Atsilah dan Aditya ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
Atsilah Ulfah, Muhammad Aditya Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Glaukoma fakomorfik adalah suatu glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens. Glaukoma fakomorfik disebabkan oleh penutupan sudut oleh gaya mekanik lensa terhadap diafragma iris lensa ke anterior dan oleh blokade pupil karena lensa. Sedangkan, proptosis atau penonjolan bola mata adalah salah satu tanda utama penyakit pada orbita. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Pada laporan kasus ini dipaparkan pasien perempuan usia 63 tahun yang datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur disertai mata merah dengan mata kanan yang menonjol secara perlahan. Pada pemeriksaan fisik oftalmologis okuli dekstra didapatkan visus 1/300, kedudukan bola mata lagoftalmus, injeksi konjungtiva, injeksi siliar, kamera okuli anterior dangkal, pupil mid-dilatasi dengan refleks cahaya negatif, lensa keruh tidak merata dengan shadow test positif dan tekanan intraokuler 35 mmHg. Pasien didiagnosis glaukoma fakomorfik okuli dekstra (OD) e.c katarak senilis intumesens OD dengan proptosis OD ec. suspek massa retrobulbar. Pasien diberikan obat antiglaukoma dan tindakan ekstraksi katarak ekstrakapsuler OD dengan visus post operasi 6/12. Simpulan, Glaukoma fakomorfik meskipun akut dan berbahaya, tapi dapat dikenali dengan mudah dan dicegah. Proptosis merupakan suatu tanda utama penyakit orbita yang membutuhkan pemeriksaan mendalam untuk menentukan penyebabnya dan dilakukan tatalaksana dengan tepat. Kata kunci: glaukoma fakomorfik, katarak senilis, lansia, proptosis
Elderly Woman with Phacomorphic Glaucoma and Proptosis Abstract Phacomorphic glaucoma refers to secondary angle closure glaucoma which is caused by lens intumesens. Phacomorphic glaucoma is caused by the closure of angle by the lens mechanical force to lens iris diaphragm anteriorly and by lens blockade the pupil. Meanwhile, proptosis or eyeball’s protrusion is one of the major signs of the disease in orbital. Expansive lesions can be benign or malignant and can come from the bones, muscles, nerves, blood vessels or connective tissues. In this case report, a female patient aged 63 years old who present with blurred vision in her right eye with red right eye and slowly protruding right eye. On ophthalmological examination of right eye, we obtained the visual acuity was 1/300, eye ball position: lagophtalmus, conjunctival injection, ciliary injection, shallow anterior chamber, mid-dilated pupil and negative light reflex, cloudy lens with positive test shadow and intraocular pressure of 35 mmHg. This patient was diagnosed phacomorphic glaucoma oculi dextra (OD) ec. senile cataract with proptosis OD ec. suspect retrobulbar mass. Patient was given antiglaucoma drugs, and extracapsular cataract extraction OD and the visual acuity postoperative was 6/12. Conclusion, Although phacomorphic glaucoma is acute and threaten, but it can be diagnosed easily. Proptosis is one of major sign of orbital disorders which need complete examinations to determine the etiology and appropriate therapy. Keywords: elderly, phacomorphic glaucoma, proptosis, senile cataract Korespondensi: Atsilah Ulfah, alamat Perumahan Way Halim Permai, Jl. Sanur C-1, Bandar Lampung, HP 089603999996, email
[email protected]
Pendahuluan Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens.1,2 Glaukoma fakomorfik disebabkan oleh 2 hal, yaitu penutupan sudut oleh gaya mekanik lensa terhadap diafragma iris lensa ke anterior dan oleh blokade pupil pada lensa. Gejala klinis glaukoma fakomorfik terbatas pada gangguan penglihatan karena katarak. Akan tetapi pasien lebih sering datang dalam keadaan akut dengan keluhan yang menonjol berupa nyeri mata dan kepala, muntah dan penurunan tajam penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba.3,4 Penanganan glaukoma fakomorfik dilakukan pada 2 tahap, yaitu menurunkan
5 tekanan intra okuler (TIO) dan operasi katarak. Penurunan TIO dapat dicapai dengan mengatasi blok pupil, menekan produksi aqueus, dan membuka sudut yang tertutup. Operasi katarak sedini mungkin menurunkan morbiditas dan memungkinkan kontrol tekanan yang lebih baik pada pasien glaukoma fakomorfik. Glaukoma fakomorfik meskipun dapat akut dalam onset dan berbahaya dalam perjalanannya, tapi dapat dikenal dengan mudah dalam klinik serta dapat ditangani dan dapat dicegah.6 Penonjolan bola mata adalah salah satu tanda utama penyakit pada orbita. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot, saraf,
Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 35J
Atsilah dan Aditya ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik, kistik, atau vaskular. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai penyebab proptosis. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit sistemik.7 Pada laporan kasus ini dipaparkan seorang pasien perempuan usia 63 tahun yang datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur disertai mata merah dengan mata kanan yang menonjol secara perlahan. Publikasi laporan kasus ini telah mendapat persetujuan dari pasien. Kasus Seorang wanita, umur 63 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur disertai mata merah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan penglihatan mata kanan kabur sebenarnya sudah dialami pasien sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit dan semakin lama semakin kabur. Keluhan mata merah dialami pasien bersamaan dengan penglihatan mata kanannya yang sangat kabur. Pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat dan mual. Pasien juga mengatakan seperti melihat pelangi di sekitar cahaya dan merasa silau saat melihat cahaya. Pasien juga mengeluhkan mata kanannya menonjol sejak 24 tahun yang lalu. Semakin lama terasa semakin menonjol. Mata kanan terasa mengganjal dan pegal. Pasien tidak ada keluhan mata berair ataupun penglihatan ganda. Riwayat trauma, penggunaan kacamata, operasi mata, hipertensi dan diabetes melitus disangkal. Dari pemeriksaan fisik oftalmologis okuli dekstra didapatkan visus 1/300, kedudukan bola mata lagoftalmus, injeksi konjungtiva, injeksi siliar, kornea keruh, camera oculi anterior (COA) dangkal, pupil bulat, middilatasi Æ 7 mm, anisokor dengan refleks cahaya negatif, lensa keruh tidak merata dengan shadow test positif dan TIO 35 mmHg. Okuli sinistra dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan adanya sedikit peningkatan LED (20 mm/jam), sedangkan penunjang yang dianjurkan untuk dilakukan pada pasien ini adalah slit lamp biomikroskop, funduskopi, gonioskopi, perimetri, eksoftalmometri dan CT Scan orbita.
Gambar 1. Status Oftalmologis Pasien
Pasien didiagnosis glaukoma fakomorfik okuli dekstra (OD) e.c katarak senilis intumesens OD dengan proptosis OD ec. suspek massa retrobulbar. Pasien diberikan terapi medikamentosa berupa timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes, asetazolamid tablet 3x250 mg, KSR tablet 1x600 mg, dan atropin sulfat 1% tetes mata 2x1 tetes. Pada pasien juga dilakukan tindakan operatif yaitu trabekulektomi OD setelah TIO normal dan ekstraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK) fakoemulsifikasi OD dengan lensa tanam OD. Visus OD post operatif adalah 6/12. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam (ad vitam) dan dubia ad malam (ad fungsionam dan ad sanationam). Pembahasan Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma yang berkembang sekunder terhadap perubahan bentuk lensa. Perubahan bentuk lensa yang terjadi dalam hal ini adalah pertambahan kurvatura anteroposterior akibat proses katarak intumesens. Dalam proses tersebut terjadi penyerapan cairan ke dalam lensa sehingga ukuran lensa bertambah. Tajam penglihatan akan menurun drastis sampai 1/300 atau lebih buruk. Akan ditemukan bilik mata depan yang dangkal. Pada katarak yang asimetris, kedalaman bilik mata depan yang sangat berbeda antara kedua mata, sangat membantu dalam diagnostik glaukoma fakomorfik. Nyeri merupakan gejala yang sering dikeluhkan. Tekanan intraokuler sangat meningkat dapat mencapai 30-40 mmHg.7,8 Pasien dalam kasus datang dengan keluhan penurunan penglihatan tiba-tiba, nyeri pada mata dan kepala yang disertai mual. Gejala-gejala tersebut menunjukkan adanya serangan glaukoma akut. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan kornea keruh, pupil mid dilatasi, COA dangkal, lensa keruh dengan shadow test positif dan TIO yang tinggi (pengukuran tonometri didapatkan 35 mmHg).
Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 36J
Atsilah dan Aditya ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
Penebalan lensa pada proses katarak menyebabkan blok pupil relatif yang mengakibatkan iris bombae sehingga terjadi glaukoma sudut tertutup. Hal ini dapat terjadi pada mata yang yang sebelumnya sudah memiliki predisposisi sudut sempit (misalnya mata hiperopia atau memang memiliki COA yang dangkal) dan proses katarak memperberat keadaan tersebut.7,8 Pasien ini diduga memilliki mata dengan COA dangkal karena pada pemeriksaan terhadap mata kiri pasien juga didapatkan COA dangkal namun TIO bola mata sebelah kiri dalam batas normal (pengukuran tonometri didapatkan 14 mmHg). Kondisi ini merupakan faktor predisposisi dan proses katarak akan meningkatkan risiko terjadinya glaukoma sudut tertutup. Terapi yang digunakan pada pasien ini dibagi dalam 2 tahap, yaitu untuk menurunkan TIO dan operasi katarak. Obat-obatan yang digunakan untuk menurunkan TIO pada pasien ini antara lain beta bloker topikal (timolol 0,5% 2x1 tetes), inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid 3x250 mg), kalium (KSR 1x600 mg), dan sikloplegik (atropin sulfat 1% 2x1 tetes). Beta bloker dan inhibitor karbonik anhidrase dapat menurunkan TIO melalui supresi pembentukan aqueous humor. Pemberian sikloplegik berfungsi untuk dilatasi pupil melalui kerja sikloplegik yang melumpuhkan otot siliaris. Dilatasi pupil penting dalam terapi penutupan sudut akibat iris bombae karena sinekia posterior. Pengendalian TIO yang baik preoperatif dan pencegahan serangan akut sangat diperlukan untuk menjamin hasil visus yang optimal.4,11 Pemberian obat-obatan pada glaukoma bertujuan untuk menurunkan TIO dan penggunaan kombinasi direkomendasikan karena respon terapi individual yang seringkali berbeda-beda terhadap satu jenis obat. Akan tetapi pengendalian tekanan dengan obatobatan seringkali memakan waktu dan hasilnya kurang bisa diperkirakan.9-14 Pemberian KSR atau tablet kalium untuk mencegah hipokalemi akibat pemberian inhibitor karbonik anhidrase. Pada pasien ini dengan pemberian obat-obatan ini memberikan respon yang baik selama hari pertama.15,16 Pada pasien ini juga dipertimbangkan
rencana tindakan operatif, yaitu trabekulektomi dan ekstraksi katarak. Penderita glaukoma yang berumur lebih dari 40 tahun umumnya juga menderita katarak. Pada tingkat awal glaukoma, tindakan ekstraksi katarak primer tanpa iridektomi dapat menurunkan TIO, namun pada stadium lanjut dengan TIO sangat tinggi, kombinasi ekstraksi katarak dan trabekulektomi memberikan hasil yang lebih memuaskan.17 Terdapat dua pemilihan tindakan bedah pada penderita glaukoma yang disertai katarak, yakni bedah dua tahap (bedah filtrasi lalu dilanjutkan dengan bedah katarak atau sebaliknya) dan bedah satu tahap (bedah katarak saja atau bedah kombinasi: trabekulektomi dengan fakoemulsifikasi disertai lensa tanam/ IOL).17,18 Tindakan operasi untuk mengeluarkan lensa katarak merupakan terapi definitif pada glaukoma fakomorfik. Ekstraksi katarak pada glaukoma fakomorfik bertujuan untuk mencapai tajam penglihatan yang baik, menurunkan TIO, mencegah kerusakan saraf optik dan menghindarkan pasien dari keluhan sakit pada mata dan kepala. Akan tetapi operasi katarak pada pasien glaukoma fakomorfik sangat menyulitkan. Tekanan yang tinggi menyebabkan kornea edema sehingga menyulitkan untuk melihat lapangan operasi, bilik mata depan yang dangkal juga menyulitkan manuver dalam lapangan operasi.19 Pasien juga dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan perimetri setelah glaukoma dan katarak pasien diatasi untuk mengetahui apakah sudah terjadi defek lapang pandang akibat glaukoma yang dialami oleh pasien. Selain itu, pasien juga memiliki masalah lain, yaitu mata kanan menonjol secara perlahan sejak 24 tahun yang lalu tanpa adanya masalah penglihatan. Pasien juga mengeluh mata terasa pegal dan mengganjal. Keluhan ini terjadi akibat terdorongnya orbita keluar dari rongga orbita sehingga menekan palpebra. Proptosis pada pasien ini terjadi unilateral sehingga dapat menyingkirkan diagnosa banding eksoftalmus Graves yang umumnya terjadi secara bilateral akibat penyakit sistemik melalui peningkatan hormon tiroid. Pada pasien terdapat keluhan penglihatan kabur/penurunan visus, nyeri kepala hebat disertai mual, tidak ada keluhan mata berair
Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 37J
Atsilah dan Aditya ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
dan tidak ada riwayat trauma sehingga dapat disingkirkan diagnosa banding konjungtivitis. Pasien juga dianjurkan menjalani pemeriksaan eksoftalmometri dan CT Scan orbita untuk mencari penyebab terjadinya proptosis OD. Pemeriksaan eksoftalmo-metri dengan menggunakan eksofaltmo-meter Hertel yang mengukur jarak kornea ke tepian orbita. Sedangkan CT Scan mampu mengevaluasi orbita dan intrakranial yang dapat menunjukkan penyebab proptosis (misal, adanya massa retrobulbar).9 Pasien belum diberikan tatalaksana untuk keluhan mata menonjol ini karena harus menunggu hasil dari pemeriksaan penunjang. Tatalaksana saat ini difokuskan pada glaukoma fakomorfik yang dialami pasien karena tingkat kebutaan yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari glaukoma akut yang tidak ditangani sangat tinggi. Hasil pemeriksaan CT Scan diharapkan mampu menunjukkan kelainan orbita atau intrakranial yang diderita pasien sehingga dapat ditentukan tatalaksana selanjutnya. Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita sehingga dapat merusak struktur dalam orbita, seperti otot mata, nervus dan sistem lakrimalis.20 Tumor orbita meningkatkan volume intraokular. Ketajaman visual atau lapangan pandang, diplopia, atau kelainan pupil dapat terjadi sebagai hasil dari invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder untuk tumor padat atau perdarahan. Disfungsi palpebra yang tidak dapat menutup atau lagoftalmos dan disfungsi kelenjar lakrimal dapat menyebabkan keratopati paparan, keratitis, dan penipisan kornea.21 Proptosis dapat disebabkan berbagai macam proses dalam rongga orbita dan mengganggu kosmetik.22 Etiologi proptosis dapat mencakup inflamasi, pembuluh darah, infeksi, kistik, neoplasma, serta faktor traumatik.23,24 Pemeriksaan fisik dilakukan menggunakan eksoftalmometer Hertel25, sedangkan pemeriksaan penunjang CT scan dapat menghasilkan aksial rinci dan pandangan koronal jaringan lunak dan struktur tulang. Gambar dengan ketebalan 1-3 mm memungkinkan untuk evaluasi rinci massa orbital. Gambar kontras yang ditingkatkan dapat diperoleh dan dapat membantu mengidentifikasi proses inflamasi, tumor
pembuluh darah, dan pembuluh yang membesar. Lesi kalsifikasi yang dilihat tanpa penambahan kontras.26 22
Tabel 1. Gejala pada Tumor Orbita Gejala Frekuensi (%) Proptosis 92 Gangguan lapang pandang, 74 penurunan visus Diplopia, strabismus 66 Nyeri 34 Lakrimasi 23 Edema konjunctiva 22 Inflamasi 13
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena kecurigaan massa yang menimbulkan proptosis okuli dekstra. Penentuan secara pasti (jinak atau ganas) hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan histopatologis dari eksisi tumor melalui prosedur pembedahan.21 Glaukoma fakomorfik memiliki hasil yang baik untuk tajam penglihatan setelah ekstraksi katarak, yaitu pasien yang mencapai visus 20/20-20/50 sekitar 50%27,28, namun pasien ini memiliki penyakit penyerta lainnya (kecurigaan tumor intraorbita). Prognosis ad fungsionam dan ad sanationam adalah dubia ad malam karena tidak didapatkan refleks cahaya pada okuli dekstra secara langsung maupun tidak langsung yang menunjukkan telah terjadi lesi pada nervus okulomotorius yang mengatur konstriksi dan dilatasi pupil.29
Simpulan Glaukoma fakomorfik meskipun dapat akut dalam onset, berbahaya dalam perjalanannya, tapi dapat dikenal dengan mudah dalam klinik, dapat ditangani dan dapat dicegah. Tatalaksana dengan menurukan TIO dan tindakan operatif. Proptosis atau penonjolan bola mata adalah salah satu tanda utama penyakit pada orbita yang membutuhkan pemeriksaan secara mendalam untuk menentukan penyebabnya, terlebih bila proptosis terjadi unilateral, sehingga dapat dilakukan tatalaksana dengan tepat. Daftar Pustaka 1. Sowka J. Phacomorphic glaucoma: case and review. Optometry. 2006; 77(12): 586-9. 2. Gressel MG. Lens induced glaucoma.
Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 38J
Atsilah dan Aditya ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Dalam: Tasman W, Jaeger E, editors. Duane’s clinical ophthalmology. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippicot Williams & Wilkins; 2006. Morrison JC, Pollack IP. Glaucoma: science and practice. New York: Thieme; 2011. Gamero GE. Glaucoma associated with lens. Dalam: Zimmerman TJ, Kooner KS, editors. Clinical pathway in glaucoma. New York: Thieme; 2011. Qamar AR. Phacomorphic glaucoma: an easy approach. Pak J Ophthalmol. 2007; 23(2): 77-9. Bhartiya S, Kumar HM, Jain M. Phacomorphic glaucoma evolving management strategies. J Curr Glaucom Pract. 2009; 3(2): 39-46. Kaplowitz KB, Kapoor KG. An evidencebased approach to phacomorphic glaucoma. J Clin Exp Ophthalmol. 2012; S1:006. Papaconstantinou D, Georgalas I, Kourtis N, Krassas A, Diagnourtas A, Koutsandrea C, et al. Lens-induced glaucoma in the elderly. Clin Interv Aging. 2009; 4: 331-6. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. Noecker RJ, Kahook MY. Acute angle closure glaucoma [internet]. New York: WebMD LLC.; 2013 [diakses tanggal 18 Maret 2015]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/1 206956-overview. Singh K, Shrivastava A. Medical management of glaucoma: principles and practice. Indian J Ophthalmol. 2011; 59(1): 88-92. Singh K, Lee BL, Wilson MR. A panel assessment of glaucoma management: modification of existing RAND-like methodology for consensus in ophthalmology. Part II: results and interpretation. Am J Ophthalmol. 2008; 145:575-81. Feldman RM, Tanna AP, Gross RL, Chuang AZ, Baker L, Reynolds A, et al. Comparison of the ocular hypotensive efficacy of adjunctive brimonidine 0.15% or brinzolamide 1% in combination with travoprost 0.004%. Ophthalmology. 2007; 114: 1248-54. Bagga H, Liu JH, Weinreb RN. Intraocular
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
pressure measurements throughout the 24 h. Curr Opin Ophthalmol. 2009; 20(2):79-83. Matthews E, Portaro S, Ke Q, Sud R, Haworth A, Davis MB, et al. Acetazolamide efficacy in hypokalemic periodic paralysis and the predictive role of genotype. Neurology. 2011; 77(22): 1960-4. Levitt JO. Practical aspects in the management of hypokalemic periodic paralysis. J Transl Med. 2008; 6:18. Artini W. Hasil tata laksana glaukoma primer sudut tertutup pada ras melayu Indonesia. J Indon Med Assoc. 2011; 61(7): 280-4. Law SK, Riddle J. Management of cataract in patients with glaucoma. Int Ophthalmol Clin. 2011; 51(3): 1-18. Gill H, Juzych MS, Goyal A. Glaucoma phacomorphic [internet]. New York: WebMD LLC.; 2014 [diakses tanggal 18 Maret 2015]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article. Sindou M. Practical handbook of neurosurgery: from leading neurosurgeons volume 1. New York: Springer Wien; 2009. Mercandetti M, Cohen A. Orbital tumors [internet]. New York: WebMED LLC.; 2013 [diakses tanggal 18 Maret 2015]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/1 218892-overview . Hassler W, Schick U. Orbitachirurgie aus neurochirurgischer Sicht. Dalam: Moskopp D, Wassmann H, editors. NeurochirurgieFachwissen in einem band. New York: Springer; 2004. Ahmadi H, Shams PN, Davies NP, Joshi N, Kelly MH. Age-related changes in the normal sagittal relationship between globe and orbit. J Plast Reconstr Aesthet Surg. 2007; 60(3): 246-50. Maheshwari R, Weis E. Thyroid associated orbitopathy. Indian J Ophthalmol. 2012; 60(2): 87-93. Kanski JJ, Bowling B. Cinical ophthalmology: a systemic approach. Edisi ke-7. New York: Elsevier Saunders; 2011. Ramakrishanan R, Maheswari D, Kader MA, Singh R, Pawar N, Bharathi MJ. Visual prognosis, intraocular pressure control
Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 39J
Atsilah dan Aditya ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
and complications in phacomorphic glaucoma following manual small incision cataract surgery. Indian J Ophthalmol. 2010; 58(4): 303-6. 27. Lee SJ, Lee CK, Kim WS. Long-term therapetutic efficacy of phacoemulsification with intraocular lens implantation in patients with phacomorphic glaucoma. J Cataract Refract Surg. 2010; 36(5): 783-9. 28. Rao AA, Naheedy JH, Chen JY, Robbins SL, Ramkumar HL. A clinical update and radiologic review of pediatric orbital and ocular tumors. J Oncol. 2013; 2013: 975908. 29. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Fundamentals and principles of ophthalmology. Washington DC: The Foundation of the American Academy of Ophthalmology; 2010.
Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 40J
Atsilah Ulfah ׀Wanita Lansia dengan Glaukoma Fakomorfik dan Proptosis
J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 2 | Agustus 2015 | 41