POLA TANAM NILAM Rosihan Rosman Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 I. PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting dalam menghasilkan devisa negara. Minyaknya bernilai ekonomi tinggi, dapat digunakan sebagai fiksatif dalam industri parfum dan kosmetik. Ekspor nilam pada tahun 2009 mencapai 1079 ton ton dengan nilai 18.609.000 US$ (Ditjenbun 2011). Luas areal penanaman nilam di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1989 hanya 8.745 hektar dengan produksi 3.312 ton, meningkat menjadi 22.150 hektar dengan produksi 2.546 ton pada tahun 2007 (Anon 2007) dan tahun 2009 adalah 19.963 ha dengan hasil minyaknya 1672 ton (Ditjenbun 2011). Namun perkembangan areal pertanaman nilam, belum diikuti oleh peningkatan produktivitas, mutu serta stabilitas harga. Pada tahun 1989 produktivitas nilam 378,7 kg/ha turun menjadi 114,94 kg/ha pada tahun 2007. Sedangkan mutu Patchouli Alkohol (PA) nya di bawah 31 % dan harga selalu berfluktuasi. Rendahnya produksi sebagian besar nilam Indonesia salah satunya disebabkan oleh penerapan teknologi yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Selain itu pola penanamannya sangat beragam. Studi yang telah dilakukan ke beberapa lokasi penanaman nilam menunjukkan, sebagian penanaman nilam ditanam di lokasi dengan lahan yang kurang sesuai berdasarkan persyaratan tumbuhnya. Selain itu ada lokasi penanaman nilam yang sesuai namun tidak memperhatikan kaidah konservasi lahan sehingga tanah menjadi tidak subur, terutama penanaman di lahan berlereng dengan kemiringan lebih dari 3%. Sistem pola tanam berpindah disertai kondisi lahan kurang sesuai terutama lokasi yang memiliki bulan kering lebih dari dua bulan menyebabkan tanaman hanya mampu dipanen satu kali dalam setahun.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
27
Rendahnya kandungan PA dapat disebabkan oleh banyak faktor, selain pengembangan di lahan yang tidak sesuai, juga dapat dikarenakan teknologi yang digunakan belum menyesuaikan dengan kondisi lahan, terutama kebutuhan cahaya. Adanya fluktuasi harga yang tajam di pasar, perlu diantisipasi dengan teknologi budidaya yang mampu memberikan kekuatan bagi petani untuk bertahan dalam menghadapinya. II. PERKEMBANGAN NILAM DI INDONESIA Nilam merupakan salah satu tanaman perdu yang masuk ke Indonesia melalui Singapura pada tahun 1895 (Burkill 1935) dan ditanam di Cultuurtuin, Cimanggu-Bogor (Heyne
1927). Pada masa penjajahan
Belanda, nilam belum ditanam secara luas di Indonesia dan penelitian yang dilakukan umumnya mengenai teknik penyulingan dan analisis mutu minyak. Penyulingan daun nilam menjadi minyak nilam mulai dilakukan tahun 1920, sehingga tahun 1921 Indonesia mulai mengekpor minyak nilam sebanyak 387 kg ke Singapura dan Malaysia (Heyne 1927). Pada tahun 1960 an Indonesia merupakan negara pengekspor minyak nilam terbesar di dunia yaitu sebesar 245 ton, sedangkan Malaysia 160 ton (Allen 1969). Namun petani membudidayakan nilam masih secara tradisional dengan sistim budidaya berpindah (Dhalimi et al. 1998). Penanaman nilam terus meluas, namun belum memperhatikan aspek ekologi secara baik. Selain itu petani membudidayakan nilam secara tradisional dan masih banyak yang menggunakan sistem berpindah, teknologi yang digunakan juga masih seadanya. Bagian tanaman nilam yang bernilai ekonomi adalah bagian atasnya, sehingga berpotensi menguras unsur hara yang ada dalam tanah akibatnya tanah menjadi miskin hara. Untuk itu teknologi pemupukan diperlukan untuk mengantisipasi agar tanah di lokasi penanaman nilam tetap dalam keadaan subur. Pada tahun 1973, Adiwiganda et al. (1973) telah melakukan penelitian mengenai pemupukan N, P dan K pada tanaman nilam. Begitu juga Tasma dan Wahid (1988). Namun penerapan hasil penelitian ini
28
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
tampaknya masih mengalami kendala di tingkat petani. Penanaman nilam di tingkat petani hingga saat ini masih banyak belum menggunakan pupuk sesuai kebutuhan bahkan ada yang tidak dipupuk sama sekali. Pada era globalisasi petani dituntut mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk yang mampu bersaing. Oleh karenanya, teknologi budidaya
maupun
penanganan
pasca
panen
yang
efisien
dalam
berusahatani sangat diperlukan. Efisiensi akan terjadi apabila teknologi yang digunakan tidak banyak membutuhkan biaya. Selain itu dalam berusahatani nilam juga sering mengalami kendala terutama dalam gejolak turunnya harga,
sehingga
petani
tidak
mau
lagi
menanam
nilam.
Untuk
mengantisipasi hal itu diperlukan komoditas lain yang mampu berdampingan bersama nilam sehingga ketika harga minyak nilam turun, petani tetap mampu memanfaatkan hasil pertanian lainnya dan menyimpan minyak nilam sambil menunggu harga nilam naik kembali. Teknologi pola tanam memiliki berpeluang untuk itu, namun dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan faktor-faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan nilam apabila akan dilakukan pengaturan pola tanam.
III. FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH DALAM MENENTUKAN POLA TANAM NILAM Selama pertumbuhannya tanaman nilam dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu faktor tanah, iklim dan jenis tanaman. Tanah yaitu unsur kimia meliputi terutama pH, N, P, dan K. Unsur fisik tanah adalah tekstur tanah, drainase, dan kedalaman air tanah. Sedangkan unsur iklim yang paling menentukan adalah curah hujan, bulan kering, dan intensitas cahaya. Jenis tanaman yang cocok untuk digunakan dalam kegiatan pola tanam adalah tanaman yang mampu bersinergi dengan nilam.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
29
3.1. Tanah Tanah dengan pH 5-7 adalah tanah yang terbaik untuk penananamn nilam, dengan tingkat kandungan unsur hara N, P dan K yang optimal sangat diharapkan. N-total sedang sampai tinggi adalah yang terbaik (berkisar antara 0,21-0,75 %). Kandungan P2O5 sedang sampai tinggi (1025 ppm). K2O (lebih dari 0,3 me/100 g). Untuk daerah-daerah yang memiliki pH rendah dibutuhkan kapur sedangkan N, P dan K rendah diperlukan pupuk yang mengandung N, P dan K. Hasil penelitian Trisilawati et al. (2004) menunjukkan bahwa penggunaan kapur pertanian (kaptan) dan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan rendemen minyak dari 3,6% menjadi 4,8%. Pemberian kapur merupakan pula suatu upaya peningkatan kemasaman tanah (pH) yang akan mempengaruhi keseimbangan unsur hara tanah. Selain itu menurut Sufiani dan Hobir (1998) pH yang rendah akan mengakibatkan timbulnya serangan nematoda. Pada sistem pola tanam komoditas yang sesuai dengan kondisi yang dikehendaki tanaman nilam sangat diperlukan. Tanaman yang memiliki daya serap N, P dan K tinggi sebaiknya dianjurkan untuk dilakukan pemupukan sesuai SOP (Standard Operational Procedure) yang telah tersedia. Pada tanaman nilam pemupukan diperlukan apabila kondisi tanah memiliki kandungan hara yang rendah. Pemberian pupuk yang berlebihan akan menjadi
budidaya
nilam
tidak
efisien.
Pupuk
dapat
meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman (Adiwiganda et al. 1973). Pupuk di pembibitan dapat diberikan dalam bentuk organik maupun anorganik. Tasma dan Wahid (1988), melaporkan pemupukan 280 kg Urea, 70 kg TSP, dan 140 kg KCl per ha pada tanah Latosol Merah Kecokelatan yang mempunyai
pH
rendah
(4,9)
dan
kandungan
hara
rendah
dapat
meningkatkan produksi terna basah nilam aceh sebesar 64% dan kandungan minyak 77% apabila dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk tersebut jika disetarakan dalam bentuk unsur N, P dan K adalah 126 N + 35 P + 70 K kg per hektar.
30
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Selain unsur kimia, hal yang penting untuk diperhatikan adalah unsur fisik tanah. Pada sistem pola tanam tanaman, tanaman yang akan dipola tanamkan dengan nilam sebaiknya menghendaki kondisi fisik tanah yang sama. Tekstur tanah sangat berpengaruh dalam menyerap unsur hara dan meningkatkan sebaran akar nilam. Tanah dengan tekstur liat berpasir, drainase baik dan kedalaman air tanah lebih dari 75 cm sangat baik bagi tanaman nilam. 3.2. Iklim Iklim dengan curah hujan 1.750-3.000 mm/tahun, bulan kering kurang dari 2 bulan, intensitas cahaya 75-100 % adalah yang terbaik. Pada sistim pola tanam sebaiknya kondisi juga cocok untuk tanaman yang akan dipolakan dengan nilam. Namun untuk tanaman yang berupa pohon atau yang mampu menutupi/menaungi tanaman nilam, intensitas cahaya dipertahankan tidak kurang dari 75 %. Menurut Mansur dan Tasma (1987), tanaman nilam respon terhadap naungan, nilam yang ditanam di bawah naungan mempunyai rendemen minyak yang rendah, sebaliknya
untuk
yang ditanam di lahan terbuka, rendemen minyaknya tinggi. Cahaya
berpengaruh
terhadap
tingkat
evapotranspirasi
yaitu
penguapan air baik pada tanah maupun tanaman, sehingga mempengaruhi ketersediaan air dalam tanah. Tingkat pencahayaan yang tinggi disertai adanya bulan kering dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Untuk menekan penguapan pada lahan, penggunaan mulsa merupakan salah satu alternatif konservasi lahan agar tanah tetap subur. Namun pada kondisi curah hujan tinggi sebaiknya menghindari penggunaan mulsa, karena akan berpengaruh terhadap kelembaban tanah. Kelembaban tanah dan air hujan yang berlebihan udara yang lembab dan suhu yang tinggi (26300C) akan merangsang bakteri untuk menyerang nilam (Asman et al. 1990). Hasil penelitian penggunaan mulsa menunjukkan bahwa mulsa alangalang nyata meningkatkan produksi daun dan minyak nilam aceh sebesar 159,6% dan 181,7% dibandingkan kontrol, sedangkan mulsa semak belukar sebesar 286,5% dan 344,1% (Tasma dan Wahid 1988).
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
31
3.3. Jenis tanaman Penelitian pengaruh berbagai jenis tanaman terhadap pertumbuhan dan produksi nilam sangat minim. Nilam dapat dipola tanamkan bersamaan dengan tanaman lainnya. Namun pola penanamannya disesuaikan dengan sifat dan morfologi tanaman. Tanaman yang memiliki sifat rakus akan hara serta akan menjadi inang hama dan penyakit sebaiknya dihindari. Tanaman yang berupa pohon dan kelak akan menanungi nilam diupayakan dipangkas atau dicari tanaman yang masih mampu memberikan intensitas cahaya tidak kurang dari 75 %. Sedangkan untuk tanaman yang tingginya lebih rendah dari nilam atau sama tingginya dengan nilam tidak terlalu bermasalah sejauh ia tidak rakus hara dan tidak merupakan inang penyakit, karena intensitas cahaya yang diterima nilam masih dapat mencapai 75 %, bahkan sampai 100 %. IV. TEKNOLOGI BUDIDAYA POLA TANAM NILAM Untuk mencapai hasil yang diharapkan, teknologi yang diperlukan pada pola tanam nilam sebaiknya berdasar pada persyaratan yang dibutuhkan oleh tanaman nilam. Faktor-faktor yang akan berpengaruh buruk ditekan sekecil mungkin, sehingga pertumbuhan dan produksi nilam akan tetap optimal. Pola tanam nilam dengan tanaman lain agar memiliki daya hasil nilam yang tinggi mulai dari persiapan lahan hingga panen dan pasca panen sebaiknya mengikuti persyaratan tersebut. Ada beberapa sistem pola tanam yaitu pola tumpangsari, berurutan, rotasi dan sistem lorong. 4.1. Pola tumpang sari Tanaman nilam dapat di pola tanam kan dengan tanaman berupa pohon atau berupa perdu setahun atau tahunan. Di Pasaman, Sumatera Barat nilam ditumpangsarikan dengan kacang-kacangan dan atau cabai. Selain itu, nilam juga dapat ditanam dengan akar wangi. Pada prinsipnya nilam dapat ditanam baik sebagai tanaman sela atau tanaman pokok (Gambar 1). Sebagai tanaman pokok, tanaman nilam ditanam sesuai dengan
32
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
jarak tanam berdasarkan SOP monokultur, sedangkan tanaman lainnya sebagai tanaman sela (Gambar 1). Sebaliknya apabila tanaman nilam sebagai tanaman sela, produksinya akan tidak sebanyak sebagai tanaman pokok, karena populasi tanaman nilam yang ditanam menjadi berkurang. Penanaman nilam (sebagai tanaman pokok) dengan sistem ini bisa bersamaan dengan tanaman selanya atau sebaliknya. Apabila tanaman tanaman nilam sebagai tanaman pokok dan tanaman selanya lebih tinggi seperti jagung, maka sebaiknya jagung ditanam terlebih dahulu, terutama untuk wilayah yang memiliki bulan kering. Hal ini dimaksudkan agar ketika menanam nilam, lahan pada kondisi terlindungi, sehingga evapotranspirasi yang terjadi dapat ditekan. Kondisi kering akan menghambat pertumbuhan tanaman nilam (Kurniasari 2010). Hasil penelitian Rosman (2004), bahwa tanaman nilam ketika masih muda sangat membutuhkan naungan dengan intensitas cahaya 50 %. Pada kondisi ini nilam memiliki pertumbuhan lebih baik dari pada terbuka (100 %). Untuk lahan yang memiliki curah hujan merata sepanjang tahun dapat ditentukan waktu tanam untuk setiap komoditas. Pada Gambar 2 diuraikan bahwa tanaman sela dapat ditanam sebulan sebelum panen nilam atau setelah panen nilam seperti jagung. X X X X X X
J J J J J J
X X X X X X
J J J J J J
X X X X X X
J J J J J J
X X X X X X
J J J J J J
X X X X X X
J J J J J J
X X X X X X
JJ JJ JJ JJ JJ JJ
J J J J J J
X X X X X X
JJJXJJJX JJJXJJJX JJJXJJJX JJJXJJJX JJJXJJJX JJJXJJJX
JJJ JJJ JJJ JJJ JJJ JJJ
Gambar 1. Nilam sebagai tanaman pokok (kiri) dan nilam sebagai tanaman sela (kanan) Keterangan: X = Nilam jarak tanan 40 x 60 cm J = Tanaman sela berupa perdu
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
X = Nilam jarak tanan 40 x 120 cm J = Tanaman sela berupa perdu
33
Jan
Feb
Maret
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
Oktob
Nov
Des
Nilam X
J
J
J
J
Gambar 2. Waktu tanam nilam (di awal musim hujan Oktober) dan tanaman sela setahun
Gambar 3. Pola tanam nilam. (A) nilam sebagai tanaman utama ditanam dengan kacang hijau, (B) dengan jagung sebagai tanaman sela, dan (C) tanaman nilam di antara pohon pala. 4.2. Pola tanam berurutan Pada sistem pola tanam berurutan, tanaman nilam tidak selamanya ditanam melainkan setelah panen lahan diberakan atau ditanami dengan tanaman lainnya. Pada lahan yang diperlakukan dengan sistim rotasi, produksi nilam dan penyulingan akan terhenti apabila tidak ada lahan lain yang menanam nilam. Pada sistem ini, nilam tidak ditanam terus menerus, melainkan
setelah
panen
waktu
tertentu, bila dianggap tidak
lagi
menguntungkan karena kondisi lahan dan iklim yang tidak menguntungkan, maka tanaman diganti dengan tanaman lainnya. Sistem ini memiliki keuntungan karena hama atau penyakit tertentu yang tadinya akan
34
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
berkembang menjadi terputus siklus hidupnya. Selain itu bila yang ditanam sebagai rotasi adalah tanaman penyubur tanah, maka tanah akan menjadi subur kembali. Gambar 4 memperlihatkan urutan saat tanam nilam dengan tanaman lainnya. Nilam dipanen pada menjelang akhir musim hujan yaitu Februari atau awal Maret dan setelah itu ditanam tanaman lain sebagai pengganti. Jan
Feb
Maret
Apr
Nilam
Mei
Juni
Juli
J/Tanaman Sela
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
Nilam
Gambar 4. Waktu tanam nilam pada sistim berurutan 4.3. Pola rotasi Pada pola rotasi, tanaman nilam tidak ditanami di satu lahan terus menerus. Setelah digunakan untuk menanam tanaman nilam beberapa kali, jenis tanaman diganti dengan tanaman lain selain nilam. Sistem ini dimungkinkan apabila lahan yang ditanami nilam sudah mengalami penurunan tingkat kesuburan karena lahan memiliki unsur N, P, K, Ca, pH dan C/N rasio yang rendah. Seandainya dipaksakan ditanami nilam akan memerlukan biaya perbaikan lahan yang cukup besar. Oleh karenanya untuk menghindari biaya tinggi dilakukan rotasi dengan menghentikan menanam nilam. Lahan diberakan atau ditanami dengan tanaman lain yang mampu meningkatkan kesuburan lahan. Selanjutnya penanaman nilam dilakukan di lahan lain dalam jangka waktu tertentu baru kembali ke lahan yang telah ditinggalkan tersebut. 4.4. Sistim lorong Pada sistim lorong, tanaman ditanam diantara tanaman lain yang biasanya berupa pohon (Gambar 3C). Pada sistem ini yang perlu diperhatikan adalah intensitas cahaya yang masuk ke tanah. Tanaman nilam yang ditanam tidak sebanyak sistem monokultur. Nilam ditanam di antara
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
35
lorong pepohonan. Hasil pengamatan di lapang penanaman nilam di bawah tegakan berupa pohon seperti jati dan mengkudu menyebabkan daun nilam lebih lebar, tipis dan hijau daripada nilam yang ditanam di lahan terbuka. Namun menurut Anon (1975), pada kondisi terlindung kadar minyaknya lebih rendah dibanding terbuka. Hal ini dibuktikan oleh Supadyo dan Tan (1978) yang menyatakan bahwa kandungan minyak atsiri pada pola tanam monokultur tanpa naungan sebesar 5,1%, sedangkan di sela pohon karet dan kelapa sawit lebih rendah yaitu 4,66 %. V. UPAYA PENGEMBANGAN TANAMAN NILAM BERKELANJUTAN MELALUI POLA TANAM Dalam upaya mendukung pengembangan nilam diperlukan teknologi yang tepat agar pengembangan nilam mampu berkelanjutan. Salah satu upaya yang perlu mendapat perhatian adalah dukungan teknologi yang mampu memperkuat posisi petani dalam menghadapi gejolak harga. Selain itu, teknologi yang dimaksud juga mampu meningkatkan produktivitas lahan. Pengembangan nilam dengan dukungan teknologi pola tanam perlu menjadi bahan pertimbangan. Sistem ini akan membantu memecahkan masalah akibat fluktuasi harga. Pemanfaatan lahan di antara nilam atau nilam sebagai tanaman sela menjadikan usahatani nilam lebih kuat melawan kemungkinan jatuhnya harga minyak nilam. Ketika harga minyak nilam jatuh, hasil dari tanaman lain akan membantu kebutuhan petani dan minyak nilam dapat disimpan sambil menunggu harga yang layak untuk dijual. Untuk
tercapainya
sebaiknya ditekankan
pengembangan
kepada teknologi
nilam
melalui
yang
mampu
pola
tanam,
meningkatkan
produktivitas dan efisiensi yang bertitik tolak pada pendekatan ekologi yang ramah lingkungan. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk nilam yang telah dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menentukan teknologi yang diperlukan di suatu lokasi, seperti pemupukan, pola tanam dan teknik konservasi lainnya seperti pemulsaan dan drainase.
36
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Meskipun penelitian mengenai tanaman yang layak untuk dipola tanamkan dengan nilam
masih dirasakan kurang, namun petani telah
memulai menanam tanaman nilam dengan tanaman lain, baik secara berurutan maupun bersamaan dengan tanaman nilam (Emmyzar dan Ferry 2004; Soepadyo dan Tan 1978). Teknologi pola tanam yang dilakukan oleh petani tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan pola tanam yang lebih baik. Penanaman tanaman lain di antara nilam (pola tanam nilam), selain dapat meningkatkan pendapatan petani juga menjaga kelestarian lingkungan (Wahid dan Rosman 1998). VI. PENUTUP Pengembangan nilam sering terkendala oleh fluktuasi harga yang berakibat menurunnya keinginan petani dalam berusahatani nilam. Ketika harga jatuh tanaman dibiarkan tidak terpelihara sehingga tanaman menjadi tidak produktif. Untuk mengantisipasi hal tersebut pola tanam merupakan salah satu kunci yang dapat mempertahankan minat petani untuk tetap memelihara tanamannya. Melalui pola tanam, berarti ada tanaman lain yang ditanam sehingga petani tidak hanya mengandalkan kepada hasil nilam. Minyak nilam yang diperoleh dapat disimpan sambil menunggu harga tinggi siap untuk dijual. Adanya tanaman lain berarti juga secara tidak langsung memelihara tanaman nilam juga. Pola tanam juga dapat meningkatkan atau mempertahankan kesuburan tanah apabila ditanam dengan tanaman penyubur tanah seperti kacang-kacangan atau limbah dari tanaman sela bila dikembalikan ke tanah akan membantu memperbaiki kesuburan tanah. Pola tanam nilam dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pola tumpang sari, berurutan, rotasi atau sistem lorong. Untuk menghindari gagal panen
sebaiknya
dalam
pola
tanam
perlu
diperhatikan
kesesuaian
persyaratan tumbuh tanamannya. Pola tanam yang digunakan seyogyanya didasarkan juga kepada efisiensi usahatani, mudah dilaksanakan, dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman nilam.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
37
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1975. Pedoman bercocok tanam nilam (Patchouli). Circular No 16. LPTI Bogor. Cetakan ke-2. 8 p. Anonimous. 2007. Statistik perkebunan Indonesia. 2006-2008. Nilam. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 22 hal. Adiwiganda, Y.T., O. Hutagalung dan P Wibowo. 1973. Percobaan pemupukan nilam pada podsolik cokelat kemerahan. Buletin BPP Medan 4 : 107-116. Burkill, I. H. 1935. A Dictionary of the economic product of the Malay Peninsula. Univ. Press Oxford, Great Bretain, London. Djazuli, M. 2002. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyak nilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. 2-3 Juli 2002. hal 323-332. Djazuli, M. dan O. Trisilawati. 2004. Pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan limbah nilam untuk peningkatan produktivitas nilam. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Puslitbangbun : 16: 29-37 Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budidaya untuk peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat, Puslitbangbun. 16: 52-61 Heyne, K. 1927. De Nutige Planten Van Nederlanddsch Indie. Departement Van Lanbouw, Nijverheid en Handle, Buitenzorg. Deel II,2c druk, 1329-1333. Kurniasari, A.M, Adisyahputra dan R. Rosman. 2010. Pengaruh kekeringan pada tanah bergaram NaCl terhadap pertumbuhan tanman nilam. Bul. Littro 21: 18-27. Mansur, M. dan I.M. Tasma. 1987. Plasma nutfah tanaman nilam. Edsus Littro Balittro, Bogor. 3:12-16. Mustika, I., R.S. Djiwanti dan R. Harni. 2000. Pengaruh agensia hayati, bahan organik dan pestisida nabati terhadap nematoda pada tanaman nilam. Laporan Penyelesaian DIP Bag. Proyek Penel. Tanaman Rempah dan Obat Tahun 1999/2000. hal. 85 - 92.
38
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Rosman, R., Emmyzar dan P Wahid. 1998. Karakteristik lahan dan iklim untuk pewilayahan pengembangan. Monograf nilam. Balittro. 47-54 Rosman, R., Setyono dan H. Suhaeni. 2004. Pengaruh naungan dan pupuk fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi nilam (Pogostemon cablin Banth). Bul Littro. 15 : 43-49. Rosman, R. 2010. Teknologi budidaya nilam berbasis ekologi ramah lingkungan. Makalah disampaikan pada konferensi nasional minyak atsiri 20-21 Oktober 2010, di Bandung Soepadio dan H.T. Tan. 1978. Patchouly a profitable cash crops. World Crops. 20: 48-64. Sufiani, S. dan Hobir. 1998. Teknik Produksi Bibit. Monograf nilam, Balittro: 40-46 Tasma, I. dan P. Wahid, 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Pember. Penelitian Tanaman 15 : 34 41. Trisilawati, O., Hobir dan Emyzar. 2004. Respon dua nomor harapan tanaman nilam terhadap pemupukan. Laporan Teknis Penelitian Balittro. 33-52. Wahid, P. dan R. Rosman. 1998. Pola tanam panili. Monograf panili. No 4. Balittro, Bogor. 63-67.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
39