1
PERLINDUNGAN KONSUMEN PANGAN MELALUI PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IBM) PADA UMKM PENGOLAH PANGAN DALAM PENGEMASAN DAN PELABELAN DI KOTA PONTIANAK
Oleh: Afra Roki, S.H., LL.M.1 ABSTRAK Industri rumah tangga yang pada umumnya termasuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya di Kota Pontianak merupakan kelompok industri yang cukup signifikan dalam menghasilkan produk olahan pangan. Mengingat produk pangan UMKM yang umumnya proses produksinya juga masih sederhana, sisi tampilan produk (packaging/ kemasan) juga masih sangat sederhana dan cenderung kurang memperhatikan standar kemasan (belum memenuhi standar sanitasi dan kesehatan sesuai ketentuan undang-undang). Tingkat pengetahuan yang minim membuat seorang pelaku usaha kecil kurang mencermati produk pangan yang dihasilkannya. Misalnya kemasan yang seadanya saja (asal dibungkus), sehingga selain kurang menarik juga berpotensi rusak dan menimbulkan kontaminasi yang berbahaya bagi kesehatan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) melarang pelaku usaha memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Kewajiban untuk memenuhi standar kemasan pangan dalam rangka mewujudkan produk pangan yang aman ini sangat erat kaitannya dengan kewajiban pelabelan pangan. Kegiatan IbM ini dilaksanakan untuk memberikan pembinaan UMKM dalam hal pengemasan dan pelabelan produk pangan, sebab kemasan pangan berfungsi sebagai daya tarik dan filter dari kualitas produk pangan. Program IbM ini dilaksanakan dengan melakukan pembinaan dalam hal pengemasan dan pelabelan produk pangan yang dihasilkan oleh mitra UMKM agar memenuhi ketentuan label pangan. Selain publikasi, produk luaran lain dari kegiatan IbM ini adalah Bahan Ajar. Kata Kunci: Kemasan, Label Pangan, Pelaku Usaha, Perlindungan Konsumen
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak
2
ABSTRACT Domestic industries, generally including Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs/ UMKM), particularly in Pontianak, are significant industrial group in producing processed food products. Since SMEs/ UMKM’s food products also generally still simple in production process, their product packagings are also still very simple and tend to pay less attention to the standard of package, so they don’t meet the requirements of the sanitation and health law standards. Lack of knowledges results the less attention from small enterprises to food products they produced. For example, the very simple packaging pickup only perfunctory wrapped, so it is less attractive, potentially damaged, then causes the contamination that harmful to health. The Consumer Protection Act Number 8 of Year 1999 (UUPK) prohibits enterprises trading the damaged, defective or used and polluted goods without providing complete and correct information on goods. The obligation to meet the standards of food packaging in order to realize a safe food product is closely related to the compulsory labeling of food. This research activity was held to provide guidance to SMEs/ UMKM in terms of packaging and labeling of food products, because it is served as attraction and filter of food products quality. This program was implemented by providing guidance to SMEs/ UMKM food products in order to meet the requirements of food packaging and labeling. In the end, aside the publication, this activity also resulted teaching material as outcomes. Keywords: Food Packaging, Food Label, Enterprises, Consumer Protection
3
A. GAMBARAN UMUM Pertumbuhan ekonomi yang positif dapat dilihat dari geliat sektor riil masyarakat, salah satunya dalam bidang perindustrian dan perdagangan. Perkembangan dalam bidang ini salah satunya ditandai dengan eksistensi industri rumah tangga, tempat tumbuhnya beragam industri rumah tangga, yang berdampak pada beragamnya variasi barang dan jasa yang dihasilkan dan peningkatan taraf perekonomian masyarakat. Industri rumah tangga yang pada umumnya termasuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya di Kota Pontianak, merupakan kelompok industri yang cukup signifikan dalam menghasilkan produk olahan pangan. Data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Pontianak tentang Industri Kecil, Menengah, dan Besar Kota Pontianak
Tahun 2006-2008
memperlihatkan bahwa bidang pengolahan pangan masih didominasi oleh sektor industri kecil. Fenomena beredarnya produk pangan yang dihasilkan oleh kelompok industri ini, memperlihatkan bahwa produk industri UMKM memiliki prospek masa depan yang baik mengingat pangsa pasarnya lebih luas, yakni masyarakat menengah ke bawah yang jumlahnya lebih banyak daripada masyarakat yang taraf perekonomiannya menengah ke atas. Khusus untuk produk unggulan daerah Kalimantan Barat (Kota Pontianak) seperti lidah buaya, kue-kue tradisional, dan lain-lain, sangat berpotensi dipasarkan pada sektor industri pariwisata, yang artinya pangsa pasarnya bisa ditingkatkan atau diperluas dari kalangan masyarakat menengah ke bawah menuju kalangan menengah ke atas. Namun, mengingat produk pangan UMKM yang umumnya proses produksinya masih sederhana, dari sisi tampilan produk (packaging/ kemasan) juga masih sangat sederhana dan cenderung kurang memperhatikan standar kemasan (belum memenuhi standar sanitasi dan kesehatan sesuai ketentuan undang-undang). Tingkat pengetahuan yang minim membuat seorang pelaku usaha kecil kurang mencermati produk pangan yang dihasilkannya, seperti kemasan yang seadanya saja (asal dibungkus), sehingga selain kurang menarik
4
juga berpotensi rusak dan menimbulkan kontaminasi yang berbahaya bagi kesehatan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) melarang pelaku usaha memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.2 Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa seorang produsen pangan wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi pangan, sehingga kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan atau diperdagangkan harus memenuhi ketentuan sanitasi pangan, bahan tambahan makanan pangan, residu cemaran, dan kemasan pangan. Proses pengemasan produk pangan merupakan rangkaian proses produksi pangan yang penting untuk dicermati. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.3 Oleh karena itu, bahan yang digunakan untuk kemasan pangan tidak boleh termasuk dalam kategori bahan kemasan yang berbahaya, bahkan aturan kemasan pangan melarang penggunaan bahan kemasan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia.4 Kewajiban untuk memenuhi standar kemasan pangan dalam rangka mewujudkan produk pangan yang aman ini sangat erat kaitannya dengan kewajiban pelabelan pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduannya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.5 Label tersebut berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.6 Menurut ketentuan label pangan setidaknya informasi yang harus dicantumkan dalam produk pangan adalah yaitu nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama atau 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Pasal 8. Ibid, Pasal 1 ayat (10). 4 Peraturan Pemrintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan pangan, Pasal 1 ayat (8).Pasal 16-18. 5 Ibid, Pasal 1 ayat (3). 6 Ibid, Pasal Pasal 2 ayat (1). 3
5
alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, serta masa kedaluwarsa.7 Salah satu upaya untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan masyarakat selaku konsumen pangan adalah pemberdayaan pelaku usaha terutama sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui pembinaan aspek kelayakan pangan dalam pengemasan dan pelabelan produk pangan yang dihasilkannya. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sektor UMKM di Kota Pontianak cukup signifikan dalam menghasilkan beragam produk olahan pangan, sehingga pembinaan UMKM ini sangat diperlukan. Kegiatan ini bermaksud untuk memberikan pembinaan UMKM dalam hal pengemasan dan pelabelan produk pangan, sebab kemasan pangan berfungsi sebagai daya tarik dan filter dari kualitas produk pangan. Kegiatan ini akan ditujukan pada UMKM yang bergerak di sektor industri makanan, yakni pengusaha kue kering serta makanan olahan lidah buaya (dodol, manisan lidah buaya), dan UMKM yang bergerak di sektor industri minuman, yaitu pengusaha minuman ringan lidah buaya. Mitra UMKM yang bergerak di sektor industri makanan mengalami keterbatasan modal, sehingga masih terkendala dalam menyediakan peralatan pengemasan olahan pangannya. Menurut pengamatan penulis, produk pangannya memiliki kualitas baik (rasanya enak), tetapi kemasannya belum memenuhi standar sebagaimana ketentuan yang diatur dalam kemasan dan label pangan, sebab masih dibungkus dengan sekedarnya saja (memakai plastik dan hanya di-stapler atau diikat dengan tali). Label pangan berupa label halal, komposisi bahan, ijin industri, ijin Depkes masih dicetak (print) dengan kertas HVS dan diletakkan di dalam kemasan pangannya. Untuk mitra penghasil produk minuman ringan lidah buaya, kemasan primernya sudah bagus (dengan metode pressed/ sudah modern dan memenuhi standar sanitasi, telah memenuhi ketentuan label pangan yakni mencantumkan label halal, komposisi bahan yang digunakan, izin industri, izin Depkes yang 7
Ibid, Pasal 3 ayat (2).
6
melekat di kemasan pangannya). Namun, mengingat produk industrinya dikemas dalam satuan besar dan kecil, maka selain ada kemasan primer yakni kemasan yang berfungsi membungkus produknya secara langsung, ada juga kemasan sekunder yaitu kemasan yang membungkus kemasan primer. Menurut pengamatan penulis, masalah yang dihadapai mitra terletak pada kemasan sekundernya yang berupa kardus polos, tanpa tulisan apa pun sehingga nama produk tidak terlihat dan tampak belum menarik sebagai sebuah produk pangan. Mengingat mitra UMKM menghasilkan produk khas Pontianak, maka produknya sangat berpotensi keluar daerah, sehingga kemasan sekunder yang berfungsi mengemas produk dalam satuan besar sangat perlu diperhatikan.
B. TARGET DAN LUARAN Dengan pelaksanaan kegiatan IbM ini, diharapkan: 1. Berdampak kepada nilai produk pangan yang dihasilkannya, sehingga meningkatkan pendapatan mitra UMKM yang dibina. 2. Peningkatan empati mahasiswa Mahasiswa yang dilibatkan dalam program kegiatan ini juga merupakan salah satu subjek yang diharapkan dapat berperan aktif memberdayakan masyarakat. 3. Aplikasi ilmu kepada masyarakat Salah satu peran penting Perguruan Tinggi adalah ikut terlibat dalam pemecahan berbagai persoalan yang ada di tengah masyarakat (salah satu wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi). Kegiatan IbM ini merupakan salah satu sarana bagi proses penerapan ilmu (teori) ke tataran praktis. Dengan memperhatikan pentingnya masalah pengemasan dan pelabelan pada produk pangan, maka luaran utama dalam kegiatan IbM ini adalah kemasan produk pangan yang menarik dan memenuhi ketentuan kemasan dan label pangan. Luaran ini merupakan teknologi tepat guna yang dapat langsung diaplikasikan oleh produsen yang menjadi mitra. Luaran lain adalah laporan hasil kegiatan IbM, yang merupakan gambaran dari seluruh rangkaian kegiatan di lapangan. Salah satu tujuannya adalah untuk menambah referensi akademis bagi setiap pihak yang membutuhkan.
7
Luaran berupa laporan ini juga akan dipublikasikan secara lokal, yang merupakan luaran berbentuk publikasi. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat disebarluaskan meskipun di tingkat lokal. Terakhir adalah luaran berupa bahan ajar, yang meliputi materi tentang hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, serta kemasan dan label yang sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Bahan ajar ini merupakan pengayaan bagi mahasiswa, khususnya dalam mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen.
C. METODE PELAKSANAAN Program IbM ini dilaksanakan dengan melakukan pembinaan dalam hal pengemasan dan pelabelan produk pangan yang dihasilkan oleh mitra UMKM agar memenuhi ketentuan label pangan. Pembinaan meliputi penyuluhan untuk menumbuhkan kesadaran hukum. Setelah itu diikuti dengan pelatihan teknis mengenai perancangan kemasan dan label yang sesuai standar peraturan perundang-undangan.
D. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan oleh tim terdiri dari dosen yang memiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan Ipteks. Terutama di bidang hukum ekonomi yang terkait langsung dengan aspek hukum perlindungan konsumen. Ketua tim dalam rencana program IbM ini merupakan staf pengajar di bagian Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura. Ketua tim mengampu beberapa mata kuliah, antara lain mata kuliah Hukum Ekonomi yang di dalamnya juga mengajarkan aspek hukum perlindungan konsumen, Hukum Perusahaan, Hukum Perbankan, dan Hukum Kontrak. Tim anggota merupakan staf pengajar di Bagian Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura dan merupakan "teaching team" pada mata kuliah Hukum Ekonomi, Hukum Perlindungan Konsumen, serta Hukum
8
Perusahaan. Ketua maupun tim anggota selalu terlibat dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang rutin dilakukan setiap bagian di fakultas. Setiap tahun, dalam kurun waktu 2006-2013, Bagian Ekonomi Fakultas Hukum Untan selalu mengadakan berbagai kegiatan PKM yang didanai oleh DIPA-PNBP yang mengambil tema perlindungan konsumen, antara lain: 1. Upaya Penumbuhan Kesadaran Masyarakat Akan Hak-Haknya Sebagai Konsumen dalam Perspektif Perlindungan Konsumen 2. Urgensi Penanaman Sikap Kehati-Hatian Kepada Masyarakat
Dalam
Mengonsumsi Produk Pangan 3. Tips mengenali kemasan dan label pangan yang layak dalam rangka kehatihatian masyarakat sebagai konsumen Berbagai kegiatan yang pernah dilakukan tersebut merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam kedudukannya sebagai konsumen. Sementara, untuk program IbM ini, merupakan kegiatan di bidang perlindungan konsumen dari perspektif pelaku usaha, salah satunya produsen. Dalam kegiatan ini, setiap anggota tim memiliki tugas masing-masing sesuai bidang keahliannya.
E. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara teknis kegiatan dilaksanakan dalam beberapa tahap. Tahapan kegiatan dijelaskan sebagai berikut: 1. Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Tanggung Jawab Pelaku Usaha Kegiatan pelatihan meliputi pembekalan hukum kepada produsen (mitra) sebagai pelaku usaha mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen. Materi kegiatan meliputi penjelasan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Materi disampaikan dalam bentuk presentasi pelaksana kegiatan. Diikuti dengan tanya jawab dan diskusi dengan mitra. Di satu pihak dikehendaki agar pelaku usaha dapat menjadi pelaku usaha yang bertanggung jawab tidak hanya mengejar keuntungan semata-mata. Di pihak lain pelaku usaha tidak boleh mengabaikan keamanan dan keselamatan pihak
9
konsumen. Dengan adanya hubungan sinergi antara pihak pelaku usaha dan konsumen tentu akan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan. Kegiatan pelatihan meliputi presentasi dan tanya jawab. Setelah mitra memahami konsep perlindungan konsumen, materi seminar berikutnya adalah tentang hak dan kewajiban konsumen. Materi ini, walaupun titik beratnya adalah perlindungan kepada konsumen, namun sangat erat kaitannya dengan pelaku usaha, termasuk mitra. Karena hak konsumen ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
2. Pelatihan Kemasan dan Label pangan Pelatihan kemasan dan label pangan terutama terkait dengan Undangundang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tentang Label dan Iklan Pangan. Mitra harus benar-benar memperhatikan standar ketentuan ini, agar tidak mengalami masalah terkait dengan perlindungan konsumen. Penyampaian materi adalah dengan diskusi dan tanya jawab masingmasing dua kali kepada setiap mitra. Pelatihan kali ini memerlukan waktu yang lebih lama karena materi yang disampaikan juga terkait langsung dengan kemasan dan label pangan.
3. Pelatihan Kewirausahaan Pelatihan
kewirausahaan
meliputi
penyampaian
materi
tentang
kewirausahaan. Terutama peningkatan kesadaran hukum mitra dalam berwira usaha. Pelatihan dilaksanakan masing-masing sekali di tempat setiap mitra. Bagaimana pun mitra melakukan produksi yang dimaksudkan untuk dijual kepada masyarakat. Tentunya harus tetap memperhatikan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. Caranya adalah dengan menjual pangan yang layak dan sesuai dengan standar keamanan pangan. Pelatihan kewirausahaan dititikberatkan pada peningkatan kesadaran hukum si pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha. Khususnya dalam meningkatkan kesadaran hukum pelaku usaha agar berperspektif perlindungan konsumen. Dalam hal ini pelaku usaha adalah mitra.
10
4. Perancangan kemasan pangan dan label pangan Perancangan kemasan dan label pangan adalah kegiatan asistensi bagi mitra untuk merancang kemasan dan label pangan yang dimilikinya. Mitra CV. Air adalah mitra yang bergerak di bidang produksi dan pengolahan lidah buaya menjadi minuman segar yang dapat langsung dikonsumsi. Label pangannya belum memenuhi ketentuan standar label pangan, yaitu belum lengkapnya pencantuman syarat-syarat minimal yang harus ada dalam label pangan, termasuk dalam hal ini adalah minuman lidah buaya. Kemasan pangan yang dimiliki CV. Air sudah cukup baik, yaitu dalam gelas plastik berbahan tebal, dan ditutup dengan plastik berlabel dengan menggunakan mesin, sehingga diperkirakan pangan dalam kemasan tersebut cukup aman dan bersih. Selain kemasan satuan berupa gelas, pihak CV. Air juga mengemas gelasgelas satuan tersebut ke dalam dus yang memuat banyak satuan gelas, misalnya dalam satuan krat atau 2 lusin. Dus-dus kertas ini juga merupakan bagian dari kemasan pangan. Pada dus juga dimuat keterangan pangan yang berada di dalamnya. Keterangan ini pun selanjutnya disesuaikan dengan standar kemasan dan label pangan menurut peraturan perundang-undangan. Mitra Anugrah Putu Jaya yang memproduksi kue-kue kering memiliki kemasan yang kurang baik bila dibanding CV. Air. Kemasan hanya menggunakan plastik-plastik berbentuk wadah kotak yang biasa digunakan untuk membungkus makanan sesaat. Hanya bagian pinggirannya di-press dengan mesin untuk menghindari udara masuk. Selain itu kemasan kue kering juga ada yang menggunakan toples bening mika tebal, yang bahkan tanpa ditambah label sama sekali. Label pangan yang ada berupa stiker yang nantinya ditempel pada kemasan. Isi atau konten label masih seadanya. Hanya mencantumkan nama dan alamat Anugrah Putu Jaya sebagai produsen, komposisi pangan secara garis besar, dan nama produk pangan, serta nomor kode pendaftaran Industri Rumah Tangga. Masih jauh dari standar kemasan dan label yang layak. Memang kondisi
11
kebersihan pangan terjaga. Namun alangkah lebih baiknya bila kemasan dan label juga dibuat sesuai standar. Sehingga secara hukum dapat menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengonsumsinya. Sementara untuk kemasan minuman lidah buaya kemasan hanya seadanya dalam plastik-plastik. Produksinya pun hanya berdasarkan pesanan. Padahal setidaknya kemasan pangan berupa minuman lidah buaya harus ditempatkan dalam gelas plastik dan tersegel. Hingga isi aman dari cemaran yang berbahaya dari luar. Kendalanya adalah pihak mitra belum memiliki peralatan produksi sendiri yang dapat menjamin keamanan pangan berbentuk minuman lidah buaya tersebut. Mitra Anugrah Putu Jaya memerlukan bantuan alat produksi untuk mengepress kemasan minuman lidah buaya dalam gelas. Pihak peneliti memberikan bantuan mesin yang diperlukan tersebut. Jadi selain asistensi perancangan label yang sesuai standar, mitra juga mendapatkan bantuan alat untuk mengemas pangan secara layak dan sesuai standar kemasan pangan. Asistensi yang dibantu oleh tenaga administrasi yang ahli di bidang desain grafis, adalah untuk membantu mitra membuat desain label yang lebih menarik dan sesuai standar kemasan dan label pangan. Kemasan pangan juga dipilih yang dapat menjamin keamanan dan kesehatan makanan serta minuman yang diproduksi.
F. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab di atas, maka diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Bahwa penyuluhan mengenai aspek hukum perlindungan konsumen belum pernah didapatkan secara intensif oleh pelaku usaha (produsen) pangan tradisional/ khas Pontianak. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh tim memberikan tambahan pengetahuan bagi para mitra yang dampak jangka panjangnya adalah meningkatnya aspek tanggung jawab mitra selaku pelaku usaha (produsen) pangan.
12
b. Pembinaan dan bantuan teknis dalam hal pengemasan dan pelabelan produk pangan kepada mitra memberikan kemudahan bagi mereka untuk melakukan jaminan keamanan dan mutu pangan yang diproduksi. Hal ini juga berdampak pada terlindunginya konsumen yang mengonsumsi produk pangan yang dihasilkan oleh mitra. Rekomendasi yang dapat dikemukakan dalam hal ini adalah perlu adanya kegiatan serupa yang lebih banyak dan intens. Terkait juga dengan pendanaan kegiatan, sebaiknya lebih ditingkatkan jumlahnya, sehingga cakupan kegiatan meliputi mitra yang lebih banyak dan wilayah yang lebih luas. Muaranya adalah berkembangnya
UMKM
perlindungan konsumen.
yang
kegiatan
usahanya
memiliki
perspektif
13
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2003. Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Johannes Gunawan. 2005. Hukum Perlindungan Konsumen Pada Umumnya. Bandung. Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika. Shidarta. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan