i
KARAKTERISASI SERBUK MINUMAN BERBASIS TEMPE
Y INDRAMAWAN S SIRAIT
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAH AN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Serbuk Minuman Berbasis Tempe adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip adalah karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015 Y Indramawan S Sirait NIM F24110004
iv
v
ABSTRAK Y INDRAMAWAN S SIRAIT. Karakterisasi Serbuk Minuman Berbasis Tempe. Dibimbing oleh BUDI NURTAMA dan MADE ASTAWAN.
Serbuk minuman tempe merupakan produk minuman berupa serbuk siap seduh berbahan baku tempe. Produk diharapkan dapat menjadi alternatif minuman fungsional yang praktis untuk dikonsumsi. Penggunaan tempe dan tempe kecambah kedelai sebagai bahan baku serbuk minuman tempe diharapkan dapat menghasilkan produk minuman dengan kadar protein yang tinggi, namun diduga mempengaruhi karakter produk sebagai minuman. Penelitian dilakukan dengan membandingkan respon pengamatan pada produk serbuk minuman berbahan baku tempe kecambah kedelai (TKA) dan produk serbuk minuman berbahan baku tempe kedelai (TKB). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter produk meliputi komposisi nilai gizi, sifat fisik, dan sensori. Pengujian sensori produk menunjukkan bahwa produk TKA memiliki skor kesukaan terhadap atribut rasa dan aroma yang tidak berbeda nyata dengan produk TKB, namun memiliki penerimaan terhadap atribut warna yang berbeda nyata (p<0.05). Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan tempe kecambah kedelai pada produk serbuk minuman TKA menunjukkan kadar air dan kadar protein, dan nilainya berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan dengan produk serbuk minuman TKB. Perlakuan tersebut juga menyebabkan kadar lemak produk menjadi lebih rendah. Perubahan sifat fisik pada produk TKA dibandingkan dengan produk TKB meliputi peningkatan densitas kamba, daya pembasahan, total padatan terlarut, penyerapan air, kelarutan dalam air, dan laju pengendapan. Dibandingkan dengan tiga produk komersial lain, hasil analisis menunjukkan bahwa produk serbuk minuman tempe memiliki nilai densitas kamba, total padatan terlarut, dan indeks kelarutan air yang lebih rendah, namun memiliki daya pembasahan dan indeks penyerapan air yang lebih tinggi.
Kata kunci: karakterisasi, serbuk minuman tempe, tempe kecambah kedelai
vi
ABSTRACT Y INDRAMAWAN S SIRAIT. Characterization of Powder Drink from Tempeh. Supervised by BUDI NURTAMA and MADE ASTAWAN.
Powder tempeh drink is a powder drink product made from tempeh. This product is an alternative functional food that can be consumed easily. Use of tempeh and germinated-soybean tempeh (GST) as main ingredient is predicted result higher protein content than other existing drink powder products, but it may also affect the product characteristics as a drink product. The objective of this research is to compare the properties of powder drink from GST and powder drink from common tempeh (non-GST), including chemical, physical, and sensory properties. Result of rating hedonic test showed that the acceptance of GST powder drink and non-GST powder drink is not significantly different for all sensory attributes, except color (p>0.05). Results of proximate analysis of GST powder drink showed in higher moisture and protein content, but lower fat content compared to non-GST powder drink product. The using of GST also changed several physical properties. It increased bulk density, wettability, total soluble solid, water absorption, solubility in water, and precipitation rate. Compared to three commercial products (malt cereal drink, mungbean powder drink, and soybean flour), tempeh powder drink has lower bulk density, total soluble solid, and water solubility index than three others commercial product, but higher in wettability and water absorptivity index.
Key words: characterization, powder tempeh-drink, germinated-soybean tempeh
vii
KARAKTERISASI SERBUK MINUMAN BERBASIS TEMPE
Y INDRAMAWAN S SIRAIT
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
viii
ix
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunianya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai Juni 2015 ini mengambil tema pengembangan produk indigenus dengan judul Karakterisasi Serbuk Minuman Berbasis Tempe. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Budi Nurtama dan Bapak Prof Dr Ir Made Astawan selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Rizal Sjarief yang telah banyak memberikan saran bagi penulisan karya tulis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Yanto berserta seluruh staf Rumah Tempe Indonesia, Ibu Dr Ir Mien Mahmud MS berserta seluruh karyawan PT Harapan Bunda Mandiri, Bapak Sukri, Ibu Warsih, Bapak Dr Ir Feri Kusnandar berserta seluruh pengajar, staf dan teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, keluarga, serta teman-teman ITP 48 dan KeMaKI atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2015 Y Indramawan S Sirait
xi
DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................. iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2 METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2 Bahan ................................................................................................................... 2 Peralatan............................................................................................................... 3 Prosedur Percobaan.............................................................................................. 3 Pengecambahan Kedelai ................................................................................... 3 Pembuatan Tempe ............................................................................................ 3 Penentuan Formula Serbuk Minuman Tempe .................................................. 4 Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005) ............................................. 5 Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005).................................. 6 Analisis Kadar Lemak Metode Sohxlet (SNI 01-2891-1992) .......................... 6 Analisis Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (AOAC 2005) ...................... 7 Perhitungan Kadar Karbohidrat dengan Metode By Difference (AOAC 2005) .......................................................................................................................... 7 Perhitungan Total Energi (Atwater & Woods 1896)........................................ 7 Analisis Densitas Kamba Termodifikasi (Singh et al. 2005) ........................... 7 Analisis Total Padatan Terlarut (Thoene et al. 2006) ...................................... 7 Analisis Laju Pembasahan (Hartomo & Widiatmoko 1992) ............................ 7 Analisis Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) (Ganjyal et al. 2006) ......................................................................................... 8 Analisis Laju Pemisahan Endapan Termodifikasi (Setiyadi et al. 2013) ......... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9 Pengecambahan Kedelai Dan Pembuatan Tempe ............................................... 9
xii
Formulasi Produk ............................................................................................... 10 Karakterisasi Produk .......................................................................................... 12 Analisis Proksimat .......................................................................................... 12 Analisis Sifat Fisikokimia ............................................................................... 14 Status Sensori Produk ..................................................................................... 16 SIMPULAN ........................................................................................................... 17 SARAN
17
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21 RIWAYAT HIDUP
35
xiii
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik formulasi awal serbuk minuman tempe 2 Desain BIB untuk uji organoleptik rating hedonik serbuk minuman tempe 3 Rendemen proses pengecambahan kedelai, pembuatan tempe kedelai dan pembuatan tempe kecambah kedelai 4 Skor organoleptik produk TKA 5 Skor organoleptik produk TKB 6 Skor organoleptik atribut produk TKA dan TKB 7 Kadar proksimat produk TKA dan TKB 8 Sifat fisik serbuk minuman tempe dan beberapa produk komersial 9 Rataan dan median peringkat serbuk minuman tempe flavor bervariasi
5 5 9 10 11 12 13 15 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Analisis ragam rendemen tempe kedelai dan kecambah kedelai Hasil uji rating hedonik produk TKK Hasil uji rating hedonik produk TKB Hasil uji rating hedonik perbandingan produk TKK dan TKB Analisis ragam densitas kamba Analisis ragam daya pembasahan Analisis ragam Total Padatan Terlarut (TPT) Analisis ragam indeks penyerapan air (IPA) Analisis ragam indeks kelarutan air (IKA) Analisis ragam kadar proksimat Hasil uji organoleptik ranking hedonik produk TKK dengan variasi flavor 12 Kuisoner Uji organoleptik
21 22 24 26 28 29 30 31 32 33 35 36
xiv
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Serbuk minuman siap saji merupakan salah satu produk pangan yang dalam beberapa tahun terakhir sedang digemari oleh masyarakat, terutama karena segi kepraktisan dalam mengonsumsinya. Berdasarkan data Survei Kantar Worldpanel Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa produk minuman instan merupakan salah satu produk pangan dengan penjualan tertinggi di Indonesia, bersama-sama dengan produk lainnya seperti biskuit, minuman berkarbonasi, mi instan, dan kecap. Pembelian per keluarga per bulan salah satu merek minuman sarapan instan berdasarkan survei Kantar diperkirakan sebanyak 15 kali per bulan (Kompas 2012). Dengan peluang pasar yang masih cukup tinggi ini, pengembangan produk serbuk minuman siap saji masih layak untuk dilakukan. Salah satu produk pengembangannya yaitu serbuk minuman berbahan baku tempe. Tempe merupakan produk pangan olahan hasil fermentasi kedelai, dikenal sebagai pangan tradisional Indonesia. Tempe merupakan salah satu alternatif sumber protein yang banyak di konsumsi masyarakat Indonesia karena memiliki citarasa yang disukai dan harga yang lebih terjangkau dibandingkan sumber protein lain, seperti daging dan ikan. Konsumsi tempe di Indonesia tergolong cukup tinggi. Konsumsi rata-rata tempe sejak tahun 2002 hingga tahun 2012 mencapai 7.61 kg/kapita/tahun, lebih tinggi dibandingkan konsumsi tahu dan kedelai, meskipun terjadi laju penurunan rata-rata konsumsi tempe sebesar 1.28% per tahun (Billah et al. 2013). Tingginya konsumsi tempe juga didukung oleh ketersediaan tempe di Indonesia yang juga cukup tinggi. Tempe pada umumnya dikonsumsi sebagai lauk dengan cara diolah terlebih dahulu melalui proses penggorengan, pengukusan, perebusan atau pemanggangan. Pengolahan tempe menjadi serbuk minuman diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada tempe sebagai produk pangan indigenous, serta memberikan alternatif makanan siap saji yang praktis dan memiliki keunggulan dari segi ketersediaan protein. Selain itu, dengan kandungan protein yang cukup tinggi, produk diharapkan dapat menjadi salah satu produk pangan fungsional dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pengembangan produk minuman dengan kadar protein yang tinggi perlu dilakukan dalam upaya memenuhi klaim jumlah asupan protein sebagai minuman fungsional, yaitu 25 g protein kedelai per hari (Harland & Haffner 2008), sehingga dibutuhkan pengembangan produk minuman berbahan baku tempe. Salah satu solusi untuk mengoptimumkan jumlah protein dalam produk minuman tempe yaitu penggunaan tempe berbahan baku kedelai yang dikecambahkan (selanjutnya disebut sebagai tempe kecambah kedelai). Berdasarkan percobaan Kayembe dan Rensburg (2013), kadar protein kasar (crude protein) pada kedelai yang dikecambahkan lebih tinggi dibandingkan kedelai yang tidak dikecambahkan dan kadarnya meningkat seiring dengan meningkatnya lama pengecambahan hingga pada titik tertentu. Penggunaan kecambah kedelai dalam
2
bentuk tempe kecambah kedelai diharapkan dapat menghasilkan produk dengan kadar protein yang lebih tinggi. Karakteristik merupakan aspek penting dalam pengembangan suatu produk. Karakterisasi terhadap produk serbuk minuman tempe yang perlu dilakukan untuk dapat mengidentifikasi masalah atau kelemahan pada produk. Hal ini dapat menjadi sumber pertimbangan untuk perbaikan produk selama pengembangan selanjutnya.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menguraikan karakteristik serbuk minuman tempe meliputi kadar zat gizi, sifat fisikokimia dan status sensori.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat digunakan sebagai informasi bagi pengembangan produk serbuk minuman tempe dari tempe kedelai dan tempe kecambah kedelai.
METODE PENELITIAN Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk pengecambahan kedelai dan pembuatan tempe yaitu: kedelai varietas Grobogan, kedelai GMO, air, kapur, ragi tempe, plastik polipropilen, dan alumunium foil. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat tepung minuman tempe yaitu: tempe, tepung terigu, minyak nabati, garam, gula, perisa coklat, perisa vanilla, dan perisa pisang. Bahan yang digunakan untuk analisis organoleptik yaitu: tepung minuman, dan air. Bahanbahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan fisik yaitu: tepung minuman tempe, HgO, air destilata, H2SO4 0.1 M, campuran larutan 60% NaOH- 5% Na2SO3, H3BO3, indikator methylene blue, HCl 0.02 N, NaOH 0.02 N, dan larutan HCl 25%.
3
Peralatan Alat-alat yang digunakan untuk pengecambahan kedelai dan pembuatan tempe yaitu: ember berlubang, karung goni, hand sprayer, timbangan dagang, timbangan analitik, panci, mesin pemecah kedelai, saringan, kipas angin, dan rak fermentasi. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung minuman tempe yaitu: pisau, loyang, oven, alat pengering, penggiling, dan baskom. Alat-alat yang digunakan untuk analisis organoleptik yaitu: wadah/ gelas plastik, gelas ukur 600 ml, sendok, nampan, tisu, dan label. Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat dan fisik yaitu: cawan alumunium, cawan porselen, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas piala 400 ml, gelas piala 200 ml, gelas piala 100 ml, gelas ukur 10 ml, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 2 ml, pipet ukur 5 ml, desikator, neraca analitik, labu kjeldahl, alat destilasi, pipet tetes, gelas pengaduk, spatula, gegep, gelas arloji, cawan petri, tabung sentrifus, buret, kertas saring, kertas lakmus, selongsong, kapas, vortex, botol semprot, penangas air, alat ekstraksi sohxlet, sentrifuse, tanur listrik, oven, dan hand refractometer.
Prosedur Percobaan Penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian tahap 1 dan penelitian tahap 2. Penelitian tahap 1 dilakukan untuk memperoleh formula produk serbuk minuman tempe berbahan baku tempe kedelai dan tempe kecambah kedelai, serta mengetahui penerimaannya. Penelitian tahap 2 dilakukan untuk menguraikan karakter serbuk minuman tempe meliputi uji proksimat, uji sifat fisikokimia, dan uji organoleptik. Selain itu dilakukan perbandingan sifat fisikokimia serbuk minuman dengan tiga produk komersial. Pengecambahan Kedelai Prosedur pengecambahan kedelai mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kayembe & Rensburg (2013). Kedelai direndam dalam air selama 6 jam. Kedelai selanjutnya ditempatkan pada ember yang sudah dilubangi bagian alasnya dan ditutup dengan kain/ plastik gelap untuk mencegah masuknya cahaya matahari. Germinasi dilakukan di suhu ruang selama 28 jam. Selama pengecambahan, kedelai disiram dengan air setiap 3 jam.
Pembuatan Tempe Proses pembuatan tempe yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada proses pembuatan tempe komersial di Rumah Tempe Indonesia. Tahapan proses pembuatan tempe diawali dengan penyortiran kedelai yang bertujuan untuk memisahkan kedelai yang buruk untuk tidak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe. Proses selanjutnya yaitu pencucian kedelai, dilanjutkan dengan perendaman kedelai dalam air selama dua jam. Kemudian dilakukan perebusan
4
kedelai pada suhu air mendidih selama 30 menit, dilanjutkan perendaman selama satu malam dalam air rebusan. Kedelai yang telah direndam, dikupas kulitnya dan dibelah menjadi dua dengan mesin dehuller sehingga dapat terpisah antara kulit dan lembaga dan dihasilkan kedelai bersih tanpa kulit. Kedelai kemudian direbus pada suhu air mendidih selama 30 menit. Kedelai selanjutnya ditiriskan, didinginkan dan dikeringkan dengan hembusan udara. Tahap selanjutnya ialah inokulasi ragi tempe secara merata pada kedelai, setelah itu sebagian kedelai di kemas menggunakan plastik polipropilen silinder dengan diameter 5 cm, dan telah dilubangi dengan jarak 2x2 cm antar lubang. Tahap selanjutnya ialah fermentasi kedelai pada suhu 30o C, RH 80%, selama 40 jam. Perhitungan rendemen tempe dihitung dengan persamaan berikut: Rendemen (%) = 100 x Bobot tempe yang dihasilkan (kg) Bobot awal kedelai kering (kg)
Pembuatan Serbuk Minuman Tempe Proses pembuatan produk mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Mahmud (1987) dengan beberapa modifikasi, diawali dengan memotong tempe menjadi 8 bagian, kemudian potongan tempe diblansir dalam air mendidih selama 10 menit. Tempe kemudian dihancurkan dan dicampur dengan tepung terigu, garam, gula, minyak nabati, dan baking powder, diaduk hingga menjadi adonan yang homogen. Adonan dituang kedalam loyang dengan ketebalan 1 cm, kemudian dipanggang dalam oven suhu 200o C, selama 15 menit untuk membentuk cake tempe. Cake tempe yang telah kering kemudian dipotong kecil dan dikeringkan dalam oven pengering suhu 60 oC selama 10 jam. Potongan cake tempe kemudian digiling dan diayak sehingga terbentuk tepung minuman tempe.
Penentuan Formula Serbuk Minuman Tempe Sebanyak 4 formula dibuat untuk masing-masing produk serbuk minuman tempe berbahan baku tempe kedelai (TKB) dan produk serbuk minuman tempe berbahan baku tempe kecambah kedelai (TKA), selanjutnya dilakukan uji sensori, yaitu uji rating hedonik, untuk memilih formula dengan tingkat kesukaan yang relatif lebih tinggi untuk tiap jenis produk. Pengujian dilakukan menggunakan rancangan Balance Incomplete Block (BIB) (Cochran & Cox 1957). Sampel yang diujikan berjumlah 8 sampel (Tabel 2.1), dengan panelis berjumlah 14 orang, dimana satu panelis akan menguji 4 sampel. Desain pengujiannya ditunjukkan oleh tabel 2.2. Pengujian dilakukan menggunakan skala kesukaan 5-point (sangat tidak suka-sangat suka). Panelis diminta untuk menilai kesukaan terhadap atribut warna, aroma, dan rasa pada 4 dari 8 sampel minuman tempe (4 sampel TKA dengan formula A1C, A2C, A1P, dan A2P, serta 4 sampel TKB dengan formula B1C, B2C, B3C dan B2P). Persiapan sampel dilakukan dengan melarutkan 120 g serbuk minuman dengan air panas hingga volume larutan total tepat 600 ml. Sebanyak 15 ml sampel, masing-masing ditempatkan dalam wadah plastik dan diberikan kode tiga
5
Tabel 1 Karakteristik formulasi awal serbuk minuman tempe Karakteristik Produk Formula
Bahan baku tempe
Proporsi tempe dalam produk*
Penambahan perisa
A1C Tempe Kecambah Kedelai 1 Coklat A2C Tempe Kecambah Kedelai 2 Coklat A1P Tempe Kecambah Kedelai 1 A2P Tempe Kecambah Kedelai 2 B1C Tempe Kedelai 1 Coklat B2C Tempe Kedelai 2 Coklat B1P Tempe Kedelai 1 B2P Tempe Kedelai 2 * proporsi 1 = 1 kali formula standar literatur; 2 = 2 kali formula standar literatur Tabel 2 Desain BIB untuk uji organoleptik rating hedonik serbuk minuman tempe Urutan sampel Panelis 1 2 3 4 1 A1C A2C A1P A2P 2 B1C B2C B1P B2P 3 A1C A2C B1P B2P 4 A1P A2P B1C B2C 5 A1C A1P B2C B2P 6 A2C A2P B1C B1P 7 A1C A2P B2C B1P 8 A2C A1P B1C B2P 9 A1C A2C B1C B2C 10 A1P A2P B1P B2P 11 A1C A1P B1C B1P 12 A2C A2P B2C B2P 13 A1C A2P B1C B2P 14 A2C A1P B2C B1P Keterangan: A1: Serbuk minuman berbahan baku tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe=1; A2: Serbuk minuman berbahan baku tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe=2; B1: Serbuk minuman berbahan baku tempe kedelai dengan proporsi tempe=1; B2: Serbuk minuman berbahan baku tempe kedelai dengan proporsi tempe=2; C: Berperisa coklat; P: Tidak ada penambahan perisa (plain) digit angka. Kemudian satu per satu dari 4 sampel disajikan kepada panelis untuk dinilai. Pengolahan data uji rating hedonik dilakukan menggunakan analisis ragam
6
(ANOVA) dengan bantuan program komputer SPSS. Bila terdapat perbedaan signifikan antar sampel dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005) Penetapan nilai kadar air diawali dengan pengeringan cawan alumunium kosong yang telah diberi kode pada suhu 105oC selama 15 menit. Selanjutnya cawan didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang berat cawan kering yang telah didinginkan. Sebanyak 1-2 gram sampel pada cawan tersebut ditimbang dan dikeringkan pada oven dengan suhu 105oC selama lima jam. Selanjutnya didinginkan dalam kedalam desikator, ditimbang sampai diperoleh berat sampel yang relatif konstan.
Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005) Penetapan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penghancuran, destilasi dan titrasi. Pada tahap penghancuran (digestion), sampel sebanyak 250 mg ditimbang terlebih dahulu kedalam labu kjeldahl, ditambahkan 1.0 + 0.1 gram HgO dan 2 + 0.1 ml H2SO4, lalu ditambahkan juga 2- 3 butir batu didih dan contoh didihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan jernih, lalu didinginkan. Pada tahap destilasi, sejumlah kecil air destilata ditambahakan secara perlahan lewat dinding labu dengan digoyang perlahan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Selanjutnya isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas sebanyak lima sampai enam kali dengan 1-2 ml air destilata. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH- 5% Na2SO3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator red-metilen blue diletakkan dibawah kondensor, sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat diencerkan dalam erlenmeyer hingga kira- kira 50 ml, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menjadi abu- abu sehingga diperoleh volume HCl 0.02 N terstandar yang diperlukan untuk titrasi. Selain itu, dengan prosedur yang sama juga dilakukan penetapan volume HCl standar yang digunakan untuk titrasi blanko. Analisis Kadar Lemak Metode Sohxlet (SNI 01-2891-1992) Penetapan diawali dengan menghidrolisis sampel. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 1-2 gram contoh ditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25%. Kemudian dididihkan selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji.Kemudian larutan tersebut disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH netral bila diuji dengan kertas lakmus.Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas.Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut
7
hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Analisis Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (AOAC 2005) Cawan porselen yang telah diberi kode beserta tutupnya dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 2-3 gram ditimbang ke dalam cawan porselin tersebut. Cawan porselin yang telah berisi sampel, dibakar terlebih dahulu sampai tidak berasap dan selanjutnya diabukan kedalam tanur listrik pada suhu 550oC sampai proses pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selesai, cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh berat yang relatif konstan.
Perhitungan Kadar Karbohidrat dengan Metode By Difference (AOAC 2005) Penghitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan perhitungan by difference, dengan asumsi bahwa bobot karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, lemak, protein, dan abu.
Perhitungan Total Energi (Atwater & Woods 1896) Perhitungan dilakukan dengan mengkonversi nilai kadar protein, lemak dan karbohidrat (dalam g) menjadi nilai energi (kkal). Nilai energi yang digunakan yaitu 4.0 kkal/g untuk protein, 9.0 kkal/g untuk lemak, dan 4.0 kkal/g untuk karbohidrat.
Analisis Densitas Kamba Termodifikasi (Singh et al. 2005) Pengukuran densitas kamba produk dilakukan dengan memasukkan 3 g sampel ke dalam gelas ukur 10 ml dan diketuk-ketuk sebanyak 25 kali.
Analisis Total Padatan Terlarut (Thoene et al. 2006) Sebanyak 30 g sampel dilarutkan dalam 250 ml air, kemudian diukur TPT menggunakan hand refractometer dari 2 tetes larutan sampel.
Analisis Laju Pembasahan (Hartomo & Widiatmoko 1992) Penetapan dilakukan dengan menuang 150 ml air ke dalam gelas piala ukuran 400 ml. Sebanyak 2 g sampel dituangkan ke permukaan air dalam gelas piala.
8
Laju pembasahan dinyatakan sebagai perbandingan berat sampel terhadap waktu yang diperlukan sampel hingga semuanya tenggelam di bawah permukaan air. Analisis Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) (Ganjyal et al. 2006) Penetapan dilakukan dengan memasukkan 1 g sampel ke dalam tabung sentrifuse berisi 15 ml air destilata dan divortex hingga merata. Sampel kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Cairan supernatan dipisahkan dari campuran dan diukur beratnya. Nilai IPA dihitung dengan rumus: IPA = Wtabung+ residu – Wtabung Wsampel Sebanyak 2 ml supernatan dimasukkan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 4 jam hingga diperoleh bobot tetap, kemudian ditimbang hasilanya. Nilai IKA dihitung dengan rumus: IKA = Wakhir – Wcawan Vsupenatan Analisis Laju Pemisahan Endapan Termodifikasi (Setiyadi et al. 2013) Penetapan dilakukan dengan melarutkan 10 g sampel ke dalam 100 ml air destilata dalam gelas ukur 100 ml, kemudian diamati penurunan ketinggian endapan setiap menit selama 30 menit. Kecepatan pengendapan dihitung pada tiap satuan waktu menggunakan persamaan: v = Zn-Zn-1 tn-tn-1 dengan Z adalah tinggi endapan, t waktu turunnya endapan, dan n adalah nomor percobaan. Laju pemisahan endapan produk diperoleh dari rataan kecepatan penurunan endapan pada tiap satuan waktu pengamatan.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor percobaan yaitu jenis tempe yang digunakan dalam pembuatan serbuk minuman tempe meliputi tempe kecambah kedelai (TKA) dan tempe kedelai (TKB). Setiap analisis dilakukan sebanyak dua kali ulangan perlakuan. Respon yang diamati meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat, densitas kamba, daya pembasahan, total padatan terlarut, indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA), dan laju pemisahan endapan. Respon sifat fisikokimia produk juga dibandingkan terhadap
9
3 produk komersial lain, meliputi serbuk sereal gandum (SSG), serbuk minuman kacang hijau (SKH), dan tepung kedelai (TKD).
Analisis Data Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel, kemudian dilanjutkan dengan analisis ragam menggunakan program komputer SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengecambahan Kedelai Dan Pembuatan Tempe Kedelai yang digunakan untuk pembuatan tempe kecambah kedelai adalah kedelai lokal varietas Grobogan. Varietas ini dipilih dengan alasan sebagai salah satu upaya pemberdayaan sumber daya lokal. Kedelai yang digunakan untuk pembuatan tempe kedelai adalah kedelai impor GMO. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa tempe yang dibuat menggunakan kedelai varietas Grobogan dan tempe yang dibuat dari kedelai impor GMO tidak memiliki perbedaan yang nyata (p<0.05), baik dari segi rendemen, kadar protein, sifat fisik, dan organoleptik secara overall (Astawan 2013), sehingga penggunaan kedelai yang berbeda dalam penelitian ini diasumsikan tidak menyebabkan perbedaan nyata pada respon yang diamati. Tabel 3 Rendemen proses pengecambahan kedelai, pembuatan tempe kedelai dan pembuatan tempe kecambah kedelai Sampel
Rendemen Tempe (%)
Tempe Kecambah Kedelai
119.78b ± 1.72
Tempe Kedelai
147.62a ± 1.34
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05)
Perkecambahan pada leguminosa dapat terjadi pada kondisi kadar air biji dan kelembaban udara sekitar yang tinggi. Pada kadar air yang rendah, stabilitas biji kedelai tetap terjaga, dan pada kondisi kadar air yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya germinasi. Kadar air biji kedelai tergolong cukup rendah, sehingga harus dinaikkan dengan cara dilakukan perendaman atau penempatan kedelai pada lingkungan yang jenuh uap air. Data pengamatan pengecambahan kedelai menunjukkan bahwa rendemen proses pengecambahan
10
mencapai 200%, yakni dua kali lebih besar bobotnya dibandingkan bobot awal kedelai. Hal ini disebabkan selama proses pengecambahan, kedelai menyerap air, mulai dari tahap perendaman hingga pada tahapan inkubasi dimana kedelai disiram dengan air secara berkala untuk menjaga kelembaban kedelai. Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan kadar air selama pengecambahan kedelai dan leguminosa lainnya. Data pengamatan pembuatan tempe menunjukkan bahwa proses pembuaan tempe kecambah kedelai memiliki rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan proses pembuatan tempe kedelai. Selama pengecambahan, terjadi proses hidrolisis zat gizi cadangan dalam biji untuk pembentukan kecambah (Anggrahini 2007). Pada proses pembuatan tempe, kecambah yang terbentuk akan terpisah pada saat penggilingan, kemudian ikut terbuang pada tahap pemisahan kulit ari. Hal ini diduga menjadi penyebab adanya perbedaan rendemen pada pembuatan tempe kedelai dan tempe kecambah kedelai.
Formulasi Produk Penggunaan tempe kecambah kedelai sebagai bahan baku produk serbuk minuman atau produk sejenis belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga dibutuhkan tahapan formulasi produk berbahan baku tempe kecambah kedelai (produk TKA). Penentuan formula serbuk minuman mengacu pada penelitian terdahulu tentang pembuatan serbuk minuman berbahan baku tempe (Mahmud 1987). Penetapan formula menghasilkan 4 formula masing-masing untuk produk TKA dan TKB. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik rating hedonik menggunakan desain Balance Incomplete Block (BIB) untuk memilih satu formula untuk masing-masing produk yang memiliki tingkat penerimaan terhadap warna, aroma, dan rasa yang relatif lebih tinggi. Tabel 4 Skor organoleptik produk TKA Sampel Warna A1C A2C A1P A2P
3.43b 3.86ab 4.29a 4.00a
Aroma
Rasa
3.57a 2.71a 3.57a 2.86a
3.57a 2.00b 2.14b 2.43b
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan signifikan
(p<0.05)
A1C: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 1 rasa coklat A2C: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 2 rasa coklat A1P: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 1 tanpa penambahan perisa (plain) A2P: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 2 tanpa penambahan perisa (plain)
Data uji rating hedonik terhadap warna dan rasa pada produk TKA dengan penambahan perisa coklat menunjukkan bahwa perbedaan proporsi penambahan tempe mempengaruhi penerimaan secara signifikan (p<0.05), sedangkan penerimaan terhadap aroma tidak dipengaruhi oleh proporsi penambahan tempe,
11
maupun penambahan perisa. Data untuk penerimaan atribut rasa menunjukkan bahwa formula A1C memiliki penerimaan tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan perisa coklat pada produk dapat meningkatkan penerimaan atribut rasa, meskipun pada proporsi tempe yang lebih tinggi penerimaan menjadi lebih rendah dan tidak berbeda nyata dengan formula tanpa penambahan perisa (plain). Berdasarkan uji organoleptik produk A, ditetapkan formula A1C sebagai formula terpilih karena memiliki aroma dan rasa yang relatif cukup disukai dibandingkan sampel lainnya. Meskipun sampel A1C memiliki warna yang relatif kurang disukai dibandingkan formula lain, formula ini tetap dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa atribut warna relatif lebih mudah diperbaiki. Data uji rating hedonik pada produk TKB menunjukkan bahwa perbedaan proporsi tempe tidak mempengaruhi pernerimaan terhadap atribut rasa, namun mempengaruhi penerimaan terhadap aroma. Pada formula dengan penambahan proporsi yang lebih tinggi, penerimaan terhadap aroma menjadi lebih rendah, meskipun penerimaannya meningkat secara signifikan (p<0.05) dengan adanya penambahan perisa coklat. Data organoleptik pada sampel B1C, B1P, dan B2P menunjukkan bahwa penerimaan terhadap atribut warna tidak begitu dipengaruhi oleh proporsi penambahan tempe, dan penambahan perisa coklat. Namun jika dilihat pola penerimaan terhadap warna, baik produk TKA maupun TKB, penambahan perisa coklat pada produk yang mengendap menyebabkan penurunan penerimaan terhadap warna. Berdasarkan kajian terhadap komentar panelis diketahui bahwa pemisahan lapisan lebih terlihat pada produk yang ditambahkan perisa coklat sehingga menurunkan penerimaan panelis. Berdasarkan data uji organoleptik tersebut, formula B1C ditetapkan sebagai formula terpilih karena memiliki atribut warna, aroma, dan rasa yang cukup diterima, dan pada beberapa atribut, formula B1C memiliki penerimaan yang relatif lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya. Tabel 5 Skor organoleptik produk TKB Sampel Warna B1C B2C B1P B2P
4.00a 3.29b 4.43a 4.43a
Aroma
Rasa
4.00a 3.43ab 3.71ab 3.14b
2.00a 2.71a 3.00a 2.71a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05) B1C: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 1 rasa coklat B2C: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 2 rasa coklat B1P: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 1 tanpa penambahan perisa (plain) B2P: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 2 tanpa penambahan perisa (plain)
Analisis sidik ragam juga dilakukan untuk membandingkan penerimaan sensori produk TKA dan TKB. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua produk memiliki penerimaan terhadap atribut aroma dan rasa yang tidak berbeda nyata (p<0.05), namun berbeda pada penerimaan terhadap atribut warna. Perbedaan
12
penerimaan tersebut diduga turut dipengaruhi oleh proporsi penambahan tempe dan penambahan perisa, serta nilainya masih dalam skala yang cukup diterima sehingga dianggap tidak menyebabkan masalah dalam pengembangan produk. Tabel 6 Skor organoleptik atribut produk TKA dan TKB Sampel A1C A2C A1P A2P B1C B2C B1P B2P
Warna bc
3.43 3.86abc 4.29a 4.00ab 4.00ab 3.29c 4.43a 4.43a
Aroma a
3.57 2.71a 3.57a 2.86a 4.00a 3.43a 3.71a 3.14a
Rasa 3.57a 2.00a 2.14a 2.43a 2.00a 2.71a 3.00a 2.71a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05) A1C: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 1 rasa coklat A2C: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 2 rasa coklat A1P: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 1 tanpa penambahan perisa (plain) A2P: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai dengan proporsi tempe 2 tanpa penambahan perisa (plain) B1C: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 1 rasa coklat B2C: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 2 rasa coklat B1P: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 1 tanpa penambahan perisa (plain) B2P: Serbuk minuman tempe kedelai dengan proporsi tempe 2 tanpa penambahan perisa (plain)
Karakterisasi Produk
Analisis Proksimat Proses perkecambahan secara umum meningkatkan daya cerna karena adanya proses katabolis zat gizi melalui reaksi hidrolisis zat gizi cadangan dalam biji. Selama pengecambahan, terjadi perubahan komposisi kimia pada biji kedelai antara lain: peningkatan kadar air (D’souza 2013), penurunan kadar lemak (Dawood et al. 2013; Kayembe 2011), penurunan kadar karbohidrat (Kayembe 2011), peningkatan kadar protein (Kayembe 2011; Kayembe & Rensburg 2013), penurunan kadar abu (Rusydi et al. 2011), peningkatan senyawa fenolik (Andarwulan & Purwiyatno 2001), dan peningkatan beberapa vitamin (Pertiwi et al. 2013; Syed 2011; Anggrahini 2007). Data hasil percobaan menunjukkan bahwa kadar air pada produk TKA relatif lebih tinggi dibandingkan pada produk TKB. Hal ini diduga disebabkan kadar air tempe kecambah kedelai yang digunakan sebagai bahan baku lebih tinggi dibandingkan pada tempe kedelai, sehingga menyebabkan perbedaan signifikan (p<0.05) pada kadar air produk akhir. Kadar air merupakan parameter penting dalam memperpanjang umur simpan produk tepung-tepungan. Meskipun
13
nilainya lebih tinggi dibandingkan produk TKB, produk TKA masih tergolong aman dari resiko kerusakan mikrobiologis. Penggunaan bahan baku tempe kecambah kedelai pada serbuk minuman TKA menunjukkan perbedaan kadar abu (p<0.05) dibandingkan dengan produk TKB. Kadar abu produk TKA lebih rendah dibandingkan kadar abu produk TKB. Nilai kadar abu yang cukup rendah disebabkan kehilangan mineral selama proses pembuatan produk, mulai dari pembuatan kecambah hingga pengolahan serbuk minuman tempe. Perbedaan kadar abu produk TKK dan TKB diduga disebabkan adanya kehilangan mineral larut air selama proses perendaman pada perlakuan pengecambahan kedelai sehingga menyebabkan kadar abu tempe yang digunakan sebagai bahan baku menjadi lebih rendah pula. Tabel 7 Kadar proksimat produk TKA dan TKB
Produk
TKA
Kadar protein (%bb)
Kadar lemak (%bb)
Kadar abu (%bb)
Kadar karbohidrat (%bb)
6.94a
29.52a
15.20b
0.36b
156.4b
±0.06
±0.13
±0.04
±0.01
47.99a ±0.16
b
29.06
b
18.22
a
0.57
a
161.9a
±0.04
±0.04
±0.05
±0.09
45.58b ±0.21
6.57 TKB
Kalori (kkal dalam 35 g serbuk)
Kadar air (%bb)
±0.2 ±0.1
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05) TKA: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai TKB: Serbuk minuman tempe kedelai
Kadar karbohidrat produk TKA dan TKB diperoleh melalui perhitungan berdasarkan rataan kadar proksimat lainnya yang telah diketahui melalui analisis. Hasil perhitungan menunjukkan kadar karbohidrat produk TKA lebih tinggi dibandingkan produk TKB. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa proses pengecambahan menyebabkan kadar karbohidrat pada kedelai menjadi lebih rendah, begitu pula setelah diolah menjadi tempe ( Kayembe 2011; Anggrahini 2007). Hal ini disebabkan adanya hidrolisis karbohidrat menjadi senyawa sederhana yang diperlukan untuk pertumbuhan kedelai selama pengecambahan. Pengaruh tersebut tidak ditunjukkan pada produk serbuk minuman tempe. Hal ini diduga karena proporsi karbohidrat pada tempe yang digunakan sebagai bahan baku cukup tinggi, selain itu adanya penambahan tepung terigu dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, menyebabkan kadar karbohidrat produk tidak berbeda jauh. Kadar protein pada produk TKA lebih tinggi dibandingkan pada produk TKB, sedangkan kadar lemaknya relatif lebih rendah. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein pada biji yang digerminasi karena adanya sintesis protein bersamaan dengan proses degradasi karbohidrat dan lemak (Enujiugha et al., 2003; Sade 2009). Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kadar protein dan kadar lemak antara produk TKA dan produk TKB. Penurunan kadar lemak juga diduga karena adanya
14
perlakuan perendaman pada proses pengecambahan kedelai. Perlakuan perendaman dapat mengaktifkan enzim lipase yang dapat menghasilkan beberapa asam lemak rantai pendek yang relatif lebih mudah larut dalam air sebagai media perendaman (Audu & Aremu 2011). Perbandingan nilai kalori per 35 g produk antara TKA dan TKB menunjukkan bahwa produk TKA memiliki nilai kalori yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa produk sesuai apabila ditargetkan untuk konsumen yang menghindari makanan dengan kalori yang tinggi dan membutuhkan makanan dengan nilai kadar protein yang tinggi. Kadar protein pada produk TKA yaitu 29.52%, artinya untuk tiap kemasan produk (35 g), terdapat 10.33 g protein. Jumlah ini merupakan jumlah protein total dari seluruh bahan baku. Sumber protein yang berkontribusi pada jumlah protein tersebut diduga berasal dari tempe dan tepung terigu. Jumlah protein kedelai yang terdapat dalam produk yaitu kurang dari 10.33 g per 35 g tepung minuman tempe, namun dengan konsumsi sebanyak 3 kali dalam sehari dapat memenuhi kebutuhan protein kedelai yang dianjurkan yaitu 25 g per hari. Analisis Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia dari produk serbuk minuman tempe perlu diketahui untuk melihat profil produk yang berperan penting dalam pembuatan, penyajian, dan penyimpanan produk. Sifat fisikokimia yang diamati meliputi densitas kamba, daya pembasahan, total padatan terlarut (TPT), indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan dalam air (IPK), serta laju pemisahan endapan. Tabel 3.7 menunjukkan beberapa hasil analisis sifat fisikokimia dari produk serbuk minuman berbahan baku tempe kecambah kedelai (TKA) dan tempe kedelai (TKB), serta perbandingannya dengan produk komersial lain sejenis, meliputi serbuk minuman sereal gandum (SSG), serbuk minuman kacang hijau (SKH), dan tepung kedelai (TKD). Densitas kamba pada produk tepung-tepungan menunjukkan kerapatan suatu produk dalam menempati suatu ruang, semakin tinggi nilai densitas kamba menunjukkan produk semakin padat (Anita 2009). Nilai ini juga menunjukkan porositas dan efisiensi suatu bahan dalam menempati volume ruang. Data hasil analisis menunjukkan bahwa produk TKA memiliki densitas kamba yang lebih besar dibandingkan produk TKB. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komposisi kimia produk (kecuali kadar air) memiliki hubungan yang sangat rendah dengan densitas kamba dari beberapa jenis tepung (Knott & Shurson 2013), sehingga perbedaan pada kadar protein, lemak, abu, dan karbohidrat pada produk diasumsikan tidak berperan pada nilai densitas kamba produk. Data analisis menunjukkan bahwa produk TKA dan TKB memiliki kadar air yang berbeda nyata (p<0.05), namun perbedaan ini tidak terlalu besar sehingga diduga memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap densitas kamba produk. Perbedaan mungkin disebabkan adanya perbedaan ukuran partikel produk karena adanya perbedaan bahan baku. Data perbandingan dengan produk komersial lain menunjukkan bahwa nilai densitas kamba serbuk minuman tempe, baik TKA maupun TKB, lebih rendah dibandingkan produk komersial SSG dan TKD, namun dibandingkan dengan produk SKH, densitas kamba produk tidak berbeda nyata (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa produk telah memiliki kerapatan dan
15
porositas yang cukup baik sebagai produk komersial, namun perlu dilakukan peningkatan agar setara dengan beberapa produk komersial lainnya. Nilai densitas kamba yang rendah juga menunjukkan kohesivitas produk yang tinggi. Semakin kohesif bahan akan menunjukkan kecenderungan bahan untuk menggumpal (Suriani 2008). Peningkatan nilai densitas kamba dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel atau mengurangi kadar air produk. Tabel 8 Sifat fisik serbuk minuman tempe dan beberapa produk komersial Densitas Daya TPT Produk Kamba Pembasahan (% IPA IKA (g/ml) (g/s) brix) TKA
0.4805c ±0.0079
0.2630a ±0.0298
3.07d ±0.10
2.52b ±0.04
0.0169d ±0.0004
TKB
0.4401d ±0.0200
0.2004b ±0.0280
2.40e ±0.00
2.34c ±0.02
0.0137e ±0.0008
SSG
0.6864a ±0.0076
0.0085d ±0.0006
8.67b ±0.16
0.73d ±0.01
0.0721a ±0.0006
SKH
0.4726c ±0.0076
0.0523c ±0.0068
6.30c ±0.17
3.16a ±0.02
0.0405c ±0.0010
TKD
0.6000b ±0.0000
0.0349cd ±0.0022
10.07a ±0.16
0.53e ±0.01
0.0687b ±0.0021
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05) TKA: Serbuk minuman tempe kecambah kedelai TKB: Serbuk minuman tempe kedelai SSG: Serbuk sereal gandum SKH: Serbuk minuman kacang hijau TKD: Tepung kedelai TPT: Total padatan terlarut IPA: Indeks penyerapan air IKA: Indeks kelarutan air
Daya pembasahan menunjukkan seberapa cepat suatu produk basah oleh air. Nilai daya pembasahan yang tinggi menunjukkan bahwa tepung membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk terbasahi atau dengan kata lain mudah untuk menyerap air. Data hasil percobaan menunjukkan bahwa produk TKA memiliki daya pembasahan yang lebih besar dibandingkan produk TKB. Hal ini mungkin disebabkan karena produk TKA memiliki densitas kamba yang lebih besar, sehingga porositasnya terhadap air menjadi lebih besar (Amirullah 2008). Hal ini juga mungkin disebabkan komposisi kimia dari produk TKA. Produk TKA memiliki kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan produk TKB. Lemak merupakan komponen hidrofobik yang dapat menjadi penghalang bagi air, sehingga suatu produk dengan kadar lemak lebih tinggi akan memiliki daya basah oleh air yang lebih rendah. Nilai daya pembasahan juga dapat dikaitkan dengan
16
kemampuan produk dalam menyerap air. Data percobaan menunjukkan bahwa produk TKA juga memiliki indeks penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan produk TKB. Hal ini juga dipengaruhi oleh densitas kamba dan hidrofobisitas dari komponen penyusun produk. Produk serbuk minuman tempe, baik TKA maupun TKB, memiliki nilai daya pembasahan dan indeks penyerapan air yang relatif lebih tinggi dibandingkan produk komersial SSG dan TKD. Hal ini menunjukkan bahwa produk TKK telah memiliki daya pembasahan dan indeks penyerapan air yang baik sebagai produk komersial. Total padatan terlarut (TPT) menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam suatu larutan. Pengukuran TPT menggunakan refraktometer dilakukan untuk menduga konsentrasi zat yang terlarut dalam air, meliputi gula, garam, protein, asam, serta senyawa ion dan senyawa organik. Satuan pengukuran untuk TPT yaitu derajat brix, menunjukkan jumlah zat semu yang terlarut dalam 100 g larutan. Hasil analisis menunjukkan bahwa produk TKA memiliki total padatan terlarut yang lebih besar dibandingkan pada TKB. Penambahan gula dan garam pada kedua produk dilakukan dalam jumlah yang sama, sehingga perbedaan nilai TPT tersebut diduga disebabkan karena senyawa lain, salah satunya protein terlarut yang kadarnya meningkat karena adanya hidrolisis protein selama pengecambahan sehingga meningkatkan kelarutan protein. Jika dibandingkan dengan tiga produk komersial lainnya (SSG, SKH dan TKD), produk minuman TKA memiliki total padatan terlarut yang lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan kadar gula pada produk yang cukup rendah, dibandingkan produk komersial lainnya. Data percobaan menunjukkan bahwa produk modifikasi memiliki indeks kelarutan air yang lebih tinggi dibandingkan produk reguler. Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara terpisah oleh Suberbie (1981), Mostafa et al. (1987), dan Khattak et al. (2008), diketahui bahwa kelarutan protein pada kacangkacangan, termasuk kedelai, meningkat dengan meningkatnya waktu germinasi. Hal ini disebabkan karena protein mengalami hidrolisis lebih lanjut oleh enzim proteolitik, sehingga meningkatkan kelarutan protein. Hasil analisis menunjukkan produk TKA memiliki rata-rata laju pemisahan endapan sebesar 1.673 ml/menit, lebih tinggi dibandingkan pada produk TKB yaitu 1.516 ml/menit. Produk TKA memiliki kelarutan dan laju pengendapan yang lebih besar dibandingkan produk TKB, sehingga dapat disimpulkan produk TKA memiliki stabilitas yang lebih rendah. Karakter pemisahan endapan tersebut dapat menyebabkan masalah saat penyajian produk. Endapan yang memisah selama waktu tunda antara penyajian dan konsumsi produk dapat menyebabkan penurunan penerimaan terhadap produk. Stabilitas endapan produk dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan penstabil larutan.
Status Sensori Produk Berdasarkan uji rating hedonik yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa produk serbuk minuman tempe formula terpilih (A1C dan B1C: proporsi tempe 1, penambahan perisa cokelat) memiliki karakter organoleptik sebagai berikut: 3.43; 2.00 untuk skor warna (diantara suka dan netral), serta 3.57; 4.00 untuk skor aroma dan rasa (cenderung disukai). Nilai ini masih perlu ditingkatkan
17
untuk menciptakan kesukaan konsumen, sehingga dilakukan pembuatan produk dengan variasi flavor yang lain, yaitu flavor pisang, kopi, dan vanilla. Selain untuk pengembangan produk, pembuatan variasi flavor pada produk serbuk minuman tempe juga dilakukan untuk mengetahui status sensori produk karena adanya penggantian flavor. Pengujian sensori produk dengan metode ranking hedonik dilakukan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap flavor yang sesuai untuk produk serbuk minuman tempe. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keempat varian flavor produk (cokelat, pisang, kopi, dan vanilla) memiliki nilai rata-rata peringkat yang tidak berbeda nyata (p<0.05), yaitu antara 2 dan 3. Namun, berdasarkan nilai median peringkat produk, diketahui bahwa serbuk minuman tempe dengan flavor pisang dan vanilla cenderung berada pada peringkat 2, sedangkan serbuk minuman tempe dengan flavor cokelat dan kopi cenderung berada pada peringkat 3. Hal tersebut menunjukkan bahwa serbuk minuman tempe dengan flavor pisang dan vanilla relatif lebih disukai. Kedua flavor ini diduga meningkatkan kesukaan terhadap produk karena memiliki aroma yang relatif lebih kuat dibandingkan flavor cokelat dan kopi, sehingga mampu menutupi karakteristik langu kedelai pada produk. Tabel 9 Rataan dan median peringkat serbuk minuman tempe flavor bervariasi Flavor Cokelat Kopi Pisang Vanilla
Rataan Peringkat 2.67a 2.73a 2.29a 2.31a
Median Peringkat 3 3 2 2
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05)
SIMPULAN Hasil pengamatan pada pembuatan tempe kecambah kedelai (TKA) menunjukkan bahwa rendemen tempe yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan pada pembuatan tempe kedelai (TKB). Berdasarkan pengujian sensori metode rating hedonik dalam pemilihan formula serbuk minuman tempe, diperoleh formula A1C (TKA, proporsi tempe 1, penambahan perisa coklat) dan formula B1C (TKB, proporsi tempe 1, penambahan perisa coklat) sebagai formula terpilih untuk kemudian dilakukan karakterisasi produk. Hasil analisis proksimat menunjukkan produk serbuk minuman TKA memiliki kadar protein 29.52 %, kadar air 6.89 %, kadar lemak 15.20 %, kadar abu 0.36%, dan kadar karbohidrat 48.34%. Hasil analisis sifat fisikokimia produk TKA menunjukkan produk memiliki densitas kamba 0.4806 g/ml, daya pembasahan 0.2631 g/s, total padatan terlarut 3.10o brix, indeks penyerapan air 2.50, indeks kelarutan air 0.0170, dan laju pemisahan endapan 1.566 ml/menit. Produk TKA memiliki sifat fisikokimia yang relatif lebih baik dibandingkan produk TKB, kecuali pada laju pemisahan endapan. Berdasarkan hasil analisis
18
diketahui bahwa produk TKB memiliki daya pembasahan dan indeks penyerapan air yang lebih baik dibandingkan produk komersial SSG, SKH, dan TKD, namun densitas kamba, total padatan terlarut, dan indeks kelarutan air produk TKA lebih rendah dibandingkan ketiga produk komersial tersebut. Hasil uji rating hedonik menunjukkan produk TKA memiliki penerimaan terhadap warna antara netral dan disukai (3.43 dari 5), serta rasa dan aroma yang cenderung disukai (3.57 dari 5). Hasil uji ranking hedonik menunjukkan bahwa flavor pisang dan vanilla lebih cenderung lebih disukai pada produk TKA, meskipun uji statistik menunjukkan bahwa rataan peringkat antar produk tidak berbeda nyata (p<0.05).
SARAN 1. Karakter fisikokimia densitas kamba, total padatan terlarut, indeks penyerapan air, dan laju pemisahan endapan perlu ditingkatkan agar setara dengan produk komersial lainnya. 2. Penelitian lebih lanjut untuk mengkaji lebih jauh pengaruh konsumsi produk pada parameter biokimia yang berhubungan dengan kesehatan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah TC. 2008. Fortifikasi tepung ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) dan tepung ikan swangi (Priacanthus Tayenus) dalam pembuatan bubur bayi instan. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Andarwulan N, Hariyadi P. 2001. Optimasi produksi antioksidan pada proses perkecambahan biji-bijian dan divesifikasi produk pangan fungsional dari kecambah yang dihasilkan. Laporan Penelitian. Bogor (ID): IPB. Anggrahini S. 2007. Pengaruh lama pengecambahan terhadap kandungan alfatokoferol dan senyawa proksimat kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). J Agritech UGM. 27(4): 152-157. Anita S. 2009. Studi Sifat Fisiko-Kimia, Sifat Fungsional Karbohidrat, Dan Aktivitas Antioksidan Tepung Kecambah Kacang Komak (Lablab Purpureus (L.) Sweet). [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC (US): AOAC.
19
Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintari SH, Ichsani N. 2013. Karakter fisikokimia dan sifat fungsional tempe yang dihasilkan dari berbagai varietas kedelai. J Pangan 22(3): 209-286. Atwater WO, Woods CD. 1896. The chemical composition of American food materials. US Official Experiment Stations, Experiment Station Bulletin No. 28. Washington DC (US): USDA. Audu SS, Aremu MO. 2011. Effect of processing on chemical composition of red kidney bean (Phaseolus vulgaris L.) flour. Pak J N 10(11): 1069-1075. DOI: 10.3923/pjn.2011.1069.1075. Billah TM, Cakrabawa DN, Sabarella, Respati E, Hasanah L,Wahyuningsih S, Manurung M, Supriyati Y, Rinawati. 2013. Buletin Konsumsi Pangan Vol. 4(3). Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Cochran GW, Cox GM. 1957. Experimental Designs. New York (US): J Wiley. Dawood MG, Sadak M, Reyad BY, El-Sayed ASM, El- Gayar SH. 2013. Changes in chemical composition during germination of some canola varieties changes in oil content and fatty acid composition. J Sci Agri 2(3): 77-82. D’souza MR. 2013. Effect of traditional processing methods on nutritional quality of field bean. Adv Biores 4(3): 29-33. Enujiugha VN, Badejo AA, Iyiola SO, Oluwamukomi MO. 2003. Effect of germination on the nutritional and functional properties of African oil bean (Pentaclethra macrophylla Benth) seed flour. J Food Agr Environ 1:72-75. Sade FO. 2009. Proximate antinutritional factors and functional properties of processed pearl millet (Pennisetum glaucum). J. Food Technol 7(3):92-97. Ganjyal G, Hanna MA, Supprung P, Noomhorm, Jones D. Modelling selected properties of extruded rice flour and rice starch by neural network and statistic. J Cereal Chem 83(3): 223-227. DOI: 10.1094/CC-83-0223. Harland JI, Haffner TA. 2008. Systematic review, meta-analysis and regression of randomised controlled trial reporting an association between an intake of circa 25 g soya protein per day and blood cholesterol. J Atherosclerosis 200(1): 13-27. DOI: 10.1016/j.atherosclerosis.2008.04.006. Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1992. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta (ID): Andi. Kayembe NC. 2011. Germination as a processing technique for soybeans in small-scale broiler farming. [Tesis]. Pretoria (tZA): University of Pretoria. Khattak AB, Zeb A, Bibi N. 2008. Impact of germination time and type of illumination on carotenoid content, protein solubility and in vitro protein digestibility of chickpea (Cicer arietinum L.) sprouts. J Food Chem 109(4): 797-801. DOI: 10.1016/j.foodchem.2008.01.046.
20
Kayembe NC, Rensburg JV. 2013. Germination as a processing technique for soybeans in small-scale farming. S. Afr J Anim Sci 43(2): 167-173. Knott J, Shurson J. Goihl J. 2004. Variation in Particle Size and Bulk Density of Distiller’s Dried Grains with Solubles (DDGS) Produced by “New Generation” Ethanol Plants in Minnesota and South Dakota. [Kompas]. 2012. 5 Merek yang laris di dunia. [terhubung berkala]. http://www.kompas.com. Diakses pada 10 Feb 2015. Mahmud MK. 1987. Penggunaan makanan bayi formula tempe dalam diit bayi dan anak balita sebagai suatu upaya penangulangan masalah diare. [Disertasi]. Bogor (ID): IPB. Mostafa MM, Rahma EH. 1987. Chemical and nutritional changes in soybean during germination. J Food Biochem 23:257-275. DOI: 10.1111/j.13652621.1981.tb04864. Pertiwi SF, Amina S, Nurhidajah. 2013. Aktivitas antioksidan, karakteristik kimia, dan sifat organoleptik susu kecambah kedelai hitam (Glycine soja) berdasarkan variasi waktu perkecambahan. J Pangan & Gizi. 4(8): 1-6. Rusydi MR, Noraliza CW, Azrina A, Zulkhairi A. 2011. Nutritional changes in germinated legumes and rice varieties. Food Res Int J 18: 705-713. Setiyadi SL, Ezra AW, Gede PMS. 2013. Menentukan persamaan kecepatan pengendapan dalam sedimentasi. J Widya Teknik 12(2): 9-17. Singh KL, Sadhi NS, Sekhon KS. 2005. Physicoshemical, cooking and textural properties of miled rice from different Indian rice cultivars. J Food Chem 89: 253-259. DOI: 10.5539/jfr.v3n2p8. Suberbie F, Mendizabal D, Mendizabal C. 1981. Germination of soybeans and its modifying effects on the quality of full fat soy flour. J Am Oil Chem 58: 92. DOI: 10.1007/BF02582334. Suriani AI. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan berulang terhadap karakteristik fisik dan fungsional pati garut (Marantha arundinacea) termodifikasi. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Shah SA, Zeb A, Masood T, Nooren N, Abbas SJ, Sammiulah M, Alim MA, Muhammad A. 2011. Effect of sprouting time on biochemical and nutritional qualities of mungbean varieties. Afr J Agric Res 6(22): 5091-5098. DOI: 10.5897/AJAR11.594. Thoene JG, Talbert JL, Subramanian S, Oldell GB. 2006. Use of hand refraktometer in determining total serum protein of infants and children. J Pediatr 71(3): 413-417. DOI: 10.1016/S0022-3476(67)80304-4.
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis ragam rendemen tempe kedelai dan kecambah kedelai Independent Samples Test Levene's
t-test for Equality of Means
Test for Equality of Variances F
Sig.
t
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
Difference Difference
tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
1226 Equal
7259
variances
4940
assumed
9336
.000
-18.048
2
.003
-27.83500
1.54231 -34.47103
21.1989 7
.000
Rendemen Equal variances not assumed
-18.048
1.8 90
.004
-27.83500
1.54231 -34.85505
20.8149 5
22
Lampiran 2 Hasil uji rating hedonik produk TKK
23
24
Lampiran 3 Hasil uji rating hedonik produk TKB
25
26
Lampiran 4 Hasil uji rating hedonik perbandingan produk TKK dan TKB Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Aroma Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
21
31.023
50.448
.000
Panelis
4.191
13
.322
.524
.894
Sampel
8.227
7
1.175
1.911
.097
Error
21.523
35
.615
Total
673.000
56
Model
651.477
a. R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .949)
Dependent Variable: Rasa Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
21
19.769
30.291
.000
Panelis
30.586
13
2.353
3.605
.001
Sampel
6.158
7
.880
1.348
.258
Error
22.842
35
.653
Total
438.000
56
Model
415.158
a. R Squared = .948 (Adjusted R Squared = .917)
Dependent Variable: Warna Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
21
43.661
167.734
.000
Panelis
27.747
13
2.134
8.200
.000
Sampel
9.889
7
1.413
5.427
.000
Error
9.111
35
.260
Total
926.000
56
Model
916.889
a. R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .984)
27
Warna Duncan Formula produk
N
Subset 1
2
3
B2C
7
3.29
A1C
7
3.43
3.43
A2C
7
3.86
3.86
3.86
B1C
7
4.00
4.00
A2P
7
4.00
4.00
A1P
7
4.29
B1P
7
4.43
B2P
7
4.43
Sig.
.054
.062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .260. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000. b. Alpha = 0.05.
.072
28
Lampiran 5 Analisis ragam densitas kamba ANOVA Densitas Kamba Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.177
4
.044
Within Groups
.003
15
.000
Total
.180
19
F
Sig.
262.140
.000
Densitas Kamba Duncan Produk
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
TKB
6
SKH
4
.472575
TKA
4
.480525
TKD
2
SSG
4
4
.440050
Sig.
.600000 .686350 1.000
.429
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.529. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
29
Lampiran 6 Analisis ragam daya pembasahan ANOVA Daya Pembasahan Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.162
4
.041
Within Groups
.005
11
.000
Total
.167
15
F
Sig.
86.476
.000
Daya Pembasahan Duncan Produk
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
SSG
2
.008500
TKD
2
.034850
SKH
4
TKB
4
TKA
4
Sig.
3
4
.034850 .052250 .200425 .263025
.174
.357
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.857. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
30
Lampiran 7 Analisis ragam Total Padatan Terlarut (TPT) ANOVA Total Padatan Terlarut Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
271.520
4
67.880
.460
25
.018
271.980
29
F
Sig.
3689.130
.000
Total Padatan Terlarut Duncan Produk
N
Subset for alpha = 0.05 1
TKB
6
TKA
6
SKH
6
SSG
6
TKD
6
Sig.
3
4
5
2.4000 3.0667 6.3000 8.6667 10.0667 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
2
1.000
1.000
1.000
1.000
31
Lampiran 8 Analisis ragam indeks penyerapan air (IPA) ANOVA Indeks Penyerapan Air Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
11.745
4
2.936
.006
9
.001
11.751
13
F
Sig.
4452.803
.000
Indeks Penyerapan Air Duncan Produk
N
Subset for alpha = 0.05 1
TKD
2
SSG
2
TKB
4
TKA
4
SKH
2
Sig.
2
3
4
5
.5309 .7302 2.3350 2.5150 3.1614 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.500. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
32
Lampiran 9 Analisis ragam indeks kelarutan air (IKA) ANOVA Indeks Kelarutan Air Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.008
4
.002
Within Groups
.000
9
.000
Total
.008
13
F
Sig.
2296.078
.000
Indeks Kelarutan Air Duncan Produk
N
Subset for alpha = 0.05 1
TKB
4
TKA
4
SKH
2
TKD
2
SSG
2
2
3
4
5
.013675
Sig.
.016900 .040500 .068700 .072100 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.500. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
33
Lampiran 10 Analisis ragam kadar proksimat Group Statistics Produk
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
TKA
2
6.9350
.06364
.04500
TKB
2
6.5750
.03536
.02500
TKA
2
29.5150
.13435
.09500
TKB
2
29.0600
.04243
.03000
TKA
2
15.2000
.04243
.03000
TKB
2
18.2150
.04950
.03500
TKA
2
.3650
.00707
.00500
TKB
2
.5700
.08485
.06000
TKA
2
47.9850
.16263
.11500
TKB
2
45.5800
.21213
.15000
TKA
2
156.400
.1414
.1000
TKB
2
161.850
.0707
.0500
Kadar Air
Kadar Protein
Kadar Lemak Kadar Abu
Kadar Karbohidrat Total Energi
Independent Samples Test Levene's Test for
t-test for Equality of Means
Equality of Variances F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Equal variances assumed Kadar Air
89554558
.000
Kadar Abu Equal variances not assumed
6.993
2
.020
.36000
.05148
.13851
.58149
6.993
1.564
.036
.36000
.05148
.06731
.65269
-3.405
2
.076
-.20500
.06021
-.46405
.05405
-3.405
1.014
.179
-.20500
.06021
-.94569
.53569
.000
not assumed
assumed
Upper
26126508
Equal variances
Equal variances
Lower
17924891 94254552
.000
2.000
34
Levene's Test for
t-test for Equality of Means
Equality of Variances F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Equal variances Kadar
assumed
Protein
Equal variances
.
.
not assumed Equal variances Kadar Lemak
assumed
19225728
.000
assumed
Karbohidrat
Equal variances
.
.
not assumed Equal variances assumed Total Energi Equal variances not assumed
2
.045
.45500
.09962
.02635
.88365
4.567
1.197
.106
.45500
.09962
-.41004
1.32004
-65.405
2
.000
-3.01500
.04610
-3.21334
-2.81666
-65.405
1.954
.000
-3.01500
.04610
-3.21786
-2.81214
12.724
2
.006
2.40500
.18901
1.59175
3.21825
12.724
1.874
.008
2.40500
.18901
1.53690
3.27310
-48.746
2
.000
-5.4500
.1118
-5.9311
-4.9689
-48.746
1.471
.002
-5.4500
.1118
-6.1419
-4.7581
.800
not assumed
Kadar
4.567
15688925
Equal variances
Equal variances
Upper
24020175 39607888
.000
.500
35
Lampiran 11 Uji organoleptik ranking hedonik produk TKB dengan variasi flavor Ranks Mean Rank Cokelat
2.67
Kopi
2.73
Pisang
2.29
Vanila
2.31
Test Statistics N
70
Chi-Square df
6.806 3
Asymp. Sig. a.
a
Friedman Test
.078
36
Lampiran 12 Kuisoner Uji organoleptik UJI RANGKING HEDONIK PRODUK MINUMAN TEMPE Nama : Tanggal: 21 April 2015 Petunjuk: Dihadapan anda terdapat 4 sampel minuman tempe. Anda diminta untuk membandingkan sampel secara keseluruhan mulai dari penampakan, aroma, dan rasa. Cicipi masing-masing sampel berurutan dari paling kiri ke kanan, kemudian berilah penilaian dengan mengurutkan dari yang paling anda sukai (tulis angka 1 pada kolom rangking) hingga yang paling sedikit anda sukai (tulis angka 4 pada kolom rangking). Anda diperbolehkan mencicip ulang sampel sebelum memberi penilaian. Kode sampel
Ranking
Komentar: UJI RATING HEDONIK PRODUK MINUMAN TEMPE Nama : Tanggal: 13 Maret 2015 Petunjuk: Dihadapan anda terdapat 4 sampel minuman tempe. Anda diminta untuk menilai sampel untuk setiap atribut meliputi warna, aroma, dan rasa. Aduk terlebih dahulu sampel, kemudian amati dan cicipi masing-masing sampel berurutan dari paling kiri ke kanan, kemudian berilah penilaian dengan menuliskan skor produk pada kolom, yaitu: 1: sangat tidak suka 4: suka 2: tidak suka 5: sangat suka 3: netral Jangan membadingkan antar sampel. Kode sampel Warna
Komentar:
Ranking Aroma
Rasa
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Liwa, Lampung Barat, pada tanggal 26 April 1993. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dalam keluarga Bapak Jack Sirait dan Ibu Terelina Sianturi. Jenjang pendidikan formal telah dilalui oleh penulis adalah SD Negeri 3 Liwa dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Liwa dan lulus pada tahun 2008 dan masuk ke SMA Negeri 1 Liwa serta lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan antara lain Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) 2012 dan 2013, BAUR-ACCES 2013, Workshop DSDC IFT 2013, Ziarah Rohani 2012 dan 2013, dan MATA 2012. Selama masa kuliah, penulis menerima beasiswa BIDIKMISI dari Dikti. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KeMaKI). Prestasi yang telah dicapai oleh penulis antara lain telah memenangkan beberapa kompetisi menyanyi cabang seriosa dan keroncong baik di tingkat nasional, maupun regional seperti Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) XII tahun 2014, Pekan Seni Mahasiswa Daerah (PEKSIMIDA) DKI Jakarta tahun 2014, serta IPB Art Contest (IAC) tahun 2013, 2014 dan 2015. Penulis juga pernah memenangkan kompetisi bidang seni lainnya seperti seni lukis dan komik strip. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan kebudayaan dan seni, serta menjadi penampil di tingkat lokal dan nasional. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penyusunan skripsi dengan judul “Karakterisasi Serbuk Minuman Berbasis Tempe” dibawah bimbingan bapak Dr. Ir. Budi Nurtama, MAgr dan Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.