73
KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN RANGGAH MUNCAK JANTAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi dan morfometri pertumbuhan ranggah velvet (RV), ranggah keras (RK) post casting, dan penentuan durasi siklus ranggah pada muncak jantan. Dua ekor muncak jantan dewasa digunakan pada penelitian ini, yaitu: ♂#2 umur 5 tahun, bobot badan 19.5 kg; dan ♂#3 umur 3 tahun, bobot badan 17 kg. Data morfometri RV dan RK pada ♂#2 dikumpulkan selama satu siklus ranggah dan dua siklus ranggah pada ♂#3. Pencatatan dilakukan terhadap tanggal casting (C), hari pertama pertumbuhan RV, dan awal periode RK, serta periode C berikutnya. Pengukuran pertumbuhan RV dan RK post casting meliputi panjang dan diameter ranggah utama dan cabang ranggah, serta bobot RK dexter et sinister. Penentuan durasi siklus ranggah dimulai dari periode C, RV, RK, dan C berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan urutan pertumbuhan ranggah utama dan cabang RV pada kedua muncak. Morfometri RV dan RK post casting pada ♂#2 lebih tinggi dibandingkan ♂#3. Durasi periode C, RV dan RK pada ♂#2 berturut-turut adalah 7 hari, 104 hari, dan 348 hari dengan durasi satu siklus ranggah adalah: 459 hari (durasi mendekati satu siklus ranggah), sedangkan durasi periode C1, RV1, RK2 siklus ranggah I pada ♂#3 berturut-turut adalah 8, 98, dan 213 hari dengan durasi siklus ranggah I selama 319 hari. Durasi periode C2, RV2, dan RK3 pada siklus ranggah II berturut-turut adalah 21, 83, dan 381 hari dengan durasi total adalah 485 hari. Durasi RK3 (381 hari) muncak ♂#3 lebih lama dibandingkan RK2 (213 hari), sehingga terjadi peningkatan durasi siklus ranggah I ke siklus ranggah II sebesar 20.65%. Dari hasil pengukuran morfometri (panjang, diameter dan berat) RK post casting ♂#2 dan ♂#3 memperlihatkan adanya peningkatan antara RK1, RK2, dan RK3. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan morfometri pertumbuhan RV dan RK serta durasi siklus ranggah pada kedua muncak berkorelasi erat dengan faktor umur dan postur tubuh. Kata kunci: muncak, periode ranggah, ranggah velvet, ranggah keras, casting
Abstract The objective of this study was to elaborate the characteristic of morphology and morphometry of velvet antler (RV) growth, hard antler (RK) post casting, and determination duration of antler cycles in male muntjak. Two adult male muntjaks (♂#2, aged 5 years, body weight 19.5 kg and ♂#3, aged 3 years, body weight 17 kg) were used in this study. The morphometry data of RV and RK were collected from approximately in one antler cycle (♂#2) and two antler cycles (♂#3). The date of antler cast, first day of RV growth, early RK period, and further cast were recorded. Measuring of RV growth and RK post casting included the length, and diameter of main antler and its branch (dexter et sinister), and as well as their weight. In addition, the duration of antler cycle was determined at the beginning of C, RV, RK, till next C periods. The result showed that there were no difference in order of velvet growth (main and branch antlers) in both of muntjaks but they were different in size and duration of velvet antler growth. The morphometry of RV and RK post casting in ♂#2 were higher than ♂#3, and duration of antler cycle as well as. The duration of C, RV, and RK in ♂#2 were
74
7, 104, and 348 days with total duration of a cycles was 459 days (approximately one antler cycle). Additionally, ♂#3 showed shorter duration of C1, RV2, and RK2 periods during the first antler cycle, i.e. 8, 98, and 213 days respectivelly with total duration was 319 days. In the second antler cycle, it duration increased become 21, 83, and 381 days for C2, RV2, and RK3 periods respectivelly with total duration was 485 days. The duration of RK3 (381 days) in the second antler cycle was longer than RK2 (213 days). The increased of the first to second antler cycles duration was 20.65%. In addition, the morphometry of RK post casting in both of muntjaks also showed an increase between RK1 and RK2. In conclusion, variation of morphometry of RV growth, RK, and duration of antler cycles showed a close correlation to age and body size in both of male muntjaks. Keywords: muntjak, antler period, velvet antler, hard antler, casting
Pendahuluan Siklus pertumbuhan ranggah yang bersifat tahunan pada sebagian besar Cervidae
berkorelasi
erat
dengan
aktivitas
reproduksinya,
seperti
spermatogenesis, kualitas spermatozoa dan kemampuan mengawini betina. Hal tersebut
dilaporkan pada rusa timor jantan, yang memperlihatkan adanya
keterkaitan antara aktivitas reproduksi dengan pertumbuhan ranggahnya (Handarini 2006a). Demikian pula pada spesies Cervidae lainnya seperti red deer (Cervus elaphus) (Bartos et al. 1980; Price and Allen 2004), white-tailed deer (Odocoileus virginianus) (Forand et al. 1985), dan pampas deer (Ozotoceros bezoarticus bezoarticus) (Pereira et al. 2005; Ungerfeld et al. 2008). Pertumbuhan dan siklus ranggah pada Cervidae jantan terbagi atas empat periode ranggah, yaitu 1) periode pedicle, ranggah velvet (RV), ranggah keras (RK) dan lepas ranggah atau casting (C) (Fennessy dan Suttie, 1988). Pertumbuhan ranggah tersebut berlangsung di bawah kontrol testosteron yang disintesis oleh sel Leydig testis (Bartos et al. 2009). Testosteron dalam konsentrasi tinggi akan menyebabkan terjadinya osifikasi RV dan shedding, sedangkan
casting
terjadi
pada
saat
konsentrasi
testosteron
menurun
(Schwartz 1992). Periode C merupakan periode tersingkat dibandingkan periode lainnya, yaitu 15 -18 hari pada rusa timor (Handarini 2006a). Penutupan luka akibat casting oleh kulit velvet menandakan awal periode RV. Pertumbuhan RV berlangsung cepat dan mencapai ukuran maksimum seiring peningkatan konsentrasi testosteron. Pada tahap akhir dari pertumbuhan RV terjadi proses pengelupasan kulit velvet yang dikenal dengan shedding. Terjadinya shedding menandakan Cervidae memasuki periode RK. Periode tersebut merupakan periode terpanjang dari satu siklus ranggah. Rataan durasi periode RK pada rusa
75
timor adalah 207.25 hari (Handarini 2006b), dan 8 bulan pada rusa bawean (Semiadi et al. 2003). Perbedaan durasi periode ranggah pada Cervidae jantan berhubungan dengan perbedaan tingkatan umur dan status sosial, seperti tingkat dominasi antara jantan. Jantan dominan umumnya berumur lebih tua dibandingkan jantan subordinat. Selain itu, durasi periode ranggah pada jantan dominan lebih lama dibandingkan jantan subordinat. Rusa timor jantan dengan umur lebih tua dan ukuran ranggah yang lebih besar (dominan) memiliki durasi siklus ranggah terlama dengan urutan casting terakhir dibandingkan rusa yang lebih muda (subordinat) (Handarini 2006a). Hal yang sama juga dilaporkan pada white-tailed deer yang hidup di Amerika Selatan. Casting pada rusa tersebut didahului oleh jantan subordinat, diikuti jantan peringkat menengah dan jantan dominan (Forand et al. 1985). Urutan casting red deer yang berada di wilayah beriklim sedang (températe) berbeda dengan white-tailed deer tersebut, dimana jantan dominan lebih awal memasuki periode C dibandingkan jantan subordinat (Bartos 1980). Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti perbedaan letak geografis terkait intensitas pencahayaan tahunan yang diterima kedua rusa tersebut. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap perbedaan pola sekresi testosteron pada jantan dominan dan subordinat (Forand et al. 1985). Perbedaan konsentrasi testosteron selama periode ranggah juga berpengaruh terhadap perilaku Cervidae jantan. Konsentrasi testosteron tertinggi pada periode RK meningkatkan pemunculan perilaku reproduksi, agresif, dan agonis pada Cervidae jantan. Libido rusa timor jantan meningkat selama periode RK, demikian pula dengan perilaku agresif (Handarini 2006a). Perilaku percumbuan (courtship) dan perkawinan (mating) ditemukan saat pampas deer berada pada periode RK, demikian pula dengan perilaku agresif, dan menyerang jantan lainnya (agonis) (Ungerfeld et al. 2008a). Namun pada periode C dan RV, perilaku tersebut tidak ditemukan terutama pada Cervidae dengan pola reproduksi seasonal. Pada penelitian ini pengamatan perilaku muncak jantan diamati selama periode C, RV dan RK. Berbagai perilaku spesifik yang ditemukan pada muncak akan memberikan gambaran mengenai keterkaitan perilaku dengan periode ranggah.seperti yang dilaporkan pada rusa timor dan pampas deer. Sejauh ini data tentang morfologi dan morfometri pertumbuhan ranggah RV dan RK pada Cervidae jantan belum banyak dilaporkan. Kajian mendalam
76
tentang karakteristik pertumbuhan RV dan RK, durasi setiap periode ranggah dan durasi satu siklus ranggah, penentuan umur berdasarkan parameter ranggah dan kaitannya dengan perilaku pada muncak jantan perlu dilakukan. Keterkaitan periode ranggah dengan aktivitas reproduksi muncak jantan pada akhirnya dapat menjelaskan pola reproduksi dan tingkat fertilitas satwa tersebut yang didukung oleh data aktivitas reproduksi lainnya, seperti profil metabolit testosteron dan spermatogenesis.
Oleh
karena
itu,
tujuan
dari
penelitian
ini
adalah:
1) mempelajari morfologi dan morfometri pertumbuhan RV; 2) mempelajari morfologi dan morfometri RK post casting; 3) menentukan durasi satu siklus ranggah; dan 4) mempelajari perilaku spesifik selama periode pertumbuhan ranggah. Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi awal untuk mendukung penelitian berikutnya (penelitian III dan IV), sehingga dapat ditentukan periode aktif reproduksi muncak jantan.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, dan Laboratorium Riset Anatomi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2009 sampai Oktober 2010. Hewan Penelitian Dua ekor muncak (Muntiacus muntjak muntjak) jantan dewasa digunakan pada penelitian ini, yaitu ♂#2 dengan bobot badan 19.5 kg; dan ♂#3 dengan bobot badan 17 kg (Gambar 26). Umur kedua muncak tidak diketahui, namun kedua muncak telah memasuki usia dewasa yang dicirikan dengan keberadaan pedikel dan ranggah keras. Kedua muncak dinyatakan sehat secara klinis dan telah memperlihatkan aktivitas reproduksi. Penggunaan muncak untuk penelitian ini sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 23/Menhut-II/2011. Muncak diperoleh dari hasil tangkapan dan dipelihara di kandang individual berukuran 1 x 2 m2 dan kandang terbuka (kandang exercise) berukuran 7 x 7.5 m2 selama penelitian berlangsung. Pemberian pakan dilakukan setiap pagi dan sore, dengan berat pakan yang disesuaikan dengan bobot badan muncak, yaitu sekitar 10% dari bobot badan (Handarini 2006a). Pakan yang
77
diberikan d be erupa pelet,, wortel, rum mput dan pisang sebag gai makanan n selingan, sedangkan s a minum diberikan seccara ad libitu air um. Sebe elum pengamatan dilakkukan, munccak terlebih dahulu diadaptasikan selama s 3 bulan. b Pada a masa ada aptasi, munc cak diberika an antelmen ntikum dan diulangi d setiiap 3 bulan selama pen nelitian berla angsung. Se elain itu dibe erikan pula vitamin v A de engan dosis 10.000 IU dan d vitamin E dengan do osis 50 mg per p hari.
A
B
Gambar G 26 Muncak (Muntiacus muntj tjak muntjak) jantan penelitian. Muncak k ♂#2 pada periode ranggah keras (A A) dan ♂#3 pada p periode ranggah velvvet (B) yang nelitian URR FKH F IPB. dipelihara di kandang pen
Alat A Penelittian Alat yang digun nakan pada a kegiatan ini adalah pita ukur (ccm), micro calliper digittal (mm), tim mbangan digital (Ohausss) dan kamera digital (So ony Cybershot s DSC-W W30). Metode Pen nelitian Pada a kegiatan ini dilakukan penga amatan terh hadap morffologi dan morfometri pertumbuha an ranggah h velvet (R RV), dan pe enentuan satu s siklus d 2 (dua) individu m muncak jan ntan (♂#2 dan ♂#3). Selain itu rangggah dari dilakukan d pu ula pengama atan morfolo ogi dan morffometri rangg gah keras 1 (RK1) dan ranggah kerras 2 (RK2) pada kedua a muncak yang y telah le epas dari pe edikel (post casting). Pe engamatan perilaku spe esifik selam ma periode p pertumbuha an ranggah juga j dilakukkan pada pen neltian ini.
78
Morfologi dan morfometri pertumbuhan ranggah velvet Pengukuran pertumbuhan ranggah velvet (RV) pada kedua muncak bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan RV serta durasinya yang dapat digunakan untuk menentukan kecepatan pertumbuhan RV pada muncak. Selain itu data morfometri RV dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar peran testosteron selama pertumbuhan RV (dibahas pada penelitian III mengenai profil metabolit testosteron). Pengukuran pertumbuhan RV dilakukan seminggu sekali secara manual handling dengan memegang bagian pedikel dexter et sinister. Alat ukur yang digunakan adalah micro caliper digital dan pita ukur. Setiap perubahan terhadap morfologi dan morfometri RV diobservasi, diukur dan didokumentasikan. Pengamatan dimulai setelah terjadi casting (C) hingga mencapai shedding, sedangkan pengukuran RV dimulai setelah terjadi percabangan RV meliputi panjang dan diameter dari ranggah velvet utama (RVU) dan ranggah velvet cabang (RVC). Morfologi dan morfometri ranggah keras post casting Pengamatan morfologi dan morfometri RK bertujuan untuk mengetahui atau memprediksi umur kedua muncak berdasarkan perbedaan morfologi dan morfometri RK. Data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui status dominasi antara ♂#2 dan ♂#3. Pengamatan dilakukan terhadap empat pasang RK dexter et sinister (RK1 dan RK2) dari ♂#2 dan ♂#3 yang telah mengalami casting. Parameter yang diukur meliputi panjang, diameter dan bobot ranggah keras utama (RKU) dan ranggah keras cabang (RKC) (Gambar 27).
DRKU
PRKU
DRKC
PRKC
Gambar 27 Pengukuran panjang dan diameter ranggah keras post casting. PRKU: panjang ranggah utama; PRKC: panjang ranggah cabang; DRKU: diameter ranggah keras utama; dan DRKC: diameter ranggah keras cabang.
79
Penentuan durasi siklus pertumbuhan ranggah muncak Penentuan durasi siklus pertumbuhan ranggah pada kedua muncak bertujuan untuk mengetahui hubungan umur dan status dominasi antara muncak ♂#2 dan ♂#3. Kriteria penentuan durasi setiap periode ranggah dan durasi satu siklus ranggah adalah sebagai berikut: 1. Periode casting (C), dihitung pada saat RK dexter et sinister terlepas dari pedikelnya sampai luka akibat casting RK (blastema) ditutupi oleh kulit tipis (velvet). 2. Periode ranggah velvet (RV), dihitung pada saat luka telah tertutup kulit velvet sampai terjadinya pengelupasan kulit velvet (shedding). 3. Periode ranggah keras (RK), dihitung setelah shedding sampai RK baru mengalami casting berikutnya. Durasi satu siklus pertumbuhan ranggah merupakan jumlah hari yang diperlukan untuk ketiga periode ranggah, dihitung dari awal periode C, RV, RK, dan C berikutnya. Penentuan umur muncak Penentuan umur ♂#2 dan ♂#3 dilakukan berdasarkan data morfologi dan morfometri RK post casting dan durasi siklus ranggah, serta ukuran panjang gigi taring atas (prosedur pengukuran dilakukan bersamaan dengan penampungan semen). Selanjutnya dilakukan komparasi dengan data morfologi dan morfometri RK, durasi siklus ranggah dan ukuran gigi taring dari beberapa spesies Cervidae jantan lainnya yang dibahas dalam literatur terkait. Pengamatan perilaku muncak Perilaku spesifik yang muncul selama periode ranggah, yaitu pada periode C, RV dan RK diamati pada kedua muncak. Pengamatan dilakukan setiap pagi dan sore masing-masing selama 2-3 jam di kandang terbuka. Pengamatan perilaku ♂#2 dan ♂#3 dilakukan secara bergantian, yang meliputi perilaku percumbuan (courtship) dan perilaku agresif. Pada periode tertentu kedua muncak digabungkan dengan betina secara bergantian di kandang terbuka untuk mengamati perilaku yang berhubungan dengan aktivitas reproduksi. Jenis perilaku spesifik yang diperlihatkan kedua muncak selanjutnya dicatat dan dipotret menggunakan kamera digital.
80
Analisis Data Data morfologi pertumbuhan RV, RK1 dan RK2 dexter et sinister post casting serta data perilaku spesifik pada kedua muncak, dianalisis secara deskriptif. Data morfometri pertumbuhan (panjang dan diameter) RV serta morfometri RK1 dan RK2 (♂#2); RK1, RK2, dan RK3 (♂#3) dexter et sinister post casting ditabulasikan dalam bentuk rataan ± SB, sedangkan durasi setiap periode ranggah dan durasi satu siklus ranggah ditampilkan dalam satuan hari.
Muncak Jantan ♂#2 dan ♂#3 C
RK
RV Periode Ranggah
Pengamatan Morfologi: • Pertumbuhan RV • RK post casting
Penentuan Durasi Siklus Ranggah
Pengukuran Morfometri: • Pertumbuhan RV • RK post casting
Penentuan Umur
Pengamatan Perilaku Spesifik
Gambar 28 Bagan alir penelitian II: Karakteristik pertumbuhan dan durasi siklus ranggah muncak jantan. C: casting, RV: ranggah velvet, RK: ranggah keras.
81
Hasil dan Pembahasan Morfologi dan Morfometri Pertumbuhan Ranggah Velvet Pertumbuhan ranggah velvet (RV) pada muncak berlangsung di bagian proksimal pedikel (dasar ranggah). Muncak memiliki pedikel terpanjang dibandingkan Cervidae jantan lainnya dan merupakan karakteristik tersendiri. Panjang pedikel dexter et sinister pada ♂#2 adalah 65.46 ± 2.86 mm, lebih panjang dibandingkan ♂#3, yaitu 57.10 ± 7.05 mm. Keberadaan pedikel adalah permanen dan tidak mengalami casting. Pertumbuhan ranggah baru (RV) dimulai setelah terjadi casting pada ranggah keras (RK). Periode casting (C) pada kedua muncak tidak sama, tetapi tahapan pertumbuhan RV tidak berbeda. Proses casting RK terjadi secara bertahap. Tahap pertama adalah RK dexter dan diikuti RK sinister pada hari berikutnya. Namun urutan casting dapat pula dimulai dari RK sinister diikuti RK dexter, seperti yang ditemukan pada siklus ranggah II muncak ♂#3. Menurut Goss et al. (1992), proses casting terjadi akibat terjadinya resorbsi matriks tulang oleh osteoklas di bagian distal pedikel yang akan menimbulkan luka dan perdarahan ringan. Luka bekas casting di bagian proksimal pedikel selanjutnya membentuk blastema sebagai titik awal regenerasi ranggah baru. Hasil pengamatan terhadap morfologi pertumbuhan RV yang meliputi ranggah velvet utama (RVU) dan ranggah velvet cabang (RVC) menunjukkan tahapan proses antlerogenesis yang sama pada kedua muncak, sehingga gambar yang disajikan untuk memperlihatkan proses tersebut (Gambar 29) hanya diambil dari muncak ♂#3. pada siklus ranggah I. Casting RK mengakibatkan luka ringan pada permukaan proksimal pedikel yang disebut blastema. Perdarahan mengering selama 2-3 hari setelah casting, membentuk keropeng dan diikuti dengan proses penutupan jaringan luka (epitelisasi) dengan kulit tipis (velvet). Epitelisasi luka blastema pada kedua muncak mencapai maksimum pada hari ke 8-21 post casting dan menandakan dimulainya proses pertumbuhan RV. Posisi pertumbuhan RVC terjadi di bagian anterior pedikel dan bagian posterior untuk RVU (Gambar 29a). Menurut Price et al. (2005), blastema merupakan cekungan bekas casting di permukaan pedikel yang dialiri darah dan selanjutnya ditutupi oleh lapisan kulit tipis (velvet) beberapa jam setelah casting. Secara histologi, blastema terdiri atas kumpulan sel berbentuk kerucut yang berhubungan langsung dengan kulit velvet (Li et al. 2004). Walaupun Price dan Allen (2004); Price et al. (2005) menyatakan bahwa blastema merupakan titik awal pertumbuhan RV, namun Li et al. (2004)
82
menyatakan bahwa bagian distal dari pedikel lebih potensial untuk regenerasi ranggah baru dibandingkan blastema yang berada di bagian proksimal. Mekanisme regenerasi ranggah baru melibatkan aktivitas stem cell yang mengalami diferensiasi osteogenik dan kondrogenik pada bagian antlerogenik periosteum di bagian distal pedikel (Kierdorf et al. 2003). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempelajari fenomena regenerasi ranggah yang sering dijadikan sebagai model penelitian untuk terapi regeneratif, seperti metode stimulasi pertumbuhan jaringan bekas trauma pada ekstremitas mamalia yang dapat diaplikasikan pada manusia (Kierdorf dan Kierdorf 2011). Aplikasi metode imunositologi menggunakan antibodi spesifik dapat mengidentifikasi keberadaan stem cell secara in vivo pada saat pertumbuhan RV dan secara in vitro dengan teknik kultur sel (Cegielski et al. 2006). Tahap awal pertumbuhan RVC, ditandai dengan pembengkakan di bagian anterior pedikel dan selanjutnya membentuk protuberansia pada hari ke-14. Pertumbuhan RVC pada muncak berlangsung lebih awal dibandingkan pertumbuhan
RVU
yang
baru
muncul
pada
hari
ke-18
post
casting
(Gambar 29b). Pada hari hari ke-20, pertumbuhan RVU telah menyamai ukuran panjang dan diameter RVC dan tumbuh secara progresif pada hari ke-22 sampai hari ke-48 (Gambar 29c), diikuti dengan pembengkokan bagian proksimal RV ke arah medial (Gambar 29d). Pada periode tersebut terjadi proses osifikasi endokondral (Price et al. 2005; Price dan Allen 2004) yang dimulai dari bagian distal RVU dan RVC. Osifikasi endokondral bergerak ke arah proksimal RV yang terbagi atas empat zona, yaitu zona proliferasi, maturasi, hipertrofi dan kalsifikasi (Price et al. 2005). Konsistensi RV yang mulai mengeras mengindikasikan terjadinya proses mineralisasi ranggah. Pertumbuhan ranggah mencapai ukuran maksimum setelah sempurnanya proses mineralisasi ranggah. Pada tahap ini terjadi pengelupasan kulit velvet yang disebut shedding (Gambar 29e). Proses shedding terjadi akibat terbentuknya formasi tulang ranggah yang diawali dengan diferensiasi osteoblas dari populasi osteoblas progenitor di bagian perivaskular jaringan kartilago. Pada saat yang bersamaan terjadi pula osifikasi intramembran di sekitar batang RV (Faucheux et al. 2001; Price et al. 2005). Berakhirnya shedding menandakan muncak jantan mulai memasuki periode RK. Periode RK merupakan periode ranggah dengan durasi terlama dibandingkan periode C dan RV (Gambar 29f).
83
Ca asting
Ran nggah Velvett (awal)
Ra anggah Velve et
Ran nggah Velvett
Sh hedding
Ran nggah Keras s
Gambar G 29 Pertumbuhan P n ranggah ve elvet (RV) pad da muncak ja antan. Bagian proksimal pedicle post casting mem mbentuk blasttema (a); awa al pertumbuh han ranggah ng (RVC) (b); pertumbuha an ranggah velvet v utama (RVU) dan velvet caban RVC (c); uku uran panjang RVU mening gkat (d); pertu umbuhan RV VU dan RVC mencapai ma aksimum dita andai dengan pengelupasa an kulit velvet (shedding) (e); muncakk memasuki p periode rangg gah keras (RK K) (f). Blastem ma (1), kulit velvet (2), tittik awal RVU U (3), protube eransia RVC (4), RVU (5 5), RVC (6), ranggah kera as utama (RK KU) (7), peng gelupasan ku ulit velvet (sh hedding) (8), ranggah kera as cabang (R RKC) (9), dan dasar ran nggah atau pedikel p (10). Skala: 5 cm.
Dura asi periode pertumbuhan RV pad da ♂#2 berlangsung lebih l lama (104 hari) dibandingkan n ♂#3, baik p pada siklus ranggah I (9 98 hari) mau upun siklus ( hari). Pe erbedaan du urasi pertum mbuhan RV antara kedu ua muncak ranggah II (83 diduga d berh hubungan dengan d fakktor umur dan d postur tubuh mun ncak yang selanjutnya s berpengaruh terhadap bentuk dan ukuran RV d dan RK baru u. Muncak ♂#2 yang le ebih tua deng gan postur tubuh lebih besar, b serta bentuk RV lebih kokoh dan d berukurran lebih besar dibandin ngkan ♂#3, menjalani p periode RV lebih l lama. Kondisi seru upa juga dilaporkan pa ada rusa tim mor (Cervuss timorensiss), dimana rusa berumur tua (6 tahun) menjallani periode RV selama a 170 hari, sedangkan s
84
rusa yang berumur 4 tahun berada pada periode RV selama 151 hari (Handarini 2006a). Pampas deer dewasa muda (subadult) juga dilaporkan menjalani durasi pertumbuhan RV yang lebih singkat dibandingkan pampas deer dewasa (adult) (Ungerfeld et al. 2008b). Pengukuran pertumbuhan RV dexter et sinister kedua muncak dimulai setelah terbentuknya cabang RV. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari perlukaan pada RV yang baru tumbuh dan mengurangi stres pada muncak akibat manual handling selama pengukuran berlangsung. Selain itu perilaku muncak sangat sensitif pada periode post casting dan awal pertumbuhan RV. Namun demikian, pengamatan dan pemotretan terhadap tahapan pertumbuhan RV dilakukan segera setelah casting. Pengukuran pertumbuhan ranggah velvet pada ♂#2 dan ♂#3 dihentikan saat shedding berakhir. Rachlow et al. (2003) menyatakan, abnormalitas ranggah keras (RK) pada rocky mountain elk (Cervus elaphus nelsoni) dapat terjadi apabila terjadi perlukaan diawal pertumbuhan RV. Rusa
totol
yang
mengalami
luka
saat
pertumbuhan
RV
berlangsung
memperlihatkan jumlah cabang ranggah lebih banyak dari ranggah normal (Rajaram 2004). Data morfometri pertumbuhan RV yang diukur meliputi panjang ranggah velvet utama (PRVU), diameter ranggah velvet utama (DRVU), panjang ranggah velvet cabang (PRVC), dan diameter ranggah velvet cabang (DRVC). Pengukuran dilakukan terhadap RV dari satu siklus ranggah pada ♂#2, serta RV1 dan RV2 dari siklus ranggah I dan kedua pada ♂#3. Gambar 29 dan 30 memperlihatkan nilai rataan panjang dan diameter RVU dan RVC dexter et sinister kedua muncak. Kecepatan pertumbuhan RV (mm/hari) pada kedua muncak, dihitung berdasarkan data PRVU. Periode pertumbuhan RV pada ♂#2 berlangsung selama 104 hari atau 3.5 bulan (Gambar 30). Rataan PRVU dan PRVC di awal pengukuran adalah 51.84 ± 0.56 mm dan
26.21 ± 0.81 mm, dengan DRVU dan DRVC adalah
24.33 ± 0.62 mm dan 15.84 ± 0.16 mm. Pertumbuhan RV terus berlangsung dan mencapai panjang maksimum 148.25 ± 1.12 mm (PRVU) dan 46.26 ± 0.68 mm (PRVC), 24.33 ± 0.62 mm (DRVU) dan 16.44 ± 0.64 mm (DRVC). Kecepatan pertumbuhan RV pada ♂#2 adalah 1.42 mm/hari.
85
Gambar G 30 M Morfometri pe ertumbuhan ra anggah velve et ♂#2. Perio ode pertumbuhan Januari – Mei 2009. PRVU: P panjan ng ranggah velvet v utama; PRVC: panja ang ranggah velvet v cabang g; DRVU: diameter periode ranggah ve elvet utama; dan DRVC: periode p pertum mbuhan ranggah velvet ca abang.
Perio ode pertumb buhan RV1 dari siklus ranggah r I pa ada ♂#3, be erlangsung selama s 98 hari atau se ekitar 3 bula an (Gambar 31A). Rata aan morfome etri RV1 di awal a pengukkuran adalah h 49.5 ± 1.10 mm (PRV VU) dan 25.1 19 ± 3.94 mm (PRVC), 23.99 2 ± 1.12 mm (DRV VU) dan 17.54 ± 2.41 mm (DRVC C). Ukuran maksimum setelah s terja adi shedding g, adalah 14 46.44 ± 1.58 mm (PRV VU); 46.95 ± 1.97 mm (PRVC); 13.65 ± 1.27 mm (DRVU U) dan 8.49 9 ± 0.30 mm m (DRVC). Kecepatan an RV munca ak ♂#3 pada a siklus rang ggah I adalah 1.49 mm/h hari. pertumbuha Peningkatan uku uran rangga ah velvet ♂#3 ditemuka an pada pe eriode RV2 dari d siklus ra anggah II, dengan durassi selama 83 3 hari (Gamb bar 31B). Pa anjang dan diameter d
m maksimum
setelah
te erjadi
shed dding
secarra
beruruta an
adalah
166.50 ± 2.12 mm (PRV VU); 47.50 ± 1.34 mm (PRVC); 15.2 20 ± 1.34 mm (DRVU), dan d 9.46 ± 0.21 mm (D DRVC). Panjang dan dia ameter RV a antara sikluss ranggah I dan d kedua meningkat sebesar s 6.4 41% (PRVU)), 0.58% (P PRVC), 5.37% (DRVU) dan d 5.29% (DRVC). Kecepatan pe ertumbuhan RV ♂#2 pada p siklus ranggah II m 2.0 mm/hari. m meningkat menjadi Ukurran diamete er ranggah tertinggi te erjadi di aw wal pertumb buhan RV, sekitar s 29 hari h post cas sting. Namu un ukuran te ersebut mula ai menurun pada awal pertengahan n periode RV V dan sema akin mengecil menjelang g shedding. Penurunan ukuran diameter terja adi seiring peningkatan konsentrasi testoste eron yang mbuhan end dokondral RV R terhenti dan kals sifikasi RV mengakibatkkan pertum mencapai maksimum. m Akibatnya, A kkulit velvet menjadi m tipiss, kering da an akhirnya terkelupas t a atau sheddin ng (Price et al. 2005).
86
A
B
Gamba ar 31 Morfom metri pertumb buhan rangga ah velvet ♂#3 3. A. siklus rranggah I, da an B. siklus ranggah II. C: C casting; C1 1: casting 1; C2: casting 2 2; PRVU: panjang rangga ah velvet uta ama; PRVC: panjang ranggah velvet cabang; DRVU: diametter ranggah velvet utama a; DRVC: dia ameter rangga ah velvet cab bang; RK: ranggah keras.
n pertumbuh han ranggah h pada muncak (1.49-2..0 mm/hari) jauh Kecepatan lebih rendah r diban ndingkan red deer (>2.0 0 cm/hari) (L Li 2003) dan n rusa timor yang berada a pada kisa aran 1.19-2 2.34 cm/harri (Handarin ni 2006a). Kondisi K terssebut terkaitt dengan kecilnya k uku uran RV p pada munca ak yang m mencapai uk kuran maksimum yaitu 166.50 ± 2.12 2 mm (♂ ♂#3). Ukura an tersebut jauh lebih kecil dingkan uku uran RV pa ada rusa yang y dapat mencapai 63 cm. Uk kuran diband maksimum ranggah keras uttama pada rusa timor ditemukan pada rusa timor 6 tahun) den ngan ukuran tubuh lebih besar dan bobot b jantan dewasa berumur tua (6 n 86.9 kg. Ke ecepatan pe ertumbuhan RV muncak k ♂#3 menin ngkat pada siklus s badan rangga ah II bersam maan denga an meningkkatnya umurr dan ukuran tubuhnya. Hal terseb but mirip sep perti yang dilaporkan pad da rusa timo or.
Morfo ologi dan Mo orfometri Ranggah R Keras Post-ca asting Morfologi ranggah keras (RK) po ost casting kedua k munccak diperliha atkan an ♂#3 terse ebut diamatti pada RK1 dan pada Gambar 32. Morfologi RK ♂#2 da y mengallami casting pada period de berbeda, kecuali RK2 2 pada ♂#2 yang RK2 yang belum mencapai casting. c Sec cara umum RK muncakk terbagi ata as ranggah keras k a (RKU) dan ranggah keras caba ang (RKC). Struktur RK K tersusun atas utama tulang padat yang g berwarna putih p krem.
87
Muncak ♂#2 memiliki RK1 (post casting) dan RK2 (pre casting) yang telah bercabang dan simetris, namun ukuran RK1 lebih kecil dibandingkan RK2. Permukaan RK membentuk alur dengan garis yang memanjang dari proksimal ke distal RK. Warna kehitaman pada RK1 berasal dari kulit velvet yang mengelupas (shedding) dan menempel pada permukaan RK. Perbedaan morfologi RK ditemukan pada ♂#3. Morfologi RK1 dexter et sinister tidak simetris dan hanya RK sinister yang memiliki cabang kecil, sedangkan ranggah dexter belum bercabang (spike antler). Permukaan ranggah masih licin dan belum memperlihatkan alur yang jelas. Struktur RK ♂#2 mengalami perubahan morfologi dan morfometri setelah memasuki periode RK2, dimana kedua RK telah bercabang, simetris dan memperlihatkan alur pada permukaan ranggah. Ukuran panjang, diameter dan bobot RK1 dan RK2 ♂#2 juga lebih tinggi dibandingkan ♂#3 (Tabel 7).
Gambar 32 Morfologi ranggah keras post casting pada ♂#2 dan ♂#3. Ranggah keras (RK1) dan ranggah keras 2 (RK2). Ranggah keras utama (RKU); dan ranggah keras cabang (RKC). Skala: 3 cm.
Muncak ♂#3 pada siklus ranggah I, memiliki RK1 yang tidak simetris dengan permukaan ranggah yang masih licin dan belum memperlihatkan alur. Cabang ranggah yang berukuran kecil hanya ditemukan pada RK1 sinister, sedangkan RK1 dexter belum bercabang yang disebut spike antler. Morfologi ranggah mengalami perubahan pada RK2 dari siklus ranggah II dengan bentuk RK telah simetris dan bercabang. Pengaruh umur terhadap morfologi RK terlihat jelas pada ♂#3. Keberadaan spike antler pada ♂#3 menandakan muncak tersebut tergolong dewasa muda dan diduga baru mengalami sekali casting.
88
Spike antler juga dapat digunakan sebagai indikator usia pubertas pada Cervidae, dan indikator tersebut juga digunakan pada muncak penelitian. Puber pada revees muntjak jantan terjadi pada umur sekitar 1 tahun yang ditandai dengan
tumbuhnya
pedikel
(dasar
ranggah)
dan
dilanjutkan
dengan
pertumbuhan ranggah pertama berbentuk spike dan belum bercabang (Jackson 2002). Periode C spike antler pada rusa bawean (Axis kuhlii) terjadi pada umur 16 - 18 bulan, dan telah bercabang pada umur 20 bulan (Semiadi et al. 2003). Secara umum, morfometri RK muncak ♂#2 yang meliputi panjang dan diameter ranggah, berbeda antara RK1 dan RK2 dexter et sinister. Rataan untuk PRKU, DRKU, PRKC dan DRKC tertinggi ditemukan pada periode RK2, secara berurutan adalah: 148.25 mm; 19.21 mm; 46.26 mm; dan 9.19 mm. Terjadi peningkatan sebesar 20.05%, 7.71%, 24.37%, dan 10.85%. Bobot RK1 ♂#2 adalah 20.15 g, sedangkan bobot RK2 tidak diperoleh, karena ♂#2 mati sebelum casting 2 (C2) terjadi. Namun bila diamati secara morfologi terhadap panjang dan diameter RK2, bobot RK2 lebih berat dibandingkan bobot RK1. Muncak ♂#3 juga memperlihatkan peningkatan morfometri ranggah keras dexter et sinister dari RK1 ke RK2. Rataan untuk PRKU, DRKU, PRKC dan DRKC pada periode RK1 adalah RK2 secara berurutan adalah: 146.44 mm, 13.65 mm, 46.26 mm; dan 8.49 mm, dengan persentase peningkatan ukuran sebesar 25.36%, 4.12%, 31.74%, dan 26.52%. Adapun bobot RK pada periode RK1 adalah 10.78 g, dan meningkat sebesar 44.72% menjadi 28.22 g pada periode RK2. Peningkatan
morfometri
RK
tersebut
juga
berhubungan
dengan
peningkatan umur dan ukuran tubuh kedua muncak. Hubungan tersebut telah dilaporkan pada rheindeer (Rangifer tarandus) (Hoymork dan Reymers 1999), moose (Alces alces) (Stewart et al. 2000), revees muntjak (Jackson 2002), dan rusa bawean (Semiadi et al. 2003). Stewart et al. (2000) menyatakan bahwa moose jantan dewasa dengan ukuran tubuh lebih besar, memiliki ranggah berukuran lebih besar dibandingkan moose dewasa muda. Kebutuhan mineral dalam jumlah besar untuk pertumbuhan ranggah tercukupi pada moose jantan dewasa dengan kondisi tubuh lebih besar dibandingkan jantan yang lebih muda.
89
Tabel 7 Morfometri ranggah keras post casting pada muncak ♂#2 Parameter
♂#3
RK1
RK2*
PRKU (mm)
98.73
148.25
DRKU (mm)
16.46
PRKC (mm)
Peningkatan
Peningkatan
RK1
RK2
49.52 (20.05)
87.18
146.44
59.26 (25.36)
19.21
2.75 (7.71)
12.57
13.65
1.08 (4.12)
28.13
46.26
18.13 (24.37)
24.32
46.94
22.62 (31.74)
DRKC (mm)
7.32
9.15
1.83 (10.85)
4.93
8.49
3.56 (26.52)
Bobot RK (g)
20.15
-
-
10.78
28.22
17.44 (44.72)
ukuran (%)
ukuran (%)
Keterangan: RK1: ranggah keras 1; RK2: ranggah keras 2; PRKU: panjang ranggah keras utama; DRKU: diameter ranggah keras utama; PRKC: panjang ranggah keras cabang; DRKC: diameter ranggah keras cabang; RK: ranggah keras. *diukur setelah kematian ♂#2.
Adanya pengaruh umur terhadap ukuran ranggah juga dilaporkan pada rusa timor jantan. Rusa jantan dewasa yang lebih tua dengan ukuran tubuh lebih besar memiliki ukuran ranggah yang juga lebih besar, panjang dan kokoh dibandingkan rusa jantan yang lebih muda (Handarini 2006a). Korelasi antara bobot RK dan umur Cervidae jantan juga dilaporkan pada pampas deer (Ungerfeld et al. 2008c). Pampas deer jantan berumur 2 tahun memiliki bobot ranggah 55 g, sedangkan jantan yang berumur 6 tahun bobot ranggahnya adalah 200 g.
Durasi Siklus Pertumbuhan Ranggah Durasi siklus pertumbuhan ranggah yang terbagi atas periode C, RV dan RK pada kedua muncak ditampilkan pada Tabel 8. Pengamatan durasi siklus ranggah pada ♂#2 dilakukan dari bulan Januari 2009 sampai Maret 2010 (sekitar 15 bulan). Data durasi satu siklus ranggah pada ♂#2 tidak diperoleh karena di akhir periode RK (Maret 2010) muncak tersebut mati. Periode C berlangsung selama 7 hari, RV 104 hari dan RK 348 hari dengan total durasi 459 hari atau 15 bulan (durasi sampai akhir Maret 2009). Durasi siklus ranggah ♂#3 diamati dari dua siklus ranggah, yaitu siklus ranggah I dari Desember 2009 sampai Oktober 2010 (sekitar 10 bulan), dan siklus ranggah II dari Oktober 2010 sampai Maret 2012 (sekitar 16) bulan). Durasi periode C1 adalah 8 hari, sedangkan durasi periode RV1 dan RK2 adalah 98 dan 213 hari, dengan total durasi siklus ranggah I adalah 319 hari atau
90
10 bulan. Durasi periode C2, RV2, dan RK3 dari siklus ranggah II adalah 21, 83, dan 381 hari, dengan total durasi siklus ranggah II adalah 485 hari (16 bulan). Terjadi peningkatan durasi dari siklus ranggah I ke siklus ranggah II, yaitu selama 166 hari (20.65%). Namun durasi siklus ranggah II tersebut belum dapat dikatakan melebihi prediksi durasi siklus ranggah pada ♂#2 (459 hari), karena nilai durasi tersebut dihitung hingga tanggal kematian ♂#2, saat muncak tersebut berada pada periode RK dan belum mencapai casting berikutnya. Tabel 8 Durasi siklus ranggah muncak Durasi satu siklus ranggah (hari)
Durasi periode ranggah (hari)
Muncak
C 7 8 (C1) 21 (C2)
♂#2 ♂#3 siklus ranggah I ♂#3 siklus ranggah II
RV 104 98 (RV1) 83 (RV2)
RK 3481 213 (RK2) 381 (RK3)
Keterangan: C: casting, RV: ranggah velvet, RK: ranggah keras, kematian ♂#2 (akhir Maret 2009).
1, 2
4592 319 485 dihitung sampai
Dengan demikian, terjadi peningkatan durasi dari siklus ranggah I ke siklus ranggah II yang terjadi bersamaan dengan peningkatan umur dan ukuran tubuh muncak ♂#3.
Hal yang sama juga dilaporkan pada rusa timor
(Handarini 2006a). Rusa timor berumur
6 tahun menjalani periode casting
selama 16 hari, periode RV selama 170 hari, dan periode RK selama 211 hari dengan total durasi satu siklus ranggah selama 397 hari. Durasi ini lebih lama dibandingkan rusa yang berumur 4 dan 5 tahun. Kondisi serupa juga dilaporkan pada white-tailed deer (Forand et al. 1985); red brocket (Versiani et al. 2009); dan pampas deer (Ungerfeld et al. 2009). Pada spesies rusa tersebut ditemukan bahwa jantan dewasa berumur lebih tua dan lebih dominan cenderung memiliki durasi satu siklus ranggah yang lebih lama dibandingkan jantan dewasa muda dengan status subordinat. Penentuan Umur Muncak Penentuan umur pada kedua muncak perlu dilakukan, mengingat tidak ada data pasti tentang umur kedua muncak tersebut. Penentuan umur ♂#2 dan ♂#3 dilakukan berdasarkan bobot badan di awal penelitian,
morfologi dan
morfometri RK1, durasi satu siklus ranggah yang dihitung dari tanggal casting RK1, dan panjang sepasang gigi taring atas (Tabel 9).
91
Secara morfologi, RK1 dan RK2 dexter et sinister pada ♂#2 lebih kokoh, simetris dan telah bercabang, dibandingkan morfologi RK1 pada ♂#3 yang tidak simetris. Salah satu RK belum bercabang dengan ranggah utama (RK dexter) berukuran kecil dan lurus yang dikenal dengan spike antler. Morfologi RK berubah pada RK2, dimana bentuk RK dexter et sinister telah simetris dan bercabang. Menurut Rajaram (2004), morfologi ranggah dapat digunakan untuk menentukan umur Cervidae jantan. Rusa jantan berumur muda (subadult) memiliki bentuk ranggah tidak simetris, dan setelah rusa tersebut mencapai dewasa bentuk ranggah menjadi simetris. Morfologi RK1 yang tidak simetris pada muncak ♂#3, menandakan muncak tersebut masih tergolong dewasa muda. Tabel 9 Kriteria penentuan umur muncak pada periode awal penelitian Parameter Bobot badan di awal penelitian (kg) Morfologi RK1 dexter et sinister Panjang RKU (mm) Diameter RKU (mm) Bobot RK (g) Rataan panjang taring atas (mm) Durasi satu siklus ranggah2 (hari) Prediksi umur di awal penelitian (tahun)
Muncak Jantan ♂#2 ♂#3 19.5 17.0 Simetris Tidak simetris1 98.73 ± 8.82 87.18 ± 17.08 16.46 ± 0.15 12.57 ± 1.91 20.15 ± 0.14 10.78 ± 2.17 25.53 ± 0.41 24.77 ± 0.72 4593 319 5 3 1
2
Keterangan: RK1: ranggah keras 1, RKU: ranggah keras utama, spike antler, durasi siklus ranggah setelah RK1 mengalami casting, 1dihitung sampai kematian ♂#2 (akhir Maret 2009).
Penentuan umur dengan metode pengukuran panjang gigi taring kedua muncak semakin memperkuat perbedaan umur antara ♂#2 dan ♂#3. Metode ini telah dilaporkan pada revees muntjak dengan penentuan umur berdasarkan panjang gigi taring post natal (Pei 1996). Rataan panjang taring dexter et sinister pada muncak ♂#2 adalah 25.53 ± 0.41 mm, sedangkan muncak ♂#3 adalah 24.77 ± 0.72 mm. Revees muntjak berumur 3.5 tahun memiliki panjang taring 23.0 mm dan meningkat menjadi 25.0 mm setelah berumur 5.5 tahun (Pei 1996). Ukuran panjang gigi taring yang digunakan untuk menentukan umur ♂#2 (5 tahun) dan ♂#3 (3 tahun) sedikit lebih tinggi dibandingkan panjang gigi taring revees muntjak. Hal ini sesuai dengan laporan Ma et al. (1986) mengenai perbandingan morfologi dan morfometri karakteristik tubuh genus Muntiacus.
92
Revees muntjak (Muntiacus reveesi) merupakan spesies muncak terkecil, sedangkan Muntiacus muntjak seperti yang digunakan pada penelitian ini merupakan spesies kedua terbesar setelah Muntiacus crinifrons. Dari beberapa kriteria tersebut dapat ditetapkan bahwa umur ♂#2 di awal penelitian adalah 5 tahun dan merupakan jantan dewasa (adult), sedangkan ♂#3 berumur 3 tahun dan merupakan jantan dewasa muda (subadult). Perilaku Spesifik Muncak Selama Periode Pertumbuhan Ranggah Beberapa perilaku spesifik pada muncak jantan dapat diamati pada penelitian ini. Keterbatasan jumlah individu muncak jantan dan betina, serta lokasi pemeliharaan muncak selama penelitian, menjadi penyebab terbatasnya data perilaku yang diperoleh. Perilaku spesifik yang diamati meliputi perilaku yang berhubungan dengan reproduksi. Perilaku percumbuan (courtship) dapat diamati dengan jelas, sedangkan perilaku perkawinan (mating) tidak teramati pada penelitian ini. Perilaku lainnya yang dominan ditemukan adalah perilaku agresif. Jenis perilaku spesifik tersebut diuraikan pada Tabel 10 dan 11. Perilaku percumbuan (courtship) Perilaku percumbuan yang berhasil diamati pada ♂#2 dan ♂#3 saat keduanya berada pada perode RV dan RK diperlihatkan pada Gambar 33. Percumbuan juga diamati pada saat muncak jantan dan betina berada di kandang
terpisah.
Pada
kondisi
tersebut,
muncak
jantan
menginisiasi
percumbuan dengan berjalan mendekati betina, berdiri berhadapan dan mencium (sniffing) serta menjilat (licking) bagian kepala betina, terutama di bagian frontalis dan di sekitar daun telinga. Urutan perilaku percumbuan pada saat muncak jantan digabungkan dengan muncak betina pada kandang terbuka (exercise), diuraikan pada Tabel 10. Durasi perilaku courtship mulai dari merendahkan kepala hingga flehmen berlangsung sekitar 85 detik (diamati pada ♂#3). Urutan perilaku courtship pada muncak secara umum mirip seperti yang diamati pada pampas deer (Ungerfeld et al. 2008a). Namun perilaku mengangkat kepala dan bejalan perlahan sambil mengangkat kaki depan bergantian (ostentation behavior) di depan betina seperti yang ditemukan pada pampas deer tidak diperlihatkan oleh kedua muncak. Perilaku tersebut juga tidak dilaporkan pada rusa timor (Handarini 2006a). Perilaku sniffing dan licking pada
93
bagian anogenital muncak betina diakhiri dengan perilaku flehmen yang terjadi sebanyak 3-4 kali pada muncak jantan. Tabel 10 Perilaku percumbuan (courtship) pada muncak jantan dan betina Uraian perilaku
Jenis perilaku Mendekati dan menjilat kepala betina
Muncak jantan berjalan mendekati betina yang berada di kandang terpisah, dilanjutkan dengan menjilat (licking) bagian frontalis kepala dan sekitar daun telinga
Merendahkan kepala
Muncak berjalan mendekati betina sambil merendahkan posisi leher dan kepala mendekati permukaan tanah dan berada pada jarak sekitar 3 m dengan betina
Mengejar betina
Bergerak mengejar betina dengan posisi kepala normal
Menjilat tubuh betina
Muncak menjilat tubuh betina yang berada pada posisi duduk
Mencium dan menjilat anogenital betina
Pada posisi berdiri, muncak jantan mendekati betina dan mengarahkan kepala ke bagian anogenital betina, mencium (sniffing) dan menjilat (licking) bagian tersebut
Flehmen
Muncak mengangkat kepala sambil membuka lubang hidung dan melipat bibir atas
Menurut Senger (2005), perilaku reproduksi terbagi atas 1) perilaku pre kopulasi, 2) perilaku kopulasi, dan 3) perilaku post kopulasi. Perilaku reproduksi yang ditemukan masih terbatas pada perilaku pre kopulasi yang meliputi perilaku mencari dan mengenal pasangan, sniffing, licking, dan reaksi flehmen. Mekanisme flehmen melibatkan vomeronasal organ (VNO) untuk mendeteksi feromon betina yang bersifat non volatil. Reaksi khas yang terlihat adalah melipat bibir yang bertujuan untuk menutup cavum nasi, sehingga memberikan tekanan negatif pada duktus nasopalatinus. Akibatnya, feromon yang berada di cavum oris disalurkan ke VNO. Neuron sensoris pada VNO mendeteksi feromon tersebut dan mengirimkan sensor ke otak dan diproses untuk keperluan perkawinan. Perilaku flehmen juga ditemui pada domba, sapi, kuda, dan babi (Senger 2005). Perilaku muncak jantan mencium urin betina dan dilanjutkan dengan
respon
flehmen
seperti
yang
terjadi
pada
pampas
deer
(Ungerfeld et al. 2008a), tidak teramati saat dilakukan pengamatan. Munculnya perilaku reproduksi pada jantan diawali dengan terjadinya aromatisasi
testosteron
menjadi
estradiol
di
otak,
akibatnya
jantan
memperlihatkan perilaku reproduksi (Trainor et al. 2003; Senger 2005). Faktor hormonal yang menginisiasi perilaku kawin melibatkan estradiol dan DHT. Estradiol berperan pada saat kopulasi, sedangkan DHT berperan untuk merelaksasi organ genital. Aktivasi kedua hormon tersebut berlangsung di bagian pre optik area otak (Hull dan Dominguez 2007).
94
A
B
C
D
Gamba ar 33 Perilaku u percumbuan n (courtship) pada muncak k. (A) muncakk jantan mend dekati betina, (B) menjilat tu ubuh betina, (C) mencium dan menjilat anogenital betina, dan (D)) flehmen.
ercumbuan yang dilanju utkan denga an perilaku perkawinan atau Perilaku pe perilak ku kopulasi, meliputi mo ounting dan kopulasi tida ak teramati. Setelah mu uncak jantan memperlih hatkan reaks si flehmen, muncak betina tidak memperliha atkan ak jantan. M Menurut Se enger (2005 5), betina akan keinginan menerima munca perlihatkan perilaku p lordo osis apabila telah siap untuk u meneriima jantan. Pada P memp penelitian ini, perrilaku lordossis tidak tera amati (Gambar 33D). P Perkawinan yang telah menghasilka m an anak diduga terjadi pada malam m hari, pada a saat ♂#2 atau ♂#3 digabungkan d n dengan muncak m betina. Hal ini sesuai den ngan pernya ataan Fricovva et al. (20 007), bahwa a keberhasila an reprodukksi pada fallllow deer (D Dama dama)) terjadi pada a malam hari. Perila aku agresif Perilaku agresif a yang g diamati p pada kedua a muncak meliputi m perrilaku memb benturkan ra anggah ke tiang dan pa agar pembattas kandang g serta peralatan kanda ang, berlari kencang, be erguling di ttanah, mem mbongkar tanah dan rumput mengg gunakan ran nggah dan dilanjutkan d d dengan mem mbuat mahkkota dari rumput kering di antara RK R dexter ett sinister. Pe erilaku agres sif menyeran ng jantan lainnya (agoniis) tidak dia amati, karen na kedua muncak m tida ak digabungkan dalam satu kanda ang. Jenis perilaku p dan n uraian akttivitas munccak selama memperliha atkan perilak ku agresif diuraikan pada Tabel 11 d dan Gambarr 34.
95
Tabel 11 Perilaku u agresif pad da muncak ja antan Uraian aktivitass
Jenis perrilaku Membenturka an ranggah kera as
Ranggah kera R as dibenturka an pada pag gar pembatass, peralatan ka andang dan objek o keras la ainnya.
Menggelengkkan kepala
Kepala digele K engkan ke kanan k dan kiri dilanjutk kan dengan m mengangkat kepala ke atass
Berlari kenca ang
Muncak berlari tanpa arah M h dengan ke ecepatan ting ggi, dengan ge erakan kaki yyang tidak berraturan
Berguling di tanah t
Setelah berlarii kencang, dilanjutkan den S ngan perilaku berguling di ta anah hingga tubuh t kotor de engan tanah
Membongkarr tanah
Tanah di kandang terbu uka dibongka ar dengan RK hingga be erlubang dan n mengotori ba agian kepalan nya
Mencabut rum mput
Rumput dicabu R ut mengguna akan RK, teru utama rumputt yang mulai m mengering
Membuat ma ahkota
Merupakan akktivitas lanjutan dari me M encabut rump put, rumput ke ering diletakkkan di antara a RK dexter e et sinister, da an bertahan hingga bebera apa jam
A
B
D
C
E
Gambar G 34 Perilaku agrresif pada m muncak janta an. (A) berlari kencang tanpa t arah, (B) berguling g di tanah, (C C) membongkar tanah da an rumput, (D D) membuat mahkota di antara a kedua a ranggah keras, dan (E) membenturk kan ranggah keras ke tiang.
96
Menurut Fricova et al. (2007), perilaku agonis (perkelahian) sesama fallow deer jantan meningkat saat musim kawin dan tidak berhubungan dengan kehadiran fallow deer betina. Moore et al. (1995) menyatakan bahwa keberhasilan memenangkan perkelahian pada spesies tersebut berkorelasi erat dengan suksesnya perkawinan. Tabel 12 Pemunculan perilaku reproduksi dan agresif pada muncak ♂#2 Perilaku C
RV
♂#3 Periode ranggah RK C
RV
RK
√
√
Courtship : Mendekati dan menjilat kepala betina
√
√
Merendahkan kepala
√
√
√
Mengejar betina
√
√
Menjilat tubuh betina
√
√
Menjilat anogenital betina
√
√
Flehmen
√
√
√
√
Agresif : Membenturkan ranggah keras Menggelengkan kepala
√
√
√
√
Berlari kencang
√
√
√
√
Berguling di tanah
√
√
Membongkar tanah
√
√
Mencabut rumput
√
√
Membuat mahkota
√
Keterangan: C: casting; RV: ranggah velvet; RK: ranggah keras.
Pemunculan perilaku spesifik pada ketiga periode ranggah bervariasi pada kedua muncak (Tabel 12). Perilaku percumbuan dari kandang terpisah masih ditemukan pada periode RV menjelang shedding pada kedua muncak, tetapi perilaku percumbuan dalam kandang bersama dengan betina selama periode tersebut tidak diamati. Perilaku agresif secara dominan ditemukan pada periode RK, dan jarang diamati pada periode C dan RV. Saat berada pada periode C dan RV, muncak lebih sering menyendiri dan menghindari kontak dengan benda-benda keras. Benturan pada bagian blastema maupun RV yang sedang tumbuh akan mengakibatkan perdarahan. Luka yang ditimbulkan akibat benturan dengan benda keras selama pertumbuhan RV akan berakibat terhadap abnormalitas RK (Rachlow et al. 2003). Perilaku agresif yang diperlihatkan oleh
97
♂#3 setelah kematian ♂#2 lebih sering ditemukan, dimana sebelumnya perilaku tersebut lebih sering diperlihatkan oleh ♂#2. Namun perilaku membuat mahkota di antara kedua RK tidak ditemukan pada ♂#3. Adanya perbedaan umur, postur tubuh, dan ukuran ranggah antara kedua muncak yang berpengaruh terhadap peringkat dominasi, diduga sebagai faktor yang menyebabkan tidak munculnya perilaku tersebut pada ♂#3.
Simpulan 1. Morfologi pertumbuhan ranggah velvet berlangsung dalam tahapan yang sama pada kedua muncak. 2. Perbedaan morfometri rangah velvet dan ranggah keras serta durasi siklus ranggah pada kedua muncak dipengaruhi oleh faktor umur dan postur tubuh. 3. Muncak ♂#2 merupakan jantan dewasa (adult) dan lebih dominan dibandingkan ♂#3 yang tergolong dewasa muda (subadult). 4. Perilaku
percumbuan
(courtship)
dan
perilaku
agresif
umumnya
diperlihatkan oleh kedua muncak pada periode ranggah keras.
Daftar Pustaka Bartos L. 1980. The date of antler casting, age and social hierarchy relationships in the red deer stag. Behav Proc 5: 293-301. Bartos L, Schams D, Bubenik GA. 2009. Testosterone, but not IGF-1, LH, prolactin or cortisol, may serve as antler-stimulating hormone in red deer stags (Cervus elaphus). Bone 44: 691-698. Cegielski M, Izykowska I, Dziewiszek W, Zatonski M, Bochnia M, Kalisiak O. 2006. Search for stem cells in the growing antler stag (Cervus elaphus). Bull Vet Inst Pulawy 50: 247-251. Faucheux SA, Nesbitt MA, Horton Price JS. 2001. Cells in regenerating deer antler cartilage provide a microenvironment that supports osteoclast differentiation. J Exper Biol 204: 443-445. Fennessy PF, Suttie JM. 1985. Antler Growth: Nutritional and Endocrine Factors. Di dalam Biology of Deer Production. Fennessy PF, Drew KR. The Royal Society of New Zealand, editor. New Zealand Bull 22: 239-250. Forand KJ, Marchinton RL, Miller KV. 1985. Influence of dominance rank on the antler cycle of white-tailed deer. J Mammal 66: 58-62.
98
Fricova B, Bartos L, Panama J, Sustr P, Jozifkova E. 2007. Female presence and male agonistic encounters in fallow deer Dama dama during the rut. Folia Zool 56: 253-262. Goss RJ, Van Praagh A, Brewer P. 1992. The mechanism of antler casting in the fallow deer. J Exp Zoo 264: 429-436. Handarini R. 2006a. Dinamika aktivitas reproduksi berkaitan dengan tahap pertumbuhan ranggah rusa timor (Cervus timorensis) jantan dewasa [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Handarini R. 2006b. Pola dan siklus pertumbuhan ranggah rusa timor jantan (Cervus timorensis). J Agr Pet 2: 28-35. Hoymork A, Reimers E. 1999. Antler development in reindeer in relation to age and sex. Rangifer 22: 75-82. Hull AM, Dominguez JM. 2007. Sexual behavior in male rodents. Horm Behav 52: 45-55. Jackson A. 2002. Muntiacus muntjak. [terhubung berkala] http://animdiversity/ Muntiacusmuntjac.html [3 Agustus 2008]. Kierdorf U et al. 2003. Histological studies of bone formation during pedicle restoration and early antler regeneration in roe deer and fallow deer. Anat Rec 273A: 741-751. Kierdorf U, Kierdorf H. 2011. Deer antlers-a model of mammalian appendage regeneration: an extensive review. Gerontology 57: 53-65. Li C. 2003. Development of deer antler model for biomedical research. Rec Adv Res Up 4: 256-274. Li C, Suttie JM, Clarck DE. 2004. Morphological observation of antler regeneration in red deer (Cervus elaphus). Morphology 262: 731-740. Ma S, Wang Y, Xu L. 1986. Taxonomic and phylogenetic studies on the genus Muntiacus. Ac theriol Sin 3: 190-209. Moore NP, Kelly PF, Cahill JP, Hayden TJ. 1995. Mating strategies and mating success of fallow (Dama dama) bucks in a non-lekking population. Behav Ecol Sociobiol 36: 91-100. Pei K. 1996. Post-natal growth of the Formosan reeves’ muntjac Muntiacus reevesi micrurus. Zool Stud 35(2):111-117. Pereira RJG, Duarte JMB, Negrao JA. 2005. Seasonal changes in fecal testosterone concentrations and their relationship to the reproductive behavior, antler cycle and grouping patterns in free-ranging male pampas deer (Ozotoceros bezoarticus bezoarticus).Theriogenology 63: 2113-2125.
99
Price JS, Allen S, Faucheux C, Althnaian T, Mount JG. 2005. Deer antlers: a zoological curiosity or the key to understanding organ regeneration in mammals? [Ulas balik]. J Anat 207: 603-618. Price J, Allen S. 2004. Exploring the mechanisms regulating regeneration of deer antlers. Phil Trans R Soc Lond 359: 809-822. Rachlow JL, Lee RM, Riley RK. 2003. Abnormal antler and pedicle on rocky mountain elk in northern arizona. Southwest Nat 1: 147-152. Rajaram A. 2004. Deer antler: rapid growing calcified tissue. Resonance 50-63. Schwartz CC. 1992. Reproductive biology of north american moose. Alces 28: 165-173. Semiadi G, Subekti K, Sutama IK, Masy’ud B, Affandi L. 2003. Antler’s growth of endangered and endemic bawean deer (Axis kuhlii Muller and chlegel,1842). J Zool Treubia 33: 89-95. Senger PL. 2005. Pathways to Pregnancy and Parturition. Ed ke-2. Washington: Current Conception, Stewart KM, Bowyer RT, Kie JG, Gasaway WC. 2000. Antler size relative to body mass in moose: tradeoffs associated with reproduction. Alces 36: 77-83. Trainor CB, Bird IM, Alday NA, Schilinger BA, Marler CA. 2003. Variation in aromatase activity in the medial preoptic area and plasma progesterone is associated with the onset of paternal behavior. Neuroendocrinology 78:36-44. Ungerfeld R, Gonzalez-Pensado SX, Bielli A, Villagran M, Olazabal D, Perez W. 2008a. Reproductive biology of the pampas deer (Ozotoceros bezoarticus): a review. Act Vet Scand 50:16. Ungerfeld R, Gonzalez-Sierra UT, Bielli A. 2008b. Seasonal antler cycle in a herd of pampas deer (Ozotoceros bezoarticus) in uruguay [Ulas balik]. Mamm Biol 73: 388-391. Ungerfeld R, Bielli A, Gonzalez-Pensado SX, Villagran M, Gonzalez-Sierra UT 2008c. Antler size and weight in a herd of pampas deer (Ozotoceros bezoarticus). Mamm Biol 73: 478-481. Ungerfeld R, Damian JP, Villagran M, Gonzalez-Pensado SX. 2009. Female effect on antlers of pampas deer (Ozotoceros bezoarticus). Can J Zool 87: 734-739. Versiani NF, Pereira RJ, Duarte JMB. 2009. Annual variation in fecal androgen metabolites and antler cycle of captive red brocket bucks (Mazama americana) in southeast Brazil. Eur J Wildl Res 55: 535-538.