PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA PADA BUAH TERHADAP KERAGAAN TANAMAN ANTHURIUM (Anthurium andreanum)
Oleh
Mega Wegadara A34404059
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA PADA BUAH TERHADAP KERAGAAN TANAMAN ANTHURIUM (Anthurium andreanum)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Mega Wegadara A34404059
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MEGA WEGADARA. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma pada Buah terhadap Keragaan Tanaman Anthurium (Anthurium andreanum). (Di bawah bimbingan SYARIFAH IIS AISYAH dan MUHAMMAD RACHMAD SUHARTANTO). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman tanaman anthurium akibat pengaruh iradiasi sinar gamma pada buah anthurium, serta mengamati radiosensitivitas yang diindikasikan dengan nilai LD50, karakter vegetatif dan karakter kualitatif tanaman anthurium. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 hingga April 2008, bertempat di Mega Resa Rahma Bunga Nursery, Cipanas. Iradiasi
dengan sinar gamma dilakukan di Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor. Dosis iradiasi yang digunakan terdiri dari 21 taraf dosis yaitu 0, 10, 20, 30,40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180, 190, dan 200 Gy. Penelitian ini memakai satu varietas anthurium yang masing-masing terdiri dari 21 taraf perlakuan, setiap perlakuan terdiri dari 11 buah, sehingga jumlah buah total yang diperlukan sebanyak 231 buah. Waktu yang diperlukan untuk benih berkecambah berbeda-beda pada setiap perlakuan. Benih yang tidak mendapat perlakuan, berkecambah pada saat 2 MST (Minggu Setelah Tanam). Benih yang mendapat perlakuan 10 Gy berkecambah pada saat 3 MSI (Minggu Setelah Iradiasi). Benih yang mendapatkan perlakuan 20 Gy dan 30 Gy berkecambah pada saat 5 MSI. Benih yang mendapatkan perlakuan 40 Gy hingga 200 Gy tidak berkecambah, hanya melakukan imbibisi saja, kecuali untuk perlakuan 170 Gy dan 180 Gy. Benih yang mendapat perlakuan 170 Gy berkecambah pada saat 17 MSI. Benih yang mendapatkan perlakuan 180 Gy berkecambah pada saat 3 MSI. Perlakuan iradiasi sinar gamma telah meningkatkan keragaman tanaman anthurium dalam bentuk daun, ukuran, maupun jumlahnya. Nilai LD50 pada benih anthurium sebesar 22.37 Gy, sehingga benih anthurium memiliki tingkat radiosensitivitas yang tinggi terhadap perlakuan.
Perlakuan iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter vegetatif panjang akar, panjang daun, lebar daun, dan tinggi tanaman. Perlakuan iradiasi sinar gamma telah menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun, dan tinggi tanaman. Perlakuan iradiasi sinar gamma tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter vegetatif jumlah daun. Semburat-semburat berwarna putih muncul pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy, namun daun muda yang selanjutnya muncul tidak memperlihatkan adanya semburatsemburat berwarna putih, hal ini diduga karena terjadinya diplontic selection. Tanaman yang mendapat perlakuan 10 Gy tumbuh dengan bentuk daun yang asimetris dan melengkung ke bawah. Tanaman yang mendapatkan perlakuan 20 Gy tumbuh kerdil dengan jumlah daun yang banyak. Tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy memiliki bentuk daun yang berlainan dalam satu tanaman.
Judul
: PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA PADA BUAH TERHADAP KERAGAAN TANAMAN ANTHURIUM (Anthurium andreanum)
Nama Mahasiswa : Mega Wegadara NRP
: A34404059
Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr.
Dr. Ir. M. R. Suhartanto, MS.
NIP. 131 956 695
NIP. 131 803 641
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Cianjur sebagai anak pertama dari empat bersaudara pada tanggal 6 Maret 1987, dari pasangan bapak Indro Susilo dan ibu Murni Rusminingsih. Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Aisyah pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1992. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Panyaweuyan. Pendidikan lanjutan tingkat pertama ditempuh di SLTPN 1 Pacet dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMUN 1 Cianjur. Pada tahun 2004 penulis masuk IPB melalui jalur SPMB. Penulis diterima di Fakultas Pertanian, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Tingkat kedua penulis mengambil Program Kekhususan Teknologi Benih.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih setulusnya kepada : 1. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr. dan Dr. Ir. Muhammad Rachmad Suhartanto, MS. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik (bapak Suhartanto), yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis mulai dari awal perencanaan penelitian, pelaksanaan dan penyelesaian penyusunan skripsi. 2. Ir. Andri Ernawati, MSc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Abdul Qadir, MS. atas masukan, kritikan dan arahannya selama penyusunan skripsi. 4. Seluruh Dosen AGH yang telah membimbing dan memberikan ilmunya. 5. Papah, Mamah, Ade serta Yayang atas dukungan, doa dan kasih sayangnya yang tiada henti. 6. Seluruh staf PATIR BATAN terutama bapak Prayit. 7. Seluruh staf TU BDP Fakultas Pertanian IPB. 8. Keluarga Hewir Family (Ipik, Evoy, Kare, Kari, Fetong) atas motivasi, kepedulian, persahabatan, dan kasih sayangnya selama ini. 9. Teman seperjuangan (Imenk, Feti, Oma) atas dukungan dan bantuannya. 10. Raihana Crew (Pifit, Rika, Uwai, Oma, Giga, Nola, Azizah, Dyah, Adis, Mink). 11. Keluarga besar PMTTB’41 atas motivasi yang telah diberikan dan kebersamaannya selama ini. 12. Seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para petani, khususnya petani tanaman hias yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN...................................................................................................1 Latar Belakang.............................................................................................1 Tujuan..........................................................................................................2 Hipotesis......................................................................................................3 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4 Botani Tanaman Anthurium........................................................................4 Syarat Tumbuh Tanaman Anthurium..........................................................6 Perbanyakan Tanaman Anthurium..............................................................7 Karateristik Buah Anthurium......................................................................8 Mutasi..........................................................................................................9 Pemuliaan Tanaman pada Tanaman...........................................................12 BAHAN DAN METODE......................................................................................15 Waktu dan Tempat.....................................................................................15 Bahan dan Alat...........................................................................................15 Metode........................................................................................................15 Pelaksanaan................................................................................................16 Pengamatan................................................................................................17 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................18 Kondisi Umum...........................................................................................18 Radiosensitivitas........................................................................................21 Tanaman Mati............................................................................................23 Karakter Vegetatif......................................................................................25 Karakter Kualitatif.....................................................................................32 KESIMPUAN DAN SARAN................................................................................36 Kesimpulan................................................................................................36 Saran...........................................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37 LAMPIRAN...........................................................................................................39
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1. Karakteristik Berbagai Jenis Iradiasi .............................................................. 11 2. Banyaknya Benih, Waktu Perkecambahan, Saat Pindah Tanam dan Bibit yang Ditanam ........................................................................................................... 20 3. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Persentase Kecambah Hidup........ 22 4. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Jumlah Tanaman Mati Hingga Akhir Pengamatan ..................................................................................................... 24 5. Hasil Uji-T Karakter Panjang Akar pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol ............................................................................................................ 25 6. Koefisien Keragaman (KK) Karakter Panjang Akar pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi............................................................................................................. 26 7. Hasil Uji-T Karakter Panjang Daun pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol ............................................................................................................ 27 8. Hasil Uji-T Karakter Lebar Daun pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol ............................................................................................................ 28 9. Hasil Uji-T Karakter Tinggi Tanaman pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol.............................................................................................. 30 10. Hasil Uji-T Karakter Jumlah Daun pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol ............................................................................................................ 31
Nomor
Halaman Lampiran
1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menginduksi Sesuai dengan Dosisnya……..40 2. Panjang Akar pada Masing-Masing Tanaman yang Mendapatkan Perlakuan (cm).................................................................................................40
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1. Tanaman Anthurium andreanum yang Dijadikan Induk................................... 5 2. Iradiator Sinar Gamma Chamber 4000 A ....................................................... 15 3. Buah Anhurium andreanum yang Telah Matang ............................................ 18 4. Grafik Hubungan Antara Dosis Iradiasi dengan Persentase Kecambah Hidup pada Anthurium andreanum............................................................................ 23 5. Fenotipe Kecambah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 30 Gy yang Dibandingkan dengan Kecambah Kontrol ............................................. 26 6. Fenotipe Kecambah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 10 Gy yang Dibandingkan dengan Kecambah Kontrol ............................................. 29 7. Fenotipe Kecambah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 20 Gy yang Dibandingkan dengan Kecambah Kontrol ............................................. 29 8. Tanaman yang Mendapat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 180 Gy yang Dibandingkan dengan Tanaman Kontrol (Kiri Tanaman Kontrol, Kanan Tanaman yang Mendapat Perlakuan 180 Gy)................................................. 32 9. Tanaman Anthurium yang Memiliki Semburat Berwarna Putih Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 10 Gy (Kiri Tanaman No. 4, Kanan Tanaman No. 7)............................................................................................... 33 10. Tanaman Anthurium No. 5 yang Memiliki Daun Asimetris Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 10 Gy yang Dibandingkan dengan Kontrol (Kiri Tanaman Kontrol, Kanan Tanaman yang Mendapat Perlakuan 10 Gy) .......... 33 11. Tanaman Anthurium No. 1 Tumbuh Kerdil dengan Jumlah Daun yang Banyak Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 20 Gy ................................ 34 12. Tanaman Anthurium dengan Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 20 Gy (Kiri; Tanaman Kontrol, Tanaman No. 2, Tanaman No. 4)............................ 34 13. Tanaman Anthurium No. 2 yang Memiliki Bentuk Daun Berbeda Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 30 Gy ............................................ 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Anthurium merupakan salah satu anggota famili Araceae yang paling populer saat ini. Anthurium dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu anthurium daun dan anthurium bunga. Anthurium daun umumnya memiliki daun yang lebih menarik, dan sebaliknya anthurium bunga umumnya memiliki bunga yang lebih menarik. Tahun 2007 anthurium bunga banyak diminati oleh konsumen tanaman hias, seiring dengan peningkatan permintaan anthurium daun. Anthurium mulai diminati oleh konsumen pada pertengahan tahun 2006, penyebabnya adalah bermunculannya jenis-jenis baru, masuknya pemodal besar dan banyaknya kontes (Tim Redaksi Trubus, 2007). Anthurium diminati oleh konsumen karena memiliki daya tarik yang dilihat dari bunganya yang indah dan menarik, memiliki warna yang banyak dan memiliki daya simpan yang lama. Bunga anthurium banyak dimanfaatkan sebagai bunga potong, tanaman pot, maupun keperluan lansekap. Menurut Tim Redaksi Trubus (2007), anthurium yang diminati terutama adalah yang berwarna gelap, variegata dan memiliki keunikan karena mutasi. Di Indonesia kebutuhan bunga potong cenderung meningkat. Rukmana (1997), menyatakan bahwa kebutuhan bunga potong anthurium pada tahun 1999 adalah sebesar 1.065.200 tangkai per tahun atau sekitar 1,8% dari total kebutuhan bunga potong di Jakarta, sedangkan menurut Wuryaningsih (2006), di tahun 2002 kebutuhan bunga potong anthurium menurun menjadi 16.939 tangkai per bulan atau sekitar 203.268 tangkai per tahun. Menurut Rukmana (1997), selain prospek pasar yang menjanjikan, anthurium bunga juga merupakan jenis tanaman hias yang sangat cocok dikembangkan di Indonesia. Hal ini terbukti dengan menanam varietas yang sama di Indonesia, kualitas anthurium bunga maupun anthurium daun yang dihasilkan jauh lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam di Belanda sebagai produsen tanaman hias terbesar di dunia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anthurium memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia.
2
Anthurium dapat diperbanyak dengan cara hibridisasi yang akan menghasilkan benih. Benih dihasilkan dari persilangan antara tanaman yang berbeda tetuanya. Benih dapat menghasilkan berbagai macam anthurium yang beraneka ragam, makin banyak variasi jenis yang dihasilkan, makin disukai oleh para penggemar tanaman hias dan harga yang ditawarkan akan semakin mahal. Variasi jenis anthurium yang diperoleh secara hibridisasi membutuhkan waktu yang lama, karena kita harus menyilangkannya terlebih dahulu. Variasi jenis anthurium didapatkan tidak hanya dengan cara hibridisasi, namun dapat diperoleh melalui
mutasi.
Mutasi
akan
menghasilkan
mutan-mutan
yang
dapat
meningkatkan keragaman jenis tanaman anthurium. Welsh (1991), menyatakan mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Mutasi alami membutuhkan waktu yang cukup panjang karena alam akan mengevaluasi mutan melalui suatu pengujian dan menyelamatkan sebagian besar kombinasi genetik yang diinginkan. Peningkatan keragaman tanaman anthurium secara mudah dan singkat dapat dilakukan dengan mutasi secara buatan atau mutasi induksi. Mutasi induksi dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan bahan mutagen tertentu yang diberikan pada bagian tanaman. Setiap bagian tanaman dapat mengalami mutasi, namun bagian yang sedang aktif membelah adalah yang paling banyak mengalami mutasi (Poespodarsono, 1988). Bagian tanaman yang sedang aktif membelah dapat berupa organ reproduksi tanaman seperti benih, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya1.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman tanaman anthurium akibat pengaruh iradiasi sinar gamma pada buah anthurium, serta mengamati radiosensitivitas yang diindikasikan dengan nilai LD50, karakter vegetatif dan karakter kualitatif tanaman anthurium.
1
http://www.batan.go.id/patir/_pert/pemuliaan.html diakses tanggal 3 Oktober 2007
3
Hipotesis 1. Terdapat keragaman pada tanaman anthurium akibat iradiasi sinar gamma. 2. LD50 benih anthurium berkisar antara 150-200 Gy. 3. Perlakuan iradiasi sinar gamma mempengaruhi karakter vegetatif dan kualitatif tanaman anthurium.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Anthurium Tanaman Anthurium termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang basah dan merupakan tanaman perennial. Anthurium berasal dari bahasa yunani yang artinya bunga ekor (Rukmana, 1997). Tanaman ini disebut juga flamingo flower karena memiliki seludang yang berwarna merah cerah seperti bulu burung flamingo (Tanjung dan Andoko, 2007) dan pig tail karena seperti ekor babi (Tim Redaksi Trubus, 2007). Bunga anthurium mirip dengan bunga dari famili Araceae yang lain seperti keladi, aglaonema dan philodendron, yang memiliki spadiks tegak di atas seludang (Tim Redaksi Trubus, 2007). Habitat asli anthurium berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropik (Tanjung dan Andoko, 2007; Tim Redaksi Trubus, 2007) terutama Peru, Kolumbia, dan Amerika Latin (Rukmana, 1997). Tanaman anthurium menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia dan masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Eropa (Tanjung dan Andoko, 2007). Menurut Sanusie dan Qadriyah (2004), anthurium dapat berkembang dengan baik di daerah temperate seperti Belanda dan daerah subtropis seperti Hawai. Menurut Rukmana (1997), negara Belanda menciptakan berbagai jenis anthurium, sedangkan di Asia Tenggara negara yang melakukan pemuliaan anthurium adalah Thailand. Indonesia telah mengoleksi dan membudidayakan beberapa jenis anthurium dari luar negeri. Tanaman anthurium diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arecales
Famili
: Araceae
Genus
: Anthurium
Spesies
: Anthurium andreanum
Bunga anthurium terdiri dari tiga bagian yaitu tangkai, sphate, dan spadiks (Gambar 1). Tangkai bunga berukuran panjang dan tumbuh tegak ke atas.
5
Kadang-kadang tingginya melebihi tinggi tanaman. Sphate merupakan daun pelindung atau sering disebut sebagai seludang berbentuk jantung yang memiliki warna menarik, mengkilap, dan bervariasi. Warna dari sphate amat bervariasi, misalnya merah cerah, oranye, pink, putih, hijau, bintik-bintik merah dengan warna dasar putih, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Wuryaningsih (2006), menyatakan bahwa sphate memiliki panjang 14 cm dengan lebar 9 cm. Spadiks atau tongkol merupakan ciri khas dari tanaman anthurium karena bentuknya seperti ekor. Spadiks ini merupakan kumpulan dari bunga. Ukuran bunga sangat kecil yaitu sebesar 3 mm (Tim Redaksi Trubus, 2007). Spadiks memiliki warna yang bervariasi, ada yang berwarna kuning muda, putih, hijau kekuning-kuningan, pink dan kombinasi dari warna-warna tersebut. Menurut Tanjung dan Andoko (2007), bunga anthurium merupakan bunga berumah satu, namun bunga jantan dan bunga betinanya tidak masak dalam waktu yang bersamaan. Anthurium termasuk bunga protogynous yang bunga betinanya masak terlebih dahulu. Bunga betina masak setelah 3-4 hari bunga mekar, sedangkan bunga jantan masak setelah 7-10 hari bunga mekar. Ciri dari bunga betina yang telah masak ditandai oleh munculnya lendir pada spadiks, sedangkan ciri dari bunga jantan yang telah masak ditandai oleh munculnya serbuk sari seperti tepung berwarna putih pada spadiks. Sphate Spadiks
Tangkai
Daun Gambar 1. Tanaman Anthurium andreanum yang Dijadikan Induk Ukuran daun bervariasi tergantung dari jenisnya. Anthurium bunga memiliki daun dengan ukuran kecil sampai sedang, sedangkan Anthurium daun memiliki ukuran panjang daun 20-40 cm dan lebarnya 15-38 cm. Permukaan daun
6
atas pada anthurium bunga licin dan mengkilap, sedangkan pada Anthurium daun berwarna hijau kelam dengan urat-urat daun yang jelas (Rukmana, 1997). Daun anthurium berbentuk bulat, oval, lanset dan juga menjari. Daun anthurium selain berwarna hijau ada juga yang berwarna kekuningan, semburat merah atau ungu kehitaman dan variegata karena mutasi (Tanjung dan Andoko, 2007). Batang anthurium berbuku-buku, lunak dan berair (herbaceous). Batang akan terlihat di atas permukaan tanah jika tanaman telah menua dan daun-daun bagian bawah banyak yang rontok (Tanjung dan Andoko, 2007). Anthurium termasuk tanaman berbatang pendek dengan ukuran batang sebesar 15-30 cm (Tim Redaksi Trubus, 2007). Batang adalah tempat melekat tangkai daun dan mata tunas yang tumbuh dari ketiak daun. Tangkai daun sangat panjang dan kuat untuk menopang helaian daun. Panjang dari tangkai daun dapat mencapai 80 cm (Rukmana, 1997). Akar anthurium adalah akar serabut. Akar yang sehat berwarna putih dan berair. Akar dari tanaman anthurium ini berbentuk bulat kecil dengan diameter sebesar 0.5-0.8 cm dan panjangnya yang lebih dari 30 cm (Tim Redaksi Trubus, 2007). Akar ini tumbuh dari pangkal batang dan dapat menembus tanah hingga kedalaman 40-60 cm dari permukaan tanah. Anthurium memilki akar adventif yang muncul tepat di bagian bawah tunas atau daun. Akar adventif kemudian menyebar dan membentuk sistem perakaran serabut (Rukmana, 1997).
Syarat Tumbuh Tanaman Anthurium Tanaman anthurium dapat hidup dengan baik dan menghasilkan bunga dengan kualitas yang bagus jika dibudidayakan pada lingkungan yang cocok. Anthurium sangat baik jika ditanam pada lingkungan tumbuh yang memilki kelembaban yang cukup hangat dan teduh sesuai dengan habitat aslinya yang berasal dari hutan tropis. Menurut Rukmana (1997), anthurium dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 140C–300C, dengan kelembaban yang cukup tinggi yaitu 60%-80%, namun menurut Wuryaningsih (2006), anthurium lebih menyukai jika kelembabannya tidak lebih dari 60%. Tim Redaksi Trubus (2007), menyatakan kelembaban yang semakin tinggi kurang baik bagi pertumbuhan anthurium, karena anthurium akan mudah terserang busuk akar atau batang, tapi
7
jika kelembabannya kurang maka daunnya akan keriput dan berwarna kekuningan. Anthurium cocok ditanam di dataran menengah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian antara 600m-1400m dpl. Tanjung dan Andoko (2007), menambahkan bahwa anthurium perlu diberi naungan agar anthurium menerima sinar matahari sebesar 40% dan maksimal 50%, karena menurut Rukmana (1997), jika sinar matahari yang diterima oleh anthurium berlebihan atau anthurium menerima sinar matahari langsung, maka daun anthurium akan mengering seperti terbakar. Daerah yang memiliki kriteria kondisi iklim seperti disebutkan diatas diantaranya adalah Brastagi (Sumatera Utara), Sukabumi, Bogor, Cianjur, dan Lembang (Jawa Barat), serta Malang (Jawa Timur), sehingga daerah tersebut dijadikan daerah sentra produksi anthurium bunga. Kondisi media tumbuh pun perlu diperhatikan agar kualitas anthurium yang dihasilkan baik. Anthurium sangat baik jika ditanam pada media yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, dan tidak mengandung penyakit atau hama terbawa tanah (soil borne disease). Anthurium akan tumbuh baik jika media yang digunakan memiliki pH antara 5.5-6.5 dan berstuktur remah (Rukmana, 1997). Anthurium menyukai tempat tumbuh yang basah sepanjang waktu, tidak boleh tergenang air dan kaya unsur hara (Tanjung dan Andoko, 2007). Perbanyakan Tanaman Anthurium Tanaman anthurium dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif dapat terjadi secara buatan maupun secara alami. Perbanyakan generatif secara buatan dibantu oleh manusia, sedangkan perbanyakan generatif secara alami dibantu oleh serangga pemakan madu. Serangga ini berasal dari keluarga Drozophididae yang dikenal sebagai lalat cuka. Lalat tersebut tertarik pada bau harum dan cairan manis yang dikeluarkan oleh putik yang telah matang. Kaki lalat yang telah tertempel serbuk sari dari bunga lain akan menempel pada putik yang telah matang, sehingga terjadilah penyerbukan (Tanjung dan Andoko, 2007). Tanaman anthurium yang diperbanyak secara generatif dilakukan untuk menghasilkan jenis atau varietas anthurium baru melalui teknik persilangan. Melalui teknik persilangan akan dihasilkan benih. Benih ini akan masak setelah 6-8 bulan dari saat terjadinya penyerbukan. Benih
8
yang telah masak harus segera disemai dan tidak dapat disimpan terlebih dahulu karena jika terlalu lama disimpan maka viabilitasnya akan menurun. Tanaman anthurium yang diperbanyak secara vegetatif dilakukan dengan cara pemotongan batang dan pemisahan anakan. Pemotongan batang atau stek batang ini dapat dilakukan jika batang yang muncul ke permukaan telah mencapai ±15-25 cm. Potongan dari batang ini akan tumbuh menjadi individu baru setelah 1-2 bulan penanaman. Tunas baru yang muncul sekitar 1-3 tunas tanpa diberi perlakuan zat pengatur tumbuh (Rukmana, 1997). Karateristik Buah Anthurium Buah anthurium berbentuk bulat telur terbalik, memiliki warna yang bervariasi, ada yang berwarna merah mencolok, kuning, dan merah kehitamhitaman. Buah anthurium keluar dari spadiks berupa tonjolan-tonjolan kecil. Spadiks yang berukuran kecil ±10 cm, dapat menghasilkan buah sebanyak 300400 buah, sedangkan untuk spadiks yang berukuran besar ±15 cm dapat menghasilkan buah sekitar 500-1000 buah. Besar kecilnya spadiks ditentukan oleh umur tanaman. Menurut Penelitian Hiu (2004), rata-rata buah anthurium memiliki diameter sebesar 0.7 cm, sedangkan rata-rata diameter benihnya sebesar 0.5 cm. Buah anthurium termasuk buah sederhana yang memiliki satu atau dua benih dalam satu buah, menurut Kamil (1979) buah sederhana yaitu buah yang berasal dari satu ovary dalam satu pistil yang memiliki benih satu atau lebih. Buah sederhana ini digolongkan kembali dalam kelas-kelas, menurut Sanusie dan Qadriyah (2004), anthurium termasuk ke dalam kelas buah basah tipe beries. Kamil (1979), menyatakan buah basah tipe beries merupakan buah yang seluruh pericarpnya tetap basah sampai buah matang. Berdasarkan penelitian Hiu (2004), benih anthurium termasuk ke dalam benih rekalsitran, karena benih anthurium tidak dapat disimpan terlalu lama. Benih mulai berkecambah sebanyak 17% di penyimpanan setelah dua minggu. Kadar airnya tidak dapat diturunkan lebih rendah dari 45% karena jika diturunkan lebih rendah dari itu, maka viabilitasnya akan menurun. Kematangan buah sangat berpengaruh terhadap viabilitas benih dan lamanya benih berkecambah. Buah yang telah matang akan memiliki tingkat
9
viabilitas benih sebesar 85-90%. Benih akan berkecambah dalam waktu dua minggu, sedangkan jika buahnya belum matang, maka viabilitasnya akan rendah dan waktu perkecambahannya akan lama yaitu sekitar 3-4 minggu setelah semai (Tanjung
dan
Andoko,
2007).
Daging
buah
mempengaruhi
lamanya
perkecambahan benih. Benih yang diekstraksi terlebih dahulu akan berkecambah setelah dua minggu, sedangkan yang tidak diekstraksi terlebih dahulu akan berkecambah kurang lebih setelah satu bulan. Pada saat benih berkecambah, stuktur yang pertama kali muncul adalah radikula. Radikula ini muncul dua minggu setelah semai. Radikula keluar dari microphyle
zone
kemudian
diikuti
oleh
munculnya
plumula.
Setelah
berkecambah, anthurium akan tumbuh sebagai tanaman muda yang disebut sebagai bibit. Tipe bibit anthurium adalah hipogeal yang kotiledonnya tetap berada di bawah permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya. Bibit tumbuh karena mengambil cadangan makanan yang tersimpan di dalam benih. Cadangan makanan anthurium adalah kotiledon berjumlah satu buah yang disebut sebagai skutelum. Menurut Kamil (1979), skutelum berfungsi sebagai organ penyerap makanan dari endosperm dan mengantarkannya kepada embrionic axis yang sedang tumbuh. Mutasi Salah satu cara untuk menciptakan keragaman pada makhluk hidup yaitu melalui mutasi. Mutasi merupakan perubahan materi genetik pada makhluk hidup yang terjadi secara tiba-tiba, acak, baik pada gen tunggal, sejumlah gen, maupun pada kromosom (Poespodarsono, 1988). Mutasi dapat terjadi secara alami dan secara buatan yang diinduksi oleh mutagen. Tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi yang terjadi secara buatan, semuanya dapat menimbulkan keragaman dan dapat dijadikan dasar untuk seleksi dalam rangka menciptakan varietas unggul 1. Mutasi sangat jarang ditemukan di alam, karena mutasi alami berjalan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Mutasi alami disebabkan oleh lingkungan ekstrim yang terjadi pada awal perkembangan tanaman sehingga mempengaruhi tanaman secara fenotipe maupun genetik (Poespodarsono, 1988). 1
http://www.batan.go.id/patir/_pert/pemuliaan.html diakses tanggal 3 Oktober 2007
10
Menurut Crowder (1986), mineral radioaktif dan sinar kosmik merupakan sumber dari mutasi alami. Welsh (1991), menyatakan mutan hasil dari mutasi alami bersifat resesif jika dibandingkan dengan alela liar yang terdapat dalam populasi. Mutasi yang terjadi secara terus-menerus di alam, akan mengakibatkan terjadinya evolusi. Mutasi alami yang berjalan sangat lambat ini menyulitkan pemulia dalam memperoleh keragaman, oleh karena itu dilakukan mutasi secara buatan. Mutasi secara buatan atau mutasi induksi dengan menggunakan mutagen yang bersifat sebagai radioaktif dan memiliki energi tinggi yang berasal dari reaksi nuklir. Mutasi secara buatan diinduksi dengan menggunakan bahan mutagen tertentu yang akan mempermudah para pemulia tanaman dalam memperoleh sumber keragaman. Mutagen dikelompokkan menjadi dua yaitu mutagen kimia (Chemical mutagen) dan mutagen fisika (Physical mutagen). Menurut Welsh (1991) mutagen kimia diantaranya adalah etilinimin, diepoksibutan, mustard nitrogen dan etilinoksida. Mutagen kimia lainnya adalah senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya ethyl methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (dES), methyl methane sulphonate (MMS), hydroxylamine, nitrous acids dan acridines1. Menurut Welsh (1991) mutagen kimia yang sering digunakan adalah EMS, namun mutagen kimia membahayakan lingkungan dan juga pemulia sendiri, karena itu kini mutagen kimia jarang sekali digunakan. Mutagen fisika diantaranya adalah neutron cepat, neutron lambat, partikel alfa, sinar devteron, sinar ultra ungu, partikel dari aselerators sinar-X, iradiasi beta dan iradiasi Gamma1. Briggs dan constantin (1977) menyatakan bahwa sinar gamma berasal dari radioisotop dan reaksi nuklir, panjang gelombangnya lebih pendek dari sinarX dan daya tembusnya sampai beberapa centimeter. Karateristik untuk masingmasing jenis iradiasi disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini:
1
http://www.batan.go.id/patir/_pert/pemuliaan.html diakses tanggal 3 Oktober 2007
11
Tabel 1. Karakteristik Berbagai Jenis Iradiasi Tipe Iradiasi
Sumber
Deskripsi
Energi
Daya Tembus
Sinar-X
Mesin sinar-X
Iradiasi elektomagnetik
50-300 kV
Beberapa mm
Sinar Gamma
Radioisotop dan reaksi nuklir
Iradiasi elektomagnetik
Beberapa MeV
Beberapa cm
Neutron
Reaktor nuklir dan aselerator
Partikel tidak berubah
Sampai jutaan eV
Beberapa cm
Partikel Beta
Radioistope atau Berupa elektron aselerator
Beberapa MeV
Beberapa mm
Partikel Alfa
Radioisotop
Inti Helium
2-9 MeV
Beberapa mm
Proton atau Deutron
Reaktor nuklir atau aselerator
Inti Hidrogen
Beberapa GeV
Beberapa cm
Sumber : www.batan.go.id, 2007 Mutagen yang sering digunakan adalah mutagen fisika. Mutagen fisika bersifat sebagai iradiasi pengion (Ionizing radiation) yang dapat melepas energi (ionisasi) setelah melewati atau menembus bahan tanaman. Energi yang melewati bahan tanaman tersebut dapat menyebabkan mutasi pada sel somatis atau pada sel generatif. Poespodarsono (1988) menyatakan jika mutasi terjadi pada sel somatis, maka perubahan yang terjadi hanya pada bagian itu saja yang terkena perlakuan mutagen, dan perkembangannya dapat dilihat pada sel atau jaringan. Jika mutasi terjadi pada sel generatif, maka perubahan yang terjadi secara meyeluruh pada setiap bagian tanaman. Terjadi pula perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fisiologis dan biokimia. Proses ionisasi akan terjadi di dalam jaringan tanaman dan menyebabkan perubahan pada jaringan tanaman, sel, genom, kromosom, dan DNA atau gen, pada saat bahan tanaman diradiasi. Perubahan yang terjadi pada tingkat genom, kromosom, dan DNA atau gen disebut sebagai mutasi (mutation). Mutasi ini dapat menimbulkan perubahan sifat genetik tanaman ke arah positif maupun negatif, tergantung dari penilaian pemulia itu sendiri. Kemungkinan lain dari mutasi adalah kembalinya sifat yang menjadi normal (recovery), dan hal ini sangat tidak
12
diinginkan oleh seorang pemulia. Pemulia menginginkan sifat genetik tanaman yang ke arah positif dan terwariskan ke generasi selanjutnya1. Perubahan gen-gen yang menyebabkan adanya mutasi tergantung dari dosis mutagen, umur dan tipe jaringan serta faktor-faktor fisik seperti kelembaban dan suhu. Pemulia perlu memperhatikan tinggi rendahnya dosis mutagen yang akan digunakan, karena dosis mutagen merupakan salah satu yang menentukan terbentuknya mutan. Makin tinggi dosis mutagen, maka makin banyak mutasi yang terjadi dan makin banyaknya kromosom baru yang terbentuk serta hilangnya gen yang tidak diharapkan. Dosis yang efektif adalah yang mengakibatkan 50% kematian dari populasi yang mendapat perlakuan. Dosis ini disebut sebagai LD50 (Lethal Dose 50%) (Welsh, 1991). Menurut Einsenlohr (1977), satuan dosis iradiasi ini adalah Rad (Radiation absorption dose), dimana : 1 Rad=100 erg/g=10-2 Joule/Kg Iradiasi didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diserap oleh setiap gram materi yang diradiasi. Jadi 1 Rad adalah energi sebesar 100 erg yang diserap 1 gram materi (100 erg/g). Sumber iradiasi berasal dari Co-60. Co-60 ditembak oleh neutron yang menyebabkan inti atom tersebut tereksitasi. Inti atom menjadi tidak stabil, akhirnya inti akan membelah menjadi unsur-unsur yang lebih kecil dan melepaskan tenaga dalam bentuk panas serta membebaskan 2-3 neutron. Kejadian lain pada saat pembelahan inti adalah pemancaran iradiasi dalam bentuk sinar alpha, beta atau gamma (Sagala et al., 2005). Menurut Van Harten (1998) sinar gamma akan menghasilkan dua puncak spektrum energi iradiasi yaitu sebesar 1,33 MeV dan 1,17 MeV, sehingga total energi yang dihasilkan adalah sebesar 2,5 MeV, dengan waktu paruh selama 5,27 tahun. Pemuliaan Mutasi pada Tanaman Penelitian-penelitian mengenai pemuliaan mutasi telah banyak dilakukan pada tanaman hortikultura dan tanaman hias. Pemuliaan mutasi pada tanaman hias dilakukan untuk memperoleh keragaman jenis tanaman hias dan untuk menciptakan varietas unggul yang diinginkan oleh konsumen. Makin unik varietas yang dihasilkan karena mutasi, maka makin disukai oleh konsumen tanaman hias. 1
http://www.batan.go.id/patir/_pert/pemuliaan.html diakses tanggal 3 Oktober 2007
13
Setyawati (1989), melakukan penelitian iradiasi sinar gamma pada benih tanaman hortikultura yaitu bayam. Setyawati melaporkan bahwa benih bayam akan mengalami mutasi klorofil jika dilakukan iradiasi dengan menggunakan sinar gamma pada dosis iradiasi antara 350-450 Gy. Dosis iradiasi pada 350 Gy menghasilkan mutasi jenis klorina (kuning) dan albina (putih), sedangkan pada 450 Gy menghasilkan mutasi klorofil jenis klorina saja. Penelitian yang serupa dilakukan juga oleh Wijaya (2006), namun benih yang digunakan adalah benih seledri daun (Aphium graveolens L. Subsp. Secalium Alef. ) kultivar Amigo. Penelitian Wijaya menggunakan dosis iradiasi sinar gamma antara 5 Gy hingga 35 Gy. Dosis yang diberikan pada benih seledri daun sebesar 25 Gy menghasilkan perubahan bentuk pada tanaman seledri daun, sedangkan pada dosis 20 Gy terjadi penyimpangan warna pangkal batang menjadi pucat kemerahan. Mutan potensial terbentuk pada dosis iradiasi 20 Gy dan 15 Gy. Nilai LD50 benih seledri daun sebesar 9.86 Gy. Penelitian tentang pemuliaan mutasi pada tanaman hias banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2004), pada stek spesies melati J. Mensyi, J. Multiflorum varietas Baturaden, J. Sambac kingianum, dan J. Tortuosum dengan dosis iradiasi sinar gamma yang digunakan sebesar 50 Gy dan 55 Gy. Hapsari melaporkan hasil penelitiannya, bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma meningkatkan keragaman daun pada J. Multiflorum varietas baturaden, J. Sambac kingianum dan J. Tortuosum. Dosis 50 Gy menimbulkan keragaman daun lebih banyak dibandingkan dosis iradiasi 55 Gy. Penelitian pemuliaan mutasi lainnya pada tanaman hias adalah penelitian yang dilakukan oleh Karniasari (2005). Karniasari melakukan penelitian pada planlet mawar (Rosa hybrida L. ) yang diradiasi pada dosis 5 Gy, 10 Gy, 15 Gy, hingga 50 Gy. Planlet mawar yang digunakan terdiri dari tiga kultivar yaitu kultivar Megawati, Putri dan Talitha. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LD50 kultivar Megawati sebesar 47.57 Gy, Putri sebesar 55.32 Gy dan Talitha sebesar 48.50 Gy. Hasil penelitian Karniasari (2005), menunjukkan bahwa LD50 pada setiap kultivar tanaman berbeda-beda walaupun berasal dari varietas yang sama. Aisyah (2006), melakukan penelitian mutasi akibat iradiasi sinar gamma pada planlet anyelir, dari hasil penelitiannya tersebut dihasilkan bahwa nilai LD50 planlet
14
anyelir (Dianthus caryophyllus Linn. ) yaitu antara 29-60 Gy. Mutan terbanyak terbentuk pada dosis 40 Gy. Planlet anyelir tersebut mendapatkan iradiasi tunggal sinar gamma sebesar 10 Gy hingga 60 Gy. Tanaman hias lainnya yang diradiasi dengan menggunakan sinar gamma adalah anggrek. Wardhani (2005), yang melakukan penelitian pemuliaan mutasi pada eksplan anggrek Brachypeza indusiata (Reichb. F) memperlihatkan bahwa pertambahan jumlah daun terangsang pada dosis iradiasi sebesar 10 Gy. Persentase tumbuh terbaik terlihat pada 10 MSP (Minggu Setelah Perlakuan), yaitu pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy dan semakin meningkat dosis iradiasi maka warna daun akan semakin menuju ke arah kuning. Penelitian mutasi pada tanaman krisan (Dendranthema grandiflora Tz Velev) kultivar Fiji White, Fiji Dark, Stroika dan Puma White yang dilakukan oleh Kendarini (2006), menyebabkan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk inisiasi tunas, pada dosis iradiasi sinar gamma sebesar 10, 15 dan 20 Gy, namun perlakuan iradiasi sinar gamma tersebut dapat meningkatkan jumlah akar planlet.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 hingga April 2008, bertempat di Mega Resa Rahma Bunga Nursery, Cipanas. Iradiasi dengan sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah tanaman Anthurium andreanum. Bahan lain yang dgunakan adalah arang sekam, cocopeat, sekam, Growmore (pupuk untuk daun, bunga, batang dan akar), insektisida (Decis) dan fungisida (Dithane M-45). Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari iradiator sinar gamma chamber 4000 A (Gambar 2), paranet 80%, pot ukuran 10 dan 20, penggaris, gunting tanaman, hand sprayer, dan label.
Gambar 2. Iradiator Sinar Gamma Chamber 4000 A
Metode Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor. Dosis iradiasi yang digunakan terdiri dari 21 taraf dosis yaitu 0, 10, 20, 30,40, 50,
16
60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180, 190, dan 200 Gy. Penelitian ini memakai satu varietas Anthurium andreanum yang masing-masing terdiri dari 21 taraf perlakuan, setiap perlakuan terdiri dari 11 buah, sehingga jumlah buah total yang diperlukan sebanyak 231 buah. Model matematis rancangan yang digunakan yaitu : Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan pengaruh dosis ke-i, ulangan ke-j
µ
= Nilai rataan populasi
τi
= Pengaruh dosis iradiasi ke-i
εij
= Pengaruh galat percobaan dosis ke-i dan ulangan ke-j Analisis statistik yang digunakan adalah Uji-T. Nilai keragaman yang
muncul dapat diketahui dengan rumus :
Nilai LD50
KK (koefisien keragaman) = Standar Deviasi x 100% Rataan didapatkan dari persentase kecambah yang hidup dengan
menggunakan program curve-fit analysis.
Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dilakukan beberapa tahap sebagai berikut : 1. Persiapan media untuk perkecambahan Media yang digunakan adalah arang sekam yang telah dikukus selama satu jam. Setelah didinginkan selama satu malam, arang sekam ini dimasukkan ke dalam pot ukuran 20 yang telah diberi label. Media arang sekam yang telah dimasukkan ke dalam pot disemprot dengan larutan Dithane M-45 sampai basah. 2. Iradiasi buah dengan sinar gamma Buah di masukkan ke dalam kantong kertas yang telah diberi label sesuai dengan taraf iradiasinya. Setelah itu buah diradiasi dengan menggunakan alat Gamma Chamber 4000A. Aplikasi dilakukan sebanyak satu kali dengan 20 taraf dosis. Lamanya waktu iradiasi sesuai dengan dosisnya (Tabel Lampiran 1).
17
3. Tahap pemeliharaan I Buah yang sudah diradiasi diekstraksi terlebih dahulu, kemudian benih disemai ke dalam pot yang berisi arang sekam. Benih diletakkan di lapangan yang dinaungi dengan paranet 80%. Penyiraman dilakukan selama satu minggu sekali menggunakan hand sprayer. Penyiraman dilakukan satu minggu sekali karena benih ditanam di dalam pot yang tertutup rapat, sehingga kelembaban didalamnya tetap terjaga. Waktu pemindahan bibit ke dalam pot tergantung dari layaknya bibit untuk ditanam di dalam pot (tidak terlalu kecil). 4. Tahap pemeliharaan II Bibit yang telah dipindah ke dalam pot 10 ditanam pada media campuran sekam, arang sekam dan cocopeat dengan perbandingan 5:3:1. Bibit ini diletakkan di lapangan yang dinaungi paranet 80%. Penyiraman dilakukan setiap hari di pagi hari. Pupuk growmore diberikan setiap satu minggu sekali. Apabila terdapat serangan hama, dilakukan penyemprotan insektisida yang diberikan satu minggu sekali dengan dosis anjuran, sedangkan untuk pencegahan diberikan satu bulan sekali.
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap berbagai peubah sebagai berikut : 1. Persentase kecambah hidup setelah iradiasi, dihitung berdasarkan jumlah kecambah hidup dibagi dengan total benih pada dosis iradiasi tertentu (menggunakan program curve-fit analysis). 2. Tinggi tanaman (cm), dihitung dari permukaan tanah sampai batang tertinggi. 3. Jumlah daun per tanaman. 4. Ukuran daun yang meliputi panjang dan lebar daun (cm), dihitung pada daun yang terpanjang dan terlebar. 5. Panjang akar (cm) yang diamati satu kali yaitu pada saat pindah tanam. 6. Keragaman daun yang meliputi bentuk dan warna daun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian berada dekat dengan lokasi Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung (Balithi Segunung), dengan ketinggian 1100 m dpl. Suhu pada siang hari berkisar antara 240C-260C dan pada malam hari berkisar antara 180C200C, dengan kelembaban nisbi (RH) 70%-90%. Kondisi iklim tersebut cukup mendukung pertumbuhan tanaman anthurium untuk dapat tumbuh dengan baik. Menurut Rukmana (1997), tanaman anthurium dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 140C-300C dengan kelembaban yang cukup tinggi yaitu 60%80% dan ketinggian antara 600-1400 m dpl. Pada penelitian ini, iradiasi sinar gamma diberikan pada bagian buah anturium (Gambar 3). Buah yang diradiasi pada setiap perlakuan berjumlah 11 buah. Buah anthurium yang telah diekstraksi ada yang memiliki dua benih dalam satu buah, namun ada pula yang memiliki satu benih dalam satu buah, hal inilah yang mengakibatkan jumlah benih pada setiap perlakuan berbeda-beda (Tabel 2). Sanusie dan Qadriyah (2004), menyatakan bahwa buah anthurium merupakan tipe buah berries. Buah berries termasuk ke dalam tipe buah sederhana menurut Kamil (1979), buah sederhana yaitu buah yang berasal dari satu ovary dalam satu pistil dan memiliki benih satu atau lebih.
Gambar 3. Buah Anthurium andreanum yang telah Matang Benih anthurium yang telah diradiasi disemai di dalam pot yang ditutupi plastik dengan media perkecambahan arang sekam. Kondisi yang tertutup rapat menghindarkan benih dari serangan cendawan, selain itu agar tetap terjaga
19
kelembabannya. Suhu media pun harus dijaga supaya hangat, sehingga proses perkecambahan dapat berlangsung cepat. Waktu yang diperlukan untuk benih berkecambah berbeda-beda pada setiap perlakuan (Tabel 2). Benih yang tidak mendapat perlakuan, mulai berkecambah pada saat 2 MST (Minggu Setelah Tanam). Benih yang mendapat perlakuan 10 Gy mulai berkecambah pada saat 3 MSI (Minggu Setelah Iradiasi). Benih yang mendapatkan perlakuan 20 Gy dan 30 Gy mulai berkecambah pada saat 5 MSI. Benih yang mendapatkan perlakuan 40 Gy hingga 200 Gy tidak berkecambah, hanya melakukan imbibisi saja, kecuali untuk perlakuan 170 Gy dan 180 Gy. Hal tersebut diduga akibat mutasi yang bersifat acak, sehingga kita tidak dapat memprediksi bagian mana dari benih terkena iradiasi, yang mengakibatkan tanaman menjadi survive pada dosis iradiasi yang tinggi. Benih yang mendapat perlakuan 170 Gy mulai berkecambah dan hanya ada satu benih saja yang berkecambah, benih ini mulai berkecambah pada saat 17 MSI. Benih yang mendapatkan perlakuan 180 Gy sama halnya dengan yang mendapatkan perlakuan 170 Gy yaitu hanya ada satu benih saja yang berkecambah, namun benih
ini
mulai
berkecambah
pada
saat
3
MSI,
bersamaan
waktu
perkecambahannya dengan yang mendapat perlakuan 10 Gy. Keadaan fisiologis embrio menjadi rusak sehingga mengakibatkan perkecambahannya menjadi terhambat, diduga akibat perlakuan iradiasi sinar gamma. Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), setelah perlakuan iradiasi maka akan terjadi kerusakan fisiologis dan perubahan genetik (mutasi). Tahap selanjutnya setelah benih berkecambah adalah pindah tanam. Waktu dan jumlah bibit pada saat pindah tanam berbeda-beda pada setiap perlakuan. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa tanaman kontrol dan tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy dipindah ke dalam pot pada umur 9 MSI. Jumlah bibit yang ditanam pada kontrol dan pada tanaman yang mendapat perlakuan 10 Gy pun sama jumlahnya yaitu sebanyak 12 bibit. Tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy dipindah ke dalam pot pada umur 13 MSI yaitu sebanyak 10 bibit dan pada umur 17 MSI bibit yang dipindah sebanyak 5 bibit, sehingga jumlah total bibit pada perlakuan 20 Gy sebanyak 15 bibit. Tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy dipindah ke dalam pot pada umur 17 MSI, dan jumlah
20
bibit yang ditanam pada perlakuan 30 Gy sebanyak 3 bibit. Tanaman yang mendapat perlakuan 180 Gy dipindah ke dalam pot pada umur 11 MSI. Jumlah bibit yang mendapat perlakuan 180 Gy hanya satu bibit. Tabel 2. Banyaknya Benih, Waktu Perkecambahan, Saat Pindah Tanam dan Bibit yang Ditanam Dosis Iradiasi (Gy) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
Waktu Pindah Tanam (MSI)
Jumlah Bibit yang Dipindah Tanam
9 9 13 dan 17* 17 11 -
12 12 15 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
Jumlah Jumlah Waktu Benih Benih Berkecambah Setelah Berkecambah (MSI) Ekstraksi (13 MSI) 12 15 16 16 19 15 19 15 16 15 18 17 16 15 15 16 20 20 14 16 17
2 3 5 5 17 3 -
12 12 10 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
* Pada saat 17 MSI, jumlah bibit yang dipindah tanam sebanyak 5 bibit
Tanaman yang telah dipindah ke dalam pot diberi pupuk growmore setiap satu minggu sekali. Penyiraman tidak dilakukan setiap hari karena hujan turun sepanjang hari pada saat penelitian berlangsung. Penyakit yang menyerang adalah busuk pada akar dan batang, namun karena bibit masih muda dan belum mempunyai batang maka penyakit busuk ini menyerang bagian antara akar dan tajuk. Penyakit busuk ini merupakan penyakit
21
utama pada tanaman anthurium. Kelembaban pada saat penelitian cukup tinggi yaitu berkisar antara 70%-90%, kelembaban yang cukup tinggi tersebut tidak menyebabkan tanaman kontrol menjadi rentan terhadap serangan penyakit busuk batang (di antara akar dan tajuk) atau akar, hanya tanaman yang mendapat perlakuan saja yang menjadi rentan terhadap serangan penyakit busuk batang (di antara akar dan tajuk) dan akar. Serangan penyakit busuk batang (di antara akar dan tajuk) dan akar diduga akibat perlakuan yang menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap serangan penyakit tersebut. Serangan penyakit pada bagian di antara akar dan tajuk mulai terjadi pada 17 MSI yaitu pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy. Serangan busuk ini ditandai dengan daun yang menguning. Daun berubah berwarna kuning karena terhambatnya translokasi unsur hara dari dalam tanah ke tajuk, sehingga proses fotosintesis terhambat. Terhambatnya translokasi unsur hara dari dalam tanah karena rusaknya bagian di antara akar dan tajuk akibat penyakit busuk di antara akar dan tajuk. Radiosensitivitas Radiosensitivitas merupakan tingkat sensitivitas tanaman akibat iradiasi. Menurut Datta (2001) dalam Aisyah (2006), jenis radiasi, jenis bahan tanaman yang menerima radiasi, varietas tanaman, dan teknik iradiasi yang digunakan adalah faktor yang mempengaruhi radiosensitivitas. Salah satu cara untuk mengetahui radiosensitivitas suatu bahan tanam adalah dengan melihat nilai LD50nya. Nilai LD50 merupakan suatu dosis efektif yang dapat mengakibatkan 50% kematian pada suatu populasi yang teradiasi (Welsh, 1991). Nilai LD50 ini dapat dicari melalui suatu program curve-fit analysis sehingga akan diperoleh suatu model matematika terbaik. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, cara yang digunakan untuk menentukan nilai LD50 dihitung berdasarkan persentase tanaman hidup hingga 4 MSI. Pada penelitian ini, cara yang digunakan untuk menentukan nilai LD50 dihitung berdasarkan persentase kecambah yang tumbuh hingga 13 MSI. Hal ini disebabkan karena penelitian ini menggunakan bahan tanam berupa benih. Berdasarkan pengamatan benih ini hampir tidak ada yang berkecambah lagi setelah 13 MSI, kalau pun benih yang mendapat perlakuan 170 Gy berkecambah pada 17 MSI, hal ini dianggap sebagai data pencilan.
22
Persentase kecambah yang hidup (Tabel 3) hanya sampai dosis 30 Gy, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi dari 30 Gy, benih mengalami kegagalan dalam berkecambah, kecuali pada dosis 180 Gy ada satu benih saja yang berkecambah. Kemungkinan sel-sel pada tanaman yang diradiasi pada dosis 180 Gy termutasi dan memiliki ketahanan yang baik walau diberi perlakuan dengan dosis yang tinggi. Pada Tabel 3 terlihat bahwa viabilitas benih semakin menurun seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi sehingga mengakibatkan persentase kecambah yang hidup semakin menurun. Salah satu mutagen adalah sinar gamma yang paling banyak mempengaruhi kromosom, sehingga mengakibatkan pecahnya kromosom. Kejadian pecahnya kromosom salah satunya adalah defisiensi yang dapat mengakibatkan turunnya viabilitas1. Tabel 3. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Persentase Kecambah Hidup Dosis Iradiasi (Gy) Banyaknya Kecambah (%) 0 100 10 80 20 62.5 30 50 40-170 0 180 7.14 190-200 0 Persentase kecambah hidup dicari dengan menggunakan program curve-fit analysis, sehingga dihasilkan suatu gambar grafik yang digambarkan dengan kurva polynomial fit (Gambar 4), dengan model persamaan y = 103.029 – 2.878x + 0.024x2 – 6,174 x 10-5 x3. Nilai LD50 ditunjukkan dengan fungsi y, jika y=50 yang artinya adalah 50% tanaman mati maka akan diperoleh nilai x=22.37. Nilai x merupakan dosis efektif yang dapat mengakibatkan 50% tanaman mati, artinya nilai LD50 benih anthurium sebesar 22.37 Gy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai LD50 benih anthurium tergolong rendah jika dibandingkan dengan nilai LD50 pada benih tanaman lain, sehingga benih anthurium memiliki tingkat radiosensitivitas yang tinggi. Menurut Broertjes dan Van Harten (1988) radiosensitivitas setiap spesies berbeda-beda. Menurut Micke dan Donini (1993) kisaran dosis iradiasi sinar gamma yang efektif untuk menginduksi mutan pada
1
http://www.batan.go.id/patir/_pert/pemuliaan.html diakses tanggal 3 Oktober 2007
23
benih kacang tanah yaitu antara 20-30 krad atau setara dengan 200-300 Gy, benih kedelai 100-200 Gy, benih buncis 80-140 Gy dan benih jagung 140-280 Gy, begitu pun pada penelitian Setyawati (1989), benih bayam akan mengalami mutasi klorofil pada kisaran dosis antara 350-450 Gy. Benih-benih tersebut merupakan benih ortodok, sehingga lebih tahan terhadap dosis iradiasi sinar gamma yang lebih tinggi. Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), anthurium yang diperbanyak secara in vitro dan diradiasi pada fase kalus memiliki dosis optimum sebesar 7.5 Gy. Respon terbaik pada kalus anthurium adalah pada kalus yang mendapatkan perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 5 Gy, pada perlakuan 10 Gy kalus menjadi nekrotik sedangkan pada perlakuan 15 Gy kalus mengalami kematian2.
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Dosis Iradiasi dengan Persentase Kecambah Hidup pada Anthurium andreanum Tanaman Mati Tanaman mulai mati pada umur 15 MSI (Tabel 4). Tanaman yang mati sebanyak satu tanaman dan tanaman yang mati ini adalah yang mendapat perlakuan 10 Gy . Tanaman mati karena memiliki akar yang pendek yaitu sebesar 0.8 cm (Tabel Lampiran 2). Akar dari tanaman ini menjadi pendek diduga akibat perlakuan iradiasi sinar gamma. Tanaman yang memiliki akar pendek, akan mengalami kesulitan dalam menyerap unsur-unsur hara yang penting bagi 2
http://www.gov.mu/portal/sites/ncb/moa/farc/amas2003/presen/s1/s1.3_files/frame.ht m. diakses tanggal 23 April 2008.
24
pertumbuhan tanaman. Tanaman pun akan bertahan hidup dalam jangka waktu yang pendek akibat kekurangan unsur hara selama masa pertumbuhannya. Tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy mulai mati pada umur 17 MSI (Tabel 4), tanaman yang mati sebanyak dua tanaman. Kedua tanaman ini mati akibat terserang penyakit busuk pada bagian antara akar dan tajuk (jika pada tanaman dewasa adalah bagian batang). Tanaman mati karena translokasi unsur hara yang penting untuk proses fotosintesis terhenti di bagian yang rusak (pertautan antara akar dan tajuk), begitu pun sebaliknya hasil fotosintesis terhenti di bagian ini. Kedua tanaman ini menjadi busuk diduga akibat perlakuan yang menyebabkan kedua tanaman menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Tabel 4. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Jumlah Tanaman Mati Hingga Akhir Pengamatan Waktu Pengamatan Kontrol 10 Gy 20 Gy 30 Gy 180 Gy (MSI) 9 11 13 15 17 19 21 Jumlah
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 2 6 9
0 0 2 5 5 12
0 0 1 1
0 0 0 0 0 1 1
Tanaman yang mati makin bertambah jumlahnya pada umur 19 MSI (Tabel 4). Tanaman yang mati adalah yang mendapat perlakuan 10 Gy dan 20 Gy. Penyebab kematian tanaman sama dengan tanaman yang mati pada umur 17 MSI, namun pada umur 19 MSI ada beberapa tanaman yang mati akibat busuk akar. Busuk akar ditandai dengan dengan akar yang mencoklat, lunak dan berair. Busuk akar terjadi pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy. Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), tanaman yang mendapatkan perlakuan akan mampu bertahan hidup jika dosis yang diterimanya rendah, namun peluang kejadian terbentuknya mutan rendah, sedangkan tanaman kurang mampu bertahan hidup jika dosis yang diterimanya tinggi, namun peluang kejadian terbentuknya mutan tinggi. Berdasarkan penelitian Hapsari (2004), kematian makin bertambah
25
jumlahnya sejalan dengan bertambahnya umur pada tanaman melati (Jasminum spp.) yang diradiasi sebesar 50 Gy dan 55 Gy. Karakter Vegetatif Pada penelitian ini buah menjadi bahan yang akan diradiasi, sehingga ketika berkecambah seluruh bagian tanaman dari akar hingga tajuk berubah secara genetik yang diekspresikan secara fenotipe. Menurut Conger, et al. (1977), respon benih terhadap perlakuan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan (oksigen, kadar air benih, penyimpanan setelah perlakuan dan suhu) dan faktor biologi (perbedaan genetik, inti dan volume kromosom saat interfase). Karakter vegetatif yang diamati meliputi panjang akar, panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman dan jumlah daun. Panjang Akar Khusus untuk karakter panjang akar hanya diamati satu kali saja, yaitu pada saat pindah tanam. Berdasarkan Tabel 5 dapat terlihat bahwa panjang akar pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap panjang akar pada tanaman kontrol, sedangkan panjang akar pada tanaman yang mendapat perlakuan 10 Gy dan 30 Gy tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap panjang akar pada tanaman kontrol. Sedikitnya jumlah tanaman yang diamati pada tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy menyebabkan panjang akarnya tidak berbeda nyata dengan panjang akar pada tanaman kontrol. Tabel 5. Hasil Uji-T Karakter Panjang Akar pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol Dosis Iradiasi (Gy) Rataan Panjang Akar 0 2.317 10 1.925tn 20 1.453** 30 1.467tn * berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95% ** berbeda sangat nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 99% tn tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95%
26
Secara umum makin tinggi dosis yang diberikan maka makin memperpendek akar. Menurut penelitian Suskandari et al. (1999) pemberian dosis iradiasi sinar gamma sebesar 25 Gy akan menghambat panjang akar sebesar 71%, sehingga makin tinggi dosis yang diberikan maka akan menghambat panjang akar anggrek Vanda Genta Bandung.
Gambar 5. Fenotipe Kecambah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 30 Gy yang Dibandingkan dengan Kecambah Kontrol Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa pada perlakuan 30 Gy kecambah mengalami keabnormalan. Terdapat dua benih yang tidak mampu membentuk sistem tajuk, namun dapat membentuk perakaran dengan baik. Ada pula 3 benih yang mampu membentuk sistem tajuk dengan baik, namun mengalami kegagalan dalam membentuk sistem akar. Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa pengaruh perlakuan memperbesar nilai keragaman. Makin tinggi dosis yang diberikan, maka makin tinggi pula keragaman yang terjadi, walaupun pada dosis 30 Gy keragaman panjang akar justru menurun, dan seperti telah dijelaskan diatas hal ini terjadi karena jumlah tanaman yang diamati terlalu sedikit (3 tanaman). Tabel 6. Koefisien Keragaman (KK) Karakter Panjang Akar pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi Dosis Iradiasi (Gy) Koefisien Keragaman (%) 0 25.33 10 44.21 20 54.16 30 51.19 Panjang Daun Berdasarkan Tabel 7, panjang daun pada tanaman yang mendapat perlakuan 10 Gy memberikan perbedaan yang nyata hingga sangat nyata terhadap panjang daun pada tanaman kontrol. Perlakuan iradiasi sinar gamma telah
27
memberikan
pengaruh
yang
nyata
terhadap
panjang
daun,
sehingga
memperpendek daun. Pengamatan akhir panjang daun pada tanaman yang mendapat perlakuan 10 Gy memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap panjang daun pada tanaman kontrol, karena seiring dengan bertambahnya usia tanaman maka makin bertambah pula jumlah daun pada setiap tanaman. Daun muda yang muncul berikutnya bertambah panjang sehingga panjang daunnya hampir sama dengan kontrol. Panjang daun pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy dan 30 Gy memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata terhadap panjang daun pada tanaman kontrol, namun hanya panjang daun pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy saja yang diakhir pengamatan memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap panjang daun pada tanaman kontrol, hal ini dikarenakan di akhir pengamatan daun muda yang muncul memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata dengan panjang daun pada tanaman kontrol. Semakin tinggi dosis maka akan semakin memperpendek daun. Penurunan panjang daun pada tanaman yang diberi perlakuan 10 Gy (1.433) terhadap panjang daun tanaman kontrol (1.567) adalah sebesar 8% sedangkan penurunan panjang daun meningkat pada tanaman yang diberi perlakuan 20 Gy (1.233) yaitu sebesar 21%. Penurunan panjang daun makin meningkat dengan meningkatnya dosis iradiasi sinar gamma yaitu pada tanaman yang diberi perlakuan 30 Gy (0.500) sebesar 68% terhadap panjang daun pada tanaman kontrol (1.567). Tabel 7. Hasil Uji-T Karakter Panjang Daun pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi terhadap Kontrol Dosis (Gy) Waktu Pengamatan (MSI) 9 11 13 15 17 19 21 0 1.125 1.175 1.217 1.25 1.358 1.533 1.567 * * * * * ** 10 0.917 0.983 1.000 1.073 1.109 1.211 1.433tn 20 30
0.780**
0.800**
0.708**
0.838**
1.233tn
0.700**
0.700**
0.500**
* berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95% ** berbeda sangat nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 99% tn tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95%
28
Lebar Daun Pada karakter lebar daun (Tabel 8) terlihat bahwa lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy di awal pengamatan hingga 15 MSI memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata terhadap lebar daun pada tanaman kontrol. Perlakuan iradiasi sinar gamma telah mempengaruhi lebar daun hingga mengakibatkan daun tanaman anthurium menjadi sempit. Pada 17 MSI hingga 19 MSI, karakter lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap lebar daun pada tanaman kontrol, dan di akhir pengamatan lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap lebar daun pada tanaman kontrol. Perbedaan lebar daun yang tidak nyata terhadap lebar daun tanaman kontrol ini disebabkan karena daun muda yang muncul berikutnya bertambah lebar. Lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 20 Gy memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata hingga tidak berbeda nyata terhadap lebar daun pada tanaman kontrol. Perlakuan iradiasi sinar gamma yang semakin tinggi telah mengakibatkan pertumbuhan tanaman di awal menjadi terhambat, hal ini terlihat dari makin sempitnya daun dengan makin tingginya dosis yang diberikan. Tabel 8. Hasil Uji-T Karakter Lebar Daun pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi Terhadap Kontrol Dosis (Gy) Waktu Pengamatan (MSI) 9 11 13 15 17 19 21 0 0.958 1.075 1.092 1.117 1.167 1.292 1.333 ** ** ** ** * * 10 0.717 0.758 0.775 0.818 0.900 1.056 1.200tn 20 30
0.410**
0.460**
0.431**
0.538**
0.800tn
0.500**
0.533**
0.550**
* berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95% ** berbeda sangat nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 99% tn tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95%
Lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 30 Gy memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata terhadap lebar daun pada tanaman kontrol. Terjadi penurunan lebar daun pada tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy (0.550) terhadap lebar daun pada tanaman kontrol (1.333) sebesar 59%.
29
Penurunan tersebut sangat signifikan jika dibandingkan dengan penurunan lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy (1.200) yang hanya turun sebesar 10% saja, sedangkan penurunan lebar daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 20 Gy (0.800) sebesar 40%.
Gambar 6. Fenotipe Kecambah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 10 Gy yang Dibandingkan dengan Kecambah Kontrol Pada Gambar 6 terlihat bahwa beberapa tanaman (5 tanaman terakhir) yang diberi perlakuan 10 Gy menjadi kecil ukuran daunnya jika dibandingkan dengan tanaman lainnya dalam perlakuan yang sama, hal ini diduga akibat perlakuan iradiasi sinar gamma. Kemungkinan lainnya dari ukuran daun yang mengecil pada lima tanaman terakhir ini diduga karena buah belum matang, sehingga embrio belum sempurna berkembang dan kecambah tumbuh abnormal.
Gambar 7. Fenotipe Kecambah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 20 Gy yang Dibandingkan dengan Kecambah Kontrol
30
Pada Gambar 7 terlihat bahwa pada perlakuan 20 Gy daun yang terbentuk makin kecil jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. Pertumbuhan tanaman yang terus menerus mengakibatkan sel-sel dalam tanaman mengalami perbaikan terus menerus. Daun muda yang selanjutnya muncul pun bertambah lebar seiring dengan bertambahnya usia tanaman. Oleh karena itu di akhir pengamatan lebar daun pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap lebar daun tanaman kontrol. Pada Gambar 7 pun dapat dilihat warna hipokotil kecambah nomor 1 yang mendapat perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 20 Gy berwarna merah, namun setelah pindah tanam warna hipokotil menjadi hijau. Warna hipokotil yang berwarna merah diduga bukan karena pengaruh perlakuan iradiasi sinar gamma, karena warna hipokotil Anthurium andreanum pada fase kecambah ada yang berwarna merah dan ada juga yang berwarna hijau, namun yang berwarna merah berubah menjadi hijau seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Tinggi Tanaman Karakter tinggi tanaman (Tabel 9) pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada tanaman kontrol. Tinggi tanaman pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata hingga tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada tanaman kontrol. Tinggi tanaman pada tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada tanaman kontrol. Tabel 9. Hasil Uji-T Karakter Tinggi Tanaman pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi Terhadap Kontrol Dosis (Gy) Waktu Pengamatan (MSI) 9 11 13 15 17 19 21 0 1.058 1.142 1.225 1.317 1.408 1.442 1.467 tn tn tn tn tn tn 10 0.908 1.008 1.067 1.145 1.191 1.333 1.500tn 20 30
0.710**
0.720**
0.669**
0.688**
0.833tn
0.567*
0.567*
0.450**
* berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95% ** berbeda sangat nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 99% tn tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95%
31
Tinggi tanaman yang terhambat pada tanaman yang mendapat perlakuan 20 Gy (0.833) yaitu sebesar 43% jika dibandingkan dengan tinggi tanaman pada tanaman kontrol, sedangkan tinggi tanaman pada tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy (0.450) terjadi penghambatan sebesar 69%. Makin tinggi dosis yang diberikan makin menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, karena diduga makin banyak sel atau jaringan tanaman yang rusak akibat perlakuan. Jumlah Daun Pada karakter jumlah daun (Tabel 10) terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun pada tanaman kontrol. Perlakuan iradiasi sinar gamma tidak mempengaruhi jumlah daun yang muncul pada tanaman yang diberi perlakuan, namun jika diamati secara individu tanaman maka terdapat perbedaan jumlah daun antara tanaman yang diradiasi dengan tanaman kontrol. Contohnya pada tanaman yang diradiasi dengan dosis 20 Gy memiliki jumlah daun sebanyak 12 helai pada akhir pengamatan (Gambar 11). Hasil penelitian Kendarini (2006) pada krisan (Dendranthema grandiflora Tz Velev) yang diradiasi sinar gamma pada dosis 15 Gy mempunyai jumlah daun terbanyak. Tabel 10. Hasil Uji-T Karakter Jumlah Daun pada Setiap Taraf Dosis Iradiasi Terhadap Kontrol Dosis (Gy) Waktu Pengamatan (MSI) 9 11 13 15 17 19 21 0 2.167 2.583 3.167 3.25 3.917 4.25 4.417 tn tn tn tn tn tn 10 2.250 2.670 2.830 3.450 3.820 4.560 5.333tn 20
2.800tn
3.200tn
30
3.540tn
4.500tn
4.333tn
5.000tn
5.333tn
5.000tn
* berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95% ** berbeda sangat nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 99% tn tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol berdasarkan Uji-T pada tingkat kepercayaan 95%
Karakter Vegetatif pada Taraf Dosis 180 Gy Tanaman yang mendapat perlakuan 180 Gy tidak dapat dianalisis dengan menggunakan Uji-T, dikarenakan jumlah benih yang dapat tumbuh menjadi tanaman normal hanya satu. Penjelasan secara deskriptif dapat digunakan untuk mendeskripsikan tanaman ini.
32
Gambar 8. Tanaman yang Mendapat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 180 Gy yang Dibandingkan dengan Tanaman Kontrol (Kiri Tanaman Kontrol, Kanan Tanaman yang Mendapat Perlakuan 180 Gy) Tanaman ini memiliki rataan panjang daun sebesar 1.46 cm dengan rataan lebar 0.94 cm. Rataan tinggi tanaman mencapai 1.28 cm dengan rataan jumlah daun sebanyak 5.40 helai. Tanaman ini memiliki perakaran yang baik dengan rataan panjang akar mencapai 3.7 cm. Secara visual tanaman yang diradiasi dengan dosis 180 Gy memiliki penampilan yang tidak jauh berbeda dengan tanaman kontrol, namun bentuk daunnya ada yang sedikit berbeda. Bentuk daun tanaman ini lonjong dan agak melengkung ke dalam di bagian pangkalnya (Gambar 8), sedangkan untuk tanaman kontrol daunnya berbentuk bulat dan tidak melengkung di bagian pangkalnya. Tanaman ini merupakan satu-satunya benih yang berkecambah diantara 14 benih yang diradiasi dengan dosis iradiasi sebesar 180 Gy (Tabel 2). Tanaman ini mulai berkecambah 3 minggu setelah iradiasi. Pada awal pengamatan sampai 17 MSI tanaman berpenampilan baik, namun pada minggu ke-18 MSI tanaman mulai mengalami klorosis pada daunnya, dikarenakan busuk akar yang menyerang tanaman. Ketahanan terhadap penyakit busuk akar ini diduga akibat perlakuan yang menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap penyakit. Karena penyakit ini fungsi dari akar sebagai penyerap unsur hara dari dalam tanah menjadi terhambat. Karakter Kualitatif Tanaman yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) pada stadia benih, terlihat seragam secara fenotipe (Gambar 7). Tanaman memiliki bentuk daun bulat
33
dengan urat-urat daun yang simetris. Warna daun hijau muda, begitu pun dengan warna daun pada tanaman yang mendapat perlakuan.
Gambar 9. Tanaman Anthurium yang Memiliki Semburat Berwarna Putih Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 10 Gy (Kiri Tanaman No.4, Kanan Tanaman No 7) Pada taraf dosis 10 Gy (tanaman no 4 dan 7), muncul semburat-semburat berwarna putih (Gambar 9). Semburat-semburat berwarna putih ini muncul pada daun pertama saja, daun muda yang selanjutnya muncul tidak menunjukkan adanya semburat-semburat berwarna putih. Hal ini diduga karena adanya diplontic selection. Diplontic selection merupakan kompetisi antara sel-sel mutan dengan sel-sel normal disekitarnya (Boertjes and Van Harten, 1988). Pada tanaman nomor 4 dan tanaman nomor 7 (Gambar 9), diplontic selection yang terjadi adalah ke arah recovery atau tanaman yang kembali normal, dikarenakan sel-sel mutannya kalah bersaing dengan sel-sel normalnya.
Gambar 10. Tanaman Anthurium No. 5 yang Memiliki Daun Asimetris Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 10 Gy yang Dibandingkan dengan Kontrol (Kiri Tanaman Kontrol, Kanan Tanaman yang Mendapat Perlakuan 10 Gy)
34
Tanaman yang mendapat perlakuan 10 Gy memiliki bentuk daun yang asimetris. Tanaman ini dapat dilihat pada Gambar 10. Bentuk daunnya berbeda dengan tanaman kontrol yang berbentuk bulat dengan ujung yang meruncing, bentuk daun pada tanaman ini berbentuk lonjong menyempit dan melengkung ke bawah.
Gambar 11. Tanaman Anthurium No. 1 Tumbuh Kerdil dengan Jumlah Daun yang Banyak Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 20 Gy Tanaman yang diberi perlakuan 20 Gy (Gambar 11), tumbuh kerdil dengan jumlah daun yang banyak. Awal penagamatan jumlah daun sebanyak 7 helai dan di akhir pengamatan berjumlah 12 helai. Kejadian ini sangat jarang terjadi pada setiap jenis bibit anthurium. Anthurium dewasa yang telah berumur tahunan pun sangat jarang memiliki jumlah daun mencapai 12 helai, kecuali jika dirawat dengan sangat baik dan dengan pemberian pupuk daun yang teratur.
Gambar 12. Tanaman Anthurium dengan Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 20 Gy (Kiri; Tanaman Kontrol, Tanaman No. 2, Tanaman No. 4) Tanaman yang mendapat perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 20 Gy memiliki daun paling lebar dan ada juga yang memiliki daun paling sempit diantara tanaman yang lain dalam dosis iradiasi yang sama. Tanaman ini dapat
35
dilihat pada Gambar 12, tanaman di sebelah tengah memiliki bentuk daun yang bulat, sama dengan bentuk daun pada tanaman kontrol (tanaman di sebelah kirinya), sedangkan pada gambar di sebelah kanannya memiliki bentuk daun yang menyempit, berbeda dengan tanaman pada gambar di sebelahnya (tengah). Hal ini membuktikan bahwa dalam satu perlakuan yang sama, penampilan tanaman dapat beragam.
Daun Bulat
Daun Sempit
Gambar 13. Tanaman Anthurium No. 2 yang Memiliki Bentuk Daun Berbeda Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma Sebesar 30 Gy Tanaman yang mendapat perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 30 Gy tumbuh dengan bentuk daun yang berlainan dalam satu tanaman (Gambar 13), yaitu ada yang berbentuk bulat lonjong dan ada yang berbentuk panjang menyempit. Secara umun tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy mengalami keragaman dalam bentuk daun, ukuran, maupun jumlahnya. Pada fase kecambah dapat dilihat (Gambar 5) bahwa tanaman ini umumnya menjadi kerdil dan memiliki daun dalam jumlah banyak namun ukuran daun menjadi kecil-kecil. Perakaran tanaman pun menjadi pendek-pendek. Kebanyakan kecambah menjadi abnormal. Dua benih tidak mampu membentuk sistem tajuk tapi memiliki perakaran yang baik dan tiga benih tidak mampu membentuk sistem akar tapi mampu membentuk sistem tajuk dengan baik, sedangkan tanaman yang lainnya mampu membentuk sistem tajuk dengan perakaran yang kurang baik (akarnya pendek).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan iradiasi sinar gamma telah meningkatkan keragaman tanaman anthurium dalam bentuk daun, ukuran, maupun jumlahnya. Nilai LD50 benih anthuriun sebesar 22.37 Gy. Ada satu benih yang tumbuh pada dosis tinggi yaitu pada dosis 170 Gy dan 180 Gy. Benih yang mendapatkan perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 40 Gy hingga 160 Gy dan yang mendapat perlakuan 190 Gy hingga 200 Gy tidak berkecambah. Perlakuan iradiasi sinar gamma tidak memberikan pengaruh pada karakter vegetatif jumlah daun, sedangkan pada karakter panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman memberikan pengaruh yang nyata. Makin tinggi dosis yang diberikan maka makin menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman. Daun pertama yang muncul pada tanaman yang mendapatkan perlakuan 10 Gy memperlihatkan adanya semburat-semburat berwarna putih, namun daun muda yang selanjutnya muncul tidak menampakkan adanya semburat-semburat berwarna putih, hal ini diduga karena terjadinya diplontic selection. Tanaman yang mendapatkan perlakuan 20 Gy tumbuh kerdil dengan jumlah daun yang banyak, ada juga yang memiliki daun paling kecil dan daun paling lebar diantara tanaman yang lain dalam perlakuan yang sama. Tanaman yang mendapatkan perlakuan 30 Gy tumbuh dengan bentuk daun yang berlainan dalam satu tanaman.
Saran Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui ketahanan tanaman dan lama hidup tanaman, pada beberapa tanaman yang mendapat perlakuan 30 Gy dan 170 Gy. Penelitian ini perlu dilakukan lagi dengan dosis iradiasi sinar gamma kurang dari 30 Gy. Sebelum buah anthurium diradiasi, sebaiknya buah diekstraksi terlebih dahulu dan diusahakan agar lendir yang menempel pada benih hilang.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S. I. 2006. Mutasi Induksi Fisik dan Pengujian Stabilitas Mutan yang Diperbanyak Secara Vegetatif pada Anyelir (Dianthus caryophyllus Linn. ). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 191 Hal. Broertjes, C. and A. M. Van Harten. 1988. Aplied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Elsevier. Amsterdam. 345 p. Briggs, R. W. and M. J. Constantin. 1977. Radiation types and radiation sources, p. 7-21. In Technical Reports Series (No. 119). Manual On Mutation Breeding. Second Edition. International Atomic Energy Agency. Vienna. p 288. Conger, B. V. , C. F. Konzak, and R. A. Nilan. 1977. Radiation sensitivity and modifiying factors, p. 40-43. In Technical Reports Series (No. 119). Manual On Mutation Breeding. Second Edition. International Atomic Energy Agency. Vienna. p 288. Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan (terjemahan). Gadjah Mada Press. Yogyakarta. 499 hal. Eisenlohr, H. 1977. Dosimetry, p. 28-33. In Technical Reports Series (No. 119). Manual On Mutation Breeding. Second Edition. International Atomic Energy Agency. Vienna. p 288. Hapsari, L. 2004. Induksi Mutasi pada Melati (Jasminum spp.) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 Hal. Hiu, I. K. 2004. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan dan Periode Konservasi Terhadap Viabilitas Benih Anthurium (Anthurium andreanum) Pada Tingkat Kadar Air Awal Tinggi dan Rendah. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hal. Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Padang. 227 hal. Karniasari, N. 2005. Mutasi Induksi Melalui Iradiasi Sinar Gamma pada Planlet Mawar (Rosa hybrida L. ). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 Hal. Kendarini, N. 2006. Penggunaan Iradiasi Sinar Gamma untuk Induksi Keragaman Somaklonal pada Krisan (Dendranthema grandiflora Tz Velev). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 Hal.
38
Micke, A. and B. Donini. 1993. Induced mutations, 52-61p. In : M. D. Hayward, N. O. Bosemark and I. Romagosa (Eds. ). Plant Breeding, Principles and Prospects. 1st ed. Chapman ang Hall. London. Poespodarsono, S. 1988. Dasar Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU IPB dengan LSI. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rukmana, R. 1997. Anthurium. Kanisius. Yogyakarta. 55 hal. Sagala, F. P. , S. Suyudi, Adiwardoyo, dan E. M. Parmanto. 2005. Model Atom, Uranium dan Prospek Sebagai Energi Masa Depan. PPNK. Jakarta. 28 Hal. Sanusie, I. dan L. Qadriyah. 2004. Teknik penyerbukan silang dan pembibitan anthurium. Bul. Tek. Pert. 9(2):83-86. Setyawati, A. S. 1989. Pengaruh Devigorasi Etanol, Iradiasi Co 60 dan Etilmetana Sulfonat (EMS) Terhadap Kemunduran Benih Bayam. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal. Suskandari, K. , S. Soertini, dan S. Rianawati. 1999. Mutasi induksi sinar gamma pada anggrek Vanda Genta Bandung. Zuriat. 10(1):27-33. Tanjung, H. dan A. Andoko. 2007. Mengenal dan Merawat Anthurium Daun. Agromedia Pustaka. Jakarta. 80 hal. Tim Redaksi Trubus. 2007. Anthurium. Trubus Swadaya. Jakarta. 222 hal. Van Harten, A. M. 1998. Mutation Breeding Theory AND Practical Application. Cambridge University Press. United Kingdom. 353 p. Wardhani, M. U. D. 2005. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaan Anggrek Brachypeza indusiata (Reichb. F) Garay Secara In Vitro. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 Hal. Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman (terjemahan). Edisi ke-2. Erlangga. Jakarta. 223 hal. Wijaya, A, K. 2006. Evaluasi Keragaan Fenotipe Tanaman Seledri Daun (Aphium graveolens L. Subsp. Secalium Alef. ) Kultivar Amigo Hasil Iradiasi dengan Sinar Gamma Cobalt-60 (Co60). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 Hal. Wuryaningsih, S. 2006. Anthurium andreanum Linden, hal 38-40. Dalam: H. Sutarno, D. Darnaedi, dan Rugayah (Eds. ). Tanaman Hias Dalam Ruangan Di Indonesia. LIPI Press. Bogor. 124 Hal.
LAMPIRAN
40
Tabel Lampiran 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menginduksi Sesuai dengan Dosisnya Dosis iradiasi Waktu iradiasi 1 Krad 33 detik 2 Krad 1 menit 6 detik 3 Krad 1 menit 39 detik 4 Krad 2 menit 12 detik 5 Krad 2 menit 45 detik 6 Krad 3 menit 18 detik 7 Krad 3 menit 51 detik 8 Krad 4 menit 24 detik 9 Krad 4 menit 57 detik 10 Krad 5 menit 30 detik 15 Krad 8 menit 15 detik 20 Krad 11 menit Keterangan : 1 Gy =100 Rad 1 kRad =10 Gy Tabel Lampiran 2. Panjang Akar Pada Masing-Masing Tanaman yang Mendapatkan Perlakuan (cm) No Kontrol 10 Gy 20 Gy 30 Gy 180 Gy Tanaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
2.6 1.3 1.2 3 3 2 2 2.5 2.7 2.5 2.6 2.4
2.8 0.9 2 2.3 2.8 1 3 2.4 2 2.4 0.8 0.7
2.4 2.2 2.1 1 2.5 1.6 1.1 1.5 0.3 1.2 2.2 2.1 0.7 Tdk ada 0.9
0.7 1.5 2.2
3.7