HUBUNGAN KARAKTERISTIK, GAYA HIDUP, DAN ASUPAN GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AEK HABIL KOTA SIBOLGA (THE RELATIONSHIP OF CHARACTERISTICS, LIFESTYLE, NUTRITION INTAKE WITH NUTRITIONAL STATUS IN ELDERLY IN THE WORK AREA AEK HABIL HEALTH CENTER SIBOLGA) Adelina Situmorang¹, Etti Sudaryati², Mhd. Arifin Siregar² ¹Alumni Mahasiswi Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Jl. Prof. T. Maas No 1, Kampus USU Medan ABSTRACT The elderly is seen as a group of people who are at risk of experiencing health problems with physical deterioration and often have problems in terms of eating. In fact, although the activity decreases with age, they still require a complete nutrient intake. This study aims to determine the relationship of age, disease status, lifestyle, intake of energy and protein intake and nutritional status of the elderly in Aek Habil Health Center Sibolga. The study was a descriptive survey study with cross-sectional design. The population is elderly aged 55 years and older as 607 people. Determination of the sample using a sample size formula Isgianto (2009) obtained a sample of 83 people. Data collection age, disease status, lifestyle, intake of energy and protein intake using a questionnaire and a food recall form. While the nutritional status data obtained from anthropometric measurements.Univariate test results of research showed that 38.6% of elderly are in the age ≥ 65 years category. 60.2% of elderly disease status was not classified as either. Lifestyle elderly 67.5% classified as not good. Elderly energy intake 92.8% classified as deficit, as well as protein intake was 71.1% classified deficit. Nutritional status of the elderly 60.2% classified as normal. Bivariate test results showed that there was a significant association between illness status of the last 3 months, as well as the lifestyle of protein intake and nutritional status of elderly (p <0.05). While the data age, and energy intake did not show any significant relationship with nutritional status (p> 0.05). It is recommended to the Department of Health Sibolga to create policies to improve nutrition-related counseling of the elderly. Aek Habil Health Center Sibolga in order to provide knowledge and raise awareness about the importance of the elderly run lifestyle, healthy nutrition, to realize a good nutritional status of the elderly, increasing life expectancy, health care and elderly posyandu capable of being upgraded. Keywords: Lifestyle, Nutritional Status, Elderly
PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan merupakan cita-cita suatu bangsa dan salah satu keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat di seluruh penjuru dunia. Fenomena meningkatnya jumlah penduduk lansia ini disebabkan karena menurunnya angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitianpenelitian kedokteran, transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai oleh peningkatan kasus obesitas lansia daripada underweight, peningkatan umur harapan hidup dari 45 tahun di awal tahun 1950 menjadi 65 tahun pada saat ini, pergeseran gaya hidup menjadi sedentary urban lifestyle dari urban rural lifestyle (Fatmah, 2010). Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 20002005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Depkes RI, 2013). Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia sehingga dapat berperan dalam
pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Tamher (2009), menjadi tua merupakan suatu fenomena alamiah sebagai akibat proses menua. Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar yang bersifat universal. Menurut Penelitian Anggraini (2008), yang dilaksanakan di Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi menunjukkan bahwa status kesehatan rendah pada lansia binaan puskesmas Pekayon Jaya sebesar 66,9%. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara pola makan dengan status kesehatan (nilai p=0,914) dan kebiasaan merokok dengan status kesehatan (nilai p=0,975), serta ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status kesehatan (nilai p=0,004) dan kebiasaan istirahat dengan status kesehatan (nilai p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan untuk meningkatkan pengetahuan lansia mengenai gaya hidup dan dampak terhadap status kesehatan melalui promosi kesehatan di wilayah binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi. Penelitian yang dilakukan di Malang oleh Indarwati (2006) tentang Peran Perawat Dalam Upaya Membantu Mempertahankan Status Kesehatan Lansia Dinoyo Malang memberikan gambaran bahwa status kesehatan lansia didapatkan 10% status kesehatan lansia baik, 83,3% status kesehatan lansia cukup dan 6,7% status kesehatan lansia kurang. Secara keseluruhan hasil penelitian menjelaskan bahwa perlunya memberikan informasi tentang kesehatan (Bustan, 2007). Kelompok lanjut usia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko mengalami gangguan kesehatan seperti meningkatnya disabilitas fungsional fisik serta sering punya masalah dalam hal makan. Padahal meskipun aktivitas menurun sejalan dengan bertambahnya usia, ia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral. Ia masih tetap membutuhkan energi untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuhnya (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Dalam penelitian ini batasan lansia yang digunakan adalah menurut Departemen Kesehatan RI (2006) dalam Fatmah (2010), memberikan batasan lansia antara lain : 1) virilitas (prasenium), yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 5559 tahun), 2) usia lanjut dini (senescen), yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun), 3) lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, yaitu usia di atas 65 tahun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga didapatkan informasi bahwa wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga terdiri dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Aek Habil, kelurahan Aek Manis, kelurahan Aek Muara Pinang dan kelurahan Aek Parombunan. Selain itu diperoleh data jumlah lansia yang berumur 55 tahun keatas sebanyak 607 orang. Selanjutnya peneliti mendapat informasi melalui wawancara singkat dengan beberapa orang lansia yang datang berkunjung ke Puskesmas Aek Habil bahwa nafsu makan mereka sudah menurun, tidak bervariasi ditambah dengan berbagai penyakit yang mulai bermunculan seperti Rematik, Hipertensi, dan Diabetes Melitus. Gaya hidup lansia di wilayah kerja puskesmas Aek Habil ini paling banyak waktu mereka dihabiskan di rumah, baik itu berjualan atau mengurus cucu. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik, gaya hidup dan asupan gizi dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan umur, status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir, gaya hidup, asupan energi dan asupan protein dengan status gizi pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan informasi untuk perencanaan kesehatan penduduk kelompok lanjut usia bagi Dinas Kesehatan Kota Sibolga dan sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga agar dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran kelompok lanjut usia tentang pentingnya menjalankan gaya hidup, asupan gizi yang sehat, sehingga terwujud status gizi lansia yang baik, meningkatkan umur harapan hidup, pelayanan kesehatan dan pelaksanaan posyandu lansia mampu ditingkatkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. Populasi dalam penelitian ini adalah kelompok lansia yang berumur 55 tahun keatas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga sebanyak 607 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara simple random sampling dan dengan kriteria inklusi yaitu tidak demensia dan/atau mampu diajak berkomunikasi dan mampu merentangkan kedua tangannya. Sehingga diperoleh sampel sebanyak 83 orang. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data skunder. Untuk data primer terdiri dari karakteristik (umur, status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir), gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, olahraga, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi obat) diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data asupan energi dan protein diperoleh melalui wawancara menggunakan formulir food recall 24 jam sementara data status gizi (berat badan dan panjang depa) diperoleh dari pengukuran antropometri.
Data sekunder adalah data jumlah lansia dan gambaran umum Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun karakteristik lanjut usia pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Distribusi Karakteristik Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga No. Karakteristik Jumlah Persentase (%) 1. Umur 55-59 Tahun 29 34,9 60-64 Tahun 22 26,5 ≥ 65 Tahun 32 38,6 Total 83 100,0 2. Status Penyakit 3 Bulan Terakhir Tidak Baik 50 60,2 Baik 33 39,8 Total 83 100,0
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa lebih banyak lansia yang berumur ≥ 65 tahun keatas atau yang disebut beresiko tinggi yaitu sebesar 38,6%. Sementara hasil penelitian tentang status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir didapat lebih banyak lansia yang memiliki status penyakit yang tidak baik sebesar 60,2%. Distribusi gaya hidup lanjut usia pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2. Distribusi Gaya Hidup Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga Gaya Hidup Jumlah Persentase (%) Tidak Baik 56 67,5 Baik 27 32,5 Total
83
100,0
Dari tabel 2 dapat dijelaskan bahwa lebih banyak lansia yang memiliki gaya hidup tidak baik yaitu 67,5%. Distribusi gaya hidup lansia berdasarkan pola makan diketahui bahwa sebanyak 64 orang (77,1%) yang memiliki pola makan baik
dan 19 orang (22,9%) yang pola makannya tidak baik. Distribusi gaya hidup lanjut usia berdasarkan aktivitas fisik diperoleh sebanyak 68 orang (81,9%) yang memiliki aktivitas fisik yang cukup dan sebanyak 15 orang (18,1%) yang aktivitas fisiknya tidak cukup. Distribusi gaya hidup lansia berdasarkan olahraga diperoleh sebanyak 52 orang (62,7%) yang tidak cukup berolahraga dan sebanyak 31 orang (37,3%) yang cukup olahraga. Distribusi gaya hidup lansia berdasarkan kebiasaan istirahat menunjukkan bahwa sebanyak 53 orang (63,9%) memiliki kebiasaan istirahat yang cukup dan sebanyak 30 orang (36,1%) yang kebiasaan istirahatnya tidak cukup. Distribusi gaya hidup lansia berdasarkan kebiasaan merokok Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 61 orang (73,5%) yang memiliki kebiasaan merokok yang baik dan sebanyak 22 orang (26,5%) yang kebiasaan merokoknya tidak baik. Distribusi gaya hidup lansia berdasarkan kebiasaan mengonsumsi obat diperoleh sebanyak 48 orang (57,8%) yang memiliki kebiasaan mengonsumsi obat yang tidak baik dan sebanyak 35 orang (42,2%) yang baik. Distribusi asupan energi lanjut usia pada penelitian ini dapat dilihat pada ttabel 3 berikut : Tabel 3. Distribusi Asupan Energi Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga Persentase Asupan Energi Jumlah (%) Defisit 77 92,8 Kurang 1 1,2 Sedang 4 4,8 Baik 1 1,2 Total 83 100,0
Berdasarkan penelitian yang saya teliti menunjukkan bahwa paling banyak lansia berada pada kategori asupan energi defisit yaitu sebesar 92,8%. Distribusi asupan protein pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Distribusi Asupan Protein Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga Persentase Asupan Protein Jumlah (%) Defisit 59 71,1 Kurang 7 8,4 Sedang 12 14,5 Baik 5 6,0 Total 83 100,0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa paling banyak lansia yang asupan proteinnya defisit yaitu sebesar 71,1%. Distribusi status gizi lanjut usia pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Distribusi Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga Persentase Status Gizi Jumlah (%) Kurus 10 12,0 Normal 50 60,2 Gemuk 23 27,7 Total 83 100,0
Berdasarkan hasil penelitian didapat lansia yang status gizinya normal sebesar 60,2%. Hasil tabulasi silang antara umur dengan status gizi lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga dapat diketahui bahwa dari 29 orang lansia yang berusia 55-59 tahun terdapat 2 orang (6,9%) yang status gizinya kurus, 17 orang (58,6%) yang normal dan 10 orang (34,5%) yang gemuk. Dari 22 orang lansia yang berusia 60-64 tahun terdapat 2 orang (9,1%) yang status gizinya kurus, 13 orang (59,1%) yang normal dan 7 orang (31,8%) yang gemuk. Sedangkan dari 32 orang lansia yang berusia ≥ 65 tahun terdapat 6 orang (18,8%) yang status gizinya kurus, 20 orang (62,5%) yang normal dan 6 orang (18,8%) yang gemuk. Hasil tabulasi silang antara status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir dengan status gizi lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga diketahui bahwa dari 50 orang lansia yang status penyakitnya tidak baik terdapat 5
orang (10,0%) yang status gizinya kurus, 22 orang (61,0%) yang normal dan 23 orang (26,8%) yang gemuk. Sedangkan dari 33 orang lansia yang status penyakitnya baik ada 5 orang (15,2%) yang status gizinya baik, 28 orang (84,8%) yang normal dan tidak ada yang gemuk. Tabulasi silang gaya hidup dengan status gizi di wilayah kerja puskesmas aek habil sibolga dapat dilihat bahwa dari 56 orang lansia yang gaya hidupnya tidak baik terdapat 9 orang (16,1%) yang status gizinya kurus, 35 orang (62,5%) yang normal dan 12 orang (21,4%) yang gemuk. Sedangkan dari 27 orang lansia yang gaya hidupnya baik, terdapat 1 orang (3,7%) yang status gizinya kurus, 15 orang (55,6%) yang normal dan 11 orang (40,7%) yang gemuk. Tabulasi silang antara asupan energi dengan status gizi lansia menunjukkan bahwa 1 orang lansia yang temasuk kategori asupan energi yang baik berada pada status gizi yang normal, dari 4 orang yang asupan energinya sedang terdapat 1 orang (25,0%) yang status gizinya kurus, 3 orang (75,0%) yang normal dan tidak ada yang gemuk. Selanjutnya 1 orang (100%) termasuk pada kategori asupan energi yang kurang namun berstatus gizi normal dan dari 77 orang yang asupan energinya defisit, terdapat 9 orang (11,7%) yang status gizinya kurus, 45 orang (58,4%) yang normal dan 23 orang (29,9%) yang gemuk. Tabulasi silang asupan protein lansia dengan status gizi di wilayah kerja puskesmas aek habil sibolga diperoleh bahwa dari 5 orang lansia yang asupan proteinnya baik, terdapat 1 orang (20,0%) yang status gizinya kurus, 4 orang (80,0%) yang normal dan tidak ada yang gemuk. Dari 12 orang yang asupan proteinnya sedang diperoleh 2 orang (16,7%) yang status gizinya kurus, 9 orang (75,0%) yang normal dan 1 orang (8,3%) yang gemuk. Selanjutnya dari 7 orang yang asupan proteinnya kurang terdapat 2 orang (28,6%) yang status gizinya kurus, 4 orang (57,1%) yang normal dan 1 orang (14,3%)
yang gemuk. Dari 59 orang yang asupan proteinnya defisit diperoleh 5 orang (8,5%) yang status gizinya kurus, 33 orang (55,9%) yang normal dan 21 orang (35,6%) yang gemuk. Hasil analisis bivariat antara umur dengan status gizi lansia adalah tidak signifikan (p=0,080) > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan status gizi lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian Setiani (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi berdasarkan IMT. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Simanjuntak (2010) dimana terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi. Tidak ditemukannya hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan status gizi berdasarkan IMT pada penelitian ini mungkin disebabkan sampel penelitian yang kecil, dimana jumlah sampel yang besar akan lebih mudah untuk mendeteksi adanya hubungan statistik. Sementara itu korelasi antara status penyakit 3 bulan terakhir dengan status gizi lansia adalah signifikan (p=0,000) < 0,05 yang berarti ada hubungan antara status penyakit 3 bulan terakhir dengan status gizi lansia. Hubungan itu positif, yang artinya semakin baik status penyakit seseorang maka semakin baik pula status gizinya atau sebaliknya. Selanjutnya korelasi antara gaya hidup dengan status gizi lansia adalah signifikan (p=0,028) < 0,05 berarti ada hubungan antara gaya hidup dengan status gizi lansia, yang artinya semakin baik gaya hidup seseorang maka semakin baik status gizinya atau sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian tentang pola makan diperoleh sebesar 77,1% lansia pada kategori baik. Menurut hasil wawancara dengan lansia yang pola makannya baik mereka mengatakan bahwa di puskesmas mereka sering mendapatkan informasi mengenai pola makan yang baik bagi kesehatan tubuh mereka misalnya tidak boleh mengonsumsi makanan yang terlalu asin karena dikhawatirkan dapat memicu
terjadinya hipertensi, juga dianjurkan menjaga konsumsi gula agar terhindar dari penyakit kencing manis. Para lansia juga diberikan makanan tambahan seperti bubur kacang hijau, biskuit dan telur rebus. Disamping itu pemeriksaan fisik dilakukan setiap posyandu lansia guna memantau kesehatan lansia seperti pemeriksaan tebal lemak dan pemeriksaan tekanan darah. Hal ini merupakan fakta yang terjadi di lapangan karena peneliti juga turut serta dalam beberapa kegiatan posyandu lansia yang dilaksanakan setiap bulannya. Hasil penelitian juga didapat sebesar 81,9% lansia pada kategori aktivitas fisik yang cukup. Menurut hasil wawancara dengan lansia yang aktivitas fisiknya cukup mereka mengatakan bahwa mereka banyak melakukan aktivitas sehari-hari dengan berjalan kaki, selain itu mereka juga masih dapat melakukan tugas rutin di dalam maupun di luar rumah seperti merawat cucu, memasak, berbelanja ke pasar, berjualan, bekerja di sawah, dan lain lain. Lansia yang aktivitasnya cukup juga melakukan aktivitas fisik yang dilakukan secara terus-menerus minimal 10 menit seperti menyapu, memasak, menyetrika setiap kalinya dan mereka beraktivitas ± 7 jam dalam satu hari. Berdasarkan hasil penelitian tentang olahraga diperoleh sebesar 62,7% lansia berada pada kategori tidak cukup olahraga. Olahraga yang dimaksud disini adalah serangkaian aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dengan berpedoman pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah tertentu tetapi tidak terikat pada intensitas dan waktunya (Afriwardi, 2010). Olahraga merupakan bagian dari kegiatan fisik secara terencana, terstruktur, berulang untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Kurang olahraga juga beresiko terhadap penurunan kekuatan, massa tulang dan absorpsi kalsium. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka aktivitas fisik yang dilakukannya semakin menurun. Hal ini terkait dengan penurunan kemampuan fisik yang terjadi secara alamiah (Fatmah, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan istirahat diperoleh sebesar 63,9% lansia berada pada kategori kebiasaan istirahat yang cukup. Menurut hasil wawancara diketahui bahwa ternyata banyak lansia yang cukup beristirahat/tidur yaitu 7-8 jam perhari. Lansia juga tidur pada siang hari dan pada malam hari jarang terbangun sewaktu tidur, bila terbangun pun tidak sulit untuk tidur kembali. Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan merokok diperoleh sebesar 73,5% lansia pada kategori kebiasaan merokok yang baik, artinya adalah tidak pernah merokok baik dahulu maupun sekarang. Hal ini diperoleh karena mayoritas responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan mengonsumsi obat diperoleh sebesar 57,8% lansia berada pada kategori kebiasaan mengonsumsi obat yang tidak baik dengan persentase tertinggi yang artinya bahwa lansia suka mengonsumsi obat. Korelasi asupan energi dengan status gizi lansia adalah tidak signifikan (p=0,165) > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi lansia. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Setiani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Riwayat Penyakit, Asupan Protein dan Faktor-faktor lain dengan Status Gizi Lansia yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan total energi dengan status gizi berdasarkan IMT. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Citraningsih (2003) dan Napitupulu (2002) dimana terdapat hubungan yang bermakna antara asupan total energi dengan status gizi. Penelitian ini tidak signifikan karena berbeda kategori yang digunakan. Penelitian ini membandingkan asupan energi dengan angka kecukupan energi berdasarkan umur dan jenis kelamin hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004. Sedangkan penelitian lain membandingkan asupan energinya dengan rata-rata kebutuhan energi untuk orang Indonesia
yaitu menggunakan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998. Korelasi asupan protein dengan status gizi lansia adalah signifikan (p=0,007) < 0,05 yang berarti ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi lansia, yang berarti bahwa semakin baik asupan protein seseorang maka semakin baik status gizinya atau sebaliknya. Sejalan dengan penelitian Setiani (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi berdasarkan IMT. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Simanjuntak (2010) dimana tidak adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi lansia. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6. Analisis Bivariat Umur, Status Penyakit 3 Bulan Terakhir, Gaya Hidup, Asupan Energi dan Asupan Protein dengan Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga No. Variabel Sig. (2-tailed) 1.
0,080
2.
Umur Status Penyakit 3 Bulan Terakhir
3.
Gaya Hidup
0,028
4.
Asupan Energi
0,165
5.
Asupan Protein
0,007
0,000
KESIMPULAN 1. Status gizi lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil 60,2% tergolong normal. 2. Ada hubungan signifikan antara status penyakit 3 bulan terakhir, gaya hidup dan asupan protein dengan status gizi lansia (p<0,05). Hubungan itu positif, yang artinya semakin baik status penyakit, gaya hidup dan asupan protein lansia maka semakin baik pula status gizinya atau sebaliknya. Sementara itu tidak ada hubungan signifikan
antara umur dengan status gizi lansia dan asupan energi dengan status gizi lansia (p>0,05). SARAN 1. Dinas Kesehatan Kota Sibolga agar membuat kebijakan untuk meningkatkan penyuluhan terkait asupan gizi para lansia. 2. Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga agar dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran kelompok lanjut usia tentang pentingnya menjalankan gaya hidup, asupan gizi yang sehat, sehingga terwujud status gizi lansia yang baik, meningkatkan umur harapan hidup, pelayanan kesehatan dan pelaksanaan posyandu lansia mampu ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Adriani, M & Wirjatmadi, B, 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana. Jakarta Anggraini F, 2008. Hubungan antara Gaya Hidup dan Status Kesehatan Lansia Binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi tahun 2008. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Bustan MN, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta Citraningsih, Krisnatalina, 2003. Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Menurut IMT (Indeks Massa Tubuh) Usia Lanjut Binaan Puskesmas Kecamatan Gambir Tahun 2003. Skripsi Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Fatmah, 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga. Jakarta
Depkes RI, 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Penerbit Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Hal : 1 Napitupulu, Halasan, 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Pada Usia Lanjut di Kota Bengkulu Tahun 2001. Tesis Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Setiani, Wenni Dwi, 2012. Hubungan Antara Riwayat Penyakit, Asupan Protein dan Faktorfaktor lain dengan Status Gizi Peserta Posyandu Lansia di Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Tahun 2011. Skripsi Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Simanjuntak, Elva, 2010. Status Gizi Lanjut Usia di Daerah Pedesaan, Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010. Tesis Peminatan Gizi Kesehtan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Tamher, S & Noorkasiani, 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta