PENGARUH EKSTRAK BUAH NAGA SUPER MERAH (Hylocereus costaricensis) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORIS PERMEN SUSU MENGGUNAKAN EVAPORATOR VAKUM DOUBLE JACKET
SKRIPSI
Oleh : JATMIKO EKO WITOYO NIM 125100601111006
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
PENGARUH EKSTRAK BUAH NAGA SUPER MERAH (Hylocereus costaricensis) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORIS PERMEN SUSU MENGGUNAKAN EVAPORATOR VAKUM DOUBLE JACKET
Oleh : JATMIKO EKO WITOYO NIM 125100601111006
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 i
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi
: Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super Merah
(Hylocereus
costaricensis)
terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket Nama Mahasiswa
: Jatmiko Eko Witoyo
NIM
: 125100601111006
Jurusan
: Keteknikan Pertanian
Program Studi
: Teknik Bioproses
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Pembimbing Pertama,
Pembimbing Kedua,
Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Sumardi H.S., MS NIP. 19620719 198701 1 001 NIP. 19540112 198002 1 001 Tanggal Persetujuan :
Tanggal Persetujuan :
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Pengaruh Ekstrak Buah Naga Merah
(Hylocereus
Super
costaricensis)
terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket Nama Mahasiswa
: Jatmiko Eko Witoyo
NIM
: 125100601111006
Jurusan
: Keteknikan Pertanian
Program Studi
: Teknik Bioproses
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I,
Dosen Penguji II,
Dr.Ir. Sandra, MP NIP. 19631231 199303 1 021
Prof. Dr. Ir. Sumardi H.S., MS NIP. 19540112 198002 1 001
Dosen Penguji III,
Ketua Jurusan,
Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr Dr. Ir.J.Bambang R.W., MS NIP. 19620719 198701 1 001 NIP. 19560205 198503 1 003 Tanggal Lulus TA : iii
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Jatmiko Eko Witoyo yang dilahirkan pada tanggal 20 Juni 1994 di Lamongan. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Tarkun dan Watini. Penulis menempuh pendidikan anak usia dini di TK Pertiwi I (1999 - 2000). Penulis melanjutkan pendidikan dasar di SDN Yungyang II (2000 - 2006). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Modo (2006 – 2009). Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan lanjutan di SMAN 1 Bluluk, Lamongan Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, Penulis diterima di Program Studi Teknik Bioproses, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Ditahun yang sama pula penulis memperoleh Beasiswa “BIDIK MISI” dari DIKTI untuk membiayai biaya kuliah dan kehidupan sehari – hari selama menempuh proses perkuliahan. Selama menempuh perkuliahan di TBP UB, penulis pernah menjadi asisten Fisika (2013), Manajemen Operasi Agroindustri (2014 – 2015), Pindah Panas (2015), Teknologi dan Proses Membran (2015) dan Teknik Bioseparasi (2016). Selain itu penulis juga aktif
sebagai
staff
Pengelolaan iv
Internal
(PI)
Himpunan
Mahasiswa Keteknikan Pertanian (HIMATETA) periode 20142015. Penulis juga pernah menjadi anggota devisi acara dalam kepanitiaan Studi Lapang Jurusan Keteknikan Pertanian tahun 2013. Pada tahun 2015, penulis menjadi Ketua tim PKM-T dengan judul “AUTIS” (Automatic Temperature and Moisture Soil Control) pada Budidaya Cacing Lumbricus rubelus dengan Media Limbah Jamur Tiram Menggunakan Fuzzy Inference System di Desa Selorejo Kabupaten Malang yang memperoleh pendanaan biaya dari DIKTI.
Ditahun yang sama, penulis
melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Petrokimia Gresik dengan judul “Efisiensi Pengeringan Rotary Dryer M5601 di Pabrik ZA II PT. Petrokimia Gresik, Jawa Timur” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS dan Delfian Luthfiananda, ST. Untuk menyelesaikan program sarjana Teknik Bioproses, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket” di bawah bimbingan Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr dan Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS.
v
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (QS. Al Kahfi: 109)
ALHAMDULLILAH ………… Thanks to ALLAH
This final project special dedication for my Parents I do earnestly as evidence of my responsibility to achievement of dreams I want to make you proud and happy But it’s not the end, I will continue pursuing my dream Courage me with your pray
= Setiap Warga Negara Berhak Mendapatkan Pendidikan = “Undang – Undang Dasar 1945, Pasal 31 Ayat 1” === Tidak Semua Yang Dapat Dihitung Diperhitungkan dan Tidak Semua Yang Diperhitungkan Dapat Dihitung === “Albert Einstein”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa
: Jatmiko Eko Witoyo
NIM
: 125100601111006
Jurusan
: Keteknikan Pertanian
Program Studi
: Teknik Bioproses
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Judul Skripsi
: Pengaruh Ekstrak Buah Naga Merah
(Hylocereus
Super
costaricensis)
terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket
Menyatakan bahwa, Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Malang, April 2016 Pembuat Pernyataan,
Jatmiko Eko Witoyo NIM. 125100601111006 vii
JATMIKO EKO WITOYO. 125100601111006. Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket. Skripsi. Pembimbing : Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr dan Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi S., MS
RINGKASAN Permen susu adalah sejenis permen yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar susu dan gula yang mengalami proses pengolahan dengan suhu tinggi untuk dapat mencapai proses karamelisasi dan mengalami perubahan bentuk menjadi amorf. Penambahan ekstrak buah naga super merah digunakan untuk meningkatkan kandungan gizi permen susu dan sebagai alternatif pewarna alami yang lebih aman bagi kesehatan. Untuk mempertahankan nilai gizi permen susu digunakan teknologi pengolahan pangan dengan sistem vakum untuk menurunkan titik didih suatu bahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak buah naga super merah terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor tunggal, yaitu penambahan ekstrak buah naga dengan 5 perlakuan (P) yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah P 0 (tanpa penambahan ekstrak buah naga), P 1 (penambahan ekstrak buah naga 10% dari volume susu), P2 (penambahan ekstrak buah naga 20% dari volume susu), P3 (penambahan ekstrak buah naga 30% dari volume susu) dan P4 (penambahan ekstrak buah naga 40% dari volume susu). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisa ragam. Apabila terdapat perbedaan diantara perlakuan, maka akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD).
viii
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan, intensitas warna L*a*b*, kadar protein, kadar gula reduksi, kadar vitamin C, kadar abu, kadar air, nilai sensoris warna dan nilai sensoris tekstur permen susu buah naga super merah. Sedangkan penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai sensoris rasa dan aroma permen susu buah naga super merah dan persentase penambahan ekstrak buah naga yang menunjukkan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektivitas adalah 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan karakteristik yang dihasilkan: nilai kekerasan (523,17 gF), warna L* (31,03), warna a* (41,53), warna b* (-5,6), kadar protein (4,74%), kadar vitamin C (14,04 mg/100 gram), kadar gula reduksi (15,52%), kadar air (8,95%) dan kadar abu (1,49%) serta nilai sensoris warna (4,96), rasa (4,64), aroma (3,80) dan tekstur (4,24).
Kata Kunci : Ekstrak buah naga super merah, Evaporator vakum Double Jacket, Permen susu buah naga
ix
JATMIKO EKO WITOYO.125100601111006. Effect of Super Red Dragon Fruit (Hylocereus costaricensis) Extract on Physicochemical and Sensory Properties of Milk Candy Using Double Jacket Vacuum Evaporator. Undergraduate Thesis. Supervisor : Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr and Co-Supervisor : Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS
SUMMARY Milk candy is a candy which made using milk and sugar as the main ingredients, it is treated under a high temperature process to make it caramelized and changed into an amorphous form. The addition of super red dragon fruit extract used to improve the nutritional value of milk candy and an alternative to natural colour that safer for health. To maintenance of nutritional value of milk candy used vacuum system in food processing to lower the boiling point of a material. The purpose of this research to determine the effect of super red dragon fruit extract on physicochemical and sensory properties of the milk candy. This research methods used Randomize Complete Block Design (RCBD) with single factor is the addition of dragon fruit extract with 5 treatments (P) and repeated 3 times. The treatment used are P0 (without the addition of fruit extracts dragon), P1 (the addition of fruit extracts dragon 10% of the volume of milk), P2 (the addition of fruit extracts dragon 20% of the volume of milk), P3 (the addition of fruit extracts dragon 30% of the volume of milk ) and P4 (the addition of dragon fruit extract 40% of the volume of milk). Data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) and continued by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Results of the research showed the addition of super red dragon fruit extracts gave a significant effect on the hardness value, color intensity of L* a* b*, protein content, reducing sugar, vitamin C content, ash content, moisture content, sensory color and texture of super red dragon fruit milk candy. But gave x
no significant effect on sensory flavour and aroma of super red dragon fruit milk candy. The addition of super red dragon fruit extracts 10% (v/v) gave a the best result with score of hardness value was 523.17 gF, color L * was 31.03, color a* was 41.53, color of b* was -5.6, protein content was 4.74%, vitamin C was 14.04 mg/100 gram, reducing sugar was 15.52%, water content was 8.95%, ash content was 1.49%, sensory color value was 4.96, sensory flavour value was 4.64, sensory aroma value was 3.80 and sensory texture value was 4.24.
Keywords:, Double Jacket vacuum evaporator, Dragon fruit milk candy, Super red dragon fruit extract
xi
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia, bimbingan, serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program Sarjana pada Program Studi Teknik Bioproses, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orangtuaku dan seluruh keluarga besar di rumah, kata dan perbuatan tidak akan pernah cukup untuk membalas semua kerja keras, kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan moril dan materil yang telah kalian berikan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan ide, bimbingan, arahan, saran dan kritiknya kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritiknya kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan saran yang membangun dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. xii
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) atas bantuan beasiswa “BIDIK MISI” selama penulis menempuh pendidikan Strata 1 (S1). 6. Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W., MS, Yusuf Hendrawan, STP, M.App. Life.Sc, Ph.D dan Dr. Eng. Evi Kurniati, STP, MT selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Keteknikan Pertanian atas pelayanan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh studi. 7. Dimas Firmanda Al Riza, ST, M.Sc, Dina Wahyu Indriani, STP, M.Sc, Rini Yulianingsih, STP, MT, Mutiara Nisa Amri, STP, Ir. Supriyono dan Firman, ST (Depo Inovasi) atas diskusi dan masukan yang membangun untuk penelitian ini serta bantuan yang telah diberikan selama penelitian ini. 8. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Keteknikan Pertanian atas ilmu yang sangat berharga dan pelayanan prima yang diberikan kepada penulis. 9. Rekan – rekan seperjuangan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP): Alfiana, Tryas, Indah Ratna, Nia, Riska Mega, Lukas Wahyu, Linda Luvi, Ravendi, Putu dan kakak – kakak TEP dan TBP 2011 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan saran yang saling menguatkan selama penelitian yang menguras tenaga dan pikiran ini. 10. Teman – teman Kelompok PKM : Lukas Wahyu Purwosasmitho, c.STP, Riyadhul Badiah,c.STP, Linda Luvi Nurwindi,c.STP, Rifqi Yudho N., c.STP, Mas Faiq, STP, Astriviana Santiari, c.STP, Prasti Eka L., c.STP, Rofiatul Khusna, c.STP, Rahmaddian Permadi, c.STP dan Dikianur Alvianto,c.STP atas kebersamaan, kekompakan, dan kerja sama yang tak akan terlupakan sampai kapanpun. Ide kalian semua sangat brilliant dan infatuate. Semoga kontribusi kita xiii
untuk Indonesia tidak hanya melalui program ini tapi terus mengalir dengan cara – cara yang lain. 11. Teman – Teman Jurusan Keteknikan Pertanian ’12, Khususnya Teknik Bioproses ’12 dan Terkhusus Teknik Bioproses ’12 Kelas K atas kebersamaan, kekompakan,dan kekeluargaan kepada penulis selama menempuh studi. 12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu, pengalaman, dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih sempurna. Akhir kata penyusun mengharapkan agar skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap orang yang memerlukannya. Malang, April 2016
Jatmiko Eko Witoyo Penulis
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
Halaman i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
HALAMAN PERUNTUKAN
vi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
vii
RINGKASAN
viii
SUMMARY
x
KATA PENGANTAR
xii
DAFTAR ISI
xv
DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxiii
I. PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Tujuan Penelitian
3
1.4 Manfaat Penelitian
3
1.5 Batasan Masalah
4
1.6 Hipotesis
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1 Permen Susu
7
2.2 Bahan Baku Penyusun Permen Susu xv
8
2.2.1 Susu
8
2.2.2 Gula
10
2.2.3 Margarin
11
2.2.4 Asam Cuka
12
2.2.5 Buah Naga Super Merah
13
2.3 Proses Pembuatan Permen Susu
16
2.4 Evaporator
18
2.5 Evaporator Vakum Sistem Double Jacket
18
2.6 Sifat Fisik Permen Susu
20
2.6.1 Kekerasan
20
2.6.2 Warna
21
2.6.3 Mikrostruktur
23
2.7 Sifat Kimia Permen Susu
26
2.7.1 Kadar Protein
26
2.7.2 Gula Reduksi
26
2.7.3 Vitamin C
27
2.7.4 Kadar Abu
30
2.7.5 Kadar Air
30
2.8 Sifat Sensoris Permen Susu
32
2.8.1 Aroma
32
2.8.2 Rasa
32
2.8.3 Tekstur
33
III. METODE PENELITIAN
35
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
35
3.2 Alat dan Bahan
35 xvi
3.2.1 Alat
35
3.2.2 Bahan
38
3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
39
3.4 Metode Pelaksanaan
41
3.4.1 Formulasi Bahan
41
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah
42
3.4.3 Proses Pembuatan Permen Susu pada Evaporator Vakum
43
3.5 Metode Analisis
46
3.5.1 Analisis Sifat Fisik
46
3.5.1.1 Kekerasan
46
3.5.1.2 Warna
47
3.5.1.3 Mikrostruktur
47
3.5.2 Analisis Sifat Kimia
48
3.5.2.1 Kadar Protein
48
3.5.2.2 Analisis Gula Reduksi
50
3.5.2.3 Analisis Vitamin C
52
3.5.2.4 Kadar Abu
53
3.5.2.5 Kadar Air
54
3.5.3 Analisis Sifat Sensoris
55
3.5.4 Prosedur Penentuan Perlakuan Terbaik
55
3.6 Parameter Penelitian
37
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
59
4.1 Sifat Fisik Permen Susu Buah Naga
59
4.1.1 Kekerasan
59 xvii
4.1.2 Warna Luminosity (L*)
62
4.1.3 Warna Kemerahan/ Redness (a*)
65
4.1.4 Warna Kekuningan/ Yellowness (b*)
69
4.2 Sifat Kimia Permen Susu Buah Naga
72
4.2.1 Kadar Protein
72
4.2.2 Gula Reduksi
75
4.2.3 Vitamin C
79
4.2.4 Kadar Abu
82
4.2.5 Kadar Air
85
4.3 Sifat Sensoris Permen Susu Buah Naga
88
4.3.1 Warna
88
4.3.2 Rasa
91
4.3.3 Aroma
96
4.3.4 Tekstur
99
4.4 Perbandingan Permen Susu Hasil Penelitian dengan Penelitian Terdahulu
104
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik
109
4.6 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Terburuk
111
V. KESIMPULAN DAN SARAN
121
5.1 Kesimpulan
121
5.2 Saran
122
DAFTAR PUSTAKA
123
LAMPIRAN
141
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1
Syarat Mutu Permen Susu
9
2
Komposisi Kandungan Susu Sapi
10
3
Zat Gizi Pada Gula Pasir per 100 gram
11
4
Kandungan Gizi Daging Buah Naga Super Merah per 100 gram Kandungan Gizi Jus Buah Naga
15
5 6
7
8
9 10 11
Formulasi Bahan yang digunakan dalam pembuatan Permen Susu Buah Naga Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok Untuk Parameter Sensoris Rasa Permen Susu Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok Untuk Parameter Sensoris Tekstur Permen Susu Perbandingan dengan Penelitan Terdahulu Nilai Produk Masing – Masing Perlakuan Nilai Kuantitatif Spektrum (ditampilkan dalam % Berat)
xix
16 41
94
102 105 110 117
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1
Ilustrasi Prinsip kerja SEM
25
2
Reaksi Oksidasi Vitamin C
28
3
Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah Diagram Alir Proses Pembuatan Permen Susu Buah Naga Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Kekerasan Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Warna L* Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Warna Kemerahan (a*) Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Warna Kekuningan (b*) Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Protein Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Gula Reduksi Permen Susu Buah Naga Super Merah Skema reaksi inversi sukrosa selama pemanasan
43
4 5
6
7
8
9
10
11
xx
45
60
63
66
70
73
76
78
Nomor
Teks
12
Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Vitamin C Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Abu Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Air Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Warna Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Rasa Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Aroma Permen Susu Buah Naga Super Merah Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Tekstur Permen Susu Buah Naga Super Merah Mikrostruktur Permen Susu Buah Naga Super Merah (A) perlakuan terbaik dan (B) perlakuan terburuk. (1) pembesaran 1500x dan (2) pembesaran 2000x.
13
14
15
16
17
18
19
xxi
Halaman 80
83
86
89
92
97
100
113
Nomor
Teks
Halaman
20
Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung dalam Perlakuan Terbaik Permen Susu Buah Naga Super Merah
116
Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung dalam Perlakuan Terburuk Permen Susu Buah Naga Super Merah
117
21
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1
Teks Lama Waktu Proses Pembuatan Permen Susu Buah Naga
Halaman 142
2a
Form Penilaian Uji Sensoris Produk Permen Susu Buah Naga Lembar Penilaian Uji Sensoris Produk Permen Susu Buah Naga yang telah diisi oleh Panelis Form Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis Form Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis yang telah diisi oleh Panelis Hasil Uji Sifat Fisikokimia Permen Susu Hasil Analisa Sidik Ragam Nilai Kekerasan Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Kekerasan Hasil Analisa Sidik Ragam Warna L* Hasil Uji Lanjut Duncan Warna L* Hasil Analisa Sidik Ragam Warna a* Hasil Uji Lanjut Duncan Warna a* Hasil Analisa Sidik Ragam Warna b* Hasil Uji Lanjut Duncan Warna b* Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Hasil Analisa Sidik Ragam Gula Reduksi
143
2b
3a 3b
4 5a 5b 6a 6b 7a 7b 8a 8b 9a 9b 10a
xxiii
144
145 146
147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158
Nomor 10b 11a 11b 12a 12b 13a 13b 14a 14b 15a 15b 15c
16a 16b 17a 17b 17c
18
Hasil Uji Reduksi
Teks Lanjut Duncan
Gula
Hasil Analisa Sidik Ragam Vitamin C Hasil Uji Lanjut Duncan Vitamin C Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Abu Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Air Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Warna Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Warna Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Rasa Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Rasa Hasil Uji Lanjut Multiple Comparasions Terhadap Parameter Sensoris Rasa Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Aroma Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Aroma Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Tekstur Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Tekstur Hasil Uji Lanjut Multiple Comparasions Terhadap Parameter Sensoris Tekstur Analisa Perlakuan Terbaik dengan Metode De Garmo xxiv
Halaman 159 160 161 162 163 164 165 166 168 169 171 172
174 176 177 179 180
182
Nomor 19
20a 20b
Teks Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Perlakuan Terburuk Permen Susu dengan Berbagai Pembesaran Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan Terbaik Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan Terburuk
xxv
Halaman 193
195 198
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan nutrisi penting bagi tubuh manusia karena mengandung zat – zat pangan yang lengkap dan seimbang meliputi protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin (Saleh, 2004). Kandungan nutrisi tinggi yang terkandung dalam susu merupakan media yang paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga dapat menurunkan kualitas susu. Cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
pengolahan
dan
pengawetan.
Pengolahan
susu
bertujuan untuk mencegah dan menghambat kerusakan susu, meningkatkan daya simpan dan menambah nilai ekonomis. Salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu adalah pembuatan permen susu. Permen susu adalah sejenis permen yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar susu dan gula dengan sistem karamelisasi untuk perubahan bentuk menjadi amorf. Oleh karena itu, pembuatan permen susu merupakan suatu alternatif pengolahan
produk
susu
yang
cukup
mudah
untuk
diimpementasikan sebagai suatu alternatif pengolahan untuk memanfaatkan susu bermutu rendah (Anggraini, 2010). Namun, produk ini dirasa kurang menarik perhatian masyarakat 1
sehingga perlu dilakukan subtitusi dengan bahan lain seperti ekstrak buah naga super merah agar dapat meningkatkan nilai gizi dan cita rasa pada permen susu. Pemilihan buah naga super merah dalam pembuatan permen susu dikarenakan buah naga memiliki kandungan gizi yang beragam dan bermanfaat bagi kesehatan.
Buah naga
merupakan buah yang kaya akan serat, vitamin C, dan mineral. Secara umum nilai gizi per 100 gram buah naga terdiri atas 0.68 gram abu, 0.61 gram lemak, 0.9 gram serat, 36.1 mg fosfat, 0.012 g karoten, 0.222 gram protein, 83 gram air, 8.8 mg kalsium, 0.045 mg riboflavin, 0.43 mg niasin dan 9 mg vitamin C. Buah naga juga kaya akan phytoalbumin yang berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas (Zainoldin and Baba,
2009). Selain itu, buah naga super merah
mengandung zat warna alami betasianin yang cukup tinggi. Betasianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna
merah
dan
merupakan
golongan
betalain
yang
berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pewarna alami yang lebih aman bagi kesehatan (Wybraniec et al., 2007). Permasalahan lain yang ditimbulkan pada proses pembuatan
permen
secara
tradisional
adalah
proses
pemanasan yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan menurunnya nilai gizi dan mutu sensoris pada permen. Oleh 2
karena itu diperlukan teknologi pembuatan permen untuk menghasilkan permen dengan nilai gizi yang lebih baik. Salah satu teknologi yang umum digunakan adalah teknologi vakum dengan menggunakan evaporator vakum.
Prinsip kerja dari
evaporator vakum adalah mengkondisikan proses penguapan terjadi pada tekanan dibawah 1 atm dan berlangsung pada kondisi suhu rendah, sehingga kerusakan yang disebabkan oleh suhu dapat dikurangi. Keunggulan lain dari evaporator vakum yaitu dapat mempertahankan kualitas bahan pertanian yang sensitif terhadap panas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka didapat rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak buah naga super merah
terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen
susu? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak buah naga super merah
terhadap sifat fisikokimia dan sensoris
permen susu. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 3
1. Bagi masyarakat : Memberikan informasi mengenai proses pembuatan
permen
susu
buah
naga
menggunakan
evaporator vakum dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas produk permen susu yang dibuat dalam industri kecil menengah. 2. Bagi peneliti a. Mengetahui pengaruh variasi penambahan ekstrak buah naga terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu. b. Mengetahui persentase penambahan estrak buah naga
super
merah
yang
menunjukkan
perlakuan
terbaik
terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu. 3. Bagi peneliti selanjutnya : Penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan yang dapat dipertanggung jawabkan apabila
mengadakan
pengembangan
penelitian
yang
sejenis. 1.5 Batasan Masalah Agar pembahasan masalah ini tidak terlalu melebar jauh dan terarah dengan benar maka perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Skala penelitian yang digunakan adalah skala laboratorium. 2. Model
pengendalian
kontrol
pada
fluida
transmisi
menggunakan metode Fuzzy. 3. Tidak membahas perancangan fuzzy logic control (FLC).
4
4. Tidak menghitung analisis biaya, neraca energi dan neraca massa. 1.6 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam variasi
penambahan
memberikan pengaruh
ekstrak yang
buah nyata
penelitian ini adalah naga
super
merah
terhadap karakteristik
fisikokimia dan sensoris permen susu buah naga super merah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permen Susu Permen susu adalah permen yang dibuat dari campuran gula, essens, agar-agar dan susu murni. Gula, essens, agaragar serta protein dari susu akan mempengaruhi pembentukan kristal dan perubahan warna menjadi coklat karena reaksi pencoklatan (Maillard reaction). Protein merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi warna, rasa dan tekstur permen susu. Penambahan gula dapat meningkatkan kekerasan permen susu yang dikenal dengan istilah grainy. Reaksi pencoklatan yang terjadi pada proses pembuatan permen susu akan menghasilkan flavour, aroma dan warna coklat. Hal ini diakibatkan oleh adanya reaksi antara gula pereduksi dan protein susu (Handayani, 2007). Usmiati dan Abubakar (2009) mendefinisikan permen susu atau karamel susu adalah produk olahan susu yang berwarna coklat, rasa yang gurih, manis, tekstur
lunak, lembut, dan mempunyai
aroma khas yang memikat. Warna coklat pada karamel susu akibat adanya proses karamelisasi dari gula pasir dan gula susu saat pemanasan. Faktor yang berpengaruh pada pembuatan permen adalah suhu pemasakan. Sedangkan faktor yang berasal dari dalam biasanya berasal dari bahan penyusun permen itu sendiri. Parameter mutu yang penting dalam pembuatan permen adalah warna atau kenampakan, aroma dan tekstur. 7
Tekstur
meliputi
kekerasan,
plastisitas,
viskositas,
dan
konsistensi (Sularjo, 2010). Syarat mutu permen susu menurut SNI ditunjukkan pada Tabel 1. 2.2 Bahan Baku Penyusun Permen Susu 2.2.1 Susu Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing/mamae dari ternak. Susu ini diperoleh dari pemerahan ambing mamalia yang sehat dan mengandung lemak, protein, laktosa serta berbagai jenis garam dan vitamin. Susu adalah cairan yang bernilai gizi tinggi baik untuk manusia maupun hewan muda dan cocok
untuk
media
tumbuh
mikroorganisme
karena
menyediakan berbagai nutrisi. Pada dasarnya komposisi susu terdiri atas air, lemak, dan bahan kering tanpa lemak yang terdiri atas protein, laktosa, mineral, asam (sitrat, format, asetat, dan oksalat), enzim (peroksidase, katalase, fosfatase, dan lipase), gas
(oksigen
dan
nitrogen),
vitamin
(A,C,D,tiamin,
dan
riboflavin), serta trace element (Susilorini dan Sawitri, 2007). Susunan zat-zat yang terkandung didalam air susu sapi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2. Titik beku susu di Indonesia adalah -0,520 °C, sedangkan titik didihnya adalah 100,16 °C.
Susu segar
mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5– 6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6.5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri (Grahatika, 2009). 8
Tabel 1. Syarat Mutu Permen Susu No.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan
1.1
Bau
-
Normal
1.2
Rasa
-
Normal (sesuai label)
2
Kadar Air
3
Kadar Abu
4
Gula reduksi (dihitung sebagai gula inversi)
5
Sakarosa
6
Cemaran Logam
6.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 2,0
6.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 2,0
6.3
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0
6.4
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,03
7
Cemaran Arsen
mg/kg
Maks. 1,0
8
Cemaran mikroba
8.1
Angka lempeng total
koloni/g
Maks. 5 x 102
8.2
Bakteri caliform
Maks. 20
8.3
E. coli
APM/g APM/g
8.4
Staphylococcus aerus
koloni/g
Maks. 1 x 102
8.5
Salmonella
8.6
Kapang/khamir
% fraksi massa % fraksi massa % fraksi massa % fraksi massa
Maks. 7,5 Maks. 2,0 Maks. 20,0 Min. 35,0
<3 Negatif/ 25 g
koloni/g
Sumber : BSN (2008) 9
Maks. 1 x 102
Tabel 2. Komposisi Kandungan Susu Sapi Komposisi Susu
Persentase (%)
Protein
3,3
Laktosa
4,8
Lemak
3,8
Mineral
0,71
Asam Organik*
0,17
Total Solid
12,8
Sumber : Nugraheni (2013) dan * Walstra et al. (2006) 2.2.2 Gula Gula pasir atau sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor (Winarno, 2008). Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa manis. Menurut Fenemma (1997), gula berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor melalui reaksi pencoklatan. Menurut Buckle dkk (1987), daya larut yang tinggi dari gula dan daya mengikatnya
terhadap
air
merupakan
sifat-sifat
yang
menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan pangan. Konsentrasi yang cukup tinggi pada olahan pangan dapat mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat berperan
10
sebagai pengawet. Kandungan gizi pada gula pasir per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Zat Gizi Pada Gula Pasir per 100 gram Zat Gizi
Kandungan
Energi (kkal)
364
Protein (g)
0
Lemak (g)
0
Karbohidrat (g)
94
Kalium (mg)
5
Fosfor (mg)
1
Sumber : Darwin (2013) 2.2.3 Margarin Margarin merupakan salah satu produk pangan hasil olahan dari minyak. Margarin termasuk jenis lemak yang siap dikonsumsi. Margarin mempunyai bentuk, bau, rasa, dan nilai gizi
yang
hampir
sama
dengan
mentega.Margarin
juga
merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berupa lemak hewani maupun nabati. Lemak hewani yang sering digunakan adalah lemak babi atau sapi, sedangkan lemak hewani yang biasa digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas (Winarno, 2008). Kandungan dalam margarin antara lain
11
16,22% air, 2,15% abu, 3,06% protein, dan 78,55% lemak (Handayani dkk, 2011). Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah dikenal secara luas terutama baking dan cooking yang bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang bersifat plastis dan segera mencair didalam mulut (Winarno, 1994). Margarin juga berfungsi untuk menghasilkan flavour yang menarik dan karakteristik khas pada karamel susu (Koswara, 2009). 2.2.4 Asam Cuka Asam cuka atau asam asetat dengan rumus CH3COOH biasa dikenal dengan asam ethanoat merupakan salah satu bahan kimia organik. Dalam keadaan murni asam asetat bebas dari air (asam asetat glasial) merupakan cairan bening yang menyerap air dari lingkungan (bersifat higroskopis) dan membeku dibawah suhu 16,7 0C (62 0F) menjadi sebuah kristal padat tidak berwarna (Lim, 2012). Penambahan cuka pada pembuatan permen susu dimaksudkan untuk menimbulkan suasana asam yang dapat mempercepat hidrolisis sukrosa yang akan mempercepat pula terbentuknya karamel. Zat aditif kimia adalah substansi gizi yang ditambahkan ke dalam makanan
dalam
jumlah
tertentu
untuk
bahan
memperbaiki
kenampakan dan citarasa. Menurut Enie dan Supriatna (1993),
12
asam cuka yang ditambahkan pada produk permen antara 5 – 20 gram. 2.3 Buah Naga Super Merah Buah naga, termasuk jenis super merah (super red) merupakan kelompok tanaman kaktus atau famili Cactaceae (subfamili Hylocereanea). Buah ini termasuk genus Hylocereus yang terdiri dari beberapa spesies, diantaranya adalah buah naga yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial tinggi. Secara lengkap, klasifikasi buah naga super merah adalah sebagai berikut (Hardjadinata, 2010): Divisi
: Spermatophyta (tanaman berbiji)
Subdivisi
: Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo
: Cactales
Famili
: Cactaceae
Subfamili
: Hylocereanea
Genus
: Hylocereus
Spesies
: Hylocereus costaricensis (daging super merah atau super red)
Buah naga termasuk kedalam jenis buah batu yang berdaging dan berair. Buah berbentuk bulat agak memanjang atau bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenisnya sedangkan ketebalannya berkisar antara 1 – 2 cm. Disekujur kulitnya dihiasi dengan jumbai – jumbai menyerupai sisik ular 13
naga. Berat buah beragam berkisar antara 80 – 800 gram, tergantung dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus dan didalam daging buah bertebaran biji – biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Sedangkan daging buahnya ada yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya sangat manis sedikit masam (Cahyono, 2009). Buah naga disebut juga buah kesehatan. Hal ini dikarenakan buah naga mempunyai kandungan gizi yang beragam seperti air, protein, lemak, serat, abu, kalsium dan fosfor. Buah naga merah kaya akan kandungan antioksidan dan vitamin C (Petter, 2008). Buah naga super merah memiliki rasa yang enak dan sehat untuk dikonsumsi. Selain itu, buah naga super merah juga memiliki khasiat seperti menguatkan fungsi ginjal, tulang, dan kecerdasan otak, menguatkan ketajaman mata, mencegah kanker usus, menguraikan kolestrol, keputihan dan sebagai perawatan kecantikan (Sukarman dkk, 2010). Menurut Halimah et al. (2009) menyatakan bahwa buah naga dapat menurunkan kadar kolestrol, menyeimbangkan kadar darah, mencegah kanker usus, menguatkan daya kerja otot, meningkatkan ketajaman mata, dan menghaluskan kulit. Secara lengkap kandungan gizi daging buah naga super merah dapat dilihat pada Tabel 4 serta kandungan gizi jus buah naga dapat dilihat pada Tabel 5.
14
Tabel 4. Kandungan Gizi Daging Buah Naga Super Merah per 100 gram Komposisi Nutrisi
Kandungan 13 – 18
Kadar gula (brix)*
82,5 – 83,0
Air (g) Karbohidrat (g)*
11,5
Asam (g)*
0,139
Protein (g)
0,16 – 0,23
Lemak (g)
0,21 – 0,61
Serat (g)
0,7- 0, 9
Kalsium (mg)
6,3 – 8,8 30,2 – 36,1
Fosfor (mg) Betakaroten (mg)
0,005 – 0,012
Magnesium (mg)*
60,4
Vitamin C (mg)
8–9
Vitamin B1 (mg)
0,28 -0,30
Vitamin B2 (mg)
0,043 – 0,045 0,28 – 0,30
Thiamin (mg) Riboflavin (mg)
0,043 – 0,044
Niasin (mg)
1,297 – 1,300
Abu (g)
0,28 0,54 – 0,68
Komponen Lain (g)
Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities (2005) dalam Wahyuni (2010) dan *Kristanto (2003)
15
Tabel 5. Kandungan Gizi Jus Buah Naga Parameter
Kandungan
Kadar air (%)
87,87 – 87,93
Kadar abu (%)
0,48 – 0,52
Gula reduksi (%)
4,46 – 4,54
Gula non-reduksi (%)
3,49 – 3,51
Total Gula
7,99 – 8,01 10,97 – 11,03
TSS pH
4,18 – 4,22
Tingkat Keasaman (%)
0,44 – 0,46
Vitamin C (mg/100 g)
9,86 – 9,94
Sumber : Islam et al. (2012) 2.4 Proses Pembuatan Permen Susu Proses pembuatan permen susu pada prinsipnya adalah pemasakan campuran antara susu dan gula pasir dengan penambahan bahan – bahan lain sebagai pembangkit rasa hingga diperoleh produk susu yang kental dan berwarna coklat. Secara garis besar, proses pembuatan permen susu meliputi pencampuran bahan, pemasakan, pencetakan, pemotongan, dan pengemasan. Pembentukan warna coklat pada pemasakan permen susu disebabkan reaksi pencoklatan enzimatis. Hal ini dikarenakan di dalam susu terdapat protein, gula, dan lemak yang
berperan
didalam
reaksi
pencoklatan
tersebut
(Wahyuningsih, 2004). Pembuatan permen susu diawali dengan melarutkan gula dalam susu dipanaskan sampai seluruh air 16
menguap sehingga cairan yang ada pada akhirnya adalah cairan gula yang lebur. Apabila keadaan ini telah tercapai dan terus dipanaskan sampai suhunya melampaui titik leburnya, maka mulailah terjadi bentuk amorf yang berwarna coklat tua (Koswara, 2009). Pemanasan
dengan
suhu
yang
tinggi
akan
mempengaruhi flavor, odor, viskositas dan lemak. Flavor dan odor berubah disebabkan oleh pengaruh panas terhadap protein dan laktosa susu. Viskositas akan berkurang pada suhu pasteurisasi dan akan bertambah pada suhu mendidih. Pengaruh lain dari pemanasan tinggi adalah terbentuknya warna coklat karena terjadinya reaksi antara amino group (protein, asam amino, peptida) dengan gula, reaksi ini disebut reaksi
Maillard.
Kadar
air
yang
rendah
menyebabkan
pertumbuhan mikroorganisme dapat ditekan, sehingga pada akhirnya masa simpan menjadi lebih panjang
(Amri,
2015).
Proses pemanasan dianggap telah selesai apabila adonan terlihat lepas atau tidak lengket pada penggorengan, atau dapat dilakukan pengujian kematangan adonan yaitu dengan cara mengambil sedikit adonan yang sedang dimasak dengan sendok, dan masukkan ke dalam gelas berisi air dingin, apabila adonan dapat mengeras maka proses pemanasan telah selesai (Susilawati dan Dewi, 2011).
17
2.5 Evaporator Evaporator adalah suatu alat yang digunakan untuk operasi pengentalan suatu larutan dengan jalan menguapkan larutan dengan cara menguapkan sebagian cairan yang ada. Proses penguapan dengan evaporator vakum digunakan pada tekanan rendah atau vakum agar titik didihnya rendah. Cairan akan
mendidih
disekelilingnya.
jika
tekanan
cairan
mencapai
tekanan
Kondisi vakum diperlukan unuk mendidihkan
cairan pada suhu yang lebih rendah dan diperoleh dengan cara mekanis yaitu hisapan uap (Steam Jet Ejector ), pompa vakum biasanya dikombinasikan dengan kondensor bagi penguap air yang
keluar
dari
evaporator
(Suyitno,
1998).
Berbagai
evaporator yang digunakan dalam industri pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan operasionalnya (vakum atau tekanan atmosfer), jumlah effect yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau berdasarkan
kontinuitas
operasi
(batch
atau
kontinyu)
(Wirakartakusumah dkk, 1989). 2.6 Evaporator Vakum Sistem Double Jacket Alat penguap vakum (vacuum evaporator) digunakan untuk menguapkan bahan – bahan yang peka terhadap suhu tinggi. Alat ini dipakai saat menginginkan penguapan secara tepat dan tekanan pada bahan tetap dipertahankan lebih rendah dari atmosfer. Proses terjadinya vakum menyebabkan suhu antar uap dan bahan pelarut pada bahan dapat mendidih 18
dengan suhu yang relatif mudah, sehingga akan meminimalkan kerusakan akibat pemanasan (Fellows, 2000). Menurut Joharman (2006), prinsip kerja dari alat evaporator vakum adalah
cairan yang akan
dipekatkan
dimasukkan kedalam wadah stainless steel berbentuk bejana besar dengan kapasitas ± 40 liter yang bawahnya terdapat ruang pemanas yang terdapat heater dan air. Pindah panas terjadi secara konveksi, uap air yang dihasilkan oleh heater akan merambat ke wadah bejana stainless steel sehingga menyebabkan suhu cairan yang dimasukkan meningkat dan terjadi penguapan. Uap air dari cairan tersebut menuju kondensor dan dikondensasikan oleh semprotan air pendingin dan dipindahkan kedalam bejana lain. Sehingga semakin lama kandungan air yang terdapat dalam cairan tersebut semakin berkurang. Paramawati dkk (2009) menambahkan bahwa suhu evaporasi diatur sejak awal, dan akan dikendalikan terus dengan mematikan atau menghidupkan kompor pemanas secara otomatis melalui kontrol panel. Selanjutnya tekanan diruang penguapan juga dikendalikan melalui panel kontrol yang sama, sehingga tetap stabil selama proses evaporasi. Selama proses berlangsung dilakukan pengadukan dengan kecepatan antara 15-20 rpm agar tidak terjadi penempelan bahan yang dapat menimbulkan kerak pada dasar atau dinding tangki penguapan. Uap air dihisap oleh pompa berkekuatan 1 HP,
19
dialirkan melalui pipa berjaket, kemudian dibuang ke bak pendingin. Evaporator vakum dengan double jacket adalah sebuah inovasi baru dari evaporator yang sudah ada. Secara struktur sistem double jacket ini menampung fluida sebagai penghantar panas antar plat stainless steel sehingga perpindahan panas yang terjadi tidak hanya konduksi tapi mengalami pindah panas konveksi antara sumbar panas dan bahan. Keuntungan dari evaporator ini adalah panas yang diberikan ke bahan tidak bersentuhan langsung (Muhlisin dkk, 2015).
Selain itu,
penggunaan sistem double jacket bahan tidak mengalami over heating (terlalu panas) yang akan menyebabkan kegosongan dan penurunan kualitas pada produk akhir (Sholikah, 2009). 2.7 Sifat Fisik Permen Susu 2.7.1 Kekerasan Keras adalah sifat benda atau produk bahan pangan padat dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang tidak bersifat deformasi (Soekarto, 1990). DeMan (1999) mendefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan pangan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) tertentu. Kekerasan juga dapat didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan (Ranggana, 1986). Menurut Lesmana dkk (2008), kekerasan, yang dalam hal ini diartikan sebagai firmness (kekokohan) 20
didefinisikan
sebagai
menghancurkan
energi
bahan
yang
makanan
semi
dibutuhkan padatan
untuk menjadi
keadaan yang siap untuk ditelan. Kekerasan merupakan salah satu kriteria mutu yang penting untuk permen. Perubahan kekerasan sampai taraf tertentu dapat merupakan petunjuk kelayakan permen untuk dikonsumsi (Ratna, 2004). Sifat ini dipengaruhi oleh kadar air dan umur bahan. Pada kadar air tinggi diperlukan energi yang lebih besar dibandingkan pada kadar air rendah (Suryani, 1994 dalam
Wuriyandari,
2006).
Derajat
kelembutan
atau
kerenyahan bisa diukur dengan cara menekan produk, atau dengan menggigit. Pengukuran secara obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan penetrometer yang murah. Cara yang paling umum untuk mengukur kekerasan adalah dengan mengukur daya tahan terhadap tekanan atau pounds-force (lbf) (Kitinoja dan Kader, 2003). 2.7.2 Warna Warna adalah kenampakan dari bahan pangan yang dapat diamati dengan indera penglihatan. Penerimaan warna suatu bahan berbeda – beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan (Winarno, 2008). Warna merupakan nama umum untuk penginderaan yang berasal dari aktivitas retina mata. Jika 21
cahaya mencapai retina, mekanisme saraf akan menanggapi, salah satunya memberi sinyal warna. Cahaya tampak adalah energi radiasi dengan rentang panjang gelombang sekitar 400800 nm. Menurut definisi ini warna tidak dapat dipelajari tanpa sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor berikut: susunan sumber spektrum sinar, ciri kimia dan fisika objek dan sifat-sifat kepekaan spektrum mata
(Handayani,
2007). Menurut DeMan (1999), warna penting bagi makanan, baik untuk makanan yang tidak diproses maupun untuk yang dimanufaktur. Warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Muchtadi (1989) menambahkan warna pada bahan makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, salah satunya yang terpinting adalah pigmen. Pigmen juga sangat sensitif terhadap perubahan fisik dan kimia selama pengolahan. Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter, spektrometer, atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan cairan yang tidak tembus cahaya atau padatan, warna
bahan
dapat
diukur
dengan
membandingkannya
terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka22
angka (Hardiyanti et al., 2009). Salah satu sistem pengukuran warna yang umum digunakan adalah sistem warna Hunter (Lab). Sistem warna Hunter ini dikembangkan oleh Hunter tahun 1952. Pengukuran warna dengan metode ini jauh lebih cepat dengan ketepatan yang cukup baik. Pada sistem ini term penilaian terdiri atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna pada sistem ini ditentukan dengan koordinat L*, a* dan b*. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009). 2.7.3 Mikrostruktur Mikrostruktur merupakan salah satu faktor utama yang mengontrol kekerasan (keteguhan, kelembutan, cohesiveness, rubberiness, elastisitas, pastiness, dan crumbiness) dan sifat fungsional dari produk pangan, yang juga berpengaruh pada fisikokimia dan penyebaran dari kandungan nutrisi produk pangan. Tekstur dan sifat fungsional bahan pangan merupakan parameter penting yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga analisis mikrostruktur memegang peranan penting dalam 23
evaluasi kualitas produk untuk mendapatkan produk yang mempunyai kualitas dan bernilai tinggi serta dapat memuaskan konsumen (Impoco et al., 2012). Studi tentang mikrostruktur bahan pangan dibutuhkan untuk memahami komponen bahan pangan dan hubungan antra mikrostruktur bahan pangan dengan sifat – sifat bahan pangan penting lainnya yang menentukan kualitas bahan pangan tersebut (Aguilera and Stanley, 1999). Menurut Widjajasenaputra (2010), makrostruktur dan mikrostruktur seringkali merupakan indikator sifat fungsional bahan pangan (food material) atau sifat makanan itu sendiri. Pengamatan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) mampu menghasilkan gambar dalam melakukan karakteristik struktur bahan myang terbentuk pada masing – masing formula. Struktur ini yang akan menentukan tekstur produk. Scanning electron microscopy (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda
dengan berkas
elektron berenergi tinggi seperti diilustrasikan pada Gambar 1. Elektron ini dihasikan oleh sebuah sumber yang disebut electron gun, disejajarkan oleh anoda dan magnetic lens dan difokuskan scanning coil dan detektor. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Dari hasil pantulan tersebut ada satu arah dengan intensitas paling tinggi. 24
Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area daerah pengamatan (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).
Gambar
1.
Ilustrasi
Prinsip
kerja
SEM
(Abdullah
dan
Khairurrijal, 2009). Scanning
Electron
Microscopy
(SEM)
memiliki
pembesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 nm - 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari pembesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan
untuk
mengetahui
komposisi
dan
informasi
kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri. SEM memfokuskan sinar elektron (electron beam) di permukaan objek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek (Russ, 2005).
25
2.8 Sifat Kimia Permen Susu 2.8.1 Kadar Protein Protein adalah zat makanan yang penting bagi tubuh, karena mempunyai fungsi antara lain sebagai zat pembangun dari zat pengatur, serta sebagai sumber tenaga. Protein merupakan makromolekul yang tersusun oleh asam – asam amino yang mengandung unsur – unsur utama C, O, H dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belarang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2008). Protein merupakan rantai asam amino dengan ikatan peptida yang terbentuk dari gugus karboksil dari satu asam amino dengan gugus amin dari asam amino yang lain. Asam amino terdiri atas gugus asam (COOH) dan gugus amin (-NH2). Asam amino digolongkan menjadi asam amino esensial dan asam amino nonesensial, asam amino esensial adalah asam amino yang diperlukan tubuh namun tidak mampu disintesis dalam tubuh, sehingga harus dipasok dari bahan pangan. Contoh asam amino esensial adalah metionin dan lisin yang dapat diperoleh dari susu, daging, ikan, dan sayuran (Yuniati dan Sahara, 2012). 2.8.2 Gula Reduksi Gula reduksi adalah gula yang mampu mereduksi senyawa – senyawa pengoksidasi (Lehninger, 1993). Nelson and Cox (2008) mendefinisikan bahwa gula reduksi adalah gula 26
yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif. Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion – ion logam misalnya ion Cu2+ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi – pereaksi tertentu (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006). Mekanisme
kemampuan
mereduksi
gula
terhadap
senyawa lain disebabkan gugus karbonil bebas mudah menjadi enediol dalam larutan alkali mendidih, dan bentuk enediol ini sangat reaktif oleh senyawa oksidator lainnya atau oksigen (O 2) (Widjanarko, 1991). Senyawa yang terkandung dalam kelompok ini dikenal dengan nama hidroksi glikoaldehid (reduktor). Gula reduksi mampu berikatan dengan protein dan membentuk reaksi browning non enzimatis dan menghasilkan warna coklat yang peka terhadap panas (Winarno dkk, 1980). 2.8.3 Vitamin C Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktifan sebagai 27
vitamin C.
Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara
reversibel menjadi asam L- dehidroaskorbat.
Asam L-
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 2008). Reaksi oksidasi vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi Oksidasi Vitamin C (Hacisevki, 2009) Vitamin C mempuyai rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 – 192 0C. Nama kimia untuk vitamin C adalah 2-oxo-L-threo-hexono-1,4 lactone-2,3-enediol. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika dalam bentuk larutan. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh – pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam, 28
konsentrasi awal larutan maupun sistem model, dan rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat (Andarwulan dan Koswara, 1992; Hacisevki, 2009). Menurut Winarno (2008), vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak. Disamping larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah. Vitamin C
berperan penting dalam pembentukan
kolagen intraselular. Vitamin ini tersebar keseluruh tubuh dalam jarigan ikat, rangka, matriks, dan lain – lain. Vitamin C juga berperan penting dalam hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin
dan
hidroksilisisn
yang
merupakan
bahan
pembentuk kolagen. Selain itu, vitamin C berperan menghambat reaksi – reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006). Vitamin C juga banyak hubungannya dengan berbagai fungsi yang
melibatkan
mekanismenya
respirasi
belum
sel
dan
sepenuhnya
kerja
enzim
dimengerti.
yang
Diantara
peranan – peranan itu adalah oksidasi fenilalanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernaan sehingga besi lebih mudah terserap,melepaskan besi dar transferi dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam fertin jaringan, serta pengubahan asam folat menjadi bentuk yang
29
aktif asam folinat. Diperkirakan vitamin C berperan juga dalam pembentukan hormon steroid dari kolestrol (Winarno, 2008). 2.8.4 Kadar Abu Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji dkk, 1997). Dalam penentuan kadar abu, bahan – bahan organik dalam makanan akan dibakar, sedangkan bahan – bahan anorganiknya tidak (Winarno, 2008). Kadar abu suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang menguap. Kadar abu dipengaruhi adanya kandungan mineral – mineral awal dalam suatu bahan. Semakin besar kandungan abu dalam suatu bahan makanan, menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan tersebut (Risky dkk, 2014). Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu yang berfungsi dalam proses metabolisme tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Salamah dkk, 2012). 2.8.5 Kadar Air Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh 30
senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan (Winarno, 2008). Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Stroshine (1998), kadar air berat basah (bb) adalah perbandingan antara berat air yang ada didalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air berat basah dapat ditentukan menggunakan Persamaan 1. Cara lain untuk menentukan kadar air adalah menggunakan kadar air berat kering. Kadar air berat kering (bk) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan pangan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Penentuan kadar air basis kering adalalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Kadar air berat kering dapat ditentukan menggunakan Persamaan 2. .......................................(1) ……………....................................................(2) Dimana : Mw
= Kadar air basis basah (%)
Md
= Kadar air basis kering (%)
Ww
= Berat air dalam bahan (gram)
Wd
= Berat bahan kering mutlak (gram) 31
Wt
= Berat total = W w + W d (gram)
2.9 Sifat Sensoris Permen Susu Sifat sensoris adalah sifat dari bahan pangan yang dinilai dengan menggunakan panca indra, merupakan penilaian yang bersifat subyektif. Penilaian cara ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenagi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung (Soekarto, 1985). Penilaian sifat sensoris pada permen susu meliputi : 2.9.1 Aroma Aroma adalah rangsangan yang dihasilkan oleh permen susu yang diketehui dengan indera pembau. Indera pembau adalah instrumen yang paling banyak berperan mengetahui aroma terhadap makanan. Dalam industri makanan pengujian terhadap bau dianggap karena dengan cepat dapat memberikan hasil penelitian terhadap suatu produk. Dalam pengujian indrawi, bau lebih komplek dari pada rasa. Bau atau aroma akan mempercepat timbulnya rangsangan kelenjar air liur (Kartika dkk, 1988). 2.9.2 Rasa Rasa adalah rangsangan yang dihasilkan oleh permen susu setelah dimakan terutama dirasakan oleh indera pengecap sehingga dapat mengidentifikasinya. Instrumen yang paling berperan mengetahui rasa suatu bahan pangan adalah indera lidah. Dalam pengawasan mutu makanan, rasa termasuk 32
komponen yang sangat penting untuk menentukan penerimaan konsumen. Meskipun rasa dapat dijadikan standar dalam penilaian mutu disisi lain rasa adalah suatu yang nilainya sangat relatif (Winarno, 2008). Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari berbagai rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh (Kartika dkk, 1988). Rasa lebih banyak melibatkan indera
lidah.
Rasa
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi nilai penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Ada empat rasa utama yang dapat dideteksi oleh indera perasa yaitu asin, manis, asam, dan pahit (Meyer, 1978). 2.9.3 Tekstur Tekstur adalah istilah yang kompleks dan didefinisikan sebagai struktur produk pangan. Komponen tekstur meliputi sifat mekanik (kekerasan, kekompakan, kelengketan, kepadatan, dan chewiness), sifat geometris (halus, berpasir, kasar, chalky, dan kental) dan sifat kelembaban (moisture) (juicy, oily or greasy) (Clark et al., 2009). Tekstur produk pangan juga dapat diartikan semua atribut rheologi dan struktural, baik geometris dan permukaan yang dapat diamati secara mekanik, tactile, dan dapat diterima oleh reseptor mata dan telinga. Tekstur dapat dirasakan oleh indra penglihatan (secara visual), indra peraba (kekerasan dari suatu bahan pangan dengan sentuhan), dan indra pendengaran (melalui bunyi yang dihasilkan) (Lawless and Heymann, 1998). 33
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Jurusan Keteknikan Pertanian dan Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan
Pangan,
Jurusan
Teknologi
Hasil
Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya serta Laboratorium
Biosains
Universitas
Brawijaya.
Penelitian
dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Januari – Februari 2016. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat - alat yang digunakan dalam pembuatan permen susu buah naga adalah sebagai berikut : 1.
Evaporator Vakum digunakan untuk proses evaporasi pemekatan larutan
2.
Waterjet
digunakan
untuk
menghisap
uap
air
hasil
pemasakan susu dalam chamber 3.
Kondensor digunakan untuk mendinginkan uap pelarut
4.
Heater Listrik digunakan sebagai input panas dengan daya 900 W
5.
Rangkaian Kontrol Agitator sebagai pengatur putaran agitator
35
6.
Rangkaian Mikrokontroler Atmega 32 sebagai sistem pengendalian suhu berbasis Logika Fuzzy
7.
Sensor LM35 digunakan untuk mengukur suhu minyak pada evaporator vakum
8.
Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu
9.
Gelas Ukur digunakan untuk mengukur volume susu dan volume ekstrak buah naga super merah
10. Timbangan digital digunakan untuk menimbang massa gula 11. Wadah Loyang digunakan untuk wadah permen susu setelah pemasakan 12. Penggaris digunakan untuk mengukur dimensi permen 13. Pisau digunakan untuk memotong sampel permen susu dan untuk mengupas kulit buah naga dan mengecilkan ukuran daging buah sebelum dihancurkan dengan blender 14. Blender digunakan untuk menghaluskan buah naga menjadi ekstrak buah naga 15. Kain Saring digunakan untuk menyaring biji buah naga dan konsentrat ekstrak buah naga 16. Botol Kaca digunakan untuk menyimpan ekstrak buah naga sementara sebelum digunakan dalam penelitian Alat – alat yang digunakan dalam analisa kandungan permen susu buah naga adalah sebagai berikut: 1. Cawan
Alumunium
digunakan
melakukan analisa kadar air
36
sebagai
wadah
saat
2. Cawan Porselen digunakan sebagai wadah saat melakukan analisa kadar abu 3. Timbangan Digital Mettler Toledo/AL204 digunakan untuk mengukur massa bahan uji 4. Kompor Listrik Maspion digunakan untuk pembakaran saat analisa kadar abu 5. Tanur Listrik Heraeus/M.110 digunakan untuk mengabukan sampel 6. Desikator sebagai pendingin cawan pada analisa kadar abu 7. Lemari
Asam
digunakan
sebagai
tempat
khusus
pembakaran agar aroma tidak menyebar 8. Penjepit digunakan untuk mengambil cawan saat analisa 9. Penetrometer digunakan untuk menguji kekerasan sampel 10. Colour Reader digunakan untuk menguji warna sampel 11. Scanning Electron Microscope digunakan untuk memperoleh foto mikrostruktur sampel 12. Oven Memmert/U40 digunakan untuk mengeringkan sampel saat pengujian kadar air 13. Mortal Porselen digunakan untuk memperkecil ukuran sampel
37
3.2.2 Bahan Bahan - bahan
yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga adalah sebagai berikut: 1.
Susu Sapi Murni Susu
sapi
digunakan
sebagai
bahan
baku
utama
pembuatan permen susu didapatkan dari Koperasi Unit Susu Dau, Malang, Jawa Timur. Susu sapi dibeli setiap hari untuk menjaga kualitas bahan baku. 2.
Gula Gula sebagai bahan baku tambahan dibeli langsung dalam jumlah banyak dari penjual yang sama sehingga gula yang digunakan seragam. Gula yang digunakan adalah Gulaku yang diperoleh dari Toko Avia, Malang.
3.
Mentega Mentega menggunakan mentega Blue Band yang diperoleh dari Toko Avia, Malang.
4.
Cuka Makanan Cuka
makanan
menggunakan
cuka
makanan
yang
diperoleh dari Toko Avia, Malang. 5.
Minyak Goreng Minyak goreng ini merupakan fluida yang menghantarkan panas dari heater, minyak goreng ini dibeli sekali di awal dan digunakan selama proses.
38
6.
Buah Naga Buah naga yang digunakan adalah buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) yang diperoleh dari UD Fresh Fruit, Malang.
7.
Kertas Minyak, digunakan untuk wadah awal sampel setelah pemanenan
8.
Alumunium Foil, digunakan untuk membungkus permen susu
9.
Plastik Seal, digunakan untuk menyimpan sampel Bahan – bahan yang digunakan dalam proses analisa
antara lain :
kertas saring, tablet kjedhal, H2SO4 pekat,
aquades, H2SO4 26,5%, NaOH 30%, indikator PP, Asam Borat 2%, HCl, Asam Oksalat 2%, Chloroform, larutan Dye (Na 2,6 Dicloro pyenol-Indophenol), Al(OH)3, Na2CO3 anhidrat, larutan Luff-Schoorl, KI 20%, Natrium Thiosulfat 0,1 N, dan Indikator Pati. 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisa Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor tunggal, yaitu penambahan ekstrak buah naga merah dengan 5 perlakuan dengan 3 kelompok ulangan sehingga didapatkan total sampel sebanyak 15 sampel. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: P0
=
P1 =
tanpa penambahan ekstrak buah naga merah (kontrol) penambahan ekstrak buah naga merah 10% dari 39
volume susu penambahan volume susu = penambahan volume susu = penambahan volume susu Secara umum,
P2 =
ekstrak buah naga merah 20% dari
P3
ekstrak buah naga merah 30% dari
P4
ekstrak buah naga merah 40% dari model matematika yang digunakan
adalah sebagai berikut (Sugandi dan Sugiarto, 1994):
Dimana : Yij
=
Hasil pengamatan perlakuan ke i dan ulangan ke j
µ
=
Rata – rata umum
i
=
Penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh pengaruh perlakuan ke i Penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh pengaruh perlakuan ke j pengaruh acak yang masuk ke dalam percobaan
= =
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam
Two-Way
ANOVA
menggunakan
Software
SPSS
Statistics 18.0 trial version. Apabila dari analisa sidik ragam terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (UJBD) dengan taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan rataan perlakuan. Untuk analisis data organoleptik
dianalisis
menggunakan
uji
Kruskal-Wallis
menggunakan Software SPSS Statistics 18.0 trial version. Apabila dari hasil analisa uji Kruskal-Wallis terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Multiple 40
Comparison untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil mikrostruktur dianalisis secara deskriptif kualitatif dan penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektifitas dengan cara pembobotan pada setiap parameter yang diamati (De Garmo et al., 1984). 3.4 Metode Pelaksanaan 3.4.1 Formulasi Bahan Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan permen susu buah naga dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan permen susu buah naga Perlakuan Bahan
Satuan
P0
P1
P2
P3
P4
Susu
ml
1000
1000
1000
1000
1000
Gula
Gram
200
200
200
200
200
Margarin
Gram
2
2
2
2
2
ml
1
1
1
1
1
0
100
200
300
400
Asam Cuka Ekstrak
Sesuai
Buah Naga Perlakuan Super
(ml)
Merah
41
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah Proses pembuatan ekstrak buah naga super merah menggunakan prosedur modifikasi dari penelitian Islam et al. (2012). Prosedur modifikasi pembuatan
ekstrak
buah naga
super merah adalah sebagai berikut: - Buah naga yang sudah tua dan segar, disortasi dan dicuci menggunakan air bersih - Kulit buah naga dikupas dan pengecilan ukuran daging buah menggunakan pisau - Daging buah naga dihancurkan menggunakan blender tanpa penambahan air - Ekstrak buah naga disaring menggunakan saringan untuk memisahkan biji dan konsentrat ekstrak. - Ekstrak buah naga super merah siap digunakan untuk penelitian, dan apabila diperlukan dapat disimpan pada freezer untuk menjaga kandungan gizinya. Diagram alir pembuatan ekstrak buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 3.
42
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah (Modifikasi Islam et al., 2012) 3.4.3 Proses Pembuatan Permen Susu pada Evaporator Vakum Proses
pembuatan
permen
susu
menggunakan
evaporator vakum adalah sebagai berikut: a.
Pengaturan pengontrolan suhu dan kecepatan pengadukan Pengontrolan suhu fluida transmisi berbasis logika Fuzzy dilakukan dengan coding dengan set point pada suhu 85 0 C dan kecepatan pengaduk diatur pada kecepatan 150 RPM.
43
b.
Persiapan bahan baku Bahan baku sampel meliputi 1 liter susu murni, 200 gram gula pasir,
2 gram margarin, 1 ml cuka makanan dan
ekstrak buah naga sesuai perlakuan. Semua bahan baku dimasukkan ke dalam chamber evaporator vakum. Lalu evaporator vakum dinyalakan. c.
Pemasakan Bahan baku akan diproses pada mesin evaporator vakum. Bahan akan terhomogenisasi karena adanya pemasakan (panas) dan pengadukan selama proses. Proses ini akan mengurangi kadar air bahan akan berkurang dan menjadi pekat. Pemasakan dilakukan sampai agitator
didalam
chamber sudah tidak mampu memutar lagi (bahan sudah terlalu pekat). Lama proses pemasakan dapat dilihat pada Lampiran 1 dengan tekanan sebesar -70 cmHg. Dihitung dari suhu awal minyak tercatat 45 0C. d.
Pemanenan Hasil pemanenan permen susu tidak dapat dilakukan melalui kran output evaporator vakum, karena viskositasnya yang sudah sangat kental, sehingga pemanenan dilakukan dengan
membuka
tutup
chamber
dan
dilakukan
pengambilan manual. e.
Pembuatan Sampel Penelitian Setelah pemanenan pencetakan permen susu dilakukan pencetakan
sampel
penelitian. 44
Pencetakan
dilakukan
setelah suhu permen susu mulai menurun selanjutnya adonan diratakan dan dicetak dengan dimensi 3 cm x 3 cm dengan tebal permen 0.7 cm. cetakan ini kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan pada plastik seal untuk menjaga kualitas sampel. Diagram alir proses pembuatan permen susu buah naga dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Permen Susu Buah Naga Super Merah (Modifikasi Amri, 2015) 45
3.5 Metode Analisis 3.5.1 Analisis Sifat Fisik 3.5.1.1 Kekerasan Metode kekerasan
adalah
Penetrometer
yang
digunakan
metode
(Yuwono
dalam
pengujian
dan
Susanto,
pengujian
kekerasan 2001).
dengan Prosedur
pengujiannya adalah sebagai berikut: - Beban
dengan
batang
pemegang
dari
penetrometer
ditimbang beratnya - Bahan yang akan diukur diletakkan tepat di bawah jarum penusuk penetrometer - Ditentukan waktu pengujian yaitu waktu yang diperlukan untuk penekanan terhadap bahan - Lepaskan bahan lalu baca skala petunjuk setelah alat berhenti - Pengujian perlu diulang pada berbagai sisi sampel ( 5 – 10 titik , bergantung pada ukuran dan keadaan sampel). - Membuat rata – rata hasil pengujian - Penetrasi dihitung menggunakan Persamaan 3. ( (
) )
- Penetrasi dinyatakan dalam mm/g. Detik
46
(
)
……(3)
3.5.1.2 Warna Metode yang digunakan dalam
pengujian warna
adalah Sistem Munsell menggunakan Colour Reader (Yuwono dan Susanto, 2001). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: - Siapkan sampel, jika sampel cair tempatkan dalam gelas - Hidupkan Colour Reader - Tentukan target pembacaan L*a*b* colour space atau L*C*h* - Ukur warnanya Bacaan L untuk parameter kecerahan (Lightness), a dan b adalah koordinat komoditas, C : kroma, h : sudut hue (warna) 3.5.1.3 Mikrostruktur Analisa mikrostruktur pada permen susu buah naga menggunakan
Scanning
Electron
Microscope
(SEM)
(Widjajasenaputra, 2010). Prinsip kerja SEM adalah sebagai berikut : Scanning Electron Microscope
(SEM) terdiri dari empat
komponen utama yaitu electron source, lens system, scan unit, dan detection unit. Electron source berupa pancaran elektron yang diemisikan dari sudut penyebaran yang sempit dan dengan energi terpilih. Pancaran tersebut akan masuk ke dalam sistem
lensa
elektromagnetik spesimen.
Area
yang dan
mengandung keluar
spesimen
tepat akan
beberapa
mengenai membentuk
lensa
permukaan pola
yang
mengubah voltage elektris sebagai signal bagi sistem deteksi 47
signal. Signal dari scan unit tersebut akan menghasilkan imaginasi pada layar. Sistem deteksi akan menangkap tiga tipe dasar signal, yaitu backscatter electrons, secondary electrons dan x-rays, dan mengubahnya menjadi signal elektris yang dikirimkan ke PC Control dan ditunjukkan pada monitor. Sedangkan prosedur analisis mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebagai berikut: - Spesimen 1 diletakkan pada sebuah holder yang dilapisi karbon - Spesimen dilapisi selapis tipis emas palladium (Au – Pd) merk Emitech-SC7620 (coating menggunakan sputter coater) sebagai lapisan logam berat yang merefleksikan elektron - Pengamatan mikrostruktur spesimen dilakukan dengan FEIInspect S50 Scanning Electron Microscope. Spesimen akan dipindai dengan pancaran elektron berenergi rendah dan pola yang muncul dari permukaan sampel akan terkumpul pada detektor. Oleh karena data dari detektor terdiri dari signal
elektron,
dimungkinkan
bukan untuk
hanya
imageI
memproses
visual,
(memproses
maka dan
menganalisis) dengan komputer. 3.5.2 Analisis Sifat Kimia 3.5.2.1 Kadar Protein Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar protein adalah metode semimikro kjedhal
sesuai dengan
metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini 48
adalah senyawa nitrogen diubah menjadi sulfat oleh H 2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititar dengan larutan baku. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: - Ditimbang 0,51 gram sampel dan dimasukkan dalam labu kjedahl - Ditambahkan 2 gram campuran selan dan 25 ml H 2SO4 pekat - Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi kehijau – hijauan (sekitar 2 jam) - Dibiarkan dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml - Dipipet 5 ml larutan dan dimasukkan kedalam alat penyuling dengan ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP - Disuling selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator - Dibilasi ujung pendingin dengan air suling - Dititar dengan larutan 0,01 N - Dikerjakan dengan penetapan blanko - Perhitungan menggunakan Persamaan 4 Kadar Protein =
(
-
)
…… …… (4)
49
Dimana : W adalah bobot cuplikan V1 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh V2 adalah volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko N
adalah normalitas HCl
f.k. adalah kadar protein dari : - makanan secara umum 6,25 - susu dan hasil olahanya 6,38 - minyak kacang 5,46 f.p. adalah faktor pengenceran 3.5.2.2 Analisis Gula Reduksi Metode yang digunakan untuk analisis gula reduksi adalah metode Luff Scroll (Sudarmadji dkk, 1997). Prosedur analisis gula reduksi menggunakan meode ini adalah sebagai berikut: - Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2,5 – 25 gram tergantung kadar gula reduksinya, dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml aquades dan tambahkan bubur Al(OH) 3 atau larutan Pb-Asetat. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian tambahkan aquades sampai tanda dan disaring.
50
- Filtrat
ditampung
dalam
labu
takar
200
ml.
Untuk
menghilangkan kelebihan Pb, tambahkan Na 2CO3 anhidrat atau K atau Na- oksalat anhidrat atau larutan Na-fosfat 8% secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda, digojog dan disaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau Na-oksalat atau Na- fosfat atau Na2CO3 tetap jernih - Ambil 25 ml filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung 15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 ml larutan LuffSchoorl dengan 25 ml aquades. - Blanko dibuat dengan 25 ml luff scroll ditambah 25 ml aquadest ke dalam Erlenmeyer. - Setelah ditambah beberapa butir batu didih, Erlenmeyer dihubungkan
dengan pendingin balik, kemudian didihkan.
Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. - Selanjutnya cepat – cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati – hati ditambahkan 25 ml H2SO4 26,5%. - Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium Thio Sulfat 0,1 N dengan penambahan indikator pati sebanyak 2 – 3 ml untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir. Titrasi dianggap selesai bila telah terjadi perubahan warna biru menjadi putih susu. Setelah diketahui selisih titrasi sampel dengan blanko kemudian dikonversikan pada tabel 51
hubungan antara banyak penggunaan thio sulfat dengan banyaknya gula reduksi. - Perhitungan gula reduksi menggunakan Persamaan 5. .......................(5) Dimana : Faktro konversi = Blanko – Hasil titrasi P = Angka tabel 3.5.2.3 Analisis Vitamin C Analisis vitamin C dilakukan mengan metode titrasi dengan
2,6
Dichlorophenol-Indophenol
(Fardiaz,
1984).
Langkah – langkah prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: Sampel sebanyak 10 gram ditimbang dan ditempatkan di cawan porselin dan dihaluskan. Setelah halus dilarutkan dengan pelarut asam oksalat 2% menggunakan labu ukur 100 ml sampai tanda garis. Kemudian larutan tersebut dipipet 25 ml dan dimasukkan ke dalam labu erlemeyer 250 ml setelah ditambahkan Cloroform 3 ml baru kemudian dititrasi dengan larutan Dye (Na 2,6 Dicloro pyenol-Indophenol) sampai terjadi perubahan warna merah jambu. Untuk menghitung persentase kadar vitamin C, menggunakan Persamaan 6. mg
Vit.
C
per
100
sampel
……………………… (6)
= Dimana: Fp
gram/ml
= Faktor pengenceran 52
BB
= Berat bahan yang digunakan untuk penetapan
3.5.2.4 Kadar Abu Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar abu adalah metode total abu (cara kering) sesuai dengan metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini adalah pengabuan zat – zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan organik tidak. Prosedur uji abu adalah sebagai berikut: - Ditimbang dengan seksama 2 – 3 gram contoh kedalam sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya, untuk contoh cairan uapkan di atas penangas air sampai kering. - Arangkan diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550
0
C sampai pengabuan
sempurna (sekali – kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk) - Dinginkan dalam deksikator, lalu timbang sampai bobot tetap - Perhitungan kadar abu menggunakan Persamaan 7. -
……………… …………………(7)
Dimana : W
adalah bobot contoh sebelum diabukan (gram)
W 1 adalah bobot cawan + contoh sesudah diabukan (gram) W 2 adalah bobot cawan kosong (gram)
53
3.5.2.5 Kadar Air Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar air adalah metode oven sesuai dengan metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini adalah kehilangan bobot selama pemanasan pada suhu
105 0C ±
2 0C dianggap
sebagai kadar air yang terdapat pada contoh dan dihitung secara gravimetri. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: - Panaskan cawab beserta tutupnya dalam oven pada suhu 105 0C ± 2 0C selama lebih kurang satu jam dan didinginkan dalam desikator selama 20 – 30 menit kemudian timbang dengan neraca analitik (cawan dan tutupnya) - Masukkan 5 gram contoh ke dalam cawan, tutup dan timbang - Panaskan cawanyang berisi contoh terseebut dalam keadaan terbuka dengan meletakkan tutup cawan disamping cawan di dalam oven pada suhu 105 0C ± 2 0C selama tiga jam (tiga jam setelah suhu oven 105 0C ) - Tutup cawan ketika masih didalam oven, pindahkan segera kedalam desikator dan dinginkan selama 20 – 30 menit kemudian timbang - Lakukan pemanasan kembali selama 1 jam dan ulangi kembali sampai perubahan berat antara pemanasan selama ≤
(
)
- Lakukan pekerjaan duplo dan hitung kadar air dalam contoh - Perhitungan kadar air menggunakan Persamaan 8. 54
-
…………………… …………….(8)
Dimana : W 0 adalah bobot cawan kosong dan tutupnya (gram) W 1 adalah bobot cawan, tutupnya dan contoh sebelum dikeringkan (g) W 2 adalah bobot cawan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan (g) 3.5.3 Analisis Sifat Sensoris Uji sensoris terhadap permen susu dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik oleh 25 panelis tidak terlatih. Kriteria organoleptik (sensoris) yang dinilai meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur permen susu. Skala hedonik
yang
digunakan adalah 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka. Pada saat pengujian, panelis disajikan sampel permen susu buah naga yang telah diberi kode secara acak dan kemudian memberikan penilaian tanpa membandingkan sampel satu dengan sampel lainnya (Soekarto, 1985) dan Form penilaian uji sensoris tersaji pada Lampiran 2a. 3.5.4 Prosedur Penentuan Perlakuan Terbaik Untuk menentukan
kombinasi perlakuan
terbaik
digunakan metode indeks efektifitas (De Garmo et al., 1984) dengan metode pembobotan sebagai berikut: a. Menggunakan parameter kimia dan organoleptik sebagai dasar pembobotan. 55
b. Memberikan bobot nilai pada setiap parameter masing – masing kelompok. Bobot nilai yang diberikan sesuai dengan tingkat kepentingan setiap parameter dalam mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen yang dievaluasi oleh panelis. Pembobotan dihitung menggunakan Persamaan 9. ……………… … ….(9) c. Menghitung nilai efektifitas (NE) dihitung menggunakan Persamaan 10 -
………………… … ……………………………( 0)
Dimana : NP = Nilai Perlakuan Ntb = Nilai Terbaik Ntj = Nilai Terjelek d. Menghitung nilai produk ( NP) yang diperoleh dengan Persamaan 11. …………………………………………… ( 1) e. Nilai produk dari semua parameter pada masing – masing kelompok dijumlahkan. Parameter yang mempunyai nilai NP tertinggi
adalah
kelompok
terbaik
dalam
kelompok
parameter. Pemilihan kelompok terbaik dipilih dari kombinasi yang memiliki nilai perlakuan (NP) tertinggi. Form lembar penilaian tingkat kepentingan panelis yang digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik terlampir pada Lampiran 3a. 56
3.6 Parameter Penelitian Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah parameter fisik, kimia dan sensoris. Parameter fisik yang diamati meliputi uji kekerasan dengan Penetrometer (Yuwono dan Susanto, 2001), dan uji warna menggunakan Colour Reader (Yuwono dan Susanto, 2001). Parameter kimia yang diamati meliputi kadar protein menggunakan metode semimikro Kjedhal (BSN, 1992), analisis vitamin C (Fardiaz, 1984), analisis gula reduksi menggunakan metode Luff Scroll (Sudarmadji dkk, 1997), kadar air menggunakan metode oven (BSN, 1992) dan kadar abu diukur dengan cara kering (BSN, 1992). Sedangkan parameter sensoris yang diamati adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur dengan menggunakan uji Hedonik dengan panelis tidak terlatih sebanyak 25 orang (Soekarto, 1985). Penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektivitas dengan cara pembobotan pada setiap parameter yang diamati (De Garmo et al., 1984) dan analisis mikrostruktur hasil perlakuan
terbaik
dan
terburuk
dianalisis
menggunakan
Scanning electron microscopy (SEM) (Widjajasenaputra, 2010)
57
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisik Permen Susu Buah Naga 4.1.1
Kekerasan Nilai kekerasan permen susu buah naga berkisar
antara 50.60 – 895.53 gF. Hasil analisis sidik ragam terhadap nilai kekerasan permen susu buah naga yang terlampir pada Lampiran 5a menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah pada permen susu memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan permen susu (α=0.05). Nilai kekerasan permen susu dapat dilihat pada Gambar 5.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap kekerasan permen susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 5b menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan perlakuan dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
59
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Kekerasan Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
5
memperlihatkan
adanya
korelasi
eksponensial negatif antara persentase penambahan ekstrak buah naga super merah dengan kekerasan permen susu dengan persamaan regresi y = 870.81e-0.078x dengan koefisien korelasi R2 = 0.9514. Tingkat kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah dengan nilai kekerasan sebesar 895.53 gF dan tingkat kekerasan
terendah
terdapat
pada
perlakuan
dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai kekerasan sebesar 50.60 gF. Nilai kekerasan permen susu buah naga cenderung menurun dengan semakin banyaknya ekstrak buah naga super 60
merah yang ditambahkan pada permen susu. Nilai kekerasan yang semakin kecil pada permen susu buah naga super merah disebabkan oleh kadar air yang terkandung pada ekstrak buah naga super merah. Menurut Wahyuni (2012), buah naga super merah memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Semakin banyak ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan maka kadar air dalam bahan air akan semakin tinggi. Semakin tinggi kadar air pada permen maka nilai kekerasan akan semakin kecil. Menurut Miranda et al. (2011) menyatakan bahwa
penurunan
kadar
air
berhubungan
erat
dengan
peningkatan kekerasan (tekstur). Kekerasan suatu bahan akan semakin besar jika kadar air dalam bahan tersebut rendah Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Amri dkk (2015) yang menyatakan bahwa nilai kekerasan berhubungan dengan kadar air yang terkandung dalam permen. Semakin tinggi nilai kadar air yang terkandung dalam permen susu maka tekstur permen susu akan lebih lunak. Handayani (2007) berpendapat bahwa penurunan dan peningkatan nilai kekerasan dapat dipengaruhi oleh adanya proses pengeringan, faktor lingkungan atau pengaruh kelembaban dan sifat bahan penyusun permen itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi nilai kekerasan permen adalah
lama penyimpanan. Menurut Bawinto dkk
(2015), lama penyimpanan mempengaruhi kadar air bahan pangan. Dimana semakin lama waktu penyimpanan maka jumlah kadar air dari produk akan semakin menurun. 61
4.1.2
Warna Luminosity (L*) Hasil pengamatan derajat kecerahan dari permen
susu buah naga super merah berkisar antara 22.40 – 59.37. Hasil analisis sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 6a menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna L* permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai intensitas warna L* permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 6.
Hasil uji lanjut jarak
berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna L* permen susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 6b menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna L* perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan perlakuan dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah
(v/v)
menunjukkan
tidak
berbeda
nyata
dengan
perlakuan penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
62
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Warna L* Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
6
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan warna L* permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan persamaan regresi y = -0.0018x3 + 0.1509x2 – 4.077x + 59.196 dengan koefisien korelasi R2 = 0.9979. Gambar 6 juga memperlihatkan bahwa intensitas warna L* permen susu buah naga super merah cenderung menurun dengan semakin banyaknya persentase ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan pada permen susu. Perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki nilai kecerahan paling tinggi dengan nilai L* sebesar 59.37 dan perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) 63
memiliki nilai kecerahan paling rendah dengan nilai L* sebesar 22.4.
Nilai kecerahan
yang
tinggi pada
permen
tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah disebabkan tidak adanya aktivitas betasianin yang menghasilkan warna merah alami yang terkandung pada buah naga super merah dan warna yang dihasilkan hanya diperoleh dari bahan baku utama yaitu susu. Maitimu dkk (2013) menyatakan bahwa warna putih pada susu disebabkan oleh penyebaran butiran – butiran koloid lemak karena bahan utama yang memberi warna kekuning – kuningan adalah
karoten
penambahan
dan
ekstrak
riboflavin, daun
aileru
sehingga berwarna
susu putih
tanpa dan
menghasilkan nilai kecerahan yang tinggi. Menurunnya intensitas warna L* permen susu buah naga super merah disebabkan adanya pigmen betasianin yang menghasilkan warna merah alami yang terkandung pada buah naga super merah. Semakin banyak ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan pada permen susu warna yang dihasilkan akan semakin gelap dan keruh, sehingga nilai intensitas warna L* permen susu buah naga super merah akan mengalami penurunan. Farikha dkk (2013) menyatakan bahwa karakteristik sari buah naga merah cenderung keruh. Satriyanto dkk (2012) menambahkan bahwa
kecerahan merupakan
spektrum warna dasar, penambahan warna lain pada suatu obyek akan menurunkan nilai kecerahan. Penurunan intensitas warna
L*
juga
disebabkan 64
adanya
reaksi
pencoklatan
nonenzimatis antara asam amino dan gula pereduksi selama proses pembuatan permen yang menyebabkan warna permen menjadi kecoklatan. Menurut Maskan (2006), penurunan nilai L* memiliki korelasi dengan peningkatan pencoklatan (browning) dan kerusakan pigmen pada bahan makanan. Mensah-Brown et al. (2014) berpendapat bahwa warna gelap yang ditimbulkan pada produk selama proses disebabkan adanya degradasi pigmen untuk membentuk intermediary compounds (produk antara) selama berlangsungnya reaksi pencoklatan seperti reaksi maillard atau reaksi karamelisasi. 4.13
Warna Kemerahan/ Redness (a*) Nilai kemerahan (a*) dari permen susu buah naga
super merah berkisar antara 11.57 – 41.33. Nilai kemerahan (a*) yang semakin tinggi menunjukkan warna produk yang semakin merah, begitu juga sebaliknya warna kemerahan akan semakin kecil dengan turunnya nilai warna a*. Analisis sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 7a menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna a* (kemerahan) permen susu buah naga super merah (α =0,05) Nilai kemerahan (a*) permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna a* permen susu buah naga
super
merah
yang
terlampir
pada
Lampiran
7b
menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga 65
super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kemerahan (a*) perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah
(v/v)
menunjukkan
tidak
berbeda
nyata
dengan
perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) namun memberikan pengaruh nyata dengan perlakuan penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Warna a* Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
7
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan warna a* permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan 66
persamaan regresi y = -0.0029x3 - 0.2214x2 + 4.6779x + 12.017 dengan koefisien korelasi R2 = 0.9732. Gambar 7
juga
menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki nilai kemerahan (a*) terendah dengan nilai
a*
sebesar
11.57
sedangkan
perlakuan
dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) memiliki nilai kemerahan tertinggi dengan nilai kemerahan (a*) sebesar 41.33. Secara umum nilai intensitas kemerahan (a*) permen susu yang ditambahkan ekstrak buah naga super merah lebih tinggi dibandingkan dengan permen susu tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah. Nilai intensitas kemerahan yang tinggi pada permen dengan penambahan ekstrak buah naga super merah disebabkan ekstrak buah naga super merah mengandung betasianin yaitu zat warna alami yang terdapat pada buah naga super merah yang berwarna merah dan merupakan antioksidan aktif yang dapat menangkal radikal bebas. Wanitchang et al. (2010) menyatakan bahwa buah naga super merah kaya akan betasianin yang merupakan zat pewarna alami yang berwarna merah. Rebbeca et al. (2010) menambahkan buah naga super merah memiliki senyawa aktif betasianin yang dapat menangkal radikal bebas dan dapat dikatakan sebagai sumber antioksidan. Kandungan betasianin yang terkandung dalam daging buah naga merah segar sebesar 10.3 ± 0.22 mg/100 gram (Wu et al., 2006) dan 0.32 – 0,42 mg/g (Vaillant et al., 2005). 67
Gambar
7
juga
memaparkan
penurunan
nilai
kemerahan (a*) pada perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) sampai dengan perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v). Penurunan nilai kemerahan (a*) disebabkan oleh lama proses pembuatan permen susu buah naga yang berbeda. Semakin lama proses pembuatan permen susu maka akan semakin banyak pigmen betasianin yang mengalami kerusakan dan terdegradasi menjadi warna lain sehingga nilai kemerahan (a*) akan semakin menurun. Kerusakan dan degradasi menjadi pigmen lain disebabkan kurang stabilnya pigmen betasianin dibandingkan dengan pigmen lain seperti betaxanthin. Gokhale and Lele (2011) berpendapat bahwa pigmen warna kuning pada akar bit
(betaxanthin) lebih
stabil dibandingkan
dengan
betasianin (pigmen warna merah). Menurut Kathiravan et al. (2014) dan Chandran et al. (2012) menambahkan bahwa nilai kemerahan (a*) yang cenderung turun disebabkan oleh degradasi pigmen betasianin oleh pengaruh panas yang mengakibatkan degradasi dan perubahan warna betasianin ke coklat kekuningan dari warna merah keunguan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Herbach et al. (2004) dan Herbach et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses pemanasan yang lama pada suhu tinggi mengakibatkan betasianin mengalami dekomposisi (perubahan warna) menjadi coklat
kekuningan
(cyclo-dopa 68
5-O-glukosida
dan
asam
betulinic) dan menurunkan kadar warna merah pada senyawa tersebut. 4.14
Warna Kekuningan/ Yellowness (b*) Nilai b* menunjukkan derajat kekuningan dan
kebiruan dari suatu bahan pangan. Nilai +b* yang semakin tinggi menunjukkan
warna
produk
yang
semakin
kuning
dan
sebaliknya semakin kecil +b* menunjukkan nilai kekuningan yang semakin rendah. Begitupula dengan Nilai –b* yang semakin rendah menunjukkan warna produk yang semakin biru dan sebaliknya semakin besar -b* menunjukkan nilai kebiruan yang semakin rendah.
Hasil pengujian derajat kekuningan-
kebiruan (b*) dari permen susu buah naga super merah berkisar (-5.6) – 20.50. Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 8a menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna b* permen susu buah naga super merah (α =0,05) Nilai kekuningan (b*) permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna b* permen susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 8b memaparkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas b* perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan perlakuan dengan penambahan 30% ekstrak buah 69
naga super merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Warna b* Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar 8 memperlihatkan korelasi antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan warna b* permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan persamaan regresi y = -0.0027x3 + 0.2025x2 – 4.1702x + 20.115 dengan koefisien korelasi R2 = 0.9741. Gambar 8 juga menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki nilai kekuningan +b* tertinggi dengan nilai b* sebesar 20.50 sedangkan perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah memiliki nilai kebiruan -b* terendah 70
bahwa nilai kebiruan (-b*) sebesar -5.6.
Nilai b* yang tinggi
pada permen tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah disebabkan oleh bahan utama dalam pembuatan permen susu. Kandungan lemak yang tinggi dapat menghasilkan karoten yang memiliki warna kekuningan. Menurut Diastari dan Agustina (2013) menyatakan bahwa susu berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen kuning utama dari lemak susu, yang apabila dimetabolisme di dalam tubuh manusia akan membentuk dua molekul vitamin A. Karotenoid disintesa hanya oleh tumbuhan, oleh karenanya harus ada dalam pakan ternak perah. Banyaknya karoten dalam susu (warna kuning) tergantung dari bangsa, spesies, individu, umur, masa laktasi dan pakan hijauan yang dimakan oleh sapi. Solah et al. (2007) menambahkan susu memiliki warna alami yang tersebar pada lemak susu dan memiliki pigmen warna seperti karotenoid dan riboflavin. Secara umum nilai intensitas kekuningan (b*) permen susu yang ditambahkan ekstrak buah naga super merah lebih rendah dibandingkan dengan permen susu tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah. Penurunan nilai kekuningan disebabkan pigmen karotenoid tertutup oleh pigmen betasianin yang terkandung pada ekstrak buah naga super merah yang memiliki warna merah keunguan sehingga warna permen menjadi merah keungguan. juga
disebabkan
adanya
Penurunan nilai kekuningan (b*) pemecahan 71
pigmen
karotenoid
ataupun riboflavin yang terdapat pada susu sapi selama proses pembuatan permen. Naderi et al. (2015) menyatakan bahwa penurunan nilai b* menunjukkan hilangnya warna kuning. L* dan b* yang menurun sebagai akibat dari pemecahan karotenoid dan klorofil serta pembentukan pigmen coklat.
Samson dkk
(2013) menambahkan bahwa pemanasan akan menyebabkan kerusakan karatenoid
karotenoid
sehingga
mengalami
menyebabkan
penurunan.
Faktor
kandungan lain
yang
menyebabkan penurunan nilai kekuningan (b*) adalah reaksi karamelisasi yang menyebabkan warna permen yang dihasilkan menjadi kecoklatan sehingga menyebabkan nilai kekuningan mengalami penurunan. Winarno (2008) menyatakan bahwa reaksi karamelisasi yang timbul pada saat gula dipanaskan membentuk warna coklat. 4.2 Sifat Kimia Permen Susu Buah Naga 4.2.1
Kadar Protein Berdasarkan hasil uji, kadar protein permen susu
buah naga super merah berkisar antara 1.49 – 1.79. analisa
sidik ragam yang
Hasil
terlampir pada Lampiran
9a
menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar protein permen susu buah naga super merah
dapat
dilihat pada Gambar 9. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap kadar protein permen susu buah naga super 72
merah
yang
terlampir
pada
Lampiran
9b
menunjukkan
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar protein perlakuan dengan penambahan 10%, 20% dan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan memberikan
pengaruh
yang
nyata
dengan
perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Gambar 9. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Protein Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar 9 memperlihatkan korelasi antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar protein permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan persamaan regresi y = -0.0002x3 - 0.0091x2 –0.1363x + 5.3444 73
dengan koefisien korelasi R2 = 0.9991.
Gambar 9 juga
memaparkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki kadar protein tertinggi dengan kadar protein sebesar 11.57, sedangkan perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) memiliki kadar protein terendah dengan kadar protein sebesar 3.67. Nilai kadar protein yang berbeda – beda disebabkan oleh bahan baku pembuatan permen susu yang tidak seragam. Susu yang merupakan bahan baku utama memiliki kadar protein awal yang berbeda – beda sehingga mempengaruhi nilai akhir protein. Saleh (2004) menyatakan bahwa kandungan protein susu berkisar antara 3 – 5%. Penambahan buah naga super merah juga tidak dapat meningkatkan protein pada permen susu buah naga super merah. Hal ini disebabkan protein yang terkandung dalam buah naga super merah sangat sedikit. Menurut Jerônimo et al. (2015) dan Khalili et al. (2006), kandungan protein dalam 100 gram buah naga merah berkisar antara 0.16 – 2.27 gram. Gambar 9 juga memperlihatkan kadar protein permen susu yang ditambahkan ekstrak buah naga super merah jauh lebih
rendah
dibandingkan
dengan
penambahan ekstrak buah naga
permen susu
super merah.
tanpa Hal ini
disebabkan lama proses pembuatan permen susu yang berbeda – beda yang mengakibatkan rusaknya (denaturasi) protein yang terdapat pada susu selama proses pengolahan. Semakin lama 74
waktu proses maka akan semakin banyak kadar protein yang terdapat pada susu mengalami denaturasi. Menurut Akkerman (2015), semakin lama waktu proses dengan perlakuan panas akan meningkatkan derajat denaturasi whey protein. Hal ini juga didukung pernyataan Swastawati dkk (2013) yang menyatakan bahwa kadar protein dapat menurun karena adanya proses pengolahan terutama proses pengolahan yang menggunakan panas. Purba (2012) menambahkan bahwa pemanasan pada suhu 80 – 100 0C dapat merusak protein.
Winarno (2008)
mendefinisikan denaturasi sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan – ikatan kovalen. Denaturasi juga dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbentuknya lipatan atau wiru molekul. 4.2.2
Gula Reduksi Kandungan gula reduksi permen susu buah naga
super merah berkisar antara 6.12 – 44.36%. Hasil analisis sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 10a menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar gula reduksi permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai gula reduksi permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap gula reduksi permen susu buah naga super merah 75
yang terlampir pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar gula reduksi perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan dengan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Gambar 10. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Gula Reduksi Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar 10 memperlihatkan adanya korelasi linear positif antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan gula reduksi dengan persamaan regresi y = 1.0425x + 6.7567
dengan
koefisien
koefisien 76
korelasi
R2=0.9571.
Persamaan tersebut memberi makna bahwa peningkatan persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) x%, gula reduksi meningkat sebesar 1.0425x ditambah 6.7567 dengan nilai korelasi 0.9571 yang berarti meningkatnya gula reduksi sebanyak 95.71% dipengaruhi oleh persentase ekstrak buah naga super merah. Kadar gula reduksi permen susu buah naga super merah terendah terdapat pada perlakuan permen tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah dengan kadar gula reduksi sebesar 6.12%. Sementara perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar gula reduksi sebesar 44.36% merupakan permen susu buah naga super merah yang memiliki kadar gula reduksi tertinggi. Kecenderungan peningkatan gula reduksi pada permen susu buah naga super merah disebabkan kandungan gula reduksi yang terdapat pada ekstrak buah naga super merah. Hasil penelitian Islam et al. (2012) menyatakan bahwa dalam ekstrak buah naga segar mengandung gula reduksi sebesar 4,50 ± 0.04 %. Faktor lain yang menyebabkan tingginya gula reduksi adalah adanya proses pemanasan yang berbeda selama pembuatan permen yang menyebabkan pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Semakin lama waktu pemanasan maka akan semakin banyak sukrosa yang terinversi menjadi glukosa
dan
fruktosa.
Trissanthi
dan
Susanto
(2016)
berpendapat bahwa kadar gula reduksi sirup alang – alang yang 77
dihasilkan cenderung meningkat dengan semakin lamanya pemanasan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak gula (sukrosa) yang terinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Gaewchingduan and Pengthemkeerat (2010) menambahkan bahwa peningkatan lama pemanasan memiliki pengaruh positif terhadap gula reduksi. Semakin lama waktu pemanasan dapat meningkatkan proses hidrolisis yang akan meningkatkan kadar gula reduksi. Pernyataan serupa juga dikemukakan Winarno (2008) yang menyatakan bahwa peningkatan gula pereduksi disebabkan selama proses pendidihan larutan sukrosa mengalami inverse atau pemecahan sukrosa manjadi glukosa dan fruktosa akibat pengaruh asam dan panas yang akan meningkatkan kelarutan gula. Skema reaksi inversi atau hidrolisis sukrosa dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Skema reaksi inversi atau hidrolisis sukrosa selama pemanasan (Panpae et al., 2008)
78
4.2.3
Vitamin C Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah
larut dalam air, mempunyai sifat asam, dan sifat pereduksi yang kuat. Kadar vitamin C permen susu buah naga super merah berkisar antara 0 – 27.55 mg/100 gram. Hasil analisis sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 11a menunjukkan bahwa prosentse penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar vitamin C permen susu buah naga super merah (α =0,05). Kadar vitamin C permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap vitamin C permen susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 11b memaparkan bahwa tanpa
penambahan
ekstrak
buah
naga
perlakuan
super
merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar vitamin C perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v). Pengaruh yang tidak nyata juga terlihat pada perlakuan dengan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v). 79
Gambar 12. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Vitamin C Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar 12 memperlihatkan adanya korelasi linear positif antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar vitamin C permen susu dengan persamaan regresi y = 0.6463x + 3.7167 dengan koefisien koefisien korelasi R2=0.9227.
Persamaan tersebut
memberi makna bahwa
peningkatan persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) x%, kadar vitamin C meningkat sebesar 0.6463x ditambah 3.7167 dengan nilai korelasi 0.9227 yang berarti meningkatnya kadar vitamin C sebanyak 92.27% dipengaruhi oleh persentase ekstrak buah naga super merah. Kadar vitamin C permen susu buah naga super merah terendah terdapat pada perlakuan permen tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah 80
dengan kadar vitamin C sebesar 6.12 mg/100 gram. Sementara perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar vitamin C sebesar 27.55 mg/100 gram merupakan permen susu buah naga super merah yang memiliki kadar vitamin C tertinggi. Kecenderungan peningkatan kadar vitamin C disebabkan oleh kandungan vitamin C yang terkandung dalam bahan baku permen yaitu ekstrak buah naga super merah. Menurut Jaafar et al. (2009) menyatakan bahwa kandungan vitamin C yang terkandung dalam buah naga merah per 100 gram adalah 8 - 9
mg.
Islam et al. (2012)
menambahkan bahwa kandungan vitamin C yang terkandung dalam ekstrak buah naga per 100 gram adalah 9,9 ± 0.04 mg. Metode evaporasi menggunakan evaporator vakum diduga juga mempengaruhi tingginya vitamin C pada permen susu. Hal ini disebabkan pada pengolahan vakum tekanan yang digunakan rendah sehingga suhu pengolahan juga akan rendah sehingga mampu mengurangi tingkat kerusakan pada bahan pangan dan mempertahankan kandungan nutrisi seperti vitamin C pada bahan pangan yang diolah. Pantan (2012) menyatakan bahwa pada proses pengolahan vakum nutrisi bahan pangan akan relatif tetap dipertahankan. Bahan pangan atau sayuran yang diolah dengan metode vakum akan dihasilkan produk dengan kandungan zat gizi seperti protein, lemak dan vitamin yang tetap terjaga. Astuti (2007) juga melaporkan lobak yang dikeringkan dengan metode pengering vakum memiliki kadar 81
vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan lobak yang dikeringkan menggunakan sinar matahari ataupun pengeringan menggunakan oven. Hal ini disebabkan pada pengeringan vakum tekanan yang digunakan lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pengeringan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah. 4.2.4
Kadar Abu Berdasarkan hasil uji, kadar abu permen susu buah
naga super merah berkisar antara 1.49 – 1.79%.
Secara
keseluruhan nilai kadar abu hasil penelitian ini sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana kadar abu untuk permen bukan jelly maksimal 2% (BSN, 2008). Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 12a menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar abu permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap kadar abu permen susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 12b memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa
penambahan
ekstrak 82
buah
naga
super
merah
memberikan
pengaruh
yang
nyata
terhadap
kadar abu
perlakuan dengan penambahan 20% dan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan penambahan 10% dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v). Pengaruh yang tidak nyata juga diperlihatkan
oleh perlakuan penambahan 20%
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Gambar 13. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Abu Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
13
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar abu permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan 83
persamaan regresi y = -4E-05x3 - 0.0022x2 –0.0194x + 1.5576 dengan koefisien korelasi R2 = 0.8361 dengan perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) memiliki kadar abu terendah sebesar 1.49% dan perlakuan dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah memiliki kadar abu (v/v) tertinggi sebesar 1.79%. Secara umum permen susu dengan penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan permen susu tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah. Kadar abu yang lebih tinggi ini dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan pada pembuatan permen. Khalili et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan mineral yang terdapat pada buah naga merah adalah kalsium, natrium, magnesium, fosfor, Zn, dan zat besi. Nurul and Asmah (2014) menambahkan bahwa dalam setiap 100 gram buah naga merah mengandung kadar abu sebanyak 0.54 – 1.19 gram. Gambar 13 juga memperlihatkan kadar abu yang terkandung dalam permen susu buah naga super merah berbeda – beda (fluktuatif). Perbedaan ini disebabkan bahan baku yang digunakan tidak seragam sehingga menyebabkan kandungan mineral yang terkandung dalam bahan baku awal juga berbeda – beda sehingga mempengaruhi kadar abu pada permen susu buah naga super merah.
Risky dkk (2014)
menyatakan bahwa kadar abu pada makanan dipengaruhi oleh 84
adanya kandungan mineral – mineral awal dalam bahan baku. Semakin besar kandungan abu dalam suatu bahan makanan menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan mineral yang terdapat
pada
makanan
tersebut.
Buckle
dkk
(1987)
menambahkan bahwa kadar abu pada bahan olahan sangat terkandung pada asal bahan baku yang digunakan. 4.2.5
Kadar Air Berdasarkan hasil uji, kadar air permen susu buah
naga super merah berkisar antara 8.72 – 16.99%. Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 13a menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar air permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap kadar air permen susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran
13b
menunjukkan
bahwa
perlakuan
tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air perlakuan dengan dengan penambahan 10%, 20% dan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v).
85
Gambar 14. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Kadar Air Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
14
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar air permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan persamaan regresi y = 0.0007x3 - 0.0399x2 + 0.4071x + 8.4872 dengan koefisien korelasi R2 = 0.9228. Gambar 14
juga
memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki kadar air terendah sebesar 8.72% dan perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) memiliki kadar air tertinggi sebesar 16.99%. Kecenderungan permen dengan penambahan ekstrak buah naga super merah memiliki nilai kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air permen tanpa penambahan 86
ekstrak buah naga super merah.
Kandungan air yang tinggi
dikarenakan susu dan ekstrak buah naga super merah memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga semakin banyak penambahan ekstrak buah naga super merah maka kandungan air pada permen susu akan meningkat. Widodo (2002) menyatakan bahwa kandungan air dalam susu sapi sangat tinggi, yaitu sekitar 86.5%.
Menurut Taiwan Food Industry
Develop & Research Authorities (2005) dalam Wahyuni (2010), kandungan air yang terkandung dalam buah naga super merah sebesar 82.5 – 83.0 g/100 gram (82.5 – 83%). Islam et al. (2012) menambahkan kadar air yang terkandung dalam ekstrak buah naga sebesar 87,87 – 87,93%. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar air adalah tingginya gula reduksi yang terkandung pada permen susu. Semakin tinggi gula reduksi pada suatu bahan pangan maka semakin tinggi pula kadar air produk pangan tersebut. Hal ini disebabkan gula reduksi mempunyai sifat mengikat dan menyerap air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Sudarmadji dkk (1989) menyatakan bahwa kadar air selain dipengaruhi oleh waktu pemasakan juga dipengaruhi oleh kadar gula pereduksi dan kondisi lingkungan. Kadar air akan semakin tinggi dengan semakin tingginya kandungan gula pereduksi khususnya fruktosa. Fruktosa bersifat higroskopis, sehingga dapat dengan mudah menyerap air. Kelembaban lingkungan yang tinggi akan meningkatkan penyerapan uap air oleh gula 87
sehingga
terjadi peningkatan
kandungan
kadar
air dan
penurunan tekstur. Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi kadar air yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia 3547.2-2008 (BSN, 2008)
yang mengisyaratkan
kadar air permen bukan jelly maksimal sebesar 7.5%. Hal ini disebabkan karena pengecekan tingkat kematangan permen susu yang sedikit mengalami kendala ketika pemrosesan dilakukan secara vakum. Namun, kadar air hasil penelitian ini sebagian ataupun semuanya masih memenuhi persyaratan jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Menurut Usman dan Abubakar (2009) menyatakan bahwa karamel susu (permen susu) yang berasal dari susu segar memiliki kandungan air sebanyak 9.43%. Koswara (2009) menambahkan bahwa kadar air pada karamel susu berkisar antara 9 – 22%. 4.3 Sifat Sensoris Permen Susu Buah Naga 4.3.1
Warna Warna mempunyai arti dan peranan penting pada
komoditas pangan. Peranan ini sangat nyata pada tiga hal yaitu daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Diantara sifat – sifat produk pangan, warna merupakan faktor yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1990).
Nilai rata – rata
sensoris terhadap penerimaan warna ditunjukkan pada Gambar
88
15 dan data uji sensoris penerimaan warna selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14a.
Gambar 15. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Warna Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
15
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai rata – rata kesukaan warna permen susu mengikuti trend polinomial orde dua dengan persamaan regresi y = -0.0002x2 + 0.0149x + 4.7817 dengan koefisien korelasi R 2 = 0.9418. Gambar 15 juga memperlihatkan hasil pengujian sensoris untuk parameter warna memiliki nilai rata – rata berkisar antara 4.76 – 5.12, yang berarti penerimaan panelis untuk parameter warna berkisar antara netral sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis 89
cenderung mengalami peningkatan dengan semakin banyaknya penambahan ekstrak buah naga super merah. Nilai rata – rata tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan skor sebesar 5.12, sedangkan nilai rata – rata terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan buah naga super merah dengan skor sebesar 4.76. Nilai rata – rata tertinggi menunjukkan sampel yang paling disukai oleh panelis. Kecenderungan
kesukaan
panelis
terhadap
parameter warna disebabkan oleh warna yang dihasilkan pada permen susu. Semakin banyak ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan pada pembuatan permen susu maka warna yang dihasilkan akan semakin merah. Warna merah tersebut disebabkan oleh kandungan betasianin yang terkandung pada ekstrak buah naga super merah. Menurut Le Bellec et al. (2006) dan Wybreniec et al. (2007), warna merah pada buah naga super merah disebabkan adanya kandungan betasianin yang merupakan pigmen warna yang larut dalam air. Semakin tinggi kandungan betasianin maka antioksidan dalam buah akan semakin tinggi. Selain itu, betasianin juga dapat digunakan sebagai pewarna alami yang lebih aman bagi kesehatan. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan warna yang terlampir pada Lampiran 14b menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter 90
sensoris warna pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,971. Pengaruh yang tidak nyata ini disebabkan masing – masing panelis mempunyai tingkat kesukaan yang hampir sama pada semua permen yang diujikan. Selain itu, panelis belum terbiasa dan kurang suka permen dengan warna yang keruh. Panelis lebih menyukai warna permen yang cerah dan transparan. Hal ini didukung pernyataan Yani (2006) yang menyatakan bahwa panelis lebih menyukai warna permen yang cerah dan transparan. 4.3.2
Rasa Rasa lebih banyak melibatkan indera lidah. Rasa
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
nilai
penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Ada empat rasa utama yang dapat dideteksi oleh indera perasa yaitu asin, manis, asam, dan pahit (Meyer, 1978). Nilai rata – rata sensoris terhadap penerimaan rasa dapat dilihat pada Gambar 16 dan data uji sensoris penerimaan rasa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15a.
91
Gambar 16. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Rasa Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
16
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai rata – rata kesukaan rasa permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan persamaan regresi y = 5E-05x3 0.0043x2 + 0.0916x + 4.3086 dengan koefisien korelasi R 2 = 0.6694. Gambar 16 juga menunjukkan penerimaan rasa oleh panelis berkisar antara 4.2 (netral) sampai 5.12 (agak suka). Kecenderungan kesukaan panelis terhadap parameter rasa permen susu buah naga sangat fluktuatif. Pada perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah sampai perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) 92
kecenderungan kesukaan panelis semakin naik, namun pada perlakuan penambahan 30% sampai 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) mengalami kecenderungan kesukaan yang semakin turun.
Penurunan dan kenaikan kesukaan panelis
disebabkan oleh selera panelis terhadap rasa permen susu berbeda- beda. Perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai penerimaan panelis sebesar 5.12 merupakan sampel yang paling disukai panelis. Hal ini diduga kombinasi rasa yang dihasilkan pada perlakuan ini masih mengandung kedua rasa dari kedua bahan baku yang digunakan yaitu rasa susu dan buah naga pada permen susu dan tidak ada salah satu yang menonjol serta rasa yang dihasilkan
tidak
terlalu
manis
dan
memiliki
rasa
yang
menyegarkan yang sangat disukai panelis. Hal ini didukung Wahyuni (2012), penambahan buah naga super merah pada jumlah yang tepat akan menghasilkan rasa yang disukai panelis karena buah naga mempunyai rasa campuran asam dan manis. Sementara perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai penerimaan panelis sebesar 4.2 merupakan sampel yang paling tidak disukai panelis. Hal ini diduga penambahan ekstrak buah naga yang terlalu banyak menghasilkan rasa permen buah naga yang cenderung didominasi oleh rasa ekstrak buah naga sehingga rasa yang
93
dihasilkan sangat manis dan asam serta menghilangkan rasa susu yang disukai oleh panelis. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan warna yang terlampir pada Lampiran 15b menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter sensoris pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,034. Pengaruh nyata ini disebabkan panelis dapat membedakan rasa pada setiap sampel permen yang disajikan pada saat pengujian. Pengujian dilanjutkan dengan uji multiple comparasion untuk melihat perbandingan pengaruh setiap perlakuan terhadap rasa permen susu buah naga yang dihasilkan. Nilai p pada uji multiple comparison terhadap parameter rasa disajikan pada Tabel 7 dan hasil uji multiple comparison terhadap parameter rasa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15c.
94
Tabel 7. Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok Untuk Parameter Sensoris Rasa Permen Susu Kelompok
P0
P0
P1
P2
P3
P4
0.360
0.017*
0.909
0.731
0.138
0.303
0.208
0.013*
0.007*
P1
0.360
P2
0.017*
0.138
P3
0.909
0.303
0.013*
P4
0.731
0.208
0.007*
0.819 0.819
Keterangan : * terdapat perbedaan yang nyata (p < 0.05) P0 = tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah P1 = penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) P2 = penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) P3 = penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) P4 = penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan nilai sensoris rasa pada perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P2), perlakuan
penambahan
20%
(P2)
dengan
perlakuan
penambahan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P3) serta perlakuan penambahan 20% (P2) dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4) memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini diduga semakin banyak ekstrak buah naga yang ditambahkan akan memberikan rasa yang berbeda pada permen susu, sehingga 95
panelis dapat membedakan rasa permen yang disajikan pada saat pengujian. Menurut Ratna (2004), rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat penerimaan panelis/konsumen terhadap suatu produk makanan. Walaupun memiliki warna, aroma, penampakan, dan tekstur yang baik, suatu produk tidak akan diterima oleh panelis/konsuman bila rasanya tidak enak. 4.3.3
Aroma Aroma
merupakan
salah
satu
parameter
yang
menentukan rasa enak dari suatu makanan (Soekarto, 1985). Konsumen akan menerima suatu bahan pangan jika mempunyai aroma yang tidak menyimpang dari aroma normal. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut (Winarno, 2008). Histogram penerimaan terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar
17 dan data uji sensoris
terhadap penerimaan aroma dapat dilihat pada Lampiran 16a.
96
Gambar 17. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Aroma Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar 17 memperlihatkan adanya korelasi linear negatif antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai rata – rata kesukaan aroma dengan persamaan regresi y = -0.0028x + 3.84 dengan koefisien koefisien korelasi R2=0.9423.
Persamaan tersebut
memberi makna bahwa
peningkatan persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) x%, nilai rata – rata kesukaan aroma panelis menurun sebesar -0.0028x ditambah 3.84 dengan nilai korelasi 0.9423 yang berarti nilai rata – rata kesukaan aroma menurun sebanyak 94.23% dipengaruhi oleh persentase ekstrak buah naga super merah. Hasil uji sensoris terhadap aroma pada semua 97
perlakuan didapatkan nilai rata – rata berkisar antara 3.72 sampai 3.84 yang berarti panelis memberikan respon yang hampir sama yaitu agak tidak suka. Nilai rata – rata tertinggi penerimaan panelis terhadap aroma adalah perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah dengan nilai skor sebesar 3.84 sedangkan sampel yang tidak disukai panelis adalah perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai skor sebesar 3.72. Berdasarkan Gambar 17, nilai kesukaan panelis terhadap parameter aroma mengalami penurunan dengan semakin banyaknya ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan pada permen susu. Penurunan disebabkan penambahan ekstrak buah naga super merah yang terlalu banyak pada permen susu akan menutupi aroma susu yang disukai oleh panelis dan didominasi oleh aroma khas buah naga. Menurut Wahyuni (2012), semakin banyak daging
buah naga yang ditambahkan, maka aroma
yang dihasilkan pada jenang akan semakin langu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Waladi dkk (2015) yang menyatakan bahwa kulit dan daging buah naga merah memiliki citarasa langu sehingga dengan semakin banyak penambahan kulit ataupun daging buah naga merah dapat mengurangi aroma khas susu. Hasil uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis terhadap penerimaan aroma yang terlampir pada Lampiran 16b menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah 98
naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter sensoris aroma pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,996. Pengaruh yang tidak nyata disebabkan masing – masing panelis memiliki tingkat kesukaan yang hampir sama terhadap aroma permen susu. Menurut Hambali (2004) dan Wahyuni (2012) yang menyatakan bahwa aroma atau bau sendiri sukar untuk diukur sehingga biasanya menimbulkan
pendapat
berlainan
dalam
menilai
kualitas
aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan tiap orang memiliki perbedaan penciuman meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan. 4.3.4
Tekstur Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang
ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh perabaan, terkait dengan deformasi dan disintegrasi yang diukur secara objektif oleh mata, waktu dan jarak (Purnomo, 1995). Konsumen umumnya menilai tekstur produk dengan cara menekan dengan jari dan penekanan selama pengunyahan. Nilai rata – rata sensoris terhadap penerimaan tekstur ditunjukkan pada Gambar 18 dan data uji sensoris penerimaan tekstur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17a.
99
Gambar 18. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Tekstur Permen Susu Buah Naga Super Merah Gambar
18
memperlihatkan
korelasi
antara
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai rata – rata kesukaan tekstur permen susu mengikuti trend polinomial orde dua dengan persamaan regresi y = - 0.0011x2 0.0023x + 4.3714 dengan koefisien korelasi R 2 = 0.9037. Gambar 18 juga
menunjukkan penerimaan panelis untuk
parameter tekstur berkisar antara 2.6 (tidak suka) sampai 4.32 (netral).
Sampel
yang
paling
disukai
panelis
adalah
perlakuantanpa penambahan ekstrak buah naga super merah dengan skor sebesar 4.32 Sedangkan sampel yang palng tidak disukai panelis adalah perlakuan dengan penambahan 40% 100
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan skor sebesar 2.6. Kecenderungan kesukaan panelis menurun dengan semakin banyaknya ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan pada permen susu. Hal ini disebabkan semakin banyak ekstrak buah naga super merah akan menghasilkan tekstur yang sangat lembut dan lembek. Panelis lebih menyukai permen susu yang mempunyai tekstur keras. Menurut Pramuditya dan Yuwono (2014), Panelis lebih menyukai tekstur bahan pangan (bakso) yang mempunyai tekstur yang lebih keras dan kurang menyukai tekstur bahan yang lembut dan lembek. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap tekstur yang terlampir pada Lampiran 17b menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter sensoris tekstur pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,000. Pengujian dilanjutkan dengan uji multiple comparasion untuk melihat perbandingan pengaruh setiap perlakuan terhadap tekstur permen susu buah naga yang dihasilkan. Nilai p pada uji multiple comparison terhadap parameter tekstur disajikan pada Tabel 8 dan hasil uji multiple comparison terhadap parameter tekstur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17c.
101
Tabel 8. Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok Untuk Parameter Sensoris Tekstur Permen Susu Kelompok
P0
P0
P1
P2
P3
P4
0.854
0.713
0.001*
0.000*
0.854
0.002*
0.000*
0.004*
0.000*
P1
0.854
P2
0.713
0.854
P3
0.001*
0.002*
0.004*
P4
0.000*
0.000*
0.000*
0.520 0.520
Keterangan : * terdapat perbedaan yang nyata (p < 0.05) P0 = tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah P1 = penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) P2 = penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) P3 = penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) P4 = penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa nilai sensoris tekstur pada perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan perlakuan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P1), perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P2), dan perlakuan penambahan 30% (P3) dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4) memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan penambahan ekstrak buah naga merah yang
102
ditambahkan relatif sedikit, sehingga adanya perbedaan tekstur produk akhir relatif kecil. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa nilai sensoris tekstur pada perlakuan perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan perlakuan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P3), perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4), perlakuan penambahan 10% (P1) dengan perlakuan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P3), perlakuan
penambahan
10%
(P1)
dengan
perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4), perlakuan
penambahan
20%
(P2)
dengan
perlakuan
penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P3) dan perlakuan penambahan 20% (P2) dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4) memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Pengaruh yang nyata ini disebabkan semakin banyak penambahan ekstrak buah naga super merah menyebabkan tekstur permen susu menjadi lembut dan lembek. Permen yang memiliki tekstur yang lembut dan lembek tidak disukai oleh panelis sehingga penilaian panelis cenderung menurun pada permen yang disajikan. Hal ini juga didukung Wahyuni (2010), panelis kurang menyukai tekstur kembang gula (permen) jelly yang lunak dan rapuh dan panelis lebih menyukai permen yang mempunyai tekstur yang keras dan kompak. 103
4.4 Perbandingan Permen Susu Hasil Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Perbandingan ini bertujuan untuk mengetahui metode pengolahan yang paling baik untuk menghasilkan permen susu dengan mutu yang baik. Perbandingan dilakukan dengan membandingkan hasil metode pengolahan konvensional yang mengacu pada penelitian Meylinda (2015), Himma (2015) dan Islam et al.
(2012) dengan metode pengolahan vakum
menggunakan evaporator double jacket hasil penelitian ini dan Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 (BSN, 2008). Perbandingan
hasil
analisis
pada
penelitian
penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 9.
104
ini
dengan
Tabel 9. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu Parameter Peneliti Meylinda (2015) Himma (2015) Islam et al (2012) Hasil Penelitian Witoyo (2016) BSN (2008)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Protein (%)
Gula Reduksi (%)
Vit. C (mg/ 100 gram)
9.615
-
-
9.259
-
-
1.603
5.150
-
-
29.10 – 30.12
0.59 – 0.62
-
27.42 – 28.04
2.61 – 2.79
8.95
1.49
4.74
15.52
14.04
Max. 7.5
Max. 2
-
Max. 20
-
Tabel 9 memaparkan bahwa nilai kadar air untuk proses konvensional lebih tinggi dibandingkan pengolahan menggunakan metode vakum. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengontrolan suhu, sehingga proses pencoklatan non enzimatis berlangsung mekanisme
secara dari
sempurna.
pencoklatan
Menurut Winarno pada
reaksi
(1994)
maillard
dan
karamelisasi adalah gugus karbonil gula bereaksi dengan gugus amino menghasilkan N-glikosamin dan air, gugus glikosamin yang tidak stabil mengalami pengaturan kembali membentuk ketosamin dan kemudian ketosamin dapat mengalami proses lebih
lanjut
yaitu
memproduksi air dan
redukton
serta
membentuk polimer nitrogen berwarna coklat (melanoidin). 105
Walaupun memiliki kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air permen susu dengan
pengolahan
konvensional.
Namun
permen
yang
dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana kadar air untuk permen bukan jelly maksimal adalah 7.5%. Tabel 9 juga memperlihatkan nilai kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini (1.49%) lebih rendah
jika
dibandingkan dengan penelitian Himma (2015) dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Islam et al. (2012). Perbedaan kadar abu ini disebabkan oleh bahan baku yang digunakan. Pada penelitian Himma (2015) menggunakan bahan baku utama yang sama yaitu susu dan buah naga super merah sehingga hasil kadar abu yang dihasilkan tidak berbeda jauh. Menurut Lestari (2006), kadar abu susu sapi adalah 0.7% dan Nurul and Asmah (2014) berpendapat bahwa dalam setiap 100 gram buah naga merah mengandung kadar abu sebanyak 0.54 – 1.19 gram. Pada penelitian Islam et al. (2012) bahan baku yang digunakan dalam pembuatan permen hanya buah naga sehingga hasil kadar abu yang dihasilkan sangat berbeda jauh dikarenakan hanya dipengaruhi oleh kadar abu yang berasal dari buah naga. Nilai kadar abu hasil penelitian ini sudah memenuhi persyaratan kadar abu yang ditetapkan Standar
106
Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana kadar abu untuk permen bukan jelly maksimal adalah 2.0%. Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 tidak mengisyaratkan kadar protein minimal yang terkandung dalam permen susu seperti yang terlihat pada Tabel 9. Kadar protein hasil penelitian ini lebih rendah (4.74%) dibandingkan dengan kadar air protein dengan pengolahan konvensional. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh
kandungan awal protein yang
terkandung didalam susu sehingga mempengaruhi hasil akhir kadar protein pada permen susu. Menurut Saleh (2004), kandungan protein susu berkisar antara 3 – 5%. Selain itu, lama pengolahan
yang
berbeda
juga
mempengaruhi
tingkat
kerusakan protein. Swastawati dkk (2013) menyatakan bahwa kadar protein dapat menurun karena adanya proses pengolahan terutama proses pengolahan yang menggunakan panas. Gula reduksi merupakan salah
satu parameter
penting dalam penentuan karakteristik mutu permen. Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 mengisyaratkan gula reduksi maksimal yang terkandung dalam permen susu adalah 20% dan permen susu hasil penelitian ini masih memenuhi standar yang telah ditetapkan seperti yang telihat pada Tabel 9. Tabel 9 juga menunjukkan nilai gula reduksi hasil penelitian (15.52%) lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Himma (2015) yang memperoleh gula reduksi sebesar 9.259% dan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Islam et al. (2012) 107
yang memperoleh gula reduksi permen sebesar 27.42 – 28.04%. Perbedaan nilai reduksi penelitian ini dengan penelitian Himma (2015) disebabkan oleh lama proses pembuatan permen yang berbeda.
Pada penelitian Himma (2015)
lama proses
untuk membuat permen adalah 80 menit sedangkan pada penelitian ini lama waktu pembuatan permen berkisar antara 89 – 135 menit. Semakin lama waktu pengolahan maka akan semakin banyak gula reduksi yang terbentuk. Gaewchingduan and Pengthemkeerat (2010) menyatakan bahwa peningkatan lama pemanasan memiliki pengaruh positif terhadap gula reduksi. Semakin lama waktu pemanasan dapat meningkatkan proses hidrolisis yang akan meningkatkan kadar gula reduksi. Sementara perbedaan penelitian ini dengan penelitian Islam et al. (2012) terletak pada pH. Pada penelitian Islam et al. (2012), pHnya lebih rendah (suasana asam) karena hanya berasal dari ekstrak buah naga. Hasniarti (2012) berpendapat bahwa tingginya gula reduksi disebabkan jumlah sari buah yang digunakan cukup tinggi sehingga dalam kondisi pH rendah (suasana asam) sukrosa dapat tereduksi menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya gugus OH bebas yang reaktif. Menurut Tabel 9, kandungan vitamin C permen hasil penelitian ini lebih tinggi (14.04%) dibandingkan dengan penelitian Islam et al. (2012) yaitu sebesar 2.61-2.79%. Hasil yang lebih tinggi disebabkan pengolahan dengan metode vakum 108
mampu mempertahankan vitamin C yang terkandung dalam bahan baku awal selama pengolahan sehingga tidak banyak vitamin
C
yang
mengalami
kerusakan.
Pantan
(2012)
menyatakan bahwa pada proses pengolahan vakum nutrisi bahan pangan akan relatif tetap dipertahankan. Bahan pangan atau sayuran yang diolah dengan metode vakum akan dihasilkan produk dengan kandungan zat gizi seperti protein, lemak dan vitamin yang tetap terjaga. 4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik Penentuan
perlakuan
terbaik
dilakukan
dengan
menggunakan indeks efektivitas (De Garmo et al, 1984) yang dilakukan dengan cara meminta pendapat 25 panelis tentang urutan ranking dari sebelas parameter yang digunakan sesuai dengan
tingkat
kepentingan
panelis
mengenai
peranan
parameter tersebut dalam menentukan mutu permen susu. Parameter yang digunakan meliputi parameter fisik, kimia dan sensoris. Penilaian diurutkan dari yang kurang penting hingga paling penting. Perlakuan dengan nilai produk (NP) tertinggi merupakan perlakuan terbaik dan sebaliknya perlakuan dengan nilai
produk
terendah
merupakan
merupakan
perlakuan
terburuk. Nilai produk masing – masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10 dan data dan hasil perhitungan perlakuan terbaik dapat dilihat pada Lampiran 18.
109
Tabel 10. Nilai Produk Masing – Masing Perlakuan Nilai Produk Perlakuan
Parameter
P0
P1*)
P2
P3
P4**)
Kekerasan
0.0964
0.0625
0.0257
0.0025
0.0000
Warna L*
0.0301
0.0070
0.0018
0.0008
0.0000
Warna a*
-0.0381
0.0301
0.0205
0.0095
0.0000
Warna b*
0.0301
0.0000
0.0044
0.0090
0.0103
Protein
0.0915
0.0586
0.0663
0.0679
0.0000
Vitamin C
0.0000
0.0494
0.0636
0.0830
0.0970
Gula Reduksi Kadar Air
0.0745
0.0562
0.0304
0.0021
0.0000
0.0667
0.0648
0.0542
0.0665
0.0000
Kadar Abu
0.0345
0.0470
0.0000
0.0047
0.0329
Sensoris Warna Sensoris Rasa Sensoris Aroma Sensoris Tekstur Total Nilai
0.0000
0.0614
0.0737
0.0859
0.0982
0.0249
0.0684
0.1430
0.0124
0.0000
0.1079
0.0719
0.0719
1.0360
0.0000
0.1000
0.0953
0.0907
0.0209
0.0000
0.6185
0.6728
0.6462
0.4012
0.2384
Keterangan :
*)
menunjukkan perlakuan terbaik dan menunjukkan perlakuan terburuk
**)
Berdasarkan Tabel 10 dan hasil perhitungan yang terlampir pada Lampiran 18 menunjukkan perlakuan terbaik adalah permen susu dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai produk sebesar 0.6728 110
dengan nilai masing – masing parameternya sebagai berikut: parameter fisikokimia dengan nilai kekerasan 523.17 gF, warna L* 31.03, warna a* 41.53, warna b* -5.6, kadar protein 4.74%, kadar vitamin C 14.04 mg/100 gram, kadar gula reduksi 15.52%, kadar air 8.95% dan kadar abu 1.49% serta parameter sensoris dengan nilai warna 4.96, rasa 4.64, aroma 3.80 dan tekstur 4.24. Perlakuan terbaik ini secara umum sudah sesuai dengan persyaratan SNI permen susu. Sedangkan perlakuan terburuk adalah permen susu dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai produk sebesar 0.2384 dengan nilai masing – masing parameternya sebagai berikut: parameter fisikokimia dengan nilai kekerasan 50.6 gF, warna L* 22.4, warna a* 28.3, warna b* 3.33, kadar protein 3.67%, kadar vitamin C 27.55 mg/100 gram, kadar gula reduksi 44.36%, kadar air 16.99% dan kadar abu 1.58% serta parameter sensoris dengan nilai warna 5.08, rasa 4.20, aroma 3.72 dan tekstur 2.60. 4.6 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Terburuk Pengamatan mikrostruktur permen susu buah naga super merah dilakukan menggunakan
Scanning Electron
Microscopy (SEM). Menurut Noor (2001) dalam Satriyanto (2012), prinsip kerja SEM adalah apabila suatu pancaran electron diiradiasi pada permukaan specimen, interaksi antara pancaran dan atom – atom yang dikandung akan memberikan bermacam – macam informasi, antara lain pengamatan 111
topografi suatu permukaan dan pengamatan struktur internal. Sampel yang diamati meliputi sampel yang menunjukkan perlakuan terbaik dan sampel yang menunjukkan perlakuan terburuk dengan menggunakan metode indeks efektivitas yang telah dijabarkan pada Poin 4.5 (Pemilihan Perlakuan Terbaik). Gambar perbandingan mikrostruktur permen susu buah naga super merah dari hasil perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar mikrostuktur lengkap dengan berbagai pembesaran dapat dilihat pada Lampiran 19.
112
Keterangan :
: matrik protein dan
: rongga kosong
Gambar 19. Mikrostruktur Permen Susu Buah Naga Super Merah (A) perlakuan terbaik dan (B) perlakuan terburuk. (1) pembesaran 1500x dan (2) pembesaran 2000x. 113
Gambar 19 memperlihatkan penyebaran matriks protein dan globula- globula lemak pada perlakuan terbaik dan terburuk permen susu buah naga super merah. Gambar 19 (A1) dan (A2) memperlihatkan matrik protein lebih kompak dan menyebar relatif merata dengan penyebaran globula – globula lemak merata dengan ukuran dan bentuk yang seragam serta memiliki banyak rongga kosong yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda. Menurut Aguilera dan Stanley (1999) menyatakan bahwa tidak dapat disangkal bahwa konformasi protein menentukan banyak fungsi. Selain dalam bentuk bulat dan
acak, koil molekul protein sering ditandai dengan
kelarutannya. Bentuk protein sering larut dan dapat berdiri sendiri untuk membentuk elemen struktural melalui interaksi sub unit. Satriyanto (2012) menambahkan bahwa rongga kosong yang terbentuk
diantara matriks disebabkan karena panas
memotong ikatan kovalen dan seperti ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik. Gambar 19 (B1) dan (B2) menunjukkan matrik protein menyebar kurang merata
dan tidak memiliki rongga udara
sehingga tekstur yang dihasilkan lebih halus dibandingkan Gambar 19 (A1) dan (A2). Tidak adanya rongga udara mengindikasikan rendahnya kandungan lemak yang terkandung didalam permen dan tekstur yang halus diduga disebabkan oleh kandungan air yang tinggi yang terdapat pada perlakuan terburuk permen susu buah naga super merah. Khosrowshahi et 114
al. (2006) menyatakan bahwa penurunan kadar air diduga akan mengikat kadar lemak karena ruang yang ditinggalkan oleh air akan diisi oleh globula lemak sehingga penyebaran globula lemak lebih merata. Semakin banyak lemak yang terkandung dalam keju olahan, maka kandungan protein yang ada didalam keju akan semakin menurun sehingga menghasilkan keju yang lunak. Perbedaan
dan
perubahan
mikrostruktur
yang
dihasilkan pada perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk permen susu buah naga super merah disebabkan lama proses pengolahan yang berbeda. Semakin lama waktu proses pengolahan maka akan semakin banyak kandungan gizi yang hilang sehingga mempengaruhi mikrostruktur. Bryant et al. (1995) berpendapat bahwa matriks protein dengan globula lemak secara langsung tersebar dalam jaringan protein. Struktur jaringan ini menentukan tekstur dan dipengaruhi oleh komposisi, proses pengolahan, proteolysis selama penyimpanan, ukuran dan distribusi globula lemak. Untuk mengetahui kandungan elemen yang terdapat pada perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk permen susu buah naga super merah menggunakan SEM EDAX. Spektrum kandungan elemen yang terkandung dalam perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21. Nilai Kuantitatif kandungan elemen perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk 115
permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Tabel 11 dan data kandungan elemen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20a untuk permen perlakuan terbaik dan Lampiran 20b untuk permen perlakuan terburuk.
Gambar 20. Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung dalam Perlakuan Terbaik Permen Susu Buah Naga Super Merah
116
Gambar 21. Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung dalam Perlakuan Terburuk Permen Susu Buah Naga Super Merah Tabel 11. Nilai Kuantitatif Spektrum (ditampilkan dalam % Berat) Elemen Nama Spektrum Perlakuan
C
O
Cl
K
Ca
51.418
47.704
0.220
0.376
0.281
43.087
56.503
0.147
0.263
0.000
Terbaik Perlakuan Terburuk
Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21 serta Tabel 11 menunjukkan bahwa kandungan utama permen susu buah naga baik perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk adalah C dan O. Permen dengan perlakuan terbaik memiliki kandungan C 117
tertinggi sebesar 51.418%, O sebesar 47.704%, Cl sebesar 0.220%, K sebesar 0.376% dan Ca sebesar 0.281% sedangkan permen dengan perlakuan terburuk memiliki kandungan O tertinggi sebesar 56.503%, C sebesar 43.087%, Cl sebesar 0.147% dan K sebesar 0.263%. Kandungan C dan O yang tinggi menunjukkan permen susu baik perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk mengandung kandungan protein. Menurut Winarno (2008), protein merupakan sumber asam – asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Kriswanto (2012) menambahkan bahwa komposisi elemen penyusun protein terdiri atas karbon sebesar 51-55%, hidrogen sebesar 6.5 – 7.3%, nitrogen sebesar 15.5 – 18%, oksigen sebesar 21.523.5%, sulfur sebesar 0.5 – 2% dan kalium sebesar 0 – 1.5%. Tabel 11 juga memperlihatkan
bahwa selain
kandungan unsur C dan O, permen susu juga mempunyai kandungan Ca. Pada permen susu dengan perlakuan terbaik didapatkan kandungan Ca sebesar 0.281% sementara pada permen perlakuan terburuk tidak mengandung Ca. Kandungan kalsium tersebut diduga berasal dari bahan baku pembuatan permen yaitu susu dan buah naga super merah. Menurut Alfian (2004), susu mengandung kandungan kalsium sebesar 5.6025 – 5.7854 ppm. Legowo (2002) menambahkan kandungan unsur mineral Ca dalam susu sebesar 1100 - 1300 mg per liter susu. Pernyataan serupa juga dikemukakan Zamberlin et al. (2012) 118
yang menyatakan bahwa susu sapi mengandung unsur kalsium sebanyak 107-133 mg/100 gram susu. Buckle dkk (1987) juga melaporkan bahwa susu memiliki kandungan mineral Ca (Kalsium) sebanyak 0.125%. Kandungan kalsium juga terdapat pada buah naga super merah walaupun jumlahnya sangat sedikit. Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities (2005) dalam Wahyuni (2010) menyatakan bahwa dalam setiap 100 gram buah naga super merah mengandung 6.3 – 8.8 mg kalsium. Nurul and Asmah (2014) menambahkan bahwa buah naga merah mengandung unsur Ca sebesar 1.55 - 6.72 mg/100 gram berat basah buah naga merah. Pernyataan serupa juga dikemukakan Jerônimo et al. (2015) yang menyatakan bahwa buah naga mengandung unsur Kalsium (Ca) sebesar 0.040 mg/100 g. Pada permen susu perlakuan terburuk tidak ditemukan kandungan mineral Ca. Tidak adanya kandungan Ca disebabkan oleh proses pengolahan permen yang terlalu lama. Lewu et al. (2010) melaporkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses pemasakan. Tabel 11 juga memaparkan bahwa permen susu baik perlakuan terbaik dan terburuk mengandung unsur Cl dan K. Pada
permen
perlakuan
terbaik
mengandung
unsur
Cl
sebanyak 0.220% dan mengandung unsur K sebanyak 0.376% sedangkan permen perlakuan terburuk mengandung unsur Cl 119
sebanyak 0.147% dan unsur K sebesar 0.263%. Unsur Cl dan K diduga berasal dari bahan baku pembuatan permen yaitu susu. Buckle dkk (1986) menyatakan bahwa susu mengandung unsur mineral Cl sebesar 0.103% dan unsur mineral K sebesar 0.140%. Legowo (2002) menambahkan dalam setiap satu liter susu mengandung unsur Cl sebanyak 900-1000 mg dan unsur K sebanyak 1100-1700 mg. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Zamberlin et al. (2012) yang melaporkan bahwa susu sapi mengandung unsur mineral K sebanyak 144-178 mg/ 100 gram susu serta mengandung unsur mineral Cl sebanyak 90-106 mg/100 gram susu.
Selain dari susu, unsur mineral K juga
terdapat pada buah naga super merah. Nurul and Asmah (2014) melaporkan bahwa buah naga merah mengandung unsur K sebesar 1528.29- 437.55 mg/100 gram berat basah buah naga merah. Jerônimo et al. (2015) juga melaporkan bahwa buah naga mengandung unsur mineral K sebanyak 3.090 mg/100 g.
120
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan, intensitas warna L*a*b*, kadar protein, kadar gula reduksi, kadar vitamin C, kadar abu, kadar air, nilai sensoris warna dan nilai sensoris tekstur permen susu buah naga super merah, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai sensoris rasa dan aroma permen susu buah naga super merah. 2. Penambahan
ekstrak buah
naga
super
merah
yang
menunjukkan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektivitas adalah penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan karakteristik yang dihasilkan: nilai kekerasan (523,17 gF), warna L* (31,03), warna a* (41,53), warna b* (-5,6), kadar protein (4,74%), kadar vitamin C (14,04 mg/100 gram), kadar gula reduksi (15,52%), kadar air (8,95%) dan kadar abu (1,49%) serta nilai sensoris warna (4,96), rasa (4,64), aroma (3,80) dan tekstur (4,24).
121
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk
mendapatkan
kualitas
permen
susu
dengan
kandungan fisikokimia dan sensoris permen susu buah naga super merah yang optimal disarankan untuk menambahkan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v). 2. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai umur simpan permen susu buah naga super merah sehingga penurunan mutu selama penyimpanan dan masa kadaluarsa produk dapat ditentukan. 3. Perlu adanya pengkajian mengenai kestabilan pigmen warna betasianin yang terkandung dalam ekstrak buah naga super merah selama proses pengolahan berlangsung.
122
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakteristik Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi 2(1): 1–9 Aguilera, J.M and D.W. Stanley. 1999. Microstructural Principles of Food Processing and Engineering Second Edition . An Aspen Publication. Gaihtersburg, Maryland USA. Akkerman, M. 2015. The effect of heating processes on milk whey protein denaturation and rennet coagulation properties. Master Thesis. Aarhus University. Aarhus Denmark. Alfian, Z. 2004. Penentuan Kadar Unsur Kalsium (Ca+) Pada Susu Sapi Murni dan Susu Sapi di Pasaran Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Sains Kimia 8(1):26-28 Amri, M.N. 2015. Optimasi Karakteristik Fisik Permen Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket dengan Kajian Pengendalian Suhu Berbasis Logika Fuzzy dan Kecepatan Pengadukan. Skripsi. UB. Malang. Amri, M.N., B. Susilo dan Y. Hendrawan. 2015. Pengaruh Pengendalian Suhu Berbasis Logika Fuzzy Dan Kecepatan Pengadukan Pada Evaporator Vakum Double Jacket Terhadap Karakteristik Fisik Permen Susu. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis 3(2): 9-16 Andarwulan, N dan S. Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Press. Jakarta
123
Anggraini, N. K. 2010. Study kelayakan Tentang Perencanaan Usaha Permen Karamel Susu (Hoppies) Kombinasi. Skripsi. UNNES. Semarang. Astuti, S.M. 2007. Teknik Mempertahankan Mutu Lobak (Raphanus sativus) dengan Menggunakan Alat Pengering Vakum. Buletin Teknik Pertanian 12 (1): 3034 Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman (SNI 01-2891-1992). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Kembang Gula-Bagian 2: Lunak (SNI 3547.2-2008). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta. Bawinto, A.S., E. Mongi dan B. E. Kaseger. 2015. Analisa Kadar Air, pH, Organoleptik, dan Kapang Pada Produk Ikan Tuna (Thunnus sp.) Asap di Kelurahan Girian Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan 3(2): 55-65 Bryant, A., Z. Ustunol and J. Steffe. 1995. Texture of Cheddar Cheese as Influenced by Fat Reduction. Journal of Food Science 60(6):1216-1219 Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah oleh Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cahyono, B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga. Pustaka Mina. Jakarta. Chandran, J., P. Nisha, R.S. Singhal, A.B. Pandhit. 2012. Degradation of colour in beetroot (Beta vulgaris L.): a kinetics study. J. Food Sci. Technol 51(10): 26782684 124
Clark, S., M. Costello, M.A. Drake and F. Bodyfelt. 2009. The Sensory Evaluation of Diary Products Second Edition. Springer. Pullman- Washington DC USA Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Sinar Ilmu. Yogyakarta. DeMan. J.M. 1999. Principles of Food Chemistry Third Edition. An Aspen Publication. Gaithersburg, Maryland USA. De Garmo, E.P., W.G. Sullivan, and J.R. Canada. 1984. Engineering Economy Seventh Edition. Macmillan Publishing Company. New York USA. Diastari, I.G.A.F dan K.K. Agustina. 2013. Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus 2(4):453-460 Enie, B dan Supriatna. 1993. Pembuatan Nata De Soya. BPPIHP. Bogor. Fardiaz, D. 1984. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Farikha, I.N., C. Anam dan E. Widowati. 2013. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Alami terhadap Karakteristik Fisikokimia Sari Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Selama Penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan 2(1): 30-38 Fellows, P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice Second Edition. CRC Press. Boca Raton USA.
125
Fennema, O. W. 1997. Food Chemistry Third Edition. Marcel Decker Inc. Newyork USA. Gaewchingduang, S and P. Pengthemkeerati. 2010. Enhancing efficiency for reducing sugar from cassava bagasse by pretreatment. International Journal of Environmental, Chemical, Ecological, Geological and Geophysical Engineering 4(10): 477-480 Gokhale, S.V. and S.S. Lele. 2011. Dehydration of red beet root (Beta vulgaris) by hot air drying: process optimization and mathematical modeling. Food Science Biotechnology 20: 955-964. Grahatika, R. 2009. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Pada Susu Sapi di Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta Hacisevki, A. 2009. An Overview of Ascorbic Acid Biochemistry. Ankara Ecz. Fak. Derg 38(3): 233-255. Halimah, A.S., B. Asmazila, A.A. Muhammad. and I.I. Isma. 2009. Keberkesanan Ekstrak Hylocereus polyrhizus Merendahkan Lipid Serum dan Aras MDA-TBAR Hati Tikus Teraruh Hiperkolesterolemia. Sains Malaysiana 38(2): 271-279. Hambali, E. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut. Penebar Swadaya . Jakarta. Handayani, E. 2007. Pembuatan Karamel dari Susu Sapi (Kemasan) dan Karakteristik Fisik Serta pHnya. Skripsi. IPB. Bogor Handayani, R., L.B. Kardono dan L. Wijayanri. 2011. Pengaruh Tingkat Subtitusi Margarin dengan Virgin Coconut 126
Oil dan Jenis Penstabil Terhadap Mutu Es Krim Lupin. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 5(1) : 115-135 Hardiyanti, N., E. J. Kining, F. Ahmad dan N. M. Ningsih. 2009. Warna Alami. Jurusan Geografi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Makassar. Hardjadinata, S. 2010. Budidaya Buah Naga Super Red secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Hasniarti. 2012. Studi Pembuatan Permen Buah Dengen (Dillenia serrata Thumb.). Skripsi. UNHAS. Makassar. Himma, M.F. 2015. Pengaruh Penambahan Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Kadar Protein, Lemak, Abu, Karbohidrat dan Serat pada Karamel Susu. Skripsi. UB. Malang. Herbach, K.M., F.C. Stintzing, and R. Carle. 2004. Thermal degradation of betacyanins in juices from purple pitaya [Hylocereus polyrhizus (Weber) Britton & Rose] monitored by high-performance liquid chromatography–tandem mass spectometric analyses. European Food Research and Technology 219(4): 377–385. Herbach, K.M., F.C. Stintzing, and R. Carle. 2006. Betalain Stability and Degradation-Structural and Chromatic Aspects. Journal of Food Science 71(4): R41-50. Impoco, G., N. Fuca, L. Tuminello and G.Licitra. 2012. Quantitative Image Analysis of Food Microstructure In Mendez- Vilas (ed). 2012. Current Microscopy Contributions to Advances in Science and Technology Volume 2. Formatex Research Centre. Barcelona, Spain.
127
Islam, M.Z., M.T.H. Khan, M.M. Hoque and M.M. Rahman. 2012. Studies on the Processing and Preservation of Dragon Fruit (Hylocereus undatus) Jelly. The Agriculturits 10(2): 29-35 Jaafar, R.A., A.R.B.A. Rahman, N.Z.C. Mahmod and R. Vasudevan. 2009. Proximate Analysis of Dragon Fruit (Hylecereus polyhizus). Am. J. Applied Sci. 6(7): 13411346. Jerônimo, M. C., J.V.C. Orsine, K.K. Borges and M.R.C.G. Novaes. 2015. Chemical and Physical-Chemical Properties, Antioxidant Activity and Fatty Acids Profile of Red Pitaya [Hylocereus Undatus (Haw.) Britton & Rose] Grown In Brazil. J Drug Metab. Toxicol 6(4): 1-6. Joharman, T. 2006. Studi Pengaruh Suhu dan Lama Evaporasi pada Proses Pemekatan Gelatin. Skripsi. IPB. Bogor. Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kathiravan, T., S. Nadanasabapathi and R. Kumar. 2014. Standardization of process condition in batch thermal pasteurization and its effect on antioxidant, pigment and microbial inactivation of Ready to Drink (RTD) beetroot (Beta vulgaris L.) juice. International Food Research Journal 21(4): 1305-1312 Khalili, R.M.A., A.H. Norhayati, M.Y. Rokiah, R. Asmah, M.T.M. Nasir and M.S. Muskinah. 2006. Proximate composition and selected mineral determination in organically grown red pitaya (Hylocereus sp.). J. Trop. Agric. and Fd.Sc 34(2): 269-275. 128
Khosrowshahi, A. Madadlou, M.E.Z. Mousavi and Z. EmamDjomeh. 2006. Monitoring the Chemical and Textural Changes During Ripening of Iranian White Cheese Made with Different Concentrations of Starter. Journal of Diary Science 89(9): 3318-3325 Kitinoja, L dan A.A. Kader. 2003. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura Edisi ke 4. Terjemahan I Made S. Utama. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Denpasar, Bali. Koswara, S. 2009. E-Book Teknologi Pembuatan Permen. Ebookpangan.com Kristanto, D. 2003. Buah Naga: Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta. Kriswanto, E.W. 2012. Protein. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Lawless, H.T and H. Heymann. 1998. Sensory Evaluation of Food : Principles and Practices. Chapman & Hall. Newyork USA. Le Bellec, F., F. Vaillant, and E. Imbert. 2006. Pitaya (Hylocereus spp.): a new crop, a market with a future. Fruits 61(4): 237–250. Legowo, A.M. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik dan Mikrobiologi Susu. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Lehninger, A.L. 1993. Dasar – Dasar Biokimia Jilid I. Terjemahan Maggy Thenawijaya. Penerbit Erlangga. Jakarta. 129
Lesmana, N.S., T.I.P. Suseno dan N. Kusumawati. 2008. Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat sebagai Fortifikan Kalsium Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Permen Jeli Susu. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi 7(1): 28-39 Lestari, T.D. 2006. Laktasi Pada Sapi Perah Sebagai Lanjutan Proses Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Jatinangor. Lewu, M.N., P.O. Adebola, and A.J. Afolayan. 2010. Effect cooking on the mineral contents and anti-nutrional factor in seven accessions of Colocasia esculenta (L.) schott growing in South Africa. Journal of Food Composition and Analysis 23:398-393 Lim, M. 2012. Pembuatan N-Butyl Asetat Dari Asam Asetat dan Butadiene dengan Kapasitas 7.000 ton/tahun. Skripsi. USU. Medan. Maitimu,C.V., A.M. Legowo dan A.N. Al-Baarri. 2013. Karakteristik Mikrobiologis, Kimia, Fisik Dan Organoleptik Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Ekstrak Daun Aileru (Wrightia Calycina) Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(1): 18-29. Maskan, M. 2006. Production of pomegranate (Punica granatum L.) juice concentraten by various heating methods: colour degradation and kinetics. Journal of Food Engineering 72: 218-224 Mensah- Brown, H., E.O. Afoakwa and M. Hinneh. 2014. The Influence of Blanching, Anti-Browning Agent and Processing Time on Some Physico-Chemical Properties and Appearance of Green Peppers (Capsicum Sinensis) during Canning. African Journal 130
of Food, Agriculture, Nutrition and Development 14(3): 8848-8871 Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The AVI Publ. Comp. Inc. Westport, Connecticut USA. Meylinda, M. 2015. Pengaruh Penambahan Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Aktivitas Air (Aw), Kadar Air, Gula Reduksi dan Aktivitas Antioksidan pada Karamel Susu. Skripsi. UB. Malang. Miranda, G., A. Berma, R. Gonzales and A. Mulet. 2011. Evolution of Moisture Content and Texture During Storage of Dried Apricots. The 11th International Congress on Engineering and Food Papers. Athens, Greece. Muhlisin, A., Y. Hendrawan, dan R. Yulianingsih. 2015. Uji Performansi dan Keseimbangan Massa Evaporator Vakum Double Jacket Tipe Water Jet dalam Proses Pengolahan Gula Merah Tebu (Saccharum officinarium L.). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 3(1): 24-36. Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Naderi, B., Y. Maghsoudlou, M. Aminifar, M. Ghorbani and L. Rashidi. 2015. Investigation on the Changes in Color Parameters and Turbidity of Cornelian Cherry (cornus mass L) Produced by Microwave and Conventional Heating. Nutrition and Food Sciences Research 2(4): 39-46
131
Nelson, D. L and M.M. Cox. 2008. Lehninger Principles of Bochemistry 5th Edition. W.H. Freeman and Company. New York USA. Noor, R.R. 2001. Scanning Electron Microscop dalam Satriyanto, B. 2012. Studi tentang Pemanfaatan Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami Sosis Tenggiri (Scomberomorus commersoni). Tesis. UB. Malang. Nugraheni, M. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Graha Ilmu. Yogyakarta. Nurul, S.R. and R. Asmah. 2014. Variability in nutritional composition and phytochemical properties of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) from Malaysia and Australia. International Food Research Journal 21(4): 1689-1697. Panpae, K., W. Jaturonrusmee, W. Mingvanish, C. Nuntiwattanawong, S. Chunwiset, K. Santudrob and S. Triphanpitak. 2008. Minimization of Sucrose Losses Iin Sugar Industry by pH and Temperature Optimization. The Malaysian Journal of Analytical Sciences 12(3): 513 – 519 Pantan, S.R. 2012. Studi Pengaruh Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Kualitas Cabai Kering. Skripsi. UNHAS. Makassar. Paramawati, R., Mardison, R.Y. Gultom, F.X. L.T. Mulyantoro dan S. Triwahyudi. 2009. Rekayasa Prototipe Mesin Evaporator Vakum. Jurnal Enjiniring Pertanian 8(2): 8391. Petter,
K. 2008. Underrutilized and Underexploited Horticultural Crops. Vikas Surya Plaza. New Delhi. 132
Poedjiadi, A dan F.M.T. Supriyanti. 2006. Dasar – Dasar Biokimia Edisi Revisi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Pramuditya, G dan S.S.Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Bakso Sebagai Syarat Dalam SNI dan Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Tekstur Bakso. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 200-209 Purba, M. 2012. Pembentukan Flavor Daging Unggas oleh Proses Pemanasan dan Oksidasi Lipida. Wartazoa 24(3): 109-118 Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Ranganna, S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control For Fruit and Vegetable Products 2nd Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Ratna. 2004. Pengaruh Penggunaan Air Kelapa Pada Sifat Fisiko Kimia Permen Jelly dari Kappaphycus alvarezii. Skripsi. IPB. Bogor Rebecca, O.P.S., A.N. Boyce and S. Chandran. 2010. Pigment identification and antioxidant properties of red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus). African Journal of Biotechnology 9(10): 1450-1454. Risky, I., Rostini dan E. Liviawaty. 2014. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus sp.). Jurnal Akuatika 5(1): 30 -39 Russ, J.C. 2005. Image Analysis of Food Microstructure. CRC Press. Boca Raton USA. 133
Salamah, E.S., Purwaningsih dan R. Kurnia. 2012. Kandungan Mineral Remis (Corbicula javanica) Akibat Proses Pengolahan. Jurnal Akuatika 3(1): 74 -83 Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU digital library. Medan. Samson, E., E. T. Apituley dan D. Wakano. 2013. Analisa Lama Waktu Pemanasan Terhadap Stabilitas Pigmen Karatenoid Buah Pisang Tongka Langit (Musa troglodytarum) Ukuran Panjang. Prosiding FMIPA Universitas Pattimura: 81-87 Satriyanto, B. 2012. Studi tentang Pemanfaatan Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami Sosis Tenggiri (Scomberomorus commersoni). Tesis. UB. Malang. Satriyanto, B., S.B. Widjanarko dan Yunianta. 2012. Stabilitas Warna Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian 13(3): 157168. Sholikah, N.I. 2009. Studi Proses Pembuatan Petis Udang dengan Evaporator Vakum Tipe Jet Air. Skripsi. UB. Malang. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. ________.1990. Pangan Semi Basah: Keamanan dan Potensinya dalam Gizi Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor. Solah, V.A., V. Staines, S. Honda and H.A. Limley. 2007. Measurement of Milk Color and Composition: Effect 134
of Dietary Intervention on Western Australian Holstein-Friesian Cow’s Milk Quality. Journal of Food Science 72(8): 560-566 Stroshine, R. 1998. Physical Properties of Agricultural Materials and Food Product. Department of Agricultural and Biological Engineering, Perdue University. West Lafayette, Indiana USA. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Pertama. Liberty. Yogyakarta. ________.1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta. Sugandi, E dan Sugiarto.1994. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. Sukarman, B. Hardiantono, I. Husni, A. Roganda, E.R. Yuliastuti dan R. Sudiaz. 2010. Pedoman Baku Budidaya Standard Operating Procedure (SOP) Buah Naga Red/Super Red Kabupaten Sragen. Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jendral Holtikultura, Departemen Pertanian. Jakarta. Sularjo. 2010. Pengaruh Perbandingan Gula Pasir dan Daging BuahTerhadap Kualitas Permen Pepaya. Magistra 22(74): 39 – 48. Suryani. 1994. Pengaruh Perlakuan Fisik terhadap Kekuatan Tekan Tempurung Biji Kemiri (Aleuritas moluccana Willd) Dalam Wuriyandari, D. 2006. Studi Kasus Fisika Pangan Pembuatan Acar Ketimun dalam Kemasan Botol. Skripsi. IPB. Bogor. Susilawati dan P.C. Dewi. 2011. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Sifat Kimia, 135
Mikrobiologi dan Organoleptik Pada Karamel Susu Kambing. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 16(1) : 1-13 Susilorini, T.E. dan M.E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta. Suyatma. 2009. Diagram Warna Hunter (Kajian Pustaka). Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Page 8-9. Suyitno. 1998. Satuan Operasi. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Swastawati, F., T. Surti, T.W. Agustini dan P.H. Riyadi. 2013. Karakteristik Kualitas Ikan Asap yang Diproses Menggunakan Metode dan Jenis Ikan Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(3): 126-132 Syarief, R dan H. Halid. 1993.Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Jakarta. Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities (TFIDRA). 2005. Report code “85-2537” Dalam Wahyuni, R. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) untuk Pembuatan Kembang Gula Jelly dan Prakiraan Biaya Produksi. Tesis. UB. Malang. Trissanthi, C.M dan W.H. Susanto. 2016. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Lama Pemanasan Terhadap Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sirup Alang-Alang (Imperata cylindrica). Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 180-189 Usmiati, S dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor 136
Vaillant, F., A. Perez, I. Davila, M. Dornier and M. Reynes. 2005. Colorant and antioxidant properties of red-purple pitahaya (Hylocereus sp.). Fruit 60(1): 3-12. Wahyuni, R. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) untuk Pembuatan Kembang Gula Jelly dan Prakiraan Biaya Produksi. Tesis. UB. Malang. ________. 2012. Pemanfaatan Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) dalam Pembuatan Jenang dengan Perlakuan Penambahan Daging Buah Yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pangan 4(1): 71-92. Wahyuningsih, W. 2004. Analisa Strategi Pemasaran Industri Kecil Permen Karamel Susu di Daerah Pengalengan, Jawa Barat. Tesis. IPB. Bogor. Waladi, V.S. Johan dan F. Hamzah. 2015. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus.) sebagai Bahan Tambahan dalam Pembuatan Es Krim. Jom Faperta 2(1): 1-11. Walstra, P., J.T.M. Wouters and T.J. Geurts. 2006. Diary Science and Technology Second Edition. CRC Press. Boca Raton USA. Wanitchang, J., A. Terdwongwarokul, P. Wanitchang and S. Noypitak. 2010. Maturity sorting index of dragon fruit: Hylocereus polyrhizus. Journal of Food Engineering 100(3): 409-416 Widjajasenaputra.2010. Peran Amilosa dan Beberapa Kondisi Proses pada Karakteristik Kulit Lumpia Beras Basah. Disertasi. UB. Malang. Widjanarko, S.B. 1991. Biokimia Pangan. Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya. Malang. 137
Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan Bioteknologi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Winarno, F. G. 1994. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia. Jakarta ________. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. MBrio Press. Bogor Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., D. Hermanianto, dan N. Andarwulan. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wu, L.C.,H.W. Hsu, Y.C.Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin and J.A. Ho. 2006. Antioxidant and Antiproliferative Activities of Red Pitaya. Food Chemistry 95: 319-327 Wybraneic, S., B. Nowak-Wydra, K. Mitka, P. Kowalski and Y. Mizrahi. 2007. Minor Betalains in Fruit of Hylocereus spesies. Phytochemistry 68: 251-259 Yani, H.I. 2006. Karakteristik Fisika Kimia Permen Jelly dari Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii. Skripsi. IPB. Bogor. Yuniati, H dan E. Sahara. 2012. Komponen Bioaktif Protein dan Lemak dalam Susu Kuda Liar. Buletin Penelitian Kesehatan 40(2) : 66-74 Yuwono, S.S dan T. Susanto. 2001. Pengujian Sifat Fisik Pangan. UNESA University Press. Surabaya. Zainoldin, K.H and A.S. Baba. 2009. The Effect of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus undatus on 138
Physicochemical, Proteolysis, and Antioxidant Activity in Yogurt. World Academy of Science, Engineering and Technology 60: 361-366 Zamberlin, S., N. Antunac, J. Havranek and D. Samarzija. 2012. Mineral elements in Milk and Diary Products. Mljekarstvo 62(2): 111-125
139
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lama Waktu Proses Pembuatan Permen Susu Buah Naga Perlakuan
Lama Waktu Proses
P0 (tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah) P1 (penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v)) P2 (penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v)) P3 (penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v)) P4 (penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v))
142
89 Menit
100 menit
109 menit
125 menit
135 menit
Lampiran 2a. Form Penilaian Uji Sensoris Susu Buah Naga
143
Produk Permen
Lampiran 2b. Lembar Penilaian Uji Sensoris Produk Permen Susu Buah Naga yang telah diisi oleh Panelis
144
Lampiran 3a. Form Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis Nama Tanggal Pengujian Jenis Contoh
: : : Permen Susu Buah Naga
Berikut ini disajikan tabel parameter kimia dan sensoris, saudara diminta mengurutkan berdasarkan tingkat kepentingan terhadap permen susu buah naga dari yang kurang penting sampai paling penting (urutan 1 – 11) menurut penilaian saudara. Parameter
Tingkat Kepentingan
Kekerasan Warna (Fisik) Kadar Protein Kadar Vitamin C Kadar Gula Reduksi Kadar Air Kadar Abu Warna Rasa Aroma Tekstur Terima kasih atas partisipasi saudara dalam penelitian ini. 145
Lampiran 3b. Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis yang telah diisi oleh Panelis
146
Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisikokimia Permen Susu
147
Lampiran 5a. Hasil Analisa Sidik Ragam Nilai Kekerasan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekerasan Source
Corrected
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3.932
.039
1.839E6
6
306546.804
1669067.531
1
1669067.531 21.407 .002
Perlakuan 1630747.983
4
407686.996
5.229
.023
1.337
.315
Model Intercept
Blok
208532.841
2
104266.421
Error
623750.185
8
77968.773
Total
4132098.540
15
2463031.009
14
Corrected Total
a. R Squared = .747 (Adjusted R Squared = .557)
148
Lampiran 5b. Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Kekerasan Perlakuan
Subset 1
2
P0
Notasi
895.53
B
523.43
AB
P1
523.43
P2
128.77
A
P3
69.53
A
P4
50.60
A
149
Lampiran 6a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna L* Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:L* Type III Source
Sum of
df
Squares Corrected
Mean
F
Sig.
229.333
.000
15513.984 7328.864
.000
Square
2912.761a
6
Intercept
15513.984
1
Perlakuan
2912.109
4
728.027
343.923
.000
Blok
.652
2
.326
.154
.860
Error
16.935
8
2.117
Total
18443.680
15
2929.696
14
Model
Corrected Total
485.460
a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .990)
150
Lampiran 6b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna L* Subset Perlakuan
1
2
P0
3 59.367
P1
31.033
Notasi C B
P2
24.633
A
P3
23.367
A
P4
22.400
A
151
Lampiran 7a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna a* Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:a* Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1612.339a
6
268.723
31.703
.000
Intercept
13674.561
1
Perlakuan
1590.929
4
397.732
46.923
.000
Blok
21.409
2
10.705
1.263
.334
Error
67.811
8
8.476
Total
15354.710
15
Source
13674.561 1613.264
Corrected 1680.149 14 Total a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .929)
152
.000
Lampiran 7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna a* Subset Perlakuan
Notasi 1
P0
2
3
4
11.567
A
P1
28.300
P2
32.467
P3
B 32.467 37.300
P4
153
BC 37.300
CD
41.333
D
Lampiran 8a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna b* Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:b* Type III Source Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1205.907a
6
200.984
91.239
.000
Intercept
208.321
1
208.321
94.569
.000
Perlakuan
1203.289
4
300.822
136.562
.000
Blok
2.617
2
1.309
.594
.575
Error
17.623
8
2.203
Total
1431.850
15
Corrected Total
1223.529
14
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .975)
154
Lampiran 8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna b* Subset Perlakuan
Notasi 1
2
3
P0 P1 P2
4 20.500
-5.600
D A
-1.767
B
P3
2.167
C
P4
3.333
C
155
Lampiran 9a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar Protein Type III Mean Source Sum of df Square Squares Corrected 4.806a 6 .801 Model Intercept
F
Sig.
5.284
.017
332.573
1
332.573
2193.923
.000
Perlakuan
4.673
4
1.168
7.707
.008
Blok
.132
2
.066
.437
.661
Error
1.213
8
.152
Total
338.592
15
Corrected 6.018 14 Total a. R Squared = .798 (Adjusted R Squared = .647)
156
Lampiran 9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Subset
Perlakuan 1
Notasi 2
P0
5.3400
B
P1
4.7400
B
P2
4.833
B
P3
4.9133
B
P4
3.6667
157
A
Lampiran 10a. Hasil Analisa Sidik Ragam Gula Reduksi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Gula Reduksi Type III Source Sum of df Squares
Mean Square
F
Sig.
570.431
34.033
.000
11431.921 682.048
.000
Corrected Model
3422.587a
6
Intercept
11431.921
1
Perlakuan
3406.669
4
851.667
50.812
.000
Blok
15.918
2
7.959
.475
.638
Error
134.089
8
16.761
Total
14988.597
15
Corrected Total
3556.677
14
a. R Squared = .962 (Adjusted R Squared = .934)
158
Lampiran 10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Gula Reduksi Subset Perlakuan
Notasi 1
P0 P1
2
3
4
6.1167
A 15.5167
P2
B 28.7633
C
P3
42.2733
D
P4
44.3633
D
159
Lampiran 11a. Hasil Analisa Sidik Ragam Vitamin C Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Vitamin C Type III Source Sum of df Squares
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1380.005a
6
230.001
43.260
.000
Intercept
4154.675
1
4154.675 781.440
.000
Perlakuan
1358.100
4
339.525
63.860
.000
Blok
21.906
2
10.953
2.060
.190
Error
42.534
8
5.317
Total
5577.214
15
Corrected Total
1422.539
14
a. R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .948)
160
ampiran 11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Vitamin C Subset Perlakuan
Notasi 1
P0
2
3
0.0000
A
P1
14.0433
B
P2
18.0500
B
P3
23.5667
C
P4
27.5533
C
161
Lampiran 12a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Abu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar Abu Type III Source Sum of df Squares
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.202a
6
.034
7.956
.005
Intercept
40.180
1
40.180
9483.910
.000
Perlakuan
.196
4
.049
11.593
.002
Blok
.006
2
.003
.681
.533
Error
.034
8
.004
Total
40.416
15
.236
14
Corrected Total
a. R Squared = .856 (Adjusted R Squared = .749)
162
Lampiran 12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Perlakuan
Subset 1
2
Notasi
P0
1.4933
A
P1
1.5700
A
P2
1.7867
B
P3
1.7567
B
P4
1.5767
A
163
Lampiran 13a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar Air Type III Source Sum of df Squares
Mean Square
F
Sig.
25.321
9.256
.003
Corrected Model
151.925a
6
Intercept
1728.925
1
Perlakuan
151.714
4
37.928
13.865
.001
Blok
.211
2
.106
.039
.962
Error
21.885
8
2.736
Total
1902.736
15
Corrected Total
173.810
14
1728.925 632.001
a. R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .780)
164
.000
Lampiran 13b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Perlakuan
Subset 1
2
Notasi
P0
8.7233
A
P1
8.9467
A
P2
10.2667
A
P3
8.7500
A
P4
16.9933
165
B
Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Warna Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
1
5
4
5
6
4
2
4
5
5
5
5
3
5
3
6
6
6
4
2
4
4
5
5
5
2
6
3
3
3
6
4
3
4
6
3
7
4
3
4
3
3
8
1
6
7
6
6
9
4
6
6
6
6
10
7
7
7
7
7
11
6
3
5
4
6
12
2
6
6
6
6
13
4
6
5
5
5
14
5
5
5
6
7
15
7
7
5
3
6
16
6
6
5
6
6
17
5
6
5
6
5
18
6
6
6
6
6
19
7
6
4
2
4
20
6
2
6
6
4
166
Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
21
5
4
5
5
7
22
6
5
6
4
5
23
6
6
5
5
5
24
4
4
4
5
5
25
6
5
2
4
3
Total
119
124
125
126
128
Rata-rata
4.76
4.96
5
5.04
5.12
167
Lampiran 14b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Warna Ranks Perlakuan Warna
N 25 25 25 25 25 125
P0 P1 P2 P3 P4 Total
Test Statisticsa,b Warna Chi-square df Asymp. Sig.
.525 4 .971
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
168
Mean Rank 59.66 63.18 61.36 64.90 65.90
Lampiran 15a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Rasa Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
1
5
4
5
6
4
2
4
5
5
5
5
3
4
4
5
3
4
4
3
4
4
5
3
5
5
6
6
3
7
6
4
6
5
4
4
7
3
5
3
4
3
8
2
4
5
5
5
9
6
4
6
6
6
10
4
6
6
3
4
11
5
5
5
5
5
12
3
2
5
6
6
13
3
3
5
4
3
14
5
4
4
3
2
15
4
6
6
3
7
16
6
6
6
6
4
17
3
6
5
6
7
18
5
4
5
4
4
19
6
6
5
4
1
20
2
4
7
5
4
169
Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
21
4
4
5
4
5
22
6
5
5
2
4
23
6
4
6
2
2
24
5
4
4
4
3
25
6
5
5
5
3
Total
109
116
128
107
105
Rata-rata
4.36
4.64
5.12
4.28
4.20
170
Lampiran 15b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Rasa Ranks Perlakuan
N
Mean Rank
P0 P1 P2 P3 P4 Total
25 25 25 25 25 125
57.50 65.86 81.64 56.30 53.70
Rasa
Test Statisticsa,b
Chi-square df Asymp. Sig.
Rasa 10.426 4 .034
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
171
Lampiran
15c.
Hasil Uji Lanjut Multiple Comparasions Terhadap Parameter Sensoris Rasa Multiple Comparisons Rasa LSD
(I) Perlakuan
P0
95% Confidence Interval
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
P1
-.320
.348
P2
-.840*
P3
Lower Bound
Upper Bound
.360
-1.01
.37
.348
.017
-1.53
-.15
.040
.348
.909
-.65
.73
P4
.120
.348
.731
-.57
.81
P0
.320
.348
.360
-.37
1.01
P2
-.520
.348
.138
-1.21
.17
P3
.360
.348
.303
-.33
1.05
P4
.440
.348
.208
-.25
1.13
P0
.840*
.348
.017
.15
1.53
P1
.520
.348
.138
-.17
1.21
P3
.880
*
.348
.013
.19
1.57
P4
.960*
.348
.007
.27
1.65
d i m e n s i o n 3
P1
P2
d i m e n s i o n 3
d i m e n s i o n 3
172
P3
P4
P0
-.040
.348
.909
-.73
.65
P1
-.360
.348
.303
-1.05
.33
P2
-.880*
.348
.013
-1.57
-.19
P4
.080
.348
.819
-.61
.77
P0
-.120
.348
.731
-.81
.57
P1
-.440
.348
.208
-1.13
.25
P2
-.960*
.348
.007
-1.65
-.27
P3
-.080
.348
.819
-.77
.61
d i m e n s i o n 3
d i m e n s i o n 3
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
173
Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Aroma Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
1
5
5
4
4
4
2
1
1
1
2
3
3
1
4
5
4
2
4
2
2
4
5
3
5
3
5
3
5
5
6
4
3
2
2
2
7
6
4
3
1
2
8
2
2
4
2
4
9
3
5
3
5
5
10
5
6
5
6
6
11
5
5
3
5
3
12
2
2
2
5
5
13
5
5
4
4
4
14
4
2
2
2
2
15
4
5
4
5
5
16
5
5
5
5
4
17
7
6
7
7
7
18
5
4
4
5
4
19
6
4
4
3
4
20
2
3
7
2
2
174
Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
21
3
3
3
3
2
22
3
3
3
3
3
23
7
4
4
2
4
24
2
3
2
3
4
25
4
4
5
5
4
Total
96
95
95
94
93
Rata-rata
3.84
3.8
3.8
3.76
3.72
175
Lampiran 16b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Aroma Ranks Perlakuan
N
Mean Rank
P0 P1 P2 P3 P4 Total
25 25 25 25 25 125
64.12 64.52 62.56 63.04 60.76
Aroma
Test Statisticsa,b
Chi-square
Aroma .175
df
4
Asymp. Sig.
.996
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
176
Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap Parameter Tekstur Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
1
5
5
3
3
3
2
5
4
2
2
2
3
3
3
5
4
4
4
2
2
4
5
3
5
2
4
1
1
1
6
6
6
2
2
2
7
4
5
5
3
1
8
2
5
6
3
3
9
6
3
3
3
3
10
5
7
6
5
4
11
6
5
5
3
2
12
2
3
2
2
2
13
3
2
5
4
6
14
4
3
6
6
4
15
3
3
4
3
6
16
6
6
5
2
2
17
6
5
6
3
3
18
3
3
5
2
2
19
7
5
6
2
1
20
1
5
7
2
1
177
Perlakuan
No. Panelis
P0
P1
P2
P3
P4
21
6
5
7
3
3
22
3
4
4
3
2
23
7
5
2
1
1
24
6
3
2
2
2
25
5
5
1
3
2
Total
108
106
104
72
65
Rata-rata
4.32
4.24
4.16
2.88
2.6
178
Lampiran 17b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter Sensoris Tekstur Ranks
Tekstur
Perlakuan
N
Mean Rank
P0 P1 P2 P3 P4 Total
25 25 25 25 25 125
76.84 76.82 73.06 47.56 40.72
Test Statisticsa,b
Chi-square df Asymp. Sig.
Tekstur 24.044 4 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
179
Lampiran
17c.
Hasil Uji Lanjut Multiple Comparasions Terhadap Parameter Sensoris Tekstur
Multiple Comparisons Tekstur LSD (I) Perlakuan
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
P1
.080
.434
P2
.160
P3 P4
(J) Perlakuan
Lower Bound
Upper Bound
.854
-.78
.94
.434
.713
-.70
1.02
1.440*
.434
.001
.58
2.30
1.720
*
.434
.000
.86
2.58
P0
-.080
.434
.854
-.94
.78
P2
.080
.434
.854
-.78
.94
P3
1.360
*
.434
.002
.50
2.22
P4
1.640*
.434
.000
.78
2.50
P0
-.160
.434
.713
-1.02
.70
P1
-.080
.434
.854
-.94
.78
P3
1.280*
.434
.004
.42
2.14
P4
1.560*
.434
.000
.70
2.42
P0
-1.440*
.434
.001
-2.30
-.58
P1
-1.360*
.434
.002
-2.22
-.50
P0
P1 2
P2
3
P3
180
P2
-1.280*
.434
.004
-2.14
-.42
P4
.280
.434
.520
-.58
1.14
P0
-1.720
*
.434
.000
-2.58
-.86
P1
-1.640*
.434
.000
-2.50
-.78
P2
-1.560*
.434
.000
-2.42
-.70
P3
-.280
.434
.520
-1.14
.58
P4
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
181
Lampiran 18. Analisa Perlakuan Terbaik dengan Metode De Garmo
Rekapitulasi Data Hasil Pembobotan Panelis Paramater No. P
K
W(F)
Pr
V.C
GR
KAI
KAB
SW
SR
SA
ST
1
11
5
10
9
6
8
1
2
7
3
4
2
11
10
4
3
5
2
1
8
9
7
6
3
7
6
3
5
4
1
2
9
10
8
11
4
9
7
5
4
3
2
1
8
10
6
11
5
3
1
10
9
8
7
2
11
6
4
5
182
Paramater No. P
K
W(F)
Pr
V.C
GR
KAI
KAB
SW
SR
SA
ST
6
10
4
5
11
8
9
2
3
7
6
1
7
10
7
3
2
6
4
1
5
11
8
9
8
8
9
3
7
10
2
1
5
11
4
6
9
5
4
9
10
2
3
1
8
11
7
6
10
11
7
9
8
4
1
2
10
11
6
7
11
5
4
6
7
2
3
1
9
10
11
8
12
8
7
6
5
4
3
1
2
11
10
9
183
Paramater No. P
K
W(F)
Pr
V.C
GR
KAI
KAB
SW
SR
SA
ST
13
9
8
3
6
4
5
1
7
11
10
2
14
6
7
3
5
2
4
1
8
11
10
9
15
3
2
8
9
4
5
1
10
11
6
7
16
2
10
7
4
8
9
11
5
3
6
1
17
5
7
6
4
3
2
1
10
11
9
8
18
9
7
4
3
2
5
1
8
11
6
10
19
1
2
7
9
8
6
5
4
11
10
3
184
Paramater No. P K
W(F)
Pr
V.C
GR
KAI
KAB
SW
SR
SA
ST
20
3
7
8
11
6
2
1
4
10
9
5
21
7
6
5
4
3
2
1
8
10
11
9
22
1
3
10
9
8
6
7
2
11
4
5
23
8
7
4
3
2
6
1
5
11
9
10
24
5
9
2
3
4
5
1
11
10
7
8
25
1
3
11
10
7
8
9
5
6
4
2
Total
159
149
151
160
123
110
57
162
236
178
165
185
Bobot
0.096
0.090
0.092
0.097
0.075
0.067
0.035
0.098
0.143
Keterangan :
SW
: Sensoris Warna
No. P : Nomor Panelis
SA
: Sensoris Aroma
K
: Kekerasan
SR
: Sensoris Rasa
W(F)
: Warna (Fisik)
ST
: Sensoris Tekstur
Pr
: Kadar Protein
V.C
: Vitamin C
GR
: Gula Reduksi
KAI
: Kadar Air
KAB
: Kadar Abu 186
0.108
0.100
Nilai Perlakuan Parameter
Perlakuan P0
P1
P2
P3
P4
Kekerasan
779.2
523.17
245.1
69.63
50.6
Warna L*
59.37
31.03
24.63
23.37
22.4
Warna a*
11.57
41.53
37.3
32.47
28.3
Warna b*
20.5
-5.6
-1.77
2.17
3.33
Kadar Protein
5.34
4.74
4.88
4.91
3.67
Vitamin C
0.00
14.04
18.05
23.57
27.55
Gula Reduksi
6.12
15.52
28.76
43.27
44.36
Kadar Air
8.72
8.95
10.27
8.75
16.99
Kadar Abu
1.57
1.49
1.79
1.76
1.58
Sensoris Warna
4.76
4.96
5.00
5.04
5.08
Sensoris Rasa
4.36
4.64
5.12
4.28
4.20
187
Perlakuan
Parameter
P0
P1
P2
P3
P4
Sensoris Aroma
3.84
3.80
3.80
3.76
3.72
Sensoris Tekstur
4.32
4.24
4.16
2.96
2.60
Parameter
Tertinggi
Terendah
Selisih
Kekerasan
779.2
50.6
728.6
Warna L*
59.37
22.4
36.97
Warna a*
41.53
28.3
13.23
Warna b*
20.5
-5.6
26.10
Kadar Protein
5.34
3.67
1.67
Vitamin C
27.55
0.00
27.55
Gula Reduksi
6.12
44.36
-38.24
188
Parameter
Tertinggi
Terendah
Selisih
Kadar Air
8.72
16.99
-8.27
Kadar Abu
1.57
1.79
-0.22
Sensoris Warna
5.08
4.76
0.32
Sensoris Rasa
5.12
4.20
0.92
Sensoris Aroma
3.84
3.72
0.12
Sensoris Tekstur
4.32
2.60
1.72
Perhitungan Nilai Efektivitas dan Nilai Produk/Perlakuan Parameter
Bobot
P0
P1
P2
NE
NP
NE
NP
NE
NP
Kekerasan
0.0964
1
0.0964
0.6486
0.0625
0.2670
0.0257
Warna L*
0.0301
1
0.0301
0.2334
0.0070
0.0603
0.0018
189
Parameter
Bobot
P0
P1
P2
NE
NP
NE
NP
NE
NP
Warna a*
0.0301
-1.26455
-0.0381
1
0.0301
0.6803
0.0205
Warna b*
0.0301
1
0.0301
0
0
0.1467
0.0044
Kadar Protein
0.0915
1
0.0915
0.6407
0.0586
0.7246
0.0663
Vitamin C
0.0970
0
0
0.5096
0.0494
0.6552
0.0636
Gula Reduksi
0.0745
1
0.0745
0.7542
0.0562
0.4079
0.0304
Kadar Air
0.0667
1
0.0667
0.9722
0.0648
0.8126
0.0542
Kadar Abu
0.0345
1
0.0345
1.3636
0.0470
0
0
Sensoris Warna
0.0982
0.000
0.0000
0.6250
0.0614
0.7500
0.0737
Sensoris Rasa
0.1430
0.1739
0.0249
0.4783
0.0684
1.0000
0.1430
Sensoris Aroma
0.1079
1.000
0.1079
0.6667
0.0719
0.6667
0.0719
Sensoris Tekstur
0.1000
1.000
0.1000
0.9535
0.0953
0.9070
0.0907
Total
0.6185 190
0.6728
0.6462
Parameter
P3
Bobot
P4
NE
NP
NE
NP
Kekerasan
0.0964
0.0261
0.0025
0
0
Warna L*
0.0301
0.0262
0.0008
0
0
Warna a*
0.0301
0.3152
0.0095
0
0
Warna b*
0.0301
0.2977
0.0090
0.3421
0.0103
Kadar Protein
0.0915
0.7425
0.0679
0
0
Vitamin C
0.0970
0.8555
0.0830
1
0.0970
Gula Reduksi
0.0745
0.0285
0.0021
0
0
Kadar Air
0.0667
0.9964
0.0665
0
0
Kadar Abu
0.0345
0.1364
0.9545
0.0329
Sensoris Warna
0.0982
0.8750
0.0859
1.0000
0.0982
Sensoris Rasa
0.1430
0.0870
0.0124
0.0000
0.0000
191
Parameter
P3
Bobot
P4
NE
NP
NE
NP
Sensoris Aroma
0.1079
0.3333
0.0360
0.0000
0.0000
Sensoris Tekstur
0.1000
0.2093
0.0209
0.0000
0.0000
Total
0.4012
192
0.2384
Lampiran 19. Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Perlakuan Terburuk Permen Susu dengan Berbagai Pembesaran Mikrostruktur Perlakuan Terbaik Permen Susu
Pembesaran 1000x
Pembesaran 1500x 193
Pembesaran 2000x
Mikrostruktur Perlakuan Terburuk Permen Susu
Pembesaran 1000x
Pembesaran 1500x
194
Pembesaran 2000x
195
196
79
Lampiran 20a. Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan Terbaik Electron Image Image Width: 160.5 µm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 56.0
Process time 4
Accelerating voltage (kV)
15.0
195
Quantification Settings Quantification method
All elements (normalised)
Coating element
None
Summary results Element
Weight %
Weight % σ
Atomic %
Carbon
51.418
0.888
58.760
Oxygen
47.704
0.877
40.927
Chlorine
0.220
0.042
0.085
Potassium
0.376
0.048
0.132
Calcium
0.281
0.046
0.096
196
All spectra (displaying weight %) Name C O Cl Spectrum 1
51.418
47.704
0.220
K 0.376
All Spectra Graph (displaying weight %)
197
Ca 0.281
Lampiran 20b. Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan Terburuk Electron Image Image Width: 1.070 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 52.8
Process time 4
Accelerating voltage (kV)
15.0
198
Quantification Settings Quantification method
All elements (normalised)
Coating element
None
Summary results Element
Weight %
Carbon
43.087
Weight % σ 0.589
Oxygen
56.503
0.587
49.534
Chlorine
0.147
0.030
0.058
Potassium
0.263
0.033
0.094
199
Atomic % 50.314
All spectra (displaying weight %) Name C O Spectrum 1
43.087
56.503
Cl 0.147
All Spectra Graph (displaying weight %)
200
K 0.263