KARAKTERISTIK BAKSO DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN GELATIN PADA RASIO DAN LEVEL BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN Characteristics Of Buffalo Meat Meatballs With Gelatin Different Ratio And Level During Storage Hasma,1 Effendi Abustam,2 Muhammad Irfan said3 1Alumni
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin & Staf STKIP YAPTI Kab. Jeneponto 2,3 Staf Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Email :
[email protected]
ABSTRACT Gelatin is used as a whipping agent, binder agent, stabilizer, gelling agent,adhesive, viscosity agent, emulsifier), and thickenerto improve the quality of buffalo meat meatball. Theaims of the study to determina the characteristics that give the buffalo meat meatball with gelatin at the ratio and level during storage. This study employed a completely randomized design factorial 3x3x3, factorial, of which factor A: Ratio Gelatin (1: 1, 1: 2, 1: 3) Factor B: Level Gelatin (1%, 2%, 3%), and Factor C: old Storage (0 day, 7 days and 14 days) were repeated 3 times. Variables measured value of TBA / rancidity (mgMDA / kg), TPC (Total Place Count) (LogCPU / g), and flavor. Results of the research indicated that the ratio of gelatin highly significant influence with (P <0.01) on TBA and flavor but at TPC indicated the ratio of gelatin significant effect with (P <0.05). Level gelatin indicated no real significant effect (P> 0.05) on TBA, TPC and flavor. Length of storage had highly significant effect with (P <0,01) on TPC and flavor, but the TBA indicated the ratio of gelatin significant effect with (P <0.05). The conclusion that the more viscosityratio of gelatin can improve the characteristics a good of buffalo meatballs, level gelatin of which storage time tends to give an impairment but the decline is still within the threshold of reasonableness. Key words: meatballs, buffalo meat, and Gelatin ABSTRAK Gelatin digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), perekat (adhesive), peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), dan pengental (thickener) sehingga meningkatkan kualitas bakso daging kerbau. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik bakso daging kerbau yang beri penambahan gelatin pada rasio dan level selama penyimpan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 3x3x3, dimana faktor A: Rasio Gelatin (1:1., 1:2., 1:3) Faktor B: Level Gelatin (1%, 2%, 3%) dan Faktor C: Lama Penyimpanan ( 0 hari, 7 hari dan 14 hari) yang diulang 3 kali. Peubah yang diamati nilai TBA/Ketengikan (mgMDA/kg), TPC (Total Place Count) (LogCPU/g), Cita Rasa (flavor). Hasil penelitian menunjukkan rasio gelatin sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap TBA dan cita rasa tetapi pada TPC menunjukkan rasio gelatin berpengaruh nyata (P<0,05). Level gelatin tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap TBA, TPC dan Cita Rasa. Lama Penyimpanan menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap TPC dan cita rasa, tetapi pada TBA dan cita rasa menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Kesimpulan bahwa semakin kental rasio gelatin maka karakteristik bakso daging kerbau semain baik, Lama penyimpanan dan level gelatin cenderung memberikan penurunan nilai tetapi penurunannya masih dalam batas ambang kewajaran. Kata kunci: Bakso, daging kerbau, dan Gelatin 135
Hasma, dkk
PENDAHULUAN Konsumsi daging dari tahun ketahun mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, sehingga pemanfaatan teknologi olahan hasil ternak diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk olahan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Produk olahan daging yang sangat digemari dan memasyarakat adalah produk bakso. Produk olahan bakso yang sangat populer ditengah masyarakat adalan bakso daging sapi dan ayam, sementara bakso daging kerbau sangat jarang dijumpai karena selain populasi kerbau yang mengalami penurunan, begitupula pada kualitas bakso yang dihasilkan kurang baik. Sementara kandungan protein dari daging kerbau sangat tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Protein yang terkandung didalam daging kerbau presentasenya 20-30% sedangkan protein daging sapi sebesar 15-19% (Kurnia, 2013). Hal ini tentunya menimbulkan masalah kualitas olahan. Sehingga untuk meningkatkan kualitas dari produk olahan bakso daging kerbau adalah dengan penambahan bahan alami (organik) berupa gelatin. Gelatin memiliki banyak kegunaan dalam indutri pangan antara lain digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), penstabil (stabilizer), pengikat (binder agent), perekat (adhesive), pembentuk gel (gelling agent), peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), dan pengental (thickener). (Hermanianto, 2004). Salah satu permasalahan dalam pembuatan bakso daging kerbau selama ini adalah proses emulsifikasi yang tidak sempurna dan penyimpanan yang lama sehingga menghasilkan rendemen yang rendah. Gelatin sangat penting ditambahkan dalam adonan bakso daging kerbau karena gelatin berfungsi sebagai emulsifier untuk memperkecil emulsifikasi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan terjadi ikatan pada proses adonan. Hal ini disebabkan kolagen mampu mengikat protein daging. Beberapa penelitian yang mendasari seperti yang dikemukakan oleh Rocha et al (2009), bahwa pada sosis segar yang ditambahkan 1% kolagen unggas dapat meningkatkan rendemen sekitar 5% dibandingkan dengan sosis yang tidak memiliki kolagen. Produk sosis tersebut juga meningkatkan kekuatan gel dan hasil masakan karena kemampuan dari kolagen untuk mengikat protein daging serta tahan lama hingga empat minggu. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan karakteristik (mikrobiologi, kimia, dan fisik ) bakso daging kerbau yang beri penambahan gelatin pada rasio dan level selama penyimpan. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan Mei-Juli 2015 bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur, Bidang Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Alat yang digunakan pada pembuatan kolagen (gelatin) adalah oven, water bat, timbagan analitik, gelas kimia, gelas ukur, blender, talenan, cetakan, plastik. Pengolahan selanjutnya adalah membuatan hidrasi kolegen dengan menggunakan gelas ukur, pipet skala, labu kjehdal, timbangan analitik. Untuk pembuatan bakso digunakan alat seperti gelas kimia, blender, panci, kompor, pipet skala. Alat yang digunakan dalam analisis kualitas adalah penjepit, gelas piala, timbangan analitik. Bahan yang digunakan untuk pembuatan hidrasi kolagen adalah tulang skapula kerbau, alkohol, larutan H2SO4, Ca(OH)2, air aquades, sedangkan untuk pembuatan bakso digunakan bahan seperti daging kerbau dari jenis otot longissimus dorsi (9 kg) berasal dari RPH Gowa, tepung kanji, bumbu (bawang putih, merica, garam) es batu, kolagen dan aquades yang dibuat di laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur, Bidang Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar,. 136
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 3 x 3 x 3, faktor 1 rasio hidrasi (1:1, 1:2, 1:3), faktor 2 level kolagen hidrasi (1%, 2%, 3%) dan lama penyimpanan ( 0 hari, 7 hari, 14 hari) yang diulang sebanyak 3 kali. Parameter dan teknik pengukuran Parameter penelitian meliputi: uji TPC (Total Plate Count). Metode hitung cawan (Total Plate Count ) digunakan untuk menentukan total Bakteri. Menurut Fardiaz (1993), perhitungan total Bakteri dilakukan dengan total bakteri yang tumbuh dihitung pada mediabiakan Man Rogosa and Sharpe (MRS). Uji TBA/Ketengikan pada setiap sampel penelitian yang telah diberi perlakuan dianalisis intensitas ketengikan dengan metode Thiobarbituric Acid Reactive Substances atau TBARS yang dinyatakan dalam jumlah Malondialdehyde (MDA)/kg sampel dalam unit awal (Apriyantono, 1989). Uji Cita rasa menggunakan 10 orang panelis yang akan melihat bakso daging kerbau dengan bantuan skor penilaian yang berayun 1-6., Keempukan, 1: tidak empuk sedang 6 sangat empuk (Abustam dkk., 2009). Analisa data Data diolah dengan analisis of variance (anova) pola 3 faktor dilanjutkan uji Duncan jika terdapat perbedaan nyata dengan menggunakan program SPSS. Model matematik rancangan percobaan yang digunakan adalah: Y ijkl = µ + αi + ßj + γk + (αß) ij + (αγ)ik + (ßγ)jk + ԑijkl dimana Yijkl: Nilai pengamatan pada bakso daging kerbau ke –k yang memperoleh kombinasi perlakuan Rasio gelatin ke-i dan level gelatin ke-j serta lama penyimpanan ke- l. µ: Nilai rata-rata perlakuan (nilai tengah umum) αi =pengaruh rasio gelatin ke –i terhadap parameter yang diamati ßj =pengaruh level gelatin ke-j terhadap parameter yang diamati γk= pengaruh lama penyimpanan pada suhu refrigerator ke-k terhadap parameter yang diamati (αß)ij= pengaruh interaksi rasio gelatin ke-i dan level gelatin ke-j terhadap parameter yang diamati (αγ)ik pengaruh interaksi rasio gelatin ke-i dan lama penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati (ßγ)jk= pengaruh interaksi level gelatin ke-j dan lama penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati ԑijkl= pengaruh galat yang menerima perlakuan tingkat gelatin ke-i dan level gelatin ke-jselama penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati (Gaspersz, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan rasio gelatin sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap TBA dan cita rasa tetapi pada TPC menunjukkan rasio gelatin berpengaruh nyata (P<0,05). Level gelatin tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap TBA, TPC dan Cita Rasa. Lama Penyimpanan menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap TPC dan cita rasa, tetapi pada TBA menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap TBA (mgMDA/kg), TPC (logCFU/g) dan Cita Rasa Nilai TBA pada rasio gelatin 1:1 berbeda dengan rasio gelatin 1:2 dan terdapat pula perbedaan dengan rasio gelatin 1:3. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kental rasio gelatin maka semakin kecil nilai TBA (Ketengikan). Nilai TBA (Ketengikan) semakin kecil mengindikasikan bahwa kualitas bakso daging kerbau semakin baik. Penelitian ini sejalan dengan Merpati (2013), bahwa Semakin kecil nilai TBA mengindikasikan semakin baik kualitas bakso tersebut. Nilai TBA tertinggi diperoleh pada bakso dengan konsentrasi asap cair 0% (kontrol) sebesar 0,046 mg MDA/kg sedangkan yang terkecil pada konsentrasi 15% 137
Hasma, dkk
yaitu 0,038 mg MDA/kg.Sejalan dengan penelitian Abustam dkk, (2013) diperoleh kecenderungan nilai TBA daging menurun pada konsentrasi asap cair yang lebih tinggi. Tabel 1. Rataan Total Nilai TBA, TPC, Skor Cita rasa, pada bakso Daging Kerbau yang Diberi Penambahan Gelatin pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan.
Parameter
Rasio Gelatin
1:1 TBA (mgMDA/kg) 0,07a TPC (log CFU/g) 1,6x106a Cita rasa 4,0a
Level Gelatin
1:2
1:3
1%
2%
3%
0,12b
0,24c
0,15
0,15
0,14
Lama Penyimpanan (Hari) 0 7 14 0,09a
0,16b
0,18b
1,8x106ab 2,1x106b 1,9x106 1,8x106 1,8x106 1,4x106a 1,9x106b 2,2x106b 4,3b 4,8c 4,5 4,3 4,3 4,6a 4,5b 4,1b
Keterangan : a,b,c,superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan perbedaan yang nyata (P<0.05)
Bakso dengan penambahan gelatin pada rasio gelatin 1:1 memiliki nilai TPC terendah yaitu 1,6x106 LogCFU/g. Diduga kuat bahwa dengan penambahan gelatin dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada produk bakso daging kerbau. Chen (2005) yang menyatakan bahwa pada proses pembentukan biopolimer maka sifat fisik gelatin tersebut diperlukan untuk memperbaiki struktur dan kemampuan biopolimer untuk menghambat transfer massa berupa mikroba dari lingkungan. Nilai cita rasa menunjukkan rasio gelatin 1:1 berbeda dengan rasio gelatin 1:2 demikian pula terdapat perbedaan dengan rasio gelatin 1:3. Skor panelis berturut-turut yang menjadi pilihan dari skor 1- 6 menunjukkan lemah aroma daging sampai kuat aroma daging pada bakso daging kerbau. Skor panelis yang tertinggi pada rasio kolagen hidrasi 1:3 (4,8) yang mengindikasikan bakso daging kerbau tersebut agak kuat aroma dagingnya. sementara skor panelis terendah pada rasio kolagen hidrasi 1:1 (4,0) mengindikasikan bakso daging kerbau sedikit kuat aroma dagingnya. Semakin encer (1:3) rasio kolagen hidrasi maka aroma daging pada bakso daging kerbau lebih kuat. Hal ini menunjukkan skor cita rasa (flavor) bakso daging kerbau semakin tinggi. Menurut Purnomo dkk. (2000), kolagenmerupakan protein struktural pokok pada jaringan ikat dan mempunyai pengaruh besar terhadap keempukan daging, sehingga meningkatkan cita rasa. Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap TBA (mgMDA/kg) TPC (logCFU/g) dan Cita Rasa Analisis ragam menujukkan level kolagen hidrasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap TBA pada bakso daging kerbau. Terdapat kecendrungan menurun pada level kolagen hidrasi terhadap TBA pada bakso daging kerbau, menunjukkan bahwa semakin tinggi level kolagen hidrasi maka nilai TBA semakin menurun. Penurunan nilai TBA tersebut menunjukkan kolagen tersebut mampu berperan sebagai antioksidan karena dapat menghambat oksidasi lipida. Hasil penelitian Tamaela (2003) diperoleh bahwa penggunaan asap cair tempurung kelapa sebagai larutan perendam efektif untuk menghambat oksidasi lipida yang ditunjukkan dengan nilai TBA (0,92 mg MDA/kg) pada steak cakalang asap yang direndam dalam asap cair pengenceran 2,5 kali lebih rendah, jika dibandingkan dengan pada pengenceran 5 kali (1,60 mg MDA/kg), dan tanpa asap cair (4,75 mg MDA/kg). Nilai Level kolagen terhadap TPC pada bakso daging kerbau, menunjukkan kecenderungan menurun dengan meningkatnya level gelatin (3%). Namun penurunan tersebut belum menunjukkan perbedaan yang berarti. Hal ini menandakan bahwa 138
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
pemberian kolagen hidrasi pada level berbeda mampu berperan sebagai antimikroba meskipun perubahan nilai TPC tidak signifikan. Nilai TPC yang dihasilkan dengan penambahan kolagen hidrasi melebihi standar SNI. BSN (2009), bahwa Standar Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada produk bakso 1 x 105LogCFU/g. Terdapat kecenderungan penurunan nilai skor pada peningkatan level gelatin (3%) meskipun skor yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan level 1% dan 2%.Pemberian gelatin pada level yang berbeda dapat mengaktigkan enzim cathepsin. Aktivitas enzim cathepsin menyebabkan terjadinya proteolisis danterjadi fragmentasi miofibriler sehingga otot menjadi empuk dan cita rasa semakin meningkat(Abustam, 2012). Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap nilai TBA (mgMDA/kg), TPC (logCFU/g) dan Cita Rasa Nilai TBA pada lama penyimpanan 0 hari berbeda dengan lama penyimpanan 7 dan 14 hari, tetapi tidak menunjukkan perbedaan pada lama penyimpanan 7 hari dengan lama penyimpanan 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka nilai TBA semakin besar. Peningkatan nilai TBA pada lama penyimpanan 0 hari sampai 14 hari masih dalam batas ambang kewajaran. Penelitian ini didukung oleh pendapat Febriani (2006) bahwa batas ambang nilai TBA berkisar 1-2 mg/kg. Nilai TPC pada lama penyimpanan 0 hari berbeda dengan lama penyimpanan 7 hari dan 14 hari, tetapi tidak menunjukkan perbedaan antara lama penyimpanan 7 hari dengan lama penyimpanan 14 hari. Hal ini menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan maka nilai TPC bakso daging kerbau semakin meningkat, meskipun disimpan pada suhu dingin. Mendukung pernyataan Adam, dkk. (2000), jumlah mikroorganisme bertambah dengan semakin lama penyimpanan disebabkan terdapat mikroorganisme tertentu yang tetap mampu hidup dalam suhu dingin. Lama penyimpanan 0 hari (skor 4,6) menunujkkan perbedaan dengan penyimpanan 7 hari (skor 4,5) dan berbeda pula pada penyimpanan 14 hari (skor 4,1) terhadap kesukaan bakso daging kerbau. Lama penyimpanan bakso daging kerbau untuk 0 hari apresiasi panelis lebih tinggi aroma daging pada bakso dengan lama penyimpanan 14 hari. Hal ini disebabkan cita rasa semakin menurun sehingga mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya Merpati (2013), bahwa penyimpanan 0 hari apresiasi panelis lebih suka dari pada penyimpanan 14 hari, hal ini karena semakin lama penyimpanan kualitas sensorik (kekenyalan, keempukan dan cita rasa dan kesukaan) bakso semakin menurun. KESIMPULAN DAN SARAN Semakin kental (1:1) rasio kolagen hidrasi maka nilai susut masak, semakin rendah tetapi pada DPB, skor keempukan menunjukkan nilai yang tinggi. Semakin tinggi level kolagen hidrasi yang diberikan maka nilai susut masak, dan skor keempukan semakin rendah. Semakin lama penyimpanan skor keempukan semakin meningkat, sementara nilai DPB, semakin menurun. Terdapat Interaksi antara rasio kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan terhadap DPB. Disarankan untuk menggunakan rasio kolagen hidrasi 1:2denganlevel 2% dan lama penyimpanan hingga 14 hari. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis sangat berterima kasih kepada bapak Prof. DR. Ir. Djoni Prawira R., MSc, Prof. Dr. Ir. R.. Sri Rachma Aprilita B, MSc, Dr. Hikma M. Ali, S.Pt., M.Si, Dr. Jamila, S.Pt., M.Si 139
Hasma, dkk
dan Rosmawati, S.Pt., M.Si atas saran dan kritikan yang membangun selama penulisan laporan ini. DAFTAR PUSTAKA Abustam. (2013). Karakteristik kualitas daging sapi Bali (M. Longissimus dorsi) pasca penambahan asap cair pada konsentrasi dan waktu maturasi yang berbeda. Prosiding. Seminbar Nasional PeternakanBerkelanjutan 5. Laboratorium Teknologi Daging dan Telur Fakultas PeternakanUniversitas Hasanuddin, Makassar. Abustam. (2012). Ilmu Daging; Aspek Produksi, Kimia, Biokimia dan Kualitas. Masagena Press, Makassar. Abustam E., Yusuf., Ali H.M., dan Yuliati F.N. (2012). Karakteristik Bakso Daging Sapi Bali Melalui Penambahan Asap Cair pada Otot Prarigor dan Pascarigor. Penelitian Strategi Nasional. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Abustam E., Likadja J. C. & Ma’arif A. (2009). Penggunaan Asap Cair Sebagai Bahan Pengikat pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu Ternak Pasacasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Adam M. R. &M. O. Moss. (2000). Food Microbiology. Royal Society of Chemistry.Cambridge. Apriyantono, A.D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisispangan. Bogor : IPB Press. BSN. 2009. National Standardization Agency of Indonesia Chan, and Albert. 2005. Konjac glucomannan extraction aplication in foods and their therapentic effect. Seminar “9th’ ASEAN Food Conference. Jakarta Fardiaz, S. 1993. Analisis mikrobiologi pangan. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. Febriani RA. 2006. Pengaruh Konsentrasi Larutan Asap cair terhadap mutu belut (Monopterus albus) asap yang disimpan pada suhu kamar. Skripsi Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gaspersz V. (2000). MetodePerancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung. Hermanianto . 2004. Gelatin: Keajaiban dan Kehalalannya. www.modules. php.htm. Diakses pada tanggal 16 Juni 2012. Kurnia. (2013). Isi Kandungan Gizi Daging Kerbau. www. keju blokspot.com. Merpati. (2013). Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi Pascarigor. Universitas Hasanuddin, Makassar. Purnomo H. (2012). Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di daerah Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Rocha A.L. et al. (2009). Laveraging Poultry Protein to enhance Product Quality. Meating plece Poltri. Tamaela, P. (2003). Efek Antioksidan asap cair tempurung kelapa untuk menghambatoksidasi lipida pada steak ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap selamapenyimpanan. Ichtyos, 2: 59-62.
140