INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO UNTUK MEMPEROLEH KLON KRISAN BARU
OLEH: EKA NOVITA SARI A24051815
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN EKA NOVITA SARI. Induksi Keragaman Somaklonal Beberapa Kultivar Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) melalui Radiasi Sinar Gamma secara In Vitro untuk Memperoleh Klon Krisan Baru. Dibimbing oleh (NURHAYATI ANSORI MATTJIK). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari iradiasi sinar gamma terhadap variasi genetik tanaman krisan dalam kultur in vitro, untuk mengetahui dosis sinar gamma yang optimum untuk menginduksi variasi somaklonal pada empat varietas krisan, untuk membandingkan ketahanan tanaman terhadap sinar gamma di antara empat kultivar krisan, dan untuk mengetahui interaksi antara kedua faktor, yaitu faktor kultivar dan dosis sinar gamma. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura
IPB.
Percobaan
menggunakan rancangan faktorial acak kelompok dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu kultivar krisan yang terdiri atas Puspita Nusantara, Puspita Asri, Cut Nyak Dien, dan Dewi Ratih. Faktor kedua adalah dosis sinar gamma, yaitu 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 krad yang diulang sebanyak 5 kali. Pertumbuhan terbaik terdapat pada krisan kultivar Puspita Nusantara pada dosis 0 krad. Dosis 0.5 krad atau lebih dapat menginduksi keragaman somaklonal kultivar Puspita Nusantara, Puspita Asri, Cut Nyak Dien, dan Dewi Ratih. Dosis sinar gamma secara nyata menghambat pertumbuhan jumlah daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan tinggi tanaman. Nilai LD50 masing-masing kultivar melebihi dosis yang diberikan dalam percobaan, yaitu kultivar Puspita Nusantara 5.93 krad, Puspita Asri 6.61 krad, Cut Nyak Dien 6.81 krad, dan Dewi Ratih 12.77 krad.
INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO UNTUK MEMPEROLEH KLON KRISAN BARU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH: EKA NOVITA SARI A24051815
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Penelitian
:
INDUKSI
KERAGAMAN
BEBERAPA
SOMAKLONAL
KULTIVAR
KRISAN
(DENDRATHEMA GRANDIFLORA TZVELEV.) MELALUI RADIASI SINAR GAMMA SECARA IN
VITRO
UNTUK
MEMPEROLEH
KRISAN BARU Nama Mahasiswa
:
Eka Novita Sari
Nomor Pokok
:
A24051815
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, M.S NIP. 19460807 197303 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
KLON
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 17 November 1989 dan merupakan anak pertama dari pasangan Sugiarto dan Titik Setyowati. Tahun 2001 penulis lulus dari SDN 029 Jenebora, Kalimantan Timur, kemudian pada tahun 2003 telah menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1 Balikpapan, Kalimantan Timur melalui program akselerasi (program 2 tahun). Selanjutnya penulis lulus dari SMA International Islamic Boarding School pada tahun 2005 juga melalui program akselerasi. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan kampus seperti Koran Kampus dari tahun 2005 sampai 2006, Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Basket dari tahun 2005 sampai dengan 2011. Pada tahun 2009 penulis menjadi asisten praktikum Pembiakan Tanaman dan Dasar-Dasar Agronomi. Kemudian pada tahun 2010 penulis menjadi Ketua Panitia Liga Bola Basket Mahasiswa Divisi II se-Jawa Barat. Selain itu, penulis memiliki hobi bermain basket, scuba diving, snorkeling, melukis, dan travelling.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Induksi Keragaman Somaklonal Beberapa Kultivar Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) melalui Radiasi Sinar Gamma secara In Vitro untuk Memperoleh Klon Krisan Baru”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rasa hormat, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, saran, serta nasehat selama ini. Ucapan terima kasih penulis kepada Dosen Penguji, yaitu Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. dan Ir. Megayani, M.Si., yang telah bersedia meluangkan waktu dan perhatiannya untuk mengoreksi dan memberikan saran terhadap skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis selama penyusunan dan penyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Keluargaku, Sugiarto (bapak) dan Titik Setyowati (mama), yang senantiasa memberikan perhatian, dorongan, semangat, dukungan moril dan materi kepada penulis. 2. Kawan-kawan sekelas, yaitu Rifqi, Warno, Rofiq, Hafith, Dial, Estherlina, Feni, Kaka dan Anton. Rekan seperjuangan se-pembimbing; Ester, Hila dan Neneng. Terima kasih juga kepada Henmen atas dukungan dan semangatnya. 3. Staf Tata Usaha, Staf Laboratorium Kultur Jaringan, dan Staf Laboratorium Fisiologi Tanaman (Bu Juju, Teh Iif, Pak Joko, Bu Fury, Pak Wasta, Pak Qohar, Pak Udin, dan lainnya). 4. Tak lupa terima kasih untuk teman-teman UKM Basket IPB (Odon, Rini, Icha, Tetet, Traya, Edi, Vani, Iwed, Basun, Dona, Cumi, Sahlan, Bayu, Coach Hengky), Agronesia Food Crew (Dial, Matthew, Uli, Wewe, Ranting, Hafith, Kaka), Wisma Kardita (Indri, Beybe, Aceng, Taufan, Citra, Koko, Risto,
Wani, Heni, Esta), SMA IIBS (Hilda, Rifa, Benazer), asisten selam ilmiah (Ghufron, Anta, Lope, Acu, Umi dkk) 5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas semuanya.
Bogor, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN .......................................................................................... Latar Belakang .................................................................................... Tujuan ................................................................................................. Hipotesis .............................................................................................
1 1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 Potensi Tanaman Krisan ..................................................................... 5 Syarat Tumbuh Tanaman Krisan ........................................................ 6 Keragaman Somaklonal ...................................................................... 8 Induksi Mutasi .................................................................................... 9 Induksi Mutasi Tanaman Krisan ......................................................... 11 BAHAN DAN METODE ............................................................................... 13 Waktu dan Tempat .............................................................................. 13 Bahan dan Alat .................................................................................... 13 Metode Percobaan ............................................................................... 13 Pelaksanaan Percobaan ....................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 17 Kondisi Umum Percobaan .................................................................. 17 Persentase Tanaman Hidup ................................................................. 20 Lethal Dosis 50 ................................................................................... 22 Tinggi Tunas ....................................................................................... 25 Jumlah Daun ....................................................................................... 26 Jumlah Kromosom .............................................................................. 29 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33 LAMPIRAN .................................................................................................... 37
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Kultivar dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Peubah Kuantitatif Dendrathema grandiflora Tzvelev. ............................................................................. 18 2. Persentase Tunas Hidup pada Berbagai Dosis Radiasi ........................ 20 3. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Kultivar terhadap RataRata Jumlah Tunas In Vitro ................................................................. 21 4. Persamaan dan LD50 Masing-Masing Kultivar .................................... 22 5. Pengaruh Dosis dan Kultivar terhadap Tinggi Planlet Krisan ............. 25 6. Pengaruh Dosis dan Kultivar terhadap Jumlah Daun Krisan ............... 27 7. Pengaruh Interaksi Dosis Iradiasi Sinar Gamma dan Kultivar Krisan terhadap Peubah Jumlah Daun.................................................. 28 8. Jumlah Kromosom Krisan .................................................................... 30
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Eksplan Kultivar Puspita Nusantara yang Berkalus pada Pangkal Batangnya ............................................................................... 18 2. Penampilan Planlet Kontrol Dendrathema grandiflora Tzvelev. dan Planlet yang Diradiasi dengan Sinar Gamma ................. 19 3. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Nusantara setelah Iradiasi ..................................................................... 22 4. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Asri setelah Iradiasi ...................................................................................... 23 5. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Cut Nyak Dien setelah Iradiasi ............................................................................. 23 6. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Dewi Ratih setelah Iradiasi ...................................................................................... 24 7. Grafik Analisis Regresi Pengaruh Dosis Radiasi terhadap Peubah Jumlah Daun ............................................................................ 28 8. Hasil Pengamatan Kromosom Krisan Menggunakan Mikroskop dengan Perbesaran 400 Kali .............................................. 30
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Peubah Jumlah Tunas Hidup. ......................................... 18 2. Sidik Ragam Peubah Jumlah Tinggi Tanaman..................................... 20 3. Sidik Ragam Peubah Jumlah Jumlah Daun .......................................... 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan bisnis tanaman hias telah berkembang dengan pesat dalam beberapa dekade terakhir ini yang disebabkan oleh meningkatnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat sehingga preferensi untuk memenuhi kebutuhan kepuasan akan keindahan dengan tanaman hias lebih tinggi. Salah satu tanaman hias yang cukup populer di Indonesia bahkan pasar internasional adalah krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev). Krisan telah dikenal lama sebagai tanaman hias di dataran tinggi dan industri komersialnya mulai menggeliat pada awal 1990 (Wuryaningsih, 2008). Data statistik produktivitas tanaman krisan dalam 5 tahun terakhir menunjukkan angka yang terus meningkat, pada tahun 2005 produksinya mencapai 47,465,794 tangkai, tahun 2006 berjumlah 63,716,256 tangkai, pada tahun 2007 sebanyak 66,979,260 tangkai, pada tahun 2008 berjumlah 99,158,942 tangkai, pada tahun 2009 sebanyak 107,847,072 tangkai, pada tahun 2010 mencapai 120,485,784 tangkai, dan akan terus meningkat setiap tahunnya (BPS, 2011). Pasar-pasar potensial tanaman krisan antara lain Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, Amerika Serikat, Swedia, dan masih banyak negara lainnya. Peningkatan produksi krisan ini mencerminkan peningkatan konsumsi krisan sehingga metode-metode untuk mengembangkan krisan harus pula ditingkatkan. Berdasarkan analisis perkembangan tanaman hias tahun 2001, 2002 dan tahun 2003 tanaman hias krisan mempunyai nilai rata–rata skor terbesar yaitu 16,66 untuk luas panen, produksi, produktivitas dan potensi ekspor, selanjutnya diikuti oleh anggrek 16,33, mawar 15,33 dan sedap malam 14,00 (Wuryaningsih, 2008). Lebih dari 700 kultivar tanaman krisan tersedia di dunia, dan yang menjadi mata dagangan ada sekitar 250 kultivar (Horst, 1990) dan Wuryaningsih (2008) menambahkan bahwa dari sekitar itu, di Indonesia kultivar yang komersial kurang dari 20. Selama ini kultivar-kultivar yang telah komersil di Indonesia merupakan kultivar yang berasal dari luar negeri, sehingga pengembangan kultivar dari dalam negeri sendiri perlu ditingkatkan sehingga dapat dihasilkan kultivar-kultivar yang dapat beradaptasi baik dengan lingkungan tumbuh di Indonesia. Penelitian-
2
penelitian tentang pemuliaan tanaman perlu ditingkatkan guna menghasilkan kultivar-kultivar komersil baru sehingga konsumen tidak jenuh dengan model krisan yang sedikit jumlahnya. Pemuliaan secara konvensional memiliki kendala pada waktu, yaitu membutuhkan waktu yang lama, sehingga salah satu metode pemuliaan yang dapat ditempuh adalah dengan jalan mutasi. Terdapat tiga macam mutagen, yaitu mutage biologi, mutagen fisik, dan mutagen kimia, namun di antara beberapa macam mutagen tersebut mutage fisik lah yang paling menguntungkan karena mudah diaplikasikan dengan penetrasi serta frekuensi mutasinya tinggi (Broertjes dan Van Harten, 1988). Salah satu jenis mutagen fisik yang banyak digunakan adalah sinar gamma. Teknologi mutasi dapat memperluas keragaman genetik suatu tanaman dan mutan baru akan didapatkan dalam waktu yang singkat, selain itu teknologi ini dapat mengubah susunan makhluk hidup sampai ke tingkat kromosom. Van Harten (2002) mengungkapkan bahwa dengan perlakuan mutasi 55% terjadi perubahan warna bunga, 15% perubahan morfologi bunga pada hampir 20 tanaman. Menurut Evans dan Sharp (1986), salah satu aspek pemanfaatan teknik in vitro adalah untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman melalui pembentukan keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal terjadi karena mutasi genetik, perubahan epigenetik, atau kombinasi kedua proses tersebut (Larkin dan Scowcroft, 1981). Pada tanaman Vitis venifera, pemberian sinar gamma dengan dosis 5 sampai 100 Gy dapat meningkatkan kalus embriogenik sebanyak 7.6% (Valeria et al, 1997). Mutasi pada tanaman mawar ditandai dengan perubahan tipe bunga, warna, ukuran, jumlah petal serta perubahan bentuk dan warna daun (Ibrahim, 1998). Perubahan warna bunga juga terjadi pada mutan gloxinia (Lertphanichkul et al., 2003), sedangkan pada gladiol, iradiasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar dan tunas serta keragaman warna bunga (Cantor et al., 2002) Iradiasi tanaman krisan dilakukan dalam penelitian ini untuk menginduksi keragaman somaklonal dari empat kultivar krisan. Sumber iradiasi yang akan digunakan adalah sinar gamma. Dosis sinar gamma yang diberikan diharapkan akan memberikan efek yang berbeda pada tanaman krisan sehingga dapat
3
ditentukan dosis yang optimal untuk menginduksi keragaman tanaman krisan pada beberapa kultivar yang akan diteliti. Dalam penelitian ini juga akan menggunakan teknik analisis kromosom. Analisis ini digunakan untuk mendeteksi terjadinya mutasi pada tingkat kromosom.
4
Tujuan 1.
Untuk mengetahui dosis sinar gamma yang optimum untuk menghasilkan keragaman somaklonal pada empat kultivar krisan.
2.
Untuk membandingkan kultivar yang paling tahan terhadap iradiasi sinar gamma.
3.
Untuk mengetahui interaksi antara kultivar dan dosis sinar gamma yang diberikan.
4.
Untuk mengetahui nilai LD50 masing-masing kultivar. Hipotesis
1.
Akan diperoleh dosis sinar gamma yang baik dan tepat untuk menghasilkan keragaman somaklonal pada empat kultivar krisan.
2.
Diketahui ada kultivar yang menghasilkan keragaman somaklonal.
3.
Terdapat interaksi antara kultivar dan dosis sinar gamma yang diberikan.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Tanaman Krisan Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan komoditas andalan dalam industri florikultura di Indonesia (Wuryaningsih, 2008). Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia Timur, tepatnya di daratan Cina (Puslitbanghort, 2006). Belum ditemukan data atau informasi yang pasti tentang kapan tanaman krisan masuk ke wilayah Indonesia, namun beberapa literatur menunjukkan sekitar tahun 1800 krisan mulai di tanam di Indonesia dan sejak tahun 1940 krisan mulai dibudidayakan secara komersial sebagai tanaman hias. Beberapa sentra produksi tanaman hias krisan di antaranya adalah Cipanas (Cianjur), Sukabumi, Lembang (Bandung), Bandungan (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur), dan Berastagi (Sumatera Utara) (Puslitbanghort, 2006). Pada saat ini krisan telah dibudidayakan di daerah-daerah lain, seperti NTB, Bali, Sulawesi Utara, dan Sumatera Selatan. Produksi tanaman hias setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 produksinya mencapai 47,465,794 tangkai, tahun 2006 berjumlah 63,716,256 tangkai, pada tahun 2007 sebanyak 66,979,260 tangkai, pada tahun 2008 berjumlah 99,158,942 tangkai, pada tahun 2009 sebanyak 107,847,072 tangkai, pada tahun 2010 mencapai 120,485,784 tangkai, dan akan terus meningkat setiap tahunnya (BPS, 2011). Sihombing dan Rahayuningsih (2004) menambahkan perkiraan peluang ekspor dunia untuk florikultura pada tahun 2007 mencapai US$ 120 milyar. Negara-negara yang menjadi pasar petensial tersebut, yaitu Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, Amerika Serikat, Swedia, dan masih banyak negara lainnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia berpeluang mengembangkan usaha tani krisan, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun untuk diekspor ke pasar internasional (Reginawanti, 1999). Analisis perkembangan tanaman hias tahun 2001, 2002 dan tahun 2003 menghasilkan tanaman hias krisan mempunyai nilai rata–rata skor terbesar yaitu 16,66 untuk luas panen, produksi, produktivitas dan potensi ekspor,
6
selanjutnya diikuti oleh anggrek 16.33, mawar 15.33 dan sedap malam 14.00 (Wuryaningsih, 2008).
Syarat Tumbuh Tanaman Krisan Krisan umumnya dibudidayakan dan tumbuh baik di dataran medium sampai tinggi pada kisaran 650 hingga 1,200 meter di atas permukaan laut (Puslitbanghort, 2006). Budidaya krisan di Indonesia umumnya dilakukan di dalam rumah terlindung yang dapat berupa rumah kaca atau rumah plastik (Puslitbanghort, 2006). tanaman krisan di dalam rumah terlindung ditanam pada bedengan dengan jarak tanam tertentu. Tanaman krisan tumbuh baik di tanah bertekstur liat berpasir, dengan kerapatan jenis 0.2-0.8 g/cm3 (berat kering), total porositas 50-75%, kandungan air 50-70%, kandungan udara dalam pori 10-20%, kandungan garam terlarut 1-1.25 dS/m2 dan kisaran pH sekitar 5.5-6.5 (International Chrysanthemum Society, 2002). Kondisi ini dapat dicapai dengan memodifikasi media tumbuh dalam bedengan atau pot. Putrasamedja dan Sutapraja (1989) mengemukakan bahwa media tumbuh yang baik berupa campuran tanah, humus bambu, dan pupuk kandang (1:1:1). Wuryaningsih et al. (2002) menambahkan tanaman krisan dapat tumbuh dengan baik dalam campuran media tanpa tanah zeolit dan sabut kelapa, karena diduga erat kaitannya dengan ketersediaan air, unsur hara dan kapasitas tukar kation. Serbuk sabut kelapa mempunyai daya menyimpan air yang sangat baik, yaitu 6-8 kali dari berat media serta mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman seperti N, P, Ca dan Mg meskipun dalam jumlah yang sangat kecil (Ketaren dan Djatmiko, 1981). Kapasitas memegang air yang tinggi sangat penting bagi retensi yang lebih dalam terhadap kelembaban tanah untuk menghindari kekeringan (Singarium, 1994). Krisan merupakan tanaman subtropis, sehingga dalam budidayanya dilakukan secara khusus, yaitu memerlukan perlakuan panjang hari yang berhubungan dengan fotoperiodisme. Tanaman krisan memerlukan perlakuan hari panjang (penyinaran lebih lama dari batas kritis) ketika berada dalam fase vegetatif dan perlakuan hari pendek (penyinaran lebih pendek dari batas kritis) saat fase generatif. Batas kritis panjang hari (Critical Daylength-CDL) krisan sekitar 13.5-16 jam tergantung genotipe (Langton, 1987) sehingga tanaman krisan
7
diberi pencahayaan melebihi batas kritisnya untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatifnya. Hal ini dilakukan apabila produk yang diinginkan adalah berupa bibit. Sebaliknya untuk menginduksi pembungaan atau pertumbuhan generatif, pencahayaan dilakukan kurang dari atau sama dengan batas kritisnya. Cara ini dilakukan apabila produk akhir yang akan dicapai berupa tanaman krisan berbunga. Krisantini (1989) menambahkan bahwa tanaman untuk produksi bunga potong di daerah tropis diberi perlakuan hari panjang minimal 14,5 jam per hari dan suhu malam rendah (15,50C) untuk merangsang pertumbuhan dan mencapai panjang batang tertentu sebelum pembungaan. Langton (1987) mengemukaan lebih lanjut bahwa kepekaan krisan terhadap panjang hari tidak tetap. Pengaruh panjang hari terhadap fisiologi pembungaan krisan sering kali berinteraksi dengan suhu harian. Pada kondisi hari panjang dengan suhu siang hari sekitar 220C dan 160C pada malam hari, penambahan
tinggi tanaman
dan
pembentukan
tunas
berjalan
optimal
(Puslitbanghort, 2006). Induksi ke fase generatif akan terjadi apabila suhu pada siang hari turun kurang dari 180C (Lint dan Heij, 1987) dan suhu malam naik hingga lenih dari 250C (Wilkins et al., 1990). Kualitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman krisan selain suhu dan panjang hari. Harjadi (1989) mengemukakan bahwa kondisi hari panjang dan hari pendek pada tanaman dapat diubah oleh pigmen biru yang bernama fitokrom. Pigmen inilah yang diduga bekerja seperti enzim yang menyebabkan fotoperiodisme. Fitokrom berupa protein warna yang larut dalam air terdapat dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu Pr dengan daya absorbs maksimal pada panjang gelombang merah (maksimal 660 nm) dan Pfr dengan daya absorbs maksimal pada panjang gelombang merah panjang (maksimal 730 nm). Cahaya merah panjang akan merubah fitokrom dari bentuk Pfr menjadi Pr yang menyebabkan turunnya persentase Pfr dan memberikan efek hari pendek, sebaliknya cahaya merah akan mengubah Pr menjadi Pfr sehingga menaikkan Pfr mencapai 88% yang akan memberikan efek hari panjang (Salisbury dan Ross, 1995). Hal yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bunga krisan adalah kelembaban. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90-95% pada awal
8
pertumbuhan untuk pembentukan akar (Puslitbanghort, 2006). Mortensen (2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan optimal pada tanaman dewasa dicapai pada kelembaban udara sekitar 70-85%. Maaswinkel dan Sulyo (2004) menyatakan bahwa evapotranspirasi pada tanaman krisan pada saat matahari penuh (musim kemarau) dapat mencapai 5-7 L/m2/hari. Evapotranspirasi maksimum ini tercatat pada saat tanaman mencapai tinggi sekitar 25 cm pada bedengan.
Keragaman Somaklonal Studi keragaman genetik pada prinsipnya bertujuan untuk mengkaji komposisi genetik individu di dalam atau antar populasi. Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan susunan sejumlah rantai nukleotida DNA (Syafni, 2006). Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan dan dapat diwariskan pada progeni tanaman hasil regenerasi (Larkin dan Scocroft, 1981). Keragaman somaklonal dapat diperoleh dengan cara regenerasi langsung, kultur sel tunggal, atau kultur protoplas. Kultur sel tunggal atau kultur protoplas merupakan
metode
yang
baik
untuk
mendapatkan
keragaman, namun
keberhasilan meregenerasikan sel atau protoplas menjadi tanaman yang lengkap pada saat sekarang masih rendah sehingga menggunakan regenerasi langsung untuk mendapatkan keragaman merupakan cara yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan dua cara lainnya (Wattimena et al., 1988). Dalam menginduksi variasi somaklonal, sumber eksplan merupakan bagian yang sangat menentukan karena jaringan yang berbeda dapat menimbulkan frekuensi variasi somaklonal yang berbeda. Semakin tua atau semakin khusus suatu jaringan maka akan besar variasi yang diperoleh dari tanaman yang diregenerasikan. Keragaman genetik juga dapat terjadi pada fase yang berdiferensiasi yang relatif panjang (Evans dan Sharp, 1986). D’Amato (1986) menyatakan bahwa penyebab terjadinya keragaman somaklonal adalah perubahan genetik yang meliputi perubahan gen atau kromosom yang terjadi pada saat induksi kalus atau selama pertumbuhan sel dan jaringan in vitro. Perubahan kromosom yang terjadi dapat berupa perubahan
9
struktur dan jumlah kromosom. Perubahan struktur kromosom meliputi delesi, inversi, duplikasi, atau translokasi, dan perubahan jumlah kromosom dapat menyebabkan euploidi dan aneupolidi. Hal ini disebabkan rusaknya benangbenang gelendong yang berfungsi menarik kromosom ke kutub-kutubnya pada fase anafase dalam mitosis, sehingga dapat menyebabkan mutasi kromosom atau aberasi kromosom. Mutasi gen dapat menimbulkan perubahan sifat yang menguntungkan ataupun merugikan.
Induksi Mutasi Poespadarsono (1988) mengemukakan bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tumbuhan dan pertumbuhan tanaman namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel, misalnya tunas, biji, dan sebagainya. Beliau menambahkan bahwa induksi radiasi dapat menyebabkan mutasi karena sel yang teradiasi dibebani tenaga kinetik yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia yang akhirnya menyebabkan perubahan susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun secara buatan. Mutasi secara alami terjadi secara spontan dan berlangsung lama sekali, sedangkan mutasi buatan terjadi karena adanya perkawinan silang, pemberian zat kimia, dan radiasi nuklir (Soeminto, 1985). Radiasi merupakan salah satu mutagen yang paling potensial. Radiasi terbagi ke dalam dua tipe, yaitu radiasi elektromagnetik (UV, sinar X, dan sinar gamma) dan radiasi partikel (elektron, neutron, proton, partikel α, dan partikel β). Sinar gamma biasanya diperoleh dari radioisotop 60
137
Cs dan
Co. Cobalt-60 mempunyai dua macam energi radiasi, yaitu 1.33 dan 1.17 MeV,
dengan masa paruh waktu 5.3 tahun, sedangkan Cesium-137 adalah jenis monoenergi dengan energi 0.66 MeV dengan paruh waktu 33 tahun (Van Harten, 1998). Keuntungan menggunakan radioisotop yang lebih lama dibandingkan dengan
60
137
Cs adalah masa paruh waktunya
Co dan energi sinar gamma yang
dikeluarkannya lebih sedikit sehingga lebih aman, sedangkan kelemahannya adalah daya penetrasinya yang tinggi ke dalam jaringan (Sparrow, 1961). Handro (1981) menyatakan iradiasi adalah salah satu mutagen yang potensial dalam usaha untuk menghasilkan tanaman mutan melalui kultur jaringan,
10
walaupun
hanya
beberapa
kasus
yang
sudah
sukses
dipublikasikan.
Poespadarsono (1988) menambahkan bahwa perbaikan sifat tanaman memerlukan keragaman genetik yang diharapkan melalui mutasi buatan. Soeminto (1985) mengemukakan bahwa arah mutasi radiasi bersifat acak (random), artinya perubahan sifat yang akan terjadi tidak dapat diramalkan, namun keunggulannya adalah teknik mutasi dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dari bahan pilihan (seleksi) yang banyak. Penggunaan iradiasi selain menguntungkan tetapi dapat juga merugikan. Pada dasarnya semua jenis radiasi adalah merusak jaringan biologi. Ada dua kemungkinan terjadinya kerusakan biologi akibat iradiasi, yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung merupakan saat radiasi langsung menumbuk (mengenai) inti sel dan pecah menjadi fragmen-fragmen yang tidak berguna lagi, sedangkan efek tidak langsung yaitu radiasi yang mengenai molekul-molekul sel menimbulkan reaksi tertentu sehingga terjadi ionisasi dan radikal-radikal bebas (Soeminto, 1985). Sistem radiasi mempunyai kemampuan menghasilkan radiasi pengion yang berefek tidak langsung terhadap sistem biologi pada tanaman. Tahapan-tahapan akibat kerusakan radiasi tersebut adalah tahap fisik, tahap kimia, dan tahap metabolisme (Van Harten, 1998). Wattimena dan Mattjik (1991) menyatakan hasil-hasil percobaan yang dilakukan cukup banyak yang menguntungkan yaitu dengan perolehan baru baik dalam penampilan sifat-sifat morfologis organ tanaman (fenotip) maupun perbaikan sifat lainnya., banyak laporan dalam kultur in vitro yang menyatakan keuntungan dalam menggunakan mutagen fisik (radiasi), namun dalam penggunaannya diperlukan kecermatan dalam menentukan dosis dan memilih bagian yang diradiasi karena kemungkinan besar dapat menyebabkan kerusakan fisiologis. Beberapa penelitian dilakukan untuk menunjukkan pengaruh radiasi sinar gamma terhadap keragaman fenotipik tanaman. Prasetyorini (1991) menyatakan bahwa pemberian radiasi dosis rendah (500 rad) secara nyata dapat merangsang munculnya tunas, akar, dan jumlah akar yang terbentuk pada tunas-tunas in vitro tanaman gerbera (Gerbera jamesonii Bolus ex Hook). Hasil penelitian Wardhani (2005) menunjukkan pemberian dosis 10 Gy pada eksplan anggrek Brachypeza
11
indusiata mampu merangsang pertumbuhan jumlah daun. Eksplan yang diberi perlakuan radiasi pada dosis radiasi 20 Gy memperlihatkan persentase tumbuh terbaik, yaitu 100% pada 10 MSP. Semakin besar dosis radiasi yang diberikan maka warna daun akan semakin menuju ke arah kuning. Perlakuan penyinaran iradiasi sinar gamma 15 Gy pada Euphorbia milii merah muda berpengaruh terhadap percepatan munculnya bunga, peningkatan keragaman warna seludang, penambahan ukuran diameter seludang, dan peningkatan jumlah bunga. Dosis sinar gamma yang dianjurkan untuk peningkatan keragaman E. milii berkisar antara 15-30 Gy (Handayani, 2007). Perlakuan radiasi tunggal Alpinia purpurata mempunyai pengaruh yang lebih positif dibandingkan dengan radiasi yang diulang (Soedjono, 1992). Mutan yang dihasilkan berupa tanaman dengan warna dan ukuran rata-rata sama dengan kontrol, tetapi warna bunga merah menjadi putih dan putih dengan pinggir merah. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Ratnasari (2007) pada iradiasi melati. Dosis iradiasi berulang 45 (20+25) Gy dan 60 (35+25) Gy secara nyata menghambat pertumbuhan tinggi tanaman pada genotipe melati Jasminum sambac kingianum dan Jasminum multiflorum.
Induksi Mutasi Tanaman Krisan Krisan terkenal dengan variasi warna bunganya yang bermacam-macam. Bunga krisan yang dikenal saat ini berasal dari pemuliaan tanaman selama puluhan tahun, namun disadari bahwa pemuliaan secara konvensional dirasa kurang efektif karena memerlukan waktu yang relatif lebih panjang (Sanjaya, 1996). Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan variasi tanaman krisan secara lebih cepat adalah dengan iradiasi. Iaea (1992) menambahkan bahwa hasil mutasi induksi radiasi memiliki nilai pasar yang cukup tinggi. Tanaman yang diperbanyak secara vegetatif seperti krisan, perlakuan mutasi induksi secara fisik dengan iradiasi lebih baik daripada mutasi induksi secara kimiawi karena penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman, mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasinya tinggi (Anonim, 2005). Salah satu mutagen fisik yang banyak digunakan adalah sinar gamma. Hasil penelitian Badriah dan Soedjono (1991) mengemukakan bahwa induksi radiasi sinar gamma dengan dosis 100 Gy pada krisan pot cv. Autumn
12
Glory ternyata dapat mengubah warna bunga putih tepi ungu menjadi kuning. Penelitian iradiasi tanaman krisan kultivar Sri Rejeki, Dewi Sartika, Chandra Kirana, Shakuntala, dan Cat Eyes oleh Sanjay et al. (2003) mengakibatkan penurunan daya hidup tanaman, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan peningkatan/penurunan jumlah bunga pita dan bunga tabung serta abnormalitas bunga. Perubahan bentuk dan warna bunga terdeteksi pada tanaman yang diiradiasi dengan sinar gamma diatas 15 Gy. Daun Dewi Sartika yang diiradiasi 15 Gy menjadi variegata. Masing-masing jenis, bagian dan umur tanaman yang berbeda memiliki sensitivitas dan tanggap yang berbeda terhadap jenis dan dosis iradiasi. Bagian tanaman krisan yang diradiasi pada umumnya adalah setek berakar dengan iradiasi sinar gamma dosis 1.0 krad sampai 3.0 krad (Datta, 2001). Informasi untuk biakan atau planlet masih terbatas, tetapi dengan dosis 0.8 krad sampai 2.5 krad merupakan dosis optimum (Wuryaningsih, 2009). Hasil penelitian Lamsejaan et al. (2000) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa perlakuan iradiasi terhadap biakan dalam botol kultur dengan dosis di atas 3.0 krad telah menyebabkan kematian eksplan.
13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di Pasar Jumat, Jakarta.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain stek tunas aksilar dan terminal tanaman krisan kultivar krisan Puspita Nusantara, Puspita Asri, Dewi Ratih, dan Cut Nyak Dien. Media perbanyakan yang digunakan adalah media MS + IAA 0.1 ppm + BAP 0.5 ppm + sukrosa 30 g/L + agar 7 g/L, 0,8hydroxyquinoline 0.002 M, asam asetat glasial, klorofom, tepung orcein, alkohol 70%, alkohol absolut, spiritus, aquades, plastik wrapping, tisu, botol kultur, dan kantong plastik. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu autoclave, pinset, pipet, ember, sprayer, cutter, stirer, bunsen, mikroskop, gunting, laminar airflow cabinet, dan bakerglass, dan untuk meradiasi planlet digunakan Gamma Chamber dengan sumber iradiasi berupa Co-60 dengan dosis sebesar 136,977 krad/jam.
Metode Percobaan Percobaan ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial yang disusun dalam rancangan lingkungan acak kelompok. Faktor pertama adalah kultivar krisan dan sebagai faktor kedua adalah dosis sinar gamma. Kultivar yang diujikan terdiri atas 4 taraf, yaitu kultivar krisan Dewi Ratih, Puspita Nusantara, Puspita Asri, dan Cut Nyak Dien. Dosis sinar gamma yang diberikan terdiri atas lima taraf, yaitu 0, 500, 1000, 1500, dan 2000 rad dan terdiri atas 5 ulangan. Jumlah satuan percobaan seluruhnya adalah 100 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, persentase tanaman hidup, dan jumlah kromosom.
14
Pelaksanaan Percobaan Persiapan bahan tanam Bahan tanam yang digunakan adalah tunas aksilar dari tanaman in vitro nodus tunggal berumur 4 minggu untuk kemudian diperbanyak ke dalam media MS + IAA 0.1 ppm + BAP 0.5 ppm + sukrosa 30 g/L selama 4 minggu sebanyak 5-7 eksplan per botol. Panjang eksplan yang digunakan adalah 0.5 – 1 cm.
Iradiasi sinar gamma Hasil perbanyakan tanaman diiradiasi dengan dimasukkan ke dalam ruang gamma cell pada iradiator
60
Co di P3TIR BATAN setelah planlet berakar dan
memiliki cukup daun kemudian planlet langsung disubkultur ke media yang baru.
Subkultur Planlet yang telah diradiasi kemudian disubkultur dengan tujuan untuk mencegah kematian tunas yang disebabkan oleh residu radiasi sinar gamma. Subkultur dilakukan dengan memindahkan planlet ke media yang sama seperti yang digunakan saat perbanyakan, yaitu MS + IAA 0.1 ppm + BAP 0.5 ppm + sukrosa 30 g/L, lalu diinkubasi di ruang kultur selama 6 minggu. Penyinaran yang diberikan adalah selama 16 jam/hari dengan intensitas 1000 lux dan setelah dilakukan inkubasi, planlet dapat diaklimatisasi.
Analisis Kromosom Metode pengerjaan analisis kromosom dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan larutan dan tahap pengamatan mitosis. 1.
Persiapan larutan Larutan 0,8-hydroxyquinoline 0.002 M dibuat dengan cara melarutkan 0.3 g 0,8-hydroxyquinoline dalam 1 L aquades pada suhu 700C, kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam sampai terlihat warna kekuningan, lalu larutan disimpan dalam wadah tertutup di dalam lemari es. Larutan carnoy dibuat dengan cara mencampur 10 ml asam asetat glasial dengan 60 ml alkohol absolut dan klorofom 30 ml. Aseto orcein 2% dibuat dengan cara memanaskan 22.5 ml asam asetat dalam gelas reaksi
15
sampai mendidih, diangkat, lalu dimasukkan 1 g tepung orcein sambil wadah digoyangkan selama 10 menit (suhu dipertahankan 90-950C). Larutan ini kemudian ditambahkan 27.5 ml aquades dan dibiarkan hingga suhu mencapai 200C dan dilakukan filtrasi di gelas lain kemudian disimpan dalam wadah yang ridak tembus cahaya langsung. 2.
Pengamatan mitosis Bahan yang digunakan untuk membuat preparat adalah ujung akar dan pucuk daun. Bagian ujung akar diambil dengan memilih bagian ujung akar yang aktif, yaitu yang berwarna keputihan, kemudian dipotong sepanjang 1 cm, dan membuang kotoran pada akar dengan cara direndam dalam air. Ujung akar yang telah bersih ini kemudian dimasukkan ke dalam 0,8hydroxyquinolin selama 3-5 jam. Hal yang dilakukan selanjutnya adalah perlakuan fiksasi sebelum pengamatan dengan mengambil dua ujung akar yang telah sebelumnya direndam dalam air bersih, kemudian tudung akarnya dibuang dan dimasukkan ke dalam larutan campuran I N HCl dan asam asetat 45% dengan perbandingan konsentrasi 3:1 dengan suhu 600C selama 1 sampai 3 menit. Ujung akar tersebut diangkat dan dimasukkan ke dalam orcein, kemudian dipindahkan ke gelas preparat dan dipotong sepanjang 1-2 mm untuk selanjutnya ditetesi dengan orcein. Kaca penutup dipasang dan dipijat dengan halus dengan pensil berkaret lalu dipanaskan kembali. Taha0p selanjutnya adalah pengamatan preparat. Pembuatan preparat bagian pucuk adalah dengan mengupas bagian pucuk daun sehingga didapatkan bagian daun yang paling muda. Bagian tersebut dimasukkan ke dalam 0,8-hydroxyquinolin 200C selama 3 jam dan dipindahkan ke dalam larutan carnoy, selanjutnya disiapkan tempat lain berisi kertas tissu atau kertas lain yang dibasahi dengan 45% asam asetat. Orsein hydroschlorite (1% orcein : 1 N HCl = 9:1) disiapkan kemudian materi tanaman dalam preparat diambil, lalu diurai dalam gelas preparat dibawah binokuler dengan bantuan jarum dan ditetesi orcein sampai terendam. Materi tanaman dimasukkan pada tempat yang berisi 45% asam asetat yang sudah disiapkan sebelumnya, dibiarkan selama 10-20 menit lalu
16
dipijat atau dipukul halus dengan pensil berkaret, seperti pembuatan preparat akar.
Pengamatan Kegiatan pengamatan dilakukan pada persentase hidup planlet, tinggi planlet, jumlah daun, dan jumlah kromosom. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu selama 6 minggu setelah planlet disubkultur pasca iradiasi. 1. Persentase hidup planlet Pengamatan dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah tunas adventif yang muncul pada batang planlet. 2. Tinggi planlet Pengukuran tinggi planlet dilakukan dengan menempelkan penggaris di luar botol di sisi yang terdekat dengan planlet yang diukur. 3. Jumlah daun Pengamatan jumlah daun dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah daun yang telah membuka setengah dan membuka sepenuhnya pada setiap planlet. 4. Jumlah kromosom Penghitungan jumlah kromosom juga dilakukan secara visual menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan Kondisi laboratorium tempat dilakukan percobaan memiliki suhu berkisar antara 18-220C dan kelembaban mencapai 90%. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang memadai untuk tanaman yang ditanam secara in vitro. Tanaman yang diberikan perlakuan merupakan tanaman berumur 4 minggu yang berasal dari subkultur tunas aksilar tanaman in vitro. Sebagian besar tanaman yang mati disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa media yang kurang steril dalam proses pembuatannya serta dari dalam bahan tanam yang membawa cendawan, untuk itu perlunya dilakukan sterilisasi bahan tanam sebelum dilakukan perbanyakan. Sterilisasi dilakukan dengan merendam bahan tanam dengan larutan klorox 5% selama 1 menit. Sedangkan faktor eksternal berupa kurang sterilnya peralatan maupun laminar yang digunakan. Berdasarkan pengamatan satu minggu setelah tanam (1 MST), sebagian besar tanaman sudah bertunas dengan persentase 62%. Satu eksplan rata-rata menghasilkan satu tunas. Pada umur 2 MST kuncup telah membuka dan pertumbuhannya tampak jelas. Kultivar krisan Cut Nyak Dien (CND) memiliki pertumbuhan tunas terendah dibandingkan dengan kultivar lainnya, dan tanaman dengan perlakuan dosis 2 krad menunjukkan pertumbuhan tunas terendah dibandingkan dengan perlakuan dosis lainnya. Tunas tanaman terus mengalami peningkatan pertumbuhan sampai 3 MST yang tertinggi yaitu 89% kemudian mengalami penurunan pertumbuhan pada tiga minggu berikutnya karena terdapat beberapa tunas yang mengalami browning dan akhirnya mati. Hampir seluruh tunas kultivar Puspita Nusantara (PN) berkalus pada pangkal batangnya dan ukuran tunas menjadi kerdil namun tetap mengalami pertumbuhan daun walaupun sedikit. Sedangkan pada kultivar Dewi Ratih (DR), juga menghasilkan kalus pada pangkal batang, namun pertumbuhan tunas tidak terlalu mengalami perbedaan dengan kontrol.
18
Gambar 1. Eksplan Kultivar Puspita Nusantara yang Berkalus pada Pangkal Batangnya Hasil uji F tabel 1 menunjukkan dosis radiasi dan kultivar yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda pada peubah-peubah karakter kuantitatif yang diamati. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Kultivar dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Peubah Kuantitatif Dendrathema grandiflora Tzvelev. Peubah MST dosis iradiasi kultivar dosis x kultivar Jumlah tunas 1 * * tn 2 ** ** ** 3 ** ** tn 4 ** * tn 5 ** tn tn 6 ** * tn Tinggi tanaman 1 2 * ** tn 3 ** ** * 4 ** ** ** 5 ** ** tn 6 ** * tn Jumlah daun 1 2 tn tn tn 3 tn ** tn 4 * ** ** 5 * ** ** 6 ** ** * Ket:
**
sangat berbeda nyata (P<0.01)
*
berbeda nyata (0.01
tn
tidak berbeda nyata (P>0.05)
19
Kultivar yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata, berbeda nyata dan tidak nyata pada peubah-peubah karakter yang diamati. Hal ini disebabkan keempat kultivar yang digunakan memiliki radiosensitivitas yang berbeda-beda terhadap perlakuan dosis iradiasi. Taraf-taraf dosis yang digunakan berselang sebesar 0.5 krad. Besarnya selang dosis yang digunakan diduga sebagai penyebab terjadinya perbedaan yang sangat nyata pada sebagian besar karakter kuantitatif yang diamati. Tidak ada interaksi antar dosis iradiasi terhadap kultivar pada peubah jumlah tunas hidup dan tinggi tanaman, namun terdapat interaksi yang sangat nyata pada peubah jumlah daun.
Gambar 2. Penampilan Planlet Kontrol Dendranthema grandiflora Tzvelev. dan Planlet yang Diiradiasi dengan Sinar Gamma Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan radiosensitivitas, yaitu faktor biologi dan lingkungan. Faktor biologi meliputi perbedaan ukuran dalam inti sel, volume inti (Nuclear Volume), dan volume kromosom saat interfase (Interphase Chromosome Volume) dari
20
spesies yang berbeda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi radiosensitivitas, yaitu oksigen, air, suhu, dan kondisi simpan setelah proses iradiasi.
Persentase Tunas Hidup Berdasarkan Soedjono (1992), penginduksian sinar gamma akan menyebabkan kerusakan pada sel sehingga keadaan fisiologinya akan terganggu, diantaranya adalah kadar oksigen (O2) dan jumlah ion radikal akan meningkat. Tujuan dari penelitian-penelitian mutasi yang telah dilakukan biasanya untuk menghasilkan sebanyak mungkin mutan-mutan yang viable Oleh karena itu digunakan dosis-dosis iradiasi yang tinggi untuk mendapatkan frekuensi mutan yang lebih banyak namun hal tersebut menyebabkan kerusakan-kerusakan dengan banyaknya tanaman-tanaman yang mati atau menjadi steril akibat iradiasi sehingga sifat-sifat mutan yang akan muncul pada keturunan selanjutnya akan hilang (IAEA, 1969).. Tabel 2. Persentase Tunas Hidup pada Berbagai Dosis Radiasi Dosis (krad) 0 0.5 1 1.5 2
PN 80 100 80 100 40
tunas hidup PA 100 100 100 100 60
CND 60 100 80 100 70
DR 100 100 100 90 90
Keterangan: Kultivar PN = Puspita Nusantara PA = Puspita Asri CND = Cut Nyak Dien DR = Dewi Ratih
Hasil penelitian Wulandari (2001) pada tanaman krisan menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman hidup dibandingkan kontrol. Dosis 20 Gy dan 30 Gy berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda pengaruh antara kedua perlakuan, dengan persentase tanaman hidup terendah didapat pada perlakuan dosis 40 Gy. Hasil penelitian Hapsari (2004) menunjukkan hal yang serupa pada tanaman melati, terdapat kombinasi yang sangat nyata antara dosis iradiasi sinar gamma dan spesies melati terhadap persentase tanaman hidup. Perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis
21
50 Gy dan 55 Gy mengurangi kemampuan tanaman untuk hidup pada semua spesies melati yang digunakan. Tabel 3. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Kultivar terhadap Rata-Rata Jumlah Tunas In Vitro selama 6 Minggu Pengamatan Jumlah Tunas Hidup MST Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Dosis (krad) 0 1.75 d 1.84 a 1.88 a 1.88 a 1.88 a 0.5 2.00 a 2.00 b 2.00 a 2.00 a 2.00 a 2.00 a 1 1.70 b 2.00 a 1.94 a 1.94 a 1.94 a 1.94 a 1.5 1.64 b 2.00 c 1.89 a 1.89 a 1.89 a 1.89 a 2 1.11 c 1.00 e 1.47 b 1.52 b 1.44 b 1.52 b Kultivar PN 1.76 a 1.83 a 1.86 a 1.86 ab 1.86 ab 1.90 a PA 1.75 ab 1.80 b 1.92 a 1.88 a 1.87 ab 1.91 a CND 1.47 c 1.58 d 1.62 b 1.69 b 1.69 b 1.68 b DR KK %
1.52 bc
1.80 c
1.92 a
1.96 a
1.92 a
1.92 a
21.25
0.00
16.67
15.89
16.53
16.73
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Kultivar: PN = Puspita Nusantara, PA = Puspita Asri, CND = Cut Nyak Dien, DR = Dewi Ratih KK = Koefisien Keragaman
Masing-masing perlakuan dosis sinar gamma dan kultivar berpengaruh sangat nyata dan terhadap persentase tunas yang hidup, namun interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata. Dosis 2 krad memberikan pengaruh yang nyata dengan kontrol, sedangkan dosis 0.5, 1, dan 1.5 tidak memberikan pengaruh nyata dan persentase tanaman terendah terdapat pada dosis 2 krad pada semua kultivar. Secara umum tunas-tunas yang dibentuk oleh perlakuan pemberian dosis 0.5 krad paling baik dibandingkan dengan kontrol dan dosis lainnya pada setiap minggu pengamatan. Prasetyorini (1991) menyatakan bahwa pemberian dosis rendah (500 rad) secara nyata merangsang pembentukan tunas in vitro, sedangkan radiasi dosis lebih dari 1000 rad secara nyata menghambat pembentukan tunas.
22
Letal Dosis 50 Letal dosis 50 (LD50) merupakan dosis yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari populasi yang diradiasi. Kisaran dari taraf dosis iradiasi yang diaplikasikan sangat penting dalam menentukan dosis yang optimum pada tanaman yang akan diradiasi (Boertjes dan Van Harten, 1988). Nilai LD50 didapat dari perhitungan persentase tanaman yang hidup setelah radiasi dengan menggunakan curve fit analysis. Pengamatan terhadap persentase tanaman hidup hasil iradiasi sinar gamma untuk menentukan nilai LD50 umumnya dilakukan antara 1-2 bulan dan pada penelitian ini penentuan nilai LD50 dilakukan pada minggu akhir pengamatan, yaitu setelah tanaman berumur 6 minggu. Nilai LD50 pada kultivar Puspita Nusantara yaitu 5.93 krad, 6.61 krad pada Puspita Asri, 6.81 krad pada Cut Nyak Dien, dan 12.77 krad pada kultivar Dewi Ratih. Tabel 4. Persamaan dan LD50 Masing-Masing Kultivar Persamaan Regresi y = -8.5714x2 + 43.429x + 44 y = -5.7143x2 + 26.286x + 76 y = -7.1429x2 + 44.857x + 26 y = -0.7143x2 + 1.2857x + 100
LD50 5.93 krad 6.61 krad 6.81 krad 12.77 krad
Persentase Hidup Planlet
Kultivar Puspita Nusantara Puspita Asri Cut Nyak Dien Dewi Ratih
Dosis Radiasi
Gambar 3. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Nusantara Setelah Iradiasi
23
Model persamaan nilai LD50 yang diperoleh pada krisan kultivar Puspita Nusantara adalah model quadratic fit. Persamaan regresi pada kultivar Puspita Nusantara adalah y = -8.5714x2 + 43.429x + 44 yang mempunyai nilai LD50
Persentase Hidup Planlet
sebesar 5.93 krad.
Dosis Radiasi
Gambar 4. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Asri Setelah Iradiasi Krisan kultivar Puspita Asri mempunyai model persamaan regresi quadratic fit dengan persamaan y = -5.7143x2 + 26.286x + 76 yang mempunyai
Persentase Hidup Planlet
nilai LD50 sebesar 6.61 krad.
Dosis Dosis Radiasi Radiasi
Gambar 5. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Cut Nyak Dien Setelah Iradiasi
24
Krisan kultivar Cut Nyak Dien mempunyai model persamaan regresi y = -
Planlet HidupPlanlet Persentase PersentaseHidup
7.1429x2 + 44.857x + 26 yang mempunyai nilai LD50 sebesar 6.81 krad.
Dosis Dosis Radiasi Radiasi
Gambar 6. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Dewi Ratih Setelah Iradiasi Krisan kultivar Dewi Ratih memiliki model persamaan regresi y = 0.7143x2 + 1.2857x + 100 dengan nilai LD50 sebesar 12.77 krad. Pada pengujian nilai LD50 (Gambar 3, 4, 5, dan 6) terlihat bahwa masingmasing kultivar menunjukkan tingkat radiosensitivitas yang berbeda. Terlihat dari nilai LD50 yang diperoleh, maka diduga bahwa radiosensitivitas kultivar Puspita Nusantara adalah yang tertinggi dan kultivar Dewi Ratih yang terendah. Nilainilai LD50 yang dihasilkan lebih besar dari dosis maksimal yang diberikan sehingga kultivar yang digunakan dapat dikatakan memiliki radiosensitivitas yang rendah. Berdasarkan Sparrow (1961), radiosensitivitas antar spesies tanaman dipengaruhi oleh volume inti sel (semakin banyak kandungan DNA, semakin sensitif terhadap radiasi), jumlah kromosom (semakin sedikit jumlah kromosom, semakin sensitif terhadap radiasi), dan tingkat ploidi (semakin tinggi tingkat plodi, semakin rendah radiosensitivitasnya). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor genetik, iklim, dan kondisi lingkungan sebelum dan setelah perlakuan sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan akar dan tunas. Hasil penelitian Faradilla (2008) menunjukkan bahwa anthurium kultivar Mini dan Holland memiliki nilai LD50 masing-masing sebesar 134.47 Gy dan
25
62.17 Gy. Nariah (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa empat kultivar Caladium spp. memiliki nilai LD50 masing-masing pada varietas Candidum sebesar 61.80 Gy, varietas Sweet Heart sebesar 80 Gy, varietas Pink Beauty sebesar 70 Gy, dan varietas Miss Muffet sebesar 37.35 Gy.
Tinggi Tunas Pengukuran tinggi tunas dilakukan mulai dari pangkal batang tunas sampai ke ujung tunas yang belum membuka. Peubah karakter tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya interaksi antara dosis iradiasi terhadap kultivar krisan (Tabel 1). Dosis dan kultivar memiliki pengaruh berbeda pada setiap minggu terhadap tinggi tunas krisan (Tabel 4). Pada pengamatan minggu ke-3, 4, dan 5 tinggi tunas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Pada minggu ke-3 dan ke-4 perlakuan dengan dosis 1.5 dan 2 krad secara nyata menghambat percepatan pertumbuhan tunas, sedangkan pada minggu ke-5, hanya pada taraf dosis 2 krad yang memberikan pengaruhnya yang nyata. Tabel 5. Pengaruh Dosis dan Kultivar Terhadap Tinggi Planlet Krisan Selama 6 Minggu Pengamatan Tinggi Tunas MST Perlakuan 1 2 3 4 5 Dosis (krad) 0 0.00 0.20 ab 0.44 a 0.92 a 1.48 a 0.5 0.00 0.28 a 0.50 a 0.89 a 1.46 a 1 0.00 0.22 ab 0.46 a 0.79 a 1.41 a 1.5 0.00 0.19 b 0.19 b 0.43 b 0.99 a 2 0.00 0.15 b 0.19 b 0.28 b 0.49 b Kultivar PN 0.00 0.13 b 0.19 c 0.37 c 0.65 b PA 0.00 0.21 a 0.38 b 0.78 ab 1.36 a CND 0.00 0.26 a 0.53 a 0.84 a 1.47 a DR 0.00 0.23 a 0.29 bc 0.62 b 1.17 a
0.91 b 2.17 ab 2.76 a 1.44 b
KK %
115.05
56.46
64.26
52.85
60.28
6 2.15 ab 3.09 a 2.07 ab 1.06 b 0.74 a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Kultivar: PN = Puspita Nusantara, PA = Puspita Asri, CND = Cut Nyak Dien, DR = Dewi Ratih KK = Koefisien Keragaman
26
Tampak di grafik bahwa pemberian dosis rendah 0.5 krad menunjukkan pertumbuhan tanaman in vitro yang paling baik, namun dosis lebih dari 1 krad justru menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman. Prasetyorini (1991) menyatakan bahwa pemberian dosis rendah (500 rad) secara nyata merangsang pembentukan tunas in vitro. Sedangkan radiasi dosis lebih dari
1000 rad secara nyata
menghambat pembentukan tunas. Ichikawa dan Ikushima (1967) menyatakan walaupun kerusakan seluler pada meristem pucuk dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dalam kultur in vitro terhambat, namun pada suatu tingkat dosis radiasi tertentu justru dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat disebabkan hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah diri menyebabkan aktivitas sel-sel meristem yang lain meningkat. Pierik (1987) menambahkan bahwa radiasi dosis 100 rad dapat meningkatkan pembentukan tunas adventif pada kultur kalus Anthurium adreanum. Perlakuan beberapa macam kultivar menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah tinggi tunas (Tabel 5). Kultivar CND menunjukkan nilai rata-rata yang paling tinggi pada peubah tinggi tunas dibandingkan dengan kultivar lainnya, sedangkan yang pertumbuhan tunas paling lambat adalah kultivar PN (Puspita Nusantara).
Jumlah Daun Pada peubah jumlah daun menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara dosis dan kultivar (Tabel 1). Rata-rata jumlah daun tertinggi dihasilkan oleh tanaman kontrol, yaitu dimulai dari 4 MST sampai dengan minggu akhir pengamatan. Hal ini menunjukkan dosis sinar gamma yang diberikan terbukti menghambat pertumbuhan daun tanaman krisan. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka pertumbuhan daun semakin menurun. Kultivar PN memiliki jumlah daun paling banyak yaitu 20.7 helai sedangkan kultivar CND memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Dosis radiasi 2 krad menyebabkan pertumbuhan daun terhambat yang ditunjukkan dengan jumlah daun paling sedikit pada semua kultivar krisan. Pada dosis ini pula dihasilkan keragaman tanaman yang berbeda nyata dengan kontrol.
27
Tabel 6. Pengaruh Dosis dan Kultivar Terhadap Jumlah Daun Krisan Selama 6 MST Jumlah Daun MST Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Dosis (krad) 0 0.00 1.64 a 3.55 a 8.61 a 13.02 a 17.50 a 0.5 0.00 1.89 a 4.35 a 7.17 ab 11.95 a 15.97 ab 1 0.00 1.97 a 4.35 a 7.31 ab 10.97 a 12.79 bc 1.5 0.00 1.52 a 3.26 a 6.52 ab 11.33 a 14.85 ab 2 0.00 1.67 a 3.08 a 5.50 b 8.30 b 10.36 c kultivar PN 0.00 1.77 ab 3.57 ab 8.15 a 15.44 a 20.71a PA 0.00 1.89 a 4.66 a 8.60 a 12.20 b 14.06 b CND 0.00 1.93 a 3.95 a 6.23 b 8.19 c 10.56 c DR 0.00 1.35 b 2.59 b 5.40 b 10.04 bc 14.34 b KK %
46.42
52.24
44.26
35.53
33.44
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Kultivar: PN = Puspita Nusantara, PA = Puspita Asri, CND = Cut Nyak Dien, DR = Dewi Ratih KK = Koefisien Keragaman
Tabel 7 menunjukkan bahwa interaksi yang sangat nyata terhadap rataan jumlah daun. Rataan jumlah daun terbanyak terdapat pada kultivar PN kontrol, sedangkan rataan terendah terdapat pada kultivar PN dosis iradiasi 2 krad. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan akan semakin menghambat pertumbuhan tanaman, ditunjukkan dengan semakin menurunnya jumlah daun seiring dengan peningkatan dosis sinar gamma, kecuali pada kultivar PA pada dosis sinar gamma 0.5 krad. Wardhani (2005) melaporkan bahwa pertumbuhan jumlah daun anggrek in vitro Brachyeza indusiata meningkat oleh dosis iradiasi sinar gamma 10 Gy, dan seiring dengan penambahan dosis iradiasi, pertumbuhan jumlah daun semakin menurun. Ichikawa dan Ikushima dalam Pratiwi (1995) menyatakan bahwa kerusakan sel dalam meristem akibat pengaruh radiasi sinar gamma menghambat pertumbuhan tanaman in vitro, namun pada tingkat iradiasi tertentu justru meningkatkan pertumbuhan. Hilangnya kemampuan membelah diri sebagian sel pada meristem menyebabkan aktivitas sel-sel meristem yang lain meningkat.
28
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Dosis Iradiasi Sinar Gamma dan Kultivar Krisan Terhadap Peubah Jumlah Daun interaksi jumlah daun D0*PN 29.9a D1*PN 22.6ab D3*PN 20.5bc D1*PA 16.1bcd D0*DR 15.7bcd D3*DR 15.6bcde D2*PA 15.3bcde D1*DR 14.4bcde D0*PA 14.3bcde D3*PA 13.4cde D2*DR 13.4cde D2*PN 13.3cde D4*DR 12.6cde D0*CND 11.4de D1*CND 10.8de D2*CND 10.5de D4*PA 10.5de D3*CND 9.8de D4*CND 8.7de D4*PN 6.8e Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Kultivar: PN = Puspita Nusantara; PA = Puspita Asri; CND = Cut Nyak Dien; DR = Dewi Ratih Dosis: D0 = 0 krad; D1 = 0.5 krad; D2 = 1 krad; D3 = 1.5; D4 = 2 krad
Gambar 7. Grafik Analisis Regresi Pengaruh Dosis Radiasi terhadap Peubah Jumlah Daun
29
Persamaan yang dapat dibuat dari Gambar 3 adalah y = -3.0776x + 17.375 (R² = 0.7617). Dari persamaan ini dihasilkan slope grafik yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan dosis radiasi akan menurunkan jumlah daun. Koefisien determinasi yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu 76.17%, artinya sebanyak 76.17% keragaman dari Y dapat dijelaskan oleh model regresi linear sederhana tersebut.
Jumlah Kromosom Analisis kromosom dilakukan untuk mendapatkan data jumlah kromosom pada ekplan yang diradiasi dan tidak diradiasi yang bertujuan mengetahui apakah ada eksplan yang mengalami perubahan kromosom atau menjadi mutan setelah diberikan perlakuan iradiasi. Eksplan yang diradiasi dalam percobaan ini merupakan eksplan berumur 4 minggu yang telah berakar dan memiliki cukup daun, sehingga akan lebih tahan terhadap radiasi. Pengamatan kromosom dilakukan setelah tanaman berusia 6 minggu setelah disubkultur terlebih dahulu pasca radiasi yang dilakukan pada pucuk ataupun akar, namun mengamati akar lebih mudah dalam penghitungan kromosom. Jumlah sampel yang seharusnya diamati total adalah 20 sampel, namun 4 tanaman mengalami kematian pada saat pengamatan dalam botol kultur sehingga sampel yang diamati adalah 16 sampel. Saat terbaik untuk mengamati kromosom adalah pada saat proses mitosis berlangsung, yaitu pada saat terjadi profase. Menurut Campbell et all. (1999) pada saat terjadi profase, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dari dua kromatid identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid tersebut bergabung pada sentromernya, seta benang-benang spindel terlihat memanjang dari sentromernya. Hasil analisis kromosom pada tanaman krisan yang diteliti menunjukkan beberapa kombinasi perlakuan yang memiliki jumlah kromosom yang berbeda. Kultivar PN kontrol memiliki jumlah kromosom ±28, PA memiliki jumlah kromosom ±19, CND ±29, dan DR ±21. Sedangkan kultivar yang diberikan perlakuan iradiasi memiliki jumlah kromosom yang beragam, ada yang lebih sedikit dan lebih banyak.
30
Tabel 8. Jumlah Kromosom Empat Kultivar Krisan pada Lima Dosis Sinar Gamma dosis radiasi (krad) kultivar 0 0.5 1 1.5 2 PN ± 28 ± 20 ± 40 PA ± 19 ± 17 ± 17 ± 18 ± 20 CND ± 29 ± 15 ± 22 ± 22 ± 26 DR ± 21 ± 25 ± 16 Keterangan: Kultivar: PN = Puspita Nusantara, PA = Puspita Asri, CND = Cut Nyak Dien, DR = Dewi Ratih
Perubahan jumlah kromosom krisan yang diradiasi diduga akibat adanya pematahan kromosom. Sinar gamma merupakan radiasi pengion yang dapat memutuskan rantai kromosom pada tempat-tempat tertentu sehingga mengubah struktur kromosom, oleh karena itu radiasi menyebabkan terjadinya mutasi kromosom atau aberasi kromosom (Crowder, 1990). Aberasi kromosom yang terjadi akibat patahan pada kromosom, patahan pada kromatid, patahan pada subkromatid, patahan pada isokromatid, patahan yang menyatu kembali, pembelahan sentromer secara transversal, translokasi, inversi, duplikasi atau delesi (Sparrow, 1979).
Kultivar PN dosis 0 krad
Kultivar PN dosis 1 krad Kultivar PN dosis 1.5 krad
Kultivar PA dosis 0 krad Kultivar PA dosis 0.5 krad Kultivar PA dosis 1 krad Kultivar PA dosis 1.5 krad Kultivar PA dosis 2 krad
Kultivar CND dosis 0 krad Kultivar CND dosis 0.5 krad Kultivar CND dosis 1 krad Kultivar CND dosis 1.5 krad Kultivar CND dosis 2 kra
Kultivar DR dosis 0 krad
Kultivar DR dosis 1 krad Kultivar CND dosis 2 krad
Gambar 8. Hasil Pengamatan Kromosom Krisan Menggunakan Mikroskop dengan Perbesaran 400 Kali
31
Patahan kromosom yang terjadi menimbulkan kromosom yang berbeda ukurannya dengan kromosom normalnya. Suatu kromosom yang patah seringkali menghasilkan suatu bagian yang asentrik dan satu bagian lainnya disentrik. Bagian asentrik tersebut umumnya akan hilang pada proses pembelahan selanjutnya, sedangkan bagian disentriknya mungkin masih tetap ada dan membentuk satu ujung kromosom. Ujung-ujung tadi pun dapat mengalami pecahan, ujung-ujung yang terbantuk dapat saling bertaut kembali pada pembelahan berikutnya, sedangkan jika radiasi pengion tersebut merusak benangbenang gelendong (spindle fibre) yang berfungsi menarik kromosom ke kutubkutubnya pada fase anaphase saat pembelahan mitosis, maka akan mengubah jumlah kromosom dan menyebabkan terjadinya keadaan euploidi dan aneuploidi (Crowder, 1990). Perlakuan radiasi sinar gamma dalam penelitian ini menghasilkan keragaman somaklonal, diketahui dari tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang berbeda dengan tanaman yang tidak diradiasi. Tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang lebih banyak dari kontrolnya, kemungkinan memiliki ukuran yang lebih besar, karena menurut Poespadarsono (1988) dengan bertambahnya jumlah kromosom dapat berpengaruh terhadap ukuran sel dan produksi.
32
KESIMPULAN -
Interaksi antara faktor dosis radiasi dan kultivar yang menunjukkan pertumbuhan tanaman paling baik dalam penelitian ini adalah dosis 0 krad pada tanaman krisan kultivar Puspita Nusantara.
-
Radiasi sinar gamma di atas 0.5 krad dapat menimbulkan keragaman somaklonal pada krisan kultivar Puspita Nusantara, Puspita Asri, Cut Nyak Dien, dan Dewi Ratih.
-
Radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap krisan in vitro dengan menurunkan jumlah daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas in in vitro dan tinggi tanaman.
-
Nilai LD50 pada kultivar Puspita Nusantara yaitu 5.93 krad, 6.61 krad pada Puspita Asri, 6.81 krad pada Cut Nyak Dien, dan 12.77 krad pada kultivar Dewi Ratih.
SARAN -
Perlu dilakukan penelitian lanjutan sampai ke tahap pembungaan untuk melihat keragaan fenotip tanaman untuk mengetahui keragamannya.
-
Analisis molekuler di tingkat DNA untuk meneliti perubahan genetik tanmaan krisan mutan yang lebih akurat.
33
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Iradiasi sinar gamma meningkatkan keragaman krisan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 No. 6. Badriah, D.S. dan S. Soedjono. 1991. Perbaikan Varietas dengan Iradiasi. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Hias. Sub Balai Penelitian Hortikultura. Cipanas. BPS. 2004. Statistic Tanaman Obat-Obatan dan Hias. Badan Pusat Statistik Indonesia. Hal 21. ___. 2005. Statistik Tanaman Obat-Obatan dan Hias. Badan Pusat Statistik Indonesia. Hal 23. ___. 2011. Produksi Tanaman Hias di Indonesia. http://www.bps.go.id. Jakarta. [03 Juli 2011]. Broertjes, C dan A.M. Van Harten. 1988. Applied mutation breeding for vegetatively propagated crops. Elsevier Science Publ. Amsterdam. The Netherland. 3450p. Campbell, N.A., J.B. Reece, dan L.W. Mitchell. 1999. Pembelahan mitosis dan meiosis. Hal 250-251. Dalam A. Safitri (Ed.). Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Cantor, M., I. Pop dan Korosfoys. 2002. Studies concerning the effect of gamma radiation and magnetic feild exposure on gladiolus. J. Central European Agric. Vol 3 (2002) No. 4. 277-284. Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. D’Amato, F. 1986. Spontaneous mutations and somaclonal variation. P. 3-9. In Proceedings on nuclear techniques and in vitro culture for plant improvement. International Atomic Energy Agency. Vienna. Datta, S.K. 2001. Mutation studies on garden Chrysanthemum. A Review. Sci. Hort. 7 : 159 - 199. Direktorat Bina Produksi Hortikultura. 2004. http://www.hortikultura.deptan.go.id. Jakarta. [2 Januari 2005]
34
Evans, D.A. and W.R. Sharp. 1986. Somaclonal and gametoconal variation. In Evans, D.A., W.R. Sharp, and P.V. Amirato (Ed.). Hand Book of Plant Cell Culture. Volume 4. Mc. Millan Publ. New York. Faradilla, F.M. 2008. Mutasi Induksi Melalui Sinar Gamma pada Dua Kultivar Anthurium (Anthurium adreanum ‘Mini’ dan A. adreanum ‘Holland’). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 66 hal. Handayani, A. 2007. Peningkatan Keragaman Tanaman Euphorbia milii melalui Iradiasi Sinar Gamma. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 28 hal. Handro, W. 1981. Mutagenesis and In Vitro Selection. p 155-175. In T.A. Thrope. (Ed.). Plant Tissue Culture: Method and Application in Agriculture. Academic Press. London. Hapsari, L. 2004. Induksi Mutasi pada Melati (Jasminum spp.) melalui Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Faperta IPB. Bogor. 506 hal. Horst, R. K. 1990. Chrysanthemum. In P.V. Ammirato, D.A. Evans, W.R. Sharp and Y. P. S. Bajaj (Eds.) Handbook of Plant Cell Culture Ornamental Species. McGraw Hill. Publish. Co. New York. IAEA (International Atomic Energy Agency) 1992. Mutation Breeding News Letter. Joint Fao/Iaea. Vienna. No. 39:14-33. Ibrahim, R. 1998. In vitro mutagenesis in Roses. A rose by any other name: Application of Radiation Technique and Biotechnology for Production of Mutant Varieties of Rose. http://www.symbiosisonline.com. 3 Juni 2003. 1-5. Ichikawa, S. and Y. Ikushima. 1967. A development study of diploid oats by means of radiation induced somatic mutation Rad. Bot. 7: 205-215. International Chrysanthemum Society. 2002. Chrysanthemum: challenge and prospect. Mcgraw-Hill, Inc. NewYork. pp 4-5. Ketaren, S. dan B. Djatmiko. 1981. Daya Guna Kelapa. Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik Pertanian. IPB. Krisantini. 1989. Florikultur. p. 469-477. dalam S.S. Harjadi (Ed.). Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lamseejan, S., Jompuk Peeranuch, A. Wongpiyasatid, S. Deeseepan, and P. Kwanthammachart. 2000. Gamma-rays induce morphological in
35
chrysanthemum (Chrysanthemum morifolium). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 34: 417 – 422. Langton. 1987. Apical dissection and light integral monitoring as methods to determine when long day interruption should be given in chrysanthemum growing. Acta Hort. 197:31-41. Larkin, P. J. and W. R. Scowcroft. 1981. Somaclonal variation anovel source of variabilityfrom cel culture for plant improvement. Theor. Appl. Genet. 60: 197- 204. Lertphanichkul, D. Meepien dan Kassiri. 2003. Effect of gamma radiation on mutation of gloxinia. http://user.school.net.th/~anuparp/aptc2.htm. 13 April 2004. 1-2. Lint P.J.A.L. dan G. Heij. 1987. Effect of day and night temperature on growth and flowering of chrysanthemum. Acta Hort. 197:53-61. Maaswinkel, R. dan Y. Sulyo. 2004. Chrysanthemum physiologie in Training on Chrysanthemum Cultivation I. Balithi. Mortensen, L.M.. 2000. Effect of air humidity on growth, flowering, keeping quality and water relations of four short-day greenhouse species. Scientia Hortic. 86:299-310. Nariah, F. 2008. Pengaruh Mutasi Fisik Melalui Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaan Caladium spp. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal. Pierik, R.L.M. 1987. Genetic Variability in Tissue Culture Impact on Germplasm Concervation and Utilization International Board for Plant Genetic Resources. Rome. 41 p. Poespadarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. IPB. 169 p. Tidak dipublikasikan. Prasetyorini. 1991. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Jenis Eksplan terhadap Keragaman Somaklonal pada Tanaman Gerbera (Gerbera jamesonii Bolus ex Hook). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Puslitbanghort. 2006. Budidaya Krisan Bunga Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. 60 hal. Putrasamedja, S. dan H. Sutapraja. 1989. Pengaruh beberapa media tumbuh terhadap pertumbuhan dan diameter bunga krisan. Bul. Penel. Hort. XVII: 89
36
Ratnasari. 2007. Evaluasi Keragaman Fenotipe Melati (Jasminum spp.) Hasil Iradiasi Berulang Sinar Gamma. Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal. Reginawanti. 1999. Krisan. http://www.kpel.or.id. Bandung. [19 September 1999]. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 343 hal. (terjemahan) Sanjay,L., Y.Supriyadi, R.Meilasari dan K. Yuniarto. 2003. Induksi Mutasi dengan Menggunakan Sinar Gamma pada Varietas-Varietas Krisan. Balai Penelitian Tanaman Hias. Cipanas. 1 hal. Sanjaya, L. 1996. Krisan, bunga potong dan tanaman pot yang menawan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XV(3):55-60. Sihombing, M. dan Rahayuningsih. 2004. Krisan Kian Digemari dan Menguntungkan. http://www.bisnis.com/servlet/page?. Jakarta. [18 Mei 2004]. Singarium, P. 1994. Effect of coir pith as an amendment for tannery polkited soils. Madras Aric. J. 81(10):548-549. Soeminto B. 1985. Manfaat Tenaga Atom untuk Kesejahteraan Manusia. CV. Karya Indah. Jakarta. 236 hal. Soedjono. 1992. Mutasi Imbas terhadap Bibit Alpinia purpurata. Jurnal Hortikultura. Jakarta. Vol. 2 No. 4(1-5). Sparrow, A.H. 1961. Types of Ionizing Radiation and Their Cytogenic Effects. p 55-119. Symposium of Mutation anf Plant Breeding. National Academic Sciences. Washington D.C. Syafni, 2006. Induksi Keragaman Genetik Gloxinia (Siningia speciosa Benth.) melalui Radiasi Sinar Gamma. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Valeria, B. K., M.P. Nikolai dan Y.G. Yari. 1997. Somaclonal variation and in vitro induced mutagenesis in grapine. Plant cell, tissue and organ culture. 49 p. Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding: Theory and Practical Applications. Cambridge University Press. 353 p. _______________. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamental. P. 104-128. In Vainstein A. (Ed). Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. Hal 174-236. Wardhani, M. U. D. 2005. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Anggrek Brachypeza indusiata (Reichb. F) Garay secara In Vitro.
37
Wattimena, G.A. dan N.A. Mattjik dan L. W. Gunawan. 1988. Teknologi Kultur Jaringan untuk Mendapatkan Berbagai Varietas Bunga melalui Keragaman Somaklonal. Seminar dan Bisnis Bunga Jakarta 6-7 Juni. Wattimena, G.A. dan N.A. Mattjik. 1991. Pemuliaan Tanaman secara In Vitro. P 150-272. In G.A. Wattimena. (Ed.). Bioteknologi Tanaman. Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Avery Publ. Group Inc. New Jersey/ 110 p. Wilkins, H.F., W. E. Healy dan K.L. Grueber. 1990. Temperature regimes at various stage of production influences growth and flowering of Dendrathema x grandiflorum. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 115(5):732-736. Wulandari, A. 2001. Induksi Mutasi Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) melalui Radiasi Stek Pucuk. [Skripsi] Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 36 hal. (Tidak dipublikasikan). Wuryaningsih, S. 2008. Kajian karakter kuantitatif tanaman hias bunga potong krisan. http://www.wuryan.wordpress.com. [10 November 2008]. ______________, A. Muharram dan I. Rusyadi. 2002 Tanggapan tiga kultivar mawar terhadap media tumbuh tanpa tanah. J. Hortikultura. 13 (2) : 76 – 85. _______________. 2009. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Penampilan dan Viabilitas PlantletLima Genotip Krisan Potong. http://www.wuryan.wordpress.com. [22 Januari 2009].
38
LAMPIRAN Lampiran 1. Sidik Ragam Peubah Jumlah Tunas Hidup
Source
Minggu I Mean Square 2.55067751 0.33270416 0.19817481
DF 3 3 9
Type III SS 7.65203252 0.99811247 1.78357327
Source D K D*K
DF 4 3 12
Minggu II Type III SS Mean Square 14.26116230 3.56529057 0.72009292 0.24003097 2.97264563 0.24772047
Source
DF 4 3 12
Type III SS 3.46063907 1.36576381 1.49855594
DF 4 3 12
D K D*K
D K D*K
Source D K D*K
Source D K D*K
Source D K D*K
F Value 21.35 2.78 1.66
Pr > F 0.0001 0.0486 0.1199
F Value 99999.99 99999.99 99999.99
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0001
Minggu III Mean Square 0.86515977 0.45525460 0.12487966
F Value 9.26 4.87 1.34
Pr > F 0.0001 0.0037 0.2161
Type III SS 2.81884637 0.90662134 1.90133234
Minggu IV Mean Square 0.70471159 0.30220711 0.15844436
F Value 8.13 3.49 1.83
Pr > F 0.0001 0.0198 0.0585
DF 4 3 12
Type III SS 3.86204521 0.66616935 1.49048072
Minggu V Mean Square 0.96551130 0.22205645 0.12420673
F Value 10.43 2.40 1.34
Pr > F 0.0001 0.0747 0.2141
DF 4 3 12
Minggu VI Type III SS Mean Square 2.52289088 0.63072272 0.81399753 0.27133251 1.00243419 0.08353618
F Value 6.52 2.80 0.86
Pr > F 0.0002 0.0458 0.5867
39
Lampiran 2. Sidik Ragam Peubah Tinggi Tunas
DF 4 3 12
Type III SS 0.17637259 0.22496654 0.17966551
Minggu II Mean Square 0.04409315 0.07498885 0.01497213
F Value 3.04 5.16 1.03
Pr > F 0.0222 0.0026 0.4297
DF 4 3 12
Type III SS 1.67519027 1.43094518 1.44685380
Minggu III Mean Square 0.41879757 0.47698173 0.12057115
F Value 7.92 9.02 2.28
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0155
DF 4 3 12
Minggu IV Type III SS Mean Square 6.59347224 1.64836806 3.16337281 1.05445760 3.66297283 0.30524774
F Value 13.42 8.59 2.49
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0084
Source D K D*K
DF 4 3 12
Minggu V Type III SS Mean Square 13.00861298 3.25215324 9.10068516 3.03356172 10.97074918 0.91422910
F Value 6.46 6.02 1.81
Pr > F 0.0002 0.0010 0.0607
Source
DF 4 3 12
Minggu VI Type III SS Mean Square 66.29477307 16.57369327 44.93823023 14.97941008 66.54614561 5.54551213
F Value 3.66 3.31 1.22
Pr > F 0.0090 0.0248 0.2833
Source D K D*K
Source D K D*K
Source D K D*K
D K D*K
40
Lampiran 3. Sidik Ragam Peubah Jumlah Daun
Source
Minggu II Mean Square 0.59474335 1.55382189 0.50920379
DF 4 3 12
Type III SS 2.37897342 4.66146568 6.11044552
DF 4 3 12
Type III SS 28.32156341 53.60792023 81.61758976
DF 4 3 12
Minggu IV Type III SS Mean Square 127.80022236 31.95005559 144.73937282 48.24645761 362.31438912 30.19286576
F Value 3.28 4.96 3.10
Pr > F 0.0158 0.0035 0.0014
Source D K D*K
DF 4 3 12
Minggu V Type III SS Mean Square 197.40474931 49.35118733 320.77322034 106.92440678 621.77959535 51.81496628
F Value 3.10 6.72 3.26
Pr > F 0.0208 0.0005 0.0009
Source
DF 4 3 12
Minggu VI Type III SS Mean Square 531.52052945 132.88013236 434.44862866 144.81620955 635.42592018 52.95216001
F Value 5.66 6.17 2.26
Pr > F 0.0005 0.0009 0.0181
D K D*K
Source D K D*K
Source D K D*K
D K D*K
Minggu III Mean Square 7.08039085 17.86930674 6.80146581
F Value 0.90 2.35 0.77
F Value 1.86 4.68 1.78
Pr > F 0.4704 0.0809 0.6794
Pr > F 0.1280 0.0049 0.0681