Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya. UDC: 341.176 Syprianus Aristeus Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162 Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan perdagangan khususnya seperti tarif akan dihapuskan, antisipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensitif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce, transportasi udara dan logistik. Kelimanya akan efektif pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimana pelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana antisipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan bebas mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani oleh batasan-batasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selektif. Hal ini perlu dilakukan salah satunya dengan cara penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan industri. Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi
UDC: 341.236 Masnur Tiurmaida Malau Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi Ekonomi Regional: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 163-182 Akselerasi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal dari negara-negara anggotanya termasuk Indonesia. Salah satu sendi kehidupan yang penting dipersiapkan yaitu sendi hukum dalam sektor tertentu seperti persaingan usaha dan liberalisasi jasa. Hal ini penting karena dapat menciptakan alur serta panduan bagi suatu negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan juga dapat mengarahkan masyarakat serta perangkat negara lainnya menuju tahap yang ingin dicapai, sehingga pengaturan melalui kebijakan (policy) ini merupakan langkah pertama sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan datang. Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pandangan bagaimana kesiapan Indonesia dalam hal peraturan untuk menghadapi liberalisasi jasa dan persaingan usaha. Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis dari sisi hukum berbagai peraturan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam persiapan menuju ASEAN Economic Community 2015. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha mempersiapkan diri melalui berbagai peraturan guna menyongsong ASEAN Economic Community 2015 walaupun dari segi pelaksanaan belum optimal dan belum menyentuh seluruh segi kehidupan bernegara, pemerintah Indonesia harus segera mengoptimalkan usaha guna memperkuat kesiapan Indonesia bersaing dalam ASEAN Economic Community 2015. Kata Kunci: kebijakan, perangkat negara, persaingan usaha
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya. UDC: 341.176 Subianta Mandala Penguatan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 183-196 Negara negara anggota ASEAN pada umumnya kurang menyukai pendekatan yang terlalu legalistik dalam hubungan diantara mereka, dan cenderung memilih pendekatan “ASEAN Way” yaitu melalui konsensus atau musyawarah untuk mufakat. Namun demikian, menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahunn 2015, ASEAN perlu mengembangkan model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based). Pendekatan hukum tersebut diharapkan dapat digunakan tidak saja dalam kerangka merumuskan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh ASEAN yang umumnya dibuat dalam perjanjian atau persetujuan ASEAN, namun juga untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul diantara anggota negara negara ASEAN dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban yang lahir dari kesepakatan atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. ASEAN secara bertahap mulai mengembangkan kerangka hukum dalam melakukan kerjasama ekonomi yang berlangsung diantara anggota negara-negara ASEAN. Tulisan ini mencoba mengkaji lebih dalam langkah-langkah yang telah diambil oleh ASEAN dalam upaya mereka mempererat kerjasama ekonominya, dan kajian tersebut dilakukan dalam perspektif pengembangan kerangka hukum sebagai landasan bagi kerjasama ekonomi di ASEAN. Mengingat bahwa kerangka hukum yang dimasudkan disini bukan saja menyangkut pembentukan substansi hukum, tetapi juga meliputi penyelesaian sengketa, tulisan ini juga membahas mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia di internal ASEAN. Kata Kunci: kerangka hukum, kerjasama ekonomi, kesepakatan
UDC: 347.427 B.G.M. Widipradnyana Arjaya Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepentingan Negara Terhadap Utang Pajak Subyek Hukum Dari Negara Anggota Asean Non-Indonesia Pasca Berlakunya AEC Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 197-214 Mulai berlaku efektifnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community diharapkan membawa dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bidang perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara. Pemerintah berkewajiban untuk mengelola secara maksimal pendapatan pajak yang diperoleh pemerintah Indonesia dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh subyek hukum negara ASEAN non-Indonesia, salah satunya pengelolaan pendapatan pajak adalah dengan menyelesaikan sengketa utang piutang pajak yang memposisikan negara sebagai Kreditor. Salah satu pilihan penyelesaian sengketa yang dapat digunakan adalah melalui prosedur kepailitan dengan pengajuan permohonan pailit demi kepentingan umum oleh Kejaksaan pada sistem peradilan Indonesia serta melaksanakan pengurusan harta Debitur pailit yang berada di luar Indonesia untuk membayar utang pajak terhadap Kreditor melalui kepailitan lintas batas (cross border insolvency). Kata kunci: utang pajak, kepailitan lintas batas, kejaksaan
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya. UDC: 342.847.1 Muhammad Sapta Murti Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235 Batam saat ini merupakan daerah industri dan juga sebagai kawasan perdagangan bebas serta kawasan pelabuhan bebas. Peraturan perundang-undangan tersebut melahirkan 2 (dua) otoritas yang berwenang mengatur dan mengelola Batam, yaitu Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam. Keduanya memiliki wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya sering tumpang tindih sehingga menghambat pembangunan di Pulau Batam. Di sisi lain, terdapat tantangan besar pada tahun 2015 dengan pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC 2015) sebagai realisasi integrasi ekonomi sesuai dengan Visi ASEAN 2020. Tulisan ini menganalisis mengenai urgensi otonomi khusus Batam dalam rangka penyelesaian persoalan tumpang tindih kewenangan terkait penyelenggaraan Batam serta dikaitkan dengan tantangan AEC 2015. Dengan menggunakan metode hukum normatif disimpulkan bahwa urgensi kekhususan Batam didasari oleh adanya alasan kekhususan Batam yang meliputi alasan filosofis, kesejarahanpolitis, yuridis, dan teoritis akademis. Kekhususan Batam meliputi substansi bidang politik dan pemerintahan, serta bidang perekonomian, pertanahan, dan penataan ruang. Melalui kekhususan Batam sebagai Pemerintah Provinsi Otonomi Khusus Batam, dualisme kelembagaan dan peraturan perundang-undangan di Batam akan menjadi kesatuan otoritas dan pengaturannya. Dengan demikian, cita-cita Batam menjadi daerah di Indonesia yang berada di jalur perdagangan internasional yang maju dapat tercapai serta menjadi bagian dari AEC 2015 yang berhasil. Kata Kunci: kewenangan, asimetri, otonomi khusus
UDC: 341.176 Harison Citrawan Menuju ASEAN Political And Security Community: Kritik Dan Tantangan Politik Hukum HAM Indonesia Dalam Regionalisme HAM ASEAN Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 237-254 Tulisan ini mencoba menganalisis regionalisme hak asasi manusia (HAM) di kawasan Asia Tenggara dari sudut pandang politik hukum HAM Indonesia. Secara khusus, analisis akan dilakukan pada bagaimana peluang dan tantangan politik hukum HAM nasional dalam mewujudkan mekanisme perlindungan HAM regional, serta bagaimana gambaran interaksi ideal antara mekanisme perlindungan HAM di tingkat regional dengan nasional. Menggunakan pendekatan analisis rezim dan dipadukan dengan konsep kepatuhan hukum, tulisan ini mengajukan proposisi bahwa regionalisme HAM dalam kerangka kerja ASEAN akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan tingkat kepatuhan hukum (legal compliance) negara-negara anggota ASEAN terhadap norma dan prinsip HAM di tingkat domestik. Dalam konteks politik hukum HAM nasional, terdapat setidaknya tiga dimensi tantangan yang perlu diperhatikan dalam masa mendatang yang meliputi: desentralisasi, diskursus militer-HAM, dan skeptisisme terhadap hukum HAM internasional. Tulisan ini menyimpulkan bahwa terdapat kebutuhan akan harmoni dalam reposisi politik hukum HAM baik di tingkat nasional dan regional, agar norma yang telah disepakati pada tingkat internasional dapat diimplementasikan dan diterjemahkan di tingkat regional, dan yang lebih penting lagi ialah agar regionalisme HAM ASEAN dapat memberi pengaruh terhadap domestikasi nilai dan prinsip HAM di Indonesia. Kata Kunci: regionalisme, politik hukum, hak asasi manusia
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya. UDC: 341.176 Ade Irawan Taufik Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja Migran Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 255-280 Isu pekerja migran bukan hal baru, namun masih isu yang aktual, karena masih banyak terjadinya sisi negatif berupa perlakuan yang tidak manusiawi terhadap pekerja migran. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia bukan satu-satunya negara pengirim pekerja migran, namun terdapat negara lain dengan negara tujuan yang hampir sama. Permasalahan yang dialami oleh pekerja migran dari negara-negara tersebut pada dasarnya hampir sama dengan yang dialami oleh pekerja migran dari Indonesia. Penelitian ini mengangkat permasalahan, yakni bagaimana peran ASEAN dalam melindungi pekerja migran dan bagaimana kesiapan instrumen hukum Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam melindungi pekerja migran. Dengan menggunakan metode studi tekstual, didapatkan kesimpulan bahwa peran ASEAN dalam melindungi pekerja migran telah tertuang di Piagam ASEAN yang dielaborasikan ke dalam 3 (tiga) pilar Komunitas ASEAN, namun peran tersebut tidak dapat maksimal karena tidak terciptanya konsesus dalam penyusunan instrumen perlindungan hak pekerja migran. Rekomendasi terhadap kebuntuan tersebut adalah dengan membawa dan membahasnya ke dalam pertemuan Dewan Komunitas ASEAN, karena isu tersebut merupakan isu lintas komunitas. Peran ASEAN sangat tergantung kepada upaya masing-masing negara anggota ASEAN dalam merumuskan regulasi dalam hukum nasionalnya masing-masing untuk mengimplemantasikan instrumen ASEAN terkait perlindungan pekerja migran, namun hal ini belum didukung dengan peran negara anggota ASEAN yang relatif rendah dalam komitmen perlindungan pekerja migran. Kata Kunci: pekerja migran, komitmen, perlindungan
UDC: 349.26 Muhammad Fadli Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 281-296 Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah satu pilar pembentukan Komunitas ASEAN dan merupakan bentuk integrasi ekonomi regional yang mulai di berlakukan pada tahun 2015. Pemberlakuan tersebut akan menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang bebas antar-negara di kawasan ASEAN. Arus bebas tenaga kerja terampil tersebut harus dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai peluang dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Hal yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan yang mendukung terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas atau tenaga kerja terampil. Maka dari itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan berbagai kebijakan lain yang mengamanatkan pemberian pelatihan kerja serta pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang bertugas memberikan sertifikasi kompetensi kerja harus dioptimalkan, guna mempersiapkan tenaga kerja terampil, berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kata Kunci: optimalisasi, kebijakan, tenaga kerja
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya. UDC: 34.03 Budi S.P. Nababan Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Tengah Liberalisasi Tenaga Kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 297-309 Salah satu pilar utama ASEAN Vision 2020 adalah ASEAN Economic Community yang akan dipercepat di tahun 2015 sehingga akan menyebabkan terjadinya liberalisasi tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara. Adapun yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah mengapa diperlukan Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing di tengah liberalisasi tenaga kerja ASEAN Community 2015. Dengan menggunakan penelitian yuridis normatif diketahui bahwa Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing diperlukan agar daerah bisa memungut retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA (kecuali Instansi Pemerintah, BadanBadan Internasional dan Perwakilan Negara Asing), sebab tanpa adanya pengaturan (regeling) tidak ada dasar yuridis bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Mengingat tingginya potensi kehadiran TKA, penulis menyarankan agar segera dibentuk Ranperda tentang Retribusi Perpanjang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi daerah yang belum memiliki Perda tersebut dan menjadikannya skala prioritas untuk dibahas dan ditetapkan menjadi perda. Kata Kunci: retribusi, tenaga kerja asing, peraturan daerah
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. UDC: 341.176 Syprianus Aristeus Industry and Trade Opportunity of Indonesia on ASEAN Economic Community RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 145-162 Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that have been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as tariffs will be abolished in particular, the main anticipation to do is related to the liberalization of the service sectors as a sensitive sectors, thre are five service sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportation and logistics. Those sectors will be effective soon in 2015. In accordance to discuss how the implementation of ASEAN Economic Community free trade in Indonesia; and how Indonesian government anticipate the implementation of WTO regulation and the absence of Law regarding Industry and Trade. Using normative legal method, this research shows that countries which directly involved in free trade has the right to sell their products either goods or services to another country without having to be burdened by tax restrictions or customs duties and also without restricted by regulations. There should be an industrialized transformation immediately based on selective industrial policy. This thing needs to be done by merging the role of the Ministry of Industry and Ministry of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy which can be a basic for policies in trade and investment too. Keywords: globalization, industry, investment
UDC: 341.236 Masnur Tiurmaida Malau Legal Aspect of Indonesian Government Regulation against Regional Economic Liberalization: ASEAN Economic Community 2015 RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 163-182 Towards ASEAN Economic Community 2015 ASEAN member countries including Indonesia need to maximize efforts in preparing. One of the important parts of life which need to prepare is law aspect by some legal instruments in specific aspect such as competition and service liberalization. This is important because legal instruments can create pattern and guidelines for a country to achieve aims and to guide their society and government to achieve path of life that they want, so policy recognize as starting step for countries among ASEAN to move forward towards ASEAN Economic Community. This research doing to give perspective of how Indonesia government’s preparation in regulation towards service liberalization and competition. Approaching methods that using in this research is analyzing descriptive that describe and analyzing what policies that government had taken and how to implement that policies to meet ASEAN Economic Community. Result of this research shows that Indonesian government has done many efforts through some policies towards ASEAN Economic Community 2015 eventough from implementation perspective cannot reach all society’s aspect of life in order to reach that goal Indonesian government should optimize policies to strengthening Indonesia’s competitiveness towards ASEAN Economic Community 2015. Keywords: policy, legal instrument, competition
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. UDC: 341.176 Subianta Mandala Strengthening the Legal Framework to Realizing ASEAN Economic Community 2015 RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 183-196 The members of ASEAN have been reluctant to be too “legalistic” in their relations with each other, preferring to conduct their relationships in “ASEAN Way” or by consensus. Given that ASEAN would become the ASEAN Economic Community in 2015, it is very important that appropriate legal-based mechanism should be developed to establish laws and resolve disputes relating to trade and investment in the region. ASEAN have been moving slowly towards developing legal framework for economic cooperation among the member state of ASEAN. This paper examines the various steps which have been taken towards economic cooperation in the region and, examines them in the context of the evolving legal framework for economic cooperation in ASEAN. As dispute will inevitably arise in any relationship, one of the elements of any any legal system is to provide a means for settling these disputes. This paper, therefore, also examines the various mechanisms for dispute resolution available in intra-ASEAN. Keywords: legal framework, economic cooperation, consensus
UDC: 347.427 B.G.M. Widipradnyana Arjaya The Authority of Prosecutors as Bankruptcy Applicant on Behalf of State Interest towards Tax Debt of Foreign ASEAN Non-Indonesian Legal Subjects after AEC Entered Into Force RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 197-214 ASEAN Economic Community (AEC) will enter into force in 2015 and expected to bring positive impact on the Indonesian economy, especially in the field of taxation as the main source of state revenue. Government is obliged to manage taxes that earned by Indonesian government from economic activities undertaken by foreign legal in ASEAN area subjects which done in Indonesia maximally, as an example is to resolve tax disputes that positioning Indonesia as a creditor. One of dispute settlement method which could be used through bankruptcy petition filled by prosecutors for the reason of public interest and also conducts management of bankrupt debtor assets which located outside of Indonesia to pay tax debts to creditors through cross-border insolvency. Keywords: tax debt, cross border insolvency, prosecutor
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. UDC: 342.847.1 Muhammad Sapta Murti The Importance of Special Autonomy of Batam According to Implementation of ASEAN Economic Community 2015 RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 215-235 Batam as an Industrial Zone, was also known as a free trade zone and free harbour zone. Based on enacted law there are 2 (two) agencies who has the authority to manage and administer Batam, which are Batam Indonesia Free Zone Authority (BIPZA) and The Local Government of Batam. In the implementation, both agencies has overlapping authority thereby sometimes the development of Batam are obstructed by this. On the other side there are big challenges in the year 2015, it is ASEAN Economic Community (AEC 2015) as an achievement of economic integration in line with the ASEAN Vision of 2020. This research tries to analize the critical issues about Batam Autonomy in order to solve the overlapping authority problems in Batam along with the AEC Challenges in 2015. Using normative legal method, it is concluded that special autonomy for Batam is urgent based on philosophical, historical, political, jurist and theoritical reasons. Special autonomy for Batam consist of politics and goverment field, economics, and land and space planning. Through the autonomy of Batam, it’s expected that the dualism of institution and/or regulation will unite in one authority and regulation as well. Therefore, Batam’s goal to be an advanced district in Indonesia which will be part of the international trade lines can be accomplished and Batam can be part of AEC 2015. Keywords: asymmetry, authority, special autonomy
UDC: 341.176 Harison Citrawan Towards ASEAN Political and Security Community: Critics and Challenges on Indonesia’s Human Rights Law Politics Under Asean Human Rights Regionalism RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 237-254 This paper attempts to analyze human rights regionalism in ASEAN from Indonesia’s national human rights politics perspective. In particular, an analysis will be taken on challenges and opportunities of the national human rights politics in establishing a stronger regional human rights mechanism, and how an ideal interaction between regional and national human rights mechanisms should be drawn. Using regime analysis approach and combined with legal compliance concept, this paper proposes that ASEAN human rights regime would be superfluous if it is not followed by member states’ legal compliance upon human rights norms and principle in domestic level. In the context of national human rights politics, there are at least three challenging dimensions that ought to be considered in the future, namely: decentralization, human rights-military discourse, and international human rights law skepticism. This paper thus concludes that there is a need to harmonize the human rights politics in both national and regional level, so that any internationally accepted norms will be implemented and applied into ASEAN human rights regionalism, and equally important is to ensure that such a regionalism is capable in influencing human rights values and principles domestication in Indonesia. Keywords: regionalism, legal politics, human rights
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. UDC: 341.176 Ade Irawan Taufik The Role of ASEAN and Its Member Countries in the Protection of Migrant Workers RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 255-280 The issue of migrant workers is not new, but still the current issue, because there were lots of negative sides in the form of inhumane treatment of migrant workers. Within the scope of ASEAN, Indonesia is not the only sending countries of migrant workers. There were other countries whose sending its migrant workers with similar destinations with Indonesia. Problems faced by migrant workers from those countries are basically the same as experienced by Indonesian migrant workers. This research discusses the problem, namely how ASEAN’s role in protecting migrant workers and how’s Indonesia and other ASEAN member countries legal instrument readiness to protect migrant workers. By using the method of textual study, it was concluded that the role of ASEAN in the protection of migrant workers has been stated in the ASEAN Charter elaborated into three (3) pillars of the ASEAN Community, nevertheless that roles cannot be maximized for there were no consensus in creating the protection of the rights of migrant workers instruments. Recommendation to the impasse is to bring and discuss it in the ASEAN Community Council meeting, because the issue is a cross-community issue. ASEAN’s role in implementing ASEAN instrument on the protection of migrant worker is dependent upon the efforts of each ASEAN member countries in formulating regulations in their respective domestic laws. Nevertheless, their commitments to the protection of migrant workers are relatively poor. Keywords: migran workers, commitment, protection
UDC: 349.26 Muhammad Fadli The Optimization of Employment Policies in facing The ASEAN Economic Community 2015 RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 281-296 ASEAN Economic Community is one of the pillars of the establishment of the ASEAN Community which formally as a form of regional economic integration that will enter into force by 2015. This enforcement will make ASEAN as a single market and production based where there are flow of goods, services, investment and skilled labor that is free and free capital flows among ASEAN member countries. Free flow of skilled labor should be used by Indonesia as an opportunity to absorb employment and reducing unemployment. The issue of this subject is how the government policy in the field of labor in preparing skilled labour in facing the ASEAN Economic Community 2015. By using the method of juridical normative research can be concluded that there are a variety of employment policies supporting the creation of high quality human resources or skilled labor.Thus, Law of Republic of Indonesia Number 13 year 2003 on Employment and another regulations that mandate the provision of vocational training and the establishment of the National Professional Certification which in charge of certifying the competence of work must be optimized in order to prepare skilled labour, high quality and having competitiveness and recognized by the other ASEAN countries in facing the ASEAN Economic Community 2015. Keywords: optimization, policy, labor
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. UDC: 34.03 Budi S.P. Nababan The Importance of Local Regulation Regarding Retribution Fees on Renewal License for Hiring Foreign Workers in The Liberalization of Foreign Workers among ASEAN Community 2015 RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 297-309 One of main pillars of the ASEAN Vision 2020 is the ASEAN Economic Community that will be accelerated in 2015 that will lead to the liberalization of foreign workers in Southeast Asia. The main problem in this paper is why is Local Regulation on Retribution Fees Renewal License for Hiring Foreign important in the liberalization of foreign workers ASEAN Community 2015. By using normative research method acknowledge that The Local Regulation on Retribution Fees Renewal License For Hiring Foreign needed to be so the local government can collect fees on extension of work permit of foreign workers (except Government employees, International Agencies and Foreign Representative), because without regulation (regelling) there is no legal basis for local governments to collect it. Regarding on high potential for the presence of foreign workers, as authors suggest to boost formation of Local Regulation on Retribution Fees Renewal License For Hiring Foreign workers Draft immediately for local government who has not have these regulations yet and make this as priority to discuss and enact into regulation. Keywords: retribution, foreign workers, local regulation