KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL
JUDUL KARYA : “Barong Landung Durga”
PENCIPTA : Cokorda Alit Artawan, S.Sn.,M.Sn
PAMERAN “MASK TAKSU OF SINGAPADU” Bentara Budaya Bali
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013
DESKRIPSI KARYA “Barong landung Durga”
JUDUL : “Barong Landung Durga” PENCIPTA : Cokorda Alit Artawan, S.Sn.,M.Sn MEDIA : Mix Media UKURAN : 320 x 200 cm TAHUN : 2013
DI PAMERKAN PADA “MASK TAKSU OF SINGAPADU” Bentara Budaya Bali ; 4 -13 November 2011
Barong Landung Durga merupakan sebuah karya Barong Landung model baru berwujud Durga bertangan enam dengan proses pembuatan merupakan campuran teknik Barong Landung secara tradisional yang dikembangkan dengan teknik modern baik dari bahannya maupun teknik penggarapannya diperuntukkan bukan untuk disakralkan yang dimaksudkan untuk dipamerkan dan diapresiasi sebagai sebuah karya seni rupa dan dapat di pentaskan sebagai seni pertunjukan yang merupakan hasil pengolahan berkali-kali dari perancangnya. Barong Landung Durga memiliki kebaruan dari bentuknya terutama barong ini memiliki sepasang kaki yang disambungkan pada bagian badan barong dan terikat pada pergelangan kaki pengusungnya dengan proporsi utuh pada barongnya yang berkesan sebagai perwujudan Durga Yang sangat besar dengan ukuran 320 x 200 cm. Barong landung merupakan perwujudan hiperbola dari manusia sehingga terkesan menjadi raksasa yang biasanya disakralkan dan diyakini dapat mengusir kekuatan jahat. Pada umumnya kita mengenal Barong Landung berupa Jero Gede dan Jero luh tetapi ada beberapa jenis Barong Landung yang tersebar di beberapa tempat berupa Barong Landung legong dan Barong Landung Cupak. Sekilas tentang sejarah Barong Landung, tersebutlah tonya(mahluk halus) laki-laki bernama Bhuta Awu-Awu yang amat besar dan tinggi badannya, menakutkan, tinggal di tempat yang angker, mempunyai watak dan sifat jahat sering menyakiti orang-orang disekitarnya dengan kekuatan ilmu hitamnya. Karena sifatnya yang tidak disenangi rakyat Bali atas prakarsa para pendeta di Bali diusirlah Bhuta Awu-Awu tentunya melalui pertempuran yang dahsyat secara sekala dan niskala, merasa kalah akhirnya Sang Bhuta Awu-Awu lari ke Nusa Penida. Untuk mewujudkan keanehan dan keangkeran Sang Bhuta AwuAwu oleh para undagi diwujudkan dalam bentuk Barong Landung yang terdiri dari Jero Gede dan Jero Luh. Barong Landung ini dipentaskan setiap hari Buncal Galungan berguna mengusir Sang Kala Tiga yakni Sang Bhuta Dunggulan, Sang Bhuta Galungan, dan Sang Bhuta Amangkurat yang selalu berniat mengganggu pelaksanaan Hari Raya Galungan (Tohjaya Pada Yudabakti, 2007:53). Pendekatan karakter Durga bersumber dari cerita Sudamala, yang mengisahkan Dewi Uma dalam melanjutkan perjalannya tepat pada tengah hari(kalitepet) sampailah di Setra Gandamayu. Pada sebuah pohon besar yaitu
Taru Randu beliau mengadakan tanya-jawab tentang khasiat pohon tersebut. Kebetulan saat itu merupakan waktu terlarang Sang Kala Banaspati Raja penghuni pohon itu yang sedang tidur nyenyak, terganggu akan suara ributribut pada waktu yang salah (nyalah masa), maka Sang Kala Banaspati Raja bangun dari tidurnya karena merasa wajib nadah atau memangsa orang yang berada di hadapannya, terjadilah pertempuran yang tak dapat dihindari, karena sengitnya pertempuran untuk mempertahankan diri Dewi Uma terpaksa merubah diri menjadi Durga yang amat menyeramkan untuk menandingi kesaktian Sang Banaspati Raja (Yudabakti, 2007:51). Proses kreatif Barong Landung Durga awalnya terjadi karena adanya keinginan Asosiasi Seniman Singapadu untuk mengadakan pameran yang bertemakan Taksu Topeng Singapadu atau Mask Taksu Of Singapadu di Bentara Budaya Bali diharapkan potensi seniman Singapadu tergarap secara maksimal sehingga selain topeng tradisional dipamerkan pula topeng kontemporer serta hasil karya seni yang terinspirasi dari topeng. Penciptaan karya ini dimulai dengan pengamatan terhadap Rangda Barak (merah) milik Pemaksan Barong Banjar Sengguan Singapadu karya Alm Ida Cokorda Oka(Ida Dwagung Singapadu) yang merupakan hasil mencontoh karya leluhur Beliau Ida Cokorda Api. Berdasarkan wawancara dengan narasumber bapak I Ketut Kodi menurut cerita ayahnya I Wayan Tangguh bahwa rangda karya Ida Cokorda Api yang luar biasa angkernya dengan topeng yang digambarkan penuh api merupakan hadiah untuk raja Gianyar dan suatu ketika panjak(masyarakat) dari Selat Duda Karangasem menghadap ke Puri Gianyar berkeinginan untuk meminta topeng yang
akan
di
sungsung(dikeramatkan)
Raja
Gianyar
meminta
parekan(pembantu) untuk mengambil rangda yang ada di puri setelah diperlihatkan terambil rangda karya Ida Cokorda Api yang merupakan karya kesayangan Raja Gianyar maka disuruhlah pembantunya mengganti dengan yang lain entah bagaimana berkali-kali telah diganti tetap rangda yang sama terambil maka pasrahlah Raja Gianyar, memang harus rangda inilah yang dihadiahkan dan sampai sekarang rangda itu dikeramatkan di Selat Duda Karangasem. Spesifikasi dari rangda ini yang berbeda dengan rangda yang umumnya sekarang ada di singapadu sangat kentara pada perbedaan bentuk giginya. Pola topeng rangda inilah yang diaplikasikan pada muka Barong
Landung durga ini dan bentuk keseluruhan terinspirasi dari penggambaran durga murti di buku-buku. Persiapan tiga bulan mampu dimaksimalkan terwujudlah Barong Landung Durga dengan visualisasi Durga bermahkota yang melambangkan keagungan, bertangan enam yang lima tangannya bersenjata Gada, Pecut, Cakra, Dupa, trisula, dan yang satu dengan pose menunjuk. Kebaruan dari Barong Landung Durga terlihat dari kaki yang tersambung pada badan barong dengan sistem pasang dan lepas. Sistem ini merupakan hasil pencarian dan proses berkarya yang berulang-ulang dari perancangnya sejenis pertama kali dibuat Barong Landung Kala sebagai bagian dari stage properti pragmen tari Purusada Santa Sekaha Gong Taruna Mekar Banjar Kebon Singapadu Duta Kabupaten Gianyar pada Festival Gong Kebyar pada PKB XXVIII tahun 2006. Dari paha sampai tumit terpisah dengan telapak kaki yang dilututnya terdapat semacam engsel sehingga elastis untuk digerakkan, telapak kaki dipakai disambungkan dengan kaos kaki hitam. Pengusung Barong Landung ini adalah satu orang penari dengan menggunakan celana panjang hitam, sebenarnya kaki dari penarinya terlihat namun terkelabui oleh celana panjang hitam yang dipakai penari dan pandangan terfokus pada kaki barong yang besar. Bahan yang digunakan campuran dari banyak bahan diantaranya busa, kain, keranjang bambu, besi, karet spon, rambut sintetis dengan pewarnaan dari warna kain dan warna akrilik di beberapa bagian topengnya. Proses pembuatan Barong Landung Durga merupakan campuran teknik Barong Landung secara tradisional yang dikembangkan dengan teknik modern di mulai dengan pembuatan keranjang bambu pada bagian badan atasnya dan kepala kemudian pembuatan kaki dengan sistem enggsel sederhana menggunakan bahan besi, selanjutnya dibuat anatomi dengan menempelkan bahan tadi dengan busa setelah anatomi terbentuk dilapisi dengan kain kaos berwarna oranye sebagai kulit barong, proses finshing dilakukan dengan pemasangan busana dan pewarnaan pada topeng barong. Barong Landung Durga merupakan karya monumental campuran antara karya seni rupa dan seni pertunjukan sebagai sebuah garapan baru yang menambah keanekaragaman Barong Landung. Karya ini diperuntukkan bukan untuk disakralkan yang dimaksudkan untuk dipamerkan dan diapresiasi sebagai
sebuah karya seni rupa dan dapat di pentaskan sebagai seni pertunjukan yang merupakan hasil pengolahan berkali-kali dari perancangnya sehingga terwujud Barong Landung Durga. KEPUSTAKAAN Yudabakti I Made & Watra I Wayan, 2007, Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali, Surabaya : PARAMITA
LAMPIRAN GAMBAR
Gb.1 Telapak kaki Barong Landung Durga (Sumber : dok. pribadi)
Gb. 2 Kaki Barong Landung Durga (Sumber : dok. pribadi)
Gb.3 Tampak depan Barong Landung Durga (Sumber : dok. pribadi)
Gb.4 Tampak samping Barong Landung Durga (Sumber : dok. pribadi)
Gb.5 Barong Landung Durga dengan pembanding (Sumber : dok. pribadi)
Gb.6 Cover katalog pameran (Sumber : Katalog pameran Mask Taksu of Singapadu)
Gb.7 Isi katalog pameran (Sumber : Katalog pameran Mask Taksu of Singapadu)
Gb.8 Piagam Budaya (Sumber : Bentara Budaya Bali)