KARAKTERISTIK SABUN TALLOW DENGAN PENAMBAHAN MADU SEBAGAI ANTIOKSIDAN
LAURA CASALLA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Sabun Tallow dengan Penambahan Madu sebagai Antioksidan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Laura Casalla NIM D14100097
ABSTRAK LAURA CASALLA. Karakteristik Sabun Tallow dengan Penambahan Madu sebagai Antioksidan. Dibimbing oleh TUTI SURYATI dan MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO. Lemak sapi dapat diolah menjadi tallow melalui proses rendering untuk dijadikan bahan baku sabun. Keuntungan penggunaan tallow adalah kandungan asam palmitatnya yang tinggi sehingga cocok dibuat sebagai sabun batang dan memiliki sifat busa yang sangat baik. Madu merupakan bahan alami yang mengandung antioksidan dan dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan sabun. Penelitian ini bertujuan menguji karakteristik dan aktivitas antioksidan sabun mandi yang terbuat dari tallow dan madu. Data dianalisis menggunakan metode analysis of variance (ANOVA). Hasil menunjukkan bahwa sabun dengan konsentrasi tallow yang berbeda dengan penambahan madu 7.5% tidak memberikan perbedaan pada semua karakteristik kimia maupun fisik sabun (P>0.05). Uji mutu hedonik penambahan tallow pada taraf 70% menghasilkan daya busa terbaik dibanding dengan penambahan tallow 80% dan 95% (P<0.05). Penambahan madu pada penggunaan 7.5% dan tallow sebanyak 70% menghasilkan aktivitas antioksidan 113.46 mg VCE per 100 g sampel. Kesimpulannya adalah bahwa penggunaan tallow dengan penambahan madu tidak menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda kecuali pada daya busa secara mutu hedonik serta positif mengandung aktivitas antioksidan. Kata kunci: antioksidan, lemak, madu, sabun, tallow
ABSTRACT LAURA CASALLA. Characteristics of Tallow Soap by Using Honey as Antioxidant. Supervised by TUTI SURYATI and MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO Cattle fat can be processed into tallow through rendering process to produce a raw material in soap-making. The advantage of the higher content of palmitic saturated fatty acid that suitable to made into bar soap and the foam properties are also very good. Honey is a natural material that content of antioxidant activity and can be used as mixed material in soap-making process. This research aimed to test the characteristics and the antioxidants activity of the bath soap that made from tallow and honey with three levels of concentration of tallow (70%, 75%, and 80%) with three replication. Data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) methods. The results showed that the soap with different concentration of tallow with the 7.5% honey addition had no significant difference in all chemical and physical characteristics of all soap (P>0.05). In quality hedonic test, the addition of tallow at the extent 70% had the best foam result compared to the addition of tallow 80% and 95% (P<0.05). The addition of honey at 7.5% and tallow 70% had antioxidants activity 113.46 mg VCE per 100 g sample. In conclusion, the use of
tallow with the addition of honey had no difference in characteristics of soap except in foam result at quality hedonic test, and also positively content of antioxidant activity. Key words: antioxidant, fat, honey, soap, tallow
KARAKTERISTIK SABUN TALLOW DENGAN PENAMBAHAN MADU SEBAGAI ANTIOKSIDAN
LAURA CASALLA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Karakteristik Sabun Tallow dengan Penambahan Madu sebagai Antioksidan Nama : Laura Casalla NIM : D14100097
Disetujui oleh
Dr Tuti Suryati, SPt MSi Pembimbing I
Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji serta syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai dan memberikan hikmat, hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik Sabun Tallow dengan Penambahan Madu sebagai Antioksidan” ini telah dilakukan sejak bulan Februari 2014 hingga Mei 2014. Terima kasih juga penulis ucapkan pada Dr Tuti Suryati, SPt MSi dan Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc atas bimbingan, arahan, serta kritik dan saran dalam penulisan hasil penelitian. Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis Bapak Lesman Manalu dan Ibu Asni Parhusip yang senantiasa memberikan doa dan dorongan semangat untuk penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman IPTP 47, temanteman PMK IPB, dan keluarga besar Laboratorium Teknologi Hasil Ternak atas doa, semangat, dan kasih yang diberikan kepada penulis sepanjang perjalanan penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini. Semoga hasil penelitian ini berguna untuk ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan dan penerapan ilmu peternakan serta menjadi berkat bagi bangsa Indonesia. Bogor, September 2014
Laura Casalla
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur Peubah Rancangan Percobaan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia dan Fisik Sabun Tallow Karakteristik Organoleptik Aktivitas Antioksidan SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix ix 1 2 2 2 2 2 2 2 3 4 6 6 7 7 9 11 12 12 15 17
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis kimia dan fisik sabun tallow dengan penambahan madu 2 Hasil uji mutu hedonik sabun tallow dengan penmbahan madu 3 Hasil uji kapasitas antioksidan sabun P1 dan madu
7 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Hasil analisis ragam kadar air Hasil uji banding Tukey kadar air Hasil analisis ragam nilai pH Hasil uji banding Tukey nilai pH Hasil analisis ragam lemak yang tidak tersabunkan Hasil uji banding Tukey lemak yang tidak tersabunkan Hasil analisis ragam asam lemak bebas Hasil uji banding Tukey asam lemak bebas Hasil analisis ragam tingkat kekerasan Hasil uji banding Tukey tingkat kekerasan Hasil uji non parametrik Kruskal-Wallis mutu hedonik pembusaan Hasil uji Tukey mutu hedonik pembusaan Kurva standard vitamin C
15 15 15 15 15 15 16 16 16 16 16 16 17
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan selain menghasilkan produk segar dan produk pangan olahan juga menghasilkan produk hasil ikutan. Hasil ikutan ternak adalah hasil sampingan dari usaha peternakan yang diperoleh selama proses penanganan dan pengolahan hasil utama serta masih memiliki nilai ekonomis. Salah satu bahan hasil ikutan ternak yang belum diolah secara optimal di Indonesia adalah lemak. Pemanfaatan lemak di Indonesia masih terbatas sebagai bahan campuran atau pengisi dalam produk pangan saja dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku produk non-pangan. Penggunaan lemak selain sebagai campuran produk pangan juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun. Sabun berbahan baku lemak dalam bentuk tallow sebenarnya sudah ada sejak awal penemuan sabun, namun produksi sabun tallow lebih berkembang di wilayah-wilayah yang tinggi akan konsumsi daging, seperti Amerika dan Eropa. Ketersediaan tallow di Indonesia memang tidak sebanyak minyak kelapa sawit yang umumnya lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku sabun. Meski demikian produksi tallow di Indonesia masih sangat memungkinkan untuk menjadi bahan baku sabun karena menurut Padmono (2005) untuk wilayah DKI Jakarta saja total pemotongan sapi di RPH dapat mencapai 300 ekor per hari, dengan tallow yang dihasilkan menurut Marti et al. (2011) dapat mencapai hampir sekitar 20% sehingga masih sangat banyak lemak yang dapat diproses menjadi tallow dan dimanfaatkan untuk bahan baku industri sabun. Salah satu keuntungan penggunaan tallow sebagai bahan baku sabun dibanding lemak nabati adalah kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi, seperti asam lemak palmitat yang dapat membentuk sabun batang dengan sifat busa yang sangat baik seperti yang diinginkan para konsumen sabun (Warra et al. 2010). Selain sifat busa, daya bersih, dan aroma yang baik, konsumen biasanya juga menginginkan sabun yang dapat melindungi kulit dari iritasi dan kekeringan, namun kenyataannya, industri sabun yang berkembang saat ini banyak menggunakan bahan kimia untuk menyempurnakan mutu sabun yang dihasilkannya sehingga tidak semua sabun aman khususnya bagi konsumen yang memiliki kulit sensitif. Hal tersebut menyebabkan sabun yang dibuat dengan komposisi bahan alami menjadi sangat penting untuk diproduksi. Bahan alami selain aman, beberapa di antaranya dapat berperan dalam menangkal radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Reaksi dari radikal bebas akan berlangsung secara terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, dan penuaan dini. Hal tersebut membuat tubuh termasuk kulit memerlukan substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit. Salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan adalah madu. Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar
2
tanaman yang diproses oleh lebah menjadi madu yang tersimpan dalam sarang lebah (Parwata et al. 2010). Penambahan madu dalam pembuatan sabun dapat menjadi usaha diversifikasi produk sabun tallow sehingga dapat memperluas pemasaran madu dan memacu peningkatan kuantitas dan kualitas peternakan lebah madu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji karakteristik sabun mandi yang terbuat dari tallow dan madu. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup penentuan persentase penambahan tallow terbaik sebagai bahan baku sabun serta pengukuran aktivitas antioksidan sabun tallow yang ditambahkan madu. Pengujian sabun yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, asam lemak bebas dan alkali bebas, lemak yang tidak tersabunkan, nilai pH, kekerasan, uji organoleptik, dan uji aktivitas antioksidan.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Mei 2014 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan sabun dilakukan di Laboratorium Hasil Ikutan Ternak. Pengujian analisa kimia dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Ternak. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik. Pengujian analisa fisik dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah tallow, minyak kelapa, madu, dan NaOH 6.25 N. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian adalah asam sulfat 20%, fenolftalein, alkohol netral, HCl 0.1 N dalam alkohol, KOH 0.1 N dalam alkohol, KOH 0.5 N dalam alkohol, HCl 0.5 N alkoholis, HCl 10%, methanol (MeOH), kristal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), vitamin C, dan akuades. Alat Peralatan yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah pisau, wadah pencetak sabun, mixer, pengaduk kayu, panci, kompor gas, termometer,
3
timbangan analitik, waterbath, gelas piala, pengaduk gelas, gelas ukur, dan plastic warp, dan spektrofotometer. Peralatan tambahan yang digunakan dalam pengujian adalah botol timbangan tutup asah, oven, timbangan analitik, gelas piala, corong pemisah, botol timbang, labu Erlenmeyer 250 mL, pendingin tegak, buret 50 mL, pipet 5 mL, kertas saring, dan labu ukur 10 mL. Peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik yaitu ruang organoleptik, wadah cuci tangan, dan borang pertanyaan. Pengujian mutu organoleptik dilakukan terhadap 40 panelis semi terlatih. Prosedur Persiapan Bahan Persiapan bahan dalam pembuatan sabun terbagi menjadi 2, yaitu proses pembuatan tallow dan persiapan bahan pembuatan sabun. Tallow yang digunakan diperoleh dari lemak ginjal sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) Elders. Proses pembuatan tallow mengacu pada metode Kamikaze (2002). Lemak pertama-tama dipotong menjadi potongan-potongan kecil, kemudian lemak dicairkan dengan cara dipanaskan sehingga menjadi minyak. Minyak yang terbentuk setelah pemanasan disaring sehingga dapat dipisahkan dari padatan dan kotoran lainnya. Selanjutnya minyak dimasukkan ke dalam wadah dan dibiarkan mengeras pada suhu ruang sehingga menjadi tallow. Persiapan bahan pembuatan sabun dilakukan dengan mencairkan kembali tallow menjadi minyak, kemudian minyak tersebut ditambahkan minyak kelapa dan madu lalu dihomogenkan dengan mixer berkecepatan rendah selama 30 menit. Madu yang digunakan adalah madu kapuk. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan sabun adalah sebagai berikut. P1 : 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu P2 : 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu P3 : 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu Pembuatan Sabun (modifikasi Kamikaze 2002) Pembuatan sabun diawali persiapan NaOH 45% yang diperoleh dengan menimbang 225 g NaOH kristal teknis dan melarutkannya dengan akuades hingga 500 mL. Modifikasi yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan NaOH 6.25 N dalam konsentrasi 25%. Formula sabun P1 terdiri atas 161.14 g NaOH dan 483.41 g akuades. Sabun P2 terdiri atas 158.25 g NaOH dan 474.75 g akuades. Sabun P3 terdiri atas 155.37 g NaOH dan 466.10 g akuades. Selanjutnya larutan NaOH dihomogenkan dengan campuran tallow, minyak kelapa, dan madu yang sebelumnya telah dihomogenkan di atas api kompor. Homogenisasi antara larutan NaOH dan campuran bahan dilakukan dalam wadah alumunium pada suhu yang sama, yaitu 37 oC.
4
Peubah Analisis Kimia dan Fisik Kadar Air (BSN 1994). Contoh sebanyak 4 g ditimbang menggunakan botol timbang yang telah diketahui berat tetapnya, kemudian contoh dipanaskan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 24 jam sampai beratnya tetap. Perhitungan : W1 − W2 Kadar Air = W Keterangan : W = berat contoh (g) W1 = berat contoh + berat botol timbang (g) W2 = berat contoh setelah pengeringan (g)
Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas (BSN 1994). Alkohol netral disiapkan dengan cara mendidihkan 100 mL alkohol dalam labu Erlemeyer 250 mL, ditambahkan 0.5 mL fenofthalein, dan didinginkan sampai suhu 70 oC, kemudian dinetralkan dengan KOH 0.1 N dalam alkohol. Contoh sebanyak 5 g ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke alkohol netral yang telah disiapkan, lalu ditambahkan batu didih. Pendingin tegak dipasang dan dilakukan pemanasan selama 30 menit di atas penangas air. Apabila larutan tidak bersifat alkalis (tidak berwarna merah) larutan didinginkan hingga suhu 70 oC dan dititar dengan larutan KOH 0.1 N dalam alkohol sampai timbul warna merah selama 15 detik. Perhitungan : V × N × 205 Kadar Asam Lemak Bebas = × 100% W Keterangan : V = KOH 0,1 N yang digunakan (mL) N = normalitas KOH yang digunakan W = berat contoh yang digunakan (g) 205 = berat setara asam laurat
Bila contoh mengandung banyak bagian yang tidak larut, disaring terlebih dahulu sebelum dititrasi agar tidak mengganggu. Apabila larutan bersifat alkalis (warna biru) maka yang diperiksa adalah alkali bebas dengan menitarnya dengan HCl 0.1 N dalam alkohol dari mikroburet sampai warna merah hilang. Perhitungan : V × N × 0.04 Kadar Alkali Bebas = × 100% W
Keterangan : V = HCl 0,1 N yang digunakan (mL) N = normalitas HCl yang digunakan W = berat contoh yang digunakan (g) 40 = berat setara NaOH
Larutan bekas pemeriksaan asam lemak bebas/alkali bebas dipergunakan untuk pemeriksaan lemak yang tidak tersabunkan/lemak netral/trigliserida. Lemak yang Tidak Tersabunkan (cara titrasi) (BSN 1994). Larutan bekas pemeriksaan asam lemak bebas alkali ditambahkan 5 mL KOH 0.5 N alkoholis (berlebihan). Larutan dididihkan selama satu jam di atas penangas air yang telah dipasang pada pendingin tegak. Selanjutnya larutan didinginkan sampai suhu
5
70 oC dan dititar dengan HCl 0.5 N alkoholis sampai warna merah petunjuk fenofthalein tepat hilang (V1 mL). Setelah itu dilakukan penitaran blanko KOH 0.5 N alkoholis yang dipergunakan (V2 mL). Perhitungan : (V2 − V1) × N × 0.0561 Lemak yang Tidak Tersabunkan = × 100% 0.259 W Keterangan : N = normalitas HCl yang digunakan W = berat contoh (g) 56I = berat setara KOH 258 = bilangan penyabunan rata-rata minyak kelapa
Minyak Mineral (BSN 1994). Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke gelas piala, ditambahkan air dan dipanaskan agar larut. HCl 10% berlebih ditambahkan sehingga fenolftalein berwarna merah dan seluruh asam lemak, lemak netral dan bagian yang tidak mungkin dapat disabunkan akan memisah di lapisan atas. Air kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dipisahkan. Sebanyak 0.3 mL lapisan lemak dipipet dan ditambahkan 5 mL KOH 0.5 N dalam alkohol, lalu dipanaskan sampai reaksi penyabunan sempurna dengan menggunakan erlemeyer yang dilengkapi pendingin tegak. Selama dua menit dididihkan di atas penangas air, lalu dititar dengan air tetes demi tetes. Jika terjadi kekeruhan berarti positif mengandung minyak mineral, jika tetap jernih berarti tidak mengandung minyak mineral (kurang dari 0.05 %). Nilai pH (Warra et al. 2010). Nilai pH sabun dapat diketahui dengan menggunakan pH meter. Prosedur pemeriksaan pH dilakukan dengan mengambil 10 g sampel dan melarutkannnya dengan 100 mL aquades dalam gelas ukur. Elektroda pada pH meter kemudian dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan pH meter didiamkan beberapa saat hingga didapat pH yang tetap. Kekerasan (Spitz 2004). Pengukuran kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Sampel diletakkan di bawah jarum Penetrometer dengan kondisi ujung jarum menyentuh permukaan sampel, kemudian tombol kendali ditekan dan jarum dibiarkan menembus bahan selama 10 detik. Pengukuran dilakukan pada tiga titik yang berbeda. Hasil akhir didapat dengan menghitung rata-rata dari ketiga pembacaan tersebut. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstraksi Sampel. Ekstraksi dilakukan dengan metode Tangkanakul et al. (2009) yang dimodifikasi oleh Suryati et al. (2012). Sebanyak 1 g sampel diekstrak secara duplo dengan 2.5 mL metanol selama 24 jam pertama pada suhu ruang. Sampel lalu kembali diekstrak dengan metanol untuk 24 jam kedua. Filtrat dari kedua ekstraksi dicampur dan ditambahkan metanol hingga mencapai volume 10 mL. Ekstrak metanol disimpan dalam suhu -25 oC untuk analisa selanjutnya. Analisis Aktivitas Antioksidan. Analisis aktivitas antioksidan menggunakan metode dari Tangkanakul et al. (2009). Analisis dilakukan terhadap sabun tallow dan madu kapuk. Sebanyak 0.25 mL ekstrak metanol sampel direaksikan dengan larutan DPPH 0.1 mM (pelarut metanol). Larutan diinkubasi (37 °C selama 30 menit) lalu diukur absorbansinya (spektrofotometer, λ=517 nm).
6
Perhitungan :
X Scavenging Activity (%SA) = (1 − ) 100 C
Keterangan: X = absorbansi ekstrak C = absorbansi kontrol
Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji mutu hedonik. Parameter sensoris yang dinilai pada pengujian adalah keseragaman warna, intensitas warna putih, aroma khas lemak sapi, dan pembusaan. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 40 orang. Penilaian terhadap parameter keseragaman warna dan intensitas warna dilakukan secara visual dengan mengamati warna sabun di bawah cahaya lampu sedangkan untuk penilaian aroma khas lemak sapi dan pembusaan dilakukan dengan cara menggosokan sabun sebanyak 20 kali pada tangan yang terlebih dahulu dibasahi air. Perhitungan sekali usapan dihitung berdasarkan dua kali gosokan sabun pada pergelangan tangan. Penilaian mutu hedonik dilakukan dengan menilai sabun dalam 4 skala. Skala keseragaman warna yang digunakan, yaitu: 1 (sangat tidak seragam), 2 (tidak seragam), 3 (agak seragam), dan 4 (agak seragam). Skala intensitas warna yang digunakan, yaitu: 1 (sangat tidak putih), 2 (tidak putih), 3 (agak putih), dan 4 (putih). Skala pembusaan sabun yang digunakan, yaitu: 1 (sangat berbusa), 2 (berbusa), 3 (agak berbusa), dan 4 (tidak berbusa). Skala untuk aroma khas lemak sapi, yaitu: 1 (sangat beraroma lemak), 2 (beraroma lemak), 3 (agak beraroma lemak), dan 4 (tidak beraroma lemak). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Rancangan percobaan tersebut menurut Matjik dan Sumertajaya (2013) memiliki model matematika sebagai berikut. Yij = µ + σi + εij Keterangan: Yij = nilai variabel pengamatan pada jenis formula ke-i (P1, P2, P3) dan ulangan ke- j (1,2,3) µ = rataan umum σi = pengaruh jenis formula ke-i (P1, P2, P3) εij = pengaruh galat percobaan jenis formula ke-i (P1, P2, P3) dan ulangan ke-j (1,2,3)
Analisis Data Data hasil uji kimia dianalisis menggunakan metode analysis of variance (ANOVA). Apabila asumsi untuk analisis ragam tidak terpenuhi maka data dianalisis menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Data yang berbeda nyata kemudian dilanjutkan dengan uji banding Tukey dalam selang kepercayaan 95% (Matjik dan Sumertajaya 2002), sedangkan data hasil uji organoleptik dianalisis dengan metode Kruskal-Wallis.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia dan Fisik Sabun Tallow Produk sabun yang dihasilkan dengan komposisi tallow (70%, 75%, 80%), minyak kelapa, dan madu menghasilkan analisis kimia serta fisik seperti pada Tabel 1. Parameter karakteristik kimia yang diamati meliputi kadar air, lemak yang tidak tersabunkan, asam lemak bebas, minyak mineral, nilai pH. Parameter karakteristik fisik yang diamati, yaitu tingkat kekerasan. Tabel 1 Hasil analisis kimia dan fisik sabun tallow dengan penambahan madu Parameter Kadar Air (%) Lemak yang Tidak Tersabunkan (%) Asam Lemak Bebas (%) Minyak Mineral Nilai pH Tingkat Kekerasan (mm/detik)
Perlakuan P1 P2 P3 21.81±0.72 21.78±0.53 20.83±0.82
Rata-rata 21.47
0.04±0.01
0.04±0.01
0.04±0.00
0.04
0.38±0.19
0.30±0.18
0.36±0.18
0.34
Negatif
Negatif
Negatif
-
10.03±0.10 10.05±0.07 10.00±0.05 2.68±1.07
2.60±0.31
2.41±0.28
10.03 2.57
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
Kadar Air Standar kadar air khusus sabun mandi berdasarkan SNI 06-3532-1994 yaitu maksimal 15%, sedangkan kadar air sabun tallow yang dihasilkan rata-rata memiliki kadar air lebih tinggi dari SNI, yaitu 21.47%. Kadar air sabun sangat ditentukan dari kadar air tallow dan kepekatan NaOH yang digunakan. Semakin pekat NaOH yang digunakan maka kadar air sabun yang dihasilkan akan semakin rendah (Kamikaze 2002). Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perbedaan komposisi lemak yang digunakan tidak memberikan pengaruh (P>0.05) terhadap kadar air sabun. Hal ini disebabkan pada proses pembuatan tallow, semua lemak yang diolah menjadi tallow diberi perlakuan penambahan air sebanyak 25%. Selain itu NaOH yang digunakan untuk menyabunkan bahan sabun P1, P2, dan P3 memiliki konsentrasi yang sama yaitu 25%. Kadar air pada sabun memberikan peluang yang tinggi bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dapat mempengaruhi daya simpan sabun. Tingginya kadar air sabun dapat dikurangi dengan penggunaan spray chamber pada industri sabun (Kamikaze 2002).
8
Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral) (BSN 1994). Kandungan asam lemak bebas dalam sabun mandi menurut SNI 06-35321994 adalah kurang dari 2.5%. Jumlah rataan asam lemak yang terkandung dalam sabun tallow adalah 0.34%. SNI (1994) menyatakan terdapat tiga tipe sabun, yaitu sabun tipe I, tipe II, dan superfat. Berdasarkan standard tersebut maka sabun tallow yang dihasilkan termasuk ke dalam sabun mandi tipe 1. Banyak asam lemak yang terkandung dalam sabun menyebabkan daya bersih sabun rendah karena asam lemak bebas merupakan komponen yang dapat mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran minyak, lemak atau pun keringat (Qisti 2009). Asam lemak bebas ini tidak dapat mengikat kotoran karena bersifat polar, berbeda dengan minyak, lemak atau pun keringat yang bersifat nonpolar sehingga minyak, lemak atau pun keringat ini tidak dapat berikatan dengan asam lemak bebas. Lemak yang Tidak Tersabunkan Lemak atau minyak memiliki kandungan senyawa seperti getah, sterol, dan pigmen yang tidak dapat tersabunkan karena senyawa-senyawa itu tidak bereaksi dengan NaOH. Akibatnya, setelah sabun terbentuk, senyawa-senyawa tersebut akan tetap pada bentuk asalnya dan total keseluruhan senyawa-senyawa tersebut dapat dihitung kadarnya yang disebut sebagai kadar lemak tak tersabunkan (Ketaren 1986). Hasil analisa statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perbedaan komposisi sabun tidak memberikan pengaruh (P>0.05) terhadap persentase lemak tak tersabunkan. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa hampir semua tallow dan minyak yang dicampurkan dalam adonan sabun mampu bereaksi sempurna dengan NaOH sehingga semakin tinggi kandungan tallow akan menyisakan minyak atau lemak yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang lain. SNI menetapkan lemak tak tersabunkan pada sabun adalah maksimal 2.5%. Lemak tak tersabunkan yang terkandung dalam sabun tallow memiliki karakteristik yang memenuhi standar (0.04% – 0.044%). Minyak Mineral Kandungan minyak mineral yang negatif pada sabun ditunjukkan dengan tidak terjadinya kekeruhan pada saat titrasi dengan menggunakan air. Hasil analisa pada sabun tallow menunjukkan nilai yang negatif untuk semua perlakuan. Berdasarkan hasil tersebut, semua sabun yang dihasilkan telah sesuuai dengan SNI (1994) yang menyatakan bahwa keberadaan minyak mineral tidak diperbolehkan ada pada sabun mandi. Minyak atau lemak pada hasil ternak tidak mengandung minyak mineral. Minyak mineral dapat ditemukan pada hasil alam seperti minyak bumi seperti, bensin, solar, dan minyak tanah sehingga hal ini tidak boleh ada pada produk kosmetik karena akan menurunkan daya emulsi sabun (Kamikaze 2002).
9
Nilai pH Nilai pH sabun pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan baik pada sabun P1, P2, dan P3 tidak memberikan pengaruh (P>0.05). Hal ini disebabkan komponen bahan yang paling memengaruhi pH sabun adalah basa atau NaOH yang digunakan, sedangkan pada proses pembuatan sabun penambahan NaOH telah diperhitungkan berdasarkan jumlah lemak yang digunakan dan bilangan saponifikasi setiap jenis lemak atau minyak. Rata-rata nilai pH sabun yang dihasilkan yaitu sebesar 10.03. Sabun dengan nilai pH tersebut masih tergolong sabun yang aman digunakan. Hambali (2005) menyatakan nilai pH sabun umumnya berkisar antar 9.5 – 10.8. Kulit normal memiliki pH sekitar 5. Pencucian dengan sabun akan membuat nilai pH kulit meningkat untuk sementara. Menurut Retno dan Latifah (2007), nilai pH sabun sangat penting untuk dikendalikan karena jika tidak disesuaikan dengan pH kulit dapat menyebabkan kulit kering, pecah-pecah, sensitif, dan mudah terinfeksi. Tingkat Kekerasan Sabun yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan berkisar dari 2.41 mm detik-1 pada P3 yang dibuat dari tallow 80% hingga 2.68 mm detik-1 pada P1 yang dibuat dari tallow 70%. Meskipun terdapat kecenderungan perbedaan, tetapi hasil analisis statistik menunjukkan bahwa komposisi tallow yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kekerasan sabun. Hal tersebut disebabkan campuran tallow dan minyak kelapa pada semua produk sabun baik P1, P2, maupun P3 memiliki kandungan asam lemak yang dapat mengeraskan sabun. Asam lemak yang mampu memengaruhi kekerasaan sabun di antaranya asam laurat, asam miristat, asam palmitat, dan stearat (Cavitch 1997). Persentase kandungan asam palmitat dan stearat dai dalam tallow masingmasing adalah 24% dan 20%, sedangkan kandungan asam palmitat di dalam minyak kelapa dapat mencapai 50% (Spitz 2004). Karakteristik Organoleptik Selain karakteristik kimia dan fisik, uji mutu hedonik sabun juga penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan dan penerimaan panelis atau konsumen terhadap karakteristik sabun. Hasil pengujian organoleptik disajikan dalam Tabel 2.
10
Tabel 2 Hasil uji mutu hedonik sabun tallow dengan penambahan madu Perlakuan
Parameter P1(70% tallow) 2.55±0.78
P2 (75% tallow) 2.34±0.67
P3(80% tallow) 2.36±0.87
Warna
2.62±0.53
2.81±0.40
2.68±0.59
Aroma Lemak
2.32±1.09
2.19±0.95
2.21±0.98
Pembusaan
1.57±0.65b
2.23±0.70a
1.94±0.85a
Keseragaman Warna
Keterangan: Skala mutu hedonik: 1= sangat tidak seragam/sangat tidak putih/sangat beraroma lemak/sangat berbusa, 2= tidak seragam/tidak putih/tidak berroma lemak/berbusa, 3= agak seragam/agak putih/agak beraroma lemak/agak berbusa, 4= seragam/putih/beraroma lemak/tidakberbusa. Angka disertai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai mutu yang berbeda nyata (P>0.05).
Keseragaman Warna Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis perbedaan komposisi tallow tidak memberikan pengaruh terhadap penilaian keseragaman yang dilakukan panelis terhadap sabun P1, P2, maupun P3. Keseragaman warna pada sabun tallow dipengaruhi tingkat kejenuhan setiap asam lemak yang terkandung dalam tallow dan minyak kelapa. Hasil uji mutu hedonik terhadap keseragaman sabun baik P1, P2, maupun P3 menghasilkan sabun yang tidak seragam (nilai=2). Setiap jenis lemak atau minyak memiliki karateristik kimia yang berbeda. Menurut O’Brien (2006), asam lemak yang terkandung dalam tallow memiliki tingkat jenuhan lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa. Perbedaan ini menyebabkan saat proses aging terdapat perbedaan waktu pembekuan atau pengerasan madu sehingga sabun menjadi tidak seragam. Warna Hasil pada Tabel 1 menunjukan bahwa sabun P1, P2, dan P3 memiliki warna yang tidak putih dengan nilai berdasarkan uji mutu hedonik sebesar 2.70. Warna yang tidak putih pada sabun dipengaruhi oleh penambahan madu sebesar 7.5%. Madu memberikan warna kecoklatan pada semua produk sabun. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis ketiga jenis perlakuan ternyata tidak memberikan perbedaan dalam hal warna. Hal ini disebabkan jumlah tallow dan minyak kelapa pada sabun memberikan efek warna yang sama, yaitu warna putih, sedangkan madu dengan kadar yang sama pada semua perlakuan memberikan efek warna coklat. Dugaan tersebut tidak berlaku mutlak, sebab menurut Soekarto (1985), warna produk merupakan parameter yang paling cepat dan mudah memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Aroma Khas Lemak Sapi Rata-rata nilai yang diperoleh dari uji mutu hedonik sebesar 2.24 menyatakan bahwa semua sabun memiliki aroma khas lemak sapi (Tabel 1). Aroma khas lemak sapi kemungkinan muncul karena masih terdapat senyawa
11
volatil yang terlarut di dalam tallow atau lemak sapi yang dicampurkan sehingga walaupun telah dilakukan proses aging masih terdapat bau yang menyengat. Menurut Winarno (1997) aroma produk dapat dipengaruhi oleh jenis, lama, dan temperatur pemasakan. Selain itu aroma produk juga dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan produk. Sabun P1, P2, dan P3 berdasarkan uji Kruskal Wallis ternyata tidak memberikan perbedaan terhadap aroma khas lemak sapi walaupun setip sabun memiliki komposisi lemak yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan komposisi tallow pada P1, P2, dan P3 sebanyak 5% kemungkinan tidak secara signifikan tertangkap oleh indra penciuman panelis. Pembusaan Busa merupakan salah satu parameter yang penting untuk produk sabun. Busa tidak secara langsung berhubungan dengan daya bersih sabun, namun persepsi konsumen menganggap bahwa busa berkorelasi positif dengan daya bersih. Semakin banyak busa dan stabil busa yang terdapat dalam sabun, maka semakin baik mutu sabun tersebut. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perbedaan penambahan tallow yang berbeda memberikan pengaruh terhadap banyaknya busa yang dihasilkan. Tabel 1 menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian bahwa sabun P1 merupakan sabun dengan pembusaan terbaik dibanding P2 dan P3 dengan rataan nilai 1.57 (berbusa). Keberadaan busa yang banyak salah satunya disebabkan adanya kandungan asam laurat dari minyak kelapa (Cavitch 1997). Berdasarkan hal tersebut, maka busa yang dihasilkan pada sabun P2 dan P3 akan semakin sedikit karena jumah minyak kelapa yang terdapat pada P2 dan P3 hanya sebesar 17.5% dan 12.5%. Aktivitas Antioksidan Berikut ini merupakan hasil analisis kapasitas antioksidan sabun tallow dengan penambahan madu. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap sampel P1 dan membandingkannya dengan madu murni. Penggunaan sabun P1 ini didasari hasil uji organoleptik karena P1 memberikan efek pembusaan terbaik. Berdasarkan pengujian aktivitas antioksidan menggunakan DPPH pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan yang dimiliki semua sampel rata-rata nilainya lebih dari 100 mg VCE per 100 g sampel. Aktivitas antioksidan sabun yang diberi tambahan madu nilainya sebesar 113.46 mg VCE per 100 g sampel. Nilai tersebut hampir sama dengan aktivitas antioksidan pada madu murni yang dihasilkan. Kapasitas antioksidan yang hampir sama antara sabun tallow yang ditambahkan madu dengan madu murni diduga karena adanya tambahan aktivitas antioksidan dari minyak kelapa dan pengaruh proses pemanasan. Minyak kelapa komersial mengandung aktivitas antioksidan meskipun lebih rendah dibanding minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) (Abujazia et al. 2012).
12
Tabel 3 Hasil uji kapasitas antioksidan sabun P1 dan madu Kapasitas Antioksidan Sampel (mg VCE per 100 g sampel) P1 113.46 Madu 111.32 Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu
Madu secara signifikan ternyata mampu meningkatkan aktivitas antioksidan jika diberi perlakuan panas (Saric et al. 2013). Momuat et al. (2010) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan akan bertambah melalui proses pemanasan karena diduga terjadi pemutusan ikatan kimia dari suatu makromolekul menghasilkan molekul-molekul yang relatif lebih kecil berat molekulnya. Molekul-molekul kecil tersebut, termasuk senyawa antioksidan, relatif lebih mudah larut dalam air daripada makromolekulnya sehingga jumlahnya akan meningkat ketika diukur. Terdapat 4 kategori aktivitas antioksidan yaitu, sangat tinggi (> 500 VCE per 100 g), tinggi (200 – 500 VCE per 100 g), sedang (100 – 200 VCE per 100 g), dan rendah (< 100 VCE per 100 g) (Tangkanakul 2009). Penambahan madu dalam sabun sebanyak 7.5% terhadap aktivitas antioksidan masuk dalam kategori yang sedang karena nilainya berkisar antara 100 – 200 VCE per 100 g sampel.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penambahan tallow yang berbeda tidak menghasilkan karakteristik yang berbeda kecuali pada daya busa secara mutu hedonik. Penambahan tallow pada taraf 70% menghasilkan daya busa terbaik dibanding dengan penambahan tallow 80% maupun 95%. Penambahan madu pada penggunaan 7.5% dan tallow sebanyak 70% menghasilkan aktivitas antioksidan 113.46 mg VCE per 100 g sampel. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pasca penggunaan tallow dengan antioksidan tinggi dari madu terhadap kulit. Penambahan bahan emulsifier perlu dilakukan untuk meningkatkan keseragaman warna serta fragrance untuk menyamarkan aroma khas lemak sapi pada sabun tallow.
DAFTAR PUSTAKA Abujazia MA, Muhammad N, Shuid AN, Soelaiman IN. 2012. The effects of virgin coconut oil on bone oxidative status in ovariectomised rat. [skripsi].
13
Kuala Lumpur (MS): Department of Pharmacology, Faculty of Medicine. Universiti Kebangsaan Malaysia. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. SNI 063532-1994. Jakarta (ID): BSN. Cavitch SM. 1997. The Soapmaker’s Companion A Comprehensive Guide with Recipe, Tecniques, and Know How. North Adams (US): Versa Press. Hambali E, Bunasor TK, Suryani A, Kusumah GA. 2005. Aplikasi dietanolamida dari asam laurat minyak inti sawit pada pembuatan sabun transparan. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 15(2), 46-53. Kamikaze D. 2002. Studi awal pembuatan sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan curd susu afkir. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. IPB. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Pr. Marti DL, Johnson RJ, Mathews KH. 2011. Where’s the (not) meat? by products from beef and pork production.[ulas balik]. Bul USDA. LDP-M-209-01. Matjik AA, Sumertajaya M. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minita. Jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr. Momuat L, Fatimah F, Wehantouw1 F, Mamondol O. 2010. Efek pemanasan terhadap total antioksidan dari beberapa jenis sayuran tinutuan. [skripsi]. Manado (ID): Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sam Ratulangi. O’Brien RD. 2009. Fats and Oil: Formulating and Processing for Applications. Ed ke-3. Boca Raton (US): CRC Pr. Padmono D. 2005. Alternatif pengolahan limbah pemotongan hewan-Cakung. J. Tek. Ling. P3TL. BPPT. 6(1):303-310. Parwata IMOA, Ratnayani K, Listya A. Aktivitas antiradikal bebas serta kadar beta karoten pada madu randu (Ceiba pentandra) dan madu kelengkeng (Nephelum longata L.). J.Kimia. 4(1): 54-62. Qisti R. 2009. Sifat kimia sabun transparan dengan penambahan madu pada konsentrasi yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. IPB. Retno IT, Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta (ID) ): PT. Gramedia Pustaka Utama. Saric G, Markovic K, Vukicevic D, Lez E, Hruskar M, Vahcic N. 2013. Changes of antioxidant activity in honey after heat treatment. Czech J. Food Sci. 6: 601– 606. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Bogor (ID): Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Spitz L. 2004. Soap, Detergent, Oleochemicals, and Personal. A Theoritical and Practical Review. Champaign-Illinois (US): AOCS Pr. Suryati T, Astawan M, Lioe HN, Wresdiyati T. 2012. Curing ingredients, characteristics, total phenolic, and antioxidant activity of commercial Indonesian dried meat product (dendeng). Media Petern. 35(2): 111-116. Tangkanakul P, Auttaviboonkul P, Niyomwit B, Charoenthamawat, Lowvitoon N, Trakoontivakorn. 2009. Antioxidant capacity, total phenolic content and
14
nutritional composition of Asian foods after thermal processing. Intern. Food Res. J. 16: 571-580. Warra AA, Hassan LG, Gunu SY, Jega SA. 2010. Cold-process synthesis and properties of soaps prepared from different triacylglycerol sources. Nigerian J. Basic and App Science. 18(2): 315-321. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
15
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam kadar air sabun tallow Sumber Perlakuan Error Total
db 2 6 8
JK 1.861 2.926 4.787
KT 0.930 0.488
F 1.91
P 0.228
Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah, F= F-hitung, P= P-value
Lampiran 2 Hasil uji banding Tukey kadar air P1 A
P2 A
P3 A
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
Lampiran 3 Hasil analisis ragam nilai pH sabun tallow Sumber Perlakuan Error Total
db 2 6 8
JK 0.00275 0.03657 0.03932
KT 0.00137 0.00610
F 0.23
P 0.8046
Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah, F= F-hitung, P= P-value
Lampiran 4 Hasil uji banding Tukey nilai pH P1 A
P2 A
P3 A
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
Lampiran 5 Hasil analisis ragam lemak yang tidak tersabunkan Sumber Perlakuan Error Total
db 2 6 8
JK 2.822E-05 1.353E-04 1.636E-04
KT 1.411E-05 2.256E-05
F 0.63
P 0.5665
Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah, F= F-hitung, P= P-value
Lampiran 6 Hasil uji banding Tukey lemak yang tidak tersabunkan P1 A
P2 A
P3 A
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
16
Lampiran 7 Hasil analisis ragam asam lemak bebas Sumber Perlakuan Error Total
db 2 6 8
JK 0.00884 0.07787 0.08672
KT 0.00442 0.01557
F 0.28
P 0.7642
Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah, F= F-hitung, P= P-value
Lampiran 8 Hasil uji banding Tukey asam lemak bebas P1 A
P2 A
P3 A
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
Lampiran 9 Hasil analisis ragam tingkat kekerasan Sumber Perlakuan Error Total
db 2 6 8
JK 0.11236 2.63040 2.74276
KT 0.05618 0.43840
F 0.13
P 0.8821
Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah, F= F-hitung, P= P-value
Lampiran 10 Hasil uji banding Tukey tingkat kekerasan P1 A
P2 A
P3 A
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
Lampiran 11 Hasil uji non parametrik Kruskal-Wallis mutu hedonik pembusaan Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Median
47 47 47 141
1.000 2.000 2.000
Rataan Ranking 54.3 87.5 71.2 71.0
Nilai z 3.43 3.39 0.04
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu. N= jumlah panelis.
Lampiran 12 Hasil uji Tukey mutu hedonik pembusaan Perlakuan P1 P2 P3
N 47 47 47
Rataan 1.5745 2.2340 1.9362
Kelompok B A A
Keterangan: P1= 70% tallow + 22.5% minyak kelapa + 7.5% madu, P2= 75% tallow + 17.5% minyak kelapa + 7.5% madu, dan P3= 80% tallow + 12.5% minyak kelapa + 7.5% madu
17
Lampiran 13 Kurva standard vitamin C Kurva Standard Vitamin C 60 48,158
% SA
50 40
31,611
30 20 10
7,25
8,435
0
0,5
0 1
1,5
2
2,5
3
Konsentrasi Vitamin C
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 30 Juli 1992 dari ayah Lesman Manalu dan ibu Asni Parhusip. Penulis adalah anak ketiga dari 4 bersaudara. Penulis mengawali pendidikan kegiatan belajar dari TK Marindo, SDN Parung Bingung 1, SMP Negeri 2 Depok dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Depok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi, di antaranya sebagai Staff Divisi Peduli Pangan Peternakan HIMAPROTER Fakultas Peternakan IPB 2011/2012 dan pelayanan UKM PMK IPB di Komisi Pelayanan Anak (KPA PMK IPB) 2012/2013. Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan kampus, seperti Fapet Golden Week 2012, Masa Perkenalan Fakultas Peternakan IPB 2013, Festival Ayam Pelung Nasional 2013, dan beberapa kepanitiaan lainnya. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Unit Pelaksana Teknis Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (PT dan HMT) Batu, Malang, Jawa Timur, Malang, Jawa Timur pada Agustus 2013 serta menjadi asisten praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak 2012/2013 dan Teknik Pengolahan Susu 2013/2014. Penulis pernah meraih prestasi Juara I Nasional Paduan Suara Hymne Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) pada acara Temu Ilmiah Peternakan Indonesia (TIMPI) 2013. Penulis juga pernah meraih Juara III nasional dalam ajang Innovative Animal Science Competition (IASC) 2014 di Universitas Brawijaya, Malang.