1
INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) SECARA IN VITRO
LINA NURWANTI A24051681
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
2
RINGKASAN LINA NURWANTI. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin pada Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) secara In Vitro. (Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI). Mutasi genetik merupakan cara untuk mendapatkan keragaman genetik tanaman. Induksi mutasi genetik secara in vitro dapat memperoleh keragaman genetik dengan keragaman fenotipe tanaman lebih cepat dan lebih banyak. Penelitian
ini menginduksi terjadinya
mutasi
kromosom
pada
tunas
A. plowmanii Croat. dengan menggunakan kolkisin. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi kolkisin dan lama perendaman yang tepat untuk menginduksi penggandaan kromosom pada tunas A. plowmanii Croat. secara in vitro. Penelitian ini diharapkan diperoleh galur A. plowmanii Croat. yang unggul. Bahan tanaman A.plowmanii Croat. berasal dari kultur in vitro yang diperbanyak pada media MS + 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar dengan pH 5.9, selama 15 minggu. Perlakuan perendaman tunas dilakukan secara bersamaan dan selanjutnya tunas ditanam pada pada media MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, dengan pH 5.9. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi kolkisin dengan taraf 0% (C0), 0.02% (C1), 0.04% (C2), dan 0.06% (C3). Lamanya perendaman merupakan faktor kedua, yaitu 24 jam (T1), 48 jam (T2), dan 72 jam (T3). Setiap perlakuan diulang 3 kali, setiap ulangan terdiri dari 10 tunas yang menjadi unit percobaan terkecil yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi kolkisin dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar. Pengaruh perendaman dengan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin menghasilkan jumlah kromosom yang beragam. Jumlah planlet hidup sebanyak 173 individu yang potensial. Planlet yang diuji sitologi sebanyak
19,
3
ternyata 18 planlet memiliki jumlah kromosom yang berbeda dari kontrolnya dan satu planlet memliki jumlah kromosom sama dengan planlet kontrol. Perlakuan C1T1 menghasilkan planlet yang mempunyai jumlah kromosom terbanyak antara 30-73 kromosom. Jumlah kloroplas terbanyak ditemukan pada planlet dari perlakuan C2T3 dengan jumlah 38-46 kloroplas pada sel stomata dan terkecil pada perlakuan C2T1 dengan 30-35 kloroplas. Kolkisin mempengaruhi kerapatan stomata A. plowmanii Croat. dengan kerapatan stomata tertinggi pada perlakuan C2T3 yaitu 86 stomata/mm2 dan kerapatan planlet
terendah pada perlakuan C2T1 dengan
stomata 14 stomata/mm2. Ukuran stomata terbesar ditemukan pada yang
tumbuh pada perlakuan
C2T3,
yaitu
panjang stomata
15.33-19.00 µm, lebar sel penjaga 16.00-18.67 µm, sedangkan terkecil pada planlet yang tumbuh pada perlakuan C1T3 dengan panjang stomata berkisar 12.00-16.33 µm, lebar sel penjaga 11.33-14.00 µm. Pemberian kolkisin memberikan keragaman fenotipe planlet in vitro. Fenotipe organ daun berwarna kuning yang berbeda dengan warna daun normal. Kombinasi kolkisin dan lama perendaman menyebabkan mutan pada organ daun, seperti seperti daun yang berbentuk hati; bentuk kipas; bentuk mangkok; dalam satu bonggol, tunas memiliki daun yang tumbuh melengkung dalam; pada satu bonggol, planlet tumbuh dengan daun yang berujung runcing atau menjarum; dalam satu pangkal batang, daun membelah dua sehingga memiliki dua daun; bentuk daun tebal dan kekar seperti pangkal batang. Kisaran kromosom dari planlet yang dihasilkan 30-73 kromosom, stomata berkisar antara 28-46 kloroplas,
jumlah kloroplas pada kisaran
kerapatan
sel
stomata
antara 14-86 stomata/mm2, dan kisaran ukuran stomata 11.33-19.00 µm. Jumlah mutan yang berpotensi sebanyak 173 planlet. Penelitian perlu dilanjutkan untuk mempelajari fenotipe di lapangan dari planlet-planlet yang telah dihasilkan.
4
INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) SECARA IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
LINA NURWANTI A24051681
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
5
Judul
: INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) SECARA IN VITRO
Nama
: Lina Nurwanti
NIM
: A24051681
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS NIP : 1961 0412 1987 03 2003
Mengetahui : Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc Agr NIP : 1961 1101 1987 03 1003
Tanggal Lulus :
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1986 di Kecamatan Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Rudiyana dan Ibu Su’ini. Masa pendidikan sekolah Dasar (SD) di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan yaitu SD Negeri 01 Pagi, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jeruk Purut, Cilandak, Jakarta Selatan yaitu SMP Negeri 212 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jagakarsa, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yaitu SMA Negeri 49. Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana IPB melalui jalur USMI (Undangan Sekolah Masuk IPB). Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama kuliah penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Pembiakan Tanaman di Program Keahlian Perkebunan Kelapa Sawit, Program Diploma IPB (2009) dan Bioteknologi Tanaman untuk program sarjana (tahun ajaran 2009-2010).
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
hidayah,
serta
pertolongan-Nya,
sehingga
dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Skripsi yang berjudul Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin pada Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) secara In Vitro disusun dalam rangka penyelesaian tugas akhir penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ni Made
Armini
Wiendi, MS yang telah memberi fasilitas, bimbingan, dan arahan selama pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, teman-teman yang membantu selama penelitian, serta teman-teman sekelas di Departemen Agronomi dan Hortikultura yang selalu mendukung. Semoga laporan penelitian ini berguna sebagai informasi mengenai pengaruh manipulasi kromosom tanaman dengan kolkisin secara in vitro terutama pada tanaman Anthurium plowmanii Croat. secara in vitro.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
ixv
PENDAHULUAN Latar belakang ...................................................................................... Tujuan ................................................................................................. Hipotesis ..............................................................................................
16 18 18
TINJAUAN PUSTAKA Botani A. plowmanii Croat. ................................................................. Lingkungan tumbuh ............................................................................ Kultur jaringan .................................................................................... Induksi mutasi dengan mutagen kimia ................................................. Mitosis sel somatik .............................................................................. Pengamatan kromosom .......................................................................
19 21 22 23 24 27
BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat ................................................................................. Bahan ................................................................................................... Alat ...................................................................................................... Metode penelitian ................................................................................ Pelaksanaan penelitian ........................................................................ Sterilisasi botol, alat tanam dan laminar air flow cabinet ........... Pembuatan media .......................................................................... Pembuatan larutan kolkisin ........................................................... Perendaman planlet dalam larutan kolkisin dan penanaman ......... Uji sitologi .................................................................................... Analisis kloroplas dan stomata ...................................................... Pengamatan ...................................................................................
30 30 30 31 33 33 33 34 35 35 37 37
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum percobaan .................................................................... Tinggi tunas ......................................................................................... Jumlah tunas ........................................................................................ Jumlah daun .......................................................................................... Jumlah akar........................................................................................... Panjang akar ........................................................................................ Jumlah kromosom pada A. plowmanii Croat. ...............................
40 44 46 49 54 56 58
9
Jumlah kloroplas pada A. plowmanii Croat. ................................. Kerapatan stomata pada A. plowmanii Croat. .............................. Ukuran stomata pada A. plowmanii Croat. ................................. Korelasi antara jumlah kromosom, jumlah kloroplas, dan kerapatan stomata terhadap peubah .....................................................................
64 66 66 71
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................... Saran ....................................................................................................
72 73
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
74
LAMPIRAN ..............................................................................................
79
10
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kesalahan yang banyak terjadi dalam pengamatan mitosis sel dan penyebabnya (Jurčák, 1999) .......................................................
29
2. Kombinasi perlakuan antara konsenrasi kolkisin dan lama perendaman .......................................................................................
32
3. Persentase tingkat kontaminasi kultur A. plowmanii Croat. selama 11 MSP ..................................................................................
40
4. Rekapitalusi hasil uji F pengaruh perendaman larutan kolkisin terhadap eksplan tunas A. plowmanii Croat. secara in vitro ...............................................................................................
43
5. Pertambahan tinggi tunas setiap minggu pada berbagai kombinasi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman pada A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro .........................
45
6. Pengaruh konsentrasi kokisin terhadap tinggi tunas A. plowmanii selama Croat. 11 MSP secara in vitro .....................
45
7. Pengaruh lama perendaman terhadap tinggi tunas A. plowmanii Croat. selama 11 MSP in vitro .................................
46
8. Interaksi antara tingkat konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah tunas A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro .........................................................
48
9. Jumlah tunas per eksplan A. plowmanii Croat. selama 11 MSP pada perlakuan perendaman kolkisin pada berbagai konsentrasi kolkisin secara in vitro ...................................................
48
10. Pengaruh lama perendaman dengan kolkisin terhadap jumlah tunas A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro ..............
49
11. Interaksi antara tingkat konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah daun pada A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro ...................................................................................
51
11 12. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah daun A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro .........................
51
13. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah daun A. plowmanii Croat.selama 11 MSP secara in vitro .........................
52
14. Persentase terbentuknya kimera dan kalus pada A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin secara in vitro ..............................
53
15. Interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro ....................................................................................
54
16. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat.selama 11 MSP secara in vitro .........................
55
17. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro ...............................................
55
18. Interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro ....................................................................................
57
19. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap panjang akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro ........................
57
20. Pengaruh lama perendaman terhadap panjang akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro .......................
58
21. Nilai rata-rata dan standar deviasi pengaruh kolkisin terhadap jumlah kromosom ............................................................................
64
22. Nilai rata-rata dan standar deviasi pengaruh kolkisin terhadap jumlah kloroplas ................................................................................
66
23. Korelasi antara rata-rata jumlah kromosom dan kloroplas .............
66
24. Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata pengaruh kolkisin terhadap kerapatan stomata pada A. plowmanii Croat. ..................
67
12 25. Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi ukuran stomata pada A. plowmanii Croat. .......................................
69
26. Hasil analisis korelasi peubah tunas dengan jumlah kromosom, jumlah kloroplas, dan kerapatan stomata pada A.plowmanii Croat. .
71
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Rumus bangun senyawa kolkisin ......................................................
24
2. Cara pengukuran panjang stomata dan lebar sel penjaga stomata ....
39
3. Kontaminasi pada kultur A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin ..............................................................................................
41
4. Kondisi tunas in vitro A. plowmanii Croat. setelah diberi perlakuan kolkisin .............................................................................
42
5. Kimera dan variegata pada daun A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin secara in vitro .....................................................
53
6. Kalus terbentuk pada 5 MSP dari bagian organ daun A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin secara in vitro ........
53
7. Tahapan mitosis pada A. plowmanii Croat. .......................................
60
8. Kromosom dari planlet kontrol .........................................................
61
9. Perbedaan ukuran sel dari planlet A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin .............................................................................
63
10. Perbedaan ukuran stomata daun dari planlet A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin .................................................................
70
14
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Komposisi media MS (Murashige and Skoog) .................................
80
2. Analisis ragam tinggi tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 1-5 MSP ....................................................................................
81
Lanjutan analisis ragam tinggi tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 6-10 MSP ....................................................................
82
Lanjutan analisis ragam tinggi tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 11 MSP .......................................................................
83
3. Analisis ragam jumlah tuna s pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 1-5 MSP ....................................................................................
84
Lanjutan analisis ragam jumlah tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 6-10 MSP ....................................................................
85
Lanjutan analisis ragam jumlah tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 11 MSP ........................................................................
86
4. Analisis ragam jumlah daun pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 1-5 MSP ....................................................................................
87
Lanjutan analisis ragam jumlah daun pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 6-10 MSP ....................................................................
88
Lanjutan analisis ragam jumlah daun pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 11 MSP ........................................................................
89
5. Analisis ragam jumlah akar pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 1-5 MSP ....................................................................................
90
Lanjutan analisis ragam jumlah akar pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 6-10 MSP .....................................................................
91
Lanjutan analisis ragam jumlah akar pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 6-10 MSP .....................................................................
92
15 6. Analisis ragam panjang akar pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 1-5 MSP ....................................................................................
93
Lanjutan analisis ragam panjang akar pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 6-10 MSP .....................................................................
94
Lanjutan analisis ragam panjang akar pada A. plowmanii Croat. in vitro pada 11 MSP ........................................................................
95
7. Analisis ragam jumlah kromosom pada A. plowmanii Croat. in vitro ...............................................................................................
95
8. Analisis ragam jumlah kloroplas pada A. plowmanii Croat. in vitro ...............................................................................................
95
9. Analisis ragam jumlah kloroplas pada A. plowmanii Croat. in vitro ...............................................................................................
96
10. Analisis ragam ukuran stomata pada A. plowmanii Croat. in vitro ...............................................................................................
96
11. Diagram perbandingan rata-rata jumlah kromosom dan kloroplas dari palnlet A. plowmanii Croat. ........................................
97
16
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman hias anturium lebih dikenal dengan nama kuping gajah karena daunnya yang lebar dan berukuran besar seperti telinga gajah. Tanaman anturium merupakan salah satu keluarga keladi-keladian (Araceae). Ciri dari family Araceae adalah memiliki bunga yang terdiri atas seludang (spathe) dan tongkol (spadix). Anturium merupakan salah satu tanaman hias yang banyak diminati oleh masyarakat.
Permintaannya
pernah
mengalami
peningkatan,
sehingga
menyebabkan harga jual tanaman anturium menjadi tinggi. Pada tahun 2007 terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tanaman anturium, karena adanya kelangkaan memperoleh tanaman anturium yang diinginkan konsumen. Menurut Sulyo (2008) selain tanaman anturium mengalami kelangkaan yang menyebabkan harga yang ditawarkan sangat tinggi adalah keunikan dari daunnya. Salah satu anturium daun yang memiliki keunikan daun dan bernilai jual tinggi adalah Anthurium Wave of Love (Anturium Gelombang Cinta) atau Anthurium plowmanii Croat. Perbanyakan tanaman anturium dapat dilakukan secara generatif dengan biji dan vegetatif dengan cara pemisahan anakan. Perbanyakan secara in vivo memiliki kelemahan, yaitu pertumbuhan putik dan benang sari tanaman anturium yang lama dan tingkat keberhasilan rendah, karena biji yang dihasilkan dari hasil persilangan. Tanaman anturium merupakan tanaman monocious atau tanaman berumah satu, yaitu organ jantan (benang sari) dan organ betina (putik) terletak pada satu tanaman. Penyerbukan sendiri pada tanaman anturium jarang terjadi, sebab waktu masaknya tepung sari pada bunga jantan tidak bersamaan dengan putik pada bunga betina (dichogamaous) (Prihmantoro, 1992), yaitu putik lebih cepat masak dibandingkan benang sari. Lamanya pertumbuhan benang sari dan putik merupakan salah satu kendala perbanyakan tanaman anturium. Setiap spesies anturium daun memiliki keunikan bentuk daun yang bervariasi. Keragaman genetik pada tanaman ini rendah, terutama keragaman didalam bentuk dan warna daun. Perbanyakan secara alami melalui persilangan
17 sulit dihasilkan keragaman genetik. Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan keragaman fenotipe yang lebih baik dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Induksi mutasi merupakan cara untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman. Keragaman genetik dapat terjadi melalui proses mutasi alami atau mutasi buatan. Mutasi alami terjadi secara spontan dialam akibat adanya sinar kosmos, radio aktif alam, dan sinar ultraviolet. Mutasi buatan salah satunya dengan menggunakan zat mutagen kimiawi yang pada umumnya menggunakan senyawa kolkisin. Kolkisin dapat menyebabkan terjadinya duplikasi pada kromosom yang mengakibatkan perubahan genetik. Pada A. plowmanii Croat. telah dilakukan penginduksian mutasi dengan kolkisin secara in vivo dengan konsentrasi kolkisin antara rata-rata 0.4-0.6% dan waktu perendaman 12-32 jam. Tanaman bermutasi yang berhasil diperoleh sekitar 30% (Kanisius, 2007). Kultur jaringan merupakan metode untuk memperoleh keberhasilan keragaman genetik yang lebih tinggi dan tanaman yang bebas patogen. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk menginisiasi bagian tunas seperti protoplasma, sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aspetik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tunas lengkap (Gunawan, 1992). Melalui kultur in vitro akan lebih terlihat hasil penggandaan kromosom karena
kolkisin
bisa berpenetrasi
ke
bagian
nukleus dan sitoplasma
(Husni et al., 1995). Spesies A. plowmanii Croat. termasuk pada kelompok Pachyneurium yang umumnya memiliki jumlah kromosom 2n=30. Perendaman dengan kolkisin dilakukan agar terjadi kontak antara sel tanaman dengan larutan kolkisin antara
24-96
jam
(Eigsti
and
Dustin,
1957). Percobaan
secara in vitro pada tanaman Alocasia x amazonica hort. yang memiliki jumlah kromosom 2n=2x=28, setelah mendapat perlakuan perendaman dengan kolkisin dapat
menghasilkan
tanaman
tetraploid (2n=4x=56)
sebanyak
53 tanaman dari 654 tanaman yang diperoleh. Terjadinya poliploidisasi tersebut dengan pemberian kolkisin berkonsentrasi 0.05% selama 72 jam, diperoleh penggandaan kromosom sebesar 20% (Thao et al., 2004). Penelitian ini melakukan induksi mutasi kromosom sel dengan menggunakan bahan kimia kolkisin pada tingkat organ. Faktor yang
18 mempengaruhi tingkat penggandaan kromosom dalam satu sel adalah lamanya waktu perendaman dan konsentrasi kolkisin. Kolkisin bekerja dengan cara mencegah terbentuknya benang-benang pengikat kromosom (spindle) sehingga kromosom yang sudah mengalami pembelahan tidak berpisah pada tahap anafase, maka terjadi penggandaan kromosom pada sel yang terbentuk. Pengaruh kolkisin yang dapat menghasilkan penggandaan kromosom sel juga akan dipelajari pengaruhnya pada jumlah kloroplas di daerah guard cell stomata, kerapatan stomata, dan ukuran stomata dari tanaman yang mengalami penggandaan kromosom. Menurut Dolezel et al. (1998) bahwa analisis tingkat ploidi dapat dilakukan melalui penghitungan jumlah kromosom. Menurut Qin dan Rotino (1995) bahwa analisis tingkat ploidi dapat dilakukan juga melalui jumlah kloroplas sel penjaga pada stomata. Jumlah kromosom yang bertambah diharapkan menghasilkan tanaman dengan fenotipe yang lebih menarik dan unggul.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perendaman tunas A. plowmanii Croat. dengan kolkisin pada berbagai konsentrasi dan lama perendaman terhadap mutasi kromosom sel dan fenotipe planlet in vitro. Penelitian ini juga diharapkan memperoleh galur baru dengan fenotipe yang unggul.
Hipotesis 1. Terdapat interaksi antara konsentrasi dan lamanya waktu perendaman dengan kolkisin terhadap poliploidisasi kromosom pada planlet A. plowmanii Croat. in vitro. 2. Konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap poliploidisasi kromosom pada planlet A. plowmanii Croat. in vitro. 3. Lamanya waktu
perendaman
dengan
kolkisin
berpengaruh
poliploidisasi kromosom pada planlet A. plowmanii Croat. in vitro.
terhadap
19
TINJAUAN PUSTAKA Botani Anthurium plowmanii Croat. Anturium digolongkan menjadi dua, yaitu anturium bunga dan anturium daun. Anturium daun lebih diminati oleh konsumen karena setiap spesiesnya menunjukkan keunikan bentuk daun. Pada anturium bunga lebih menonjolkan keragaman bunga baik hasil persilangan maupun spesies. Kelompok anturium bunga terbagi lagi atas dua tipe, yaitu tipe potong dan tipe bunga pot1). Setiap spesies anturium daun memiliki bentuk dan ukuran daun yang berbeda-beda. Salah satu anturium daun yang banyak diminati oleh konsumen adalah Anthurium Wave of Love atau Anturium Gelombang Cinta. Nama Anthurium Wave of Love (Anturium Gelombang Cinta) dalam klasifikasinya disebut Anthurium plowmanii Croat. Nama tersebut diambil dari nama seorang ahli botani. Penemu spesies tanaman hias ini adalah Timothy Plowman2). Tanaman hias ini ditemukan di daerah dekat Amazonas Manaus, Brazil, tepatnya di Chacaras de Taruma2). Berikut klasifikasi tanaman anturium, yaitu3): Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Subkelas
: Arecidae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
Genus
: Anturium
Spesies
: Anthurium plowmanii Croat.
Menurut Lingga (2007) penemu spesies anturium pada tahun 1869 yaitu Schott 1)
ahli botani yang membagi
anturium
menjadi
http://www.kebonkembang.com. [25 Maret 2009]. http://www.anthuriumplowmaniicroat.com. [11 Januari 2009]. 3) http://www.plantamor.com. [25 Maret 2009]. 2)
183 spesies dan
20 28 kelompok besar. Pada tahun 1905, ahli botani lain bernama Engler menyederhanakan pembagian itu menjadi 18 kelompok. Pengelompokan dari Croat dan Sheffer (1983), yaitu Belolonchium, Calomystrium, Cardiolonchium, Chamaerepium,
Cordatopunctatu,
Dactylophyllium,
Decucrentium,
Digitinervium, Gymnopodium, Leptanthurium, Pachyneurium, Polyphyllium, Porphyrochitonium, Scizoplacium, Semacophyllum, Tetraperonium, Urospadix, dan Xyalophyllum. Ciri dari spesies-spesies yang mempunyai ciri morfologi yang sama dimasukan ke dalam kelompok tersebut. Anthurium plowmanii Croat. termasuk kedalam kelompok Pachyneurium, karena susunan daunnya seperti bentuk sarang burung (bird’s nest) dan dikedua sisi daun menggulung ke arah dalam tulang daun (involute leaf vernation). Anthurium plowmanii Croat. mempunyai
petiol (tangkai daun) yang pendek.
Ukuran daun A. plowmanii Croat. besar dengan panjang daun 100 cm dan lebar daun mencapai 20-30 cm. Bentuk daun yang meruncing pada bagian ujung dan melebar pada pangkal daunnya. Warna dasar daun A. plowmanii Croat. hijau pekat dengan urat daun yang hijau lebih muda dan terlihat lebih kokoh dengan tulang daun yang tegas. Permukaan daun bagian atas licin dan mengkilap. Keindahannya semakin menarik dengan pertumbuhan susunan daun yang teratur, simetris, dan kompak4). Anturium merupakan tanaman yang berumah satu (monoceous), yaitu dalam satu tanaman terdapat dua organ reproduksi (bunga betina dan bunga jantan). Pada bagian bunga dari tanaman anturium terdiri dari seludang (spathe), tongkol (spadix), dan tangkai bunga (peduncle). Spathe merupakan modifikasi dari daun. Spathe yang berubah warna selaras dengan proses pematangan tongkol, dari seludang ini akan tumbuh tongkol yang menghasilkan biji. Peduncle bertekstur lunak. Biji anturium memiliki panjang berukuran ± 1 cm, jumlah biji dalam satu tongkol
antara
500-2000 biji5). Batang yang tumbuh membesar dan lunak
(herbacious) mampu menopang daun. Akar tunjang tumbuh memanjang dapat mencapai 40-60 cm yang tumbuh dari pangkal batang. Akar anturium berbentuk serabut, semakin banyak rambut akar maka pertumbuhan tunas semakin cepat5). 4)
5)
http://www.duniaflora.com. [1 Maret 2009]. http://www.youtcustomerstory.com. [1 Maret 2009].
21 Lingkungan Tumbuh Sekitar 800 spesies anturium telah ditemukan dan berhasil dideterminasi dari habitat asalnya. Para ahli botani memperkirakan bahwa di dunia ini terdapat lebih dari 1.000 spesies anturium yang tersebar. Daerah sebarannya yang merupakan habitat aslinya yaitu di negara tropis basah Amerika Tengah dan Amerika Selatan, serta wilayah tropis kering (semi arid area) di Meksiko dan Panama (Lingga, 2007). Tanaman A. plowmanii Croat. merupakan family Araceae yang mudah beradaptasi dengan lingkungan. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada iklim tropis seperti di Indonesia dan bersifat epifit. Lingkungan tumbuh yang ideal untuk tunas anturium mulai dari dataran menengah sampai dataran tinggi, yaitu antara 600-1.400 m dpl. Tanaman yang berasal dari hutan hujan tropis dengan pemberian cahaya langsung kurang baik untuk tanaman karena menyebabkan daun kering akibat dehidrasi, jika tanaman kurang cahaya menyebabkan pertumbuhannya terganggu karena tanaman menjadi layu. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik jika tidak terkena sinar matahari secara langsung, kelembaban media tanam tinggi, dan mengandung banyak bahan organik6). Sulyo (2008) melaporkan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan A. plowmanii Croat. antara 20-24°C dengan suhu udara minimum sebesar 15°C dan maksimum 30°C. Anturium cocok pada cuaca yang teduh dan lembab. Tanaman anturium tumbuh dengan optimal pada intensitas cahaya 1.000-2.000 fc (foot candle) atau sama dengan menggunakan naungan paranet 75-85%. Tanaman yang semi naungan ini harus menjaga sirkulasi udaranya untuk menjaga kestabilan suhu dan kelembaban sehingga tunas tidak mudah terserang patogen. Pada perkecambahan biji, suhu optimal adalah 26-30°C karena dalam kondisi lembab dan basah, biji tersebut akan mudah tumbuh tunas dan rawan membusuk akibat serangan cendawan. Kadar air dalam biji tidak boleh lebih dari 10% saat perkecambahan (Kurniawan, 2008).
6)
http://www.wikipedia.org.[25 Maret 2009].
22 Kultur Jaringan Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tunas seperti protoplasma, sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aspetik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tunas lengkap (Gunawan, 1992). Teknik kultur jaringan dengan cara perbanyakan mikro merupakan cara alternatif, terutama tunas yang diperbanyak
secara
vegetatif.
Perbanyakan
mikro
merupakan
usaha
menumbuhkan bagian tunas dalam media aseptik sehingga menghasilkan tanaman lengkap. Pada prinsipnya kultur jaringan memerlukan tiga tahap utama. Tahap pertama meliputi yaitu menjaga agar kultur yang ditumbuhkan dapat berkembang dengan baik dalam kondisi aseptik. Tahap kedua adalah melakukan usaha agar dapat terjadi multiplikasi (penggandaan) propagula dengan cepat sehingga diperoleh tunas dalam jumlah besar. Tahap ketiga merupakan persiapan pemindahan planlet ke media tanam dalam pot atau tanah. Perkembangan teknik perbanyakan klon melalui kultur in vitro mengarah kepada optimasi beberapa aspek penting, yaitu sifat eksplan awal, komposisi media, kondisi fisik media, dan lingkungan kultur (Murashige, 1974). Subkultur adalah pemindahan kultur ke media yang baru, baik yang sama maupun berbeda komposisi kimianya. Subkultur merupakan kebutuhan untuk memperbanyak
tunas
dan
mempertahankan
kultur
(George and
Sherrington, 1984). Pierik (1987) melaporkan bahwa subkultur diperlukan bila unsur hara dan hormon dalam media telah berkurang atau habis, untuk merubah pola pertumbuhan dan perkembangan kultur, dan bila kultur telah memenuhi wadah atau botol. Pertumbuhan dan perkembangan tunas secara in vitro bergantung pada beberapa faktor yaitu genotipe tunas, nutrisi (elemen makro dan mikro) dan faktor eksternal pertumbuhan seperti cahaya, suhu, pH, konsentrasi O2 dan CO2 serta beberapa faktor substansi (hormon, vitamin) (Pierik, 1987). Nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman.
23 Salah satu hambatan dalam kultur jaringan adalah kontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan, organisme kecil yang masuk dalam kultur, alat tanam yang kurang steril, lingkungan kerja yang kurang higienis, dan kecerobohan dalam pelaksanaan.
Induksi Mutasi Kromosom dengan Mutagen Kimia Perkembangan cabang-cabang ilmu biologi dan teknologi semakin maju, kini telah banyak digunakan untuk merakit varietas baru untuk mendukung pertanian. Berbagai teknik digunakan untuk mendapatkan tanaman yang lebih unggul, salah satunya melalui cara mutasi. Mutasi adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah susunan basa nukleotida atau DNA. Berdasarkan proses terjadinya perubahan genetik mutasi terbagi menjadi mutasi alami dan mutasi buatan (Agusrial, 2009). Mutasi alami adalah perubahan materi genetik secara spontan di alam, sedangkan mutasi buatan terjadi akibat diberi mutagen secara sengaja untuk tujuan pemuliaan tanaman. Bahan mutagen dapat secara kimia dan fisik. Mutasi fisik bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) yang dapat melepas energi (ionisasi), begitu melewati atau menembus materi. Mutagen fisika termasuk diantaranya sinar-X, radiasi gamma, radiasi beta, neutrons, dan partikel dari akselerator sudah umum digunakan dalam pemuliaan tanaman. Mutagen kimia pada umumnya berasal dari senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya seperti ethyl methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (DES), methyl methane sulphonate (MMS), hydroxylamine, nitrous acids, acridines, dan sebagainya (IAEA, 1977 dalam Agusrial, 2009). Beberapa mutagen kimia penting lainnya ialah gas metan, asam nitrat, hidroksil
amin,
akridin,
etiletan
sulfonat
kolkisin,
(EES),
5-bromo
digitonin, urasil,
7)
2-aminopurin . Anthuriuim plowmanii Croat. merupakan bagian dari Pachyneurium yang pada umumnya mempunyai jumlah kromosom 2n=30. Melalui perlakuan pemberian kolkisin diharapkan terjadi ploidisasi kromosom untuk meningkatkan variasi genetik. Kolkisin adalah suatu alkaloid yang dihasilkan oleh tanaman 7)
http://id.crayondia.org. [11 Januari 2009].
24 krokus (Colchicum autumnale, L.) yang banyak ditanam di Eropa, India, dan Afrika Utara (Snustad et al., 1997). Penggunaan kolkisin bisa dengan berbagai cara misalnya imersi biji, imersi jaringan, imersi meristem, imersi akar, penetesan, pengolesan
pasta,
dan emulsi (Gunarso, 1989). Menurut Gunarso (1989)
untuk menginduksi poliploidi pada tanaman, kolkisin efektif digunakan pada konsentrasi 0.01–1.00%. Lamanya waktu perendaman dan konsentrasi kolkisin akan mempengaruhi terjadinya poliploidi. Poliploidi adalah keadaan suatu individu yang memiliki lebih dari dua set kromosom (Welsh, 1991; Snustad et al., 1997; Griffiths et al., 1999). Rumus kimia kolkisin adalah C22H25O6N dan merupakan senyawa alkaloid yang mudah larut dalam air dan digunakan dalam konsentrasi rendah (Gambar 1).
OCH3 O H3C
C
OCH3 HN
OCH3 O OCH3
Gambar 1. Rumus bangun senyawa kolkisin (http://www.wikipedia.com, 2009) Mitosis Sel Somatik Mitosis merupakan pembelahan sel somatik. Setiap sel yang membelah secara mitosis akan menghasilkan dua sel baru yang jumlah kromosom dan kandungan genetiknya identik dengan sel asal (Sastrosumarjo et al., 2006). Mutasi induksi dilakukan untuk meningkatkan mutan yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan. Pola keragaman yang terdapat pada makhluk hidup disebabkan oleh mutasi. Salah satu mutagen kimia yang sering dipergunakan untuk mendapatkan mutan adalah kolkisin. Kolkisin merupakan inhibitor mitosis karena dapat mengikat tubulin (suatu protein), konstituen utama mikrotubula. Mikrotubula mempunyai fungsi dalam pembentukan benang spindle pada mitosis.
25 Menurut Addink (2002) bahwa kolkisin dapat digunakan untuk penggandaan jumlah kromosom atau poliploidisasi. Kolkisin dapat menghambat pembentukan dan aktivitas benang-benang pembelahan pada saat mitosis, dimana pada tahap metafase kromosom tidak bergerak ke arah dua kutubnya tetapi tetap berada di daerah ekuator bahkan dapat kembali mengganda (Strickberger, 1985). Pemberian kolkisin pada titik tumbuh dari tunas dapat mencegah pembentukan serabut-serabut benang-benang pengikat kromosom dan pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis menyebabkan ploidisasi kromosom, tanpa pembentukan dinding sel. Perlakuan ini menyebabkan penambahan jumlah kromosom per sel (Crowder, 1997). Kolkisin efektif dalam penggunaannya karena menghasilkan persentase poliploid yang lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, pada konsentrasi nontoksik untuk tanaman (Allard, 1988). Kolkisin dapat menyebabkan jumlah ploidi yang dihasilkan sel berbeda dengan normalnya karena adanya perubahan jumlah kromosom. Perubahan tersebut dapat karena komposisi molekul DNA suatu gen atau pada benang kromatinnya. Perlakuan kolkisin dalam waktu yang makin lama bisa menghasilkan pertambahan genom sebagai suatu deret ukur seperti 4x, 8x, 16x dan seterusnya (Brewbaker, 1983). Ciri-ciri fisik tunas poliploid yang umum adalah meningkatnya ukuran sel, laju pertumbuhan sel lambat, daun lebih tebal, bunga lebih besar dan sedikit, buah lebih besar, serta menurunnya fertilitas pada berbagai tingkat dibandingkan dengan tunas diploid (Griffith et al., 1999; Ramirez, 1991). Proses terjadinya penggandaan kromosom dilaporkan oleh Albert et al. (1991) dalam Anggaito (2004) bahwa benang pengikat kromosom (spindle) yang tersusun dari mikrotubula berada dalam bentuk dublet ganda. Mikrotubula ganda tersusun dari dua buah mikrotubula tunggal, sedangkan mikrotubula tunggal tersusun dari protofilamen, yaitu suatu polimer dari dimer protein tubulin a dan b. Kerja kolkisin pada dasarnya adalah menghambat pembentukan mikrotubula. Kolkisin akan berikatan dengan dimer tubulin a dan b, sehingga tidak terbentuk protofilamen. Tidak terbentuknya protofilamen maka tidak terbentuk mikrotubula singlet dan mikrotubula dublet, yang berakibat tidak terbentuknya spindle. Terhambatnya pembentukan spindel menyebabkan kromosom yang sudah dalam keadaan mengganda tidak dibagi ke
26 arah berlawanan. Menurut Brewbaker (1983) tanaman poliploid seringkali menunjukkan keunggulan sifat dibandingkan diploidnya. Pada tanaman ryegrass kultivar tetraploid menghasilkan bobot segar tanaman yang lebih tinggi dibandingkan kultivar diploid, lebih tahan terhadap penyakit, lebih banyak karbohidrat yang terstruktur dan rendah kandungan serat kasar (Thomas, 1993). Kemampuan penyerapan tanaman terhadap larutan kolkisin berpengaruh pada terjadinya poliploidisasi terhadap suatu tanaman. Penggunaan kolkisin dapat secara in vivo atau in vitro. Berdasarkan sumber dari Kanisius (2007) yang telah melakukan penggandaaan kromosom dengan menggunakan senyawa kolkisin secara in vivo pada A. plowmanii Croat. dengan konsentrasi kolkisin antara 0.4-0.6% dan waktu perendaman 12-32 jam. Tanaman bermutasi yang berhasil diperoleh sekitar 30%. Melalui kultur in vitro akan lebih terlihat hasil penggandaan kromosom karena
kolkisin
bisa berpenetrasi
ke
bagian
nukleus dan sitoplasma (Husni et al., 1995). Perendaman dengan kolkisin dilakukan agar terjadi kontak antara sel tanaman dengan larutan kolkisin antara 24-96
jam (Eigsti
and
Dustin,
1957). Percobaan secara in vitro pada
tanaman Alocasia x amazonica hort. yang memiliki jumlah kromosom 2n=2x=28, setelah mendapat perlakuan perendaman dengan kolkisin dapat menghasilkan tanaman tetraploid (2n=4x=56) sebanyak 53 tanaman dari 654 tanaman yang diperoleh. Terjadinya poliploidisasi tersebut dengan pemberian kolkisin berkonsentrasi 0.05% selama 72 jam, diperoleh
penggandaan
kromosom
sebesar 20% (Thao et al., 2004). Kolkisin adalah senyawa antimitotik. Setiap organisme mempunyai respons yang berbeda terhadap pemberian perlakuan kolkisin. Jika konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaan yang tepat, maka poliploidi belum dapat diperoleh. Konsentrasi terlalu tinggi atau waktu perendaman terlalu lama dengan kolkisin, maka akan memperlihatkan pengaruh negatif yakni banyak sel yang mati (Melky, 2006). Menurut Welsh (1991) bahwa setiap tanaman memiliki ambang batas maksimum untuk tingkat ploidinya, apabila melebihi batas tersebut umumnya tanaman tidak normal, lemah atau tidak dapat hidup. Toleransi setiap sel tanaman terhadap perlakuan kolkisin berbeda-beda.
27 Pengamatan Kromosom Tujuan utama analisis kromosom adalah mengetahui karakteristik dan morfologi dari kromosom, seperti jumlah kromosom, struktur dan aktivitas kromosom selama pembelahan sel berlangsung. Terdapat prosedur atau metode yang berbeda untuk setiap spesies sehingga diperoleh ciri-ciri dari kromosom tersebut. Pengamatan kromosom dilakukan dengan memfiksasi sel tanaman. Fiksasi adalah proses awal dalam menyiapkan materi segar untuk pengamatan mikroskopis. Tujuan dari fiksasi ialah untuk mematikan sel tanpa merusak organel-organel
yang menyusun sel
yaitu kromosom,
mengawetkan
organel-organel sel, dan memudahkan jaringan untuk diwarnai. Metode yang dipergunakan dalam menganalisis kromosom adalah metode squash atau sediaan tekan. Squash adalah metode yang digunakan untuk mengetahui komponen sel yang diambil dari jaringan segar8). Menurut Jurčák (1999) pengamatan kromosom memerlukan waktu dan teknik yang tepat untuk mendapatkan hasil yang baik. Metode untuk pengamatan kromosom dapat menggunakan teknik pewarnaan yang dikenal dengan metode squashing. Metode tersebut menggunakan aceto carmine sebagai pewarna. Larutan jenuh aceto carmine dibuat dengan memanaskan 100 ml asam asetat 45%, setelah mencapai suhu 90-95oC ditambahkan 1-2 gram serbuk carmine dan digoyang-goyangkan selama 10 menit dan disaring untuk mendapatkan larutan tanpa penggumpalan serbuk carmine. Larutan pewarna aceto orcein dengan mengganti serbuk carmine dengan serbuk orcein dengan prosedur yang sama dengan pembuatan larutan aceto carmine. Pewarnaan terhadap preparat kromosom bertujuan menciptakan perbedaan optikal diantara kromosom dengan struktur sel lainnya sehingga dapat dibedakan di bawah mikroskop. Menurut Melky (2006) yang bekerja pada tiram (Pinctada maxima) melaporkan bahwa perlakuan fiksasi bertujuan menstabilkan struktur sel. Fiksasi yang dilakukan tepat pada jaringan yang akan dibuat preparat. Sel organisme dimatikan terlebih dahulu untuk mengambil jaringan epitel seperti pada insang tiram. Selama proses fiksasi akan terjadi penetrasi bahan-bahan fiksasi ke dalam 8)
http://www.teknikhistologi.com. [2 Juni 2009].
28 dalam sel atau jaringan, dimana fiksasi dilakukan sebagai preservasi sel dan strukturnya pada kondisi yang memungkinkan. Pada prinsipnya, bahan fiksasi yang diserap oleh sel atau jaringan menyebabkan sel-sel berhenti membelah pada tahap tersebut, tanpa mengakibatkan kerusakan, pembengkakan atau penyusutan kromosom, dan tanpa mengubah unsur pokok dalam struktur sel. Dua hal utama yang diperoleh dari proses ini yakni struktur sel yang semula tidak jelas menjadi lebih jelas, serta struktur sel yang semula rapuh menjadi stabil dan cukup kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi antara lain temperatur, pH, tekanan osmotik, kecepatan penetrasi, laju perubahan kimia dan fisika, serta lamanya fiksasi. Fiksasi yang terlalu cepat dapat mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak baik. Menurut Melky (2006) bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi antara lain pemilihan bahan fiksasi yang tepat, besar kecilnya organisme (menentukan cepat dan seragamnya penetrasi bahan fiksasi), rasio volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi (umumnya 10-12 kali), serta karakter jaringan yang difiksasi. Beberapa jaringan tertentu lambat dalam penetrasi. Misalnya pada tumbuhan, epidermis yang dilapisi dengan lapisan kutikula yang bersifat hidrofobik. Perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik dan kimiawi. Perlakuan secara fisik seperti pendinginan jaringan dalam nitrogen cair telah banyak digunakan untuk sel atau jaringan hewan. Perlakuan ini efektif untuk menjaga struktur sel karena proses difusi yang sangat kecil dan tidak terjadi perubahan enzim secara signifikan. Kelemahan perlakuan secara fisik yakni dapat menyebabkan terputusnya kromosom karena adanya kristal es dalam sel atau jaringan. Perlakuan secara kimiawi dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan carnoy. Perlakuan secara kimiawi membutuhkan keseimbangan dan ketepatan bahan-bahan yang dipakai. Contoh pencampuran larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang dapat menjaga struktur sel pada kondisi yang stabil dan memungkinkan untuk diamati, tetapi reaksi beberapa asam yang berlebihan dapat menyebabkan struktur sel menyusut. Pembuatan gelas objek preparat bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Sel diolesi di atas gelas objek dan diwarnai dengan mencelupkannya ke dalam larutan pewarna kromosom giemsa.
29 Hal penting yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh menggerakkan cover glass karena akan merusak sel. Hasil penemuan aktivitas kromosom pada spesimen difoto dan kemudian diamati dengan software pada komputer sehingga memudahkan penghitungan jumlah kromosom. Beberapa kasus yang perlu diperhatikan di dalam
melakukan
pengamatan analisis
kromosom yang
dicantumkan pada Tabel 1 (Jurčák, 1999). Tabel 1. Kesalahan yang banyak terjadi dalam pengamatan mitosis sel dan penyebabnya Kesalahan 1. Inti terwarnai dengan jelas, tetapi a. tahapan mitosis tidak terlihat. 2. Kromosom tidak jelas. a. b.
Penyebab Pemotongan material tunas tidak pada waktu yang tepat. Waktu fiksasi terlalu pendek. Konsentrasi pewarna terlalu rendah. c. Pewarna yang digunakan sudah rusak atau terlalu lama disimpan. d. Suhu selama pewarnaan terlalu rendah. e. Waktu pewarnaan terlalu pendek. 3. Beberapa sel menumpuk satu a. Waktu melunakkan jaringan sama lain. terlalu pendek. b. Pembuatan larutan untuk maserasi tidak tepat. c. Kurang tenaga ketika menekan gelas objek. 4. Sel meristem pecah, tahapan a. Gelas penutup bergeser jauh mitosis atau kromosom tidak dapat ketika ditekan. dilihat. b. Gelas penutup ditekan terlalu keras atau berulang-ulang. Sumber : Jurčák, 1999
30
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2009 sampai Januari 2010. Tempat pelaksanaan penelitian in vitro dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, IPB, Dramaga, Bogor. Uji sitologi untuk menghitung jumlah kromosom dilakukan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman (Ekologi dan Fisilogi), Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Analisis kloroplas serta stomata dilakukan di Pusat Studi Ilmu Hayati, IPB.
Bahan Bahan tunas yang dipergunakan untuk penelitian ini adalah bahan tanaman in vitro berupa tunas A. plowmanii Croat. yang telah berumur dua belas bulan. Komposisi media perbanyakan digunakan dari komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog) (Tabel Lampiran 1) + 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA untuk menginduksi tunas. Perendaman planlet dengan media cair yaitu MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + larutan kolkisin sesuai perlakuan. Media untuk subkultur setelah perlakuan perendaman yaitu MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA. Sumber sukrosa adalah 30 g/l gula, selain itu 5 g/l agar-agar, pH larutan media sebelum autoclave adalah 5.9. Pada uji sitologi bahan tanaman yang digunakan adalah akar dari tunas A. plowmanii Croat., aquades, HCl 1 N, Orsein 2%, cat kuku yang bening, tisu, alkohol 70%, dan spiritus.
Alat Peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam proses penelitian yaitu botol kultur, pipet, timbangan digital, pH meter, magnetic stirer, erlenmeyer, panci, pengaduk, pipet volumetrik, kompor gas, plastik, gelang karet, autoclave, laminar air flow cabinet, oven, petridish, pisau (scalple), gunting, hand sprayer,
31 bunsen, spiritus, korek api, plastik wrap, penggaris, rak kultur, shaker, microfilter, refrigerator, dan kamera. Pada uji sitologi menggunakan peralatan-peralatan yaitu gelas objek, cover glass, label, mikroskop cahaya, mikroskop mikrometer, silet, solatip bening, pinset, pensil dengan ujung penghapus, kuas, microfilter, dan micro tube.
Metode Penelitian Pada penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua faktor, yaitu: a. Faktor I adalah konsentrasi kolkisin: Kontrol = kontrol (tanpa perendaman) C0
= konsentrasi kolkisin 0% dengan media MS cair
C1
= konsentrasi kolkisin 0.02%
C2
= konsentrasi kolkisin 0.04%
C3
= konsentrasi kolkisin 0.06%
b. Faktor II adalah lamanya waktu perendaman: T1
= waktu perendaman selama 24 jam
T2
= waktu perendaman selama 48 jam
T3
= waktu perendaman selama 72 jam
Sebagai perlakuan kontrol adalah tunas A. plowmanii Croat. tanpa perendaman dengan kolkisin untuk mengurangi adanya kontaminasi. Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan pada masing-masing 13 perlakuan. Kombinasi perlakuan antara konsentrasi kolkisin dan lama perendaman disajikan pada Tabel 2. Tunas direndam dengan kolkisin sesuai perlakuan, selanjutnya disubkultur ke dalam media perbanyakan dengan memotong-motong menjadi satu tunas. Satu ulangan terdapat lima botol kultur. Setiap botol ditanam dua tunas. Pada penelitian ini terdapat 390 individu tunas sebagai satuan percobaan yang diamati. Model rancangan yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + βj + (MN)ij + Єijk Keterangan : Yijk
: respon
pengamatan ke-i dari faktor konsentrasi kolkisin (C) dan
32 perlakuan ke-j dari faktor lama perendaman (T) pada ulangan ke-k. µ
: nilai rataan umum pengamatan
τi
: pengaruh perlakuan konsentrasi kolkisin ke-i (i = 1, 2, 3, 4)
(MN)ij : pengaruh interaksi antara konsentrasi kolkisin ke-i (i = 1, 2, 3, 4) dengan lama perendaman ke-j (j = 1, 2, 3) Єijk
: galat perlakuan konsentrasi kolkisin ke-i, perlakuan lama perendaman ke-j pada ulangan ke-k (k = 1, 2, 3)
i
: perlakuan konsentrasi kolkisin
j
: perlakuan lama perendaman
k
: ulangan
Tabel 2. Kombinasi perlakuan antara konsentrasi kolkisin dan lama perendaman Perlakuan Konsentrasi kolkisin (%) Kontrol C0 C1 C2 C3
0 Kontrol -
Lama perendaman (jam) 24 48 C0T1 C0T2 C1T1 C1T2 C2T1 C2T2 C3T1 C3T2
72 C0T3 C1T3 C2T3 C3T3
Keterangan: C Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) T Lama Perendaman ( T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Data dianalisis dengan uji F untuk mengetahui interaksinya antara konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman. Apabila sidik ragam yang diperoleh berpengaruh nyata, selanjutnya melakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5% untuk mengetahui pengaruh beda antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan program Statistic Analysis System (SAS for Windows v6. 12). Penghitungan jumlah kromosom, jumlah kloroplas pada sel penjaga (guard cell), kerapatan stomata, dan ukuran stomata dengan menggunakan microsoft office excel.
33 Pelaksanaan Penelitian 1. Sterilisasi Botol, Alat Tanam, dan Laminar Air Flow Cabinet Botol dan alat-alat yang dipergunakan disterilkan dalam autoclave dengan temperatur 121oC dengan tekanan 17.5 psi (pound per square inch) selama satu jam. Menyalakan blower dan lampu laminar, kemudian laminar tersebut disemprot dengan alkohol 70% dan mengeringkannya dengan tisu. Sterilisasi ruang tanam dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 96%. Laminar dan ruang tanam didiamkan selama satu jam.
2. Pembuatan Media a. Pembuatan Media Penginduksian Tunas Pembuatan media MS dilakukan dengan mengambil larutan stok yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Volume larutan stok yang diambil sesuai dengan keperluan seperti pada Tabel Lampiran 1 dan ditambahkan zat pengatur tumbuh 1 mg/l BAP, dan 0.1 mg/l IBA. Campuran media stok ditambahkan dengan 30 g/l gula. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan aquades hingga mencapai satu liter. Larutan diatur pHnya hingga mencapai 5.9 dengan menambahkan KOH atau HCl 1 N. Larutan tersebut ditambahkan 5 g/l agar, selanjutnya dimasak sampai larutan mendidih. Botol media bervolume 200 ml disiapkan dan
diisi larutan media
sebanyak 25 ml/botol, selanjutnya ditutup dengan plastik dan diikat rapat dengan karet gelang. Media disterilkan ke dalam autoclave selama 20 menit. Media yang telah steril disimpan di ruangan dengan suhu 19oC.
b. Subkultur Planlet Laminar air flow cabinet dan ruang tanam yang digunakan terlebih dahulu disemprot dengan alkohol. Mempersiapkan semua alat tanam yang sudah steril, kemudian direndam dalam alkohol 70%, serta dibakar api dari bunsen saat proses penanaman berlangsung. Alat yang masih panas didiamkan di dalam botol kosong yang telah steril agar mendingin. Pemindahan tunas atau subkultur ke botol media penginduksian tunas dengan komposisi media dasar MS yang tertera pada Tabel
34 Lampiran 1, kemudian ditambahkan zat pengatur tumbuh 1 mg/l BAP dan 0.1 mg/l IBA. Saat pemindahan planlet berbonggol besar dan mempunyai akar yang panjang, maka perlu dipotong dengan pisau steril di dalam petridish, kemudian ditanam pada media dengan
satu
botol
berisi satu
tunas
A. plowmanii Croat. Planlet yang telah disubkultur dipindahkan ke ruang kultur untuk dijadikan sebagai propagul selama 15 MST (minggu setelah tanam) dan disimpan dalam ruang inkubasi bersuhu 23±2oC.
3. Pembuatan Larutan Kolkisin a. Pembuatan Larutan Kolkisin Kolkisin dilarutkan sesuai dengan perlakuan. Konsentrasi kolkisin yang dibuat adalah 0.02%, 0.04%, dan 0.06%, serta pembuatan larutan stok kolkisin sebesar 2% (1 g kolkisin/50 ml aquabides). Pembuatan larutan kolkisin dilakukan di dalam laminar air flow cabinet, yaitu (peneliti menggunakan baju lab, sarung tangan, dan masker) : a. Laminar air flow cabinet disterilkan dengan alkohol 70% dan ruang tanam dengan alkohol 96%, kemudian didiamkan selama satu jam. b. Senyawa kolkisin yang ditimbang sebanyak 1 gram yang dimasukan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi aquabides sebanyak 50 ml. Tabung erlenmeyer berisi
larutan
kolkisin tersebut
ditutup
dengan
erat
menggunakan plastik (selama pembuatan kolkisin blower pada laminar dan AC ruang tanam dimatikan). c. Kolkisin dilarutkan secara merata dengan menggoyangkan diatas magnetic stirer. d. Larutan tersebut disterilkan dengan microfilter (ukuran mess 0.22 µ). e. Labu erlenmeyer yang telah berisi larutan kolkisin, kemudian disimpan di dalam refrigerator yang bersuhu 40C.
b. Pengenceran Larutan Kolkisin untuk Perlakuan Perendaman Pengenceran konsentrasi kolkisin dalam 50 ml dilakukan di dalam laminar, yaitu :
35 a. Laminar air flow cabinet dan ruang tanam disterilkan dengan alkohol, kemudian didiamkan selama satu jam. b. Kolkisin dilarutkan dengan konsentrasi 0.02% dengan cara 50 ml MS cair steril ditambah 0.5 ml dari larutan stok kolkisin steril 2%. c. Kolkisin dilarutkan dengan konsentrasi 0.04% dengan cara 50 ml MS cair steril ditambah 1 ml dari larutan stok kolkisin steril 2%. d. Kolkisin dilarutkan dengan konsentrasi 0.06% dengan cara 50 ml MS cair steril ditambah 1.5 ml dari larutan stok kolkisin steril 2% .
4. Perendaman Planlet dalam Larutan Kolkisin dan Penanaman Bahan tunas yang telah disubkultur dan disimpan dalam ruang inkubasi untuk prekondisi selama 15 MST (minggu setelah tanam), kemudian dilakukan perendaman ke dalam larutan kolkisin sesuai dengan perlakuan. Pelaksanaan perendaman dilakukan di dalam laminar dan peralatan yang dipergunakan dalam keadaan steril. Perendaman dilakukan dengan merendam tunas anturium pada larutan kolkisin pada berbagai konsentrasi media cair tanpa kolkisin dan tanpa perendaman (kontrol), 0% (C0), 0.02% (C1), 0.04% (C2), 0.06% (C3). Tunas direndam di dalam media MS cair yang telah diberi kolkisin sesuai dengan perlakuan. Sebagai kontrol 1 tunas tidak direndam. Sebagai kontrol 2 (C0) tunas direndam dilarutan MS tanpa kolkisin. Penyimpanan selama perendaman dikocok dengan menggunakan sheaker. Perendaman dilakukan selama 24-72 jam sesuai dengan perlakuan. Botol yang berisi tunas diletakkan di atas sheaker dan digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Pada setiap botol media ditanam dua tunas. Suhu ruang inkubasi 23±2oC,
penyinaran 16
jam/hari,
dan
intensitas
penyinaran ±1.000-2.000 lux. Tunas diinkubasi selama 11 MSP (minggu setelah perlakuan).
5. Uji Sitologi Analisis jumlah kromosom dilakukan dengan menggunakan metode squash. Squashing (sediaan tekan) digunakan untuk komponen sel suatu jaringan. Sample yang diamati kromosomnya sebanyak tiga sample setiap ulangan. Pada pukul 08.50 WIB melakukan persiapan memanaskan air, memasukan
bahan
36 HCl 1 N dan Orsein ke dalam microtube. Uji sitologi dilakukan pada pukul 09.12-09.25 WIB dan diulang untuk setiap konsentrasi sesuai dengan lamanya perendaman. Langkah-langkah untuk pengujian sitologi, yaitu : Tunas diambil sebanyak tiga sample setiap ulangan dari planlet yang bebas bakteri dan cendawan. Dipilih akar yang masih muda atau akar yang memiliki ujung berwarna kuning (dilakukan di dalam laminar).
Pukul 09.12-09.25 WIB memotong bagian ujung akar ±1 cm (dilakukan di dalam laminar).
Fiksasi akar.
Potongan diangkat dari petridish dan dimasukan ke larutan 1 N HCl dan direndam di air hangat pada suhu 16oC selama satu menit (dilakukan di luar laminar).
Potongan akar diangkat, kemudian direndam ke dalam pewarna Orsein 2% selama 2 jam (dilakukan di luar laminar).
Bagian tudung akar dibuang dan dipotong tipis bagian meristem akar untuk pengamatan kromosom. Materi dimasukan ke dalam gelas objek yang telah ditetesi pewarna Orsein 2%, kemudian ditutup dengan cover glass dan ditekan dengan jari tengah atau dipukul perlahan hingga bagian akar pipih dengan menggunakan pangkal pensil berkaret.
Gelas objek dipanaskan dengan cara melewatkan gelas objek di atas api.
Pengamatan di bawah mikroskop dan melakukan pemotretan pada proses penggandaan kromosom.
Bagian pinggir preparat dioleskan dengan cat kuku bening agar cover glass tidak bergeser dan Orsein tidak cepat menguap.
37 Melakukan penghitungan jumlah kromosom dari hasil foto dengan perbesaran menggunakan software Microsoft Office Picture Manager.
6. Analisis Kloroplas dan Stomata Pengamatan kloroplas dan stomata dilakukan secara bersamaan. Sample yang diamati
kloroplas dan stomata sebanyak tiga sample
setiap ulangan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut : Sehelai daun dipotong dari tiga tunas yang berbeda pada satu ulangan. Pengambilan daun dilakukan pada pukul 12.00-13.00 WIB. Proses yang sama untuk setiap ulangan dan perlakuan yang berbeda (dilakukan di dalam laminar).
Daun dipotong dengan ukuran 1x1 cm (dilakukan diluar laminar).
Bagian permukaaan atas daun ditempelkan ke solatip.
Bagian permukaan bawah daun dipukul-pukul secara perlahan agar tipis dengan menggunakan scalple, namun tidak merusak organel di dalam daun.
Solatip direkatkan diatas gelas objek.
Pengamatan di bawah mikroskop dan dilakukan pemotretan pada kloroplas dan stomata.
Dilakukan penghitungan jumlah kloroplas dan jumlah stomata dari hasil foto dengan perbesaran menggunakan software Microsoft Office Picture Manager.
7. Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap minggu dari luar botol kultur selama 11 MSP. Beberapa peubah yang diamati dari eksplan tunas sebagai berikut :
38 a. Persentase kontaminasi (%) Pada pengamatan persentase kontaminasi dilakukan setelah perendaman dan penanaman. Pengamatan dilakukan sampai 11 MSP. Persentase eksplan hidup = ∑ eksplan yang ditanam – mati- terkontaminasi x 100 % ∑ eksplan yang ditanam
b. Tinggi tunas (cm) Pengukuran tunas mulai dari minggu pertama setelah perlakuan perendaman hingga 11 MSP. Proses pengukuran menggunakan penggaris dengan cara menempelkan alat ukur ke dinding botol kultur yang dimulai dari pangkal batang hingga daun tertinggi dari planlet. c. Jumlah tunas Menghitung berdasarkan tunas yang telah terbentuk sampai 11 MSP. d. Jumlah daun Menghitung jumlah daun yang tumbuh dari minggu pertama setelah perlakuan perendaman sampai 11 MSP. Penghitungan daun berdasarkan daun yang telah membuka penuh. e. Jumlah akar Melakukan pengamatan pada saat setelah perlakuan perendaman sampai 11 MSP. f. Panjang akar terpanjang (cm) Melakukan pengamatan pada saat setelah perlakuan perendaman sampai 11 MSP. Melakukan pengukuran dari akar tumbuh atau pangkal batang sampai ujung akar. i. Menghitung jumlah kromosom Waktu pengambilan akar pada pukul 09.12-09.25 WIB dan pukul 11.30 WIB melakukan pengamatan kromosom di bawah mikroskop cahaya setelah
tahapan
fiksasi
selesai.
Mendokumentasikan
proses
terjadinya
penggandaan kromosom, maka dari hasil foto tersebut dilakukan penghitungan jumlah kromosomnya dengan menggunakan software Microsoft Office Picture Manager. Pengamatan kromosom pada
mikroskop
sampai
100 kali dan pembesaran pada kamera digital hingga 4-5 kali.
pembesaran
39 j. Menghitung jumlah kloroplas dan stomata Pengamatan
jumlah
koloroplas
dan
stomata
dengan
mikroskop
mikrometer, maka dari hasil foto tersebut dilakukan penghitungan jumlah kloroplas dan jumlah stomata dengan menggunakan software Microsoft Office Picture Manager. Pengukuran stomata dengan cara panjang stomata dan lebar sel penjaga diukur dengan penggaris mikrometer yang ada pada lensa. Gambar 2 menunjukkan cara pengukuran stomata.
Sel penjaga (guard cell)
Panjang stomata
Lebar sel penjaga
Gambar 2. Cara pengukuran panjang stomata dan lebar sel penjaga stomata Pengamatan kloroplas dan stomata dengan menggunakan mikroskop mikrometer dengan pembesaran 40x10 dan pembesaran pada kamera digital 3 kali. Pengambilan bahan ini dilakukan pada pukul 12.00-13.00 WIB.
40
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan Tunas A. plowmanii Croat. yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari planlet in vitro yang sudah berumur dua belas bulan, sehingga perlu disubkultur. Planlet anturium yang tumbuh bergerombol disubkultur dengan memotong-motong menjadi satu
tunas. Terdapat eksplan tunas berakar dan
eksplan yang belum mempunyai akar. Tunas tersebut dilakukan prekondisi selama 15 MST (minggu setelah tanam) dan dilanjutkan dengan pemberian perlakuan. Persentase kultur yang terkontaminasi cukup tinggi pada beberapa perlakuan, seperti tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase tingkat kontaminasi kultur A. plowmanii Croat. selama 11 MSP Perlakuan Konsentrasi kolkisin (%) Kontrol 0 0 0 0.02 0.02 0.02 0.04 0.04 0.04 0.06 0.06 0.06
Lama perendaman (jam) 0 24 48 72 24 48 72 24 48 72 24 48 72
Persentase (%) kontaminasi pada minggu ke-MSP 1
4
8
11
0.00 0.00 93.33 50.00 0.00 66.70 0.00 0.00 0.00 56.67 63.33 0.00 30.00
0.00 0.00 100.00 50.00 0.00 76.67 0.00 0.00 33.33 70.00 63.33 0.00 36.67
0.00 0.00 100.00 100.00 0.00 76.67 0.00 0.00 43.33 70.00 96.67 0.00 36.67
0.00 0.00 100.00 100.00 0.00 76.67 0.00 0.00 43.33 70.00 96.67 0.00 36.67
Keterangan : MSP : Minggu setelah perlakuan
Sebagian besar kontaminasi pada kultur disebabkan oleh bakteri yang menyerang pada 1 MSP. Penyebab kontaminasi diperkirakan karena kurang terjaganya kebersihan saat melakukan pencampuran antara larutan kolkisin
41 dengan larutan MS sehingga larutan sudah terkontaminasi dan menyebabkan eksplan yang direndam menyerap larutan yang sudah terkontaminasi. Faktor eksternal merupakan penyebab bakteri masuk ke dalam larutan. Perkiraaan faktor eksternal tersebut seperti pipet yang digunakan kurang steril, bulb yang mengeluarkan udara tidak steril, dan proses pemindahan pipet yang berisi larutan kolkisin ke larutan MS. Gejala pada permukaan media tunas yang terkontamiansi terlihat adanya lapisan lendir putih (Gambar 3). Upaya sterilisasi dengan menggunakan alkohol 30%, alkohol 10% dan betadine tidak membuat tunas bebas kontaminasi, namun kembali terserang bakteri. Kontaminasi tidak hanya disebabkan oleh bakteri, cendawan juga mulai muncul pada 8 MSP. Subkultur dilakukan bila tunas terkontaminasi. Pada satu minggu setelah subkultur, tunas terserang cendawan. Faktor eksternal seperti air pada plastik yang kemudian menetes pada permukaan media dapat membawa kontaminan penyebab kontaminasi. Pertumbuhan kontaminan akibat cendawan pada media lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan tunas. Jika cendawan telah mengenai tunas dapat menyebabkan pertumbuhan tunas terhambat.
(a)
(b)
Gambar 3. Kontaminasi pada kultur in vitro A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin (a) Kontaminasi oleh bakteri pada 1 MSP, (b) Kontaminasi oleh cendawan pada 8 MSP Pertumbuhan tunas A. plowmanii Croat. kontrol 1 tanpa perendaman kolkisin berbeda dengan kontrol 2 yang direndam pada media MS cair tanpa kolkisin (C0). Hal ini karena adanya pemberian ZPT eksogen dari perendaman
42 dan media tanam terhadap hormon endogen tunas. Hormon dalam tunas berubah karena melakukan perimbangan hormon, sehingga pertumbuhan tunas berbeda. Kolkisin bersifat toksik sehingga perlakuan dengan perendaman tunas dicampur dengan larutan MS bertujuan agar tunas tetap memperoleh nutrisi. Pertumbuhan tunas setelah diberikan perlakuan kolkisin terhambat dibandingkan kontrol. Pengaruh interaksi antara konsentrasi kolkisin dan lama perendaman dengan kolkisin selain berpengaruh pada pertumbuhan
yang
terhambat juga munculnya kimera dan kalus pada organ daun. Kondisi planlet pada perlakuan
C3T3 terlihat daun berwarna kuning (Gambar 4), sedangkan
pada perlakuan yang lain terlihat sama dengan kontrol.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Kondisi tunas in vitro A. plowmanii Croat. setelah diberi perlakuan kolkisin (a) Tunas kontrol warna daun hijau, (b, c) Tunas pada perlakuan C3T3 dengan warna daun kuning Berdasarkan hasil uji F interaksi antara taraf konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tunas, namun sangat nyata terhadap peubah jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar. Taraf konsentrasi kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap peubah peubah
jumlah
1-8 MSP dan
jumlah tunas dan jumlah akar; berpengaruh nyata terhadap daun
(pada 5-7 MSP)
dan
panjang
akar
(pada
10-11 MSP); tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi
tunas, jumlah daun (pada 1-4 MSP dan 8-11 MSP) dan panjang akar (pada 9 MSP). Lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh tidak nyata terhadap
43 peubah tinggi tunas dan jumlah daun; berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah tunas, jumlah akar, dan panjang akar (Tabel 4). Tabel 4. Rekapitalusi hasil uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap eksplan tunas A. plowmanii Croat. secara in vitro Peubah Tinggi tunas 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP 11 MSP Jumlah tunas 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP 11 MSP Jumlah daun 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP 11 MSP Jumlah akar 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP 11 MSP Panjang akar 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP 11 MSP
Keterangan :
L ama perendaman (T)
C*T
KK (%)
KK (%)(a)
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
24.53 24.46 24.38 24.62 26.27 25.69 25.67 25.35 24.81 24.57 24.57
9.25 9.21 9.18 8.97 9.42 9.24 9.23 9.29 9.06 8.93 8.93
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
22.68 22.73 22.73 21.45 22.74 22.85 22.07 22.70 22.86 23.37 23.37
9.03 9.04 9.04 8.24 8.46 8.95 8.64 8.37 9.26 10.03 10.03
tn tn tn tn * * * tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
34.51 34.51 34.19 38.07 37.57 34.48 35.77 36.42 38.75 39.46 39.69
14.40 14.40 15.21 15.39 15.38 14.21 14.76 15.21 16.12 16.34 16.44
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
47.39 47.39 49.52 55.42 49.40 45.03 42.94 42.94 43.93 46.54 46.18
11.09 11.09 11.68 12.67 15.28 14.95 15.03 15.23 15.81 16.55 16.42
* * * * * * * * tn * *
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
72.86 73.01 73.33 74.48 60.94 62.04 61.19 56.92 58.04 54.86 54.84
6.67 6.78 6.78 7.20 8.26 8.53 8.68 8.56 9.10 8.98 8.96
Konsentrasi kolkisin (C)
(a) nilai KK setelah transformasi dengan rumus √(x+0.5) * berbeda nyata pada uji F taraf 5% ** berbeda nyata pada uji F taraf 1% tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% KK Koefisien Keragaman
44 Tinggi Tunas Pengukuran tinggi tunas dilakukan dari pangkal batang sampai ujung daun. Pada luar botol diberi tanda bagian tunas yang diukur untuk memudahkan pengamatan selanjutnya. Pada setiap minggu pengamatan perubahan tinggi tunas tidak begitu signifikan, namun terlihat berbeda pertumbuhannya antara perlakuan perendaman dengan kolkisin dan kontrol. Berdasarkan Tabel 4 bahwa interakasi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas. Analisis ragam tinggi tunas setelah perlakuan perendaman dengan kolkisin disajikan pada Lampiran 2. Pertambahan tinggi tunas A. plowmanii Croat. sampai 11 MSP setelah perlakuan perendaman dengan kolkisin menyebabkan tinggi tunas terhambat dibandingkan kontrol (Tabel 5). Perlakuan pada C1T2 menunjukkan pertambahan tinggi tunas yang sangat tertekan. Pada kontrol 1 dan kontrol 2 (C0T1) tidak berbeda pertambahan tinggi tunasnya. Pertambahan tinggi tunas A. plowmanii Croat. terhambat akibat adanya interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin. Hasil penelitian Mihu et al. menunjukkan
penurunan
(1989) pada tanaman kubis (Brassica oleraceae) tinggi tunas
pada
konsentrasi
kolkisin
0.2%.
Permadi et al. (1991) melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kolkisin yang digunakan, maka semakin besar penghambatan terhadap tinggi tanaman. Pengaruh kolkisin pada taraf konsentrasi yang tinggi juga terjadi pada tanaman gerbera yang diteliti oleh Honkanen et al. (1992) yang menggunakan kolkisin dengan konsentrasi 0.03 % dan 0.1 %. Beberapa percobaan menyebabkan penurunan tinggi tanaman Hibiscus sp. yang diberi kolkisin sebesar 0.05% pada titik tumbuh dengan cara penetesan dan perendaman ujung kecambah yang dilakukan oleh Sri et al. (1999).
Menurut penelitian Permatasari (2007) bahwa pada perlakuan
perendaman kolkisin selama 72 jam dan konsentrasi kolkisin 0.02% memiliki rataan tinggi tunas Stevia rebaudiana terendah. Pada Tabel 6 menunjukkan pengaruh konsentrasi kolkisin tidak berbeda nyata terhadap tinggi tunas A. plowmanii Croat. Konsentrasi kolkisin yang berbeda-beda diduga tidak mempengaruhi pertambahan tinggi tunas.
45 Tabel 5. Pertambahan tinggi tunas setiap minggu pada berbagai kombinasi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman pada A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Interaksi C*T Kontrol C0T1 C0T2 C0T3 C1T1 C1T2 C1T3 C2T1 C2T2 C2T3 C3T1 C3T2 C3T3 Keterangan: C T
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Pertambahan tinggi tunas (cm) pada minggu ke3 5 7 9 0.00 0.08 0.10 0.19 0.02 0.08 0.12 0.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.10 0.10 0.00 0.03 0.03 0.04 0.00 0.00 0.00 0.10 0.00 0.00 0.06 0.10 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.07 0.00 0.00 0.01 0.06 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.06
11 0.22 0.21 0.00 0.00 0.10 0.04 0.10 0.10 0.08 0.07 0.06 0.10 0.06
Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman (T0 = 0 jam; T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap tinggi tunas A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Tinggi tunas (cm) pada minggu keKonsentrasi (%) 1 3 5 7 9 11 0 1.38 1.38 1.35 1.37 1.4 1.41 0.02 1.62 1.62 1.4 1.44 1.48 1.48 0.04 1.46 1.46 1.46 1.46 1.52 1.52 0.06 1.41 1.41 1.35 1.35 1.43 1.43 KK (%) 9.25 9.18 9.42 9.23 9.06 8.93 Keterangan : KK : Koefisien Keragaman
Berdasarkan Tabel 7 bahwa pertambahan tinggi tunas tidak berbeda nyata setelah tunas diberi perlakuan lama perendaman yang berbeda dengan kolkisin. Pada kontrol pertambahan tinggi tunas lebih tinggi dibandingkan tunas setelah diberi perlakuan lama perendaman dengan kolkisin. Hal ini diduga adanya pengaruh pemberian perlakuan kolkisin dan zat pengatur tumbuh yang terlarut di dalam jaringan tunas A. plowmanii Croat. Berdasarkan praktikum mikroteknik mitosis pada akar bawang yang dilakukan oleh Imron (2008) pemakaian kolkisin menekan tinggi tunas. Menurut penelitian Mirzada (1994) bahwa penggunaan
46 BAP pada konsentrasi yang tinggi (4.0 mg/l) pada perbanyakan Calla Lily menyebabkan pemanjangan tunas-tunas tertekan.
Tabel 7. Pengaruh lama perendaman terhadap tinggi A. plowmanii Croat. selama 11 MSP in vitro Tinggi tunas (cm) pada minggu keLama perendaman (jam) 1 3 5 7 9 Kontrol 1.95 1.95 2.03 2.05 2.14 24 1.46 1.46 1.44 1.50 1.53 48 1.40 1.40 1.12 1.12 1.19 72 1.54 1.54 1.53 1.51 1.57 KK (%) 9.25 9.18 9.42 9.23 9.06
tunas
11 2.17 1.54 1.19 1.57 8.93
Keterangan : KK : Koefisien Keragaman
Terhambatnya pertambahan tinggi tunas diduga karena proses pembelahan sel yang abnormal akibat pengaruh kolkisin. Menurut Suryo (1995) pembelahan sel menjadi lambat disebabkan jumlah kromosom yang mengganda. Menurut Gaul dalam Permadi et al. (1991) pada induksi poliploid sering terdapat kerusakan fisiologis pada tunas generasi pertama seperti berkurangnya pertumbuhan.
Jumlah Tunas Pertumbuhan tunas baru yang terjadi diawali dengan pembentukan primordia tunas pada bagian pangkal batang dan bonggol. Penghitungan tunas cukup sulit, karena terdapat pertumbuhannya yang memisah atau tunggal, dan bergerombol atau mengelompok. Tunas yang tumbuh bergerombol terlihat dalam satu pangkal batang tumbuh beberapa primordial tunas, untuk penghitungan tunas yang tumbuh bergerombol dihitung menjadi satu tunas. Hal ini terjadi karena antara primordia tunas satu dengan yang lainnya tumbuh sangat berdekatan, sehingga terlihat dalam satu pangkal batang. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas baru (Tabel 4). Analisis ragam jumlah tunas setelah perlakuaan perendaman dengan kolkisin disajikan pada Lampiran 3. Pengaruh kolkisin terhadap pertumbuhan tunas baru pada setiap perlakuan beragam. Jumlah tunas baru pada perlakuan C1T1 lebih banyak dan
47 berbeda nyata dibandingkan perlakuan lain yang disajikan pada Tabel 8. Secara umum jumlah tunas terbanyak diperoleh pada kontrol. Pada perlakuan C1T2 memiliki jumlah tunas baru terendah.
Perlakuan C1T1 mulai mengalami
penambahan jumlah tunas pada 7 MSP, sedangkan
C1T2 lebih lambat
mengalami penambahan jumlah tunas yaitu pada 9 MSP. Hasil penelitian Dwiningsih (2004) menunjukkan bahwa pemberian kolkisin pada tunas Jahe Emprit
dalam
kultur in vitro menyebabkan jumlah tunas lebih rendah
dibandingkan perlakuan tanpa kolkisin. Penelitian pada tanaman yang sama menyebabkan pertumbuhan anakan berjumlah sedikit pada konsentrasi kolkisin 0.25% (Rahayuningsih, 2006). Menurut Rodiansah (2007) pada akhir pengamatan perlakuan kolkisin 0.06% selama 48 jam tinggi tunas lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kolkisin 0.02% selama 48 jam dan 0.02% kolkisin selama 72 jam. Berdasarkan Tabel 8 jumlah tunas baru A.
plowmanii Croat. pada
kontrol 1 lebih banyak dibandingkan kontrol 2 (C0T1). Hal ini diduga adanya tambahan zat pengatur tumbuh dari luar, yaitu saat perendaman dan media tanam kultur yang menyebabkan perubahan hormon di dalam sel tunas (endogen sel). Adanya perubahan fitohormon sel tunas berpengaruh terhadap keseimbangan di dalam tubuh tunas dan proses fisiologi tunas. Komposisi yang digunakan dalam larutan perendaman dan media tanam sama yaitu MS, auksin, dan sitokinin. Menurut Gunawan (1992) penambahan auksin dan sitokinin eksogen akan mengubah level zat pengatur tumbuh (ZPT) endogen sel. Berdasarkan hasil uji F bahwa perlakuan perendaman dengan taraf konsentrasi kolkisin yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas baru A. plowmanii Croat. (Tabel 4). Jumlah tunas baru perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02% berbeda nyata dan lebih banyak dibandingkan 0% (kontrol 2) dan perlakuan konsentrasi kolkisin lainnya, seperti tercantum pada Tabel 9. Pertambahan jumlah tunas baru pada 0% dan perlakuan kolkisin 0.02%
mulai
tumbuh
tunas
konsentrasi
pada 4 MSP. Pengaruh tingginya
konsentrasi kolkisin menyebabkan pertumbuhan tunas semakin terhambat. Diduga kolkisin yang terlarut di dalam jaringan tunas mengganggu aktivitas pembelahan sel yang berpengaruh kepada pertumbuhan tunas baru atau perkembangan dari
48 primordial tunas menjadi tunas. Eigistin dan Dustin (1995) melaporkan bahwa kolkisin pada sel tanaman berperan menghambat proses diferensiasi.
Tabel 8. Interaksi antara tingkat konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah tunas A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Jumlah tunas/ eksplan pada minggu keInteraksi C*T 1 3 5 7 9 11 Kontrol 3.50 3.50 4.37 5.10 5.57 6.07 C0T1 3.20c 3.20c 3.83b 3.93bc 4.27bc 4.50a C0T2 1.91d 1.91d . . . . C0T3 1.27d 1.27d 1.27dc 1.27d 1.27d 1.27cb C1T1 5.20a 5.20a 5.20a 6.13a 6.13a 6.13a C1T2 1.17d 1.17d 0.30d 0.30d 0.35d 0.35c C1T3 3.57c 3.57c 3.57b 3.60c 4.00c 4.53a C2T1 4.70ba 4.70ba 4.70ba 5.20ba 5.67ba 5.70a C2T2 1.13d 1.13d 1.13dc 1.13d 1.23d 1.23cb C2T3 1.80d 1.80d 1.80c 1.53d 1.87d 2.13b C3T1 1.43d 1.43d 1.30dc 1.30d 1.37d 1.37cb C3T2 3.80bc 3.77bc 3.80b 3.80bc 4.67bac 4.73a C3T3 1.63d 1.63d 1.53dc 1.53d 1.63d 1.97cb Uji F ** ** ** ** ** ** KK (%) 9.03 9.04 8.46 8.64 9.26 10.03 Keterangan: ** KK C T
berbeda nyata pada uji F taraf 1% Koefisien Keragaman Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman (T0 = 0 jam; T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Tabel 9. Jumlah tunas per eksplan A. plowmanii Croat. selama 11 MSP pada perlakuan perendaman kolkisin pada berbagai konsentrasi kolkisin secara in vitro Konsentrasi (%) 0 0.02 0.04 0.06 KK (%)
1 2.12b 3.31a 2.54b 2.29b 9.03
Jumlah tunas/ eksplan pada minggu ke3 5 7 9 2.12b 2.55b 2.60b 2.77b 3.31a 3.36a 3.73a 3.89a 2.54b 2.54b 2.62b 2.92b 2.28b 2.21b 2.20b 2.56b 9.04 8.46 8.64 9.26
11 2.88b 4.09a 3.02b 2.69b 10.03
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
49 Hasil uji F bahwa lamanya perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas baru (Tabel 4). Pertambahan jumlah tunas baru pada kontrol lebih banyak dibandingkan perlakuan lama perendaman dengan kolkisin yang disajikan pada Tabel 10. Perlakuan lama perendaman 24 jam dengan kolkisin menyebabkan jumlah tunas berbeda nyata dan lebih banyak dibandingkan perlakuan kolkisin dengan lama perendaman 48 jam dan 72 jam. Pertambahan jumlah tunas baru pada kontrol lebih cepat daripada pertambahan jumlah tunas baru setelah perlakuan perendaman dengan kolkisin. Pada kontrol mulai pertambahan tunas baru pada 4 MST. Semakin lama waktu perendaman dengan kolkisin membuat pertumbuhan tunas baru semakin terhambat.
Tabel 10. Pengaruh lama perendaman dengan kolkisin terhadap jumlah tunas A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Jumlah tunas/ eksplan pada minggu keLama perendaman (jam) 1 3 5 7 9 11 Kontrol 3.50 3.50 4.37 5.10 5.57 6.07 24 3.63a 3.63a 3.76a 4.14a 4.36a 4.43a 48 2.00b 2.00b 1.93b 1.93b 2.30b 2.33b 72 2.07b 2.07b 2.04b 1.98b 2.19b 2.48b KK (%) 9.03 9.04 8.46 8.64 9.26 10.03 Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
Pengaruh perendaman dengan kolkisin menyebabkan pertumbuhan tunas baru terhambat dibandingkan tanpa perendaman dengan kolkisin. Terhambatnya pertumbuhan tunas baru diduga kolkisin yang terlarut dalam sel tunas mempengaruhi pembelahan sel-sel yang termutasi, sehingga pembelahan sel lebih lambat dibandingkan sel pada tunas normal. Menurut Suryo (1995) lambatnya pembelahan sel disebabkan jumlah kromosom yang mengganda.
Jumlah Daun Bentuk daun A. plowmanii Croat. lonjong dari pangkal daun melebar sampai ujung meruncing, dan daun berwarna hijau. Tunas yang berasal dari
50 in vitro mempunyai ketebalan daun yang tipis, karena proses fotosintesis yang sangat minim. Pengaruh perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun (Tabel 4). Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin menyebabkan pertumbuhan daun yang beragam. Sampai akhir periode pengamatan jumlah daun terbanyak diperoleh pada kontrol (Tabel 11). Jumlah daun A. plowmanii Croat. pada perlakuan C1T3 berbeda nyata dan terbanyak jumlah daunnya dibandingkan dengan perlakuan lain. Hasil penelitian Permatasari (2007) bahwa rataan jumlah daun tunas Stevia rebaudina tertinggi terdapat pada perlakuan kolkisin 0.04% dengan lama perendaman 24 jam. Pertumbuhan daun yang sangat terhambat diperolah pada perlakuan C1T2. Pertambahan jumlah daun pada perlakuan C1T2 lebih lambat dibandingkan pada perlakuan C1T3. Pada C1T2 mulai pertambahan jumlah daun pada 6 MSP, sedangkan perlakuan C1T3 pada 4 MSP. Penelitian yang dilakukan Wang dan Xu (1992) menunjukkan lamanya pemunculan daun pertama yang tumbuh lama merupakan indikasi terjadinya penggandaan kromosom pada benih kapas (Gossypium sp.). Perlakuan konsentrasi kolkisin terhadap jumlah daun berpengaruh nyata mulai pada 5 MSP
sampai
7 MSP
yang disajikan pada Lampiran
4.
Berdasarkan Tabel 12 bahwa konsentrasi kolkisin yang berbeda menyebabkan pertumbuhan daun tidak berbeda (pada 1-4 MSP dan 8-11 MSP). Hasil uji F menunjukkan lama perendaman dengan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
A. plowmanii Croat. (Tabel 4).
Pengaruh lama perendaman dengan kolkisin terhadap pertumbuhan daun tidak berbeda, seperti yang tercantum pada Tabel 13. Jumlah daun planlet kontrol lebih banyak dibandingkan jumlah daun planlet setelah diberi perlakuan lama perendaman dengan kolkisin. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin memberikan pengaruh pada terbentuknya kimera. Kimera adalah jaringan tunas yang mengandung sel-sel termutasi dan sel-sel normal,
sehingga
konstitusi
genetik yang berbeda (Harten, 1998). Mutan yang terjadi adanya bentuk daun yang abnormal, seperti daun yang berbentuk hati; bentuk kipas; bentuk mangkok; dalam satu bonggol, tunas memiliki daun yang tumbuh melengkung dalam; pada
51 satu bonggol, planlet tumbuh dengan daun yang berujung runcing atau menjarum; dalam satu pangkal batang, daun membelah dua sehingga memiliki dua daun; bentuk daun tebal dan kekar seperti pangkal batang; dan terdapat daun yang bervariegata yaitu daun berwarna hijau kekuningan (Gambar 5).
Tabel 11. Interaksi antara tingkat konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah daun pada A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Interaksi C*T Kontrol C0T1 C0T2 C0T3 C1T1 C1T2 C1T3 C2T1 C2T2 C2T3 C3T1 C3T2 C3T3 Uji F KK (%)
1 3.60 1.43edc 2.13bdc 1.80bedc 2.17bdc 1.20ed 3.57a 2.73ba 1.30ed 0.60e 1.47edc 1.80bedc 2.63bac ** 14.4
Keterangan: ** KK C T
3 3.90 1.53bedc 2.13bdc 1.80bedc 2.20bdc 1.20ed 3.57a 2.73ba 1.30ed 0.60e 1.47edc 1.80bedc 2.63bac ** 15.21
Jumlah daun pada minggu ke5 7 9 4.03 5.37 6.00 1.83fbedc 2.33bdc 2.60bedc . . . 1.80fbedc 1.80edc 1.80edc 2.77bac 3.13bac 3.53bac 0.70fe 0.75e 0.75e 4.10a 4.47a 5.00a 3.10ba 3.60ba 4.00ba 1.30fedc 1.30ed 1.30ed 0.63f 0.63e 0.77e 1.17fed 1.20ed 1.27ed 2.17bedc 2.70bdc 3.03bdc 2.50bdc 2.53bdc 3.20bac ** ** ** 15.38 14.76 16.12
11 6.40 2.67bdec . 1.80dec 3.57bac 0.75e 5.07a 4.13ba 1.30de 0.77e 1.30de 3.13bdac 3.20bdac ** 16.44
berbeda nyata pada uji F taraf 1% Koefisien Keragaman Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman (T0 = 0 jam; T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Tabel 12. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Jumlah daun pada minggu keKonsentrasi (%) 0 0.02 0.04 0.06 KK (%)
1
3
5
7
9
1.79 2.31 1.54 1.97 14.4
1.82 2.32 1.54 1.97 15.21
1.82b 2.75a 1.68b 1.94ba 15.38
2.07b 3.04a 1.84b 2.14b 14.76
2.20 3.39 2.02 2.50 16.12
daun
11 2.23 3.43 2.07 2.54 16.44
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
52 Tabel 13. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah daun A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Lama Jumlah daun pada minggu keperendaman 1 3 5 7 9 11 (jam) Kontrol 3.60 3.90 4.03 5.37 6.00 6.40 24 1.95 1.98 2.22 2.57 2.85 2.92 48 1.61 1.61 1.48 1.69 1.81 1.85 72 2.15 2.15 2.26 2.36 2.69 2.71 KK (%) 14.4 15.21 15.38 14.76 16.12 16.44 Keterangan : KK : Koefisien Keragaman
Selain kimera juga ditemukan planlet bervariegata, seperti pada Gambar 4 diatas. Mutasi secara acak dapat menyebabkan munculnya bagian tunas yang menunjukkan gejala variegata dengan cara merusak atau menghilangkan kloroplas. Munculnya
kimera dan variegata pada 8 MSP. Mutasi pada gen
kloroplas dapat menyebabkan kerusakan gen mutan (defective mutant genes) yang kemudian dapat mengganggu proses fotosintesis pada daun. Dampak mutasi gen kloroplas diekspresikan dengan munculnya gejala warna yang berbeda pada daun. Menurut Dunne (2000) bahwa variegata pada tunas ditunjukkan oleh adanya dua atau lebih warna pada daun, bunga, atau batang. Bagian tunas yang paling banyak terbentuk kimera dan kalus adalah bagian organ daun. Terbentuknya kimera banyak ditemukan pada perlakuan C2T1 dan kalus pada perlakuan C2T3 yang disajikan dalam Tabel 14. Hal ini diduga karena perlakuan perendaman dengan kolkisin menyebabkan organ daun yang memiliki lapisan kutikula yang tipis memudahkan melakukan penyerapan larutan kolkisin. Kolkisin menyebabkan adanya kumpulan sel yang di dalamnya terdapat kromosom yang telah mengganda mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi pada tunas. Diduga bahwa konsentrasi kolkisin terlalu tinggi atau waktu perlakuan terlalu lama, maka memperlihatkan yang
pengaruh
negatif
yakni
banyak
sel
rusak. Menurut Roberts (1999) dan Du Xiao-Dong (1999) bahwa waktu
perlakuan terlalu lama, maka kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif yaitu banyak sel yang rusak. Pengaruh interaksi antara konsentrasi kolkisin dan lama perendaman selain terjadi mutan, juga terbentuk kalus pada organ daun pada 5 MSP (Gambar 6).
53 Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus secara in vitro. Terbentuknya kalus pada daun, diduga karena adanya stress pada sel akibat dilakukan perendaman dengan kolkisin. Kalus juga dapat terbentuk jika konsentrasi auksin lebih besar dibandingkan sitokinin, maka kalus akan tumbuh (Gunawan, 1987).
(a) (b) (c) Gambar 5. Kimera dan variegata pada daun A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin secara in vitro pada 8 MSP (a) Kimera pada perlakuan C1T1, (b) Kimera pada perlakuan C2T1, dan (c) Variegata pada perlakuan C1T1 Tabel 14. Persentase terbentuknya kimera dan kalus pada A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin secara in vitro Kontrol C0T1
C0T2
C0T3 C1T1 C1T2 C1T3 C2T1 C2T2 C2T3 C3T1 C3T2 C3T3
Kimera
0.00
0.00
0.00
0.00
36.67 10.00 56.67 63.33 0.00 0.00 0.00 36.67 0.00
Kalus
0.00
0.00
0.00
0.00
6.67 0.00 6.67 20.00 0.00 66.67 0.00 10.00 0.00
Keterangan: C Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) T Lama Perendaman ( T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
(a) (b) Gambar 6. Kalus terbentuk pada 5 MSP dari bagian organ daun A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin secara in vitro (a) Kalus pada perlakuan C1T3, dan (b) Kalus pada perlakuan C2T1
54 Jumlah Akar Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar (Tabel 4). Analisis ragam jumlah akar A. plowmanii Croat. setelah perlakuan perendaman dengan kolkisin disajikan pada Lampiran 5. Kombinasi taraf konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin yang berbeda-beda menyebabkan pertambahan jumlah akar yang berbeda pula pada setiap perlakuannya. Pengaruh perendaman dengan kolkisin pada perlakuan C2T1 berbeda nyata dan terbanyak jumlah akarnya dibandingkan perlakuan lain (Tabel 15). Secara umum jumlah akar terbanyak diperoleh pada kontrol. Perlakuan C1T2, C2T2, dan C3T3 belum menunjukkan pertambahan jumlah akar sampai 11 MSP. Menurut Rodiansah (2007) perlakuan 0.06% kolkisin selama 72 jam menghasilkan persentase tunas berakar yang terkecil pada minggu ke-2 dan ke-3 MST dibandingkan perlakuan yang lain.
Tabel 15. Interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Jumlah akar pada minggu keInteraksi C*T 1 3 5 7 9 11 Kontrol 5.07 5.07 5.10 5.80 5.93 6.53 C0T1 0.43dc 0.47dc 0.53c 0.67dc 0.67dc 0.70dc C0T2 0.13d 0.13d . . . . C0T3 0.00d 0.00d 0.00c 0.00d 0.00d 0.00d C1T1 0.17d 0.17d 0.17d 0.20d 0.24d 0.27d C1T2 0.00d 0.00d 0.00c 0.00d 0.00d 0.00d C1T3 0.77c 0.77c 0.93c 1.27c 1.47c 1.50c C2T1 3.00a 3.00a 3.37a 3.93a 4.27a 4.37a C2T2 0.00d 0.00d 0.00c 0.00d 0.00d 0.00d C2T3 0.03d 0.03d 0.05c 0.05d 0.05d 0.05d C3T1 0.00d 0.00d . . . . C3T2 1.73b 1.73b 2.23b 2.57b 3.07b 3.17b C3T3 0.03d 0.03d 0.03c 0.03d 0.03d 0.03d Uji F ** ** ** ** ** ** KK (%) 11.09 11.68 15.28 15.03 15.81 16.42 Keterangan: ** KK C T
berbeda nyata pada uji F taraf 1% Koefisien Keragaman Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman (T0 = 0 jam; T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
55 Pengaruh konsentrasi kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar (Tabel 4). Konsentrasi kolkisin semakin tinggi menyebabkan jumlah akar semakin bertambah. Berdasarkan Tabel 16 perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04% dan 0.06% tidak berbeda nyata dan terbanyak jumlah akarnya. Jumlah akar A. plowmanii Croat. setelah perendaman dengan konsentrasi kolkisin lebih banyak dibandingkan 0% (kontrol 2).
Tabel 16. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Jumlah akar pada minggu keKonsentrasi (%) 1 3 5 7 9 11 0 0.19c 0.20c 0.32b 0.40b 0.40b 0.42b 0.02 0.31c 0.31c 0.47b 0.63b 0.73b 0.76b 0.04 1.01a 1.01a 1.46a 1.70a 1.84a 1.89a 0.06 0.59b 0.59b 1.13a 1.30a 1.55a 1.60a KK (%) 11.09 11.68 15.28 15.03 15.81 16.42 Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
Pengaruh lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar A. plowmanii Croat. (Tabel 4). Semakin lama perendaman dengan kolkisin menyebabkan jumlah akar semakin rendah. Jumlah akar terbanyak diperoleh pada kontrol (Tabel 17). Jumlah akar pada lama perendaman 24 jam dan 48 jam dengan kolkisin tidak berbeda nyata dan terbanyak jumlah akarnya dibandingkan perlakuan lama perendaman 72 jam dengan kolkisin.
Tabel 17. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Lama perendaman (jam) Kontrol 24 48 72 KK (%)
1 5.07 0.90a 0.47b 0.21c 11.09
Jumlah akar pada minggu ke3 5 7 5.07 5.10 5.80 0.91a 1.36a 1.60a 0.47b 1.12a 1.28a 0.21c 0.30b 0.40b 11.68 15.28 15.03
9 5.93 1.72a 1.53a 0.46b 15.81
akar
11 6.53 1.78a 1.58a 0.47b 16.42
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
56 Pertumbuhan akar yang terhambat diduga akibat perlakuan perendaman dengan kolkisin, sehingga terjadi penyerapan larutan kolkisin oleh akar yang menyebabkan pembelahan kromosom dalam sel terganggu. Menurut Crowder (1997) bahwa penggunaan kolkisin pada titik tumbuh dari tanaman akan mencegah pembentukan benang-benang pengikat kromosom dan pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis, sehingga menyebabkan penambahan jumlah kromosom sebelum terjadi penggandaan. Panjang Akar Morfologi akar A. plowmanii Croat. tebal dan berbulu. Akar tumbuh pada bagian buku tunas dan pada pangkal batang. Pengamatan panjang akar dilakukan dari luar botol kultur, dengan cara menempelkan penggaris pada botol kultur. Pengukuran dimulai dari akar A. plowmanii Croat. yang tumbuh pada bagian pangkal batang sampai ujung akar. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar (Tabel 4). Analisis ragam panjang akar setelah perlakuan perendaman dengan kolkisin disajikan pada Lampiran 6. Setiap perlakuan menunjukkan pertumbuhan akar yang beragam dan terhambat dibandingkan kontrol. Secara umum panjang akar tertinggi diperoleh pada kontrol. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin pada perlakuan C2T1 berbeda nyata dan tertinggi panjang akarnya dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 18). Sampai akhir periode pengamatan pada perlakuan C1T2 dan C2T2 belum menunjukkan adanya pertumbuhan akar. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin menyebabkan pertumbuhan akar terhambat. Hal ini diduga hasil produk gen (enzim) sebagian besar digunakan untuk proses pembelahan sel. Pada proses pembelahan sel tidak terbentuknya benang pengikat kromosom pada tahap anafase sehingga jumlah kromosom sel bertambah. Akibat adanya penambahan jumlah kromosom dan pembelahan sel yang tidak normal menyebabkan pertumbuhan akar terhambat. Menurut Suryo (1995) lambatnya pembelahan sel disebabkan jumlah kromosom yang mengganda.
57 Konsentrasi kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar (Tabel 4). Pengaruh konsentrasi kolkisin yang semakin meningkat membuat panjang akar semakin tinggi. Tabel 19 menunjukkan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04% berbeda nyata dan tertinggi panjang akarnya dibandingkan 0% (kontrol 2) dan perlakuan konsentrasi kolkisin lainnya.
Tabel 18. Interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap panjang akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Interaksi C*T Kontrol C0T1 C0T2 C0T3 C1T1 C1T2 C1T3 C2T1 C2T2 C2T3 C3T1 C3T2 C3T3 Uji F KK (%)
1 1.78 0.15c 0.12c 0.00c 0.07c 0.00c 0.17c 0.66a 0.00c 0.02c 0.00c 0.33b 0.00c ** 6.67
Keterangan: ** KK C T
3 1.79 0.17c 0.12c 0.00c 0.07c 0.00c 0.17c 0.66a 0 .00c 0.02c 0.00c 0.33b 0.01c ** 6.78
Panjang akar pada minggu ke5 7 9 1.86 1.92 1.97 0.19cb 0.23cb 0.25cb . . . 0.00c 0.00c 0.00c 0.08c 0.09c 0.11c 0.00c 0.00c 0.00c 0.22cb 0.23cb 0.29cb 0.74a 0.78a 0.85a 0.00c 0.00c 0.00c 0.03c 0.03c 0.04c . . . 0.41b 0.42b 0.54b 0.02c 0.02c 0.02c ** ** ** 8.26 8.68 9.1
11 2.01 0.26cd . 0.00d 0.12cd 0.00d 0.32cb 0.90a 0.00d 0.04cd . 0.56b 0.02cd ** 8.96
berbeda nyata pada uji F taraf 1% Koefisien Keragaman Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman (T0 = 0 jam; T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Tabel 19. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap panjang akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Panjang akar pada minggu keKonsentrasi (%) 1 3 5 7 9 11 0 0.09b 0.10b 0.12b 0.14b 0.15 0.16b 0.02 0.08b 0.08b 0.13b 0.14b 0.17 0.19b 0.04 0.23a 0.23a 0.32a 0.34a 0.37 0.40a 0.06 0.11b 0.11b 0.22ba 0.22ba 0.28 0.29ba KK (%) 6.67 6.78 8.26 8.68 9.1 8.96 Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
58 Lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar (pada 1-8 MSP dan 10-11 MSP) yang disajikan pada Tabel 4. Semakin lama perendaman dengan kolkisin menyebabkan pertumbuhan akar semakin terhambat dibandingkan kontrol. Pertumbuhan akar tertinggi diperoleh pada kontrol. Lama perendaman 24 jam dan 48 jam dengan kolkisin tidak berbeda nyata dan tertinggi panjang akarnya dibandingkan perlakuan lama perendaman 72 jam dengan kolkisin (Tabel 20).
Tabel 20. Pengaruh lama perendaman terhadap panjang akar A. plowmanii Croat. selama 11 MSP secara in vitro Panjang akar pada minggu keLama perendaman (jam) 1 3 5 7 9 11 Kontrol 1.78 1.79 1.86 1.92 1.97 2.01 24 0.22a 0.22a 0.34a 0.35a 0.41a 0.43a 48 0.11b 0.11b 0.21ba 0.21b 0.27a 0.28a 72 0.05b 0.05b 0.08b 0.08b 0.10b 0.11b KK (%) 6.67 6.78 8.26 8.68 9.1 8.96 Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05% KK : Koefisien Keragaman
Jumlah Kromosom Anthurium plowmanii Croat. Kolkisin digunakan dalam penelitian ini, karena senyawa ini mudah larut dalam air dan dapat digunakan dalam konsentrasi rendah. Menurut Suryo (1995) zat kimia ini paling banyak digunakan dan efektif karena mudah larut dalam air. Pemberian kolkisin dengan cara perendaman pada tunas A. plowmanii Croat. dapat menyebabkan poliploidisasi. Pengamatan kromosom dari bahan akar lebih mudah dalam menghitung kromosom dibandingkan dari pucuk tunas, namun jika akar belum tumbuh maka pucuk menjadi bahan alternatif yang digunakan sebagai analisis kromosom. Cara pemotongan bagian meristem pada akar dan pucuk harus tipis untuk memudahkan squashing, sehingga kromosom akan terlihat
jelas.
Tabel 15 diatas menunjukkan perlakuan C1T2, C2T2, dan C3T3 belum tumbuh akar dan saat prelab kromosom planlet tersebut sudah tumbuh akar, sedangkan perlakuan C3T1 mengalami kontaminasi.
59 Sample yang diamati kromosomnya sebanyak tiga sample dari setiap ulangan. Uji sitologi dilakukan pada pukul 09.12-09.25 WIB, dimana fase mitosis sedang terjadi. Pada pukul sebelum dan sesudah jam tersebut merupakan fase interfase yang kromosomnya tidak terlihat jelas hanya terlihat sel-selnya saja. Fase ini memerlukan waktu yang relatif panjang, sedangkan fase mitosis berlangsung singkat. Fase-fase dalam pembelahan mitosis adalah
sebagai
berikut: (a) Profase. Pada awal profase, sentrosom dengan sentriolnya mengalami replikasi dan dihasilkan dua sentrosom. Masing-masing sentrosom hasil pembelahan bermigrasi ke sisi berlawanan dari inti. Pada saat bersamaan, mikrotubul muncul diantara dua sentrosom dan membentuk
benang-benang
spindle. Pada saat bersamaan, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dua kromatid identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid tersebut bergabung pada sentromernya. Benang-benang spindel terlihat memanjang dari sentromer (Campbell et al., 1999). (b) Metafase. Masing-masing sentromer mempunyai dua kinetokor dan masingmasing kinetokor dihubungkan ke satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Sementara itu, kromatid bersaudara begerak ke bagian tengah inti membentuk keping metaphase (metaphasic plate) (Campbell et al., 1999). (c) Anafase. Masing-masing kromatid memisahkan diri dari sentromer dan masing-masing kromosom membentuk sentromer. Masing-masing kromosom ditarik
oleh
benang
kinetokor
ke
kutubnya
masing-masing
(Campbell et al., 1999). (d) Telofase. Ketika kromosom saudara sampai ke kutubnya masing-masing, maka tahap telofase dimulai. Kromosom bersaudara terlihat tidak beraturan (Campbell et al., 1999). (e) Interfase. Benang-benang spindle hilang dan kromosom tidak terlihat (membentuk kromatin). Pada akhirnya membran inti tidak terlihat diantara dua anak inti (Campbell et al., 1999). Interfase terdiri dari periode G1, S, dan G2. Pada pembentukan
periode G1 selain
terjadi
senyawa-senyawa untuk replikasi DNA, juga terjadi replikasi
organel sitoplasma sehingga sel tumbuh membesar, dan kemudian sel memasuki periode S yaitu fase terjadinya proses replikasi DNA. DNA bereplikasi, sel tumbuh (G2) mempersiapkan segala keperluan untuk pemisahan kromosom, dan selanjutnya diikuti oleh proses pembelahan inti (M) serta pembelahan sitoplasma (C). Selanjutnya sel hasil pembelahan
memasuki
pertumbuhan sel
60 baru (G1).
Tahapan mitosis pada A. plowmanii Croat. dapat dilihat pada
Gambar 7.
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
Gambar 7. Tahapan mitosis pada A. plowmanii Croat. : (a) Profase, (b) Metafase, (c) Anafase, (d) Telofase, (e) Interfase Berdasarkan
ciri-ciri
dari
morfologi
tunas A. plowmanii Croat.
termasuk ke dalam kelompok Pachyneurium yang umumnya mempunyai jumlah kromosom 2n=2x=30. Spesies anturium lain yang termasuk ke dalam kelompok Pachyneurium adalah A . jenmanii, yaitu tunas diploid yang mempunyai 48 kromosom (Sheffer and Kamemoto, 1976; Sheffer and Croat, 1983). Pada Tabel 21 jumlah kromosom A. plowmanii Croat. kontrol 2n=2x=29. Jumlah kromosom kontrol tersebut diambil dari gambar kromosom yang saling memisah (Gambar 8). Jumlah kromosom pada kontrol 2 (C0T1) lebih banyak dibandingkan kontrol. Hal ini diduga karena saat analisis kromosom terjadi tahapan metafase ke anafase sehingga terjadi pembelahan kromosom menjadi dua kalinya. Jumlah kromosom yang lebih banyak mempengaruhi ukuran sel pada perlakuan kontrol 2
61 yang lebih besar dari kontrol (Gambar 9). Ukuran sel yang lebih besar pada perlakuan perendaman diduga karena adanya imbibisi larutan MS ke jaringan tunas.
Gambar 8. Kromosom dari planlet kontrol
Pada Gambar 9 ukuran sel A. plowmanii Croat.
yang telah diberi
perlakuan perendaman dengan kolkisin berukuran lebih besar dibandingkan ukuran sel normal. Ukuran sel yang besar diikuti dengan jumlah kromosom yang banyak pula. Perlakuan kolkisin dalam waktu yang makin lama bisa menghasilkan pertambahan genom sebagai suatu deret ukur seperti 4x, 8x, 16x dan seterusnya (Brewbaker, 1983). Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin menghasilkan jumlah kromosom yang beragam. Pada setiap sel dari planlet dan perlakuan yang sama mempunyai jumlah kromosom yang beragam. Diduga kemampuan penyerapan larutan kolkisin berbeda-beda antar sel-sel tunas. Jumlah kromosom terbanyak diperoleh kromosom
pada
perlakuan
C1T1
dengan
jumlah
berkisar 30-73 kromosom, seperti yang tercantum pada Tabel 21.
Hasil penelitian Dwiningsih (2004) pada tanaman Jahe Emprit setelah diberi perlakuan konsentrasi kolkisin 0.50% memiliki jumlah kromosom terbanyak yaitu 2n=43-84. Pada tunas Stevia rebaudina dengan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04% selama 48 jam memperoleh jumlah kromosom lebih besar dibandingkan kontrol (Rodiansah, 2006). Pada tunas yang sama dengan konsentrasi 0.04%
62 kolkisin selama 48 jam menghasilkan jumlah individu potensial tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain (Permatasari, 2007). Pengaruh perendaman dengan kolkisin tidak selalu menyebabkan pertumbuhan organ tunas terhambat. Pertumbuhan tunas pada perlakuan C1T1 tidak berbeda dengan kontrol 2 (C0T1) (Tabel 8). Pada konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin yang rendah menghasilkan jumlah kromosom yang banyak. Hasil penelitian Suminah (2004) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kolkisin tidak selalu meningkatkan jumlah ploidi, peningkatan lama perendaman akan meningkatkan jumlah ploidi, dan ada interaksi antara konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman dalam mempengaruhi morfologi, anatomi, dan sitologi (Allium ascalonicum L.). Menurut Suryo (1995) bahwa tunas poliploid umumnya mempunyai jumlah kromosom lebih banyak dari pada tunas diploid sehingga biasanya bagian-bagian tunas terlihat lebih besar seperti akar, batang, daun, bunga, buah. Pertumbuhan organ tunas pada perlakuan C1T1 tidak terhambat. Diduga adanya penambahan jumlah kromosom berpengaruh terhadap peningkatan produk gen (enzim) yang menyebabkan kegiatan metabolisme dalam sel semakin besar. Menurut Avery et al. (1947) bahwa kolkisin memberikan pengaruh yang berbeda pada sel-sel tunas terutama kolkisin efektif pada sel yang sedang aktif membelah. Menurut Poespodarsono (1988) bahwa dengan bertambahnya jumlah kromosom dapat berpengaruh terhadap ukuran sel dan produksi. Berdasarkan Tabel 21 pada perlakuan terdapat sel-sel yang menghasilkan pertambahan jumlah kromosom dibandingkan kontrol. Jumlah kromosom yang bertambah menyebabkan pertumbuhan tunas terhambat. Pertumbuhan organ tunas terhambat karena pengaruh perendaman dengan kolkisin yang menyebabkan terganggunya aktivitas pembelahan sel. Pembelahan sel yang terganggu akibat tidak terbentuknya benang-benang pengikat kromosom, sehingga kromosom tidak tertarik saat anafase dan terjadi penggandaan kromosom. Terhambatnya pertumbuhan tunas diduga perlakuan perendaman dengan kolkisin mempengaruhi pembelahan sel-sel yang termutasi, sehingga pembelahan sel lebih lambat dibanding sel normal.
Menurut Suryo (1995) lambatnya pembelahan sel
disebabkan jumlah kromosom yang mengganda.
63
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(i)
(i) (j) Gambar 9. Perbedaan ukuran sel dari planlet A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin (a) Kontrol, (b) C0, (c) C1T1, (d) C1T2, (e) C1T3, (f) C2T1, (g) C2T2, (h) C2T3, (i) C3T2, (j) C3T3
64 Tabel 21. Nilai rata-rata dan standar deviasi pengaruh kolkisin terhadap jumlah kromosom x ± sd Jumlah kromosom Perlakuan Ulangan Sel 1 Sel 2 Sel 3 Kontrol Ulangan 1 28 32 20 27 ± 6.11 Ulangan 2 26 35 27 29 ± 4.93 Ulangan 3 32 24 30 29 ± 4.16 C0T1 Ulangan 1 20 26 30 25 ± 5.03 Ulangan 2 22 23 50 32 ± 15.89 Ulangan 3 50 34 46 43 ± 8.33 C0T3 Ulangan 1 53 51 40 48 ± 7.00 C1T1 Ulangan 1 124 56 40 73 ± 44.60 Ulangan 2 27 40 33 33 ± 6.51 Ulangan 3 30 33 26 30 ± 3.51 C1T2 Ulangan 1 50 37 46 44 ± 6.66 C1T3 Ulangan 1 60 27 61 49 ± 19.35 Ulangan 2 55 50 42 49 ± 6.56 Ulangan 3 50 31 40 40 ± 9.50 C2T1 Ulangan 1 30 52 32 38 ± 12.17 Ulangan 2 38 30 31 33 ± 4.36 Ulangan 3 40 32 28 33 ± 6.11 C2T2 Ulangan 1 42 39 51 44 ± 6.24 Ulangan 2 37 33 27 32 ± 5.03 C2T3 Ulangan 1 54 77 70 67 ± 11.79 Ulangan 3 46 49 52 49 ± 3.00 C3T2 Ulangan 1 33 25 31 30 ± 4.16 Ulangan 2 33 30 43 35 ± 6.81 Ulangan 3 36 41 73 50 ± 20.07 C3T3 Ulangan 2 51 33 36 40 ± 9.64 Ulangan 3 30 62 36 43 ± 17.01 Keterangan : SD Standar deviasi x Rata-rata
C Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) T Lama Perendaman ( T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Jumlah Kloroplas pada Anthurium plowmanii Croat. Pengamatan jumlah kloroplas dilakukan di daerah guard cell pada stomata. Kloroplas berbentuk butiran-butiran yang berwarna hijau yang berperan dalam proses fotosistesis. Kromosom mempunyai molekul unit DNA, selain kromosom organel kloroplas juga mengandung molekul DNA. Jumlah kromosom pada suatu sel diidentifikasi dengan jumlah kloroplas pada guard cell stomata
65 yang sama-sama memiliki molekul DNA. Bentuk kloroplas A. plowmanii Croat. in vitro lebih kecil dibandingkan A. plowmanii Croat. yang sudah diaklimatisasi. Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin menghasilkan jumlah kloroplas pada guard cell beragam. Sel yang mengalami penambahan jumlah kromosom diikuti penambahan jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata. Berdasarkan Tabel 22 jumlah diperoleh
dari
perlakuan
kloroplas
terbanyak
C2T3 berkisar 38-46 kloroplas dibandingkan
kontrol 29-32 kloroplas. Jumlah kloropas yang banyak berpengaruh terhadap meningkatkan pertumbuhan organ tunas, seperti jumlah tunas pada perlakuan C1T1 sama dengan kontrol 2. Diduga planlet
pada perlakuan C1T1 dan
kontrol 2 berpengaruh pada penyerapan energi cahaya yang lebih banyak. Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman yang berbeda menyebabkan keragaman jumlah kloroplas yang tinggi pada perlakuan C1T1, C1T3, C2T3, C3T2, dan C3T3 (Tabel 22). Pada lampiran 11 menunjukkan perbandingan antara
rata-rata jumlah
kromosom dan kloroplas pada setiap ulangan tidak besar. Terkecuali pada perlakuan C1T1 dan C2T3 diulangan pertama jumlah kromosom lebih besar dari jumlah kloroplas, hal ini diduga saat memukul-mukul daun terlalu keras sehingga kloroplas rusak dan tersebar sehingga jumlah kloroplas banyak. Berdasarkan Tabel 23 bahwa nilai r=0.415, maka 17% keragaman jumlah kloroplas dapat dijelaskan oleh jumlah kromosom. Nilai p-value dibawah 5%, maka jumlah kromosom berkorelasi nyata dengan jumlah kloroplas. Semakin banyak jumlah kromosom, maka jumlah kloroplas akan bertambah pula. Penghitungan jumlah kloroplas dapat menjadi indikator terhadap jumlah kromosom. Menurut Qin dan Rotino (1995) bahwa analisis tingkat ploidi dapat dilakukan juga melalui jumlah kloroplas sel penjaga stomata. Menurut Saria et al. (2000), jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata menentukan tingkat ploidi suatu tanaman. Penghitungan jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata menjadi alternatif analisis yang aplikatif, karena mudah dilakukan dan biaya yang murah. Selain lebih sederhana dari sisi teknis, jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata dilaporkan lebih stabil dalam menggambarkan latar belakang genetik (Qin dan Rotino, 1995).
66 Tabel 22. Nilai rata-rata dan standar deviasi pengaruh kolkisin terhadap jumlah kloroplas Perlakuan
Ulangan
Kontrol
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 2 Ulangan 3
C0T1
C0T3 C1T1
C1T3
C2T1
C2T3 C3T2
C3T3
Keterangan : SD x C T
Jumlah kloroplas/stomata Stomata 1 Stomata 2 Stomata 3 25 40 30 29 34 32 33 34 35 31 35 25 32 44 26 31 33 27 43 36 31 61 39 37 41 30 46 34 39 30 41 47 39 50 51 39 30 30 41 36 54 44 52 50 63 55 50 51 71 40 62 40 44 35 43 35 27 26 29 28 38 22 28 27 35 42 60 46 42
x±s 29 ± 3.21 32 ± 5.51 29 ± 1.73 26 ± 4.00 32 ± 10.79 43 ± 3.00 49 ± 9.07 49 ± 3.51 33 ± 7.00 29 ± 2.65 33 ± 9.24 47 ± 10.02 33 ± 2.08 32 ± 3.79 35 ± 4.62 30 ± 0.00 46 ± 15.01 38 ± 10.21 28 ± 8.50 29 ± 7.81 41 ± 6.03 38 ± 4.04 45 ± 12.29
Standar deviasi Rata-rata Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman ( T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
Tabel 23. Korelasi antara rata-rata jumlah kromosom dan kloroplas Jumlah Kromosom r p-value Jumlah Kloroplas 0.415 0.035 Keterangan : r
Korelasi
Kerapatan Stomata pada Anthurium plowmanii Croat. Penghitungan jumlah stomata dilakukan bersamaan dengan pengamatan kloroplas. Pengamatan stomata dilakukan pada permukaan bagian atas daun. Penghitungan jumlah stomata dengan luas bidang pandang pada mikroskop mikrometer 40x10 yang sama dengan 0.28 stomata/ mm2.
67 Konsentasi dan lama perendaman dengan kolkisin menyebabkan kerapatan stomata beragam. Tabel 24
menunjukkan
kerapatan
(kontrol 1) 36-54 stomata/mm2. Pada perlakuan stomata
tertinggi,
C2T3
stomata diperoleh
normal kerapatan
yaitu 86 stomata/mm2. Fungsi stomata pada planlet
in vitro tidak bekerja secara baik karena kondisi lingkungan kultur yang optimal. Semakin tinggi kerapatan stomata, maka proses respirasi planlet untuk proses pertumbuhan akan semakin baik. Jumlah kerapatan terendah diperoleh pada perlakuan
C2T1
dengan
jumlah
kerapatan
stomata 14 stomata/mm2
(Tabel 24). Hasil penelitian Permatasari (2007) bahwa tunas Stevia rebaudina memiliki rataan jumlah stomata terendah pada perlakuan perendaman dengan konsentrasi kolkisin 0.04% selama 48 jam dan terbesar pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04% selama 24 jam. Tabel 24. Pengaruh kolkisin terhadap nilai stomata A. plowmanii Croat. Perlakuan Kontrol
C0T1
C0T3 C1T1
C1T3
C2T1
C2T3 C3T2
C3T3
Ulangan
Jumlah Stomata/lbp 40x10
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 2 Ulangan 3
15 12 10 12 10 18 23 9 6 20 13 11 9 4 21 13 23 24 3 6 17 11 9
Keterangan : SD Standar deviasi x Rata-rata
lbp Luas bidang pandang C Konsentrasi Kolkisin
rata-rata
kerapatan
Kerapatan Stomata (stomata/ mm2) 54 43 36 43 36 64 82 32 21 71 46 39 32 14 75 46 82 86 11 21 61 39 32 T
Lama Perendaman
68 Ukuran Stomata pada Anthurium plowmanii Croat. Stomata merupakan bagian pada epidermis organ tumbuhan yang terdiri dari suatu celah yang dikelilingi sel khusus yang disebut dengan sel penjaga. Stomata adalah porus atau lubang-lubang yang terdapat pada epidermis yang masing-masing dibatasi oleh sel-sel penutup (guard cell). Stomata mulai berkembang menjelang aktifitas meristematik pada epidermis usai dan terus berkembang selama beberapa waktu, disaat daun memanjang dan meluas karena pembesaran sel. Ukuran stomata akan berpengaruh terhadap besar tidaknya CO2 yang masuk ke daun dan proses transpirasi. Konsentasi dan lama perendaman dengan kolkisin menyebabkan ukuran stomata beragam. Berdasarkan Tabel 25 bahwa A. plowmanii Croat. memiliki stomata berukuran normal (kontrol), yaitu dengan panjang stomata rata-rata 13.00-15.00 µm dan lebar sel penjaga rata-rata 12.00-17.33 µm. Ukuran stomata terbesar pada perlakuan C2T3, yaitu panjang stomata 15.33-19.00 µm, lebar sel penjaga 16.00-18.67 µm (Gambar 11g). Ukuran stomata yang besar, maka CO2 yang diserap untuk proses respirasi besar, kegiatan metabolisme juga besar sehingga pertumbuhan planlet akan lebih baik. Ukuran stomata terkecil diperoleh pada
perlakuan C1T3
(Gambar 11e) dengan panjang stomata berkisar
12.00-16.33 µm dan lebar sel penjaga 11.33-14.00 µm. Menurut Poespodarsono (1988) perbedaan tingkat ploidi menunjukkan perbedaan ukuran sel dan stomata. Taraf konsentrasi kolkisin dan lama perendaman yang berbeda mempengaruhi keragaman ukuran stomata yang besar, yaitu terjadi pada perlakuan C1T1, C2T1, dan C3T2. Proses fotosintesis yang terjadi pada planlet in vitro sangat minim, sehingga fungsi stomata kurang bekerja dengan baik yang berpengaruh pada ukuran stomata. Hal ini terjadi karena keadaan lingkungan kultur yang optimal. Lingkungan kultur internal maupun eksteral seperti unsur media, suhu, cahaya, dan lainnya tersedia dan terkendali yang menyebabkan fungsi stomata kurang bekerja dengan baik untuk proses fotosintesis dan transpirasi. Keadaan lingkungan tersebut harus diperhatikan agar pertumbuhan planlet baik.
69 Tabel 25. Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi ukuran stomata pada A. plowmanii Croat. Perlakuan
Ulangan
Kontrol
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C0T1
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C0T3
Ulangan 1
C1T1
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C1T3
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C2T1
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C2T3
Ulangan 1 Ulangan 3
C3T2
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C3T3
Ulangan 2 Ulangan 3
Keterangan : SD x C T
Ukuran Stomata panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar panjang lebar
Stomata 1 (µm) 10 12 13 11 15 12 12 14 18 16 10 14 15 13 14 15 15 17 20 15 11 13 15 15 10 11 15 15 18 20 11 12 13 15 16 15 10 18 18 15 11 14 11 16 19 20
Stomata 2 (µm) 12 20 15 14 15 14 12 15 12 14 13 12 13 13 14 14 20 16 13 11 15 15 13 19 13 11 15 15 12 13 20 21 16 13 20 23 15 18 14 14 13 13 16 14 12 18
Stomata 3 (µm) 17 20 13 11 15 15 9 10 15 12 12 15 11 14 13 14 16 14 11 12 15 15 14 15 13 12 19 15 18 16 11 13 17 20 21 18 25 16 16 16 14 14 15 15 17 17
x ± sd (µm) 13.00 ± 3.61 17.33 ± 4.62 13.67 ± 1.15 12.00 ± 1.73 15.00 ± 0.00 13.67 ± 1.53 11.00 ± 1.73 13.00 ± 2.65 15.00 ± 3.00 14.00 ± 2.00 11.67 ± 1.53 13.67 ± 1.53 13.00 ± 2.00 13.33 ± 0.58 13.67 ± 0.58 14.33 ± 0.58 17.00 ± 2.65 15.67 ± 1.53 14.67 ± 4.73 12.67 ± 2.08 13.67 ± 2.31 14.33 ± 1.15 14.00 ± 1.00 16.33 ± 2.31 12.00 ± 1.73 11.33 ± 0.58 16.33 ± 2.31 15.00 ± 0.00 16.00 ± 3.46 16.33 ± 3.51 14.00 ± 5.20 15.33 ± 4.93 15.33 ± 2.08 16.00 ± 3.61 19.00 ± 2.65 18.67 ± 4.04 16.67 ± 7.64 17.33 ± 1.15 16.00 ± 2.00 15.00 ± 1.00 12.67 ± 1.53 13.67 ± 0.58 14.00 ± 2.65 15.00 ± 1.00 16.00 ± 3.61 18.33 ± 1.53
Standar deviasi Rata-rata Konsentrasi Kolkisin (C0 = 0%; C1 = 0.02%; C2 = 0.04%; C3 = 0.06%) Lama Perendaman ( T1 = 24 jam; T2 = 48 jam; T3 = 72 jam)
70
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i) Gambar 10. Perbedaan ukuran stomata daun dari planlet A. plowmanii Croat. setelah perlakuan kolkisin (a) Kontrol, (b) C0T1, (c) C0T3, (d) C1T1, (e) C1T3, (f) C2T1, (g) C2T3, (h) C3T2, (i) C3T3
71 Korelasi antara Jumlah Kromosom, Jumlah Kloroplas, dan Kerapatan Stomata terhadap Peubah Pemberian kolkisin dapat meyebabkan perubahan jumlah kromosom, jumlah kloroplas, kerapatan stomata, dan ukuran stomata. Kolkisin mencegah terbentuknya benang-benang spindel pada kromosom, sehingga kromosom tidak memisah ke masing-masing kutub dan tetap berada di ekuator dan terjadi penggandaan kromosom tanpa diikuti pembentukan membran, sehingga dihasilkan
sel dengan jumlah kromosom mengganda. Menurut Griffiths
et al. (1999) tunas yang memiliki set kromosom lebih banyak dari biasanya menyebabkan meningkatnya ukuran sel, buah, bunga, stomata, dan sebagainya. Hal ini diduga produk gen (protein ataupun RNA) setara dengan jumlah gen dalam sel. Produk gen akan meningkat pada sel-sel yang mengalami penambahan jumlah kromosom. Bila terjadi peningkatan produk gen (enzim), maka akan diikuti oleh meningkatnya kegiatan metabolisme dalam sel yang akan mempengaruhi pertumbuhan organ tunas. Tabel 26 menunjukkan bahwa nilai p-value diatas 5% menunjukkan ketidaknyataan. Jumlah kromosom, jumlah kloroplas, dan kerapatan stomata tidak berkorelasi nyata dengan peubah tinggi tunas, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar.
Tabel 26. Hasil analisis korelasi peubah tunas dengan jumlah kromosom, jumlah kloroplas, dan kerapatan stomata pada A.plowmanii Croat. Peubah Jumlah Kromosom Jumlah Kloroplas Kerapatan Stomata r p-value r p-value r p-value Tinggi tunas -0.152 0.355 -0.156 0.344 -0.156 0.344 Jumlah Tunas 0.069 0.675 0.063 0.701 0.094 0.568 Jumlah Daun -0.194 0.236 -0.1 0.543 -0.01 0.952 Jumlah Akar -0.107 0.515 -0.087 0.597 0.05 0.761 Panjang Akar -0.068 0.679 -0.004 0.981 0.097 0.557 Keterangan : r korelasi
72
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar A. plowmanii Croat. Pengaruh perendaman dengan kolkisin menyebabkan pertumbuhan organ-organ tunas terhambat pada semua perlakuan, terkecuali pada perlakuan C1T1 diperoleh jumlah tunas yang sama
dengan
kontrol 2 (C0T1). Taraf konsentrasi dan lama perendaman dengan kolkisin yang berbeda menyebabkan pertambahan jumlah kromosom yang beragam. Terdapat beberapa perlakuan yang terjadi poliploidisasi kromosom pada sel A. plowmanii Croat. Jumlah kromosom dari planlet yang terbentuk terbanyak diperoleh
pada
perlakuan C1T1. Terjadinya poliploidisasi kromosom dapat juga dideteksi dengan cara menghitung jumlah kloroplas pada guard cell stomata, jumlah stomata, dan ukuran stomata. Semakin tinggi konsentrasi kolkisin dan lamanya perendaman menyebabkan jumlah kloroplas pada guard cell stomata, jumlah stomata, dan ukuran stomata semakin rendah. Jumlah kloroplas pada guard cell stomata dan jumlah stomata kromosom dari planlet yang terbentuk terbanyak diperoleh pada perlakuan C2T3 dan terendah pada perlakuan C2T1. Ukuran stomata terbesar diperoleh pada perlakuan C2T3 dan terendah pada planlet pada perlakuan C1T3. Jumlah planlet hidup 173 individu dan mutan yang berpotensi 18 planlet dari 19 planlet yang diuji, satu planlet memiliki jumlah kromosom sama dengan normal. Jumlah planlet hidup 173 individu dan mutan yang berpotensi 18 planlet, maka terdapat 155 planlet yang memiliki potensi mutan pula. Mutasi kromosom yang diinduksi dengan kolkisin menghasilkan keragaman genetik dengan munculnya kimera. Keragaman genetik ini banyak ditemukan pada organ daun. Terbentuknya kimera banyak ditemukan pada perlakuan C2T1 dan kalus pada perlakuan C2T3. Keragaman fenotipe (variegata) diperoleh pada perlakuan C3T3 yang memiliki daun berwarna kuning.
73 Saran Tunas kultur setelah diberi perlakuan kolkisin perlu dilakukan aklimatisasi untuk mengetahui ketahanan tunas A.
plowmanii Croat. yang mengalami
poliploidisasi dibandingkan normal dan keseragaman pada setiap planlet. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk evaluasi fenotipe pada tunas yang mengalami mutan seperti kimera.
74
DAFTAR PUSTAKA Addink, W. 2002. Colchisine used in plant breeding work to induce mutation (Polyploidy). http://www.biotech.icmb.utexas.edu/botany/calch.html. [11 Januari 2009].
Agusrial. 2009. Teknik mutasi. http://www.infonuklir.com. [11 Januari 2009].
Albert, B., D. Bray, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, and D. J. Watson dalam Anggraito. 2004. Identifikasi berat, diameter, dan tebal daging buah melon (Cucumis Melo, L.) kultivar action 434 tetraploid akibat perlakuan kolkisin. Berk. Hayati. 10:37–42.
Allard, R. W. 1988. Principles of Plants Breeding. Worth Publishing Company, New York.
Avery, Jr., S. George, and B. J. Elizabeth. 1947. Hormones and Horticulture. Mc Graw-Hill Book Co. Inc. New York and London. Brewbaker, J. L. 1983. Genetika Pertanian. Imam S. (Penerjemah). Penerbit Lembaga Genetika Modern. Jakarta. 142 hal. Terjemahan dari : Agriculture Genetics.
Campbell, N. A., J. B. Reece, and L. W. Mitchell. 1999. Pembelahan mitosis dan meiosis, hal 250-251. Dalam A. Safitri (Ed.). Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Chalwa, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology, 2nd edition. Science Pub. USA. 532 p.
Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Lilik Kusdiarti (Penerjemah). Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. Terjemahan dari: Plant Genetics.
Dolezel, J., M. Dolezelova, and I. van Den Howe. 1998. A novel method to prepare object glasses for high resolution chromosome studies in Musa spp. Infomusa. 7(1):3-4.
75 Dunne, N. 2000. Variegated species-peculiar plants and the people who love them. http://www.bbg.org/gar2/topic/plants/2000suvariegation.html. [14 Desember 2009].
Dwiningsih, W. 2004. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin terhadap Pertumbuhan Tunas Jahe Emprit. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal.
Eigsti, O. J. and P. Dustin. 1957. Colchisine in Agriculture, Medicine, Biology, and Chemistry. The Iowa State College Press. Ames, Iowa. 470 p.
George, E. F. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegenetics Ltd. England. 709 p.
Griffiths, A. J. F., H. M. Jeffrey, T. S. David, L. Richard, and M. G. William. 1999. An Introductioto Genetic Analysis. WH Freeman and Company. New York. 916 p.
Gunarso, W. 1989. Penuntun Praktikum Sitogenetika. PAU, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 227 hal.
Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. PAU, Bioteknologi IPB. Bogor. 252 hal.
Gunawan, L. W. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 165 hal.
Harten, V. A. M. 1998. Mutation Breeding of Plant Genetics and Breeding: Theory and Practical Application. Cambridges University Press. Cambridges. 353 p.
Honkanen, J., A. Aapola, P. Seppanen, T. Tormala, J. C. Wit, H. F. Esendam, L. J. M. Stravers, and J. C. De-Wit. 1992. Production of doubled haploid Gerbera clones. Acta Hortc. 300, 341, 346.
76 Husni, A., D. Sukmadjaja, dan I. Mariska. 1995. Variasi Somaklonal Tunas Panili dengan Mutagen Kimia Kolkisin Secara In Vitro. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tunas Industri. Bogor. Vol. 10:24-34.
Imron, A. 2008. Mitosis pada Akar Bawang. Laporan Praktikum Mikroteknik. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Malang. 34 hal.
Jurčák. J. 1999. A Modification to the actocarmine method of chromosomes colouring in the school Practice. Biol. 37:7-14.
Kanisius. 2007. Tunas Daun Eksotik Anthurium. Kanisius. Yogyakarta. 104 hal.
Kurniawan, D. 2008. Membuat biji Anthurium http://
[email protected]. [11 Januari 2009].
tahan
lama.
Lingga, L. 2007. Anthurium. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 78 hal.
Melky, B. 2006. Karakteristik dan kariotip kromosom tiram mutiara (Pinctada maxima). http://www.sitogenetika.com. [26 Maret 2009].
Mihu, G., N. Munteanu, and V. Timofte. 1989. Aspect of some phenotypic changes induced by kolkisin in cabbage. Cercetari Agronomice in Moldova. 22(4):85-93.
Mirzada, C. D. 1994. Pengaruh Beberapa Taraf BAP dan IBA terhadap Perbanyakan Calla Lily secara In Vitro. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal.
Murashige, T. 1974. Plant propagation through tissue culture. Ann. Rev. Plant Physiol. 25: 135-166. Permadi, A. H., R. Cahyani, dan S. Syarif. 1991. Cara pembelahan umbi, lama perendaman, dan konsentrasi kolkisin pada ploidisasi bawang merah. Zuriat 2(2):17-26.
77 Permatasari, D. 2007. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M) Klon Zweereners Hasil Mutasi Kromosom dengan Kolkisin. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hal.
Pierik, R. L. M. 1987. In vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publ. Netherlands. 344 p.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal.
Prihmantoro, H. 1992 Menanam anthurium. Trubus. XXXIII (260): 38-39.
Qin, X. and G. L. Rotino. 1995. Chloroplast number in guard cell as ploidy indicator in vitro grown androgenic pepper planlets. Euphytica. 41(2):145-149.
Rahayuningsih, S. 2006. Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaman Fenotipe dan Jumlah Kromosom Tunas Jahe Emprit (Zingiber officenale Rosc.) Asal In Vitro. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 26 hal.
Rodiansah, A. 2007. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin pada Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M) Klon Zweeteners secara In Vitro. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hal.
Saria, N., K. Abaka, and M. Pitratb. 2000. Comparison of ploidy level screening method in watermelon: Citrus lanatus (Thumb.). Sci. Hort. 82:256-277.
Sastrosumarjo, S., Yudiwanti, S. I. Aisyah, S. Sujiprihati, M. Syukur, dan R. Yunianti. 2006. Sitogenetika Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 268 hal.
Sheffer, R. D. and Kamemoto. 1976. Chromosome number in the genus Anthurium. Am. J. Bot. 63:74-81.
Sheffer, R. D. and T. B. Croat. 1983. Chromosome number in the genus Anthurium (Araceae) II. Am. J. Bot. 70:858-871.
78 Snustad, D. P., J. S. Michael, and B. J. John. 1997. Principles of Genetics. John Wiley and Sons., Inc. New York. 829 p.
Sri, R., Sudjindro, dan Basuki. 1999. Penggunaan Colchicine dalam Penggandaan Kromosom Hasil Hibridisasi Interspesifik pada Hibiscus sp. untuk Mengatasi Sterilitas F1. http://soemarnomultiply.com. [2 Juni 2009]. Strickberger. 1985. Genetics. 3rd Edition. Macmillan Publishing Company. New York. 842 p.
Sulyo, Y. 2008. Budidaya Anthurium. Sinar Tani. Edisi 14 – 20 Mei.
Suminah. 2004. Induksi Poliploidi (Allium Ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin pada umbi. http://perpustakaandigital.com. [2 Juni 2009].
Suryo, H. 1995 Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. 446 hal.
Yogyakarta.
Thao, N. T. P., Y. Ozaki, and H. Okubo. 2004. Colchisine-and oryzalin-induced tetraploids in ornamental Alocasia x amazonica hort. Soc. Hort. Sci. 73(1):63-65.
Thomas, H. 1993. Chromosome manipulation and polyploidy, p. 79-92. In Plant Breeding: principles and prospects. M.D. Hayward, N.D. Basemark and I. Romagosa (Eds.). Chapman & Hall. London.
Wang, Z. N., F. H. Xu, and S. Z. Xu. 1992. The chromosome doubling technique for diploid cultivars and interspecific hybrids. China-Cotton. 4:15-17.
Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika untuk Pemuliaan Tanaman. Johanis P. Moegea (Penerjemah). Penerbit Erlangga. Jakarta. 224 hal. Terjemahan dari: The Principil Genetics and Plant Breeding.
79
LAMPIRAN
80 Lampiran 1. Komposisi media MS 1(Murashige and Skoog) Larutan Stok
Bahan Kimia
Konsentrasi Larutan Stok (gr/l)
Vol. Larutan Stok/ Liter Media (ml/l)
82.5
20
Konsentrasi Senyawa dalam 1 Liter Media (mg/l) 1650
20
1900
A
NH4NO3
B
KNO3
95
H3BO3
1.24
6.2
34
170
KH2PO4 C
D
E
F
5
Na2MoO4.2H2O
0.025
KI
0.166
0.83
CoCl.6H2O
0.005
0.025
CaCl2.2H2O
88
MgSO4.7H2O
74
MgSO4.4H2O
4.46
ZnSO4.7H2O
1.72
CuSO4.5H2O
0.005
Na2 EDTA
7.45
FeSO4. 7H2O
5.57
Thiamine HCl Thiamine HCl Vitamin Pyridoxin HC Myoinositol Gula
0.02 0.1 0.1 20 30
Sumber : Chalwa (2002), Introduction to Plant Biotechnology
5
25
440 370
5
22.3 8.6 0.025
5
1 5
37.25 26.85 0.1 0.5 0.5 100
81 Lampiran 2. Analisis ragam tinggi tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro Minggu SK DB JK KT F- hitung Pr>F ke…(MSP) 1 Ulangan 2 0.032 0.016 1.970 0.0780tn Konsentrasi 3 0.314 0.104 0.5052tn Lama Perendaman 2 0.114 0.060 0.6483tn Galat 22 2.848 0.129 Total Terkoreksi 35 6.157 2
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.033 0.310 0.114 2.833 6.127
0.016 0.100 0.057 0.129
1.970
0.0780tn 0.5052tn 0.6483tn
3
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.033 0.307 0.113 2.819 6.098
0.017 0.102 0.057 0.128
1.970
0.0780tn 0.5079tn 0.6478tn
4
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 21 34
0.221 0.040 0.579 2.507 8.362
0.111 0.013 0.289 0.119
3.770
0.0034** 0.9540tn 0.1129tn
5
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
0.246 0.067 0.843 2.544 8.148
0.123 0.022 0.421 0.134
3.490
0.0075** 0.9174tn 0.0660tn
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
82 Lampiran 2. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 6 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 19 31
0.297 0.052 0.853 2.458 8.344
0.149 0.017 0.426 0.129
3.790
0.0048** 0.9380tn 0.0590tn
7
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
0.272 0.067 0.895 2.483 8.562
0.136 0.022 0.448 0.131
3.880
0.0042** 0.9140tn 0.0537tn
8
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
0.300 0.067 0.917 2.477 8.548
0.150 0.022 0.458 0.130
3.880
0.0042** 0.9140tn 0.0502tn
9
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
0.338 0.072 0.813 2.497 8.652
0.169 0.024 0.406 0.131
3.900
0.0041** 0.9073tn 0.0687tn
10
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
0.342 0.060 0.823 2.463 8.588
0.171 0.020 0.411 0.130
3.940
0.0039** 0.9262tn 0.0647tn
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
83 Lampiran 2. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 11 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3
0.342 0.060
0.171 0.020
3.940
0.0039** 0.9262tn
2
0.823
0.411
19
2.463
0.130
31
8.588
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
0.0647tn
84 Lampiran 3. Analisis ragam jumlah tunas pada A. plowmanii Croat. in vitro Minggu DB JK KT F- hitung P r > F ke…(MSP) SK 0.0001** 1 Ulangan 2 2.143 1.072 16.360 0.0014** Konsentrasi 3 7.458 2.486 0.0001** Lama Perendaman 2 20.441 10.221 Galat 22 7.454 0.339 Total Terkoreksi 35 79.517 2
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
2.116 7.515 20.555 7.469 79.260
1.058 2.505 10.277 0.339
16.270
0.0001** 0.0013** 0.0001**
3
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
2.116 7.515 20.555 7.469 79.260
1.058 2.505 10.277 0.339
16.270
0.0001** 0.0013** 0.0001**
4
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 21 34
3.489 7.729 20.736 6.263 84.853
1.745 2.576 10.368 0.298
20.270
0.0001** 0.0006** 0.0001**
5
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
4.122 5.954 23.385 6.931 88.919
2.061 1.985 11.693 0.365
18.730
0.0001** 0.0072** 0.0001**
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
85 Lampiran 3. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 6 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 19 31
4.934 6.589 25.408 6.966 93.300
2.467 2.196 12.704 0.367
19.620
0.0001** 0.0047** 0.0001**
7
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
5.736 2.868 10.475 3.492 35.714 17.857 7.144 0.376 116.515
24.240
0.0001** 0.0005** 0.0001**
8
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
6.171 3.085 8.191 2.730 37.591 18.795 6.856 0.361 126.830
27.710
0.0001** 0.0016** 0.0001**
9
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
6.345 3.173 8.429 2.810 33.870 16.935 9.120 0.480 132.249
21.380
0.0001** 0.0052** 0.0001**
10
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
6.859 3.429 9.507 3.169 30.409 15.204 10.420 0.548 136.389
19.140
0.0001** 0.0055** 0.0001**
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
86 Lampiran 3. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 11 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
DB
JK
KT
2 3 2 19 31
6.859 9.507 30.409 10.420 136.389
3.429 3.169 15.204 0.548
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
Fhitung 19.140
Pr>F 0.0001** 0.0055** 0.0001**
87 Lampiran 4. Analisis ragam jumlah daun pada A. plowmanii Croat. in vitro Minggu SK DB JK KT F- hitung P r > F ke…(MSP) 0.0025** 1 2 0.461 0.230 3.880 Ulangan 0.1201tn 3 2.810 0.937 Konsentrasi 0.1478tn 2 1.801 0.900 Lama Perendaman 22 9.486 0.431 Galat 35 31.250 Total Terkoreksi 2
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.461 2.810 1.801 9.486 31.250
0.230 0.937 0.900 0.431
3.880
0.0025** 0.1201tn 0.1478tn
3
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.457 2.830 1.847 9.423 30.983
0.229 0.943 0.924 0.428
3.870
0.0026** 0.1164tn 0.1396tn
4
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 21 34
3.489 7.729 20.736 6.263 84.853
1.745 2.576 10.368 0.298
3.580
0.0047** 0.1831tn 0.1735tn
5
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
1.357 5.594 3.499 11.236 44.720
0.678 1.865 1.749 0.591
4.720
0.0014** 0.0488* 0.0761tn
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
88 Lampiran 4. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 6 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 19 31
1.419 6.369 3.625 10.839 50.507
0.709 2.123 1.813 0.570
5.790
0.0004** 0.0293* 0.0645tn
7
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
1.668 6.732 3.864 12.510 56.549
0.834 2.244 1.932 0.658
5.570
0.0005** 0.0387* 0.0775tn
8
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
1.799 6.985 4.571 14.293 62.789
0.899 2.328 2.285 0.752
5.370
0.0006** 0.0515tn 0.0716tn
9
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
2.173 8.864 5.661 18.279 76.969
1.086 2.955 2.830 0.962
5.080
0.0009** 0.0527tn 0.0771tn
10
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 19 31
2.174 8.922 5.683 19.471 80.612
1.087 2.974 2.842 1.025
4.970
0.0010** 0.0617tn 0.0878tn
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
89 Lampiran 4. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 11 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 19 31
2.132 8.814 5.819 19.793 80.945
1.066 2.938 2.909 1.042
4.890
0.0011** 0.0666tn 0.0864tn
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
90 Lampiran 5. Analisis ragam jumlah akar pada A. plowmanii Croat. in vitro Minggu DB JK KT F- hitung P r > F ke…(MSP) SK 1 2 0.005 0.003 35.500 0.0001 Ulangan 3 3.592 1.197 0.0001 Konsentrasi 2 2.932 1.466 0.0001 Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
22
1.362
35
29.928
2
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.005 3.592 2.932 1.362 29.928
0.003 1.197 1.466 0.062
35.500
0.0001 0.0001 0.0001
3
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.004 3.526 3.007 1.503 30.052
0.002 1.175 1.504 0.068
32.150
0.0001 0.0001 0.0001
4
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 21 34
0.002 3.791 3.230 2.085 33.615
0.001 1.264 1.615 0.099
24.430
0.0001 0.0001 0.0001
5
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.171 5.453 5.735 2.434 35.946
0.085 1.818 2.868 0.187
16.270
0.0001 0.0012 0.0004
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
0.062
91 Lampiran 5. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 6 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 13 24
1.419 6.369 3.625 10.839 50.507
0.709 2.123 1.813 0.570
19.060
0.0001** 0.0008** 0.0003**
7
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.065 6.687 7.273 2.613 47.882
0.033 2.229 3.637 0.201
20.470
0.0001** 0.0007** 0.0002**
8
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.104 7.281 7.905 2.884 52.338
0.052 2.427 3.953 0.222
20.270
0.0001** 0.0007** 0.0002**
9
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.237 8.346 8.600 3.451 60.096
0.118 2.782 4.300 0.265
19.400
0.0001** 0.0009** 0.0003**
10
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.213 8.435 9.048 4.060 62.464
0.107 2.812 4.524 0.312
17.000
0.0001** 0.0017** 0.0005**
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
92 Lampiran 5. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 11 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 13 24
0.202 8.647 9.236 4.051 63.462
0.101 2.882 4.618 0.312
17.330
0.0001** 0.0015** 0.0004**
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
93 Lampiran 6. Analisis ragam panjang akar pada A. plowmanii Croat. in vitro Minggu ke…(MSP) SK
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
1
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.002 0.121 0.182 0.188 1.460
0.001 0.040 0.091 0.009
11.440
0.0001** 0.0108* 0.0006**
2
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.001 0.119 0.182 0.192 1.460
0.001 0.040 0.091 0.009
11.160
0.0001** 0.0125* 0.0006**
3
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 22 35
0.001 0.118 0.186 0.196 1.465
0.0005 0.039 0.093 0.009
10.980
0.0001** 0.0140* 0.0006**
4
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 21 34
0.0002 0.103 0.192 0.211 1.467
0.000 0.034 0.096 0.010
9.610
0.0001** 0.0360* 0.0011**
5
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.002 0.177 0.325 0.196 1.603
0.001 0.059 0.162 0.015
8.470
0.0003** 0.0345* 0.0017**
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
94 Lampiran 6. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 6 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
DB
JK
KT
F- hitung
Pr > F
2 3 2 13 24
0.001 0.178 0.351 0.218 1.688
0.001 0.059 0.176 0.017
7.960
0.0004** 0.0453* 0.0020**
7
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.001 0.192 0.386 0.224 1.792
0.000 0.064 0.193 0.017
8.280
0.0003** 0.0393* 0.0015**
8
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.002 0.203 0.445 0.275 2.228
0.001 0.068 0.222 0.021
8.410
0.0002** 0.0406* 0.0013**
9
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.002 0.203 0.445 0.275 2.228
0.001 0.068 0.222 0.021
10
Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi
2 3 2 13 24
0.002 0.221 0.467 0.272 2.424
0.001 0.074 0.234 0.021
Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
8.410
9.350
0.0003** 0.0013** 0.0019**
0.0002** 0.0458* 0.0015**
95 Lampiran 6. Lanjutan Minggu SK ke…(MSP) 11 Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
DB
JK
KT
F- hitung
Pr>F
2 3 2 13 24
0.002 0.227 0.480 0.276 2.472
0.001 0.076 0.240 0.021
9.410
0.0002** 0.0442* 0.0014**
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
Lampiran 7. Analisis ragam jumlah kromosom pada A. plowmanii Croat. in vitro DB JK KT F- hitung P r > F SK Ulangan 2 389.551 194.776 0.320 0.9667 tn Konsentrasi 3 563.825 187.942 0.6866 tn Lama Perendaman 2 6.9927 3.496 0.9907 tn Galat 13 4853.659 373.358 Total Terkoreksi 24 6168.824 Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
Lampiran 8. Analisis ragam jumlah kloroplas pada A. plowmanii Croat. in vitro SK Ulangan Konsentrasi Lama Perendaman Galat Total Terkoreksi Keterangan : SK DB JK KT KK
DB 2 3 2 11 21
JK 2437.938 2010.697 5102.617 6915.582 17682.583
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman
tn * **
KT 218.969 670.232 2551.308 628.689
F- hitung 1.710
Pr>F 0.1952tn 0.4029tn 0.0479*
tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
96 Lampiran 9. Analisis ragam jumlah kloroplas pada A. plowmanii Croat. in vitro DB JK KT F- hitung Pr>F SK Ulangan 2 366.142 183.071 2.000 0.1173 tn Konsentrasi 3 667.961 222.654 0.3381 tn Lama Perendaman 2 1421.894 710.947 0.0462* Galat 13 2351.046 180.850 Total Terkoreksi 24 6332.343 Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
Lampiran 10. Analisis ragam ukuran stomata pada A. plowmanii Croat. in vitro DB JK KT F- hitung P r > F SK Ulangan 2 77.179 38.590 2.380 0.0698 tn Konsentrasi 3 30.433 10.144 0.7359 tn Lama Perendaman 2 167.190 83.595 0.0595 tn Galat 13 307.656 23.666 Total Terkoreksi 24 927.142 Keterangan : SK DB JK KT KK tn * **
Sumber Keragaman Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Koefisien Keragaman tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 5% berpengaruh nyata pada taraf 1%
97 Lampiran 11. Diagram perbandingan rata-rata jumlah kromosom dan kloroplas dari palnlet A. plowmanii Croat.