KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 I. PENDAHULUAN Nilam
(Pogostemon
cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa),
merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Tanaman nilam banyak ditanam untuk diambil minyaknya. Minyak nilam banyak dibutuhkan untuk industri kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain. Tanaman yang merupakan salah satu komoditas yang cukup penting sebagai sumber devisa dan pendapatan petani. Areal pertanaman nilam di Indonesia rata-rata 10.000-12.000 ha dan sampai saat ini telah mencapai 21.440 ha yang tersebar di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,3 ha/keluarga dan melibatkan paling tidak 30.00072.545 keluarga untuk usahatani nilam dan petani penyuling. Masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas dan mutu minyak. Berdasarkan data Ditjenbun tahun 2009 (199 kg/ha/tahun) bahwa rendahnya produktivitas dan mutu minyak nilam disebabkan oleh serangan penyakit
tanaman,
terutama
layu
bakteri
dan
budok
yang
dapat
menurunkan kadar produksi 60-95% pertanaman nilam (Asman et al. 1993). Minyak nilam termasuk salah satu dari minyak atsiri atau minyak eteris/minyak terbang (essential oil, volatile) karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Minyak nilam berbau wangi dan pada umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Secara fisiologis, minyak pada tanaman penghasil minyak atsiri berfungsi : (1) membantu proses penyerbukan atau sebagai atraktan terhadap beberapa jenis serangga atau hewan, (2) mencegah kerusakan tanaman oleh serangga, dan (3) sebagai makanan cadangan bagi tanaman. Minyak atsiri sendiri
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
1
merupakan salah satu hasil proses metabolisme pada tanaman yang terbentuk karena reaksi berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 species, antara lain yang termasuk dalam famili Pinanceae, Labiate, Compositoe, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat ditemukan pada daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, dan akar. Untuk tanaman nilam, minyak atsirinya banyak tersimpan di dalam sel-sel kelenjar minyak pada daun. II. JENIS TANAMAN NILAM Nilam (Pogostemon sp.) termasuk famili Labaiatae, ordo Lamiales, klas Angiospermae dan divisi Spermatophyta. Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam
yang
dapat
dibedakan
menurut
karakter morfologinya,
kandungan PA dan kualitas minyak serta ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam tersebut adalah 1). P cablin Benth. Syn.
P. pathcouli Pellet var. Suavis Hook disebut nilam aceh, 2). P. heyneanus Benth disebut nilam jawa, dan 3). P. hortenis Becker disebut nilam sabun (Guenther 1952). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun yang tidak berbunga. Adapun yang paling luas daerah penyebarannya dan banyak dibudidayakan adalah nilam aceh yang memiliki kadar minyak dan kualitas minyak lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis nilam lainnya. Ciri spesifik yang dapat membedakan antara nilam aceh dan nilam jawa secara visual terdapat pada daunnya. Pada nilam aceh permukaan daunnya halus, bergerigi tumpul, ujung daunnya runcing sedangkan pada nilam jawa permukaan daunnya kasar, tepi daun bergerigi runcing dan ujung daunnya meruncing. Menurut Nuryani et al. (1997), nilam jawa lebih toleran terhadap nematoda dan penyakit layu bakteri dibanding dengan nilam aceh, karena antara lain disebabkan kandungan fenol dan ligninnya yang lebih tinggi daripada nilam aceh.
2
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
2.1. Pogostemon cablin Nilam aceh merupakan tanaman introduksi diperkirakan berasal dari Filipina atau semenanjung Malaysia, dan masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang lalu. Nama lainnya Pogostemon cablin adalah Pogostemon
metha. Nilam jenis ini jarang berbunga. Nilam aceh mengandung sekitar 2,5-5 % minyak, sehingga banyak diminati oleh petani maupun pasar. Tiga varietas nilam unggul yang sudah dilepas dengan kadar dan mutu minyak tinggi, yaitu Lhokseumawe, Tapak Tuan, dan Sidikalang (Nuryani 2006). Hasil pengujian seleksi ketahanan nilam terhadap layu bakteri (Ralstonia
solanacearum) menunjukkan bahwa varietas Sidikalang lebih toleran terhadap layu bakteri dibanding Lhokseumawe dan Tapak Tuan (Nasrun et
al. 2004). Varietas Sidikalang juga lebih toleran terhadap nematoda (Mustika dan Nuryani 2006). Namun, ketiga varietas nilam itu tidak tahan terhadap penyakit budok (Wahyuno dan Sukamto 2010). 2.2. Pogostemon heyneanus Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan berasal dari India, disebut juga nilam kembang karena dapat berkembang. Kandungan minyaknya lebih rendah 2-3 kali lipat dari nilam aceh, yaitu berkisar antara 0,5-1,5%. Oleh karena itu, nilam jenis ini kurang diminati oleh petani meskipun bentuk tanamannya lebih besar dan rimbun dibanding nilam aceh. Namun, nilam jawa (Girilaya) lebih tahan terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda dibanding nilam aceh. Wahyuno dan Sukamto (2010) juga melaporkan bahwa nilam jawa tahan terhadap penyakit budok yang disebabkan oleh jamur Synchytrium pogostemonis. 2.3. Pogostemon hortensis Nilam jenis ini disebut juga sebagai nilam sabun. Jenis ini hanya terdapat di Banten. Kandungan minyaknya juga rendah, berkisar antara 0,5-1,5%. Mutu minyaknya juga kurang baik sehingga kurang diminati oleh pasar.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
3
III. VARIETAS UNGGUL, AGROEKOLOGI DAN KERAGAMAN NILAM 3.1. Varietas unggul. Balittro telah mengoleksi 28 nomor nilam. Hasil seleksi terhadap nomor-nomor tersebut telah dilepas tiga varietas unggul nilam yaitu: Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang. Penamaan ketiga varietas nilam tersebut berdasarkan nama daerah asalnya. Ketiga varietas mempunyai keunggulan masing-masing. Tapak Tuan unggul dalam produksi dan kadar patchouli alkohol. Lhokseumawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda. Tabel 1. Diskripsi tiga varietas nilam Varietas
Tapak Tuan
Lhokseumawe
Sidikalang
Asal Tinggi tan. (cm) Warna batang muda Warna batang tua Bentuk batang Percabangan Jumlah cab. primer Jumlah cab. sekunder Cabang primer (cm) Cabang sekunder (cm) Bentuk daun Pertulangan daun Warna daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Tebal daun (mm) Tangkai daun (cm) Jumlah daun/cabang primer Ujung daun Pangkal daun Tepi daun Bulu daun Terna segar (ton/ha) Minyak (kg/ha) Kadar minyak (%) Patchouli alkohol (%) Ketahanan
Tapak Tuan (NAD) 50,57-82,28 Ungu Hijau keunguan Persegi Lateral 7,30-24,48 18,80-25,70 46,24-65,98 19,80-45,31 Delta, bulat telur Menyirip Hijau 6,47-7,52 5,22-6,39 0,31-0,78 2,67-4,13 35,37-157,84
Lhokseumawe (NAD) 61,07-65,97 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 7,00-19,76 11,42-25,72 38,40-63,12 18,96-35,06 Delta, bulat telur Menyirip Hijau 6,23-6,75 5,16-6,36 0,31-0,81 2,66-4,28 48,05-118,62
Sidikalang (Sumut) 70,70-75,69 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 8,00-15,64 17,37-20,70 43,01-61,69 25,80-34,15 Delta, bulat telur Menyirip Hijau keunguan 6,30-6,45 4,88-6,26 0,30-4,25 2,71-3,34 58,07-130,43
Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 41,51-103,05 234,89-583,26 2,07-3,87 28,69-35,90
Runcing Datar, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 42,59-64,67 273,49-415,05 2,00-4,14 29,11-34,46
Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 31,19-80,37 176,47-464,42 2,23-4,23 30,21-35,20
Meloidogyne incognita Pratylenchus bracyurus Radhopolus similis Ralstonia solanacearum
Sangat rentan Sangat rentan Rentan Rentan
Rentan Agak rentan Rentan Rentan
Agak rentan Agak rentan Agak rentan Toleran
Peneliti
Y. Nuryani, Hobir, C. Syukur dan I. Mustika
Sumber: Nuryani (2005)
4
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Tanaman nilam merupakan jenis tanaman berakar serabut, bentuk daun bervariasi dari bulat hingga lonjong dan batangnya berkayu dengan diameter berkisar antara 10-20 mm. Sistem percabangan banyak dan bertingkat mengelilingi batang antara (3-5 cabang per tingkat). Setelah tanaman berumur 6 bulan, tingginya dapat mencapai 1 meter dengan radius cabang selebar lebih kurang 60 cm. Karakteristik kualitatif yang dapat membedakan ketiga varietas nilam aceh adalah warna pangkal batang. Varietas Tapak Tuan, warna pangkal batangnya hijau dengan sedikit ungu, varietas Lhokseumawe lebih ungu dan varietas Sidikalang paling ungu. Sebagai tanaman yang diambil minyak atsirinya, produksi, kadar dan mutu minyak nilam yang dihasilkan merupakan faktor penting yang dapat dipergunakan untuk menentukan keunggulan suatu varietas. Disamping itu, karakter lainnya seperti sifat ketahanan terhadap penyakit juga merupakan salah satu indikator penentu. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar dan mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan, panen dan pasca panen. 3.2. Agroekologi Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herba lainnya. Untuk memperoleh produksi dan mutu yang tinggi, maka dalam budidaya nilam perlu memperhatikan beberapa hal agar usahatani yang dilakukan dapat menghasilkan produk dan mutu minyak nilam yang optimal. Tanaman nilam dapat tumbuh di dataran rendah hingga di dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut. Ketinggian optimal agar nilam dapat berproduksi tinggi ada pada ketinggian tempat 10-400 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara 2.500-3.500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu udara yang optimal untuk tanaman nilam berkisar antara 240-28 0C dengan kelembaban udara lebih dari 75%. Meskipun tanaman nilam tetap dapat tumbuh di bawah naungan, tetapi tanaman nilam memerlukan sinar matahari yang cukup agar tumbuh
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
5
optimal.
Penggunaan
lahan
dan
iklim
sangat
berpengaruh
pada
pertumbuhan dan kualitas minyak nilam yang dihasilkan. Nilam yang tumbuh di dataran rendah-sedang (0-700 m dpl) dengan kadar minyak yang (>2%) lebih tinggi dibanding dengan yang tumbuh di dataran tinggi
(>700
m dpl) (Rosman et al. 1998). Intensitas matahari 75-100% akan sangat mempengaruhi kadar Patchouli Alkoholnya, di daerah yang ternaungi akan menghasilkan kadar minyak yang rendah. Nilam sangat peka terhadap kekeringan, terutama pada musim kemarau yang sangat panjang, setelah dipanen akan menyebabkan kematian. Tanah yang subur dan gembur serta kaya akan humus sangat diperlukan oleh tanaman nilam. Pada tanah yang kandungan airnya tinggi, perlu dilakukan sistem drainase yang baik dan intensif. 3.3. Keragaman Tanaman nilam yang memiliki keragaman genetik yang relatif rendah merupakan kendala yang dihadapi oleh pemulia selama ini. Untuk mengatasi tanaman nilam yang memiliki keragaman genetik yang relatif rendah, maka sejak tahun 1985 telah dilakukan berbagai penelitian untuk mendapatkan varietas nilam yang mempunyai kadar dan kualitas minyak yang tinggi disamping tahan terhadap penyakit dan selanjutnya dikonservasi untuk dipelajari lebih lanjut (Hobir 2002). Wu et al. (2011) mendapatkan adanya polimorfisme dalam analisa RAPD, serta tingginya variasi morfologi dan kimia pada populasi nilam di China, dan mereka menduga variasi tersebut sangat terkait dengan daya adaptasi yang baik dari masing-masing populasi nilam terhadap kondisi agroekologi setempat. Dalam meningkatkan keragaman, arah karakteristik yang ingin dicapai diusahakan
sesuai
dengan
permasalahan
yang
dihadapi,
misalnya,
pengembangan varietas nilam yang tahan layu bakteri merupakan salah satu upaya yang
efektif
untuk
mengatasi penyakit
layu
bakteri. Untuk
mendapatkan varietas yang toleran dan tahan penyakit layu bakteri perlu
6
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
dilakukan berbagai pendekatan untuk meningkatkan keragaman genetik, antara lain dengan cara irradiasi yang memanfaatkan varietas somaklonal. Induksi variasi somaklonal pada kultur jaringan dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik dan memperbaiki sifat tanaman. Variasi somaklonal dapat terjadi dengan penambahan zat pengatur tumbuh dan sitokinin, perubahan komposisi media dan periode pengkulturan yang panjang. Di samping itu keragaman genetik juga dapat ditingkatkan melalui induksi mutasi pada jaringan somatik secara fisik dengan irradiasi sinar gama (Handro 1981). Peristiwa mutasi secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu mutasi alam dan mutasi buatan. Mutasi buatan yang di gunakan sebagai salah satu cara menimbulkan keragaman genetik adalah salah satu cara cabang dari ilmu pemuliaan tanaman. Mutasi buatan dapat terjadi bila digunakan mutagen dengan dosis dan waktu tertentu, salah satu mutagen fisik yang sering dipakai untuk menimbulkan keragaman genetik yaitu dengan radiasi sinar gamma. Hal ini dimengerti mengingat bahwa pengaruh radiasi dapat menimbulkan perubahan struktur gen, stuktur kromosom ataupun jumlah kromosom sehingga mengakibatkan peristiwa mutasi yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan fenotip. Amalia et
al. (2008) menyatakan bahwa pada kultur in vitro irradiasi sinar gamma dapat menghambat pembentukan kalus dan tunas sehingga menyebabkan kematian sebesar 32,5 dan 51,5 %. Gangguan fisiologi yang diakibatkan pengaruh irradiasi juga terlihat pada diameter kalus (2,62 cm) serta jumlah tunas (14,1) dan tinggi tunas (1,31 cm) pada 2000 rad dibandingkan dengan kontrol (3,34 cm; 28,5; 4,42 cm). Pertumbuhan tunas juga terlihat lebih kerdil dengan warna kalus yang cenderung lebih cokelat dibanding dengan kontrol yang berwarna putih. DAFTAR PUSTAKA Asman, A., Nasrun, A. Nurawan dan D. Sitepu. 1993. Penelitian Penyakit Nilam. Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta 2, 903-911.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
7
Amalia, E. Hadipoentyanti dan Nursalam. 2008. Pengaruh irradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan kalus dan tunas nilam varietas siikalang secara in vitro. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Handro, W. 1981. Mutagenesis and in vitro selection. Dalam T. A. Thrope (Ed). Plant Tissue Culture Methods and Application in Agriculture. Acad Press, New York. Halaman berapa Hobir. 2002. Pengujian adaptibilitas klon-klon nilam hasil variasi somaklonal. Lap. Teknis Penelitian. Balittro Cimanggu. Bogor. hal. 1-2. Guenther, E. 1952. The Essential Oil Vol III. D. Van Nostrand, New York. 552-560 pp. Mustika, I. dan Y. Nuryani, 2006. Strategi pengendalian nematoda parasit pada tanaman nilam. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25:7-15. Nasrun, Y. Nuryani, Hobir dan Repianyo. 2004. Seleksi ketahanan nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) secara in planta. Journal Stigma 12: 421-473. Nuryani, Y., C. Syukur dan D. Rukmana , 1997. Evaluasi dan dokumentasi klon-klon harapan nilam. Laporan Tahunan (unpublish). Nuryani, 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan pengembangan Perkebunan. 11 : 1-3. Nuryani, Y. 2006. Budidaya tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 23 p. Wahyuno, D. dan Sukamto. 2010. Ketahanan Pogostemon cablin dan Pogostemon heyneanus terhadap Synchytrium pogostemonis. J. Penelitian Tan Industri. 16:91-97. Wu, L., Y. Wu, Q. Guo, S. Li, K. Zhou dan J. Zhang. 2011. Comparison of genetic diversity in Pogostemon cablin from China revealed by RAPD, morphological and chemical analysis. J. of Medicinal Plant Research. 5:4549-4569
8
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam