Nina Dwi Lestari, Analisis Determinan Status Gizi ...
ARTIKEL PENELITIAN
Analisis Determinan Status Gizi Balita di Yogyakarta Determinant Analysis Nutritional Status Children under Five Years in Yogyakarta Nina Dwi Lestari Departemen Jiwa dan Komunitas, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email:
[email protected] Abstrak Masalah gizi kurang balita merupakan masalah aktual di wilayah Puskesmas Sentolo 1. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Penelitian bersifat observasional menggunakan cross sectional. Responden balita 12-59 bulan sebanyak 155 orang. Data determinan status gizi diperoleh melalui kuesioner, sedangkan status gizi ditentukan berdasarkan indeks Berat Badan/Umur. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara usia balita, riwayat pemberian ASI, asupan makanan, persepsi ibu, pola pengasuhan dengan status gizi balita. Faktor dominan yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan. Kata kunci:determinan status gizi, balita Abstract Under nutrition was still a prior problem in Sentolo 1 Public Health Center. The objectives of this study were to determine nutritional status in children under five years and related factors. This study was an observational use cross sectional study was conducted with 155 children under five year. Data is determinants of nutritional status was assessed using anthropometric measurement. There was a significant association between child’s age, exclusife breastfeeding, child’s dietary intake, caregivers’ practice and mother’s perception with child’s nutritional status and child’s dietary energy intake was the most factor that significant correlated. Key words: determinants of nutritional status, child
22
Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 22 - 29, Januari 2015
PENDAHULUAN
pendidikan ibu, status perekonomian keluarga,
Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada
jumlah anggota keluarga, asupan makanan,
balita masih menjadi masalah mendasar di
persepsi ibu terkait status gizi, pola pengasuhan
1
dunia. WHO (2013), jumlah penderita kurang
keluarga terkait gizi, pelayanan kesehatan dan
gizi di dunia mencapai 104 juta anak. Riskesdas
budaya. Variabel terikat pada penelitian ini
(2013),2 prevalensi balita dengan berat kurang
adalah status gizi.
(under weight)
berdasarkan indikator BB/U
Instrumen pengambilan data variabel
adalah berjumlah 19,6% yang terdiri dari 5,7%
terikat
balita dengan gizi buruk dan 13,9% balita
dikembangkan
dengan gizi kurang. Berdasarkan data Dinkes
makanan
Kab. Kulon Progo (2014),
3
menggunakan
kuesioner
peneliti.
diukur
Variabel
menggunakan
yang asupan
foodrecords
jumlah balita gizi
selama 2 hari berturut-turut. Variabel status gizi
kurang adalah sebanyak 10,13% dengan total
diukur berdasarkan indeks antropometri BB/U,
balita gizi buruk tertinggi di wilayah Puskesmas
dengan klasifikasi status gizi baik: -2 SD s.d +2
Sentolo 1 adalah sebanyak 18 kasus.
SD. Status gizi kurang: <-2 SD s.d <-3 SD,
Masalah ini dimungkinkan terjadi karena interaksi
dari
beberapa
faktor
diantaranya
asupan makanan yang tidak adekuat, pemberian
status
balita,
pola
pengasuhan
keluarga,
buruk:
≤
-3
SD.
Status
gizi
dikelompokkan menjadi gizi baik dan gizi kurang (gizi kurang dan gizi buruk).
ASI yang tidak ekslusif, penyakit infeksi yang diderita
gizi
Analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis bivariat menggunakan
pelayanan kesehatan, jumlah anggota keluarga,
Chi
tingkat pendidikan ibu, persepsi ibu terkait gizi,
menggunakan
sosial ekonomi yang rendah dan budaya.4, 5
Penelitian ini memperhatikan aspek etik dalam
Penelitian
ini
bertujuan
square
dan
analisis
regresi
logistik
multivariat berganda.
untuk
pengambilan data meliputi menghargai harkat
menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
dan martabat manusia, kemanfaatan, keadilan
terhadap status gizi balita di wilayah Puskesmas
dan informed consent dan telah lolos kaji etik
Sentolo 1, Kulon Progo, Yogyakarta. HASIL BAHAN DAN CARA
Tabel 3. menunjukkan bahwa variabel
Penelitian observasional dengan desain penelitian
Cross
sectional
dengan
jumlah
yang berhubungan secara bermakna dengan status gizi balita adalah variabel usia balita,
responden 155 orang yang terdiri dari balita usia
riwayat
12-59 bulan beserta keluarganya, yang diambil
persepsi ibu terkait status gizi balita dan pola
dengan
pengasuhan keluarga terkait gizi (p value<0,05).
metode
responden
cluster
berdomisili
di
sampling.
Balita
wilayah
kerja
pemberian
Berdasarkan
ASI,
analisis
asupan
makanan,
menggunakan
regresi
Puskesmas Sentolo I, Kulon Progo, Yogyakarta.
logistik berganda diperoleh bahwa variabel yang
Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia
paling dominan mempengaruhi status gizi balita
balita, jenis kelamin, riwayat penyakit infeksi,
adalah asupan makanan (OR=11,927). Asupan
23
Nina Dwi Lestari, Analisis Determinan Status Gizi ...
Tabel 1. Karakteristik balita Frekuensi Karakteristik Balita Usia balita Todler (12-36 bulan) 65 Preschool (37-59 90 bulan) Total 155 Jenis kelamin Perempuan 78 Laki-laki 77 Total 155 Riwat pemberian ASI Nonekslusif 64 Ekslusif 91 Total 155 Riwayat penyakit infeksi Ada 103 Tidak ada 52 Total 155 Status Gizi Gizi baik 131 Gizi kurang 24 Total 155
lebih besar mendapatkan status gizi kurang Prosentase
41,9% 58,1%
dibandingkan dengan asupan makan yang baik. DISKUSI
100% 50,3% 49,7% 100% 41,3% 58,7% 100% 66,5% 33,5% 100% 84,5% 15,5% 100%
Hasil
analisis
statistik
menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan status gizi balita dengan p value 0,014 (p value <0,05) dengan nilai OR sebesar 3,347. Balita yang berusia 12-36 bulan berisiko 3,34 kali lebih besar mendapatkan gizi kurang dibandingkan dengan balita yang berusia 37-59 bulan.
Stanhope
dan
Lancaster
(2012),6
menjelaskan bahwa balita memiliki faktor risiko risiko biologi yang meliputi faktor genetik atau fisik yang ikut berperan dalam timbulnya risiko tertentu yang mengancam kesehatan. Usia balita
Tabel 2. Karakteristik Keluarga Karakteristik Frekuensi Keluarga Pendidikan ibu Rendah 58 Tinggi 97 Total 155 Status ekonomi
yang Prosentase 37,4% 62,6% 100% 52,3% 47,7% 100%
masih
muda
menyebabkan
sistem
kekebalan tubuh yang belum berkembang. Hal ini menyebabkan balita lebih mudah terkena masalah nutrisi. Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi balita menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status gizi balita (p
41,9% 58,1% 100%
value= 0,528). Hal ini disebabkan karena tidak adanya perbedaan pandangan nilai yang dianut keluarga terhadap keberadaan seorang anak
Tabel
3.
Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Variabel Usia balita Jenis kelamin Riwayat ASI Riwayat infeksi Pendidikan ibu Status ekonomi Jumlah anggota keluarga Asupan makanan Persepsi ibu Pola asuh Pelayanan kesehatan Budaya
OR 3,347 0,662 4,340 0,661 0,646 0,737 1,795 9,677 3,742 2,955 1,379 1,442
P 0,014 0,484 0,003 0,496 0,497 0,643 0,273 0,000 0,017 0,045 0,621 0,571
makanan yang kurang baik berpeluang 11,9 kali
24
laki-laki dan perempuan di wilayah ini, sehingga perlakuan
keluarga
pemberian
makan,
dalam
hal
kesempatan
pola
asuh,
mengakses
sumber-sumber kesehatan adalah sama untuk anak laki-laki dan perempuan. Menurut UNICEF (2011),7 gender sangat berkaitan dengan nilai (value) terhadap seorang anak. Ketidaksetaraan gender terjadi apabila terdapat penilaian yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan dalam suatu komunitas
Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 22 - 29, Januari 2015
yang
menyebabkan
perempuan
anak
mendapatkan
laki-laki perlakuan
dan yang
ini sejalan dengan penelitian Nakamori et al. (2010),8
bahwa
penyakit
infeksi
tidak
berbeda, perawatan kesehatan yang berbeda,
berpengaruh
dan perbedaan aksesibilitas terhadap sumber-
disebabkan adanya tindakan pencegahan yang
sumber. Hal ini menyebabkan ketidaktepatan
secara dini dilakukan untuk mencegah balita
dalam
pengasuhan
kemampuan
dalam
dan
rendahnya
mendapatkan
mengakses
pelayanan
pemberian ASI ekslusif.
anak
kesehatan. Hasil
terhadap kejadian underweight
underweight
seperti
melalui
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak analisis
mengenai
hubungan
terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara
riwayat pemberian ASI dengan status gizi balita
pendidikan ibu dengan status gizi balita (p
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
value=0,497). Ini disebabkan karena ibu tidak
signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan
mendapatkan pendidikan mengenai status gizi di
status gizi balita (p value=,003). Balita dengan
pendidikan
riwayat ASI nonekslusif berpeluang mengalami
rendah bisa mendapatkan informasi terkait gizi
gizi kurang sebanyak 4,34 kali lebih besar
secara informal melalui petugas kesehatan di
dibandingkan dengan balita dengan riwayat ASI
posyandu, puskesmas atau rumah sakit dengan
ekslusif.
kemasan informasi yang mudah diserap dan
Hasil
penelitian
ini
didukung
oleh
8
Nakamori et al. (2010), bahwa bayi yang tidak
formal.
Ibu
dengan
pendidikan
dimengerti tanpa harus mendapatkan pendidikan tinggi.
Penelitian
ini
didukung
oleh
hasil
9
mendapatkan ASI ekslusif memiliki peluang 3,95
penelitian Charmarbaglawa et al. (2010), bahwa
kali
dibandingkan
pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap
dengan bayi yang mendapatkan ASI ekslusif. Hal
status gizi balita. Kondisi ini disebabkan oleh
ini disebabkan karena pemberian ASI ekslusif
kualitas
menurunkan angka kejadian penyakit infeksi
pendidikan formal yang kurang baik dan ibu tidak
yang berhubungan dengan kondisi status gizi
mendapatkan informasi terkait gizi di pendidikan
balita. ASI ekslusif akan meningkatkan sistem
formal, akan tetapi terdapat informasi gizi yang
imunitas bayi, sehingga daya tahan tubuh
mudah diserap oleh ibu meskipun dengan
terhadap infeksi akan meningkat.
pendidikan rendah di luar pendidikan formal.
mengalami
Hasil
underweight
analisis
yang
ditempuh
dalam
hubungan
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak
riwayat penyakit infeksi dengan status gizi balita
ada hubungan yang signifikan atara status
menunjukkan
ekonomi dengan status gizi (p value=0,643). Hal
tidak
mengenai
pendidikan
ada
hubungan
yang
signifikan antara riwayat penyakit infeksi dengan
ini
disebabkan
keluarga
status gizi balita (p value=0,496). Hal ini
perekonomian
disebabkan karena upaya pencegahan terhadap
mengalokasikan keuangan keluarga dengan
kasus gizi kurang sudah dilaksanakan dengan
lebih teliti dan hati-hati, berusaha mengatur
baik oleh keluarga balita, misalnya dengan
pengeluaran
pemberian ASI secara ekslusif. Hasil penelitian
kebutuhan primer seperti kebutuhan makanan.
rendah
dengan
dengan justru
alokasi
utama
status mampu
untuk
25
Nina Dwi Lestari, Analisis Determinan Status Gizi ...
Charmarbaglawa et al. (2010),9 mengemukakan
value=0,000). Balita dengan asupan makanan
bahwa
penghasilan,
yang kurang memiliki peluang 9,677 kali lebih
keluarga dengan penghasilan yang kurang akan
besar mendapatkan gizi kurang dibandingkan
lebih hati-hati dalam pengeluaran sehingga
dengan
pengeluaran tidak melebihi dari pendapatan.
makanan yang baik (OR=9,677). Makanan yang
dalam
mengalokasikan
Status perekonomian
keluarga
tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi disebabkan oleh adanya pemanfaatan lahan
balita
yang
mempunyai
asupan
seimbang dibutuhkan tubuh untuk pemeliharaan, perbaikan
sel-sel
perkembangan.
tubuh,
pertumbuhan
dan
4
yang baik oleh keluarga dalam menunjang nutrisi
Hasil analisis variabel persepsi ibu balita
anak. Hal ini sesuai dengan penelitian Annim
terhadap status gizi balita menunjukkan bahwa
dan Imai (2014), yang
10
signifikan
bahwa terdapat hubungan
yang
signifikan
antara
persepsi ibu terkait status gizi dengan status gizi
malnutisi.
balita (p value=0,017). Ibu dengan persepsi yang
Meningkatnya ukuran lahan pertanian akan
kurang baik terhadap status gizi berpeluang 3,7
menurunkan insiden malnutrisi.
kali lebih
dengan
kepemilikan
hubungan
lahan
pertanian
antara
terdapat
kondisi
besar mendapatkan
gizi
kurang
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak
dibanding ibu dengan persepsi yang baik terkait
ada hubungan yang yang signifikan antara
status gizi (OR=3,742). Persepsi orang tua yang
jumlah anggota keluarga dengan status gizi
merasakan bahwa kondisi gizi kurang pada
balita (p value=0,273). Hal ini disebabkan karena
balita itu merupakan kondisi rentan dan serius
terdapat
yang berpotensi menimbulkan dampak buruk
keluarga
balita
dengan
komposisi
jumlah anggota keluarga yang produktif bekerja
bagi
lebih banyak, sehingga akan meningkatkan
pencegahan
pendapatan keluarga yang menyebabkan kondisi
apabila orang tua tersebut memiliki persepsi
status gizi anak menjadi lebih baik. Hasil
yang kuat terhadap manfaat yang dirasakan dari
penelitian ini didukung oleh Charmarbaglawa, et
tindakan yang diambil dibandingkan persepsi
9
balita,
akan ataupun
melakukan
tindakan
pencarian pengobatan
al. (2010), menunjukkan bahwa pada keluarga
hambatan yang akan dihadapi. Orang tua yang
dengan jumlah anggota keluarga yang besar
memiliki persepsi manfaat yang kuat terhadap
akan tetapi memiliki lebih banyak anggota
manfaat tindakan pencegahan gizi kurang, akan
keluarga yang bekerja (rasio antara anggota
selalu membawa balitanya ke posyandu atau
keluarga yang tidak bekerja dibandingkan yang
puskesmas untuk melakukan kontrol status gizi
bekerja lebih kecil) menyebabkan pendapatan
anak
keluarga dan status ekonominya meningkat. Hal
memberikan asupan makanan yang baik, dan
ini menyebabkan kondisi kesehatan anak dan
melakukan pola asuh nutrisi yang baik.11
status gizinya menjadi lebih baik. Hasil
statistik
Hasil
ke
pelayanan
kesehatan,
analisis menunjukkan terdapat
menunjukkan
hubungan yang signifikan antara pola asuh
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
keluarga terkait gizi dengan status gizi balita (p
asupan makanan dengan status gizi balita (p
value=0,045). Pola asuh keluarga terkait status
26
analisis
balitanya
Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 22 - 29, Januari 2015
gizi yang kurang baik berpeluang 2,96 kali lebih
asupan
besar
makanan yang kurang, berpeluang 11,9 kali
mendapatkan
dengan
pola
gizi
yang
dengan
asupan
untuk status gizi kurang dibandingkan dengan
(OR=2,955). Kondisi usia balita yang masih
asupan makanan yang baik. Penelitian ini
berada
didukung oleh Putri dan Wahyono (2013),14
tahap
keluarga
dibanding
Balita
baik
pada
asuh
kurang
makanan.
ketergantungan
dalam
pemenuhan kebutuhan dasarnya terhadap orang
bahwa
tua atau pengasuh, membuat asupan makanan
berpengaruh terhadap kejadian wasting pada
sangat tergantung dengan bagaimana cara
anak
pengasuhan, cara memberi makan dan cara
karbohidrat dengan OR 1,29. Anak dengan
perawatan kesehatan oleh orang tua atau
asupan
pengasuh.
menderita
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pelayanan
faktor usia
langsung
24-59
karbohidrat wasting
yang
bulan yang 1,3
dominan
adalah
asupan
kurang, kali
berisiko
lebih
besar
dibandingkan dengan anak dengan asupan karbohidrat yang cukup.
kesehatan dengan status gizi balita (p value
Penelitian
ini
memiliki
keterbatasan,
=0,621). Hal ini disebabkan karena kondisi status
diantaranya adalah dalam hal variabel asupan
perekonomian keluarga balita yang sebagian
makanan. Variabel ini pengukurannya baru
besar memiliki penghasilan kurang dari UMK,
terbatas pada kecukupan kebutuhan energi saja,
yang menyebabkan kurangnya akses keluarga
oleh karena itu diperlukan penelitian selanjutnya
terhadap pelayanan kesehatan. Kemampuan
mengenai variabel asupan makanan yang dilihat
keluarga untuk mengakses pelayanan kesehatan
dari kecukupan zat gizi lain seperti
berkaitan
vitamin dan mineral. Penelitian dengan metode
dengan
ketersediaan
sarana
pelayanan kesehatan dan kemampuan ekonomi untuk membayar biaya pelayanan kesehatan.
12
kualitatif
juga
diperlukan
untuk
protein, penelitian
selanjutnya guna mendapatkan hasil penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara budaya dengan status gizi
yang lebih mendalam mengenai dimensi budaya kaitannya dengan status gizi balita.
balita (p value= 0,571). Kondisi ini disebabkan oleh
terpaparnya
keluarga
balita
dengan
SIMPULAN
informasi kesehatan terkait gizi yang dilakukan
Hasil penelitian ini menunjukkan angka
oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini
kejadian gizi kurang di wilayah Puskesmas
13
Sentolo masih cukup tinggi bila dibandingkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
dengan data kejadian gizi kurang balita dalam
antara nilai dan keyakinan keluarga terhadap
cakupan wilayah Kabupaten Kulon Progo dan
pola nutrisi dengan status gizi balita.
Provinsi
didukung oleh penelitian Mirayanti (2012),
D.I.Yogyakarta.
Faktor-faktor
yang
Faktor dominan yang mempengaruhi
berhubungan secara bermakna dengan status
status gizi balita. Hasil analisis multivariat
gizi balita di wilayah Puskesmas Sentolo 1,
menunjukkan
Kulon progo, Yogyakarta adalah usia balita,
bahwa
variabel
yang
paling
berpengaruh terhadap status gizi balita adalah
riwayat
pemberian
ASI,
asupan
makanan,
27
Nina Dwi Lestari, Analisis Determinan Status Gizi ...
persepsi
ibu
terkait
status
gizi
dan
pola
pengasuhan keluarga terkait gizi.
Nutritional Status, Feeding Practice and Incidence of Infectious Disease among Children Aged 6 to 18 Months in
DAFTAR PUSTAKA 1. WHO.
Northern Mountainous Vietnam. J med
The
Millenium
Development
Goals (MDGs) Report 2013. United Nation
New
tanggal
25
York.
2013.
Desember
Diperoleh 2013
dari
9. Charmarbaglawa, Waddington
H,
Determination
of
R.,
Ranger.,
White Child
H. Health
M., The and
http://www.who.int/nutrition/publications/
Nutrition: a Meta Analysis. Departemen
severemalnutrition
of Economic, University of Maryland and
2. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar 2013. Kementerian
Kesehatan
RI.
2013.
3. Dinkes
Kab
Evaluation
Departement,
World Bank. 2010.
Progo.
Profil
Status of Children, Food Consumtion
Kulon
progo
Diversity and Ethnicity in Lao PDR.
Tahun 2014 (Data tahun 2013). Kulon
Economics School of Social Sciece.
Progo, DIY. 2014.
University of Manchaster. UK. 2014.
Kesehatan
4. United
Kulon
Operation
10. Annim, S.K. & Imai K.S. Nutritional
https://www.litbang.depkes.go.id Kabupaten
Nations
Children’s
Fund
11. Hayati.
Analisis
Faktor
Orang
Tua
(UNICEF). Improving Child Nutrition: the
terhadap Status Gizi Balita. Pendekatan
Achievable
Teori Health Belief Model. Program studi
Imperative
for
Global
Progress, UNICEF, New York, 2013. 5. Naghashpour,
M.,
Lourizadeh, MR.,
Shakerinejad,
ners Fakultas Keperawatan Universitas G.,
Airlangga. 2014.
Hajinajaf, S., and
12. Sartika, R. An Anlysis on the Usage of
Jarvandi, F. Nutrition Education Based
Health Service Related to Nutritional
on Health Belief Model Improves Dietary
Status of Under Five Years Old Children.
Calcium Intake among Female Students
J Kesehatan Masyarakat Nasional, 2010;
of Junior High Schools. J Health Popul
5 (2).
Nutr, 2014; 32 (3): 420-429p. 6. Stanhope, M. & Lancaster, J. Public Health Nursing
Population Centered
13. Mirayanti, N. Pemenuhan
Hubungan Pola Asuh Nutrisi
dalam
Keluarga
dengan Status Gizi Balita di Kelurahan
Health Care in The Community. (8th e).
Pasir
Missouri: Elsevier. 2012.
Cimanggis Kota Depok. Tesis. Fakultas
7. UNICEF. Gender influences on child survival, health and nutrition:a narative review. New York. 2011.
28
invest, 2010; 57 (1-2): 45-53.
Ilmu
Gunung
Selatan
Keperawatan
Kecamatan
Magister
Ilmu
Keperawatan: Depok. 2012. 14. Putri, D.S.K & Wahyono, T.Y.M. Faktor
8. Nakamori M, Nguyen XN, Nguyen CK,
Langsung dan Tidak Langsung yang
Cao TH, Nguyen AT, Le BM et al. 2010.
Berhubungan dengan Kejadian Wasting
Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 22 - 29, Januari 2015
pada
Anak
Indonesia
Umur Tahun
6-59 2010.
Bulan
di
litbangkes, 2013; 2 (3): 110-121.
Media
29