Halaman Judul
TUGAS AKHIR- TF 141581
DESAIN GAS BURNER PADA MINI PLANT BOILER DI WORKSHOP INSTRUMENTASI RINALDI ARISTIO NRP 2411100051 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA. Ir. Roekmono, MT. JURUSAN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
i
FINAL PROJECT - TF 141581
GAS BURNER DESIGN ON INSTRUMENTATION WORKSHOP MINI PLANT BOILER RINALDI ARISTIO NRP 2411 100 051 Supervisor Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA. Ir. Roekmono, M.T. DEPARTMENT OF ENGINEERING PHYSICS Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2016
iii
LEMBAR PENGESAHAN DESAIN GAS BURNER PADA MINI PLANT BOLIER DI WORKSHOP INSTRUMENTASI TUGAS AKHIR Oleh : RINALDI ARISTIO NRP.2411 100 051
Surabaya, 22 Januari 2016 Mengetahui/Menyetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA NIP.19650309 199002 1 001
Ir. Roekmono, MT NIP.19580908 198601 1 001
Ketua Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS
Agus Muhamad Hatta, S.T., M.Si., Ph.D. NIP. 19780902200312 1 002
LEMBAR PENGESAHAN DESAIN GAS BURNER PADA MINI PLANT BOILER DI WORKSHOP INSTRUMENTASI TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Bidang Studi Rekayasa Energi Program Studi S-1 Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : RINALDI ARISTIO NRP. 2411100051 Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir : 1. Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA
......... (Pembimbing I)
2. Ir. Roekmono, M.T.
......... (Pembimbing II)
3. Ir. Harsono Hadi, M.T., Ph.D.
......... (Penguji I)
4. Nur Laila Hamidah, S.T., M.Sc.
......... (Penguji II)
5. Murry Raditya, S.T., M.T.
......... (Penguji III)
SURABAYA JANUARI 2016
DESAIN GAS BURNER PADA MINI PLANT BOILER DI WORKSHOP INSTRUMENTASI Nama NRP Jurusan Pembimbing I Pembimbing II
: Rinaldi Aristio : 2411100051 :Teknik Fisika, FTI - ITS :Dr. Ir. Totok Soehartanto , DEA. : Ir. Roekmono, M.T.
Abstrak— Tujuan dari penelitian ini adalah mendesain burner pada mini plant boiler di workshop instrumentasi dan mengetahui performanya dengan menggunakan variasi diameter dan excess air factor. Burner yang didesain menggunakan tipe non-premixed burner dengan penambahan swirler. Performa burner didapatkan dari simulasi CFD menggunakan model Eddy Dissipation Model (EDM) dengan parameter turbulensi Realizable k-epsilon. Analisa hasil simulasi yang dilakukan adalah pengaruh variasi diameter terhadap kontur temperatur dan pengaruh variasi excess air factor terhadap fraksi massa emisi gas buang dan efisiensi pembakaran. Pengurangan diamater nozzle menyebabkan panjang area temperatur adiabatik semakin panjang dan meningkatkan temperatur pada boiler. Peningkatan variasi excess air factor menyebabkan penurunan tempeatur, fraksi massa emisi NO x , CO dan hidrokarbon (CH 4 ) pada setiap model diameter. Pada penelitian ini performa burner terbaik dihasilkan oleh variasi diameter 0.6 cm dengan nilai excess air factor λ = 1.4 dengan hasil temperatur gas buang sebesar 1086.01 K dengan fraksi massa NO x 1.36.10-5, fraksi massa hidrokarbon (CH 4 ) sebesar 2.59x10-12, fraksi massa CO sebesar 2.87x10-9 dan efisiensi pembakaran 93.8%. Kata Kunci— excess air factor, eddy dissipation model, nonpremixed burner, CFD
ix
GAS BURNER DESIGN ON INSTRUMENTATION WORKSHOP MINI PLANT BOILER Name : Rinaldi Aristio NRP : 2411100051 Departement : Engineering Physics – Faculty of Industrial Technology - ITS Supervisor I : Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA Supervisor II : Ir. Roekmono, M.T. Abstract— The purpose of this study was to design a mini-burner on the boiler plant at the workshop instrumentation and knowing performance by using variation of diameter and excess air factor. Burner is designed using a type of non-premixed burner with swirler additions. Burner performance obtained from CFD simulations using models Eddy Dissipation Model (EDM) with parameters realizable k-epsilon turbulence. Analysis of the simulation results are the influence of diameter variation toward temperature contour and influence of excess air factor toward mass fraction of exhaust emissions and combustion efficiency. Reduction of nozzle diameter length result in adiabatic temperature area getting longer and increases the temperature of the boiler. Increased variation excess air factor result in decrease tempeatur, mass fraction emissions of NOx, CO and hydrocarbons (CH 4 ) on every model diameter. In this study, the best burner performance generated by variation in the diameter 0.6 cm and excess air factor λ = 1.4 with the results of exhaust gas temperature of 1086.01 K with 1.36.10-5 NO x mass fraction, mass fraction of hydrocarbons (CH 4 ) of 2.59x10-12, CO mass fraction of 2.87x10-9 and 93.8% combustion efficiency. Kata Kunci— excess air factor, eddy dissipation model, nonpremixed burner, CFD
xi
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis mampu untuk menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Desain Gas Burner Pada Mini Plant Boiler Di Workshop Instrumentasi” Tugas akhir ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.Selama menyelesaikan tugas akhir ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orangtua penulis yang tiada hentinya memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materiil sedari penulis kecil hingga menjadi sebesar ini 2. Bapak Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA dan BapakIr. Roekmono, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir yang selalu memberikan arahan dan pencerahan kepada penulis dalam mengerjakan tugas akhir. 3. Bapak Dr. Syamsul Arifin, S.T., M.T. selaku dosen wali yang selalu memberikan motivasi kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Fisika FTI ITS 4. Bapak Ir. Harsono Hadi, M.T., Ph.D, Ibu Nur Laila Hamidah, S.T., M.sc. dan Bapak Murry Raditya, S.T., M.T. sebagai penguji Tugas Akhir penulis atas kritikan, saran dan masukan yang diberikan kepada penulis. 5. Bapak Ir. Sarwono, M.M. selaku Kepala Laboratorium Rekayasa Energi dan Pengkondisian atas segala saran dan kemudahan dalam mengembangkan kemampuan di laboratorium 6. Bapak Agus Muhammad Hatta S.T., M.Si., Ph.D. selaku ketua Jurusan Teknik Fisika, FTI – ITS 7. Bapak dan Ibu dosen Teknik Fisika yang telah banyak memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang kuliah sampai Tugas Akhir ini. xiii
8. Teman-teman Teknik Fisika angkatan 2011 atas segala kebersamaanya selama empat tahun ini dan juga atas segala bantuan terhadap penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir. 9. TA-wan energi atas segala kebersamaan, bantuan dan dukungan. Khususnya Zain, Fahmi, Yulia dan Abdi yang selalu membantu penulis dalam berdiskusi tentang tugas akhir yang dikerjakan 10. Teman-Teman HMI Komisariat Fisika Teknik khususnya Alfani, Elfa dan Meko atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 11. Teman-teman KSE yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengerjaan Tugas Akhir. Terutama Murrad dan Farid yang selalu siap membantu dan menjadi teman diskusi penulis 12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi terhadap penulis secara langsung dan tidak langsung Penulis menyadari bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam tugas akhir ini, tetapi penulis berharap hasil penelitian tugas akhir ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dan dapat menambah wawasan bagi pembaca dan mahasiswa Teknik Fisika yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi pengerjaan tugas akhir selanjutnya. Semoga hasil penelitian tugas akhir ini banyak memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan Surabaya, 22 Januari 2016 Penulis
xiv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN v ABSTRAK ix ABSTRACT xi KATA PENGANTAR xiii DAFTAR ISI xv DAFTAR GAMBAR xix DAFTAR TABEL xxi DAFTAR SIMBOL xxiii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 3 1.3 Batasan Masalah 3 1.4 Tujuan 3 1.5 Sistematika Laporan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Reaksi Pembakaran 7 2.1.1 Complete Combustion 8 2.1.2 Incomplete Combustion 8 2.2 Persamaan Reaksi Pembakaran 8 2.3 Air fuel ratio (AFR) 9 2.4 Pengaruh Excess Air 10 2.5 Gas Burner 13 2.5.1 Gas Burner Nozzle 13 2.5.2. Swirl Burner 14 2.6 Natural gas 15 2.7 Simulasi Mengunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) 16 xv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penlitian 3.2 Perhitungan Numerik 3.2.1. Perhitungan Mass Flow Rate Bahan Bakar 3.2.2. Perhitungan Air-Fuel Ratio 3.2.3. Perhitungan mass flow rate udara 3.2.4. Perhitungan Variasi Kecepatan Aliran Bahan Bakar 3.2.5. Perhitungan Variasi Kecepatan Aliran Udara 3.2.6. Perhitungan swirl number 3.3 Desain Gas Burner 3.4 Simulasi CFD 3.4.1 Pre Processing 3.4.2. Boundary Condition dan Processing 3.4.3. Post Processing 3.5. Validasi Hasil 3.6. Variasi Excess Air Ratio Dan Jenis Bahan Bakar 3.7. Analisa data BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Hasil Simulasi CFD 4.2 Data Hasil Simulasi CFD Pada Gas Burner 4.2.1 Hasil Simulasi Kontur Temperatur Variasi Dari diameter nozzle 4.2.2. Hasil Temperatur Pada Outlet (Gas Buang) 4.2.3. Hasil Emisi Hidrokarbon, NOx dan CO 4.3. Pengaruh Excess air factor Terhadap Efisiensi Pembakaran xvi
23 23 23 24 25 27 27 28 29 30 32 32 35 39 39 40 40 45 45 45 46 48 49 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS
xvii
61 61 61
DAFTAR GAMBAR Gambar
2.1
Gambar
3.1
Gambar Gambar
3.2 3.3
Gambar
3.4
Gambar Gambar Gambar Gambar
3.5 3.6 3.7 3.8
Gambar
4.1
Gambar
4.2
Gambar
4.3
Gambar
4.4
Gambar
4.5
Gambar
4.6
Gambar
4.7
Gambar
4.8
Grafik pengaruh excess air pada pembakaran Skema diagram alir penelitian Tugas Akhir Ukuran geometri ruang bakar Geometri burner pada design modeler a. Gas burner b. swirler Geometri ruang bakar pada Design Modeler Metode Meshing Hasil meshing geometri keseluruhan Meshing pada burner Salah satu contoh konvergensi pada simulasi CFD Kontur temperatur pada variasi diameter 0.6 cm Kontur temperatur pada variasi diameter 0.9 cm Kontur temperatur pada variasi diameter 1.2 cm Pengaruh excess air factor dengan ratarata temperatur pada outlet Pengaruh excess air factor dengan fraksi massa CH 4 Pengaruh excess air factor dengan fraksi massa CO Pengaruh excess air factor dengan fraksi massa NO x Pengaruh excess air factor dengan efisiensi pembakaran
xix
11 23 30 31 32 33 33 34 37 46 47 47 50 53 53 54 55
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.8 3.10 3.13 4.1 4.1
Komposisi gas alam Komposisi dan properti Natural Gas Perhitungan Oksigen Berdasarkan Fraksi Massa Perhitungan Oksigen yang Dibutuhkan Variasi kecepatan udara pada gas metana Spesifikasi geometri burner nozzle Spesifikasi swirler pada burner Parameter geometri burner Kondisi batas simulasi Model Simulasi di Fluent Metode Simulasi di Fluent Parameter Operasi Iterasi Pollutan NOx Perhitungan Fraksi Massa Gas Buang Validasi Hasil Simulasi dengan Hasil Perhitungan
xxi
15 24 26 27 29 30 31 32 35 36 37 38 40 45
DAFTAR SIMBOL AFR λ F/A ρ A T Q Cd P β 𝑆𝑆 𝜑𝜑 do d1 v ṁ n cp Wg
Air to Fuel Ratio [Tidak Berdimensi] Excess Air Ratio [Tidak Berdimensi] Fuel to air ratio [Tidak Berdimensi] Massa Jenis [Kg/m3] Luas Penampang [m2] Temperatur [K] Volumetric Flowrate [m3/s] Koefisien Dischage[Tidak Berdimensi] Tekanan [Pascal] Beta Ratio [Tidak Berdimensi] Swirl Number [Tidak Berdimensi] Sudut pada vane [0] Diameter dalam swirler [m] Diameter luar swirler [m] Kecepatan aliran [m/s] Mass flowrate [kg/s] Percent Excess air [%] Kalor spesifik Gas Buang [J/Kg.K] Berat dari total fraksi massa gas buang [kg]
xxiii
Halaman ini memang dikosongkan
xxiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Proses pembakaran merupakan salah satu proses yang paling penting dalam menghasilkan energi. Pada mini plant boiler di Workshop Instrumentasi, proses pembentukan steam dilakukan dengan menggunakan proses pertukaran panas yang berasal dari pembakaran. Pada saat ini Burner yang ada pada mini plant boiler di workshop instrumentasi menggunakan bahan bakar cair yaitu kerosene (minyak tanah) dan bensin.
(a) (b) Gambar 1.1 Mini boiler di Workshop Instrumentasi. (a) Bentuk keseluruhan, (b) Burner bahan bakar minyak Proses pembakaran menggunakan bahan bakar cair memiliki beberapa kekurangan seperti polusi udara berupa Nitrogen dioksida (NO x ), oksida sulfur (SO 2 dan SO 3 ) dan fraksi hidrokarbon yang lebih banyak dibandingkan bahan bakar gas. Biaya bahan bakar yang lebih tinggi dibanding jenis bahan bakar padat dan gas dan untuk menghasilkan efisiensi yang baik diperlukan konstruksi khusus. Bahan bakar gas yang digunakan pada umumnya adalah gas alam. Natural gas mengandung komposisi metana rata-rata 1
2 sebesar 70-80 %. Bahan bakar gas memiliki kelebihan yaitu memiliki konten panas yang tinggi yang mampu menghasilkan temperatur yang tinggi, termasuk kedalam energi yang bersih, tidak menghasilkan asap, dan tidak memerlukan konstruksi Burner khusus. Selain itu ketersediaan, harga yang relatif murah, biaya investasi dan maintenance yang rendah dibandingkan dengan bahan bakar cair.[1] Dari perbandingan tersebut peralihan dari bahan bakar cair menjadi gas pada mini plant boiler perlu dilakukan untuk memperoleh hasil pembakaran yang efisien dengan emisi dan biaya yang rendah. Proses peralihan tersebut tentu memerlukan re-design burner yang ada di miniplant boiler. Proses re-design yang dilakukan adalah perubahan geometri Burner. Burner yang telah didesain kemudian diuji menggunakan variabel air-fuel ratio (AFR). Variabel ini menentukan kualitas pembakaran. Kontrol dari air–fuel ratio (AFR) masih menjadi kunci utama dalam polusi emisi dan peningkatan efisiensi. AFR di definisikan sebagai perbandingan kuantitas udara dengan kuantitas dari bahan bakar yang diinjeksikan dan dicampur dengan kondisi stokiometri. Variabel ini menghasilkan karakteristik dari kualitas pembakaran dan peforma yang dihasilkan berdasarkan bahan bakar yang digunakan dan emisi yang dihasilkan.[2] Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan ulang burner pada mini plant boiler menjadi Burner gas. Hasil rancangan gas Burner kemudian diuji performanya menggunakan variasi excess air factor. Perancangan gas Burner dilakukan menggunakan simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD) dengan software ANSYS Fluent.
3 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana desain nozzle gas Burner pada mini plant boiler di workshop instrumentasi? 2. Bagaimana pengaruh variasi diameter nozzle terhadap distribusi temperatur pada mini plant boiler? 3. Bagaimana pengaruh variasi excess air factor terhadap performa nozzle gas Burner yang telah didesain? 1.3. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Burner yang didesain adalah non-premixed swirl Burner 2. Jumlah vane pada swirler 16 buah dengan sudut vane 45o 3. Variasi yang akan dilakukan adalah variasi diameter nozzle sebesar 0.6, 0.9, 1.2 cm dan variasi nilai excess air factor 1.0, 1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4 4. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar natural gas dengan spesifikasi tertentu [11] 5. Aliran fluida yang digunakan menggunakan incompressible flow 6. Metode Simulasi dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics. 1.4. Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian tugas akhir ini ada dua macam, yaitu: 1. Mendesain nozzle gas Burner pada mini plant boiler di workshop instrumentasi. 2. Untuk megetahui pengaruh variasi diameter nozzle terhadap distribusi temperatur pada mini plant boiler. 3. Untuk mengetahui pengaruh variasi excess air factor terhadap performa dari nozzle gas Burner yang telah didesain.
4 1.5. Sistematika Laporan Laporan penelitian Tugas Akhir ini akan disusun secara sistematis dibagi dalam beberapa bab, dengan perincian sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan Bab ini berisi penjelasan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,dan sistematika laporan. BAB II Dasar Teori Pada bab ini membahas secara singkat teori-teori yang mendasari pengerjaan Tugas Akhir ini, selain itu juga terdapat penjelasan tentang teori-teori tersebut. BAB III Metodologi Penelitian Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai detail tahapantahapan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan dan simpulan akhir dari penelitian. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan Bab ini merupakan tindak lanjut dari Bab III, pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap simulasi yang telah dilakukan menggunakan CFD, setelah dilakukan analisis sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai maka selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap analisis data yang telah dilakukan, pembahasan yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan pokok dari seluruh penelitian atau Tugas Akhir yang telah dilakukan dan saran yang dapat dijadikan sebagai pengembangan penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reaksi Pembakaran Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya cahaya dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran adalah senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat.Pembakaran yang sempurna dapat terjadi jika ada oksigen dalam prosesnya. Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup. Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volume hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan 7
8 melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO 2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap. Terdapat bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada poin-poin berikut ini : 2.1.1. Complete combustion Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen, menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang terbakar dengan oksigen,maka hanya akan dihasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Namun kadang kala akan dihasilkan senyawa nitrogen dioksida yang merupakan hasil teroksidasinya senyawa nitrogen di dalam udara. Pembakaran sempurna hampir tidak mungkin tercapai pada kehidupan nyata. 2.1.2. Incomplete combustion Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen dalamjumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya karbondioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan zat-zat seperti karbondioksida, karbon monoksida, uap air dan karbon. Pembakaran yang tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan zat yang sangat berbahaya bagi manusia. Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan dengan perancangan media pembakaran yang lebih baik dan optimisasi proses. 2.2. Persamaan Reaksi Pembakaran Persamaan reaksi pembakaran teoritis antara hidrokarbon dengan udara adalah sebagai berikut: C n H m + (n + m/4)(O 2 + 3,76 N 2 ) => nCO 2 + m/2 H 2 O + 3,76 (n + m/4)N 2
(2.1)
9 Persamaan diatas menyatakan perbandingan stokiometris dari udara-bahan bakar yang tersedia cukup oksigen untuk mengubah seluruh bahan bakar menjadi produk yang bereaksi sempurna AFR stoikometris tergantung komposisi kimia bahan bakar.[3] 2.3. Air fuel ratio (AFR) Air Fuel Ratio (AFR) merupakan perbandingan massa udara yang ada selama proses pembakaran. Ketika semua bahan bakar bergabung dengan udara bebas, campuran tersebut berdasarkan reaksi kimia setimbang dan perbandingan AFR ini disebut dengan campuran stoikiometrik. Dalam proses pembakaran hal yang sering diperhatikan adalah jumlah udara dan bahan bakar. Ratio massa udara dengan massa bahan bakar tersebut biasa disebut dengan Air fuel ratio (AFR) Merupakan proporsi antara bahan bakar dan udara selama pembakaran. Air fuel ratio (AFR) didapatkan dibandingka baik dalam jumlah massa ataupun dalam jumlah volume. Persamaan AFR dapat dituliskan dalam Persamaan 2.2. 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 =
𝑚𝑚𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑉𝑉𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑚𝑚𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
(2.2)
Relative Air/Fuel Ratio ini memberikan parameter informasi yang lebih guna menetapkan komposisi campuran udara-bahan bakar yang baik. Jika: λ > 1 : maka campuran itu miskin λ <1 : maka campuran itu kaya Lambda (λ) dapat digunakan sebagai suatu alternatif untuk mewakili AFR. Lambda (λ) merupakan ukuran untuk mengetahui seberapa besar stoikiometri tersebut berperan dalam
10 campuran. Suatu campuran dikatakan campuran kaya bahan bakar, bila lamda (λ) >1, sedangkan campuran dikatakan kurus bahan bakar bila λ < 1. Sementara itu, campuran dikatakan ideal atau sesuai dengan stoikiometri bila λ≈1. [3] Jika jumlah lamda sama dengan 1 maka dikatakan setimbang, jika kurang dari 1 disebut campuran kental dan jika lebih besar dari 1 disebut campuran miskin. Hubungan langsung antara lambda (λ) dan stoikiometrik dapat dihitung melalui harga lambda (λ) yang telah diketahui, perkalian lambda (λ) hasil pengukuran terhadap AFR stoikiometrik untuk bahan bakar yang dimaksud. Untuk memperoleh harga lamda (λ) dari nilai (F/A), dapat dihitung melalui pembagian F/A terhadap AFR stoikiometri. Biasanya lamda untuk bahan bakar sekitar 1,4 – 1,6. Persamaan reaksi ini dapat ditulis dengan: 𝜆𝜆 =
(𝐹𝐹/𝐴𝐴) (𝐹𝐹/𝐴𝐴)𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
(2.3)
Jika oksigen yang dibutuhkan tercukupi, bahan bakar hidrokarbon dapat dioksidasi secara sempurna. Karbon didalam bahan bakar kemudian berubah menjadi karbon dioksida CO 2 dan hydrogen berubah menjadi uap air H 2 O. Jika jumlah udara yang diberikan kurang dari yang dibutuhkan secara stoikiometri maka akan terjadi campuran kaya akan bahan bakar. Produk dari campuran kaya akan bahan bakar adalah CO, CO 2 , H2O, dan HC (Hidrokarbon tidak terbakar). Jika jumlah udara yang diberikan lebih besar dari kebutuhan maka akan terjadi campuran miskin bahan bakar. 2.4. Pengaruh Excess Air Pada kondisi stokiometrik atau sempurna, banyakanya jumlah bahan bakar dan oksigen yang dikombinasikan terkonsumsi habis, tanpa ada sisa oksigen yang tidak terkombinasi. Ketika tidak tersedia udara yang cukup untuk proses pembakaran, maka terdapat sisa bahan bakar yang tidak terbakar menghasilkan ineffisiensi pada pembakaran dan emisi
11 yang tidak di inginkan. Pada kondisi sesungguhnya, diperlukan excess air untuk menghasilkan proses pembakaran yang sempurna atau (complete). Dan yang menjadi masalah adalah banyak orang tidak tahu berapa banyak excess air yang harus diberikan. Ini dikarenakan excess air menghasilkan oksigen yang tidak dikonsumsi dalam proses pembakaran. oksigen tersebut menyerap panas yang ada sehingga menghasilkan loss pada gas buang. [4]
Gambar 2.1 Grafik pengaruh excess air pada pembakaran[4] Perhitungan efisiensi pembakaran dapat diekspresikan dengan presentase dan ditentukan melalui substraksi masing-masing spesies pembakaran pada gas buang. Loss akibat gas kering dan panas laten akibat konten hidrogen merupakan sumber dari loss pada gas gas buang. berikut ini adalah perhitungan dasar untuk
12 menghitung efisiensi yang dijelaskan pada ASME power test code 4.1 dan dapat di aplikasikanselain dar loss pada gas buang untuk menentukan efisiensi sitem melalui metode heat los[5] : 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = 100 −
Dry losses ∗ 100 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
Heat loss pada outlet = Lg +Lh +Lm +Lco Dimana : Lg Lh Lm Lco
(2.4) (2.5)
= heat loss akibat dry gas = heat loss akibat kelembapan dari hidrogen = heat loss akibat kelembapan di bahan bakar = heat loss akibat pembentukan CO
Heat loss akibat gas kering (Lg) 𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑊𝑊𝑊𝑊 ∗ 𝐶𝐶𝐶𝐶 ∗ (T outlet−T supply)
Dimana : Wg Cp T flue T supply
(2.6)
= Berat gas buang per pound = Kalor spesifik dari gas buang = Temperatur Gas buang = Temperatur suplai udara
Heat loss akibat H2O pada pembakaran hydrogen (Lh) 𝐿𝐿ℎ = 8.936 ∗ 𝐻𝐻 ∗ (ℎ𝑙𝑙 − ℎ𝑟𝑟𝑟𝑟)
(2.7)
Dimana : 8.936 = Berat air yang dibentuk untuk setiap atom hidrogen H = fraksi konten hidrogen hl = entalpi air pada gas buang = entalpi air sebagai saturated liquid pada suplai hrw
13 Heat loss akibat kelembapan pada bahan bakar (Lm) 𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 ∗ (ℎ𝑙𝑙 − ℎ𝑟𝑟𝑟𝑟)
Dimana : hl hrw
(2.8)
= entalpi air pada gas buang = entalpi air sebagai saturated liquid pada suplai
Heat loss akibat pembentukan carbon monoksida (Lco)
Dimana : Cb
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 =
%𝐶𝐶𝐶𝐶 %𝐶𝐶𝐶𝐶2 + %𝐶𝐶𝐶𝐶
(2.9)
= konten fraksi karbon
2.5. Gas Burner Gas burner adalah sebuah alat untuk emnghasilkan api untuk memanaskan produk menggunakan bahan bakar gas seperti natural gas, ecetylene dan propane. Beberapa burner membutuhkan udara untuk untuk dicampur dengan bahan bakar gas sehingga menghasilkan pembakaran yang sempurna. 2.5.1. Gas Burner Nozzle Burner nozle memiliki bermacam-macam jenis. Jenis yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan konfigurasi yang mirip orifice. Salah stau koefisien yang paling penting pada desain burner adalah discharge coefficient. Pada umumnya dalam industri discharge coefficient berada pada range 0.6-0.9. discharge coefficient dapat dicari melalui perhitungan[1] : 𝑄𝑄 =
𝐶𝐶𝐶𝐶 2𝛥𝛥𝑝𝑝 1/2 𝐴𝐴( ) 1/2 (1 − 𝛽𝛽) 𝜌𝜌
Dimana : Q = Volumetrik flow rate (m3/s) Cd = dicharge coefficient
(2.10)
14 Β A Δp ρ
= Beta ratio (Perbandingan d/D) = Luasan nozzle (m2) = perbedaan tekanan upstream dan downstream = densitas aliran (kg/m3)
2.5.2. Swirl Burner Pengapian pada burner, aerodinamika dan kondisi pembakaran pada ruang bakar semua dipenaruhi oleh konstruksi dan pengaturan dari burner. Performa dari burner menentukan peralatan pembakaran dapat bekerja dengan baik dan ekonomis. Burner memiliki berbagai macam jenis. Berdasarkan prisnipnya, operasi dari burner diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe tersebut adalah tipe swirl dan tipe direct. Swirl burner menggunakan guiding vane utnuk memberikan bentuk swirling pada udara untuk pembakaran. ini menciptakan zona resirkulasi yang akan membantuk pengapian dari bahan bakar sekaligus mempertahankan bentuk api. Resirkulasi juga membantu mengakselerasi proses pencampuran bahan bakar dan udara. Swirl burner memiliki konstruksi, kondisi aerodinamika dan bentuk api yan berbeda dengan direct burner. Swirler burner seringkali digunakan pada packaged boiler dan wall fired boiler.[6] Salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik swirl burner adalah swirl number (S). Swirl number merepresentasikan level kekuatan dari swirl. Swirl number (S<= 0.4) disebut low swirl karena kecepatan dari swirl tidak menyebabkan struktur aliran berubah secara drastis.[7] Swirl number (S>= 0.6) merupakan high swirl karena gradient tekanan radial dan axial cukup besar untuk mempengaruhi struktur aliran.[8] Penentuan swirling number dapat ditentukan melaui persamaan berikut : 𝑆𝑆 =
𝑅𝑅0
∫𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑟𝑟 2 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅0
∫𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑣𝑣 2 𝑟𝑟 𝑑𝑑𝑑𝑑
Dimana : v = axial mean velocity (m/s)
(2.11)
15 w r
= Tangential mean velocity (m/s) = lokasi radial (m)
untuk kasus pada straight vane dapat diperoleh nilai swirl number sebagai berikut [9]: 𝑑𝑑𝑑𝑑
3 2 (1 − (𝑑𝑑1 ) ) 𝑆𝑆 = ∗ ∗ 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡∅ 𝑑𝑑𝑑𝑑 2 3 (1 − � � ) 𝑑𝑑1
(2.12)
Dimana : = diameter dalam swirler do d1 = diamater luar swirler ø = sudut pada vane
2.6. Natural gas Natural gas merupakan bahan bakar fosil yang memiliki komposisi utama gas metana,etana, propana, nitrogen, oksigen dan senyawa hidrokarbon berat lainya. Tabel 2.1 Komposisi gas alam[10] 70-90% Metana CH 4 Etana C2H6 0-20% Propana C3H8 Butana C 4 H 10 Hidrogen Sulfida H2S 0-5% Oksigen O2 0-8% Nitrogen N2 0-5% Karbon Dioksida CO 2 0-8% Gas Mulia He, Ne, Ar,Xe sisa Natural gas memiliki higher calorific value atau higher heating value sebesar 36000-39000 kJ/m3.
16
2.7 Simulasi Mengunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) CFD merupakan metode numeric yang dapat digunakan untuk memprediksikan aliran fluida, perpidahan panas dan reaksi dalam sistem yang kompleks.CFD banyak diaplikasikan secara luas baik di dunia industri maupun selain industri. Bertujuan untuk mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan dalam mendesain model. Dalam menganalisis masalah aliran fluida terdapat tiga tahapan dalam proses simulasi CFD, yaitu : Pre-proccessing Pre processing adalah suatu proses awal pada simulasi CFD, dimana pada proses ini dilakukan pendefisian geometri yang telah dibuat sebelumnya pada design modeler. Pendefinsian tersebut dilakukan dalam bentuk domain dan kondisi batas atau boundary condition.Pada tahapan ini juga dilakukan pendefinisian kondisi awal dan pemasukan nilai parameter fisika yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.Selanjutnya dilakukan tahapan berikutnya yaitu solving. Solving Solving adalah tahapan dalam simulasi CFD yang dilakukan dengan cara menghitung data parameter fisika yang telah dimasukkan bersamaan dengan model geometri. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan metode numerik seperti elemen hingga, beda hingga dan volume hingga. Pada tahapan solving ini akan dilakukan proses iterasi data hingga mendapatkan nilai error sesuai dengan batas error yang telah ditentukan atau dapat dikatakan sudah konvergen. Lalu tahapan selanjutnya adalah proses post – processing. Post-processing Post-processing adalah tahapan terakhir dalam simulasi CFD., dimana dalam tahapan ini kita dapat mengetahui profil aliran, seperti kontur kecepatan, tekanan, suhu dan lain-lain. Lalu kita juga dapat mengetahui nilai variable yang ingin ditinjau.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penlitian Secara umum tahapan penlitian Tugas Akhir ini dapat digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 3.1. di bawah ini.
Gambar 3.1. Skema diagram alir penelitian Tugas Akhir 3.2. Perhitungan Numerik Sebelum melakukan simulasi CFD maka dilakukan perhitungan numerik awal. Perhitungan ini digunakan untuk mendapatkan nilai input pada boundary condition di simulasi CFD. Pada tahap ini dilakukan perhitungan mass flow rate bahan 23
24 bakar, perhitungan mass flow rate udara, perhitungan kecepatan aliran bahan bakar, perhitungan kecepatan aliran udara, perhitungan variasi excess air, dan perhitungan variasi kecepatan aliran udara. 3.2.1. Perhitungan Mass Flow Rate Bahan Bakar Untuk menentukan mass flow rate bahan bakar gas yang dibutuhkan burner menggunakan kalor burner yang dipakai pada penelitian sebelumnya (1) dengan menggunakan kerosene dengan input mass flow rate sebesar 0.00573 kg/s dengan High Heating Value (HHV) dari kerosene sebesar 46200 kJ/kg sehingga diperoleh kalor burner yang akan dipakai sebesar 264.726 KW.[12] Dalam penelitian ini akan digunakan gas alam dengan properties sebagai berikut : Tabel 3.1 Komposisi dan properti Natural Gas[13] 89.23% CH 4 C2H6
5.73%
C3H8 nC 4 h 10 C 5 H 12 nC 6 h 14 N2 CO 2 HHV LHV Gas Density
1.87% 0.68% 0.20% 0.09% 0.68% 1.52% 39656 kJ/m3 35837 kJ/m3 0.74 kg/m3
Sehingga perhitungan mass flow rate untuk gas alam adalah : 𝑄𝑄𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = ṁ ∗ 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
(3.1)
25
ṁ= ṁ=
𝑄𝑄𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
R
(3.2)
264.726 𝐾𝐾𝐾𝐾 53589.1 𝑘𝑘𝑘𝑘/𝐾𝐾𝐾𝐾
ṁ = 0.00493 kg/s
3.2.2. Perhitungan Air-Fuel Ratio Perhitungan Air-Fuel ratio perlu dilakukan untuk memperoleh rasio udara yang dibutuhkan untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna. Nilai Air-Fuel Ratio dapat diperoleh dari persamaan berikut : 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 =
m𝑏𝑏𝑏𝑏 ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 r m𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢
(3.3)
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan AFR dengan menggunakan fraksi massa. Pada Tabel 3.1 merupakan perhitungan gravimetrik untuk medapatkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna. Karena pada natural gas reaksi yang dominan adalah reaksi pembakaran metana maka AFR yang digunakan berdasarkan reaksi pembakaran gas metana. Reaksi pembakaran sempurna secara stokiometrik digambarkan pada reaksi berikut : CH 4 + 2O 2 + 7.52N 2 => CO 2 + 2H 2 O + 7.52N 2
(3.4)
Pada pembakaran terjadi reaksi oksidasi karbon dan oksidasi hidrogen. Oksidasi karbon merupakan rekasi yang menghasilkan karbon dioksida (CO 2 ). Persamaan rekasi oksidasi karbon dapat digambarkan dengan Persamaan 3.5, dimana perbandingan antara mol karbon terhadap massa oksigen adalah 1 : 1 atau 2 : 2. 2C + 2O 2 => 2CO 2
(3.5)
26 Sehingga massa oksigen yang dibutuhkan dalam pembakaran dapat dibandingkan melalui rasio massa molekul relatif dari massa karbon yaitu 32/12 ~ 2,66. Oksidasi hidrogen adalah reaksi yang menghasilkan uap air (H 2 O). Persamaan reaksi oksidasi hidrogen dapat digambarkan dengan Persamaan 3.6, dimana massa oksigen per satuan massa hidrogen dapat diperoleh melalui perbandingan berat molekul yaitu 32/4.032 ~ 7.94 2H 2 + O 2 => 2H 2 O
(3.6)
Dalam menghitung rasio udara-bahan bakar (Air-Fuel Ratio) stokiometrik perbandingan massa udara terhadap bahan baka, gravimetric dari suatu bahn bakar dapat dihitung melalui analisis ultimasi begitu terbakar. Perhitungan analisis ultimasi dapat dihitung melalui perhitungan pada Tabel 3.1. Tabel 3.2 Perhitungan Oksigen Berdasarkan Fraksi Massa (fraksi massa = kg O 2 untuk pembakaran C per 1 C) (2,66) _________ kg bahan bakar (fraksi massa = H 2 )(7,94) _________
kg O 2 untuk pembakaran H 2 per 1 kg bahan bakar
(fraksi massa = S)(0,998) _________
kg O 2 untuk pembakaran S per 1 kg bahan bakar
(fraksi massa = O 2 )(-1,00) _________ + Total = _________
kg O 2 dalam bahan bakar per 1 kg bahan bakar kg O 2 yang dibutuhkan dari udara per 1 kg bahan bakar
Hasil perhitungan dari analisis ultimasi dari bahan bakar metana dapat digambarkan melalui perhitungan pada Tabel 3.2.
27
Unsur C H2
Tabel 3.3 Perhitungan Oksigen yang Dibutuhkan Fraksi Rasio Molekul O2 yang dibutuhkan Massa Relatif (kg) 0.74868 2.666677 1.996482496 0.25132 7.936505 1.994603175 3.99108567 Total
Dari Tabel 3.2 diperoleh bahwa kg oksigen (O 2 ) yang dibutuhkan adalah 3.99108567 kg sehingga kg udara yang dibutuhkan adalah: 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 =
4.00704 kg 23.3 %
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 17.2 𝑘𝑘𝑘𝑘
3.2.3. Perhitungan mass flow rate udara Untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna, maka diperlukan perhitungan mass flow rate dari udara. Perhitungan ini menggunakan perbandingan stokiometri air to fuel ratio (AFR). Perbandingan stokiometri pembakaran natural gas dengan udara adalah 1 : 17.2 [3]. Sehingga perhitungan mass flow rate udara stokiometrik yang dibutuhkan gas alam adalah : ṁ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 = ṁ𝑏𝑏𝑏𝑏 ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 ∗ 17.2
(3.7)
ṁ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 = 0.00493 kg/s ∗ 17.2
ṁ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 = 0.085 kg/s
3.2.4. Perhitungan Kecepatan Aliran Bahan Bakar Setelah dilakukan perhitungan mass flow rate dari bahan bakar maka dihitung kecepatan aliran udara dengan menggunakan perhitungan : ṁ: = 𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌
(3.8)
28 dimana : 𝜌𝜌 : densitas (kg/m3) A : luasan (m2) 𝑣𝑣 : kecepatan aliran (m/s)
Kecepatan aliran udara untuk natural gas adalah sebagai berikut :
𝑣𝑣 =
ṁ 𝐴𝐴 𝜌𝜌
𝑣𝑣𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑣𝑣𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 3.2.5.
(3.9) 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
=
0.00493 0.002826 ∗ 0.74
= 2.357 m/s
Perhitungan Variasi Kecepatan Aliran Udara Berikut ini merupakan perhitungan kecepatan aliran udara untuk rasio stokiometrik pada natural gas: 𝑣𝑣 =
ṁ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝐴𝐴 𝜌𝜌𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢
(3.10)
Perhitungan excess air sesuai dengan persamaan : (3.11)
𝑛𝑛 = (λ − 1) ∗ 100% λ =1+
𝑛𝑛 100%
(3.12)
Dimana n = percent excess air λ = stokiometrik ratio Untuk mencari mass flow rate excess air dilakukan perhitungan sebagai berikut :
ṁ𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
= λ ∗ ṁ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
(3.13)
29
Hasil perhitungan kecepatan aliran variasi untuk natural gas ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 3.4 Variasi kecepatan udara pada Natural gas excess air (%) λ m dot (kg/s) v (m/s) 0 1 0.085 13.778 10 1.1 0.093 15.156 20 1.2 0.102 16.534 30 1.3 0.110 17.912 40 1.4 0.119 19.289 3.2.6. Perhitungan swirl number Persamaan swirl number persamaan berikut : 𝑆𝑆 =
dapat
𝑅𝑅0
∫𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑟𝑟 2 𝑑𝑑𝑑𝑑
dituliskan
dengan (3.14)
𝑅𝑅0
∫𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑣𝑣 2 𝑟𝑟 𝑑𝑑𝑑𝑑
Dimana : v = axial mean velocity (m/s) w = Tangential mean velocity (m/s) r = lokasi radial (m) Swirl number untuk straight vane dapat dituliskan dengan persamaan berikut : 𝑑𝑑𝑑𝑑
3 2 (1 − (𝑑𝑑1 ) ) 𝑆𝑆 = ∗ ∗ 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡∅ 𝑑𝑑𝑑𝑑 2 3 (1 − � � ) 𝑑𝑑1
(3.15)
30 Dimana : do = diameter dalam swirler = diamater luar swirler d1 ø = sudut pada vane Pada swirl yang dipakai disimulasi ini, memiliki diameter dalam 6 cm , diameter luar 10 cm dan sudut pada vane sebesar 45o. Maka swirl numbernya : 6
3 2 (1 − (10 ) ) 𝑆𝑆 = ∗ ∗ 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡45 6 2 3 (1 − � � )
𝑆𝑆 = 0.8166
10
3.3. Desain Gas Burner Penentuan spesifikasi gas burner nozzle yang akan dipakai mengadaptasi burner yang digunakan pada penelitian Reis dkk., 2014[11] dengan menggunakan beta ratio atau ratio (d/D) sebesar 0.2, rasio (L/d) 3.8 dan sudut port orifice 90o. Beta ratio tersebut digunakan karena mampu menghasilkan hasil discharge coefficient sebesar 0,6. Swirler yang digunakan pada simulasi ini memiliki swirl number 0.816. Berikut merupakan spesifikasi geometri dari gas burner nozzle yang dipakai dalam simulasi ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.5 Spesifikasi geometri burner nozzle Diameter pipa udara 10 cm Diameter pipa gas (D) Diameter orifice (d) Jumlah orifice Perbandingan d/D
6 cm 1.2 cm 8 0.2
Densitas aliran
0.74 kg/m3
31 Luas Pipa udara
50.24 cm2
Luas pipa gas
28.26 cm2
Luas orifice
1.134 cm2
Spesifikasi yang digunakan pada swirler ditunjukan pada Tabel berikut Tabel 3.6 Spesifikasi swirler pada burner Sudut Vane 45 Tebal Vane 0.5 cm Jumlah Vane 16 Diameter swirler 10 cm Swirl number 0.816 Penentuan ukuran ruang bakar boiler dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung pada mini plant boiler. Spesifikasi ruang bakar dapat dapat ditunjukan pada Gambar berikut :
Gambar 3.2 Ukuran geometri ruang bakar
32 3.4. Simulasi CFD 3.4.1 Pre Processing a. Pembuatan Geometri Simulasi CFD diawali dengan pembuatan geometri burner yang dilakukan dengan menggunakan Design Modeler. Proses awal dilakukan dengan membuat gas nozzle. Pada desain nozzle dibuat desain dengan menggunakan geometri sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Geometri dibagi menjadi burner gas nozzle, flame holder, swirler dan ruang bakar. Berikut adalah parameter geometri burner. Tabel 3.7 Parameter geometri burner Panjang silinder 13.75 cm Diameter flame holder 14 cm Panjang flame holder 4 cm Panjang burner total 17.75 cm Piameter nozzle 1.2 cm Diameter inlet bahan bakar 6 cm Diameter inlet udara 10 cm Sudut Vane 45 Diameter swirler 10 cm Jumlah vane 16 Tebal vane 0.5 cm
(a)
(b)
Gambar 3.3 Geometri burner pada design modeler a. Gas burner b. swirler
33
Gambar 3.4 Geometri ruang bakar pada Design Modeler b. Meshing Langkah berikutnya setelah pembuatan geometri dalam simulasi CFD yaitu melakukan meshing.Meshing merupakan suatu metode melakukan pembagian geometri menjadi bagianbagian yang kecil. Dimana bagian – bagian kecil ini disebut sebagai control volume yang nantinya akan dilakukan perhitungan berbagai persamaan sesuai dengan kondisi aliran fluida sebenarnya, seperti persamaan massa, momentum dan energi. Pada dasarnya semakin kecil ukuran meshing akan mengakibatkan perhitungan hasil yang lebih detail pada daerah meshing tersebut. Namun berhubung kemampuan komputasi PC yang terbatas, maka ukuran meshing harus disesuaikan dan ukuran meshing tersebut dapat dibuktikan atau dikatakan sudah valid sesuai dengan kondisi sebenarnya. Proses meshing dilakukan di ANSYS meshing ICEM CFD. Berikut merupakan detail ukuran meshing dan metode yang digunakan dalam proses meshing pada penelitian sebelumnya dan penelitian saat ini.
34
Gambar 3.5 Metode Meshing Hasil geometri yang telah dilakukan proses meshing seperti pada Gambar berikut:
Gambar 3.6 Hasil meshing geometri keseluruhan Untuk gas burner dilakukan meshing khusus karena geometrinya yang kecil. Pada burner digunakan meshing face sizing dengan karakteristik soft dan ukuran 1 mm.
35
Gambar 3.7 Meshing pada burner 3.4.2. Boundary Condition dan Processing Tahapan ini merupakan tahapan untuk mendefinisikan kondisi batas atau boundary condition pada domain yang sudah dibuat.Setelah mendefinsikan kondisi batasnya lalu memasukkan nilai nilai parameter kondisi awal sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kondisi batas pada simulasi ini adalah seperti pada tabel berikut :
No
Tabel 3.8 Kondisi batas simulasi Nama Kondisi Letak Kondisi Tipe Kondisi Batas Batas Batas
1
Kondisi inlet bahan bakar
Silinder tengah pada burner
Velocity Inlet, Kecepatan aliran bahan bakar
2
Kondisi inlet udara
Silinder luar pada burner
Velocity Inlet, kecepatan aliran udara
Outlet
Ujung silinder gas buang
Pressure outlet (tekanan statik menggunakan tekanan operasi )
3
36
4
Sisi sekeliling ruang bakar
Seluruh sisi pada ruang bakar kecuali sisi ujung silinder gas buang
Wall no slip (Kecepatan relatif fluida terhadap boundary dianggap 0)
Simulasi ini menggunakan kondisi steady dan berdasarkan pada pressure based- segregated solver yang mana penylesaian perhitungan momentum, spesies, energy dan turbulensi dilakukan secara beruruta. Pemilihan model simulasi yang digunakan berdasarkan simulasi yang akan dilakukan. Simulasi yang akan dilakukan adalah proses pembakaran gas metana menggunakan burner yang telah didesain. Pembakaran menggunakan model species transport karena membutuhkan model pencampuran spesies kimia untuk menghasilkan pembakaran dalam volumetric reaction. Model species transport yang dipakai adalah Eddy Dissipation Model (EDM). Model ini dipakai karena menganggap pembakaran terjadi secara cepat dan dipengaruhi oleh turbulensi dalam pencampuran spesiesnya. Karena dianggap pembakaran terjadi secara cepat dan pencampuran dipengaruhi oleh turbulensi maka hanya membutuhkan satu atau dua reaksi global. Viskositas yang digunakan adalah realizible k-epsilon agar menghasilkan hasil turbulensi yang akurat. Model radiasi yang digunakan adalah model Discrete Ordiantes (DO) untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Model persamaan seperti pada tabel berikut : Tabel 3.9 Model simulasi di Fluent Model Persamaan Model yang digunakan CFD Realizible k-epsilon, Standard Wall Viskositas treatment Radiasi
Discrete Ordinates (DO)
Species Model
Eddy Dissipation Model
37
Metode Solusi yang digunakan seperti pada tabel berikut : No
Table 3.10 Metode Simulasi di Fluent Solution Method Metode
1
Solver
Pressure Based Segregated
2
Scheme
SIMPLE
3
Gradient
Least Square Based
4
Tekanan
Standard
5
Momentum
Second Order Upwind
6
Turbulent Kinetic Energy
Second Order Upwind
7
Turbulent Dissipation Rate
Second Order Upwind
8
Species
Second Order Upwind
9
Energy
Second Order Upwind
10
Discrete Ordinates (DO)
Second Order Upwind
Setelah semua proses pendefinisian boundary condition, peentuan model persamaan dan metode solver selesai, maka dilanjutkan dengan mengatur konvergensi kriteria dengan mengatur nilai RMS residual error sebesar 10-3 untuk kontinuitas, k, epsilon, semua spesies, momentum dan radiasi. Residual error sebesar 10-6. Jika proses iterasi tidak mencapai konvergensi maka parameter pada solution control dapat diubah hingga mencapai hasil yang konvergen. Contoh hasil iterasi yang konvergen seperti pada Gambar berikut
38
Gambar 3.8.Salah satu contoh konvergensi pada simulasi CFD. Setelah simulasi yang dihasilkan maka akan dilakukan iterasi selanjutnya. Iterasi selanjutnya yang dilakukan adalah prediski fraksi massa pollutan NO x . Pollutan yang akan diprediksi pada simulasi ini adalah Therml NO x dan Prompt NO x . Thermal NO x adalah pollutan yang terbentuk dari nitrogen yang berasal dari udara akibat temperatur tinggi yang dihasilkan oleh pembakaran. Sedangkan Prompt NOx adalah pollutan nitrogen yang dihasilkan dari bahan bakar itu sendiri. Pada simulasi ini digunakan model NOx pada Ansys Fluent untuk memodelkan pollutan NO x yang terbentuk saat reaksi pembakaran. Iterasi akan dilakukan sebanyak 50x untuk menghasilkan hasil yang konvergen. Berikut adalah parameter kondisi pada model NO x yang digunakan pada simulasi ini. Tabel 3.11 Parameter Operasi Iterasi Pollutan NOx Thermal Parameter Operasi Prompt NO x NO x Temperatur Temperatur PDF mode 10 10 Beta PDF point
39 [O] model Fuel Species Fuel Carbon Number Equivance Ratio
Partial Equilibrium CH4
-
1
-
Bergantung pada variasi excess air
-
-
3.4.3. Post Processing Postprocessing merupakan proses terakhir dalam simulasi berbasis CFD. Dalam post processing biasanya dilakukan pengambilan data-data yang dibutukan berupa plot kontur, plot grafik, dan plot streamline yang dihasilkan pada simulasi CFD. Dalam tugas akhir ini, data yang diperlukan adalah plot kontur temperatur dari ruang bakar, kontur pollutan NO, temperatur pada outlet, rata2 rata temperatur dan fraksi massa CH 4 , O 2 , N 2 , CO 2 , NO x . 3.5. Validasi Hasil Validasi hasil dilakukan dengan membandingkan fraksi massa CO 2 , H 2 O dan N 2 yang dihasilkan pada simulasi dengan hasil perhitungan teoritis. Hasil perhitungan fraksi massa CO 2 , H 2 O dan N 2 didapatkan melalui perhitungan gravimetrik. Perhitungan massa CO 2 dan H 2 O yang dihasilkan diperoleh melalui Persamaan 3.16 dan Persamaan 3.17. Sedangkan perhitungan N 2 diperoleh dari Persamaan 3.18. 𝐶𝐶𝐶𝐶2 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶2 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶 × 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (3.16) 𝐶𝐶 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶2 = 0.74868 × 3.6667 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶2 = 2.745 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐻𝐻2 𝑂𝑂 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐻𝐻2 × 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐻𝐻2 𝑂𝑂 = 0.25132 𝑘𝑘𝑘𝑘 × 8.928 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐻𝐻2 𝑂𝑂 = 2.244 𝑘𝑘𝑘𝑘
𝐻𝐻2 𝑂𝑂 𝐻𝐻2
(3.17)
40
𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑁𝑁2 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑁𝑁2 × 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑁𝑁2 = 0.233 × 17.2 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑁𝑁2 = 13.1924 𝑘𝑘𝑘𝑘
(3.18)
Tabel 3.12 Perhitungan Fraksi Massa Gas Buang Unsur Mass (kg) Fraksi massa CO 2 2.7452 0.1510 H2O 2.2438 0.1234 N2 13.1924 0.7256 Total 18.1745 1.0000
Hasil perhitungan fraksi massa dapat ditunjukan pada Tabel 3.1. Perhitungan Apabila error yang dihasilkan berada dibawah 10 % maka simulasi dapat dianggap valid dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. 3.6. Variasi Excess Air Ratio Dan Jenis Bahan Bakar Pada penelitian ini dilakukan variasi diameter nozzle yaitu dengan ukuran 0.6, 0.9, 1.2 cm dan dengan variasi excess air factor yaitu 1.0, 1.1, 1.2, 1.3, 1.4. Variasi excess air factor pada simulasi ini dimodelkan dengan menggunakan kecepatan aliran bahan bakar yang didapatkan dari perhitungan kecepatan aliran bahan bakar. Nilai kecepatan aliran yang akan menjadi input pada inlet boundary seperti pada tabel (atas). Hasil dari variasi ini selanjutnya akan dilakukan analisa data berupa kontur temperature, plot kontur temperatur dari ruang bakar, temperatur pada outlet, rata2 rata temperatur dan fraksi massa CH 4 , O 2 , N 2 , CO 2 , NO x . 3.7. Analisa data Pada penelitian ini dilakukan analisa data melalui data yang didapatkan dari simulasi CFD. Hasil simulasi tersebut kemudian
41 diolah dan dianalisa berdasarkan teori yang sudah ada. Pada setiap variasi excess air akan dianalisa distribusi temperatur dan fraksi massa emisi NO x , CH 4 , dan CO. Pada analisa juga akan dihitung efisiensi pembakaran yang disimulasikan melalui persamaan berikut : 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = 100 −
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 pada outlet ∗ 100 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
Heat loss pada outlet = Lg +Lh +Lm +Lco Dimana : Lg Lh Lm Lco
(3.19) (3.20)
= heat loss akibat dry gas = heat loss akibat kelembapan dari hidrogen = heat loss akibat kelembapan di bahan bakar = heat loss akibat pembentukan CO
Pada penelitian ini efisiensi pembakaran yang dihitung adalah gross combution efficiency sehingga efisiensi pembakaran dapat dihitung melalui persamaan berikut : 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = 100 −
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 ∗ 100 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
(3.21)
Dimana dry losses dapat dicari melalui persamaan :
𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑊𝑊𝑊𝑊 ∗ 𝐶𝐶𝐶𝐶 ∗ (𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 − 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇)
𝑊𝑊𝑊𝑊 =
(44𝐶𝐶𝐶𝐶2+32𝑂𝑂2+28𝑁𝑁2+28𝐶𝐶𝐶𝐶) 12∗(𝐶𝐶𝐶𝐶2+𝐶𝐶𝐶𝐶)
∗ (𝐶𝐶𝐶𝐶 +
(3.22) 12∗𝑆𝑆 32
)
(3.23)
Dimana 44, 32, 28 adalah berat molekul dari masing-masing elemen dan perhitungan estimasi Cp untuk semua bahan bakar digunakan persamaan :
42 𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0.240 + 0.000038 ∗ (𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 − 200)
Halaman Sengaja Dikosongkan
(3.24)
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Hasil Simulasi CFD Validasi data merupakan salah satu proses penting dalam sebuah penelitian sehingga dapat diketahui kesesuian hasil penelitian. Validasi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara salah satu parameter pada simulasi dengan perhitungan. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan fraksi massa dari gas buang dari pembakaran gas metana murni berupa gas H 2 O, CO 2 dan NO 2 dalam fraksi massa menggunakan perhitungan Air Fuel Ratio stokiometrik yaitu pada mass flow rate bahan bakar 0.00493 kg/s dan massflowrate udara 0.085 kg/s. Perhitungan dilakukan menggunakan perhitungan gravimetrik yang telah dihitung menggunakan Persamaan 3.16, Persamaan 3.17 dan Persamaan 3.18. Berikut merupakan tabel perbandingan hasil simulasi dengan hasil perhitungan : Tabel 4.1 Validasi Hasil Simulasi dengan Hasil Perhitungan Parameter Hasil Perhitungan Hasil Simulasi Error CO2 0.1510 0.149293 0.17% H2O 0.1234 0.122228 0.12% N2 0.7256 0.715021 1.06% Dari Tabel 4.1 didapatkan error dibawah 10 %. Hal ini menunjukan bahwa kondisi yang telah dipilih sebagai model dan metode solusi yang sesuai. Sehingga model dan metode solusi tersebut dapat digunakan untuk melakukan simulasi pembakaran pada tugas akhir ini 4.2. Data Hasil Simulasi CFD Pada Gas Burner Berdasarkan hasil perhitungan daya yang dibutuhkan oleh burner maka diperoleh nilai massflowrate bahan bakar yang dibutuhkan dan mass flow rate dari udara yang kemudian dirubah menjadi kecepatan aliran bahan bakar dan udara, dimana nilai kecepatan tersebut digunakan untuk input inisialisasi pada 45
46 preprocessing simulasi CFD. Pada proses terakhir yaitu postprocessing didapatkan beberapa data simulasi CFD berupa kontur distribusi temperatur, nilai temperatur pada outlet, nilai temperatur rata,rata, fraksi massa CH 4 pada outlet dan fraksi massa pollutan NOx 4.2.1 Hasil Simulasi Kontur Temperatur Variasi Dari diameter nozzle Pada simulasi CFD telah disimulasikan gas burner dengan variasi diameter nozzle dan variasi excess air . Variasi dinyatakan melalui excess air factor (λ ) dengan nilai 1, 1.1, 1.2, 1.3, 1.4. Gambarkontur temperatur ini di representasikan melalui bidang ZX karena mampu menggambarkan distribusi temperatur secara keseluruhan. Pada Gambar 4.7, Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 merupakan hasil kontru temperatur dari variasi diameter dengan variasi nilai 0.6, 0.9 dan 1.2 cm. Pada variasi diameter 0.6 cm terlihat bahwa panjang api yang dihasilkan lebih panjang dibanding dengan variasi diameter yang lain. Bila dilihat pada variasi 0.9 panjang api tidak sampai menyentuh lekukan pada ruang bakar.
Gambar 4.1 Kontur temperatur pada variasi diameter 0.6 cm
47
Gambar 4.2 Kontur temperatur pada variasi diameter 0.9 cm
Gambar 4.3 Kontur temperatur pada variasi diameter 1.2 cm
48 Pada tampilan kontur temperatur ini warna merah menunjukan temperatur adiabatik dari bahan bakar yang digunakan. Variasi diameter 0.6 cm mampu menghasilkan panjang api yang lebih panjang daripada diameter lainya karena efek peningkatan kecepatan aliran pada nozzle. Semakin kecil luas penampang dari nozzle maka kecepatan aliran akan meningkat ketika diberi laju aliran yang sama. Hasil kontur ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Choi[13] bahwa berkurangnya diameter menyebabkan panjang api semakin panjang. Kecepatan aliran bahan bakar yang dipengaruhi nozzle juga mempengaruhi pencampuran antara bahan bakar dengan udara. Pengaruh panjang api ini mengakibatkan terjadi peningkatan temperatur yang ditunjukan dengan warna kontur yang mendekati warna kuning pada daerah sekeliling api. Semakin panjang api maka area temperatur tinggi semakin besar. Terlihat pada Gambar4.5 dimana panjang api merupakan panjang api terpendek dibandingkan dnegan kedua variasi lainya. Kontur warna hijau kekuning-kuningan cenderung memiliki area yang lebih sempit dibanding kedua variasi lainya. Penurunan temperatur terjadi ketika mendekati daerah outlet. Distribusi temperatur rata-rata ketika mendekati daerah oulet semakin mengalami penurunan temperatur. Hal ini ditunjukkan dengan kontur konsentrasi warna yang semakin berubah dari warna hijau muda menjadi hijau. Ini disebabkan oleh jarak dari area temperatur adiabatik yang semakin jauh sehingga terjadi penurunan temperatur di daerah outlet. 4.2.2. Hasil Temperatur Pada Outlet (Gas Buang) Excess air sangat mempengaruhi kualitas pembakaran pada suatu burner. Salah satu dampak penambahan excess air factorberupa penurunan temperatur pada oultet dan temperatur rata-rata ruang bakar. Pada Gambar 4.13 dan 4.14 menunjukan bahwa temperatur outlet dan ruang bakar pada masing-masing diameter menurun seiring bertambahnya excess air factor. Penambahan excess air factor atau dapat diartikan penambahan excess air mengakibatkan udara berlebih untuk menyerap panas
49
Temperatur Outlet (K)
yang dihasilkan dari reaksi pembakaran sehingga menyebabkan terjadi penurun temperatur pada outlet dan temperatur rata-rata ruang bakar. Dalam kasus ini penurunan temperatur yang signifikan terjadi pada model d1.2 dari sekitar 1190 K menjadi sekitar 1000 K pada excess air factor 1.2. pada kedua model lainya penurunan temperatur pada outlt terjadi tidak terlalu signifikan dari sekitar 1200 K menjadi sekitar 1000 K pada kelima variasi excess air factor. Dari Gambar 4.13 dapat diketahui bahwa hasil temperatur pada nozzle d1.2 memiliki nilai temperatur yang paling kecil diantara kedua variasi lainya. Ini disebabkan oleh panjang api yang dimiliki diameter 1.2 cm memiliki panjang yang paling pendek dibanding kedua variasi lainya. Panjang api yang pendek menyebabkan jarak antara area temperatur adiabatik semakin jauh terhadap outlet atau tempat pembuangan. 2200 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
d1.2 d0.9 d0.6
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Excess air factor
Gambar 4.4 Pengaruh excess air factor dengan rata-rata temperatur pada outlet 4.2.3. Hasil Emisi Hidrokarbon, NOx dan CO Dampak dari excess air tidak hanya mengurangi temperatur pada oultet ruang bakar tapi terhadap emisi juga. Emisi yang muncul pada pembakaran seperti hydrocarbon, sulfur, NOx dan
50 CO. Pada Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa fraksi massa hidrokarbon (CH 4 ) mengalami penurunan pada semua model diameter. Emisi hidrokarbon terjadi akibat tidak bereaksinya hidrokarbon dengan oksigen yang ada didalam udara sehingga menyebabkan hidrokarbon tersebut menjadi residu yang terbawa pada gas buang. semakin banyak fraksi massa emisi hidrokarbon yang ada pada gas buang maka efisiensi pembakaran akan menurun. Gambar 4.15 menunjukan bahwa peningkatan excess air factor menyebabkan penurunan yang signifikan pada variasi excess air factor 1.2 untuk semua model diameter. Penurunan terjadi akibat penambahan udara menyebabkan penambahan jumlah kapasitas oksigen yang dapat direaksikan dengan gas metana. Pada excess air dibawah 200%, peningkatan excess air akan menyebabkan penurunan fraksi massa hidrokarbon. Penambahan excess air diatas diatas 200% mengakibatkan meningkatnya fraksi massa hidrokarbon. Hal itu terjadi diakibatkan penurunan temperatur pada ruang bakar. pada Gambar 4.15 model diameter d1.2 memiliki fraksi massa emisi hidrokarbon paling tinggi sebesar 5.34x10-11 pada variasi excess air factor 1, sedangkan fraksi massa emisi hidrokarbon terkecil dimiliki oleh d0.6 sebesar 4.54x10-11. Hal ini menunjukan bahwa nozzle d0.6 memiliki kemampuan untuk pencampuran bahan bakar dan udara yang lebih baik dibanding nozzle d1.2. Pada Gambar 4.16 menunjukan bahwa penambahan excess air factor untuk setiap variasi nozzle menybeabkan penurunan fraksi massa CO. CO merupakan gas yang berbahaya karena beracun dan tidak berbau. CO disebabkan oleh pembakaran yang tidak sempuran dimana jumlah bahan bakar lebih banyak dibanding dengan oksidan(udara). Fraksi massa CO mengalami penurunan untuk setiap peningkatan λ diakibatkan oleh ketersediaan oksigen lebih ketika diberi excess air untuk bereaksi dengan bahan bakar. Kekurangan suplai udara menyebabkan bahan bakar tidak terbakar secara sempurna. Pada Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa model d0.6 menghasilkan fraksi massa CO yang lebih kecil dibandingkan dengan variasi diameter lainya. Model d0.6 menghasilkan fraksi massa CO sebesar
51 6.8ex10-9 pada variasi λ = 1.0. fraksi massa CO yang dihasilkan sedikit karena pada model d0.6 mayoritas proses pembakaran terjadi secara sempurna. Ini ditunjukkan pada temperatur yang dihasilkan oleh variasi λ = 1.0 merupakan temperatur yang paling tinggi dibandingkan dengan variasi diameter yang lain. Fraksi massa CO terbesar dihasilkan oleh model d1.2 sebesar 8.86x10-9 pada variasai λ = 1.0. Ini menunjukan bahwa pada variasi ini terdapat banyak proses pembakaran yang tidak sempurna. Pada grafik dari Gambar 4.17 dapat dilihat bahwa NO x mengalami penuruna untuk setiap peningkatan excess air factor. NO x yang terjadi pada reaksi pembakaran adalah thermal NO x dan prompt NO x . Thermal NO x bersumber dari udara yang mengandung 71 % fraksi volum udara. Thermal NO x terjadi akibat temperatur tinggi yang terjadi saat proses pembakaran. Pembakaran menghasilkan energi yang mampu memutus ikatan nitrogen (N 2 ) sehingga menjadi unsur N yang kemungkinan mengikat Oksigen sehingga menjadi NO x . Prompt NO x merupakan polutan yang bersumber dari bahan bakar itu sendiri. Nilai prompt NO x relatif kecil dibandingkan dengan thermal NO x pada reaksi pembakaran. Karena thermal NO x yang lebih dominan maka pembentukan polutan NOx, maka laju pembentukan NO x akan didominasi oleh efek temperatur. Peningkatan excess air factor berarti melakukan penambahan excess air sehingga menghasilkan penurunan temperatur pada outlet (gas buang). Pada Gambar4.17 menunjukan bahwa model diameter d1.2 menghasilkan fraksi massa emisi NO x yang paling kecil dibandingkan dengan variasi model yang lain. Model d1.2 menghasilkan fraksi massa NO x sebesar 2.8x10-5 pada variasi excess air factor 1. Model d0.6 menghasilkan fraksi massa emisi NO x yang paling tinggi pada variasi λ =1.0. Pada variasi λ =1.3 fraksi massa NO x tertinggi dihasilkan oleh model d1.2 dan variasi fraksi massa NO x terkecil dihasilkan oleh model d1.3. Ini disebabkan oleh faktor prompt NO x yang berasal dari bahan bakar itu sendiri.
Fraksi massa CH4
52
d1.2
5.51E-11 5.01E-11 4.51E-11 4.01E-11 3.51E-11 3.01E-11 2.51E-11 2.01E-11 1.51E-11 1.01E-11 5.09E-12 9.00E-14
d0.9 d0.6
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Excess air factor
Fraksi Massa CO
Gambar 4.5 Pengaruh excess air factor dengan fraksi massa CH 4
1.00E-08 9.00E-09 8.00E-09 7.00E-09 6.00E-09 5.00E-09 4.00E-09 3.00E-09 2.00E-09 1.00E-09
d1.2 d0.9 d0.6
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Excess air factor
Gambar 4.6 Pengaruh excess air factor dengan fraksi massa CO
53
Fraksi massa NOx
3.50E-05
d1.2
3.00E-05
d0.9
2.50E-05
d0.6
2.00E-05 1.50E-05 1.00E-05 5.00E-06 0.00E+00 0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Excess air factor
Gambar 4.7 Pengaruh excess air factor dengan fraksi massa NO x 4.3. Pengaruh Excess air factor Terhadap Efisiensi Pembakaran Efisiensi merupakan kuantitas untuk menilai performa dari sebuah sistem. Nilai effisiensi dihtung melalui membandingkan energi yang dihasilkan dari pembakaran dan nilai energi yang diberikan pada ruang bakar yang berasal dari bahan bakar itu sendiri. Efisiensi pembakaran bergantung pada kesempurnaan proses pembakaran, karena faktor yang menentukan efisiensi besar losses yang disebabkan oleh emisi gas buang kering berupa fraksi-fraksi massa species pembakaran seperti CH 4 , CO, CO 2 dan N 2 . Penambahan excess air factor menyebabkan berkurangnya efisiensi pada pembakaran karena terjadi panas yang hilang yang diserap oleh emisi gas buang. akan tetapi karena pada kenyataanya pembakaran yang sempurna mustahil dilakukan, maka perlu dilakukan penambahan udara atau excess air. Penambahan tersebut bertujuan untuk memperoleh hasil pembakaran yang maksimal dan meminimalisir kehilangan panas atau loss. Berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan excess air factor untuk efisiensi terbaik pada natural gas adalah skeitar 10-20% atau λ = 1.1 dan 1.2. Pada Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa untuk masing-masing model memiliki puncak efisiensi
54
Gross Efficiency
masing-masing. Pada model d1.2 efisiensi tertinggi terjadi pada variasi λ = 1.2 sebesar 93.9%. Pada model d0.9 dan d0.6 efisiensi pembakaran tertinggi terjadi pada variasi λ =1.0 dengan nilai sebesar 93.43% dan 93.33%.. pada d1.2 efisiensi sesuai dengan teori yaitu memiliki efisiensi puncak pada penambahan excess air sebesar 10-20%. Akan tetapi pada variasi d0.6 dan d.0.9 nilai efisiensi puncak berada pada λ=1.0. 0.98 0.97 0.96 0.95 0.94 0.93 0.92 0.91 0.9
d1.2 d0.9 d0.6
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Excess air factor
Gambar 4.8 Pengaruh excess air factor dengan efisiensi pembakaran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi, analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : • Variasi diameter nozzle menyebabkan panjang area temperatur adiabatik dari api semakin panjang dan meningkatkan temperatur boiler secara keseluruhan. Peningkatan tertinggi terjadi pada variasi d0.6 dengan rata-rata temperatur gas buang sebesar 1234.7 K • Peningkatan variasi excess air factor λ menyebabkan penurunan tempeatur, fraksi massa emisi NO x , CO dan hidrokarbon (CH 4 ) pada setiap model diameter. • Performa burner terbaik dihasilkan pada variasi diameter d0.6 dengan nilai excess air factor λ = 1.4 dengan hasil temperatur gas buang sebesar 1086.01K dengan fraksi massa NO x 1.36.10-5 , fraksi massa hidrokarbon (CH 4 ) sebesar 2.59x10-12, Fraksi massa CO sebesar 2.87x10-9 dan efisiensi pembakaran 93.8%. 5.2. Saran Beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut : • Dapat dilakukan perbandingan hasil dengan menggunakan model komputasi yang lain untuk menguji akurasi hasil • Untuk meningkatkan akurasi proses validasi, uji eksperimental perlu dilakukan untuk mendapatkan data real yang lebih akurat.
61
DAFTAR PUSTAKA Baukal, C.E, 2008. Industrial Burner Handbook. CRC Press LLC : USA [2]. J. Lauber, T.-M. Guerra, M. Dambrine, 2011. Air-fuel ratio control in a gasoline engine. International Journal of Systems Science, vol. 42, pp. 277-286, [3]. Kuo, K Kenneth. 2005. Principles of Combustion. John Willey [4]. Biarnes, Michael, 2013. Combustion Booklet [5]. TSI Incorporated, 2004. An Overview of Measurement, Methods and Calculation used in Combustion Analysis. [6]. Basu. Prabir, Kefa. Cen, Jestin. Louis, 2000. Boiler and Burner- Design and Theory. Springer : New York [7]. R.E. Charles, J.L. Emdee, L.J. Muzio, and G.S. Samuelsen. 1986. The effect of inlet conditions on the performance and flowfield structure of a non-premixed swirl-stabilized distributed reaction. 21st Symposium (International) on Combustion, The Combustion Institute, Pittsburgh, PA, pp. 1455-1461 [8]. R.H. Chen and J.F. Driscoll. The role of the recirculation vortex in improving fuel-air mixing within swirling flames. 22nd Symposium (International) on Combustion, The Combustion Institute, Pittsburgh, pp. 531-54,1988. [9]. Katz, D.L., and R.L.Lee. 1990. Natural Gas Engineering Production and Storage, McGraw-Hill. Publishing Co: New York-USA [10]. B.Link, Martin dkk. 2006. Combustion Characteristics of Pressurized Swirling Spray Flame and Unsteady TwoPhase Exhaust Jet. University of Maryland [11]. Energy Content of some Combustibles (in MJ/kg). People.hofstra.edu. Retrieved on January 08, 2016. [12]. Reis, L.C.B.S dkk, 2014. Numerical modeling of flow through an industrial burner orifice. Journal of Applied Thermal Engineering [1].
LAMPIRAN A A.1 Perhitungan Gross Effisiensi Untuk Variasi Diameter 1.2 cm Variasi 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Tout 1155.66 1113.56 1032.64 1011.51 1010.5
N2 0.68996 0.676717 0.67707 0.677258 0.679594
Cp 0.276315 0.274715 0.27164 0.270837 0.270799
Wg 12.93812 13.96055 15.16061 15.73284 17.52876
Q 3058.983 3120.145 3017.183 3031.773 3372.581
O2 1.03E-02 1.67E-02 3.43E-02 4.73E-02 5.26E-02 CO 28 28 28 28 28
CO2 0.120534 0.108621 0.101006 0.098574 0.0875885 CO2 44 44 44 44 44
CH4 5.34E-11 4.65E-11 3.36E-12 2.70E-12 2.67E-12 N2 28 28 28 28 28
NOX 1.98E-05 1.58E-05 1.52E-05 1.50E-05 1.45E-05 O2 32 32 32 32 32
H2O 0.118152 0.117972 0.117351 0.118309 0.118486 Cb 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75
HHV 53589.1 53589.1 53589.1 53589.1 53589.1
CO 8.86E-09 8.32E-09 6.79E-09 5.54E-09 4.87E-09 EFF 0.943 0.942 0.944 0.943 0.937
LAMPIRAN B B.1 Perhitungan Gross Effisiensi Untuk Variasi Diameter 0.9 cm Variasi 1 1.1 1.2 1.3 1.4 Cp 0.27883 0.277872 0.277585 0.274513 0.272579
Tout 1221.85 1196.62 1189.07 1108.23 1057.33 Wg 13.08957 14.06125 13.92109 15.18166 16.67961
N2 0.691738 0.682965 0.6724193 0.678046 0.6744301 Q 3364.539 3503.292 3435.617 3368.347 3443.203
O2 3.75E-02 0.044579 0.025077 0.036231 0.052518 CO 28 28 28 28 28
CO2 0.124338 0.113546 0.109827 0.101277 0.0922702 CO2 44 44 44 44 44
CH4 5.20E-11 3.72E-11 3.64E-12 3.20E-12 2.59E-12 N2 28 28 28 28 28
NOX 2.80E-05 1.95E-05 1.76E-05 1.34E-05 1.23E-05 O2 32 32 32 32 32
H2O 0.104385 0.0847072 0.0924821 0.0870336 0.0826803 Cb 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75
HHV 53589.1 53589.1 53589.1 53589.1 53589.1
CO 7.86E-09 6.32E-09 5.79E-09 5.54E-09 3.87E-09 EFF 0.937 0.935 0.936 0.937 0.936
LAMPIRAN C C.1 Perhitungan Gross Effisiensi Untuk Variasi Diameter 0.6 cm Variasi 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Tout 1234.68 1230.21 1175.69 1125.11 1086.01
Cp 0.279318 0.279148 0.277076 0.275154 0.273668
Wg 12.69218 13.67529 14.15314 14.78524 15.38507
N2 0.705021 0.688244 0.6794343 0.6683825 0.674395 Q 3313.582 3551.012 3434.018 3356.729 3309.421
O2 0.014425 2.30E-02 0.036705 0.048235 0.05341
CO2 0.126998 0.1144525 0.1107081 0.1052027 0.1018602
CH4 4.54E-11 3.07E-11 3.32E-12 1.07E-12 1.07E-12
CO 28 28 28 28 28
CO2 44 44 44 44 44
N2 28 28 28 28 28
Nox 2.97E-05 2.22E-05 1.96E-05 1.42E-05 1.36E-05 O2 32 32 32 32 32
H2O 0.01185037 0.118047 0.0690142 0.0653954 0.060895 Cb 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75
HHV 53589.1 53589.1 53589.1 53589.1 53589.1
CO 6.86E-09 6.09E-09 3.68E-09 3.54E-09 2.87E-09 EFF 0.938 0.934 0.936 0.937 0.938
LAMPIRAN D D.1 Langkah-Langkah Penyelesaian Dengan Menggunakan Fluent 1. Pendefinisan umum kondisi simulasi fluent
2. Penentuan model turbulensi yang digunakan
3. Penentuan model pembakaran yang digunakan
4. Penentuan reaksi pembakaran
5. Penentuan model radiasi yang digunakan
6. Penentuan koefisien absorpsi
7. Penentuan Velocity inlet pada bahan bakar
8. Penentuan Velocity inlet pada udara
9. Penentuan outlet
10. Penentuan Solution Method yang digunakan
11. Penentuan Solution kontrol yang digunakan
12. Penentuan Solution Initialization
13. Penentuan Residual Monitor yang digunakan
14. Penentuan jumlah iterasi yang digunakan
Setelah perhitungan iterasi untuk menyelesaikan persamaan panas dilakukan pemodelan NOx. 15. Penentuan model NOx yang digunakan
16. Turbulent interaction mode pada pembentukan Thermal NOx
17. Turbulent interaction mode pada pembentukan prompt NOx
BIODATA PENULIS
Penulis lahir di kota Jakarta, 10 Mei 1995. Penulis menempuh pendidikan di SDN 3 Pabean lulus tahun 2005, SMPN 4 Waru lulus tahun 2008, dan SMAN 1 Waru lulus tahun 2011. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Fisika ITS. Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis bergabung dalam organisasi kemahasiswaan HMTF selama periode 2012-2013 dalam bidang sosial masyarakat dan juga dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai Ketua Komisariat Fisika Teknik pada periode 2014-2015. Bidang minat penulis adalah energi khususnya pembakaran. Semoga dengan adanya buku ini penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dan berdampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Penulis dapat dihubungi di email
[email protected]