INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60Co SECARA IN VITRO
SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN SRI IMRIANI PULUNGAN. Induksi Keragaman Genetik Tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) dengan Radiasi Sinar Gamma dari 60Co secara In Vitro. (Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI).
Mutasi yang diinduksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu meningkatkan keragaman genetik dalam waktu yang lebih singkat. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dosis radiasi sinar gamma dari
60
Co yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium
Wave of Love
dan mendapatkan LD50 tanaman Anthurium Wave of Love
(Anthurium plowmanii Croat.) secara in vitro. Bahan tanaman yang diradiasi adalah tunas steril tanaman Anthurium Wave of Love yang telah dikulturkan selama 14 minggu. Media in vitro yang digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi adalah MS + 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Subkultur dilakukan dua kali dengan selang waktu 8 minggu. Subkultur I dan subkultur II menggunakan media MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf yaitu: 0 Gy (D0), 10 Gy (D1), 20 Gy (D2), 30 Gy (D3), 40 Gy (D4) dan 50 Gy (D5), diulang 3 kali. Setiap ulangan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman fenotipe tertinggi dicapai pada dosis radiasi 10 Gy. Dosis radiasi 10 Gy menghasilkan mutan daun varigata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang berbentuk tidak beraturan. Mutan-mutan tersebut potensial untuk diteliti lebih lanjut.
Radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro. Pertumbuhan tunas terbaik setelah subkultur I diperoleh pada tunas tanaman kontrol. Pada subkultur II perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy mampu meningkatkan pertumbuhan daun, akar dan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy menghambat pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar dan pembentukan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tanaman Anthurium Wave of Love in vitro membentuk
pola
kuadratik
dengan
persamaan y = 0.05x2 – 4.57x + 112.5 (R2 = 0.881). Lethal dosage 50 (LD50) Anthurium Wave of Love in vitro dicapai pada dosis 16.70 Gy. Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy setelah 16 MSR adalah 83.9%.
INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60Co SECARA IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: INDUKSI
KERAGAMAN
GENETIK
ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium
TANAMAN plowmanii
Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI SECARA IN VITRO Nama
: Sri Imriani Pulungan
NIM
: A24051240
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ni Made Armini Wiendi NIP : 1961 0412 1987 03 2003
Mengetahui : Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP : 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
60
Co
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kecamatan Natal, Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara pada 12 September 1988. Penulis adalah puteri pertama dari pasangan Bapak Imron Pulungan dan Ibu Zahraini Lubis. Masa pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dihabiskan di kampung halaman penulis. Sekolah Menengah Atas (SMA) dilalui penulis di SMA Negeri 2 Plus Sipirok mulai tahun 2002-2005. Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun 2006 penulis resmi diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama masa perkuliahan penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD, 2006/2007), Departemen Penelitian Pertanian Himagron tahun 2008, Departemen Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Pertanian (BEM-A) periode 2008. Selama kuliah penulis juga berkesempatan mejadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, ilmu tanaman pangan (2008), asisten praktikum bioteknologi tanaman untuk program pascasarjana (2009), dan asisten praktikum mata kuliah dasar-dasar bioteknologi tanaman untuk program sarjana (tahun ajaran 2009-2010). Penulis pernah menerima dana hibah dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi untuk program kreativitas mahasiswa bidang penelitian pada tahun 2008 dan 2009. Penulis pernah menerima penghargaan sebagai Juara Harapan I pada perlombaan karya tulis dalam rangkaian acara Atsiri Day 2009. Penulis juga pernah sebagai presentator pada acara International Student Conference at Ibaraki University ke-5 (ISCIU 5) pada November 2009, di Ibaraki, Jepang.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul ”Induksi Keragaman Genetik Tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium
Plowmanii Croat.) dengan Radiasi
Sinar Gamma dari 60Co Secara In Vitro” ini disusun dalam rangka penyelesaian tugas akhir penulis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertaian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Kedua orang tua (Ayah dan Umak), adik-adik (Ade dan Imzar) dan Uci beserta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa kepada penulis selama melakukan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah ini
2.
Dr. Ni Made Armini Wiendi atas fasilitas, bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
3.
Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang bersedia sebagai dosen penguji
4.
Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS sebagai pembimbing akademik selama kuliah di Departemen Agronomi dan Hortikultura
5.
Teman-teman di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Lina, Kiki, Kak Eneng, Kak Ardha, dan Kak Irwan, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya
6.
Sahabat-sahabatku, Olga, Achi, Deden, Ima, Adek, Leo, dan Zamzami, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Good luck for us
7.
Teman-teman sekelas penulis di Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH 42) Semoga karya ilmiah ini berguna sebagai informasi dosis radiasi sinar
gamma yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love secara in vitro. Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ixv
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................. Tujuan ........................................................................................................... Hipotesis........................................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love .......................... Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma .................... Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias ............ Induksi Mutasi pada Famili Araceae.............................................................
4 5 6 7
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... Bahan dan Alat ............................................................................................. Metode Penelitian.......................................................................................... Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. Pengamatan ..................................................................................................
9 9 10 10 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan ......................................................................
16
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro .............................................................................................
20
60
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro....................................................... Tinggi Tunas ...................................................................................
23 23
Jumlah Daun ...................................................................................
26
Jumlah Akar ....................................................................................
30
Jumlah Tunas .................................................................................
32
Lethal Dossage 50 (LD50) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co...........................................................
35
Keragaman Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co ..............................................................
38
Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co ....................................................................
42
60
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari Co terhadap Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro ..........................................................
46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. Saran ........................................................................................................
50 50
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
51
LAMPIRAN ..................................................................................................
54
DAFTAR TABEL Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Halaman
Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati Karena Bahan Sterilan , Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR ......................................................................
17
Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati Karena Bahan Sterilan , Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR ....................................................................
18
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I...........................................................................
20
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II .......................................................................................
22
Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ......
23
Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II.....
25
Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ..........................................................................................
27
Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II ........................................................................................
29
Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ................
30
Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelahSubkultur II.......
31
Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ..........................................................................................
33
12.
13.
14.
15.
Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II...
34
Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In vitro yang Hidup Sampai 16 MSR pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co ............................................................................................
36
Frekuensi Mutan untuk Masing-masing Karakter yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari 60Co pada 16 MSR .....................................................................................
45
Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co pada 16 MSR .....................................................................................
46
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR ............
16
2.
Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah Subkultur II .......................................................................................
19
Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I .............................................................................
24
4.
Daun Baru Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR ..............
27
5.
Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro ...................
32
6.
Tunas Baru Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro ..................
33
7.
Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Persentase Hidup Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR .....................................................................................
36
Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mampu Bertahan Hidup sampai 16 MSR ....................................
37
Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy .........................................................
39
10.
Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro ................
40
11.
Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR .............................
41
Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR ..........
42
Variasi Bentuk Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diperoleh dari Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR .............................................................................................
43
Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy yang Berukuran Lebih Besar dari Kontrol ..............................................................................
44
Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR ..........................................................................
44
3.
8.
9.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Kontrol... ............................................................................................
47
Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Berbentuk Bulat....... ............................................................................................
48
Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Dikelilingi 3 Sel Tetangga ....................................................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Komposisi Media Murashige-Skoog (1962) ............... ................... .
55
2. Analisis Ragam Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I ...............................................................
56
3. Analisis Ragam Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I...............................................................
57
4. Analisis Ragam Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I ...............................................................
58
5. Analisis Ragam Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I ................................................................
59
6. Analisis Ragam Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II .............................................................
60
7. Analisis Ragam Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II...............................................................
61
8. Analisis Ragam Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II ..............................................................
62
9. Analisis Ragam Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II...............................................................
63
10. Analisis Ragam Jumlah Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR ........................................................................
64
11. Analisis Ragam Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR ........................................................................
64
PENDAHULUAN Latar Belakang Anturium adalah tanaman hias daun yang termasuk keluarga Araceae. Anthurium plowmanii Croat lebih dikenal dengan nama umum Anthurium Wave of Love (Anturium Gelombang Cinta) karena bentuk daunnya yang bergelombang. Anthurium Wave of Love berkerabat dekat dengan sejumlah tanaman hias populer seperti aglonema, pilodendron, keladi hias, caladium, dan alokasia (Redaksi Agromedia, 2008). Anturium menjadi tanaman hias yang populer pada pertengahan 2006 sampai September 2007. Anthurium Wave of Love merupakan jenis anturium yang paling diminati. Daya tarik utama dari anturium adalah bentuk daunnya yang indah, unik, dan bervariasi. Daun tanaman ini umumnya berwarna hijau tua dengan urat dan tulang daun besar dan menonjol (Redaksi Agromedia, 2008). Keragaman genetik Anthurium Wave of Love pada dasarnya bisa dihasilkan dengan cara hibridisasi konvensional, namun cara ini dinilai kurang efisien karena untuk mendapatkan tanaman Anthurium Wave of Love yang berbunga diperlukan waktu yang cukup lama dan keberhasilan persilangan juga tidak mudah. Teknik persilangan konvensional menghasilkan keragaman terbatas dan akan bersegregasi pada generasi berikutnya, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menguji kestabilan karakter yang diinginkan. Keragaman genetik diharapkan akan menghasilkan keragaman fenotipe tanaman yang sangat diperlukan terutama pada tanaman hias. Alasan lain yang mendorong perlunya induksi mutasi adalah karena anturium termasuk tanaman berumah satu yang waktu masaknya putik dan tepung sari tidak bersamaan. Pada umumnya putik masak lebih awal dibandingkan tepung sari. Diperlukan cara yang lebih efisien untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Briggs, 1987). Menurut Harten (2001) mutasi induksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menginduksi keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman dan kultivar baru
dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional. Cassells (2002) melaporkan bahwa mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi. Radiasi pada kultur in vitro memberi peluang terjadinya mutasi, bahkan dari mutasi tersebut dapat diperoleh genotipe yang tidak ditemukan dalam gene pool yang ada. Welsh (1991) juga melaporkan bahwa laju mutasi dari sel-sel yang ditumbuhkan pada kultur jaringan lebih tinggi daripada tanaman yang tumbuh dari biji. Kultur jaringan sering menyebabkan perubahan-perubahan nukleotida yang disebabkan oleh kandungan zat di dalam medium, seperti giberelin, auksin dan garam mineral. Menurut Harten (1988) perlakuan
mutasi induksi secara fisik, yaitu
dengan radiasi lebih efektif daripada mutasi induksi secara kimiawi. Keuntungan penggunaan mutagen fisik adalah penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman, mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasi genetik tinggi. Salah satu jenis mutagen fisik yang banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah sinar gamma. Sinar gamma tidak mempunyai massa dan muatan listrik sehingga dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Sinar gamma tidak dibelokkan oleh medan listrik yang ada di sekitarnya, sehingga daya tembus sinar gamma lebih besar dibandingkan dengan daya tembus partikel alpa atau beta (Batan, 1972). Penggunaan sinar gamma dinilai efektif untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman anturium. Pemanfaatan sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love belum pernah dilaporkan dalam publikasi ilmiah, namun sinar gamma telah banyak dimanfaatkan untuk induksi mutasi beberapa tanaman hias komersial. Pada tanaman hias famili Araceae, mutasi induksi dengan sinar gamma sudah dilakukan terhadap tanaman Caladium spp. (Nariah, 2008),
Philodendron
bipinnatifidum
dan Philodendron xanadu
(Melina, 2008), dan Anthurium andreanum (Faradilla, 2008; Wegadara, 2008).
Tujuan 1. Mendapatkan taraf dosis radiasi sinar gamma dari
60
Co yang tepat untuk
menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) 2. Mendapatkan LD50 tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat) yang dikulturkan secara in vitro 3. Menghasilkan mutan Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) yang potensial untuk diteliti lebih lanjut
Hipotesis 1. Terdapat taraf dosis radiasi sinar gamma dari
60
Co yang tepat untuk
meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.). 2. Terdapat minimal satu mutan Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) yang memiliki fenotipe tanaman in vitro yang berbeda dari tanaman kontrol.
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili Araceae adalah bunganya memikili spadiks (tongkol) dan seludang (Macoboy, 1976). Habitat asal tanaman anturium tersebar dari selatan dan utara Brazil sampai ke Peru, Bolivia dan Paraguay. Tanaman ini ditemukan di Brazil di daerah Amazon dan di Peru pada ketinggian 50 m - 900 m di atas permukaan laut. Anturium bukan tanaman asli Indonesia, tetapi tanaman ini cocok dengan keadaan iklim di daerah tropis. Taksonomi tanaman Anthurium Wave of Love sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Araceales
Famili
: Araceae
Genus
: Anthurium
Spesies
: Anthurium plowmanii Croat. Daun Anthurium Wave of Love dapat tumbuh mencapai panjang 56 cm dan
tepinya bergelombang. Warna daun umumnya didominasi oleh hijau tua. Susunan daun biasanya tegak (erect) dan menyebar. Umumnya panjang petiol Anthurium Wave of Love 10 cm - 40 cm, namun ada juga petiol yang panjangnya mencapai 50 cm. Tanaman Anthurium Wave of Love tidak bercabang dan tunas-tunas baru muncul dari batang. Batang Anthurium Wave of Love terdapat di dalam tanah. Bagian yang menjulur ke atas merupakan tangkai daun, bukan bagian dari batang1. Anthurium Wave of Love mempunyai spatha dan spadiks. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa spatha merupakan bunga palsu karena spatha adalah modifikasi dari daun yang berfungsi untuk melindungi spadiks1. 1.
http://www.anthurium.com, diakses tanggal 13 Januari 2009
Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma Brewbaker (1983) melaporkan bahwa sinar gamma dapat diperoleh dari isotop radioaktif yang diproduksi dalam reaktor nuklir. Radiasi sinar gamma menyebabkan proses ionisasi, yaitu menghasilkan ion-ion positif dan negatif. Ionisasi terjadi saat elektron berinteraksi dengan atom materi yang dilewatinya. Setiap proses ionisasi menyebabkan pemindahan sebuah elektron dari satu atom ke atom lainnya. Proses ini membutuhkan energi lokal yang cukup besar. Sepasang atom yang mengalami ionisasi tersebut berada pada keadaan tidak stabil dan sangat reaktif. Crowder (1986) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma menembus bagian tertentu dari gen, dan menyebabkan perubahan susunan basa nitrogen pada DNA. Frekuensi mutasi berbanding lurus (linear) dengan dosis radiasi sinar gamma. Menurut Welsh (1991) radiasi bisa mengakibatkan efek langsung ataupun tidak langsung terhadap DNA. Efek langsung yang segera terjadi dari proses ionisasi adalah pemotongan DNA. Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur gula atau basa nukleotida dan putusnya ikatan hidrogen antar basa nukleotida. Kerusakan lain yang mungkin terjadi adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break atau putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand break. Kerusakan dapat terjadi pada tingkat DNA, kromosom dan pada tingkat sel. Akibat tidak langsung yaitu radiasi sinar gamma menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida. Gen dapat dianggap sebagai suatu target atau sasaran di dalam proses mutasi. Menurut Brewbaker (1983) mutasi genetik yang terjadi pada sebuah target hanya bergantung pada jumlah ionisasi dan tidak bergantung pada lamanya waktu ionisasi. Perubahan yang terjadi untuk menghasilkan mutasi genetik bisa terjadi pada tingkat gen atau tingkat kromosom. Menurut Claire (2002) perubahan nukleotida tunggal di dalam rantai cetakan DNA mengakibatkan produksi protein yang abnormal. Gen menentukan fenotipe melalui enzim yang mengkatalis reaksi kimia yang spesifik di dalam sel. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan menggunakan beberapa jenis
enzim yang spesifik. Proses perbaikan dapat berlangsung tanpa terjadi kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan struktur pada sel. Pada kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan dengan sempurna sehingga walaupun kerusakan dapat diperbaiki, tetapi tidak seperti DNA aslinya. Tingkat kerusakan sel yang sangat parah mengakibatkan perbaikan tidak berlangsung dengan baik, bahkan bisa mengakibatkan kematian sel2.
Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias Mutasi adalah proses suatu gen yang mengalami perubahan struktur untaian basa nukleotida. Mutasi diartikan juga sebagai perubahan permanen pada DNA dan akan merubah rantai asam amino yang terbentuk. Perubahan untaian DNA akan menyebabkan fenotipe tanaman juga berubah. Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bentuk pancaran energi seperti pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan sinar ultra violet (Welsh, 1991). Mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma sudah cukup luas digunakan. Sinar gamma tidak memiliki massa dan muatan, sehingga bisa menembus jaringan dalam sel. Pengaruh radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik (mutasi somatik) dan sel gamet, perubahan tersebut dapat diturunkan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fenotipe. Perubahan dapat terjadi secara lokal pada tingkat sel atau kelompok sel sehingga individu dapat menjadi kimera (Welsh, 1991). Mutasi telah diamati oleh beberapa peneliti dari berbagai negara sejak beberapa abad yang lalu. Dari Jepang dilaporkan bahwa pada akhir abad ke-17, seorang warga Edo (sekarang Tokyo) mempunyai tanaman hias ”morning glory” yang bunganya menyimpang dari tanaman-tanaman lainnya. Beberapa peneliti sudah menduga bahwa terjadi mutasi genetik secara spontan yang menyebabkan perubahan warna pada bunga tanaman tersebut, namun mereka belum punya alasan yang kuat untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada waktu itu (Harten, 2001). Harten (2001) juga melaporkan bahwa sebenarnya konsep mutasi sudah lama diketahui. Charles Darwin, dalam bukunya tahun 1868 yang berjudul ”The Variation of Animals and Plants under Domestication” telah menemukan adanya 2.
http://www.infonuklir.com, Interaksi dengan materi bologis. diakses tanggal 9 Februari 2009.
variasi pada daun dan bunga, namun beliau belum bisa mengemukakan alasan pada saat itu. Fenomena mutasi spontan (mutasi alami) inilah yang mendorong para peneliti untuk melakukan mutasi buatan. Mutasi buatan dengan sinar-X baru berhasil dilakukan pada tahun 1928 untuk tanaman tembakau dan pada tahun 1930an mutan komersial tembakau mulai dilepas. Pada tanaman hias, mutasi buatan secara komersial pertama kali dilakukan oleh De Mol van Oud dari Belanda pada tahun 1949 pada tanaman tulip (Tulipa sp), warna bunga tulip menjadi menyimpang dengan aslinya. Mutasi ini sudah dilakukan mulai tahun 1936 dengan radiasi sinar-X pada bulb, namun 13 tahun kemudian baru bisa menghasilkan kultivar baru. Mutasi warna bunga pada tulip kultivar Estella pada 1954 juga dilakukan oleh De Mol van Oud. Pada tahun 1962 peneliti dari Amerika melakukan radiasi sinar gamma pada Dianthus caryophyllus dengan menggunakan akar sebagai bahan yang diradiasi (Harten, 1988). Pemuliaan mutasi pada tanaman hias sudah sangat berkembang. Pengembangan ini diarahkan untuk sifat-sifat seperti warna bunga, vase life untuk tanaman hias pot dan bunga potong, dan keragaman corak daun untuk tanaman hias daun. Selama 30 tahun terakhir, perkembangan mutan komersial untuk tanaman hias sudah banyak dilaporkan. Informasi dari IAEA (International Atomic Energy Agency) tahun 1998 menyatakan bahwa ada 500 kultivar mutan dari 30 jenis tanaman hias yang sudah didaftarkan.
Induksi Mutasi pada Famili Araceae Nariah (2008) melakukan percobaan radiasi sinar gamma secara in vivo pada 4 kultivar Caladium spp. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa nilai LD50 pada Caladium kultivar Candidum yaitu 61.80 Gy, Caladium kultivar Sweet Heart 83.85 Gy, Caladium kultivar Pink Beauty 113.93 Gy dan 50.68 Gy pada Caladium kultivar Miss Mufet. Mutan albino dan mutan kerdil dihasilkan dari Caladium kultivar Sweet Heart. Mutan kerdil dan daun berbentuk seperti corong dihasilkan dari Caladium kultivar Pink Beauty. Melina (2008) melakukan induksi mutasi dengan sinar gamma pada dua spesies pilodendron secara in vivo, yaitu Philodendron bipinnatifidum kultivar
Crocodile Teeth dan Philodendron xanadu. Radiasi sinar gamma menurunkan persentase tanaman Pilodendron yang hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Pada P. bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth, dosis 10 Gy mampu menginduksi pertambahan tinggi tanaman, ukuran daun dan jumlah daun. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin mengubah warna dan bentuk daun dari kedua spesies Pilodendron yang diuji. Faradilla (2008) melakukan radiasi sinar gamma pada dua kultivar anturium bunga, yaitu Anthurium andreanum kultivar Mini dan Anthurium andreanum kultivar Holland. Radiasi dilakukan pada bibit tanaman anturium yang berumur 2 bulan. Nilai LD50 pada bibit A. andreanum kultivar Mini sebesar 134.47 Gy dan A. andreanum kultivar Holland sebesar 62.17 Gy. Pada dosis radiasi 0 Gy - 90 Gy, radiasi sinar gamma cenderung menurunkan persentase tanaman hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang tangkai daun, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Radiasi pada biji A. andreanum meningkatkan keragaman bentuk, ukuran dan jumlah daun tanaman anturium. Nilai LD50 benih A. andreanum adalah 22.37 Gy. Pada taraf dosis 0 Gy - 200 Gy, Wegadara (2008) melaporkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman A. andreanum. Radiasi sinar gamma secara in vitro pada A. andreanum pernah dilakukan oleh Puchooa dan Sookun (2003). Radiasi dilakukan pada taraf 0 Gy -15 Gy pada kalus A. andreanum in vitro yang telah dikulturkan selama 4 minggu pada media Nitcsh dan MS0 yang dimodifikasi. Perlakuan dosis radiasi 5 Gy memberikan respon terbaik dalam hal pembentukan dan regenerasi kalus. Pada taraf dosis radiasi 10 Gy terjadi nekrotik pada jaringan, dan pada dosis 15 Gy bersifat letal terhadap jaringan A. andreanum.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamatan stomata dilakukan di Laboratorium Biologi Tumbuhan, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas steril tanaman Anthurium Wave of Love yang berumur 14 minggu yang dikulturkan secara in vitro pada media padat dengan pH 5.9. Bahan tanaman yang digunakan sebelumnya berasal dari planlet steril Anthurium Wave of Love. Pada setiap botol kultur terdapat banyak tunas dan di bagian pangkal tunas terbentuk bonggol. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan bonggol tunas dengan ukuran diameter 1 - 2 cm. Media in vitro dibedakan menjadi dua, yaitu media untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi dan media untuk subkultur. Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan in vitro tunas Anthurium Wave of Love sebelum radiasi adalah MS + 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Komposisi media yang digunakan untuk subkultur setelah perlakuan radiasi adalah MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) disajikan pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan adalah aquadest, plastik, plastik wrap, karet, tissue, alkohol 70%, clorox, dan spiritus. Bahan untuk pengamatan stomata meliputi kuteks bening dan selotip. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan dan sterilisasi media adalah botol kultur volume 300 ml, labu takar volume 1 liter, pipet volumetrik, pengaduk kaca, pH meter, timbangan analitik, magnetic stirrer, dan autoclave. Peralatan yang digunakan saat penanaman atau subkultur meliputi laminar air flow cabinet,
cawan petri, pinset, gunting, scalpel, dan lampu bunsen. Radiasi sinar gamma dengan
60
Co dilakukan di dalam radiator gamma chamber 4000A. Objek gelas
dan mikroskop digunakan untuk pengamatan stomata.
Metode Penelitian Penelitian disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf, yaitu: 0 Gy (D0), 10 Gy (D1), 20 Gy (D2), 30 Gy (D3), 40 Gy (D4), dan 50 Gy (D5), masing-masing taraf perlakuan diulang tiga kali sehingga ada 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati. Jumlah seluruh tunas dalam percobaan ini adalah 180 tunas. Model linear yang digunakan adalah : Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan : Yij
= nilai perlakuan dosis radiasi ke-i dan kelompok ke-j
µ
= nilai rataan umum pengamatan
αi
= pengaruh perlakuan dosis sinar gamma ke-i (i= 0 Gy, 10 Gy, ....50 Gy)
βj
= pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, dan 3)
εij
= galat percobaan Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5 %.
Pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft office excel 2007 dan software SAS 6.12.
Pelaksanaan Penelitian 1. Sterilisasi peralatan Botol kultur, cawan petri, pinset, gunting, dan scalpel dicuci bersih, kemudian disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1210 C dan tekanan 17.5 psi selama 60 menit. Alat tanam dan cawan petri yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100 0C.
2. Pembuatan media Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi adalah MS + 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Media dibuat dengan menggunakan larutan stok yang telah disiapkan. Komposisi masing-masing larutan stok untuk membuat media dasar Murashige dan Skoog disajikan pada Lampiran 1. Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya sudah dipekatkan sehingga untuk pembuatan media hanya diperlukan dalam volume yang kecil. Semua larutan stok yang diperlukan dipipet, kemudian ditambahkan zat pengatur tumbuh dan gula, setelah itu dilarutkan dengan aquadest. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan air steril hingga mencapai volume 1 liter. Derajat keasaman larutan diukur dengan menggunakan pH meter. Larutan dibuat menjadi pH 5.9. Apabila pH lebih tinggi dari yang diharapkan, maka diturunkan dengan penambahan larutan HCl 1 N dan sebaliknya apabila pH lebih rendah dinaikkan dengan penambahan NaOH atau KOH 1 N. Agar sebanyak 5 g/l ditambahkan ke dalam media sebagai bahan pemadat. Media dimasak sampai mendidih, selanjutnya media dimasukkan ke dalam botol kultur dengan volume 25 ml/botol dan ditutup dengan plastik. Media selanjutnya disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1210C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit. 3. Perbanyakan tunas Tunas yang diradiasi berasal dari kultur in vitro tanaman Anthurium Wave of Love. Subkultur dilakukan dengan memisah-misahkan bonggol tunas dengan diameter 1 - 2 cm. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet yang telah disemprot dengan alkohol 70% dan disinari dengan sinar UV selama satu jam. Semua alat yang digunakan disterilkan dengan cara disemprot dengan alkohol sebelum dimasukkan ke dalam laminar. Pisau, pinset dan gunting yang diperlukan dalam proses penanaman eksplan harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam alkohol 70% dan dibakar. Perbanyakan tunas Anthurium Wave of Love dilakukan selama 14 minggu pada media MS + 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Perbanyakan tunas bertujuan agar tersedia tunas yang cukup untuk perlakuan dan agar tunas yang diperoleh memiliki kandungan zat pengatur tumbuh endogen
homogen sehingga kondisi tanaman sebelum diberi perlakuan diasumsikan seragam. 4. Radiasi sinar gamma Unsur Cobalt isotop 60 (60Co) digunakan sebagai sumber radiasi sinar gamma. Botol kultur dimasukkan ke dalam radiator gamma chamber 4000A. Dosis radiasi sinar gamma yang diberikan disesuaikan dengan taraf perlakuan. 5. Penanaman eksplan setelah radiasi Tunas yang telah diradiasi ditanam kembali selama tiga hari setelah perlakuan karena media yang terkena radiasi bersifat toksik bagi tanaman. Penanaman hari pertama merupakan ulangan I, hari kedua adalah ulangan II, dan hari ketiga merupakan ulangan III. Tunas yang ditanam merupakan tunas tunggal, pada setiap botol ditanam dua tunas. Komposisi media yang digunakan setelah radiasi adalah MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. 6.
Subkultur I dan II Subkultur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu subkultur I dan subkultur II.
Subkultur II dilakukan 8 minggu setelah subkultur I. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan tunas yang terbentuk menjadi tunas tunggal dan ditanam pada media MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk pada tunas yang diradiasi dan untuk mengamati kestabilan mutan yang terbentuk. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. 7.
Pengamatan Stomata Pengamatan stomata dilakukan di akhir pengamatan, yaitu pada 16 minggu
setelah radiasi (MSR). Stomata diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali. Luas bidang pandang mikroskop pada perbesaran 400 kali adalah 0.28 mm2. Penghitungan jumlah stomata dilakukan pada satu bidang pandang di dalam satu preparat. Rata-rata jumlah stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata jumlah stomata/bidang pandang dari 9 daun, kemudian hasilnya dikonversi menjadi jumlah stomata/mm2. Ukuran stomata diukur berdasarkan panjang stomata. Setiap preparat daun Anthurium Wave of Love
diukur tiga stomata. Ukuran stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata dari 27 stomata yang dipilih secara acak.
8.
Kondisi Ruang Kultur untuk Inkubasi Kultur in vitro Anthurium Wave of Love diinkubasi di ruang kultur. Botol
kultur disusun pada rak bertingkat dengan intensitas cahaya 1000-2000 lux selama 24 jam sehari. Suhu ruangan kultur untuk inkubasi adalah 230C.
Pengamatan Peubah yang diamati setiap minggu selama 16 minggu meliputi : Tinggi tunas, diukur mulai dari pangkal batang sampai daun yang paling atas Jumlah daun, diamati daun yang telah membuka Jumlah akar, diamati akar yang berukuran ≥ 0.5 cm Saat munculnya tunas baru Jumlah tunas baru, diamati tunas yang tingginya ≥ 0.5 cm Warna daun Bentuk daun
Peubah yang diamati saat minggu ke 16 adalah: LD50, dihitung berdasarkan jumlah eksplan yang hidup setelah diberi perlakuan Bentuk, ukuran, dan jumlah stomata, diamati secara mikroskopik dengan perbesaran 400 kali Persentase mutan Persentase mutan =
jumlah tanaman mutan pada dosis A jumlah tanaman yang diradiasi
x 100%
Pengamatan tunas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : Jumlah tunas awal Tunas awal adalah jumlah tunas yang ditanam pada awal subkultur I dan awal subkultur II. Jumlah tunas setiap satuan percobaan pada awal subkultur 1 adalah sama, yaitu 10 tunas. Jumlah tunas pada awal subkultur II tidak sama untuk setiap satuan percobaan karena ditentukan oleh hasil perbanyakan
subkultur I. Semua tunas hasil pemeliharaan subkultur I setelah 8 MSR dipindahkan ke media baru dan diamati pada pemeliharaan setelah subkultur II sampai 16 MSR. Tunas terkontaminasi Kontaminasi tunas disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Ada dua kemungkinan terhadap tunas yang terkontaminasi. Pertama, kontaminasi tunas yang masih bisa diselamatkan atau disterilkan, artinya kontaminan yang tidak mengenai seluruh bonggol Anthurium Wave of Love in vitro. Pada tunas tersebut dilakukan sterilisasi dengan menggunakan clorox 5% dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Kedua, tunas yang tidak bisa diselamatkan atau disterilkan karena kontaminan sudah menutupi eksplan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Tunas yang tidak bisa disterilkan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Terhadap tunas terkontaminasi yang dilakukan sterilisasi juga terdapat dua kemungkinan. Pertama, tunas menjadi steril kembali dan kemungkinan lainnya adalah tunas menjadi mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas yang mati karena bahan sterilan dicirikan dengan warna bonggol atau tangkai daun tunas menjadi putih. Tunas yang mati karena bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma Tunas yang dinyatakan mati karena pengaruh radiasi sinar gamma adalah tunas yang daunnya sudah berwarna coklat dan mengering. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati sampai minggu terakhir pengamatan (16 MSR), nilai tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar dianggap nol. Data hilang Data tunas yang dinyatakan sebagai data hilang adalah data tunas yang terkontaminasi dengan kontaminan yang menutupi seluruh bonggol dan tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas-tunas tersebut tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.
Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR adalah tunas yang masih hidup dan tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi tetap diamati sebagai tanaman contoh, nilai pengamatannya dinyatakan nol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Pemeliharaan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah radiasi dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu pemeliharaan setelah subkultur I dan pemeliharaan setelah subkultur II. Subkultur I adalah pemindahan tunas pada media (MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 mg/l agar, pH 5.9) setelah perlakuan radiasi sinar gamma dan diinkubasi selama 8 minggu di ruang kultur. Setelah diinkubasi selama 8 minggu, tunas Anthurium Wave of Love in vitro dipindahkan ke media baru pada subkultur II. Komposisi media pada subkultur I sama dengan komposisi media pada subkultur II.
Subkultur I Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai terlihat setelah subkultur I, saat 2 minggu setelah radiasi (MSR). Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy mulai menguning. Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning sampai 8 MSR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
a
b
Gambar 1. .Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR (a) Tunas Tanaman Kontrol, (b) Tunas Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 20 Gy Pada subkultur I ada beberapa tunas yang terkontaminasi. Kontaminasi yang terjadi setelah subkultur I umumnya disebabkan oleh cendawan. Kultur rentan terkena kontaminasi sampai 2 minggu setelah subkultur. Pada minggu-
minggu berikutnya jumlah tunas yang terkontaminasi sudah berkurang. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur I disajikan pada Tabel 1. Persentase kontaminasi setelah subkultur I adalah 16.1% (Tabel 1). Selama pemeliharaan setelah subkulur I belum ada tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tabel 1. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR Dosis Radiasi (Gy)
Ulangan
Tunas Awal
Tunas yang Tunas Mati Tunas yang Diamati Terkontaminasi karena sampai 8 MSR dan Mati karena Pengaruh Bahan Sterilan Radiasi 0 1 10 2 0 8 2 10 4 0 6 3 10 3 0 7 Jumlah 30 9 0 21 10 1 10 0 0 10 2 10 0 0 10 3 10 0 0 10 Jumlah 30 0 0 30 20 1 10 0 0 10 2 10 0 0 10 3 10 0 0 10 Jumlah 30 0 0 30 30 1 10 5 0 5 2 10 4 0 6 3 10 4 0 6 Jumlah 30 13 0 17 40 1 10 1 0 9 2 10 0 0 10 3 10 1 0 9 Jumlah 30 2 0 28 50 1 10 1 0 9 2 10 2 0 8 3 10 2 0 8 Jumlah 30 5 0 25 Jumlah total 180 29 (16.1%) 0 (0%) 151 (83.9%) Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal
Subkultur II Pada saat subkultur II, dilakukan sterilisasi terhadap tunas untuk menghindari kontaminan-kontaminan yang tidak terlihat secara visual. Sterilisasi dilakukan
terhadap
semua tunas
yang
berasal dari perbanyakan setelah
subkultur I. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk.
Kimera adalah keadaan suatu jaringan yang terdiri dari sel mutan dan sel normal, sehingga sel-sel dalam satu individu tanaman memiliki komposisi genetik yang berbeda. Tunas yang diperoleh dari hasil perbanyakan subkultur I berjumlah 329 tunas. Semua tunas diamati dan dijadikan sebagai tunas contoh pada pemeliharaan setelah subkultur II (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR Dosis Radiasi (Gy)
Ulangan
Tunas Awal
Tunas yang Tunas Mati Tunas yang Diamati Terkontaminasi karena sampai 16 MSR dan Mati karena Pengaruh Bahan Sterilan Radiasi 0 1 32 12 0 20 2 28 13 0 15 3 30 22 0 8 Jumlah 90 47 (52.2%) 0 (0%) 43 (47.8%) 10 1 31 3 0 28 2 45 17 0 28 3 29 15 0 14 Jumlah 105 35 (33.4%) 0 (0%) 70 (66.6%) 20 1 13 0 12 13 2 15 0 10 15 3 15 0 9 15 Jumlah 43 0 (0%) 31 (72.09%) 43 (100%) 30 1 7 7 0 0 2 9 1 8 8 3 9 2 5 7 Jumlah 25 10 (40%) 13 (86.67%) 15 (60%) 40 1 12 0 11 12 2 11 0 11 11 3 12 0 10 12 Jumlah 35 0 (0%) 32 (91.43%) 35 (100%) 50 1 10 0 10 10 2 12 0 11 12 3 9 0 7 9 Jumlah 31 0 (0%) 28 (90.32%) 31 (100%) Jumlah total 329 92 (27.9%) 104 (83.9%) 237 (72.1%) Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal
Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi setelah subkultur II. Tunas yang mampu bertahan hidup dengan baik hanya pada tunas tanaman kontrol dan tunas tanaman dengan dosis radiasi
10 Gy. Tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada yang mampu bertahan hidup, namun tidak terjadi pertumbuhan, daun menguning, dan bonggol berwarna hitam. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma pada 16 MSR adalah 83.9% (Tabel 2). Tunas tanaman yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati dan dinyatakan sebagai tanaman contoh sampai 16 MSR. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 2a. Tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur II mencapai 27.9%. Kontaminasi banyak terjadi pada tunas tanaman perlakuan kontrol dan tunas tanaman pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Kontaminasi disebabkan karena penanganan yang kurang baik, diduga kontaminan masuk ke dalam botol kultur pada saat subkultur. Tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan disajikan pada Gambar 2b. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Kontaminasi cendawan ditandai oleh adanya hifa seperti yang disajikan pada Gambar 2c, dan kontaminasi bakteri ditandai oleh adanya lendir pada media.
a
b
c
Gambar 2. .Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah Subkultur II. (a) Tunas yang Mati karena Radiasi Sinar Gamma (b) Tunas yang Mati karena Bahan Sterilan (c) Tunas yang Terkontaminasi Tunas yang terkontaminasi segera disterilkan dengan menggunakan clorox 5% selama 5 menit dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Tunas yang telah disterilkan tetapi masih terdapat kontaminan atau tunas yang berwarna putih karena tidak tahan terhadap bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Subkultur I Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I Peubah Tinggi Tunas
Jumlah Daun
Jumlah Akar
Jumlah Tunas
Keterangan :
MSR 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8
Dosis Radiasi tn tn tn tn tn tn * * tn * tn ** ** ** ** ** tn tn tn tn tn tn tn tn ** ** ** ** **
KK (%) 8.49 8.49 8.64 10.53 10.12 10.01 9.99a 9.82a 10.94a 7.09a 8.78 13.23a 14.98a 20.24a 18.97a 20.97a 16.02a 13.92a 11.18a 10.59a 8.31a 8.65a 8.27a 6.43a 12.32a 14.33a 14.12a 8.73a 10.21a
* = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman
Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 1 MSR sampai 6 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 2. Dosis radiasi sinar gamma mulai menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 7 MSR dan 8 MSR (Tabel 3). Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro mulai 2 MSR sampai dengan 8 MSR, kecuali pada 3 MSR (Tabel 3). Pada 2 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan pada 4 MSR sampai 8 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Pada 1 MSR belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena belum terjadi pertumbuhan tunas. Tunas tanaman masih mengalami adaptasi karena pengaruh radiasi dan saat subkultur. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah akar disajikan pada Lampiran 4. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar gamma pada 4 MSR sampai 8 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 5.
Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 11 MSR sampai dengan 16 MSR (Tabel 4). Analisis ragam tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II saat 13 MSR, 14 MSR, 15 MSR dan 16 MSR (Tabel 4). Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar Anthurium
Wave of Love in vitro mulai 9 MSR sampai 16 MSR. Analisis ragam jumlah akar setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 8. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 10 MSR sampai dengan 16 MSR. Analisis ragam jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9.
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II Peubah Tinggi Tunas
MSR Dosis Radiasi KK (%) 9 tn 16.27 10 tn 4.24a 11 ** 6.95a 12 ** 4.53a 13 ** 8.54a 14 ** 8.27a 15 ** 8.46a 16 ** 13.12a Jumlah Daun 9 tn 20.52 10 tn 19.15 11 tn 27.49 12 tn 23.85a 13 * 17.85a 14 ** 15.77a 15 ** 16.61a 16 ** 16.76a Jumlah Akar 9 ** 7.12a 10 ** 7.59a 11 ** 5.26a 12 * 4.96a 13 ** 2.14a 14 ** 3.39a 15 * 4.02a 16 ** 2.71a Jumlah Tunas 10 ** 8.67 11 ** 14.45 12 ** 19.46a 13 ** 17.44a 14 ** 21.00a 15 ** 6.66a 16 ** 11.12a 2 Jumlah stomata/mm * 35.00a Ukuran stomata tn 17.41a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Tinggi Tunas a. Subkultur I Tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 1 MSR sampai dengan 6 MSR setelah subkultur I (Tabel 5). Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 5. .Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I Dosis Radiasi (Gy)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu) 1
2
0 10 20
2.9 ± 0.7 2.8 ± 0.6 2.7 ± 0.5
30
7
8
3.0 ± 0.5 2.8 ± 0.3 2.7 ± 0.3
4 5 6 ....................cm.................... 3.1 ± 0.5 3.4 ± 0.5 3.5 ± 0.5 3.5 ± 0.7 2.9 ± 0.4 3.0 ± 0.3 3.0 ± 0.3 3.0 ± 0.6 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.9 ± 0.5
3.7 ± 0.8 3.1 ± 0.6 2.9 ± 0.6
3.7 ± 0.5 3.2 ± 0.3 3.0 ± 0.3
2.7 ± 0.5
2.7 ± 0.4
2.7 ± 0.3
2.7 ± 0.3
2.7 ± 0.3
2.8 ± 0.5
2.8 ± 0.5
2.9 ± 0.3
40
2.7 ± 0.5
2.7 ± 0.3
2.7 ± 0.2
2.8 ± 0.3
2.8 ± 0.3
2.8 ± 0.5
2.8 ± 0.5
2.8 ± 0.2
50
2.7 ± 0.5
2.7 ± 0.3
2.7 ± 0.3
2.7 ± 0.3
2.8 ± 0.3
2.8 ± 0.5
2.8 ± 0.7
2.8 ± 0.2
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
Uji F KK (%)
8.49
8.49
3
8.64
10.53
10.12
10.01
9.99
a
9.82
a
Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman
Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada 7 MSR dan 8 MSR. Tinggi tunas tanaman yang diradiasi selalu lebih rendah dari tinggi tunas tanaman kontrol (Tabel 5). Pada akhir pengamatan setelah subkultur I (8 MSR) tinggi tunas kontrol adalah 3.7 ± 0.5 cm, tinggi tunas yang diradiasi menyebar mulai dari 2.8 ± 0.2 cm sampai 3.2 ± 0.3 cm. Gambar 3 menunjukkan grafik pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro hasil radiasi sinar gamma. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro semakin tertekan seiring dengan peningkatan dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy masih relatif baik. Dosis radiasi
20 Gy sampai 50 Gy sangat menghambat pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Grafik pertambahan tinggi tunas untuk keempat dosis tersebut relatif datar.
Gambar 3. Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I Keterangan :
D0 = 0 Gy D1 = 10 Gy D2 = 20 Gy
D3 = 30 Gy D4 = 40 Gy D5 = 50 Gy
Terhambatnya pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi dengan sinar gamma diduga karena rusaknya sel-sel meristematik. Semakin tinggi dosis radiasi yang diaplikasikan, semakin banyak kerusakan sel yang terjadi, akibatnya pertumbuhan tanaman juga semakin terhambat. Menurut Grosch dan Hopwood (1979) radiasi sinar gamma dapat menyebabkan pengkerdilan pada tanaman karena terhambatnya aktivitas pembelahan sel meristem, termasuk sel-sel meristem pucuk tanaman.
b.
Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas
Anthurium Wave of Love in vitro mulai 11 MSR sampai 16 MSR (Tabel 6). Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6. Tabel 6. .Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II Dosis Radiasi (Gy)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu) 9
10
11
12
13
14
15
16
2.2 ± 0.6
2.4 ± 0.8
0
1.8 ± 0.9
1.9 ± 0.9
.....................cm...................... 1.9 ± 0.9 2.0 ± 0.7 2.1 ± 0.5 2.1 ± 0.3
10
1.6 ± 0.8
1.7 ± 0.6
1.7 ± 0.7
1.8 ± 0.8
1.9 ± 0.4
1.9 ± 0.6
2.1 ± 0.8
2.3 ± 0.9
20 30
2.2 ± 0.7 2.4 ± 0.6
2.2 ± 0.7 2.4 ± 0.4
1.7 ± 1.2 1.3 ± 1.3
1.3 ± 1.2 1.1 ± 1.2
1.2 ± 1.0 1.0 ± 1.0
0.4 ± 1.4 0.6 ± 1.2
0.3 ± 1.2 0.4 ± 1.3
0.2 ± 1.4 0.2 ± 1.3
40 50 Uji F KK (%)
2.3 ± 0.6 2.2 ± 0.9 tn
2.4 ± 0.6 2.2 ± 0.8 tn
1.6 ± 1.3 1.5 ± 1.4 **
1.5 ± 1.1 1.4 ± 1.2 **
1.2 ± 1.1 1.3 ± 1.0 **
0.4 ± 1.1 0.4 ± 1.0 **
0.2 ± 1.2 0.3 ± 1.1 **
0.1 ± 1.5 0.1 ± 1.6 **
16.27
4.24
Keterangan :
a
6.95
a
4.53a
8.54a
8.27
a
8.46
a
13.12
a
** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro hanya terjadi pada tanaman kontrol dan pada tanaman dengan perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Mulai 12 MSR tinggi tunas tertinggi diperoleh pada tanaman kontrol. Pada dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy tidak terjadi pertambahan tinggi tunas. Tinggi tunas yang semakin menurun mulai 11 MSR pada dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy disebabkan setiap minggu semakin banyak tunas yang mati. Tinggi tunas terendah adalah pada perlakuan dosis radiasi 50 Gy. Radiasi sinar gamma menghambat perkembangan sel tanaman, diduga radiasi sinar gamma menyebabkan kerusakan pada sel-sel meristem. Rinawati (2007) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy sampai 50 Gy menghambat pertumbuhan tinggi tunas stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) yang dikulturkan secara in vitro. Handayani (2004) melaporkan bahwa peningkatan dosis radiasi sinar gamma menyebabkan pertumbuhan tunas vanili (Vanilla planifolia Andrews) in vitro semakin terhambat. Sumarni (2005) melaporkan pada tanaman jati (Tectono grandis Linn f.), pertambahan tinggi tunas jati in vitro semakin terhambat dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma.
Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa tinggi tanaman famili Araceae secara in vivo semakin terhambat seiring dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, pada dua kultivar A. andreanum, yaitu A. andreanum kultivar Mini dan A. andreanum kultivar Holland (Faradilla, 2008), pada tanaman Philodendron xanadu dan Pilodendron kultivar Crocodile Teeth (Melina, 2008), dan pada tanaman Caladium spp (Nariah, 2008).
Jumlah Daun a. Subkultur I Daun yang diamati dan dihitung adalah daun yang sudah membuka. Perlakuan dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro saat 2 MSR (Tabel 7). Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro pada 1 MSR dan 3 MSR. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar gamma mulai 4 MSR sampai akhir periode pengamatan setelah subkultur I (8 MSR). Mulai 3 MSR sampai 8 MSR, jumlah daun terbanyak diperoleh pada tunas tanaman kontrol (Tabel 7). Secara umum jumlah daun tunas tanaman kontrol selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah daun tunas tanaman yang diradiasi. Pada akhir pengamatan subkultur I (8 MSR) jumlah daun tertinggi diperoleh pada tanaman kontrol, yaitu 12.1 ± 3.1 daun, dan jumlah daun terendah diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 40 Gy, yaitu 4.6 ± 0.5 daun. Pertambahan jumlah daun terhambat pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Menurut Harten (1998) radiasi dapat menurunkan aktivitas mitosis. Pada dasarnya radiasi sinar gamma merupakan perlakuan yang merusak. Kerusakan yang terjadi berlaku umum, yaitu semua sel akan dirusak sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman mengalami gangguan. Hal ini menyebabkan pertumbuhan daun tunas yang diradiasi lebih lambat dibandingkan pertumbuhan daun tunas tanaman kontrol.
Tabel 7. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I Dosis Radiasi (Gy) 0
1
2
3
4
5
7
8
2.5 ± 0.4
2.9 ± 0.3
3.6 ± 0.3
6.2 ± 1.0
8.3 ± 1.6
10.1 ± 2.9
10.8 ± 2.8
12.1 ± 3.1
10
2.4 ± 0.3
2.6 ± 0.3
2.9 ± 0.4
5.0 ± 0.4
6.4 ± 1.2
7.4 ± 1.3
8.5 ± 1.0
10.4 ± 1.7
20
2.2 ± 0.2
2.6 ± 0.1
2.9 ± 0.2
3.9 ± 0.1
3.9 ± 0.5
4.1 ± 0.5
4.2 ± 0.4
4.7 ± 0.3
30
2.5 ± 0.4
3.0 ± 0.3
3.4 ± 0.3
4.8 ± 0.4
5.1 ± 0.6
5.7 ± 1.1
6.0 ± 1.0
6.1 ± 0.9
40
2.5 ± 0.2
2.8 ± 0.2
3.3 ± 0.4
3.9 ± 0.5
3.9 ± 0.6
4.0 ± 0.5
4.1 ± 0.4
4.6 ± 0.5
50
4.5 ± 0.6
4.8 ± 0.7
5.2 ± 0.8
5.3 ± 0.7
Minggu Setelah Radiasi (Minggu)
2.7 ± 0.5
3.1 ± 0.2
3.1 ± 0.2
4.4 ± 0.6
Uji F
tn
*
tn
**
KK (%)
10.94
8.78
13.23
a
Keterangan :
7.09
a
6
** a
14.98
** a
20.24
a
**
**
a
20.97
18.97
a
* = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Setelah subkultur I, penekanan pertumbuhan daun juga terlihat dari ukuran daun baru Anthurium Wave of Love in vitro. Daun baru tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan daun baru tanaman kontrol. Secara visual bisa diamati walaupun tidak dilakukan pengukuran (Gambar 4).
a b Gambar 4. Daun Baru Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR (a) Daun Baru Tanaman Kontrol (tanda panah) (b) Daun Baru Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 30 Gy (tanda panah)
Pengaruh radiasi sinar gamma juga terlihat pada warna daun. Warna daun tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy mulai menguning pada 2 MSR hingga akhir pemeliharaan setelah subkultur I. Handayani (2007) melaporkan bahwa dosis radiasi sinar gamma menghambat terbentuknya daun baru pada Euphorbia milli secara in vivo. Penghambatan pertumbuhan daun mulai terjadi pada dosis 45 Gy, dan tidak terjadi pembentukan daun baru pada dosis radiasi 60 Gy. Rinawati (2007) juga melaporkan bahwa pertumbuhan daun tanaman stevia in vitro mulai terhambat pada dosis radiasi 10 Gy. b.
Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
Anthurium Wave of Love in vitro pada 9 MSR sampai dengan 12 MSR (Tabel 8). Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Mulai 10 MSR jumlah daun tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Perlakuan dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro mulai 13 MSR sampai akhir pengamatan subkultur II. Mulai 13 MSR sampai akhir pengamatan setelah subkultur II jumlah daun pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi daripada jumlah daun tanaman kontrol dan jumlah daun perlakuan dosis 20 Gy sampai 50 Gy (Tabel 8). Tunas yang diberi perlakuan dengan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy tidak mampu membentuk daun baru. Setelah subkultur II daun pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning dan tanaman berangsur-angsur mati. Pertambahan jumlah daun hanya terjadi pada kontrol dan dosis radiasi 10 Gy. Pertumbuhan daun pada dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Jumlah daun yang menurun mulai dari 11 MSR dikarenakan tunas banyak yang mati. Pada 16 MSR sebagian besar tunas dari perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy telah mengalami kematian.
Tabel 8. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II Dosis Radiasi (Gy) 0
9
10
11
12
13
14
15
16
2.2± 0.7
2.3 ± 0.7
2.6 ± 1.0
2.8 ± 0.6
3.0 ± 0.7
3.3 ± 0.8
4.2 ± 0.8
4.4 ± 0.8
10
2.9 ± 0.7
3.3 ± 0.7
3.8 ± 0.7
4.3 ± 0.5
4.5 ± 0.6
5. ± 0.6
5.2 ± 0.7
5.4 ± 0.8
20
2.6 ± 0.6
2.4 ± 0.4
2.4 ± 0.8
2.2 ± 0.8
1.8 ± 0.9
1.5 ± 1.0
1.0 ± 1.0
0.6 ± 1.2
30
3.0 ± 0.3
3.0 ± 0.3
2.9 ± 0.6
2.9 ± 0.7
2.0 ± 0.8
1.6 ± 1.0
0.9 ± 1.2
0.7 ± 1.1
40
3.0 ± 0.6
3.0 ± 0.6
1.8 ± 0.6
1.9 ± 1.7
1.5 ± 1.2
1.2 ± 1.1
0.8 ± 1.0
0.5 ± 1.2
50
3.0 ± 0.1
3.0 ± 0.2
2.0 ± 0.7
1.0 ± 1.7
0.8 ± 1.0
0.6 ± 1.2
0.5 ± 1.1
0.4 ± 1.0
tn
*
**
**
Uji F KK (%)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu)
tn
tn
tn
20.52
19.15
27.49
Keterangan :
23.85
a
17.85
a
15.77
a
16.61
** a
16.76
a
* = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Ichikawa dan Ikushima (1967) melaporkan bahwa kerusakan sel pada meristem yang diradiasi menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, namun pada tingkat dosis radiasi yang relatif rendah dapat merangsang pertumbuhan tanaman karena hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah menyebabkan aktivitas sel lain meningkat. Hal ini yang menyebabkan jumlah daun tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi dari jumlah daun tanaman kontrol. Wijaya (2006) melaporkan bahwa dosis radiasi sinar gamma pada 15 Gy meningkatkan jumlah daun tanaman seledri secara in vivo. Jumlah daun pada dosis 15 Gy lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah daun tanaman kontrol dan perlakuan lainnya. Kaniasari (2005) melakukan radiasi sinar gamma pada 3 kultivar mawar (Rosa hybrida L) secara in vitro, yaitu mawar kultivar Megawati, Talitha dan Putri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mawar kultivar Megawati dan Putri memiliki nilai rataan jumlah daun tertinggi pada dosis 15 Gy, dan jumlah daun tertinggi pada mawar kultivar Talitha adalah pada dosis 5 Gy. Jumlah daun mengalami penurunan pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy pada mawar kultivar Megawati dan Putri. Pada mawar kultivar Talitha penurunan rataan jumlah daun terjadi pada dosis radiasi 10 Gy sampai 50 Gy. Aryani (1990)
juga melaporkan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 5 Gy dan 10 Gy dapat merangsang peningkatan jumlah daun pada tanaman subang gladiol in vivo. Jumlah Akar a.
Subkultur I Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar
Anthurium of Love in vitro setelah subkultur I (Tabel 9). Analisis ragam jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 4. Tabel 9. Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I Dosis Radiasi (Gy) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
0.1 ± 0.4
0.1 ± 0.3
0.2 ± 0.3
0.3 ± 0.3
0.4 ± 0.6
0.4 ± 0.5
0.5 ± 0.7
0.7 ± 0.7
10
0.3 ± 0.4
0.3 ± 0.6
0.4 ± 0.7
0.6 ± 0.3
0.8 ± 0.9
0.8 ± 0.9
0.8 ± 1.0
0.8 ± 1.1
20
0.1 ± 0.4
0.1 ± 0.3
0.5 ± 0.1
0.6 ± 0.6
0.8 ± 1.0
0.9 ± 1.1
0.8 ± 1.0
0.9 ± 0.8
30
0.4 ± 0.4
0.4 ± 0.6
0.4 ± 0.1
0.5 ± 0.6
0.5 ± 0.7
0.5 ± 0.6
0.6 ± 0.6
0.5 ± 0.6
40
0.3 ± 0.5
0.3 ± 0.7
0.4 ± 0.2
0.4 ± 0.6
0.5 ± 0.7
0.5 ± 0.6
0.5 ± 0.8
0.5 ± 0.9
50
0.5 ± 0.8
0.4 ± 0.8
0.5 ± 0.3
0.6 ± 0.7
0.6 ± 0.8
0.7 ± 0.9
0.7 ± 0.9
0.7 ± 0.9
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Uji F KK (%)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu)
16.02
a
Keterangan :
13.92
a
11.18
a
10.59
a
8.31
a
8.65
a
8.27
a
6.43
a
tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Selama masa pemeliharaan setelah subkultur I, akar tidak berkembang baik pada tunas tanaman kontrol maupun pada tunas tanaman yang diradiasi. Jumlah akar pada subkultur I relatif konstan atau mengalami penambahan yang kecil.
b.
Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar
Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II (Tabel 10). Analisis ragam jumlah akar Anthurium Wave of Love setelah subkultur
II
disajikan pada
Lampiran 8. Pertambahan jumlah akar setelah subkultur II hanya pada perlakuan kontrol dan perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Jumlah akar yang semakin menurun
pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy disebabkan karena tidak terbentuk akar baru pada dosis tersebut. Pada dosis 20 Gy sampai 50 Gy banyak tunas yang mengalami kematian. Akar mulai terbentuk 1 minggu setelah subkultur II (9 MSR) pada tunas perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Pada perlakuan kontrol akar mulai terbentuk pada saat 4 minggu setelah subkultur II (12 MSR). Tabel 10. .Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II Dosis Radiasi (Gy) 0 10 20 30 40 50 Uji F KK (%)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu) 9 0.0 ± 0.0 0.1 ± 0.1 0.6 ± 0.3 0.6 ± 0.4 0.4 ± 0.4 0.7 ± 0.5
10 0.0 ± 0.0 0.1 ± 0.2 0.6 ± 0.4 0.6 ± 0.6 0.4 ± 0.4 0.7 ± 0.5
11 0.0 ± 0.0 0.3 ± 0.4 0.3 ± 0.6 0.3 ± 0.7 0.2 ± 0.8 0.2 ± 0.7
12 0.2 ± 0.3 0.5 ± 0.6 0.2 ± 0.3 0.3 ± 0.8 0.2 ± 0.8 0.2 ± 0.7
13 0.3 ± 0.4 0.7 ± 0.7 0.2 ± 0.6 0.2 ± 0.5 0.1 ± 0.5 0.2 ± 0.6
14 0.3 ± 0.6 0.8 ± 0.4 0.2 ± 0.7 0.2 ± 0.7 0.1 ± 0.6 0.1 ± 0.7
15 0.6 ± 0.6 1.2 ± 1.0 0.1 ± 0.8 0.1 ± 0.9 0.1 ± 0.9 0.1 ± 1.0
16 0.9 ± 0.8 1.3 ± 1.0 0.1 ± 1.0 0.1 ± 1.0 0.0 ± 0.0 0.1 ± 1.1
**
**
*
**
**
**
**
**
7.12
a
Keterangan :
7.59
a
5.26
a
4.96
a
2.14
a
3.39
a
4.02
a
2.71
a
* = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Rata-rata jumlah akar tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy selalu lebih tinggi dibandingkan rata-rata jumlah akar tunas tanaman kontrol (Tabel 10). Dosis radiasi 10 Gy merupakan dosis stimulasi jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro. Diduga gangguan fisiologis pada sel-sel yang terkena radiasi merangsang sel lainnya untuk berdiferensiasi membentuk akar. Penghambatan pembentukan akar Anthurium Wave of Love in vitro pada tunas yang diberi perlakuan radiasi dosis 20 Gy sampai 50 Gy diduga karena radiasi sinar gamma menyebabkan kerusakan fisiologis pada sebagian sel-sel meristem eksplan sehingga mengganggu sintesis auksin endogen untuk pembentukan akar. Auksin diproduksi di bagian pucuk dan secara fisiologis berperan dalam pembentukan akar. Gordon (1981) dalam Handayani (2004) menyatakan bahwa radiasi sinar gamma dapat menghambat transportasi auksin secara basipetal sehingga terjadi gangguan pada perakaran. Pada media in vitro
juga terdapat auksin, namun diduga pada keadaan kerusakan sel yang relatif banyak, penyerapan auksin yang disediakan pada media tidak optimal.
Jumlah Tunas a.
Subkultur I Tunas baru mulai terbentuk pada 4 MSR dan jumlah tunas terus bertambah
sampai dengan 8 MSR. Tunas tidak hanya tumbuh dari pangkal batang, namun bisa juga muncul pada tangkai yang menyerupai tunas ketiak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
a
b
Gambar 5. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro (a) Tunas yang Tumbuh pada Bonggol (tanda panah) (b) Tunas yang Tumbuh pada Ketiak (tanda panah) Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I mulai 4 MSR sampai 8 MSR (Tabel 11). Analisis ragam jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 5. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro semakin terhambat. Mulai 4 MSR sampai 8 MSR jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan kontrol. Pada 8 MSR jumlah tunas tanaman kontrol adalah 7.2 ± 1.6 tunas. Jumlah tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi menyebar mulai 1.3 ± 0.2 tunas sampai 5.0 ± 1.1 tunas.
Tabel 11. Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I Dosis Radiasi (Gy)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu) 4
5
6
7
8
0 4.2 ± 1.6 5.0 ± 1.9 5.5 ± 2.1 6.8 ± 1.4 7.2 ± 1.6 10 2.5 ± 0.7 3.1 ± 1.0 4.3 ± 1.4 4.7 ± 1.5 5.0 ± 1.1 20 1.6 ± 0.4 1.7 ± 0.5 1.6 ± 0.7 1.6 ± 0.8 1.6 ± 0.8 30 1.4 ± 0.6 1.4 ± 0.8 1.5 ± 0.8 1.5 ± 0.9 1.5 ± 0.9 40 1.3 ± 0.8 1.3 ± 0.9 1.4 ± 0.8 1.4 ± 0.9 1.4 ± 0.9 50 1.2 ± 0.8 1.3 ± 0.7 1.3 ± 0.8 1.3 ± 0.8 1.3 ± 0.8 Uji F ** ** ** ** ** a a a a KK (%) 12.32 14.33 14.12 8.73 10.21a Keterangan : ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Penghambatan pembentukan tunas baru setelah subkultur I mulai terjadi pada dosis 10 Gy. Terhambatnya pembentukan tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy sampai 50 Gy diduga karena selsel meristematik mengalami kerusakan akibat energi radiasi sinar gamma yang tinggi dan langsung menembus jaringan. Hal ini mengakibatkan terhambatnya pembelahan sel.
$
a
b
Gambar 6. Tunas Baru Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR. (a) Perlakuan Kontrol (tanda panah), (b) Perlakuan Dosis Radiasi 30 Gy (tanda panah) Penghambatan pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma tidak hanya terlihat dari jumlahnya, namun juga dari
ukurannya. Perkembangan tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, dan 50 Gy relatif lambat dibanding dosis radiasi 10 Gy dan kontrol, ukurannya kecil dan daun yang terbentuk juga relatif kecil (Gambar 6).
b. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas
baru Anthurium wave of Love in vitro selama pemeliharaan setelah
subkultur II. Analisis ragam jumlah tunas baru setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9. Tunas mulai terbentuk saat 2 minggu setelah subkultur II (10 MSR). Pertambahan jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro hanya terjadi pada tanaman kontrol dan pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Jumlah tunas yang semakin menurun pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy disebabkan pada dosis tersebut tidak terbentuk tunas baru dan banyak tunas yang mati. Tunas yang terbentuk pada tanaman dengan dosis radiasi 10 Gy lebih banyak dari tunas baru yang terbentuk pada tanaman kontrol (Tabel 12). Tabel 12...Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II Dosis Radiasi (Gy) 0
10
11
1.2 ± 0.3
1.3 ± 0.5
1.5 ± 0.6
10
1.4 ± 0.6
1.9 ± 0.7
2.2 ± 0.6
20
1.0 ± 0.0
0.9 ± 0.4
30
1.0 ± 0.0
40
1.0 ± 0.0
50 Uji F KK (%)
Minggu Setelah Radiasi (Minggu) 14
15
16
1.6 ± 0.5
1.9 ± 0.6
2.1 ± 1.0
2.5 ± 1.5
2.7 ± 0.7
3.0 ± 0.8
3.4 ± 1.4
3.7 ± 1.2
0.9 ± 0.5
0.4 ± 0.5
0.3 ± 0.5
0.2 ± 0.4
0.3 ± 0.5
0.9 ± 0.5
0.8 ± 0.5
0.4 ± 0.5
0.4 ± 0.3
0.3 ± 0.2
0.1 ± 0.3
0.9 ± 0.5
0.8 ± 0.5
0.5 ± 0.4
0.2 ± 0.3
0.1 ± 0.4
0.1 ± 0.4
1.0 ± 0.0
0.9 ± 0.5
0.7 ± 0.4
0.4 ± 0.4
0.3 ± 0.3
0.2 ± 0.5
0.1 ± 0.7
**
**
**
**
**
**
**
8.67
a
Keterangan :
14.45
12
a
19.46
13
a
17.44
a
21.00
a
6.66
a
11.12
a
** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman
Pada 16 MSR jumlah tunas tanaman yang diradiasi dengan dosis 10 Gy adalah 3.7 ± 1.2 tunas. Jumlah tunas pada tanaman kontrol adalah 2.5 ± 1.5 tunas. Radiasi sinar gamma pada dosis rendah mampu merangsang
pertumbuhan tanaman, karena hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah menyebabkan aktivitas sel lain meningkat. Beberapa peneliti melaporkan tingkat dosis radiasi sinar gamma tertentu mampu meningkatkan jumlah tunas in vitro. Dosis radiasi 5 Gy sampai 10 Gy merangsang pembentukan tunas pada kultur in vitro Gerbera jamesonii (Prasetyorini, 1991). Dosis radiasi 15 Gy meningkatkan jumlah tunas pada kultur in vitro Stevia rebaudiana Bertoni (Pratiwi, 1995). Mariska dan Seswita (1998) juga melaporkan jumlah tunas paling banyak pada tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) in vitro berasal dari tunas dengan perlakuan dosis radiasi 5 Gy. Tunas baru tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terbentuk pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Diduga kerusakan sel yang terjadi pada dosis 20 Gy sampai 50 Gy relatif parah sehingga tanaman tidak mampu melakukan perbaikan, akibatnya sebagian besar tunas dosis tersebut mengalami kematian setelah subkultur II.
Lethal Dosage 50 (LD50) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co Menurut Welsh dan Mogea (1991) dosis yang diharapkan efektif pada mutasi induksi adalah dosis yang mengakibatkan kematian 50% dari populasi yang mendapat perlakuan atau biasa disebut Lethal Dosage 50 (LD50). Pada dosis tersebut terjadi keragaman genetik yang sangat baik, di atas LD50 banyak individu yang mengalami kematian. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mampu bertahan hidup sampai 16 MSR disajikan pada Tabel 13. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, persentase tunas yang hidup semakin berkurang. Kematian tunas mulai terjadi pada 11 MSR dan kematian tunas meningkat sampai 16 MSR. Kematian tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy dan pada perlakuan kontrol. Pertumbuhan tunas mulai terhambat pada dosis radiasi 20 Gy dan semakin lama semakin banyak tunas yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai dengan dosis 50 Gy. Diduga kerusakan sel atau jaringan meningkat akibat dosis radiasi yang semakin tinggi karena energi sinar gamma langsung merusak jaringan tanaman. Energi
yang dikeluarkan sinar gamma cukup besar sehingga kemampuan hidup tunas juga semakin rendah. Sinar gamma menyebabkan kerusakan fisiologis pada jaringan. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, semakin banyak kerusakan fisiologis yang terjadi hingga mengakibatkan kematian. Tabel 13. Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Hidup Sampai 16 MSR pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co Dosis Radiasi (Gy) 0 10 20 30 40 50
Persentase Tunas yang Hidup (%) 100 100 27.91 13.33 8.57 9.68
Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tunas Anthurium Wave of Love in vitro mengikuti pola kuadratik dengan persamaan y = 0.05x2 – 4.57x + 112.5, R2 = 0.881 (Gambar 7), LD50 Anthurium Wave of Love in vitro dicapai pada dosis radiasi 16.70 Gy.
LD50 = 16.70 Gy
Gambar 7. Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Persentase Hidup Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR
Faradilla (2008) melaporkan bahwa persentase hidup tanaman Anthurium andreanum kultivar Holland mengikuti pola kuadratik dengan LD50 62.17 Gy. Handayani (2007) juga melaporkan bahwa respon tanaman Euphorbia milli (euphorbia warna merah muda dan merah bata) yang hidup setelah diberi perlakuan radiasi sinar gamma mengikuti pola kuadratik. LD50 pada euphorbia merah muda adalah 54.73 Gy dan untuk euphorbia merah bata sebesar 92.65 Gy. Pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada tunas yang mampu bertahan hidup, namun pertumbuhannya sangat terhambat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.
a
d
b
c
e
f
Gambar 8. .Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mampu Bertahan Hidup sampai 16 MSR (a) Kontrol, (b) 10 Gy, (c) 20 Gy, (d) 30 Gy, (e) 40 Gy, dan (f) 50 Gy Menurut Harten (1998) kematian tanaman yang diradiasi disebabkan oleh menurunnya aktivitas mitosis. Kemampuan pembelahan sel yang semakin lambat atau bahkan pembelahan sel sudah berhenti mengakibatkan pertumbuhan tanaman
terhambat dan akhirnya tanaman yang diradiasi berangsur-angsur mati. Menurut Gaul (1977) dalam Mayasari (2007), kematian adalah salah satu kerusakan primer yang dapat dideteksi pada generasi pertama sebagai respon terhadap radiasi sinar gamma.
Keragaman Fenotipe Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co Perubahan fenotipe umumnya terjadi pada organ atau tunas yang baru terbentuk. Perubahan fenotipe yang dihasilkan dari perlakuan radiasi sinar gamma yang berasal dari 60Co tidak terjadi pada organ yang sudah berkembang sempurna. Menurut Harten (1988), bahan tanaman yang masih memproduksi akar dan tunas adventif baru lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan organisme atau jaringan yang sudah mengalami diferensiasi. Semakin muda jaringan yang diberi perlakuan, semakin sensitif pula jaringan tersebut terhadap perlakuan radiasi sehingga keragaman yang diharapkan juga semakin besar. Pada tunas yang sudah berkembang sempurna, pengaruh radiasi hanya bisa diamati dari penghambatan pertumbuhan dan perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning hingga mengalami kematian. Pada subkultur I belum banyak perubahan fenotipe yang terjadi. Hingga 8 MSR perubahan yang bisa diamati adalah penghambatan pertumbuhan tinggi, jumlah daun, jumlah tunas baru, dan kematian jaringan. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian dan pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif membelah seperti tunas, biji dan jaringan meristem lainnya. Pada 8 MSR diperoleh 2 individu yang memiliki daun variegata dari dosis radiasi 10 Gy. Ukuran daun lebih besar dibandingkan daun lainnya dalam satu individu. Salah satu individu yang menghasilkan daun variegata mengalami kontaminasi setelah subkultur II sehingga tidak bisa dilakukan pengamatan lebih lanjut. Mulai 13 MSR warna hijau dari daun variegata perlahan-lahan menghilang dan daun menjadi berwarna kuning, membesar dan menebal (Gambar 9).
a
b
Gambar 9. ...Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy. (a) Daun Variegata pada 8 MSR, (b) Perubahan Daun Variegata menjadi Kuning, Membesar dan Menebal pada 13 MSR Setelah subkultur II, banyak keragaman fenotipe in vitro yang terlihat. Keragaman fenotipe hanya terbentuk pada dosis 10 Gy. Pada dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy banyak tunas yang mengalami kematian. Keragaman yang muncul pada umumnya hanya terjadi pada sebagian organ tanaman, yang dikenal dengan istilah kimera. Harten (1998) menyatakan kimera adalah suatu tanaman yang memiliki dua atau lebih komponen genetik yang berbeda pada jaringan somatiknya. Pada kultur in vitro, untuk menyeleksi sifat yang dikehendaki kimera bisa dikendalikan dengan cara subkultur berulang. Daun tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan kontrol berwarna hijau, pangkalnya agak bundar dan meruncing pada bagian ujung (Gambar 10a). Perubahan umumnya terjadi pada daun, kimera yang terbentuk pada dosis 10 Gy seperti disajikan pada Gambar 10b. Pada satu eksplan tunas Anthurium Wave of Love in vitro diperoleh tiga bentuk daun, yaitu daun yang berbentuk normal, daun yang berbentuk lonjong dan daun yang berbentuk bulat. Daun yang berbentuk lonjong ditunjukkan pada Gambar 10b (tanda panah warna biru) dan daun berbentuk bulat ditunjukkan pada gambar 10b (tanda panah berwarna kuning).
a
b
Gambar 10. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro (a) Kontrol, (b) Kimera yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy. Daun Normal (panah merah), Daun Berbentuk Lonjong (panah biru), Daun Berbentuk Bulat (panah kuning)
Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh beberapa variasi fenotipe mutan Anthurium Wave of Love in vitro. Variasi mutan yang terbentuk meliputi mutan dengan daun berbentuk lonjong, mutan dengan daun menyempit dan berbentuk jarum, mutan dengan daun yang lebih besar, mutan dengan daun yang membelah tidak sempurna, mutan dengan daun lonjong dan berwarna kuning, mutan dengan daun berwarna kuning dan menebal, mutan dengan bentuk daun yang tidak beraturan. Variasi fenotipe tanaman Anthurium Wave of Love in vitro yang terbentuk disajikan pada Gambar 11. Menurut Nybom (1970) tanaman yang diradiasi kebanyakan memunculkan anomali pada daun. Grosch dan Hopwood (1979) menambahkan bahwa tipe anomali daun meliputi pengkerdilan, penebalan, perubahan bentuk dan struktur, pengkerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun dan perubahan warna daun.
a
d
e
g
c
b
f
h
i
Gambar 11. Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR. (a) Daun Berbentuk Lonjong, (b) Daun Berbentuk Jarum, (c) Daun yang Membesar, (d, e) Daun yang Membelah Tidak Sempurna, (f) Daun Berbentuk Lonjong dan Berwarna Kuning, (g) Daun Berwarna Kuning dan Menebal, dan (h, i) Daun Berbentuk Tidak Beraturan
Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co
Ada beberapa variasi daun yang terbentuk dari hasil radiasi sinar gamma yang berasal dari
60
Co. Perubahan bentuk maupun warna daun umumnya terjadi
setelah subkultur II, dan hanya terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Variasi daun mulai terbentuk saat 12 MSR. Salah satu perubahan yang terjadi adalah daun berubah warna menjadi kekuningan sampai kuning. Perubahan warna ada yang terjadi secara utuh pada satu organ daun dan ada yang parsial. Pada umumnya perubahan warna pada daun terjadi secara parsial (perubahan warna tidak menyeluruh pada satu helai daun). Variasi daun yang mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning disajikan pada Gambar 12.
D1
D1
D1
Gambar 12. Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR Perubahan juga terjadi pada bentuk daun. Pada dosis 10 Gy diperoleh daun yang keriting tidak beraturan (Gambar 13a). Daun berbentuk bulat juga diperoleh pada dosis radiasi 10 Gy (Gambar 13b). Selain itu, diperoleh juga daun yang lebih sempit dan menyerupai jarum (Gambar 13c). Diperoleh juga berbagai variasi bentuk daun yang berbentuk tidak beraturan (Gambar 13d). Variasi bentuk daun lainnya adalah daun yang terbelah pada bagian ujungnya karena pembelahan yang tidak sempurna (Gambar 13 e, f).
D1
D1
D1
D1
a
b
D1
D1
c
D1
d
D1 D1
e
f
Gambar 13. .Variasi Bentuk Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diperoleh dari Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada16 MSR. (a) Daun yang Keriting tidak Beraturan, (b) Daun yang Berbentuk Bulat, (c) Daun yang Lebih Sempit Dibandingkan Kontrol, (d) Bentuk Daun yang Tidak Beraturan, (e, f) Variasi Daun yang Membelah Tidak Sempurna Keragaman juga terbentuk pada ukuran daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh daun yang berukuran lebih besar dari kontrol dan menggulung pada bagian pinggirnya (Gambar 14a, b). Diperoleh juga daun yang membesar dan terdapat semburat kuning tipis (Gambar 14b).
a
b
c
Gambar 14. .Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy yang Berukuran Lebih Besar dari Kontrol. [Daun Membesar dan Menggulung (a) tampak depan, (b) tampak belakang], (c) Daun yang Membesar dan Ada Semburat Kuning Perubahan akibat radiasi sinar gamma juga terlihat pada kecepatan pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy diperoleh tunas yang tumbuh lebih cepat, sehingga ukuran tunas lebih kecil karena ada kompetisi pertumbuhan antartunas yang terbentuk. Perubahan juga terjadi pada tangkai daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh tangkai daun yang berbentuk pipih (Gambar 15).
a
b
Gambar 15. Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR. (a) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Tumbuh Lebih Cepat dari Kontrol, (b) Mutan Tangkai Daun yang Berbentuk Pipih Keragaman fenotipe umumnya tebentuk setelah subkultur II. Setelah subkultur I terjadi kerusakan fisiologis yang bisa diamati dengan menguningnya warna daun dan pertumbuhan daun yang terhambat. Sifat mutan belum muncul setelah subkultur I, diduga karena banyaknya sel yang rusak sehingga tanaman mempunyai mekanisme untuk memperbaiki sel yang rusak terlebih dahulu.
Keragaman yang muncul setelah subkultur II diduga sel-sel meristematik yang rusak telah kembali pulih dan gen-gen mutan mulai terekspresi. Micke dan Donini (1993) dalam Ratnasari (2007) melaporkan bahwa seleksi individu tanaman yang berkembangbiak secara vegetatif biasanya dimulai pada generasi kedua (M2). Hal ini disebabkan pada generasi tersebut telah dapat diamati perubahan secara morfologi klon yang stabil dan seragam. Tanaman M1 mengalami kerusakan fisiologis sehingga perkembangan morfologinya akan menimbulkan keabnormalan dan perubahan yang terjadi belum stabil dan ada kemungkinan berubah kembali seperti asalnya. Keragaman yang terbentuk setelah subkultur II kemungkinan belum stabil. Diperlukan subkultur untuk meningkatkan ekspresi gen mutan dan memisahkan kimera yang terbentuk. Sampai beberapa generasi tertentu, semakin sering dilakukan subkultur, keragaman yang diharapkan semakin banyak. Mutan yang potensial untuk diteliti lebih lanjut adalah mutan daun variegata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang membelah tidak sempurna.
Tabel 14.
Jumlah Tanaman Mutan untuk Masing-masing Karakter yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari 60Co pada 16 MSR
Fenotipe mutan Daun berbentuk lonjong Daun menyempit Daun yang lebih lebar Daun yang membelah tidak sempurna Daun yang berubah warna Daun yang menebal Daun keriting Daun tidak beraturan Tunas yang tumbuh lebih cepat Tangkai daun pipih Jumlah
Jumlah tanaman mutan 2 3 2 2 6 4 4 5 2 2 32
Diperoleh 32 individu mutan yang terbentuk setelah subkultur II. Semua mutan diperoleh dari dosis 10 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diamati pada dosis radiasi 10 Gy hingga 16 MSR berjumlah 70 tunas.
Persentase mutan yang terbentuk adalah 45.7%. Frekuensi mutan untuk masingmasing karakter fenotipe disajikan pada Tabel 14. Frekuensi mutan tertinggi adalah mutan daun yang berubah warna. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro Stomata merupakan pori-pori pada epidermis yang dibatasi oleh sel penjaga. Stomata terdapat pada epidermis atas dan epidermis bawah. Pada umumnya jumlah stomata pada epidermis bawah lebih banyak daripada jumlah stomata pada epidermis atas. Stomata berfungsi sebagai pintu masuknya CO2 ke jaringan daun untuk fotosintesis dan mengeluarkan air yang digunakan untuk transpirasi (Lakitan, 1993). Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah stomata Anthurium Wave of Love in vitro (Tabel 15).
Tabel 15. Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co pada 16 MSR Dosis radiasi (Gy) 0 10 20 30 40 50 Uji F KK (%) Keterangan :
Jumlah stomata / mm2 52.9 ± 28.46 50.0 ± 25.92 42.8 ± 22.52 13.0 ± 4.54 21.5 ± 13.59 34.7 ± 31.55 * 35.0a
Ukuran stomata (µm) 13.0 ± 3.0 12.4 ± 3.2 13.8 ± 3.7 11.7 ± 1.7 13.4 ± 6.4 14.3 ± 4.3 tn 17.14a
* = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman
Kerapatan stomata tunas tanaman yang diradiasi lebih rendah dibanding kerapatan stomata tunas tanaman kontrol, namun tidak ada pola kecenderungan hubungan antara kerapatan stomata dengan peningkatan dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Kerapatan stomata tertinggi diperoleh pada tunas tanaman kontrol, yaitu 52.9 ± 28.46 stomata/mm2. Kerapatan stomata tunas tanaman Anthurium
Wave of Love in vitro yang diradiasi menyebar mulai 13.0 ± 4.54 stomata/mm2 sampai 50.0 ± 25.92 stomata/mm2. Kerapatan stomata terendah diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro (Tabel 15). Ukuran stomata tertinggi diperoleh pada dosis radiasi 50 Gy dan terendah pada dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi 30 Gy memiliki rataan jumlah stomata dan ukuran stomata terkecil dibanding perlakuan lainnya. Dosis radiasi sinar gamma dapat mempengaruhi bentuk stomata. Perubahan bentuk stomata bersifat individual, artinya dosis radiasi yang sama belum tentu sama pengaruhnya pada stomata. Hal ini disebabkan pengaruh radiasi bersifat acak (random). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Qosim et al. (2007), pada planlet manggis yang diradiasi sinar gamma, pengaruh radiasi bersifat unik terhadap stomata mutan yang terbentuk. Qosim et al. (2007) juga melaporkan bahwa regeneran mutan yang mempunyai kerapatan stomata, parenkim palisade dan jumlah berkas pembuluh yang banyak dapat dijadikan kriteria seleksi tidak langsung untuk efisiensi fotosintesis pada tanaman manggis in vitro. Bentuk stomata normal disajikan pada Gambar 16. Menurut Fahn (1982) stomata famili Araceae dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga.
a
b
Gambar 16. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Kontrol. (a) Perbesaran 400 kali, (b) Perbesaran 400 x 3 kali Penyimpangan bentuk stomata pada dosis radiasi 10 Gy disajikan pada Gambar 17. Pada dosis radiasi 10 Gy ditemukan stomata yang berbentuk bulat (Gambar 17a). Stomata yang berbentuk bulat juga ditemukan pada dosis radiasi 20 Gy (Gambar 17b).
a
b
Gambar 17..Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Berbentuk Bulat. (a) Stomata pada Dosis Radiasi 10 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali), (b) Stomata pada Dosis Radiasi 20 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali) Perubahan bentuk stomata juga terjadi pada daun Anthurium Wave of Love in vitro dengan dosis radiasi 30 Gy dan 40 Gy. Pada dosis 30 Gy dan 40 Gy terdapat perubahan jumlah sel tetangga. Jumlah sel tetangga yang mengelilingi stomata hanya 3 sel tetangga (Gambar 18).
a
b
Gambar 18.. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Dikelilingi 3 Sel Tetangga. (a) Pada Dosis Radiasi 30 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali), (b) Pada Dosis Radiasi 40 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali) Secara individual stomata tunas Anthurium Wave of Love yang diradiasi ada yang berukuran lebih kecil dan ada juga yang berukuran lebih besar dibandingkan kontrol, namun secara rata-rata dosis radiasi sinar gamma tidak mempengaruhi ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Rata-rata ukuran stomata kontrol adalah 13.0 ± 3.0 µm dan rata-rata ukuran stomata perlakuan menyebar dari 11.7 ± 1.7 µm sampai 14.3 ± 4.3 µm. Pengaruh dosis radiasi sinar
gamma terhadap bentuk dan ukuran stomata bersifat individual karena sinar gamma mengenai gen secara acak.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas baru, dan kerapatan stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Dosis radiasi sinar gamma 10 Gy merangsang pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II. Dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy menghambat pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar dan jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy setelah 16 MSR adalah 83.9%. LD50 tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi dengan sinar gamma dicapai pada dosis 16.70 Gy . Keragaman fenotipe mulai terlihat setelah subkultur II. Keragaman fenotipe yang paling tinggi adalah pada dosis radiasi 10 Gy. Dosis radiasi 10 Gy menghasilkan daun variegata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang membelah tidak sempurna. Mutanmutan tersebut potensial untuk diteliti lebih lanjut.
Saran Subkultur perlu dilakukan untuk memisahkan kimera yang terbentuk dan untuk menguji kestabilan mutan yang terbentuk. Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan untuk evaluasi fenotipe mutan Anthurium Wave of Love di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Aryani, F. 1990. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Hasil dan Keragaman Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 hal. Batan.1972. Pemuliaan Mutasi. Badan Tenaga Atom Nasional. Bandung. 180 hal. Brewbaker, J. L. 1983. Genetika Pertanian. Terjemahan dari: Agricultural Genetics. Penerjemah : Iman S. Lembaga Genetika Modern. Jakarta. 142 hal. Briggs, G. B. 1987. Indoor Plants. John Wiley and Sons, Inc. USA. 198 p. Cassells, A. C. 2002. Tissue culture for ornamental breeding, p. 139-153. In A. Vainstein. (Ed). Breeding for Ornamentals, Classical and Molecular Approches. Kluwer Academic Pub. Netherland. Chawla, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology, 2nd edition. Science Pub. USA. 532 p. Claire, M. 2002. Genetika, hal. 315-341. Dalam N. A. Campbell, J. B. Reece dan L. G. Mitchell (Eds). Biologi, Jilid I. Erlangga. Jakarta. Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan. Terjemahan dari : Plant Genetics. Penerjemah : Lilik K. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. Fahn, A. 1982. Anatomi Tumbuhan. Terjemahan dari : Plant Anatony, 3rd edition. Penerjemah : Tjimosoma, S. S. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 478 hal. Faradilla, F. M. 2008. Mutasi Induksi Melalui Sinar Gamma pada Dua Kultivar Anthurium andreanum (A. andreanum ‘Mini’ dan A. andreanum ‘Holland’). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal. Grosch, D. S and L. E. Hopwood. 1979. Biological Effect of Radiation. 2nd ed. Academic Press. New York. 338p. Handayani, A. 2007. Peningkatan Keragaman Tanaman Euphorbia milli melalui Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 28 hal. Handayani, N. 2004. Studi Perlakuan Radiasi Sinar Gamma pada Panili (Vanilla planifolia Andrews) secara in vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. Harten, V. A. M. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Elsivier Science. Netherlands. 412 p.
Harten, V. A. M. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Applications. Cambridge University Press. Cambridge. 353 hal. Harten, V. A. M. 2001. Applied mutation breeding for vegetatively propagated crops, p. 170-189. In A. Vainstein. (Ed). Breeding for Ornamentals, Classical and Molecular Approches. Kluwer Academic Pub. Netherland. IAEA. 1976. Induced Mutation in Cross Breeding. International Atomic Energy Agency. Vienna. 321 p. Ichikawa, S and Y. Ikushima. 1967. A development study of diploid oats by means of radiations induced somatic mutation. Rad. Botany 7 : 205-215. Kaniasari, N. 2005. Mutasi Induksi Melalui Radiasi Sinar Gamma pada Planlet Mawar (Rosa hybrida L). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. Krisnaningtyas, T. 2003. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Subkultur Berulang terhadap Keragaman Somaklonal Tanaman Dianthus caryophyllus L secara In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal. Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta. 203 hal. Macoboy, S. 1976. What Indoor Plant is That?. Lansdowne Press. Sydney. 208 p. Mariska, I dan Seswita. 1994. Pengaruh radiasi terhadap daya regenerasi kalus dan kadar minyak hasil regenerasi tanaman nilam. Dalam F. Suhadi (ed). Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta. Mayasari, I. G. A. D. P. 2007. Pengeruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Keragaman Lengkuas Merah (Alpinia purpurata). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal. Melina, R. 2008. Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Dua Spesies Philodendron (P. Bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth dan P. xanadu). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal. Micke, A and Donini, B. 1993. Induced mutation p. 52-62. In M. D Hayward, N. D. Bosemark, and I Romagasa. Plant Breeding : Principles and Prospect. Chapman & Hall. London. Nariah, F. 2008. Pengaruh Mutasi Fisik Melalui Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Caladium spp. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal. Nybom, N. 1970. Mutation breeding of vegetatively propogated plants. Manual on mutation breeding. Technical Reports Series 119: 141-147.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal. Prasetyorini. 1991. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Jenis Eksplan terhadap Keragaman Somaklonal pada Tanaman Gerbera (Gerbera jamesonii). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 91 hal. Pratiwi, T. 1995. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Variasi Somaklonal Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hal. Puchooa, D. and D. Sookun. 2003. Induced Mutation and In Vitro Culture of Anthurium andreanum. Faculty of Agriculture, University of Mauritius, Réduit. Mauritius. Qosim, W. A., R. Purwanto, G. A. Wattimena, Witjaksono. 2007. Perubahan anatomi pada daun regeneran manggis akibat radiasi sinar gamma in vitro. Zuriat (18) 1: 20-30. Ratnasari. (2007). Evaluasi Keragaan Fenotipe Melati (Jasminum spp.) hasil Iradiasi Berulang Sinar Gamma. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal. Redaksi Agromedia. 2008. Ensiklopedia Tanaman Hias. Astuti dan Agung (Editor) Agromedia Pustaka. Jakarta. 228 hal. Rinawati, D. Y. 2007. Induksi Mutasi dengan Radiasi Sinar Gamma dari 60Co pada Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.) secara In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 hal. Sumarni, N. 2005. Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman Jati (Tectona grandis) dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal. Wegadara. 2008. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma pada Buah terhadap Keragaan Tanaman Anthurium (A. andreanum ). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal. Welsh, J. R. 1991. Dasar-dasar Genetika untuk Pemuliaan Tanaman. Terjemahan dari : The Principil Genetics and Plant Breeding. Penerjemah : Johanis P. M. Penerbit Erlangga. Jakarta. 224 hal. Wijaya, A. K. 2006. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Seledri Daun Kultivar Amigo Hasil Radiasi dengan Sinar Gamma Cobalt-60. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog (1962) Stok
Bahan
Konsentrasi larutan stok (gr/l)
Pemakaian ml stok/ l media
Konsentrasi dalam media (mg/l)
A
NH4NO3
82.5
20
1650
B
KNO3
95
20
1900
C
KH2PO4
34
5
170
H3BO3
1.24
6.2
KI
0.166
0.83
Na2MoO4. 2 H2O
0.05
0.25
CoCl2. 6H2O
0.005
0.025
D
CaCl. 2H2O
88
5
440
E
MgSO4. 7H2O
74
5
370
MnSO4. 4H2O
4.46
22.3
ZnSO4. 7H2O
1.72
8.6
CuSO4. 5H2O
0.005
0.025
Na2EDTA. 2H2O
3.73
FeSO4. 7H2O
2.78
Myo Inositol
10
10
100
Vitamin Tiamin
0.01
10
0.1
Niacin
0.05
0.5
Piridoxin
0.05
0.5
Glisin
0.2
2
Gula
30
F
Myo
-
Sumber : Chawla (2002), Introduction to Plant Biotechnology
10
37.3 27.8