“”Tanggung jawab Pelaku Usaha Terhadap Pemasaran Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa di Kota Gorontalo di Tinjau dari UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999
Jefri Dani1; Dr. Nur Moh. Kasim, S.Ag., MH 2; Dolot Alhasni Bakung, SH., MH 2 Mahasiswa S1 Ilmu Hukum1 Dosen Jurusan Ilmu Hukum2 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Jefri Dani. 2013. Tanggung jawab Pelaku Usaha Terhadap Pemasaran Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa di kota Gorontalo di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Skripsi Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dr. Nur Moh. Kasim, S.Ag, MH dan Pembimbing II Dolot Alhasni Bakung, SH, MH). Penelitian ini untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha akibat pemasaran produk makanan dan minuman kadaluarsa di kota Gorontalo serta bagaimana kendala dari konsumen dikota Gorontalo untuk memperoleh haknya sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dari pelaku usaha produk makanan dan minuman kadaluarsa di kota Gorontalo Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan mengunakan pendekatan struktural yaitu pendekatan untuk memahami hubungan hukum berbagai kelompok di dalam masyarakat, analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau secara lisan Hasil dari penelitian ini yaitu untuk tanggung jawab pelaku usaha dikota Gorontalo sudah berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen namun konsumen terkendala oleh penggunaan klausula baku yang berisi penolakan pengembalian barang di dua supermarket serta kendala dari konsumen di kota Gorontalo yaitu kurangnya pemahaman akan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang disebabkan tingkat pendidikan, serta ketentuan klausula baku yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kata Kunci: Tanggungjawab, Pelaku Usaha, Produk Kadaluarsa 1
Abstract Jefri Dani. 2013. Entrepreneur responsibility Against Food and Beverage Marketing Product Expiration in Gorontalo city in Review of Law No. 8 of 1999 . Thesis Department of Legal Studies , Faculty of Social Sciences , State University of Gorontalo. Supervisor I Mrs. Dr. Nur Moh. Kasim, S.Ag., MH and Supervisor II Mr. Dolot Alhasni Bakung, SH., MH. This study to determine the responsibility of the business due to the marketing of food and beverage products expired in Gorontalo city and how the constraints of the consumers in the city of Gorontalo to acquire rights in accordance with the Consumer Protection Act of entrepreneurs expired food products and beverages in the city of Gorontalo This study is an empirical juridical using the structural approach is an approach to understanding the legal relationship of various groups in society , the analysis of the data used is the qualitative analysis is an analysis of how the results of research that produces descriptive analysis of data, ie data stated by the respondent in writing or orally The results of this study are the responsibility of the business to the city of Gorontalo already under the provisions of Article 19 of the Consumer Protection Act, but the consumer is constrained by the use of standard clauses which contains two denial of return of goods in supermarkets as well as the constraints of the consumers in the city of Gorontalo is a lack of understanding of the law Consumer Protection Act which caused the level of education, and the provision of standard clauses which are not in accordance with the provisions of Article 18 of the Consumer Protection Act. Keywords : Responsibility, Entrepreneur, Product Expiration 1. PENDAHULUAN Untuk melindungi konsumen dari bahaya mengkonsumsi produk yang dapat merugikan pemerintah membuat peraturan yaitu Undang-Undang
Nomor
8
Tahun 1999 yang di kenal sebagai undang-undang perlindungan konsumen di undangkan pada tanggal 20 april dan dinyatakan berlaku tanggal 20 april tahun 2000 setahun setelah di keluarkan undang-undang tersebut. Meskipun telah ada Undang-undang
yang
mengatur dan melindungi
kepentingan konsumen masih banyak juga pelaku usaha yang dengan sengaja menjual dan masih mengedarkan produk makanan dan minuman kadaluarsa demi 2
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampaknya bagi konsumen yang jelas melanggar dan merugikan konsumen. Dan untuk melindungi kepentingan masing-masing maka hukum perdata yang lebih efektif. Di antara banyak produk makanan dan minuman yang beredar masih banyak produk makanan dan minuman kadaluarsa. Dan oleh sebab itu yang menjadi tugas pemerintah diawali dengan pengawasan terhadap mutu dan kesehatan serta ketepatan pemanfaatan bahan untuk sasaran produk, dimulai dari memperketat pengawasan terhadap peredaran produk kadaluarsa yang tentunya menjadi tugas dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan di Gorontalo serta sosialisasi tentang Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dari Disperindagkop,UMKM dan
Penanaman Modal kota Gorontalo, peran YLKI sebagai wakil dari konsumen menjadi hal utama untuk terciptanya iklim ekonomi yang sehat guna tercapainya upaya pemenuhan serta perlindungan akan hak-hak konsumen sebelum timbul sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Karena posisi konsumen yang lemah maka di lindungi oleh hukum sebab salah satu sifat dari hukum sekaligus tujuannya yaitu melindungi dan mengayomi masyarakat jadi hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Aspek hukum publik yang lebih dominan ketika hubungan bersifat personal,hukum perdata yang akan lebih sangat dominan dalam rangka melindungi kepentingan masing-masing antara konsumen dan pelaku usaha. Hasil pengawasan satu tahun terakhir yaitu di tahun 2012 dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan Gorontalo ditemukan 45 produk makanan dan minuman yang kadaluarsa apabila ini di biarkan tentu sangat berbahaya bagi konsumen yang kurang berhati-hati dalam membeli suatu produk karena masih banyak konsumen yang kurang teliti atau memperhatikan tanggal kadaluarsa suatu produk. Berdasarkan uraian latar belakang
di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian “Tanggung jawab Pelaku Usaha Terhadap Pemasaran Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa di kota Gorontalo di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999”
3
2. KAJIAN PUSTAKA Pengertian perlindungan konsumen, konsumen dan pelaku usaha menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasal 1 angka 2 pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum republik indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelengggarakan kegitan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam Undang- undang tersebut dijelaskan yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir,pedagang,distributor dan lain-lain. Tanggung jawab pelaku usaha Tanggung jawab menurut kamus bahasa indonesia adalah, keadaan wajib menaggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa indonesia adalah berkewajiban menanggung,memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadarankan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia di bebani dengan tanggung jawab, apabila dikaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan. 4
Teori hukum
Hans kelsen Suatu konsep yang terkait dengan konsep
kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan/ berlawanan hukum. Sanksi dikenakan karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab. Tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1999
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dijelaskan sebagai berikut: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7(tujuh) hari setelah tanggal transaksi. (4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai unsur kesalahan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) jelas
bahwa tanggung jawab
pelaku usaha, meliputi : 1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan; 2. Tanggung jawab ganti rugi atas pencemaran; dan 3. Tanggung jawab ganti rugi atas kerugian konsumen.
5
Dalam Undang- undang perlindungan konsumen pelaku usaha untuk
dapat
dibebaskan dalam memberikan ganti rugi apabila pelaku usaha dapat membuktikan kalau kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen (Pasal 19 ayat (5)). Selain itu, pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen apabila : a. Barang terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan; b. Cacat barang timbul pada kemudian hari; c. Bahwa produk tersebut tidak di buat oleh produsen baik untuk dijual atau diedarkan untuk tujuan mendapatkan keuntungan dalam rangka bisnis d. Kelalaian yang di akibatkan oleh konsumen; e. Lewatnya waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan(Pasal 27). Memperhatikan substansi
ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang
perlindungan konsumen memiliki kelemahan yang bersifatnya merugikan konsumen, dalam
hal konsumen menderita suatu
penyakit. Melalui pasal
tersebut konsumen hanya mendapatkan salah satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti kerugian berdasarkan harga barang atau hanya berupa perawatan kesehatan, padahal konsumen telah menderita kerugian bukan hanya kerugian atas harga barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya perawatan kesehatan. Untuk itu seharusnya Pasal 19 ayat (2) dapat menentukan ganti kerugian dapat berupa pengembalian uang dan/atau penggantian barang yang setara nilainya dan/atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan dapat diberikan sekaligus kepada konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi suatu produk. berarti, dapat dirumusan antara kata “setara nilainya” dengan “ perawatan kesehatan” di dalam Pasal 19 ayat (2) yang ada sekarang tidak lagi menggunakan kata “atau” melainkan “dan/atau”. Melalui perubahan seperti ini, kalau kerugian itu menyebabkan sakitnya konsumen, maka selain mendapat penggantian harga barang juga mendapat perawatan kesehatan. Kelemahan yang sulit diterima karena sangat merugikan konsumen yaitu ketentuan Pasal 19 ayat (3) dimana ditententukan bahwa pemberian ganti kerugian 6
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi. Apabila ketentuan ini dipertahankan, maka konsumen yang mengonsumsi barang yang telah melewati batasan hari transaksi sebagaimana yang telah ditentukan tidak akan mendapatkan penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian. Oleh karena itu, agar undang-undang
perlindungan konsumen ini dapat memberikan perlindungan
yang maksimal tanpa mengabaikan kepentingan konsumen, maka seharusnya Pasal 19 ayat (3) menentukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kerugian kepada konsumen adalah 7 (tujuh) hari setelah terjadinya kerugian, dan bukan 7 (tujuh) hari setelah transaksi seperti rumusan yang ada sekarang. 3. Metode Penelitian Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Gorontalo, tepatnya pada : 1) Balai Pengawas Obat dan Makanan di Gorontalo. 2) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo. 3) Dinas Perindustrian,Perdagangan,Koperasi,UMKM, & Penanaman Modal Kota Gorontalo 4) Supermarket di Kota Gorontalo Jenis pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural yaitu pendekatan untuk memahami hubungan hukum berbagai kelompok di dalam masyarakat Populasi dan Sampel 1) Populasi dalam penelitian ini adalah delapan Supermarket berdasarkan Surat Izin Usaha Perdagangan dikota Gorontalo 2) Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi yaitu delapan supermarket artinya semua populasi di jadikan sampel. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini adalah wawancara, yaitu usaha pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
7
mengadakan tanya jawab dengan pihak yang dapat memberikan informasi adapun pihak-pihak tersebut adalah: A. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti. Narasumber yang di maksud adalah: a)
Ketua YLKI Gorontalo
b)
Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Disperindagkop, UMKM,
dan Penanaman Modal Kota Gorontalo c)
Staf Pemeriksa, Penyidik dan Sertifikasi Layanan Infomasi
Konsumen(Pemdik-Serlik) Balai POM Gorontalo B. Responden adalah seseorang yang akan memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti : a. Maneger Plaza Amanda b. Karsa Utama c. Manager Mega Zanur Mart d. Manager Swalayan Jaya Mart e. Manager Makro Supermarket f. Manager Glael Indotim g. Manager Santika Citra Idola h. Q.Mart dept.store & Supermarket Analisis data Analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau secara lisan.
4. Pembahasan
8
Tanggung jawab Pelaku Usaha Akibat Pemasaran Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa di kota Gorontalo Untuk
kasus
perlindungan
bagi
konsumen
terhadap
produk
cacat/kadaluarsa di Kota Gorontalo dari seluruh supermarket berdasarkan SIUP/Izin dari Dinas Perindustri ,Perdagangan, Koperasi, UMKM, & Penanaman Modal kota Gorontalo, delapan supermarket yang menjadi populasi mengakui ada sejumlah kasus tapi untuk jumlah kasus sudah tidak ketahui jumlahnya mengingat banyak kasus hanya di selesaikan secara musyawarah atau dengan jalan damai antara pelaku usaha dan konsumen yang dirugikan oleh produk tersebut, alasannya untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu, sebaliknya setiap upaya hukum pada hakikatnya berisi tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak. Kerugian akan produk cacat/kadaluarsa hanya merupakan kerugian materi jika konsumen tidak sampai mengkonsumsi produk makanan dan minuman yang mengakibat kerugian bagi konsumen khususnya di kota gorontalo berbeda jika konsumen telah mengkonsumsi produk sebagaimana pada Pasal 19 ayat (2) Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku . Tidak hanya itu pada ayat (4) pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Menurut Bapak R Mas MH Agus Rugiarto, SH ketua YLKI Gorontalo kerugian konsumen di kota Gorontalo terhadap produk kadaluarsa paling banyak adalah kerugian materi karena konsumen tersebut tidak sampai mengkonsumsi produk yang dibelinya, untuk kasus produk kadaluarsa belum ada yang di tangani oleh YLKI ke pengadilan karena bukan tidak adanya pengaduan konsumen ke YLKI, kasus untuk produk makanan dan minuman konsumen lebih berpikir secara ekonomis karena misalnya harga produk tersebut hanya berkisar belasan ribu saja untuk biaya pendaftaran kasus kepengadilan ratusan ribu jadi konsumen 9
lebih memilih untuk memperoleh ganti rugi seketika/penyelesaian dengan jalan damai yaitu berupa penggantian barang yang setara atau sejenis karena untuk pelaku usaha juga lebih cenderung memilih hal tersebut ketika konsumen menuntut kerugian atas produk tersebut karena pelaku usaha di kota Gorontalo lebih takut terhadap ancaman pidana mereka lebih memilih memberikan ganti rugi atau dengan kata lain menyelesaiakan sengketa secara seketika dengan jalan musyawarah. Mengenai ganti kerugian akan produk kadang konsumen terkendala dengan adanya klausula baku yang yang dipergunakan oleh pelaku usaha, adapun pengertian klausula baku yaitu sebagaimana pada Pasal 1 ayat(10) Klausa baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Kendala konsumen untuk memperoleh haknya sesuai dengan UUPK dari pelaku usaha produk makanan dan minuman kadaluarsa di kota Gorontalo : a. Pengetahuan
akan
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen(UUPK)
mengenai hak-hak konsumen terutama hak untuk memperoleh kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hal ini di pengaruhi oleh tingkat pendidikan konsumen rendah,oleh sebab itu undang-undang perlindungan konsumen dimaksud menjadi landasan hukum yang kuat bagi YLKI Gorontalo serta pemerintah dan instansi terkait dalam upaya memberdayakan serta membina pendidikan konsumen di kota Gorontalo mengingat perberdayaan ini sangat penting sebab tidak mudah jika hanya mengharapkan kesadaran dari pelaku usaha, yang
pada dasarnya memiliki prinsif usaha mendapatkan kentungan yang
berlipat/semaksimal dengan modal yang sedikit tentu hal ini sangat merugikan konsumen secara tidak langsung. b. Pencantuman klausula baku mengenai penolakan pengembalian barang yang sudah dibeli atau penolakan pengembalian uang yang telah diberikan atas suatu 10
produk yang telah dibeli, konsumen yang tingkat pendidikan yang rendah serta pengetahuan akan undang-undang
perlindungan konsumen rendah
mempengaruhi atau menjadi kendala bagi konsumen itu sendiri
juga untuk
memperoleh haknya, sebab ketentuan mengenai penolakan barang yang telah dibeli meskipun barang tersebut cacat, bagi konsumen yang tidak paham akan UUPK tentu hanya menerima begitu saja ketentuan klausula yang menyertai struk pembelian.
5. Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Tanggung jawab Pelaku Usaha Akibat Pemasaran Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa di kota Gorontalo: Tanggungjawab produk yang diberikan oleh pelaku usaha di supermarket di kota Gorontalo sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat 2 namun untuk memperoleh mendapatkan ganti rugi atau menuntut tanggung jawab dari pelaku usaha, konsumen kota Gorontalo terkendala dengan klausula baku yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 di dua supermarket, adapun bunyi klausula baku yang di gunakan
yaitu di makro supermarket klausula baku yang digunakan “
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA BARANG YANG SUDAH DIBELI TIDAK DAPAT DITUKAR/DIKEMBALIKAN “ dan supermarket yang kedua yang menggunakan klausula baku yang tidak sesuai dengan ketentuan UUPK yaitu swalayan jayamart adapun klausula yang digunakan ”TELITI SEBELUM MEMBELI BARANG YANG SUDAH DIBELI TIDAK DAPAT DITUKAR/DIKEMBALIKAN ”. Jelas klausula yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.. 2. Kendala konsumen untuk memperoleh haknya sesuai dengan UUPK dari pelaku usaha produk makanan dan minuman kadaluarsa di kota Gorontalo:
11
a. Kurang pemahaman akan undang-undang perlindungan konsumen merupakan kendala utama bagi konsumen di kota gorontalo untuk mendapatkan haknya terutama untuk memperoleh ganti rugi dari pelaku usaha ketika di rugikan b. Pencantuman
klausula
baku
klausula
baku
yang
berisi
penolakan
pengembalian barang yang telah dibeli merupakan kendala kedua dari konsumen di kota Gorontalo untuk mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen
ketika
dirugikan
Saran. 1. a) Diharapkan kepada Disperindagkop,UMKM dan penanaman modal kota Gorontalo
memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha mengenai Undang-
Undang Perlindungan Konsumen agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang disebabkan ketidak pahaman oleh pelaku usaha akan undanngundang pelindungan konsumen b) Kepada Balai POM Gorontalo dalam pengawasan tidak hanya melihat dari catatan pelanggaran saja untuk pengawasan yang rutin karena hal itu membuka ruang bagi pelaku usaha lain untuk melakukan pelanggan. 2. a) Diharapkan kepada Disperindagkop, UMKM dan penanaman Modal kota Gorontalo memberiakan sosialisasi kepada konsumen kota Goronatalo
agar
konsumen paham dan mengetahui hak-hak mereka yang dilindungi dalam undangundang perlindungan konsumen. b)
Diharapkan
kepada
Disperindagkop,UMKM
dan
penanaman
modal
memberikan pemahaman akan penggunaan klausula baku yang benar berdasarkan UUPK kepada pelaku usaha.
12
Daftar Pustaka Ahmadi Miru, 2011. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Perlindungan bagi Konsumen di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012:
Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika. Janus Sidabalok, 2010.
Hukum
Perlindungan
Konsumen
di
Indonesia.
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. M. Sadar, Moh.Taufik Makaro & Habloel Mahawi, 2012: Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jakarta: Akademia. Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad , 2010: Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Jakarta: Pustaka Pelajar Happy Susanto. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia. Zulham,2013:Hukum Perlindunga Konsumen. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. Undang-Undang: Anonim. 2007. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Bandung: Citra Umbara. Redaksi Sinar Grafika, 2013. Undang - Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Jakarta : Sinar Grafika. Internet: Anonim,2011.
TeoriHansKelsenMengenaiPertanggungjawaban.
(Online)
(http://tyokronisilicus.wordpress.com/2011/11/04/teori-hans-kelsen mengenai pertanggung jawaban hukum, diakses 29 November Desember 2013) Akhmad, 2009. Makanan kadaluarsa.(Online) (http://gbenk.blogspot.com/2009/ 12/makanan-kadaluwarsa.html Diakses 1 Desember 2012)
13
Bagus
Arif
Adrian,
2011.
Manusia
dan
tanggungjawab.
(Online)
(http://baguspemudaindonesia.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dantanggung-jawab/, diakses 29 November 2013) Dikti, 1999. Undang - Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.(online)(http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-8-1999 PerlindunganKonsumen.pdf, Diakses 23 oktober 2012) Supriyadi, 2008. Pangan Kadaluarsa, Siapa Bertanggung Jawab. (Online) (http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55808, diakses 1 Desember 2012)
14