Majalah
Edisi 28
Karena Kita Hanya Punya Satu ‘RUMAH’ “Earth provides enough to satisfy every man’s needs, but not every man’s greed.” ― Mahatma Gandhi Juli 2007 di Morowali Sulawesi Tengah, Indonesia, terjadi banjir bandang. Banjir ini terjadi setelah hujan deras selama seminggu. Padahal, bulan Juli adalah musim kemarau di Indonesia. Pada tahun yang sama banjir terbesar
terjadi di Inggris, banjir ini disebabkan naiknya air permukaan Sungai Severn dan Thames. Februari 2010 bencana tak kunjung mereda, 49 dari 50 negara bagian USA tertutup salju. Di Indonesia, longsor terjadi di Ciwidey, Bandung.
Bumi kian memanas! Menurut Badan Perubahan Iklim PBB, The Interngovernmental Panel on Climate Change (IPCC), apabila kenaikan suhu bumi mencapai 6oC, diperkirakan kehidupan di bumi akan berakhir.
Kini, kekeringan dan badai semakin sering melanda Amerika Serikat. Banjir bandang, gempa bumi, dan tsunami bukan suatu hal yang asing lagi. Bencana yang begitu sering datang. Apa yang sedang terjadi pada bumi kita?.
Kenaikan suhu di bumi menyebabkan mencairnya es baik di Kutub Utara maupun di Kutub Selatan. Pencairan yang terjadi hingga kini, membuat naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air ini yang membuat negaranegara kepulauan terutama Indonesia Halaman 2....
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
1
editorial
Jika tidak, sadarilah bahwa layaknya manusia bumi memiliki carrying capacity. Bumi punya batasan untuk dikeruk dan diekploitasi. Mengapa kita tidak belajar merawat bumi layaknya rumah kita sendiri, menjaganya tetap bersih, sehat, dan nyaman. Memulai dari hal kecil dengan tidak membuang sampah begitu saja, mengurangi jumlah kepemilikan mobil tiap anggota keluarga, menggunakan peralatan rumah tangga yang ramah lingkungan, dan pengurangan penggunaan plastik untuk membawa bawaan.
terancam tenggelam. Pada tahun 2100, Indonesia diprediksi akan kehilangan daerah pantai dan pulau-pulau kecil yang dimilikinya seluas 90.260 km2.
mah kaca yang berlebihan. Efek rumahkaca inilah yang berujung pada pemanasan global, yang mencairkan es baik di Kutub Utara maupun Kutub Selatan.
terancam tenggelam. Pada tahun 2100, Indonesia diprediksi akan kehilangan daerah pantai dan pulau-pulau kecil yang dimilikinya seluas 90.260 km2.
Semua peristiwa yang terjadi seringkali dianggap sederhana dan dinilai akan berakhir dengan sendirinya.
Kenaikan air laut, tenggelamnya pulau, akan menyebabkan masalah lain muncul ke permukaan. Penduduk yang berebut mencari tempat pemukiman baru menimbulkan masalah kepadatan penduduk hingga kemiskinan yang merajalela. Situs National Geographic menuliskan dampak hebat akibat pemanasan global yakni terjadinya peperangan. Perang terjadi akibat perebutan bahan makanan, lahan, dan sumber daya alam lainnya.
Gross National Happiness
Pemanasan global tak lain disebabkan oleh dua hal, yakni berkurangnya vegetasi pohon serta rusaknya ekosistem laut. Berkurangnya vegetasi pohon di berbagai belahan dunia menyebabkan tidak terurainya gas CO2 menjadi O2. Selain itu rusaknya ekosistem laut yang berperan sebagai penyeimbang daur energi dan rantai makanan ekosistem laut. Meningkatnya kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan perubahan komposisi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Sinar matahari yang seharusnya dipantulkan ke angkasa terperangkap di bumi karena terhalang oleh gas-gas tersebut, menimbulkan efek ru
Negara Bhutan memperkenalkan teori Gross National Happiness (GNH). Teori ini diusulkan oleh Raja Jigme Singye Wangchuck IV. Saat kepemimpinannya ia tidak melulu memikirkan perkembangan ekonomi melainkan mendirikan negara yang mengusung kesetaraan, kepedulian, dan konsep ekologi. Sang raja turut memperhatikan pelestarian lingkungan hidup di Bhutan. Ia memberlakukan larangan merokok di seluruh negeri, melarang impor kantong plastik, dan mewajibkan setiap orang setiap tahun minimal menanam 10 batang pohon. Konsep GNH ini pun langsung memperoleh perhatian seksama masyarakat internasional dan menjadi tema pelajaran ilmu ekonomi yang digandrungi para pakar dan institut penelitian di Amerika dan Jepang.
Lantas, apa kita akan membiarkan bumi, satu-satunya rumah kita hancur?
Kita harus mengingat bahwa setelah kita akan ada generasi lain yang akan menempati ‘rumah’ kita. Saat kita membiarkannya hancur, maka hancur pulalah keberlangsungan mereka. Sebelum terlambat, mengapa tidak kita antisipasi? Lantas bisakah kita, dengan kesadaran kita sendiri menerapkan teori GNH bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk membahagiakan alam ini? Bumi kita satu-satunya. Mulailah dari hal kecil, mulailah selagi ada waktu. Kemajuan lahir melalui perhatian terhadap hal-hal kecil. Belajar menghargai bumi dari hal-hal kecil, begitulah cara kita berterimakasih kepada semesta. ***
Referensi: http://www.republika.co.id/berita/internasional/ global/12/05/04/m3hjm3-negaranegara-yangpaling-oke-di-dunia http://www.pemanasanglobal.net/lingkungan/ dampak_perubahan_iklim_terhadap_manusia. htm http://www.ipcc.ch/publications_and_data/publications_and_data.shtml#.UCi-r3bUOHw http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/ meningkatnya-suhu-bumi-lunturkan-perdamaiandunia http://www.attayaya.net/2008/12/fakta-tentang-perubahan-iklim-dunia.html “Bumi, Rumah Kita Hari Ini” artikel yang dituliskan oleh Ilva Nurfitriati Effendi
Oleh : Sorta Lidia Caroline
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
2
pendidikan
akan menimbulkan peristiwa Leuwigajah kedua. Kunci dalam minimalisasi sampah adalah prinsip yang selama ini dikenal dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Tidak ada jalan lain untuk mengurangi jumlah timbulan sampah selain mencegah sampah tersebut timbul. Prinsip 3R merupakan langkah kecil dan sederhana yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Reduce, atau pengurangan, dilakukan dengan mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang ke tong sampah. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan menggunakan atau membawa botol minum daripada membeli air kemasan dalam botol plastik.
Jangan Buang Sampah pada Tempatnya Hampir di dekat setiap tong sampah di tempat umum tertulis slogan “Buanglah Sampah pada Tempatnya”. Setiap anak kecil juga pasti pernah diajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya, yaitu tong sampah. Jadi sebenarnya, sedari kecil kita telah mendapatkan pemahaman bahwa sampah haruslah dibuang dalam tong sampah. Namun, hidup di zaman ini, di samping sadar untuk membuang sampah pada tempatnya, seyogianya kita juga harus aware terhadap kenyataan bahwa jumlah sampah yang dibuang ke dalam tong sampah semakin hari semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Menurut Kepala PD Kebersihan Kota Bandung, Cece H. Iskandar, volume sampah Kota Bandung setiap harinya dapat mencapai 1000 ton.
pengangkutan oleh PD Kebersihan di sebagian besar daerah di Indonesia dilakukan tanpa pemilahan terlebih dahulu. Akibatnya, sampah yang terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan campuran dari beragam jenis material, baik organik, non organik, beracun, cair, padat, dan sebagainya. Salah satu akibat dari menumpuknya sampah adalah peristiwa longsornya sampah di TPA Leuwigajah pada tahun 2005 (Kompas, 17 Maret 2005). Gas metana yang terkumpul di bagian bawah gunung sampah meledak dan mengakibatkan longsornya tumpukan sampah tersebut.
Sampah yang berlimpah dapat menyebabkan masalah. Salah satu pemicunya adalah dalam pengelolaan sampah itu sendiri.
Peristiwa ini menelan korban jiwa sebanyak 156 orang dan mengakibatkan kacaunya pengelolaan sampah kota Bandung selama beberapa hari. Ketika itu, jalanan kota Bandung penuh dengan tumpukan sampah karena tidak ada TPA yang dapat menampung sampah tersebut.
Dalam praktiknya, sampah di Indonesia masih dikelola dengan sistem pengangkutan dan pengumpulan. Proses
Pengelolaan sampah yang hanya berbasis pada usaha pemerintah, dalam hal ini PD Kebersihan, cepat atau lambat
Reuse, atau penggunaan ulang, dapat dicapai dengan menggunakan kembali tas belanja/kantong ketika berbelanja. Recycle, atau daur ulang, dapat dicapai dengan menggunakan kemasan botol plastik bekas untuk menjadi pot tanaman. Selain itu, banyak barang yang berpotensi daur ulang seperti gelas plastik, kemasan plastik makanan, dan kertas yang biasanya menjadi sumber kehidupan bagi para pemulung. Contoh-contoh di atas merupakan setitik gambaran mengenai usaha meminimalkan sampah yang dapat dilakukan oleh anak kecil sekalipun. Salah satu persoalan mengenai minimnya minimalisasi sampah di negara ini adalah kurangnya pendidikan mengenai hal ini sedari kecil. Apabila setiap anak mendapatkan pendidikan yang tepat mengenai prinsip 3R sejak dini, mereka akan terbiasa untuk tidak langsung membuang sampah pada tempatnya. Walaupun prinsip 3R sudah cukup sering didengar ataupun dilihat di media maupun dalam pendidikan, kenyataannya prinsip tersebut masih belum dapat diterapkan oleh sebagian besar warga negara kita. Banyak orang tahu namun enggan untuk memulai suatu kebiasaan ini. Memulai memang sulit, namun tidak mustahil. Ingatkan diri sendiri akan prinsip 3R sebelum menggunakan suatu barang agar barang tersebut tidak harus berakhir dalam tong sampah.*** Oleh : Lydia Utami
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
3
Sosial Politik Berita “Hijau” Bagi Indonesia “... setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi ....” – UUD 1945 Pasal 28F Dewasa ini perkembangan teknologi terjadi begitu cepat, informasi menjadi salah satu kebutuhan bagi semua orang, tidak terkecuali bagi masyarakat Indonesia. Informasi tersebut didapatkan dengan mudah karena disebarkan melalui berbagai media, mulai dari media berita konvensional, media berita elektronik dan Internet, hingga media jejaring sosial. Bahkan, saat ini penyebaran informasi melalui media Internet, khususnya jejaring sosial, tak jarang menjadi lebih kencang dari apa pun sehingga suatu kabar dan informasi dapat menyebar dan diterima oleh masyarakat dalam hitungan detik saja, tidak lagi seperti dulu ketika orang harus mendengarkan radio atau menunggu surat kabar terbit keesokannya. Di Indonesia sendiri, tingkat penggunaan media jejaring sosial dapat dikatakan salah satu yang terbesar di dunia dengan 43,6 juta pengguna Facebook dan 19,5 juta pengguna Twitter. Dengan banyaknya masyarakat yang memiliki akun jejaring sosial, akses mereka terhadap informasi dapat dibilang sangat mudah karena selain hampir setiap media berita menyebarkan kabar terkininya melalui jejaring sosial, saat ini berita/informasi dapat juga di-generate dengan mudah oleh setiap individu. Sayangnya, dampak negatif dari berbagai kemudahan tersebut adalah informasi yang cenderung disampaikan tanpa filter. Setiap orang bisa menjadi
informan. Ketika informasi itu menyebar dengan cepat tanpa adanya sebuah identifikasi yang khusus, masyarakat dengan cepat pula bisa berasumsi mengenai apa yang sedang terjadi melalui informasi yang didapatnya tersebut. Belum lagi, isi berita sekarang lebih banyak mempertontonkan kebobrokan negeri ini. Tidak heran apabila semakin banyak masyarakat yang pesimis mengenai masa depan bangsa ini. Padahal, tidak selalu yang dipertontonkan itu adalah keseluruhan potret dari suatu peristiwa atau kejadian.
Membaca Cerdas Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa media tengah dilatarbelakangi kepentingan. Ada kepentingan baik, namun ada juga yang buruk dan merugikan. Tak jarang kepentingan tersebut adalah untuk menyesatkan masyarakat dan membentuk persepsi negatif serta opini publik yang tidak benar. Bagaimana caranya agar kita dapat menghindari berita yang sarat akan kepentingan? Filterisasi menjadi salah satu jawabannya. Filterisasi berita bisa dilakukan dengan cara yang paling sederhana sekali pun. Misalnya, ketika ada berita yang memuat data-data, kita bisa cross-check langsung data-data tersebut via Google. Cukup mudah bukan? Selain bersikap selektif atau cerdas dalam memilih, membaca cerdas juga salah satu kemampuan yang perlu dimiliki sekarang ini. Bayangkan jika kita mesti terus menerus menelan begitu
saja berita yang disajikan, kita akan begitu mudah terpengaruh dan terbawa keadaan yang (misalnya) di-set hanya untuk kepentingan beberapa pihak. Apalagi saat ini sebuah stasiun televisi dapat dikuasai secara perorangan. Hal ini dapat disalahgunakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan banyak orang atau golongan, kepentingan pribadi, maupun kepentingan politik seperti menaikkan atau menurunkan citra seseorang. Berita yang kurang berimbang saat ini dipercaya sebagai salah satu indikator utama adanya kepentingan tersebut. Fenomena tersebut di atas sebenarnya cukup ironis. Dalam bukunya yang berjudul “The Elements of Journalism”, Bill Kovach mengungkapkan bahwa salah satu elemen jurnalistik adalah “It must keep the news comprehensive and proportional”. Hal ini berarti sudah seharusnya berita itu bersifat komprehensif dan proporsional agar isi berita tetap netral dan dapat dipertanggungjawabkan. Senada dengan yang disampaikan Kovach, Ina Ratna Mariani June Kuncoro pun mengungkapkan bahwa salah satu etika dalam penulisan yang baik adalah berita yang berimbang. Semua ini bisa dilakukan ketika informasi dapat dikuasai. Sebenarnya, masalah seperti ini sudah diidentifikasi oleh pemerintah dan insan pers jauh-jauh hari. Berprinsipkan menjunjung tinggi asas demokrasi, Pemerintah telah berkomitmen untuk memberikan kebebasan bagi pers sekaligus memberikan kori
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
4
dor serta rambu-rambu yang mengawal kebebasan tersebut agar tidak menjadi kebebasan yang kebablasan. Rambu-rambu tersebut tertuang dalam kode etik jurnalistik. Kode etik ini sangat penting peranannya dalam memenuhi salah satu hak azazi manusia, yaitu hak untuk memperoleh informasi yang benar (UUD 1945 Pasal 28 F mengenai Hak Berkomunikasi). Di samping kode etik jurnalistik, Pemerintah juga mengesahkan UU No.40 Tahun 1999 yang mengatur segala hal tentang Pers. Media merupakan salah satu pilar penting negara sehingga jangan sampai media kehilangan simpati masyarakat demi predikat media teraktual tapi tidak akurat. Media tidak boleh melupakan filterisasi dengan mengatasnamakan aktualitas sebuah berita. Sudah seharusnya kode etik jurnalistik tidak dianggurkan karena kode etik tersebut bisa menjadi salah satu titik terang media dalam menyebarkan informasi.
Negara Dewasa dan Masyarakat Cerdas
Sebagai masyarakat, sudah saatnya kita bisa lebih cerdas dan dewasa dalam menyikapi arus informasi yang datang terus menerus. Kuncinya, harus tetap kritis dan jangan mudah menyimpulkan. Jangan juga terlampau pesimis. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka secara tidak langsung kita sebagai individu sedang berkontribusi membangun sebuah masyarakat yang lebih dewasa dan negara dewasa dalam konteks yang lebih luas. Di samping itu, kita juga dapat secara aktif membangun atmosfer yang kondusif dan mewarnai Indonesia dengan informasi yang positif. Caranya tidaklah sulit. Kita bisa memanfaatkan berbagai media berbasiskan teknologi informasi dan Internet yang sudah sangat kita kenal untuk melakukannya. Sebagai contoh, saat ini sudah ada setidaknya satu komunitas di dunia maya yang menyebarkan informasi dan berita positif mengenai Indonesia, yaitu Good News From Indonesia (GNFI). Inisiatif dan tekad seperti
ini merupakan sesuatu yang patut diapresiasi karena di tengah keterpurukan imej negara di mata rakyatnya sendiri, ada sekelompok orang yang masih bangga ber-Indonesia dan ingin memperbaiki citra negatif tersebut. Kita pun bisa ikut menyebarkan informasi yang positif dan bermanfaat via akun jejaring sosial kita pribadi. Misalnya saja, dengan follow akun Twitternya GNFI, yaitu @GNFI, dan kemudian re-tweet, maka secara tidak langsung kita sedang turut serta menyebarkan virus positif untuk membangun kebanggan khalayak luas terhadap Indonesia. Hal positif juga dapat dilakukan melalui tulisan, baik itu yang dimuat di blog maupun media massa.
Ibarat bumi yang sedang dilanda krisis lingkungan sehingga segala sesuatu dewasa ini selalu berkonsep eco dan green, maka sudah saatnya Indonesia pun diwarnai oleh berita dan informasi yang “hijau”. Berita “hijau” artinya berita atau informasi yang memuat intensi untuk memperbaiki, meremajakan, dan tidak memperburuk atmosfer bangsa saat ini. Menjadi lebih cerdas dan dewasa dalam menanggapi informasi/berita serta turut menyebarkan berita “hijau”, setidaknya itulah yang kita bisa lakukan secara individu sebagai manifestasi cinta terhadap tanah air dan kontribusi dalam membangun negara yang lebih cerdas dan dewasa. Oleh : LB. Ciputri Hutabarat
Kebijakan Pro Lingkungan Pernyataan dari Amilia Agustin dalam acara televisi Kick Andy tersebut mengandung ajaran moral yang disampaikan secara tegas. Kata “Jangan membuang sampah sembarangan” seringkali hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Hal ini berbeda saat Ami menambahkan subjek atau pelakunya sehingga katakata itu memiliki makna mendalam. Indonesia adalah sebuah negara hukum. Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara lebih tegas dan konstitusional diatur dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 yang menyebutkan “negara Indonesia adalah negara hukum”.[1] Sebagai amanat konstitusi, pemerintah perlu campur tangan untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya dalam praktik penyelenggaraan negara. Selain itu, Indonesia juga memperhatikan prinsip pengelolaan lingkungan pada Konferensi Stockholm yang berprinsip wawasan lingkungan kemudian dilanjutkan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang berprinsip
kan pembangunan berkelanjutan.[2] Pada tahun 2012, Indonesia menempati urutan keempat dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 257.516.167 jiwa.[3] Jumlah penduduk yang besar ini memberikan dampak besar juga pada lingkungan. Perubahan pola hidup masyarakat, percepatan teknologi serta pembangunan menghasilkan barang-barang kebutuhan masyarakat. Di samping memenuhi kebutuhan masyarakat, efek sampingnya adalah timbulnya barang-barang yang tak terpakai lagi dan akhirnya menjadi sampah. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sekitar 2,5 liter sampah per hari atau 625 juta liter dari jumlah total penduduk.[4] Kondisi itu dapat bertambah sesuai lingkungannya. Dengan demikian, sampah menjadi permasalahan yang serius untuk harus dicari penyelesaiannya. Kebijakan umum di bidang lingkungan atau politik lingkungan di Indo
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
5
nesia telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya telah memuat gagasan dasar mengenai kedaulatan lingkungan hidup dalam Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Selain diatur dalam UUD 1945, tuntutan membuat kebijakan-kebijakan lingkungan tercermin dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Undang-Undang Pengelolaan Sampah sebagai hukum semestinya mendorong kondisi dan perilaku masyarakat menjadi lebih baik atau efisien. Paradigma pengelolaan sampah, kumpul — angkut — buang, sudah harus ditinggalkan menjadi paradigma pengelolaan sampah melalui upaya mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle) yang terkenal dengan sebutan 3R. Kenyataannya, paradigma 3R yang diusung UU Pengelolaan Sampah belum banyak dilaksanakan oleh masyarakat. Ajakan kepada masyarakat untuk
Pertama, dalam pengambilan atau perumusan kebijakan di bidang lingkungan hidup, pemerintah mesti menghindari pola sentralisasi yang bersifat satu arah, di mana pemerintah membuat peraturan dan masyarakat tinggal menjalankan tanpa banyak pertanyaan. Seharusnya, pemerintah membuka peluang bagi seluruh aspek dalam masyarakat untuk berpartisipasi. Kedua, kebijakan yang dibuat harus memiliki pengakuan terhadap keterbatasan daya dukung ekosistem dan prinsip keberlanjutan. Kriteria ini dimaksudkan agar ada kejelasan lang
Meski demikian, hingga saat ini kondisi pengelolaan sampah di Indonesia masih belum memenuhi harapan. Menurut Dr. M. Daud Silalahi, S.H, Pakar Hukum Lingkungan dari Universitas Padjadjaran, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah masih jauh dari pengimplementasiannya. Sebagai contoh, penyediaan tempat sampah di tempattempat umum memang sudah dilakukan tetapi jika diperhatikan tempat sampah yang terdiri dari sampah organik dan non-organik masih belum efektif memisahkan sampah, isinya masih tetap bercampur. Kalau pun sudah dipisah dengan benar, oleh petugas pengangkut sampah dijadikan satu lagi untuk dibawa ke TPS atau TPA. Selain itu, dari segi proses pembuatan kebijakan UU Pengelolaan Sampah, tim perumus kebijakan sangat eksklusif karena hanya terdiri dari orangorang Kementerian Lingkungan Hidup dan tidak melibatkan pihak-pihak lain. Akibatnya, pelaksanaan masih jauh dari harapan karena masyarakat kurang memahami bagaimana seharusnya sampah itu dikelola.
kah-langkah pencegahan dan penanggulangan kerusakan lingkungan hidup.
memilah sampah sangat sulit karena menyangkut kebiasaan, budaya, pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang masih rendah. Masyarakat Indonesia pada umumnya sangat bergantung pada petugas kebersihan. Oleh karena itu, masyarakat tidak merasa bahwa sampah itu adalah tanggung jawab bersama melainkan dibebankan kepada petugas kebersihan. Melihat kenyataan diatas, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan mengenai sampah belumlah cukup untuk dapat menyelesaikan permasalahan sampah di masyarakat. Untuk menciptakan suatu kebijakan yang benar-benar dapat menggugah masyarakat diperlukan langkah-langkah yang diurakain sebagai berikut:
gelola tungan
Ketiga, setelah kebijakan dibuat, pemerintah juga harus tegas mengawasi kebijakan yang dihasilkan agar berjalan tepat sasaran. Sebaliknya, pemerintah pun tidak perlu ragu memberikan apresiasi dan penghargaan kepada masyarakat yang mampu menjaga kebersihan dan men sampah menjadi keunbagi kehidupannnya.
Keempat, harus dibangun partisipasi aktif masyarakat untuk mendukung berbagai kebijakan pemerintah mengenai lingkungan hidup. Partisipasi aktif masyarakat ini seyogianya diikuti dengan sikap kritis masyarakat terhadap isu lingkungan sehingga dapat melakukan fungsi pengawasan terhadap kebijakan yang dibuat tersebut.
Referensi:
[1] Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia dalam Satu Naskah, Amandemen Ketiga, 2002. [2] Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Indsutri Nasional,PT.Alumni, Bandung,2008,hlm.87. [3] http://www.tutorialto.com/lainnya/864jumlah-penduduk-indonesia-2012.html 15 Juli 2012, 05:13 WIB [4] http://www.tempo.co/read/ news/2012/04/15/063397147/Indonesia-Hasilkan-625-Juta-Liter-Sampah-Sehari 15 Juli 2012, 05:18 WIB Oleh : Elgawaty Octaviani Samosir
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
6
Diet Bahan Bakar Jam menunjukkan pukul 18.00 WIB. Inilah saat yang paling emosional bagi warga Jakarta. Mengapa demikian? Ya, karena saat inilah para pekerja kembali ke rumahnya masing-masing. Serentak mereka keluar dari kantor, beberapa lainnya menunggu kemacetan reda sambil bekerja sampai larut malam. Kemacetan, masalah klasik yang kini menjadi sistemik yang melanda ibukota ini dan juga mungkin beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Saat ini, kemacetan sudah tidak dapat dipandang sebelah mata karena memiliki dampak yang cukup serius. Di samping kerugian waktu dan rusaknya mood, pernahkah kita memikirkan seberapa banyak bahan bakar yang habis terbuang sia-sia begitu saja akibat macet? Padahal, cadangan minyak Indonesia saat ini berada pada status “lampu kuning”. Ironis. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu, baik biotik maupun abiotik, yang muncul secara alami dan dapat digunakan oleh manusia, seperti gas alam, minyak bumi, logam, dan lain-lain. Indonesia termasuk negara dengan biodiversitas tertinggi di dunia setelah Brazil. Pertanian dan peternakan tidak diragukan lagi hasilnya. Begitu pula dengan pertambangan yang saat ini menjadi pendukung laju perekonomian. Sayangnya, justru kenyataan inilah yang banyak dieksploitasi oleh industri asing sehingga negara kita hanya mendapatkan sisanya. Banyak pertambangan minyak bumi kita yang dikuasai oleh pihak asing, sebut saja Exxon Mobile dan Conocco Philips. Belum lagi blok Ambalat yang akhirnya jatuh ke tangan negara tetangga. Indonesia justru hanya mendapatkan sebagian kecilnya, yaitu sekitar 15%. Tidak mengherankan apabila terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah daerah. Bukan hanya karena ditimbun, tapi juga karena persediaan minyak kita semakin menipis.
pemerintah Indonesia tidak berhasil menemukan ladang minyak baru. Memperkuat pernyataan tersebut, Deputi Pengendalian Operasi Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Rudi Rubiandini mengatakan, “Tiap hari kita produksi minyak atau minyak yang keluar dari perut bumi di Indonesia hampir 900 ribu barel/ hari, artinya sekitar 300 juta barel/ tahun. Jumlah tersebut memangkas cadangan minyak Indonesia sekitar 8 persen tiap tahunnya. Pasalnya, cadangan minyak Indonesia diperkirakan mencapai 3,9 miliar barel lagi.” Sudah jelas kini minyak bumi yang dulunya menjadi kekayaan alam Indonesia dan begitu melimpah, kini mulai menipis persediaannya. Sementara itu, baik di kota-kota besar maupun daerah di Indonesia, penggunaan kendaraan semakin bertambah. Penggunaan minyak bumi pun semakin meningkat. Hal ini diperparah oleh kemacetan yang semakin menguasai sebagian besar kehidupan warga kota besar. Kita harus berpikir bagaimana ke depannya nanti jika memang benar cadangan minyak bumi kita habis. Haruskah kita mengemis terhadap pihak asing yang menguasai beberapa aset minyak bumi di Indonesia? Kini kita sebagai rakyat Indonesia yang menggunakan bahan bakar untuk keperluan sehari-hari sepatutnya sadar dan mulai untuk ber-”diet” bahan ba-
ekonomi
kar. Awalnya mungkin sulit bagaikan menurunkan berat badan, tapi jika dibiasakan, bukan hanya kita yang mendapatkan manfaatnya tapi juga orang lain. Jika kita diet bahan bakar, tentu saja tingkat polusi udara di Indonesia juga bisa berkurang, kemacetan berkurang, tubuh menjadi sehat, dan tentu saja alam kita menjadi terjaga. Lalu bagaimana caranya diet bahan bakar? Caranya mudah saja. Pertama, jika Anda memang seseorang yang memiliki jam terbang tinggi di jalan, maka dalam menggunakan kendaraan bermotor sebaiknya kurangi agresi kendaraan terutama saat terjadi kemacetan karena jika Anda menekan pedal gas dan rem secara mendadak dapat meningkatkan konsumsi bahan bakar sampai 40 persen, sementara itu terjadi peningkatan emisi beracun lima kali lebih banyak. Lalu gunakan kecepatan yang rendah dan stabil. Yang paling penting, belilah kendaraan yang ramah lingkungan atau hemat bahan bakar. Kedua, apabila tempat tujuan Anda tidak begitu jauh, usahakan tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi. Anda bisa berlatih hidup sehat dengan menggantinya lewat berjalan kaki ataupun berkendara dengan sepeda. Selain hemat, Anda juga bisa sehat. Ketiga, cobalah beralih menggunakan kendaraan umum. Selain Anda bisa bersantai dan tidak begitu tegang saat menghadapi kemacetan, juga bisa
Menurut Pengamat perminyakan Dr. Kurtubi, cadangan minyak Indonesia dalam 12 tahun lagi akan habis. Hal ini terjadi karena dalam kurun waktu 12 tahun terakhir ini Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
7
sambil menikmati pemandangan yang mungkin teralihkan ketika kita mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Keempat, gunakan becak atau delman. Mungkin di Jakarta kendaraan ini sudah jarang, tetapi di kota-kota lainnya kendaraan ini masih ada walaupun sepi peminat. Tidak ada salahnya menuju tempat tujuan sampil melestarikan kendaraan tradisional Indosesia ini, bukan?
Terakhir, menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti yang terbuat dari biji jarak ataupun biodiesel. Meskipun masih jarang, setidaknya kalau kendaraan kita cocok, mengapa tidak? So, tunggu apa lagi. Mari diet bahan bakar dari sekarang. ***
Referensi: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/06/18/negeri-kaya-sda-namun-rakyathidup-menderita-salah-siapa/ http://www.pikiran-rakyat.com/node/183564 www.otoasia.com
Oleh : Contasia Cristie
budaya Hak Hidup Generasi Masa Depan lain suatu negara untuk memompa perekonomiannya. Padahal, semua ini mempengaruhi lingkungan sekitar kita dan tak jarang bumi menjadi korban.
Aduh, neraka bocor! Hampir setiap dari kita pasti pernah mengeluh tatkala menghadapi cuaca panas berlebihan di siang bolong. Tapi siapakah di antara kita yang setelah mengeluh, mencari tahu penyebabnya kemudian bertindak? Bumi tampaknya sedang berbicara bahwa dirinya dalam kondisi sekarat. Apa yang banyak dikeluhkan sekarang merupakan dampak pemanasan global yang dialami planet biru ini. Fenomena pemanasan global ini diindikasikan dengan peningkatan suhu rata-rata udara permukaan bumi dan lautan pada dekade terakhir. Gawatnya, peningkatan suhu ini masih dan akan terus berlangsung. Pemanasan global sesungguhnya tak dapat dilepaskan dari aktivitas ma
nusia. Kegiatan keseharian manusia menjadi penyebab dalam lingkup kecil terjadinya pemanasan global, sementara aktivitas negara menjadi penyebab dalam lingkup yang lebih besar. Setiap negara pasti berupaya meningkatkan perekonomiannya. Salah satu caranya, dengan mempercepat laju pertumbuhan industri. Sayangnya, usaha mendorong pertumbuhan industri secara besar-besaran ini terkadang memberi sumbangan yang besar pula bagi pemanasan global. Pasalnya, semakin banyak industri semakin banyak polusi yang diakibatkan. Selain itu, penebangan pohon-pohon atau pemanfaatan hutan untuk diambil nilai ekonominya kerap menjadi upaya
Tanpa disadari, lambat laun pemanasan global mengakibatkan pencairan es di kutub bumi, perubahan iklim atau cuaca yang ekstrim, dan semakin langkanya air bersih. Pada akhirnya kehidupan manusia sendiri yang terancam. Seberapa besar kita peduli dan berpikir tentang bumi? Cueknya manusia terhadap bumi seolah menunjukkan bahwa manusia memiliki bumi kedua yang dapat ditinggali. Bumi adalah rumah kita dan kita hanya memiliki satu bumi. Kesadaran untuk bertanggung jawab atas kondisi bumi merupakan kewajiban setiap kita sebagai penghuni bumi. Kesadaran sebagai pemilik bumi akan mendorong kita untuk menjaganya. Banyak sekali langkah kecil berdampak besar yang dapat diambil untuk menjaga bumi tetap hijau. Langkah awal dengan mengurangi penggunaan tisu, kertas, dan plastik. Hal ini terkesan sederhana namun ternyata berdampak besar bagi bumi. Perlu disadari bahwa pemanasan global yang sekarang dihadapi ternyata sudah
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
8
tidak dapat dihentikan, apalagi dipulihkan. Yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah memperlambat prosesnya dengan mulai melakukan hal-hal kecil. Sudah sepatutnya kita memberi apresiasi kepada beberapa generasi muda saat ini yang sudah mulai think green dan bertindak go green! Berangkat ke kampus menggunakan sepeda merupakan salah satu tindakan sederhana yang banyak dilakukan oleh anak muda. Sepeda merupakan transportasi ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar sehingga tidak akan ada polusi yang disebarkan. Di samping itu, ada pula yang ambil peran dalam aktivitas one man one tree. Satu orang wajib menanam dan bertanggung jawab atas satu pohon. Satu orang dengan satu pohon tentu tidak akan membawa dampak besar. Namun, jika ada seribu orang berpartisipasi maka akan ada seribu pohon yang akan ikut menopang usia bumi. Keberadaan pohon akan menjaga temperatur bumi, mengingat lapisan ozon yang sudah semakin menipis membuat panas matahari lebih mudah menusuk bumi. Meskipun ada generasi muda yang telah memiliki kesadaran pentingnya menjaga lingkungan, tidak boleh dilupakan bahwa masih ada anak muda yang masih sebatas ikut-ikutan mempedulikan bumi. Mereka adalah generasi yang belum bertindak berdasarkan kesadaran sendiri. Meski tindakannya ikut memperhatikan bumi, namun bertindak berdasarkan kesadaran akan jauh lebih bermakna dan tidak akan mudah digoyahkan.
hukum
Sosialisasi Perda Demi ‘Rumah’ Kita Tahukah Anda, jika Anda merokok di dalam angkutan kota (angkot) di Bandung, Anda akan dikenakan denda Rp 5.000.000? Atau, tahukah bahwa Anda bisa dikenai denda Rp 250.000 jika Anda membuang sampah sembarangan? Sanksi tersebut terdapat dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005. Perda tersebut menyatakan larangan merokok dan membuang sampah sembarangan di dalam angkutan umum. Tujuan pemerintah memang baik, yaitu agar tercipta kenyamanan penumpang di dalam kendaraan umum. Namun kenyataannya, buah dari peraturan tersebut belum terlihat. Tidak jarang ditemukan di dalam angkot begitu banyak sampah, belum lagi para penumpang merokok di dalamnya dan asapnya mengganggu penumpang lain. Diatur juga di dalam Perda tersebut,
setiap kendaraan penumpang/benda bergerak termasuk angkot diwajibkan menyediakan tempat sampah. Nyatanya, sangat jarang ada angkot yang menyediakan tempat sampah di dalam kendaraan. Padahal, sanksi yang diberikan tidak main-main. Bagi yang melanggar dikenakan denda Rp 250.000. Hal demikian hanyalah sepersekian kecil pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Belum lagi sering ditemukan orang-orang membuang sampah di sembarang tempat, menginjak rerumputan, atau membuang limbah ke sungai. Buktinya terlihat dari kondisi sungai Cikapundung di Bandung. Sampah, air keruh dan berbau menjadi ciri khas sungai tersebut. Masyarakat sudah seharusnya memiliki kesadaran lebih terhadap lingkungan sekitar. Bumi sebagai peninggalan leluhur kita, dahulu merupakan tem
Mari berpikir ke depan! Pernahkah kita pikirkan, apakah generasi yang akan datang masih bisa menikmati segarnya air pegunungan atau melihat pemandangan dengan pohon-pohon yang hijau segar? Bahkan, masih bisakah mereka bernapas dengan udara bersih seperti yang kita hirup saat ini? Apa yang kita lakukan saat ini menentukan masa depan. Berikan generasi mendatang hak untuk menikmati apa yang disediakan alam. Mulailah cintai rumah kita!*** Oleh : Sandy Aletta
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
9
teknologi pat yang permai dan kaya, sebelum pada akhirnya kita merusaknya dengan pencemaran di mana-mana. Sekarang, kita tidak pernah tahu kapan habisnya seluruh sumber daya alam yang menjadi kebutuhan kita dan kita terancam kehilangan semuanya. Kesadaran akan lingkungan hidup dapat dimulai dari kita. Setiap hari ketika kita naik angkutan umum, ada baiknya berinisiatif untuk menegur apabila salah satu penumpang merokok di dalam kendaraan atau membuang sampah di bawah tempat duduk kendaraan. Mungkin kita dapat menengok sebentar ke negeri tetangga, Singapura. Di sana kita dapat melihat orang-orang yang menegur turis yang membuang sampah sembarangan. Bahkan aparat negara yang sedang bertugas dapat dengan mudah mendatangi mereka yang membuang sampah sembarangan dan menangkapnya. Kepedulian masyarakat Singapura akan lingkungan hidup tempat mereka tinggal patut kita contoh. Kita tidak perlu takut menegur karena ada peraturan daerah yang mengatur. Oleh karena itu, mari kita mulai belajar untuk selalu ingin tahu akan hukum yang berlaku di sekitar kita dan mengatur aktivitas kita sehari-hari. Patut diakui, kurangnya praktik Perda tersebut tak bisa dibebankan pada masyarakat yang kurang aktif. Pasalnya, pemerintah pun kurang melakukan sosialisasi peraturan yang telah dibuat tersebut. Akibatnya, peraturan tersebut tidak diketahui oleh masyarakat umum dan terabaikan. Pemerintah bertanggung jawab penuh memberi penyuluhan kepada masyarakat dan aparataparat negara mengenai kesadaran akan hukum lingkungan juga kesadaran untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Patut diakui, kurangnya praktik Perda tersebut tak bisa dibebankan pada masyarakat yang kurang aktif. Pasalnya, pemerintah pun kurang melakukan sosialisasi peraturan yang telah dibuat tersebut. Akibatnya, peraturan tersebut tidak diketahui oleh masyarakat umum dan terabaikan. Pemerintah bertang
gung jawab penuh memberi penyuluhan kepada masyarakat dan aparataparat negara mengenai kesadaran akan hukum lingkungan juga kesadaran untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Pengawasan dari pemerintah di tengah masyarakat pun masih dirasa sangat kurang. Kebanyakan aparat negara hanya mengawasi persoalan lalu lintas dan tidak pernah terlihat mereka menegur orang-orang yang membuang sampah di pinggir jalan. Hukum tentang lingkungan hidup sebenarnya bertujuan baik. Untuk itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk turut aktif menjalankan hukum ini bersama-sama. Mari kita ingat lagi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Indonesia adalah rumah kita. Jika bukan kita yang merawat dan melindungi, siapa lagi yang peduli? *** Oleh : Aurora Esterlia Siahaan
lah menggunakan penerangan alami, ruangan yang hemat energi, pengelolaan sampah kertas, dan sebagainya. Salah satu alasan mengapa konsep Green Office perlu diterapkan adalah tingginya tingkat polusi udara yang dihasilkan akibat konsumsi energi yang boros. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, bangunan atau gedung menyumbang emisi CO2 terbesar dalam konsumsi energi untuk sumber daya listrik dibandingkan sektor lain, seperti transportasi dan industri. Berdasarkan Green Building Council Indonesia (GBCI), ada lima aspek sebuah kantor bisa dikatakan memiliki konsep Green Office. Pertama: Pertimbangan terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Hal ini bisa dilihat dari penerangan ruangan yang menggunakan pencahayaan alami. Dengan memakai cahaya alami, maka tentu penggunaan energi listrik untuk menyalakan lampu dapat dikurangi. Meskipun hal di atas terdengar sederhana, tapi dampaknya akan menjadi besar jika banyak yang melakukan. Berdasarkan data Green Office Network yang didirikan oleh WWF pada tahun 2010, 119 kantor berhasil mengurangi konsumsi listrik hingga mencapai 2,9 juta KWh dibandingkan pada tahun 2009.
Green Office: Kantor Masa Depan Banyak orang berpikir bahwa kantor selalu identik dengan suasana yang tidak menyenangkan, jenuh, dan terkadang bising. Tapi, bagaimana jika sebuah kantor memiliki suasana yang alami, segar, dan memiliki pendingin yang alami; sebuah kantor yang di mana kita bisa melihat tumbuhan hijau yang segar. Itu semua bisa ditemui di Green Office. Green Office adalah kantor yang didesain untuk berkolaborasi dengan alam sekitar sehingga kantor tersebut dapat berjalan seperti biasanya tanpa harus mencemari lingkungan. Contohnya ada
Kedua: Tingkat kenyamanan yang tinggi. Faktor kenyamanan tersebut meliputi segi visual, akustik, dan termal bagi si penghuninya. Contoh untuk kenyamanan visual adalah merancang sebuah ruangan yang memiliki kesan natural sehingga ruangan tersebut akan terlihat segar dan hidup. Meminimalkan suara bising dari sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioner) termasuk usaha untuk menciptakan kenyamanan dari segi akustiknya. Sedangkan, menghindari titik panas dari sinar matahari langsung melalui penempatan ventilasi yang benar adalah demi kenyamanan dari segi termal. Halaman 11...
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
10
Ketiga: Desain yang mengikuti perubahan. Ketika fungsi sebuah ruangan ingin diganti, tidak perlu melakukan perombakan secara besar-besaran melainkan perubahan kecil saja sudah cukup. Hal ini sangat efisien dan bermanfaat karena bisa meminimalkan timbulnya sampah elektronik dan perabot. Keempat: Pemanfaatan teknologi terkini. Teknologi yang digunakan biasanya merupakan teknologi nirkabel (wireless) maupun penggunaan kabel serat optik untuk pengiriman data dan konferensi video berbasis internet. Pemanfaatan teknologi seperti ini dapat mengurangi pengunaan kertas. Selain itu, penggunaan peralatan teknologi informasi yang tahan lama dan hemat energi juga perlu diimplementasikan. Terakhir: Pelatihan sumber daya manusia. Pelatihan ini salah satunya bisa berupa bagaimana cara menggunakan sebuah teknologi tertentu. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena secanggih apapun teknologinya, jika tidak digunakan dengan benar maka manfaat dari teknologi tersebut tidak akan maksimal dan bahkan bisa mengalami kerusakan. Membangun sebuah kantor yang ramah lingkungan bukanlah suatu hal yang mustahil lagi. Hal ini terlihat dari berbagai teknologi mutakhir yang sangat mendukung keberadaan Green Office. Jadi, teknologi yang berkolaborasi dengan alam bukanlah mimpi di siang bolong lagi, melainkan mimpi yang menjadi kenyataan.
Referensi: Konsili Bangunan Hijau Indonesia. “The Definition in Creating Green Offices”. http://www.gbcindonesia.org/attachments/article/99/ECO%20 OFFICE2.pdf diakses pada tanggal 16 Juli 2012 WWF Green Office. “Environmental Management System for Sustainable Organisations : Achievements and Activities 2010”.http://wwf.fi/mediabank/1414.pdf diakses pada tanggal 16 Juli 2012. Oleh : Trisfiantro Prasetio
profil
Bertualang dengan Sampah Bermain dengan sampah bagi Khilda Baiti Rohamah adalah hobi. Dari hobi berpetualang dengan sampah itulah, gadis kelahiran 14 Juli 1988 ini mendapatkan berbagai penghargaan, seperti Ashoka Young Changemakers 2009, Sampoerna Pejuang 9 Bintang, dan Danamon Award 2011. Kegiatannya mengolah sampah dimulai sejak tahun 2006 ketika ia masih duduk di bangku SMA. Saat itu ia menjadi relawan Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung, sebuah LSM yang bergerak di bidang lingkungan. Kegiatannya di LSM tersebut ialah menjelaskan isi poster mengenai lingkungan, terutama masalah sampah. Dari situlah muncul ketertarikannya terhadap sampah. Mojang yang dibiasakan membaca setiap hari oleh orang tuanya ini kemudian belajar mengenai sampah lewat buku-buku. Pertemuannya dengan seorang kakek pengangkut sampah yang telah bekerja selama 35 tahun dengan penghasilan Rp 250 ribu – Rp 350 ribu un
tuk membiayai delapan orang anak, pun membuatnya berpikir bagaimana caranya menambah penghasilan orang-orang melalui sampah. Akhirnya, pada 2007, ia memutuskan untuk kuliah di jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Pasundan Bandung. Kesulitan ekonomi yang melanda keluarganya mengharuskan dia bekerja untuk membiayai kuliahnya dan keempat adiknya. Dia pernah bekerja sebagai fasilitator pengolahan sampah di Cimahi. Selama enam bulan bekerja di tempat tersebut, ia belajar untuk mengolah sampah anorganik menjadi kerajinan. Dibantu saudaranya, ia pun mengembangkan kerajinan tersebut. Pada 2010, ketidaksengajaan Khilda mendengar percakapan pegawai Dinas Pengolahan Sampah Kota Sukabumi ketika ia magang, membuatnya berinisiatif untuk menjadi relawan pengolahan sampah di kota itu. Desa pertamanya ialah Desa Cikundul. Awalnya Khilda tidak mendapat sambutan baik dari ibu-ibu di desa tersebut. Akan tetapi, setelah melalui beberapa
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
11
kali latihan, mereka bisa menerima dan akhirnya menghasilkan produk kerajinan. Selain produk pengolahan sampah, Khilda juga mengembangkan potensi lain di Desa Cikundul, yaitu ikan lele. Ia membuat nugget, bakso, dan abon lele. Dengan adanya produk kerajinan dari sampah dan pengembangan potensi ini, Kota Sukabumi memenangkan P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) tingkat provinsi. Selain penghargaan tersebut, Kota Sukabumi juga mendapatkan Goverment Award. Salah satu alasan dipilihnya Sukabumi untuk mendapatkan penghargaan pemerintah tersebut adalah pengolahan sampah Desa Cikundul yang diinisiasi oleh Khilda. Tidak hanya di Desa Cikundul, Khilda juga ternyata membuat pengolahan sampah di daerah Baros, Sukabumi. Usaha Khilda tidak selamanya membawa keberuntungan. Dia pernah bekerja tanpa dibayar selama lima bulan oleh salah satu konsultan. Saat itu dia melakukan riset mengenai minyak sampah. “Padahal tahun itu saya dalam keadaan terpuruk. Saya harus menbiayai adik-adik saya sekolah,” kata Khilda.
Kejadian tersebut membuatnya lebih memilih untuk membuat komunitas sendiri, yaitu komunitas “Sampah Koe” untuk mengembangkan penelitian minyak sampah tersebut. Minyak sampah ialah bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah yang terbuat dari sampah organik. Saat ini, sudah banyak investor yang mau mengembangkan penelitian minyak sampahnya. “Saya pernah takut untuk memulai lagi karena ditipu itu, tetapi saya bangkit dan memulai lagi,” ujar Khilda. “Motivasi hidup saya ialah: apabila kita tidak mencoba hari ini maka kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok.” Menanggapi Khilda Baiti, Ria Ismaria, M. T., seorang konsultan lingkungan di bidang persampahan, berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Khilda bukanlah sesuatu yang baru tetapi kesungguhannya pada masyarakat tanpa pamrihlah yang perlu dihargai. “Banyak Khilda-Khilda lain yang kebetulan saja tidak mendapat reward. Dengan Khilda mendapatkan reward, seharusnya menginspirasi kaum-kaum muda. Ternyata berbuat sesuatu yang terlihat tidak berarti tetapi ternyata sekarang berarti.” Oleh : Yosie Sesbania Gewap
Saling Menghargai Dalam Ko-Eksistensi
relasi
acara camp mengenai pemeliharaan lingkungan. Saat itu, tema acara berbunyi : “Co-exist with nature”. Tema tersebut menarik perhatian saya, karena mengambil sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan acara atau wacana pemeliharaan lingkungan yang biasanya menempatkan kita sebagai barisan penjaga lingkungan – melihat lingkungan dari luar, dan memperbaiki kondisinya sebagai orang-orang yang melihat dari luar. Sudut pandang yang diambil acara di atas adalah ko-eksistensi. Artinya, hidup bersama dan secara damai, terlepas dari adanya interaksi langsung satu sama lain atau tidak. Dalam kerangka berpikir seperti ini, kita tidak ditempatkan semata-mata sebagai pengeksploitasi bumi, tetapi partner atau teman bumi. Kita hidup berdampingan dengan mother earth, dan berinteraksi secara dua-arah dengannya. Ko-eksistensi ini membawa kita kembali pada kata “respect”. Salah satu fondasi hubungan yang baik adalah sikap saling menghargai antar pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut. Menghargai berarti memberi nilai dan penghormatan, menunjukkan perhatian, dan tidak mengganggu. Selayaknya dengan teman sendiri, kita menunjukkan ketiga sikap tersebut terhadap bumi dalam setiap interaksi kita dengannya. Sebaliknya, bumi pun akan menunjukkan penghargaannya terhadap kita lewat caranya.
Respect. Kata kerja yang menurut saya manifestasinya semakin memudar dalam kehidupan masyarakat. Di kota-kota besar, terutama, berkurangnya rasa saling menghargai ini terlihat dalam interaksi dan relasi antar manusia sehari-hari. Entah kesibukan atau kerasnya kehidupan yang menjadi akar kecenderungan ini. Tidak hanya kehidupan perkotaan yang membuat saya berpikir akan sikap menghargai atau respectful. Semangat menjaga rumah bumi pun membawa saya mengingat kata “respect” dan maknanya dalam upaya melindungi bumi. Beberapa waktu yang lalu, tepatnya di awal tahun, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti suatu
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
12
Saya teringat salah satu bagian dari kisah The Lord of The Rings (LOTR), karya J.R.R. Tolkien yang dapat menggambarkan makna dari menghargai bumi dalam kerangka ko-eksistensi dengannya. Dalam buku LOTR dikisahkan bahwa middle-earth sedang mengalami ancaman peperangan akibat berkembangnya suatu kuasa yang jahat. Untuk itu, sekelompok utusan dengan sebutan Fellowship of the Ring ditugaskan untuk melintasi daerah middle-earth untuk mencegah kejahatan tersebut berkembang. Dalam perjalanan mereka, terlihat bahwa dunia mereka telah banyak berubah akibat manusia yang tidak lagi memikirkan kepentingan alam sekitar mereka. Salah satu akibatnya, pohon-pohon di hutan tidak lagi bersahabat, dan sering dengan sengaja membuat manusia yang masuk ke dalam hutan tersebut tersesat.
Alam semakin menutup diri dari manusia, karena tidak lagi percaya akan maksud hati manusia. Bagian dari LOTR tersebut bagi saya secara tidak langsung mengingatkan dan menegur kita akan cara kita berinteraksi dengan bumi. Kita tidak terbiasa dengan cara hidup “menghargai” bumi dan memandangnya sebagai partner kehidupan kita. Kita lebih sering memandang bumi sebagai objek yang mendukung kepentingan kita semata, dan karenanya menjadi korban eksploitasi kita. Akibatnya, bumi pun kian hari kian tidak mendukung perkembangan kebutuhan kita. Kondisi iklim dan cuaca global terus berubah, lahan-lahan mulai tidak menghasilkan sebaik dahulu, dan bencana alam terjadi di mana-mana.
terjadi pada bumi akan berpengaruh terhadap kenyamanan hidup kita. Untuk mempunyai hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan, kita perlu belajar menghargai bumi seperti teman kita. Pertama dengan mengingat bahwa bumi mempunyai peran yang penting dalam kelancaran kegiatan kita sehari-hari. Selanjutnya, dengan memberi perhatian kepada bumi, yaitu dengan merawatnya. Yang terakhir, dalam beraktivitas, kita perlu memikirkan apakah tindakan yang kita ambil akan mengganggu bumi atau tidak. Ko-eksistensi untuk mendukung kondisi bumi, dan akhirnya mendukung kondisi kita sendiri. Oleh : Ernestasia Rahel Siahaan
Apa yang kita lakukan akan berpengaruh terhadap bumi, dan sebaliknya, apa yang
karikatur
Oleh : Bramasta K. Lasut
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
13
opini
Selamatkan Bumi, Selamatkan Hidupmu Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup tahun 2009 yang dilakukan di salah satu SMA di Jayapura, Papua, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ir. Rachmat Witoelar, menyatakan bahwa perubahan iklim global telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia di muka bumi ini. Hal ini diperkuat dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia yang tidak seimbang dengan ketersediaan sumber daya alam (SDA) bagi pemenuhan pangan dan energi di berbagai negara. Penurunan kualitas lingkungan hidup ini tentu saja tak lepas dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan lingkungan. Sepertinya, hampir semua pemangku kepentingan yang memanfaatkan lingkungan identik dengan perbuatan mengeksploitasi, merusak dan mencemari lingkungan. Perusahaan-perusahaan tambang terus-menerus mengeruk perut bumi hingga lapisan paling dalam tanpa berusaha untuk memulihkan kembali keadaan lahan. Pabrik-pabrik
berlomba-lomba untuk mencetak rekor menyumbangkan limbah sebanyak-banyaknya baik ke sungai, danau ataupun laut tanpa mengupayakan pengelolaan limbah terlebih dahulu. Ditambah lagi terjadi perusakan alam bawah laut yang dilakukan oleh nelayan-nelayan yang tidak mempedulikan keselamatan biota bawah laut. Padahal, biota tersebut memegang peranan penting dalam rantai ekosistem. Belum selesai sampai di situ, para pengusaha membabat habis hutan untuk menciptakan perkebunan sawit seluas-luasnya tanpa mempertimbangkan ketidaksuburan pada tanah akibat penanaman sawit. Hutan di tebang tanpa proses tebang pilih agar para pengusaha dapat mengambil sebanyak-banyaknya kayu yang mereka inginkan baik untuk usaha mebel, atau pembuatan kertas. Kegiatan ini pun seringkali tak diikuti upaya penanaman kembali hutan. Selanjutnya, hutan-hutan juga harus mengalami pembalakan liar, pem bakaran hutan untuk membuka la-
han baru bagi usaha ladang atau bakaran hutan untuk membuka lahan baru bagi usaha ladang atau pembangunan pemukiman yang semuanya ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya perubahan iklim. Masyarakat awam juga tidak hilang peranan dalam menurunkan fungsi lingkungan. Ketidaksadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan membuat pola hidup masyarakat sewenang-wenang terhadap lingkungan. Pemakaian energi yang berlebihan, penggunaan barang-barang yang tidak ramah lingkungan hingga konsumsi barang-barang yang berbahan dasar sumber daya alam secara besar-besaran, seperti pemborosan pemakaian tissue dan kertas. Belum lagi segala emisi yang di lepas di udara yang merusak lapisan ozon. Bahkan, hingga jajaran pemerintah yang seharusnya melindungi negara ini dari kehancuran pun ikut memberikan sumbangsihnya dalam menurunkan fungsi lingkungan.
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
14
Pemerintah yang demi pendapatan pusat atau daerah seringkali tidak lagi selektif dalam memberikan izin mengelola lingkungan hidup bagi masyarakat. Segala resiko kerusakan dan pencemaran lingkungan dapat dijadikan nomor dua demi terjadinya pertumbuhan ekonomi yang pesat. Yang menjadi prioritas utama adalah pembangunan di bidang ekonomi dan mengenyampingkan perlindungan terhadap lingkungan. Padahal, rusaknya lingkungan pada akhirnya akan melumpuhkan perekonomian negara. Kelihatannya, kecil sekali kemungkinan untuk memulihkan lingkungan. Meskipun demikian, usaha pemulihan lingkungan masih tetap layak untuk dilakukan demi mencegah kian buruknya keadaan lingkungan. Pada dasarnya, lingkungan sendiri memiliki daya lenting, yaitu daya untuk pulih dari kerusakan atau pencemaran. Tugas kita adalah untuk mendorong pemulihan itu lebih cepat terjadi.
Mulai dari sekarang, mulai dari diri sendiri. Mencintai lingkungan dapat kita mulai saat ini juga dengan mulai melakukan hal-hal kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan energi seefisien mungkin, menghindari pemakaian barang-barang berbahan dasar sumber daya alam secara besarbesaran dan memulai hidup dengan pola 3R (reuse, reduce, dan recycle).
nar sebelum membuangnya ke alam.
Pemerintah juga harus serius dalam menangani masalah-masalah lingkungan. Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan, hendaknya pemerintah mengutamakan aspek lingkungan. Sudah saatnya hanya perusahaan atau pengusaha yang benar-benar layak dan membarengi usaha mereka dengan perlindungan lingkungan sajalah yang boleh mendapat izin untuk memanfaatkan lingkungan.
Oleh : Berliana Hutapea
Penurunan kualitas lingkungan hidup yang terus-menerus jelas hanya akan membawa bencana pada umat manusia. Jika tidak ada lingkungan yang baik, maka tidak akan ada mahluk bernama manusia yang dapat bertahan di bumi. Mari selamatkan bumi, selamatkan hidup!***
Para pengusaha pun dalam menjalankan usaha seharusnya sudah dapat beralih ke alat-alat atau bahan-bahan yang ramah lingkungan serta melakukan pengolahan limbah dengan be
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
15
redaksi Penasehat:
Kolumnis:
Ilustrator:
1. Albertus Patty 2. Jeffrey Samosir 3. Alm. Kornel M. Sihombing
1. Albert Tommy 2. Andri Parangin-angin 3. Ansitus Marulitua 4. Ardinanda Sinulingga 5. Arion Euodia Saragih 6. Aurora Esterlia 7. Berliana Friscilia 8. Cici Flowerina 9. Dian Wulansari 10. Elgawaty Octaviani 11. Fanny Febyanti 12. Franky Tarigan 13. Galih Andreanto 14. Harriman S. Saragih 15. Junius Fernando 16. LB. Ciputri Hutabarat 17. Leo Chris Evan 19. Rezky Septry 20. Sandy Aletta 21. Trisfianto Prasetio 22. Victor Nalle
Bramasta K. Lasut
Pemimpin Redaksi: Basar Daniel Tampubolon
Redaktur Pelaksana: Sorta Lidia Caroline
Redaktur Eksekutif: 1. Bob Situmorang 2. Contasia Christie 3. Dommy Waas 4. Ernestasia Siahaan 5. Noir Primadona Purba 6. Pirhot Nababan 7. Priska Apriani
Fotografer: 1. Frans Lukas 2. Ludwig Panggabean
Desain: 1. Deo Lamando 2. Mahen
Administrator Web: 1. Edwin Tobing 2. Impola T.S. Alexander O
Editor: Jeffrey Kurniawan
Administrasi Umum: Lydia Utami
Sekilas fokal.info Wadah pengembangan potensi generasi muda dari berbagai kalangan (nirlaba). Memperkenankan pengelola media massa (cetak/elektronik) mengutip teks dan foto, dengan menyebutkan sumber (Misal : sumber www.fokal.info).
Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013
16