KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN (Studi Kasus di SMA Al-Irsyad Kota Tegal)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh: ZHAQRAF MAULIDA NIM: 73111085
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Zhaqraf Maulida
NIM
: 073111085
Jurusan/Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk subernya.
Semarang, 29 November 2011 Saya yang menyatakan,
Zhaqraf Maulida NIM: 073111085
ii
KEMENTERIAN AGAMA R.I INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. (024)7601295 Fax7615387 Semarang 50185
PENGESAHAN Naskah skripsi ini dengan: Judul : Studi Pemahaman Tauhid dalam Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMA al-Irsyad Kota Tegal Nama : Zhaqraf Maulida NIM : 073111085 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam Telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam. Semarang, Desember 2011 DEWAN PENGUJI Ketua,
Sekretaris,
NIP :
NIP:
Penguji I,
Penguji II,
NIP :
NIP :
Pembimbing I
Pembimbing II
NIP :
NIP :
iii
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 29 Nopember 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Di Semarang Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
Nama NIM Jurusan Program Studi
: Karakteristik Pendidikan Agama Islam Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus di SMA al-Irsyad Kota Tegal) : Zhaqraf Maulida : 073111085 : Pendidikan Agama Islam : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diajukan dalam sidang Munaqasyah. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Pembimbing I
Syamsul Ma’arif, M. Ag NIP. 19711021 199703 1 002
iv
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 29 Nopember 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Di Semarang Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
Nama NIM Jurusan Program Studi
: Karakteristik Pendidikan Agama Islam Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus di SMA al-Irsyad Kota Tegal) : Zhaqraf Maulida : 073111085 : Pendidikan Agama Islam : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diajukan dalam sidang Munaqasyah. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Pembimbing II
Drs. Sugeng Ristiyanto, M.Ag NIP. 19711021 199703 1 002
v
ABSTRAK Judul Penulis NIM
: Karakteristik Pendidikan Agama Islam Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus di SMA Al-Irsyad Kota Tegal) : Zhaqraf Maulida : 073111085
Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam yang ada di SMA al-Irsyad. Pelaksanaan yang khas tersebut disebut dengan karakteristik. Kajiannya dilatar belakangi oleh karakteristik pendidikan agama Islam yang bernaung di salah satu organisasi sosial keagamaan, yaitu al-Irsyad. Penelitian ini beraksud untuk menjawab persoalan: 1). Bagaimanakah karakteristik Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA al- Irsyad Kota Tegal?; 2) Bagaimanakah hubungan genealogis antara karakter Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad?. Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan yang dilaksanakan di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan memfokuskan diri pada studi kasus (case study). SMA al-Irsyad dan yayasan al-Irsyad Kota Tegal dijadikan objek sumber data primer untuk mendapatkan sebuah karakteristik PAI di SMA al-Irsyad. Datanya diperoleh melalui data-data hasil riset di lapangan, baik dalam bentuk hasil wawancara mendalam, catatan observasi, maupun data dokumen. Semua data dianalisis dengan metode deskriptif analitis (descriptiveanalisys) dan analisis genealogis (genealogy-analisys). Metode deskriptif analitis (descriptive-analisys) digunakan untuk menganalisa data dengan menggunakan pembahasan yang beranjak dari pemikiran yang bersifat umum, kemudian disimpulkan dalam pengertian khusus. Metode ini digunakan untuk menganalisis karakteristik PAI di SMA al-Irsyad. Dan metode yang kedua yaitu analisis genealogis (genealogy-analisys) digunakan untuk mencari akar sejarah keterkaitan SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad. Kajian ini menunjukkan bahwa PAI yang berada di SMA al-Irsyad Kota Tegal memiliki karakteristik yaitu: 1). PAI yang Inklusif-transideologis, artinya al-Irsyad yang dikenal sebagai organisasi keagamaan yang cenderung memiliki pemahaman keagamaan yang puritan, tetapi justru pemahaman yang demikian tidak tampak pada pendidikan keagamaan yang diterapkan pada peserta didiknya. Dengan kata lain, SMA al-Irsyad justru menerapkan model pendidikan yang terbuka dan juga menerima peserta didik dari ideologi yang berbeda sekalipun. Sifat inklusif tampak dalam hal keterbukaan diri untuk memperlakukan peserta didiknya menggunakan konsep kurikulum sekolah yang tidak mengajarkan ke-AlIrsyad-an. Kurikulumnya lebih bersifat terbuka dengan mengajarkan segala variasi nalar ke-Islam-an. Selanjutnya karakter transidiologis, karakter ini tampak pada background pemahaman keagamaan atau ideologi kegamaan peserta didik juga staf pengajarnya yang variatif. Temuan yang lain adalah, 2) PAI yang modernis, artinya Karakter modernis dapat kita lihat dari perkembangan SMA al-Irsyad Kota Tegal yang terus berupaya melakukan modernisasi-modernisasi sistem pendidikannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.
vi
Selanjutnya 3). PAI yang akomodatif. Artinya dalam menyelenggarakan pendidikan, SMA al-Irsyad Kota Tegal memang menyesuaikan dengan tiga institusi, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Yayasan al-Irsyad sendiri. Oleh karenanya, jika diibaratkan sebagai anak, maka SMA al-Irsyad adalah anak yang memiliki tiga ayah. Sehingga SMA alIrsyad harus mampu mengakomodir dari tiga kurikulum yang berbeda naungannya. Dan SMA al-Irsyad Kota Tegal mampu melakukannya. Temuan yang terakhir adalah 4). PAI yang Menekankah Akhlak melalui Pembiasaan dan Keteladanan di Sekolah. Artinya pendidikan akhlak yang merupakan komponen daripada materi PAI tidaklah perlu diterapkan secara tersendiri dalam bentuk mata pelajaran karena sudah terangkum dalam mata pelajaran PAI. Melainkan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari secara pembiasaan di lingkungan sekolah yang dibimbing oleh para guru sebagai pendamping peserta didik. Temuan-temuan tersebut memberikan tanda karakteristik PAI yang bernaung di salah satu organisasi sosial keagamaan, yaitu al-Irsyad.
vii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/U/1987. A
Alif
Th
Tho’
B
Ba’
Dh
Zho’
T
Ta’
A’
A’in
Ts
Tsa’
Gh
Ghoin
J
Jim
F
Fa’
H
Ha’
Q
Qof
Kh
Kho’
K
Kaf
D
Dal
L
Lam
Dz
Dzal
M
Mim
R
Ro’
N
Nun
Z
Za’
W
Wau
S
Sin
H
Ha’
Sy
Syin
La
LamAlif
Sh
Shod
‘a
Hamzah
Dl
Dlod
y
Ya’
ﻫ
Bacaan Madd: Ā = a panjang Ū = u panjang ī = i panjang
viii
Bacaan Diftong: = au = ai
KATA PENGANTAR Hal yang pertama penulis ucapkan, ”alhamdulillah, terima kasih Tuhan”. Akhirnya selesai juga. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan ridha-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kami haturkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Juga do’a dari kedua orang tua yang tidak pernah kenal lelah. Ternyata tekun dalam melpenuliskan hal adalah sesuatu yang sulit juga. Semua ini membutuhkan kesabaran yang penuh, meskipun hal ini sangatlah fluktuatif. Namun, proses ini perlu dijalani demi terciptanya iklim yang kondusif. Skripsi ini membahas tentang PAI yang ada di SMA al-Irsyad. Penelitian ini penulis anggap adalah penelitian yang sangat berharga. Karena berawal dari sinilah penulis mendapatkan banyak hal, khususnya soal dunia penelitian yang ternyata sangat menarik dan patut untuk diusik kembali. Semoga saja Tuhan masih memberikan kesempatan itu, ya..kesempatan untuk melanjutkan belajar untuk terus belajar. Dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, peneliti sampaikan bahwa skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan penulis ucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada: 1. Dr. Sudja’i, M.Ag Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah beserta PD I, II, III dan seluruh staf-nya yang telah menjadi birokrasi keberadaan Fpenulisltas Tarbiyah yang menjadi tempat penulis mengenal Islam lebih dekat. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Nasirudin, M.Ag beserta staf. 3. Drs. Darmu’in, M.Ag selaku dosen wali studi sekaligus ayah selama saya di kampus. 4. Kepada Pak Syamsul Ma’arif dan Pak Sugeng Ristiyanto sebagai pembimbing penulis, maaf kalo gelarnya tidak penulis cantumkan disini, karena saking merasa dekatnya penulis dengan bapak. Terima kasih atas bimbingannya pak, meskipun kadang penulis ngeluh karena bapak selalu sibuk (he..he..).
ix
5. Kepada seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah khususnya Dosen-dosen Pendidikan Agama Islam yang memperkenalkan penulis tentang keteraturan dan cara menjadi guru yang baik. 6. Kepada seluruh petugas perpustakaan Tarbiyah, Institut terima kasih atas pinjaman buku-bukunya. Tanpa perpus penulis sulit untuk bergerak alur pikirnya. 7. Terima kasih juga buat pak Satpam, pak parkir, petugas internet, dll. Terima kasih. 8. Teman-teman PAI paket C angkatan ’07, yang sangat bai hati dan tidak sombong, Hanif, Fuad yang lucu, mbah Basith, Latifah sahabtku, Najma, Tina, Illa, Agil tanggane nyong, dan semuanya yang tidak bisa disebut semua. 9. Untuk kawan-kawan LPM Edukasi khususnya angkatan 2007, yang lebih-lebih buat pak PU (mbah Syakur), Ocim, mas Qutvi dll yang tidak bisa disebutkan semuanya. Dan juga buat crew aktif LPM Edukasi, semuanya terus semangat ya. 10. Terima kasih buat sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) angkatan 2007, teman-teman DEMA, pak Pres, Wapres, beserta Menterimenterinya (meskipun penulis gak aktif ya pak..he..he..) dan juga Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Perempuan (LPSAP) dan Lembaga Advokasi Komisariat Walisongo (LAKW) yang menemani, belajar, diskusi, berkumpul bersama alam, konflik, dan berproses bersama. 11. Kepada pengurus PMII Rayon Tarbiyah, pak Kera Busro, Andi, dan seluruh jajarannya. Juga pengurus LPSAP, Elina, Cindy, Hidayah, Mbreng, dll. Semangat terus ya. 12. Terima kasih juga buat sahabatku di NAVIZA Management, Nadir, Vina 13. Untuk teman-teman Graha empat, minul, mba Ela, Fitroh, Lia, terima kasih sudah menemani di kost. 14. Terima kasih buat keluarga besar IMT (Ikatan Mahasiswa Tegal), bersama kalian penulis bisa merasakan hidup di rumah sendiri. Tetaplah ber-slogan “Bersatu kita kompak, berbahasa kita Ngapak”. 15. Terima kasih buat teman-teman KKN Posko 29, guru Dayat, mas Khanif, Iqbal, Izam, Kaka, Mumta, Poojee, Rubi, dan taufik, terima kasih sudah mengajariku segalanya, kalian guru hidup.
x
16. Terima kasih mas Ahwan dan mas Arwan yang sudah menjadi kakak di sini dan sudah mengajariku mengenal kampus, mengajak berdiskusi, dimarahin dan belajar untuk jadi pemberani (meski g jadi). 17. Dan yang terakhir untuk mas Rusmadi, terima kasih sudah menjadi special advisor, tanpa mas skripsinya gak bakal kelar. 18. Dan kepada siapapun yang mengahargai proses. Terima kasih semuanya, biarkan Tuhan yang membalas. Izinkan sedikit saja meminjam saja Chairi Anwar, “Hidup hanya menunda kekalahan............dan tahu ada yang tetap tidak terucapkan, sebelum pada akhirnya kita menyerah”). Setidaknya jangan pernah jadi pecundang, karena bendera sudah terlanjur dikibarkan dan pantang untuk diturunkan kembali. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca terutama Civitas Akademika IAIN Walisongo Semarang. Amien…
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………….…i PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………………..ii PENGESAHAN…………………………………...……………………iii NOTA PEMBIMBING…………………………………………...…….iv ABSTRAK………………………………………………………..…….vi TRANSLITERASI………………………………………............……viii KATA PENGANTAR……………………………………………….…ix DAFTAR ISI……………………………………………….................xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…….……………………………1 B. Rumusan Masalah………………………………………..9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………10
BAB II : LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka…………………..……..……..................12 B. Kerangka Teoritik………………………………… 1) Organisasi Sosial Keagamaan di Indonesia…………17 a. Pengertian dan Fungsi Organisasi Sosial Keagamaan…………………………………...…17 b. Corak dan Varian Organisasi Sosial Keagamaan……………………………...............22 2) Pendidikan Agama Islam (PAI)……………………..29 a. Pengertian Pendidikan Agama Islam……………30 b. Karakteristik Pendidikan Agama Islam…………32 3) Pemahaman Tauhid di SMA al-Irsyad Kota tegal......38
xii
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian………………………………………….42 B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………..43 C. Sumber Penelitian……..………………………………..44 D. Fokus Penelitian……………… …………………..…...45 E. Teknik Pengumpulan Data………………………..……46 F. Teknik Analisis Data …..………………………...……..52 G. Kerangka Penelitian……………………………..……...56
BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Organisasi Sosial Keagamaan al-Irsyad 1. Sejarah Perkembangan al-Irsyad…………………....58 2. Al-Irsyad dan Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam…………………………………………...……64 3. Visi - Misi dan Cita-Cita Al-Irsyad………………....66 B. Karakteristik Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA alIrsyad Kota Tegal 1. Profil SMA al-Irsyad Kota Tegal……………………70 2. Karakteristik Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA al-Irsyad Kota Tegal…………………………………81 C. Hubungan Genealogis antara Karakteristik Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan Organisasi Sosial Keagamaan al-Irsyad 1. Kategori Nalar a. PAI yang Inklusif ………………………………103 b. PAI yang Transideologis…………………….....104 c. PAI yang Modernis……………………………..106 2. Kategiri Praksis a. PAI yang Akomodatif………………………….112 b. PAI yang Menekankan Akhkak melalui Pembiasaan dan Keteladanan di Sekolah……....114
xiii
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………115 B. Saran dan Rekomendasi………………………………119
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP Daftar Tabel Daftar Diagram
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Penelitian yang berjudul “Karakteristik Pendidikan Agama Islam1 (PAI) Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal) ini merupakan penelitian lapangan yang mencoba mengungkap karakteritik PAI di sebuah lembaga pendidikan yang bernaung di bawah organisasi social keagamaan. Oleh karenanya, guna memahami alur berpikir terhadap penelitian ini maka mula-mula dalam bab pendahuluan ini penting untuk dikemukakan mengenai latar belakang yang mendasari mengapa penelitian ini dilakukan, dan rumusan masalah yang hendak dijawab, serta manfaat dan tujuan dari dilakukannya penelitian ini. Selengkapnya adalah sebagai berikut:
A. Latar Belakang Telah kita ketahui bersama bahwa pendidikan telah ada seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri. Pendidikan juga turut berperan dalam proses pembentukan masyarakat, terutama ia berperan turut menyumbangkan prosesproses perwujudan pilar-pilar penyangga masyarakat. Dalam hal inilah, pendidikan dapat dikatakan sebagai instrumen sosial yang mempengaruhi perubahan sosial dan budaya masyarakat. Sebagai salah satu perangkat kebudayaan, pendidikan akan melakukan tugas-tugas kelembagaan sesuai dengan hukum perkembangan masyarakat. Ia berperan mengembangkan dan meningkatkan kualitas individu setiap anggota masyarakat, sehingga terciptalah
1
Untuk Selanjutnya hanya akan disebut PAI sebagai singkatan dari PAI.
1
kelompok masyarakat yang berkualitas. Dari sanalah pendidikan sangat berperan penting di dalam proses perubahan sosial dan kebudayaan. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan pra-syarat penting bagi setiap orang untuk mengembangkan kualitas dirinya demi terciptanya manusia unggul (generasi khoerul ummah), baik unggul kualitas akal, psikologis, dan spritual atau moralnya. Dalam pertumbuhan akal (intellectual) pendidikan dapat membantu individu untuk meningkatkan, mengembangkan, dan menumbuhkan bakat dan minatnya, serta kemampuan-kemampuan lainnya yang diperlukan dalam hidupnya. Orientasi semacam ini juga telah diakui secara formal oleh Negara Indonesia di dalam Pembukaan UUD 1945, dimana disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” 2 Sedangkan dalam pertumbuhan psikologisnya, pendidikan mampu memberikan rasa aman dan nyaman, serta ketenangan batin, karena pendidikan melalui berbagai medianya mampu membantu individu mendidik dan menghaluskan
perasaanya
dan
mengarahkanya
kepada
kebaikan
dan
kemaslahatan di mana ia hidup. Secara psikologis, pendidikan juga mampu membantu
menumbuhkan
perasaan
kemanusiaan
yang
mulia
yang
menjadikanya mencintai kebaikan bagi orang lain, saling berinteraksi dan turut merasakan penderitaan-penderitaan orang lain dan berusaha membantunya. Sementara secara spiritual dan moral, pendidikan mampu meningkatkan kesadaran fungsional manusia dalam kehidupannya, baik hubungannya dengan manusia sesamanya, dengan lingkungannya, maupun dengan Tuhan-nya. Itulah fitrah dari pendidikan, yang tidak hanya berorientasi kemanusiaan (membangun kecerdasan), tetapi juga berorientasi membentuk manusia yang dapat mempertanggungjawabkan segala tindakannya di dalam kehidupan sosialnya, baik di hadapan hukum duniawi maupun di hadapan hukum ukhrowi.
2
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2
Orientasi pendidikan sebagai sarana meningkatkan kualitas akal, psikologis, spiritual dan moral sebagaimana tersebut di atas sangat sejalan dengan penegasan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana dalam kutipan Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut: “Pendidikan Nasional berfungsi mengambangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.3 Dari orientasi dan tujuan seperti dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut di atas, pemerintah kemudian membangun sarana dan prasarana pendidikan, salah satunya berupa unit lembaga pendidikan. Dengan lembaga pendidikan inilah pemerintah menjalankan amanah UU tersebut,
karena
lembaga
pendidikan
merupakan
instrument
untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara normatif, lembaga pendidikan milik pemerintah atau yang sering dikenal sebagai sekolah negeri merupakan unit pendidikan yang diberi mandat untuk menjalankan amanah UU tersebut. Namun dalam kenyataannya lembaga pendidikan yang dibangun oleh pemerintah seringkali tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik secara ekonomi maupun penyebaran geografis wilayah. Oleh karenanya, selain pemerintah membangun sarana pendidikan berupa sekolah-sekolah negeri, banyak juga masyarakat yang membangun sendiri lembaga pendidikan yang mendukung tujuan pendidikan nasional. Sekolah yang dibangun dari swadaya masyarakat ini lebih dikenal dengan sebutan sekolah swasta.
3
Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3. Lihat juga dalam buku Achmadi, Idelogi Pendidika Islam, (Pustaka Pelajar, Januari 2005), hlm. 106
3
Keberadaan lembaga pendidikan swasta di Indonesia memang menarik untuk diamati, tidak hanya karena jumlahnya yang begitu banyak hingga tersebar di hampir pelosok-pelosok, tetapi juga karena lembaga pendidikan swasta diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri tanpa harus mengurangi kurikulum standar pemerintah. Oleh karenanya, tidak jarang juga lembaga pendidikan swasta justru mampu merebut hati masyarakat bahwa mereka mampu menyediakan alternatif pilihan pendidikan yang mampu bersaing dengan sekolah negeri. Hal tersebut di atas disebabkan karena lembaga pendidikan swasta biasanya memberikan alternatif pembelajaran yang lebih diinginkan oleh masyarakat, termasuk di dalamnya adalah memasukkan kekhasan pendidikan keagamaannya, terutama ketika lembaga pendidikan tersebut dibangun dan berdiri di bawah naungan organisasi keagamaan tertentu. Banyak organisasi keagamaan yang kemudian melekatkan atau mengintegrasikan identitas keIslamannya ke dalam kurikulum di sekolah yang berada di bawah naungannya. Misalnya adalah lembaga pendidikan di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, Persis, maupun al-Irsyad. Untuk yang disebut terakhir (al-Irsyad) telah dipilih menjadi objek yang dikaji lebih dalam, bukan hanya karena al-Irsyad merupakan organisasi keagamaan Islam yang memiliki kepedulian luar biasa pada dunia pendidikan sehingga mendirikan sekolah-sekolah untuk masyarakat umum, tetapi juga karena al-Irsyad sendiri merupakan organisasi keagamaan yang telah lama hidup di Indonesia dan mengisi ruang sejarah bangsa Indonesia, baik pada masa sebelum kemerdekaan, maupun pada masa setelah kemerdekaan hingga masa orde baru.4 Bahkan pada masa orde baru al-Irsyad pernah mengalami pergolakan politik yang tajam, dimana perkembangan al-Irsyad kemudian menjadi stagnan. 4
Gerakan al-Irsyad, yang pada waktu itu sangat memiliki perhatian besar pada dunia pendidikan, tidak hanya memperhatikan pendidikan murid-muridnya saja, tetapi juga memperhatikan pendidikan para pemuda yang turut dalam perjuangan kemerdekaan. Perhatian tersebut diwujudkan
4
Keberadaan al-Irsyad di Indonesia telah mengalami pasang surut. AlIrsyad didirikan pada tahun 1911, akan tetapi pada tahun 1915 baru diresmikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Al-Irsyad terlebih dulu diawali dengan berdirinya Jami’at al-Khoir pada tahun 1905 yang merupakan perkumpulan kelompok keturunan Arab,5 akan tetapi akhirnya salah satu pengikut Jami’at alKhoir yang bernama Ahmad Surkati kemudian keluar dari Jami’at al-Khoir dan kemudian mendirikan al-Irsyad. 6 Ahmad Surkati dikenal sebagai seorang tokoh reformis dan pembaharu Islam, pemahaman keagamaan Ahmad Surkati cenderung puritan (pemurnian Islam). Sebagai tokoh sentral, tentu saja pemahaman keagamaannya ini sangat memberi warna pada corak pemahaman keagamaan organisasi yang dalam bentuk pemberian fasilitas pendidikan yang ada di al-Irsyad untuk menopang perjuangan dan pergerakan nasional. Pada masa sebelum kemerdekaan, gerakan Al-Irsyad (sebagai Jami’yyah) bahkan menjadi inspirasi bagi generasi muda Islam terpelajar untuk bangkit secara terorganisir pada tahun 1925, melalui Jong Islamieten Bond (JIB). Ahmad Surkati, yang merupakan tokoh sentral alIrsyad, merupakan tempat para aktivis JIB untuk mendapatkan pemahaman keagamaan dan pemikiran-pemikiran perjuangan. Bahkan Bung Karno juga sering berkunjung ke kediaman Ahmad Surkati dan berdiskusi tentang pemahaman agama dan perjuangan nasional. Lihat M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, 2007, hlm. 132-134. 5 Atas banyaknya suku dan warga keturunan di Indonesia maka Pemerintah Kolonial Belanda kemudian menerapkan Kebijakan Pemukiman (Wikjen Stelsel) yang diberlakukan bagi para warga keturunan Arab dan Cina sejak abad ke – XVIII. Kebijakan semacam ini bertujuan untuk menjauhkan kelompok pribumi dari pengaruh-pengaruh (berupa pengetahuan dan ideologi) yang datang dari luar, termasuk yang datang dari Arab dan Cina. Warga keturunan kemudian tinggal dalam satu pemukiman tersendiri yang telah ditentukan, dimana mereka biasa ditempatkan di daerah-daerah pelabuhan dan pesisiran yang pada umumnya tidak sehat karena berupa rawa-rawa. Di Jakarta misalnya, warga keturunan Arab ditempatkan di daerah Pasar Ikan dan Pekojan. Selain itu kepada mereka juga diberlakukan Undang-Undang Kependudukan yang tertuang dalam Indische Staatsregeling, yaitu pembagian berikut perlakuan terhadap masyarakat menurut ras masing-masing, dimana waktu itu terbagi menjadi: 1. Europeaanen (Golongan Eropa); 2. Vreemde Oosterlingen (Golongan Timur Asing, termasuk Arab, India, dan Cina); 3. Inlanders (Golongan Pribumi). Lihat Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Presto Prima Utama, Cet. Pertama 1996, (tanpa Kota Terbit) hlm. 12-13. 6 Nama al-Irsyad diambil dari nama sebuah jami’ah di Roddah, Kairo, yang bernama Jami’at al-Da’wah wa al-Irsyad yang didirikan oleh Rosyid Ridlo di Mesir. Jami’at ini secara resmi mendirikan madrasah yang berlangsung pada malam menjelang perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan pengajaran mulai hari berikutnya tanggal 13 Robi’ul Awal 1330 H (3 Maret 1912 M). Madrasah ini mengutamakan siswa-siswa muslim yang jauh, termasuk dari Jawa. Sayangnya madrasah ini kemudian ditutup akibat terjadinya perang besar di Mesir. Lihat Bisri Affandi, Syekh Ahmad Surkati (1874-1943); Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta, alKautsar, 1999, hlm. 213.
5
didirikannya, yakni al-Irsyad yang memiliki kecenderungan puritan, sangat keras terhadap apa yang disebutnya bid’ah, khurofat, dan tahayul. Semua dikembalikan pada prinsip dasar al-Qur’an dan Hadits.7 Terlepas dari pemahaman keagamaan Ahmad Surkati yang cenderung puritan, tetapi Ahmad Surkati merupakan tokoh yang sangat peduli dengan dunia pendidikan Islam. Hal ini ditunjukan dengan visi-misi dan cita-cita alIrsyad dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diwujudkan dalam pendirian sekolah-sekolah di berbagai daerah, meskipun dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Perkembangan pendidikan al-Irsyad dari waktu ke waktu tidaklah sama. Pada periode 1914-1942 menunjukkan adanya perkembangan yang baik. Dan pada kurun waktu berikutnya (1942-1961) pendidikan al-Irsyad mengalami stagnasi. Sementara pada periode 1961-1982 pendidikan al-Irsyad mengalami kebangkitan kembali yang ditandai dengan pendidikan sekolah-sekolah alIrsyad di beberapa daerah. Perkembangan yang cepat terjadi pada periode 19821997. Pada periode inilah al-Irsyad mendirikan lembaga pendidikan perguruan tinggi dan pesantren. Pada masa setelah Indonesia merdeka pendidikan al-Irsyad kemudian mengalami perbedaan orientasi, dari pendidikan yang berorientasi pada pendidikan agama ke pendidikan yang berorientasi pada pendidikan
7
Gagasan dasar keislaman al-Irsyad dibangun di atas 7 (tujuh) prinsip dasar (mabadi), yakni; 1.) Memahami ajaran Islam dari al-Qur’an dan Hadits, dan bertahkim kepadanya. 2). Beriman dengan akidah Islam yang berdasarkan nas-nas kitab al-Qur’an dan Hadits yang sahih, terutama bertauhid kepada Allah swt yang bersih dari syirik, takhayul, dan khurafat. 3). Beribadah menurut tuntunan al-Qur’an dan Hadits, dan bersih dari bid’ah. 4). Berakhlak dengan adab susila yang luhur, moral dan etika Islam, serta menjauhi adat-istiadat, moral, dan etika yang bertentangan dengan Islam. 5). Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrowi yang diridloi Allah swt. 6). Meningkatkan kehidupan dan penghidupan duniawi pribadi dan masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dengan nash, serta mengambil faedah dari segala alat dan cara teknis, organisasi dan administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi dan masyarakat, materiil dan spirituil. 7). Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan pengorganisasian dan koordinasi yang baik bersama organisasi lain, dengan cara ukhuwah Islamiyah dan setia kawan, serta saling membantu dalam memperjuangkan cita-cita Islam yang meliputi kebenaran, kemerdekaan, keadilan, dan kebajikan, serta keutamaan menuju keridloan Allah swt. Lihat M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU, hlm. 143-144.
6
umum. Perubahan orientasi ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang menginginkan anak-anaknya memiliki ijasah yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan pekerjaan atau melanjutkan ke perguruan tinggi umum. 8 Adalah SMA al-Irsyad Kota Tegal, yang merupakan salah satu sekolah di bawah naungan organisasi keagamaan al-Irsyad. SMA al-Irsyad Kota Tegal dapat menjadi contoh bagaimana bentuk kepedulian organisasi social keagamaan al-Irsyad terhadap dunia pendidikan. Selain itu juga dapat menjadi contoh bagaimana perkembangan lembaga pendidikan al-Irsyad di masa modern setelah mengalami pasang surut. Keberadaan SMA al-Irsyad Kota Tegal menjadi menarik untuk diteliti karena keberadaan al-Irsyad di Kota Tegal merupakan yang tertua jika dibandingkan dengan kota-kota lain. Salah satu yang menarik untuk diteiti adalah mengenai karakteristik PAI di SMA al-Irsyad, dan bagaimanakah hubungan genealogis antara organisasi sosial keagamaan alIrsyad dengan karakteristik PAI di SMA al-Irsyad tersebut. Sementara secara praksis, terdapat beberapa alasan mengapa penelitian ini dilakukan di SMA al-Irsyad Kota Tegal tersebut, yakni sebagai berikut:9 Pertama; SMA al-Irsyad merupakan lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan organisasi sosial keagamaan tertentu, yakni al-Irsyad, oleh karenanya pengelolaan pendidikannya berbeda dengan SMA pada umumnya (Sekolah Menengah Atas dibawah Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia) maupun madrasah pada umumnya (Madrasah Aliyah dibawah naungan Kementrian Agama Republik Indonesia). Keberadaan organisasi keagamaan yang menaungi lembaga pendidikan tersebut tentu saja turut mempengaruhi karakteristik PAI yang diajarkannya, karena seringkali organisasi sosial 8
Ruswan, Gerakan Pendidikan Masyarakat Keturunan Arab dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at al-Khairiyyah dan al-Irsyad), Penelitian Individual, dibiayai oleh IAIN Walisongo Semarang, 1999/2000, hlm.ii-iii. 9 Ketiga alasan tersebut didapat setelah dilakukan kegiatan pre – riset sebagai bagian dari kegiatan yang menunjang penelitian yang akan dilakukan. Kegiatan pre – riset bertujuan mengenal objek penelitian lebih awal, terutama sekali menyangkut hal-hal yang menarik untuk diteliti. Kegiatan pre – riset ini dilakukan pada tanggal 15 Juli 2011.
7
keagamaan melekatkan identitas ke-Islamannya ke dalam kurikulum PAI nya. PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal yang menjadi objek penelitian ini dipengaruhi oleh keberadaan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad yang di dalamnya terdapat ideologi pemikiran keagamaan dan juga politik, serta visi-misi dan citacita al-Irsyad dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendirian lembaga pendidikan yang bernama SMA al-Irsyad. Secara umum, ideologi pemikiran keagamaan, pemikiran politik, dan cita-cita al-Irsyad ini merupakan konsep yang kemudian diadopsi di dalam sistem pembelajaran PAI di sekolah tersebut. Kedua; Kota Tegal merupakan kota pertama berdirinya al-Irsyad. Pada tanggal 29 Agustus 1917, al-Irsyad memilih Kota Tegal sebagai cabang pertama yang diketuai oleh Ahmad Ali Baisa, setelah cabang pertama terbentuk baru kemudian berdiri cabang-cabang al-Irsyad di kota-kota lain di Pulau Jawa. Ketiga; secara sosial-politik keberadaan al-Irsyad sebagai organisasi keagamaan Islam telah dianggap sebagai organisasi keagamaan yang puritan, sementara di Kota Tegal pemahaman keagamaan yang demikian merupakan pemahaman yang minoritas. Secara kebanyakan, masyarakat Kota Tegal lebih cenderung memiliki pemahaman keagamaan yang tradisionalis dan moderat, yang afiliasi organisasinya lebih dekat kepada Nahdlatul Ulama 10 (NU) dan Muhammadiyah. Kenyataan-kenyataan tersebut di atas menjadi alasan untuk diteliti agar dapat diketahui gambaran mengenai karakteristik PAI di SMA al-Irsyad. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui hubungan genealogis antara organisasi keagamaan al-Irsyad dengan karakteristik PAI di SMA al-Irsyad tersebut, yang nota bene merupakan sekolah yang berada di naungan al-Irsyad. Hal ini penting, mengingat al-Irsyad sebagai organisasi keagamaan tentu saja memiliki 3 (tiga) hal yang menjadi prinsip organisasi, yakni; ideologi pemikiran keagamaan, 10
Untuk selanjutnya akan disebut NU sebagai singkatan dari Nahdatul Ulama.
8
pemikiran politik, dan visi-misi dan cita-cita. Analisis genealogi juga membantu menguji kebenaran apakah karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal memiliki hubungan erat dengan ideologi pemikiran keagamaan, pemikiran politik, dan visi-misi dan cita-cita. Latar belakang tersebut di atas menjadi alasan mengapa penelitian yang berjudul “Karakteristik PAI (PAI) Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal)” dipandang perlu untuk dilaksanakan. Menganalisis secara genealogis terhadap organisasi sosial keagamaan al-Irsyad dengan karakteristik PAI didasari adanya persamaan citacita antar keduanya, dan di sisi yang lain al-Irsyad merupakan organisasi keagamaan yang menaungi SMA al-Irsyad tersebut. Bahkan bisa dikatakan bahwa SMA al-Irsyad merupakan perwujudan dari visi-misi dan cita-cita alIrsyad dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui lembaga pendidikan Islam. Kenyataan tersebut di atas menjadi sebuah alsan tersendiri untuk diteliti, mengingat al-Irsyad merupakan organisasi keagamaan memiliki kecenderungan pemahaman keagamaan yang puritan. Oleh karenanya, melihat karakteristik PAI di SMA al-Irsyad menjadi penting. Apalagi secara konseptual, PAI adalah “usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangakan fitrah keberagamaan (religiusitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam”. 11 Artinya PAI tergolong ikut andil besar dalam membentuk perilaku keagamaan maupun pemikirannya, meskipun grand title yang dimaksud adalah melaksanakan ajaran-ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah Dari uraian yang sudah dipaparkan, perlu ada pembatasan pada alur penenelitian yang sudah terencana. Penelitian ini dibagi menjadi dua batasan 11
Achmadi, Idelogi Pendidika Islam, hlm. 29
9
pokok untuk membantu kontruksi penelitian yang tidak melebar. Batasan masalahnya yaitu: 1.
Bagaimanakah pemahaman Tauhid dalam karakteristik Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA al- Irsyad Kota Tegal?
2.
Bagaimanakah hubungan genealogis antara karakter Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dengan melihat latar belakang dan rumusan masalah seperti tersebut di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat dan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah-masalah yang sudah terkonstruk dalam pembatasan masalah. Penelitian ini memiliki peran penting karena sumbangsihnya dalam dunia pendidikan Islam sebagai instrumen pembanding mengenai karakteristik PAI di suatu unit pendidikan. Hal ini disebabkan karena penelitian ini tidak hanya menganalisis mengenai karakteristik PAI, tetapi juga menganalisis mengenai hubungan genealogis antara karakteristik tersebut dengan organisasi yang menaunginya. 2. Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bermanfaat membantu peneliti-peneliti studi Islam dalam dunia pendidikan untuk mengembangkan risetnya, terutama sekali menyangkut gambaran umum mengenai karakteristik pendidikan Islam di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan organisasi
sosial
keagamaan,
terutama
sekali
al-Irsyad.
Adapun
selengkapnya mengenai manfaat penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
10
a) Dapat memberikan gambaran tentang karakteristik PAI yang berada dibawah dinaungan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad. b) Dapat memberikan gambaran tentang hubungan genealogis antara organisasi sosial keagamaan dengan karakteristik PAI. c) Dapat
memberikan
gambaran
mengenai
bagaimana
strategi
pengembangan PAI sebuah lembaga pendidikan yang dinaungi oleh organisasi keagamaan yang minoritas di suatu daerah, mengingat alIrsyad di Kota Tegal bukanlah organisasi yang mayoritas. d) Penelitian ini mampu menunujukan bagaimana lembaga pendidikan sangat berperan penting di dalam melanjutkan visi-misi dan cita-cita organisasi sosial keagamaan yang menaunginya.
11
BAB II
ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Guna memahami lebih dalam terhadap variabel-variabel penelitian ini, yakni organisasi sosial keagamaan dan karakteristik PAI, maka pembahasan pada bab perlu di diungkapkan terlebih dulu mengenai kajian pustaka dan kajian teoritis. Kajian pustaka akan membantu memposisikan penelitian ini terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan fokusnya sama maupun yang hampir sama. Sementara kerangka teoritik akan membantu memahami kerangka penelitian yang dilakukan, batasan-batasan secara definitive mengenai objek penelitiannya, dan lain sebagainya. Adapun selengkapnya adalah sebagai berikut:
A. Kajian Pustaka Penelitian yang membahas tentang organisasi sosial keagamaan Islam dan PAI memang telah banyak dilakukan. Peran yang begitu penting yang ditunjukkan oleh berbagai organisasi sosial keagamaan Islam di Indonesia, baik di bidang sosial, politik, dan ekonomi telah mendorong minat para peneliti untuk mengkajinya. Begitu juga dengan hadirnya banyak lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang nota bene memiliki tempat tersendiri di mata masyarakat muslim Indonesia dan memiliki karakteristik yang unik jika dibandingkan dengan model pendidikan pada umumnya. Apalagi, PAI juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kendati demikian, hampir sulit ditemukan sebuah kajian riset yang mencoba menganalisis secara bersamaan antara Organisasi Sosial Keagamaan dan PAI, apalagi menggunakan analisis genealogis terhadap keduanya. Beberapa kajian riset
12
sebelumnya kebanyakan fokus pada organisasi keagamaan saja atau lembaga pendidikan saja. Di sinilah posisi strategis riset ini, dimana penelitian ini hendak menganalisis secara bersama antara Organisasi Sosial Keagamaan (al-Irsyad) dan PAI (SMA al-Irsyad), terutama menyangkut karakteristik PAI-nya dan hubungan genealogis antara karakteristik PAI dengan organisasi sosial keagamaan yang menaunginya. Oleh karenanya, penelitian ini diharapkan memberi sumbangsih bagi dunia pendidikan Islam, terutama mengenai hubungan genealogis dan karakteristik Pendidikan Islam berbasis organisasi sosial keagamaan (al-Irsyad). Dalam kajian pustaka ini, peneliti menyajikan beberapa riset sebelumnya yang objek penelitiannya adalah organisasi sosial keagamaan dan juga PAI. Kajian riset ini berguna untuk tidak hanya membandingkan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian yang telah dilakukan, tetapi juga dapat membantu menyesuaikan alur berfikir dalam penelitian yang dilakukan. Beberapa riset sebelumnya yang peneliti kaji adalah sebagai berikut: 1. Nalar Islam Nusantara (Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU), yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Direktorat Jendaral Pendidikan Islam, Departemen Agama RI pada Desember 2007 (sekarang Kementrian Agama RI). Penelitian ini merupakan hasil karya kolektif dosen IAIN Walisongo Semarang (M. Mukhsin Jamil, Musahadi, Choirul Anwar, dan Abdul Kholiq). Dalam penelitian ini, M. Mukhsin Jamil dkk, mencoba menganalisis varian studi ke-Islam-an pada organisasi ke-Islaman di Indonesia. Mereka adalah empat organisasi ke-Islaman yang menjadi fokus kajiannya, yakni Muhammadiyah, alIrsyad, Persis dan NU. Penelitian ini menunjukkan adanya berbagai variasi studi keIslaman di Indonesia. Hal ini menunujukkan adanya dinamika antara pemikiran dan gerakan Islam dimana keduanya tidak bisa dibatasi dalam kerangka konseptual yang tunggal, melainkan sangat plural, seperti tradisionalime, modernisme, literalisme dan ataupun liberalime. Dengan demikian corak gerakan dan pemikiran ke-Islaman Indonesia merupakan hasil dari dialektika antara pemahaman teks-teks keagamaan
13
dan realitas sosial, politik, dan kebudayaan yang dijembatani oleh seperangkat kerangka epistimologi tertentu. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui adanya kecenderungan dinamika pemikiran ormas Islam yang tidak monolitik, sebagai akibat dari perbedaan paradigma dan responsi atas keadaan yang selalu berubah (dinamis).1 Penelitian ini sangat membantu memahami hubungan genealogis antara ideologi ormas Islam tertentu dengan model studi ke-Islaman yang ada. Model studi ke-Islaman inilah yang pada akhirnya memiliki hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan karakteristik PAI. Akan tetapi, penelitian ini tidak memfokuskan pada lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh organisasi keagamaan tersebut. Di sinilah letak perbedaannya dengan penelitian ini, karena penelitian ini mengaitkannya dengan Lembaga Pendidikan al-Irsyad, yakni SMA alIrsyad Kota Tegal. 2. Gerakan Pendidikan Masyarakat Kerurunan Arab dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at Al-Khairiyah dan Al-Irsyad)” karya Drs. Ruswan, M.A. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1999. Penelitian ini berisi tentang gerakan pendidikan masyarakat keturunan Arab yang pada saat itu mereka menghimpunnya dalam organisasi sosial keagamaan Al-Irsyad. Dalam penelitian ini diuraikan gambaran pendidikan Islam di Jami‟at al-Khairiyah dan al-Irsyad. Meskipun terlihat sama, namun ada perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan.2 Perbedaan itu adalah, jika penelitian Ruswan menempatkan objek penelitian yang sangat luas dan hampir seluruh Indonesia dan menunjuk Kota Semarang untuk dijadikan sampel penelitian al-Irsyad, maka penelitian ini (Zhaqraf Maulida) dilakukan terfokus pada satu tempat, yaitu SMA Al-Irsyad Kota Tegal, dan tidak bermaksud untuk mengeneralisir kesimpulan,
1
M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Direktorat Jendaral Pendidikan Islam, Departemen Agama RI pada, Desember 2007, hlm: Kata Pe 2 Ruswan, Gerakan Pendidikan Masyarakat Kerurunan Arab dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at Al-Khairiyah dan Al-Irsyad), Penelitian Individual, dibiayai oleh IAIN Walisongo Semarang, 1999/2000, hlm: iii.
14
melainkan hanya menunjukkan adanya karakteristik pendidikan Islam yang berbasis organisasi keagamaan (al-Irsyad di Kota Tegal). 3. Pembaharuan Pendidikan Islam di Makassar (Studi Kasus Pesantren Modern Pendidikan Al-Qur’an IMIMM Tamalanrea Makassar). Penelitian ini dilakukan oleh Drs. Muljono Damopoli, M.Ag. Penelitian ini adalah penelitian Disertasi pada program pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah yang dilakukan pada tahun 2006 dengan judu “Pesantren Modern Pendidikan Al-Qur‟an IMMIM Tamalanrea Makassar”. Penelitian ini adalah bentuk konkrit dari wacana berkembangnya pembaruan pendidikan Islam di Makassar. Pesantren ini tergolong unik, karena sistem pendidikannya tidak berbasis kiai. Selain itu, lembaga kemadrasahan setingkat MTs dan MA yang telah eksis belasan tahun di pesantren ini akhirnya lenyap bersamaan dengan keputusan pengelola pesantren untuk tidak lagi berafiliasi (berkolaborasi) ke Departemen Agama (sekarang Kementrian Agama). Disini dijelaskan tentang berbagai corak pembaruan pedidikan Islam di Makassar, dalam hal ini oleh Pesantren IMMIM. Pembaruan pendidikan Islam ini disebabkan oleh adanya dinamika yang terjadi baik di internal maupun di eksternal pesantren. Keadaan seperti ini lebih dikenal dengan istilah faktor endogen dan eksogen. Teori ini dikemukakan oleh T. B. Bottomore yang menjelaskan bahwa perubahan yang disebabkan oleh faktor endogen adalah perubahan yang terjadi karena dinamika internal, sedangkan perubahan yang disebabkan oleh faktor eksogen adalah perubahan yang berasal dari luar atau karena dinamika eksternal. Segala bentuk penyebab terjadinya perubahan-perubahan itu telah diidentifikasikan dalam penelitian ini, sedangkan usaha-usaha pembaruan komponen pendidikan Pesantren IMMIM meliputi pembaruan komponen tujuan, kelembagaan dan keorganisasian, kurikulum, metodologi pengajaran, dan tenaga pengajar. 3 Komponen-komponen inilah yang menyebabkan Pesantren IMMIM ini berkarakter dengan segala 3
Mulyono Damopoli, Pembaharuan Pendidikan Islam di Makassar (Studi Kasus Pesantren Modern Pendidikan Al-Qur’an IMIMM Tamalanrea Makassar), Penelitian Disertasi, Makassar 2006, hlm: 3
15
pembaruan pendidikan Islamnya sekaligus menjadi identitas pondok pesantren tersebut. Dilihat dari pembahasannya, penelitian tersebut jelas berbeda dengan penelitian ini, meskipun menyingung pembaruan pendidikan Islam tetapi tidak menyinggung soal organisasi sosial keagamaan (al-Irsyad). 4. Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam ( Studi Kasus Perguruan Thawalib Padang Panjang Periode Tahun 1998-2006 ). Penelitian ini dilakukan oleh Bushadiar dalam bentuk Tesis. Tesis ini mendeskripsikan pembaharuan sistem pendidikan Islam di Perguruan Thawalib Padang Panjang khususnya mulai tahun 1998 sampai penelitian ini dilaksanakan, yaitu pada tahun 2006. Pembaharuan sistem pendidikan Islam di Perguruan Thawalib Padang Panjang periode tahun 1998 – 2006 dilatarbelakangi oleh pengaruh arus Reformasi. Sehingga rezim Soeharto ikut berperan dalam pembaruan ini. Secara historis, Perguruan Thawalib Padang Panjang baru sempurna menyelenggarakan sistem pendidikan modern pada tahun 1921 di akhir kepengurusan Haji Abdul Karim Amrullah (Prof. DR. HAMKA) pada periode (1911 - 1926) dengan segala ke-modern-annya. Dampak yang diberikan reformasi telah memberi peluang kepada segala bidang termasuk bidang pendidikan untuk melakukan pembaharuan, terutama untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sejalan dengan semangat reformasi (masa reformasi dimulai semenjak tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998), pada masa tersebut banyak gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pengurus Perguruan Thawalib Padang Panjang dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Adapun aspek-aspek pembaharuan pendidikannya meliputi; pembaharuan dalam aspek tujuan pendidikan, kurikulum, pendidik, dan pembaharuan dalam aspek peserta didik. 4 Penelitian ini dijadikan kajian pustaka karena sumbangsihnya dalam penelitian yang dilakukan, yaitu pada empat aspek-aspek pembaharuan pendidikan. Aspek ini dapat dijadikan ciri-ciri yang dikaji bagian dalamnya mengenai karakteristik PAI berbasis organisasi sosial keagamaan. Sama seperti penelitian sebelumnya di nomor 3, penelitian ini juga lebih 4
Bushadiar, Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam (Studi Kasus Perguruan Thawalib Padang Panjang Periode Tahun 1998-2006), Penelitian Tesis, 2006, hlm: i.
16
membahas soal pembaruan pendidikan Islam, tetapi tidak menyinggung perihal organisasi sosial keagamaan Islam. 5. Telaah Kurikulum PAI di Madrasah Ibtidaiyah Pada Masa Pemerintahan Orde Baru. Penelitian ini dilakukan oleh Nurnadia Azhari dalam bentuk Tesis
yang
dilakukan pada tahun 2005. Penelitian ini menguraikan perjalanan kurikulum PAI di Madrasah Ibtidaiyah selama masa pemerintahan orde baru. Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa kurikulum PAI di Madrasah Ibtidaiyah pada masa orde baru banyak mengalami perubahan. Perubahan tersebut dimulai dari kurikulum 1973, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Dan perubahan itu pernah kita semua rasakan. Dari perubahan-perubahan tersebut, perubahan yang paling signifikan adalah perubahan kurikulum dari tahun 1973 ke kurikulum tahun 1975. Perubahan tersebut dengan mengurangi jumlah mata pelajaran PAI menjadi lima mata pelajaran sebagai konsekwensi dari pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional, sehingga madrasah selain harus mempelajari kurikulum agama juga harus mempelajari kurikulum umum. 5 Pada penelitian ini ada komponen PAI yang dapat dijadikan contoh sistematika yang harus dilakukan dalam alur pikir penelitian yang dilakukan. Ini dipandang perlu karena kontribusinya sebagai landasan teori mengingat kajian pustaka yang dipilah belum cukup dalam komponen PAI. Di lihat dari pembahasannya, jelas penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini meskipun sama-sama berbicara perihal pendidikan Islam.
B. Kerangka Teoritik 1. Organisasi Sosial Keagamaan di Indonesia Sebelum membahas lebih jauh mengenai organisasi keagamaan kaitannya dengan PAI, ada baiknya perlu dikemukakan dulu beberapa hal penting berikut ini:
5
Nurnadia Azhari, Telaah Kurikulum PAI di Madrasah Ibtidaiyah Pada Masa Pemerintahan Orde Baru, Penelitian Tesis, 2005, hlm: 1-2
17
a. Pengertian dan Fungsi Organisasi Sosial Keagamaan Untuk dapat memahami pengertian dan fungsi organisasi sosial keagamaan, maka terlebih dulu harus memahami essensi organisasi itu sendiri. Hal ini penting dilakukan terutama untuk menghindari bias
pemahaman terhadap makna
keseluruhannya. Menurut Sondang P. Siagian, sebagaimana dikutip oleh Mansour Hidayat, menyebutkan bahwa organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama dan terlibat secara formal dalam satu ikatan hirarki dimana terdapat hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. 6 Beberapa ilmuan seperti Chester Bernard, Kootz, Kate dan Kahn, Myess dan Myers serta Talcot Parson, mendifinisikan organisasi sebagai suatu unit sosial yang berupa wadah suatu kelompok atau beberapa kelompok orang guna melakukan kegiatan yang terorganisasikan, dengan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, dan peranan atas anggota-anggotanya serta menetapkan hubungan antara peranan yang dibentuk secara terstruktur dalam mencapai tujuan. 7 Secara
empirik
organisasi
terbentuk
atas
dasar
kebutuhan
untuk
mengorganisir diri dalam mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang telah dirancang dan disepakati oleh pendiri organisasi dimaksud menentukan corak dan bentuk organisasi yang dibentuk. Kompleksitas perkembangan budaya masyarakat dalam realitasnya telah meningkatkan kesadaran untuk berorganisasi atau menghimpun diri, sehingga dalam perkembangannya beragam organisasi muncul sebagai wadah perjuangan masyarakat. Dan dalam konteks ke-Indonesiaan, salah satu bentuk organisasi yang ada dan berkembang adalah organisasi sosial kemasyarakatan, yang memiliki karakteristik tersendiri. Organisasi sosial kemasyarakatan merupakan organisasi sosial (non-profit), yang dibentuk oleh masyarakat (warga) secara sukarela atas dasar kesamaan 6
Mansur Hidayat, Ormas Keagamaan Dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani; Telaah Teoritik- Historis, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Komunitas, Volume 4, Nomor 1, Juni 2008, hlm. 8. 7 Lihat Wahyudi Ruwiyanto, Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan, Pendekatan Analisis Organisasi secara Kuantitatif, Bandung, Rosdakarya.1998, hlm. 27.
18
kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dalam kenyataannya organisasi kemasyarakatan di Indonesia muncul dalam beberapa bentuk: organisasi politik, organisasi ekonomi, organisasi sosial, dan organisasi keagamaan. Organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan menempati posisi yang khas dibandingkan dengan organisasi umumnya. Hal ini disebabkan karena organisasi keagamaan memiliki karakteristik; pertama bahwa secara khusus ormas keagamaan dibentuk bukan untuk mencari keuntungan apalagi yang bersifat material finansial, kedua bahwa organisasi sosial keagamaan berada di luar wilayah organisasi pemerintah, ketiga bahwa dalam kegiatannya ia lebih memusatkan sasarannya pada kepentingan anggota (masyarakat) serta keempat keanggotaannya bersifat masif. 8 Selain keempat karakteristik tersebut di atas, organisasi sosial keagamaan juga memiliki karakteristik yang unik, dimana keanggotaan organisasi keagamaan biasanya didasarkan pada kesamaan pemahaman keagamaan, baik yang bersifat prinsipil maupun non prinsipil (furu’). Lahirnya organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan juga al-Irsyad juga dipengaruhi adanya perbedaan pemahaman keagamaan di antara mereka. Terlepas dari karakteristik organisasi soaial keagamaan yang terkesan ekslusif itu, tetapi keberadaan organisasi keagamaan cukup mampu menjadi instrumen bagi perubahan sosial dan kebudayaan masyarakat. Lebih-lebih-lebih ketika organisasi sosial keagamaan tersebut mewujudkan cita-cita perjuangannya di dalam meningkatkan kualitas sumber daya anggotanya, misalnya adalah melalui pendidikan. Secara politik, organisasi sosial keagamaan juga dapat berfungsi sebagai “struktur mediasi”, yang didefinisikan sebagai “lembaga yang mempunyai posisi di antara wilayah kehidupan individu secara privat dengan lembaga-lembaga makro 8
Mansur Hidayat, Ormas Keagamaan Dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani; Telaah Teoritik- Historis, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Komunitas, hlm: 9.
19
yang berhubungan dengan kehidupan publik”. 9 Sebagai struktur mediasi, maka organisasi sosial keagamaan berperan menjadi “struktur antara” yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat luas dan pemerintah. Selain menjadi jembatan aspirasi, organisasi sosial keagamaan juga berfungsi sebagai lembaga yang melakukan penguatan masyarakat melalui kerja-kerja pemberdayaan terhadap anggotanya. Dalam perspektif ini, maka menguatnya organisasi sosial keagamaan menjadi indikator menguatnya posisi tawar (bargaining positions) mayarakat (rakyat) di hadapan negara (pemerintah). Memang, peran struktur mediasi dan penguatan masyarakat yang dimainkan oleh organisasi sosial keagamaan menjadi kian strategis, terutama sekali semenjak reformasi pada bulan Mei 1998 bergulir. Reformasi telah mengubah secara luas dasar-dasar dan konstelasi politik Indonesia mutakhir. Banyak organisasi sosial keagamaan yang bermunculan, yang masing-masing memainkan peran dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat.10 Tumbuhnya demokratisasi di Indonesia memang mendorong munculnya kelompok-kelompok keagamaan yang sebelumnya tidak nampak di permukaan menjadi kian tampak jelas muncul ke permukaan. Mereka bahkan terlihat cukup bergairah untuk merevitalisasi peran sosial dan politiknya di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran sosial yang cukup menggembirakan adalah dalam dunia pendidikan, dimana banyak organisasi sosial keagamaan Islam yang kemudian melakukan revitalisasi lembaga pendidikan di bawah naungannya.
9
Mansur Hidayat, Ormas Keagamaan Dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani; Telaah Teoritik- Historis, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Komunitas, hlm: 9. 10 Beberapa hal penting yang menandai perubahan era baru di Indonesia adalah Pertama, runtuhnya hegemoni rezim orde baru dengan pilar utama Golkar yang ditopang oleh birokrasi dan militer. Kedua, munculnya sistem politik multi partai yang memberi peluang bagi setipa kelompok politik dengan beraneka latar belakang aspirasi dan ideologi untuk turut meramaikan panggung politik nasioal. Ketiga, terjadinya pergeseran hubungan antara agama (Islam) dan negara, yang antara lain ditandai dengan tidak hanya intensifnya gerakan Islam formal melalui wadah partai politik, tetapi juga terserapnya pemimpin dan aktivis Islam yang mewakili gerakan Islam substansial ke dalam kehidupan negara M. Mukhsin Jamil, Revitalisasi Islam Kultural, (Arus Baru Relasi Agama dan Negara), Walisongo Press, Cet I: Januari 2009, hlm: 1
20
Dari sanalah banyak terjadi pembaruan pendidikan Islam yang dimotori oleh organisasi keagamaan Islam. 11 Oleh karenanya, jauh sebelum itu dapat kita lihat bahwa dalam konteks sejarah perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, memang sulit dilepaskan dari pengaruh organisasi sosial keagamaan Islam yang menaunginya. Hal ini dikarenakan, pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana melakukan pembaruan pemikiran Islam. Di sinilah pendidikan merupakan bagian dari pembaharuan yang sangat essensial, karena fungsi pendidikan tidak hanya terbatas pada transformasi pengetahuan dari pendidik ke peserta didik. Namun pendidikan juga bisa menjadi media untuk dapat mensosialisasikan ide-ide pembaharuan secara gradual dan terarah.12 Berbicara pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari gerakan pembaruan Islam yang mulai marak di abad 19, dimana umat Islam Indonesia mulai menerima ide-ide pembaruan Islam dari Timur Tengah, khususnya dari Mesir dan Makkah. Gerakan pembaharuan tersebut memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan pendidikan dan Agama Islam di Indonesia pada masa itu dan pada masa-masa berikutnya. 13
11
Ruswan dalam penelitiannya menemukan bahwa organisasi keagamaan banyak yang menjadi motor penggerak gerakan pendidikan di masyarakat. Al-Irsyad misalnya, melakukan pembaruan pendidikan melalui pendirian pondok pesantren dan pendidikan tingi al-Irsyad, meskipun sistem pondok pesantrennya berbeda dengan pesantren tradisionali yang lebih banyak dikelola oleh Nahdlatul Ulama 9NU). Lihat Ruswan, Gerakan Pendidikan Masyarakat Keturunan Arab dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at alKhairiyyah dan al-Irsyad), hlm: ii-iii. 12 Pendidikan dijadikan sebagai elemen pembaharuan Islam karena di dalamnya terdapat proses pendidikan dan pengajaran individu-individu, yang merupakan bahagian dari masyarakat. Apabila proses itu cenderung konstruktif maka akan melahirkan out-put yang positif, namun sebaliknya bila proses tersebut destruktif, maka yang akan terjadi adalah sebaliknya, dengan demikian pendidikan perlu diperbaharui. Lihat: Ahmad Warid, Pembaharuan Pendidikan Islam; Studi Analisis Konsep dan Sejarah (Yogyakarta: Puslit IAIN Sunan Kalijaga, 1998), hlm: 103. 13 Sebagaimana diketahui bahwa semenjak awal abad ke-19 tradisi berhaji bagi umat Islam Indonesia selain untuk menunaikan ritual agama, juga sebagian mereka bermukim di Makkah sampai beberapa tahun. Bahkan ada juga yang menetap di sana. Salah satu kegiatan yang mereka tekuni adalah mendalami ilmu-ilmu ke-Islaman. Tidak jarang pula di antara Muslim Indonesia memanfaatkan waktu untuk menjalin persaudaraan dengan umat Islam dari berbagai negara.
21
Hingga, pada permulaan abad ke-20, di kalangan muslim Indonesia terpelajar mulai muncul kesadaran untuk mengatasi kondisi pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami keterbelakangan sebagai akibat dari eksploitasi politik pemerintah Kolonial Belanda. Mereka sadar bahwa pembaharuan pendidikan haruslah menjadi agenda terpenting dalam memperjuangkan nasib umat Islam dan bangsa Indonesia. 14 Demikianlah peran organisasi sosial keagamaan Islam di Indonesia, selain memiliki peran penting dalam gerakan pembaruan Islam, organisasi keagamaan juga berperan penting di dalam mengembangkan lembaga pendidikan Islam, termasuk di dalamnya pengembangan PAI, dan strategi pembelajaran PAI, sehingga PAI yang berada di bawah naungan organisasi sosial keagamaan memiliki karakteristik tersendiri. b. Corak dan Varian Organisasi Sosial Keagamaan Memahami corak dan varian organisasi sosial keagamaan tentu saja tidak bias dilepaskan dari ekspresi keberislaman dan pemikiran Islam yang melekat pada suatu organisasi sosial keagamaan. Oleh karenanya, pembahasan ini akan diawali dengan Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm: 7. 14 Gerakan ini dipelopori oleh beberapa ulama yang belajar di Timur Tengah. Seperti Syeikh Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy`ari, Mahmud Yunus, Syeikh Abdullah Ahmad dan lain sebagainya. Dengan pengaruh dan pengalaman dari Timur Tengah itulah kaum terpelajar tersebut mulai memperbaharui sistem pendidikan Islam pada lembaga pendidikan yang mereka kelola. Cara bersekolah langsung dimulai oleh Jami‟at Khair di Jakarta tahun 1905. Lalu, Sekolah Adabiyah (1909) di Padang, didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad, mulai memakai sistem modern seperti, memakai sistem klasikal, jenjang pendidikan yang jelas, kurikulum yang baku mencakup pelajaran umum dan agama serta memakai metode pengajaran yang baik. Kemudian disusul oleh Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, Madrasah Al-Irsyad (1913) di Jakarta, Madrasah Diniyah Putra (1915) di Padang Panjang, Mathla`ul Anwar (1916) di Banten, Persatuan Umat Islam (1917) di Majalengka, Sumatera Thawalib (1918) di Padang Panjang dan di Bukittinggi, Persis (Persatuan Islam) tahun 1920, Madrasah Diniyah Putri (1923) di Padang Panjang, dan lain sebagainya. Sekolah-sekolah tersebut muncul sebagai wujud konkrit dari adanya keinginan untuk merubah keterbelakangan umat Islam dan dualisme (dikotomi) pendidikan. Dualisme tersebut tercermin dalam lembaga pendidikan yang dikelola oleh kolonial Belanda dengan coraknya yang sekuler. Sedangkan lembaga pendidikan yang dikelola oleh pesantren atau surau yang terkesan mengisolasi diri dari perubahan zaman, hanya berkutat pada pelajaran agama dan menolak masuknya pelajaran umum. Lihat; Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, cet. VIII (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 30-104; I. Djumhur, Sejarah Pendidikan, cet. XIII (Bandung: CV. Ilmu, 1974), hlm. 159 dan hlm. 122 dan Deliar Noer, “Pengantar,” dalam Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam, hlm: xiii-xxi.
22
terlebih dulu mengulas mengenai ekspresi keberislaman dan pemikiran Islam yang lazim ditemukan di Indonesia. Sebagai negara yang dikenal sangat heterogen, Indonesia memiliki begitu banyak ragam corak dan varian pemahaman keagamaan, termasuk di dalamnya adalah beragamnya pemikiran Islam yang tumbuh dan berkembang. Masing-masing corak dan varian itu memiliki karakteristik sendiri, baik dari segi pemahaman keagamaannya maupun ekspresi keberagamaannya. Akan tetapi secara umum, beragam corak dan varian ekspresi keagamaan itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama, yakni fundametalis, moderat, dan liberal. Ketiga corak dan varian ekspresi keagamaan Islam tersebut merupakan ekspresi ke-Islaman yang telah mapan (establish) di Indonesia. Selain tiga karakteristik tersebut, pada satu titik tertentu ekpsresi wajah Islam Indonesia juga berwajah kultural. Artinya, Islam di Indonesia memiliki wajah yang khas, di mana ia tidak menampilkan arabisme (berwajah arab), melainkan sudah tereduksi melalui kultur dan kebudayaan setempat dan akibatnya mengakar dalam kultur awal keIndonesia-an. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia merupakan lahan subur yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya segala bentuk ekspresi corak dan varian pemikiran Islam. Untuk kepentingan penelitian ini, pada pembahasan berikut ini hanya akan mengupas tiga corak dan varian ekspresi keagamaan dan pemikiran Islam yang telah disebut sebelumnya, yakni fundamentalis, moderat, dan liberal. Ketiganya akan dipakai untuk melihat secara analitis mengenai corak dan varian organisasi keagamaan al-Irsyad yang menjadi focus penelitian ini. Pembahasan lengkap mengenai ketiganya adalah sebagai berikut: 1) Fundamentalis Banyak para ahli memberikan pandangannya mengenai fundamentalisme ini, baik yang positif maupun yang sedikit sinis, terutama sekali ketika dikaitkan dengan Islam. Sikap yang demikian tentu saja dapat dimaklumi, mengingat istilah
23
fundamentalisme (terutama fundamentalisme Islam) begitu ramai diperbincangkan semenjak peristiwa 11 September 2001. Peristiwa itu adalah malapetaka bagi Amerika Serikat karena terjadi pembajakan pesawat oleh sekelompok yang diduga teroris yang kemudian meruntuhkan World Trade Centre (WTC) dan Pentagon di Amerika Serikat. Aksi pembajakan pesawat itu kemudian dikaitkan dengan gerakan radikal Islam. Sejak peristiwa itu, definisi fundamentalisme kemudian seperti “dikuasai” oleh barat. Sesuatu yang tentu saja sangat tidak menguntungkan Islam, mengingat semenjak peristiwa 11 September tersebut barat menjadi sangat tendensius terhadap fundamentalisme Islam yang dikaitkan dengan gerakan radikalisme Islam. Oleh karenanya, fundamentalisme Islam kemudian selalu identik dengan gerakan radikal, kekerasan, anti toleran, dan lain sebagainya. Pemahaman mengenai fundamentalisme Islam seperti tersebut di atas tentu saja sah-sah saja. Akan tetapi, agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terjebak pada diskursus yang tendensius tersebut di atas, maka definisi fundamentalisme akan dilacak dari pengertian etimologinya dan juga dasar-dasar pemikirannya. Istilah fundamentalis sejatinya dapat dilacak dari kata dasarnya yaitu fundament yang artinya dasar. Dalam bahasa Arab, makna kata ini mengacu dari makna asal al-Ushuliyah yang juga memiliki arti “dasar”. kemudian dijumpai makna kata
al-Ushuliyyah
Dari asal kata itu
al-Islamiyah
yang artinya
Fundamentalisme Islam. Kata tersebut diartikan sebagai pencarian “asas” atau “legalitas” dengan asumsi bahwa setiap aksi, sistem, harus berdiri di atas konsepsi atau gagasan sebagai landasan dasar.15 Dengan demikian, menurut Hassan Hanafi fundamentalisme Islam bukanlah ortodoksi, romantisme sejarah, ataupun sikap apriori terhadap modernitas, juga bukan gerakan-gerakan bawah tanah. Melainkan sebuah gerakan yang memiliki visi
15
Lihat Kamran As‟ad Irsyady, catatan penerjemah dalam Hassan Hanafi, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, (Yogyakarta, Islamika, Agustus 2003), hlm: xi).
24
dan misi pembentukan manusia seutuhnya agar mampu berperan menggalang persatuan umat, menjaga identitasnya dan membela kaum lemah. 16 Istilah fundamentalisme
juga
dapat
ditemukan
dalam
tradisi
Protestan,
dimana
fundamentalisme pertama kali muncul merujuk kelompok militan dari Protestan Evangelis, sebuah kelompok yang menolak terhadap kritik-kritik sekuler, teori evolusi, dan ajaran lain yang tidak sepaham dengan ajaran Biblikal. 17 Dari pengertian di atas, fundamentalisme Islam menurut salah satu maknanya dapat diartikan sebagai suatu pikiran dan tindakan berupa memformulasikan legalitas lalu
merealisasikannya,
serta
membangun sistem
yang Islami,
kemudian
mempertahankannya sedemikian rupa tanpa mengacu pada prestasi dan keunggulan sistem-sistem lain yang telah eksis. 18 Ciri utama fundamentalisme ini antara lain memaksakan penganutnya agar mengalami pengalaman religius dan keber-Tuhan-an yang sama dengan yang dialami penganut-penganut saleh terdahulu. Menurut Martin E. Marty, terdapat empat prinsip yang menandai fenomena fundamentalisme agama (Islam), yakni sebagai berikut: Pertama,
fundamentalisme
adalah
oppositionalism
(paham
oposisi-
perlawanan). Fundamentalisme dalam agama, yang bukannya tak sering bersifat radikal terhadap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama, apakah dalam bentuk modernitas itu sendiri ataupun sekularisme dan tata nilai barat pada umumnya. Acuan dan tolak ukur untuk menilai tingkat ancaman itu tentu saja adalah kitab suci yang dalam kasus Islam radikal adalah al-Qur‟an dan pada batas-batas tertentu juga Hadits. 16
Hassan Hanafi, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, (Yogyakarta, Islamika, Agustus 2003), hlm: xi). 17 Kelompok ini berjuang untuk mempertahankan prinsip-prinsip utama. Dalam the fundamentals itu sendiri dalam satu seri pamflet yang intinya menekankan absolutisme Bible (Kitab suci “Injil”). Kelompok fundamentalis Kristen ini percaya bahwa mereka harus hidup berdasarkan kode moral yang tertulis secara literal di dalam Bible. Mereka menolak kritik-kritik sekuler, teori evolusi, dan ajaran lain yang tidak sepaham dengan ajaran Biblikal. Dari situ, fundamentalisme hampir selalu diasosialisasikan dengan Kristianitas, khususnya Kristen Evangelis. Lihat Staiful Arif, Deradikalisasi Islam (Paradigma dan Strategi Islam Kultural), (Penerbit Koekoesan, Juli 2010), Cet. I, hlm: 11 18 Hasan Hanafi, Aku Bagian Dari Fundamentalisme Islam, hlm: 107
25
Kedua, penolakan terhadap hermeneutik sebagai salah satu pendekatan memahami teks-teks kitab suci. Dengan prinsip inilah kaum fundamentalis menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya. Nalar tidak dibenarkan melakukan upaya
mempertanyakan
secara
kritis
ataupun
“berkompromi”
dalam
menginterpretasikan teks-teks kitab suci. Ketiga, penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralisme merupakan hasil dari pemahaman yang keliru terhadap teks-teks kitab suci. Pemahaman dan sikap keagamaan yang tidak selaras dengan pandangan kaum fundamentalis merupakan bantuk dari relativisme keagamaan yang terutama muncul tidak hanya dari intervensi nalar terhadap teks kitab suci itu sendiri, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang lepas dari kendali agama. Keempat, penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Bagi kelompok fundamentalis, perkembangan historis dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci. Mereka membedakan secara diametral mengenai mana yang disebut sakral dan mana yang disebut profan. Perkembangan historis dan sosiologis adalah jelas-jelas profan, sementara kitab suci adalah sesuatu yang sakral. 19 Atas dasar keempat hal tersebut di atas, maka paham fundamentalisme menjadi memahami Islam secara monolitik dan menolak varian-varian Islam lokal dan spiritual seperti yang diamalkan umat Islam pada umumnya, sebagai bentuk pengamalan Islam yang dianggap salah dan sesat oleh kaum non-fundamentalis.20
19
Marty adalah seorang sosiolog agama yang selalu berbicara tentang fundamentalisme. Pemikirannnya tertuang dalam buku What is Fundamentalism? Theological Perspective, dalam bukunya Kung & Moltman, Fundamentalis as Ecumenical Challenge, London, 1992, hlm: 3-13. (Lihat buku, M.Mukhsin Jamil, Revitalisasi Islam Kultural, (Arus Baru Relasi Agama dan Negara), Hlm: 80-81 20 Abdurahan Wahid, Ilusi Negara Islam (Ekspansi Geraakan Islam Transnasional di Indonesia), The Wahid Institute, hlm: 43
26
2) Moderat Istilah moderat (moderate) berasal dari bahasa Latin moderare yang artinya mengurangi atau mengontrol. Kamus The American Heritage Dictionary of the English Language mendefinisikan moderate sebagai not excessive or extreme (tidak berlebihan dalam hal tertentu). Kesimpulan awal dari makna etimologi ini adalah bahwa moderat mengandung makna obyektif dan tidak ekstrim, sehingga definisi akurat Islam moderat adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan (I’tidal dan wasath).21 Islam washatiyah, atau sering dikenal dengan istilah Islam „jalan tengah‟, menurut Azyumardi Azra, sebenarnya merupakan salah satu karakter dan ciri Islam yang khas di Indonesia, meski terdapat keragaman mazhab dan aliran furu’iyah (cabang) di kalangan kaum muslim di Indonesia. Islam washatiyah identik kaum muslimin yang disebut sebagai „ummatan washatan‟ (QS:2 ayat 143). Umat seperti inilah yang dapat dan mampu menjadi saksi kebenaran bagi manusia lain. Ummatan washatan adalah umat yang selalu menjaga keseimbangan; tidak terjerumus ke ekstremisme kiri atau kanan, yang dapat mendorong kepada tindakan kekerasan. 22 Dalam pandangan KH. Hasyim Muzadi, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, ummatan washatan adalah umat yang selalu bersikap tawashut (jalan tengah) dan i’tidal (bersikap adil - seimbang); menyeimbangkan di antara iman dan toleransi. Keimanan tanpa toleransi membawa ke arah eksklusivisme dan ekstremisme; dan sebaliknya, toleransi tanpa keimanan berujung pada kebingungan dan kekacauan. Yang akhirnya orang Islam sendiri sering tidak merasakan perbedaan-perbedaan itu, karena tidak melihat langsung ekspresi kehidupan sosio-kultural kaum muslimin
21
Fathurrahman, Mengenal Konsep “Islam Moderat”, dalam http://fathurrahmansudan.blogspot.com/2011/04/mengenal-konsep-islam-moderat.html, tulisan 18 April 2011, diakses tanggal 18 September 2011. 22 Azyumardi Azra, Islam Moderat = Islam Yang Sesungguhnya (Revitalisasi Islam Washatiyah), dalam http://pemikiranislamradikalmoderatliberalpemikiranbarat. wordpress.com/2011/02/18/islam-moderat-islam-yang-sesungguhnya/. Datadiakses pada tanggal 19 September 2011.
27
yang beragam; atau juga karena mereka tidak bisa menggunakan perspektif perbandingan masyarakat-masyarakat muslim. 23 Definisi Islam moderat seperti telah disinggung diatas, dapat kita kembangkan pemahamannya ketika memasuki isu-isu global, dimana wacana-wacana seperti dialog peradaban, toleransi, dan kerukunan merupakan wacana yang hampir pasti dijumpai oleh umat Islam. Pada konteks ini, dapat kita pahami bahwa Islam moderat merupakan kelompok Islam yang pemikirannya memegang dan mau menerima wacana-wacana tersebut (dialog peradaban, toleransi, dan kerukunan). Oleh karenanya, ajaran yang berorientasi kepada perdamaian dan kehidupan harmonis dalam keberbagaian, lebih tepat disebut moderat, karena gerakannya menekankan pada sikap menghargai dan menghormati keberadaan “yang lain”. Term moderat adalah sebuah penekanan bahwa Islam sangat membenci kekerasan, karena berdasarkan catatan sejarah, tindak kekerasan akan melahirkan kekerasan baru. Padahal, Islam diturunkan Allah adalah sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh masyarakat dunia). Konsep inilah yang dijadikan dasar bagi orang-orang Islam yang masih peduli dengan perdamaian, baik di lingkungan sekitar, negara, maupun dunia. 3) Liberal Kendati Islam liberal muncul lebih dekat dengan isu-isu Islam dan politik (alIslam wa al-Siyasah) sebagai bentuk antithesis terhadap Islam fundamentalis yang menghendaki adanya penyatuan agama dan negara, akan tetapi Islam liberal kemudian begitu berpengaruh pada pembacaan-pembacaan teks-teks agama secara umum. Adalah Nur Kholiq Ridwan, yang berpendapat bahwa Islam liberal bisa dirumuskan dengan dua hal. Pertama, kelompok pemburu muslim yang memisahkan antara masalah publik sebagai hal yang perlu dimusyawarahkan dengan komunitas
23
Azyumardi Azra, Islam Moderat=Islam Yang Sesungguhnya (Revitalisasi Islam Washatiyah).
28
bangsa, sementara masalah praktik ritual diserahkan kepada masing-masing pihak. Para pembaru seperti Kemal Attaturk di Turki dan Soekarno di Indonesia merupakan model Islam liberal. Kedua, Islam liberal progresif yang berproses pada pandangan bahwa Syari‟ah masih perlu ditafsir ulang, yang perlu dibedakan Islam sebagai din (agama) yang universal dalam cita-cita etik dan moralnya.24 Dari gagasan awal yang sudah terbentuk ini, menurut Muhsin Jamil dapat di simpulkan bahwa gagasan utama yang seringkali diusung Islam liberal adalah, Pertama, syari‟at Islam bukan sistem hukum, artinya bahwa agama berkepentingan dan hanya terkait dengan persoalan privat, maka kaum liberal berkeberatan terhadap pemberlakuan syari‟at Islam dalam kehidupan negara. Kedua, penerimaan pada demokrasi, bahwa demokrasi adalah satu-satunya jalan yang memungkinkan bagi terwujudnya apa yang disebut sebagai kemaslahatan publik (umat). Karena tidak adanya pengertian yang memadai dan absolut mengenai apa yang disebut syariat.25 Dari pemahaman tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam liberal menghendaki adanya penafsiran ulang terhadap teks-teks keagamaan yang selama ini sudah mapan. Islam liberal senantiasa berpegang pada kaidah bahwa Islam harus dipisahkan sebagai al-Din (agama) yang universal dalam cita-cita etik dan moralnya, dan agama sebagai Al-Daulah (politik). Agama, menurut kelompok liberalis Islam cukup dijadikan sebagai etika publik yang diserap ke dalam negara tanpa harus secara formal.
2. Pendidikan Agama Islam Sebelum membahas PAI, terlebih dulu perlu diungkapkan mengenai definisi pendidikan. Hal ini dikarenakan pengertian PAI tidak bisa dilepaskan dari konsep dasar mengenai pendidikan itu sendiri. Dalam mendefinisikan pendidikan, terjadi perbedaan pendapat di antara para tokoh. Hal ini disebabkan karena mereka berbeda 24
Muhsin Jamil, Membongkar Mitos Menegakkan Nalar, (Pustaka Pelajar, Maret 2005), Cet. I, hlm: 141. 25 Muhsin Jamil, Revitalisasi Islam Kultural, (Arus Baru Relasi Agama dan Negara), hlm: 103-105
29
pendapat dalam penekanan dan tinjauan terhadap pendidikan itu sendiri. Akan tetapi secara umum para ahli sepakat terhadap prinsip-prinsip dasar pendidikan. Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang kemudian kata ini mendapat awalan -pe dan akhiran -an, sehingga menjadi pendidikan yang artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, atau proses perbuatan, cara mendidik.26 Ada juga yang menyebutnya dengan transfer knowledge (penyaluran pengetahuan).
a. Pengertian PAI PAI tentu saja berbeda dengan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha secara sadar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia umat Islam yang tujuan akhirnya adalah menuju khoerul ummah (umat terbaik). Oleh karenanya, pendidikan Islam memiliki cakupan yang lebih luas, menyangkut perkembangan pendidikan dalam dunia Islam. Sementara PAI merupakan usaha-usaha secara sadar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang lebih spesifik menyangkut peningkatan pengamalan ajaran agama Islam, sehingga tujuan akhirnya manusia yang sempurna (insan kamil) yang didasari ketaqwaan kepada Allah SWT. Adapun uraian selengkapnya mengenai pengertian PAI dapat dilihat dari penjelasan berikut. PAI oleh para ahli pendidikan didefinisikan secara berbeda-beda. Salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Zuhairini yang mendefinisikan PAI sebagai usaha-usaha secara sadar, sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. 27 Kemudian Achmadi
26
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet. ke-3 hlm: 232. 27 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Usaha Nasional, 1983), hlm: 27.
30
mendefinisikan PAI sebagai segala usaha memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. 28 Dari pengertian di atas dapat ditemukan suatu ciri-ciri khusus PAI, diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama; menekankan pentingnya ajaran Islam, sehingga usaha-usaha pendidikan tersebut bertujuan agar peserta didik dapat hidup sesuai dengan ajaran Islam dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Kedua; menekankan pada pengembangan fitrah manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan cita-cita ajaran Islam. Lebih lanjut, At-Toumy, sebagaimana dikutip oleh M. Chabib Toha, membatasi pengertian PAI dengan ciri-ciri khusus sebagai berikut: 1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlaqul karimah, baik dalam tujuan pengajaran, materi dan gerak pelaksanaannya. 2. Kandungan materi pendidikan, mencangkup aspek jasmaniah, intelektual, psikologi maupun spiritual. 3. Adanya keseimbangan antara ilmu syariat dengan ilmu-ilmu akliyat. 4. Tidak melupakan bakat, maupun apresiasi seni, tetapi juga tidak merusak perkembangan akhlakul karimah. 5. Mempertimbangkan perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik. 29 Sementara menurut M. Yusuf al-Qardhawi, PAI merupakan pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. 30 Sedangkan Hasan Langgulung merumuskan PAI sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan
28
Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Salatiga: Aditya Media, 1990),
29
M.Chabib Thaha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm:
hlm: 20. 9 30
Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Penerjemah Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm: 157.
31
dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.31 Sejalan dengan itu, Muhammad Atiyah AlIbrasyi berpendapat bahwa PAI itu adalah pendidikan yang berdasarkan pada etika Islam, 32 pembentukan moral, dan latihan jiwa, sehingga tujuan akhir dari PAI tersebut adalah membentuk manusia yang bertakwa kepada Allah SWT agar selamat dalam kehidupannya, dunia maupun akhirat, sebagaimana tertera dalam Surat Ali Imran ayat 102. Terlepas dari apapun dan siapapun yang medefinisikannya, PAI sangat berperan penting dalam proses mendidik seseorang dalam lembaga pendidikan Islam, karena menekankan pada pengembangan fitrah manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan cita-cita ajaran Islam. Dari beberapa penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan suatu definisi praktis yang dipakai dalam penelitan ini. Istilah PAI dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam dua pengertian, yakni sebagai berikut: Pertama, PAI yang dimaksud adalah segala bentuk pengajaran, baik berupa materi mata pelajaran, maupun praktik-praktik keagamaan yang dipraktekkan oleh siswa maupun guru terkait dengan Islam di sekolah tersebut. Kedua, PAI yang hanya terfokus pada mata pelajaran, atau dapat disebut sebagai materi PAI. Dari kedua definisi praktis tersebut, maka pemahaman terhadap judul “Karakteristik PAI Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal)” dalam penelitian ini adalah: segala hal yang terkait dengan Islam yang diajarkan sekolah kepada peserta didiknya, baik berupa materi PAI maupun praktek-praktek keagamaan yang dilaksanakan di sekolah, dimana
31
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam (Bandung: AlMa`arif, 1980), hlm: 94. 32 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, cet. II (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm: 2.
32
sekolah tersebut merupakan sekolah yang berada di bawah naungan suatu organisasi keagamaan, yakni SMA al-Irsyad Kota Tegal). b. Karakteristik PAI Sebelum membahas mengenai karakteristik PAI, maka terlebih dulu harus dijelaskan mengenai komponen-komponen pendidikan, yakni: tujuan, materi, peserta didik, guru, metode, media, dan evaluasi. Adapun selengkapnya adalah sebagai berikut: 1) Tujuan Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyangkut di dalamnya suatu nilainilai tertentu sesuai pandangan dasar masing-masing yang harus direalisasikan melalui proses yang terarah dan konsisten dengan menggunakan berbagai sarana fisik dan non-fisik yang sama sebangun dengan nilai-nilainya. Selain istilah tujuan, istilah lain yang serupa dengan itu adalah “sasaran” dan “maksud” yang dalam bahasa Arab dinyatakan dengan kata-kata “ghayat”, atau “ahdaf”, atau “maqasyid”. Dalam bahasa Inggris misalnya “tujuan” dikatakan dengan “goal”, atau “purpose”, atau “objectives”, atau “aim” dan sebagainya.33 Secara sederhana, tujuan (goals, aim = Inggris atau ghayat, qasyid = Arab) mengandung pengertian arah atau maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas. 34 Dengan adanya suatu tujuan pendidikan tersebut, maka semua aktivitas dan gerak manusia menjadi terarah dan bermakna bagi peserta didik. Dengan demikian, tujuan adalah suasana ideal yang ingin diwujudkan melalui proses pendidikan. Dalam tujuan pendidikan suasana itu tampak pada tujuan akhirnya. Tujuan akhir
33
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Cet. Ke-5, hlm: 223 34 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Beradasrkan alQur’an,Terjemahan M. Arifin, Zainuddin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke-1, hlm: 131-132
33
biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti misalnya “terbentuknya kepribadian muslim”, 35 atau juga bisa berupa “kematangan dan integritas pribadi”.36 Dalam merumuskan tujuan PAI, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal. 2. Sifat-sifat dasar manusia. 3. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan. 4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini setidaknya ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu: (a) mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi. (b) mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik. (c) mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat (fi aldunya hasanah wa fi al-akhirat al-hasanah).46 Menurut Nurcholis Madjid, tujuan akhir PAI adalah menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan universal (personality development) seperti masyarakat madani, civil, civilized atau berperadaban, yang pada akhirnya, akan muncul penghargaan terhadap sesama manusia, egaliterianisme, toleran dan nondiskriminatif. Dan bertujuan untuk pengembangan SDM yang unggul. 37 Dalam pelaksanaannya, tujuan PAI dibedakan menjadi tujuan operasional dan tujuan fungsional. Tujuan operasional merupakan tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan tujuan fungsional
35
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1989),
hlm: 49 36
Murni Djamal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1983), hlm: 15 37 Lihat Nurcholish Madjid, Orasi yang disampaikan pada Ceramah Umum “Metodologi dan Orientasi Studi Islam Masa Depan” pada tanggal 4 September 2000, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Penerbitan (LPP) Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Orasi ini ditranskrip dan diedit oleh Muhbib Abdul Wahab, pada JAUHAR (Jurnal Pemikiran Islam Kontekstual), Volume 1, No. 1, Desember 2000, hlm: 1
34
merupakan tujuan yang hendak dicapai menurut kegunaannya, baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis. 38 Berdasarkan klasifikasi yang bersifat edukatif, logis dan psikologis, taksonomi pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut: a. Menitikberatkan pada kekuatan jasmaniah (al-ahdatul jasmaniah). b. Dikaitkan dengan tugas manusia selaku khalifah di muka bumi yang harus memiliki kemampuan jasmani yang tinggi, di samping rohaniah yang teguh. Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah: 247 dijelaskan bahwa, “sesungguhnya Allah telah memilihnya, (Thalut) menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”.39 c. Menitikberatkan pada kekuatan rohaniah (al-ahdatul rohaniah). d. Dikaitkan dengan kemampuan manusia untuk menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkan-Nya dengan mengikuti keteladanan Rasul-Nya. 40 2) Materi Sebagaimana istilah yang melekatnya, maka materi PAI adalah hal-hal pokok dari agama Islam. Inti pokok PAI meliputi empat aspek, yaitu aspek sejarah peradaban Islam, aqidah akhlaq, al-Qur‟an hadits, dan fiqh. Keempatnya terangkum dalam tiga inti ajaran Islam yaitu maslah keimanan, ke-Islam-an, dan ihsan. Ketiganya merupakan ciri-ciri kesempurnaan seorang muslim dalam mengamalkan ajarannya yang menyangkut hakikat, syariat, dan ma’rifat. Masalah keimanan bersifat itikad batin dengan keimanan peserta didik dapat diajarkan tentang ke-Esa-an Allah. Masalah ke-Islam-an dapat mengantarkan peserta didik dengan amal saleh dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Allah, mencegah hubungan antara manusia dengan Allah, dan mencegah pergaulan hidup 38
Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Solo: Ramadani, 1993), hlm: 25. Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm: 86. 40 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm: 30. 39
35
dan kehidupan manusia. Masalah ihsan mengajarkan peserta didik tentang amalan yang bersifat pelengkap atau penyempurna bagi kedua amal (akidah dan syariah) dan mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup manusia.
3) Peserta Didik Sebagai subyek utama pendidikan, peserta didik memegang peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Posisi tersebut bisa diumpamakan seperti rasa asin pada air laut. Lembaga pendidikan tanpa ada peserta didik tidak akan disebut pendidikan. Peranan yang sangat penting ini diwarnai oleh karakteristik peserta didik yang berbagai macam latar belakangnya. Sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk tidak hanya memberikan pengetahuan belaka, melainkan juga mendidik akhlak mereka. Di sinilah peran penting PAI, karena disinilah laboratorium kehidupan peserta didik untuk belajar makna hidup berlandaskan ajaran Islam. Dengan demikian mereka akan menjadi sosok yang berbudi luhur, santun dalam tutur kata, pergaulan, ibadah, kepribadian, watak, semangat dan cita-cita, serta aktivitasnya, yang menjadikan mereka manusia yang berakarakter. 4) Guru Guru agama sebagai pengemban amanah pembelajaran PAI haruslah pribadi yang memiliki integritas moral yang baik berdasarkan ajaran Islam. Hal ini merupakan konsekuensi logis bagi seorang pendidik, karena dialah yang mencetak anak didiknya menjadi anak saleh. Menurut al-Ghazali sebagaimana dikutip Mukhtar, seorang guru agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan jiwa atau hati peserta didiknya sehingga semakin dekat kepada Allah dan memenuhi tugasnya sebagai khalifah di bumi ini. Semua ini tecermin melalui
36
perannya sebagai pembimbing, model (uswah), maupun sebagai penasihat, dalam proses pembelajaran. 41 5) Metode Metode adalah suatu cara mengajar yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran semakin baik metode yang digunakan, maka akan semakin efektif dan efisien pula pencapaian tujuannya. Oleh karena itu, penggunaan metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik peserta didik, materi, kondisi lingkungan (setting) di mana pengajaran itu berlangsung. 42 Sebagai
teknik
dalam
mengajar
maka
metode
membutuhkan
keahlian/kecakapan pendidik dalam menyampaikan materi dengan mudah. Ini sepertinya sepaham dengan Gilbert Highet yang menyatakan bahwa teaching is art. Senada dengannya, Prof. Drs. Abdullah Sigit menyatakan bahwa sesungguhnya cara / metode mengajar adalah suatu “seni mengajar”. 43 Sementara dalam proyek pembinaan Perguruan Tinggi Agama dirumuskan bahwa metode mengajar sebagai suatu teknik penyampaian bahan peserta didik kepada murid, ia dimaksudkan agar murid dapat menangkap peserta didik dengan mudah, efektif dan dapat dicernakan oleh anak didik dengan baik. 44 Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode mengajar antara lain: a. Karakteristik peserta didik. b. Tujuan pembelajaran. c. Situasi dan kondisi. d. Sarana dan prasarana. e. Perbedaan pribadi dan kemampuan guru. f. Sifat bahan pengajaran. 45 41
Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), hlm: 36. Mansur, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1991), hlm: 39. 43 Lihat kembali Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, hlm: 36. 44 Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, hlm: 93 45 Zuhairini, et, al, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm: 66. 42
37
6) Media Media pendidikan yang disebut audiovisual aids menurut encyclopedia of edutacional research memiliki nilai sebagai berikut:46 a) Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, mengurangi verbalisme (tahu istilah tapi tidak tahu arti, tahu nama tapi tidak tahu bendanya). b) Memperbesar perhatian peserta didik. c) Membuat Peserta didikan tidak mudah dilupakan. d) Memberikan pengalaman yang nyata. e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontin. f) Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa. Hal ini akan mendorong anak untuk bertanya dan berdiskusi karena ia ingin dengan banyak perkataan, tetapi dengan memperlihatkan suatu gambar, benda yang sebenarnya, atau alat lain. 47 7) Evaluasi Makna evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan kriteria tertentu, untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan obyektif dimulai dari informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian evaluasi adalah suatu tindakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijaksana untuk menentukan nilai sesuatu, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 48 Pada evaluasi pembelajaran akan ditetapkan barometer yang akan digunakan sebagai metode penilaian sehingga murid tahu apa yang harus mereka kejar. 46
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1995),
hlm: 33-34. 47
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),
hlm: 31-32. 48
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Peserta didik, 2003): hlm. 187
38
Sedangkan pada evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar peserta didik melalui kegiatan penilaian dan/atau pengumpulan hasil belajar. Sehingga hasil dari evaluasi ini dapat berguna untuk memperoleh masukan dalam mempertimbangkan peningkatan program pendidikan secara umum.
3. PAI Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan Dalam penelitian ini, pemahaman mengenai PAI Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan sebenarnya cukup sederhana, yakni pelaksanaan PAI di sebuah lembaga pendidikan yang lembaga pendidikan tersebut otoritas pengelolaannya berada dibawah naungan organisasi keagamaan. Kendati pengertian ini cukup mudah, akan tetapi sulit menemukan definisi ilmiah yang utuh dari beberapa pakar pendidikan Islam. Penelusuran mengenai definisi PAI Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan selalu berakhir pada pengertian yang terpisah antara PAI di satu sisi dan Organisasi Sosial Keagamaan di sisi yang lain. Kendati demikian, dalam kerangka teoritik penelitian ini, pemahaman yang utuh coba dikemukakan dengan cara penggabungan definisi antar keduanya. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan menganai pengertian PAI, dimana oleh para ahli pendidikan, PAI didefinisikan secara berbeda-beda. Salah satu definisi yang populer menjelaskan bahwa PAI merupakan usaha-usaha secara sadar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang lebih spesifik menyangkut peningkatan pengamalan ajaran agama Islam, sehingga tujuan akhirnya manusia yang sempurna (insan kamil) yang didasari ketakwaan kepada Allah SWT. Definisi lain tentang PAI juga dapat kita temukan. Salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Zuhairini yang mendefinisikan PAI sebagai usahausaha secara sadar, sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. 49 Definisi yang lain misalnya adalah menurut Achmadi, yang menjelaskan bahwa PAI adalah segala usaha 49
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, hlm: 27.
39
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. 50 Terlepas apapun dan siapapun yang medefinisikannya, PAI sangat berperan penting dalam proses mendidik seseorang dalam lembaga pendidikan Islam. Istilah PAI yang tertera dalam penelitian ini memiliki arti ganda. Pertama, PAI yang dimaksud adalah segala bentuk pengajaran, materi mata pelajaran, ataupun praktikpraktik keagamaan yang terkait dengan Islam di sekolah tersebut. Kedua, PAI yang hanya terfokus pada mata pelajaran, dimana orang menyebutnya sebagai materi PAI. Sementara unsur yang kedua adalah pengertian mengenai organisasi sosial keagamaan, dimana pada umumnya seseorang akan memahaminya lebih dulu dari pengertian organisasi. Dalam penelitian ini, organisasi dipahami sebagai sekumpulan orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama dan terlibat secara formal dalam satu ikatan hirarki dimana terdapat hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. 51 Dapat juga organisasi dipahami sebagai suatu unit sosial yang berupa wadah suatu kelompok, atau beberapa kelompok orang guna melakukan kegiatan yang terorganisasikan, dengan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, dan peranan atas anggotaanggotanya serta menetapkan hubungan antara peranan yang dibentuk secara terstruktur dalam mencapai tujuan. 52 Kedua pengertian organisasi di atas tentu saja didasari pada pengalaman empirik bahwa memang organisasi terbentuk atas dasar kebutuhan untuk mengorganisir diri dalam mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang telah dirancang dan disepakati oleh pendiri organisasi dimaksud menentukan corak dan bentuk organisasi yang dibentuk. Kompleksitas perkembangan budaya masyarakat dalam reaslitasnya telah meningkatkan kesadaran untuk berorganisasi atau menghimpun diri, sehingga 50
Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, hlm: 20. Mansur Hidayat, Ormas Keagamaan Dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani; Telaah Teoritik- Historis, hlm: 8. 52 Lihat Wahyudi Ruwiyanto, Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan, Pendekatan Analisis Organisasi secara Kuantitatif, Bandung, Rosdakarya.1998, hlm: 27. 51
40
dalam perkembangannya beragam organisasi muncul sebagai wadah perjuangan masyarakat. Dan dalam konteks ke-Indonesiaan, salah satu bentuk organisasi yang ada dan berkembang adalah organisasi sosial keagamaan, yang memiliki karakteristik tersendiri. Organisasi sosial keagamaan merupakan organisasi sosial (non-profit), yang dibentuk oleh masyarakat (warga) secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan, termasuk di dalamnya kesamaan pemikiran keagamaan dan tujuan. Kesamaan pemahaman keagamaan yang menyatukan masyarakat untuk tergabung dalam suatu organisasi bisa berupa hal-hal yang bersifat prinsipil maupun non prinsipil (furu’). Kesamaan pemahaman agama dan tujuan tersebut biasanya menjadi dasar yang sangat kuat, yang kemudian dirumuskan dalam bentuk visi-misi dan cita-cita organisasi. Organisasi sosial keagamaan yang sudah mapan (establish) pada umumnya juga memiliki perhatian yang besar pada pengembangan kualitas sumber daya manusia para anggotanya melalui pendirian lembaga pendidikan yang pengelolaannya berada di bawah naungannya. Pengelolaan lembaga pendidikan tersebut biasanya tidak lepas dari pengenalan terhadap organisasi keagamaan yang menaunginya, baik menyangkut pemahaman keagamaan maupun prinsip-prinsip kehidupan yang sesuai dengan pemahaman keagamaan suatu organisasi sosial keagamaan tertentu. Pada konteks ini, tentu saja terdapat karakteristik yang unik terhadap pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan PAI. Dengan dua penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan secara teoritis bahwa PAI berbasis Organisasi Keagamaan adalah pelaksanaan PAI di sebuah lembaga pendidikan yang pengelolaannya berada dibawah naungan organisasi keagamaan. Oleh karenanya, pemahaman yang utuh mengenai PAI berbasis organisasi sosial keagamaan adalah segala hal yang terkait dengan pembelajaran Islam yang diajarkan di sekolah kepada peserta didiknya, baik berupa komponen-komponen pendidikan maupun praktek-praktek keagamaan yang menjadi
41
satu-kesatuan dengan kurikulum PAI, dimana dalam penelitian ini adalah SMA alIrsyad Kota Tegal yang merupakan lembaga pendidikan di bawah organisasi keagamaan al-Irsyad. Setiap organisasi sosial keagamaan (gerakan Islam) senantiasa menyatakan bahwa tujuan utamanya adalah menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat, dan mengarahkan tujuan mereka kepada proses peng-Islaman kembali umat Islam. Proses ini selalu dibayangi oleh realitas bahwa meski Islam adalah agama mayoritas di Indonesia, namun ada kesenjangan yang sangat tajam antara teori dan praktik. Sehingga banyak dari aktivis gerakan Islam (dalam hal ini dimaksudkan adalah organisasi sosial keagamaan) memiliki arah berfikir yang luas sebagai aplikasi gerakannya. Yaitu berjuang dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui media pendidikan. Karena mereka yang berasal dari organisasi sosial keagamaan, maka mereka mengaplikasikan segala kemampuannya dalam PAI. Dengan cara inilah mereka dapat mempertahankan generasi penerus untuk terus memperjuangkan misi organisasi sosial keagamaan yang dinaunginya. Hubungan antara pendidikan dengan gerakan sosial (dalam hal ini dimaksudkan adalah organisasi sosial keagamaan) sangatlah erat. Oleh karena itu hampir tidak ada satu gerakan sosialpun yang tidak menjadikan pendidikan sebagai lahan dan salah satu ujung tombak kegiatannya. Bahkan seringkali perhatian yang diberikan pada bidang ini lebih besar melebihi perhatainnya pada bidang lain. Tampaknya semua orang sepakat bahwa pendidikan merupakan sarana yang strategis untuk kelangsungan sebuah organisasi
sosial keagamaan.
Melalui
media
pendidikanlah gagasan-gagasan seseorang atau komunitas dapat disosialisasikan pada generasi-generasi penerus.53 Sehingga sangatlah wajar jika setiap organisasi sosial keagamaan memiliki lembaga pendidikan untuk menunjukkan eksistensinya di mata publik. Tidak jarang dari mereka berlomba-lomba untuk merebut simpati 53
Ruswan, Gerakan Pendidikan Masyarakat Keturunan Arab dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at al-Khairiyyah dan al-Irsyad), hlm: 20
42
masyarakat dengan keunggulan dan ciri khas pendidikannya yang sesuai dengan organisasi sosial keagamaan yang dinaunginya.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
Setelah dijelaskan mengenai kajian pustaka dan kerangka teoritik terhadap judul “Karakteristik PAI Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan (Studi Kasus PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal) ini, maka selanjutnya dalam bab ini perlu diuraikan mengenai langkah-langkah penelitian yang dilakukan, termasuk di dalamnya adalah metode penelitian dan analisis yang digunakan terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Adapun selengkapnya adalah sebagai berikut:
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) 1 yang memfokuskan diri pada studi kasus (case study)2. Untuk membantu memahami objek penelitiannya, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini karena
1
Penelitian lapangan adalah penelitian yang digunakan untuk memahami dan mengkaji peristiwa-peristiwa di lapangan yang dijadikan objek penelitian, sehingga mendapatkan informasi secara langsung dan terbaru tentang masalah yang berkenaan, sekaligus sebagai cross cheking terhadap bahan-bahan yang telah ada. (Lihat Talizuduhu Ndraha, Research, Teori, Metodologi, administrasi, Jakarta, Bina Aksara, 1981, hlm: 116). 2 Dilihat dari strategi penelitiannya, jenis penelitian dibagi menjadi lima kategori utama, yaitu penelitian eksperimen (experiment research), penelitian studi kasus (case study), penelitian grounded theory approach, dan penelitian desk reaserch. Dalam penelitian studi kasus, seorang peneliti terlebih dahulu menentukan kerangka kerja untuk membatasi dan mengumpulkan sesuatu yang akan diteliti berdasarkan kategori-kategori tertentu, misalnya latar belakang sosio-kulturnya, sosio-religinya, dll. Dalam penilitian ini ditentukan kondisi sosio-kultural SMA al-Irsyad Kota Tegal, dimana SMA ini merupakan sebuah lembaga pendidikan di bawah naungan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad. Kondisi sosio-kultural tersebut menjadikan SMA al-Irsyad memiliki karakteristik yang berbeda, termasuk di dalamnya adalah karakteristik PAI (PAI) nya, jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain yang tidak memiliki sosio-kultural seperti SMA alIrsyad, yakni berada di bawah naungan organisasi keagamaan. Dalam penelitian studi kasus ini pendekatan penelitian yang dipakai adalah kualitatif. (Lihat Piet Verschuren and Hans Doorewaard, Designing a Research Project, LEMMA, Utrecht. The Netherland, 2005, hlm: 146).
44
mempertimbangkan penyesuaian keadaan yang di temui di lapangan terkait dengan objek penelitiannya,3 yakni karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Dalam banyak penelitian lapangan, memang seringkali dijumpai kenyataan ganda di lapangan, atau hal-hal lain yang tanpa direncanakan sebelumnya dalam proposal penelitian. Oleh karenanya, pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan ganda yang dihadapi. Selain itu juga bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Dengan kata lain, pendekatan ini dapat memungkinkan fleksibelitas yang akan terjadi di lapangan, karena sangat dimungkinkan terjadi perubahan, apapun bentuknya, yang dianggap berbeda dari alur proposal yang sudah disepakati dan dipersiapkan. Dengan demikian, penelitian ini berusaha merefleksikan data-data yang telah digali melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam tidak terstruktur dengan berbagai informan. 4
B. Tempat dan Waktu Penelitian Sebagaimana yang tertera pada judul penelitian, maka tempat penelitian ini dilakukan di SMA Al- Irsyad Kota Tegal, yang beralamat lengkap di Jl. Gajah Mada No. 128 Kota Tegal. Letak sekolah tersebut tepat berada di jalur pantura, atau kurang lebih 2 km sebelah utara pusat Kota Tegal sehingga mudah dikunjungi. Sedangkan penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan. Adapun mengenai waktu penelitian dan hal-hal apa saja yang dilakukan dapat dilihat dalam table berikut ini:
3
Piet Verschuren and Hans Doorewaard, Designing a Research Project, hlm: 147. Alex J. Meloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi revisi), PT. Rosda Karya, 2004 Bandung, hlm: 9-10. 4
45
Tabel 3.1 Tentatif Penelitian No 1.
Minggu ke-
Tempat
Minggu ke-I
SMA al-Irsyad Kota Tegal
Kegiatan Yang dilakukan 1. Observasi lapangan di SMA alIrsyad Kota Tegal. 2. Wawancara dengan nara sumber dari SMA al-Irsyad (Kepala Sekolah, Ka. Kurikulum, guru PAI, peserta didik, dll). 3. Mencari data-data sekolah.
2.
Minggu ke-II
Yayasan AlIrsyad Kota Tegal.
1. Observasi lapangan di Yayasan alIrsyad Kota Tegal 2. Wawancara dengan nara sumber dari Yayasan al-Irsyad (Ketua Yayasan, Ketua Bidang pendidikan al-Irsyad, dan tokoh-tokoh penting Al-Irsyad).
3.
Minnggu ke-
Semarang
IV
Wawancara dengan pakar studi Islam guna mengetahui gambaran umum mengenai hubungan genealogis mengenai PAI (PAI) dan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad.
4.
Minggu ke-
SMA al-Irsyad
Melakukan chek dan recheck
V
Kota Tegal dan
mengenai data penelitian yang telah
Yayasan Al-
dihasilkan, dan melengkapi data-data
Irsyad Kota
yang masih kurang.
Tegal.
46
C. Sumber Penelitian Sumber data yang diperoleh adalah data-data hasil riset di lapangan, baik dalam bentuk hasil wawancara mendalam, catatan observasi, data dokumen. Selain itu untuk menambah data dan mempertajam analisis, penelitian ini akan melakukan penggalian data yang sifatnya mendukung, baik itu berupa tulisan dalam buku, laporan penelitian, jurnal, majalah dan apapun yang berkaitan dengan kepentingan penelitian. 5 Data primer yang akan dicari berasal dari SMA al-Irsyad Kita Tegal, namun juga akan memungkinkan sumber diperoleh dari Yayasan al-Irsyad di Kota Tegal dan tokoh masyarakat sekitar. Adaun penjelasan selengkapnya dapat dilihat dalam tebel berikut:
Tabel 3.2 Jenis Data dan Sumber Data Sumber Data Jenis Data Primer
Literatur
Wawancara
1. Jurnal sekolah
1. Kepala Sekolah
2. Kurikulum PAI
2. Kepala Yayasan
3. Dokumen-dokumen
3. Guru PAI
resmi yang
4. Siswa
dikeluarkan oleh pihak sekolah. Sekunder
1. Buku-buku, dan
-
jurnal-jurnal yang
5
Sumber data ini merupakan sumber data sekunder, yaitu sumber data penelitian yang materinya secara tidak langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan, sehingga sumber data ini bersifat pendukung sumber data primer. (Lihat Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Universitas Gajah Mada Press, 1996 Yogyakarta, hlm: 216.
47
membahas PAI dan al-Irsyad. 2. Dokumentasi.
D. Fokus Penelitian Penelitian ini menfokuskan penelitiannya pada karakteristik PAI di SMA alIrsyad Kota Tegal. Untuk lebih dapat memahami fokus penelitian ini, maka perlu diuraikan mengenai pengertian PAI itu sendiri, yang dalam penelitian ini memiliki dua komponen, yakni: Pertama, PAI yang dimaksud adalah segala bentuk pengajaran, baik berupa materi mata pelajaran, maupun praktik-praktik keagamaan yang dipraktekkan oleh siswa maupun guru terkait dengan Islam di sekolah tersebut. Kedua, PAI yang hanya terfokus pada mata pelajaran, atau dapat disebut sebagai materi PAI. Dari kedua komponen PAI tersebut di atas, maka fokus penelitian ini adalah segala hal yang terkait dengan Islam yang diajarkan sekolah kepada peserta didiknya, baik berupa materi PAI maupun praktek-praktek keagamaan yang dilaksanakan di sekolah, dimana sekolah tersebut merupakan sekolah yang berada di bawah naungan suatu organisasi keagamaan, yakni SMA al-Irsyad Kota Tegal.
E. Teknik Pengumpulan Data Masalah dalam penelitian kualitatif sangat besar kemungkinannya mengalami perubahan. Sehingga, penelitian kualitatif memang menjadi karakter penelitian yang siap dengan masalah yang mengalami perkembangan, bahkan bisa diganti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a.
Observasi Nasution mengatakan bahwa, observasi adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan dapat bekerja jika berdasarkan data. Data itu yang
48
disebut fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh dari observasi. 6 Penelitian ini menggunakan metode “observasi terus terang 7” artinya kegiatan penelitian ini telah diketahui lembaga pendidikan (SMA Al-Irsyad Kota Tegal) sejak awal kegiatan penelitian ini hingga selesai. Observasi ini dilakukan di SMA al-Irsyad Kota Tegal, yayasan al-Irsyad, dan lingkungan sekitar jika diperlukan. Pengumpuan data melalui observasi dilakukan melalui dua aspek, yaitu: a) Observasi melalui lingkungan fisik secara umum yang lazim diketahui dalam penelitian berlokasi. Observasi ini dimaksudkan untuk mengetahui bangunan fisik, sarana prasarana yang diketahui kualitas sekolah tersebut. Khususnya dalam mendukung terlaksanyan pembelajaran PAI yang bekualitas. b) Kegiatan observasi praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan oleh peserta didik SMA al-Irsyad Kota Tegal selama jam sekolah berlangsung. Serta observasi tata pergaulan yang mencerminkan keberhasilan PAI dengan warga sekitar. Dalam pengamatan ini dapat diketahui seberapa besar eksistensi SMA al-Irsyad dalam melestarikan nilai-nilai ke-Islam-an kepada peserta didiknya. b.
Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. 8 Metode dokumentasi berguna untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, gambar, transkrip, buku, surat berharga, notulen rapat, dll. 9 Bahkan sejarah-sejarah tertulis yang memungkinkan untuk didokumentasikan. 6
Sugiyono , Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm: 226 Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Sehingga mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. (Lihat Sugiyono , Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm: 228) 8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm: 240 9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktik), Penerbit Rineka Cipta, Cet Ketigabelas, Agustus 2006, Jakarta, hlm: 231 7
49
Dokumentasi yang bisa diperoleh adalah seperti, kurikulum PAI di SMA alIrsyad, catatan-catatan yang terkait dengan profil SMA al-Irsyad Kota Tegal dan apapun yang dianggap menarik dan terkait dengan penelitian ini. c.
Wawancara Dalam metode ini, penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam tak berstruktur. Wawancara ini lebih terbuka dan membuka lebar kesempatan bagi peneliti untuk menayakan lebih mendalam yang dikhawatirkan ada permasalahan yang tidak terduga muncul. 10 Model wawancara ini dilakukan tidak dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk kuesioner, ataupun daftar-daftar pertanyaan yang terstruktur. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh benar-benar mendalam dan tidak terjebak pada kekauan daftar pertanyaan. Namun penelitian ini tetap dibuatkan pedoman wawancara 11 yang sekiranya disusun dengan pertanyaan-pertanyaan besar yang dibutuhkan secara umum. Selanjutnya pertanyaan mengalir mengikuti arah berfikir seperti snowball (bola salju). Tabel 3.3 Teknik Penguympulan Data dan Data Yang Dihasilkan
NO Teknik Pulta 1.
Obser vasi
Data Yang
Hasil Pengumpulan Data
Dikumpulkan a. Lingkungan fisik sekolah.
1. Gambaran fisik sekolah 2. Gambaran keagamaan peserta
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm: 234 Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara, yairu pedoman wawancara terstrukrtur dan pedoman wawancara tidak terstruktur. Dan yang telah dilakukan adalah pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang telah ditanyakan. Jenis wawancara ini cocok untuk penelitian kasus, seperti penelitian yang telah dilakukan. (Lihat Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktik), Penerbit Rineka Cipta, Cet Ketigabelas, Agustus 2006, Jakarta, hlm: 227) 11
50
b. Praktik-praktik
didik SMA al-Irsyad
keagamaan peserta didik SMA al-Irsyad Kota Tegal. Dokum
1. Catatan
entasi
2. Gambar
terkait dengan fokus
3. Buku resmi
penelitian.
sekolah
1. Hal-hal yang dianggap penting
2. Foto-foto kegiatan pembelajaran keagamaan Islam di SMA al-Irsyad. 3. Gambaran SMA al-Irsyad secara umum yang tercantum dalam buku resmi yang dikeluarkan oleh sekolah.
Wawan
1. Kepala sekolah
cara
2. Tokoh dan Pengurus Yayasan alIrsyad
1. Gambaran mengenai strategi sekolah terhadap pelaksanaan PAI di SMA tersebut. 2. Gambaran mengenai organisasi sosial keagamaan
3. Guru PAI
al-Irsyad kaitanya dengan
4. Perwakilan
pengelolaan pendidikan Islam.
siswa al-Irsyad
3. Gambaran tentang materi dan praktek pembelajaran PAI. 4. Gambaran tentang materi PAI, dan praktek keagamaan. 5. Gambaran mengenai hubungan genealogis antara al-Irsyad
51
dengan Lembaga Pendidikan Islam di bawah naungannya, dan karakteristiknya.
Adapun materi wawancara kepada nara sumber yang terkait dengan SMA al-Irsyad Kota Tegal dan Yayasan al-Irsyad adalah sebagai berikut: a)
Kepala Sekolah Responden pertama yang ditemui adalah kepala sekolah, karena pada
dirinya data primer didapat. Pertanyaan yang disampaikan kepada kepala sekolah yaitu: 1. Bagaimana Sejarah berdirinya SMA al-Irsyad? 2. Apa visi misi sekolah ini? 3. Apakah kurikulum yang digunakan menyesuikan kementrian pendidikan agama atau memiliki kurikulum sendiri? 4. Bagaimana sistem pengembangan pemberdayaan sumber daya manusia yang digunakan (guru dan karyawan)? 5. Apakah ada materi khusus yang diajarkan sebagai karakteristik SMA alIrsyad? 6. Bagimana penerapan PAI di sekolah ini? 7. Apakah ada kegiatan khusus atau ciri khas yang dilakukan di sekolah ini? 8. Untuk penerimaan siswa baru, apakah ada tes khusus ataupun rutinitas khusus yang dilaksankan? 9. Untuk penerimaan guru, apakah ada klasifikasi yang khusus untuk mengajar di sekolah ini? Selanjutnya pertanyaan dikembangkan sesuai jawaban yang telah diberikan pada saat penelitian.
52
b) Ketua Yayasan al-Irsyad Responden selanjutnya beralih kepada ketua yayasan. Wawancara ini dilakukan dengan ketua yayasan al-Irsyad sendiri. Pertanyaan yang diajukan adalah: 1. Bagimana sejarah awal (latar belakang, kapan) berdirinya yayasan al-Irsyad di Kota Tegal ini? 2. Siapa saja yang terlibat dalam pendirian yayasan al-Irsyad? 3. Apa misi khusus pendidirian yayasan al-Irsyad di Kota Tegal ini? 4. Lembaga apa saja yang dimiliki yayasan al Irsyad? 5. Terfokus pada lembaga pendidikannya, seberapa besar peran serta yayasan terhadap lembaga pendidikan yang dinaunginya? 6. Apakah ada penerapan khusus yang diinginkan yayasan kepada lembaga pendidikan yang dinaungi? 7. Bagaimana sistem pemberdayaan SDM yang digunakan untuk eksistendi yayasan al-Irsyad? Selanjutnya pertanyaan dikembangkan sesuai jawaban yang diberikan pada saat penelitian. c)
Guru PAI Responden selanjutnya beralih kepada guru PAI SMA al-Irsyad Kota Tegal.
Pertanyaan yang telah diajukan adalah: 1. Apakah ada pembagian materi PAI sesuai dengan aspek-aspek PAI secara umum? 2. Apakah ada mata pelajaran khusus dalam penerapa ilmu PAI di sekolah ini? 3. Materi apa saja yang diberikan kepada siswa terkain dengan PAI? 4. Bagaimana pendapat anda tentang PAI di sekolah ini? Selanjutnya pertanyaan dikembangkan sesuai jawaban yang diberikan pada saat penelitian.
53
d) Representasi Siswa SMA al-Irsyad 1. Bagiamana perasaan anda bersekolah di SMA al-Irsyad? 2. Bagaimana menurut anda,materi PAI yang diajarkan di sekolah ini? 3. Terkait dengan PAI, kegiatan apa saja yang dilakukan sekolah yang melibatkan siswa? Selanjutnya pertanyaan berkembang sesuai jawaban yang diberikan pada saat penelitian.
e)
Pakar Pendidikan Islam 1. Bagimana pendapat anda tentang berkembangnya lembaga pendidikan yang bernaung dalam salah satu organisasi sosial keagamaan? 2. Bagaimana pendapat anda, tentan signifikansi PAI yang telah diajarkan melalui ajaran salah satu organisasi sosial keagamaan? 3. Menurut anda, seberapa besar sumbangsih al-Irsyad dalam bidang PAI? 4. Menurut anda, seberapa besar pengaruh al-Irsyad dalam bidang PAI? 5. Menurut anda, apakah akan ada perbedaan mencolok PAI yang dinaungi oleh organisasi sosial keagamaan dengan pendidikan agam Islam yang tidak dinaungi oleh organisasi sosial kegamaan? Selanjutnya pertanyaan berkembang sesuai jawaban yang diberikan pada saat
penelitian.
F. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, data tersebut disusun secara sistematik dan dianalisis secara kaulitatif dengan menggunakan metode yang telah dilakukan di bawah ini. Nasution mengatakan (1988) bahwa “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai
54
penelitian hasil penelitian”. Dalam penelitian kualitatif analisis data lebih dofokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.12 Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan analisis data dengan metode deskriptif analitis (descriptive-analisys) dan analisis genealogis (genealogyanalisys). Selengkapnya adalah sebagai berikut: a. Metode deskriptif analitis (descriptive-analisys). Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif-analitis.13 Metode ini digunakan untuk menganalisa data dengan menggunakan pembahasan yang beranjak dari pemikiran yang bersifat umum, kemudian disimpulkan dalam pengertian khusus. Metode ini digunakan untuk menganalisis karakteristik PAI di SMA al-Irsyad. b. Metode analisis genealogis (genealogy-analisys). Pendekatan lain yang digunakan adalah metode analisis genealogi. Istilah genealogis14 ini digunakan karena karakternya yang dapat digunakan untuk menganalisis penelitian ini dengan mencari akar sejarah SMA al-Irsyad Kota Tegal. Meminjam pernyataan Foucault, 1994, 1996; Lechte, 1995: 110-115, “Genealogis memfokuskan diri pada retakan-retakan, pada kondisi-kondisi singkronik dan pada tumpang-tindihnya pengetahuan yang bersifat akademis
12
Sugiyono , Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm: 245 Metode penelitian deskriptif analitis adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Maksudnya adalah penelitian mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh fenomenanya. Lihat: Moh. Nasir, Metode Penelitian, cet. III (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm: 63 dan Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm: 9. 14 Istilah genealogis di sini dapat didefinisikan secara bahasa dengan mengikuti studi-studi sejarah dan antropologi. Sebab pendekatan genealogis sering di pakai dalam penelitian tersebut. Dapat diartikan sebagai studi mengenai evolusi dan jaringan dari sekelompok orang sepanjang beberapa generasi. Konsep genealogis ini berguna untuk memperhatikan gerak perkembangan rantai intelektual antar generasi. Sehingga pendekatan genealogis ini dirasa tapat sebgai pendekatan penelitian yang melibatkan asal usul sejarah organisasi sosial keagamaan. 13
55
dengan kenangan-kenangan yang bersifat lokal”.15 Karena itulah, dengan menerapkan pembacaan secara genealogis, penelitian ini menempatkan keadaankeadaan sinkronik (perubahan pada saat-saat tertentu) dalam kerangka waktu yang diakronik (berkesinambungan). Sehingga penelitian dapat berjalan secara oprasional, dengan bahasa yang koheren atau padu. Dalam metode analisis data ini digunakan pendekatan historis. Sifat pendekatan genealogis yang asal kata dari “gen” sangat referensif dalam penelitian yang dilakukan, karena penelitian ini membutuhkan pendekatan melalui asal usul sebuah objek penelitian. Al-Irsyad yang memiliki kecenderungan berakar pada fundamentalis bisa didapat asal datang dan berkembangnya hinggal siapa saja yang terlibat di dalamnya. Pendekatan ini dilakukan untuk menjaga keotentikan sejarah ataupun gerakan suatu objek penelitian yang cenderung berpengaruh di kehidupan sosial. Pendekatan ini menarik perhatian setiap peneliti karena perannya dalam mengurai segala garis merah yang terkait untuk merumuskan hal ihwal kesejarahan. Sehingga dapat jelas terlihat apa, siapa, bagaimana, dimana, kapan, al Irsyad berkembang.
Tabel 3.4 Metode Analisis Data
Teknik Data Penelitian
Pengum pulan Data
Primer
15
Tertulis
1. Buku-buku yang
Metode Analisis
Dokumen-
Deskriptif-
membahas mengenai
tasi
analitis
PAI (PAI) dan
kepustakaan
Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa (Bandung: Mizan Pustaka, 2005). Cet. I,
hlm:7
56
organisasi keagamaan al-Irsyad. 2. Buku resmi yang diterbitkan oleh SMA al-Irsyad maupun Organisasi Keagamaan al-Irsyad yang berhubungan dengan fokus penelitian 3. Kurikulum PAI di SMA al-Irsyad 4. Data statistik sekolah Tdk tertulis
1. Gambaran mengenai
Observasi,
Deskriptif-
strategi sekolah
Wawan-
analitis dan
terhadap pelaksanaan
cara, dan
analisis
PAI di SMA al-Irsyad
dokumen-
genealogis
tersebut.
tasi non
2. Gambaran mengenai organisasi sosial
kepustakaan .
keagamaan al-Irsyad kaitanya dengan pengelolaan pendidikan Islam. 6. Gambaran tentang materi dan praktek pembelajaran PAI. 7. Gambaran tentang materi PAI, dan
57
praktek keagamaan. 8. Gambaran mengenai hubungan genealogis antara al-Irsyad dengan Lembaga Pendidikan Islam di bawah naungannya, dan karakteristiknya. 1. Kajian Riset Sek
Tertu
un
Lis
Sebelumnya. 2. Buku-buku penunjang
Dokumen-
Deskriptif-
tasi
analisis dan
kepustakaan analisis
terkait fokus penelitian
Der Tdk tertulis
genealogis
1. Tokoh Ulama al-Irsyad Wawandan non al-Irsyad. 2. Pakar pendidikan Islam, dll
cara
Deskriptifanalisis dan analisis genealogis
G. Kerangka Penelitian Dari seluruh alur penelitian yang dilakukan tersebut di atas, mulai dari menentukan jenis penelitian yang tepat, metode pengumpulan yang dipakai, dan metode analisis yang digunakan, maka alur penelitian ini dapat dibuat suatu alur pikir penelitian berupa kerangka penelitian (research framework) yang tampak seperti dalam diagram berikut ini.
58
Diagram 3.1 Kerangka Penelitian (Research Framework)
Organisasi Al-Irsyad 1. 2. 3.
Pemikiran Keagamaan. Pemikiran Politik. Visi-Misi dan cita-cita al-Irsyad dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendirian lembaga pendidikan (SMA al-Irsyad).
Riset
Hasil Riset:
Metode Analisis: PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal
1. 2.
Deskriptif analisis Analisis genealogis
Karakteristik PAI (PAI) di SMA al-Irsyad Kota Tegal
Keterangan: PAI (PAI) 1. 2. 3. 4.
Tujuan Kurikulum dan Manajemen pendidikan Peserta didik dan Guru / pendidik Metode dan Proses pembelajaran
Adapun cara membaca kerangka penelitian sebagaimana diagram di atas adalah sebagai berikut: 1. PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal yang menjadi objek penelitian dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel, yakni; pertama, organisasi sosial keagamaan al-Irsyad yang di dalamnya terdapat ideologi pemikiran keagamaan dan juga politik, serta visi-misi dan cita-cita al-Irsyad dalam pengembangan sumber
daya
manusia
melalui pendirian lembaga
pendidikan yang bernama SMA al-Irsyad. Secara umum, ideologi pemikiran keagamaan, pemikiran politik, dan cita-cita al-Irsyad ini merupakan konsep dan pandangan hidup organisasi yang kemudian diadopsi di dalam sistem pembelajaran PAI di sekolah tersebut. Kedua, komponen-komponen PAI itu sendiri yang terdiri dari kurikulum, tujuan,
59
peserta didik, guru, dan proses pembelajaran. Secara umum komponenkomponen PAI ini bisa disebut sebagai konsep mengenai PAI yang kemudian diadopsi dalam sistem pendidikan di SMA al-Irsyad Kota Tegal. 2. Keadaan di lapangan mengenai PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal yang diketahui melalui kerja-kerja riset / penelitian kemudian dianalisis mengunakan dua metode, yakni; pertama, deskriptif analitis. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis secara sistematis datadata yang telah terkumpul, baik yang bersumber dari observasi, dokumentasi, maupun wawancara. Kedua, analisis genealogis. Metode ini bertujuan untuk menganalisis hubungan genealogis antara organisasi keagamaan al-Irsyad yang notabene memiliki ideologi pemikiran keagamaan, pemikiran politik, dan cita-cita al-Irsyad dengan PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal yang merupakan lembaga pendidikan di bawah naungan organisasi keagamaan al-Irsyad. 3. Hasil dari analisis terhadap variabel penelitian tersebut melalui 2 (dua) metode analisis (deskriptif analitis dan analisis genealogi) akan menghasilkan gambaran yang utuh mengenai karakteristik PAI di SMA alIrsyad Kota Tegal.
60
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Dalam bab ini, akan diuraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan sekaligus analisis. Dalam uraian bab ini akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori hasil penelitian dan kategori hasil analisis. Dalam pembahasan hasil penelitian dijelaskan mengenai sejarah perkembangan al-Irsyad, visi-misi dan juga pengelolaan lembaga pendidikan al-irsyad serta akan diuraikan tentang karakteristi PAI yang ada di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Dan pada bagian analisis inilah target goal akan dicapai, yaitu hubungan genealogis antara karakteristik PAI SMA alIrsyad Kota Tegal dengan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad.
A. Organisasi Sosial Keagamaan Al-Irsyad
1.
Sejarah Perkembangan al-Irsyad Meskipun keberadaan al-Irsyad tidak begitu populer jika dibandingkan dengan organisasi keagamaan lain seperti NU dan Muhammadiyah, akan tetapi al-Irsyad juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Al-Irsyad telah lama menjadi bagian penting dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia, baik masa pra kemerdekaan maupun masa kemerdekaan. Bahkan al-Irsyad juga mengalami pergolakan pada masa orde baru. Sehingga posisi al-Irsyad sebagai gerakan Islam bisa terbilang berpengaruh.1
1
Namun sejarah bagaimana sumbangsih al-Irsyad di masa kemerdekaan dan paska kemerdekaan tidak dapat diuraikan dalam point sejarah perkembangan al-Irsyad ini. Mengingat kisah itu sangat panjang dan berantai sehingga gerakan organisasi Islam yang berperan dalam dunia pendidikan bagaimana awal mula tumbuhnya saja yang akan diuarai. Lihat saja pembahasan tentang “ al-Irsyad Masa Pendudukan Jepang Hingga Orde Baru” dala buku Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, hlm: 154-212
61
Pendirian organisasi sosial keagamaan al-Irsyad diawali dengan adanya konflik dengan Jami‟at al-Khair tentang persoalan kafa’ah yang mengakibatkan gerakan keturunan Arab terbagi dan lahirnya berdirilah organisasi sosial keagamaan al-Irsyad yang diprakarsai oleh Surkati. Oleh karenanya, sejarah berdirinya al-Irsyad tidak bisa dipisahkan dengan sejarah masuknya para perantau Arab ke Indonesia. Di sinilah awal mulanya perkembangan al-Irsyad. Pada tahun ke XIX, para perantau Arab sudah menjadi bagian penting dari sejarah Islam di Indonesia, tidak hanya karena kedatangan mereka yang membawa Islam, tetapi juga mereka telah menjadi penduduk kota-kota besar di Indonesia yang pada umumnya mereka adalah para pedagang. Bagian terbesar dari mereka itu berasal dari hadramaut, suatu protektorat Inggris di Arab Selatan2. Mereka merantau ke Indonesia tanpa membawa istri-istri mereka, dan memeng sebagian besar dari mereka adalah laki-laki tua, muda dan juga anakanak. Keadaan yang demikian menyebabkan mereka kemudian manikahi perempuan-perempuan Indonesia, beranak-pinak dan tidak kembali lagi ke negeri asal mereka. Kalaupun ada yang kembali, mereka hanya sebentar hanya untuk menengok keluarga, kemudian kembali ke Indonesia lagi. Masyarakat keturunan Arab memiliki klasifikasi golongan yang menjadi identitas mereka. Menurut Ahmad Badejerei ada enam kategori besar yang masing-masing terdiri dari beberapa pembagian. Dia menyebutnya dengan sebutan “fam”. Keenam kategori itu adalah, 1.Aal „Aidrus; 2.Aal Ba’alwi; 3.Aal Syeikh Bubakar Bin Salim dan as-Syaikh Aqil bin Salim; 4.Aal Assaqqaf; 5.Aal Ahmad bin al-Faqih Asy-Syahid. Dan menurutnya, golongan Aal Ba’alawi adalah golongan yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di Indonesia. Berdasarkan statistik tahun 1859, jumlah mereka di Jakarta tercatat 1.662 orang. Jumlah ini adalah 33% dari jumlah perantau Arab yang menetap di
2
Daerah tersebut merupakan wilayah yang memiliki alam yang cukup ganas, rawan dengan pertikaian antar dinasti, qabilah dan suku.
62
Indonesia tahun itu. Jumlah itu meningkatkan sekitar 45-50% pada tahun 1885.3 Pada lingkup masyarakat keturunan Arab, terdapat dua kecenderungan dalam kaitannya dengan gerakan modernisme tersebut, yang masing-masing diwakili oleh Jami‟at Khair dan al-Irsyad. Yang sebenarnya al-Irsyad lahir dari sebuah konflik masayarakat keturunan Arab dengan Surkati tentang persoalan kafa’ah. Lahirnya organisasi al-Irsyad sangat dipengaruhi oleh keberadaab Jami‟at Khair. Lahirnya Jami‟at Khair merupakan organisasi masyarakat Muslim pertama di Indonesia yang dikelola secara modern. Jami‟at Khair memiliki Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Buku Anggota, Notulen Rapat, Iuran Anggota dan lembaga kontrol anggota seperti Rapat Tahunan, dll. Lembaga ini lahir pada tahun 1901, yang didirikan oleh al-Aydrus bin Ahmad bin Shihab yang bersal dari keturunan Arab kaya hingga dapat mencurahkan waktunya berorganisasi tanpa memikirkan penghasilan. 4 Pengurus pertama dari Jami‟at Khair ini terdiri dari Sa‟id bin Ahmad Basandid sebagai ketua dan Muhammad Abdullah bin Shihab sebagai Wakil Ketua, Muhammad Al-Fakir bin Abdurrahman Al-Masyhur sebagai Sekretaris dan Indrus bin Ahmad bin Shihab sebagai bendahara. Dua tahun kemudian, dengan jasa Surkati dia mendatangkan empat orang pengajar lain dari Sudan yang salah satunya adalah adik kandung Surkati yaitu Syaikh Abul Fadhel Muhammad Assaati Al-Anshary. 5 Seperti yang sudah diuraikan di awal, bahwa keberadaan al-Irsyad berawal dari konflik dengan Jami‟at Khair tentang persoalan kafa’ah (kesetaraan) dalam pernikahan yaitu apakah orang yang bergelar sayyid itu boleh menikah dengan rakyat pribumi. Bagi masyarakat keturunan Arab tradisionalis (Jami‟at Khair) perkawinan semacam itu dianggap tidak sah dan menurut alIrsyad itu tetap sah. Disinilah letak konflik itu berawal. 3
Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, hlm: 13 Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943); Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta- Pustaka Al-Kautsar 1999, hlm: 204. 5 Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, hlm: 26-28. 4
63
Isu Kafa’ah ini muncul pertama kali di Solo ketika Ahmad Surkati berkunjung ke Solo. Dalam suatu pertemuan menjamu Surkati yang datang dari Jakarta, terjadilah pembicaraan seputar nasib seorang “syarifah” yang hendak menikah dengan laki-laki Muslim yang bukan dari keturunan Arab (sayyid), dan yang di perdebatkan adalah apakah hal yang demikian itu diperbolehkan menurut hukum Islam, padahal ada hukum yang mengharamkannya karena tidak memenuhi syarat kafa’ah (kesepadanan). Pada saat itu Surkati menjawab dengan membolehkan perkawinan yang semacam itu. Menurutnya, hukum kafa’ah seperti yang dikenal itu sepenuhnya tersingkir di Mesir, Sudan, di Hijaz dan di negara-negara Islam lainnya. Menurutnya, hal semacam itu merupakan salah satu “cacat” yang ada di Indonesia dan cukup mempunyai andil “mendungukan” umat Islam di Indonesia. Diskusi Surkati yang ada di Solo tersebut memicu perselisihan di kalangan masyarakat keturunan Arab yang pada akhirnya mengkristal, dan pada akhirnya mengakibatkan Ahmad Surkati keluar dari Jami‟at Khair pada tahun 1914. Adapun kriteria kafa’ah menurut orang-orang arab Ba‟alwi yang mengaharamkan perkawinan yang tidak kufu’ (sepadan) itu adalah sebagai berikut: a. Perempuan Arab tidak sederajat dengan pria non Arab. b. Perempuan Quraisy tidak sederajat dengan pria non-Quraisy. c. Perempuan Bani Hasyim tidak sederajat dengan pria non Bani Hasyim. d. Syarifah tidak sederajat dengan pria non-sayyid.6 Karena perbedaan pendapat tentang persoalan kafa’ah inilah yang menyebebkan al-Irsyad berdiri.tidak lama kemudian, dengan dibantu oleh Syaikh Umar Yusuf Manggus, Sayyid Saleh bin Ubaid Abdatu dan Sayyid said Masy‟abi, Surkati mendirikan Madrasah al-Irsyad al-Islamiyah yang diresmikan pada tanggal 15 Syawal 1332 H, atau bertepatan dengan tanggal 6 September 6
Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, hlm: 30.
64
1914, dimana Surkati sendiri sebagai pimpinannya. Tidak lama setelah Surkati keluar dari Jami‟at Khair, para guru yang berasal dari Mekkah juga keluar. Sebagaian dari mereka kembali ke Mekkah dan sebagian tetap tinggal di Indonesia dan bergabung dengan al-Irsyad sampai akhir hayat mereka di Indonesia. 7 Sejak itu pula, al-Irsyad semakin melejit kian hari kian besar jauh meninggalkan Jami‟at Khair jauh di belakangnya. Surkati, adalah tokoh sentral pendirian al-Irsyad. Nama lengkapnya adalah Syeikh Ahmad bin Muhammad As Surkaty Al-Anshary, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Di Indonesia biasa dipanggil Surkati saja. Dia lahir di Dongola, Sudan pada tahun 1872 M. Ayahnya bernama Muhammad Surkati dan diyakini masih punya hubungan keturunan dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, sahabat Rasulullah saw dari golongan Anshar. Syekh Ahmad Surkati lahir dari keluarga terpelajar dalam ilmu agama Islam. Ayahnya, Muhammad Surkati, adalah lulusan Universitas Al-Azhar, Mesir. Surkati dikenal cerdas sejak kecil. Dalam usia muda, dia sudah hafal al-Qur'an. Pendidikan yang dilalui Ahmad Surkati adalah pendidikan yang masih terpengaruh oleh pendidikan tradisional Sudan. Oleh karenanya, metode dan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan Ahmad Surkati adalah sangat tradisional. Setelah ayahnya wafat, Surkati pergi ke Arab dan menimba ilmu serta menajalin hubungan baik dengan beberapa orang terpelajar disana. Perjumpaannya dengan para pelajar Arab membuatnya menjadi terkenal. Pada saat itu secara kebetulan Jami‟at Khair sedang membutuhkan guru-guru dari alAzhar yang kemudian dengan bantuan Surkati, maka Jama‟at al-Khoir mendatangkan guru-guru dari al-Azhar untuk ikut mengajar di Jami‟at Khair pada tahun 1905.
7
Ruswan, Gerakan Pendidikan Masyarakat Keturunan Arab dan Kontribusinya dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at al-Khairiyah dan al-Irsyad), hlm: 15-16.
65
Kedatangannya ke Indonesia juga memberikan warna tersendiri bagi perkembangan Islam di Indonesia. Di Indonesia sendiri, banyak ahli sejarah mengakui perannya yang besar dalam pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, namun sayang namanya tak banyak disebut dalam wacana sejarah pergulatan pemikiran Islam di Indonesia. Dalam perjalanan hidupnya di Indonesia, terbentuklah rentetan sejarah yang pada akhirnya Surkati memiliki konflik dengan Jami‟at Khair, dan selanjutnya dia mendidrikan al-Irsyad dengan dibantu teman-teman yang satu visi dengannya. Dukungan terhadapnya tidak hanya dari keturunan Arab saja, namun penduduk pribumi cukup terbuka dan mengamini pemahamannya, diantaranya Ahmad Dahlan dan Haji Zamzam. 8 Menurut cerita, pertemuan Ahmad Surkati dengan Ahmad Dahlan adalah ketidaksengajaan yang dipertemukan oleh Tuhan di sebuah perjalanan kereta api dari Jakarta menuju Yogyakarta sekitar pada tahun 1912. Keduanya duduk berhadapan, dan Surkati sangat tertarik dan takjub karena melihat ada seorang pemuda pribumi yang sedang khusyuk membaca tafsir al Manar. Setelah bertukar pikiran, keduanya bersepakat bahwa di Jawa perlu dikembangkan pemikiran Muhammad Abduh, sebuah strategi pendobrakan yang dianggap penting bagi modernisasi pemahaman masyarakat pribumi, dan pada akhirnya Ahmad Dahlan memiliki peluang yang lebih besar untuk mengemban tugas pembinaan terhadap orang-orang pribumi. 9 Akhirnya keduanya saling berjanji untuk merehabilitasi Muslim di Indonesia. Ahmad Surkati akan bergerak di antara masyarakat keturunan Arab, sedangkan Ahmad dahlan
bergerak
di
antara
penduduk
pribumi
dengan
mendirikan
Muhammadiyah. 10 8
Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943); Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, hlm: 210 9 Ini dikupas dalam buku Hussein Badjerei yang berjudul “Muhammadiyah Bertanya, Surkati Menjawab” tapi peneliti tidak memiliki buku itu. Lihat M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU, hlm: 133 10 Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, hlm: 212
66
Masa formatif al-Irsyad diawali sejak kelahirannya. Akte pendirian dan anggaran dasar al-Irsyad disahkan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan Nomor 47, tertanggal 11 Agustus 1915 dan disiarkan dalam surat kabar Javasche Courant Nomor 67 tertanggal 20 Agustus 1915. Dalam keputusan ini pula tercatat pengurus peratama, yaitu Salim bin Awad Balweel sebagai ketua, Muhammad Ubaid Abud sebagai sektretaris, Said bin Salim Masy‟abi sebagai bendahara, dan Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai penasihat.11 Pada beberapa tahun kemudian, tepatnya tanggal 29 Agustus 1917 alIrsyad membuka cabangnya yang pertama, yakni di Tegal. Cabang pertama di Tegal ini diketuai oleh Ahmad Ali Baisa, didampingi oleh Muhammad bin Muhammad Ganis sebagai Sekretaris dan Sain bin Salim Ba‟asyir sebagai bendahara. Al-Irsyad di Tegal juga sekaligus mendirikan sebuah madrasah, dimana madrasahnya dipimpin oleh Abdulllah Salim al-Atas, seorang murid Surkati angkatan pertama. Berturut-turut, al-Irsyad Tegal dipimpin oleh Abullah Salim Alatas, Muhammad Nur Alanshary, Ali Harharah lulusan al-Irsyad Jakarta, Abul Fadhel Sati Alanshary (saudara kandung Surkati), Ali bin Salim bin Rabba dan Muhammad bin Said Ba‟asyir. 12
2.
Al-Irsyad dan Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam Dalam pandangan Ahmad Surkati, ada dua hal penting yang melandasi al-Irsyad untuk membangun dan memajukan pendidikan formal. Pertama, pendidikan merupakan wahana pokok dalam upaya penyebarluasan gagasan pembaruan al-Irsyad. Kedua, kesadaran untuk mencerdaskan masyarakat, baik keturunan Arab maupun pribumi. Atas dasar hal tersebutlah, al-Irsyad kemudian memiliki motto “Atta’lim” yang berarti pembelajaran atau pendidikan. Ahmad Surkati bahkan meneguhkan sendiri dengan mengatakan bahwa: “al-Irsyad akan 11
Lihat M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, alIrsyad, Persis, dan NU, hlm: 124-125. 12 Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, hlm: 77
67
bisa mencapai cita-citanya hanya dengan usaha yang penuh kesungguhan dibidang pendidikan yang tentunya dengan tidak mengecilkan bidang sebagai usaha pendukung amaliyahnya”.
lain
13
Kepedulian seorang Surkati terhadap al-Irsyad juga bisa dilihat dari kebijakan yang dia tempuh. Sejak tahun 1919 al-Irsyad berhenti membuka madrasah-madrasah yang ada di Jawa karena takut pada penurunan kualitas yang ditimbulkan karena guru-guru dari Timur Tengah mulai menyebar ke daerahdaerah, sehingga yang di pulau Jawa mulai merasa kekurangan. Padahal di sisi lain citra al-Irsyad di mata masyarakat sedang membaik. Maka dari itu, ia mengajukan usulan perbaikan program pendidikan kepada pimpinan Jam’iyah al Islah wa al Irsyad (Hadramaut) yang berisi sebagai berikut: a. Al-Irsyad agar membentuk pemilik pendidikan di daerah-daerah. b. Al-Irsyad harus mengadakan kesatuan dalam prasarana pendidikan kurikulum maupun silabus. c. Kitab-kitab yang ada yang berjumlah terbatas, ditulis dengan menggunakan bahasa Arab untuk diberikan kepada murid-murid madrasah di Mesir atau Syam, karena mereka berbahasa Arab sejak kecil. d. Al-Irsyad wajib memiliki perpustakaan dengan koleksi kitab-kitab yang penting. Dengan demikian, murid-murid tingkat atas dapat dilatih untuk pembahasan dan penggalian sumber. e. Al-Irsyad
wajib
menertibkan
majalah
agama
yang
memuat
perkembangan keluarga Irsyad berikut pandangan-pandangannya, budi pekerti keagamaan yang luhur, dll. f. Al-Irsyad harus memiliki komite musyawarah untuk kepentingan perkembangan yang akan datang bagi masyarakat.
13
Salim Makarim, Riwayat hidup dan Perjuangan Asyeikh Ahmad Assurkati Alanshary dan Sejarah Berdirinya al-Irsyad, (Tidak ada penebit), hlm: 38
68
g. Kepala sekolah tidak boleh mengajar dan tidak dibenarkan selalu menerima tamu yang dapat menganggu jalannya tugas seorang kepala sekolah. h. Anak-anak penduduk pribumi harus diarahkan untuk bisa bekerja di lingkungan pemerintah atau perdagangan. Citra al-Irsyad akan jatuh jika alumnus al-Irsyad tidak dibenahi, yaitu dengan cara membenahi kurikulum dengan menambahi bahasa Belanda. Semua ini dilakukan untuk tujuan yang bersifat da’wah Islamiyah, yaitu penyebaran agama di kalangan umat dengan penampilan yang benar, membasmi bid’ah dan khurafat. Tetapi sayang usulan perbaikan pendidikan al-Irsyad yang diajukan Surkati tidak mendapat respon, karena mereka (di Hadramaut) masih menganggap bahwa Surkati adalah penyebab timbulnya perselisihan di Hadramaut. Keadaan ini memaksa Surkati berjuang sendiri untuk memperbaiki citra al-Irsyad di mata penduduk pribumi. Berbagai terobosan pun dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah, diantaranya, mulai tahun 1923 dirancang suatu kurikulum baru yang diharapkan cukup membekali para siswa al-Irsyad. Berikut ini adalah kurikulum yang dirancang untuk siswa jenjang pertama (tajhziyah dan mu’allimin): 1) Bahasa Arab (nahwu, sharaf, dan balaghah). 2) Bahasa Belanda. 3) Al-Qur‟an, tafsir, hadits, fikih dan tauhid. 4) Matematika, astronomi, ilmu bumi, ilmu ukur, mantiq (ilmu tentang cara berfikir benar: logika), tarikh dan ilmu.
Melihat pembagian disiplin ilmu yang dirancang, dapat diketahui kalau disiplin ilmu yang dipakai dibagi menjadi tiga bagian yaitu: skill bahasa, PAI,
69
dan ilmu pengetahuan umum. 14 Sehingga dapat dipahami bahwa al-Irsyad tidak hanya mementingkan persoalan agama namun juga pengetahuan umum yang diberikan kepada peserta didik.
3.
Visi - Misi dan Cita-Cita Al-Irsyad Pemilihan Tegal oleh Surkati sebagai cabang pertama tidak hanya karena keinginan pribadi Surkati semata. Namun sayangnya sejarah pemilihan cabang pertama di Tegal ini tidak ditulis dalam sebuah catatan bersejarah. Sehingga memaksa panelitian ini untuk dilakukan kroscek dan mencari jawaban pertanyaan tersebut karena mengingat objek penelitian ini dilaksanakan di Tegal yang menyandang predikat cabang pertama al-Irsyad, yakni Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad yang sekarang diketuai oleh Ustadz Husen Afif (masih keturunan Arab). Awal dari sejarah tersebut berawal dari cerita yang diungkapkan oleh Ustadz Husen, yang ternyata ada ikatan keluarga antara salah seorang keturunan Arab yang ada di Tegal dengan Surkati, dimana dia mengikuti jejak proses dan
juga pendirian al-Irsyad di Jakarta. Namun
sayangnya seorang tersebut tidak dapat diketahui namanya. 15 Al-Irsyad di Kota Tegal adalah perpanjangan cita-cita Surkati yang menginginkan pengembangan pengabdian di bidang pendidikan. Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad Tegal memiliki beberapa Departemen (mereka menyebutnya majelis) diantaranya; Majelis Pendidikan dan Pengajaran, Majelis Dakwah, Majelis Sosial dan Ekonomi, Majelis Wakaf dan Yayasan, Majelis Wanita dan Putri, Majelis Pemuda dan Pelajar, Majelis Organisasi dan Kelembagaan dan Majelis Hubungan Luar Negeri. Dan yayasan al-Irsyad Tegal lebih konsen dengan lembaga pendidikannya ketimbang majelis lain yang dinaunginya. Terbukti unit-unit pendidikan yang dinaunginya berkembang 14
M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, alIrsyad, Persis, dan NU, hlm: 153-158. 15 Hasil wawancara dengan Ustadz Husen Afif (masih keturunan Arab) pada tanggal 20 Agustus 2011 di Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad Kota Tegal.
70
sangat pesat bahkan termasuk dalam rentetan sekolah favorit di Tegal. Al-Irsyad Tegal juga terkenal dengan administrasi yang rapih dan terstruktur. Ada lima unit pendidikan yang dinaungi oleh al-Irsyad Tegal diantaranya adalah TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Pertanyaan terkait nama sekolah pasti akan segera muncul, mengapa tidak menggunakan nama madrasah seperti sekolah yang dinaungi oleh organisasi sosial keagamaan lainnya (meskipun tidak semua organisasi sosial keagamaan lainnya juga menggunakan istilah madrasah). Hal ini terkait dengan berubahnya al-Irsyad dari eksklusif menjadi inklusif. Artinya, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang memiliki kebutuhan lebih untuk anak-anaknya yang tidak hanya belajar agama saja. Paska kemerdekaan pendidikan al-Irsyad mengalami perbedaan orientasi dari pendidikan yang berorientasi agama ke pendidikan yang berorientasi umum. Pergeseran orientasi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat yang lebih menginginkan anak-anaknya memperoleh ijazah yang dapat digunakan untuk memperoleh pekerjaan, atau keperluan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Hal ini yang menyebabkan terdapat keunikan dari pengembangan pendidikan al-Irsyad, yaitu dengan didirikannya pesantren pada tahun 80-an. Jika pada kelompok tradisional NU muncul trend mengembangkan pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah umum dan atau madrasah, maka tidak demikian dengan ormas al-Irsyad (dan juga Muhammadiyah) yang justru mendirikan pesantren karena didorong oleh kesadaran perlunya memberikan perhatian yang besar pada aspek pendidikan agama. Meskipun demikian, tipologi pesantren al-Irsyad tetap memiliki perbedaan dengan pesantren milik ormas NU. Jika pesantren NU didirikan oleh perorangan, maka pesantren al-Irsyad didirikan oleh jam’iyyah (organisasi), dengan manajemen pesantren yang tidak bersifat kekeluargaan, melainkan manajemen bersama secara organisatoris. Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren al-Irsyad juga tidak sama dengan pesantren-pesantren NU. Meskipun
71
sama-sama berbahasa Arab namun tidak tergolong kitab kuning yang diajarkan di pesntren NU. Di al-Irsyad menggunakan kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama kontemporer dari Timur Tengah. Lebih dari itu, kesan lux juga terdapat pada pesantren al-Irsyad dan biaya pendidikannya pun tergolong lebih mahal. Hipotesa yang terkonstruk awal oleh peneliti ternyata tidak terbukti setelah penelitian ini berlangsung. Banyak hal berbeda dengan dugaan awal. Hal ini menyebabkan objek penelitian ini menjadi diperlebar. Hal ini dikarenakan ditemukannya kenyataan bahwa ternyata al-Irsyad memiliki pemahaman yang menurut peneliti sendiri disebut “trans-idiologis”.16 Mengapa istilah ini muncul, karena pemahaman al-Irsyad yang sangat terbuka (inklusif) dengan masyarakat Tegal. Tipologi masyarakat Tegal yang tidak terdominasi oleh organisasi sosial keagamaan tertentu membuat berbagai ideologi dapat hidup damai di kota tersebut. Pendidikan al-Irsyad yang “trans-idiologis” tersebut dapat dilihat dari misalnya bahwa al-Irsyad tidak membatasi peserta didik yang terdaftar dalam lembaga pendidikannya. Banyak peserta didik yang datang dari organisasi keagamaan lain. Dalam proses pendidikan di al-Irsyad mereka juga tidak melakukan
tindakan-tindakan tertentu
yang
meng-al-Irsyad-kan
peserta
didiknya, atau menjadikan peserta didiknya memiliki pemahaman keagamaan yang sesuai dengan al-Irsyad. Selain itu, Yayasan al-Irsyad Tegal juga tidak memberikan materi ke-al-Irsyad-an pada setiap unit pendidikan yang dinaunginya, “karena al-Irsyad adalah sebuah organisasi yang menyebarkan ajaran-ajaran Islam secara benar sesuai al-Qur‟an dan Hadits yang diajarkan serta diaplikasikan melalui perilaku yang bijak, itulah al-Irsyad. Oleh karenanya, mereka tidak harus diaplikasikan lewat pelajaran ke-al-Irsyad-an”, demikian ditegaskan oleh Ustadz Husen. Ustadz Husen bahkan menegaskan bahwa lembaga pendidikan al-Irsyad memiliki cita-cita yang sedehana, yakni; “Ingin 16
Istilah “trans-ideologis” merupakan istilah peneliti sendiri dimana setelah peneliti melakukan pemetaan mengenai tipologi lembaga pendidikan al-Irsyad di Kota Tegal.
72
mencetak pribadi muslim yang berkarakter dan taat pada agamanya” dengan visi “Menjadikan al-Irsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata dan berkarakter”.17
B. Karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal Dalam bagian ini akan diuraikan tentang karakteristik PAI yang ada di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Namun sebelum masuk dalam pembahasan karakteristik, akan diuraikan terlebih dahulu profil SMA al-Irsyad Kota Tegal terlebih dahulu. Sehingga ada gambaran awal tentang deskripsi sekolah yang telah diteliti.
1. Profil SMA al-Irsyad Kota Tegal
a. Sejarah Berdirinya SMA al-Irsyad Kota Tegal merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Kota Tegal yang berada di bawah naungan organisasi keagamaan al-Irsyad. Dengan identitas sebagai berikut:
Nama sekolah
: SMA Al – Irsyad
Alamat sekolah
: Jl. Gajah Mada No. 128 Kota Tegal
Kode pos
: 52113
Telphone
: (0283) 356869
Website
: http://www.smalirsyadtegal.com
E mail
:
[email protected]
SMA Al-Irsyad Kota Tegal didirikan pada bulan Juni tahun 1985, oleh Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyah yang terletak di Jl. Gajah Mada No. 128 Kodya Tegal, dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah 17
Hasil wawancara dengan Ustadz Husen Afif (masih keturunan Arab) pada tanggal 20 Agustus 2011 di Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad Kota Tegal
73
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah Nomor: 2114/103/I-87. Sejak awal berdirinya di tahun 1985, sampai sekarang ini SMA Al-Irsyad Tegal telah mengalami empat kali Akreditasi, yakni: 1) Akreditasi pertama, dengan status DIAKUI dengan No. SK 011/C/Kop/I/1989 tanggal 1 Februari 1989. 2) Akreditasi kedua, dengan status DISAMAKAN 1994 dengan No. Piagam 03.827 (U) tertanggal 24 Maret 1998. 3) Akreditasi ketiga, dengan status TERAKREDITASI B tanggal 20 April 2004 dengan No. 03 MA. 4) Akreditasi keempat, dengan status TERAKREDITASI A tanggal 29 September 2007 No. PROP-03 MA 213. Perkembangan yang terus menerus membaik tersebut menjadikan al-Irsyad salah satu sekolah pilihan masyarakat yang kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang mendaftar di SMA al-Irsyad Kota Tegal ini, dimana pada tahun 2009/2010 siswa yang mendaftar adalah sebanyak 204 calon siswa, dan yang diterima adalah 202 siswa. Sedangkan pada tahun 2010/2011 calon siswa yang mendaftar adalah sebanyak 200 calon siswa, dan yang diterima adalah 140 siswa. 18 Dari perkembangan-perkembangan tersebut, SMA al-Irsyad Kota Tegal mengalami pasang surut sebagai alat motivasi untuk membentuk sekolah yang lebih baik. Saat ini,
b. Visi Misi dan Tujuan SMA al-Irsyad Kota Tegal. Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang memiliki cita-cita mulia, dan mengemban amanah pendidikan dari organisasi yang menaunginya, maka visi-misi dan tujuan sebuah lembaga pendidikan adalah sesuatu
18
Untuk data selengkapnya silahkan lihat pada table 7 pada bab ini yang menjelaskan mengenai jumlah siswa yang mendaftar dan siswa yang diterima.
74
yang penting dimiliki. Adapun visi-misi SMA al-Irsyad Kota Tegal adalah sebagai berikut:
Visi: Membentuk generasi penerus bangsa yang Islami, disiplin dan berprestasi. Misi: 1) Menumbuhkembangkan suasana sekolah yang religius dengan cara menempatkan nilai-nilai agama Islam sebagai sumber kearifan dalam berfikir dan bertindak. 2) Menumbuhkan kedisiplinan segenap warga sekolah, baik siswa, guru, karyawan dan pimpinan sekolah. 3) Mengembangkan pembelajaran secara efektif, sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 4) Mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler untuk memberikan bekal ketrampilan dan pembentukan watak kepribadian yang mandiri dan bermutu. 5) Mengembangkan lingkungan sekolah dengan bersih, aman dan tertib.
Adapun tujuan berdirinya SMA al-Irsyad yang merupakan lembaga pendidikan di bawah naungan al-Irsyad adalah sebagai berikut: “Ingin mencetak pribadi muslim yang berkarakter dan taat pada agamanya” dan “Menjadikan SMA al-Irsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata dan berkarakter”.19
19
Hasil wawancara dengan Ustadz Husen Afif (masih keturunan Arab) pada tanggal 20 Agustus 2011 di Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad Kota Tegal
75
c. Struktur Organisasi Guna menjalankan visi-misi dan tujuan tersebut di atas, maka SMA al-Irsyad sebagai sebuah unit satuan pendidikan membuat kelengkapan manajemen organisasi pendidikan, yang meliputi Kepala Sekolah, Waka Sarpras, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Waka Humas, Bendahara Sekolah, Kepala Tata Usaha, Dewan Guru, Bimbingan Konseling, dan Wali Kelas. Adapun struktur organisasi di SMA al-Irsyad adalah tampak dalam diagram berikut:
Diagram 4.2 Struktur Organisasi SMA al-Irsyad Kota Tegal
Kepala Sekolah Drs. Royim, M.Pd
Bendahara Sekolah Drs. Hj Chamidah
Waka SarPras Sakuri, S.Pd
Dewan Guru
Ka. Tata Usah Warningsih
Waka Kurikulum Dra.Siti Rahayu
Waka Kesiswaan Drs.M. Yusuf
Koordinator BP/BK Drs. Kadino
Waka Humas Waryadi, S.Pd
Wali kelas
Siswa
76
d. Keadaan Guru dan Peserta Didik 1) Jumlah Guru Jumlah guru di SMA al-Irsyad Kota Tegal termasuk memenuhi standar kecukupan, baik dilihat dari jumlah maupun tingkat pendidikan guru. Selain itu tenaga pengajar di SMA al_Irsyad juga memiliki tingkat kesesuaian hingga 100% (seratus persen) dengan mata pelajaran yang diampu. Adapun data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut:
Tabel 4.5 Jumlah Guru dan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan
BIDANG / NO
MATA PELAJARAN (MP)
1.
2.
3. 4. 5.
Pend.Agama Islam (PAI) Kewarganegaraa n Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Asing Lainya
KESESUAIAN JUMLAH
DENGAN LATAR
TENAGA
GURU
BELAKANG
RANGK
PER MP
PENDIDIKAN
AP MP
SESUAI
TIDAK
3
V
-
-
3
V
-
-
4
V
-
-
6
V
-
-
-
-
-
-
6.
Matematika
5
V
-
-
7.
Fisika
2
V
-
-
77
8.
Kimia
2
V
-
-
9.
Biologi
2
V
-
-
10.
Sejarah
2
V
-
-
11.
Geografi
2
V
-
-
12.
Sosiologi
2
V
-
-
13.
Antropologi
-
-
14.
Ekonomi
-
-
15.
Akuntansi
-
-
16.
Seni Budaya
2
V
-
-
17.
TIK
3
V
-
-
2
V
-
-
18.
Pendidikan Jasmani
3
V
19.
Laboran
2
V
-
-
20.
Pustakawan/wati
2
V
-
-
5
V
-
-
21.
Bimbingan Konseling
22.
Bahasa Arab
2
V
-
-
23.
Quran Hadis
1
V
--
-
24.
Bahasa Jawa
1
V
-
-
JUMLAH
56
78
Table 4.6 Tingkat Pendidikan Guru dan Status Kepegawaian
Status Kepegawaian No
Ijasah Guru
Tertinggi
Tetap
Guru Tidak
Guru
Tetap
DPK
Guru
Jumlah
Bantu
1.
S3
-
-
-
-
-
2.
S2
-
-
2
-
2
3.
S1
28
13
3
-
44
4.
D3
2
-
-
-
2
30
13
4
-
48
Jumlah
2) Jumlah Peserta Didik Jika dilihat dari jumlah peserta didik dan prosentasi penerimaan per periode, maka SMA al-Irsyad Kota Tegal termasuk lembaga pendidikan yang memiliki aseptabilitas cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 4.7 Jumlah Siswa Pendaftar dan Yang Diterima
Jumlah Siswa
Tahuh Pelajaran
Prosentase yang
Pendaftar
Diterima
2003/2004
464
388
83,60 %
2004/2005
582
405
69,50 %
diterima
79
2005/2006
355
280
78,70 %
2006/2007
280
243
86,78 %
2007/2008
256
235
91,79 %
2008/2009
235
210
89,31 %
2009/2010
240
202
84,17 %
2010/2011
200
140
70,00 %
Tabel 4.8 Jumlah Siswa SMA al-Irsyad Kota Tegal (dalam 5 tahun terakhir)
Tahun
Jumlah Siswa Kelas I /
Kelas II /
Kelas III /
X
XI
XII
2003/2004
388
400
307
1095
2004/2005
300
311
375
986
2005/2006
272
267
297
836
2006/2007
243
243
252
736
2007/2008
210
232
234
676
2008/2009
210
207
232
649
2009/2010
203
214
200
617
2010/2011
140
200
204
544
7/6/5
7/7/7
8/7/7
22 / 20 / 19
Pelajaran
Jumlah
Jumlah Rombongan Belajar (Kelas)
80
e. Keadaan Bangunan dan Perlengkapan Penunjang 1) Tanah dan Bangunan
Tabel 4.9 Luas Tanah dan Bangunan
Penggunaan
Luas Tanah 3382 2
M
Bangunan
Halaman
Lap. OR
Kebun
1606 M2
1424 M2
-
-
Lain-lain 3502
2) Jumlah Koleksi Buku di Perpustakaan Di bawah ini adalah tabel daftar koleksi buku di perpustakaan SMA al-Irsyad Kota Tegal. Tabel 4.10 Koleksi Buku Perpustakaan Sekolah
No. Jenis Buku
Jumlah
1.
Buku Paket
3255
2.
Buku Penunjang
2370
3.
Buku Fiksi
12543
3) Bentuk dan Fungsional Bangunan Di bawah ini adalah tabel bentuk bangunan dan kegunaannya sekaligus penjelasan yang terurai.
81
Tabel 4.11 Bentuk Bangunan dan Kegunaannya
Sarana / Ruang
Jumlah
Kondisi
Luas ( M2 )
Baik
Rusak
Kelas
22
1606
V
-
Laboratorium Fisika
1
108
V
-
Laboratorium Kimia
1
Laboratorium Biologi
1
Laboratorium
1
81
V
-
Laboratorium Bahasa
1
108
V
Perpustakaan
2
450
V
-
Ketrampilan
1
Komputer/ Multimedia
Kesenian PerlengkapanOlah Raga
1
Kantor OSIS
1
36
V
-
Tempat Ibadah
1
2746
V
-
KM/WC Guru
6
36
V
-
KM/WC Siswa
12
50
V
-
Ruang TU
1
48
V
-
Gudang
1
30
V
-
Di bawah ini adalah keterangan bangunan yang dimiliki oleh SMA alIrsyad Kota Tegal, diantaranya adalah: a) Dua unit Gedung 3 (tiga) lantai yang sangat megah. b) Lima Ruang Laboraturium, dengan masing-masing fungsinya adalah sebagai berikut:
82
1) Lab Biologi Dengan luas ruangan yang cukup memadai, SMA alIrsyad Kota Tegal memiliki 1 Ruang Laboratorium Biologi dengan alat-alat yang memadai. 2) Lab Kimia Laboratorium Kimia SMA al-Irsyad Kota Tegal yang berada di sisi barat sekolah juga memiliki alat-alat praktek yang lengkap. 3) Lab Fisika. Dengan segala kelengkapannya, Laboratorium Fisika yang dimiliki SMA al-Irsyad Kota Tegal juga sangat mendukung kegiatan proses belajar mengajar di sekolah tersebut. 4) Lab Bahasa Guna menunjang pembelajaran bahasa yang berbasis teknologi informasi, SMA al-Irsyad Tegal memiliki Laboratorium Bahasa yang memadai yakni dilengkapi dengan Plat Console dengan Standar International Modern Laboratory. 5) Lab Komputer Penambahan pengetahuan di bidang ilmu komputer dan pemanfaatannya merupakan perhatian tersendiri bagi pihak sekolah. Hal ini dikarenakan dalam perkembangan dunia pendidikan modern, pengetahuan di bidang ilmu komputer standar pengetahuan minimal yang wajib dikuasai oleh peserta didik. Oleh karenanya, SMA al-Irsyad Kota Tegal menyediakan dua buah Laboratorium Komputer, lengkap dengan AC dan jaringan internet, yang masing-masing ruang berisi 40 dan 32 unit komputer.
83
c) Website SMA al-Irsyad Kota Tegal memiliki website sebagai bagian dari penerapan teknologi informasi melalui pusat data digital. Adapun alamat website SMA al-Irsyad Kota Tegal adalah http://www.smaalirsyadtegal.com. Dalam pusat data berbasis teknologi informasi ini terdapat tiga komponen utama yang disajikan, yakni: a. Website ini berisi tentang Informasi Sekolah, berupa profil sekolah, Fasilitas, prestasi, Visi dan Misi, dan lain-lain. b. Sistem informasi Akademik berupa Informasi data Siswa, Nilai Siswa Data Guru, Jadwal Pelajaran dll. c. Sistem pembelajaran On-line (e-learning) dengan fasilitas ini guru dan siswa dapat berinteraksi dalam proses pembelajaran dengan media internet.
d) Ruang Ibadah Tempat ibadah merupakan sarana penunjang pokok kegiatan belajar mengajar, terutama sekali karena sekolah SMA al-Irsyad merupakan sekolah Islam yang memegang teguh pada pengamalan ajaran Islam. Unit Bangunan Masjid Megah dengan arsitektur 2 (dua) lantai yang berada di area sekolah guna mempermudah siswa-siswi SMA al-Irsyad Kota Tegal dalam menjalankan ibadah, diantaranya shalat berjamaah. e) Ruang Ketrampilan dan Ruang Serba Guna f) Ruang Moving Class/ kelas Berjalan. g) Ruang Multimedia full AC. h) Ruang Pertemuan dengan kapasitas 300 orang. i) Area HotSpot FREE 24 Jam.
84
SMA al-Irsyad Kota Tegal melihat bahwa ketersediaan akses terhadap teknologi informasi bagi peserta didik adalah sangat penting untuk menunjang peserta didik meningkatkan pengetahuannya dan menjadi sarana belajar yang efektif di luar kelas. Oleh karenanya, SMA al-Irsyad Kota Tegal juga menyediakan fasilitas free internet untuk peserta didik dengan jaringan hotspot area. Sebagai bentuk pemanfaatan internet dalam dunia pendidikan, maka pihak sekolah juga menerapkan system filterisasi untuk memblokir situs-situs pornografi.
j) Sarana Olahraga. SMA al-Irsyad Kota Tegal melihat bahwa kesehatan jasmani peserta didik sangat penting, karena kesehatan jasmani juga akan menunjang kelancaran pembelajaran peserta didik. Kesadaran ini dapat dilihat dari tersedianya sarana olah raga di SMA al-Irsyad Kota Tegal, bahkan termasuk yang paling lengkap dibanding dengan SMA Swasta lain di Kota Tegal. SMA al-Irsyad Tegal memiliki lapangan Basket, lapangan Bola Voli, lapangan Badminton (Bulu Tangkis), Lapangan Futsal, Lapangan Lompat Jauh, ruangan Senam, dsb.
2. Karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Setelah dilakukan penelitian, banyak hal yang dijumpai oleh peneliti yang mengakibatkan perluasan fokus penelitian. Awalnya, penelitian ini hanya akan menfokuskan diri pada persoalan materi PAI yang ada di SMA al-Irsyad saja. Hal ini muncul dikarenakan objek penelitiannya berupa lembaga pendidikan berbasis organisasi sosial kegamaan, sehingga muncul dugaan awal (hipotesis) bahwa PAI yang ada di lembaga pendidikan milik alIrsyad pasti akan berbeda dengan PAI yang ada di lembaga pendidikan milik
85
NU ataupun Muhammadiyah. Pada lembaga pendidikan milik NU atau yang sering dikenal Lembaga Pendidikan Ma‟arif, terdapat materi ke-NU-an. Sementara di lembaga pendidikan milik Muhammadiyah terdapat materi keMuhammadiyah-an. Sehingga timbulah dugaan bahwa di SMA al-Irsyad memiliki materi ke-al-Irsyad-an sebagai materi wajib yang diajarkan kepada peserta didikanya. Selain dugaan-dugaan tersebut, dugaan lain juga muncul menyangkut pemahaman keagamaan yang diberikan kepada peserta didik. Mungkin saja, jika
organisasi
keagamaan
yang
menaunginya
adalah
memiliki
kecenderungan pemahaman yang puritan dan fundamentalis, maka kemudian karakteristik PAI di sekolah tersebut menjadi memiliki kecenderungan yang sama, yakni puritan dan fundamentalis. Hal ini berdasarkan hipotesa bahwa SMA al-Irsyad yang merupakan lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan organisasi keagamaan al-Irsyad akan memerankan diri sebagai lembaga pendidikan dakwah atau “lembaga pendidikan missi” 20, yakni lembaga pendidikan yang di dalam proses belajar mengajarnya memasukan identitas keislaman serta cita-cita dan tujuan organisasi yang menaunginya untuk tujuan pendidikan dan dakwah. Namun ternyata dugaan itu tidak terbukti, materi-materi pembelajaran yang menyangkut ke-al-Irsyad-an tidak dijumpai di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Kendati demikian, penelitian ini tidak lantas dibatalkan, dan menghentikan rasa antusian peneliti terhadap persoalan PAI dan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad di Kota Tegal. Oleh karenanya, penelitian ini justru dilanjutkan dengan fokus penelitian yang lebih berkembang. Apalagi 20
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II bahwa organisasi sosial keagamaan terbentuk salah satunya dikarenakan oleh kesamaan pemahaman keagamaan, cita-cita, dan tujuan. Ketika suatu organisasi sosial keagamaan memiliki lembaga pendidikan maka pemahaman keagamaan, cita-cita, dan tujuan organisasinya biasanya dilekatkan ke dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan yang dibentuknya, oleh karenanya lembaga pendidikan tersebut disebut “Lembaga Pendidikan Missi”. Artinya, lembaga pendidikan tersebut menjadi media yang berfungsi sebagai pengejawantahan atau “tangan panjang” dari cita-cita dan tujuan suatu organisasi sosial keagamaan.
86
dalam penelitian kualitatif hal ini sangat mungkin terjadi ketika ditemukan hal-hal baru yang lebih menarik meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesa. Perluasan fokus pada penelitian ini adalah tidak hanya meneliti tentang materi PAI saja, melainkan segala bentuk pengintegrasian PAI yang ada di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Oleh karenanya, segala upaya pengembangan dan juga pengajaran PAI dalam bentuk praktek-praktek keagamaan juga menjadi fokus penelitian ini. Oleh karenanya PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal tetap memiliki karakteristik yang menarik untuk diteliti. Sehingga didapat temuan-temuan dalam karakteristik PAI. Temuan-temuan itu dikategorikan menjadi dua kategori. Kategori yang pertama adalah kategori teknis dan kategori kedua adalah konsep. Di bawah ini akan dijelaskan terlebih dahulu kategori yang pertama, yaitu kategori teknis. Dalam ketegori ini disesuaikan pada kerangka teoritik di Bab II yang menjelaskan mengenai pengertian PAI yang menyangkut tujuan, materi, peserta didik, guru, metode, media, dan evalusi sebagai unsurunsur kategori yang diteliti, yaitu: a. Tujuan. Dalam tradisi kamu keturunan Arab, khususnya al-Irsyd, pendidikan sangatlah diutamakan. Sehingga muncullah lembaga-lembaga pendidikan yang sangat diurus dengan baik dan terdepan namun tidak meninggalkan ciri khas ke-Islam-an sebagai identitas lembaganya. Ustadz Husen (ketua Yayasan al-Irsyad Kota Tegal) bahkan menegaskan bahwa lembaga pendidikan al-Irsyad memiliki cita-cita yang sedehana, yakni; “Ingin mencetak pribadi muslim yang berkarakter dan taat pada agamanya” dengan visi “Menjadikan al-Irsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata dan berkarakter”. Inilah yang disebut cita-cita, lebih umunya lagi dapat disebut dengan tujuan pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa al-
87
Irsyad berdiri karena rasa simpatiknya dalam dunia pendidikan dengan mengkhususkan mencerdaskan dan memberikan karkater pada masyarakat muslim. b. Materi Guna melihat karakteristik PAI di SMA al-Irsyad, kita dapat melihatnya dalam hal kurikulum pendidikannya yang menyesuaikan dengan tiga institusi, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Yayasan al-Irsyad sendiri. Oleh karenanya, jika diibaratkan sebagai anak, maka SMA al-Irsyad adalah anak yang memiliki tiga ayah. Kendati
demikian,
pihak
sekolah tidak
merasa
kesulitan didalam
menyelenggarakan pendidikan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), SMA al-Irsyad tidak seperti SMA pada umumnya tetapi juga tidak seperti Madrasah Aliyah (MA), melainkan melakukan pembauran keduanya, dimana PAI di SMA al-Irsyad dibagi ke dalam tiga mata pelajaran saja, yakni mata pelajaran PAI, al-Qur‟an-Hadits, dan Bahasa Arab. Sedangkan komponen Fiqh, Aqidah-Akhlak, dan Sejarah Peradaban Islam sudah menyatu dalam mata pelajaran PAI. Dalam mata pelajaran PAI sendiri menggunakan kurikulum yang biasa dipakai di SMA pada umumnya. Di bawah ini telah dilapirkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) yang diberikan kepada peserta didik di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Tabel 4.12 Standart Kompetensi-Kompetensi Dasar Kelas X Semester I Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Qur’an
1. Membaca QS Al-Baqarah; 30, Al-
Memahami ayat-ayat Al-Qur‟an tentang
Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56
manusia dan tugasnya sebagai khalifah
dan An Nahl : 78.
di bumi.
2. Menyebutkan arti QS Al-Baqarah;
88
30,
Al-Mukminun;
12-14,
Az-
Zariyat; 56 dan An Nahl : 78. 3. Menampilkan
perilaku
sebagai
khalifah di bumi seperti terkandung dalam
QS
Al-Baqarah;30,
Al-
Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56 dan An Nahl : 78. Memahami ayat-ayat Al-Qur‟an tentang keikhlasan dalam beribadah.
1. Membaca QS Al An‟am; 162-163 dan Al-Bayyinah; 5. 2. Menyebutkan
arti
QS
Al
An‟am;162-163 dan Al-Bayyinah; 5. 3. Menampilkan perilaku ikhlas dalam beribadah seperti terkandung dalam QS Al An‟am;162-163 dan AlBayyinah; 5. 1. Menyebutkan 10 sifat Allah dalam
Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Allah melalui
pemahaman
sifat-sifatNya
dalam Asmaul Husna
Asmaul Husna. 2. Menjelaskan arti 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna. 3. Menampilkan
perilaku
yang
mencerminkan keimanan terhadap 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna. Akhlak Membiasakan perilaku terpuji
1. Menyebutkan pengertian perilaku husnuzhan. 2. Menyebutkan
contoh-contoh
perilaku husnuzhan terhadap Allah, diri sendiri dan sesama manusia.
89
Membiasakan perilaku husnuzhan dalam kehidupan sehari-hari. 1. Menyebutkan pengertian kedudukan
Fiqih Memahami
sumber
hokum
dan fungsi Al-Qur‟an, Al-Hadits,
Islam,
hukum taklifi, dan hikmah ibadah.
dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam. 2. Menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi hukum taklifi dalam hukum Islam. Menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari.
Tarikh dan Kebudayaan Islam. Memahami
keteladanan
1. Menceritakan
Rasulullah
dalam membina umat periode Makkah.
sejarah
dakwah
Rasullah SAW periode Makkah. 2. Mendeskripsikan
substansi
dan
strategi dakwah Rasullullah SAW periode Makkah
Tabel 4.13 Standar Kompetensi -Kompetensi Dasar Kelas X Semester II Qur’an Memahami ayat-ayat Al-Qur‟an tentang Demokrasi
1. Membaca QS Ali Imran; 159 dan QS Asy Syura; 38. 2. Menyebutkan arti QS Ali Imran 159 dan QS Asy Syura; 38. 3. Menampilkan
perilaku
hidup
demokrasi seperti terkandung dalam QS Ali Imran 159, dan QS Asy
90
Syura; 38 dalam kehidupan seharihari. 1. Menjelaskan tanda-tanda beriman
Aqidah Meningkatkan
keimanan
Malaikat.
kepada
kepada malaikat. 2. Menampilkan
contoh-contoh
perilaku beriman kepada malaikat. 3. Menampilkan
perilaku
sebagai
cerminan beriman kepada malaikat dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak Membiasakan perilaku terpuji.
1. Menjelaskan pengertian adab dalam berpakaian,
berhias,
perjalanan,
bertamu, dan atau menerima tamu. 2. Menampilkan contoh-contoh adab dalam
berpakaian,
berhias,
perjalanan, bertamu atau menerima tamu. 3. Mempraktikkan berpakaian,
adab
berhias,
dalam perjalanan,
bertamu dan atau menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari. Menghindari Perilaku Tercela.
1. Menjelaskan pengertian hasad, riya, aniaya dan diskriminasi. 2. Menyebutkan
contoh
perilaku
hasad, riya, aniaya dan diskriminasi. 3. Menghindari hasad, riya, aniaya dan diskriminasi
dalam
kehidupan
sehari-hari. Fiqh
1. Menyebutkan
contoh-contoh
91
Memahami hukum Islam tentang zakat, haji dan wakaf.
pengelolaan zakat, haji dan wakaf. 2. Menerapkan ketentuan perundangundangan
tentang
pengelolaan
zakat, haji dan wakaf. 1. Menceritakan
Tarikh dan Kebudayaan Islam Memahami
keteladanan
Rasulullah
dalam membina umat periode Madinah.
sejarah
dakwah
Rasullah SAW periode Madinah. 2. Mendeskripsikan strategi dakwah Rasullullah
SAW
periode
Madinah.Melaskan
perundang-
undangan
pengelolaan
tentang
zakat, haji dan waqaf.
Tabel 4.14 Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kelas XI Semester I
1.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Qur’an
Membaca QS. al Baqarah : 148 dan QS.
Memahami ayat-ayat Al- Qur‟an tentang al Fatir : 32 Menjelaskan arti QS. al kompetisi dalam kebaikan
Baqarah : 148 dan QS. al Fatir : 32 Menampilkan
perilaku
berkompetisi
dalam kebaikan seperti terkandung dalam QS. al Baqarah : 148 dan QS. al Fatir : 32. Qur’an Memahami ayat-ayat al Qur‟an tentang perintah menyantuni kaum Dhu‟afa
1. Membaca Qs. al Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah : 177. 2. Menjelaskan arti QS. al Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah : 177 3. Menampilkan perilaku menyantuni
92
kaum Dhu‟afa seperti terkandung dalam QS. al Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah : 177 1. Menjelaskan
Aqidah akhlaq Meningkatkan keimanan kepada Rasul rasul Allah
tanda-tanda
beriman
kepada Rasulrasul Allah. 2. Menunjukkan contoh-contoh perilaku beriman kepada Rasul-rasul Allah. 3. Menampilkan mencerminkan
perilaku
yang
keimanan
kepada
Rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari Membiasakan berperilaku terpuji
1. Menjelaskan pengertian taubat dan raja‟. 2. Menampilkan contoh-contoh perilaku taubat dan raja‟. 3. Membiasakan perilaku bertaubat dan raja’ dalam kehidupan sehari-hari. 1. Menjelaskan
Fiqh Memahami
hukum
Islam
tentang
Mu’amalah
azas-azas
transaksi
ekonomi dalam Islam 2. Memberikan
contoh
transaksi
ekonomi dalam Islam. 3. Menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari Tarikh dan Kebudayaan Memahami perkembangan Islam pada abad pertengahan (1250 – 1800)
1. Menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan 2. Menyebutkan perkembangan
contoh Islam
peristiwa pada
abad
pertengahan.
93
Tabel 4.15 Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kelas XI Semester II Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Qur’an
1. Membaca QS. al Rum: 41-42, QS Al-
Memahami ayat-ayat al Qur‟an tentang
A‟raf: 56-58, dan QS Ash Shad: 27.
perintah menjaga kelestarian lingkungan 2. Menjelaskan arti QS. al Rum: 41-42, hidup.
QS Al-A‟raf: 56-58, dan QS Ash Shad: 27 3. Membiasakan
perilaku
menjaga
kelestarian lingkungan hidup seperti terkandung dalam QS. al Rum: 41-42, QS Al-A‟raf: 56-58, dan Shad: 27. Aqidah
1. Menampilkan
perilaku
yang
keimanan
terhadap
Meningkatkan keimanan kepada Kitab-
mencerminkan
kitab Allah
Kitab-kitab Allah. 2. Menerapkan hikmah beriman kepada Kitab-kitab Allah
Akhlaq Menghindari perilaku tercela
4. Menjelaskan pengertian dan maksud menghargai karya orang lain. 5. Menampilkan
contoh
perilaku
menghargai karya orang lain. 6. Membiasakan perilaku menghargai karya orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
94
1. Menjelaskan
Fiqh Memahami
ketentuan
hukum
Islam
tentang pengurusan jenazah.
tatacara
pengurusan
jenaza. 2. Memperagakan tatacara pengurusan jenazah
Memahami khutbah, tabligh dan dakwah
1. Menjelaskan
pengertian
khutbah,
tabligh dan dakwah. 2. Menjelaskan tatacara khutbah, tabligh, dan dakwah. 3. Memperagakan khutbah, tabligh, dan dakwah Tarikh dan Kebudayaan Islam
1. Menjelaskan
Memahami perkembangan Islam pada masa modern (1800-sekarang)
perkembangan
Islam
pada masa modern. 2. Menyebutkan contoh perkembangan Islam pada masa modern.
Tabel 4.16 Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kelas XII Semester 1 Standar Komprtensi Al Qur’an
Kompetensi Dasar 1. Membaca QS. al Kafirun, QS.
Memahami ayat-ayat al Qur‟an tentang
Yunus : 40- 41, dan QS. al Kahfi :
anjuran bertoleransi.
29. 2. Menjelaskan arti QS. al Kafirun, QS Yunus 40-41, dan QS. al Kahfi : 29. 3. Membiasakan perilaku bertoleransi seperti terkandung dalam QS al Kafiiruun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. Al Kahfi : 29.
95
Memahami ayat-ayat al-Qur‟an tentang etos kerja
1. Membaca QS. Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah: 9-10. 2. Menjelaskan arti QS. Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10 3. Membiasakan perilaku beretos kerja seperti
terkandung
dalam
Al
Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10. Aqidah
1. Menampilkan
perilaku
yang
Meningkatkan keimanan kepada Hari
mencerminkan keimanan terhadap
Akhir
Hari Akhir. 2. Menerapkan hikmah beriman kepada Hari Akhir. 3. Membiasakan perilaku menghargai karya orang lain dalam kehidupan sehari-hari
Akhlaq Membiasakan perilaku terpuji.
1. Menjelaskan pengertian adil, ridha dan amal shaleh. 2. Menampilkan contoh perilaku adil, ridha dan amal shaleh. 3. Membiasakan perilaku adil, ridha dan amal shaleh dalam kehidupan sehari-hari.
Fiqih Memahami Hukum Islam tentang Hukum Keluarga.
1. Menjelaskan
ketentuan
hukum
perkawinan dalam Islam. 2. Menjelaskan hikmah perkawinan 3. Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut
perundang-undangan
di
96
Indonesia. 1. Menjelaskan perkembangan Islam di
Tarikh dan Kebudayaan
Indonesia.
Islam Memahami
perkembangan
Islam
di 2. Menampilkan contoh perkembangan
Indonesia.
Islam di Indonesia. 3. Mengambil
hikmah
dari
perkembangan Islam di Indonesia.
Tabel 4.17 Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kelas XII Semester 2 STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
Al Qur’an
1. Membaca QS. Yunus : 101 dan QS.
Memahami ayat-ayat al Qur‟an tentang pengembangan IPTEK
al Baqarah : 164. 2. Menjelaskan arti QS Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164. 3. Melakukan pengembangan IPTEK seperti terkandung
dalam QS
Yunus : 101 dan QS. Al Baqarah : 164. Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Qadha‟ dan Qadhar
1. Menjelaskan tanda-tanda keimanan kepada Qadha‟ dan Qadar. 2. Menerapkan hikmah beriman kepada Qadha‟ dan Qadhar.
Akhlaq Membiasakan perilaku terpuji
1. Menjelaskan pengertian dan maksud persatuan dan kerukunan. 2. Menampilkan
contoh
perilaku
persatuan dan kerukunan.
97
3. Membiasakan
perilaku
persatuan
dan kerukunan. Menghindari perilaku
4. Menjelaskan
tercela
pengertian
Isyrof,
Tabzir, Ghibah dan Fitnah. 5. Menjelaskan contoh perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah. 6. Menghindari perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah dalam kehidupan sehari-hari. 1. Menjelaskan
Fiqih Memahami Hukum Islam
ketentuan
hukum
Waris.
tentang Waris.
2. Menjelaskan
contoh
pelaksanaan
hukum Waris. 1. Menjelaskan perkembangan Islam di
Tarikh dan Kebudayaan
dunia.
Islam Memahami
perkembangan
dunia.
Islam
di 2. Menampilkan contoh perkembangan Islam di dunia. 3. Mengambil
hikmah
dari
perkembangan Islam di dunia.
c. Peserta didik Peserta didik di SMA al-Irsyad Kota Tegal sangatlah bervariatif. Meskipun masih banyak yang berasal dari keturunan Arab, namun keturunan pribumipun banyak yang memilik SMA al-Irsyad sebagai tempat untuk menenpuh pendidikannya. Tak jarang mereka justru datang dari ideologi yang berbeda (bukan al-Irsyad), mislanya Muhammadiyah, dan NU. Mereka (peserta didik) sadar betul bahwa mereka bersekolah di bawah naungan al-Irsyad. Dan mereka juga sadar betul, bahwa al-Irsyad memiliki corak keberagaman yang
98
berbeda pula. Namun, mereka tidak melihat sesuatu yang memang dipaksakan kepada peserta didik agar mengikuti ciri keberagamaan yang Surkati ajarkan. Karena memang SMA al-Irsyad Kota Tegal tidak menekankan PAI-nya pada satu titik. Pada proses penelitian ini berlangsung, telah didapat alasan mengapa mereka (peserta didik) memilik SMA al-Irsyad sebagai pilihan pendidikan di jenjang pendidikan menengah. Darlina, seorang perempuan yang masih keturunan arab-Ahwal21 (kebetulan bukan ber-ideologi al-Irsyad) mengaku memilih sekolah di SMA al-Irsyad karena pendidikan agamanya yang sangat kuat dengan banyaknya praktek-praktek keagamaan yang dibiasakan di SMA tersebut.
Selain
persoalan
pendidikan
agama,
SMA
al-Irsyad
juga
mengedepankan kualitas sebagai sekolah berkategori mandiri 22. Wawancara juga dilakukan dengan peserta didik yang memiliki ideologi Muhammadiyah yang bernama Anggi yang memiliki alasan mengapa masuk SMA al-Irsyad Kota Tegal karena SMA al-Irsyad adalah sekolah favorit. Anggi juga tahu betul bahwa SMA al-Irsyad Kota Tegal memang berbeda dengan Muhammadiyah (ideologinya). Wawancara juga dilakukan dengan peserta didik bernama Asih yang memiliki ideologi NU. Yang notabene-nya ideologi tersebut dianggap
bersimpangan
jauh
dengan
al-Irsyad.
NU
yang
memiliki
kecenderungan moderat cukup dianggap berlawanan dengan al-Irsyad. Namun hal itu tidak diambil pusing karena memang Anggi dan Asih tidak mendapat perlakuan yang berbeda dibanding dengan teman-temannya. Dan juga karena memang al-Irsyad tidak mengajarkan ciri keagamaan yang berbeda. 23 Semua 21
Kategori keturunan arab dibagi menjadi tiga istilah, jama‟ah (keturunan arab), ahwal (keturunan Jawa+arab), Jawa (keturunan Jawa asli). 22 Hasil wawancara dengan salah satu peserta didik bernama Darlina pada tanggal 15 Agustus 2011. 23 Hasil wawancara dengan salah satu peserta didik bernama Anggi pada tanggal 15 Agusrus 2011. Dia lahir dalam kondisi sosio kultural yang juga bervariatif. Lingkungan yang mayoritas NU, Ibu yang asli Yogjakarta dan beridologi Muhammadiyah dan Ayahnya yang NU. Hal ini terbukti bahwa peserta didik yang bersekolah di SMA al-Irsyad sangatlah bervariatif.
99
sama, dan siapapun dari golongan atau ideologi apapun bisa bersekolah di SMA al-Irsyad Kota Tegal. d. Guru Sumber daya manusia di SMA al-Irsyad Kota Tegal khususnya pendidik, sangatlah bervariatif. Meskipun SMA al-Irsyad tergolong lembaga pendidikan yang didirikan oleh masyarakat ketutunan arab, namun di sana tidak akan dijumpai pendidik yang dari keturnan arab. Latar belakang ideloginya pun bervariatif. Lebih khusus guru PAI yang diampu oleh Ibu Musthofiah, S.Pd.I. Beliau tamatan IAIN Walisongo Semarang yang memang hampir 80% berasal dari kalangan Nahdiyin. Dan masih banyak lagi yang guru-guru yang memang bukan dari al-Irsyad. Pengajaran PAI sangatlah tergantung dengan siapa yang mengampu PAI. Namun al-Irsyad sangat menekankan agar para pendidiknya untuk memberikan pendapat yang beragam agar peserta didik dapat mencerna dan memehami keberbeedaan tersebut.
e. Metode dan media Pada aspek metode pembelajaran dan media pembelajaran tidak begitu ditekankan, namun ada beberapa hal yang telah menunjukkan dari rangkaian observasi yang dilakukan dan sedikit wawancara dengan peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode dan media pengajaran di SMA al-Irsyad sudah tergolong modern. Terbukti dengan metode pembelajarannya yang sangat menyenangkan24 dan juga menggungakan moving class. Khususnya pada pengajaran PAI yang memiliki banyak variasi praktek keagamaan untuk meningkatkan kebiasaan dalam beribadah.
24
Hasil wawancara dengan Darlina dan Anggi.
100
Kategori yang kedua adalah kategori konsep, selengkapnya mengenai karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal yang ditemukan peneliti adalah sebagai berikut:
1) PAI yang Inklusif- Transideologis Istilah Inklusif-transideologis muncul dan sengaja digunakan untuk menggambarkan kondisi PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Memang terlihat egois jika serta merta memunculkan istilah ini tanpa menunjukkan ciri-ciri apa yang melekat pada karakteristik PAI di SMA al-Irsyad. Inklusif lawan kata dari eksklusif yang berarti “terbuka”, tidak tertutup. Istilah inklusif sering digunakan untuk menjelaskan pendidikan bagi orang-orang yang berkebutuhan khusus. Namun sejatinya isu utama dalam Pendidikan Inklusif 25 adalah bahwa pendidikan inklusif didasarkan pada hak asasi dan model sosial, artinya sistem yang harus disesuaikan dengan anak, bukan anak yang menyesuaikan diri dengan sistem.26 Sehingga istilah inklusif dalam penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan bahwa sistem pengajaran PAI yang digunakan oleh SMA al-Irsyad adalah sistem yang sangat menyesuaikan siapa peserta didiknya. Hal ini terbukti bahwa SMA al-Irsyad Kota Tegal tidak mengajarkan ke-al-Irsyadan sebagai wujud komitmen al-Irsyad yang inklusif (terbuka) kepada siapa saja dan dari mana saja (ideologi apa saja) mereka berasal. Sifat inklusif tampak dalam hal perlakuan konsep kurikulum sekolah yang tidak mengajarkan ke-Al-Irsyad-an kepada peserta didik. Kurikulumnya lebih bersifat terbuka dengan mengajarkan segala variasi nalar ke-Islam-an. Hal ini berbeda dengan misalnya lembaga pendidikan di bawah organisasi
25
Pendidikan inklusif bukan nama lain untuk pendidikan berkebutuhan khusus, namun pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menggunakan pendekatan berbeda dalammengidentifikasi dan mencoba memecahkan kesulitan yang muncul di sekolah. Konsep pendidikan inklusif memiliki lebih banyak kesamaan dengan konsep yang melandasi gerakan “pendidikan untuk semua”. 26 Sue Stubbs, Terjemah: Pendidikan Inklusif ; Ketika hanya ada sedikit sumber (Judul asli : Inclusive Education; Where There Are Few Resources), (The Atlas Alliance-Juli 2002), hlm: 38
101
keagamaan NU atau Muhamaddiyah. Pada lembaga pendidikan milik NU atau yang sering dikenal Lembaga Pendidikan Ma‟arif, terdapat materi ke-NU-an. Sementara di lembaga pendidikan milik Muhammadiyah terdapat materi keMuhammadiyah-an. Kemudian istilah transideologis, yang digunakan pada penelitian ini untuk menggandeng istilah Inklusif. Kata transideologis terbagi menjadi “trans” dan “ideologis”. Kata “trans” berarti “lintas” dan “ideologis” adalah sebuah sifat seseorang yang memiliki idelogi atau paham tertentu. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa transideologis adalah sifat yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang menghargai paham atau ideologi lebih dari satu. Sehingga sifatnya lebih majemuk dan menghargai ideologi lain. Transideologis yang dimaksud di sini berarti bahwa SMA al-Irsyad tidak membeda-bedakan background pemahaman keagamaan masing-masing guru, karyawan bahkan peserta didiknya. Selanjutnya karakter transidiologis. Karakter ini dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama; beckground pemahaman keagamaan atau ideologi kegamaan peserta didik juga staf pengajarnya yang variatif. Dalam hal rekruitmen peserta didik dan staf pengajar, ideologi keagamaan atau kecenderungan kepada organisasi keagamaan tertentu tidak menjadi unsur penilaian. SMA al-Irsyad tidak membeda-bedakan apakah seseorang tersebut dari beckgound pemahaman keagamaan atau organisasi keagamaan seperti apa, yang terpenting adalah mau belajar. Strategi ini sangat baik dilakukan oleh SMA al-Irsyad Kota Tegal mengingat tipologi masyarakat Kota Tegal yang memiliki ideologi beragam. Apalagi, kader atau masyarakat berideologi al-Irsyad tegolong minoritas. Salah satu faktor yang menjadikan al-Irsyad sulit menjadi mayoritas adalah karena asal muasal organisasi sosial masyarakat ini adalah dari keturunan Arab.
102
Mengingat SMA al-Irsyad ini adalah sekolah di bawah naungan Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad. Keberadaan organisasi keagamaan yang menaunginya biasanya melekatkan pemahaman keagamaannya pada lembaga pendidikan yang dinaunginya. Hal ini sangat bisa dimengerti, karena biasanya memang lembaga pendidikan di bawah naungan organisasi keagamaan berfungsi sebagai lembaga pendidikan missi, atau lembaga pendidikan yang menjadi tangan panjang dari pada organisasi keagamaan yang menaunginya. Misalnya, karena organisasi keagamaannya cenderung memiliki keagamaan fundamentalis maka karakteristik pendidikan keagamaan di sekolah naungannya juga menjadi fundamentalis. Akan tetapi hal itu tidak terjadi pada SMA al-Irsyad Kota Tegal yang nota bene berada di bawah naungan organisasi keagamaan al-Irsyad. Meskipun al-Irsyad dikenal sebagai organisasi keagamaan yang cenderung memiliki pemahaman keagamaan yang puritan, akan tetapi justru pemahaman yang demikian tidak tampak pada pendidikan keagamaan yang dilakukannya. Dengan kata lain, SMA al-Irsyad justru menerapkan model pendidikan inklusif dan juga transideologis, kepada peserta didiknya. 27 Dengan sifat ini yang dikembangkan ini maka SMA al-Irsyad Kota Tegal menjadi lembaga pendidikan yang mampu bertahan dan bersaing dengan sekolah yang bernaung dalam organiasai sosial keagamaan lain. Hal ini misalnya dapat dilihat dari eksistensi sekolah tersebut sangat tinggi dengan mengukur lama berdirinya dan kualitas sekolah tersebut. Selain itu juga, SMA al-Irsyad Kota Tegal adalah sekolah dengan kategori berprestasi, serta memiliki fasilitas yang berstandar tinggi dan berkategori mandiri. Dari berbagai alasan itulah PAI di SMA al-Irsyad tergolong PAI yang memiliki karakteristik inklusif-transideologis. 27
Peneliti memakai istilah “pendidikan inklusif-modernis” setelah melakukan pengamatan dan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan terhadap karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal.
103
2) PAI yang Modernis Istilah Modern sudah sering didengar, kata modern berarti “maju” yang didukung dengan berbagai alat atau paham yang bersifat ke-kini-an. Artinya suatu masa yang memiliki ciri-ciri tersebut bisa dikatakan modernis. Istilah modern tersebut sering digunakan untuk menggambarkan kemajuan di era globalisasi. Begitu pula dalam penelitian ini, istilah modernis tidak serta merta dilekatkan dalam PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Karakter modernis dapat kita lihat dari perkembangan SMA al-Irsyad Kota Tegal yang terus berupaya melakukan modernisasi-modernisasi sistem pendidikannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembaruan-pembaruan pendidikan dengan penyediaan fasilitas yang berstandar tinggi dan berkategori mandiri, seperti misalnya area Hotspot, multimedia, sarana laboratorium yang lengkap, masjid yang luas (yang dapat menampung 500 orang) dsb. Faktor-faktor pendukung diatas tidak hanya digunakan sekolah untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran umum saja, namun juga sebagai alat pendukung terselenggaranya PAI yang berkualitas. SMA al-Irsyad berupaya terus melakukan modernisasi diri dengan mengadopsi perkembangan-perkembangan mutakhir dalam dunia pendidikan.
3) PAI yang Akomodatif Dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah SMA al-Irsyad Kota Tegal dapat terungkap bahwa SMA al-Irsyad tidak ubahnya seperti sekolah
lain
pada
umumnya.
Hanya
saja
SMA
al-Irsyad
dalam
menyelenggarakan pendidikan memang menyesuaikan dengan tiga institusi, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Yayasan al-Irsyad sendiri. Oleh karenanya, jika diibaratkan sebagai anak, maka
104
SMA al-Irsyad adalah anak yang memiliki tiga ayah. Kendati demikian, pihak sekolah tidak merasa kesulitan didalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam hal pembelajaran PAI misalnya, pihak sekolah tetap menerapkan kurikulum yang sesuai dengan Kementerian Agama, dimana materi PAI yang diajarkan juga mataeri PAI yang sudah terstandarisasikan dari pemerintah. Pihak sekolah juga tidak memaksakan kurikulum PAI al-Irsyad (muatan alIrsyad) dalam pembelajaran PAI di sekolah. Akan tetapi pihak sekolah tetap mempertahankannya sebagian dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dan kemudian selebihnya dimasukan dalam bentuk praktek-praktek keagamaan di sekolah. Hal ini bertujuan agar muatan ciri khas al-Irsyad jangan sampai hilang. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar SMA al-Irsyad menerapkan PAI seperti di sekolah-sekolah SMA pada umumnya, dimana mata pelajaran PAI tetap ada. Akan tetapi di SMA al-Irsyad tidak menerapkan sistem seperti di Madrasah Aliyah (MA) yang membagi PAI ke dalam empat komponen utama, yaitu Fiqh, Aqidah Akhlaq, Sejarah Peradaban Islam dan al-Qur‟an-Hadits. Di SMA al-Irsyad, PAI dibagi ke dalam tiga mata pelajaran saja, yakni mata pelajaran PAI, al-Qur‟an-Hadits, dan Bahasa Arab saja. Sedangkan komponen Fiqh, Aqidah-Akhlak, dan Sejarah Peradaban Islam sudah menyatu dalam mata pelajaran PAI.28
4) PAI yang Menekankah Akhlak melalui Pembiasaan dan Keteladanan di Sekolah Bagi SMA al-Irsyad, pendidikan akhlak yang merupakan komponen daripada materi PAI tidaklah perlu diterapkan secara tersendiri dalam bentuk mata pelajaran karena sudah cukup terangkum dalam mata pelajaran PAI. Melainkan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari secara pembiasaan di 28
Hasil wawancara bersama Drs. Royim, M.Pd (Kepala SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 10 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota tegal.
105
lingkungan sekolah yang dibimbing oleh para guru sebagai pendamping peserta didik. Salah satu contoh yang paling menonjol penerapan akhlak adalah menghargai waktu dan menghormati guru. Penerapan semacam ini dapat dilihat seperti saat peserta didik masuk sekolah, bapak dan ibu guru sudah terlebih dulu berada di sekolah untuk memberikan teladan yang baik dengan tidak datang terlambat. Pada saat memasuki sekolah, para peserta didik harus mencium tangan bapak-ibu guru yang berada di sana. Pembiasaan-pembiasaan semacam ini sangatlah ditekankan di SMA al-Irsyad. Sedangkan karakteristik lain dari PAI melalui pembiasaan-pembiasaan di SMA al-Irsyad adalah praktik-praktik keagamaan yang dilakukan guna meningkatkan ke-imanan peserta didik. Praktik-praktik yang dilakukan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Membaca al-Qur‟an selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai sebagai pembiasaan kepada peserta didik. 2. Setiap hari Jum‟at seusai pulang sekolah semua perserta didik, guru, karyawan melaksanakan Shalat Jum‟at berjamaah di sekolah. 3. Setiap hari Sabtu pagi waktu Dhuha, semua perserta didik, guru, karyawan melaksanakan Shalat Dhuha berjamaah. 4. Pada saat seluruh peserta didik putra, guru, dll melakukan Shalat Jum‟at, peserta didik putri mengikuti kegiatan yang diadakan sekolah khusus untuk putri, yaitu pembinaan keputrian yang dibina oleh guru PAI (Ibu Musthofiyah, S.Ag). Dalam kegiatan ini dilakukan dialog bersama peserta didik putri tentang persoalan apapun seputar keputrian. 5. Setiap hari Minggu, sekolah mengadakan kuliah Ahad yang terjadwal dan diikuti oleh tiga sampai empat kelas satu kali berangkat. 6. Pada bulan Ramadhan, Keiatan Belajar Mengajar (KBM) dikurangi dan kegiatan keagamaan menjadi sangat padat. Shalat Dhuha dilaksanakan
106
setiap hari dan diselipi kuliah tujuh menit (Kultum) yang diisi oleh peserta didik sebagai bahan latihan.29
Selain praktik-praktik keagamaan yang sudah diuaraikan di atas, ada beberapa yang menjadi program unggulan di SMA al-Irsyad, yakni program “Nadwa Islamiyah” yang merupakan program pembinaan khusus yang berfungsi untuk memperdalam ilmu-ilmu agama, dengan mengajarkan ibadah syari‟ah, kewajiban seorang muslim, karakteristik pemuda Islam, dan hal-hal yang termasuk keterampilan belajar PAI. Program ini dilaksanakan pukul 14.00 sampai 17.00 (fullday). Program ini masih tergolong baru karena mengingat belum genap satu tahun berjalan, dan pelaksanaannya baru diterapkan untuk kelas X (sepuluh). Menurut rencana sekolah, program ini akan dilanjutkan untuk kelas XI (sebelas) dan XII (dua belas) agar semua peserta didik di SMA al-Irsyad terbina menjadi manusia yang berkarakter sesuai dengan cita-cita Islam dan cita-cita organisasi al-Irsyad.30
C. Hubungan Genealogis antara Karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan Organisasi Sosial Keagamaan al-Irsyad Analisis mengenai hubungan genealogis antara karakteristik PAI di SMA al-Irsyad dengan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad menjadi penting mengingat penelitian ini menempatkan organisasi sosial keagamaan sebagai salah satu variabel penelitian. Dari karakteristik PAI sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
maka guna
mempermudah menganalisis
mengenai
hubungan
genealogisnya, karakteristik tersebut dipisahkan menjadi dua kategori, yakni sebagai berikut:
29
Hasil wawancara bersama Drs. Royim, M.Pd (Kepala SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 10 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota tegal. 30 Hasil wawancara bersama Drs. Royim, M.Pd (Kepala SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 10 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota tegal.
107
1) Kategori nalar PAI Yang dimaksud dengan kategori nalar PAI adalah karakteristik PAI-nya tersebut lebih merupakan karakteristik yang bersifat abstrak yang berupa pandangan hidup, nilai-nilai yang diyakini, konstruksi pemikiran, landasanlandasan filosofis, dan atau yang sejenisnya yang dijadikan dasar bagi implementasi PAI. Adapun karakteristik yang dapat dimasukkan dalam kategori nalar ini adalah:
a. PAI yang Inklusif Nalar PAI yang inklusif adalah sebuah karakter pendidikan yang terbuka, tidak fundamantalis, dan selalu berorientasi pada pembaruan serta menghargai pemikiran Islam yang bervariasi dalam satu atap. Guna melihat nalar inklusif PAI di SMA al-Irsyad, kita dapat melihatnya dari misalnya dengan tidak adanya “pemaksaan” untuk melekatkan identitas pemahaman al-Irsyad ke dalam pembelajaran di sekolah, meskipun SMA al-Irsyad adalah lembaga pendidikan di bawah naungan organisasi sosial keagamaan tertentu yang tentu saja memiliki kecenderungan pemahaman keagamaan sendiri. Dalam proses pendidikan di SMA al-Irsyad Kota Tegal mereka juga tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu yang meng-al-Irsyad-kan peserta didiknya, atau menjadikan peserta didiknya memiliki pemahaman keagamaan yang sesuai dengan al-Irsyad. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan Yayasan al-Irsyad Tegal yang tidak memberikan materi ke-al-Irsyad-an pada setiap unit pendidikan yang dinaunginya, karena bagi mereka, al-Irsyad adalah sebuah organisasi yang menyebarkan ajaran-ajaran Islam secara benar sesuai al-Qur‟an dan Hadits yang diajarkan serta diaplikasikan melalui perilaku yang bijak, itulah alIrsyad. Dengan kenyataan semacam ini, maka SMA al-Irsyad Kota Tegal tidak berfungsi sebagai lembaga pendidikan dakwah atau “lembaga pendidikan
108
missi” bagi organisasi keagamaan yang menaunginya. Oleh karenanya, meskipun organisasi keagamaan al-Irsyad dikenal sebagai organisasi keagamaan yang cenderung memiliki pemahaman keagamaan puritan, pada kenyataannya pemahaman yang demikian tidak tampak pada pendidikan keagamaan yang dilakukannya.
Salah satunya adalah mereka tidak
mengajarkan materi ke-al-Irsyad-an di dalam pembelajaran di sekolah, sehingga mereka tampak lebih cenderung inklusif. Karakter inklusif tersebut jika dilacak akar genealogisnya dapat ditemukan dari pemahaman al-Irsyad yang terbuka yakni, bahwa al-Irsyad adalah sebuah organisasi yang menyebarkan ajaran-ajaran Islam secara benar sesuai al-Qur‟an dan Hadits yang diajarkan serta diaplikasikan melalui perilaku yang bijak.
b. PAI yang Transidiologis Nalar PAI yang transideologis adalah sebuah konsep pendidikan yang dan mengedepankan persamaan. Guna melihat nalar transideologis PAI di SMA al-Irsyad, kita dapat melihatnya dari misalnya beragamnya background pemahaman keagamaan atau ideologi keagamaan dari peserta didik maupun staf pengajarnya. Dalam hal rekruitment peserta didik dan staf pengajar, ideologi keagamaan atau kecenderungan kepada organisasi keagamaan tertentu tidak menjadi unsur penilaian. SMA al-Irsyad tidak membeda-bedakan apakah seseorang tersebut dari beckgound pemahaman keagamaan atau organisasi keagamaan seperti apa, yang terpenting adalah mau belajar. Karakter nalar PAI yang transideologis ini jika dilacak akar genealogisnya dapat kita temukan dari corak pemikiran Ahmad Surkati sebagai tokoh sentral al-Irsyad yang menjunjung tinggi persamaan. Corak pemikiran Ahmad Surkati ini tampak misalnya ketika Ahmad Surkati berbeda pendapat dengan Jami‟at al-Khoir tentang kafa’ah (kesetaraan) dalam pernikahan.
109
Perbedaan pendapat tersebut adalah menyangkut apakah orang yang bergelar sayyid itu boleh menikah dengan rakyat pribumi (syarifah). Bagi masayarakat keturunan Arab tradisionalis (Jama‟at Khair) perkawinan semacam itu dianggap tidak sah karena tidak adanya kesepadanan, sementara menurut Ahmad Surkati tetap sah. Bagi Ahmad Surkati kesepadanan dalam pernikahan tidak diukur dari keturunan, dengan demikian pernikahan tersebut tetap sah. Dari sanalah konflik itu berawal, dan kemudian Ahmad Surkati keluar dari Jama‟at al-Khoir dan mendirikan al-Irsyad. 31 Pada konteks ini Ahmad Surkati sejatinya sedang berargumentasi bahwa antara orang-orang keturunan sayyid (Arab) dan orang-orang keturunan syarifah (pribumi) sebenarnya adalah sederajat, karena manusia memiliki kedudukan yang setara dalam Islam. Dari corak pemikiran Ahmad Surkati inilah, maka pada akhirnya al-Irsyad berkembang menjadi organisasi sosial keagamaan yang tidak membeda-bedakan masyarakat keturunan maupun masyarakat pribumi. Pada konteks inilah, maka al-Irsyad dapat disebut sebagai gerakan yang menjunjung tinggi persamaan. Dari corak pemikiran yang menjunjung tinggi persamaan tersebutlah maka kemudian lembaga pendidikan di bawah naungan al-Irsyad menjadi memiliki pemahaman yang pluralis, yakni suatu nalar PAI yang yang terbuka, dan tidak fundamantalis sehingga tidak harus memaksakan materi ke-al-Irsyadan di dalam pembelajaran di sekolah, dan al-Irsyad juga tidak menjadikan lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungannya menjadi lembaga pendidikan missi.
c. PAI yang modernis Untuk
melihat
karakter
modernis
kita
dapat
melihatnya
dari
perkembangan SMA al-Irsyad Kota Tegal yang terus berupaya melakukan 31
Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, hlm: 30.
110
modernisasi-modernisasi sistem pendidikannya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembaruan-pembaruan pendidikan dengan penyediaan fasilitas yang berstandar tinggi dan berkategori mandiri, seperti misalnya area Hotspot, multimedia, sarana laboratorium yang lengkap, dsb. SMA al-Irsyad berupaya terus melakukan modernisasi diri dengan mengadopsi perkembangan-perkembangan mutakhir dalam dunia pendidikan. Jika karakter modernis ini dilacak akar genealogisnya maka dapat kita temukan dari corak pemikiran Ahmad Surkati yang merupakan seorang pembaharu Islam yang berpikir reformis dan rasional. Jejak pendidikannya pun menunjukkan jika ia adalah seorang pembaharu Islam. Rasyid Ridho ang dikenal sebagai pemikir modernis Islam adalah teman seperjuangannya. Corak pembaharu yang rasionalis tersebut misalnya kita temukan dari penolakan Ahmad Surkati pada bid’ah, khurofat, dan tahayul. Bagi Ahmad Surkati semua hukum harus dikembalikan kepada al-Qur‟an dan Hadits.32 Sifat reformis Ahmad Surkati ini berdampak positif pada dunia pendidikan, karena dia merupakan tokoh yang sangat peduli pada dunia pendidikan Islam. Hal ini ditunjukan dengan visi-misi dan cita-cita al-Irsyad dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diwujudkan dalam
32
Gagasan dasar keislaman al-Irsyad dibangun di atas 7 (tujuh) prinsip dasar (mabadi), yakni; 1.) Memahami ajaran Islam dari al-Qur‟an dan Hadits, dan bertahkim kepadanya. 2). Beriman dengan akidah Islam yang berdasarkan nas-nas kitab al-Qur‟an dan Hadits yang sahih, terutama bertauhid kepada Allah swt yang bersih dari syirik, takhayul, dan khurafat. 3). Beribadah menurut tuntunan al-Qur‟an dan Hadits, dan bersih dari bid‟ah. 4). Berakhlak dengan adab susila yang luhur, moral dan etika Islam, serta menjauhi adat-istiadat, moral, dan etika yang bertentangan dengan Islam. 5). Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrowi yang diridloi Allah swt. 6). Meningkatkan kehidupan dan penghidupan duniawi pribadi dan masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dengan nash, serta mengambil faedah dari segala alat dan cara teknis, organisasi dan administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi dan masyarakat, materiil dan spirituil. 7). Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan pengorganisasian dan koordinasi yang baik bersama organisasi lain, dengan cara ukhuwah Islamiyah dan setia kawan, serta saling membantu dalam memperjuangkan cita-cita Islam yang meliputi kebenaran, kemerdekaan, keadilan, dan kebajikan, serta keutamaan menuju keridloan Allah swt. Lihat M. Muhsin Jamil dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU, hlm. 143-144.
111
pendirian sekolah-sekolah modern di berbagai daerah, salah satunya adalah SMA al-Irsyad Kota Tegal.
2) Kategori Praksis PAI Yang dimaksud dengan kategorian praksis PAI adalah karakteristik PAI yang bersifat sangat kongkrit yang berupa praksis implementasi dari bentuk PAI. Adapun karakteristik yang dapat dimasukkan dalam kategori praksis ini adalah:
a)
PAI yang Akomodatif Praksis PAI yang akomodatif adalah sebuah model PAI yang terbuka
dan mengakomodir segala bentuk model yang memungkinkan bias dijalankan oleh pihak sekolah. Untuk melihat karakteristik PAI yang akomodatif di SMA al-Irsyad, kita dapat melihatnya dari misalnya adalah dalam hal kurikulum pendidikannya yang menyesuaikan dengan tiga institusi, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Yayasan al-Irsyad sendiri. Oleh karenanya, jika diibaratkan sebagai anak, maka SMA al-Irsyad adalah anak yang memiliki tiga ayah. Kendati demikian, pihak sekolah tidak merasa kesulitan didalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, SMA al-Irsyad tidak seperti SMA pada umumnya tetapi juga tidak seperti Madrasah Aliyah (MA), melainkan melakukan pembauran keduanya, dimana PAI di SMA al-Irsyad dibagi ke dalam tiga mata pelajaran saja, yakni mata pelajaran PAI, al-Qur‟an-Hadits, dan Bahasa Arab. Sedangkan komponen Fiqh, Aqidah-Akhlak, dan Sejarah Peradaban Islam sudah menyatu dalam mata pelajaran PAI.33 Jika dilacak akar genealogisnya, maka model ini sebenarnya sulit menemukan akar genealogisnya secara langsung dengan al-Irsyad. Kendati 33
Hasil wawancara bersama Drs. Royim, M.Pd (Kepala SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 10 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota tegal.
112
demikian, terdapat beberapa hal yang dapat ditarik menjadi akar genealogis, yakni pengalaman sejarah al-Irsyad yang begitu panjang dalam pergulatan Islam di Indonesia, baik dalam sosial-politik maupun dalam pengelolaan lembaga
pendidikan.
Dengan
banyaknya
pengalaman
tersebut
maka
menjadikan al-Irsyad sangat memahami tindakan yang terbaik yang harus diambil terkait dengan eksistensi lembaga pendidikannya, salah satunya adalah mengakomodir kurikulum yang diberikan oleh pemerintah, dan kemudian kurikulum yang diinginkan al-Irsyad dilakukan modifikasi dan penyesuaian.
b) PAI yang Menekankan Akhkak melalui Pembiasaan dan Keteladanan di Sekolah Praksis PAI melalui pembiasaan dan keteladanan adalah sebuah model PAI yang berorientasi pada pengamalan ajaran agama secara nyata atau praktek-praktek keagamaan, yakni melalui pembiasaan dan keteladanan, sehingga PAI dapat langsung dipraktekkan dalam kehidupan di lingkungan sekolah. Guna melihat karakteristik praksis PAI melalui praktek-praktek keagamaan dengan pembiasaan dan keteladaan di SMA al-Irsyad, kita dapat melihatnya dari keseharian kegiatan-kegiatan di sekolah, dari mulai siswa datang ke sekolah hingga pulang, dan kegiatan-kegiatan lain yang positif. 34 Kenyataan tersebut semakin meneguhkan bahwa SMA al-Irsyad Kota Tegal adalah salah satu lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam demi terwujudnya generasi Islam yang berkarakter. Hal ini sesuai dengan cita-cita yang dimilikinya, yakni; “Ingin mencetak pribadi muslim yang
34
Lihat kembali pembahasan sebelumnya mengenai karakteristik PAI, terutama mengenai pembiasaan dan keteladanan.
113
berkarakter dan taat pada agamanya” dengan visi “Menjadikan SMA alIrsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata dan berkarakter”. 35 Model praksis PAI yang demikian, jika dilacak akar genealogisnya maka dapat kita temukan dari latar belakang berdirinya lembaga-lembaga pendidikan milik al-Irsyad, dimana lembaga pendidikan tersebut merupakan salah satu media untuk membentuk generasi Islam yang memiliki kepribadian unggul dan berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan Islam. Demikianlah uraian mengenai hubungan genealogis antara karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan organisasi social keagamaan alIrsyad. Meskipun terdapat hubungan genealogis secara langsung dan tidak langsung, akan tetapi secara umum karakteristik PAI tersebut memiliki hubungan genealogis dengan oranisasi keagamaan yang menaunginya, oleh karenanya PAI di SMA al-Irsyad memiliki karakteristik yang khas jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain yang tidak berada pada naungan organisasi sosial keagamaan (SMA atau MA pada umumnya), ataupun yang berada di bawah organisasi sosial keagamaan lain, seperti Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah.
35
Lihat kembali hasil wawancara dengan Ustadz Husen Afif (masih keturunan Arab) pada bab sebelumnya mengenai pfofil SMA al-Irsyad Kota Tegal.
114
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah penelitian ini, yakni bagaimanakah karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal, dan bagaimanakah hubungan genealogis antara karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan organisasi sosial keagamaan al-Irsyad, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal Dengan segala kekhasan yang dimilikinya, SMA al-Irsyad Kota Tegal adalah salah satu lembaga pendidikan yang bisa berdiri di dua sisi, yakni mampu menjadi lembaga pendidikan modern yang unggul, dan mampu menjadi lembaga pendidikan yang kuat mempertahankan nilai-nilai Islam serta cita-cita organisasi yang menaunginya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal yang memiliki kekhasan tersendiri. Dalam karakteristik ini dibagi manjadi dua kategori, yaitu: a. Kategori Teknis Dalam kategori ini disesuaikan dengan aspek-aspek karakterisktik PAI, yaitu: 1. Tujuan. Al-Irsyad sebagai lembaga yang memiliki ciri khas ke-Islam-an yang puritan sangat mengutamakan kemajuan pendidikan. Bahkan ustadz Husen (ketua Yayasan al-Irsyad Kota Tegal) menegaskan bahwa lembaga pendidikan al-Irsyad memiliki cita-cita yang sederhana, yakni; “Ingin mencetak pribadi muslim yang berkarakter dan taat pada agamanya” dengan visi “Menjadikan al-Irsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata
115
dan berkarakter”. Inilah yang disebut cita-cita, lebih umunya lagi dapat disebut dengan tujuan pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa alIrsyad berdiri karena rasa simpatiknya dalam dunia pendidikan dengan mengkhususkan mencerdaskan dan memberikan karakater pada masyarakat muslim. 2. Materi Guna melihat karakteristik PAI di SMA al-Irsyad, kita dapat melihatnya dalam hal kurikulum pendidikannya yang menyesuaikan dengan tiga institusi, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Yayasan al-Irsyad sendiri. Oleh karenanya, jika diibaratkan sebagai anak, maka SMA al-Irsyad adalah anak yang memiliki tiga ayah. Kendati
demikian,
pihak
sekolah tidak
merasa
kesulitan didalam
menyelenggarakan pendidikan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), SMA al-Irsyad tidak seperti SMA pada umumnya tetapi juga tidak seperti Madrasah Aliyah (MA), melainkan melakukan pembauran keduanya, dimana PAI di SMA al-Irsyad dibagi ke dalam tiga mata pelajaran saja, yakni mata pelajaran PAI, al-Qur’an-Hadits, dan Bahasa Arab. Sedangkan komponen Fiqh, Aqidah-Akhlak, dan Sejarah Peradaban Islam sudah menyatu dalam mata pelajaran PAI. Dalam mata pelajaran PAI sendiri menggunakan kurikulum yang biasa dipakai di SMA pada umumnya. 3. Peserta didik Peserta didik di SMA al-Irsyad Kota Tegal sangatlah bervariatif. Meskipun masih banyak yang berasal dari keturunan Arab, namun keturunan pribumipun banyak yang memilik SMA al-Irsyad sebagai tempat untuk menenpuh pendidikannya. Tak jarang mereka justru datang dari ideologi yang berbeda (bukan al-Irsyad), mislanya Muhammadiyah, dan NU.
116
4. Guru Sumber daya manusia di SMA al-Irsyad Kota Tegal khususnya pendidik, sangatlah bervariatif. Meskipun SMA al-Irsyad tergolong lembaga pendidikan yang didirikan oleh masyarakat ketutunan arab, namun di sana tidak akan dijumpai pendidik yang dari keturnan arab. Latar belakang ideloginya pun bervariatif. Lebih khusus guru PAI yang diampu oleh Ibu Musthofiah, S.Pd.I. Beliau tamatan IAIN Walisongo Semarang yang memang hampir 80% berasal dari kalangan Nahdiyin. Dan masih banyak lagi yang guru-guru yang memang bukan dari al-Irsyad. Pengajaran PAI sangatlah tergantung dengan siapa yang mengampu PAI. Namun al-Irsyad sangat menekankan agar para pendidiknya untuk memberikan pendapat yang beragam agar peserta didik dapat mencerna dan memehami keberbeedaan tersebut. 5. Metode dan media Pada aspek metode pembelajaran dan media pembelajaran tidak begitu ditekankan, namun ada beberapa hal yang telah menunjukkan dari rangkaian observasi yang dilakukan dan sedikit wawancara dengan peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode dan media pengajaran di SMA al-Irsyad sudah tergolong modern. Terbukti dengan metode pembelajarannya yang sangat menyenangkan dan juga menggungakan moving class. Khususnya pada pengajaran PAI yang memiliki banyak variasi praktek keagamaan untuk meningkatkan kebiasaan dalam beribadah.
b. Kategori Konsep Kategori yang kedua adalah kategori konsep. Yang dimaksud kategori konsep adalah kategori dengan ciri yang khas dalam persoalan ideologi. PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal memiliki karakteristik kategori konsep sebagai berikut:
117
a) PAI yang Inklusif-Transideologis b) PAI yang Modernis c) PAI yang Akomodatif d) PAI melalui Pembiasaan dan Keteladanan di Sekolah
2) Hubungan Genealogis antara Karakteristik PAI di SMA al-Irsyad Kota Tegal dengan Organisasi Sosial Keagamaan al-Irsyad. Hubungan genealogis antar kedua variable tersebut dapat dijelaskan dalam dua kategori sebagai berikut: a) Kategori Nalar PAI Karakteristik PAI yang termasuk dalam kategori ini adalah PAI yang bersifat inklusif, transideologis dan PAI yang bersifat modernis. Karakter inklusif ini memiliki hubungan genealogis dengan pemikiran Ahmad Surkati sebagai tokoh sentral al-Irsyad yang memiliki kecenderungan pemikiran Islam reformis dan pembaharu. Sementara karakter transideologis memiliki hubungan genealogis dengan corak pemikiran Ahmad Surkati yang sangat menjunjung tinggi kesetaraan dan persamaan. Salah satu contoh pemikiran yang menjunjung tinggi kesetaraan dan persamaan ini adalah ketika Ahmad Surkati berbeda pendapat mengenai kafa’ah dalam pernikahan. b) Kategori Praksis PAI Karakteristik PAI yang termasuk dalam kategori ini adalah PAI yang yang akomodatif, dan pengamalan ajaran-ajaran Islam (terutama akhlak) melalui pembiasaan dan keteladanan di lingkungan sekolah. Karakter akomodatif ini memiliki hubungan genealogis yang tidak langsung dengan organisasi keagamaan al-Irsyad, akan tetapi karakter tersebut dipengaruhi oleh sejarah panjang pergumulan al-Irsyad dengan dunia pendidikan di Indonesia, dimana tuntuan masyarakat
yang menghendaki adanya
118
pendidikan umum dan peserta didiknya memiliki ijasah untuk mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan penelitian
yang
telah dilakukan,
makan antara
karakteristik pendidikan agama Islam dengan organisasi sosial keagamaan tidak memiliki hubungan yang linier. Artinya, karakter organisasi sosial keagamaan al-Irsyad yang cenderung purutan tidak berbanding lurus dengan PAI yang ada di SMA al-Irsyad. Pada kenyaatnya terjadi fragmnentasi antara karakteristik PAI dengan organisasi sosial keagamaan. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan modernitas dan perubahan struktur sosiologis masyarakat pantura, khususnya Kota Tegal dan sekitarnya.
B. Saran dan Rekomendasi Banyak hal yang peneliti didapatkan setelah penelitian ini selesai dilakukan, baik pengalaman empirik maupun penalaman intelektual, erutama sekali menyangkut kajian PAI kaitannya dengan organisasi social keagamaan. Atas dasar itu, perkenankan penelitian memberikan saran dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang menjadi stakeholder pendidikan. 1) SMA al-Irsyad Kota Tegal Kepada pihak sekolah SMA al-Irsyad Kota Tegal, peneliti memberikan saran sebagai berikut: a) Teruslah mengembangkan karakter PAI yang inklusif, pluralis, dan peka pada perubahan. Selain itu juga harus diiringi dengan melakukan inovasiinovasi dalam dunia PAI .Hal ini penting karena tantangan dunia pendidikan di masa yang akan datang sangatlah komplek, seiring dinamika masyarakat yang juga kompleks. b) Tetaplah menjadi pionir pendidikan di Kota Tegal sebagai sekolah Islam yang bernaung di salah satu organisasi sosial keagamaan Islam (al-Irsyad) yang tetap berpegang teguh pada nilai ke-Islam-an yang diajarkan generasi
119
pendahulunya (Ahmad Surkati) dengan menkombinasikan secara padu antara pendidikan dan dakwah. 2) Masyarakat Pendidikan Secara Umum Kepada pihak-pihak yang peduli kepada dunia pendidikan dan masyarakat pada umumnya, peneliti memberikan saran sebagai berikut: a) Perlu dilakukan penelitian yang serupa tentang dinamika PAI berbasis organisasi sosial keagamaan, tetapi pada fokus penelitian yang berbeda, misalnya organisasi sosial keagamaan yang cenderung sering dilupakan. b) Perlu adanya penelitian yang lebih mendalam tentang tipologi masyarakat pantura dalam mengikuti sebuah ideologi organisasi sosial keagamaan khususnya Islam untuk memperkaya khasanah nalar Islam di Indonesia.
120
DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Beradasrkan al-Qur’an, Terjemahan M. Arifin, Zainuddin, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. Ke-1, 1990. Achmadi, Idelogi Pendidika Islam, Pustaka Pelajar, Januari 2005. Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Salatiga: Aditya Media, 1990. Affandi, Bisri, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta- Pustaka Al-Kautsar, 1999. Al-Qardhawi,Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Penerjemah Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktik), Penerbit Rineka Cipta Jakarta, Cet Ketigabelas Agustus 2006. Azra, Azyumardi, Islam Moderat = Islam Yang Sesungguhnya (Revitalisasi Islam Washatiyah),http://pemikiranislamradikalmoderatliberalpemikiranbarat.wor dpress.com/2011/02/18/islam-moderat-islam-yang-sesungguhnya/., Data diakses pada tanggal 19 September 2011. Badjerei, Hussein, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Presto Prima Utama, (tanpa Kota Terbit), Cet. Pertama 1996. Daya, Burhanuddin, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990. Djamal, Murni, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1983. Djumhur, Sejarah Pendidikan, cet. XIII, Bandung: CV. Ilmu, 1974. Fathurrahman, Mengenal Konsep “Islam Moderat”, dalam http://fathurrahmansudan.blogspot.com/2011/04/mengenal-konsep-islam-moderat.html, tulisan 18 April 2011, diakses tanggal 18 September 2011. Hanafi, Hasan, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam”, Islamika, Agustus 2003.
Hidayat, Mansur, Ormas Keagamaan Dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani; Telaah Teoritik- Historis, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Komunitas, Volume 4, Nomor 1, Juni 2008. Jamil, Muhsin dkk, Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, alIrsyad, Persis, dan NU, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, 2007 Jamil, Mukhsin, Membongkar Mitos Menegakkan Nalar, Pustaka Pelajar, Cet. I Maret 2005 ____________, Revitalisasi Islam Kultural, (Arus Baru Relasi Agama dan Negara), Walisongo Press, Cet I: Januari 2009 Langgulung, Hasan, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma`arif, 1980 Latif, Yudi, Inteligensia Muslim dan Kuasa, Bandung: Mizan Pustaka, Cet. I 2005. Madjid, Nurcholish, Orasi yang disampaikan pada Ceramah Umum “Metodologi dan Orientasi Studi Islam Masa Depan” pada tanggal 4 September 2000, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Penerbitan (LPP) Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Orasi ini ditranskrip dan diedit oleh Muhbib Abdul Wahab, pada JAUHAR (Jurnal Pemikiran Islam Kontekstual), Volume 1, No. 1, Desember 2000. Makarim, Salim, Riwayat hidup dan Perjuangan Asyeikh Ahmad Assurkati Alanshary dan Sejarah Berdirinya al-Irsyad, (Tidak ada penebit). Mansur, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1991 Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1989. Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, Jakarta: Misaka Galiza, 2003 Nasir, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, cet. III 1988 Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, cet. VIII, Jakarta: LP3ES, 1996. Ruswan, Gerakan Pendidikan Masyarakat Keturunan Arab dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Studi Kasus Jami’at al-Khairiyyah dan al-Irsyad), Penelitian Individual, dibiayai oleh IAIN Walisongo Semarang, 1999/2000.
Stubbs, Sue, Terjemah: Pendidikan Inklusif ; Ketika hanya ada sedikit sumber (Judul asli : Inclusive Education; Where There Are Few Resources), The Atlas Alliance-Juli 2002 Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, cet. II 1991. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktik), Penerbit Rineka Cipta, Cet Ketigabelas, Jakarta: Agustus, 2006. Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosda Karya, 1995. Thaha, M.Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1996) Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3. Verschuren, Piet, et al, Designing a Research Project, LEMMA, Utrecht. The Netherland, 2005 Wahid, Abdurahan, Ilusi Negara Islam (Ekspansi Geraakan Islam Transnasiona di Indonesia), The Wahid Institute, 2009. Warid, Ahmad, Pembaharuan Pendidikan Islam; Studi Analisis Konsep dan Sejarah Yogyakarta: Puslit IAIN Sunan Kalijaga, 1998. Wawancara dengan Anggi (Seorang siswa SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 15 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Wawancara dengan Darlina (Seorang siswa SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 15 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota Tegal. Wawancara dengan Drs. Royim, M.Pd (Kepala SMA al-Irsyad Kota Tegal) tanggal 10 Agustus 2011 di SMA al-Irsyad Kota tegal. Wawancara dengan Ustadz Husen Afif (masih keturunan Arab) pada tanggal 20 Agustus 2011 di Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad Kota Tegal. Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Solo: Ramadani, 1993
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1. Tentatif Penelitian, 43 2. Tabel 3.2 Jenis Data dan Sumber Data,45 3. Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Data yang Dihasilkan,48 4. Tabel 3.4 Metode Analisis Data,54 5. Tabel 4.5 Jumlah Guru dan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan,74 6. Tabel 4.6 Tingkat Pendidikan Guru dan Status Kepegawaian,75 7. Tabel 4.7 Jumlah Siswa Pendaftar dan Yang Diterima,76 8. Tabel 4.8 Jumlah Siswa SMA al-Irsyad Kota Tegal (dalam lima Tahun Terakhir),76 9. Tabel 4.9 Luas Tanah dan Bangunan,77 10. Tabel 4.10 Koleksi Buku Perpustakaan Sekolah,78 11. Tabel 4.11 Bentuk Bangunan dan Kegunaannya,78 12. Tabel 4.12 Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kelas X Semester,84 13. Tabel 4.13 SK-KD Kelas X Semester II,84 14. Tabel 4.14 SK-KD Kelas XI Semester I,88 15. Tabel 4.15 SK-KD Kelas XI Semester II,90 16. Tabel 4.16 SK-KD Kelas XII Semester I,91 17. Tabel 4.17 SK-KD Kelas XII Semester II,93
DAFTAR DIAGRAM 1. Diagram 3.1 2. Diagram 4.2
: Kerangka Penelitian (Research Framework),56 : Struktur Organisasi SMA al-Irsyad Kota Tegal,73
Transkip Wawancara dengan beberapa subjek wawancara
A. Kepala Sekolah Responden pertama yang ditemui adalah kepala sekolah, karena pada dirinya data primer didapat. Pertanyaan yang disampaikan kepada kepala sekolah yaitu: 1. Bagaimana Sejarah berdirinya SMA al-Irsyad? SMA al Irsyad tergolong SMA yang swasta mba, namun kwalitasnya tidak bisa diragukan lagi jika dbandingkan dengan SMA PIUS (Sekolah favorit yang bernaung agama Katolik ). SMA AlIrsyad Kota Tegal didirikan pada bulan Juni tahun 1985, oleh Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyah yang terletak di Jl. Gajah Mada No. 128 Kodya Tegal, dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah Nomor: 2114/103/I-87. Sejak awal berdirinya di tahun 1985, sampai sekarang ini SMA Al-Irsyad Tegal telah mengalami empat kali Akreditasi, yakni: 1) Akreditasi pertama, dengan status DIAKUI dengan No. SK 011/C/Kop/I/1989 tanggal 1 Februari 1989. 2) Akreditasi kedua, dengan status DISAMAKAN 1994 dengan No. Piagam 03.827 (U) tertanggal 24 Maret 1998. 3) Akreditasi ketiga, dengan status TERAKREDITASI B tanggal 20 April 2004 dengan No. 03 MA. 4) Akreditasi keempat, dengan status TERAKREDITASI A tanggal 29 September 2007 No. PROP-03 MA 213.
2. Apa visi misi sekolah ini? Visi Misi SMA al-Irsyad sudah diberikan sejak lahirnya SMA ini oleh Yayasan, namun pengembangan dan pengelolaan SMA ini diberikan penuh kepada SMA sendiri.
Visi: Membentuk generasi penerus bangsa yang Islami, disiplin dan berprestasi. Misi: 1) Menumbuhkembangkan suasana sekolah yang religius dengan cara menempatkan nilai-nilai agama Islam sebagai sumber kearifan dalam berfikir dan bertindak. 2) Menumbuhkan kedisiplinan segenap warga sekolah, baik siswa, guru, karyawan dan pimpinan sekolah. 3) Mengembangkan pembelajaran secara efektif, sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 4) Mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler untuk memberikan bekal ketrampilan dan pembentukan watak kepribadian yang mandiri dan bermutu. 5) Mengembangkan lingkungan sekolah dengan bersih, aman dan tertib. Dan tujuan berdirinya SMA al-Irsyad yang merupakan lembaga pendidikan di bawah naungan al-Irsyad adalah sebagai berikut: “Ingin mencetak pribadi muslim yang berkarakter dan taat pada agamanya” dan “Menjadikan SMA al-Irsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata dan berkarakter”
3. Apakah kurikulum yang digunakan menyesuikan kementrian pendidikan agama atau memiliki kurikulum sendiri? Kurikulum SMA al-Irsyad ini menyesuaikan dengan tiga institusi, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Yayasan al-Irsyad sendiri. Oleh karenanya, jika diibaratkan sebagai anak, maka SMA al-Irsyad adalah anak yang memiliki tiga ayah. Sehingga SMA al-Irsyad mengkombinasi kurikulum untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik di SMA al-Irsyad.
4. Bagaimana sistem pengembangan pemberdayaan sumber daya manusia yang digunakan (guru dan karyawan)? Penerimaan guru, karyawan dan seluruh perangkat yang ada di sekolah ini semuanya melalui Yayasan. Dan kami hanya menerima bersih saja, yang penting sesuai dengan keinginan yayasan. 5. Apakah ada materi khusus yang diajarkan sebagai karakteristik SMA alIrsyad? Tidak ada, semua sesuai dengan kurikulum SMA seperti pada yang lainnya. Namun ada pembagian pada materi PAI. PAI di SMA alIrsyad dibagi ke dalam tiga mata pelajaran saja, yakni mata pelajaran PAI, al-Qur’an-Hadits, dan Bahasa Arab. Sedangkan komponen Fiqh, Aqidah-Akhlak, dan Sejarah Peradaban Islam sudah menyatu dalam mata pelajaran PAI. Dalam mata pelajaran PAI sendiri menggunakan kurikulum yang biasa dipakai di SMA pada umumnya. Di bawah ini telah dilapirkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) yang diberikan kepada peserta didik di SMA al-Irsyad Kota Tegal. 6. Bagimana penerapan PAI di sekolah ini? Penerapan PAI di sekolah ini diintegrasikan melalui pembiasaanpembiasaan di SMA al-Irsyad adalah praktik-praktik keagamaan yang dilakukan guna meningkatkan ke-imanan peserta didik. Praktik-praktik yang dilakukan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Membaca al-Qur’an selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai sebagai pembiasaan kepada peserta didik. 2. Setiap hari Jum’at seusai pulang sekolah semua perserta didik, guru, karyawan melaksanakan Shalat Jum’at berjamaah di sekolah. 3. Setiap hari Sabtu pagi waktu Dhuha, semua perserta didik, guru, karyawan melaksanakan Shalat Dhuha berjamaah. 4. Pada saat seluruh peserta didik putra, guru, dll melakukan Shalat Jum’at, peserta didik putri mengikuti kegiatan yang diadakan sekolah khusus untuk putri, yaitu pembinaan keputrian yang dibina oleh guru PAI (Ibu
Musthofiyah, S.Ag). Dalam kegiatan ini dilakukan dialog bersama peserta didik putri tentang persoalan apapun seputar keputrian. 5. Setiap hari Minggu, sekolah mengadakan kuliah Ahad yang terjadwal dan diikuti oleh tiga sampai empat kelas satu kali berangkat. Pada bulan Ramadhan, Keiatan Belajar Mengajar (KBM) dikurangi dan kegiatan keagamaan menjadi sangat padat. Shalat Dhuha dilaksanakan setiap hari dan diselipi kuliah tujuh menit (Kultum) yang diisi oleh peserta didik sebagai bahan latihan.
B. Ketua Yayasan al-Irsyad Responden selanjutnya beralih kepada ketua yayasan. Wawancara ini dilakukan dengan ketua yayasan al-Irsyad sendiri. Pertanyaan yang diajukan adalah: 1. Bagimana sejarah awal (latar belakang, kapan) berdirinya yayasan alIrsyad di Kota Tegal ini? Awal dari sejarah tersebut berawal dari adanya ikatan keluarga antara salah seorang keturunan Arab yang ada di Tegal dengan Surkati, dimana dia mengikuti jejak proses dan juga pendirian al-Irsyad di Jakarta. Namun sayangnya seorang tersebut tidak dapat diketahui namanya. 2. Apa misi khusus pendidirian yayasan al-Irsyad di Kota Tegal ini? Cita-cita pasti ada, namun lembaga pendidikan al-Irsyad sekedar memiliki cita-cita yang sederhana, yakni; “Ingin mencetak pribadi muslim yang berkarakter dan taat pada agamanya” dengan visi “Menjadikan alIrsyad Tegal sebagai alternatif pendidikan yang nyata dan berkarakter”. 3. Lembaga apa saja yang dimiliki yayasan al Irsyad? Al-Irsyad di Kota Tegal adalah perpanjangan cita-cita Surkati yang menginginkan pengembangan pengabdian di bidang pendidikan. Yayasan Lembaga Pendidikan al-Irsyad Tegal memiliki beberapa Departemen
(mereka
menyebutnya
majelis)
diantaranya;
Majelis
Pendidikan dan Pengajaran, Majelis Dakwah, Majelis Sosial dan Ekonomi, Majelis Wakaf dan Yayasan, Majelis Wanita dan Putri, Majelis
Pemuda dan Pelajar, Majelis Organisasi dan Kelembagaan dan Majelis Hubungan Luar Negeri. Dan yayasan al-Irsyad Tegal lebih konsen dengan lembaga pendidikannya ketimbang majelis lain. Dan al-Irsyad Kota Tegal memiliki lima unit pendidikan yang dinaungi oleh al-Irsyad Tegal diantaranya adalah TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
4. Terfokus pada lembaga pendidikannya, seberapa besar peran serta yayasan terhadap lembaga pendidikan yang dinaunginya? Ya… paling hanya membahas persolan teknis pengelolaan. Peretmuan kami sekitar satu bulan sekali. Dan itupun membahas persoalan teknis. 5. Apakah ada penerapan khusus yang diinginkan yayasan kepada lembaga pendidikan yang dinaungi? Tidak ada,
C. Representasi Siswa SMA al-Irsyad 1. Bagiamana perasaan anda bersekolah di SMA al-Irsyad? Ya…,saya senang sekali. Apalagi disini tergolong SMA yang favorit. 2. Bagaimana menurut anda,materi PAI yang diajarkan di sekolah ini? PAI disini sama koq kayak di SMA lain. 3. Apa ada materi ke-al-Irsyad-an? Tidak ada, tapi pas MOS (masa orientasi siswa) ada pelajaran mabdi al-Irsyad dan diceritakan tentang perjuangan Surkati. Cerita tentang al-Irsyad. Tapi untuk pelajaran tidak ada. 4. Apakah disini didominasi keturunan arab? Nggak juga, di sini banyak macamnya. Walaupun kalo di SMA lain memang jarang yang keturunan Arab tapi disini juga agak banyak. 5. Kamu dari ideologi apa? Kalo saya (Darlina) masih al-Irsyad, kalo anggi Muhamaadiyah, kalau Asih NU.
6. Untuk Anggi dan Asih, apakah merasa asing dan keneratan materi PAI yang ada disini. Secara umum sih tidak karena memang kita dijelaskan beberapa variasi mazhab. Jadi guru menjelaskan semua yang
berbeda, kita tinggal
diminta terserah mau yang mana, karena kita banyak yang berbeda. 7. Tahukah kamu SMA al-Irsyad berbeda dengan SMA lain, tentang persoalan fiqh dan pemahaman tauhidnya? Tahu, saya tahu kalau siswa SMA al Irsya juga datang dari ideologi yang berbeda (bukan al-Irsyad), misalnya Muhammadiyah, dan NU. Saya juga sadar bahwa saya bersekolah di bawah naungan alIrsyad. Dan saya juga yahu bahwa al-Irsyad banyak variasi pemikirannya. Tapi disini tidak ada yang dipaksakan kepada kami agar mengikuti ciri keberagamaan al-Irsyad. Karena memang SMA alIrsyad Kota Tegal tidak menekankan PAI-nya pada satu titik.