KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO
ANDINI JULIA SELLY. F24103067
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SKRIPSI
KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ANDINI JULIA SELLY F24103067
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Andini Julia Selly. F24103067. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 secara In Vitro. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi dan Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., PhD. RINGKASAN Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 spesies tanaman obat yang yang telah dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional. Penelitian yang dilakukan terhadap tanaman-tanaman berkhasiat obat menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu bahan alam yang mulai banyak diteliti adalah buah merah. Khasiat buah merah yang banyak disebut belakangan ini adalah kemampuannya dalam melawan penyakit kanker. Jumlah total penderita kanker pada tahun 2002, kecuali kanker kulit, sebanyak 5 801 809 pria dan 5 060 657 wanita. Dua jenis kanker yang perlu mendapat perhatian adalah kanker serviks dan leukimia. Kanker serviks merupakan jenis kanker yang berada pada peringkat ke-3 penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang. Di Indonesia, setiap tahunnya ditemukan 4 000 anak yang menderita kanker. Leukimia merupakan jenis kanker yang sering menyerang anak-anak. Pengujian terhadap buah merah dan bahan obat lain yang bersifat antikanker umumnya dilakukan dengan metode in vitro. Metode ini relatif lebih murah, lebih cepat dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare. Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari sifat fisiko-kimia ekstrak buah merah berupa fraksi minyak dan air, serta (2) menguji pengaruh kedua fraksi tersebut dalam menghambat proliferasi alur sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak buah merah yang berupa fraksi minyak dan fraksi air hasil dari metode ekstraksi sentrifugal yang diperoleh dari Drs. I Made Budi. Metode analisis yang dilakukan terhadap kedua jenis fraksi yaitu analisis fisiko-kimia yang meliputi analisis proksimat, pengukuran total karoten, β-karoten, total tokoferol, α-tokoferol, total fenol dan uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker HeLa dan K-562. Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak yang dilakukan terhadap fraksi minyak, antara lain penentuan titik cair, berat jenis, turbidity point, indeks bias, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas. Berdasarkan analisis proksimat, diperoleh kadar air (basis basah) untuk fraksi minyak dan air berturut-turut adalah 0.86 dan 98.92%, kadar abu (basis kering) sebesar 0.03 dan 11.92%, kadar lemak (basis kering) 93.65 dan 38.24%, kadar protein (basis kering) sebesar 0.08 dan 42.88%, serta kadar karbohidrat (basis kering) sebesar 6.22 dan 21.96%. Fraksi minyak mengandung total karoten sebesar 4 505.43 ppm dengan kandungan β-karoten sebesar 636.24 ppm. Fraksi air mengandung total karoten sebesar 1.11 ppm dengan β-karoten sebesar 0.93 ppm. Nilai total tokoferol untuk
fraksi minyak adalah 22 940.35 ppm dengan kandungan α-tokoferol sebesar 481.48 ppm. Fraksi air memiliki total tokoferol sebesar 1836.03 ppm dengan αtokoferol sebesar 110 ppm. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Hal ini disebabkan senyawa karotenoid, terutama karotenoid provitamin A, dan tokoferol merupakan senyawa yang bersifat lipofilik. Karena memiliki struktur yang nonpolar, kedua senyawa tersebut larut pada ekstrak yang bersifat nonpolar, yaitu fraksi minyak. Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerusakan pada fraksi minyak buah merah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Berdasarkan analisis fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak, diperoleh nilai titik cair sebesar 12,5oC, berat jenis 0,90 g/ml, turbidity point 58,0oC, indeks bias sebesar 1,46, nilai bilangan peroksida sebesar 12,80 mg ekivalen/kg, bilangan penyabunan 242,28 mg KOH/g sampel, bilangan iod 71,02 g iod/100 g lemak, dan bilangan asam sebesar 0,70 mg KOH/g sampel. Hasil uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker menunjukkan bahwa kedua jenis fraksi buah merah mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro dan berpotensi melebihi aktivitas yang diberikan oleh kontrol positf antikanker doxorubicin. Hasil analisis sidik ragam dan uji duncan menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan konsentrasi, serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel HeLa. Jenis sampel juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel K-562. Namun, jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel K-562 dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan konsentrasi serta interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi yang diberikan, yaitu 10, 20, dan 40 µL/mL menyebabkan penurunan jumlah sel dan peningkatan nilai % antiproliferasi terhadap sel K-562. Kemampuan antiproliferasi kedua jenis fraksi buah merah dikarenakan adanya senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya, seperti karotenoid, tokoferol, maupun fenol. .
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh ANDINI JULIA SELLY F24103067 Dilahirkan pada Tanggal 3 Juli 1985 di Jakarta Tanggal lulus : 22 Januari 2008 Menyetujui, Bogor,
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi.
2008
Drh. Bambang Pontjo P., MS., PhD
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing I Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Andini Julia Selly, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1985. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Sunardi dan Wartini. Pendidikan dasarnya ditempuh di SDN Grogol Utara 07 Pagi Jakarta hingga tahun 1997, SLTPN 16 Jakarta hingga tahun 2000, dan SMUN 70 Jakarta sampai dengan tahun 2003. Setelah lulus dari SMU, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Tugas akhir penelitian yang disusun penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, berjudul “Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Sel Kanker HeLa dan K562 secara In Vitro”. Tugas akhir ini dilakukan di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, M.S., PhD.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini dilakukan selama 6 bulan (Juni – November) dengan menggunakan fasilitas Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan tugas akhir, khususnya dalam hal analisis fisiko-kimia dilakukan atas kerjasama penulis dengan Hayuning Pambayu (F24103028) dan Eka Kurnia Sari (F24103116). Penulis menyadari selama proses pelaksanaan tugas akhir ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. selaku dosen pembimbing pertama atas arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama kuliah hingga penulisan skripsi ini. 2. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. PhD. selaku dosen pembimbing kedua atas arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini. 3. Didah Nur Faridah, STP., MSi. atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini. 4. Tim Manajemen Program Hibah Bersaing X1V Perguruan Tinggi, Dirjen Dikti, Depdiknas yang telah membantu dana penelitian. 5. Ayah, mama, serta adik-adikku (danti, gita dan asga) atas segala dukungan moril dan materil selama ini. 6. Seluruh keluarga besar atas segala bantuan, perhatian dan motivasinya selama ini.
7. Rekan-rekan satu bimbingan senasib seperjuangan (Hayuning dan Eka) atas segala bantuan, semangat, canda tawa, dan kebersamaannya selama hari-hari perjuangan yang tidak akan terlupakan. 8. Bapak Drs. I Made Budi yang telah bersedia menyediakan ekstrak buah merah serta mba Santi atas bantuan serta masukan kepada penulis selama penelitian. 9. Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Rojak, dan seluruh teknisi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 10. Seluruh dosen Departemen ITP yang telah memberikan ilmu dan nasehat berharga kepada penulis selama berkuliah dan staf departemen yang telah banyak membantu penulis. 11. Sahabat-sahabatku yang tercinta (Dion, Tuty, Ina, Jeng-jeng, Toto) atas segala bantuan, motivasi, doa, dan persahabatan yang tulus selama ini. 12. Teman-teman penelitian (Mba Asih, Her-her, Primus, dan lainnya) atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 13. Teman-teman Fauziah (Kak Ira, Widia, Ari, Wiwi, Irva, Icha, adik dan kakakkakak yang lainnya) atas bantuan, motivasi, kesabaran, kebersamaan, dan keceriaan yang dibagi selama ini. 14. Sahabat kecilku (Ajeng, Surya, Ella, Lia, Ai, dan Nurul) atas segala bantuan, perhatian, dan semua kenangan indah kita. 15. Teman-teman seperjuangan ITP 40 yang tak terlupakan. 16. Serta seluruh pihak dan kerabat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk masyarakat maupun untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor,
Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..........................................................................
iii
DAFTAR ISI .........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ................................................................................
vv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
ivi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
vii
I. PENDAHULUAN ...........................................................................
11
A. LATAR BELAKANG ...............................................................
11
B. TUJUAN ....................................................................................
22
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
33
A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) ...........................
33
1. Minyak dan Lemak ................................................................
75
2. Karoten ..................................................................................
7
3. Tokoferol ................................................................................
9
4. Fenol .....................................................................................
10
B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER ......................
12
1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker
14
a. Alur Sel .............................................................................
16
b. Proliferasi Sel ......................................................................
18
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
21
A. BAHAN DAN ALAT ................................................................
21
1. Bahan ...................................................................................
21
2. Alat ........................................................................................
21
B. METODE PENELITIAN ...........................................................
22
1. Ekstraksi Buah Merah ...........................................................
22
2. Pengujian Karakteristik Fisiko-Kimia Ekstrak Buah Merah
23
3. Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 ......................................................
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
39
A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK BUAH MERAH ......................................................
39
B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA EKSTRAK BUAH MERAH
42
C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH DALAM MENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER HeLa DAN K-562 ..........................................................................................
60
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
74
A. KESIMPULAN ..........................................................................
74
B. SARAN .....................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
76
LAMPIRAN .........................................................................................
85
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif buah merah per 100 gram ............................................................................
5
Tabel 2. Kandungan lemak pada berbagai kultivar buah merah ............
6
Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah ...............................................
40
Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena ......................................
43
Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah...................
49
Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah .............
53
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Buah Merah ...........................................................................
4
Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak
7
Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida ...................
7
Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air.....................................
7
Gambar 5. Stabilisasi fenol oleh delokasi elektron .................................
10
Gambar 6. Siklus Sel...............................................................................
19
Gambar 7. Tahapan ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal) ...........
23
Gambar 8. Profil sel kanker di bawah video photo microscope..............
38
Gambar 9. Fraksi minyak (a) dan fraksi air buah merah (b) ................ .
39
Gambar 10. Tahapan ekstraksi buah merah metode modifikasi 2 ......... .
41
Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b) dan pasta (c) ............................
45
Gambar 12. Proliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-)dan doxorubicin sebagai kontrol (+). ............................. .. 62 Gambar 13. Persentase antiproliferasia sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... .
63
b
Gambar 14. Persentase antiproliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... .
64
Gambar 15. Proliferasi sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-)dan doxorubicin sebagai kontrol (+). ............................. .. 65 Gambar 16. Persentase antiproliferasia K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... .
66
Gambar 17. Persentase antiproliferasib sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... .
67
a
Gambar 18. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi minyak buah merah ................ .
72
a
Gambar 19. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi air buah merah........................ .
72
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Perhitungan konsentrasi fraksi buah merah .......................
85
Lampiran 2.
Rancangan pemetaan sampel pada lempeng kultur bersumur 24 buah ................................................................
86
Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) .......................................................................... ..
87
Lampiran 3.
Lampiran 4a. Rekapitulasi data analisis físiko-kimia ekstrak buah merah
88
Lampiran 4b. Rekapitulasi data analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak
88
Lampiran 5a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar α-tokoferol
89
Lampiran 5b. Kurva standar total tokoferol ..............................................
89
Lampiran 6a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar dan sampel untuk total fenol .............................................................. ...
90
Lampiran 6b. Kurva standar total fenol ...................................................
90
Lampiran 7.
Perhitungan dosis kontrol positif doxorubicin ..................
91
Lampiran 8.
Data hasil perhitungan sel Hela dengan metode trypan blue
92
Lampiran 9a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel HeLa .......
93
Lampiran 9b. Hasil uji Duncan untuk jenis fraksi terhadap jumlah sel HeLa ............................................................................... ...
93
Lampiran 9c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi fraksi terhadap jumlah sel HeLa ............................................................. ...
93
Lampiran 10a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel HeLa..............................................................
94
Lampiran 10b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa .................................... ...
94
Lampiran 10c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa .................................... ...
94
b
Lampiran 11a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasi terhadap sel HeLa..............................................................
95
Lampiran 11b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa .................................... ...
95
Lampiran 11c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa.................................... ...
95
Lampiran 12. Data hasil perhitungan sel K-562 dengan metode trypan blue ................................................................................. ...
96
Lampiran 13a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel K-562 . ...
97
Lampiran 13b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel K-562 ........................................................... ...
97
Lampiran 13c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel K-562 ........................................................... ...
97
Lampiran 14a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel K-562 ............................................................
98
Lampiran 14b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 .................................. ...
98
Lampiran 14c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 .................................. ...
98
b
Lampiran 15a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasi terhadap sel K-562 ............................................................
99
Lampiran 15b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 .................................. ...
99
Lampiran 15c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 .................................. ...
99
Lampiran 16. Hasil pengujian β-karoten ekstrak buah merah oleh Balai Pasca Panen ................................................................... ..
100
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Indonesia juga dikenal sebagai gudang tanaman obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory. Sekitar 30.000 jenis tanaman obat terdapat di Indonesia. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 spesies tanaman obat yang yang telah dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional (Johnherf, 2007). Kecenderungan penggunaan herbal di dunia semakin meningkat dengan maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature). Obat yang berasal dari bahan alam memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat-obatan kimia, karena efek obat herbal bersifat alamiah. Penelitian yang dilakukan terhadap tanaman-tanaman berkhasiat obat menunjukan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu bahan alam yang mulai banyak diteliti adalah buah merah yang dikenal sebagai makanan pendamping umbi-umbian bagi warga di pedalaman Papua. Berdasarkan penelitian kesehatan yang sudah pernah dilakukan di Indonesia, buah ini mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh, diantaranya karotenoid, beta-karoten, alfa-tokoferol, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan dekanoat. Khasiat buah merah yang banyak disebut belakangan ini adalah kemampuannya dalam melawan penyakit kanker. Kemampuan ini didukung dengan adanya zat-zat alami pada buah merah yang bekerja sebagai antioksidan. Antioksidan tersebut berfungsi mencegah perkembangan sel-sel kanker sekaligus mengatur keseimbangan hormon yang turut berperan dalam menimbulkan kanker. Khasiat buah merah dalam melawan kanker yang beredar akhir-akhir ini menimbulkan harapan kesembuhan baru melalui cara pengobatan yang lebih murah dan efek samping yang lebih kecil bagi para penderita kanker. Jumlah total penderita kanker pada tahun 2002, kecuali kanker kulit, sebanyak 5 801 809 pria
dan 5 060 657 wanita. Setiap tahunnya, diperkirakan 2 300 000 orang di negara industri meninggal akibat penyakit ini (Parkin, 2002). Dua jenis kanker yang perlu mendapat perhatian adalah kanker serviks dan leukimia. Kanker serviks merupakan jenis kanker yang berada pada peringkat ke-3 penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang. Sekitar 493 243 kasus baru per tahun terjadi di negara berkembang sedangkan di negara maju hanya 100 000 kasus. Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyebab utama kematian pada wanita dengan persentase sebesar 18,62%, (Parkin, 2002). Di antara seluruh kasus kanker di Indonesia, terdapat 3% kasus yang diderita oleh anak-anak. Walaupun kanker pada anak di bawah usia 18 tahun hanya sebagian kecil dari seluruh kasus kanker pada manusia, tetapi 10% kematian anak disebabkan penyakit ini. Di Indonesia, setiap tahunnya ditemukan 4 000 anak yang menderita kanker. Salah satu jenis kanker yang paling banyak menyerang anak-anak adalah leukemia (Ade, 2007) Pengujian terhadap buah merah dan bahan obat lain yang bersifat antikanker umumnya dilakukan dengan metode in vitro. Metode ini relatif lebih murah, lebih cepat dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare karena percobaan dilakukan di luar tubuh hewan atau manusia. Selain itu, kondisi lingkungan (kultur) dan keseragaman (homogenitas) populasi sel lebih dapat dikontrol. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari karakteristik fisiko-kimia ekstrak buah merah berupa fraksi minyak dan air, serta (2) menguji pengaruh kedua fraksi tersebut dalam menghambat proliferasi alur sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) Menurut Irawan (2006), tanaman buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang banyak terdapat di pegunungan Jayawijaya, meskipun dapat ditemukan juga di dataran rendah. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah tumbuh baik di dataran rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2 000 m dpl). Buah ini tumbuh bergerombol dan hidup baik dengan suhu di bawah 170C, curah hujan rata-rata 186 mm perbulan, penyinaran matahari 75% serta tekanan udara rata-rata 896 mb. Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33oC, dan kelembaban udara antara 73-98%. Buah merah merupakan tanaman yang termasuk ke dalam golongan famili yang sama dengan pandan. Buah merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi
: Spermatophytae
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Pandanales
Famili
: Pandanaceae
Genus
: Pandanus
Spesies
: Pandanus conoideus Lam Menurut Budi dan Paimin (2004), tanaman buah merah ini termasuk terna
berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daunnya tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua dan letaknya berseling. Batangnya bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna coklat bercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m. Akar tanamannya berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Buahnya panjang dan memiliki bentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menggantung (Gambar 1). Panjang buahnya antara 96-102 cm dengan diameter 15-20 cm dengan bobot buah mencapai 7-8 kg. Buah berwarna merah bata saat muda dan merah terang saat matang. Perkembangbiakan buah merah melalui pertunasan dan biji yaitu tanaman
buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar tanaman induk.
Gambar 1. Buah merah Buah dengan nama ilmiah Pandanus conoideus Lam ini memiliki sekitar 14 spesies yang berbeda dalam bentuk, berat dan warna (Irawan, 2006). Menurut Sadsoeitoeboen (1999), beberapa ciri morfologi dalam populasi Pandanus conoideus Lam yang dapat dipakai untuk membedakan kultivarnya adalah: warna buah, ukuran buah, bentuk buah, bagian atas buah, dan bentuk tempurung atau endokarp. Berdasarkan ciri-ciri tersebut populasi Pandanus conoideus Lam yang ada di pegunungan Arfak dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi empat kultivar, yaitu kultivar merah panjang, kultivar merah kecil, kultivar merah coklat, dan kultivar kuning. Pada daerah pedalaman Papua, ditemukan 14 varietas buah merah, tetapi yang populer adalah varietas merah panjang. Sadsoeitoeboen (1999) menyatakan bahwa buah merah telah dikonsumsi masyarakat Papua secara turun temurun sebagai sumber pangan. Buah ini biasanya diolah secara tradisional untuk mendapatkan minyak dan saus. Di Papua, buah ini dikenal sebagai obat cacing dan penyakit kulit, penghambat kebutaan, serta berperan dalam meningkatkan stamina tubuh. Berdasarkan penelitian kesehatan yang sudah pernah dilakukan di Indonesia, pada bagian buah tanaman buah merah ditemukan kandungan zat-zat alami yang memang dapat meningkatkan kekebalan tubuh, diantaranya karotenoid, beta-karoten, alfa-tokoferol, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan dekanoat. Selain itu, buah ini juga mengandung kalsium, serat, protein,
vitamin B1, C dan niasin. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif dari buah merah berdasarkan penelitian Budi (2002) dapat dilihat pada Tabel 1. Buah merah yang berasal dari dataran tinggi diyakini mengandung nilai gizi yang lebih optimal dibandingkan dengan buah yang berasal dari dataran rendah (Irawan, 2006). Tabel 1. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif buah merah per 100 gram Komponen Jumlah Satuan Energi 396 kilokalori Protein 3.3 gram Lemak 28.1 gram Serat 20.9 gram Kalsium 0.54 gram Fosfor 0.03 gram Besi 0.002 gram Vitamin B1 0.001 gram Vitamin C 0.026 gram Niasin 0.002 gram Air 34.9 gram Tokoferol 511 ppm Alfa-tokoferol 351 ppm Beta-karoten 59.7 ppm Asam oleat 66.057 % dari lemak Asam linoleat 5.532 % dari lemak Asam alfa-linoleat 0.589 % dari lemak Sumber: Budi( 2002) 1. Minyak dan Lemak Menurut Fessenden dan Fessenden (1992), lemak atau minyak merupakan trigliserida atau triasilgliserol. Winarno (1995) menyatakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida. Sebagian besar trigliserida pada hewan berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tanaman cenderung berupa minyak. Contoh lemak hewani antara lain lemak babi, lemak sapi, dan minyak hewani, sedangkan contoh minyak nabati antara lain minyak jagung dan minyak bunga matahari (Fessenden dan Fessenden, 1992). Lemak dan minyak dapat diekstraksi dari jaringan hewan atau tanaman
dengan tiga cara yaitu, rendering, pengepresan (pressing), atau ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Winarno, 1995). Hasil ekstraksi buah merah umumnya berupa minyak. Hal ini disebabkan buah merah mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi. Hasil penelitian Sherly (1998) menunjukkan bahwa kandungan lemak pada buah merah berbeda-beda tergantung dari kultivarnya (Tabel 2). Diantara 4 macam kultivar buah merah yang diteliti oleh Sherly (1998), buah merah kultivar merah panjang asal Wamena memiliki kandungan lemak tertinggi, yaitu sebesar 37,7% (b/b). Tabel 2 Kandungan lemak pada berbagai kultivar buah merah Kultivar Buah Merah
Kadar Lemak (%b/b)
Merah panjang asal Manokwari
20,9
Merah pendek asal Manokwari
21,3
Merah coklat asal Manokwari
9,2
Kuning asal Manokwari
7,1
Merah panjang asal Wamena
37,7
Sumber: Sherly (1998) Menurut Ketaren (1986), fungsi utama lemak dalam tubuh adalah sebagai sumber energi. Lemak yang dikonsumsi juga berfungsi sebagai sumber asamasam lemak esensial (linoleat, linolenat, arakhidonat) dan sebagai pelarut atau sumber vitamin A, D, E, K. Lemak merupakan sumber energi tersimpan yang utama sebab dapat dimetabolisme dengan cepat oleh banyak sekali jaringan. Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat mempengaruhi bau dan rasa makanan. Pada umumnya penguraian lemak dan minyak menghasilkan zat-zat yang tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan minyak dapat menurunkan nilai gizi serta dapat menyebabkan penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan (Winarno, 1995). Kerusakan minyak dapat terjadi akibat reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi pada minyak dapat dilihat pada Gambar 2. Proses
pemanasan
pada
minyak
akan
menyebabkan
terjadinya
dekomposisi peroksida. Proses ini terjadi melalui beberapa tahap. Tahap pertama, yaitu terputusnya ikatan oksigen-oksigen pada gugus peroksida yang akan
menghasilkan senyawa alkoksi radikal dan hidroksi radikal (Jadav et al., 1996). Tahap ini dapat dilihat pada Gambar 3.
1. Reaksi inisiasi RH (asam lemakbebas ) → R • (radikal bebas )
2. Reaksi propagasi
R • + → ROO • ROO • + RH → ROOH + R • Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak
R1 − CH − R 2 → R1 − CH − R 2 + • OH O OH
O
(peroksida)
(alkoksi radikal)
(hidroksi radikal)
Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida Minyak yang diekstrak dengan menggunakan air dan suhu tinggi dapat menyebabkan proses hidrolisis. Hidrolisis minyak dapat terjadi dengan adanya katalis enzim pada ikatan ester trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas seperti yang terdapat pada Gambar 4 (Ketaren, 1986). Enzim Trigliserida + H2O
ALB + Gliserol Panas
Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air 2. Karoten Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan pangan nabati. Senyawa vitamin A aktif dipresentasikan oleh retinol dan prekursor karotenoid vitamin A (provitamin A). Aktivitas antioksidan karotenoid dari provitamin A dihasilkan dari interaksi langsung dengan spesies
oksigen reaktif. Karoten penting untuk penglihatan, diferensiasi jaringan, reproduksi, serta imunitas (Ball, 2000). Karotenoid tersebar luas di alam dan berkontribusi pada warna tumbuhan dan hewan. Karoten memberikan warna kuning, oranye, merah, dan ungu pada banyak bahan pangan nabati maupun hewan. Senyawa ini dikenal sebagai pewarna alami yang tidak bersifat racun pada bahan pangan dan telah dikenal sebagai substansi kimia. Karoten stabil dalam pH netral dan basa tetapi sensitif terhadap asam, basa, oksigen, cahaya, dan panas yang dapat menyebabkan perubahan pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam, karotenoid bersifat stabil. Namun, isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam (Bauernfeind et al., 1981). Karotenoid merupakan polimer isoprenoid yang terbentuk dengan bergabungnya delapan unit C5H8. Secara struktural, karoten dibedakan ke dalam dua golongan besar berdasarkan keberadaan gugus fungsional spesifiknya, yaitu karotenoid hidrokarbon (C40H56) yang hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen, serta oksikarotenoid, atau xantofil. Beta-karoten dan likopen merupakan anggota utama dari karotenoid hidrokarbon. Oksikarotenoid merupakan turunan dari hidrokarbon karotenoid, lebih polar dan mengandung setidaknya satu atom oksigen. Anggota dari oksikarotenoid adalah cryptoxanthin, lutein, chantaxanthin, zeaxanthin, dan astaxanthin (Stahl dan Sies, 1996). Saat ini lebih dari 600 struktur karoten berbeda telah diidentifikasi. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 50 yang memiliki aktivitas vitamin A. Aktivitas tersebut dimiliki jika molekul karotenoid memiliki kesamaan dengan molekul retinol. Beta-karoten terdiri dari dua molekul retinol, sehingga senyawa ini (betakaroten all trans) memiliki aktivitas vitamin A dari beberapa jenis karotenoid. Bila teroksidasi, aktivitas karoten akan menurun karena terjadinya perubahan isomer dari bentuk trans menjadi cis (Jansen et al., 1993). Buah merah memiliki kandungan karoten yang tinggi. Menurut Budi (2002), buah merah mengandung 59.7 ppm beta-karoten. Hasil penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa kandungan total karoten pada ekstrak buah merah yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2 dapat mencapai 21 430 ppm dengan
beta-karoten sebesar 4 583 ppm. Kandungan karoten yang tinggi tersebut terlihat dari warna ekstrak buah merah (berupa minyak) yang merah pekat. Menurut Irawan (2006), kandungan karoten yang tinggi pada buah merah berpotensi sebagai antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Zat-zat alami yang bekerja sebagai antioksidan dapat berfungsi pada pencegahan perkembangan sel-sel kanker sekaligus mengatur keseimbangan hormon yang turut berperan dalam menimbulkan kanker. Selain itu, interaksi beta karoten dengan protein diketahui dapat meningkatkan produksi antibodi dalam sistem imunitas tubuh.
3. Tokoferol Komponen vitamin E yang mempunyai aktivitas adalah tokoferol dan tokotrienol. Kelompok tokoferol memiliki rantai samping isopren jenuh dan dibedakan menjadi alfa, beta, gamma, dan sigma tokoferol. Kelompok tokotrienol memiliki rantai samping isopren tidak jenuh dan dibedakan menjadi alfa, beta, gamma, dan sigma tokotrienol. Aktivitas biologis tokoferol secara berurutan adalah α > β > γ >δ. Menurut Giamalva (1985), aktivitas biologis vitamin E berhubungan dengan fungsinya di dalam tubuh. Secara luas, fungsi tokoferol secara in vivo terutama sebagai antioksidan, yaitu dengan melindungi asam lemak tidak jenuh pada membran sel dari degradasi peroksidatif. Kerja vitamin E sebagai antioksidan dapat ditunjukkan dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu 1) vitamin E bereaksi langsung dengan oksigen singlet dan 2) vitamin E bekerja untuk menangkap radikal turunan asam lemak tidak jenuh dan menghentikan autooksidasi. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga berperan dalam sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah, dan sintesis koenzim A yang penting dalam proses pernapasan. Hasil penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa alfa-tokoferol terlebih dahulu digunakan sebagai antioksidan untuk menangkap radikal peroksil dari metil linoleat, baru kemudian beta-karoten. Aktivitas alfa-tokoferol sebagai antioksidan adalah dengan menangkap radikal turunan asam lemak tidak jenuh dan menghambat reaksi propagasi. Oksidasi alfatokoferol akan menghasilkan senyawa dimer, trimer, komponen dihidroksi, dan quinon. Senyawa-senyawa tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin E, sehingga akan mengurangi kandungan alfa-tokoferol (Krinsky, 1988).
Buah merah memiliki kandungan tokoferol yang tinggi. Menurut Irawan (2006), kandungan total tokoferol ekstrak buah merah sebesar 11 000 ppm. Hasil penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa total tokoferol dan alfa-tokoferol pada ekstrak buah merah dapat mencapai 10 832 ppm dan 1 368,26 ppm. Selain sebagai antioksidan, kandungan tokoferol buah merah berfungsi untuk mengencerkan darah, memperlancar sirkulasi darah dan optimalisasi kadar oksigen dalam darah sehingga dapat mengatasi stroke dan hipertensi. Buah merah juga berkhasiat untuk mengatasi penyakit gula/diabetes serta asam urat lewat fungsi zat-zat alaminya memperbaiki sistem kerja pankreas dan hati (Irawan, 2006).
4. Fenol Tanaman, sayuran dan buah-buahan banyak mengandung antioksidan alami, seperti senyawa fenolik, karotenoid, dan vitamin C (Shahidi, 1997). Senyawa fenolik meliputi fenol sederhana, asam fenolat, turunan asam hidroksinamat, dan flavonoid. Senyawa fenol sederhana terdiri atas monofenol, difenol, dan trifenol. Senyawa fenolik kompleks antara lain adalah senyawa turunan asam hidroksinamat, kumarin, asam kafeat dan ferulat, serta golongan flavonoid. Komponen fenolik dari bumbu dan rempah telah banyak dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan, diantaranya; capcaisin dan hidrocapsaicin dari cabe; katekin dari teh hijau; dan kurkuminoid dari kunyit (Nakatani ,1997).
Gambar 5. Stabilisasi fenol oleh delokasi elektron Menurut Hudson (1990), antioksidan fenolik seperti vitamin E, flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, dan komponen fenolik, umumnya merupakan antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipid. Suatu molekul dapat berfungsi sebagai antioksidan primer jika dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid atau
dikonversi menjadi produk stabil. Radikal bebas yang terbentuk pada reaksi senyawa fenol dengan radikal lemak selalu distabilkan oleh delokalisasi elektron tidak berpasangan di sekitar cincin aromatik dari fenol tersebut (Gambar 5). Reaksi antioksidan fenolik dengan radikal bebas digambarkan sebagai berikut: ROO• + AH
ROOH + A•
RO• + AH
ROH + A•
R•
RH
+ A•
H2O
+ A•
+ AH
OH• + AH Keterangan :
ROO• = radikal peroksil RO• = radikal alkoksil R•
= radikal lipid
OH• = radikal hidroksil A•
= radikal antioksidan
Setelah terjadi reaksi antara antioksidan fenolik dengan radikal lipid, akan terbentuk radikal fenolik (A•) yang tidak cukup aktif untuk melakukan reaksi propagasi. Radikal fenolik pada umumnya diinaktivasi menggunakan A• yang lain atau menggunakan radikal lipid, sehingga membentuk produk yang tidak aktif (Hudson, 1990). Buah merah ternyata juga mengandung senyawa fenolik yang larut dalam pelarut polar. Hasil penelitian Meiriana (2006) menunjukkan bahwa hasil ekstraksi buah merah dengan pelarut aquades memiliki total fenol sebesar 26.335 ppm. Ekstrak akuades tersebut tidak bersifat toksik dan belum dapat meningkatkan fungsi sistem imun hingga mencapai konsentrasi 16.667 ug/ml. Namun, pada konsentrasi 33.333 ug/ml, ekstrak aquades tersebut memperlihatkan peningkatan proliferasi sel limfosit.
B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER Kanker merupakan penyakit yang disebabkan adanya kelompok sel yang berproliferasi di luar batas normal akibat faktor-faktor yang sangat kompleks seperti zat-zat kimia karsinogenik, keturunan, virus, dan makanan (Kimball, 1990). Menurut Schunack et al. (1990), kanker merupakan pembentukan baru jaringan ganas dari sel tubuh yang sebelumnya normal, dengan ciri utamanya adalah pertumbuhan yang diatur sendiri, lepas dari mekanisme pengendali. Beberapa sifat umum kanker adalah pertumbuhan berlebihan, gangguan diferensiasi dari sel jaringan, bersifat invasi, mampu tumbuh di jaringan di sekitarnya, bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain, menyebabkan pertumbuhan baru, dan memiliki hereditas bawaan. Kanker menjadi berbahaya karena menyebabkan desakan akibat pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan tempat tumor berkembang (metastasis) dan gangguan sistemik lain sebagai akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker (Gan dan Nafrialdi, 1989). Pembentukan sel kanker dimulai oleh tahap inisiasi dengan terjadinya perubahan DNA, promosi yang meliputi perkembangbiakan sel dan perubahan menjadi sel tumor premalignant, lalu disusul tahap progresi dengan invasi, serta metastasis (Murakami et al., 1996). Banyak penelitian menunjukkan potensi bahan pangan tertentu sebagai anti kanker. Menurut Elson dan Yu (1994), buah-buahan, sayur-sayuran, dan bijibijian merupakan sumber yang kaya akan produk sampingan dari metabolisme mevalonat yang bersifat antikarsinogenik. Efek pencegahan penyakit kanker berhubungan juga dengan vitamin C dan beta-karoten yang terdapat di dalam sayur-sayuran dan buah-buahan. Penggunaan sayuran dan buah-buahan sebagai bahan antikanker didukung pula oleh hasil penelitian Irwan (1996) yang mengungkapkan bahwa dengan mengkonsumsi zat gizi antioksidan vitamin C dan E dari sayur dan buah selama 30 hari, proliferasi sel limfosit dan aktifitas sitotoksik sel Natural Killer meningkat. Menurut Roitt (1991), sel limfosit adalah sel yang berperan dalam kekebalan tubuh, sedangkan sel Natural Killer memiliki kemampuan melisis sel yang terinfeksi virus atau sel yang tak normal. Makanan yang mengandung karbohidrat terutama serat makanan (Dietary fiber/Non Starch Polysaccharides) juga dapat melindungi tubuh dari penyakit
kanker usus besar (Colonic Cancer). Serat makanan tersebut akan difermentasi oleh bakteri dalam usus besar sehingga menghasilkan asam lemak rantai pendek, yang berakibat menurunnya beban feses dapat melarutkan beban bahan-bahan yang bersifat karsinogen di sekitar usus besar dan menurunkan waktu transit feses (Stephen dan Cummings, 1980). Bahan antikanker juga terdapat dalam minyak tumbuhan, misalnya eugenol yang terdapat pada minyak cengkeh dan minyak atsiri beberapa tanaman serta d-limonen yang merupakan komponen minyak citrus. Senyawa d-limonen tersebut dapat menekan pertumbuhan tumor (Winarno, 1997). Selenium yang merupakan mineral essensial pada makanan berperan dalam sisi aktif dari enzim glutation peroksidase, yaitu enzim yang mendegradasi hidrogen peroksida (H2O2) dan lipid peroksida (LOOH). Kekurangan selenium akan meningkatkan infeksi dan toleransi terhadap antigen tumor dan menurunkan antibodi (Sheffy dan Scultz, 1978). Genistein yang banyak terdapat pada kacang kedelai juga dapat berfungsi sebagai bahan antikanker. Genistein terbukti memiliki aktifitas biologi yang berkaitan dengan aktifitas antikankernya. Beberapa diantaranya adalah aktifitas antioksidan, antiinflamasi dan aktifitas antimetastatik (Mueller et al., 1992). Asam fitat (Inositol hexaphosphate) yang banyak terkandung dalam sereal juga berpotensi sebagai bahan antikanker. Percobaan di laboratorium dengan inkorporasi 3H-timidin menunjukkan adanya pengurangan sintesis DNA. Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa aksi asam fitat dalam menghambat pertumbuhan kanker adalah dengan mengontrol pembelahan sel (Shamsuddin, 1995). Komponen lain yang cukup mendapat perhatian adalah flavonoid. Quersetin terbukti menghambat protein kinase C, yaitu enzim yang terlibat dalam transduksi signal oleh faktor pertumbuhan kepada nukleus. Sifat ini dijadikan landasan kemampuan antikanker flavonoid. Quersetin secara sinergik bersamasama dengan busulphan yang merupakan bahan kemoterapi antileukimia menghambat proliferasi sel leukimia manusia (Stavric dan Matula, 1992). Aktivitas sitotoksik antitumor dari senyawa fenolik tanaman ditunjukkan oleh kurkumin dan catechin. Kurkumin dapat menghambat pertumbuhan sel
tumor secara in vitro dan menghambat sintesis DNA serta inflamasi (Huang dan Feraro, 1992). Agustinisari (1998) melaporkan dalam penelitiannya bahwa ekstrak jahe segar dan bertunas, memiliki sifat antiproliferatif terhadap K-562 yang ditunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol hingga pengenceran tiga kali pada taraf uji 0.05.
1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker Kultur
sel
merupakan
teknik
yang
biasa
dipergunakan
untuk
mengembangbiakkan sel di luar tubuh (in vitro). Biakan sel atau jaringan ini dimaksudkan untuk mempelajari sifat sel di luar tubuhnya. Keuntungan teknik ini adalah terkontrolnya lingkungan psikokimia sel sehingga dapat menjadi konstan, yaitu pH, suhu, tekanan osmosis, O2 dan CO2. Namun, teknik ini juga memiliki kekurangan, yaitu hilangnya spesifitas sel tersebut. Hal ini dikarenakan pada awalnya (in vivo), sel-sel bekerja secara integritas dalam suatu jaringan, sedangkan pada kultur, sel menjadi terpisah-pisah. Untuk mempertahankan spesifitas sel sehingga sel di luar tubuh dapat dipelajari dengan baik, kondisi kultur harus dibuat semirip mungkin dengan keadaan lingkungan awal di dalam tubuh (Malole, 1990). Sel tersebut memerlukan media pertumbuhan yang dapat membuatnya bertahan hidup, berkembang, dan berdiferensiasi. Jumlah dan kualitas media menentukan jumlah sel yang dapat ditumbuhkan dalam kultur (Malole, 1990). Asam amino esensial dan non esensial berpengaruh terhadap ketahanan sel dan kecepatan pertumbuhan sel. Vitamin pada kultur sel akan sangat dibutuhkan jika konsentrasi serum berkurang. Namun, adakalanya vitamin tetap esensial walaupun serum tersedia dalam jumlah yang cukup. Garam-garam, terutama Na+. K+, Mg+, Ca+, Cl-, SO42-, PO43-, dan HCO3 merupakan komponen yang berperan terhadap osmolalitas media. Glukosa merupakan sumber energi dan menjadi faktor penentu dalam pertumbuhan sel (Freshney, 1994). Media biasanya dilengkapi juga dengan serum, yang terbukti dapat menunjang pertumbuhan sel di luar tubuh. Penambahan serum berkisar antara 5 – 20%. Menurut Temin et al. (1972), peranan serum dalam media biakan sangat penting sebagai nutrisi untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel ke matriks
tempat sel tumbuh, protein lipid, serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang Protein merupakan komponen serum terbesar dan protein yang penting, yaitu albumin dan globulin. Fibronectin (globulin tak larut) berguna untuk merangsang
pelekatan
sel,
sedangkan
alpha-2
macroglobulin
berfungsi
menghambat tripsin yang merupakan enzim proteolitik. Fetuin yang terdapat di dalam serum fetus meningkatkan pelekatan sel. Transferin berfungsi mengikat unsur-unsur besi. Protein lain yang bermanfaat dalam pelekatan sel dan pertumbuhan mungkin masih banyak, tetapi belum jelas karakterisasinya (Freshney, 1985). Freshney (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. Bila pada proses pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel biasanya terhambat. Sebagai indikator pH pada media, biasanya digunakan zat warna fenol merah. Media akan berwarna merah pada pH 7.4, orange pada pH 7.0, kuning pada pH 6.5, merah kebiruan pada pH 7.6, dan ungu pada pH 7.8. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan 5% CO2 pada ruangan di atas media. Keseimbangan pH dijaga dengan menambahkan NaHCO3 dan HEPES (N2-hydroxymetil-piperazine-N’-2-ethan-sulfonic acid) pada pH 7.2 – 7.6 yang merupakan buffer yang kuat dan mulai banyak digunakan. Suhu kultur dipertahankan 370C untuk menyamakan dengan suhu tubuh. Selain memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 pada temperatur rendah dan mungkin melalui perubahan ionisasi dan pH dari buffer (Freshney, 1985). Kebutuhan gas oksigen sebesar 95%. Ketebalan media kultur dapat mempengaruhi difusi oksigen ke dalam sel. Oleh karena itu, ketebalannya berkisar antara 2 – 5 mm. Antibiotik ditambahkan dalam media untuk mencegah terjadinya kontaminasi (Freshney, 1985). Kultur sel terbagi menjadi dua jenis, yaitu kultur dalam bentuk suspensi dan kultur dalam bentuk sel selapis atau monolayer. Sel yang berkembang biak dalam kultur berbentuk suspensi tinggal dalam media dan tidak memerlukan support atau faktor pembantu untuk menempel. Sel yang biasanya dikultur dengan cara ini adalah sel-sel darah. Kultur sel dalam bentuk monolayer biasanya untuk
sel-sel yang berasal dari jaringan. Sel yang dikultur dalam bentuk ini memerlukan support
untuk
menempel
pada
permukaan
tempat
kultur.
Dalam
perkembangbiakannya, sel akan memenuhi permukaan tempat tumbuhnya sehingga diperlukan wadah yang lebih luas dibandingkan yang dibutuhkan oleh sel yang dibiakkan dalam bentuk suspensi (Freshney, 1985). a. Alur Sel Alur sel (cell line) adalah sel yang berasal dari suatu sumber jaringan tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut, hingga menghasilkan subkultur. Pasase atau pengkulturan kembali dilakukan dengan memindahkan sel-sel dari kultur lama ke tempat yang baru dan menumbuhkannya dengan media baru. Pemeliharaan alur sel dilakukan dengan inkubasi pada kondisi yang sesuai dan penggantian media secara periodik. Interval waktu penggantian media dan subkultur ini bervariasi untuk tiap sel, tergantung pada kecepatan pertumbuhan dan metabolisme (Freshney, 1994). Alur sel terbagi dua, yaitu finite cell line dan continuos cell line. Jika sel yang dikultur berasal dari jaringan normal dan sel-sel tersebut tidak berubah selama masa pengkulturan, baik secara spontan ataupun dengan rangsangan virus maupun bahan kimia, maka alur sel tersebut mempunyai masa hidup yang terbatas (finite cell line). Sel-sel itu akan mati setelah beberapa kali pasase. Namun, jika yang dikultur adalah sel tumor atau terjadi perubahan secara in vitro, maka yang dihasilkan adalah alur sel yang masa hidupnya tidak terbatas (continuos cell line) (Walum et al., 1990). Sel ini juga disebut sel immortal. Alur sel yang masa hidupnya terbatas memerlukan waktu penggandaan lebih panjang, yaitu setelah 24 - 96 jam, sedangkan alur sel immortal hanya memerlukan waktu 12 - 24 jam saja (Freshney, 1994). Terbentuknya continuos cell line ditandai dengan adanya beberapa perubahan, yaitu perubahan dalam morfologi sel, misalnya menjadi lebih kecil, kurang melekat, lebih bulat, dan perbandingan inti dengan sitoplasmanya lebih besar. Selain itu, sel menjadi lebih cepat tumbuh, ketergantungan pada serum berkurang, sel menjadi lebih mampu berproliferasi dalam suspensi karena ketergantungan pelekatan berkurang, variasi kromosom dalam sel meningkat, terjadi penyimpangan pada fenotip sel donor dan
cenderung bersifat tumor (Malole, 1990). Dua jenis alur sel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
¾
Alur sel K-562 K-562 termasuk tipe alur sel yang masa hidupnya tidak terbatas
(continuos cell line). Alur sel ini diisolasi pertama kali oleh Lozzio dan Lozzio pada tahun 1972 dari efusi pleural wanita berusia 53 tahun yang menderita leukimia myeologeneus kronik. K- 562 atau alur erythroleukimia manusia digunakan sebagai target yang sensitif untuk percobaan dengan Natural Killer (NK) (ATCC, 2006). Alur sel ini dibiakkan dalam bentuk suspensi.
¾
Alur sel HeLa Sel ini berasal dari jaringan tumor serviks seorang wanita yang bernama
Henrietta Lacks yang meninggal pada tahun 1951 di usia 30 tahun. Sampel sel tumor ini dikirimkan kepada George and Margaret Gey yang sedang mencari alur sel manusia yang dapat bertahan di luar tubuh untuk tujuan penelitian. Sel tumor yang mereka terima tersebut berkembang biak tidak seperti sel yang sebelumnya telah mereka lihat. Sel HeLa tersebut kemudian menjadi standar laboratorium dan dapat ditumbuhkan di luar tubuh (Anonim, 2006). Sel HeLa ini bersifat immortal dan dapat membelah hingga jumlah yang tak terbatas selama kondisi kebutuhan sel terpenuhi. Perubahan sel normal menjadi sel kanker disebabkan oleh adanya faktorfaktor dari luar, seperti senyawa kimia, sinar ionisasi, dan virus onkogen. Guyton (1993) menyatakan bahwa pada kebanyakan contoh yang terjadi, penyakit ini dapat disebabkan oleh keadaan mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan selsel dan proses mitosis. Sel kanker akan membunuh sel lain karena jaringan kanker bersaing dengan jaringan normal untuk memperoleh nutrisi sehingga jaringan normal menderita kematian nutritif. Suatu molekul yang bersifat karsinogen dapat menimbulkan mutasi somatik yang berujung pada terbentuknya kanker. Hal ini merupakan reaksi yang berhubungan erat dengan DNA. Beberapa karsinogen mengaitkan dirinya secara langsung kepada guanin atau mengambil gugus amino dari sitosin (Spector dan Spector, 1993).
Radiasi elektromagnetik, misalnya elektron, neutron, dan partikel alfa juga dapat menyebabkan kanker pada manusia. Cahaya ultraviolet akan menginduksi tumor pada hewan dan akan menyebabkan mutasi pada banyak bentuk kehidupan yang berbanding langsung dengan kemampuannya menyebabkan tumor. Serangan yang bersifat langsung pada aparat genetik dan iradiasi ultraviolet ini akan membentuk ikatan antara pasangan basa yang berdekatan di dalam sel DNA dengan pembentukan timin abnormal sehingga akan menimbulkan transformasi malignan (Spector dan Spector, 1993). Banyak hewan dan manusia rentan terhadap kanker yang diinduksi virus. Kelompok virus penyebab kanker adalah retrovirus. Retrovirus merupakan virus RNA yang memiliki enzim transkriptase terbalik yang memungkinkan sel membuat duplikat DNA genom virus RNA yang kemudian diinkorporasikan ke dalam genom sel hospes (Spector dan Spector, 1993). Mutasi yang disebabkan oleh zat kimia, radiasi atau peristiwa lain seperti hilangnya atau penyusunan kembali kromosom, serta penyisipan retrovirus dapat menjurus kepada hilangnya gen dalam sel somatik. Adanya kehilangan alel dalam garis germinal akan mempengaruhi penurunan sifat pada individu selanjutnya yang dapat menimbulkan mutasi genetik berakibat kanker (Spector dan Spector, 1993). Kanker dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu karsinoma, bila tumor berasal dari jaringan epitel, sarkoma jika berasal dari jaringan fibrous atau jaringan konektif dan pembuluh darah, serta leukimia dan limfoma yang timbul dalam sel darah (Ensminger et al., 1983). b. Proliferasi Sel Semua sel, kecuali sel syaraf, mengalami siklus pertumbuhan yang lengkap melalui pembelahan sel untuk membentuk dua sel baru yang identik. Ketika sel distimulasi untuk tumbuh, mereka meninggalkan keadaan diamnya (resting state) dan memasuki satu fase siklus sel yang disebut fase G (Gambar 6). Sel berada dalam fase ini selama lebih kurang 8 jam. Setelah itu, sel memasuki fase S. Di dalam fase ini, replikasi DNA dimulai dan terus berlangsung sampai terbentuk dua DNA baru yang identik. Sintesis DNA memakan waktu lebih kurang 6 jam. Fase selanjutnya adalah fase G2 yang berlangsung selama 4 – 5
jam. Fase ini merupakan fase persiapan, sebelum sel membelah. Periode pembelahan disebut fase M atau fase mitotik. Di dalam fase yang berlangsung 1 – 5 jam ini, dihasilkan dua sel baru (Walum et al., 1990). Menurut Giese (1979), sel-sel kanker pada umumnya tumbuh secara eksponensial, lebih cepat dari sel-sel normal. Sel tumor dapat berada pada tiga kondisi, yaitu yang sedang membelah (siklus proliferatif), yang sedang dalam keadaan istirahat (tidak membelah atau fase G0), dan yang secara permanen tidak membelah. Sel yang sedang berada pada siklus proliferatif mengalami beberapa fase yang sama seperti sel normal. Pada akhir fase G1 (pasca mitosis), terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir, sel masuk dalam fase pramitosis (G2). Dalam fase ini, sel berbentuk tetraploid, mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain dan masih berlangsung sintesis RNA dan protein. Pada saat sel mengalami mitosis (fase M), sintesis protein dan RNA berkurang tiba-tiba dan terjadi pembelahan menjadi dua sel. Setelah itu, sel memasuki tahap interfase untuk kembali memasuki fase G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0). Di dalam fase tersebut, sel masih berpotensi untuk berproliferasi (Gan dan Nafrialdi, 1989).
Gambar 6 . Siklus Sel Pengujian terhadap proliferasi sel umumnya dilakukan dengan metode pewarnaan MTT
ataupun dengan metode trypan blue. Metode trypan blue
merupakan metode yang sangat mudah dan sederhana. Pewarna trypan blue akan diserap oleh sel yang mati atau mengalami kerusakan membran plasma (McAteer
dan Davis, 1994). Menurut Anonim (2007b), sel hidup sangat selektif terhadap senyawa yang melalui membran. Pada sel yang hidup, trypan blue tidak akan diserap tetapi pewarna tersebut dapat memasuki membran pada sel yang mati. Sel yang mati akan memperlihatkan warna biru di bawah mikroskop akibat penyerapan trypan blue pada sel.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah buah merah varietas merah panjang Wamena yang diperoleh dari Drs. I Made Budi dalam bentuk fraksi minyak dan air. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis sifat fisiko-kimia ekstrak buah merah, yaitu asam asetat glasial, akuades, heksan, iod, kloroform, pereaksi Hanus, KI 15%, larutan pati, KOH beralkohol, indikator fenolftalein, HCl 0.5%, NaCl 0.88%, 2,2-bipiridin, FeCl3.6H2O, N2, NaCl 0.88%, standar βkaroten, standar α-tokoferol, HgO, H2SO4 pekat, K2SO4, asam tanat, metanol, Na2CO3, NaOH, asam oksalat, toluen, reagen folin-ciocalteu, etanol 95%, etanol 99%, asam borat, indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2% dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol, KOH, NaOH-Na2S2O3, Na2S2O3, HCl 0.1 N, Na2SO4 anhidrat, kapas, asetonitril, tetrahidrofuran, sodium askorbat, kertas saring, etil asetat, dan BHT. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pengujian antiproliferasi ekstrak buah merah, yaitu alur sel K-562 dan HeLa yang diperoleh dari Laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB, larutan FBS (Fetal Bovine Serum) 10%, larutan trypan blue, medium DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium)/F12, DMSO (Dimethyl Sulfoxide), alkohol 70%, akuabidest, dan senyawa doxorubicin.
2. Alat Peralatan yang digunakan adalah vacuum evaporator, hydraulic pressure, oven, sentrifugator, laminar flow hood, inkubator CO2 5%, autoklaf, HPLC, spektrofotometer UV-Vis, viscometer Brookfield, alat kjeldahl, alat distilasi, refluks, neraca analitik, penangas air atau hot plate, desikator, mikroskop cahaya, vorteks, refraktometer Abbe, piknometer, bunsen, tabung kapiler, kaca pembesar, termometer, tabung sentrifus, cawan alumunium, tabung vacutainer, mikropipet, pipet pasteur, mikrotip, syringe, microcentrifuge tube 2 ml, lempeng mikro
bersumur 96, lempeng bersumur 24, hemasitometer, membran sterilisasi 0.2 µm, dan peralatan gelas.
B. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa fraksi minyak dan fraksi air yang diperoleh dari hasil ekstraksi buah merah menggunakan metode sentrifugal. Ekstrak buah merah yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis sifat fisiko-kimianya dan diuji aktivitas antiproliferasinya terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Analisis sifat fisik yang dilakukan terdiri dari berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas. Analisis kimia meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), β-karoten, αtokoferol, total karoten, total tokoferol, total fenol, bilangan penyabunan, bilangan iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
1. Ekstraksi Buah Merah dengan Metode Sentrifugal Buah merah matang dibelah menjadi dua, kemudian dikeluarkan bagian empulurnya (bagian kayu di bagian tengah buah). Daging buah dipotong-potong dan dicuci dengan air bersih. Setelah itu, daging buah dikukus dengan suhu 7075oC selama 30 menit. Daging buah yang telah dikukus kemudian dipres dengan tekanan 1010 psi dengan hydraulic pressure sehingga diperoleh minyak yang masih tercampur air. Campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm (888 x g) selama 15 menit sehingga fase minyak terpisah. Fase minyak yang diperoleh kemudian diuapkan secara vakum dengan vacuum evaporator pada suhu 500C selama 40 menit untuk menghilangkan kandungan air yang masih terdapat di dalamnya. Fase minyak tersebut lalu disaring untuk memisahkan pasta granula amilum di dalam minyak sehingga diperoleh fraksi minyak yang akan digunakan dalam penelitian. Pasta yang diperoleh dari proses pemisahan dengan minyak, disentrifugasi kembali sehingga diperoleh fraksi air yang akan dianalisis. Tahapan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal dapat dilihat pada
Gambar 7.
Buah merah matang Pembelahan dan pengeluaran empulur Daging buah
Empulur
Pemotongan Pencucian Pengukusan pada suhu 70-75oC selama 30 menit Pengepresan dengan hydraulic pressure 1010 i Pasta
Ampas biji
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 2000 rpm)
Minyak
Penguapan vakum (40 menit, 50oC)
Pasta (air dan endapan)
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 2000 rpm)
Fraksi air
endapan
Penyaringan Fraksi minyak murni
Analisis sifat fisiko-kimia dan uji aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa dan K-562
Gambar 7. Tahapan proses ekstraksi buah merah (metode sentrifugal) 2. Pengujian Karakteristik Fisiko-Kimia Ekstrak Buah Merah a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) Prinsip Pengukuran kehilangan berat akibat menguapnya air dari bahan yang dikeringkan pada suhu rendah dengan kondisi vakum.
Prosedur Mula-mula cawan alumunium dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105oC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Lalu bobotnya ditimbang dan dicatat. Setelah itu, sampel ditimbang sebanyak 5 gram pada cawan alumunium yang telah dikeringkan dan selanjutnya dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan alumunium yang berisi sampel minyak lalu ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh bobot tetap. Nilai kadar air diperoleh berdasarkan rumus: Kadar air (%basis kering) =
X − (Y − A) x 100% (Y − A)
X = bobot sampel (g) Y = bobot cawan + sampel (g) A = bobot cawan kering
b. Analisis Kadar Abu (Nielsen, 2003) Prinsip Pengabuan sampel dengan pemanasan pada temperatur tinggi (> 450oC) di dalam tanur. Prosedur Mula-mula, cawan porselen dikeringkan dalam tanur pada suhu 550oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 – 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan, untuk contoh cairan, diuapkan terlebih dahulu di atas penangas air sampai kering. Lalu, contoh di dalam cawan dibakar di atas hot plate hingga tidak berasap. Setelah itu, cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur suhu 550oC selama 16 jam hingga diperoleh abu putih. Cawan tersebut lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus: Kadar abu = Y − A x 100% X
X = bobot sampel sebelum diabukan (g) A = bobot cawan kosong (g) Y = bobot sampel + cawan setelah diabukan (g)
c. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Analisis kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet dilakukan berdasarkan prinsip ekstraksi lemak secara berulang dengan menggunakan pelarut yang dipanaskan. Prosedur Pada metode ini, labu lemak yang digunakan untuk ekstraksi terlebih dahulu dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan kemudian ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g langsung di atas kertas saring. Kemudian kertas saring tersebut digulung dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut lalu diletakkan kedalam alat ekstraksi soxhlet, lalu dipasang alat kondensor dan labu lemak diatasnya. Pelarut heksana dituang ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Kemudian dilakukan refluks selama lebih kurang ±6 jam hingga pelarut yang turun kembali ke labu berwarna jernih. Pelarut berisi lemak yang terdapat di dalam labu lemak didistilasikan. Labu lemak beserta lemak yang diperoleh dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC, lalu dikeringkan hingga beratnya tetap, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang lagi beserta lemaknya. Kadar lemak (% basis basah) = berat lemak x 100% berat sampel Kadar lemak (% basis kering) = %kadar lemak basis basah
100 − % kadar air basis basah
d. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC, 1995) Prinsip Analisis kadar protein metode Kjeldahl merupakan analisis yang didasarkan pada beberapa tahap, yaitu destruksi, distilasi, dan titrasi. Destruksi sampel dilakukan dengan menggunakan asam sulfat pekat dan dikatalis
dengan penambahan kalium dan merkuri dalam ruang asap. Pada tahap distilasi, sampel dinetralkan dengan NaOH-Na2S2O3 sehingga akan terbentuk amonia yang akan ditangkap oleh asam borat. Kelebihan asam borat lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N. Prosedur Sampel sebanyak 0.1 g – 0.15 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian, sebanyak 2 g K2SO4, 2 ml H2SO4, dan 50 mg HgO juga dimasukkan ke dalam labu. Sampel dalam labu tersebut lalu dididihkan selama 1 – 1.5 jam hingga cairan jernih. Sampel lalu didinginkan, ditambahkan sejumlah akuades secara perlahan, dan didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat distilasi. Labu dicuci dan dibilas 5 hingga 6 kali dengan 1 – 2 ml akuades, lalu air cucian dipindahkan ke alat distilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan asam borat dan 2 – 4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Kemudian ditambahkan 8 – 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan didistilasi hingga tertampung 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Tabung kondensor lalu dibilas dengan air. Air bilasan tersebut ditampung dalam erlenmeyer berisi destilat dan diencerkan hingga 50 ml. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N hingga warna berubah menjadi abu-abu. Selain itu, juga harus dilakukan penetapan blanko. % bk N =
( A − B ) x N HCl x14.007 x100% mg sampel x konversi bahan ker ing
% bk protein = % N x faktor konversi (yaitu 6.25) A = ml HCl yang digunakan untuk titrasi sampel B = ml HCl yang digunakan untuk titrasi blanko
e. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Kadar karbohidrat diukur dengan menghitung selisih angka 100% dengan jumlah persentase protein, lemak, air, dan abu pada basis tertentu (basis basah atau basis kering).
Kadar karbohidrat (% bb) = 100% b/b – (% b/b kadar protein + % b/b kadar lemak + % b/b kadar air + % b/b kadar abu) Kadar karbohidrat (% basis kering) = %karbohidrat basis basah
100 − % kadar air basis basah
f. Pengukuran Kadar Total Tokoferol (Modifikasi Wong et al., 1988) Prinsip Pengukuran kadar total tokoferol dilakukan berdasarkan pengukuran absorbansi warna dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Prosedur Pada metode ini, terlebih dahulu dipersiapkan standar tokoferol dengan skala yang telah ditentukan yaitu 40 µg, 80 µg, 120 µg, 16 µg dan 200 µg dalam 10 ml larutan dan pereaksi. Ekstrak vitamin E ditimbang sebanyak 10 20 mg dalam tabung reaksi 10 ml. Sampel yang telah ditimbang secara akurat ditambahkan toluen 5 ml. Larutan minyak yang telah diencerkan ditambahkan 3.5 ml 2,2-bipiridin (0.07% w/v dalam etanol 95%) dan 0.5 ml larutan FeCl3.6H2O (0.2% w/v dalam etanol 95%) kemudian ditepatkan 10 ml dengan etanol 95%. Larutan kemudian didiamkan selama 1 menit dalam ruangan gelap kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm. Penentuan kadar total tokoferol sampel dilakukan berdasarkan kurva standar. Persamaan regresi kurva standar diperoleh dengan prosedur yang sama seperti pengerjaan sampel dengan 0-200 μg α-tokoferol murni dalam 10 ml toluene dan pereaksi (0-20 ppm). Bobot tokoferol (nilai x) diperoleh dengan memasukkan nilai absorbansi sampel sebagai nilai y. Perhitungan total tokoferol adalah sebagai berikut: Total tokoferol = bobot tokoferol dari persamaan kurva s tan dar gram sampel
g. Analisa Kadar Total Karoten (Parker, 1992) Prinsip Analisa kadar total karoten dalam ekstrak buah merah dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer berdasarkan pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang 450 nm.
Prosedur Sampel ditimbang sebanyak 0.9 gram lalu diencerkan di dalam labu takar 100 ml dengan pelarut heksana. Ekstrak yang sudah diencerkan diambil sebanyak 1 ml ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan kembali dengan pelarut
heksana
dan
selanjutnya
diukur
absorbansinya
dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Analisa dengan menggunakan persamaan: Kadar karoten total = 10 x A x FP x V x 1000 2600 x B A = absorbansi sampel 2600 = nilai E untuk β-karoten (1%, 1cm) FP = faktor pengenceran V = volume sampel yang diukur (ml) B = bobot sampel yang dianalisis (gram)
h. Analisa β-karoten (Parker (1992) yang dimodifikasi oleh Balai Pasca Panen) Prinsip Analisa menggunakan HPLC berdasarkan prinsip pemisahan komponenkomponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada suatu kolom, yang selanjutnya
dilakukan
pengukuran
kadar
masing-masing
komponen-
komponen tersebut dengan suatu detektor. Prosedur Sampel minyak sebanyak 0,5 g dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 ml kloroform. Larutan divorteks selama 30 detik kemudian disentrifus dan dibuang fase airnya. Selanjutnya fase kloroform disaring dengan kapas dan Na2SO4 anhidrat. Filtrat yang diperoleh dievaporasi pada suhu 40oC hingga kering. Selanjutnya ditambahkan 25 ml heksana dan diperoleh konsentrat karoten. Kemudian dievaporasi kembali hingga kering dan ditambahkan fase gerak 5-10 ml. Ekstrak kemudian siap untuk diinjeksi ke dalam HPLC. Analisis HPLC menggunakan kolom vydac tipe 201TP34 C-18 fase terbalik dengan panjang 25 cm dan diameter 4.6 mm. Fase mobil terdiri dari 28% asetonitril, 25% metanol, dan 2% tetrahidrofuran dengan kecepatan
aliran 1 ml/menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV visibel dengan panjang gelombang 450 nm dan volume injeksi 10μl. Injeksi dilakukan dengan membandingkan pola kromatogram sampel dengan pola kromatogram standar. Identifikasi didasarkan dengan waktu retensinya.
Prinsip
perhitungan
konsentrasi
karoten
adalah
dengan
membandingkan luas area dari puncak karoten pada standar. Hubungan antara luas area dan konsentrasinya digambarkan dalam kurva standar, yang menunjukkan luas area pada berbagai konsentrasi. Nilai luas area sampel ke dalam persamaan kurva standar β-karoten sehingga konsentrasi β-karoten sampel dapat diketahui.
i. Analisis α-Tokoferol (Dionisi et al. (1995) yang dimodifikasi oleh Balai Pasca Panen) Prinsip Analisis
α-tokoferol
dilakukan
dengan
menggunakan
HPLC
berdasarkan prinsip pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada suatu kolom, yang selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen-komponen tersebut dengan suatu detektor. Prosedur Sampel ditimbang sebanyak 2 g ke dalam Erlenmeyer beralufo, lalu ditutup rapat. Kemudian, erlenmeyer berisi sampel tersebut dimasukkan dengan 20 ml alkohol 99%, 3 g KOH, 0,1 g sodium askorbat. Kemudian distirer pada suhu ruang. Selanjutnya diekstrak dengan heksan sebanyak 2 x 30 ml di dalam tabung pemisah. Setelah terlihat adanya pemisahan, lapisan heksan di bagian atas dipisahkan. Lalu fase organik dicuci dengan 20 ml air sebanyak 3 kali, lapisan atas diambil, dan dikeringkan dengan menambahkan Na2SO4 anhidrous. Lalu dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Kemudian kertas saring dibilas dengan heksan dan dikeringkan dengan aliran gas N2. Residu lalu dilarutkan dalam fase gerak 5 ml, dengan perbandingan metanol : asetonitril = 1 : 1. Selanjutnya diinjeksi ke HPLC, dengan volume injeksi 20 μl.
Kandungan
alpha-tokoferol
ditentukan
dengan
sistem
HPLC
menggunakan Waters Bondapak (18 reverse phase column, 10 μm, 3 : 9 x 300 nm). Fase gerak yang digunakan adalah metanol : air (95 : 5) dengan kecepatan aliran 2,5 ml / menit dengan menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 290 nm.
j. Analisis Total Fenol (Shetty et al., 1995) Prinsip Analisis total fenol dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran absorbansi sampel dengan menggunakan spektrofotometer. Penentuan total fenol dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi yang diperoleh ke dalam persamaan regresi kurva standar. Prosedur Pada metode ini, larutan sampel sebanyak 1 ml ditempatkan dalam tabung reaksi berisi 1 ml etanol 95% dan 5 ml air bebas ion, lalu ditambahkan 0.5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Setelah 5 menit, ditambahkan 1 ml Na2CO3 5% lalu divorteks sampai homogen dan disimpan dalam ruang gelap selama 1 jam. Absorbansi diukur
dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 725 nm. Kurva standar dipersiapkan dengan menggunakan asam tanat dalam etanol 95% dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm.
k. Berat Jenis (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan piknometer. Prosedur Sampel minyak cair yang akan ditentukan berat jenisnya sebelumnya harus disaring dulu dengan kertas saring. Hal ini bertujuan membuang bendabenda asing dan kandungan air. Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Piknometer diisi dengan akuades bersuhu 20-30oC. Pengisian dilakukan sampai kadar air dalam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di dalamnya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air
yang bersuhu 25oC dengan toleransi 0.2oC selama 30 menit. Botol diangkat dari bak air dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Berat botol ditimbang dengan isinya. Perhitungan berat jenis minyak buah merah adalah Berat jenis minyak pada suhu 25oC = a − b c a b c
= berat botol dan minyak = berat botol = berat air pada suhu 250C
l. Indeks Bias (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Pengukuran indeks bias dengan
refraktometer Abbe dilakukan
berdasarkan prinsip pembiasan, yaitu jika seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu jatuh dari udara menuju minyak atau dari media yang kurang padat menuju media yang lebih padat, maka sinar tersebut akan dibiaskan mendekati garis normal. Prosedur Minyak diteteskan pada prisma refraktometer Abbe yang sudah distabilkan pada suhu tertentu, dibiarkan selama 1-2 menit untuk mencapai suhu refraktometer, lalu dilakukan pembacaan indeks bias. Sebelum dan sesudah digunakan prisma refraktometer dibersihkan dengan toluene atau alkohol. Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: R = R’– K (T’ – T) R = Indeks bias pada suhu standar R’ = Indeks bias pada suhu pembacaan T = Suhu standar T’ = Suhu pembacaan K = 0.000385 untuk minyak
m. Turbidity Point (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Turbidity point merupakan suhu pada saat bagian termometer yang tenggelam dalam minyak tidak dapat dilihat dengan nyata bila secara horizontal atau sejajar melalui gelas piala dan sampel.
Prosedur Contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam asetat atau alkohol. Kemudian dipanaskan sampai contoh minyak larut sempurna. Larutan ini kemudian didinginkan perlahan-lahan sampai mulai menghablur. Suhu dicatat jika terlihat adanya kristal-kristal halus lemak dicatat dan dinyatakan sebagai turbidity point atau biasa disebut titik kritis.
n. Titik Cair (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Pengukuran titik cair berdasarkan pengukuran suhu pada saat lemak mulai keluar dari pipa kapiler yang berada di dalam air setelah sebelumnya mengalami pembekuan. Prosedur Lemak cair yang sudah disaring dimasukkan ke dalam tabung kapiler sepanjang 10 mm. Ujung tabung ditutup rapat dengan cara memanaskan pada api kecil dan dijaga jangan sampai terbakar. Tabung pipa kapiler dimasukkan ke dalam refrigerator 4-10oC, dibiarkan selama 16 jam. Tabung kapiler digabungkan dengan termometer air raksa sehingga ujung tabung berisi lemak sejajar dengan ujung termometer yang berisi air raksa (bisa dengan mengikatnya menjadi satu). Kemudian direndam dalam gelas piala 600 ml yang berisi air setengah penuh sehingga termometer terendam sepanjang 30 ml. Suhu dicatat pada saat tetesan lemak mulai jatuh dan digunakan kaca pembesar untuk melihatnya. Suhu yang terbaca merupakan titik cair lemak tersebut.
o. Viskositas metode Brookfield (Wahyuni, 2000) Prinsip Aliran bahan dalam viskometer yang didasarkan pada gaya rotasi oleh spindle yang diatur kecepatan putarnya. Pengukuran viskositas dilakukan dengan Viscometer Brookfield. Prosedur Sebelum dilakukan pengukuran, rpm (putaran per menit) dan beban (spindle) yang akan digunakan (bernomor) diatur. Hal ini dilakukan untuk
menentukan angka konversinya pada tabel yang terdapat pada bagian atas alat. Nilai rpm yang digunakan adalah 60. Spindle yang digunakan adalah spindle no. 1. Jarum diusahakan menunjuk ke angka nol. Contoh dimasukkan ke dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam. Motor penggerak dijalankan setelah jarum benar-benar berimpit dengan angka nol. Setelah dua menit, motor dimatikan, bersamaan dengan itu, tekan tombol penekan jarum dan baca angka yang ditunjukkan jarum tersebut. Viskositas = A x angka konversi A = angka yang ditunjukkan oleh jarum
p. Bilangan Penyabunan (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Reaksi antara minyak dengan larutan KOH dalam etanol di bawah pendingin tegak serta penitaran kelebihan KOH dengan asam klorida menggunakan indikator fenolftalein. Prosedur Mula-mula, sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH beralkohol. Erlenmeyer yang berisi sampel dan KOH beralkohol dihubungkan dengan pendingin tegak. Refluks dengan hot plate sampai semua sampel tersabunkan sempurna, yaitu sampai larutan bebas dari butiran lemak. Proses ini membutuhkan waktu 1 jam. Larutan didinginkan dan bagian dalam pendingin tegak dibilas dengan akuades. Larutan ditambahkan 1 ml indikator fenolftalein kemudian dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai warna merah jambu hilang. Blanko dibuat seperti pada penetapan contoh (tanpa sampel). Perhitungan bilangan penyabunan adalah sebagai berikut: Bilangan penyabunan = (titer blanko − titer sampel ) x N HCl x 56.1 berat sampel dalam gram
q. Bilangan Iod (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Penentuan bilangan iod didasarkan pada kemampuan gliserida tidak jenuh minyak atau lemak dalam mengabsorbsi sejumlah iod, khususnya apabila dibantu dengan iodin bromida, sehingga membentuk senyawa yang jenuh. Kelebihan iod dititrasi dengan Na-tiosulfat sehingga iod yang diabsorpsi oleh minyak atau lemak dapat diketahui jumlahnya. Prosedur Mula-mula, dilakukan pembuatan pereaksi Hanus, yaitu dengan cara melarutkan 13.2 g I2 dalam asam asetat glasial panas. Setelah larut, Br2 ditambahkan ke dalam larutan pereaksi yang telah dingin. Sampel ditimbang tepat 0.1-0.5 g, lalu ditambahkan 10 ml kloroform atau karbon tetraklorinasi untuk melarutkan sampel minyak dan 25 ml pereaksi Hanus. Larutan lalu ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam sambil sekali-kali dikocok. Sesudah 1 jam, larutan ditambahkan 10 ml larutan KI 15% dan dikocok merata. Larutan segera dititrasi hingga warna kuning iod hampir hilang. Tambahkan 2 tetes larutan pati 1% sebagai indikator. Titrasi dilanjutkan hingga warna biru hilang. Blanko dibuat seperti pada penetapan sampel (untuk blanko, sampel diganti dengan kloroform/CCL). Perhitungan bilangan Iod adalah sebagai berikut : Bilangan Iod = (titer blanko − titer sampel ) x N Na 2 S 2 O3 X 12.69 berat sampel dalam gram
r. Bilangan Asam (Apriyantono et al., 1989) Prinsip Penentuan bilangan asam didasarkan pada pelarutan contoh minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol) dilanjutkan dengan penitaran menggunakan larutan basa. Prosedur Sampel minyak ditimbang sebanyak 20 mg dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral, dipanaskan sampai
mendidih dan dibiarkan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N menggunakan indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu yang konsisten selama 10 detik. Perhitungan bilangan asam dan kadar asam adalah sebagai berikut: Kadar asam = ml KOH x N KOH x M 10 G G
=
M
=
Berat sampel Berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak (rata- rata dari campuran asam lemak), untuk asam oleat = 282
s. Bilangan Peroksida (SNI, 1998 ) Prinsip Penentuan bilangan peroksida didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida melelui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam minyak pada suhu ruang dengan medium asam asetat dan kloroform. Prosedur Sampel ditimbang sebanyak 0,1 mg di dalam erlenmeyer 300 ml, ditambahkan 10 ml kloroform, dikocok sampai semua minyak larut. Ditambahkan 15 ml larutan asam asetat glasial dan 1 ml KI jenuh. Larutan dikocok 5 menit di tempat gelap pada suhu 15 – 25o C. Setelah 5 menit, ditambahkan air suling 75 ml dan dikocok. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan sodium tiosulfat 0.02 N dengan pati sebagai indikator. Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu miligram ekivalen per kg, dan miligram oksigen per kg. Bilangan peroksida = A x N x 1000 G
(Mek/kg contoh)
A = ml Sodium tiosulfat untuk contoh – ml Sodium tiosulfat untuk blanko N = Normalitas Sodium tiosulfat G = Berat minyak/lemak (gram)
3. Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 (Priosoeryanto, 1994) Pengujian antiproliferasi ekstrak buah merah dilakukan terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Sel HeLa merupakan sel kanker yang dibiakkan dalam
bentuk monolayer, sedangkan sel K-562 dibiakkan dalam bentuk suspensi. Tahapan yang dilakukan dalam pengujian ini, antara lain persiapan larutan ekstrak buah merah, pengenceran stok suspensi sel kanker, kultur sel, pemanenan dan penghitungan sel setelah inkubasi.
a. Persiapan larutan stok fraksi minyak dan air buah merah Fraksi minyak dan air buah merah yang akan digunakan dalam pengujian antiproliferasi terhadap sel kanker, terlebih dahulu dibuat dalam tiga konsentrasi larutan, yaitu 10, 20, dan 40 μl/ml (Lampiran 1). Pembuatan larutan fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 10 μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 10 μl fraksi minyak dengan 5 µl DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media DMEM/F12. Pembuatan larutan stok fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 20 μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 20 μl fraksi minyak dengan 5 µl DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media DMEM/F12. Pembuatan larutan fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 40 μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 40 μl fraksi minyak dengan 5 µl DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media DMEM/F12. Pembuatan larutan fraksi air buah merah untuk tiga konsentrasi yang sama dengan ekstrak minyak dilakukan dengan cara yang sama seperti tersebut di atas tetapi tanpa penambahan DMSO. Larutan tersebut masing-masing diaduk secara homogen dan distrerilisasi dengan membran sterilisasi 0.2 µm.
b. Pengenceran stok suspensi sel kanker (sel HeLa dan sel K-562) Larutan stok suspensi sel kanker yang disimpan dalam nitrogen cair dicairkan kembali (thawing) dengan mendiamkan pada suhu kamar atau digenggam dengan tangan. Sebanyak l ml larutan stok suspensi sel kanker dipindahkan ke dalam tabung vacutainer kemudian ditambahkan dengan 4 ml medium penumbuh (DMEM/F12). Lalu campuran tersebut divorteks agar suspensi sel kanker yang berada pada tabung menjadi homogen sehingga pada saat dipergunakan sel tidak berkumpul di satu tempat.
c. Kultur sel Sebanyak 850 µL media DMEM/F12 yang telah mengandung FBS 10% dimasukkan ke dalam tiap sumur perlakuan fraksi minyak dan air dalam lempeng yang bersumur 24 buah. Kemudian sebanyak 50 µl suspensi sel dengan densitas 2 x 106 sel/ml dimasukkan ke dalam tiap sumur. Sebanyak 100 µl larutan fraksi minyak dan air buah merah, masing-masing dimasukkan ke dalam sumur sehingga setiap sumur berisi 1000 µl. Dengan demikian, konsentrasi fraksi di dalam sumur menjadi 1, 2, dan 4 µl/ml, sedangkan konsentrasi sel dalam sumur menjadi 1 x 105 sel/ml. Kontrol positif antikanker yang digunakan adalah senyawa doxorubicin sebanyak 6 µl dengan konsentrasi larutan stok sebesar 2 mg/ml sebagai indikator penghambatan sel kanker. Konsentrasi doxorubicin dalam sumur sebesar 0.0111 mg/ml atau 11.1 mg/ml. Kontrol negatif merupakan sumur yang hanya berisi media penumbuh dan sel. Inkubasi kultur dilakukan selama tiga hari dalam inkubator 370C, dan CO2 5%. Rancangan pemetaan sumur dapat dilihat pada Lampiran 2.
d. Pemanenan dan Penghitungan Sel dengan Metode Trypan Blue Setelah diinkubasi selama tiga hari, suspensi sel dalam tiap sumur diaduk dengan mikropipet hingga homogen. Kemudian sebanyak 90 μl suspensi tersebut dipipet ke dalam salah satu sumur pada lempeng bersumur 96 lubang dan ditambahkan dengan 10 μl trypan blue 0,4%. Lalu campuran suspensi sel dan trypan blue tersebut diaduk hingga homogen. Larutan suspensi sel dan trypan blue tersebut kemudian diteteskan di ujung hemasitometer yang telah ditutup dengan gelas penutup hingga semua bagian di bawah gelas penutup dipenuhi larutan tersebut. Penghitungan sel dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 40X. Sel yang dihitung adalah sel berbentuk bulat yang berada dalam 25 kotak pada bagian tengah hemasitometer. Jumlah total sel adalah jumlah seluruh sel yang hidup dan mati. Sel yang hidup tidak akan berwarna, sedangkan sel yang mati akan berwarna biru (Gambar 8). Jumlah sel per ml, persen proliferasi dan antiproliferasi dihitung dengan rumus:
Jumlah sel/ml = Jumlah total sel x FP X 104 sel/ml % Proliferasi = jumlah rataan sel (hidup + mati ) perlakuan X 100% jumlah rataan sel kontrol negatif % Antiproliferasia = 100% - % proliferasi a % Antiproliferasib = % Antiproliferasi fraksi buah merah X 100% % Antiproliferasi a kontrol positif
a
: dihitung berdasarkan kontrol negatif
b
: dihitung berdasarkan aktivitas kontrol positif
(a) hidup
mati (b)
Gambar 8.
(c)
Profil sel kanker di bawah video photo microscope : (a) sebelum diberi tryphan blue (perbesaran 25x), (b) dan (c) setelah diberi tryphan blue (perbesaran 40x).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI EKSTRAK BUAH MERAH
TERHADAP
RENDEMEN
Fraksi minyak dan air yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Gambar 9. Kedua fraksi tersebut diperoleh dari satu rangkaian metode ekstraksi sentrifugal seperti yang telah tercantum dalam bab sebelumnya (Gambar 7).
(a)
(b)
Gambar 9. Fraksi minyak (a) dan fraksi air buah merah (b) Metode ekstraksi sentrifugal yang digunakan untuk mengekstrak buah merah memiliki beberapa persamaan tahap dengan metode ekstraksi buah merah yang dilakukan oleh Susanti (2006), yaitu pengukusan, pengepresan, sentrifugasi, dan penguapan. Metode ekstraksi modifikasi 2 tersebut dapat dilihat pada
Gambar 10. Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah bahan hasil ekstraksi dengan jumlah bahan yang diekstraksi. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting dalam suatu proses produksi. Menurut Budi et al. (2005), hasil rendemen fraksi minyak buah merah dari metode sentrifugal sebesar 15 % dari buah merah utuh. Rendemen fraksi air yang diperoleh dari 3 liter pasta sisa sebesar 1.6 liter atau sekitar 53 % (Tabel 3). Rendemen minyak buah merah hasil ekstraksi modifikasi 2 sebesar 18% (Susanti, 2006). Perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dari kedua metode tersebut dapat dikarenakan adanya perbedaan parameter proses, seperti penggunaan suhu, waktu, dan tekanan. Sirait (1981) menyatakan bahwa rendemen pengepresan
dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan bahan yang mengandung minyak sebelum pengepresan. Proses pengukusan yang dilakukan sebelum pengepresan pada metode sentrifugal dilakukan pada suhu 75oC selama 30 menit, sedangkan untuk metode modifikasi 2 dilakukan pada suhu 100oC, 15 menit. Menurut Harris dan Karmas (1989), pengukusan yang lama dengan suhu yang rendah tidak mempunyai keuntungan yang nyata dalam hal rendemen dibandingkan pengukusan sebentar pada suhu tinggi. Bahkan jika dilihat dari susut bahan atau susut akibat oksidasi, pengukusan pada suhu tinggi dengan waktu singkat akan menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar.
Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah Fraksi Minyak Air a : dihitung dari pasta sisa b Sumber Susanti (2006)
Rendemen (%) Metode sentrifugal Metode modifikasi 2b 15 18 a 53 -
Rendemen minyak juga dipengaruhi oleh besar tekanan pengepresan. Rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi seiring dengan semakin besar tekanan pengepresan hingga mencapai tekanan optimum (Jamieson, 1964). Tekanan yang digunakan pada metode sentrifugal (1010 psi) lebih kecil dibandingkan dengan metode modifikasi 2 (4000 – 4500 psi). Perbedaan besar tekanan yang digunakan pada kedua metode tersebut dapat menghasilkan rendemen minyak yang berbeda. Hal ini terbukti pada penelitian minyak biji jarak yang dilakukan oleh Liestiyani (2000). Semakin besar tekanan pengepresan yang digunakan, rendemen minyak biji jarak yang dihasilkan semakin besar. Hal ini akan menyebabkan daya tekan terhadap bahan semakin besar sehingga jaringan bahan semakin mudah rusak dan minyak dalam biji semakin mudah keluar (Liestiyani, 2000). Penggunaan tekanan pengepresan yang lebih besar pada metode modifikasi 2 akan memberikan daya tekan yang lebih besar pada bahan sehingga rendemen minyak hasil modifikasi 2 dapat lebih tinggi. Selain besarnya tekanan, proses penambahan air pada metode modifikasi 2 dapat meningkatkan rendemen minyak. Penambahan air panas dapat mempercepat
penetrasi panas dalam bahan, yang berasal dari uap air panas. Hal ini mengakibatkan penggumpalan protein bahan lebih sempurna dan minyak menjadi lebih mudah keluar sehingga rendemen minyak yang dihasilkan pada metode modifikasi 2 dapat lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal. Buah merah
Pembelahan dan pembuangan empulur
Penimbangan (1 kg daging buah)
Pengukusan (100oC, 15 menit) Penambahan air (2 L, 80 oC)
Pemisahan biji dan daging buah
pasta
biji
Pengepresan (P 4000 – 4500 psi)
Pengendapan (sentrifugasi 3000 rpm, 10 menit) ampas Minyak kasar
Penguapan (vacuum 50 oC, 15 menit)
Minyak (ekstrak buah merah)
Gambar 10. Tahapan Ekstraksi Buah Merah Metode Modifikasi 2 (Susanti, 2006)
B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA EKSTRAK BUAH Analisis karakteristik kimia yang dilakukan terhadap ekstrak buah merah antara lain analisis proksimat (analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat) dan analisis kandungan senyawa bioaktif yang meliputi β-karoten, αtokoferol, total karoten, total tokoferol, serta total fenol. Pada fraksi minyak buah merah juga dilakukan analisis fisik (meliputi: berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas) serta analisis kimia (meliputi: bilangan penyabunan, bilangan iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida) yang terkait dengan derajat kerusakan minyak atau lemak.
Kandungan proksimat dan senyawa bioaktif ekstrak buah merah Kadar air merupakan jumlah materi yang hilang akibat pemanasan bahan pangan pada suhu sekitar titik didih air (Jacobs, 1951). Kadar air berdasarkan basis basah yang diperoleh untuk fraksi minyak sebesar 0.86% dan fraksi air sebesar 98.92% (Tabel 4). Dibandingkan dengan fraksi air, fraksi minyak buah merah telah melalui proses lebih lanjut untuk menghilangkan sisa kandungan air di dalamnya. Pada proses ekstraksi, sampel minyak buah merah telah mengalami proses penguapan secara vakum sehingga kandungan air pada fraksi minyak menjadi lebih berkurang, dan dimungkinkan mendekati nol untuk menghindari terjadinya proses hidrolisis minyak. Kadar air yang tinggi juga dapat mendorong pertumbuhan mikroba yang akan menyebabkan kerusakan pangan. Menurut Sherly (1998), kadar air pada buah merah segar sebesar 6.7% (basis basah). Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air buah merah menurut Budi (2002), yaitu sebesar 34.9% (Tabel 1). Hal ini dikarenakan adanya proses pengeringan yang dilakukan Sherly (1998) terhadap buah merah sebelum dilakukan analisis untuk mencegah kebusukan buah selama proses pengiriman dari habitat aslinya (Papua). Bila dibandingkan dengan kadar air pada buah merah segar, fraksi minyak memiliki kadar air yang lebih rendah (Tabel 4). Hal ini dapat disebabkan adanya tahap pengukusan pada proses ekstraksi. Pada proses tersebut, air yang terkandung di dalam bahan akan menguap dan keluar dari bahan. Proses sentrifugasi juga berperan dalam memisahkan air dari fraksi minyak sehingga
kandungan airnya akan semakin berkurang. Proses pemanasan secara vakum terhadap fraksi minyak juga merupakan suatu cara untuk menguapkan air yang masih berada pada fraksi minyak.
Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena Fraksi Fraksi air Buah merah segara minyak Kadar air (%bb) 0.86 98.92 6.7 Kadar abu (%bk) 0.03 11.92 2.57 Kadar lemak (%bk) 93.65 38.24 40.41 Kadar protein (%bk) 0.08 42.88 0.86 Kadar karbohidrat (%bk) 6.22 21.96 56.16 a : Pengukuran dilakukan setelah bahan dikeringkan dan tiba Bogor (Sherly, 1998) bb : Basis basah bk : Basis kering Kandungan
Menurut Susanti (2006), kadar air minyak hasil metode modifikasi 2 sebesar 0.03% (basis basah). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kadar air fraksi minyak hasil metode sentrifugal. Perbedaan nilai ini dapat dikarenakan perbedaan parameter proses dalam ekstraksi minyak. Pada metode modifikasi 2, pengukusan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 1000C sehingga air dalam bahan akan lebih cepat menguap dan keluar dari bahan. Pengepresan dengan tekanan yang lebih besar (4000 – 4500 psi), akan membuat daya tekan terhadap bahan lebih besar, sehingga minyak maupun air yang keluar juga akan lebih banyak. Sentrifugasi yang dilakukan pada kecepatan yang lebih tinggi (3000 rpm) akan memisahkan fase air dan minyak dengan lebih baik sehingga air akan terpisah lebih sempurna dari fraksi minyak. Berdasarkan tahapan metode sentrifugal, seharusnya kadar air fraksi minyak yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan yang terkandung di dalam minyak hasil ekstraksi modifikasi 2 karena tidak ada tahap penambahan air yang dapat meningkatkan kadar air bahan. Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya pemisahan biji sebelum pengepresan pada metode sentrifugal sehingga protein yang terkandung dalam kulit biji dapat bertindak sebagai emulsifier antara minyak dengan air. Oleh karena itu, pemisahan air dan minyak menjadi lebih sulit pada
tahap ekstraksi. Proses ini dapat dijelaskan pada kasus minyak biji pepaya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (1981). Menurut Sirait (1981), pada proses pengukusan, air masuk ke dalam bahan dan keluar bersama minyak dalam bentuk emulsi pada saat pengepresan. Jika kulit biji pepaya (mengandung protein) tidak dihilangkan dengan proses pemisahan, berarti biji pepaya masih mengandung protein yang lebih banyak. Dengan adanya protein pada kulit biji yang ikut terekstrak, terjadi emulsi antara minyak dengan air dengan protein sebagai emulsifier. Adanya mono/digliserida, lesitin, dan fosfolipid dalam minyak juga dapat berfungsi sebagai emulsifier sehingga pemisahan air dari minyak lebih sukar. Oleh karena itu, masih banyak air yang tertinggal dalam emulsi tersebut, yang menyebabkan kadar air minyak pda metode sentrifugal menjadi lebih tinggi. Abu
dalam
bahan
pangan
merupakan
residu
anorganik
yang
mempresentasikan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Pomeranz dan Clifton, 1971). Menurut Farlex (2008), sebagian besar elemen mineral dalam bahan pangan, stabil terhadap kondisi pemasakan standar. Mineral tidak hilang karena adanya panas. Namun, mineral dapat larut ke dalam cairan hasil pemasakan. Dalam hal ini, mineral larut dalam fraksi minyak dan air. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kadar abu (basis kering) yang diperoleh untuk sampel fraksi minyak sebesar 0.03%, fraksi air sebesar 11.92% dan buah merah segar 2.57%. Kandungan mineral pada fraksi minyak dan air lebih rendah dibandingkan dengan buah merah segar. Hal ini dapat dikarenakan fraksi tersebut telah mengalami proses pemisahan dengan pasta dan biji yang banyak mengandung mineral. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung kalsium yang merupakan salah satu jenis mineral. Menurut Ketaren (1986), mineral merupakan kotoran yang tidak larut dalam minyak sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dari fraksi minyak. Proses pemisahan tersebut umumnya dilakukan secara mekanis, seperti pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi. Pada proses ekstraksi buah merah metode sentrifugal terdapat tahap sentrifugasi dan penyaringan sehingga akan menghasilkan ampas berupa pasta. Pasta yang banyak mengandung komponen mineral ini dipisahkan dari fraksi minyak dan air. Oleh karena itu, kandungan
mineral pada fraksi minyak dan air hasil ekstraksi tersebut dapat lebih rendah dibandingkan buah segarnya. Menurut Sherly (1998), di dalam buah merah terkandung berbagai komponen mineral seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Buah merah juga mengandung mineral besi (Budi, 2002). Beberapa mineral seperti Cu, Mn, dan Fe dapat berfungsi sebagai katalis pada berbagai reaksi yang menyebabkan kerusakan pada fraksi minyak karena mendorong terjadinya proses oksidasi. Kadar lemak menunjukkan jumlah kandungan lemak dalam suatu bahan. Kadar lemak (basis kering) yang diperoleh pada fraksi minyak adalah 93.65%, sedangkan pada fraksi air adalah 38.24% (Tabel 4). Menurut Muchtadi (2000), lemak adalah senyawa yang larut pada pelarut organik dan tidak larut dalam air. Selain itu, kandungan lemak yang rendah pada fraksi air juga dikarenakan adanya proses sentrifugasi pada tahap ekstraksi. Proses ini dapat memisahkan fase yang banyak mengandung lemak dan fase air. Fase minyak akan berada di bagian atas, sedangkan fase air berada pada bagian tengah (Gambar 11).
a b
c Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b), pasta (c)
Kadar lemak pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan buah merah segar. Hal ini dikarenakan fraksi minyak merupakan hasil ekstraksi dari beberapa tahap proses yang dilalui buah merah segar, yaitu tahap sentrifugasi akan memisahkan fraksi minyak dengan air dan pasta serta penguapan vakum untuk menghilangkan sisa air sehingga fraksi minyak yang diperoleh akan lebih terkonsentrasi.
Kandungan lemak yang tinggi pada fraksi minyak merupakan sumber asam lemak yang esensial, diantaranya asam oleat, linoleat dan linolenat yang tergolong ke dalam asam lemak tidak jenuh. Asam lemak dapat berfungsi sebagai antibiotik dan antivirus. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh sel tumor aktif (Khomsan, 2005). Lemak merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kandungan lemak yang tinggi memungkinkan vitamin-vitamin tersebut terdapat dalam jumlah yang lebih banyak pada fraksi minyak. Vitamin A dan E dikenal sebagai pencegah penyakit degeneratif seperti jantung koroner, stroke, dan kanker (Khomsan,2005). Kandungan protein yang tinggi pada bahan pangan merupakan suatu indikator pangan yang bergizi protein tinggi. Protein pangan adalah sumber utama asam amino yang dikonsumsi, baik sebagai protein atau sebagai asam amino bebas. Nilai kadar protein basis kering yang diperoleh untuk fraksi minyak sebesar 0.08%, sedangkan untuk fraksi air sebesar 42.59% (Tabel 4). Protein merupakan senyawa yang umumnya larut dalam air atau pelarut polar. Beberapa jenis protein larut air menurut Winarno (1992) yaitu histon, albumin, pepton, dan proteosa. Adanya protein dalam fraksi minyak kemungkinan disebabkan adanya konjugasi protein dengan lipid membentuk lipoprotein atau adanya emulsi antara air dan minyak dengan protein sebagai agen pengemulsi. Protein berperan penting sebagai biokatalis, komponen struktur sel dan organ, protein kontraktil, hormon, pengkelat logam, antibodi, protein pelindung, dan cadangan sumber nitrogen dan energi bagi tubuh (Damodaran, 1997). Interaksi protein dengan beta-karoten dapat meningkatkan produksi antibodi dalam tubuh sehingga akan meningkatkan jumlah sel Natural Killer serta memperbanyak aktivitas sel T helpers dan limfosit. Sel Natural Killer tersebut dapat menekan kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal bebas senyawa karsinogen penyebab kanker (Budi et al., 2005) Kadar protein yang rendah pada fraksi minyak dan air bila dibandingkan dengan buah merah segar (Tabel 4) dapat dikarenakan di dalam buah merah segar masih terdapat biji, yang salah satu kandungan di dalamnya adalah protein. Adanya proses pemisahan kotoran yang berbentuk suspensi koloid pada tahapan ekstraksi dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein dalam bahan.
Menurut Ketaren (1986), senyawa yang mengandung nitrogen termasuk ke dalam kotoran dalam minyak yang berbentuk suspensi koloid. Kotoran dalam bentuk suspensi koloid dapat dipisahkan dengan cara pengendapan dan penyaringan. Pada metode ekstraksi sentrifugal, terdapat proses sentrifugasi dan penyaringan yang akan memisahkan fraksi minyak dan air dengan pasta. Protein tersebut mungkin banyak terdapat pada pasta yang merupakan ampas dari proses ekstraksi sentrifugal. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung kalsium, serat alami, dan protein. Kadar karbohidrat (basis kering) yang diperoleh untuk sampel fraksi minyak sebesar 6.22%, fraksi air sebesar 21.96% dan buah merah segar 56.16% (Tabel 4). Kadar karbohidrat basis kering pada fraksi minyak dan air buah merah, lebih kecil dibandingkan pada buah merah segar. Hal ini dikarenakan pada buah merah segar masih mempunyai bagian-bagian tanaman yang lengkap seperti biji, kulit biji, dan empulur yang juga dapat mengandung karbohidrat di dalamnya. Rendahnya kandungan karbohidrat pada fraksi minyak juga dapat dikarenakan adanya proses pemisahan ekstrak dengan ampas maupun pasta yang dihasilkan setelah proses pengepresan, penyaringan (filtrasi), dan sentrifugasi. Ampas yang dipisahkan tersebut merupakan kotoran yang tidak larut dalam minyak seperti biji atau partikel jaringan, lendir atau getah, serta serat-serat yang berasal dari kulit (mungkin selulosa dan lignin). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Thung (2005) bahwa pasta buah merah yang merupakan ampas juga mengandung serat alami selain kalsium dan protein. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya buah-buahan mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber kalori utama bagi tubuh Selain itu, dapat pula untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992). Menurut Southgate (1976), kadar karbohidrat (by difference) yang ditentukan dalam penelitian ini merupakan nilai total dari gula, pati, pektin, hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Adanya karbohidrat memungkinkan adanya
kandungan serat pangan pada kedua fraksi dengan kandungan tertinggi pada fraksi air berdasarkan basis kering (Tabel 4). Serat pangan (dietary fiber) merupakan kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Serat pangan total terdiri dari komponen serat pangan larut (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber, IDF). SDF merupakan jenis serat pangan yang mungkin banyak terkandung dalam kedua fraksi, karena IDF mungkin telah terpisah pada tahap penyaringan dan sentrifugasi. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber SDF (Muchtadi, 2000). Serat terlarut telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, serat pangan larut (SDF) lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Selain itu, ternyata SDF juga bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus, yaitu berhubungan dengan peranan SDF dalam mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Manfaat lain SDF adalah membuat perut merasa capat kenyang, sehingga berguna untuk mempertahankan berat badan normal (Muchtadi, 2000) Buah merah terkenal karena mengandung senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan, yaitu senyawa karoten dan tokoferol. Berdasarkan hasil analisis yang tercantum pada Tabel 5, kadar β-karoten dan total karoten pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Kadar betakaroten fraksi minyak sebesar 636.24 ppm dan fraksi air buah merah sebesar 0.93 ppm. Total karoten pada fraksi minyak sebesar 4 505.43 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.11 ppm. Menurut Meiriana (2006), hal tersebut disebabkan senyawa karotenoid terutama karotenoid provitamin A merupakan komponen yang bersifat lipofilik karena strukturnya yang nonpolar sehingga larut pada fraksi yang bersifat nonpolar. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Winarno (1992) juga menyatakan bahwa minyak dan lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K. Kadar lemak yang lebih tinggi pada fraksi minyak (Tabel 4)
memungkinkan karotenoid yang terlarut juga lebih besar dibandingkan dengan fraksi air.
Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah Senyawa bioaktif
Fraksi minyak Metode Metode sentrifugal modifikasi 2a 4 505.43 21 430.00 b 636.24 4 583.00 22 940.35 10 832.00 481.48 b 1 368.26 -
Total karoten (ppm) β-karoten (ppm) Total tokoferol (ppm) α-tokoferol (ppm) Total fenol (ppm) a : Sumber Susanti (2006) b : Hasil pengujian Balai Pasca panen
Fraksi air 1.11 0.93 b 1836.03 1.10 b 210.44
Kandungan karotenoid yang tinggi, terutama beta-karoten, pada fraksi minyak, dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat merangsang sistem imun untuk dapat melawan radikal bebas yang membentuk karsinogen. Konsumsi beta-karoten 30 – 60 mg/hari selama dua bulan membuat tubuh dapat memperbanyak sel Natural Killer. Bertambahnya sel-sel tersebut dapat menekan kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal bebas senyawa karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Uripi, 2005). Kandungan beta-karoten pada minyak buah merah lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya berkisar antara 500 – 700 ppm (Widarta, 2007). Menurut Anonim (2007a) dan Budi et al. (2005), kadar βkaroten pada sari buah merah sebesar 700 ppm dan total karotennya sebesar 12 000 ppm. Total karoten dan β-karoten pada minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 sebesar 21 430 ppm dan 4 583 ppm. Perbedaan nilai tersebut dengan hasil yang diperoleh pada penelitian dapat dikarenakan karotenoid telah mengalami sedikit kerusakan akibat panas, oksigen, dan katalis logam. Patterson (1983) menjelaskan bahwa keberadaan oksigen dan panas yang biasanya menjadi katalis dalam proses oksidasi, serta peroksida yang terbentuk pada proses oksidasi lemak, dapat mempercepat oksidasi karoten. Oksidasi akan membuka cincin βionon pada ujung molekul karoten, sehingga menyebabkan kerusakan aktivitas karoten tersebut sebagai provitamin A. Pemanasan sampai dengan suhu 600C tidak mengakibatkan dekomposisi karoten, tetapi dapat terjadi perubahan isomer.
Perubahan stereoisomer mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten. Isomer cis mempunyai nilai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dibandingkan isomer trans-nya. Secara alami, karoten dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk alltrans-karoten (Bauernfeind et al., 1981). Oksidasi karotenoid juga dapat dipercepat dengan adanya katalis logam, khususnya tembaga, besi, dan mangan yang terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Iwashaki dan Murakoshi, 1992). Hasil analisis yang dilakukan oleh Sherly (1998) menunjukkan bahwa buah merah mengandung berbagai komponen mineral, seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Menurut Budi (2002), logam besi juga berada pada buah merah (Tabel 1). Pada fraksi minyak buah merah, mineral-mineral tersebut berada dalam jumlah yang relatif kecil yang direpresentasikan oleh kadar abu, yaitu 0.03% (Tabel 4). Keberadaan logam Cu, Mn dan Fe pada fraksi minyak buah merah dapat mempercepat terjadinya oksidasi yang mengakibatkan kerusakan karotenoid. Senyawa peroksida juga dapat mempercepat oksidasi karotenoid (Patterson, 1983). Fraksi minyak metode sentrifugal memiliki kandungan peroksida sebesar 12 mek/kg (Tabel 6) yang lebih tinggi dibandingkan kandungan peroksida pada fraksi minyak metode modifikasi 2. Kandungan peroksida yang lebih tinggi tersebut mendorong terjadinya kerusakan karotenoid yang lebih besar sehingga menurunkan jumlah kandungan karotenoid pada fraksi minyak metode sentrifugal. Keberadaan peroksida pada fraksi minyak dapat terjadi karena adanya perbedaan metode dan reaksi oksidasi selama penyimpanan. Kerusakan karoten juga dapat terjadi akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Menurut Belitz dan Grosch (1999), proses pengolahan dan penyimpanan dapat mendorong terjadinya kerusakan karoten sebesar 5 – 40%. Fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah disimpan selama ± 4 bulan sehingga kemungkinan untuk mengalami kerusakan sangat tinggi. Kadar α-tokoferol dan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air (Tabel 5). Kadar α-tokoferol dan total tokoferol fraksi minyak secara berurutan adalah 481.48 ppm dan 22940.35 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.10 ppm dan 1836.03 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5a dan 5b.
Fraksi minyak buah merah mengandung tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Menurut Machlin (1991), vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam lemak, alkohol, pelarut organik, serta minyak nabati. Tokoferol bersifat nonpolar sehingga akan lebih larut dalam senyawa nonpolar. Kandungan tokoferol yang tinggi pada fraksi minyak, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya sebesar 1000 ppm (Widarta, 2007), dapat mencegah penyakit degeneratif, melalui peningkatan kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang kurang baik akan meningkatkan resiko terserang kanker sebesar 30%. Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan oleh kehadiran vitamin E. Konsumsi vitamin E yang cukup dapat bermanfaat dalam pembentukan antibodi. Vitamin E juga berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen mencapai target sasaran (sel) sehingga kerusakan sel dapat dihindari (Khomsan, 2005). Total tokoferol pada fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 (Tabel 5), sedangkan nilai α-tokoferolnya lebih kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi tokoferol di dalam fraksi minyak metode sentrifugal yang digunakan dalam pengukuran kadar tokoferol terlalu tinggi sehingga mengakibatkan nilai absorbansi yang terukur sangat besar, bahkan berada di luar kurva standar. Nilai absorbansi tersebut lebih besar dibandingkan dengan absorbansi yang dihasilkan oleh larutan standar pada konsentrasi tertinggi sehingga seharusnya diperlukan tahap pengenceran. Apabila tahap ini dilakukan, mungkin hasil yang diberikan akan lebih akurat. Senyawa fenol merupakan senyawa yang cenderung mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida (Anonim, 2007c). Oleh karena itu, analisis total fenol hanya dilakukan terhadap fraksi air. Menurut Winarno (1997), air mampu melarutkan komponen bahan pangan seperti garam, vitamin larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citarasa seperti yang terkandung dalam teh dan kopi. Komponen lain yang juga ikut terekstrak dalam pelarut air adalah protein, peptida, dan senyawa fenol.
Pengujian total fenol bertujuan menentukan total senyawa fenolik yang terkandung dalam sampel. Senyawa fenolik berkaitan dengan aktivitas antioksidan yang terkandung di dalam suatu bahan. Semakin tinggi kandungan fenolik, diduga aktivitas antioksidan bahan tersebut juga semakin tinggi (Yulia, 2007). Total fenol yang terkandung pada fraksi air sebesar 210.44 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6a dan 6b. Kandungan total fenol pada fraksi air (setara dengan 0.02% bb atau 19% bk), memungkinkannya untuk memiliki kemampuan sebagai antioksidan meskipun tidak sebesar efek yang dapat ditimbulkan oleh ekstrak teh hijau. Menurut Chen dan Han (2000), kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh hijau sebesar 54.5 – 76.55% (bk). Menurut Shahidi dan Wanasudara (1992), senyawa fenol terbukti sebagai sumber antioksidan yang efektif, penangkal radikal bebas dan pengkelat ion-ion logam. Senyawa polifenol atau flavonoid juga terdapat dalam apel dan telah terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dengan menekan aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Senyawa glikosida quercetin pada kulit buahnya mampu mengurangi aktivitas karsinogenik, yaitu dengan menekan aktivitas enzimatik yang berhubungan dengan beberapa jenis sel tumor. Senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan E (Hernani, 2005).
Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak Fraksi minyak buah merah tergolong ke dalam jenis minyak yang dapat mengalami kerusakan. Analisis sifat fisiko-kimia minyak dilakukan terhadap fraksi minyak buah merah untuk mengetahui derajat kerusakan yang mungkin terjadi selama proses pengolahan maupun penyimpanan sehingga mempengaruhi kualitasnya. Analisis sifat fisik minyak yang dilakukan dalam penelitian, yaitu berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas, sedangkan analisis kimia yang dilakukan meliputi bilangan penyabunan, bilangan. asam, bilangan iod, dan bilangan peroksida. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pada metode ekstraksi modifikasi 2 karena memiliki beberapa tahapan yang
sama. Hasil analisis terhadap sifat fisiko kimia fraksi minyak buah merah dapat di pada Tabel 6. Berat jenis merupakan perbandingan berat dari suatu volume contoh pada saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis dipengaruhi oleh jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, berat jenis semakin besar. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 6 menunjukkan bahwa berat jenis minyak yang diperoleh, yaitu 0.90 g/ml. Nilai ini mendekati nilai berat jenis minyak nabati pada suhu 250C secara umum, yaitu sebesar 0.91- 0.92 g/ml (Lawson, 1995). Namun, menurut Susanti (2006) berat jenis minyak buah merah hasil ekstraksi metode modifikasi 2 adalah 0.66 g/ml. Nilai berat jenis yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata lebih tinggi dibandingkan nilai berat jenis yang diperoleh pada penelitian Susanti (2006). Hal ini menandakan bahwa jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap pada fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian lebih banyak dibandingkan pada minyak yang diperoleh pada metode modifikasi 2 yang berarti, memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih tinggi.
Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah Analisis Berat jenis pada 250C (g/ml ) Indeks bias Turbidity point (oC) Titik cair (oC) Viskositas (cp) Bilangan penyabunan (mg KOH/g) Bilangan iod (g iod/100 g) Asam lemak bebas (%) Bilangan peroksida (mek/kg) a : Sumber Susanti (2006)
Metode sentrifugal 0.90 1.46 58 12.5 58.50 242.28 71.02 0.35 12.80
Metode modifikasi 2a 0.66 1.47 12.5 1.96 262.62 67.77 0.09 0.16
Menurut Liestiyani (2000), selain berhubungan dengan jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap, berat jenis juga berkaitan dengan komponenkomponen lain yang terdapat dalam minyak. Berat jenis minyak yang lebih tinggi dapat disebabkan adanya kotoran yang terikut dalam minyak pada saat proses pengepresan. Hal ini menyebabkan minyak semakin berat dan nilai berat jenisnya semakin tinggi. Menurut Ketaren (1986), kotoran yang ada di dalam minyak
berupa kotoran terlarut (zat warna, mono dan digliserida, asam lemak) dan kotoran yang tidak terlarut (ampas hasil pengepresan, seperti biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral, dan sejumlah kecil air). Pada ekstraksi dengan metode sentrifugal, tidak dilakukan pemisahan biji sebelum pengepresan seperti pada metode modifikasi 2. Hal ini memungkinkan biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serta serat-serat yang berasal dari kulit, ikut terekstrak dalam minyak sehingga meningkatkan berat jenisnya. Keberadaan air dalam jumlah yang cukup tinggi (0.86%) dan adanya mineral (abu) juga dapat meningkatkan berat jenis minyak. Menurut Ketaren (1986), indeks bias pada minyak atau lemak merupakan derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak digunakan pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Nilai indeks bias minyak akan berkurang dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas. Hal ini berarti minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi akan mempunyai indeks bias yang lebih rendah. Menurut Forma (1979), indeks bias akan semakin tinggi dengan semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Semakin sukar sinar dibiaskan dalam suatu medium, maka nilai indeks biasnya akan semakin tinggi. Indeks bias dipengaruhi oleh proses oksidasi, suhu, dan air. Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 1.46 (Tabel
6). Menurut Susanti (2006), indeks bias pada minyak buah merah hasil metode modifikasi 2 adalah 1.47. Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian lebih rendah dibandingkan nilai tersebut meskipun tidak berbeda jauh. Hal ini dapat dikarenakan kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi pada fraksi minyak metode sentrifugal, yaitu sebesar 0.35%. Asam lemak bebas yang terdapat dalam fraksi minyak dapat dikarenakan terjadinya proses hidrolisis minyak. Turbidity point merupakan suhu dimana minyak berubah menjadi keruh. Menurut Winarno (1992), besarnya turbidity point tergantung pada keberadaan asam lemak bebas. Nilai turbidity point yang diperoleh dari penelitian adalah 58oC. Nilai ini tidak bisa dibandingkan dengan hasil pada metode modifikasi 2 karena analisis tersebut tidak dilakukan. Kandungan asam lemak yang lebih tinggi
akan memberikan indeks bias yang lebih tinggi karena sinar semakin sukar dibiaskan dalam suatu medium. Semakin sukar sinar dibiaskan dalam suatu medium menunjukkan medium tersebut dapat lebih keruh atau lebih rapat sehingga nilai turbidity point kemungkinan akan lebih rendah. Kekeruhan pada minyak juga dipengaruhi oleh proses pemanasan dan komponen yang terdapat dalam minyak. Fraksi minyak buah merah mengandung tokoferol yang cukup tinggi. Semakin lama proses pemanasan akan menghasilkan minyak yang semakin keruh. Hal ini disebabkan panas yang diterima oleh minyak akan semakin besar sehingga proses oksidasi tokoferol yang terkandung pada minyak akan semakin cepat. Oksidasi tokoferol dalam jumlah yang sedikit ini akan mengakibatkan perubahan warna pada minyak menjadi semakin keruh (Djatmiko dan Widjaja, 1981). Menurut Ketaren (1986), lemak atau minyak hewani dan nabati tidak mempunyai titik cair yang tepat, tetapi mencair diantara kisaran suhu tertentu. Hal tersebut dikarenakan lemak atau minyak tersebut merupakan campuran dari gliserida dan komponen lainnya. Nilai titik cair yang diperoleh dari penelitian adalah 12.5oC (Tabel 6). Nilai ini sama dengan nilai titik cair yang dimiliki oleh minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Menurut Krischenbauer (1960), asam lemak selalu menunjukkan kenaikan titik cair dengan semakin panjangnya rantai karbon. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya semakin tinggi, mempunyai titik cair yang semakin rendah. Viskositas adalah gaya hambat yang mempengaruhi kemampuan mengalir suatu cairan (Muller, 1973). Viskositas perlu diukur untuk mengetahui tingkat kekentalan suatu minyak. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal yang diperoleh sebesar 58.5 cp, sedangkan viskositas minyak metode modifikasi sebesar 1.96 cp. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Penambahan air yang dilakukan pada metode modifikasi 2 dapat menurunkan viskositas minyak sehingga minyak menjadi lebih encer. Liestiyani (2000) menyatakan bahwa viskositas minyak biji jarak dipengaruhi oleh tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan. Minyak yang dipres dengan tekanan 4000 psi menghasilkan minyak yang lebih encer.
Kemungkinan, tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan juga berpengaruh terhadap viskositas minyak buah merah. Tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan pada metode modifikasi 2 lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal. Semakin besar tekanan yang digunakan pada saat ekstraksi memperbesar kemungkinan terputusnya rantai gliserida. Semakin tingginya suhu pemanasan menyebabkan terjadinya dekomposisi minyak pada saat ekstraksi sehingga rantai gliserida terurai menghasilkan senyawa dengan bobot molekul rendah. Senyawa ini menyebabkan minyak menjadi lebih encer . Penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 g minyak atau lemak (Pike, 2003). Bilangan penyabunan fraksi minyak yang diperoleh dalam penelitian, sebesar 242.28 mg KOH/ g sampel. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan ekstrak minyak metode modifikasi 2 (Susanti, 2006) sebesar 262.62 mg KOH/g sampel. Namun, nilai bilangan penyabunan fraksi minyak tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan berdasarkan rancangan persyaratan mutu minyak buah merah menurut BBIA (2006) sebesar 221 – 230 mg KOH/g sampel. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi minyak yang digunakan dan ekstrak minyak metode modifikasi 2 tidak sesuai dengan persyaratan mutu minyak buah merah. Perbedaan nilai bilangan penyabunan antara fraksi minyak metode sentrifugal dan metode modifikasi 2 disebabkan adanya perbedaan pada tahapan ekstraksi yang dapat mempengaruhi jumlah panjang rantai karbon. Pada metode modifikasi 2, pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi serta adanya penambahan air bersuhu 80oC dalam tahapan ekstraksinya. Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan karbon pada asam lemak sehingga bobot molekul lemak menjadi lebih rendah dan bilangan penyabunan menjadi lebih tinggi. Menurut Silam (1998), bilangan penyabunan di dalam minyak dapat turun atau naik. Hal ini disebabkan di dalam minyak dapat terjadi reaksi seperti oksidasi, esterifikasi, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi menghasilkan asam lemak bebas dan senyawa dengan bobot molekul rendah sehingga minyak yang mengalami oksidasi akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi.
Sedangkan reaksi esterifikasi dan polimerisasi akan menghasilkan senyawa dengan bobot molekul tinggi sehingga minyak yang mengalami reaksi esterifikasi dan polimerisasi mempunyai bilangan penyabunan yang lebih rendah. Bilangan
iod
merupakan
suatu
pengukuran
terhadap
derajat
ketidakjenuhan, yaitu jumlah ikatan rangkap C-C yang berhubungan dengan jumlah minyak atau lemak. Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod yang diserap/100 g sampel. Bilangan iod yang dihasilkan tergantung dari jumlah asam lemak tidak jenuh pada minyak Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan, semakin banyak iod yang diserap. Oleh karena itu, semakin tinggi bilangan iod, semakin tinggi pula derajat ketidakjenuhan.. Bilangan iod fraksi minyak yang diperoleh dalam penelitian sebesar 71.02 g iod/100 g sampel. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai bilangan iod berdasarkan persyaratan mutu minyak buah merah menurut BBIA (2006) sebesar 74.9 – 78.3 g iod/100 g lemak. Namun, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan iod pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2 (sebesar 67.77 g iod/100 g minyak). Hal ini menunjukkan bahwa mungkin telah terjadi oksidasi lemak pada fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian tetapi tingkat oksidasinya lebih kecil dibandingkan pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Menurut Pike (2003), asam lemak bebas merupakan persentase dari kandungan asam lemak spesifik berdasarkan bobotnya. Nilai ini menyatakan jumlah asam lemak bebas dalam minyak atau lemak yang dihubungkan dengan proses hidrolisa dan oksidasi lemak atau minyak terkait dengan mutunya. Semakin tinggi kadar asam yang dikandung minyak, semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak. Kadar asam lemak bebas (dihitung sebagai asam oleat) pada fraksi minyak metode sentrifugal yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 0.35%. Berdasarkan rancangan standar persyaratan mutu minyak buah merah yang dikemukakan oleh BBIA (2006), kandungan asam lemak bebas yang dihitung sebagai asam oleat maksimum sebesar 0.3%. Bila dibandingkan dengan nilai tersebut, fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi. Hal ini menandakan bahwa fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian ini, sudah tidak memenuhi rancangan persyaratan mutu tersebut.
Kandungan asam lemak bebas pada fraksi minyak metode sentrifugal ternyata juga lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak bebas pada minyak yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2. Peningkatan kadar asam lemak bebas pada fraksi minyak dapat terjadi akibat proses hidrolisis minyak selama pengolahan dan penyimpanan. Proses hidrolisis yang terjadi pada minyak dapat disebabkan adanya air, asam, alkali, dan uap air. Kandungan air pada fraksi minyak metode sentrifugal sebesar 0.86%, sedangkan pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2 sebesar 0.03% (Susanti, 2006). Kandungan air yang lebih tinggi memungkinkan fraksi minyak metode sentrifugal mengalami proses hidrolisis yang meningkatkan kadar asam lemak bebas. Tahap pemotongan daging buah merah sebelum pengukusan juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas. Sirait (1998) menjelaskan bahwa proses perajangan atau pemotongan bahan terutama menjadi bentuk yang lebih halus dapat memecahkan sel bahan dengan lebih sempurna sehingga kontak antara minyak dengan uap air pengukusan lebih besar. Selain itu, selama pengukusan terjadi proses hidrolisa minyak yang dipercepat oleh adanya uap air pengukusan. Kedua hal tersebut mendukung peningkatan asam lemak bebas pada minyak yang dihasilkan dari pengepresan. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi juga dapat disebabkan oleh aktivitas enzim lipase. Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dapat terjadi pada saat minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selain pada saat pengolahan dan penyimpanan. Lemak hewani dan nabati yang masih berada dalam jaringan, umumnya masih mengandung enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dapat disebabkan kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba. Bilangan peroksida merupakan bilangan terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak atau lemak. Menurut Wolf (1997), bilangan peroksida dapat didefinisikan sebagai jumlah milimol peroksida/kg lemak, atau jumlah miliekivalen O2/kg lemak, atau jumlah mikron O2 aktif/g lemak. Winarno (1990) menyatakan bahwa bilangan peroksida dapat digunakan sebagai indikator terhadap ketengikan oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida dapat
ditentukan bila bahan yang mengandung minyak atau lemak, kontak secara terbuka dengan udara. Bilangan peroksida yang diperoleh pada fraksi minyak buah merah metode sentrifugal sebesar 12.80 mek/kg sampel. Nilai tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada metode modifikasi 2 (yaitu 0.16 g/ek) dan nilai bilangan peroksida berdasarkan rancangan standar minyak buah merah yang diusulkan oleh BBIA (yaitu maksimal 10 mek/kg). Dengan demikian, fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian sudah tidak memenuhi rancangan syarat mutu tersebut. Hal ini dapat disebabkan fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian telah mengalami penyimpanan dalam waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan peroksida yang lebih banyak. Pembentukan peroksida ini dapat disebabkan adanya cahaya, suasana asam, dan kelembaban udara selama penyimpanan. Bilangan peroksida yang tinggi dikarenakan fraksi minyak banyak mengalami kontak dengan udara sehingga terjadi reaksi oksidasi yang membentuk senyawa peroksida. Reaksi oksidasi menghasilkan peroksida terjadi pada ikatan rangkap sehingga bila reaksi yang terjadi semakin banyak, ikatan rangkap yang terpecah juga semakin banyak sehingga bilangan peroksida semakin tinggi. Walaupun fraksi minyak mempunyai bilangan peroksida yang lebih tinggi, tetapi hal ini tidak mengindikasikan bahwa fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah rusak. Menurut Christie (1982), bilangan peroksida bukan merupakan indikator kerusakan minyak yang baik. Hal ini disebabkan peroksida yang terbentuk bersifat tidak stabil. Kandungan peroksida yang tinggi sebenarnya tidak menunjukkan bahwa minyak tersebut telah rusak, melainkan hanya suatu indikator bahwa minyak tersebut akan segera menjadi rusak. Hal ini karena parameter kerusakan minyak bukan bilangan peroksida itu sendiri, melainkan terbentuknya senyawa-senyawa seperti aldehid, keton, dan hidrokarbon yang menyebabkan ketengikan pada minyak.
C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER HELA DAN K-562 Proliferasi merupakan pertumbuhan dengan cara multiplikasi bagian (misalnya jaringan dan sel) secara cepat (Anonim, 2008b), sedangkan antiproliferasi berhubungan dengan kemampuan suatu senyawa yang bersifat mencegah atau menghambat proliferasi. Penghitungan % proliferasi sel dilakukan berdasarkan perbandingan antara jumlah total sel (hidup dan mati) pada sumur perlakuan yang diberi fraksi minyak, air, dan kontrol positif dengan jumlah total sel pada sumur kontrol negatif (hanya berisi sel dan media). Hal ini dilakukan untuk melihat jumlah sel yang berhasil berproliferasi setelah diberikan penambahan fraksi buah merah. Penghitungan % antiproliferasi dilakukan untuk melihat efek penghambatan yang diberikan fraksi buah merah terhadap proliferasi sel. Penghitungan yang didasarkan pada perbandingan jumlah sel yang hidup atau mati saja, umumnya dilakukan untuk melihat viabilitas sel. Viabilitas sel adalah suatu penentuan sel yang hidup atau dapat pula sel yang mati (mortalitas) berdasarkan jumlah sel total. Pengukuran viabilitas sel digunakan untuk mengevaluasi kemampuan hidup atau kematian sel kanker dan penolakan terhadap organ yang dicangkok (Christensen, 2008). Metode ini umumnya dilakukan untuk melihat perkembangan sel secara rutin. Pengujian antiproliferasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak buah merah dalam menghambat proliferasi sel kanker HeLa dan K-562. Pada pengujian ini, masing-masing fraksi buah merah (fraksi air dan fraksi minyak) yang digunakan, dibuat dalam tiga konsentrasi berdasarkan dosis konsumsi harian minyak buah merah yaitu 10, 20, dan 40 µl/ml (Lampiran 1). Fraksi minyak memerlukan penambahan DMSO (Dimethyl Sulfoxide) dalam pembuatan larutan uji karena bersifat nonpolar (tidak larut dalam air). Menurut Skehan (1998), dalam uji kelarutan obat, senyawa yang tidak larut air harus dilarutkan dalam DMSO dengan konsentrasi antara 0.25 – 1% sehingga tidak menghambat pertumbuhan sel kanker. DMSO merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia (CH3)2SO. Senyawa ini berupa cairan tidak berwarna yang larut dalam senyawa polar dan nonpolar. Muir (2007) menyatakan bahwa
DMSO dapat melindungi sel nonkanker sekaligus mempotensialkan aktivitas agen kemoterapi terhadap sel kanker. Uji antiproliferasi ini menggunakan senyawa doxorubicin sebagai kontrol positif antikanker (Lampiran 7). Menurut Anonim (2007a), doxorubicin banyak digunakan dalam kemoterapi sebagai obat yang dapat berinteraksi dengan DNA. Menurut Sibuea (1981) dikutip dari Astutik (2007), sel kanker dalam siklus proliferatif merupakan sel-sel yang sensitif terhadap efek senyawa sitotoksik dan umumnya obat sitostatika bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat berhubungan dengan sintesis DNA. Dengan demikian, obat-obat yang toksik dan bersifat antikanker menghambat sel yang sedang membentuk DNA atau sel yang sedang membelah. Pengujian antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah dilakukan terhadap dua jenis sel kanker, yaitu sel kanker HeLa yang umumnya dibiakkan dalam bentuk monolayer (sel selapis) dan sel kanker K-562 yang dibiakkan dalam bentuk suspensi. Jumlah sel HeLa dan K-562 setelah mendapat perlakuan dengan sampel uji (fraksi minyak dan air buah merah) dihitung dengan metode trypan blue. Jumlah sel HeLa dan K-562 yang berproliferasi secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 15. Persentase antiproliferasi terhadap kedua sel dihitung dengan dua alternatif, yaitu berdasarkan kontrol negatif (% antiproliferasia) dan kontrol positif (% antiproliferasib). Hasil uji antiproliferasi fraksi air dan minyak buah merah terhadap sel HeLa dan sel K-562 yang dihitung berdasarkan kontrol negatif secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 13 dan 16, sedangkan hasil uji berdasarkan perhitungan kontrol positif disajikan pada
Gambar 14 dan 17. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 12. Gambar 12 memperlihatkan bahwa fraksi minyak dan air buah merah dapat menekan pertumbuhan sel HeLa ditandai dengan adanya penurunan jumlah sel HeLa dibandingkan dengan kontrol negatif pada tiga konsentrasi uji. Pada gambar tersebut juga dapat terlihat bahwa jumlah sel HeLa yang hidup, menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi fraksi air buah merah yang diberikan. Namun untuk sampel fraksi minyak, korelasi tersebut tidak terlihat.
Analisis ragam yang dilakukan terhadap jumlah sel HeLa pada Lampiran
9a, menunjukkan bahwa jenis fraksi buah merah dan perbedaan konsentrasi fraksi yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel HeLa yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Selain itu, tidak ada interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi yang berpengaruh nyata terhadap jumlah sel HeLa yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil tersebut diperkuat dengan uji Duncan (Lampiran 9b) yang memperlihatkan bahwa jumlah sel HeLa yang diberi perlakuan fraksi minyak dan air tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada nilai mean kedua fraksi tersebut yang berada pada satu subset. Demikian pula halnya pada perlakuan konsentrasi. Hasil uji Duncan pada Lampiran 9c menunjukkan bahwa jumlah sel HeLa pada ketiga taraf konsentrasi tidak berbeda nyata.
3,5
3,1
Jumlah sel/ml (x 10 6)
3,0 2,3
2,5 2,0
1,7 1,5 1,4
1,5
1,6 1,2
1,5
fraksi minyak fraksi air
1,0 0,5 0,0
K(-) K(+)
10
20
40
Konsentrasi (ul/m l)
Gambar 12. Proliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-) dan doxorubicin sebagai kontrol (+). Aktivitas antiproliferasi merupakan nilai persentase penghambatan proliferasi sel yang diberikan oleh bahan uji. Semakin tinggi % antiproliferasi terhadap sel, semakin tinggi pula aktivitas antiproliferasi sampel.
Gambar 13 memperlihatkan bahwa fraksi minyak dan fraksi air buah merah memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa pada konsentrasi 10,
20, dan 40 µl/ml meskipun penggunaan doxorubicin sebagai kontrol positif ternyata memberikan aktivitas antiproliferasi yang tinggi. Berdasarkan Gambar 13, aktivitas antiproliferasi fraksi minyak buah merah menurun dengan persentase tertinggi sebesar 52% pada dosis 20 µl/ml, (yang merupakan dosis konsumsi standar), 48% pada dosis 40 µl/ml, dan persentase terendah sebesar 46% pada dosis 10 µl/ml. Hal ini menunjukkan bahwa dosis konsumsi standar (20 µl/ml) akan lebih efektif dalam menekan aktivitas proliferasi sel HeLa dibandingkan dosis ganda (40 µl/ml) maupun setengah dosis (10 µl/ml), meskipun perbedaannya tidak terlihat ekstrim. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan pada konsentrasi yang lebih tinggi, aktivitas antiproliferasi fraksi minyak buah merah akan meningkat lagi.
70
62
% Antiproliferasi
a
60
53
52
54
46
50
48
40
fraksi minyak
27
30
fraksi air
20 10 0
0
K(-) K(+) 10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 13. Persentase antiproliferasia sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah. Aktivitas antiproliferasi fraksi air buah merah terhadap sel HeLa semakin bertambah seiring dengan peningkatan konsentrasi fraksi, yaitu 27% pada konsentrasi 10 µl/ml, 54% pada konsentrasi 20 µl/ml, dan 62% pada konsentrasi 40 µl/ml. Hal ini kemungkinan dikarenakan ada zat-zat terlarut dalam fraksi air yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti senyawa fito-kimia dan golongan fenolik. Hernani (2005) menyatakan bahwa senyawa fito-kimia dan
senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan E. Hasil analisis ragam pada Lampiran 10a menunjukkan bahwa jenis sampel (fraksi) yang digunakan, yaitu fraksi minyak dan air buah merah, serta perbedaan konsentrasi fraksi yang diberikan, tidak berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi pada sel HeLa yang dihitung berdasarkan kontrol negatif pada taraf signifikansi 0.05. Analisis lanjut menggunakan uji Duncan juga memperlihatkan tidak adanya perbedaan antara % antiproliferasi sel HeLa oleh fraksi minyak dan air buah merah (Lampiran 10b) serta konsentrasi yang diberikan (Lampiran
10c) karena semua nilai berada pada subset yang sama. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara jenis fraksi dengan konsentrasi yang diberikan terhadap % antiproliferasi sel HeLa.
Gambar 14 memperlihatkan persentase antiproliferasi sel HeLa oleh fraksi buah merah yang dihitung berdasarkan kontrol positif (doxorubicin). Pada perhitungan, aktivitas antiproliferasi yang diberikan oleh kontrol positif dianggap sebagai aktivitas tertinggi (100%) yang dapat menghambat proliferasi sel HeLa.
118
% Antiproliferasib
120 98 102
100
100
87
91
80 60
50
fraksi minyak
40
fraksi air
20 0
0
K(-) K(+)
10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 14. Persentase antiproliferasib sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah Berdasarkan Gambar 14, secara keseluruhan fraksi minyak memiliki aktivitas antiproliferasi yang mendekati kontrol positif doxorubicin. Aktivitas
antiproliferasi tertinggi fraksi minyak terhadap sel HeLa diberikan pada konsentrasi 20 µl/ml sebesar 98% dan terendah pada konsentrasi 10 µl/ml sebesar 87%. Fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan (Gambar 14). Pada konsentrasi terendah, aktivitas antiproliferasi fraksi air hanya setengah dari aktivitas kontrol positif. Namun, aktivitas tersebut dapat melebihi kontrol positif bahkan 18% lebih tinggi pada konsentrasi 40 µl/ml. Hasil analisis ragam pada Lampiran 11a menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan konsentrasi, dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi terhadap sel HeLa berdasarkan kontrol positif pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 11b dan 10c juga memperlihatkan bahwa % antiproliferasi sel HeLa yang diberikan oleh kedua jenis fraksi dan ketiga taraf konsentrasi yang diberikan, tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05.
5,0
4,9
6
Jumlah sel/ml (x 10 )
4,5 4,0 3,5
3,1
3,0
2,4
2,5 2,0
2,4
1,7
1,6
fraksi minyak
1,9
1,5
1,1
fraksi air
1,0 0,5 0,0 K(-) K(+)
10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 15. Proliferasi sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-) dan doxorubicin sebagai kontrol (+). Sel kanker lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel K-562. Perbandingan jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada berbagai konsentrasi sampel dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut, jumlah sel
K-562 yang berproliferasi menurun dengan pemberian kedua jenis fraksi. Jumlah sel K-562 semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Hal ini terlihat pada pemberian fraksi air buah merah. Hasil analisis ragam pada Lampiran 13a menunjukkan bahwa jenis fraksi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Namun, perbedaan konsentrasi yang diberikan serta adanya interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi yang diberikan berpengaruh nyata terhadap jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 13b memperlihatkan bahwa jumlah sel K-562 antara pemberian fraksi air dan minyak tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Sebaliknya, perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah sel K-562. Fraksi dengan konsentrasi 10 µl/ml memberikan jumlah sel K-562
% Antiproliferasi
a
yang berbeda nyata dengan dua konsentrasi lainnya (Lampiran 13c).
80 70 60 50 40 30 20 10 0
77 68
66
61
51
51 36
fraksi minyak fraksi air 0
K(-) K(+)
10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 16. Persentase antiproliferasia sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah Nilai aktivitas antiproliferasi ekstrak buah merah terhadap sel K-562 yang dihitung berdasarkan kontrol negatif dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar tersebut menunjukkan fenomena yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang diberikan pada pengujian sampel terhadap sel HeLa, yaitu kedua jenis fraksi
memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker. Berdasarkan gambar tersebut, aktivitas antiproliferasi fraksi air semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 14a, diketahui bahwa jenis fraksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai % antiproliferasi sel K-562 yang dihitung berdasarkan kontrol negatif pada taraf signifikansi 0.05. Hasil tersebut diperkuat pula dengan uji lanjut Duncan yang memperlihatkan bahwa nilai % antiproliferasi fraksi minyak dan air berada pada dua subset yang sama (Lampiran 14b). Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa konsentrasi dan interaksinya dengan jenis fraksi berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi sel K-562 pada taraf signifikansi 0.05. Konsentrasi fraksi yang semakin tinggi memberikan nilai % antiproliferasi yang semakin tinggi pula, terutama terlihat pada fraksi air.
117
120
103
100
93
100 % Antiproliferasi
b
78
78
80 55
60
fraksi minyak fraksi air
40 20 0
0
K(-) K(+)
10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 17. Persentase antiproliferasib sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah Gambar 17 memperlihatkan aktivitas antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah terhadap sel K-562 yang dihitung berdasarkan kontrol positif. Pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa aktivitas antiproliferasi fraksi minyak terhadap sel K-562 meningkat pada konsentrasi 40 µl/ml menjadi 93% aktivitas
kontrol positif. Seperti halnya pada sel HeLa, aktivitas antiproliferasi fraksi air semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Pada konsentrasi 20 dan 40 µl/ml, aktivitas antiproliferasi fraksi air terhadap sel K-562 lebih tinggi dibandingkan kontrol positif doxorubicin. Hasil analisis ragam pada Lampiran 15a menunjukkan bahwa % antiproliferasi sel K-562 berdasarkan kontrol positif tidak dipengaruhi secara nyata oleh jenis fraksi pada taraf signifikansi 0.05 tetapi oleh perbedaan taraf konsentrasi dan interaksinya dengan fraksi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 15b memperlihatkan bahwa % antiproliferasi yang diberikan oleh fraksi minyak dan air tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 15c menunjukkan bahwa % antiproliferasi terhadap sel K-562 yang diberikan pada berbagai konsentrasi tidak berbeda nyata. Pada fraksi air terlihat adanya fenomena dose response relationship. Dose response relationship menggambarkan adanya perubahan efek atau respon yang dialami oleh suatu organisme, dalam hal ini sel kanker, yang disebabkan perbedaan dosis senyawa kimia yang diberikan (Anonim, 2008a). Pada kedua jenis sel kanker, HeLa dan K-562, fraksi air memperlihatkan korelasi antara konsentrasi dan % antiproliferasi yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi pula % antiproliferasi yang dihasilkan. Secara umum, fraksi minyak dan air buah merah memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas antiproliferasi yang diberikan juga mampu mendekati, bahkan pada fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi yang dapat melebihi aktivitas kontrol positif antikanker (doxorubicin), pada konsentrasi 20 dan 40 μl/ml. Hal ini menunjukkan bahwa kedua fraksi memiliki kemampuan menghambat proliferasi sel kanker yang setara atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif. Murakami et al. (1998) menyatakan bahwa pada umumnya, mekanisme kerja antikanker berdasarkan atas gangguan pada salah satu proses yang esensial, yaitu menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dengan mengganggu metabolisme sel kanker. Suatu senyawa bioaktif bersifat sitotoksik umumnya juga bersifat nukleofilik sehingga dapat memblok reaksi kovalen antara derivat karsinogen yang elektrofilik dengan DNA.
Penghambatan aktivitas proliferasi sel kanker kemungkinan dikarenakan terjadinya kematian pada sel tersebut. Doyle dan Padhye (1995) menyatakan bahwa kematian sel secara umum pada kultur jaringan, terjadi melalui apoptosis dan nekrosis. Menurut Govan et al. (1995) apoptosis merupakan mekanisme kematian sel tunggal atau sekelompok sel yang tersebar di antara sel-sel sehat atau sel kanker. Kematian sel tersebut disebabkan perubahan metabolik di dalam sel. Perubahan tersebut diakibatkan gangguan yang dialami sel sehingga terjadi kondensasi sitoplasma dan inti. Proses ini diikuti dengan pecahnya sel yang menjadi benda apoptotik yang masing-masing dibatasi oleh dinding sitoplasma yang terpecah. Benda apoptotik tersebut ditelan oleh sel-sel disekelilingnya dan diikuti penghancuran total. Nekrosis dicirikan dengan terjadinya lisis sebagian kecil sampai seluruhnya secara tidak terkontrol yang mengakibatkan pelekatan sel pada lempeng sumur terganggu sehingga mudah terangkat atau terlepas. Menurut Jansen et al. (1993), sitotoksisitas terhadap sel-sel tumor disebabkan adanya induksi apoptosis oleh bahan tertentu yang menghambat proliferasi sel. Senyawa bioaktif pada buah merah yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu β-karoten, total karoten, α-tokoferol, total tokoferol, dan total fenol memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan berfungsi pula sebagai senyawa fito-kimia. Fraksi minyak buah merah memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, yaitu betakaroten dan α-tokoferol. Kandungan betakaroten pada minyak buah merah sebesar 636.24 ppm, lebih besar dibandingkan pada fraksi air yang hanya 0.93 ppm (Tabel 5). Budi et al. (2005) menyatakan bahwa proses kerja betakaroten buah merah sebagai antioksidan untuk menonaktifkan pertumbuhan kanker melalui proses metabolisme yaitu berinteraksi dengan protein. Hal ini dapat meningkatkan produksi antibodi, meningkatkan jumlah sel-sel Natural Killer, serta memperbanyak aktivitas sel-sel T helpers dan limfosit sehingga menekan radikal bebas, senyawa karsinogen, dan kehadiran sel kanker. Senyawa bioaktif lain yang terdapat dalam fraksi minyak buah merah adalah vitamin E. Menurut Papas (2002), penelitian terhadap peran vitamin E terhadap kanker difokuskan pada α-tokoferol. Penelitian yang telah dilakukan baru-baru ini, terutama menggunakan kultur sel, menunjukkan bahwa jenis
tokoferol yang lain dan tokotrienol dapat mempengaruhi perkembangan dan proliferasi beberapa sel kanker. Penelitian lain menunjukkan bahwa α, γ, dan δtokotrienol serta δ-tokoferol mendorong apoptosis pada sel kanker payudara. Kandungan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah sebesar 22 940.35 ppm (Tabel 5). Kandungan yang tinggi tersebut merupakan suatu alasan lain yang melatar belakangi kemampuan fraksi minyak dalam menghambat proliferasi sel kanker. Menurut Khomsan (2005), senyawa tokoferol (vitamin E) yang terkandung di dalam minyak buah merah merupakan obat alami untuk mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen mencapai target (sel) sehingga kerusakan sel akibat kanker dapat dihindari serta menghalangi pembentukan nitrosamin (komponen kimiawi yang bersifat karsinogen). Selain antioksidan, fraksi minyak buah merah juga mengandung asamasam lemak dengan kandungan lemak sebesar 93.65% (Tabel 4). Khomsan (2005) juga menyatakan bahwa asam lemak dapat berfungsi sebagai antibiotik dan antivirus yang dapat melarutkan membran lipida virus sehingga memblokir virus tersebut. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh sel tumor aktif. Asam oleat (W9) sebanyak 56.2% pada buah merah dapat memblokir senyawa eicosanoids (senyawa yang menstimulasi pertumbuhan tumor) pada binatang percobaan. Kandungan W9 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan pada minyak sawit sebesar 40.95% (Anonim, 2008c). Secara keseluruhan, kandungan karoten dan tokoferol pada fraksi air buah merah jauh lebih rendah dibandingkan pada fraksi minyak. Namun, berdasarkan
Gambar 13 dan Gambar 16, fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker yang lebih tinggi dibandingkan fraksi minyak, dimulai pada konsentrasi 20 ul/ml dan 40 ul/ml. Hal ini dapat disebabkan adanya jenis fitokimia lain selain karotenoid dan tokoferol, yang bersifat polar, mungkin dari golongan fenol atau flavonoid. Hasil analisis total fenol terhadap sampel fraksi air buah merah (Tabel 5), menunjukkan bahwa kandungan total fenol pada fraksi air buah merah sebesar 210.44 ppm. Menurut Hernani (2005), senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan E. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100x lebih efektif dibandingkan dengan vitamin C dan 25x lebih efektif dibandingkan
vityamin E. Oleh karena itu, efek antiproliferasi yang diberikan terhadap sel kanker akan lebih tinggi. Mukhopadhyay (2000) menjelaskan bahwa polifenol memiliki kemampuan berikatan dengan metabolit lain (protein, lemak, dan karbohidrat) membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga menghambat mutagenesis dan karsinogenesis. Polifenol mempunyai sifat antioksidatif dan antitumor. Fito-kimia sudah terbukti dapat mencegah timbulnya kanker kolon, payudara, usus dan lambung. Isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai, ginseng, buah dan sayur dapat menurunkan risiko terhadap kanker payudara. Senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekhin dari teh bersifat protektif terhadap kanker lambung dan usus (Amelia, 2002). Fitokimia lainnya, seperti senyawa flavonoid (termasuk golongan polifenol) telah terbukti secara in vitro mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi oksidasi nitrit yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker (Karyadi, 2007). Faktor lain yang mempengaruhi proliferasi adalah pH lingkungan. Hasil pengukuran pH terhadap kedua jenis fraksi menunjukkan bahwa pH fraksi air buah merah sebesar 6.13 sedangkan pH fraksi minyak sebesar 6.91. Freshney (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. Bila pada proses pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel biasanya terhambat. Namun, media kultur telah dilengkapi dengan buffer HEPES yang berfungsi mempertahankan pH lingkungan kultur sehingga tetap berkisar 7.4. Kelarutan fraksi minyak dalam media kultur merupakan satu hal lain yang perlu dipertimbangkan sebagai alasan rendahnya % antiproliferasi yang diberikan terhadap sel kanker bila dibandingkan dengan fraksi air (secara umum). Media pertumbuhan (DMEM/F12) yang digunakan merupakan media yang bersifat polar, sedangkan fraksi minyak bersifat nonpolar. Senyawa yang bersifat nonpolar akan lebih larut dalam pelarut nonpolar. Oleh karena itu, fraksi minyak mungkin tidak larut secara sempurna dalam media, meskipun fraksi minyak telah diberi penambahan DMSO sebagai pelarut yang akan membantu kelarutannya dalam media. Hal ini menyebabkan kontak antara fraksi minyak dengan sel lebih
terhambat dan aktivitas antiproliferasinya secara in vitro menjadi lebih rendah dibandingkan dengan fraksi air yang bersifat lebih polar.
70
66
% Antiproliferasi
60
61 53
51 46
50
51 52
48
40 30
K-562
20
HeLa
10 0 kontrol positif
10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 18. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi minyak buah merah 80
% Antiproliferasi
70 60
77
68
66
62 54
53
50 36
40
K-562
27
30
HeLa
20 10 0 kontrol positif
10
20
40
Konsentrasi (ul/ml)
Gambar 19. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi air buah merah Gambar 18 dan 19 secara keseluruhan menunjukkan bahwa sel K-562 lebih dapat dihambat oleh kedua jenis fraksi buah merah dibandingkan dengan sel HeLa meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai % antiproliferasi kedua fraksi yang secara umum lebih tinggi terhadap sel K-562. Menurut Ananta (2000), hal tersebut dapat disebabkan sifat dari sel HeLa yang monolayer mengandung kolagen yang berperan sebagai penguat struktur sel. Sel HeLa dapat berproliferasi pada dinding dasar media sehingga strukturnya menjadi
lebih kuat dan kurang dapat dihambat oleh senyawa-senyawa antiproliferatif tertentu. Berbeda halnya dengan sel K-562, pertumbuhannya tidak membutuhkan penguat struktur sel untuk menempel pada dasar media.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis proksimat, diperoleh kadar air (basis basah) untuk fraksi minyak dan air berturut-turut adalah 0.86 dan 98.92%, kadar abu (basis kering) sebesar 0.03 dan 11.92%, kadar lemak (basis kering) 93.65 dan 38.24%, kadar protein (basis kering) sebesar 0.08 dan 42.88%, serta kadar karbohidrat (basis kering) sebesar 6.22 dan 21.96%. Fraksi minyak mengandung total karoten sebesar 4 505.43 ppm dengan kandungan β-karoten sebesar 636.24 ppm. Fraksi air mengandung total karoten sebesar 1.11 ppm dengan β-karoten sebesar 0.93 ppm. Nilai total tokoferol untuk fraksi minyak adalah 22 940.35 ppm dengan kandungan α-tokoferol sebesar 481.48 ppm. Fraksi air memiliki total tokoferol sebesar 1836.03 ppm dengan αtokoferol sebesar 110 ppm. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Berdasarkan analisis fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak, diperoleh nilai titik cair sebesar 12.5oC, berat jenis 0.90 g/ml, turbidity point 58.0oC, indeks bias sebesar 1.46, nilai bilangan peroksida sebesar 12.80 mg ekivalen/kg, bilangan penyabunan 242.28 mg KOH/g sampel, bilangan iod 71.02 g iod/100 g lemak, dan asam lemak bebas sebesar 0.35%. Hasil uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker secara in vitro menunjukkan bahwa kedua jenis fraksi buah merah mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas antiproliferasi kedua fraksi dapat mendekati bahkan melebihi aktivitas yang dimiliki oleh kontrol positif (doxorubicin) pada konsentrasi yang semakin tinggi. Hasil analisis ragam dan uji Duncan menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan konsentrasi, serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel HeLa. Jenis sampel juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel K-562. Namun, jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel K-562 dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan konsentrasi serta interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi sampel yang diberikan, yaitu 10, 20, dan 40 µL/mL
menyebabkan penurunan jumlah sel dan peningkatan nilai %antiproliferasi terhadap sel K-562.
B. SARAN Pada
penelitian
selanjutnya
perlu
dilakukan
pengujian
aktivitas
antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah terhadap sel kanker secara in vivo untuk melengkapi bukti ilmiah yang mendukung kemampuan ekstrak buah merah dalam melawan kanker. Selain itu, pengujian terhadap sel kanker jenis lain seperti sel kanker Caco2, sel kanker payudara, prostat, dan lain sebagainya perlu dilakukan karena kemungkinan aktivitas yang diberikan akan berbeda. Pada pengukuran total tokoferol, sebaiknya dilakukan tahap pengenceran sampel sehingga nilai yang dihasilkan akan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Ade
2007. Kampanye Deteksi Dini Kanker Pada Anak www.koalisi.org/ TopikYouth.htm [23 Juli 2007]
Agustinisari I. 1998. Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Segar dan Bertunas terhadap Proliferasi Beberapa Alur Sel Kanker dan Normal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amelia. 2002. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1100397943&2 [ 20 Juli 2007]. Ananta E. 2000. Pengaruh Ekstrak Cincau Hijau (Cyclea barbata L. Miers) terhadap Proliferasi Alur Sel Kanker K-562 dan HeLa. Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. 2006. HeLa Cell Culture. http://www.microscopyu.com/galleries/ dicpHasecontrast/helapclarge.html [5 Desember 2006]. ________. 2007a. Doxorubicin. http://en.wikipedia.org/wiki/doxorubicin. [30 Juli 2007]. ________. 2007b. Trypan blue. http://en.wikipedia.org/wiki/trypan_blue [30 Juli 2007]. . 2007c. Fenol. . http://en.wikipedia.org/wiki/fenol [2 Desember 2007] . 2008a. Dose Response Relationship. http://en.wikipedia.org/wiki/dose response_relationship [24 Januari 2008] ________ . 2008b. Proliferation. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/ proliferation/ [ 1 Februari 2008] _________. 2008c. Antara Minyak Sawit, http://www.kaskus.us/ [1 Februari 2008]
Zaitun,
dan
VCO.
AOAC (Association of Official Agricultural Chemists). 1995. AOAC Official Methods of Analysis 926.12. Moisture and Volatile Matter in Oils and Fats. Vol 2 (41) : 1 – 1. Washington DC. ______________________________________________. 1995. AOAC Official Methods of Analysis 960.52. Microchemical Determination of Nitrogen. Vol 2 (12) : 7 - 7. Washington DC.
Apriyantono A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati, dan S Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Astutik TP. 2007. Aktivitas Antiproliferasi Subfraksi B1 dari Fraksi Etil Asetat Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. ATCC (American Type Culture Collection) 2006. Catalogue of Cell Lines and Hybridomas. 7th American Type Collection.http://www.lgcpromochematcc.com/common/cellbiology/ [5 Desember 2006]. Ball GFM. 2000. Fat Soluble Vitamins Assay in Food Analysis. Elsevier Science Publish.Co.Inc., New York. Bauernfeind JC, CR Adams, dan WL Marusich. 1981. Carotenes and vitamin A precursor in animal feed. Di dalam: JC Bauernfeind. Ed. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. Academic Press Inc., New York BBIA (Balai Besar Industri Agro). 2006. Kajian Teknis Standar Buah Merah. Laporan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan BBIA, Jakarta. Belitz HD dan W Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. Budi IM. 2002. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi Secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya. Tesis. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Budi IM dan FR Paimin. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Budi IM, R Hartono dan I Setyonova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah . Penebar Swadaya, Jakarta. Chen J dan C Han. 2000. The protective effect of tea on cancer: human evidence. Di dalam: WR Bidlack, ST Omaye, MS Meskin, dan DKW Tophan. Phytochemicals as Bioactive Agents. Technomic Publ. Co. Inc, Lancaster. Christensen E. 2008. What is Cell Viability. http://www.wisegeek..com/ Februari 2008].
[1
Christie WW. 1982. Lipid Analysis 2nd Ed. Pergamen Press, London. Damodaran S. 1997. Food proteins: an overview. Di dalam: S Damodaran dan A Paraf. Eds. Food Proteins and Their Aplication. Marcel Dekker, New York.
Dionisi F, J Prodolliet dan E Tagliaferri. 1995. Assessment of Olive Oil Adulteration by Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography/Amperometic Detection of Tocopherols and Tocotrienols. J. Am. Oil. Chem. Soc. 72: 1505 – 1511. Djatmiko B dan Widjaja. 1981. Minyak dan Lemak. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Doyle MP dan NV Padhye. 1995. Escherichia coli. Marcell Dekker, New York. Elson CE dan SG Yu. 1994. The Chemoprevention of Cancer by Mevalonate, Derived Constituents of Fruit and Vegetables. J. Nutr. 124:607-614. Ensminger, Konlade dan Robson. 1983. Food And Nutrition Encyclopedia. Regus Press, California. Farlex. 2008. Cooking. http://www.encyclopedia2.thefreedictionary.com/cooking +basic+topics [4 Januari 2008]. FDA (Food and Drugs Administration). 2007. Doxorubicin official FDA information, side effects, and uses. http://www.drugs.com/pro/ doxorubicin/ html [30 Juli 2007]. Fessenden RJ dan JS Fessenden. 1992. Kimia Organik. Airlangga, Jakarta. Freshney IR. 1985. Culture of Animal Cell: A Manual of Basic Technique. Alan R. Liss, New York. ____________.1992. Culture of Animal Cell. John Milley and Sons Co., New York. ____________.1994. Culture of Animal Cell. 3th Ed. John Milley and Sons Co., New York. Gan S dan Nafrialdi. 1989. Antikanker dan Imunosupresan. Di dalam: S Gan. Ed. Farmakologi dan Terapi. Hal. 686 -701. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Giamalva DH, DF Church dan WA Pryor. 1985. A Comparison of The Rates of Ozonation of Biological Antioxidants and Oleate and Linoleate Esters. Biochem. Biophys. Res. 133 : 1615 – 1623. Giese AC. 1979. Cell Physiology. W.B. Sanders Co., Philadelphia. Govan DT, PS Cadt, PS Macfarlane dan R Calleander. 1995. Pathology Illustrated. Churchil Living Stone, New York. Guyton AC. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokomia. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Harris RS dan E Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit ITB, Bandung. Hernani 2005. Dapatkah buah merah diganti dengan tanaman antioksidan lainnya?. Majalah Plus+ Vol. 1.hlm 40-43 Huang MT dan T Ferraro. 1992. Phenolic Compounds in Food and Cancer Prevention. American Chemical Society, Washington. Hudson BJF. 1990. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Irawan D. 2006. Mengenal Buah Merah yang Semakin Populer. http://www Waspada.co.id/Serba serbi/htm [5 Desember 2006] Irwan B. 1996. Intervensi Sayur dan Buah Pembawa Vitamin C dan E untuk Meningkatkan Proliferasi Sel Limfosit dan Aktivitas Sel Natural Killer Populasi Buruh Pabrik di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iwashaki F dan M Murakoshi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Market. J. Inform. 3 (2) : 210 – 217. Jacobs MB. 1951. The Chemical Analysis of Foods and Foods Products. D Van Nostrand Company Inc., New York. Jadav SJ, SS Nimbalkar, AD Kulkarni, dan DL Madhavi. 1996. Lipid oxidation in biological and food systems. Di dalam: DL Madhavi, SS Desphande, dan DK Salunkhe. Eds. Food Antioxidants: Technological, Toxicological, and Health Perspectives. Marcel Dekker, Inc, New York. Jamieson GS. 1964. Vegetable Fats and Oils. Reinhold Publishing Coorporation, New York. Jansen O, A Scheffer dan D Kabelitz. 1993. In Vitro Effects of Mistletoe Extracts and Mistletoe Lectins. Cytotoxicity Toward Tumor Cell Due to Induction of Programmed Cell Death (Apoptosis). Arzneimittelforschung. 43 (11) : 1221 – 1227. Johnherf. 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara RI. http://johnherf.wordpress.com. [23 November 2007] Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kimball JW. 1990. Biology. Erlangga, Jakarta.
Khomsan, A. 2005. Kanker vs buah merah. Di dalam: Plus+ Vol. 1 Hlm 21-22. Krinsky NI. 1988. Mechanism of Action of Biological Antioxidants. Society for Experimental Biology and Medicine, Boston. Krischenbauer. 1960. Fat and Oil : An Outline of Their Chemistry and Technology. Reinhold Publishing Co., New York. Lawson H. 1995. Food Oils and Fats: Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall, New York. Lewin B. 1990. Genes IV. Cell Press, Cambridge. Lewis WH. 1977. Medical Botany. A Willey Interscience Publ., New York. Liestiyani O. 2000. Pengaruh Suhu Pemanasan Biji Jarak, Waktu, dan Tekanan Pengempaan Dingin terhadap Mutu Minyak Biji Jarak (Ricinus communis L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Machlin LJ. 1991. Vitamin E. Di dalam: L.J Machlin. Handbook of Vitamins. Marcell Dekker Inc., New York. Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. McAteer JA dan J Davis. 1994. Basic cell culture technique and the maintenance of cell lines. Di dalam: J Davis. Ed. Basic Cell Culture: A Practical Approach, IRL Press, New York. Meiriana Y. 2006. Pengaruh Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Aktivitas Proliferasi Sel Limfosit Manusia secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran sebagai Sumber Serat dan Antioksidan Mencegah Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mueller SC, Y Yeh dan WT Chen. 1992. Tyrosine Phosphorylation of Membrane Protein Mediates Cellular Invasion by Transformed Cells. J. Cell Biol. 119: 1309-1325. Muir M. 2007. DMSO: Many Uses, Much Controversy. http://www.dmso.org/ articles/information/pmuir.htm [10 Maret 2007] Mukhopadhyay M. 2000. Natural Extracts Using Super Critical Carbondioxide. CRC Press, New York.
Muller HG. 1973. An Introduction to Food Rheology. William Heinemann Ltd., London. Murakami A, H Ohigashi dan K Koshimizu. 1996. Antitumor Promotion with Food Phytochemicals: Astrategy for Cancer Chemoprevention. Biosci. Biotech. Biochem. 60: 1-8. Murakami A, H Morita, R Safitri, A Ramlan, K Koshimizu dan H Higashi. 1998. Screening for In Vitro Anti Tumour-Promoting Activities of Edible Plants from Indonesia. J. Cancer Detection and Prevention.. 22 (6) : 516 – 525. Nakatani N. 1993. Natural antioxidant from spices. Di dalam: MT Huang, CT Ho dan CY Lee. Phenolics Compounds in Food and Their Effects in Health II. ACS. Symposium Series 507. American Chemical Society, Washington. Nielsen SS. 2003. Food Analysis. Marcel Dekker, New York. Papas AM. 2002. Beyond α-tocopherol: the role of the other tocopherol and tocotrienols. Di dalam: MS Meskin, WR Bidlack, AJ Davies dan ST Omaye. Eds. Phytochemicals in Nutrition and Health. CRC Press, London Parker. 1992. Ekstraksi karotenoid dari minyak sawit. Di dalam G Efendi. Teknik Mikroenkapsulasi Provitamin A dari Minyak Sawit Merah dengan Metode Koaservasi Kompleks. Skripsi S1 Fateta, IPB. Bogor. Parkin. 2002. Cancer Statistic Rate. http://www.globalcancerstatistics/htm [5 Desember 2006] Patterson HBW. 1983. Hydrogenation of Fats and Oils. Elsevier Applied Science, London Pike OA. 2003. Fat characterization. Di dalam: SS Nielsen. Food Analysis. 3th ed. Kluwer Academic, New York. Pomeranz Y dan EM Cliffton. 1971. Food Analysis, Theory and Practice. AVI Publ. Co.Inc., Westport, Connecticut. Priosoeryanto BP. 1994. Morfological and Cell Biological Studies of Tumors in Domestic Animals. Disertasi.University of Miyazaki. Roitt ZM. 1991. Essential Immunology. Black Well Scientific Publ., London. Sadsoeitoeboen MJ. 1999. Pandanaceae: Aspek Botani dan Etnobotani Dalam Kehidupan Suku Arfak di Irian Jaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Schunack W, K Mayer dan M Haake. 1990. Senyawa Obat. Edisi 2. Terjemahan Wattimena dan S. Soebito. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sclesingerman, A. 2003. Welcome to America: the land of fat. http://hypertextbook.com/facts/2003/AlexSclessingerman.shtml [30 Juli 2007] Shahidi F dan PKJ Wanasudara. 1992. Phenolic antioxidants. Di Dalam: WR Bidlack dan W Wang 2000. Designing Functional Foods to Enhance Health. Technomic Publ. Co., Inc.,Lancaster, Basel. Shahidi F. 1997. Natural Antioxidants: Chemistry, Health, Effects, and Application. AOCS Press, Illinois Shamsuddin AM. 1995. Inositol Phosphates Have Novel AntiCancer Function. J. Nutr.125: 7255-7325. Sheffy BE dan RD Schultz. 1978. Influence of Vitamin E and Selenium on The Immune Response Mechanism. Cornell Vet. 68: 89-93. Sherly. 1998. Ekstraksi Minyak dari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan Komposisi Asam Lemaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Shetty K, OF Curtis, RE Levin, R Witkowsky dan W Ang. 1995. Prevention of Vitrification Associated with In Vitro Shoot Culture of Oregano (Origanum vulgore) by Pseudomonas spp. Plant Physiol. 147 : 447 – 451. Silalahi J dan N Hutagalung. 2008. Komponen–Komponen Bioaktif Makanan dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan. http://www.tempointeraktif.com/ medika/arsip/062002/pus-3.htm-jansen [18 Januari 2008] Silam. 1998. Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis) dengan Alat Pengempa Berulir (expeller) dan Karakteristik Mutu Minyaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor Sirait SD. 1981. Mempelajari Pengaruh Perlakuan Pendahuluan pada Pengepresan Biji Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Rendemen dan Mutu Minyak yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak Pangan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Southgate DAT. 1976. Determination of Food Carbohydrate. Applied Science Pub., London.
Spector WG dan TD Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Terjemahan Soetjipto N.S. Gajah Mada, Universitas Press, Yogyakarta. Stahl W dan H Sies. 1996. Biological activity of carotenoids and their bioavailability in human organism. Di dalam : JT Kumpulainen dan JT Solanen. Eds. Natural Antioxidant and Food Quality in Atherosclerosis and Cancer Prevention. The Royal Society of Chemistry, Cambridge. Starr, T dan Starr, C. 1989. Biology: the unity and diversity of life. http://hypertextbook.com/facts/1998/LanNaLee.shtml [30 Juli 2007] Starvic B dan TS Matula. 1992. Flavonoids in foods: their significance for nutrition and health. Di dalam: ASH Ong dan L Parker. Eds. Lipid Soluble Antioxidants:Biochemistry and Clinical Application. Birkhauser Verlag, Barel. Stephen A dan J Cummings. 1980. Mechanism of Action of Dietary Fibre in The Human Color. Nature 284: 283-284. Susanti. 2006. Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoides Lam.) dan Uji Biologis terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Taylor JK, T Levy, ER Suh dan G Traber. 1997. Activation of Enhancer Elements by The Homeobox Gene Cdx2 is Cell Line Specific. http://www.Nucleicacidsresearch/htm [19 Januari 2006] Temin HM, RWJr Pierson dan NC Dulak. 1972. The Role of Serum in The Control of Avian and Mammalian Cells in Culture. Di dalam: GH Rothblat dan VJ Cristavalo. Eds. Growth Nutrition and Metabolism of Cell Culture. Academic Press, New York. Thung H. 2005. Biarlah Emas Merah Jadi Berkat Bagi Masyarakat Papua. Di dalam: Plus+ Vol. 1. Hlm 33. Uripi V. 2005. Sari Buah Merah Pengendali Zat Radikal Bebas. Di dalam: Plus+ Vol. 1. Hlm 25 – 26. Wahyuni L. 2000. Mempelajari Pengaruh Suhu Pemanasan Oven, Waktu dan Tekanan Pengempaan terhadap Rendemen Mutu Minyak Kulit Biji Jambu Mete. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Walum E, K Stenberg dan D Jansen. 1990. Understanding Cell Toxicology. Ellis Horward, New York. Widarta IWR. 2007. Jadikan Minyak Sawit Merah Sebagai Pangan Fungsional. http://www.balipost.co.id/ [1 Februari 2008].
Winarno FG. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. .1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta. .1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta ___________.1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wolf JP. 1997. Analysis and determination of Lipid. Di dalam: J.L. Multon, ed. Analysis of Food Constituent. Willey-VCH, New York. Wong ML, RE Tims dan EM Goh. 1988. Colorimetric Determination of Total Tocopherol in Palm Oil, Olein, and Stearin. Journal American Oil Chemical Society (65): 2 Yulia O. 2007. Pengujian Kapasitas Antioksidan Ekstrak Polar, Nonpolar, Fraksi Protein, dan Nonprotein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi fraksi buah merah Konsumsi normal minyak buah merah per hari = 10 mL Konsumsi tersebut masuk ke dalam 5 liter darah sehingga konsentrasinya menjadi: 10 mL /5000 mL = 1/500 ( ml ml ) Konsentrasi tersebut disesuaikan dengan konsentrasi fraksi di dalam sumur, sehingga: V1 x M1 = V2 x M2 1000µl x 1/500 ( ml ml ) = 100µL x M2 M2 = 0,02 ( ml ml ) = 20 ( μL ml ) (dosis normal)
K2
Keterangan: V1 = volume total sumur M1 = konsentrasi fraksi dalam sumur V2 = volume fraksi yang ditambahkan dalam sumur M2 = konsentrasi fraksi yang ditambahkan dalam sumur (larutan stok)
Pengenceran fraksi dibuat dalam tiga tingkatan (v/v) berdasarkan dosis normal, yaitu: K1 = 0.5 x dosis normal = 0.5 x 0,02 K2 = 1 x dosis normal = 1 x 0,02 K3 = 2 x dosis normal = 2 x 0,02
ml
ml
ml
ml
ml
ml
= 0,01
= 0,02 = 0,04
ml
ml
ml
ml
ml
= 10
= 20
ml
= 40
μL ml
μL ml
μL ml
Konsentrasi fraksi dalam sumur: K1 = 10
μL
K2 = 20
μL
K3 = 40
μL
ml
x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 1 µl
dalam 1 ml = 1 µl/ml
ml
x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 2 µl
dalam 1 ml = 2 µl/ml
ml
x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 4 µl
dalam 1 ml = 4 µl/ml
Lampiran 2. Rancangan pemetaan sampel pada lempeng kultur bersumur 24 buah
A
B
C
1 2 3 4
Keterangan perlakuan sumur: A1, B1, C1 D1, E1, F1 A2, A3, A4 B2, B3, B4 C2, C3, C4 D2, D3, D4 E2, E3, E4 F2, F3, F4
= kontrol negatif = kontrol positif = fraksi air 10 μL/mL = fraksi air 20 μL/mL = fraksi air 40 μL/mL = fraksi minyak 10 μL/mL = fraksi minyak 20 μL/mL = fraksi minyak 40 μL/mL
D
E
F
Lampiran 3. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) Lampiran 2. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) ( di file Lampiran 2)
Lampiran 4a. Rekapitulasi data analisis físiko-kimia ekstrak buah merah Jenis Analisis Kadar air (%bk) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk) Total karoten (ppm) β-karoten (ppm)* Total tokoferol (ppm) α-tokoferol (ppm)* Total fenol (ppm)
ul 1 1.03 0.04
Fraksi minyak ul 2 ul 3 0.69 0.87 0.02 0.03
0.06 93.64
0.09 93.65
6.25 4506.80 636.24
Fraksi air ul 2 ul 3 8749.56 9900 13.27 10.00
Rataan 0.86 0.03
ul 1 8828.57 12.5
0.07 93.67
0.08 93.65
34.82 46.43
39.82 36.28
54.00 32.00
42.88 38.24
6.24
6.17
6.22
6.25
10.71
5
21.96
4494.02 -
4515.47 -
4505.43 636.24
1.19 0.93
0.99 -
1.15 -
1.11 0.93
23260.78 23157.89 22402.38 22 940.35 481.48 481.48 -
2096.03 1.10 210.44
1561.97 1850.08 1836.03 1.10 215.93 204.95 210.44
* : hasil pengujian Balai Pasca Panen
Lampiran 4b. Rekapitulasi data analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak terhadap fraksi minyak buah merah
Analisis Berat jenis (g/ml) Indeks bias Turbidity point (oC) Titik cair (oC) Viskositas (Cp) Bilangan penyabunan (mg KOH/g) Bilangan iod (g iod/100g) Asam lemak bebas (%) Bilangan peroksida (mek/kg)
ulangan 1 0.90 1.46 59.00 13.00 58.5 243.64 65.03 0.35 13.37
Rataan 9159.38 11.92
Fraksi minyak ulangan 2 ulangan 3 0.91 0.90 1.47 1.45 57.00 58.00 12.00 12.50 58.5 58.5 237.83 245.34 72.83 75.19 0.35 0.34 12.14 12.89
Rata-rata 0.90 1.46 58.00 12.50 58.5 242.28 71.02 0.35 12.80
85
Lampiran 5a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar α-tokoferol dan sampel Sampel Larutan standar
Fraksi minyak Fraksi air
Bobot tokoferol (ug) 0 40 80 120 160 200 309.37 (w = 13.3 mg) 305.68 (w = 13.2 mg) 277.79 (w = 12.4 mg) 47.79 (w = 22.8 mg) 19.37 (w = 12.4 mg) 48.84 (w = 26.4 mg)
absorbansi 0 0.12 0.206 0.288 0.346 0.37 0.623 0.616 0.563 0.126 0.072 0.128
Lampiran 5b. Kurva standar tokoferol 0.5
y = 0.0019x + 0.0352 R2 = 0.958
0.4
absorbansi
0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0.0 0
50
100
150
200
250
konsentrasi (ug)
Contoh perhitungan, misalkan untuk fraksi minyak dengan w = 12.4 mg y = 0.0019x + 0.0352 0.563 = 0.0019x + 0.0352 0.5278 = 0.0019x x = 277.79
Total tokoferol = =
bobot tokoferol dari persamaan kurva s tan dar gram sampel
277.79 μg 0.0124 g
= 22402.38 ppm 89
Lampiran 6a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar asam tanat dan sampel untuk total fenol Sampel
konsentrasi (ppm) 0 5 10 15 20 25 210.44 215.93 204.95
Larutan standar
Fraksi air (FP 100)
absorbansi 0 0.108 0.21 0.31 0.414 0.432 0.057 0.058 0.056
absorbansi
Lampiran 6b. Kurva standar total fenol 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
y = 0.0182x + 0.0187 R2 = 0.9764
0
5
10
15
20
25
30
konsentrasi
Contoh perhitungan : y = 0.0182x + 0.0187 0.057 = 0.0182x + 0.0187 0.0383 = 0.0182x x = 2.1044 ppm (faktor pengenceran 100x) Konsentrasi total = X x FP = 2.1044 x 100 = 210.44 ppm
90
Lampiran 7. Perhitungan dosis kontrol positif doxorubicin
Asumsi: •
Perhitungan didasarkan pada bobot tubuh rata-rata manusia menurut Schlessingerman (2003), yaitu 70 kg dengan tinggi badan 175 cm.
•
Jumlah darah manusia dengan bobot tubuh rata-rata 70 kg adalah sekitar 5 L (Starr dan Starr, 1989)
•
Dosis minimal doxorubicin berdasarkan FDA (2007) adalah 30 mg/m2
Luas permukaan tubuh manusia 70 kg dengan tinggi 175 cm dihitung dengan rumus Mosteller, yaitu: m2 =
tinggi (cm) x berat badan (kg ) = 3600
175 x 70 = 1,8447 m2 3600
Konsentrasi doxorubicin dalam sumur = 1,8447 m2 x 70 kg/5 L = 11,1111 mg/L = 0,0111 mg/ml V1 x M1 = V2 x M2 1 ml x 0,0111 mg/ml = V2 x 2 mg/ml V2 = 5,55 X 10-3 ml = 5,55 μl
6 μl (pembulatan)
Keterangan: V1 = volume total sumur M1 = konsentrasi doxorubicin dalam sumur V2 = volume doxorubicin yang ditambahkan dalam sumur M2 = konsentrasi stok doxorubicin
91
Lampiran 8. Data hasil perhitungan sel Hela dengan metode trypan blue Sampel kontrol negatif
ulangan 1 2 3
Rata-rata kontrol positif
1 2 3
Rata-rata fraksi minyak 10 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi minyak 20 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi minyak 40 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi air 10 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi air 20 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi air 40 uL/mL Rata-rata
1 2 3
∑ sel/ml (x104) 355.56 244.44 344.44 314.81 272.22 138.89 33.33 148.15 116.67 222.22 172.22 170.37 105.56 166.67 183.33 151.85 250.00 105.56 133.33 162.96 238.89 303.33 150.00 230.74 200.00 177.78 55.56 144.45 172.22 83.33 100.00 118.52
a
: Dihitung berdasarkan kontrol negatif
b
: Dihitung berdasarkan kontrol positif
% Proliferasi 100 100 100 100.00 86.47 44.12 10.59 47.06 37.06 70.59 54.71 54.12 33.53 52.94 58.24 48.24 79.41 33.53 42.35 51.76 75.88 96.35 47.65 73.29 63.53 56.47 17.65 45.88 54.71 26.47 31.77 37.65
% % Antiproliferasia Antiproliferasib 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 52.94 0.00 118.89 118.89 55.55 55.55 85.55 85.55 45.88 86.66 125.56 125.56 88.89 88.89 78.88 78.88 51.76 97.78 38.89 38.89 125.56 125.56 108.90 108.90 48.24 91.12 45.56 45.56 6.89 6.89 98.89 98.89 26.71 50.45 68.89 68.89 82.23 82.23 155.55 155.55 54.12 102.22 85.55 85.55 138.89 138.89 128.88 128.88 62.35 117.77
92
Lampiran 9a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel HeLa Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: jumlah sel/ml (10e4) Type III Sum of Squares 80419.105a 776197.760 36.267 12758.053 8476.086 56585.835 854291.361 137004.940
Source Corrected Model Intercept sampel konsentr sampel * konsentr Error Total Corrected Total
df 6 1 1 2 2 14 21 20
Mean Square 13403.184 776197.760 36.267 6379.026 4238.043 4041.845
F 3.316 192.040 .009 1.578 1.049
Sig. .030 .000 .926 .241 .376
a. R Squared = .587 (Adjusted R Squared = .410)
Lampiran 9b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel HeLa jumlah sel/ml (10e4) Duncan
a,b,c
sampel minyak air kontrol negatif Sig.
N 9 9 3
Subset 1 2 161.7289 164.5678 314.8133 .943 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4041.845. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 9c.
Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel HeLa
jumlah sel/ml (10e4) Duncan
a,b,c
konsentrasi 0,04 0,02 0,01 0 Sig.
N 6 6 6 3
Subset 1 2 140.7400 148.1500 200.5550 314.8133 .188 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4041.845. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
93
Lampiran 10a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel HeLa Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: % antiproliferasi Type III Sum of Squares 8114.247a 25065.737 3.660 1287.336 855.218 4954.068 48876.511 13068.315
Source Corrected Model Intercept sampel konsentr sampel * konsentr Error Total Corrected Total
df 6 1 1 2 2 14 21 20
Mean Square 1352.374 25065.737 3.660 643.668 427.609 353.862
F 3.822 70.835 .010 1.819 1.208
Sig. .018 .000 .920 .198 .328
a. R Squared = .621 (Adjusted R Squared = .458)
Lampiran 10b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa % antiproliferasi Duncan
a,b,c
sampel kontrol negatif air minyak Sig.
Subset 1 2 .0000 47.7248 48.6267 1.000 .938
N 3 9 9
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 353.862. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 10c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa % antiproliferasi Duncan
a,b,c
konsentrasi 0 0,01 0,02 0,04 Sig.
N 3 6 6 6
Subset 1 2 .0000 36.2933 52.9405 55.2934 1.000 .159
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 353.862. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
94
Lampiran 11a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel HeLa Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: %antiprol Source Corrected Model Intercept konsentr sampel konsentr * sampel Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 7864.559a 166954.800 4593.276 13.073 3049.923 17676.034 204390.307 25540.593
df 6 1 2 1 2 14 21 20
Mean Square 1310.760 166954.800 2296.638 13.073 1524.962 1262.574
F 1.038 132.234 1.819 .010 1.208
Sig. .442 .000 .198 .920 .328
a. R Squared = .308 (Adjusted R Squared = .011)
Lampiran 11b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa % Antiproliferasi Duncan
a,b,c
sampel air minyak kontrol positif Sig.
N 9 9 3
Subset 1 90.1478 91.8522 100.0000 .672
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1262.574. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 11c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa % Antiproliferasi Duncan
a,b,c
konsentrasi 0,01 0,02 kontrol positif 0,04 Sig.
N 6 6 3 6
Subset 1 68.5550 100.0000 100.0000 104.4450 .170
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1262.574. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
95
Lampiran 12. Data hasil perhitungan sel K-562 dengan metode trypan blue Sampel kontrol negatif
ulangan 1 2 3
Rata-rata kontrol positif
1 2 3
Rata-rata fraksi minyak 10uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi minyak 20 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi minyak 40 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi air 10 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi air 20 uL/mL
1 2 3
Rata-rata fraksi air 40 uL/mL Rata-rata
1 2 3
∑ sel/ml (x104) 533.33 433.33 500.00 488.89 166.67 200.00 133.33 166.67 283.33 183.33 250.00 238.89 216.67 233.33 266.67 238.89 200.00 183.33 183.33 188.89 333.33 316.67 283.33 311.11 166.67 133.33 166.67 155.56 166.67 66.67 100.00 111.11
a
: Dihitung berdasarkan kontrol negatif
b
: Dihitung berdasarkan kontrol positif
% % a Proliferasi Antiproliferasi 100 0 100 0 100 0 0.00 100.00 34.09 65.91 40.91 59.09 27.27 72.73 65.91 34.09 57.95 42.05 37.5 62.5 51.14 48.86 51.14 48.86 44.32 55.68 47.73 52.27 54.55 45.45 51.13 48.87 40.91 59.09 37.5 62.5 37.5 62.5 61.36 38.64 68.18 31.82 64.77 35.23 57.95 42.05 36.37 63.63 34.09 65.91 27.27 72.73 34.09 65.91 68.18 31.82 34.09 65.91 13.64 86.36 20.45 79.55 77.27 22.73
% Antiproliferasib 100.00 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 63.80 94.83 74.13 77.59 84.48 79.31 68.96 77.58 89.65 94.83 94.83 93.10 48.28 53.45 63.80 55.18 100.00 110.35 100.00 103.45 100.00 131.03 120.69 117.24
96
Lampiran 13a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel K- 562 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: jumlah sel/ml (10e4) Source Corrected Model Intercept konsentr sampel konsentr * sampel Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 278857.201a 1481474.074 47807.154 3950.123 23363.895 19074.815 1585546.111 297932.016
df 6 1 2 1 2 14 21 20
Mean Square 46476.200 1481474.074 23903.577 3950.123 11681.948 1362.487
F 34.111 1087.331 17.544 2.899 8.574
Sig. .000 .000 .000 .111 .004
a. R Squared = .936 (Adjusted R Squared = .909)
Lampiran 13b.
Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel K-562
jumlah sel/ml (10e4) Duncan
a,b,c
sampel air minyak kontrol negatif Sig.
N 9 9 3
Subset 1 2 192.5933 222.2211 488.8867 .208 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1362.487. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 13c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel K-562 jumlah sel/ml (10e4) Duncan
a,b,c
konsentrasi 0,04 0,02 0,01 0 Sig.
N 6 6 6 3
1 150.0000 197.2233
Subset 2
3
274.9983 .067
1.000
488.8867 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1362.487. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
97
Lampiran 14a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel K- 562 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: %antiprol Type III Sum of Squares 11667.267a 35802.093 165.438 1999.984 977.537 581.041 63394.155 12248.309
Source Corrected Model Intercept sampel konsentr sampel * konsentr Error Total Corrected Total
df 6 1 1 2 2 14 21 20
Mean Square 1944.545 35802.093 165.438 999.992 488.769 41.503
F 46.853 862.640 3.986 24.094 11.777
Sig. .000 .000 .066 .000 .001
a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .932)
Lampiran 14b.
Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 %antiprol
Duncan
a,b,c
sampel kontrol negatif minyak air Sig.
N 3 9 9
Subset 1 2 .0000 54.5444 60.6078 1.000 .144
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 41.503. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 14c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 %antiprol Duncan
a,b,c
Subset konsentrasi 0 0,01 0,02 0,04 Sig.
N 3 6 6 6
1 .0000
2
3
4
43.7517 59.6583 1.000
1.000
1.000
69.3183 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 41.503. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
98
Lampiran 15a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel K- 562 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: % Antiproliferasi Type III Sum of Squares 7645.722a 157313.622 4603.863 380.696 2250.111 1337.755 175933.795 8983.478
Source Corrected Model Intercept konsentr sampel konsentr * sampel Error Total Corrected Total
df 6 1 2 1 2 14 21 20
Mean Square 1274.287 157313.622 2301.931 380.696 1125.055 95.554
F 13.336 1646.333 24.090 3.984 11.774
Sig. .000 .000 .000 .066 .001
a. R Squared = .851 (Adjusted R Squared = .787)
Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel K-562
Lampiran 15b.
% Antiproliferasi Duncan
a,b,c
sampel minyak air kontrol positif Sig.
N 9 9 3
Subset 1 2 82.7578 91.9556 91.9556 100.0000 .144 .198
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 95.554. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 15c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 % Antiproliferasi Duncan
a,b,c
konsentrasi 0,01 0,02 kontrol positif 0,04 Sig.
N 6 6 3 6
1 66.3817
Subset 2 90.5167 100.0000
1.000
.155
3
100.0000 105.1717 .426
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 95.554. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
99