Mafia minyak di negeri ini tak pernah mati. Mereka terus memompa fulus dari si emas hitam ilegal. Tak peduli di laut maupun darat, BBM terus disikat. Minyak bersubsidi dijual ke luar negeri. Jatah rakyat dikuras sebagian, lalu dioplos sebelum dikirim ke SPBU. Wartawan GATRA M. Agung Riyadi menguak aktivitas mafia minyak di jalur MerakJakartaBalongan. Hasil liputannya ditulis oleh Heru Pamuji, Khudori, dan Heddy Lugito.
FOTO-FOTO: DOK GATRA
KAPAL DAVID I; MENUNGGU KONTAK
LANGIT disaput mendung tipis. Semburat warna merah mengurung cakrawala di Pantai Mabak, Merak, Banten, 29 Januari 2004 lalu. Sepintas, suasana pantai di ujung barat Pulau Jawa itu tampak tenang. Aktivitas berlangsung seperti biasa. Bahkan suasana sore itu terkesan damai dan tenteram. Kapal-kapal besar dan kecil buang sauh sekitar 30 meter dari tepian pantai. Tak ada kesibukan berarti di geladak kapal-kapal itu. Namun, tak semuanya tampak normal. Sebuah aktivitas ganjil terlihat di geladak dua kapal yang bersandar lebih dekat ke pantai. Satu kapal bungker dengan lambung bertuliskan "Barokah" terlihat berdempetan dengan kapal lain mirip tugboat (kapal tunda). Beberapa awak kapal tunda melompat ke geladak kapal bungker. Awak kedua kapal saling berbincang, seperti sedang bertransaksi. Pembicaraan berlangsung lebih dari setengah jam. Sejurus kemudian, dari arah pantai meluncur sebuah motorboat ke Barokah. Sedangkan kapal tunda di sebelahnya belum juga beranjak. Lalu beberapa awak kapal dengan sigap menurunkan drumdrum besar ukuran 225 liter dari kapal bungker ke motorboat. Setelah menampung dua drum, motorboat menderu ke arah pantai dekat pangkalan kapal-kapal tunda Merak untuk menurunkan muatan, lalu kembali menjemput muatan lain. Begitu seterusnya, hingga malam membalut pantai. Anehnya, hampir semua lampu kapal dimatikan, kecuali sebuah lampu merah di menara atas. Deru motorboat pun terhenti setelah belasan kali
48
GATRA 12 FEBRUARI 2005
bolak-balik. Peluit dari salah satu kapal merobek keheningan malam, pertanda kapal itu segera bertolak dari tempatnya berlabuh. Sehari sebelumnya, ketika sedang "melaut" di dekat pantai Pulo Rida, Gatra sempat memergoki sebuah kapal terlihat merapat ke bungker Barokah. Kapal itu melaju kencang dari sebuah dermaga kecil di Pulo Rida menuju tengah laut. Tak jauh dari situ, sebuah sebuah tanker dengan lambung berwarna oranye melaju dari arah barat. Kapal tunda tadi bergerak secara diagonal, mendekati tanker tersebut, sembari menyalakan lampu sorot. Kedua kapal itu kemudian saling
mendekat, lalu beriringan di wilayah selatan Pulau Tempurung. Tetapi sayang, aksi tersebut tak bisa diamati lebih saksama, terhadang kegelapan malam. Kedua kapal itu mematikan seluruh lampu penerangan, kecuali sebuah lampu kecil di tiang tertinggi. Selebihnya, tak jelas apa aktivitas di kedua kapal yang kelakuannya mirip angsa sedang bermesraan itu. Menurut Tirta, nama samaran dari nelayan yang menemani Gatra berkeliling perairan Merak, kapal dari Pulau Rida itu bukan kapal tunda, melainkan sebuah kapal bungker. Ia menduga, kapal itu adalah bungker David I milik bos lokal dari jaringan mafia minyak di wilayah Merak. David I, yang berkapasitas 125 ton, sehari-hari berlabuh di dekat Pulo Rida. "Biasanya, ia menunggu kontak lewat saluran telepon seluler dari kapal tanker yang mau menjual muatannya secara ilegal," kata Tirta. Setelah ada kontak, barulah David I, melaju ke titik pertemuan yang ditentukan dengan kapten kapal tanker. Dengan isyarat lampu, David I mendekati tanker, lalu berlayar beriringan sembari memindahkan muatan dengan penerangan yang sangat terbatas. Setelah mendapat kucuran BBM dari tanker, esoknya David I menumpahkannya ke kapal bungker Barokah, lalu dikirim ke daratan. Aktivitas itu berlangsung saat matahari masuk peraduan, sehingga sulit dideteksi. Sejatinya, kapal Barokah adalah bungker penampung limbah. "Dia dapat izin menampung limbah kimia atau oli dari kapal-kapal tanker," tuturnya. Toh, Tirta sering memergoki, muatan Barokah bukan cuma
limbah kimia. Kapal itu kerap menampung BBM ilegal yang disedot dari tanker milik Pertamina atau tanker swasta rekanan Pertamina. Menurut Tirta, bisa jadi tanker yang didekati David I adalah tanker bernama Gandini. Tirta yang mengaku sempat berkerja di Gandini, pernah melihat kapal kelir oranye di lambungnya itu menjual solar ke tanker berbendera Singapura di perairan pulau Panjang. Gandini berkapasitas muat 30.000 ton. Tanker ini biasa mengangkut solar dari kilang minyak di Sumatera dan Kalimantan menuju depo Pertamina di Jakarta. Selain Gandini, tanker lain yang rajin "kencing" —istilah untuk menuangkan minyak secara ilegal di tengah perjalanan—adalah Ontari. Seperti Gandini, kapal ini memiliki lambung berkelir oranye. Hanya saja, kapasitas Ontari lebih besar, yakni 40.000 ton. Kedua tanker itu kerap mampir di perairan Merak untuk menurunkan sebagian muatannya secara ilegal. Bisa juga, muatan di-drop dulu ke Plumpang, Jakarta, lalu berputar balik ke perairan Merak untuk menjual sebagian minyak yang dicuri. Jika pola terakhir yang dilakukan, kapal tanker menyimpan minyak curian di tangki ballast. Tanker dilengkapi dengan pompa untuk menguras minyak ke ruang ballast. "Begitu muatan diturunkan, minyak di ballast tak ikut mengucur," tutur Tirta, yang mengaku berpengalaman menilep solar dari tanker. Minyak di ballast itu kemudian dibawa kabur ke Merak, lalu berpindah tangan ke para bos BBM lokal lewat kapal bungker atau tunda milik mereka. Di wilayah
Merak, dua kapal bungker paling beken adalah David I dan Barokah. Masingmasing dimiliki bos lokal, sebut saja Mat Solar dan Min Bensin. Keduanya dikenal sebagai perantau asal Sumatera Utara. Min Bensin dengan bungker David beroperasi dari pangkalannya di Pulo Rida, sedangkan Mat Solar dengan Barokah-nya bergerak dari Pulau Merak Kecil. Uniknya, pangkalan Mat Solar berada persis di depan sebuah hotel milik kepolisian. Masyarakat sekitar menyebutnya Hotel Mabak, sesuai dengan nama pantai di depannya. Masing-masing bos lokal itu memiliki tempat penampungan BBM curian. Toto Tongkang, seorang pekerja kapal David I dan Barokah yang minta namanya disamarkan, mengungkap bahwa penampungan minyak haram milik Min Bensin terletak di pantai dekat Pulo Rida. Dari situ, barulah drum-drum yang berisi solar itu dibawa ke penyimpanan miliknya di Jalan Raya Yos Sudarso km 17-24, Merak. Terkadang, Min Bensin menjual langsung solar curian di pelabuhan miliknya seputar Pulo Rida. Konsumennya adalah kapal-kapal tunda pengangkut batu ke Kalimantan. Gatra sempat memergoki sebuah kapal tunda bernama lambung Takashi II, yang sedang asyik mengisi solar di pelabuhan milik Min Bensin. Seorang awak kapal Takashi yang ditemui Gatra menceritakan, kapal itu sedang mengisi solar untuk membawa Tongkang Golden Sari ke Kalimantan. "Kita juga lagi menunggu muatan batu," katanya. Mat Solar memilih wilayah Serang sebagai tempat menumpuk hasil jarahannya. Ia memiliki dua tempat penyimpanan
di sekitar Jalan Raya Kramat Watu Serang. Kedua penyimpanan BBM yang berdekatan itu terlihat mencolok, dengan tutup seng dari bekas drum setinggi 3 meteran. Toto Tongkang menguraikan, kedua bos lokal itu menjarah 100 hingga 125 ton BBM setiap kali operasi. Selain dijual ke kapal-kapal tunda, BBM ilegal itu dijual ke seorang cukong dari Jakarta. Mereka sering memanggilnya Pak David," kata Toto Tongkang. Pengusaha keturunan Tionghoa ini yang menyalurkan ke pabrik-pabrik. "Ada solar murni, ada pula yang sudah dioplos," Toto menambahkan. Gatra mengamati, aksi penjarahan minyak di Merak dan Serang dilakukan secara terbuka. Anehnya, tak pernah ada aparat yang menggerebek tempat-tempat penimbunan minyak ilegal. Menurut Toto Tongkang, si ABK kapal bungker, mulusnya aksi mafia perompak BBM ini lantaran mereka pandai melobi aparat dan menjalankan aksi tipu-tipu. Tipu muslihat dilakukan dengan cara mengecat lambung dan lunas (bagian bawah kapal) warna hitam. Maksudnya untuk mengelabui agar kapal itu disangka penyuplai air bersih. Lazimnya dalam dunia pelayaran, lunas pada kapal tanker atau bungker BBM dibalut warna merah. Jika muatan penuh, sebagian besar lunas terendam air laut. "Kamuflase ini untuk mengecoh petugas," ungkap Toto Tongkang. Suatu kali, kata Toto, ada pemeriksaan di kapal David. Ternyata bungker itu sudah terisi air, sehingga petugas tak menemukan bukti kejahatan. Setelah petugas pulang dengan tangan hampa,
AKSI SALAH SATU BUNKER LIAR DI PERAIRAN MERAK
G A T RA 1 2 FE BRU A RI 2 0 0 5
49
DOK GATRA
nakhoda David mendapat kontak dari sebuah kapal tanker bernama Andika. David langsung angkat sauh menuju titik sasaran di Pulau Panjang sembari membuang muatan air bersih. Kepandaian berkamuflase itu membuat mereka tetap aman di laut ketika menjalankan aksi. Tak jarang mereka kepergok patroli Polisi Perairan (Pol Airud) dan Administratur Pelabuhan (Adpel). "Biasanya aparat mendiamkan saja, entah karena terkecoh kamuflase atau memang sudah disogok," kata Toto Tongkang. Menurut Toto, jika aparat memeriksa dua kapal bungker itu, pasti tak menemukan dokumen resmi. Termasuk semua ABK dan nakhoda tak memiliki ijazah pelayaran. "Mestinya tinggal diciduk saja, wong kapal liar kok," ungkap Toto. Nyatanya, aparat enggan memeriksa dokumen. Aksi tipu-tipu ini berjalan lancar, lantaran sang
majikan gencar melobi aparat. Karena itulah, kata Toto, aparat tak pernah bertindak lebih jauh, selain memeriksa muatan. Soal upeti untuk memuluskan aksi,
TEMPAT PENIMBUNAN BBM DI PULAU RIDA
Emas Hitam Pendulang Untung ] MESKI harus menanggung berbagai risiko, geliat bisnis penggarongan BBM seolah tidak ada matinya. Janji keuntungan yang tak putusputusnya dan minimnya risiko kerugian adalah energi yang membuat para mafia BBM terus bergentayangan. Seperti dituturkan Toto Tongkang, nama samaran untuk seorang ABK yang biasa bertugas di kapal bungker David dan Barokah. Penilap emas hitam di perairan Merak itu menghitung, setiap kali operasi, bungker David bisa memuat 125 ton atau setara dengan 125.000 liter BBM. Namun, yang dibayar tak lebih dari 80 ton. Artinya, bungker David selalu mengantongi minyak "gratisan" hingga 45 ton setiap operasi. Minyak curian yang umumnya solar itu dijual oleh kapal tanker seharga Rp 1.200 per
50
GATRA 12 FEBRUARI 2005
liter. "Itu masih solar murni kualitas bagus dengan berat jenis antara 82-84," kata Toto. Jadi, sekali operasi, awak kapal David menenteng duit Rp 96 juta. Di darat, solar dijual dengan harga pasaran Rp 1.600 seliter. Dari minyak "gratisan" saja, pemilik bungker sudah mengantongi keuntungan bersih Rp 7,2 juta. Sementara dari minyak yang dibayar, ia bisa mengantongi keuntungan sebesar Rp 400 (selisih harga pembelian dengan penjualan) x 80.000 liter = Rp 32.000.000. Maka, dalam sekali operasi, kata Toto Tongkang, bosnya bisa meraup duit hampir Rp 40 juta lebih. Padahal mereka bisa beroperasi tiga kali seminggu. Karena itu, Toto Tongkang pun betah bergelut dengan bisnis haram ini. "Di sini kita gak kenal sistem gaji, tetapi kalau butuh duit, tinggal bilang bos, pasti dikasih," katanya.
dibantah pihak kepolisian ataupun administratur pelabuhan. Tetapi Kasubdit Operasional Direktorat Pol Airud Merak, AKP Antonius, mengakui adanya aksi tipu oleh kawanan pencoleng minyak. "Mereka memang melakukan berbagai kamuflase untuk mengelabui aparat yang sedang patroli," katanya. Seringkali mereka beraksi setelah kapal-kapal patroli. Karena itu, Antonius merasa kewalahan menangkap penjarah BBM itu. "Untuk mengungkap kejahatan pencurian minyak di laut, kita harus memergoki aksi mereka. Repotnya, aksi itu dilakukan tengah malam tanpa menyalakan lampu," Antonius berkilah. Padahal untuk memberantas para pencoleng minyak dan cukong-cukongnya, Direktorat Pol Airud Merak diperkuat empat armada siap operasi. Administratur Pelabuhan pun kesulitan mengungkap bisnis haram ini. Menurut Kepala Bidang Penjagaan dan Pengamatan Adpel Banten, Sarwo, ternyata kapal bungker milik bos bos lokal itu mengantungi surat-surat resmi. Mereka punya izin sebagai reception facilities. "Izin tersebut memang dari kita," tutur Sarwo, yang didampingi dua stafnya. Dengan izin tersebut, David dan Barokah seharusnya menampung limbah kimia dan oli. Izin tersebut ditinjau tiap tahun. Sarwo menjamin, jajarannya selalu mengawasi tingkah laku kedua kapal itu agar tidak menyimpang. Jadi, selama memiliki izin, Adpel Banten tidak akan menangkap kapal yang beroperasi di wilayahnya. Sarwo menepis anggapan bahwa kapal bunker David dan Barokah bertindak sebagai perompak minyak. Sebab, menurutnya, setiap muatan kapal yang berlayar di wilayah Banten, harus dilaporkan ke Adpel. "Prosedurnya ketat, nggak mungkin mereka berani main-main," kata Sarwo. Pejabat di lapangan boleh berkilah.
Toh, pihak Pertamina mengakui, isi kapal tankernya memang kerap dibobol. "Terutama yang diangkut tanker dari kilang ke depo," ungkap Deputi Direktur Pemasaran dan Niaga, Rachmat Drajat. Para mafia minyak ini memanfaatkan batas toleransi kehilangan 0,5% yang direstui Pertamina. Misalnya muatan 30.000 ton, bisa disedot sekitar 150 ton. "Secara administratif, kehilangan 0,5% memang diizinkan," kata Rachmat. Toh, kenyataannya, para mafia minyak tak puas hanya membobol sebatas 0,5%. Berbagai modus dipakai untuk mencuri BBM dari kapal tanker maupun truk tangki pendistribusi minyak (baca: Beragam Cara BBM Menguap). Cara konvensional yang sudah berlangsung puluhan tahun adalah permainan delivery order (DO). Cara ini melibatkan pejabat Pertamina dan perusahaan pelanggan. Selain me-mark up jatah minyak ke pelanggan, DO juga kerap diberikan untuk perusahaan fiktif. Tangsi militer, misalnya, meminta kiriman lebih dari jatah yang ditetapkan. Juga perusahaan yang sudah gulung tikar akibat resesi, tetap tercatat sebagai pelanggan. Nah, jatah bodong minyak bersubsidi itu dijual ke kapal asing yang bergerilya di laut Nusantara, menyaru sebagai kapal ikan. Mereka berbagi untung dari selisih harga lokal dan internasional yang lumayan gede. Di jalur darat, tikus-tikus minyak lebih ganas menggerogoti BBM jatah rakyat. Bahkan pencurian terjadi sejak minyak mentah dikirim dari tempat eksplorasi menuju kilang pengolahan. Ambil contoh
perjalanan minyak mentah dari Babelan ke kilang Balongan, yang berpotensi merugikan Pertamina hingga ratusan milyar rupiah per tahun (baca: Alap-Alap Minyak Mentah). Lebih parah lagi, BBM dari depo Pertamina yang dikirim ke agen atau SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) pun tak luput dari sergapan mafia. Ironisnya, pos-pos "kencingan" --istilah untuk penurunan sebagian muatan BBM yang dikirim ke agen— dan pengoplosan BBM tak jauh dari kilang maupun depo milik Pertamina. Penelusuran Gatra selama dua minggu menemukan aktivitas pencurian minyak terjadi di
sepanjang Merak-Jakarta-Balongan. Di wilayah Jakarta Utara, pusat-pusat kencingan dan pengoplosan BBM justru berada di seputar wilayah Sunter, tak jauh dari depo Plumpang. Di wilayah ini, paling tidak, ada lima titik pusat pengoplosan. Titik pertama di Jalan Agung Timur 8, persis di pojok berpotongan dengan Jalan Agung Timur 7. Titik kedua terletak di Jalan Agung Timur 6, juga di dekat perpotongan de-
G A T RA 1 2 FE BRU A RI 2 0 0 5
51
Timur 9. Sedangkan titik kelima ada di Jalan Agung Karya 9. Sumber Gatra, seorang sopir truk tangki yang biasa menyelewengkan
FOTO-FOTO: DOK GATRA
ngan Jalan Agung Timur 8. Titik ketiga di Jalan Agung Timur 3, dekat Danau Sunter. Titik keempat ada di Jalan Agung Timur 13, berdekatan dengan Jalan Agung
ALAT UKUR PENGISIAN BBM KE TRUK TANGKI DI DEPO PERTAMINA PLUMPANG
muatannya di wilayah tersebut, menyebut satu nama sebagai pemilik lima tempat "kencingan" BBM itu. Bos minyak haram itu sudah malang melintang sejak 1998. Salah satu pemegang simpul jaringan mafia BBM di Jakarta itu cukup pintar melobi aparat. "Makanya tempat kencingan miliknya selalu aman," ungkap si sopir tangki itu. Gatra yang menyusuri wilayah itu selepas subuh, awal tahun lalu, memergoki sebuah truk tangki bermuatan solar yang menguras sebagian isinya di Jalan Agung Timur 13. Sebuah selang terjulur dari atas tangki, mengalirkan solar ke drum-drum di bawahnya. Truk solar bernomor polisi B 9122 WD itu mestinya langsung menuju SPBU, sesuai dengan tulisan di tangki. Tapi, seperti halnya sebagian besar truk lain yang keluar dari depo Plumpang, si sopir menguras sebagian muatan ke mafia penadah minyak. Anehnya, truk tangki cuek saja "kencing" di tempat terlarang, meski disaksikan mobil patroli polisi dari Polsek terdekat. Di tempat ini, kata sumber tadi, muatan BBM di tiap truk tangki dari depo Plumpang disedot sekitar 20%. Sisa BBM
[ Laku Culas Penilap ] MENCURI secara halal. Jurus itulah yang digunakan para pencuri BBM di kapal tanker pengangkut minyak. Mereka mengakali toleransi penguapan BBM selama pengangkutan sebesar 0,5%. Angka toleransi penguapan ini berlaku untuk semua jenis BBM, mulai minyak tanah, solar, bensin, sampai avtur yang diangkut kapal tanker dari kilang minyak menuju depo Pertamina. Misalnya, sebuah kapal tanker mengangkut minyak sebanyak 50.000 ton, ketika sampai di pelabuhan tujuan, muatannya tinggal 49.750 ton. Penyusutan ini masih ditoleransi, karena masih dalam ambang batas 0,5%. Selisih nilai muatan sebesar 250 ton itu sebenarnya bukan karena penguapan. "Tapi, minyak itu dijual oleh awak kapal tanker kepada kapal-kapal tunda," kata seorang pensiunan kepala kamar mesin kapal tanker pengakur minyak Pertamina di Jakarta. Sebut saja ia bernama Sa'al, 60 tahun, warga Tanjungpriok, Jakarta Utara. "Bagaimana mungkin bisa menguap, kalau minyak itu diangkut pada malam hari," ujar Sa'al sembari tertawa lepas. Ada juga awal kapal tanker pengangkut minyak yang sengaja mencuri, tapi tetap aman.
52
GATRA 12 FEBRUARI 2005
PEMBUATAN TANGKI MODIFIKASI DI DAERAH JAKARTA UTARA
Caranya, mereka mengosongkan air pada dua buah ruang ballast, ruang penyeimbang kapal agar tetap mengapung. Pada saat kapal tanker mengisi muatan BBM, pintu ballast dibuka hingga kosong. Dengan begitu BBM akan
mengalir ke ruang ballast. Besarnya mencapai 300-an ton atau 3.000-an liter BBM. Di tempat tujuan, ketika kapal bongkar muat, BBM dalam ballast tadi tidak ikut diturunkan. Baru setelah bongkar muat usai,
SALAH SATU TITIK KENCING DI SUNTER
di tangki yang sudah terkuras itu dioplos dengan minyak tanah untuk mengelabui tukang tera di SPBU. Sedangkan BBM hasil jarahan juga dicampur minyak tanah sebelum dijual dengan harga resmi
pemerintah. Pengamat Perminyakan Kurtubi menilai, ulah para mafia minyak itu berbuntut panjang. Pemilik pom bensin yang menerima minyak oplosan, tentu tak
BBM di ballast tadi dikeluarkan ke lambung kapal. Sebagai ganti, ballast diisi air. "BBM dari ballast itu dijual dalam perjalanan pulang," Sa'al menjelaskan. Penilapan minyak bukan hanya terjadi di jalur laut, penyaluran lewat darat pun diwarnai dengan berbagai laku culas. Seorang sopir truk tangki BBM, sebut saja ia bernama Adeng, mengaku sering melakukan pengoplosan. Mobil tangki BBM yang mengambil minyak dari depo Pertamina kebanyakan tak langsung membawa muatannya ke tempat tujuan. "Mereka mampir dulu ke suatu tempat untuk kencing BBM," kata Adeng. Di lokasi itu, sebagian premium "dikencingkan". Bensin yang dicuri itu lantas diganti dengan minyak tanah yang telah dioplos dengan formula tertentu. "Perngoplosan ini tidak bakal ketahuan, karena berat jenis dan oktan BBM itu tidak bakal berubah," kata Aden. Hanya saja, tidak semua armada pengangkut BBM mencuri dan mengoplos minyak. Selain terjadi kebocoran di jalur distribusi BBM, pencurian juga belangsung dalam pengiriman minyak mentah dari sumur minyak di Babelan, Bekasi, menuju kilang minyak
Balongan, Indramayu. Di jalur ini, mafia maling minyak mentah memodifikasi tangki truknya. Truk tangki yang berkapasitas 16.000 liter, umumnya ada sebuah sekat vertikal yang membagi tangki itu menjadi dua ruangan yang sama besar. Tiap ruang berkapasitas masingmasing 8.000 liter. Untuk mencuri minyak, para pelaku membuat sekat tambahan di dalam tangki truk di bagian depan dan belakang. Masing-masing sekat tambahan itu bisa menampung minyak sebanyak 2.000 liter. Ketika tangki diisi, si sopir tinggal menarik tuas hidrolis untuk membuka sekat tambahan miliknya, sehingga minyak mengalirlah ke dalam tangki itu. Setelah penuh, sekat tadi ditutup secara hidrolis pula. Ketika muatan akan diturunkan, juru tera di kilang minyak Balongan hanya mengukur muatan berdasarkan ketinggian permukaan. Yang ia ketahui, isi muatan masih seperti semula. Padahal ketika diturunkan, muatan yang ada dalam sekat tambahan tadi tidak ikut turun. Minyak mentah yang tertingal di dalam sekat tambahan itu lantas dijual kepada penadah. Selanjutnya diolah menjadi minyak bakar yang lazim disebut industrial diesel oil
mau rugi. Maka, terjadilah kecurangan ketika mengucurkan BBM ke konsumen. Misalnya dengan memainkan alat ukur. "Akhirnya konsumen yang dirugikan, sudah terima BBM oplosan, dipangkas pula jatahnya," kata Kurtubi. Perompakan minyak di segala penjuru itu, tentu saja merugikan negara. Seorang pejabat Pertamina membocorkan angka kerugian itu kepada Gatra. "Hampir seperempat dari nilai subsidi minyak per tahun," ungkapnya. Saat ini, subsidi BBM mencapai Rp 72 trilyun per tahun. Artinya, tikus-tikus minyak itu menggerogoti uang rakyat hingga Rp 15 trilyun per tahun. Buntutnya memang selalu tidak mengenakkan buat rakyat. Apalagi pemerintah sudah memastikan bakal menaikkan harga BBM antara 30%-40%. "Jika tak dinaikkan, pemerintah bakal menanggung subsidi BBM hingga Rp 53 trilyun," ungkap Dirjen Anggaran Departemen Keuangan Achmad Rochyadi, Sabtu lalu. Andai saja kebocoran BBM bisa disumbat, uang yang diselamatkan bisa digunakan untuk menambal subsidi, sehingga harga BBM tak perlu dikatrol sebesar itu.
(IDO). Tentu saja tidak semua truk tangki pengangkut minyak mentah dari Babelan ke Balongan itu mencuri minyak dengan modus menyekat tangkinya. Hanya anggota mafia maling minyak yang melakukannya. Untuk membuat truk tangki dengan penyekat, mereka memasan pada bengkel yang khusus modifikasi tangki minyak. Bengkel tersebut, antara lain, terdapat di Jalan Juntinyuat, dekat kilang minyak Balongan. Wartawan Gatra menyusup ke bengkel itu menyamar sebagai pembeli tangki. Awalnya, pemilik bengkel mengaku tidak memodifikasi tangki. Ketika Gatra menyatakan akan membeli dua tangki di depan halaman bengkel, si empunya bengkel menyarankan agar membuat saja. Ongkosnya Rp 1 juta per tangki. "Kalau tangki itu mah, sudah dipesan orang," kata pemilik bengkel itu. Sekitar 50 meter dari bengkel itu, ada tempat penyewaan truk tangki yang sudah dimodifikasi. Sewanya sekitar Rp 4 juta sebulan. Anehnya, berbagai modus pencurian minyak itu berjalan mulus. Pertamina, sepertinya, kewalahan mengatasi ulah mafia pencuri minyak. M. AGUNG RIYADI
G A T RA 1 2 FE BRU A RI 2 0 0 5
53