KARAKTERISASI GENOTIPE OKRA MERAH DAN OKRA HIJAU HASIL INDUKSI MUTASI
PIPIT WERDHIWATI A24120002
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Genotipe Okra Merah dan Okra Hijau Hasil Induksi Mutasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016
Pipit Werdhiwati NIM A24120002
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
4
ABSTRAK PIPIT WERDHIWATI. Karakterisasi Genotipe Okra Merah dan Okra Hijau Hasil Induksi Mutasi. Dibimbing oleh SURJONO HADI SUTJAHJO dan SITI MARWIYAH. Okra merupakan salah satu tanaman yang mempunyai fungsi sebagai obat diabetes mellitus. Okra perlu dibudidayakan secara intensif dan perlu diperkenalkan lebih lanjut kepada masyarakat. Perakitan varietas unggul dapat dilaksanakan jika tersedia tetua yang juga memiliki sifat unggul. Sifat unggul yang diinginkan dari tanaman dapat diketahui dengan cara melakukan karakterisasi pada beberapa genotipe yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan dan keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif dari genotipe okra merah dan okra hijau hasil induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma. Kegiatan penanaman di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, sedangkan pengamatan dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari sampai Mei 2016. Genotipe yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 genotipe okra yaitu okra merah dan hijau. Karakterisasi dilakukan dengan membandingkan karakter kualitatif dan kuantatif antara genotipe M1 dan M0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sinar gamma menyebabkan adanya keragaman pada keragaan genotipe, baik pada karakter kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat satu karakter kualitatif genotipe hijau generasi M1 yang memiliki keragaan bentuk daun berbeda dibandingkan M0 nya, yaitu tanaman M1 memiliki bentuk daun medium sedangkan tanaman M0 deep. Terdapat beberapa karakter kuantitatif generasi M1 yang memiliki umur berbunga, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah buku, panjang petiol, jumlah buah, dan bobot buah berbeda dengan generasi M0 nya. Kata kunci: keragaman, kualtatif, kuantitatif, sinar gamma
ABSTRACT PIPIT WERDHIWATI. Characterization of Red and Green Okra Genotypes Induced by Mutation. Supervised by SURJONO HADI SUTJAHJO and SITI MARWIYAH. Okra is a kind of plant that has a function as anti diabetic mellitus. Okra need to be cultured intensively and to be introduced to people. Superior varieties can be implemented if available superior parents. Superior traits of the plant can be determined by characterization. The aim of this research is to learn the qualitative and quantitative morphology and variety character from the red and green okra genotypes induced by mutation using gamma ray irradiation. The planting was done in Leuwikopo Teaching Farm, Ministry of Agronomy and Horticulture, while the observation was done in Laboratory of Plant Breeding Ministry of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University from February until May 2016. There are two genotype that are used in this research, those are red and green okra. The characterization was done by comparing qualitative and quantitative characters between M1 and M0 genotypes. The result
6
of this research showed that the treatment of gamma ray irradiation cause appearance variation morphology of qualititave and quantitative characters. There is one qualitative character of green genotype from M1 generation that has different leaves morphology rather than M0, that M1 plants have medium leaf shape while M0 have deep leaf shape. There are some quantitative character from M1 generation that have flowering age, high of plant, diameter of trunk, number of node, length of petiol, number of fruit, and weight of fruit which are different from M0. Keywords: gamma ray, qualitative, quantitative, variation
8
KARAKTERISASI GENOTIPE OKRA MERAH DAN OKRA HIJAU HASIL INDUKSI MUTASI
PIPIT WERDHIWATI A24120002
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
i
i
ii
iii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taβala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai Juni 2016 ini adalah pemuliaan tanaman dengan judul Karakterisai Genotipe Okra Merah dan Okra Hijau Hasil Induksi Mutasi. Skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk menuntaskan studi pada Program Sarjana, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rasa bangga penulis sampaikan kepada Bapak Nurdin Sarkowi dan Ibu Binti Rahma sebagai orangtua yang telah memberikan motivasi dan doa. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. dan Ibu Siti Marwiyah, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi serta Ibu Dr. Desta Wirnas, S.P., M.Si. sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik, saran, dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada saudara kembar Puput Werdhiwati, adik Mega Livia Hendrawati, mas Aulia Bahadhori Mukti yang telah membantu dari awal sampai akhir penelitian, dan seluruh rekan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan proposal ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia maupun dunia. Bogor, Juli 2016
Pipit Werdhiwati
iv
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Agroekologi Tanaman Okra Pemuliaan Tanaman Okra METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Percobaan Prosedur Percobaan Pengamatan Percobaan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kualitatif Sifat Kuantitatif KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii viii 1 1 2 2 2 2 3 4 4 4 5 5 6 8 9 11 18 24 24 25 25 29 32
vi
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Warna batang, daun, tulang daun, dan petiol serta bentuk daun Tabel 2. Keragaan karakter warna buah panen konsumsi, bentuk ujung buah, bentuk pangkal buah, dan bentuk permukaan buah Tabel 3. Umur berbunga tanaman okra hasil irradiasi dan tetua Tabel 4. Rataan dan koefisien keragaman tinggi tanaman dan diameter batang Tabel 5. Rataan dan koefisien keragaman jumlah buku dan jumlah daun Tabel 6. Rataan dan koefisien keragaman panjang petiol dan diameter petiol Tabel 7. Rataan dan koefisien keragaman karakter jumlah buah dan jumlah lokul Tabel 8. Rataan dan koefisien keragaman pada bobot, panjang, serta diameter buah Tabel 9. Bobot buah total per tanaman
12 15 19 20 21 22 23 23 24
DAFTAR GAMBAR Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. Bentuk lekukan daun okra 2. Bentuk ujung buah okra 3. Bentuk pangkal buah okra 4. Bentuk permukaan buah okra 5. Pertumbuhan tanaman okra di persemaian 6. Kondisi tanaman okra pada 7 MST 7. Hama pada tanaman okra 8. Tanaman M1 genotipe merah dan hijau yang mengalami varigata 9. Perbandingan keragaan bentuk daun tanaman okra hasil iradiasi dan tetua Gambar 10. Macam bentuk malformasi daun pada tanaman M1 okra merah dan hijau Gambar 11. Bunga tanaman okra Gambar 12. Bentuk bunga dan serangga polinator pada tanaman okra Gambar 13. Bentuk ujung buah okra generasi M0 dan M1 Gambar 14. Bentuk pangkal buah okra generasi M0 dan M1 Gambar 15. Bentuk buah tanaman okra generasi M1 dan tetua Gambar 16. Bentuk permukaan dan jumlah lokul buah okra generasi M0 dan M1 pada kedua genotipe okra Gambar 17. Tanaman generasi M1 genotipe okra merah yang tidak menghasilkan bunga Gambar 18. Tanaman M1 okra yang mengalami kekerdilan
7 7 7 8 10 10 11 12 13 14 14 15 16 16 17 18 19 20
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta lahan penelitian okra Lampiran 2. Data iklim Dramaga
31 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang saat ini menjadi primadona di kalangan masyarakat adalah komoditas yang mempunyai manfaat lebih bagi kesehatan. Masyarakat Indonesia banyak menggunakan terapi herbal sebagai alternatif pencegahan atau bahkan penyembuhan penyakit. Penyakit yang telah banyak dialami oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia adalah diabetes mellitus (DM). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan bahasan Perkeni (2011) WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Salah satu tanaman yang mempunyai fungsi sebagai obat DM adalah okra. Berdasarkan pernyataan Dharsan (1975) okra merupakan tanaman asli Afrika, termasuk Ethiopia, Eritrea, dan Sudan. Menurut Yudo (1991) Okra mulai masuk dan ditanam di Indonesia pada tahun 1877 di Kalimantan Barat dan telah dibudidayakan oleh petani Tionghoa sebagai sayuran. Menurut Indah (2011) dan Uray et al. (2015) tanaman okra dapat menurunkan kadar gula darah dan bersifat hipoglikemik. Berdasarkan pernyataan Nilesh et al. (2012) okra mengandung serat khusus yang membantu menstabilkan gula darah dengan membatasi tingkat penyerapan gula di saluran usus serta menurut Khatun et al. (2010) okra dapat menstabilkan gula darah dengan mengurangi difusi glukosa. Tanaman ini perlu dibudidayakan dan diperkenalkan agar masyarakat dapat memperoleh manfaat dari tanaman ini. Tanaman okra sampai saat ini belum dikenal dengan baik secara luas oleh masyarakat. Saat ini ketersediaan okra di Indonesia masih terbatas dan perlu ditingkatkan produksinya. Kegiatan budidaya tanaman okra dapat memberikan hasil yang lebih baik jika mengetahui cara budidaya yang tepat dan menanam varietas dengan karakter unggul. Perakitan varietas unggul dapat dilaksanakan jika tersedia tetua yang juga memiliki sifat unggul, baik sifat kualitatif maupun kuantitatif. Sifat unggul yang diinginkan dari tanaman dapat diketahui dengan cara melakukan karakterisasi pada beberapa genotipe yang telah ada. Berhubung di Indonesia hanya tersedia dua genotipe okra yaitu okra merah dan hijau maka perlu dilakukan upaya peningkatan keragaman genetik. Menurut Sutjahjo et al. (2015) keragaman genetik merupakan syarat mutlak dalam keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman. Keragaman genetik yang tinggi dapat dijadikan sebagai bahan dasar seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Salah satu teknik untuk mendapatkan keragaman genetik adalah dengan teknik induksi mutasi yaitu iradiasi sinar gamma. Menurut Pardal (2014) keuntungan menggunaan sinar gamma adalah dosis yang digunakan lebih akurat dan penetrasi penyinaran ke dalam sel bersifat homogen. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada tanaman okra. Iradiasi sinar gamma dapat dilakukan terhadap benih tanaman okra, sehingga diharapkan akan menghasilkan keragaman genetik sebagai
2
bahan seleksi untuk mendapatkan okra dengan karakter yang lebih unggul dan berproduksi tinggi.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan dan keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif dari dua genotipe okra hasil induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma.
Hipotesis 1. Terdapat perbedaan keragaan antara genotipe tetua dan populasi M1 okra. 2. Terdapat keragaman antar individu dalam populasi M1 okra.
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Agroekologi Tanaman Okra Menurut Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India (2011), klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) bangsa : Malvaves anak kelas : Malvaceae (suku kapas-kapasan) genus : Abelmoschus spesies : Abelmoschus esculentus (L.) Moench sinonim : okra, kacang bindi (India), Ladyβs finger (Inggris) Okra merupakan tanaman multiguna karena banyak bagian yang dapat dimanfaatkan dari daun segar, tunas, bunga, polong, batang sampai biji. Buah okra yang belum matang dikonsumsi sebagai sayuran, dapat digunakan untuk salad, sup dan minuman, dimakan segar atau kering, digoreng atau direbus. Okra memiliki lendir yang dapat diaplikasikan sebagai obat, yaitu digunakan sebagai penggantian plasma atau volume darah expander. Biji okra merupakan sumber potensi minyak dengan konsentrasi yang bervariasi dari 20% sampai 40%, yang terdiri dari asam linoleat hingga 47,4% yaitu sebuah asam lemak esensial tak jenuh ganda untuk nutrisi manusia (Habtamu et al., 2014). Menurut Tyasningsiwi (2014) tanaman okra mempunyai tinggi tanaman 14 m. Buah tanaman okra panjang, biasanya membentuk persegi lima dengan ujung runcing. Batang tanaman okra mirip tanaman tembakau, tetapi ukuran daunnya lebih kecil. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman okra adalah buah muda, setiap 100 g buah muda terkandung 90 g air, 2 gprotein, 7 g karbohidrat, 1 g serat, 70-90 mg kalsium dengan total energi sebesar 145 kJ.
3
Okra tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Okra tumbuh baik pada tanah lempung berpasir dengan drainase yang baik. Tingkat kemasaman tanah (pH) optimum yang mendukung pertumbuhan okra berkisar antara 5.5 sampai 6.5. Dosis pupuk kandang yang baik adalah 10-15 ton ha-1 dan perbandingan kebutuhan pupuk NPK adalah 5-10-5 (Dharsan, 1975). Menurut Rodiah dan Abu (1998) tanaman okra dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-800 mdpl pada daerah dengan suhu diatas 20oC. Suhu paling baik untuk penanaman okra berkisar antara 28-30oC. Tanaman okra tahan terhadap kekeringan dan naungan, tetapi tidak tahan genangan air. Okra sangat baik ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 1.700β3.000 mm tahun-1. Berdasarkan Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India (2011) bunga okra mempunyai diameter 4-8 cm dengan 5 mahkota berwarna kuning. Pangkal petal berwarna merah atau ungu dan bunga hanya mempunyai self-life satu hari. Inisiasi pembungaan dipengaruhi oleh genotipe dan faktor iklim seperti suhu dan kelembaban. Bunga muncul pada ketiak daun. Kuncup bunga mulai muncul pada 22-26 HST dan bunga pertama membuka sempurna pada 41-48 HST, kemudian bunga terus muncul selama 40-60 hari. Bunga mekar sempurna antara pukul 6 s/d 10 pagi. Pollen viable satu jam sebelum dan satu jam setelah antesis. Stigma paling reseptif saat antesis (90-100%). Okra memiliki bunga sempurna dan menyerbuk silang. Bunga okra hanya membuka sekali di pagi hari, setelah terjadi penyerbukan kelopak dan mahkota bunga gugur. Tanaman okra terus berbunga dan berbuah untuk waktu yang tidak terbatas, tergantung pada varietas, musim, kesuburan tanah, dan air. Tanaman okra termasuk tanaman dengan tipe pertumbuhan indeterminate. Tanaman okra memiliki akar tunggang yang dalam. Batang tanaman okra semi berkayu dan berwarna hijau atau hijau kemerahan. Daun muncul secara berseling, berbentuk hati, dan biasanya mempunyai lima lekukan daun. Buah okra berbentuk kerucut kapsul panjang, terdiri atas 5 lokul (Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India, 2011).
Pemuliaan Tanaman Okra Menurut Langenheim dan Thimann (1992) karakterisasi adalah suatu kegiatan untuk mengidentifikasi tanaman berdasarkan karakter-karakter yang dimiliki tanaman. Tidak ada individu yang memiliki sifat-sifat yang sama secara detail. Hal yang dilakukan setelah karakterisasi adalah pengkategorian atau klasifikasi berdasarkan kesamaan sifat. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui plasma nutfah yang berguna untuk dikembangkan oleh para pemulia tanaman. Pemuliaan mutasi pada okra telah dilakukan oleh Norfadzrin et al.(2007), Manju dan Gopimony (2009), Phadvibulya et al.(2009), Hegazi dan Hamideldin (2010), serta Muralidharan dan Rajendran (2013), melalui mutasi dengan irradiasi sinar gamma menggunakan dosis sinar gamma yang berbeda. Tujuan pemuliaan mutasi pada okra adalah untuk memproduksi varietas berproduksi tinggi dan tahan penyakit kuning.
4
Mishra et al. (2007) telah menemukan beberapa keuntungan dari mutan okra hasil radiasi, seperti peningkatan jumlah buah per tanaman, panjang buah, dan hasil buah per tanaman. Efek dosis irradiasi sinar gamma yang beragam pada okra berguna untuk mengevaluasi kemungkinan perubahan keturunan baru tentang peningkatan hasil komponen serta kualitas. Menurut Ullah et al. (2014) terdapat pengaruh yang sangat signifikan terhadap jumlah polong per tanaman dan biji per tanaman pada interaksi antara dosis sinar gamma dan jenis varietas. Nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah polong per tanaman tercapai pada dosis sinar gamma 15 krad (150 gy) dan 20 krad (200 gy) untuk dua verietas yang berbeda. Menurut Arulbalachandran et al. (2010) dari berbagai dosis sinar gamma, dosis 60 krad (600 gy) memberikan pengaruh positif terhadap jumlah polong per tanaman sedangkan menurut Sophia et al. (2001) dari berbagai dosis sinar gamma, dosis 20 krad (200 gy) memberikan pengaruh positif terhadap jumlah buah per tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Pushparajan et al. (2014) paparan sinar gamma 400 gy ditemukan dapat meningkatkan karakter superior tanaman okra termasuk resistensi terhadap penyakit kuning dan nilai LD50 ditetapkan pada paparan 500gy.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan iradiasi sinar gamma pada 2 genotipe okra dalam penelitian ini dilaksanakan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Kegiatan penanaman dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, sedangkan pengamatan dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Lokasi lahan penelitian terletak pada ketinggain 197 m dpl (Lampiran 1). Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2016.
Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 genotipe okra yaitu okra merah dan okra hijau koleksi Indonesia Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB). Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dengan dosis 15 ton ha-1, pupuk N 100 kg ha-1, P2O5 200 kg ha-1 dan K2O 100 kg ha-1. Pestisida yang digunakan adalah carbofuran 3G dan Obamectin. Alat yang digunakan adalah alat pertanian pada umumnya, penggaris, meteran, timbangan analitik, jangka sorong dan munshell colour chart.
5
Rancangan Percobaan Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu genotipe okra merah dan hijau generasi M1 dan M0. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 33 tanaman kecuali tanaman M0 terdiri atas 20 tanaman. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) model ranncangan yang digunakan adalah: πππ = Β΅ + ππ + π½π + πππ Keterangan: πππ = Respon pengamatan tanaman genotipe ke-i dan ulangan ke-j Β΅ = Nilai tengah populasi ππ = Pengaruh genotipe ke-i (i = 1,2,3,4) π½π = Pengaruh ulangan ke-j (j = 1,2,3) πππ = Pengaruh galat percobaan genotipe ke-i dan ulangan ke-j
Prosedur Percobaan Iradiasi Penelitian ini diawali dengan melakukan iradiasi sinar gamma terhadap benih okra di BATAN. Benih okra dimasukkan ke dalam kantong plastik per genotipe. Benih diiradiasi dengan sinar gamma dengan dosis 495 Gy. Semua benih dibawa ke BATAN termasuk benih kontrol. Hal ini bertujuan agar tidak ada pengaruh lain dari percobaan selain akibat iradiasi sinar gamma. Penyemaian Benih yang sudah diiradiasi segera disemai sampai terbentuk 2 daun sempurna yaitu selama 2 minggu. Media semai yang digunakan adalah media yang gembur dan diaplikasikan carbofuran 3G. Benih yang tumbuh kemudian dipindah tanam untuk mengetahui keragaman morfologi tanaman okra. Penanaman di Lapang Lahan dibuat bedengan ukuran 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 50 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 100 cm x 50 cm. Penanaman dilakukan dengan menanam satu bibit per lubang tanam. Bedengan tempat penanaman sebelumnya telah dicampur dengan pupuk kandang. Pindah tanam bibit dilakukan pada pagi hari. Pemupukan Tanaman dipupuk secara bertahap, yaitu setengah dosis diaplikasikan pada 3 minggu setelah tanam (MST) dan setengah dosis diaplikasikan pada 5 MST. Dosis pupuk yang digunakan dalam penanaman adalah 220 kg urea ha-1, 275 kg SP36 ha-1, dan 165 kg KCl ha-1. Pupuk diaplikasikan dengan cara dibenamkan di samping tanaman dengan jarak 15 cm dari tanaman.
6
Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi kegiatan penyiraman, pengendalian hama dan penyakit tanaman di lapangan serta kegiatan sanitasi. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan jika diperlukan dengan penyemprotan pestisida. Penyiraman dilakukan sesuai kondisi lahan dan kegiatan sanitasi seperti penyiangan dilakukan sesuai kondisi lapangan. Pemanenan Pemanenan dilakukan setiap hari dan biasanya telah dapat dilakukan setelah tanaman berumur sekitar 40-45 hari setelah tanam (HST). Kriteria buah okra yang dapat dipanen untuk konsumsi adalah buah okra yang masih muda, yaitu buah dengan panjang antara 3-4 inchi atau 7,5-10 cm (Dharsan, 1975). Pemanenan dilakukan mulai dari buku pertama, dan naik ke buku diatasnya pada pemanenan selanjutnya. Pemanenan dilakukan sampai akhir masa produktif tanaman, yaitu masa berbuah adalah 82 hari setelah panen pertama.
Pengamatan Percobaan Peubah kuantitatif yang diamati meliputi: 1. Tinggi tanaman (cm), diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh dan dilaksanakan pada saat akhir pengamatan. 2. Jumlah daun, dihitung jumlah daun yang terbentuk sampai akhir pengamatan. 3. Panjang petiol (cm), diukur mulai dari pangkal petiol (dekat batang) sampai pangkal daun dan dilakukan pada petiol terpanjang. 4. Diameter petiol (cm), rata-rata diameter petiol diukur pada bagian tengah petiol dengan jangka sorong dan dilakukan pada petiol terpanjang. 5. Jumlah buku, dihitung mulai dari buku pertama dekat permukaan tanah sampai buku paling atas dan dilaksanakan pada saat akhir pengamatan. 6. Diameter batang (cm), diukur pada bagian tengah batang dengan jangka sorong dan dilaksanakan pada saat akhir pengamatan. 7. Umur awal berbunga (HST), pada populasi tetua dihitung setelah 50% populasi berbunga sedangkan pada populasi M1 dilakukan pada tiap individu saat bunga telah mekar sempurna. 8. Jumlah buah, dihitung sejak panen pertama hingga panen terakhir pada satu tanaman. 9. Bobot buah (g), rata-rata bobot 5 buah pada satu tanaman. 10. Panjang buah (cm), rata-rata panjang 5 buah dihitung dari pangkal buah sampai ujung buah pada satu tanaman. 11. Diameter buah pada panen kedua (cm), rata-rata diameter 5 buah diukur pada bagian tengah buah. 12. Jumlah lekukan buah, dihitung dengan membelah buah secara horizontal dan menghitung jumlah lekukan.
7
Peubah kualitatif yang diamati meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Warna hipokotil Warna batang Warna daun Warna tulang daun Warna petiol Warna bunga Warna buah siap konsumsi Pengamatan warna pada karakter-karakter kualitatif akan diamati menggunakan munsell color chart. 8. Bentuk lekukan daun, diukur dengan sistem skor shallow, medium, dan deep.
3 5 7 shallow medium deep Gambar 1. Bentuk lekukan daun okra 9. Bentuk ujung buah, dengan sistem skor narrow acute, acute, dan broad acute.
1 2 3 narrow acute broad acute acute Gambar 2. Bentuk ujung buah okra 10. Bentuk pangkal buah, diukur dengan sistem skor absent, weakly expressed, dan strongly expressed.
1 2 3 absent or weakly strongly very weakly expressed expressed expressed Gambar 3. Bentuk pangkal buah okra
8
11. Bentuk permukaan buah, diukur dengan sistem skor concave, flat, dan convex
3 5 7 concave flat convex Gambar 4. Bentuk permukaan buah okra Pengamatan karakter okra berpedoman pada panduan pengujian okra international union for the protection of new varieties of plants (UPOV, 1999).
Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh akan dianalisis menggunakan program MS Excel 2013 dan Minitab 16, meliputi: 1. Pendugaan nilai tengah Pendugaan titik bagi nilai tengah populasi ΞΌ adalah statistik π₯Μ
, jadi nilai tengah contoh π₯Μ
, akan digunakan sebagai nilai dugaan titik bagi nilai tengah populasi ΞΌ (Walpole, 1988). Rumus nilai tengah populasi ΞΌ: π
π = β ππ π(π₯) i=1
Keterangan: Β΅ = nilai tengah populasi Xi = nilai pengamatan π(π₯) = frekuensi data ke-x 2. Koefisien keragaman Variasi genetik ditentukan berdasarkan pada koefisien keragaman (KK) (Singh dan Caudhari, 1997). Rumus statistik KK: KK =
π π₯Μ
x 100
Keterangan: Ο = simpangan baku π₯Μ
= rata-rata nilai sifat Pendugaan simpangan baku dihitung pada populasi tanaman pada setiap genotipe, dengan menggunakan rumus statistik Ο (Walpole, 1988). Rumus simpangan baku:
9
Ο=β
2 βπ π=1(ππβπ )
π
Keterangan: Ο = simpangan baku Xi = nilai tengah genotipe ke-i ΞΌ = nilai tengah populasi N = jumlah populasi 3. Uji t-student dengan taraf nyata 5% dilakukan untuk membandingkan tetua dan populasi M1 setiap genotipe
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor (Lampiran 2) diketahui bahwa curah hujan rata-rata pada bulan Februari 610,0 mm, Maret 644,0 mm, April 558,2 mm, dan Mei 131,8 mm. Pada bulan yang sama, suhu rata-rata di lokasi penelitian adalah 25,7-26,7 oC. Menurut hasil survey lapangan (Lampiran 1), Kebun Percobaan Leuwikopo berada pada ketinggian 197 mdpl. Informasi tersebut menunjukkan ketinggian tempat dan suhu rata-rata memenuhi syarat yang dibutuhkan tanaman okra, namun curah hujan mengalami angka yang berlebih sehingga menyebabkan kelopak dan mahkota bunga tidak dapat lepas dengan sempurna sehingga ujung buah melengkung. Menurut Rodiah dan Abu (1998) tanaman okra dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-800 mdpl pada daerah dengan suhu diatas 20oC. Suhu paling baik untuk penanaman okra berkisar antara 28-30oC. Okra sangat baik ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 1.700β 3.000 mm tahun-1. Persemaian tanaman okra tumbuh dengan baik tanpa adanya gangguan OPT (Gambar 5). Daya berkecambah generasi M0 tidak menunjukkan angka yang tinggi, hal ini diduga karena kondisi benih sudah lama disimpan. Generasi M1 memiliki DB yang lebih rendah dibanding generasi M0. Genotipe mutasi memiliki daya berkecambah (DB) yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe M0. Genotipe okra merah M1 memiliki DB sebesar 72,43% sedangkan M0 memiliki DB sebesar 86,40%. Genotipe okra hijau juga mengalami hal demikian, generasi M1 memiliki DB 54,48% sedangkan generasi M0 memiliki DB 64,81%. Selain pengaruh kondisi benih hal ini diduga karena efek sinar gamma mengakibatkan gangguan pada aktivasi RNA dan sintesis protein pada tahap awal pertumbuhan (Abdel-Hady et al., 2008). Penyulaman tidak dapat dilakukan, karena jumlah bibit terbatas, sehingga jumlah tanaman antar genotipe tidak sama. Jumlah bibit M1 yang tumbuh dalam persemaian berbeda pada setiap genotipe. Genotipe hijau memiliki jumlah bibit lebih sedikit dibanding genotipe merah saat pindah tanam. Jumlah tanaman hidup setelah berumur 2 MST cukup
10
rendah. Okra merah generasi M0 memiliki persentase daya tumbuh tertinggi yaitu 91,67% dan okra hijau generasi M1 memiliki persentase daya tumbuhn terendah yaitu 21,67%. Secara umum persentase daya tumbuh generasi M1 di lapang lebih rendah dibandingkan dengan generasi M0.
(a)
(b)
(a) Bibit okra pada umur 1 MST (b) Bibit okra pada umur 2 MST
Gambar 5. Pertumbuhan tanaman okra di persemaian Secara umum tanaman okra tumbuh subur dan berproduksi dengan baik serta tidak menunjukkan respon negatif akibat serangan hama (Gambar 6). Tanaman okra banyak diserang beberapa jenis hama yang mengakibatkan kerusakan pada daun dan buah (Gambar 7). Kerusakan pada daun disebabkan oleh belalang, sedangkan kerusakan pada buah disebabkan oleh ulat jengkal. Beberapa buah okra yang dipertahankan untuk produksi benih mengalami kerusakan bagian luar akibat serangan ulat jengkal, namun serangan tidak terjadi secara luas.
Gambar 6. Kondisi tanaman okra pada 7 MST
11
(a)
(b)
(c)
(d)
(a) Belalang kayu (Valanga nigricornis) (b) Belalang coklat (Sub-famili Catantopinae) (c) Belalang hijau (Oxya sp.) (d) Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites)
Gambar 7. Hama pada tanaman okra
Sifat Kualitatif Sifat Kualitatif pada Beberapa Karakter Pertumbuhan Sifat kualitatif pertumbuhan yang diamati terdiri atas warna hipokotil, warna batang, warna daun, warna tulang daun, warna petiol, warna bunga, dan bentuk daun pada tanaman M0 dan M1. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan karakter-karakter tersebut pada tanaman M1. Seluruh genotipe okra M1 baik genotipe merah dan hijau memiliki warna hipokotil yang sama dengan genotipe okra pada generasi M0. Seluruh populasi tersebut memiliki hipokotil berwarna hijau muda. Warna batang Secara umum warna batang tanaman M1 tidak mengalami perbedaan warna dibandingkan tanaman M0. Tanaman genotipe merah mempunyai warna batang merah baik pada populasi M1 maupun M0. Tanaman genotipe hijau memiliki warna batang hijau baik pada populasi M1 maupun M0 (Tabel 1).
12
Tabel 1. Warna batang, daun, tulang daun, dan petiol serta bentuk daun Karakter Genotipe Warna Warna Warna Bentuk Warna daun batang tulang daun petiol daun Merah M0 merah Hijau merah merah medium Hijau M0 hijau Hijau hijau hijau deep Merah M1 merah Hijau, varigata merah merah medium Hijau M1 hijau Hijau, varigata hijau hijau medium Warna daun Populasi tanaman M1 tidak mengalami perubahan warna daun dibandingkan dengan populasi M0. Populasi M1 dan M0 kedua genotipe merah dan hijau memiliki warna daun hijau. Perubahan warna yang terlihat adalah adanya sifat varigata pada daun sebagian tanaman M1G1 dan M1G2. Menurut Mangoendidjojo (2003) bercak yang terjadi merupakan chimera akibat defisiensi klorofil. Kimera pada tanaman dapat terekspresi sebagai akibat terjadinya mutasi pada DNA kloroplas (cpDNA) yang mengakibatkan plastida pada sebagian jaringan kurang atau bahkan tidak bisa memproduksi klorofil, sedangkan bagian yang lain memproduksi klorofil secara normal, sehingga sebagian daun berwarna hijau dan bagian lainnya berwarna kuning atau putih. Fenomena ini merugikan karena bisa menghambat proses fotosintesis akibat tanaman memiliki klorofil dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding tanaman normal sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat.
Gambar 8. Tanaman M1 genotipe merah dan hijau yang mengalami varigata
13
Warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang Warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang seluruh tanaman M1 tidak mengalami perbedaan dibandingkan tanaman M0. Tanaman genotipe merah mempunyai tulang daun, petiol, dan batang berwarna merah baik pada populasi M1 maupun M0, sedangkan tanaman genotipe hijau mempunyai warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang hijau. Tulang daun, petiol, dan batang okra selalu memiliki warna yang sama. Hal ini diduga karena adanya keterpautan gen yang mengendalikan warna tulang daun, warna petiol, dan warna batang. Bentuk daun Bentuk daun diukur dengan mengamati bentuk lekukan daun berdasarkan skor shallow, medium dan deep. Secara umum bentuk daun pada tanaman M1 tidak berbeda dengan tanaman M0. Semua tanaman genotipe merah baik populasi M0 maupun M1 memiliki bentuk daun dengan lekukan medium. Tanaman M1 genotipe hijau memiliki bentuk daun yang berbeda dengan tanaman M0. Tanaman M1 memiliki bentuk daun medium sedangkan tanaman M0 memiliki bentuk daun deep (Gambar 9). Bahkan beberapa tanaman M1 merah dan hijau mengalami malformasi daun (Gambar 10). Malformasi daun ini diduga merupakan efek dari radiasi sinar gamma. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Purnamaningsih et al. (2010) bahwa perlakuan iradiasi dengan sinar gamma menyebabkan perubahan morfologi tanaman, antara lain bentuk daun. Menurut Hartini (2008) sinar gamma merupakan salah satu mutagen yang mempunyai energi yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan perubahan karakter pada tanaman yang diradiasi. Perubahan karakter yang bermacam-macam terjadi karena bagian gen yang terkena radiasi tidak sama.
M0G1 (a)
M0G2 (c)
(a) (b) (c) (d)
M0G2 (b)
M1G2 (d)
Bentuk daun medium genotipe merah generasi M0 Bentuk daun medium genotipe merah generasi M1 Bentuk daun deep genotipe hijau generasi M0 Bentuk daun medium genotipe hijau generasi M1
Gambar 9. Perbandingan keragaan bentuk daun tanaman okra hasil iradiasi dan tetua
14
Gambar 10. Macam bentuk malformasi daun pada tanaman M1 okra merah dan hijau Warna bunga Warna bunga populasi M1 seluruhnya sama dengan warna bunga populasi M0. Tanaman okra genotipe merah memiliki warna bunga kuning semburat ungu di pangkalnya, sedangkan tanaman okra genotipe hijau memiliki warna bunga kuning lemon tanpa ada perbedaan warna pada pangkalnya (Gambar 11).
(a)
(b)
(a) Bunga tanaman okra genotipe merah (b) Bunga tanaman okra genotipe hijau
Gambar 11. Bunga tanaman okra Warna bunga yang cerah merupakan daya tarik bagi serangga sehingga bunga okra banyak dikunjungi oleh serangga yang juga diduga berperan sebagai polinator. Serangga yang banyak ditemui di lapang adalah lebah dan semut hitam. Populasi serangga polinator yang tinggi (khususnya lebah) diduga menyebabkan frekuensi penyerbukan silang yang tinggi, hal ini dapat dilihat pada kepala putik yang penuh dengan pollen setelah serangga menghampiri bunga yang telah mekar sempurna (Gambar 12). Hal ini juga disampaikan oleh Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India (2011), bahwa okra memiliki bunga sempurna dan menyerbuk silang. Bunga okra sangat menarik perhatian lebah dan penyerbukan silang mencapai 42,2%.
15
(a)
(b)
(c)
(a) Keragaan bunga okra sebelum terjadi penyerbukan (b) Keragaan bunga okra setelah terjadi penyerbukan (c) Lebah polinator tanaman okra
Gambar 12. Bentuk bunga dan serangga polinator pada tanaman okra Sifat Kualitatif pada beberapa Karakter Hasil Sifat kualitatif pascapanen yang diamati meliputi warna buah panen konsumsi, bentuk ujung buah, bentuk pangkal buah, dan bentuk permukaan buah. Seluruh generasi M1 memiliki karakter kualitatif yang sama dengan generasi M0 (Tabel 2). Warna buah Seluruh generasi M1 memiliki karakter warna buah yang sama dibandingkan dengan tanaman pada M0. Kedua generasi memiliki warna buah panen konsumsi merah pada genotipe merah, dan warna hijau pada genotipe hijau (Tabel 2). Tabel 2. Keragaan karakter warna buah panen konsumsi, bentuk ujung buah, bentuk pangkal buah, dan bentuk permukaan buah Karakter Warna buah Bentuk Genotipe Bentuk ujung Bentuk pangkal panen permukaan buah buah konsumsi buah Merah M0 merah acute weakly expressed flat Hijau M0 hijau acute weakly expressed flat Merah M1 merah acute weakly expressed flat Hijau M1 hijau acute weakly expressed flat Bentuk ujung buah, pangkal buah, dan permukaan buah Bentuk ujung buah, pangkal buah, dan permukaan buah pada tanaman generasi M1 seluruhnya sama dengan generasi M0. Semua generasi M1 dan M0 genotipe merah dan hijau memiliki bentuk ujung buah acute, hanya saja pada generasi M1G1 terdapat beberapa tanaman yang memiliki ujung buah agak melengkung (Gambar 13). Semua tanaman baik generasi M0 atau M1 memiliki bentuk pangkal buah weakly expressed dan bentuk permukaan buah flat (Gambar 14). Selain memiliki bentuk ujung buah, pangkal buah, dan permukaan buah yang sama, semua tanaman pada generasi M1 dan M0 juga memiliki jumlah lokul yang sama, yaitu 5 lekukan (Gambar 16).
16
(a)
(c) (a) Bentuk ujung buah tanaman M0G1 (b) Bentuk ujung buah tanaman M0G2 (c) Bentuk ujung buah tanaman M1G1 (d) Bentuk ujung buah tanaman M1G2
(b)
(d)
Gambar 13. Bentuk ujung buah okra generasi M0 dan M1
(a)
(c) (a) Bentuk pangkal buah tanaman M0G1 (b) Bentuk pangkal buah tanaman M0G2 (c) Bentuk pangkal buah tanaman M1G1 (d) Bentuk pangkal buah tanaman M1G2
(b)
(d)
Gambar 14. Bentuk pangkal buah okra generasi M0 dan M1
17
(a)
(b)
(c) (a) Perbandingan buah normal pada genotipe merah M0 dan M1 (b) Perbandingan buah normal pada genotipe hijau M0 dan M1 (c) Malformasi buah pada M1G1
Gambar 15. Bentuk buah tanaman okra generasi M1 dan tetua
18
Bentuk buah okra tanaman M1 umumnya memiliki bentuk yang sama dengan tanaman M0, hanya saja pada tanaman M1 terdapat beberapa tanaman yang menghasilkan buah dengan bentuk yang beragam. Buah yang mempunyai ujung melengkung diduga terjadi akibat tingginya curah hujan, sedangkan buah yang berbentuk seperti ceker ayam diduga akibat dari iradiasi sinar gamma (Gambar 15).
(a)
(b)
(c)
(d)
(a) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M0G1 (b) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M0G2 (c) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M1G1 (d) Bentuk permukaan dan jumlah lekukan buah tanaman M1G2
Gambar 16. Bentuk permukaan dan jumlah lokul buah okra generasi M0 dan M1 pada kedua genotipe okra Sifat Kuantitatif Umur Berbunga Secara umum tanaman M1 memiliki umur berbunga yang lebih lambat dibandingkan dengan tanaman M0. Berdasarkan data pengamatan umur berbunga (Tabel 3), tanaman M0G1 berkisar pada 37-42 HST, sedangkan M1G1 44-56 HST. Umur berbunga tanaman M0G2 berkisar pada 33-36 HST, sedangkan M1G2 53-60 HST. Tanaman M0G2 memiliki umur berbunga paling cepat, sedang generasi mutasinya memiliki umur berbunga paling lambat. Hal ini didukung oleh Hartati dan Mursito (2000) yang melaporkan bahwa umur berbunga tanaman hasil radiasi lebih lambat dibandingkan tanaman kontrolnya. Dosis radiasi mempengaruhi proses fisiologis tanaman yang berakibat terganggunya proses fotosintesis sehingga unsur-unsur yang diperlukan tanaman terhambat. Fotosintesis terganggu dan unsurunsur yang diperlukan terhambat maka pembungaan akan terhambat. Hal ini juga
19
menjadi alasan beberapa tanaman generasi M1 ada yang tidak mampu menghasilkan bunga, yaitu sebesar 8% pada generasi M1G1 dan 50% pada generasi M1G2. Tanaman generasi M1G1 yang tidak mampu menghasilkan bunga tersebut memiliki daun varigata. Sejumlah tanaman tersebut sebagian mampu menghasilkan kuncup bunga, tetapi tidak pernah mengalami antesis dan sebagian memang tidak mampu menghasilkan kuncup bunga sama sekali. Kuncup bunga yang terbentuk selalu mengering dan gugur, sehingga tidak mampu memproduksi buah. Tabel 3. Umur berbunga tanaman okra hasil irradiasi dan tetua Genotipe Umur berbunga (HST) Merah M0 37-42 Merah M1 44-56 Hijau M0 33-36 Hijau M1 53-60
Gambar 17. Tanaman generasi M1 genotipe okra merah yang tidak menghasilkan bunga Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setelah masa panen selesai yaitu ketika sudah tidak terbentuk daun dan kuncup bunga lagi, dan karakter tersebut telah mencapai ukuran maksimum. Perbedaan karakter kuantitatif dilihat pada nilai rataan π₯Μ
, dan koefisien keragaman (KK) yang dihitung pada tanaman M1 dan M0. Rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada tanaman M0G2 (115,25 Β± 10,87 cm) sedangkan terendah pada generasi mutasinya yaitu pada M1G2 (58,25 Β± 18,39 cm). Nilai tengah tanaman M1G1 (82,27 Β± 18,69 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman M1G2 (58,25 Β± 18,39 cm) (Tabel 4). Tanaman M1G2 memiliki nilai tengah rendah karena pada populasi ini semua tanaman mengalami kekerdilan (Gambar 18). Kekerdilan pada tanaman ini merugikan karena menyebabkan jumlah buku dan bunga menjadi lebih sedikit bahkan ada yang tidak menghasilkan bunga. Hal ini didukung oleh pernyataan Lelang et al. (2015) bahwa penurunan tinggi tanaman atau tanaman menjadi kerdil karena pengaruh radiasi sinar gamma diakibatkan karena adanya gangguan fisiologis yang diakibatkan oleh mutagen yang diberikan.
20
Tabel 4. Rataan dan koefisien keragaman tinggi tanaman dan diameter batang Tinggi tanaman Diameter batang Genotipe KK (%) KK (%) π₯Μ
(cm) π₯Μ
(mm) Merah M0 101,2* 17,25 23,36* 16,84 Merah M1 87,1* 22,71 19,39* 25,90 Hijau M0 115,2* 9,44 23,82* 17,35 Hijau M1 58,3* 31,57 14,52* 29,03 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%.
(a)
(b)
(c)
(a) dan (b) Tanaman M1 genotipe hijau (c) Tanaman M1 genotipe merah
Gambar 18. Tanaman M1 okra yang mengalami kekerdilan Penurunan tinggi tanaman pada tanaman genotipe merah M1 dan hijau M1 di dukung oleh Norfadzrin et al. (2007) yang melaporkan bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dapat menurunkan nilai tinggi tanaman. Penurunan tinggi tanaman yang terjadi pada generasi M1 genotipe merah diikuti dengan penambahan jumlah buku (Tabel 5). Artinya ada perubahan ukuran ruas menjadi lebih pendek pada generasi M1 genotipe merah. Keragaman pada tanaman M1 genotipe hijau (31,57%) lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe merah (22,71%). Nilai koefisien keragaman pada tanaman M1 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. Nilai KK yang tinggi ini menggambarkan data yang diperoleh dari pengamatan lapang beragam. Diameter Batang Rataan diameter batang genotipe merah M1 lebih rendah dibandingkan merah M0, yaitu 19,39 mm pada genotipe merah M1 dan 23,36 mm pada merah M0. Hal ini juga terjadi pada genotipe hijau M1 dan hijau M0, dimana hijau M1 (14,52 mm) memliki diameter batang lebih rendah dibanding hijau M0 (23,82 mm). Rataan diameter batang tertinggi terdapat pada genotipe hijau M0 (23,82 mm), sedangkan terendah pada hijau M1 (14,52 cm). Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1 (29,03%), dan terendah merah M0 (16,84%). Genotipe hijau M1 memiliki jumlah tanaman yang sedikit mengakibatkan nilai koefisien keragamannya terlalu tinggi (Tabel 4).
21
Jumlah Buku Jumlah buku merupakan karakter penting pada tanaman okra. Pada tanaman okra, daun dan bunga muncul pada setiap buku. Jumlah bunga ditentukan dari banyaknya buku yang ada pada tanaman, sehingga diharapkan semakin banyak buku, semakin banyak bunga dan buah yang terbentuk. Rataan jumlah buku tertinggi terdapat pada genotipe merah M1 (53,93 Β± 16,39) dan terendah pada hijau M1 (34,25 Β± 14,36). Genotipe merah M1 memiliki jumlah buku yang lebih tinggi dibanding genotipe merah M0 (43,76 Β± 10,40), sedangkan genotipe hijau M1 (34,25 Β± 14,36) memiliki jumlah buku yang lebih rendah namun tidak berbeda nyata dibanding generasi hijau M0 (45,94 Β± 9,57) (Tabel 4). Keragaman tertinggi jumlah terdapat pada genotipe hijau M1 (41,93%), dan terendah genotipe hijau M0 (20,83%). Genotipe merah M1 memiliki selisih jumlah buku yang tinggi sedangkan genotipe hijau M1 memiliki jumlah tanaman yang sedikit yaitu 4 tanaman sedangkan genotipe merah M1 sebanyak 88 tanaman, sehingga mengakibatkan nilai koefisien keragamannya terlalu tinggi (Tabel 5). Tabel 5. Rataan dan koefisien keragaman jumlah buku dan jumlah daun Jumlah buku Jumlah daun Genotipe KK (%) KK (%) π₯Μ
π₯Μ
Merah M0 43,8* 23,76 28,85* 27,47 Merah M1 53,9* 30,40 38,34* 27,35 Hijau M0 45,9tn 20,83 23,28tn 25,94 tn tn Hijau M1 34,3 41,93 22,25 43,94 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%, berdasarkan uji t pada taraf 5%.
tn
tidak berbeda nyata
Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun dilakukan ketika tanaman telah berhenti memproduksi daun, yaitu ketika tanaman berumur sekitar 2 bulan setelah tanam (BST). Rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada genotipe merah M1 (38,34), dan terendah pada genotipe hijau M1 (22,25). Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1 43,94% (Tabel 5). Jumlah daun genotipe merah M1 (38,34) lebih tinggi dibandingkan genotipe merah M0 (28,85), sedangkan jumlah daun genotipe hijau M1 (22,25) menunjukkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dibandingkan genotipe hijau M0 (23,28). Hal ini didukung oleh Ullah et al. (2014) radiasi sinar gamma dapat meningkatkan jumlah daun tetapi tidak menujukkan perbedaan yang signifikan. Panjang Petiol Panjang petiol merupakan karakter penting yang harus diamati karena dapat dijadikan rujukan untuk menentukan jarak tanam yang tepat dalam budidaya tanaman okra agar tidak terjadi kompetisi antar tanaman. Panjang petiol diamati pada petiol terpanjang pada semua tanaman setiap genotipe. Rataan panjang petiol genotipe merah M1 (26,55 cm) lebih rendah dibanding genotipe merah M0 (34,59 cm), sama halnya genotipe hijau M1 (21,63 cm) juga memiliki nilai rataan penjang petiol lebih rendah dibanding genotipe hijau M0 (42,44). Rataan panjang petiol tertinggi dimiliki oleh genotipe hijau M0 dengan nilai 42,44 cm, dan terendah pada
22
genotipe hijau M1 21,63 cm (Tabel 6). Koefisien keragaman genotipe hijau M1 (35,29%) lebih tinggi dibandingkan genotipe merah M1 (21,33%). Secara umum generasi M1 memiliki keragaman yang lebih tinggi dibanding tetuanya. Tabel 6. Rataan dan koefisien keragaman panjang petiol dan diameter petiol Panjang petiol Diameter petiol Genotipe KK (%) KK (%) π₯Μ
(cm) π₯Μ
(mm) Merah M0 34,59* 10,69 6,96* 13,06 Merah M1 26,55* 21,33 5,84* 18,83 Hijau M0 42,44* 13,10 7,00tn 10,48 tn Hijau M1 21,63* 35,29 4,84 32,34 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%, berdasarkan uji t pada taraf 5%.
tn
tidak berbeda nyata
Diameter Petiol Diameter petiol diukur pada petiol terpanjang setia tanaman. Rataan diameter petiol tertinggi terdapat pada genotipe hijau M0 (7,00 mm), dan terendah pada populasi M1 nya yaitu 4,48 mm (Tabel 6). Populasi M1 genotipe hijau menunjukkan penurunan diameter petiol yang cukup besar, diduga penurunan petiol ini akan berpengaruh pada aliran fotosintat ke organ generatif, sehingga menghasilkan buah yang kecil. Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe genotipe hijau M1 (32,34%), dan terendah pada genotipe hijau M0 (10,48%). Genotipe hijau M1 memiliki jumlah tanaman contoh yang sedikit, dan memiliki selisih diameter batang yang tinggi sehingga mengakibatkan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi. Jumlah Buah Pengamatan jumlah buah dilakukan dengan menjumlahkan buah yang dapat di panen hingga 2 bulan setelah panen pertama. Data yang diperoleh disajikan pada (Tabel 7). Jumlah buah tertinggi terdapat pada genotipe merah M0 (27,96) dan genotipe hijau M0 (27,89), sedangkan terendah pada genotipe hijau M1 (14,00). Jumlah buah pada genotipe merah M1 (26,07) mengalami sedikit penurunan namun tidak berbeda nyata dibanding generasi tetuanya (27,96). Hal ini didukung oleh Pushparajan et al. (2014) yang melaporkan bahwa perlakuan sinar gamma dapat menurunkan jumlah buah per tanaman, namun laporan tersebut bertentangan dengan Ullah et al. (2014) yang melaporkan bahwa pelakuan sinar gamma dapat meningkatkan jumlah buah per tanaman. Diduga, perbedaan hasil yang dilaporkan ini karena adanya perbedaan umur berbunga, dimana tanaman mutasi berbunga lebih lambat dibandingkan tanaman kontrol sedangkan massa panen dihentikan pada waktu yang bersamaan. Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1 sebesar 50,51% dan terendah terdapat pada generasi tetuanya yaitu genotipe hijau M0 27,63%. Masingmasing generasi M1 memiliki keragaman yang lebih tinggi dibanding tetuanya. Data yang disajikan pada (Tabel 7), koefisien keragaman jumlah buah pada generasi M0 masih menunjukkan angka yang tinggi, artinya setiap tanaman pada masing-masing generasi belum memiliki keseragaman jumlah buah. Hal ini diduga merupakan pengaruh lingkungan yang tidak homogen.
23
Tabel 7. Rataan dan koefisien keragaman karakter jumlah buah dan jumlah lokul Jumlah buah Jumlah lokul Genotipe KK (%) KK (%) π₯Μ
π₯Μ
tn tn Merah M0 27,96 31,85 5 0 Merah M1 26,07tn 38,45 5tn 0 tn tn Hijau M0 27,89 27,63 5 0 Hijau M1 14,00tn 50,51 5tn 0 Keterangan: tn tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%.
Bobot Buah Bobot buah tertinggi terdapat pada genotipe hijau M0 dengan nilai rata-rata 13,99 g, dan terendah pada genotipe hijau M1 7,32 g. Bobot buah genotipe merah M1 (10,51 g) lebih rendah dibanding genotipe merah M0 (13,68 g), begitu juga dengan genotipe hijau M1 (7,32 g) lebih rendah dibanding genotipe hijau M0 (13,99 g). Penurunan bobot buah pada tanaman mutasi ini juga mengalami persamaan terhadap hasil laporan Pushparajan et al. (2014) bahwa induksi mutasi dapat menurunkan bobot buah. Keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1 (66,80%) (Tabel 8). Tabel 8. Rataan dan koefisien keragaman pada bobot, panjang, serta diameter buah Bobot buah Panjang buah Diameter buah Genotipe KK (%) π₯Μ
(cm) KK (%) KK (%) π₯Μ
(g) π₯Μ
(mm) tn Merah M0 13,68* 23,54 8,86* 12,46 17,92 9,28 tn 7,78* 13,29 17,79 12,17 Merah M1 10,51* 25,04 tn Hijau M0 13,99* 19,08 10,06* 8,81 16,75 6,91 7,32* 66,80 7,64* 11,66 Hijau M1 15,21tn 23,21 Keterangan: * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5%, berdasarkan uji t pada taraf 5%.
tn
tidak berbeda nyata
Panjang, Diameter, dan Jumlah Lokul Buah Karakter panjang buah dengan nilai rataan tertinggi pada genotipe hijau M0 yaitu dengan nilai 10,06 cm, dan terendah pada genotipe hijau M1 7,64 cm. Genotipe merah M1 (7,78 cm) memiliki nilai rataan panjang buah yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe merah M0 (8,86). Hal yang sama juga terjadi pada genotipe hijau, generasi M1 (7,64 cm) memiliki nilai rataan panjnag buah yang lebih rendah dibanding generasi M0 (10,06 cm). Genotipe merah M1 memiliki keragaman tertinggi (13,29%), sedangkan genotipe hijau M0 memiliki keragaman terendah (8,81%) (Tabel 8). Koefisien keragaman M1 lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol pada semua genotipe. Hal ini menunjukkan karakter yang diamati pada tanaman kontrol memiliki keragaman yang sempit dan penampilan seragam. Genotipe merah M0 memiliki diameter buah tertinggi yaitu 17,92 mm, sedangkan genotipe hijau M1 memiliki diameter terendah yaitu 15,21 mm. Genotipe merah M1 (17,79 mm) memiliki nilai rataan diameter buah yang lebih rendah namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe merah M0 (17,92 mm). Hal yang sama juga terjadi pada genotipe hijau, generasi M1 (15,21 mm)
24
memiliki nilai rataan diameter buah yang lebih rendah dibanding generasi M0 (16,75 mm). Nilai koefisien keragaman tertinggi terdapat pada genotipe hijau M1 (23,21%) sedangkan terendah pada genotipe hijau M0 (6,91%) (Tabel 8). Seluruh tanaman M1 tidak mengalami perbedaan jumlah lokul dibandingkan tanaman M0. Semua tanaman M0 dan M1 baik pada genotipe merah atau pun hijau memiliki jumlah lekukan buah yang sama yaitu 5 lokul (Tabel 7). Bobot Buah Total Per Tanaman Bobot buah total per tanaman diperoleh dengan mengalikan jumlah buah per tanaman dengan rataan bobot buah. Genotipe hijau generasi M0 (390,18 g) memilki bobot buah total per tanaman tertinggi, sedangkan terendah pada genotipe hijau generasi M1 (102,48 g) (Tabel 9). Genotipe merah M1 dan hijau M1 memiliki bobot buah per tanaman lebih rendah dibandingkan tetuanya. Rata-rata produksi okra menurut penelitian Reddy et al. (2014) sebesar 14,94 ton ha-1. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata produktivitas okra hasil irradiasi bahkan tetuanya. Produktivitas buah okra tertinggi terdapat pada populasi okra hijau M0 yaitu sebesar 7,80 ton ha-1. Tabel 9. Bobot buah total per tanaman Genotipe Bobot buah total per tanaman (g) Merah M0 382,49 Merah M1 273,99 Hijau M0 390,18 Hijau M1 102,48
Produktivitas buah okra (ton ha-1) 7,65 5,48 7,80 2,05
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan iradiasi pada benih okra dengan iradiasi sinar gamma 495 Gy berpengaruh pada keragaan tanaman M1, baik pada karakter kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat satu karakter kualitatif genotipe hijau generasi M1 yang memiliki keragaan bentuk daun berbeda dibandingkan M0 nya. Terdapat beberapa karakter kuantitatif generasi M1 yang memiliki umur berbunga, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah buku, jumlah daun, panjang petiol, diameter petiol, bobot buah, dan panjang buah berbeda dengan generasi M0 nya. Terdapat perbedaan warna daun antar individu pada populasi M1 genotipe merah dan hijau, yaitu adanya sifat varigata pada beberapa individu.
25
Saran Penelitian tentang tanaman okra hasil iradiasi perlu dilanjutkan dan dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe yang berpotensi memiliki karakter lebih unggul dibandingkan dengan tanaman kontrol. Jumlah tanaman contoh yang akan diamati pada generasi kedua (M2) sebaiknya diperbanyak, untuk meningkatkan peluang munculnya karakter yang unggul. Perlu penambahan karakter panjang ruas yang harus diamati, untuk mengetahui seberapa besar perubahan ukuran panjang ruas yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Hady M.S., Okasha E.M., Soliman S.S.A. and Talaat M. 2008. Effect of gamma adiation and gibberellic acid on germination and alkaloid production in Atropa belladonna L. Aust. J. Basic & Appl. Sci. 2(3): 401-405. Abdul M. and Muhammad Z. 2010. Gamma irradiation effects on some growth parameters of Lepidium sativum L. World journal of Fungal and plant Biology 1(1): 08β11. Arulbalachandran D., Mullainathan L., Velu S. and Thilagavathi C. 2010. Genetik variability, heritability and genetik advance of quantities traits in black gram by effects of mutation in field trial. Afr. J. Botechnol 9(19): 2731β2735. Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India. 2011. Biology of Abelmoschus esculentus L. (Okra). Departement of Biotechnology Ministry of Science and Technology Government of India, India. Dharsan S. 1975. Okra a Beloved Virgin. Agricultural Experiment Station, Kingshill. Habtamu, F.G., Ratta N, Haki G.D. and Ashagrie Z. 2014. Nutritional quality and health benefits of okra (Abelmoschus esculentus): A review. Global Journal Inc. 14(5): 28-37. Hartati S. dan Mursito D. 2000. Penampilan genotip tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) hasil mutasi buatan pada kondisi stress air dan kondisi optimal. J. Agrosains 2(2). Hartini S. 2008. Induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma pada kedelai (glycine max (L.) Merrill) kultivar slamet dan lumut. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Hegazi A.Z. and Hamideldin N. 2010. The effect of gamma irradiation on enhancement of growth and seed yield of okra (Abelmoschus esculentus (L.) Monech) and associated molecular changes. J. Hortic. For. 2(3): 038-051. Indah M.A. 2011. Nutritional Properties of Abelmoschus Esculentus as Remedy to Manage Diabetes Mellitus: A Literature Review. IACSIT Press, Singapore. Khatun H., Rahman M.A. and Biswas M. 2010. In-vitro study of the effects of viscous soluble dietary fibers of Abelmoschus esculentus L in lowering
26
intestinal glucose absorption. Bangladesh Pharmaceutical Journal 13(2): 35-40. Lelang M.A., Setiadi A. dan Fitria. 2015. Pengaruh iradiasi sinar gamma pada benih terhadap keragaan tanaman jengger ayam (Celosia cristata L.). Savana Cendana 1(1): 47-50. Mangoendidjojo W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta. Manju P. and Gopimony R. 2009. Anjitha: A New Okra Variety Through Induced Mutation In Interspecific Hybrids Of Abelmoschus Spp. Induced Plant Mutations In The Genomics Era. Food and agriculture organization of the United Nations, Rome. Mattjik A.A. dan Sumertajaya I.M. 2006. Perancangan Percobaan. Jilid I Edisi ke2. IPB Press, Bogor. Mishra M.N., Qadri H. and Mishra S. 2007. Macro and micro mutations, in gammarays induced M2 populations of Okra (Abelmoschus esculents. L. Moench). Internat. J. Plant Sci. 2(1): 44-47. Muralidharan G. and Rajendran R. 2013. Effect of Gamma rays on germination, seedling vigour, survival and pollen viability in M1 and M2 generation of bhendi (Abelmoschus esculentus (L).). J. Environ Curr & Life Sci. 1: 41-45. Nilesh J., Jain R., Jain V. and Jain S. 2012. A Review on: Abelmoschus esculentus. Pharmacia 1(3): 84-89. Norfadzrin O.H., Ahmed S., Shaharudin A. and Rahman. 2007. A preliminary study on gamma radiosensitivity of tomato (Lycopersicon esculentum) and okra (Abelmoschus esculentus). Int. J.Agric. Res. 2: 620-625. Pardal S.J. 2014. Teknik mutasi untuk pemuliaan tanaman. http://biogen.litbang.pertanian.go.id/index.php/2014/05/teknik-mutasiuntuk-pemuliaan-tanaman/. [30 Maret 2016]. [Perkeni] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta. Phadvibulya V., Boonsirichai K., Adthalungrong A. dan Srithongchai W. 2009. Selection for Resistance to Yellow Vein Mosaic Virus Disease of Okra by Induced Mutation. Induced plant mutations in the genomics era. Food and agriculture organization of the United Nations, Rome. Purnamaningsih R., Lestari E.G., Syukur M. dan Yunita R. 2010. Evaluasi keragaman galur mutan artemisia hasil iradiasi gamma. A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation 6(2): 139-146. Pushparajan G., Surendran S. and Harinarayanan M.K. 2014. Effect of gamma rays on yield attributing characters of Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench). IJAR 2(5): 535-540. Reddy A.M., Sridevi O. and Reddy B.R.S. 2014. Screening of advanced breeding lines for resistance to yellow vein mosaic virus under field conditions in okra. Adv. Biores 5(1): 83-86. Rodiah dan Abu. 1998. Mengenal Tanaman Sayur Okra. Makalah BPTP Karangploso No: 98-07. BPTP Karangploso, Malang. Singh R.K. and Chaundhary B.D. 1977. Biometrical Methods in Quantitative Genetics Analysis. Kalyani Publishers, New Delhi.
27
Sophia J., Manju P. and Rajamony L. 2001. Genetik analysis in F2 generation of irradiated interspecific hybribs in Okra (Abelmoschus sp). Int. J. Trop. Agric. 2(39): 167β169. Sutjahjo S.H., Herison C., Sulastrini I. dan Marwiyah S. 2015. Pendugaan keragaman genetik beberapa karakter pertumbuhan dan hasil pada 30 genotipe tomat lokal. J. Hort. Indonesia 25(4): 304-310. Tyasningsiwi, R.W. 2014. Okra si ladyβs finger hortikultura. http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&v iew=article&id=38:okra-si-ladys-finger&catid=19:berita-terbaru.[30 Maret 2016]. Ullah H., Khan R.U., Khan S.U., Mehmood S., Sherwani S.K., Muhammad A., Gilani S.A., Ullah H. and Muhammad Y. 2014. Estimation of induced variability of yield contributing traits in m1 gamma irradiated germplasm of okra (Abelmoschus esculentus L.). S. Asian j. life sci. 2(1): 4β7. [UPOV] International Union for the Protection of New Varieties of Plants. 1999. Guidelinesfor the conduct of tests for distinctness, uniformity and stability: Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench.). International Union for the Protection of New Varieties of Plants, Geneva. Uray M.D., Yuniarni U. and ChoesrinaR. 2015. Uji Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak Etanol Daun Okra [Abelmoschus esculentus (L.) Moench] pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster dengan Metode Toleransi Glukosa Oral. Peran Unisba dalam Pemanfaatan Hasil Penelitian untuk Pengembangan dan Penyebarluasan Iptek dan Imtaq yang Berkelanjutan di Jawa Barat. Seminar Penelitian Sivitas Akademika Unisba Gelombang I; Bandung, 18-20 Agustus 2015. Walpole, R. 1998. Pengantar Statistika. Bambang S, penerjemah. Jakarta, Indonesia. Introduction to Statistics. Ed ke-3. Yudo K. 1991. Bertanam Okra. Kasinius, Yogyakarta.
28
29
LAMPIRAN
30
31
Lampiran 1. Peta lahan penelitian okra
Lampiran 2. Data iklim Dramaga Lokasi Lintang Bujur Elevasi Bulan Januari Februari Maret April Mei
: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor : 06.33' LS : 106. 45' BT : 207 M Temperatur (Β°C)
Lembab nisbi (%)
26,4 25,7 26,5 26,7 26,3
86 89 86 85 82
Intensitas (cal/mΒ²)
Curah Hujan (mm)
316 415,0 250 610,0 325 644,0 337 558,2 338 131,8 (BMKG Dramaga Bogor 2016)
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan, 16 Agustus 1994. Tahun 2012 penulis menamatkan pendidikan menegah atas di SMA Negeri 2 Magetan dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan. Selama mengikuti pekuliahan, penulis menjadi asisten pengajar mata kuliah olahraga dan seni tingkat persiapan bersama (TPB) mulai tahun ajaran 2013/2014 sampai dengan 2015/2016. Penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agronomi IPB tahun 2013/2014 menjabat sebagai staff Departemen Minat Bakat Olahraga dan Seni, serta pada tahun 2014/2015 diangkat sebagai bendahara Departemen Minat Bakat Olahraga dan Seni. Penulis juga mengikuti program sinergi S1-S2 program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif mengikuti berbagai lomba di bidang olahraga. Beberapa prestasi yang telah diraih adalah lolos mewakili perguruan tinggi Jawa Barat cabang olahraga pencak silat pada Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) XIII tahun 2013 di Yogyakarta, Juara 3 Lomba Tradisional Hadang antar Perguruan Tinggi DKI dan Jawa Barat tahun 2015, Juara 3 Kejuaraan Bola Tangan antar Perguruan Tinggi Jawa Barat tahun 2015, Juara 3 Estafet Kejuaraan Atletik antar Perguruan Tinggi Jawa Barat tahun 2015, Juara 1 Futsal Putri Olimpiade Mahasiswa IPB tahun 2015 dan 2016, serta Juara 1 berbagai nomor lomba cabang olahraga atletik di tingkat departemen maupun Fakultas.