MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI RELIGIUS (Studi Kasus di SMA Islam NW Al-Azhar) Ahmad Sulhan IAIN Mataram Email:
[email protected] Abstrak: Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius diwujudkan melalui pembentukan/pengembangan nilai-nilai religius yang diinternalisasikan dalam mewujudkan budaya religius, maka dibutuhkan manajemen, baik perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menemukan: (1) konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar, untuk menemukan (2) model perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar, (3) implikasi model manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan (1) wawancara mendalam, (2) observasi partisipan, dan (3) dokumentasi. Data dianalisis dengan interactive model yang terdiri dari data collection, data reduction, data display dan conclusion. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) konsep pendidikan karakter berbasis nilainilai religius adalah: (a) pendidikan karakter berbudaya religius awareness, (b) nilainilai religius awareness, dikembangkan dari nilai-nilai: keikhlasan, amanah, kepatuhan (ta’at), istiqamah, peduli lingkungan, kejujuran, tanggung jawab, (c) menggunakan prinsip perpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action melalui pendekatan keteladanan; (2) model perencanaan pendidikan karakter dilandasi model yang integratif. Model pelaksanaannya menggunakan pembiasaan, model keteladanan, pengintegrasian kegiatan dan program ekstrakurikuler, intra dan ko-kurikuler dan pembentukan lingkungan (bi’ah) yang kondusif. Model pengawasan menggunakan manajemen kontrol internal melalui tata tertib dan buku attitude, dan eksternal melalui kerjasama dengan orang tua/wali peserta didik; (3) Implikasinya bagi kebijakan sekolah berupa kurikulum pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, perangkat peraturan proses pembiasaan; sistem manajemen pendidikan karakter yang integratif; budaya sekolah yang berkarakter religius awareness: memiliki kesadaran mewujudkan nilainilai religius: beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti luhur. Kata kunci: manajemen, pendidikan karakter, nilai-nilai religius, budaya religius awareness
PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 3 dinyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
155
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
nasional tersebut tampak ideal dan jika dapat diwujudkan, maka akan dihasilkan manusia yang utuh, sempurna, terbina seluruh potensi jasmani, intelektual, emosional, sosial dan sebagainya. Sehingga ia dapat diserahkan tanggung jawab untuk mengemban tugas baik yang berkenaan dengan kepentingan pribadi, masyarakat dan bangsa.1 Namun dalam praktik, ternyata tujuan pendidikan nasional belum sepenuhnya tercapai. Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum mencerminkan perilakuperilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut. Lulusan pada saat ini cenderung bersikap sekuler, materialistik, rasionalistik, hedonistik, yaitu manusia yang cerdas intelektualitasnya dan terampil fisiknya, namun kurang terbina mental spiritualnya dan kurang memiliki kecerdasan emosional.2 Akibat dari yang demikian, banyak sekali para pelajar yang terlihat “dalam tawuran”, tindakan kriminal, pencurian, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan melakukan tindak asusila lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan Komisi Nasional Anak di kota-kota besar di Indonesia melaporkan 97 % anak Indonesia pernah nonton pornografi (2009), 30 % kasus aborsi dilakukan remaja usia 15-24 tahun (2009). Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Belum lagi ditambah akhir-akhir ini sering terjadi kasus tawuran antar pelajar, dan lain sebagainya. Perilaku hidup yang demikian menjadi karakter masyarakat modern yang pada akhirnya melahirkan kesenjangan sosial yang berkepanjangan.3 Sistem pendidikan kita telah diarahkan pada suatu bentuk pendidikan yang sangat intelektualistis, karena hanya mengembangkan beberapa aspek terbatas dari intelegensi manusia. Gardner (sebagaimana dikutip Fajar) telah menunjukkan bahwa intelegensia bukan hanya intelegensia akademik saja, tetapi bermacam-macam intelegensia yang perlu dikembangkan untuk menciptakan suatu kebudayaan yang kaya dan dinamis. Pengelolaan pendidikan yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif dan mengabaikan dimensidimensi lain ternyata telah melahirkan manusia dengan kepribadian pecah (split personality).4 Gejala split personality atau kepribadian ganda pun dipahami sebagai konsekuensi logis dari semakin jauhnya pembangunan intelektual dari arahan, binaan serta kontrol nilai moral dan spiritual. Betapa kita terpaksa harus mengerutkan dahi ketika menyaksikan kasus-kasus penyimpangan dan dekadensi moral yang dilakukan generasi muslim, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif, minuman keras dan seterusnya yang merupakan tampilan sebuah krisis agama sebagai problem yang 1 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 230. 2 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 9. 3 Akbar S. Ahmed, Postmodernism and Islam (New York: Routledge, 1992), hlm. 6. 4 A. Malik Fajar, et.al. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 33.
156
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
dihadapi dalam kebudayaan.5 Munculnya perilaku bebas tanpa kontrol moral merupakan bukti adanya kelompok yang mengingkari fungsi nilai. Sehingga pada pemahaman selanjutnya, mereka akan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan, pendidikan, seni dan kreativitas adalah bebas nilai (value free). Untuk itu mereka membiarkan hidup berjalan sesuai dengan kehendak naluriah kemanusiaan yang berupa naluri hewaniah (animal instink). Demikian halnya dalam aspek pendidikan yang telah lama diperkenalkan dengan peradaban sekuler yang memberikan tekanan pada pembinaan pribadi demokratik dengan dasar anthropocentric murni. Asas theocentric, masalah-masalah spiritual manusia, hubungan yang ada antara realisasi spiritual dan esensi nilai-nilai moral, dan hubunganhubungan yang integral antara nilai-nilai moral dan tindakan manusia, semuanya terkucil dari persoalan pendidikan untuk kemudian menjadi persoalan yang sangat bersifat pribadi.6 Seiring dengan “kegagalan” pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut, saat ini gagasan mengenai pendidikan karakter semakin mengemuka yang menginginkan perubahan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yang berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan. Bahkan pendidikan karakter ini menjadi isu utama pendidikan nasional. Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2011, Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh menegaskan bahwa mulai tahun ajaran 2011/2012, pendidikan berbasis karakter akan dijadikan sebagai gerakan nasional, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan Perguruan Tinggi, termasuk di dalamnya pendidikan nonformal dan informal. Karakter yang hendak dibangun, menurut Mendiknas, bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa.7 Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini sehingga mampu mendorong mereka menjadi anggota masyarakat yang memiliki kepribadian unggul. Pemberlakuan pendidikan karakter yang demikian akan menumbuhkan karakter positif pada peserta didik.8 Atas dasar realitas empirik sebagaimana di atas, maka pendidikan karakter sangat tepat dicanangkan pada semua lini dan jenjang pendidikan. Pendidikan karakter diproyeksikan sebagai core (inti) dari pendidikan nasional yang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah ditegaskan secara jelas, yakni membentuk Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam, Khazanah Filosofis dan Implementasi Kurikulum, Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moralitas (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2004), hlm. 169. 6 Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam (Pekanbaru: Infinite Press, 2004), hlm. 3. 5
7 Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011, Senin, 2 Mei 2011. 8 Umi Kulsum, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis PAIKEM (Sebuah Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia) (Surabaya: Gena Pratama Pustaka, 2011), hlm. 10; Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. xiii.
157
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, hanya dalam implementasinya belum membuahkan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh masih banyak kaum terpelajar yang melakukan pelanggaran moral dan hukum, hal ini bahkan sering terjadi di institusi pendidikan dan pemerintahan yang semestinya tidak patut melakukan hal semacam itu, namun ironisnya mereka yang seharusnya menjadi teladan malah menjadi pesakitan, mereka yang seharusnya menjadi panutan malah menjadi cemoohan, yang semestinya menjadi simbol kehormatan malah menjadi simbol kehinaan, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan di atas, setidaknya salah satu hal yang menarik berdasarkan pengamatan sementara di lapangan, peneliti menemukan adanya proses manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius bagi peserta didik di SMA Islam NW Al-Azhar. Misalnya, nilai-nilai pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang ditanamkan dan dibiasakan di antaranya: keteladanan, disiplin, tanggungjawab, jujur, kreatif, cinta kebersihan dan sosial seperti mengucapkan salam, senyum dan sapa, bersalaman saat bertemu guru, tadarrus (membaca al-Qur’an) harian, membuang sampah pada tempatnya, serta pembiasaan disiplin dalam menjalankan program shalat dhuha dan shalat dzuhur berjamaah di mushalla sekolah.9 Di samping itu, diterapkan pembiasaan kepedulian sosial yang ditekankan pada peserta didik dalam hal saling membantu dan tolong-menolong dalam kebaikan, seperti: menjenguk teman yang sakit, meminjami teman yang lupa membawa alat tulis, dan infaq rutin yang dilaksanakan seluruh peserta didik setiap jum’at di lingkungan sekolah. Selain itu, dari sisi akademik, pada satu dasawarsa terakhir SMA Islam NW AlAzhar termasuk salah satu sekolah unggulan dan berprestasi, selalu berusaha meningkatkan mutu lulusan berkarakter, menjadi sekolah favorit dan terbesar di NTB, tercatat bahwa SMA Islam NW Al-Azhar meraih angka kelulusan UN mencapai 99,05 % suatu prestasi tercemerlang diantara sekolah-sekolah SMA Swasta se-NTB.10 Salah satu hal yang jadi fokus ketertarikan peneliti mengangkat sekolah ini, yaitu: (1) SMA Islam NW Al-Azhar berupaya mewujudkan lulusan berkarakter religius awareness dengan prinsip “al-Muhāfadzatu ‘ala al-Qadīm al-Shālih wa al-Akhdzu bi al-Jadīd al-Ashlah,” sehingga menghasilkan output yang sejajar dengan sekolah lain, (2) SMA Islam NW AlAzhar telah berhasil mengantarkan peserta didiknya meraih sederetan prestasi, baik di bidang akademik maupun non akademik, di antaranya: lomba karya ilmiah, lomba basket, lomba bulu tangkis tingkat provinsi NTB.11 Keberhasilan SMA Islam NW Al-Azhar dalam mewujudkan lulusan berkarakter religius awareness tidak terlepas dari manajemen sekolah. Berawal dari fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian secara lebih mendalam dengan judul “Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius (Studi Kasus di SMA Islam NW Al-Azhar)” sebagai lembaga yang memiliki lulusan berkarakter religius 9
Observasi, 4 Februari 2016, Pukul 09.30-14.30 WITA di SMA Islam NW Al-Azhar. Dokumentasi SMA Islam NW Al-Azhar, dikutip 6 Februari 2016. 11 Dokumentasi prestasi SMA Islam NW Al-Azhar, dikutip Jumat 5 Februari 2016, pukul 09: 00 WITA. 10
158
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
awareness. Hal ini perlu diungkap agar dapat diketahui secara rinci sejauh mana pola manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di sekolah tersebut, sehingga terwujudnya lulusan berkarakter religius awareness yang berimplikasi pada prestasi akademik maupun non akademik. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk mengkaji dan menemukan manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenis studi kasus, dengan harapan dapat mendeskripsikan dan menemukan secara komprehensif dan mendalam fenomena, peristiwa atau gejala yang diteliti dengan lebih menitikberatkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji sehingga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori. Secara umum data dalam penelitian ini adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi. Sedangkan informasi adalah hasil olahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, foto dan lain-lain.12 Data dalam penelitian ini adalah keterangan, tindakan, kegiatan yang dapat dijadikan kajian yang berkenaan dengan fokus penelitian diperoleh dari subyek yang disebut sumber data. Data yang akan dicari dalam penelitian ini adalah data mengenai fokus penelitian yaitu manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW AlAzhar. Data yang dicari dan dikumpulkan adalah data mengenai konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, model perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, dan implikasinya dalam mewujudkan budaya religius. Data tersebut diperoleh dari beberapa sumber, baik berupa tindakan, kata-kata, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian yang akan diteliti melalui wawancara mendalam (in depth interview), pengamatan peran serta (participant observation), dan dokumentasi (study documents). Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistemik transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain. Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data awal sampai terkumpul data secara keseluruhan. Untuk mendapat data yang akurat mengenai penelitian ini peneliti melakukan analisis data dengan menempuh langkah-langkah seperti yang disebutkan Miles dan Huberman: pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan simpulan/verifikasi (conclusion, drawing & verifying). 12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 157.
159
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
PEMBAHASAN Pada pembahasan ini temuan penelitian dianalisis berdasarkan pada perspektif penelitian atau kerangka teoretik dan dibahas secara berurutan sesuai dengan fokus penelitian mengenai: (1) konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar, (2) model perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar, (3) implikasi model manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar. Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius yang Dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar Pengembangan nilai-nilai karakter yang baik dan bagaimana menjadi pribadi yang unggul, berakhlak dan bermoral. Thomas Lickona dan Wiliam Kilpatrick, menyebutkan ada tiga pilar/dimensi karakter yang harus ada dalam mengembangkan karakter yang unggul, yaitu: (1) memiliki pengetahuan moral yang baik (moral knowing), (2) memiliki kesadaran dan kemampuan yang baik (moral feeling), dan (3) memiliki tindakan moral yang baik dan benar (moral action). 13 Prinsip tiga pilar/dimensi karakter yang unggul tersebut mengandung lima jangkauan, yakni: (a) sikap dan perilaku dalam hubungannya secara vertikal (hablum minallāh) dengan Tuhan Yang Maha Esa, (b) sikap dan perilaku dalam hubungannya secara horizontal (hablum minannās) dengan diri sendiri, (c) dengan keluarga, (d) dengan masyarakat dan bangsa, dan (e) dengan lingkungan/alam sekitar. Lebih lanjut Thomas Lickona, secara umum mengatakan teori ini timbul dengan berpijak pada pandangan bahwa keberadaan manusia itu harus ditafsirkan dalam kaitannya dengan budi pekerti luhur yang harus dilestarikan dan dipertahankan dalam membentuk karakter yang mampu menilai apa yang baik, memelihara secara tulus apa yang dikatakan baik, dan mewujudkan apa yang diyakini baik, walaupun dalam situasi tertekan (penuh tekanan dari luar, pressure from without) dan penuh godaan yang muncul dari dalam hati sendiri (temptation from within). 14 Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius merupakan aspek yang penting untuk kesuksesan manusia di masa depan. Karakter yang kuat akan membentuk pribadi yang unggul. Sedangkan pribadi yang unggul akan melahirkan spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengalami proses panjang, serta menerjang arus badai yang bergelombang dan bahaya. Karakter yang kuat merupakan prasyarat untuk menjadi seorang pemenang dalam medan kompetisi yang ketat seperti saat ini dan yang akan datang, yang dikenal dengan era kompetitif.
13 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools and Teach Respectand Responsibility (New York: Bantam Books, 1992), hlm. 52; Wiliam Kilpatrick dalam Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 31-35. 14 Thomas Lickona, Educating for Character, hlm. 50.
160
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
Dalam pembentukan/pengembangan nilai-nilai karakter di SMA Islam NW AlAzhar, dilakukan melalui internalisasi nilai-nilai religius menjadi pribadi yang unggul dengan mengembangkan konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, sehingga berkarakter religius awareness, dikembangkan dari nilai-nilai: keikhlasan, amanah, tawadhu’, kepatuhan (ta’at), kepercayaan, istiqamah, peduli lingkungan, kejujuran, dan tanggung jawab. Pengembangan nilai-nilai religius awareness tersebut, menggunakan prinsip perpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action melalui pendekatan keteladanan, memperkuat teori Thomas Lickona dan Wiliam Kilpatrick tersebut di atas, bahwa karakter yang unggul dibentuk melalui perpaduan tiga dimensi moral knowing, moral feeling dan moral action yang satu sama lain saling menopang dalam pembentukan karakter yang unggul, oleh karena itu, pelaksanaannya tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah dalam mewujudkan karakter religius awareness. Konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar, dilakukan melalui internalisasi nilai-nilai religius tersebut, dimana dalam mewujudkan budaya religius yang berkarakter religius awareness di SMA Islam NW Al-Azhar, nilai-nilai religius awareness yang dikembangkan tersebut dapat menghasilkan budaya religius yang beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti yang luhur dan berkontribusi bagi masyarakat. Dari hasil penelitian, juga diperoleh temuan bahwa SMA Islam NW Al-Azhar tersebut menggunakan prinsip perpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action, mengembangkan teori Thomas Lickona dan Wiliam Kilpatrick, berdasarkan data temuan di SMA Islam NW Al-Azhar menggunakan perpaduan antara pengetahuan, penghayatan dan pengamalan. Jelas ini mengokohkan sekolah tersebut, dengan teori Thomas Lickona dan Wiliam Kilpatrick bahwa dimensi karakter yang baik harus mencakup tiga komponen secara terpadu, yaitu: moral knowing, moral feeling dan moral action, sehingga nilai-nilai karakter mengandung prinsip komprehensif yang disebut oleh Thomas Lickona sebagai nilai-nilai kebajikan yang utuh dan menyeluruh (holistic virtues). Berdasarkan teori Thomas Lickona ini, maka nilai-nilai karakter holistic virtues mengalami internalisasi, setiap nilai tidak berdiri sendiri melainkan berinteraksi secara padu dengan nilai-nilai lainnya. Nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar tersebut antara satu nilai dengan nilai-nilai lainnya mengalami internalisasi secara konsisten, sehingga suatu nilai tidak berdiri sendiri melainkan berada dalam spektrum kelompok nilai-nilai. Berdasarkan nilai-nilai religius inilah konsep pendidikan karakter dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar yang dilakukan melalui pendekatan keteladanan. Internalisasi nilai-nilai religius dalam mewujudkan budaya religius yang berkarakter religius awareness, dapat digambarkan sebagai berikut:
161
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
Internalisasi Nilai-Nilai Religius Keikhlasan, amanah, tawadhu’, kepatuhan (ta’at), kepercayaan, istiqamah, peduli lingkungan, kejujuran, dan tanggung jawab
Budaya Religius (Berkarakter Religius Awareness) Beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti yang luhur dan berkontribusi bagi masyarakat
Gambar 3. 1. Internalisasi Nilai-Nilai Religius Berkarakter Religius Awareness di SMA Islam NW Al-Azhar Kegiatan pembentukan nilai-nilai religius tersebut membutuhkan pendekatan sistem agar dapat mencapai tujuan dan sasaran secara efektif. Sejalan dengan teori Thomas Lickona metode yang digunakan adalah pendekatan komprehensif mengungkapkan unsur-unsur yang harus diterapkan pada peserta didik dengan cara internalisasi nilai-nilai religius tersebut. 15 Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius diintegrasikan dalam pembelajaran berbagai bidang studi dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik karena mereka memahami, menginternalisasi dan mengaktualisasikannya melalui proses pembelajaran. Dengan demikian, nilai-nilai religius tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut juga dikembangkan melalui budaya sekolah, maka pembentukan/ pengembangan nilai-nilai karakter menjadi lebih efektif. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran, materi pembelajaran yang berkaitan dengan tema-tema religius pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai religius tidak hanya dalam tataran kognitif, tetapi menyeluruh pada internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, tidak hanya di sekolah, melainkan juga di rumah dan masyarakat. Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini dilakukan sekolah merupakan salah satu media potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu budaya religius awareness peserta didik, melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggungjawab sosial serta potensi dan prestasi peserta didik yang sepadan dengan kegiatan intra dan ko-kurikuler. Thomas Lickona, Educating for Character, hlm. 50.
15
162
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
Model Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan Pendidikan Karakter Berbasis NilaiNilai Religius di SMA Islam NW Al-Azhar a.
Model Perencanaan Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius di SMA Islam NW Al-Azhar Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan berarti tindakan mendeterminasi sasaran-sasaran dan arah tindakan yang akan diikuti. Definisi perencanaan adalah penentuan secara matang dan cerdas tentang apa yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan. Sebagaimana yang disebutkan oleh George R. Terry perencanaan merupakan keseluruhan proses pemikiran penentuan semua aktivitas yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan. Untuk itu, diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola tindakan untuk mewujudkan budaya religius.16 Kaitannya dengan perencanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar dalam penelitian ini adalah suatu upaya untuk mewujudkan budaya religius sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah itu sendiri dalam memenuhi atau bahkan melebihi harapan masyarakat luas. Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius juga terdiri dari unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan, dilaksanakan dan diawasi meliputi: (a) nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, (b) muatan kurikulum nilai-nilai karakter, (c) nilai-nilai karakter dalam pembelajaran, (d) nilai-nilai karakter pendidikan dan tenaga kependidikan, dan (e) nilai-nilai karakter pembinaan kepesertadidikan. Mengacu pada teori perencanaan George R. Terry di atas, dapat dilihat di SMA Islam NW Al-Azhar, di mana setiap elemen terlihat sangat antusias dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai kepala sekolah, guru (wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK), siswa, dan sebagai warga lembaga pendidikan formal dan terstruktur dalam rangka mencapai tujuan sesuai perencanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius. Oleh karena itu, agar tidak menyimpang dari tujuan, maka sangat penting bagi sekolah melalui perencanaan, bagaimana memvisualisasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, melihat ke depan guna merencanakan suatu pola tindakan dalam mewujudkan mutu budaya religius. Unsur-unsur perencanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar yang meliputi bagaimana kegiatan perencanaannya, siapa yang terlibat dalam perencanaannya dan bagaimana proses perencanaan hingga diputuskan dalam program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di sekolah.
16
George R. Terry, Principles of Management, terj. Winardi (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 72.
163
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
Semua kegiatan yang menopang program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, seperti: pengelolaan peserta didik, peraturan sekolah, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, keuangan, perpustakaan, pembelajaran, penilaian, serta pengelolaan lainnya sudah direncanakan di awal, menguatkan teori George R. Terry bahwa perencanaan merupakan aktivitas pengambilan keputusan mengenai sasaran (objectives) apa yang akan dicapai, tindakan apa yang akan diambil dalam rangka pencapaian tujuan atau sasaran dan siapa yang akan melaksanakan tugas-tugasnya.17 Novan Ardy Wiyani, menyebutkan bahwa perencanaan memiliki dua fungsi pokok, yakni: (1) perencanaan merupakan upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber daya yang ada, (2) perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.18 Sebagai sekolah yang telah mengembangkan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, SMA Islam NW Al-Azhar menyusun program dengan melakukan tahapan fungsi manajemen secara efektif. Keefektifan perencanaan dalam pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar tersebut berdasarkan tahapan proses perencanaan yang dilakukan oleh sekolah adalah menyusun rencana strategis pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius. Perencanaan merupakan siklus tertentu dan melalui siklus tersebut suatu perencanaan bisa diawasi sejak awal persiapan sampai pada pelaksanaan penyelesaian perencanaannya. Secara umum SMA Islam NW Al-Azhar, telah melaksanakan perencanaan yang integratif dengan langkah-langkah: (a) perencanaan dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas dalam pertemuan dengan pihak pimpinan yayasan dan kepala sekolah dan jajaran pengelola di SMA Islam NW Al-Azhar; (b) adanya rumusanrumusan tindakan yang akan dilakukan; (c) analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam kerangka melaksanakan perencanaan; (d) penunjukan orang-orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan termasuk juga ketua yayasan dalam mengadakan pengawasan; (e) menentukan sistem yang memungkinkan pengukuran pencapaian berdasarkan kriteria tertentu. Dengan demikian, berdasarkan unsur-unsur dan langkah-langkah dalam perencanaan dari teori-teori di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa proses perencanaan merupakan suatu proses yang diakui dan perlu dijalani secara integratif dan berurutan karena keteraturan itu merupakan proses rasional sebagai salah satu property pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius. Sekolah yang peneliti teliti dalam kegiatan perencanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius merujuk pada rencana strategis dan satuan pendidikan nasional. Renstra yang George R. Terry, Principles of Management, terj. Winardi (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 99. Novan Andy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya di Sekolah (Yogyakarta: Pedagogia, 2012), hlm. 56. 17 18
164
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
disusun oleh pimpinan yayasan, dengan mengundang kepala sekolah untuk menyusun program sekolah satu tahun, materi yang dibahas pada pertemuan tersebut mencakup rencana program, rincian program, selanjutnya kepala sekolah menyusun program kerja bersama dengan segenap unsur-unsur warga sekolah yang meliputi: (1) kepala sekolah sebagai penanggung jawab program, (2) kegiatan, (3) indikator keberhasilan, (4) langkah-langkah pencapaian, (5) penanggungjawab kegiatan, (6) waktu pelaksanaan, dan (7) pembiayaan pelaksanaan program. Selanjutnya, program yang telah tersusun tersebut diajukan pada yayasan untuk mendapatkan pengesahan dan siap dilaksanakan. Dengan demikian, tujuan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius tersebut dapat dicapai dengan cara-cara: (a) mendasarkan pada fakta-fakta dan terbukti kebenarannya, (b) hasil imajinasi dan pemikiran sanggup melihat ke depan, (c) mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan kesulitan yang akan dihadapi dan menyiapkan jalan keluarnya, (d) mengarah pada perubahan. Oleh karena itu, dalam penyusunan program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dibutuhkan kepala sekolah yang memiliki visi ke depan (futuristic). Seperti yang dikemukakan oleh Muhaimin, visi sekolah merupakan tujuan jauh yang harus dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. 19 Berdasarkan uraian di atas, dalam kegiatan perencanaan pendidikan karakter diperlukan pemimpin/kepala sekolah yang transformasional dalam memberdayakan warga sekolah. Kepala sekolah yang transformasional lebih memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari apa yang sesungguhnya diharapkan, bukan sekedar bawahan mengikuti arahan yang diberikan. Adapun fenomena perencanaan pendidikan karakter di SMA Islam NW AlAzhar telah melaksanakan proses penyusunan perencanaan pendidikan karakter, sebagai berikut: (1) perencanaan fisik yang berhubungan dengan sifat-sifat serta peraturan material gedung dan alat yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, (2) perencanaan fungsional yang berhubungan dengan fungsi-fungsi atau tugas-tugas tertentu, (3) perencanaan secara luas yang mencakup kegiatan-kegiatan keseluruhan lembaga, penopang pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, (4) penyusunan strategi, kebijakan dan program, (5) perencanaan yang dikombinasikan yang meliputi unsur-unsur perencanaan di atas, yang digabungkan dan dikombinasikan untuk menjadi pola yang lengkap. Perencanaan mencakup berbagai kegiatan menentukan kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan, menentukan isi program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dan lain-lain. Jika dilihat dari hasil paparan data penelitian di lapangan, SMA Islam NW AlAzhar telah melakukan tahapan-tahapan dalam perencanaan. Model perencanaan 19
Muhaimin, dkk, Manajemen Pendidikan, hlm. 155.
165
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dilandasi model yang integratif, misalnya, sebelum program pendidikan karakter dilaksanakan, kepala sekolah membuat strategic plan untuk dibahas dalam rapat kerja dengan dewan guru hingga pada akhirnya mendapat persetujuan untuk dilaksanakan sekolah. b.
Model Pelaksanaan Pendidikan Karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar Pelaksanaan merangsang guru dan personil sekolah lainnya melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik untuk mencapai tujuan dengan penuh semangat. Pelaksanaan bukan hanya tugas kepala sekolah melainkan segenap guru dan personil yang lainnya. Fungsi pelaksanaan menurut Kontz dan O’Donnel adalah hubungan erat antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan dari adanya pengaturan terhadap bawahan untuk dapat dimengerti dan pembagian kerja yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang nyata.20 Dalam hal ini, seperti dalam temuan di SMA Islam NW Al-Azhar, melakukan pendekatan keteladanan (uswatun hasanah) dalam mengembangkan nilai-nilai religius melalui: habitualisasi (pembiasaan), pembentukan/pengembangan nilai-nilai karakter dengan cara dibiasakan dalam keseharian siswa di kelas, sekolah dan rumah; pengejawantahan nilai-nilai karakter dalam sikap dan perilaku sehari-hari, baik secara vertikal (hablum minallā h) dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun secara horizontal (hablum minannā s) dalam hubungannya dengan diri sendiri, sesama, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar; model keteladanan perilaku seseorang, terutama guru (wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK) yang memiliki peran yang strategis digugu dan ditiru menjadi teladan (model) sikap dan perilaku bagi siswa-siswanya; pengintegrasian kegiatan dan program ekstrakurikuler, intra dan ko-kurikuler dan pembentukan lingkungan (bi’ah) yang kondusif. Manajemen mempunyai fungsi pelaksanaan, adanya pelaksanaan yang dilakukan oleh kepala sekolah, atau guru memungkinkan organisasi berjalan dan perencanaan dilaksanakan. Dengan demikian, pelaksanaan yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru (wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK) sangat penting dalam manajemen. Kepala sekolah, guru (wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK) sebagai manajer yang mampu menggerakkan bawahannya dalam pelaksanaan sudah pasti mempunyai kiatkiat tertentu, seperti memberi motivasi, usaha untuk membangkitkan semangat kerja bawahannya. Manajerial yang dibingkai dengan usaha membangkitkan semangat kerja bawahan akan mampu memberikan energi motivasi kepada bawahan secara alamiah religius; dikatakan sebagai alamiah religius karena pada dasarnya manusia
Harold Kontz dan Cyril O’Donnel, Principles of Management: An Analysis of Management Function, terj. Hutauruk (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm. 35. 20
166
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
mempunyai sifat tersebut, meskipun tidak dalam tataran sempurna, karena manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan, tetapi paling tidak dalam kontek manajerial, manusia dapat mencontoh bagaimana memberi motivasi kepada bawahanbawahannya dalam pelaksanaan mencapai tujuan. Karena unsur manusia yang dominan ini, maka seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan tiga hal, yaitu: (a) memperhatikan elemen-elemen manusia dalam semua tindakan-tindakan manajerial serta masalahmasalah; (b) mencari keterangan tentang kebutuhan apa yang dirasakan oleh setiap warga sekolah dan berusaha memenuhi kebutuhan ini; (c) memperhatikan kebutuhan dan kepentingan kelompok yang ikut serta dan terlibat.21 Dalam fungsi pelaksanaan, kepala sekolah lebih menekankan pada upaya memotivasi dan mengarahkan para personil agar dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dengan baik. Pada tahap ini, pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dilaksanakan melalui pengembangan dan pengalaman belajar dan pembelajaran yang bermuara pada pembentukan nilai-nilai religius dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan nilai-nilai religius melalui pembiasaan, pengejawantahan, keteladanan, pengintegrasian dan pembentukan lingkungan, sebagaimana yang digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Seperti halnya temuan model pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Islam NW Al-Azhar melalui tiga aspek, yakni: (1) melalui kegiatan belajar mengajar, bagaimana membiasakan (habitualisasi) nilai-nilai karakter dalam keseharian peserta didik, mengembangkan peran perilaku nilai-nilai karakter, (2) melalui lingkungan sekolah, bagaimana pengejawantahan nilai-nilai karakter dalam sikap dan perilaku peserta didik, model keteladanan perilaku yang baik oleh guru dan seluruh warga sekolah, (3) melalui pengintegrasian kegiatan dan program ekstrakurikuler, intra dan ko-kurikuler dalam pembinaan karakter peserta didik. Model pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar dilakukan secara sinergis antara kegiatan formal di sekolah dengan diniyah/di luar sekolah dengan pendekatan uswah hasanah dan pendekatan sistem, yakni dengan cara: (a) mengintegrasikan konten pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang telah direncanakan ke dalam seluruh mata pelajaran, (b) mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, (c) mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius ke dalam kegiatan yang sudah diprogramkan atau direncanakan, (d) membangun komunikasi kerjasama antar sekolah dengan orang tua atau wali murid.
21
George R. Terry, Principles of Management, terj. Winardi (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 106.
167
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
Sebagaimana E. Mulyasa, menyebutkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius pada umumnya menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif dan pembiasaan, serta melalui berbagai keilmuan dan kegiatan.22 1) Mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius ke seluruh mata pelajaran Pengintegrasian pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius ke dalam semua materi pembelajaran dilakukan dalam rangka mengembangkan kegiatan intervensi. Substansi nilai sesungguhnya secara eksplisit atau implisit sudah ada dalam rumusan kompetensi (SKL, SK, dan KD) dalam Standar Isi, serta perangkat kompetensi masing-masing jurusan di sekolah. Yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah memastikan bahwa pembelajaran materi pembelajaran tersebut memiliki dampak instruksional, dan atau dampak pengiring pembentukan karakter. Pengintegrasian nilai dapat dilakukan untuk satu atau lebih dari setiap pokok bahasan dari setiap materi pembelajaran. Seperti halnya sikap, suatu nilai tidaklah berdiri sendiri, tetapi berbentuk kelompok. Secara internal setiap nilai mengandung elemen pikiran, perasaan, dan perilaku moral yang secara psikologis saling berinteraksi. Karakter terbentuk dari internalisasi nilai yang bersifat konsisten, artinya terdapat keselarasan antar elemen nilai. Sebagai contoh kasus karakter jujur, terbentuk dalam satu kesatuan utuh antara tahu makna jujur (apa dan mengapa jujur), mau bersikap jujur, dan berperilaku jujur. Karena setiap nilai berada dalam spektrum atau kelompok nilai-nilai, maka secara psikologis dan sosiokultural suatu nilai harus koheren dengan nilai lain dalam kelompoknya untuk membentuk karakter yang utuh. Oleh karena itu, karakter jujur terkait pada nilai jujur, tanggung jawab, peduli, dan nilai lainnya. Proses pengintegrasian nilai tersebut, secara teknologi pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut: a) Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). b) Pengembangan nilai-nilai tersebut dalam silabus ditempuh antara lain melalui cara-cara, sebagai berikut: (1) Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada pendidikan dasar dan menengah, atau standar kompetensi pendidikan non formal.
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, hlm. 9.
22
168
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
(2) Menentukan apakah kandungan nilai-nilai dan karakter yang secara tersirat atau tersurat dalam SK dan KD atau kompetensi tersebut sudah tercakup di dalamnya. (3) Memetakan keterkaitan antara SK/KD/kompetensi dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan. (4) Menetapkan nilai-nilai atau karakter dalam silabus yang disusun, dan mencantumkan nilai-nilai yang sudah tercantum dalam silabus ke RPP. (5) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai. (6) Memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan untuk internalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku. 2) Mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius ke dalam kegiatan sehari-hari a) Keteladanan Dalam al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian di belakangnya diberi kata sifat hasanah yang berarti baik, sehingga terdapat ungkapan uswah hasanah yang artinya teladan yang baik. Keteladanan adalah merupakan sebuah sikap dan perilaku yang muncul dari hati nurani yang paling dalam, sehingga apa yang dilakukan tidak menyimpang dari kehendak Tuhan Yang Maha Esa dan norma-norma yang ada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, dalam mendidik manusia, Allah SWT menggunakan contoh atau teladan sebagai model terbaik agar mudah diserap dan diterapkan oleh manusia.23 Contoh atau teladan diperankan dalam karakter pribadi Nabi Muhammad SAW, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an Surat al-Mumtahanah (60): 6, sebagai berikut: Artinya: “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan
yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan
23
Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter, hlm. 40.
169
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
(keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”24 Ayat tersebut, menjelaskan pentingnya keteladanan, sehingga dalam mendidik manusia, Allah SWT menggunakan model yang harus dan layak dicontoh. Oleh karena itu, dalam membentuk karakter anak, keteladanan merupakan pendekatan pendidikan yang paling ampuh. Misalnya dalam keluarga, orang tua yang diamanahi berupa anak-anak harus menjadi teladan yang baik, dalam lingkup sekolah maka guru yang menjadi teladan bagi anak didik dalam segala hal. Tanpa keteladanan apa yang diajarkan kepada anak didik hanya akan menjadi teori belaka. Jadi, keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin siswanya. Oleh sebab itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa adalah guru yang mempunyai jiwa dan karakter yang Islami. b) Pembiasaan Secara etimologi pembiasaan asal kata “biasa”. Dengan adanya perfiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu atau seseorang menjadi terbiasa. Sedangkan kaitannya dengan metode pendidikan Islam, metode pembiasaan merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan peserta didik berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.25 Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang sangat penting bagi anak, karena dengan pembiasaan inilah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik, begitu pula sebaliknya pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian buruk. Al-Qur’an mempergunakan cara bertahap dalam menciptakan pembiasaan yang baik, begitu juga dalam menghilangkan kebiasaan yang buruk dalam diri seseorang. Dalam hubungan ini terdapat petunjuk Nabi SAW yang menyuruh orang tua agar menyuruh anaknya menunaikan shalat pada usia tujuh tahun. Rasulullah SAW bersabda: ُ َع ْن َع ْم ِرو ب ِْن ص ْبيَاََ ُُم ُ قَا َل َر:َب َع ْن اَبِ ْي ِه َع ْن َجدّ ِه قَال ٍ شعَ ْي ِ ُم ُر ْوا.سلَّ َم َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ِس ْو ُل هللا ْ ُ َ )اجعِ (رواه احمد وأبو داود َّ بِال َ سبْعِ ِسنِيْنَ َو اض ِْرب ُْو ُه ْم َعل ْي َها ِلعَ ْش ِر ِسنِيْنَ َو فَ ّرق ْوا بَ ْي َن ُه ْم فِى ال َم َ صالَةِ ِل ِ ض Artinya: “Dari Umar bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata Rasulullah SAW besabda: “Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya
24
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 420. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 110.
25
170
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).26 Anak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. Jika lingkungan mengajarinya dengan kebiasaan berbuat baik, maka kelak anak akan terbiasa berbuat baik dan sebaliknya jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat kejahatan, kekerasan, maka ia akan tumbuh menjadi pelaku kekerasan. Banyak perilaku yang merupakan hasil pembiasaan yang berlangsung sejak dini. Oleh sebab itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anaknya, karena kenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian ayah dan ibunya. c) Menciptakan lingkungan (bi’ah) yang kondusif Terciptanya suasana yang kondusif akan memberikan iklim yang memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individuindividu yang ada di lingkungan itu. d) Membangun kerjasama dengan wali murid Kerjasama dengan orang tua/wali murid untuk mendapatkan hasil pendidikan yang baik, maka sekolah perlu mengadakan kerjasama yang erat dan harmonis antara sekolah dengan orang tua/wali murid. Dengan adanya kerjasama itu, secara terperinci setidaknya ada sepuluh cara yang dapat dilakukan orang tua dalam rangka mengembangkan karakter anak, di antaranya sebagai berikut: (a) menempatkan tugas dan kewajiban orang tua sebagai agenda utama, (b) pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya, (c) mengetahui berbagai kesulitan yang sering dihadapi anak-anaknya di sekolah, (d) mengetahui tingkah laku anak-anaknya selama di sekolah, seperti apakah anaknya rajin, malas, suka membolos, suka mengantuk, nakal dan sebagainya, (e) belajar untuk mendengarkan anak, (f) terlibat dalam kehidupan sekolah anak, (g) memberikan hukuman dengan kasih sayang, (h) tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja, (i) menggunakan bahasa karakter, dan (j) menyiapkan diri menjadi teladan yang baik. c.
Model Pengawasan Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius di SMA Islam NW Al-Azhar
Pengawasan adalah suatu cara lembaga mewujudkan kinerja dan mutu yang efektif dan efisien dan lebih jauh mendukung terwujudnya visi, misi lembaga atau organisasi. Fungsi pengawasan merupakan suatu unsur manajemen pendidikan berbasis nilai-nilai
26
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nail al-Authār, Juz 1 (Libanon: Bayt al-Afkār Ad-Dauliyah, 2004), hlm. 348.
171
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
religius untuk mengendalikan dan melihat apakah segala kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana yang digariskan, dan di samping itu merupakan hal terpenting untuk menentukan rencana kerja yang akan datang. Unsur-unsur pengawasan tersebut, yaitu: (a) adanya proses dalam menetapkan pekerjaan yang telah dan akan dikerjakan, (b) sebagai alat untuk menyuruh orang bekerja menuju sasaran-sasaran yang ingin dicapai, (c) memonitor, menilai dan mengoreksi pelaksanaan pekerjaan, (d) menghindarkan dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan atau penyalahgunaan, (e) mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi kerja. Mengawasi kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan harus menempuh langkah-langkah dalam melakukan pengawasan: (1) menetapkan standar pelaksanaan, (2) mengukur performa aktual, (3) pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan, (4) pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan menyimpang dari standar. 27 Pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar mencakup dua aspek, yaitu: proses dan hasil. Secara umum, pengawasan pendidikan karakter dikaitkan dengan upaya pengendalian, membina, dan pelurusan sebagai pengendalian mutu lulusan dalam arti luas. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya pengendalian nilai-nilai religius dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Pengawasan di SMA Islam NW Al-Azhar menggunakan manajemen kontrol internal melalui buku attitude, dan peraturan-peraturan yang dilaksanakan oleh sekolah, dan manajemen eksternal melalui cara melibatkan orang tua/wali peserta didik bertugas menjalani fungsi kontrol terhadap sikap dan perilaku peserta didik. Berdasarkan paparan data dari hasil penelitian di atas, bahwa SMA Islam NW AlAzhar melakukan kegiatan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius melalui kegiatan ekstrakurikuler, intra dan ko-kurikuler. Pelaksanaan pengawasan di SMA Islam NW Al-Azhar dilakukan melalui manajemen partisipatif, artinya bahwa keberhasilan pendidikan karakter, bukan hanya menjadi tanggungjawab kepala sekolah, namun menjadi tanggungjawab semua warga sekolah. Hasil penelitian ini mendukung teori manajemen tentang pengawasan di mana secara umum tujuan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius adalah mengembangkan dan meningkatkan kualitas program sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, pengawasan pendidikan karakter di SMA Islam NW Al-Azhar adalah sebagai berikut: 1) Melakukan pengawasan keterlaksanaan program pendidikan karakter berbasis nilainilai religius secara berkala dan berkesinambungan, untuk dapat memantau setiap tahapan perkembangan sikap dan perilaku karakter peserta didik di sekolah;
27
George R Terry, Principles of Management, terj. Winardi (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 37.
172
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
2) Melakukan pengawasan setiap sikap dan perilaku nilai-nilai religius peserta didik dengan mengedepankan guru BK dan peraturan/tata tertib untuk mengontrol mutu lulusan secara luas; 3) Melakukan pengawasan setiap sikap dan perilaku nilai-nilai karakter peserta didik untuk melihat kemungkinan kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi masalah yang ada; 4) Melakukan pengawasan dengan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius; 5) Melakukan pengawasan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di sekolah. 6) Melakukan pengawasan dengan kerjasama pengontrolan melalui orang tua peserta didik untuk memantau perkembangan sikap dan perilaku peserta didik di rumah. Dari uraian di atas, bahwa SMA Islam NW Al-Azhar telah memanfaatkan teori manajemen untuk mencapai tujuan program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, mulai dari model perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilainilai religius dalam mewujudkan budaya religius yang berkarakter religius awareness. Implikasi Model Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius di SMA Islam NW Al-Azhar Implikasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai budaya religius. Budaya religius di sekolah harus diperhatikan dan ditingkatkan menjadi lebih baik dan berkualitas. Berdasarkan data-data lapangan, ditemukan bahwa implikasi manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar, melahirkan karakter religius awareness, meliputi tiga hal; Pertama, bagi kebijakan sekolah berupa kurikulum pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, perangkat peraturan sebagai instrumen pembiasaan; Kedua, bagi sistem manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang integratif; Ketiga, bagi budaya religius melahirkan karakter religius awareness, yaitu memiliki kesadaran mewujudkan nilai-nilai religius: beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti luhur. Berdasarkan teori-teori di atas, dalam pembentukan/pengembangan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar mewujudkan budaya religius awareness, ditempuh melalui empat alternatif strategi secara integratif, yaitu: a.
Mengintegrasikan konten pendidikan karakter yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran sekolah.
b.
Mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
173
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
c.
Mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
d.
Membangun komunikasi kerjasama antar sekolah dengan orang tua peserta didik.
Implikasi manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius bagi terwujudnya budaya religius awareness terletak pada kebijakan sekolah yang berpegang pada komitmen mengembangkan program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius berdasarkan visi dan misi sekolah, karena itu kurikulum pendidikan karakternya berbasis nilai-nilai religius, ditopang oleh perangkat peraturan proses pembiasaan, sistem manajemen yang integratif, perwujudan sikap dan perilaku peserta didik yang berkarakter religius awareness, yaitu memiliki kesadaran mewujudkan nilai-nilai karakter yang beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti luhur. Implikasi bagi sistem manajemen yang integratif di SMA Islam NW Al-Azhar melalui pembiasaan (habitualisasi) nilai-nilai religius ditempuh melalui pendekatan keteladanan, sebagai berikut: 1) Guru memberikan keteladanan di mana saja guru berada, baik di kelas maupun di luar kelas; 2) Menciptakan peduli lingkungan bagaimana lingkungan sekolah senantiasa mencerminkan lingkungan yang baik sehingga para peserta didik tumbuh menjadi karakter yang baik; 3) Menghidupkan kontrol terhadap tingkah laku para peserta didik dalam kehidupan keseharian di sekolah; 4) Memberi manfaat terhadap lingkungan sekitar, sehingga para peserta didik turut bertanggung jawab bagaimana perilakunya dapat bermanfaat bagi lingkungannya; 5) Pengamalan nilai-nilai karakter melalui berbagai kegiatan sekolah; 6) Menanamkan tradisi kerja sama dalam membangun karakter; 7) Kesadaran terhadap nilai-nilai karakter tidak sekedar memiliki pengetahuan melainkan juga kesadaran untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut; 8) Membiasakan para peserta didik melakukan introspeksi diri (muhasabah); 9) Melibatkan orang tua/wali murid dan masyarakat sekitar. Berdasarkan pernyataan di atas, menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan di SMA Islam NW Al-Azhar dalam upaya pengembangan nilai-nilai karakter pada diri para peserta didik berimplikasi pada pembiasaan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai religius yang dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar, yaitu berimplikasi bagi terwujudnya budaya religius berkarakter religius awareness, memiliki kesadaran mewujudkan nilai-nilai karakter mutu, sebagai berikut:
174
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
a) Beriman dan bertaqwa Mutu lulusan yang beriman dan bertaqwa, mampu membaca al-Qur’an dan memahaminya, berakhlak mulia, memahami fiqih Islam, terbiasa melakukan ibadah sehari-hari, mampu menyampaikan ceramah sederhana, dan mampu mengambil i’tibar atau pelajaran dari sejarah Islam. Di samping itu, peserta didik juga mampu: (1) meningkatkan keimanan dan ketakwaan yang telah ditanamkan dalam keluarga, (2) menyalurkan bakat dan minatnya serta mengembangkannya secara optimal, (3) memperbaiki kekurangan dan kelemahannya dalam mengamalkan ajaran Islam, (4) menangkal pengaruh negatif kepercayaan atau budaya lain yang membahayakan keyakinan, (5) menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosial agar sejalan dengan ajaran Islam, (6) menjadikan Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, (7) mampu memahami Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan waktu yang dimilikinya. SMA Islam NW Al-Azhar mengembangkan dan membiasakan peserta didik memiliki karakter “beriman dan bertaqwa” di mana dan kapan pun berada. Jadi mengajarkan peserta didik bagaimana mereka hidup penuh ketaatan mengikuti segala perintah-perintah Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-larangan-Nya. Sekolah selalu menekankan kehidupan keseharian peserta didik berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW baik yang disampaikan di kelas, di luar kelas maupun ditempel di dinding sekolah. b) Mencintai ilmu pengetahuan Lingkungan belajar peserta didik di SMA Islam NW Al-Azhar dikondisikan agar berlangsung sepanjang hayat (long live education), peserta didik menghabiskan waktu dengan banyak belajar didorong oleh karakter “mencintai ilmu”, untuk itu lingkungan sekolah telah diseting bagaimana sekolah senantiasa dapat menggiring dan mengkondisikan peserta didik selalu belajar di mana pun dan kapan pun mereka berada. c)
Amal shaleh
Karakter “amal shaleh” menyangkut segala perbuatan yang baik sekecil apa pun yang dilakukan peserta didik dengan niat karena Allah SWT disebut berkarakter “amal shaleh”. Karakter “amal shaleh” secara sederhana, berbuat baik sesuai dengan ajaran agama dan menunjukkan perilaku yang baik dalam pergaulan sehari-hari, seperti dalam sikap dan perilaku peserta didik di SMA Islam NW Al-Azhar terhadap peraturan/tata tertib di sekolah, dengan penuh ketaatan kepada Allah SWT dan kesadaran supaya melatih, membentuk sikap diri menjadi lebih baik, tidak datang terlambat, mengumpulkan tugas sesuai waktu yang ditentukan, memakai seragam sesuai ketentuan agama, menghormati orang lain sebagai sesama hamba Allah SWT, menghormati, menaati nasehat orang tua, guru, melatih kemampuan diri agar lebih dapat mengembangkan diri, bersikap dan berperilaku dengan penuh kesadaran bahwa kalau mereka melanggar
175
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
peraturan/tata tertib, maka akan ada konsekuensi logisnya sebagai akibat dari pelanggaran aturan/tata tertib. d) Percaya diri Karakter “percaya diri" peserta didik yang ditumbuhkembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar, yaitu karakter yang tidak mudah goyah oleh pengaruh orang lain, peserta didik mempunyai sikap sendiri berdasarkan pendirian ilmu dan keyakinannya, mereka mengambil keputusan dan melakukan apa yang terbaik bagi agama, diri, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Fenomena ini, tercermin pada peserta didik yang menunjukkan mutu budaya religius di SMA Islam NW Al-Azhar. e)
Budi pekerti luhur
Nilai karakter “budi pekerti luhur” di SMA Islam NW Al-Azhar, bagaimana upaya peserta didik menghindari perbuatan bohong dan melakukan tindakan yang tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain dalam bentuk apa pun. Peserta didik senantiasa menuntun diri untuk berbudi pekerti luhur agar dapat menjadi bagian dari karakter peserta didik, dan mendorong diri untuk memupuk perilaku baik, berdasarkan sistem nilai, seperti mengatakan kebenaran, iman, kejujuran, kerendahan hati dan menghindari kesombongan. Berdasarkan data penelitian di lapangan bahwa SMA Islam NW Al-Azhar memiliki kekhasan tersendiri dalam mengembangkan pendidikan karakter berbasis nilainilai religius yang ditekankan di lingkungan sekolah berimplikasi pada keseharian peserta didik berkarakter religius awareness, yaitu berkarakter beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti luhur, baik ketika berada di sekolah maupun ketika berada di rumah.
PENUTUP Berdasarkan hasil analisis pembahasan temuan tentang manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar, dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1.
Konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius yang dikembangkan di SMA Islam NW Al-Azhar adalah pendidikan berkarakter religius awareness. Nilai-nilai religius awareness yang dikembangkan adalah nilai-nilai: keikhlasan, amanah, kepatuhan (ta’at), istiqamah, peduli lingkungan, kejujuran, tanggung jawab. Pengembangan nilai-nilai religius awareness berpijak pada prinsip perpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action melalui pendekatan keteladanan.
2.
Model perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan karakter berbasis nilainilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar: a.
176
Model perencanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar dikembangkan berdasarkan visi, misi sekolah melalui rapat
Manajemen Pendidikan Karakter (Ahmad Sulhan)
kerja tahunan, model perencanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dilandasi model yang integratif, mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada kurikulum sekolah, dengan perpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action, diinternalisasikan dalam cakupan sikap dan perilaku, baik secara vertikal (hablum minallāh) dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun secara horizontal (hablum minannās) dalam hubungannya dengan diri sendiri, antar sesama, keluarga dan mayarakat, serta lingkungan sekitar.
3.
b.
Model pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dilakukan melalui habitualisasi (pembiasaan) nilai-nilai karakter peserta didik dalam konteks kehidupan nyata di sekolah dengan melibatkan seluruh elemen sekolah, dan pembiasaan nilai-nilai karakter peserta didik di rumah seperti yang dilaksanakan di sekolah dengan melibatkan orang tua peserta didik, pelaksanaan dengan pengejawantahan nilai-nilai karakter dalam sikap dan perilaku keseharian peserta didik, pelaksanaan model keteladanan perilaku seseorang dengan memainkan peran perilaku yang baik sebagai model teladan yang baik dalam pembentukan karakter, mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke seluruh mata pelajaran, menciptakan suasana yang kondusif, mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius pada kegiatan dan program ekstrakurikuler, intra dan ko-kurikuler, membangun kerjasama dengan orang tua peserta didik untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap sikap dan perilaku peserta didik dalam keseharian di rumah.
c.
Model pengawasan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dilaksanakan dengan pengendalian dan evaluasi yang ketat terhadap sikap dan perilaku peserta didik secara berkala dan berkesinambungan dengan mengembangkan indikator dari nilai-nilai karakter yang ditetapkan, pengawasan menggunakan manajemen kontrol internal melalui tata tertib dan buku attitude, dan kontrol eksternal melalui kerjasama pengontrolan dengan orang tua peserta didik, melakukan pencatatan terhadap pencapaian, melakukan analisis dan tindak lanjut yang diperlukan.
Implikasi model manajemen pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius di SMA Islam NW Al-Azhar; bagi kebijakan sekolah berupa kurikulum berbasis karakter, perangkat peraturan proses pembiasaan; sistem manajemen yang integratif; budaya religius yang berkarakter religius awareness, yaitu memiliki kesadaran mewujudkan nilai-nilai religius yang beriman dan taqwa, mencintai ilmu pengetahuan, beramal shaleh, percaya diri, berbudi pekerti luhur.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam, Khazanah Filosofis dan Implementasi Kurikulum, Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moralitas. Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2004.
177
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 12, No. 2, Juli 2016: 155-178
Ahmed, Akbar S. Postmodernism and Islam. New York: Routledge,1992. Azzet, Ahmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Yogyakarta: ArRuzz Media, 2010. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Fajar, A. Malik et.al. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Logos, 2001. Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia, 1999. Hitami, Munzir. Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. Pekanbaru: Infinite Press, 2004. Hornby, AS. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. tt: Oxford University Press, 1995. Kulsum, Umi. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis PAIKEM (Sebuah Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia). Surabaya: Gena Pratama Pustaka, 2011. “Model
Pendidikan Karakter Bangsa” dalam 50719355/Model-PendidikanKarakter-Bangsa
http://www.scribd.com/doc/
Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia, 2010. Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2003. Shimogaki, Kazou. Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme; Telaah Kritis atas Pemikiran Hasan Hanaffi, ter. M. Imam Aziz dan M. Jadul Maula. Yogyakarta: LKiS, 2000. Sudrajat, Akhmad. “Tentang Pendidikan Karakter” dalam http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2010/09/15/konseppendidikan-karakter/ Suyatno. “Peran Pendidikan sebagai Modal Utama Membangun Karakter Bangsa” makalah disampaikan dalam Sarasehan Nasional “Pendidikan Karakter” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kopertis Wilayah III Jakarta, 12 Januari 2010. Tim Penyusun. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2010. Yani, M. Turhan. “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”, Makalah, Disampaikan dalam seminar di STAIN Pamekasan pada tanggal 29 September 2011.
178