KARAKTERISASI BURNER GAS JET PADA PORT 2 FURNACE MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTASI DI PT. PHILIPS INDONESIA (Achmad Nur Kholis, Ir. Sarwono, M.MT )
Jurusan Teknik Fisika - Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
Abstrak Besarnya temperatur untuk proses pelehan gelas memegang pearan yang sangat penting. Temperatur tersebut harus terjaga dalam daerah kerja normal. Pada port 2 furnace terdapat 2 pasang burner gas jet yang ada disebelah kiri dan kanan memungkinkan dapat memberikan keseragaman temperatur yang baik terhadap proses pelehan gelas (melting). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik aliran bahan bakar gas dan udara pembakaran dengan perbandingan debit yang berbeda-beda. Dengan menggunakan metode CFD dapat diperoleh hasil bahwa konfigurasi dari burner memberikan keseragaman temperatur dengan temperatur yang tertinggi pada 1702.95 ºK yang dihasilkan dari rasio bahan bakar gas dan udara pembakaran sebesar 0.1068. Rasio tersebut dapat meningkatkan efisiensi burner dari 53.4% menjadi 54.67 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan besarnya rasio yang digunakan pada semua port furnace sodalime sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan energi yang ada. Kata kunci : burner, temperatur, debit bahan bakar dan udara, efisiensi burner CxHy + a ( O2 + 3,76 N2 ) → xCO2 + (y/2) H2O + 3,76aN2 Dimana a = x + (y/2) Persamaan ini berlaku untuk komposisi udara 21% O2 dan 79% N2dalam persen volume atau 23,15% O2 dan 76,85% N2 dalam persen massa. Burned gas zone adalah daerah masuknya gas panas hasil pembakaran yang dimulai dari api. Pada daerah ini kecepatan temperature dan konsentrasi spesies seragam. Dibawah ini adalah gambar zona api :
I. PENDAHULUAN Pembakaran dalam furnace di pabrik lampu PT. Philips Indonesia dilakukan dengan pembakaran natural gas dan air combustion kedalam suatu regenerator melalui sebuah burner channel. Rancangan konfigurasi burner gas jet dalam burner channel yang tidak tepat atau kurang memenuhi syarat dapat menimbulkan distribusi temperatur fluida pembakaran hasil pencampuran yang tidak seragam atau momentum fluida pembakaran yang terlalu besar. Akibatnya terjadinya panas terlalu tinggi (hot spot) atau bagian-bagian yang lebih dingin (chanelling). Fenomena fisik yang memberikan kontribusi terhadap kinerja thermal dalam burner channel dididentifikasi serta dideskripsikan oleh hubunganhubungan empiris atau visualisasi dengan menggunakan pemodelan matematik. Kelangsungan pembakaran dalam burner channel mungkin juga dipengaruhi oleh perilaku pencampuran dan kinetika reaksi kimianya. Salah satu cara untuk menangani kesulitan tersebut adalah dengan penyederhanaan kedalam model pembakaran. Dalam tugas akhir ini merupakan kajian tentang karakteristik aliran burner dalam zona pembakaran pada burner channel di PT. Philips Indonesia yang diarahkan untuk memberikan informasi pola aliran dan rasio debit bahan bakar gas proses dan udara untuk memberikan keseragaman temperatur yang baik. 2. DASAR TEORI 2.1 Prinsip pembakaran 2.1.1 Pembakaran teoritis Pembakaran teoritis adalah suatu reaksi pembakaran sempurna dari suatu unsur mudah terbakar ( stochiometric reaction ). Pada pembakaran teoritis ini akan dibutuhkan sejumlah udara minimal ( teoritis ). Reaksi pembakaran stochiometric dari hidrokarbon dirumuskan dengan persamaan dibawah ini :
Gambar 2.1 Zona Api Flame Stability Pada proses pembakaran dengan bahan bakar gas yang terpenting adalah menjaga nyalanya. Nyala api dikatakan stabil apabila dapat menyala dengan baik secara terus menerus tanpa adanya gangguan yang mempengaruhinya, dan tidak terjadi flash back dan blow out. Hal ini diperlukan untuk menjaga temperature dalam proses pembakaran. Kestabilan nyala api yang terjadi sangat tergantung dari tipe burner, laju alir dari udara dan bahan bakar dan mixing. Udara pembakaran Dalam proses pembakaran selalu diperlukan oksigen. Oksigen ini dapat diperoleh dari udara atmosfer. Beberapa definisi mengenai udara dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Udara kering adalah udara tanpa kandungan air (dry air) 2.
1
Udara basah (wet air) adalah udara dengan kandungan air yang masih terikat
3.
Udara standard (standard air) adalah udara dengan kandungan 0,013 kg air per kg udara kering (sesuai dengan RH = 60% pada 25˚C)
menjadi turbulent terdifusi ( TDF ) dan lapisan break point akan mendekati burner rim dan panjang dari nyala api akan berkurang. Sampai akhirnya fully turbulent region akan terbentuk dan nyala api terdifusi akan bersifat independent terhadap peribahan angka reynold dan angka frounde dari aliran yang keluar burner port.
Komposisi data dan data lain sebagai berikut : Tabel 2.1 komposisi udara diatmosfer Unsur % volume % berat
2.1.2 Pembakaran sebenarnya Dalam pembakaran sebenarnya tidak seluruh unsur dalam bahan bakar terbakar dengan sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna terjadi karena : 1. Tidak sempurnanya percampuran udara dan bahan bakar menyebabkan zona percampuran kaya dan miskin.
Oksigen 20,99 23,15 Nitrogen 78,03 76,85 Gas lain 0,98 Sumber : Awan Yudi Herlambang Berat molekul ekivalen dari udara = 29 Mole udara / mole oksigen = 100/20,99 = 4,76
2. Tidak tersedianya udara yang cukup
Mole N2 / mole oksigen = 78,03/20,99 = 3,76Kg
3. Waktu tinggal reaktan dalam nyala api yang tidak cukup sehingga mencegah sempurnanya reaksi pembakaran
udara kering / kg oksigen = 100/23,15 = 4,32Kg N2 / kg oksigen = 76,85/23,15 = 3,32
4. Temperatur nyala api yang terlalu rendah.
Udara yang diberikan dibawah kuat campuran mula, nyala akan terbentuk seperti fan ( under ventilated flame ). Bentuk nyala api difusi adalah sebagai berikut :
Sebagai contoh pembakaran dari karbon (C) tidak seluruh karbon terbakar menjadi CO2 tetapi ada yang masih dalam bentuk aslinya C. dengan demikian terdapat looses yang berupa kerugian panas yang seharusnya dibebaskan dari pembakaran C. untuk menghindari kerugian tersebut sampai tingkat minimal perlu diberikan udara lebih pada sejumlah udara teoritis yang dipakai, sehingga tersedia cukup udara pembakaran. Udara lebih ( excess air ) ini tidak lagi diperlukan apabila dimungkinkan percampuran udara dan bahan bakar secara sempurna. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan udara lebih akan juga membawa kerugian panas akibat panas pembakaran digunakan untuk memanaskan udara lebih.
Gambar 2.2 Nyala diffusi dari Bahan Bakar Gas Didalam over ventilated flame, boundarynya dipusatkan pada sumbu silinderdan untuk under ventilated, nyala melebar kedepan kearah dinding silinder. Variasi bentuk antara kedua nyala tergantung perubahan perbandingan bahan baker dan udara. Terdapat dua kategori didalam nyala diffusi berdasarkan sifat fisik dari bahan bakar dan udara. 1. nyala diffusi atau semprotan apabila sifat fisik dari bahan baker dan udara berupa gas. 2. Nyala hiterogen apabila sifat fisik dari bahan baker dan udara berupa cairan dan gas atau padat dan gas.
Penting pula untuk diketahui dan dipahami karakteristik dalam pembahasan bahan bakar. Berikut ini macam – macam karakteristik bahan bakar,antara lain :
Density
Didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volume bahan bakar pada suhu acuan 15 degC. Density diukur dengan menggunakan suatu alat yang disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk perhitungan kuantitatif dan pengkanjian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3
Turbulent Diffusion Flame Turbulent Diffusion Flame merupakan suatu fenomena nyala api yang komplek, struktur nyala yang terbentuk dipengaruhi oleh banyak hal seperti tekanan tangki, laju alir massa uadara pembakaran, diameter pipa penghantar aliaran bahan baker ke jet, peletakan pipa relative terhadap medan grafitasi, AFR dsb. Pada kecepatan rendah nyala api terdifusi tergolong laminar dan dimensi dari panjan gnyala api akan bertambah seiring dengan bertambahnya kecepatan aliran bahan baker. Sehingga pada titik tertentu apabila kita terus menaikkan kecepatan alir maka nyala api terdifusi aan berubah menjadi nyala api yang turbulent pada titik tertentu pada burner port. Apabila kita naikkan lagi kecepatan alir maka seluruh dari nyala api akan
Viskositas
Didefinisikan sebagai ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan nilainya akan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan stokes/centistokes. Kadang kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt, atau Redwood. Tiap jenis minyak memiliki hubungan suhu-viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut viskometer. bahan
2
Titik tuang (pour point) Didefinisikan sebagai suhu terendah dimana bakar akan tertuang atau mengalir bila
didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.
kebocoran [UNEP,2007]. Reaksi pembakaran secara umum diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Panas jenis
Didefinisikan sebaga jumlah kkal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 1 o C. Besarnya bervariasi mulai dari 0.22 sampai dengan 0.28 tergantung pada specify gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang lebih rendah sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi
Gambar 2.4 Reaksi Pembakaran [UNEP,2007] Spesifikasi gas alam yang digunakan pada plant seperti tercantum dalam tabel dibawah ini Spesifikasi Gas Alam Specific density 0.835 kg/Nm3 Heating value (low) 37.774 (high) 41.752 MJ/Nm3 Wobbe index (low) 46.961 (high) 51.947 MJ/Nm3 Stoch.air 10.146 Nm3 per Nm3 gas = requirement 15.705 kg per kg gas Oxygen 2.101 Nm3 per Nm3 gas = 3.595 requirement kg per kg gas Komposisi : CH4 : C6H14 : 2,445 % 88.836 % C2H6 : 3.663 CnHm : 0,000 % (propeen) % C3H8 : 1.956 CO2 : 2,445 % % i-C4H10 : 0.366 CO : 0,000 % % n-C4H10 : 0,462 H2 : 0,000 % % C5H12 : 0,000 N2 : 1,872 % % i-C5H12 : O2 : 0,000 % 0,149 % n-C5H12 H2 O : 0,000 % : 0,105 %
Nilai kalor
Didefinisikan sebagai ukuran panas atau energi yang dihasilkan, dan diukur sebagai nilai kalor kotor (gross calorific value) atau nilai kalor netto (net calorific value). Perbedaanya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor (gross calorific value) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terkondensasi/ terembunkan. Nilai kalor netto mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto 2.2 Liquid Natural Gas (Gas Alam) Plant menggunakan dua jenis bahan bakar gas, yaitu NG (natural gas) dan LPG (liquid petroleum gas). NG merupakan bahan bakar utama yang digunakan pada proses melting, sedangkan LPG digunakan sebagai cadangan bila terjadi trouble pada suplay NG. Dengan demikian penjelasan lebih dispesifikkan pada NG. Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Berbagai Bahan Bakar Gas [UNEP,2007]
Specific density flue gas Komposisi pada Stoikiometri Pembakaran :
1.244 kg per Nm3
CO2 : 1.101 Nm3 per Nm3 gas H2O : 2.084 Nm3 per Nm3 gas N2
Metan merupakan kandungan utama gas alam yang mencapai jumlah sekitar 95 per sen dari volum total. Komponen lainnya adalah: Etan, Propan, Pentan, Nitrogen, Karbon Dioksida, dan gas-gas lainnya dalam jumlah kecil. Karena metan merupakan komponen terbesar dari gas alam, biasanya sifat metan digunakan untuk membandingkan sifat-sifat gas alam terhadap bahan bakar lainnya. Gas alam merupakan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi yang tidak memerlukan fasilitas penyimpanan. Gas ini bercampur dengan udara dan tidak menghasilkan asap atau jelaga. Gas ini tidak juga mengandung sulfur, lebih ringan dari udara dan menyebar ke udara dengan mudahnya jika terjadi
Jumlah Total
: 7.948 Nm3 per Nm3 gas
11.132 Nm3 per Nm3 gas
2.3 CFD (Computational Fluid Dynamics) CFD merupakan aplikasi dari metode komputasi untuk menyelesaikan system fluida teknik termasuk pemodelan (matematis maupun fisis) dan metode numerik (solvers, finite differences, dan grid generation, dll). Selain itu CFD digunakan untuk menyelesaikan masalah tentang prediksi aliran fluida, perpindahan kalor dan massa, reaksi kimia, dan fenomena lain yang berkaitan dengan cara memecahkan persamaan matematis secara numerik.
3
2.3.1
Definisi CFD Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan – persamaan matematika (model matematis). Pada dasarnya, persamaan – persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan – persamaan diferensial parsial (PDE = Partial Differential Equation) yang merepresentasikan CFD memprediksi aliran berdasarkan : • Model matematis (persamaan diferensial parsial), khususnya memecahkan persamaan Navier-Stokes • Metode numerik (teknik solusi dan diskritisasi) • Tools, perangkat lunak, (solvers, tools pre dan post processing) Proses Simulasi CFD Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi CFD, yaitu : preprocessing, solving, dan postprocessing. Preprocessing Preprocessing merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (ComputerAided Design), membuat mesh yang cocok / sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat – sifat fluidanya. Solving Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi – kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing. Postprocessing Postprocessing adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi. 3. METODOLOGI DAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Flowchart pengerjaan tugas akhir ini akan mengikuti urut-urutan sebagai berikut :
3.2
Observasi Model Plant
Observasi model plant merupakan pencarian dan pengkajian model plant. Obserasi dilakukan dengan mempelajari gambar AutoCad plant ataupun dengan meninjau langsung unit furnace sodalime pabrik gelas PT. Philips Indonesia. Dari sini akhirnya peneliti dapat menentukan sekaligus menelaah control volume dari plant. Didukung dengan perolehan sejumlah informasi penting, baik berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif berupa fakta - fakta dan statement – statement berharga dari direksi, pembimbing di lapangan dan operator furnace soda lime mengenai topik yang sedang diteliti. Sedangkan data kuantitatif berupa nilai – nilai variabel yang diperlukan dalam perhitungan di tahap selanjutnya. 3.3
Pengambilan Data
Data diambil dari pengukuran langsung (di dalam note book), Sodalime Laboratory dan data sheet plant di MPDL (perpustakaan sodalime). Data yang digunakan adalah data operasional melting glass, data spesifikasi, pemakaian bahan bakar, pemakaian udara pembakaran serta data geometri furnace sodalime untuk mekanisme perpindahan kalornya. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan heat loss pada pembakaran, antara lain berupa konstanta, data dari analisa laboratorium [data analisa gas alam dan analisa orsat (flue gas)]dan data prosess variabel saat plant furnace beroperasi. Data Analisa Laboratorium
▫ Tipe bahan bakar
Fuel Analysis Tabel 3.1 Data Analisa Gas Alam Komponen terkandung Gross C H2 O2 N2 S H2O calorfic value % % % % % % kJ/m3
Suhu
°C
S ta rt
NG (gas alam)
D a ta y a n g d ip e r lu k a n : D im e n s i R u a n g P r o d u k s i, d im e n s i p e r a la ta n /m e s in , p o s is i a la t, p o s is i in filtr a s i, s u h u in le t, v e lo c ity in le t d a n o u tle t u d a r a
P e m b u a ta n M o d e l G e o m e tri R u a n g p ro d u k s i
74
25
Se di kit
1,87
-
-
60390,4
1954
Data tersebut digunakan untuk mengetahui kerugian panas pada bahan bakar, yakni kerugian oleh karena penguapan kandungan moisture dan penguapan air yang terbentuk karena adanya hidrogen. Penyajian lebih lengkap untuk data spesifikasi natural gas disajikan pada lampiran.
M e s h in g M o d e l G e o m e tr i
P e m ilih a n M o d e l S o lv e r
P e n e n tu a n F is ik d a n P r o p e r ty F lu id a
▫
P e n e n tu a n K o n d is i B a ta s
Raw Material Analysis Tabel 3.2 Data Analisa Raw Material
P r o s e s S im u la s i
Output Gelas
tid a k K o n v e rg e n
Ya
Suhu proses peleburan Gelas
Cp
Hf
Cullet
C
(kJ/kgoC)
(kJ/kg)
%
1338
1,16
1000
64,2
A n a lis a
kg/h
o
F in is h
6450
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
4
Data Plant Data berikut adalah data rata – rata operasi furnace bulan Oktober 2008 yang didapatkan dari DCIS (Distributed Control and Information System). Di bawah ini tampilan grafik dari data plant.
Gambar 3.5, Grafik Konsumsi Udara Nyala Bagian Kanan Dari data tersebut debit rata-rata untuk udara saat menyala bagian kanan 2236.6 m3/h dan pada saat menyala pada bagian kiri sebesar 2236.7m3/h sehingga untukvelocity inlet dapat diasumsikan sama pada saat menyala kanan atau menyala kiri.
Gambar 3.2, Grafik Konsumsi Bahan Bakar Nyala Bagian Kiri
Kemudian dari data – data tersebut di atas diambil rata – ratanya dan disajikan dalam tabel 3.6 di bawah ini: Tabel 3.3 Data Plant, Konstanta dan Penelusuran Tabel Thermodinamika untuk perhitungan Heat Balance Nyala Nyala No. Deskripsi Nilai Satuan Kanan Kiri Konsumsi 1 fuel pada 234 233.7 235.4 m3/h port 2 Konsumsi Combustion 2155 2236.6 2236.7 m3/h 2 air (udara) Suhu flue 3 1392 1392.0 1392.0 ⁰ C Gas suhu akhir 4 1274.5 1272.8 ⁰ C udara Kalor 5 spesifik 2.29 KJ/m3⁰ C udara (Cp) suhu fuel 6 43.7 44.9 ⁰ C gas tekanan 7 dalam 3 atm furnace Temperatur diatas glass 8 1490 ⁰ C dalam furnace Preprocessing Pembuatan Geometri pada GAMBIT Dari hasil studi lapangan, didapatkan dimensi dari burner pada port 2 furnace yaitu dengan ukuran port 2 sebesar 6.8 m x 3.2 m x 3 m.. Dari dimensi tersebut dibuat geometri dalam program GAMBIT dengan beberapa penyederhanaan untuk memudahkan proses simulasi dan pemodelan.
Gambar 3.3, Grafik Konsumsi Bahan Bakar Nyala Bagian Kanan Dari grafik konsumsi bahan bakar pada tanggal 29 desember 2008 terlihat bahwa debit rata-rata pada saat menyala bagian kanan sebesar 243.4 m3/h. pada burner menyala bagian kiri rata-rata debit sebesar 242.8 m3/h. Apabila dihitung besarnya kecepatan masukan (velocity inlet) dengan diameter pipa masukan sebesar 10 cm maka didapat besarnya velocity inlet bagian kanan sebesar 8.83 m/s sedangkan pada bagian kiri velocity inlet sebesar 8.81 m/s. Data inilah yang akan dimasukkan dalam variable velocity inlet pada simulasi. Data variable udara masukan masing-masing ditunjukkan pada grafik dibawah ini :
Gambar 3.4, Grafik Konsumsi Udara Nyala Bagian Kiri Gambar 3.7 Geometri port 2 furnace pada GAMBIT tampak depan
5
Setelah dilakukan pengkajian terhadap geometri tersebut,. Geometri inilah yang kemudian digunakan dalam proses simulasi. Port 2 furnace Dimensi : 6.8m x 3.2m x3m Pada dua sisinya inilah terdapat burner channel
Pada tugas akhir ini kami lebih cenderung menggunakan antarmuka grafis (GUI) dimana kami merasa metoda ini sangat memudahkan dan mempercepat kami untuk segera melakukan iterasi untuk mendapatkan solusi.
Define Material Material yang didefinisikan pada simulasi yaitu untuk proses pembakaran. Material yang ada dalam data base di import dan dimasukkan dalam spesies mixture template berupa campuran antara gas methan dan udara. Seperti yang ditampilkan dalam gambara dibawah ini :
Burner channel Berbentuk selubung dengan alas berbentuk persegi panjang dengan posisi miring.Dimensi : Alas ( r = 2 meter); Tinggi 2,5 meter
Burner Gasjet Berbentuk selubung silindris dengan diameter 4 cm dan panjang 60 cm yang dihubungkan saluran inlet. Saluran Inlet Dimensi : r = 5 cm
Jumlah : 1 buah
Meshing Setelah geometridibuat, dilakukan proses meshing. Untuk mempermudah proses meshing, maka geometri dibagi menjadi beberapa volume yang lebih kecil. Setelah proses meshing dilakukan, geometri akan terbagi menjadi bagian – bagian kecil. Berikut adalah hasil dari proses meshing yang telah dilakukan.
Gambar 3.12. Spesies mixture pada material Untuk reaksi yang terjadi yaitu reaksi pembakaran antara gas methan dengan oksigen dengan per samaan reaksi sebagai berikut: CH4 + O2 → CO2 + H2O
(3.6)
Pada tampilan fluent seperti tertera pada gambar berikut :
Gambar 3.9 Hasil meshing
Gambar 3.13. Reaksi pembakaran Model Turbulen. Penetuan bilangan Reynold pada simulasi ini dihitung dari rumus :
Re Gambar 3.10 gambar model dalam tampilan grid
VDh
(3.7)
Dengan ρ adalah massa jenis gas pada 305 K, V sebagai kecepatan fluida masukan, Dh sebagai hydraulic diameter, µ adlah viskositas kinematic udara Dan dengan table atmosfer referensi [1] diperoleh data sebagai berikut :
Gambar di atas merupakan penampakan grid dari model beserta kondisi batas yang telah diterapkan. 3.4.2 Solver Bekerja dengan Fluent dapat dengan dua cara yaitu: Graphical User Interface (GUI), dan Text User Iterface(TUI). GUI menggunakan kombinasi tombol, input box untuk mengatur dan menset kerja simulasi, sedangkan TUI dikhususkan untuk pengguna yang berpengalaman karena memerlukan pengetahuan mengenai perintah-perintah Fluent dalam bentuk text.
T V μ ρ
= = = =
305 K 8.81 m/s 1.85E-5 N.s/m2 1.36 kg/m3
Dari data kecepatan fluida dan data property gas proses pada T = 305 K, didapat
6
3.5 Re = 7535.59, untuk model kiri. Re = 7552.70, untuk model kanan.
Perhitungan Efisiensi buner pada port 2 furnace
Energi untuk melting glass dihitung berdasarkan heat balance. Energi yang dimaksudkan yakni sejumlah energi yang diperlukan untuk melelehkan raw material di dalam furnace, sehingga menjadi lelehan gelas yang siap untuk dicetak pada tahapan produksi selanjutnya.
Dari nilai diatas maka aliran didalam pipa adalah turbulen Untuk simulasi ini kami menggunakan model turbulen standar k- epsilon karena model ini dapat memprediksikan dengan akurat model yang melibatkan heat transfer. Pada model turbulen ini user diharuskan memasukkan data mengenai turbulence kinetic energy (k) dan Turbulen Dissipation Rate (epsilon) yang merupakan penggambaran kekuatan turbulensi yang terdapat disuatu sistem. Kedua parameter tersebut dimasukkan pada kondisi batas inlet dengan tipe kecepatan Gambar 3.14 dibawah adalah antarmuka dari kondisi batas kecepatan:
Gambar 3.17 Proses Melting Glass [Glass Course,1999] Pemahaman proses melting glass penting dilakukan untuk menentukan perumusan perhitungan jumlah energi untuk melting glass. Perhitungan didekati dengan prinsip energi konservasi, yaitu : Heat input = Heat output Q in = Q melt + Q losses (Loss radiasi + Loss flue gas) ...(3.11) Selanjutnya perhitungan efisiensi dilakukan menggunakan indirect method (metode tak lagsung). Metode ini memiliki ketelitian yang lebih dibanding metode langsung karena kerugian panas pada furnace dihitung secara rinci satu-persatu. Metode tidak langsung juga sering disebut metode kerugian panas (Heat Loss Method). Semakin banyak kerugian panas yang dihitung maka semakin teliti pula metode ini. Akan tetapi terkadang perhitungan kerugian panas tidak dapat dilakukan karena data yang tidak ada atau tidak dapat diambil.
Gambar 3.14. Velocity Inlet boundary condition Model turbulen dipilih dikarenakan inputan dari sistem adalah aliran turbulen penuh yang keluar dari burner. Sedangkan perhitungan turbulen intensities menggunakan bilangan Reynold aliran diatas, digunakan untuk menggambarkan bahwa pola turbulens pada pipa. Kondisi Pada Dinding. Sumbar panas diatur dengan memasukkan suhu sebesar 69.20C (342.35K) pada boundary condition (BC) bertipe dinding. Gambar 3.12 menunjukkan letak sumber panas ini:
Effisiensi melting, .
Q melting .
x100 %
…..(3.8)
Q in Efisiensi dihitung berdasarkan Glass CourseIndustrial Service Support yang didapatkan dari referensi di MPDL (Machine and Product Documentation Lighting). Besarnya Qin pada port 2 sebesar 0.33 atau 33% dari Qin seluruhnya, sehingga efisiensi burner pada port 2 dapat dihitung dengan memberi faktor pengali 100/33. Maka besarnya efisiensi burner pada port 2 yaitu .
Gambar 3.15. Kondisi batas pada dinding Sedangkan thickness diasumsikan nol, thickness digunakan jika terdapat resistensi antara sumber panas dengan permukaan base – wall.
Q melting .
x100 %
...............(3.9)
Q inport 2 Dengan perhitungan tiap-tiap energi panas yaitu : Qinport 2 (energi panas yang disumbangkan bahan bakar) Q = [konsumsi bb (m3/h) x LHV bb (kJ/m3)]/3600 .....(3.10) Qmelting (energi panas untuk proses pelehan raw material menjadi gelas)
3.4.3
Postprocessing Pada tahapan ini dilakukan pemotongan pada model sehingga model yang semula 3D menjadi 2D. Hal ini dilakukan untuk dapat mengamati countour persebaran panas, kecepatan, serta tekanan hasil simulasi.
7
Q = {output (kg/h) x [( hf gelas (kJ/kg)) + (Cp gelas (kJ/kgoC) x T gelas (oC))]} / 3600 .....(3.11) //Keterangan : ~ Kesemuanya energi panas dalam satuan MJ dengan konversi 1 kW = 3600 MJ (M.M El Wakil,1996).
~ Konsumsi energi spe 4.ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1Distribusi kecepatan dan temperature 4.1.1 Kecepatan
Gambar 4.3 kontur static temperatur irisan XY dengan besarnya rasio 0.1104
Kecepatan pada saat masukan burner dengan kecepatan 8.83 m/s pada keluarannya kecepatannya 245.6 m/s
Gambar 4.5 kontur total energi irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1104 Pada simulasi I didapatkan persebaran temperatur yang merata pada semua area di port 2. Besarnya temperatur rata-rata pada bidang dimana lapisan teratas dari bahan gelas yang akan dilebur berada sebesar 1680.83 °K. Besarnya efisiensi dapati dihitung menggunakan metode berdasarkan “Glass CourseIndustrial Service Support”. Pada metode ini dihitung heat balance dari proses panas melting glass seperti pada persamaan 3.4. besarnya efisiensi adalah
Gambar 4.1 kontur velocity dari burner
.
Q melting .
x100 %
Q inport 2
Gambar 4.2 plot velocity terhadap posisi Dari gambar kontur diatas terlihat bahwa velocity inlet bahan bakar menyebar pada segala arah sehingga kemungkinan terjadi pendistribusian temperatur yang merata sangat besar. Ditinjau dari bentuk konfigurasi burner yang dipakai sudah sangat sesuai dengan kebutuhan, tinggal bagaimana untuk mendapatkan temperatur yang diinginkan dan meningkatkan besarnya efisiensi dari burner.
2184 . 47 x100 % = 53.52 % 4081 . 37
Simulasi II Velocity inlet bahan bakar 8.81 m/s dan kecepatan udara 0.566 m/s
4.1.2 Burner Kiri Simulasi I Velocity inlet bahan bakar 8.81 m/s dan kecepatan udara 0.556 m/s
Gambar 4.6 kontur static temperatur irisan XY dengan besarnya rasio 0.1086
8
Gambar 4.8 kontur total energi irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1086
Gambar 4.12 kontur static temperatur irisan XY dengan besarnya rasio 0.1108
Pada simulasi II dengan menaikkan velocity inlet pada daerah rata-rata Besarnya temperatur rata-rata pada bidang dimana lapisan teratas dari bahan gelas berada sebesar 1691.65 °K, besar efisiensi burner menjadi :
2207 . 33 x100 % = 54.09 % 4081 . 37
Simulasi III Velocity inlet bahan bakar 8.81 m/s dan kecepatan udara 0.575 m/s
Gambar 4.14 kontur energi total irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1108 Pada simulasi IV dengan menaikkan velocity inlet pada daerah lower center line. Besarnya temperatur rata-rata pada bidang dimana lapisan teratas dari bahan gelas berada sebesar 1678.3 °K, besar efisiensi burner menjadi :
Simulasi V
Gambar 4.9 kontur static temperatur irisan XY dengan besarnya rasio 0.1068
Velocity inlet bahan bakar 8.83 m/s dan kecepatan udara 0.566 m/s
Gambar 4.11 kontur energi total irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1068
Gambar 4.15 kontur static temperatur irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1088
Pada simulasi III dengan menaikkan velocity inlet pada daerah upper center line. Besarnya temperatur rata-rata pada bidang dimana lapisan teratas dari bahan gelas berada sebesar 1702.95 °K, besar efisiensi burner menjadi :
2177 . 61 x100 % = 53.38 % 4081 . 37
2231 . 55 x100 % = 54.67 % 4081 . 37
4.1.3 Burner Kanan Simulasi IV Gambar 4.17 kontur energi total irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1088
Velocity inlet bahan bakar 8.83 m/s dan kecepatan udara 0.556 m/s
9
Pada simulasi V dengan menaikkan velocity inlet pada daerah rata-rata. Besarnya temperatur rata-rata pada bidang dimana lapisan teratas dari bahan gelas berada sebesar 1686.2 °K, besar efisiensi burner menjadi :
masing-masing burner sudah merata pada sebagian besar daerah, namun besarnya temperatur pada tiap-tiap tidaklah sama. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah (debit) dari bahan bakar dan udara yang masuk tidak sama. Pada perlakuan diatas debit bahan bakar yang masuk dibuat sama pada burner kiri demikian halnya pada burner kanan. Besarnya temperatur dari tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
2194 . 95 x100 % = 53.78 % 4081 . 37
Simulasi VI Velocity inlet bahan bakar 8.83 m/s dan kecepatan udara 0.575 m/s
Gambar 4.21 Perbandingan antara temperatur dengan rasio debit pada burner kiri
Gambar 4.18 kontur static temperatur irisan XY dengan besarnya rasio 0.1070
Gambar 4.22 Perbandingan antara temperatur dengan rasio debit pada burner kanan Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar rasio dari debit bahan bakar dan udara maka semakin kecil temperatur yang dihasilkan dari pembakaran. Ini berarti dalam proses pembakaran, bahan bakar yang ada membutuhkan udara yang lebih untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna. Temperatur tertinggi dari hasil pembakaran yaitu pada 1702.95 °K. temperatur ini dihasilkan dari pembakaran di burner sebelah kiri yang jumlah debit bahan bakarnya sebesar 242.8 m3/h dan debit udara sebesar 2274.4 m3/h. Dari hasil simulasi pada kondisi ini temperatur yang terjadi sudah seragam pada daerah dimana permukaan glass yang akan dilebur berada.yang ditampilkan dalam plot dibawah ini :
Gambar 4.20 kontur energi total irisan YZ dengan besarnya rasio 0.1070 Pada simulasi VI dengan menaikkan velocity inlet pada daerah rata-rata Besarnya temperatur rata-rata pada bidang dimana lapisan teratas dari bahan gelas berada sebesar 1689.45 °K, besar efisiensi burner menjadi :
2203 . 14 x100 % = 53.98 % 4081 . 37
4.2 Pembahasan Dari hasil simulasi dan perhitungan besarnya efisiensi burner berbeda beda tergantung rasio dari jumlah bahan bakar dan udara. Konfigurasi dari burner sudah tepat hal tersebut ditunjukkan oleh kontur temperatur yang menyebar kesegala daerah pada port 2 sehingga terjadi keseragaman temperatur. Daerah ini ditampilkan dalam warna kuning tua pada sebagian besar daerah yang menunjukkan temperatur yang tinggi pada daerah tersebut.. Pada tiap-tiap perlakuan memang temperatur yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar dari
Gambar 4.23 Plot static temperatur bidang XY pada daerah peleburan glass. Persebaran energi total dari masing-masing perlakuan juga menunjukkan persebaran yang sama yaitu
10
energi yang disumbangkan oleh bahan bakar , tersebar merata secara perlahan-lahan. Supaya mendapatkan temperatur yang baik memang perlu dilakukan pergantian dari nyala burner hal tersebut dilakukan agar pendistribusian temperatur supaya terjaga merata pada seluruh daerah pada port 2 furnace. Besarnya efisiensi dari masing-masing perlakuan memang menunjukkan besaran yang berbeda, dalam hal ini terlihat bahwa semakin besar jumlah udara yang diberikan untuk proses pembakaran semakin besar efisiensinya,namun apabila jumlah dari udara terlalu besar maka dibutuhkan kalor yang lebih untuk memanaskan udara tersebut. Besarnya efisiensi dari bermacam-macam perlakuan ditunjukkan dalam diagram dibawah ini :
Untuk kelanjutan tugas akhir ini dapat dianalisa temperatur secara keseluruhan port pada furnace baik di sodalime atau di steemglass.
6. DAFTAR PUSTAKA Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri Proses ” Prediksi karakterisasi burner tip tipe fungus menggunakan computational fluid dinamik ( CFD ). Achmad Mulyana Fundamental of Heat and Mass Transfer, 3rd ed, Incropera P, Frank, David P.Dewitt. John Willet & Sons. Thermal Design Of heat exchanger- A numerical Approach, M. Smith, Eric John Willey & Sons. Improving Industrial Burner Design with Computational Fluid Dynamic Tools Industrial Technologies and Sandia National Laboratory. Fluent Inc. Fluent manual. Inventing Engineering Product Koerting http/www.koerting.com
Gambar 4.24 Diagram efisiensi masing-masing simulasi Dari diagram tersebut efisiensi tertinggi pada simulasi ke- 3 yaitu dengan jumlah debit bahan bakar sebesar 242.8 m3/h dan debit udara sebesar 2274.4 m3/h dengan besar efisiensinya 54.67%. Rasio antara debit bahan bakar dan udara sebesar 0.1068.
BIODATA PENULIS Nama : Achmad Nur Kholis TTL : Sidoarjo, 22 April 1985 Alamat : Jl. Joyoboyo 52 Kav 6 Medaeng Waru-Sidoarjo
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan : Konfigurasi burner gasjet pada port yang terdiri dari 2 pasang sisi kanan dan sisi kiri sudah sesuai untuk mendapatkan persebaran temperatur yang merata pada port 2 furnace sodalime. Hasil simulasi besarnya temperatur pada kondisi tertinggi sebesar 1702.95 °K yang tersebar merata pada sebagian besar daerah port 2 furnace Besarnya efisiensi dari burner yang paling besar yaitu 54.67%. nilai ini terjadi pada kondisi nyala port kiri. Rasio antara debit bahan bakar dan udara dari hasil simulasi yang menunjukkan hasil yang paling baik yaitu sebesar 0.1068 5.2
Riwayat Pendidikan: MI Bustanul Ulum Badas SLTP Negeri 1 Sumobito SMU Negeri 3 Jombang S1 Teknik Fisika ITS Surabaya
Saran
Saran yang dapat penulis tuliskan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sebagai bahan acuan oleh PT. PHILIPS untuk menentukan besarnya rasio antara debit bahan bakar dan udara sehingga nantinya dapat memberikan kontribusi yang positif dalam proses melting glass di PT PHILIPS.
11
(1990-1996) (1996-1999) (1999-2002) (2004 – sekarang)