited to long And all my hope is gone You shut your mouth how can you say 242
I go about things the wrong way I'm a human and I need to be loved Just like everbody else does
(How Soon Is Now – The Smiths)
♂
243
244
Still Love You
AKU mengambil selapis roti di depanku, lalu membuka tutup botol kaca berisi selai strawberry dan kemudian mengoleskannya di atas permukaan roti dengan sebuah pisau kecil. Setelah seluruh permukaan roti tertutup dengan selai, kuambil selapis lagi dan melakukan hal yang sama seperti tadi. Mama dan Papa udah berangkat ke kantor setengah jam yang lalu, sehingga
pagi
ini
aku
terpaksa
sarapan
sendirian. Kebetulan hari ini, jadwal kuliahnya agak siangan sehingga aku bisa lebih nyantai. Baru
beberapa
gigitan
roti
kunikmati,
ponsel yang kuletakkan di sebelah gelas yang 245
berisi
susu
mengunyah
cokelat roti
berbunyi.
strawberry
Sambil
bikinanku,
tetap aku
mengambil ponselku. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Aku paling ogah kalau dapet telepon dari nomor yang tak dikenal, udah sering aku ngalamin hal kayak gini. Tiba-tiba aja ada orang
ngaku
salah
kirim
sms
atau
salah
sambung, trus ujung-ujungnya ngajak kenalan. Kadang aku sampai heran, kok bisa nomor ponselku menyebar ke orang-orang yang nggak kukenal. Kuletakkan kembali ponselku dan sengaja nggak
mengangkatnya,
aku
nggak
rela
sarapanku diinterupsi oleh orang iseng yang kurang kerjaan. Paling-paling sebentar lagi juga mati sendiri. Tapi ternyata dugaanku salah. Nih orang kayaknya emang niat banget menggangguku, dari tadi nggak ada nyerahnya sedikit pun. Sejak dari meja makan tadi, udah tiga kali tuh orang meneleponku. Sebuah pesan masuk ke ponselku.
246
Ini nopenya Carissa, ya? Aq Nayla, temennya Rahman. Rahman lagi dirawat di RSSA, dia habis dikeroyok sama orang.
Jantungku
rasanya
seperti
berhenti
berdetak ketika membaca isi pesan itu, antara percaya dan tidak. Dengan penuh rasa panik, aku
menghubungi
balik
nomor
itu
untuk
memastikan kebenarannya.
♀ Kulangkahkan kakiku cepat-cepat di antara kerumunan orang yang memenuhi lorong Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Rasanya aku tidak sabar ingin segera sampai di kamar tempat Mas Rahman dirawat. Perawat di bagian informasi tadi bilang kalau kamar nomor lima belas ada di ujung lorong ini. Semakin deket aku dengan ujung lorong itu, hatiku semakin kalut tidak keruan. Sepanjang perjalanan tadi yang ada di 247
pikiranku hanya Mas Rahman, sampai-sampai aku hampir menabrak seorang pejalan kaki karena kehilangan konsentrasi. Sebenarnya aku sempat berdebat dengan diriku
sendiri
untuk
memutuskan
datang
menjenguk Mas Rahman atau tidak. Di satu sisi aku
masih
belum
bisa
memaafkan
semua
perbuatan yang telah dia lakukan padaku. Rasa sakit
di
hatiku
masih
belum
sembuh
sepenuhnya. Namun di sisi yang lain aku nggak bisa memungkiri perasaanku kalau masih ada rasa cinta di hatiku untuknya. Sebelum mengetuk pintu kamar nomor lima belas,
kutarik
napasku
dalam-dalam
untuk
sedikit meredakan keteganganku. Tak lama pintu membuka dan seseorang yang mengaku bernama Nayla
muncul
tersenyum
di
baliknya.
menyambutku
Mbak
dan
Nayla
kemudian
menuntunku masuk. Aku nggak bisa lagi menahan kesedihanku ketika melihat Mas Rahman terbaring dengan lemah
di
atas
tempat 248
tidur.
Spontan
aku
menggigit
bibir
bawahku
ketika
berjalan
mendekat ke ranjang berseprai putih itu. Tak terasa air mataku jatuh meleleh di pipi melihat keadaan Mas Rahman yang begitu mengerikan. Aku hampir tidak mengenalinya karena sebagian besar wajahnya dipenuhi luka yang membuatnya lebam dan membengkak. Terutama di bagian mata kiri, pelipis dan mulutnya. “Ca… rissa…” ucap Mas Rahman lirih begitu melihatku ada di depannya, kelihatan banget kalau dia kesulitan untuk berbicara. Aku duduk di samping tempat tidurnya. Dari deket tampak kelopak mata kirinya ikut memerah, pasti karena terkena pukulan yang sangat keras. “Kok bisa kayak gini, Mas? Siapa yang melakukan
ini
semua..?”
tanyaku
bergetar.
Kuseka air mata yang semakin deras mengalir dari kedua mataku. “Kok… ka… mu… bisa tahu… aku ada… di sini…” Aku benar-benar nggak tega mendengar Mas Rahman berbicara terbata-bata seperti itu.
249
“Sorry Man, aku yang ngasih tahu Carissa. Habis
tadi
malam
kamu
manggil-manggil
namanya terus,” jawab Mbak Nayla mewakiliku. Aku dan Mas Rahman saling bertatapan, dari sorot matanya aku bisa melihat kalau dia menahan rasa sakit yang amat sangat. “Mas istirahat aja dulu, ya…” “Iya…
makasih…
kamu
udah…
mau
datang…” “Iya
Mas,
sama-sama,”
ucapku
seraya
membelai punggung tangan kanannya dengan lembut. dengan
Kugenggam harapan
erat itu
telapak bisa
tangannya
meringankan
penderitaan yang sekarang ini menimpanya.
♀ Setelah Mas Rahman tertidur, aku diajak Mbak
Nayla
menceritakan
keluar semua
dan
kemudian
detail
kejadian
dia yang
menimpa Mas Rahman. Sepulang dari kerja 250
kemarin malam, Mas Rahman dihadang oleh orang-orang tak dikenal di gang tempat dia kos. Mereka
memaksa
Mas
Rahman
untuk
menyerahkan semua barang berharga yang dia bawa. Karena Mas Rahman menolak, akhirnya mereka mengeroyok dan menghajarnya habishabisan. Setelah Mas Rahman jatuh tak berdaya, mereka
pun
membawa
lari
ponsel
dan
dompetnya. Tapi
nggak
tahu
kenapa,
feelingku
mengatakan ada hal yang ditutup-tutupi Mbak Nayla dariku. Ada beberapa kejanggalan yang kulihat dari kejadian itu. Kenapa mereka hanya membawa
ponsel
dan dompet aja,
padahal
mereka juga bisa membawa barang-barang lain yang lebih berharga seperti motor dan laptop Mas Rahman. Kayaknya terlalu buang-buang tenaga deh
kalau
mereka
sampai
menghajar
Mas
Rahman separah itu. Apalagi sampai nekat menghadang Mas Rahman di deket rumahnya segala. Dua barang itu nggak sebanding nilainya dengan risiko besar yang mereka ambil. Aku 251
harus cari tahu ada apa sebenarnya di balik semua ini.
♂ “Hai Rissa, ada apa nih, tumben nelpon aku duluan?” sambut Alex di seberang sana ketika aku meneleponnya. “Heh, kamu tuh brengsek banget sih jadi orang?” aku nggak bisa menahan emosiku untuk nggak menyemprot Alex. “Lho… lho… ada apa sih ini? Kok kamu langsung marah-marah gitu sama aku! Emang aku ada salah apa sama kamu, Ris?” “Udah deh, nggak usah pura-pura bego segala!
Kamu
kan
yang
mengeroyok
Mas
Rahman?” tuduhku pada Alex tanpa tedeng aling-aling sedikit pun. Meskipun aku belum punya bukti kuat, namun aku yakin kalau dialah pelakunya.
252
“Kamu kok nuduh aku kayak gitu, emang kamu ada buktinya?” “Maling
mana
ada
yang
mau
ngaku!”
sindirku sinis. “Aku tuh heran sama kamu Ris, Rahman tuh udah nyakitin hati kamu. Selama ini dia hanya
memperalatmu
kelainannya
itu,
kenapa
untuk kamu
menutupi masih
aja
ngurusin dia?” “Itu bukan urusanmu, Lex!” “Tentu aja itu jadi urusanku, karena aku masih cinta sama kamu, Ris. Aku nggak rela kamu diperlakukan kayak gitu sama Rahman! Oke, aku akui emang aku yang udah bikin Rahman babak belur. Dia emang pantes dapetin itu semua karena udah nyakitin kamu!” “Ow gitu, trus kamu sendiri udah lupa dengan apa yang pernah kamu lakukan sama aku dulu? Sebelum kamu ngata-ngatain orang tuh, ngaca dulu dong, Lex!” Alex hanya terdiam, pasti saat ini dia merasa terpojok oleh ucapanku
253
barusan. Tanpa mengucapkan salam perpisahan aku langsung menutup teleponku.
♀
254
Sebuah Janji
AKU
melihat
pantulan
wajahku
yang
tampak di cermin, ada beberapa luka memar dan lebam di sana. Di pelipis, kelopak mata, kedua rahang dan bibirku. Rasa sakitnya juga masih terasa, terutama di bagian rahang yang masih sakit
bila
digunakan
untuk
makan
dan
berbicara. Belum lagi luka dalam yang kuderita di bawah dada dan lambung, bila dipegang atau tidak sengaja tersenggol masih terasa nyeri. Aku benar-benar mengalami penganiayaan berat, hari ini aja udah hari ketiga aku nggak masuk kerja. Satu-satunya
hal
yang
kucemaskan
adalah
presentasi untuk Tanjung Nirwana Residence. 255
Tapi untunglah Nayla sanggup mengatasinya, barusan aku menghubunginya dan dia lagi mengawasi
pemasangan
banner
raksasa
di
gerbang masuk perumahan mewah itu. Bel kosku tiba-tiba berbunyi, pasti itu Carissa. Dia tadi ngasih tahu aku mau datang sebentar lagi. Sambil berjalan agak tertatih, aku keluar dari kamar dan menuju pintu depan. Alex emang sempat menendang sekali daerah pangkal pahaku,
walaupun
begitu
cukup
untuk
membuatku kesulitan saat berjalan. “Emangnya kamu nggak ada kuliah hari ini?”
tanyaku
setelah
membukakan
pintu
untuknya. “Nggak ada, tadi kan di-sms udah aku bilang lagi libur.” “Oh iya, ya, sorry lupa,” timpalku sambil mencoba tersenyum sedikit. “Oh iya Mas, ini aku bawain bubur ayam kesukaan,
Mas,”
menunjukkan
tas
ucap plastic
kanannya. 256
Carissa hitam
di
sambil tangan
“Aduh Ris, nggak usah repot-repot. Mas udah bisa kok makan yang agak keras dikit.” Seperti yang kubilang tadi, rahangku emang sakit bila digunakan untuk makan. Makanya selama tiga hari ini aku hanya makan makanan yang halus seperti bubur ayam atau mie instan. “Nggak
kok
Mas,
aku
nggak
merasa
direpotin. Dimakan dulu yuk Mas, ntar keburu dingin.” “Sama kamu juga, ya,” balasku sambil menutup pintu depan dan kemudian mengikuti Carissa menuju dapur. Sebenarnya
aku
nggak
mau
Carissa
mengetahui apa yang terjadi padaku, karena di antara kami udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Apa sih hakku untuk meminta perhatian darinya lagi. Tapi Nayla tetap bersikeras dan diam-diam memberitahu Carissa sehari setelah penganiayaan itu. Reaksi Carissa ternyata di luar dugaanku, kukira dia udah nggak mau peduli lagi pada diriku. Carissa langsung menangis dan shock banget saat melihat keadaanku yang 257
cukup parah. Untungnya Nayla belum sempat kasih tahu siapa dalang di balik itu semua, aku nggak mau nanti Carissa marah-marah dan nekat melabrak Alex. Aku khawatir si Bangsat itu malah balik mencelakai Carissa, aku nggak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai itu terjadi. “Kenapa Mas nggak mau terus terang sama aku kalau yang mukulin Mas itu sebenarnya Alex sama temen-temennya?” ujar Carissa hampir membuatku tersedak oleh teh manis yang sedang kuminum. Bubur ayam yang dibawakan Carissa udah kuhabiskan, rasanya emang lezat banget. Apalagi makannya sambil disuapin sama mantan pacar yang masih kusayangi ini. “Bilang apa kamu barusan, Ris..?” tanyaku pura-pura tidak mendengarnya sambil menaruh kembali gelas di atas meja makan. “Udahlah Mas, nggak usah ditutupin lagi. Aku udah tahu semuanya, kok.”
258
“Pasti Nayla yang ngasih tahu kamu. Nayla itu emang ember, awas ntar kalau ketemu aku marahin dia.” “Bukan Mbak Nayla yang ngasih tahu, tapi itu kesimpulanku sendiri. Sekarang coba deh dipikir pake logika, kenapa para perampok itu cuma ngambil ponsel dan dompet Mas! Padahal mereka punya kesempatan untuk membawa lari motor dan laptop Mas sekalian. Apa nggak mubazir udah menghajar Mas habis-habisan kayak gitu tapi yang diambil cuma ponsel dan dompet aja. Lagian aku juga udah nanyain sendiri ke Alex, dan dia mengakuinya.” Aku nggak bisa mengelak lagi, apa yang dikatakan Carissa emang benar adanya. “Kenapa Mas nggak ngelaporin Alex ke polisi? Ini semua nggak bisa dibiarkan gitu aja, tuh anak harus dihukum atas perbuatannya sama
Mas.
Alex
tuh
emang
orangnya
temperamental dan suka main fisik. Dulu aja sewaktu
kami
masih
259
pacaran,
dia
pernah
menamparku sekali. Makanya aku nggak sudi lagi jalan lagi sama dia.” “Apa? Dia pernah nampar kamu?” “Iya, gara-gara aku bilang dia playboy. Padahal emang kenyataannya gitu kan. Makanya laporin aja dia ke polisi, mumpung luka-luka di wajah Mas masih ada bekasnya. Ntar kalau udah sembuh, kita nggak punya bukti lagi untuk menjebloskannya ke penjara.” “Aku
nggak
mau
urusan
ini
tambah
panjang dan runyam, Ris.” “Duh Mas Rahman ini gimana sih? Alex tuh udah bikin Mas menderita kayak gini. Aku sendiri aja nggak rela, masa Mas lempenglempeng aja?” Aku kebahagiaan
menarik
napas
tersendiri
panjang,
mendengar
ada
ucapan
Carissa. Tapi aku juga punya alasan sendiri kenapa tidak melaporkan Alex ke pihak yang berwajib. “Aku bukannya lempeng-lempeng aja Ris, mana ada sih orang yang mau dipukulin dan 260
dianiaya kayak aku! Aku juga pengin balas rasa sakit ini, aku juga pengin dia dapet hukuman. Tapi, gimana nanti kalau polisi nanyain motif penganiayaan itu sama Alex. Dia pasti akan ceritain semuanya tentang aku dan foto-foto itu. Posisiku tuh lemah. Mau nggak mau kasus itu akan diliput media massa. Ujung-ujungnya tetap aku yang dipermalukan dan menanggung aib yang lebih berat lagi, Ris…” Carissa hanya diam mendengarkan, dia menatapku dengan pandangan yang tak bisa kuartikan.
Mungkin
dia
kasihan
dan
iba
kepadaku. “Mas benar… aku kok nggak berpikir sejauh itu, ya..?” Suasana menjadi hening sejenak, diamdiam aku memperhatikan Carissa. Perhatiannya kepadaku membuat harapan untuk kembali bersamanya muncul lagi. Tapi aku segera tepis jauh-jauh perasaan itu, mana mungkin Carissa mau menerimaku lagi dengan keadaanku yang seperti ini. 261
“Tapi kalau orang kayak dia nggak dapet hukuman, pasti nanti akan semakin menjadi-jadi dan makin banyak orang yang jadi korbannya.” “Iya aku tahu, tapi udahlah… aku nggak mau dipermalukan lagi. Hidupku udah cukup berantakan sekarang dan aku nggak mau jadi lebih parah lagi.” “Maafin aku Mas, aku nggak bisa ngertiin keadaanmu.” “Kamu ngomong apa sih, Ris. Kamu tuh udah perhatian banget sama aku, itu sangat besar artinya buatku. Kamu bikin aku lebih tough dan sabar menghadapi semua ini. Dan aku tahu maksudmu menyuruhku melaporkan Alex ke polisi itu sebenarnya emang benar dan udah seharusnya kulakukan, tapi keadaannya yang nggak memungkinkan. Ngerti, kan?” “Ah, Mas Rahman terlalu berlebihan…” “Ya maaf, kamu kan tahu sendiri aku emang lebay.”
262
“Nggak, bukan itu maksudku. Emang udah seharusnya
aku
ngasih
perhatian
dan
mendampingi Mas dalam keadaan seperti ini.” “Maksudmu apa, Ris… aku nggak ngerti…” Carissa tersenyum manis padaku, andai aja dia
tahu
udah
senyumannya
lama
itu.
aku
Senyum
merindukan
Carissa
selalu
berhasil bikin aku salah tingkah, merasa diri lebih berarti dan dicintai. “Aku
mau
ngasih
Mas
Rahman
satu
kesempatan lagi untuk memperbaiki kesalahan Mas,
aku
mau
kita
melanjutkan
kembali
hubungan kita yang terputus ini.” Hatiku
berbunga-bunga
seketika
begitu
mendengar apa yang diucapkan Carissa barusan. Aku sama sekali nggak menyangka Carissa akhirnya mau memberiku satu kesempatan lagi. “Beneran, Ris? Aku nggak salah denger, kan? Aku nggak lagi mimpi kan ini?” tanyaku berusaha meyakinkan diriku. Carissa tak menjawab, dia malah mencubit lenganku dengan gemasnya. 263
“Auuh… kok aku dicubit sih, Ris?” tanyaku sambil meringis kesakitan memegangi lenganku. “Sakit nggak?” “Ya sakitlah…” “Berarti Mas nggak lagi mimpi.” Aku lalu memeluk tubuh Carissa dengan mesra yang disambutnya dengan pelukan yang nggak kalah mesra.
Tidak
ada
hari
yang
lebih
membahagiakanku daripada hari ini, kekasih yang sempat meninggalkanku kini kembali lagi. Rasanya aku tidak ingin melepaskan pelukan ini agar Carissa tidak lagi pergi dariku. “Tapi aku ada satu syarat, Mas…” bisik Carissa di telingaku. “Nggak masalah, apa pun akan kulakukan demi kamu.” “Aku minta Mas nggak berhubungan lagi ya sama cowok di foto itu.” “Iya, aku janji sama kamu, Ris,” ucapku dengan mantap. Ya Tuhan tolong aku agar bisa selalu menepati janjiku ini, pintaku dalam hati.
264
All About Us
SEBUAH
panggilan
dengan
nomor
tak
dikenal muncul di layar ponselku ketika aku baru aja keluar dari tempat parkir. Hari ini aku udah mulai masuk kerja, semua luka di wajah dan
tubuhku
udah
sembuh.
Hanya
bekas
memar-memar yang akan hilang dalam beberapa hari ke depan. Kutekan tombol yes dengan sedikit rasa penasaran. “Ya halo, siapa ini?” tanyaku ramah. “Met pagi Man, ini aku Zack.” Jantungku langsung
berdebar-debar
begitu
mendengar
suara Zack yang khas itu. Aku nggak menyangka dia masih mau menghubungiku setelah kejadian 265
di stadion Gajayana dulu. Sebenarnya kemarin aku pengin menghubungi dia untuk meminta maaf atas tuduhanku padanya dulu, tapi saat kuhubungi nomornya nggak aktif. Aku baru nyadar, tentu aja nomornya nggak aktif, ponsel Zack kan dicuri oleh Bram, muridnya di Capoeira de Malang. Pasti nomornya udah dibuang entah ke mana. “Pagi juga Zack, kirain siapa tadi.” “Ini nomor baruku, maaf ya aku belum kasih tahu kamu.” “Oh nggak apa-apa lagi, santai aja,” ujarku sambil mendorong pintu kaca gedung tempatku bekerja. Pak Hadi —satpam di kantorku— yang berdiri di balik pintu langsung ikut membukakan pintu untukku. Dia tampak kaget melihatku masuk kerja hari ini dan langsung tersenyum ramah padaku. Aku membalasnya lalu duduk di salah satu sofa yang ada di lobi. “Gimana kabarmu, baik-baik aja, kan?”
266
“Ehm… baik, kamu ndiri gimana?” jawabku sengaja berbohong, aku nggak mau Zack tahu tentang penganiayaan itu. “Sama kalo gitu. Kamu lagi di tempat kerja, ya?” “Iya nih tadi baru nyampe. Oh iya, Zack, aku mau minta maaf karena dulu udah nuduh kamu yang nyebarin foto-foto kita.” “Emangnya kamu udah tahu siapa yang nyebarin foto-foto itu?” Aku langsung diam tercekat, aku nggak tahu gimana cara menyampaikannya. “Man… kok diem… lagi sibuk, ya?” “Oh nggak… anu yang nyebarin ternyata Alex, mantannya Carissa,” jawabku tergagap. Aduh,
goblok
banget
aku
kenapa
sampai
keceplosan gini. “Hah? Kok bisa, gimana ceritanya?” tanya Zack dengan kagetnya. “Uhm… ceritanya panjang…” “Ya udah, nanti siang aku ke kantormu, ya. Kamu ceritain semuanya. Udah dulu ya, aku juga 267
mau berangkat kerja, nih. See you later.” Belum sempat aku kasih jawaban bisa apa nggak, Zack udah keburu menutup teleponnya.
♂ Zack langsung menanyakan bekas-bekas luka yang masih tampak di wajahku begitu melihatku muncul di lobi siang itu. Awalnya aku mengarang
cerita
kecelakaan,
tapi
kalau
habis
tentu aja dia
mengalami nggak mau
percaya begitu aja. Akhirnya dengan sangat terpaksa aku menceritakan penganiayaan yang dilakukan Alex padaku. Udah kuduga Zack bakalan bereaksi keras begitu mengetahui hal itu. Dan seperti Carissa, dia juga menyuruhku melaporkan
Alex
ke
polisi
tapi
aku
juga
mengajukan alasan yang sama untuk tidak melakukan hal itu. “Oke, alasanmu emang ada benarnya, tapi aku nggak bisa diem aja lihat kamu diperlakukan 268
nggak manusiawi sama si Alex bangsat itu. Kita emang gay, kita mungkin hina di hadapan orangorang normal itu, tapi bukan berarti mereka bisa memperlakukan
kita
seenaknya.
Kita
juga
manusia Man, yang butuh untuk dicintai dan dihargai.” Untungnya hanya ada kami berdua di lobi saat itu, kalau nggak bisa berabe kalau sampai
ada
yang
mendengar
ucapan
Zack
barusan. “Iya aku tahu, trus kamu mau ngelakuin apa?
Udahlah,
biarin
aja,
nggak
usah
diperpanjang lagi.” “Nggak, nggak bisa. Aku akan balas semua perbuatan Alex sama kamu. Bram juga, tuh anak harus dikasih pelajaran. Aku nggak nyangka ternyata dia itu musuh dalam selimut!” “Jangan cari-cari masalah Zack, ntar kalau mereka kenapa-kenapa trus kamu dilaporin ke polisi gimana? Nanti malah semua orang jadi tahu tentang foto-foto kita Zack!”
269
“Aaah… aku nggak ngerti dengan jalan pikiranmu, Man!” ujar Zack sambil bersungutsungut kesal. “Zack…
please,
aku
juga
nggak
mau
sesuatu yang buruk terjadi sama kamu,” pintaku sambil
menatapnya
penuh
arti.
Ucapanku
barusan keluar begitu aja dari mulutku. “Makasih,
Man,”
balas
Zack
sambil
tersenyum kecil. “For what?” “For care about me. Itu berarti banget buatku.” “Ehm, selama ini kan kamu juga peduli sama aku, jadi udah seharusnya aku bersikap seperti
itu
sama
kamu.”
Zack
balas
memandangku dengan tatapan matanya yang penuh keteduhan. Aku semakin merasa bersalah aja
melihatnya
karena
selama
ini
selalu
membuatnya terluka dan tidak pernah bisa membalas cintanya yang tulus padaku itu.
270
“Makan siang bareng yuk, laper banget, nih. Tadi pagi cuma sarapan roti sama kopi doing.” Ajak Zack penuh semangat. “Aduh, gimana, ya…” “Kamu masih banyak kerjaan? Ya udah nggak apa-apa, aku bisa makan sendiri, kok. Tapi ntar jangan lupa kamu harus makan siang juga.” Mendengar Zack berkata seperti itu, aku malah nggak tega menolak ajakannya. Maafin aku Ris, aku udah melanggar janjiku sama kamu.
If they hurt you, they hurt me too So we'll rise up, won't stop And it's all about It's all about
(All About Us – tATu)
♂
271
272
The Punishment
“HAI Bram, mau berangkat kuliah, nih?” tanya gue sok ramah pada Bram yang baru aja mau menghidupkan motornya. Raut muka Bram langsung berubah begitu melihat gur. Dia pasti nggak menyangka sama sekali kalau gue bakalan menyatroninya langsung ke kosannya. “Eh… Mas Zack, kok tiba-tiba ada di sini? Dari mana Mas tahu kos gue?” tanyanya dengan tergagap. Senyumnya yang tampak dipaksakan itu membuatnya semakin kelihatan ketakutan. “Ini, Endro yang kasih tahu. Dia kan sekampus sama elo,” jawabku sambil menunjuk Endro yang berdiri di samping gue. 273
“Ada perlu apa ya, Mas?” “Udah, elo nggak usah banyak bacot! Ikut gue sekarang!” Gue memberi isyarat kepada Arya dan
Boby.
Dengan
sigap
mereka
berdua
memaksa Bram turun dari motornya. “Mau ke mana nih, Mas?” tanya Bram dengan panik sambil berusaha melepaskan diri dari pegangan Arya dan Boby. “Diem lo, kalau elo pake teriak, gue nggak segan-segan untuk nusuk perut lo! Jangan kira gue nggak berani melakukannya.” Bram akhirnya hanya bisa diam tak berkutik dan menurut saat kami bawa menuju mobil.
♂ “Aaakh… ampun, Mas…” Bram mengerang penuh kesakitan saat Endro, Arya dan Boby menghajarnya habis-habisan di dalam garasi gue. Tadi gue udah menghadiahinya beberapa
274
bogem mentah, sekarang biar temen-temen yang melanjutkannya. “Sekarang elo baru bilang ampun, hah!” maki gue. “Harusnya elo mikir sebelum cari garagara sama gue!” “Gue… kepepet, Mas… gue butuh uang buat bayar uang kos…” ujar Bram sambil menyeka darah segar yang keluar dari kedua lubang hidungnya. “Gue mungkin masih bisa maafin kalau elo cuma ngambil ponselku. Tapi yang nggak bisa gue maafin, kenapa elo pake nyebarin foto-foto gue segala! Dan berani-beraninya elo nyakitin Rahman!” Bram mengerang untuk ke sekian kalinya menahan rasa sakit akibat tinju yang tepat
gue
langsung
arahkan
ke
jatuh terduduk
ulu
hatinya.
sambil
Bram
memegangi
perutnya. “Itu… itu bukan kemauan gue, Mas…. Alex yang ngajak gue ngeroyok Rahman!” “Halaah, elo sama busuknya dengan temen lo itu!” Gue tendang badan Bram sekuat tenaga. 275
“Ampun, Mas… ampun…. maafin gue…” pinta Bram sambil bersujud memegangi kedua kakiku. “Oke, gue akan maafin lo. Tapi elo harus mau menuruti perintah gue!” “Iya Mas, gue akan lakukan apa pun yang Mas Suruh…” “Gue pegang omongan lo itu, sekarang antarkan gue ke rumahnya si Alex!”
♂ Hampir lima belas menit kami menunggu di depan gedung Fakultas Ekonomi tempat Alex kuliah. Amarah yang sedari tadi gue tahan rasanya semakin membuncah aja karena harus menunggu si bangsat Alex itu. Tangan gue rasanya udah gatal ingin segera menghajarnya lebih parah dari yang udah dia lakukan sama Rahman.
276
“Mana
dia
Bram,
kok
nggak
muncul-
muncul?” tanya gue kepada Bram yang duduk meringkuk di belakang bersama Arya dan Boby. “Jangan-jangan elo ngibulin kami semua?” “Nggak Mas, tadi dia bilang lagi kuliah, mungkin sebentar lagi keluar,” jawab Bram lirih. “Awas kalau sampai lo bohong, gue hajar lagi
baru
tahu
rasa!”
gertak
gue
sambil
memelototinya lewat kaca mobil. Bram tak berani melihat, dia langsung menundukkan wajahnya yang penuh dengan luka lebam itu. Suasana hening sejenak, tak beberapa lama terdengar suara riuh rendah dari dalam gedung. Pasti itu pertanda kalau kuliah yang dari tadi berlangsung udah selesai. Dugaan gue ternyata benar, segerombolan mahasiswa tampak keluar dari dalam gedung. Gue langsung mengubah posisi duduk agar lebih mudah melihat ke arah mereka. “Yang mana dia, Bram?” tanya Endro seraya menoleh ke belakang.
277
Bram memajukan sedikit kepalanya dan langsung
menunjuk
memakai
kaus
seorang
hijau
muda.
cowok Dia
yang
berjalan
beriringan dengan beberapa temennya. Kalau aja ini bukan daerah kampus, gue pasti udah turun dan langsung menghajarnya. “Elo nggak akan hajar dia di sini langsung kan, Zack?” tanya Endro. “Ya nggaklah, cari mampus apa! Yang ada kita nanti dikeroyok rame-rame sama tementemennya itu. Kita tunggu sampai sepi, trus langsung angkut dia.” Gue
hidupkan
menjalankannya
mesin
pelan-pelan
mobil mengikuti
dan Alex
yang berjalan menuju tempat parkir. Beberapa temennya udah mengambil jalan yang lain dan kini dia tinggal berdua bersama seorang cewek. “Come on guys, waktunya beraksi!” perintah gue pada ketiga temenku sambil menekan pedal gas kuat-kuat menyusul Alex.
278
Gue injak rem begitu mobil udah berada tepat di samping Alex. Tanpa membuang-buang waktu, Endro, Arya dan Boby langsung keluar dari mobil. Bram yang dari tadi terdiam mencoba untuk
memanfaatkan
kesempatan
itu
buat
melarikan diri. “Mau ke mana, Bram?” tanya gue sambil mencengkeram kausnya dari belakang. “Elo tuh masih dibutuhin, diem di situ!” Bram langsung tergugu ketakutan dan kembali duduk. “Hey… hey… apa-apaan ini?” teriak Alex terkaget-kaget menyergapnya.
ketika Cewek
mereka yang
bertiga
bersama
Alex
langsung menjerit histeris. Tentu aja teriakannya yang cukup keras itu mengundang perhatian orang-orang yang berada tak jauh dari situ. “Ayo cepetan bawa masuk, keburu banyak orang!”. Tanpa perlawanan yang berarti, akhirnya Alex berhasil dibawa masuk ke dalam mobil. Alex tampak terkejut ketika melihat Bram udah berada di dalam mobil, dan lebih terkejut lagi saat melihat gue juga di situ. 279
“Hai Lex, masih inget gue?” tanya gue sambil tersenyum licik padanya. Seketika raut wajahnya berubah menjadi pucat pasi seperti melihat mayat hidup. Tanpa menunggu lebih lama lagi, gue injak pedal gas dan membawa kami pergi dari gedung perkuliahan Alex. “Mau apa elo nyulik gue?” Nyalinya besar juga nih anak, dalam keadaan terdesak seperti ini masih berani membentakku. “Elo masih tanya gue mau apa? Elo udah lupa
dengan
apa
yang
elo
lakukan
sama
Rahman?” “Ooh, jadi elo mau balas dendam buat pacar homo lo itu? Awas lo kalau berani nyentuh gue. Bokap gue seorang konglomerat dan punya banyak kenalan polisi. Dia akan menyuruh kenalan polisinya untuk memenjarakan kalian semua!” ancam Alex dengan pongahnya. Gue
injak
rem
seketika
dan
menonjok hidung Alex penuh tenaga.”
280
langsung
“ANJ*NG!” sambil
maki
memegangi
Alex
penuh
hidungnya.
kesakitan
Darah
segar
merembes keluar dari kedua lubang hidungnya. “Biarpun sekalipun,
bokap
gue
lo
nggak
kenal
sama
takut!”
Hitler
Anak-anak
langsung tertawa mendengarnya, sementara Alex tampak menyesali gertak sambalnya yang malah membuatnya
kelihatan seperti
orang bodoh.
Sayangnya dia tidak menyadari bahwa sebentar lagi gue akan menghajarnya lebih parah dari itu. Gue
akan
membuatnya
dilahirkan ke dunia ini.
♀
281
menyesal
pernah
282
Hamba Sahaya
KAMI berdua berdiri berdampingan sambil bersandar pada mobil, memandangi gelapnya hamparan tanah yang berada jauh di bawah kami. Di hamparan tanah itu tampak lampulampu yang dirangkai sedemikian rupa hingga membentuk gunung
gambar
yang
sebuah
dingin
bintang.
berhembus
Angin dengan
lembutnya di wajah kami seperti seorang ibu membelai anaknya. Di bukit tempat kami berada saat ini, suasana begitu gelap dan sunyi, hanya ada suara jangkrik dan temaramnya sinar bulan yang menemani kami.
283
“Jadi ini yang namanya Bukit Bintang?” tanyaku sambil menoleh pada Zack. “Iya, kamu,
kenapa?
ya?”
Zack
Nggak
sesuai
balik
gambaran
bertanya
sambil
tersenyum kecil. “Yup, kirain kayak gimanaaa gitu yang namanya Bukit Bintang itu. Nggak tahunya cuma kayak gini. Kamu sering ke sini, ya?” “Belum pernah, dulu cuma lewat aja pas nganterin
sepupuku
yang
mau
kuliah
di
Machung.” Machung adalah sebuah universitas swasta yang baru setahun ini berdiri di kompleks perumahan mewah yang ada di daerah Tidar. Konon, pendirinya adalah para alumnus sekolah bernama sama yang dulu pernah ada di Malang. Tujuan
mereka
adalah
sebagai
membangun bentuk
universitas
balas
jasa
itu atas
kesuksesan yang udah mereka raih saat ini. Zack tadi datang ke rumahku dengan wajah berseri-seri membawa sebuah berita yang nggak kusangka-sangka. Dia udah memberi pelajaran pada Alex dan Bram. Tidak kupungkiri bahwa 284
rasa benci, marah dan dendam yang ada di dalam
hatiku
langsung
terpuaskan
begitu
mendengarnya. Namun tetap aja aku nggak menyangka
Zack
melanggar
laranganku
beberapa hari yang lalu. “Kok kamu nekat sih, Zack? Kalau ntar dia melaporkan kamu ke polisi, gimana?” Zack tak menjawab, dia malah tersenyum penuh arti sambil mengeluarkan ponsel dari saku jeansnya. “Aku udah megang kartu mati mereka. Aku berani jamin mereka nggak akan melaporkanku ke polisi dan yang paling utama, Alex nggak berani
lagi
mengganggumu,
Man.”
Zack
mengatakannya dengan penuh keyakinan. “Kok kamu bisa yakin gitu?” Zack memberikan ponselnya padaku dan aku langsung melotot tak percaya demi melihat gambar yang terlihat di layar ponsel Zack. Di sana
terlihat
Alex
dan Bram
sedang
tidur
bersama hanya memakai boxer dalam berbagai pose. Semakin banyak foto yang kulihat, semakin tercengang pula aku melihatnya, karena foto-foto 285
itu lebih berani dari yang pernah kulakukan bersama Zack. “Mereka berdua gay juga?” tanyaku penuh rasa tak percaya. “Ya nggaklah, tapi nggak tahu juga sih kalau setelah foto bareng kayak gitu mereka jadi keterusan! Ha… ha… ha...” Aku ikut tertawa mendengar lelucon yang dilontarkan Zack. “Trus kok mereka bisa foto kayak gini?” “Siapa dulu dong fotografer dan pengarah gayanya!” jawab Zack sambil menepuk-nepuk dadanya. “Maksudmu?” tanyaku masih tak mengerti dengan jawaban Zack. “Yah, aku memaksa mereka untuk berfoto seperti itu. Awalnya sih mereka nggak mau, tapi setelah aku ancam bakal aku hajar habishabisan mereka
bersama mau
temen-temenku
melakukannya.
Dasar
akhirnya mereka
berdua emang bego, mau-maunya aku kibulin. Habis aku ambil gambar mereka yang hot bin jijay itu, tetap aja kami bantai mereka berdua. 286
Enak aja, habis ngeroyok kamu trus nggak dikasih pelajaran, gitu!” “Hah? Bantai gimana maksudmu? Kalian membunuh mereka?” “Ya nggaklah Man, mana mungkin aku senekat
itu.
Udahlah,
kamu
nggak
usah
khawatir, mereka nggak apa-apa, kok. Malahan, luka yang mereka alami tuh sebenarnya nggak separah luka-lukamu.” Aku masih nggak percaya Zack sampai senekat itu demi membalas semua perbuatan Alex kepadaku. Dia benar-benar membuktikan ucapannya dulu, kalau sampai ada orang yang berani menyakitiku maka itu artinya sama aja dengan menyakiti dirinya. Dan Zack nggak akan tinggal diam begitu aja. “Zack, makasih ya atas semua yang udah kamu lakuin tadi siang. Walaupun kamu udah megang
kartu
mereka,
tapi
tetap
aja
aku
khawatir kalau mereka melaporkanmu ke polisi. Aku nggak akan bisa maafin diriku sendiri kalau
287
hanya demi aku, kamu sampai harus dipenjara dan kehilangan masa depanmu.” Zack menarikku ke dalam pelukannya. Kedua
lengannya
pinggangku, tubuhku
yang
kekar
memberikan
yang
sejak
tadi
melingkar
kehangatan mulai
di
pada
menggigil
kedinginan. Ditopangkannya dagu belahnya di pundak
kananku.
Aku
bisa
merasakan
hembusan napasnya yang hangat di telingaku. “Kalau emang hal itu sampai terjadi, aku rela…” “Nggak, aku nggak mau hal itu terjadi. Mulai sekarang, kamu harus janji sama aku jangan pernah lagi melakukan hal-hal nekat kayak gitu. Aku nggak pantas menerima semua pengorbananmu, Zack.” “Man, dalam kamus hidupku nggak ada yang namanya pengorbanan demi cinta. Aku nggak pernah menganggap semua hal yang kulakukan
untukmu
sebagai
pengorbanan.
Buatku itu adalah bukti rasa cintaku sama kamu.
Kalau
kita
menganggapnya 288
sebagai
pengorbanan, maka kelak jika kita dikecewakan oleh orang yang kita cintai maka yang ada hanyalah penyesalan.” Zack memasukkan jarinya di sela-sela jariku hingga saling bertautan satu sama lain. Rasa haru langsung menyergap di benakku mendengar ucapan Zack yang lirih itu. Hati manusia
emang
nggak
bisa
ditebak
kedalamannya, namun aku yakin Zack jujur dan tulus mengatakannya. Kalau aja aku belum menyerahkan hatiku kepada Carissa dan berjanji untuk nggak berhubungan lagi dengan Zack, pasti semuanya akan berbeda. “Zack… ada yang ingin kukatakan sama kamu…” ucapku ragu. Aku udah terlampau sering menyakiti hati pria ini, aku takut apa yang akan kukatakan sebentar lagi akan membunuh hatinya. “Apa Man…” “Sepertinya
malam
ini
adalah
malam
terakhir untuk kita berdua. Carissa memintaku
289
untuk nggak berhubungan lagi sama kamu, Zack…” “Dan kamu mau melakukannya?” Aku bisa merasakan perubahan emosi dalam diri Zack dari tautan jarinya yang mulai mengencang. “Aku nggak ada pilihan lain Zack, aku sangat
mencintai
Carissa
dan
aku
nggak
sanggup kehilangan dia lagi. Tapi di satu sisi, aku nggak bisa memungkiri kalau sebagian diriku masih tergantung padamu. Bagaimanapun juga, kamu udah melengkapi bagian-bagian yang selama ini hilang dariku. Dari dulu aku selalu bertanya-tanya, kenapa aku bisa seperti ini. Sampai akhirnya ketika bersamamu kusadari bahwa rasa sukaku pada lelaki adalah bentuk lain dari kerinduanku akan figur seorang ayah dalam hidupku yang tidak pernah kudapatkan selama
ini.
Seorang
ayah
yang
seharusnya
mendampingiku di masa-masa perkembanganku dulu. Seorang ayah di mana aku bisa meminta nasihat dan perlindungan darinya.”
290
“Selain mendapatkan cinta darimu dan dari Tomy, aku sebenarnya secara nggak langsung banyak belajar bagaimana seorang lelaki sejati bersikap
dan
membawa
diri,
bagaimana
memperlakukan wanita dengan baik. Kamu tahu nggak? Selama ini pesan-pesan dari kalian yang berisi rayuan dan sebagainya itu, diam-diam aku pergunakan
untuk
mendekati
Carissa.
Seharusnya Carissa tuh jatuh hati sama kalian, bukan sama aku.” Aku berusaha mencairkan suasana yang mulai menegang dengan mencoba menertawai diriku sendiri, tapi sepertinya tidak berhasil karena Zack sama sekali tidak bereaksi. “Trus… maksud dari itu semua apa?” tanya Zack dengan nada tegas. Ada sedikit rasa takut mendengarnya. “Yah,
sebenarnya
aku
berat
untuk
mengucapkan kata pisah dan aku nggak bisa melepasmu dari hidupku gitu aja, Zack. Tapi aku juga nggak mau menyakiti hati Carissa, aku nggak mungkin menduakan cinta Carissa untuk ke sekian kalinya.” 291
“Ya ucapkan
udah… kata
kalau pisah
gitu itu,
biar aku yang aku
yang
akan
melepasmu dari hidupku.” Zack
langsung
melepaskan
pelukannya
dariku. Aku terkejut mendapati Zack berbuat seperti itu padaku. Ada perasaan terbuang dan ditinggalkan yang begitu menyakitkan di dalam diriku. “Kenapa
kamu
semudah
itu
mengatakannya, Zack?” “Trus mau kamu gimana? Kamu mau aku memohon-mohon supaya nggak kamu tinggalin? Kamu mau aku mengancam untuk bunuh diri? Atau kamu mau aku bunuh Carissa biar nggak ada yang mengganggu hubungan kita? Itu yang kamu mau?” “Nggak Zack, nggak!” “TRUS MAU KAMU APA, HAH?” Kami berdiri saling berhadapan. Meskipun Zack membentakku penuh emosi, namun aku tak melihat ada amarah di bola matanya yang hitam pekat itu. Yang ada hanyalah luka. 292
Akhirnya kami pulang dengan kebisuan di dalam mobil. Lidahku sendiri terasa kelu dan aku nggak tahu harus ngomong apa lagi. Aku takut
omonganku
memperburuk
hanya
keadaan.
akan
Baru
semakin
kali
ini
ada
kebekuan yang membuat jarak begitu jauh di antara kami.
“Zack, stop! Zack, aku bilang stop!” ucapku setengah
memerintah
seraya
menoleh
kepadanya. “Apa
lagi,
sih?”
tanya
Zack
sambil
menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Mobil yang berada
persis
di
belakang
kami
tentu
aja
langsung membunyikan klaksonnya keras-keras. Sebelum melewati mobil Zack, si pengendara mobil sedan itu menyempatkan diri membuka kaca
jendelanya
dan
melontarkan
umpatan
penuh kekesalan pada kami. “Kalau emang malam ini adalah malam terakhir bagi kita berdua, aku nggak mau kayak gini. Aku nggak mau hubungan kita berakhir 293
dengan kebencian dan menjadi kenangan buruk di hidup kita. Cukup hubunganku dengan Evan aja yang seperti itu.” “Terserah kamu, aku udah capek. Aku bingung dengan sikap kamu, Man. Aku nggak menerima keputusanmu salah, menerima gitu aja juga salah. Kamu tuh benar-benar cewek banget
tahu
nggak
sih.
Susah
ditebak
kemauannya. Baru kali ini aku ngalamin yang kayak gini. Selama ini, aku sama yang lain tuh bisa
bawa
dengan
enjoy
dan
easy
going
hubungan kami.” Zack
mematikan
mesin
mobilnya
dan
kemudian terdiam. “Udah?”
tanyaku
sambil
melihat
ke
arahnya. “Satu lagi, meskipun kamu selalu bikin aku sakit hati dengan sikapmu itu, tapi anehnya aku tuh nggak bisa membencimu. Aku sama sekali nggak punya hati untuk melakukannya.” “Maafin aku, Zack…” aku meraih tangan kirinya dan memegangnya erat. 294
“It’s okey. Ya udah, lanjutin kamu mau ngomong apa tadi.” “Aku ingin menjadikan malam ini sebagai malam terindah bagi kita berdua, malam yang bisa kita kenang sebagai obat kangen bila kita berdua saling merindukan kehadiran masingmasing. Aku tahu selama ini udah sering, bahkan selalu nyakitin kamu Zack, oleh karena itu
izinkan
aku
untuk
menebus
semuanya
malam ini. Walaupun aku tahu, semua rasa sakitmu itu nggak akan bisa ditebus hanya dalam waktu semalam.” “So… apa yang akan kamu lakukan untuk menebus semuanya?” “Malam ini aku serahkan diriku seutuhnya, jiwa
dan
raga.
Aku
akan
menjadi
hamba
sahayamu. Aku akan melakukan apa aja yang kamu
perintahkan,
aku
nggak
akan
menolaknya.” Zack terkekeh-kekeh sambil menggelenggelengkan wajahnya.
295
“Rahman… Rahman, kamu tuh ngomong apa sih. Aku nggak segila itu kali sampai jadikan kamu hamba sahayaku segala. Lucu deh kamu itu.” Aku tak membalas komentar Zack, biarlah dia mengatakan apa aja tentangku. Mau bilang aku lucu, konyol atau gila sekalipun nggak apaapa. Karena yang terpenting buatku adalah bisa melihat Zack tersenyum kembali. “Tapi kalau kamu tetap maksa, ya udah aku punya satu permintaan aja.” “Apa, apa, ayo katakan!” kataku penuh semangat. “Aku boleh nggak manggil kamu Frey?” tanya Zack dengan senyum mengembang di wajahnya. “Aku suka nick-mu itu.” “Boleh, kenapa nggak?” “Kamu nggak keberatan? Itu kan bagian dari masa lalumu.” “Nggaklah,
kan
aku
hamba
sahayamu
malam ini. Jadi nggak boleh nolak kemauan tuannya, dong.” 296
Masih dengan senyum khasnya yang makin membuatnya
mempesona
malam
ini,
Zack
menghidupkan lagi mesin mobilnya. “Frey…” panggil Zack lirih. “Ya, Zack…?” “I love you, Frey.” “I love you too, Zack.”
♂ Take me out tonight Where there's music and there's people Who are young and alive Driving in your car I never never want to go home Because I haven't got one anymore And if a double-decker bus crashes into us To die by your side
Is such a heavenly way to die And if a ten ton truck kills the both of us 297
To die by your side Well the pleasure, the privilege is mine
(There Is A Light That Never Goes Out – The Smiths)
♀
298
Epilog
UDARA kota Surabaya yang panas dan tidak bersahabat membuat kulit mulus yang membungkus tubuh Yunara terasa gerah dan berkeringat. Tapi bukan hanya itu, tatapan mata yang tiada lelah memandanginya dari seorang lelaki yang duduk di sudut café yang mulai ramai, juga membuat perasaan Yunara tak kalah gerahnya. Lelaki dengan mata nakalnya yang tidak tahu adat itu terus-menerus memandangi Yunara seakan ingin menelannya hidup-hidup. Yunara mencoba untuk tak terpengaruh, namun cara lelaki itu memelototinya dari ujung rambut hingga ujung kuku membuat Yunara serasa ditelanjangi. 299
Lelaki bergaya rambut spike dengan anting di telinga kirinya itu tersenyum penuh arti manakala Yunara terlihat gelisah. Dia mengira wanita
berparas
cantik
itu
pura-pura
tak
mengenalnya. Padahal selama ini mereka berdua sudah pernah terlibat dalam hubungan one night stand, meski itu hanya terjadi di dunia maya. Dia sama sekali tak menyangka akan berjumpa wanita pujaannya itu di café tempat dia biasa nongkrong. Pelan tapi pasti, dia beranjak dari kursinya dan berjalan menghampiri Yunara. Dia yakin seyakin-yakinnya jika wanita yang kini ada di depan matanya itu adalah…Cahaya.
300
Tentang Penulis
Ihwan
Hariyanto,
lelaki
penyuka warna biru ini sudah
senang
menulis
sejak di bangku sekolah. Karya-karya
yang
sudah
dihasilkan
antara
Xerografer
(GagasMedia),
Puasa
Pertamax
lain:
(MIP),
Love Journey (MIP), Pertamax Moment (MIP), Kumpulan Cerpen Fantasi (NulisBuku). Saat ini Ihwan sudah mempartisi hatinya menjadi tiga: Keluarga tercinta, Mozaik Indie Publisher dan perpustakaan tempatnya bekerja, 301
jadi tak ada lagi ruang yang tersisa untuk yang lain.
Baca
tulisan-tulisannya
http://ihwan.wordpress.com
Penulis juga bisa dihubungi melalui: Facebook: Ihwan Hariyanto Twitter: @ihwanmozaik Pin BB: 25B6EAE7
302
di: