56 KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BISI 16 DAN BISI 2 DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT FARM INCOME COMPARISON OF THE HYBRID MAIZE BISI 16 AND BISI 2 IN GERUNG, WEST LOMBOK Idrus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) membandingkan pendapatan usahatani jagung hibrida Bisi 16 dengan Bisi 2; dan (2) mengetahui hambatan-hambatan yang dialami petani. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei dengan mewawancarai 20 petani jagung hibrida Bisi 16 dan dan 21 petani Bisi 2 di Kecamatan Gerung. Perbedaan produksi dan pendapatan dianalisis dengan uji “t” pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata produksi dan pendapatan usahatani jagung hibrida Bisi 16 dengan hibrida Bisi 2. Demikian juga dengan hambatan yang dialami. Hambatan yang ada untuk kedua jenis jagung meliputi harga jual yang dirasakan rendah; modal kerja kurang, dan kelembagaan yang kurang berfungsi. ABSTRACT This study aimed at: (1) comparing farm income of hybrid maize Bisi 16 and Bisi 2; and (2) identification of problems faced by the maize farmers. This research applied descriptive method. Data were collected through survey by interviewing 20 farmers producing Bisi 16 dan 21 farmers producing Bisi 2, in Gerung. Production and income differences were examined using “t” test at 5% level of significance. Results of investigation revealed that production and income gained from Bisi 16 and Bisi 2 were about the same. Both groups of farmers faced similar problems of low price of farm products, lack of working capital, and less functioning institutions. _______________________ Kata kunci: pendapatan, usahatani, jagung, hibrida Keywords: income, farm, maize, hybrid PENDAHLUAN Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia sangat besar karena perekonomian Negara masih didominasi oleh sektor pertanian. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pun telah menetapkan bahwa prioritas pembangunan diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan ditikberatkan pada sektor pertanian. pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani, memperluas lapangan kerja, dan mendorong pemertaan kesempatan usaha (Soekartawi, 2003). Peranan sektor pertanian tetap strategis, karena harus memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Swasembada pangan harus dimantapkan dalam arti luas, tidak hanya terbatas pada swasembada beras, tetapi juga mencakup pemenuhan kebutuhan rakyat secara total termasuk hasilhasil hortikultura, serta bahan-bahan makanan lainya yang merupakan sumber karbohidrat,
Idrus: Komparasi Pendapatan Usahatani …
protein, lemak, dan vitamin (Departemen Pertanian RI, 1994). Salah satu upaya meningkatkan produksi pangan nasional adalah melalui intensifikasi pertanian, yang mencakup: (a) penggunan varietas unggul; (b) perlakuan cara bercocok tanam yang baik; (c) penggunaan pengairan yang teratur; (d) penggunaan pupuk dengan jenis dan dosis yang tepat serta; dan (e) pemberantasan hama dan penyakit. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dan komoditas unggulan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jagung menjadi unggulan karena peranannya yang semakin strategis baik untuk pemenuhan kebutuhan pangan maupun sebagai komoditas agribisnis. Dewasa ini di Nusa Tenggara Barat telah dikembangkan varietas jagung unggul introduksi, baik yang bersari bebas ataupun hibrida, dan telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun produksi jagung nasional (Dirjen Tanaman Pangan, 2005).
57 Namun demikian, distribusi dari varietasvarietas introduksi tersebut berjalan lambat. Selain itu, kondisi lingkungan untuk pertanaman jagung sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan beragam pada berbagai lokasi, padahal jagung tipe hibrida sangat peka terhadap lingkungan tumbuh. Adiwilaga (1995) dan Tohir (1982) mengatakan bahwa untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan maka perlu diintroduksi tanaman budidaya baru atau mengembangkan varietas tahan. Terkait dengan isu ini maka pertanyaan yang muncul adalah mana tanaman yang lebih menguntungkan bagi produsen untuk dikembangkan? Untuk menjawab pertanyaan ini telah dilaksanakan penelitian yang berjudul komparasi pendapatan usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode diskriptif, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang ada saat sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun, menjelaskan, menganalisis, dan menarik kesimpuan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei yaitu pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu yang bersamaan (Surakhmad, 1982). Unit analisis penelitian ini adalah usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2. Penelitian dilakukan di Desa Gerung selatan yang dipilih secara sengaja (purposive) dari 11 desa yang ada di Kecamatan Gerung, berdasarkan pertimbangan luas tanam jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 terluas. Di desa ini dipilih dua kelompok tani yang mengusahakan jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2, dan semua anggota dari dua kelompok ini (20 dan 21 orang atau 41 orang) dijadikan responden penelitian secara sensus. Data yang dikumpulkan dari para responden berkaitan dengan tujuan penelitian ini, dan kemudian dianalisis terutama dengan analisis pendapatan usahatani dan perbandingan. Pendapatan usahatani diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya. Perbandingan pendapatan dianalisis dengan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan daerah penelitian Penduduk Kecamatan Gerung masih sangat bergantung kepada kegiatan pertanian, terutama pertanian tanaman pangan. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian di Kecamatan
Gerung mencapai hampir separuh (47%) dari total penduduk Gerung (BPS Kecamatan Gerung, 2008). Kecamatan Gerung juga memiliki sarana dan prasarana yang cukup untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Karakteristik petani Semua responden (20 orang) berumur antara 25 hingga 64 tahun. Umur ini termasuk dalam kategori umur produktif yang mampu bekerja secara fisik dan juga mental. Pendidikan responden sebagian besar (70%) adalah Sekolah Menengah Pertama ke bawah. Namun pengalaman responden dalam usahatani sudah cuku panjang, yaitu minimal 9 tahun dan maksimum 38 tahun. Tampaknya antara umur dan pengalaman bertani terdapat hubungan yang linier, yaitu semakin panjang umur seseorang semakin berpengalaman pula mereka dalam berusaha tani. Tanggungan keluarga terbanyak (60%) berada pada kisaran 3-4 orang. Hampir seluruh responden (90%) memiliki lahan garapan seluas kurang dari satu hektar. Keadaan pemilikan lahan yang sempit ini merupakan beban berat untuk menghidupi keluarga dengan dominasi tanggungan yang berkisar antara 3-4 orang. Gambaran Umum Usahatani Jagung Hibrida Potensi besar yang bisa disumbangkan oleh hibrida antara lain peningkatan produktivitas per satuan luas dan peningkatan efisiensi usahatani jagung. Selain menawarkan produktivitas tinggi, penggunaan benih hibrida juga lebih hemat. Kebutuhan benih per hektar untuk varietas lokal adalah 20-35 kg, sedangkan varietas hibrida hanya setengahnya saja. Jagung hibrida mempunyai daya tumbuh benih diperkirakan di atas 80% dan tahan hama penyakit. Keunggulankeunggulan tersebut selanjutnya berdampak pada hasil (produksi). Hasil antara jagung hibrida dan jagung lokal (biasa) jauh berbeda. Jagung biasa hanya mampu menghasilkan sekitar 2-3 ton per ha, jagung hibrida menghasilkan 7-10 ton per ha. Hibrida memiliki potensi jauh lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas dibanding jagung biasa. Semua benih hibrida itu memiliki spesifikasi dan kelebihan. Misalnya, Bisi 2 memiliki keistimewaan dalam satu batang bertongkol dua (profilic) sehingga produksi makin berlipat, tanamannya kokoh dan seragam, bisa dipanen pada umur 105-115 hari setelah tanam, kadar air panen tergolong rendah dan produksinya tahan simpan. Bisi 16 memiliki tongkol jagung besar (16-18 baris), biji penuh sampai ke ujung (muput), tanaman kokoh dan tahan roboh, biji jagung menancap dalam, tongkol kecil dan rendemen tinggi (82-84%), bisa dipanen pada Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
58 umur 99 hari setelah tanam, dan sangat toleran terhadap penyakit karat daun dan hama daun. Pada umumnya tanaman jagung ditanam di daerah tegalan atau lahan sawah. Teknik bertanam jagung sangat mempengaruhi hasil panen yang diperoleh. Agar hasil panen maksimal, diperlukan teknik pengolahan lahan sebelum ditanami jagung, proses penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, dan pengairan yang tepat. Analisa Usahatani Jagung Hibrida Biaya Produksi Dalam setiap proses produksi biaya (modal) sangat memegang peranan penting, terutama dalam hal mengambil keputusan jenis usahatani yang akan dikerjakan, besarnya biaya yang menentukan harga produk yang akan dihasilkan. Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pertanian berbeda-beda tergantung dari jenis cabang usahataninya. Jenis biaya produksi yang dikeluarkan dalam usahatani jagung dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah pengeluarannya bergantung kepada produksi yang dihasilkan (Mubyarto, 1986; Soekartawi, 2003). Biaya ini termasuk biaya benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Biaya sarana produksi yang dikeluarkan oleh petani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 terdiri atas biaya pembelian benih, pupuk, dan pestisida, yang besarnya ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan perbedaan biaya sarana produksi yang dikeluarkan petani responden pada usahatani jagung hibrida Bisi 16
dan Bisi 2 masing-masing sebesar Rp 1.091.761 dan Rp 1.166.038. Hal ini terjadi karena biaya yang dikeluarkan pada tiap-tiap sarana produksi pada usahatani jagung hibrida Bisi 2 lebih besar dari pada usahatani jagung hibrida Bisi 16, terutama pada biaya benih dan pupuk (urea). Biaya variabel lainnya yang nilai besar adalah biaya tenaga kerja. Biaya ini bahkan lebih besar dari pada biaya sarana produksi pada kedua jenis jagung. Besarnya biaya tenaga kerja untuk berbagai kegiatan terkait dengan produksi kedua varietas jagung disajikan dalam Tabel 2. Dari tabel ini diketahui bahwa rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 sebesar Rp 1.391.901, sedangkan pada usahatani jagung hibrida Bisi 2 sebesar Rp 1.187.832. Besarnya biaya tenaga kerja pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 terjadi karena pada setiap jenis kegiatan lebih banyak tenaga kerja yang digunakan dibandingkan dengan usahatani jagung hibrida Bisi 2. Pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 biaya tenaga kerja terbesar dikeluarkan pada kegiatan pengolahan lahan yaitu masing-masing sebesar Rp 357.746 dan Rp 327.872. Hal ini dikarenakan pada saat pengolahan lahan, petani responden membayar tenaga kerja (yaitu menyewa traktor) lebih tinggi dari beberapa jenis kegiatan lainnya. Biaya Tetap Biaya tetap yang dikeluarkan petani dalam usahatani jagung terdiri dari biaya penyusutan alat seperti: cangkul, sabit, handsprayer, dan parang. Biaya tetap yang lain yaitu pajak tanah dan iuran pengairan. Menurut Mubyarto (1986) biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi.
Tabel 1. Rata-rata Biaya Sarana Produksi Per Hektar Pada Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di Kecamatan Gerung MT 2008/2009 No 1 2
3
Sarana Produksi Benih (kg) Pupuk a. Urea (kg) b. Posca (kg) Pestisida a. Curaceron (liter) b. Trisula (liter) Jumlah
Jagung Hibrida Bisi 16 Jumlah Nilai (Rp/Ha)
Jagung Hibrida Bisi 2 Jumlah Nilai (Rp/Ha)
10,63
425.352
10,40
519.785
198,60 80,14
248.239 160.282
301,01 74,11
377.263 148.223
1,96 3,10
157.184 100.704 1.091.761
1,04 1,16
83.166 37.601 1.166.038
Idrus: Komparasi Pendapatan Usahatani …
59 Tabel 2. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di Kecamatan Gerung MT 2008/2009 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Kegiatan Pengolahan lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Penyemprotan Pengairan Jumlah
Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 ∑ (HKO) Nilai (Rp/Ha) 18,34 357.746 11,90 183.803 23,25 344.384 21,43 328.521 4,86 84.507 6,07 92.940 85,85 1.391.901
Tabel 3. Rata-rata Biaya Tetap Pada Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di Kecamatan Gerung MT 2008/2009 No Jenis Biaya 1 Penyusutan Alat: a. Cangkul b. Sabit c. Handsprayer d. Parang e. Ember Sub Total 2 Pajak Tanah 3 Iuran Pengairan Jumlah
Jumlah biaya (Rp/ha) Bisi 16 Bisi 2 10.536 6.272 23.903 4.562 6.513 51.786 33.334 50.000 135.120
11.113 5.266 26.017 4.445 6.675 53.516 33.334 50.000 136.850
Dari Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 lebih kecil dari pada usahatani jagung hibrida Bisi 2 yaitu masing-masing sebesar Rp 135.120 dan Rp 136.850. Pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 biaya tetap terbesar dikeluarkan pada biaya penyusutan alat masing-masing sebesar Rp 51.786 dan Rp 53.516. Besarnya biaya penyusutan alat pada setiap usahatani disebakan karena adanya perbedaan jumlah kepemilikan alat-alat pertanian yang digunakan. Semakin banyak alat-alat yang digunakan maka nilai penyusutan akan makin
Usahatani Jagung Hibrida Bisi 2 ∑ (HKO) Nilai (Rp/Ha) 16,98 327.872 8,70 137.827 16,65 262.576 19,59 311.871 4,55 80.483 4,51 67.203 70,98 1.187.832
besar pula. Selain itu nilai penyusutan alat dipengaruhi pula oleh nilai beli, umur pakai dan nilai sisa dari alat tersebut. Biaya pajak tanah dan iuran pengairan per hektar yang dikeluarkan pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 jumlahnya sama. Besarnya biaya pajak tanah dan iuran pengairan ini ditentukan oleh luas lahan yang diusahakan oleh petani responden. Produksi dan Pendapatan Produksi merupakan besarnya hasil produksi jagung dalam bentuk tongkol kering yang diperoleh petani selama satu musim atau sekali proses produksi. Produksi dalam hasil penelitian yang dimaksud adalah jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2. Besarnya nilai produksi tergantung dari jumlah produksi serta harga jual masingmasing komoditas tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata produksi jagung hibrida Bisi 16 lebih tinggi dari pada jagung hibrida Bisi 2 yaitu masing-masing sebesar 7.505 kg dan 7.203 kg. Dengan demikian, nilai produksi yang diterima petani responden dari usahatani jagung hibrida Bisi 16 lebih tinggi dibandingkan dari usahatani jagung hibrida Bisi 2. Nilai produksi masing-masing sebesar Rp 7.092.225 dan Rp 6.842.850, walaupun rata-rata harga jual per kilogram jagung hibrida Bisi 16 sedikit lebih rendah dari pada jagung hibrida Bisi 2.
Tabel 4. Rata-rata Produksi, Nilai Produksi, Total Biaya Produksi dan Pendapatan Pada Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di Kecamatan Gerung MT 2008/2009 No 1 2 3 4 5
Uraian Produksi (Kg) Harga (Rp/Kg) Nilai Produksi (Rp) Total Biaya Produksi (Rp) Pendapatan (Rp)
Nilai Per Ha Bisi 16 7.505 945 7.092.225 2.618.782 4.473.443
Bisi 2 7.203 950 6.842.850 2.490.719 4.352.131
Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
60 Rata-rata pendapatan petani responden dari usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 setelah dikurangi biaya produksi, adalah masingmasing sebesar Rp 4.473.443 dan Rp 4.352.131. Selisih pendapatan antara kedua usahatani tersebut adalah sebesar Rp 121.312. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan biaya produksi, jumlah produksi dan harga jual produk pada masing-masing usahatani tersebut. Secara komparatif, selisih pendapatan antara jagung hibrida Bisi 16 dan jagung hibrida Bisi 2 tidak jauh beda. Hal ini terjadi karena perlakuan pada pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, penyemprotan dan pengairan antara kedua usahatani tersebut adalah sama. Secara teoritis, yang membedakannya adalah dosis pupuk dan jarak tanam yang digunakan. Pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 digunakan jarak tanam 65 cm x 15 cm, dan pada jagung hibrida Bisi 2 digunakan jarak tanam 80 cm x 20 cm. Sementara itu di daerah penelitian, petani responden menggunakan pupuk dan jarak tanam tidak sesuai dengan yang dianjurkan, tetapi disesuaikan dengan volume benih yang dibeli dan kondisi tanah. Akibatnya antara responden petani pada kedua usahatani tersebut, volume penggunaan benih hanya sedikit berbeda yaitu sebesar 10,63 Kg per hektar benih jagung hibrida Bisi 16 dan 10,40 Kg per hektar benih jagung hibrida Bisi 2. Hasil akhirnya adalah produksi yang dihasilkan juga sedikit berbeda. Perbedaan yang lain adalah pada tongkol yang dihasilkan. Jagung hibrida Bisi 16, tongkol jagung besar (16-18 baris) mempunyai biji sampai ke ujung (muput), dan bisa dipanen pada umur 99 hari setelah tanam. Jagung hibrida Bisi 2 berpotensi menghasilkan dua tongkol jagung yang sama besar dan bisa dipanen pada umur 105 hari setelah tanam. Walaupun adanya perbedaan baik penggunaan pupuk, jarak tanam, penggunaan benih maupun tongkol yang dihasilkan, tetapi biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi dan nilai produksi yang diterima juga tidak jauh berbeda antara kedua usahatani tersebut. Tabel 5. No 1 2 3
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Usahatani Jagung Hibrida Bisi 2 Perbandingan pendapatan antara usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 dianalisis dengan uji t pada taraf nyata 5 %. Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah kedua usahatani tersebut berbeda nyata atau tidak. Untuk mengetahui apakah kedua sampel homogen atau tidak, digunakan uji F-tes pada taraf nyata 5 %. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua sampel tidak homogen, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (2,2622) lebih besar dari F tabel (2,1370). Selanjutnya dilakukan analisis dengan uji t pada taraf nyata 5 % dan menunjukkan bahwa nilai t-hitung yaitu sebesar 0,3935 dan nilai ttabel sebesar 2,0226. Oleh karena nilai t-hitung < t-tabel (0,3935 < 2,0226). Ini berarti bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh petani responden pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 tidak berbeda nyata dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh petani responden pada usahatani jagung hibrida Bisi 2. Dengan kata lain, mengusahakan jagung hibrida Bisi 16 atau Bisi 2 akan memberikan pendapatan yang hampir sama. Hambatan-hambatan Yang Dihadapi Petani Pada Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Jagung Hibrida Bisi 2 Usahatani jagung yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari berbagai macam hambatan yang dapat mempengaruhi respon petani dalam pengembangan usahatani pada masa yang akan datang. Hambatan ini merupakan suatu pertimbangan bagi pemerintah untuk dapat membantu petani di dalam memecahkan atau mengurangi dampaknya. Ada tiga hambatan yang ditemui pada usahatani jsgung hibrida, yaitu harga jual produk yang, kelembagaan yang kurang berfungsi, dan modal yang kurang (Tabel 5).
Hambatan-hambatan Petani Pada Usahatani Jagung Hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di Kecamatan Gerung MT 2008/2009 Jenis Hambatan Harga jual produk rendah Modal kurang Kelembagaan kurang aktif Jumlah
Idrus: Komparasi Pendapatan Usahatani …
Bisi 16 Orang 8 7 5 20
Bisi 2 % 40 35 25 100
Orang 8 7 6 21
% 38 33 29 100
61 Hambatan yang paling dominan dihadapi oleh petani baik pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 maupun Bisi 2 adalah harga jual rendah bagi produk jagung, dan ini berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Pada umumnya petani responden di daerah penelitian mengeluh mengenai harga produksi jagung yang masih dianggap rendah dan tidak sesuai dengan harga beli sarana produksi terutama harga pupuk dan pestisida yang tinggi. Harga rendah ini juga terjadi sebab pedagang pengumpul memberikan harga yang rendah. Harga dari pedagang pengumpul bervariasi tetapi semuanya dinilai rendah. Dalam konteks ini, petani berada dalam posisi yang lemah untuk melakukan penetapan harga sehingga pedagang pengumpul dengan mudah mempermainkan harga. Hambatan kedua yang dihadapi petani adalah modal kerja yang kurang. Modal yang dimaksud dalam hal ini adalah modal digunakan sebagai alat untuk membiayai proses pemasaran. Jika petani ingin memperoleh harga jual yang tinggi maka petani harus dapat menjual langsung ke konsumen akhir. Namun hal ini tidak dapat dilakukan oleh petani karena terbatasnya modal yang dimiliki. Alternatif yang dilakukan oleh petani selama ini adalah menjual produk ke pedagang pengumpul yang datang langsung ke tempat petani. Hambatan terakhir yang dirasakan dan disebutkan petani adal;ah tentang kelembagaan yang kurang aktif. Pelayanan penyuluhan dan kelompok tani yang kurang aktif. Kurangnya penyuluhan yang dilakukan penyuluh pertanian lapangan tentang teknis usahatani yang baik, menyebabkan pengetahuan dan keterampilan petani tentang pengelolaan usahatani jagung masih rendah. Aktivitas penyuluh pertanian lapangan perlu ditingkatkan yakni untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani antara lain dengan pendidikan dan pelatihan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Rata-rata produksi per hektar pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 masingmasing sebesar 7.505 Kg dan 7.203 Kg, dengan pendapatan usahatani per hektar masing-masing sebesar Rp 4,352.131dan 4.473.443. Rata-rata produksi ini lebih tinggi sekitar 2 – 3 ton dari produksi jagung lokal.
2.
Hambatan-hambatan yang dihadapi petani pada usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 adalah sama, yaitu harga jual produk rendah, modal kureang, dan kelembagaan kurang aktif.
Saran 1.
Petani jagung hibrida diharapkan tidak menjual produksinya kepada pedagang pengumpul, tetapi menjual langsung ke pasar setempat.
2.
Diharapkan kepada pemerintah atau dinas terkait untuk memfasilitasi permodalan yang dibutuhkan petani.
3.
Diharapkan kepada pemerintah untuk mengaktifkan kembali kegiatan penyuluhan mengenai teknis usahatani jagung yang baik dan efisien. DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, A., 1982. Ilmu usaha tani. Alumni, Bandung. BPS Gerung, 2008. Kecamatan Gerung Dalam Angka 2007. BPS Kecamatan Gerung, Gerung. Departemen Pertanian RI, 1994, Repelita VI pertanian. Departemen pertanian RI, Jakarta. Mubyarto, 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi Sosial, Jakarta. Soekartawi, 2003. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pes. Jakarta. Surakhmad, W., 1982. Pengantar Metodologi Ilmiah Dasar-dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung. Tohir, K.A., 1982. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani Indonesia. Bina Aksara, Jakarta.
Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009