KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH PASIR BERMINYAK, LUMPUR BOR DAN TANAH TERKONTAMINASI MINYAK PADA PROSES EKSPLOITASI MINYAK BUMI (STUDI KASUS : PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA) STUDY OF OILY SAND, DRILLING MUD AND OIL CONTAMINATED SOIL WASTES MANAGEMENT ON PETROLEUM EXPLOITATION (CASE STUDY : PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI – RIAU) Aisyah Stiyawardani Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111 Email:
[email protected] ABSTRAK PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri-Riau bergerak di bidang eksploitasi minyak bumi dimulai dari evaluasi kandungan reservoir hingga proses produksi dari dalam perut bumi. Limbah yang dihasilkan berupa pasir berminyak yang diolah melalui injeksi sumur dalam, kemudian lumpur bor yang diolah melalui CMTF (Centralized Mud Treatment Facility), dan tanah terkontaminasi minyak diolah melalui proses remediasi pada mixing cells kemudian ditimbun pada stock pile. Pada penelitian ini dikaji mengenai kondisi penanganan limbah yang dilakukan dan alternatif teknologi yang dapat digunakan. Analisis kondisi dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer berupa uji penurunan polutan air buangan sebelum dan sesudah proses CMTF, kemudian uji TPH dan TCLP pada sludge cake hasil dari pengolahan lumpur bor sebelum dilakukan solidifikasi, serta tanah terkontaminasi minyak yang sudah di remediasi. Data sekunder berupa proses eksplorasi yang menghasilkan limbah, kondisi daerah penelitian dan jumlah timbulan limbah. Berdasarkan hasil penelitian, sludge cake yang dihasilkan memiliki kandungan logam berat yang sangat kecil, yaitu berada dibawah baku mutu Permen ESDM No. 45 Tahun 2006, dan memiliki TPH 0.6 %. Pada proses remediasi tanah terkontaminasi minyak perlu dilakukan waktu 2 bulan untuk mereduksi logam berat dan TPH dari 14% hingga 1,8 %. Sedangkan untuk pasir berminyak sudah cukup efektif dengan melakukan injeksi ke perut bumi dan sesuai dengan Permen LH No. 13 Tahun 2007 dengan jumlah timbulan 13956 m 3/bulan. Alternatif teknologi untuk penanganan limbah lumpur bor selain dilakukan solidifikasi juga bisa diolah dengan menggunakan injeksi sumur dalam, mengingat jumlah timbulan yang besar yaitu 7165 m 3/bulan. Selain itu, stock pile sebaiknya dikembangkan menjadi landfill kategori III dengan penambahan sistem pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE, dan perbaikan fasilitas lainnya agar penanganan limbah lebih maksimal dan ramah lingkungan. Kata Kunci : limbah pasir berminyak, lumpur bor, dan tanah terkontaminasi minyak. PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri – Riau works on petroleum exploitation start from evaluation of reservoir contents then to produce it from the bowels of the earth. Waste that had been produce by PT CPI include oily sand that is processed through injection wells, drilling mud that is processed through CMTF (Centralized Mud Treatment Facility) and oil contaminated soil with remediation process at mixing cells. In this study will be assessed the existing condition of waste management and alternative technologies that could be used. This study used primary and secondary data. Primary data is consist of waste water polllutan reducing at before and after CMTF process. Then TPH and TCLP for sludge cake from the drilling mud processing prior to solidification as well as oil-contaminated soil that have been in the remediation. Secondary data include exploration process that produces waste, the condition of study area and the amount of waste. The result of drilling mud processing based on TCLP test, sludge cake has heavy metal content was below of the quality standar (Permen ESDM No 45 Tahun 2006), and has a 0,6 % of TPH. In the process of remediation oil contaminated soil needs 2 month to reduce heavy metals and TPH from 14% to be 1,8 %. As for oily sand is quite effective by deep well injection and that is accordance with Permen LH no 13 Tahun 2007 with amount of waste 13956 m3/month. Suggestion for handling drill mud, besides with solidification also can using deep well injection, because of large amount of waste is 7165 m3/month. In addition, stock pile should be landfill category III with addition of a leak detection system using geonet HDPE, and improving other facilities, so the wasting management more efficient and more green. Keywords : Oily sand waste, drilling mud, and oil contaminated soil.
I.
PENDAHULUAN PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) bergerak di bidang eksploitasi minyak bumi. Cakupan eksploitasi mulai dari evaluasi kandungan reservoir hingga memproduksinya dari dalam perut bumi. Produk yang dihasilkan adalah minyak mentah yang akan dipasarkan di beberapa negara untuk pengolahan lebih lanjut. PT CPI Duri memiliki luas 14052 ha. Limbah yang dihasilkan berupa limbah gas, padat, dan cair dengan bentuk penanganannya masing – masing. Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah terbakar, beracun, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya yang dapat membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya (Katz dan Dawston, 1997). Limbah hasil eksplorasi dan produksi minyak ini termasuk dalam kategori limbah B3 sumber spesifik dalam lampiran I PP no. 85 Tahun 1999 dengan kode D220. Berdasarkan uji data hasil uji Toxicity Characterization Leaching Procedures (TCLP) yang telah dilakukan oleh PT CPI maka lumpur pengeboran, fluida berminyak dan tanah terkontaminasi minyak merupakan salah satu limbah yang tergolong B3. Oleh karena itu, limbah tersebut harus ditangani sesuai dengan PP no. 85 Tahun 1999, Permen ESDM No. 45 Tahun 2006 tentang pengelolaan lumpur bor pada kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi, Permen LH No 13 Tahun 2007 tentang injeksi limbah hasil kegiatan eksplorasi minyak bumi, dan Permen LH no 128 Tahun 2003 tentang penanganan tanah terkontaminasi minyak secara biologis. Ruang lingkup penelitian ini yaitu dilakukan pada perusahaan eksplorasi minyak bumi PT CPI Duri – Riau meliputi teknologi dan metode penanganan limbah pasir berminyak, lumpur bor, dan tanah terkontaminasi minyak. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai kondisi eksisting penanganan limbah pasir berminyak, limbah lumpur bor serta tanah terkontaminasi minyak, serta menentukan upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penanganan limbah. Tujuan terakhir adalah memberikan alternatif teknologi maupun proses yang dapat digunakan dalam pengelolaan limbah tersebut. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data untuk mengetahui kondisi lapangan sehingga memudahkan dalam pengkajian efektifitas masing – masing teknologi dan metode yang digunakan. Pengumpulan data meliputi: a. Data primer 1. Identifikasi sumber limbah B3 Data ini diambil dengan cara menganalisis langsung proses di lapangan sehingga dapat diketahui proses apa saja yang merupakan sumber limbah B3. 2. Identifikasi jumlah dan karakteristik limbah B3 Data ini diambil dengan cara menganalisis langsung proses di lapangan sehingga jumlah dan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan dapat teridentifikasi. 3. Kondisi pengelolaan limbah pasir berminyak dan tanah terkontaminasi minyak di lapangan, meliputi teknologi yang digunakan, dan metode pengolahan. 4. Limbah lumpur bor. Hasil proses solidifikasi menjadi paving block, dilakukan analisis laboratorium, meliputi : (1) Uji TCLP a. Mud cake diambil setelah proses belt filter press dan paving block diambil 1 buah/hari selama 3 hari berturut – turut secara random. Kandungan logam berat yang diuji meliputi arsen (As), barium (Ba), boron (B), kadmium (Cd),
chromium (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), perak (Ag), serenium (Se), dan seng (Zn). b. Pengujian menggunakan Inductively Coupled Plasma (ICP) berdasarkan metode US EPA 1311 yang dilakukan pada Laboratorium PT CPI Duri. c. Hasil yang diperoleh bahwa kandungan logam berat pada tanah terkontaminasi minyak sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan lampiran II Permen ESDM no 45 tahun 2006 (2) Uji kadar total petroleum hidrokarbon (TPH). Pengujian menggunakan metode gas kromatografi berdasarkan USEPA 8015 B yang dilakukan pada Laboratorium PT CPI Duri. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran A (3) Uji Kuat Tekan a. Diambil secara acak paving block yang akan digunakan di internal PT CPI sebanyak 5 buah yang mewakili. b. Uji kuat tekan dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil ITS Surabaya 5. Tanah terkontaminasi minyak Limbah padat diambil dari mixing cells yang merupakan tempat pengadukan tanah terkontaminasi minyak. Limbah diambil secara acak dengan 8 titik sampling yang mewakili kondisi sekitar, kemudian dilakukan analisis laboratorium yang meliputi : (1) Uji TCLP a. Kandungan logam berat yang diuji meliputi arsenic (As), barium (Ba), boron (B), cadmium (Cd), chromium (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), perak (Ag), serenium (Se), dan seng (Zn). b. Pengujian menggunakan ICP berdasarkan metode USEPA 1311 yang dilakukan pada Laboratorium PT CPI Duri. c. Hasil yang diperoleh bahwa kandungan logam berat pada tanah terkontaminasi minyak sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan PP 85 tahun 1999. (2) Uji kadar total petroleum hidrokarbon (TPH). Pengujian ini menggunakan metode gas kromatografi berdasarkan US EPA 8015 B yang dilakukan pada Laboratorium PT CPI Duri. b. Data sekunder 1. Proses eksplorasi minyak bumi di PT CPI Duri. Proses ini digunakan untuk mengetahui sumber dari limbah pasir berminyak dan tanah terkontaminasi minyak yaitu pada proses apa dan dari unit apa saja. 2. Peta daerah penelitian dan data geologi daerah penelitian 3. Jumlah timbulan limbah B3 yang diperoleh dari kantor Waste Management Team PT CPI Duri. Evaluasi Kondisi Evaluasi kondisi ini adalah proses perbandingan perlakuan dilapangan dengan peraturan yang ada dalam studi literatur yang ada. Dalam hal ini meliputi hal-hal berikut: 1. Pengelolaan tanah terkontaminasi minyak Pengelolaan limbah B3 di tempat dimaksudkan adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan perlakuan terhadap limbah B3 sebelum dinyatakan layak lingkungan,yang dilakukan dalam hal ini antara lain adalah: i. Mixing cells. Parameter : Kandungan minyak < 5% ii. Stock pile Parameter : Kandungan minyak < 1% 2. Pengelolaan limbah pasir berminyak Pengolahan dan injeksi ini adalah segala kegiatan menghilangkan sifat limbah B3 dari sifatnya yang berbahaya dan beracun bagi lingkungan menjadi tidak berpengaruh terhadap lingkungan. Adapun beberapa sub variabel dalam hal ini adalah:
a. Pengolahan limbah B3, ini adalah upaya dalam menghilangkan sifat limbah B3 yang ada di dalam limbah dengan menggunakan alat atau proses yang telah direncanakan. Yang termasuk dalam sub variable ini adalah 1) Proses pengangkutan, yaitu mekanisme transportasi dari sumber limbah hingga ke tempat pengolahan limbah. Parameter : sesuai dengan mekanisme peraturan yang berlaku. 2) Proses pengolahan, yaitu proses dan alat yang digunakan dalam pengolahan limbah B3 Parameter : Sesuai dengan Permen LH no. 13 Tahun 2007. 3) Kapasitas pengolahan, yaitu daya tampung dari alat atau proses pengolahan limbah B3 yang ada. Parameter : sesuai dengan jumlah timbulan limbah B3 yang ada pada PT CPI 4) Perlengkapan petugas, yaitu pakaian pengaman atau pakaian kerja untuk petugas pengolah limbah B3 Parameter : sarung tangan, masker, safety shoes,helm safety, pakaian kerja 5) Pencemaran lingkungan, yaitu akibat yang ditimbulkan dari proses pengolahan yang berupa pengotor lingkungan Parameter : fasilitas dan alat pengendali pencemaran. b. Saat proses injeksi limbah pasir berminyak, perlakuan terhadap hasil pengolahan limbah B3 yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi. 1) Tempat penginjeksian, yaitu tempat untuk hasil pengolahan pasir berminyak Parameter : tersedia tempat khusus untuk hasil pengolahan yang tidak dapat dimanfaatkan 2) Cara penginjeksian, yaitu perlakuan yang dilakukan untuk memusnahkan hasil pengolahan limbah B3 yang tidak dapat dimanfaatkan lagi Parameter : terdapat zona target injeksi khusus sesuai Permen LH 13 tahun 2007. 3. Pengelolaan limbah lumpur pengeboran. CMTF (Centralized Mud Treatment Facility), Proses pembuatan paving block. Parameter : Paving block yang dihasilkan harus melewati uji TCLP dan hasilnya tidak boleh melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh bapedal, memiliki kuat tekan >10ton/m2 , lolos uji paint filter test. Setelah melakukan evaluasi kondisi dan analisis teknis diatas didapatkan hasil, yaitu: 1. Sesuai dengan peraturan yang ada Apabila sesuai dengan peraturan yang ada maka akan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan pengelolaan limbah yang telah ada untuk perencanaan yang akan datang yang disesuaikan dengan peraturan yang ada 2. Tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Apabila tidak sesuai dengan peraturan yang ada maka akan dilakukan perencanaan pengelolaan yang sesuai dengan peraturan pengelolaan limbah B3. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Sumber Lumpur Bor Dalam operasi pengeboran, lumpur dari proses pengeboran diresirkulasikan untuk proses pengeboran berikutnya. Tidak semua lumpur digunakan kembali untuk proses pengeboran, ada tahap pra pengolahan untuk memisahkan lumpur yang akan digunakan kembali. Hasil pra pengolahan lumpur itu yang disebut dengan lumpur bor. Lumpur bor akan ditampung di kolam, cairan pada kolam akan disedot oleh truk vakum untuk diolah ke CMTF
(Centralized Mud Treatment Facility), sedangkan padatan yang mengendap didasar kolam hanya akan ditimbun dalam kolam tersebut. Limbah yang dihasilkan perbulannya memiliki volume rata – rata sekitar 7165 m3/bulan dan diproses hingga menghasilkan 5423 m3 sludge cake per bulan. Kemudian dilakukan solidifikasi yang menghasilkan 13390 paving block/bulan. Paving block tersebut nantinya digunakan untuk kebutuhan internal PT CPI seperti menghias taman, membuat trotoar di sekitar perkantoran. Hasil Identifikasi Karakterisasi Lumpur Bor Bentuk fisik lumpur bor berwarna abu – abu keruh, kental, dan berbau. Hasil uji kadar polutan pada lumpur bor dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Kadar Polutan Pada Lumpur Bor Parameter
Unit
pH TDS TSS NH3 COD Phenol Minyak dan Lemak
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
I 8.74 16820 8240 20.4 2860 1.79 88
Kadar Polutan II III Rata-rata 8.59 8.81 8.71 18640 22110 19190.00 7550 6880 7556.67 18.3 18 18.90 2995 2910 2921.67 2.2 1.82 1.94 89 91 89.33
Baku Mutu *) 6.0 – 9.0 2000 200 1 100 0.5 10
*) Baku mutu berdasarkan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 pada Tabel 4 tentang baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pH berada di antara 8,7 – 8,9 dan sudah memenuhi baku mutu. Kadar TDS mencapai 19190 mg/L disebabkan karena kandungan khlorida, sodium serta ion-in toksik seperti arsen, kadmium, nitrat yang terlarut di dalam air (Susanto, 2011). Warna abu – abu keruh pada lumpur bor karena memiliki kandungan TSS yang tinggi yaitu 7556,67 mg/L, padahal berdasarkan baku mutu kadar TSS yang diperbolehkan hanya <200 mg/L. Bau menyengat yang timbul disekitar lokasi penampungan sementara limbah dikarenakan kadar amonia pada lumpur bor ini cukup tinggi yaitu 18,9 mg/L. Kandungan minyak dan lemak mencapai 89,33 mg/L, karena pada dasarnya lumpur bor ini memang digunakan untuk membantu mengeluarkan minyak mentah dari sumbernya. Berdasarkan hasil uji kadar polutan pada lumpur bor, maka dapat dilakukan identifikasi terhadap limbah lumpur bor sebagai berikut : 1. Limbah lumpur bor termasuk dalam limbah B3 sumber spesifik dalam Lampiran I PP No. 85 tahun 1999 dengan kode limbah D220. 2. Berdasarkan acuan dari USEPA, lumpur bor termasuk limbah exemption (dikecualikan) dari ketentuan peraturan PP 85/1999. Namun limbah ini tetap harus dikelola dengan baik agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan. Berdasarkan identifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah hasil pengeboran merupakan limbah B3 Selanjutnya dilakukan pengolahan fisik dan kimia dengan skema proses pengolahan pada Gambar 2. Hasil yang diperoleh dari proses CMTF berupa air buangan yang dihasilkan dari reverse osmosis serta padatan atau sludge cake yang dihasilkan dari belt filter press. Air buangan ini apabila sudah memenuhi baku mutu maka akan di alirkan ke kanal lingkungan sekitar. Sedangkan sludge akan disolidifikasi menjadi paving block.
Tangki Ekualisasi
Tangki Pengadukan Cepat I
Tangki Pengadukan Cepat II
Tangki Pengadukan Lambat
Tangki Pengendapan
Filter Pasir dan Karbon
Tangki Sedimentasi II
Tangki Sedimentasi I
Multimedia Filter
Tangki Kontrol
Reverse Osmosis (RO)
Tangki Solid
Mesin Batako
Belt Filter Press
Tangki Thickener
Gambar 2. Flow Proses Pengolahan Limbah Lumpur Bor Penurunan Kadar Air Buangan Setelah proses pengolahan limbah lumpur bor pada Gambar 2 selesai, diperoleh hasil uji kadar air buangan sebelum dibuang ke kanal. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Uji Kadar Polutan pada Air Buangan Hasil dari Proses CMTF Parameter
Unit
pH TDS TSS NH3 COD Phenol Minyak dan Lemak
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
I 7.59 942 29 0.21 53 0.017 0.51
Kadar II III 7.5 7.44 951 929 26 22 0.3 0.28 55 56 0.02 0.019 0.55 0.52
Rata-rata 7.51 940.67 25.67 0.26 54.67 0.02 0.53
Baku Mutu *) 6.0 – 9.0 2000.0 200.0 1.0 100.0 0.5 10.0
*) Baku mutu berdasarkan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 pada Tabel 4 tentang baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar polutan limbah sudah berada dibawah baku mutu. Nilai pH masih tetap berada dalam range baku mutu yaitu siekitar 7,5. TSS menurun dengan sangat baik sekitar 99% hal tersebut dikarenakan proses multimedia filter. Multimedia filter mampu mereduksi TSS secara maksimal karena sifat dari media penyaring yang berupa karbon aktif. Karbon aktif yang digunakan berupa Powdered Activated Carbon (PAC) atau bubuk yang memiliki ukuran partikel sangat halus. Ukuran partikel karbon mempengaruhi tingkat adsorbsi, tingkat adsorbsi naik dengan adanya penurunan ukuran partikel (Rahmasari, 2009). Sedangkan proses reverse osmosis ini mampu memisahkan berbagai partikel, ion, garam terlarut, substansi organik, substansi koloid dan bakteri dari molekul air, sehingga diperoleh hasil olahan yang berkualitas tinggi (Alaerts, 1987). Tekanan yang digunakan pada reverse osmosis ini sebesar 8 kg/cm2. Semakin besar tekanan yang diberikan pada reverse osmosis maka semakin baik hasil akhir yang diperoleh rata – rata tekana yang biasa digunakan adalah 2-10 kg/cm2. Membran reverse osmosis yang digunakan adalah tubular module yang dimasukkan kedalam tabung rangkaian reverse osmosis. Membran ini dbuat dari berbagai bahan seperti selulosa asetat (CA), poliamida (PA), poliamida aromatik, polieteramida, polieteramina, polieterurea, polifelilene oksida, polifenilen bibenzimidazol. Membran ini bekerja maksimal untuk menurunkan kandungan TDS hingga mencapai 95% (Metcalf dan Eddy, 2004).
Sedangkan kadar COD yang turun hingga 98% disebabkan karena proses aerasi yang mensupply oksigen hingga terjadi kontak mikroorganisme yang dapat mendegradasi kadar polutan pada limbah lumpur bor. Hasil olahan tersebut sudah dapat digunakan sebagai air proses, akan tetapi untuk menjadi air minum belum dapat memenuhi persyaratan karena warnanya belum sejernih yang dipersyaratkan sebagai air minum. Hasil Karakterisasi Sludge Cake Sludge cake yang dihasilkan dari proses belt filter press memiliki bentuk selayaknya lumpur berwarna coklat tua dan masih terdapat kandungan air sekitar 0.2 %. Berdasarkan hasil uji laboratorium, sludge cake memiliki kandungan TPH 0.6 %, kandungan ini tergolong sangat kecil. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Untuk mengetahui kandungan logam berat pada sludge cake dilakukan uji TCLP. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Hasil Uji Kandungan TPH pada Sludge Cake Sample ID
Rantai
C6 - C9 C10 - C14 C15 - C28 C29 - C36 Kadar TPH Keseluruhan % TPH pada sampel Sludge Cake CMTF
Total Petroleum Hydrocarbon (mg/kg) 2 1025 3312 1619 5958 0.6%
Tabel 4. Hasil Uji TCLP Sludge Cake No
Parameter
Unit
1 2 3
Arsen Barium Boron
4 5 6 7 8 9 10
Kadar
Limit Deteksi Alat
Baku mutu *)
0.01 0.34 < 0.008
0.003 0.100 0.008
5.0 100.0 500.0
< 0.002
< 0.002
0.002
1.0
< 0.1 < 0.09
< 0.1 < 0.09
0.100 0.090
10.0 5.0
< 0.001 < 0.02
< 0.001 < 0.02
< 0.001 < 0.02
0.001 0.020
0.2 1.0
< 0.1 < 0.2
< 0.1 < 0.2
< 0.1 < 0.2
0.100 0.200
5.0 50.0
I
II
III
mg/l mg/l mg/l
0.009 0.35 < 0.008
0.012 0.32 < 0.008
0.0034 0.24 < 0.008
Kadmium
mg/l
< 0.002
< 0.002
Tembaga Timbal
mg/l mg/l
< 0.1 < 0.09
< 0.1 < 0.09
Merkuri Selenium
mg/l mg/l
< 0.001 < 0.02
Perak Seng
mg/l mg/l
< 0.1 < 0.2
Rata-rata
*) Baku mutu berdasarkan Permen ESDM No 45 Tahun 2006 pada Lampiran II tentang baku mutu TCLP logam berat limbah lumpur bor.
Berdasarkan hasil uji TCLP yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil pengolahan lumpur bor masih mengandung beberapa unsur logam berat seperti boron (B), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), selenium (Se), perak (Ag), serta seng (Zn) dengan konsentrasi-konsentrasi tersebut berada dalam kadar yang sangat rendah bahkan dibawah detection limit dari alat tersebut. Sedangkan untuk kadar arsen (As) dan barium (Ba) terdeteksi sangat sangat jauh di bawah baku mutu yaitu 0.01 mg/L dan 0.34 mg/L. Oleh karena itu proses yang terjadi pada CMTF hingga dihasilkan sludge cake cukup baik untuk mereduksi logam berat yang terdapat dalam lumpur bor. Hal yang utama menyebabkan penurunan kadar logam berat tersebut adalah pada proses filtrasi hingga reverse osmosis. Tahap selanjutnya adalah melakukan solidifikasi sludge cake menjadi paving block. Namun sebelum dilakukan solidifikasi, sludge cake terlebih dahulu dijemur sekitar 2 – 3 hari di tempat penampungan sementara. Apabila sudah agak kering maka dilakukan pencampuran dengan pasir dan semen untuk dibuat paving block. Perbandingan pencampuran semen, sludge cake dan pasir adalah 2 : 1 : 1, misalnya 2 kg semen dicampur dengan 1 kg sludge cake dan 1 kg
pasir. Proses solidifikasi sludge cake dilakukan oleh PT CPI sebagai upaya pemanfaatan limbah agar tidak membuang ke lingkungan. Paving block yang dibuat berbentuk tiga segi enam seperti pada Gambar 1. 10 cm
11.5 cm
5 5. cm
Gambar 1. Sketsa Paving block Tiga Segi Enam Paving block digunakan oleh internal PT CPI untuk menghias taman maupun sebagai trotoar di perkantoran. Berdasarkan Kep – 03 / Bapedal /09 / 1995 bahwa persyaratan terhadap hasil olahan solidifikasi dan stabilisasi limbah B3 harus dilakukan uji TCLP, uji kuat tekan (compressive strength), dan uji paint filter. Adapun hasil pengujian adalah sebagai berikut : a. Uji Toxicity Characteristik Leaching Prosedure (TCLP) Untuk hasil uji TCLP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji TCLP Solidifikasi Lumpur Bor Kadar No
Parameter
Unit
1
Arsen
mg/l
2
Barium
mg/l
0.1200
0.2100
0.1000
3 4
Boron Kadmium
mg/l mg/l
< 0.008 < 0.002
< 0.008 < 0.002
< 0.008 < 0.002
5
Tembaga
mg/l
< 0.1
< 0.1
< 0.1
6 7
Timbal Merkuri
mg/l mg/l
< 0.09 < 0.001
< 0.09 < 0.001
< 0.09 < 0.001
8 9 10
Selenium Perak Seng
mg/l mg/l mg/l
< 0.02 < 0.1 < 0.2
< 0.02 < 0.1 < 0.2
< 0.02 < 0.1 < 0.2
< 0.02 < 0.1 < 0.2
I 0.0031
II 0.0040
III 0.0030
Ratarata 0.0034
Limit Deteksi Alat
Baku mutu *)
0.003
5.0
0.1433
0.100
100.0
< 0.008 < 0.002
0.008 0.002
500.0 1.0
< 0.1
0.100
10.0
< 0.09 < 0.001
0.090 0.001
5.0 0.2
0.020 0.100 0.200
1.0 5.0 50.0
*) Baku mutu berdasarkan Permen ESDM No 45 Tahun 2006 pada Lampiran II tentang baku mutu TCLP logam berat limbah lumpur bor.
Apabila Tabel 5 dibandingkan dengan Tabel 4, diketahui bahwa solidifikasi sludge cake menggunakan pasir dan semen mampu mengikat kandungan logam berat (Trihadiningrum, 2000). Sebagai contoh yaitu kadar arsen pada sludge cake adalah 0.01 mg/L, setelah dilakukan solidifikasi maka hasilnya menurun menjadi 0.0034 mg/L. Kemudian kandungan barium pada sludge cake adalah 0.34 mg/L, setelah dilakukan solidifikasi maka hasilnya menurun menjadi 0.1433 mg/L. Penurunan konsentrasi arsen dan barium pada paving block adalah sebesar 66 % dan 58%. Sehingga solidifikasi sludge cake dengan pasir dan semen cukup baik dilakukan untuk mereduksi kandungan logam berat. Berdasarkan uji kandungan logam berat pada sludge cake, diketahui bahwa terdapat kandungan B3 yang sangat kecil. Dengan hal tersebut maka ada beberapa hal positif yang dapat diambil. Hal tersebut adalah teknik penimbunan atau pembuangan tidak perlu seketat tata cara B3, sehingga biaya untuk penimbunan bisa diminimisasi, maka nilai ekonomis bagi perusahaan dapat bertambah. Oleh karena itu, penting untuk dikaji kembali mengenai Peraturan Menteri ESDM No 45 Tahun 2006 dalam pengolahan limbah lumpur bor yang sudah memiliki kandungan logam berat yang sangat rendah. b. Uji Kuat Tekan (Compressive Strenghth) Sampel yang diuji kuat tekannya adalah paving block yg akan dipakai pada internal PT CPI yaitu dengan komposisi pasir : sludge cake : semen adalah 2 : 1 : 1.
Tabel 6. Hasil Uji Kuat Tekan No. 1 2 3 4 5
Nama Sampel A1 A2 A3 A4 A5
Berat Sampel (Kg) 3.1 3.08 2.915 2.895 2.8
Luas Permukaan cm2 255 255 255 255 255
Kuat Tekan (ton) 73.8 77.2 57.6 53.4 36.4
Kuat Tekan Kg/cm2 289.4 302.75 225.9 209.4 143.5
Kuat Tekan Ton/m2 28.94 30.275 22.59 20.94 14.35
Berdasarkan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 bahwa hasil stabilisasi harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m2. Oleh karena itu berdasarkan hasil uji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa paving block yang dihasilkan pada proses solidifikasi pada CMTF ini sudah memiliki kuat tekan yang cukup baik yaitu >14.35 ton/m2, sehingga kandungan minyak sebesar 0.6% yang ada pada sludge cake tidak mempengaruhi kualitas dari paving block tersebut. c. Uji Paint Filter Uji paint filter ini digunakan untuk mengetahui apakah ada cairan bebas setelah dilakukan proses solidifikasi limbah lumpur bor atau tidak, jika masih terdapat cairan bebas maka paving block tersebut dinyatakan tidak layak untuk digunakan. Berikut ini adalah data uji paint filter yang dilakukan pada tanggal 12 April 2011 dengan metode uji menggunakan USEPA 9095 b : Tabel 7. Hasil Uji Paint Filter No 1 2 3 4 5
Nama Sampel A1 A2 A3 A4 A5
Berat Sampel (gr) 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
Waktu Mulai Filter 11.05 11.12 11.20 11.47 12.00
Waktu Akhir Filter 11.10 11.17 11.25 11.52 12.05
Cairan Bebas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Dengan tidak adanya cairan bebas yang mengalir pada ke 5 sampel, maka pada hasil solidifikasi ini dinyatakan lolos uji paint filter. Berdasarkan uji TCLP, uji kuat tekan, dan uji paint filter yang sudah dilakukan dan memiliki hasil yang sesuai dengan ketentuan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 maka dapat disimpulkan bahwa solidifikasi / stabilisasi limbah lumpur bor dinyatakan layak digunakan sebagai hiasan pada taman – taman maupun trotoar untuk halaman perkantoran di internal PT CPI. Serta proses CMTF hingga solidifikasi limbah ini sudah memenuhi standar pengolahan sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 45 Tahun 2006 yaitu melakukan pengolahan limbah lumpur bor hingga dilakukan pemisahan yang menghasilkan sludge dan air buangan. Untuk sludge dilakukan pemanfaatan berupa solidifikasi menjadi paving block. Sedangkan untuk air buangan akan dibuang ke lingkungan setelah memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan. Alternatif Teknologi yang Dapat Digunakan Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 45 Tahun 2006, untuk limbah lumpur bor ini dapat dibuang dengan menginjeksikan limbah ke formasi perut bumi atau injeksi sumur dalam. Terdapat beberapa kelemahan dan kelebihan dari metode ini, yaitu : Kelebihan: - PT CPI telah mengaplikasikan metode injeksi ini untuk limbah pasir berminyak, sehingga dari segi formasi perut bumi sudah memenuhi. - Metode ini baik untuk jumlah limbah yang cukup besar, dalam hal ini lumpur bor yang dihasilkan per bulan sekitar 7165 m3/bulan. Kelemahan: - Perlu dilakukan pengkajian lebih dalam untuk efektifitas injeksi limbah lumpur bor. - Metode ini membutuhkan biaya dan teknologi yang sangat tinggi.
-
Monitoring pasca injeksi limbah ke formasi perut bumi perlu dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang sangat panjang.
Pengolahan Tanah Terkontaminasi Minyak Pengolahan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu mixing cells dan stock pile, untuk penjelasan kedua tahap tersebut adalah sebagai berikut : 1) Mixing Cells Mixing cells jika ditinjau dari mekanisme kerjanya merupakan aplikasi kombinasi dari teknik landfarming dan remediasi konvensional. Mixing cells terdiri dari 4 buah cell yang masing-masing seluas 4000 m2, dengan kapasitas tampung sekitar 2000 m3/bulan. Mekanisme kerja mixing cells secara umum adalah dengan cara mencampurkan tanah dari cadangan stockpile sebelumnya yang memiliki TPH sudah <5%, dengan cara mengaduk tanah tersebut dengan tanah yang sudah terkontaminasi minyak. Lokasi mixing cells yang digunakan telah mendapat izin beroperasi dari KLH. Proses pengadukan tanah di mixing cells menggunakan alat berat yaitu buldozer, dengan mekanisme sebagai berikut : Tanah terkontaminasi yang baru datang dari berbagai sumber, dicampur dengan tanah dari stock pile dan dibalikkan di dalam mixing cells setiap hari hingga kapasitas mixing cells penuh. Ketika mixing cells telah penuh, frekuensi pengadukan menjadi lebih jarang yaitu setiap 2 minggu. Lama waktu tunggu hingga mencapai TPH <5% biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan terhitung dari proses pencampuran minyak tersebut dengan tanah. Pada mixing cells tidak diterapkan metode bioremediasi karena karakteristik minyak di Duri tidak memungkinkan untuk didegradasi oleh bakteri. Hingga saat ini belum ditemukan spesies bakteri yang mampu mendegradasi rantai karbon senyawa minyak dengan karakteristik minyak berat. Metode remediasi ini masih dianggap sebagai metode yang paling berhasil karena indeks TPH yang selalu berada di bawah 5%. Untuk uji kadar Total Petroleum Hydrocarbon dilakukan di Technical Support Laboratory PT CPI dengan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Hasil Pengukuran TPH pada Mixing Cells Sample
Rantai
C6 - C9 C10 - C14 Tanah yang sudah C15 - C28 diolah pada mixing cells C29 - C36 Kadar TPH Keseluruhan % TPH pada sampel
Total Petroleum Hydrocarbon (mg/kg) 2 1343 11439 5319 18103 1.8%
Pengukuran tersebut dilakukan pada cell yang secara kasat mata telah terlihat matang. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sekitar 2 bulan untuk mencapai baku mutu syaratkan yaitu kadar TPH dibawah 5%. Dibutuhkan waktu 2 bulan karena pada proses ini tidak menggunakan bakteri khusus seperti bioremediasi, melainkan hanya mengkontakkan hidrokarbon dengan udara hingga menghasilkan CO2 dan bakteri pada tanah yang terbentuk dengan sendirinya mendegradasi polutan yang terdapat pada tanah. Kemudian kandungan logam berat tereduksi seiring terbentuknya lindi akibat proses remediasi tanah. Maka berdasarkan hasil uji pada Tabel 8 kandungan tanah yang berada pada mixing cells sudah memenuhi permit yang diizinkan oleh KLH no B-8790/Dep.IV–4/LH/12/2009 . Berdasarkan hasil uji yang menyatakan bahwa kadar TPH sudah mencapai 1,8%. Oleh karena itu tujuan dari pencampuran dengan tanah stock pile agar porositas tanah yang terkontaminasi minyak berat menjadi lebih besar sudah tercapai. Porositas yang lebih besar mempermudah udara (oksigen) bersirkulasi di antara pori-pori tanah tersebut. Hal ini akan membantu proses oksidasi hidrokarbon ke udara untuk membentuk CO2. Pencampuran
tersebut didukung dengan proses pembalikkan/pengadukan dengan bulldozer agar pengeringan lebih merata. Semakin banyak dan cepat CO2 yang teroksidasi ke udara maka proses akan lebih cepat, begitu juga sebaliknya. Kemudian diuji juga kandungan logam berat pada soil yang sudah memiliki kadar TPH 1,8 % tersebut. Hasil uji TCLP dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil Uji TCLP Tanah Hasil Remediasi No
Parameter
Unit
Hasil Uji
Limit Deteksi Alat
Baku mutu *)
1
Arsen
mg/l
0.012
0.003
5.0
2
Barium
mg/l
0.23
0.100
150.0
3
Boron
mg/l
0.018
0.008
500.0
4
Kadmium
mg/l
< 0.002
0.002
1.0
5
Tembaga
mg/l
< 0.1
0.100
10.0
6
Timbal
mg/l
< 0.09
0.090
5.0
7
Merkuri
mg/l
< 0.001
0.001
0.2
8
Selenium
mg/l
< 0.02
0.020
1.0
9
Perak
mg/l
< 0.1
0.100
5.0
10
Seng
mg/l
0.21
0.200
50.0
*) Baku mutu berdasarkan KepmenLH no 128 Tahun 2003 pada Tabel 2 Tentang Persyaratan Nilai Akhir Hasil Pengolahan Minyak Bumi Secara Biologis.
Dapat dilihat pada hasil uji TCLP ini bahwa kandungan logam berat yang ada pada minyak berat sudah tereduksi melalui penguapan hidrokarbon dan logam berat secara alami dengan pembalikan atau pengadukan tanah yang kontinyu dilakukan selama kurang lebih 2 bulan. Untuk itu tanah hasil dari mixing cells yang akan dimasukkan ke stock pile sudah tidak tergolong limbah B3, namun untuk memaksimalkan hasil tanah tersebut maka perlu dilakukan penjemuran pada stock pile. Tanah ini nantinya bisa digunakan sebagai tanah urug. Untuk mengetahui apakah mixing cells telah sesuai dengan perudangan yang berlaku maka perlu dilakukan analisis teknis. Dalam hal pengolahan tanah terkontaminasi minyak menggunakan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003 Tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis. 2) Analisis Teknis Stock Pile Menjadi Landfill Kategori III Stock pile adalah istilah yang diberikan untuk metode penyimpanan bagi tanah hasil olahan pada mixing cells. Dan akan direncanakan untuk menampung sludge cake pada proses CMTF untuk limbah lumpur bor yang telah dinyatakan memenuhi terhadap baku mutu yang ada. Konsep dasar disini seperti landfill untuk menimbun tanah hasil olahan dengan membuat saluran drainase di sekeliling timbunan. Guna drainase tersebut adalah untuk mengalirkan leachete dari stockpile, sehingga bisa terus dimonitor apakah masih ada parameter yang mungkin tanpa sengaja masih tertinggal (belum terolah). Luas area stockpile adalah 80.910 m2 dan perbedaan ketinggian 20 m (minimum) dan 32 m (maksimum). Di bawah stockpile struktur tanah ketebalan natural impermeable claynya adalah 15 m atau lebih, dengan tingkat permeabilitas 5.3x10-7 hingga 2.0x10-8 cm/detik. Dalam hal ini karakteristik tanah di Duri field sebagai lapisan dasar landfill kategori III sudah memenuhi. Karena syarat yang diperbolehkan adalah memiliki permeabilitas minimum 1 x 10-7 cm/detik, dan minimum tebal clay sebagai lapisan adalah 15-20 cm. Pada kriteria desain harus dilakukan kompaksi atau pemadatan menggunakan alat berat berupa compactor saat limbah dimasukkan ke landfill, hal ini sudah dilakukan pada stock pile seperti yang terlihat pada dengan tujuan untuk menambah kuat tekan dari landfill dan mempercepat proses stabilisasi pada landfill. Apabila tidak dilakukan kompaksi mungkin
akan menimbulkan debu karena dengan mudah tanah tersebut terbang apabila terhembus oleh angin. Sistem drainase sudah cukup baik karena sudah mempertimbangkan kondisi curah hujan yang memiliki rata – rata 200 mm/hari. Drainase ini dibuat untuk mengalirkan air hujan berdasarkan gravitasi sesuai kondisi geologisnya. Untuk memperkecil kadar polutan limbah pada tempat akhir untuk pentaatan maka saluran dibuat agak panjang sekitar 321 m, dan terbukti efektif untuk mengurangi kadar polutan yang tergabung pada air limbah. Pipa vacuum yang ada pada saluran drainase berguna untuk menghambat minyak yang akan mengalir ke lingkungan yang kemudian minyak yang sudah mengambang di sedot dengan vacuum truck. Sistem pengumpulan lindi yang berfungsi untuk mengumpulkan lindi yang terbentuk dan mencegah agar lindi tidak menerobos liner untuk masuk ke lapisan tanah dibawahnya. Pada Stock Pile belum terdapat pipa pengumpulan lindi yang mengalirkan ke bak penampung lindi, bak ini di desain sesuai dengan gravitasi. Bak yang ada memiliki p x l = 80 cm x 80 cm, dengan kedalaman 60 cm. Bak penampung lindi sebanyak 4 buah. Untuk segi kedalaman pengumpul lindi sudah memenuhi persyaratan yang dimiliki oleh EPA yaitu 30 – 60 cm. Pipa penyalur lindi tersebut dibutuhkan untuk mengontrol pergerakan lindi dan agar terfokus dalam memonitornya. Pada Stock Pile ini belum terdapat sistem pendeteksi kebocoran berupa geonet HDPE atau berupa tanah setebal 30 cm dengan konduktivitas hidrauliknya sebesar 1 x 10-2 cm/detik. Sistem pendeteksi kebocoran ini perlu dirancang dengan kemiringan tertentu adar aliran lindi saat menuju ke bak penampung lindi mengalir melalui pipa yang dipasang pada lapisan geonet. Kondisi yang ada pada saat ini stock pile mengalirkan lindinya dengan menggunakan gravitasi sesuai dengan kondisi geologis area disekitar stock pile. Berdasarkan ijin yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan hidup B8748/Dep.IV/LH/12/2006, persyaratan tanah yang boleh masuk kedalam stock pile adalah tanah terkontaminasi dengan kadar TPH dibawah 5%, dengan volume maksimum yang diijinkan adalah sebesar 1.515.000 m3. Hingga saat ini telah terisi 1.200.000 m3. Untuk penggunaan stock pile ini yang lahannya semakin terbatas maka dapat diperkirakan umurnya, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut : Tanah yang masuk ke stock pile dari mixing cells = 1600 m3/bulan Lahan sisa pada stock pile = 315000 m3 Maka, sisa waktu penggunaan lahan = 315000 m3 : 1600 m3/bulan =196.875 bulan = 197 bulan = 16.4 tahun Namun apabila rencana awal dengan memasukkan hasil pengolahan lumpur bor yang sudah memenuhi uji TCLP maka sisa waktu penggunaan lahan akan berkulang dengan bertambahnya volume limbah yang masuk, yaitu : Tanah yang masuk ke stock pile dari CMTF = 5423 m3/bulan Total tanah yang masuk: = 1600 m3/bulan + 5423 m3/bulan = 7023 m3/bulan Maka, sisa waktu penggunaan lahan = 315000 m3 : 7023 m3/bulan =44.85 bulan = 45 bulan = 3.7 tahun Berdasarkan sisa umur yang ada, apabila stock pile akan diubah menjadi landfill kategori III dan tanah yang masuk tidak hanya dari mixing cells melainkan juga dari CMTF maka lebih baik untuk melakukan redesain dilahan yang baru. Lahan yang diperlukan untuk periode penggunaal lahan 10 tahun adalah : = 7023 m3/bulan x 120 bulan(10 tahun)
= 842760 m3 Untuk ketinggian topografi rata – rata = 12 m Maka luas lahan yang diperlukan : = 842760 m3 : 12 m = 70230 m2 = 7 hektar Alternatif Teknologi yang Dapat Digunakan Berdasarkan analisis di lapangan terdapat beberapa tumbuhan yang dapat tumbuh subur di sekitar lokasi mixing cells. Hal tersebut memungkinkan untuk dilakukannya teknik fitoremediasi dalam mereduksi polutan yang terdapat pada tanah terkontaminasi minyak. Menurut Maulana, 2010 fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) yang dapat mengubah zat kontaminan menjadi kurang atau tidak berbahaya. Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan beberapa tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya. Berdasarkan kadar polutan arsen yang cukup besar maka dapat digunakan tumbuhan paku – pakuan seperti Pteris vittata (Gambar 3) dan paku perak atau dengan nama ilmiahnya Pityrogramma calomelanos (Gambar 4) yang mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm As di pucuk tanaman.
Gambar 3. Pteris vittata Gambar 4. Pityrogramma calomelanos Tanaman sengon (Paraserianthes falctaria L Nielsen) menyerap kandungan minyak hingga 51,23% dan kandungan logam berat Cd, Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni masing – masing sebesar 30,2%, 2,5%, 32,6%, 71,9%, 62,8% dan 47,09%. Maka tumbuhan tersebut bisa menjadi alternatif untuk fitoremediasi tanah terkontaminasi minyak di Duri Field. Fitoremediasi memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan jika dibandingkan dengan metode konvensional lain untuk menanggulangi masalah pencemaran, yaitu : Keunggulan : a. Biaya operasional relatif murah b. Tanaman bisa dengan mudah dikontrol pertumbuhannya. c. Memelihara keadaan alami lingkungan Kelemahan : a. Membutuhkan waktu yang lama dalam tiap prosesnya b. Memungkinan akibat yang timbul bila tanaman yang telah menyerap polutan tersebut dikonsumsi oleh hewan dan serangga. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah terjadinya keracunan bahkan kematian pada hewan dan serangga atau terjadinya akumulasi logam pada predator-predator jika mengosumsi tanaman yang telah digunakan dalam proses fitoremediasi. Limbah Pasir Berminyak Hasil Identifikasi Sumber dan Karakterisasi Limbah Limbah pasir berminyak diolah pada fasilitas SMF (Sand Management Facility). Limbah yang masuk ke dalam SMF adalah padatan dan cairan berminyak yang berasal dari CGS (Central Gathering Station). Apabila terjadi tumpahan di area berpasir juga akan ditangani di unit pengolahan ini. Adapun sumber limbah lain yaitu limbah yang bersifat tidak terencana seperti terjadinya tumpahan minyak atau oil sludge hasil proses pembersihan tank
yang telah diekstrak minyaknya. Limbah produk samping operasi lapangan minyak Duri yang dibuang melalui fasilitas SMF sebagai berikut: 1. Pasir berminyak, yang dihasilkan fasilitas sand plant di CGS merupakan limbah utama yang akan ditempatkan pada formasi batuan terpilih. 2. Cairan kental berminyak (Oily Viscous Fluid) merupakan minyak yang gagal diproduksi sehingga menjadi limbah. Kemudian ditempatkan pada kolam di CGS sebagai pembantu untuk mendapatkan viskositas slurry yang optimum untuk meningkatkan efisiensi penginjeksian. Namun, cairan kental berminyak ini tidak selalu diinjeksikan secara rutin seperti halnya limbah pasir berminyak, sebab hanya digunakan sebagai cadangan limbah saja apabila debit limbah yang akan diinjeksikan ≤ 700 m3. 3. Campuran pasir berminyak dan OVF dengan viskositas dan komposisi yang bervariasi dari fasilitas di Duri Field dan Green Hole (tempat pencucian truk dan alat – alat yang berkaitan dengan limbah. Tabel 10. Hasil Karakterisasi Limbah yang Masuk ke Sand Management Facility (SMF) Tempat Penyimpanan Limbah Tangki Oil Viscous Fluid (OVF)
Tipe Limbah Konsentrasi OVF 0 - 25% Viskositas rendah Konsentrasi 0-25% Densitas OVF <1,150 kg/m3
Material yang masuk dalam SMF
Viskositas tinggi Konsentrasi 0-15%
Densitas OVF >1,150 kg/m3
Material yang dalam SMF Kadar injeksi limbah
masuk
Viskositas sedang Konsentrasi 15-25%
Sand Slurry Konsentrasi 0-25% Waxy Sand Konsentrasi 0-5%
Dari fasilitas Sand Plant CGS Konsentrasi 5-20% 20% OVF, 5% Sand Slurry dan 75% air terproduksi
Keterangan Densitas: 850 – 950 kg/m3 Viskositas : < 1,500 cp TSS : < 10% Densitas: 850 – 950 kg/m3 Viskositas: < 500 cp TSS : < 10% Densitas 850 – 1,000 kg/m3 Viskositas: < 500-1,500 cp TSS : < 10% Densitas: 1,000 – 1,150 kg/m3 Viskositas: < 1,500-3,000 cp TSS : < 10% Densitas: 1,150 – 1,300 kg/m3 Viskositas : < 500-1,500 cp TSS : 10-40% Densitas: 1,300 – 1,600 kg/m3 Viskositas: > 3,000 cp TSS : 10-40% Densitas diatas 1,600 kg/m3 -
Sumber : Waste Management Team PT CPI, 2011
Jumlah limbah yang masuk pada proses SMF ini sebesar 13956 m3 per bulan atau sekitar 465 m3 per hari. Adapun klasifikasi limbah yang masuk ke Kolam SMF hingga limbah yang diinjeksikan dapat dilihat pada Tabel 10. Analisis Teknis Analisis teknis mengacu pada Permen LH No 13 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Limbah Bagi Usaha Minyak, Gas dan Panas Bumi dengan Cara Injeksi. Oleh karena itu hal – hal yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian dengan peraturan yang berlaku adalah sebagai berikut: a. Zona Target Injeksi Pada operasi penginjeksian limbah pasir berminyak pada SMF, zona target yang ditentukan sebagai tempat limbah diinjeksikan yaitu pada Zona Manggala dengan kedalaman 450 – hingga 480 m dapat dilihat pada Gambar 5. Dalam hal ini, zona tersebut dipilih karena lapisannya memiliki permeabilitas tinggi agar tidak mencemari daerah muka air tanah Selain itu, lapisan tersebut juga merupakan lapisan yang jauh dari lapisan minyak, sehingga tidak mempengaruhi proses produksi dan kualitas minyak yang dieksplorasi.
Lapisan Manggala juga memiliki volume yang lebih besar dibanding lapisan Pematang, meskipun Pematang berada lebih bawah dibanding lapisan Menggala. Namun dari segi efisiensi dan perijinan akan lebih mudah bila limbah pasir berminyak tersebut diinjeksikan ke lapisan Manggala. Zona target juga memenuhi kriteria-kriteria untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa kriteria zona target yang harus dipenuhi adalah : Formasi pada zona target adalah pasir yang tebal sehingga tidak mudah terkonsolidasi Memiliki permeabilitas dan porositas yang tinggi sehingga limbah mudah untuk memasuki celah-celah pasir. Sementara itu Zona Pematang tidak cocok dijadikan zona target, karena meskipun lebih dalam namun tidak memenuhi kriteria di atas. Sifatnya yang lebih impermeable akan memberikan tekanan balik vertikal yang akan terjadi apabila dipaksakan.
Gambar 5 Zona Target Injeksi Maka, dalam hal zona target injeksi, Zona Manggala merupaka zona yang paling tepat untuk membuang limbah dengan karakter sesuai dengan Permen LH no 13 Tahun 2007. b. Monitoring Pemantauan debit injeksi harus dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 2 minggu, namun pada SMF ini dilakukan setiap hari. Debit injeksi setiap harinya minimal harus 500 m 3 sesuai dengan perijinan. Untuk memantau pergerakan limbah secara kontinyu agar tidak bergerak secara vertical menggunakan oxygen Activation (OA) Logs. Pemantauan ini dilakukan 1 kali 3 bulan. Kualitas air tanah selalu dipantau melalui sistem monitoring air tanah, baik oleh pihak PT CPI maupun pihak ketiga (ALS Laboratory). Hal tersebut dilakukan untuk memantau kondisi air tanah pada daerah disekitar proses injeksi dilakukan. Sampai saat ini, sistem pengelolaan limbah pasir berminyak yang diinjeksikan ke lapisan bumi masih aman untuk dioperasikan. Frekuensi pemantauan dilakukan 1 minggu sekali. Hal – hal yang dilakukan pada kondisi lapangan telah sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2007. Maka proses pembuangan limbah pasir berminyak ini sangat layak untuk dilakukan.
Metode lain yang dianggap tepat hingga saat ini adalah menggunakan deep well injection atau teknik sumur dalam. Hal ini mengingat limbah yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat banyak dan mengandung logam berat yang besar. IV. REKOMENDASI Berdasarkan kajian kondisi eksisting pengolahan lumpur bor, tanah terkontaminasi minyak dan limbah pasir berminyak, maka diperoleh beberapa rekomendasi, yaitu : 1. Mempertimbangkan alternatif teknologi berupa injeksi sumur dalam terhadap limbah lumpur bor. 2. Mengupgrade stock pile menjadi landfill kategori III agar pembuangan hasil tanah dari mixing cells lebih sempurna. 3. Perbaikan yang dilakukan apabila stock pile dijadikan sebagai landfill kategori III adalah: a. Membuat system pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE dengan konduktivitas hidraulik 1 x 10-2 cm/detik. b. Memperbaiki sistem pengumpulan lindi agar aliran lindi menuju ke bak penampung menjadi sempurna. c. Menambah lapisan pelindung di atas sistem penyaluran lindi setebal 30 cm. Pelindung diambil dari tanah setempat untuk mencegah kerusakan kmponen pelapis dasar selama operasi landfill. V.
KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Kondisi penanganan limbah B3oleh PT CPI adalah sebagai berikut : a. Penanganan limbah lumpur bor di stabilisasi dan solidifikasi menjadi batako. Batako digunakan di internal PT CPI untuk keperluan taman maupun trotoar di perkantoran. b. Pengolahan tanah terkontaminasi minyak dengan memasukkan ke dalam mixing cells dan dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan ± 2 bulan tergantung cuaca dan tingkat kematangan tanah. Setelah hasil pada mixing cells sudah baik, maka dilakukan penjemuran pada stock pile untuk dijadikan tanah timbun. c. Sedangkan,limbah pasir berminyak menggunakan metode injeksi ke perut bumi dengan kedalaman sekitar 450 m – 480 m pada zona Manggala yang memiliki permeabilitas tinggi. 2. Upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penanganan limbah adalah sebagai berikut: a. Solidifikasi sludge cake yang sudah memenuhi uji TCLP kurang efektif dari segi ekonomis karena menghabiskan semen dan pasir yang cukup banyak. Maka dapat ditempatkan pada landfill untuk dilakukan penjemuran hingga layak dijadikan sebagai tanah urug. b. Pada mixing cells terdapat beberapa ketidaksempurnaan yaitu: - Tidak melakukan analisis TPH dan TCLP secara kontinyu sesudah dan sebelum proses berlangsung - Saluran drainase masih belum diconcrete dengan sempurna. - Kurang memperhatikan luapan air hujan yang tumpah disekitar drainase c. Berdasarkan standar desain yang dibuat oleh EPA (Environmental Protection Agency, Stock Pile perlu melakukan beberapa perbaikan untuk menuju landfill kategori III, yaitu: - Perlunya sistem pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE (High Density Polyethylene)
-
Sistem pengumpulan lindi kurang sempurna karena hanya mengandalkan gravitasi yang dikhawatirkan jika terjadi kebocoran. 3. Alternatif metoda pengolahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengolahan lumpur bor dapat dilakukan dengan penyuntikan limbah ke perut bumi menggunakan metode injeksi sumur dalam . b. Pada tanah terkontaminasi minyak dapat dilakukan fitoremediasi dengan tumbuhan jenis paku – pakuan yang dapat mereduksi arsen hingga 10000 ppm. Dan tanaman sengon yang mampu mereduksi kandungan logam berat dan minyak hingga 51,23% c. Untuk limbah pasir berminyak, teknologi yang tepat guna pada saat ini adalah dengan metoda penginjeksian ke perut bumi dengan kedalaman 450 – 480 m. Hal ini mempertimbangkan jumlah limbah yang dihasilkan perharinya cukup besar. VI. SARAN Adapun saran yang dapat dilakukan dalam penelitian lanjutan adalah: 1. Melakukan kajian teknis dan ekonomis ulang terhadap pengolahan limbah lumpur bor dengan cara solidifikasi. 2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi fitoremediasi pada tanah terkontaminasi minyak di PT CPI. 3. Membuat desain landfill kategori III sesuai dengan yang dibutuhkan. VII. DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G., dan Santika, S. S. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Anonim. 1999a. Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta. Anonim. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. Jakarta. Anonim. 2006. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur, dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi. Jakarta Anonim. 2007. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Limbah Bagi Usaha Minyak, Gas dan Panas Bumi dengan Cara Injeksi. Jakarta. Katz, J., dan Dawston W.C. 1997. Petroleum System of Central Sumatra. Proceedings of The Indonesian Petroleum Association Vol. 16 : 685 – 695. Maulana, Awal. 2010. Fitoremediasi dan Tanaman Hiperakumulator. Institut Teknologi Bandung. Metcalf and Eddy. 2002. Waste Water Engineering, Treatment and Reuse. 4th edition. New York: McGraw-Hill. Rahmasari, Marizka. 2009. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid Pada Limbah Minyak Pelumas yang Berasal Dari Bengkel Dengan Menggunakan Reactor Pemisah Minyak dan Karbon Aktif Serta Zeolit Sebagai Absorben. Jurusan kimia – FMIPA Universitas Negeri Malang. Susanto, Budi. 2011. Kemampuan Karbon Aktif Dalam Menurunkan TDS. Java Borneo : Samarinda