KARAKTERISASI KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA GENOTIPE TOMAT LOKAL HASIL INDUKSI MUTASI
GALUH KUSUMA WARDHANI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HOLTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Keragaman Genetik beberapa Genotipe Tomat Lokal hasil Induksi Mutasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. .
Bogor, Juli 2015 Galuh Kusuma Wardhani A24110017
ABSTRAK GALUH KUSUMA WARDHANI. Karakterisasi Keragaman Genetik beberapa Genotipe Tomat Lokal Hasil Induksi Mutasi. Dibimbing oleh ANGGI NINDITA dan SURJONO HADI SUTJAHJO. Tomat adalah salah satu jenis sayuran terpenting di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang keragaan dan keragaman karakter hortikultura dari beberapa genotipe tomat hasil induksi sinar gamma. Materi genetik dari genotipe tomat diperoleh dari eksplorasi plasma nutfah dari berbagai daerah di Indonesia. Genotipe lokal diinduksi mutasi sinar gamma pada 990 gray. Penelitian ini dilaksanakan pada September 2014 sampai Januari 2015 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Karakterisasi dilakukan dengan membandingkan keragaman antara genotipe tanpa radiasi (M0) dengan genotipe tomat hasil radiasi (M1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada keragaan mutan tomat generasi M1 yaitu pada peubah : tinggi tanaman (cm), diameter batang (cm), umur berbunga (HST), umur panen (HST), bobot buah (g), rata-rata bobot buah (g), panjang pedisel (cm), panjang buah (cm), diameter buah (cm), kelunakan buah (mm g-1 5s-1), dan padatan terlarut total (ºbrix). Keragaman di dalam genotipe masih terjadi dilihat dari keragaan pada karakter kualitatif. Hasil analisis pengelompokan berdasarkan jarak ketidakmiripan antara kelompok genotipe M0 dan M1 adalah tidak berbeda pada tingkat 0.77, menunjukkan bahwa ketidakmiripan adalah rendah (23%). Hasil koefisien ketidakmiripan menunjukkan bahwa M1 dan M0 terbagi menjadi 2 kelompok besar. Hasil analisis pengelompokkan pada keragaman kelompok genotipe M1 berdasarkan jarak ketidakmiripan adalah tidak berbeda pada tingkat 0.5, menunjukkan bahwa ketidakmiripan adalah (50%). Nilai heritabilitas arti luas bernilai tinggi jika lebih dari 50%, bernilai sedang pada 20%-50%, dan bernilai rendah jika kurang dari 20%. Kata kunci: genotipe, karakterisasi, iradiasi, Lycopersicon esculentum, sinar gamma
ABSTRACT GALUH KUSUMA WARDHANI. Characterization Genetic Variability of Landrace Tomato Genotypes from Induced Mutation Process. Supervised by ANGGI NINDITA and SURJONO HADI SUTJAHJO. Tomato is one of the most important vegetables in Indonesia with increasing demand by increasing its population. The objective of this research was to obtain information of tomato genotype performance and morphological variability from induced mutation process. Genetic material of tomato genotype was obtained by germplasm exploration from different region in Indonesia. Local genotype was mutated by gamma rays at level 990 gray. The experiment research was conducted in September 2014 to January 2015 at Leuwikopo Experimental Field, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural Univer-
sity. The characterization was conducted through variability comparison between tomato genotypes without irradiation (M0) and with irradiation (M1). The result of this research elucidated that there are variability in the performance of mutant tomato M1 generation i.e : plant height (cm), stem diameter (cm), flowering age (DAP), harvesting age (DAP), weight of fruit (g), average fruit weight (g), length of pedicel (cm), fruit length (cm), fruit diameter (cm) , fruit softness (mm g-15s-1), and total dissolved solids (ºbrix). The variability in the genotype still occurs seen from the variability performance of qualitative character. The genetic similarity was analyzed by clustering analysis. Clustering analysis from dissimilarity distance resulted that the genotype M0 and M1 is not different at the level of 0.77, indicated that the dissimilarity is low (23%). Dissimilarity coefficient elucidated that M1 and M0 is divided into two cluster. Value of heritability was varied between genotype and character. Clustering analysis for group of genotype M1 resulted different at level 0.5, indicated that the similarity is high (50%). Broad sense of heritability value if more than 50% was stated as high criteria, medium at 20% - 50%, and low if less than 20%. Keywords: characterization, gamma rays irradiation, genotype, Lycopersicon esculentum
KARAKTERISASI KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA GENOTIPE TOMAT LOKAL HASIL INDUKSI MUTASI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HOLTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 WARDHANI GALUH KUSUMA
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Karakterisasi Keragaman Genetik Beberapa Genotipe Tomat Lokal Hasil Induksi Mutasi telah dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Januari 2015 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Ibu Anggi Nindita, SP MSi selaku pembimbing pertama dan Prof Dr Ir Surjono Hadi Sutjahjo, MS selaku pembimbing kedua yang telah memberikan saran dan pengarahan selama kegiatan penyusunan karya ilmiah ini. 2. Kedua orang tua, Bapak Supardan dan Ibu Siti Kholipah, suami tercinta Viki Radius Saputra, dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan agar segera menyelesaikan pendidikan sarjana. 3. Bapak Dr Ir Ahmad Junaedi, Msi selaku dosen pembimbing akademik dan Ibu Siti Marwiyah, SP MSi yang banyak memberikan nasehat selama perkuliahan. 4. Teman-teman fast track, Dandelion, dan Wisma Ayu, drh Rosita, drh Sri, drh Nilla, Dyah Ayu, Iqbal, dll yang selalu memberikan semangat dan dorongan selama perkuliahan dan penelitian. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian khususnya bangsa Indonesia . .
Bogor, Juli 2015 Galuh Kusuma Wardhani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Botani dan Produksi Tanaman Tomat
2
Pemuliaan Tomat
3
Pemuliaan Mutasi
4
Heritabilitas
4
METODE PENELITIAN
5
Tempat dan Waktu Penelitian
5
Bahan dan Alat
5
Pelaksanaan
5
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum Penelitian
7
Karakter Kuantitatif
8
Heritabilitas
17
Karakter Kualitatif
18
Analisis Gerombol
20
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Nilai daya berkecambah pada persemaian, daya tumbuh saat transplanting pada tanaman M1 dan M0 2 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter tinggi tanaman 3 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter diameter batang 4 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter umur berbunga 5 Nilai tengah, koefisien keragaman,dan ragam pada karakter umur panen 6 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter bobot buah per tanaman 7 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter rata-rata bobot buah 8 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter panjang buah 9 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter diameter buah 10 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter panjang pedisel 11 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter kelunakan buah 12 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter padatan terlarut total 13 Nilai presentase serangan layu bakteri dan pecah buah pada genotipe M0 dan M1 14 Nilai dugaan heritabilitas arti luas (h2bs) pada genotipe tomat M1 dan M0 15 Keragaan tipe tumbuh, letak daun, tepi daun, warna bahu, dan bentuk buah genotipe tomat M1 16 Keragaan buah genotipe tomat M1
7 8 9 10 10 11 12 13 13 14 14 15 16 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 Keragaman bentuk buah genotipe M0 2 Dendrogram hasil pengelompokan melalui analisis gerombol terhadap tanaman M1 dan M0 3 Dendrogram hasil pengelompokan melalui analisis gerombol terhadap genotipe M1
19 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Curah hujan, suhu rata-rata harian, dan kelembaban relatif selama penelitian 2 Proyeksi hasil produksi genotipe M0 dan M1 dalam satu hektar
25 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tomat adalah salah satu jenis sayuran terpenting di Indonesia. Kebutuhan tomat dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Produksi tomat nasional pada tahun 2014 mencapai 895 163 ton. Tetapi produksi tersebut menurun dibandingkan produksi nasional tahun 2013 yang mencapai 992 780 t. Produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan tomat nasional karena masih adanya impor tomat pada 2014, yaitu sebesar 53 099 ton (BPS 2015). Menurut Kementerian Pertanian (2015) luas panen tomat di Indonesia pada tahun 2014 adalah 56 095 ha dengan total produksi 895 163 ton dan produktivitas sebesar 15.96 ton ha-1. Produktivitas tomat di tahun 2014 menurun 0.4% jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 16.61 ton ha-1. Penurunan produksi tomat tersebut salah satunya karena masih rendahnya tingkat penggunaan varietas unggul pada tingkat petani disamping teknik budidaya yang kurang optimal serta serangan hama dan penyakit tanaman. Peningkatan produksi tomat dapat dilakukan dengan penambahan luas area tanam, peningkatan produktivitas tanaman, menekan kehilangan hasil selama proses panen dan produksi, serta menggunakan varietas unggul. Varietas unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Menurut Mangoendidjojo (2003) tujuan pemuliaan adalah untuk mendapatkan varietas unggul atau mempertahankan keunggulan suatu varietas yang sudah ada. Menurut Purwati (2007) sebuah varietas tomat dikatakan unggul jika memiliki sifat memiliki daya hasil tinggi, tahan terhadap organisme pengganggu tanaman utama (OPT), toleran terhadap lingkungan, berumur genjah, bentuk tanaman ideal, mutu hasil dan daya simpan tinggi. Tomat merupakan sumber yang kaya kandungan mikronutrisi yang baik untuk diet manusia. Tujuan pemuliaan tomat adalah mendapatkan tomat yang berproduksi tinggi, tahan cekaman biotik dan abiotik, dan mengandung banyak nutrisi. Menurut Syukur et al. (2012) tahap-tahap kegiatan pemuliaan tanaman adalah pengoleksian plasma nutfah, karakterisasi, seleksi, perluasan keragaman genetik, seleksi setelah perluasan keragaman genetik, evaluasi dan pengujian, dan yang terakhir pelepasan dan perbanyakan varietas. Keragaman genetik yang besar dapat memberikan keleluasaan dalam pemilihan sehingga seleksi akan berjalan efektif. Keragaman genetik dapat diperoleh dari rekombinasi gen melalui hibridisasi atau rekayasa genetik, induksi mutasi, atau poliploidi. Perluasan keragaman genetik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan melakukan persilangan atau hibridisasi, mutasi, fusi protoplas, dan rekayasa genetika. Metode yang sering digunakan pemulia tanaman diantaranya adalah mutasi. Menurut Poehlman (1979) mutasi adalah suatu perubahan mewaris dalam sebuah sel. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, tetapi lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif membelah seperti tunas dan biji (Aisyah 2013). Kegiatan evaluasi keragaman merupakan salah satu tahapan dalam program pemuliaan tanaman yang secara umum bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai karakterisik genotipe yang ada. Penelitian ini diarahkan untuk
2 mendapatkan deskripsi karakter-karakter hortikultura dari beberapa genotipe tomat lokal hasil mutasi yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pengujian selanjutnya sehingga dapat dilepas sebagai varietas baru. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keragaan dan keragaman karakter hortikultura dari beberapa genotipe tomat hasil mutasi induksi dengan sinar gamma. Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan keragaan karakter antar kategori genotipe tomat hasil iradiasi sinar gamma.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Produksi Tanaman Tomat Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam famili Solanaceae dan memiliki ukuran genom sebesar 950 Mb (Saito et al. 2011). Tomat merupakan tanaman asli Amerika Utara dan Amerika Selatan dimana kerabat liarnya banyak tumbuh di Meksiko. Menurut Corrado et al. (2014) tanaman tomat adalah tanaman sayur yang ditanam luas di dunia. Tomat sangat populer karena mengandung serat yang tinggi, vitamin A, C , dan lycopen (Ikeda et al. 2013) Tomat merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai ketinggian lebih dari dua meter. Tanaman yang sama dapat dipanen selama beberapa tahun berturutturut di Amerika Selatan. Panen pertama sekitar 45-55 hari setelah berbunga atau 90-120 hari setelah tanam. Bentuk buah berbeda pada setiap kultivar. Warnanya berkisar dari kuning ke merah. Tomat dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jenis indeterminate, semi indeterminate, dan determinate. Tipe indeterminate adalah pilihan terbaik untuk masa panen yang panjang karena terus tumbuh setelah berbunga. Namun, dalam kondisi tropis, penyakit dan serangan serangga akan menghentikan pertumbuhannya (Naika et al. 2005). Syarat tumbuh tanaman tomat salah satunya adalah tumbuh baik pada tingkat kemasaman tanah 5.5-7.0. Curah hujan yang dibutuhkan tomat 750-1 250 mm tahun-1, curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan banyak penyakit (Pracaya 2004). Tanaman tomat mempunyai ujung akar yang dapat mencapai kedalaman 0.5 m. Batang tanaman tomat berbentuk silinder dan ditutupi oleh bulu-bulu halus. Tomat akan tumbuh optimal pada iklim dingin dan kelembaban rendah. Suhu optimum tomat berkisar antara 21-24ºC (Naika et al. 2005).
3 Peningkatan produksi tomat yang diupayakan petani dalam usaha taninya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Adiyoga 2000). Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu cara meningkatkan produktivitas dengan kualitas buah yang baik dan tahan terhadap gangguan hama dan penyakit, dan mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh. Menurut AVRDC (2010) luas tanaman tomat di China lebih dari 5 juta ha dengan produksi mendekati 129 juta t atau lebih dari 25% luas tanaman tomat di dunia. Menurut laporan FAO (2008) luas tanaman tomat di Mesir dan India lebih dari 20% dari luas tanaman tomat di dunia. Negara lain yang menghasilkan tomat adalah Turki dan Nigeria. Luas areal tanaman tomat di Asia dan Afrika kira-kira 79% dari luas areal tomat di dunia dan menghasilkan 65% kebutuhan tomat di dunia. Pemuliaan Tanaman Tomat Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan mengetahui masalah serta harapan konsumen. Tujuan pemuliaan tanaman secara lebih luas adalah memperoleh varietas yang efisien dalam penyerapan unsur hara, tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik, berdaya hasil tinggi, dan menguntungkan bagi yang menanam dan pemakai (Syukur et al. 2012). Menurut Pranita (2012) pemuliaan tanaman hanya akan berhasil jika di dalam populasi terdapat keragaman genetik. Sehingga kegiatan pertama dalam pemuliaan tanaman adalah mendapatkan sebanyak mungkin keragaman genetik. Pemuliaan tanaman tomat dilakukan untuk mendapatkan tomat dengan karakter tertentu sesuai tujuan pemuliaannya. Pemuliaan tanaman memiliki beberapa langkah, yaitu koleksi plasma nutfah, karakterisasi, perluasan keragaman genetik, seleksi, evaluasi, pelepasan varietas, dan perbanyakan (Syukur et al. 2012). Patel et al. (2013) melakukan evaluasi terhadap tiga belas genotipe tomat untuk mendapatkan genotipe yang berdaya hasil tinggi dan berumur genjah. Corjeno et al. (2013) melakukan evaluasi keragaman tomat lokal berdasarkan karakter morfologi, parameter kualitatif, dan penanda DNA AFLP (Amplified Fragment Lenght Polymorphisms). Kegiatan evaluasi tomat dapat dilakukan dengan analisis gabungan (multiplevariate analysis). Emami dan Eivazi (2013) melakukan evaluasi terhadap keragaman genetik tomat berdasarkan beberapa karakter. Hasil penelitian menunjukan adanya interaksi antara musim tanam dan genotipe tomat pada karakter jumlah buah, bobot buah, padatan terlarut total, dan waktu panen. Hal tersebut dapat digunakan sebagai faktor seleksi untuk genotipe unggul pada musim tertentu. Pemuliaan tomat juga dilakukan untuk mendapatkan tanaman dengan kandungan ºbrix yang tinggi. Ikeda et al. (2013) melakukan persilangan antara spesies liar Solanum penneli dengan varietas komersil dari Solanum lycopersicum untuk mendapatkan genotipe tomat dengan kandungan ºbrix yang lebih tinggi. Matteo et al. (2013) melakukan identifikasi terhadap beberapa genotipe hasil persilangan Solanum penneli untuk mendapatkan tomat dengan kandungan senyawa fenol yang lebih tinggi.
4 Pemuliaan Mutasi lnduksi mutasi dapat terjadi secara alamiah atau melalui teknik kimia atau fisik. lnduksi mutasi secara kimia atau fisik juga dapat memperluas keragaman genetik tanaman melalui perubahan susunan gen yang berasal dan tanaman itu sendiri. Mutasi spontan (alamiah) tidak mampu memberikan keragaman genetik secara cepat dan akurat. Oleh karena itu, metode untuk menginduksi mutasi merupakan masalah yang penting untuk diketahui dalam upaya perbaikan tanaman dan meningkatkan produktivitas tanaman (Ahloowalia dan Maluszynsky 2001). Sikder et al. (2013) melakukan mutasi pada tomat dengan mutagen berupa sinar gamma dan Ethyl Methane Sulfonate (EMS). Dari mutagen tersebut memberikan pengaruh terhadap bentuk buah, stigma bunga, pertumbuhan, serta peningkatan klorofil pada M2. Mutasi induksi sementara ini merupakan metode pemuliaan yang paling efektif untuk perbaikan satu atau beberapa sifat yang tidak diinginkan (Sobrizal 2008). Handayati (2013) menambahkan bahwa salah satu alternatif untuk meningkatkan keragaman tanaman agar dapat menghasilkan varietas baru adalah melalui teknik mutasi. Menurut BB Biogen (2011) ada dua jenis bahan mutagen, yaitu mutagen kimia dan mutagen fisika. Mutagen fisika merupakan radiasi energi nuklir, seperti iradiasi sinar gamma. Peran utama teknologi nuklir dalam pemuliaan tanaman terkait dengan kemampuannya dalam menginduksi mutasi pada materi genetik. Kemampuan tersebut dimungkinkan karena nuklir memiliki energi cukup tinggi untuk menimbulkan perubahan pada struktur atau komposisi materi genetik tanaman. Perubahan tersebut terjadi secara mendadak, acak, dan diwariskan pada generasi berikutnya. Menurut Aisyah (2013), mutasi dapat disebabkan oleh agen atau wahana yang disebut dengan mutagen. Mutagen dapat diklasifikasikan sebagai mutagen fisik, mutagen kimia, dan mutagen biologis. Sinar gamma merupakan salah satu bahan fisik yang banyak digunakan sebagai agen mutasi. Mutasi atau perubahan materi genetik dapat dideteksi dengan melihat perubahan pada tingkat struktur gen atau perubahan pada tingkat ekspresinya. Melihat perubahan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan antara mutan dan tipe liarnya (Pranita 2012). Menurut Jusuf (2001) perubahan akibat mutasi dapat terlihat pada tingkat morfologi yang dapat dilihat atau pada tingkat lain yang tidak nampak secara kasat mata. Hasil mutasi yang paling mudah dilihat bila terjadi perubahan pada morfologinya seperti bentuk, ukuran, atau warna. Heritabilitas Heritabilitas merupakan parameter genetik yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman dalam mewariskan karakter yang dimilikinya. Pada penelitian ini menggunakan heritabilitas dalam arti luas yaitu perbandingan antara varian genotip total dan varian fenotipe. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik lebih besar dibanding faktor lingkungan (Sari et al. 2014). Menurut Mangoendidjojo (2003) ada tiga kriteria nilai heritabilitas arti luas, yaitu : tinggi bila nilai h2>0.5, sedang bila nilai h2 terletak diantara 0.2-0.5 dan
5 rendah bila nilai h2<0.2. Menurut Lestari et al. (2006) nilai duga heritabilitas menunjukkan apakah suatu karakter dikendalikan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana karakter tersebut dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya. Syukur et al. (2011) menambahkan bahwa heritabilitas sangat bermanfaat dalam proses seleksi. Seleksi akan efektif jika populasi tersebut mempunyai heritabilitas yang tinggi.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Januari 2015. Perlakuan radiasi sinar gamma tanaman tomat dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Penanaman genotipe hasil iradiasi dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri dari 10 genotipe tomat hasil eksplorasi di berbagai provinsi di Indonesia yang telah diradiasi dan belum diradiasi. Genotipe tersebut adalah Aceh 1, Gl 2, Kuda 1, Mak 3, Lom 1, STB BK, STB GL, Kemir, Lom 2, dan Lom 4. Setiap genotipe M0 dan M1 disemai sebanyak 50 biji tomat. Bahan lain yang digunakan dalam percobaan ini antara lain adalah pupuk kandang, pupuk hayati, pupuk urea, SP-36, KCL, NPK Mutiara, dan pestisida. Alat-alat yang digunakan yaitu meteran, jangka sorong, handrefraktrometer, penetrometer, timbangan analitik, kamera digital, dan alat tanam konvensional. Pelaksanaan Persiapan percobaan dimulai dengan melakukan radiasi sinar gamma di BATAN pada dosis 990 gy terhadap 10 genotipe tomat. Selanjutnya menyemai benih tomat M1 dan M0 dalam tray di rumah plastik, Leuwikopo. Persemaian dilakukan sekitar 50 hari. Lahan dibersihkan dan diolah dengan menggunakan traktor untuk membalik tanah, kemudian dicangkul agar gembur. Selanjutnya dibuat bedengan sebanyak 20 bedeng dengan ukuran 15 m x 1 m, kemudian diberikan pupuk kandang dengan dosis 30 ton ha-1 dan kapur dolomit 2 ton ha-1 pada bedengan. Bedengan yang sudah diberi pupuk didiamkan sekitar 7 hari dan selanjutnya ditutup dengan mulsa perak dan ditanam dengan jarak 50 cm per lubang. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan, pengajiran, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pemupukan dilakukan dengan dosis 200 kg ha-1 urea, 200 kg ha-1 SP36 dan 100 kg
6 ha-1 KCl. Tanaman diajir dan diikat untuk mencegah kemungkinan roboh. Pemanenan dilakukan saat buah tomat berwarna dominan merah. Pemetikan dilakukan secara bertahap karena waktu masak buah tidak bersamaan, yakni setiap 3 hari sekali. Setelah pemanenan, buah akan diamati dan diekstraksi untuk mendapatkan benih. Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman dari genotipe M1 dan M0. Karakter yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan kualititatif yang mengacu berdasarkan deskriptor (UPOV 2011) dengan kode : SOLAN_LYC. Karakter Kuantitatif yang diamati adalah: 1. Daya tumbuh 2. Tinggi tanaman, diukur dari daun kotiledon sampai titik tumbuh tanaman 3. Diameter batang, diukur pada batang bagian bawah 4. Umur berbunga, yaitu saat 50% tanaman berbunga 5. Umur panen, yaitu saat 50% tanaman siap dipanen 6. Panjang pedisel, di amati dari buah contoh per tanaman 7. Panjang buah dan diameter buah, diamati dari buah contoh per tanaman 8. Bobot buah per tanaman, diamati dari tiap tanaman dalam genotipe 9. Rata-rata bobot buah per buah Karakter Kualitatif yang diamati yaitu: 1. Tipe pertumbuhan tanaman: determinate, indeterminate 2. Letak daun: semi-erect, horizontal, semi-drooping 3. Tepi daun : pinnate, bipinnate 4. Jumlah rongga buah: dua, dua dan tiga, tiga dan empat, lebih dari empat 5. Warna hijau bahu buah sebelum matang : ada, tidak 6. Bentuk buah memanjang 7. Lekukan pada pangkal buah : tidak ada atau sangat lemah, lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat 8. Tekanan pada pangkal buah : tidak ada atau sangat lemah, lemah, sedang, dan kuat 9. Bentuk ujung buah : indented, indented to flat, flat, flat to pointed, pointed 10. Ukuran bagian tengah berbentuk palang 11. Jumlah lokul buah : hanya dua, dua atau tiga, tiga atau empat, empat, lima, atau enam, dan lebih dari enam Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung nilai rataan dan menduga nilai komponen ragam dari masing-masing karakter. Data diolah dengan menggunakan uji t-sudent dan R 1386 3.0.2. Nilai rataan digunakan untuk mengetahui keragaaan suatu populasi. Dalam penelitian ini juga diduga nilai koefisien keragaman (KK), nilai heritabilitas arti luas dan analisis gerombol (cluster analysis). Analisis Data Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji t-student pada taraf 5%. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan keragaan genotipe M0 dan M1 untuk setiap karakter. Analisis data juga dilakukan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas untuk masing-masing populasi genotipe. a. Pendugaan nilai heritabilitas arti luas
7
b.
h2bs = ( σ2 M1 - σ2 M0 ) / σ2 M1 x 100% Ragam fenotipe diduga dari ragam genotipe M1 σ2p = σ2 M1 Ragam lingkungan diduga dari ragam genotipe M0 σ2 E = σ2 M0 Ragam genetik diduga dari ragam fenotipe dan ragam lingkungan σ2 g = σ2 p - σ2 E Koefisien keragaman diduga dari akar kuadrat ragam dan nilai tengah KK = ( √σ2 / µ ) x 100%
c. d. e.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kondisi benih pada tanaman genotipe M0 memiliki daya berkecambah yang tinggi, rata-rata lebih dari 80% sedangkan untuk tanaman genotipe M1 memiliki daya berkecambah saat persemaian yang berbeda-beda (Tabel 1). Genotipe STB GL, Aceh 1, dan GL 2 memiliki daya berkecambah yang relatif tinggi, yakni lebih dari 80%. Genotipe Lombok 1, STB BK, dan Mak 3 memiliki daya berkecambah yang rendah yakni berturut-turut adalah 60%, 54%, dan 42%. Genotipe Kuda 1, Lombok 4, Kemir, dan Lombok 2 memiliki daya berkecambah sangat rendah, yakni berturut-turut adalah 38%, 42%, 26%, dan 10%. Daya berkecambah yang rendah pada genotipe M1 dapat disebabkan oleh pengaruh dosis radiasi yang tinggi sehingga menyebabkan benih mati. Tabel 1 Nilai daya berkecambah pada persemaian, daya tumbuh saat transplanting pada tanaman M1 dan M0 Daya berkecambah pada Daya tumbuh saat persemaian (%) transplanting (%) No Genotipe M0 M1 M0 M1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh 1 Gl 2 Kemir Kuda 1 Lom 1 Lom 2 Mak 3 Lom 4 Stb bk Stb gl
100 96.7 83.3 100 100 100 76.7 90 90 90
82 94 26 38 60 10 42 42 54 90
80 85 60 95 55 60 75 70 65 70
92.7 97.9 100 89.5 93.3 100 95.2 61.6 100 95.5
Hama yang menyerang pada tanaman M0 dan M1 adalah ulat grayak (Spodoptera litura), ulat buah (Helicoverpa armigera), dan ulat penggorok (Liriomyza sp.). Penyakit yang menyerang adalah bercak kering (Alternaria solani),
8 bercak basah (Phytoptora infestans), layu bakteri (Pseudomonas atau Ralstonia solanacearum), dan virus kerdil. Hama dan penyakit tersebut menyerang daun dan buah sehingga kualitas dan kuantitas produksi menurun. Benih disemai dalam rumah plastik yang memiliki suhu relatif tinggi sehingga menyebabkan benih tumbuh dengan lambat dan dipindah tanam saat umur 7 MST. Kondisi lingkungan saat tanam adalah musim kemarau dengan suhu siang yang cukup tinggi (Lampiran 1). Menurut Pracaya (2004) penyerbukan dan pembuahan terbaik berada pada suhu sekitar 21ºC. Bila suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan pembuahan akan terhambat. Menurut Poerwanto dan Susila (2013) cekaman kekeringan pada tanaman buahbuahan dapat menghentikan pertumbuhan vegetatif dan merangsang pembungaan, bahkan pada buah yang sudah tua dapat meningkatkan akumulasi gula. Stres air tidak langsung menyebabkan tanaman berbunga, tetapi merangsang pembungaan. Tanaman akan berbunga ketika sudah berada pada kondisi optimum setelah pembungaannya diinduksi oleh stres air. Karakter Kuantitatif Karakter Pertumbuhan Pembandingan nilai tengah hitung menggunakan uji-t pada taraf nilai kritis = 0.05 dengan asumsi ragam M1 dan M0 berbeda. Menurut Jambornias (2004) bila uji-t menunjukkan pengaruh nyata (nilai peluang beda nilai tengah lebih kecil dari nilai kritis = 0.05), maka terdapat perbedaan antara M1 dan M0. Koefisien keragaman (KK) adalah keragaman relatif terhadap besaran data (Mattjik dan Sumertajaya (2006). Tabel 2 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter tinggi tanaman M1 M0 No Genotipe σ2 p σ2 e σ2g p.value KK(%) µ (cm) µ (cm) KK(%) 1 Aceh 1 109.2±17.6 16.9 106.0±14.9 15.5 308.3 220.8 87.4 0.5991tn 2 Gl 2 96.0±21.6 24.0 116.6±8.7 8.2 463.8 75.3 388.4 0.0411* 3 Kemir 54.4±10.2 18.7 114.3±9.0 7.9 103.2 81.8 21.4 >.0001** 4 Kuda 1 66.8±23.3 34.9 113.3±6.2 5.4 543.5 37.9 505.6 0.0001** 5 Lom 1 71.2±16.3 22.9 80.0±5.23 6.6 265.7 28.0 237.6 0.3672tn 6 Lom 2 42.7±25.0 58.6 74.5±12.0 16.2 625.3 145.0 480.3 0.0724tn 7 Lom 4 50.0±15.3 30.5 132.5±12.0 10.4 233.2 152.9 80.5 <.0001** 8 Mak 3 74.9±22.6 30.2 132.1±16.2 12.3 511.2 262.1 249.0 <.0001** 9 Stb bk 56.8±11.3 19.9 64.0±6.1 9.5 128.1 37.0 91.1 0.3329tn 10 Stb gl 103.4±28.0 27.1 119.3±13.9 11.7 785.7 194.9 590.7 0.1511tn KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Berdasarkan hasil uji t-student pada karakter tinggi tanaman, hasilnya nyata pada genotipe GL 2 dan sangat nyata pada genotipe Kemir, Kuda 1, Lom 4, dan Mak 3. Genotipe M1 Aceh 1 memiliki nilai tengah tertinggi (109.2±17.6 cm) dan genotipe M1 Lom 2 memiliki nilai tengah terendah (42.7±25.0 cm). Nilai koefisien
9 keragaman tertinggi pada M1 adalah genotipe Lom 2 (58.6%) dan terendah adalah Aceh 1 (16.9%). Nilai ragam genotipe tertinggi adalah genotipe STB GL (590.7) dan terendah adalah Aceh 1 (87.4). Tabel 3 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter diameter batang M1 M0 No Genotipe σ2p σ2e σ2g p.value µ (cm) KK(%) µ (cm) KK(%) 1 Aceh 1 0.9±0.2 24.7 0.8±0.2 18.8 0.053 0.023 0.030 0.1222tn 2 Gl 2 0.7±0.2 29.9 0.9±0.2 20.8 0.046 0.035 0.011 0.0788tn 3 Kemir 0.7±0.1 14.0 0.8±0.1 9.8 0.012 0.007 0.005 0.2035tn 4 Kuda 1 0.6±0.1 23.3 0.8±0.1 15.0 0.023 0.013 0.010 0.0206* 5 Lom 1 0.8±0.2 22.5 0.8±0.1 6.9 0.037 0.003 0.034 0.8576tn 6 Lom 2 0.7±0.4 51.5 0.6±0.3 41.3 0.130 0.069 0.061 0.7611tn 7 Lom 4 0.7±0.1 19.7 0.8±0.1 7.53 0.023 0.003 0.019 0.9648tn 8 Mak 3 0.7±0.2 31.1 0.7±0.1 16.3 0.053 0.017 0.036 0.5305tn 9 Stb bk 0.6±0.3 46.2 0.7±0.1 7.9 0.095 0.003 0.092 0.8036tn 10 Stb gl 0.7±0.2 24.1 0.7±0.1 17.1 0.031 0.016 0.014 0.7255tn KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Berdasarkan hasil uji t-student pada karakter diameter batang menunjukkan hasil nyata hanya pada genotipe Kuda 1 (Tabel 3). Genotipe M1 Aceh 1 memiliki nilai tengah tertinggi (0.9±0.2 cm) dan genotipe M1 Lom 2 memiliki nilai tengah terendah (0.9±0.2 cm). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada M1 adalah genotipe Lom 2 (51.5%) dan terendah adalah Kemir (14.0%). Nilai ragam genotipe tertinggi adalah genotipe STB BK (0.092) dan genotipe yang terendah adalah Kemir (0.005). Karakter tinggi tanaman dan diameter batang dipengaruhi oleh banyak gen dan peran dari masing-masing gen tersebut kecil serta peran lingkungan berpengaruh besar terhadap penampilan karakter-karakter tersebut (Nugroho et al. 2013). Tinggi tanaman yang rendah dan diameter batang yang besar adalah karakter yang diharapkan untuk perakitan varietas karena mudah dipanen dan mampu menopang bobot buah yang tinggi. Komponen Umur Berdasarkan hasil uji t-student pada karakter umur berbunga menunjukkan hasil sangat nyata pada semua genotipe selain Aceh 1. Umur berbunga M1 lebih lama dari M0. Genotipe M1 yang memiliki nilai tengah tinggi adalah genotipe Kemir (40.4±1.5 HST) dan Mak 3 (40.4±0.9 HST) sedangkan genotipe M1 STB GL memiliki nilai tengah terendah atau genjah (20.5±0.5 HST). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada M1 adalah genotipe Lom 2 (9.5%) dan terendah adalah GL 2 (1.2%). Nilai ragam genotipe tertinggi adalah genotipe Lom 2 (5.8) dan GL 2 (0.1) terendah. Pada varietas komersil Intan memiliki umur berbunga 55-60 hari setelah semai (HSS), varietas Ratna 55-60 HSS, dan Berlian 50-60 HSS (Syukur et al. 2015).
10
Tabel 4
Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada berbunga M1 M0 No Genotipe σ2 p σ2 e µ (HST) KK(%) µ (HST) KK(%) 1 Aceh 1 30.5±1.18 3.9 30.2 ±0.9 3.1 1.4 0.8 2 Gl 2 35.2±0.4 1.2 30.1±0.3 1.1 0.2 0.1 3 Kemir 40.4±1.5 3.8 30.2±0.6 2.1 2.3 0.4 4 Kuda 1 22.4±1.2 5.3 20.6 ±0.9 4.6 1.4 0.9 5 Lom 1 40.3±1.1 2.6 35.2±0.6 1.8 1.1 0.4 6 Lom 2 28.0±2.6 9.5 24.6±0.8 3.4 6.5 0.7 7 Lom 4 39.4±1.1 2.7 36.8±0.6 1.7 1.1 0.4 8 Mak 3 40.4±0.9 2.3 30.1±0.3 1.1 0.9 0.1 9 Stb bk 31.5±1.2 3.9 30.2 ±0.4 1.4 1.5 0.2 10 Stb gl 20.5±0.5 2.5 20.1±0.3 1.6 0.3 0.1
karakter umur σ2 g
p.value
0.5 0.1 1.9 0.5 0.7 5.8 0.7 0.8 1.3 0.2
0.535tn <.0001** <.0001** 0.0009** <.0001** 0.0030** <.0001** <.0001** 0.0077** 0.0176**
KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Hasil uji t-student pada karakter umur panen menunjukkan hasil sangat nyata pada semua genotipe selain Aceh 1, Lom 4, dan STB BK. Umur panen M1 lebih lama dari M0. Genotipe M1 yang memiliki nilai tengah tertinggi adalah genotipe Mak 3 (58.5±3.7 HST) sedangkan genotipe M1 STB GL memiliki nilai tengah terendah atau genjah (47.2±0.7 HST). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada M1 adalah genotipe Mak 3 (6.3%) dan terendah adalah Kuda 1 (1.5%) dan STB GL (1.5%). Nilai ragam genotipe tertinggi adalah genotipe Mak 3 (7.2) dan STB GL (0.1) terendah. Tabel 5 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter umur panen M1 M0 No Genotipe σ2p σ2e σ2g p.value µ (HST) KK(%) µ (HST) KK(%) 1 Aceh 1 50.5±1.2 2.3 50.1±0.3 0.6 1.4 0.1 1.3 0.2384tn 2 Gl 2 54.5±1.9 5.7 40.5±1.6 3.9 3.8 2.5 1.4 <.0001** 3 Kemir 56.4±2.6 4.6 40.3±0.5 1.2 6.8 0.2 6.6 <.0001** 4 Kuda 1 56.5±0.9 1.5 45.2±0.6 1.4 0.8 0.4 0.4 <.0001** 5 Lom 1 58.3±1.5 2.6 51.4±1.3 2.6 2.2 1.8 0.4 <.0001** 6 Lom 2 52.7±2.5 4.8 43.5±1.6 3.8 6.3 2.7 3.6 <.0001** 7 Lom 4 55.3±3.2 5.9 53.2±2.0 3.8 10.5 4.2 6.3 0.2671tn 8 Mak 3 58.5±3.7 6.3 52.7±2.5 4.7 13.4 6.2 7.2 0.0005** 9 Stb bk 50.7±1.3 2.6 50.1±0.3 2.1 1.7 1.1 0.6 0.2052tn 10 Stb gl 47.2±0.7 1.5 43.2±0.6 1.5 0.5 0.4 0.1 <.0001** KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Salah satu karakter varitas unggul tomat menurut Purwati (2007) adalah berumur genjah. Pada varietas komersil Intan memiliki umur berbunga 55-60 hari setelah semai (HSS), varietas Ratna 55-60 HSS, dan Berlian 50-60 HSS (Syukur et
11 al. 2015). Karakter umur panen merupakan salah satu karakter yang digunakan untuk mengukur keunggulan suatu varietas (Sari et al. 2014). Varietas yang diinginkan adalah varietas yang memiliki umur panen lebih awal (genjah) (Syukur et al. 2012). Berdasarkan umur berbunga dan umur panen, genotipe M1 tidak mengalami perbaikan karakter agronomi dibandingkan genotipe M0. Karakter umur berbunga dan umur panen merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen dan termasuk dalam karakter kuantitatif (Nugroho 2013). Menurut Feng et al. (2012) inisiasi pembungaan selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga dipengaruhi oleh keberadaan beberapa gen sebagai faktor internal. Karakter Hasil dan Komponen Hasil Pengamatan karakter hasil dan komponen hasil meliputi bobot buah per tanaman dan rata-rata bobot buah. Berdasarkan hasil uji t-student pada karakter bobot buah (Tabel 6) hanya genotipe Lom 2 yang tidak berbeda nyata, genotipe Lom 4 dan STB BK berbeda nyata, sedangkan yang lain berbeda sangat nyata. Nilai tengah tertinggi pada tanaman M1 adalah genotipe Mak 3 (183.9±57.7 g) dan terendah adalah genotipe STB GL (25.7±37.9 g). Nilai tengah genotipe M1 lebih rendah dari genotipe M0. Berbasarkan karakter bobot, genotipe M1 tidak mengalami perbaikan karakter agronomi karena berbobot lebih rendah dari M0. Nilai koefisien keragaman tertinggi pada M1 adalah genotipe Aceh 1 (201.3%) dan terendah adalah Mak 3 (31.37%). Nilai ragam genotipe tertinggi adalah genotipe Kuda 1 (30 147) dan terendah adalah Kemir (178.7). Tabel 6 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter bobot buah per tanaman M1 M0 No Genotipe σ2 p σ2 e σ2g p.value KK(%) µ (g) KK(%) µ (g) 1 Aceh 1 45.8±92.4 201.3 104.3±33.6 32.2 8537.7 1131.9 7 405.8 0.0063** 2 Gl 2 91.0±99.3 109.2 599.8±84.0 14.0 9871.6 7062.7 2 808.9 <.0001** 3 Kemir 51.1±26.7 52.35 254.8±23.1 9.0 715.9 537.2 178.72 <.0001** 4 Kuda 1 109.5±202 184.4 249.1±103 41.4 40808 10660 30 147 <.0001** 5 Lom 1 109.±95.7 87.8 286.3±86.1 30.0 9170.9 7421.8 1 749.1 <.0001** 6 Lom 2 68.0±90.4 132.9 86.4±62.2 71.9 8176.6 3869.3 4 307.3 0.7265tn 7 Lom 4 36.6±29.9 81.74 78.1±5.4 6.9 897.0 29.8 867.18 0.0453* 8 Mak 3 183.9±57.7 31.37 447.2±20.5 4.6 3331.0 422.5 2 908.5 <.0001** 9 Stb bk 39.9±44.3 110.9 84.4±5.45 6.4 1968.6 29.7 1 938.9 0.0172* 10 Stb gl 25.7±37.9 147.3 361.0±16.6 4.6 1441.3 276.7 1 164.7 <.0001** KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Hasil uji t-student pada karakter rata-rata bobot buah (Tabel 7) berbeda nyata pada genotipe Lom 2, tidak berbeda nyata pada genotipe Aceh 1, Lom 1 dan Lom 4. Genotipe M1 memiliki bobot lebih rendah dari genotipe M0. Genotipe M1 Lom 2 memiliki nilai tengah tertinggi (15.2±3.7 g) sedangkan STB BK memiliki nilai terendah (5.7±2.5 g). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada karakter ini
12 terdapat pada genotipe M1 Lom 4 (65.6%) dan terendah pada Kemir (19.4%). Koefisien keragaman rata-rata bobot buah pada genotipe M1 memiliki nilai yang lebih tinggi dari M0. Ragam genotipe Lom 1 (16.1) memiliki nilai tertinggi dan ragam genotipe M1 Kemir (1.4) memiliki nilai ragam terendah. Tabel 7 Nilai tengah, koefisien bobot buah M1 No Genotipe µ (g) KK(%) 1 Aceh 1 9.6±4.9 51.1 2 Gl 2 11.7±4.7 39.9 3 Kemir 12.9±2.5 19.4 4 Kuda 1 8.3±5.1 60.9 5 Lom 1 15.0±5.8 38.7 6 Lom 2 15.2±3.7 24.5 7 Lom 4 7.6±5.0 65.6 8 Mak 3 15.1±3.1 20.8 9 Stb bk 5.7±2.5 45.1 10 Stb gl 9.8±3.2 32.6
keragaman, pada ragam pada karakter rata-rata M0 KK(%) µ (g) 12.3±3.8 31.1 23.2±3.0 13.3 20.5±2.2 10.7 17.5±4.8 27.8 15.5±4.1 26.9 26.4±3.4 13.2 11.2±3.0 27.5 20.8±2.1 10.4 12.4±1.3 11.1 39.9±2.0 5.1
σ2 p
σ2 e
σ2 g
p.value
24.2 22.1 6.3 26.1 33.7 14.0 25.1 9.8 6.6 10.3
14.8 9.5 4.8 23.7 17.5 12.2 9.5 4.7 1.9 4.1
9.3 12.6 1.4 2.4 16.1 1.8 15.6 5.1 4.7 6.2
0.1974tn <.0001** 0.0004** 0.0002** 0.8050tn 0.0139* 0.2874tn <.0001** 0.0070** <.0001**
KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Kendala penanaman tomat di dataran rendah adalah terjadinya penurunan produktivitas. Hasil rata-rata tanaman tomat di dataran rendah hanya 0.25 kg tanaman-1, jika dikonversikan hanya mencapai 6 ton ha-1 (Purwati 2007). Varietas yang beradaptasi di dataran menengah hingga tinggi yang ditanam di dataran menengah menunjukkan penurunan produktivitas sekitar 50-60% atau turun dari 45 kg tanaman-1 menjadi 1.95 kg tanaman-1 (Soedomo 2012). Menurut Wahyuni et al. (2014) produksi per tanaman pada tanaman tomat ditentukan oleh jumlah tandan buah, jumlah bunga per tandan, jumlah bunga yang menjadi buah dan bobot per buah. Kualitas Buah Nilai hasil uji t-student pada karakter panjang buah (Tabel 8) berbeda nyata pada genotipe GL-2 dan sangat nyata pada genotipe Kemir, Kuda 1, Mak 3, dan STB GL. Genotipe M1 Lom 1 memiliki nilai tengah tertinggi (3.5±0.5 cm) sedangkan STB GL memiliki nilai terendah (1.6±0.3 cm). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada karakter ini terdapat pada genotipe M1 Mak 3 (36.8%) dan terendah pada Kemir (10%). Nilai koefisien keragaman M1 memiliki nilai yang lebih tinggi dari M0. Ragam genotipe Mak 3 (0.587) memiliki nilai tertinggi dan ragam genotipe Kemir (0.021) memiliki nilai ragam terendah.
13 Tabel 8 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter panjang buah M1 M0 No Genotipe σ2p σ2e σ2g p.value µ (cm) KK(%) µ (cm) KK(%) 1 Aceh 1 1.8±0.6 31.8 2.8±0.2 30.4 0.338 0.060 0.278 0.3086tn 2 Gl 2 1.9±0.4 18.6 2.3±0.3 10.6 0.134 0.061 0.073 0.0091* 3 Kemir 2.0±0.2 10.0 3.3±0.1 4.2 0.040 0.019 0.021 <.0001** 4 Kuda 1 1.8±0.3 17.9 2.4±0.2 9.4 0.101 0.052 0.049 <.0001** 5 Lom 1 3.5±0.5 12.9 3.4±0.3 8.9 0.200 0.094 0.106 0.8100tn 6 Lom 2 2.2±0.5 21.2 2.6±0.3 13.4 0.212 0.119 0.093 0.1834tn 7 Lom 4 2.8±0.4 13.9 2.9±0.1 4.3 0.150 0.015 0.135 0.7757tn 8 Mak 3 1.7±0.7 36.8 2.5±0.1 3.2 0.593 0.006 0.587 <.0001** 9 Stb bk 2.1±0.7 32.1 3.1±0.1 4.7 0.449 0.022 0.427 0.0659tn 10 Stb gl 1.6±0.3 17.9 2.2±0.2 9.0 0.089 0.038 0.051 <.0001** KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Nilai uji t-student pada karakter diameter buah (Tabel 9) berbeda sangat nyata pada semua genotipe kecuali ACEH 1, STB BK, dan Lom 2 yang tidak berbeda nyata. Nilai tengah diameter buah pada genotipe M1 menunjukkan hasil yang lebih kecil dari genotipe M0. Genotipe Aceh 1 (3.2±0.8 cm), GL 2(3.2±0.5 cm), dan Lom 1 (3.2±0.3 cm) memiliki nilai tengah tertinggi sedangkan Kuda 1 (2.2±1.2 cm), Lom 2 (2.2±0.3 cm) dan Lom 4 (2.2±0.3) memiliki nilai terendah. Nilai koefisien keragaman tertinggi pada karakter ini terdapat pada genotipe M1 Kuda 1 (52.7%) dan terendah pada Lom 1 (9.7%). Pada nilai koefisien keragaman M1 memiliki nilai yang lebih tinggi dari M0. Ragam genotipe M1 Kuda 1 (1.340) memiliki nilai tertinggi dan Lom 2 (0.027) memiliki nilai ragam terendah. Tabel 9 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter diameter buah M1 M0 No Genotipe σ2p σ2e σ2g p.value µ (cm) KK(%) µ (cm) KK(%) 1 Aceh 1 3.2±0.8 23.8 3.7±0.5 12.7 0.578 0.216 0.362 0.0703tn 2 Gl 2 3.2±0.5 17.3 3.8±0.4 11.5 0.297 0.187 0.111 0.0049** 3 Kemir 2.4±0.4 16.0 3.5±0.2 4.4 0.153 0.023 0.130 <.0001** 4 Kuda 1 2.2±1.2 52.7 3.7±0.2 6.3 1.394 0.053 1.340 0.0013** 5 Lom 1 3.2±0.3 9.7 2.6±0.3 9.6 0.098 0.061 0.037 <.0001** 6 Lom 2 2.2±0.3 12.9 2.5±0.2 9.3 0.083 0.056 0.027 0.1292tn 7 Lom 4 2.2±0.3 15.1 3.0±0.2 5.0 0.114 0.023 0.090 0.0038** 8 Mak 3 2.6±0.5 20.3 3.4±0.1 3.4 0.287 0.014 0.273 <.0001** 9 Stb bk 2.5±0.7 26.8 2.8±0.2 6.3 0.446 0.030 0.416 0.4670tn 10 Stb gl 2.9±0.5 17.3 3.8±0.4 9.9 0.261 0.140 0.120 <.0001** KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Menurut Murti (2004) karakter diameter buah, rongga buah, dan panjang buah merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan banyak gen (epistasis) yang pengaruh lingkungannya cukup besar. Menurut Syukur et al. (2012) karakter kuantitatif banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh
14 Adams et al. (2001) dan Bertin (2005) ukuran tomat yang ditanam pada suhu 25ºC dan 26ºC menjadi lebih kecil dibandingkan pada suhu 20-22ºC. Tabel 10 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pedisel buah M1 M0 No Genotipe σ2 p µ (cm) KK(%) µ (cm) KK(%) 1 Aceh 1 0.7±0.1 13.7 0.8±0.1 6.4 0.010 2 Gl 2 0.7±0.1 17.4 0.8±0.1 12.6 0.014 3 Kemir 0.7±0.1 8.5 0.7±0.1 6.3 0.004 4 Kuda 1 0.6±0.1 17.9 0.8±0.1 10.4 0.013 5 Lom 1 0.8±0.1 12.6 0.8±0.1 5.8 0.010 6 Lom 2 0.7±0.5 73.9 0.7±0.2 32.5 0.258 7 Lom 4 0.6±0.2 27.2 0.8±0.0 5.8 0.026 8 Mak 3 0.6±0.2 25.1 0.8±0.1 8.2 0.026 9 Stb bk 0.6±0.1 12.8 0.7±0.0 3.2 0.006 10 Stb gl 0.7±0.1 10.2 0.9±0.1 6.2 0.006
pada karakter panjang σ2 e
σ2 g
p.value
0.003 0.010 0.002 0.007 0.002 0.051 0.002 0.004 0.001 0.003
0.007 0.005 0.002 0.005 0.007 0.207 0.024 0.022 0.006 0.003
0.0109* 0.0376* 0.0619tn 0.0021* 0.1018tn 0.9387tn 0.1428tn 0.0244* 0.0187* <.0001**
KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Hasil uji t-student pada karakter panjang pedisel buah (Tabel 10) berbeda sangat nyata pada genotipe STB GL dan berbeda nyata pada Aceh 1, GL 2, Kuda 1, Mak 3, dan STB BK. Berdasarkan nilai tengahnya, nilai panjang pedisel pada genotipe M1 lebih rendah dari genotipe M0. Nilai tengah tertinggi adalah genotipe Lom 1 (0.8±0.1 cm). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada karakter ini terdapat pada genotipe M1 Lom 2 (73.9%) dan terendah pada Kemir (8.5%). Ragam genotipe tertinggi terdapat pada genotipe Lom 2 (0.207) dan terendah Kemir (0.002). Tabel 11 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter kelunakan buah M1 M0 No Genotipe σ2p σ2e σ2g p.value µ µ -1 -1 KK(%) -1 -1 KK(%) (mm g 5s ) (mm g 5s ) 1 Aceh 1 88.6±15.5 17.5 70.6±7.8 11.1 240.5 61.2 179.3 0.0009** 2 Gl 2 98.0±13.6 13.9 58.4±7.3 12.5 186.3 52.8 133.5 <.0001** 3 Kemir 119.8±8.1 6.7 107.7±7.0 6.5 65.2 48.9 16.3 0.0122* 4 Kuda 1 108.6±14.5 13.3 81.6±4.0 5.0 209.9 16.4 193.6 <.0001** 5 Lom 1 41.7±5.9 14.0 63.9±3.9 6.1 34.3 15.0 19.3 <.0001** 6 Lom 2 51.7±2.5 4.8 46.8±1.7 3.6 6.0 2.9 3.2 0.0965tn 7 Lom 4 48.1±6.9 14.2 57.5±2.1 3.7 47.0 4.5 42.5 0.1035tn 8 Mak 3 117.7±15.8 13.4 63.2±6.6 10.5 249.8 44.2 205.7 <.0001** 9 Stb bk 50.3±6.4 12.8 57.9±5.3 9.2 41.3 28.5 12.8 0.0455* 10 Stb gl 111.3±13.7 12.3 66.8±8.1 12.2 187.6 66.0 121.6 <.0001** KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
15 Pengamatan kelunakan buah dilakukan pada bagian tengah buah. Semakin dalam tusukan atau semakin besar nilai kelunakan buah maka buah tersebut semakin lunak. Hasil uji t-student pada karakter kelunakan buah (Tabel 11) berbeda nyata pada genotipe Kemir dan STB BK, berbeda sangat nyata pada genotipe Aceh 1, GL 2, Kuda 1, Lom 1, Mak 3 dan STB GL, tidak berbeda nyata pada Lom 2 dan Lom 4. Genotipe M1 Kemir memiliki nilai tengah tertinggi (119.8±8.1 mm g-1 5s1 ) sedangkan Lom 1 memiliki nilai terendah (41.7±5.9 mm g-1 5s-1). Nilai koefisien keragaman tertinggi pada karakter ini terdapat pada genotipe M1 Aceh 1 (17.5%) dan terendah pada Lom 2 (4.8%). Ragam genotipe Mak 3 (205.7) memiliki nilai tertinggi dan ragam genotipe Lom 2 (3.2) memiliki nilai ragam terendah. Tabel 12 Nilai tengah, koefisien keragaman, dan ragam pada karakter padatan terlarut total M1 M0 No Genotipe σ2 p σ2e σ2g p.value µ (ºbrix) KK(%) µ (ºbrix) KK(%) 1 Aceh 1 4.2±0.1 2.7 5.2±0.1 2.0 0.013 0.011 0.002 <.0001** 2 Gl 2 5.1±0.2 3.8 5.3±0.2 3.6 0.038 0.036 0.002 0.0282* 3 Kemir 5.4±0.2 3.6 5.2±0.2 3.4 0.038 0.031 0.007 0.2160tn 4 Kuda 1 5.8±0.1 2.1 5.6±0.1 2.0 0.014 0.013 0.001 0.0002** 5 Lom 1 4.8±0.1 2.0 4.9±0.1 1.0 0.009 0.003 0.007 0.0806tn 6 Lom 2 5.6±0.2 2.7 4.7±0.1 1.2 0.023 0.003 0.020 0.0020** 7 Lom 4 7.1±0.4 5.6 5.1±0.3 6.7 0.160 0.117 0.043 <.0001** 8 Mak 3 5.3±0.1 2.3 5.3±0.1 2.3 0.015 0.014 0.001 0.2014tn 9 Stb bk 5.2±0.2 2.9 5.2±0.2 2.9 0.024 0.023 0.001 0.1896tn 10 Stb gl 5.2±0.1 2.3 4.9±0.1 1.2 0.014 0.003 0.011<.0001** KK : koefisien keragaman (%) ; * : berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5%; ** : berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji-t student taraf 1% ; tn : tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t-student taraf 5% ; σ2p : ragam fenotipe ; σ2e ; ragam lingkungan ; σ2g : ragam genotipe
Hasil uji t-student pada karakter total padatan terlarut buah (Tabel 12) berbeda nyata pada genotipe GL 2, berbeda sangat nyata pada genotipe Aceh 1, Kuda 1, Lom 2, Lom 4, dan STB GL, dan tidak berbeda nyata pada genotipe Kemir, Lom 1, Mak 3, dan STB BK. Genotipe M1 Lom 4 memiliki nilai tengah tertinggi (7.1±0.4ºbrix) sedangkan Aceh 1 memiliki nilai terendah (4.2±0.1ºbrix). Nilai koefisien keragaman pada karakter ini bernilai rendah, yakni kurang dari 10%. Nilai koefisien keragaman tertinggi pada karakter ini terdapat pada genotipe M1 Lom 4 (5.6%) dan terendah pada Lom 1 (2.0%). Nilai ragam genetik tertinggi adalah Lom 4 (0.043). Tingkat padatan terlarut dalam buah atau sayuran mempengaruhi tingkat kemanisan suatu rasa (Kleinhenz dan Bumgarner 2012). ºBrix sering dinyatakan sebagai presentase sukrosa dalam larutan (Harril 2015). Tomat yang semakin masak maka semakin tinggi nilai total padatan terlarutnya. Nilai Brix adalah ukuran dari kandungan padatan terlarut dari larutan (Kleinhenz dan Bumgarner 2012). Kandungan gula pada buah menjadi faktor utama dalam kualitas buah dan menjadi objek yang penting bagi pemulia tanaman tomat. Kandungan brix terlibat dalam metabolisme primer yang dikontrol oleh Quantitatif Trait Loci (QTL) (Ikeda et al. 2013).
16 Munculnya penyakit pada tanaman tomat dapat disebabkan curah hujan dan kelembaban udara relatif yang tinggi. Curah hujan tinggi terjadi saat 5 MST, yakni saat tanaman sedang berbuah (Lampiran 1). Menurut Erwiyono et al. (2009) curah hujan yang lebih tinggi berdampak pada kerusakan tanaman, mengganggu pembungaan, pembuahan, dan pertumbuhan buah kopi, sehingga berdampak pada turunnya produksi. Berdasarkan tabel 13 menunjukkan adanya genotipe M1 yang terserang layu bakteri yang menyebabkan beberapa tanaman mati dan tidak dapat diamati. Ketahanan tanaman M1 terhadap penyakit layu bakteri bervariasi. Genotipe M1 memiliki presentase terserang layu bakteri yang lebih kecil dari M0 pada genotipe Lom 1, STB BK, Kemir, dan Lom 2. Hal tersebut berarti terdapat perbaikan sifat ketahanan terhadap penyakit layu bakeri pada dari genotipe M0 ke M1. Tabel 13 Nilai presentase serangan layu bakteri dan pecah buah pada genotipe M1 dan M0 Pecah buah per buah dalam Layu bakteri (%) genotipe (%) No Genotipe M0 M1 M0 M1 1 Aceh 1 0 0 0-5 0-5 2 Gl 2 0 0 0-5 0-5 3 Kemir 8.3 0 0-10 0-20 4 Kuda 1 0 0 0-5 0-5 5 Lom 1 81.8 10.7 0 0 6 Lom 2 83.3 0 0 0 7 Lom 4 0 0 0 0 8 Mak 3 14.3 62.5 0-10 0-5 9 Stb bk 61.5 51.8 0 0 10 Stb gl 0 0 0-5 0-5 Pecah buah menjadi salah satu kendala pada produksi tomat di dataran rendah. Pecah buah dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil, baik pada tomat konsumsi segar maupun olahan (Wahyuni 2014). Menurut Masarirambi et al. (2009) pecah buah merupakan kelainan fisiologi yang tidak disebabkan oleh infeksi penyakit atau serangga. Pecah buah terjadi karena pertumbuhan buah yang cepat pada kondisi ketersediaan air melimpah dan suhu tinggi, terutama ketika kondisi ini diikuti periode stress tanaman. Berdasarkan tabel 13 persentase buah yang mengalami pecah buah bervariasi antar genotipe. Genotipe Aceh 1, GL 2, Kuda 1, dan STB GL memiliki persentase serangan yang sama pada M1 dan M0 sebesar 05% per buah. Genotipe Lom 1, Lom 2, Lom 4, dan STB BK memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap pecah buah karena tidak ada buah yang mengalami pecah buah pada M1 dan M0. Genotipe M1 Mak 3 (0-5%) mengalami perbaikan ketahanan terhadap pecah buah dibandingkan dengan M0 sebesar 0-10%. Pecah buah pada tomat yang dikonsumsi segar dapat menurunkan penampilan sehingga menurunkan jumlah buah yang dapat dipasarkan (Wahyuni 2014). Kerugian akibat pecah buah dapat diatasi dengan menggunakan kultivar tahan, mencukupi kebutuhan air, dan nutrisi tanaman yang seimbang (Masarirambi et al. 2009).
17 Heritabilitas Nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20%, sedang pada 20-50%, dan tinggi jika lebih dari 50% (Sujiprihati et al. 2003). Menurut Acquaah (2007) pendugaan komponen ragam digunakan dalam studi genetika untuk sifat kuantitatif. Nilai heritabilitas arti luas diduga dari total ragam genetik terhadap ragam fenotipiknya. Heritabilitas akan memberi gambaran suatu karakter dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan, yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan genetik antara tetua dengan keturunan yang dihasilkan (Machfud dan Sulistyowati (2009). Syukur et al. (2011) menambahkan bahwa heritabilitas sangat bermanfaat dalam proses seleksi. Seleksi akan efektif jika populasi tersebut mempunyai heritabilitas yang tinggi. Jika nilai duga heritabilitas tinggi maka seleksi dilakukan pada generasi awal karena karakter dari suatu genotip mudah diwariskan ke keturunannya, tetapi sebaliknya bila nilai duga heritabilitas rendah maka seleksi dilakukan pada generasi lanjut karena sulit diwariskan pada generasi selanjutnya. Tenaya et al. (2003) mengemukakan enam faktor yang mempengaruhi nilai duga heritabilitas meliputi karakteristik populasi yang diuji, jumlah genotipe yang dievaluasi, metode evaluasi, keefektifan penilaian, adanya ketidakseimbangan lingkage dan rancangan penelitian yang digunakan dilapangan. Tabel 14 adalah nilai dugaan heritabilitas arti luas pada genotipe M1 dan M0. Tabel 14 Nilai dugaan heritabilitas arti luas (h2bs) pada genotipe tomat M1 dan M0 Genotipe No Karakter Lom Lom Lom Mak Stb Stb A1 GL2 Kemir K1 1 2 4 3 bk gl 1 TT 28.4 83.8 20.7 93.0 89.5 76.8 34.5 48.7 71.1 75.2 2 DT 57.5 25.4 47.1 46.2 90.0 46.2 84.0 68.1 33.3 96.3 3 RRBB 38.8 56.9 22.8 9.3 47.9 12.9 62.2 52.0 71.2 60.1 4 BB 80.8 86.7 28.5 73.9 87.3 24.9 98.5 24.9 19.1 96.7 5 UBG 36.5 44.4 82.7 35.3 63.6 89.2 64.6 88.6 87.6 61.5 6 UP 96.9 35.1 96.6 47.4 18.8 57.0 60.2 53.6 36.6 20.0 7 PPD 75.0 98.2 30.6 33.1 75.0 79.7 93.8 85.9 43.8 50.2 8 PBH 82.4 53.9 51.0 48.3 52.5 42.9 93.3 99.8 95.6 55.6 9 DBH 62.1 36.7 86.7 96.4 34.9 31.5 81.8 96.6 93.3 46.2 10 KLB 74.6 71.6 25.0 92.2 56.2 52.4 90.4 82.3 30.9 64.8 11 TPT 76.3 15.2 4.6 10.3 3.4 73.23 4.8 17.8 85.7 27.0 A1 : Aceh 1 ; K1 : Kuda 1 ; TT : tinggi tanaman ; DT : diameter batang ; RRBH : rata-rata bobot ; buah ; BB bobot buah ; UBG : umur berbunga ; UP : umur panen ; PPD : panjang pedisel ; PBH : panjang buah ; DBH : diameter buah ; KLB ; kelunakan buah ; TPT : total padatan terlarut.
Genotipe Aceh 1 memiliki nilai heritabilitas arti luas dengan kriteria tinggi pada semua karakter selain tinggi tanaman, rata-rata bobot buah, dan umur berbunga. Genotipe GL 2 memiliki nilai heritabilitas arti luas tinggi pada karakter tinggi tanaman, rata-rata bobot buah, bobot buah, panjang pedisel, panjang buah, dan kelunakan buah. Genotipe Kemir memiliki nilai heritabilitas tinggi pada karakter umur berbunga, umur panen, panjang buah, dan diameter buah. Genotipe Kuda 1 memiliki nilai heritabilitas arti luas tinggi pada karakter tinggi tanaman,
18 bobot buah, diameter buah, dan kelunakan buah. Genotipe Lom 1 memiliki nilai heritabilitas yang bervariasi. Bernilai tinggi pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, bobot buah, umur berbunga, panjang pedisel, panjang buah, dan kelunakan buah. Genotipe Lom 2 memiliki hilai heritabilitas tinggi pada, tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, panjang pedisel, kelunakan buah dan padatan terlarut total. Genotipe Lom 4 memiliki nilai heritabilitas tinggi pada semua karakter selain tinggi tanaman dan padatan terlarut total. Genotipe Mak 3 memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi pada semua karakter selain pada tinggi tanaman dan bobot buah yang bernilai sedang dan pada padatan terlarut total yang bernilai rendah. Genotipe STB BK bernilai tinggi heritabilitas arti luasnya pada karakter tinggi tanaman, ratarata bobot buah, umur berbunga, panjang buah, diameter buah, dan padatan terlarut total. Genotipe STB GL memiliki nilai heritabilitas yang tinggi pada semua karakter kuantitatif selain umur panen, diameter buah dan padatan terlarut total. Karakter Kualitatif Sifat kualitatif pada tanaman biasanya dikendalikan oleh sedikit gen (monogenik atau oligenik) dengan pengaruh lingkungan yang kecil (Wardah et al. 2009). Berdasarkan Tabel 14, tipe tumbuh dan tepi daun genotipe tomat dapat dibedakan menjadi dua tipe, yakni indeterminate dengan tipe daun bippinnate (STB GL, Aceh 1, GL 2, Kuda 1, dan Mak 3) dan determinate dengan tepi daun Pinnate (Lom 1, STB BK, Kemir, Lom 2, Lom 4). Berdasarkan letak daun, semua genotipe memiliki letak semi tegak atau menyudut. Pada genotipe Aceh 1, GL 2, Kuda 1, dan Mak 3 terlihat adalah warna hijau bahu buah sebelum matang.
Tabel 15 Keragaan tipe tumbuh, letak daun, tepi daun, warna bahu, dan bentuk buah genotipe tomat M1 Karakter kualitatif No Genotipe Bentuk Tipe tumbuh Letak daun Tepi daun Warna Bahu buah 1 ACEH 1 Indeterminate Semi tegak Bipinnate Ada Pipih 2 GL 2 Indeterminate Semi tegak Bipinnate Ada Pipih 3 KEMIR Determinate Semi tegak Pinnate Tidak ada Bulat 4 KUDA 1 Indeterminate Semi tegak Bipinnate Ada Pipih Bulat 5 LOM 1 Determinate Semi tegak Pinnate Tidak ada hati 6 LOM 2 Determinate Semi tegak Pinnate Tidak ada Bulat 7 LOM 4 Determinate Semi tegak Pinnate Tidak ada Pipih 8 MAK 3 Indeterminate Semi tegak Bipinnate Ada Pipih 9 STB BK Determinate Semi tegak Pinnate Tidak ada Bulat 10 STB GL Indeterminate Semi tegak Bipinnate Tidak ada Pipih Berdasarkan bentuk buah, genotipe dengan tipe tumbuh indeterminate dan Lom 4 memiliki bentuk buah yang pipih, sedangkan Lom 1 berbentuk bulat hati, Kemir dan Lom 2 berbentuk bulat.
19 Tabel 16 Keragaan buah genotipe tomat M1 No Genotipe 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
STB GL ACEH 1 GL 2 KUDA 1 MAK 3 LOM 1 STB BK KEMIR LOM 2 LOM 4
Lekukan pangkal buah Sangat kuat Kuat Kuat Sangat kuat Kuat Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah
Tekanan pengkal buah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Lemah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Karakter kualitatif Ukuran Bentuk ujung bagian buah tengah biji Melekuk Lebar Melekuk Sangat lebar Melekuk Sangat lebar Melekuk Lebar Melekuk Lebar Runcing Kecil Datar Kecil Datar Sangat kecil Runcing Kecil Datar Sangat kecil
Jumlah Lokul >6 >6 >6 >6 >6 2 2 2 2 2
Pada keragaman lekukan pada pangkal buah genotipe STB GL dan Kuda 1 sangat kuat, genotipe Aceh 1, Mak 3 dan GL 2 kuat, sedangkan genotipe yang lain lemah. Tekanan pangkal buah pada genotipe dengan tipe tumbuh indeterminate adalah sedang, pada Lom 1 lemah dan lainnya tidak ada. Bentuk ujung buah pada genotipe dengan bentuk buah pipih adalah melekuk, runcing pada genotipe Lom 1 dan Lom 2, dan datar pada genotipe STB BK, Kemir, dan Lom 4. Berdasar ukuran bagian tengah biji terhadap total diameter buah, genotipe STG GL, Kuda 1, dan Mak 3 memiliki ukuran yang besar, genotipe Aceh 1, dan Gl 2 sangat besar, Lom 1, STB BK, dan Lom 2 kecil, serta Kemir dan Lom 4 sangat kecil. Berdasar jumlah lokul, pada buah dengan bentuk pipih dan tipe tumbuh indeterminate memiliki jumlah rongga yang lebih dari enam, sedangkan yang lain adalah dua.
STB BK
Lom 4
Lom 1
Kemir
Aceh 1
STB GL
Mak 3
Lom 2
Kuda 1
GL 2
Gambar 1 Bentuk buah genotipe tomat M0
20
Menurut Alif (2008) sifat permukaan buah, lekukan di pangkal buah, orientasi buah, penyempitan tangkai buah, warna daun, dan posisi bunga dikendalikan oleh gen mayor. Analisis Gerombol Analisis gerombol bertujuan untuk mengelompokkan genotipe-genotipe berdasarkan tingkat kemiripan karakter-karakternya. Menurut Wahyuni (2014) analisis gerombol bertujuan mengelompokkan data pengamatan di dalam beberapa kelas sehingga anggota di dalam satu kelas lebih homogen atau serupa dibandingkan dengan anggota di dalam kelas lain. Gambar 1 menunjukan hasil perlakuan iradiasi sinar gamma tidak berbeda pada jarak 0.77. Analisis kelompok menunjukkan bahwa jarak dari tingkat ketidakmiripan adalah kecil (23%). Hasil koefisien ketidakmiripan menunjukkan bahwa M1 dan M0 terbagi menjadi 2 kelompok besar. Kelompok pertama terdiri dari Kemir M0, Kemir M1, Lom 4 M0, Lom 4 M1, Lom 2 M0, Lom 2 M1, STB BK M0, STB BK M1, Lom 1 M0, dan Lom 1 M1, sedangkan pada kelompok kedua adalah MAK 3 M0 , STB GL M0, GL-2 M0, Kuda 1 M0, Aceh 1 M0, MAK 3 M1, STB GL M1, GL-2 M1, Kuda 1 M1, dan Aceh 1 M1. Pada kelompok pertama, genotipe hasil iradiasi berpasangan dengan genotipe tetuanya, sedangkan pada kelompok kedua, genotipe hasil iradiasi tidak mengelompok dengan tetuanya melainkan mengelompok bersama genotipe hasil radiasi yang lain. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan nilai tengah antara genotipe hasil iradiasi dan tetua.
0.23
Gambar 2 Dendrogram hasil pengelompokan melalui analisis gerombol terhadap M1 dan M0
21
Kelompok I Genotipe M1
Kelompok II Genotipe M1 Gambar 3 Dendrogram hasil pengelompokan melalui analisis gerombol terhadap tanaman M1 Hasil analisis pengelompokkan berdasarkan jarak ketidakmiripan (Gambar 2) menunjukkan berbeda pada tingkat 0.5, menunjukkan bahwa kemiripan adalah (50%). Terdapat keragaman yang besar antar individu di dalam genotipe M1. Keragaman setiap individu pada genotipe M1 terbagi menjadi dua kelompok besar. Keragaman di dalam genotipe masih terjadi dilihat dari keragaan karakter kualitatif.
SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada keragaan mutan tomat generasi M1 yaitu pada peubah : tinggi tanaman, diameter batang, umur berbunga, umur panen, bobot buah, rata-rata bobot buah, panjang pedisel, panjang buah, diameter buah, kelunakan buah, dan padatan terlarut total. Keragaman di dalam genotipe masih terjadi dilihat dari keragaan karakter kualitatif . Hasil analisis pengelompokkan berdasarkan jarak ketidakmiripan adalah tidak berbeda pada tingkat 0.77, menunjukkan bahwa ketidakmiripan adalah rendah ( 23%). Hasil koefisien ketidakmiripan menunjukkan bahwa M1 dan M0 terbagi
22 menjadi 2 kelompok besar. Hasil analisis pengelompokkan pada keragaman kelompok genotipe M1 berdasarkan jarak ketidakmiripan adalah tidak berbeda pada tingkat 0.5, menunjukkan bahwa ketidakmiripan adalah (50%). Nilai heritabilitas bervariasi pada setiap genotipe dan karakter. Nilai heritabilitas dapat bernilai tinggi pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, bobot buah, rata-rata bobot buah, umur berbunga, umur panen, panjang pedisel, panjang buah, diameter buah, kelunakan buah, dan padatan terlarut total, namun nilai tersebut berbeda pada setiap genotipe. Nilai heritabilitas arti luas dengan kriteria tinggi dapat digunakan sebagai karakter seleksi pada program pemuliaan tanaman selanjutnya. SARAN Penelitian tentang tanaman tomat hasil iradiasi perlu dilakukan dengan jumlah pengamatan yang lebih banyak sehingga informasi yang diperoleh semakin banyak serta perlu adanya seleksi terhadap tanaman hasil iradiasi yang memiliki potensi sesuai tujuan pemuliaan. DAFTAR PUSTAKA
Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Oxford (UK) : Black well Plublising Ltd. Adams SR, Cockshull KE, Cave CRJ. 2001. Effect of temperatre on the growth and development of tomato fruits. Annals of botany. 88: 869-877. Adiyoga W. 2000. Pengembangan ekspor-impor dan kestabilan penerimaan ekspor komoditas sayuran di Indonesia. J Hort. 9(1):70-81. Ahloowalia BS, Maluszynsky M. 2001. Induce mutations - a new paradigm in plant breeding. Euphytica 118: 67-173. Alif MD. 2008. Pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada cabai (Capsicum annuum L.) [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Aisyah SI. 2013. Mutasi Induksi. Di dalam : Syukur M dan Sastrosumarjo S. Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID) : IPB Press. [AVRDC] The World Vegetable Center. Srinivasan R (Ed.). 2010. Safer tomato production methods: A field guide for soil fertility and pest management. AVRDC Publication. 10(740) :1-97. [BB BIOGEN] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 2011. Pemanfaatan sinar radiasi dalam pemuliaan tanaman. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 33(1): 1-8. Bertin N. 2005. Analysis of the tomato fruit growth response to temperature and plant fruit load in relation to cell division, cell expansion and DNA endoreduplication. Annals of Botany. 95 : 439-447.
23 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Data ekspor-impor komoditas hortikultura 2014 [internet]. [diunduh 2015 Juni 21]. Tersedia dari : http://aplikasi.pertanian.go.id/eksim2012/eksporNegara.asp Corjeno JC, Salvador R, Fernando N. 2013. Phenotypic and genetic diversity od Spanish tomato landrace. Scientia Horticulturae.162: 150-164. Corrado G, Martina C, Pietro P, Rosa R. 2014. Genetic diverity in Italian tomato landraces: implication for the development of a core collection. Scientia Horticulturae. 168: 138-144. Emami A, Eivazi AR. 2013. Evaluation of genetic variations of tomato genotypes (Solanum lycopersicum L.) with multivariate analysis. Ijsres. 1(10) : 273284. Erwiyono R, Yacob RY, Usmadi. 2009. Pengaruh pola curah hujan terhadap produksi kopi: studi di satu perkebunan di Banyuwangi. Jurnal Agrotropika 14(1): 29 – 36. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Dalam [AVRDC] The World Vegetable Center. Srinivasan R (Ed.). 2010. Safer tomato production methods: A field guide for soil fertility and pest management [Internet]. [diunduh 2015 Juni 21]. Tersedia dari : http://203.64.245.61/web_docs/ manuals/Safer%20tomato%20Production_Bahasa%20Indonesia.pdf Feng X, Xiaofeng R, Xiaohua H, Shuiyuan C. 2012. Recent advances of flowering locus T gene in higher plants (review). Int. J. Mol. Sci.13: 3773-3781. Handayati W. 2013. Perkembangan pemuliaan mutasi tanaman hias di Indonesia. A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation. 9(1): 67-80 Harril R. 2015. Using a refractometer to test the quality of fruits & vegetables [internet]. [diunduh 2015 Juni 1]. Tersedia dari : http://www.nutritionsecurity.org/PDF/Brix.pdf. Ikeda H, Masahiro H, Kenta S, Manabu N, Koki K, Yoshinori K. 2013. Analysis of tomato introgression line, IL8-3, with increased brix content. Scientia Horticulturae. 153: 103-108. Jambormias E, Sutjahjo SH, Jusuf M, Suharsono. 2004. Keragaan, keragaman genetik dan heritabilitas sebelas sifat kuantitatif kedelai (glycine max l. merrill) pada generasi seleksi f5 persilangan varietas slamet x nakhonsawane. Jurnal Pertanian Kepulauan. 3(2):115 – 124. Jusuf M. 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta (ID) : Sagung Seto. [Kementan] Kementerian Pertanian (ID). 2015. Data produksi subsektor hortikultura 2014 [Internet]. [Diunduh 2015 Juni 21]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabel-2-prod-lspn-prodvitashorti.pdf Kleinhenz MD, Bumgarner NR. 2012. Using °brix as an indicator of vegetable quality. Ohio (US): Department of Horticulture and Crop Science. The Ohio State University, Ohio Agricultural Research and Development Center. HYG-1650-12 Lestari A, Dewi DW, Qosim WA, Rahardja M, Rostini N, Setiamihardja R. 2006. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter komponen hasil dan hasil lima belas genotip cabai merah. Zuriat 17 (1):97-98. Machfud M, Sulistyowati. 2009. Pendugaan aksi gen dan daya waris ketahanan kapas terhadap Amrasca biguttula. Jurnal Littri. 15 (3) : 131 – 138.
24 Mangoendidjojo W.2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Masarirambi MT, N Mhazo, TO Oseni, VD Shongwe. 2009. Common physiological disorders of tomato (Lycopersicon esculentum) fruit found in Swaziland. J. Agric. Soc. Sci. 5:123-127 Matteo AD, Valentino R, Adriana S, Maria MR, Filomena C, Anthony B, Alisdair RF, Luigi F, Amalia B. 2013. Identification od candidate genes for phenolics accumulation in tomato fruit. Plant Science. 205-205: 87-96. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr. Murti RH, Kurniawati T, Nasrullah. 2004. Pola pewarisan karakter buah tomat. Zuriat. 15(2): 140-149. Naika S, Joep van LJ, dGoffau M, Martin H, Barbara D. 2005. Cultivation of Tomato. Wageningen (NL) :Agromisa Foundation and CTA. Nugroho WP, Maimun B, Sa’diyah N. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [l.] Merrill) generasi f2 hasil persilangan Yellow Bean dan Taichung. J. Agrotek tropika. 1(1):38-44 Patel SA, Kshirsagar DB, Attar AV, Bhalekar MN. 2013. Study on genetic variability, heritability and genetic advance in tomato. J. Plant Sci. 8(1) : 45-47. Poehlman JM. 1979. Breeding Field Crops Second Edition. Columbia (US): Avi Publishing Company. Poerwanto R, Susila AD. 2013. Teknologi Hortikultura, Seri Hortikultura Tropika 1. Bogor (ID):IPB Press. Pracaya. 2004. Bertanam Tomat. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Pranita DI. 2012. Perbaikan karakter agronomis buru hotong (Setaria italica (L.) Beauv) melalui irradiasi sinar gamma. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Purwati E. 2007. Varietas Unggul Harapan Tomat Hibrida. Lembang (ID) : Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Saito T, Tohru A, Yoshihiro O, Erika A, Kyoko H, Naoya F, Tsuyoshi M, Yukiko Y, Koh A, Hiroshi E. 2011. A novel tomato mutant database distributing micro-tom mutant collection. Plant Cell Physial. 52(2): 283-296. Sari WP, Damanhuri, Respatijarti. 2014. Keragaman dan heritabilitas 10 genotip pada cabai besar (Capsicum annuum L.). J.Prod.Tan. 2(4):301-307. Sikder S, Biswas P, Hazra P, Akhtar S, Chattopadhyay A, Badigannavar AM, D’Souza SF. 2013. Induction of mutation in tomato (Solanum lycopersicum L.) by gamma irradiation and EMS. Indian J. Genet. 73(4): 392-399. doi : 10.5958/j.0975-6906.73.4.059. Sobrizal. 2008. Pemuliaan mutasi dalam peningkatan manfaat galur-galur terseleksi asal persilangan antar subspesies padi. A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation. 4(1): 1-11 Soedomo. 2012. Uji daya hasil lanjutan tomat hibrida di dataran tinggi Jawa Timur. J. Hort. 22:8-13. Sujiprihati S, Sale GB, Ali ES. 2003. Heritability performance and correlation studies on single cross hybrids of tropical maize. Asian J. Plant Sci. 2(1):51-57.
25 Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Kusumah DA. 2011. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas karakter komponen hasil beberapa genotip cabai. J. Agrivigor. 10(2):148-156. Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Syukur M, Helfi ES, Rudi H. 2015. Bertanam Tomat saat Musim Hujan. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Tenaya IMN, Setiamihardja R, Baihaki A, Natasamita S. 2003. Heritabilitas dan aksi gen kandungan fruktosa, kandungan kapsaisin dan aktivitas enzim peroksidasepada hasil persilangan antar spesies cabai rawit x cabai merah. Zuriat. 14(1) :26-34. [UPOV] International Union for The Protection of New Varieties of Plants. 2011. Tomato. Guidelines for the conduct of tests, for distinctness, uniformity and stability. Prepared by an expert from the european union to be considered by the enlarged editorial committee at its meeting to be held in Geneva, Switzerland, on january 6, 2011. Wahyuni S. 2014. Analisis genetik karakter kuantitatif dan pecah buah pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyuni S, Rahmi Y, Muhammad S, Joko RW, Syarifah IA. 2014. Ketahanan 25 genotipe tomat (Solanum lycopersicum Mill) terhadap pecah buah dan korelasinya dengan karakter-karakter yang lain. J.Agron Indonesia. 42 (3) : 195-202. Wardah R, Nisa C, Henni A. 2009. Pewarisan gen sederhana beberapa karakter kacang nagara (Vigna unguiculata ssp. Sylindrica). J.Agroscientiae. 2(16) : 107-111.
26 Lampiran 1 Curah hujan, suhu rata-rata harian, dan kelembaban relatif selama penelitian Bulan September 2014 Oktober 2014 November 2014 Desember 2014 Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015
Suhu rata-rata (oC) 26.3 26.8 26.3 26.3 25.2 25.0 25.6
Curah hujan (mm bulan-1) 21.8 180.3 673.2 209.5 251 351 374
Kelembaban (%) 95 84 64 45 87 88 85
Lampiran 2 Proyeksi hasil produksi genotipe M0 dan M1 dalam satu hektar No Genotipe M0 (ton) M1 (ton) 1 Aceh 1 3.479 1.530 2 Gl 2 19.994 3.033 3 Kemir 8.495 1.704 4 Kuda 1 8.305 3.651 5 Lom 1 9.543 3.637 6 Lom 2 2.881 2.268 7 Lom 4 2.605 1.221 8 Mak 3 14.909 6.132 9 Stb bk 2.814 1.333 10 Stb gl 12.034 0.859 Keterangan : populasi tanaman : 33 333; jarak tanam : 50 cm x 60 cm
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 25 September 1993 dari bapak Supardan dan ibu Siti Kholipah. Penulis adalah putri satu-satunya dari keluarga bapak Supardan. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Maospati dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti berbagai organisasi dan kegiatan kampus. Penulis aktif sebagai staf departemen advokasi dalam organisasi DPM TPB IPB 2011, sekretaris LK IFAST Club 2012, dan staf kementrian pertanian pada BEM KM IPB 2013. Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti IPB Berkebun dan IPB Mengajar. Pada tahun 2013 penulis mengikuti kegiatan kampus IGTF di kabupaten Klaten untuk melakukan identifikasi geografis padi Rojolele. Penulis juga aktif sebagai pengajar lembaga bimbingan belajar Kharisma Prestasi di Bogor. Penulis pernah mengikuti PKM Penelitian dan berhasil di danai DIKTI pada tahun 2014 dengan judul “Tumbukan kulit jengkol untuk tingkatkan produktifitas padi organik” , serta berhasil mendapat pendanaan dari proposal kewirausahaan PMW IPB pada tahun 2014 dengan judul “Pari Wangi : Produksi dan pemasaran beras aromaik bercita rasa tinggi”. Penulis juga mengikuti program sinergi S1-S2 (fast track) 2014 di jurusan Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian, IPB.