KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM
SKRIPSI NUZUL WAHYUNI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN NUZUL WAHYUNI. D14201005. 2005. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing I : Zakiah Wulandari, S. TP., M.Si. Pembimbing II : Ir. Suhut Simamora, MS Kerabang telur merupakan salah satu hasil ikutan peternakan dan juga limbah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan berbahan baku telur yang cukup potensial untuk diolah. Pengolahan kerabang telur menjadi tepung dapat mempermudah pengaplikasiannya terhadap bahan pangan. Kerabang telur mempunyai kandungan mineral khususnya kalsium yang cukup tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk pangan yang rendah kalsium. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi dengan kadar kalsium rendah adalah madu yaitu sekitar 5mg/ 100g, padahal madu merupakan bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga perlu dilakukan pengeringan guna memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk (MB), tepung kerabang telur (KT), sukrosa (S) dan asam sitrat (AS) menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan formulasi bahan dan empat kali ulangan. Formulasinya adalah sebagai berikut: (A) 45% MB, 25% S, 17% AS, 13% KT; (B) 50% MB, 25% S, 14% AS, 11% KT dan (C) 55% MB, 25% S, 11% AS, 9% KT. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal Wallis dan jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons. Hasil uji kimia menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, total asam tertitrasi dan kadar kalsium. Kadar abu dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan formulasi. Pengujian sifat warna larutan dan rasa asam menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap sifat tersebut, sedangkan warna serbuk, rasa sparkle dan tekstur menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antar formulasi. Rata-rata panelis menyatakan suka terhadap minuman instan madu bubuk formulasi A dan menyatakan agak suka untuk formulasi B dan C. Kata kunci : minuman instan, madu bubuk, tepung kerabang telur, kalsium
ABSTRACT Chemical and Organoleptic Characteristics of Honey Powder Instant Beverage which Added Egg Shell Meal as Calcium Source Wahyuni N., Z. Wulandari, and S. Simamora Egg shell has a big potential about its calcium carbonate contents, approximately 94% from total weight of it. Therefore it can be used as food additive to increase human nutrition values, especially in calcium elements. The Objective of this research was to create high calcium honey powder instant beverage from honey powder (HP), egg shell meal (EM), , citric acid (CA) and sucrose (S). This research was also conducted to evaluate chemical characteristic and costumer’s acceptability of the product. This research used Completely Randomized Design with three level formulations and four replications. The formulations were (A) 45% HP, 25% S, 17% CA, 13% EM; (B) 50% HP, 25% S, 14% CA, 11% EM dan (C) 55% HP, 25% S, 11% CA, 9% EM. The result showed that formulations didn’t significantly effected water content (4,59%), titrated total acid (16ml NaOH 0,1N/g) and calcium content (221mg/100g), but significantly effected ash content (5,4–7,6%). The colour of powder, taste of sparkle, texture and general perception of the three honey powder instant were not different. On the hand, the colour of solution and taste of acid were different and the panelist liked the A formulation beverage more than the others. Keywords : instant beverage, honey powder, egg shell meal, calcium
KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Nuzul Wahyuni D14201005
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul
: KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANO0LEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM Nama : Nuzul Wahyuni NRP : D.14201005
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Zakiah Wulandari, S.TP., MSi.) NIP 132 206 246
(Ir. Suhut Simamora, MS) NIP 130 422 708
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188
Tanggal lulus: 24 Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak R. Jeki dan Ibu Umi Nafi’ah. Pendidikan formal diawali tahun 1987 di TK Islam Dewi Masyithoh Gondanglegi, Malang hingga tahun 1989. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Islam Salafiyah Khairudin Gondanglegi, Malang. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke MTs Negeri Malang III, lulus tahun 1998. Setelah itu Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMU negeri I Gondanglegi, Malang. Tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB periode 2001-2002 dan Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al an’am (FAMM Al an’am) Fakultas Peternakan IPB periode 2002-2003. Pernah menjadi bagian dari Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan IPB (KEPAL D) periode 2002-2003 adalah kebanggan tersendiri bagi Penulis. Selain itu Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa acara yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni hingga Juli 2005. Kandungan kalsium yang tinggi pada kerabang telur yaitu sekitar 36% dari berat total dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk bahan pangan. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi tapi kandungan kalsiumnya rendah yaitu madu (sekitar 5mg/100g). Pengeringan madu bubuk dapat memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi, sedangkan penepungan kerabang telur bertujuan untuk mempermudah aplikasi terhadap bahan pangan. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum.
Bogor, Oktober 2005 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT.................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan ..............................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Kerabang Telur ................................................................................ Madu ................................................................................................ Karakteristrik Madu ............................................................. Sifat-sifat fisik Madu ........................................................... Komposisi Kimia Madu ....................................................... Kegunaan Madu ................................................................... Standar Mutu Madu di Indonesia......................................... Madu Bubuk .................................................................................... Bahan Pengisi .................................................................................. Gum Arab ............................................................................ Dekstrin ................................................................................ Asam Sitrat ...................................................................................... Sukrosa ............................................................................................ Pangan Fungsional ........................................................................... Minuman Instan ............................................................................... Kalsium ............................................................................................ Penyerapan Kalsium dalam Tubuh .................................................. Pengeringan Semprot ......................................................................
3 4 5 5 7 9 10 10 11 11 13 14 14 15 16 18 20 21
METODE ..................................................................................................
24
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Rancangan Percobaan ...................................................................... Perlakuan .............................................................................
24 24 24 24
Model ................................................................................... Peubah yang Diukur............................................................. Analisis Data ........................................................................ Prosedur ........................................................................................... Penelitian Pendahuluan ........................................................ Penelitian Utama ..................................................................
25 25 27 28 28 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
32
Penelitian Pendahuluan .................................................................... Penelitian Utama .............................................................................. Sifat Kimia ....................................................................................... Kadar Air ............................................................................. Kadar Abu ............................................................................ Total Asam Tertitrasi ........................................................... Kadar Kalsium ..................................................................... Sifat Organoleptik ............................................................................ Warna ................................................................................... Rasa ...................................................................................... Tekstur ................................................................................. Penerimaan Umum...............................................................
32 32 32 33 34 35 35 36 37 39 40 41
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
42
Kesimpulan....................................................................................... Saran .................................................................................................
42 42
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
44
LAMPIRAN.................................................................................................
49
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Rata-rata dari Madu ..................................................
8
2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 ..............................
10
3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) ...........
17
4. Persyaratan Minuman Soda ...................................................................
19
5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk ..............................................
25
6. Formulasi Madu Bubuk .........................................................................
28
7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk.....................................
33
8. Nilai Skoring Uji Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk ............
37
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Penampang Melintang Kerabang Telur ..................................................
3
2. Reaksi Degradasi Heksosa dalam Madu oleh Sel Khamir .....................
6
3. Stuktur Gum Arab ..................................................................................
12
4. Struktur Dekstrin.....................................................................................
13
5. Reaksi Kimia antara Asam Sitrat dan Kalsium karbonat .......................
19
6. Mekanisme Metabolisme Kalsium .........................................................
20
7. Bagian Alat Pengering Semprot (Spray Dryer) ......................................
23
8. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Instan Madu Bubuk ...........
30
9. Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk pada Berbagai Perlakuan ....
34
10. Respon Panelis terhadap Warna Larutan Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi ............................................................................
38
11. Respon Panelis terhadap Rasa Asam Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi ............................................................................
40
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Formulir Uji Skoring Minuman Instan Madu Bubuk ............................
50
2. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Air ..........................................................
51
3. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Abu ........................................................
51
4. Hasil Sidik Ragam Uji Total Asam Tertitrasi ........................................
51
5. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Minuman Instan Madu Bubuk
51
6. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap Warna Serbuk Minuman Instan madu Bubuk........................................
52
7. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap Warna Larutan Minuman Instan madu Bubuk ......................................
52
8. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap Rasa Sparkle Minuman Instan madu Bubuk..........................................
52
9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap Rasa Asam Minuman Instan madu Bubuk ............................................
53
10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap Tekstur Minuman Instan Madu Bubuk ..................................................
53
11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap Penerimaan Umum Minuman Instan Madu Bubuk ................................
53
12. Gambar Alat Spray Dryer Tipe Buchi 190 .............................................
54
13. Gambar Alat Homogenizer .....................................................................
54
14. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi A ...........................................
55
15. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi B ...........................................
55
16. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi C ...........................................
55
PENDAHULUAN Latar Belakang Kerabang telur merupakan salah satu limbah peternakan yang menjadi masalah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan yang berbahan baku telur. Tidak ada data yang memuat angka pasti jumlah kerabang telur yang dihasilkan per tahun di Indonesia, akan tetapi jika dilihat dari jumlahnya industri pengolahan pangan yang berbahan baku telur maka dapat dipastikan jumlah limbah kerabang telur juga akan cukup besar. Produksi yang cukup besar menimbulkan usaha-usaha yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah ini agar lebih berdaya guna. Selama ini kerabang telur lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan campuran pakan ternak. Padahal kandungan kalsium kerabang telur yang tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total kerabang telur dapat digunakan juga sebagai bahan penambah nilai gizi suatu bahan pangan. Kalsium merupakan zat kimia yang mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna bening, tidak beracun dan menimbulkan rasa pahit pada kadar-kadar tertentu. Mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium dalam darah jumlahnya relatif konstan. Kalsium diperlukan tubuh untuk berbagai fungsi seperti pembekuan darah, penyusun tulang dan gigi, kontraksi otot dan sebagainya. Madu merupakan bahan pangan bersumber energi tinggi karena mengandung gula-gula sederhana yang dapat segera dimanfaatkan oleh tubuh.. Sifat madu yang higroskopis menyebabkan kadar air madu mudah mengalami peningkatan pada suhu ruang sehingga dapat menyebabkan terjadinya fermentasi. Madu sebagai larutan gula memiliki sifat sangat jenuh dan tidak stabil sehingga di bawah kondisi tertentu dapat mengalami kristalisasi. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif
cara untuk
mengurangi tingkat kerusakan madu yaitu dengan mengolah madu menjadi bentuk bubuk (powder). Pengeringan madu menjadi bentuk bubuk dapat mengurangi kadar air dari dalam madu tersebut sampai sekitar 3-5% sehingga dapat memperpanjang daya simpannya dibandingkan dalam bentuk cair (liquid). Selain itu, pengolahan madu dalam bentuk bubuk juga dapat mempermudah aplikasi madu pada produk-produk pangan.
Perumusan Masalah Kerabang telur merupakan hasil ikutan dari produk peternakan yang masih dapat ditingkatkan keoptimalan penggunaannya. Mengingat kandungan kalsiumnya yang begitu tinggi (sekitar 36% dari berat total kerabang telur) dan kebutuhan manusia akan kalsium yang begitu tinggi pula (sekitar 500-600mg/hari), maka kerabang telur dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar kalsium suatu bahan pangan. Penggunaan kalsium dapat dikombinasikan dengan madu bubuk yang mempunyai potensi sebagai makanan sumber energi yang cukup potensial. Penambahan kalsium dari tepung kerabang telur diharapkan mampu meningkatkan kadar kalsium dalam madu, sehingga terbentuk produk yang selain sebagai sumber energi tetapi juga dapat menjadi sumber kalsium. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk, tepung kerabang telur, sukrosa dan asam sitrat menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium sekitar 32004800mg/100g dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA Kerabang Telur Hasil Ikutan Ternak (animal by-product) merupakan hasil samping dari pemotongan ternak yang dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan menimbulkan masalah bagi industri dan lingkungan. Usaha pemanfaatan hasil ikutan dan limbah dari pemotongan ternak telah banyak dilakukan, baik untuk kepentingan manusia, untuk pakan ternak maupun untuk keperluan industri (Hardianto, 2002). Sebanyak 45.400.000 Kg (100.000.000 pounds) limbah kerabang telur diproduksi tiap tahun oleh egg breaking plants di Amerika. Kebanyakan limbah ini dibuang tanpa pengolahan lebih lanjut (Walton et al., 1973). Sekitar 0,5Kg limbah kerabang telur dihasilkan oleh pedagang nasi goreng atau martabak di seputar wilayah Kampus Dalam Darmaga Bogor setiap harinya. Sebutir telur ayam kurang lebih terdiri dari 11 % kerabang telur, 31 % kuning telur dan 58 % putih telur (Benjamin et al., 1960 ; Mountney, 1966). Kerabang telur yang membungkus telur tersebut beratnya 9-12 % dari berat telur total, dan mengandung 94 % kalsium karbonat, 1 % kalium phosphat, 1 % magnesium karbonat dan 4 % bahan organik (Benjamin et al., 1960 ; Mountney, 1966; Stadelman dan Cotteril, 1972). Berikut disajikan gambar melintang lapisan kerabang telur:
Gambar 1. Penampang Melintang Kerabang Telur (Walton et al., 1973)
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa kerabang telur terdiri dari beberapa lapis. Lapisan tersebut berturut-turut adalah membran sel ( membaran pembatas, dalam dan luar), lapisan inti (kerucut, palisade dan kristal permukaan) dan kutikula. Kerabang telur mengandung 1,6% air dan 98,4% bagian padat. Bagian padat ini terdiri 3,3% protein, 0,03% lemak dan 95,1% mineral. Jumlah mineral di dalam kerabang telur beratnya 2,25 gram yang terdiri dari 2,21 gram kalsium, 0,02 gram magnesium, 0,02 gram phosphor serta sedikit besi dan sulfur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur kaya akan kalsium dan mangandung juga protein yang berasal dari sisa-sisa albumin, selaput kerabang telur dan “matriks” kerabang telur (Meyer et al., 1973; Vandepopuliere et al., 1975 ; Christmas dan Harms, 1976). Menurut Daengprok et al. (2003) Tepung kerabang telur telah direkomendasikan sebagai sumber kalsium yang atraktif untuk kesehatan manusia guna meningkatkan kepadatan mineral tulang bagi yang mengalami osteoporosis. Saat ini telah dikembangkan riset guna meningkatkan nilai tambah kerabang telur sebagai bahan pangan (Daengprok et al., 2003). Mountney (1966) menyatakan bahwa kerabang telur sebanyak 0,4% ditambahkan pada puding bakar, es krim, kue dasar, muffin, yeast roll, popovers dan mayonaise guna meningkatkan kandungan kalsiumnya. Penambahan itu tidak mampengaruhi kualitas palatabilitas dan pemasakan pangan-pangan tersebut (Mountney, 1966). Madu Madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari sumber nektar (SNI 01-3504-2004). Menurut Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia (1999), madu adalah cairan yang banyak mengandung zat gula yang terdapat pada sarang lebah atau bunga (rasanya manis). Di Eropa, madu didefinisikan sebagai substansi manis yang diproduksi lebah madu dari nektar bunga atau hasil sekresi tanaman hidup yang dikumpulkan oleh lebah, diubah dan disimpan dalam sarangnya (Gojmerac, 1983). Menurut Pusat Apiari Pramuka (2002), madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai sumber nektar yang masih mengandung enzim diastase aktif.
Karakteristik Madu Karakteristik madu yang bisa diamati adalah aroma, rasa dan warna. Karakteristik tersebut berbeda-beda tergantung dari sumber nektarnya. Aroma madu ditentukan oleh komponen volatile yang terdiri dari grup karbonil seperti formaldehyde, propionaldehide, aseton, metal etil keton dan metakrom (White, 1979). Aroma madu juga dipengaruhi oleh asam lemak atsiri dan senyawa lain dalam nektar (Sukartiko, 1986). Flavor madu ditentukan oleh variasi gula, asam amino dan asam-asam lain, tannin dan senyawa non volatile (White, 1992). Aroma dan rasa madu mudah hilang oleh pemanasan dan penyimpanan yang kurang sempurna (Sukartiko, 1986). Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), warna madu dipengaruhi oleh tingkat pemanasan karena pemanasan yang lama akan mengubah warna madu menjadi lebih gelap. Warna, aroma dan flavor madu pada derajat tertentu masih berhubungan. Warna dapat diukur secara objektif sedangkan aroma dan flavor masih menggunakan pengujian subjektif. Ketiga karakteristik tersebut sangat penting bagi konsumen (Gojmerac, 1983). Sifat-Sifat Fisik madu Densitas atau Berat Jenis. Densitas madu adalah berat madu persatuan volume, bila densitas suatu bahan dibandingkan dengan berat air pada volume sama pada suatu temperatur tertentu disebut berat jenis. Sifat ini dipengaruhi oleh temperatur pengukuran dan kandungan air madu. Semakin tinggi kadar air dalam madu maka berat jenis madu semakin rendah (White, 1992). Viskositas. Viskositas menunjukkan kekentalan dari aliran madu, biasa disebut body. Madu yang kental menunjukkan viskositas yang tinggi, sebaliknya madu yang yang encer memiliki viskositas yang rendah. Viskositas dalam madu dipengaruhi oleh temperatur, semakin rendah temperatur maka semakin tinggi pula viskositasnya, selain itu viskositas juga dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat dalam madu . Peningkatan 1% kadar air akan menurunkan viskositas madu secara nyata (Root, 1980).
Sifat Higroskopis. Sukartiko (1986) menyatakan bahwa madu bersifat higroskopis atau menyerap air. Madu matang yang sudah dikeluarkan dari selnya akan segera menyerap air dari udara sekelilingnya sampai mencapai keseimbangan. Hal ini dikarenakan madu merupakan larutan sangat jenuh dan tidak stabil (Gojmerac, 1983). Madu yang berkadar air 17,4% memiliki keseimbangan uap air 58%, ini menunjukkkan bahwa kadar air madu dipengaruhi oleh RH udara (Gojmerac, 1983. White (1992) menunjukkan bagaimana pengaruh kelembaban udara terhadap kandungan air madu. Kelebihan dari air madu dapat dikurangi dengan mengekspos madu pada ruangan dengan RH lebih rendah daripada nilai keseimbangannya (White, 1992). Kadar air yang lebih tinggi dapat menyebabkan madu mengalami fermentasi oleh mikroorganisme (Winarno, 1982). Kristalisasi.
Menurut Krell (1996), kristalisasi terbentuk dari kristal glukosa
monohidrat yang bervariasi dalam jumlah, dimensi maupun ukurannya. Proses ini dipicu oleh komposisi madu yang memiliki kadar air yang rendah dan kadar glukosa yang tinggi. Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980) bahwa jika kadar glukosa tinggi, kadar air rendah dan temperatur rendah maka kristalisasi akan berjalan cepat. Kristalisasi optimal terjadi pada temperatur penyimpanan 14° C. Fermentasi.
Menurut Tjokroadikoesomo (1986), fermentasi merupakan proses
perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba, sehingga fermentasi dapat berlangsung. Lebih lanjut Achmadi (1991) menambahkan, bahwa fermentasi merupakan proses biokimia yang umum terjadi pada madu yang disimpan. Penyebabnya adalah sejenis khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dan berkembang dalam madu. Menurut Fardiaz (1989), sel khamir akan mendegradasi hexosa dalam madu menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida. Reaksinya adalah sebagai berikut: Khamir C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 Gambar 2. Reaksi Degradasi Hexosa dalam Madu oleh Sel Khamir Sumber: Fardiaz (1989)
Hidroksimetilfurfural. Menurut Baum (1970), apabila monosakarida berada dalam kondisi asam maka monosakarida tersebut merupakan pentosa, maka akan terbentuk furfural, sedangkan apabila monosakarida tersebut merupakan heksosa maka akan terbentuk hidroksimetilfurfural (HMF). Achmadi (1991) menambahkan bahwa HMF merupakan hasil dekomposisis glukosa, fruktosa dan monosakarida lain yang memiliki enam atom C dalam suasana asam dan dipercepat dengan bantuan panas. Reaksi selanjutnya menghasilkan asam format dan levulinat. Adanya HMF menunjukkan bahwa madu telah mengalami proses pemanasan dan penambahan gula (White, 1979). Komposisi Kimia Madu Komposisi kimia madu dipengaruhi oleh dua hal, yakni komposisi nektar yang dihasilkan dan yang berhasil dikumpulkan oleh lebah serta faktor eksternal, seperti cuaca dan iklim. Selain itu banyak tidak bunga, derajat kematangan madu serta cara ekstraksi juga turut mempengaruhi komposisinya (White, 1979). Komposisi madu terutama terdiri dari air dan karbohidrat. Selain itu, madu juga mengandung komponen lain seperti asam, mineral dan enzim dalam jumlah sedikit (White,1992). Air.
Air yang terkandung dalam sisiran madu berasal dari nektar yang telah
dimatangkan oleh lebah. Konsentrasinya tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pematangan madu antara lain kondisi cuaca, kadar air awal nektar serta kekuatan koloni (White, 1992). Febrinda (1993) mengungkapkan secara alami kadar air madu Indonesia cukup tinggi yakni sekitar 22,9%. Kadar air yang tinggi ini disebabkan oleh kelembaban relatif udara di Indonesia yang tinggi sekitar 80%. Karbohidrat. Karbohidrat dalam bentuk gula merupakan komponen utama dalam madu dan jumlahnya bisa mencapai 90-95%. Gula yang terdapat dalam madu terdiri dari fruktosa, glukosa, sukrosa dan dekstrin. Gula-gula tersebut tidak seluruhnya terdapat dalam nektar, tetapi kandungannya meningkat karena aktifitas enzim selama pemanasan madu (Root, 1980).
Bahan-Bahan Lain. Komponen lain dalam madu adalah asam, mineral, enzim, protein dan vitamin. Berikut disajikan tabel komposisi kimia rata-rata madu yang direkomendasikan oleh instansi atau perorangan berdasarkan hasil penelitian. Tabel 1. Komposisi Kimia Rata-Rata dari Madu Komposisi
Rata-Rata 1
2
3
4
5
Kadar air(%)
17.20
20.00
23.00
17.20
17.10
Fruktosa(%)
38.20
-
-
-
38.50
Dekstrosa(%)
31.30
-
-
-
31.00
Sukrosa(%)
1.30
-
-
-
1.50
Maltosa(%)
7.30
-
-
-
7.20
Oligosakarida(%)
1.50
-
-
-
-
Karbohidrat(%)
79.60
79.50
76.00
82.30
82.40
Asam bebas(%)
0.43
-
-
-
-
Glukonolaktone(%)
0.14
-
-
-
-
Total asam(%)
0.57
-
-
-
-
Nitrogen(%)
0.04
0.30
0.30
0.30
0.04
pH
3.90
-
-
-
3.90
Nilai diastase
20.80
-
-
-
-
Kadar abu(%)
0.17
0.22
-
0.20
-
Fosfor(mg)
-
16.00
-
6.00
1.9-6.3
Natrium(mg)
-
-
-
5.00
0-7.60
Kalium(mg)
-
-
-
51.00
13.2-168
Kalsium(mg)
-
5.00
5.00
5.00
4.4-9.2
Vitamin A(mg)
-
-
Trace
-
-
Vitamin C(mg)
-
4.00
-
-
2.2-2.4
Thiamin(mg)
-
-
0.05
-
<0.006
Riboflavin(mg)
-
-
0.02
0.04
<0.06
Niacin(mg)
-
-
-
0.30
<0.36
Sumber : 1. Bernice dan Annabel ( 1975) 2. White et al. (1979) 3. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1979) 4. Suharjo et al. (1985) 5. National Honey Board (2004).
Berdasarkan tabel di atas, secara umum hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan adanya variasi yang besar dari beberapa jenis madu. Asam yang terutama adalah asam glukonat, meskipun jumlahnya sedikit tetapi dapat mempengaruhi cita rasa, aroma, dan kestabilan madu terhadap mikroorganisme (Root, 1980 ; Sihombing, 1997). Madu memiliki kadar abu yang berkisar antara 0,2% sampai 1%. Mineral yang dominan terdapat dalam madu adalah fosfor, kalium, kalsium, besi dan natrium (Suharjo et al., 1985). Secara keseluruhan madu mempunyai macam-macam enzim yaitu amilase, glukooksidase, katalase, invertase, diastase, peroksidase, fosfatase dan enzim-enzim proteolitik (Lineback dan Inlett, 1982). Semua enzim ini berasal dari nektar, serbuk sari dan sekresi saliva lebah (White, 1992). Root (1980) menyatakan bahwa sejumlah kecil nitrogen terdapat dalam madu yakni berjumlah sekitar 0,04% hingga 0,23%, dalam bentuk protein, nilai protein terdapat sekitar 0,25% sampai 0,8%. Madu juga mengandung asam amino yang berasal dari pemecahan rantai protein. Sekitar 11 sampai 12 asam amino terdapat dalam madu, antara lain prolin, tyrosin, leusin, asam glutamat, alanin, fenilalanin, dan isoleusin. Unsur penting lainnya pada madu adalah vitamin, terutama adalah thiamin, riboflavin, biotin, asam askorbat, piridoksin, niacin dan asam panthotenat yang jumlahnya masing-masing tergantung pada jenis madunya (White, 1979). Menurut Winarno (1982) kandungan thiamin adalah 0,1 mg/100 g madu, sedangkan riboflavin 0,02 mg/100 g madu. Kegunaan Madu Madu merupakan salah satu minuman yang digemari karena banyak sekali manfaatnya. Beberapa manfaat yang telah diketahui diantaranya adalah untuk kesehatan, kecantikan dan juga sering digunakan sebagai campuran minuman jamu tradisional. Hal ini didukung oleh ayat Alqur’an dalam Surat An-Nahl : 69
yang
berbunyi ” Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda (kebesaran Tuhan) bagi orang yang berfikir” (Q.S. An-Nahl : 69).
Di dalam industri pangan, madu memegang peranan penting seperti sebagai penyerta dalam pembuatan beberapa macam kue dan roti. Disamping itu juga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik. Standar Mutu Madu di Indonesia Di Indonesia persyaratan mutu madu di atur oleh Dewan Standarisasi Nasional dengan SNI 01-3545-2004 mengenai mutu dan cara uji madu. Berikut disajikan tabel tentang beberapa persyaratan madu yang terdapat dalam peraturan tersebut : Tabel 2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 Bau, rasa dan warna
Normal
Aktifitas diastase
Minimal 3DN
HMF
Maksimal 50 mg/Kg
Air
Maksimal 22%
Gula pereduksi
Minimal 65%
Sukrosa
Maksimal 5%
Keasaman
Maksimal 50 mek/Kg
Padatan tak terlarut
Maksimal 0,5%
Abu
Maksimal 0,5%
Asam benzoat
Tak boleh ada
Logam berbahaya
Negatif
Sumber: SNI 01-3545-2004
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar air yang disyaratkan oleh Dewan Standarisasi Nasional untuk madu di Indonesia adalah maksimal 22%, kadar abu maksimal 0,5% dan keasaman maksimal 50mek/Kg. Zat asam yang tidak boleh ada pada madu adalah asam benzoat. Madu Bubuk Secara komersial madu yang telah dikeringkan tersedia dalam bentuk bubuk, serpihan, butiran dan kristal. Pembuatan madu yang dikeringkan selalu ditambah dengan bahan lain untuk mengurangi sifat higroskopis madu kering yang dihasilkan. Sehingga diperoleh madu yang tidak lengket. Bahan-bahan tersebut antara lain dari
golongan pemanis (High Fructose Corn Syrup, maltodekstrin dan sirup gula) dan bahan anti cacking (kalsium stearat, dekstrin, tepung pati) (NHB, 2004 b). Warna madu kering bervariasi dari warna terang sampai coklat. Hal ini tergantung dari warna asal, proses pengeringan yang digunakan dan jumlah bahan pengisi (NHB, 2004 b). National Honey Board (2004 b) menambahkan bahwa produk madu bubuk memiliki kelebihan antara lain kadar airnya rendah (2-3,5%), tekstur, flavor dan warna lebih konsisten, bobot yang lebih ringan, mengurangi ruang penyimpanan dan mudah dibersihkan. Akan tetapi karena penggunaan dalam industri masih sangat terbatas maka sejauh ini belum ada standar USDA untuk madu bubuk. Madu bubuk dengan formulasi 38% madu, 6% gum arab dan 56% dekstrin yang dihasilkan dengan metode pengeringan semprot dengan pemanasan 180° C tidak mengalami kerusakan nutrisi, terutama kadar fruktosa dan glukosa (Kumalasari, 2001). Meskipun terjadi peningkatan kadar HMF madu bubuk yaitu sekitar 24,2 mg/Kg26,3 mg/Kg dari 14,15 mg/Kg (madu segar), akan tetapi masih memenuhi standar kadar HMF yang ditentukan (Chasanah, 2001). Bahan Pengisi Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan. Kandungan total padatan berpengaruh terhadap lama proses pengeringan semprot dan rendemen (Master, 1979). Menurut Crane (1979), pembuatan madu yang dikeringkan dapat menggunakan kurang lebih 55 % pati sebagai bahan pengisi supaya dicapai hasil yang maksimal. Gum Arab Gum arab dikenal juga dengan sebutan gum akasia yang merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum ini merupakan hasil sekresi bagian kulit atau batang tanaman (plant exudation) dari spesies tertentu pohon akasia yang berupa cairan kental dan akan jadi padat bila dibiarkan dingian. Spesies Acasia banyak yang ditemukan namun hanya tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu A. senegal, A. seyal dan A. laeta (Klose dan Glicksman,1968). Glicksman dan Schachat (1959) menyatakan bahwa gum arab merupakan senyawa kompleks heteropolisakarida yang terdiri dari L-arabinosa (30,3%), L-
ramnosa (11,4%), D-galaktosa (36,8) dan D-asam glukoronat (13,8%) serta mengandung ion kalsium, magnesium, dan kalium. Gum arab merupakan bahan pengisi yang aman digunakan atau Generally Recognize as Safe (GRAS), tidak beracun dan tidak bahaya untuk dikonsumsi manusia (Lewis, 1989). Fungsi gum arab adalah untuk memperbaiki viskositas, tekstur dan bentuk makanan. Gum arab juga mempertahankan aroma dari bahan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot karena gum arab dapat melindungi senyawa aroma dari pengaruh oksidasi, evaporasi dan absorbsi dari udara terbuka terutama untuk produkproduk yang higroskopis (Glicksman dan Sachachat, 1959). Gum arab memiliki sifat mudah larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang kurang kental, sehingga gum arab cocok digunakan sebagai bahan pengisi untuk bahan pangan yang dikeringkan dengan pengering semprot (Glicksman dan Sachachat, 1959). Berikut disajikan gambar struktur gum arab: GALP
GALP
ARAF
ARAF
ARAF
ARAF
GALP ------------ GALP -------------- GALP ------------- GALP RHAP -------- GALP
RHAP ---- GALP
GA
GA
ARAF
ARAF
Keterangan : ARAF = L-arabofuranosa RHAP = L-ramnopyranosa GALP = D-galactopyranosa GA
= D-glucorome acid
Gambar 3. Stuktur Gum Arab (Glicksman dan Schachat, 1959) Berdasarkan gambar di atas gum arab terdiri atas 4 komponen utama. Komponen-komponen tersebut adalah L-arabofuranosa, L-ramnopyranosa, Dgalactopyranosa dan D-glucorome acid.
Dekstrin Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisa pati secara tidak sempurna. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaandekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback dan Inlett, 1982). Pada pembentukan dekstrin terjadi transglukosidasi yaitu perubahan ikatan pada alpha 1,4-glukosidik menjadi ikatan alpha 1,6-glukosidik. Perubahan ini menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil daripada pati (Satterwaite dan Iwinski, 1973). Menurut Lewis (1989), dekstrin merupakan bahan yang aman untuk digunakan (Generally Recognize as Safe), tidak beracun dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Dekstrin dipakai untuk campuran serbuk minuman, pembuatan gula-gula dan bermacam-macam kue.
Gambar 4. Struktur Dekstrin (Shallenberger dan Birch, 1975)
Asam Sitrat Asidulan merupakan senyawa kimia bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan atau minuman dengan berbagai tujuan seperti pemberi rasa, penegas rasa dan warna, pengawet. Selain itu dapat juga digunakan untuk menyelubungi after taste yang tidak disukai (Rohdiana, 2003). Asam sitrat termasuk ke dalam kelompok asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan) yang dapat digunakan sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai (Winarno, 1992). Asam sitrat memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dan mudah didapatkan dalam bentuk granular (Rohdiana, 2003). Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (2-hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau dari cara fermentasi. Asam sitrat merupakan asam organik yang pertama kali diisolasi dan dikristalkan oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk kemudian diproduksi secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Rosniawati, 2002). Asam sitrat juga dapat bersifat sebagai chelating agent atau sekuestran, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalent seperti Mn, Mg dan Fe. Logamlogam ini sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis. Asam sitrat sebagai chelating agent juga dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur (Kharisma, 2002). Sukrosa Menurut Dewi (1986), karakteristik bahan pemanis ideal antara lain : (1) kemanisan minimal sama dengan sukrosa, (2) tidak berwarna, (3) dapat larut dalam air, (4)
komposisinya stabil, (5) dapat dimetabolisme secara normal, secara
ekonomis layak, (6) tidak beracun, (7) tidak menimbulkan karies pada gigi, (8) tidak menambah kalori pada diet dan (9) memiliki sifat-sifat dan fungsi lain untuk makanan dan minuman. Dewasa ini dikenal beberapa jenis gula buatan yang lebih tepat dikenal sebagai bahan pemanis, karena mempunyai sifat lebih manis daripada gula tetapi bukan karbohidrat dan tidak berkalori. Tujuan mula-mula pemakaian
bahan pemanis umumnya adalah untuk memperbaiki flavour (rasa dan bau) bahan makanan, sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan, kegunaannya yang lain yaitu dapat memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya dengan peningkatan kekentalan, menambah ’bobot rasa’ (body), meningkatkan mouth feel dan sebagainya. Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Secara komersial gula pasir dibuat melalui proses penyulingan dan kristalisasi (Almatsier, 2001). Kemanisan sukrosa sama dengan 1,00. Industri-industri makanan biasa menggunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup) (Winarno, 1992). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa biasanya terletak pada karbon anomerik, sedangkan pada fruktosa hidroksil reaktifnya terletak pada atom karbon nomor 2, sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat (Winarno, 1992). Pangan Fungsional Menurut The International Food Information Council
(IFIC), pangan
fungsional adalah pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat gizi dasar (IFIC Foundation, 1998). Menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang, pangan fungsional adalah pangan yang berdasarkan pengetahuan antara pangan atau komponen pangan dan kesehatan, diharapkan memiliki keuntungan dalam kesehatan dan telah dinyatakan bahwa orang yang menggunakan produk tersebut untuk kesehatan akan memperoleh kesehatan (Fardiaz, 2003). Muchtadi (2001) mengatakan bahwa ilmuwan Jepang menekankan pada 3 fungsi dasar pangan fungsional yaitu sensori (warna, penampilan menarik dan citarasa yang enak), nutritional (bergizi tinggi) dan fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain pencegah dari timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan penyehatan kembali (recovery).
Menurut Ichikawa (1994) suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) dapat digunakan sebagai makanan dan memilki fungsi untuk kesehatan, (2) manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data ilmiah, (3) jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi, (4) aman dalam diet yang seimbang, (5) memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisis yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan pangan dapat ditentukan, (6) tidak mengurangi nilai gizi pangan, (7) dikonsumsi dengan cara yang wajar, (8) tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul ataupun serbuk dan (9) berasal dari bahan-bahan alami. Menurut Woodroof dan Philips (1974), minuman secara umum memiliki fungsi kesehatan karena mengandung senyawa gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang dapat langsung dirubah menjadi energi, mengandung air yang sangat penting bagi tubuh (pencernaan, mengendalikan suhu tubuh, melumasi sendi, membuang sisa pencernaan, menyerap O2 dan membuang CO2 di jantung). Minuman kesehatan diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stres, menurunkan kandungan kolesterol, meningkatkan sistem pertahanan tubuh, disamping memiliki rasa dan aroma yang enak (Sampoerna dan Fardiaz, 2001). Minuman Instan Produk
pangan
instan
menurut
Hartomo
dan
Widiatmoko
(1992)
didefinisikan sebagai produk dalam bentuk konsentrat atau terpekatkan dengan penghilangan air sehingga mudah ditambah air (dingin/panas), mudah larut dan siap disantap. Proses instan berjalan ideal apabila bubuk yang terkena media air menjadi basah dalam beberapa saat lalu tenggelam dan segera larut atau terdispersi secara merata dalam mediumnya (Hartomo dan Widiatmoko, 1992). Produk minuman merupakan sekelompok makanan atau pangan yang mempunyai peranan penting dan jenisnya sangat beragam. Bentuk minuman yang ada sebagai hasil industri saat ini berupa cairan encer atau kental serta serbuk. Menurut Verral (1984), minuman serbuk dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah daripada minuman cair, tidak atau sedikit sekali mengandung air dengan berat
dan volume yang rendah, memiliki kualitas dan stabilitas produk yang baik, memudahkan dalam transportasi, cocok untuk konsumsi skala besar serta cocok sebagai pembawa zat gizi seperti vitamin dan mineral yang lebih mudah mengalami kerusakan jika dalam minuman bentuk cair. Proses pembuatan serbuk instan dapat dilakukan dengan cara tradisional dan modern, tergantung pada teknologi yang dipakai. Secara tradisional, serbuk instan dapat diperoleh dari pengeringan sederhana dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan pemasakan larutan bahan yang disertai dengan pengadukan sampai diperoleh serbuk kering. Serbuk instan dengan pengolahan modern diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan pengering semprot, pengering beku dll (Glicksman, 1986). Berikut persyaratan untuk minuman serbuk: Tabel 3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) Warna
Normal
Bau
Normal, khas rempah-rempah
Rasa
Normal, khas rempah-rempah
Air
Maksimal 3%
Abu
Maksimal 1,5%
Jumlah gula
Maksimal 85%
Bahan Tambahan Makanan Pemanis buatan Sakarin
Tidak ada
Siklamat
Tidak ada
Pewarna tambahan
Sesuai SNI 01-0222-1995
Cemaran logam Timbal (Pb)
Maksimal 0,2 mg/Kg
Tembaga (Cu)
Maksimal 2 mg/Kg
Seng (Zn)
Maksimal 5 mg/Kg
Timah (Sn)
Maksimal 40 mg/Kg
Arsen (As)
Maksimal 0,1 mg/Kg
Cemaran mikroba Angka Lempeng Total
3 x 103 koloni/gr
Koliform
< 3 APM/gr
Sumber: SNI 01-3708-1995
Kalsium Kalsium merupakan zat kimia yang mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna bening, tidak beracun dan dapat menimbulkan rasa pahit pada kadar-kadar tertentu. Menurut Cameron (1985), mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak. Osteoporosis merupakan masalah umum yang dialami oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Sebuah penelitian oleh D. M. Hegsted di tahun 1973 menyebutkan bahwa di Amerika terdapat 14 juta wanita dan lebih sedikit pria yang menderita efek cacat akibat osteoporosis. Selain itu, pertumbuhan gigi dan kemampuan pembekuan darah dapat melambat akibat kekurangan kalsium. Bahkan, penelitian oleh dr. Susan Thys-jacob dan rekan-rekannya di New York, menyebutkan gejala premenstruasi sindrom (PMS) dapat dikurangi 48 % pada wanita yang mengonsumsi kalsium tiga siklus haid sebelumnya (Surono, 1999). Kandungan kalsium dalam makanan dapat diperoleh langsung dari alam contohnya bayam, daun talas, daun melinjo, kacang-kacangan dan ikan-ikan laut ataupun dari produk pangan miskin kalsium yang telah direkayasa dengan menambahkan kalsium ke dalamnya (Surono, 1999). Terdapat pula dalam susu, daging dan telur (Cameron, 1985). Menurut Soekirman (1999), Angka Kecukupan Gizi rata-rata untuk kalsium bagi pria umur 20-45 tahun adalah 500 mg/ hari, sedangkan untuk wanita 600 mg/hari. Sedangkan menurut Miller (1996) kebutuhan pria dan wanita umur 11-24 th serta ibu hamil dan menyusui adalah 1200 mg/ hari, sedangkan pria dan wanita umur 24-50 th adalah 800 mg/hari. Manfaat kalsium diantaranya adalah untuk menjaga kelangsingan tubuh, mengurangi PMS, membantu otot-otot jantung bekerja dengan baik, mengurangi resiko kanker kolon (Tim Penulis Nirmala, 2003). Jika dari makanan sehari-hari asupan kalsium kurang, suplemen sangat membantu. Asupan kalsium bisa ditoleransi oleh tubuh dengan baik pada dosis 2000 – 2500 mg (Surono, 1999). Konsumsi suplemen kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat meningkatkan resiko terkena batu ginjal dan kanker prostat (Tim Penulis Nirmala, 2003). Suplemen kalsium tersedia dalam tiga bentuk yaitu kalsium karbonat, kalsium sitrat dan kalsium fosfat. Kalsium karbonat merupakan bahan yang paling
banyak digunakan dalam suplemen karena jenis ini yang paling baik dicerna bila disertai makanan. Bila konsumsi kalsium tidak disertakan dalam makanan, maka bentuk kalsium yang paling cepat dicerna. Bagi penderita achlorhydria (tidak mempunyai asam pencernaan), kalsium sitrat lebih efektif penggunaannya (Surono, 1999). Asam sitrat akan membentuk kalsium sitrat jika ditambahkan pada kalsium karbonat, karena Ca dari kalsium karbonat akan bereaksi dengan sitrat membentuk Ca3(C6H5O7) . Karbondioksida yang dihasilkan akan memberikan efek sparkle (rasa seperti soda). Reaksi ini dikehendaki terjadi secara spontan ketika dilarutkan dalam air yang reaksinya adalah sebagai berikut : 2 H3C6H5O7.H2O + 3 CaCO3 Asam sitrat
Ca-karbonat
Ca3(C6H5O7)2 + 5 H2O + 3 CO2 Ca-sitrat
Air
Karbondioksida
Gambar 5. Reaksi Kimia antara Asam Sitrat dan Kalsium karbonat Berikut persyaratan minuman soda berdasarkan SNI 01-3708-1995: Tabel 4. Persyaratan Minuman Soda Berdasarkan SNI 01-3708-1995 Kriteria Satuan Persyaratan Keadaan Jernih Warna Tidak Berbau Bau Normal Rasa 0 3-5 atm CO2 (27 C) Maksimal 500 mg/Kg Total Padatan Terlarut Tak ada Sesuai SNI 01-3708-1995 Bahan Tambahan makanan Cemaran Logam Maksimal 0,2 mg/Kg Timbal (Pb) Maksimal 2 mg/Kg Tembaga (Cu) Maksimal 5 mg/Kg Seng (Zn) Maksimal 0,03 mg/Kg Raksa (Hg) Maksimal 40 mg/Kg Timah (Sn) Untuk Kaleng 250 Maksimal 0,1 mg/Kg Arsen (As) Cemaran Mikroba Maksimal 2.102 koloni/ml Angka Lempeng Total APM/ml Coloform Maksimal 20 APM/ml <3 Eschericia. coli Salmonella 1/100ml koloni/ml 0 Staphylococcus aureus koloni/ml (-) Vibrio species koloni/ml (-) Clostridium Perfringens koloni/ml Kapang dan Khamir Maksimal 50 Sumber: SNI 01-3708-1995
Penyerapan Kalsium dalam Tubuh Menurut Winarno (1992), penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Usia anak-anak atau usia pertumbuhan sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap, tetapi waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap. Selain itu garam kalsium lebih larut dalam asam, maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. Mekanisme metabolisme kalsium dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme Metabolisme Kalsium (Horst, 1986) Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi kalsium darah secara homeostatik dikontrol oleh gabungan aliran Ca2+ ke dalam atau ke luar darah dan resorpsi Ca2+ urin. Hal ini terjadi melalui aktivitas hormon paratiroid (PTH) yang
kemudian mengontrol pengaktifan vitamin D menjadi bentuk hormonnya dan kedua hormon berinteraksi dengan peningkatan kalsium darah. Melalui vitamin D aktif, PTH meningkatkan resorpsi tulang dan retensi kalsium oleh tubulu ginjal, ini juga merangsang penyerapan kalsium makanan dalam usus halus. Sekresi kalsitonin tiroid cenderung menurunkan konsentrasi kalsium darah dengan jalan kebalikan dari pengaruh aliran kalsium tulang dan menyebabkan peningkatan deposito mineral tulang secara keseluruhan (Linder, 1992). Mekanisme metabolisme kalsium dapat dilihat pada Gambar 6. Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi kalsium tersebut tidak dapat digunakan karena ada dan tingginya kadar oksalat. Oksalat dalam makanan dapat menurunkan ketersediaan magnesium dan besi makanan. Asam oksalat dan fitat menyebabkan mineral-mineral tersebut tidak dapat digunakan karena terbentuknya garam-garam yang tidak larut (Linder, 1992). Jumlah kalsium yang diekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dari bahan makanan. Kalsium-urin yang hilang ditingkatkan oleh asidosis dan tingginya konsumsi protein. Kalsium yang keluar melalui sekresi dan yang masuk ke dalam saluran pencernaan diperkirakan sama dan hanya sedikit yang dapat diserap kembali. Kalsium yang hilang melalui keringat jumlahnya sekitar 20-350 mg, sedangkan selama kehamilan sekitar 300 mg dan pada saat menyusui sekitar 15-20 mg (Linder, 1992). Pengeringan Semprot (Spray Drying) Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Keuntungannya adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Tetapi ada segi kerugiannya juga, yaitu sifat bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lainnya (Winarno et al., 1980). Buckle et al. (1985) menyatakan bahwa pengeringan mempunyai kerugian hilangnya flavor yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan struktur dan menimbulkan bau gosong pada kondisi tak terkendali. Menurut Potter (1980), pengering semprot sering digunakan untuk bahan-bahan makanan yang berbentuk
cairan, puree atau pasta dengan viskositas rendah. Penggunaan pengering semprot ini terutama untuk produk-produk yang sensitif panas. Pengering semprot dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi, terutama untuk bahan-bahan sensitif terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh proses atomisasi yang menggunakan sejumlah udara dengan suhu sekitar 204ºC (400ºF) dan partikel yang keluar setelah dikeringkan mempunyai suhu sekitar 82ºC (180ºF) (Potter, 1980). Menurut Master (1979), pengeringan semprot adalah proses perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas. Sedangkan menurut Greenwald dan King (1981), produk kering yang dihasilkan dapat berupa tepung, butiran atau gumpalan, tergantung sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan. Waktu kontak antara droplet dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat, hanya beberapa detik, sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi karena panas (Master, 1979). Sedangkan Kjaergaard (1974) menyatakan bahwa produk mengalami pengeringan tanpa persinggungan dengan logam panas, suhu produk relatif cukup tinggi. Penguapan berlangsung sangat cepat, karena luasnya permukaan bahan. Larutan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot harus mempunyai konesntrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut efisiensi dari alat pengering itu sendiri dan masalah ekonomi yang menyangkut rendemen hasil pengeringan (Master, 1979). Ada tiga elemen yang sangat penting pada pengering semprot, yaitu atomizer, ruang pengering dan sistem pengumpul partikel-partikel yang telah kering. Masingmasing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang tergantung pada sifat bahan yang dikeringkan (Harper, 1976). Pengeringan semprot terdiri dari empat proses, yaitu: (1) atomisasi bahan, sehingga dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan dan (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Apabila kecepatan alir bahan terlalu besar, produk yang dihasilkan masih basah dan tidak semua produk dapat dikeringkan sebab atomizer tersebut tidak mampu menyemprotkan semua bahan yang masuk, sedangkan bila terlalu kecil
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan produk semakin lama (Suratmi, 1993). Kadar air bahan hasil pengeringan dengan alat pengering semprot ini berkisar antara 3-5% (Taib et al., 1988). Berikut disajikan gambar mini spray dryer beserta bagian-bagiannya: Keterangan: 1. Nozzle 2. Ruang pengeringan 3. Pengontrol aliran bahan 4. Tombol pengontrol tekanan bahan 5. Selang pemasukan bahan 6. Tempat bahan 7. Tombol penunjuk dan pengontrol pengeringan 8. Tombol pengontrol aspirator 9. Penunjuk digital suhu inlet 10. Penunjuk digital suhu outlet 11. Soket penghubung pencatatan laboratorium 12. Cyclone 13. Kotak pengumpul hasil pengeringan
Gambar 7. Bagian Alat Pengering Semprot (Spray Dryer) Sumber: Mini Spray Dryer Buchi 190; Operating Instruction
Gambar 7 adalah pengeringsemprot tipe Buchi-190. Tahapan pengoperasiannya adalah sebagai berikut: (1) dihidupkan kompresor dan tekanan dipertahankan pada 6Kgf/cm2, (2) diperiksa dengan cermat pompa peristaltik untuk pengumpan dan dihubungkan selang pada pompa pengumpan dengan air destilasi dan satu lagi pada atomizer, (3) disiapkan suspensi bahan yang akan dikeringkan, (4) diperiksa sambungan pipa produk dan udara, (5) dipasang gelas penampung yang bersih untuk menampung produk di bawah siklon, (6) dihidupkan motor aspirator, diatur laju aliran udara dan suhu udara pemanas, (7) diumpan air ke atomizer, (8) diatur kecepatan mengumpan, (9) tepung kering ditampung dalam gelas, (10) kecepatan pengumpan dikurangi, (11) pengumpanan air dihentikan, (12) pemanas dimatikan, (13) udara bertekanan dibiarkan masuk selama 3 menit, (14) udara pengumpanan dihentikan, (15) atomizer diangkat dan dibersihkan, (16) aspirator dihentikan, (17) dibuka sambungan pipa penghubung ruang pengering dengan pengumpul produk dan (18) dibersihkan secara hati-hati.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2005. Tempat Penelitian meliputi Pilot Plant SEAFAST yang ada di Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan madu bubuk, Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk proses formulasi dan uji organoleptik serta Laboratorium Balai Penelitian Pasca Panen, Cimanggu, Bogor untuk pengukuran peubah yang diamati. Materi Bahan Bahan yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah kerabang telur yang berwarna coklat sekitar 1Kg, madu karet yang berasal dari PUSBAHNAS sekitar 2,5Kg, sukrosa dan asam sitrat. Bahan kimia yang digunakan adalah asam nitrat, toluene, asam sulfat pekat, asam perklorat, asam klorida, NaOH dan fenolftalein. Bahan lain yang juga digunakan adalah gum arab, dekstrin dan aqua destilata yang didapat dari toko kimia. Alat Peralatan yang digunakan adalah blender kering, saringan 18 dan 100 mesh, timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 g (AND-HL 100), spray dryer merek Buchi tipe B-190, homogenizer, kompor, panci, alat AAS model 170-30, oven dan tanur. selain itu, diperlukan juga tabung beserta alat sentrifusi, cawan porselin dan buret. Rancangan Percobaan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan dalam program penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola searah dengan tiga perlakuan formulasi
bahan dan empat kali ulangan. Ketiga formulasi bahan tersebut seperti yang tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk Perlakuan
Sukrosa
Tepung madu
Tepung kerabang telur
Asam sitrat
……………………………….%..................................................... A
25
45
13
17
B
25
50
11
14
C
25
55
9
11
Model Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Yij
= μ + τi + εij
Keterangan : Yij
= nilai pengamatan/peubah dari formulasi ke-i dan ulangan ke-j
μ
= nilai tengah
τi
= pengaruh formulasi ke-i
εij
= galat
i
= A,B,C
j
= 1,2,3,4
Peubah yang Diukur Kadar Air (AOAC, 1995). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada suhu 1050C. Sampel seberat tiga gram dimasukkan ke cawan alumunium yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam hingga beratnya konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kadar air sampel dihitung sebagai berikut : Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir Kadar Air (%) =
X 100% Bobot sampel awal
Kadar Abu (AOAC, 1995). Sampel lima gram dimasukkan ke cawan porselin yang telah diketahui beratnya dan dibakar sampai tidak keluar asap, kemudian dimasukkan ke tanur listrik dengan temperatur 400-6000C selama 24 jam. Setelah selesai, cawan
dikeluarkan dan dimasukkan ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir Kadar abu
=
× 100 % Bobot sampel awal
Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1995). Sebanyak 10 gram produk dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator phenolphtalein. Titik akhir titrasi tercapai ketika warna larutan berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda. Total asam tertitrasi dapat dihitung dengan rumus: (100/10) × N NaOH × ml NaOH TAT =
x 100% gram contoh
Kandungan Kalsium (AOAC, 1995). Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi, dengan ditambahkan 10 ml asam campur (HClO4 pekat : HNO3 pekat : H2SO4 pekat = 6:6:1). Labu dipanaskan secara bertahap dalam alat destruksi sampai larutan tinggal 3/4 dan larutan berwarna bening (± 1 jam), setelah itu diangkat dan setelah dingin ditepatkan volumenya dengan H2O sampai 25 ml. Larutan dianalisa dengan alat spektrofotometri penyerapan atom (AAS) model 170-30 dengan panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium. Kalibrasi alat dan penetapan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) alat AAS diset sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut, (2) diukur larutan standar kalsium (1000mg/L) dan blanko, (3) diukur larutan sampel (selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan) dan (4) dibuat kurva standar (nilai absorpsi vs konsentrasi kalsium dalam mg/L). Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut: a x 100 x FP Kadar logam (mg/L)
= W
Keterangan: a
= konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar (mg/L)
FP = faktor pengenceran W = berat sampel (g)
Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Sifat organoleptik dari produk minuman instan madu bubuk dianalisa dengan menggunakan uji skoring (Lampiran 1). Panelis menilai sifat-sifat spesifik minuman instan madu bubuk yang meliputi warna serbuk dan tekstur sebelum dilarutkan dalam air dingin dan warna larutan, rasa asam, rasa sparkle dan penerimaan umum setelah dilarutkan dalam air dingin dengan perbandingan 1g serbuk:4ml air. Nilai skoring berkisar dari satu sampai lima untuk masing-masing jenis penilaian. Panelis yang digunakan dalam analisa ini adalah panelis agak terlatih sebanyak 25 orang. Jumlah panelis ini sudah memenuhi kriteria jumlah panelis untuk uji skoring yang disarankan oleh Rahayu (1998) yaitu sebanyak 15-25 orang panelis agak terlatih. Analisis Data Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dianalisa dengan menggunakan sidik ragam. Jika perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1995). Data kuantitatif hasil pengujian organoleptik dianalisa secara statistika non parametrik dengan uji Kruskall Wallis (Steel and Torrie, 1995), dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji banding rataan rangking (mean comparison rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Persamaan statistika non parametrik uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut: 12 x ∑
H= N(n+1)
Ri2
− 3(n+1)
ni
Keterangan: Ri
= Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
ni
= Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i
n
= Jumlah total pengamatan Bila hasil dari uji Kruskasl Wallis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan
uji banding rataan rangking (mean comparison rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ri-Rj
< Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5
Keterangan: Ri
= Rataan rangking pada perlakuan ke-i
Rj
= Rataan rangking pada perlakuan ke-j
Zα
= Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (α=0,05 dan α=0,01)
Ν
= Jumlah total pengamatan (jumlah panelis x jumlah sampel)
K
= Jumlah taraf dalam perlakuan (1, 2 dan 3)
Jika nilai
Ri-Rj
> Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5 , maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan
berbeda nyata pada taraf α. Prosedur Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan madu bubuk dari madu karet berkadar air ± 17%. Metode pembuatan menggunakan spray drying, suhu pengeringan terbaik adalah 180ºC untuk suhu inlet dan 92-93ºC untuk suhu outlet pada kecepatan aliran bahan 20 ml/menit (Kumalasari, 2001). Formulasi yang digunakan ada 2 yaitu A dan B, formulasi A mengacu pada hasil terbaik penelitian yang telah dilakukan oleh Kumalasari (2001). Formulasinya tersaji pada Tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6. Formulasi Madu Bubuk Perlakuan
Madu karet
Dekstrin
Gum arab
………………………….(%)............................................. A
38
56
6
B
34
60
6
Madu yang telah dicampur dengan bahan pengisi sesuai perbandingan di atas diencerkan dengan pengenceran optimum satu bagian bahan dalam satu bagian aqua destilata. Setelah diaduk dalam homogenizer kurang lebih selama 15 menit, larutan dikeringsemprotkan pada suhu optimum. Madu bubuk yang dihasilkan siap digunakan untuk tahap ketiga.
Penelitian Utama Penelitian utama terdiri dari 4 tahap yaitu: Pembuatan Madu Bubuk. Tahap pertama merupakan tahap pembuatan madu bubuk. Metode pembuatan menggunakan spray drying dengan formulasi madu dan bahan pengisi mengacu pada hasil dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Suhu pengeringan terbaik adalah 180ºC untuk suhu inlet dan 92-93ºC untuk suhu outlet pada kecepatan aliran bahan 20 ml/menit. Madu yang telah dicampur dengan bahan pengisi sesuai perbandingan di atas diencerkan dengan pengenceran optimum satu bagian bahan dalam satu bagian aqua destilata. Setelah diaduk dalam homogenizer kurang lebih selama 15 menit, larutan dikeringsemprotkan pada suhu optimum. Madu bubuk siap digunakan. Pembuatan Tepung Kerabang Telur. Tahap ini merupakan persiapan bahan berupa pembuatan tepung kerabang telur. Pembuatan kerabang telur dimulai dengan pencucian kerabang dari kotoran-kotoran dan selaput telur yang melekat, selanjutnya direbus pada suhu 100ºC selama 15 menit dan dikeringoven pada suhu 60ºC selama 2 jam. Setelah itu diblender dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Pembuatan Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk. Tahap tiga merupakan tahap pencampuran keempat bahan utama, madu bubuk, tepung kerabang telur, sukrosa dan asam sitrat. Penentuan kadar bahan-bahan tersebut didapatkan dari pemisahan satu takaran per satu kali minum yang biasa dijual di pasaran yaitu 25 gram. Kadar kalsium didalamnya harus memenuhi AKG (Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan1200 mg. Oleh karena itu, dalam 25 g minuman madu bubuk instan maksimal harus mengandung 3,2 g tepung kerabang telur, atau sama dengan 13 % dari total campuran. Perbandingan asam sitrat dan kerabang telur yang digunakan adalah 17 : 13 karena didasarkan pada reaksi kimia sebagaimana tertuang pada Gambar 5. Konsentrasi madu bubuk didapatkan dari rumus berikut : % madu bubuk = % campuran – (%kerabang telur + %asam sitrat) Formulasi minuman instan madu bubuk dapat dilihat pada Tabel 5. Proses pembuatan minuman madu bubuk instan dapat dilihat dalam Gambar 8.
Madu
Kerabang telur
Ditambahkan bahan pengisi
Pencucian kerabang
Diencerkan dengan aqua destilata dengan pengenceran optimum
Perebusan kerabang telur pada suhu 1000Cselama 15 menit
Pengovenan kerabang selama 2 jam pada suhu 60’C
Diaduk dalam homogenizer selama 15 menit
Penumbukkan dan pengayakan Dikeringsemprotkan pada suhu optimum
Tepung kerabang telur
Madu bubuk Pencampuran dan penghomogenan
Sukrosa
Pengujian kualitas
Asam sitrat
Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Instan Madu Bubuk (Kumalasari, 2001) dan (Simamora dan Wahyuni,2004) (Modifikasi)
Analisis Kimia dan Uji Organoleptik. Formulasi yang memberikan hasil terbaik dinilai dengan mempertimbangkan peubah yang diukur yaitu kadar air, kadar abu, kandungan kalsium dan total asam tertitrasi. Selain itu juga dilakukan uji skoring yang meliputi warna, rasa, tekstur dan penerimaan umum. Pengujian skoring terhadap produk minuman instan madu bubuk dengan cara mengintruksikan panelis untuk memberikan tanggapan pribadinya terhadap respon sesuai skala yang sudah ditentukan. Skala skoring yang digunakan adalah 5. Sedangkan jumlah panelis yang digunakan adalah 25 orang panelis agak terlatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan menghasilkan bahwa formulasi yang terbaik guna menghasilkan madu bubuk dari bahan dasar madu karet berkadar air ± 17% adalah formulasi B yaitu terdiri dari 34% madu karet, 6% gum arab dan 60% dekstrin. Madu bubuk yang dihasilkan dari formulasi A (38% madu karet, 6% gum arab dan 56% dekstrin) cenderung lebih lengket dan agak keras, sehingga bentuknya tidak dapat disebut bubuk. Semakin tinggi konsentrasi dekstrin ternyata dapat memperbaiki tekstur dari madu bubuk yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena dekstrin mempunyai kemampuan untuk mempermudah proses pengeringan. Penelitian Utama Penelitian utama meliputi pembuatan madu bubuk, formulasi minuman instan madu bubuk dan pengukuran peubah yang diamati. Pembuatan madu bubuk mengacu pada metode pembuatan madu bubuk dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu menggunakan perbandingan pengenceran adonan dengan aquades sebesar 1:1, menggunakan suhu inlet 1800 C dan outlet 92-930 C serta formulasi yang digunakan yaitu 34% madu karet, 6% gum arab dan 60% dekstrin. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan minuman instan madu bubuk adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4. Formulasi didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi rata-rata orang dewasa akan kalsium yang terwakili oleh konsentrasi tepung kerabang telur, sedangkan konsentrasi bahan lain mengikuti berdasarkan reaksi kimia. Sifat Kimia Penghitungan sifat kimia dilakukan untuk mengetahui peningkatan nilai gizi dari minuman instan madu bubuk dengan penambahan tepung kerabang telur, terutama kandungan kalsiumnya. Produk minuman instan madu bubuk diharapkan tidak hanya tinggi karbohidrat saja, tetapi juga kandungan kalsiumnya. Hasil uji kimia pada minuman instan madu bubuk dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk Perlakuan
Parameter KA (%)
A
B
C
4,61±0,6
4,75±0,39
4,42±0,88
A
A
B
Rataan
KK
4,59±0,61
14,2
Abu (%)
7,6±0,8
7,5±1,04
5,4±1,51
TAT
13±15,1
21±13
15±9,6
16±11,9
77,9
272±9
219±2
173±2
221±74
30,6
Ca (mg/kg)
-
-
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) A= 25% sukrosa, 70% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 75% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 80% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat KA= Kadar Air TAT= Total Asam Tertitrasi (ml NaOH 0,1 N/g) KK= Koefisien Keragaman (%)
Kadar Air. Kadar air minuman instan madu bubuk merupakan faktor yang penting guna menentukan daya simpan, cara pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian produk tersebut. Semakin rendah kadar air produk maka waktu simpan produk tersebut akan semakin lama, demikian juga dengan cara pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian akan lebih mudah. Kadar air bahan pangan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan tersebut. Kadar air minuman instan madu bubuk berkisar antara 4,42% - 4,75% (Tabel 7). Hasil analisis ragam kadar air minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar air antar formulasi (Lampiran 2). Rataan kadar air pada minuman instan madu bubuk adalah sekitar 4,59%. Menurut Winarno (1992) jika kadar air bahan berkisar antara 3-4% maka akan tercapai kestabilan yang optimum pada bahan makanan tersebut. Menurut SNI 01-4320-1996 maksimal kadar air untuk minuman serbuk adalah 3%. Berdasarkan penentuan tersebut, maka kadar air dari minuman instan madu bubuk pada penelitian ini masih relatif tinggi dan masih agak rawan terhadap kerusakan. Kadar air minuman instan madu bubuk yang relatif tinggi dikarenakan sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga madu bubuk akan menyerap air dari lingkungan sekitar. Demikian juga dengan
bahan-bahan lain yang ditambahkan
seperti asam sitrat dan sukrosa. Penanganan dan penyimpanan asam sitrat memerlukan perhatian khusus karena bersifat sangat higroskopis (Martindale, 1989). Demikian juga dengan sukrosa yang mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air (Pulungan et al., 2004). Kadar air kerabang telur sekitar 1,6% (Romanoff dan Romanoff, 1963) dan tidak bersifat higroskopis sehingga diduga tidak akan mengalami peningkatan kadar air setelah pengolahan. Kadar Abu. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan kadar mineral yang dikandungnya. Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula kadar mineral yang terkandung. Kadar abu minuman instan madu bubuk berkisar antara 5,4%-7,6% (Tabel 7). Tingkat kadar abu yang paling rendah adalah formulasi C yaitu 5,4% dan yang paling tinggi adalah formulasi A yaitu 7,6%. Perlakuan dengan konsentrasi tepung kerabang telur yang semakin besar akan meningkatkan kadar abu.
Kadar abu (%)
8
7.6
7.5 5.4
6 4
Kadar abu
2 0 A
B
C
Perlakuan
Gambar 9. Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk pada Berbagai Perlakuan Keterangan: A= 25% sukrosa, 45% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 50% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 55% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat
Gambar 9 memperlihatkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi tepung kerabang telur yang semakin besar akan meningkatkan kadar abu. Hasil ini terjadi karena bahan baku tepung kerabang telur mengandung kadar mineral yang tinggi yaitu sebesar 95,1% (Romanoff dan Romanoff, 1963). Selain itu madu juga memiliki kadar abu yang berkisar antara 0,2 sampai 1% (Suharjo et al., 1985), sehingga menghasilkan produk minuman instan madu bubuk dengan kadar abu yang tergolong tinggi.
Hasil analisis kadar abu minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01) terhadap kadar abu minuman instan madu bubuk yang dihasilkan (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar abu minuman instan madu bubuk formulasi A dan B tidak berbeda, akan tetapi kedua formulasi tersebut berbeda dengan formulasi C. Hal ini dikarenakan kadar mineral tiap kerabang telur berbeda jumlahnya. Total Asam Tertitrasi.
Nilai total asam tertitrasi menunjukkan banyaknya ml
NaOH 0,1 N yang digunakan untuk menitrasi atau menetralkan asam yang terkandung dalam minuman instan madu bubuk. Semakin tinggi nilai keasaman mengindikasikan semakin besarnya total asam yang terkandung dalam minuman instan madu bubuk. Total asam minuman instan madu bubuk berkisar antara 13 ml NaOH 0,1 N/g sampai 21 ml NaOH 0,1 N/g (Tabel 7). Nilai rataan total asam tertitrasi adalah 16 ml NaOH 0,1N/g. Hasil analisis ragam total asam minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan total asam (Lampiran 4). Total asam minuman instan madu bubuk relatif tinggi untuk suatu bahan pangan, akan tetapi tidak ada batasan untuk total keasaman dalam SNI-01-3708-1995 tentang air soda. Total asam minuman instan madu bubuk yang relatif tinggi dikarenakan tingginya persentase asam sitrat dan adanya zat asam yang terdapat dalam madu. Asam yang terutama adalah asam glukonat, meskipun jumlahnya sedikit tetapi dapat mempengaruhi cita rasa, aroma, dan kestabilan madu terhadap mikroorganisme (Root, 1980 ; Sihombing, 1997). Kalsium. Menurut Cameron (1985), mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak. Peranan kalsium tidak hanya pada pembentukan tulang dan gigi saja, tetapi juga berperan penting dalam berbagai proses fisiologi dan biokimia dalam tubuh, seperti pada pembekuan darah, eksitabilitas syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impuls-impuls syaraf,
memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, mengaktifkan reaksi enzim dan sekresi hormon (Suhardjo dan Kusharto, 1988). Kadar kalsium penting untuk diketahui karena merupakan faktor yang sangat menentukan apakah penambahan tepung kerabang telur ke dalam minuman instan madu bubuk dapat meningkatkan kandungan kalsiumnya secara signifikan. Kadar kalsium minuman instan madu bubuk pada penelitian ini berkisar antara 0,173% sampai 0,272% atau sekitar 173mg/100g sampai 272mg/100g (Tabel 7). Kadar kalsium tersebut tidak memenuhi hipotesa dari penelitian ini yang mengharapkan kadar kalsiumnya sekitar 3200-4800mg/100g. Akan tetapi kadar kalsium minuman instan madu bubuk dalam penelitian ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kandungan kalsium yang terdapat dalam madu yaitu sekitar 5mg/100 g (Sihombing, 1997). Kadar kalsium dalam minuman instan madu bubuk formulasi A secara perhitungan nilai gizi dapat digunakan untuk mensuplai kebutuhan kalsium tubuh manusia dewasa yang rata-rata 800mg/hari (Soekirman, 1999), selain kalsium dari makanan lain. Sediaan kalsium yang terdapat dalam minuman instan madu bubuk berupa kalsium sitrat yang merupakan hasil reaksi antara kalsium karbonat dengan asam sitrat berdasarkan reaksi kimia yang tersaji pada Gambar 5. Kalsium sitrat merupakan bentuk sediaan kalsium yang paling cepat dicerna jika tidak disertakan dalam makanan dan lebih efektif penggunaannya bagi penderita achlorhydria (tidak mempunyai asam pencernaan) (Surono, 1999). Hasil sidik ragam (lampiran 5) menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar kalsium minuman instan madu bubuk yang dihasilkan antar tiap formulasinya. Hal ini dikarenakan peningkatan persentase tepung kerabang telur tiap formulasi tidak terlalu signifikan. Selain itu bisa juga dikarenakan perbedan kadar kalsium tiap kerabang telur yang digunakan. Kadar kalsium dalam suatu kerabang telur sangat dipengaruhi oleh kadar kalsium dalam pakan yang diberikan. Sifat Organoleptik Penilaian organoleptik yang dilakukan adalah uji skoring terhadap warna, rasa, tekstur dan penerimaan umum dari minuman instan madu bubuk dengan
penambahan tepung kerabang telur. Pengujian skoring terhadap
produk minuman
instan madu bubuk bertujuan untuk mengetahui karakteristik yang spesifik dalam suatu jenjang mutu yang dihasilkan berdasarkan penilaian skor. Hasil uji organoleptik tersaji pada Tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8. Nilai Skoring Uji Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk Parameter WS
A
B
C
Rataan
Modus
Rataan
Modus
Rataan
Modus
3
2
2,8
2
2,6
q
Rataan
2
2,8
q
WL
2,63p
2
1,96
2
2,04
2
-
RS
2,12
2
2,32
2
2,48
2
2,46
2
-
p
1
RA
1,46
Tekstur
1,88
2
PU
2,72
3
pq
q
2
2
2,08
2
2,08
2
2,01
3,2
4
3,16
3
3,03
1,88
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) A= 25% sukrosa, 70% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 75% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 80% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat WS=Warna serbuk (1= sangat gelap, 2 = gelap, 3 = agak gelap, 4 = terang dan 5 = sangat terang) WL=Warna larutan (1= sangat coklat, 2= coklat, 3= kuning kecoklatan, 4= kuning dan 5 = sangat kuning) RS=Rasa sparkle (1=sangat sparkle,2=sparkle,3= agak sparkle,4=tidak sparkle dan 5= sangat tidak sparkle) RA=Rasa asam (1= sangat asam, 2= asam, 3= agak manis, 4= manis dan 5= sangat manis) Tekstur (1= sangat kasar, 2= kasar, 3= agak kasar, 4= halus dan 5= sangat halus) PU= Penerimaan umum (1= sangat suka, 2= suka, 3= agak suka, 4= tidak suka dan 5=sangat tidak suka)
Warna. Menurut Soekarto (1990), warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan dan hasil-hasil pertanian lainnya. Warna adalah kriteria penting karena dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk, selain itu warna merupakan unsur yang pertama kali dinilai oleh konsumen sebelum unsur lain seperti rasa, tekstur, aroma dan beberapa sifat fisik lain. 1). Warna Serbuk. Warna serbuk dinilai sebelum serbuk minuman instan madu bubuk dilarutkan dalam air. Nilai rataan skoring terhadap warna serbuk minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8. Hasil dari uji skoring dapat dilihat bahwa rataan nilai yang diberikan panelis terhadap warna serbuk sebelum dilarutkan terendah adalah 2,6 untuk formulasi C dan
yang tertinggi adalah 3 untuk formulasi A. Nilai rataan menunjukkan bahwa respon panelis terhadap warna serbuk cenderung gelap (2,8) (Tabel 8). Hal ini dikarenakan madu bubuk memiliki warna yang gelap akibat proses karamelisasi oleh pemanasan pada suhu tinggi (1800C) pada saat proses spray drying. Sedangkan warna-warna terang dari bahan-bahan lain seperti tepung kerabang telur, asam sitrat dan sukrosa tidak dapat menutupi warna gelap madu bubuk. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna serbuk minuman instan madu bubuk (Lampiran 6). Hal ini dikarenakan persentase madu bubuk yang besar pada tiap formulasinya sehingga mendominasi warna dari bahan lain yang peningkatannya tidak terlalu besar. Rata-rata panelis memberikan respon warna agak gelap untuk serbuk minuman instan madu bubuk formulasi A dan respon gelap untuk formulasi B dan C. 2). Warna Larutan. Nilai rataan skoring terhadap warna larutan minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8. Berikut disajikan histogram warna larutan: 3
2.63
respon
2.5
1.96
2.04
B
C
2 1.5 1 0.5 0 A
perlakuan
Gambar 9. Respon Panelis terhadap Warna Larutan Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi Keterangan: A= 25% sukrosa, 45% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 50% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 55% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat
Berdasarkan histogram tersebut dapat dilihat bahwa rataan nilai yang Hasil diberikan panelis terhadap warna larutan terendah adalah 1,96 untuk formulasi B dan yang tertinggi adalah 2,63 untuk formulasi A (Tabel 8). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan perbedaan yang sangat nyata
terhadap warna larutan minuman instan madu bubuk yang dihasilkan (p < 0,01) (Lampiran 7). Melalui uji banding rataan rangking Gibbons (lampiran 7) dapat diketahui bahwa formulasi A berbeda nyata dengan formulasi B dan C, sedangkan formulasi B tidak berbeda nyata dengan formulasi C. Warna larutan minuman instan madu bubuk formulasi A cenderung kuning kecoklatan karena persentase madu bubuknya lebih rendah dibandingkan dengan formulasi B dan C yang larutannya berwarna cenderung coklat. Hal ini dikarenakan madu bubuk memiliki warna yang coklat akibat proses karamelisasi oleh pemanasan pada suhu tinggi (1800C) pada saat proses spray drying. Sedangkan warna-warna putih dari bahan-bahan lain seperti tepung kerabang telur, asam sitrat dan sukrosa tidak dapat menutupi warna coklat madu bubuk. Rasa Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk pangan. Rasa adalah komponen terakhir dalam menentukan enak tidaknya suatu pangan. Rasa yang dinilai meliputi rasa sparkle dan asamnya. 1). Rasa Sparkle (rasa seperti soda). Nilai rataan skoring terhadap rasa sparkle minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8. Hasil dari uji skoring dapat dilihat bahwa rataan nilai yang diberikan panelis terhadap rasa sparkle terendah adalah 2,12 untuk formulasi A dan yang tertinggi adalah 2,48 untuk formulasi C. Sedangkan rataan menunjukkan bahwa respon panelis terhadap rasa sparkle cenderung sparkle (2,46) (Tabel 8). Hal ini dikarenakan konsentrasi yang relatif besar dari tepung kerabang telur dan asam sitrat yang akan bereaksi jika ditambahkan air menghasilkan gas CO2 berdasarkan reaksi yang tersaji pada Gambar 6. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa sparkle minuman instan madu bubuk (Lampiran 8). Rata-rata panelis memberikan respon sparkle untuk rasa minuman instan madu bubuk pada setiap formulasi. 2). Rasa Asam. Rasa asam merupakan ciri khas dari minuman bersoda karena adanya zat asam yang akan bereaksi dengan garam kalsium untuk membentuk gas
CO2. Nilai rataan skoring terhadap rasa asam minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8. Hasil dari uji skoring dapat dilihat bahwa rataan nilai yang diberikan panelis terhadap rasa asam minuman instan madu bubuk terendah adalah 1,46 untuk formulasi A dan yang tertinggi adalah 2 untuk formulasi C (Tabel 8). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap rasa asam minuman instan madu bubuk yang dihasilkan (p < 0,01) (Lampiran 9). Melalui uji banding rataan rangking Gibbons (Lampiran 9) dapat diketahui bahwa formulasi A berbeda nyata dengan formulasi B dan C, sedangkan formulasi B tidak berbeda nyata dengan formulasi C. Rasa asam minuman instan madu bubuk formulasi A cenderung lebih kuat dibandingkan dengan formulasi B dan C yang rasanya cenderung agak manis. Hal ini dikarenakan formulasi A memiliki persentase kandungan asam sitrat yang lebih besar dibandingkan formulasi B dan C. Gambar 5 menunjukkan adanya peningkatan rasa menuju rasa manis seiring dengan menurunnya konsentrasi asam sitrat dalam formulasi minuman instan madu bubuk. 2.5 respon
2
1.88
2
B
C
1.46
1.5 1 0.5 0 A
perlakuan
Gambar 10. Respon Panelis terhadap Rasa Asam Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi Keterangan: A= 25% sukrosa, 70% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 75% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 80% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat
Tekstur Nilai rataan skoring terhadap tekstur minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 6. Hasil dari uji skoring dapat dilihat bahwa rataan nilai yang diberikan panelis terhadap tekstur terendah adalah 1,88 untuk formulasi A dan yang tertinggi adalah 2,08 untuk formulasi B dan C. Sedangkan rataan menunjukkan bahwa respon
panelis terhadap tekstur cenderung kasar (2,01) (Tabel 8). Hal ini dikarenakan ukuran mesh yang digunakan untuk madu bubuk adalah 18, sedangkan untuk asam sitrat, sukrosa dan tepung kerabang telur adalah 100 mesh. Akan tetapi keberadaannya tidak dapat menutupi tekstur yang kasar dari madu bubuk. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur minuman instan madu bubuk (Lampiran 10). Hal ini terjadi karena semua pemrosesan dari tiap formulasi adalah sama, sehingga ukuran mesh tiap komponen juga sama. Penerimaan Umum Penerimaan umum merupakan respon yang mencakup hasil penilaian panelis secara umum yang meliputi warna, rasa dan tekstur minuman instan madu bubuk sebelum dan sesudah dilarutkan dalam air dingin. Penerimaan umum panelis terhadap minuman instan madu bubuk diuji dengan uji kesukaan. Nilai rataan skoring terhadap penerimaan umum minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8. Hasil dari uji skoring dapat dilihat bahwa rataan nilai yang diberikan panelis terhadap penerimaan umum terendah adalah 2,72 untuk formulasi A dan yang tertinggi adalah 3,2 untuk formulasi B. Sedangkan rataan menunjukkan bahwa respon panelis terhadap penerimaan umum cenderung agak suka (3,03) (Tabel 8). Hal ini dikarenakan cita rasanya yang cenderung asam dan serbuknya yang agak kasar, sehingga kurang mendapat simpati dari panelis. Sedangkan rasa sparkle dan warnanya yang tajam merupakan daya tarik dari minuman instan madu bubuk berkalsium tinggi ini.Hasil Uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa perbedaan
formulasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan umum minuman instan madu bubuk (Lampiran 11). Hal ini terjadi karena penampakan fisik dan cita rasa setiap formulasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Minuman instan madu bubuk mempunyai kadar air yang relatif tinggi yaitu sekitar 4,59%. Total asam minuman instan madu bubuk juga relatif tinggi yaitu sekitar 16, akan tetapi tidak ada batasan total asam untuk minuman instan. Penambahan tepung kerabang telur sebesar 13% terhadap minuman instan madu bubuk dapat meningkatkan kadar abu sampai sekitar 7,6% dan kalsium sampai sekitar 0,272%. Dengan demikian minuman instan madu bubuk tidak hanya sebagai minuman berenergi mengingat kadar karbohidratnya yang begitu tinggi, tetapi juga mengandung mineral yang tinggi khususnya kalsium. Warna serbuk minuman instan madu bubuk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah coklat, sedangkan warna larutan cenderung agak kekuningan. Rasa yang dihasilkan adalah cenderung asam dan berasa sparkle. Sedangkan tekstur dari serbuk minuman instan madu bubuk cenderung kasar. Penerimaan umum menyatakan bahwa produk yang dihasilkan pada penelitian ini agak disukai oleh panelis. Berdasarkan uji kimia formulasi yang terbaik adalah formulasi A karena mempunyai kandungan mineral dan kalsium paling tinggi, selain itu keasamannya juga paling rendah. Sementara kadar airnya tidak berbeda dengan formulasi yang lain. Begitu juga dengan uji organoleptik formulasi A lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan formulasi lain. Saran Rasa yang asam pada minuman instan madu bubuk berkalsium tinggi dapat dikurangi dengan cara menambah formulasi dengan pemanis buatan yang kadar kemanisannya melebihi sukrosa. Tekstur yang kasar dapat diperhalus dengan cara memperkecil ukuran mesh untuk madu bubuk. Kadar kalsium untuk minuman instan madu bubuk ini masih relatif rendah jika dibandingkan produk-produk kaya kalsium lain, bisa disiasati dengan memperbaiki prosedur pengolahan kerabang telurnya agar kalsium yang dihasilkan pada produk tepung kerabang telur tidak berkurang. Selain itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemasan terbaik bagi produk ini mengingat sifat bahan-bahannya yang sangat higroskopis dan mudah mengalami reaksi pencoklatan.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua khususnya Alm. Ibu atas materi, do’a, kasih sayang dan pengorbanannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Hj. Niken Ulupi, MS sebagai pembimbing akademik yang telah banyak memberikan nasehat dan arahan. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada
Zakiah
Wulandari, S.TP., M.Si. dan Ir. Suhut Simamora, MS yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu mulai dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Selain itu, ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Ir. Hotnida Carolina H. Siregar, M.Si. dan Dr. Ir. Basita Ginting S., MA selaku dosen penguji pada ujian lisan. Kepada Wisnu Hadi saputra atas kesabaran, suka duka dan kerjasamanya selama penelitian bersama. Sendy Arinahatien, Salma Milantisari, Elin Rosalin serta Yunita Anggraeni yang telah memberikan perhatian dan menjadi sahabat yang baik bagi penulis selama ini.. Teman-teman THT 38 lainnya dan penghuni Wisma AshShohwah yang telah memberikan persahabatan terindah dan kenangan manis selama beberapa tahun. Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Oktober 2005 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. 1991. Analisa Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf Laboratorium Pusat Perlebahan nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Association of Official Analitycal Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analytical Chemist. Inc., Washington DC. Baum, S. J. 1970. Introduction to Organic and Biological Chemistry. McMillan Publishing Co. Inc., New York. Benjamin, E. W., J. M. Gwin, F. L. Faber and W. D. Termohlen. 1960. Marketing Poultry Products. 5th Ed. John Wiley & Sons, Inc., New York. Bernice, K. W. dan Annabel, L. M. 1975 Handbooks of The Nutritional Contents of Foods. Dover Publications Inc., New York. Buckle, H., M. B. E. Heath and K. South. 1985. Flavour Technology. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut. Cameron, A. G. 1985. The Science of Food and Cooking. 3rd Ed. Edward Arnold Publishers Ltd., New York. Chasanah, N. 2001. Kadar dekstrosa, levulosa, maltosa serta sukrosa madu segar dan madu bubuk dengan bahan pengisi campuran gum arab dan dekstrin. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Christmas, R. B. and R. H. Harms. 1976. Utilization of egg shell and phosporic acid as a source of phosphorus and calcium in the diet of white leghorn cockerels. J. Poultry Sci. 55 : 264-267. Crane, E. 1979. Honey of Comprehensif Survey. Heinneman Publishing Co., London. Daengprok, W., W. Garnjanagoonchorn, O. Naivikul, P. Pornsinilpatip, K. Issigonis dan Y. Mine. 2003. Chicken eggshell matrix proteins enhance calcium transport in the human intestinal ephithelial cells, Caco-2. J. Agric. Food Chem. 51 : 6056-6061. Dewan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3708-1995 : Air Soda. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4320-1996 : Minuman Serbuk Tradisional. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 01-3545-2004 : Madu. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewi, S. L. S. 1987. Pemanis nutritif dan non nutritif. Dalam: S. Fardiaz., R. Dewanti dan S. Budijanto (Editor). Bahan Tambahan Kimia (Food Additives). Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Gabungan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, D. 2003. Peraturan dalam pangan fungsional dan pangan suplemen. Makalah Seminar International Functional Foods and Nutracuticals Based on Marine Products. 23 Agustus 2003, Bogor. Febrinda, A. E. 1993. Pengaruh penurunan kadar air dengan dehumidifier terhadap mutu madu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gibbons, J. D. 1975. Non Parametric Methods for Quantitative Analysis. Elsevier Co., Alabama. Glicksman, M. and R. E. Schachat. 1959. Gum Arabic. Dalam: Whistler, R. L. dan J. N. Be Miller (editor). Industrial Gums : Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York. Glicksman, M. 1986. Food Hydrocolloids vol. II. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. Gojmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. The AVI Publishing Co.. Westport, Connecticut. Greenwald, C. G. dan C. J. King. 1981. The effect of design and operating condition on particle morphology for spray-dryed foods. J. Food Process Enginering. 4(3) : 17. Hardianto, V. 2002. Pembuatan tepung tulang rawan ayam pedaging menggunakan pengering drum dengan penambahan bahan pemutih. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harper. J.I.C. 1976. Element of Food Enginering. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut. Hartomo, A. J. dan M. C. Widiatmoko. 1992. Emulsi dan Pangan Ber-Lesitin. Andi Offset, Yogyakarta. Horst, R. L. 1986. Regulation of calcium and phosphorus homeostasis in the dairy cow. J. Dairy Science. 69: 604-614. Ichikawa, T. 1994. Functional Food in Japan. Dalam: I. Goldberg (editor). Functional Food, Designer, Pharmafoos, Nutraceuticals, Chapman and Hall Inc., New York. The International Food Information Council (IFIC) Foundation. 1998. Backgrounder: Functional Food. IFIC Foundation, Washington D. C. Kharisma, D. C. 2002. Potensi aktivitas antiagregasi platelet lalap-lalapan dan pemanfaatannya pada jelly agar : poh-pohan (Pilea trinervia), kemangi (Ocnum americanum) dan daun kemang (Mangifera kemanga). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kjaergaard, O. G. 1974. Effect of The Latest Development on The Design and Practice of Spray Drying. Dalam: A. Spicer (editor). Advance in Pre Concentration and Dehydration of Food. App. Sci. Publ., England. Klose, R. and M. Glicksman. 1968. Gums. Dalam: Furia T. E. (editor). CRC Hand Book of Food Additives. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida. Krell. R. 1996. Value added products from beekeeping. FAO Agricultural Services Bulletin. Vol. 124. Kumalasari, V. D. A. R. 2001. Pembuatan madu bubuk dengan metode pengeringan semprot dan komposisi bahan pengisi (gum arab dan dekstrin) yang berbeda. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lewis, R.1989. Food Additives Hand Book. Chapman and Hall Co., New York. Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Terjemahan : Maggy, T. Penerbit Erlangga, Jakarta. Lineback, D. F. and G. E. Inlett. 1982. Food Carbohydrate. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut. Martindale. 1989. The Extra Pharmacopoeia, 29th Edition. The Pharmaceutical Press. London. Master, K. 1979. Spray Drying Hand Book. John Wiley and Sons., New York. Meyer, R. R. C. Baker and M. I. Scott. 1973. Effect of hen egg shell and other calcium source upon egg shell strength and ultrastructure. J. Poultry Sci. 52 : 949-955. Miller, D. D. 1996. Food Chemistry, 3rd Ed. Editor Owen. C. Fennema. Cornell University, New York. Mountney, G. J. 1966. Poultry Products Technology. 2nd Ed. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Muchtadi. 2001. Potensi Pangan Tradisional sebagai Pangan Fungsional dan Suplemen. Dalam: L. Nuraida dan R. D. Hariyadi (editor). Pangan Tradisional. Pusat Kajian Makanan Tradisional. Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Honey Board b: 2004 . Dried Honey Products. http://www.nhb.org. [4 Agustus 2005]. Potter, N. N. 1980. Food Science. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut. Pulungan , M. H., Suprayogi dan B. Yudha. 2004. Membuat Effervescent Tanaman Obat. Trubus Agrisarana, Surabaya. Pusat Apiari Pramuka. 2002. Lebah madu: Cara Beternak dan Pemanfaatannya. Pusat Apiari Pramuka, Jakarta. Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rohdiana, D. 2003. Mengenali teknologi tablet effervescent. http://www.google.com/search?q=cache:79t26wYNIycJ:www.pikiranrakyat.
com/cetak/0403/10/cakrawala/lainnya2.htm+effervescent&hl=en&lr=lang_id. [22 maret 2005]. Romanoff A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and Sons, Inc., Westport, Connecticut. Root, A. I. 1980. The ABC and XYZ of Bee Culture. The A. I. Root Company, Medina, Ohio, USA. Rosniawati, T. 2002. Aplikasi gelatin kulit ikan cucut dan ikan pari tipe A pada pembuatan jelly agar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sampoerna dan Dedi F. 2001. Kebijakan pengembangan pangan fungsional dan suplemen Indonesia. Prosiding Seminar Nasional. Pusat Kajian Makanan Tradisional, Bogor. Satterwaite, R.W. and D.J. Iwinski. 1973. Dextrin. Dalam: Whistier, R.L. and J.N. be Miller (editor). Industrial Gums: Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York. Shallenberger, R. S. dan G. G. Birch. 1975. Sugar Chemistry. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut. Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sim, P.S., M. Aw-Young and DB Bragg. 1983. Utilization of egg shell waste by the laying hen. J. Poultry Sci. 62: 2227-2229. Simamora, S. dan S. Wahyuni. 2004. Penuntun Praktikum Hasil Ikutan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Penerbit Cipta Bharata Karya, Jakarta. Soekirman. 1999. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta. Stadelman, W.J. dan O.J. Cotteril. 1972. Egg Science and Technology. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suhardjo, L.J. Harper, ID. Brady and A.D. Judy. 1985. Pangan ,Gizi, dan Pertanian. UI Press, Jakarta. Suhardjo dan C. M. Kusharto. 1988. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukartiko, A.B. 1986. Prosesing madu lebah. Prosiding lokakarya pembudidayaan lebah madu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, 20-22 Mei 1986, Sukabumi. Sumoprastowo, R dan R.A Suprapto. 1980. Beternak Lebah Madu Modern. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Suratmi. 1993. Pengaruh jenis bahan pengisi dan penambahan natrium metabisulfit terhadap mutu sari buah sirsak (Annona ravricala) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Surono, A. 1999. Penuhi kalsium dari berbagai sumber. http://www.google.com/search?q=cache:uiUA_mFLNwgJ:www.indomedia. com/intisari/1999/september/kalsium.htm+kalsium+sitrat&hl=en. [22 maret 2005]. Taib, G., G. Said dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengering pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, jakarta. Tim Penulis Nirmala. 2003. Hidup Sehat Alami: Menguak Manfaat Tersembunyi.. PT. Narya Gunatra, Jakarta. Tim Penyusun Kamus. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Tjokroeadikoesoemo, S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Vandepopuliere, J.M., H.V. Walton and O.J. Cotteril. 1975. Nutritional evaluation of egg shell meal. J.Poultry Sci. 54: 131-135. Verral, R. P. 1984. Powdered Soft Drink Mixes. Dalam: Houghton, H. W. (Editor). Developments in Soft Drinks Technology-3. Elseiver Applied Science Publishers, London dan New York. Walton, H. V., O. J. Cotteril dan M. Vandepopuliere. 1973. Composition of shell waste from egg breaking plants. J. Poultry Sci. 52: 1836-1841. White, J.W. Jr. 1979. Composition of Honey. Dalam: E. Crane (Editor). Honey : a Comprehensive Survey. Heinemann, London. White, W. 1992. Honey. Dalam: The Hive and The Honey Bee. Dadant and Sons. Hamilton, Illinois. Winarno, F. G., Srikandi F. dan Dedi F. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta Winarno, F.G. 1982. Madu : Teknologi, Khasiat dan Analisa. Ghalia Indonesia, Jakarta Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Woodroof, J. G. dan G. F. Phillips. 1974. Beverages Carbonated and Noncarbonated. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Uji Skoring Minuman Instan Madu Bubuk FORMULIR UJI SKORING Nama Panelis Tanggal pengujian Jenis Contoh Intruksi
: : : : Nyatakan penilaian saudara terhadap rasa contoh yang disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai * Minuman instan sebelum dilarutkan Kriteria
Penilaian
Nilai
Sangat gelap Gelap Agak gelap Terang Sangat terang Tekstur Sangat kasar kasar Agak halus Halus Sangat halus * Minuman instan setelah dilarutkan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Warna
Kriteria
Penilaian
Warna
Sangat coklat Coklat Kuning kecoklatan Kuning Sangat kuning Sangat asam Asam Agak manis Manis Sangat manis Sangat sparkle sparkle Agak sparkle Tidak sparkle Sangat tidak sparkle Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka
Rasa asam
Rasa sparkle
Penerimaan umum
Nilai 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
102
Kode Sampel 312 137
102
Kode Sampel 312 137
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Air Minuman Instan Madu Bubuk SK
db
JK
KT
F
Perlakuan
2
0,22
0,11
0,26
Galat
9
3,84
0,43
Total
11
4,06
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk SK
db
JK
KT
F
Perlakuan
2
12,29
6,14
4,45*
Galat
9
12,17
1,35
Total
11
24,46
Keterangan: *= hasil berbeda nyata
Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Abu Perlakuan
Kadar abu (%)
Uji Duncan
A
7,6±0,8
A
B
7,5±1,04
A
C
5,4±1,51
B
Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Uji Total Asam Tertitrasi Minuman Instan Madu Bubuk SK
db
JK
KT
F
Perlakuan
2
120,06
60,03
0,292
Galat
9
1.234,42
Total
11
205,737
1.354,48
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Minuman Instan Madu Bubuk SK
db
JK
KT
F
Perlakuan
2
0,019
0,0099
2,17
Galat
9
0,041
0,0046
Total
11
0,060
Lampiran 6. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Serbuk Minuman Instan madu Bubuk Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A
25
41,1
B
25
37,1
C
25
35,8
H = 0.82 DF = 2 P = 0.664 H = 0.91 DF = 2 P = 0.636 Lampiran 7. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Larutan Minuman Instan madu Bubuk Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A
25
48,8
B
25
31,2
C
25
34
H = 9.46 DF = 2 P = 0.009 H = 11.62 DF = 2 P = 0.003 Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,05) Antar Perlakuan
Ri-Rj
Z0,05 [K (N+1)/6]0,5
RA – RB
17,6*
14,76
RA - RC
14,8*
14,76
RB - RC
2,8tn
14,76
Keterangan: * = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata Lampiran 8. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Sparkle Minuman Instan madu Bubuk Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A
25
32,8
B
25
39,1
C
25
42,2
H = 2.42 DF = 2 P = 0.298 H = 3.66 DF = 2 P = 0.161
Lampiran 9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Asam Minuman Instan madu Bubuk Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A
25
27,0
B
25
41,0
C
25
46,0
H = 10.27 DF = 2 P = 0.006 H = 13.61 DF = 2 P = 0.001 Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,05) Antar Perlakuan
Ri-Rj
Z0,05 [K (N+1)/6]0,5
RA – RB
14tn
14,76
RA - RC
19*
14,76
RB - RC
5tn
14,76
Keterangan: * = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata Lampiran 10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur Minuman Instan Madu Bubuk Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A
25
35,3
B
25
40,8
C
25
37,9
H = 0.77 DF = 2 P = 0.679 H = 0.96 DF = 2 P = 0.619 Lampiran 11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A
25
31,0
B
25
42,0
C
25
41,0
H = 3.92 DF = 2 P = 0.141 H = 4.40 DF = 2 P = 0.111
Lampiran 12. Gambar Alat Spray Dryer Tipe Buchi 190
Lampiran 13. Gambar Alat Homogenizer
Lampiran 14. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi A
Lampiran 15. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi B
Lampiran 16. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi C