DAFTAR ISI Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL PADA TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO Fitri Damayanti1, Ika Roostika2 dan Samsurianto3 1
Jurusan Biologi F. TMIPA Universitas Indraprasta, Jalan Nangka No. 58 Jagakarsa Jakarta Selatan 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar 3A Bogor 16111 3 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Mulawarman, Jalan barong Tongkok Samarinda
ABSTRAK INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL PADA TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO. Nepenthes adalah salah satu tanaman hias yang sangat potensial untuk dikembangkan. Namun pada saat ini keberadaannya berada pada tingkat erosi genetik yang tinggi akibat pemanenan secara liar dari habitat aslinya tanpa adanya upaya budidaya atau peremajaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya peningkatan keragaman genetik sehingga dihasilkan varietas-varietas baru dengan bentuk, ukuran, dan warna kantong yang lebih menarik. Teknik perbanyakan konvensional seringkali tidak efisien karena menghasilkan tingkat multiplikasi dan keragaman genetik yang rendah serta kendala inkombatibilitas seksual. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keragaman genetik adalah kultur in vitro melalui teknik variasi somaklonal dengan menggunakan mutagen fisik yaitu radiasi sinar gamma. Dosis radiasi sinar gamma yang diberikan adalah 0, 2, 4, 6, dan 8 Krad. Eksplan yang digunakan adalah tunas in vitro terhadap dua jenis Nepenthes yaitu N. mirabilis dan N. gracilis. Semakin tinggi dosis radiasi yang diberikan semakin rendah kemampuan hidup tunas. N. mirabilis memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dari N. gracilis. Pada dosis radiasi 2 Krad telah terjadi peningkatan keragaman somaklonal dimana tunas hasil radiasi memperlihatkan penampakan visual berbeda dari kontrol dan biakan mampu membentuk kalus yang embriogenik. Kata kunci: keragaman somaklonal, radiasi sinar gamma, Nepenthes sp
ABSTRACT IN VITRO INDUCTION OF SOMACLONAL VARIATION ON PITCHER PLANT (Nepenthes spp.) THROUGH GAMMA IRRADIATION. Nepenthes are potential to be commercialized because of the shape and color of their unique pitcher. However, the increase of its demand has led to the decrease of natural populations due to overexploitation in the natural habitats in Indonesian forests without sufficient cultivation or replacement efforts. The genetic erosion has resulted in low level variation of this species. Breeding of this plant is hindered by the low level of variation and sexual incompatibility so that currently superior varieties are difficult to be produced conventionally. However, these difficulties can be overcome by using in vitro culture technique. Shoots of two species Nepenthes (N. mirabilis and N. gracilis) would be irradiated with gamma ray at the dosage of 0, 2, 4, 6, and 8 Krad. Increasing dose of radiation decreased the viability of shoot. Generally, the growth of N. mirabilis on recovery step was better than N. gracilis. At the dose 2 Krad of gamma irradiation treatment resulted higher variation than control and supposed to induce somatic embryogenesis. Keywords: somacklonal variation, gamma irradiation, Nepenthes sp
276
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
1.
Teknik induksi keragaman somaklonal yang ada tidak dapat langsung diterapkan pada tanaman Nepenthes tetapi perlu dilakukan penelitian agar diperoleh teknik induksi mutasi yang efektif dan efisien. Setiap spesies atau varietas tanaman memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap agen mutasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menentukan dosis radiasi sinar gamma yang tepat dapat menimbulkan keragaman genetik yang tinggi pada tanaman Nepenthes dan untuk memperoleh teknik recovery regenerasi pasca-perlakuan mutagen serta mendapatkan tanaman dengan sifat varigata.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu pusat penyebaran tanaman dari marga Nepenthes dengan Kalimantan sebagai pusat penyebaran terbesar [1]. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang dilindungi karena berada dalam status hampir punah dan langka. Di Indonesia tanaman ini dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 [2] tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 [3] tentang Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Tanaman Nepenthes atau yang dikenal dengan nama kantong semar sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan warna kantong yang menarik. Permintaan masyarakat terhadap tanaman hias Nepenthes semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan minat akan keunikan. Meningkatnya permintaan tanaman tersebut ternyata diiringi dengan berkurangnya populasinya di alam yang disebabkan oleh pemanenan secara liar dari habitatnya di hutanhutan Kalimantan tanpa upaya budidaya atau peremajaan. Selain itu, penurunan populasi tanaman ini juga disebabkan oleh kerusakan hutan (kebakaran dan pembalakan hutan secara liar) dan berubahnya fungsi hutan (pembukaan lahan hutan untuk kebun kelapa sawit, pertambangan emas ilegal dan batubara) [4]. Kejadian tersebut menyebabkan terjadinya erosi genetik dari tanaman Nepenthes yang dapat menimbulkan kepunahan jika tidak dilakukan tindakan untuk menanggulanginya. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha pelestarian melalui mekanisme budidaya dan pemuliaan. Faktor penting dalam pengembangan tanaman hias Nepenthes adalah pengadaan varietas-varietas baru dengan warna kantong yang indah dan menarik, daya adaptasi yang luas, resistensi terhadap hama dan penyakit, toleransi terhadap berbagai cekaman lingkungan, serta penyediaan bibit dalam jumlah yang memadai dan tepat waktu. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan teknologi kultur jaringan melalui teknik variasi somaklonal. Keragaman somaklonal dapat diperoleh melalui fase pertumbuhan yang tidak terdiferensiasi sehingga dapat memberikan peluang baru untuk pengembangan bibit yang berguna dalam menunjang program pemuliaan tanaman. Keragaman somaklonal dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen fisik pada eksplan, antara lain dengan menggunakan radiasi sinar gamma [5,6,7,8,9].
2.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan kolaborasi antara Universitas Indraprasta, Jakarta; Universitas Mulawarman, Samarinda; dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Bogor. Adapun tahapan kegiatan penelitian ini adalah: induksi mutasi eksplan secara fisik serta recovery dan regenerasi biakan pasca mutasi. 2.1. Induksi Mutasi secara Fisik Eksplan yang digunakan pada tahap ini adalah tunas in vitro hasil perkecambahan biji Nepenthes. Dalam kegiatan ini digunakan dua jenis Nepenthes yaitu N. mirabilis dan N. gracilis. Mutagen fisik yang digunakan adalah radiasi sinar gamma. Perlakuan radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta. Dosis radiasi yang diberikan adalah 0, 2, 4, 6, dan 8 Krad masing-masing dengan lima ulangan. Setelah perlakuan radiasi, eksplan dipindahkan dalam media regenerasi yang terbaik yaitu media dasar Murashige and Skoog dengan pengenceran empat kali. Eksplan diinkubasikan selama dua bulan. Peubah yang diamati adalah persentase hidup biakan, jumlah dan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah kantong, dan penampakan biakan secara visual. 2.2. Recovery dan Regenerasi Biakan PascaMutasi Tahapan kegiatan ini dilakukan untuk melihat kemampuan recovery biakan pasca mutasi. Pada tahap ini, biakan yang pulih
277
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
setelah perlakuan mutasi disubkultur secara rutin minimal setiap satu bulan untuk memacu kecepatan tumbuhnya. Media yang digunakan adalah media ¼ MS. Adapun peubah yang diamati adalah persentase hidup biakan, jumlah dan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah kantong, dan penampakan biakan secara visual.
spesies memiliki daya resistensi yang berbeda terhadap perlakuan mutasi.
3.
Persentase hidup tunas (%)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN
120 N. gracilis
100
N. mirabilis
80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
Dosis radiasi sinar gamma (Krad)
3.1. Induksi Mutasi secara Fisik dengan Radiasi Sinar Gamma
120 100
Eksplan yang digunakan pada kegiatan ini adalah tunas in vitro dari N. mirabilis dan N. gracilis yang telah dikuasai teknik regenerasinya. Penguasaan teknik regenerasi sangat menentukan keberhasilan induksi keragaman somaklonal. Setelah dua bulan perlakuan radiasi, pertumbuhan kultur pada perlakuan kontrol menghasilkan pertumbuhan jauh lebih baik dari perlakuan radiasi. Persentase hidup kultur tanpa perlakuan radiasi adalah 100%. Semakin tinggi perlakuan radiasi semakin rendah kemampuan hidup biakan. Pada N. mirabilis umur dua bulan setelah perlakuan terlihat adanya penurunan kemampuan hidup tunas seiring dengan peningkatan dosis radiasi (Gambar 1), namun kemampuan hidup tunas masih tinggi (>50%). Demikian juga pada N. gracilis, pada dosis radisi 2 Krad persentase hidup tunas adalah 50% dan terjadi peningkatan kemampuan hidup biakan pada perlakuan radiasi 4 krad (70%) kemudian terjadi penurunan kembali. Semakin tinggi dosis radiasi, semakin rendah kemampuan kalus untuk melakukan regenerasi membentuk tunas adventif. Hal ini terjadi karena radiasi dapat menyebabkan rusaknya DNA sehingga proses sintesis protein atau enzim terganggu. Gangguan pada sintesis protein menyebabkan gangguan metabolisme sehingga proses morfogenesis pada kalus embriogenik terganggu yang menyebabkan proses regenerasinya terganggu. Umur dua bulan pasca perlakuan radiasi biakan masih memperlihatkan respon tumbuh yang baik dilihat dari tingkat kematian biakan yang rendah. Biakan masih dapat tumbuh walaupun pada dosis radiasi 8 Krad. Hal ini diduga tunas Nepenthes lebih resisten terhadap perlakuan radiasi. Hasil ini berlawanan dengan penelitian Damayanti dkk. [10] pada tanaman abaka, dimana tanaman abaka pada konsentrasi lebih dari 3 Krad tidak mampu bertahan hidup. Kemampuan hidup tunas N. mirabilis lebih tinggi dari N. gracilis. Hal ini diduga setiap
80 N. gracilis
60
N. mirabilis 40 20 0 0
2
4
6
8
Dosis radiasi sinar gamma (Krad)
Gambar 1. Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tunas Nepenthes pada umur dua bulan setelah perlakuan (atas) dan umur lima bulan pasca perlakuan pada media recovery dan regenerasi (bawah).
Tinggi tunas tertinggi dihasilkan dari perlakuan tanpa radiasi. Pada tanaman N. gracilis tinggi tunas terendah dihasilkan dari perlakuan 4 krad sedangkan pada perlakuan 8 krad tinggi tunas lebih tinggi dari perlakuan 4 dan 6 krad. Pada perlakuan radiasi 2 Krad ternyata mampu merangsang multiplikasi tunas lebih banyak dari kontrol. Hal yang sama terjadi pada tanaman N. mirabilis. Namun secara keseluruhan semakin tinggi dosis radiasi yang diberikan semakin rendah pertumbuhan biakan (Gambar 2). Kemampuan hidup tunas Nepenthes yang masih tinggi walaupun pada konsentrasi tinggi diduga sel Nepenthes memberikan respon yang lambat terhadap perlakuan mutasi. 3.2. Recovery dan Regenerasi Biakan Pasca Mutasi Kegiatan recovery dan regenerasi pasca mutasi dilakukan untuk melihat kemampuan biakan beregenerasi dan bermultiplikasi pasca perlakuan mutasi. Media yang digunakan adalah media dasar MS dengan pengenceran empat kali dan dilakukan subkultur minimal dua bulan.
278
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
Tunas N. mirabilis dan N. gracilis umur dua bulan perlakuan radiasi memperlihatkan pertumbuhan yang baik dalam arti masih banyak tunas yang mampu bertahan hidup walau pada dosis radiasi yang tinggi. Setelah umur tiga bulan pada media recovery dan regenerasi (lima bulan pasca perlakuan mutasi) baik tunas N. gracilis maupun N. mirabilis memperlihatkan daya recovery yang rendah. Pada kedua spesies Nepenthes tersebut hanya mampu bertahan hidup perlakuan radiasi 0 dan 2 Krad, sedangkan perlakuan radiasi 4, 6, dan 8 Krad semua tunas mengalami kematian (Gambar 1). Hal ini diduga pada tunas Nepenthes memiliki respon yang lambat terhadap perlakuan radiasi setelah umur lima bulan baru mulai terlihat pengaruh mutagen fisik terhadap biakan. Pengaruh dosis radiasi terhadap kemampuan pertumbuhan biakan setelah umur lima bulan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2. Tunas N. mirabilis memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dari tunas N. gracilis. Pada perlakuan dosis radiasi lebih dari 2 Krad tidak ada satupun tunas yang mampu bertahan hidup, hal ini diduga karena sel-sel jaringan tanaman telah mengalami kerusakan.
Radiasi dosis tinggi mengakibatkan kerusakan yang mempengaruhi pertumbuhan bahkan dapat mengakibatkan kematian sel. Perlakuan radiasi sinar gamma ternyata mampu menghasilkan variasi pada penampakan biakan Nepenthes (variasi somaklonal). Pada beberapa kultur bahkan mampu terbentuk kalus. Dengan dihasilkannya kalus maka variasi somaklonal yang terjadi akan semakin tinggi dan jumlah tunas yang dihasilkannya pun semakin banyak. Pada perlakuan radiasi 2 Krad mampu menghasilkan tanaman varigata. Tanaman varigata merupakan tanaman dengan penampilan yang berbeda dari asalnya dengan warna daun lebih muda, bentuk daun lebih sempit dan kantong berwarna merah (Gambar 3). Menurut Larkin dan Scowcroff [11], keragaman somaklonal dapat terjadi karena hasil mutasi epigenetik, perubahan epigenetik, atau kombinasi kedua proses tersebut. Diharapkan somaklon yang dihasilkan bersifat genetik bukan epigentik sehingga tidak terjadi perubahan sifat pada saat pengujian di rumah kaca.
Gambar 2. Pengaruh perlakuan radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tunas Nepenthes umur dua bulan setelah perlakuan (kiri) dan umur lima bulan pasca perlakuan pada media recovery dan regenerasi (kanan)
279
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
B
A
C
E
D
Gambar 3. Keragaman somaklonal pada Nepenthes dengan radiasi sinar gamma pada dosis 2 Krad. (a) kontrol N. gracilis; (b) tunas dengan daun sempit dan warna lebih muda pada N. mirabilis; (c) tunas dengan daun sempit pada N. gracilis; (d) tunas dengan kantong berwarna merah pada N. mirabilis; (e) kalus embriogenik pada N. mirabilis.
4.
KESIMPULAN
6.
DAFTAR PUSTAKA
Pada umur dua bulan setelah perlakuan radiasi tunas N. mirabilis dan N. gracilis memiliki persentase hidup tinggi pada semua taraf dosis radiasi. Setelah umur lima bulan perlakuan, biakan Nepenthes hanya dapat bertahan hidup sampai dosis radiasi 2 Krad. N. mirabilis memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dari N. gracilis. Telah terjadi peningkatan keragaman somaklonal dimana tunas hasil radiasi memperlihatkan penampakan visual berbeda dari kontrol. Pada perlakuan mutasi dihasilkan biakan yang mampu membentuk kalus dan dihasilkan tanaman varigata (warna daun lebih muda, bentuk daun sempit, dan kantong yang berwarna merah).
1.
5.
5.
MANSUR, M., “Nepenthes – Kantong Semar yang Unik”, Penebar Swadaya, Jakarta (2006). Undang-Undang Nomor 5, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jakarta (1990). Peraturan Pemerintah Nomor 7, JenisJenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, Jakarta (1999). MANSUR, M., DAMAYANTI, F. dan ROOSTIKA, I., Diversity of Nepenthes spp. in West Kalimantan (JSPS International Training Program (ITP) and Ecological Society of Indonesia to Protect Diversity of Bioresources in the Tropical Area, Cibinong, 25-26 November), Cibinong (2009). CHENG, L., YANG, H., LIN, B., WANG, Y., LI, W., WANG, D. and ZHANG, F., Effect of gamma ray radiation on physiological, morphological characters and chomosome aberrations of minitubers in Solanum tuberosum L, Int. J. Radiat. Biol., 86 (9) (2010) 791-799. EVANS, D.A. and SHARP, W.R., ”Somaclonal and Gametoclonal Variation”, 4th ed., EVANS, D.A., SHARP, W.R. and AMIRATO, P.V., eds,
2.
3.
4.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapkan terimakasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DP2M yang telah mendanai penelitian ini. Terimakasih atas kemurahan hati Bapak Mansur, M.Sc (LIPI) yang telah memberikan biji Nepenthes serta ucapan terimakasih sebesarbesarnya atas keramahan Ibu Dr. Ika Mariska, APU (BB-Biogen).
6.
280
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
7.
8.
9.
HandBook of Plant Cell Culture (1986) 97132. NAGATOMI, S., A new approach of radiation breeding toward improvement of disease resistance in crops (Proc. Integrated Control of Main Diseases of Industrial Crops, Bogor 13-14 March 1996), Bogor (1996) 16-24. PUCHOOA, D., In vitro mutation breeding of Anthurium by gamma radiation, Internasional, J. of Agriculture & Biology 1560-8530/2005 (2005). SANGSIRI, C., SORAJJAPINUM, W. and SRINIVES, P., Gamma radiation induced mutations in mungbean, Science 31 (2005) 251-255.
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
10. DAMAYANTI, F., SUHARSONO dan MARISKA, I., Pengaruh radiasi sinar gamma dan asam fusarat untuk meningkatkan ketahanan abaka (Musa textilis Nee), Jurnal Biologi Indonesia 3 (4) (2002) 255-264. 11. LARKIN, P.J. and SCOWCROFT, W. R., Somaclonal variation annovel source of variability from cell culture for plant improvement, Theor. Appl. Genet., 60 (1981) 197-214.
281
DAFTAR ISI