KARAKTERISTIK HABITAT DAN WILAYAH JELAJAH BEKANTAN (Nasalis Larvatus, Wurmb) DI HUTAN MANGROVE DESA NIPAH PANJANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
ANDRI GINTING
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
KARAKTERISTIK HABITAT DAN WILAYAH JELAJAH BEKANTAN (Nasalis Larvatus, Wurmb) DI HUTAN MANGROVE DESA NIPAH PANJANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
ANDRI GINTING
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SUMMARY Andri Ginting. E34104010. Habitat Characteristic And Homerange of Proboscis monkey (Nasalis Larvatus, Wurmb) In Mangrove Forest Nipah Panjang Village, Kubu Raya Resident, West Kalimantan. Under supervision of Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi, Ir. Nyoto Santoso, MS. Bekantan is a spesies of the primates who lived at rivarian forest and mangrove forest in Kalimantan island. Bekantan was protected by law and regulation No.5 of 1990 about nature resources conservation and the ecosystem which is showed the status of bekantan. This species also included in Appendix I of CITES and was categorized as susceptible species on IUCN Red Data Book 1978. The population of bekantan has decrease drastically through habitat destruction because of that it has to do a research about habitat characteristic and homerange of bekantan at Nipah Panjang Village, Batu ampar. The information will be one of the variable to get sustainable populatin management of bekantan. The species of vegetation and ground vegetation that using as habitat and food resources for bekantan was already calculated using plot line method with the length of the line is 100 m and width of the line is 50 m. To ,measuring the dayrange of bekantan that based on DR, RM, and NPS in radio tracking that base on GPS. It was started when the bekantan leave sleeping tree on 05.30 AM until the bekantan get into the next sleeping tree on 06.30 PM. Scope of the homerange was determined using Minimum Convex Polygon method in software Arc view. This method can connected outside coordinate points on the activities place of bekantan. On the research site at Lalau river and Sukamaju River was identified is spesies of vegetations that used at food resources by bekantan. The species of vegetation that often consumed by bekantan are R. apiculata, R mucronata, B. gymnorrhiza, B. parviflora and Acrostchum speciosum. Estimation homeranges scope of group I is 13.4 ha in Lalau riverine and group II in Suka Maju riverine is 38 ha. Daily range group of bekantan in Suka Maju river is 984.9 m on the average. It is different with DR from group of bekantan at Lalau river is 756.7 m on the average. The differences of DR caused by some factors like foods abudances, human disturbing, and the rise and fall of the tides and water salinity. Bekantan using strata B on the high at 20 - 30 m for their vertical movement to activities like eating, resting, calling, moving, and also to chose the sleeping tree has influenced by the food avaibility like shoot of youg leaves and young leaves and security factor from predators attacks like monitor lizards crocodiles and mangrove snakes. The habitat of bekantan at Nipah Panjang is Mangrove rivarian forest with estimation homerange scope group of bekantan in Lalau river is 13.4 ha, value of DR is 756.7 m and RM 367.5 m on the average. The home range scope group of bekantan in Suka Maju river is 38 ha, value of DR is 984.9 m on the average and RM is 367.82 m on the average.
RINGKASAN Andri Ginting. E34104010. Karakteristik Habitat dan Wilayah Jelajah Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb) di Hutan Mangrove Desa Nipah Panjang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, Msi dan Ir. Nyoto Santoso, MS. Bekantan (Nasalis larvatus, Wurmb) merupakan satwa primata yang hidup pada habitat hutan riparian dan mangrove di Pulau Kalimantan. Bekantan telah dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan yang menunjukkan status bekantan yaitu UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Primata ini dimasukkan ke dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) dan dikategorikan rentan dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) Red Data Book tahun 1978. Kerusakan habitat bekantan menyebabkan terjadinya penurunan populasi bekantan, untuk itu perlu dilakukan penelitian karateristik habitat dan wilayah jelajah bekantan di Desa Nipah Panjang Batu Ampar. Informasi yang diperoleh akan menjadi salah satu parameter dalam pengelolaan bekantan agar populasinya tetap lestari. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik habitat dan wilayah jelajah bekantan berdasarkan pola pergerakan harian bekantan di hutan mangrove Desa Nipah Panjang. Jenis tumbuhan pohon dan tumbuhan bawah sebagai habitat dan potensi pohon sumber pakan diinventarisasi dengan metode jalur berpetak dengan panjang jalur pada titik pengamatan 100 m dan lebar 20 m. Untuk mengukur jelajah harian bekantan dapat dilakukan dengan mengikuti, mengukur dan memetakan route jelajah berdasarkan DR, RM, NPS dengan penggunaan radio-tracking yang berbasis GPS (Global Positioning System) mulai pada bekantan meninggalkan lokasi tidur pada pukul 05.30 pagi sampai ke lokasi tidur selanjutnya pada pukul 18.30 sore. Luas wilayah jelajah ditentukan dengan metode Minimum Convex Polygon yang terdapat dalam software ArcView. Metode ini menghubungkan titik-titik koordinat terluar tempat bekantan beraktivitas. Pada lokasi penelitian di Sungai Lalau dan Sungai Suka Maju teridentifikasi 15 spesies tumbuhan yang menjadi sumber pakan bekantan. Jenis tumbuhan yang paling sering dimakan oleh bekantan adalah R. apiculata, R mucronata, B. gymnorrhiza, B. parviflora dan piai (Acrostchum speciosum). Luas wilayah jelajah dugaan kelompok I adalah 13.4 ha di Sungai Lalau dan kelompok II seluas 38 ha di Sungai Suka Maju. Pergerakan harian kelompok bekantan di Sungai Suka Maju rata-rata 984.9 m berbeda dengan DR kelompok bekantan di Sungai Lalau yaitu rata-rata 756.7 m. Perbedaan DR antara kelompok bekantan di Sungai Lalau dengan di Sungai
Suka Maju, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kelimpahan pakan, gangguan dari aktivitas manusia dan pengaruh pasang surut dan salinitas air laut. Dalam pergerakan wilayah jelajah bekantan secara vertikal, bekantan lebih sering menggunakan strata B yaitu pada ketinggian pohon 20-30 m, untuk melakukan aktivitas harian baik untuk aktivitas makan, istirahat, bersuara, aktivitas berpindah maupun untuk pemilihan lokasi tidur, dipengaruhi oleh faktor ketersediaan pakan pucuk daun muda dan faktor keamanan dari serangan predator seperti biawak, buaya, ular mangrove. Habitat bekantan di hutan mangrove Desa Nipah Panjang adalah hutan mangrove riverine dengan luas wilayah jelajah dugaan kelompok bekantan di Sungai Lalau adalah 13.4 ha, dengan DR rata-rata 756.7 m. Kelompok bekantan di Sungai Suka Maju memiliki luas wilayah jelajah seluas 38 ha, DR rata-rata 984.9 m.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Habitat dan Wilayah Jelajah Bekantan di Hutan Mangrove Desa Nipah Panjang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Bogor, Januari 2009
Andri Ginting E34104010
LEMBAR PENGESAHAN Judul
:
Karakteristik Habitat dan Wilayah Jelajah Bekantan (Nasalis larvatus, Wurmb) di Hutan Mangrove Desa Nipah Panjang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat
Nama
:
Andri Ginting
NRP
:
E34104010
Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua
Anggota
Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi NIP. 131 953 388
Ir. Nyoto Santoso, MS NIP. 131 634 382
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakteristik Habitat dan Wilayah Jelajah Bekantan di Hutan Mangrove Desa Nipah Panjang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat” dengan baik. Skripsi merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi tentang karakteristik habitat dan wilayah jelajah bekantan di hutan mangrove Desa Nipah Panjang Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat, dengan tujuan untuk menentukan karakteristik habitat bekantan didesa Nipah Panjang dan luasan wilayah jelajah bekantan berdasarkan pola pergerakan harian bekantan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menunjang kegiatan pengelolaan dan pelestarian satwa bekantan di desa Nipah Panjang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi dan Ir. Nyoto Santoso, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, kesabaran, motivasi dan waktu untuk memberikan pengarahan dan penjelasan berkaitan dengan penelitian ini. Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Keluargaku tercinta: bapakku Pelin Ginting dan mamaku Rospita Lumban Tobing, k’ Elita, k’Amel, k’Ester, serta adikku Alm. Dewi Kartika Tuhan memberkati kita semua. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS, sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan 3. Ibu Ir. T. M. Oemijati R., MS, sebagai dosen penguji dari Departemen Silvikultur. 4. Pak Muctar beserta keluarga, Pak Njang, Pak Usu, Pak’Ye, Pak Ray, Pak Faisal dan Sobar. Terima kasih atas bantuan, masukan, pikiran, informasi yang sangat penting selama kegiatan. 5. Teman-teman KSH ’41 untuk kebersamaan selama 4 (empat) tahun ini. Kita emang beda...!!! 6. Pak Dones, Ungko, Toa, Hery, Manda, Bety dan semua pihak yang pernah berdiskusi all about primates, terimakasih untuk sharing ilmunya
7. Juga untuk Team PKLP dan penelitian di TN Baluran (Zulfan, Heru, Ivan, Kety, Wawa,
dan Linda). Terima kasih untuk kerjasamanya selama
dilapangan. 8. Teman-teman di Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB, IC under ground 9. Saudara-saudariku
di
PF
Kehutanan,
PMK,
khususnya
Bataker’s
KSH’41(Sangkot, Betet, Lambok, Melinch, Ines, Fredy, Putera, Kety, ”Ocin, Edu,Rini”) dan Bataker’s di Fahutan thanx buat segalanya. 10. Buat dosen-dosen dan pegawai-pegawai di DKSHE, yang telah banyak membantu. 11. Penghuni Sakura (b’David, b’Mike, b’Imron, b’Franky, Tongam, Ronald, Aji, Benny, Dian, Nick, Putera, Dion dan Boy). 12. Special thanks to Hana untuk kasih sayang, motivasi n waktu yg slalu ada untukku dan trims buat teman-teman horti’ers (nenkQ, rintO, Novi, Nika, etc...) Semoga karya ini bermanfaat bagi dunia pengetahuan, terutama bagi pelestarian satwa bekantan di Hutan Mangrove Desa Nipah Panjang.
Bogor, Januari 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP Andri Ginting, dilahirkan di Tarutung pada tanggal 06 September 1986 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Pelin Ginting dan Ibu Rospita Lumban Tobing. Pada tahun 1992-1998 penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 173144 Silangkitang, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Santa Maria Tarutung pada tahun 1998-2001. Setelah itu, penulis memasuki jenjang pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Sei Bingai Langkat dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) khususnya Kelompok Pemerhati Flora (KPF), Persatuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) dan Uni Konservasi Fauna IPB. Bersama HIMAKOVA, penulis pernah mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan tahun 2007. Pada periode 2006-2007 menjabat sebagai Ketua PMK Fakultas Kehutanan IPB. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di CA Kamojang, CA Leuweung Sancang dan Perum Perhutani KPH Tasikmalaya pada tahun 2006. Pada tahun 2007, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN Baluran, Jawa Timur. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi dengan judul Karateristik Habitat dan Wilayah Jelajah Bekantan (Nasalis larvatus, Wurmb) di Hutan Mangrove Desa Nipah Panjang Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat dibawah bimbingan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, Msi dan Ir. Nyoto Santoso, MS.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... i DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v BAB I
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ............................................................................. 1.2.Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................
1 2 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi.......................................................... 2.2. Habitat ......................................................................................... 2.3. Pergerakan Harian ....................................................................... 2.4. Wilayah Jelajah ........................................................................... 2.5. Ukuran Populasi .......................................................................... 2.6. Perilaku .......................................................................................
3 5 6 6 7 9
BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1.Luas dan Letak .................................................................... ........ 3.2.Iklim .................................................................................... ........ 3.3.Hidrologi ............................................................................. ........ 3.4.Tanah dan Geologi .............................................................. ........ 3.5.Flora dan Fauna................................................................... ........ 3.6.Kondisi sosial ekonomi masyarakat.................................... ........
12 12 12 13 13 14
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu ........................................................................ 4.2 Alat dan Bahan ............................................................................. 4.3 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 4.4.Analisis Data ................................................................................
16 16 16 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Karateristik hábitat bekantan ....................................................... 5.2 Wilayah jelajah bekantan ............................................................. 5.3 Ukuran kelompok bekantan di mangrove Batu Ampar ............... 5.4 Ekologi dan konservasi bekantan.................................................
21 30 41 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan .................................................................................. 6.2 Saran ............................................................................................
44 45
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ ........
46
LAMPIRAN ........................................................................................... ........
48
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Parameter pergerakan harian bekantan di hutan mangrove TN Kutai ...
6
2.
Ukuran kelompok bekantan ...................................................................
7
3.
Perkiraan besar kelompok dan kepadatan populasi bekantan ................
8
4.
Jenis-jenis tumbuhan paling dominan ( INP ) di Sungai Lalau .............
23
5.
Jenis-jenis tumbuhan paling dominan ( INP ) di Sungai Suka Maju .....
24
6.
Nilai index Shannon, Kekayaan, Kemerataan dan Dominansi ...............
25
7.
Salinitas dan pH air di lokasi penelitian .................................................
26
8.
Jenis pakan bekantan di hutan mangrove desa Nipah Panjang .............
27
9.
Pergerakan harian bekantan di Sungai Lalau..........................................
33
10.
Pergerakan harian bekantan di Sungai Suka Maju .................................
36
11.
Pengamatan ukuran kelompok bekantan di Sungai Lalau ......................
41
12.
Pengamatan ukuran kelompok bekantan di Sungai Suka Maju..............
41
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Bekantan jantan dewasa ..........................................................................
5
2.
Bekantan betina dewasa ..........................................................................
5
3.
Analisis vegetasi cara jalur atau transek .................................................
17
4.
Peta jalur petak contoh analisis vegetasi di Sungai Lalau ......................
21
5.
Peta jalur petak contoh analisis vegetasi di Sungai Suka Maju ..............
22
6.
Prosentase jenis pakan yang disukai bekantan ......................................
28
7.
Jenis pakan bekantan di mangrove Batu Ampar.....................................
28
8.
Pohon tidur bekantan
. ........................................................................
29
9.
Wilayah jelajah dugaan bekantan di Sungai Lalau ................................
31
10.
Wilayah jelajah dugaan bekantan di Sungai Suka Maju .......................
32
11.
Kerusakan habitat bekantan di lokasi Sungai Lalau ..............................
35
12.
Profil tajuk formasi mangrove di Sungai Suka Maju dan Lalau ...........
39
13.
Penggunaan strata tajuk saat bekantan beraktivitas ...............................
40
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Pengamatan ukuran kelompok bekantan di Sungai
Lalau ……………
49
2.
Pengamatan ukuran kelompok bekantan di Sungai Suka Maju…………
53
3.
Pengukuran koordinat pohon aktivitas bekantan di Sungai Lalau ……..
57
4.
Pengukuran koordinat pohon aktivitas bekantan di Sungai Suka Maju...
59
5.
Profil tajuk di Sungai Lalau...……………………………………………..
61
6.
Profil tajuk di Sungai Suka Maju …………………………………….……. 61
7.
Aktivitas bekantan ……………….…………………………………..……. 62
5.
Formasi mangrove di Desa Nipah Panjang…..…....……………………..
6.
Desa Nipah Panjang…………… …………….……………………….……. 63
62
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik pada tingkat ekosistem maupun dalam spesies, diantara ekosistem tersebut adalah ekosistem hutan mangrove. Luas hutan mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar (Soemarwoto 2001). Kawasan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat merupakan salah satu kawasan mangrove yang dijadikan percontohan mangrove Indonesia dan regional. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi baik flora maupun fauna, salah satunya bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) yang merupakan satwa primata endemik Borneo. Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) merupakan satwa primata yang hidup pada habitat hutan riparian dan mangrove di Pulau Kalimantan. Bekantan dikategorikan satwa dimorfisme seksual karena jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding dengan
betina dan memiliki hidung yang khas
berbentuk seperti umbi menggantung dan berukuran panjang, sedangkan ukuran tubuh betina lebih kecil dan bentuk hidung yang mancung seperti hidung manusia. Bekantan telah dilindungi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yakni UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
SK
Menteri
Kehutanan
No.
301/Kpts-II/1991
tentang
Perlindungan terhadap Bekantan (Nasalis larvatus). Primata ini dimasukkan ke dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) dan dikategorikan rentan dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) Red Data Book tahun 1978. Kerusakan habitat bekantan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu konversi hutan alam dan fragmentasi habitat. Konversi hutan alam hampir terjadi setiap hari seperti masyarakat lokal mengkonversi hutan alam menjadi tempat aktivitas manusia untuk transmigrasi, perkebunan dan pertanian. Fragmentasi habitat sering mengikuti konversi habitat, biasanya terjadi ketika jalan dibangun untuk mengakses area terisolasi. Kerusakan habitat bekantan menyebabkan
terjadinya penurunan populasi bekantan secara drastis lebih dari 50% dalam 10 tahun terakhir. Populasi bekantan sampai akhir tahun 1995 adalah 114.000 individu, sedangkan yang berada di kawasan konservasi adalah sekitar 7.500 individu. Pada tahun 1986, Mackinnon, menaksir populasi bekantan lebih dari 250.000 individu, 25.000 diantaranya berada di kawasan konservasi (Bismark, 1995). Kerusakan habitat bekantan merupakan ancaman besar terhadap kelestarian hidup bekantan, karena bekantan akan kehilangan tempat untuk mencari makan, minum, tempat berlindung dan bereproduksi. Untuk memperbaiki fungsi habitat dan meningkatkan populasi bekantan perlu dilakukan pengelolaan habitat.
Salah satunya adalah pengelolaan habitat
bekantan di Hutan mangrove Desa Nipah Panjang Batu Ampar, merupakan habitat bekantan, yang data dan informasi untuk pengelolaan habitat bekantan masih sedikit. Data karakteristik habitat diperlukan untuk menetukan kondisi fisik, kondisi vegetasi dan sturktur vegetasi habitat bekantan di Desa Nipah Panjang. Data wilayah jelajah diperlukan untuk menentukan pergerakan harian dan luasan wilayah jelajah bekantan di Desa Nipah Panjang Batu Ampar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian karakteristik habitat dan wilayah jelajah bekantan di Desa Nipah Panjang Batu Ampar. Informasi yang diperoleh akan menjadi salah satu parameter dalam pengelolaan bekantan agar populasinya tetap lestari. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan: 1) Karakteristik habitat bekantan di Desa Nipah Panjang 2) Luas wilayah jelajah bekantan berdasarkan pola pergerakan harian 1.3. Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan data dan informasi karakteristik habitat bekantan dan wilayah jelajah bekantan (Nasalis Larvatus) di Desa Nipah Panjang kecamatan Batu Ampar. Selain itu hasil analisis habitat dan wilayah jelajah bekantan dapat memberikan pertimbangan bagi pengelolaan kawasan Batu Ampar Kalimantan Barat terutama untuk upaya pelestarian bekantan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Taksonomi dan Morfologi
2.1.1. Taksonomi Ordo primata dibagi ke dalam tiga subordo yaitu Prosimii, Torsiodea dan Antropoidea (Napier & Napier 1985) yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
Dimana
super
famili
Cercopithecoidae
memiliki
satu
famili
Cercopithecidae. Bekantan merupakan primata endemik pulau Kalimantan termasuk kedalam famili Cercopithecidae. Menurut Fahey (1996) bekantan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mamalia
Order
: Primates
Family
: Cercopithecidae.
Sub family
: Colobinae
Genus
: Nasalis
Spesies
: Nasalis larvatus Wurmb
2.1.2. Morfologi Bekantan dikenal juga dengan monyet belanda, bakara, paikah, rasung, batangan, kahau atau dalam bahasa inggris disebut Proboscis monkey. Bekantan memiliki ciri-ciri morfologi bentuk hidung yang unik dan panjang dimana hidung besarnya memiliki fungsi untuk memberikan daya tarik kepada betinanya. Warna muka pada bekantan dewasa berwarna merah muda pucat sedangkan pada bayi bekantan berwarna biru tua. Warna rambut bekantan bervarisi. Bagian punggung berwarna coklat kemerahan, bagian ventral berwarna putih keabuan, tangan dan kaki berwarna putih kekuningan, kepala berwarna coklat kemerahan dan leher berwarna putih keabuan (Supriatna & Hendras 2000). Bekantan merupakan satwa sexually dimorphic dimana jantan dan betina memiliki perbedaan ukuran dan bentuk tubuh (Bismark 1994). Ukuran tubuh
betina dewasa hampir setengah ukuran tubuh jantan dewasa sedangkan ukuran tubuh jantan setengah dewasa hampir sama dengan tubuh betina dewasa (Bismark 1994). Hidung jantan dewasa berbentuk seperti ubi menggantung dan berukuran panjang sedangkan betina dewasa hidungnya kurang berkembang dan agak mengarah keatas (Slighty upturned). Tangan bekantan bersifat prehensile yaitu dapat memegang benda dengan jari tangannya, tangan digunakan dalam makan untuk memetik daun-daunan dan memasukannya kedalam mulut selain itu tangannya digunakan sebagai alat lokomosi. Menurut Bernett & Sebastian (1988) dalam Alikodra (1997) parameter kelas umur dapat dibedakan menjadi : a.
Jantan Dewasa: Ukuran tubuh sudah penuh, terdapat bulu lebih panjang (mane) disepanjang punggung. Memiliki hidung yang lebih panjang dan besar seperti umbi dan melengkung kebawah, berat tubuh 11,7- 23,608 kg, panjang kepala sampai badan 555-723 mm.
b.
Jantan setengah dewasa: Ukuran tubuh lebih dari ¾, hidung belum berkembang dengan baik dan terdapat bulu (mane) dipunggung.
c.
Betina dewasa: Ukuran tubuh sudah penuh, hidung lebih kecil, pendek dan ramping kearah depan, berat tubuh 8,654-11,79 kg, dengan panjang kepala sampai badan 540-605 mm
d.
Betina setengah dewasa: Ukuran tubuh lebih dari ¾ dewasa
e.
Remaja: Warna bulu pada muka dan tubuh sudah sama dengan dewasa tetapi ukuran tubuh belum mencapai ¾ dewasa.
f.
Bayi (infant 2): Warna bulu kepala dan badan coklat dan masih terdapat warna hitam pada muka.
g.
Bayi (infant 1): Warna bulu coklat gelap atau terdapat bulu kehitaman pada tubuh, atau bulu kepala dan muka gelap.
A
B
Sumber Jan van der Meer (www.global-dvc.org/DSC02128.JPG {1676 x 1298 - 396k})
Gambar 1 Bekantan dewasa (A) jantan; (B) betina 2.2. Habitat Habitat adalah suatu daerah yang terdiri dari berbagai faktor (physiografi dan vegetasi dengan kualitasnya) dan merupakan tempat untuk memenuhi semua kebutuhan hidup organisme (Alikodra 2002). Bekantan hidup pada habitat yang sangat terbatas pada tipe hutan rawa gambut dan bakau dan sangat tergantung pada sungai, walaupun sebagian kecil ada yang hidup di hutan dipterocarpaceae dan hutan kerangas namun masih berada di sekitar sungai. Tipe hutan bakau yang disenangi oleh bekantan adalah tipe “riverine mangrove” dengan sungai yang cukup besar (Bismark 1995). Kebutuhan hutan di tepi sungai bagi bekantan adalah untuk tempat tinggal dan tempat berkomunikasi dalam kelompoknya, dimana pasokan makanan yang disukai bekantan terdapat di habitat tersebut. Menurut Yeager (1992) bahwa kerusakan hutan di tepi sungai yang menjadi habitat bekantan, dapat mengurangi pohon yang potensial untuk bermalam (tidur) dan sumber pakan bekantan. Kondisi demikian dapat menurunkan jumlah individu bekantan akibat predator dan peningkatan infeksi oleh parasit. Laju reproduksi bekantan dapat menurun akibat stres terhadap lingkungan, sehingga secara langsung akan menurunkan populasi melalui gangguan reproduksi. Bekantan sangat sensitif terhadap kerusakan habitat sehingga besar atau kecilnya populasi bekantan dalam suatu habitat dapat dijadikan indikasi terhadap tingkat kerusakan hutan bakau dan hutan tepi sungai.
2.3. Pergerakan Harian Parameter pergerakan harian primata meliputi tiga aspek yaitu jauhnya pergerakan dalam 1 hari, radius maksimum yang dapat dicapai dari lokasi pohon tempat tidur dan perpindahan lokasi tempat tidur pada hari berikutnya (Chivers 1980, Bismark 1987). Parameter pergerakan bekantan di wilayah jelajahnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter pergerakan harian bekantan dihutan Mangrove TN Kutai Parameter (m) Pergerakan harian Radius maksimum Perpindahan lokasi tidur
Interval (m) 450 - 1750 250 - 555 25 - 1000
Rata-rata (m) 1007,5 390,5 400,7
Pengamatan ini didasarkan pada pergerakan pada sub kelompok yang terbesar yang dapat diamati dalam satu hari pada hutan bakau TN Kutai. Dalam satu hari perjalanan bekantan rata-rata 1007,5 m dengan radius maksimum sejauh 390,5 m. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sebaran lokasi tempat makan dengan jarak 100 – 450 m dari lokasi tidur, dan adanya sebaran anggota kelompok dalam bentuk sub kelompok agar tidak terjadi kompetisi. Anggota yang tersebar dapat menggunakan areal yang lebih luas dibanding dengan kelompok yang lebih kompak serta dalam pergerakannya melalui satu jalur (Bismark 1987). 2.4. Wilayah Jelajah Wilayah jelajah (homerange) merupakan daerah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat mensuplai pakan, minuman serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung, bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Sedangkan teritori adalah tempat yang khas yang selalu dipertahankan dengan aktif misalnya tempat tidur untuk primata, tempat beristirahat untuk binatang pengerat dan tempat bersarang untuk burung (Alikodra 1990). Berdasarkan hasil penelitian Bismark (1987) bahwa luas wilayah jelajah kelompok bekantan dengan 117 ekor adalah 100,8 ha. Wilayah jelajah bekantan yang relatif tidak luas disebabkan oleh keragaman jenis makanan yang rendah, populasi pohon yang tinggi serta adanya usaha untuk menggunakan wilayah jelajah secara intensif melalui pembentukan sub kelompok. Salter et al. (1985) menaksir bahwa luas wilayah jelajah kelompok bekantan yang hidup dihutan tepi
sungai adalah 2,7 km2. Keadaan ini dapat disebabkan oleh penyebaran makanan utama, dan Soerianegara et al. (1994) dalam Soendjoto (2005) luas daerah jelajah bekantan di tipe habitat mangrove TN Kutai adalah 100 ha (intensif 19,4 ha) dengan pergerakan harian 497,2 m. 2.5. Ukuran populasi Menurut Alikodra (2002) populasi didefinisikan sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Suatu populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai luas, tergantung pada spesies dan kondisi daya dukung habitatnya. Populasi dari suatu spesies satwa dapat stabil, berkembang ataupun menurun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : keadaaan lingkungan hidup satwa, keadaan sifat hidup (natalitas, mortalitas, daya tahan hidup dan kemampuan reproduksi) dan pergerakan satwa itu sendiri. Satu kelompok bekantan dapat terdiri dari 3-5 sub kelompok. Sub kelompok adalah bagian kelompok yang terlihat oleh pengamat dalam satu pengamatan, serta tidak ada hewan lain dalam jarak 30 meter (Chivers 1980). Anggota suatu sub kelompok terdapat pada pohon yang sama, kadang-kadang pada dua atau lebih pohon yang berdekatan. Ukuran kelompok bekantan berdasarkan hasil penelitian Sunkar (1992) di Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ukuran kelompok bekantan Nama Kelompok One-male 1 Multi- male 1 One-male 2 Multi-male 2 Multi-male 3
Jumlah Individu 9 11 19 31 92
Lokasi Kampong Baru (S. Matan) Kampong Baru (S. Matan) Batu Barat (S. Batu Barat) Batu Barat (S. Batu Barat) Batu Barat (S. Batu Barat)
Kelompok yang dipimpin oleh satu jantan dominan dengan beberapa betina dan anak-anaknya serta jantan-jantan muda disebut single male sebagai anggotanya sedangkan kelompok yang hanya terdiri dari jantan semua dan umumnya merupakan jantan-jantan muda atau disebut multimale. Pada saaat mencari makan kelompok besar terpisah menjadi beberapa kelompok kecil dan berkumpul kembali saat menjelang petang (Supriatna 2000).
Populasi bekantan di hutan riparian saat ini sudah terpencar dalam bentuk sub populasi dengan jarak 18-20 km, dan semakin ke hulu sungai populasi dan besar kelompok menurun dibandingkan dengan populasi yang berada di hutan mangrove riparian. Daya dukung terbesar adalah pada habitat mangrove riparian yaitu 84 individu/km2, hutan riparian 8,9 individu/km2 dan di hulu sungai 0,83 individu/km2. Dari hasil riset para peneliti mengenai populasi bekantan di beberapa habitat seperti di Tanjung Puting, Taman Nasional Kutai, Gunung Palung hingga Serawak dan Brunai, Yeager dan Blondal (1992), dalam Bismark (1995) seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perkiraan besar kelompok dan kepadatan populasi bekantan Lokasi
Kalimantan Tengah Pengadaan Camp Laeky Camp Laeky Camp Laeky Natai Lengkuas Natai Lengkuas Beluk Besar Kalimantan Timur Mahakam TN Kutai Tenggarong** Sungai Mariam** Delta Mahakam** Samboja** Sepaku** Tanjung Redep*** Kalimantan Barat Gunung Palung Serawak Samsumsan Serawak Samsumsan
Brunai Teluk Brunai
Besaran Kelompok (individu)
Kerapatan Per km2
Tahun
10-18 10-18 6.6 20 12.1 11
12.7 8.3 33 16 62.9 58 25
1970 1970 1980-1981 1979 1984-1985 1989 1989
Jeffrey, 1982 Jeffrey, 1982 Yeager Bismark, 1980 Yeager, 1992 Yeager, 1992 Yeager, 1992
5-14 25-60 10-20 10-30 10-35 10-30 9-31
2.4 7.9-28.1 7.4 11.25 32.2 -
1984 1985 1987-1989 1994
Suzuki, 1984 Bismark, 1986 Yasuma, 1989 Bismark, 1984
11-56
25
1986
Ruhiyat, 1986
11.4
13.3 9.2 11.9
1970 1980-1981 1984-1986
20
14.4
1962
Sumber
Jeffrey, 1982 Salter et al, 1985 Bennett,1986, Bennett&Sebastian, 1988 Kerm, 1964
Sumber Yeager & Blondal (1992) ** Dihitung berdasarkan jumlah bekantan yang ditemukan pada luas daeerah dan sebaran bekantan pada sungai yang disurvei Yasuma (1989) *** Data tidak dipubilkasikan
Berdasarkan data penelitian dari beberapa peneliti seperti dalam tabel di atas, diperkirakan kepadatan populasi bekantan adalah 16,128 Individu/km2 atau satu kelompok/km2 (Yasuma 1986). Dari data yang diketahui di atas, dapat ditaksirkan bahwa populasi bekantan sampai akhir tahun 1995 adalah 114.000 individu, sedangkan yang berada di kawasan konservasi adalah sekitar 7500 individu (Bismark 1995). Pada tahun 1986, MacKinnon, menaksir populasi bekantan lebih dari 250.000 individu, 25.000 diantaranya berada di kawasan konservasi. Di Tanjung Puting diperkirakan terdapat 2000 individu bekantan dan total yang ada di kawasan konservasi di Kalimantan sekitar 5000 (Yeager & Blondal 1992) dalam (Bismark 1995). Jadi, bila membandingkan data hasil penelitian yang dilakukan Bismark pada tahun 1995 dengan hasil analisa Mackinnon pada tahun 1986 diperkirakan penurunan populasi bekantan dalam 10 tahun terakhir lebih dari 50%. 2.6. Perilaku Menurut Alikodra (1990) perilaku adalah kebiasaan–kebiasaan satwaliar dalam aktivitas hariannya seperti sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku bersuara, interaksi dengan spesies lainnya, cara kawin dan melahirkan anak. Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologi untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, sebagian besar satwa memiliki berbagai pola perilaku untuk mencoba suatu situasi. Ada tiga sifat dan sikap keseharian yang menjadi tolak ukur penelitian untuk mengetahui perilaku bekantan, diantaranya adalah prilaku makan, tidur dan sosialisasi. Bekantan makan di ujung-ujung cabang, duduk pada anak cabang atau ranting, salah satu tangannya dipergunakan untuk berpegang pada cabang atau ranting di bagian atas, sedangkan tangan yang lain untuk meraih makanan. Kalau berada pada posisi yang sulit, kedua tangan akan berfungsi untuk berpegang sedangkan makanan dapat diambil langsung dengan mulut. Teknik makan ini merupakan adaptasi terhadap sebaran makanan yang dibutuhkannya yaitu pucukpucuk daun yang umumnya berada pada ujung ranting (Bismark 1986). Bekantan makan daun-daun muda dari pohon yang tumbuh di sekitar habitatnya. Mengacu pada pendapat Curtin & Chivers (1979) dalam Bismark (1986), bahwa makanan
yang terdiri dari daun-daun muda banyak mengandung selulosa. Selulosa ini dapat difermentasikan oleh bakteri-bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan monyet menjadi asam-asam lemak yang mudah menguap. Sistem pencernaan yang demikian terdapat pada primata tingkat tinggi, terutama jenis dari suku kolobinae di Asia. Selain daun-daunan, bekantan juga memakan daun jenis pakupakuan seperti Stenochlaena pelostri dan Drynaria quercifolia, dan jenis cendawan Acrostichum aureum, serta bunga Avicenia alba dan Nypa fruticans. Untuk mendapatkan protein hewani, bekantan memakan larva insekta, rayap dan kepiting. Bekantan lebih menyukai pohon dipinggir sungai untuk tempat tidurnya. Dalam satu pohon bisa dihuni oleh satu kelompok yang kira-kira berjumlah 4-12 ekor. Pembentukan jumlah individu dalam kelompok tersebut tergantung pula pada keadaan pohon seperti bentuk percabangan, tinggi pohon, kerimbunan pohon serta jarak antara pohon yang satu dengan yang lain. Bismark (1986) menyatakan bahwa pohon dengan diameter tajuk 11,5 m dengan tinggi 20 m, dapat ditempati oleh satu kelompok bekantan berjumlah 12 ekor yang terdiri dari 2 dewasa, 3 remaja, 4 setengah remaja dan 4 bayi. Sedangkan pohon yang disukai kelompok bekantan untuk digunakan tempat tidur adalah pohon yang berada persis di samping sungai dari jenis pohon A. alba, R. apiculata, R. mucronata, B. sexangulae, dan X. granatum. Aktivitas sosial lain yang dilakukan bekantan ketika mereka sedang istirahat adalah mencari kutu yang dilakukan secara berantai antara bekantan yang satu dengan bekantan yang lain (grooming). Chivers (1974) dalam Bismark (1987) menyatakan bahwa grooming merupakan tingkah laku sosial antara individu kera atau monyet dalam kelompoknya seperti pada H. syndactylus dan M. fascicularis. Aktivitas grooming pada bekantan dapat terjadi antara anak dengan induknya atau induk yang satu dengan induk yang lainnya dengan waktu relatif tidak lama. Aktivitas harian adalah periode aktif saat meninggalkan pohon tempat tidur sampai menempati pohon tempat tidur berikutnya (Chivers 1980). Bekantan merupakan satwa arboreal namun kadang-kadang sering ditemui ditanah, pergerakan dari dahan ke dahan yang dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
melompat, bergantung atau bergerak dengan keempat anggota tubuhnya. Aktivitas harian bekantan dimulai pada pagi hari sekitar pukul 05.30 (Alikodra 1990, Bismark 1994). Aktivitas hariannya dimulai dengan makan pagi ataupun berjalan, selama satu jam berikutnya kegiatan masih berpusat di sekitar pohon tempat tidur di pinggir sungai, setelah itu dimulai berjalan ke hutan rawa ke arah darat. Pada sore hari kegiatannya akan berakhir pada saat akan tidur, yaitu sekitar pukul 19.00 (Bismark 1980). Menurut Alikodra (1990) bekantan akan mulai aktivitas makannya setelah bangun dan dilakukan di pohon tempat tidur atau sekitarnya. Menurut Bismark (1994), bekantan akan tetap pada pohon tempat tidurnya hingga pukul 06.00 dengan melakukan aktivitas makan kemudian melakukan perjalanan untuk mencari tempat makan tertentu.
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Luas dan Letak Desa Nipah Panjang di Kecamatan Batu Ampar yang mempunyai luas 21.271 ha terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Medan Deli, Dusun Sui Mesjid, Dusun Suka Maju, Dusun Sui Pandan, dan Dusun Sui Terumbuk. Secara administrasi batas-batas yang mengelilingi desa ini adalah : sebelah utara Selat Padang Tikar, sebelah timur Desa Teluk Nibung, sebelah selatan Desa Tanjung Harapan, sebelah barat Desa Padang Tikar II. 3.2. Iklim Wilayah Batu Ampar termasuk Desa Nipah Panjang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim penghujan (terjadi pada bulan Agustus – Februari) dan musim kemarau (Maret – Juli). Berdasarkan klasifikasi iklim Schimidt Ferguson, wilayah Batu Ampar termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3887 mm pertahun dan jumlah hari hujan selama 132 hari. Pada musim kemarau curah hujan rata-rata perbulan sekitar 126 mm, sedangkan pada musim penghujan mencapai 465 mm. 3.3. Hidrologi Wilayah Kecamatan Batu Ampar termasuk Desa Nipah Panjang merupakan bagian hilir DAS Kapuas. Di Desa Nipah Panjang sebagai bagian Pulau Padang Tikar memiliki beberapa sungai pendek yaitu S. Medan Deli, S. Mesjid, S. Punggawa, S.Tiram, S. Pak Jabar, S. M Luphi, S. Lalau, S. Kapas, S. Pak Tahir, S. Sukamaju, S. Pandan dan S. Terumbuk. Kondisi air pada saat surut bersifat tawar dan dipengaruhi air gambut berwarna kemerahan dengan pH 5,5-6,0 sedangkan pada saat air pasang serta musim kemarau air lebih asin / payau dengan salinitas 13-15 permil. Secara umum perairan Kabupaten Pontianak termasuk di Desa Nipah Panjang adalah tawar sampai payau sehingga pada musim kemarau tidak dapat dipergunakan sebagai air minum.
3.4. Geologi dan Tanah Tanah di Desa Nipah Panjang dapat dikelompokkan atas tanah mineral non pirit (pirit > 100 meter), tanah berpirit (pirit < 100 meter) dan tanah bergambut matang (muck). Umumnya tanah lapisan atas (0-10 cm) terdiri dari campuran bahan mineral liat berdebu dengan bahan organik sedangkan tanah lapisan bawah (sub soil) sebagian besar berupa bahan mineral dengan tekstur liat berdebu. Tingkat kematangan tanah lapisan bawah umumnya belum matang (unripe) hingga setengah matang (half ripe). Tingkat kemasaman (pH) tanah berkisar antara 4,5-5,0 tergolong sangat masam hingga masam. Kondisi kemasaman ini terjadi karena faktor reduksi asam sulfat menjadi asam sulfida (H2S) dalam proses penggenangan yang permanen , diiringi meningkatnya asam bikarbonat. Wilayah pesisir Desa Nipah Panjang merupakan bagian pesisir Kalimantan Barat yang memiliki 2 sistem lahan, yaitu sistem lahan Kejapah (KJP) yaitu dataran lumpur didaerah pasang surut dibawah bakau dan nipah, dan sistem lahan Kahayan (KHY) yaitu dataran pantai/sungai yang tergabung yang menempati fisiografi dataran alluvial. 3.5. Flora dan Fauna 3.5.1. Flora Wilayah ekosistem mangrove Batu Ampar mempunyai 6 tipe formasi dari pantai sampai dengan daratan yaitu: 1) formasi Avicenia, 2) formasi Sonneratia, 3) formasi Rhizopora dan Bruguiera, 4) formasi Rhizopora dan Nipah, 5) formasi Nipah, 6) formasi Pandan dan Nibung. Di wilayah ini tercatat sedikitnya 40 spesies mangrove yang terdiri dari 21 jenis mangrove sejati (true mangrove) dan 19 jenis mangrove ikutan (associated mangrove). Jenis yang paling banyak ditemukan di wilayah mangrove Batu Ampar adalah jenis-jenis Rhizopora spp, Bruguiera spp, dan Nypa fruticans. Salah satu jenis tananaman mangrove endemik khas ekosistem mangrove Kalimantan yang bisa ditemukan di wilayah ini adalah jenis Kandelia candel.
3.5.2. Fauna Fauna yang ditemukan di hutan mangrove Batu Ampar antara lain monyet ekor panjang, bekantan (Nasalis larvatus) yang endemik Kalimantan, babi hutan, rusa, kucing hutan, bajing, beruang madu, kalong, kelelawar dan mamalia air yaitu pesut (Orcaela breviristria). Seperti di ekosistem mangrove lainnya ekosistem mangrove Batu Ampar tercatat sedikitnya ada 46 jenis burung. Jenis burung
endemik
Kalimantan
yaitu
berencet
Kalimantan
(Ptilocichla
leucogrammica) serta terdapat beberapa jenis reptilia seperti ular bakau, kurakura, kadal, labi-labi, biawak dan buaya. Keragaman sumberdaya satwa liar di kawasan wilayah Batu Ampar yang terbentuk dalam ekosistem mangrove yang khas, akan mendorong suatu jalinan simbiosis antar spesies yang khas pula dengan lingkungannya. Jenis–jenis satwaliar dalam ekosistem mangrove di wilayah Batu Ampar harus dilindungi keberadaannya. 3.6 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 3.6.1 Mata Pencaharian dan Perekonomian Jumlah penduduk usia produktif di Kecamatan Batu Ampar sebanyak 19.145 jiwa, sedangkan di wilayah Kecamatan Kubu 17.480 jiwa dan Teluk Pekedai 10.035 jiwa. Rata-rata hampir lebih dari 50% dari jumlah penduduk di tiap kecamatan masuk kedalam usia produktif. Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di wilayah Batu Ampar. Tanaman pertanian yang banyak ditanam di wilayah Batu Ampar antara lain padi, jenis-jenis paliwija (jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau) dan sayur mayur (sawi, cabe, bawang, kacang panjang, terung, ketimun). Kegiatan pertanian ini lebih banyak diusahakan oleh masyarakat pendatang terutama oleh para pendatang dari suku Jawa. Para petani di wilayah Batu Ampar mempunyai pendapatan tambahan dengan memelihara ternak. Ternak yang biasanya dipelihara oleh petani adalah sapi, babi, kambing, domba, ayam dan itik. Pada umumnya penduduk yang memanfaatkan sumberdaya mangrove mempunyai pekerjaan utama dan sampingan. Penduduk ini biasanya adalah penduduk yang tinggal di sekitar hutan mangrove yang sebagian besar adalah masyarakat suku asli (suku melayu). Sebagai contoh pengrajin arang, petani dan buruh sering melakukan pekerjaan
sampingan mencari udang, kepiting, ikan, dan selain itu juga ada yang bermata pencaharian utama sebagai nelayan. Untuk pendapatan nelayan tradisional berkisar antara Rp 200.000 - Rp 400.000/bulan, sedangkan para pengrajin atap rumah dari daun nipah mempunayi pendapatan berkisar antara Rp 300.000 – Rp 400.000/bulan. 3.6.2. Pemanfaatan Kawasan Hutan Mangrove Kegiatan pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan masyarakat di wilayah Batu Ampar (termasuk Kubu dan teluk Pakedai) Kabupaten Kubu Raya, provinsi Kalimantan Barat telah berlangsung cukup lama dan pada kenyataannya sangat membantu dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, serta merupakan komoditi andalan masyarakat disekitar wilayah Batu Ampar. Pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat setempat dipergunakan sebagai bahan baku arang, dilakukan dengan teknologi tradisional, yakni: penebangan tidak mengunakan chain saw, tungku pembakaran masih sederhana dan lebih bersifat padat karya. Dampak kegiatan tersebut terhadap ekosistem hutan mangrove disekitarnya relatif kecil. Di samping komoditi arang bakau (kayu mangrove), masih terdapat potensi komoditi lain yang dapat dikembangkan pemanfaatannya secara langsung dan tidak langsung (gula, daun nipah, kepiting, ikan,dan udang, serta wisata alam).
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hutan mangrove Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat selama ± 2 bulan. 4.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data tersebut antara lain: binokuler, kompas, kamera, GPS receiver, pengukur waktu, pita ukur, tali plastik, haga hypsometer, ArcView GIS Version 3.2 dan peralatan lainnya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah peta kerja dan bekantan. 4.3. Metode Pengumpulan Data 4.3.1.Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan meliputi: a)
Orientasi lapang, yang bertujuan untuk mencari informasi dan konsultasi pada pihak yang berwenang untuk mengenal secara keseluruhan lokasi penelitian dan mencocokkan keadaan lapang dengan peta lokasi.
b)
Menentukan lokasi ditemukannya bekantan dan titik yang dijadikan sebagai titik pengamatan.
4.3.2. Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan terdiri dari: i.
Karateristik habitat bekantan meliputi kondisi fisik habitat, tipe habitat, tipe vegetasi, arsitektur tegakan
ii.
Wilayah jelajah bekantan berdasarkan pergerakan harian bekantan meliputi jarak (jauhnya) pergerakan dalam 1 hari (DR), radius maksimum (RM) yang dapat dicapai dari lokasi pohon tempat tidur, dan perpindahan lokasi tempat tidur pada hari berikutnya Night Position Shift (NPS)
4.3.3. 3.3. Cara Pengumpulan Data a. Karateristik Habitatt Kondisi fisik habitat bekantan yang mencakup curah hujan, suhu dan kelembapan dapat diperoleh dari studi literatur, dan melakukan pengukuran langsung di lapangan. Sedangkan data untuk menentukan tipe habitat, tipe vegetasi dan arsitektur tegakan dapat di dilakukan lakukan melalui analisis vegetasi. Pengambilan data dibatasi hanya pada lokasi tempat tidur dan wilayah jelajah bekantan. Jenis tumbuhan pohon dan tumbuhan bawah sebagai habitat dan potensi pohon sumber pakan diinventarisasi dengan metode jalur berpetak. Inventarisasi vegetasi dilakukan pada 6 jalur berdasarkan tipe zonasi vegetasi di mangrove Batu Ampar.. Penentuan jalur dil dilakukan akukan secara acak dengan memperhatikan lokasi ditemukannya bekantan dan ketersediaan fungsi habitat yaitu sebagai tempat mencari makan, tempat berlindung dan istirahat bagi bekantan. Panjang jalur pada titik pengamatan 100 m dan lebar 20 m. Untuk setiap ppetak etak contoh mempunyai lebar dan panjang 20 x 20 m (Gambar 3).. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan tiang dan pohon adalah jenis pohon, diameter dan tinggi total. Untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu ividu setiap jenis.
Gambar 3 Analisis vegetasi cara jalur atau transek Petak A = Petak ukur untuk semai dengan luas 2 m x 2 m Petak B = Petak ukur untuk pancang dengan luas 5 m x 5 m Petak C = Petak ukur untuk tiang ddengan luas 10 m x 10 m Petak D = Petak ukur untuk pohon dengan luas 20 m x 20 m
b. Diagram Profil Tajuk Diagram profil tajuk ditentukan dengan cara mengukur dan mencatat jenis, diameter, tinggi total pohon, tinggi tajuk (tinggi bebas cabang), lebar tajuk, klasifikasi dan posisi pohon dalam petak contoh berukuran 20 m x 40 m. Petak contoh diletakkan pada lokasi yang mewakili wilayah jelajah bekantan. Stratifikasi vertikal vegetasi yang terbentuk dari arsitektur pohon yang berada dalam wilayah jelajah bekantan merupakan gambaran pohon tempat bekantan melakukan aktivitasnya dan jenis-jenis yang mendominasi. c. Wilayah Jelajah Untuk mengukur jelajah harian bekantan dapat dilakukan dengan mengikuti, mengukur dan memetakan route jelajah berdasarkan DR, RM, NPS dengan penggunaan radio-tracking yang berbasis GPS (Global Positioning System) mulai pada bekantan meninggalkan lokasi tidur pada pukul 05.30 pagi sampai ke lokasi tidur selanjutnya pada pukul 18.30 sore. Wilayah jelajah ditentukan dengan metode Minimum Convex Polygon yang terdapat dalam software ArcView. Metode ini menghubungkan titik-titik koordinat terluar tempat bekantan beraktivitas. Penentuan titik koordinat pohon tempat bekantan melakukan aktivitas (makan, istirahat, bersuara, bereproduksi) dilakukan dengan menentukan jarak lapang dan azimuth titik pohon dari titik koordinat sebelumnya yang sudah diketahui (titik ikat). Wilayah jelajah juga dapat ditentukan dengan memplotkan titik-titik pergerakan bekantan yang disesuaikan dengan skala peta 1:5000. Titik-titik terluar pada peta dihubungkan membentuk suatu poligon, sehingga pengukuran luas wilayah jelajah bekantan dapat dilakukan dengan menggunakan planimeter
4.4. Analisis Data 4.4.1. Analisis Data Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi suatu jenis vegetasi pada suatu komunitas. Dominansi dapat dilihat dari nilai Indeks Nilai Penting (INP) yang diperoleh dari penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) untuk tingkat semai dan pancang serta ditambah nilai dominansi relatif (DR) untuk tingkat tiang dan pohon. Persamaan yang digunakan adalah (Oosting 1956 dalam Alikodra 2002) : Kerapatan jenis (ind / ha)
= Jumlah individu suatu jenis (ind) Luas total petak contoh (ha)
Kerapatan relatif (%)
= Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan seluruh jenis
Dominansi (m2 / ha)
= Luas bidang dasar suatu jenis (m2) Luas total petak contoh (ha)
Dominansi relative (%)
= Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi seluruh jenis
Frekuensi
= Jumlah petak contoh ditemukan suatu jenis Jumlah total petak contoh
Frekuensi relatif (%)
= Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting
= KR + DR + FR
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan dapat menggunakan persamaan indeks Shannon yaitu: S ni ni H ' = − ∑ ln N i =1 N Keterangan :
H’ = Indeks shannon ni = Jumlah individu atau nilai penting jenis ke-i S = Jumlah total jenis yang ditemukan N = Total individu atau nilai penting seluruh jenis
4.4.2. Diagram Profil Tajuk Dari diagaram profil vegetasi dapat diketahui stratifikasi vegetasi dihabitat bekantan (Soerinegara dan Indrawan 1998), yaitu: a.
Strata A : Lapisan teratas, pohon-pohon yang tinggi total 30 m ke atas.
b.
Strata B : Pohon-pohon dengan tinggi total 20-30m.
c.
Strata C : Pohon-pohon dengan tinggi total 4-20 m
d.
Strata D : Lapisan perdu dan semak dengan ketinggian 1-4 m
e.
Strata E : Lapisan tumbuhan bawah (Ground cover), ketinggian 0-1m.
4.4.3 Analisis Data Wilayah Jelajah Bekantan Wilayah jelajah bekantan dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis kuantitatif penghitungan luas wilayah jelajah dilakukan dengan bantuan software ArcView. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif dilakukan secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan peta wilayah jelajah dugaan bekantan yang telah dioverlay (tumpang tindih) dengan foto citra satelit terkoreksi serta menggunakan data hasil pengamatan terhadap posisi bekantan dalam strata tajuk pohon pada saat beraktivitas. .
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karateristik Habitat Bekantan Karateristik habitat diperoleh melalui analisis vegetasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi vegetasi yang menjadi habitat bekantan (N. Larvatus). Inventarisasi vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak, dengan jumlah 6 jalur yaitu 3 jalur di Sungai Lalau dan 3 jalur di Sungai Suka Maju. Penentuan jalur dilakukan pada lokasi wilayah jelajah bekantan. Terdapat 3 tipe formasi yang menjadi wilayah jelajah bekantan pada lokasi penelitian yaitu formasi Rhizophora, Bruguiera dan formasi nipah. Jalur yang digunakan sebagai petak contoh analisis vegetasi di Sungai Lalau disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Peta letak jalur petak contoh analisis vegetasi di Sungai Lalau. Analisis
vegetasi
pada
lokasi
Sungai
Lalau,
yang
memiliki
keanekaragaman jenis tingkat pohon paling tinggi terdapat pada formasi Rhizophora dengan nilai indeks keanekaragaman 0.96 (< 1, tergolong rendah) dengan 3 spesies tumbuhan tingkat pohon. Spesies dominan adalah bakau putih
(Rhizophora mucronata) dengan INP 173% (Tabel 4),
dan tumuk putih
(Bruguiera parviflora) dengan INP 98%. Pada tingkat pancang sampai sampai dengan tingkat tiang, tingkat keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada formasi Bruguiera dengan nilai indeks keanekaragaman jenis 1-3 yang tergolong pada tingkat keanekaragaman sedang.
Gambar 5 Peta jalur petak contoh analisis vegetasi di Sungai Suka Maju. Analisis vegetasi pada lokasi Sungai Suka Maju yang memiliki keanekaragaman jenis tingkat pohon paling tinggi terdapat pada formasi Rhizophora, dengan nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) 0.97 yang tergolong rendah dengan 2 spesies. Spesies dominan adalah bakau merah (Rhizophora apiculata) dengan INP 264.8% dan tumuk merah (Bruguiera gymnorrhiza) dengan INP 35.20%. Pada tingkat semai dan tumbuhan bawah sampai dengan tingkat tiang, keanekaragaman jenis paling tinggi juga terdapat pada formasi Rhizophora dengan nilai indeks keanekaragaman 1-3 yang tergolong rendah.
Tabel 4 Indeks nilai penting jenis tumbuhan berdasarkan formasi vegetasi di Sungai Lalau Desa Nipah Panjang Formasi Rhizophora
Tingkat pertumbuhan pohon
tiang
pancang
semai dan tumbuhan bawah
Bruguiera
pohon tiang
pancang
semai dan tumbuhan bawah
bakau-nipah
pohon tiang pancang semai dan tumbuhan bawah
No 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5
Jenis (nama lokal) Bakau putih Goras Tumuk putih Bakau putih Goras Tumuk putih Bakau putih Cabe-cabe Kelentik nyamuk Nipah Tumuk putih
Famili Rhizophoraceae
1 2 3 4 5 1 2 1 2 3 4 1 2 3 4
Bakau putih Jeruju putih Kelentik nyamuk Piai Tumuk putih rengas tumuk putih bui hutan Limau mampat medung waru limau mampat nibung penai waru
1 2 3 4 5 1 1 2 1 2
canggang elang cengkuduk piai rasau waru Bakau putih Bakau putih Tumuk merah bakau putih nipah
Malvaceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Arecaceae
12% 11% 83% 26% 14% 300% 258% 42% 88% 113%
1 2 3
bakau putih nipah piai
Rhizophoraceae Arecaceae Pteridaceae
119% 41% 41%
Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae
Arecaceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Acanthaceae Pteridaceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae
Malvaceae
Malvaceae
Pteridaceae
INP 173% 29% 98% 109% 30% 161% 73% 62% 12% 37% 17% 78% 14% 12% 67% 29% 25% 275% 32% 96% 30% 142% 53% 20% 26% 32%
Tabel 5 Indeks nilai penting jenis tumbuhan berdasarkan formasi vegetasi di Sungai Suka Maju Desa Nipah Panjang Formasi Rhizophora
Tingkat pertumbuhan pohon tiang pancang semai dan tumbuhan bawah
Bruguiera
pohon tiang pancang
semai dan tumbuhan bawah
Bakaunipah
pohon
tiang
pancang
semai dan tumbuhan bawah
No 1 2 1 2 1
Jenis (nama lokal) Bakau merah Tumuk merah Bakau merah Tumuk merah Bakau merah
Famili Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae
INP 264.80% 35.20% 181% 119% 200%
1 2 3 1 2 1 2 1 2 3 4
Bakau merah Piai Tumuk merah bakau merah Tumuk putih bakau merah Tumuk putih Cabe-cabe Jawi-jawi Kait-kait Tumuk merah
Rhizophoraceae Pteridaceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae
94% 64% 42% 54% 246% 96% 204% 34% 73% 44% 49%
1 2 3 4 5 6
Akar ara Kait-kait Kelentik nyamuk Piai Tumuk merah Umbal
Rhizophoraceae
1 2 3 1 2 3 1 2 3
bakau merah bakau putih tumuk merah bakau putih tumuk merah tumuk putih bakau putih kayu ara tumuk merah
Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae
1 2 3 4
bakau putih kayu ara nipah piai
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Pteridaceae Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Arecaceae Pteridaceae
9% 19% 22% 73% 62% 15% 48% 127% 126% 215% 45% 40% 103% 43% 53% 51% 34% 23% 93%
Tabel 6 Nilai index Shannon, kekayaan jenis , kemerataan jenis dan dominansi jenis berdasarkan tingkat pertumbuhan Nilai index di Sungai Lalau
Nilai index di Sungai Suka Maju Nilai Indeks formasi Rhizophora
Tingkat Pertumbuhan Semai dan tumbuhan bawah
H
Pancang Tiang
0.893224
Pohon
Nilai Indeks formasi Rhizophora
R
E
D
Tingkat Pertumbuhan
1.136046
1.002762
0.705865
0.379287
1.408966
1.012339
0.87544
0.26997
0.647031
0.813047
R
E
D
Semai dan tumbuhan bawah
1.204467
0.843799
0.868839
0.343673
Pancang
1.009614
0.738539
0.91899
0.395556
0.458678
Tiang
0.867563
1.116221
0.78969
0.5
0.964963 0.691953 0.878347 0.407407 Nilai Indeks formasi Bruguiera
Pohon
0.969857 0.606826 0.882802 0.418381 Nilai Indeks formasi Bruguiera
Tingkat Pertumbuhan Semai dan tumbuhan bawah
1.520331
2.799075
0.576088
0.401442
Semai dan tumbuhan bawah
Pancang
2.038207
2.826441
0.820235
0.184506
Pancang
Tiang
1.168282
1.302883
0.842738
0.36
Pohon
0.223718
0.352956
0.322757
0.889273
H
R
E
D
Tingkat Pertumbuhan
R
E
D
1.293001
1.23669
0.721638
0.337642
1.366159
1.302883
0.985475
0.26
Tiang
0.610864
0.434294
0.881291
0.58
Pohon
0.357627
0.306928
0.515947
0.795858
Nilai Indeks formasi bakau - nipah Tingkat Pertumbuhan Semai dan tumbuhan bawah
H
H
Nilai Indeks formasi bakau - nipah
H
R
E
D
0.565918
0.384727
0.515121
0.697201
Pancang
0.661563
0.288539
0.954434
0.53125
0
0
Tiang
0.348832
0.45512
0.503258
0.802469
Tiang
0.681624
0.286
0.983376
0.511478
Pohon
0
0
1
Pohon
0.206192
0.274908
0.297472
0.900277
~
Tingkat Pertumbuhan Semai dan tumbuhan bawah Pancang
H
R
E
D
0.957155
0.486515
0.232835
0.428648
~
1
Perbedaan keanekaragaman jenis pada tiap formasi, dipengaruhi oleh kemampuan tiap tingkat vegetasi untuk beradaptasi terhadap ketinggian tempat, pengaruh pasang surut air laut, dan salinitas air di lokasi penelitian. Di lokasi Sungai Lalau, rata-rata salinitas air 5.25% dengan pH rata-rata 4, sedangkan di lokasi Sungai Suka Maju rata-rata salinitas air 19.67% dengan pH rata-rata 5.9 (Tabel 7). Tabel 7 Salinitas dan PH air di lokasi penelitian Salinitas di Sungai Lalau Ulangan
Salinitas
Salinitas di Sungai Sukamaju pH
Ulangan
Salinitas
pH
1
5.5
3
1
15
6
2
4.5
5
2
15
6
3
5.5
4
3
20
6
4
5.5
4
4
25
6
5
20
5.5
6 rata-rata
23 19.67
6 5.92
rata-rata
5.25
4
Menurut Kusmana et al. (2003) bahwa pasang surut menentukan formasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horizontal. Pada areal yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedangkan Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. Hutan mangrove di Desa Nipah Panjang adalah hutan mangrove riverine
yang menjadi habitat utama
bekantan, yang dipengaruhi oleh ekosistem sungai. Sungai berpengaruh terhadap fisik dan kimia tanah, sebaran dan pengelompokan jenis pohon.
5.1.1 Fungsi Habitat Sebagai Penyedia Pakan
Pada lokasi penelitian di Sungai Lalau dan Sungai Suka Maju teridentifikasi 15 spesies tumbuhan yang menjadi sumber pakan bekantan (N. Larvatus). Jenis-jenis tumbuhan tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis pakan bekantan di hutan mangrove Desa Nipah Panjang No
Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
Bagian yang dimakan
1
bakau putih
Rhizophora mucronata
Rhizophoraceae
pucuk daun
2
bakau merah
Rhizophora apiculata
Rhizophoraceae
pucuk daun
3
tumuk merah
Bruguiera gymnorrhiza
Rhizophoraceae
pucuk daun
4
tumuk putih
Bruguiera parviflora
Rhizophoraceae
pucuk daun
5
nibung
6
nipah
Nypa fruticans
7
penai
Ardisia humilis
8
pakis
9
piai
10
rotan
buah
11
kelentik nyamuk
buah
12
jawi-jawi
buah
13
lakum
daun
14
canggang elang
daun
15
umbal
buah
umbut Arecaceae
bunga daun, buah daun
Acrostchum sp.eciosum
Pteridaceae
pucuk daun
Jenis tumbuhan yang paling sering dimakan oleh bekantan adalah bakau merah (Rhizophora apiculata), bakau putih (Rhizophora mucronata), tumuk merah (Bruguiera gymnorrhiza), tumuk putih (Bruguiera parviflora) dan piai (Acrostchum sp.eciosum) yang merupakan vegetasi dominan di mangrove Desa Nipah Panjang. Dari hasil analisis vegetasi, tumbuhan bawah yang paling dominan yang merupakan pakan bekantan adalah piai (Acrostichum speciosum). Bekantan sering ditemukan turun ke permukaan tanah untuk memakan pucuk piai, buah kelentik nyamuk dan tumbuhan bawah lainnya.
Acrostchum speciosum 3% Bruguiera parviflora 31%
pakan
Rhizophora mucronata 23%
Rhizophora apiculata 18%
Bruguiera gymnorrhiza 25%
Gambar 6 Prosentase jenis pakan yang disukai bekantan Bekantan tidak hanya menggunakan 15 spesies tersebut sebagai tumbuhan pakan, tetapi juga memanfaatkan spesies lain di hutan mangrove di luar lokasi penelitian yang masih termasuk wilayah mangrove Batu ampar seperti api-api, api rambai dan jejambuan. Yeager (1989) dalam Soendjoto (2005) melaporkan bahwa di hutan rawa gambut terdapat sekitar 47 spesies tumbuhan sumber pakan dan jenis jejembuan (Eugienia sp.) yang merupakan pakan yang disukai oleh bekantan. Soendjoto et al al. (2000) melaporkan bahwa sumber pakan dihutan galam antara lain adalah galam (Malaleuca cajuputi), piai (Acrostichum aureum), dan kelasi (Stenochlaena palustris).
(1)
(2)
Gambar 7 Pakan akan bekantan 1) Rhizophora mucronata 2) Acrostichum speciosum. sp
5.1.2 Fungsi Habitat Sebagai Cover / Shelter Asosiasi individu dalam kelompok dan antar sub kelompok umumnya terjadi di lokasi bermalam yaitu di tepi sungai. Perilaku ini berperan dalam pengamanan lokasi tidur dari satwa lain maupun predator (Yeager 1991). Bekantan tidur diatas pohon Bruguiera parviflora, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata yang berada 15-100 m dari tepi sungai. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya aktivitas manusia yang lalu lalang di sekitar lokasi tempat tidur bekantan yang merupakan jalur transportasi air bagi masyarakat Desa Nipah Panjang. Aktivitas masyarakat yang menggunakan jalur Sungai Suka Maju untuk transportasi air, mulai pada pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Aktivitas masyarakat yang paling sering menggunakan jalur ini adalah untuk mencari ikan, udang dan kepiting. Tingginya aktivitas masyarakat di sekitar sungai yang menjadi habitat bekantan, dapat mengganggu dan mempengaruhi pemilihan lokasi tidur bekantan, sehingga bekantan jarang ditemukan tidur di pohon dekat tepi sungai tetapi memilih lokasi pohon tidur yang berjarak yaitu mulai dari 15-20 m dari tepi sungai agar lebih aman dan jauh dari gangguan aktivitas manusia yang menggunakan motor air atau klotok untuk transportasi air.
Gambar 8 Pohon Bruguiera sp. digunakan bekantan sebagai pohon tidur. Pohon yang dipilih sebagai tempat tidur adalah pohon yang mempunyai tajuk yang lebar dengan sejumlah percabangan yang mendatar agar posisi tubuh sewaktu istirahat atau tidur berada dalam keseimbangan. Pohon yang digunakan untuk bermalam adalah Bruguiera sp. dan Rhizophora sp. yang mempunyai tinggi
20-35 m, dan pohon tempat tidur yang dipilih dapat ditempati 3-8 individu, sehingga sewaktu tidur kelompok bekantan membentuk sub kelompok yang tersebar antara 15-40 m dari subkelompok lain dalam kelompok yang sama. Bismark (1994) melaporkan sempitnya penggunaan tepi sungai oleh kelompok bekantan di TN Kutai disebabkan oleh terbatasnya panjang sungai dan lebar hutan bakau (2 km) yang menjadi habitatnya akibat kerusakan habitat yang lebih berdampak terhadap penyempitan luas ruang wilayah jelajah ditepi sungai. Berbeda dengan penggunaan tepi sungai oleh kelompok bekantan di lokasi penelitian di Sungai Suka Maju hanya ditemukan 2 kelompok bekantan, yang lokasi tidurnya berjarak 600-700 m di sungai sepanjang 1.4 km, yang masih mempunyai vegetasi mangrove yang baik dari hasil analisis vegetasi pada lokasi penelitian di Sungai Suka Maju. Di lokasi Sungai Lalau hanya ditemukan 1 kelompok bekantan di sepanjang sungai 770 m yang bervegetasi bakau atau berhabitat mangrove riverine.
5.2 Wilayah Jelajah Bekantan Wilayah jelajah adalah daerah tempat tinggal suatu binatang yang tidak dipertahankan terhadap masuknya binatang lain (spesies yang sama) kedalam daerah itu. Apabila daerah tempat tinggal tersebut sudah mulai dipertahankan terhadap masuknya spesies yang sama, maka daerah tersebut menjadi daerah tertorialnya (Suratmo 1979 dalam Rinaldi 1985). Menurut Chivers (1980) dalam Rinaldi (1985) wilayah jelajah merupakan total area yang digunakan oleh sekelompok binatang didalam melaksankan aktivitasnya selama periode tertentu. Menurut Kappeler (1981) indikasi untuk membatasi wilayah jelajah adalah dengan melihat jalur yang dipilih setiap kelompok selama penjelajahan. Selain itu, batas wilayah dapat ditentukan berdasarkan informasi tentang: 1. Jalur yang digunakan satwa saat terganggu oleh kehadiran pengamat selalu bergerak ke pusat wilayah jelajahnya 2. Saling mengeluarkan suara antara betina dewasa yang saling berdekatan Berdasarkan hasil penghitungan luas wilayah jelajah bekantan (N. Larvatus) dengan bantuan software Arc View 3.2 dengan metode minimum convex polygon, menunjukkan bahwa luas wilayah jelajah dugaan kelompok I
adalah 13.4 ha di Sungai Lalau dan kelompok II seluas 38 ha di Sungai Suka Maju. Wilayah jelajah dugaan bekantan di Sungai Lalau disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Wilayah jelajah dugaan bekantan di Sungai Lalau. Wilayah jelajah dugaan kelompok II di Sungai Suka Maju terlihat memanjang dari Barat laut ke arah Tenggara dalam areal penelitian (Gambar 10). Kelompok II merupakan kelompok bekantan yang paling sering kontak dengan pengamat dan memiliki wilayah jelajah yang paling luas. Pohon tempat aktivitas makan kelompok II tersebar merata, seperti Rhizhopora sp, Bruguiera sp. yang merupakan pohon dominan yang terdapat di mangrove Nipah panjang. Berdasarkan teori penyebaran maupun pergerakan, terdapat tiga hal yang menyebabkan terjadinya pola penyebaran suatu jenis satwa liar (Kartono 2003) yaitu teori Sosio-biological, teori sosio-ecological dan teori anti-predator. Berdasarkan teori sosio-biological, pergerakan satwa liar disebabkan oleh adanya hubungan biologis antar individu dalam satu jenis atau sering dikenal sebagai hubungan kekerabatan. Satwa liar yang termasuk dalam kelompok ini akan melakukan pergerakan secara berkelompok yang ditentukan oleh pimpinan
kelompok. Dalam kelompok bekantan pergerakan dipimpin oleh betina yang dominan Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan sumber pakan yang lebih baik bagi anak bekantan. Berdasarkan teori sosio-ecological terjadinya pergerakan satwaliar disebabkan oleh adanya kesamaan kepentingan pemanfaatan sumberdaya baik sumberdaya pakan maupun ruang. Teori anti-predator menyatakan bahwa setiap individu satwa liar memiliki instink untuk menghindari jenis-jenis satwaliar predator. Hal ini merupakan salah satu mekanisme untuk mempertahankan kelestarian populasi di alam.
Gambar 10 Wilayah jelajah dugaan bekantan di Sungai Suka Maju
5.2.1 Pergerakan Horizontal Pengamatan aktivitas pergerakan harian bekantan meliputi parameter panjang jalur yang dilalui bekantan dalam satu hari (Daily Range, DR), radius maksimum yang ditempuh bekantan diukur dari lokasi tempat tidur (Maksimum Radius, MR) dan jarak antara perpindahan lokasi tidur semula dengan malam
berikutnya (Night Position Shift, NPS) serta dalam penelitian ini juga jarak terjauh dari tepi sungai (TS) juga diukur sebagai parameter pergerakan.
5.2.1.1 Pergerakan Horizontal Bekantan di Sungai Lalau Berdasarkan data hasil pengamatan selama di lapangan, kelompok bekantan yang dapat ditentukan wilayah jelajah dugaannya adalah 2 kelompok berdasarkan frekuensi pertemuan antara pengamat dengan kedua kelompok tersebut. Parameter pergerakan horizontal bekantan yaitu DR, MR, NPS, TS di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Pergerakan harian bekantan di Sungai Lalau No
Rute
Sudut
Via points
DR (m)
RM (m)
1
026 - PT1
73°
5
325
295
2
PT1 - PT2
280°
9
550
499
502
66
3
PT2 - PT3
141°
8
1100
413
68
37
4
PT3 - PT4
118°
11
1000
360
65
36
5
PT4 - PT5
9°
8
781
276
115
136
6
PT5 - PT6
104°
8
522
434
435
62
7
PT6 - PT7
281°
11
938
476
89
90
8
PT7 - PT8
271°
11
1200
500
92
59
9
PT8 - PT9
357°
10
554
193
73
75
10
PT9 - PT10
354°
11
605
229
66
35
757.5
367.5
167.2
64.9
Rata-rata
NPS (m)
TS (m) 53
Pergerakan harian bekantan dimulai dari pohon tempat tidur sampai ke tempat tidur berikutnya. Arah pergerakan bekantan ditentukan dan dipimpin oleh betina dewasa. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan sumber pakan yang lebih baik bagi anak bekantan (Bennet 1983).
a.
Daily Range Dari Tabel 9 diketahui bahwa perjalanan harian (DR) bekantan dari
kelompok di Sungai Lalau rata-rata 757.5 m berbeda dengan yang dilaporkan Bennet dan Sebastian (1988) yaitu 300-590 m. Perbedaan DR antara kelompok bekantan di Sungai Lalau dengan lokasi lain, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kelimpahan pakan, gangguan dari aktivitas manusia dan pengaruh pasang
surut dan salinitas air laut. DR dipengaruhi oleh tingginya gangguan aktivitas manusia di sekitar wilayah jelajah bekantan. Kelompok bekantan di Sungai Lalau lebih sensitif terhadap aktivitas manusia di sekitar habitatnya, terbukti selama pengamat mendekati bekantan dari jarak lebih dari 50 m, bekantan selalu bersikap lebih waspada dan mengeluarkan suara peringatan bagi kelompoknya. DR bekantan pada lokasi penelitian akan semakin jauh jika merasa ada gangguan di sekitar tempatnya beraktivitas, misalnya adanya penebangan di lokasi, perburuan satwa (burung, bekantan), pencarian kepiting dan kepah, dan gangguan kebisingan dari alat transportasi penduduk yang lewat di sekitar habitat bekantan. Pergerakan bekantan disaat bekantan merasa tidak aman/terganggu akan sulit sekali untuk diikuti, sehingga pengamat sering tertinggal jauh akibat pergerakan bekantan yang cepat. Untuk menemukan lokasi bekantan setelah melakukan perpindahan biasanya dapat diketahui dari suara gaduh yang ditimbulkan bekantan seperti suara sengau yang keluar dari hidung yang dikeluarkan bekantan jantan. Dalam keadaan bahaya jantan dewasa memberikan suara honk dalam periode panjang dan berulang-ulang dan disaat istirahat dengan suara honk dalam periode pendek. Suara bekantan dapat terdengar dari jarak 200300 m sehingga memudahkan pengamat untuk mencari lokasi bekantan dengan mencari sumber suara. Lokasi bekantan juga dapat diketahui dari bau khas bekantan yang berbau pesing tajam tetapi sangat dipengaruhi oleh arah angin dan pengalaman si pengamat di lapangan. Dalam mencari lokasi bekantan, pengamat juga harus memperhatikan arah angin, karena bau manusia dapat diketahui bekantan yang memiliki penciuman yang tajam terhadap bau manusia sehingga bekantan akan pindah ketempat lain yang lebih aman dari gangguan manusia. Di lokasi Sungai Lalau kelompok bekantan membentuk 3 sub kelompok yang berjarak 60 meter antara sub kelompok, hal ini dapat dilihat pengamat pada saat aktivitas makan, menjelang bekantan istirahat pada siang hari pukul 10.00 WIB. Pada saat 1 sub kelompok terganggu dan melakukan perpindahan, maka sub kelompok yang lain akan mengikuti bergerak ke daerah inti wilayah jelajahnya. Daerah inti dapat diketahui dari frekuensi kelompok bekantan menggunakan daerah tersebut untuk melakukan aktivitas harian bekantan.
b. Radius Maximum Radius maksimum kelompok bekantan dalam satu hari di Sungai Lalau mencapai rata-rata 367.82 m. Radius Maximum kelompok bekantan di Sungai Lalau dipengaruhi oleh luasan wilayah jelajah yang dibatasi oleh laut dan penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa oleh penduduk. Pembukaan lahan mangrove untuk perkebunan kelapa di lokasi Sungai Lalau dapat membuat areal untuk habitat bekantan semakin sempit, dan juga penebangan pohon di hutan mangrove untuk kayu bakar dalam pembuatan gula merah dapat menyebabkan rusaknya habitat bekantan. Jika tidak adanya pemulihan habitat terhadap kerusakan vegetasi mangrove yang semakin hari semakin meluas di lokasi Sungai Lalau, maka akan memperkecil luasan habitat bekantan dan mempengaruhi ruang gerak kelompok bekantan.
Gambar 11 Kerusakan habitat bekantan di lokasi Sungai Lalau. Luasan habitat yang semakin kecil menyebabkan wilayah jelajah dan radius maksimum yang dapat dicapai kelompok bekantan akan semakin pendek sehingga akan mempengaruhi kebutuhan hidup kelompok bekantan terutama dalam ketersediaan pakan dan cover. Bekantan lebih menyukai melakukan aktivitas di hutan mangrove dan selama penelitian tidak ditemukan memasuki perkebunan kelapa penduduk, berbeda dengan jenis primata lain yang ada di lokasi penelitian yaitu lutung (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), yang sering memasuki perkebunan kelapa penduduk untuk mencari makan.
c.
Night PositionShift Dari hasil pengamatan lokasi tempat tidur bekantan, ditemukan bahwa
lokasi tempat tidur kelompok bekantan di Sungai Lalau rata-rata 64.9 m dari tepi sungai. Jarak antara perpindahan lokasi tidur semula dengan malam berikutnya yang selalu berdekatan dengan sungai, disebabkan lokasi kelompok bekantan ini jauh dari tepi laut sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap pasang surut air laut. Pertambahan ketinggian air di Sungai Lalau pada saat pasang hanya 1-2 m berbeda dengan di Sungai Suka Maju yang dapat mencapai 3-5 m pada saat pasang.
5.2.1.2 Pergerakan Horizontal Bekantan di Sungai Suka Maju Berdasarkan data hasil pengamatan selama di lapangan, Parameter pergerakan horizontal kelompok bekantan yaitu DR, MR, NPS, TS di lokasi penelitian Sungai Suka Maju disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Pergerakan harian bekantan di Sungai Suka Maju Rute
Sudut
Via points
DR (m)
RM (m)
NPS (m)
TS (m)
1
036 - PS1
334°
6
768
452
210
41
2
PS1 - PS2
19°
9
1300
360
279
36
3
PS2 - PS3
155°
9
1100
424
71
60
4
PS3 - PS4
269°
9
972
291
264
178
5
PS4 - PS5
169°
10
1300
395
140
76
6
PS5 - PS6
73°
8
929
465
468
220
7
PS6 - PS7
126°
6
552
162
158
365
8
PS7 - PS8
136°
8
844
386
162
525
9
PS8 - PS9
158°
9
1100
417
113
560
10
PS9 - PS10
78°
9
969
298
296
229
11
PS10 - PS11
322°
9
1000
396
164
282
984.9
367.8
211.4
233.8
No
Rata-rata
a.
Daily Range Dari Tabel 10
diketahui bahwa perjalanan harian (DR) kelompok
bekantan di Sungai Suka Maju rata-rata 984.9 m berbeda dengan DR kelompok bekantan di Sungai Lalau yaitu rata-rata 757.5 m. Perbedaan DR antara kelompok bekantan di Sungai Lalau dengan di Sungai Suka Maju, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kelimpahan pakan, gangguan dari aktivitas manusia dan pengaruh pasang surut dan salinitas air laut. DR dipengaruhi oleh tingginya gangguan
aktivitas manusia di sekitar wilayah jelajah bekantan. Kelompok bekantan di Sungai Suka Maju kurang sensitif terhadap aktivitas manusia di sekitar habitatnya, terbukti selama pengamat mendekati bekantan dari jarak kurang dari 30 m, bekantan tidak bersikap waspada dan tidak mengeluarkan suara peringatan bagi kelompoknya. Hal ini disebabkan bekantan sudah terbiasa dengan tingginya aktivitas manusia di sekitar habitat bekantan di Sungai Suka Maju dan di sekitar sungai lokasi tidur bekantan yang sering dilalui oleh motor perahu penduduk untuk mencari ikan, udang, kepiting. Sungai Suka Maju merupakan jalur masuk keluarnya motor air ke Desa Nipah Panjang sehingga bekantan kurang sensitif terhadap aktivitas manusia dan sudah terbiasa dengan kebisingan motor air. Jumlah individu dalam kelompok juga mempengaruhi jauhnya pergerakan harian bekantan, sehingga untuk melakukan aktivitas harian terutama makan, bekantan memencar dalam bentuk sub kelompok. Strategi ini bertujuan untuk efesiensi waktu dan pergerakan kelompok dalam pemanfaatan sumber pakan yang ada dalam wilayah jelajah bekantan (Bismark 1994). Jarak pergerakan harian bekantan dari tepi sungai pada kelompok bekantan Sungai Lalau rata-rata 64.9 m, sedangkan kelompok di Sungai Suka Maju rata-rata 233.8 m. Perbedaan jauhnya pergerakan harian bekantan dari tepi sungai dipengaruhi oleh tingginya pasang air laut di Sungai Suka Maju dapat mencapai 3-5 m dari tinggi air sebelumnya, sedangkan di Sungai Lalau tinggi pasang air laut hanya mencapai 1-2 m dan dipengaruhi juga oleh pola pemilihan lokasi pohon tidur yang selalu ditepi sungai.
b. Radius Maximum Radius maksimum kelompok bekantan dalam satu hari di Sungai Suka Maju rata-rata 372.44 m. Radius maximum di lokasi penelitian dipengaruhi oleh luasan wilayah jelajah yang dibatasi oleh laut dan penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa oleh penduduk. Bekantan lebih menyukai melakukan aktivitas di hutan mangrove dan selama penelitian tidak ditemukan memasuki perkebunan kelapa penduduk seperti jenis primata lain yang ada di lokasi penelitian yaitu lutung (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), yang sering memasuki perkebunan kelapa penduduk untuk mencari makan. Radius maximum juga dipengaruhi oleh wilayah jelajah kekuasaan kelompok bekantan lain seperti di Sungai Suka Maju ditemukan kelompok
bekantan lainnya sejauh 800 m dari lokasi tidur kelompok bekantan yang diamati. Kelompok bekantan akan mempertahankan daerah wilayah jelajahnya dari serangan masuknya kelompok bekantan lain. Dalam aktivitas pencarian pakan tidak ditemukan tumpang tindih dengan kelompok bekantan lainnya. Hal ini disebabkan penyebaran pakan yang merata di mangrove Batu Ampar. Pergerakan DR kelompok yang diamati bergerak ke arah timur, sedangkan kelompok lain tersebut DR bergerak ke arah barat.
c.
Night Position Shift Dari hasil pengamatan lokasi tempat tidur bekantan, ditemukan bahwa
kelompok bekantan Sukamaju memilih pohon tidur sejauh 220-560 m dari tepi sungai sebanyak 4 kali, hal ini disebabkan pada saat pasang pertambahan ketinggian air sungai mencapai 3-5 m, sehingga pada jarak 220-560 m dari tepi sungai masih terendam air pasang, sedangkan sebelum musim pasang air laut terbesar (nyorong) bekantan memilih pohon tidur 40-170 m dari tepi sungai. Pertambahan ketinggian air sungai berpengaruh terhadap pemilihan lokasi tempat tidur bekantan, untuk menghindari serangan predator seperti biawak, buaya, ular phyton (ular sawa sebutan penduduk lokal). Menurut Bismark (1994) pemilihan lokasi tempat tidur bagi primata berfungsi dalam menghindari predator dan parasit. Jarak wilayah jelajah primata dari tepi sungai juga dipengaruhi oleh komposisi pakan, dalam hal ini perbandingan antara daun dan buah dimana primata frugivorous akan lebih jauh dari tepi sungai.
5.2.2 Pergerakan Vertikal Struktur hutan dan fisik habitat primata seperti struktur vegetasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban akan berpengaruh pada pola pergerakan primata, terutama pola pergerakan vertikal. Pola pergerakan vertikal, yaitu pergerakan primata menurut strata (ketinggian) tajuk. Pada beberapa jenis primata simpatrik perbedaan penggunaan strata menunjukkan perbedaan dalam relung ekologi masing-masing jenis yang sesuai dengan anatomis organ pergerakannya (MacKinnon dan MacKinnon 1980 dalam Bismark 1994). Habitat hutan hujan dapat dibagi atas beberapa tingkatan vertikal yang erat hubungannya dengan penyediaan pakan bagi primata (Rijksen 1978 dalam Bismark 1984). Strativikasi
vertikal vegetasi dalam wilayah jelajah bekantan yang digunakan bekantan dalam melakukan aktivitas harian disajikan pada Gambar 12.
(i)
(ii)
Gambar 12. Profil tajuk formasi mangrove (i) di Sungai Suka Maju, (ii) di Sungai Lalau.
5.2.3 Penggunaan Strata trata Tajuk
Penggunaan strata
frekuensi
78 80 70 60 50 40 30 20 10 0
makan
42
istirahat 22
18
11 5
30030
10
E 0-1 m
D 1-4 m
2017 16
16 7
0
pindah
4
C 4-20 m
suara 00000
B 20-30 m
tidur
A > 30 m
strata
Gambar 13. Pengunaan strata tajuk saat bekantan beraktivitas beraktivitas. Dalam pergerakan wilayah jelajah bbekantan secara vertikal, bekantan lebih sering menggunakan strata B yaitu pada ketinggian pohon 20 20-30m, 30m, untuk melakukan aktivitas ivitas harian baik untuk aktivitas makan, istirahat, bersuara, aktivitas berpindah maupun untuk pemilihan lokasi tidur. Penggunaan strata B yaitu pada ketinggian 20 20-30 30 m oleh bekantan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ketersediaan pakan yang ppada ketinggian 20-30 30 m, lebih banyak pucuk daun muda sebagai makanan yang lebih disukai bekantan. Faktor serangan predator seperti biawak, buaya, ular mangrove yang dapat memangsa bekantan, sehingga bekantan mempertahankan diri dengan mencari ketinggian ppohon ohon 20-30 20 m yang memiliki cabang yang relatif datar untuk posisi tidur dan jarang terdapat liana agar jauh dari jangkauan predator dan lebih memudahkan bekantan untuk melihat serangan predator. Pada pengukuran
NPS
diketahui
bahwa
untuk
mempertahankan
penggunaan ggunaan ketinggian pohon, bekantan akan mencari pohon tidur yang lebih tinggi yang jauh dari tepi sungai, pada saat terjadi pasang air laut terbesar yang mencapai 3-55 m sehingga bekantan dapat lebih aman dari serangan predator.
5.3 Ukuran Kelompok Bekantan di Hutan Mangrove Batu Ampar Jumlah kelompok bekantan yang ditemukan sepanjang jalur pengamatan adalah sebanyak 2 kelompok. Ukuran kelompok bekantan yang ditemukan selama pengamatan bervariasi antara 15-20 individu perkelompok dengan komposisi umur mulai dari bayi sampai dewasa. Dugaan kelas umur masing-masing individu tiap kelompok bekantan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11 Pengamatan ukuran kelompok bekantan di Sungai Lalau Pengamatan
Jantan dewasa
Betina dewasa
Muda
Anak
Bayi
Total
I
3
12
6
2
1
24
II
1
10
5
1
1
18
III
3
7
6
2
1
19
IV
1
11
5
2
1
20
V
2
10
4
2
1
19
VI
2
8
6
3
2
21
VII
3
11
4
1
1
20
VIII
2
10
4
1
1
18
∑
17
79
40
14
9
159
rata-rata
2
10
5
2
1
20
Tabel 12 Pengamatan ukuran kelompok bekantan di Sungai Suka Maju Pengamatan
Jantan dewasa
Betina dewasa
Muda
Anak
Bayi
Total
I
2
6
6
3
2
19
II
1
4
4
3
1
13
III
2
8
3
3
1
17
IV
2
8
4
4
V
1
8
5
3
2
19
VI
2
5
2
5
2
16
VII
1
7
3
2
1
14
VIII
2
7
6
2
1
18
IX
1
5
6
2
14
∑
14
58
39
25
12
148
rata-rata
2
6
4
3
1
16
18
Pengamatan ukuran kelompok dilakukan pada 2 lokasi yang berbeda, yaitu pengamatan ukuran kelompok bekantan I di Sungai Lalau, yang berada jauh dari pemukiman penduduk dan pengamatan ukuran kelompok bekantan II di Sungai
Suka Maju, yang dekat dengan pemukiman penduduk. Dari hasil pengamatan diperoleh ukuran kelompok yang berbeda yaitu ukuran kelompok I lebih besar dari kelompok II, disebabkan oleh daya dukung habitat bekantan sebagai penyedia pakan,
minum,
cover/shelter
di
Sungai
Lalau
masih
tinggi,
dengan
keanekaragaman jenis pakan yang tinggi serta gangguan dari aktivitas manusia lebih sedikit daripada gangguan manusia di Sungai Suka Maju. Dari hasil pengamatan (Tabel 11 dan 12) terlihat bahwa di areal penelitian kelompok bekantan memiliki komposisi umur yang lengkap (induk jantan, induk betina,
anak
dan
bayi).
Rata-rata
ukuran
kelompok
adalah
16-20
individu/kelompok. Nilai ini lebih kecil daripada nilai-nilai yang telah dilaporkan oleh para peneliti sebelumnya pada lokasi lainnya (Tabel 3) khususnya pada habitat mangrove riverine yang dapat mencapai 84 individu/km2. Perbedaan nilai rata-rata ukuran kelompok tersebut diduga dipengaruhi oleh perbedaan kualitas habitat (perbedaan iklim, tanah dan vegetasi) dan intensitas gangguan manusia di sekitar Desa Nipah Panjang (areal penelitian) dengan tempat penelitian lainnya. Menurut Yeager (1992) bahwa kerusakan hutan di tepi sungai yang menjadi habitat bekantan, dapat mengurangi pohon yang potensial untuk bermalam (tidur) dan sumber pakan bekantan. Kondisi demikian dapat menurunkan jumlah individu bekantan akibat predator dan peningkatan infeksi oleh parasit. Laju reproduksi bekantan dapat menurun akibat stres terhadap lingkungan, sehingga secara langsung akan menurunkan populasi melalui gangguan reproduksi.
5.4. Ekologi dan Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb). 5.4.1. Penebangan dan Konversi Hutan Bekantan sangat sensitif terhadap kerusakan habitat sehingga besar atau kecilnya populasi bekantan dalam suatu habitat dapat dijadikan indikasi terhadap tingkat kerusakan hutan bakau dan hutan tepi sungai. Dari hasil pengamatan di Sungai Suka Maju, terjadi gangguan-gangguan terhadap habitat bekantan seperti penebangan pohon jenis bruguiera sp. dan rhizophora sp. Penebangan jenis pohon bruguiera sp. dan rhizophora sp. menyebabkan bekantan kehilangan pohon terpenting sebagai sumber pakan, dan tempat untuk berlindung. Pohon yang
ditebang adalah pohon-pohon besar yang berdiameter > 45 cm, hal ini dapat dilihat dari hasil penebangan dan tunggak pohon di lokasi pengamatan. Penebangan pohon jenis bruguiera sp. dan rhizophora sp. ini sangat berpengaruh terhadap wilayah jelajah harian bekantan yang akan semakin jauh, dalam memenuhi kebutuhan hidup bekantan, apalagi dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan bahwa sebagian besar aktivitas bekantan dilakukan di pohon rhizophora sp. dan bruguiera sp. seperti aktivitas makan, istirahat, bermain, menjaga anak, dan sebagai pohon tidur, sehingga pohon jenis bruguiera sp. dan rhizophora sp. adalah pohon utama yang sangat dibutuhkan oleh bekantan dalam memenuhi kebutuhan hidup bekantan dalam habitatnya. Kesadaran masyarakat terhadap kegiatan konservasi dirasa sangat perlu untuk ditingkatkan terutama tentang pentingnya hutan mangrove, tidak hanya untuk kelangsungan hidup bekantan tetapi untuk kesejahteraan hidup manusia secara luas.
5.4.2. Perburuan Perburuan merupakan ancaman serius yang dihadapi bekantan di sekitar lokasi penelitian. Meskipun sebagian besar penduduk beragama Islam dan adanya larangan untuk mengkomsumsi daging bekantan, tetapi masyarakat tetap melakukan perburuan terhadap bekantan, yang memanfaatkan daging bekantan sebagai umpan menangkap kepiting jika sulit sekali untuk mendapatkan ikan sebagai umpan menangkap kepiting. Daging bekantan tidak berbau amis seperti daging macaca sp. dan lutung, sehingga daging bekantan lebih disukai oleh masyarakat untuk bahan makanan maupun untuk umpan kepiting, apalagi tubuh bekantan yang lebih besar dan lebih banyak dagingnya. Perburuan terhadap bekantan di lokasi Nipah Panjang dan di lokasi lainnya harus diperhatikan dalam mengurangi pemanfaatan bekantan sebagai bahan makanan yaitu dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terhadap bahaya penularan penyakit yang terdapat pada tubuh bekantan, dan arti pentingnya bekantan dalam menjaga ekosistem hutan mangrove yaitu membantu regenerasi vegetasi mangrove dengan pembukaan tajuk yang rapat oleh pergerakan bekantan yang membuat ranting-ranting pohon patah sehingga vegetasi yang ternaungi memperoleh sinar matahari dan dapat bertumbuh.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1.
Karakteristik habitat bekantan di hutan mangrove Desa Nipah Panjang adalah hutan mangrove riverine, yang mempunyai habitat yang masih bagus dengan kanopi hutan yang rapat, salinitas rata-rata 19.67 ppt dan pH rata-rata 5.9. Analisis vegetasi pada lokasi Sungai Lalau menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis tingkat pohon paling tinggi terdapat pada formasi Rhizophora dengan spesies dominan adalah bakau putih (Rhizophora mucronata) dengan kerapatan vegetasi 40 ind/ha. Analisis vegetasi pada lokasi Sungai Suka Maju menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis tingkat pohon paling tinggi terdapat pada formasi Rhizopora dengan spesies dominan adalah bakau merah (Rhizophora apiculata) dengan kerapatan vegetasi 180 ind/ha. Bekantan lebih sering mengunakan strata hutan dengan ketinggian 20-30 m untuk melakukan aktivitas hariannya dan terdapat 15 jenis pakan bekantan yang teridentifikasi dengan pakan dominan adalah R. apiculata, R. mucronata, B. gymnorrhiza, B. parviflora dan piai (Acrostchum speciosum).
2.
Luas wilayah jelajah dugaan kelompok bekantan di Sungai Lalau adalah 13.4 ha, dengan DR rata-rata 756.7 m dan RM rata-rata 367.5 m. Kelompok bekantan di Sungai Suka Maju memiliki luas wilayah jelajah seluas 38 ha, DR rata-rata 984.9 m, RM rata-rata 367.82 m.
2. Saran 1.
Didalam pengelolaan kawasan hutan mangrove Desa Nipah Panjang Kecamatan
Batu
Ampar
Kabupaten
Kubu
Raya,
perlu
mempertahankan daerah-daerah yang menjadi wilayah jelajah bekantan yang merupakan habitat terbaik bagi bekantan sebagai usaha untuk pelestarian populasi bekantan.
2.
Mempertahankan dan melestarikan pohon Rhizophora sp, Bruguiera sp yang merupakan pohon utama bagi kelangsungan hidup bekantan di hutan mangrove terutama pada kawasan sempadan sungai di Desa Nipah Panjang.
3.
Meningkatkan perlindungan terhadap bekantan dengan melakukan patroli oleh polisi kehutanan, yang bekerjasama dengan lapisan mayarakat dan pihak pengelola hutan mangrove Batu Ampar untuk mencegah perburuan bekantan.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1990. Studi ekologi bekantan (Nasalis larvatus) di Hutan Lindung Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Laporan penelitian kerjasama Depdikbud dan JICA. Alikodra HS. 1997. Populasi dan perilaku bekantan (Nasalis larvatus) di Samboja Koala Kalimantan Timur. Media Konservasi 5: 62-67. Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Bismark M. 1980. Populasi dan tingkahlaku bekantan (Nasalis larvatus) di Suaka Margasatwa Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Laporan No.357 Lembaga Penelitian Hutan Bogor, Desember 1980. 51p. Bismark M. 1986. Habitat dan tingkahlaku bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor. Bismark M. 1987. Sosio ekologi bekantan (Nasalis Larvatus) di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Rimba Indonesia 21 (2-4): 24-35. Bismark M. 1994. Ekologi makan dan perilaku bekantan (Nasalis larvatus Wurmb, 1781) di Hutan Bakau Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur [Desertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bismark M. 1995. Analisis populasi bekantan (Nasalis larvatus). Rimba Indonesia XXX(3): 14-23. Chivers DJ. 1980. Malayan Forest Primates. New York. Plenum Press. Fahey B. 1996. Nasalis larvatus, Proboscis monkey. http://animal diversity.ummz.umch.edu/site/accounts/information/Nasalis larvatus.html. [6 Feb 2008]. Kappeler M. 1981. The Gibbon In Java. Edinburg: The Edinburg University Pr. Kartono A P. 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Laboratorium Ekologi Satwaliar Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Kusmana et al. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Muhamad N. 2003. Ekologi Populasi. Jakarta. Andalas University Press. Napier JR and PH Napier. 1967. A Handbook of Living Primates: Morphology, Ecology and Behaviour of The Nonhuman Primates. Academic Press. New York. Pp.231, 285-288. Napier JR and PH Napier. 1985. The natural History of The Primates. The MIT press. Cambrige, Massachusetts. Pp. 12-14, 158. Rinaldi D. 1985. Studi perilaku siamang (Hylobates syndactylus Raffles, 1821) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Santosa Y. 1993. Strategi Kuantitatif Untuk Pendugaan Beberapa Parameter Demografi dan Kuota Pemanenan Populasi Satwaliar Berdasarkan Pendekatan Ekologi Perilaku: Studi Kasus Terhadap Populasi Rusa Jawa (Cervus timorensis) di Pulau Peucang. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Soehartono T dan Ani M. 2003. Pelaksanaan Konvensi Cites di Indonesia. Bekerjasama dengan Japan international Cooperaiton Agency. Soendjoto MA, Akhdiyat M, Haitami, Kusumajaya I. 2000a. Inventarisasi Bekantan (Nasalis larvatus) di Kabupaten Barito Kuala. Banjarbaru: Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Soendjoto MA, Djami’at, Johansyah, Hairani. 2000b. Inventarisasi Bekantan (Nasalis larvatus) di Kabupaten Tabalong. Banjarbaru: Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Soendjoto MA. 2005. Adaptasi bekantan (Nasalis larvatus) terhadap hutan karet: studi kasus di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan [Disertasi]. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Soemarwoto O. 2001. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan Ramah Lingkungan, Berpihak Pada Rakyat, Ekonomis Berkelanjutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sunkar A. 1992. Studi aktivitas bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb 1781) sebagai obyek wisata untuk mendukung pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Intitut Pertanian Bogor. Supriatna J dan Edy HW. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi: Kajian ekologi kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. Yeager CP. 1992. Changes in proboscis monkey (Nasalis larvatus) group size and density at Tanjung Putting National Park, Kalimantan Tengah, Indonesia. Tropical Biodiversity I (2): 49-55. Yeager CP, Blondal TK. 1992. Conservation status of the proboscis monkeys (Nasalis larvatus) at Tanjung Puting National Park, Kalimantan Tengah, Indonesia. Di dalam: Ismail G, Mohamed M, Omar S, editor. Forest Biology and Conservation in Borneo. Center for Borneo Studies Publication (2): 220-228.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Ukuran Kelompok Bekantan di Sungai Lalau Tanggal
Waktu
Lokasi/Strata (M)
16/6/08
15. 45 - 16.37
Bakau/20
Betina D
Muda
1
melompat 2
makan waspada
Bakau / 20
1
1
Tumuk /22
1
Tumuk /20
1
melompat
Bakau /21
1
bersuara honk..
Tumuk /20
2
diam
1
Tumuk /19 Total
bersuara
4
makan daun bakau
2
istirahat
12
3
Tumuk /21
2
1
Tumuk /21
1
6
2
1 makan pucuk daun tumuk
1
makan pucuk daun tumuk
1
1
Tumuk /21 Tumuk /22
24 makan pucuk daun tumuk
1
Tumuk /21 Tumuk /20
berjalan menggendong bayi makan daun tumuk merah
1
Bakau /18
berjalan menggendong bayi
1
makan pucuk daun tumuk
2
makan pucuk daun tumuk
Tumuk /23
4
melompat
Tumuk / 21
2
bersuara nguook..nguok
Tumuk / 22 Total 10.44-11.28
1
1
Bakau /19
18/6/2008
Deskripsi Aktivitas melompat
2
Bakau / 19
06.04-06.37
Bayi
bergantung dan sikap waspada
Bakau / 23
17/6/2008
Anak
2
Bakau/19 Bakau / 21
Jantan D
1 10
Tumuk/21 Tumuk/20
1
5
berjalan di cabang 1
1
1 1
18 siaga, bersuara
1
menggendong bayi
Lampiran 1 Lanjutan. Tumuk/20
2
Tumuk/ 8 Tumuk/16 Bakau / 19
2 1
Tumuk / 21
3
10.12-11.05
1
berjalan dan melompat
3
6
2
makan pucuk daun tumuk 2
1
2
19 istrahat
Tumuk T9/21
1
makan pucuk daun tumuk
Tumuk T14/21
3
bermain, berkejar-kejaran
Tumuk T16 /21
4
melompat
Tumuk T11/21
1
makan pucuk daun tumuk
Tumuk T11/21
1
Tumuk T12/21
makan pucuk daun tumuk 1
Tumuk T10/ 19 Total
1 1
berjalan dan bersuara 1
5
2
1
1 1 1
Tumuk/ 8
20 makan pucuk daun tumuk
Tumuk /21 Tumuk/20
berjalan menggendong bayi istrahat
2 11
Tumuk /21
makan pucuk daun tumuk
1
Tumuk T13/22
09.13-10.12
makan daun bakau 2
Tumuk T11/21
20/6/2008
makan daun bakau
1 7
Tumuk T13 /21
berkelahi
1
Tumuk /21 19/6/2008
duduk 2
Bakau / 20
Total
makan daun, bermain
1
makan pucuk daun tumuk 2
makan daun, bermain
1
duduk
1
makan pucuk daun
Tumuk / 20
2
Tumuk / 20
2
makan pucuk daun
Tumuk / 24
1
istrahat
Tumuk /20
1
1
berjalan menggendong bayi
Lampiran 1 Lanjutan. Tumuk /21 Tumuk /22 Tumuk /21 Total 21/6/2008
15.28-16.38
makan pucuk daun tumuk
2
makan pucuk daun tumuk
2 10
Bakau /20
1
Tumuk /18
2
Tumuk /20
1
makan pucuk daun tumuk 2
4
suara menyahut bersuara
2
menjaga anak 2
1
Tumuk /19
1
Tumuk /23
2
Tumuk /19
berjalan dicabang
2
makan daun tumuk merah 1
2
digendong induknya istirahat
Tumuk /22 09.20-10.33
makan daun tumuk merah 1
1
8
bergantung dan sikap waspada
makan daun tumuk merah
1
Tumuk 23
19 bersuara
Tumuk /22
22/6/2008
1
2
Tumuk /24
Total
2
1
Tumuk /18 Tumuk /23
1
6
3
berjalan dicabang 2
21
Tumuk T23 / 1
1
makan pucuk piai
Tumuk T24 / 14
2
istrahat
Waru W2 / 4
1
Tumuk T26 / 20
tidur
1
Tumuk T26 / 20
2
Tumuk T27 / 24
1
1
makan pucuk daun makan pucuk daun dan menggendong bayi istrahat
Tumuk T29 / 26
1 1
makan pucuk daun
Tumuk T29 / 26
1
makan pucuk daun
Bakau B4 / 18
1
waspada
Bakau B3 / 18
2
istrahat
Lampiran 1 Lanjutan. Bakau B2 / 13
1
istrahat
Bakau B2 / 14
2
Bakau B1 / 11 Waru W1 / 3 Total 23/6/2008
16.02-15.07
Bakau B5 / 20
makan pucuk daun 1
11
3
1
1
Bakau B8/ 22
4
1
Bakau B7 / 19
2
Bakau B6 / 22
2
Tumuk/ 8 M
1
makan berjalan
1
makan
1
makan waspada
1
duduk 1
Tumuk / 20
2
Tumuk /22
1
makan pucuk daun makan pucuk daun 1
Bakau B/ 20
1 10
20 makan
Tumuk / 20
2
4
berjalan menggendong bayi makan
1
1
18
Bruguiera/11
1
berjalan
Bruguiera/18
1
makan pucuk tumuk
Bruguiera/9
1
istrahat
Bruguiera/16
2
istirahat
Piai/1
1
makan pucuk piai
Piai/1
1
makan pucuk piai
Bruguiera/14
memanjat liana
1
Bruguiera/23 Bruguiera/21 Total
1
makan
Bakau B5 / 20
08.00-09.30
1
1
Bakau B5 / 21
24/6/2008
makan pucuk daun
1
Bakau B8 / 20
Total
makan pucuk daun
1
3
3
1
makan pucuk tumuk
1
makan pucuk tumuk
4
10
Lampiran 2 Ukuran Kelompok Bekantan di Sungai Sukamaju Tanggal
Waktu
Lokasi
Strata (M)
27/6/2008
15.35-16.40
Bakau
20
2
bergantung dan sikap waspada
Tumuk
18
2
bersuara
Tumuk
20
1
Tumuk
18
Tumuk
24
Tumuk
23
Tumuk
22
Tumuk
23
Tumuk
19
Tumuk
23
Tumuk
18
Tumuk
23
total 28/6/2008
11.07-12.18
06.00-06.48
Jantan D
Muda
Anak
Bayi
Deskripsi Aktivitas
suara menyahut 2
makan daun tumuk merah
1
bersuara
1
menjaga anak 2
makan daun tumuk merah 2
digendong induknya
2
berjalan dicabang
1
istirahat 2
makan daun tumuk merah 1
6
2
6
berjalan dicabang
3
2
19
Bakau
21
Tumuk
23
Tumuk
19
Tumuk
21
Tumuk
21
2
istirahat
Bakau
22
1
istirahat
Tumuk
20
Bakau
21
Tumuk
23
total 29/6/2008
Betina D
1 1
19
Tumuk
21
Bakau
20
istirahat 3
makan daun tumuk merah 3
berjalan dicabang
1
istirahat 1
1 4
Tumuk
makan daun
1
4
digendong induknya berjalan dicabang
3
3
1
13 berjalan dicabang
1
makan daun tumuk merah 1
berjalan dicabang
Lampiran 2 Lanjutan Tumuk
21
Tumuk
22
1
2
Tumuk
20
1
melompat
Bakau
22
1
bersuara honk..
Tumuk
21
2
Tumuk
19
Tumuk
21
16.13-17.25
1/7/2008
06.01-06.34
diam
Bakau
20
Bakau
19
Bakau
19
Tumuk
16
1
Bakau
19
2
Bakau
20
Bakau
20
Bakau
19
Bakau
21
Bakau
19
Bakau
18
Tumuk
17 21
Bakau
19
Tumuk
21
Bakau
19
Tumuk
20
Tumuk
20
2
3
3
digendong induknya
1
1
17 makan daun bakau
1
makan daun bakau 2
makan daun bakau berjalan bersuara bersahut-sahutan
1
makan daun bakau
1
makan daun bakau 1
menggantung
1
bersuara
1
makan daun bakau 4
makan daun bakau
2
istirahat 8
Tumuk
makan daun tumuk merah 1
8
total
makan daun tumuk merah
3
total 30/6/2008
makan daun tumuk merah
1
2
4
4
18
2
bersuara 1 1
digendong induknya makan daun tumuk merah
2
makan daun bakau 2
makan daun tumuk merah 2
makan daun tumuk merah
Lampiran 2 Lanjutan. Tumuk
21
Tumuk
20
1
1
Tumuk
22
3
Tumuk
22
Tumuk
20
06.00-06.40
8
09.52-11.01
06.03-06.51
berjalan
5
3
2
19
Tumuk Bakau
20
1
berjalan dicabang
Tumuk
21
2
makan daun tumuk merah
Tumuk
22
1
Tumuk
20
1
melompat
Bakau
22
1
bersuara honk..
Tumuk
24
Tumuk
23
Tumuk
22
Tumuk
23
Tumuk
19
1
menjaga anak 2
19
Bakau
18
Tumuk
19
Tumuk
23
Tumuk
22
3
Tumuk
21
1
2
2
berjalan dicabang 5
2
1
16 makan daun bakau
2
berjalan dicabang
3
makan daun bakau
2
istirahat 1
7 21
digendong induknya
2
21
Bakau
makan daun tumuk merah 2
Bakau
22
bersuara
2
Bakau
Tumuk
makan daun tumuk merah
1
5
total 4/7/2008
1
makan daun tumuk merah berjalan
2
total 3/7/2008
1 1
total 2/7/2008
makan daun tumuk merah melompat
istirahat istirahat 1 1
3
2
berjalan dicabang
1
1
14 makan daun bakau
1
digendong induknya
Lampiran 2 Lanjutan. Tumuk
20
Bakau
22
1
Tumuk
20
Tumuk
20
Tumuk
20
1
Bakau
22
1
bersuara honk..
Tumuk
21
2
diam
Tumuk
16
Bakau
19
16.00-16.35
Tumuk
19
Tumuk
24
Tumuk
23
Tumuk
22
Tumuk
23
total
makan daun bakau 1
makan daun tumuk merah 2
makan daun tumuk merah
1
melompat
1
berjalan 2
total 5//7/2008
makan daun tumuk merah
2
7
2
bersuara bersahut-sahutan 4
2
1
2 1
bersuara
1
waspada 2
makan daun tumuk merah
1
Tumuk
20
Tumuk
21
Tumuk
19
Tumuk
21
16 makan daun tumuk merah
1 1
digendong induknya 1
1
makan pucuk daun tumuk
2
istrahat 1
5
berjalan menggendong bayi
1
6
makan pucuk daun tumuk 2
14
Lampiran 3 Koordinat Pergerakan Bekantan di Sungai Lalau Jarak datar (m)
Azimuth (⁰)
S0 43.212 E109 22.946
22
19
25
S0 43.173 E109 22.987
105
47
63
S0 43.173 E109 23.053
123
90
PT1
S0 43.176 E109 23.093
75
94
PT1-95
S0 43.151 E109 23.059
81
306
7
102
S0 43.136 E109 23.012
92
289
8
103
S0 43.151 E109 22.975
79
249
9
27
S0 43.166 E109 22.932
83
251
10
106
S0 43.146 E109 22.904
69
309
11
107
S0 43.153 E109 22.873
59
256
12
112
S0 43.145 E109 22.840
65
286
13
PT2
S0 43.134 E109 22.837
40
321
PT2-65
S0 43.177 E109 22.807
98
206
15
66
S0 43.282 E109 22.838
205
164
16
28
S0 43.326 E109 22.798
110
222
17
67
S0 43.329 E109 22.928
242
92
18
68
S0 43.205 E109 22.876
250
337
19
69
S0 43.177 E109 22.826
109
299
20
PT3
S0 43.157 E109 22.850
59
51
PT3-01
S0 43.200 E109 22.817
99
217
22
17
S0 43.268 E109 22.840
136
162
23
18
S0 43.262 E109 22.882
80
83
24
51
S0 43.299 E109 22.902
81
152
25
54
S0 43.348 E109 22.888
97
197
26
89
S0 43.302 E109 22.971
177
60
27
90
S0 43.260 E109 22.911
138
305
28
91
S0 43.231 E109 22.868
96
304
29
92
S0 43.204 E109 22.855
59
334
30
PT4
S0 43.173 E109 22.880
78
41
Jalur
No
Tanggal
Patokan
Posisi
L1
1
16/6/2008
26
S0 43.223 E109 22.941
2
22
3 4 5 L2
L3
L4
L5
L6
6
14
21
31
17/6/2008
18/6/2008
19/6/2008
PT4-30
S0 43.134 E109 22.837
48
331
32
78
S0 43.092 E109 22.808
97
325
33
79
S0 43.072 E109 22.845
79
62
34
80
S0 43.080 E109 22.899
101
98
35
81
S0 43.053 E109 22.950
108
62
36
82
S0 43.069 E109 22.986
77
113
37
PT5
S0 43.113 E109 22.890
197
245
PT5-94
S0 43.084 E109 22.918
74
44
39
108
S0 43.079 E109 22.988
132
85
40
109
S0 43.105 E109 23.032
96
121
41
110
S0 43.136 E109 23.048
67
155
38
20/6/2008
21/6/2008
Lanjutan lampiran 3 42
L7
L8
L9
L10
111
S0 43.143 E109 23.089
80
100
43
113
S0 43.162 E109 23.096
38
160
44
PT6
S0 43.169 E109 23.118
44
108
PT6-21
S0 43.189 E109 23.097
55
226
46
32
S0 43.204 E109 23.056
80
250
47
24
S0 43.177 E109 23.027
74
314
48
71
S0 43.149 E109 22.991
85
308
49
72
S0 43.124 E109 22.957
79
306
50
73
S0 43.127 E109 22.917
74
266
51
74
S0 43.118 E109 22.866
96
279
52
2
S0 43.135 E109 22.978
214
98
53
3
S0 43.157 E109 23.018
85
118
54
PT7
S0 43.160 E109 23.072
100
94
45
55
22/6/2008
PT7-33
S0 43.161 E109 23.030
78
269
56
6
S0 43.120 E109 23.060
98
35
57
7
S0 43.103 E109 22.998
119
285
58
8
S0 43.058 E109 23.015
59
9
S0 43.071 E109 22.931
160
262
60
10
S0 43.082 E109 22.876
109
259
61
12
S0 43.108 E109 22.808
139
247
62
13
S0 43.122 E109 22.882
143
100
63
14
S0 43.133 E109 22.963
155
97
64
PT8
S0 43.159 E109 23.023
125
113
3
S0 43.157 E109 23.018
66
3-4
S0 43.125 E109 23.031
63
22
67
11
S0 43.088 E109 23.024
70
350
68
15
S0 43.083 E109 23.073
91
84
69
16
S0 43.098 E109 23.091
45
131
70
23
S0 43.126 E109 23.118
71
136
71
19
S0 43.121 E109 23.085
72
36
S0 43.132 E109 23.069
37
235
73
37
S0 43.110 E109 23.047
59
316
74
38
S0 43.117 E109 23.016
59
256
65
75
23/6/2008
24/6/2008
25/6/2008
279
38-39
S0 43.129 E109 23.000
39
233
76
40
S0 43.148 E109 22.964
75
242
77
41
S0 43.165 E109 22.965
34
176
78
42
S0 43.143 E109 22.941
61
310
79
43
S0 43.129 E109 22.902
76
290
80
44
S0 43.091 E109 22.895
73
349
81
45
S0 43.107 E109 22.931
72
113
82
46
S0 43.084 E109 22.967
80
58
83
47
S0 43.099 E109 22.992
57
119
84
48
S0 43.081 E109 23.012
51
48
Lampiran 4 Koordinat Pergerakan Bekantan di Sungai Suka Maju Jalur
No
Tanggal
S1
1
27/6/2008
S2
S3
S4
S5
S6
Patokan
Posisi
Jarak datar (m)
Azimuth (⁰)
36
S0 44.283 E109 25.683
0
2
57
S0 44.207 E109 25.728
164
30
3
58
S0 44.152 E109 25.716
106
348
4
58-55
S0 44.077 E109 25.813
227
52
5
55-44
S0 44.040 E109 25.683
253
286
6
38
S0 44.099 E109 25.651
126
207
7
PS1
S0 44.182 E109 25.634
156
192
PS1-38
S0 44.099 E109 25.651
159
120
8
28/6/2008
9
39
S0 44.149 E109 25.573
180
240
10
40
S0 44.193 E109 25.533
113
222
11
4
S0 44.083 E109 25.490
224
339
12
SM
S0 44.016 E109 25.558
180
46
13
43
S0 44.001 E109 25.701
271
83
14
46
S0 44.033 E109 25.633
145
247
15
PS2
S0 44.040 E109 25.683
97
96
PS2-11
S0 44.064 E109 25.719
91
127
17
15
S0 44.119 E109 25.731
111
166
18
53
S0 44.152 E109 25.809
158
113
19
47
S0 44.185 E109 25.699
216
255
20
42
S0 44.264 E109 25.638
188
218
21
48
S0 44.180 E109 25.684
180
29
22
50
S0 44.127 E109 25.714
116
30
23
PS3
S0 44.075 E109 25.699
101
344
PS3-104
S0 44.092 E109 25.664
78
246
25
52
S0 44.072 E109 25.609
112
290
26
62
S0 44.004 E109 25.600
132
354
27
75
S0 43.934 E109 25.630
143
240
28
76
S0 43.959 E109 25.703
148
110
29
43
S0 44.001 E109 25.701
81
185
30
46
S0 44.033 E109 25.633
141
245
31
PS4
S0 44.076 E109 25.559
162
241
PS4-4
S0 44.083 E109 25.490
136
264
33
77
S0 44.006 E109 25.522
157
250
34
83
S0 43.921 E109 25.532
162
8
35
84
S0 43.900 E109 25.640
204
80
36
85
S0 43.933 E109 25.717
154
113
37
86
S0 43.952 E109 25.669
101
249
38
88
S0 44.015 E109 25.615
155
220
39
52
S0 44.072 E109 25.609
111
184
40
PS5
S0 44.149 E109 25.573
157
205
PS5-37
S0 44.182 E109 25.634
128
118
41
S0 44.251 E109 25.618
133
193
16
24
32
41 42
29/6/2008
30/6/2008
1/7/2008
2/7/2008
Lampiran 4 lanjutan
S7
43
42
S0 44.264 E109 25.638
46
118
44
57
S0 44.207 E109 25.728
198
58
45
16
S0 44.233 E109 25.802
183
56
46
53
S0 44.152 E109 25.809
151
5
47
55
S0 44.077 E109 25.813
142
2
48
PS6-001
S0 44.052 E109 25.775
84
303
49
3/7/2008
5
S0 44.017 E109 25.748
81
322
50
17
S0 44.050 E109 25.858
213
107
51
51
S0 44.084 E109 25.895
92
132
52 S8
S9
S10
S11
PS7
S0 44.126 E109 25.881
82
198
PS7-54
S0 44.179 E109 25.845
118
214
54
87
S0 44.242 E109 25.835
125
188
55
89
S0 44.283 E109 25.842
80
168
56
90
S0 44.330 E109 25.839
86
184
57
91
S0 44.188 E109 25.942
189
86
58
92
S0 44.322 E109 25.940
106
345
59
PS8
S0 44.270 E109 25.926
155
110
53
100
4/7/2008
PS8-105
S0 44.264 E109 25.894
169
214
101
96
S0 44.359 E109 25.895
178
181
102
97
S0 44.405 E109 25.883
97
200
103
98
S0 44.301 E109 25.860
199
348
104
99
S0 44.228 E109 25.879
140
14
105
100
S0 44.150 E109 25.917
164
26
106
101
S0 44.196 E109 25.962
119
134
107
PS9
S0 44.244 E109 25.965
90
176
108
5/7/2008
57
S0 44.207 E109 25.728
109
16
S0 44.233 E109 25.802
147
110
110
9
S0 44.187 E109 25.806
87
5
111
53
S0 44.152 E109 25.809
65
4
112
55
S0 44.077 E109 25.813
141
3
113
2
S0 44.061 E109 25.766
96
291
114
3
S0 44.120 E109 25.761
110
184
115
6
S0 44.157 E109 25.757
73
186
116
7
S0 44.141 E109 25.848
171
81
117
PS 10
S0 44.175 E109 25.885
97
131
8-9
S0 44.187 E109 25.806
150
262
119
10
S0 44.101 E109 25.864
194
34
120
12
S0 44.057 E109 25.847
87
338
121
13
S0 44.024 E109 25.814
86
316
122
14
S0 44.030 E109 25.743
134
264
123
15
S0 44.119 E109 25.731
169
189
124
20
S0 44.078 E109 25.778
118
49
125
PS 11
S0 44.108 E109 25.833
120
118
118
6/7/2008
7/7/2008
Lampiran 5 Profil Tajuk di Sungai Lalau No
Nama lokal
Ø
Tt
Tbc
U
Azimuth (⁰)
S
Jarak datar (m)
1
Rengas
26
25
2
8
5
265
4.3
2
Tumuk putih
26
24
7
9
6
230
15.6
3
Tumuk putih
35
25
6
11
7
265
13.5
1
Tumuk putih
60
35
14
13
8
230
25.14
2
Tumuk putih
30
28
9
13
9
265
27.7
3
Tumuk putih
25
19
7
7
5
260
38.7
4
Tumuk putih
55
33
8
11
8
235
35.5
5
Tumuk putih
54
30
7
12
9
280
39.18
Lampiran 6 Profil Tajuk di Sungai Suka Maju No
Nama lokal
1
Tumuk hitam
2 3
Ø
Tt
Tbc
U
Azimuth (⁰)
S
10
8
120
Jarak datar (m)
25
19
4
1.3
Bakau merah
26
19
3
9
7
75
7.7
Tumuk hitam
105
28
7
13
11
115
11.1
4
Tumuk hitam
100
27
9
11
9
145
12.7
5
Bakau putih
32
16
4
8
7
130
16.2
1
Bakau putih
98
29
10
12
10
120
19
2
Tumuk hitam
80
27
14
11
9
140
22.5
3
Tumuk hitam
35
15
5
9
8
110
25.5
4
Bakau putih
31
16
6
10
8
160
26.7
5
Bakau putih
21
12
4
9
6
150
29.4
6
Tumuk hitam
25
18
4
11
8
105
30.5
7
Bakau putih
23
14
5
7
6
155
33.8
8
Bakau putih
25
16
5
8
6
125
36.05
Lampiran 7 Aktivitas bekantan (1) Aktivitas makan di pohon Rhizopora sp. (2) Aktivitas istirahat (3) Aktivitas tidur di pohon Bruguiera sp.
(1)
(2)
Lampiran 8 Formasi mangrove di Desa Nipah Panjang (1) formasi Rhizopora sp. (2 formasi Bruguiera sp. (3) formasi Nipah
(1)
(2)
(3)
Lampiran 8 lanjutan
(3)
Lampiran 9 Desa nipah Panjang